Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

35
Sugiharto Modul Pelatihan Manajemen Rekam Medis Berbasis Akreditasi Puskesmas Etika Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan dan Aspek Hukum Rekam Medis Sugiharto 1

description

Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Transcript of Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Page 1: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

Modul Pelatihan

Manajemen Rekam Medis

Berbasis Akreditasi Puskesmas

Etika ProfesiPerekam Medis dan Informasi Kesehatan

danAspek Hukum Rekam Medis

Sugiharto

2015

1

Page 2: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

BAB I

ETIKA PROFESI PEREKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

A. Pengertian Etika

Etika Berasal dari kata Yunani yaitu ethos yang berarti akhlak, adat

kebiasaan, watak, perasaan, sikap yang baik, yang layak.

Menurut KUBI :

1) Ilmu tentang apa yg baik, apa yg buruk dan tentang kewajiban dan

moral

2) Kumpulan atau seperangkat asas atau nilai yg berkenaan dg akhlak

3) Nilai yg benar dan salah yang dianut suatu golongan atau

masyarakat

Menurut Martin (1993) etika didefinisikan sebagai “the discipline wich can

act as the performance index or reference for our control system”

Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena

segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan

kelompok sosial (profesi) itu sendiri.

B. Prinsip dalam Etika

1. Nonmaleficence (tidak merugikan) berarti tidak menimbulkan

bahaya/cidera fisik pada pasien.

2. Beneficence berarti hanya melakukan sesuatu yang baik

3. Confidentiality berarti kerahasiaan.

4. Justice berarti keadilan.

5. Fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya

terhadap orang lain.

C. Pengertian Kode Etik

Kode etik (latin:”codex”=himpunan) berarti usaha menghimpun apa yang

tersebar. Kode etik adalah himpunan norma-norma yang disepakati dan

ditetapkan oleh dan untuk para pengemban profesi.

2

Page 3: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

• Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua

pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan

• Ciri-ciri pekerjaan profesi :

1. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional

2. Pekerjaannya berlandaskan etika profesi

3. Mengutamakan penggilan kemanusiaan daripada keuntungan

pribadi

4. Pekerjaannya legal (melalui perijinan)

5. Anggotanya belajar sepanjang hayat

6. Anggotanya tergabung dalam organisasi profesi.

D. Kode Etik Perekam Medis dan Informasi Kesehatan (PMIK)

Kode etik perekam medis dan informasi kesehatan adalah pedoman untuk

sikap dan perilaku perekam medis dalam menjalankan tugas, serta

mempertanggung jawabkan segala tindakan profesi baik kepada profesi itu

sendiri, pasien, manajerial dan masyarakat luas.

1. Kewajiban Umum

a. Di dalam melaksanakan tugas profesi, setiap PMIK selalu bertindak

demi kehormatan diri, profesi dan organisasi PORMIKI.

b. PMIK selalu menjalankan tugas berdasarkan standar profesi tertinggi.

c. PMIK lebih mengutamakan pelayanan daripada kepentingan pribadi

dan selalu berusaha memberikan pelayanan yang sesuai dengan

kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu.

d. PMIK wajib menyimpan dan menjaga data rekam medis serta

informasi yang terkandung di dalamnya sesuai dengan ketentuan

prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan peraturan

perundangan yang berlaku.

e. PMIK selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas

informasi pasien yang terkait dengan identitas individu atau sosial.

f. PMIK wajib melaksanakan tugas yang dipercaya pimpinan

kepadanya dengan penuh tanggungjawab, teliti dan akurat.

3

Page 4: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

2. Perbuatan/Tindakan yang Bertentangan dengan Kode Etik

a. Menerima ajakan kerjasama seseorang/kumpulan orang untuk

melakukan pekerjaan yang menyimpang dari standar profesi yang

berlaku.

b. Menyebarluaskan informasi yang terkandung dalam rekam medis

yang dapat merusak citra PMIK.

c. Menerima imbalan jasa dalam bentuk apapun atas tindakan no.1

dan 2.

3. Kewajiban PMIK Terhadap Profesi

a. PMIK wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari

Kode Etik Profesi.

b. PMIK wajib meningkatkan mutu rekam medis dan informasi

kesehatan.

c. PMIK wajib berpartisipasi aktif dan berupaya mengembangkan serta

meningkatkan citra profesi.

d. PMIK wajib menghormati dan mentaati peraturan dan kebijakan

organisasi profesi.

4. Kewajiban Terhadap Diri Sendiri

a. PMIK wajib menjaga kesehatan dirinya agar dapat bekerja dengan

baik.

b. PMIK wajib meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai

dengan perkembangan IPTEK yang ada

4

Page 5: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

BAB II

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS

A. Pengertian Rekam Medis

1. Menurut Huffman EK, 1992

Rekam Medis adalah Rekaman atau catatan mengenai siapa, apa.

mengapa, bilamana, dan bagaimana pelayanan yang diberikan kepada

pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai

pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang

cukup untuk mengidentifikasi pasien, membenarkan diagnosis dan

pengobatan serta merekam hasilnya.

