Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

40
UNIVERSITAS INDONESIA BRIAN SRIPRAHASTUTI 1006782923 MODEL UTILISASI LAYANAN PENANGANAN BALITA SAKIT DI MASYARAKAT RINGKASAN DISERTASI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM DOKTOR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DEPOK FEBRUARI, 2014

description

Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di MasyarakatRingkasan Disertasi Ibu Brian Sriprahastuti

Transcript of Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

Page 1: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

UNIVERSITAS INDONESIA

BRIAN SRIPRAHASTUTI

1006782923

MODEL UTILISASI LAYANAN

PENANGANAN BALITA SAKIT

DI MASYARAKAT

RINGKASAN DISERTASI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM DOKTOR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DEPOK

FEBRUARI, 2014

Page 2: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

i

UNIVERSITAS INDONESIA

BRIAN SRIPRAHASTUTI

1006782923

MODEL UTILISASI LAYANAN

PENANGANAN BALITA SAKIT

DI MASYARAKAT

RINGKASAN DISERTASI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM DOKTOR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DEPOK

FEBRUARI, 2014

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Page 3: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Disertasi ini diajukan oleh:

Nama : Brian Sriprahastuti

NPM : 1006782923

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Judul Disertasi : Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit

di Masyarakat

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Promotor : Prof. dr. Purnawan Junadi, MPH, Ph.D (.................)

Ko-promotor : Prof.dr.Hadi Pratomo, MPH, Dr. PH (.................)

Dr. drs. Tris Eryando, MA (.................)

Penguji : Prof.dr.Anhari Achadi,SKM, Sc.D (Ketua) (.................)

dr.Adang Bachtiar, MPH, Sc.D (Anggota) (.................)

Dr.dr.Trihono, M.Sc(Anggota) (.................)

Dr.dr.Harimat Hendarwan, M.Kes (Anggota) (.................)

Dr. dra. Dumilah Ayuningtyas, MARS (Anggota) (.................)

Dr. Ede Surya Dharmawan, SKM, MDM (Anggota)(................)

Page 4: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan, karena atas rahmat-Nya, saya dapat

menyelesaikan disertasi ini. Penulisan disertasi ini dilakukan untuk

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar doktor kesehatan

masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

sangatlah sulit bagi saya untuk mencapai tahap ini. Oleh karena itu, saya

mengucapkan terima kasih kepada:

1) Prof.dr.Purnawan Junadi, MPH, PhD selaku promotor yang telah

menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan disertasi ini;

2) Prof. dr. Hadi Pratomo, MPH, Dr.PH selaku ko-promotor yang yang

selalu mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan studi bahkan

sebelum beliau menjadi ko-promotor;

3) Dr. drs. Tris Eryando, MA selaku ko-promotor yang membimbing saya

melakukan riset REACH pada tahun 2010 dan 2012;

4) dr. Adang Bachtiar. MPH, Sc.D, selaku pembimbing akademik yang

telah membimbing saya melakukan riset kebijakan daerah untuk

pembangunan kesehatan dan keberdayaan masyarakat;

5) Para penguji yang selalu hadir untuk menguji dan memberikan

masukan yang konstruktif sejak kualifikasi hingga sidang tertutup pra-

promosi disertasi saya;

6) ChildFund Indonesia, UNICEF dan Pemda Kabupaten TTS yang telah

membantu saya untuk memperoleh data dan informasi yang saya

perlukan;

7) Orang tua, adik-adik dan anak-anak saya yang telah memberikan

bantuan dukungan material, moral dan doa; dan

8) Kolega yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan

disertasi ini (tim REACH-TTS, mahasiswa S3 FKM-UI angkatan 2010,

pokja MTBS-M-Kemenkes, tim Monev GiKIA-Kemenkes, aktivis

GKIA, PKBIK-UI, PRES-UI, CHAMPS-UI, IAKMI Pusat).

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

semua pihak yang telah membantu. Semoga disertasi ini membawa manfaat

bagi pengembangan ilmu.

Depok, Februari 2014

Penulis

Page 5: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

iv

ABSTRAK

Nama : Brian Sriprahastuti

Program Studi : Program Doktor Ilmu Kesehatan

Masyarakat

Judul : Model Utilisasi Layanan Penanganan

Balita Sakit di Masyarakat

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model utilisasi

layanan penanganan balita sakit di masyarakat. Studi ini

dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Sejumlah 5.502 dari 7.675 anak usis 0-59 bulan terlibat

dalam studi ini. Analisis kluster dilakukan untuk

menghasilkan data 40 desa sebagai unit analisis statistik.

Berdasarkan analisis multivariat regresi linier berganda

didapatkan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat dapat

memprediksi utililisasi layanan promotif-preventif (β = 0.355;

R2 = 16%). Secara bersama-sama, tingkat keberdayaan

masyarakat (β = 0.196) dan availabilitas kader (β = 0.678)

dapat memprediksi utilisasi layanan kuratif dengan R2 =

52.5%. Model spasial menunjukkan pola bahwa semakin

tinggi aksesibilitas suatu desa, semakin tinggi utilisasi layanan

di desa tersebut. Studi ini menyimpulkan bahwa upaya

penanganan balita sakit di masyarakat melalui program

MTBS-M relevan untuk diterapkan di banyak daerah di

Indonesia yang masih menghadapi hambatan aksesibilitas

geografis dan availabilitas fasilitas kesehatan.

Kata Kunci: penanganan kasus di masyarakat, balita

sakit, utilisasi layanan, aksesibilitas, akseptabilitas,

availabilitas dan tingkat keberdayaan masyarakat.

Page 6: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

v

ABSTRACT

Name : Brian Sriprahastuti

Study Program : Post-graduate Program of Public

Health

Title : Model of Service Utilization on

Community Case Management of

Childhood Illnesses

This studi’s aim is to develop a model of service utilization on

community case management of childhood illnesses. It was

conducted in Central Soutern Timor (CST) district. 5.502 out

of 7.675 children under five years old were involved in this

study. Cluster analysis was done to produce analysis unit of

40 villages to be used for further statistic data processing. In

multivariate of linier regression, we found that the level of

community empowerment can predict the utilization of

promotive-preventive services (β = 0.355; R2 = 16%).

Altogether, the level of community empowerment (β = 0.196)

and the cadre availability (β = 0.678) can predict curative

utilization with R2 = 52.5%. Spatial model shows the patern

that the higher accessibility of village the higher service

utilization will be. This study concludes if delivery service of

community case management of childhood illnesses through

the C-IMCI program is relevant to be implemented in many

areas in Indonesia which have barrier in geographic

accessibility and health facility availability.

Key-words: community case management, childhood

illnesses, service utilization, acceptability, accessibility,

availability and community empowerment level.

Page 7: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) mewakili kabupaten

dengan kondisi geografis yang sulit dan ketersediaan layanan

kesehatan yang terbatas di antara 22 kabupaten yang ada di

Provinsi NTT (BPS, 2010). Menurut Riskesdas 2007, cakupan

utilisasi layanan penanganan diare, pneumonia dan malaria di

Kabupaten TTS belum mencapai cakupan semesta, sehingga

belum dapat memberikan dampak pada penurunan kematian

balita seperti yang diharapkan (Kemenkes, 2008).

Rendahnya cakupan tersebut menunjukkan adanya barrier

pemanfaatan (utilisasi) layanan kesehatan oleh masyarakat.

Barrier terjadi karena ada kesenjangan pada ketersediaan

tenaga dan komoditas kesehatan, upaya layanan kesehatan,

kebijakan pemerintah, jangkauan geografis, dan penerimaan

masyarakat terhadap layanan kesehatan (Tanahashi, 1978,

Murray & Frenk,-).

Manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat (MTBS-

M) diperkenalkan pertama kali di dunia pada tahun 2001 untuk

mengatasi kendala ketersediaan tenaga kesehatan. Pendekatan

ini memberikan tanggung jawab kepada masyarakat untuk

dapat menangani masalah balita sakit dengan memanfaatkan

tenaga sukarela kesehatan masyarakat (Winch dkk, 2002,

Kelley & Black, 2001)

Saat ini ada 215 kader dan 236 motivator di Kabupaten TTS

yang mempunyai kemampuan untuk memberikan layanan

kuratif dan promotif-preventif balita sakit melalui program

MTBS-M. Kader dan motivator menjadi agen di masyarakat

yang menjembatani penjangkauan layanan penanganan balita

sakit di masyarakat. Pengalaman beberapa negara, program

kelangsungan hidup anak dengan melibatkan kader kesehatan

Page 8: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

2

ternyata efektif menurunkan kematian balita (Kelly dkk, 2001,

Andy dkk, 2007), meningkatkan keberdayaan masyarakat

bidang kesehatan (Mack dkk, 2006) dan memberikan hasil

yang positif dalam ketepatan tindakan dan perluasan cakupan

layanan intervensi (Andy dkk, 2007).

Secara umum, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

menghasilkan sebuah model utilisasi layanan penanganan

balita sakit di masyarakat. Secara khusus, tujuan penelitian ini

adalah sbb:

1. Mengembangkan konsep, konstruk, variabel, indikator dan

instrumen pengukuran utilisasi layanan penanganan balita

sakit di masyarakat.

2. Mendapatkan gambaran utilisasi layanan penanganan

balita sakit di masyarakat.

3. Mendapatkan gambaran akseptabilitas masyarakat,

availabilitas puskesmas, availabilitas kader, aksesibilitas

geografis dan tingkat keberdayaan masyarakat dalam

penanganan balita sakit di masyarakat.

4. Memahami hubungan antara akseptabilitas masyarakat,

availabilitas puskesmas, availabilitas kader, aksesibilitas

geografis, tingkat keberdayaan masyarakat dan utilisasi

layanan penanganan balita sakit di masyarakat.

5. Menghasilkan pilihan kebijakan kepada pemangku

kepentingan dalam upaya meningkatkan utilisasi layanan

penanganan balita sakit di masyarakat.

Page 9: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut model cakupan kesehatan yang diperkenalkan oleh

Tanahashi, cakupan layanan kesehatan diukur dari proporsi

layanan kesehatan yang dimanfaatkan pengguna layanan di

satu wilayah yang menjadi tanggung jawab fasilitas kesehatan.

Rendahnya utilisasi layanan penanganan balita sakit terjadi

karena service output tidak sama dengan service capacity.

Service output adalah cakupan aktual yang dilihat dari jumlah

kasus yang datang ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan

layanan. Sedangkan service capacity adalah cakupan potensial

yang seharusnya dapat dicapai berdasarkan kapasitas yang

dimiliki oleh insitusi kesehatan setempat (Tanahashi, 1978).

Penchansky dan Thomas (1981) membagi akses menjadi 5

dimensi, yaitu availabilitas, aksesibilitas, akomodasi,

afordabilitas dan akseptabilitas. Aksesibilitas kesehatan lebih

spesifik menggambarkan kemudahan seseorang secara

geografis untuk menjangkau layanan kesehatan (Cromley &

Mc Lafferty, 2002). Penanganan balita sakit di fasilitas dapat

dilayani baik di fasilitas primer (puskesmas dan jaringannya)

maupun fasilitas rujukan (rumah sakit). Aksesibilitas terhadap

layanan penanganan balita sakit didefinisikan sebagai tingkat

kemudahan masyarakat desa menurut dimensi geografis dan

transportasi untuk mendapatkan layanan penanganan balita

sakit di rumah sakit dan puskesmas.

WHO mengatakan bahwa ada 6 komponen sistem kesehatan

yang mempengaruhi pencapaian dampak kesehatan, yaitu:

upaya kesehatan, tenaga kesehatan, sistem informasi

kesehatan, akses terhadap obat, pembiayaan dan pemerintahan.

Penguatan enam komponen ini akan dapat meningkatkan

cakupan akses dan kualitas layanan berupa peningkatan derajat

dan pemerataan layanan kesehatan, layanan kesehatan yang

Page 10: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

4

responsif, perlindungan risiko sosial dan keuangan serta

peningkatan efisiensi. (WHO, 2010, Tromp & Baltussen,

2012). Jaminan availabilitas layanan penanganan balita sakit

di masyarakat terjadi jika puskesmas dan kader memiliki

kecukupan tenaga terampil dan komoditas untuk memberikan

layanan sesuai kewenanganannya.

Hambatan yang timbul karena masalah gender dan budaya

berdampak pada kemauan seseorang untuk menggunakan

fasilitas kesehatan serta kenyamanan dan kepuasan untuk

menerima layanan. Hambatan ini menjadi aspek penting yang

mempengaruhi askseptabilitas (Cromley & Mc Lafferty,

2002). Akseptabilitas layanan kesehatan tergantung pada

faktor sosio-demografi yang melatarbelakangi perilaku

pencegahan dan pencarian pengobatan balita sakit. Faktor

sosio-demografi pada penelitian ini diukur dari tingkat

pendidikan ibu, status kesejahteraan keluarga, kepemilikan

jaminan kesehatan dan dilakukannya praktek tradisional sei1.

Partisipasi menjadi prinsip utama dalam Deklarasi Alma-Ata.

Partisipasi dalam pelayanan kesehatan menjadi hak dan

kewajiban seseorang baik individu maupun bersama-sama

(Lawn dkk, 2008, Walley dkk, 2008, Rosato, 2008). Laverack

menerangkan bahwa partisipasi masyarakat ada 8 tingkat.

Masyarakat dikatakan berdaya bila dapat melakukan aksi

perubahan sosial dan kebijakan. Ada tiga kunci kapasitas

masyarakat untuk berdaya yaitu: tingkat keterlibatan

masyarakat; tingkat kompetensi masyarakat; dan tingkat

kendali masyarakat (Laverack, 2007).

1 Sei adalah tradisi orang Timor yang masih banyak dilakukan di Kabupaten TTS. Tradisi Sei dilakukan dengan meletakan bayi baru lahir dan ibu di atas ranjang kayu

yang di bagian bawahnya terdapat bara api. Praktek ini pada umunya dilakukan di

rumah bulat selama 40 hari atau bahkan lebih. Masyarakat percaya bahwa tradisi ini akan membuat ibu dan bayi lebih kuat.

Page 11: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

5

Tingkat keberdayaan masyarakat dalam upaya penanganan

balita sakit diukur dari tiga kapasitas tersebut dengan fasilitasi

agen internal (aparat desa, tokoh masyarakat, kader kesehatan)

maupun agen eksternal (petugas kesehatan, lembaga swadaya

masyarakat atau organisasi sipil mayarakat lain).

Diare, pneumonia dan malaria menjadi penyebab kematian

pada balita di Kabupaten TTS. Oralit dan zinc memiliki efikasi

sebesar 88% dan 23% untuk mengatasi kematian akibat diare.

Pengobatan artesunate combined theraphy (ACT) efektif

untuk menurunkan kematian balita akibat malaria sebesar

90%. Antibiotika efektif untuk menurunkan kematian balita

akibat pneumonia sebesar 70% (Rowe dkk, 2011, Sayang dkk,

2009, Gowe, 1997, Alan dkk, 1998, Gouws dkk, 2004, Zeba

dkk, 2005).

.

Penggunaan kelambu berinsektisida/insecticide treated bednet

(ITN) mempunyai efikasi sebesar 55% untuk mencegah balita

sakit malaria. Pemberian ASI eksklusif mempunyai efikasi

45% mencegah pneumonia dan efikasi 31% mencegah diare.

