Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan...
Click here to load reader
Transcript of Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan...
© 2014 LPPM IKIP Mataram
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan
Kreativitas Calon Guru Fisika
Lovy Herayanti dan Habibi
Pendidikan Fisika FPMIPA IKIP Mataram
Email: [email protected]
Abstract: This study aims to test the effectiveness of problem-based learning model with the inquiry approach
to creativity physics teacher candidates. Creativity indicators measured include: 1) fact finding 2) idea finding,
dan 3) solution finding. This research is to design experimental research One Group Pretest-Posttest Design.
The subjects of this study were students in the Department of Physical Education FPMIPA IKIP Mataram
currently attending Basic Physics II. The instrument used in this research is a test of 20 questions. The results
showed that each indicator has increased views of the N-gain score that is for fact finding by 64% by the
middle category, the idea of finding 71% with high category, and solution finding 62% with moderate
category. This suggests that the ability of the students in finding the idea is high than to find facts and find a
solution, so it can be concluded that the model of problem-based learning with inquiry-effective approach to
enhance the creativity of students.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas penerapan model pembelajaran berbasis masalah
dengan pendekatan inkuiri terhadap kreativitas calon guru fisika. Indikator kreativitas yang diukur meliputi 1)
fact finding 2) idea finding, dan 3) solution finding. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan
disain penelitian One Group Pretest-Posttest Design. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa pada Jurusan
Pendidikan Fisika di PMIPA IKIP Mataram yang sedang mengikuti perkuliahan Fisika Dasar II. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes sebanyak 20 soal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada masing-masing indikator mengalami peningkatan dilihat dari skor N-gain yaitu untuk fact finding sebesar
64% dengan kategori sedang, idea finding 71% dengan kategori tinggi, dan solution finding 62% dengan
kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menemukan ide ( idea finding)
tergolong tinggi daripada untuk mencari fakta (fact finding) dan menemukan solusi (solution finding), sehingga
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri efektif untuk
meningkatkan kreativitas mahasiswa.
Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Kreativitas
Pendahuluan
Pendidikan merupakan salah satu komponen
penting dalam meningkatkan kualitas sum-
ber daya manusia. Untuk itu pemerintah
melakukan berbagai upaya, diantaranya
dengan menerbitkan Undang-Undang ten-
tang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003 Pasal 3 (Sanjaya, 2007)
menyatakan bahwa: Pendidikan berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencer-
daskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pembelajaran fisika, khususnya yang
berkaitan dengan proses mempersiapkan
calon guru perlu dirancang sedemikian rupa
dengan model-model pembelajaran inovatif
sehingga materi yang diberikan tidak hanya
dikuasai dengan baik, tapi juga dapat
mentransfer pengetahuan yang telah dipela-
jarinya pada situasi baru, artinya bahwa
mahasiswa harus dapat mengaplikasikan
pengetahuannya dalam memecahkan masa-
lah-masalah yang dihadapi dan dapat
Jurnal Kependidikan 13 (3): 281-287
282
menolong dirinya dengan menggunakan
pengetahuan yang dikuasainya dalam kehi-
dupan sehari-hari. Kemampuan mentransfer
ini yang menjadi inti dari proses pem-
belajaran dan membuka kemungkinan untuk
memperluas dan memperdalam pengetahuan
mahasiswa berdasarkan penguasaan prinsip-
prinsip umum.
Rancangan model pembelajaran fisika
yang baik tentunya harus sesuai dengan
tujuan pembelajaran fisika yang ditetapkan
pada kurikulum. Dalam kurikulum, tujuan
pembelajaran fisika adalah untuk menguasai
konsep-konsep fisika dan saling keterkaitan-
nya, serta mampu menggunakan metode
sains yang dilandasi sikap keilmuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya.
Tujuan-tujuan tersebut mengacu pada tiga
aspek esensial, yaitu (1) membangun penge-
tahuan yang berupa penguasaan konsep,
hukum, dan teori beserta penerapannya; (2)
kemampuan melakukan proses, antara lain
pengukuran, percobaan, dan bernalar mela-
lui diskusi; (3) sikap keilmuan, antara lain
kecenderungan keilmuan, berpikir kritis,
berpikir analitis, perhatian pada masalah
sains, penghargaan pada hal-hal yang
bersifat sains (Sumaji, 1998).
