Modul Perpajakan Belanja Negara
-
Upload
wendy-permana -
Category
Documents
-
view
82 -
download
15
Transcript of Modul Perpajakan Belanja Negara
i
MODUL
DTSS PENGUJI TAGIHAN
Disusun oleh :
Rasida, S.E.
MATA PELAJARAN
PERPAJAKAN BELANJA NEGARA
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDINESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ANGGARAN
BOGOR - 2008
ii
[Type text]
KATA PENGANTAR
Perpajakan belanja negara, merupakan penerapan aturan-aturan perpajakan
didalam pelaksanaan belanja atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah (APBN/APBD) . Oleh karena itu para pegawai yang akan melaksanakan
belanja atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (Pejabat Pembuat
Komitmen, Pejabat Penguji SPP dan Penerbit Surat Perintah Membayar maupun
Bendahara Pengeluaran) harus mengetahui peraturan-peraturan dibidang perpajakan,
karena ia harus memungut pajak-pajak negara, apabila menurut ketentuan yang berlaku
terhadap pembayaran yang dilakukan harus dikenakan pajak.
Modul ini disusun sebagai bahan ajar pada pendidikan dan pelatihan (diklat) yang
dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anggaran Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan, khususnya Diklat Teknis Substantif Penguji Tagihan, berisi tentang
aturan-aturan dibidang perpajakan yang paling tidak harus diketahui oleh Pejabat
Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji SPP dan Penerbit Surat Perintah Membayar maupun
Bendahara Pengeluaran yang akan melaksanakan pembayaran atas beban APBN/D pada
instansinya masing-masing.
Penulis berterima kasih kepada Bapak Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Anggaran Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan yang telah mempercayakan kepada
penulis untuk menulis modul ini dengan Surat Tugasnya Nomor : ST-285F/PP.3/2008
tanggal 29 Juli 2008. Juga kepada rekan-rekan sejawat para widyaiswara pada Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Anggaran yang telah memberikan masukan-masukan, dan
arahannya sehingga bahan ajar ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Terutama sekali kepada Adinda Kartija, S.E., M.M. yang senantiasa membantu penulis
untuk mendapatkan aturan-aturan dibidang perpajakan yang penulis perlukan dalam
menulis modul ini.
Modul ini ditulis berdasarkan aturan-aturan yang berlaku selama ini, yang tidak
menutup kemungkinan tidak sesuai dengan aturan-aturan dimasa yang akan datang
sejalan dengan perkembangan zaman, yang mengakibatkan peraturan perpajakan berubah
dari waktu ke waktu. Untuk itu kepada para pembaca hendaknya senantiasa mengikuti
perkembangan peraturan dibidang perpajakan, agar dalam pelaksanaan pekerjaan tidak
mengalami hambatan yang berarti.
iii
[Type text]
Penulis menyadari, karena terbatasnya waktu, penulisan modul ini jauh dari
sempurna. Untuk itu kepada para pembaca dan pemakai sudilah kiranya memberikan
saran dan kritik kontruktif demi perbaikan penulisan di masa yang akan datang.
Semoga bahan ajar ini bermanfaat. Amien.
Bogor, September 2008
Penulis,
Rasida, S.E.
NIP. 060058504
iv
[Type text]
DAFTAR ISI
KB 1 KB 2 KB 3 KB 3
: : : :
KATA SAMBUTAN ……………………………………………… KATA PENGANTAR …………………………………………….. DAFTAR ISI ………………………………………………………. PENDAHULUAN Deskripsi singkat …………………………………………………... Tujuan instruksionil umum ………………………………………... Tujuan instruksionil khusus ……………………………………….. Relevansi …………………………………………………………... Petunjuk cara belajar ……………………………………………… PENGERTIAN DAN LINGKUP PERPAJAKAN 2.1 Uraian, contoh dan non-contoh 2.1.1 Pengertian, fungsi dan sistem pemungutan pajak 2.1.1.1 Pengertian pajak .................................................... 2.1.1.2 Fungsi pajak .......................................................... 2.1.1.3 Sistem Pemungutan Pajak ...................................... 2.1.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak-pajak Negara ………… 2.1.3 Lingkup Perpajakan Belanja Negara .................................. 2.2 Tes Formatif ........... …………………………………………… 2.3 Rangkuman …………………………………………………… 2.4 Umpan balik dn tindak lanjut ..................................................... PAJAK PERTAMBAHAN NILAI/PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPN/PPn BM) 3.1 Uraian, contoh dan non-contoh 3.1.1 Pengertian PPN, PPn BM Dan Syarat Pemungutannya ... 3.1.2 Obyek PPN/PPn BM ........................................................ 3.1.3 Tarif Dan Dasar Pemungutan PPN/PPn BM .................... 3.1.4 Penyetoran Dan Pelaporan PPN/PPn BM .……………… 3.1.5 Pembayaran Yang Tidak Dipungut PPN/PPn BM Oleh Bendahara/KPPN ............................................................. 3.2 Tes Formatif 2 ....... ……………………………………………. 3.3 Rangkuman …………………………………………………... 3.4 Umpan balik dan tindak lanjut .................................................. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 4.1 Uraian, contoh dan non-contoh 4.1.1 Pengertian PPh pasal 21/26 …………………………….. 4.1.2 Wajib Pajak PPh pasal 21/26 ………………………..…. 4.1.3 Obyek Pemungutan PPh pasal 21/26 ................................ 4.1.4 Perhitungan PPh pasal 21/26………….………………. 4.1.4.1 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 21 ............. 4.1.4.2 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 26 ............. 4.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21/26 …………….. 4.2 Pertanyaan latihan ……………………………………………... 4.3 Rangkuman …………………………………………………..... 4.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................. PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 (PPh PASAL 22)
Hal. i
ii iv
1 1 1 2 3
4 4 4 5 6 7 8 9 9
10
12 12 13 16 17 16 18 19 20 21
22 22 23 24 27 33 38 39 40 40 42
v
[Type text]
KB 5 KB 6 KB 7
: : :
5.1 Uraian, contoh dan non-contoh 5.1.1 Pengertian PPh pasal 22 ……………………………… 5.1.2 Obyek PPh pasal 22 …………………………………... 5.1.3 Tarif PPh pasal 22 …………………………………..... 5.1.4 Contoh perhitungan PPh pasal 22 ................................. 5.1.4.1 Perhitungan atas pembelian barang oleh benda hara pengeluaran .................................……… 5.1.4.2 Perhitungan PPh pasal 22 impor ……………… 5.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 22 ……….....…… 5.2 Pertanyaan latihan ……………………………………………... 5.3 Rangkuman ……...…………………………………………….. 5.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................ PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (PPH PASAL 23) 6.1 Uraian, contoh dan non-contoh 6.1.1 Pengertian PPh pasal 23 ……..…………………………... 6.1.2 Obyek PPh pasal 23 ……..……………………………..... 6 .1.3 Tarif PPh pasal 23 ……..……………………………….. 6.1.4 Contoh perhitungan PPh pasal 23 ..................................... 6.1.4.1 Menghitung PPh pasal 23 atas hadiah dan peng - hargaan ............................................................… 6.1.4.2 Menghitung PPh pasal 23 atas sewa dan pengha- silan lain sehubungan dengan penggunaan harta 6 .1.4.3 Menghitung PPh pasal 23 atas jas teknik, mana- jemen, konsultasi hukum, konsultan pajak dan jasa lain .........................................……………. 6.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23 ………………. .. 6.2 Tes Formatif 5 ……………………………………………........ 6.3 Rangkuman …………………………………………………..... 6.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................ BEA METERAI 7.1 Uraian, contoh dan non-contoh 7.1.1 Dasar hukum, prinsip umum pengenaan dan tarif Bea Meterai ........................................................................... 7.1.2 Pengenaan Bea meterai dengan tarif Rp.6.000,- .............. 7.1.3 Pengenaan Bea meterai dengan tarif Rp.3.000,- ........... 7.1.4 Yang tidak terutang Bea Meterai .................................. 7.1.5 Saat terutang dan cara pelunasan Bea Meterai .............. 7.1.6 Pemeteraian kemudian ................................................... 7.1.7 Sanksi ............................................................................. 7.2 Pertanyaa Latihan ...................................................................... 7.3 Rangkuman ............................................................................... 7.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................ PPh DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL/TI- DAK FFINAL 8.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh 8.1.1 BPHTB dan Persewaan Tanah dan Bangunan …… 8.1.2 PPh jasa konstruksi dan hadiah undian……………. 8.2 Tes Formatif …………………………………………............... 8.3 Rangkuman ……………………………………………….........
43 43 44 44 47
45 46 47 47 48 48
50 50 50 52 58
58
59
59 60 61
61 62
64
64 64 65 66 66 67 67 69 69 70
71 71 73 74 74
vi
[Type text]
KB 8 Kb 9
: :
8.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................. SANKSI PERPAJAKAN 9.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh 9.1.1 Sanksi administrasi …………………………………. 9.1.2 Sanksi pidana ………………………………………… 9.2 Tes Formatif 8.... ……………………………………………. 9.3 Rangkuman ………………………………………………… 9.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut ............................................... TES SUMATIF ............................................................................... Daftar kepustakaan ………………………………………………… Jawaban tes formatif ……………………………………………….
74
76 76 80 82 82 82 84 91 91
1
[Type text]
PENDAHULUAN Deskripsi singkat
Mata pelajaran perpajakan belanja negara ini menguraikan tentang pelaksanaan
perpajakan yang meliputi perhitungan, pemungutan/pemotongan, penyetoran dan
pelaporan perpajakan yang dilaksanakan oleh seorang Bendahara Pengeluaran atau
Pejabat Pembuat Komitmen dalam melaksanakan tugasnya yang terdiri dari Pajak
Penghasilan pasal 21/26 (PPh pasal 21/26), PPh pasal 22, PPh pasal 23/26 dan Pajak
Pertambahan Nilai/Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN/PPn BM), perpajakan
proyek/kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) serta
perpajakan khusus yang bersifat final sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Tujuan Instruksionil Umum
Setelah mengikuti mata pelajaran ini, peserta diklat dapat melaksanakan tugas dibidang
perpajakan yang meliputi perhitungan, pemungutan/pemotongan, penyetoran dan
pelaporan yang berkaitan dengan tugasnya Bendahara Pengeluaran atau Pejabat Pembuat
Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tujuan Instruksionil Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta pendidikan dan pelatihan (diklat) mampu :
a. Menjelaskan pengertian, fungsi dan tata cara pemungutan pajak.
b. Mengerti beberapa istilah yang biasa digunakan dalam perpajakan.
c. Memahami dasar hukum penunjukan bendahara sebagai pemungut pajak-pajak
negara.
d. Mengetahui lingkup perpajakan atas belanja negara.
e. Memahami penggunaan akun perkiraan pendapatan perpajakan.
f. Memahami pengertian PPh pasal 21 dan PPh Pasal 26.
g. Memahami subyek dan obyek PPh Pasal 21/26.
h. Memahami beberapa pengurangan yang diperkenankan dalan menghitung PPh
Pasal 21,
i. Memahami Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2
[Type text]
j. Memahami penerapan penganaan tarif PPh Pasal 21/26.
k. Memahami ketentuan perhitungan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Negeri Sipil
(Pusat/Daerah).
l. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPh Pasal 21/26
lainnya.
m. Memahami kewajiban seorang bendahara selaku pemungut PPh Pasal 21/26.
n. Melaksanakan penyetoran PPh Pasal 21/26
o. Melaksanakan pelaporan PPh Pasal 21/26.
p. Memahami pengertian dan dasar hukum PPh pasal 22..
q. Memahami subyek dan obyek serta tarif PPh pasal 22.
r. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPh pasal 22.
s. Melaksanakan penyetoran PPh pasal 22 dan tata cara pelaporannya
t. Memahami pengertian dan dasar hukum PPh pasal 23/26..
u. Memahami subyek dan obyek serta tarif PPh pasal 23/26.
v. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPh pasal 23/26.
w. Melaksanakan penyetoran PPh pasal 23/26 dan tata cara pelaporannya
x. Memahami pengertian dan dasar hukum PPN/PPnBM.
y. Memahami subyek dan obyek serta tarif PPN/PPnBM.
z. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPN/PPnBM.
å. Melaksanakan penyetoran PPN/PPnBM dan tata cara pelaporannya
bb. Memahami dasar hukum perpajakan proyek/kegiatan dengan dana PHLN.
cc. Memahami ketentuan umum perpajakan proyek/kegiatan dengan dana PHLN.
dd. Melaksanakan penyelesaian perpajakan proyek/kegiatan dengan dana PHLN.
ee. Memahami pemungutan Bea Meterai
ff. Memahami PPh tertentu dan PPh yang bersifat final.
gg. Memahami sanksi-sanksi perpajakan
Relevansi
Mata pelajaran ini diharapkan dapat membekali peserta diklat yang akan ditugaskan
sebagai Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen pada Satuan Kerja (Satker)
Kementerian Negara/Lembaga, dan juga dapat digunakan sebagai referensi dalam
pelaksanaan perpajakan sehubungan pelaksanaan belanja negara atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
3
[Type text]
Petunjuk cara belajar
Agar hasil belajar Saudara dapat dicapai dengan maksimal, para pembaca/pemakai
hendaknya memperhatikan hal-hal berikut :
1. Pelajari dan baca dengan seksama uraian, contoh dan non-contoh serta
rangkumannya dari masing-masing kegiatan belajar.
2. Jawab pertanyaan-pertanyaan/soal tes formatif yang diberikan pada tiap-tiap
kegiatan belajar.
3. Cocokan jawaban tes formatif Anda dengan kunci jawaban yang tersedia.
4. Bila skor/nilai jawaban tes formatif Anda sudah mencapai 80% atau lebih, bagus!
Anda bisa melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya. Jika tidak, ulangi baca
kegiatan belajar yang belum Anda kuasai sampai benar-benar dikuasai.
Selamat belajar, semoga berhasil.
4
[Type text]
2. Kegiatan belajar 1
PENGERTIAN DAN LINGKUP PERPAJAKAN Tujuan Instruksional Khusus
Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 1 ini, Anda diharapkan mampu untuk :
ee. Menjelaskan pengertian pajak;
ff. Menjelaskan fungsi pajak;
gg. Menjelaskan tata cara pemungutan pajak.
hh. Mengerti beberapa istilah yang biasa digunakan dalam perpajakan.
ii. Memahami dasar hukum penunjukan bendahara sebagai pemungut pajak-pajak
negara.
jj. Mengetahui lingkup perpajakan atas belanja negara.
kk. Memahami penggunaan akun perkiraan pendapatan perpajakan.
2.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh
2.1.1 Pengertian, Fungsi Dan Sistem Pemungutan Pajak
2.1.1.1 Pengertian Pajak
Apa yang disebut dengan pajak itu? Menurut bahasa pajak adalah iuran yang
wajib dibayar oleh rakyat sebagai sumbangan kepada negara (Suharto, Drs dan Tata
Iryanto, Drs, 1989 p. 183). Menurut istilah, Profesor DR. Rochmat Sumitro, S.H. (1990,
p. 5) berpendapat bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan dapat digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Dalam Undang-undang Nomor : 6 Tahun 1983 yang sudah diperbaiki terakhir
dengan (sdtd) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang : Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (Undang-undang KUP) dalam pasal 1 angka 1 dijelaskan bahwa
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
5
[Type text]
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa
dalam pengertian pajak tersebut terkandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara.
Dari unsur ini jelas, yang berhak memungut pajak kepada rakyat hanyalah negara.
Pajak diartikan sebagai peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik
berdasarkan undang-undang. Peralihan kekayaan tersebut dalam bentuk uang
bukan dalam bentuk barang.
b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang dan aturan-aturan pelaksanaannya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya azas timbal balik
(kontraprestasi) individual oleh pemerintah.
d. Hasil pemungutan pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah (Pusat/Daerah).
Bila pajak-pajak dipungut oleh negara, maka pajak tersebut digunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengaluaran pemerintah pusat, sedang bila pajak-pajak
dipungut oleh pemerintah daerah, maka pajak tersebut digunakan untuk
membiayai pengeluaran-pengaluaran pemerintah daerah.
2.1.1.2 Fungsi Pajak
Fungsi pajak ada dua yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend. Dari fungsi
pajak ini kita dapat memahami mengapa pemerintah memungut pajak-pajak tersebut.
Fungsi budgetair dimaksudkan pajak dijadikan sebagai penerimaan negara/pemerintah
yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran/belanja pemerintah. Kita
dapat mengetahui hal ini dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pajak
dimasukan sebagai penerimaan dalam negeri. Sedangkan fungsi regulerend yaitu pajak
berfungsi untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dibidang sosial dan
ekonomi. Untuk ini dapat diberikan beberapa contoh sebagai berikut :
a. Tarif pajak ekspor ditetapkan nol persen (0%), dimaksudkan agar ekspor produk
Indonesia dapat bersaing di pasar dunia.
b. Pajak yang dikenakan terhadap minuman keras yang tinggi dimaksudkan untuk
mengurangi konsumsi minuman keras.
c. Pajak dikenakan terhadap barang mewah, karena pemerintah menghendaki
adanya pembatasan terhadap konsumsi barang-barang mewah.
6
[Type text]
2.1.1.3 Sistem pemungutan pajak
Sistem pemungutan pajak dikenal ada tiga macam yaitu : official assessment
system, self assessment system dan witholding system.
Official assessment system, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang kepada wajib pajak. Ciri-ciri yang terdapat dalam sistem pemungutan pajak ini
adalah : wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus,
wajib pajak bersifat pasif dan utang pajak timbul setelah adanya surat ketetapan pajak
yang diterbitkan fiskus. Contoh dari penerapan official assessment system ini adalah
pemungutan Pajak Bumu dan Bangunan (PBB).
Self assessment system, adalah sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung/
memperhitungkan, membayar/menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
harus dibayar/pajak terutang. Adapun ciri-ciri dari sistem ini adalah : wewenang untuk
menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri, wajib pajak berperan
aktif dalam menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dan
fiskus hanya mengecek kebenaran perhitungan, penyetoran dan pelaporan perpajakan
yang dibuat wajib pajak. Contoh penerapan dalam sistem ini adalah Pajak Penghasilan
(PPh).
Witholding system, adalah sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan
kepada pihak ketiga untuk menentukan, memotong/memungut dan menyetorkan besarnya
pajak terutang oleh wajib pajak. Ciri-ciri sistem ini adalah wewenang untuk menentukan
besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga, bukan pemerintah atau wajib pajak itu
sendiri. Contohnya adalah pemungutan dan pemotongan pajak yang dilakukan oleh
Bendahara Pengeluaran atau Pejabat Pembuat Komitmen.
Contoh :
Pajak penghasilan yang dikenakan kepada wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak luar
negeri yang memperoleh penghasilan di Indonesia, pajak yang dikenakan atas
penyerahan barang kepada bendahara/instansi pemerintah/daerah, pajak pertambahan
7
[Type text]
nilai yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak serta
pengenaan pajak penjualan atas barang mewah.
Non-contoh :
Restribusi parkir yang dikenakan Pemerintah Daerah (Pemda) kepada pemilik kendaraan
yang memarkir kendaraannya di jalan umum.
2.1.2 Dasar Hukum Pemungutan Pajak-pajak Negara
Yang menjadi dasar hukum pemungutan pajak negara adalah undang-undang
dibidang perpajakan serta aturan-aturan pelaksanaannya, yaitu :
a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 (sdtd) Undang-undang Nomor 28 Tahun
2007 tentang : Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Yang lebih dikenal
dengan sebutan Undang-undang KUP.
b. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sdtd Undang-undang Nomor 17 Tahun
2000 tentang : Pajak Penghasilan (PPh).
c. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sdtd Undang-undang Nomor 18 Tahun
2000 tentang : Pajak Pertambahan Nilan dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(PPN/PPn BM).
d. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang : Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa.
e. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang : Pengadilan Pajak.
f. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sdtd Undang-undang Nomor 12 Tahun
1994 tentang : Pajak Bumi Dan Bangunan
g. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 sdtd Undang-undang Nomor 20 Tahun
2000 tentang : Bea Perolehan Atas Tanah Dan Bangunan.
h. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang ; Bea Meterai.
i. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 sdtd Undang-undang Nomor 34 Tahun
2000 tentang : Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah.