Imunisasi campak mempunyai efikasi 85%, sedangkan

pentavalen (DTP, HepB dan Hib) mempunyai efikasi 18%

untuk mencegah pneumonia (Kerber dkk, 2007).

Page 12: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

6

BAB 3

KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep penelitian ini dikembangkan dari 4 teori,

yaitu cakupan kesehatan dariTanahashi, the six building block

health system framework dari WHO, the proximate socio

determinant for child survival framework dari Mosley and

Chen serta community-based interaction dari Laverack.

Konsep penelitian ini, bahwa utilisasi layanan penanganan

balita sakit di masyarakat merupakan model hubungan antara

akseptabilitas, availabilitas puskesmas, availabilitas kader,

aksesibilitas geografis dan tingkat keberdayaan masyarakat,

ketersediaan logistik obat, peranan agen eksternal, kebijakan

pembangunan desa dan kebijakan kesehatan secara bersama-

sama (gambar 3.1). Akseptabilitas, aksesibilitas, availabilitas

puskesmas, availabilitas kader dan tingkat keberdayaan

masyarakat dianalisis secara kuantitatif. Kebijakan kesehatan

dan pembangunan desa, peranan agen eksternal dan

ketersedian logistik dianalisis secara kualitatif.

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Model Utilisasi

Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

Page 13: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

7

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kombinasi kualitatif-

kuantitatif-kualitatif (Sugiyono, 2012). Studi ekologi

dirancang untuk penelitian ini karena lebih mudah, cepat dan

tidak mahal untuk data yang secara umum memang sudah ada

serta sesuai dengan rekomendasi untuk penelitian yang

berkaitan dengan kebijakan (Lubinski & Humphreys, 1996).

Metode kuantitatif pada penelitian ini menggunakan

rancangan potong lintang untuk memotret hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat dalam satu waktu

(Creswell, 1994). Metode kualitatif pada penelitian ini

dilakukan dengan paradigma induktif berdasarkan

kepercayaan bahwa terdapat banyak perspektif yang dapat

diungkapkan dari fenomena sosial dan suara, perasaan dan

persepsi dari partisipan yang menjadi subyek studi (Emzir,

2011).

Metode kualitatif dilakukan melalui diskusi program dan

wawancara mendalam kepada pelaksana program, pemangku

kebijakan dan ibu balita. Metode kuantitatif dilakukan dengan

wawacara terstruktur kepada ibu balita dan kader sebagai

responden. Wawancara mendalam dilakukan dengan panduan

wawancara, sedangkan wawancara terstruktur dilakukan

dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan

berdasarkan hasil studi kualitatif eksploratori.

Data desa untuk utilisasi layanan dan akseptabilitas diolah dari

data hasil sensus balita di 40 desa. Data desa untuk

aksesibilitas dan availabilitas diolah dari data sekunder hasil

pemetaan ketersediaan layanan kesehatan dan aksesibilitas

geografis. Data tingkat keberdayaan dikumpulkan secara

primer dari kader dan motivator.

Page 14: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

8

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kelemahan Studi

Studi ini mempunyai keterbatasan desain penelitian cross-

sectional karena tidak dapat melihat pengaruh sebab akibat

antara variabel bebas dan variabel terikat. Recall bias juga

menjadi kelemahan dalam pengumpulan data pada studi ini,

karena responden diminta untuk mengingat kejadian balita

sakit dalam periode 12 bulan terakhir. Penggunaan desa

sebagai unit analisis pada studi ini menyebabkan kesalahan

ekologi (ecology Fallacy), yaitu kesalahan menginterpretasi

karena data individu di agregat-kan menjadi data populasi.

5.2. Gambaran Umum Wilayah Studi

Kabupaten TTS terbagi atas 32 kecamatan dan 240 desa. Pada

tahun 2010, tercatat ada 187 desa berstatus desa dengan tenaga

kesehatan dan 20 dari 26 puskesmas yang memiliki minimal

seorang dokter umum. Studi yang dilakukan oleh PRES-UI

pada tahun 2013 mengkonfirmasi adanya 93 kasus kematian

balita dalam periode 2010 dan 2011.

Studi ini dilakukan di 40 desa dan 14 puskesmas yang menjadi

daerah ujicoba penerapan program MTBS-M (gambar 5.2.1).

Pada tahun 2012, tercatat ada 215 kader dan 237 motivator

menjalankan peranannya untuk melayani 7.675 balita dan

71.748 kepala keluarga di area studi.

Page 15: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

9

Gambar 5.2.1. Peta Administrasi Kabupaten TTS, Tahun 2012

Page 16: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

10

5.3. Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di

Masyarakat

Studi ini menemukan bahwa utilisasi layanan promotif-

preventif dan kuratif penanganan balita sakit di masyarakat

belum mencapai cakupan semesta (universal coverage),

sehingga tujuan program MTBS-M di Kabupaten TTS untuk

menurunkan kematian balita sebesar 20% masih menghadapi

tantangan dalam pencapaiannya. Efikasi intervensi kunci

pencegahan dan pengobatan balita diare, pneumonia dan

malaria dapat tercapai bila cakupan semesta terpenuhi (Baqui

dkk, 2002, Winch dkk, 2008, Mazumder dkk, 2010, Bhutta

dkk, 1999, Bharnagar, 2004, Sazawal, 1997, Lukacik, 2008).

5.3.1. Layanan Promotif-preventif

Layanan promosi-preventif penanganan balita sakit diukur dari

proporsi penggunaan kelambu untuk balita, imunisasi dasar

lengkap dan menyusui ASI eksklusif. Informasi yang didapat

dari ibu balita bahwa perilaku pencegahan balita sakit

dilakukan karena kebiasaan turun temurun untuk perilaku

menyusui ASI eksklusif, penggerakan balita sehat ke

posyandu untuk imunisasi dan secara pasif karena tersedianya

supply yaitu kelambu yang dibagikan gratis. Hal tersebut

menjelaskan hasil studi kuantitatif bahwa 76% balita usia 6-23

bulan mempunyai riwayat mendapatkan ASI eksklusif dan

62% balita tidur menggunakan kelambu.

Proporsi utilisasi layanan pencegahan yang paling rendah

adalah proporsi riwayat imunisasi dasar lengkap pada balita

usia 12-23 bulan (36%) karena perilaku pencegahan balita

sakit dengan imunisasi dipengaruhi ketersediaan layanan

imunisasi di Posyandu. Ibu tidak membawa balita untuk

imunisasi karena alasan geografis dan tidak mengetahui

manfaat imunisasi. Temuan tersebut diperkuat hasil

wawancara yang menemukan bahwa ibu mempunyai

pemahaman yang terbatas tentang jenis, kapan dan manfaat

imunisasi.

Page 17: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

11

5.3.2. Layanan Kuratif Balita Sakit

Hasil sensus mencatat 71% balita pernah mengalami kejadian

sakit dengan gejala demam, batuk atau diare dalam setahun

terakhir. Gejala yang paling sering terjadi pada balita sakit

adalah diare dan batuk. Di antara balita sakit yang ditemukan

pada studi ini, 18% diklasifikasikan sebagai pneumonia, 11%

malaria dan 4% disentri.

Cakupan pengobatan diare dengan oralit dan zinc pada studi

ini lebih rendah bila dibandingkan hasil riskesdas 2008 untuk

Kabupaten TTS (Kemenkes, 2008). Kondisi ini terjadi karena

pengobatan diare pada studi ini adalah oralit dan zinc

sedangkan pada riskesdas adalah oralit saja.

Sekalipun program MTBS-M dijalankan di 40 desa studi,

kenyataannya cakupan pengobatan diare (31%), demam (70%)

dan malaria (35%) masih rendah. Hal ini terjadi karena

pemahaman tradisional tentang gejala dan tingkat keparahan

balita sakit mengakibatkan keterlambatan keluarga untuk

mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan.

