model_eutrofikasi_untuk_merancang_kebijakan_pengelolaan_waduk
Click here to load reader
-
Upload
buddin-a-hakim -
Category
Documents
-
view
55 -
download
0
Transcript of model_eutrofikasi_untuk_merancang_kebijakan_pengelolaan_waduk
Model Eutrofikasi untuk Merancang Kebijakan Pengelolaan Waduk yang
Berkelanjutan melalui Pendekatan System Dynamics1 (The System Dynamics Approach of Eutrofication Model of the policy design on
Reservoir Sustainability Management) Oleh :
(Wawan Gunawan, Zahidah, Dwi Mulyanti)2
Abstrak Fenomena perilaku penurunan kualitas perairan dalam proses Eutrofikasi telah terjadi di Waduk Cirata terutama mencakup meningkatnya komponen nutrien C, menurunnya DO (disolved Oxygen), dan meningkatnya BOD (Biological Oxygen Demand). Fenomena perilaku ini dibentuk oleh struktur fenomena yang dapat disimulasikan melalui komputer dalam rangka merancang kebijakan yang dibutuhkan. Metode yang relevan adalah metodologi System Dynamics. Penelitian ini bertujuan membangun model dan raancangan kebijakan yang dapat digunakan untuk mempengaruhi masalah fenomena perilaku tersebut. Hasil simulasi komputer untuk kebijakan pengerukan, pemanenan fitoplankton dan pemberian aerasi telah memperlihatkan hasil yang mampu mengubah perilaku pada proses eutrofikasi yang terjadi di waduk, yaitu meningkatkan DO, menurunkan biomassa fitoplankton dan menurunkan detritus. Besaran dari unsur-unsur penting (DO, Nutrien C, BOD/Detritus, Biomassa Fitoplankton) dalam sistem telah mendekati kondisi yang diinginkan yang menunjukan model telah cukup sensistif terhadap perilaku dunia nyatanya. Agar model lebih matang disarankan tersedianya data di lapangan seperti, laju nutrien C dari inlet sungai dan outlet waduk. Selanjutnya direkomendasikan agar : dilaksanakan kebijakan penggunaan teknologi aerasi, pengelola waduk agar memiliki alat pengeruk yang mampu melakukan pengerukan di dasar hamparan keramba jaring apung.
Abstrak
Kata-kata kunci : Eutrofikasi, System Dynamics, model, kebijakan, fitoplankton, DO, , BOD
1. Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional No. 129/SP2H/PP/DP2M/III/2007 tanggal 29 Maret 2007
2. Berturut-turut dari Universitas Winayamukti Fakultas Kehutanan Laboratorium Sosial Ekonomi dan kebijakan Kehutanan, Universitas Padjadjaran Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Peneliti lepas.
Perkembangan Jumlah Petak KJT dan produksi Ikan Cirata
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002
Tahun
petak dan
(ton)
Jumlah Petak Produksi (ton/tahun)
1. Pendahuluan
Fungsi utama Waduk Cirata adalah menyediakan air untuk pembangkitan listrik Jawa Bali. Kemudian fungsinya berkembang menjadi sarana budidaya ikan dalam KJT.
Dari sisi aktivitas budidaya ikan dalam KJT, fakta yang dihadapi menunjukkan fenomena usaha ekonomi yang mengalami perubahan, yaitu faktor produktivitas KJT yang menurun, harga pakan yang meningkat, jumlah petak yang meningkat. Begitu pula fenomena kualitas lingkungan waduk yang menurun, yaitu pada aspek kualitas sumberdaya air mencakup faktor Oksigen terlarut (DO) yang menurun, BOD/detritus yang meningkat, dan Nutrien C (Karbonat) yang juga mengalami peningkatan.
Populasi petak KJT tahunan menurun mulai tahun 1995, kemudian setelah tahun 1999 semakin bertambah pesat yang berada jauh di atas jumlah petak yang direkomendasikan sebanyak 12000 petak (SK Gubernur). Peningkatkan jumlah petak menjadi semakin meningkat tajam mengingat setelah tahun 2003. Hasil sensus tahun 2003 jumlah petak telah mencapai 39690 petak dengan jumlah pekerja 2710 orang (BPWC, 2003) dan menurut hasil sensus BPWC tahun 2007 jumlah petak meningkat tajam menjadi 51418 petak (29,55 %) dengan jumlah pekerja 4620 orang (70,48 %).
