Modul 3. DESKRIPTIF PENELITIAN DASAR FBA.docx
-
Upload
mega-hijriawati -
Category
Documents
-
view
38 -
download
0
Transcript of Modul 3. DESKRIPTIF PENELITIAN DASAR FBA.docx
MODUL 3
DESKRIPTIF PENELITIAN DASAR FARMASI BAHAN ALAM
I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies di
antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat obat sehingga merupakan potensi pasar
obat herbal (Herbal medicine). Obat herbal telah diterima secara luas di negara
berkembang dan negara maju (Anonim, 2001). Badan Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan bahwa 80% penduduk negara berkembang telah menggunakan obat
herbal dan pada tahun 2000 diperkirakan penjualan obat herbal di dunia mencapai
US $ 60 milyar. WHO juga merekomendasikan penggunaan obat herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit terutama
untuk penyakit kronis, degeneratif dan kanker (Jacqueline, 2004). Hal ini
menunjukkan dukungan WHO untuk back to nature yang dalam standardisasi bahan
obat maka zak aktif diekstraksi lalu dibuat sediaan atau bahkan dimurnikan sampai
diperoleh zat murni.
Di Indonesia dari tahun ketahun terjadi peningkatan industri obat tradisional
bahkan menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan sampai tahun 2002 terdapat
1012 industri obat tradisional yang memiliki izin usaha industri yang terdiri dari 105
industri berskala besar dan 907 industri berskala kecil (Anonim, 2000; Anonim,
2001).
Maraknya industri obat tradisional yang ada di Indonesia dan tuntutan akan
produk yang berkualitas oleh masyarakat, sehingga kerjasama dengan institusi
akademik untuk membuktikan khasiat dan standardisasi produk perlu dilakukan
melalui penelitian. Makalah ini akan mencoba membahas prosedur singkat tahap-
tahap dalam pengembangan obat herbal yang meliputi latar belakang, metodologi,
dan kesimpulan (Gambar 1.)
29
Pemilihan bahan materialTujuan penelitian
Isolasi senyawa aktifIdentifikasi senyawa aktifPenentuan potensi senyawa aktifPenentuan kadar (%) senyawa aktif(standardisasi)Uji potensi produk (in-vivo)Legitimasi dan formalitas produk
Gambar 1. Tahap-tahap dalam pengembangan obat herbal
II. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Sumber bahan alam sebagai bahan baku obat herbal dapat diperoleh dari
tanaman, hewan, mikroorganisme, dan kehidupan laut. Bahan alam yang paling
banyak diteliti adalah tanaman karena secara historis telah dimanfaatkan oleh
masyarakat secara klinis sebagai obat tradisional. Pemilihan bahan alam untuk
penelitian dapat berasal dari bahan yang mempunyai aktivitas secara tradisional dan
telah di manfaatkan oleh masyarakat untuk menanggulangi penyakit
(etnofarmakologi). Pemilihan bahan ini lazim dilakukan karena tanpa harus melalui
skrining aktivitas terlebih dahulu, sehingga penelitian langsung bisa diarahkan pada
aktivitas tertentu. Sistem penelitian ini kebanyakan hanya suatu pembuktian secara
ilmiah mengenai aktivitas seperti yang telah dilakukan oleh masyarakat.
Bahan penelitian yang dipilih berdasarkan skrining aktivitas farmakologi
tertentu, maka pembuktian selanjutnya mengikuti prosedur yang ada pada literatur.
Hal ini akan berbeda dengan penanganan bahan penelitian hasil skrining aktivitas
farmakologi secara keseluruhan (hipokratik skrining). Skrining bahan ini dimulai
30
LATAR BELAKANG
METODOLOGI
SIMPULAN DAN SARAN
PUSTAKA
pada sampel yang belum diketahui khasiatnya maka skrining aktivitas farmakologi
perlu dilakukan untuk memastikan khasiat bahan (Anonim, 2004; Wahyuono, 2005).
Cara pemilihan bahan ini memerlukan biaya yang cukup mahal dan waktunya
panjang dibandingkan dengan cara etnofarmakologi dan uji aktivitas farmakologi
tertentu. Setelah bahan ditentukan dengan cermat dan matang, maka tujuan penelitian
segera ditentukan untuk mengetahui arah tujuan penelitian yang jelas baik dari aspek
tujuan umum maupun tujuan khususnya.
III. METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Isolasi senyawa aktif
Isolasi senyawa yang digunakan sebagai penanda zat aktif (marker) dalam
standarisasi bahan alam dapat dilakukan melalui pendekatan Fitokimia dan isolasi
yang dipandu uji aktivitas (bioassay guided isolation). Hasil isolasi senyawa tersebut
dapat dikembangkan menjadi obat ideal dilihat dari sisi efektivitas, efisiensi dan
terjangkaunya oleh masyarakat. Isolasi melalui pendekatan fitokimia dilakukan
dengan cara mengisolasi senyawa yang terkandung dalam suatu bahan kemudian
hasil diuji aktivitasnya menggunakan metode tertentu. Pengambilan senyawa
dilakukan dengan prioritas senyawa utama (major compound) dilanjutkan dengan
senyawa-senyawa lainnya. Pendekatan fitokimia terdapat beberapa kendala antara
lain waktu pengerjaan lama dan biaya mahal. Isolasi melalui pendekatan bioassay
guided isolation dilakukan dengan cara mengisolasi bahan dengan pemantauan uji
aktivitas pada setiap tahap pengerjaannya baik dari step ekstraksi, partisi, fraksinasi
maupun isolasinya. Sistem pendekatan ini cukup menguntungkan karena waktunya
cepat dan biaya lebih murah, serta langsung diketahui senyawa mana yang
bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut (Wahyuono, 2005).
III.2. Identifikasi senyawa aktif
Identifikasi dilakukan untuk menentukan struktur kimia senyawa hasil isolasi
dari bahan alam. Struktur kimiawi senyawa digunakan untuk mengetahui sifat fisis &
khemis senyawa, mengetahui perkiraan aktivitas, mengetahui mekanisme aktivitas,
dan digunakan sebagai senyawa identitas dalam standarisasi bahan alam. Identifikasi
dapat dilakukan dengan penetapan titik lebur, kristalografi, derivatisasi dan ciri
31
spectrum ultra violet (UV), infra red (IR), massa (MS) dan nuklir magnetik resonansi
(NMR). Senyawa hasil isolasi yang telah dikenal identitasnya, identifikasinya dapat
dilakukan melalui perbandingan antara kromatogram dan spektrum senyawa yang
diteliti dengan kromatogram dan spektrum pembanding senyawa yang telah ada
dalam pustaka/literatur, sedangkan untuk senyawa baru, struktur senyawa dapat
ditentukan berdasarkan penafsiran secara spektroskopi yaitu menggunakan spektra
(UV, IR, MS dan NMR).
Spektra UV digunakan untuk melihat keberadaan ikatan rangkap terkonjugasi
serta pengaruh dari pelarut, sedangkan spektra IR digunakan untuk melihat
keberadaan gugus fungsional dalam suatu senyawa dan perkiraan jenis senyawa.
Spektra MS digunakan untuk melihat informasi berat molekul (BM), informasi
elemen (unsur) penyusun senyawa secara kualitatif. Spektra 13C-NMR digunakan
untuk menentukan jumlah dan jenis atom carbon (C) penyusun senyawa, sedangkan
1HNMR digunakan untuk menentukan struktur absolut senyawa dengan melihat
informasi tentang jumlah dan jenis hidrogen (H) penyusun senyawa, konfigurasi &
stereokimiawi (Silverstein et al.,1981; Friebolin, 2005).
III.3. Penentuan potensi senyawa aktif
Penentuan potensi senyawa aktif dilakukan dengan membandingkan antara
bahan yang diteliti dengan pembanding obat yang telah beredar dan digunakan secara
klinis. Uji praklinik merupakan persyaratan uji calon obat sehingga diperoleh
informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas
calon obat. Dengan menggunakan hewan uji dapat diketahui apakah obat
menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan. Pengujian toksisitas merupakan
cara potensial untuk mengevaluasi efek toksik bahan yang berhubungan dengan
pemberian obat akut atau kronis, kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenisitas),
pertumbuhan tumor (onkogenisitas atau karsinogenesitas), serta kejadian cacat waktu
lahir (teratogenisitas). Selain toksisitas, uji pada hewan dapat mempelajari sifat
farmakokinetik obat meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat.
