Modul Perpajakan Belanja Negara

99
i MODUL DTSS PENGUJI TAGIHAN Disusun oleh : Rasida, S.E. MATA PELAJARAN PERPAJAKAN BELANJA NEGARA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDINESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ANGGARAN BOGOR - 2008

Transcript of Modul Perpajakan Belanja Negara

Page 1: Modul Perpajakan Belanja Negara

i

MODUL

DTSS PENGUJI TAGIHAN

Disusun oleh :

Rasida, S.E.

MATA PELAJARAN

PERPAJAKAN BELANJA NEGARA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDINESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ANGGARAN

BOGOR - 2008

Page 2: Modul Perpajakan Belanja Negara

ii

[Type text]

KATA PENGANTAR

Perpajakan belanja negara, merupakan penerapan aturan-aturan perpajakan

didalam pelaksanaan belanja atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara/Daerah (APBN/APBD) . Oleh karena itu para pegawai yang akan melaksanakan

belanja atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (Pejabat Pembuat

Komitmen, Pejabat Penguji SPP dan Penerbit Surat Perintah Membayar maupun

Bendahara Pengeluaran) harus mengetahui peraturan-peraturan dibidang perpajakan,

karena ia harus memungut pajak-pajak negara, apabila menurut ketentuan yang berlaku

terhadap pembayaran yang dilakukan harus dikenakan pajak.

Modul ini disusun sebagai bahan ajar pada pendidikan dan pelatihan (diklat) yang

dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anggaran Badan Pendidikan dan

Pelatihan Keuangan, khususnya Diklat Teknis Substantif Penguji Tagihan, berisi tentang

aturan-aturan dibidang perpajakan yang paling tidak harus diketahui oleh Pejabat

Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji SPP dan Penerbit Surat Perintah Membayar maupun

Bendahara Pengeluaran yang akan melaksanakan pembayaran atas beban APBN/D pada

instansinya masing-masing.

Penulis berterima kasih kepada Bapak Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Anggaran Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang telah mempercayakan kepada

penulis untuk menulis modul ini dengan Surat Tugasnya Nomor : ST-285F/PP.3/2008

tanggal 29 Juli 2008. Juga kepada rekan-rekan sejawat para widyaiswara pada Pusat

Pendidikan dan Pelatihan Anggaran yang telah memberikan masukan-masukan, dan

arahannya sehingga bahan ajar ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.

Terutama sekali kepada Adinda Kartija, S.E., M.M. yang senantiasa membantu penulis

untuk mendapatkan aturan-aturan dibidang perpajakan yang penulis perlukan dalam

menulis modul ini.

Modul ini ditulis berdasarkan aturan-aturan yang berlaku selama ini, yang tidak

menutup kemungkinan tidak sesuai dengan aturan-aturan dimasa yang akan datang

sejalan dengan perkembangan zaman, yang mengakibatkan peraturan perpajakan berubah

dari waktu ke waktu. Untuk itu kepada para pembaca hendaknya senantiasa mengikuti

perkembangan peraturan dibidang perpajakan, agar dalam pelaksanaan pekerjaan tidak

mengalami hambatan yang berarti.

Page 3: Modul Perpajakan Belanja Negara

iii

[Type text]

Penulis menyadari, karena terbatasnya waktu, penulisan modul ini jauh dari

sempurna. Untuk itu kepada para pembaca dan pemakai sudilah kiranya memberikan

saran dan kritik kontruktif demi perbaikan penulisan di masa yang akan datang.

Semoga bahan ajar ini bermanfaat. Amien.

Bogor, September 2008

Penulis,

Rasida, S.E.

NIP. 060058504

Page 4: Modul Perpajakan Belanja Negara

iv

[Type text]

DAFTAR ISI

KB 1 KB 2 KB 3 KB 3

: : : :

KATA SAMBUTAN ……………………………………………… KATA PENGANTAR …………………………………………….. DAFTAR ISI ………………………………………………………. PENDAHULUAN Deskripsi singkat …………………………………………………... Tujuan instruksionil umum ………………………………………... Tujuan instruksionil khusus ……………………………………….. Relevansi …………………………………………………………... Petunjuk cara belajar ……………………………………………… PENGERTIAN DAN LINGKUP PERPAJAKAN 2.1 Uraian, contoh dan non-contoh 2.1.1 Pengertian, fungsi dan sistem pemungutan pajak 2.1.1.1 Pengertian pajak .................................................... 2.1.1.2 Fungsi pajak .......................................................... 2.1.1.3 Sistem Pemungutan Pajak ...................................... 2.1.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak-pajak Negara ………… 2.1.3 Lingkup Perpajakan Belanja Negara .................................. 2.2 Tes Formatif ........... …………………………………………… 2.3 Rangkuman …………………………………………………… 2.4 Umpan balik dn tindak lanjut ..................................................... PAJAK PERTAMBAHAN NILAI/PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPN/PPn BM) 3.1 Uraian, contoh dan non-contoh 3.1.1 Pengertian PPN, PPn BM Dan Syarat Pemungutannya ... 3.1.2 Obyek PPN/PPn BM ........................................................ 3.1.3 Tarif Dan Dasar Pemungutan PPN/PPn BM .................... 3.1.4 Penyetoran Dan Pelaporan PPN/PPn BM .……………… 3.1.5 Pembayaran Yang Tidak Dipungut PPN/PPn BM Oleh Bendahara/KPPN ............................................................. 3.2 Tes Formatif 2 ....... ……………………………………………. 3.3 Rangkuman …………………………………………………... 3.4 Umpan balik dan tindak lanjut .................................................. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 4.1 Uraian, contoh dan non-contoh 4.1.1 Pengertian PPh pasal 21/26 …………………………….. 4.1.2 Wajib Pajak PPh pasal 21/26 ………………………..…. 4.1.3 Obyek Pemungutan PPh pasal 21/26 ................................ 4.1.4 Perhitungan PPh pasal 21/26………….………………. 4.1.4.1 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 21 ............. 4.1.4.2 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 26 ............. 4.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21/26 …………….. 4.2 Pertanyaan latihan ……………………………………………... 4.3 Rangkuman …………………………………………………..... 4.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................. PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh PASAL 22)

Hal. i

ii iv

1 1 1 2 3

4 4 4 5 6 7 8 9 9

10

12 12 13 16 17 16 18 19 20 21

22 22 23 24 27 33 38 39 40 40 42

Page 5: Modul Perpajakan Belanja Negara

v

[Type text]

KB 5 KB 6 KB 7

: : :

5.1 Uraian, contoh dan non-contoh 5.1.1 Pengertian PPh pasal 22 ……………………………… 5.1.2 Obyek PPh pasal 22 …………………………………... 5.1.3 Tarif PPh pasal 22 …………………………………..... 5.1.4 Contoh perhitungan PPh pasal 22 ................................. 5.1.4.1 Perhitungan atas pembelian barang oleh benda hara pengeluaran .................................……… 5.1.4.2 Perhitungan PPh pasal 22 impor ……………… 5.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 22 ……….....…… 5.2 Pertanyaan latihan ……………………………………………... 5.3 Rangkuman ……...…………………………………………….. 5.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................ PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (PPH PASAL 23) 6.1 Uraian, contoh dan non-contoh 6.1.1 Pengertian PPh pasal 23 ……..…………………………... 6.1.2 Obyek PPh pasal 23 ……..……………………………..... 6 .1.3 Tarif PPh pasal 23 ……..……………………………….. 6.1.4 Contoh perhitungan PPh pasal 23 ..................................... 6.1.4.1 Menghitung PPh pasal 23 atas hadiah dan peng - hargaan ............................................................… 6.1.4.2 Menghitung PPh pasal 23 atas sewa dan pengha- silan lain sehubungan dengan penggunaan harta 6 .1.4.3 Menghitung PPh pasal 23 atas jas teknik, mana- jemen, konsultasi hukum, konsultan pajak dan jasa lain .........................................……………. 6.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 ………………. .. 6.2 Tes Formatif 5 ……………………………………………........ 6.3 Rangkuman …………………………………………………..... 6.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................ BEA METERAI 7.1 Uraian, contoh dan non-contoh 7.1.1 Dasar hukum, prinsip umum pengenaan dan tarif Bea Meterai ........................................................................... 7.1.2 Pengenaan Bea meterai dengan tarif Rp.6.000,- .............. 7.1.3 Pengenaan Bea meterai dengan tarif Rp.3.000,- ........... 7.1.4 Yang tidak terutang Bea Meterai .................................. 7.1.5 Saat terutang dan cara pelunasan Bea Meterai .............. 7.1.6 Pemeteraian kemudian ................................................... 7.1.7 Sanksi ............................................................................. 7.2 Pertanyaa Latihan ...................................................................... 7.3 Rangkuman ............................................................................... 7.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................ PPh DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL/TI- DAK FFINAL 8.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh 8.1.1 BPHTB dan Persewaan Tanah dan Bangunan …… 8.1.2 PPh jasa konstruksi dan hadiah undian……………. 8.2 Tes Formatif …………………………………………............... 8.3 Rangkuman ……………………………………………….........

43 43 44 44 47

45 46 47 47 48 48

50 50 50 52 58

58

59

59 60 61

61 62

64

64 64 65 66 66 67 67 69 69 70

71 71 73 74 74

Page 6: Modul Perpajakan Belanja Negara

vi

[Type text]

KB 8 Kb 9

: :

8.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................. SANKSI PERPAJAKAN 9.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh 9.1.1 Sanksi administrasi …………………………………. 9.1.2 Sanksi pidana ………………………………………… 9.2 Tes Formatif 8.... ……………………………………………. 9.3 Rangkuman ………………………………………………… 9.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ............................................... TES SUMATIF ............................................................................... Daftar kepustakaan ………………………………………………… Jawaban tes formatif ……………………………………………….

74

76 76 80 82 82 82 84 91 91

Page 7: Modul Perpajakan Belanja Negara

1

[Type text]

PENDAHULUAN Deskripsi singkat

Mata pelajaran perpajakan belanja negara ini menguraikan tentang pelaksanaan

perpajakan yang meliputi perhitungan, pemungutan/pemotongan, penyetoran dan

pelaporan perpajakan yang dilaksanakan oleh seorang Bendahara Pengeluaran atau

Pejabat Pembuat Komitmen dalam melaksanakan tugasnya yang terdiri dari Pajak

Penghasilan pasal 21/26 (PPh pasal 21/26), PPh pasal 22, PPh pasal 23/26 dan Pajak

Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN/PPn BM), perpajakan

proyek/kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) serta

perpajakan khusus yang bersifat final sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Tujuan Instruksionil Umum

Setelah mengikuti mata pelajaran ini, peserta diklat dapat melaksanakan tugas dibidang

perpajakan yang meliputi perhitungan, pemungutan/pemotongan, penyetoran dan

pelaporan yang berkaitan dengan tugasnya Bendahara Pengeluaran atau Pejabat Pembuat

Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan Instruksionil Khusus

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pendidikan dan pelatihan (diklat) mampu :

a. Menjelaskan pengertian, fungsi dan tata cara pemungutan pajak.

b. Mengerti beberapa istilah yang biasa digunakan dalam perpajakan.

c. Memahami dasar hukum penunjukan bendahara sebagai pemungut pajak-pajak

negara.

d. Mengetahui lingkup perpajakan atas belanja negara.

e. Memahami penggunaan akun perkiraan pendapatan perpajakan.

f. Memahami pengertian PPh pasal 21 dan PPh Pasal 26.

g. Memahami subyek dan obyek PPh Pasal 21/26.

h. Memahami beberapa pengurangan yang diperkenankan dalan menghitung PPh

Pasal 21,

i. Memahami Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Page 8: Modul Perpajakan Belanja Negara

2

[Type text]

j. Memahami penerapan penganaan tarif PPh Pasal 21/26.

k. Memahami ketentuan perhitungan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Negeri Sipil

(Pusat/Daerah).

l. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPh Pasal 21/26

lainnya.

m. Memahami kewajiban seorang bendahara selaku pemungut PPh Pasal 21/26.

n. Melaksanakan penyetoran PPh Pasal 21/26

o. Melaksanakan pelaporan PPh Pasal 21/26.

p. Memahami pengertian dan dasar hukum PPh pasal 22..

q. Memahami subyek dan obyek serta tarif PPh pasal 22.

r. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPh pasal 22.

s. Melaksanakan penyetoran PPh pasal 22 dan tata cara pelaporannya

t. Memahami pengertian dan dasar hukum PPh pasal 23/26..

u. Memahami subyek dan obyek serta tarif PPh pasal 23/26.

v. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPh pasal 23/26.

w. Melaksanakan penyetoran PPh pasal 23/26 dan tata cara pelaporannya

x. Memahami pengertian dan dasar hukum PPN/PPnBM.

y. Memahami subyek dan obyek serta tarif PPN/PPnBM.

z. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPN/PPnBM.

å. Melaksanakan penyetoran PPN/PPnBM dan tata cara pelaporannya

bb. Memahami dasar hukum perpajakan proyek/kegiatan dengan dana PHLN.

cc. Memahami ketentuan umum perpajakan proyek/kegiatan dengan dana PHLN.

dd. Melaksanakan penyelesaian perpajakan proyek/kegiatan dengan dana PHLN.

ee. Memahami pemungutan Bea Meterai

ff. Memahami PPh tertentu dan PPh yang bersifat final.

gg. Memahami sanksi-sanksi perpajakan

Relevansi

Mata pelajaran ini diharapkan dapat membekali peserta diklat yang akan ditugaskan

sebagai Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen pada Satuan Kerja (Satker)

Kementerian Negara/Lembaga, dan juga dapat digunakan sebagai referensi dalam

pelaksanaan perpajakan sehubungan pelaksanaan belanja negara atas beban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Page 9: Modul Perpajakan Belanja Negara

3

[Type text]

Petunjuk cara belajar

Agar hasil belajar Saudara dapat dicapai dengan maksimal, para pembaca/pemakai

hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :

1. Pelajari dan baca dengan seksama uraian, contoh dan non-contoh serta

rangkumannya dari masing-masing kegiatan belajar.

2. Jawab pertanyaan-pertanyaan/soal tes formatif yang diberikan pada tiap-tiap

kegiatan belajar.

3. Cocokan jawaban tes formatif Anda dengan kunci jawaban yang tersedia.

4. Bila skor/nilai jawaban tes formatif Anda sudah mencapai 80% atau lebih, bagus!

Anda bisa melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya. Jika tidak, ulangi baca

kegiatan belajar yang belum Anda kuasai sampai benar-benar dikuasai.

Selamat belajar, semoga berhasil.

Page 10: Modul Perpajakan Belanja Negara

4

[Type text]

2. Kegiatan belajar 1

PENGERTIAN DAN LINGKUP PERPAJAKAN Tujuan Instruksional Khusus

Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 1 ini, Anda diharapkan mampu untuk :

ee. Menjelaskan pengertian pajak;

ff. Menjelaskan fungsi pajak;

gg. Menjelaskan tata cara pemungutan pajak.

hh. Mengerti beberapa istilah yang biasa digunakan dalam perpajakan.

ii. Memahami dasar hukum penunjukan bendahara sebagai pemungut pajak-pajak

negara.

jj. Mengetahui lingkup perpajakan atas belanja negara.

kk. Memahami penggunaan akun perkiraan pendapatan perpajakan.

2.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh

2.1.1 Pengertian, Fungsi Dan Sistem Pemungutan Pajak

2.1.1.1 Pengertian Pajak

Apa yang disebut dengan pajak itu? Menurut bahasa pajak adalah iuran yang

wajib dibayar oleh rakyat sebagai sumbangan kepada negara (Suharto, Drs dan Tata

Iryanto, Drs, 1989 p. 183). Menurut istilah, Profesor DR. Rochmat Sumitro, S.H. (1990,

p. 5) berpendapat bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan dapat digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.

Dalam Undang-undang Nomor : 6 Tahun 1983 yang sudah diperbaiki terakhir

dengan (sdtd) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang : Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan (Undang-undang KUP) dalam pasal 1 angka 1 dijelaskan bahwa

pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Page 11: Modul Perpajakan Belanja Negara

5

[Type text]

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa

dalam pengertian pajak tersebut terkandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara.

Dari unsur ini jelas, yang berhak memungut pajak kepada rakyat hanyalah negara.

Pajak diartikan sebagai peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik

berdasarkan undang-undang. Peralihan kekayaan tersebut dalam bentuk uang

bukan dalam bentuk barang.

b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang dan aturan-aturan pelaksanaannya

yang sifatnya dapat dipaksakan.

c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya azas timbal balik

(kontraprestasi) individual oleh pemerintah.

d. Hasil pemungutan pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

pemerintah (Pusat/Daerah).

Bila pajak-pajak dipungut oleh negara, maka pajak tersebut digunakan untuk

membiayai pengeluaran-pengaluaran pemerintah pusat, sedang bila pajak-pajak

dipungut oleh pemerintah daerah, maka pajak tersebut digunakan untuk

membiayai pengeluaran-pengaluaran pemerintah daerah.

2.1.1.2 Fungsi Pajak

Fungsi pajak ada dua yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend. Dari fungsi

pajak ini kita dapat memahami mengapa pemerintah memungut pajak-pajak tersebut.

Fungsi budgetair dimaksudkan pajak dijadikan sebagai penerimaan negara/pemerintah

yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran/belanja pemerintah. Kita

dapat mengetahui hal ini dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pajak

dimasukan sebagai penerimaan dalam negeri. Sedangkan fungsi regulerend yaitu pajak

berfungsi untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dibidang sosial dan

ekonomi. Untuk ini dapat diberikan beberapa contoh sebagai berikut :

a. Tarif pajak ekspor ditetapkan nol persen (0%), dimaksudkan agar ekspor produk

Indonesia dapat bersaing di pasar dunia.

b. Pajak yang dikenakan terhadap minuman keras yang tinggi dimaksudkan untuk

mengurangi konsumsi minuman keras.

c. Pajak dikenakan terhadap barang mewah, karena pemerintah menghendaki

adanya pembatasan terhadap konsumsi barang-barang mewah.

Page 12: Modul Perpajakan Belanja Negara

6

[Type text]

2.1.1.3 Sistem pemungutan pajak

Sistem pemungutan pajak dikenal ada tiga macam yaitu : official assessment

system, self assessment system dan witholding system.

Official assessment system, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang kepada wajib pajak. Ciri-ciri yang terdapat dalam sistem pemungutan pajak ini

adalah : wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus,

wajib pajak bersifat pasif dan utang pajak timbul setelah adanya surat ketetapan pajak

yang diterbitkan fiskus. Contoh dari penerapan official assessment system ini adalah

pemungutan Pajak Bumu dan Bangunan (PBB).

Self assessment system, adalah sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung/

memperhitungkan, membayar/menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang

harus dibayar/pajak terutang. Adapun ciri-ciri dari sistem ini adalah : wewenang untuk

menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri, wajib pajak berperan

aktif dalam menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dan

fiskus hanya mengecek kebenaran perhitungan, penyetoran dan pelaporan perpajakan

yang dibuat wajib pajak. Contoh penerapan dalam sistem ini adalah Pajak Penghasilan

(PPh).

Witholding system, adalah sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan

kepada pihak ketiga untuk menentukan, memotong/memungut dan menyetorkan besarnya

pajak terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri sistem ini adalah wewenang untuk menentukan

besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga, bukan pemerintah atau wajib pajak itu

sendiri. Contohnya adalah pemungutan dan pemotongan pajak yang dilakukan oleh

Bendahara Pengeluaran atau Pejabat Pembuat Komitmen.

Contoh :

Pajak penghasilan yang dikenakan kepada wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak luar

negeri yang memperoleh penghasilan di Indonesia, pajak yang dikenakan atas

penyerahan barang kepada bendahara/instansi pemerintah/daerah, pajak pertambahan

Page 13: Modul Perpajakan Belanja Negara

7

[Type text]

nilai yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak serta

pengenaan pajak penjualan atas barang mewah.

Non-contoh :

Restribusi parkir yang dikenakan Pemerintah Daerah (Pemda) kepada pemilik kendaraan

yang memarkir kendaraannya di jalan umum.

2.1.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak-pajak Negara

Yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak negara adalah undang-undang

dibidang perpajakan serta aturan-aturan pelaksanaannya, yaitu :

a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 (sdtd) Undang-undang Nomor 28 Tahun

2007 tentang : Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Yang lebih dikenal

dengan sebutan Undang-undang KUP.

b. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sdtd Undang-undang Nomor 17 Tahun

2000 tentang : Pajak Penghasilan (PPh).

c. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sdtd Undang-undang Nomor 18 Tahun

2000 tentang : Pajak Pertambahan Nilan dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

(PPN/PPn BM).

d. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang : Penagihan Pajak Dengan Surat

Paksa.

e. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang : Pengadilan Pajak.

f. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sdtd Undang-undang Nomor 12 Tahun

1994 tentang : Pajak Bumi Dan Bangunan

g. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sdtd Undang-undang Nomor 20 Tahun

2000 tentang : Bea Perolehan Atas Tanah Dan Bangunan.

h. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang ; Bea Meterai.

i. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 sdtd Undang-undang Nomor 34 Tahun

2000 tentang : Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.

