Model strategi Pengembangan Klaster Agroindustri...
Transcript of Model strategi Pengembangan Klaster Agroindustri...
IV. METODOLOGI
4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual
Pendekatan klaster industri telah ditetapkan sebagai strategi pengembangan
industri nasional dalam Undang-undang Program Pembangunan Nasional Tahun
2000-2004 (Propenas), dan penjabarannya dalam subbab 4.2 menyatakan bahwa
kegiatan pokok yang dilakukan adalah perumusan strategi peningkatan daya saing
global dengan prioritas pada klaster industri berbasis sumber daya alam.
Penetapan pendekatan klaster sebagai strategi pengembangan industri nasional
sejalan dengan kecenderungan dibanyak negara industri maju yang telah memilih
pendekatan klaster industri guna meningkatkan daya saing dalam rangka
menghadapi era globalisasi. Sementara itu Undang-undang tentang Pemerintahan
Daerah Tahun 1999 dalam Pasal 10 ayat 1 menetapkan bahwa Daerah (dalam hal
ini: Kabupaten) berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya masing-masing. Oleh karena itu berbagai daerah otonom yang
memiliki potensi sumber daya alam perlu menyusun strategi pengembangan
klaster agroindustri dengan memperhatikan potensi agroindustri dan kompetensi
inti yang dimiliki daerah untuk mendukung agroindustri tersebut. Klaster
agroindustri ini diharapkan dapat mengolah sumber daya alam menjadi produk
agroindustri bernilai tambah tinggi yang dapat dijual di pasar dalam negeri dan
luar negeri sehingga dapat menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi setempat.
Strategi pengembangan tersebut harus berlandaskan perhitungan-perhitungan
yang realistis dengan memperhatikan kompetensi inti daerah otonom dan potensi
kelompok agroindustri yang ada, serta kapasitas dan kemampuan wilayah untuk
mengimplementasikan rencana, kebijakan, dan program di bawah suatu kordinasi.
Pendekatan klaster industri akan menentukan dan menuntut peranan yang
baru dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah, institusi terkait lainnya dan
perusahaan -perusahaan dalam klaster industri. Disamping kebijakan-kebijakan
makro ekonomi untuk membantu peningkatan daya saing, diperlukan pula
peranan dan pengaruh Pemerintah pada level mikro. Peranan dan pengaruh
Pemerintah untuk menghilangkan hambatan yang mengganggu pertumbuhan
81
klaster industri dan peningkatan kemampuan dari klaster yang sedang bertumbuh
merupakan hal yang perlu diprioritaskan.
Pendekatan klaster industri diharapkan akan memberikan tambahan
lapangan kerja, peningkatan pendapatan daerah, peningkatan produktivitas,
peningkatan ekspor, tumbuhnya usaha-usaha baru dan berkembangnya inovasi
yang akan membantu terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan yaitu
masyarakat berdaya saing, sejahtera dan maju.
Dengan banyaknya pelaku yang terlibat dengan kepentingan yang beragam
maka diperlukan pendekatan sistem yang selalu mencari keterpaduan antar
bagian. Dengan pemikiran ini, maka pola pikir konseptual model strategi
pengembangan klaster agro industri pada daerah otonom disajikan dalam
Gambar 4.1 :
Gambar 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Strategi Pengembangan Klaster
Agroindustri Unggulan Menggunakan Kompetensi Inti Daerah
Propenas (UU No.25/2000)
Otonomi Daerah (UU No.22/1999)
Arah Kebijakan a.l : - Industri Berbagai
Keunggulan Sumber Daya Alam
- Pendekatan Klaster Industri
Kewenangan
Pengelolaan Sumber Daya Daerah
Trend di Negara Industri Maju
Strategi Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Menggunakan Kompetensi Inti Daerah
Hasil yang diharapkan : - Penambahan lapangan kerja - Peningkatan pendapatan daerah - Peningkatan produktivitas - Peningkatan ekspor - Tumbuhnya usaha-usaha baru - Berkembangnya inovasi
Tujuan pembangunan : - Masyarakat berdaya saing dan berdaya tahan - Masyarakat sejahtera - Masyarakat Maju
Potensi
Agroindustri Daerah
Pengembangan Industri dengan Pendekatan Klaster
Pengembangan Agroindustri Menggunakan Kompetensi Inti
82
Penyusunan model strategi pengembangan klaster agroindustri di daerah
otonom dilakukan dengan mengacu pada model manajemen yang diperkenalkan
oleh Hamel dan Prahalad (1994). Model Hamel dan Prahalad ini terdiri dari 3
komponen dasar untuk penyusunan suatu strategi (Roberts dan Stimson 1998),
yaitu :
(1) Identifikasi dan pengembangan kompetensi inti.
