Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan...

11
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya ikan masih dianggap memiliki sifat terbuka (open access) dan milik bersama (common property), artinya setiap orang mempunyai hak untuk memanfaatkan sumber daya tersebut. Persoalan hak pemanfaatan tidak hanya melibatkan satu pihak, yakni masyarakat lokal atau nelayan, tetapi juga pihak- pihak lain seperti pengusaha dan pemerintah. Berbagai pihak yang memiliki kepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam sering berbenturan sehingga menimbulkan konflik. Setiap pengguna sumber daya merasa memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan sumber daya tersebut. Sifat pemanfaatan sumber daya yang demikian akan mengakibatkan konflik antar pengguna sumber daya, khususnya antar kelompok nelayan (Christy 1987). Pembangunan perikanan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional pada hakekatnya dilaksanakan dalam rangka mendayagunakan sumber daya perikanan secara menyeluruh, terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya, sehingga diharapkan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara berkelanjutan. Kedudukan dan nilai sumber daya perikanan sangat strategis dalam menjaga kelangsungan hidup sebagian besar penduduk di sekitar pantai. Nikijuluw (2002) menyebutkan dalam pemanfaatan sumber daya milik bersama dibatasi dan dilandasi beberapa hak yang memberikan jaminan bagi pemegangnya, yaitu: (1) Hak akses, adalah hak untuk masuk ke dalam sumber daya yang memiliki batas-batas fisik yang jelas; (2) Hak memanfaatkan, adalah hak untuk memanfaatkan sumber daya dengan cara-cara dan teknik produksi sesuai dengan ketetapan dan peraturan yang berlaku; (3) Hak mengatur, adalah hak untuk mengatur pemanfaatan sumber daya serta meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya melalui upaya pengkayaan stok ikan serta pemeliharaan serta perbaikan lingkungan; (4) Hak ekslusif, adalah hak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan apakah hak akses tersebut dapat dialihkan kepada orang lain; dan (5) Hak mengalihkan, adalah hak untuk menjual dan menyewakan ke empat hak tadi kepada orang lain.

Transcript of Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan...

Page 1: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya ikan masih dianggap memiliki sifat terbuka (open access) dan

milik bersama (common property), artinya setiap orang mempunyai hak untuk

memanfaatkan sumber daya tersebut. Persoalan hak pemanfaatan tidak hanya

melibatkan satu pihak, yakni masyarakat lokal atau nelayan, tetapi juga pihak-

pihak lain seperti pengusaha dan pemerintah. Berbagai pihak yang memiliki

kepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam sering berbenturan sehingga

menimbulkan konflik. Setiap pengguna sumber daya merasa memiliki hak yang

sama dalam memanfaatkan sumber daya tersebut. Sifat pemanfaatan sumber daya

yang demikian akan mengakibatkan konflik antar pengguna sumber daya,

khususnya antar kelompok nelayan (Christy 1987).

Pembangunan perikanan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

pada hakekatnya dilaksanakan dalam rangka mendayagunakan sumber daya

perikanan secara menyeluruh, terencana, rasional, optimal, bertanggung jawab

dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya, sehingga diharapkan mampu

memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara berkelanjutan. Kedudukan dan

nilai sumber daya perikanan sangat strategis dalam menjaga kelangsungan hidup

sebagian besar penduduk di sekitar pantai.

Nikijuluw (2002) menyebutkan dalam pemanfaatan sumber daya milik

bersama dibatasi dan dilandasi beberapa hak yang memberikan jaminan bagi

pemegangnya, yaitu: (1) Hak akses, adalah hak untuk masuk ke dalam sumber

daya yang memiliki batas-batas fisik yang jelas; (2) Hak memanfaatkan, adalah

hak untuk memanfaatkan sumber daya dengan cara-cara dan teknik produksi

sesuai dengan ketetapan dan peraturan yang berlaku; (3) Hak mengatur, adalah

hak untuk mengatur pemanfaatan sumber daya serta meningkatkan kualitas dan

kuantitas sumber daya melalui upaya pengkayaan stok ikan serta pemeliharaan

serta perbaikan lingkungan; (4) Hak ekslusif, adalah hak untuk menentukan siapa

yang boleh memiliki hak akses dan apakah hak akses tersebut dapat dialihkan

kepada orang lain; dan (5) Hak mengalihkan, adalah hak untuk menjual dan

menyewakan ke empat hak tadi kepada orang lain.