Setiap undang-undang kemudian dibuat aturan pelaksanaannya yaitu dalam

bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) dan

petunjuk teknisnya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak)

Page 14: Modul Perpajakan Belanja Negara

8

[Type text]

2.1.3 Lingkup Perpajakan Belanja Negara

Apakah perpajakan belanja negara mencakup semua perpajakan yang diatur

dalam undang-undang tersebut? Tentu saja tidak. Lingkup perpajakan yang dilaksanakan

oleh Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran umumnya berkaitan

dengan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang

mewah (PPN/PPn BM), perpajakan yang berkaitan dengan proyek/kegiatan dengan dana

pinjaman/hibah luar negeri (PHLN), bea meterai dan PPh yang bersifat khusus serta PPh

final saja.

PPh dalam belanja negara yang dilakukan Satuan Kerja baik yang dipungut oleh

Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran adalah :

a. PPh pasal 21, yaitu :

1. PPh yang berkaitan dengan penghasilan pegawai di lingkungan/instansi

Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran yang bersangkutan

seperti :pembayaran gaji, honorarium dan lembur, uang sidang, uang

makan dan sebagainya.

2. PPh pasal 21 yang berkaitan dengan pembayaran yang dilakukan dengan

orang pribadi dari fihak luar instansi Pejabat Pembuat

Komitmen/Bendahara Pengeluaran yang bersangkutan, misalnya

pembayaran honor, pembayaran upah harian/mingguan/satuan/borongan,

bea siswa, hadiah dan sebagainya

b. PPh pasal 26 yang berkaitan dengan pembayaran dengan wajib pajak orang

pribadi luar negeri atas suatu pekerjaan, kegiatan atau jasa.

c. PPh pasal 22 yang berkaitan dengan penyerahan barang kepada instansi

pemerintah (pusat/daerah) baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor.

d. PPh pasal 23 atas pembayaran pekerjaan, jasa atau kegiatan yang belum diatur

dalam undang-undang PPh pasal 21.

e. PPh yang bersifat khusus dan PPh yang bersifat final.

Adapun PPN/PPn BM yang sering dilakukan bendahara pengeluaran adalah

PPN/PPn BM dalam negeri dan PPN/PPn BM luar negeri serta perpajakan berkaitan

dengan proyek/kegiatan yang dananya berasal dari pinjaman/hibah luar negeri.

Uraian-uraian mengenai hal-hal tersebut akan dibicarakan lebih lanjut pada

bab-bab berikutnya.

Page 15: Modul Perpajakan Belanja Negara

9

[Type text]

2.2 Tes Formatif 1

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pajak itu !

2. Fungsi pajak dibedakan menjadi fungsi budgetair dan regulerend. Jelaskan apa

maksudnya !

3. Ada berapa sistem pemungutan pajak yang Anda ketahui? Jelaskan masing-

masing!

4. Sistem pemungutan pajak apa yang diterapkan pemerintah Indonesia saat ini?

5. Jelaskan jenis pajak apa yang harus dipungut Bendahara Pengeluaran apabila akan

melakukan pembayaran yang berkaitan dengan belanja pegawai?.

6. Jenis pajak apa saja yang dipungut Bendahara Pengeluaran, apabila ia akan

melakukan pembayaran atas pembelian barang dan atau jasa ?

7. Sebut dan jelaskan dasar hukum bagi perpajakan dalam belanja negara!

2.3 Rangkuman

Pajak hakekatnya adalah iuran warga negara kepada negara/pemerintah yang

pelaksanaannya diatur dengan undang-undang. Pemerintah memungut pajak kepada

warga negaranya terutama digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara,

selain itu sebagai alat untuk mengatur kehidupan sosial dan ekonomi.

Oleh karena pajak merupakan pendapatan negara yang sampai dengan saat ini

masih dominan, semua pihak harus menyukseskan pendapatan pajak ke kas negara,

termasuk Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran. Artinya didalam

melaksanakan tugasnya, apabila Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran

melakukan pembayaran barang/jasa atas beban keuangan negara/daerah, sepanjang

menurut ketentuan yang berlaku harus dikenakan pajak, maka Pejabat Pembuat

Komitmen atau Bendahara Pengeluaran wajib memungut pajak-pajak negara tersebut,

menyetorkannya ke kas negara dan melaporkan penerimaan dan penyetoran pajak yang

dilakukannya kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana Pejabat Pembuat Komitmen atau

Bendahara Pengeluaran tersebut terdaftar serta instansi terkait lainnya. Dalam

pelaksanaan pemungutan pajak-pajak negara tersebut, hendaknya Pejabat Pembuat

Komitmen atau Bendahara Pengeluaran melaksanakannya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Dasar hukum bagi perpajakan belanja negara diatur dalam undang-undang

dibidang perpajakan yaitu Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 setelah diperbaiki

Page 16: Modul Perpajakan Belanja Negara

10

[Type text]

terakhir dengan (sdtd) Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang : Ketentuan Umum

Dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 sdtd Undang-undang

Nomor 17 tahun 2000 tentang : PPh dan Nomor 8 tahun 1983 sdtd Undang-undang

Nomor 18 tahun 2000 tentang : PPN/PPn BM serta aturan-aturan pelaksanaannya (PP,

Permenkeu, Perdirjen Pajak).

Tugas Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran dalam bidang

perpajakan secara garis besar dibagi dua yaitu yang berkaitan dengan PPh dan PPN/PPn

BM. Apabila Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas gaji, honorarium,

lembur, vakasi, uang makan dan sebagainya yang berkaitan dengan belanja pegawai,

maka bendahara pengeluaran harus memotong/memungut PPh Pasal 21 atas pembayaran

yang dilakukan. PPh pasal 21 juga dikenakan apabila bendahara pengeluaran melakukan

pembayaran kepada pekerja yang melakukan pekerjaan bebas, baik yang dibayar secara

harian, mingguan, satuan atau borongan. Dan apabila melakukan pembayaran untuk

belanja barang/modal dan atau jasa, maka pajak-pajak yang harus dipungut bendahara

pengeluaran meliputi PPN/PPn BM, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23.

2.6 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 1 ini menurut

keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda

dengan kunci jawaban tes formatif 1 yang ada dihalaman belakang modul ini.

Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini

untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 1 ini.

Jumlah jawaban Anda yang benar

Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%

7

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :

90 s.d.

100%

artinya Bagus sekali

80 s.d. 89% artinya Bagus

70 s.d. 79% artinya Sedang

Kurang artinya Kurang

Page 17: Modul Perpajakan Belanja Negara

11

[Type text]

dari 69%

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat

meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat

penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan

belajar 1 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

Page 18: Modul Perpajakan Belanja Negara

12

[Type text]

3. Kegiatan belajar 2

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI/PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPN/PPn BM)

Tujuan Instrukdional Khusus

Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 2 ini, Anda diharaapkan mampu untuk :

oo. Memahami pengertian PPN/PPnBM;

pp. Memahami syarat pemungutan PPN/PPn BM;

qq. Memahami subyek dan obyek PPN/PPn BM;

rr. Memahami tarif PPN/PPnBM;

ss. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPN/PPnBM.

tt. Melaksanakan pemungutan/pemotongan PPN/PPnBM;

uu. Melaksanakan penyetoran PPN/PPn BM;

vv. Melaksanakan pelaporan PPN/PPn BM;

3.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh

3.1.1 Pengertian PPN, PPn BM Dan Syarat Pemungutannya

Yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang

dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di daerah

Pabean. BKP adalah barang berujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa

barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berujud yang dikenakan

pajak berdasarkan undang-undang PPN. JKP adalah setiap kegiatan pelayanan

berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau

fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan

untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas

petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN. Sedang

yang dimaksud dengan Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi

darat, perairan dan ruang udara serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif

dan landas kontinen yang didalamnya berlaku undang-undang Nomor 10 tahun 1995

tentang Kepabeanan.

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) adalah pajak yang dikenakan

atas konsumsi barang yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tergolong barang

Page 19: Modul Perpajakan Belanja Negara

13

[Type text]

mewah. Barang mewah dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu kategori kendaraan

bermotor dan kategori bukan kendaraan bermotor.

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, maka pemungutan PPN baru dapat

dilaksanakan oleh Bendahara Pengeluaran atau Pejabat Pembuat Komitmen apabila telah

dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : adanya penyerahan di daerah pabean, yang

diserahkan adalah BKP/JKP dan yang menyerahkan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Yang

dimaksud dengan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP

yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang PPN 1984 dan perubahannya. (UU

Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP pasal 1 angka 5). Sebagai PKP, maka ia

berkewajiban untuk :

a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.

b. Memungut PPN dan PPn BM yang terutang.

c. Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan barang kena pajak.

d. Membuat Nota Retur dalam hal terjadi pengembalian BKP.

e. Melaksanakan pencatatan atau pembukuan mengenai kegiatan usahanya.

f. Menyetor PPN dan PPn BM terutang.

g. Menyampaikan SPT Masa PPN.

Pengecualian dari kewajiban sebagai PKP diberikan kepada Pengusaha Kecil

dan Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak

dikenakan PPN. Dan yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang

selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dengan jumlah peredaran bruto dan

atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Namun

apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka Pengusaha Kecil

tersebut setelah dikukuhkan sebagai PKP diperkenankan memungut PPN dan atau PPn

BM.

3.1.2 Obyek PPN/PPn BM

Yang menjadi obyek PPN adalah penyerahan BKP/JKP yang dilakukan PKP

kepada instansi pemerintah/pemerintah daerah. Penyerahan BKP/JKP yang terutang

PPN/PPn BM yang harus dipungut PPN/PPn BM oleh Bendahara Pengeluaran/Pejabat

Pembuat Komitmen adalah :

a. Penyerahan BKP yang dilakukan PKP selaku pabrikan, importir atau pedagang

BKP.

Page 20: Modul Perpajakan Belanja Negara

14

[Type text]

b. Penyerahan JKP yang dilakukan PKP.

Sedang yang menjadi obyek PPn BM adalah penyerahan BKP yang

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tergolong sebagai barang mewah yang

diserahkan oleh pabrikan kepada Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen.

Barang mewah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu yang berujud kendaraan

bermotor dan yang bukan kendaraan bermotor.

Semua BKP/JKP dikenakan PPN/PPn BM kecuali ditentukan lain dalam

undang-undang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tanggal 12

Desember 2000 ada beberapa BKP/JKP yang tidak dikenakan PPN dan ada pula BKP

yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Barang-barang yang tidak dikenakan PPN

berdasarkan PP 144 tahun 2000 adalah :

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari

sumbernya. Jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil

langsung dari sumbernya adalah : minyak mentah (crude oil); gas bumi; panas

bumi; pasir dan kerikil; batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; bijih

besi, timah, emas, tembaga, nikel dan bijih perak serta bijih bauksit.

b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak. Jenis

barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak adalah

beras, gabah, jagung, sagu, kedelai dan garam baik yang beryodium maupun

tidak.

c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung

dan sejenisnya baik yang dikonsumsi di tempat ataupun tidak, kecuali makanan

dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.

d. Uang, emas batangan dan surat berharga.

Jasa yang tidak dikenakan PPN adalah jasa dibidang : kesehatan medik,

pelayanan social, pengiriman surat dengan perangko, perbankan, asuransi dan sewa guna

usaha dengan hak opsi, keagamaan, pendidikan, kesenian dan hiburan yang telah

dikenakan pajak tontonan, penyiaran, kecuali yang bersifat iklan, angkutan umum di

darat dan di air, tenaga kerja, perhotelan dan jasa yang disediakan pemerintah dalam

rangka menjalankan pemerintahan umum.

Sedang BKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai Peraturan

Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 yang telah diperbaiki terakhir dengan Peraturan

Page 21: Modul Perpajakan Belanja Negara

15

[Type text]

Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tentang : Impor Dan/atau Penyerahan Barang Kena

Pajak Tertentu yang Bersiat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN adalah :

a. Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis, yaitu :

- Barang modal atau mesin peralatan pabrik (baik dalam keadaan terpasang

maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang) ;

- Makanan ternak, unggas dan ikan atau bahan baku makanan ternak,

unggas dan ikan;

- Barang hasil pertanian;

- Bibit dan/atau benih barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,

penangkaran atau perikanan.

- Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;

- Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 Watt.

b. Barang hasil pertanian yaitu barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha

dibidang:

- pertanian, perkebunan dan kehutanan;

- peternakan, perburuan atau penangkapan;

- perikanan baik dari penangkapan atau budidaya,

yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari

sumbernya yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia

simpan atau mempermudah proses lebih lanjut.

c. Atas Impor BKP tertentu yang bersifat strategis, berupa :

- Barang modal atau mesin peralatan pabrik (baik dalam keadaan terpasang

maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang) yang diperlukan secara

langsung dalam proses menghasilkan BKP; oleh PKP yang menghasilkan

BKP tersebut.

- Makanan ternak, unggas dan ikan atau bahan baku makanan ternak,

unggas dan ikan;

- Bibit dan/atau benih barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,

penangkaran atau perikanan.

- Barang hasil pertanian;

d. Atas penyerahan BKP yang bersifat strategis, berupa :

- Barang modal atau mesin peralatan pabrik (baik dalam keadaan terpasang

maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang) yang diperlukan secara

Page 22: Modul Perpajakan Belanja Negara

16

[Type text]

langsung dalam proses menghasilkan BKP; oleh PKP yang menghasilkan

BKP tersebut;

- Makanan ternak, unggas dan ikan atau bahan baku makanan ternak,

unggas dan ikan;

- Makanan ternak, unggas dan ikan atau bahan baku makanan ternak,

unggas dan ikan;

- Bibit dan/atau benih barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,

penangkaran atau perikanan.

- Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;

- Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 Watt.

3.1.3 Tarif dan dasar pemungutan PPN/PPn BM

PPN mempunyai tarif tunggal, yaitu 10% (sepuluh per seratus) dari harga

barang. Besaran tarif ini bisa diubah dengan peraturan pemerintah dengan jumlah

minimal 5% (lima per seratus) sampai dengan 15% (lima belas per seratus). Adapun tarif

PPn BM yang berlaku saat ini minimal 10% (sepuluh per seratus) dan maksimal 100%

(seratus per seratus).

Kapan PPN/PPn BM itu dipungut? PPN/PPn BM dipungut oleh Bendahara

Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen dilakukan pada saat Bendahara

Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen melakukan pembayaran kepada rekanan

pemerintah/daerah dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP rekanan

pemerintah.

Yang menjadi dasar pemungutan PPN adalah jumlah pembayaran yang

dilakukan Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen, yaitu jumlah pembayaran

yang sudah termasuk PPN terutang. PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari

jumlah pembayaran.

Contoh : Bendaharan Pengeluaran membayar alat tulis kantor (ATK) sebesar

Rp.8.800.000,- (sudah termasuk PPN), maka PPN yang dipungut adalah sebesar 10/110 x

Rp.8.800.000,- = Rp.800.000,-

Contoh lain : Pejabat Pembuat Komitmen membayar kontrak perbaikan gedung

kantor sebesar Rp.165.000.000,- (sudah termasuk PPN), maka PPN yang dipungut adalah

sebesar 10/110 x Rp.165.000.000,- = Rp.15.000.000,-

Page 23: Modul Perpajakan Belanja Negara

17

[Type text]

Dalam hal BKP yang diserahkan rekanan pemerintah (sebagai pabrikan)

termasuk golongan barang mewah (misal dengan tarif 20%), maka dasar pemungutan

PPN/PPn BM adalah sebagai berikut.

a. PPN = 10/130 x jumlah pembayaran (sudah termasuk PPN/PPn BM)

b. PPn BM = 20/130 x jumlah pembayaran (sudah termasuk PPN/PPn BM)

Contoh : Pejabat Pembuat Komitmen membayar BKP yang termasuk barang mewah

(tarif 20%) dengan jumlah pembayaran Rp.13.000.000,- Maka PPN/PPn BM yang harus

dipungut Pejabat Pembuat Komitmen adalah :

a. PPN = 10/130 x Rp.13.000.000,- = Rp. 1.000.000,-

b. PPn BM = 20/130 x Rp.13.000.000,- = Rp.2.000.000,-

Pemungutan PPN/PPn BM dalam prakteknya dilakukan bersamaan dengan

pemungutan PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23, sehingga jumlah yang dibayarkan kepada

rekanan setelah dikurangi/dipotong PPN/PPn BM dipotong lagi PPh Pasal 22 atau PPh

Pasal 23 terutang.

Contoh : Pemungutan PPN oleh Bendahara Pengeluaran atas pembayaran yang

dilakukan dalam pembelian ATK, komputer, mebeler dan lain-lain.

Non-contoh : Pemungutan PPN oleh Bendahara Pengeluaran atas pembayaran yang

dilakukan terhadap kegiatan, sewa dan lain-lain.

3.1.4 Penyetoran Dan Pelaporan PPN/PPn BM

PPN/PPn BM yang dipungut Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat

Komitmen wajib disetorkan ke Bank/Kantor Pos Persepsi paling lambat tujuh hari

setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan. Apabila pada hari tersebut bertepatan

hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Penyetoran dilakukan

dengan menggunakan SSP dalam rangkap lima yang dibuat rekanan pemerintah dengan,

nama, alamat dan NPWP rekanan/PKP yang bersangkutan, namun ditandatangani

Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen selaku pemungut pajak atas nama

PKP rekanan pemerintah. Selain SSP, PKP harus membuat faktur pajak dalam rangkap

tiga dan pada setiap lembar dibubuhi cap ’’disetor tanggal …’’ dan ditandatangani oleh

Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen

Page 24: Modul Perpajakan Belanja Negara

18

[Type text]

Dalam hal PPN dipungut KPPN melalui pemotongan Surat Perintah Membayar

(SPM), maka dalam pengajuan SPM harus dilampirkan SSP PPN dan SSP PPh Pasal 22

atau PPh Pasal 23 terutang atas tagihan tersebut dan faktur pajaknya. Pada SSP (PPN dan

PPh) akan ditandatangani oleh Pejabat KPPN yang menandatangani Surat Perintah

Pencairan Dana (SP2D) atas SPM dimaksud dan pada faktur pajak dicantumkan tanggal

dan nomor SP2D. Lembar kesatu dan kedua dari faktur pajak dibubuhi cap dan

ditandatangani oleh pejabat KPPN yang menandatangani SP2D sebagai bukti pelunasan.

Faktur pajak lembar kesatu untuk KPPN, lembar kedua untuk arsip PKP rekanan

pemerintah dan lembar ketiga untuk KPP melalui KPPN.

Pelaporan PPN/PPn BM harus dilakukan bendahara pengeluaran paling

lambat empat belas hari setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan.

Kalau tanggal tersebut bertepatan hari libur, pelaporan dilakukan pada hari kerja

sebelumnya. Pelaporan dilakukan menggunakan SPT Masa Bagi Pemungut PPN

(Formulir 1107) yang dibuat dalam rangkap tiga dengan peruntukan sebagai berikut :

a. Lembar kesatu dilampiri faktur pajak lembar ketiga untuk KPP setempat.

b. Lembar kedua untuk KPPN setempat.

c. Lembar ketiga untuk arsip Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen..

Bila pemungutan dilakukan KPPN, maka setiap hari dengan surat pengantar,

lembar ketiga faktur pajak yag telah dibubuhi cap dan tanda tangan pejabat KPPN

dikirim ke KPP. Apabila dalam satu bulan tidak ada pemungutan/penyatoran, maka

laporan tetap harus dibuat dengan menggunakan laporan nihil.

3.1.5 Pembayaran Yang Tidak Dipungut PPN/PPn BM oleh Bendahara/KPPN

Ada beberapa pembayaran atas penyerahan barang/jasa yang dilakukan

Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen, namum Bendahara

Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen dilarang memungut PPN atas pembayaran-

pembayaran yang dilakukan tersebut. Pembayaran-pembayaran dimaksud adalah sebagai

berikut :

a. Pembayaran dengan jumlah maksimal Rp.1.000.000,- dan tidak merupakan

pembayaran yang terpecah-pecah. Pengertian pembayaran dengan jumlah

maksimal Rp.1.000.000,- ini adalah jumlah pembeyaran yang sduah termasuk

PPN/PPn BM.

Page 25: Modul Perpajakan Belanja Negara

19

[Type text]

Contoh 1 :

Harga barang = Rp. 800.000,-

PPN 10% x Rp.800.000,- = Rp. 80.000,-

PPn BM 10% x Rp.800.000,- = Rp. 80.000,- (+)

Harga jual (termasuk PPN/PPn BM) = Rp. 960.000,- (<Rp.1.000.000,-)

Maka untuk hal tersebut :

- PPN/PPn BM tidak dipungut Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat

Komitmen, akan tetapi harus dipungut, disetor dan dilaporkan sendiri oleh

PKP.

- Faktur pajak tetap harus dibuat.

Contoh 2 :

Harga barang = Rp. 900.000,-

PPN 10% x Rp.900.000,- = Rp. 90.000,-

PPn BM 10% x Rp.900.000,- = Rp. 90.000,- (+)

Harga jual (termasuk PPN/PPn BM) = Rp.1.080.000,- (>Rp.1.000.000)

Maka untuk hal tersebut PPN/PPn BM harus dipungut Bendahara

Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen sesuai ketentuan yang berlaku.

b. Pembayaran untuk pembebasan tanah.

c. Pembayaran atas penyerahan BKP/JKP yang menurut perundang-undangan yang

berlaku, mendapat fasilitas PPN yang tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari

pengenaan PPN.

d. Pembayaran Bahan Bakar Minyak (BBM) dan non-BBM oleh Pertamina.

e. Pembayaran atas rekening telepon.

f. Pembayaran jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.