(2) Mendefinisikan “strategic architecture”.
(3) Menetapkan “strategic intent”.
Kompetensi inti adalah kombinasi dari teknologi, keterampilan,
pemanfaatan sumber daya dan manajemen, yang apabila dikombinasikan dengan
cara-cara tertentu akan membuat suatu perusahaan atau wilayah mampu
menghasilkan barang dan jasa yang memiliki daya saing untuk pasar ekspor dan
domestik. Strategic architecture menjelaskan mengenai cara-cara untuk
memanfaatkan kompetensi inti, memobilisasi sumber daya dan menciptakan pasar
untuk mencapai tujuan, sedang Strategic intent menguraikan hal-hal yang ingin
dicapai (Roberts & Stimson 1998).
Penelitian ini akan mengidentifikasi kompetensi inti daerah dan kelompok-
kelompok agroindustri yang ada di daerah tersebut, dan sebagai strategic
architecture-nya adalah pendekatan klaster agroindustri menggunakan kompetensi
inti. Sebagai Strategic intent-nya adalah klaster agroindustri yang dapat: 1)
Meningkatkan pendapatan Pemerintah Daerah; 2) Memperluas lapangan kerja dan
pembentukan usaha baru; 3) Memperluas pasar domestik dan ekspor; 4)
Meningkatkan produktivitas usaha.
Dalam merumuskan kebijakan pengembangannya, klaster agroindustri
harus dilihat sebagai suatu sistem karena ia merupakan suatu kesatuan atau gugus
yang utuh, yang memiliki kompleksitas permasalahan yang tinggi. Kompleksitas
yang tinggi timbul dari banyaknya pihak yang terkait, yang memiliki kepentingan-
kepentingan dan tujuan berbeda yang mungkin berbenturan. Pendekatan sistem
diperlukan untuk mendapatkan kebijakan strategi pengembangan yang
menyeluruh, efektif dan berkelanjutan.
83
4.2 Tahapan Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, maka pelaksanaan
penelitian untuk pengembangan klaster agroindustri unggulan menggunakan
kompetensi inti daerah dilakukan melalui tahapan: (1) Identifikasi kompetensi inti
daerah untuk mendukung pengembangan berbagai kelompok agroindustri yang
ada di daerah, (2) Identifikasi atribut yang dimiliki setiap kelompok agroindustri
yang diperlukan untuk pembentukan klaster, (3) Pemilihan kelompok agroindustri
yang dapat dikembangkan sebagai klaster agroindustri unggulan daerah, (4)
Pemetaan klaster agroindustri dan identifikasi unsur klaster yang masih perlu
dikembangkan, (5) Strukturisasi sistem pengembangan klaster agroindustri
unggulan, (6) Formulasi kebijakan pengembangan klaster agroindustri unggulan,
(7) Perancangan kelembagaan klaster agroindustri unggulan, sebag aimana
disajikan pada Gambar 4.2.
Identifikasi kompetensi inti daerah dimaksudkan untuk mengetahui potensi
daerah dalam mendukung pengembangan masing-masing kelompok agroindustri
yang terdapat di daerah tersebut. Identifikasi atribut yang dimiliki kelompok
agroindustri dimaksudkan untuk mengetahui kelompok agroindustri yang lebih
memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai klaster agroindustri. Atribut yang
ditetapkan mencakup faktor-faktor: konsentrasi industri, pertumbuhan kelompok,
jumlah tenaga kerja, nilai tambah, kompetensi inti daerah untuk kelompok
agroindustri, keterkaitan dengan usaha lain, dan kemampuan ekspor. Pemilihan
klaster agroindustri unggulan daerah dimaksudkan untuk mendapatkan kelompok
agroindustri yang perlu didukung untuk menjadi penggerak pembangunan
ekonomi daerah.
Strukturisasi sistem pengembangan dimaksudkan untuk mengidentifikasi
keterkaitan antara elemen program pengembangan klaster agroindustri unggulan.
Formulasi kebijakan pengembangan dimaksudkan untuk merumuskan kegiatan
pengembangan yang dapat meningkatkan keunggulan bersaing melalui
pendekatan klaster agroindustri.