2. Menurut Permenkes No. 269/ 2008 :

Rekam Medis adalah Berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas pasien pemeriksaan, pengobatan, tindakan & pelayanan lain yg

telah diberikan kepada pasien.

• Catatan : Tulisan yg dibuat oleh Dr/Drg ttg segala tindakan yg dilakukan

kepada pasien dlm rangka pemberian pelayanan kesehatan

• Dokumen : Catatan Dr/Drg dan / atau tenaga kesehatan tertentu, lap

hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian

dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan dan

rekaman elektro diagnostik.

B. Kegunaan Rekam Medis

Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 6 manfaat, yang

untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:

1. Adminstratlve value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif

pelayanan kesehatan.

2. Legal value:  Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di

pengadilan,

5

Page 6: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

3. Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya

pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien

4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian

dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan. 

5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran

dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga

kesehatan lainnya.

6. Documentation value: Rekam medis merupakan sarana untuk

penyimpanan berbagai dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien.

C. Isu Hukum Terkait Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Terdapat 3 isu hukum utama yang berkaitan dengan rekam medis dan

informasi kesehatan, yaitu : (1) Kompilasi, pemeliharaan, dan retensi Rekam

Medis/ Rekam Kesehatan, (2) Penggunaan dan Pengungkapan Informasi

kesehatan, dan (3) Penggunaan catatan pasien dan informasi kesehatan

dalam proses peradilan. Selain itu juga terdapat isu hukum di bidang

kepemilikan, perlindungan dan komputerisasi.

1. Kompilasi, Pemeliharaan dan Retensi.

Kompilasi dan pemeliharaan informasi kesehatan harus dilakukan

dengan benar dan sesuai dengan standar-standar, etika,dan huku.

Undang-Undang dan Permenkes telah mengatur kewajiban dan poko-

pokok pembuatan dan pengelolaan rekam medis, selanjutnya pedoman

dan standar profesi mengatur rincian pelaksanaannya. Tidak mentaati

standar-standar dan ketentuan hukum diatas akan mengakibatkan

diperolehnya sanksi tertentu, seperti dicabutnya izin atau akreditasi,

denda, atau bahkan hukuman penjara. Sebagai contoh, dokter yang

sengaja tidak membuat rekam medis dapat di ancam pidana penjara satu

tahun (lihat Pasal 46 dan Pasal 79 UU Praktik Kedokteran).

Setiap rumah sakit sebaiknya memiliki kebijakan yang memastikan

keseragaman isi maupun bentuk dari rekam kesehatan berdasarkan

standar adreditasi yang dipakai, kebutuhan si pembayar, dan standar

6

Page 7: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

profesi . Berikut adalah acuan umum untuk menentukan bentuk dan isi

rekam kesehatan. :

a. Rekam kesehatan hendaknya disusun secara sistematik untuk

memudahkan pencarian dan kompilasi data

b. Hanya orang-orang tertentu yang ditunjuk oleh kebijakan rumah

sakit saja yang diperbolehkan mendokumentasikan dan

menyimpan rekam kesehatan

c. Kebijakan rumah sakit dan atau peraturan internal staf medis

hendaknya menspesifikasi siapa yang berhak menerima dan

menulis perintah verbal dokter dan tata caranya.

d. Masukan pada pada rekam kesehatan hendaknya dicatat pada

saat perawatan yang diuraikan diberikan (tidak retrospektif)

e. Penulis semua masukan harus tertera dengan jelas

f. Singkatan dan simbol sebaiknya hanya digunakan dalam rekam

kesehatan bila sesuai dengan ketentuan yang berlaku

g. Semua masukan dalam rekam kesehatan hendaknya permanen

h. Untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam rekam

kesehatan, hendaknya digunakan tatacara sebagaimana diatur

dalam Permenkes No.269 tahun 2008.

i. Bila pasien ingin mengubah isi rekam kesehatanya, perubahan

hendaknya dibuat sebagai adendum. Sebaiknya tidak ada

perubahan pada masukan yang asli, dan perubahan harus secara

jelas merupakan dokumen tambahan yang disertakan dalam rekam

kesehatan yang asli atas permintaan pasien, yang selanjutnya akan

bertanggungjawab untuk menjelaskan perubahan tersebut

j. Profesional MIK harus mengembangkan, mengimplementasikan,

dan mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan

analisis kuantitatif maupun kualitatif dari rekam kesehatan.

Permenkes No.269 tahun 2008 mengatur tentang lamanya retensi rekam

medis hingga setidaknya 5 tahun sejak kunjungan pasien terakhir, sedangkan

untuk hal-hal yang bersifat khusus dapat ditetapkan sendiri.

7

Page 8: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

Selain hukum, peraturan dan standar akreditasi, retensi rekam medis

bergantung juga kepada penggunaannya dalam suatu institusi kesehatan .

Sebagai contoh, sebuah fasilitas yang menyediakan layanan khusus untuk

anak-anak mungkin memiliki kebijakan retensi yang berbeda dengan sebuah

klinik dokter keluarga. Demikian pula sebuah fasilitas perawatan akut mungkin

memiliki kebijakan retensi yang berbeda dengan sebuah fasilitas perawatan

jangka panjang yang merawat lansia/geriatri. Komite Medis dari setiap fasilitas

layanan kesehatan harus menganalisis kebutuhan medis dan administratif

untuk memastikan bahwa rekam medis pasien-pasiennya selalu siap untuk

dilihat kembali, dinilai kualitasnya, dan lain-lain . Maka pada banyak kasus,

instutusi layanan kesehatan meretensi rekam medis lama dari yang ditetapkan

oleh hukum.