Setiap undang-undang kemudian dibuat aturan pelaksanaannya yaitu dalam
bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) dan
petunjuk teknisnya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak)
8
[Type text]
2.1.3 Lingkup Perpajakan Belanja Negara
Apakah perpajakan belanja negara mencakup semua perpajakan yang diatur
dalam undang-undang tersebut? Tentu saja tidak. Lingkup perpajakan yang dilaksanakan
oleh Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran umumnya berkaitan
dengan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang
mewah (PPN/PPn BM), perpajakan yang berkaitan dengan proyek/kegiatan dengan dana
pinjaman/hibah luar negeri (PHLN), bea meterai dan PPh yang bersifat khusus serta PPh
final saja.
PPh dalam belanja negara yang dilakukan Satuan Kerja baik yang dipungut oleh
Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran adalah :
a. PPh pasal 21, yaitu :
1. PPh yang berkaitan dengan penghasilan pegawai di lingkungan/instansi
Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran yang bersangkutan
seperti :pembayaran gaji, honorarium dan lembur, uang sidang, uang
makan dan sebagainya.
2. PPh pasal 21 yang berkaitan dengan pembayaran yang dilakukan dengan
orang pribadi dari fihak luar instansi Pejabat Pembuat
Komitmen/Bendahara Pengeluaran yang bersangkutan, misalnya
pembayaran honor, pembayaran upah harian/mingguan/satuan/borongan,
bea siswa, hadiah dan sebagainya
b. PPh pasal 26 yang berkaitan dengan pembayaran dengan wajib pajak orang
pribadi luar negeri atas suatu pekerjaan, kegiatan atau jasa.
c. PPh pasal 22 yang berkaitan dengan penyerahan barang kepada instansi
pemerintah (pusat/daerah) baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor.
d. PPh pasal 23 atas pembayaran pekerjaan, jasa atau kegiatan yang belum diatur
dalam undang-undang PPh pasal 21.
e. PPh yang bersifat khusus dan PPh yang bersifat final.
Adapun PPN/PPn BM yang sering dilakukan bendahara pengeluaran adalah
PPN/PPn BM dalam negeri dan PPN/PPn BM luar negeri serta perpajakan berkaitan
dengan proyek/kegiatan yang dananya berasal dari pinjaman/hibah luar negeri.
Uraian-uraian mengenai hal-hal tersebut akan dibicarakan lebih lanjut pada
bab-bab berikutnya.
9
[Type text]
2.2 Tes Formatif 1
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pajak itu !
2. Fungsi pajak dibedakan menjadi fungsi budgetair dan regulerend. Jelaskan apa
maksudnya !
3. Ada berapa sistem pemungutan pajak yang Anda ketahui? Jelaskan masing-
masing!
4. Sistem pemungutan pajak apa yang diterapkan pemerintah Indonesia saat ini?
5. Jelaskan jenis pajak apa yang harus dipungut Bendahara Pengeluaran apabila akan
melakukan pembayaran yang berkaitan dengan belanja pegawai?.
6. Jenis pajak apa saja yang dipungut Bendahara Pengeluaran, apabila ia akan
melakukan pembayaran atas pembelian barang dan atau jasa ?
7. Sebut dan jelaskan dasar hukum bagi perpajakan dalam belanja negara!
2.3 Rangkuman
Pajak hakekatnya adalah iuran warga negara kepada negara/pemerintah yang
pelaksanaannya diatur dengan undang-undang. Pemerintah memungut pajak kepada
warga negaranya terutama digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara,
selain itu sebagai alat untuk mengatur kehidupan sosial dan ekonomi.
Oleh karena pajak merupakan pendapatan negara yang sampai dengan saat ini
masih dominan, semua pihak harus menyukseskan pendapatan pajak ke kas negara,
termasuk Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran. Artinya didalam
melaksanakan tugasnya, apabila Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran
melakukan pembayaran barang/jasa atas beban keuangan negara/daerah, sepanjang
menurut ketentuan yang berlaku harus dikenakan pajak, maka Pejabat Pembuat
Komitmen atau Bendahara Pengeluaran wajib memungut pajak-pajak negara tersebut,
menyetorkannya ke kas negara dan melaporkan penerimaan dan penyetoran pajak yang
dilakukannya kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana Pejabat Pembuat Komitmen atau
Bendahara Pengeluaran tersebut terdaftar serta instansi terkait lainnya. Dalam
pelaksanaan pemungutan pajak-pajak negara tersebut, hendaknya Pejabat Pembuat
Komitmen atau Bendahara Pengeluaran melaksanakannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dasar hukum bagi perpajakan belanja negara diatur dalam undang-undang
dibidang perpajakan yaitu Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 setelah diperbaiki
10
[Type text]
terakhir dengan (sdtd) Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang : Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 sdtd Undang-undang
Nomor 17 tahun 2000 tentang : PPh dan Nomor 8 tahun 1983 sdtd Undang-undang
Nomor 18 tahun 2000 tentang : PPN/PPn BM serta aturan-aturan pelaksanaannya (PP,
Permenkeu, Perdirjen Pajak).
Tugas Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran dalam bidang
perpajakan secara garis besar dibagi dua yaitu yang berkaitan dengan PPh dan PPN/PPn
BM. Apabila Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas gaji, honorarium,
lembur, vakasi, uang makan dan sebagainya yang berkaitan dengan belanja pegawai,
maka bendahara pengeluaran harus memotong/memungut PPh Pasal 21 atas pembayaran
yang dilakukan. PPh pasal 21 juga dikenakan apabila bendahara pengeluaran melakukan
pembayaran kepada pekerja yang melakukan pekerjaan bebas, baik yang dibayar secara
harian, mingguan, satuan atau borongan. Dan apabila melakukan pembayaran untuk
belanja barang/modal dan atau jasa, maka pajak-pajak yang harus dipungut bendahara
pengeluaran meliputi PPN/PPn BM, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23.
2.6 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 1 ini menurut
keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda
dengan kunci jawaban tes formatif 1 yang ada dihalaman belakang modul ini.
Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 1 ini.
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%
7
Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :
90 s.d.
100%
artinya Bagus sekali
80 s.d. 89% artinya Bagus
70 s.d. 79% artinya Sedang
Kurang artinya Kurang
11
[Type text]
dari 69%
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat
meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan
belajar 1 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.
12
[Type text]
3. Kegiatan belajar 2
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI/PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPN/PPn BM)
Tujuan Instrukdional Khusus
Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 2 ini, Anda diharaapkan mampu untuk :
oo. Memahami pengertian PPN/PPnBM;
pp. Memahami syarat pemungutan PPN/PPn BM;
qq. Memahami subyek dan obyek PPN/PPn BM;
rr. Memahami tarif PPN/PPnBM;
ss. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPN/PPnBM.
tt. Melaksanakan pemungutan/pemotongan PPN/PPnBM;
uu. Melaksanakan penyetoran PPN/PPn BM;
vv. Melaksanakan pelaporan PPN/PPn BM;
3.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh
3.1.1 Pengertian PPN, PPn BM Dan Syarat Pemungutannya
Yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang
dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di daerah
Pabean. BKP adalah barang berujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berujud yang dikenakan
pajak berdasarkan undang-undang PPN. JKP adalah setiap kegiatan pelayanan
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau
fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN. Sedang
yang dimaksud dengan Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi
darat, perairan dan ruang udara serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif
dan landas kontinen yang didalamnya berlaku undang-undang Nomor 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan.
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) adalah pajak yang dikenakan
atas konsumsi barang yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tergolong barang
13
[Type text]
mewah. Barang mewah dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu kategori kendaraan
bermotor dan kategori bukan kendaraan bermotor.
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, maka pemungutan PPN baru dapat
dilaksanakan oleh Bendahara Pengeluaran atau Pejabat Pembuat Komitmen apabila telah
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : adanya penyerahan di daerah pabean, yang
diserahkan adalah BKP/JKP dan yang menyerahkan Pengusaha Kena Pajak (PKP). Yang
dimaksud dengan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP
yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang PPN 1984 dan perubahannya. (UU
Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP pasal 1 angka 5). Sebagai PKP, maka ia
berkewajiban untuk :
a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.
b. Memungut PPN dan PPn BM yang terutang.
c. Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan barang kena pajak.
d. Membuat Nota Retur dalam hal terjadi pengembalian BKP.
e. Melaksanakan pencatatan atau pembukuan mengenai kegiatan usahanya.
f. Menyetor PPN dan PPn BM terutang.
g. Menyampaikan SPT Masa PPN.
Pengecualian dari kewajiban sebagai PKP diberikan kepada Pengusaha Kecil
dan Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak
dikenakan PPN. Dan yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang
selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dengan jumlah peredaran bruto dan
atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Namun
apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka Pengusaha Kecil
tersebut setelah dikukuhkan sebagai PKP diperkenankan memungut PPN dan atau PPn
BM.
3.1.2 Obyek PPN/PPn BM
Yang menjadi obyek PPN adalah penyerahan BKP/JKP yang dilakukan PKP
kepada instansi pemerintah/pemerintah daerah. Penyerahan BKP/JKP yang terutang
PPN/PPn BM yang harus dipungut PPN/PPn BM oleh Bendahara Pengeluaran/Pejabat
Pembuat Komitmen adalah :
a. Penyerahan BKP yang dilakukan PKP selaku pabrikan, importir atau pedagang
BKP.
14
[Type text]
b. Penyerahan JKP yang dilakukan PKP.
Sedang yang menjadi obyek PPn BM adalah penyerahan BKP yang
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tergolong sebagai barang mewah yang
diserahkan oleh pabrikan kepada Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen.
Barang mewah dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu yang berujud kendaraan
bermotor dan yang bukan kendaraan bermotor.
Semua BKP/JKP dikenakan PPN/PPn BM kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tanggal 12
Desember 2000 ada beberapa BKP/JKP yang tidak dikenakan PPN dan ada pula BKP
yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Barang-barang yang tidak dikenakan PPN
berdasarkan PP 144 tahun 2000 adalah :
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya. Jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya adalah : minyak mentah (crude oil); gas bumi; panas
bumi; pasir dan kerikil; batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; bijih
besi, timah, emas, tembaga, nikel dan bijih perak serta bijih bauksit.
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak. Jenis
barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak adalah
beras, gabah, jagung, sagu, kedelai dan garam baik yang beryodium maupun
tidak.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung
dan sejenisnya baik yang dikonsumsi di tempat ataupun tidak, kecuali makanan
dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.
d. Uang, emas batangan dan surat berharga.
Jasa yang tidak dikenakan PPN adalah jasa dibidang : kesehatan medik,
pelayanan social, pengiriman surat dengan perangko, perbankan, asuransi dan sewa guna
usaha dengan hak opsi, keagamaan, pendidikan, kesenian dan hiburan yang telah
dikenakan pajak tontonan, penyiaran, kecuali yang bersifat iklan, angkutan umum di
darat dan di air, tenaga kerja, perhotelan dan jasa yang disediakan pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan umum.
Sedang BKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 yang telah diperbaiki terakhir dengan Peraturan
15
[Type text]
Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tentang : Impor Dan/atau Penyerahan Barang Kena
Pajak Tertentu yang Bersiat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN adalah :
a. Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis, yaitu :
- Barang modal atau mesin peralatan pabrik (baik dalam keadaan terpasang
maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang) ;
- Makanan ternak, unggas dan ikan atau bahan baku makanan ternak,
unggas dan ikan;
- Barang hasil pertanian;
- Bibit dan/atau benih barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran atau perikanan.
- Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
- Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 Watt.
b. Barang hasil pertanian yaitu barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha
dibidang:
- pertanian, perkebunan dan kehutanan;
- peternakan, perburuan atau penangkapan;
- perikanan baik dari penangkapan atau budidaya,
yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari
sumbernya yang diproses awal dengan tujuan untuk memperpanjang usia
simpan atau mempermudah proses lebih lanjut.
c. Atas Impor BKP tertentu yang bersifat strategis, berupa :
- Barang modal atau mesin peralatan pabrik (baik dalam keadaan terpasang
maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang) yang diperlukan secara
langsung dalam proses menghasilkan BKP; oleh PKP yang menghasilkan
BKP tersebut.
- Makanan ternak, unggas dan ikan atau bahan baku makanan ternak,
unggas dan ikan;
- Bibit dan/atau benih barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran atau perikanan.
- Barang hasil pertanian;
d. Atas penyerahan BKP yang bersifat strategis, berupa :
- Barang modal atau mesin peralatan pabrik (baik dalam keadaan terpasang
maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang) yang diperlukan secara
16
[Type text]
langsung dalam proses menghasilkan BKP; oleh PKP yang menghasilkan
BKP tersebut;
- Makanan ternak, unggas dan ikan atau bahan baku makanan ternak,
unggas dan ikan;
- Makanan ternak, unggas dan ikan atau bahan baku makanan ternak,
unggas dan ikan;
- Bibit dan/atau benih barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran atau perikanan.
- Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
- Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 Watt.
3.1.3 Tarif dan dasar pemungutan PPN/PPn BM
PPN mempunyai tarif tunggal, yaitu 10% (sepuluh per seratus) dari harga
barang. Besaran tarif ini bisa diubah dengan peraturan pemerintah dengan jumlah
minimal 5% (lima per seratus) sampai dengan 15% (lima belas per seratus). Adapun tarif
PPn BM yang berlaku saat ini minimal 10% (sepuluh per seratus) dan maksimal 100%
(seratus per seratus).
Kapan PPN/PPn BM itu dipungut? PPN/PPn BM dipungut oleh Bendahara
Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen dilakukan pada saat Bendahara
Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen melakukan pembayaran kepada rekanan
pemerintah/daerah dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP rekanan
pemerintah.
Yang menjadi dasar pemungutan PPN adalah jumlah pembayaran yang
dilakukan Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen, yaitu jumlah pembayaran
yang sudah termasuk PPN terutang. PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari
jumlah pembayaran.
Contoh : Bendaharan Pengeluaran membayar alat tulis kantor (ATK) sebesar
Rp.8.800.000,- (sudah termasuk PPN), maka PPN yang dipungut adalah sebesar 10/110 x
Rp.8.800.000,- = Rp.800.000,-
Contoh lain : Pejabat Pembuat Komitmen membayar kontrak perbaikan gedung
kantor sebesar Rp.165.000.000,- (sudah termasuk PPN), maka PPN yang dipungut adalah
sebesar 10/110 x Rp.165.000.000,- = Rp.15.000.000,-
17
[Type text]
Dalam hal BKP yang diserahkan rekanan pemerintah (sebagai pabrikan)
termasuk golongan barang mewah (misal dengan tarif 20%), maka dasar pemungutan
PPN/PPn BM adalah sebagai berikut.
a. PPN = 10/130 x jumlah pembayaran (sudah termasuk PPN/PPn BM)
b. PPn BM = 20/130 x jumlah pembayaran (sudah termasuk PPN/PPn BM)
Contoh : Pejabat Pembuat Komitmen membayar BKP yang termasuk barang mewah
(tarif 20%) dengan jumlah pembayaran Rp.13.000.000,- Maka PPN/PPn BM yang harus
dipungut Pejabat Pembuat Komitmen adalah :
a. PPN = 10/130 x Rp.13.000.000,- = Rp. 1.000.000,-
b. PPn BM = 20/130 x Rp.13.000.000,- = Rp.2.000.000,-
Pemungutan PPN/PPn BM dalam prakteknya dilakukan bersamaan dengan
pemungutan PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23, sehingga jumlah yang dibayarkan kepada
rekanan setelah dikurangi/dipotong PPN/PPn BM dipotong lagi PPh Pasal 22 atau PPh
Pasal 23 terutang.
Contoh : Pemungutan PPN oleh Bendahara Pengeluaran atas pembayaran yang
dilakukan dalam pembelian ATK, komputer, mebeler dan lain-lain.
Non-contoh : Pemungutan PPN oleh Bendahara Pengeluaran atas pembayaran yang
dilakukan terhadap kegiatan, sewa dan lain-lain.
3.1.4 Penyetoran Dan Pelaporan PPN/PPn BM
PPN/PPn BM yang dipungut Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat
Komitmen wajib disetorkan ke Bank/Kantor Pos Persepsi paling lambat tujuh hari
setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan. Apabila pada hari tersebut bertepatan
hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Penyetoran dilakukan
dengan menggunakan SSP dalam rangkap lima yang dibuat rekanan pemerintah dengan,
nama, alamat dan NPWP rekanan/PKP yang bersangkutan, namun ditandatangani
Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen selaku pemungut pajak atas nama
PKP rekanan pemerintah. Selain SSP, PKP harus membuat faktur pajak dalam rangkap
tiga dan pada setiap lembar dibubuhi cap ’’disetor tanggal …’’ dan ditandatangani oleh
Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen
18
[Type text]
Dalam hal PPN dipungut KPPN melalui pemotongan Surat Perintah Membayar
(SPM), maka dalam pengajuan SPM harus dilampirkan SSP PPN dan SSP PPh Pasal 22
atau PPh Pasal 23 terutang atas tagihan tersebut dan faktur pajaknya. Pada SSP (PPN dan
PPh) akan ditandatangani oleh Pejabat KPPN yang menandatangani Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D) atas SPM dimaksud dan pada faktur pajak dicantumkan tanggal
dan nomor SP2D. Lembar kesatu dan kedua dari faktur pajak dibubuhi cap dan
ditandatangani oleh pejabat KPPN yang menandatangani SP2D sebagai bukti pelunasan.
Faktur pajak lembar kesatu untuk KPPN, lembar kedua untuk arsip PKP rekanan
pemerintah dan lembar ketiga untuk KPP melalui KPPN.
Pelaporan PPN/PPn BM harus dilakukan bendahara pengeluaran paling
lambat empat belas hari setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan.
Kalau tanggal tersebut bertepatan hari libur, pelaporan dilakukan pada hari kerja
sebelumnya. Pelaporan dilakukan menggunakan SPT Masa Bagi Pemungut PPN
(Formulir 1107) yang dibuat dalam rangkap tiga dengan peruntukan sebagai berikut :
a. Lembar kesatu dilampiri faktur pajak lembar ketiga untuk KPP setempat.
b. Lembar kedua untuk KPPN setempat.
c. Lembar ketiga untuk arsip Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen..
Bila pemungutan dilakukan KPPN, maka setiap hari dengan surat pengantar,
lembar ketiga faktur pajak yag telah dibubuhi cap dan tanda tangan pejabat KPPN
dikirim ke KPP. Apabila dalam satu bulan tidak ada pemungutan/penyatoran, maka
laporan tetap harus dibuat dengan menggunakan laporan nihil.
3.1.5 Pembayaran Yang Tidak Dipungut PPN/PPn BM oleh Bendahara/KPPN
Ada beberapa pembayaran atas penyerahan barang/jasa yang dilakukan
Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen, namum Bendahara
Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen dilarang memungut PPN atas pembayaran-
pembayaran yang dilakukan tersebut. Pembayaran-pembayaran dimaksud adalah sebagai
berikut :
a. Pembayaran dengan jumlah maksimal Rp.1.000.000,- dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah. Pengertian pembayaran dengan jumlah
maksimal Rp.1.000.000,- ini adalah jumlah pembeyaran yang sduah termasuk
PPN/PPn BM.
19
[Type text]
Contoh 1 :
Harga barang = Rp. 800.000,-
PPN 10% x Rp.800.000,- = Rp. 80.000,-
PPn BM 10% x Rp.800.000,- = Rp. 80.000,- (+)
Harga jual (termasuk PPN/PPn BM) = Rp. 960.000,- (<Rp.1.000.000,-)
Maka untuk hal tersebut :
- PPN/PPn BM tidak dipungut Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat
Komitmen, akan tetapi harus dipungut, disetor dan dilaporkan sendiri oleh
PKP.
- Faktur pajak tetap harus dibuat.
Contoh 2 :
Harga barang = Rp. 900.000,-
PPN 10% x Rp.900.000,- = Rp. 90.000,-
PPn BM 10% x Rp.900.000,- = Rp. 90.000,- (+)
Harga jual (termasuk PPN/PPn BM) = Rp.1.080.000,- (>Rp.1.000.000)
Maka untuk hal tersebut PPN/PPn BM harus dipungut Bendahara
Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Pembayaran untuk pembebasan tanah.
c. Pembayaran atas penyerahan BKP/JKP yang menurut perundang-undangan yang
berlaku, mendapat fasilitas PPN yang tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari
pengenaan PPN.
d. Pembayaran Bahan Bakar Minyak (BBM) dan non-BBM oleh Pertamina.
e. Pembayaran atas rekening telepon.
f. Pembayaran jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
3.2 Tes Formatif 2
1. Apa yang dimaksud dengan PPN dan PPn BM ?
2. Apa saja yang menjadi obyek PPN/PPn BM?
3. Sebutkan BKP dan JKP apa saja yang tidak dikenakan PPN!
4. Kapan PPN/PPn BM harus dipotong oleh Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat
Komitmen?