Page 2: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

2

Eksploitasi perikanan di perairan Kalsel dilakukan oleh nelayan dalam

daerah maupun antar daerah (nelayan dari Sulsel, Sulbar, Jatim, Jateng, Kalteng

dan Kaltim). Perikanan tangkap di Kalsel merupakan kegiatan usaha perikanan

yang mempunyai nilai ekonomis penting. Eksploitasi sumber daya ikan oleh

armada perikanan tangkap laut di Kalsel dilakukan di perairan Selat Makasar,

Laut Jawa, Selat Laut dan Selat Sebuku, Teluk Pamanukan, Tanjung Tatan, Pulau

Sambar Gelap, Sekapung, dan sekitar pesisir Pagatan. Wilayah tersebut

merupakan basis migrasi musiman nelayan. Jika musim ikan tiba, penduduk

pendatang yang melakukan migrasi musiman di Desa Kerayaan Kotabaru bahkan

melebihi jumlah penduduk setempat, sedangkan di Desa Swarangan ditemukan

lebih kurang 200 orang dan di Desa Muara Asam-asam mencapai 1000 orang

yang tidak terdata sebagai penduduk setempat. Nelayan andon yang dominan

berasal dari suku Bugis dan sebagian berasal dari Jawa, Bali dan Kaltim.

Sesuatu hal yang pasti adalah adanya interaksi antar dua kelompok yang berbeda

dalam kehidupan bersama.

Imbas dari interaksi antar nelayan tersebut tidak sedikit mengakibatkan

konflik di antara nelayan. Konflik sosial masyarakat pesisir di Kalsel merupakan

suatu kenyataan yang sepertinya tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

Cukup banyak fakta kekerasan fisik akibat dari konflik yang telah terjadi.

Kejadian-kejadian dimasa lalu yang mempunyai kaitan atau berkontribusi

terhadap terjadinya konflik nelayan. Konflik dapat terwujud dalam bentuk

ketidaksukaan, ketidaksepakatan, ketidaksetujuan, perseteruan, persaingan,

permusuhan, kontak fisik dan bahkan perang terbuka.

Priscoli (2002) menyatakan bahwa konflik sumber daya alam dapat

disebabkan oleh miskinnya komunikasi, adanya perbedaan persepsi, pertarungan

ego, perbedaan personalitas, perbedaan pandangan tentang baik dan buruk

(konflik nilai), perbedaan kepentingan dan faktor struktural. Konflik perikanan

tangkap sangat bervariasi antar wilayah dan antar waktu. Bennett dan Neiland

(2000) menyatakan bahwa konflik bersifat multidimensional dan umumnya

melibatkan berbagai pihak dalam hubungan yang kompleks. Tiga dimensi yang

mempengaruhi timbulnya konflik adalah aktor, ketersediaan sumber daya dan

lingkungan.

Page 3: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

3

Konflik perikanan tangkap secara umum terkait dengan pemanfaatan sumber

daya ikan yang sudah tergolong langka. Kelangkaan dimaksud terkait dengan

masalah produksi, yaitu semakin sedikitnya ikan yang dapat ditangkap oleh

nelayan (not enough fish). Pada umumnya, pihak-pihak yang terlibat dalam

konflik adalah kelompok nelayan tradisional. Keragaman jenis konflik perikanan

tangkap banyak disebabkan oleh keragaman persepsi nelayan tentang pengelolaan

sumber daya ikan. Potensi konflik perikanan tangkap dapat disebabkan oleh

prinsip hunting di mana nelayan harus selalu memburu ikan berada, suatu

persaingan yang mengakibatkan terjadinya akumulasi unit penangkapan ikan pada

tempat dan waktu yang sama (Budiono 2005).