Semua hasil pengamatan pada hewan menentukan apakah calon obat dapat
diteruskan dengan uji pada manusia (Anonim, 2000; Anonim, 2004). Untuk
mengurangi jumlah penggunaan hewan percobaan, maka dikembangkan pula
32
berbagai uji in-vitro untuk menentukan khasiat obat misalnya uji aktivitas enzim, uji
antikanker menggunakan cell line, uji antimikroba pada perbenihan mikroba, dan uji
antiinflamasi (Anonim, 2004). Penelusuran mekanisme kerja calon obat juga perlu
dilakukan untuk memprediksi jalur mekanisme kerjanya.
III.4. Penentuan kadar (%) senyawa aktif
Obat bahan alam yang terstandardisasi dalam arti memenuhi standar baik
secara kimia, biologi maupun farmasi termasuk jaminan kualitas produk.
Standardisasi berdasarkan atas kandungan senyawa aktif adalah standarisasi yang
bersifat spesifik bagi bahan yang diteliti, dan berbeda dengan standarisasi non-
spesifik yang mendasarkan atas hasil pengukuran sifat fisis seperti kadar air, kadar
larut asam, etanol dan lain lain. Standarisasi berdasarkan kadar senyawa aktif
berhubungan langsung dengan derajat aktivitas biologi dan merupakan salah satu
parameter yang akan diperhitungkan dalam uji stabilitas dan uji klinis. Penentuan
standarisasi senyawa aktif calon obat dilakukan pada masing-masing tahapan isolasi
baik dari bahan dasar, hasil ekstraksi dan hasil fraksinasi yang mempunyai nilai
parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu (Sticher, 1996;
Grimminger, 1996).
Produk obat bahan alam berasal dari tumbuhan kualitasnya sangat
dipengaruhi oleh bahan baku yang mengandung bahan berkhasiat. Banyak faktor
yang berpengaruh terhadap kualitas bahan baku baik terletak pada proses panen
maupun pasca panen. Proses-proses yang berhubungan dengan penyiapan produksi
seperti budidaya, pasca panen dan proses pengolahan sangat berpengaruh terhadap
keajegan bahan berkhasiat. Oleh karena itu standarisasi perlu dilakukan untuk
mencapai produk obat bahan alam yang memenuhi syarat aman, berkhasiat dan
bermutu. Setelah bahan baku, ekstrak dan hasil fraksinasi distandarisir maka uji in-
vitro dan in-vivo ekstrak atau hasil fraksinasi terstandar juga perlu dilakukan seperti
pada penentuan potensi senyawa aktif di atas. Untuk mencapai standar komersial
tinggi dan nilai ilmiah yang optimal perlu dilakukan uji manfaat dan uji klinis dari
ekstrak atau hasil fraksinasi terstandar sehingga diperoleh produk fitofarmaka yang
berkualitas (Anonim, 2004).
33
III.5. Uji Potensi Produk (In-vivo)
Uji potensi in-vivo dengan hewan coba meliputi uji toksikologi untuk menilai
keamanan dan uji farmakodinamik untuk membuktikan khasiat produk. Uji toksisitas
akut merupakan pengujian sampel dengan dosis tunggal yang dapat memperlihatkan
efek toksik, sedangkan toksisitas subkronis menggunakan minimal 3 tingkatan dosis
yang berbeda yang diberikan selama 1-3 bulan. Penggunaan secara kronis seperti
pengobatan hipertensi harus disertai data karsinogenik, mutagenik dan teratogenik.
Uji farmakodinamik menggunakan metode tertentu untuk membuktikan
secara ilmiah khasiat atau efek dari obat bahan alam tersebut. Pedoman ini akan
memberikan petunjuk secara garis besar prinsip-prinsip yang harus dipenuhi apabila
akan melakukan uji efek farmakologi obat bahan alam (Anonim, 2004).
III.6. Contoh obat-obat berasal dari bahan alam
Saat ini obat-obat antikanker merupakan idola untuk subyek penelitian karena
obat ideal antikanker sampai sekarang belum ada yang memuaskan hasilnya. Banyak
obat kanker yang diperoleh/diisolasi dari tanaman, ada yang sudah digunakan secara
klinis maupun belum digunakan karena pertimbangan efektivitas dan keamanan
pasien. Vinkristin dan vinblastin sebagai obat kanker diperoleh dari isolasi daun
tapak doro (Catharanthus roseus), Podophyllotoxin diisolasi dari Podophyllum
peltatum, Taksol yang diperoleh dari pohon Taxus baccata (Patrick, 2005).