5. Kapan pula PPN/PPn BM ini harus disetor dan dilaporkan ke KPP?
20
[Type text]
6. Sebutkan penyerahan BKP apa saja yang PPNnya tidak boleh dipungut baik oleh
Bendahara Pengeluaran maupun KPPN!
2.5 Rangkuman
PPN merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP atau JKP. Sedang
PPn BM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi yang menurut Keputusan Menteri
Keuangan tergolong barang mewah. Yang menjadi subyek PPN/PPn BM adalah
konsumen itu sendiri. Yang menjadi obyek PPN adalah penyerahan BKP/JKP yang
dilakukan PKP kepada instansi pemerintah/pemerintah daerah. Penyerahan BKP/JKP
yang terutang PPN/PPn BM yang harus dipungut PPN/PPn BM oleh Bendahara
Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen adalah : penyerahan BKP yang dilakukan PKP
selaku pabrikan, importir atau pedagang BKP, sedang untuk JKP adalah penyerahan JKP
yang dilakukan PKP. Obyek PPn BM adalah penyerahan BKP yang berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan tergolong sebagai barang mewah yang diserahkan oleh
pabrikan kepada Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen.
Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen) dari harga barang sedang tarif PPn BM
bervariasi antara 10% (sepuluh per seratus) sampai dengan 100% (seratus per seratus).
Pemotongan/pemungutannya bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu oleh bendahara
pengeluaran atau dipotong dalam Surat Perintah Membayar (SPM) yang diterbitkan dan
ditandatangani oleh Pejabat Penerbit SPM pada Satker Kementerian Negara/Lembaga.
Bila pembayaran dilakukan dengan menggunakan uang persediaan yang dikelola
bendahara pengeluaran, maka pemungutannya harus dilakukan Bendahara Pengeluaran
pada saat Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas penyerahan BKP/JKP
sesuai dengan tarif. Cara yang kedua dilakukan melalui pembayaran langsung oleh KPPN
besarnya PPN/PPn BM terutang harus dicantumkan dalam kolom potongan pada SPM.
Apabila pemungutan/pemotongan PPN/PPn BM dilakukan oleh bendahara
pengeluaran, maka penyetorannya harus dilakukan Bendahara Pengeluaran pada
Bank/Kantor Pos Persepsi paling lambat tujuh hari setelah bulan kalender berakhir
dengan menggunakan SSP. Dan apabila pada tanggal tersebut bertepatan hari libur,
penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Disamping SSP harus dibuat juga faktur
pajak. Pelaporannya dilakukan paling lambat empat belas hari setelah bulan kalender
berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPN (formulir 1107) dengan dilampiri faktur
21
[Type text]
pajak. Dan apabila pada tanggal tersebut bertepatan hari libur, pelaporan dilakukan pada
hari kerja sebelumnya.
Apabila pemungutan PPN/PPn BM dilakukan oleh KPPN dalam SPM langsung
(SPM-LS), maka pemungutan, penyetoran dan pelaporannya dilakukan KPPN.
Pemungutan dan penyetoran dilakukan dari pemotongan SPM-LS dan disetrokan
langsung ke kas Negara pada saat diterbitkannya SP2D dan pelaporannya oleh KPPN
kepada KPP setempat dilakukan esok harinya.
3.6 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 2 ini menurut
keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda
dengan kunci jawaban tes formatif 2 yang ada dihalaman belakang modul ini.
Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 2 ini.
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%
6
Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :
90 s.d.
100%
artinya Bagus sekali
80 s.d. 89% artinya Bagus
70 s.d. 79% artinya Sedang
Kurang
dari 69%
artinya Kurang
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat
meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan
belajar 2 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.
22
[Type text]
4. Kegiatan belajar 3
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 Tujuan Instruksional Khusus
Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 3 ini, Anda diharapkan mampu untuk :
ww. Memahami pengertian PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26.
xx. Memahami subyek dan obyek PPh Pasal 21/26.
yy. Memahami beberapa pengurangan yang diperkenankan dalan menghitung PPh
Pasal 21 terutang,
zz. Memahami Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
aaa. Memahami penerapan penganaan tarif PPh Pasal 21/26.
bbb. Memahami ketentuan perhitungan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Negeri
Sipil Pusat/Daerah;
ccc. Melaksanakan pemungutan/pemotongan PPh Pasal 21/26;
ddd. Melaksanakan penyetoran PPh Pasal 21/26
eee. Melaksanakan pelaporan PPh Pasal 21/26.
fff. Memahami kewajiban seorang bendahara selaku pemungut PPh Pasal 21/26.
4.1 Uraian, Contoh dan Non-contoh
4.1.1 Pengertian PPh pasal 21 dan PPh Pasal 26
Menururt pendapat Waluyo, Drs., M.Sc., M.M., Akt dan Wirawan B Ilyas,
Drs., M.Si., dalam bukunya Perpajakan Indonesia edisi tahun 2000, pengertian Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah sebagai berikut. Pajak
Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak penghasilan yang sesuai dengan
ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan yang mengatur tentang
pembayaran pajak dalam tahun berjalan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib
pajak orang pribadi dalam negeri. Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa
yang menjadi subyek PPh pasal 21 adalah penghasilan dari wajib pajak dalam negeri.
Sedang Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) adalah pajak penghasilan yang
23
[Type text]
dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau
diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Dari pengertian
tersebut yang menjadi subyek PPh pasal 26 adalah penghasilan dari wajib pajak luar
negeri yang memperoleh penghasilan di Indonesia.
4.1.2 Wajib Pajak PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26
Sebagai Wajib Pajak PPh Pasal 21 yang diatur dalam Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor : 545/PJ/2000 yang telah diperbaikai terakhir dengan Peraturan
Dirjen Pajak Nomor : 15/PJ/2006 adalah penerima penghasilan, yang terdiri dari :
1. Pejabat Negara, yaitu :
a. Presiden dan wakil presiden
b. Ketua, wakil ketua dan anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi/Kabupaten/
Kota
c. Ketua dan wakil ketua Badan Pemeriksa Keuangan
d. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim Mahkamah Agung
e. Ketua dan wakil ketua Dewan Pertimbangan Agung
f. Menteri dan Menteri Negara
g. Jaksa Agung
h. Gubernur dan wakil gubernur
i. Bupati dan wakil bupati
j. Walikota dan wakil walikota
2. Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu PNS Pusat, PNS Daerah dan PNS lainnya yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1974 sdtd Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999.
3. Pegawai, yaitu setiap orang pribadi yang melakukan pekerjaan berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk
yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN/BUMD.
4. Pegawai Tetap, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, yang
menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk
anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan
terus menerus ikut meengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
5. Tenaga lepas, yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya
menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
24
[Type text]
6. Penerima honorarium, yaitu orang pribadi yang menerima atau memperoleh
imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya.
7. Penerima upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan,
upah satuan dan upah borongan.
yang kesemuanya itu menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak (bendahara, pembayar gaji, upah,
honorarium).
Yang tidak termasuk wajib pajak PPh pasal 21 adalah :
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing,
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat :
a. Bukan warga negara Indonesia,
b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghaasilan lain diluar
jabatannya di Indonesia,
c. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 574/KMK.04/2000 sdtd Keputusan
Menteri Keuangan Nomor : 601/KMK.03/2005, sepanjang :
a. Bukan WNI
b. Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
Wajib pajak PPh pasal 26 orang pribadi warga negara asing maupun badan selain
bentuk usaha tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.
4.1.3 Obyek pemungutan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26
Obyek pajak PPh pasal 21 adalah penghasilan. Penghasilan yang diterima oleh
orang pribadi dan harus dipotong oleh Bendahara Pengeluaran adalah :
1. Penghasilan yang diterima oleh PNS secara teratur berupa gaji bulanan dan
tunjangan-tunjangan yang terikat dengan gaji (tunjangan istri, tunjangan anak,
tunjangan jabatan/tunjangan umum, tunjangan beras dan pembulatan) yang
dibayar oleh bendahara dan pembayaran teratur lainnya dengan nama apapun.
25
[Type text]
2. Penghasilan yang diterima PNS yang sifatnya tidak tetap seperti uang lembur,
honorarium, uang makan, uang sidang, imbalan prestasi kerja dan imbalan lain
dengan nama dan bentuk apapun yang dibebankan kepada APBN/APBD.
Pengecualian : Apabila penghasilan-penhasilan tersebut di atas dibayarkan
kepada PNS Golongan II/d kebawah, atau Anggota TNI dengan pangkat
Pembantu Letnan satu kebawah, atau Anggota Polri dengan pangkat Ajun
Inspektur satu kebawah, dibebaskan dari pemungutan PPh pasal 21.
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan yang diterima atau
diperoleh pegawai tidak tetap atau pegawai harian lepas, serta uang saku harian
atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan
yang merupakan calon pegawai.
4. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan bentuk
apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak dalam negeri
terdiri dari :
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.
b. Pemain musin, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan
seniman lainnya.
c. Olahragawan/atlit
d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator
e. Pengarang, peneliti dan penerjemah
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial.
g. Agen iklan
h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan
j. Peserta perlombaan
k. Petugas penjaja barang dagangan
l. Petugas dinas luar asuransi
26
[Type text]
m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan
sebagai calon pegawai
n. Distributor multilevel marketing, atau direct selling dan kegiatan sejenins
lainnya
5. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun
yang diberikan bukan oleh wajib pajak selain pemerintah, atau wajib pajak yang
dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan norma
perhitungan khusus (deemed profit).
Disamping itu ada penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh pasal 21,
dalam arti tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang harus dipotong PPh pasal
21. Penghasilan-penghasilan dimaksud adalah :
1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun
yang diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan wajib
pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh
berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit).
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendidriannya telah
disahkan Menteri Keuangan dan iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak, dari badan atau lembaga
amil zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah.
Adapun penghasilan yang menjadi obyek pengenaan PPh Pasal 26 adalah :
a. Deviden
b. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang.
c. Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan.
e. Hadiah dan penghargaan.
f. Pensiun dan penghasilan berkala lainnya.
g. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.
h. Premi asuransi, termasuk premi reasuransi.
27
[Type text]
i. Penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh suatu BUT (Branch Profit
Tax), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
4.1.4 Perhitungan PPh pasal 21/26
Untuk menghitung besarnya PPh pasal 21 terutang untuk pegawai tetap
berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-545/PJ/2000 sdtd Peraturan Dirjen
Pajak Nomor : 15/PJ/2006, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Hitung penghasilan bruto yang diterima selama sebulan.
2. Hitung jumlah penghasilan netto sebulan, yaitu penghasilan bruto sebulan
dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun dan iuran tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui
pemberi kerja kepada Dana Pensiun atau kepada Badan Penyelenggara Jamsostek
yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan.
3. Hitung penghasilan netto dalam setahun, yaitu penghasilan netto sebulan
dikalikan 12 (dua belas).
4. Hitung penghasilan kena pajak, yaitu dengan cara mengurangkan penghasilan
netto dalam setahun dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Bulatkan
penghasilan kena pajak ini dalam ribuan kebawah, apabila hasilnya tidak genap
dalam ribuan.
5. Kalikan penghasilan kena pajak dengan tarif berdasarkan ketentuan pasal 17
Undang-undang PPh yang sesuai.
6. Untuk mendapatkan PPh pasal 21 terutang dalam sebulan, hasil dari perhitungan
di atas (langkah ke 5) dibagi dengan 12.
Penjelasan :
1. Penghasilan/gaji bruto PNS adalah jumlah dari : Gaji Pokok + Tunjangan Istri +
Tunjangan Anak + Tunjangan Jabatan Struktural/Fungsional/Umum + Tunjangan
Beras + Pembulatan.
2. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan, yang besarnya lima persen (5%) dari penghasilan bruto, dengan
jumlah maksimal Rp.1.296.000,- (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu
rupiah) setahun atau Rp.108.000,- (seratus delapan ribu rupiah) sebulan.
3. Iuran pensiun adalah 4,75% dikalikan jumlah dari Gaji pokok + Tunjangan Istri +
Tunjangan anak.
28
[Type text]
4. Iuran Tabungan Hari Tua (THT) adalah 3,25% dikalikan jumlah dari Gaji pokok
+ Tunjangan Istri + Tunjangan anak (untuk PNS).
5. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor : 137/PMK.03/2005 tanggal 30 Desember 2005 yang berlaku
mulai 1 Januari 2006 adalah sebagai berikut
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK/PTKP SETAHUN SEBULAN
Untuk diri pegawai 13.200.000,- 1.100.000,-
Tambahan untuk pegawai yang kawin 1.200.000,- 100.000,-
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
dan semenda dengan garis keturunan lurus serta
anak angkat yang menjadi tanggungan pegawai
sepenuhnya (maksimal 3 anak)
1.200.000,- 100.000,-
PTKP untuk karyawati .
PTKP untuk karyawati diatur sebagai berikut :
a. Untuk karyawati dengan status kawin, pengurangan PTKP hanya untuk
dirinya sendiri yaitu sebesar Rp. 13.200.000,- setahun atau Rp.1.100.000,-
sebulan.
b. Untuk karyawati dengan status tidak kawin, pengurangan PTKP untuk
dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungannya dengan jumlah paling banyak tiga orang.
c. Untuk karyawati dengan status kawin namun suaminya tidak menerima
atau memperioleh penghasilan, pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri
ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya maksimal
tiga orang.
Catatan :
Karyawati tersebut harus dapat menunjukan keterangan tertulis dari
Pemerintah Daerah setempat minimal Camat, yang menerangkan bahwa
suami karyawati tersebut tidak menerima/memperoleh penghasilan.
6. Tarif PPh pasal 21 ada yang disebut dengan tarif umum dan tarif khusus. Tarif
umum adalah tarif PPh sebagaimana diatur dalam pasal 17 undang-undang PPh,
yaitu sebagai berikut :
29
[Type text]
PISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF PPh
1. Sampai dengan Rp.25.000.000,- 5 %
2. Diatas Rp.25.000.000,- sampai dengan Rp.50.000.000,- 10%
3. Diatas Rp.50.000.000,- sampai dengan Rp.100.000.000,- 15 %
4. Diatas Rp.100.000.000,- sampai dengan Rp.200.000.000,- 25 %
5. Diatas Rp.200.000.000,- 35 %
Tarif PPh pasal 21 yang bersifat khusus adalah besarnya tarif PPh pasal 21 yang
tidak diatur dalam pasal 17 undang-undang PPh. Perhatikan besarnya pengenaan tarif
PPh pasal 21 terhadap obyek pengenaan, dasar perhitungan dan sifatnya.
No Dasar Pengenaan (Obyek) Tarif PPh psl 21 Dasar perhitungan Sifat
1
2
3
4
5
6
Penghasilan teratur yang
diterima pegawai tetap
Rabat/komisi penjualan yang
diterima oleh distributor
MLM/Direct selling dan
kegiatan sejenis
Jasa produksi, tantiem, grati
fikasi, bonus yang diterima
mantan pegawai
Honorarium yang diterima
Dewan Komisaris/Pengawas
yang bukan pegawai tetap
pada perusahaan yang sama
Honorarium yang diterima
oleh pegawai tidak tetap,
pemagang, calon pegawai
Honorarium dan pembayaran
lain yang diterima oleh
Pasal 17 UU PPh
Pasal 17 UU PPh
Pasal 17 UU PPh
Pasal 17 UU PPh
Pasal 17 UU PPh
Pasal 17 UU PPh
PKP = PB – (BJ+IP+
ITHT) – PTKP
PKP = (PB – PTKP)
per bulan
PB
PB
PKP = (PB – PTKP)
PB
30
[Type text]
7
8
9
tenaga lepas (seniman, atlit,
penceramah, pemberi jasa,
pengelola proyek, dll)
Honorarium yang dananya
dari keuangan Negara/daerah
yang diterima oleh pejabat
Negara, PNS, anggota TNI/
Polri kecuali PNS gol. II/d ke
bawah atau anggota TNI
dengan pangkat Peltu ke
bawah dan anggota Polri
dengan pangkat Aiptu
kebawah.
Honorarium dan pembayaran
lain yang diterima oleh
tenaga ahli (pengacara, dokter
akuntan, arsitek, konsultan,
notaries, penilai dan aktuaris)
sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan jasa dan
kegiatan.
Upah yang diterima tenaga
harian lepas :
a.Di atas Rp.110.000,- per
hari, tetapi tidak lebih dari
Rp.1.100.000,- perbulan.
b.Tidak lebih dari
RP.110.000,- per hari namun
lebih dari Rp.1.100.000,- per
bulan
15 %
7,5 %
5 %
5 %
PB
PB
PB per hari –
Rp.110.000,-
PB – PTKP
sebenarnya
Final
31
[Type text]
Catatan ;
PKP = Penghasilan Kena pajak PB = Penghasilan Bruto BJ = Biaya Jabatan (5% x Penghasilan Bruto) IP = Iuran pensiun {4,75 % x (GP +TI + TA)} ITHT = Iuran Tunjangan Hari Tua {3,25% x (GP +TI + TA)}
Penentuan upah harian (penghasilan bruto per hari) apabila yang berangkutan
dibayar mingguan, satuan atau borongan adalah sebagai berikut :
a. Apabila dibayar mingguan, upah harian = upah mingguan dibagi 6 (enam);
b. Apabila dibayar satuan, upah harian = upah atas banyaknya satuan yang
dihasilkan dalam satu hari.
c. Apabila dibayar secara borongan, upah harian = jumlah upah borongan
dibagi banyaknya hari yang dipakai/diperlukan untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut.
Contoh : Pemungutan PPh Pasal 21 oleh bendahara pengeluaran atas pembayaran gaji
kepada PNS, pembayaran uang lembur, honorarium, uang makan dan lain-lain.
Non-contoh : Pemotongan PPh Pasal 21 kepada badan/perusahaan oleh bendahara
pengeluaran.
Tarif PPh pasal 26 selengkapnya dapat dilihat pada halaman 32. Yang perlu
diketahui adalah pengenaan PPh pasal 26 ini semua bersifat final.
32
[Type text]
TARIF PPh PASAL 26
No Uraian obyek Tarif Dasar perhitungan
1 Deviden 20% atau tarif P3B
Jumlah bruto
2 Bunga termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambalian utang
20% atau tarif P3B
Jumlah bruto
3 Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
20% atau tarif P3B
Jumlah bruto
4 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
20% atau tarif P3B
Jumlah bruto
5 Hadiah dan penghargaan 20% atau tarif P3B
Jumlah bruto
6 Pensiunan dan penghasilan berkala lainnya
20% atau tarif P3B
Jumlah bruto
7 Penjualan harta di Indonesia kecuali yang diatur dalam pasal 4 ayat 2 UU PPh yang diterima WP LN selain BUT di Indonesia
20% atau perkiraan
penghasilan netto atau tarif
P3B
Harga jual
8 Premi asuransi termasuk premi reasuransi
a. Dibayarkan tertanggung kepada Perusahaan Asuransi di LN baik secara langsung maupun melalui pialang
b. Dibayarkan Perusahaan
Asuransi di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di LN
c. Dibayarkan Perusahaan
Reasuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di LN
20%x50% atau 10% atau tarif
P3B
20%x10% atau 2% atau tarif
P3B
20%x5% atau 1% atau tarif
P3B
Premi yang dibayar
Premi yang dibayar
Premi yang dibayar
9 Penghasilan BUT, kecuali yang ditanamkan kembali di Indonesia
20% atau tarif P3B
Pengh Kena Pajak (Laba BUT setelah dikurangi PPh BUT
di Indonesia) 10 Deviden Perusahaan dalam kawasan
pengembangan daerah terpadu 10% Bruto
33
[Type text]
Contoh : pengenaan PPh yang dilakukan bendahara pengeluaran terhadap pembayaran
honorarium atas pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan terhadap wajib pajak luar
negeri.
Non-contoh : pengenaan PPh yang dilakukan bendahara pengeluaran terhadap
pembayaran honorarium atas pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak
dalam negeri
4.1.4.1 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 21
1. Zulkifli adalah staf pada Departemen Pertanian dengan pangkat Penata Muda
(Golongan III/a) mempunyai gaji pokok sebesar Rp.1.200.000,- per bulan. Ia kawin
dan mempunyai dua orang anak. Tunjangan-tunjangan yang diterima Zulkifli selain
tunjangan istri dan tunjangan anak adalah : tunjangan umum sebesar Rp.185.000,-;
tunjangan beras sebesar Rp.153.920,- per bulan. Berapakah PPh pasal 21 terutang
bagi Zulkifli setiap bulannya?