Berbagai jenis konflik yang sering terjadi dalam pengelolaan perikanan

tangkap di Indonesia di antaranya adalah konflik yang timbul karena pemahaman

yang keliru mengenai batas-batas perairan setelah diberlakukannya undang-

undang otonomi daerah, perebutan daerah penangkapan, perbedaan kualitas dan

kapasitas peralatan tangkap antar kelompok nelayan, pelanggaran batas wilayah

perairan, serta pelanggaran hak ulayat lokal. Satria (2004) menandaskan bahwa

kaitan antara otonomi daerah dengan konflik nelayan cukup kuat opini yang

berkembang bahwa otonomi daerah yang diawali dengan diberlakukannya UU

32/2004 berkorelasi positif dengan meningkatnya konflik nelayan. Dalam opini

tersebut dijelaskan bahwa konflik nelayan terjadi karena otonomi daerah

membuka ruang bagi nelayan untuk mengkavling wilayahnya, dan nelayanpun

punya hak untuk mengusir nelayan lain (exclusion right). Opini ini hampir selalu

diiringi dengan teori lainnya bahwa laut adalah milik negara (state property)

sehingga siapapun boleh menangkap ikan di mana saja. Dalam hal ini otonomi

daerah (otda) hanya akan merusak ciri laut yang bersifat open acces tersebut, serta

mengganggu konsep keutuhan bangsa. Fenomena ini semestinya memunculkan

pertanyaan baru: kalau desentralisasi kelautan dianggap hanya menimbulkan

konflik nelayan, apakah dengan re-sentralisasi kelautan konflik nelayan akan

berhenti dengan sendirinya. Namun diakui bahwa konflik sosial nelayan

dimanapun selalu dapat terjadi baik sebelum maupun setelah diberlakukannya

undang-undang otonomi daerah.

Page 4: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

4

Di Indonesia, konflik kenelayanan sudah lama terjadi dan nampaknya

semakin meningkat pada akhir-akhir ini. Pada tahun 1970 telah terjadi konflik

besar-besaran antara nelayan “tradisional” dengan nelayan pengguna pukat

harimau (trawl). Konflik ini telah menelan banyak korban jiwa dan juga harta

(alat tangkap dan perahu). Karena seriusnya konflik tersebut akhirnya pemerintah

mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan trawl pada tahun 1980. Pada

tahun 70-an terjadi pula konflik yang melibatkan nelayan skala kecil dengan purse

seine. Konflik tersebut dikenal sebagai “malapetaka muncar” (malamun) yang

berlangsung hingga tahun 80-an. Pada tahun 90-an konflik bergeser tidak hanya

melibatkan nelayan skala kecil dan nelayan purse seine, tetapi juga antar nelayan

skala kecil/tradisional.

Di daerah Lampung, Bangka-Belitung dan NTB terjadi conflicting claim

dalam hubungan antara teknologi, wilayah tangkap dan jenis resources tertentu.

Conflicting claim ini terjadi, pada satu sisi karena adanya asosiasi-asosiasi khusus

yang dikembangkan masyarakat. Beroperasinya teknologi tidak hanya melanggar

hak-hak khusus mereka tetapi juga mengancam keberadaan sumber daya ikan.

Transborder fishing terjadi di wilayah Kaltim (fishing in) oleh nelayan asing dan

NTT (fishing out) di wilayah AFZ, sedangkan di daerah perairan yang terkait

dengan suatu perbatasan yakni Selat Malaka, perairan Laut Cina Selatan dan

perbatasan lainnya menunjukkan penangkapan pelintas batas merupakan salah

satu masalah yang lahir di perairan-perairan tersebut. Dengan demikian, dalam

konteks konflik, kondisi geografis perairan membuka kemungkinan terjadinya

konflik antar nelayan dari Negara berbeda (Indarwasih et al. 2007).