Dalam kaitannya dengan retensi informasi kesehatan, AHIMA

memberikan pedoman sebagai berikut :

a. Setiap pemberi layanan kesehatan harus memastikan bahwa

informasi kesehatan pasien tersedia untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan pasien, kebutuhan hukum, riset, pendidikan,

dan kebutuhanlain yang sah.

b. Setiap pemberi layanan kesehatan harus mengembangkan

pengaturan retensi informasi kesehatan pasien yang memenuhi

kebutuhan pasien, dokter, penelitian, dan kebutuhan petugas lain

yang sah, dan sesuai dengan kepentingan hukum, peraturan dan

akreditasi.

c. Pengaturan retensi harus termasuk pedoman yang merinci informasi

apa yang harus dijaga,lama waktu pemeliharaannya, dan media

penyimpanannya (kertas, mikrofilm, optical-disk, magnetic tape atau

lainnya).

8

Page 9: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

2. Perlindungan Privasi, Kerahasiaan, dan Keamanan

Penggunaan kata privasi, kerahasiaan dan keamanan seringkali

tertukar . akan tetapi terdapat beberapa perbedaan yang penting,

diantaranya :

- Privasi adalah “hak individu untuk dibiarkan sendiri, termasuk

bebas dari campur tangan atau observasi terhadap hal-hal pribadi

seseorang serta hak untuk mengontrol informasi-informasi pribadi

tertentu dan informasi kesehatan”(Harman,2001a, hal.376).

- Kerahasiaan merupakan “pembatasan pengungkapan informasi

pribadi tertentu. Dalam hal ini mencakup tanggung jawab untuk

menggunakan, mengungkapkan, atau mengeluarkan informasi

hanya dengan sepengetahuan dan izin individu.”(Harman,

2001a,370). Informasi yang bersifat rahasia dapat berupa tulisan

ataupun verbal

- Keamanan meliputi “Perlindungan fisik dan elektronik untuk

informasi berbasis komputer secara utuh, sehingga menjamin

ketersediaan dan kerahasiaan. Termasuk kedalamnya adalah

sumber-sumber yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan,

mengolah,dan menyampaikan, alat-alat untuk mengukur akses dan

melindungi informasi dari pengungkapan yang tak sengaja maupun

yang disengaja (Harman,2001a,hlm.372).

Tanggung jawab profesional MIK antara lain adalah memastikan

bahwa privasi dan kerahasiaan informasi pasien terlindungi serta

melakukan pengamanan dat yang digunakan untuk mencegah terjadinya

akses yang tidak sah terhadap informasi tersebut. Selain itu

tanggungjawab profesional MIK juga menjamin pengeluaran peraturan

dan prosedur yang akurat dan terbaru, dipatuhi dan bahwa semua

pelanggaran dilaporkan kepada pihak yang berwenang.

Kerahasiaan rekam medis diatur didalam UU Praktik Kedokteran

Pasal 47 ayat (2) yang menyatakan bahwa “rekam medis harus disimpan

dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan

sarana kesehatan”. Hal yang sama di kemukakan dalam Pasal 11

9

Page 10: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia

Kedokteran. Selanjutnya , Pasal 1 PP yang sama menyatakanbahwa “

yang dimaksud dengan rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang

diketahui oleh orang-orang dalam Pasal 3 pada waktu atu selam

melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran”. Profesional MIK

adalah salah satu tenaga kesehatan yang mengemban wajib simpan

rahasia kedokteran.

Selanjutnya UU Praktik kedokteran memberikan peluang

pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam Pasal 48

ayat (2) :

a. Untuk kepentingan kesehatan pasien

b. Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam

rangka penegakan hukum

c. Permintaan pasien sendiri

d. Berdasarkan ketentuan undang-undang.

Dengan melihat masalah diatas dan mengingat Kode Etik Rumah

Sakit, adalah menjadi tanggungjawab sarana pelayanan kesehatan untuk

menyediakan tempat yang cukup dan memadai bagi penyimpanan

dokumen rekam medis agar aspek privasi , kerahasiaan dan keamanan

dokumen dapat terjamin.

3. Tanggung jawab Profesi

Sarana pelayanan kesehatan atau rumah sakit memiliki fungsi utama

memberikan perawatan dan pengobatan yang sempurna kepada pasien,

baik pasien rawat inap,rawat jalan maupun gawat darurat. Pimpinan

sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas mutu pelayanan

medik yang diberikan kepada pasien. Rekam medis sangat penting dalam

menunjang upaya pengendalian mutu pelayanan medik yang diberikan

oleh sarana kesehatan beserta staf medik dan keperawatannya.