Perancangan model strategi pengembangan klaster agroindustri
dimaksudkan untuk mendapatkan model strategi pengembangan klaster
agroindustri yang memiliki keunggulan bersaing.
84
Gambar 4.2 Tahapan Penelitian
4.3 Kerangka Pemikiran Rekayasa Model
Secara diagram, kerangka pemikiran pemodelan sistem pengembangan
klaster agroindustri unggulan menggunakan kompetensi inti disajikan dalam
Gambar 4.3 dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Rekayasa model identifikasi kompetensi inti agroindustri di daerah untuk
masing-masing kelompok agroindustri (selanjutnya disebut dengan
kompetensi inti kelompok agroindustri), dengan metode Multi Sectoral
Qualitative Analysis (MSQA) dari Roberts dan Stimson (1998) dengan
Pengumpulan Data
Identifikasi Kompetensi Inti Daerah
Identifikasi Atribut Kelompok Agroindustri
Pemilihan Agroindustri Unggulan
Pemetaan Klaster Agroindustri Unggulan dan Identifikasi Unsur Klaster
yang Belum Terbentuk
Strukturisasi Sistem Pengembangan Agroindustri
Peran Pemerintah (Model Porter)
Peran Swasta (Model Porter)
Formulasi Kebijakan Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan
Analisa Kelembagaan pada Klaster Agroindustri Unggulan
Metode : - Data Statistik - Wawancara - Kuesioner
Metode : - MSQA
Metode : - LQ - Shift Share - Heuristic
Metode : - Pendapat Ahli - Model Porter
Metode : - AHP
Metode : - ISM dan IPE
85
penyesuaian yang diperlukan pada kriteria-kriteria yang digunakan.
Output dari model ini adalah Indeks Kompetensi Inti Daerah dan
bobotnya untuk masing-masing kelompok agroindustri.
2) Rekayasa model identifikasi konsentrasi kelo mpok agroindustri dengan
teknik Location Quotient. Output dari model ini adalah nilai Location
Quotient (LQ) dan Indeks Konsentrasi Industri dan bobotnya untuk
masing-masing kelompok agroindustri.
3) Rekayasa model identifikasi tingkat pertumbuhan kelompok agroindustri
dengan teknik Shift Share Analysis. Output dari model ini adalah Indeks
Tingkat Pertumbuhan Industri dan bobotnya untuk masing-masing
kelompok agroindustri.
4) Rekayasa model identifikasi kemampuan ekspor kelompok agroindustri
dengan metode heuristic. Output dari model ini adalah Indeks
Kemampuan Ekspor dan bobotnya untuk masing-masing kelompok
agroindustri.
5) Rekayasa model identifikasi keterkaitan kelompok agroindustri dengan
sektor atau usaha lain dengan metode heuristic. Output dari model ini
adalah Indeks Keterkaitan dan bobotnya untuk masing-masing kelompok.
6) Rekayasa model identifikasi nilai tambah pada setiap kelompok
agroindustri yang diteliti. Output dari analisa ini adalah Bobot Nilai
Tambah untuk masing-masing kelompok agroindustri.
7) Rekayasa model identifikasi jumlah tenaga kerja pada setiap kelompok
agroindustri. Output dari analisa ini adalah Bobot Jumlah Tenaga Kerja
untuk masing-masing kelompok agroindustri.
8) Rekayasa model pemilihan calon klaster agroindustri unggulan.
Pemilihan dilakukan dengan menggunakan analisa Analytical Hierarchy
Process (AHP). Output dari model ini adalah peringkat kelompok
agroindustri untuk dikembangkan sebagai klaster unggulan daerah.
9) Rekayasa model strukturisasi sistem pengembangan klaster agroindustri
unggulan. Rekayasa dilakukan dengan bantuan alat analisa Interpretive
Structural Modelling (ISM) dengan input pendapat para ahli yng dipilih.
Output dari model ini adalah struktur sistem pengembangan agroindustri.
86
10) Rekayasa model hubungan antar subelemen sistem pengembangan
dengan teknik Multi Expert Multi Criteria Decision Making. Outputnya
adalah tingkat kepentingan hubungan antar subelemen.
11) Formulasi kebijakan pengembangan klaster agroindustri unggulan, untuk
merumuskan kegiatan pengembangan. Juga dilakukan analisa mengenai
kelembagaan yang perlu dikembangkan untuk peningkatan kinerja klaster
dan penetapan indikator untuk pengukuran kinerja klaster.