3.2 Tes Formatif 2

1. Apa yang dimaksud dengan PPN dan PPn BM ?

2. Apa saja yang menjadi obyek PPN/PPn BM?

3. Sebutkan BKP dan JKP apa saja yang tidak dikenakan PPN!

4. Kapan PPN/PPn BM harus dipotong oleh Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat

Komitmen?

5. Kapan pula PPN/PPn BM ini harus disetor dan dilaporkan ke KPP?

Page 26: Modul Perpajakan Belanja Negara

20

[Type text]

6. Sebutkan penyerahan BKP apa saja yang PPNnya tidak boleh dipungut baik oleh

Bendahara Pengeluaran maupun KPPN!

2.5 Rangkuman

PPN merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP atau JKP. Sedang

PPn BM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi yang menurut Keputusan Menteri

Keuangan tergolong barang mewah. Yang menjadi subyek PPN/PPn BM adalah

konsumen itu sendiri. Yang menjadi obyek PPN adalah penyerahan BKP/JKP yang

dilakukan PKP kepada instansi pemerintah/pemerintah daerah. Penyerahan BKP/JKP

yang terutang PPN/PPn BM yang harus dipungut PPN/PPn BM oleh Bendahara

Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen adalah : penyerahan BKP yang dilakukan PKP

selaku pabrikan, importir atau pedagang BKP, sedang untuk JKP adalah penyerahan JKP

yang dilakukan PKP. Obyek PPn BM adalah penyerahan BKP yang berdasarkan

Keputusan Menteri Keuangan tergolong sebagai barang mewah yang diserahkan oleh

pabrikan kepada Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen.

Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen) dari harga barang sedang tarif PPn BM

bervariasi antara 10% (sepuluh per seratus) sampai dengan 100% (seratus per seratus).

Pemotongan/pemungutannya bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu oleh bendahara

pengeluaran atau dipotong dalam Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan dan

ditandatangani oleh Pejabat Penerbit SPM pada Satker Kementerian Negara/Lembaga.

Bila pembayaran dilakukan dengan menggunakan uang persediaan yang dikelola

bendahara pengeluaran, maka pemungutannya harus dilakukan Bendahara Pengeluaran

pada saat Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas penyerahan BKP/JKP

sesuai dengan tarif. Cara yang kedua dilakukan melalui pembayaran langsung oleh KPPN

besarnya PPN/PPn BM terutang harus dicantumkan dalam kolom potongan pada SPM.

Apabila pemungutan/pemotongan PPN/PPn BM dilakukan oleh bendahara

pengeluaran, maka penyetorannya harus dilakukan Bendahara Pengeluaran pada

Bank/Kantor Pos Persepsi paling lambat tujuh hari setelah bulan kalender berakhir

dengan menggunakan SSP. Dan apabila pada tanggal tersebut bertepatan hari libur,

penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Disamping SSP harus dibuat juga faktur

pajak. Pelaporannya dilakukan paling lambat empat belas hari setelah bulan kalender

berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPN (formulir 1107) dengan dilampiri faktur

Page 27: Modul Perpajakan Belanja Negara

21

[Type text]

pajak. Dan apabila pada tanggal tersebut bertepatan hari libur, pelaporan dilakukan pada

hari kerja sebelumnya.

Apabila pemungutan PPN/PPn BM dilakukan oleh KPPN dalam SPM langsung

(SPM-LS), maka pemungutan, penyetoran dan pelaporannya dilakukan KPPN.

Pemungutan dan penyetoran dilakukan dari pemotongan SPM-LS dan disetrokan

langsung ke kas Negara pada saat diterbitkannya SP2D dan pelaporannya oleh KPPN

kepada KPP setempat dilakukan esok harinya.

3.6 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 2 ini menurut

keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda

dengan kunci jawaban tes formatif 2 yang ada dihalaman belakang modul ini.

Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini

untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 2 ini.

Jumlah jawaban Anda yang benar

Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%

6

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :

90 s.d.

100%

artinya Bagus sekali

80 s.d. 89% artinya Bagus

70 s.d. 79% artinya Sedang

Kurang

dari 69%

artinya Kurang

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat

meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat

penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan

belajar 2 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

Page 28: Modul Perpajakan Belanja Negara

22

[Type text]

4. Kegiatan belajar 3

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 Tujuan Instruksional Khusus

Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 3 ini, Anda diharapkan mampu untuk :

ww. Memahami pengertian PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26.

xx. Memahami subyek dan obyek PPh Pasal 21/26.

yy. Memahami beberapa pengurangan yang diperkenankan dalan menghitung PPh

Pasal 21 terutang,

zz. Memahami Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

aaa. Memahami penerapan penganaan tarif PPh Pasal 21/26.

bbb. Memahami ketentuan perhitungan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Negeri

Sipil Pusat/Daerah;

ccc. Melaksanakan pemungutan/pemotongan PPh Pasal 21/26;

ddd. Melaksanakan penyetoran PPh Pasal 21/26

eee. Melaksanakan pelaporan PPh Pasal 21/26.

fff. Memahami kewajiban seorang bendahara selaku pemungut PPh Pasal 21/26.

4.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh

4.1.1 Pengertian PPh pasal 21 dan PPh Pasal 26

Menururt pendapat Waluyo, Drs., M.Sc., M.M., Akt dan Wirawan B Ilyas,

Drs., M.Si., dalam bukunya Perpajakan Indonesia edisi tahun 2000, pengertian Pajak

Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah sebagai berikut. Pajak

Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak penghasilan yang sesuai dengan

ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan yang mengatur tentang

pembayaran pajak dalam tahun berjalan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,

jasa dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib

pajak orang pribadi dalam negeri. Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa

yang menjadi subyek PPh pasal 21 adalah penghasilan dari wajib pajak dalam negeri.

Sedang Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) adalah pajak penghasilan yang

Page 29: Modul Perpajakan Belanja Negara

23

[Type text]

dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau

diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Dari pengertian

tersebut yang menjadi subyek PPh pasal 26 adalah penghasilan dari wajib pajak luar

negeri yang memperoleh penghasilan di Indonesia.

4.1.2 Wajib Pajak PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26

Sebagai Wajib Pajak PPh Pasal 21 yang diatur dalam Keputusan Direktur

Jenderal Pajak Nomor : 545/PJ/2000 yang telah diperbaikai terakhir dengan Peraturan

Dirjen Pajak Nomor : 15/PJ/2006 adalah penerima penghasilan, yang terdiri dari :

1. Pejabat Negara, yaitu :

a. Presiden dan wakil presiden

b. Ketua, wakil ketua dan anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi/Kabupaten/

Kota

c. Ketua dan wakil ketua Badan Pemeriksa Keuangan

d. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim Mahkamah Agung

e. Ketua dan wakil ketua Dewan Pertimbangan Agung

f. Menteri dan Menteri Negara

g. Jaksa Agung

h. Gubernur dan wakil gubernur

i. Bupati dan wakil bupati

j. Walikota dan wakil walikota

2. Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu PNS Pusat, PNS Daerah dan PNS lainnya yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1974 sdtd Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.

3. Pegawai, yaitu setiap orang pribadi yang melakukan pekerjaan berdasarkan

perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk

yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN/BUMD.

4. Pegawai Tetap, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, yang

menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk

anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan

terus menerus ikut meengelola kegiatan perusahaan secara langsung.

5. Tenaga lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya

menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.

Page 30: Modul Perpajakan Belanja Negara

24

[Type text]

6. Penerima honorarium, yaitu orang pribadi yang menerima atau memperoleh

imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya.

7. Penerima upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan,

upah satuan dan upah borongan.

yang kesemuanya itu menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan

pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak (bendahara, pembayar gaji, upah,

honorarium).

Yang tidak termasuk wajib pajak PPh pasal 21 adalah :

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,

dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan

bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat :

a. Bukan warga negara Indonesia,

b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghaasilan lain diluar

jabatannya di Indonesia,

c. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam

Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 574/KMK.04/2000 sdtd Keputusan

Menteri Keuangan Nomor : 601/KMK.03/2005, sepanjang :

a. Bukan WNI

b. Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain

untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

Wajib pajak PPh pasal 26 orang pribadi warga negara asing maupun badan selain

bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.

4.1.3 Obyek pemungutan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26

Obyek pajak PPh pasal 21 adalah penghasilan. Penghasilan yang diterima oleh

orang pribadi dan harus dipotong oleh Bendahara Pengeluaran adalah :

1. Penghasilan yang diterima oleh PNS secara teratur berupa gaji bulanan dan

tunjangan-tunjangan yang terikat dengan gaji (tunjangan istri, tunjangan anak,

tunjangan jabatan/tunjangan umum, tunjangan beras dan pembulatan) yang

dibayar oleh bendahara dan pembayaran teratur lainnya dengan nama apapun.

Page 31: Modul Perpajakan Belanja Negara

25

[Type text]

2. Penghasilan yang diterima PNS yang sifatnya tidak tetap seperti uang lembur,

honorarium, uang makan, uang sidang, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain

dengan nama dan bentuk apapun yang dibebankan kepada APBN/APBD.

Pengecualian : Apabila penghasilan-penhasilan tersebut di atas dibayarkan

kepada PNS Golongan II/d kebawah, atau Anggota TNI dengan pangkat

Pembantu Letnan satu kebawah, atau Anggota Polri dengan pangkat Ajun

Inspektur satu kebawah, dibebaskan dari pemungutan PPh pasal 21.

3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan yang diterima atau

diperoleh pegawai tidak tetap atau pegawai harian lepas, serta uang saku harian

atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan

yang merupakan calon pegawai.

4. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan bentuk

apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak dalam negeri

terdiri dari :

a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,

akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.

b. Pemain musin, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang

sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model,

peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan

seniman lainnya.

c. Olahragawan/atlit

d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator

e. Pengarang, peneliti dan penerjemah

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem

aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial.

g. Agen iklan

h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu

kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat

i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan

j. Peserta perlombaan

k. Petugas penjaja barang dagangan

l. Petugas dinas luar asuransi

Page 32: Modul Perpajakan Belanja Negara

26

[Type text]

m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan

sebagai calon pegawai

n. Distributor multilevel marketing, atau direct selling dan kegiatan sejenins

lainnya

5. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun

yang diberikan bukan oleh wajib pajak selain pemerintah, atau wajib pajak yang

dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan norma

perhitungan khusus (deemed profit).

Disamping itu ada penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh pasal 21,

dalam arti tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang harus dipotong PPh pasal

21. Penghasilan-penghasilan dimaksud adalah :

1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,

asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun

yang diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan wajib

pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh

berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit).

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendidriannya telah

disahkan Menteri Keuangan dan iuran jaminan hari tua kepada badan

penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak, dari badan atau lembaga

amil zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah.

Adapun penghasilan yang menjadi obyek pengenaan PPh Pasal 26 adalah :

a. Deviden

b. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan

jaminan pengembalian utang.

c. Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan.

e. Hadiah dan penghargaan.

f. Pensiun dan penghasilan berkala lainnya.

g. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.

h. Premi asuransi, termasuk premi reasuransi.

Page 33: Modul Perpajakan Belanja Negara

27

[Type text]

i. Penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh suatu BUT (Branch Profit

Tax), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

4.1.4 Perhitungan PPh pasal 21/26

Untuk menghitung besarnya PPh pasal 21 terutang untuk pegawai tetap

berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-545/PJ/2000 sdtd Peraturan Dirjen

Pajak Nomor : 15/PJ/2006, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Hitung penghasilan bruto yang diterima selama sebulan.

2. Hitung jumlah penghasilan netto sebulan, yaitu penghasilan bruto sebulan

dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun dan iuran tunjangan hari tua atau

jaminan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui

pemberi kerja kepada Dana Pensiun atau kepada Badan Penyelenggara Jamsostek

yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan.

3. Hitung penghasilan netto dalam setahun, yaitu penghasilan netto sebulan

dikalikan 12 (dua belas).

4. Hitung penghasilan kena pajak, yaitu dengan cara mengurangkan penghasilan

netto dalam setahun dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Bulatkan

penghasilan kena pajak ini dalam ribuan kebawah, apabila hasilnya tidak genap

dalam ribuan.

5. Kalikan penghasilan kena pajak dengan tarif berdasarkan ketentuan pasal 17

Undang-undang PPh yang sesuai.

6. Untuk mendapatkan PPh pasal 21 terutang dalam sebulan, hasil dari perhitungan

di atas (langkah ke 5) dibagi dengan 12.

Penjelasan :

1. Penghasilan/gaji bruto PNS adalah jumlah dari : Gaji Pokok + Tunjangan Istri +

Tunjangan Anak + Tunjangan Jabatan Struktural/Fungsional/Umum + Tunjangan

Beras + Pembulatan.

2. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara

penghasilan, yang besarnya lima persen (5%) dari penghasilan bruto, dengan

jumlah maksimal Rp.1.296.000,- (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu

rupiah) setahun atau Rp.108.000,- (seratus delapan ribu rupiah) sebulan.

3. Iuran pensiun adalah 4,75% dikalikan jumlah dari Gaji pokok + Tunjangan Istri +

Tunjangan anak.

Page 34: Modul Perpajakan Belanja Negara

28

[Type text]

4. Iuran Tabungan Hari Tua (THT) adalah 3,25% dikalikan jumlah dari Gaji pokok

+ Tunjangan Istri + Tunjangan anak (untuk PNS).

5. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor : 137/PMK.03/2005 tanggal 30 Desember 2005 yang berlaku

mulai 1 Januari 2006 adalah sebagai berikut

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK/PTKP SETAHUN SEBULAN

Untuk diri pegawai 13.200.000,- 1.100.000,-

Tambahan untuk pegawai yang kawin 1.200.000,- 100.000,-

Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah

dan semenda dengan garis keturunan lurus serta

anak angkat yang menjadi tanggungan pegawai

sepenuhnya (maksimal 3 anak)

1.200.000,- 100.000,-

PTKP untuk karyawati .

PTKP untuk karyawati diatur sebagai berikut :

a. Untuk karyawati dengan status kawin, pengurangan PTKP hanya untuk

dirinya sendiri yaitu sebesar Rp. 13.200.000,- setahun atau Rp.1.100.000,-

sebulan.

b. Untuk karyawati dengan status tidak kawin, pengurangan PTKP untuk

dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi

tanggungannya dengan jumlah paling banyak tiga orang.

c. Untuk karyawati dengan status kawin namun suaminya tidak menerima

atau memperioleh penghasilan, pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri

ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya maksimal

tiga orang.

Catatan :

Karyawati tersebut harus dapat menunjukan keterangan tertulis dari

Pemerintah Daerah setempat minimal Camat, yang menerangkan bahwa

suami karyawati tersebut tidak menerima/memperoleh penghasilan.

6. Tarif PPh pasal 21 ada yang disebut dengan tarif umum dan tarif khusus. Tarif

umum adalah tarif PPh sebagaimana diatur dalam pasal 17 undang-undang PPh,

yaitu sebagai berikut :

Page 35: Modul Perpajakan Belanja Negara

29

[Type text]

PISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF PPh

1. Sampai dengan Rp.25.000.000,- 5 %

2. Diatas Rp.25.000.000,- sampai dengan Rp.50.000.000,- 10%

3. Diatas Rp.50.000.000,- sampai dengan Rp.100.000.000,- 15 %

4. Diatas Rp.100.000.000,- sampai dengan Rp.200.000.000,- 25 %

5. Diatas Rp.200.000.000,- 35 %

Tarif PPh pasal 21 yang bersifat khusus adalah besarnya tarif PPh pasal 21 yang

tidak diatur dalam pasal 17 undang-undang PPh. Perhatikan besarnya pengenaan tarif

PPh pasal 21 terhadap obyek pengenaan, dasar perhitungan dan sifatnya.

No Dasar Pengenaan (Obyek) Tarif PPh psl 21 Dasar perhitungan Sifat

1

2

3

4

5

6

Penghasilan teratur yang

diterima pegawai tetap

Rabat/komisi penjualan yang

diterima oleh distributor

MLM/Direct selling dan

kegiatan sejenis

Jasa produksi, tantiem, grati

fikasi, bonus yang diterima

mantan pegawai

Honorarium yang diterima

Dewan Komisaris/Pengawas

yang bukan pegawai tetap

pada perusahaan yang sama

Honorarium yang diterima

oleh pegawai tidak tetap,

pemagang, calon pegawai

Honorarium dan pembayaran

lain yang diterima oleh

Pasal 17 UU PPh

Pasal 17 UU PPh

Pasal 17 UU PPh

Pasal 17 UU PPh

Pasal 17 UU PPh

Pasal 17 UU PPh

PKP = PB – (BJ+IP+

ITHT) – PTKP

PKP = (PB – PTKP)

per bulan

PB

PB

PKP = (PB – PTKP)

PB

Page 36: Modul Perpajakan Belanja Negara

30

[Type text]

7

8

9

tenaga lepas (seniman, atlit,

penceramah, pemberi jasa,

pengelola proyek, dll)

Honorarium yang dananya

dari keuangan Negara/daerah

yang diterima oleh pejabat

Negara, PNS, anggota TNI/

Polri kecuali PNS gol. II/d ke

bawah atau anggota TNI

dengan pangkat Peltu ke

bawah dan anggota Polri

dengan pangkat Aiptu

kebawah.

Honorarium dan pembayaran

lain yang diterima oleh

tenaga ahli (pengacara, dokter

akuntan, arsitek, konsultan,

notaries, penilai dan aktuaris)

sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan jasa dan

kegiatan.

Upah yang diterima tenaga

harian lepas :

a.Di atas Rp.110.000,- per

hari, tetapi tidak lebih dari

Rp.1.100.000,- perbulan.

b.Tidak lebih dari

RP.110.000,- per hari namun

lebih dari Rp.1.100.000,- per

bulan

15 %

7,5 %

5 %

5 %

PB

PB

PB per hari –

Rp.110.000,-

PB – PTKP

sebenarnya

Final

Page 37: Modul Perpajakan Belanja Negara

31

[Type text]

Catatan ;

PKP = Penghasilan Kena pajak PB = Penghasilan Bruto BJ = Biaya Jabatan (5% x Penghasilan Bruto) IP = Iuran pensiun {4,75 % x (GP +TI + TA)} ITHT = Iuran Tunjangan Hari Tua {3,25% x (GP +TI + TA)}

Penentuan upah harian (penghasilan bruto per hari) apabila yang berangkutan

dibayar mingguan, satuan atau borongan adalah sebagai berikut :

a. Apabila dibayar mingguan, upah harian = upah mingguan dibagi 6 (enam);

b. Apabila dibayar satuan, upah harian = upah atas banyaknya satuan yang

dihasilkan dalam satu hari.

c. Apabila dibayar secara borongan, upah harian = jumlah upah borongan

dibagi banyaknya hari yang dipakai/diperlukan untuk menyelesaikan

pekerjaan tersebut.

Contoh : Pemungutan PPh Pasal 21 oleh bendahara pengeluaran atas pembayaran gaji

kepada PNS, pembayaran uang lembur, honorarium, uang makan dan lain-lain.

Non-contoh : Pemotongan PPh Pasal 21 kepada badan/perusahaan oleh bendahara

pengeluaran.

Tarif PPh pasal 26 selengkapnya dapat dilihat pada halaman 32. Yang perlu

diketahui adalah pengenaan PPh pasal 26 ini semua bersifat final.

Page 38: Modul Perpajakan Belanja Negara

32

[Type text]

TARIF PPh PASAL 26

No Uraian obyek Tarif Dasar perhitungan

1 Deviden 20% atau tarif P3B

Jumlah bruto

2 Bunga termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambalian utang

20% atau tarif P3B

Jumlah bruto

3 Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

20% atau tarif P3B

Jumlah bruto

4 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan

20% atau tarif P3B

Jumlah bruto

5 Hadiah dan penghargaan 20% atau tarif P3B

Jumlah bruto

6 Pensiunan dan penghasilan berkala lainnya

20% atau tarif P3B

Jumlah bruto

7 Penjualan harta di Indonesia kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 UU PPh yang diterima WP LN selain BUT di Indonesia

20% atau perkiraan

penghasilan netto atau tarif

P3B

Harga jual

8 Premi asuransi termasuk premi reasuransi

a. Dibayarkan tertanggung kepada Perusahaan Asuransi di LN baik secara langsung maupun melalui pialang

b. Dibayarkan Perusahaan

Asuransi di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di LN

c. Dibayarkan Perusahaan

Reasuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di LN

20%x50% atau 10% atau tarif

P3B

20%x10% atau 2% atau tarif

P3B

20%x5% atau 1% atau tarif

P3B

Premi yang dibayar

Premi yang dibayar

Premi yang dibayar

9 Penghasilan BUT, kecuali yang ditanamkan kembali di Indonesia

20% atau tarif P3B

Pengh Kena Pajak (Laba BUT setelah dikurangi PPh BUT

di Indonesia) 10 Deviden Perusahaan dalam kawasan

pengembangan daerah terpadu 10% Bruto

Page 39: Modul Perpajakan Belanja Negara

33

[Type text]

Contoh : pengenaan PPh yang dilakukan bendahara pengeluaran terhadap pembayaran

honorarium atas pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan terhadap wajib pajak luar

negeri.

