Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

164
DISAIN PENGUATAN PERAN DAN FUNGSI DPRD Daftar Isi Bab I Pendahuluan Bab II Arah Demokrasi Baru, Reformasi Keterwakilan dan Pengaruhnya terhadap Kapasitas Keparlemenan Bab III Pemilihan Langsung dan Akuntabilitas Wakil Rakyat Bab IV Menjadi Wakil Rakyat dalam Konteks Otonomi Daerah Bab V Menjembatani dan Mengelola Berbagai Kepentingan Politik Publik Bab VI Memahami Fungsi dan Tugas Wakil Rakyat Bab VII Membangun Lembaga Perwakilan di Daerah yang Berwibawa Bab VIII Membangun Aliansi Strategis dan Memenangkan Kepentingan Rakyat Rasionalisasi thd Rancangan Sistematika Modul sebelumnya 1. Pengantar a. Substansi setiap bab b. Alur kerja yang menghubungkan semua komponen di tiap fungsi ( yg ada dalam setiap modul)- gambarkan dalam bagan utama 2. Pengertian dan Prinsip Dasar (Masing-masing fungsi): Rujukan regulasi muncul dalam sub bab ini. Sajikan juga alat peraga, misal, dalam bentuk formulir isian dari setiap tema penting beserta cara pengisiannya Bab ini cenderung normatif saja: legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang baik sesuai peraturan perundangan a. Konsepsi dasar dari substansi b. Jenis dan ruang lingkup substansi c. Ukuran dari derajat substansi d. Mekanisme bekerjanya substansi e. Faktor-faktor yang mempengaruhi bekerjanya substansi 3. Problem dasar implementasi substansi a. Limitasi regulasi b. Limitasi teknokratis administratif c. Limitasi konteks lokal 4. Insentif dan Strategi a. Insentif implementasi substansi b. Strategi implementasi substansi

Transcript of Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Page 1: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

DISAIN PENGUATAN PERAN DAN FUNGSI DPRD

Daftar Isi

Bab IPendahuluan

Bab IIArah Demokrasi Baru, Reformasi Keterwakilan dan Pengaruhnya terhadap Kapasitas Keparlemenan

Bab IIIPemilihan Langsung dan Akuntabilitas Wakil Rakyat

Bab IVMenjadi Wakil Rakyat dalam Konteks Otonomi Daerah

Bab VMenjembatani dan Mengelola Berbagai Kepentingan Politik Publik

Bab VIMemahami Fungsi dan Tugas Wakil Rakyat

Bab VIIMembangun Lembaga Perwakilan di Daerah yang Berwibawa

Bab VIIIMembangun Aliansi Strategis dan Memenangkan Kepentingan Rakyat

Rasionalisasi thd Rancangan Sistematika Modul sebelumnya

1. Pengantara. Substansi setiap bab b. Alur kerja yang menghubungkan semua

komponen di tiap fungsi ( yg ada dalam setiap modul)- gambarkan dalam bagan utama

2. Pengertian dan Prinsip Dasar (Masing-masing fungsi): Rujukan regulasi muncul dalam sub bab ini. Sajikan juga alat peraga, misal, dalam bentuk formulir isian dari setiap tema penting beserta cara pengisiannya Bab ini cenderung normatif saja: legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang baik sesuai peraturan perundangana. Konsepsi dasar dari substansib. Jenis dan ruang lingkup substansic. Ukuran dari derajat substansid. Mekanisme bekerjanya substansie. Faktor-faktor yang mempengaruhi

bekerjanya substansi3. Problem dasar implementasi substansi

a. Limitasi regulasib. Limitasi teknokratis administratifc. Limitasi konteks lokal

4. Insentif dan Strategia. Insentif implementasi substansib. Strategi implementasi substansi

5. Lampiran2a. Formulir-formulir isian yang muncul di bab IIb. Direktori perundang-undangan pada

masing-masing fungsi

Page 2: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Bab IPENGANTAR

Problematika Struktural: Konstruksi dan Format DPRD 2009 Posisi DPRD dalam Pemilu Langsung dan Relasinya dengan Partai Politik Kendala Struktural Optimalisasi Tugas dan Fungsi DPRD

Problematika Kapasitas Kelembagaan: Organisasi dan Keanggotaan DPRD Kapasitas Organisasi DPRD Kapasitas Individual Anggota DPRD

Mendesain Penguatan Kapasitas DPRD Anggota DPRD: Kombinasi Politisi dan Teknokrat Prinsip Dasar Penguatan Kapasitas Organisasi DPRD Prinsip Dasar Penguatan Kapasitas Anggota DPRD

Alur Penguatan Fungsi dan Peran DPRD Berdasarkan Optimalisasi Fungsi DPRD (Bagan besar) Berdasarkan Optimalisasi Alat Kelengkapan Berdasarkan Optimalisasi Lembaga Pendukung (Setwan dan Tenaga Ahli) Berdasarkan Optimalisasi Kekuatan Masyarakat dan Media

Indikator DPRD yang BerkualitasNominal dan substansial

Hubungan Antara DPRD dan Pemerintah DaerahBagan hubungan dalam struktur fungsi umum dan sisi teknokratisnya.

Tantangan dan Hambatan dalam Implementasi Desain Penguatan Fungsi dan Peran DPRD (yang dianjurkan dalam modul ini)

Tantangano Waktu: bekal awal tidak cukup tdk ada kaderisasi di parpolo Ruang: berhadapan dengan struktur sistemik dan pragmatisme

individual Hambatan

o Waktu: o Ruang:

Insentif dan Strategi Penguatan Fungsi dan Peran Insentif agar ini DPRD Membangun Penguatan Fungsi dan Peran

o Kepercayaan Masyarakat dan Pemenuhan Janji: Menyelamatkan masa depan politik elektoral

o Mempersiapkan Pemilu selanjutnya dan Merintis Karir Politisi ke level Provinsi dan Pusat

o Insentif ekonomi (reward DPRD ditentukan oleh besaran PAD)o

Strategi yang bisa dilakukanoo

Lampiran

Page 3: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Pengantar Modul

Program pelatihan DPRD sudah banyak dilakukan, baik yang difasilitasi oleh kalangan universitas, lembaga pelatihan profesional, lembaga donor, maupun oleh kalangan organisasi masyarakat sipil. Namun, banyak dari pelatihan tersebut seringkali tidak disiapkan dengan capaian strategis dan taktis yang terarah untuk menjawab tantangan kongkrit dari DPRD.

Belum lagi, ada kecenderungan dari lembaga-lembaga penyelenggara pelatihan tersebut untuk melihat problema DPRD di semua daerah secara seragam sehingga materi pelatihannya cenderung terlalu umum, abstrak, teoritis, dan tidak menyentuh secara mendalam masalah-masalah riil yang dihadapi oleh DPRD. Akibatnya, hasil pelatihan seringkali tidak memiliki dampak perubahan yang jelas, kecuali sekedar tambahan pengetahuan atau menebalkan kesadaran terhadap peran DPRD sebagai wakil rakyat. Hasil pelatihan akhirnya akan sangat sulit diukur keberhasilannya.

Hal tersebut bukan tidak penting, namun harus dipertajam lagi seiring dengan kebutuhan anggota DPRD yang dituntut bukan hanya memiliki keahlian sebagai politisi namun juga memiliki kapasitas teknokratis-administratif dalam urusan pemerintahan daerah. Kapasitas teknokratis-administratif menjadi vital karena, dalam semua urusannya, DPRD harus berinteraksi dengan pemerintah daerah (eksekutif) yang logika kerjanya selalu didasarkan pada pranata ini. Tanpa penguasaan terhadap wilayah ini, niscaya DPRD tidak akan mampu menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. Ini terjadi bukan karena anggota DPRD tidak memiliki keinginan, namun seringkali karena tidak memiliki keahlian dan alat kerja yang mencukupi dalam pelaksanaan fungsinya baik sebagai pengarah, mitra, dan pengawas bagi pemerintah daerah.

Modul pelatihan ini ingin mengubah kecenderungan di atas dan menawarkan “Pelatihan DPRD berbasis Riset”. Oleh sebab itu, nilai lebih yang dapat ditemukan dalam modul ini adalah sebagai berikut:

1. Modul ini tidak hanya memberi perspektif perubahan, namun juga menunjukkan pilihan-pilihan yang realistis dilakukan;

2. Modul ini tidak hanya menunjukkan berbagai peraturan perundang-undangan terkait pelaksanaan fungsi dan peran DPRD, namun juga memberikan alat kerja agar DPRD dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan jelas dan tepat;

3. Modul ini tidak hanya menunjukkan masalah, namun juga cara memecahkan masalah; dan

4. Modul ini tidak hanya memberi panduan agar pelaksanaan fungsi dan peran anggota DPRD sesuai aturan perundang-undangan, namun juga memberikan kerangka kerja kritis dan inovatif dalam merancang perubahan.Singkat kata, program penguatan dan pengembangan kapasitas DPRD hanya

bisa berarti jika didasarkan pada kondisi umum DPRD di Indonesia dan kondisi khusus masing-masing daerah sekaligus yang dihadapi oleh masing-masing DPRD. Meski fungsi dan tugasnya sama, tantangan yang dihadapi oleh setiap DPRD sangat variatif. Konsekuensinya, hasil dari setiap pelatihan DPRD hanya akan optimal jika didasarkan pada kebutuhan dari masing-masing daerah.

Page 4: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Bab IPendahuluan

Kedudukan, tugas, dan fungsi DPRD hasil pemilu legislatif 2009 dalam sistem pemerintahan daerah tidak berbeda jauh dengan periode sebelumnya. UU Susduk 2009, yaitu No. 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak mengubah format dasar pengaturan DPRD yang sebelumnya diatur dalam UU No. 23/2003. Terkait DPRD, perbedaan hanya terjadi pada……. Perubahan ini dilakukan karena……………………………… . Antisipasi perbedaan mungkin akan dapat dilihat nantinya dalam berbagai PP turunan UU ini, seperti PP tentang perumusan tata tertib DPRD, PP tentang protokoler dan keuangan, PP ..............., dst.

Tantangan paling awal bagi kelembagaan DPRD hasil Pemilu 2009 adalah karena resikonya sebagai lembaga perwakilan yang dipilih secara berkala, yaitu kenyataan sebagian anggotanya belum memiliki pengalaman menjabat. Mereka ini tentu membutuhkan adaptasi terlebih dahulu, terlebih bagi politisi yang sedari karirnya di partai politik tidak memiliki atau tidak diberi bekal pemahaman yang jelas tentang pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD dalam kerja sehari-hari.

Merespon kendala ini, tugas paling awal dari setiap pelatihan DPRD adalah memastikan bahwa setiap anggota DPRD menguasai dan memahami tugas dasarnya sebagai wakil rakyat. Ini bisa dicukupi melalui pelatihan terkait penguatan kapasitas dan peran anggota DPRD dalam menjalankan fungsinya di bidang legislasi, anggaran, dan pengawasan. Baru setelahnya, pelatihan-pelatihan berbasis keahlian-keahlian tertentu bisa dilakukan sebagai tambahan soft skill agar dinamika kerja DPRD dapat berkembang, mampu merumuskan solusi permasalahan, serta kritis dan inovatif. Kesemuanya ini pada gilirannya harus bisa ditransformasikan secara kelembagaan sehingga sustainabilitas kualitas DPRD terjaga meskipun terjadi pergantian anggota DPRD (pergantian antar waktu, pergantian periode).

Problematika Struktural: Konstruksi dan Format DPRD 2009

Ada dua hal penting untuk dicermati dalam melihat konstruksi dan format DPRD hasil pemilu 2009. Pertama, konstruksi DPRD sebagai lembaga perwakilan dalam desain sistem pemilu sebagaimana diatur dalam UU No. 10/2008 dan sistem kepartaian sebagaimana diatur dalam UU No. 2/2008. Kedua, format DPRD menyangkut kedudukan, tugas, dan fungsi DPRD sebagaimana diatur dalam UU No. 27/2009.

Posisi DPRD dalam Pemilu Langsung dan Relasinya dengan Partai PolitikBerbeda dengan DPRD 2004, anggota DPRD 2009 dipilih melalui pemilihan

langsung dengan mekanisme suara terbanyak, tanpa harus memperhatikan nomor urut pencalonan. Konsekuensinya, sebagai wakil rakyat, anggota DPRD 2009 memiliki tingkat representasi politik yang lebih baik dari sebelumnya. Namun, representasi politik saja tidaklah cukup. Kualitas anggota DPRD selanjutnya akan dilihat sejauhmana kemampuannya mempresentasikan diri sebagai wakil rakyat, yaitu kemampuannya menelurkan berbagai kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

Page 5: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Dalam konteks ini, DPRD harus berhadapan dengan realitas dalam dirinya, antara sebagai wakil rakyat dan wakil partai politik, yang tak jarang memiliki kepentingan yang berbeda. Setelah terpilih, anggota DPRD sebenarnya tidak lagi semata menjadi wakil dari partai politik tertentu atau terbatas pada konstituennya saja. DPRD adalah wakil semua masyarakat.

Meski kontrol partai terhadap anggotanya yang ada di DPRD tetap kuat, yakni melalui fraksi dan pemegang kewenangan untuk mengusulkan penggantian anggota melalui penggatian antarwaktu (PAW), anggota DPRD tidak perlu khawatir sepanjang tetap berpegang pada nilai-nilai kebajikan publik. Anggota DPRD justru memiliki kewajiban agar terus mengawal kepentingan publik melalui fraksinya.

Fraksi adalah alat perpanjangan tangan dari partai politik untuk menjalankan agenda politiknya melalui DPRD. Dalam konteks ini, anggota DPRD sudah semestinya menjadi agen perjuangan partai politik. Fraksi berwewenang …………………………………. Namun demikian, anggota DPRD juga semestinya mampu membangun perimbangan terhadap kebijakan fraksi jika dinilai memperjuangkan kepentingan yang tidak selaras dengan kepentingan publik.

Kontrol partai politik terhadap anggotanya juga terbilang kuat melalui mekanisme PAW (UU No. 27/1999, Pasal 383 ayat 2 huruf e dan h). Kewenangan ini patut dicermati mengingat selama ini sering menjadi pintu masuk dari partai politik untuk ‘menertibkan’ wakilnya di DPRD yang dinilai melenceng dari garis kebijakan partai. Dalam konteks DPRD 2009, ketentuan terkait hal ini masih menanti Peraturan Pemerintah yang sampai saat ini belum diterbitkan. Namun, anggota DPRD tidak perlu merisaukan kontrol dari partai politik sepanjang tidak melakukan tindak pidana, pelanggaran tata tertib, ataupun berpindah sebagai anggota partai lain.

Problem hubungan antara partai politik dan anggotanya di DPRD kiranya justru muncul pada anggota DPRD dari partai politik yang tidak lolos parliamentary threshold pada pemilu 2009 lalu atau yang suaranya relatif kecil di daerah yang bersangkutan. Anggota DPRD dihadapkan pada persoalan dilematis, antara mendekat ke partai politik yang lebih besar (untuk mempertahankan peluangnya pada pemilu selanjutnya maupun untuk merlanjutkan karir politiknya ke tingkat provinsi atau pusat) ataukah tetap bertahan di partainya saat ini. Ini adalah konsekuensi UU Pemilu 2008 yang mempersempit ruang gerak bagi partai-partai yang tidak mampu mendudukkan wakilnya di DPR Pusat.

Di sini rasionalitas anggota DPRD akan diuji. Namun, yang penting diingat adalah bahwa sistem pemilu yang dipakai untuk pemilu selanjutnya kiranya mau tidak mau akan tetap menggunakan pemilihan dengan mekanisme suara terbanyak, seperti halnya pemilu 2009. Oleh karena itu, faktor fundamental yang menentukan adalah kualitas personal dari anggota DPRD di hadapan masyarakat atau pemilih. Konsekuensinya, kedekatan anggota DPRD terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat justru akan menjadi kunci apakah dirinya akan dipilih atau tidak pada pemilu selanjutnya.

Penggantian Antarwaktu (PAW)Selain karena melanggar aturan hukum

pidana dan tata tertib DPRD, Anggota DPRD dapat diusulkan penggantiannya oleh partai politik (PAW). Usulan penggantian ini karena …………………….. atau karena anggota DPRD diberhentikan dari keanggotaan partai politik.

Jika diberhentikan, anggota DPRD yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan melalui pengadilan. Usulan PAW baru bisa dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Page 6: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Kendala Struktural Optimalisasi Tugas dan Fungsi DPRDSecara umum, kedudukan, tugas, dan fungsi DPRD sebagaimana diatur dalam

UU No. 27/2009 tidak berbeda jauh dari pengaturan sebelumnya di UU No. 23/2003 terkait pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Namun, berdasarkan pengalaman sebelumnya, secara struktural ada beberapa kendala dalam pengaturan kedudukan, tugas, dan fungsi DPRD sebagai landasan agar DPRD dapat bekerja secara optimal. Kendala struktural tersebut adalah:

a. terkait fungsi legislasi, kewenangan DPRD seringkali terhambat karena ada produk-produk kebijakan nasional yang tidak memberikan keleluasaan kepada daerah. Bahkan, dalam banyak kasus, banyak perda yang kemudian dibatalkan oleh pemerintah pusat.

b. terkait fungsi anggaran, persetujuan dan pengawasan DPRD terbatas pada wilayah APBD saja sehingga tidak memiliki ruang terhadap penggunaan anggaran non-APBD yang bersal dari pemerintah pusat, seperti Dana Alokasi Khusus dan Dana Darurat. Selain itu, dana insidental lainnya seperti bantuan masyarakat saat terjadi bencana alam juga tidak diatur sebagai kewenangan DPRD kecuali sebatas menerima laporannya dari pemerintah daerah.

c. terkait fungsi pengawasan, DPRD tidak mampu mengawasi pelaksanaan perda secara maksimal karena wewenangnya tidak menjangkau sampai dengan pembatalan peraturan atau keputusan kepala daerah (hak legislasi di wilayah eksekutif) bilamana bertentangan dengan perda. Hal lain, terkait pengawasan pelaksanaan APBD, wewenang DPRD dalam menerima laporan pertanggungjawaban dari pemerintah daerah juga lebih dibatasi pada pembacaan angka-angka saja seperti tertuang dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Konsekuensinya, evaluasi DPRD terhadap kinerja pemerintah daerah sulit menyentuh aspek-aspek pengelolan kebijakan dari pemda (di setiap SKPD) pada tahap implementasi APBD.Kendala-kendala tersebut tidak lantas membuat DPRD tidak bisa berfungsi

optimal. Hanya saja, DPRD butuh mencari terobosan untuk menutupi potensi lubang-lubang kendala struktural ini. Dalam konteks optimalisasi fungsi legislasi, DPRD dapat mengoptimalkan Badan Legislasi, sebagai alat kelengkapan DPRD 2009, agar dapat memastikan bahwa setiap produk perda nantinya dapat disetujui bersama pemerintah daerah dan tidak dibatalkan oleh pemerintah pusat (melalui Peraturan Presiden). Dalam konteks urusan yang menyangkut hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, DPRD dapat terus-menerus melakukan memelopori negosiasi kepada pemerintah pusat terkait pembagian urusan yang lebih memberikan manfaat kepada daerah.

Demikian halnya dengan terobosan di wilayah fungsi anggaran. Meskipun secara prinsip DAK adalah menjadi kewenangan pemerintah pusat, namun dalam implementasinya program pembangunan yang didanai oleh DAK ini sebenarnya sangat berimpit dengan urusan daerah, terlebih untuk mendapatkan DAK juga bisa diusulkan oleh pemerintah daerah (Pasal 162 UU No. 32/2004 huruf b). Keberimpitan urusan pusat dan daerah dalam DAK juga ditunjukkan oleh pengaturan dalam Pasal 41 UU No. 33/2004 yang mensyaratkan adanya Dana Pendamping dari daerah terhadap DAK minimal sebesar 10 persen dari total proyek (kecuali untuk

Page 7: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

daerah dengan kemampuan fiskal yang rendah). Pada kasus ini, DPRD diharapkan bisa mengadvokasi kewenangannya bukan hanya terbatas pada alokasi dan pengawasan Dana Pendamping yang telah dimasukkan dalam komponen APBD.

Sedangkan terkait fungsi pengawasan, DPRD dapat mencari terobosan dengan memperketat koordinasi, pemantauan, dan pengawasan terhadap pemerintah daerah terkait pembuatan dan implementasi produk legislasi yang menjadi wilayah eksekutif, yaitu peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah (Pasal 42 ayat 1, huruf c). Keterlibatan DPRD sejak lebih awal tentu dapat mengurangi potensi sengketa materi hukum peraturan kepala daerah atau keputusan kepala daerah, sehingga tidak perlu berujung pada reaksi penggunaan hak interpelasi dan hak angket. Selain itu, dalam konteks pengawasan APBD, DPRD dapat memperkaya evaluasi pertanggungjawaban implementasi APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah bukan hanya berbasis pada laporan keuangan namun juga mendasarkan pada capaian keberhasilan yang dirunut dari kinerja masing-masing SKPD.

Problematika Kapasitas Kelembagaan: Organisasi dan Keanggotaan DPRD

Selain persoalan kondisi struktural yang menjadi batas kerangka kerja DPRD di atas, persoalan lain yang tak kalah fundamental kapasitas kelembagaan dari DPRD 2009. Kapasitas kelembagan yang dimaksud di sini adalah menyangkut kapasitas organisasi DPRD - mencakup alat kelengkapan DPRD dan sistem pendukung DPRD- maupun kapasitas individual dari anggota-anggota DPRD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Kapasitas Organisasi DPRD

Pengalaman sebelum ini menunjukkan bahwa kapasitas organisasi DPRD masih belum memadai. Dalam UU Susduk yang lama, yaitu UU No. 23/2003, alat kelengkapan maupun sistem pendukung yang tersedia pada DPRD sangat terbatas dan tidak terkonsolidir dalam satu kesatuan holistik pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD. Dalam bidang legislasi dan anggaran, misalnya, alat kelengkapan yang tersedia hanya berbentuk kepanitiaan saja yang bekerja secara tentatif (ad hoc). Konsekuensinya, pelaksanaan fungsi legislasi dan anggaran gagal dikonsolidasikan dalam satu agenda strategis jangka panjang dan berlangsung secara sporadis. Tak heran, produksi perda yang dihasilkan oleh DPRD relatif sangat sedikit. Belum lagi berbagai perda yang sudah disahkan tiba-tiba dianulir atau dibatalkan oleh pemerintah pusat karena dinilau bertentangan atau menghambat implementasi berbagai produk pwerundang-undangan di tingkat nasional.

UU No. 27/2009 mengintrodusir dua komponen baru yang terdiri dari satu alat kelengkapan dan satu sistem pendukung bagi DPRD yang tidak ada dalam UU Susduk DPRD sebelumnya (UU No. 23/2003). Keduanya adalah Badan Legislasi Daerah dan Kelompok Pakar atau Tim Ahli.

Perbandingan Alat Kelengkapan DPRD dan Unit kerja Lainnyaantara UU No. 23/2003 dan UU No. 27/2009

UU No. 23/2003 Pasal 353, UU No. 27/2009 (DPRD Kab/Kota)

Page 8: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Alat Kelengkapan

a. Pimpinan;b. Badan Musyawarah;c. Komisi;d. Badan Legislasi Daerah;e. Badan Anggaran;f. Badan Kehormatan; g. Alat kelengkapan lain yang

diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.

Sekretariat Dewan

Membantu dan mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD dalam hal: --

Kelompok Pakar atau Tim Ahli

Tidak ada Membantu alat kelengkapan DPRD dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD melalui berbagai kajian dan analisis terhadap berbagai bidang urusan DPRD

Tugas dari Badan Legislasi Daerah ini sebenarnya tidak disebutkan secara tegas dalam UU No. 27/2009. Namun, jika mengikuti tugas alat kelengkapan Badan Legislasi yang ada di DPR, maka Badan Legislasi Daerah dimaksudkan sebagai wadah khusus dalam kelembagaan DPRD yang berfungsi untuk mengkoordinir, mengkonsolidasikan, mengusulkan, merancang, dan menyusun legislasi daerah dalam kerangka yang programatik. Dalam menjalankan tugasnya, Badan Legislasi Daerah bekerjasama dengan semua komponen lain karena wewenang untuk mengajukan perda masih tetap bisa datang dari pemerintah daerah, anggota DPRD, atau alat kelengkapan DPRD lainnya.

Keberadaan Badan Legislasi Daerah dengan demikian sangat strategis dalam konteks optimalisasi fungsi legislasi dari DPRD. Melalui keberadaannya, legislasi daerah dapat disusun berdasarkan program legislasi daerah yang direncanakan dalam kurun waktu lima tahun (satu waktu masa keanggotaan) yang diterjemahkan ke dalam tahapan per tahun (setiap tahun anggaran) secara tepat. Masalah rancangan perda yang saling berhimpit antara yang diajukan oleh Pemda dan yang diajukan oleh inisiatif DPRD dengan demikian akan bisa teratasi sehingga proses pembuatan perda menjadi lebih terarah dan efektif. Perda yang sudah disahkan juga bisa diminimalisir potensinya dari pembatalan oleh pemerintah pusat (‘perda bermasalah’) karena materi perda dapat disusun secara lebih hati-hati agar tidak bertabrakan dengan berbagai regulasi yang ada di tingkat nasional.

Di sektor Sistem Pendukung, keberadaan Kelompok Pakar atau Tim Ahli tak kalah strategis untuk memperkuat pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD. Berbeda dengan Sekretariat DPRD yang difokuskan pada dukungan teknis, adminsitratif, dan pelaksanaan anggaran DPRD, Kelompok Pakar atau Tim Ahli ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan substantif yang membantu alat kelengkapan DPRD dalam melaksanakan fungsinya. Kelompok pakar atau Tim Ahli ini direkrut berdasarkan

Page 9: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

kompetensinya dalam disiplin ilmu tertentu yang dibutuhkan oleh alat kelengkapan DPRD yang bertugas melakukan berbagai kajian dan analisis pada bidang-bidang yang menjadi urusan DPRD. Melalui keberadaan Kelompok pakar atau Tim Ahli, diharapkan DPRD mampu lebih optimal menjalankan fungsinya.

Kebutuhan adanya Kelompok pakar atau Tim Ahli sudah dirasakan selama ini untuk memperkuat kelembagan DPRD. Ini mengingat keberadaan anggota DPRD yang berasal dari beragam latar belakang dengan kapasitas dan keahlian yang berbeda-beda. Bahkan, tak jarang ditemui anggota DPRD yang bahkan tidak memiliki sedikitpun pengalaman terkait bidang-bidang kerja yang harus ditangani oleh DPRD. Tak dapat dipungkiri, ini memang konsekuensi logis dari masih lemahnya sistem rekrutmen politik anggota DPRD yang berpadu dengan belum matangnya rasionalitas publik pemilih untuk memilih calon anggota DPRD yang berkualitas. Oleh sebab itu, keberadaan Kelompok Pakar atau Tim Ahli diharapkan mampu menambal kebocoran sistemik ini.

Hanya saja, keberadaan Kelompok Pakar atau Tim Ahli ini bisa saja menjadi tidak efektif. Ada beberapa keterbatasan yang sangat mungkin mengganggu upaya DPRD mengoptimalkan keberadaan mereka ini.

1. Penentuan prioritas kebutuhan terhadap pekerjaan-pekerjaan DPRD yang membutuhkan dukungan dari Kelompok Pakar atau Tim Ahli.

2. Keterbatasan kemampuan keuangan daerah yang dialokasikan dalam anggaran DPRD untuk membiayai kebutuhan Kelompok Pakar atau Tim Ahli.

3. Penentuan mekanisme rekrutmen dan seleksi Kelompok Pakar atau Tim Ahli.

4. Penentuan tugas, fungsi, dan deskripsi tugas (job description) yang jelas dari Kelompok Pakar atau Tim Ahli.

5. Penentuan target hasil kerja dari Kelompok Pakar atau Tim AhliSelanjutnya, pengaturan terhadap hal-hal di atas sangat penting untuk dilegalisasi secara formal yang bisa menjadi bagian dalam Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD.

Kapasitas Individual Anggota DPRD

Sama halnya, kapasitas individual dari anggota DPRD selama ini cukup banyak yang terbilang belum memenuhi standar keahlian ataupun pengalaman agar dapat mewakili rakyat sebagai legislator. Profil anggota DPRD periode 2004-2009 …………… banyak diisi oleh mereka yang …………………………………. Jika dilihat berdasarkan ukuran tersebut, profik DPRD hasil Pemilu 2009 tampaknya belum berbeda jauh. Dari total ………….. anggota DPRD Kabupaten/Kota yang terpilih, hanya …………. diantaranya

Pembentukan Kelompok Pakar/Tim Ahli1. Tentukan prioritas kebutuhan pekerjaan

yang memutuhkan dukungan Kelompok Pakar/Tim Ahli untuk masing-masing alat kelengkapan;

2. Tentukan ukuran kemampuan keuangan daerah untuk membiayai Kelompok Pakar/Tim Ahli;

3. Tentukan standar pembiayaan Kelompok Pakar/Tim Ahli;

4. Tentukan mekanisme rekrutmen yang terbuka dan kriteria seleksi yang jelas dari Kelompok Pakar/Tim Ahli;

5. Tentukan tugas, fungsi, dan deskripsi tugas dari Kelompok Pakar/Tim Ahli;

6. Tentukan target hasil kerja dari Kelompok Pakar/Tim Ahli;

7. Pastikan pengaturan hal-hal di atas ada dalam Peraturan Tata tertib DPRD

Page 10: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

yang memiliki basis pendidikan sarjana ……………………………. Jika dilihat dari komposisi antara incumbent (sudah/pernah menjabat sebagai anggota DPRD) dan anggota baru, maka kompoasisinya lebih banyak didominasi oleh…………….

Fakta ini memang tidak serta merta menjadi dasar untuk mengatakan bahwa kapasitas dari anggota DPRD tidak mumpuni. Ini juga bukan lantas menafikan kemampuan anggota DPRD untuk bisa beradaptasi. Hanya saja, mengingat keterbatasan waktu jabatan yang hanya lima tahun, hambatan ini semestinya sudah harus diminimalisir. Kendala ini sebenarnya sudah harus diantisipasi dengan mengaktifkan peran partai-partai politik untuk melakukan program-program kaderisasi yang jelas bagi anggotanya agar siap saji saat mejadi anggota DPRD. Paling tidak, keahlian dasar sebagai seorang anggota DPRD sudah dimiliki sebelum menjabat, sehingga program-program peningkatan kapasitas anggota DPRD selanjutnya dapat lebih difokuskan pada pembelajaran dan penyelesaian berbagai masalah-masalah kongkrit yang dihadapi oleh DPRD di setiap daerah.

Efektifitas DPRD dalam melaksanakan peran dan fungsi utama mereka tergantung pada kapasitas para anggotanya dalam membuat kebijakan untuk menjawab kebutuhan, tantangan, dan memiliki perspektif strategis bagi pembangunan daerah. Tentu saja, akan ada keterbatasan dari anggota DPRD untuk mengetahui secara mendetail semua masalah, namun yang tak mungkin ditawar lagi adalah bahwa anggota DPRD sudah semestinya memliki pemahaman dan kemampuan untuk meletakkan grand design dalam semua kebijakan daerah. Aspek detail dari kesemua ini dapat didukung oleh masukan dari pemerintah daerah, kelompok-kelompok profesional, akademisi, dan masyarakat luas. Dalam organisasi DPRD sekarang, anggota DPRD dapat memanfaatkan yang optimal dari Kelompok Pakar atau Tim Ahli dan Sekretariat DPRD yang menjadi bagian dari sistem pendukung organisasi DPRD.

Hak Anggota DPRD terkait fungsinya adalah hak interpelasi, hak angket,d a hak menyatakan pendapat ……………(Pasal………. UU No. 27/2009) ………..

Hak Anggota DPRD Kabupaten/Kota (Pasal 350 UU No. 27/2009). Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai hak:a. mengajukan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota;b. mengajukan pertanyaan;c. menyampaikan usul dan pendapat;d. memilih dan dipilih;e. membela diri;f. imunitas;g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;h. protokoler; dani. keuangan dan administratif.

Page 11: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Gambarkan bagan yang menghubungkan antar alat kelengkapan DPRD Kabupaten/Kota (Pasal 353) ini!!! a. Pimpinan;b. Badan Musyawarah;c. Komisi;d. Badan Legislasi Daerah;e. Badan Anggaran;f. Badan Kehormatan; g. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna.(2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh sekretariat.(3) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.

PimpinanFungsi Pokok- Koordinasi dan sinergi pelaksanaan agenda

dan kegiatan dari alat kelengkapan DPRD- Mewakili DPRD dalam berhubungan dengan

lembaga pihak luar, baik sesama lembaga negara maupun lainnya

Badan MusyawarahFungsi Pokok- menetapkan agenda persidangan beserta

perkiraan waktu dan memberi masukan untuk penanganan suatu masalah atau raperda

- memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD

- meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPRD untuk memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing;

- mengusulkan kepada rapat paripurna mengenai jumlah komisi, ruang lingkup tugas komisi, dan mitra kerja komisi

KomisiKomisi DPRD berjumlah 3 (tiga) untuk DPRD yang beranggotakan 20-35 orang dan 4 (empat) komisi untuk DPRD yang beranggotakan 36-50 orang.

Fungsi PokokFungsi Pokok di bidang legislasi:- Menyiapkan, menyusun, membahas, dan menyempurnakan raperda

Fungsi Pokok di bidang anggaran:- Pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan RAPBD bersama Pemerintah (KUA) - Membahas dan mengajukan usul penyempurnaan RAPBD bersama-sama dengan Pemerintah (KUA)- Membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk fungsi, program, dan kegiatan SKPD yang

menjadi mitra kerja komisi (PPAS)- Membahas laporan keuangan pemerintah daerah dan pelaksanaan APBD, termasuk hasil audit

keuangan oleh BPK- Hasil pembicaraan dan pembahasan di atas disampaikan kepada Badan Anggaran untuk sinkronisasi.

Hasil sinkronisasi ini dapat disempurnakan kembali oleh komisi sebelum kemudian diserahkan kembali kepada Badan Anggaran sebagai bahan akhir penetapan APBD.

Fungsi Pokok di bidang pengawasan:--

(3) Tugas komisi di bidang pengawasan adalah:a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya;b. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya;c. melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; dand. membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.(4) Komisi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dapat mengadakan:a. rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh menteri/pimpinan lembaga;b. konsultasi dengan DPD;c. rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya;d. rapat dengar pendapat umum, baik atas permintaan komisi maupun atas permintaan pihak lain;e. rapat kerja dengan menteri atau rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya yang tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya apabila diperlukan; dan/atauf. kunjungan kerja.(5) Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tugas komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).(6) Keputusan dan/atau kesimpulan hasil rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah.(7) Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan DPR, baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya.(8) Komisi menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.

Pasal 97Jumlah, ruang lingkup tugas, dan mitra kerja komisi ditetapkan dengan keputusan DPR.

Pasal 98Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan mekanisme

Page 12: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Badan LegislasiPasal 100(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.(2) Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masakeanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Pasal 101(1) Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.(2) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.(3) Pemilihan pimpinan Badan Legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan Legislasi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelahpenetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi.

Pasal 102(1) Badan Legislasi bertugas:a. menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD;b. mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan Pemerintah;c. menyiapkan rancangan undang-undang usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;d. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;e. memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan undang-undang tahun berjalan atau di luar

Badan AnggaranPasal 104Badan Anggaran dibentuk oleh DPR dan merupakan alatkelengkapan DPR yang bersifat tetap.Pasal 105(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BadanAnggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlahanggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masakeanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.(2) Susunan dan keanggotaan Badan Anggaran sebagaimanadimaksud pada ayat (1) terdiri atas anggota dari tiap-tiapkomisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikanperimbangan jumlah anggota dan usulan fraksi.Pasal 106(1) Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuanpimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.(2) Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orangketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yangdipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaranberdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat danproporsional . . .- 48 -proporsional dengan mempertimbangkan keterwakilanperempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiaptiapfraksi.(3) Pemilihan pimpinan Badan Anggaran sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BadanAnggaran yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelahpenetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran.

Pasal 107(1) Badan Anggaran bertugas:a. membahas bersama Pemerintah yang diwakili olehmenteri untuk menentukan pokok-pokok kebijakanfiskal secara umum dan prioritas anggaran untukdijadikan acuan bagi setiap kementerian/lembagadalam menyusun usulan anggaran;b. menetapkan pendapatan negara bersama Pemerintahdengan mengacu pada usulan komisi terkait;

Badan KehormatanPasal 124(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.(2) Anggota Badan Kehormatan berjumlah 11 (sebelas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotan DPR dan pada permulaan tahun sidang.Pasal 125(1) Pimpinan Badan Kehormatan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.(2) Pimpinan Badan Kehormatan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.(3) Pemilihan pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Badan Kehormatan yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan.Pasal 126Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan Badan Kehormatan diatur dalam peraturan DPR tentang tata tertib.Pasal 127(1) Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan danverifikasi atas pengaduan terhadap anggota karena:a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79;b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun;c. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD; dan/ataue. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-

Page 13: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

UU No. 27/2009, Pasal 102(1) Badan Legislasi bertugas:

a. menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD;

Panitia KhususPasal 136Panitia khusus dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat sementara.Pasal 137(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.(2) Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan oleh rapat paripurna paling banyak 30 (tiga puluh) orang.Pasal 138(1) Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.(2) Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan jumlah panitia khusus yang ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.(3) Pemilihan pimpinan panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat panitia khusus yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelahpenetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus.Pasal 139(1) Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna.(2) Panitia khusus bertanggung jawab kepada DPR.(3) Panitia khusus dibubarkan oleh DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.(4) Rapat paripurna menetapkan tindak lanjut hasil kerja panitia khusus.Pasal 140Panitia khusus menggunakan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang diajukan kepada pimpinan DPR.Pasal 141Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan mekanisme kerja panitia khusus diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib.

Badan Urusan Rumah TanggaPasal 131(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BURT pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.(2) Jumlah anggota BURT ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.Pasal 132(1) Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.(2) Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang dijabat oleh Ketua DPR dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BURT berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.(3) Pemilihan pimpinan BURT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BURT yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BURT.

Pasal 133BURT bertugas:a. menetapkan kebijakan kerumahtanggaan DPR;b. melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal DPR dalam pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan DPR sebagaimana dimaksud dalam huruf a, termasuk pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPR;c. melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPD dan alat kelengkapan MPR yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPR, DPD, dan MPR yang ditugaskan oleh pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah;d. menyampaikan hasil keputusan dan kebijakan BURT kepada setiap anggota DPR; dane. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk itu.

Pasal 134BURT menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan.Pasal 135Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan mekanisme kerja BURT diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib.

Badan Akuntabilitas Keuangan NegaraPasal 110Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, yang selanjutnyadisingkat BAKN, dibentuk oleh DPR dan merupakan alatkelengkapan DPR yang bersifat tetap.Pasal 111(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BAKN padapermulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahunsidang.(2) Anggota BAKN berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orangdan paling banyak 9 (sembilan) orang atas usul fraksiDPR yang ditetapkan dalam rapat paripurna padapermulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahunsidang.Pasal 112(1) Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan pimpinanyang bersifat kolektif dan kolegial.(2) Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan1 (satu) orang wakil ketua yang dipilih dari dan olehanggota BAKN berdasarkan prinsip musyawarah untukmufakat dengan memperhatikan keterwakilan perempuanmenurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. (3) Pemilihan pimpinan BAKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dankeanggotaan BAKN.

Pasal 113(1) BAKN bertugas:a. melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR;b. menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi;c. menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; dand. memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Badan Kerja Sama Antar-ParlemenPasal 118(1) DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.(2) Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.Pasal 119(1) Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.(2) Pimpinan BKSAP terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.(3) Pemilihan pimpinan BKSAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BKSAP yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan BKSAP.Pasal 120(1) BKSAP bertugas:a. membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain;b. menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR;c. mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri; dand. memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama antarparlemen.(2) BKSAP membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh BKSAP pada masa keanggotaan berikutnya.Pasal 121BKSAP menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.Pasal 122Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan mekanisme kerja BKSAP diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib.

Page 14: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

b. mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan Pemerintah;

c. menyiapkan rancangan undang-undang usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;

d. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;

e. memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan undang-undang tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional;

f. melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah;

g. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;

h. memberikan masukan kepada pimpinan DPR atas rancangan undang-undang usul DPD yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan

i. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.

(2) Badan Legislasi menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.

Sistem Pendukung DPRD Kabupaten/KotaSekretariatPasal 398(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD

kabupaten/kota, dibentuk sekretariat DPRD kabupaten/kota yang susunan organisasi dan tata kerjanya ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Sekretariat DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris DPRD kabupaten/kota yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan bupati/walikota atas persetujuan pimpinan DPRD kabupaten/kota.

(3) Sekretaris DPRD kabupaten/kota dan pegawai secretariat DPRD kabupaten/kota berasal dari pegawai negeri sipil.

Kelompok Pakar atau Tim AhliPasal 399(1) Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota,

dibentuk kelompok pakar atau tim ahli.Yang dimaksud dengan “kelompok pakar atau tim ahli” adalah sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin ilmu tertentu untuk

Page 15: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

membantu alat kelengkapan dalam pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota.Kelompok pakar atau tim ahli bertugas mengumpulkan data dan menganalisis berbagai masalah yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota. Penugasan kelompok pakar atau tim ahli disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah kabupaten/kota

(2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan dengan keputusan sekretaris DPRD kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota dan kemampuan daerah.

(3) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja sesuai dengan pengelompokan tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota.

Mendesain Penguatan Kapasitas DPRD

Anggota DPRD: Kombinasi Politisi dan Teknokrat

Selain memiliki keahlian sebagai politisi, setiap anggota DPRD dituntut memiliki kemampuan sebagai teknokrat. Ini dibutuhkan karena, dalam praktek pemerintahan, fungsi-fungsi DPRD hanya akan berjalan optimal jika anggotanya memiliki keahlian menerjemahkan konsep-konsep strategis, yang muncul sebagai kehendak politik DPRD, ke dalam seperangkat aturan main yang lebih praktis, programatik, dan terukur. Kehendak politik tidak mungkin tercapai jika tidak mengetahui cara-cara mencapainya secara teknokratis dan memahami fisibiltas prosedural- administratif yang ada.

Keahlian teknokratis dan administratif ini bukan dimaksudkan agar DPRD mengambil wilayah yang telah menjadi wewenang pemerintah. Namun, kemampuan ini dapat digunakan dalam kerangka pengawasan agar DPRD mampu melakukan kontrol yang optimal terhadap kinerja pemerintah.

Sebagai contoh, adalah penilaian DPRD terhadap Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) yang diajukan sebagai dasar perumusan RAPBD. Secara teknokrat-administratif, DPRD dapat melakukan pengecekan melalui Pedoman Penyusunan RKA-SKPD yang disusun Bupati/Walikota untuk mengetahui apakah RKA-SKPD yang disusun telah mengikuti ketentuan dalam KUA dan PPAS.

Pembahasan RAPBDAnggota DPRD menilai pemerintah terlalu

kecil merencanakan target pendapatan daerah dari sektor pajak. Secara politik, DPRD mendesak pemerintah agar bekerja lebih keras. Sayangnya, keberatan ini tidak disertai data yang memadai dan langkah solusinya.o ”Masak tiap tahun targetnya stagnan”o ”Targetnya selalu lebih rendah daripada

realisasi tahun sebelumnya. Ini kan sama saja bohong”

o ”Data yang disajikan dinas pajak kepada dewan bukanlah keberhasilan faktual”

o “Pemerintah menyembunyikan selisih penerimaan PAD”

Karena tidak disajikan dengan data memadai, kritik ini dengan mudah ditanggapi oleh pemerintah.o “Apa dasar DPRD menilai target

pemerintah terlalu rendah?” o “DPRD tidak membuat kajian

komprehensif terhadap potensi PAD”o “Pemerintah bersikap jujur dengan

melaporkan semua laporan keuangan kepada DPRD”

Page 16: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Dalam hal ini, DPRD dapat mengeceknya melalui Kepala Daerah, PPKD, dan Kepala SKPD.

Dengan mengikuti prinsip anggaran berbasis kinerja, maka penilaian DPRD, sebagaimana diatur dalam PP No. 58/2005 ayat (35) s/d (40), dapat dilakukan dengan mengeceknya melalui: 1) hasil evaluasi setiap kepala SKPD terhadap hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan; 2) penggunaan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu, dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dalam penyusunan RKA-SKPD.

Pemahaman terhadap hal di atas sangat diperlukan agar fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan dari DPRD dalam konteks RAPBD dapat berjalan terarah dan menyentuh permasalahan. Lebih dari statemen politis, penilaian DPRD pada akhirnya diharapkan mampu mendesak dan memberikan solusi agar pemerintah daerah mampu bekerja lebih optimal.

Prinsip Dasar Penguatan Kapasitas

- Paham fungsi, tugas, wewenang, kewajiban- Paham teknokrasi kebijakan- Sensitif terhadap adminsitasi pemerintahan- Punya perspektif kuat: advokasi kepentingan masyarakat dan daerah- Memperkuat jaringan aspirasi dan representasi publik

Alur Penguatan Fungsi dan Peran DPRD

Setelah menyimak format dan konstruksi DPRD 2009 di atas, maka berbagai potensi Kendala yang dapat menimbulkan tidak optimalnya pelaksanaan fungsi DPRD secara umum dapat diidentifikasi, yaitu menyangkut pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Jika ketiga fungsi tersebut dikorelasikan dengan tugas dan wewenang DPRD serta hak DPRD, maka dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 17: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Tugas dan WewenangPengawasan Pelaksanaan APBDKesesuaian RAPBD dengan KUA dan PPASLaporan pelaksanaan APBD Semester ILaporan pelaksanaan APBD: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Advokasi KewenanganPengawasan Pelaksanaan dana yang dikelola pemerintah non-APBD

Tugas dan WewenangPengawasan Pelaksanaan APBDKesesuaian RAPBD dengan KUA dan PPASLaporan pelaksanaan APBD Semester ILaporan pelaksanaan APBD: Laporan Keuangan Pemerintah DaerahPengawasan pelaksanaan Perda

Advokasi KewenanganKoordinasi dan persetujuan legislasi eksekutif (Peraturan dan Keputusan Kepala Daerah)Evaluasi pelaksanaan program kerja pemerintah dengan melihat pencapaian substanstif kinerja SKPD (tidak terbatas menerima laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah)

Tugas dan WewenangPenyusunan dan Pembahasan PerdaPembahasan dan persetujuan RAPBD: KUA dan PPASPembahasan dan persetujuan APBD Perubahan (Semester I)Memberi pendapat, pertimbangan dan persetujuan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasionalMemberi persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerahmengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

Advokasi KewenanganEvaluasi substantif RKA-SKPDAdvokasi dalam pembagian urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Representasi

Tugas, Wewenang, dan KewajibanMengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian kepala daerahMemilih wakil kepala daerah jika terjadi kekosongan jabatanMenyerap dan menghimpun aspirasi konstituenmenampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakatmempertanggungjawabkan secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya

Advokasi Kewenangan Membangun beragam media komunikasi dan penjaringan aspirasi Memaksimalkan rapat-rapat DPRD berlaku terbukaMenyusun indikator keberhasilan tugas DPRD

AAGN – LGSPARAH DAN AGENDA REFORMASI DPRD: Memperkuat Kedudukan dan Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat DaerahDalam dua forum tersebut, ada beberapa isu-isu kritis yang perlu dicermati: pertama, isu kedudukan DPRD dalam sistem desentralisasi dan demokrasi.Kedua, isu ruang lingkup kewenangan, tugas pokok dan fungsi serta hak-hak DPRD. Ketiga, isu kapasitas dan performance DPRD dalam menjalankan kewenangan dan fungsinya itu. Ketiga isu di atas sangat berkaitan dan disebutkan sebagai sumber dari problematika yang dihadapi DPRD saat ini (PLOD: 2006, KPB: 2006).

UU No. 32 /2004Paragraf Ketiga Tugas dan Wewenang Pasal 42 (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang: a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama; b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala daerah; c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah; d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota; e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah. f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h. meminta laporan keterangan

UU No. 27/2009Tugas dan Wewenang DPRD Kabupaten/Kota: Pasal 344Tugas dan wewenang DPRD Provinsi Pasal 293

Pasal 344(1) DPRD kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang:a. membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota;c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota;d. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian;e. memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil bupati/wakil walikota;f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota;

Legislasi

AnggaranPengawasan

Page 18: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; i. membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah; j. melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. k. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. (2) Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dank. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan DPRD kabupaten/kota tentang tata tertib.

UU No. 27/2009Hak DPRD Kabupaten/KotaPasal 349(1) DPRD kabupaten/kota mempunyai hak:

a. interpelasi;b. angket; danc. menyatakan pendapat.

(2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk meminta keterangan kepada bupati/walikota mengenai kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPRD kabupaten/kota untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan bupati/walikota atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

Hak dan Kewajiban AnggotaParagraf 1Hak AnggotaPasal 350Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai hak:

a. mengajukan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota;

Page 19: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

b. mengajukan pertanyaan;c. menyampaikan usul dan pendapat;d. memilih dan dipilih;e. membela diri;f. imunitas;g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;h. protokoler; dani. keuangan dan administratif.

Terkait Fungsi Perwakilan – UU No. 27/2009Kewajiban AnggotaPasal 351Anggota DPRD kabupaten/kota mempunyai kewajiban:

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dan menaati peraturan perundangundangan;c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia;d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok,

dan golongan;e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;g. menaati tata tertib dan kode etik;h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja

secara berkala;j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dank. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada

konstituen di daerah pemilihannya.

Indikator DPRD yang Berkualitas

Nominal: Legislasi: - Jumlah perda yang dihasilkan (komposisi inisiatif dan yang diajukan eksekutif)

- Jumlah perda yang tidak dianulir oleh pemerintah pusat

-Anggaran - Jumlah anggota DPRD yang tidak terjerat korupsi,

tindak pidana, dll- Peningkatan PAD, sumber PAD baru- Efisiensi APBD

Pengawasan - Jumlah sanksi yang dikeluarkan Badan kehormatan- Penggunaan hak angket, interpelasi, menyatakan

pendapat

Page 20: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

- Jumlah RDP

Representasi -Substansial

Legislasi: -

Anggaran -Pengawasan -Representasi -

Hubungan Antara DPRD dan Pemerintah Daerah

Ada ……tiga…… cara pandang yang umum berkembang saat ini untuk melihat hubungan antara DPRD dan pemerintah daerah.

Cara padang yang bisa dikembangkan dan disarankan oleh modul ini adalah …………………….

Basis Perbedaan Sumberdaya antara DPRD dan Pemda

DPRD Birokrasi/PemdaBasis Kekuasaan

DPRD adalah representasi dan wadah aspirasi rakyat

Memiliki keahlian, pengalaman, informasi, profesional, dan lain-lain

Tugas/fungsi Membawa aspirasi publik dan membuat keputusan politik

Menjalankan/melaksanakan keputusan dan memberikan pelayanan publik

Pendekatan ‘Politik’ dan Populis Administratif-Birokratik-Teknokratik

Pola Rekrutmen

Dipilih melalui Pemilu Diseleksi/diangkat lewat sistem karir

Sumber: Diadaptasi dari Etzioni-Halevy (1983)

________________________________________

Apa yang perlu diperhatikan dalam penyusunan program peningkatan kapasitas DPRD?

Pada umumnya lembaga-lembaga pengembang program tidak lebih dulu melakukan assessment yang memadai terhadap kapasitas DPRD untuk mengetahui status awal, gambaran, dan dasar bagi penyusunan program pemberdayaan DPRD secara mapan. Dalam berbagai program dan proyek yang dikembangkan, DPRD hampir selalu dijadikan ”obyek” atau bahkan dapat dikatakan ’diproyekkan’.

Page 21: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Kapasitas dan kapabilitas anggota-anggota DPRD untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya belum menjadi dasar dalam evaluasi kelembagaan dan pengembangan program. Lembaga-lembaga ’pemberdaya’ DPRD merasa mempunyai kemampuan dan kompetensi yang lebih tinggi untuk memberdayakan DPRD.

Seringkali didapatkan, bahwa kegiatan-kegiatan pemberdayaan DPRD dirumuskan sendiri oleh para pelaksana proyek dan tidak mendasarkan pada kebutuhan riil DPRD. Dengan kata lain, berbagai assessment terhadap DPRD dilakukan berdasarkan percieved needs dan bukan real needs dari lembaga-lembaga pelaksana program. Walaupun banyak studi terhadap DPRD dilaksanakan sejak setelah UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah dikeluarkan maupun setelah direvisi menjadi UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, fungsi dan tugas pokok DPRD tidak belum dijadikan dasar dalam penentuan variabel dan indikator studi. Hal ini terjadi karena beberapa alasan.

Pertama, karena DPRD lebih banyak dipandang sebagai pelaku politik dan merupakan wadah dimana para wakil partai politik bertemu untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan masing-masing. Akibatnya, banyak studi dan kajian memberikan penekanan berlebihan pada aspek politis dari lembaga perwakilan ini. Pendekatan politis memberikan penekanan pada interaksi kekuasaan antara DPRD dengan dan pelaku politik lain seperti misalnya pemda, partai politik pada tingkat lokal, organisasi massa (ormas) dan keagamaan (ormas), dan sebagainya. Kemampuan DPRD dalam melakukan check and balance terhadap pemda, misalnya, sangat dipentingkan.

Kedua, Kkarena melihat DPRD mempunyai posisi politik lebih kuat dibandingkan dengan pemerintah, maka pada alasan yang kedua, beberapa studi telah memberikan penekanan kepada aspek kelembagaan, yang menyoroti sejauh mana kemampuan kelembagaan dari DPRD memberikan daya dukung dalam melakukan check and balance.

Ketiga, berbagai studi kemudian dilakukan dalam rangka peningkatan kapasitas lembaga-lembaga pemerintahan di daerah dalam rangka desentralisasi dengan mengutamakan aspek teknis yang terdiri dari mkemampuan organisasional dan manajerial. Studi tertentu lain, misalnya, dalam banyak aspek memberikan penekanan penting pada kemampuan organisasional dan manajerial DPRD dan sekretariatnya.

Pola yang keempat adalah pendekatan programatis, yang banyak dilakukan oleh berbagai lembaga internasional yang bergerak dalam bidang politik pemerintahan. Walaupun di negara asalnya lembaga-lembaga tersebut banyak melakukan kajian yang mendalam dan menyeluruh namun lembaga-lembaga itu tidak melakukan kegiatan studi dengan pendekatan yang sama di Indonesia.

Berbagai kegiatan evaluasi atau assessment keparlemenan telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan suatu program khusus pemberdayaan keparlemenan di daerah. Misalnya, ketika lembaga tertentu akan membuat proyek pelatihan legislative drafting, maka studi terbatas dilaksanakan dalam hal legislative capacity building. Studi semacam ini dilaksanakan semata-mata untuk memberikan justifikasi terhadap program.

Aspek yang belum diperhatikan adalah aspek-aspek struktural-fungsional dalam pengembangan kapasitas DPRD. Berbagai program peningkatan kapasitas, kaji tindak dan studi khusus yang berkaitan dengan pembangunan kapasitas DPRD hanya

Page 22: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

sedikit memberi perhatian terhadap kompleksitas struktural dan fungsional dari lembaga ini. Secara struktural, pemahaman terhadap kapasitas DPRD dapat dilihat dalam konteks struktur internal, yaitu yang berkenaan dengan keseluruhan bagian-bagian dalam dewan yang saling berhubungan dan konteks struktur yang lebih luas yang menempatkan DPRD sebagai bagian dari struktur politik lokal.

Struktur internal dapat dikategorikan dalam dua bagian, yaitu struktur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai alat kelengkapan dewan dan struktur internal yang ada tetapi tidak ditentukan sebagai alat kelengkapan dewan. Struktur yang lebih umum menempatkan DPRD dalam hubungannya dengan pemda serta berbagai kekuatan politik lain yang secara langsung berpengaruh terhadap proses politik yang terjadi dalam DPRD dan implementasi berbagai kebijakan publik yang dibuat oleh DPRD.

Analisis struktural terhadap DPRD meliputi analisis hubungan antara alat-alat kelengkapan dewan yang terdiri dari pimpinan, komisi-komisi, dan panitia-panitiabadan-badan. Berbagai studi yang telah dilakukan hampir tidak ada yang secara komprehensif mengevaluasi kapasitas dari alat kelengkapan dewan itu. Hala yang lebih jarang dilakukan adalah analisis terhadap struktur internal yang ada pada fraksi-fraksi dan sekretariat dewan (setwan) yang bukan merupakan alat kelengkapan dewan, tetapi keberadaan dan kapasitas mereka sangat berpengaruh terhadap kinerja dewan secara keseluruhannya. Faktor luar yang paling diperhatikan oleh dewan adalah pemda.

Negosiasi dengan pemda sangat vital dipentingkan oleh bagi DPRD karena ia memberikan sumber daya yang diperlukan DPRD dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Selain itu, dan bahwa pemda harus diperhitungkan oleh DPRD karena ia akan menjadi pelaksana dari berbagai kebijakan yang dirumuskan. Kenyataan selanjutnya adalah fraksi-fraksi merupakan wakil dari partai-partai politik yang di dalamnya juga tergabung dan organisasi-organisasi massa yang berafiliasi dengannya. Kondisi ini mengharuskan adanya pemahaman yang lebih mendalam dari organisasi massa tersebut untuk mengetahui jalur-jalur negosiasi dan lobby, sehingga berbagai kepentingan mereka menjadi bagian dari preferensi kebijakan publik yang dihasilkan dewan.

Pola yang sama perlu pula dilakukan untuk mengkaji hubungan antara DPRD dengan dan berbagai asosiasi sosial dan profesional, organisasi-organisasi masyarakat sipil serta media lokal yang dengan berbagai tindakannya mereka mampu mempengaruhi proses politik yang berlangsung dalam dewan. Dalam konteks perwakilan yang lebih luas, DPRD pun seringkali mementingkan pendapat dan pilihan masyarakat karena mereka bermaksud memenuhi berbagai preferensi publik, terutama dalam perumusan kebijakan publik yang menyangkut masyarakat luas. Hubungan ini signifikan bagi dewan dalam upaya memenangkan dukungan dan kepercayaan publik.

Analisis fungsional yang mengkaji tentang kapasitas DPRD dalam melakukan fungsi-fungsi pembuatan peraturan perundang-undangan daerah, penyusunan dan penentuan APBD, pengawasan pelaksanaan berbagai kebijakan publik yang dirumuskan DPRD serta perwakilan berbagai kepentingan sosial dan politik pun hampir tidak dilakukan dalam banyak penelitian atau kaji publik.

Terlebih jarang adalah assessment terhadap kapasitas setwan dalam memberikan berbagai pelayanan kedewanan agar DPRD mampu melaksanakan

Page 23: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

berbagai fungsinya secara efektif. Berkaitan dengan hal ini, fungsi pemberdayaan DPRD terhadap setwan pun kiranya layak untuk dikaji lebih lanjut, sebab DPRD seringkali menuntut berbagai pelayanan sr dari setwan tetapi enggan untuk memperjuangkan sumber daya yang memadai agar sekretariat mampu melaksanakan berbagai fungsi dan tugasnya secara profesional.

Lebih lanjut, dalam konteks hubungan DPRD dengan pelaku-pelaku tata pemerintahan dari luar, kiranya juga perlu untuk menelusuri kapasitas DPRD dalam memfasilitasi pelaksanaan berbagai kebijakan publik yang ada, memberikan contoh yang baik bagi praktek-praktek pemerintahan demokratis serta menjadi pelaku dalam pewujudan tata pemerintahan daerah yang demokratis.

Seluruh kerangka pemikiran dasar tersebut di atas adalah bingkai dari rangkaian studi dan penulisan dari buku ini serta ketiga buku lain yang bersifat lebih khusus. Buku yang pertama ini mendudukkan keberadaan dan kompleksitas struktural dan fungsional dari DPRD. sSementara itu, ketiga buku yang berikutnya menjabarkan sistem, prosedur, fungsi dan tugas DPRD dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, penentuan anggaran daerah dan pengawasan politik. Dengan demikian, diharapkan bahwa keempat buku serial ini dapat memberikan dasar yang memadai untuk berbagai program dan proyek dalam bidang peningkatan kapasitas keparlemenan di daerah.

Apa dampak yang perlu menjadi orientasi program?

Walaupun berbagai program dan proyek dilaksanakan pada tingkat daerah dan itu pun dengan sasaran utama DPRD, namun dampak yang segera dapat dilihat mempunyai cakupan yang relatif luas. Selain hasil-hasil dan dampak langsung yang akan dapat dirasakan oleh DPRD dan berbagai asosiasinya, berbagai kegiatan yang dilaksanakan dalam proyek ini, terutama yang berkenaan dengan pembuatan peraturan perundang-undangan dan pengawasan, juga akan mempunyai dampak langsung pada perbaikan tata pemerintahan di daerah. Namun demikian, karena DPRD bertekad untuk selalu terlibat aktif dalam berbagai dialog kebijakan dengan lembaga-lembaga tata pemerintahan tingkat nasional maka berbagai kegiatan proyek di daerah pun diharapkan mempunyai dampak langsung terhadap perumusan berbagai kebijakan publik tingkat nasional yang yang akomodatif terhadap kompleksitas realitas daerah.

Dampak langsung terhadap DPRD dan asosiasinya

Dengan kemampuan perumusan peraturan perundang-undangan yang lebih baik, maka berbagai perda dan kebijakan publik daerah dapat dirumuskan dan disinkronkan satu terhadap yang lain serta memenuhi kepentingan-kepentingan masyarakat luas. Berbagai peraturan perundang-undangan nasional yang terkait dengan desentralisasi dan otonomi daerah pun dapat dijabarkan dalam berbagai perda yang relevan dengan waktu yang lebih singkat, sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan. Konflik kebijakan antar daerah, yang biasanya terjadi antara kota dengan kabupaten yang berdekatan, pun diharapkan dapat diselesaikan dengan proses yang demokratis dan sesuai dengan prosedur.

Page 24: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Pemahaman dan penguasaan yang lebih baik terhadap program-program pembangunan dan pemerintahan memungkinkan DPRD melaksanakan fungsi penganggaran yang benar dan memenuhi harapan masyarakat. Ditambah dengan berbagai peningkatan kemampuan analisis terhadap mekanisme penganggaran yang biasanya dilaksanakan oleh pihak pemerintah sendiri, DPRD akan berada dalam posisi yang lebih konstruktif dalam merumuskan kebijakan-kebijakan penganggaran. Berbagai simulasi penganggaran yang dilaksanakan terkemudian akan memungkinkan DPRD menyampaikan alternatif pembanding terhadap kebijakan dan usulan APBD yang diusulkan oleh pemerintah.

Pelaksanaan fungsi pembuatan peraturan perundang-undangan (legislasi) dan fungsiu penganggaran memungkinkan DPRD memiliki dasar yang kuat untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Ukuran-ukuran dan mekanisme-mekanisme pengawasan pun menjadi lebih mapan karena mendasarkan pada kriteria yang jelas dan tidak mendasarkan pada kepentingan-kepentingan politik semata.

DPRD pun akan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk berinteraksi dengan masyarakat melalui dengar pendapat yang dilaksanakan di dewan maupun melalui berbagai media lain yang diciptakan. Para anggota DPRD mempunyai kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka bukan hanya wakil partai politik tetapi juga benar-benar merupakan wakil rakyat. Kemampuan memfasilitasi dialog antara masyarakat dengan dan pemerintah yang dilaksanakan oleh DPRD akan memperkuat posisinya menjadikannya lebih dipercaya sebagai kunci dari lembaga perwakilan.

Setwan pun akan mendapatkan manfaat yang sangat besar dalam program ini, yaitu dengan berbagai pelatihan yang dilakukan untuk para stafnya maupun program-program lain yang dapat meningkatkan peran strategis dari setwan. Upaya-upaya pengembangan setwan akan memungkinkannya melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan kedewanan secara profesional.

Asosiasi DPRD akan mendapatkan manfaat utama meliputi aspek administrasi kesekretariatan dan aspek fasilitator dialog kebijakan regional, nasional dan internasional. Program peningkatan kapasitas DPRD diharapkan menghasilkan dampak untuk asosiasi sebagai berikut: Sekretariat Aasosiasi DPRD yang kuat dan mampu memberikan pelayanan-pelayanan strategis bagi para anggotanya merupakan dampak langsung yang sangat diharapkan. Pelayanan yang paling utama adalah mobilisasi sumber daya yang dibutuhkan untuk pengembangan kapasitas DPRD dan memfasilitasi dialog kebijakan antar anggota dengan lembaga-lembaga tata pemerintahan terkait di tingkat pusat dan daerah. Selain itu, dalam beberapa tahun mendatang diharapkan Aasosiasi DPRD mampu untuk mendirikan sekretariat yang efektif dan efisien dengan dukungan pendanaan yang memadai dari para anggotanya.

Dampak terhadap perbaikan tata pemerintahan di daerah

Pada tingkat tata pemerintahan di daerah, Aasosiasi DPRD dapat mendesakkan perwujudan mengharapkan bahwa prinsip-prinsip tata pemerintahan daerah yang baik dapat segera diwujudkan melalui berbagai sosialisasi dan pelembagaan di semua lembaga tata pemerintahan. Dengan pelaksanaan seluruh

Page 25: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

fungsi dan tugas kedewanan sebagaimana mestinya, maka DPRD akan menciptakan perangkat dasar dari pemerintahan kota yang mementingkan warga. DPRD pada gilirannya akan harus mampu menjadi simpul dari berbagai dialog publik yang melibatkan berbagai aktor yang berkompeten.

Pada skala nasional, Aasosiasi DPRD juga dapat mendesakkan, melalui mengharapkan bahwa dengan partisipasinya dalam berbagai dialog politik dan kebijakan nasional, agar maka tata pemerintahan nasional akan mampu untuk dikondisikan agar secara terus-menerus melibatkan aktor-aktor pemerintahan di daerah dalam merumuskan berbagai bentuk kebijakan publik. Asosiasi DPRD dapat hendak memberikan berbagai masukan penting bagi revisi puluhan berbagai peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan pemerintahan di daerah.

Page 26: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Bab IIArah Demokrasi Baru, Reformasi Keterwakilan dan Pengaruhnya terhadap

Kapasitas KeparlemenanAgung Djojosoekarto

Kerangka politik demokrasi di Indonesia telah berubah dan upaya pembaharuan sistem keterwakilan tengah berlangsung. Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPRD pun diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai prasyarat baru dalam tata demokrasi. Sebagai pusat pilar demokrasi di daerah, DPRD perlu mengembangkan diri menjadi model lembaga demokrasi dan sekaligus pengarusutamaan nilai-nilai demokrasi terhadap berbagai lembaga tata pemerintahan lain yang ada di daerah.

Upaya-upaya nasional untuk melakukan perubahan mendasar dalam pemerintahan telah memuncak dengan dilengserkannya kepemimpinan politik Orde Baru yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dasawarsa. Gerakan-gerakan politik yang dimotori oleh berbagai organisasi masyarakat sipil telah berhasil dalam menanamkan wacana demokratisasi dan partisipasi politik masyarakat yang nyata dan luas. Praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang mewarnai hampir seluruh proses politik sempat menjebak sistem politik nasional yang tersusun selama dalam suatu format birokrasi otoriter.

Selama rezim Orde Baru, seluruh lembaga dalam tata pemerintahan berada di bawah kendali pemerintah yang didukung oleh ABRI dan Golkar serta partai-partai politik hasil fusi. Sedemikan kuatnya budaya politik birokrasi otoriter dan keinginan pemerintah untuk mengendalikan seluruh tata pemerintahan, sehingga kepemimpinan nasional di bawah Orde Baru gagal untuk melakukan pembaharuan dan konsolidasi tata pemerintahan. Bersamaan dengan perkembangan politik ini, reformasi menyeluruh menuju tata pemerintahan yang lebih baik dan demokratis telah diangkat menjadi agenda dan tekad nasional.

2.1. Dinamika demokrasi Indonesia beberapa tahun terakhir

Awal era reformasi politik di Indonesia ditandai oleh revisi terhadap Dengan direvisinya tiga UU politik yang mengatur tentang pemilu, partai politik dan susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD., Cara ini dipilih sebagai Indonesia telah memulai langkah dasar yang paling awal dari reformasi, yaitu dengan untuk melakukan pembaharuan lembaga-lembaga perwakilan rakyat agar yang lebih demokratis dan dipercaya oleh rakyat dibandingkan dengan periode Orde Baru. Pembaruan dengan cara semacam ini dilakukan secara terus-menerus. Sejak reformasi 1998, saat ini tiga UU Politik tersebut telah diperbaharui sebanyak tiga kali (1999, 2003, dan 2008-2009) untuk menyesuaikan dengan dinamika politik yang ada.

Langkah ini terbukti efektif, paling tidak untuk membangun Dengan antusiasme pemilih dalam pemilu yang yang sedemikian besar, lebih dari 140 juta pemilih telah memberikan suara mereka dalam Pemilu 1999 yang langsung, demokratis, dan bebas. Jumlah partai politik yang sebelumnya dibatasi, kini tumbuh semarak. Dengan adanya wWakil-wakil partai politik di parlemen pemenang pemilu kini juga yang lebih majemuk dan , lembaga-lembaga perwakilan rakyat tersebut

Page 27: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

diharapkan tetap dapat efektif mewakili kepentingan-kepentingan rakyat dan partai politik secara luas.

Apa konsekuensi pemilu langsung?Pemilu demokratis sejak pertama dalam era reformasi telah berlangsung tiga

kali, yaitu pada dilaksanakan pada bulan Juni 1999, 2004, dan 2009 sebagai bagian dari pemenuhan tuntutan pembaharuan tata pemerintahan di Indonesia. Jumlah partai peserta pemilu juga berkembang dan beragamPemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Sistem pemilihan yang digunakan Pemilu ini masih dilakukan dengan sistem proporsional dengan daftar terbuka yang dikombinasikan dengan pembagian daerah pemilihan (dapil). Partai politik menentukan wakil-wakil yang akan didudukkan dalam lembaga pemerintahan dan perwakilan. Selain memilih wakil rakyat dalam DPR dan DPRD, pada pemilu 2004 dan 2009 juga dikenalkan pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai representasi masyarakat dari setiap daerah di tingkat pusat.

Dengan adanya revisi terhadap UU tentang pemilu, yaitu dengan diterbitkannya UU No. 12/2003UU No. 10/2008 yang digunakan pada pemilu 2009, rakyat mendapatkan kesempatan untuk melakukan pemilihan langsung terhadap wakil-wakil mereka di DPRD. Walaupun seringkali dikritik karena tidak menerapkan sistem distrik murni dan masih tingginya pengaruh partai politik, UU Pemilu 2008 UU No. /1999 ini pada dasarnya memberikan kesempatan bagi rakyat untuk memilih langsung orang-orang yang mereka percaya sebagai wakil rakyat yang handal, terlebih setelah keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengakibatkan penentuan calon terpilih melalui suara terbanyak.

Namun demikian, mutu keterwakilan tergantung pada beberapa faktor penentu. Pertama, pengenalan pemilih terhadap kapasitas keparlemenan dari para calon wakil yang mencalonkan diri.mana dan fotonya tercantum dalam kertas suara. Pengenalan terhadap ketokohan saja dinilai tidak cukup, karena tokoh yang terkenal seringkali tidak mempunyai kapasitas kerja sebagai anggota dewan sesuai dengan yang diharapkan oleh pemilih dan pemda sebagai mitra kerjanya.

Kedua, pemenuhan berbagai daya dukung bagi DPR/DPRD yang baru. Bagaimanapun baiknya mutu perseorangan dari anggota DPRD yang dipilih, tetapi jika mereka tidak mendapatkan fasilitas yang memadai untuk menjalankan fungsi dan tugasnya maka DPR/DPRD dengan seluruh alat kelengkapan dan struktur pendukungnya tidak akan mempunyai kapasitas dan kinerja yang optimum.

Ketiga, kesiapan para aktor tata pemerintahan lainnya dalam proses politik lokal. Sekalipun DPR/DPRD dipilih secara langsung dan menghasilkan anggota yang lebih bermutu, tetapi jika masyarakat sipil dan publik tidak mendesakkan agenda-agenda daerah secara terstruktur dan sistematis maka DPR/DPRD akan tidak mempunyai tantangan dan tanggungjawab yang berarti.

Sistem perwakilan saat ini yang akan datang memang memberikan tekanan bahwa anggota dewanDPRD adalah wakil rakyat, seperti lewat sistem pemilihan dengan suara terbanyak, , tetapi tetapi tidak sepenuhnya. Anggota DPRD dewan di masa yang akan datang diharuskan untuk menjadi wakil rakyat dan wakil partai politik secara lebih berimbang. Terpenting untuk dihindarkan adalah sisi negatif kedekatan emosional yang terlembaga antara anggota DPRD dewan dengan

Page 28: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

pemilihnya yang memungkinkan bersemainya praktek politik diskriminasi, korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Seringkali anggota DPRD dewan mengatakan bahwa mereka wajib memperjuangkan kepentingan konstituen dan pemilihnya. Tetapi pada kenyataannya tidak pernah ada yang tahu, warga mana memilih anggota DPRD dewan yang mana. Oleh karena itu, upaya untuk mendudukkan bahwa anggota DPRD dewan adalah wakil seluruh rakyat – seperti yang telah dilakukan oleh beberapa DPRD di daerah – layak untuk dilanjutkan dan dilembagakan. Mungkin yang lebih sulit adalah ketika ada menata hubungan organisasi kemasyarakatan tertentu yang merupakan afiliasi dari partai politik , terlebih jika partai tersebut dominan di parlemen dan menjadi pendukung dari pemerintahpemenang pemilu.

2.1. Perubahan sistem keterwakilanDalam sistem pemerintahan presidensial, lembaga legislatif tidak dalam posisi

untuk menjatuhkan pemerintah eksekutif, kecuali jika terjadi pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip konstitusional. Dalam penerapannya di tingkat daerah, kepala daerah/pemerintahan daerah yang dipilih langsung oleh rakyat juga akan mempunyai legitimasi politik yang sangat kuat. DPRD tampaknya tidak lagi mungkin untuk menjatuhkan kepala daerah terpilih melalui mekanisme pertanggungjawaban tahunan.

Dalam konteks baru seperti ini, DPRD tentu dikehendaki untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan pendekatan yang berbeda. Prioritasisasi di DPRD harus dilakukan dengan pendekatan yang memungkinkan DPRD menghasilkan produk-produk dewan yang mewujudkan check and balance lebih bermutu. Beberapa DPRD terlihat gamang menghadapi perkembangan politik yang baru ini. Mereka tidak siap untuk menata kembali perimbangan dan pembagian kekuasaan dengan eksekutif. Dalam menghadapi realitas politik yang baru seperti ini, DPRD harus bekerja bersama-sama dengan partai politik di daerah.

Partai politik harus ditransformasikan sebagai lembaga agregasi kepentingan publik yang mendukung DPRD. Jika partai politik hanya berfungsi sebagai pengelola politik perwakilan, maka partai tidak akan mendapatkan dukungan riil dalam proses politik dan dengan sendirinya akan terpinggirkan dalam pemilu yang berikutnya. Berbagai partai politik di daerah terlihat telah mendapatkan delegasi kewenangan yang begitu besar dari dewan pimpinan pusat (DPP) mereka masing-masing, termasuk dalam pemilihan calon legislator. Ini memungkinkan Ppartai politik di daerah mulai melakukan fungsi rekrutmen secara profesional dan. Beberapa partai politik juga menyatakan bahwa mereka sedang mempersiapkan program kepartaian yang lebih substantif sebagai landasan kampanye dan rekrutmen politik.

Perubahan sistem dan politik perwakilan seperti tersebut di atas akan menghendaki strategi peningkatan kapasitas dan kinerja DPRD yang berbeda. Pendekatan yang mendasarkan pada proyek pelatihan tidak akan cukupsesuai, karena ia hanya akan memberikan dasar-dasarnya saja. DPRD harus mengembangkan program peningkatan kapasitas dengan struktur dan sistematika baru, yang sesuai dengan realitas tersebut.

2.3. DPRD dalam tata keterwakilan baru

Page 29: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Bagaimana konstelasi dan hubungan politik antara DPRD dan pemda?

Indonesia telah memasuki tahap lanjutan dalam proses demokratisasi, seperti ditunjukkan oleh pemilu langsung dan pembentukan pemerintahan yang lebih memenuhi prinsip keterwakilan. Walaupun pejabat-pejabat politik baru telah dan akan dipilih, keberadaan birokrasi tetap kuat dan tidak sepenuhnya ditentukan oleh perubahan konstruksi politik yang ada. Dalam struktur politik baru ini, Maka, struktur birokrasi haruslah tidak dipandang sebagai instrumen administrasi teknis saja, melainkan juga sebagai sub sistem politik di mana koalisi mewujud untuk mencapai pilihan-pilihan kebijakan tertentu yang terikat dan dimana ada hubungan-hubungan pada struktur-struktur politik yang lebih luas dalam masyarakat.

Dengan memandang birokrasi sebagai bagian dari sistem politik, perhatian politik kritis adalah pada interaksi kepemimpinan politik dan pelayanan umum. Sejalan dengan perkembangan politik dewasa ini, birokrasi telah mengalami perubahan paradigma yang cukup mendasar. Ada upaya-upaya yang sangat jelas dari rezim yang lebih demokratis sekarang ini untuk mengendalikan birokrasi. Ini tentu saja bukan upaya yang mudah dan bahkan dapat dikatakan sangat sulit, karena birokrasi sebelumnyalama ini identik dengan kekuasaan partai politik tunggal yang mempunyai diskresi kekuasaan yang sangat besar, atau hampir tanpa batas dan kendali.

Bagaimana menyikapi kekuatan politik riil dari birokrasi?

DPRD di berbagai daerah ternyata menunjukkan tingkat ketergantungan yang relatif tinggi terhadap birokrasi. Birokrasi adalah ’sistem kekaryaan manajerial yang ditata secara hirarkis dimana orang dipekerjakan untuk mendapatkan upah atau gaji’ dari pemda. Perlu diperhatikan adalah bahwa pada kenyataannya birokrasi di daerah yang sekarang adalah kelanjutan dari rezim bureaucratic authoritarian dari masa Orde Baru. Maka, penting kiranya membangun realisme bahwa mungkin mudah untuk menggantikan sistem politik, tapi proses dari pembaharuan birokrasi membutuhkan waktu yang lebih lama.

Keinginan pemerintah untuk melakukan berbagai perbaikan dalam birokrasi tidak lepas dari berbagai rekomendasi kelompok developmentalist yang memandang bahwa birokrasi dapat memperbaiki diri dengan memperkenalkan metode perencanaan pembangunan yang baru yang mampu merespon dan melembagakan dinamika masyarakat., pPendekatan restrukturisasi terhadap masing-masing lembaga pemerintah diyakini dapat mendukung proses pembangunan demi pengentasan kemiskinan. yaitu dan jika lembaga-lembaga pemerintah dapat bekerja lintas sektoral dan terpadu sehingga maka masalah-masalah penting dan kompleks akan dapat diatasi bersama. Apapun metode yang dipilih untuk memperbaharui birokrasi, sejauh kekuatan politik riil dari pelaku tata pemerintahan ini masih dominan maka pengembangan DPRD harus menghadapi proses yang lebih berat.

Menanggapi kegagalan birokrasi lokal dalam melaksanakan berbagai program pembangunan, para pemikir kritis lokal yang relatif radikal menyatakan bahwa dominasi birokrasi yang telah gagal dalam melaksanakan pembangunan ini harus dilawan. Perlawanan harus pula dilakukan terhadap struktur domestik dan asing yang membantunya. Pandangan ini tentu berbeda dengan pandangan para politisi di

Page 30: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

DPRD yang menginginkan perubahan yang lebih luwes atau soft namun mendasar, yaitu dengan memberikan kesempatan pada pemerintah untuk memainkan peranan ekonomis yang lebih luas seraya mempromosikan berbagai kerjasama dengan pihak swasta yang antara lain dapat mengambil bentuk contracting-out untuk berbagai jasa pelayanan publik.

Pada perkembangan selanjutnya, berbagai inisiatif internasional yang mencoba untuk mendukung upaya pembaharuan birokrasi ada pula yang bersifat lebih khusus, misalnya dalam hal pembelanjaan oleh pemerintah. Ketiga opsi politis tersebut mempunyai dampak yang berbeda-beda antar daerah dalam kerangka pemberdayaan DPRD. DPRD sendiri seringkali harus terjebak pada arah politik yang berbeda dari ketiga pilihan politis tersebut.

Dalam kaitannya dengan peningkatan kapasitas DPRD, terdapat beberapa permasalahan yang penting untuk dibahas berkaitan dengan kekuatan politik riil dari birokrasi. Pertama adalah kesiapan birokrasi untuk dikembangkan menjadi birokrasi profesional. Walaupun secara teoritis tuntutan ini tidak dapat ditawar dan harus segera diupayakan namun pelembagaannya membutuhkan kehati-hatian tersendiri.

Di satu sisi, pembaharuan birokrasi tetap harus mengacu pada tujuan pokoknya, yaitu ’rasionalisasi dari efisiensi kolektif’ yang memungkinkan birokrasi ’mampu mencapai efisiensi paling tinggi’. Birokrasi juga merupakan cara untuk mengatakan menempatkan administrasi publik sesuai dengan tempatnya dalam negara. Sifat-sifatnya adalah: wajib, terkait dengan hukum, dan akuntabilitas publik. Dalam paradigma manajerialisme, birokrasi diarahkan untuk memasukkan teknik-teknik manajemen sektor swasta. Ketika orang mengatakan birokrasi, yang dimaksud seringkali adalah sektor publik.

Kedua, bagaimana sebenarnya pergeseran politik birokrasi? Ketika Orde Baru berkuasa, birokrasi dengan jumlah besar telah memberikan dukungan kepada partai yang berkuasa (Golkar). Struktur birokrasi menengah di daerah pada umumnya relatif lemah dan ukurannya pun kecil. Kesenjangan antara birokrasi tingkat atas dan tingkat bawah sangat jauh.

Proses pengambilan keputusan menjadi sentralistik dan paternalistik. Birokrasi menengah yang jumlahnya kecil menjadi bumper terhadap kebijakan-kebijakan tingkat atas dan menjadi pelaksana kegiatan-kegiatan yang bersifat khusus. Desentralisasi ternyata tidak disertai dengan pengalihan fungsi dari sektor pemerintah ke sektor LSM atau swasta. Hal ini mungkin disebabkan karena keinginan birokrasi untuk tetap mengendalikan semua proses tata pemerintahan di daerah.

Ketiga, dalam hal profil sumber daya manusia, sifat dari struktur dan prosedur administratif adalah fokus lain yang dapat menunjukkan tidak berfungsinya birokrasi pembangunan. DPRD pun ikut mendukung kritik terhadap birokrasi yang menyatakan lembaga ini penuh kerahasiaan, buruk dalam komunikasi, penundaan operasi dan jarak antara pelayan publik dan klien mereka. Isu-isu yang berkenaan dengan budaya paternalistik yang berorientasi pada budaya kerjaan (terutama Jawa) yang sebenarnya merupakan elemen-elemen non birokratis lingkungan politik, telah mempengaruhi ’instrumentalitas rasional’ untuk menciptakan pola-pola birokrasi yang menyimpang. DPRD sering dipaksa untuk masuk dalam kerangka kerja seperti ini, karena mereka sangat tergantung pada birokrasi di daerah.

Dalam berbagai pola hubungan kerja dan kerjasama antara DPRD dan birokrasi muncul gejala ’the economy of affection’ yang berakar dari kekerabatan,

Page 31: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

kesukuan, etnisitas dan agama yang mempengaruhi organisasi. Gejala ini tampaknya masih terus berlangsung dalam konteks hubungan antara DPRD dan birokrasi di daerah. Berkaitan dengan pengaruh budaya terhadap birokrasi, di Indonesia kini tengah terjadi transisi yang membingungkan dan sering kehilangan orientasi, apakah birokrasi mendasarkan pada budaya religius institutional atau mendasarkan pada budaya sekuler instrumental atau (lebih kurang menguntungkan) pada budaya religius instrumental, yang dalam jangka panjang dapat menimbulkan salah orientasi atau bahkan gejala hipokrit.

2.4. Pra kondisi politik yang perlu diperhitungkan oleh DPRD

Bagaimana DPRD menyikapi tata pemerintahan yang demokratis?

Tata pemerintahan yang demokratis adalah salah satu bingkai penting untuk peningkatan kapasitas DPRD. Kondisi ini pada dasarnya terwujud ketika lembaga-lembaga tata pemerintahan tanggap terhadap aspirasi dan kepentingan seluruh warga dan desentralisasi diwujudkan secara konsisten berdasarkan konstitusi demi partisipasi warga yang lebih besar. Tata pemerintahan demokratis akan terwujud jika pra kondisi politik, ekonomi, dan sosial dapat dipenuhi. Tata pemerintahan yang demokratis bukanlah semata-mata urusan politis melainkan juga urusan ekonomis dan sosial.

Agar DPRD mampu mengembangkan kapasitasnya, maka DPRD harus mampu menarik resultante antara kondisi politik dan sosial. DPRD harus mampu melembagakan desentralisasi kekuasaan untuk menjamin partisipasi rakyat dalam pembuatan keputusan, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif. Melalui mekanisme dan prosedur pengawasannya, DPRD juga harus mampu menjaga akuntabilitas dan transparansi dari para pembuat dan pelaksana keputusan tersebut. Keterjangkauan dan kesetaraan hukum, penghapusan diskriminasi dan minoritas, serta pengembangan perdamaian dan harmoni sosial pun harus tidak luput dari perhatian DPRD.

Para politisi, media massa, dan masyarakat sipil pada umumnya sulit diajak untuk mengembangkan konteks tata pemerintahan demokratis dengan kerangka tersebut. Tata pemerintahan demokratis dipahami pada kerangka politik atau pemenuhan hak-hak ekonomis dasar warga. Oleh karenanya, pembahasan dan pengkajian langsung perlu diarahkan DPRD pada tema-tema yang relevan dan mudah untuk diikuti. Kesulitan ini, diakui, disebabkan antara lain oleh pendidikan politik yang kurang mencukupi, baik pada jalur pendidikan formal maupun pembelajaran publik secara informal. Dampak dan jebakan pembodohan (massification) tampaknya sangat dalam dan kuat, sehingga para pelaku tata pemerintahan membutuhkan fasilitasi lebih banyak lagi untuk membangun wacana baru.

Bagaimana DPRD mengelola pola-pola distribusi ulang sumber daya dan keadilan sosial?

Permasalahan tentang prasyarat ekonomis tata pemerintahan demokratis adalah pada tingkat kebijakan ekonomi. DPRD perlu dibekali dengan pemahaman

Page 32: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

menyeluruh baik pada kebijakan ekonomi makro maupun pemenuhan aspek-aspek ekonomi mikro yang mendasar.

Prasyarat ekonomis bagi tata pemerintahan demokratis yang pertama adalah pemberian dan ketercukupan sumber daya atau anggaran untuk bidang-bidang prioritas sosial. Aspek ini dikatakan penting untuk memberdayakan warga secara ekonomis. Tanpa kekuatan atau daya ekonomis dasar, warga dinilai tidak akan mampu berpartisipasi secara riil dalam berbagai proses politik, termasuk di DPRD.

Masyarakat selama ini dinilai tidak mampu berpartisipasi dalam politik karena: (i) Lebih berkonsentrasi pada pekerjaan sebagai buruh (seperti masyarakat buruh di Kalimantan Timur), (ii) Baru mulai mengenal kehidupan dan proses politik riil (seperti terjadi di Sulawesi Selatan), atau (iii) Telah mempunyai kesadaran politik yang lebih tinggi tetapi tetap apatis terhadap sistem yang ada atau memilih jalur politik alternatif (seperti terjadi di kota pelajar Yogyakarta). Dengan kondisi sosio ekonomi yang berbeda, DPRD di berbagai daerah telah mencoba untuk mengembangkan kapasitas dan cara kerja yang mereka anggap sesuai dengan realitas masing-masing.

Pra kondisi ekonomis yang kedua adalah perpajakan progresif dan adil serta subsidi yang terjamin bagi daerah. Para politisi di DPRD pada umumnya menyambut gembira desentralisasi karena daerah diberikan kewenangan lebih besar untuk mengelola aset daerah. Tetapi mereka pun menyampaikan bahwa kondisi keuangan di daerah masih jauh dari mencukupi untuk memenuhi pembiayaan daerah. Mekanisme melalui DAU pun dipandang masih kurang menjamin pemenuhan kebutuhan anggaran. Dalam kondisi seperti ini DPRD tidak mampu berkembang secara optimal, sehingga ketergantungan terhadap pemda tidak dapat dihindari. Kondisi seperti ini menjadikan DPRD tidak mampu memperjuangkan kepentingan masyarakat yang beraneka ragam sekalipun mereka memahaminya.

Pra kondisi ketiga adalah keadilan jangkauan terhadap sumber daya keuangan, modal dan tanah bagi para pelaku ekonomi di daerah. Para anggota DPRD yang terlibat dalam diskusi pada umumnya menyatakan bahwa desentralisasi belum mencakup aspek perekonomian. Aset-aset ekonomi besar masih dikuasai pengelolaannya oleh pemerintah nasional. Berbagai peraturan yang diterapkan pada sektor-sektor tertentu cenderung mendua, sehingga pemerintahan di daerah tidak mampu untuk mengelola. Memang ada kecenderungan di mana daerah mengutamakan pemenuhan PAD dengan pengelolaan sumber daya alam yang kurang hati-hati tetapi ini dilakukan karena pemerintahan di daerah tidak melihat kemungkinan lain. Sentralisasi juga terjadi pada sektor keuangan yang menguasai permodalan di daerah. Bahkan, berbagai lembaga keuangan cenderung mengalirkan dana kembali ke pusat sehingga para pelaku perekonomian di daerah tidak mempunyai akses memadai terhadap modal. Kondisi seperti ini diperburuk dengan penguasaan atas tanah oleh pelaku-pelaku atau pemilik-pemilik modal nasional atau yang berlokasi di Jakarta. Warga di daerah pada umumnya hanya menguasai dan mengelola sumber daya tanah dalam luasan yang relatif terbatas.

Keterbatasan bagi daerah ini, dalam konteks regulasi, dapat dilihat melalui formula yang diatur dalam UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, serta formula dalam pembagian urusan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang diatur dalam PP No. 38/2007 sebagai turunan dari UU No. 32/2004. Dalam PP ini, telah diatur urusan wajib dan urusan pilihan

Page 33: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

dalam penyelenggaraan pemerintahan beserta norma, standar, prosedur, dan kriteria yang wewenang penyusunannya diberikan kepada pemerintah pusat. Praktis, sejak awal memang sudah terdapat keterbatasan dalam rangka menjamin kepentingan nasional dalam proses pembangunan di semua daerah. Lebih jelas tentang pembagian urusan ini dapat dilihat dalam bagian lampiran PP ini yang mencakup pembagian urusan di semua bidang pemerintahan yang menghubungkan antar tingkatan pemerintahan.

Bagaimana DPRD sebaiknya mengelola keterkaitan kepentingan antara pelaku ekonomi dan politik?

Permasalahan yang selama ini banyak dibahas adalah bagaimana jika yang menjadi anggota DPRD pada kenyataannya adalah para pelaku ekonomi kelas atas atau menengah di daerah? Seringkali dikemukakan bahwa DPRD telah menjadi tempat untuk ’membagi akses dan kendali’ ekonomi sehingga yang diutamakan adalah kepentingan bisnis dari para anggota DPRD atau kelompok pendukungnya. Hal ini seringkali telah Ini sesuai dengan permasalahan yang terjadi sejak pada proses perumusan dan persetujuan DPRD terhadap tentang APBD yang diajukan pemda. dimana pPemda seringkali berupaya untuk mengendalikan para anggota DPRD dengan memberikan proyek-proyek tertentu kepada anggota DPRD atau kelompok bisnisnya.

Kondisi perselingkuhan antara politik dan ekonomi ini dapat menjadi awal munculnya rantai korupsi yang panjang. Ketika terjadi pelanggaran-pelanggaran kebijakan atau program-program pembangunan, konstelasi keanggotaan DPRD seperti ini menjadikan alat kelengkapan dan anggota dewan menjadi tidak berdaya karena harus mengembangkan ”toleransi” antar kelompok di dalam DPRD sendiri. yang diberikan oleh satu kelompok harus mendapatkan imbangan toleransi terhadap kelompok yang lain. Singkatnya, perangkapan profesi sebagai pengusaha dan anggota DPRD cenderung berdampak negatif karena, idealnya, tidaklah mungkin para pelaku ekonomi menjadi anggota DPRD sekaligus.

2.5. DPRD dan tata pemerintahan demokratis di daerah

Beberapa pengamat politik di daerah menyatakan bahwa kapasitas DPRD sekarang ini merupakan cerminan dari kapasitas masyarakat sipil. Sebagai contoh, DPRD tidak dapat merumuskan perda inisiatif karena masyarakat sipil berpartisipasi baru sebatas demonstrasi dan memprotes pelaksanaan kebijakan tertentu. Para anggota dewan pun kemudian sibuk, layaknya pemadam kebakaran, dengan menanggapi berbagai kegiatan demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu.

Penyelesaian masalah yang didesakkan oleh kelompok masyarakat tertentu pun cenderung bersifat instan dan pragmatis. Anggota DPRD atau alat kelengkapan DPRD cenderung bertindak sebagai fasilitator antara pemda dan masyarakat. Peninjauan terhadap kebijakan publik (misalnya perda atau kebijakan pemda) hampir tidak pernah dilakukan secara menyeluruh sebagai akibat dari keluhan masyarakat. DPRD tidak dituntut untuk melakukan tindak lanjut sistematis antara lain disebabkan karakteristik tuntutan masyarakat yang bersifat teknis. Dengan

Page 34: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

kondisi masyarakat sipil seperti ini, DPRD belum mendapatkan tantangan peningkatan kapasitas dan kinerja sebagaimana seharusnya.

Bagaimana mendayagunakan kapasitas politik masyarakat sipil?

Kapasitas politik praktis masyarakat yang terlembaga mungkin tidak dapat berubah dengan cepat karena masyarakat pemilih di Indonesia belum mempunyai kapasitas politik riil yang memadai. Indikasi lain menunjukkan bahwa mutu anggota DPRD di masa yang akan datang mungkin sangat dipengaruhi oleh kesiapan politik warga pemilih. Dalam pemilu langsung, jika warga masyarakat tidak siap dengan memilih wakil yang relatif lebih bermutu (karena mereka cenderung hanya memilih partai politik atau karena money politics) maka mereka tidak dijamin akan mendapatkan mutu wakil rakyat yang lebih baik.

Sebagai tambahan, media massa pun melihat bahwa partisipasi politik riil dari masyarakat seperti sekarang ini masih akan berlanjut untuk jangka menengah. Pendidikan politik yang dilakukan oleh partai politik dinilai belum mencukupi dan masih pada tahap sangat awal. Jika observasi yang dilakukan bersama dengan masyarakat media benar, maka secara umum dapat diduga bahwa masyarakat belum benar-benar siap untuk melakukan pemilihan langsung terhadap wakil-wakil mereka di DPRD. Mungkin hal ini nya berbeda dengan pemilihan kepala daerah karena calon yang ada lebih terbatas dan mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat.

Beberapa LSM dan kelompok intelektual yang mulai aktif dalam sektor politik dinilai masih belum siap untuk melakukan transformasi, sebab mereka masih cenderung mengambil jalan alternatif dan sering menyarankan sikap ’golput’. Demokrasi yang kini tengah berkembang kiranya tidak sesuai dengan sikap politik seperti ini sebab setiap warga negara dituntut untuk bertanggung jawab secara lebih nyata dalam politik. Sikap seperti itu sebenarnya juga bertentangan dengan tata pemerintahan yang baik karena dengan tidak memberikan suara berarti warga memberikan dukungan politik pada calon yang mungkin kurang bermutu. Jika sikap politik seperti ini ternyata berkembang, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat sipil dengan lembaga-lembaganya belum siap untuk masuk pada era demokrasi baru. Kondisi seperti ini jelas tidak kondusif untuk upaya peningkatan kapasitas dan kinerja DPRD.

Bagaimana DPRD memfasilitasi dinamika politik dari berbagai organisasi kemasyarakatan?

Permasalahan lain yang perlu dikaji bersama oleh DPRD adalah dinamika politik dari berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di daerah. Baik DPRD maupun media massa berpendapat bahwa ormas kini masih belum aktif dalam berbagai kegiatan politik di daerah. Ormas ini menilai bahwa kontribusi mereka dengan memberikan calon-calon legislator yang dapat dihandalkan sudah mencukupi. Dalam berbagai kegiatan keparlemenan, para anggota DPRD menilai bahwa partisipasi ormas dinilai masih sangat minimal dan oleh karena itu kontribusi politik mereka pun relatif terbatas.

Page 35: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Ormas yang ada di daerah juga dinilai belum mampu berfungsi sebagai kelompok penekan (pressure group) atau kelompok kepentingan (interest group). Kelompok yang dinilai mempunyai kekuatan politik signifikan ini pun dinilai masih membutuhkan upaya pemberdayaan tersendiri. DPRD menilai bahwa kekuatan intelektual dan politik dari berbagai kelompok masyarakat yang berbasis politik atau asosiasi perlu terus dikembangkan dalam rangka peningkatan kapasitas dan kinerja DPRD. Permasalahan menjadi lebih rumit ketika ormas yang berkembang di beberapa daerah justru berbasis kesukuan. Sementara gejala ini dinilai dapat dimanfaatkan untuk sosialisasi politik di Kalimantan Timur, daerah-daerah lain cenderung menilainya secara berhati-hati, karena ikatan kesukuan justru dapat berakibat kurang menguntungkan untuk demokratisasi.

Bagaimana DPRD dapat mengoptimalkan strategi media?

Observasi yang dilaksanakan bersama dengan berbagai media lokal atau perwakilan media nasional serta para wartawan keparlemenan menunjukkan bahwa media massa tidak mempunyai strategi khusus untuk memfasilitasi demokratisasi dan reformasi tata pemerintahan. Ini tidak berarti bahwa mereka tidak mendukung proses tersebut. Di DPRD propinsi dan kota, media massa menempatkan wartawan khusus untuk meliput berbagai kegiatan dewan yang diagendakan dan kegiatan-kegiatan lain yang terkait dengan dinamika dewan.

Media massa pada umumnya mendapatkan kebebasan penuh untuk memuat berita dan opini keparlemenan yang mereka anggap penting. Bahkan di beberapa DPRD, seperti misalnya di Kota Samarinda dan Propinsi Yogyakarta, media massa mendapatkan ruang khusus. Pada dasarnya para wartawan mendapatkan akses yang sangat terbuka terhadap seluruh kegiatan DPRD dan informasi-informasi dasar lainya.

Setiap media massa harus mengembangkan information intelligence masing-masing. Walaupun belum mempunyai strategi khusus untuk mendukung demokratisasi di daerah (yang dikatakan merupakan wewenang redaktur), mereka memandang beberapa strategi berikut layak untuk dikembangkan. Pertama, penyelenggaraan rubrik keparlemenan daerah perlu dan dapat dilakukan oleh masing-masing media. Di beberapa daerah di Kalimantan Timur, beberapa DPRD dikatakan mengalokasikan sejumlah anggaran untuk pemberitaan kegiatan DPRD. Namun demikian, praktek seperti ini seringkali dikatakan kurang ideal karena terdapat kesan wartawan ’dibiayai’ untuk memuat berita.

Kedua, media massa juga dapat secara terencana dan konsisten memuat berita dan opini tentang demokratisasi baik yang bersifat umum maupun kedaerahan. Ini memang seringkali dilakukan tetapi dinilai belum terencana oleh para awak media massa. Ini merupakan fungsi pendidikan politik oleh media massa. Ketiga, DPRD juga diharapkan untuk secara terjadwal mengadakan diskusi-diskusi publik yang melibatkan atau yang dikhususkan untuk media massa.

Dalam diskusi-diskusi dengan media massa seperti ini, DPRD diharapkan memberikan informasi secara jujur dan terbuka sehingga kesulitan memperoleh informasi yang selama ini dialami dapat diatasi. Apakah berbagai berita dan opini yang disampaikan oleh media massa berdampak nyata terhadap opini politik publik? Para wartawan keparlemenan cenderung berpendapat negatif. Artinya, walaupun

Page 36: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

mereka menilai masyarakat mempunyai perhatian, tetapi berita yang menyangkut kepentingan publik pun seringkali tidak mendapatkan tindak lanjut.

Page 37: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

BAB IIIPemilihan Langsung dan Akuntabilitas Wakil Rakyat

Diana fawziaAgung Djojosoekarto

Kerangka hukum dan perundang-undangan politik di Indonesia telah mengalami perubahan sistemik yang mendasar. Perubahan ini ditandai dengan pemilihan langsung terhadap berbagai pejabat politik di pusat dan daerah. Dalam Sebagai pengembangan cabang kekuasaan pemerintahan legislatif, sejak 2004 sudah dibentuk perubahan akan segera terjadi, yaitu dengan dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dalam konteks baru ini, adalah penting bagi anggota DPRD untuk menempatkan diri sebagai wakil yang langsung dipilih oleh rakyat dalam konteks jaringan kerja yang lebih luas. Dengan demikian, akuntabilitas para anggota dewan terhadap rakyat, harus ditinjau kembali dan didefinisikan ulang.

Dalam tata pemerintahan demokratis di Indonesia sekarang, pemilihan langsung diharapkan dapat lebih menjamin terlaksananya prinsip-prinsip keterwakilan, akuntabilitas, dan legitimasi politik terhadap rakyat. Dengan kata lain, pemilihan langsung untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis dan kuat kini harus memperoleh dukungan rakyat secara penuh. Bagi DPRD, Ddasar pemikiran dan dasar kerja dari para anggota DPRD penting untuk ditata ulang sehingga mereka dapat sepenuhnya menempatkan diri sebagai wakil yang langsung dipilih oleh rakyat. Oleh karena itu, anggota DPRD terpilih sekarang dikehendaki untuk selalu peka dan tanggap terhadap berbagai aspek sosial, ekonomi, politik, budaya, agama serta potensi sumber daya. Hal ini sangat perlu dalam upaya memberikan pemenuhan dan pelayanan kepada kepentingan rakyat.

Terdapat tiga alasan pokok mengapa pemilihan langsung selaras dengan konteks desentralisasi dan otonomi daerah. Pertama, pemilihan langsung mambuka ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di daerah secara setara (political equality). Rakyat kini tidak lagi berposisi sebagai peserta dalam pemilihan umum yang dilaksanakan lima tahun sekali. Lebih dari sekedar penggembira dalam pesta demokrasi, pemilihan langsung memberikan berbagai peran pada rakyat untuk memberikan suara pada wakil mereka dan mengendalikan proses politik yang terjadi dalam berbagai lembaga perwakilan, termasuk DPRD.

Kedua, pemilihan langsung memberikan akses politik kepada rakyat dalam upaya mendapatkan berbagai pelayanan publik (public service) yang menjadi haknya. Dengan pemilihan anggota DPRD secara langsung, misalnya, rakyat dapat menuntut berbagai kebijakan dasar yang lebih kondusif bagi terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik. Sementara itu, dengan dilakukannya pemilihan langsung atas kepala daerah, rakyat pun dapat menuntut pemda dalam pemberian pelayanan publik yang lebih terjangkau dan bermutu.

Ketiga, pemilihan langsung juga memberikan jalur kendali yang lebih luas bagi rakyat dalam memastikan terakomodasikannya kepentingan mereka-

Page 38: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

kepentingan dalam kebijakan-kebijakan publik yang lebih tanggap (responsive and accomodative policy). Hal ini dapat berlangsung karena adanya sistem check and balance yang lebih baik. Sebagai contoh, jika kepentingan tertentu tidak dapat terpenuhi melalui kebijakan dasar yang dihasilkan DPRD dalam bentuk perda, rakyat dapat pergi ke pemda atau ke DPD agar kepentingan mereka itu dapat diperhatikan. Terkait DPD, sebagaimana diatur dalam UU Susduk No. 27/2009, kepentingan rakyat daerah tersebut dimungkinkan untuk didesakkan dari tingkat pusat sepanjang berhubungan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya yang ada di daerah.

3.1. Konsekuensi dari pemilihan langsung

Apa konsekuensi dari pemilihan langsung?

Pemilu 2004 dan 2009 berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Dalam pemilu sekarang pada dasarnya rakyat dapat secara langsung memilih wakil-wakilnya di DPR, DPD, dan DPRD. Rakyat juga secara langsung memilih para pejabat politik eksekutif, yaitu presiden dan wakil presiden serta kepala daerah. Di masa lalu, para pejabat politik tersebut dipilih melalui rakyat melalui partai berdasarkan sistem proporsional tertutup di parlemen. Perubahan peraturan perundang-undangan di bidang politik telah mulai mendorong dilaksanakannya perubahan paradigma tata pemerintahan yang lebih demokratis. Hal ini diharapkan akan membawa konsekuensi logis bagi , dimana rakyat, sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, untuk akan mempunyai pengaruh sangat yang besar dalam proses politik di Indonesia.

Dengan keikutsertaannya dalam pemilihan langsung, rakyat memilih dan menempatkan para wakil mereka untuk duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Pemilihan terhadap para wakil tentu dilakukan berdasarkan kepercayaan dan keyakinan. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa pemilihan langsung dapat membangun hubungan kontraktual politik yang lebih baik antara anggota dewan dan konstituennya. Kontrak politik tersebut menghendaki para anggota dewan dan pejabat politik lainnya mengoptimalkan pelaksanaan proses politik demi tata pemerintahan yang lebih demokratis dan pembangunan di daerah yang menyejahterakan rakyat.

Bagaimana mengefektifkan hubungan antara anggota DPRD dengan pemilihnya?

Rakyat kini telah memilih wakil-wakilnya secara langsung dan tidak dipilihkan oleh partai politik seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya. Pengaruh pilihan langsung oleh rakyat akan mendorong anggota DPRD dalam meningkatkan kinerjanya. Sebab, sekarang ada kesadaran baru bahwa rakyat memberikan kepercayaan pada anggota DPRD untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi politiknya. Dalam konteks ini anggota DPRD akan selalu menghadapi banyak hal yang berkenaan dengan kebutuhan program pembangunan, pelayanan pemerintahan, dan sekaligus pelayanan masyarakat.

Page 39: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Bagaimana hubungan yang ideal antara anggota dewan dengan dan pemilih? Secara umum terdapat empat tipe hubungan antara wakil (anggota DPRD) dan terwakil (rakyat). Salah satu atau kombinasi di antaranya dapat dijadikan acuan anggota DPRD dalam membangun hubungan dengan rakyat pemilihnya.

Tipe yang pertama adalah tipe wali (trustee). Dalam tipe ini anggota DPRD bebas bertindak atau mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri. Ia tidak diharuskan berkonsultasi dengan yang diwakilinya, baik konstituen ataupun partainya. Anggota DPRD dinilai sudah betul-betul memperoleh kepercayaan dari rakyat melalui pemilu, sehingga posisinya sangat independent.

Dalam tipe yang kedua, yaitu tipe utusan (delegate). Anggota DPRD bertindak sebagai utusan dari yang diwakilinya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, anggota DPRD harus selalu mengikuti keinginan dan petunjuk dari yang diwakilinya. Ia tidak diharuskan untuk berkonsultasi dengan partainya.

Tipe yang ketiga adalah tipe politico, yang merupakan paduan antara tipe wali dan tipe utusan. Dalam tipe ini anggota DPRD dapat bertindak bebas karena legitimasinya, tetapi selama situasi tertentu ia harus bertindak sebagai utusan dan berkonsultasi dengan yang diwakilinya. Tindakan anggota DPRD ditentukan oleh isu atau materi yang dibahasnya.

Tipe yang terakhir adalah tipe partisan. Dalam tipe ini anggota DPRD dapat bertindak sesuai dengan keinginan atau program dari partainya. Setelah anggota DPRD terpilih dalam pemilu, lepaslah hubungan dengan pemilihnya. Selanjutnya hubungan yang ada dalam menjalankan tugasnya hanya dijalin dengan partainya. Di masa lalu, tipe ini sangat menonjol. Anggota DPRD lebih mewakili partainya daripada mewakili rakyat.

Untuk mengoptimalkan hubungan antara anggota DPRD dan rakyat, tipe politico tampaknya yang paling ideal sesuai dengan Pemilu 2004 dan 2009 yang bersifat proporsional terbuka. Terlebih pada pemilu 2009, penentuan calon terpilih didasarkan suara terbayak (bukan nomor urut seperti pada pemilu 2004). Perlu diantisipasi adalah hubungan antara anggota DPRD dengan dan partainya yang masih kuat, seperti karena peran partai sangat besar dalam penyusunan daftar calon legislatif dan penentuan daerah pemilihan. Jika hal ini tidak diantisipasi dengan baik, kecenderungan anggota DPRD untuk tetap partisan sangat terbuka. Agar hubungan dengan rakyat lebih efektif, anggota DPRD juga sebaiknya membuat pemetaan masalah-masalah kemasyarakatan yang terjadi di daerahnya, memahami potensi daerah serta harus mampu melakukan seleksi prioritas atas berbagai permasalahan yang ada.

Pemilihan langsung dan kebijakan partisipatif

Keeratan hubungan antara DPRD dengan pemilihnya paling mudah dilihat dari mekanisme pembuatan kebijakan yang dilaksanakan secara partisipatif. Karena perubahan tipe hubungan yang berubah secara radikal, maka yang paling penting adalah dilakukannya pengrubahan pola pikir (mind set) dalam tata hubungan itu. Prinsip yang paling penting adalah akuntabilitas anggota DPRD terhadap rakyat. Agar pemenuhan kepentingan rakyat dapat lebih terjamin, para anggota DPRD yang telah dipilih secara langsung dapat melakukan berbagai langkah sebagai berikut:

Page 40: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

1. Melakukan need assessment tentang kebutuhan masyarakat untuk dijadikan database, sebagai bagian pelibatan masyarakat (stakeholder) dalam proses pemerintahan dan pembangunan.

[2.] Melakukan perbandingan antara hasil need assessment yang didapat dengan dan rencana pembangunan yang disusun oleh eksekutif atau yang termuat dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang didalamnya termasuk Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (RKA-SKPD). rencana anggaran satuan kerja (RASK). Dengan demikian, pengawasan dan persetujuan DPRD terhadap APBD yang diajukan oleh eksekutif pada gilirannya diharapkan tidak hanya terbatas didasarkan pada pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).

2.[3.] Melakukan kajian berdasarkan kepentingan dan kebutuhan rakyat terhadap rencana anggaran sebelum diputuskan menjadi APBD.

3.[4.] Memutuskan dan mendorong insiatif suatu perda yang mengakomodasi sebesar-besarnya kepentingan dan harapan rakyat, dan

4.[5.] Menginformasikan kepada masyarakat tentang kebijakan yang diputuskan dan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh DPRD disertai dengan alasan-alasan yang rasional.

3.2. Kontrak sosial anggota DPRD dalam tata demokrasi baru

Apa tuntutan suatu tatanan demokrasi terhadap DPRD?

Secara ideal, tatanan demokrasi menghendaki adanya suatu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Oleh karena itu, prinsip ini harus tercermin dalam pelaksanaan fungsi-fungsi utama DPRD, yaitu pembuatan peraturan perundang-undangan, penetapan anggaran daerah, dan pengawasan. Dalam prakteknya, prinsip ini acapkali dilupakan. Oleh karenanya, pertanyaan-pertanyaan dasar berikut ini perlu selalu dipertimbangkan setiap kali anggota DPRD melakukan fungsi dan tugasnya:1. Apakah pelaksanaan fungsi dan tugas telah menempatkan kepentingan rakyat

yang merupakan pemegang kedaulatan yang paling tinggi?2. Apakah anggota DPRD dapat mempertanggunggugatkan semua produk

kedewanan yang dihasilkannya sebagai bukti akuntabilitas publik?3. Apakah DPRD telah akomodatif terhadap stakeholders dalam merumuskan

berbagai arah kebijakan?4. Apakah DPRD telah memperhitungkan seluruh unsur penentu yang penting bagi

penegakan supremasi hukum, baik secara internal maupun eksternal?5. Apakah DPRD telah menciptakan produk kebijakan yang mampu mendukung

meningkatnya kualitas pelaksanaan pemilihan langsung di daerah dan menerapkannya secara konsisten?

Dalam tata demokrasi yang mulai berkembang di tingkat nasional dan daerah, ada beberapa pra kondisi penting yang perlu dipenuhi oleh DPRD. Pertama, DPRD harus mampu berfungsi sebagai penyeimbang dan penyelaras dari berbagai kepentingan (political prerequisite). Dewasa ini, kelompok-kelompok dalam

Page 41: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

masyarakat sipil mulai mampu membentuk kekuatan-kekuatan politik. Harmonisasi kepentingan merupakan tugas penting yang perlu dipertimbangkan dalam setiap perumusan kebijakan oleh DPRD.

Kedua, dengan berbagai produk dan keputusannya, DPRD harus mampu memfasilitasi redistribusi berbagai aset dan akses atas sumber daya dan hasil pembangunan (economic prerequisite). Hal ini khususnya relevan untuk pemenuhan kesejahteraan dari warga yang rentan terhadap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan perda yang dihasilkannya DPRD dapat meminimalkan disparitas antar warga masyarakat dan mewujudkan pemerataan yang lebih baik.

Ketiga, dalam tata demokrasi, DPRD pun diharuskan mampu membentuk kerangka peraturan yang diperlukan untuk membangun lembaga dan struktur pemerintahan di daerah yang efektif (institutional prerequisite). Pengembangan kelembagaan ini harus memperhatikan spektrum pemerintahan yang luas, dari tingkat nasional sampai tingkat daerah. Dalam sistem pemerintahan dewasa ini, rentang kelembagaan yang perlu diperhitungkan DPRD sangat luas, mulai dari peraturan perundang-undangan tingkat nasional sampai peraturan adat yang berlaku lokal.

Keempat, dalam kerangka transformasi sosial yang lebih luas, DPRD pun dikehendaki untuk melakukan berbagai program pematangan demokrasi pada tingkat lokal. Oleh karena itu, ia harus terlibat aktif dalam memfasilitasi perubahan sosial di lingkungannya (social prerequisite). Kemampuan DPRD dalam mengembangkan budaya politik lokal yang kondusif untuk demokrasi akan memberikan dampak yang positif untuk peningkatan kinerjanya sendiri. Jika rakyat lebih mampu melakukan partisipasi politik secara terlembaga, DPRD akan mendapatkan dukungan yang mempermudah pelaksanaan fungsi dan tugasnya.

AkhirnyaKelima, dalam tatanan demokrasi, DPRD adalah pembuat perda yang merupakan kebijakan dasar di tingkat daerah. Oleh karena itu, DPRD selayaknya menjadi penjaga integritas norma hukum dan perundang-undangan di lingkup daerahnya (legal prerequisite). Anggota DPRD harus menjadi penjaga dan contoh dalam hal ketaatan hukum.

Bagaimana menyikapi hubungan kontrak sosial yang baru?

Dalam Pemilu 2004 maupun 2009, sebagian besar rakyat mungkin belum dapat mengetahui dengan persis tingkat kualitas memilih nama calon yang dipilihnya secara langsung, sebab proses pengenalan berlangsung singkat. Betapapun demikian, hal ini tidak menghilangkan prinsip konstitusional bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung oleh rakyat. Setidaknya, nama-nama calon telah disampaikan melalui berbagai media dan rakyat dapat secara langsung menentukan pilihannya. Dengan berbagai kampanye melalui media massa, meski terbatas, rakyat juga dapat menilai kesesuaian program dari partai politik yang akan dipilihnya.

Pemilu seperti itu menghasilkan hubungan kontrak sosial yang berbeda dibandingkan dengan pemilu yang sebelumnya. Perbedaan itu dapat dipaparkan secara singkat sebagai berikut:

Indikator Pemilu lama(Pra 2004)

Pemilu baru(2004 dan 2009)

Page 42: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Siapa yang berkontrak sosial?

Anggota DPRD Partai politik

Rakyat/pemilih Anggota DPRD Partai politik

Apa posisi rakyat/pemilih?

Rakyat sebagai peserta/penggembira pesta demokrasi

Rakyat sebagai Pemilih wakil rakyat yang ditawarkan partai politik

Bagaimana realismenya?

Rakyat cenderung emosional karena partai pilihannya

Rakyat bersikap lebih rasional dalam memilih

Bagaimana konsekuensinya?

Rakyat lemah dalam mengontrol para wakil

Rakyat dapat secara penuh mengontrol para wakil

Dalam kampanye yang lalu, berbagai partai politik menebar berbagai janji melalui program-program yang ditawarkan pada rakyat. Anggota DPRD yang telah terpilih mempunyai kewajiban untuk memenuhi berbagai janji politik itu. Kegagalan dalam memenuhi janji politik akan berdampak disinsentive terhadap partai politik. Beberapa kerugian yang dapat ditimbulkan antara lain:- Partai politik akan kehilangan kepercayaan dari rakyat.- Banyak protes akan ditujukan kepada fraksi tertentu di DPRD.- DPRD akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya

secara demokratis.- Akuntabilitas dan integritas DPRD akan dipertanyakan oleh rakyat dan publik

secara luas, serta- Calon aAnggota yang telah terpilih tidak akan mendapatkan suara dalam

pemilihan langsung periode berikutnya.Apakah memenuhi janji politik selama kampanye saja sudah cukup? Tentu

saja tidak. Para anggota DPRD secara terus-menerus perlu melakukan penilaian dan penjajakan dinamika kepentingan dan orientasi politik rakyat. Upaya ini dapat dilaksanakan dengan partai politiknya. Berbagai hasil yang didapatkan dapat diolah lebih lanjut dan digunakan untuk mendukung keberhasilan pemilihan umum yang berikutnya. Dalam konteks ini, hubungan kontrak sosial antara rakyat dan anggota DPRD dapat dikatakan bersifat dinamis.

Oleh karena itu, sementara anggota DPRD melaksanakan fungsi dan tugas konstitusionalnya, ia juga harus menciptakan gagasan terbaik untuk memaksimalkan pemerintahan dan pembangunan di daerah. upaya ini penting bukan saja untuk memenuhi janji politik, melainkan juga menjadi dasar rasional untuk mengoptimalkan perolehan dukungan politik. Upaya ini dapat dilaksanakan dengan cara memfasilitasi rakyat dalam memberikan kritik dan masukan bagi DPRD melalui berbagai media. Dengan cara ini, anggota DPRD dapat menjaga apakah berbagai kepentingan yang menjadi dasar kontrak sosialnya dapat dipenuhi dengan baik.

Bagaimana rakyat diharapkan mendukung kinerja DPRD?

Setelah memberikan kepercayaan politik pada para wakilnya, rakyat dapat memberikan kebebasan pada mereka. Tapi agar kontrak politik menjadi lebih efektif dan mendukung DPRD, konteks demokrasi baru memberikan peluang kepada rakyat untuk ikut serta dalam meningkatkan kinerja dari DPRD dengan berbagai cara. Upaya-upaya yang terkait dengan perbaikan proses pemerintahan dalam cabang

Page 43: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

legislatif seperti yang telah dikemukakan terdahulu menunjukkan bahwa rakyat dapat mendukung peningkatan kinerja dengan selalu mengontrol akuntabilitas dari DPRD dan seluruh anggotanya.

Karena pemilihan umum hanyalah awal dari kontrak politik antara rakyat dengan dan DPRD, maka partisipasi dalam perumusan dan penentuan kebijakan dasar pemerintahan dan pembangunan daerah pun dapat dilakukan. Sebagai contoh, rakyat dapat melibatkan diri secara aktif dalam pembahasan perda, atau RAPBD, rapat dengar pendapat (RDP) dengan pemerintah, atau sidang-sidang komisi lainnya. Dalam hal ini, rakyat tidak cukup dengan menunggu tawaran dari DPRD untuk ikut serta dalam berbagai proses pembahasan tapi rakyat secara aktif dapat pula mengikuti berbagai sidang terbuka. Sebaliknya, DPRD juga harus lebih membuka diri agar forum-forum persidangan di DPRD dapat diakses oleh publik luas.

Hubungan kontrak politik yang diarahkan untuk mendukung peningkatan kinerja DPRD juga menghendaki adanya arus informasi yang lancar antara DPRD dan rakyat. Transparansi diperlukan bukan hanya untuk kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh DPRD, tetapi juga seberapa besar sumber daya yang disediakan untuk DPRD dan seberapa efektif DPRD mendayagunakan untuk sebesar-besarnya manfaat rakyat.

Sebagai tambahan, dalam rangka menegakkan pelaksanaan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, rakyat di berbagai daerah telah menunjukkan bahwa mereka dapat pula menuntut pelaksanaan law enforcement yang lebih tegas terhadap anggota DPRD yang melakukan penyimpangan, termasuk dengan memanfaatkan keberadaan institusi pengawasan internal seperti, Badan Kehormatan DPRD, Inspektorat, Badan Pengawas Keuangan Pemerintah (BPKP), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ataupun institusi pengawasan negara yang bersifat independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Walaupun dalam jangka pendek terkesan berlebihan, upaya kritis oleh rakyat ini dalam jangka panjang justru akan menguntungkan DPRD dalam upaya membangun lembaga perwakilan rakyat yang bersih dan berwibawa.

Proses pengendalian politik yang dapat dilaksanakan oleh rakyat seperti dipaparkan di depan perlu disikapi secara positif dan arif oleh DPRD baru. Dengan demikian, DPRD akan mempunyai prospek untuk menciptakan sistem insentif yang lebih baik secara kelembagaan maupun karir politik perorangan.

3.3. Menjaga akuntabilitas wakil rakyat

Apa ciri-ciri wakil rakyat yang akuntabel?

Para wakil rakyat dapat dikatakan akuntabel jika ia, secara perorangan dan kelembagaan, mampu mempertanggunggugatkan segala yang dilaksanakan dan dihasilkannya. Akuntabilitas atau tingkat pertanggunggugatan tidak sama dengan responsibilitas atau tingkat pertanggungjawaban. Dalam akuntabilitas, nuansa konstraktual dan hukum lebih kental dan berdimensi eksternal dibandingkan responsibilitas yang cenderung internal.

Maka, sesuai dengan ciri hubungan kontrak sosial dari para wakil rakyat, maka para wakil rakyat dapat dikatakan akuntabel jika mereka siap untuk digugat oleh rakyat atas apa yang dilaksanakan dan dihasilkannya sebagai anggota DPRD.

Page 44: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

akuntabilitas perlu dan bahkan harus dipenuhi dalam beberapa tingkat: perorangan, alat kelengkapan dewan (Komisi, Badan Musyawarah, Badan Legislasi Daerah, Badan Anggaran, Badan Kehormatan, dan alat kelengkapan lainnya), fraksi, dan kelembagaan secara keseluruhan.

Secara perorangan, anggota DPRD harus secara terbuka dan jelas menyatakan sikap, posisi, dan target politiknya terhadap berbagai urusan politik yang dilaksanakan dalam berbagai forum internal dan eksternal DPRD. Ketiga hal tersebut akan menjadi dasar utama untuk menilai kinerja perorangan dan pedoman dalam menyampaikan semua pertanggunggugatan politiknya di hadapan rakyat.

Ketika anggota DPRD tertentu dipilih atau ditunjuk menjadi anggota dari alat kelengkapan dewan, baik dalam komisi atau panitia kerja tertentu, maka ia harus secara aktif memastikan bahwa kebijakan dan langkah yang diambil oleh alat kelengkapan dewan itu selaras dengan nilai-nilai politiknya. Jika ia tidak setuju dengan kebijakan atau langkah tertentu, maka ia harus menyampaikan kepada publik dengan jelas dan tegas. Bersikap diam akan berarti ia ikut bertanggung gugat terhadap kebijakan dan tindakan alat kelengkapan dewan itu.

Selanjutnya, sebagai anggota fraksi yang merupakan bentuk kesatuan politik berdasarkan partai, anggota DPRD harus pula mampu mempertanggunggugatkan kinerjanya terhadap partai politik dan konstituen tertentu yang mendukung partai politik itu. Partai politik akan menghendaki utusan-utusannya memperjuangkan kepentingan-kepentingan politik yang telah digariskan dalam program partai.

DPRD juga dapat mulai merumuskan profil politik secara perorangan. Sebab, sekalipun berasal dari partai politik yang sama, masing-masing anggota dapat mempunyai profil politik yang unik.

Apa yang perlu diperhatikan agar dapat bertanggung gugat?

Hal penting pertama yang perlu diperhatikan oleh anggota DPRD adalah penguasaan yang solid atas seluruh kerangka peraturan yang membingkai mandat, fungsi, dan tugasnya. Ini berarti bahwa anggota DPRD harus memahami UUDkonstitusi, peraturan perundang-undangan dengan jenis dan tingkatan sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tata tertib dan kode etik DPRD, peraturan dari partai politik serta berbagai aturan main lain yang telah ditentukan untuk keberadaannya. Setiap anggota DPRD wajib secara aktif memastikan semua informasi yang berkenaan dengan kerangka aturan tersebut tersedia untuknya.

Dalam posisinya sebagai aparatur negara, anggota DPRD juga harus dapat memenuhi berbagai prosedur teknis yang berkenaan dengan penggunaan berbagai sarana dan prasarana pendukung kerja. Sebagaimana diatur dalam UU No. 27/2009, Para anggota DPRD tidak dapat secara semena-mena menggunakan berbagai sumber daya yang disediakan oleh negara karena. hak keuangan dan administratif dari DPRD telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Pun dalam menentukan uang tunjangan, pengaturannya harus disesuaikan dengan kemampuan daerah, seperti uang representasi, uang paket, tunjangan keluarga, tunjangan beras, serta tunjangan pemeliharaan kesehatan. Agar kesalahan yang tidak perlu dapat dihindarkan, anggota DPRD dapat melakukan pengecekan atau meminta penjelasan dari setwan sebagai pengelolaan keuangan dan tunjangan DPRD.

Page 45: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Sebagai tambahan, agar pertanggunggugatan kinerja dapat dilaksanakan dengan lebih mudah, anggota DPRD perlu secara terus-menerus mengecek, apakah seluruh sikap, posisi dan target politiknya selaras dengan kebijakan dan sasaran program-program pemerintahan dan pembangunan daerah. Sebagai anggota lembaga yang mensahkan renstrada RPJMD, maka anggota DPRD wajib untuk menjadikan dokumen ini sebagai acuan pokok. Hal ini sangat penting karena dokumen ini merupakan dasar dalam pelaksanaan fungsi dan tugas pokok DPRD, baik dalam hal legislasi penganggaran maupun pengawasan.

3.4. Menjaga kinerja DPRD

Pertimbangan fungsional

Pada dasarnya, kinerja pokok DPRD disusun dan dinilai berdasarkan pada fungsi dan tugas konstitusionalnya. Sebagaimana diatur dalam UU No. 22/200327/2009 tentang, fungsi dan tugas pokok DPRD mencakup:

[1.] Legislasi, yaitu fungsi dan tugas DPRD untuk membentuk perda baik dengan inisiatif mandiri ataupun bersama-sama pemda yang dipimpin kepala daerah.

[2.] Anggaran adalah fungsi dan tugas DPRD bersama-sama pemda untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadapmenyusun dan menetapkan RAPBD, yang di dalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD.

1.[3.] Pengawasan, adalah fungsi dan tugas DPRD untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, perda dan keputusan kepala daerah serta kebijakan nasional lainnya.

Dalam mengoptimalkan kinerja fungsional tersebut, rujukan sebagai dasar pertimbangan antara lain adalah:

1. Tata urutan peraturan perundang-undangan. Ini menyangkut kesesuaian antara peraturan daerah di tingkat lokal dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Dalam kasus beberapa tahun terakhir, masalah ini mencuat karena banyaknya perda-perda yang bertentangan dengan peraturan di atasnya sehingga kemudian dibatalkan pemberlakuannya (perda bermasalah).

2. Materi perda ke arah penyelenggaraan otonomi daerah. Prinsip otonomi daerah misalnya bisa digali dengan menelisik ruang fisibilitas regulasi yang dimungkinkan sebagaimana diatur dalam UU No. 32/2004, UU No. 33/2004, PP No. 58/2005, serta PP No. 38/2007. Selain itu, sasaran perda juga butuh dicantolkan pada upaya pencapaian target-target Milennium Development Goals (MDG’s) setidaknya bagi jenis layanan-layanan publik dasar, dan

3. Karakteristik lokal perlu sebagai bahan pertimbangan agar tercapai kesesuaian arah pembangunan dengan kebutuhan masyarakat daerah.

Dasar pemikiran dalam melaksanakan fungsi anggaran dari anggota dewan perlu disesuaikan dengan sistem anggaran kinerja yang berlaku sesuai perundang-undangan. Pedoman anggaran kinerja secara umum bertujuan untuk:

1. Secara tepat menentukan tahapan penyusunan anggaran.

Page 46: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

APBD

RPJMD

RKPD

KUA

Nota Kesepakatan (Pemda-DPRD)

PPAS

RAPBD

RKA-SKPD

Pedoman Penyusunan RKA-SKPD

Pengelolaan Keuangan Daerah:Tahapan Perencanaan

Rancangan DPA SKPD

Verifikasi

DPA SKPD

Dasar Pelaksanaan Anggaran

Pelaksanaan APBD (Pendapatan, Belanja,

Pembiayaan)

Laporan Realisasi Semester I

Perubahan APBD

Pengelolaan Keuangan Daerah:Tahapan Pelaksanaan

Penatausahaan Pendapatan

Penatausahaan Belanja

Kas Umum Piutang Investasi Barang Dana Cadangan Utang

Kekayaan dan Kewajiban daerah

Akuntansi Keuangan Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah:Tahapan Penatasusahaan

Laporan keuangan Pemerintah Daerah Laporan realisasi

anggaran Neraca Laporan Arus Kas Catatan atas

Laporan Keuangan

Pemeriksaan laporan keuangan

(BPK)

Raperda Pertanggungjawaban

APBD

Akuntansi Keuangan Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah:Tahapan Pertanggungjawaban

2. Mengidentifikasi masalah-masalah utama dan perubahan yang berdampak pada proses anggaran tahun yang akan datang.

3. Memberikan pedoman umum mengenai pendekatan anggaran yang digunakan, dan

4. Memberikan gambaran mengenai proses penyusunan anggaran secara keseluruhan disertai dengan jadwalnya.

Page 47: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Dalam melakukan fungsi pengawasan, DPRD harus menyesuaikan diri dengan berbagai lembaga pemerintahan lain di daerah (termasuk instansi pusat yang ada di daerah) yang mempunyai kewenangan dalam bidang pengawasan seperti Inspektorat, BPKP, BPK, ataupun KPK. DPRD perlu duduk bersama dengan berbagai lembaga tersebut untuk menyepakati bidang, jangkauan dan mekanisme kerja yang berkaitan dengan pengawasan.

Page 48: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

BAB IVMenjadi Wakil Rakyat

dalam Konteks Otonomi Daerah

Diana fawzia

Otonomi daerah memberikan kedekatan antara rakyat dan wakilnya di lembaga-lembaga legislatif. DPRD perlu merumuskan kembali posisinya terhadap lembaga-lembaga eksekutif dan yudikatif di daerah. Kesepakatan-kesepakatan baru diperlukan agar masing-masing lembaga mengetahui batas-batas fungsi, tugas, dan otoritasnya. Kesepakatan seperti ini dapat dibangun melalui konsensus di antara lembaga-lembaga tata pemerintahan yang ada. Pendekatan-pendekatan dan mekanisme-mekanisme konsensus perlu dipersiapkan, sebab peraturan perundang-undangan yang ada belum secara jelas mengatur mekanisme politik seperti ini.

Otonomi daerah memberikan kedekatan antara rakyat dan wakilnya di lembaga-lembaga legislatif. Karena itu langkah proaktif perlu dilakukan DPRD untuk merumuskan kembali posisinya dengan baik dan seimbang dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga eksekutif dan yudikatif di daerah. Kesepakatan-kesepakatan baru diperlukan agar masing-masing lembaga mengetahui batas-batas fungsi, tugas dan otoritasnya. Kesepakatan seperti ini dapat dibangun melalui konsensus di antara lembaga-lembaga tata pemerintahan yang ada. Pendekatan-pendekatan dan mekanisme-mekanisme konsensus perlu dipersiapkan secara cermat dan efektif, sebab peraturan pemerintah (PP) yang ada belum secara jelas mengatur mekanisme politik seperti ini, agar penafsiran terhadap UU No. 2232/1999 2004 tidak berlebih.

Berangkat dari paradigma tersebut, maka hakekat dari otonomi daerah adalah semakin mendekatkan pemerintah ke rakyat. Dalam arti yang sesungguhnya, DPRD dapat memproduksi peraturan daerah yang dapat memberikan jaminan pelayanan pemerintah dan pembangunan yang bermutu pada rakyat. DPRD tidak hanya berfungsi sebagai perumus yang menetapkan peraturan-peraturan saja, namun lebih jauh lagi dapat mewakili dan memperjuangkan segala kepentingan rakyat meliputi berbagai aspek kebutuhan masyarakat di daerahnya.

Di lain pihak, rakyat didorong untuk mengembangkan prakarsa mandiri, sehingga antara wakil rakyat dengan masyarakat tercipta hubungan harmonis dalam memanfaatkan potensi yang ada untuk membangun daerah. Artinya, ada kemampuan untuk membuat dan melaksanakan kebijakan yakni: merencanakan pembangunan, melaksanakan pembangunan, mengatur pegawai, dan membiayai sendiri pelaksanaan pembangunan. Otonomi daerah membutuhkan kemandirian, karena tanpa kemandirian sulit diwujudkan otonomi yang sesungguhnya.

4.1. Otonomi daerah dan konsekuensinya bagi DPRD

Sebagai konsekuensi otonomi, DPRD harus mampu memandirikan daerah dalam beragam pembangunan. Karena itu, DPRD sebagai wakil rakyat menjadi pusat perubahan ke arah tersebut. Keserasian hubungan antara DPRD dengan jajaran

Page 49: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

pemda menjadi mutlak untuk membangun kesamaan pandang dalam memanfaatkan potensi daerah serta dalam hal penggunaan anggaran pembangunan sesuai urgensi dan kebutuhan masyarakat. Hanya dengan ini masyarakat akan mampu didorong sebagai bagian penting dari otonomi.

Salah satu implikasi dari UU No. 2232/1999 2004 tentang Otonomi Pemerintahan Daerah dan UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, adalah menyangkut hubungan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif di daerah. Dalam perspektif Pemerintah Pusat, keberadaan DPRD dan Pemerintah Daerah adalah tak terpisahkan sebagai kesatuan dalam pemerintahan daerah. Dalam perspektif pemerintahan daerah, keduanya dihubungkan baik sebagai mitra yang berkedudukan setara dan sejajar (tidak saling membawahi) maupun penyeimbang jalannya pemerintahan daerah. Selanjutnya, Pasal 16 ayat 2 menyatakan bahwa ”DPRD sebagai badan legislatif daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemda”. Jadi, hubungan kedua lembaga itu bersifat sejajar. Kesejajaran dan kemitraan ini akan menjadi sebuah sinergi bila kedua lembaga ini menempatkan kewenangan yang dimiliki pada proporsi yang tepat.

Kewenangan yang amat besar yang dimiliki oleh DPRD saat ini seyogyanya tidak dijadikan sebagai sarana atau kesempatan untuk menjatuhkan eksekutif atau mengusulkan pemberhentian kepala daerah sebagaimana disebut dalam UU No. 32/2004 Pasal 42 ayat (1) huruf d yang mekanismenya diatur dalam pasal 29. Posisi tawar yang demikian strategis hendaknya tidak dimanfaatkan untuk memberi tekanan (memeras) KDH demi keuntungan pribadi atau kelompok. Atau lebih jauh lagi, melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme dengan pihak KDH, bersama-sama memanipulasi aspirasi rakyat untuk mengumpulkan kekayaan pribadi atau kelompok.

Ketentuan ini diharapkan akan menciptakan kestabilan pemerintahan daerah sehingga tidak mengulang preseden UU No. 22/1999 dalam hal kewenangan DPRD untuk dapat menolak laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah yang seringkali berimplikasi secara politis untuk menjatuhkan kepala daerah. Dalam UU No. 32/2004, pasal 42 ayat (1) huruf h, ketentutan terkait hal ini diubah menjadi bahwa wewenang DPRD lebih dibatasi untuk sebatas meminta keterangan laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah. Namun demikian, ini diharapkan tidak mengurangi sikap kritis DPRD terhadap pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Kewenangan DPRD dalam UU No. 22/1999 dalam memilih, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian KDH (gubernur, bupati, walikota beserta wakil-wakilnya) serta menolak laporan pertanggungjawaban (LPJ) kepala daerah, hendaknya tidak digunakan dengan tujuan semata-mata untuk menjatuhkan kepala daerah, tetapi untuk lebih kritis lagi menilai kinerja kepala daerah, sesuai atau tidak dengan tugas dan tanggung jawab yang sudah diputuskan. Fungsi pengawasan hendaknya dilakukan dalam sebuah proses yang demokratis sehingga dapat meminimalisasi perbedaan kepentingan politik yang seringkali mewarnai hubungan antara DPRD dan pemerintah daerahkedua lembaga ini. UU No. 22/1999 tentang pemda dengan jelas mengatur peran masing-masing pihak serta hubungan antara keduanya. Pemahaman dan kepatuhan terhadap tugas-tugas yang dibebankan,

Page 50: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

dapat menghindarkan terjadinya intervensi dan overlapping antar wilayah kerja kedua institusi ini.

Di sini dibutuhkan kearifan untuk melakukan kompromi di antara kedua kepentingan tersebut agar tidak menjadi konflik. Untuk itu, komunikasi yang efektif dengan eksekutif harus dibangun sejak awal agar terjalin sebuah hubungan yang saling mendukung dan bukan saling menjatuhkan. Terlebih lagi, semangat UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku saat ini memberikan penekanan pada pola hubungan keseimbangan dan keserasian yang sinergis.

Keserasian hubungan antara DPRD dengan jajaran pemda menjadi mutlak ketika berbicara mengenai pemanfaatan potensi daerah dan berapa besar anggaran pembangunan yang diperlukan untuk itu, sesuai dengan urgensi kebutuhan masyarakat. Dalam merumuskan dan menetapkan peraturan daerah (policy making power), kondisi daerah secara menyeluruh hendaknya menjadi dasar pertimbangan utama. Apa yang dibutuhkan daerah, potensi apa yang dimiliki daerah, dan aset mana yang harus dilindungi.

Kesemuanya itu dituangkan dan dirumuskan dalam perda. Misalnya, perda yang memberi kemudahan bagi kalangan pengusaha dan investor untuk menanamkan modalnya di daerah, hendaknya diikuti dengan dibuatnya peraturan daerah yang membatasi masuknya tenaga kerja asing serta mengharuskan perusahaan memberikan pelatihan peningkatan ketrampilan pada pekerja-pekerja lokal. Dengan demikian, lahan usaha bertambah, lapangan pekerjaan bagi warga masyarakat tercipta, tanpa harus ada kekhawatiran akan tersingkirnya tenaga kerja lokal.

Mekanisme check and balance yang memberi peluang kepada DPRD dan pemerintah daerah untuk saling mengontrol, mengawasi, dan mengimbangi, menjadikan semua kebijakan publik pada tingkat lokal harus melibatkan kedua belah pihak. Komunikasi yang tidak dibangun dengan baik akan mengakibatkan pola hubungan di antara kedua institusi ini menjadi tidak sehat dan pada akhirnya menghasilkan sebuah pemerintahan yang tidak stabil.

Secara umum demokrasi mengakui adanya kehidupan yang serba majemuk, karena keberagaman masyarakat menjadi realitas sosial yang alamiah. Oleh karenanya, diperlukan kepekaan yang kuat dalam menentukan prioritas pembangunan daerah. Kemajemukan harus menjadi aset daerah yang perlu dikelola dengan baik dalam tatanan politik, pemerintahan, dan pembangunan yang kondusif. Kemampuan meletakkan posisi secara proporsional oleh DPRD dan pemerintah daerah terhadap pemerintahan pusat akan menciptakan sinergi yang lebih optimal.

Berdasarkan penelitian terhadap peran dan fungsi DPRD selama ini, menunjukkan bahwa proses demokrasi, pelaksanaan pemerintahan, dan pembangunan tersendat justru karena peran DPRD yang kurang sesuai dengan kepentingan daerah. Untuk itu, ke depan DPRD perlu memberikan makna otonomi dalam konteks sebagai berikut.

Kedudukan DPRD tidak lagi menjadi bagian dari pemda tetapi sebagai badan yang memiliki wewenang strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Intervensi pemerintah pusat terbatas pada hal-hal tertentu, selanjutnya sehingga daerah diharapkan dapat lebih berperan dalam menentukan prioritas pembangunan. Peluang DPRD untuk menciptakan dan mendorong

Page 51: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

pembangunan demokrasi di daerah semakin terbuka. Kepentingan masyarakat dapat lebih diwadahi dan potensi daerah dapat dimanfaatkan secara lebih optimal.

Dalam hal ini, urusan murni pemerintah pusat, sebagaimana diatur dalam UU No. 32/2004 terbatas menyangkut enam bidang, yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Urusan di bidang lainnya, menjadi urusan yang dibagi bersama antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Urusan bersama ini , sebagaimana diatur dalam PP No. 38/2007 terdiri dari 31 bidang urusan pemerintahan yang setelah diklasifikasikan diturunkan menjadi 26 urusan wajib dan 8 (delapan) urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pelayanan dasar. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan yang ditentukan dan ditetapkan oleh pemerintahan daerah. Terkait batasan kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan dalam setiap urusan tersebut, juga telah diatur dalam lampiran PP No. 38/2007 tersebut.

Urusan Pemerintahan Daerah dalam PP No. 38/2007Urusan Wajib

1. pendidikan; 2. kesehatan;3. lingkungan hidup; 4. pekerjaan umum; 5. penataan ruang;6. perencanaan

pembangunan; 7. perumahan;8. kepemudaan dan

olahraga;9. penanaman modal;10. koperasi dan usaha kecil

dan menengah;11. kependudukan dan

catatan sipil;12. ketenagakerjaan;]13. ketahanan pangan;

14.[2.] pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

15. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;16. perhubungan;17. komunikasi dan informatika;18. pertanahan;19. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;20. otonomi daerah, pemerintahan umum,

administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

21. pemberdayaan masyarakat dan desa;22. sosial;23. kebudayaan; 24. statistik; 25. kearsipan; dan26. perpustakaan.

Urusan Pilihan

1. kelautan dan perikanan;2. pertanian;3. kehutanan; 4. energi dan sumber daya

mineral;

5. pariwisata;6. industri;7. perdagangan; dan 8. ketransmigrasian.

Untuk mewujudkan terciptanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) di daerah diperlukan berbagai instrumen, yaitu perda, kebijakan dan program berbasis kerakyatan, serta kualitas anggota DPRD yang mampu proaktif merancang kebutuhan masyarakatnya. Oleh karenanya, mendahulukan diri dan kelompok melalui peluang dan kewenangan yang dimilikinya merupakan hal yang tidak boleh terjadi.

Page 52: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Dengan otonomi, daerah diharapkan mampu dan mandiri dalam membiayai dirinya karena dana yang diperoleh dari pusat sangat terbatas. Pemda dituntut untuk selalu meningkatkan PAD, tetapi ini harus dalam konteks tidak menjadi beban aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. Peraturan daerah semacam pajak dan retribusi yang kurang produktif, tidak dilanjutkan lagi, diganti dengan peraturan yang dapat mendorong prakarsa masyarakat agar lebih produktif.

Terdapat kecenderungan bahwa pelaksanaan otonomi daerah relatif oleh banyak pihak justru memperluas praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ini sebagai akibat dari lemahnya komitmen DPRD dalam menggunakan kewenangannya. Di pPosisi tawar-menawar kuat yang dimiliki DPRD dalam kerangka akomodasi kepentingan rakyat masih banyak tidak dijalankan dengan baik tapi justru dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab tanpa menghiraukan kepentingan rakyat daerah. Demikian pula praktik politik uang bukan lagi rahasia, terutama dalam kerangka persetujuan RAPBD, Raperda yang diajukan pemerintah, ataupun momen politis dalam pertanggungjawaban tahunan dari Kepala Daerah (KDH), dimana banyak kalangan anggota DPRD terlibat di dalamnya. Artinya, fungsi pengawasan dari DPRD masih banyak yang belumtidak berlangsung sesuai dengan UU dan peraturan yang ada, tapi mengalami distorsi sedemikian rupa sehingga pemerintahan yang bersih sangat masih sulit diwujudkan.

4.2. DPRD sebagai pembentuk karakter politik pemerintahan dan pembangunan

Selain sSebagai wakil rakyat, DPRD menghadapi tantangan baru untuk menjadikan institusi ini sebagai agen perubahan. DPRD dituntut dapat Mmenciptakan iklim politik yang sehat dan untuk memberikan pemahaman bermakna pada masyarakat akan pentingnya kesadaran politik rakyat dalam mendukung dan mengoreksi kebijakan pemerintahan. Demikian pula dalam mendorong pemahaman bermutu pada rakyat terhadap pentingnya pembangunan daerah berdasarkan potensi yang dimiliki untuk, digali dan dimanfatkan secara bersama-sama.

DPRD memiliki nilai strategis yang sangat penting dalam mendorong demokratisasi di semua sektor kehidupan. Peran partisipasi aktif masyarakat diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sejalan dengan kewenangan yang dimiliki DPRD serta upayanya untuk dapat mengelola beragam kepentingan politik, sehingga dapat menjadikan DPRD sebagai agen perubahan.

Pasal 16 ayat 1 UU No. 22/1999 menyatakan bahwa DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan berdemokrasi berdasarkan Pancasila dan pelibatan rakyat dalam pembangunan daerah. UU No. 32/2004 ini memberikan kekuasaan yang sangat besar pada DPRD dalam hak, tugas dan wewenangnya. Ini hendaknya dimaknai sebagai peluang dan tantangan untuk melakukan perubahan-perubahan ke arah demokratisasi di daerahnya, dan bukan dilihat sebagai kesempatan untuk melakukan intervensi terhadap lembaga-lembaga pemerintahan lainnya.

Dalam menjalankan fungsi legislasi misalnya, DPRD dapat harus membuat perda-perda inisiatif dan sekaligus mendorong pemerintah untuk membuatmengajukan perda-perda yang berpihak kepada rakyat. Dalam kaitannya dengan tugas dan wewenangnya mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian

Page 53: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

kepala daerah, selain mendengar usulan fraksi-fraksi DPRD juga dapat mengadakan forum pertemuan dengan unsur-unsur masyarakat guna mendengarkan dan mempertimbangkan aspirasi sekaligus penilaian mereka terhadap calon-calon kepala daerah yang akan dipilih nantinya. Melalui cara ini, Sehingga diharapkan tidak terjadi lagi adanya kepala-kepala daerah yang didukung DPRD tetapi tidak dikehendaki rakyat. Untuk lebih mengefektifkan fungsi pengawasan, DPRD dapat menghidupkan hak penyelidikan sehingga pengawasan politik terhadap jalannya pemerintahan dapat diwujudkan.

Pembangunan daerah tidak akan berjalan bila sejumlah prasyarat tidak dipenuhi, terutama oleh para penyelenggara pemerintahan di daerah yaitu pihak legislatif dan eksekutif di daerah. DPRD bersama pemda (eksekutif) hendaknya memfasilitasi segala bentuk kegiatan di daerah.

Dalam, terutama di bidang perekonomian,. Kkegiatan ekonomi jangan diartikan semata-mata sebagai sumber PAD tetapi sebaiknya diterjemahkan sebagai upaya untuk mengajak masyarakat daerah maupun luar daerah untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi daerah. pengaturan sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, pembagian pendapatan dari kekayaan alam, pajak dan retribusi, merupakan sebagian cara untuk mewujudkan itu, selain mendorong kegiatan investasi, serta menggerakkan kegiatan ekonomi lintas daerah dan lintas nasional. Beberapa fasilitas kemudahan hendaknya diadakan, misalnya, fasilitas perijinan usaha, perpajakan, dan kemudahan untuk menggunakan sarana dan prasarana serta sumber daya daerah (tanah, hutan, tambang, dan lain-lain) dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

Semua pemanfaatan potensi daerah harus diatur dalam perda sebagai jaminan adanya perlindungan terhadap kegiatan usaha dan pengembangannya., jika Tanpa payung regulasi yang jelas dan tegas, tidak upaya pemanfaatan dapat berubah menjadi penyalahgunaan. Tugas DPRD selanjutnya adalah mengawasi jalannya perda-perda di bidang perekonomian tersebut.

Selanjutnya, beberapa pemahaman dan tindakan yang perlu ditampilkan DPRD dalam mendukung pembangunan daerah yang lebih bertanggung jawab. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah:

1. memahami secara benar filosofi dan prinsip pembangunan di era otonomi daerah, baik yang terkait dengan potensi yang dimiliki daerah maupun posisi daerah dalam lintas pembangunan regional dan nasional.

[2.] memahami secara baik dan benar tentang penerapan secara menyeluruh mengenai pemerintahan yang baik, yaitu: adanya partisipasi masyarakat, penegakan hukum, transparansi, peningkatan daya tanggap, kesetaraan, memiliki visi yang jauh kemasa depan, efektivitas, efisiensi, profesionalitas, akuntabilitas, dan kemampuan pengawasan yang baik.

[3.] memahami dan mampu melaksanakan tugas, fungsi, kewajiban, dan tanggung jawabnya sesuai yang digariskan dalam peraturan perundang-undanganUU No. 22/1999 tentang Pemda, agar seluruh pola pikir dan tindak yang dilakukan dalam mendukung pembangunan daerah dapat lebih optimal dan sesuai dengan koridor hukum.

2.[4.] memahami masalah daerah dan memuat peta pembangunan yang berbasis kerakyatan berdasarkan kondisi, aspirasi, tuntutan, dan kebutuhan prioritas

Page 54: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan semua pihak dalam mendukung setiap proses pemerintahan dan pembangunan.

Sebagai institusi yang mewakili beragam aspirasi masyarakat, DPRD hendaknya membuka ruang komunikasi politik secara luas dengan seluruh unsur masyarakat di daerahnya. Komunikasi yang intensif dan terarah akan melahirkan kesadaran politik masyarakat. Serta mMemberikan pemahaman akan pentingnya kesadaran politik sama artinya dengan menempatkan masyarakat dalam posisi sebagai mitra. Dalam prinsip ketatapemerintahan yang baik, masyarakat adalah mitra pemerintah dan DPRD dalam membangun daerahnya, dan bukan semata-mata obyek pembangunan. Sebagai mitra yang dengan kesadaran politik yang baik, maka masyarakat akan tahu kebijakan-kebijakan mana yang harus didukung dan mana pula yang perlu dikoreksi.

Adanya iklim politik yang sehat akan mendukung peran DPRD sebagai pembentuk karakter politik di daerahnya. Ini bisa dilakukan, Aantara lain, dengan cara mengajak serta elemen-elemen masyarakat berpartisipasi aktif melalui fungsi dan peran yang dimiliki masing-masing. Sebagai bagian dari pelaku-pelaku politik di daerah, DPRD hendaknya melibatkan individu maupun lembaga yang memiliki pengaruh besar di masyarakat dalam merumuskan kebijakan-kebijakan. Tokoh-tokoh masyarakat, adat, dan agama adalah sebagian dari individu-individu yang dapat memberi kontribusi melalui masukan dan kritik terhadap pemda dan DPRD. Selain itu, dangkan LSM, ormas, dan partai politik akan selalu mencermati dan kritis terhadap pelaksanaan peran dan fungsi serta kinerja DPRD dalam membangun kebijakan dan pelayanan pemdapublik. Jika komunikasi seperti ini dilakukan terus-menerus secara berkesinambungan, maka proses pembangunan demokrasi di daerah dapat segera terwujud sebagaimana yang dicita-citakan.

Mencermati berbagai hal yang terjadi di daerah, memang banyak hal yang menjadi kecenderungan dan permasalahan umum pembangunan di daerah, terutama yang terkait dengan kondisi sosial yang perlu ditanggapi melalui pendekatan pembangunan. Untuk mendukung aspek-aspek pembangunan yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa alternatif pendekatan pembangunan yang dapat didorong oleh DPRD ke arah yang lebih baik untuk dilakukan oleh pemerintah daerah dalam merespon kondisi faktual yang berkembang.

Penguatan pelaksanaan desentralisasi pemerintahan dan pembangunan yang dapat menjamin hak-hak dasar masyarakat daerah harus dilakukan. dalam berbagai aspek, sehingga aAspirasi masyarakat bawah harus dapat terserap dan diangkat menjadi permasalahan utama dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan untuk berbagai dimensi, baik itu politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Terkait dengan ini, juga upaya debirokratisasi dan deregulasi di tingkat pemerintahan lokal butuh dilakukanterus dikaji dan diperbaiki untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam mencapai keberhasilan sebuah kebijakan, agar pelayanan yang diberikan kepada masyarakat memang diyakini berlangsung efektif dan efisien.

Peningkatan kemampuan kelembagaan atau organisasi pembangunan sektoral perlu dioptimalkan. Hal ini mencakup peningkatan kemampuan dalam formulasi kebijakan dan perencanaan, transfer teknologi dan pengembangan kemampuan, khususnya kemampuan untuk memberikan pelayanan secara tepat dan

Page 55: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

tepat, serta menumbuhkan peranan sektor swasta dan lembaga swadaya masyarakat.

Upaya peningkatan kualitas SDM hendaknya harus dilakukan pada semua lini aktivitas masyarakat, baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal. Ini dapat dan dilaksanakan dalam melalui berbagai paket-paket pelatihan, penyuluhan, dan bimbingan keterampilan. Guna menjamin SDM yang berkualitas tersebut dapat bermanfaat, maka harus diciptakan prakondisi yang memungkinkan Di samping itu, juga perlu penekanan pada pemahaman konsep dalam kerangkalahirnya bisnis kemitraan antar semua elemen dan lapisan sosial masyarakat. Upaya ini bisa dilakukan dengan Konsep ini harus mampu menjamin ketersediaan lahan dan sumber daya alam lainnya guna menampung tenaga kerja yang telah disiapkan. Prakondisi lainnya yang juga butuh disiapkan adalah upaya Demikian pula, konsep ini perlu menjamin kesinambungan suplai komoditi yang dibutuhkan dalam pengembangan kreatifitas masyarakat. Oleh karena itu, Selanjutnya pelatihan-pelatihan di bidang perdagangan barang, jasa, dan pengetahuan tentang pembentukan jaringan bisnis yang bersifat kemitraan sangat penting perlu pula dikembangkan, guna menjaga hubungan yang harmonis antara semua pelaku ekonomi daerah.

DPRD perlu memperkuat dan meningkatkan prakarsa di tingkat lokal sehingga dapat mendorong dan meningkatkan kemampuan berusaha yang berbasis kerakyatan bagi tumbuh dan berkembangnya ’local enterpreneurship’ atau pengusaha lokal yang kuat. Upaya membangkitkan kembali koperasi dan permodalan dapat dilakukan untuk menumbuhkan usaha swadaya masyarakat. Namun demikian, upaya ini harus menghindari adanya, tetapi dengan catatan tidak memberikan beban baru bagi masyarakat miskin yang masih banyak tersebar di berbagai daerah.

Kebijakan dasar program-program pembangunan (dalam arti luas) yang dirumuskan DPRD perlu diorientasikan kepada mata pencaharian utama yang digeluti masyarakat di suatu daerah, sehingga ke depan dapat menjadi basis keunggulan daerah. Intinya, setiap metode penentuan proyek pembangunan harus sesuai dengan keunggulan wilayah dan kapasitas masyarakat setempat agar potensi yang terdapat di setiap daerah dapat dieksploitasi dimanfaatkan secara proporsional. Pada gilirannya, , yang pada gilirannyaini diharapkan akan menciptakan situasi saling ketergantungan (interdependen) dan keseimbangan ekonomi antar daerah.

Untuk Dalam kerangka perencanaan pembangunan, semua kondisi yang dijelaskan di atas diharapkan mampu menemukan kesetaraan politik, sosial, dan ekonomi masyarakat untuk memperoleh kesempatan yang sama dan peningkatan kesejahteraan yang lebih adil dan lebih maju. Upaya meraih kesemua hal tersebut, secara strategis membutuhkan peran DPRD sebagai pembentuk karakter politik pemerintahan dan pembangunan.

4.3. Batas-batas fungsional antara DPRD dan lembaga pemerintahan lainnya

Sebagai lembaga politik, DPRD memiliki tugas-tugas yang hanya terbatas pada dimensi-dimensi tertentu. Tugas yang dimaksud adalah legislasi, keuangan, pengawasan pemerintahan dan pembangunan serta perannya sebagai wakil rakyat yang menampung aspirasi dan menindaklanjutinya. Hal inilah yang penting

Page 56: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

dikomunikasikan secara terus-menerus pada masyarakat agar mereka memahami tugas-tugas utama DPRD, serta hubungan kerja, koordinasi dan tanggung jawab yang ada pada DPRD. Demikian pula dengan hubungan kerja dan koordinasinya DPRD dengan lembaga-lembaga pemerintahan daerah maupun dalam kerangka hubungan dengan lembaga-lembaga lain seperti LSM, ormas, dan lain-lain secara luas.

Berdasarkan kondisi tersebut, maka setiap anggota DPRD wajib mengetahui, memahami serta melaksanakan kewajiban sebagai tugas yang diamanatkan padanya dan. Demikian pula berhak memperoleh hak sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Sumber referensi dari kewajiban dan hak anggota DPRD telah diatur dengan baik di dalam UU No. 2232/19992004 dan UU No. 27/2009.

Fungsi, Hak, Tugas dan Wewenang DPRD (UU No. 32/2004 dan UU N0. 27/2009)Fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasanTugas dan Wewenang

a. membentuk perda;b. membahas dan memberikan persetujuan raperda mengenai APBD

yang diajukan oleh pemda;c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan APBD;d. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian kepala daerah

dan/atau wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Mendagri;e. memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan;f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemda terhadap

rencana perjanjian internasional di daerah;g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional

yang dilakukan oleh pemda;h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;i. memberikan persetujuan rencana kerja sama dengan daerah lain atau

dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangundangan; dank. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan.Hak DPRD a. interpelasi;

b. angket; c. menyatakan pendapat.

Hak Anggota DPRD

a. mengajukan rancangan peraturan daerah provinsi;b. mengajukan pertanyaan;c. menyampaikan usul dan pendapat;d. memilih dan dipilih;e. membela diri;f. imunitas;g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;h. protokoler; dani. keuangan dan administratif.

Adapun tugas dan wewenang yang dimaksud adalah:[1.] Memilih kepala daerah (gubernur, bupati/walikota dan wakil-wakilnya).

Selanjutnya dalam revisi UU No. 22/1999 akan disepakati pilihan langsung (gubernur, bupati/walikota dan wakil-wakilnya) oleh rakyat, sehingga ke depan tugas ini tidak akan ada lagi dalam DPRD.

Page 57: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

[2.] Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah (gubernur, bupati/walikota dan wakil-wakilnya) sebelum revisi UU No. 22/1999 disetujui oleh DPR-RI.

[3.] Bersama kepala daerah menetapkan APBD.[4.] Melaksanakan pengawasan terhadap hal-hal sebagai berikut:

[a.] Perda dan peraturan lainnya.[b.] Pelaksanaan keputusan kepala daerah.[c.] Pelaksanaan APBD.[d.] Pelaksanaan kerjasama.[e.] Pelaksanaan kebijakan dan program penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan.[5.] Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah terhadap

rencana perjanjian kerjasama.[6.] Menampung aspirasi masyarakat daerah.

Selanjutnya hak DPRD diatur dalam Pasal 19 UU No. 22/1999. Selain itu, anggota DPRD juga memiliki hak khusus sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 UU No. 22/1999 yaitu mengajukan pertanyaan, protokoler dan keuangan/administrasi.

Sementara itu jJika dikaji lebih jauh, peran DPRD sebagaimana yang diatur dalam UU peraturan perundang-undangan cukup luas, terutama dalam konteks perannya sebagai wakil rakyat. Untuk itu, DPRD sebagai lembaga eksekutif daerah hendaknya menjadi sumber inisiatif, ide, gagasan, dan konsep pembangunan daerah yang secara optimal dapat dituangkan dalam peraturan daerah sebagai acuan dasar dalam memajukan pemerintahan dan pembangunan ke arah yang lebih baik.

Untuk menjalankan (implementasi) perda, dapat dibuat keputusan peraturan kepala daerah yang merupakan kewenangan penuh dari kepala daerah. Pembuatan keputusan peraturan kepala daerah tidak memerlukan persetujuan DPRD. Meskipun demikian, bila dipandang perlu, kepala daerah dapat berkonsultasi dengan DPRD. Ssebab konsekuensi dari peraturankeputusan kepala daerahtersebut akan menjadi bahan dipertanggungjawabkan kepala daerah di hadapan DPRD.

Dalam hal penyusunan anggaran keuangan daerah, banyak dialami hambatan dan tantangan sehingga perlu dikelola dengan baik. Seperti aAlokasi untuk anggaran DPRD, misalnya, seringkali menjadi titik konflik kepentingan antara DPRD dengan Pemda. Bahkan, di banyak tempat, pihak DPRD menghendaki anggaran seimbang antara DPRD dan pemda. Ini tentunya tidak proporsional karena , padahal anggaran yang dikelola oleh pemda harus mencakup untuk semua kegiatan pembangunan daerah. Inilah yang perlu dicermati oleh pihak DPRD agar gagasan-gagasan yang diusulkan tidak kemudian menghambat gerak laju penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Selanjutnya untukPada konteks pengawasan, DPRD perlu melakukan dengan kontrol politik yang bersifat strategis (oversight), bukan pengawasan teknis dan administratif. , sebab DPRD adalah lembaga politik sehingga arah pengawasan dapat diarahkan pada sejauhmana pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah mencapai hasil yang diharapkan dalam RPJP, RPJMD, dan RKPD. Dalam praktiknya, seringkali pelaksanaan pengawasan oleh DPRD menjadi titik konflik karena DPRD masuk kepada hal-hal yang bersifat teknis-adminsitratif yang sebenarnya bukan merupakan tugas dari DPRD. Wilayah pengawasan ini, dalam struktur tata pemerintahan daerah sudah menjadi tugas dan wewenang dariKarena selain

Page 58: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

lembaga DPRD, terdapat institusi/lembaga lainnya yang bertugas mengawasi persoalan teknis dan administratif, yaitu: (1) Satuan pengawas internal seperti, inspektorat provinsi dan inspektorat kabupaten/kota, (2) Satuan pengawas eksternal seperti BPK, BPKP, KPK, akuntan publik, dan lain-lain.

Bertolak dari kenyataan UU yang relatif menempatkan kKedudukan DPRD yang cukup kuat sebagaimana yang telah diuraikan luas dimuka, ada juga membuka kecenderungan telah dan akan terjadi dominasi bahan legislatif daerah terhadap pemda. Jika dominasi ini terus berlangsung, maka keputusan-keputusan pemerintah daerah akan selalu sarat dengan nuansa politik yang tidak sehat. Potensi negatifnya adalah bahwa Sehingga keputusan penyelenggara pemerintahan dan pembangunan daerah yang ada bisa kurang memperhatikan aspek profesional, efektivitas dan efisiensi, teknis, dan hukum-administratif.

Untuk itu, peran serta masyarakat untuk mendorong terciptanya penyelenggaraan pemerintahan dan, pembangunan, dan kemasyarakatan sangat penting sebagai konsekuensi dari upaya menempatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan itu sendiri. Namun, kontrol dari masyarakat dalam kerangka pengawasan pembangunan senantiasa perlu dilaksanakan dan disalurkan secara proporsional, terarah, dan bertanggung jawab. Dengan demikian kesalahpahaman akan senantiasa dapat dihindari dan obyektivitas tuntutan masyarakat dapat dipertanggungjawabkan secara logis.

Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPRD merupakan salah satu wahana untuk pmenyerap dan menyampaikan aspirasi masyarakat untuk ditindaklanjuti. Sesuai dengan mekanisme yang berlaku, DPRD berkewajiban memfasilitasi dan menindaklanjuti aspirasi dari masyarakat, organisasi maupun dari berbagai kelompok lainnya. DPRD dalam hal ini dapat melakukannya dengan berbagai mekanisme, antara lain:seperti Mmelalui rapat dengar pendapat, dialog, kunjungan kerja lapangan, saluran-saluran alternatif untuk menyerap aduan dan pendapat publik (saluran telpon, sms, e-mail, website, blog, dan sebagainya), surat atau hasil kajian, rekomendasi, persetujuan, dan lain-lain untuk diakomodasi dalam peraturan daerah atau ditindaklanjuti dalam bentuk kebijakan dan program pembangunan.

Satu hal yang sangat perlu dipahami oleh semua pihak adalah bahwa, penyampaian aspirasi masyarakat ke DPRD akan berjalan sangat efektif apabila masyarakat mengerti dan memahami kedudukan, wewenang, tugas dan hak DPRD itu sendiri. Oleh sebab itu, DPRD perlu aktif menyosialisasikan tugas-tugas dan hak politiknya kepada masyarakat luas. Demikian pula, pihak DPRD akan sangat efektif melaksanakan tugas-tugasnya jika peka dan aktif merespon setiap dinamika kehidupan masyarakat.

Page 59: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

BAB VMenjembatani dan Mengelola

Berbagai Kepentingan Politik Publik

Rahmi Yunita

Tugas Para wakil rakyat adalah pada intinya memang harus memperjuangkan kepentingan rakyat. Di dalam DPRD dituntut mampu mengelola dan menjembatani, bermuara berbagai kepentingan politik untuk yang harus diakomodasikan sebaik mungkin dalam bentuk kebijakan publik yang paling elementer di daerah, yaitu perda. Perda adalah salah satu produk hukum pemerintahan daerah. dalam struktur peraturan perundang-undangan Indonesia dan mengikat seluruh pihak di daerah. karena Oleh karena itu, kemampuan DPRD adalah jembatan bagi berbagai kepentingan politik dalam menentukan kebijakan di daerah ini, kemampuan untuk mengelola kepentingan-kepentingan yang berkembang di daerah menjadi sangat penting.

Dalam tradisi demokrasi yang telah mapan, sudah terdapat pranata yang berkembang dalam kehidupan berpolitik masyarakat yang dapat membantu wakil-wakil rakyat melakukan tugasnya, misalnya tuntutan yang efektif akan keterbukaan informasi, persaingan yang terbuka dari berbagai kepentingan, serta akuntabilitas pertanggungjawaban publik dalam bidang hukum dan etika. Di negara demokrasi muda seperti Indonesia, hal ini masih harus dibangun., dan kKondisiteks ini melipatgandakan tantangan bagi para anggota DPRD terpilih.

5.1. DPRD sebagai wakil semua

Dalam sejarahnya, pemerintahan perwakilan lahir ketika masyarakat memutuskan untuk menyerahkan sebagian urusannya kepada sebagian kecil orang. Ketika demokrasi lahir, lembaga pemilu berkala yang jujur dan adil dipercaya sebagai instrumen untuk menentukan siapa sebagian kecil orang yang diminta mengelola kepentingan publik ini. Dalam perkembangannya, kendati berbagai bentuk demokrasi pun lahir, mereka berakar dari dua model ekstrem di bawah ini:

Demokrasi parlementer Model westminster Diawali oleh Inggris

Demokrasi presidensial Model pemisahan kekuasaan

Diawali Presidensialisme AS

Bila pPada model parlementer, perdana menteri adalah pemimpin pemerintahan sekaligus anggota parlemen., Sedangkan model demokrasi presidensial mengandalkan sistemnya pada adanya dua lembaga pemerintahan yaitu

1 2

Page 60: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

eksekutif yang menjalankan pemerintahan dan lembaga perwakilan yang menetapkan kebijakan dan mengawasi pelaksanaannya.

Amandemen UUD 1945, yang telah dilakukan empat tahap, mengantarkan Indonesia pada pemurnian model pemisahan kekuasaan ini., Salah satunya adalah dengan menggariskan bahwa Presiden Republik Indonesia dipilih secara langsung dalam pemilu. Dengan demikian, presiden mendapatkan legitimasi demokratis langsung dari rakyat dan tidak dapat dijatuhkan dengan alasan politis oleh lembaga perwakilan, seperti pengalaman kejatuhan Presiden Abdurrahman Wahid.

Mengikuti mekanisme rekruitmen kepala eksekutif tingkat nasional ini, UU No. 2232/20034 juncto UU No. 12/2008 mengisyaratkan mempertegas bahwa pilihan kepala daerah pun akan dilakukan dengan mekanisme yang sama, yaitu pemilihan langsung. Kepala daerah tidak lagi dipilih oleh DPRD. Pasal 18 ayat 1 UU No. 22/1999 menggariskan bahwa salah satu tugas dan wewenang DPRD adalah ”memilih gubernur/wakil gubernur, bupati /wakil bupati dan walikota/wakil walikota”. Fungsi ini sudah terhapus ketika UU No. 22/2003 disahkan.

Dalam konteks baru ini, bagaimana seharusnya peran DPRD?

Dengan menguatnya lembaga eksekutif di daerah ini, maka peran lembaga legislatif di daerah pun bergeser, dari berhak untuk ”meminta pertanggungjawaban gubernur, bupati/walikota” menjadi lembaga untuk memastikan check and balance. Dalam konteks pertanggungjawaban kepala daerah, maka wewenang DPRD kini terbatas pada permintaan keterangan laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah. Kepala eksekutif telah mendapatkan mandatnya sendiri secara terpisah untuk memerintah, dan memajukan sebuah agenda kebijakan seperti yang dikampanyekan dalam platform-nya, sebagaimana akan dituangkan dalam RPJMD yang akan berlaku selama lima tahun (satu periode kepemimpinan daerah).

Selain memiliki perimbangan mengimbangi kewenangan anggaran dari cabang terhadap eksekutif, DPRD bertugas hadir sebagai wakil rakyat untuk menyusun legislasi daerah (perda) serta mengawasi pelaksanaannya oleh eksekutif. Di sisi lain, lembaga eksekutif memiliki kewenangan menerjemahkan kehendak legislatif sebagaimana tertuang dalam perda melalui berbagai produk kebijakan eksekutif seperti peraturan kepala daerah yang nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada DPRD.biasanya memiliki kekuatan veto yang mengimbangi lembaga legislatif. Hubungan saling membutuhkan sekaligus dapat ”saling menyandera” inilah semangat dari prinsip pemisahan kekuasaan dalam demokrasi presidensial.

Sebagai lembaga politik yang bersifat kolegial, beranggotakan banyak orang, dapat dipahami bahwa DPRD tidak monolitik (tunggal/seragam). Artinya, DPRD adalah arena yang mencerminkan berbagai preferensi politik yang beragam. Dinamika dalam DPRD sendiri akanadalah mencerminkan berbagai aspirasi masyarakat yang menuntut diakomodasisuarakan dalam pengambilan kebijakan daerah. Meski Juga ketika kita menyadari bahwa tidak semua komponen masyarakat terwakili dalam DPRD (karena tidak semua suara dalam pemilu teralokasikan menjadi kursi), usai pengukuhan anggota DPRD, lembaga ini hakekatnya telah menjelma menjadi lembaga perwakilan rakyat.

Page 61: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Konsekuensinya, Kkita tidak lagi dapat mempersoalkan apakah masyarakat yang mengadu di gedung DPRD adalah bukan bagian dari golput alias dengan satu atau lain alasan (tidak memberikan suaranya pada pemilu) lalu. Kita juga tidak lagi dapat menyoal bahwa sebagian dari masyarakat di daerah pemilihan kita tertentu bukanlah konstituen kita. Setelah pemilu usai, wakil rakyat harus berhadapan dengan publik daerah secara keseluruhan yang sedapat mungkin suaranya harus dikelola dapat terwakili demi legitimasi produk-produk politik kebijakan di daerah.

Maka iIni mengarahkan kita pada hal penting yaitu bahwa yang harus digarisbawahi adalah hubungan antara anggota DPRD dengan dan masyarakat tidak berhenti ketika yang bersangkutan terpilih. Justru sebaliknya, hubungan perwakilan ini justru ”baru dimulai” tepat ketika anggota DPRD terpilih. Usai pemilu, DPRD berubah dari wakil pemilih menjadi wakil semua.

5.2. Mengidentifikasi pelaku-pelaku politik utama

Politik menjadi arena dimana tempat sumber daya yang terbatas yang dikelola pemerintah harus dialokasikan. Dalam konteks itulah, maka terjadilah pertarungan antara berbagai aktor politik di daerah. dalam demokrasi mapan, partai-partai politik secara umum mengidentifikasi dirinya dengan kecenderungan kebijakan tertentu, misalnya apakah itu cenderung pro pasar atau cenderung mengutamakan agenda-agenda kesejahteraan sosial. Ini tidak saja merupakan respons terhadap ’pasar politik’ (kecenderungan) pemilih, namun lebih dari itu merupakan terjemahan ideologis dari para aktivis partainya.

Indonesia memiliki konteks yang sedikit berbeda. Perebutan alokasi sumber daya masih jarang mempersoalkan strategi kebijakan namun lebih dimaksudkanterjebak sekedar untuk ’bagi-bagi rejeki’ di antara pejabat publik. Situasi transisional, yang sering dimana mengakibatkan penegakan hukum belum sepenuhnya terjadi, ini membuat situasi pembangunan politik di Indonesia, termasuk di daerah menjadi rumit. Tidak ada yang memungkiri bahwa praktek korupsi, termasuk di dalamnya adalah korupsi politik –korupsi dengan pemanfaatan jabatan-, merupakan masalah besar dari yang pada dasarnya menentukan perilaku politik pejabat daerah, termasuk pada masa lima tahun pertama reformasi. Kendati rumitdemikian, bab ini berusaha tidak mengabaikan keduanya, baik kontek demokrasi yang dewasa dan ideal harus terus disandingkan dengan tantangan faktual maupun konteks Indonesia yang sedang menata demokrasinya.

Selalu ada pihak-pihak yang lebih diuntungkan dan kurang diuntungkan, bahkan dirugikan, dalam pilihan kebijakan yang ditempuh pemerintah daerah dan DPRD. Karena itu, bersikap mawas terhadap berbagai pelaku-pelaku politik ini akan membantu DPRD mengantisipasi pelanggaran-pelanggaran hukum dan etika yang dapat terjadi. Berikut ini digambarkan pembagian pelaku-pelaku politik yang ada dalam sistem demokrasi pembagian kekuasaan (presidensial) dan kontekstualisasinya di Indonesia.

1. Kepala eksekutif/kepala daerah (walikota/bupati)Kepala daerah, secara ’rasional’, memiliki kepentingan untuk terpilih

kembali dalam pemilu berikutnya sehingga cenderung untuk berusaha untuk memberikan kesan yang terbaik di mata masyarakat pemilih. Selain itu, ada juga

Page 62: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

kecenderungan kepala daerah untuk menorehkan sejarah sebelum meletakkan jabatan (vouloir conclure). Ini bisa berwujud pembangunan sebuah proyek raksasa dan prestisius yang lebih sering bersifat fisik daripada mental agar karena yang terakhir ini tidak mudah dilihat hasilnya dalam waktu singkat. Pada fenomena ini ada resiko sumber daya masyarakat dihamburkan untuk proyek-proyek mercusuar yang mahal tapi tidak banyak berguna.

Namun kepentingan yang ’rasional’ di atas memang sering tidak permanenmengemuka. Kkarena kepala eksekutif daerah merupakan posisi yang lazimnya dibatasi kesempatannya untuk dapat terpilih kembali., kKadang-kadang pada masa jabatan terakhir, kepala eksekutif daerah kehilangan minat lagi untuk menunjukkan kinerja dan terperangkap dalam fenomena lame duck (bebek lumpuh) karena tidak ada insentif lagi untuk tampil prima. Sehingga pPada fenomena ini, masyarakat akan memiliki pemimpin yang tidak efektif namun tidak dapat dijatuhkan.

Fenomena lainnya, Ddalam situasi dimana penegakan hukum yang lemah, posisi kepala eksekutif sering dijadikan kendaraan untuk melakukan akumulasi kapital modal sebanyak-banyaknya yang pada gilirannya digunakan untuk mendapatkan kekuasannya yang lebih besar lagi, misalnya berkampanye pada pemilu jabatan publik yang lebih tinggi atau mempersiapkan lahan ekonomi selepas menjabat.

2. Lembaga perwakilan (DPRD)Sekali lagi, sSebagai lembaga yang kolegial dan , DPRD tidaklah monolitik,

DPRD dan justru bersandar pada keberagaman perbedaan pendapatlah yang didorong sehingga terdapat lebih dari satu usulan solusi untuk permasalahan daerah tertentu. Dinamika politik ini dapat menjadi ruang ’adu populer’ bagi DPRD di depan masyarakat dan menyediakan insentif bagi anggota DPRD dan partai politik untuk mencoba berlomba mewakili kepentingan masyarakat dengan, lebih baik daripada yang lain.

Namun, dengan kewenangan yang dimilikinya, anggota DPRD sering tergoda menggunakan kedudukannya untuk menggalang dana, baik untuk kepentingan pribadi maupun terutama karena tuntutan dari partai politik masing-masing yang harus mengumpulkan dana kampanye. Kepentingan ini akan berkelanjutan bila UU Pemilu dan UU Parpol di Indonesiayang ada tidak tegas mengatur pendanaan partai. Padahal, hingga kini terus mendorong praktek ini sementara penegakan hukum dan akuntabilitas partai politik belum bisa didorongmasih lemah.

Dalam konteks daerah, terbatasnya keterbukaan informasi dan, lemahnya media massa di daerah membuat kepentingan DPRD untuk ’bertarung’ dan berlomba berebut popularitas pemilih dengan cara memperdebatkan kebijakan publik ini menjadi tidak signifikan. Karena ada sedikit saja iInsentif untuk populer dan dekat di ’hati’ rakyat sering dinilai tidak cukup sehingga bahkan menimbulkan masih ada keengganan. untuk mengambil posisi populer di antara anggota yang lain, Ironisnya, maka trend yang lahir justru adalah ’korupsi berjamaah’, baik dalam kepentingan keuangan langsung maupun dalam pembuatan kebijakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya.

Page 63: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

3. Partai politik (parpol)Parpol lahir untuk memperjuangkan agenda politik tertentu. Karena itu,

parpol berkepentingan untuk duduk dalam lembaga politik di daerah, baik legislatif maupun, bila memungkinkan, kepala eksekutif. Salah satu orientasi parpol adalah menggapai kekuasaan agar dapat menjalankan agenda-agenda politiknya sesuai dengan preferensi pemilihnya.

Jika berkuasanya sebuah partai menandai corak kebijakan tertentu di demokrasi mapan, di Indonesia masih perlu waktu lagi sampai partai politik dapat merumuskan agenda politiknya dengan tajam dan jelas, menyampaikannya dalam kampanye secara relatif kontras dengan partai lain (perbedaan program dan strategi), dan membawakannya menjalankannya dalam pemerintahan.

Namun, Selama orientasi parpol bukan melulu masih dianggap sebagai kendaraan menggapai kekuasaan untuk mengartikulasikan kepentingan pemilihnya. , dengan kekuasaan berarti akses pada sumber daya keuangan baik secara etis maupun tidak etis, maka agak sulit memastikan masa depan politik yang akan membawa kebijakan yang lebih baik bagi daerah. Parpol juga memiliki tanggungjawab dalam melakukan fungsi-fungsi sosialiasi politik, agergasi kepentinga, serta pendidikan politik. Dalam hal ini, sebagian besar parpol yang ada bahkan dapat dikatakan tertatih-tatih menjalankan fungsi pendidikan politiknya, termasuk secara spesifik mengkader calon-calon pemimpin daerah yang bertanggung jawab dan memiliki jiwa kepemimpinan yang dapat membawa daerah ke masa depan yang lebih baik di tengah kompetisi global.

Dalam jangka lebih panjang, paling tidak melalui penegakan hukum dan kedewasaan politik dari pemilih, yang diharapkan dapat perlahan-lahan menggeser trend ini. Jalan radikal yang dapat ditempuh adalah mereformasi UU Parpol dan UU Pemilu secara terus menerus agar lebih kian dekat dengan kepentingan masyarakat di daerah. Pilihan radikalnya, meski akan sangat sulit jika bukan malah mustahil, boleh jadi adalah dengan membolehkan hadirnya partai-partai lokal untuk terjun dalam pemilu di daerah, seperti yang telah diberlakukan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dalam rangka otonomi khusus. Opsi lain yang bisa dipilih adalah merevitalisasi struktur parpol-parpol nasional yang ada di tingkat lokal (setara dengan propinsi atau kabupaten/kota) agar lebih sensitif terhadap kepentingan daerah. Apapun pilihannya, targetnya adalah membangun iklim Dengan kompetitifsi yang lebih keras dalam ’memikat’ hati pemilih sehingga diharapkan, budaya politik dari partai politik mungkin akan bergeser menjadi lebih akuntabel.

4. Masyarakat sipilMasyarakat sipil dapat diwakili dengan oleh pelbagai asosiasi

(perkumpulan) yang ada di dalamnya, baik itu LSM, organisasi berbasis masyarakat, ataupun asosiasi profesi. Berbagai ormas kelompok ini memiliki misi untuk memberdayakan masyarakat, menguatkan kapasitas partisipasi mereka dalam pembangunan, ataupun menggalang kekuatan untuk melakukan advokasi kebijakan.

Lagi-lagi, karena desentralisasi dalam tata pemerintahan tidak dapat sesegera mungkin diikuti dengan desentralisasi ormas (yang berskala nasional),

Page 64: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

maka ormas pun rata-rata gagap berinteraksi dengan pemda yang masih meraba-raba. Di sisi lain, organisasi massa yang berbasis warga, adat, agama, maupun agama yang berbasis profesi sekalipun, lebih banyak yang merupakan warisan dari masa pra reformasi dan tidak memiliki sumber daya untuk berlanjut secara mandiri. Banyak di antara organisasi kemasyarakatan ini justru tergantung dari negara, yang sebagaian adalah imbas dari struktur politik masa Orde Baru yang sangat berkepentingan melakukan pengendalian aktivitas ormas. LSM yang diharapkan dapat menjadi pendobrak kebuntuan ini juga banyak yang terjebak pada skema ketergantungan, baik kepada pemerintah (LSM ’Plat Merah’) ataupun kepada lembaga donor asing.

Walhasil, fenomena yang gampang dilihat di daerah adalah ormas memburu proyek-proyek pemerintah daerah. Hanya dengan ikhtiar keras ormas-ormas yang lebih bertanggung gugat maka citra ormas ini bisa digeser dan diperbaiki, utamanya di mata pejabat publik di daerah yang kepalang skeptis dengan keberadaan ormas ini.

5. Sektor swastaSektor swasta adalah pihak-pihak yang berkepentingan untuk kebijakan

ekonomi yang kondusif bagi perkngembangan bisnisnya. Dalam hal ini, seluruh bagian dunia memiliki pengalaman mirip, bahwa pemain bisnis tidak segan-segan menempuh berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Kepentingan seperti ini tentu saja harus dipahami namun harus dikelola kemanfaatan bisnisnya bagi kemaslahatan masyarakat luas.

Dalam konteks negara-negara demokrasi baru, biasanya korupsi politik marak dalam hal favoritisme kontrak proyek pemerintah karena absennya lemahnya prosedur standar lelang beserta pengawasannya. Tak jarang yang terjadi adalah praktek kolusi antara pemerintah dan pengusaha yang berakibat pada ekonomi biaya tinggi dan kompetisi bisnis yang tidak sehat. Pengaturan dan pengawasan, dengan demikian, Prosedur ini seharusnya ditegakkan untuk memastikan proses kompetisi yang sehat dan tercapai efektivitas dan efisiensi dalam mengelola sumber daya bagi kemanfaatan masyarakat.

Kembali ke konteks Indonesia, lagi-lagi kepentingan politik para aktor yang terlibat lebih banyak berurusan dengan korupsi. Karena itu, dalam konteks pertarungan kepentingan daerah, yang sering terjadi justru kolusi dan situasi saling melindungi karena masing-masing ”memegang kartu as” dari yang lainnya. Tanpa diseminasi dan replikasi praktek penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang sudah mulai dirintis daerah tertentu, demokrasi di daerah tidak akan terwujud. Resikonya adalah turunnya kepercayaan yang menerus dari masyarakat, rendahnya kepemilikan masyarakat pada hasil-hasil pembangunan, dan legitimasi yang rendah terhadap keberadaan pemerintahan demokratis itu sendiri.

BIROKRASI. Bila di banyak demokrasi maju birokrasi adalah mesin netral yang mengabdi pada pilihan kebijakan yang diambil politisi, tidak demikian halnya tradisi pada demokrasi muda yang mewarisi budaya KKN. Di Indonesia, kepentingan-kepentingan penguasaan sumber daya merupakan isu ’hidup-mati’

Page 65: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

bagi jajaran birokrasi karena ia merupakan semacam katup pelepasan dari rendahnya imbalan nominal yang diterima PNS. sehingga kuantitas pProyek-proyek pemerintah pada gilirannya merupakan dijadikan peluang sarana untuk ’bertahan’mencari tambahan sumber pemasukan ekonomi. Politisi di daerah, di satu sisi lain, perlu menyadari lingkungan pengambilan kebijakan seperti ini sembari, dalam jangka panjang, merumuskan strategi reformasi sektor publik yang menantang di depan mata.

5.3. Kepentingan rakyat banyak sebagai fokus utama

Dalam konteks sistem pemisahan kekuasaan yang dianut Indonesia, sebagai lembaga perwakilan (legislature), DPRD adalah cerminan dimana kepentingan-kepentingan masyarakat dibawa dalam sebuah arena pengambilan keputusan politik. Namun, selalu terdapat perdebatan bagaimana DPRD perlu memaknai posisinya sebagai wakil rakyat atau wakil partai.

Dibandingkan dengan wakil rakyat yang duduk di parlemen, yang merupakan lembaga perwakilan dalam sistem parlementer, wakil rakyat dalam sistem demokrasi dengan pemisahan kekuasaan atau sistem presidensialisme ini, meski terikat dengan agenda parpol namun relatif cenderung lebih independen dari partainya. Artinya, memang aAnggota DPRD seperti berada dalam bandul pendulum yang mengayun di antara dua kutub itu.

Bagaimana anggota DPRD dapat menentukan seperti apa kepentingan rakyat, terlebih dalam carut-marut peta kepentingan di bagian berikutnya? Terdapat dua teori besar mengenai peran anggota legislatif ini. Teori pertama, teori mandat (delegate) meyakini bahwa anggota legislatif tidak boleh mengambil keputusan apapun yang bertentangan dengan keinginan konstituennya. Sementara, yang kedua, teori kebebasan (independensi/trustee) menyatakan anggota legislatif bebas mengambil keputusan berdasarkan pendiriannya. Pada akhir masa bakti, dia dapat bertanya kembali kepada konstituennya. Bila ia dianggap melakukan pekerjaannya dengan baik maka dia dapat terpilih, jika tidak ia akan kehilangan kursinya.

Teori mandat dianggap tidak realistis namun kita dapat melihat semangatnya masih kuat mewarnai baik pada UU No. 22/2003 maupun setelah direvisi menjadi UU No. 27/2009. Beberapa indikasinya misalnya dapat dilihat dalam menggariskan sepuluh rumusan kewajiban anggota DPRD kabupaten/kota pada pasal 351 UU No. 27/2009 seperti misalnya dalam Pasal 81 butir e, f, hi, j, dan k, yaitu:

i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;

j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dank. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada

konstituen di daerah pemilihannya.

[e.] Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.[f.] Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat, dan

Page 66: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

[h.] Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya.

Dari sini tampak bahwa UU berusaha memberikan acuan bagi penyusunan tata tertib DPRD yang akan mengatur operasionalnya kewajiban anggota DPRD itu.

Namun demikian, dalam ketentuan mengenai pergantian antar waktu, UU No. 22/2003 ternyata memberikan kewenangan kepada partai politik untuk me-recall anggotanya (Pasal 94 383 ayat 1 2, huruf e dan hdan 3). Sementara, masyarakat pemilih dari daerah pemilihan yang relevan karena telah memilih wakil rakyat tersebut, hanya dapat memberikan pengaduan untuk kemudian diproses dalam Badan Kehormatan DPRD.

Partai politik di negara demokrasi mapan memiliki tradisi yang sangat menghargai kepercayaan pemilih. Di sisi lain, kedewasaan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya juga merupakan instrumen kontrol yang efektif bagi partai. Kendati partai politik memang berkepentingan dengan garis kebijakan dan standar perilaku tertentu dari wakil-wakilnya di DPRD, namun dikhawatirkan kewenangan ini bisa digunakan oleh partai politik maupun kelompok-kelompok yang kuat pengaruhnya di dalam partai politik tertentu untuk memberlakukan politik sentimen dan favoritisme.

Dalam konteks seperti ini, anggota DPRD memang akan cenderung lebih mendengarkan partai politiknya. Desakan dan insentif Ia lebih merupakan isu bagi masyarakat untuk mendesak DPRD bahwa ada insentif politik yang besar bagi para politisi untuk jika menjadikan kepentingan rakyat banyak sebagai fokus utama masih belum berarti. Dalam kondisi semacam ini, Resiko hukuman atau dan ganjaran dari publik sangat mungkin diberikan akan berlaku kemudian pada waktu pemilu tiba yaitu dengan memilih kembali anggota DPRD yang dinilainya aspiratif dan sebaliknya bagi yang tidak., Pada momen karena hanya pada saat pemilu itulah (sebenarnya) rakyat dapat menghukum atau menyambut hangat kehadiran sebuah partai politik beserta calon-calonnya.

Permasalahannya, apa yang dapat menjadi insentif bagi para politisi untuk lebih mendengar suara rakyat daripada suara partainya? Untuk itu, mari kita cermati beberapa temuan dari pemilihan umum DPRD di 2004 dan 2009 yang kurang lebih serupa dalam konteks masalah ini.

1. Daerah pemilihan menjadi lebih kecil, maka anggota pun memiliki visibility yang tinggi, sehingga akan terdorong untuk menyuarakan kepentingan daerah pemilihnya.

2. Kecilnya ukuran distrik menunjukkan hasil pemilu tersebar ke banyak partai. Maka selain anggota, partai pun memiliki visibility yang tinggi. Partai A, misalnya, hanya mendudukan satu orang wakilnya dari sebuah daerah pemilihan.

[3.] Penggunaan suara terbanyak dalam pemilu 2009 Presiden ”pilih langsung”, tingginya perolehan suara beberapa calon perorangan menunjukkan bahwa memberi insentif bagi masyarakat mulai terlatih danuntuk selektif dalam menentukan siapa wakilnya.

Tingginya visibility dan makin terdidiknya pemilih ini akan menyediakan insentif bagi politisi untuk memposisikan diri sebagai wakil rakyat., dan iIni akan makin berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah pemilu demokratis yang

Page 67: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

KONSULTASI INFORMASI

RISET DAN VERIFIKASI

PERUMUSAN KEBIJAKAN

PARTISIPASIPENGARUH

LINGKUNGANPENGARUH LINGKUNGAN

Kebijakan Publik

Bagan Penyusunan Kebijakan Publik

kita adakan. Dikotomi wakil partai dan wakil rakyat ini diharapkan juga kian menipis karena partai pun berkepentingan mempertahankan keterwakilannya di DPRD.

Dalam jangka lebih panjang, anggota DPRD dapat berupaya melakukan pendekatan kepada rakyat sehingga posisi tawar dan akuntabilitas seorang politisi menjadi benar-benar berada di tangan pemilih. Dalam konteks ini, apapun lembaga recall yang ada, makin lama ia akan lebih mendengar pendapat umum, bukannya sebagai alat kontrol parpol terhadap kadernya seperti di masa lalu. Karena itu, sekali Anda menjadi politisi, kalau Anda menyukai pekerjaan ini, lebih baik Anda melakukannya dengan sangat baik, sehingga partai Anda kehabisan alasan untuk mengusulkan penggantian pada pemilu depan.

5.4. Mengelola kepentingan menjadi agenda politik publik

Apa kepentingan utama anggota DPRD? Beberapa orang pada periode awal reformasi mungkin akan menjawab setengah bercanda,: ”Menumpuk kekayaan.” Namun, kita berharap, preseden diseretnya banyak anggota DPRD ke pengadilan dengan dakwaan korupsi serta merosotnya kepercayaan partai pada anggota DPRD yang tidak bertanggung jawab –pada gilirannya juga menggerogoti kepercayaan pemilih- membuat anggota DPRD lebih hati-hati merumuskan kepentingannya.

Sebab, sSebagaimana pemilu jurdil secara berkala dianggap sebagai lembaga demokrasi paling penting, maka kepentingan tertinggi seorang politisi memang diandaikan sebagai terpilihnya kembali dirinya di jabatan publik pada pemilu berikutnya. Bila kepentingan seorang anggota DPRD bisa didefinisikan sejelas itu, maka pekerjaan pun bisa segera dimulai. Berikut ini adalah bagan sederhana di halaman berikut untuk menggambarkan proses penyusunan kebijakan publik.

Sebagai wakil rakyat, DPRD harus selalu menggunakan proses konsultasi dan informasi untuk mendasarkan kebijakan yang diusulkannya. Jika kapasitas anggota

Page 68: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

DPRD harus ditingkatkan, maka kemampuan yang paling penting untuk dikuasainya bukanlah teknik penulisan perundang-undangan (legal drafting), apalagi penyusunan anggaran, namun bagaimana menggali pelbagai kebutuhan yang seharusnya terungkap dalam proses ini.

Seorang anggota DPRD dapat saja mengunjungi sebuah sekolah dasar dan mendapati bahwa proses belajar mengajar berlangsung namun abai bahwa yang harus dinilai adalah hasil dari proses itu, seperti apakah anak-anak SD itu menerima berhasil belajar sesuatu? Apakah mereka dapat menangani permasalahan matematika untuk bahan ajar yang tepatsetingkat mereka?, Apakah ada jaminan bahwa mereka akan dapat mengakses pendidikan yang lebih tinggi? Apakah ada pungutan-pungutan sekolah yang memberatkan orang tua siswa? Apakah ketersediaan dan mutu guru mencukupi? Apakah kesejahteraan guru sudah memadai? Apakah fasilitas sekolah penunjang pendidikan tersedia dengan baik? Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah contoh menunjukkan bahwa DPRD harus memiliki tanggungjawab dan perspektif masa depan dari proses pendidikan di daerahnya yang diterjemahkannya melalui pelbagai perda.

Riset dan verifikasi dilakukan untuk mendapatkan temuan mengenai permasalahan yang terungkap di masyarakat. Bila verifikasi meliputi pengecekan obyektif mengenai permasalahan yang dirasakan masyarakat, riset bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang mendukung bagi dirumuskannya tawaran-tawaran pemecahan.

Proses politik kemudian akan menjadi arena bagi berbagai alternatif solusi yang diajukan bagi masalah tersebut. Bisa jadi berbagai partai berbeda pendapat mengenai sebuah solusi. Bisa jadi juga lembaga eksekutif tidak termotivasi untuk melakukannya dan mengerem usulan yang dilontarkan.

Dalam proses politik ini berbagai aktor lain yang berkepentingan pun akan ikut bermain untuk mencoba berpengaruhmempengaruhi. Ini bisa berupa LSM yang memperjuangkan proses yang lebih terbuka, bisa pengusaha yang berpeluang kecipratan/mendapat bagian rejeki bila perda digulirkan, bisa juga masyarakat yang merasa dirugikan.

Kadang-kadang proses konsultasi publik pun perlu diulang untuk memastikan bahwa semua pihak sudah dicoba untuk ditampung pendapatnya dalam pembuatan kebijakan ini. Meskipun rata-rata anggota DPRD di Indonesia mengeluhkan alotnya pembicaraan dalam konsultasi publik, apalagi yang dilakukan di lokasi yang terkena dampak kebijakan, sebenarnya masalah serupa dihadapi pemegang kebijakan di semua negara demokratis. Dengan kepentingan yang terlalu beragam dan sumber daya terbatas, berdiskusi adalah cara tepat untuk mencari titik temunya.

5.5. Membangun dan memelihara hubungan dengan konstituen

Demokrasi tidak dibangun hanya dengan mewujudkan lembaga-lembaga demokrasi secara fisik, berupa lembaga perwakilan yang dipilih lewat pemilu jurdil. Lebih dari itu, demokrasi adalah proses terus-menerus yang ujungnya adalah lahirnya keterwakilan rakyat secara optimal dalam pengambilan keputusan publik. Keputusan publik diambil tidak hanya sekali dalam lima tahun. Keputusan publik menjadi tantangan sehari-hari para pejabat dan wakil rakyat.

Page 69: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Di sisi lain, Sementara, pemilu hanya berlangsung secara berkala. Karena itu, pemilu tidak hanya dimenangkan terbatas hanya pada hari-hari kampanye. Lebih penting lagi, pemilu dimenangkan dengan kerja yang panjang, kerja pada hari demi hari dalam periode panjang di antara dua pemilu.

Dalam demokrasi yang muda seperti di Indonesia, seringkali diragukan orang sebelumnya masih ragu apakah jika menjalin hubungan baik dengan konstituen maka akan terbayarkan dalam pemilu. Para calon anggota DPRD atau mereka yang ingin mencalonkan diri kembali tergoda untuk menggunakan cara-cara instan seperti Apakah masyarakat tidak cukup dismenyerbu saja dengan serbuan janji dan iming-iming materi (money politic) agar pemilih memberikan suaranya.untuk dimintai dukungannya?

Hasil survei Indonesia Corruption Watch mengenai korelasi korupsi dan pilihan dalam Pemilu 1999 di sembilan kota di Indonesia (Jakarta, Padang, Bandar Lampung, Bandung, Surabaya, Samarinda, Pontianak, Makassar, dan Mataram) memperlihatkan bahwa ternyata perilaku pemilih di perkotaan mulai bergeser. Mereka mulai mempertimbangkan kepercayaan terhadap partai politik dalam menentukan pilihannya. Di kota-kota tersebut, partai-partai yang dianggap relatif bersih mendapat suara lebih banyak daripada partai-partai yang dianggap tidak bisa mengusung agenda pemberantasan korupsi.

Dalam jangka panjang, masyarakat diharapbayangkan menjadi pemilih yang retrospektif, yakni dengan menilai akan mulaidan mempertimbangkan apa yang dilakukan para kandidat dan partai politiknya, sepanjang periode di antara dua pemilu. Jika tercapai, Iini berarti bahwa pemilu harus dimenangkan tidak hanya dalam masa kampanye melainkan sepanjang periode di antara dua pemilu melalui performa wakil-wakil dari partai politik yang duduk di pemerintahan.

Bagaimana membaca kurva kepercayaan?

Untuk lebih jelasnya, kita bisa membayangkan hubungan antara rakyat dan wakilnya dalam sebuah kurva. Menjelang pemilu, dengan teknik-teknik kampanye yang kian canggih, biasanya masyarakat akan menaruhik kepercayaan yang tinggi pada politisi. Kemudian, beberapa saat setelah terpilih dan bertugas, mulai muncul kekecewaan-kekecewaan. Walhasil, tingkat kepercayaan ini akan menurun. Jika pada tengah masa di antara pemilu ini terjadi skandal apapun juga yang melibatkan anggota dewan yang bersangkutan, bisa-bisa kurva kepercayaan ini turun tajam menjadi semakin rendah lagi. Sepanjang lima tahun terakhir kita mungkin akrab dengan banyak berita, mulai dakwaan korupsi, tertangkap sedang mengkonsumsi narkoba sampai dengan kasus-kasus perdata. Walhasil, ketika periode kampanye berikutnya datang, partai politik dan para caleg kelabakan memompa tingkat kepercayaan ini.

Anda bBisa bayangkan, bila tingkat kepercayaan ini terpelihara sepanjang periode di antara dua pemilu, pekerjaan memenangkan pemilu tidak perlu sekeras gambaran sebelumnya. Ya, mMerupakan fenomena global bahwa pemilih jamaknya merasa kecewa melihat kinerja wakilnya setelah duduk di parlemen, karena tentu saja sulit memenuhi janji seratus persen. Namun, bila politisi di DPRD anda sudah memiliki ’tabungan’ hubungan dengan konstituen, dan ’tabungan’ kepercayaan dari mereka, anda niscaya akan jauh lebih siap menghadapi pemilu berikutnya.

Page 70: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Bagaimana hubungan dengan konstituen dilakukan?

Anda DPRD bisa melakukan banyak aktivitas untuk berinteraksi dengan konstituen. Dalam konteks Indonesia dan budaya lokal yang sangat kaya bahkan terdapat berbagai kesempatan potensi sosial budaya yang bisa digunakan untuk mencapai maksud ini. Apapun aktivitas atau kemasan yang anda diambil, baik berupa rapat umum, sarasehan, atau diskusi interaktif di radio, berikut adalah substansi dari kegiatan anda di daerah konstituen andatersebut: Melakukan konsultasi publik.

Sesuai dengan amanat UU, peran Anda adalah menjadi Sebagai wakil rakyat,. Karena itu, andaanggota DPRD perlu harus berkonsultasi dengan masyarakat mengenai masalah yang mereka hadapi. Perlu diingat bahwa kata ’konsultasi’ ini tidak akan membuat posisi anda anggota DPRD menjadi lebih rendah dalam relasi ini. Konsultasi yang dimaksud adalah proses untuk mendapatkan informasi., dan mMasyarakat yang anda temui adalah narasumber terbaik untuk mendapatkan masukan mengenai kebijakan yang perlu diambil oleh daerah.

Bertemu dengan masyarakat pemilih.Di luar masyarakat secara umum yang harus anda diwakili oleh DPRD sebagai wakil rakyat yang terpilih dari daerah pemilihan tersebut, anda anggota DPRD secara khusus juga perlu menemui pemilih anda.

Mengarahkan perhatian publik pada isu dan kebijakan yang tengah dibahas di DPRD.Kesempatan berinteraksi dengan konstituen juga merupakan ruang bagi fungsi penyediaan informasi kepada publik. Banyak kalangan di pemerintahan menyayangkan bahwa masyarakat kurang mampu dan atau tidak berminat untuk berpartisipasi dalam program pemerintah. Faktanya, sering masyarakat tidak memiliki cukup informasi untuk menilai apa yang direncanakan dan sedang dilakukan pemerintah, sehingga dengan sendirinya mereka lebih suka mengambil jarak.

Menguatkan struktur partai.Anda Anggota DPRD perlu menggunakan kesempatan ini untuk memberdayakan partainya, anda sendiri, misalnya dengan pelibatan kader-kader partai dalam pelbagai kegiatan andainteraktif dengan masyarakat.

Bagi Ppartai politik, kegiatan-kegiatan interaksi yang dilakukan anggota DPRD ini anda dapat menggunakan digunakan sebagai kesempatan seperti ini untuk:1. Menaikan profil partai di depan masyarakat dan media setempat.

Memang masih terdapat keluhan pada Pemilu 2004 lalu bahwa beras atau uang (money politic) yang dibagikan pada pagi hari menjelang pencoblosan suara masih lebih efektif daripada kerja-kerja jangka panjang seperti ini. nNamun, lambat laun, sejarah akan menilai bagaimana masyarakat pemilih pasti akan bertransformasi menjadi lebih rasional.

2. Mengaktifkan dan menguji struktur partai.Kegiatan-kegiatan seperti ini juga akan merangsang partai untuk lebih eksis pada periode di antara dua pemilu. Kepengurusan partai dihadapkan pada tantangan untuk mendukung program konstituensi yang sukses. Kegiatan-kegiatan ini

Page 71: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

merupakan latihan dan pemanasan yang berguna sebelum pemilu tiba. Dari kegiatan seperti ini juga, kaderisasi internal partai akan bergulir.

Pentingnya ’kantor konstituensi’Salah satu cara untuk mengembangkan hubungan dengan konstituen

sekaligus menaikkan profil diri dan, bila dianggap strategis, juga profil partai politik adalah membangun kantor kontituensi (constituency office) di daerah pemilihan andasetiap anggota DPRD. Kantor ini bisa lebih dari satu. Kantor ini bersifat sebagai sekretariat yang menghubungkan antara anggota DPRD anda dan konstituen.

Staf dan aktivis di kantor konstituensi dapat melakukan sejumlah kegiatan komunikasi dan interaksi publik, seperti menampung keluhan masyarakat, memverifikasi masalah yang diadukan, dan menyebarkan informasi mengenai kegiatan-kegiatan-kegiatan anda sebagai anggota dewan.

Jangan melupakan peran media massa

Ketika anda anggota DPRD melakukan aktivitas ini dan merasakan asyiknya berinteraksi dengan masyarakat, jangan lupa bahwa anda setiap anggota DPRD juga harus meningkatkan profilnya anda sendiri kepada masyarakat. Jangan pernah lupa untuk melibatkan media massa dan menggunakannya untuk kepentingan anda. Jerih payah anda anggota DPRD dapat menjadi sia-sia kalau tidak terdapat berdampak pada kenaikanya profilnya anda di hadapan masyarakat dan konstituendalam politik daerah. Naiknya profil anda seorang anggota DPRD mencerminkan dukungan bagi kebijakan yang anda telah atau tengah diperjuangkan. dan dukungan bagi anda akan membawa gGelombang dukungan ini akan yang lebih besar dengan melibatkan peran media massa.

Page 72: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

BAB VIMemahami Fungsi dan Tugas Wakil Rakyat

Rahmi Yunita

Anggota DPRD pada umumnya dikritik karena tidak mampu melaksanakan tugas secara optimal. Meskipun Ffungsi dan tugas wakil rakyat telah diatur dalam peraturan-peraturan perundang-undangan, dan peraturan-peraturan pemerintah. Ttetapi, peraturan-peraturan tersebut masih bersifat umum dan tidak secara lengkap menjabarkan bagaimana mekanisme pelaksanaan masing-masing fungsi untuk mencapai kinerja yang ideal. Anggota DPRD pada umumnya telah dikritik dengan mengatakan mereka tidak mampu melaksanakan tugas secara optimal, tetapi bagi mereka Akibatnya, DPRD tidak diberikan memiliki panduan dan acuan yang mencukupi untuk mengatasi berbagai kendala kebijakan dan operasional.

6.1. Dasar-dasar penting

Fungsi dan tugas DPRD sebagai wakil rakyat sebenarnya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun, kerangka hukum itu hanya meletakkan dasar-dasar acuan secara umum, dan tidak menjabarkan mekanisme pelaksanaan masing-masing fungsi untuk mencapai kinerja yang mendekati ideal. Dalam demokrasi Indonesia yang masih muda ini, dimanadan praktek-praktek demokrasi belum berurat-berakar, anggota DPRD baru pun tak jarang menjadi kekurangan acuan dalam menemukan peran yang pas. Salah satu akibatnya, anggota DPRD sering dihujani kritik lima tahun belakangan ini bahwa mereka tidak menunjukkan peran yang disuratkan dan efektivitas yang disiratkan dalam perundang-undangan tersebut.

Dalam jangka pendek tuntutan yang demikian besar dari masyarakat ini kadang-kadang justru memancing sikap defensif dari kalangan DPRD sendiri dan resistensi terhadap pembaruan. Namun dalam jangka panjang, mau tidak mau, lembaga-lembaga politik dalam demokrasi Indonesia memang harus mengembangkan dirinya untuk dapat memenuhi tuntutan jzaman.

Pasal 77 343 UU No. 2722/20093 mengenai Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD mengatur bahwa DPRD kabupaten/kota memiliki fungsi:1. Legislasi, yakni membentuk perundang-undangan yang mengatur

kabupaten/kota, dalam hal ini berbentuk perda.[2.] Anggaran, yakni membahas dan menyetujui anggaran daerah, yang merupakan

refleksi rencana program pemerintahan daerah dalam bentuk angka.2.[3.] Pengawasan, untuk memastikan berjalannya perundangan yang ada dan

optimalnya kinerja eksekutif.

Apa pra kondisi yang perlu diperhatikan?

Page 73: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

DPRD, sebagaimana lembaga-lembaga politik lainnya, baru dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bila memenuhi setidaknya tiga hal:1. Sarana

Sarana yang dimaksud dapat berupa fasilitas yang wajar untuk melakukan tugasnya berupa, dukungan keahlian dan staf kesekretariatan untuk mengerjakan hal-hal teknis adminsitrasi dan anggaran. Ini diperlukan karena banyaknya jenis dan lingkup pekerjaan yang jumlahnya tidak dapat dilakukan anggota sendirian. UU No. 27/2009 memungkinkan adanya sistem pendukung bagi pelaksanaan tugas DPRD yang tidak hanya berupa sekretariat DPRD, namun juga kelompok pakar atau tim ahli yang kebutuhannya disesuaikan dengan alat kelengkapan DPRD dan kemampuan keuangan daerah. serta anggaran yang cukup baik untuk kegiatan DPRD maupun untuk sekretariat agar dapat beroperasi.

2. KesempatanKesempatan yang dimaksud adalah ketersediaan ruang dalam aturan main internal DPRD agar dapat mengoptimalkan kinerjanya. Peraturan tata tertib yang disusun harus memungkinkan anggota dewan dapat melakukan tugasnya dan menunjukkan kinerja yang baik. Tata tertib adalah piranti untuk menuangkan prinsip-prinsip demokrasi menjadi aturan main yang memastikan bahwa, antara lain, semua orang anggota DPRD memiliki kesempatan untuk diwakili dan menggunakan haknya dalam pengambilan keputusan.

3. MotifMotif anggota DPRD untuk unjuk kinerja di hadapan masyarakat perlu didorong agar mereka dapat bekerja optimal. Keinginan anggota DPRD untuk terpilih kembali dalam pemilu secara berkala dapat dijadikan sebagai pintu masuk agar mereka mengoptimalkan kinerjanya, bukan hanya terbatas di kalangan pemilihnya, kelompok, atau partainya saja, namun bagi keseluruhan masyarakat di daerah. Bila pada prinsipnya, lembaga politik dalam demokrasi seharusnya bertindak berdasarkan mereka yang diwakilinya maka banyak kajian dalam lapangan ilmu politik masih terus-menerus mencari cara bagaimana supaya sistem politik dapat menyediakan motif bagi para politisi, termasuk anggota DPRD di Indonesia, untuk menjalankan tugasnya dengan baik dan bukannya bertindak berdasarkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam keadaan yang ideal, dan ini tidak sepenuhnya terjadi dalam kenyataan, keinginan untuk terpilih kembali dalam pemilu secara berkala dianggap sebagai motif yang cukup kuat untuk unjuk kinerja.

Dalam ketiga hal di atas, kita dapat mengatakan bahwa kita di Indonesia masih dalam proses mencari format. DPRD di Indonesia bekerja dalam pemda yang sebagian besar bekerja dengan anggaran yang relatif sangat terbatas, kapasitas sekretariat yang jauh dari memadai, tekanan yang besar dari pihak eksekutif, tata tertib yang belum melembaga sebagai aturan main, budaya politik masyarakat pemilih yang belum terlampau ”kejam” (retrospektif) menghukum partai-partai politik yang ingkar janji, UU Sistem pemilu dan kepartaian Politik yang masih bisa didiskusikan dan terus-menerus diperbaharuiberubah, serta yang paling buruk, penegakan hukum yang jauh dari harapan.

Bab ini sejenak akan mengabaikan agenda-agenda yang menantang di atas yang sebenarnya menjadi konteks yang melingkupi DPRD dalam menjalankan

Page 74: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

tugasnya. Sehubungan dengan fungsi-fungsi digariskan dalam UU N0. 27/2009 di atas, maka bab ini akan membahas fungsi-fungsi di atastersebut sekaligus memetakan peran-peran lain strategis yang menunggu butuh dimainkan oleh DPRD. Topik-topik yang akan diangkat adalah sebagai berikut:1. Membuat peraturan hukum dan kebijakan dasar2. Membentuk perda3. Menetapkan APBD4. Melaksanakan pengawasan berbagai kebijakan publik5. Mewakili kepentingan rakyat6. Mewakili kepentingan daerah7. Membangun sekwan yang andal8. DPRD sebagai pendidik politik dan demokrasi9. Membekali diri

6.2. Membuat peraturan hukum dan kebijakan dasar

Terhitung sejak 1999, Dengan adanya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 maka Indonesia mengalami sebuah terobosan desentralisasi yang bisa dikatakan terbesar di seluruh dunia. Daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 2232/1999 2004, (Pasal 1 angka 5 dan 6butir i). Komitmen besar ini bahkan telah diawali melalui Ketika Perubahan Kedua UUD 1945 berlangsung pada (tahun 2000), ketentuan ini pun mendapatkan kedudukan hukum lebih tinggi dengan penjabarandalam ketentuan mengenai pemerintahan daerah di Pasal 18, 18A, dan 18B.

Dengan adanya pendalaman desentralisasi ini, maka DPRD dan kepala daerah pun kini lebih bertanggung jawab atas kepemimpinan dan masa depan daerah. Kendati terdapat banyak keluhan di kalangan DPRD dan pimpinan eksekutif bahwa sebagian besar daerah diberi kewenangan besar tanpa sumber daya yang memadai, secara umum desentralisasi dianggap membawa banyak peluang. Dalam jangka pendek, mungkin pemerintah daerah akan mencari-cari format untuk menjalankan pemerintahan di daerah dengan efisien, namun dalam jangka panjang, desentralisasi dianggap akan membuat pemerintahan lebih akuntabel dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di daerah.

Dalam konteks harapan yang besar itulah, salah satu peran strategis yang dimainkan oleh pemerintahan daerah pasca reformasi dan ditetapkannya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 adalah kewenangan membuat kebijakan dan perda. Lebih khusus lagi, kini tanggung jawab untuk menentukan arah pembangunan daerah pun diletakkan di tangan pemda. Di satu sisi, tanggung jawab ini mungkin bisa dipandang sebagai tugas yang rumit, mengingat kecilnya peran daerah dalam pengambilan kebijakan sebelum reformasi bergulir. Namun kerumitan ini juga bisa dilihat sebagai tantangan yang sangat menggairahkan. Babak baru dalam pembangunan masyarakat Indonesia telah tiba. Pembangunan masyarakat tidak lagi diatur dari Jakarta namun kini berada di tangan pemimpin di daerah-daerah sendiri, termasuk di tangan anda.

Dalam tugas inilah lembaga DPRD menjadi arena dimana berbagai pandangan politik maupun pilihan pendekatan dinegosiasikan untuk kemudian dirumuskan

Page 75: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

bersama kepala daerah menjadi dokumen daerah. Tugas ini tentu saja sangat menantang karena tanggungjawab yang harus diemban sangat luas mulai merancang anda bisa bayangkan bagaimana arah pembangunan daerah dalam jangka pendek, jangka menengah, dan mungkin jangka panjang, kini merupakan tanggung jawab anda yang kemudian dikerangkai dalam regulasi-regulasi daerah.

Bentuk regulasi daerah ini adalah kerangka peraturan hukum dan kebijakan dasar dituangkan melalui perda. Di sini, DPRD dan pemda dapat menuangkannya dalam program legislasi daerah (Prolegda) untuk kurun waktu lima tahun dan menentukan target per-tahunnya. Melalui Prolegda, kerangka peraturan hukum dan kebijakan dasar yang dibutuhkan oleh daerah untuk waktu ke depan sudah dapat dirancang.

Pembentukan Perda adalah otoritas DPRD, meski prosesnya dapat diajukan melalui insiatif DPRD ataupun oleh Pemda. Perda selanjutnya akan menjadi alat kontrol dari DPRD untuk melihat sejauh mana kinerja eksekutif dalam mengimplementasikan perda tersebut, termasuk sejauhmana peraturan-peraturan turunannya yang dibuat oleh ekesekutif (pemda) sesuai dengan ketentuan-ketentuan di dalam perda. Di sini, pemda memiliki otoritas untuk membuat peraturan turunan dari perda yang produk hukumnya bisa berupa pengaturan ataupun penetapan. Dalam Pasal 3 Permendagri No. 16/2006, produk hukum yang bersifat pengaturan, selain berupa perda, bisa berupa peraturan kepala daerah ataupun peraturan bersama kepala daerah yang semuanya harus didasarkan pada Prolegda. Sedangkan yang bersifat penetapan, bisa berupa keputusan kepala daerah dan instruksi kepala daerah.

Salah satu agenda riil yang menyambut DPRD dalam hal penyusunan kebijakan daerah adalah penyusunan dokumen-dokumen perencanaan daerah jangka menengah. Dokumen-dokumen yang dimaksud adalah:[1.] Pola dasar pembangunan daerah (poldas), yang meletakkan kerangka hukum dan

acuan bagi pembangunan daerah jangka waktu lima tahun, yang lazimnya pada periode hasil pemilu 1999 sesuai dengan masa bakti DPRD.

[2.] Program pembangunan daerah lima tahun (propeda), yang merupakan implementasi pada tataran konsep operasional dari poldas.

Kedua dokumen ini harus ditetapkan bersama-sama dengan kepala daerah dan kemudian akan dijadikan acuan bagi dokumen perencanaan pembangunan tahunan, yakni: AKU, repetada dan renstra.

Selain kerangka kebijakan dasar regulasi daerah yang diatur dalam Prolegda, kebijakan dasar lain yang perlu dikawal serius adalah terkait perencanaan pembangunan daerah. Dalam Pasal 150 UU No. 32/2004, d okumen perencanaan pembangunan daerah berwujud tiga jenis dokumen dasar yaitu Rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJP), Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), dan Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD). RPJP daerah disusun untuk jangka waktu 20 tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah dengan mengacu kepada RPJP nasional. RPJMD disusun untuk jangka waktu lima tahun sebagai penjabaran visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional. Sedangkan RKPD adalah terjemahan RPJMD untuk jangka waktu satu tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang

Page 76: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah.

DPRD sangat vital untuk mencermati RPJMD dari pemerintah daerah, baik kesesuaiannya dengan RKPD atau dengan tantangan yang dibutuhkan daerah dalam perspektif dan temuan-temuan DPRD. Ini penting karena melalui RPJMD, DPRD akan memahami dan mempertajam arah yang dikehendaki pemerintah daerah sebab dalam RPJMD telah termuat kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Pada tahap perencanaan APBD, misalnya, keterlibatan DPRD akan sangat vital pada tahapan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Hasil dari pembahasan ini (berwujud Nota Kesepahaman) adalah dasar dari DPRD untuk mengawal proses penyusunan Raperda APBD yang akan diajukan oleh pemda dengan cara menilai sejauhmana program dan kegiatan yang direncanakan sudah sesuai dengan nota kesepahaman dalam pembahasan KUA dan PPAS. Hanya setelah mendapat persetujuan DPRD, Pemda baru kemudian dapat menyusun Raperda tentang penjabaran APBD.

Sedangkan pada tahap pengawasan terhadap implementasi Perda APBD tersebut, sebagaimana diatur dalam PP No. 58/2005, DPRD dapat melakukannya dalam rapat pembahasan laporan realisasi pelaksanaan APBD dalam semester pertama untuk melihat apakah dibutuhkan perubahan APBD. Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBD juga masih akan muncul lagi sebagai bentuk pertanggungjawaban pemda. Di sini DPRD dapat mengeceknya melalui pemeriksaan semua laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan laporan keuangan dari perusahaan-perusahaan daerah (BUMD).

Page 77: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

KUA

Pemda DPRD

Rancangan PPAS

PPAS

Menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan pilihanMenentukan urutan program dalam masing-masing urusanMenyusun plafon anggaran sementara untuk setiap program

Program prioritas dan patokan batas maksimum anggaran SKPD untuk setiap program. Ini selanjutnya menjadi acuan penyusunan RKA-SKPD

Peran DPRD dalam Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

Peran DPRD dalam Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)

Menyusun berdasarkan RKPD

Ditetapkan per tahun

Mendagri

Rancangan KUAKepala Daerah

Pedoman Penyusunan

APBD

KUA

DPRD

Pembahasan Rancangan KUA

Kerangka dasar yang perlu menjadi orientasi

Dalam menyusun dokumen-dokumen di atas, ini ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan acuan:1. Kerangka visioner.

Page 78: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

DPRD perlu berpikir jauh ke depan dalam menyusun kebijakan daerah. Apa yang akan diletakkan selama lima tahun ke depan harus dapat menjadi landasan yang kokoh dan dapat diterjemahkan secara bertahap dalam rencana tahunan. bagi kehidupan anak cucu kita kelak.

2. Kerangka global.Dalam menyusun apa yang akan dibangun di daerah kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa abad 21 telah ditandai dengan globalisasi dalam skala yang tak terbayangkan sebelumnya. Terobosan pembangunan yang akan dilakukan harus peka terhadap tata persaingan dunia baru ini.

3. Kerangka proses.Untuk dapat menemukan apa yang dicita-citakan orang banyak, memenuhi rasa keadilan masyarakat luas, dan pada gilirannya membangkitkan rasa kepemilikan masyarakat di daerah, proses yang ditempuh harus melibatkan banyak orang. DPRD dapat memprakarsai pelbagai bentuk konsultasi publik, baik berupa rapat-rapat umum, kuesioner maupun penelitian potensi daerah sebagai penunjang. Harus disediakan cukup waktu untuk membahas kebijakan dasar yang akan ditempuh sehingga dokumen yang dihasilkan bukan dokumen yang asal jadi dan tidak akan dapat dijadikan acuan yang inspiratif di kemudian hari.

Bagaimana memahami anggaran yang sensitif gender?

Hal ini yang berada di dalam wilayah kebijakan dan dapat diprakarsai oleh DPRD adalah dorongan bagi diadopsinya anggaran yang sensitif gender (gender sensitive budget). Hal yang patut diperhatikan bahwa anggaran sensitif gender bukanlah penyediaan anggaran khusus bagi perempuan. Anggaran sensitif gender adalah analisis untuk melihat dampak dari program pembangunan dan penganggaran bagi laki-laki dan perempuan serta bagi berbagai segmen laki-laki dan perempuan. Kesadaran untuk menerapkannya memang mempersyaratkan pula komitmen untuk membangun basis data yang memiliki segregasi berdasarkan aspek gender, kelompok umur, dan kelompok sosial ekonomi.

Bila kebijakan ini tidak ditempuh, maka daerah beresiko terjebak pada kebijakan-kebijakan yang mungkin dianggap netral gender, padahal ia sebenarnya buta gender. Pada gilirannya pembangunan bisa berlangsung secara ”zalim gender” (gender tidak adil) karena dampak pembangunan hanya dirasakan oleh sekelompok (kecil) masyarakat yang bisa jadi sudah lebih beruntung daripada yang lainnya.

6.3. Membentuk peraturan daerah

Sebagai lembaga legislasi, fungsi DPRD adalah membuat perda. Dalam konteks sistem politik Indonesiadesentralisasi, fungsi ini dijalankan bersama dengan kepala daerah. Perda harus mendapatkan persetujuan dari kedua cabang pemerintahan ini sebelum dapat ditetapkan sebagai mengikat bagi masyarakat di daerah.

Dalam menyusun landasan dan arah kebijakan suatu perda, perlu dipertimbangkan beberapa hal:

Page 79: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

1. Koridor konstitusional atau lingkungan legal tempat perundangan dibuat, termasuk tidak boleh dilanggarnya peraturan perundangan yang lebih tinggi dalam hirarki perundang-undangan di Indonesia.

2. Prioritas kebijakan daerah yang bersangkutan, seperti dokumen-dokumen perencanaan daerah yang meletakkan arah yang ingin dicapai daerah dalam jangka waktu tertentu.

3. Aspirasi masyarakat yang berkembang sehingga perda tersebut mampu mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat luas serta mendapatkan legitimasi etis, nilai, sosial dan politik dari masyarakat.

Mengapa perda dibuat?

Pada dasarnya, perundang-undangan dibuat untuk menyelesaikan sebuah masalah. Karena penyelesaian masalah memerlukan kerangka hukum yang ditangani bersama, maka perda adalah instrumen di daerah yang harus dipatuhi oleh semua orang yang ada di daerah, sehingga tatanan yang diinginkan di daerah dapat tercapai.

Secara umum, perda dibuat untuk mengatasi permasalahan yang ada di daerah. Namun di Indonesia sudah jamak adanya pendapat bahwa ”sudah ada banyak aturan yang bagus namun penegakannya saja yang tidak konsisten”. Demikian pula di daerah, kita sering mendengar keluhan betapa sebuah perda bak ”hidup enggan mati tak mau”. Entah karena tidak efektif ditegakkan atau karena setelah ditetapkan dapat memancing kontroversi, tidak menyelesaikan masalah, bahkan menimbulkan masalah baru. Sejumlah daerah juga mulai banyak mengagendakan evaluasi peraturan daerah untuk menyortir hukum daerah ini menjadi lebih ramping dan efektif.

Karena pengalaman-pengalaman di atas, maka untuk dapat menghasilkan dan menetapkan sebuah perda, utamanya yang menyangkut masyarakat luas, DPRD perlu lihai menerapkan checklist yang setidaknya mengandung pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:

1. Apa masalah yang hendak diselesaikan? Apakah merupakan masalah yang sebenarnya atau hanyalah akibat dari masalah lain yang lebih mendalam, lebih rumit dan menyangkut kepentingan lebih banyak orang?

[2.] Apa kemungkinan-kemungkinan solusinya? Apakah permasalahan ini bisa dipecahkan dengan menghentikan perilaku lama yang buruk atau hanya bisa dilakukan dengan mendorong perilaku baru? Apakah anda setiap orang akan serta-merta mematuhi perda hanya karena ia telah ditetapkan dan diundangkan? Bagaimana menciptakan insentif bagi orang-orang untuk mengadopsi perilaku baru?

[3.] Apa hasil yang bisa diharapkan dalam jangka lebih panjang? Apakah perda ini akan menyumbangkan kehidupan di daerah yang lebih baik, atau hanya penghilang gejala masalah saja? Adakah hasil sampingan (eksternalitas) yang diperoleh secara tidak langsung dari diterapkannya perda ini? Positif atau negatif?

Dengan kerangka pertanyaan di atas, sebagai contoh, maka dalam penerapan retribusi, misalnya, DPRD dapat mensimulasikan berbagai aspek yang akan timbul dari diterapkannya sebuah perda. Bila sebuah retribusi adalah pendapatan bagi

Page 80: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

pemda, apakah besarnya masih cukup kondusif bagi pertumbuhan ekonomi atau justru mematikan keinginan-keinginan investasi?

Proses dasar penyusunan perda

Untuk bisa melahirkan perda yang komprehensif dan lolos dari saringan pertanyaan di atas, maka DPRD dapat memanfaatkan proses penyusunan sebuah perda secara partisipatoris. Di masa lalu, pembuat kebijakan sering berusaha menghindar dari penyusunan kebijakan publik secara partisipatoris karena dipandang berbelit-belit, makan waktu, dan menguras kesabaran. Namun demikian, masyarakat merupakan sumber dari gagasan dan dukungan yang luar biasa. Melibatkan masyarakat secara luas berarti menabung legitimasi politik dari sebuah peraturan daerah jauh sebelum ia ditetapkan.

Masyarakat juga tidak hanya bisa dimaknai secara sempit dengan masyarakat luas yang cair dan tidak terorganisasi. Banyak pembuat kebijakan, baik legislatif maupun eksekutif, yang cukup dibuat trauma dengan suasana rapat umum yang hiruk-pikuk, dihadiri massa yang ’tidak jelas identitasnya’, serta diskusi yang tidak terarah. Proses-proses serupa adalah langkah kecil dari proses panjang belajar berdemokrasi bagi pembuat kebijakan dan bagi masyarakat sendiri. Namun di sisi lain, masyarakat yang dimintai konsultasi juga dapat berupa organisasi yang relevan dengan permasalahan yang dibahas, perguruan tinggi, serta pemuka masyarakat. Dengan demikian masukan-masukan yang diperoleh dari proses konsultasi ini dapat membantu memperkuat muatan perda yang disusun.

Apa yang perlu diperhatikan dalam legislative drafting?

Banyak perda juga mengalami kegagalan dalam pelaksanaannya karena perumusannya yang lemah. Sebagai perundang-undangan daerah, perda pun harus peduli dengan pentingnya perumusan isi sehingga tafsir perda di lapangan sesuai dengan kehendak pembuat peraturan daerah, dalam hal ini pemda dan DPRD.

Karena anggota DPRD tidak serta-merta merupakan pakar di bidang hukum, DPRD tidak perlu merasa terbebani dengan keharusan menguasai teknik penulisan UU (legal drafting). DPRD selalu dapat meminta bantuan ahli, baik perorangan maupun kelembagaan untuk menganalisis raperda yang datang dari eksekutif maupun untuk membantu DPRD menyusun raperda inisiatif. Dalam bagian akhir bab ini juga diangkat kemungkinan bagi DPRD untuk memiliki staf yang menguasai bidang penulisan UU di sekretariat sebagai salah satu pilihan bagi DPRD untuk memperkuat kapasitasnya di bidang legislasi.

Mengapa harus ada perda?

DPRD perlu pula menimbang apakah semua permasalahan yang dihadapi daerah memerlukan perda sebagai solusinya. Kadang-kadang cukup dibuat sebuah perda yang tidak terperinci untuk kemudian ditindaklanjuti dengan keputusan kepala daerah untuk menjabarkannya. Perda serupa dapat dibuat dalam kondisi-kondisi:

1. Tidak ada informasi yang cukup untuk menetapkan pengaturan yang mendetail.

Page 81: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

2. Keadaan yang berubah dengan cepat sehingga perlu antisipasi perundangan yang lebih fleksibel.

3. Perbedaan-perbedaan dalam satu daerah yang perlu penyesuaian dalam penerapannya, dan

4. Perlunya banyak penjelasan karena sifat teknisnya atau alasan lain.Dengan demikian, maka perda yang ditetapkan akan dapat menjadi landasan hukum yang kokoh bagi kehidupan kemasyarakatan di daerah.

6.4. Menetapkan APBDSecara umum, anggaran merupakan estimasi kinerja yang hendak dicapai

selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran-ukuran keuangan berdasarkan capaian yang diinginkan. Sebagai anggaran sektor publik, APBD merupakan suatu rencana keuangan yang menyatakan, pertama, berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (belanja), dan kedua, berapa banyak dan bagaimana cara memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut (pendapatan). Di dalam kesemua angka ini sesungguhnya menggambarkan arah dan perencanaan pembangunan yang hendak dicapai oleh suatu daerah dalam setahun yang diterjemahkan ke dalam program-program prioritas. Dalam konteks desentralisasi, sebagaimana amanat UU No. 32/2004, maka program-program tersebut harus mencakup urusan wajib dan urusan pilihan dari daerah bersangkutan.

Anggaran sektor publik, termasuk APBD, ditetapkan dengan sejumlah fungsi utama yang harus dipenuhi, yakni:

1. Alat perencanaan. APBD memandu rencana tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai sasaran-sasaran pemerintahan, berapa biaya yang dibutuhkan dan berapa atau bagaimana hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.DPRD tentu sangat sadar bahwa anggaran tetap merupakan dokumen politik karena merupakan bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik. Karena itu, anggaran harus mencerminkan alokasi pendanaan, indikator pencapaian, korelasi dengan visi dan misi serta kemungkinan sumber pendapatan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat yang diwakili oleh anggota DPRD. Ini penting bagi DPRD karena dari sini juga , karena lewat anggaran pula kinerja DPRD akan dinilai oleh masyarakat pemilih.

2. Alat pengendalian. Rencana terperinci yang terdapat pada anggaran membuat pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Sebagai instrumen pengendalian, anggaran dijadikan acuan untuk menghindari adanya pemborosan (overspending), belanja yang terlalu irit (underspending) dan belanja yang salah sasaran (misapropriation).Proses pengendalian anggaran ini dilakukan dengan tahapan-tahapan:

Membandingkan kinerja aktualdengan kinerja yang dianggarkan

Mengidentifikasi selisih

Page 82: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Menemukan penyebab selisih, baik yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan

Merevisi standar biaya atau target anggaran tahun berikutnya

Dengan adanya tahapan di atas, proses pengendalian anggaran akan dapat menyumbang bagi perbaikan penganggaran tahun berikutnya dan berarti memperbaiki alokasi dana publik.

3. Alat kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal adalah usaha yang dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi keadaan ekonomi melalui sistem pengeluaran atau sistem perpajakan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Sebagai alat kebijakan fiskal, anggaran perlu dipikirkan perannya dalam menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.

4. Alat koordinasi dan komunikasi. Anggaran dapat disusun untuk mendeteksi kekerasan antar unit kerja dalam mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan pemda karena setiap unit kerja pemerintahan terlibat dalam proses penyusunan anggaran.

5. Alat penilaian kerja. Anggaran dapat digunakan untuk menilai kinerja setiap unit kerja, baik dalam pencapaian sasaran maupun dalam efisiensi anggaran.

[6.] Alat motivasi. Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajger dan staf agar bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Target anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi, namun jangan pula terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai. Dalam konteks desentralisasi maka daerah dapat saling belajar satu sama lain, demikian pula masyarakat di daerah dapat membandingkan daerahnya dengan daerah lainnya sehingga tercipta kompetisi yang sehat.

[7.] Alat menciptakan ruang publik. Pelibatanrlu bahkan mutlaknya masyarakat terlibat dalam proses penganggaran publik membuat proses penyusunan anggaran membuka ruang bagi masyarakat untuk mengekspresikan dan menyalurkan aspirasinya. Berbagai kelompok masyarakat dapat menggunakan momentum penyusunan anggaran ini untuk berpartisipasi secara politik dalam kebijakan daerah.

Apakah anggaran kinerja itu?

Sesuai dengan PP No. 10558/20050 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, APBD disusun dengan pendekatan kinerja (prestasi kerja) yang dimulai sejak penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD). (Pasal 39 ayat (1) dan (2) dalam PP ini mengatur bahwa Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan keluaran serta hasil yang diharapkan dari setiap kegiatan dan program, termasuk di dalamnya adalah tingkat efisiensi yang bisa dilakukan. Karena itu, rencana anggaran harus menyertakan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Dengan pendekatan ini, berarti APBD harus

Page 83: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

mencerminkan bagaimana sebuah keluaran (output), manfaat, hasil, dan dampak tertentu dapat dicapai dengan sebuah masukan (input). Semua belanja yang dikeluarkan senantiasa berhubungan dengan sebuah kinerja yang akan dapat dievaluasi.

Di satu sisi penerapan anggaran kinerja ini akan memudahkan DPRD dalam meminta akuntabilitas lembaga eksekutif dalam menjalankan tugasnya serta memudahkan masyarakat melihat hasil kerja pemerintahan. Di sisi lain, karena pendekatan baru ini, DPRD pun dituntut untuk menyesuaikan diri. Bila sebelumnya anggaran disusun berdasarkan kegiatan yang akan dibiayai, maka sekarang ini kegiatan yang akan dibiayai merupakan produk dari analisis perencanaan yang lebih panjang. Sebuah kegiatan hanya bisa dibiayai bila ia menyumbang bagi pencapaian sasaran tertentu yang sudah ada dalam dokumen-dokumen perencanaan daerah.

Bagaimana melakukan prioritasisasi?

Pemda dimanapun di penjuru dunia, kecuali di sejumlah kecil daerah yang sangat kaya, selalu berkutat dengan masalah banyaknya kegiatan pelayanan publik yang perlu dibiayai sementara volume anggaran yang tersedia sangat terbatas. Karena itu, pembuat kebijakan publik termasuk DPRD selalu dihadapkan pada masalah prioritasisasi. Dalam tahapan penyusunan APBD, fase ini berada dalam pembahasan PPAS yang rencananya diajukan oleh Pemda dengan berpedoman pada KUA yang sebelumnya sudah disepakati antara DPRD dan Pemda. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tahap ini untuk membantu memprioritaskan alokasi anggaran antara lain:

1. Apa kegiatan yang lebih sesuai dengan dokumen perencanaan daerah? apa kegiatan yang menyumbang tercapainya sasaran tertentu yang sudah disepakati dan menjadi komitmen bersama?

2. Apa kegiatan yang mendesak dilakukan karena menyangkut penanganan keadaan darurat dan menyangkut kebutuhan masyarakat paling mendasar? Apakah, misalnya, ada masalah keamanan di daerah yang harus diatasi?

3. Apa kegiatan yang memiliki efek pengganda (multiplier effect) lebih besar?4. Apa kegiatan yang bisa mengundang pertisipasi sukarela masyarakat maupun

partisipasi pihak swasta sehingga tidak terlalu membebani APBD?Pertanyaan-pertanyaan di atas dapat terus dikembangkan lagi untuk

membantu menyaring kegiatan-kegiatan yang perlu dibiayai APBD. Lagi-lagi, sebagaimana dalam penyusunan kebijakan publik, DPRD perlu memberdayakan masyarakat dalam prosesnya. Karena DPRD adalah wakil masyarakat, DPRD hanya akan mengetahui apa yang terbaik bagi masyarakat di daerah dengan cara bertanya pada mereka.

6.5. Melaksanakan pengawasan berbagai kebijakan publik

Pasal 18 42 ayat 1 butir f UU No. 2232/1999 2004 mengamanatkan pada DPRD untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap lima hal:

1. Pelaksanaan perda dan perundang-undangan lainnya.2. Pelaksanaan keputusan gubernur dan bupati/walikota.3. Pelaksanaan APBD.

Page 84: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

4. Pelaksanaan kebijakan daerah.5. Pelaksanaan Kerjasama internasional di daerah.

DPRD hasil Pemilu 1999 merupakan DPRD pertama yang menjalankan kewenangannya menurut UU No. 22/1999. Salah satu kewenangan DPRD yang berubah drastis sejak 1999 sampai kini, sebagaimana lazimnya diharapkan dari demokratisasi, adalah kewenangan pengawasan berjalannya kebijakan dan peraturan daerah oleh eksekutif. Pada lima tahun pertama transisi demokrasi tersebut, pelaksanaan fungsi pengawasan ini dipandang kontroversial. Pemda mengeluhkan ’agresivitas’ DPRD dalam menjalankan fungsinya ini.

DPRD sudah bukan mengawasi lagi, tapi sudah masuk ke wilayah pemeriksaan, bahkan penyelidikan, demikian keluh pejabat eksekutif di banyak daerah. Meskipun keluhan ini dapat menyiratkan kesan bahwa DPRD memang telah bertindak ’overacting’ dalam melakukan fungsinya, keluhan ini juga menunjukkan bahwa peran pengawasan DPRD telah mulai berjalan. Dengan demikian, ke depan, dapat tercapai keseimbangan fungsi pengawasan penyelenggaraan pemerintahan antara yang dilakukan oleh BPK dan jajarannya, KPK, pemda sendiri secara internal melalui Bawasda dan Inspektorat, dan secara politik oleh DPRD.

Sebagaimana disuratkan dalam UU, semangat pengawasan oleh DPRD meliputi dua hal:

Pertama, pengawasan atas dilaksanakannya perundang-undangan dan kebijakan daerah. DPRD dapat menilai apakah sebuah perundangan, baik itu berupa peraturan daerah maupun keputusan kepala daerah, dapat diterapkan dengan baik di lapangan atau tidak. Dengan demikian, fungsi pengawasan dapat menyumbangkan hasilnya bagi fungsi legislasi. Apakah peraturan yang lama telah berjalan dengan baik? Apakah ada celah di lapangan yang membutuhkan pengaturan tertentu dalam bentuk peraturan baru?

Kedua, pengawasan atas pelaksanaan pembangunan, terutama pelaksanaan APBD, sehingga pemerintah bertanggung gugat (akuntabel) terhadap masyarakat atas apa yang dilakukannya. Wilayah pengawasan DPRD dapat mencakup beberapa hal. Di satu sisi ia harus membidik isu korupsi oleh eksekutif dan penyalahgunaan kewenangan atau dana pemerintah. Sisi yang lain, apalagi dalam konteks penerapan anggaran kinerja, berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas bekerjanya pemerintahan.

Dengan diterapkannya anggaran kinerja, maka DPRD dengan sendirinya akan sangat terbantu dalam melakukan dua aspek pengawasan pelaksanaan APBD ini. Apakah alokasi anggaran telah membawa hasil sesuai yang diharapkan dalam perencanaan? Apakah prioritas-prioritas pembangunan terlaksana? Bagaimana efisiensi dan efektivitas bisa ditingkatkan? Sekali lagi, tampak di sini bahwa fungsi pengawasan akan menjadi berhubungan erat dengan fungsi penganggaran dan fungsi pembentukan kebijakan daerah berikutnya.

Bagaimana fungsi pengawasan ini dilakukan? Secara terus-menerus DPRD dapat melakukannya melalui komisi-komisinya yang membidangi hal-hal yang cukup spesifik. Melalui komisi, sehingga anggota DPRD dapat melakukan pembidangan kerja dan memfokuskan perhatiannya dalam bidang yang spesifik. Dengan adanya komisi maka DPRD dapat mengerjakan banyak agenda sekaligus, proses pengawasan dan diskusi di antara para anggota akan berjalan cukup mendalam, serta sementara

Page 85: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

anggota DPRD juga cepat atau lambat akan menguasai permasalahan yang secara khusus ditanganinya.

Dalam konteks Ketika kepala daerah sudah akan yang dipilih secara langsung nantisaat ini, kesamaan partai/afiliasi politik antara kepala daerah dengan dan mayoritas anggota DPRD tak terhindarkan lagi akan mempengaruhi corak pengawasan yang akan dilakukan. Bila kepala daerah berasal dari partai/afiliasi yang berbeda, DPRD akan memiliki insentif untuk melakukan pengawasan dengan yang ketat dengan harapan akan menguak kelemahan yang dimiliki kepala daerah.

Di sisi lain, bila kepala daerah dan mayoritas anggota DPRD memiliki afiliasi politik yang sama, bisa jadi kedua cabang pemerintahan akan ’berkonspirasi’ untuk ’tampil cantik’ di depan publik. Karena itu, kendati skenario yang pertama memungkinkan ketegangan antara lembaga legislatif dan eksekutif yang nantinya(namun tidak akan bisa saling menjatuhkan), namun ini ia cenderung ’dikehendaki’ dalam sistem presidensial karena lebih memastikan berjalannya fungsi pengawasan oleh masyarakat melalui DPRD.

Bila DPRD bisa melakukan fungsinya ini dengan baik, maka yang dituju sebenarnya adalah pemerintahan daerah yang lebih akuntabel dan efektif. Hasil pengawasan ini harusnya bermuara pada penyusunan kebijakan/peraturan daerah untuk menangani kelemahan yang masih ditemui baik mengenai sebuah program pembangunan, pengaturan, maupun aspek pemerintahan lainnya. Ujung-ujungnya, proses pemerintahan daerah akan menjadi siklus belajar kolektif yang terus-menerus dan terus meningkat.

6.6. Mewakili kepentingan rakyat

Kita masuk pada fFungsi berikutnya yang sebenarnya sangat mendasar dalam demokrasi perwakilan yakni adalah fungsi representasi. DPRD dapat saja melakukan fungsi-fungsi sebelumnyalainnya seperti, membuat kebijakan, perda, termasuk melakukan pengawasan, . Nnamun bila fungsi ini dilakukan tanpa mekanisme representasi yang efektif, maka sistem ini akan kehilangan nilai demokratisnya, utamanya karena layak diragukan bahwa DPRD bertindak mewakili masyarakat secara keseluruhan.

Sebagai wakil rakyat, anggota DPRD bukannya diharapkan dapat menjadi manusia serba bisa untuk dapat memenuhi harapan masyarakat di daerah. Namun demikian, lembaga dan proses politik di DPRD diharapkan mampu menyelesaikan semua masalah yang muncul di daerah. Karena itu, semangat yang ada dan prosedur yang disusun dalam DPRD harus dapat memfasilitasi peran ini. Bila aAnggota DPRD harus menguasai sesuatu keterampilan, maka keterampilan yang harus dikuasai tersebut adalah bagaimana berkonsultasi dengan masyarakat yang diwakilinya, sehingga keputusan-keputusan yang lahir dari DPRD adalah yang paling representatif.

Masalahnya, masyarakat bukanlah kelompok yang homogen. Masyarakat memiliki banyak kepentingan yang , tidak jarang dan sangat bisa jadi kepentingan tersebut bertentangan satu sama lain. Karena itulah, teknik-teknik konsultasi dengan masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan memang menjadi salah satu langkah utama dalam upaya menegakkan demokrasi di seluruh dunia.

Page 86: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Secara umum, DPRD dapat mencari terobosan-terobosan baru dalam memastikan bahwa keputusan-keputusan yang diambilnya selalu berusaha memenuhi substansi prinsip keterwakilan ini. Dalam tabel di bawah,halaman berikut ada beberapa contoh kegiatan yang bisa dilembagakan untuk memastikan bahwa DPRD memiliki berbagai jalan untuk mencari dan menerima masukan dari masyarakat.

Tanpa mekanisme yang disusun untuk mengantisipasi hal-hal yang harus direspon dengan cepat, DPRD akan kesulitan mengatasi berbagai keluhan masyarakat. Sering masyarakat frustasi karena aduannya ditanggapi komisi yang tidak relevan, dengan keluhannya apalagi sedangkan pihak yang relevan sedang tidak berada di tempat. Terkadang, DPRD juga tidak memiliki antisipasi mekanisme verifikasi berbagai keluhan masyarakat yang bertentangan satu sama lain.