Gambar 4.3 Kerangka Pemikiran Rekayasa Model Strategi Pengembangan
Klaster Agroindustri Unggulan
Pemilihan Calon Klaster AI
Unggulan dengan Metode AHP
1. Identifikasi Kompetensi Inti
Kelompok AI dengan Teknik
MSQA - Bobot Kompetensi Inti
Kelompok AI - Bobot Konsentrasi
Kelompok AI
- Bobot Pertumbuhan
Kelompok AI
- Bobot Potensi Ekspor
Kelompok AI
- Bobot Potensi
Keterkaitan Industri
- Bobot Nilai Tambah
- Bobot Jumlah Tenaga
Kerja
- Kriteria Kompetensi Inti Daerah
- Kelompok Agroindustri
- Tenaga Kerja
- Nilai Ekspor
- Nilai Tambah
A
Calon Klaster
AI Unggulan
2. Identifikasi Konsentrasi
Kelompok AI dengan Metode LQ
3. Identifikasi Pertumbuhan
Kelompok AI dengan Metode
Shift Share
4. Identifikasi Potensi Ekspor
dengan Metode Heuristik
5. Identifikasi Potensi Keterkaitan
Kelompok AI dengan Metode
Heuristik
6. Identifikasi Nilai Tam bah
7. Identifikasi Jumlah Tenaga Kerja
Mulai
Identifikasi Industri Inti
Industri Inti
87
Gambar 4.3 (Lanjutan) Kerangka Pemikiran Rekayasa Model Strategi
Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan
4.4 Validasi dan Verifikasi Model
Validasi dan Verifikasi model dilakukan dengan cara yang dianjurkan oleh
Rykiel (1996) dengan melakukan: 1) Review oleh ahli yang independen mengenai
ketepatan (soundness) dari logika dan konsep model; 2) Memasukkan data
empiris ke dalam model; 3) Membandingkan hasil keluaran model dengan
keadaan nyata melalui pendapat ahli.
4.5 Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi: (1) Kriteria kompetensi inti daerah;
(2) Jumlah perusahaan, tenaga kerja, nilai tambah, untuk masing-masing
kelompok agroin dustri makanan, minuman, kulit, kayu rotan dan bambu, kertas
dan barang dari kertas, karet dan barang dari karet; (3) Pendapat ahli untuk
Analytical Hierarchy Process tentang pemilihan kelompok agroindustri unggulan
- Klasifikasi Elemen - Elemen Kunci Penegmbangan - Hubungan antar subelemen
A
Pendapat Ahli Tentang Sistem Pengembangan Klaster AI
Strukturisas i Sistem dan identifikasi hubungan antar subelemen, Metode ISM
Skenario Pengembangan : - Kelembagaan Klaster AI - Implikasi Kebijakan - Sistem Pengukuran Kinerja
Formulasi Kebijakan Pengembangan Klaster AI
Unggulan
Tingkat Kepentingan Sub Elemen Terhadap Elemen Tujuan
Pemeringkatan Tingkat Kepentingan
Sub Elemen (Metode IPE) Pendapat Ahli Tentang Tingkat Kepentingan Antar Sub Elemen
Selesai
88
daerah; (4) Pendapat ahli tentang struktur sistem pengembangan klaster
agroindustri; (5) Pendapat ahli tentang tingkat kepentingan subelemen dari elemen
Peranan Pemerintah dan Aktivitas Dunia Usaha terhadap elemen Tujuan.
4.6 Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui pengumpulan data yang
tersedia pada Badan Pusat Statistik (Nasional, Propinsi dan Kabupaten) dan
instansi lainnya, studi-studi serta laporan-laporan mengenai industri dan
perdagangan, survei lapangan dan wawancara. Survei lapangan dilakukan
terhadap pihak yang memahami perihal agroindustri dan pihak terkait lainnya,
antara lain: instansi Pemerintah, pelaku agroindustri dan industri terkait, , institusi
pelatihan dan pendidikan, institusi penelitian dan pengembangan, lembaga
keuangan, pakar di bidang industri dan perdagangan, dan pakar di b idang
agroindustri. Survei lapangan dilakukan melalui wawancara, pengiriman
kuesioner dan pengamatan langsung di lapangan. Responden dipilih secara
purposive sampling .