Gambar 1. Perkembangan jumlah petak KJT dan Produksi ikan tahunan
di Waduk Cirata Pertambahan petak KJT mendorong pemberian pakan yang terus
bertambah sebanyak minimal 704 kg/petak atau 2116 kg/petak/tahun pada budidaya ikan mas. Merujuk Costa-Pierce et al. (1990), pada saat belum dikenalkan jaring lapis kedua (ganda) sisa pakan yang masuk ke badan air adalah sebesar 1225 gr/petak/hari atau sebesar 48,62 ton/hari dan merujuk kepada Schmitou (1991), apabila kandungan P pakan sebesar 1,2 %, maka sisa pakan tersebut setara dengan 0,584 ton P/hari.
Kondisi waduk Cirata sebagai tempat budidfaya ikan mengalami oksigen
terlarut (Disolved Oxygen, DO) yang menurun. Sementara itu terjadi pula meningkatnya Nutrien Karbon (H2CO3), yaitu semula 60,4 mg/l pada tahun 1989 meningkat menjadi sebesar 98,699 mg/l pada tahun 2006.
Gambar 2. Kondisi komponen DO tahunan yang menurun di Waduk Cirata
Oksigen yang menurun diisyaratkan pula dengan meningkatnya Detritus
yang diwakili oleh BOD di Waduk Cirata sebagaimana tampak pada Gambar 3.
Gambar 3. Kondisi komponen BOD yang meingkat di Waduk Cirata Persoalan utama yang muncul dari kondisi di atas adalah menurunnya
kualitas sumberdaya perairan di Waduyk Cirata yang akan membawa dampak terhadap budidaya ikan dalam Keramba Jaring Terapung (KJT) atau sebaliknya.
Keadaan Detritus (BOD) di Cirata
02468
1012141618
1985 1990 1995 2000 2005 2010
BOD-Det
ritus (mg
/L)
Detritus (mg/L)
Oksigen Terlarut
0.000
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008
Tahun
DO (mg/
l
DO (mg/l)
2. Perumusan Masalah
Mengacu Fauzi dan Anna (2005), perikanan merupakan salah satu aktivitas ekonomi manusia yang sangat kompleks. Tantangan untuk memelihara sumberdaya yang ”sehat/baik” menjadi isu yang cukup kompleks dalam pembangunan perikanan. Walaupun sumberdaya perikanan dikatagorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources), namun pertanyaan seringkali muncul yaitu berapa besar ikan dapat dipanen tanpa menimbulkan dampak negatif untuk masa sekarang maupun masa mendatang. Inilah pertanyaan keberlanjutan yang seringkali muncul dalam pengelolaan pembangunan perikanan. Harapannya adalah pengelolaan atau budidaya perikanan tidak menimbulkan degradasi sumberdaya waduk, yang akan mengancam produktivitas ikan dan kualitas perairan akibat pencemaran. Keberlanjutan diharapkan dapat memperbaiki kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri.
Berdasarkan identifikasi masalah dan perumusan masalah atau fenomena produktivitas ikan, DO, BOD, harga, TMA waduk dapat disusun prilaku Usahatani Ikan dalam Keramba Jaring Terapung (KJT) yang Berkelanjutan (Gambar 4).
Gambar 4. Permasalahan utama perilaku kualitas air di Cirata dan kualitas waduk yang berkelanjutan
Didalam pendekatan keberlanjutan yaitu pembangunan yang berkelanjutan dengan dasar pemeliharaan fungsi sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari dan sumberdaya tidak melebihi pemanfaatannya (Suparmoko, 1997; Snedaker dan Gatter,1985; Todaro, 2000), pengelolaan
Trend : DO Berkelanjutan
DO atau BOD yang diinginkan (Target)
Kua
litas
SD
Per
aira
n C
irata
DO aktual
Tahun
BOD aktual
Trend : BOD Berkelanjutan
UT KJT di Waduk Cirata ditujukan untuk pemulihan produktivitas aktualnya mencapai produktivitas idealnya diperlukan upaya untuk mengatasi faktor DO faktual mendekati keadaan optimal (target), faktor BOD atau detritus faktual berada di batas bawah kondisi maksimalnya, Komnponen utama dari kehidupan atau pertumbuhan ikan di dalam waduk adalah komponen DO, ketersediannya tetap menjadi masalah apabila belum mencapai kondisi optimal, begitu pula faktor-faktor interaktif lainnya yang menunjukan sebab-akibat melingkar (feedback loop) dari proses pengayaan atau penyuburan waduk atau Eutrofikasi.