Non-contoh : pengenaan PPh yang dilakukan bendahara pengeluaran terhadap

pembayaran honorarium atas pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak

dalam negeri

4.1.4.1 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 21

1. Zulkifli adalah staf pada Departemen Pertanian dengan pangkat Penata Muda

(Golongan III/a) mempunyai gaji pokok sebesar Rp.1.200.000,- per bulan. Ia kawin

dan mempunyai dua orang anak. Tunjangan-tunjangan yang diterima Zulkifli selain

tunjangan istri dan tunjangan anak adalah : tunjangan umum sebesar Rp.185.000,-;

tunjangan beras sebesar Rp.153.920,- per bulan. Berapakah PPh pasal 21 terutang

bagi Zulkifli setiap bulannya?

Penyelesaian :

1.Gaji pokok

2.Tunjangan Istri = 10% x Rp.1.200.000,-

3.Tunjangan Anak = 2 x 2% x Rp.1.200.000,-

Sub jumlah ( 1+2+3 )

4.Tunjangan UMUM

5.Tunjangan Beras

6.Pembulatan

7.Penghasilan bruto ( 1+2+3+4+5+6 )

8.Potongan :

a.Biaya jabatan : 5% x Rp.1.707.000 = Rp.85.350,-

b.Iuran pensiun : 4,75% x Rp.1.368.000 =Rp. 64.980,-

c.Iuran THT : 3,25% x Rp.1.368.000 =Rp 44.460,-

9.Gaji Netto ( 1.707.000 – 194.790 )

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

Rp

Rp.

1.200.000,-

120.000,-

48.000,-

1.368.000,-

185.000,-

153.920,-

80,-

1.707.000,-

194.790,-

1.512.210,-

Page 40: Modul Perpajakan Belanja Negara

34

[Type text]

10.Gaji netto disetahunkan ( 1.512.210 x 12 )

11.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

12.Penghasilan kena pajak ( 18.146.210 – 16.800.000 )

13.Penghasilan kena pajak dibulatkan dalam ribuan kebawah

14.PPh Pasal 21 terutang dalam setahun = 5% x 1.346.000,-

15.PPh Pasal 21 terutang dalam sebulan = 67.300,- : 12

:

:

:

:

:

:

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

Rp.

18.146.520,-

16.800.000,-

1.346.520,-

1.346.000,-

67.300,-

5.608,-

Jadi PPh Pasal 21 terutang bagi Zulkifli sebesar Rp. 5.608,- per bulan.

Catatan :

Karena Zulkifli adalah Pegawai Negeri Sipil dimana PPh Pasal 21 terutangnya

ditanggung pemerintah, maka jumlah PPh Pasal 21 terutang bagi Zulkifli sebesar

Rp.5.608,- tersebut ditambahkan sebagai penghasilan bruto (pada kolom 8 daftar gaji)

kemudian pada kolom potongan (kolom 12 daftar gaji) dipotong dengan jumlah yang

sama.

Untuk didiskusikan.

Bagaimana kalau Zulkifli mendapatkan kenaikan pangkat atau kenaikan gaji berkala,

sementara jumlah anggota serta tunjangan-tunjangan lainnya tetap?

2. Syahrizal (PNS golongan III/c) pada bulan Agustus 2008 menerima uang lembur dan

uang makan dari kantornya sebesar Rp.200.000,- Berapakah PPh Pasal 21 yang

dipotong dari penerimaan Ayahrizal tersebut?

Penyelesaian :

PPh Pasal 21 terutang bagi Syahrizal adalah 15% x Rp.200.000,- = Rp.30.000,- Jadi

yang diterimakan kepada Syahrizal hanya sebesar Rp.170.000,-

Catatan :

Perhitungan PPh Pasal 21 tersebut di atas berlaku juga untuk pembayaran honor dan

uang makan bagi PNS golongan III/a ke atas.

Untuk didiskusikan

Bagaimana apabila pembayaran uang lembur tersebut dibayarkan kepada Syahroni

(PNS golongan II/c) dan Syahminan (PNS golongan II/b)?

Page 41: Modul Perpajakan Belanja Negara

35

[Type text]

3. Badan Pusat Statistik (BPS) mengadakan pelatihan bendahara pengeluaran dan bekerja

sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anggaran. Salah seorang pengajarnya

adalah Drs. I Gde Anune (PNS gol IV/a) yang diberi honor sebesar Rp.1.000.000,-.

Berapakah PPh pasal 21 yang harus dipungut oleh Bendahara Pengeluaran BPS atas

pembayaran yang dilakukan kepada Drs. I Gde Anune?

Penyelesaian :

Besarnya PPh pasal 21 yang harus dipungut bendahara pengeluaran BPS atas

pembayaran yang dilakukan kepada Drs. I Gde Anune adalah : 15% x Rp.1.000.000,-

= Rp.150.000,-. Dengan demikian yang diterimakan kepada Drs. I Gde Anune adalah

sebesar Rp.1.000.000,- - Rp.150.000,- = Rp.850.000,-

Untuk didiskusikan

Bagaimana perlakukuan pemotongan PPh Pasal 21 apabila pengajar tesebut ternyata

bukan PNS? Bagimana pulan seandainya Drs. I Gede Anune masih golongan II/d?

4. Dalam acara sosialisasi pengentasan kemiskikan di pedesaan, Departemen Sosial

mengadakan acara panggung hiburan untuk menghibur masyarakat setempat dengan

mengundang seorang artis ibu kota dengan pembayaran honornya sebesar Rp,

300.000.000,-. Berapakah PPh pasal 21 yang harus dipungut Bendahara Pengeluaran

Departemen Sosial kepada artis tersebut?

Penyelesaian :

Karena artis bukan PNS, maka perhitungan PPh Pasal 21 terutangnya menggunakan

tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh. Pembayaran honor kepada artis

tersebut sebesar Rp.300.000.000,- yang merupakan jumah yang lebih besar dari

Rp.200.000.000,- perhitungannya PPh pasal 21 tidak didasarkan atas tarif untuk

lapisan penghasilan kena pajak yang lebih besar dari Rp.200.000.000,- yaitu 35% dari

Rp.300.000.000,-, akan tetapi dilakukan secara bertahap dengan tarif progresif sebagai

berikut :

a. 5% x Rp.25.000.000,- = Rp. 1.250.000,-

b. 10% x Rp.25.000.000,[ = Rp 2.500.000,-

c. 15% x Rp,50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-

d. 25% x Rp.100.000.000,- = Rp.25.000.000,-

e. 35% x Rp.100.000.000,0 = Rp.35.000.000,- (+)

Jumlah ………………… =Rp.71.250.000,-

Page 42: Modul Perpajakan Belanja Negara

36

[Type text]

Jadi Bendahara Pengeluaran Departemen Sosial harus memotong PPh pasal 21 kepada

artis tersebut sebesar Rp.71.250.000,- Jumlah yang dibayarkan kepada artis tersebut

adalah sebesar Rp.300.000.000,- - Rp.71.250.000,- = Rp.228.750.000,-

Untuk didskusikan

Berapa PPh Pasal 21 terutang bagi seorang atlet yang memperoleh medli emas dan

mendapatkan bonus dari Menteri Pemuda dan Olah raga sebesar Rp.500.000.000,-

yang dibayar dari APBN.

5. Pemerintah Daerah X digugat oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) karena

dianggap tidak tanggap terhadap pencemaran lingkungan. Untuk itu Pemda X

mengangkat seorang pengacara untuk menghadapi tuntutan LSM tersebut di

pengadilan dengan imbalan sebesar Rp.100.000.000,-. Berapakah PPh pasal 21 yang

harus dipungut bendahara pengeluaran Pemda X?

Penyelesaian :

PPh pasal 21 yang harus dipungut bendahara pengeluaran Pemda X atas pembayaran

yang dilakukan kepada pengacara tersebut adalah sebesar : 7,5% x Rp.100.000.000,- =

Rp.7.500.000,-

Jadi jumlah yang dibayarkan kepada pengacara tersebut sebesar Rp.100.000.000,- -

Rp.7.500.000,- = Rp.92.500.000,-

6. Jumali bekerja pada Satker PQR pada bulan Juni 2007 selama lima hari, menerima

upah sebesar Rp.120.000.000,- per hari. Berapa PPh pasal 21 yang dipungut

bendahara pengeluaran Satker PQR ?

Penyelesaian :

Karena upah Jumali sehari sebesar Rp. 120.000,- merupakan jumlah yang melebihi

Rp.110.000,- dan dalam bulan itu penghasilannya sebesar Rp.600.000,- yang

merupakan jumlah yang lebih kecil dari Rp.1.100.000,- maka perhitungan PPh pasal

21 sehari adalah 5% x (Rp.120.000,- - Rp.110.000,-) = Rp.500,-

Bendahara pengeluaran Satker PQR harus memotong Rp.500,- setiap hari apabila

melakukan pembayaran kepada Jumali tersebut.

7. Damari (belum menikah) pada bulan Maret 2007 bekerja sebagai buruh harian dan

bekerja pada Satker ABC selama dua belas hari dengan upah Rp.110.000,- per hari.

Berapa besarnya PPh pasal 21 yang dipungut bendahara pengeluaran Satker ABC ?

Berapa jumlah yang dibayarkan kepada Damari ?

Penyelesaian :

Page 43: Modul Perpajakan Belanja Negara

37

[Type text]

Contoh ini berbeda dengan contoh 5 di atas. Disini upah per hari sebesar Rp.110.000,-

merupakan jumlah penghasilan yang belum dikenakan PPh pasal 21. Namun karena

dalam bulan itu penghasilan Damari ternyata lebih besar dari Rp.1.100.000,- maka

kepadanya dikenakan PPh pasal 21. Perhitungan pengenaan PPh pasal 21 adalah

sebagai berikut :

Sampai dengan hari kesepuluh, belum dilakukan pemotongan PPh pasal 21 atas

penghasilan yang dibayarkan kepada Damari, karena jumlah kumulatif upah yang

diterima Damari belum melebihi Rp.1.100.000,-

Perhitungan PPh pasal 21 pada hari kesebelas

Upah yang diterima Damari : 11 x Rp.110.000,- = Rp.1.210.000,-

PTKP sebenarnya : Rp.13.200.000,-/ 360 x 11 = Rp. 403.333,- (-)

Penghasilan kena pajak s.d. hari ke-11 = Rp. 806.667,-

Dibulatkan dalam ribuan kebawah menjadi = Rp. 806.000,-

PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke-11 = 5% x Rp.806.000,- = Rp. 40.300,-

PPh pasal 21 yang telah dipotong s.d. hari ke-10 = Rp. 0,- (-)

PPh pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 = Rp. 40.300,-

Jadi pada hari ke-11 upah yang diterima Damari sebesar Rp.110.000,- - Rp.40.300,- =

Rp.69.700,-

Perhitungan PPh pasal 21 pada hari ke-12

Upah yang diterima Damari : 12 x Rp.110.000,- = Rp.1.320.000,-

PTKP sebenarnya : Rp.13.200.000,- / 360 x 12 = Rp. 440.000,- (-)

Penghasilan kena pajak s.d. hari ke-12 = Rp. 880.000,-

PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke-12 = 5% x Rp.880.000,- = Rp. 44.000,-

PPh pasal 21 yang telah dipotong s.d. hari ke-11 = Rp. 40.300,- (-)

PPh pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-12 = Rp. 3.700,-

Jadi pada hari ke-11 upah yang diterima Damari sebesar Rp.110.000,- - Rp.3.700,- =

Rp.106.300,-

Untuk didiskusikan :

a. Bagaimana perhitungan PPh pasal 21 yang harus dilakukan bendahara

pengeluaran kalau Damari tersebut ternyata mempunyai istri dan atau anak ?

b. Bagaimana perhitungan PPh pasal 21 yang harus dilakukan bendahara

pengeluaran kalau Damari tersebut bekerja selama 12 hari dalam bulan yang tidak

sama ?.

Page 44: Modul Perpajakan Belanja Negara

38

[Type text]

8. Ahmad (tidak menikah) bekerja pada Satker ABC pada bulan Maret 2007 selama

delapan hari, menerima upah sebesar Rp.150.000.000,- per hari. Berapa PPh pasal 21

yang dipungut bendahara pengeluaran Satker ABC ?

Penyelesaian

Upah sehari Rp.150.000,- (lebih besar dari Rp.110.000,-)

Penghasilan kena pajak per hari = Rp,150.000,- - Rp. 110.000,- = Rp.40.000,-

PPh pasal 21 = 5% x Rp.40.000,- = Rp.2.000,- � dipotong harian sampai dengan hari

ketujuh .

Pada hari ke-8 penghasilan Ahmad telah mencapai Rp.1.200.000,- (telah melebihi

Rp.1.100.000,-). Maka PPh pasal 21 atas penghasilan Ahmad pada bulan Maret 2007

dihitung sebagai berikut :

Upah 8 hari kerja = 8 x Rp.150.000,- = Rp.1.200.000,-

PTKP = Rp.13.200.000 / 360 x 8 = Rp. 293.333,- (-)

Upah harian terutang pajak = Rp. 906.667,-

Dibulatkan dalam ribuan = Rp. 906.000,-

PPh pasal 21 = 5% x Rp.906.000,- = Rp. 45.300,-

PPh pasal 21 yang telah dipotong : 7 x Rp.2.000,- = Rp. 14.000,- (-)

PPh pasal 21 kurang dipotong = Rp. 31.300,-

Jumlah sebesar Rp.31.300,- ini dipotongkan dari upah harian sebesar Rp,150.000,-

sehingga upah yang diterima Ahmad pada hari kerja ke-8 sebesar Rp.150.000,- -

Rp.31.300,- = Rp.118.700,-

Pada hari ke-9 dan seterusnya dalam bulan yang bersangkutan, jumlah PPh pasal 21

per hari yang dipotong adalah :

Upah sehari = Rp.150.000,-

PTKP harian = Rp.13.200.000,- : 360 = Rp. 36.667,- (-)

Upah harian terutang pajak = Rp.113.333,-

Pembulatan dalam ribuan = Rp.113.000,-

PPh pasal 21 terutang = 5% x Rp.113.000,- = Rp. 5.650,-

4.1.4.2 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 26

1. Departemen Keuangan membayar tenaga ahli dari Australia sebesar US$ 1.000,00 dan

nilai kurs pada saat pembayaran dilakukan adalah US$ 1 = Rp.10.000,- Berapakah

PPh pasal 26 yang harus dipungut Bendahara Pengeluaran Departemen Keuangan?

Page 45: Modul Perpajakan Belanja Negara

39

[Type text]

Penyelesaian :

PPh pasal 26 yang dikenakan atas pembayaran tersebut adalah : 20% x US$ 1.000,- x

Rp.10.000,-/US$ = Rp. 2.000.000,-

Untuk didiskusikan

Bagaimana kalau tenaga ahli dari Australian tersebut pembayarannya dilakukan

dengan menggunakan mata uang rupiah?

2. Seorang wajib pajak luar negeri memperoleh penghasilan berupa gaji di Indonesia

sebesar US$ 2.000,00 dengan nilai kurs pada saat pembayaran dilaksanakan adalah

US$ 1 = Rp.9.000,- Berapakah PPh pasal 26 yang dikenakan kepada wajib pajak

tersebut?

Penyelesaian :

PPh pasal 26 yang dikenakan atas pembayaran tersebut adalah : 20% x US$ 2.000,- x

Rp.9.000,-/US$ = Rp. 3.600.000,-

4.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21/26

PPh pasal 21 yang tidak ditanggung pemerintah yang dipungut Bendahara

Pengeluaran pada suatu bulan tertentu harus disetorkan Bendahara Pengeluaran paling

lambat tanggal 10 bulan berikutnya pada Bank/Kantor pos Persepsi dengan menggunakan

Surat Setoran Pajak (SSP). Jika tanggal 10 tersebut jatuh pada hari libur, penyetoran

dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedang untuk Pejabat Negara, Pegawai Negeri

Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia yang PPh pasal

21-nya ditanggung pemerintah, Bendahara Pengeluaran cukup melaporkan perhitungan

PPh pasal 21 yang terutang dalam daftar gaji kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan

Negara (KPPN), namun SSP PPh pasal 21 tetap dibuat. SSP PPh pasal 21 ini nanti akan

diberi tanggal dan nomor Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan akan dikirim

kembali kepada Bendahara Pengeluaran. Dengan dicantumkannya tanggal dan nomor

SP2D pada SSP PPh tersebut, maka PPh pasal 21 terutang atas gaji Pejabat Negara, PNS,

anggota TNI/Polri untuk bulan itu telah diperhitungkan dalam Surat Perintah Membayar

(SPM) gaji induk/gaji bulanan bulan yang bersangkutan dan sekaligus telah disetor ke kas

negara.

Bendahara Pengeluaran melaporkan PPh pasal 21 yang terutang sekalipun nihil

dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPh pasal 21 kepada

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dimana bendahara terdaftar paling lambat

Page 46: Modul Perpajakan Belanja Negara

40

[Type text]

tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, maka

pelaporan dilakukan pada pada hari kerja sebelumnya.

Bendahara Pengeluaran pada akhir tahun pajak wajib mengisi, menandatangani

dan menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 21 ke KPP atau Kantor Penyuluhan dan

Pemantauan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dimana bendahara pengeluaran terdaftar

paling lambat tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya.

PPh pasal 26 yang dipungut Bendahara Pengeluaran pada suatu bulan tertentu

harus disetorkan bendahara pengeluaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya pada

Bank/Kantor pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika tanggal

10 tersebut jatuh pada hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya

Pelaporkan PPh pasal 26 yang terutang menggunakan Surat Pemberitahuan

Masa (SPT Masa) PPh pasal 26 kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dimana

bendahara terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila tanggal tersebut

jatuh pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada pada hari kerja sebelumnya.

4.2 Tes Formatif 3

1. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 21 dan PPh pasal 26 itu ?

2. Siapa saja wajib pajak PPh pasal 21 yang pemungutannya menjadi tugas

Bendahara Pengeluaran ?

3. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh bendahara pengeluaran dalam

memungut/memotong PPH pasal 21 yaitu pengurangan terhadap penghasilan

yang diperkenankan, PTKP dan tarif PPh pasal 21. Jelaskan masing-masing!

4. Mengapa Bendahara Pengeluaran harus bisa menghitung PPh pasal 21 atau PPh

pasal 26 terutang ?

5. Jelaskan bagaimana penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21 dan pasal 26 itu!

4.3 Rangkuman

PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa

dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak

dalam negeri. Ketentuan pemungutannya diatur dalam pasal 21 Undang-undang Pajak

Penghasilan yang mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan atas

penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dengan nama dan bentuk

apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Page 47: Modul Perpajakan Belanja Negara

41

[Type text]

Dasar pemungutan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap (termasuk PNS) adalah pengasilan

kena pajak yaitu penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan, iuran pensiun dan iuran

tunjangan hari tua/jaminan hari tua dan PTKP. Untuk pembayaran honorarium yang

diterima oleh pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai, dasar pemungutannya

adalah penghasilan bruto dikurangi PTKP sedangkan untuk penghasilan atas jasa

produksi, tantiem, grati fikasi, bonus yang diterima mantan pegawai dan honorarium

yang diterima Dewan Komisaris/Pengawas yang bukan pegawai tetap pada perusahaan

yang sama serta honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh tenaga lepas

(seniman, atlit, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, dll) dasar pengenaan PPh

Pasal 21-nya adalah penghasilan bruto itu sendiri. Tarif pemungutannya diaatur dalam

pasal 17 undang-undang PPh. Tarif khusus yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atau

Direktur Jenderal Pajak sebesar 15% dari penghasilan bruto dikenakan terhadap

pembayaran honorarium yang dananya dari keuangan negara/daerah yang diterima oleh

pejabat Negara, PNS, anggota TNI/ Polri kecuali PNS gol. II/d ke bawah atau anggota

TNI dengan pangkat Peltu ke bawah dan anggota Polri dengan pangkat. Tarif sebesar

7,5% dikenakan terhadap pembayaran honorarium dan pembayaran lain yang diterima

oleh tenaga ahli (pengacara, dokter akuntan, arsitek, konsultan, notaries, penilai dan

aktuaris) sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan sedangkan

tariff sebesar 5% dikenakan terhadap penerima upah harian.

PPh pasal 21 yang tidak ditanggung pemerintah yang dipungut bendahara pada

suatu bulan tertentu, harus disetorkan ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi

paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, serta harus dilaporkan paling lambat tanggal

20 bulan berikutnya. Dalam hal tanggal-tanggal tersebut jatuh pada hari libur, untuk

penyetoran bisa dilakukan pada hari kerja berikutnya, namun pelaporannya harus

dilaksanakan pada hari kerja sebelumnya. Untuk PPh Pasal 21 yang ditanggung

pemerintah, pelaporannya dilakukan melalui daftar gaji kepada KPPN.

PPh pasal 26 merupakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh

wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Pemotongannya harus dilakukan

bendahara pengeluaran pada saat bendahara pengeluaran melakukan pembayaran sesuai

dengan tarif yang berlaku atau berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

(P3B)/tax treaty.