4.7 Pengolahan Data
Pengolahan data di dalam penelitian ini dilakukan berbagai macam analisa
sebagaimana yang diuraikan berikut ini :
1) Identifikasi kompetensi inti daerah untuk kelompok agroindustri daerah.
Analisa yang digunakan adalah metode MSQA yang disesuaikan, yang
selanjutnya disebut Metode Kualitatif Multi Kelompok Agrondustri
(MKMKA). Kolom dari matriks MKMKA terdiri dari tujuh kelompok
agroindustri yang anggota kelompoknya terdiri dari satu atau beberapa
industri pada tingkat 3-digit pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia (KBLI 2000), sedang baris pada matriks MKMKA terdiri dari
16 kompetensi yang dimiliki daerah (kriteria). Dari pengolahan matriks
ini akan diperoleh dua macam indeks, yaitu Indeks Kompetensi Inti
Daerah untuk Kelompok Agroindustri (IKIDKA) untuk masing-masing
kelompok agroindustri yang ada di daerah tersebut dan Indeks Kriteria
Kompetensi Inti Daerah (IKKID). IKIDKA secara relatif
menggambarkan dukungan sumber daya daerah terhadap kelompok
89
agroindustri tertentu. Indeks yang lebih besar berarti dukungan sumber
daya daerah terhadap agroindustri tersebut lebih besar dibandingkan
dengan agroindustri yang indeksnya lebih kecil, demikian pula
sebaliknya. IKKID menggambarkan tingkatan dukungan suatu
kompetensi (kriteria) daerah terhadap pembangunan agroindustri di
daerah tersebut. Makin tinggi indeks IKKID suatu kompetensi, berarti
makin besar dukungan kompetensi tersebut untuk pengembangan
agroindustri daerah. Dari hasil analisa ini akan diperoleh output berupa
urutan kelompok agroindustri yang paling mendapat dukungan dari
sumber daya dan kemampuan yang dimiliki daerah. Data yang digunakan
untuk analisa ini adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik,
wawancara pakar, serta pengolahan data dari laporan dan studi mengenai
perekonomian daerah. Dengan metode MKMKA ini, dilakukan
pengamatan atas hubungan-hubungan antara variabel-variabel ekonomi
yang merupakan kompetensi daerah dengan berbagai kelompok
agroindustri yang ditetapkan, sehingga dapat diketahui kelompok
agroindustri daerah yang berpotensi membentuk klaster agroindustri.
Masing-mas ing kelompok agroindustri yang dikaji, terdiri dari satu atau
beberapa agroindustri 3-digit dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha
Indonesia 2000 (KBLI 2000), Kategori D (Industri Pengolahan) dengan
memperhatikan kesamaan dan kemiripan diantara industri 3-digit yang
bersangkutan. Dengan mengolah data dari BPS dan mengeliminasi
golongan industri yang bukan agroindustri serta memperhatikan
kedekatan serta keterkaitan antara kelompok 3-digit tersebut, maka
agroindustri yang dikaji dikelompokkan menjadi 7 kelompok yaitu :
Kelompok-1 : Agroindustri Makanan.
151 : Pengolahan dan pengawetan daging, ikan, buah-buahan, sayuran, minyak dan lemak.
153 : Industri penggilingan padi-padian, tepung dan makanan ternak. 154 : Industri makanan lainnya. Kelompok-2 : Agroindustri Minuman. 155 : Industri minuman.
90
Kelompok-3 : Agroindustri Tembakau. 160 : Industri pengolahan tembakau. Kelompok-4 : Agroindustri Kulit. 181 : Industri pakaian jadi atau barang jadi dari kulit berbulu dan
pencelupan bulu. 191 : Industri kulit dan barang jadi dari kulit (termasuk kulit buatan). 192 : Industri alas kaki.
Kelompok-5 : Agroindustri Kayu, Rotan dan Bambu. 201 : Industri penggergajian dan pengawetan kayu, rotan, bambu dan
sejenisnya. 202 : Industri barang-barang dari kayu, dan barang-barang anyaman
dari rotan, bambu dan sejenisnya. 361 : Industri Furnitur. Kelompok-6 : Agroindustri Kertas dan Barang dari Kertas . 210 : Industri kertas, barang dari kertas dan sejenisnya. Kelompok-7 : Agroindustri Karet dan Barang dari Karet. 251 : Industri Karet dan Barang dari Karet.