Sebagai matakuliah dasar, fisika dasar
tidak hanya mendasari ilmu-ilmu eksakta
atau melengkapi matakuliah pokok, tetapi
juga memberikan keluasan wawasan keil-
muan serta melatih mahasiswa berpikir
kritis, objektif, dan rasional. Penguasaan
konsep yang baik pada materi fisika dasar
akan membantu mahasiswa untuk mema-
hami materi fisika yang lebih tinggi, karena
fisika dasar merupakan landasan bagi
tingkat-tingkat fisika berikutnya. Selain itu
penguasaan konsep yang baik dalam fisika
dasar akan membantu membekali calon guru
ketika mengajar di sekolah kelak, karena
kedalaman dan keluasan materi fisika dasar
merupakan kelanjutan dan pemantapan
fisika di sekolah menengah. Pentingnya
peranan fisika dasar khususnya dalam
pembekalan calon guru mengharuskan pe-
ngajarnya membuat perencanaan pembela-
jaran dengan baik sehingga mahasiswa dapat
memahami konsep-konsep dasar fisika
secara optimal (Gunawan, 2008).
Kualitas proses dan hasil belajar fisika
di sekolah ditentukan oleh banyak faktor,
salah satunya adalah faktor guru. McDermot
(1990) menyatakan bahwa salah satu faktor
penting yang mempengaruhi rendahnya
kinerja pendidikan IPA (termasuk fisika)
adalah kurangnya guru-guru yang diper-
siapkan dengan baik. Berangkat dari
kenyataan ini tampaknya upaya peningkatan
kualitas guru melalui pendidikan calon guru
harus terus-menerus dilakukan.
Model pembelajaran fisika dasar yang
selama ini diterapkan di IKIP Mataram
belum secara optimal membantu mahasiswa
meningkatkan kemampuan dalam memaha-
mi konsep-konsep dasar fisika. Hal ini dpat
dilihat dari perolehan rata-rata skor nilai
fisika dasar mahasiswa yang masih rendah,
seperti rata-rata perolehan nilai fisika dasar
pada tahun 2010 sebesar 51,5 dan pada
tahun 2011 sebesar 51,80. Selain itu pem-
belajaran fisika dasar secara konvensional
belum memberikan konstribusi yang cukup
dalam upaya membekali keterampilan-
keterampilan berpikir bagi mahasiswa, baik
keterampilan generik sains maupun keteram-
pilan berpikir yang lebih tinggi.
Salah satu inovasi pembelajaran yang
ditawarkan untuk membantu mahasiswa
Lovy Herayanti dan Habibi, Model Pembelajaran Berbasis Masalah
283
meningkatkan penguasaan konsepnya adalah
dengan model pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning) dengan
pendekatan inkuiri. Pembelajaran berbasis
masalah adalah suatu model pembelajaran
yang menggunakan masalah sebagai titik
tolak pembelajaran. Masalah tersebut adalah
masalah yang memenuhi konteks dunia
nyata baik yang ada di dalam buku teks
maupun dari sumber lain seperti peristiwa
yang terjadi di lingkungan sekitar, peristiwa
dalam keluarga atau kemasyarakatan untuk
belajar tentang berpikir dan keterampilan
pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari
materi pelajaran.
Beberapa manfaat yang dapat dipero-
leh dari pembelajaran dengan pendekatan
inkuiri, diantaranya 1) siswa akan mema-
hami konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih
baik, 2) membantu dalam menggunakan
daya ingat dan transfer pada situasi-situasi
proses belajar yang baru, 3) mendorong
siswa untuk berpikir dan bekerja atas
inisiatifnya sendiri, 4) mendorong siswa
untuk berpikir inisiatif dan merumuskan
hipotesisnya sendiri, 5) memberikan kepua-
san yang bersifat intrinsik, 6) situasi proses
belajar menjadi lebih merangsang.
Menurut Bruner (dalam Wartono,
2003) penggunaan pendekatan inkuiri
memberikan kebaikan-kebaikan diantaranya
1) Pendekatan inkuiri meningkatkan potensi
intelektual siswa. Hal ini disebabkan karena
siswa diberi kesempatan untuk mencari dan
menemukan keteraturan dan hal-hal yang
berhubungan dengan pengamatan dan
pengalaman sendiri. 2) Karena siswa itu
telah berhasil dalam penemuannya, ia
memperoleh suatu kepuasan intelektual yang
datang dari dalam. 3) Seorang siswa dapat
belajar bagaimana melakukan penemuan,
hanya melalui proses melakukan penemuan
itu sendiri. 4) Belajar melalui inkuiri
memperpanjang proses ingatan atau dengan
kata lain, hal-hal yang dipelajari melalui
inkuiri lebih lama dapat diingat.