Masyarakat Timor percaya bahwa sakit yang diderita anggota

keluarga berhubungan dengan dosa orang tua. Ibu

menganggap balita diare tanpa muntah dan balita demam

sebagai hal yang normal. Balita sakit berat diatasi dengan

pengobatan menggunakan ramuan yang terdiri dari bumbu

dapur, ‘urut’, ‘doa bersama’ yang dipimpin oleh diaken atau

penatua2atau naketi

3 yang dipimpin oleh orang yang paling tua

2 Diaken atau penatua adalah ketua jemaat yang ditunjuk gereja untuk

memberikan pelayanan khusus kepada jemaat yang sedang ditimpa

kesusahan. Selain bertugas mendoakan orang sakit, diaken dipercaya

mempunyai keahlian khusus (‘karunia’) untuk “mengurut’ orang sakit yang

bersifat menyembuhkan. 3 Naketi adalah pengakuan dosa orang tua di hadapan anggota keluarga yang

lain dengan tujuan menghapus dosa, karena adanya keyakinan bahwa sakit

Page 18: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

12

di dalam keluarga. Ibu mencari pengobatan ke fasilitas

kesehatan jika upaya-upaya pengobatan di atas tidak berhasil

menyembuhkan.

5.4. Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di

Masyarakat

Penelitian ini menghasilkan tiga model utilisasi layanan

penanganan balita sakit di masyarakat. Ketiga model tersebut

adalah model matematis utilisasi layanan promotif-preventif,

model matematis utilisasi layanan kuratif dan model spasial

utilisasi layanan penanganan balita sakit.

Model matematis utilisasi layanan promotif menghasilkan R2

sebesar 16%. Tingkat keberdayaan masyarakat menjadi

prediktor utilisasi layanan promotif-preventif balita sakit di

masyarakat. Setiap kenaikan satu unit skor tingkat

keberdayaan masyarakat akan menaikan skor utilisasi layanan

promosi sebesar 0,355.

Model matematis utilisasi layanan kuratif menghasilkan R2

sebesar 52,5%. Availabilitas kader dan tingkat keberdayaan

masyarakat menjadi prediktor utilisasi layanan kuratif balita

sakit di masyarakat. Setiap kenaikan skor availabilitas kader

sebesar 1 unit akan menyebabkan kenaikan skor utilisasi

layanan kuratif sebesar 0,678 unit jika variabel tingkat

keberdayaan masyarakat dikendalikan. Setiap kenaikan skor

tingkat keberdayaan masyarakat sebesar 1 unit akan

menyebabkan kenaikan skor utilisasi layanan kuratif sebesar

0,196 unit jika variabel availabilitas kader dikendalikan.

Penelitian ini membuktikan bahwa availabilitas kader

mempunyai hubungan yang kuat (r=0,7; p<0.05) dengan

utilisasi layanan kuratif. Ada 5 indikiator availabilitas kader

berat atau tidak sembuh terjadi karena dosa yang dilakukan orang tua di

masa lampau.

Page 19: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

13

yaitu: ketersediaan fasilitas (panduan, algoritme, ruang

periksa), ketersediaan alat dan obat (sesuai otoritas kader),

keterampilan kader (untuk mengklasifikasikan gejala balita

sakit dan tatalaksananya), pendampingan untuk kader

(pembekalan, penyegaran dan pertemuan dengan

puskesmas/pembina desa), pencatatan dan pelaporan

(keterampilan mengisi dan ketersediaan formulir).

Hubungan yang bermakna juga ditemukan antara tingkat

keberdayaan masyarakat dan utilisasi layanan promotif (r=0,4;

p<0,05). Tingkat kendali masyarakat mempunyai skor

terendah dibandingkan tingkat keterlibatan dan tingkat

kompetensi masyarakat. Tingkat kendali masyarakat berkaitan

dengan kapasitas masyarakat untuk mengambil keputusan

keberlanjutan upaya penanganan balita sakit di masyarakat.

Kapasitas tersebut meliputi pengambil keputusan untuk

menghentikan upaya penanganan balita sakit di masyarakat

jika sudah tidak dibutuhkan, melestarikan jika masih relevan

untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat atau

memperluas untuk menjangkau lebih banyak balita. Kapasitas

ini termasuk juga kemampuan untuk memobilisasi sumber

daya untuk keberlanjutan upaya tersebut.

Model spasial hubungan antara aksesibilitas dan utilisasi

layanan penanganan balita sakit di masyarakat dijelaskan

berdasarkan studi kasus diare. Gambar 5.4.1 memperlihatkan

bahwa semakin tinggi aksesibilitas masyarakat desa untuk

menjangkau layanan maka semakin tinggi utilisasi layanan

penanganan balita sakit di masyarakat. Jangkauan layanan

digambarkan dengan buffer sejauh radius 5 kilometer dari titik

koordinat puskesmas dan buffer sejauh radius 1 kilometer dari

titik koordinat kader. Utilisasi layanan digambarkan sebagai

gradasi pola warna hijau di wilayah desa studi. Semakin gelap

warna yang dihasilkan berarti semakin tinggi utilisasinya.

Page 20: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

14

Gambar 5.4.1. Peta Jangkauan Aksesibilitas Layanan Penanganan Balita Sakit di Kabupaten TTS, 2012

Page 21: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

15

Penelitian ini tidak berhasil membuktikan kemaknaan

hubungan secara statistik antara variabel akseptabilitas dan

availabilitas puskesmas terhadap utilisasi layanan, padahal

secara substantif hubungan tersebut ada. Hubungan antara

availabilitas puskesmas dan akseptabilitas dengan utilisasi

layanan penanganan balita sakit dijelaskan berdasarkan kurva

operasional pada grafik cakupan kesehatan model Tanahashi.

Analisis bottle-neck dilakukan dengan studi kasus malaria.

Gambar 5.4.2 memperlihatkan bahwa kapasitas puskesmas

untuk menangani kasus malaria cukup tinggi, tetapi terhambat

karena rendahnya aksesibilitas, akseptabilitas dan kontak

tenaga kesehatan. Hal ini menyebabkan utilisasi layanan

penanganan balita sakit untuk kasus malaria menjadi rendah.

Gambar 5.4.2. Cakupan Utilisasi Layanan Penanganan Balita

Sakit (Studi Kasus Malaria)

Utilisasi layanan kuratif dan promotif penanganan kasus

malaria sangat tergantung pada availabilitas layanan

puskesmas. Penanganan kasus malaria hanya bisa dilakukan di

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0

Skor Pengetahuan Pusk_Gejala

Skor Pengetahuan Pusk_Ttlksn

Skor Pusk_RDT

Skor Pusk_Obat Malaria

Jangkauan Puskesmas

Kepemilikan Jamkes

Pendidikan Ibu

Tradisi (sei)

Kontak Nakes

Pengobatan Malaria

Page 22: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

16

puskesmas. Pemeriksaan darah dengan Rapid Diagnostic Test

(RDT) menjadi prosedur yang harus dilakukan sebelum

mengklasifikasikan demam menjadi malaria. Metode RDT

bersifat invasif sehingga tidak bisa dikerjakan oleh kader.

ACT sebagai anti-malaria pilihan juga berada di luar

kewewenangan kader. Peranan kader untuk penanganan

malaria hanya pada penjaringan dan rujukan kasus demam.

Penelitian ini menemukan bahwa akseptabilitas keluarga di

area studi kurang mendukung balita sakit untuk mendapatkan

layanan penanganan balita sakit yang tepat. Hal tersebut

disimpulkan dari fakta bahwa hanya 22% balita mempunyai

ibu berpendidikan baik, 39% balita mempunyai keluarga

dengan status kesejahteraan baik dan 82% keluarga masih

memegang kuat tradisi (kebiasaan melakukan sei).