Penyetorannya harus dilakukan bendahara pengeluaran pada Bank/Kantor Pos

persepsi paling lambat sepuluh hari setelah bulan kalender berakhir dengan menggunakan

Page 48: Modul Perpajakan Belanja Negara

42

[Type text]

SSP. Dan apabila pada tanggal tersebut bertepatan hari libur, penyetoran dilakukan pada

hari kerja berikutnya.

Pelaporannya dilakukan paling lambat dua puluh hari setelah bulan kalender

berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 21/26 dengan dilampiri lembar

ketiga SSP serta daftar dan bukti pemotongan PPh pasal 26. Dan apabila pada tanggal

tersebut bertepatan hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja sebelumnya.

4.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 3 ini menurut

keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda

dengan kunci jawaban tes formatif 3 yang ada dihalaman belakang modul ini.

Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini

untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 3 ini.

Jumlah jawaban Anda yang benar

Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%

5

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :

90 s.d.

100%

artinya Bagus sekali

80 s.d. 89% artinya Bagus

70 s.d. 79% artinya Sedang

Kurang

dari 69%

artinya Kurang

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat

meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat

penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan

belajar 3 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

Page 49: Modul Perpajakan Belanja Negara

43

[Type text]

5. Kegiatan belajar 4

PAJAK PENGASILAN PASAL 22 (PPh PASAL 22)

Tujuan Instruksional Khusus

Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 4 ini, Anda diharapkanmampu untuk :

ggg. Memahami pengertian PPh Pasal 22..

hhh. Memahami subyek dan obyek serta tarif PPh pasal 22.

iii. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPh pasal 22.

jjj. Melaksanakan pemungutan PPh Pasal 22;

kkk. Melaksanakan penyetoran PPh pasal 22;

lll. Melaksanakan pelaporan PPh Pasal 22.

5.1 Uraian , Contoh dan Non-contoh

5.1.1 Pengertian PPh Pasal 22

Yang dimaksud dengan PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh

bendahara (pemerintah pusat/pemerintah daerah), instansi atau lembaga pemerintah dan

lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang

dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan

kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.(Waluyo, Drs, M.Sc, M.M.,

Ak dan Wirawan B Ilyas, Drs, M.Si, 2000).

Dari pengertian tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa PPh

Pasal 22 adalah pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh :

a. Bendahara Pemerintah (Pusat/Daerah), instansi atau lembaga pemerintah dan

lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran yang dilakukan

atas penyerahan barang.

b. Badan-badan tertentu (pemerintah/swasta) berkenaan dengan kegiatan dibidang

impor atau kegiatan usaha dibidang lain.

Subyek pemungutan PPh Pasal 22 adalah penghasilan yang diperoleh wajib

pajak yaitu nilai/harga barang yang diserahkan kepada Bendahara Pengeluaran atau

Pejabat pembuat Komitmen.

Page 50: Modul Perpajakan Belanja Negara

44

[Type text]

5.1.2 Obyek PPh pasal 22

Yang menjadi obyek dalam pemungutan PPh Pasal 22 adalah :

a. Impor barang.

b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilaksanakan oleh Direktorat

Jenderal Perbendaharaan (c.q. KPPN), bendahara (pusat/daerah).

c. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha milik

Negara (BUMN), Badan Usaha milik Daerah (BUMD) yang dananya

berasal dari APBN/APBD.

d. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang

bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif.

e. Penjualan hasil produksi yang dilakukan Pertamina dan badan usaha selain

Pertamina yang bergerak dibidang bahan baker minyak jenis premix dan gas.

f. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan

eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan

perikanan dari pedagang pengumpul.

Dari keenam obyek pemungutan PPh pasal 22 tersebut di atas, yang menjadi

perhatian Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen hanyalah PPh Pasal 22

atas pembayaran barang oleh wajib pajak kepada Pejabat Pembuat

Komitmen/Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja (Satker) Kementerian/Lembaga

yang pembayarannya dibebankan kepada APBN/APBD. Pengecualian dalam arti

terhadap transaksi berikut ini tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 oleh Pejabat

Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran adalah :

a. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan pembayaran yang dipecah-pecah)

dengan jumlah pembayaran maksimal Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

b. Pembayaran untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, gas, air

minum/PDAM dan benda pos.

c. Pembayaran pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh KPPN.

d. Pembayaran yang diterima karena penyerahan barang sehubungan dengan

pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan/proyek yang

dibiayai pinjaman/hibah luar negeri (PHLN).

5.1.3 Tarif PPh Pasal 22

Page 51: Modul Perpajakan Belanja Negara

45

[Type text]

Tarif PPh Pasal 22 selengkapnya sebagai mana tertera pada halaman 45 berikut

ini,:

TARIF PPh PASAL 22

No Obyek Pengenaan Tarif Dasar

perhitungan Sifat

1 Pembelian barang oleh bendahara

pengeluaran (Pusat/ Daerah)

1,5 % Harga Pembelian

diluar PPN

Tidak

final

2 Impor barang :

a. Importir punya API

b. Importir tidak punya API

c. Barang tidak dikuasai

2,5%

7.5%

7,5%

Nilai Impor

Nilai Impor

Harga lelang

3 Industri Semen 0,25% DPP PPN Final

4 Industri Rokok 0,15% Harga banderol Final

5 Industri Kertas 0,10% DPP PPN Final

6 Industri Baja 0,30% DPP PPN Final

7 Industri Otomotif 0,45% DPP PPN Final

Catatan :

1. DPP PPN = Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai

2. API = Angka Pengenal Impor

3. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan bea

masuk. Nilai impor ini merupakan perjumlahan dari : Cost Insurance and Freight (CIF)

+ bea masuk + pungutan pabean lainnya.

Contoh : Pemungutan PPh pasal 22 oleh bendahara pengeluaran atas pembayaran

pembelian mebelair, alat tulis kantor (ATK), computer suplly dan lain-lain.

Non-contoh : Pemungutan PPh pasal 22 oleh bendahara pengeluaran atas pembayaran

honorarium kepada penceramah, peserta diklat, pengajar dan lain-lain.

5.1.4 Contoh perhitungan PPh pasal 22

5.1.4.1 Perhitungan atas pembelian barang oleh bendahara pengeluaran

Page 52: Modul Perpajakan Belanja Negara

46

[Type text]

Satker X membeli barang berupa lima unit meja kerja dan kursinya kepada Toko Mebel

’’Indah’’ dengan harga per unitnya Rp. 1.100.000,- (sudah termasuk PPN). Berapakah

PPh pasal 22 yang harus dipungut?

Perhitungan PPh pasal 22 atas pembayaran pembelian mebelair tersebut adalah :

1. Jumlah pembayaran : 5 x Rp.1.100.000,- = Rp.5.500.000,-

2. Dasar pengenaan PPh pasal 22 = 100/110 x Rp.5.500.000,- = Rp.5.000.000,-

3. PPh pasal 22 terutang : 1,5 % x Rp.5.000.000,- = Rp. 75.000,-

4. Jumlah yang dibayarkan kepada rekanan = Rp.4.250.000,-

5.1.4.2 Perhitungan PPh Pasal 22 impor

PT. Asal Dahar melakukan impor komputer merk Toshiba dari Jepang dengan perincian

sebagai berikut :

a. Harga pembelian komputer (Cost) = JPY 2.000.000,-

b. Biaya asuransi (Insurance) = JPY 100.000,-

c. Biaya angkut (Freight) = JPY 400.000,- (+)

d. Harga pabean (CIF) = JPY 2.500.000,-

e. Pungutan-pungutan :

- Bea Masuk 20% = 20% x JPY.2.500,000,- = JPY 500.000,-

- Bea Masuk Tambahan 10%=10% x JPY.2.500.000 = JPY 250.000,- (+)

f. Nilai Impor ………………………………………….. = JPY 3.250.000,-

Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor/pemberitahuan impor

barang/PIB) nilai kurs JPY 1 = Rp. 1.500,- . Hitunglah berapa PPh pasal 22

terutang kepada PT. Asal Dahar bila :

a. PT. Asal Dahar memiliki Angka Pengenal Impor (API).

b. PT. Asal Dahar tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API).

Penyelesaian :

a. Bila PT. Asal Dahar memiliki Angka Pengenal Impor (API).

Dasar pemungutan PPh pasal 22 = JPY.3.250.000,- x Rp.1.500,-/JPY =

Rp.4.875.000.000,-

PPh pasal 22 terutang kepada PT. Asal Dahar= 2,5% x Rp. 4.875.000.000,- =

Rp.121.875.000,-

b. PT. Asal Dahar tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API).

Page 53: Modul Perpajakan Belanja Negara

47

[Type text]

Dasar pemungutan PPh pasal 22 = JPY.3.250.000,- x Rp.1.500,-/JPY =

Rp.4.875.000.000,-

PPh pasal 22 terutang kepada PT. Asal Dahar= 7,5% x Rp. 4.875.000.000,- =

Rp.365.625.000,-

Pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 ini dilakukan bersamaan dengan

pemungutan PPN/PPn BM, yaitu ketika Bendahara Pengeluaran melakukan

pembayaran atas tagihan rekanan. Jadi jumlah yang dibayarkan kepada rekanan

adalah jumlah pembayaran (yang sudah termasuk PPN/PPn BM) dikurangi

dengan PPN/PPn BM dikurangi lagi dengan PPh Pasal 22 terutang.

5.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 yang dipungut Bendahara Pengeluaran adalah pada waktu

Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas penyerahan barang oleh wajib pajak

(rekanan). Hasil pemungutan PPh pasal 22 dimaksud harus disetor oleh bendahara

pengeluaran pada hari yang sama dengan pembayaran barang yang dibiayai

APBN/APBD tersebut dilakukan.

Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) pada

Bank/Kantor Pos Persepsi. SSP diisi atas nama rekanan dan ditandatangani oleh

bendahara pengeluaran. SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan sebagai

berikut :

a) Lembar kesatu untuk Wajib Pajak (rekanan) sebagai bukti pembayaran.

b) Lembar kedua Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui KPPN.

c) Lembar ketiga digunakan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan (SPT) Masa

Bendahara Pengeluaran.

d) Lembar keempat sebagai arsip Bank/Kantor pos Persepsi.

e) Lembar kelima untuk pertinggal pemungut PPh pasal 22 (Pejabat Pembuat

Komitmrn/Bendahara Pengeluaran).

PPh Pasal 22 yang dipungut bendahara pengeluaran pada suatu bulan tertentu

harus dilaporkan bendahara pengeluaran dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 22

paling lambat 14 (empat belas) hari setelah bulan kelender berakhir kepada KPP setempat

dengan dilampiri lembar ketiga SSP beserta daftar SSP pasal 22. Apabila 14 hari setelah

bulan takwim berakhir bertepatan hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja

sebelumnya.

Page 54: Modul Perpajakan Belanja Negara

48

[Type text]

5.2 Tes Formatif 4

1. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan PPh pasal 22!

2. Apa saja yang menjadi obyek PPh pasal 22 bagi Pejabat Pembuat Komitmen/

Bendahara Pengeluaran?

3. Sebutkan tarif PPh pasal 22 yang Anda ketahui!

4. Hal-hal apa saja yang tidak dikenakan PPh pasal 22?

5. Kapan PPh pasal 22 dipungut dan disetorkan oleh bendahara serta kapan pula

dilaporkan ke KPP?

5.3 Rangkuman

PPh Pasal 22 yang pemungutannya menjadi tugas seorang Pejabat Pembuat

Komitmen/Bendahara Pengeluaran adalah yang berkenaan dengan pembayaran yang

dilakukan bendahara atas penyerahan barang oleh wajib pajak (rekanan). Tarifnya

sebesar 1,5% dari harga barang sebelum PPN dan harus dipungut bendahara pada saat

bendahara melakukan pembayaran atas penyerahan barang tersebut.

PPh Pasal 22 harus disetorkan Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara

Pengeluaran pada hari yang sama dengan hari pemungutan dengan menggunakan SSP

pada Bank/Kantor Pos persepsi.

Bendahara pengeluaran wajib melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 ke KPP

setempat paling lambat 14 hari setelah bulan takwim berakhir dengan menggunakan SPT

Masa PPh Pasal 22 dengan dilampiri SSP lembar ketiga dan daftar SSP PPh Pasal 22.

Apabila hari tersebut jatuh pada hati libur ,maka pelapaoran harus dilakukan bendahara

pada hari kerja sebelumnya.

5.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 4 ini menurut

keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda

dengan kunci jawaban tes formatif 4 yang ada dihalaman belakang modul ini.

Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini

untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 4 ini.

Page 55: Modul Perpajakan Belanja Negara

49

[Type text]

Jumlah jawaban Anda yang benar

Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%

5

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :

90 s.d.

100%

artinya Bagus sekali

80 s.d. 89% artinya Bagus

70 s.d. 79% artinya Sedang

Kurang

dari 69%

artinya Kurang

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat

meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat

penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan

belajar 4 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

Page 56: Modul Perpajakan Belanja Negara

50

[Type text]

6. Kegiatan belajar 5

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (PPh PASAL 23) Tujuan Instruksional Khusus

Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 5 ini, Anda diharapkan mampu untuk :

mmm. Memahami pengertian PPh pasal 23/26..

nnn. Memahami subyek dan obyek serta tarif PPh pasal 23/26.

ooo. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPh pasal

23/26.

ppp. Melaksanakan pemungutan PPh Pasal 23/26;

qqq. Melaksanakan penyetoran PPh pasal 23/26;

rrr. Melaksanakan pelaporan PPh Pasal 23/26.

6.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh

6.1.1 Pengertian PPh Pasal 23

Yang dimaksud dengan PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong

atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha

tetap (BUT) yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyerahan kegiatan selain

yang telah dipotong PPh pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah

atau subyek pajak dalam negeri, penyelenggaraan Badan Usaha Tetap (BUT) atau

perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. (Waluyo, Drs, M.Sc., M.M., Ak dan Wirawan

B Ilyas, Drs, Msi, 2000).

Dari definisi tersebut di atas, jelas bahwa yang dikenakan pemotongan PPh

Pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima atau

memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa dan penyelenggaraan

kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 undang-

undang PPh.

6.1.2 Objek PPh pasal 23

Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 yang pada umumnya

berkaitan dengan pelaksanaan tugas bendahara pengeluaran/pejabat pembuat komitmen

adalah :

Page 57: Modul Perpajakan Belanja Negara

51

[Type text]

a. Penghasilan yang berasal dari hadiah dan penghargaan, pembayaran sehubungan

dengan pelaksanaan suatu kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

c. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa

konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

Menurut Keputusan Dirjen Pajak Nomor : 395/PJ/2001 pemberian hadiah ada

yang merupakan obyek pajak dan bukan obyek pajak.

Yang merupakan obyek pajak adalah dibedakan menjadi hadiah undian jika

penerima hadiah adalah bukan pegawai tetap dan hadiah perlombaan dan atau

penghargaan jika penerima hadiahnya adalah karyawan atau orang pribadi. Yang

dimaksud dengan undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang

diberikan melalui undian. (PP 132 Tahun 2000 jo Kep DJP Nomor : 395/PJ/2001).

Untuk kasus ini PPh pasal 23 yang harus dipotong adalah 25% (dua puluh lima per

seratus) dari jumlah bruto hadiah (uang/barang) dan bersifat final. Sebagai contoh. Dalam

rangka memeriahkan hari keuangan, Departemen Keuangan mengadakan acara jalan

santai dengan hadiah sebesar Rp.1.000.000,- bagi peserta yang nomor tanda pesertanya

muncul sebagai pemenang setelah dilakukan melalui suatu undian. Maka kepada

pemenangnya dipungut PPh pasal 23 sebesar 25% x Rp.1.000.000,- = Rp.250.000,-

Jika penerima hadiah perlombaan atau penghargaan adalah karyawan atau

orang pribadi, maka dikenakan PPh pasal 21 dan jika pemenangnya badan usaha

dikenakan PPh pasal 23. Menurut Keputusan Dirjen Pajak nomor : 545/PJ/2000 jo

Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 15/PJ/2005, atas penghasilan yang diterima orang pribadi

tersebut dikenakan PPh pasal 21 dengan tarif sesuai pasal 17 undang-undang PPh.

Contoh : Darmani mendapatkan hadiah kuis dalam suatu acara yang diselengarakan TV

Swasta sebesar Rp.5.000.000,-. Maka kepada Darmani dikenakan PPh pasal 21 sebesar

5% x Rp.5.000.000,- = Rp.250.000,- Contoh lain : Sawida mendapatkan hadiah acara

kuis cepat tepat sebesar Rp.30.000.000,- Maka kepadanya dikenakan PPh pasal 21

sebesar Rp.1.750.000,- (yaitu 5% x Rp.25.000.000,- + 10% x Rp.5.000.000,-)

Jika penerima hadiah adalah wajib pajak Badan/Bentuk Usaha Tetap,

dikenakan PPh pasal 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto. Contoh : PT. ABC

memperoleh hadiah sebesar Rp.20.000.000,- Maka kepada PT. ABC dikenakan PPh pasal

23 sebesar 15% x Rp.20.000.000,- = Rp.3.000.000,-

Page 58: Modul Perpajakan Belanja Negara

52

[Type text]

Hadiah yang bukan merupakan obyek pajak sebagaimana diatur dalam

Keputusan Dirjen Pajak Nomor : 395/PJ/2001 adalah sebagai berikut :

a. Hadiah yang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi.

b. Hadiah yang diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang

atau jasa.

6.1.3 Tarif PPh Pasal 23

Tarif pemotongan PPh dari modal, penggunaan modal dan jasa lainnya (PPh

pasal 23) adalah sebagai berikut :

a. Sebesar 15% (lima belas persen) atas deviden, bunga, royalty, hadiah dan

penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21;

b. Sebesar 15% (lima belas persen) atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh

koperasi;

c. Sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan netto atas :

1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,

jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

Jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan netto sebagaimana dimaksud dalam

pasal 23 ayat (1) huruf c UU Nomor 7 tahun 1983 sebagimana telah beberapa kali diubah,

terakhir dengan undang-undang nomor 17 tahun 2000 lebih lanjut diatur dalam Peraturan

Direktur Jenderal Pajak nomor : PER-70/PJ/2007. Pengenaan tarif selengkapnya

berdasarkan Perdirjen Pajak tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pengenaan tarif atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta

1. Tarif sebesar 15% x 10% atau sebesar 1,5% dari jumlah bruto tidak termasuk

PPN dikenakan atas : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan

kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis. (Lampiran I Perdirjen Pajak

Nomor : PER-70/PJ/2007 angka 1)

2. Tarif sebesar 15% x 30% atau sebesar 4,5% dari jumlah bruto tidak termasuk

PPN dikenakan atas : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta selain kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan

kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan

Page 59: Modul Perpajakan Belanja Negara

53

[Type text]

penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang

telah dikenakan PPh yang bersifat final. (Lampiran I Perdirjen Pajak Nomor :

PER-70/PJ/2007 angka 2)

b. Pengenaan tarif atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa

konsultansi dan jasa lain. (Lampiran II Perdirjen Pajak Nomor : PER-70/PJ/2007)

I. Tarif sebesar 15% x 30% atau sebesar 4,5% dari jumlah imbalan jasa tidak

termasuk PPN dikenakan terhadap jasa teknik, jasa manajemen dan jasa

konsultasi, kecuali konsultansi konstruksi.

II. Tarif sebesar 15% x 26 2/3% atau sebesar 4,0% dari jumlah imbalan jasa tidak

termasuk PPN dikenakan terhadap jasa :

1. Jasa pengawasan konstruksi

2. Jasa perencanaan konstruksi

III. Tarif sebesar 15% x 30% atau sebesar 4,5% dari jumlah imbalan jasa tidak

termasuk PPN dikenakan terhadap jasa

1. Jasa penilai

2. Jasa aktuaris

3. Jasa akuntansi

4. Jasa perancang

5. Jasa pengeboran (jasa drilling) dibidang penambangan minyak dan gas

bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap.

6. Jasa penunjang dibidang penambangan gas

7. Jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain

migas

8. Jasa penunjang dibidang penerbangan dan Bandar udara

9. Jasa penebangan hutan

10. Jasa pengolahan limbah

11. Jasa penyedia tenaga kerja

12. Jasa perantara

13. Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan

oleh Bura Efek, KSEI dan KPEI

14. Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI

15. Jasa pengisian suara

16. Jasa mixing film

Page 60: Modul Perpajakan Belanja Negara

54

[Type text]

17. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,

pemeliharaan dan perbaikan

18. Jasa instalasi/pemasangan

• Jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV

kabel;

• Jasa instalasi/pemasangan peralatan

Kecuali yang dilakukan wajib pajak yang ruang lingkup

pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat

sebagai penguasaha konstruksi.

19. Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan

• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin, listrik/telepon/air/

gas/AC/TV kabel;

• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan peralatan

• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan alat-alat transportasi/

kendaraan

• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan

Kecuali yang dilakukan wajib pajak yang ruang lingkup

pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat

sebagai penguasaha konstruksi.

IV. Tarif sebesar 15% x 13 1/3% atau sebesar 2% dari jumlah imbalan yang

dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang

tidak termasuk PPN dikenakan terhadap jasa pelaksanaan konstruksi termasuk :

• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan

• Jasa instalasi/pemasangan peralatan, mesin/listrik/telepon/air/gas/AC/TV

kabel

Sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh wajib pajak yang mempunyai

izin/sertifikat sebagai penguasaha konstruksi.