Budidaya ikan di Waduk Cirata dimasa mendatang akan menghadapi kendala dalam produktivitasnya. Hal ini berhubungan dengan komponen-komponen BOD, DO, nutrein karbon yang menjadi indikator kualitas waduk yang telah berubah. Apabila tidak dipahami perilaku fenomena atau proses-proses dan interaksi-interaksi apa yang terjadi di dalam badan air, maka tidak akan terdapat bgambaran yang cukup baik untuk mempengaruhinya melalui intervensi kebijakan yang diperlukan. Karena fenomena perilaku tersebut memiliki struktur fenomenya, maka susunan struktur yang diperlukan itu merupakan sebuah model yang mengandung proses-proses antara nutrien karbon, biomassa fitoplankton yang membentuk komponen ketersediaan oksigen, respirasi yang diperlukannya, serta detritus yang dihasilkan akibat adanya kematian biomassa fitoplankton.
Perubahan pada proses eutrofikasi ditentukan oleh parameter melalui
skenario yang diperlukan dan akan berubah menurut waktu (dinamik) dari model yang dibangun. Namun bagaimana membangun model yang sesuai dengan proses-proses yang terjadi sebagaimana dunia nyata di dalam badan air tersebut memerlukan metodologi yang sesuai. Salah satu metode yang dikenal untuk menangkap fenomena yang dimaksudkan adalah System Dynamics.
Rumusan masalah yang dapat diajukan adalah : 1. Model bagaimana yang dapat digunakan untuk menggambarkan
proses eutrofikasi yang terjadi di Waduk Cirata ? 2. Skenario kebijakan bagaimana yang dapat diterapkan dalam
mempengaruhi kualitas waduk terutama meningkatkan komponen DO agar memberi dampak budidaya ikan dalam keramba menjadi berkelanjutan ?
3. Tinjauan Pustaka
Di dalam metodologi System Dynamics dipahami bahwa, Struktur interaksi terdiri atas : Struktur fisik (stock dan flow aliran orang, barang, produksi, uang dan limbah
pencemar). Struktur pengambilan keputusan (decision-making structure) dari aktor-aktor
di dalam sistem. Struktur model yang dibangun melalui analisis struktural berdasarkan
pendekatan system thinking dimungkinkan mempunyai titik kontak yang banyak, sehingga strktur fisik ataupun struktur pengambilan keputusan yang telah disusun diyakini dibangun oleh unsur-unsur yang saling bergantung dan membentuk suatu lingkar tertutup (closed-loop atau feedback loop) (Tasrif, 2001; Tasrif, 2005). Hubungan unsur-unsur yang interdependensi itu merupakan hubungan sebab-akibat umpan balik dan bukan hubungan sebab-akibat searah (Senge, 1990).
Disamping itu pula sebuah model dapat disusun dengan merujuk,
Sterman (1981), prinsip-prinsip pembuatan model dinamik : keadaan yang diinginkan (desired) dan keadaan yang terjadi (actual) harus
secara ekplisit dinyatakan dan dibedakan di dalam model, adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata harus dapat
dipresentasikan di dalam model, aliran-aliran yang secara konseptual berlainan cirinya harus secara tegas
dibedakan di dalam menanganinya. Hanya informasi-informasi aktual yang tersedia untuk aktor-aktor dalam
sistem tersebut yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan pemodelan Struktur pengambilan keputusan dari model harus berkaitan dengan tindakan
manajerial Model harus robust dalam kondisi ekstrim.
Prinsip-prinsip di atas diperkuat oleh Tasrif (2001), model yang dibentuk
haruslah menuhi syarat-syarat : Karena efek suatu intervensi (kebijakan) dalam bentuk perilaku merupakan
suatu kejadian berikutnya, maka untuk melacaknya unsur (elemen/komponen) waktu perlu ada (dinamik).
Mampu mensimulasikan berbagai macam intervensi dan dapat memunculkan perilaku sistem karena adanya intervensi tersebut (baik melalui perubahan-perubahan parameter dan/atau struktur model).