Konflik pada dunia perikanan di Indonesia merupakan gejala umum, oleh

karenanya cukup tersedia sumber referensi sebagai informasi awal untuk

memahami atau melakukan pengkajian mengenai konflik perikanan. Penelitian

kebijakan pada umumnya menggunakan karateristik dari prosedur kebijakan yang

memiliki hubungan yang bersifat hirarkis, atau menggunakan beberapa metode.

Alat untuk mengubah informasi dilakukan dengan cara otoritatif. Menurut Dunn

(2003) dalam cara otoritatif, pernyataan kebijakan didasarkan atas dasar asumsi

tentang status yang dicapai oleh pembuat informasi, sebagaimana kesaksian para

Page 5: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

5

pakar ilmiah atau pengamat politik dapat digunakan sebagai bagian dari suatu

argumentasi untuk menerima suatu rekomendasi kebijakan.

Lebih lanjut Dunn (2003) memberikan gambaran mengenai berberapa

bidang analisis kebijakan yaitu (1) Operasionisme berganda; penggunaan berbagai

ukuran secara bersama-sama untuk konstrak dan variable kebijakan. Contoh dari

operasionisme berganda adalah penggunaan secara serempak perbandingan

berpasangan dan skala pilihan paksa dan penyusunan skala atribut berganda (2)

Penelitian multimetode; penggunaan berbagai metode secara bersama-sama untuk

mengamati proses dan hasil kebijakan misalnya penggunaan secara bersama-sama

catatan-catatan organisasi, angket lewat pos dan wawancara etnografis,

meningkatkan plausibilitas klaim pengetahuan (3) Sintesis analisis berganda; juga

dikenal sebagai sintesis penelitian, review penelitian yang integratif, melawan

kecendrungan analisis tunggal yang otoritatif dengan menekankan sifat-sifat

kolektif dari pengetahuan yang relevan dengan kebijakan (4) Analisis multivariat;

memasukan banyak variabel dalam model kebijakan, contohnya pada analisis path

atau analisis studi kasus berdasarkan pada banyak sumber kejadian,

meningkatkan plausabilitas klaim kebijakan dengan secara sistematis menguji dan

mengeluarkan atau memadukan, jika mungkin pengaruh variabel-variabel bukan

kebijakan pada hasil kebijakan (5) Analisis pelaku berganda; investigasi kerangka

kerja interatif dan perspektif banyak pelaku penentu kebijakan. Memusatkan

perhatian pada individu-individu atau kelompok-kelompok yang berpartisipasi

dalam formulasi dan implementasi kebijakan (6) Analisis perspektif berganda;

disertakannya berbagai perspektif etis, politis, organisasional, ekonomis, sosial,

kultural, psikologis, teknologis dalam analisis kebijakan meningkatkan

plausabilitas dengan triagulasi antar berbagai representasi masalah dan solusi (7)

Komunikasi multimedia; pengguna banyak media berkomunikasi, oleh analis

sangat penting untuk meyakinkan bahwa pengetahuan (yang dikaji) relevan

dengan kebijakan, sehingga digunakan oleh para prnentu kebijakan dan penerima

dampak yang diinginkan. Media komunikasi tunggal yang sering digunakan oleh

para analis dari kebanyakan disiplin ilmiah adalah arikel ilmiah dan buku.

Hampir tidak mungkin untuk melakukan semua pedoman di atas dalam satu

analisis atau studi, mengingat adanya keterbatasan waktu dan sumber keuangan.