Dengan memperhatikan kegiatan ekonomi di daerah dan
keterbatasan data serta informasi di daerah, maka kriteria atau
kompetensi yang digunakan dalam MKMKA adalah sebagai berikut: (1)
Peraturan di bidang investasi, (2) Peraturan di bidang perdagangan, (3)
Fasilitas penunjang bisnis, (4) Kegiatan investasi, (5) Ketersediaan
tenaga kerja, (6) Ketersediaan tenaga ahli, (7) Fasilitas pendidikan dan
pelatihan, (8) Fasilitas penelitian dan pengembangan, (9) Keberadaan
jaringan asosiasi bisnis, (10) Ketersediaan infrastruktur fisik, (11)
Dukungan permodalan, (12) Tingkat upah, (13) Pasar domestik, (14)
Daya tarik bagi investor asing, (15) Sumber daya alam setempat, (16)
Jarak ke pasar utama ekspor.
Penilaian terhadap masin g-masing kriteria untuk setiap kelompok
agroindustri dilakukan melalui pengumpulan pendapat ahli atau secara
subyektif oleh peneliti berdasarkan data statistik dari BPS, kajian dan
studi serta laporan-laporan yang menyangkut kegiatan industri dan
perdagangan, wawancara dengan para ahli dari dunia usaha maupun
akademisi, serta pejabat Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
91
Mengacu pada Roberts dan Stimson (1998), maka untuk
melakukan analisa kompetensi inti ini, setiap kriteria untuk masing-
masing kelompok agroindustri akan diberi peringkat (rank) dan akan
diukur secara ordinal dalam tiga skor sebagai berikut :
Baik (B) = 5
Cukup (C) = 3
Kurang (K) = 1
Selanjutnya, skor pada setiap kolom kelompok agroindustri
dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah skor maksimum yang
mungkin untuk setiap kelompok agroindustri sehingga diperoleh indeks
relatif masing-masing kelompok agroindustri tersebut yang disebut
sebagai Indeks Kompetensi Inti Daerah untuk Kelompok Agroindustri
(IKIDKA) yang mencerminkan kekuatan ataupun kelemahan kelompok
agroindustri di daerah itu. Dari hasil perhitungan indeks IKIDKA dapat
disusun ranking agroindustri yang paling didukung oleh kompetensi inti
daerah.
Indeks Kriteria Kompetensi Inti Daerah (IKKID) diperoleh dengan
menjumlahkan skor pada setiap baris dan kemudian dibagi dengan
jumlah skor maksimum yang mungkin sehingga diperoleh indeks relatif
untuk masing-masing kompetensi yang mencerminkan kekuatan relatif
suatu kompetensi di daerah tersebut untuk mendukung pengembangan
berbagai kelompok agroindustri.
2) Identifikasi konsentrasi kelompok agroindustri. Analisa dilakukan dengan
menggunakan metode Location Quotient. Data yang digunakan dalam
analisa ini adalah data jumlah pekerja dalam setiap kelompok
agroindustri yang dikaji untuk tahun 2002. Dengan demikian, maka yang
dimaksud dengan Location Quotient dalam penelitian ini adalah rasio
antara proporsi jumlah tenaga kerja pada masing-masing kelompok
agroindustri yang diteliti pada daerah penelitian dengan jumlah total
tenaga kerja pada seluruh agroindustri di daerah penelitian, dengan
proporsi antara jumlah tenaga kerja secara nasional pada masing-masing
92
kelompok agroindustri yang diteliti dengan jumlah tenaga kerja pada
seluruh agroindustri nasional. Analisa Location Quotient akan
memberikan hasil berupa besaran location quotient untuk masing-masing
kelompok agroindustri di daerah dan urutan peringkatnya. Location
Quotient yang lebih tinggi berarti kelompok tersebut lebih terkonsentrasi
daripada kelompok yang location quotientnya lebih rendah. Location
Quotient yang lebih besar dari 1 dapat berarti bahwa industri yang
bersangkutan menghasilkan produksi barang melebihi kebutuhan lokal,
sehingga dapat menjual produksinya keluar daerah dan ekspor. Location
quotient, berdasarkan jumlah tenaga kerja, yang lebih besar dari 1 belum
berarti bahwa industri tersebut merupakan industri yang kompetitif.
Harus dilakukan analisa lain seperti Shift-Share analysis untuk
memastikan bahwa industri tersebut memang kompetitif dan memiliki
tingkat pertumbuhan yang tinggi.