V. Tarif sebesar 15% x 20% atau sebesar 3% dari jumlah imbalan jasa tidak

termasuk PPN dikenakan terhadap jasa

1. Jasa maklon

2. Jasa penyelidikan dan keamanan

3. Jasa penyelenggaran kegiatan (event organizer)

4. Jasa pengepakan

Page 61: Modul Perpajakan Belanja Negara

55

[Type text]

VI. Tarif sebesar 15% x 10% atau sebesar 1,5% dari jumlah imbalan jasa tidak

termasuk PPN dikenakan terhadap jasa ;

1. Jasa penyediaan tempat dan atau waktu dalam media massa, media luar

ruang atau media lain untuk pencapaian informasi;

2. Jasa pembasmian hama

3. Jasa kebersihan (cleaning service)

4. Jasa catering

Catatan : 1. KSEI= Kustodian Sentral Efek Indonesia 2. KPEI=Kliring Pinjaman Efek Indonesia

Selanjutnya dalam lampiran III Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-70/PJ/2007

diberikan penjelasan sebagai berikut :

1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus

kendaraan angkutan darat adalah :

a. Sewa kendaraan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau di-

carter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun

bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara

pemilik kendaraan angkutan umum dengan wajib pajak badan atau wajib

pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong pajak penghasilan

pasal 23.

b. Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus

wisata yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewa

atau di-carter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan

maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis

kepada wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk

sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 23.

c. Sewa kendaraan berupa milik perusahaan yang disewa atau di-carter

untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun

bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada

wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai

pemotong pajak penghasilan pasal 23.

Page 62: Modul Perpajakan Belanja Negara

56

[Type text]

Perjanjian tertulis maupun tidak tertulis adalah kesepakatan untuk

mengikatkan diri pada satu atau lebih pihak lain yang dituangkan secara

tertulis maupun lisan.

2. Jasa teknik adalah pemberian jasa, dalam bentuk pemberian informasi yang

berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu

pengetahuan yang dapat meliputi :

a. pelaksanaan suatu proyek;

b. pembuatan suatu jenis produk;

c. Jasa teknik dapat pula berupa pemberian informasi yang berkenaan

dengan pengalaman-pengalaman dibidang manajemen

3. Jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam

pelaksanaan manajemen dengan mendapat balas jasa berupa imbalan manajemen

(management fee).

4. Jasa penunjang dibidang penambangan migas adalah jasa penunjang dibidang

penambangan migas dan panas bumi berupa :

a. Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur

semen secara tepat diantara pipa selubung dan lubang sumur.

b. Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan

bubur semen untuk maksud-maksud :

• Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong;

• Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air;

• Perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal;

• Penutupan sumur.

c. Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa

bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut

terproduksi dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan

kemungkinan tersumbatnya pipa;

d. Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar

daya tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan jalan

menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan;

e. Jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan

dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi

yang mempunyai daya tembus sangat kecil;

Page 63: Modul Perpajakan Belanja Negara

57

[Type text]

f. Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen and coil tubing), yaitu jasa yang

dikerjakan utntuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur

baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan

asli, formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen

yang telah dipompakan kedalam cairan buatan dalam sumur.

g. Jasa uji kandung lapisan (drill stam testing), penyelesaian sementara suatu

sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi;

h. Jasa reparasi pompa reda (reda repair).

i. Jasa pemasangan instalasi dan perawatan.

j. Jasa penggantian peralatan atau material;

k. Jasa mood loging yaitu memasukan lumpur kedalam sumur

l. Jasa mood engineering

m. Jasa well loging dan perforating

n. Jasa stimulasi dan secondary decovery;

o. Jasa well testing dan wire line service

p. Jasa alat control navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling

q. Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling

r. Jasa mobilisasi dan demobolisasi anjungan drilling

s. Jasa lainnya dibidang pengeboran gas.

5. Jasa penambangan dan penunjang dibidang penambangan selain migas adalah

semua jasa penambangan dan penunjang dibidang pertambangan umum berupa :

a. Jasa pengeboran;

b. Jasa penebasan;

c. Jasa pengupasan dan pengeboran;

d. Jasa penambangan;

e. Jasa pengangkutan atau sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum;

f. Jasa pengolahan bahan galian;

g. Jasa reklamasi tambang;

h. Jasa pelaksanaan mechanical, electrical, manufacture, fabrikasi dan

penggalian/pemindahan tanah;

i. Jasa lainnya yang sejenis dibidang pertimbangan umum

6. Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udara berupa :

a. Bidang aeronautica, termasuk :

Page 64: Modul Perpajakan Belanja Negara

58

[Type text]

• Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan

jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat udara;

• Jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge);

• Jasa pelayanan penerbangan;

• Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari

proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang

diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun

yang datang, selama pesawat udara didarat;

• Jasa penunjang lain dibidang aero nautica

b. Jasa non-aero nautical, termasuk :

• Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat;

• Jasa penunjang lain dibidang non-aero nautical;

7. Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu

barang tertentu yang diproses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa

(disubkontrakan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan

atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya

disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada

pengguna jasa.

8. Jasa penyelenggaran kegiatan (event organizer) adalah kegiatan usaha yang

dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain

penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran

produk, konperensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa

penyelenggaran kegiatan.

Contoh : PPh yang dikenakan Bendahara Pengeluaran atas pembayaran yang dilakukan

terhadap pembayaran suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh event organizer, penyewaan

kendaraan bermotor, penyewaan ruangan dan lain-lain.

Non-contoh : PPh yang dikenakan Bendahara Pengeluaran atas pembayaran yang

dilakukan terhadap pembayaran pengadaan barang.

6.1.4 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 23

6.1.4.1 Contoh menghitung PPh pasal 23 atas hadiah dan penghargaan

Page 65: Modul Perpajakan Belanja Negara

59

[Type text]

Dalam perlombaan membuat logo Departemen XXX, Mashadi memenangkan lomba

tersebut dan mendapat hadiah sebesar Rp.10.000.000,-

Maka PPh pasal 23 yang harus dipungut bendahara pengeluaran Departemen XXX

adalah sebesar 15% x Rp.10.000.000,- = Rp.1.500.000,-

Jumlah yang dibayarkan kepada pemenang (Mashadi) sebesar Rp.8.500.000,-

6.1.4.2 Contoh menghitung PPh pasal 23 atas sewa dan penghasilan lain

sehubungan dengan penggunaan harta.

Satker AAA menyewa dua unit bus untuk keperluan studi banding ke kota lain kepada

PT. Mobil Sejahtera dengan harga sewa sebesar Rp.10.000.000,-

Maka PPh pasal 23 yang harus dipungut bendahara pengeluaran Satker AAA adalah

sebesar 15% x 10% x Rp.10.000.000,- = Rp.150.000,-

Jumlah yang dibayarkan kepada PT. Mobil Sejahtera sebesar Rp.9.850.000,-

6.1.4.3 Contoh menghitung PPh pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan

jasa teknik, manajemen, konsultasi hukum, konsultan pajak dan jasa lain

1. Kantor Pelayanan Pajak XYZ akan membangun kantor baru. Untuk itu telah

melaksanakan kontrak-kontrak sebagai berikut :

a. Untuk perencanaan bangunan dengan CV. Mega Endah Konsultan Enginering

dengan nilai kontrak sebesar Rp.10.000.000,-

b. Untuk pelaksanaan konstruksinya dengan PT. Bangun Cipta Sarana dengan nilai

kontrak sebesar Rp.100.000.000,-

c. Untuk pengawasannya dilaksanakan oleh PT. Awas Waspada dengan nilai

kontrak sebesar Rp.10.000.000,-

Berapakah PPh pasal 23 yang dipungut bendahara KPP XYZ tersebut?

Penyelesaian :

a. PPh pasal 23 yang dipungut kepada CV. Mega Endah Konsultan Enginering

selaku perencana adalah sebesar 15% x 26 2/3% x Rp.10.000.000,- =

Rp.400.000,-

Yang dibayarkan kepada CV. Mega Endah Konsultan Enginering adalah sebesar

Rp.9.600.000,-

b. PPh pasal 23 yang dipungut kepada PT. Bangun Cipta Sarana selaku pelaksana

kontruksi adalah sebesar 15% x 13 1/3% x Rp.100.000.000,- = Rp.2.000.000,-

Page 66: Modul Perpajakan Belanja Negara

60

[Type text]

Yang dibayarkan kepada PT. Bangun Cipta Sarana adalah sebesar

Rp.98.000.000,-

c. PPh pasal 23 yang dipungut kepada PT. Awas Waspada selaku pengawas

konstruksi adalah sebesar 15% x 26 2/3% x Rp.10.000.000,- = Rp.400.000,-

Yang dibayarkan kepada PT. Awas Waspada adalah sebesar Rp.9.600.000,-

2. Guna keperluan pelaksanaan rapat dinas yang berlangsung selama tiga hari,

bendahara Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Antah Berantah memesan

catering pada Perusahaan Katering ’’Enak Sedap’’ dengan nilai pembelian sebesar

Rp.50.000.000,- Berapakah PPh pasal 23 yang dipungut oleh bendahara pengeluaran

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Antah Berantah atas pembayaran

tersebut?

Penyelesaian :

PPh pasal 23 yang dipungut kepada Perusahaan Katering ’’Enak Sedap’’adalah

sebesar 15% x 10% x Rp.50.000.000,- = Rp.750.000,-

Yang dibayarkan kepada Perusahaan Katering ’’Enak Sedap’’ adalah sebesar

Rp.49.250.000,-

6.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23

PPh Pasal 23 dipungut oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara

Pengeluaran dilakukan pada saat pembayaran penghasilan oleh Pejabat Pembuat

Komitmen/Bendahara Pengeluaran. Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran

wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini kepada wajib pajak. Bukti

pemotongan dibuat dalam rangkap tiga dengan peruntukan sebagai berikut :

a. Lembar kesatu untuk rekanan

b. Lembar kedua untuk lampiran SPT Masa PPh Pasal 23.

c. Lembar ketiga untuk arsip Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran.

Pemungutan PPh pasal 23 pada bulan tertentu harus disetorkan bendahara

pengeluaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan apabila tanggal tersebut

bertepatan hari libur penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Penyetoran

dilakukan dengan menggunakan SSP (dibuat dalam rangkap lima) pada Bank/Kantor Pos

Persepsi. Bendahara akan menerima kembali lembar kesatu dan ketiga SSP. Lembar

Page 67: Modul Perpajakan Belanja Negara

61

[Type text]

kesatu untuk arsip bendahara pengeluaran selaku pemotong PPh Pasal 23 daan lembar

ketiga untuk dilaporkan ke KPP bersama SPT Masa PPh Pasal 23/26 oleh bendahara.

Dalam hal pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh Pejabat Pembuat

Komitmen dengan memperhitungkan dalam potongan pada SPM-LS yang diajukan,

maka SSP PPh Pasal 23 yang telah diisi lengkap dengan jumlah sebesar PPh Pasal 23

terutang, yang telah ditandatangani oleh rekanan dan pejabat penerbit SPM dilampirkan

sebagai lampiran SPM. Setelah diproses oleh KPPN dan diterbitkan SP2D, maka tanggal

dan nomor SP2D tersebut dicantumkan dalam SSP PPh Pasal 23 dimaksud sebagai bukti

pelunasan PPh pasal 23 melalui potongan dalam SPM yang telah diterbitkan SP2D nya.

Pelaporan pemotongan PPh Pasal 23 harus dilakukan bendaharan paling lambat

empat belas hari setelah bulan kalender berakhir dan jika pada hari tersebut bertepatan

hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Laporan menggunakan

SPT Masa PPh Pasal 23/26 yang harus diisi lengkap dan benar oleh bendahara dan dibuat

dalam rangkap dua, dengan dilampiri ;

b. Lembar ketiga SSP bukti setoran PPh pasal 23.

c. Daftar bukti pemotongan PPh pasal 23

d. Lembar kedua bukti pemotongan.

6.2 Tes Formatif 5

1. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 23 ?

2. Apa saja yang menjadi obyek PPh pasal 23?

3. Kapan PPh pasal 23 harus dipotong oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara

Pengeluaran?

4. Kapan pula PPh pasal 23 ini harus disetor dan dilaporkan bendahara pengeluaran ke

KPP?

5. Apa saja kelengkapan pelaporan PPh pasal 23 itu? Uraikan jawaban Anda!

6.3 Rangkuman

PPh pasal 23 merupakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh

wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan

jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

Pemotongannya harus dilakukan Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen

Page 68: Modul Perpajakan Belanja Negara

62

[Type text]

pada saat Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen melakukan pembayaran

sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan dalam Peraturan Dirjen Pajak terakhir dengan

Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-70/PJ/2007 tanggal 9 April 2007.

Penyetorannya harus dilakukan bendahara pengeluaran pada Bank/kantor Pos

persepsi paling lambat sepuluh hari setelah bulan kalender berakhir dengan menggunakan

SSP. Dan apabila pada tanggal tersebut bertepatan hari libur, penyetoran dilakukan pada

hari kerja berikutnya. Dalam hal pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh Pejabat

Pembuat Komitmen dengan memperhitungkan pada SPM-LS yang diajukan, maka SSP

PPh Pasal 23 yang telah diisi lengkap dengan jumlah sebesar PPh Pasal 23 terutang, yang

telah ditandatangani oleh rekanan dan bendahara pengeluaran/pejabat penerbit SPM

dilampirkan sebagai lampiran SPM. Setelah diproses oleh KPPN dan diterbitkan SP2D,

maka tanggal dan nomor SP2D tersebut dicantumkan dalam SSP PPh Pasal 23 dimaksud

sebagai bukti pelunasan PPh Pasal 23 melalui potongan dalam SPM yang telah

diterbitkan SP2D nya.

Pelaporannya dilakukan paling lambat empat belas hari setelah bulan takwim

berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26 dengan dilampiri lembar

ketiga SSP serta daftar dan bukti pemotongan PPh Pasal 23. Dan apabila pada tanggal

tersebut bertepatan hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja sebelumnya.

6.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 5 ini menurut

keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda

dengan kunci jawaban tes formatif 5 yang ada dihalaman belakang modul ini.

Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini

untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 5 ini.

Jumlah jawaban Anda yang benar

Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%

5

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :

90 s.d.

100%

artinya Bagus sekali

Page 69: Modul Perpajakan Belanja Negara

63

[Type text]

80 s.d. 89% artinya Bagus

70 s.d. 79% artinya Sedang

Kurang

dari 69%

artinya Kurang

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat

meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat

penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan

belajar 5 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

Page 70: Modul Perpajakan Belanja Negara

64

[Type text]

7. Kegiatan belajar 6

BEA METERAI Tujuan Instruksional Khusus

Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar ini, Anda diharapkan mampu untuk :

sss. Memahami dasar hukum, prinsip umum pengenaan dan tarif Bea Meterai

ttt. Memahami sanksi dalam pelaksanaan pengenaan Bea Meterai

7.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh

7.1.1 Dasar hukum, prinsip umum pengenaan dan tarif Bea Meterai

Dasar hukum pengenaan bea meterai adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun

1985 tentang : Bea Meterai. Sebagai aturan pelaksanaannya telah dikeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sdtd Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000

tentang : Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal

Yang Dikenakan Bea Meterai. Prinsip umum dalam pengenaan bea meterai adalah : bea

meterai merupakan pajak atas dokumen dan oleh karena itu dikenakan terhadap

dokumen, satu dokumen hanya terutang satu bea meterai serta rangkap/tindasan dokumen

yang ikut ditandatangani terutang bea meterai sama dengan dokumen aslinya.

Tarif bea meterai yang berlaku saat ini ada dua macam yaitu Rp. 6.000,- dan Rp.

3.000,-. Pengenaan terhadap macam-macam tarif Bea Meterai tersebut akan dibicarakan

satu per satu dibawah ini.

7.1.2 Pengenaan bea meterai dengan tarif Rp. 6.000,-

Dokumen-dokumen yang dikenakan bea meterai dengan tarif Rp.6.000,- adalah :

1. Surat-surat

a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (surat kuasa, surat hibah, surat

pernyataan) yang dibuat dengan tujuan digunakan sebagai alat pembuktian

mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.

b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya;

c. Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk

rangkap-rangkapnya;

Page 71: Modul Perpajakan Belanja Negara

65

[Type text]

d. Surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari

Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) :

- Yang menyebutkan penerimaan uang;

- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang

dalam rekening di bank;

- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;

- Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagian atau

seluruhnya telah dilunasi atau diperhitungkan.

e. Surat-surat berharga seperti : wesel, promes dan aksep yang harga

nominalnya lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)

f. Efek dengan nama dan bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih

dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

2. Dokumen-dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka

pengadilan :

a. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;

b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan

tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan untuk orang

lain, lain dari maksud semula.

7.1.3 Pengenaan bea meterai dengan tarif Rp. 3.000,-

Yang dikenakan bea meterai dengan tarif Rp.3.000,- adalah :

a. Surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari

Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari

Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

- Yang menyebutkan penerimaan uang;

- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam

rekening di bank;

- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;

- Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagian atau seluruhnya telah

dilunasi atau diperhitungkan.

b. Surat-surat berharga seperti : wesel, promes dan aksep yang harga nominalnya

lebih dari Rp.250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000,-

Page 72: Modul Perpajakan Belanja Negara

66

[Type text]

c. Efek dengan nama dan bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari

Rp.250.000,- akan tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000,-

d. Cek dan bilyet giro dengan nilai berapapun.

Namun apabila suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai nilai

nominal tidak lebih dari Rp.250.000,-, maka terhadap dokumen tersebut tidak terutang

bea meterai.

7.1.4 Yang tidak terutang Bea Meterai

Yang tidak terutang bea meterai adalah :

a. Dokumen yang berupa : surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan

penumpang dan barang, keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen

surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang,

bukti pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual

atas tanggungan pengirim serta surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan

surat-surat tersebut di atas.

b. Segala bentuk ijazah termasuk Surat Tanda Tamat Belajar, tanda lulus, surat

keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus, penataran.

c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya

yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan

untuk mendapatkan pembayaran itu.

d. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan

bank.

e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan

dengan kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.

f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.

g. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada

penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak dibidang

tersebut.

h. Surat gadai yang diberikan Perum Pegadaian.

i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan bentuk

apapun.

7.1.5 Saat terutang dan cara pelunasan Bea Meterai

Saat terutangnya bea meterai adalah :

Page 73: Modul Perpajakan Belanja Negara

67

[Type text]

a. Untuk dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah saat dokumen itu diserahkan

dan diterima oleh pihak lain.

b. Untuk dokumen yang dibuat lebih dari satu pihak, adalah pada saat dokumen itu

selesai dibuat, dan ditandatangani pihak-pihak yang bersangkutan.

c. Untuk dokumen yang dibuat di luar negeri, adalah pada saat digunakan di

Indonesia. Bea meterai yang terutang dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian.

Cara pelunasan bea meterai adalah dengan menggunakan benda meterai yaitu

meterai tempel atau kertas meterai serta dengan cara lain yang ditetapkan Menteri

Keuangan.

Apabila pelunasan bea meterai menggunakan benda meterai, maka dapat

dilaksanakan dengan menggunakan meterai tempel oleh wajib bea. Jika dilakukan

pemeteraian kemudian, maka yang melaksanakan adalah Pejabat Kantor Pos. Pelunasan

meterai dengan cara lain umumnya menggunakan mesin teraan meterai atau alat lain.

Dan ini harus seijin Menteri Keuangan.

Pihak yang terutang bea meterai adalah pihak yang mendapatkan manfaat dari

dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.

Kewajiban pengenaan bea meterai menjadi daluwarsa untuk jangka waktu lima

tahun terhitung sejak tanggal dokumen dibuat.

7.1.6 Pemeteraian kemudian

Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan bea meterai yang dilakukan

oleh Pejabat Kantor Pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea meterainya belum

dilunasi sebagaimana mestinya.

Pemeteraian kemudian dapat dilaksanakan apabila :

a. Dokumen yang semula tidak terutang bea meterai, akan digunakan sebagai alat

pembuktian di muka pengadilan;

b. Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya;

c. Dokumen yang dibuat di luar negeri dan akan digunakan di Indonesia.

7.1.7 Sanksi

Sanksi yang dikenakan terhadap kelalaian dalam pelunasan bea meterai terdiri

dari sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Page 74: Modul Perpajakan Belanja Negara

68

[Type text]

Sanksi administrasi dikenakan berupa denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari

bea meterai yang tidak atau kurang dibayar apabila suatu dokumen tidak atau kurang

dilunasi bea meterai sebagaimana mestinya. Contohnya suatu dokumen mestinya terutang

bea meterai sebesar Rp.6.000.- terlupakan belum dilunasi bea meterainya. Maka bea

meterai yang harus dibayar adalah sebesar Rp.18.000,- dengan pemeteraian kemudian

yang rinciannya terdiri dari bea meterai sendiri sebesar Rp.6.000,- dan denda 200%

sebesar Rp.12.000,- Pemeteraian kemudian atas dokumen yang dilakukan Pejabat Kantor

Pos menurut tata cara yang ditetapkan Menteri Keuangan. Terhadap pemeteraian

kemudian bisa dilakukan tanpa denda atau dengan denda sebesar 200%. Pemeteraian

kemudian tanpa denda dilaksanakan apabila : dokumen yang dibuat di luar negeri

sebelum digunakan di Indonesia, surat-surat biasa dan kerumahtanggaan sebagai alat

bukti di pengadilan serta dokumen yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan

tujuannya, kemudian berubah tujuan atau digunakan oleh orang lain sebagai alat bukti di

pengadilan. Pemeteraian kemudian dengan denda 200% apabila : semua dokumen yang

harus dikenakan bea meterai tetapi tidak atau kurang dibayar bea meterainya, kecuali

dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan serta dokumen yang dibuat di

luar negeri yang bea meterainya dilunasi sesudah dokumen tersebut digunakan di

Indonesia.