Hubungan antara akseptabilitas dengan utilisasi layanan tidak

dapat dibutikan secara statistik, tetapi dapat dijelaskan secara

substantif dari hasil analisi studi kualitatif. Pendidikan ibu

yang rendah menyebabkan ibu tidak mampu membuat

keputusan yang terbaik bagi balita sakit. Status kesejahteraan

keluarga yang rendah membuat ibu tergantung secara finansial

kepada suami sebagai pencari nafkah. Kepatuhan terhadap

tradisi memperkuat dominasi ibu mertua dan laki-laki di dalam

keluarga. Pengobatan dengan ramuan, urut, doa dan naketi

adalah contoh perilaku yang masih banyak dilakukan oleh ibu

balita sebagai upaya penanganan balita sakit di masyarakat.

5.5. Upaya Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

5.5.1. Program Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis

Masyarakat

Algoritme MTBS-M dibuat sebagai instrumen (alat kerja)

kader dalam memberikan layanan pengobatan balita sakit.

Algoritme berisikan alur untuk mengenali gejala dan

mengklasifikasikan balita sakit, saran tindakan kader dan

pemberian nasehat kepada ibu balita. Algoritme dirancang

Page 23: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

17

dengan menggunakan simbol gambar dan warna, sehingga

mudah untuk difahami kader dengan latar belakang pendidikan

formal yang rendah sekalipun.

Penjaminan mutu layanan kader dilakukan melalui mekanisme

supervisi suportif. Daftar tilik dibuat sebagai instrumen untuk

memastikan kader dapat mempertahankan kualitas

layanannya. Supervisi terdiri dari lima komponen yaitu

fasilitas, alat dan obat, keterampilan, pendampingan dan

pencatatan dan pelaporan. Kader dinyatakan mampu untuk

memberikan layanan bila mencapai nilai minimum 80% dari

harapan. Kader dengan nilai kurang dari 60% dinyatakan

gugur sebagai kader MTBS-M. Kader dengan nilai 60%-80%

boleh memberikan layanan dengan supervisi intensif hingga

mencapai nilai minimum yang diharapkan.

Ada 3 mekanisme pendampingan untuk jaminan mutu.

Pendampingan utama dilakukan oleh supervisor puskesmas

melalui kunjungan rumah kader. Pendampingan kedua

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau supervisor

puskesmas lainnya melalui mekanisme peer-review.

Pedampingan ketiga dilakukan oleh local technical facilitator

(LTF) yang ditugaskan khusus untuk melakukan supervisi

langsung kepada kader.

Pencatatan dan pelaporan menjadi proses yang penting. Kartu

balita sakit (KBS) dibuat untuk memudahkan kader mencatat

hasil penilaian balita sakit. Kartu ini terdiri atas 5 bagian, yaitu

identitas balita, klasifikasi, pengobatan, tindak lanjut dan

observasi. Selain KBS, terdapat juga formulir stok dan

permintaan obat. Salinan KBS dan formulir obat diserahkan

setiap bulan kepada pembina desa bersamaan dengan hari

layanan posyandu. Mekanisme ini berhasil membangun

kepercayaan tenaga kesehatan terhadap kemampuan kader

serta membina komunikasi yang baik diantara keduanya.

Page 24: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

18

Musyawarah desa untuk rujukan balita sakit di masyarakat

dilakukan sebagai bagian dari proses menerapkan revolusi

KIA di 40 desa. Hanya 4 desa yang telah memiliki peraturan

tertulis tentang desa siaga, tiga diantaranya dapat dibuktikan

dengan keberadaan dokumen. Tiga puluh (30) desa

menyatakan bahwa ada proses musyawarah desa yang

melibatkan keterwakilan perempuan dan laki-laki, sosialisasi

tentang revolusi KIA serta menyepakati salah satu kewajiban

keluarga untuk membawa balita sakit ke puskesmas dan atau

kader MTBS-M.

Hasil dari musyawarah desa adalah rencana aksi masyarakat

(RAM) serta kesepakatan desa yang dituangkan menjadi

produk kebijakan desa berupa Surat Keputusan Kepala Desa

atau Peraturan Desa. Proses ini relevan dengan pendapat

Labonte dalam empowerment continuum model bahwa

pemberdayaan masyarakat adalah proses membangun

kapasitas individu, kelompok dan masyarakat untuk

melakukan aksi sosial dan kebijakan dalam upaya

memecahkan masalah bersama melalui pengendalian sumber

daya (Clark & Krupa, 2002, Labonte, 2008, Laverack, 2007).

Tidak ada bukti bahwa 40 desa studi memiliki RAM tentang

upaya penanganan balita sakit di masyarakat sebagai bagian

dari rencana pembangunan desa, sehingga tidak ada desa yang

mendapatkan alokasi ADD untuk MTBS-M. PKK Kabupaten,

puskesmas dan Sanggar Suara Perempuan mengambil alih

peran tersebut dengan memfasilitasi desa untuk membentuk

kelompok Nekaf Mese Paloli Li’ana4 (NMPL) sebagai bentuk

inisiatif pengorganisasian masyarakat untuk upaya penanganan

balita sakit di masyarakat.

4 Nekaf Mese Paloli Li’ana diterjemahkan sebagai Satu Hati Merawat Anak adalah kelompok

bentukan PKK di tingkat desa yang beranggotakan ibu balita. Kelompok ini secara rutin

melakukan pertemuan di posyandu dengan dipimpin motivator yang direkrut dan dilatih oleh PKK

kabupaten dan kecamatan. Media konseling kelompok mempergunakan Lembar Balik yang

dikembangkan secara partisipatif oleh anggota PKK kabupaten dan kecamatan.

Page 25: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

19

5.5.2. Agen Perubahan di Masyarakat

Pelaksana upaya penanganan balita sakit di masyarakat yang

diinisiasi oleh Puskesmas, PKK Kabupaten atau Sanggar

Suara Perempuan (SSP) adalah kader dan motivator.

Pemilihan dan pelatihan kader dilakukan oleh Puskesmas.

Seleksi dan pelatihan motivator dilakukan oleh PKK.

Pendanaan dan pendampingan kader dan motivator dilakukan

oleh UNICEF dan ChildFund melalui SSP. Puskesmas dan

PKK memainkan peranan sebagai governance holder. SSP,

ChildFund dan UNICEF memainkan peranan sebagai business

holder. Kader dan motivator memainkan peranan sebagai

knowledge holder.

Secara struktural, kader tidak berada dibawah Puskesmas,

tetapi sebagai konsekuensi teknis, kader diharuskan

melaporkan temuan kasus balita sakit dan layanan yang

diberikan kepada Puskesmas melalui pembina desa.

Puskesmas juga berkewajiban untuk melakukan supervisi ke

rumah kader, memenuhi kebutuhan logistik kader serta

memberikan pelatihan untuk peningkatan kapasitas kader.

PKK bukan organ pemerintah, tetapi secara politis PKK

mempunyai kekuatan jaringan hingga ke desa karena ketua

TP-PKK secara otomatis adalah istri kepala pemerintahan di

jajaran Kementerian Dalam Negeri hingga Kepala Desa.

Motivator desa dipilih oleh PKK Kecamatan dan Kabupaten

dari ibu-ibu balita yang secara sukarela menawarkan diri.

Pemantauan kinerja motivator dan pelaksanaan kelompok

NMPL dilakukan oleh PKK Kabupaten dan PKK Kecamatan.

Menambah kapasitas kader dan motivator dengan kemampuan

baru untuk memberikan layanan kuratif dan promotif

penanganan balita sakit memotivasi kader dan motivator untuk

terus melayani masyarakat. Peranan baru tersebut membuat

kader merasa dibutuhkan masyarakat, dipercaya pemerintah

Page 26: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

20

desa dan mendorong kader untuk berperilaku hidup bersih dan

sehat. Program ini berhasil memposisikan kader sebagai role

model masyarakat dengan perilaku hidup bersih dan sehat.