Penyelesaian :
1.Gaji pokok
2.Tunjangan Istri = 10% x Rp.1.200.000,-
3.Tunjangan Anak = 2 x 2% x Rp.1.200.000,-
Sub jumlah ( 1+2+3 )
4.Tunjangan UMUM
5.Tunjangan Beras
6.Pembulatan
7.Penghasilan bruto ( 1+2+3+4+5+6 )
8.Potongan :
a.Biaya jabatan : 5% x Rp.1.707.000 = Rp.85.350,-
b.Iuran pensiun : 4,75% x Rp.1.368.000 =Rp. 64.980,-
c.Iuran THT : 3,25% x Rp.1.368.000 =Rp 44.460,-
9.Gaji Netto ( 1.707.000 – 194.790 )
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp
Rp.
1.200.000,-
120.000,-
48.000,-
1.368.000,-
185.000,-
153.920,-
80,-
1.707.000,-
194.790,-
1.512.210,-
34
[Type text]
10.Gaji netto disetahunkan ( 1.512.210 x 12 )
11.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
12.Penghasilan kena pajak ( 18.146.210 – 16.800.000 )
13.Penghasilan kena pajak dibulatkan dalam ribuan kebawah
14.PPh Pasal 21 terutang dalam setahun = 5% x 1.346.000,-
15.PPh Pasal 21 terutang dalam sebulan = 67.300,- : 12
:
:
:
:
:
:
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
18.146.520,-
16.800.000,-
1.346.520,-
1.346.000,-
67.300,-
5.608,-
Jadi PPh Pasal 21 terutang bagi Zulkifli sebesar Rp. 5.608,- per bulan.
Catatan :
Karena Zulkifli adalah Pegawai Negeri Sipil dimana PPh Pasal 21 terutangnya
ditanggung pemerintah, maka jumlah PPh Pasal 21 terutang bagi Zulkifli sebesar
Rp.5.608,- tersebut ditambahkan sebagai penghasilan bruto (pada kolom 8 daftar gaji)
kemudian pada kolom potongan (kolom 12 daftar gaji) dipotong dengan jumlah yang
sama.
Untuk didiskusikan.
Bagaimana kalau Zulkifli mendapatkan kenaikan pangkat atau kenaikan gaji berkala,
sementara jumlah anggota serta tunjangan-tunjangan lainnya tetap?
2. Syahrizal (PNS golongan III/c) pada bulan Agustus 2008 menerima uang lembur dan
uang makan dari kantornya sebesar Rp.200.000,- Berapakah PPh Pasal 21 yang
dipotong dari penerimaan Ayahrizal tersebut?
Penyelesaian :
PPh Pasal 21 terutang bagi Syahrizal adalah 15% x Rp.200.000,- = Rp.30.000,- Jadi
yang diterimakan kepada Syahrizal hanya sebesar Rp.170.000,-
Catatan :
Perhitungan PPh Pasal 21 tersebut di atas berlaku juga untuk pembayaran honor dan
uang makan bagi PNS golongan III/a ke atas.
Untuk didiskusikan
Bagaimana apabila pembayaran uang lembur tersebut dibayarkan kepada Syahroni
(PNS golongan II/c) dan Syahminan (PNS golongan II/b)?
35
[Type text]
3. Badan Pusat Statistik (BPS) mengadakan pelatihan bendahara pengeluaran dan bekerja
sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anggaran. Salah seorang pengajarnya
adalah Drs. I Gde Anune (PNS gol IV/a) yang diberi honor sebesar Rp.1.000.000,-.
Berapakah PPh pasal 21 yang harus dipungut oleh Bendahara Pengeluaran BPS atas
pembayaran yang dilakukan kepada Drs. I Gde Anune?
Penyelesaian :
Besarnya PPh pasal 21 yang harus dipungut bendahara pengeluaran BPS atas
pembayaran yang dilakukan kepada Drs. I Gde Anune adalah : 15% x Rp.1.000.000,-
= Rp.150.000,-. Dengan demikian yang diterimakan kepada Drs. I Gde Anune adalah
sebesar Rp.1.000.000,- - Rp.150.000,- = Rp.850.000,-
Untuk didiskusikan
Bagaimana perlakukuan pemotongan PPh Pasal 21 apabila pengajar tesebut ternyata
bukan PNS? Bagimana pulan seandainya Drs. I Gede Anune masih golongan II/d?
4. Dalam acara sosialisasi pengentasan kemiskikan di pedesaan, Departemen Sosial
mengadakan acara panggung hiburan untuk menghibur masyarakat setempat dengan
mengundang seorang artis ibu kota dengan pembayaran honornya sebesar Rp,
300.000.000,-. Berapakah PPh pasal 21 yang harus dipungut Bendahara Pengeluaran
Departemen Sosial kepada artis tersebut?
Penyelesaian :
Karena artis bukan PNS, maka perhitungan PPh Pasal 21 terutangnya menggunakan
tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh. Pembayaran honor kepada artis
tersebut sebesar Rp.300.000.000,- yang merupakan jumah yang lebih besar dari
Rp.200.000.000,- perhitungannya PPh pasal 21 tidak didasarkan atas tarif untuk
lapisan penghasilan kena pajak yang lebih besar dari Rp.200.000.000,- yaitu 35% dari
Rp.300.000.000,-, akan tetapi dilakukan secara bertahap dengan tarif progresif sebagai
berikut :
a. 5% x Rp.25.000.000,- = Rp. 1.250.000,-
b. 10% x Rp.25.000.000,[ = Rp 2.500.000,-
c. 15% x Rp,50.000.000,- = Rp. 7.500.000,-
d. 25% x Rp.100.000.000,- = Rp.25.000.000,-
e. 35% x Rp.100.000.000,0 = Rp.35.000.000,- (+)
Jumlah ………………… =Rp.71.250.000,-
36
[Type text]
Jadi Bendahara Pengeluaran Departemen Sosial harus memotong PPh pasal 21 kepada
artis tersebut sebesar Rp.71.250.000,- Jumlah yang dibayarkan kepada artis tersebut
adalah sebesar Rp.300.000.000,- - Rp.71.250.000,- = Rp.228.750.000,-
Untuk didskusikan
Berapa PPh Pasal 21 terutang bagi seorang atlet yang memperoleh medli emas dan
mendapatkan bonus dari Menteri Pemuda dan Olah raga sebesar Rp.500.000.000,-
yang dibayar dari APBN.
5. Pemerintah Daerah X digugat oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) karena
dianggap tidak tanggap terhadap pencemaran lingkungan. Untuk itu Pemda X
mengangkat seorang pengacara untuk menghadapi tuntutan LSM tersebut di
pengadilan dengan imbalan sebesar Rp.100.000.000,-. Berapakah PPh pasal 21 yang
harus dipungut bendahara pengeluaran Pemda X?
Penyelesaian :
PPh pasal 21 yang harus dipungut bendahara pengeluaran Pemda X atas pembayaran
yang dilakukan kepada pengacara tersebut adalah sebesar : 7,5% x Rp.100.000.000,- =
Rp.7.500.000,-
Jadi jumlah yang dibayarkan kepada pengacara tersebut sebesar Rp.100.000.000,- -
Rp.7.500.000,- = Rp.92.500.000,-
6. Jumali bekerja pada Satker PQR pada bulan Juni 2007 selama lima hari, menerima
upah sebesar Rp.120.000.000,- per hari. Berapa PPh pasal 21 yang dipungut
bendahara pengeluaran Satker PQR ?
Penyelesaian :
Karena upah Jumali sehari sebesar Rp. 120.000,- merupakan jumlah yang melebihi
Rp.110.000,- dan dalam bulan itu penghasilannya sebesar Rp.600.000,- yang
merupakan jumlah yang lebih kecil dari Rp.1.100.000,- maka perhitungan PPh pasal
21 sehari adalah 5% x (Rp.120.000,- - Rp.110.000,-) = Rp.500,-
Bendahara pengeluaran Satker PQR harus memotong Rp.500,- setiap hari apabila
melakukan pembayaran kepada Jumali tersebut.
7. Damari (belum menikah) pada bulan Maret 2007 bekerja sebagai buruh harian dan
bekerja pada Satker ABC selama dua belas hari dengan upah Rp.110.000,- per hari.
Berapa besarnya PPh pasal 21 yang dipungut bendahara pengeluaran Satker ABC ?
Berapa jumlah yang dibayarkan kepada Damari ?
Penyelesaian :
37
[Type text]
Contoh ini berbeda dengan contoh 5 di atas. Disini upah per hari sebesar Rp.110.000,-
merupakan jumlah penghasilan yang belum dikenakan PPh pasal 21. Namun karena
dalam bulan itu penghasilan Damari ternyata lebih besar dari Rp.1.100.000,- maka
kepadanya dikenakan PPh pasal 21. Perhitungan pengenaan PPh pasal 21 adalah
sebagai berikut :
Sampai dengan hari kesepuluh, belum dilakukan pemotongan PPh pasal 21 atas
penghasilan yang dibayarkan kepada Damari, karena jumlah kumulatif upah yang
diterima Damari belum melebihi Rp.1.100.000,-
Perhitungan PPh pasal 21 pada hari kesebelas
Upah yang diterima Damari : 11 x Rp.110.000,- = Rp.1.210.000,-
PTKP sebenarnya : Rp.13.200.000,-/ 360 x 11 = Rp. 403.333,- (-)
Penghasilan kena pajak s.d. hari ke-11 = Rp. 806.667,-
Dibulatkan dalam ribuan kebawah menjadi = Rp. 806.000,-
PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke-11 = 5% x Rp.806.000,- = Rp. 40.300,-
PPh pasal 21 yang telah dipotong s.d. hari ke-10 = Rp. 0,- (-)
PPh pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 = Rp. 40.300,-
Jadi pada hari ke-11 upah yang diterima Damari sebesar Rp.110.000,- - Rp.40.300,- =
Rp.69.700,-
Perhitungan PPh pasal 21 pada hari ke-12
Upah yang diterima Damari : 12 x Rp.110.000,- = Rp.1.320.000,-
PTKP sebenarnya : Rp.13.200.000,- / 360 x 12 = Rp. 440.000,- (-)
Penghasilan kena pajak s.d. hari ke-12 = Rp. 880.000,-
PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke-12 = 5% x Rp.880.000,- = Rp. 44.000,-
PPh pasal 21 yang telah dipotong s.d. hari ke-11 = Rp. 40.300,- (-)
PPh pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-12 = Rp. 3.700,-
Jadi pada hari ke-11 upah yang diterima Damari sebesar Rp.110.000,- - Rp.3.700,- =
Rp.106.300,-
Untuk didiskusikan :
a. Bagaimana perhitungan PPh pasal 21 yang harus dilakukan bendahara
pengeluaran kalau Damari tersebut ternyata mempunyai istri dan atau anak ?
b. Bagaimana perhitungan PPh pasal 21 yang harus dilakukan bendahara
pengeluaran kalau Damari tersebut bekerja selama 12 hari dalam bulan yang tidak
sama ?.
38
[Type text]
8. Ahmad (tidak menikah) bekerja pada Satker ABC pada bulan Maret 2007 selama
delapan hari, menerima upah sebesar Rp.150.000.000,- per hari. Berapa PPh pasal 21
yang dipungut bendahara pengeluaran Satker ABC ?
Penyelesaian
Upah sehari Rp.150.000,- (lebih besar dari Rp.110.000,-)
Penghasilan kena pajak per hari = Rp,150.000,- - Rp. 110.000,- = Rp.40.000,-
PPh pasal 21 = 5% x Rp.40.000,- = Rp.2.000,- � dipotong harian sampai dengan hari
ketujuh .
Pada hari ke-8 penghasilan Ahmad telah mencapai Rp.1.200.000,- (telah melebihi
Rp.1.100.000,-). Maka PPh pasal 21 atas penghasilan Ahmad pada bulan Maret 2007
dihitung sebagai berikut :
Upah 8 hari kerja = 8 x Rp.150.000,- = Rp.1.200.000,-
PTKP = Rp.13.200.000 / 360 x 8 = Rp. 293.333,- (-)
Upah harian terutang pajak = Rp. 906.667,-
Dibulatkan dalam ribuan = Rp. 906.000,-
PPh pasal 21 = 5% x Rp.906.000,- = Rp. 45.300,-
PPh pasal 21 yang telah dipotong : 7 x Rp.2.000,- = Rp. 14.000,- (-)
PPh pasal 21 kurang dipotong = Rp. 31.300,-
Jumlah sebesar Rp.31.300,- ini dipotongkan dari upah harian sebesar Rp,150.000,-
sehingga upah yang diterima Ahmad pada hari kerja ke-8 sebesar Rp.150.000,- -
Rp.31.300,- = Rp.118.700,-
Pada hari ke-9 dan seterusnya dalam bulan yang bersangkutan, jumlah PPh pasal 21
per hari yang dipotong adalah :
Upah sehari = Rp.150.000,-
PTKP harian = Rp.13.200.000,- : 360 = Rp. 36.667,- (-)
Upah harian terutang pajak = Rp.113.333,-
Pembulatan dalam ribuan = Rp.113.000,-
PPh pasal 21 terutang = 5% x Rp.113.000,- = Rp. 5.650,-
4.1.4.2 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 26
1. Departemen Keuangan membayar tenaga ahli dari Australia sebesar US$ 1.000,00 dan
nilai kurs pada saat pembayaran dilakukan adalah US$ 1 = Rp.10.000,- Berapakah
PPh pasal 26 yang harus dipungut Bendahara Pengeluaran Departemen Keuangan?
39
[Type text]
Penyelesaian :
PPh pasal 26 yang dikenakan atas pembayaran tersebut adalah : 20% x US$ 1.000,- x
Rp.10.000,-/US$ = Rp. 2.000.000,-
Untuk didiskusikan
Bagaimana kalau tenaga ahli dari Australian tersebut pembayarannya dilakukan
dengan menggunakan mata uang rupiah?
2. Seorang wajib pajak luar negeri memperoleh penghasilan berupa gaji di Indonesia
sebesar US$ 2.000,00 dengan nilai kurs pada saat pembayaran dilaksanakan adalah
US$ 1 = Rp.9.000,- Berapakah PPh pasal 26 yang dikenakan kepada wajib pajak
tersebut?
Penyelesaian :
PPh pasal 26 yang dikenakan atas pembayaran tersebut adalah : 20% x US$ 2.000,- x
Rp.9.000,-/US$ = Rp. 3.600.000,-
4.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21/26
PPh pasal 21 yang tidak ditanggung pemerintah yang dipungut Bendahara
Pengeluaran pada suatu bulan tertentu harus disetorkan Bendahara Pengeluaran paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya pada Bank/Kantor pos Persepsi dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP). Jika tanggal 10 tersebut jatuh pada hari libur, penyetoran
dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedang untuk Pejabat Negara, Pegawai Negeri
Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik Indonesia yang PPh pasal
21-nya ditanggung pemerintah, Bendahara Pengeluaran cukup melaporkan perhitungan
PPh pasal 21 yang terutang dalam daftar gaji kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN), namun SSP PPh pasal 21 tetap dibuat. SSP PPh pasal 21 ini nanti akan
diberi tanggal dan nomor Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan akan dikirim
kembali kepada Bendahara Pengeluaran. Dengan dicantumkannya tanggal dan nomor
SP2D pada SSP PPh tersebut, maka PPh pasal 21 terutang atas gaji Pejabat Negara, PNS,
anggota TNI/Polri untuk bulan itu telah diperhitungkan dalam Surat Perintah Membayar
(SPM) gaji induk/gaji bulanan bulan yang bersangkutan dan sekaligus telah disetor ke kas
negara.
Bendahara Pengeluaran melaporkan PPh pasal 21 yang terutang sekalipun nihil
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPh pasal 21 kepada
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dimana bendahara terdaftar paling lambat
40
[Type text]
tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, maka
pelaporan dilakukan pada pada hari kerja sebelumnya.
Bendahara Pengeluaran pada akhir tahun pajak wajib mengisi, menandatangani
dan menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 21 ke KPP atau Kantor Penyuluhan dan
Pemantauan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dimana bendahara pengeluaran terdaftar
paling lambat tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya.
PPh pasal 26 yang dipungut Bendahara Pengeluaran pada suatu bulan tertentu
harus disetorkan bendahara pengeluaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya pada
Bank/Kantor pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika tanggal
10 tersebut jatuh pada hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya
Pelaporkan PPh pasal 26 yang terutang menggunakan Surat Pemberitahuan
Masa (SPT Masa) PPh pasal 26 kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dimana
bendahara terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Apabila tanggal tersebut
jatuh pada hari libur, maka pelaporan dilakukan pada pada hari kerja sebelumnya.
4.2 Tes Formatif 3
1. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 21 dan PPh pasal 26 itu ?
2. Siapa saja wajib pajak PPh pasal 21 yang pemungutannya menjadi tugas
Bendahara Pengeluaran ?
3. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh bendahara pengeluaran dalam
memungut/memotong PPH pasal 21 yaitu pengurangan terhadap penghasilan
yang diperkenankan, PTKP dan tarif PPh pasal 21. Jelaskan masing-masing!
4. Mengapa Bendahara Pengeluaran harus bisa menghitung PPh pasal 21 atau PPh
pasal 26 terutang ?
5. Jelaskan bagaimana penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21 dan pasal 26 itu!
4.3 Rangkuman
PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa
dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak
dalam negeri. Ketentuan pemungutannya diatur dalam pasal 21 Undang-undang Pajak
Penghasilan yang mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dengan nama dan bentuk
apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
41
[Type text]
Dasar pemungutan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap (termasuk PNS) adalah pengasilan
kena pajak yaitu penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan, iuran pensiun dan iuran
tunjangan hari tua/jaminan hari tua dan PTKP. Untuk pembayaran honorarium yang
diterima oleh pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai, dasar pemungutannya
adalah penghasilan bruto dikurangi PTKP sedangkan untuk penghasilan atas jasa
produksi, tantiem, grati fikasi, bonus yang diterima mantan pegawai dan honorarium
yang diterima Dewan Komisaris/Pengawas yang bukan pegawai tetap pada perusahaan
yang sama serta honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh tenaga lepas
(seniman, atlit, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, dll) dasar pengenaan PPh
Pasal 21-nya adalah penghasilan bruto itu sendiri. Tarif pemungutannya diaatur dalam
pasal 17 undang-undang PPh. Tarif khusus yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atau
Direktur Jenderal Pajak sebesar 15% dari penghasilan bruto dikenakan terhadap
pembayaran honorarium yang dananya dari keuangan negara/daerah yang diterima oleh
pejabat Negara, PNS, anggota TNI/ Polri kecuali PNS gol. II/d ke bawah atau anggota
TNI dengan pangkat Peltu ke bawah dan anggota Polri dengan pangkat. Tarif sebesar
7,5% dikenakan terhadap pembayaran honorarium dan pembayaran lain yang diterima
oleh tenaga ahli (pengacara, dokter akuntan, arsitek, konsultan, notaries, penilai dan
aktuaris) sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan sedangkan
tariff sebesar 5% dikenakan terhadap penerima upah harian.
PPh pasal 21 yang tidak ditanggung pemerintah yang dipungut bendahara pada
suatu bulan tertentu, harus disetorkan ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, serta harus dilaporkan paling lambat tanggal
20 bulan berikutnya. Dalam hal tanggal-tanggal tersebut jatuh pada hari libur, untuk
penyetoran bisa dilakukan pada hari kerja berikutnya, namun pelaporannya harus
dilaksanakan pada hari kerja sebelumnya. Untuk PPh Pasal 21 yang ditanggung
pemerintah, pelaporannya dilakukan melalui daftar gaji kepada KPPN.
PPh pasal 26 merupakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap. Pemotongannya harus dilakukan
bendahara pengeluaran pada saat bendahara pengeluaran melakukan pembayaran sesuai
dengan tarif yang berlaku atau berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B)/tax treaty.
Penyetorannya harus dilakukan bendahara pengeluaran pada Bank/Kantor Pos
persepsi paling lambat sepuluh hari setelah bulan kalender berakhir dengan menggunakan
42
[Type text]
SSP. Dan apabila pada tanggal tersebut bertepatan hari libur, penyetoran dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
Pelaporannya dilakukan paling lambat dua puluh hari setelah bulan kalender
berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 21/26 dengan dilampiri lembar
ketiga SSP serta daftar dan bukti pemotongan PPh pasal 26. Dan apabila pada tanggal
tersebut bertepatan hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
4.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 3 ini menurut
keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda
dengan kunci jawaban tes formatif 3 yang ada dihalaman belakang modul ini.
Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 3 ini.
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%
5
Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :
90 s.d.