3) Identifikasi pertumbuhan kelompok agroindustri. Metode yang digunakan
untuk identifikasi ini adalah analisa Shift-Share, yang dapat memberikan
informasi mengenai pertumbuhan suatu kelompok agroindustri pada
tahun tertentu dibandingkan dengan tahun referensi sebelumnya. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data jumlah tenaga kerja
dalam masing-masing kelompok agroindustri untuk dua tahun referensi
(1997 dan 2002), sehingga akan kelihatan apakah terjadi pertumbuhan
pada periode tersebut. Yang digunakan untuk analisa pertumbuhan ini
adalah komponen differential shift dari rumus Shift-Share (Blakely &
Bradshaw 2002), atau disebut juga sebagai komponen regional share
(Dinc 2002). Angka differential shift dapat dikonversi menjadi
differential shift quotient. Angka yang positif dari differential shift berarti
kelompok industri tersebut mengalami pertumbuhan dari tahun referensi
sebelumnya. Makin tinggi angka differential shift berarti makin baik
pertumbuhannya, yang berarti kelompok ini lebih kompetitif. Output dari
analisa ini adalah besarnya differential shift quotient untuk setiap
kelompok agroindustri yang dikaji, yang dalam penelitian ini disebut
sebagai indeks pertumbuhan industri. Differential shift quotient atau
93
indeks pertumbuhan industri yang tinggi berarti bahwa kelompok
agroindustri yang bersangkutan mengalami pertumbuhan yang tinggi.
4) Identifikasi kemampuan ekspor kelompok agroindustri. Analisa mengenai
potensi ekspor kelompok agroindustri tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan angka realisasi ekspor pada tingkat Kabupaten, karena
tidak terdapat statistik untuk hal tersebut. Kemampuan ekspor kelompok
agroindustri Kabupaten Bogor dilakukan dengan mengumpulkan
pendapat 3 orang ahli. Setiap ahli diminta untuk memberikan penilaian
dengan peringkat B= Baik (skor=5), C= Cukup (skor=3) dan K= Kurang
(skor=1) untuk kemampuan ekspor Kabupaten Bogor ke setiap negara
atau kawasan mitra dagang. Pendapat dari ketiga ahli akan diagregasi
untuk mendapatkan indeks kemampuan ekspor untuk masing-masing
kelompok agroindustri. Negara atau Kawasan mitra dagang Kabupaten
Bogor tersebut adalah: 1) Singapura, 2) Malaysia, 3) Asean lainnya, 4)
Korea Selatan, 5) China, 6) Taiwan, 7) Jepang, 8) Australia dan New
Zealand, 9) Uni Eropa, 10) Amerika Serikat dan Canada, 11) Timur
Tengah dan Afrika, 12) Wilayah Indonesia diluar Kabupaten Bogor.
5) Identifikasi keterkaitan kelompok agroindustri dengan industri lain.
Analisa keterkaitan ini tidak dapat dilakukan dengan analisa input-output
pada tingkat Kabupaten, karena tidak tersedia data untuk maksud ini.
Keterkaitan antara kelompok agroindustri dan lapangan usaha lain
dilakukan dengan memintakan pendapat 3 (tiga) orang ahli. Setiap ahli
akan memberi penilaian dengan peringkat T=Tinggi (skor=5), S=Sedang
(skor=3) atau R=Rendah (skor=1), untuk setiap keterkaitan skor dari
ketiga ahli akan diagregasi untuk mendapatkan indeks keterkaitan untuk
masing-masing kelompok agroindustri. Keterkaitan yang dikaji adalah
keterkaitan antar kelompok agroindustri dan antara kelompok
agroindustri dengan lapangan usaha lain yang terdiri dari: 1) Pertanian, 2)
Peternakan, 3) Kehutanan, 4) Perikanan, 5) Penerbitan dan Percetakan, 6)
Kimia, 7) Perdagangan, 8) Mesin dan Perlengkapan, 9) Transportasi dan
Pergudangan, 10) Jasa Keuangan, 11) Jasa Pendidikan dan Pelatihan, 12)
Jasa Penelitian dan Pengembangan.
94
6) Identifikasi nilai tambah pada setiap kelompok agroindustri. Analisa
dilakukan dengan menggunakan data nilai tambah untuk setiap kelompok
agroindustri untuk tahun referensi 2002. Pembobotan antar kelompok
agroindustri dilakukan berd asarkan perbandingan besarnya nilai tambah.