5.5.3 Kebijakan Upaya Penanganan Balita Sakit di

Masyarakat

Perlindungan anak dalam semua aspeknya merupakan bagian

dari kegiatan pembangunan nasional untuk memajukan

kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara berkewajiban

memastikan semua anak mendapatkan perlindungan dan

jaminan sosial. Kewajiban tersebut melekat pada satuan kerja

perangkat daerah yang membidangi kesehatan, sosial,

pendidikan, pemberdayaan perempuan dan pemberdayaan

masyarakat. Masyarakat dan unsur-unsurnya bertanggung

jawab untuk memastikan pemerintah melakukan kewajibannya

termasuk memberikan alternatif solusi sebagai respon atas

keterbatasan dan kekhususan daerah. Falsafah Pancasila, UUD

1945 amendeman tahun 2000, UU No.23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak dan UU No.36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian

Negara dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

menjadi payung hukum konstitusi pemenuhan hak balita untuk

hidup dan sehat tanpa diskriminasi akibat adanya hambatan

geografis untuk menjangkau layanan dan ketersediaan fasilitas

kesehatan.

Posyandu dibentuk untuk memberikan kemudahan kepada

masyarakat dalam memperoleh layanan sosial dasar secara

terpadu. Layanan kesehatan dasar di posyandu

diselenggarakan oleh kader posyandu dengan pembinaan

teknis puskesmas. Indonesia mempunyai pengalaman

menerapkan program yang memberikan otoritas pengelolaan

obat dan layanan pengobatan oleh kader. Pemberian peran

kepada kader terbukti dapat mendekatkan layanan kuratif

balita sakit pada kondisi masyarakat tidak mampu mengakses

fasilitas kesehatan. Pembentukan warung obat desa (WOD)

Page 27: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

21

sebagai bentuk layanan yang terintegrasi dengan posyandu

relevan untuk diterapkan berdampingan dengan penerapan

program MTBS-M. PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pusat dan Daerah, Permendagri No 19 Tahun 2011

tentang Integrasi Layanan Sosial Dasar di Posyandu,

Permendagri No.66 Tahun 2008 tentang Perencanaan

Pembangunan Desa, Permenkes No.70 Tahun 2013 tentang

Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Masyarakat,

Kepmenkes No.983 Tahun 2004 tentang Warung Obat Desa

(WOD), dan Kepmenkes No.747 Tahun 2007 tentang Pos

Kesehatan Desa menjamin operasionalisasi upaya penanganan

balita sakit di masyarakat.

Peraturan Gubernur NTT No. 42 tahun 2009 tentang Revolusi

KIA mengatur arah pembangunan semua kabupaten di

Provinsi NTT untuk memenuhi fasilitas kesehatan yang

memadai dan siaga untuk memberikan layanan KIA.

Pemerintah Kabupaten TTS telah merancang peraturan daerah

untuk Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak (KIBBLA)

sebagai respon terhadap Peraturan Gubernur tersebut. Menurut

salah seorang informan, rancangan Perda KIBBLA masih

dalam proses didaftarkan untuk dibahas oleh DPRD

Kabupaten TTS. Perda KIBBLA TTS mengatur kewajiban

puskesmas untuk menerapkan MTBS dan kewajiban keluarga

membawa balita sakit untuk berobat ke posyandu atau fasilitas

kesehatan. Sekalipun masih ditemukan inkoknsistensi pada

beberapa pasal terkait MTBS, perda ini belum mengatur hal-

hal yang berkaitan dengan MTBS-M, padahal penentuan desa

yang memenuhi kriteria hambatan aksesibilitas dan

availabilitas layanan; hak dan kewajiban kader dan motivator;

fungsi supervisi untuk jaminan mutu layanan diperlukan untuk

kenyamanan dan keamanan semua pihak yang berkepentingan.

Page 28: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

22

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

a) Studi ini menghasilkan instrumen pengukuran utilisasi

layanan penanganan balita sakit di masyarakat. Instrumen

tersebut berupa kuesioner yang terdiri atas kuesioner

rumah tangga, kuesioner profil desa dan kuesoner

ketersediaan layanan puskesmas.

b) Enam (6) indikator pengukuran utilisasi layanan

penanganan balita sakit di masyarakat masih berada di

bawah cakupan semesta (90%). Kabupaten TTS masih

menghadapi tantangan untuk dapat mencapai target

penurunan Angka Kematian Balita sebesar 20%.

c) Enam indikator pengukuran utilisasi layanan penanganan

balita sakit di masyarakat adalah: 1) skor pemberian oralit

dan zinc untuk kasus diare, 2) skor pemberian parasetamol

untuk kasus demam, 3) skor pemberian ACT untuk kasus

malaria, 4) skor balita mendapatkan ASI eksklusif, 5) skor

balita mendapatkan imunisasi lengkap, dan 6) skor balita

tidur menggunakan kelambu.

d) Ada hubungan yang kuat (r=0,7; p<0,05) antara

availabilitas kader dan utilisasi layanan kuratif. Ada

hubungan yang cukup kuat (r=0,4; p<0,05) antara tingkat

keberdayaan masyarakat dan utilisasi layanan promotif-

preventif balita sakit.

e) Analisis bottle-neck digunakan untuk menjelaskan adanya

hubungan antara availabilitas puskesmas, akseptabilitas

dan aksesibilitas terhadap utilisasi layanan melalui studi

kasus malaria.

f) Studi ini menghasilkan tiga model, yaitu:

YUtilisasi Promotif = 41,142+ 0,355*Tingkat Keberdayaan

Masyarakat + ɛ (R2=16%)………………………….(1)

Page 29: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

23

YUtilisasi Kuratif = 11,344 + 0,678*Availabilitas Kader +

0,196*Tingkat Keberdayaan Masyarakat + ɛ

(R2=52,5%)…………………………………………(2)

Model spasial: semakin tinggi aksesibilitas suatu

wilayah, akan semakin tinggi utilisasi layanan

penanganan balita sakit di masyarakat…………....(3)

6.2. Saran

a) Pemerintah Pusat disarankan untuk membuat Peraturan

Pemerintah yang mewajibkan penerapan MTBS sebagai

standar pelayanan minimal penanganan balita sakit di

fasilitas kesehatan dan penerapan MTBS-M di desa yang

memiliki hambatan geografis dan keterbatasan

ketersediaan fasilitas kesehatan.

b) Pemerintah Daerah Kabupaten TTS disarankan untuk

mengkaji ulang isi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)

Kabupaten TTS tentang Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir

dan Anak (KIBBLA), agar didalamnya mengatur juga

kewajiban Puskesmas untuk melakukan supervisi; hak dan

kewajiban kader dalam upaya kuratif terbatas serta

kerjasama lintas sektor dalam upaya penanganan balita

sakit di masyarakat.

c) Pemerintah Daerah disarankan untuk mengalokasikan

Anggaran Daerah untuk penyediaan sumber daya (tenaga

terampil, fasilitas alat dan bahan diagnostik, obat-obatan,

ruang konseling, fasilitas pencatatan dan pelaporan dll)

sesuai dengan perhitungan perkiraan kasus balita sakit.

d) Dinas Kesehatan Kabupaten disarankan untuk melakukan

pemetaan aksesibilitas dan availabilitas layanan kesehatan

tingkat desa sebagai masukan kepada Kepala Daerah

tentang desa-desa yang memenuhi kriteria untuk

menerapkan MTBS-M.

e) Dinas Kesehatan Kabupaten disarankan untuk melakukan

supervisi penerapan MTBS di puskesmas serta supervisi

Page 30: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

24

kapasitas supervisor puskesmas untuk melakukan

supervisi MTBS-M ke rumah kader.

f) Puskesmas disarankan untuk mengoptimalkan integrasi

layanan puskesmas keliling, layanan kesehatan di

Posyandu dan supervisi ke rumah kader MTBS-M.