100%
artinya Bagus sekali
80 s.d. 89% artinya Bagus
70 s.d. 79% artinya Sedang
Kurang
dari 69%
artinya Kurang
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat
meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan
belajar 3 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.
43
[Type text]
5. Kegiatan belajar 4
PAJAK PENGASILAN PASAL 22 (PPh PASAL 22)
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 4 ini, Anda diharapkanmampu untuk :
ggg. Memahami pengertian PPh Pasal 22..
hhh. Memahami subyek dan obyek serta tarif PPh pasal 22.
iii. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPh pasal 22.
jjj. Melaksanakan pemungutan PPh Pasal 22;
kkk. Melaksanakan penyetoran PPh pasal 22;
lll. Melaksanakan pelaporan PPh Pasal 22.
5.1 Uraian , Contoh dan Non-contoh
5.1.1 Pengertian PPh Pasal 22
Yang dimaksud dengan PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut oleh
bendahara (pemerintah pusat/pemerintah daerah), instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang
dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.(Waluyo, Drs, M.Sc, M.M.,
Ak dan Wirawan B Ilyas, Drs, M.Si, 2000).
Dari pengertian tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa PPh
Pasal 22 adalah pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh :
a. Bendahara Pemerintah (Pusat/Daerah), instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran yang dilakukan
atas penyerahan barang.
b. Badan-badan tertentu (pemerintah/swasta) berkenaan dengan kegiatan dibidang
impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
Subyek pemungutan PPh Pasal 22 adalah penghasilan yang diperoleh wajib
pajak yaitu nilai/harga barang yang diserahkan kepada Bendahara Pengeluaran atau
Pejabat pembuat Komitmen.
44
[Type text]
5.1.2 Obyek PPh pasal 22
Yang menjadi obyek dalam pemungutan PPh Pasal 22 adalah :
a. Impor barang.
b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (c.q. KPPN), bendahara (pusat/daerah).
c. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha milik
Negara (BUMN), Badan Usaha milik Daerah (BUMD) yang dananya
berasal dari APBN/APBD.
d. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang
bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif.
e. Penjualan hasil produksi yang dilakukan Pertamina dan badan usaha selain
Pertamina yang bergerak dibidang bahan baker minyak jenis premix dan gas.
f. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan
eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan
perikanan dari pedagang pengumpul.
Dari keenam obyek pemungutan PPh pasal 22 tersebut di atas, yang menjadi
perhatian Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen hanyalah PPh Pasal 22
atas pembayaran barang oleh wajib pajak kepada Pejabat Pembuat
Komitmen/Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja (Satker) Kementerian/Lembaga
yang pembayarannya dibebankan kepada APBN/APBD. Pengecualian dalam arti
terhadap transaksi berikut ini tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 oleh Pejabat
Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran adalah :
a. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan pembayaran yang dipecah-pecah)
dengan jumlah pembayaran maksimal Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
b. Pembayaran untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, gas, air
minum/PDAM dan benda pos.
c. Pembayaran pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh KPPN.
d. Pembayaran yang diterima karena penyerahan barang sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan/proyek yang
dibiayai pinjaman/hibah luar negeri (PHLN).
5.1.3 Tarif PPh Pasal 22
45
[Type text]
Tarif PPh Pasal 22 selengkapnya sebagai mana tertera pada halaman 45 berikut
ini,:
TARIF PPh PASAL 22
No Obyek Pengenaan Tarif Dasar
perhitungan Sifat
1 Pembelian barang oleh bendahara
pengeluaran (Pusat/ Daerah)
1,5 % Harga Pembelian
diluar PPN
Tidak
final
2 Impor barang :
a. Importir punya API
b. Importir tidak punya API
c. Barang tidak dikuasai
2,5%
7.5%
7,5%
Nilai Impor
Nilai Impor
Harga lelang
3 Industri Semen 0,25% DPP PPN Final
4 Industri Rokok 0,15% Harga banderol Final
5 Industri Kertas 0,10% DPP PPN Final
6 Industri Baja 0,30% DPP PPN Final
7 Industri Otomotif 0,45% DPP PPN Final
Catatan :
1. DPP PPN = Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai
2. API = Angka Pengenal Impor
3. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan bea
masuk. Nilai impor ini merupakan perjumlahan dari : Cost Insurance and Freight (CIF)
+ bea masuk + pungutan pabean lainnya.
Contoh : Pemungutan PPh pasal 22 oleh bendahara pengeluaran atas pembayaran
pembelian mebelair, alat tulis kantor (ATK), computer suplly dan lain-lain.
Non-contoh : Pemungutan PPh pasal 22 oleh bendahara pengeluaran atas pembayaran
honorarium kepada penceramah, peserta diklat, pengajar dan lain-lain.
5.1.4 Contoh perhitungan PPh pasal 22
5.1.4.1 Perhitungan atas pembelian barang oleh bendahara pengeluaran
46
[Type text]
Satker X membeli barang berupa lima unit meja kerja dan kursinya kepada Toko Mebel
’’Indah’’ dengan harga per unitnya Rp. 1.100.000,- (sudah termasuk PPN). Berapakah
PPh pasal 22 yang harus dipungut?
Perhitungan PPh pasal 22 atas pembayaran pembelian mebelair tersebut adalah :
1. Jumlah pembayaran : 5 x Rp.1.100.000,- = Rp.5.500.000,-
2. Dasar pengenaan PPh pasal 22 = 100/110 x Rp.5.500.000,- = Rp.5.000.000,-
3. PPh pasal 22 terutang : 1,5 % x Rp.5.000.000,- = Rp. 75.000,-
4. Jumlah yang dibayarkan kepada rekanan = Rp.4.250.000,-
5.1.4.2 Perhitungan PPh Pasal 22 impor
PT. Asal Dahar melakukan impor komputer merk Toshiba dari Jepang dengan perincian
sebagai berikut :
a. Harga pembelian komputer (Cost) = JPY 2.000.000,-
b. Biaya asuransi (Insurance) = JPY 100.000,-
c. Biaya angkut (Freight) = JPY 400.000,- (+)
d. Harga pabean (CIF) = JPY 2.500.000,-
e. Pungutan-pungutan :
- Bea Masuk 20% = 20% x JPY.2.500,000,- = JPY 500.000,-
- Bea Masuk Tambahan 10%=10% x JPY.2.500.000 = JPY 250.000,- (+)
f. Nilai Impor ………………………………………….. = JPY 3.250.000,-
Apabila pada tanggal impor (sesuai dokumen impor/pemberitahuan impor
barang/PIB) nilai kurs JPY 1 = Rp. 1.500,- . Hitunglah berapa PPh pasal 22
terutang kepada PT. Asal Dahar bila :
a. PT. Asal Dahar memiliki Angka Pengenal Impor (API).
b. PT. Asal Dahar tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API).
Penyelesaian :
a. Bila PT. Asal Dahar memiliki Angka Pengenal Impor (API).
Dasar pemungutan PPh pasal 22 = JPY.3.250.000,- x Rp.1.500,-/JPY =
Rp.4.875.000.000,-
PPh pasal 22 terutang kepada PT. Asal Dahar= 2,5% x Rp. 4.875.000.000,- =
Rp.121.875.000,-
b. PT. Asal Dahar tidak memiliki Angka Pengenal Impor (API).
47
[Type text]
Dasar pemungutan PPh pasal 22 = JPY.3.250.000,- x Rp.1.500,-/JPY =
Rp.4.875.000.000,-
PPh pasal 22 terutang kepada PT. Asal Dahar= 7,5% x Rp. 4.875.000.000,- =
Rp.365.625.000,-
Pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 ini dilakukan bersamaan dengan
pemungutan PPN/PPn BM, yaitu ketika Bendahara Pengeluaran melakukan
pembayaran atas tagihan rekanan. Jadi jumlah yang dibayarkan kepada rekanan
adalah jumlah pembayaran (yang sudah termasuk PPN/PPn BM) dikurangi
dengan PPN/PPn BM dikurangi lagi dengan PPh Pasal 22 terutang.
5.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 yang dipungut Bendahara Pengeluaran adalah pada waktu
Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas penyerahan barang oleh wajib pajak
(rekanan). Hasil pemungutan PPh pasal 22 dimaksud harus disetor oleh bendahara
pengeluaran pada hari yang sama dengan pembayaran barang yang dibiayai
APBN/APBD tersebut dilakukan.
Penyetoran dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) pada
Bank/Kantor Pos Persepsi. SSP diisi atas nama rekanan dan ditandatangani oleh
bendahara pengeluaran. SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan sebagai
berikut :
a) Lembar kesatu untuk Wajib Pajak (rekanan) sebagai bukti pembayaran.
b) Lembar kedua Untuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melalui KPPN.
c) Lembar ketiga digunakan sebagai lampiran Surat Pemberitahuan (SPT) Masa
Bendahara Pengeluaran.
d) Lembar keempat sebagai arsip Bank/Kantor pos Persepsi.
e) Lembar kelima untuk pertinggal pemungut PPh pasal 22 (Pejabat Pembuat
Komitmrn/Bendahara Pengeluaran).
PPh Pasal 22 yang dipungut bendahara pengeluaran pada suatu bulan tertentu
harus dilaporkan bendahara pengeluaran dengan menggunakan SPT Masa PPh pasal 22
paling lambat 14 (empat belas) hari setelah bulan kelender berakhir kepada KPP setempat
dengan dilampiri lembar ketiga SSP beserta daftar SSP pasal 22. Apabila 14 hari setelah
bulan takwim berakhir bertepatan hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja
sebelumnya.
48
[Type text]
5.2 Tes Formatif 4
1. Jelaskan, apa yang dimaksud dengan PPh pasal 22!
2. Apa saja yang menjadi obyek PPh pasal 22 bagi Pejabat Pembuat Komitmen/
Bendahara Pengeluaran?
3. Sebutkan tarif PPh pasal 22 yang Anda ketahui!
4. Hal-hal apa saja yang tidak dikenakan PPh pasal 22?
5. Kapan PPh pasal 22 dipungut dan disetorkan oleh bendahara serta kapan pula
dilaporkan ke KPP?
5.3 Rangkuman
PPh Pasal 22 yang pemungutannya menjadi tugas seorang Pejabat Pembuat
Komitmen/Bendahara Pengeluaran adalah yang berkenaan dengan pembayaran yang
dilakukan bendahara atas penyerahan barang oleh wajib pajak (rekanan). Tarifnya
sebesar 1,5% dari harga barang sebelum PPN dan harus dipungut bendahara pada saat
bendahara melakukan pembayaran atas penyerahan barang tersebut.
PPh Pasal 22 harus disetorkan Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara
Pengeluaran pada hari yang sama dengan hari pemungutan dengan menggunakan SSP
pada Bank/Kantor Pos persepsi.
Bendahara pengeluaran wajib melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 ke KPP
setempat paling lambat 14 hari setelah bulan takwim berakhir dengan menggunakan SPT
Masa PPh Pasal 22 dengan dilampiri SSP lembar ketiga dan daftar SSP PPh Pasal 22.
Apabila hari tersebut jatuh pada hati libur ,maka pelapaoran harus dilakukan bendahara
pada hari kerja sebelumnya.
5.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 4 ini menurut
keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda
dengan kunci jawaban tes formatif 4 yang ada dihalaman belakang modul ini.
Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 4 ini.
49
[Type text]
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%
5
Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :
90 s.d.
100%
artinya Bagus sekali
80 s.d. 89% artinya Bagus
70 s.d. 79% artinya Sedang
Kurang
dari 69%
artinya Kurang
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat
meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan
belajar 4 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.
50
[Type text]
6. Kegiatan belajar 5
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (PPh PASAL 23) Tujuan Instruksional Khusus
Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 5 ini, Anda diharapkan mampu untuk :
mmm. Memahami pengertian PPh pasal 23/26..
nnn. Memahami subyek dan obyek serta tarif PPh pasal 23/26.
ooo. Memahami ketentuan perhitungan pemungutan/pemotongan PPh pasal
23/26.
ppp. Melaksanakan pemungutan PPh Pasal 23/26;
qqq. Melaksanakan penyetoran PPh pasal 23/26;
rrr. Melaksanakan pelaporan PPh Pasal 23/26.
6.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh
6.1.1 Pengertian PPh Pasal 23
Yang dimaksud dengan PPh Pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap (BUT) yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyerahan kegiatan selain
yang telah dipotong PPh pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah
atau subyek pajak dalam negeri, penyelenggaraan Badan Usaha Tetap (BUT) atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. (Waluyo, Drs, M.Sc., M.M., Ak dan Wirawan
B Ilyas, Drs, Msi, 2000).
Dari definisi tersebut di atas, jelas bahwa yang dikenakan pemotongan PPh
Pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima atau
memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa dan penyelenggaraan
kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 undang-
undang PPh.
6.1.2 Objek PPh pasal 23
Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 yang pada umumnya
berkaitan dengan pelaksanaan tugas bendahara pengeluaran/pejabat pembuat komitmen
adalah :
51
[Type text]
a. Penghasilan yang berasal dari hadiah dan penghargaan, pembayaran sehubungan
dengan pelaksanaan suatu kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
c. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
Menurut Keputusan Dirjen Pajak Nomor : 395/PJ/2001 pemberian hadiah ada
yang merupakan obyek pajak dan bukan obyek pajak.
Yang merupakan obyek pajak adalah dibedakan menjadi hadiah undian jika
penerima hadiah adalah bukan pegawai tetap dan hadiah perlombaan dan atau
penghargaan jika penerima hadiahnya adalah karyawan atau orang pribadi. Yang
dimaksud dengan undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diberikan melalui undian. (PP 132 Tahun 2000 jo Kep DJP Nomor : 395/PJ/2001).
Untuk kasus ini PPh pasal 23 yang harus dipotong adalah 25% (dua puluh lima per
seratus) dari jumlah bruto hadiah (uang/barang) dan bersifat final. Sebagai contoh. Dalam
rangka memeriahkan hari keuangan, Departemen Keuangan mengadakan acara jalan
santai dengan hadiah sebesar Rp.1.000.000,- bagi peserta yang nomor tanda pesertanya
muncul sebagai pemenang setelah dilakukan melalui suatu undian. Maka kepada
pemenangnya dipungut PPh pasal 23 sebesar 25% x Rp.1.000.000,- = Rp.250.000,-
Jika penerima hadiah perlombaan atau penghargaan adalah karyawan atau
orang pribadi, maka dikenakan PPh pasal 21 dan jika pemenangnya badan usaha
dikenakan PPh pasal 23. Menurut Keputusan Dirjen Pajak nomor : 545/PJ/2000 jo
Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 15/PJ/2005, atas penghasilan yang diterima orang pribadi
tersebut dikenakan PPh pasal 21 dengan tarif sesuai pasal 17 undang-undang PPh.
Contoh : Darmani mendapatkan hadiah kuis dalam suatu acara yang diselengarakan TV
Swasta sebesar Rp.5.000.000,-. Maka kepada Darmani dikenakan PPh pasal 21 sebesar
5% x Rp.5.000.000,- = Rp.250.000,- Contoh lain : Sawida mendapatkan hadiah acara
kuis cepat tepat sebesar Rp.30.000.000,- Maka kepadanya dikenakan PPh pasal 21
sebesar Rp.1.750.000,- (yaitu 5% x Rp.25.000.000,- + 10% x Rp.5.000.000,-)
Jika penerima hadiah adalah wajib pajak Badan/Bentuk Usaha Tetap,
dikenakan PPh pasal 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto. Contoh : PT. ABC
memperoleh hadiah sebesar Rp.20.000.000,- Maka kepada PT. ABC dikenakan PPh pasal
23 sebesar 15% x Rp.20.000.000,- = Rp.3.000.000,-
52
[Type text]
Hadiah yang bukan merupakan obyek pajak sebagaimana diatur dalam
Keputusan Dirjen Pajak Nomor : 395/PJ/2001 adalah sebagai berikut :
a. Hadiah yang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi.
b. Hadiah yang diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang
atau jasa.
6.1.3 Tarif PPh Pasal 23
Tarif pemotongan PPh dari modal, penggunaan modal dan jasa lainnya (PPh
pasal 23) adalah sebagai berikut :
a. Sebesar 15% (lima belas persen) atas deviden, bunga, royalty, hadiah dan
penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21;
b. Sebesar 15% (lima belas persen) atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi;
c. Sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan netto atas :
1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
Jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan netto sebagaimana dimaksud dalam
pasal 23 ayat (1) huruf c UU Nomor 7 tahun 1983 sebagimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan undang-undang nomor 17 tahun 2000 lebih lanjut diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak nomor : PER-70/PJ/2007. Pengenaan tarif selengkapnya
berdasarkan Perdirjen Pajak tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pengenaan tarif atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta
1. Tarif sebesar 15% x 10% atau sebesar 1,5% dari jumlah bruto tidak termasuk
PPN dikenakan atas : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta khusus kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan
kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis. (Lampiran I Perdirjen Pajak
Nomor : PER-70/PJ/2007 angka 1)
2. Tarif sebesar 15% x 30% atau sebesar 4,5% dari jumlah bruto tidak termasuk
PPN dikenakan atas : sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta selain kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan
kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan
53
[Type text]
penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang
telah dikenakan PPh yang bersifat final. (Lampiran I Perdirjen Pajak Nomor :
PER-70/PJ/2007 angka 2)
b. Pengenaan tarif atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultansi dan jasa lain. (Lampiran II Perdirjen Pajak Nomor : PER-70/PJ/2007)
I. Tarif sebesar 15% x 30% atau sebesar 4,5% dari jumlah imbalan jasa tidak
termasuk PPN dikenakan terhadap jasa teknik, jasa manajemen dan jasa
konsultasi, kecuali konsultansi konstruksi.
II. Tarif sebesar 15% x 26 2/3% atau sebesar 4,0% dari jumlah imbalan jasa tidak
termasuk PPN dikenakan terhadap jasa :
1. Jasa pengawasan konstruksi
2. Jasa perencanaan konstruksi
III. Tarif sebesar 15% x 30% atau sebesar 4,5% dari jumlah imbalan jasa tidak
termasuk PPN dikenakan terhadap jasa
1. Jasa penilai
2. Jasa aktuaris
3. Jasa akuntansi
4. Jasa perancang
5. Jasa pengeboran (jasa drilling) dibidang penambangan minyak dan gas
bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap.
6. Jasa penunjang dibidang penambangan gas
7. Jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain
migas
8. Jasa penunjang dibidang penerbangan dan Bandar udara
9. Jasa penebangan hutan
10. Jasa pengolahan limbah
11. Jasa penyedia tenaga kerja
12. Jasa perantara
13. Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan
oleh Bura Efek, KSEI dan KPEI
14. Jasa custodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
15. Jasa pengisian suara
16. Jasa mixing film
54
[Type text]
17. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan
18. Jasa instalasi/pemasangan
• Jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV
kabel;
• Jasa instalasi/pemasangan peralatan
Kecuali yang dilakukan wajib pajak yang ruang lingkup
pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat
sebagai penguasaha konstruksi.
19. Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan
• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin, listrik/telepon/air/
gas/AC/TV kabel;
• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan peralatan
• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan alat-alat transportasi/
kendaraan
• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan
Kecuali yang dilakukan wajib pajak yang ruang lingkup
pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikat
sebagai penguasaha konstruksi.
IV. Tarif sebesar 15% x 13 1/3% atau sebesar 2% dari jumlah imbalan yang
dibayarkan seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang
tidak termasuk PPN dikenakan terhadap jasa pelaksanaan konstruksi termasuk :
• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan
• Jasa instalasi/pemasangan peralatan, mesin/listrik/telepon/air/gas/AC/TV
kabel
Sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh wajib pajak yang mempunyai
izin/sertifikat sebagai penguasaha konstruksi.
V. Tarif sebesar 15% x 20% atau sebesar 3% dari jumlah imbalan jasa tidak
termasuk PPN dikenakan terhadap jasa
1. Jasa maklon
2. Jasa penyelidikan dan keamanan
3. Jasa penyelenggaran kegiatan (event organizer)
4. Jasa pengepakan
55
[Type text]
VI. Tarif sebesar 15% x 10% atau sebesar 1,5% dari jumlah imbalan jasa tidak
termasuk PPN dikenakan terhadap jasa ;
1. Jasa penyediaan tempat dan atau waktu dalam media massa, media luar
ruang atau media lain untuk pencapaian informasi;
2. Jasa pembasmian hama
3. Jasa kebersihan (cleaning service)
4. Jasa catering
Catatan : 1. KSEI= Kustodian Sentral Efek Indonesia 2. KPEI=Kliring Pinjaman Efek Indonesia
Selanjutnya dalam lampiran III Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-70/PJ/2007
diberikan penjelasan sebagai berikut :
1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus
kendaraan angkutan darat adalah :
a. Sewa kendaraan umum berupa bus, minibus, taksi yang disewa atau di-
carter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun
bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara
pemilik kendaraan angkutan umum dengan wajib pajak badan atau wajib
pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong pajak penghasilan
pasal 23.
b. Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan bus
wisata yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum yang disewa
atau di-carter untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan
maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis
kepada wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk
sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 23.
c. Sewa kendaraan berupa milik perusahaan yang disewa atau di-carter
untuk jangka waktu tertentu yaitu secara harian, mingguan maupun
bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis atau tidak tertulis kepada
wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk sebagai
pemotong pajak penghasilan pasal 23.