Sarana kesehatan bertanggung jawab untuk melindungi informasi

kesehatan yang terdapat di dalam rekam medis terhadap kemungkinan

hilang, rusak, pemalsuan dan akses yang tidak sah. Rekam medis harus

10

Page 11: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

berisikan informasi kesehatan yang cukup lengkap dan rinci, akurat dan

relevan, sehingga dapat menunjukkan bagaiman perawatan dan

pengobatan telah diberikan kepada pasien.

Dokter yang merawat pasien bertanggung jawab atas kelengkapan

dan keakuratan pengisian rekam medis. Di dalam praktek memang dapat

saja pengisian rekam medis dilakukan oleh tenaga kesehatanlain

(perawat, asisten, residen, co-ass), namun dokter yang merawat pasien

lah yang memikul tanggung jawabnya. Perlu diingat bahwa kelengkapan

dan keakuratan isi rekam medis sangat bermanfaat, baik bagi perawatan

dan pengobatan pasien, bukti hukum bagi rumah sakit dan dokter,

maupun bagi kepentingan penelitian medis dan administratif.

Petugas rekam medis atau profesional manajemen informasi

kesehatan bertanggung jawab atas pengelolaan rekam medis. Profesional

MIK memonitor kelengkapan pengisian, mengusahakan agar

penatalaksanaan rekam medis sesuai dengan peraturan perundang-

undangan dan standar yang berlaku, serta menganalisis rekam medis

secara kelitatif dan kuantitatif dalam rangka memberikan masukan bagi

pengendalian mutu layanan medis.

Pimpinan manajemen sarana kesehatan bertanggung jawab

menyediakan sarana unit rekam medis atau MIK, yang meliputi ruang,

peralatan dan tenaga yang memadai, sedemikian rupa sehingga

pengelolaan rekam medis di sarana kesehatan tersebut dapat berjalan

dengan efektif dan efisien.

Komite Medik sarana kesehatan bertanggung jawab atas upaya

penjagaan dan peningkatan mutu pengolahan informasi kesehatan,

dengan membentuk panitia rekam medik, membuat peraturan internal

bagi staf medik yang relevan, serta pendidikan dan pelatihan yang sesuai.

4. Aspek Hukum Komputerisasi Informasi Kesehatan

Pemanfaatan komputer sebagai sebagai sarana pembuatan dan

pengiriman informasi medis merupakan upaya yang dapat mempercepat

dan mempertajam bergeraknya informasi medis untuk kepentingan

ketepatan tindakan medis. Namun di sisi lain dapat menimbulkan masalah

11

Page 12: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

baru di bidang kerahasiaan dan privacy pasien. Bila data medis pasien

jatuh ke tangan orang yang tidak berhak, maka dapat terjadi masalah

hukum dan tanggung jawab harus ditanggung oleh dokternya atau oleh

sarana pelayanan kesehatannya. Untuk itu maka standar pelaksanaan

pembuatan dan penyimpanan rekam medis yang selama ini berlaku bagi

berkas kertas harus pula diberlakukan pada kertas elektronik. Umumnya

komputerisasi tidak mengakibatkan rekam medis menjadi paperless, tetapi

hanya menjadi less paper. Beberapa data seperti data identitas, informed

consent, hasil konsultasi, hasil radiologi dan imaging harus tetap dalam

bentuk kertas (print out).

Konsil Asosiasi Dokter Sedunia (WMA) di bidang etik dan hukum

menerbitkan ketentuan di bidang ini pada tahun 1994. Beberapa petunjuk

yang penting adalah :

1. Informasi medis hanya dimasukkan ke dalam komputer oleh

personel yang berwenang

2. Data pasien harus dijaga dengan ketat. Setiap personel tertentu

hanya bisa mengakses data tertentu yang sesuai, dengan

menggunakan security level tertentu.

3. Tidak ada informasi yang dapat dibuka tanpa izin pasien. Distribusi

informasi medis harus dibatasi hanya kepada orang-orang yang

berwenang saja. Orang-orang tersebut juga tidak diperkenankan

memindahtangankan informasi tersebut kepada orang lain.

4. Data yang telah “tua” dapat dihapus setelah memberitahukan kepada

dokter dan pasiennya (atau ahli warisnya).

5. Terminal yang on-line hanya dapat digunakan oleh orang yang

berwenang.

Komputerisasi rekam medis harus menerapkan sistem yang

mengurangi kemungkinan kebocoran informasi ini. Setiap pemakai harus

memiliki PIN dan password, atau menggunakan smart card, sidik jari atau

pola iris mata sebagai pengenal. Identitasnya. Data medis juga dapat

dipilah-pilah sedemikian rupa, sehingga orang tertentu hanya bisa

mengakses rekam medis sampai batas tertentu. Misalnya seorang

12

Page 13: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

petugas registrasi hanya bisa mengakses identitas umum pasien, seorang

dokter hanya bisa mengakses seluruh data milik pasiennya sendiri,

seorang petugas billing hanya mengakses informasi khusus yang berguna

untuk pembuatan tagihan, dan lain-lain. Bila si dokter tidak mengisi sendiri

data medis tersebut, ia harus tetap memastikan bahwa pengisian rekam

medis yang dilakukan oleh petugas khusus tersebut telah benar.