g) Puskesmas disarankan untuk memastikan tidak terjadi

kekosongan stock parasetamol, zinc, oralit, kotrimokzasol,

RDT, ACT di tingkat puskesmas dan di tingkat kader

sesuai kewenangan berdasarkan analisis kebutuhan desa.

h) Pemerintah desa di 36 desa didorong untuk membuat

peraturan desa tentang desa siaga, yang didalamnya

mengatur juga upaya penanganan balita sakit di

masyarakat, dilakukannya analisis masalah balita sakit

pada saat musyawarah perencanaan pembangunan desa

serta mengalokasikan anggaran dana desa (ADD) untuk

upaya penanganan balita sakit di masyarakat.

i) Puskesmas dan Pemerintah Desa disarankan untuk

bersama-sama mengupayakan berfungsinya poskesdes dan

warung obat desa dengan memperhatikan prinsip-prinsip

keberdayaan masyarakat.

j) Sanggar Suara Perempuan, ChildFund dan UNICEF

disarankan untuk memastikan terjadinya transfer kapasitas

upaya penanganan balita sakit di masyarakat kepada

kader, motivator, Pemerintah Desa dan Lembaga

Kemasyarakatan Desa untuk aksi perubahan sosial dan

kebijakan desa.

k) Lembaga donor dan organisasi masyarakat sipil

pendamping masyarakat disarankan untuk mereplikasi

program MTBS-M di daerah-daerah dengan hambatan

aksesibilitas dan availabilitas fasilitas kesehatan.

l) Penelitian lebih lanjut disarankan untuk dilakukan dengan

melakukan perbaikan pada pengukuran variabel

akseptabilitas dan aksesibilitas; mencakup sampel yang

lebih banyak dengan memperhatikan variasi puskesmas

dan kabupaten; serta menggunakan analisis multilevel

untuk menghindari kesalahan ekologi.

Page 31: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

25

DAFTAR PUSTAKA

Alan, S., Rudy, R. & James, C., 1998. Impact of a case

management protocal for childhood pneumonia in a

rural Zambian hospital. Annals of Tropical

Paediatrics, 18, 155.

Andy, H., et al., 2007. Achieving child survival goals:

potential contribution of community health workers.

The Lancet, 369, 2121.

Baqui, A. H., et all., 2002. Effect of zinc supplementation

started during diarrhoea on morbidity and mortality in

Bangladeshi children: Community randomised trial /

Commentary. British Medical Journal, 325, 1059-

1059.

Bhatnagar, S. et all., 2004. Zinc with oral rehydration therapy

reduces stool output and duration of diarrhea in

hospitalized children: A Randomized Controlled Trial.

Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition,

38, 6.

Bhutta, Ahmed Z., Nizami Shaikh Q & Isani, Z., 1999. Zinc

supplementation in malnourished children with

Persistent Diarrhea in Pakistan. Pediatrics 39.

BPS, 2010. Kabupaten Timor Tengah Selatan dalam angka

Tahun 2009.

Clark, C. & Krupa, T., 2002. Reflections on empowerment in

community mental health: Giving shape to an elusive

idea. Psychiatric Rehabilitation Journal, 25, 341-349.

Creswell, J. W. (ed.) 1994. Research design: qualitative and

quantitative approach, Thousand Oaks, London, New

Delhi: Sage Publication.

Cromley, E. K. & Mc Lafferty, S. L., 2002. Analysing access

to health services. GIS and Public Health,New York,

London: The Guilford Press.

Emzir, 2011. Metodologi penelitian kualitatif. Analisis Data.

Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Page 32: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

26

Gouws, E., et all., 2004. Improving antimicrobial use among

health workers in firstlevel facilities: results from the

multi-country evaluation of the integrated

management of childhood ilness strategy. World

Health Organization. Bulletin of the World Health

Organization, 82, 509-15.

Gove, S., 1997. Integrated management of childhood illness:

conclusions. World Health Organization. Bulletin of

the World Health Organization, 75, 119.

Kelley, L. M. & Black, R. E., 2001. Research to support HH

and C-IMCI.

Kelly, J. M., et all., 2001. Community health worker

performance in the management of multiple childhood

illnesses: Siaya District, Kenya, 1997-2001. American

Journal of Public Health, 91, 1617-1617-24.

Kemenkes, 2008a. Riset kesehatan dasar Tahun 2007. Jakarta:

Litbangkes.

Kemenkes, 2008b. Riset kesehatan dasar provinsi NTT Tahun

2008. Jakarta: Litbangkes

Kerber, K. J., et all., 2007. Continuum of care for maternal,

newborn and child health: from Slogan to Service

Delivery. Lancet, 370: 1358-69.

Labonte, R., Laverack, G. & Baum, F., 2008. Health

promotion in action. From Local to Global

Empowerment. London: Plagrave Macmillan.

Laverack, G., 2007. Health Promotion Practice. Building

Empowered Community. London: Open University

Press.

Lawn, J. E., et all., 2008. Alma-Ata: Rebirth and revision

1:alma-Ata 30 years on: revolutionary, relevant, and

time to revitalise. The Lancet 372.

Lukacik, M., 2008. A Meta-analysis of the effects of oral zinc

in the Treatment of Acute and Persistent Diarrhea.

Pediatrics, Vol 121, 10.

Mack, M., Uken, R. & Powers, J., 2006. People Improving the

Community's Health: community health workers as

Page 33: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

27

agents of change. Journal of Health Care for the Poor

and Underserved, 17, 16-25.

Mazumder, S., et all., 2010. Effectiveness of zinc

supplementation plus oral rehydration salts for

diarrhoea in infants aged less than 6 months in

Haryana State, India. World Health Organization.

Bulletin of the World Health Organization, 88, 754.

Murray, C. J. & Frenk, J. -., A WHO framework for health

system performance assessment. World Health

Organization.

Rosato, M., et all., 2008. Alma-Ata: Rebirth and Revision 5:

Community participation: lessons for maternal,

newborn, and child health. The Lancet, 372, 962-71.

Rowe, A., et all., 2011. Impact of a malaria-control project in

Benin That Included the integrated management of

Cchildhood illness strategy. American Journal of

Public Health, 101, 2333-2341.

Sayang, C., et all., 2009. Treatment of malaria from

monotherapy to artemisinin-based combination

therapy by health professionals in urban health

facilities in Yaoundé, central province, Cameroon.

Malaria Journal 8, 6.

Sazawal, S., 1997. Efficacy of zinc supplementation in

reducing the incidence and prevalence of acute

diarrhea-a community-based, double-blind, controlled

trial. Am J Clinical Nutrition Vol. 66, 5.

Sugiyono, 2012. Metode penelitian kombinasi (mixed

mthode). In: Sutopo (ed.). Bandung: Alfabeta CV.

Sunil, S. E. A., 1995. Zinc suplementation in young children

with acute diarrhea in India. The New England

Journal of Medicine, Vol. 333 No. 13.

Tanahashi, T., 1978. Health service coverage and its

evaluation. Bulletin of the World Health Organization,

56, 8.

Page 34: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

28

Tromp, N. & Baltussen, R., 2012. Mapping of multiple criteria

for priority setting of health interventions: an aid for

decision makers. BMC Health Services Research.

Walley, J., et all., 2008. Alma-Ata: rebirth and revision 8:

Primary health care: making Alma-Ata a reality. The

Lancet.

White, N. J., 2004. Antimalarial drug resistance. The Journal

of Clinical Investigation Volume 113, 9.

WHO, 2010. Monitoring the Building Block of Health

Systems: A Handbook of indicators and their

measurement strategies.

Winch, P. J., et all., 2008. Operational issues and trends

associated with the pilot introduction of zinc for

childhood diarrhoea in Bougouni District, Mali.