56
[Type text]
Perjanjian tertulis maupun tidak tertulis adalah kesepakatan untuk
mengikatkan diri pada satu atau lebih pihak lain yang dituangkan secara
tertulis maupun lisan.
2. Jasa teknik adalah pemberian jasa, dalam bentuk pemberian informasi yang
berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu
pengetahuan yang dapat meliputi :
a. pelaksanaan suatu proyek;
b. pembuatan suatu jenis produk;
c. Jasa teknik dapat pula berupa pemberian informasi yang berkenaan
dengan pengalaman-pengalaman dibidang manajemen
3. Jasa manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam
pelaksanaan manajemen dengan mendapat balas jasa berupa imbalan manajemen
(management fee).
4. Jasa penunjang dibidang penambangan migas adalah jasa penunjang dibidang
penambangan migas dan panas bumi berupa :
a. Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur
semen secara tepat diantara pipa selubung dan lubang sumur.
b. Jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan
bubur semen untuk maksud-maksud :
• Penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong;
• Penyumbatan kembali zona yang berproduksi air;
• Perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal;
• Penutupan sumur.
c. Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa
bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut
terproduksi dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan
kemungkinan tersumbatnya pipa;
d. Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar
daya tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan jalan
menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan;
e. Jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan
dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi
yang mempunyai daya tembus sangat kecil;
57
[Type text]
f. Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen and coil tubing), yaitu jasa yang
dikerjakan utntuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur
baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan
asli, formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen
yang telah dipompakan kedalam cairan buatan dalam sumur.
g. Jasa uji kandung lapisan (drill stam testing), penyelesaian sementara suatu
sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi;
h. Jasa reparasi pompa reda (reda repair).
i. Jasa pemasangan instalasi dan perawatan.
j. Jasa penggantian peralatan atau material;
k. Jasa mood loging yaitu memasukan lumpur kedalam sumur
l. Jasa mood engineering
m. Jasa well loging dan perforating
n. Jasa stimulasi dan secondary decovery;
o. Jasa well testing dan wire line service
p. Jasa alat control navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling
q. Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling
r. Jasa mobilisasi dan demobolisasi anjungan drilling
s. Jasa lainnya dibidang pengeboran gas.
5. Jasa penambangan dan penunjang dibidang penambangan selain migas adalah
semua jasa penambangan dan penunjang dibidang pertambangan umum berupa :
a. Jasa pengeboran;
b. Jasa penebasan;
c. Jasa pengupasan dan pengeboran;
d. Jasa penambangan;
e. Jasa pengangkutan atau sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum;
f. Jasa pengolahan bahan galian;
g. Jasa reklamasi tambang;
h. Jasa pelaksanaan mechanical, electrical, manufacture, fabrikasi dan
penggalian/pemindahan tanah;
i. Jasa lainnya yang sejenis dibidang pertimbangan umum
6. Jasa penunjang dibidang penerbangan dan bandar udara berupa :
a. Bidang aeronautica, termasuk :
58
[Type text]
• Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara dan
jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat udara;
• Jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge);
• Jasa pelayanan penerbangan;
• Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari
proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang
diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun
yang datang, selama pesawat udara didarat;
• Jasa penunjang lain dibidang aero nautica
b. Jasa non-aero nautical, termasuk :
• Jasa catering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat;
• Jasa penunjang lain dibidang non-aero nautical;
7. Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu
barang tertentu yang diproses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa
(disubkontrakan), yang spesifikasi, bahan baku dan atau barang setengah jadi dan
atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya
disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada
pengguna jasa.
8. Jasa penyelenggaran kegiatan (event organizer) adalah kegiatan usaha yang
dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain
penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran
produk, konperensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa
penyelenggaran kegiatan.
Contoh : PPh yang dikenakan Bendahara Pengeluaran atas pembayaran yang dilakukan
terhadap pembayaran suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh event organizer, penyewaan
kendaraan bermotor, penyewaan ruangan dan lain-lain.
Non-contoh : PPh yang dikenakan Bendahara Pengeluaran atas pembayaran yang
dilakukan terhadap pembayaran pengadaan barang.
6.1.4 Contoh-contoh perhitungan PPh pasal 23
6.1.4.1 Contoh menghitung PPh pasal 23 atas hadiah dan penghargaan
59
[Type text]
Dalam perlombaan membuat logo Departemen XXX, Mashadi memenangkan lomba
tersebut dan mendapat hadiah sebesar Rp.10.000.000,-
Maka PPh pasal 23 yang harus dipungut bendahara pengeluaran Departemen XXX
adalah sebesar 15% x Rp.10.000.000,- = Rp.1.500.000,-
Jumlah yang dibayarkan kepada pemenang (Mashadi) sebesar Rp.8.500.000,-
6.1.4.2 Contoh menghitung PPh pasal 23 atas sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta.
Satker AAA menyewa dua unit bus untuk keperluan studi banding ke kota lain kepada
PT. Mobil Sejahtera dengan harga sewa sebesar Rp.10.000.000,-
Maka PPh pasal 23 yang harus dipungut bendahara pengeluaran Satker AAA adalah
sebesar 15% x 10% x Rp.10.000.000,- = Rp.150.000,-
Jumlah yang dibayarkan kepada PT. Mobil Sejahtera sebesar Rp.9.850.000,-
6.1.4.3 Contoh menghitung PPh pasal 23 atas imbalan sehubungan dengan
jasa teknik, manajemen, konsultasi hukum, konsultan pajak dan jasa lain
1. Kantor Pelayanan Pajak XYZ akan membangun kantor baru. Untuk itu telah
melaksanakan kontrak-kontrak sebagai berikut :
a. Untuk perencanaan bangunan dengan CV. Mega Endah Konsultan Enginering
dengan nilai kontrak sebesar Rp.10.000.000,-
b. Untuk pelaksanaan konstruksinya dengan PT. Bangun Cipta Sarana dengan nilai
kontrak sebesar Rp.100.000.000,-
c. Untuk pengawasannya dilaksanakan oleh PT. Awas Waspada dengan nilai
kontrak sebesar Rp.10.000.000,-
Berapakah PPh pasal 23 yang dipungut bendahara KPP XYZ tersebut?
Penyelesaian :
a. PPh pasal 23 yang dipungut kepada CV. Mega Endah Konsultan Enginering
selaku perencana adalah sebesar 15% x 26 2/3% x Rp.10.000.000,- =
Rp.400.000,-
Yang dibayarkan kepada CV. Mega Endah Konsultan Enginering adalah sebesar
Rp.9.600.000,-
b. PPh pasal 23 yang dipungut kepada PT. Bangun Cipta Sarana selaku pelaksana
kontruksi adalah sebesar 15% x 13 1/3% x Rp.100.000.000,- = Rp.2.000.000,-
60
[Type text]
Yang dibayarkan kepada PT. Bangun Cipta Sarana adalah sebesar
Rp.98.000.000,-
c. PPh pasal 23 yang dipungut kepada PT. Awas Waspada selaku pengawas
konstruksi adalah sebesar 15% x 26 2/3% x Rp.10.000.000,- = Rp.400.000,-
Yang dibayarkan kepada PT. Awas Waspada adalah sebesar Rp.9.600.000,-
2. Guna keperluan pelaksanaan rapat dinas yang berlangsung selama tiga hari,
bendahara Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Antah Berantah memesan
catering pada Perusahaan Katering ’’Enak Sedap’’ dengan nilai pembelian sebesar
Rp.50.000.000,- Berapakah PPh pasal 23 yang dipungut oleh bendahara pengeluaran
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Antah Berantah atas pembayaran
tersebut?
Penyelesaian :
PPh pasal 23 yang dipungut kepada Perusahaan Katering ’’Enak Sedap’’adalah
sebesar 15% x 10% x Rp.50.000.000,- = Rp.750.000,-
Yang dibayarkan kepada Perusahaan Katering ’’Enak Sedap’’ adalah sebesar
Rp.49.250.000,-
6.1.5 Penyetoran dan pelaporan PPh pasal 23
PPh Pasal 23 dipungut oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara
Pengeluaran dilakukan pada saat pembayaran penghasilan oleh Pejabat Pembuat
Komitmen/Bendahara Pengeluaran. Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran
wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini kepada wajib pajak. Bukti
pemotongan dibuat dalam rangkap tiga dengan peruntukan sebagai berikut :
a. Lembar kesatu untuk rekanan
b. Lembar kedua untuk lampiran SPT Masa PPh Pasal 23.
c. Lembar ketiga untuk arsip Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara Pengeluaran.
Pemungutan PPh pasal 23 pada bulan tertentu harus disetorkan bendahara
pengeluaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan apabila tanggal tersebut
bertepatan hari libur penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. Penyetoran
dilakukan dengan menggunakan SSP (dibuat dalam rangkap lima) pada Bank/Kantor Pos
Persepsi. Bendahara akan menerima kembali lembar kesatu dan ketiga SSP. Lembar
61
[Type text]
kesatu untuk arsip bendahara pengeluaran selaku pemotong PPh Pasal 23 daan lembar
ketiga untuk dilaporkan ke KPP bersama SPT Masa PPh Pasal 23/26 oleh bendahara.
Dalam hal pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh Pejabat Pembuat
Komitmen dengan memperhitungkan dalam potongan pada SPM-LS yang diajukan,
maka SSP PPh Pasal 23 yang telah diisi lengkap dengan jumlah sebesar PPh Pasal 23
terutang, yang telah ditandatangani oleh rekanan dan pejabat penerbit SPM dilampirkan
sebagai lampiran SPM. Setelah diproses oleh KPPN dan diterbitkan SP2D, maka tanggal
dan nomor SP2D tersebut dicantumkan dalam SSP PPh Pasal 23 dimaksud sebagai bukti
pelunasan PPh pasal 23 melalui potongan dalam SPM yang telah diterbitkan SP2D nya.
Pelaporan pemotongan PPh Pasal 23 harus dilakukan bendaharan paling lambat
empat belas hari setelah bulan kalender berakhir dan jika pada hari tersebut bertepatan
hari libur, maka pelaporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Laporan menggunakan
SPT Masa PPh Pasal 23/26 yang harus diisi lengkap dan benar oleh bendahara dan dibuat
dalam rangkap dua, dengan dilampiri ;
b. Lembar ketiga SSP bukti setoran PPh pasal 23.
c. Daftar bukti pemotongan PPh pasal 23
d. Lembar kedua bukti pemotongan.
6.2 Tes Formatif 5
1. Apa yang dimaksud dengan PPh pasal 23 ?
2. Apa saja yang menjadi obyek PPh pasal 23?
3. Kapan PPh pasal 23 harus dipotong oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Bendahara
Pengeluaran?
4. Kapan pula PPh pasal 23 ini harus disetor dan dilaporkan bendahara pengeluaran ke
KPP?
5. Apa saja kelengkapan pelaporan PPh pasal 23 itu? Uraikan jawaban Anda!
6.3 Rangkuman
PPh pasal 23 merupakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan
jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
Pemotongannya harus dilakukan Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen
62
[Type text]
pada saat Bendahara Pengeluaran/Pejabat Pembuat Komitmen melakukan pembayaran
sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan dalam Peraturan Dirjen Pajak terakhir dengan
Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-70/PJ/2007 tanggal 9 April 2007.
Penyetorannya harus dilakukan bendahara pengeluaran pada Bank/kantor Pos
persepsi paling lambat sepuluh hari setelah bulan kalender berakhir dengan menggunakan
SSP. Dan apabila pada tanggal tersebut bertepatan hari libur, penyetoran dilakukan pada
hari kerja berikutnya. Dalam hal pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh Pejabat
Pembuat Komitmen dengan memperhitungkan pada SPM-LS yang diajukan, maka SSP
PPh Pasal 23 yang telah diisi lengkap dengan jumlah sebesar PPh Pasal 23 terutang, yang
telah ditandatangani oleh rekanan dan bendahara pengeluaran/pejabat penerbit SPM
dilampirkan sebagai lampiran SPM. Setelah diproses oleh KPPN dan diterbitkan SP2D,
maka tanggal dan nomor SP2D tersebut dicantumkan dalam SSP PPh Pasal 23 dimaksud
sebagai bukti pelunasan PPh Pasal 23 melalui potongan dalam SPM yang telah
diterbitkan SP2D nya.
Pelaporannya dilakukan paling lambat empat belas hari setelah bulan takwim
berakhir dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26 dengan dilampiri lembar
ketiga SSP serta daftar dan bukti pemotongan PPh Pasal 23. Dan apabila pada tanggal
tersebut bertepatan hari libur, penyetoran dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
6.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 5 ini menurut
keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda
dengan kunci jawaban tes formatif 5 yang ada dihalaman belakang modul ini.
Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 5 ini.
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%
5
Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :
90 s.d.
100%
artinya Bagus sekali
63
[Type text]
80 s.d. 89% artinya Bagus
70 s.d. 79% artinya Sedang
Kurang
dari 69%
artinya Kurang
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat
meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan
belajar 5 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.
64
[Type text]
7. Kegiatan belajar 6
BEA METERAI Tujuan Instruksional Khusus
Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar ini, Anda diharapkan mampu untuk :
sss. Memahami dasar hukum, prinsip umum pengenaan dan tarif Bea Meterai
ttt. Memahami sanksi dalam pelaksanaan pengenaan Bea Meterai
7.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh
7.1.1 Dasar hukum, prinsip umum pengenaan dan tarif Bea Meterai
Dasar hukum pengenaan bea meterai adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun
1985 tentang : Bea Meterai. Sebagai aturan pelaksanaannya telah dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sdtd Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000
tentang : Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal
Yang Dikenakan Bea Meterai. Prinsip umum dalam pengenaan bea meterai adalah : bea
meterai merupakan pajak atas dokumen dan oleh karena itu dikenakan terhadap
dokumen, satu dokumen hanya terutang satu bea meterai serta rangkap/tindasan dokumen
yang ikut ditandatangani terutang bea meterai sama dengan dokumen aslinya.
Tarif bea meterai yang berlaku saat ini ada dua macam yaitu Rp. 6.000,- dan Rp.
3.000,-. Pengenaan terhadap macam-macam tarif Bea Meterai tersebut akan dibicarakan
satu per satu dibawah ini.
7.1.2 Pengenaan bea meterai dengan tarif Rp. 6.000,-
Dokumen-dokumen yang dikenakan bea meterai dengan tarif Rp.6.000,- adalah :
1. Surat-surat
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (surat kuasa, surat hibah, surat
pernyataan) yang dibuat dengan tujuan digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
b. Akta-akta Notaris termasuk salinannya;
c. Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk
rangkap-rangkapnya;
65
[Type text]
d. Surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) :
- Yang menyebutkan penerimaan uang;
- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang
dalam rekening di bank;
- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
- Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagian atau
seluruhnya telah dilunasi atau diperhitungkan.
e. Surat-surat berharga seperti : wesel, promes dan aksep yang harga
nominalnya lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)
f. Efek dengan nama dan bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih
dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
2. Dokumen-dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan :
a. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;
b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan untuk orang
lain, lain dari maksud semula.
7.1.3 Pengenaan bea meterai dengan tarif Rp. 3.000,-
Yang dikenakan bea meterai dengan tarif Rp.3.000,- adalah :
a. Surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari
Rp.250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
- Yang menyebutkan penerimaan uang;
- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening di bank;
- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
- Yang berisi pengakuan bahwa utang uang sebagian atau seluruhnya telah
dilunasi atau diperhitungkan.
b. Surat-surat berharga seperti : wesel, promes dan aksep yang harga nominalnya
lebih dari Rp.250.000,- tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000,-
66
[Type text]
c. Efek dengan nama dan bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari
Rp.250.000,- akan tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000,-
d. Cek dan bilyet giro dengan nilai berapapun.
Namun apabila suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai nilai
nominal tidak lebih dari Rp.250.000,-, maka terhadap dokumen tersebut tidak terutang
bea meterai.
7.1.4 Yang tidak terutang Bea Meterai
Yang tidak terutang bea meterai adalah :
a. Dokumen yang berupa : surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan
penumpang dan barang, keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen
surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan penumpang dan barang,
bukti pengiriman dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual
atas tanggungan pengirim serta surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan
surat-surat tersebut di atas.
b. Segala bentuk ijazah termasuk Surat Tanda Tamat Belajar, tanda lulus, surat
keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus, penataran.
c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya
yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan
untuk mendapatkan pembayaran itu.
d. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan
bank.
e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan
dengan kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
g. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada
penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak dibidang
tersebut.
h. Surat gadai yang diberikan Perum Pegadaian.
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan bentuk
apapun.
7.1.5 Saat terutang dan cara pelunasan Bea Meterai
Saat terutangnya bea meterai adalah :
67
[Type text]
a. Untuk dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah saat dokumen itu diserahkan
dan diterima oleh pihak lain.
b. Untuk dokumen yang dibuat lebih dari satu pihak, adalah pada saat dokumen itu
selesai dibuat, dan ditandatangani pihak-pihak yang bersangkutan.
c. Untuk dokumen yang dibuat di luar negeri, adalah pada saat digunakan di
Indonesia. Bea meterai yang terutang dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian.
Cara pelunasan bea meterai adalah dengan menggunakan benda meterai yaitu
meterai tempel atau kertas meterai serta dengan cara lain yang ditetapkan Menteri
Keuangan.
Apabila pelunasan bea meterai menggunakan benda meterai, maka dapat
dilaksanakan dengan menggunakan meterai tempel oleh wajib bea. Jika dilakukan
pemeteraian kemudian, maka yang melaksanakan adalah Pejabat Kantor Pos. Pelunasan
meterai dengan cara lain umumnya menggunakan mesin teraan meterai atau alat lain.
Dan ini harus seijin Menteri Keuangan.
Pihak yang terutang bea meterai adalah pihak yang mendapatkan manfaat dari
dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
Kewajiban pengenaan bea meterai menjadi daluwarsa untuk jangka waktu lima
tahun terhitung sejak tanggal dokumen dibuat.
7.1.6 Pemeteraian kemudian
Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan bea meterai yang dilakukan
oleh Pejabat Kantor Pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea meterainya belum
dilunasi sebagaimana mestinya.
Pemeteraian kemudian dapat dilaksanakan apabila :
a. Dokumen yang semula tidak terutang bea meterai, akan digunakan sebagai alat
pembuktian di muka pengadilan;
b. Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya;
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri dan akan digunakan di Indonesia.
7.1.7 Sanksi
Sanksi yang dikenakan terhadap kelalaian dalam pelunasan bea meterai terdiri
dari sanksi administrasi dan sanksi pidana.
68
[Type text]
Sanksi administrasi dikenakan berupa denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari
bea meterai yang tidak atau kurang dibayar apabila suatu dokumen tidak atau kurang
dilunasi bea meterai sebagaimana mestinya. Contohnya suatu dokumen mestinya terutang
bea meterai sebesar Rp.6.000.- terlupakan belum dilunasi bea meterainya. Maka bea
meterai yang harus dibayar adalah sebesar Rp.18.000,- dengan pemeteraian kemudian
yang rinciannya terdiri dari bea meterai sendiri sebesar Rp.6.000,- dan denda 200%
sebesar Rp.12.000,- Pemeteraian kemudian atas dokumen yang dilakukan Pejabat Kantor
Pos menurut tata cara yang ditetapkan Menteri Keuangan. Terhadap pemeteraian
kemudian bisa dilakukan tanpa denda atau dengan denda sebesar 200%. Pemeteraian
kemudian tanpa denda dilaksanakan apabila : dokumen yang dibuat di luar negeri
sebelum digunakan di Indonesia, surat-surat biasa dan kerumahtanggaan sebagai alat
bukti di pengadilan serta dokumen yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan
tujuannya, kemudian berubah tujuan atau digunakan oleh orang lain sebagai alat bukti di
pengadilan. Pemeteraian kemudian dengan denda 200% apabila : semua dokumen yang
harus dikenakan bea meterai tetapi tidak atau kurang dibayar bea meterainya, kecuali
dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan serta dokumen yang dibuat di
luar negeri yang bea meterainya dilunasi sesudah dokumen tersebut digunakan di
Indonesia.