Khasiat sebagai chemopreventive dari senyawa bahan alam sudah terbukti
secara in vitro dengan model hewan, namun kepastian penggunaan pada manusia
masih belum meyakinkan karena keterbatasan dalam penelitian. Beberapa contoh
senyawa chemopreventive misalnya kapsaisin (Lombok, Capsicum sp.), Gingerol
(Jahe, Zingiber officinale), kurcumin (Kunyit, Curcuma sp.), dan Epigallocatechin
gallate, EGCG (teh hijau). Senyawa-senyawa tersebut mampu menghambat
promotion dan progression pada tumor sehingga transformasi ke bentuk malignant
terhambat (Suppressing agents) (Patrick, 2005).
III.7. Legitimasi dan formalitas
Keputusan untuk mengakui keberadaan obat baru secara formal dilakukan
oleh badan pengatur nasional, di Indonesia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
34
(BPOM-RI), sedangkan di Amerika Serikat oleh FDA (Food and Drug
Administration). Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut, industri pengusul harus
menyertakan data dokumen uji praklinik dan klinik yang sesuai dengan indikasi yang
diajukan, efikasi dan keamanan harus sudah ditentukan dari bentuk produk yang
memenuhi persyaratan produk melalui kontrol kualitas (Anonim, 2004; Blumenthal,
1996).
Setelah produk dapat dibuktikan berkhasiat atau bermanfaat hampir sama
dengan obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi pemakai maka produk
tersebut diizinkan untuk diproduksi oleh industry sebagai legal drug dan dipasarkan
dengan nama dagang tertentu. Proses transfer teknologi dapat difasilitasi dengan
memberikan peluang kepada produsen untuk menjalin kerjasama penelitian misalnya
dengan fasilitas perolehan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).
IV. SIMPULAN DAN SARAN
1. Bahan alam/herbal akan menjadi sumber obat baru diperlukan penelitian yang
panjang dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu.
2. Bahan alam/herbal dapat digunakan dengan potensi tinggi dan rendah. Bahan
dengan potensi tinggi dikembangkan lebih lanjut, sedang bahan dengan potensi
rendah perlu dikembangkan melalui jalur pencarian aktivitas yang lain.
3. Perlu kerjasama dengan bidang ilmu-ilmu lain seperti botani, kimia medisinal,
dan ilmu kedokteran.
V. PUSTAKA
Anonim, 2000, Research Guidelines for Evaluating the Safety and Efficacy of Herbal Medicine, WHO, Geneva.
Anonim, 2001, A Brief History of Western Herbal Medicine, http://www.molbio.princeton.edu/courses/mb427/2001/projects/10/history.htm
Anonim, 2004, Penyusunan Pedoman Penelitian Obat Bahan Alam, Pusat Riset Obat dan Makanan, Badan POM, Jakarta.
Blumenthal, M., 1996, A New Regulatory for Herbs as Traditional medicines: A review of the American Botanical Council’s Traditional Medicine Research Project, USP open conference on botanicals for medicinal and dietary uses:
35
standards and information issues, pp 4-6, The United States Pharmacopeial Convention, Inc, Maryland.
Friebolin, H., 2005, Basic One-and Two-Dimensional NMR Spectroscopy, Fourth, Completely Revised and Updated Edition, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA, Weinheim, Germany.
Grimminger, W., 1996, Quality Requirements for Herbal Drugs That Contain Minimally Processed Plant Material, USP open conference on botanicals for medicinal and dietary uses: standards and information issues, p 7-13, The United States Pharmacopeial Convention, Inc, Maryland.
Jacqueline, Y., 2004, http://www.bbc.co.uk/health/healthy_livin g/complementary medicine/ therapies_herbal.shtml#history_and_theory
Patrick, G., 2005, Medicinal Chemistry, instant notes, BIOS Scientific Publishers Ltd, Kent, UK
Silverstein, R. M., Bassler, G. C., and Morrill, T. C., 1981, Spectrometric Identification of Organic Compounds, John Wiley & Sons, New York
Sticher, O., 1996, Challenges in the Standardization and Quality Control of Natural Products, USP open conference on botanicals for medicinal and dietary uses: standards and information issues, p.91-95, The United States Pharmacopeial Convention, Inc, Maryland.
Wahyuono, S., 2005, Dari Obat Tradisional ke Obat Modern, Simposium dan Seminar Pengembangan Obat Tradisional Indonesia, Fakultas Farmasi-UGM, Yogyakarta
36