Journal of Health, Population and Nutrition, 26, 151-

151-62.

Winch, P. J., et all., 2002. An implementation framework for

HH and CIMCI. Health Policy and Planning.

Zeba, A. R., et all., 2005. Randomized controlled trial of

standard versus double dose cotrimoxazole for

childhood pneumonia in Pakistan. World Health

Organization. Bulletin of the World Health

Organization, 83, 10.

Peraturan Perundang-undangan

Nasional

UUD RI 1945 amendemen tahun 2000

UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

UU RI No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

UU RI No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

UU RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Page 35: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

29

PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pusat dan

Daerah

Permendagri No.66 Tahun 2008 tentang Perencanaan

Pembangunan Desa

Permendagri No 19 Tahun 2011 tentang Integrasi Layanan

Sosial Dasar di Posyandu

Permenkes No.70 Tahun 2013 tentang Penerapan Manajemen

Terpadu Balita Sakit di Masyarakat

Kepmenkes No.983 Tahun 2004 tentang Warung Obat Desa

Kepmenkes No.747 Tahun 2007 tentang Pos Kesehatan Desa

Provinsi NTT

Peraturan Gubernur NTT No. 42 tahun 2009 tentang

Revolusi KIA

Kabupaten TTS

Peraturan Daerah Kabupaten TTS tentang Pelayanan

Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi dan Anak Bawah Lima

Tahun (Rancangan), 2013

Page 36: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

30

CURRICULUM VITAE

Brian Sriprahastuti holds over 17 years of experience working

on health programming in Indonesia, particularly issues

around maternal, newborn and child health.

Professional Experiences:

Project Manager – REACH/Health Program Manager,

ChildFund International, Indonesia, January 2011 – Present

Mobilizes resources effectively to achieve the project goal

respect to the approved planning and budget

Develops training modules, IEC materials, and other

relevant capacity building instruments (supervision

instrument, data management software etc);

Works with a research institution to design and implement

research relevant to the project;

Advocates to the national and local governments for

support and adoption of the community case management

approach to diarrhea, pneumonia, and malaria;

Builds a network with key stakeholders of the national

working group for Community-based Integrated

Management of Childhood Illnesses (C-IMCI) and the

MCHN partnership;

Brian Sriprahastuti

Address:

Jl. Holis, No. 214 G, Bandung – 40212,

Indonesia

Phone: +62-22-6076704; +62-08122012641

e-mail: [email protected]

skype:briansriprahastuti

Page 37: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

31

Senior Program Manager, ChildFund International,

Indonesia, July 2010 – December 2010

Supported the National Director during organizational

restructuring and project clustering to ensure better

program management and effectiveness;

Developed the program component of the organization’s

Annual Operating Plan;

Facilitated partnership development;

Supervised 2 zonal offices on managing sponsor

relationship programs consisting of 16 project clusters in

8 provinces;

Represented the organization at coordination meetings

with the Ministry of Social Affairs.

Technical Specialist Consultant, ChildFund International,

Indonesia, January 2010 – June 2010

Conducted a technical assessment in 3 proposed districts

for a child survival program and aided project design and

proposal development;

Liaised with donor for proposal submission and

negotiation;

Represented the organization at national-level meetings

with the Ministry of Health.

Health Specialist, UNICEF, Indonesia, July 2006 –

December 2009

Served as technical advisor to 4 District Health Offices in

West Java for the implementation of the Improving

Maternal Health in Indonesia (IMHI) Program funded by

DFID;

Reviewed partner’s Annual Work Plans and other

administrative documents;

Effectively mobilized resources to achieve the project

goal;

Provided inputs for donor reports.

Page 38: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

32

Emergency Health Officer, UNICEF, Indonesia, June 2006

– July 2006

Conducted assessments on IYCF practices following

emergency caused by earthquakes;

Analyzed data collected by Gadjahmada University and

INGOs/NGOs on child health and nutrition for advocacy

purposes;

Mobilized resources for emergency response support in

the health sector.

Emergency Health Officer, UNICEF, Indonesia, January

2005 – March 2006

Supported the Ministry of Health to develop an IMCI

training system in Banda Aceh, Aceh Besar, Bireuen, and

Aceh Utara;

Supported the PHO for the adoption and implementation

of EONC in 24 puskesmas and 11 district hospitals;

Oversaw the distribution of supplies for midwives to

support midwifery service and newborn care.

Assistant Program Officer, UNICEF, Indonesia, October

2002 – October 2003

Facilitated 4 District Health Offices in West Java for the

implementation of Safe Motherhood Program funded by

AusAID;

Reviewed partner’s Annual Work Plans and other

administrative documents;

Effectively mobilized resources to achieve the project

goal.

Health Program Coordinator, Catholic Relief Services,

Indonesia, November 2000 – August 2001

Supported implementation of Interfaith Assistance

Program – Transitional Activities Program in Central

Java funded by USAID.

Page 39: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

33

Supplementary Feeding Program Supervisor, Catholic Relief

Services, Indonesia, November 1999 - December 2000

Supported implementation of Central Java Emergency

Program funded by USAID.

Medical Officer, Ministry of Health, Indonesia, August 1996

– July 1999

Provided health services in Community Health Centers

(puskesmas) in Yogyakarta.

Education:

Doctorate program in public health (2014):

Universitas Indonesia (Depok, Indonesia).

Master’s Degree in Public Health (2009):

Universitas Gajah Mada (Jogjakarta, Indonesia).

Medical Doctor (1994):

Universitas Padjadjaran (Bandung, Indonesia)

Languages:

Indonesia: Native

English: Fluent

Javanese: Fluent

Sundanese: Fluent

Research:

National evaluation of in-service midwifery training in

Indonesia, Qualitative Study, 2004

Efektivitas Konseling Kelompok dan Pendidikan Sebaya

Remaja Putri dalam Pencegahan Anemia, Studi

Kuantitatif, 2009

Motivasi Ibu untuk Pemanfaatan Puskesmas di Kabupaten

TTS, Studi Kualitatif, 2010

Persepsi Masyarakat Miskin terhadap Jamkesmas, Studi

Kualitatif, 2010

Page 40: Model Utilisasi Layanan Penanganan Balita Sakit di Masyarakat

34

Strategi Komunikasi Kesehatan untuk Perubahan Perilaku

Pencegahan Balita Sakit di Kabupaten TTS, 2010

Analisis Situasi Kesehatan Balita di Kabupaten TTS, Studi

Pustaka, 2010

Pengobatan Balita Sakit di Daerah dengan Keterbatasan

Akses, Naskah Akademik, 2011

Surfaid Project Evaluation in Nias, Qualitative Study,

2012

Tinjauan Tengah Waktu Pencapaian Rencana Strategis

Dirjen GiKIA, Studi Kualitatif-Kuantitatif, 2013

Perspektif Peran Serta Masyarakat Sipil untuk

Keberhasilan Program KIA, Studi Kualitatif, on-going

Publications:

Evaluation of Midwifery In-service Training in Indonesia,

WHO-UNICEF-UNFPA-World Bank, Co-writer, 2005

Manajemen Terpadu Balita Sakit (Integrated Management

Childhood Illnesses), Revised Module, MoH, WHO,

UNICEF, Save The Children, Contributor, 2008.

Pemanasan Global dan Kesehatan (Global Warming and

Health), article, author, Pikiran Rakyat, 24 November,

2010.

Buku Pedoman Perawatan Esensial Bayi Baru Lahir

(National Guidelines on Essential Newborn Care), MoH,

WHO, UNICEF, Save The Children; Contributor, 2011

Analisis Situasi dan Upaya Perbaikan Gizi di Kabupaten

Garut tahun 2008, penulis ke-2, 2012

Buku Pedoman Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita

Sakit Berbasis Masyarakat (Community based Integrated

Management Childhood Illnesses), MoH; co-writer, 2013