Saknsi pidana yang berkaitan dengan pengenaan bea meterai antara lain

disebabkan karena :

a. Pemalsuan/peniruan meterai tempel, kertas meterai dan tanda tangan untuk

mensahkan meterai;

b. Dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukan ke

negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan

melawan hak;

c. Dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahlan,

menyediakan untuk dijual atau dimasukan ke negara Indonesia meterai yang

mereknya, capnya, tanda tangan, tanda sahnya atau tanda waktunya

mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah meterai belum dipakai dan atau

menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan hak;

d. Dengan sengaja menyimpan bahan-bahan/perkakas-perkakas yang diketahui

untuk meniru atau memalsukan benda meterai;

Page 75: Modul Perpajakan Belanja Negara

69

[Type text]

Dikenakan sanksi sesuai dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai

kepastian hukum, dapat berupa kurungan atau penjara sesuai pasal 253 Kitab Undang-

undang Hukum Pidana.

Apabila dengan sengaja menggunakan cara lain untuk pelunasan bea meterai

tanpa seijin Menteri Keuangan, dipada dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh

tahun.

Contoh :

Pengenaan bea meterai pada kontrak pengadaan barang/jasa, pada kuitansi dengan nilai

tertentu dan pada cek/bilyet giro.

Non-contoh

Pengenaan bea meterai pada ijazah, surat tanda tamat belajar, sertifikat mengikuti kursus.

7.2 Tes Formatif 6

1. Jelaskan, apa saja yang menjadi dasar hukum dalam pengenaan bea meterai!

2. Bagimana prinsip-prinsip yang dianut dalam pengenaan bea meterai?

3. Siapakah pihak yang terutang bea meterai itu?

4. Kapan saat pelunasan bea meterai dan kapan saat pengenaan bea meterai

dinyatakan kadaluwarsa?

5. Dokumen-dokumen/surat-surat apa saja yang dikenakan bea meterai sebesar

Rp.6.000,-?

6. Dokumen-dokumen/surat-surat apa saja yang dikenakan bea meterai sebesar

Rp.3.000,-?

7. Jelaskan bagaimana cara pelunasan bea meterai itu!

8. Apa yang dimaksud dengan pemeteraian kemudian?

9. Jelaskan apa sanksi administrasi bagi kelalaian terhadap pelunasan bea meterai !

10. Jelaskan juga sanksi pidana-nya !

7.3 Rangkuman

Bea Meterai merupakan pajak atas dokumen. Tarifnya menggunakan dua macam

yaitu tarif sebesar Rp.6.000,- dan Rp.3.000,- Dalam perpajakan belanja negara tarif

Rp.6.000,- digunakan apabila Pejabat Pembuat Komitmen mengikat kontrak dengan

pihak ketiga dan dalam pembuatan kuitansi oleh pihak ketiga yang nilainya di atas

Rp.1.000.000,- Tarif Rp.3.000,- biasanya digunakan dalam pembuatan kuitansi yang

Page 76: Modul Perpajakan Belanja Negara

70

[Type text]

nilainya diatas Rp.250.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,- atau pada cek/bilyet giro oleh

Bendahara Pengeluaran. Untuk kuitansi yang nilainya dibawah Rp.250.000,- tidak

terutang bea meterai.

Dokumen-dokumen atau surat-surat yang menurut ketentuan harus dikenakan bea

meterai harus dilunasi sesuai ketentuan untuk menghindari sanksi baik administrasi

maupun pidana.

7.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 6 ini menurut

keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda

dengan kunci jawaban tes formatif 6 yang ada dihalaman belakang modul ini.

Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini

untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 6 ini.

Jumlah jawaban Anda yang benar

Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%

10

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :

90 s.d.

100%

artinya Bagus sekali

80 s.d. 89% artinya Bagus

70 s.d. 79% artinya Sedang

Kurang

dari 69%

artinya Kurang

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat

meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat

penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan

belajar 6 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

Page 77: Modul Perpajakan Belanja Negara

71

[Type text]

8. Kegiatan belajar 7

PPh DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT

FINAL/TIDAK FINAL Tujuan Instruksional Khusus

Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 7 ini, Anda diharapkan mampu untuk :

uuu. Melaksanakan pemungutan PPh atas BPHTB;

vvv. Melaksanakan penyetoran PPh atas BPHTB;

www. Melaksanakan pelaporan PPh atas BPHTB;

xxx. Melaksanakan pemungutan PPh atas Jasa konstruksi;

yyy. Melaksanakan penyetoran PPh atas Jasa konstruksi;

zzz. Melaksanakan pelaporan PPh atas Jasa konstruksi;

aaaa. Melaksanakan pemungutan PPh atas hadiah undian;

bbbb. Melaksanakan penyetoran PPh atas hadian undian;

cccc. Melaksanakan pelaporan PPh atas hadiah undian;

8.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh

Pada pembahasan dalam bab ini, akan dibahas mengenai pengenaan PPh yang

diatur dalam Undang-undang PPh pasal 4 ayat 2, khususnya mengenai PPh atas Bea

Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB), persewaan tanah dan atau

bangunan, PPh atas jasa konstruksi dan undian.

8.1.1 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Persewaan

Tanah dan Bangunan

Obyek dari pajak penghasilan dari bea perolehan atas tanah dan bangunan

adalah :

1. Penghasilan yang diterima oleh :

a. Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan.

Tarifnya adalah 5% (lima per seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan

dan merupakan pembayaran PPh pasal 25 (tidak final).

Page 78: Modul Perpajakan Belanja Negara

72

[Type text]

b. Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi dan

sejenisnya yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau

bangunan.

Tarifnya 5% (lima per seratus) dari jumlah bruto dan bersifat final.

2. Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang diterima oleh badan

atau orang pribadi. Tarifnya adalah 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah bruto

persewaan dan bersifat final.

Tata cara pemotongan/pemungutan, penyetoran dan pelaporan untuk BPHTB

dilakukan sebagai berikut :

Bendahara Pengeluaran atau pejabat yang melakukan persewaan tanah dan atau

bangunan atau pejabat yang melakukan tukar menukar :

a. Memungut PPh yang terutang dan menyetorkannya ke Bank/Kantor Pos

Persepsi dengan menggunakan SSP sebelum pembayaran kepada orang

pribadi atau badan atau sebelum tukar menukar dilakukan.

b. Wajib menyampaikan laporan mangenai transaksi pengalihan hak atas

tanah dan bangunan kepada KPP setempat paling lambat tanggal dua

puluh bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pembayaran kepada

orang pribadi atau badan dengan menggunakan bentuk laporan yang

ditentukan.

Untuk persewaan tanah dan/atau bangunan :

a. KPPN atau Bendahara Pengeluaran sebagai penyewa wajib memotong PPh pada

saat pembayaran atau terutangnya sewa, dan memberikan bukti pemotongan PPh

kepada orang atau badan yang menyewakan pada saat dilakukannya pemotongan

PPh (bukti pemotongan PPh pasal 4 ayat 2).

b. Bendahara Pengeluaran menyetorkan PPh yang telah dipotong dengan

menggunakan SSP pada Bank/Kantor Pos Persepsi, selambat-lambatnya tanggal

sepuluh bulan berikutnya setelah bulan pembayaran terutangnya sewa.

c. Bendahara melaporkan PPh yang telah dipotong dan disetor kepada KPP

setempat, selambat-lambatnya tanggal dua puluh bulan berikutnya.

Untuk lebih memperjelas permasalahan tersebut, diberikan contoh-contoh

berikut :

1. Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pembebasan tanah untuk membangun

kantor baru dengan biaya sebesar Rp.200.000.000,-

Page 79: Modul Perpajakan Belanja Negara

73

[Type text]

Maka PPh yang dipungut bendahara BPS adalah : 5% x Rp.200.000.000,- =

Rp.10.000.000,-

Dengan demikian jumlah yang dibayarkan kepada pemilik tanah sebesar

Rp.190.000.000,-

2. BPS mengadakan acara sosialisasi sensus penduduk tahun 2010 dan harus

menyewa sebuah ruang pertemuan milik orang pribadi dengan biaya sewa sebesar

Rp.3.000.000,-

Maka bendahara BPS harus memungut PPh final kepada orang tersebut sebesar :

10% x Rp.3.000.000,- = Rp.300.000,-

Dengan demikian jumlah yang dibayarkan kepada pemilik gedung pertemuan

tersebut adalah sebesar Rp.2.700.000,-

8.1.2 PPh Jasa konstruksi dan Hadiah undian

Obyek dari PPh jasa konstruksi adalah wajib pajak dalam negeri dan bentuk

usaha tetap jasa konstruksi kualifikasi kecil yang mempunyai nilai pengadaan sampai

dngan Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang menerima penghasilan dari usaha

jasa pelaksanaan konstruksi, perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi.

Tarifnya sebagai berikut :

a. Jasa pelaksanaan konstruksi dipotong PPh sebesar 2% (final).

b. Jasa perencanaan konstruksi dipotong PPh sebesar 4% (final).

c. Jasa pengawasan konstruksi dipotong PPh sebesar 4% (final).

Obyek hadiah undian adalah wajib pajak orang pribadi atau badan yang

menerima penghasilan dari hadiah undian. Dikenakan PPh bersifat final dengan tarif 25%

dari jumlah bruto nilai hadiah.

Contoh-contoh.

1. Pembangunan sebuah bendungan (pelaksanaan konstruksi) dilaksanakan oleh

Departemen Pekerjaan Umum dengan nilai Rp.200.000.000,- dilaksanakan oleh

pengusaha kecil dan perencanaan konstruksinya dilaksanakan oleh PT. Kuat

Konstruksi dengan biaya sebesar Rp.1.000.000,-

Maka PPh yang dipotong bendahara Departemen Pekerjaan Umum adalah :

a. Untuk jasa konstruksi : 2% x Rp.200.000.000,- = Rp.4.000.000,-

b. Untuk jasa perencanaan : 4% x Rp.1.000.000,- = Rp.40.000,-

2. Abdi memenangkan undian yang diselenggarakan Departemen Sosial sebesar

Rp.30.000.000,-

Page 80: Modul Perpajakan Belanja Negara

74

[Type text]

Maka atas pembayaran kepada pemenang undian (Sdr. Abdi) oleh bendahara

Departemen Sosial dipotong PPh sebesar : 25% x Rp.30.000.000,- =

Rp.7.500.000,-

Tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan.

Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran memotong PPh yang

terutang pada saat pembayaran penghasilan berupa imbalan, dan memberikan bukti

pemotongan PPh final jasa konstruksi/hadiah undian.

Bendahara menyetor PPh yang terutang pada Bank/Kantor Pos Persepsi

selambat-lambatnya tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah bulan pembayaran imbalan,

dengan menggunakan SSP.

Bendahara melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh yang terutang kepada

KPP setempat selambat-lambatnya tanggal dua puluh bulan berikutnya setelah bulan

pembayaran imbalan.

8.2 tes Formatif 7

1. Jelaskan bagaimama prosedur peemotongan PPh atas BPHTB dan persewaan

tanah dan/atau bangunan!

2. Kapan PPh atas BPHTB dan persewaan tanah dan/atau bangunan disetorkan dan

dilaporkan?

3. Apa yang mejadi obyek pajak jasa konstruksi dan undian?

4. Kapan pemotongannya, penyetoran serta pelaporannya!

8.3 Rangkuman

Selain PPh yang diatur dalam pasal 21, 22, 23 dan 26 undang-undang PPh ada

jenis PPh yang harus diketahui bendahara sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat 2

Undang-undang PPh yaitu : PPh atas BPHTB dan persewaan tanah dan atau bangunan,

jasa konstruksi dan hasil undian.

Pemungutan PPh tersebut dilaksanakan pada saat bendahara pengeluaran

melaksanakan pembayaran dan penyetoran maupun pelaporannya sama dengan

penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21.

8.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Page 81: Modul Perpajakan Belanja Negara

75

[Type text]

Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 7 ini menurut

keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda

dengan kunci jawaban tes formatif 7 yang ada dihalaman belakang modul ini.

Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini

untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 7 ini.

Jumlah jawaban Anda yang benar

Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%

4

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :

90 s.d.

100%

artinya Bagus sekali

80 s.d. 89% artinya Bagus

70 s.d. 79% artinya Sedang

Kurang

dari 69%

artinya Kurang

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat

meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat

penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan

belajar 7 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

Page 82: Modul Perpajakan Belanja Negara

76

[Type text]

9. Kegiatan belajar 8

SANKSI PERPAJAKAN Tujuan Instruksional Khusus

Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 8 ini, Anda diharapkan mampu untuk :

dddd. Memahami sanksi administrasi dalam perpajakan;

eeee. Memahami sanks pidana dalami perpajakan

9.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh

9.1.1 Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi perpajakan diterapkan baik dalam pengenaan PPh maupun

PPN/PPn BM. Sanksi administrasi perpajakan bisa berupa denda, pengenaan bunga dan

kenaikan pembayaran PPh.

a. Denda (UU KUP pasal 7 ayat 1)

� Denda sebesar Rp.500.000,- dikenakan apabila SPT Masa PPN tidak

disampaikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, yaitu

selambat-lambatnya empat belas hari setelah bulan kalender berakhir.

� Denda Rp.100.000,- untuk SPT Masa lainnya.

� Denda sebesar Rp.1.000.000,- dikenakan apabila SPT Tahunan wajib

pajak badan yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai

dengan batas waktu yaitu paling lambat empat bulan setelah tahun

kelender berakhir..

� Denda Rp.100.000,- untuk SPT Tahunan PPh wajib pajak orang

pribadi.

� Denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang bayar, apabila WP

dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran

perbuatannya dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran

jumlah pajak yang sebenarnya. Terhadap wajib pajak tidak akan

dilakukan tindakan penyidikan walau telah dilakukan tindakan

pemeriksaan. (UU KUP pasal 8 ayat 3)

Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan terhadap

hal-hal sebagai berikut : (UU KUP pasal 7 ayat 2)

Page 83: Modul Perpajakan Belanja Negara

77

[Type text]

1. WPOP yang telah meninggal dunia,

2. WPOP yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,

3. WPOP yang berstatus warga negara asing yang tidak tinggal lagi di

Indonesia.

4. BUT yang tidak melakukan lagi kegiatan di Indonesua,

5. WP badan yang tidak lagi melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum

dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi,

7. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan

Menteri Keuangan,

8. WP lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan,

b. Pengenaan Bunga

Bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang terutang atau kurang dibayar

dalam hal :

1. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan

utang pajak lebih besar. Dihitung sejak saat penyampaian SPT tersebut

sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari satu bulan, dihitung

penuh satu bulan. (UU KUP pasal 8 ayat 2)

2. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang

pajak lebih besar. Dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan

tanggal pembayaran, dan bagian dari satu bulan, dihitung penuh satu

bulan. (UU KUP pasal 8 ayat 2a)

3. Pembayaran atau penyetoran pajak melebihi tanggal jatuh tempo. Dihitung

dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran,

dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. (UU KUP pasal 9 ayat

2a).

4. Pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak yang terutang atas dasar

SPT Tahunan melebihi tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran

pajak. Dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT

dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu

bulan. (UU KUP pasal 9 ayat 2b).

Page 84: Modul Perpajakan Belanja Negara

78

[Type text]

5. Terdapat kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar (SKPKB) berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan

lain, dihitung saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, atau

tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. Pengenaan denda ini

untuk paling lama 24 bulan. (UU KUP pasal 13 angka 2).

6. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak.

Dihitung saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian

tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan

Pajak apabila PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.

Pengenaan denda ini untuk paling lama 24 bulan. (UU KUP pasal 14

angka 3).

7. Perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah

pembayaran yang sebenarnya terutang akibat diberikan ijin penundaan

penyampaian SPT Tahunan. Dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai

tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, bagian

dari bulan dihitung penuh satu bulan. (UU KUP pasal 19 ayat 1).

8. Bunga sebesar 2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar dalam hal WP

diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayarana pajak. (UU KUP

pasal 19 ayat 2)

9. Dalam hal WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan ternyata

perhitungan sementara pajak terutang kurang dari pajak yang sebenarnya

terutang, Dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT

sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan

bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. (UU KUP pasal 19 ayat 3)

Bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal

wajib pajak setelah jangka waktu 10 tahun dipidana karena melakukan tindak

pidana dibidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. (UU KUP pasal 15 ayat 4)

c. Kenaikan pembayaran PPh

- Kenaikan sebesar 50% dari pajak kurang dibayar yang timbul sebagai akibat

dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, dan harus dibayar/dilunasi

WP sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan. (UU KUP pasal 8 ayat

5)

Page 85: Modul Perpajakan Belanja Negara

79

[Type text]

- Kenaikan sebesar 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu

tahun pajak, apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah

ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya

sebagaimana ditentukan dalam surat teguran. (UU KUP pasal 13 ayat 3 huruf

a).

- Kenaikan sebesar 100% dari jumlah PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak

atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut

tetapi tidak atau kurang disetorkan. (UU KUP pasal 13 ayat 3 huruf b).

- Kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar, yang

ditetapkan melalui penerbitan SKPKB, apabila WP karena kealpaannya tidak

menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau

tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga

dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara untuk pertama kalinya.

(UU KUP pasal 13A).

- Kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dalam hal

ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap dari wajib

pajak yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. (UU KUP

pasal 15 ayat 2).

Kenaikan teersebut tidak dikenakan apabila SKPBT itu diterbitkan berdasarkan

keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri, dengan syarat Dirjen Pajak

belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan

SKPBT. (UU KUP pasal 15 ayat 3).

Dalam hal PPN sanksi administrasi diterapkan sebagai berikut :

a. Denda sebesar Rp.500.000,- dalam hal SPT Masa PPN tidak disampaikan atau

disampaikan tidak sesuai dalam batas waktu yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan yaitu selambat-lambatnya 14 hari setelah masa pajak

berakhir. (UU KUP pasal 7 ayat 1).

b. Kenaikan pajak sebesar 100% dari PPN Barang dan Jasa dan PPn BM yang tidak

atau kurang dibayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain

mengenai PPN dan PPn BM ternyata tidak seharusnya dikopensasikan selisih

lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%. (UU KUP pasal 13 ayat 3

huruf c).

Page 86: Modul Perpajakan Belanja Negara

80

[Type text]

c. Denda sebesar 2% sebulan dari dasar pengenaan pajak selain wajib menyetor

pajak yang terutang apabila :

1. Pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur

pajak atau membuat faktur pajak akan tetapi tidak tepat waktu;

2. Pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mengisi faktur pajak

secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam undang-undang PPN.

3. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur

pajak. (UU KUP pasal 14 ayat 3).

9.1.2 Sanksi Pidana

Sanksi pidana diterapkan dalam perpajakan disebabkan karena alpa/lalai (UU

KUP pasal 38) atau dengan sengaja (UU KUP pasal 39).

Karena alpa.

a. Tidak menyampaikan SPT atau

b. Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, melampirkan

keterangan yang isinya tidak benar;

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana

kurungan paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun dan denda paling sedikit

satu kali jumlah pajak terutang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak dua kali

jumlah pajak yang terutang atau kurang dibayar.

Apabila dengan sengaja.

a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya

untuk dikukuhkan sebagai PKP;

b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau nomor pengukuhan

PKP.

c. Tidak menyampaikan SPT.

d. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak

lengkap.

e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;

f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau

dipalsukan seolah-olah benar dan tidak menggambarkan keadaan yang

sebenarnya;

Page 87: Modul Perpajakan Belanja Negara

81

[Type text]

g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau

tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen lainnya.

h. Tidak menyimpan buku, catatan atau dokumen lain yang menjadi dasar

pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data

dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara

program aplikasi on-line di Indonesia;

i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,

Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan

pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda

paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan

paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana

menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP dan Pengukuhan PKP, atau

menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap,

dalam rangka mengajukan restitusi atau melakukan kopensasi pajak atau pengkreditan

pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama dua

tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau

kopensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak empat kali jumlah

restitusi yang dimohonkan dan atau kopensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Dalam UU KUP pasal 39A dinyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja :

a. Menerbitkan dan atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti

pemotongan pajak dan atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi

yang sebenarnya;

b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP

dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama enam tahun

serta denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam faktur pajak, dan atau bukti

setoran pajak dan paling banyak enam kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti

pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak.

Dalam UU KUP pasal 41A dinyatakan bahwa setiap orang yang wajib

memberikan keterangan atau bukti yang diminta dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak

tetapi dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau bukti, atau memberikan

keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama

satu tahun dan denda paling banyak Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).

Page 88: Modul Perpajakan Belanja Negara

82

[Type text]

9.2 Tes Formatif 8

1. Jelaskan sanksi administrasi yang diterapkan dalam PPh dan PPN.

2. Apa sanksi pidana bagi wajib pajak yang lalai tidak menyampaikan SPT atau

menyampaikan SPT namun isinya tidak benar sehingga berakibat menimbulkan

kerugian pada pendapatan negara?

3. Apa sanksi pidana karena sengaja berbuat sesuatu sehingga berakibat

menimbulkan kerugian pada pendapatan negara?

4. Usaha-usaha apa saja agar kita tidak terkena sanksi perpajakan?

9.3 Rangkuman

Dalam pelaksanaan perpajakan belanja negara Pejabat Pembuat Komitmen atau

Bendahara Pengeluaran harus dapat melaksanakan sesuai dengan perundangan dan

peraturan yang berlaku dibidang perpajakan. Sebab bila tidak akan berakibat terkena

sanksi baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.

Sanksi administrasi diterapkan baik terhadap pemotongan pajak penghasilan

maupun PPN. Sedang sanski pidana diterapkan kepada hal-hal yang pada akhirnya

menimbulkan kerugian terhadap pendapatan negara.

Pengenaan sanksi ini merupakan upaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib

pajak, agar dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dilaksanakan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

9.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 7 ini menurut

keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda

dengan kunci jawaban tes formatif 7 yang ada dihalaman belakang modul ini.

Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini

untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 7 ini.

Jumlah jawaban Anda yang benar

Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%

4

Page 89: Modul Perpajakan Belanja Negara

83

[Type text]

Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :

90 s.d.

100%

artinya Bagus sekali

80 s.d. 89% artinya Bagus

70 s.d. 79% artinya Sedang

Kurang

dari 69%

artinya Kurang

Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat

meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat

penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan

belajar 7 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.

Page 90: Modul Perpajakan Belanja Negara

84

[Type text]

10. Kegiatan belajar 9

TES SUMATIF A. Petunjuk

Beri tanda silang pada huruf B bila pernyataan ini Anda anggap benar dan S bila

salah

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Faktur pajak adalah bukti pemungutan PPN, oleh karena itu Bendahara

Pengeluaran selaku pemungut PPN wajib membuatnya.

Kuitansi dengan nilai dibawah Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) terutang

Bea Meterai Rp.3.000,- (tiga ribu rupiah).

Berapapun nilai cek yang dibuat, terutang Bea Meterai Rp.6.000,-

(enam ribu rupiah).

Bendahara Pengeluaran wajib menyetorkan PPh pasal 22 yang

dipungutnya ke Kas Negara paling lambat tanggal 7 bulan kalender

berikutnya.

Atas pembayaran honorarium kepada pengajar (swasta) sebesar

Rp.800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) tidak perlu dipotong PPh pasal

21, karena seluruhnya ditanggung Pemerintah.

PPh pasal 21 yang dipungut Bendahara Pengeluaran harus disetorkan

paling lambat tanggal 10 bulan kalender berikutnya, dan harus

dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 bulan kalender berikutnya.

Bukti pemungutan pajak tidak perlu diberikan apabila yang dipotong

merupakan obyek PPh yang bersifat final.

Pajak-pajak terutang atas kegiatan dengan dana pinjaman/hibah luar

negeri harus dipungut karena merupakan pendapatan bagi Negara.

Pembayaran gas elpiji kepada Pertamina tidak perlu dipungut PPN

maupun PPh-nya.

Bendahara Pengeluaran tidak perlu memungut PPN atas pembelian BKP

kepada Pengusaha Kecil (bukan PKP) meskipun nilainya di atas

Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)

Pembayaran dengan jumlah dibawah Rp.1.000.000,- tidak terutang PPN

maupun PPh.

PPn BM dikenakan terhadap barang yang menurut Keputusan Menteri

Keuangan tergolong Barang Mewah.

Page 91: Modul Perpajakan Belanja Negara

85

[Type text]

14

15

16

17

18

19

20

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

B – S

B - S

:

:

:

:

:

:

:

PPN yang dipungut Bendahara Pengeluaran harus disetorkan pada hari

itu juga (pada tanggal yang sama dengan tanggal pemungutan).

Tarif PPN adalah 10% dari harga BKP atau JKP.

Terhadap jasa perbaikan, Bendahara Pengeluaran harus mengenakan

PPh pasal 23 dengan tariff 4,5% tanpa memandang apakah pengusaha

itu mempunyai Surat Ijin Jasa Konstruksi atau tidak.

Bendahara Pengeluaran harus melaporkan pajak-pajak yang

dipungutnya tepat waktu, karena bila terlambat akan dikenakan denda

sebesar Rp.100.000,-

Atas honorarium dengan dana pinjaman/hibah luar negeri yang

dibayarkan kepada PNS goilongan III/a ke atas dikenakan PPh pasal 21

sebesar 15%.

PPh pasal 26 tidak dikenakan kepada Wajib Pajak Luar Negeri yang

dapat menunjukan Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh pasal 26

dari KPPN.

Besarnya PPN dan PPh terutang atas pembayaran yang dilakukan secara

langsung, harus dicatumkan dalam kolom potongan SPM-LS yang

diajukan Satker ke KPPN.

PPh tentang BPHTB diatur dalam Undang-undang PPh padal 4 ayat 2.

B. Petunjuk

Beri tanda silang pada jawaban a, b, c atau d yang menurut Anda paling benar

1. Terhitung mulai 1 Januari 2006 PTKP untuk karyawati dengan status kawin dan

mempunyai tiga orang anak adalah sebesar :

a. Rp.13.200.000,- c. Rp.16.800.000,-

b. Rp.15.600.000,- d. Rp.18.000.000,-

2. Abdullah adalah PNS dengan pangkat Penata (Gol. III/c) mempunyai tanggungan

seorang istri dan dua orang anak. Maka Abdullah berhak atas PTKP sebesar :

a. Rp.13.200.000,- c. Rp.15.600.000,-

b. Rp.14.400.000,- d. Rp.16.800.000,-

3. Dalam perhitungan PPh pasal 21 diperkenankan dengan mengadakan pengurangan

terhadap penghasilan untuk biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan

jumlah maksimal :

Page 92: Modul Perpajakan Belanja Negara

86

[Type text]

a. Rp.108.000,- setahun c. Rp.1.296.000,- setahun

b. Rp.1.296.000,- sebulan d. Jawaban a, b dan c salah

4. Tarif PPh pasal 21 sebesar 15% dikenakan untuk lapisan penghasilan kena pajak yang

bernilai :

a. Diatas Rp.25 juta s.d. Rp.50 juta c. Diatas Rp.100 juta s.d. Rp.200 juta

b. Diatas Rp.50 juta s.d. Rp.100 juta d. Diatas Rp.200 juta

5. Terhadap penghasilan kena pajak sebesar Rp.55.000.000,- (lima puluh lima juta

rupiah) dikenakan pemotongan PPh pasal 21 sebesar :

a. Rp.4.500.000,- c. Rp.11.000.000,-

b. Rp.8.250.000,- d. Rp.13.750.000,-

6. Sidik adalah PNS dengan pangkat Pengatur (Gol. II/c) pada bulan Maret 2008

menerima uang lembur dari kantornya sebesar Rp.300.000,- Atas penerimaan uang

lembur tersebut :

a. Tidak dipotong PPh pasal 21 karena penerimaannya dibawah Rp.1.000.000,-

b. Tidak dipotong PPh pasal 21 karena ia masih golongan II/c

c. Tidak dipotong PPh pasal 21 karena ditanggung Pemerintah

d. Dipotong PPh pasal 21 sebesar Rp.45.000,-

7.Terhadap pembayaran honor yang dibayarkan kepada Maksudi, S.H., L.L.M. (swasta)

atas ceramah tentang penegakan hukum di Indonesia, dipotong :

a. PPh pasal 21 c. PPh pasal 23

b. PPh pasal 22 d. PPh pasal 26

8.Dibawah ini adalah PPh yang ditanggung Pemerintah, kecuali :

a. PPh atas gaji PNS

b. PPH atas honorarium golongan II/d ke bawah

c. PPh atas tunjangan yang terkait dengan gaji

d. PPh atas kegiatan pemerintah dengan dana pinjaman/hibah luar negeri

9. PPh pasal 21 yang dipotong Bendahara Pengeluaran :

a. Disetor pada hari pemotongan dan dilaporkan paling lambat tanggal 7 setelah

bulan kalender berakhir

b. Disetor paling lambat tanggal 7 bulan kalender berikutnya dan dilaporkan

paling lambat 10 hari setelah masa pajak berakhir

c. Disetor paling lambat tanggal 7 bulan kalender berikutnya dan dilaporkan

paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir

Page 93: Modul Perpajakan Belanja Negara

87

[Type text]

d. Disetor paling lambat tanggal 10 bulan kalender berikutnya dan dilaporkan

paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir

10. Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran kepada Mr. Brown (wajib pajak luar

negeri) sebesar US $ 15.000,- Apabila pada waktu pembayaran dilakukan, kurs pajak

yang berlaku adalah US $ 1 = Rp.10.000,- maka PPh pasal 26 yang harus dipotong

Bendahara Pengeluaran adalah sebesar :

a. US $ 2.250,00 c. Rp.22.500.000,-

b. US $ 3.000,00 d. Rp.30.000.000,-

11. Tarif pengenaan PPN dan PPn BM diatur dalam Undang-undang PPN sebagai berikut

:

12. PPN dapat dipungut apabila dipenuhi syarat :

a. Adanya penyerahan di daerah pabean

b. Yang diserahkan adalah BKP atau JKP

c. Yang menyerahkan PKP

d. Jawaban a, b dan c benar

13. Barang X termasuk Batrang Mewah dan harus dikenakan PPn BM sebesar 25% dari

harga barang. Apabila PPN yang dikenakan terhadap barang X tersebut 10% dan jumlah

pembayaran terhadap barang X tersebut sebesar Rp.675.000.000,- , maka :

a. PPN yang dikenakan sebesar Rp.50.000.000,-

b. Dipungut PPn BM sebesar Rp.125.000.000,-

c. Harga barang tersebut sebelum PPN dan PPn BM adalah Rp.500.000.000,-

d. Jawaban a, b dan c benar

14. Pada tanggal 10 Maret 2008 dilakukan penyerahan BKP oleh PKP kepada Bendahara

Pengeluaran. Pada tanggal 13 Maret 2008 PKP menyampaikan tagihan dan Bendahara

Pengeluaran baru melakukan pembayaran pada tanggal 16 Maret 2008. Maka penyetoran

dan pelaporan PPN tersebut oleh Bendahara Pengeluaran paling lambat :

a. Penyetoran tanggal 7 April 2008 dan pelaporannya tanggal 14 April 2008

a. Tarif PPN sebesar 10% dari harga barang dan dapat diubah dengan PP serendah-

rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%

b. Tarif PPn BM serendanh-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 75%

c. Tarif PPn BM serendanh-rendahnya 10% dan setinggi-tingginya 100%

d. Jawaban a, b dan c tidak ada yang benar

Page 94: Modul Perpajakan Belanja Negara

88

[Type text]

b. Penyetoran tanggal 10 April 2008 dan pelaporannya tanggal 14 April 2008

c. Penyetoran tanggal 13 Maret 2008 dan pelaporannya tanggal 14 April 2008

d. Penyetoran tanggal 16 Maret 2008 dan pelaporannya tanggal 14 April 2008

15. Atas pembayaran atas sewa kendaraan (tarif PPh = 1,5%) sebesar Rp.3.300.000,-

(termasuk PPN), Bendahara Pengeluaran memotong PPh dan PPN sebesar :

a. Rp.49.500,- dan Rp.330.000,- c. Rp.45.000,- dan Rp.330.000,-

b. Rp.49.500,- dan Rp.300.000,- d. Rp.45.000,- dan Rp.300.000,-

16. Bendahara Pengeluaran bermaksud membayar jasa penyelenggaraan kegiatan sebesar

Rp.11.000.000,- (PPh = 1,5%). Atas pembayaran tersebut dipungut :

a. PPh pasal 22 saja c. PPh pasal 23 saja

b. PPh pasal 22 dan PPN d. PPh pasal 23 dan PPN

17. Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas pembelian satu unit komputer

dan printer kepada Toko “ABC” dengan jumlah pembayaran sebesar Rp.22.000.000,-

(termasuk PPN). Jumlah yang akan dibayarkan kepada Toko “ABC” tersebut setelah

memperhitungkan PPN dan PPh adalah sebesar :

a. Rp.17.900.000,- c. Rp.20.000.000,-

b. Rp.19.700.000,- d. Rp.22.000.000,-

18. Yang merupakan obyek PPh pasal 23 adalah pembayaran untuk kegiatan :

a. Honorarium konsultan kepada Mr. Brown (Wajib Pajak Luar Negeri)

b. Jasa konsultan hukum pada Erick and Partner (Wajib Pajak Dalam Negeri)

c. Pembelian mebelair pada Toko Asia Pasifik

d. Jawaban a, b dan c benar

19. Berikut ini adalah pembayaran-pembayaran yang tidak dipungut PPN oleh Bendahara

Pengeluaran, kecuali :

a. Pembayaran dengan jumlah maksimal Rp.1.000.000,- dan tidak merupakan

pembayaran yang terpecah-pecah

b. Pembayaran atas rekening telepon

c. Pembelian untuk pembebasan tanah

d. Pembayaran untuk pengadaan komputer

20. Bendahara Pengeluaran memungut PPN dan PPn BM masing-masing sebesar

Rp.10.000.000,- dan Rp.25.000.000,-. Sedangkan PPh pasal 22 yang dipungut sebesar

Rp.1.500.000,-. Maka jumlah tagihan yang diajukan rekanan kepada Bendahara

Pengeluaran adalah sebesar :

Page 95: Modul Perpajakan Belanja Negara

89

[Type text]

a. Rp.100.000.000,- c. Rp.125.000.000,-

b. Rp.110.000.000,- d. Rp.135.000.000,-

C. Petunjuk

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini, dengan disertai perhitungan perpajakannya!

1. Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran alat tulis kantor (ATK) kepada Toko

XYZ sebesar Rp.7.700.000,- (termasuk PPN). Hitunglah PPN dan PPh pasal 22 yang

dipungut dengan pembayaran tersebut !

A. Jumlah pembayaran = Rp..............................

B. PPN terutang = ........ / ........... x

Rp...........................

= Rp.............................

C. Harga barang sebelum PPN = Rp............................

D. PPh pasal 22 = ....... % x Rp.............................. = Rp.............................

E. Jumlah yang dibayarkan kepada Toko XYZ = Rp..............................

2. Dalam suatu acara seminar Bendahara Pengeluaran memesan konsumsi dari katering

“Enak” dengan harga Rp.5.000.000,- (belum termasuk PPN). Hitunglah PPN dan PPh

pasal 23 yang dipungut dengan pembayaran tersebut !

A. Jumlah pembayaran = Rp............................

B. PPN terutang = .......... / .............. x

Rp....................

= Rp............................

C. Harga barang sebelum PPN = Rp...........................

D. PPh pasal 23 = .......... % x Rp.......................... = Rp..........................

E. Jumlah yang dibayarkan kepada Pers. Katering

Enak

= Rp...........................

3.Anisah (karyawati) adalah PNS dengan pangkat Penata Muda (Gol. III/a) mendapat

gaji pokok sebesar Rp.1.200.000,- sebulan. Ia menikah dan memiliki 2 anak yang masuk

daftar gajinya. Selain itu ia mendapat tunjangan beras Rp.180.720,- serta tunjangan

umum sebesar Rp.185.000,- per bulan. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 terutang

sebulan.

1 Gaji pokok = Rp..........................

2 Tunjangan suami : 10% x = Rp.........................

Page 96: Modul Perpajakan Belanja Negara

90

[Type text]

Rp............................................

3 Tunjangan anak : 2 x 2% x

Rp.......................................

= Rp........................

4 Tunjangan Umum = Rp.........................

5 Tunjangan beras = Rp..........................

6 Pembulatan = Rp..........................

7 Penghasilan kotor (bruto) = Rp.........................

8 Pengurangan yang diperkenankan

a.Biaya jabatan : 5% x Rp......................... =

Rp...............

b.Iuran Pensiun : 4,75 % x Rp................... =

Rp...............

c.Iuran THT : 3,25% x Rp.................... =

Rp...............

= Rp............................

9 Penghasilan netto (bersih) sebulan = Rp..........................

10 Penghasilan netto disetahunkan = Rp..........................

11 Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) = Rp.........................

12 Penghasilan kena pajak = Rp.........................

13 Penghasilan kena pajak dibulatkan = Rp..........................

14 PPh pasal 21 terutang dalam setahun = Rp...........................

15 PPh pasal 21 terutang sebulan = Rp............................

Page 97: Modul Perpajakan Belanja Negara

91

[Type text]

JAWABAN TES FORMATIF

Tes Formatif 1 1. Lihat halaman 4 alinea 2 2. Lihat halaman 5 subsubbab 2.1.1.2 3. Lihat halaman 6 subsubbab 2.1.1.3 4. Ketiga sistem tersebut digunakan 5. PPh Pasal 21 6. Untuk pengadaan barang dipungut PPN/PPn BM dan PPh Pasal 22

Untuk pengadaan jasa dipungut PPN dan PPh Pasal 23 7. Lihat halaman 7 subbab 2.1.1

Tes Formatif 2 1. Lihat halaman 12 subsubbab 3.1.1 2. Lihat halaman 13 dan 14 subsubbab 3.1.2 3. Lihat halaman 14 smpai dengan 16 4. Pada saat Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas beban APBN 5. Disetor paling lambat 7 hari setelah bulan kalender berakhir dan dilaporkan paling

lambat 14 hari setelah bulan kalender berakhir 6. Lihat halaman 18 dan 19

Tes Formatif 3 1. Lihat halaman 22 dan 23 subsubbab 4.1.1 2. Lihat halaman 23 dan 24 subsubbab 4.1.2 3. Pengurangan terhadap penghasilan yang diperkenankan, PTKP dan Tarif PPh

Pasal 21. 4. Berkaitan dengan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 5. Disetor paling lambat 10 hari setelah bulan kalender berakhir dan dilaporkan

paling lambat 20 hari setelah bulan kalender berakhir

Tes Formatif 4 1. Lihat halaman 43 subsubbab 5.1.1 2. Lihat halaman 44 subsubbab 5.1.2 3. Lihat tabel pada halaman 45 4. Lihat halaman 44 alinea 2 5. Disetor pada hari yang sama dengan pemungutannya. 6. Dilaporkan paling lambat 14 hari setelah bulan kalender berakhir

Tes Formatif 5 1. Lihat halaman 50 alinea 1 2. Lihat halaman 50 dan 51 subsubbab 6.1.2 3. Pada saat dilakukannya pembayaran atas beban APBN 4. Disetor paling lambat 10 hari setelah bulan kalender berakhir dan dilaporkan

paling lambat 20 hari setelah bulan kalender berakhir 5. Lihat halaman 60 alinea 2

Page 98: Modul Perpajakan Belanja Negara

92

[Type text]

Tes Formatif 6 1. Lihat halaman 64 subsubbab 7.1.1 2. Lihat halaman 64 subsubbab 7.1.1 3. Pihak yang memerlukan dokumen tersebut 4. Lihat halaman 66 subsubbab 7.1.5 5. Lihat halaman 64 dan 65 subsubbab 7.1.2 6. Lihat halaman 65 dan 66 subsubbab 7.1.3 7. Lihat halaman 67 alinea 2 dan 3 8. Lihat halaman 67 subsubbab 7.1.6 9. Lihat halaman alinea 2 10. Lihathalaman 68 alinea 3

Tes Formatif 7 1. Lihat halaman 71 dan 72 subsubbab 8.1.1 2. Lihat halaman 72 alinea 2 3. Lihat halaman 73 subsubbab 8.1.2 4. Lihat halaman 74 alinea 2

Tes Formatif 8 1. Lihat halaman 76 sampai dengan 80 subsubbab 9.1.1 2. Pidana kurungan paling singkat 3 bulan paling lama 1 tahun dan denda paling

sedikit 1 kali jumlah pajak terutang dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang

3. Lihat halaman 81 alinea 2 4. Mentaati ketentuan-ketetntuan dibidang perpajakan

Page 99: Modul Perpajakan Belanja Negara

93

[Type text]

LAMPIRAN – LAMPIRAN

FORMULIR-FORMULIR PERPAJAKAN

1. Surat Setoran Pajak (SSP) – Form F.2.0.32.01

2. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 – Form F.1.1.33.01

3. Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 – Form F.1.1.33.08

4. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 – Form F.1.1.32.01

5. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 – Form

F.1.1.32.01

6. Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 – Form F.1.1.33.04

7. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 22 – Form F.1.1.32.02

8. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 – Form F.1.1.33.06

9. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 – Form D.1.1.32.05

10. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26 – Form

F.1.1.32.03

11. Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) – Form D.1.1.32.05

12. Surat Pemberitahuan Masa (SPT) PPh Pasal 4 ayat (2) – Form F.1.1.32.04

13. Faktur Pajak Standar

14. Surat Pemberitahuan Masa (SPT) PPN – Form F.1.2.32.02

15. Daftar PPN dan PPn BM Yang Dipungut Bendaharawan Pemerintah – Form

D.1.2.32.03 (Lampiran 1)

16. Daftar PPN dan PPn BM Yang Dipungut Bendaharawan Pemerintah – Form

D.1.2.32.04 (Lampiran 2)