7) Identifikasi jumlah tenaga kerja pada setiap kelompok agroindustri.
Analisa dilakukan dengan menggunakan data jumlah tenaga kerja untuk
setiap kelompok agroindustri untuk tahun referensi 2002. Pembobotan
antar kelompok agroindustri dilakukan berdasarkan besarnya jumlah
tenaga kerja.
8) Pemilihan Klaster Agroindustri Ungggulan. Pemilihan klaster
agroindustri unggulan dilakukan dengan metode Analytical Hierarchy
Process (AHP). Pada analisa ini ditetapkan 4 tingkatan hierarki. Tingkat-
1 : Fokus, yaitu Memilih Klaster Agroindustri Unggula Daerah. Tingkat-
2 : Tujuan, terdiri dari 4 elemen, yaitu : 1) Meningkatkan Pendapatan
Pemerintah Daerah, 2) Memperluas Lapangan Kerja dan Pembentukan
Usaha Baru, 3) Memperluas Pasar Domestik dan Ekspor, dan 4)
Meningkatkan Produktivitas Usaha. Tingkat-3: Kriteria, yang terdiri dari
7 elemen, yaitu: 1) Kompetensi Inti, 2) Konsentrasi Industri, 3)
Pertumbuhan Kelompok, 4) Kemampuam Ekspor, 5) Keterkaitan dengan
Usaha Lain, 6) Nilai Tambah, dan 7) Jumlah Tenaga Kerja. Tingkat-4:
Alternatif, yang terdiri dari tujuh kelompok agroindustri yang telah
ditetapkan sebelumnya, yaitu : (1) Kelompok Agroindustri Makanan, (2)
Kelompok Agroindustri Minuman, (3) Kelompok Agroindustri
Tembakau, (4) Kelompok Agroindustri Kulit, (5) Kelompok Agroindustri
Kayu, Rotan dan Bambu, (6) Kelompok Agroindustri Kertas dan Barang
dari Kertas, (7) Kelompok Agro industri Karet dan Barang dari Karet.
Output dari proses ini adalah terpilihnya peringkat kelompok agroindustri
yang akan dikembangkan menjadi klaster agroindustri unggulan daerah.
9) Strukturisasi Sistem Pengembangan Klaster Agroindustri. Strukturisasi
dilakukan dengan metode Interpretive Structural Modelling (ISM).
Masukan diambil dari hasil identifikasi elemen penting sistem
pengembangan klaster agroindustri unggulan daerah, yang dalam
95
penelitian ini terdiri dari 5 elemen, yaitu: (1) Tujuan; (2) Pelaku; (3)
Kendala; (4) Aktivitas Dunia Usaha yang dibutuhkan; (5) Peran
Pemerintah. Setiap elemen diuraikan lagi atas subelemen yang penting
berdasarkan masukan dari para ahli. Terhadap setiap elemen dilakukan
proses sesuai dengan metode ISM sehingga diperoleh output untuk setiap
elemen. Keluaran dari analisa ini untuk setiap elemen adalah klasifikasi
elemen sistem pengembangan yang terdiri dari: (1) Struktur sistem pada
setiap elemen, (2) Rank dan hierarki dari subelemen pada setiap elemen,
(3) Klasifikasi subelemen pada empat kategori peubah (Eriyatno 1999).
10) Pendapat gabungan mengenai tingkat kepentingan antar subelemen pada
elemen Aktivitas Dunia Usaha dan subelemen pada elemen Peran
Pemerintah dengan subelemen pada elemen Tujuan dilakukan dengan
teknik Independent Preference Evaluation (IPE). Hasil analisa ini
memperlihatkan tingkat kepentingan dari masing-masing subelemen pada
elemen Aktivitas Dunia Usaha dan elemen Peran Pemerintah berdasarkan
agregasi sub elemen Tujuan.
11) Formulasi kebijakan pengembangan klaster agroindustri. Berdasarkan
klasifikasi elemen sistem pengembangan yang merupakan output dari
proses ISM tersebut dan tingkat kepentingan subelemen yang merupakan
output pendapat gabungan melalui teknik IPE, dapat dilakukan tahap
penyelesaian lanjutan berupa formulasi kebijakan pengembangan klaster
agroindustri unggulan daerah termasuk analisa mengenai kelembagaan
dan penetapan indikator pengukuran kinerja klaster, yang akan
memberikan output berupa Skenario Pengembangan Klaster Agroindustri
di daerah.