Memungkinkan mensimulasikan suatu intervensi yang efeknya dapat berbeda secara dramatik dalam jangka pendek dan jangka panjang (kompleksitas dinamik).
Perilaku sistem dia tas dapat merupakan perilaku yang pernah dialami dan teramati (historis) ataupun perilaku yang belum pernah teramati (pernah dialami tetapi tidak teramati atau belum pernah dialami tetapi kemungkinan besar terjadi).
Mampu menjelaskan mengapa suatu perilaku tertentu dapat terjadi
Penggunaan metodologi SD tidak terlepas dari penelaahan mengenai hasil penelitian sebelumnya, seperti dari : Bachrulhayat Koswara (1999), tentang degradasi siklikal kualitas air, penyebab kematian massal ikan, daya dukung perairan, eutrofikasi di Waduk Cirata; Masyamsir (2000), tentang dinamika populasi fitoplankton, dinamika oksigen diurnal, daya dukung perairan di waduk Cirata yang dilanjutkan oleh Zahidah (2004), tentang dinamika populasi fitoplankton, daya dukung, eutrofikasi, pengaturan musim tanam panen ikan di Waduk yang sama; Penggunaan metodologi SD Anderson (1972), tentang status trofi (tingkat eutrofikasi), ketersediaan Oksigen, tanpa melihat pengaruh limbah budidaya ikan di Danau St. Washington Arquitt, Steven dan Ron Johnstone (2004) tentang analisis ekosistem pantai berupa ancaman air, eksistem pantai, kontak terhadap manusia.Blooming yang dibatasi dan muncul karena respon peningkatan konsentrasi bioavailabel besi dengan metodologi yang sama; Wakeland et.al (2004), Faktor yang berpengaruh thd spawning dan mortality ikan (suhu, limbah industri, nutrien, iklim mikro dari aktivitas ikan tangkap.
Penggunaan hubungan kausal dari proses eutrofikasi yang terjadi di
waduk Cirata merujuk pada Anderson (1972) sebagaimana Gambar 5.
.
Nutrien perairan
Pertumbuhan
organisme
Oksigen di udara
dan Epilimnion
RespirasiBiomassa
organisme
Pelarutan
Pembusukan
Detritus
Oksigen di
Hipolimnion
Kematian
+
++
+- +
+
+
+
+
+
+ +
+
-
--
-
-
- B1
R3
B2
R2
B4
B3
-
R1
Oksigen Target
Gap
Gambar 4. Hubungan kusal Fedback loop) Proses Menurut Anderson (1972) Hubungan kausal tersebut dimodifikasi dan disesuaikan dengan fenomena
perilaku dalam proses-proses dunia nyata di waduk Cirata sehingga menjadi hubungan proses eutrofikasi yang dipengaruhi oleh komponen nutrien dari aliran sungai dan bahan pencemar berupa limbah dari keramba jaring terapung (KJT) sebagaimana Ganbar 5.
Gambar 5. Hubungan kausal proses Eutrofikasi di Waduk Cirata
Volume Keluar
Nutrien CMasuk
Suplai pakan (Submodel
Usahatani KJT)
Nutrien Karbon
Nutrien perairan
Pertumbuhan PlanktonOksigen di
udara dan Epilimnion
Respirasi Biomassa Plankton
Pelarutan
Pembusukan
Detritus
Oksigen di Hipolimnion
Kematian Plankton
+ +
+
+
+++
+
+
+
+
+
+
+
++
+
-
-
-
-
-
-
+
+
B1
B2
R1
B4
B3
R3
+
Fraksi Kematian Ikan Submodel Usahatani KJT
-
-
Jenis Ikan
Teknologi Jaring
- -
-
+B5
R2
Volume Masuk
-
Nutrien C keluar
Oksigen Target
Detritus/BOD
Target
Gap/degradasi
Gap
+
+
-
-
Dari hubungan kausal dan permasalahan utama perilaku kualitas air di Cirata dapat disusun hipotesis dinamik sebagai berikut : Perilaku proses eutrofikasi yang menimbulkan pengayaan nutrien karbon, peningkatan BOD, dan penurunan DO dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas perairan dan keberlanjutan kualitas perairan dalam jangka panjang, apabila tidak menggunakan rumusan kebijakan yang tepat untuk upaya pemulihan kualitas sumberdaya perairan yang ingin dicapai di Waduk Cirata. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah menyusun sebuah model yang dapat membuat kebijakan dalam upaya mengatasi permasalahan penurunan kualitas waduk yang terjadi.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah memberi rekomendasi pelaksanaan kebijakan untuk menangani kegiatan usahatani ikan dalam KJT, pengendalian kualitas air dan peralatan yang diperlukannya kepada pengelola waduk, serta rumujsan kebijakan pemerintah dalam kegiatan penggunaan sumberdaya perairan (waduk) Cirata atyau waduk serial lainnya di Jawa Barat.