Sistem juga harus dapat mendeteksi siapa dan kapan ada orang

yang mengakses sesuatu data tertentu (footprints). Di sisi lain, sistem

harus bisa memberikan peluang pemanfaatan data medis untuk

kepentingan auditing dan penelitian. Dalam hal ini perlu diingat bahwa

data yang mengandung identitas tidak boleh diakses untuk keperluan

penelitian. Kopi rekam medis juga hanya boleh dilakukan di kantor rekam

medis sehingga bisa dibatasi peruntukannya. Suatu formulir “perjanjian”

dapat saja dibuat agar penerima kopi berjanji untuk tidak membuka

informasi ini kepada pihak-pihak lainnya.

Pengaksesan rekam medis juga harus dibuat sedemikian rupa

sehingga orang yang tidak berwenang tidak dapat mengubah atau

menghilangkan data medis, misalnya data jenis read-only yang dapat

diaksesnya. Bahkan orang yang berwenang mengubah atau menambah

atau menghilangkan sebagai data, harus dapat terdeteksi “perubahannya”

dan “siapa dan kapan perubahan tersebut dilakukan”.

Masalah hukum lainnya apakah rekam medis elektronik tersebut

masih dapat dikategorikan sebagai bukti hukum dan bagaimana pula

dengan bentuk elektronik dari informed consent? Memang kita menyadari

bahwa berkas elektronik juga merupakan bukti hukum, namun bagaimana

membuktikan keautentikannya? Bila di berkas kertas selalu dibubuhi paraf

setiap ada perubahan, bagaimana dengan berkas elektronik? Cukupkah

dengan PIN dan electronic signature? UU Praktik Kedokteran No.29/2004

mengisyaratkannya demikian dalam Pasal 46 ayat (3). Secara formal

hukum Indonesia belum mengatur admissibility dari dokumen elektronik.

Namun demikian hingga saat ini belum ada landasan hukum bagi

informasi kesehatan elektronik, khususnya yang berkaitan dengan

13

Page 14: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

keabsahannya secara hukum, baik sebagai bukti hukum ataupun dalam

lalu-lintas informasi. Diharapkan revisi Permenkes tentang Rekam Medis

dalam waktu dekat ini akan mengatur hal tersebut.

Di sisi lain, komputerisasi mungkin memberikan bukti yang lebih

baik, yaitu perintah jarak jauh yang biasanya hanya berupa per telepon

(tanpa bukti), maka sekarang dapat diberikan lewat e-mail yang diberi

tanda tangan (signature).

5. Kepemilikan Rekam Medis/Rekam Kesehatan

Kepemilikan informasi kesehatan dalam bentuk fisik sebagai

medium dipegang oleh rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan, atau

dokter yang menyimpan rekam medis pasien tersebut, termasuk hasil foto

rontgen, hasil laboratorium, hasil konsultasi, dan dokumen lain yang

berkaitan dengan perawatan langsung terhadap pasien. Akan tetapi tidak

berarti bahwa pasien atau pihak lain yang berwenang tidak memiliki hak

hukum untuk mengakses informasi kesehatan tersebut.

Dengan dinyatakannya secara hukum bahwa sarana kesehatan

sebagai pemilik berkas rekam medis sekaligus pengemban kewajiban

menjaga isinya sebagai rahasia, serta menyadari betapa pentingnya

peran rekam medis sebagai bukti pemberian layanan kesehatan kepada

pasien, maka sarana kesehatan memberlakukan ketentuan bahwa rekam

medis tidak boleh hilang ataupun dibawa keluar dari sarana kesehatan

tersebut kecuali atas izin pimpinan sarana kesehatan tersebut. Profesional

MIK bertanggung jawab atas keberadaan dan keutuhan rekam medis,

serta menjaganya dari kemungkinan pencurian atau pembocoran IK

kepada yang tidak berhak.

Di sisi lain, pasien, sebagai pemilik isi rekam medis/informasi

kesehatan, memiliki hak untuk mengakses informasi kesehatannya dan

hak untuk menentukan boleh atau tidaknya informasi kesehatnnya diakses

oleh pihak lain. Kecuali apabila peraturan perundang-undangan

mengaturnya lain. Adapun mengenai tata cara penyerahan informasinya

dikenal terdapat dua pendapat, yaitu :

14

Page 15: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

a. Pasien menerima surat keterangan yang berisikan informasi

kesehatannya. Apabila pendapat ini yang dilaksanakan maka

sarana kesehatan harus dapat memastikan bahwa informasi

kesehatan yang diberikan sudah cukup lengkap dan akurat.

b. Pasien menerima fotokopi rekam medisnya. Apabila pendapat ini

yang dilaksanakan maka sarana kesehatan harus membubuhkan

stempel, paraf dan tanggal di setiap lembar fotokopi tersebut.

Sebelum terdapat peraturan perundang-undangan yang

mengaturnya secara khusus, maka sarana pelayanan kesehatan atau

dokter/dokter gigi pemilik berkas rekam medis menentukan dalam bentuk

apa informasi kesehatan pasien tersebut diserahkan, dengan

mempertimbangkan berbagai aspek etik dan hukum yang terkait dengan

pelepasan informasi tersebut.

Selain itu, dokter diharapkan dapat menimbang-nimbang apakah

informasi kesehatan yang akan disampaikan akan memperberat keadaan

pasien, ataukah merugikan pasien di kemudian hari. Apabila hal itu yang

terjadi, maka pemberian informasi harus dilakukan dengan kehati-hatian

dan dapat dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan keadaan

pasien.

6. Pengungkapan Informasi Kesehatan

Pengungkapan informasi kesehatan seseorang pasien kepada

pihak lain hanya dapat dilakukan apabila :

1. Dengan persetujuan atau otorisasi pasien, misalnya informasi

kesehatan untuk kepentingan asuransi kesehatan, perusahaan,

pemberi kerja dan lain-lain. Dalam hal ini harus diingat prinsip

minimal, relevan dan cukup, yaitu bahwa informasi kesehatan yang

diberikan harus minimal tetapi harus relevan dengan yang

dibutuhkan serta cukup dalam menjawab pertanyaan.

2. Dengan perintah undang-Undang, misalnya :

a. UU wabah dan UU Karantina

15

Page 16: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

b. UU acara pidana : visum et repertum, surat/dokumen,

keterangan ahli di persidangan, keterangan ahli didepan

penyidik/penuntut umum.

3. Untuk kepentingan pasien, misalnya pada waktu konsultasi medis

antar tenaga kesehatan /medis, terutama dalam hal pasien berada

dalam keadaan darurat dan tidak bisa memberikan persetujuan.

Masalah bisa saja timbul pada saat keluarga pasien meminta

informasi kesehatan pasien. Pada umumnya keluarga inti – terutama

pada budaya timur – di anggap secara implied memiliki hak akses

atas informasi kesehatan, namun menjadi tidak berlaku apabila

pasien secara eksplisit melarangnya.

Pengecualian juga dapat diberlakukan, yaitu pada informasi

tentang psikoterapi, informasi yang dikumpulkan dalam rangka untuk

kepentingan penyidikan/pengadilan, informasi yang dapat

membahayakan jiwa atau fisik pasien atau orang lain, yang dapat

disimpan dengan lebih ketat sebagai rahasia, bahkan kadang-

kadang juga bagi pasien itu sendiri.

Penggunaan Informasi Kesehatan untuk Kepentingan Peradilan

Sebagaimana disebutkan diatas, UU Praktik Kedokteran

memberikan peluang untuk mengungkapkan informasi kesehatan

untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka

penegakan hukum. Dalam hal ini perlu di garis bawahi kata-kata

“dalam rangka penegakan hukum”, yang berarti bahwa permintaan

akan informasi kesehatan tersebut haruslah diajukan dengan

mengikuti aturan yuridis-formal.

Pasal 43 Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana mengisyaratkan bahwa rekam medis tidak dapat disita

tanpa persetujuan sarana kesehatan atau orang yang bertanggung

jawab atas rekam medis tersebut.

16

Page 17: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

“Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban

menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang

tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas

persetujuan mereka atau atas izin khusus Ketua Pengadilan

Negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain.”

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa penggunaan informasi

kesehatan untuk kepentingan peradilan dapat dilakukan, baik pada

pemeriksaan oleh penyidik, penuntut umum maupun di depan sidang

pengadilan. Namun demikian untuk menjaga agar dokumen rekam

medis tidak hilang maka sebaiknya rekam medis hanya dikeluarkan

dari sarana pelayanan kesehatan pada saat pemeriksaan di sidang

pengadilan. Sebuah fotokopi rekam medis yang disahkan pimpinan

sarana kesehatan dapat di serahkan atas permintaan resmi penyidik

atau penuntut umum. Rekam medis asli dapat di tunjukan untuk

membuktikan orisinalitas rekam medis tersebut.

Selain itu, pemberi layanan kesehatan dapat saja menetapkan

sebagian informasi kesehatan sebagai rahasia dan tidak

menyampaikannya ke petugas penuntut umum, sepanjang informasi

tersebut tidak relevan dengan perkaranya. Hak menjaga

kerahasiaan informasi tertentu tersebut dilindungi oleh Pasal 43,

120, dan 170 KUHAP.

Pedoman Praktis

Selanjutnya sebagai pedoman praktis bagi sarana kesehatan

dapat digunakan ketentuan umum di bawah ini, kecuali terdapat

ketentuan khusus yang ditetapkan oleh peraturan perundang-

undangan yang berlaku :

1. Setiap informasi kesehatan pasien harus dijaga sebagai

rahasia.

2. Secara umum dapat dikatakan bahwa menjaga sebagai

rahasia berarti bahwa bila mengungkapkan identitas maka

17

Page 18: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

tidak boleh mengungkap data medisnya, dan sebaliknya bila

mengungkap data medis maka tidak boleh mengungkap

identitasnya.

3. Sarana kesehatan tidak boleh dengan sekehendaknya

menggunakan rekam medis dengan cara yang

membahayakan kepentingan pasien, kecuali jika sarana

kesehatan itu sendiri akan menggunakannya untuk melindungi

dirinya atau mewakilinya.