Ibrahim dan Nur (2000) menjelaskan
bahwa PBM memiliki beberapa karakteristik
yakni: (1) pengajuan pertanyaan atau
masalah (memahami masalah); (2) fokus
pada keterkaitan antar disiplin; (3)
penyelidikan autentik; (4) kerja sama; (5)
menghasilkan produk atau karya kemudian
memamerkannya. Sanjaya (2006) menjelas-
kan bahwa PBM memiliki tiga ciri utama,
yakni: (1) PBM merupakan rangkaian
aktivitas pembelajaran, artinya dalam pem-
belajaran ada sejumlah kegiatan yang harus
dilakukan siswa; (2) aktivitas pembelajaran
diarahkan untuk menyelesaikan masalah,
artinya tanpa masalah maka tidak mungkin
ada proses pembelajaran atau masalah
merupakan kata kunci dari proses pem-
belajaran; dan (3) pemecahan masalah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir ilmiah yang dilakukan.
Tahapan pengetahuan yang paling
baik adalah tahapan proses kreatif yang
disarankan oleh Graham Wallas pada tahun
1926 (Oon-Seng Tan : 2009 ). Adapun
tahapan ini antara lain yaitu : 1) preparation,
2) incubation, 3) illumination, dan 4)
verification. Tahap preparation meliputi
klarifikasi dan definisi masalah, review
materi yang relevan, pemeriksaan persya-
ratan untuk solusi masalah, pengumpulan
data, dan pemahaman implikasi, dan solusi
yang gagal sebelumnya. Tahapan Incubation
yaitu itu tahap dimana periode di luar
Jurnal Kependidikan 13 (3): 281-287
284
kesadaran seseorang sebagai refleksi aktif
mencari solusi. Tahap ketiga dari
Ilumination adalah ketika solusi tiba-tiba
muncul pada seseorang. Hal ini mungkin
datang berjam-jam setelah kerja keras atau
mungkin tidak datang sama sekali. Tahap
terakhir adalah verifikasi dari solusi, dimana
kelayakan, kemampuan kerja, atau pene-
rimaan dari solusi yang diajukan diperiksa
kembali. Tahap ini selalu berurutan, karena
beberapa tahap mungkin dilewati atau orang
dapat mundur menuju tahap awal.
Model pembelajaran berbasis masalah
dengan pendekatan inkuiri yang rencananya
akan diterapkan dalam penelitian ini diha-
rapkan mampu membantu mahasiswa me-
ningkatkan kreativitas mahasiswa. Kreativi-
tas sebagai salah satu dari multipel inte-
lejensi yang meliputi berbagai macam fungsi
asfek kreatif otak yang dapat membantu
menjelaskan dan menginterpretasikan
konsep-konsep yang abstrak, sehingga
memungkinkan mahasiswa untuk mencapai
menguasaan yang lebih besar khususnya
pada matakuliah fisika yang seringkali sulit
dipahami. Kreativitas dari seseorang ten-
tunya memiliki sebuah proses ataupun
tahapan yang selanjutnya disebut dengan
kreatif. Treffinger dalam Oon-Seng Tan
(2009) menggambarkan bahwa proses
kreativitas memiliki urutan dari beberapa
tahap dimana masalah tersebut akan ter-
pecahkan secara sistematis. Adapun tahapan
tersebut adalah 1) Fact finding yaitu
mengidentifikasi masalah dan mengum-
pulkan fakta-fakta yang ada , 2) Idea finding
(menemukan ide), dan 3) Solution finding
yaitu evaluasi dan implementasi dari ide
yang gunakan, Oon-Seng Tan (2009).
Herayanti (2009) menyatakan pembe-
lajaran berbasis masalah dengan pendekatan
inkuiri dapat meningkatkan keterampilan
generik sains mahasiswa calon guru,
khususnya pada kemampuan pengamatan
tidak langsung dan inferensi logika. Studi
terhadap kemampuan berpikir siswa
mengungkapkan bahwa keterampilan
berpikir tidak berkembang tanpa usaha
secara eksplisit dan sengaja ditanamkan
dalam pengembangannya (Zohar, 1994).
Seorang mahasiswa tidak akan dapat
mengembangkan keterampilan berpikirnya
dengan baik jika tidak dilatih berpikir secara
kritis dalam bidang studi yang dipelajarinya
(Meyers, 1986). Dengan demikian, adanya
keterampilan generik sains diharapkan dapat
menjadi dasar untuk peningkatan
kemampuan dan keterampilan berpikir
tingkat tinggi mahasiswa.
Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian ekspe-
rimen. Adapun desain yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu One Group
Pretest-Posttest Design. Subjek penelitian
ini adalah Mahasiswa yang sedang mengi-
kuti perkuliahan Fisika Dasar pada Program
Studi Pendidikan Fisika di IKIP Mataram
pada tahun Akademik 2013/2014. Instrumen
yang digunakan adalah tes berbentuk pilihan
ganda yang terdiri dari 20 soal. Pengolahan
data dilakukan dengan menghitung skor gain
ternormalisasi. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung <g> adalah (Cheng, et al,
2004):
100% x SS
SSg
premax
prepost
dengan kategori: tinggi : g > 70 ; sedang : 30
g 70 ; dan rendah : g < 30.
Lovy Herayanti dan Habibi, Model Pembelajaran Berbasis Masalah
285
55
60
65
70
75
1 2 3
N-g
ain
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Indikator kreativitas yang menjadi pokok
bahasan dalam penelitian ini meliputi
mengidentifikasi masalah (fact finding),
menemukan ide (idea finding) dan
menemukan solusi (solution finding).
Masing-masing indikator dianalisis keter-
capaiannya berdasarkan skor N-gain yang
diperoleh dari tes awal dan tes akhir.
Peningkatan kreativitas mahasiswa di-
eksplorasi berdasarkan jawaban tes awal
dan tes akhir setelah mengikuti pem-
belajaran. Data penelitian menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kreativitas pada
setiap indikator dengan persentase yang
berbeda. Perbandingan peningkatan kreati-
vitas untuk setiap indikator ditampilkan
pada Gambar 1 berikut.
Tabel 1. Hasil Tes Kreatifitas Mahasiswa
Indikator
Kreativitas
Rata-rata
Tes Awal
Rata-rata
Tes Akhir <g>
Jmlh % Jmlh % %
1 16 46 29 81 64
2 18 49 31 85 71
3 22 62 31 86 62
Gambar I. Indikator Kreativitas
Keterangan:
fact finding
Idea finding
Solution finding
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh terlihat bahwa rata-rata skor nilai
mahasiswa yang menjawab benar untuk
setiap indikator kreativitas masing-masing
terlihat pada tabel diatas. Skor tertinggi
mahasiswa yang menjawab benar pada tes
awal dapat dilihat pada indikator solution
finding sebesar 62%. Sedangkan pada tes
akhir jumlah rata-rata mahasiswa yang
menjawab benar pada setiap indikator
mengalami peningkatan baik indikator fact
finding, idea finding maupun solution
finding. Hal ini mengindikasikan adanya
pengaruh model pembelajaran terhadap
kerativitas mahasiswa di kelas.
Skor gain yang ditunjukkan pada
masing-masing indikator baik indikator
pertama maupun indikator ketiga masing-
masing 64 % dan 62 % dengan kategori
sedang, dan pada indikator kedua sebesar 71
% dengan kategori tinggi, hal ini menun-
jukkan bahwa kemampuan maha-siswa
dalam menemukan ide (idea finding)
tergolong tinggi daripada mengidentifikasi
masalah (fact finding) dan menemukan
solusi (solution finding).
Secara umum mahasiswa memberikan
respon yang positif terhadap pembelajaran
fisika berbasis masalah dengan pendekatan
inkuiri. Sebagian besar mahasiswa setuju
bahwa pembelajaran berbasis masalah
dengan pendekatan inkuiri mempengaruhi
motivasi belajarnya termasuk dalam
menyelesaikan soal-soal yang diberikan.
Selain itu, model pembelajaran ini juga
Jurnal Kependidikan 13 (3): 281-287
286
dapat meningkatkan keterampilan berpikir
pada konsep getaran dan gelombang, serta
mendorong mahasiswa untuk berani
bertanya. Hal ini menunjukkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan inkuiri dapat meningkatkan
kreativitas mahasiswa.
Pendekatan yang digunakan dalam
model pembelajaran ini juga memberikan
penguatan tersendiri, karena pembelajaran
berbasis masalah termasuk model pem-
belajaran yang berpusat pada peserta didik.
Dalam model ini mahasiswa dapat menen-
tukan sendiri apa yang harus dipelajari dan
dari mana informasi itu harus diperoleh di
bawah bimbingan pengajar. Bimbingan
dosen yang dilakukan secara berulang-ulang
akan mendorong dan mengarahkan maha-
siswa mengajukan pertanyaan, mencari
penyelesaian terhadap masalah nyata oleh
mereka sendiri, serta belajar menyelesaikan
tugas-tugas secara mandiri dalam kehidupan
kelas (Ibrahim, M. dan Nur, M., 2004).