Page 6: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

6

Selain itu kebanyakan kesalahan yang dapat dicegah dalam analisis kebijakan

berasal dari perpektif analisis yang sempit, karena analis yang dilakukan bersifat

menyederhanakan dan memangkas masalah agar supaya dapat berhasil walaupun

ada, bagian-bagian penting dari konteks yang relevan terabaikan atau dilihat

secara berlebihan. Analisis tersebut masih bersifat parsial sehingga belum

menggambarkan bangunan teori yang membentuk model, berbeda dengan analisis

SEM (Structural Equation Modeling) yang merupakan analisis bangunan teori

sehingga dapat memberikan keluaran berupa model yang disebut dengan model

persamaan struktural yang tidak ditemukan pada metode lain. Selain itu SEM

memberikan representasi yang objektif terhadap hasil analisis.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian yang menggunakan cara statitistik

berupa analisis kuantitatif (Structural Equation Modeling) merupakan kebaruan

dalam penelitian ini. Dalam cara statistik, pernyataan kebijakan didasarkan pada

argumen yang diperoleh dari sampel. Melalui teknik purposive terhadap 200

orang informan yang representasi dari suatu populasi. Melalui SEM dapat

memecahkan masalah yang rumit, memiliki keunggulan metodologis

dibandingkan dengan lainnya. SEM bukan metode baru tetapi merupakan sintesis

kreatif dari beragam riset dan praktis yang biasa dipakai oleh kalangan komunitas

ilmu kebijakan.

Salah satu karakteritik SEM adalah dapat dikonfirmasi menjadi suatu

model melalui data empirik sehingga mencakup variabel-variabel yang penting

dan tepat bagi pengelolaan konflik perikanan tangkap. Wijanto (2007)

menandaskan bahwa SEM mampu mengakses hubungan dan menguji suatu seri

hubungan yg terdiri dari suatu model berskala besar, mempunyai kemampuan

menggabungkan variabel yang tidak terlihat (laten) ke dalam analisis un observed

atau konsep yang abstrak. Keunggulan lainya adalah kemampuannya

mengakomodasikan multiple interrelated dependence relationship ke dalam satu

model saja. Penyampaian tentang ide konsep dasar bersifat sangat efektif, dan

sarana komunikasi dilakukan melalui diagram lintasan.

Page 7: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

7

1.2. Rumusan Masalah

Pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Kalimantan Selatan pada

khususnya masih mengalami kelambanan yang disertai beberapa realitas kendala

di antaranya adalah berkembangnya konflik perikanan tangkap yang bersifat

destruktif dan dapat menghambat pembangunan perikanan. Terdapat beberapa

kasus konflik perikanan tangkap mulai dari pengkaplingan laut, berebut jalur

tangkapan sampai pada tindakan anarkis seperti pembakaran kapal nelayan, aksi

masa dan penyerbuan kantor DPR karena beroperasinya nelayan purse seine

menggunakan lampu dengan kekuatan tinggi, tindakan sweeping terhadap nelayan

pencari teripang dan adanya kegiatan illegal fishing dengan menggunakan bom.

Konflik tersebut berakibat pada kerugian harta benda. Berdasarkan beberapa

kasus konflik yang terjadi, belum nampak adaya upaya untuk memahami akar

permasalahan konflik tersebut apalagi upaya pengelolaannya. Dalam hal ini

diperlukan upaya yang sistematis untuk memahami dan melakukan pengelolaan

dengan membuat suatu model pengelolaan konflik

Upaya untuk memahami akar permasalahan konflik yang terjadi di perairan

Kalimantan Selatan memerlukan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan yang

ditetapkan secara ilmiah. Beberapa pertanyaan penelitian yang harus di jawab

yaitu; (1) bagaimana tipologi konflik yang terjadi; (2) apa teknik resolusi konflik

yang digunakan; (3) bagaimana proses resolusi konflik dilakukan; (4) apakah

kesepakatan yang dihasilkan sudah menyentuh akar masalah; (5) apakah upaya

penyelesaian sudah mengikutsertakan segenap komponen stakeholder. Dengan

diketahuinya akar permasalahan tersebut merupakan awal yang baik untuk

dijadikan landasan untuk membuat model pengelolaan konflik dan

mengembangkan peran kelembagaan pengelolaan konflik.