4. Dokter yang merawat pasien beserta timnya setiap saat dapat

mengakses informasi kesehatan pasien tersebut dalam

rangka melaksanakan pekerjaannya. Di dalam rumah sakit

pendidikan, residen, dan co-ass juga memiliki hak akses

tersebut untuk kepentingan pendidikan, pelayanan, dan

penelitian.

5. Pasien yang menginginkan informasi kesehatannya secara

tertulis harus mengajukan permohonan tertulis yang ditujukan

kepada dokter yang merawatnya atau kepada pimpinan

rumah sakit. Dalam hal pasien tidak kompeten maka

permohonan dapat diajukan oleh walinya.

6. Informasi kesehatan pasien diserahkan kepada pasien dalam

dua pilihan cara, yaitu dalam bentuk keterangan (resume)

medis atau dalam bentuk fotokopi rekam medis, dengan

pengesahan berupa paraf, tanggal dan stempel sarana

kesehatan pada setiap lembarnya. Cara manapun yang dipilih

harus dapat dipastikan bahwa informasi kesehatan yang

diberikan telah cukup lengkap dan benar.

7. Rekam medis asli tidak dapat diperkenankan dibawa keluar

rumah sakit atau sarana kesehatan.

8. Rumah sakit atau dokter bukan yang merawat pasien tidak

diperkenankan mengakses rekam medis pasien tanpa

persetujuan atau kuasa pasien.

18

Page 19: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

9. Pihak lain selain pasien hanya dapat meminta informasi

kesehatan pasien dengan persetujuan pasien. Permohonan

harus tertulis dan dilampiri dengan bukti persetujuan pasien.

10.Persetujuan atau kuasa pasien harus jelas mencantumkan

informasi kesehatan mana yang disetujui, kepada siapa

persetujuan/kuasa tersebut diberikan, hingga kapan kuasa

tersebut berlaku, dan kapan kuasa tersebut ditanda tangani.

11.Dokter atau tenaga kesehatan lain yang memerlukan

informasi kesehatan pasien untuk kepentingan penelitian, atas

izin pimpinan sarana kesehatan dapat mengakses rekam

medis pasien tanpa memerlukan persetujuan pasien, dalam

hal ini maka identitas pasien harus dikaburkan.

12.Khusus tentang informasi kesehatan hasil dari suatu

pengujian kesehatan dapat diberikan kepada pihak peminta

penguji kesehatan, persetujuan tertulis terperiksa agar

dimintakan pada saat pemeriksaan akan dilakukan.

13.Aparat penegak hukum, dalam rangka penegakan hukum,

dapat meminta secara tertulis informasi kesehatan pasien

tanpa memerlukan persetujuan pasien.dalam hal ini sarana

kesehatan akan menyerahkan fotokopi rekam medis yang

disahkan.

14. Informasi kesehatan dalam bentuk visum et repertum hanya

diberikan kepada institusi penyidik yang memintanya secara

resmi.

15.Pada anak yang diadopsi, orang tua lama kehilangan haknya

untuk mengakses informasi kesehatan anak sejak ia diadopsi,

namun tetap berhak atas informasi kesehatan anak sebelum

diadopsi orang tua baru.

16.Pada anak yang diadopsi, orang tua baru pada dasarnya tidak

berhak mengakses informasi kesehatan anak sebelum ia

diadopsi, kecuali atas pertimbangan dokter dan informasi

kesehatan tersebut diperlukan untuk kepentingan kesehatan

19

Page 20: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

anak. Orang tua baru tidak doperkenankan mengakses

informasi tentang orang tua asli si anak yang diadopsinya.

17.Pada anak yang diadopsi, anak dapat mengakses rekam

medis, baik sebelum maupun sesudah adopsi, namun tidak

diperkenankan mengakses informasi tentang orang tua asli.

7. Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis)

Prinsip-prinsip

Informed consent adalah pengakuan hak autonomy pasien, yaitu hak

untuk dapat menentukan sendiri apa yang boleh dilakukan terhadap

dirinya. Oleh karenanya tidak hanya informed consent yang kita kenal,

melainkan juga informed refusal. Doktrin infomed consent

mensyaratkan agar pembuat consent telah memahami masalahnya

terlebih dahulu (informed) sebelum membuat keputusan (consent atau

refusal)

Dengan demikian, informed consent adalah suatu proses yang

menunjukan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan

bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan

dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum

bukanlah suatu perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih kearah

persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain. Dengan

demikina cukup ditanda tangani oleh pasien dan/atau walinya,

sedangkan pihak rumah sakit, termasuk dokternya, hanya menjadi

saksi.

Sebenarnya, consent (persetujuan) dapat diberikan dalam bentuk:

a. Dinyatakan (expressed): (a) secara lisan, dan (b) secara tertulis.

b. Tidak dinyatakan (impliyed). Pasien tidak menyatakannya, baik

secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku

(gerakan) yang menunjukan jawabannya: misalnya menggulung

lengan baju ketika diambil darahnya.

20

Page 21: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan buku dikemudian

hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang berisiko memengaruhi

kesehatan pasien secara bermakna. UU Praktik Kedokteran dan

Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis menyatakan bahwa

semua jenis tindakan operatif dan yang berisiko tinggi harus memperoleh

persetujuan tertulis.

Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal-hal yang telah

dinyatakan sebelumnya, dan tidak dapat dianggap sebagai persetujuan

atas semua tindakan yang akan dilakukan. Dokter dapat bertindak melebihi

yang telah disepakati hanya apabila terjadi keadaan gawat darurat dan

keadaan tersebut membutuhkan waktu yang singkat untuk mengatasinya.

Proxy-consent adalah consent yang diberikan oleh orang yang bukan si

pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan

consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang

sekiranya akan diberikan oleh pasien apabila ia mampu memberikannya

(baik buat pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan orang

yang dapat memberikan proxy-consent adalah suami/istri, anak yang sudah

dewasa (umur 21 tahun atau pernah menikah), orang tua, saudara

kandung, dan lain-lain.

Hak menolak terapi lebih sukar diterima oleh profesi kedokteran

daripada hak menyetujui terapi. Banyak ahli yang mengatakan bahwa hak

menolak terapi bersifat tidak absolut, artinya masih dapat ditolak atau

diterima oleh dokter. Hal ini oleh karena dokter akan mengalami konflik

moral dengan kewajiban menghormati kehidupan, kewajiban untuk

mencegah perbuatan yang bersifat bunuh diri atau self inflicted, kewajiban

melindungi pihak ketiga, dan integritas etis profesi dokter. Namun

perkembangan nilai demikian cepat terjadi sehingga saat ini telah banyak

dikenal permintaan pasien untuk tidak diresusitasi, terapi minimal, dan

menghadapi kematian yang alami tanpa menerima terapi/tindakan yang

extraordinary.

21

Page 22: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

Dalam praktik sehari-hari, informed consent tidak hanya diperlukan

pada tindakan operatif, melainkan juga pada prosedur diagnostik atau

tindakan pengobatan yang invasif lainya, misalnya pada waktu arteriografi,

pemeriksaan laboratorium tertentu, kateterisasi, pemasangan alat bantu

nafas, induksi partus, ekstraksi vakum, dan lain-lain.

Pelaksanaan

Infomed consent memiliki 7 elemen (beauchamp and childress, 1994),

yaitu : (1) kompeten untuk memahami dan membuat keputusan, (2)

sukarela dalam membuat keputusan, (3) penjelasan yang informatif, jujur

dan lengkap, (4) rekomendasi atau rencana tindakannya, (5) pemahaman

atas informasi yang diberikan, (6) pembuatan keputusan, dan (7) otorisasi.

UU Praktik Kedokteran Pasal 45 ayat (3) memberikan panduan

pemberian informasi dalam rangka informed consent, yaitu sekurang-

kurangnya meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan

medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain dan resikonya, resiko dan

komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang

dilakukan.

Dengan merujuk kepada doktrin dan ketentuan hukum diatas maka

pelaksanaan informed consent adalah sebagai berikut :

1. Persetujuan tindakan medik dalam bentuk tertulis diperlukan pada

tindakan medik yang mengandung resiko tinggi atau yang membutukan

bukti.

2. Selalu didahului dengan penjelasan oleh dokter yang merawat atau oleh

dokter penggantinya.

3. Informasi dapat diberikan secara lisan maupun tertulis dengan

memberikan kesempatan yang cukup untuk tanya jawab. Bentuk tertulis

dapat dijadikan bukti bahwa informasi tersebut telah diberikan.

4. Informasi yang diberikan setidak-tidaknya meliputi diagnosis dan tata cara

tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan

lain dan resikonya, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan

prognisis terhadap tindakan yang dilakukan.

22

Page 23: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

5. Kemungkinan perluasan tindakan (operasi), bila ada, harus

diinformasikan sebelumnya. Perluasan yang tidak terduga dan belum

diinfomasikan hanya dapat dilakukan pada keadaan gawat darurat.

6. Pertindik tertulis diberikan oleh pasien sendiri bila ia kompeten (dewasa,

sadar dan sehat mental), atau oleh keluarga terdekat atau walinya dalam

hal ia tidak kompeten.

7. Pertindik tidak diperlukan apabila pasien tidak kompeten dan tidak ada

keluarga yang mendampingi, sedangkan tindakan medik sangat

diperlukan oleh karena pasien dalam keadaan gawat darurat.

8. Urutan prioritas pemberi persetujuan yang umum adalah pasien sendiri,

suami atau istrinya, anaknya yang sudah dewasa, orang tuanya, dan

saudara kandungnya. Sedangkan keluarga lain, teman dan kenalan lain

dapat memberikan persetujuan dalam hal orang-orang yang disebut

sebelumnya tidak ada.

23

Page 24: Modul - Etika Profesi Dan Aspek Hukum RM p

Sugiharto

DAFTAR PUSTAKA

Budi Sampurna. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan

Kesehatan. Edisi revisi 2. Universitas Indonesia. 2012

Triwibowo, Cecep. Etika dan Hukum Kesehatan. Nuha Medika, Yogyakarta, 2014

Republik Indonesia. Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran Lembaran Negara RI tahun 2004 No.116 dan tambahan

Lembaran Negara RI No.4431.

Republik Indonesia. Undang-Undang No.36 tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan no. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis

Peraturan Menteri Kesehatan no. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan

Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan no. 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran

24