Proaktif:Jemput Bola

Reaktif:Tunggu Bola

Isu Khusus

1. Undangan rapat dengar pendapat (RDP) ke kelompok-kelompok kepentingan

2. RDP umum (public hearing)

1. Mekanisme penanganan unjuk rasa

2. Mekanisme penanganan permohonan pertemuan

3. mekanisme penanganan undangan seminar, diskusi, dll.

4. Penerimaan aduan melalui kantor konstituensi

5. Kotak pos pengaduan

Isu Umum

1. Kunjungan ke lapangan2. Pengadaan jajak pendapat

kepuasan pelayanan publik

DPRD perlu bekerja dengan sekretariat dewan untuk memastikan bahwa terdapat mekanisme untuk bersikap peka terhadap permasalahan masyarakat sekaligus responsif terhadap tuntutan-tuntutan mereka.

6.7. Mewakili kepentingan daerah

Dalam sistem negara yang terdesentralisasi Indonesia mutakhir, format kekuasaan di bagi secara bertingkat salah satu hubungan politik yang lain adalah antar jenjang pemerintahan yang dijalankan dengan prinsip–prinsip otonomi. Pasca 1999, dimulai Kata jenjang di sini mungkin tepat karena UU No. 22/1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 32/2004, konsepsi hirarkhi pemerintahan mulai diubah dengan memberikan lebih banyak tekanan pada munculnya kemandirian daerah (otonomi daerah). Oleh sebab itu, dalam struktur pemerintahan daerah saat ini, tidak mengenal hierarki seperti UU No. 5/1974. dalam konteks ini, DPRD bersama pemda praktis menjadi pun menjadi ujung tombak perjuangan kepentingan daerah di depan dua jenjang pemerintah lainnya, pemda propinsi dan pemerintah pusat.di Jakarta.

Dengan format baru adanya desentralisasi dan otonomi daerah, yang saat ini dikerangkai dua undang-undang utama, yaitu, pasca lahirnya UU No. 2232/1999 2004 dan UU No. 2533/1999 2004 yang membawa desentralisasi administrasi, fiskal serta politik, maka hubungan antara daerah dengan pusat telah memasuki babak baru. Dengan kewenangan untuk memberikan sebagai besar pelayanan publik,

Page 87: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

daerah kini menyandang tanggung jawab baru yang praktis juga membawa permasalahan tersendiri dalam bidang anggaran.

Lazimnya di seluruh dunia, maka peran yang disandang daerah adalah advokasi untuk mendapatkan pembagian yang lebih adil, baik dalam besaranya dana alokasi dari pemerintah dalam formula bagi hasil pendapatan yang diperoleh di daerah, maupun dalam keleluasaan mengeluarkan kebijakan fiskal.

Dalam memperjuangkan kepentingan daerah, DPRD perlu memperdulikan setting politik bahwa pemerintah pusat pun memiliki kepentingannya sendiri. Atas nama jaminan untuk menyediakan pelayanan publik yang setara di seluruh tanah air, pemerintah pusat dapat mengeluarkan berbagai argumen untuk menangkal kepentingan-kepentingan daerah yang berbeda-beda. Karena perbedaan kepentingan antar daerah inilah, maka sering pemerintah nasional (pusat) di negara-negara desentralis untuk ’mengadu domba’ pemdanya. Kecuali daerah dapat bersatu mengagregasikan kepentingannya untuk mendapatkan kompromi terbaik dalam melakukan tawar-menawar dengan pemerintah pusat.di Jakarta.

Dalam konteks inilah maka asosiasi pemerintah daerah menjadi relevan. Dengan adanya asosiasi pemerintahan daerah, daerah dapat berbagi informasi dan prespektif mengenai perbedaan kepentingannya dan , kemudian merumuskan strategi advokasinya bagi kompromi kepentingan terbaik bagi daerah. Kendati di Indonesia asosiasi pemerintahan daerah masih terbagi-bagi dalam berbagai organisasi, hal ini merupakan langkah penting maju dalam hubungan antar pemerintahan di Indonesia.

ADEKSI dan ADKASIPada Juli 2001, Asosiasi DPRD Kota seluruh Indonesia (ADEKSI) resmi

berdiri dan bulan berikutnya Asosiasi DPRD Kabupaten seluruh Indonesia (ADKASI). Asosiasi ini menjadi wadah bagi DPRD Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia dan anggotanya. Dengan adanya ADEKSI dan ADKASI, maka kepentingan daerah dapat didiskusikan dan dikerucutkan sebelum diperjuangkan. Meskipun asosiasi dapat menjadi wadah yang efektif untuk penguatan kapasitas anggota, perluasan jaringan dan penyebaran informasi, namun tak pelak lagi advokasi kebijakan merupakan fungsi yang kunci bagi asosiasi. Karena itu ADEKSI dan ADKASI selalu aktif dalam diskusi kebijakan tingkat nasional, khususnya yang berimplikasi pada di antaranya adalah mengenai revisi UU tentang pemerintahan daerah dan aspek-aspek yang relevan dalam paket UU Politik.

APEKSI, APKASI, dan APPSI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten seluruh Indonesia, Asosiasi Pemerintahan Kota seluruh Indonesia, dan Asosiasi Pemerintah Propinsi seluruh Indonesia) adalah asosiasi serupa yang menjadi wadah bagi pemda untuk memperjuangkan kepentingannya yang dipimpin bupati, walikota dan gubernur.

6.8. Membangun sekwan yang andal

Semua orang dengan mudah sepakat bahwa untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan, dibutuhkan organisasi yang kuat. Demikian pula pemda, perhatian pada pentingnya peningkatan kapasitas staf teknis sangat besar. Anehnya, perhatian

Page 88: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

sebesar ini seringkali luput diberikan bila kita membicarakan lembaga sekretariat DPRD, yang dipahami sebagai organisasi pendukung kinerja DPRD dan anggotanya.

Seperti yang sudah disinggung di awal bab ini, sekretariat hanyalah merupakan sarana agar DPRD dapat menunjukkan kinerja yang baik. Namun sSkala dukungan yang disediakan oleh dan melalui sekretariat ini sangatlah besar dan karenanya memainkan peran yang kunci. Dukungan harus tersedia untuk menjamin fungsi-fungsi legislasi, budgetinganggaran, pengawasan, dan yang terpentingjuga keterwakilan. Untuk itu, sekretariat yang andal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

[1.] DPRD harus memiliki kendali penuh atas dukungan administratif yang disediakan untuknya, baik dari segi pendelegasian, akuntabilitas, maupun penganggaran. DPRD harus memiliki jalur pendelegasian dan pertanggungjawaban dengan sekretariatnya. Jalur ini juga harus menjadi jalur satu-satunya. Dengan demikian, DPRD dapat memperoleh dukungan sesuai dengan yang diperlukannya dari Sekretariat. DPRD harus memiliki kekuasaan penganggaran bagi kegiatan maupun fasilitas yang disediakan oleh sekretariat. Dengan demikian, kebijakan yang memprioritaskan sumber daya yang ada merupakan kewenangan dari DPRD sendiri untuk memenuhi tuntutan akan kinerjanya.

1.[2.] Sekretariat DPRD harus memiliki staf yang andal, mencakup: Staf manajerial dan administrasi, yakni staf yang menyediakan dukungan

koordinatif dan administratif bagi kerja DPRD. Staf legal drafting. Anggota DPRD yang dipilih karena popularitas dan

kepercayaan pemilih kepada yang bersangkutan untuk memikirkan dan mengambil keputusan mengenai masalah-masalah publik sangat bisa jadi tidak memiliki kemampuan dalam hal teknis legal drafting. Namun, Bbukan pula tugas anggota DPRD untuk mempelajari detil teknis bagaimana menulis perundang-undangan. Sekretariat DPRD dapat memiliki staf khusus yang dapat menerjemahkan kebijakan menjadi dokumen perundang-undangan yang baik.

Staf riset. Tugas anggota DPRD adalah membuat keputusan-keputusan, Keputusan yang baik hanya bisa dilakukan jika dan untuknya diperlukan didasarkan informasi yang memadai. Sebagai daerah yang sedang membangun dan baru meletakkan dasar-dasar pembangunan daerah pasca UU No. 22/1999, Banyaknya urusan, sering membuat DPRD sering tidak memiliki waktu mencari informasi di perpustakaan dan mempelajarinya sebagai bahan untuk pengembilan keputusan. Karena itu, DPRD dapat memiliki staf khusus yang melakukan riset dan menyediakan informasi yang diperlukan oleh anggota dalam format yang mudah dipahami.

Staf analisis anggaran. Sekali lagi, sebagai pembuat keputusan, DPRD sering tidak memiliki cukup banyak waktu untuk memahami hal-hal mendetail yang kadang-kadang diajukan pihak eksekutif, -bahkan kadang-kadang memang sengaja diperumit untuk menggolkan tujuan politik tertentu. Adanya staf khusus yang dapat membantu anggota menyediakan analisis anggaran akan mengefektifkan fungsi penganggaran dan pengawasan anggota.

Page 89: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Staf komisi. Sebagai badan alat kelengkapan yang memegang peran penting dalam pelaksanaan tugas-tugas DPRD, komisi memerlukan dukungan staf ahli untuk dapat menjalankan tugasnya. Karena itu, bila anggaran memungkinkan, komisi perlu dilengkapi dengan staf yang dapat membantu anggota komisi melakukan tugas sesuai lingkup komisinya. Sebelum praktek staf ahli komisi ini diperkenalkan, mungkin perlu dibuat analisis apakah staf yang akan direkrut bersifat permanen atau yang menerus lebih baik dan efisien secara anggaran atau staf yang bekerja secara adhoc saja saat dibutuhkanketika agenda kerja DPRD membutuhkannya.

Staf fraksi. Diperlukan tidaknya staf fraksi sebenarnya dapat diserahkan pilihan dan pendanaannya pada fraksi sendiri karena tidak etis bila penyediaannya diambil staf fraksi dengandari APBD. akan merangsang lahirnya fraksi-fraksi berukuran kecil yang tidak membebani anggaran sekretariat. Di sisi lain, fraksi merupakan agregasi kepentingan politik yang harus diakomodasi dalam demokrasi. Karena itu, DPRD perlu memikirkan kelebihan dan kekurangan dari penyediaan fasilitas ini, bahkan bilameskipun anggaran yang tersedia memadai.

Staf pribadi anggota legislatif. Staf ini lazim dikenal di demokrasi mapan utamanya yang menganut sistem pemilu distrik wakil tunggal. Karena anggota legislatif tertentu merupakan wakil satu-satunya dari daerah pemilihannya, maka ia benar-benar disediakan fasilitas untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam konteks regulasi saat ini, yaitu, UU No. 27/2009, posisi ini sayangnya belum diakomodasi bagi anggota DPRD.

Pengembangan sekretariat DPRD.

Kebanyakan sekretariat DPRD di Indonesia saat ini tentu masih bekerja dengan sarana dan sumber daya manusia yang masih terbatas. Dalam keadaan seperti ini, pengembangan kapasitas SDM sekretariat mungkin akan terasa mahal bila dilakukan sekaligus dalam satu tahun anggaran, misalnya. Karena itu, DPRD dan sekwan dapat menyusun sebuah rencana pengembangan SDM untuk mendekati kondisi yang diinginkan dalam satu masa bakti. Setelah penetapan target tahunan, maka anggaran dapat dialokasikan untuk mencapai target penyediaan sarana atau keahlian tertentu. Perlu diingat bahwa program penguatan sekretariat ini harus terkendali, yaitu terukur dampak dan kemanfaatannya. Dampak dari setiap ’investasi’ yang ditanam harus dapat dilihat pada setiap tahunnya. Untuk meningkatkan legitimasi politik DPRD, bertambahnya fasilitas maupun staf khusus di DPRD seyogyanya tidak menjadi tujuan dalam dirinya namun menjadi sarana bagi kinerja DPRD yang lebih baik di mata masyarakat.

6.9. DPRD sebagai pendidik politik dan demokrasi

Indonesia telah mengalami masa dimana tidak ada pemilu jurdil, kemerdekaan pers, dan kemerdekaan berorganisasi. Reformasi 1998 telah membawa perubahan dengan mendorong demokratisasi: Perubahan paket UU

Page 90: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Politik, pemilu yang relatif demokratis (setelah absen 35 tahun), serta rangkaian perubahan UUD 1945 yang diharapkan meletakkan dasar bagi Indonesia yang lebih demokratis.

Bersamaan dengan demokratisasi Indonesia juga lahir devolusi kewenangan dari pusat ke daerah melalui UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 yang kemudian disempurnakan menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004. Dengan diterapkannya UU barupembaruan dalam pengaturan pemerintahan daerah ini, terjadi pula desentralisasi politik kepemimpinan daerah. Masyarakat dapat memilih sendiri pemimpin-pemimpinnyakepala daerah dan merekalah yang kemudian bertanggung jawab terhadap nasib masyarakat di daerah.

Karena dua proses ini berlangsung bersamaan, lepas dari rasa syukur akan capaian-capaian yang sudah diraih pada enam tahun pertama reformasi, tak urung ada banyak keluhan yang mengemuka. Ada beberapa resistensi atau keengganan untuk menerima nilai-nilai baru yang dianggap ’semua semau sendiri’ sehingga penuh ketidakpastian. Namun, ada juga yang sudah enggan kembali ke masa lalu namun belum menemukan pegangan tentang apa yang harus dibangun dibagi masa depan.

Sebagian besar kegagapan dan kegalauan ini lahir karena demokrasi perlu waktu sebelum bisa mendatangkan hasil yang memuaskan. Mengubah praktek-praktek buruk di masa lalu dan membangun pranata baru bukan proses yang secepat kejatuhan penguasa lama dan usai hanya dengan sekali dua atau tiga kali pemilu demokratis.

Demikian pula potret di daerah. Desentralisasi dan demokratisasi di daerah –kewenangan yang membesar dan berimbangnya kewenangan eksekutif dan legislatif- justru dikecam telah sukses mendesentralisasikan korupsi. Praktek-praktek buruk yang dulu kita kecam kini justru merebak dan hadir di depan mata.

Agen sosialisasi politik yang dialami seorang warga masyarakat adalah keluarga, teman sebaya, sekolah dan media massa. Karena itu, secara tidak langsung, praktek politik di daerah dengan sendirinya sebenarnya merupakan pendidikan politik dan demokrasi pada masyarakat. Dalam situasi politik seperti ini, mana yang akan lebih banyak dipelajari oleh masyarakat: Demokrasi di daerah sebagai sarana mendekatkan masyarakat pada pengambilan kebijakan yang berpengaruh pada dirinya, ataukah desentralisasi sebagai penyebab naiknya berbagai retribusi dan menurunnya kualitas puskesmas di dekat rumah?

Masyarakat juga perlu belajar bahwa demokrasi mengandaikan bekerjanya fungsi kontrol dari pemilih untuk memastikan bahwa pejabat publik akan bertanggung gugat (akuntabel) terhadap masyarakat. Yang menjadi krusial pada masa-masa transisi seperti sekarang –dimana negara tidak lagi dapat memaksakan kehendak seperti dulu namun masyarakat juga tidak dapat mengharapkan subsidi dari negara- adalah memastikan bahwa masyarakat tidak frustasi dengan keadaan sekitarnya. Bila dalam keadaan pertama masyarakat sudah frustasi dan enggan beranjak ke keadaan kedua, maka proses belajar ini akan terputus dan demokrasi tidak akan membawa perubahan ke keadaan yang lebih baik.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan DPRD. Sebagai pemimpin masyarakat pada masa-masa transisi yang sulit ini, DPRD harus memastikan bahwa masyarakat pun belajar melakukan fungsi kontrolnya. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk

Page 91: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

memastikan bahwa lingkaran belajar masyarakat di daerah ini tidak terputus, seperti dalam mengikuti siklus sebagai berikut:

Page 92: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

(IV)Praktek pemerintahan yang

lebih baik

(II) Dorongan bagi partisipasi masyarakat

dalam pemerintahan (governance)

(III)Meningkatnya partisipasi masyarakat

dalam aspek-aspek pemerintahan

(I) Persepsi masyarakat akan

Keadaan sekitarnya

Karena itu, DPRD perlu mendorong praktek-praktek yang memastikan tata pemerintahan yang baik dalam arti luas, antara lain dapat dilakukan dengan:

1. Memastikan adanya akses bagi masyarakat untuk mendapatkan dokumen-dokumen publik seperti perda, APBD, dan dokumen perencanaan daerah.

2. Memastikan terbukanya sebanyak mungkin persidangan DPRD kepada masyarakat. Pada dasarnya persidangan ini sifatnya terbuka (kecuali dinayatkan tertutup oleh DPRD), sehingga DPRD dapat lebih mengoptimalkan ruang ini.

3. Menyelenggarakan RDP dan jajak pendapat mengenai rancangan kebijakan dan perda.

4. Mendorong berkembangnya media massa yang bebas.5. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan,

termasuk dalam pencegahan korupsi dan pengadaan barang-barang publik skala besar.

6. Memastikan adanya mekanisme transparansi bagi publik. Kota-kota besar dengan jaringan internet luas dapat menggunakan website untuk menjalankan fungsi ini.

DPRD perlu menyadari bahwa keberadaannya sebagai kepemimpinan kolegial (kolektif) bagi daerah menjadikannya lembaga yang sangat penting bagi pengambilan keputusan di daerah. Kepemimpinan kolegial dianggap merupakan sarana dalam demokrasi yang memungkinkan keputusan yang diambil setelah melalui proses pembahasan dan penggodokan yang serius dan matang. Ini tentu harus disikapi sebagai sebuah tantangan. Setiap anggota DPRD harus mencamkan dalam dirinya, bertahun-tahun dari sekarang, ketika ia melihat buah dari landasan yang diletakkannya hari ini, ia akan merasa bangga bahwa ia telah mengambil keputusan yang terbaik. Ia akan merasa bangga bahwa ia tidak tergoda untuk mengorbankan cita-cita orang banyak bagi kebaikan daerah hanya karena demi kepentingan pribadi dan kelompoknya semata. Ia akan merasa bangga, karena ia telah meletakkan suri tauladan sebagaimana yang diharapkan datang dari masyarakat yang beradab dari para pemimpinnya.

6.10. Membekali diri

Page 93: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Daftar panjang fungsi di atas dan penjabarannya rasanya merupakan tantangan yang sangat menggairahkan namun sekaligus berat untuk dihadapi. Sementara, di dalam budaya politik Indonesia, kepemimpinan politik belum memiliki ladang penyemaian yang subur dan membuahkan kader-kader yang dapat membawa daerah danerah masyarakatnya ke masa depan yang lebih baik, apalagi dengan tanggung jawab yang luas datang dari UU pemda serta tantangan konteks globalisasi dewasa ini.

Bahkan untuk para anggota DPRD yang sudah menjabat selama beberapa periode, praktis hanya periode 1999-2004 yang mencerminkan tantangan yang akan terus dihadapi ke depan ini. Sementara itu, hasil pemilu 2004 pun sering ditandai dengan pergantian banyak anggota DPRD termasuk dan sama banyaknya partai politik yang berhasil duduk di DPRD. Kondisi ini mengakibatkan akumulasi pengetahuan dari politisi-politisi yang telah berpengalaman praktis tidak terwariskan dengan masif pada periode berikutnya.

Keadaan ini tentu tidak perlu disesali. Pergantian anggota DPRD adalah sesuatu yang niscaya, bahkan seringkali dikehendaki, dalam sistem demokrasi yang menggunakan pemilu sebagai mekanisme rekrutmen politik. Namun iIni justruga berarti, anggota DPRD harus membekali dirinya sehingga ia cepat mengadaptasikan diri dengan tuntutan-tuntutan tugasnya yang penting dan strategis ini. Parpol perlu merumuskan strategi yang lebih menyeluruh tentang bagaimana dapat disediakan dukungan terus-menerus bagi wakil-wakilnya di DPRD, tidak hanya pembekalan intensif pada awal periode saja. Partai politik juga perlu memikirkan perannya sebagai persemaian pemimpin-pemimpin daerah yang akan menyandang peran penting dalam penguatan desentralisasi di Indonesia ini.

Jika para anggota DPRD tidak mengerjakan ’pekerjaan rumah’nya untuk membekali diri, maka ruang-ruang sidang DPRD hanya akan menjadi tempat belajar dan anggaran DPRD hanya akan dihabiskan untuk pembekalan anggotanya. Dan kKetika proses belajar usai, waktu menjabat sudah terlanjur akan habis dan masyarakat mungkin sudah kehilangan selera untuk kembali memberikan suaranya.

Page 94: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

BAB VIIMembangun Lembaga Perwakilan di Daerah

Yang Berwibawa

Rahmi Yunita

DPRD sekarang memang mempunyai kekuasaan politik yang besar dan jauh lebih berperan dalam pemerintahan daerah. Saking besarnya, Banyak pihak bahkan mengatakan bahwa kekuasaan DPRD terlalu besar sehingga lembaga eksekutif pun beranggapan bahwa adalah sulit untuk bekerjasama dengan DPRD yang dinilai kadang kebablasanmempunyai kekuasaan sebesar itu. Padahal, mungkin yang terjadi adalah kekurangsiapan untuk menempatkan sistem check and balance pada proporsi yang sesuai. Pada kondisi era reformasi ini, DPRD perlu dibangun menjadi lembaga yang bersih dan berwibawa, sehingga dapat menjadi panutan bagi semua lembaga tata pemerintahan di daerah. Salah satu agenda yang paling mendesak adalah kapasitas DPRD dalam melembagakan prinsip tata pemerintahan yang baik, baik untukbagi dirinya sendirinya maupun dalam upaya memfasilitasi para pelaku tata pemerintahan lainnya di daerah.

Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik

Kendati dengan banyak tarik-menarik di daerah, tata pemerintahan yang baik dalam pemerintahan di daerah lazimnya sudah menjadi hal yang menyemangati visi yang harus dikejar daerah-daerah di Indonesia. Untuk dapat meraih wibawa di mata publik, DPRD tentu perlu tak hanya menyuarakan tuntutan akan meningkatnya kinerja pemerintaah namun juga wajib menerapkan tata pemerintahan yang baik dalam dirinya. Karena itu, komitmen penerapan tata pemerintahan yang baik perlu ditanamkan dalam DPRD, dan ini dapat dimulai dengan penerapan prinsip-prinsipnya.

Bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik?

Tentu saja sSebuah kegiatan dapat mengandung sejumlah penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik jika memenuhi prinsip-prinsip berikut: Berikut contoh-contohnya:

[1.] Partisipasi. Dalam menjalankan tugasnya, DPRD memiliki dan menerapkan mekanisme untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, baik secara reaktif maupun lebih penting lagi secara proaktif. Partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan maupun pengalokasian anggaran akan menyumbang bagi legitimasi produk DPRD dan keberadaan DPRD sendiri sebagai lembaga politik.

[2.] Penegakan hukum. DPRD perlu menjunjung tinggi peraturan tata tertib dalam menjalankan tugasnya serta patuh pada hierarki perundang-undangan dalam menyusun pelbagai kebijakan daerah.

Page 95: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

[3.] Transparansi. Rapat-rapat DPRD yang dinyatakan terbuka untuk umum dan dapat diaksesnya dokumen-dokumen daerah merupakan penegakan prinsip ini. Mengiringi tertib administrasi di DPRD, langkah lebih jauh dapat dilakukan dengan membuka daftar hadir DPRD pada umum, risalah persidangan, bahkan sampai pada tingkat lebih tinggi nanti, membuka informasi mengenai sikap politik setiap anggota dalam pengambilan kebijakan tertentu.

[4.] Kesetaraan (ekuitas). Dalam penyusunan program, DPRD harus mawas dengan tegaknya prinsip ini. Sering sekali penyusunan program pembangunan hanya membidik kelompok sasaran tertentu, atau dengan tanpa sengaja meminggirkan kelompok lainnya. DPRD harus memastikan adanya kesetaraan pelayanan publik dalam pelbagai aspek, misalnya: Ddaerah urban dan rural untuk pelayanan pendidikan, atau perempuan dan laki-laki untuk akses terhadap ekonomi produktif.

[5.] Daya tanggap (responsivitas). Bagaimana menanggapi aspirasi yang diteriakkan demonstran? Bagaimana merespon pengaduan tertulis? Bagaimana menanggapi keluhan masyarakat dalam sebuah kunjungan lapangan? DPRD bersama sekwan perlu menyusun mekanisme untuk memastikan bahwa semua aspirasi dapat ditindaklanjuti secara kelembagaan, sesuai kewajiban yang diamanatkan oleh UU No. 2232/20034 dan UU No. 27/2009.

1.[6.] Wawasan ke depan. DPRD perlu melakukan kepemimpinan dalam menyusun arah pembangunan daerah. Visi dan misi daerah yang disusun, misalnya, harus merupakan sesuatu yang dipercaya akan dapat dipertanggungjawabkan kepada generasi masa depan daerah sendiri.

2.[7.] Tanggung gugat (akuntabilitas). DPRD harus siap mempertanggungjawabkan kebijakan yang ditempuhnya. DPRD dapat membuat laporan tahunan di depan masyarakat tentang kinerja dan anggarannya untuk meminta umpan balik. Anggota DPRD harus menjalin komunikasi dengan konstituen di daerah pemilihannya sebagai salah satu cara menjalankan prinsip ini.

3.[8.] Pengawasan. DPRD harus mampu menegakkan kode etik bagi para anggotanya. DPRD juga harus melakukan pengawasan kepada pelaksanaan kebijakan dan peraturan daerah tanpa maksud memperoleh keuntungan pribadi dari kegiatan ini.

4.[9.] Hasil guna dan daya guna (efektivitas dan efisiensi). Pada akhirnya, DPRD akan dinilai juga dari kinerjanya. DPRD perlu membuktikan bahwa perda yang dihasilkannya, misalnya dapat dijalankan dan berkelanjutan. DPRD tidak dapat menggunakan banyak anggaran peningkatan kapasitas, misalnya untuk studi banding, tanpa menunjukkan dampak yang berarti.

5.[10.] Profesionalisme. DPRD harus menunjukkan profesionalismenya dengan terus meningkatkan kemampuannya dalam menjalankan tugas, termasuk terus mengembangkan diri ketika tantangan baru lahir, bukannya melemparkan tanggung jawab, terutama ketika kesulitan menghadang pimpinan daerah.

Bagaimana prinsip-prinsip itu dapat dilembagakan? Tata tertib adalah instrumennya. Dengan memastikan prinsip-prinsip ini mengejawantah dalam aturan main DPRD, inilah maka internalisasi nilai-nilai tata pemerintahan yang baik akan siap dimulai.

Tata tertib DPRD sebagai alat kendali politik internal

Page 96: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Tata Tertib adalah seperangkat aturan yang mengatur bagaimana DPRD dan anggotanya menjalankan fungsi dan tugasnya, untuk memungkinkan semua anggota dapat menyuarakan aspirasinya dan memudahkan pengambilan keputusan. UU No. 2227/20039 telah mengatur hal-hal yang harus tercantum dalam tata tertib. Penyusunan tata tertib DPRD sendiripun harus mempedomani PP. Namun, pada intinya, tata tertib yang mendetil tersebut memuat beberapa hal sehingga ia dapat dioptimalkan untuk mengatur dinamika politik DPRD. Pengaturan untuk mencapai kinerja optimal dapat dipaparkan sebagai berikut.

Bagaimana pengaturan komisi?

Komisi adalah alat kelengkapan DPRD yang dibentuk untuk menyederhanakan dan membagi pekerjaan di dalam dewan. Beberapa pembicaraan yang sulit dilakukan secara pleno karena relatif besarnya ukuran forum dapat dilakukan lebih efektif dalam komisi. Selain itu, format komisi membuat pekerjaan di DPRD, terutama dalam penyusunan legislasi dan pengawasan, menjadi terbagi dan dapat dikerjakan lebih efisien. Terlebih, dalam format kelembagaan DPRD sekarang ini, sebagaimana diatur dalam UU No. 27/2009, komisi akan lebih fokus lagi karena adanya alat kelengkapan baru yang khusus menangani legislasi, yaitu Badan Legislasi. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana memastikan bahwa komisi dapat mewakili berbagai pendapat dalam DPRD, yang dalam hal ini diwakili oleh banyak partai politik?

Banyak lembaga perwakilan di dunia yang mengizinkan seorang anggota DPRD parlemen untuk duduk lebih dari satu komisi. Namun, tidak sedikit pula yang membatasi hal ini, dengan ketentuan bahwa seorang politisi hanya bisa menjadi anggota komisi yang waktu sidangnya tidak bersamaan. Dalam hal ini, memang terdapat penjadwalan waktu sidang, misalnya setengah jumlah komisi bisa bersidang pada hari Senin dan rabu, sementara sisanya Selasa dan Kamis. Indonesia membagi habis anggotanya sebanyak komisi dan karenanya hanya perlu mengatur bahwa waktu persidangan komisi tidak boleh berbenturan dengan sidang pleno.

Jumlah komisi DPRD Kabupaten/Kota, sebagaimana diatur dalam Pasal 356 UU No. 27/2009 ada dua macam, yakni tiga komisi (bagi yang beranggotakan 20 sampai dengan 35 orang) dan empat komisi (bagi yang beranggotakan lebih dari 35 orang). sendiri tidak memiliki panduan pengaturan yang kaku. Yang jelas, komisi harus merefleksikan pembagian peran untuk menampung semua bidang mandat dalam cabang eksekutif dari pemerintahan juga. Selain itu, untuk menciptakan representasi komisi terhadap fraksi, maka farkasi yang ada dalam DPRD harus beranggiotakan minimal sejumlah komisi yang ada. Ini dimaksudkan agar setiap fraksi memiliki wakil di setiap komisi. Detail pembahasan hal ini akan dibahas Kendati tidak dibatasi, komisi perlu mempertimbangkan jumlah total anggota dan saling mengimbangi dengan pengaturan ukuran fraksi, yang akan dibahas lebih jauh di Buku 2 dari seri buku panduan ini.

Bagaimana pengaturan proses dan waktu penyusunan peraturan perundang-undangan?

Page 97: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Yang ingin dipastikan di sini bukan hanya proses penyusunan kebijakan saja yang, antara lain, harus partisipatif. , nNamun, intinya adalah tersedianya cukup waktu agar sebuah usulan bisa diperdebatkan dengan menyeluruh sehingga tidak terjadi penyusunan serangkaian perda secara ngebut dan ’kejar setoran’, misalnya.

Di samping itu, tugas anggota DPRD adalah menyuarakan, bahkan memperdebatkan usulan kebijakan. Karena itu, pengaturan kesempatan dan waktu bicara dalam persidangan juga merupakan isu yang penting dalam sebuah lembaga politik. Aturan tata tertib DPRD karenanya perlu memastikan bahwa bahkan fraksi kecil atau wakil tunggal dari sebuah partai politik pun dapat menyuarakan pandangan dan sikapnya terhadap usulan kebijakan, sehingga DPRDmasyarakat selalu punya kesempatan untuk membuka diri terhadap usulan kebijakan alternatif. Di sisi lain, di tradisi demokrasi mapan yang sudah mulai diadopsi beberapa daerah di Indonesia, tata tertib juga perlu mengatur lamanya seorang anggota DPRD berbicara, untuk menghindari dominasi dan meningkatkan efisiensi forum. Yang terakhir, aturan tata tertib juga harus memastikan bahwa media massa ataupun masyarakat luas memiliki akses pada proses ini, sehingga konstituen dapat memperoleh informasi mengenai sikap politik wakil-wakilnya.

Pasal 376 ayat (3) UU No. 27/2009 menyatakan bahwa paling minimal peraturan tata tertib DPRD Kab/Kota harus memuat 12 hal. Keduabelas hal tersebut ialah: a) pengucapan sumpah/janji; b) penetapan pimpinan; c) pemberhentian dan penggantian pimpinan; d) jenis dan penyelenggaraan rapat; e) pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang lembaga, serta hak dan kewajiban anggota; f) pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang alat kelengkapan; g) penggantian antarwaktu anggota; h) pembuatan pengambilan keputusan; i) pelaksanaan konsultasi antara DPRD kabupaten/kota dan pemerintah daerah kabupaten/kota; j) penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat; k) pengaturan protokoler; dan l) pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli.

Selain kedua belas poin tersebut, DPRD sebenarnya dimungkinkan untuk mengembangkan materi pengaturan internal kelembagaannya untuk memastikan kinerjanya berlajalan optimal, termasuk hubungannya dengan publik. Beberapa hal usulan penajaman meteri tata tertib DPRD dapat dilihat di sub bab selanjutnya.

Bagaimana mengelola hubungan dengan konstituen?

Tata tertib DPRD juga perlu memastikan adanya keleluasaan dan dujunganatau sebenarnya membantu kepada anggotanya untuk menjalin hubungan dengan konstituennya. Ini bisa dilembagakan dengan adanya masa reses untuk, mengharuskan keharusan bagi anggota DPRD untuk kembali ke daerah pemilihannya secara berkala dan menyerap aspirasi dari konstituen dan masyarakat luas.

Di satu sisiMeski sudah terdapat imbauan agar DPRD mau melakukan terobosan dalam menyusun tata tertibnya,. Nnamun, ini kadang kurang direspon dengan baik oleh DPRD karena dinilai tentu sajatidak cukup memberikan insentif, apalagi aturan yang harus dibuat justru malah akan terdapat sedikit insentif bagi anggota dewan sendiri untuk membuat aturan yang dapat digunakan untuk ”mengekang” dirinya sendiri. Di banyak tempat, Iini pun sudah lazim dikenal sebagai dilema di semua rezim demokratis.

Page 98: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Dalam UU No. 27/2009 yang menggantikan UU No. 23/2003, Tata tertib DPRD, baik propinsi maupun kabupaten/kota, ditetapkan oleh DPRD sendiri dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Tidak cukup jelas disebut apakah ini akan diatur secara khusus dalam peraturan pemerintah, meskipun sebenarnya DPRD bisa menggunakan PP No. 25 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD. Dalam PP tersebut, Pasal 55 ayat (4) dan (5), diatur bahwa masa reses akan dipergunakan oleh DPRD untuk mengunjungi daerah pemilihannya dan menyerap aspirasi masyarakat. Dalam kegiatan tersebut, anggota DPRD secara perseorangan atau kelompok wajib membuat laporan tertulis atas pelaksanaan tugasnya yang disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna. Penajaman materi tata tertib yang akan dibuat dan disahkan oleh DPRD bisa dengan memperkuat materi pengaturan dalam PP tersebut.

Karena itu, di Indonesia, banyak yang menganggap bahwa sudah seharusnya pemerintah mengeluarkan PP tentang Pedoman mengenai hal-hal yang setidaknya dimuat dalam Tata Tertib DPRD, untuk mengganti PP No. 1/2000 yang harus diganti menyusul UU No. 22/2003 yang baru. Tanpa PP Pedoman ini, DPRD akan cenderung membuat tata tertib yang minimalis. Nah, sependapatkah Anda?

Kode etik yang bersanksi dan Dewan Kehormatan

Isu etika dalam jabatan publik mencuat karena adanya banyak cara yang digunakan oleh pegawai pemerintah untuk menyalahgunakan kekuasaan mereka. Dalam lembaga perwakilan yang menganut prinsip pemisahan kekuasaan -di mana lembaga perwakilan tidak memiliki kekuasaan eksekutif- ini dapat mencakup beberapa hal. Misalnya, sikap khusus dalam pembuatan keputusan untuk mengalokasikan sumber daya atau mempekerjakan seseorang, menggunakan kedudukan seseorang untuk kepentingan pribadi, menggunakan milik publik untuk penggunaan pribadi, intimidasi atau ancaman untuk mempengaruhi tindakan orang lain, dan peraturan yang ada secara pilih kasih untuk mengistimewakan teman atau menghukum lawan.

Ketika penyalahgunaan ini terjadi, tidak hanya sumber daya, yang menjadi hak rakyat, yang seharusnya dialokasikan secara bijak menjadi terbuang, namun juga ada sederet dampak negatif lainnya. Perilaku tidak etis memancing kecurigaan, meruntuhkan kepercayaan publik, serta menciptakan suasana saling tuduh. Standar etis yang tinggi sangatlah penting bagi kredibilitas suatu pemda di mata publik dan organisasi swasta yang berhubungan dengannya. Jika tidak,, Secara politis sudah akan sangat sulit untuk menegakkan sebuah peraturan dan memungut pajak atau retribusi apalagi jika. Ini menjadi nyaris mustahil ketika korupsi adalah hal yang dipandang masyarakat sudah berurat berakar dalam pemerintahan.

UU No. 2227/20039 mengenai Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyebutkan dalam Pasal 81 butir (i) bahwa salah satu kewajiban DPRD adalah “menaati tata tertib dan kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD kabupaten/kota”. Sayangnya, pengaturan tentang kode etik ini dalam UU tersebut terbilang tidak jelas dan hanya menyebutkan bahwa DPRD menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD kabupaten/kota. Tidak juga jelas apakah kode etik ini terkait dengan pengaturan larangan (pasal 378)

Page 99: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

ataukah terkait dengan kewajiban anggota DPRD (pasal 351). Kejelasan yang ada hanyalah pada keberadaan Badan Kehormatan yang kemudian diberikan tanggungjawab sebagai pengawas kode etik DPRD.

Ketidakjelasan juga muncul dalam PP No. 25/2004 Pasal 104 nomor tujuh (turunan UU Susduk sebelum UU No. 27/2009) yang menyebut bahwa Kode Etik meliputi norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan sikap, perilaku, ucapan, tatakerja, tata hubungan antar lembaga pemerintahan daerah dan antar anggota serta antara anggota DPRD dengan pihak lain mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh anggota DPRD. Namun, karena frasa ’kode etik’ ini tidak diawali dengan huruf kapital, UU memang tidak mengamanatkan adopsi sebuah kode etik yang terpisah. Dalam bagian ketiga UU ini mengenai Peraturan Tata Tertib Pasal 102 ayat (4) butir 1 menyebut bahwa salah satu yang setidaknya diatur dalam tata tertib adalah ”pengaturan protokoler dan kode etik serta alat kelengkapan lembaga”.

Ketidakjelasan ini pada akhirnya membuat peran kode etik tidak terlalu vital dan hanya menjadi penunjang atau pelengkap dari tata tertib saja. Pun jika dilanggar, tidak berakibat serius bagi pelanggarnya. Hal Pengaturan ini terkesan mengecilkan peran kode etik dalam kehidupan kelembagaan dewan.

Kode etik yang terpisah dari tata tertib?

Apakah daerah perlu mengadopsi sebuah kode etik yang terpisah, misalnya semacam sebuah dokumen singkat yang memuat saripati peraturan mengenai etika dalam tata tertib? Lazimnya terdapat pro dan kontra dalam hal ini. Pihak yang tidak sependapat umumnya berkaca dari ketidaksuksesan penerapan kode etik dalam lapangan profesi lainnya, dan menganggap bahwa perilaku yang baik harus datang dari diri sendiri dan dikontrol oleh penegakan hukum pidana. Pihak ini mungkin akan cenderung merujuk pada pedoman yang disediakan oleh pemerintah. Namun, pihak yang menganggap perlunya kode etik dapat mengajukan tiga argumen:

1. Argumen substansial. Kode etik perlu untuk menyediakan acuan yang mudah dipahami bagi standar moral yang diharapkan lahir dari para anggota dewan dan memiliki kode etik secara spesifik akan membuatnya lebih diperhatikan.

2. Alasan persepsi. Dalam konteks Indonesia yang tengah memerangi KKN ini, pengadopsian kode etik oleh DPRD akan membangun kesan bahwa DPRD berkomitmen terhadap agenda ini dan mengundang dukungan masyarakat untuk menegakkannya.

3. Alasan teknis. Kode etik yang efektif sebaiknya memenuhi beberapa hal berikut: Aturan seharusnya muncul dari kelompok yang akan diatur, bukannya

peraturan yang disalin dari pihak lain tanpa dihayati. Agar tetap dijunjung tinggi, aturan ini harus bersifat realistis. Aturan ini perlu ditulis dalam bahasa yang sederhana dan tidak sarat

dengan istilah hukum. Aturan harus sesuai dengan peraturan perundangan -peraturan atau UU

yang ada. Kode etik jangan memberikan kesan terlalu kaku dan birokratis.

Page 100: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Kode etik yang sedemikian akan membuat lebih mudah disosialisasikan, baik kepada anggota sendiri maupun kepada masyarakat luas untuk membantu mendapatkan dukungan bagi penerapannya. Sementara itu, melalui tata tertib, dapat menjabarkannya dijabarkan lebih mendetail dan teknis, serta mengatur penegakannya lewat Badan Kehormatan.

Ada sejumlah hal yang lazim diatur dalam kode etik, yang detailnya bisa dilihat pada Buku 2 dari seri buku panduan ini. Namun, secara prinsip hal yang ingin ditekankan melalui kode etik adalah:

Pejabat publik, termasuk DPRD, harus membuat keputusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dalam kebijakan dan dampaknya sendiri, bukan karena paksaan dari luar, termasuk godaan imbalan materi.

Kata kunci bagi efektifnya pemerintahan demokratis adalah kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Karenanya, perlu ditegakkan aturan yang menjamin bahwa kepercayaan masyarakat ini sejauh mungkin tidak terciderai.

Bagaimana membentuk Dewan Badan Kehormatan yang efektif?

Dewan Badan Kehormatan yang merupakan salah satu alat kelengkapan yang diamanatkan oleh UU No. 2227/20039 merupakan instrumen untuk menegakkan kode etika ini. lepas dari pilihan yang diambil di Indonesia, aAda pelbagai model pendekatan untuk menyusun bagaimana komposisi BadanDewan Kehormatan ini.

Model pertama membedakan antara Komisi Investigasi Pelanggaran Etika dengan dan ” BadanDewan Kehormatan” yang terdiri dari pimpinan dewan. Komisi Investigasi terdiri atas orang-orang ’luar’, dan bersifat independen, dan akan bertanggungjawab menindaklanjuti laporan mengenai dakwaan pelanggaran etika, dan untuk kemudian melaporkannya dilaporkan kepada BadanDewan Kehormatan. Selanjutnya, Dewan Kehormatan, yang kemudiansecara mandiri sendiri atau bersama dalam pleno akan menjatuhkan sanksi. Jadi, dalam model ini, BadanDewan Kehormatan tidak memiliki kewenangan investigasi.

Model kedua, wakil-wakil dari pimpinan dewan duduk dalam BadanDewan Kehormatan dengan seorang anggota yang independen. Model ini ditempuh di Inggris., dimana Badan Kehormatansetelah melakukan investigasi dan Dewan Kehormatan akan menyusun laporan tertulis. Berdasarkan laporan ini tersebut akan diputuskan apakah kasus perlu dibawa atau tidak ke depan sidang pleno.

Model terakhir adalah yang ditempuh Amerika, adalah Badan Kehormatan yang terdiri dari anggota legislatif sendiri. BadanDewan ini akan menangani pengaduan, melakukan investigasi, dan bila terbukti akan menyusun rekomendasi mengenai putusan yang sebaiknya diambil oleh sidang pleno. Masalahnya, tentu saja anggota legislatif lazimnya enggan melakukan peran aktif dalam model BadanDewan Kehormatan seperti ini, karena, berdasarkan pengalaman, selama ini menunjukkan bahwa anggota legislatif cenderung tidak akan menjelek-jelekkan rekannya. Di Amerika, keanggotaan BadanDewan Kehormatan ini tidak ex-officio diambil oleh pimpinan sehingga, dan akibatnya agak sulit mendapatkan anggota dewan yang bersedia duduk di BadanDewan Kehormatan ini.

Penyelidikan dan sanksi

Page 101: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Kendati masyarakat harus memastikan bahwa wakil-wakil mereka senantiasa menerapkan standar etika yang tinggi. Nnamun demikian, anggota pun perlu dilindungi dari bahaya fitnah. Karena itu, lazimnya diatur hal-hal sebagai berikut: Laporan siapa yang dapat ditindaklanjuti? Apakah laporan masyarakat dengan

sejumlah tertentu? Apakah hanya laporan dari sejumlah tertentu anggota legislatif sendiri yang boleh diproses lebih lanjut?

Bagaimana prosedur Badan Kehormatan untuk menindaklajuti laporan? Siapa yang menindaklanjuti? Apakah pimpinan dewan, Dewan Kehormatan ataukah harus sidang pleno?

Apa Bagaimana prosedur pemberian dan penentuan sanksinya? Apakah anggota dikenakan skorsing, denda, ataukah pengumuman di depan publik secara terang-terangan? Dalam Pasal 380 UU No. 27/2009, selain pasal-pasal pidana, maka sanksi yang dapat diberikan oleh Badan Kehormatan adalah berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan/atau diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.

Supaya kepercayaan publik dapat diraih, kendati penyelidikan dilakukan secara tertutup, apapun hasil proses ini tentu saja perlu dibuka kepada masyarakat sebagai salah satu langkah akuntabilitas publik.

Bagaimana Memulainya?

Yang patut diingat, berperilaku etis lebih dari sekedar menghindari perilaku korupsi. Anggota dewan dan para pejabat perlu mengembangkan serangkaian prinsip untuk memandu perilaku mereka sehari-hari. Ini mencakup juga selalu bertindak dalam kerangka kepentingan publik, selalu bersikap netral secara politik ketika menjalankan tugas administratif, tidak membocorkan informasi rahasia, bahkan lebih jauh lagi memberikan tauladan perilaku yang baik sebagai pemimpin masyarakat.

Karena korupsi politik sudah mengakar di Indonesai, ikhtiar ini memang tidak mudah. Karena itu, bahkan bila itikad sudah lahir, penegakan kode etik juga harus diawali, bahkan dibarengi secara berkala, dengan sosialisasi mendalam kepada anggota DPRD dan staf sekretariat mengenai bagaimana kode etik ini dipatuhi. Jika perlu, sangat penting dibuat bahkan diperlukan sebuah buku panduan kode etik untuk membantu anggota DPRD mematuhi standar etika mereka.

Meski bisa saja Ketika mungkin saat ini kita agak pesimis dengan hasil penegakan kode etik ininya, suatu saat kita harus percaya bahwa kondisi ideal ini pasti bisa dicapai. bahwa mManajemen etika memang bukan sekedar kegiatan tunggal yang sekali jadi, namun merupakan sebuah proses yang terus-menerus. Jadi, tidakkah sekarang waktu terbaik untuk memulai?

7.4. Membangun transparansi yang sesuai dengan kebutuhan publik

Bagaimana mendefinisikan transparansi? Ketika reformasi terjadi dan tuntutan akan transparansi menguat di daerah, sejumlah pejabat mulai mengeluh bahwa tuntutan ini menjadi berlebihan. Bahkan keluar istilah-istilah: ”Boleh minta

Page 102: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

transparansi, tapi jangan minta kami menelanjangi diri”. Biasanya lalu dimulai debat kusir mengenai mana yang ’transparan’ dan mana yang ’telanjang’.

Pada hakikatnya transparansi merupakan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang menyangkut kepentingan mereka. Karena pemerintah demokratis bertanggung jawab kepada rakyat, transparansi merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk menyediakan informasi yang memadai, termasuk dengan mudah dan akurat. Logikanya, absennya tiadanya transparansi akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara negara., dan bila tidak tertangani pada gilirannya terhadap demokrasi secara keseluruhan.

Kalau kita cermati, absen tiada atau kurangnya transparansi dalam pemerintahan lazim terjadi karena dua alasan: a) penggelapan sebuah informasi yang terkait dengan tindak korupsi, dan b) lemahnya sistem yang mendukung penyediaan informasi yang dibutuhkan oleh warga negara.

Untuk kasus yang pertama, kita sendiri dapat merasakan betapa seringkali terjadi, pejabat dan pegawai yang terlibat dalam perilaku tak etis menutupi jejak mereka dengan pelbagai cara, entah dengan membungkam rekan kerja mereka atau dengan mencoba mencari dalih yang sah untuk menutupi tindakan mereka. Transparansi jelas bukan merupakan kepentingan dari pelaku tindakan seperti ini. Karena itu, pendekatan hukum seperti dijaminnya hak-hak masyarakat dalam UU Kebebasan Informasi dan peraturan daerah serupa di tingkat daerah dapat membidik membantu mengatasi permasalahan ini.

Di bawah rezim etika yang sudah ditegakkan, transparansi pun mungkin tidak serta merta mudah diwujudkan. Kadang transparansi gagal, melulu karena manajemen informasi yang kurang baik. Bagaimana memastikan bahwa masyarakat dapat mengetahui agenda persidangan dewan dan raperda yang sedang dibahas? Apakah pers dapat memperoleh informasi mengenai tingkat kehadiran anggota DPRD dalam persidangan dewan untuk melihat kinerjanya? Apakah masyarakat bisa memperoleh risalah persidangan dan mengetahui bagaimana sikap dan pilihan-pilihan politik wakil-wakilnya?

Dalam keadaan seperti itulah, maka diperlukan penguatan kelembagaan dan sistem. Langkah yang dapat ditempuh antara lain: Penguatan sekwan

Sekwan perlu diberi anggaran yang memadai dan staf yang memiliki kualifikasi tertentu untuk menyediakan dukungan sistemik yang diperlukan di atas. Penguatan ini dapat sesederhana dilakukan dengan mengadakan pelatihan bagi staf untuk pencatatan risalah sidang sampai penyediaan mesin fotokopi untuk memastikan bahwa masyarakat dapat memfotokopi menggandakan dokumen yang mereka butuhkan dari sekwan.

Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan informasiSeringkali kesan tidak transparan lahir karena warga masyarakat tidak memiliki pengalaman interaksi dengan para wakilnya. Karena masyarakat di daerah belum selalu berpengalaman untuk terlibat memberikan masukan bagi kebijakan publik, DPRD justru dapat memulai kegiatan-kegiatan seperti, acara bincang-bincang kebijakan di radio lokal yang secara interaktif, penerbitan kalawarta (newsletter) yang bisa ditempel di koran dinding desa, juga penerbitan situs web yang memuat berbagai informasi kebijakan.

Page 103: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

7.5. Menuju zero tolerance untuk praktek buruk DPRD

Salah satu isu kontroversial dalam lima tahun pertama reformasi dalam penataan kelembagaan DPRD adalah PP No. 110/2000 mengenai Kedudukan Keuangan DPRD karena. akibat pengaturan di dalamnya yang dianggap menciderai rasa keadilan, penyiasatan terhadap PP ini berlaku dalamterkait penyusunan paket renumerasi bagi pimpinan dan anggota DPRD. PP ini menyulut kontroversi luas sebelum kemudian akhirnya direvisi. dan bahkan permasalahan hukum merebak menyusul hal ini. Isu semacam ini sangat sensitif di hati masyarakat dan menimbulkan banyak kecaman terhadap DPRD yang dituduh ladang korupsi dan Media Indonesia tanggal 7 September 2003 pernah menulis serangkaian artikel seputar isyu yang secara sederhana disebut ”Korupsi DPRD”, dengan judul-judul keras seperti ”Wakil rakyat mpencuri uang rakyat”, ”Cara anggota dewan pamer kebusukan”, bahkan ”Legislatif di titik nol”. Wacana ini tentu Anggota DPRD masa itu yang membacanya pada umumnya merasa tersudutkanmenyudutkan kelembagaan DPRD, meskipun harus diakui praktek-praktek korupsi masih banyak menimba anggota-anggotanya. kendati tidak bisa menyangkal banyaknya kasus-kasus mengenai praktek buruk DPRD. Kecaman-kecaman masyarakat itu Sejumlah artikel ini sebenarnya mencerminkan betapa toleransi masyarakat sudah tergerus terhadap praktek-praktek buruk yang dilakukan oleh oknum DPRD.

Pengalaman Penerapan Transparasi

Dengan bantuan program BUILD dari UNDP, beberapa pemerintah kota telah melakukan praktek yang terpuji, yang mungkin dapat didorong oleh DPRD di daerah-daerah lainnya. Menyadari strategisnya posisi kelurahan, dan kuatnya peran radio serta media cetak, ada beberapa inisiatif yang sudah diambil beberapa kota dalam menegakkan transparansi. Kota Metro membuka warung informasi dan komunikasi sebagai wahana membincangkan pengaduan masyarakat kepada eksekutif dan legislatif mengenai masalah ekonomi dan pertanian. Kota Sawahlunto mendorong pos komunikasi desa untuk menjembatani pemerintah dan masyarakat. Kota Kendari, sebagai contoh, menggunakan siaran talkshow radio mingguan untuk mendiskusikan anggaran pembangunan. Mendorong liputan media juga dapat ditempuh. Bila di Sawahlunto pemda berinisiatif membiayai kolom di harian regional agar memberitakan kota Sawahlunto, dapat pula diciptakan situasi kondusif untuk lahirnya media dari masyarakat community newspaper yang dengan leluasa melakukan pemberitaan mengenai isu-isu kepemerintahan, seperti yang dilakukan sejumlah aktivis muda di Mataram dengan Jurnal Kota ”Wargatama” dan buletin ”Potret”, yang menyorot isu-isu perempuan.

Kasus korupsi DPRD ini dapat dikatakan hanya salah satu potret dalam lima tahun pertamaperjalanan reformasi, di samping masih banyaknya kekurangan di sana-sini di tubuh lembaga perwakilan daerah. Praktek buruk yang sering dilayangkan juga berupa komodifikasi perda, pengawasan yang ”kebablasan” serta

Page 104: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

”pemerasan” dalam proses pilkada. Dalam hujan kritikan tersebut, kita menyaksikan bahwa DPRD ”dibiarkan” sendirian dalam mencoba menjawab permasalahan. Akibatnya, beberapa DPRD sanggup menerima tantangan dan lahir sebagai dewan yang dihormati dan terpercaya, namun tidak jarang yang terperangkap dalam budaya-budaya warisan lama tanpa tahu bagaimana membebaskan diri.

Karena tingginya tuntutan dan terbatasnya dukungan ini, secara internal, DPRD perlu segera merespon dengan juga mengembangkan zero tolerance kepada peluang praktek buruk dalam dirinya. Bagaimana caranya? DPRD perlu menyusun agenda bagaimana mengembangkan diri anggotanya dan kelembagaannya. Salah satu caranya adalah menyusun semacam perencanaan reformasi kelembagaan tiga sampai tahun –ini dapat dilakukan dengan bantuan staf ahli sebagai fasilitator- sehingga pada akhirnya nanti DPRD telah akan memiliki pranata yang tangguh untuk menangkal praktek buruk dalam dirinya maupun di antara anggota-anggotanya.

Tuntutan jzaman dan perubahan sendiri agaknya tak terelakan. Informasi kian terbuka, masyarakat dapat belajar satu sama lain, dari daerah satu dan lainnya, bahkan dari belahan dunia yang berbeda. Jadi, apakah perbaikan perilaku ini akan dimulai dengan prakarsa para anggota sendiri, atau menunggu gelombang desakan masyarakat yang kian canggih dalam menyuarakan tuntutan-tuntutannya? Di tangan para anggota DPRD sendirilah pilihannya berada.

Page 105: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

BAB VIIIMembangun Aliansi Strategis

dan Memenangkan Kepentingan Rakyat

Diana Fawzia

Dalam tata demokrasi baru sekarang – yang ditandai dengan informasi keterwakilan, lembaga perwakilan dan konstitusi- DPRD perlu mengembangkan pendekatan kerja baru secara eksternal. DPRD perludengan membangun aliansi strategis dengan para pelaku tata pemerintahan di tingkat daerah maupun nasional. Secara umum, ada tiga cluster aktor yang perlu diperhitungkan dalam pengembangan jaringan strategis, yaitu pemerintah, dunia usaha dan masyarakat sipil. Kemampuan DPRD untuk membangun jaringan dan aliansi strategis dapat meningkatkan kinerja internal maupun representatif terhadap akomodasi berbagai kepentingan.

Mengapa perlu membangun aliansi strategis?

Perjuangan politik DPRD adalah Mmemperjuangkan kepentingan rakyat atau kepentingan umum. adalah termasuk wilayah politik. Dalam artian perjuangan kepentingan publik atau umum adalah perjuangan politik, bukan kepentingan individu, meskipun terbuka kemungkinan masuknya kepentingan pribadi dalam wilayah kepentingan. Tetapi dilihat dari ciri-ciri sebagai kepentingan publik jelas bagian dari kehidupan politik. Kepentingan umum adalah, tentu memuat tujuan yang hendak dicapai secara kolektif sehingga untuk memperjuangkannya, dalam memperjuangkan tujuan kolektif diperlukan kerja sama dengan berbagai elemen masyarakat. Elemen masyarakat bisa disederhanakan melalui. Untuk mewujudkan kepentingan umum diperlukan keberadaan organisasi atau kelompok pendukung.

Untuk memelihara kepentingan umum diperlukan sebuah aturan main agar tujuan kolektif dapat dicapai bersama. Guna mencapainya, Dari contoh ini, tujuan kolektif, kerja sama, organisasi dan aturan main merupakan elemen yang akan berhubungan dengan faktor kekuasaan sangat penting, sebab menentukan. Kekuasaan diartikan sebagai proses tingkat pengaruh yang ditransformasikan oleh satu pihak seorang atau kelompok kepada seorang atau kelompok untuk mempengaruhi perilaku orangpihak lain sehingga orang lain bersedia mengikuti apa dikehendaki oleh pihak yang mempengaruhi. Tanpa proses pengaruh dan mempengaruhi, beragam kepentingan manusia tidak bisa digerakkan kepada suatu tujuan bersama, membina kerja sama, dan membentuk organisasi. Bentuk pPengaruh dalam bentuk konkrit sering dikatakan sebagai hakikat kekuasaan yang penggunaannya, dimana pengaruh itu dapat dipaksakan baik secara persuasif maupun dengan paksaan.

Upaya mempengaruhi pihak lain untuk tujuan tertentu dapat didesakkan dengan Mmembangun aliansi adalah sebagai usaha membangun pengaruh dan kekuatan untuk mempengaruhi pihak lain untuk tujuan tertentu. Tujuan yang

Page 106: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

dimaksud bisa diartikan sebagai upaya membangun dukungan ataupun, bisa juga untuk memperkuat kerjasama membentuk suatu kekuatan untuk keperluan atau tujuan yang hendak dicapai. Aliansi dapat dilakukan antara terhadap kelompok atau elit politik yang memiliki kesamaan tujuan, dan kepentingan yang dinilai strategis untuk mencapai tujuan.sama.

Aliansi strategis berarti membangun kerja sama untuk meningkatkan pengaruh dan kekuatan dengan kelompok atau elit tertentu. Pengertian strategis memiliki pengertianmenunjuk kepada tingkatnilai pengaruh yang dimiliki oleh suatu kelompok yang diajak beraliansi. TingkatNilai pengaruh ini bisa karena penguasaan terhadap sumberdaya tertentu, seperti sumber kelangkaan termasuk kekuasaan, kekuatan posisi, sumberdaya ekonomi, ilmu dan teknologi, maupun dan status sosial dalam struktur masyarakat.

Memenangkan kepentingan rakyat berarti bahwa apapun yang dilakukan oleh anggota dewan harus diarahkan tetap yang menjadi pemenang utama adalah pada kepentingan rakyat. Dan iIni adalah tolak ukur keberhasilan perjuangan seorang anggota dewan dalam membina karier politiknya. Pelbagai usaha dapat dilakukan oleh seorang anggota dewan untuk membangun aliansi strategis guna memenangkan kepentingan rakyat.

8.1. Agenda kerjasama regional dan nasional

Sebelum merumuskan agenda regional dan nasional, anggota DPRD perlu menempuh langkah-langkah sebagai berikut.: Pertama, mengidentifikasi potensi dan masalah yang berkembang dalam masyarakat, baik pada tingkat regional maupun nasional. Mengapa? Mengidentifikasi potensi dan masalah yang ada dalam masyarakat adalah langkah yang sangat penting untuk dilakukan. Dengan langkah tersebut, seorang anggota dewan mengetahui persis bahwa masalah yang diperjuangkannya adalah (jantung) kehidupan rakyat. Sebagai contoh, Misalnya apabila mayoritas pekerjaan penduduk adalah petani, maka menjadi jelas bahwa seorang akan membela sekuat tenaga bahwa nasib petani adalah membela merupakan nasib rakyat pada umumnya, bukannya membela para kepentingan pemilik industri yang jenis bisnisnya terkait dengan melakukan pencemaran dan merusak perusakan lahan pertanian.

Kedua, memahami permasalahan. Hal ini berkaitan dengan penguasaan anggota dewan terhadap substansi permasalahan, seperti sebab munculnya masalah, yaitu perlu diteliti apa, mengapa muncul, bagaimana jejaring masalahnya, aktor-aktor utama yang terlibat masalah, dan seterusnmya.dan di mana letaknya suatu permasalahan itu muncul. Pemahaman terhadap suatu masalah sangat diperlukan agar anggota dewan mudah mengambil solusi atau langkah-langkah penyelesaian serta pendekatan apa yang sebaiknya dilakukan. Dengan pemahaman yang benar dan tepat, maka untuk mperumuskan agenda kerjasama regional maupun nasional akan lebih mudah. Setelah dua langkah tersebut dilakukan, DPRD dapat menyiapkan Di samping agenda politik dan kebijakannya. yang sudah dipersiapkan oleh DPRD, tidak menutup kemungkinan bahwa ada agenda publik yang tidak mampu menyerap masalah yang berkembang ditengah publik. Ini berarti, akan ada perubahan agenda atau agenda tambahan. Penambahan agenda ini menyangkut kerjasama regional dan nasional.

Page 107: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Mengidentifikasi Identifikasi isu yang berkembang dalam masyarakat dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkat urgensi, lingkup masalah, bobot masalah, nilai kerugian, dan kenyamanan. Dengan memperhatikan beberapa hal tersebut, pemilihan agenda yang disusun DPRD akan memiliki tingkat akurasi dan memiliki nilai representasi yang kuat.

Setelah teridentifikasi, isu yang didapat perlu diMempilah-pmilah lagi isu atau masalah yang berkembang pun perlu dilakukan untuk mengetahui apakah isu atau masalah tersebut bersifat riil atau hanya sekedar tindakan manipulasitidak. Ssehingga apa yang menjadi agenda publik yang dicanangkan DPRD nantinya memang benar-benar adalah gambaran riil dari masyarakat. Logika yang berkembang dalam dewan hendaknya mencerminkan logika dan kepentingan publik yang berada di luar parlemen. Tidak sebaliknya, agenda publik yang dirumuskan lebih mencerminkan logika dan kepentingan kelompok atau elit politik tertentu saja daripada kepentingan publik.

Setelah memilah-milah isu atau masalah, baru maju tahap berikutnya adalah merumuskan isu publik tersebut menjadi agenda publik. Agenda publik untuk membangun kerjasama regional dan nasiona yang disusun DPRD tersebut harus mencerminkan beberapa hal berikut.: pPertama, agenda publik tersebut harus memiliki kejelasan bobot representasi, nilai urgensi, nilai strategis, sebagai solusi, serta dapat memberikan harapan dan optimisme perbaikan. Kedua, agenda publik yang dibangun harus memperkuat landasan sosial, ekonomi, politik dan keamanan. Ketiga, agenda publik harus membangun rasa keadilan masyarakat, menumbuhkan persamaan dan hak asasi manusia, serta menjunjung martabat manusia. Keempat, agenda publik harus diarahkan untuk dapat meningkatkan nilai kompetitif daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Kelima, agenda publik tersebut diorientasikan dapat untuk meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam Mmerumuskan agenda kerjasama regional dan nasional, perlu ada kriteria yang jelas agar kerja sama dapat saling menguntungkan ataupun membantu daerah yang sebelumnya tertinggal. Agenda kerjasama tersebut juga harus rasional untuk diimplementasikan. untuk menghindari overlapping dan ruang lingkup masalah. Agenda kerjasama regional paling tidak mengandung bBeberapa kriteria yang bisa digunakan adalah:

1. Terdapat ketimpangan potensi sosial, ekonomi, sumber daya alam, dan manusia antar daerah sehingga memungkinkan dibangun kerjasama.

[2.] Terdapat perbedaan keunggulan masing-masing daerah dalam pelbagai bidang sehingga memungkinkan untuk saling mentukar nilai keunggulan komparatif tersebut.

[3.] Peluang akses transportasi, komunikasi dan informasi sehingga memungkinkan daerah kawasan tersebut mengalami percepatan dalam pembangunan.

[4.] 2. Sehubungan hal tersebut mungkin ada beberapa aspek kehidupan masyarakat

yang dapat digali untuk dikembangkan dalam agenda kerjasama regional, misal antara lain adanya kemungkinan:

Timbul pelbagai masalah, baik sosial, ekonomi, politik, hukum, lingkungan, dan keamanan.

Page 108: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Pengembangan potensi antara daerah dalam satu kawasan terutama di bidang ekonomi dan perdagangan, transportasi, pemanfaatan potensi laut, pariwisata, pelestarian lingkungan, dan sebagainya.Pengembangan bidang pendidikan, terutama membangun lembaga pendidikan alternatif yang bermutu dan bermanfaat langsung bagi pengembangan potensi SDM tingkat regional.Merumuskan agenda kerjasama nasional juga memiliki beberapa kriteria antara lain:

[5.] Keterbatasan daerah dalam bidang investasi.[6.] Terdapat ketidaksinkronan kebijakan pemerintah pusat dan regulasi di bidang

investasi dan perdagangan.[7.] Menciptakan pAdanya peluang investasi sehingga memungkinkan masuknya

investasi baik dari pusat maupun dari luar negeri.Setelah memahami potensi dan permasalahan yang dirumuskan ke dalam

agenda publik maka perlu diambil langkah teknis, yaitu membentuk kelompok kerja atau forum. Hal ini dilakukan untuk mendorong dan memfasilitasi terbentuknya kelompok kerja yang mewakili kelompok kepentingan dalam masyarakat.Mengapa perlu membentuk kelompok kerja atau forum?

Setelah memahami potensi dan permasalahan kerjasama regional dan nasional yang dirumuskan ke dalam agenda publik, maka perlu diambil langkah teknis yaitu membentuk kelompok kerja atau forum. Mereka ini akan berfungsi mewakili kelompok kepentingan dalam masyarakat.

Apabila DPRD membuat daftar masalah maka DPRD akan mendapatkan suatu daftar masalah yang sangat panjang. Pelbagai masalah akan kita temui baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, dan keamanan. Permasalahan yang muncul jelas tidak pernah berkurang, bahkan bertambah dari waktu ke waktu. Bahkan kualitas masalahpun bisa bertambah. Lebih dari itu, yang sangat penting adalah membangun atau mengembangkan potensi ekonomi daerah.

Harus disadari, bahwa kapasitas dan kemampuan anggota dewan sangat terbatas sehingga tidak mungkin mereka mampu menyelesaikan banyaknya masalah yang mendesak untuk diselesaikan. Namun, ini bukan berarti tidak bisa dilakukan. Mengapa? Karena esensi tata pemerintahan yang baik adalah adanya pembagian peran dan fungsi antar berbagai komponen pembangunan. Pperanan yang dominan tidak lagi hanya dimainkan oleh pemerintah atau dewan perwakilan, namun juga masyarakat.

ESama juga dengan esensi pemerintahan demokratis menimpakan pentingnyabahwa lembaga pemerintah eksekutif dan legislatif untuk lebih banyak bertindak sebagai wasit, dan fasilitator, penjamin kepastian hukum, serta pelindung bagi kepentingan umum. Kedua lembaga tersebut kini dituntut aktif memfasilitasi kekuatan-kekuatan sosial lainnya untuk merumuskan agenda politiknya dan memproses keputusan politik. Fungsi utama eksekutif dan legislatif adalah menjaga dan menegakkan aturan main. Posisi kedua lembaga tersebut adalah posisiharus netral tidak memihak, kecuali kepada kelompok masyarakat banyak yang dirugikan dalam interaksi. Atau dDengan kata lain, perjuangan anggota dewan adalah untuk memenangkan kepentingan rakyat, makna kepentingan rakyat disini adalah kepentingan umum atau dan kepentingan bersama.

Page 109: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Namun dalam dataran empirik, tujuan ideal tersebut tidak mudah diwujudkan, karena berbagai kendala. Dalam realitas politik selalu ada kekuatan dominan, baik secara politik maupun ekonomi. Ketimpangan struktural ini membawa implikasi kepada mekanisme kerja lembaga pemerintahan maupun lembaga dewan. Kekuatan dominan selalu ingin menguasai, mendikte, bahkan menindas kepentingan umum untuk kepentingannya sendiri. Kekuatan dominan bisa berada di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan, bahkan. Kkerap kali keberadaan para politisi justru terkooptasi atau menjadi alat kepentingan kekuatan yang lebih besardominan ini.

Dalam kaitan tersebut, misalnya wajar jika kemudian muncul kita dapat mengetengahkan beberapa pertanyaan mengapa korupsi tidak pernah bisa diberantas? Mengapa kebijakan pertanahan kerap sekali merugikan rakyat kecil sebagai pemilik? Mengapa harga gabah petani tidak kunjung membaik? Mengapa pedagang kecil dan menengah dan kecil tidak memperoleh dukungan dalam pembuatan kebijakan? Mengapa tata kota menyimpang dari setplan perencanaan? dan banyak pertanyaan lain yang bisa diteruskan. Jawabannya, pengambil keputusan tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, apalagi memenangkannya.

Langkah apa yang dapat dilakukan untuk membangun aliansi strategis guna memenangkan kepentingan rakyat?

Ada beberapa langkah awal yang bisa disiapkan. Pertama, mengidentifikasi kelompok masyarakat (stakeholders) mana yang merupakan sebagai sumber daya pembangunan daerah atau sebagai sumber masalah. Mengidentifikasi Identifikasi terhadap kelompok yang terlibat pentingini dilakukan guna untuk melihat seberapa besar peranan yang bisa dimainkan kelompok tersebut, dan seberapa pengaruhnya, serta apa dampak yang akan ditimbulkan oleh mereka baik yang bersifat konstruktif maupun yang destruktifkonstruktif.

Kedua, mengidentifikasi kelompok strategis (stakeholder) mana yang memiliki perhatian, kepentingan, atau sebagai kunci permasalahan. Mengidentifikasi kelompok strategis sangat penting untuk melihat seberapa besar dukungan maupun hambatan yang akan muncul apabila DPRD mengambildiambil langkah-langkah politis, administratif dan hukumkebijakan tertentu.

Ketiga, membuat tabel masalah dan potensi yang bisa menghambat maupun yang mendukung kinerja dewan. Hasil ini kemudian menjadi sebuah pemetaan masalah dan potensi daerah. Ini kemudian digunakan sebagai bahan membentuk kelompok kerja (forum) sektor publikdari DPRD yang difungsikan, yaitu mendorong terbentuknya kelompok kerja yang mewakili kepentingan masyarakat dengan kelompok kepentingan atau lembaga-lembaga publik. Maksud pembentukan kelompok kerja adalah untuk mengorganisir aliansi strategis dengan berbagai komponen lain. Aliansi ini , sehingga aliansi yang diharapkan dapat bertahan terbentuk relatif lama dan efektif dalam memperjuangkan suatu agenda atau kepentingan bersama.

Dalam membangun aliansi terdapat beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan, antara lain:

[1.] Terdapat persamaan visi dan misi;.[2.] Adanya tujuan yang sama;.

Page 110: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

[3.] Adanya kepentingan yang sama; dan.1.[4.] Cara pencapaian tujuan yang sama.

Aliansi yang terbangun tidak selalu dapat memenuhi semua kriteria tersebut. Oleh karena itu, kriteria tersebut juga dapat dipandang sebagai gradasi sehingga memungkinkan untuk terus-menerus menemukan, sebagai peluang kedekatan untuk terjadi aliansi antar kelompok masyarakat dalam aliasi. Semakin tinggi gradasi yang dapat dipenuhi, semakin tinggi pula tingkat kohesivitas sebuah aliansi.

Kinerja sebuah aliansi lebih bersifat jaringan kerja daripada hubungan dalam suatu struktur yang kaku. Karena itu, esensi membangun aliansi adalah membangun jaringan kerja kelompok.

Model jaringan kerja dapat dibagi ke dalam tiga bentuk. Pertama, jaringan atau aliansi dapat berupa hubungan secara horisontal, yaitu aliansi yang dibangun dalam wilayah yang sama dan kelompok yang setara. Kedua, model hubungan secara vertikal, yaitu hubungan berjenjang misalnya pada level daerah dan pusat, level atas, menengah, dan atas. Aliansi model ini sangat ditentukan oleh adanya ”hirarkhi”, meskipun tidak bersifat formal. Ketiga, model hubungan kombinasi horisontal dan vertikal dimana hubungan ini tidak dibatasi oleh arah horizontal maupun vertikal, lebih bersifat kombinasi tergantung kepada kebutuhan dan tantangan yang dihadapi.

Langkah selanjutnya adalah membentuk kelompok aliansi pada setiap wilayah kerja DPRD. Pembentukan kelompok aliansi ini didasarkan pada kebutuhan dan dukungan yang diperlukan untuk memperjuangkan suatu tujuan atau kepentingan. Pembentukan kelompok aliansi dapat dikembangkan tidak hanya pada level internal daerah tetapi juga regional dan nasional.

Pembentukan level-level kelompok aliansi ini memiliki tugas, dan fungsi, serta peranan yang harus dimainkan dimana masing-masing level tersebut untuk dapat menjadi kunci atau penentu dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Level kelompok aliansi tersebut dapat juga dilihat dari kemampuan membuka akses, dan memobilisasi kekuatan, dan pengaruh untukkemampuan memberi tekanan pada instansi terkait pembuat keputusan.

Aliansi yang sudah terbentuk harus dijaga keberlanjutannya. Langkah-langkah yang perlu untuk mempertahankan aliansi, antara lain: merumuskan program kerja yang jelas dan agenda perjuangan kelompok aliansi oleh anggota kelompok aliansi, menyusun taktik strategi dan taktik yang jelas, membangun komunikasi yang intensif antara satu kelompok dengan kelompok aliansi lainnya baik secara horisontal maupun vertikal, membuat mekanisme kerja aliansi, serta membangun dukungan yang luas dari kelompok masyarakat lainnya.

Alinsi strategis ini juga dapat menfasilitasi berbagai kelompok kepentingan maupun lembaga pemerintah untuk ikut merumuskan agenda publik, dan dan mencari solusi bersama. Ini merupakan upaya untuk mengakomodasi beragamnya kepentingan kelompok masyarakat. Upaya ini dapat dilakukan dengan: Mendorong partisipasi kelompok masyarakat (stakeholders) untuk ikut

mengambil bagian dalam merumuskan agenda publik.; Ikut bersama-sama memperjuangkan kepentingan yang telah diruimuskan

bersama menjadi agenda publik. Aktif membentuk opini publik dan meyakinkan kepada publik bahwa agenda

yang diperjuangkan adalah kepentingan publik.

Page 111: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Menyepakati mekanisme kerja kelompok kerja agar peranan mereka tetap berkelanjutan.

Menunjuk penanggung jawab kelompok kerja dan membuat pembagian tugas anggota.

Membangun dan memelihara komunikasi secara intensif dengan kelompok kerja.

Aliansi ini juga dapat berperan penting dalam Mmendorong kinerja aparatur atau lembaga pemerintahan yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengawasan kepentingan publik yang dengan cara lebih maju berkaitan erat dengan upaya membangun dukungan terhadap keberadaan mereka dari kelompok-kelompok masyarakat terhadap kinerja aparatur tersebut. Hal dapat dilakukan dengan: Meyakinkan stakeholders bahwa partisipasi dan obligasi moril sangat

dibutuhkan dalam mendorong kinerja bekerjanya suatu pemerintah yang baik adalah sebagai suatu kebutuhan bersama/publik.

Untuk mencapai tTujuan bersama hanya bisa dicapai jika lakukan dengan terdapat kerjasama yang kuat dari para stakeholders.

Kerjasama dan dukungan publik sangat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan pembangunan daerah serta kompetisi antar daerah.

Aliansi strategis juga dapat difungsikan untuk Mmendorong efektivitas fungsi koordinasi antar instansi pemerintah, maupun instansi pemerintah dengan instansi atau lembaga swasta dan LSM sebagai pelaku-pelaku pembangunan daerah. Koordinasi antar elemen tersebut sangat vital harus mencakup perencanaan maupun dalam upaya mencari solusi setiap masalah publik. Hal ini dapat dilakukan dengan: Menciptakan sistem komunikasi yang integral yang dan dapat melibatkan

dengan pelbagai kelompok strategis. Mengkomunikasikan berbagai kepentingan kelompok strategis dalam

merumuskan kepentingan bersama. Mendorong koordinasi dalam merencanakan dan memecahkan pelbagai isu

publik.Upaya aliansi untuk Membangun kapasitas dalam mendorong koordinasi

antar elemen pembangunan di atas menjalankan fungsi koordinasi adalah upaya anggota DPRD untuk menekan menjalankan fungsi dan peranannya di dalam mendorong berjalannya fungsi munculnya koordinasi yang lebih baik antar sektor atau lembaga yang terkait dengan kepentingan dan pelayanan publik. Dalam mengupayakan hal ini, DPRD perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: Problematika publik yang muncul ke permukaan kerap sekali tidak berdiri

sendiri dan. Ia dapat merupakan kompleksitas masalah berbagai sektor yang saling terkait satu sama lainnya. Terkadang masalah yang muncul sebanarnya tampak sangat sederhana dan bukan lagi persoalan, atau pada tingkat konseptual. diperkirakan sudah matang, nNamun, pada tingkat implementasi, masalah yang sangat krusial seringkali adalah lemahnya koordinasi.

Fungsi koordinasi tidak semata-mata menjadi bagian dari mekanisme birokrasi pemerintahan tetapi juga harus dijalankan oleh DPRD, baik untuk meningkatkan kinerja internal dewan maupun fungsi yang harus didorong

Page 112: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

untuk meningkatkan kinerja lembaga eksekutif sebagai lembaga yang melaksanakan agenda publik.

Dalam konteks perspektif koordinasi, cara pandang anggota dewan dalam melihat masalah tidak sepotong-sepotong atau hanya melihat per sektor. Semakin tinggi tingkat perkembangan masyarakat, masalah publik yang ditimbulkan semakin kompleks. Tumpang tindih masalah satu sektor dengan sektor lainnya tidak bisa dihindari. Misalnya, kasus munculnya pedagang kaki lima (PKL) bak jamur di musim hujan, yang terus meningkat dan sangat liar.sehingga Akibatnya mengganggu ruas jalan, dan menimbulkan kemacetan, ataupun menimbulkan timbunan sampah. Kesalahan ini tidak semata-mata ditimpakan kepada PKL karena tetapi akar masalah sebenarnya adalah karena tidak ada perencanaan tata ruang kota baik fisik maupun non fisik secara yang matang atau karena melemahnya penegakan aturan.

Keterkaitan atau kompleksitas masalah publik juga dapat terjadi karena aebagai letak dampak dari lingkungan atau daerah sekitar. Ini misalnya terkait kasus persoalan lingkungan seperti geografis dalam satu kawasan tertentu. Hal ini misalnya munculnya sejumlah persoalan publik sebagai akibat pencemaran lingkunganudara, pembabatan hutan, masalah timbunan sampah, bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan lain sebagainya. Pemecahan masalah ini tentu tidak bisa dilakukan oleh satu sektor saja yang terbatas dalam satu atau hanya pemda tertimpa musibah tersebut tetapi harus melibatkan pemda lainnya yang juga menjadi mata rantai masalah tersebut.

Langkah-langkah antisipatif adalah mengidentifikasi sejumlah masalah yang memiliki keterkaitan antar sektor. Mengapa? Karena bobot suatu masalah tidak muncul dari sektor itu sendiri tetapi dapat juga sebagai akibat dari ketimpangan dari sektor lain. Dari sini kemudian menimbulkan akumulasi masalah, apalagi tidak pernah terjamah oleh kelompok atau pihak yang berkepentingan.

Mengidentifikasikan stakeholders yang terlibat baik dalam perencanaan, pelaksana, pengguna dan pengawasan. Misalnya siapa yang terlibat langsung dalam pengambilan keputusan? Siapa kelompok yang sangat dirugikan? Siapa kelompok yang diuntungkan oleh suatu keputusan? Dari proses identifikasi ini selanjutnya dapat dimerumuskan pendekatan dan langkah apa yang sebaiknya dilakukan. Persoalan yang kerap muncul di sini adalah apabila stakeholders yang terlibat ada mempunyai kekuasaan dan atau pengaruhnya yang besar atau dapat juga suatu kelompok yang memiliki kekuatan ekonomi.

Apabila kenyataan tersebut diharapkan kepada Anda apa yang dapat anda lakukan? Menghindar, berpihak kepada kelompok yang kuat, atau tetap memegang etika kedewanan berpihak kepada kelompok masyarakat yang dirugikan? Semua ini berpulang kepada Anda, sikap apa yang sebaiknya anda lakukan sebagai anggota dewan yang bertanggung jawab dan moral.

Mendorong stakeholders untuk melakukan koordinasi dalam proses mperencanakan, pelaksanaan, pengawasan maupun pengambilan keputusan. Fungsi koordinasi tidak hanya dipahami sebagai sebuah konsep atau sebagai bentuk mekanisme kerja lembaga tetapi sebagai suatu kebutuhan yang harus dilaksanakan. Koordinasi terkadang mudah untuk diucapkan akan tetapi sulit untuk diwujudkan.

Page 113: Modul 1 - Penguatan Peran Dan Fungsi Dprd

Untuk meningkatkan kinerja lembaga dewan maupun fungsi tata pemerintahan yang baik hendaknya menempatkan masalah koordinasi sebagai bagian penting dalam proses perencanaan, proses pengambilan keputusan maupun dalam pengawasan dan evaluasi.

Akhirnya, upaya membangun fungsi koordinasi dan pengawasan terlaksananya agenda kerja sama dapat diwujudkan dengan mendorong serta melibatkan partisipasi aktif pelbagai kelompok masyarakat seluas-luasnya. Dengan demikian proses politik yang berjalan baik pada level pemerintahan maupun pada level DPRD dapat memenangkan kepentingan rakyat secara konstitusional, legal, dan terlembaga.