Rumuskan indikator penyebab konflik diperoleh dengan cara melakukan

mengidentifikasi konflik yang terjadi, di mana konflik tersebut terjadi, kronologi

peristiwa dan aktor-aktor atau kelompok yang terlibat. Rumusan terhadap

indikator teknik resolusi konflik dilakukan dengan identifikasi upaya-upaya yang

dilakukan untuk menyelesaikan konflik, siapa yang dilibatkan, cara apa yang

dilakukan dan bagaimana hasilnya serta menelusuri peran kelembagaan sosial

Page 8: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

8

masyarakat nelayan. Dengan demikian rumusan model struktural dan pengukuran

dalam pengelolaan konflik perikanan tangkap dapat dilakukan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Memetakan permasalahan konflik perikanan tangkap

(2) Mengembangkan konsep peran kelembagaan pengelolaan konflik

perikanan tangkap

(3) Membuat model pengelolaan konflik perikanan tangkap.

1.4 Manfaat Penelitian

(1) Bahan pertimbangan atau rekomendasi kepada pemerintah dalam

perumusan kebijakan dalam rangka mengelola konflik perikanan tangkap.

(2) Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada nelayan

untuk meningkatkan keterampilan penyelesaian konflik melalui proses

resolusi yang tepat.

(3) Penelitian ini akan memperkaya pengetahuan dan teori tentang tipe konflik

dan pendekatan yang dapat diaplikasikan dalam mengelola perikanan

tangkap berbasis resolusi konflik.

1.5 Kerangka Pemikiran

Konflik perikanan tangkap bersifat sangat kompleks, oleh karena itu

diperlukan identifikasi menyeluruh yang merupakan input dari penelitian yang

terangkum kedalam identifikasi permasalahan konflik perikanan tangkap. Akar

permasalahan penting untuk diketahui agar penyelesaian terhadap kesepakatan

diharapkan benar-benar dapat meyelesaikan masalah. Identifikasi awal yang

dilakukan secara sistematis merupakan landasan yang kuat dalam menjalankan

proses penyelesaian konflik.

Konflik sumber daya alam terjadi karena adanya perbedaan pendapat dan

perseteruan mengenai posisi, kepentingan dan kebutuhan terhadap pemanfaatan

sumber daya alam. Sumber konflik ini seringkali timbul karena adanya perbedaan

pemanfaatan sumber daya atau perbedaan dalam cara pengelolaannya. Perbedaan

Page 9: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

9

pendapat juga terjadi ketika masing-masing memiliki kepentingan yang saling

tidak mendukung, atau ketika prioritas dari beberapa kelompok pengguna tidak

terwakili dalam kebijakan dan program yang ada. Perbedaan tersebut

tergambarkan dalam analogi bawang bombay, sedangkan motivasi dari masing-

masing pihak yang berkonflik terlihat pada segitiga S-P-K (Sikap Perilaku

Konteks). Untuk lebih memahami konflik secara lebih jelas perlu dilakukan

pemetaan konflik yang menggambarkan konflik secara grafis, menghubungkan

pihak-pihak beserta masalahnya dan pihak lainnya yang terlibat dalam konflik

yang bersangkutan.

Pengenalan tipologi konflik merupakan hal penting untuk menjelaskan

penyebab terjadinya konflik, karena dengan diketahuinya tipologi konflik maka

penyebab dan alternatif resolusi konflik dapat dianalisis. Memahami tipologi

dimaksudkan untuk bisa menarik benang merah yang diperkirakan dapat mewakili

karekteristik suatu konflik (Obserchall 1973).

Bennett and Neiland (2000) menyatakan bahwa metode resolusi konflik

umumnya bersifat spesifik, walaupun dikenal berbagai metode untuk

menyelesaikan konflik, tetapi tidak seluruh metode sesuai untuk dipakai. Resolusi

konflik dapat ditempuh dengan menggunakan dua pendekatan yaitu melalui

pengadilan (litigasi) atau pendekatan alternatif yang lebih dikenal sebagai

alternative dispute resolution (ADR).