5. Metode Penelitian
Metode penelitian mengacu pada prosesur penyusunan model System Dynamics berikut sebagaimana Gambar 6.
Gambar 6. Kerangka prosedur perancangan kebijakan (Saeed, 1995) Model yang akan dibentuk dan dapat mencerminkan proses eutrofikasi yang terjadi memerlukan batas model. Batas model memuat variabel utama yang terdiri atas variabel endogen dan variabel eksogen. Didalam batas model dimasukkan pula struktur atau konsep yang tidak tercakup dalam model sebagai variabel yang diabaikan. Variabel-variabel endogen menyangkut besaran-besaran yang relatif cukup mewakili dalam menggambarkan dinamika pola-pola produktivitas UT KJT kajian ini. Variabel endogen akan mempengaruhi proses-proses yang menyebabkan adanya tendensi internal dalam dinamika pola produktivitas UT KJT yang berkelanjutan tersebut. Sedangkan variabel-variabel eksogen menggambarkan besaran-besaran yang tidak sangat dipengaruhi oleh evolusi sistem yang dimodelkan (Tasrif, 2001).
Bukti Empiris(Empirical evidence)
Pola Referensi(Reference Mode)
Hipotesis dinamik(Dynamic Hypotheses)
MODEL
Validasi Struktur(Structure Validation)
Validasi Perilaku(Behavior Validation)
Perancangan Kebijakan
(Policy Design)
Comparison and reconciliation
Comparison and reconciliation
Tabel 1. Batas Model untuk Model Eutrofikasi di Waduk Cirata
No Variabel Endogenus Variabel Eksogenus Variabel yang
diabaikan 1 Biomassa Fitoplankton Nutrien C dari luar
badan air (Allochton) Logam berat
2 Detritus (BOD) Volume air waduk masuk Nutrien N dan P 3 Nutrien C dari dalam
badan air (outochton) Vilume air waduk keluar Partikel tersuspensi
4 Oksigen di Epilimnion Target DO Ersosi dari pinggiran waduk
5 Respirasi Taget BOD 6 Kebijakan aerasi 7 Kebijakan dredging 8 Kebijakan pengurangan
fitoplankton
Asumsi yang digunakan : a. Air masuk dan air keluar mengikuti operasional waduk Cirata oleh PJB II, yaitu
dengan batas TMA minimal 205 m dan TMA maksimal 220 m agar diperoleh TMA efektif untuk menggerakkan turbin.
b. Nutrien karbon (HCO3) ditentukan berdasarkan nutrien eksisting yang telah terakumulasi di dalam waduk dan dari penambahan yang hanya berasal dari inlet sungai-sungai dan limbah KJT. Nutrien karbon dari pinggir waduk telah terwakili menjadi eksisting nutrien waduk.
c. Penambahan nutrien karbon awal dari sungai secara alamiah dianggap tetap yaitu sebesar 0.01 mg/l/tahun, mengacu kepada Anderson (1972)
d. Pembusukan detritus dalam keadaan aerob dan dimodelkan sebagai pengganda pembusukan oleh faktor pembatas oksigen, yang diperoleh melalui rasio DO terhadap DO saturasi (Anderson, 1973).
e. Kebijakan pengerukan waduk terjadi karena fasilitas alat dan teknologi akan tersedia di masa mendatang.
6. Hasil dan Pembahasan
Model yang telah dihasilkan adalah sebagai Gambar 7.