Hal ini juga sesuai dengan pendapat
Duch, B. J. (1996) yang menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah yang meng-
hubungkan konten dengan aplikasi dunia
nyata membantu siswa belajar tentang sains
dan dapat menerapkan pengetahuan yang
sesuai. Pembelajaran berbasis masalah tidak
dirancang untuk memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada mahasiswa.
Namun, pembelajaran berbasis masalah
diterapkan untuk mengembangkan keteram-
pilan berpikir, pengetahuan, keterampilan
pemecahan masalah dan keterampilan inte-
lektual mahasiswa, belajar pada pengalaman
nyata, dan mengembangkan keterampilan
belajar pengarahan sendiri yang efektif
(Barrows, 1996).
Simpulan
Peningkatan kreativiatas mahasiswa yang
diukur dalam penelelitian ini terdiri dari tiga
indikator, yaitu mengidentifikasi masalah
(fact finding), menemukan ide (idea finding)
dan menemukan solusi (solution finding).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh
skor tertinggi mahasiswa yang menjawab
benar pada tes awal dapat dilihat pada
indikator solution finding sebesar 62%.
Sedangkan pada tes akhir jumlah rata-rata
mahasiswa yang menjawab benar pada
setiap indikator mengalami peningkatan baik
indikator fact finding, idea finding maupun
solution finding. Skor gain yang ditunjukkan
pada masing-masing indikator baik indikator
pertama maupun indikator ketiga masing-
masing 64 % dan 62 % dengan kategori
sedang, dan pada indikator kedua sebesar 71
% dengan kategori tinggi, hal ini menun-
jukkan bahwa kemampuan mahasiswa
dalam menemukan ide (idea finding)
tergolong tinggi daripada mengidentifikasi
masalah (fact finding) dan menemukan
solusi (solution finding).
Dosen dan mahasiswa memberikan
tanggapan positif terhadap model pem-
belajaran berbasis masalah dengan pen-
dekatan inkuiri pada materi getaran dan
gelombang. Model pembelajaran berbasis
masalah memberikan pengaruh positif dalam
upaya meningkatkan keterampilan berpikir
kreatif mahasiswa. Hal ini menunjukkan
bahwa model pembelajaran berbasis
masalah dengan pendekatan inkuiri efektif
dalam mendukung pembelajaran fisika dan
dapat meningkatkan keterampilan berpikir
bagi calon guru.
Lovy Herayanti dan Habibi, Model Pembelajaran Berbasis Masalah
287
Daftar Pustaka
Barrows, H.S dan Tamblyn, R.M. (1980).
Problem Based Learning: an
Approach to Medical Education.
New York: Springer Publishing
Company, Inc.
Cheng, K., dkk. (2004). “Using Online
Homeworks Systems Enhances
Student. Learning of Physics
Concept in an Introductory Physics
Course”. American Journal of
Physics. 72 (11) 1447-1453.
Gunawan. (2008). “Model Pembelajaran
Berbasis Multimedia Interaktif
Untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep Calon Guru Pada Materi
Elastisitas”. Jurnal Penelitian
Pendidikan IPA. Vol. 2 No. 1
Herayanti, Lovy. (2009). “Model
Pembelajaran Berbasis Masalah
dengan Pendekatan Inkuiri Untuk
Meningkatkan Keterampilan Generik
Sains Mahasiswa Pada Materi Listrik
Statis”. Jurnal Penelitian Pendidikan
IPA. Vol. 3 No. 2.
Ibrahim, M dan Nur, M. (2000). Pengajaran
Berdasarkan Masalah. Surabaya:
University Press.
McDermott. (1990). “A Perspective on
Teacher Preparation in Physics and
Other Sciences”. American Journal
of Physics. Vol 58 No.8
Meyers, C. (1986). Teaching Students Think
Critically. London : Jossey-Bass
Publishers.
Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Sumaji, dkk., (1998). Pendidikan Sains yang
Humanistis. Yogyakarta: Kanisius.
Tan,Ong-Seng. (2009). Problem-based
Learning and Creativity. Singapore:
Cengage Learning Asia Pte. Ltd.
Zohar, A., (1994). “The Effect of Biology
Critical Thinking Project in The
Development of Critical thinking”.
Journal of Research in Science
Teaching 31 (2): 163-196.