Untuk dapat melakukan proses resolusi konflik yang efektif tentu saja

memerlukan wadah kelembagaan, melalui suatu forum dapat ditentukan teknik

resolusi yang tepat, sehingga mekanisme penyelesaian konflik dapat mencapai

kesepakatan yang disetujui oleh segenap stakeholder yang terkait sesuai dengan

akar masalahnya. Dengan demikian implikasinya dapat diterapkan dalam

pengelolaan konflik perikanan tangkap baik yang ada di perairan Kalsel ataupun

di lokasi lain.

Resolusi konflik adalah upaya untuk menyelesaikan konflik yang muncul

dari kalangan masyarakat. Resolusi konflik diharapkan dapat memberikan

dampak positif terhadap partisipasi nelayan dalam pengelolaan sumber daya

perikanan. Hal ini disebabkan karena tidak semua konflik selalu berdampak

Page 10: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

10

negatif. Konflik yang berdampak positif dibutuhkan dalam tahap perkembangan

ke arah yang lebih baik.

Pendekatan yang baik dalam mewujudkan pengelolaan perikanan tangkap

yang bertanggung jawab adalah dengan mengajak pihak-pihak yang

berkepentingan berpartisipasi dalam mengembangkan pemahaman yang sama

terhadap konflik. Selain itu dengan terbangunnya partisipasi dapat mewujudkan

akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan. Kerangka pemikiran penelitian

ini diilustrasikan pada Gambar 1.

1.6 Ruang Lingkup dan Kebaruan

Ruang lingkup dan kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

(1) Lingkup penelitian mencakup kegiatan perikanan tangkap di wilayah perairan

Kalimantan Selatan, bidang kajian ilmu kelautan dan perikanan dengan tema

pengelolaan konfik yang merupakan integrasi aspek perikanan tangkap,

sumber daya, aktor, kelembagaan dan kebijakan.

(2) Kebaruan dalam pengembangan model pengelolaan konflik secara kuantitatif

didasarkan pada analisis Structural Equation Modeling dan mengembangan

peran kelembagaan pengelolaan konflik.

Page 11: Model pengelolaan konflik perikanan tangkap di perairan ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/46811/2011rya_bab I... · mengganggu konsep keutuhan bangsa. ... contohnya

KONFLIK DALAM

PEMANFAATAN SDI

- Wilayah konflik

- Identifikasi konflik

- Eskalasi konflik

IDENTIFIKASI KONFLIK

PERMASALAHAN

KONFLIK

PROSES PENYELESAIAN

KONFLIK

TIPOLOGI KONFLIK

- Jurisdiksi

- Mekanisme

pengelolaan

- Alokasi internal

- Alokasi eksternal

(Charles 1992)

KELEMBAGAAN

PENGELOLAAN

KONFLIK

Pemerintah

Non pemerintah

Kapital sosial

OUTCOME

Pengelolaan PT yang

bertanggung jawab

- Partisipasi Masyarakat,

- Keberlanjutan SDPT,

- Menjamin keadilan

TEKNIK

PENYELESAIAN

KONFLIK

Negosiasi, Fasilitasi,

Mediasi, Litigasi

(Priscoli 2002)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

SUMBER KONFLIK

Masalah hubungan, Data,

Masalah structural, Nilai

(Gorre 1999)

- Analogi bawang

bombay

- Segitiga S-P-K

(Fisher et al. 2000)

11

KESEPAKATAN

antara para pihak

yang berkonflik

1 Ekonomi

2 Aktor

3 Oposisi

4 Isu

5 Nelayan

6 Kompetisi

7 Tokoh

8 Stok

9 Interest

10 Peraturan

11 Budaya

FAKTOR PENYEBAB

KONFLIK

OUTPUT

- Permanent Conflict

Solution