Gambar 7. Struktur Model Eutrofikasi di Waduk Cirata
Kon_C_hilang
Selisih
difusi
Panambahan_Nutrien_Epi
DRC_K3
Kehilangan_C_Epi_lateral
Prod_oksigen_netto
efek_Biomassa_Thd_Fotosintesis
O2_dari_fotosintesis
Efek_C_thd_pertum_Fito
Oksi_keudara
Laju_pertumbLaju_hilang_fito
Fito_hilang_oleh_aliran
GRC_K1
RRC_K4
Laju_respirasi
Laju_Pbusuk_Fito
dekomposisi_fito_epiRespirasi_fitoplankton
Detritus_hilang_oleh_aliran
Pop_Mas
Pop_nila
Pop_Mas
FOOD_MULTI
Laju_respirasi
Oksigen_Hipolimnion
Efek_biomassa_thd_Respirasi
Laju_Konsumsi_O2_epi
pguna_Oks_ut_respirasi_ikan
Frak_C_hsl_respi
C_hasil_respirasi_ikan
Foto_awal
Res_awal
Oksi_saturasi
Oksigen_rerata_di_wadukEFEK_EHR
VOL_HIPO
Laju_Pbusuk_Fito
Pembusukan_fito_hipo
Frak_Respirasi_ikan
VOL_EPI
Oksigen_Hipolimnion
Respirasi_fito_hipo
Laju_Konsumsi_O2_hipo
Pembusukan_ikan_akibat_kematian
KSR_K5
Laju_hilang_detritusNutrien_C_Epi
Biomassa_Fito
Oksigen_epilimnion
ONR
EHR
Fraksi_DRDG
Fraksi_panen
FOOD1
Laju_Penambahan_Oksigen_epi
KAER1
Pembusukan_dari_pakan
Laju_Pelarutan_O2_ke_Hipo
KAER
Laju_Dredg
Laju_panen
AER
Laju_Penambahan_O2_hipo
O2_TARGET
Pop_nila
efek_oksi_thp_ikan
Detritus_fito
DR_K2
Efek_C_thd_Kmatian_Fito
Laju_kematian
DETRITUS_TARGET
Model yangtelah dibentuk lalu dapat digunakan untuk menyusun kebijakan yang diperlukan. Adapun skenario kebijakan yang dapat dirumuskan sebagaimana Tabel 2 menampilkan penggunaan alat pengeruk dari bahan-bahan detritus yang tersedimentasi di dasar waduk di bawah hamparan KJT, pemberian aerasi pada setiap petak atau di sekitar petak jaring terapung serta simulasi apabila diberikan aerasi ke dalam petak ikan.
Tabel 5.2. Simulasi kebijakan yang diberikan
Simulasi Kebijakan Tanpa
simulasi 1 2 3
Pengerukan/Dredging 0 1 1 0
Aerasi (mg/l) 0 0,2 0,3 0,5 Panen biomassa (mg/l)
0 0 0,5 0,2
Peningkatan Nutrien Allochton (mg/l/tahun)
0,01 0,01 0.05 0.05
Adapun perilaku yang dihasilkan dari model sebelum kebijakan diterapkan adalah sebagai berikut : Gambar 8. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dalam
keadaan tanpa kebijakan (historis)
Time
Oksigen_epilimnion1Oksigen_Hipolimnion2O2_TARGET3
2,000 2,0602
3
4
5
6
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Time
Biomassa_Fito1Detritus_fito2DETRITUS_TARGET3
2,000 2,0600
2
4
6
8
1
23
1
2 3
1
23
1
2
3
Time
Nutrien_C_Epi
2,000 2,020 2,040 2,06060
90
120
Perilaku nutrien C meningkat sejalan peningkatan hidtorisnya, oksigen pada permukaan-epilimnion ( kedalaman 0,2 m) mengalami penurunan mencapai 4 mg/l pada tahun 2006 yang diikuti oleh penurunan oksigen di hipolimnion hingga mencapai hampir 3 mg/l. Kondisi sebaliknya dari oksigen yang menurun tersebut adalah meningkatnya biomassa fitoplankton dan detritus (BOD). Oksigen dan BOD telah melewati batas target yang diinginkan. Setelah skenario kebijakan 1 diterapkan tanpak perubahan perilaku sebagaimana Gambar 9.
Gambar 9. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dengan skenario kebijakan 1.
Nutrien C yang masuk (Allochton) dari aktivitas keramba jaring terapung atau inlet sungai memperlihatkan penurunan yang tajam mulai tahun 2030 setelah dilakukannya pengerukan, pemberian aerasi dan tanpa memanen fitoplankton (karena diharapkan menghasilkan oksigen). Perilaku Detritus berada di bawah target yang diinginkan dan terjadi peningkatan oksigen di lapisan epilimnion dan hipolimnion pada waktu setelah intervensi kebijakan dilaksanakan. Pada Skenario 2 pelaksanaan kebijakan ditingkatkan untuk parameter aerasi dan pemanenan pada saat terjadi pula peningkatan pengayaan nutrien C dari luar sebesar 0,05 mg/l/tahun sebagimana Gambar 10.