Saknsi pidana yang berkaitan dengan pengenaan bea meterai antara lain
disebabkan karena :
a. Pemalsuan/peniruan meterai tempel, kertas meterai dan tanda tangan untuk
mensahkan meterai;
b. Dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukan ke
negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan
melawan hak;
c. Dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahlan,
menyediakan untuk dijual atau dimasukan ke negara Indonesia meterai yang
mereknya, capnya, tanda tangan, tanda sahnya atau tanda waktunya
mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah meterai belum dipakai dan atau
menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan hak;
d. Dengan sengaja menyimpan bahan-bahan/perkakas-perkakas yang diketahui
untuk meniru atau memalsukan benda meterai;
69
[Type text]
Dikenakan sanksi sesuai dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kepastian hukum, dapat berupa kurungan atau penjara sesuai pasal 253 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana.
Apabila dengan sengaja menggunakan cara lain untuk pelunasan bea meterai
tanpa seijin Menteri Keuangan, dipada dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh
tahun.
Contoh :
Pengenaan bea meterai pada kontrak pengadaan barang/jasa, pada kuitansi dengan nilai
tertentu dan pada cek/bilyet giro.
Non-contoh
Pengenaan bea meterai pada ijazah, surat tanda tamat belajar, sertifikat mengikuti kursus.
7.2 Tes Formatif 6
1. Jelaskan, apa saja yang menjadi dasar hukum dalam pengenaan bea meterai!
2. Bagimana prinsip-prinsip yang dianut dalam pengenaan bea meterai?
3. Siapakah pihak yang terutang bea meterai itu?
4. Kapan saat pelunasan bea meterai dan kapan saat pengenaan bea meterai
dinyatakan kadaluwarsa?
5. Dokumen-dokumen/surat-surat apa saja yang dikenakan bea meterai sebesar
Rp.6.000,-?
6. Dokumen-dokumen/surat-surat apa saja yang dikenakan bea meterai sebesar
Rp.3.000,-?
7. Jelaskan bagaimana cara pelunasan bea meterai itu!
8. Apa yang dimaksud dengan pemeteraian kemudian?
9. Jelaskan apa sanksi administrasi bagi kelalaian terhadap pelunasan bea meterai !
10. Jelaskan juga sanksi pidana-nya !
7.3 Rangkuman
Bea Meterai merupakan pajak atas dokumen. Tarifnya menggunakan dua macam
yaitu tarif sebesar Rp.6.000,- dan Rp.3.000,- Dalam perpajakan belanja negara tarif
Rp.6.000,- digunakan apabila Pejabat Pembuat Komitmen mengikat kontrak dengan
pihak ketiga dan dalam pembuatan kuitansi oleh pihak ketiga yang nilainya di atas
Rp.1.000.000,- Tarif Rp.3.000,- biasanya digunakan dalam pembuatan kuitansi yang
70
[Type text]
nilainya diatas Rp.250.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,- atau pada cek/bilyet giro oleh
Bendahara Pengeluaran. Untuk kuitansi yang nilainya dibawah Rp.250.000,- tidak
terutang bea meterai.
Dokumen-dokumen atau surat-surat yang menurut ketentuan harus dikenakan bea
meterai harus dilunasi sesuai ketentuan untuk menghindari sanksi baik administrasi
maupun pidana.
7.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 6 ini menurut
keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda
dengan kunci jawaban tes formatif 6 yang ada dihalaman belakang modul ini.
Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 6 ini.
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%
10
Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :
90 s.d.
100%
artinya Bagus sekali
80 s.d. 89% artinya Bagus
70 s.d. 79% artinya Sedang
Kurang
dari 69%
artinya Kurang
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat
meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan
belajar 6 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.
71
[Type text]
8. Kegiatan belajar 7
PPh DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT
FINAL/TIDAK FINAL Tujuan Instruksional Khusus
Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 7 ini, Anda diharapkan mampu untuk :
uuu. Melaksanakan pemungutan PPh atas BPHTB;
vvv. Melaksanakan penyetoran PPh atas BPHTB;
www. Melaksanakan pelaporan PPh atas BPHTB;
xxx. Melaksanakan pemungutan PPh atas Jasa konstruksi;
yyy. Melaksanakan penyetoran PPh atas Jasa konstruksi;
zzz. Melaksanakan pelaporan PPh atas Jasa konstruksi;
aaaa. Melaksanakan pemungutan PPh atas hadiah undian;
bbbb. Melaksanakan penyetoran PPh atas hadian undian;
cccc. Melaksanakan pelaporan PPh atas hadiah undian;
8.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh
Pada pembahasan dalam bab ini, akan dibahas mengenai pengenaan PPh yang
diatur dalam Undang-undang PPh pasal 4 ayat 2, khususnya mengenai PPh atas Bea
Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB), persewaan tanah dan atau
bangunan, PPh atas jasa konstruksi dan undian.
8.1.1 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Persewaan
Tanah dan Bangunan
Obyek dari pajak penghasilan dari bea perolehan atas tanah dan bangunan
adalah :
1. Penghasilan yang diterima oleh :
a. Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
Tarifnya adalah 5% (lima per seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan
dan merupakan pembayaran PPh pasal 25 (tidak final).
72
[Type text]
b. Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi dan
sejenisnya yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan.
Tarifnya 5% (lima per seratus) dari jumlah bruto dan bersifat final.
2. Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang diterima oleh badan
atau orang pribadi. Tarifnya adalah 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah bruto
persewaan dan bersifat final.
Tata cara pemotongan/pemungutan, penyetoran dan pelaporan untuk BPHTB
dilakukan sebagai berikut :
Bendahara Pengeluaran atau pejabat yang melakukan persewaan tanah dan atau
bangunan atau pejabat yang melakukan tukar menukar :
a. Memungut PPh yang terutang dan menyetorkannya ke Bank/Kantor Pos
Persepsi dengan menggunakan SSP sebelum pembayaran kepada orang
pribadi atau badan atau sebelum tukar menukar dilakukan.
b. Wajib menyampaikan laporan mangenai transaksi pengalihan hak atas
tanah dan bangunan kepada KPP setempat paling lambat tanggal dua
puluh bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pembayaran kepada
orang pribadi atau badan dengan menggunakan bentuk laporan yang
ditentukan.
Untuk persewaan tanah dan/atau bangunan :
a. KPPN atau Bendahara Pengeluaran sebagai penyewa wajib memotong PPh pada
saat pembayaran atau terutangnya sewa, dan memberikan bukti pemotongan PPh
kepada orang atau badan yang menyewakan pada saat dilakukannya pemotongan
PPh (bukti pemotongan PPh pasal 4 ayat 2).
b. Bendahara Pengeluaran menyetorkan PPh yang telah dipotong dengan
menggunakan SSP pada Bank/Kantor Pos Persepsi, selambat-lambatnya tanggal
sepuluh bulan berikutnya setelah bulan pembayaran terutangnya sewa.
c. Bendahara melaporkan PPh yang telah dipotong dan disetor kepada KPP
setempat, selambat-lambatnya tanggal dua puluh bulan berikutnya.
Untuk lebih memperjelas permasalahan tersebut, diberikan contoh-contoh
berikut :
1. Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan pembebasan tanah untuk membangun
kantor baru dengan biaya sebesar Rp.200.000.000,-
73
[Type text]
Maka PPh yang dipungut bendahara BPS adalah : 5% x Rp.200.000.000,- =
Rp.10.000.000,-
Dengan demikian jumlah yang dibayarkan kepada pemilik tanah sebesar
Rp.190.000.000,-
2. BPS mengadakan acara sosialisasi sensus penduduk tahun 2010 dan harus
menyewa sebuah ruang pertemuan milik orang pribadi dengan biaya sewa sebesar
Rp.3.000.000,-
Maka bendahara BPS harus memungut PPh final kepada orang tersebut sebesar :
10% x Rp.3.000.000,- = Rp.300.000,-
Dengan demikian jumlah yang dibayarkan kepada pemilik gedung pertemuan
tersebut adalah sebesar Rp.2.700.000,-
8.1.2 PPh Jasa konstruksi dan Hadiah undian
Obyek dari PPh jasa konstruksi adalah wajib pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap jasa konstruksi kualifikasi kecil yang mempunyai nilai pengadaan sampai
dngan Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang menerima penghasilan dari usaha
jasa pelaksanaan konstruksi, perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi.
Tarifnya sebagai berikut :
a. Jasa pelaksanaan konstruksi dipotong PPh sebesar 2% (final).
b. Jasa perencanaan konstruksi dipotong PPh sebesar 4% (final).
c. Jasa pengawasan konstruksi dipotong PPh sebesar 4% (final).
Obyek hadiah undian adalah wajib pajak orang pribadi atau badan yang
menerima penghasilan dari hadiah undian. Dikenakan PPh bersifat final dengan tarif 25%
dari jumlah bruto nilai hadiah.
Contoh-contoh.
1. Pembangunan sebuah bendungan (pelaksanaan konstruksi) dilaksanakan oleh
Departemen Pekerjaan Umum dengan nilai Rp.200.000.000,- dilaksanakan oleh
pengusaha kecil dan perencanaan konstruksinya dilaksanakan oleh PT. Kuat
Konstruksi dengan biaya sebesar Rp.1.000.000,-
Maka PPh yang dipotong bendahara Departemen Pekerjaan Umum adalah :
a. Untuk jasa konstruksi : 2% x Rp.200.000.000,- = Rp.4.000.000,-
b. Untuk jasa perencanaan : 4% x Rp.1.000.000,- = Rp.40.000,-
2. Abdi memenangkan undian yang diselenggarakan Departemen Sosial sebesar
Rp.30.000.000,-
74
[Type text]
Maka atas pembayaran kepada pemenang undian (Sdr. Abdi) oleh bendahara
Departemen Sosial dipotong PPh sebesar : 25% x Rp.30.000.000,- =
Rp.7.500.000,-
Tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan.
Pejabat Pembuat Komitmen atau Bendahara Pengeluaran memotong PPh yang
terutang pada saat pembayaran penghasilan berupa imbalan, dan memberikan bukti
pemotongan PPh final jasa konstruksi/hadiah undian.
Bendahara menyetor PPh yang terutang pada Bank/Kantor Pos Persepsi
selambat-lambatnya tanggal sepuluh bulan berikutnya setelah bulan pembayaran imbalan,
dengan menggunakan SSP.
Bendahara melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh yang terutang kepada
KPP setempat selambat-lambatnya tanggal dua puluh bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran imbalan.
8.2 tes Formatif 7
1. Jelaskan bagaimama prosedur peemotongan PPh atas BPHTB dan persewaan
tanah dan/atau bangunan!
2. Kapan PPh atas BPHTB dan persewaan tanah dan/atau bangunan disetorkan dan
dilaporkan?
3. Apa yang mejadi obyek pajak jasa konstruksi dan undian?
4. Kapan pemotongannya, penyetoran serta pelaporannya!
8.3 Rangkuman
Selain PPh yang diatur dalam pasal 21, 22, 23 dan 26 undang-undang PPh ada
jenis PPh yang harus diketahui bendahara sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat 2
Undang-undang PPh yaitu : PPh atas BPHTB dan persewaan tanah dan atau bangunan,
jasa konstruksi dan hasil undian.
Pemungutan PPh tersebut dilaksanakan pada saat bendahara pengeluaran
melaksanakan pembayaran dan penyetoran maupun pelaporannya sama dengan
penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21.
8.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
75
[Type text]
Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 7 ini menurut
keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda
dengan kunci jawaban tes formatif 7 yang ada dihalaman belakang modul ini.
Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 7 ini.
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%
4
Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :
90 s.d.
100%
artinya Bagus sekali
80 s.d. 89% artinya Bagus
70 s.d. 79% artinya Sedang
Kurang
dari 69%
artinya Kurang
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat
meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan
belajar 7 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.
76
[Type text]
9. Kegiatan belajar 8
SANKSI PERPAJAKAN Tujuan Instruksional Khusus
Setelah Anda mempelajari kegiatan belajar 8 ini, Anda diharapkan mampu untuk :
dddd. Memahami sanksi administrasi dalam perpajakan;
eeee. Memahami sanks pidana dalami perpajakan
9.1 Uraian, Contoh Dan Non-contoh
9.1.1 Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi perpajakan diterapkan baik dalam pengenaan PPh maupun
PPN/PPn BM. Sanksi administrasi perpajakan bisa berupa denda, pengenaan bunga dan
kenaikan pembayaran PPh.
a. Denda (UU KUP pasal 7 ayat 1)
� Denda sebesar Rp.500.000,- dikenakan apabila SPT Masa PPN tidak
disampaikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, yaitu
selambat-lambatnya empat belas hari setelah bulan kalender berakhir.
� Denda Rp.100.000,- untuk SPT Masa lainnya.
� Denda sebesar Rp.1.000.000,- dikenakan apabila SPT Tahunan wajib
pajak badan yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai
dengan batas waktu yaitu paling lambat empat bulan setelah tahun
kelender berakhir..
� Denda Rp.100.000,- untuk SPT Tahunan PPh wajib pajak orang
pribadi.
� Denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang bayar, apabila WP
dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran
jumlah pajak yang sebenarnya. Terhadap wajib pajak tidak akan
dilakukan tindakan penyidikan walau telah dilakukan tindakan
pemeriksaan. (UU KUP pasal 8 ayat 3)
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan terhadap
hal-hal sebagai berikut : (UU KUP pasal 7 ayat 2)
77
[Type text]
1. WPOP yang telah meninggal dunia,
2. WPOP yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
3. WPOP yang berstatus warga negara asing yang tidak tinggal lagi di
Indonesia.
4. BUT yang tidak melakukan lagi kegiatan di Indonesua,
5. WP badan yang tidak lagi melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum
dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi,
7. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan,
8. WP lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan,
b. Pengenaan Bunga
Bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang terutang atau kurang dibayar
dalam hal :
1. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan yang mengakibatkan
utang pajak lebih besar. Dihitung sejak saat penyampaian SPT tersebut
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari satu bulan, dihitung
penuh satu bulan. (UU KUP pasal 8 ayat 2)
2. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang
pajak lebih besar. Dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan
tanggal pembayaran, dan bagian dari satu bulan, dihitung penuh satu
bulan. (UU KUP pasal 8 ayat 2a)
3. Pembayaran atau penyetoran pajak melebihi tanggal jatuh tempo. Dihitung
dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran,
dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. (UU KUP pasal 9 ayat
2a).
4. Pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak yang terutang atas dasar
SPT Tahunan melebihi tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran
pajak. Dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT
dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu
bulan. (UU KUP pasal 9 ayat 2b).
78
[Type text]
5. Terdapat kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar (SKPKB) berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain, dihitung saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, atau
tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. Pengenaan denda ini
untuk paling lama 24 bulan. (UU KUP pasal 13 angka 2).
6. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak.
Dihitung saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian
tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan
Pajak apabila PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
Pengenaan denda ini untuk paling lama 24 bulan. (UU KUP pasal 14
angka 3).
7. Perhitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah
pembayaran yang sebenarnya terutang akibat diberikan ijin penundaan
penyampaian SPT Tahunan. Dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai
tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, bagian
dari bulan dihitung penuh satu bulan. (UU KUP pasal 19 ayat 1).
8. Bunga sebesar 2% per bulan dari pajak yang kurang dibayar dalam hal WP
diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayarana pajak. (UU KUP
pasal 19 ayat 2)
9. Dalam hal WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT dan ternyata
perhitungan sementara pajak terutang kurang dari pajak yang sebenarnya
terutang, Dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT
sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut, dan
bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan. (UU KUP pasal 19 ayat 3)
Bunga sebesar 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal
wajib pajak setelah jangka waktu 10 tahun dipidana karena melakukan tindak
pidana dibidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. (UU KUP pasal 15 ayat 4)
c. Kenaikan pembayaran PPh
- Kenaikan sebesar 50% dari pajak kurang dibayar yang timbul sebagai akibat
dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, dan harus dibayar/dilunasi
WP sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan. (UU KUP pasal 8 ayat
5)
79
[Type text]
- Kenaikan sebesar 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu
tahun pajak, apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran. (UU KUP pasal 13 ayat 3 huruf
a).
- Kenaikan sebesar 100% dari jumlah PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak
atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut
tetapi tidak atau kurang disetorkan. (UU KUP pasal 13 ayat 3 huruf b).
- Kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar, yang
ditetapkan melalui penerbitan SKPKB, apabila WP karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara untuk pertama kalinya.
(UU KUP pasal 13A).
- Kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dalam hal
ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap dari wajib
pajak yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. (UU KUP
pasal 15 ayat 2).
Kenaikan teersebut tidak dikenakan apabila SKPBT itu diterbitkan berdasarkan
keterangan tertulis dari WP atas kehendak sendiri, dengan syarat Dirjen Pajak
belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan
SKPBT. (UU KUP pasal 15 ayat 3).
Dalam hal PPN sanksi administrasi diterapkan sebagai berikut :
a. Denda sebesar Rp.500.000,- dalam hal SPT Masa PPN tidak disampaikan atau
disampaikan tidak sesuai dalam batas waktu yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yaitu selambat-lambatnya 14 hari setelah masa pajak
berakhir. (UU KUP pasal 7 ayat 1).
b. Kenaikan pajak sebesar 100% dari PPN Barang dan Jasa dan PPn BM yang tidak
atau kurang dibayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
mengenai PPN dan PPn BM ternyata tidak seharusnya dikopensasikan selisih
lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%. (UU KUP pasal 13 ayat 3
huruf c).
80
[Type text]
c. Denda sebesar 2% sebulan dari dasar pengenaan pajak selain wajib menyetor
pajak yang terutang apabila :
1. Pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur
pajak atau membuat faktur pajak akan tetapi tidak tepat waktu;
2. Pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mengisi faktur pajak
secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam undang-undang PPN.
3. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak. (UU KUP pasal 14 ayat 3).
9.1.2 Sanksi Pidana
Sanksi pidana diterapkan dalam perpajakan disebabkan karena alpa/lalai (UU
KUP pasal 38) atau dengan sengaja (UU KUP pasal 39).
Karena alpa.
a. Tidak menyampaikan SPT atau
b. Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar;
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan pidana
kurungan paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun dan denda paling sedikit
satu kali jumlah pajak terutang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak dua kali
jumlah pajak yang terutang atau kurang dibayar.
Apabila dengan sengaja.
a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP;
b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau nomor pengukuhan
PKP.
c. Tidak menyampaikan SPT.
d. Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap.
e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;
f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar dan tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya;
81
[Type text]
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau
tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen lainnya.
h. Tidak menyimpan buku, catatan atau dokumen lain yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data
dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara
program aplikasi on-line di Indonesia;
i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,
Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, diancam dengan
pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda
paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan
paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP dan Pengukuhan PKP, atau
menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap,
dalam rangka mengajukan restitusi atau melakukan kopensasi pajak atau pengkreditan
pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama dua
tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau
kopensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak empat kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan atau kopensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
Dalam UU KUP pasal 39A dinyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja :
a. Menerbitkan dan atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak dan atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya;
b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP
dipidana dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama enam tahun
serta denda paling sedikit dua kali jumlah pajak dalam faktur pajak, dan atau bukti
setoran pajak dan paling banyak enam kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak.
Dalam UU KUP pasal 41A dinyatakan bahwa setiap orang yang wajib
memberikan keterangan atau bukti yang diminta dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak
tetapi dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau bukti, atau memberikan
keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama
satu tahun dan denda paling banyak Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
82
[Type text]
9.2 Tes Formatif 8
1. Jelaskan sanksi administrasi yang diterapkan dalam PPh dan PPN.
2. Apa sanksi pidana bagi wajib pajak yang lalai tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT namun isinya tidak benar sehingga berakibat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara?
3. Apa sanksi pidana karena sengaja berbuat sesuatu sehingga berakibat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara?
4. Usaha-usaha apa saja agar kita tidak terkena sanksi perpajakan?
9.3 Rangkuman
Dalam pelaksanaan perpajakan belanja negara Pejabat Pembuat Komitmen atau
Bendahara Pengeluaran harus dapat melaksanakan sesuai dengan perundangan dan
peraturan yang berlaku dibidang perpajakan. Sebab bila tidak akan berakibat terkena
sanksi baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Sanksi administrasi diterapkan baik terhadap pemotongan pajak penghasilan
maupun PPN. Sedang sanski pidana diterapkan kepada hal-hal yang pada akhirnya
menimbulkan kerugian terhadap pendapatan negara.
Pengenaan sanksi ini merupakan upaya untuk meningkatkan kepatuhan wajib
pajak, agar dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9.4 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah Anda menjawab soal-soal tes formatif 7 ini menurut
keyakinan/pendapat Anda sendiri, selanjutnya coba Anda cocokan jawaban Anda
dengan kunci jawaban tes formatif 7 yang ada dihalaman belakang modul ini.
Kemudian hitunglah jawaban Anda yang benar. Gunakan pedoman dibawah ini
untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 7 ini.
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = -------------------------------------------- x 100%
4
83
[Type text]
Jika tingkat penguasaan Anda mencapai angka :
90 s.d.
100%
artinya Bagus sekali
80 s.d. 89% artinya Bagus
70 s.d. 79% artinya Sedang
Kurang
dari 69%
artinya Kurang
Jika Anda mencapai tingkat penguasaan lebih dari 80% Anda dapat
meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Anda bagus! Akan tetapi bila tingkat
penguasaan Anda masih dibawah 80%, maka Anda harus mengulangi kegiatan
belajar 7 ini, terutama pada bagian-bagian yang belum Anda kuasai.
84
[Type text]
10. Kegiatan belajar 9
TES SUMATIF A. Petunjuk
Beri tanda silang pada huruf B bila pernyataan ini Anda anggap benar dan S bila
salah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Faktur pajak adalah bukti pemungutan PPN, oleh karena itu Bendahara
Pengeluaran selaku pemungut PPN wajib membuatnya.
Kuitansi dengan nilai dibawah Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) terutang
Bea Meterai Rp.3.000,- (tiga ribu rupiah).
Berapapun nilai cek yang dibuat, terutang Bea Meterai Rp.6.000,-
(enam ribu rupiah).
Bendahara Pengeluaran wajib menyetorkan PPh pasal 22 yang
dipungutnya ke Kas Negara paling lambat tanggal 7 bulan kalender
berikutnya.
Atas pembayaran honorarium kepada pengajar (swasta) sebesar
Rp.800.000,- (delapan ratus ribu rupiah) tidak perlu dipotong PPh pasal
21, karena seluruhnya ditanggung Pemerintah.
PPh pasal 21 yang dipungut Bendahara Pengeluaran harus disetorkan
paling lambat tanggal 10 bulan kalender berikutnya, dan harus
dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 bulan kalender berikutnya.
Bukti pemungutan pajak tidak perlu diberikan apabila yang dipotong
merupakan obyek PPh yang bersifat final.
Pajak-pajak terutang atas kegiatan dengan dana pinjaman/hibah luar
negeri harus dipungut karena merupakan pendapatan bagi Negara.
Pembayaran gas elpiji kepada Pertamina tidak perlu dipungut PPN
maupun PPh-nya.
Bendahara Pengeluaran tidak perlu memungut PPN atas pembelian BKP
kepada Pengusaha Kecil (bukan PKP) meskipun nilainya di atas
Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)
Pembayaran dengan jumlah dibawah Rp.1.000.000,- tidak terutang PPN
maupun PPh.
PPn BM dikenakan terhadap barang yang menurut Keputusan Menteri
Keuangan tergolong Barang Mewah.
85
[Type text]
14
15
16
17
18
19
20
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
B – S
B - S
:
:
:
:
:
:
:
PPN yang dipungut Bendahara Pengeluaran harus disetorkan pada hari
itu juga (pada tanggal yang sama dengan tanggal pemungutan).
Tarif PPN adalah 10% dari harga BKP atau JKP.
Terhadap jasa perbaikan, Bendahara Pengeluaran harus mengenakan
PPh pasal 23 dengan tariff 4,5% tanpa memandang apakah pengusaha
itu mempunyai Surat Ijin Jasa Konstruksi atau tidak.
Bendahara Pengeluaran harus melaporkan pajak-pajak yang
dipungutnya tepat waktu, karena bila terlambat akan dikenakan denda
sebesar Rp.100.000,-
Atas honorarium dengan dana pinjaman/hibah luar negeri yang
dibayarkan kepada PNS goilongan III/a ke atas dikenakan PPh pasal 21
sebesar 15%.
PPh pasal 26 tidak dikenakan kepada Wajib Pajak Luar Negeri yang
dapat menunjukan Surat Keterangan Bebas Pemungutan PPh pasal 26
dari KPPN.
Besarnya PPN dan PPh terutang atas pembayaran yang dilakukan secara
langsung, harus dicatumkan dalam kolom potongan SPM-LS yang
diajukan Satker ke KPPN.
PPh tentang BPHTB diatur dalam Undang-undang PPh padal 4 ayat 2.
B. Petunjuk
Beri tanda silang pada jawaban a, b, c atau d yang menurut Anda paling benar
1. Terhitung mulai 1 Januari 2006 PTKP untuk karyawati dengan status kawin dan
mempunyai tiga orang anak adalah sebesar :
a. Rp.13.200.000,- c. Rp.16.800.000,-
b. Rp.15.600.000,- d. Rp.18.000.000,-
2. Abdullah adalah PNS dengan pangkat Penata (Gol. III/c) mempunyai tanggungan
seorang istri dan dua orang anak. Maka Abdullah berhak atas PTKP sebesar :
a. Rp.13.200.000,- c. Rp.15.600.000,-
b. Rp.14.400.000,- d. Rp.16.800.000,-
3. Dalam perhitungan PPh pasal 21 diperkenankan dengan mengadakan pengurangan
terhadap penghasilan untuk biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan
jumlah maksimal :
86
[Type text]
a. Rp.108.000,- setahun c. Rp.1.296.000,- setahun
b. Rp.1.296.000,- sebulan d. Jawaban a, b dan c salah
4. Tarif PPh pasal 21 sebesar 15% dikenakan untuk lapisan penghasilan kena pajak yang
bernilai :
a. Diatas Rp.25 juta s.d. Rp.50 juta c. Diatas Rp.100 juta s.d. Rp.200 juta
b. Diatas Rp.50 juta s.d. Rp.100 juta d. Diatas Rp.200 juta
5. Terhadap penghasilan kena pajak sebesar Rp.55.000.000,- (lima puluh lima juta
rupiah) dikenakan pemotongan PPh pasal 21 sebesar :
a. Rp.4.500.000,- c. Rp.11.000.000,-
b. Rp.8.250.000,- d. Rp.13.750.000,-
6. Sidik adalah PNS dengan pangkat Pengatur (Gol. II/c) pada bulan Maret 2008
menerima uang lembur dari kantornya sebesar Rp.300.000,- Atas penerimaan uang
lembur tersebut :
a. Tidak dipotong PPh pasal 21 karena penerimaannya dibawah Rp.1.000.000,-
b. Tidak dipotong PPh pasal 21 karena ia masih golongan II/c
c. Tidak dipotong PPh pasal 21 karena ditanggung Pemerintah
d. Dipotong PPh pasal 21 sebesar Rp.45.000,-
7.Terhadap pembayaran honor yang dibayarkan kepada Maksudi, S.H., L.L.M. (swasta)
atas ceramah tentang penegakan hukum di Indonesia, dipotong :
a. PPh pasal 21 c. PPh pasal 23
b. PPh pasal 22 d. PPh pasal 26
8.Dibawah ini adalah PPh yang ditanggung Pemerintah, kecuali :
a. PPh atas gaji PNS
b. PPH atas honorarium golongan II/d ke bawah
c. PPh atas tunjangan yang terkait dengan gaji
d. PPh atas kegiatan pemerintah dengan dana pinjaman/hibah luar negeri
9. PPh pasal 21 yang dipotong Bendahara Pengeluaran :
a. Disetor pada hari pemotongan dan dilaporkan paling lambat tanggal 7 setelah
bulan kalender berakhir
b. Disetor paling lambat tanggal 7 bulan kalender berikutnya dan dilaporkan
paling lambat 10 hari setelah masa pajak berakhir
c. Disetor paling lambat tanggal 7 bulan kalender berikutnya dan dilaporkan
paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir
87
[Type text]
d. Disetor paling lambat tanggal 10 bulan kalender berikutnya dan dilaporkan
paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir
10. Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran kepada Mr. Brown (wajib pajak luar
negeri) sebesar US $ 15.000,- Apabila pada waktu pembayaran dilakukan, kurs pajak
yang berlaku adalah US $ 1 = Rp.10.000,- maka PPh pasal 26 yang harus dipotong
Bendahara Pengeluaran adalah sebesar :
a. US $ 2.250,00 c. Rp.22.500.000,-
b. US $ 3.000,00 d. Rp.30.000.000,-
11. Tarif pengenaan PPN dan PPn BM diatur dalam Undang-undang PPN sebagai berikut
:
12. PPN dapat dipungut apabila dipenuhi syarat :
a. Adanya penyerahan di daerah pabean
b. Yang diserahkan adalah BKP atau JKP
c. Yang menyerahkan PKP
d. Jawaban a, b dan c benar
13. Barang X termasuk Batrang Mewah dan harus dikenakan PPn BM sebesar 25% dari
harga barang. Apabila PPN yang dikenakan terhadap barang X tersebut 10% dan jumlah
pembayaran terhadap barang X tersebut sebesar Rp.675.000.000,- , maka :
a. PPN yang dikenakan sebesar Rp.50.000.000,-
b. Dipungut PPn BM sebesar Rp.125.000.000,-
c. Harga barang tersebut sebelum PPN dan PPn BM adalah Rp.500.000.000,-
d. Jawaban a, b dan c benar
14. Pada tanggal 10 Maret 2008 dilakukan penyerahan BKP oleh PKP kepada Bendahara
Pengeluaran. Pada tanggal 13 Maret 2008 PKP menyampaikan tagihan dan Bendahara
Pengeluaran baru melakukan pembayaran pada tanggal 16 Maret 2008. Maka penyetoran
dan pelaporan PPN tersebut oleh Bendahara Pengeluaran paling lambat :
a. Penyetoran tanggal 7 April 2008 dan pelaporannya tanggal 14 April 2008
a. Tarif PPN sebesar 10% dari harga barang dan dapat diubah dengan PP serendah-
rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15%
b. Tarif PPn BM serendanh-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 75%
c. Tarif PPn BM serendanh-rendahnya 10% dan setinggi-tingginya 100%
d. Jawaban a, b dan c tidak ada yang benar
88
[Type text]
b. Penyetoran tanggal 10 April 2008 dan pelaporannya tanggal 14 April 2008
c. Penyetoran tanggal 13 Maret 2008 dan pelaporannya tanggal 14 April 2008
d. Penyetoran tanggal 16 Maret 2008 dan pelaporannya tanggal 14 April 2008
15. Atas pembayaran atas sewa kendaraan (tarif PPh = 1,5%) sebesar Rp.3.300.000,-
(termasuk PPN), Bendahara Pengeluaran memotong PPh dan PPN sebesar :
a. Rp.49.500,- dan Rp.330.000,- c. Rp.45.000,- dan Rp.330.000,-
b. Rp.49.500,- dan Rp.300.000,- d. Rp.45.000,- dan Rp.300.000,-
16. Bendahara Pengeluaran bermaksud membayar jasa penyelenggaraan kegiatan sebesar
Rp.11.000.000,- (PPh = 1,5%). Atas pembayaran tersebut dipungut :
a. PPh pasal 22 saja c. PPh pasal 23 saja
b. PPh pasal 22 dan PPN d. PPh pasal 23 dan PPN
17. Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas pembelian satu unit komputer
dan printer kepada Toko “ABC” dengan jumlah pembayaran sebesar Rp.22.000.000,-
(termasuk PPN). Jumlah yang akan dibayarkan kepada Toko “ABC” tersebut setelah
memperhitungkan PPN dan PPh adalah sebesar :
a. Rp.17.900.000,- c. Rp.20.000.000,-
b. Rp.19.700.000,- d. Rp.22.000.000,-
18. Yang merupakan obyek PPh pasal 23 adalah pembayaran untuk kegiatan :
a. Honorarium konsultan kepada Mr. Brown (Wajib Pajak Luar Negeri)
b. Jasa konsultan hukum pada Erick and Partner (Wajib Pajak Dalam Negeri)
c. Pembelian mebelair pada Toko Asia Pasifik
d. Jawaban a, b dan c benar
19. Berikut ini adalah pembayaran-pembayaran yang tidak dipungut PPN oleh Bendahara
Pengeluaran, kecuali :
a. Pembayaran dengan jumlah maksimal Rp.1.000.000,- dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah
b. Pembayaran atas rekening telepon
c. Pembelian untuk pembebasan tanah
d. Pembayaran untuk pengadaan komputer
20. Bendahara Pengeluaran memungut PPN dan PPn BM masing-masing sebesar
Rp.10.000.000,- dan Rp.25.000.000,-. Sedangkan PPh pasal 22 yang dipungut sebesar
Rp.1.500.000,-. Maka jumlah tagihan yang diajukan rekanan kepada Bendahara
Pengeluaran adalah sebesar :
89
[Type text]
a. Rp.100.000.000,- c. Rp.125.000.000,-
b. Rp.110.000.000,- d. Rp.135.000.000,-
C. Petunjuk
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini, dengan disertai perhitungan perpajakannya!
1. Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran alat tulis kantor (ATK) kepada Toko
XYZ sebesar Rp.7.700.000,- (termasuk PPN). Hitunglah PPN dan PPh pasal 22 yang
dipungut dengan pembayaran tersebut !
A. Jumlah pembayaran = Rp..............................
B. PPN terutang = ........ / ........... x
Rp...........................
= Rp.............................
C. Harga barang sebelum PPN = Rp............................
D. PPh pasal 22 = ....... % x Rp.............................. = Rp.............................
E. Jumlah yang dibayarkan kepada Toko XYZ = Rp..............................
2. Dalam suatu acara seminar Bendahara Pengeluaran memesan konsumsi dari katering
“Enak” dengan harga Rp.5.000.000,- (belum termasuk PPN). Hitunglah PPN dan PPh
pasal 23 yang dipungut dengan pembayaran tersebut !
A. Jumlah pembayaran = Rp............................
B. PPN terutang = .......... / .............. x
Rp....................
= Rp............................
C. Harga barang sebelum PPN = Rp...........................
D. PPh pasal 23 = .......... % x Rp.......................... = Rp..........................
E. Jumlah yang dibayarkan kepada Pers. Katering
Enak
= Rp...........................
3.Anisah (karyawati) adalah PNS dengan pangkat Penata Muda (Gol. III/a) mendapat
gaji pokok sebesar Rp.1.200.000,- sebulan. Ia menikah dan memiliki 2 anak yang masuk
daftar gajinya. Selain itu ia mendapat tunjangan beras Rp.180.720,- serta tunjangan
umum sebesar Rp.185.000,- per bulan. Hitunglah besarnya PPh pasal 21 terutang
sebulan.
1 Gaji pokok = Rp..........................
2 Tunjangan suami : 10% x = Rp.........................
90
[Type text]
Rp............................................
3 Tunjangan anak : 2 x 2% x
Rp.......................................
= Rp........................
4 Tunjangan Umum = Rp.........................
5 Tunjangan beras = Rp..........................
6 Pembulatan = Rp..........................
7 Penghasilan kotor (bruto) = Rp.........................
8 Pengurangan yang diperkenankan
a.Biaya jabatan : 5% x Rp......................... =
Rp...............
b.Iuran Pensiun : 4,75 % x Rp................... =
Rp...............
c.Iuran THT : 3,25% x Rp.................... =
Rp...............
= Rp............................
9 Penghasilan netto (bersih) sebulan = Rp..........................
10 Penghasilan netto disetahunkan = Rp..........................
11 Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) = Rp.........................
12 Penghasilan kena pajak = Rp.........................
13 Penghasilan kena pajak dibulatkan = Rp..........................
14 PPh pasal 21 terutang dalam setahun = Rp...........................
15 PPh pasal 21 terutang sebulan = Rp............................
91
[Type text]
JAWABAN TES FORMATIF
Tes Formatif 1 1. Lihat halaman 4 alinea 2 2. Lihat halaman 5 subsubbab 2.1.1.2 3. Lihat halaman 6 subsubbab 2.1.1.3 4. Ketiga sistem tersebut digunakan 5. PPh Pasal 21 6. Untuk pengadaan barang dipungut PPN/PPn BM dan PPh Pasal 22
Untuk pengadaan jasa dipungut PPN dan PPh Pasal 23 7. Lihat halaman 7 subbab 2.1.1
Tes Formatif 2 1. Lihat halaman 12 subsubbab 3.1.1 2. Lihat halaman 13 dan 14 subsubbab 3.1.2 3. Lihat halaman 14 smpai dengan 16 4. Pada saat Bendahara Pengeluaran melakukan pembayaran atas beban APBN 5. Disetor paling lambat 7 hari setelah bulan kalender berakhir dan dilaporkan paling
lambat 14 hari setelah bulan kalender berakhir 6. Lihat halaman 18 dan 19
Tes Formatif 3 1. Lihat halaman 22 dan 23 subsubbab 4.1.1 2. Lihat halaman 23 dan 24 subsubbab 4.1.2 3. Pengurangan terhadap penghasilan yang diperkenankan, PTKP dan Tarif PPh
Pasal 21. 4. Berkaitan dengan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 5. Disetor paling lambat 10 hari setelah bulan kalender berakhir dan dilaporkan
paling lambat 20 hari setelah bulan kalender berakhir
Tes Formatif 4 1. Lihat halaman 43 subsubbab 5.1.1 2. Lihat halaman 44 subsubbab 5.1.2 3. Lihat tabel pada halaman 45 4. Lihat halaman 44 alinea 2 5. Disetor pada hari yang sama dengan pemungutannya. 6. Dilaporkan paling lambat 14 hari setelah bulan kalender berakhir
Tes Formatif 5 1. Lihat halaman 50 alinea 1 2. Lihat halaman 50 dan 51 subsubbab 6.1.2 3. Pada saat dilakukannya pembayaran atas beban APBN 4. Disetor paling lambat 10 hari setelah bulan kalender berakhir dan dilaporkan
paling lambat 20 hari setelah bulan kalender berakhir 5. Lihat halaman 60 alinea 2
92
[Type text]
Tes Formatif 6 1. Lihat halaman 64 subsubbab 7.1.1 2. Lihat halaman 64 subsubbab 7.1.1 3. Pihak yang memerlukan dokumen tersebut 4. Lihat halaman 66 subsubbab 7.1.5 5. Lihat halaman 64 dan 65 subsubbab 7.1.2 6. Lihat halaman 65 dan 66 subsubbab 7.1.3 7. Lihat halaman 67 alinea 2 dan 3 8. Lihat halaman 67 subsubbab 7.1.6 9. Lihat halaman alinea 2 10. Lihathalaman 68 alinea 3
Tes Formatif 7 1. Lihat halaman 71 dan 72 subsubbab 8.1.1 2. Lihat halaman 72 alinea 2 3. Lihat halaman 73 subsubbab 8.1.2 4. Lihat halaman 74 alinea 2
Tes Formatif 8 1. Lihat halaman 76 sampai dengan 80 subsubbab 9.1.1 2. Pidana kurungan paling singkat 3 bulan paling lama 1 tahun dan denda paling
sedikit 1 kali jumlah pajak terutang dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang
3. Lihat halaman 81 alinea 2 4. Mentaati ketentuan-ketetntuan dibidang perpajakan
93
[Type text]
LAMPIRAN – LAMPIRAN
FORMULIR-FORMULIR PERPAJAKAN
1. Surat Setoran Pajak (SSP) – Form F.2.0.32.01
2. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 – Form F.1.1.33.01
3. Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 – Form F.1.1.33.08
4. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 – Form F.1.1.32.01
5. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 – Form
F.1.1.32.01
6. Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 – Form F.1.1.33.04
7. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 22 – Form F.1.1.32.02
8. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 – Form F.1.1.33.06
9. Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 – Form D.1.1.32.05
10. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23 dan atau Pasal 26 – Form
F.1.1.32.03
11. Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) – Form D.1.1.32.05
12. Surat Pemberitahuan Masa (SPT) PPh Pasal 4 ayat (2) – Form F.1.1.32.04
13. Faktur Pajak Standar
14. Surat Pemberitahuan Masa (SPT) PPN – Form F.1.2.32.02
15. Daftar PPN dan PPn BM Yang Dipungut Bendaharawan Pemerintah – Form
D.1.2.32.03 (Lampiran 1)
16. Daftar PPN dan PPn BM Yang Dipungut Bendaharawan Pemerintah – Form
D.1.2.32.04 (Lampiran 2)