Time
Nutrien_C_Epi
2,000 2,020 2,040 2,060
40
50
60
70
80
Time
Oksigen_epilimnion1Oksigen_Hipolimnion2O2_TARGET3
2,000 2,060
4
5
6
1
2
3
1
2
31
23
1
3
Time
Biomassa_Fito1Detritus_fito2DETRITUS_TARGET3
2,000 2,0600
1
2
3
4
5
6
1
2
3
1
23
1
2
3
1
2
3
Gambar 10. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dengan skenario kebijakan 2.
Penurunan nutrien C akibat skenario mengalami penurunan sedikit akibat sebagian besar detritus diambil melalui pengerukan sehingga berada pada batas target ideal BOD yang diinginkan. Namun kondisi ini kurang diikuti dengan perilaku oksigen. Tampaknya fitoplankton sebagai penghasil oksigen melalui proses fotosintesis mengalami gangguan ketersediaan nutrien C dan pemberian oksigen melalui aerasi-pun hanya mengubah sedikit penambahan oksigen. Di dalam skenario kebijakan 3, pengerukan tidak dilakukan lagi, peningkatan aerasi bertambah besar, namun dilakukan pemanenan fitoplankton (bukan mengendalikan dengan algisida), memperlihatkan detritus yang meningkat tajam kembali dan oksigen tetap berada di abawah batas target yang diinginkan sebagaimana Gambar 11.
Time
Oksigen_epilimnion1Oksigen_epilimnion2Oksigen_Hipolimnion3Oksigen_Hipolimnion4O2_TARGET5O2_TARGET6
2,000 2,020 2,040 2,060
2
3
4
5
6
12
34
5 6
1
2
3
4
5 6
1 2
3 4
5 6
1
3
5
Time
Biomassa_Fito1Biomassa_Fito2Detritus_fito3Detritus_fito4DETRITUS_TARGET5DETRITUS_TARGET6
2,000 2,020 2,040 2,0600
5
10
15
1 2
34 5 6
12
3
4
5 6
1 2
3 45 6
1
3
Time
Nutrien_C_Epi
2,000 2,020 2,040 2,060
100
150
200
250
1 2
12
1 2
1
Gambar 11. Perilaku Nutrien C, Biomassa Fitoplankton, Detritus dan Oksigen dengan skenario kebijakan 3.
7. Kesimpulan
Perilaku yang terjadi setelah beberapa skenario dilakukan menyimpulkan bahwa : 1. Pengayaan nutrien C sekurang-kurangnya memerlukan kebijakan pengerukan
dan pemanenan terbatas biomassa fitoplankton agar kondisi oksigen berada pada kisaran target yang diinginkan.
2. Dalam kaitannya untuk keberlanjutan budidaya ikan ketersediaan oksigen yang berada di bawah target ideal tetap diperlukan aerasi, terutama untuk ikan mas yang peka terhadap konsentrasi oksigen yang rendah (tidak boleh dibawah 3 mg/l selama 4 jam).
3. Pengendalian masukan nutrien C dan nutrien lainnya yang memperkaya penyuburan badan air harus menjadi perhatian utama dan untuk menanganinya diperlukan kombinasi kebijakan yang terpadu. Dimana pelaksanaan kebijakan ini harus merupakan pengeluaran biaya bagi pelaku
Time
Oksigen_epilimnion1Oksigen_epilimnion2Oksigen_epilimnion3Oksigen_Hipolimnion4Oksigen_Hipolimnion5Oksigen_Hipolimnion6O2_TARGET7O2_TARGET8O2_TARGET9
2,000 2,020 2,040 2,060
0
1
2
3
4
5
6
12
345
6
7 8 9
12 3
45
6
7 8 9
1 2
34
5
6
7 8 9
1
3
4
6
7
Time
Biomassa_Fito1Biomassa_Fito2Biomassa_Fito3Detritus_fito4Detritus_fito5Detritus_fito6DETRITUS_TARGET7DETRITUS_TARGET8DETRITUS_TARGET9
2,000 2,020 2,040 2,0600
10
20
30
1 2 3
4 5 6 7 8 9
1 2 3
45
6
7 8 9
1 2
3
4
6
1
3
Time
Nutrien_C_Epi
2,000 2,020 2,040 2,060
100
150
200
250
300
350
1 2 3
1 2 31 23 1
3
usahatani di Waduk Cirata dan pengelola waduk seperti BPWC untuk penyediaan alat berat mesin pengeruk.
8. Rekomendasi 1. Kebijakan pengendalian kualitas perairan di Waduk Cirata harus menyentuh
aspek ekonomi dan ekosistem
2. Untuk menanggulangi menurunnya kualitas perairan dan kehilangan secara ekonomi yang signifikan kebijakan yang terkait dengan aspek ekosistem adalah peningkatan konsentrasi oksigen sampai mencapai nilai minimum 5 mg/L
3. Kebijakan yang memberikan dampak secara ekonomi yang signifikan adalah moratorium sementara UT KJT dan dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan kualitas air berupa aerasi, pengerukan dan panen biomassa fitoplankton serta pengendalian kualitas sungai dengan mengendalikan bahan pencemar lingkup subDAS Citarum.
4. Perlu disusun model yang lebih bersifat makro yang mencakup DAS Citarum hulu atau Sub-DAS Cirata dan Waduk Serial Saguling.
Ucapkan terima kasih
Disampaikan terima kasih kepada pihak pemberi dana dalam hal ini DP2M Dikti Depetemen Pendidikan Nasional di Jakarta. Begitu pula, BPPPU Dinas Perikanan propinsi Jawa Barat terutama Bapak Toni, Bapak Yaya di BPWC, Pak Taufik dari Pusat Penelitian Energi ITB, serta para mahasiswa FPIK Unpad dan Fakultas Kehutanan Unwim yang telah membantu dalam penelitian ini.
PUSTAKA
. Anderson, J.M. 1972. The Eutrophication of Lakes. Dalam Toward Global
Equilibrium: Collected Papers, D. L Meadows dan D.H. Meadows (eds.). Wright-Allen Press, Inc. Cambridge
Arquitt, Steven dan Ron Johnstone. 2004. A Scoping and Concensus Building Model
of a Toxic Blue-Green Algae Bloom. System Dynamics Review Vol. 20 Num. 2 Summer 2004. page 179-196.
. Costa-Pierce, O. Soemarwoto, O.C.M. Roem, dan T. Herawati. 1990. Water Quality
Suitability of Saguling and Cirata Reservoirs for Development of Floating Net Cage Aquaculture. Reservoir Fisheries and
Aquaculture Development for Resettlement in Indonesia. ICLARM Tech. Rep. Page 23-378.
Koswara, Bahrulhayat. 1999. Degradasi Siklikal Lingkungan Perairan dan
Hubungannya dengan Indikator Penyebab kematian Ikan pada Keramba Jaring Terapung di Waduk Saguling. Disertasi Program Doktor Universitas Padjadjaran. Bandung. Tidak dipublikasi.
Masyamsir. 2001. Dinamika Fitoplankton di Waduk Saguling : Keterkaitannya
dengan Unsur Hara N dan P serta Kondisi Aerob Perairan. Disertasi tidak dipublikasikan. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung.
Saeed, Khalid. 1995. The Organizing of Learning in System Dynamics Practice.
Proceeding System Dynamics ’95. Volume I. Tokyo, Japan. Schmittou, H.R. 1991. Cage Culture, a Method of Fish Production in Indonesia.
Central Research Institute of Fisheries, Indonesia. 126 hlm. Sterman, John.D. 1981. The Energy Transition and Economy : A system dynamics
Approach. MIT. USA, PhD. Dissetation. Unpublished. Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Suatu
Pendekatan Teoritis. BPFE-Yogyakarta. Halaman 350. Tasrif, Muhammad. 2001. Model System Dynamics untuk Sarana Analisis dalam
Merancang Kebijakan Energi yang Berwawasan Lingkungan di Negara Sedang Berkembang. Disertasi ITB. Tidak Dipublikasikan
Todaro, Michael P. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi ketujuh jilid I. Penerbit Erlangga. Jakarta
Zahidah. 2004. Dinamika Fitoplankton di Waduk Cirata dalam Kaitannya dengan Produktivitas Perairan. Usulan Penelitian Disertasi pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung.