Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani...

31
3 rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 MODEL PELATIHAN KETRAMPILAN USAHA TERPADU BAGI PETANI PENGGARAP LAHAN PERHUTANIDI DUSUN KAWEDEGAN, DESA BALONGGEBANG, KECAMATAN GONDANG, KABUPATEN NGANJUK SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi kehidupan masyarakat petani penggarap lahan Perhutani di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk yang selain tingkat pendidikannya masih rendah, juga tidak memiliki mata pencaharian tetap. Petani penggarap lahan Perhutani bertani ubi jalar dan palawija. Ubi jalar merupakan makanan sehat bagi penderita Diabetes Melitus (DM). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pelatihan keterampilan usaha secara terpadu sebagai upaya pemberdayaan masyarakat petani dalam mengembangkan kemampuan berwirausaha. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian dan Pengembangan. Keywords: model pelatihan terpadu, petani, pemberdayaan masyarakat Pendahuluan Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serins dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung padanya. Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja tertinggi, yaitu sebesar 44,5 persen pada tahun 2006 (BPS). Namun demikian, kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sebesar 13,3 persen. Dengan tidak seimbangnya kontribusi PDB dan jumlah tenaga kerja yang diserap, maka tingkat produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian adalah yang terendah. Bandingkan dengan sektor industri yang menyumbang 28,9 persen terhadap PDB nasional, namun hanya menyerap tenaga kerja sebesar 12,1 persen. Sebagai akibatnya, kesejahteraan rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian akan lebih rendah dibanding yang bekerja di sektor industri. Lodovicus Lasdi Widya Mandala Catholic University Surabaya Lena Elitan Widya Mandala Catholic University Surabaya Teodora Winda Mulia Widya Mandala Catholic University Surabaya Abstract. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 676 3 rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 MODEL PELATIHAN KETRAMPILAN USAHA TERPADU BAGI PETANI PENGGARAP LAHAN PERHUTANIDI DUSUN KAWEDEGAN, DESA BALONGGEBANG, KECAMATAN GONDANG, KABUPATEN NGANJUK SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi kehidupan masyarakat petani penggarap lahan Perhutani di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk yang selain tingkat pendidikannya masih rendah, juga tidak memiliki mata pencaharian tetap. Petani penggarap lahan Perhutani bertani ubi jalar dan palawija. Ubi jalar merupakan makanan sehat bagi penderita Diabetes Melitus (DM). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pelatihan keterampilan usaha secara terpadu sebagai upaya pemberdayaan masyarakat petani dalam mengembangkan kemampuan berwirausaha. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian dan Pengembangan. Keywords: model pelatihan terpadu, petani, pemberdayaan masyarakat Pendahuluan Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung padanya. Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja tertinggi, yaitu sebesar 44,5 persen pada tahun 2006 (BPS). Namun demikian, kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sebesar 13,3 persen. Dengan tidak seimbangnya kontribusi PDB dan jumlah tenaga kerja yang diserap, maka tingkat produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian adalah yang terendah. Bandingkan dengan sektor industri yang menyumbang 28,9 persen terhadap PDB nasional, namun hanya menyerap tenaga kerja sebesar 12,1 persen. Sebagai akibatnya, kesejahteraan rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian akan lebih rendah dibanding yang bekerja di sektor industri. Lodovicus Lasdi Widya Mandala Catholic University Surabaya Lena Elitan Widya Mandala Catholic University Surabaya Teodora Winda Mulia Widya Mandala Catholic University Surabaya Abstract. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 676

Transcript of Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani...

Page 1: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

MODEL PELATIHAN KETRAMPILAN USAHA TERPADU BAGI

PETANI PENGGARAP LAHAN PERHUTANIDI DUSUN

KAWEDEGAN, DESA BALONGGEBANG, KECAMATAN GONDANG,

KABUPATEN NGANJUK SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi kehidupan masyarakat petani penggarap lahan Perhutani di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk yang selain tingkat pendidikannya masih rendah, juga tidak memiliki mata pencaharian tetap. Petani penggarap lahan Perhutani bertani ubi jalar dan palawija. Ubi jalar merupakan makanan sehat bagi penderita Diabetes Melitus (DM). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pelatihan keterampilan usaha secara terpadu sebagai upaya pemberdayaan masyarakat petani dalam mengembangkan kemampuan berwirausaha. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian dan Pengembangan.

Keywords: model pelatihan terpadu, petani, pemberdayaan masyarakat

Pendahuluan

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur

pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan

perhatian secara serins dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit

hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program

pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada

kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan

tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung padanya.

Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja tertinggi, yaitu sebesar 44,5

persen pada tahun 2006 (BPS). Namun demikian, kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik

Bruto (PDB) hanya sebesar 13,3 persen. Dengan tidak seimbangnya kontribusi PDB dan jumlah

tenaga kerja yang diserap, maka tingkat produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian adalah yang

terendah. Bandingkan dengan sektor industri yang menyumbang 28,9 persen terhadap PDB nasional,

namun hanya menyerap tenaga kerja sebesar 12,1 persen. Sebagai akibatnya, kesejahteraan rumah

tangga yang bekerja di sektor pertanian akan lebih rendah dibanding yang bekerja di sektor industri.

Lodovicus Lasdi Widya Mandala Catholic University Surabaya

Lena Elitan Widya Mandala Catholic University Surabaya

Teodora Winda Mulia Widya Mandala Catholic University Surabaya

Abstract.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 676

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

MODEL PELATIHAN KETRAMPILAN USAHA TERPADU BAGI

PETANI PENGGARAP LAHAN PERHUTANIDI DUSUN

KAWEDEGAN, DESA BALONGGEBANG, KECAMATAN GONDANG,

KABUPATEN NGANJUK SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi kehidupan masyarakat petani penggarap lahan Perhutani di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk yang selain tingkat pendidikannya masih rendah, juga tidak memiliki mata pencaharian tetap. Petani penggarap lahan Perhutani bertani ubi jalar dan palawija. Ubi jalar merupakan makanan sehat bagi penderita Diabetes Melitus (DM). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pelatihan keterampilan usaha secara terpadu sebagai upaya pemberdayaan masyarakat petani dalam mengembangkan kemampuan berwirausaha. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah Penelitian dan Pengembangan.

Keywords: model pelatihan terpadu, petani, pemberdayaan masyarakat

Pendahuluan

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur

pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan

perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit

hingga kebijakan lain tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program

pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada

kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak menampung luapan

tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung padanya.

Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja tertinggi, yaitu sebesar 44,5

persen pada tahun 2006 (BPS). Namun demikian, kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik

Bruto (PDB) hanya sebesar 13,3 persen. Dengan tidak seimbangnya kontribusi PDB dan jumlah

tenaga kerja yang diserap, maka tingkat produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian adalah yang

terendah. Bandingkan dengan sektor industri yang menyumbang 28,9 persen terhadap PDB nasional,

namun hanya menyerap tenaga kerja sebesar 12,1 persen. Sebagai akibatnya, kesejahteraan rumah

tangga yang bekerja di sektor pertanian akan lebih rendah dibanding yang bekerja di sektor industri.

Lodovicus Lasdi Widya Mandala Catholic University Surabaya

Lena Elitan Widya Mandala Catholic University Surabaya

Teodora Winda Mulia Widya Mandala Catholic University Surabaya

Abstract.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 676

Page 2: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Pelaku yang menyumbang kontribusi cukup bcsar tersebut pada perekonomian nasional

adalah 24 juta rumah tangga petani, dari total 52 juta rumah tangga di seluruh Indonesia. Mereka

adalah 40 juta pekerja di antara 90 juta pekerja di seluruh Indonesia. Mayoritas dari mereka berlahan

sempit dengan rata-rata 0,3 ha. Mereka hanyalah penggarap dari lahan-lahan pertanian yang yang

sudah dimiliki orang-orang kota. Tanpa mengetahui dengan balk karakteristik dan siapa mereka

segala subsidi dan dukungan di sektor pertanian tidak dapat dinikmati. Padahal segala subsidi dan

dukungan disediakan untuk mengangkat kesejahteraan mereka.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menjelaskan dalam arah

pembangunan daerah harus selalu memanfaatkan berbagai sumber yang ada. Dalam Ketentuan

Umum pasal 2, diantaranya menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lain

dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan

sumberdaya lainnya sebagai mana diatur dalam pasal 17 meliputi : (1) kewenangan, tanggung jawab,

pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian, (2) bagi basil atas

pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya, dan (3) penyerasian lingkungan dan tata

ruang serta rehabilitasi lahan.

Pelaksanaan pembangunan subsektor tanaman pangan sebagai basil pemanfaatan sumber-

sumber dalam rangka otonomi daerah harus dapat memperkuat posisi petani, pelaku agribisnis

lainnya serta aparatur pertanian.

Pada kenyataannya walaupun terdapat keunggulan agroekosistem dari masing-masing daerah

kabupaten maupun kota, masih ada sebagian masyarakat yangtidak dapat memanfaatkan sumber-

sumber tersebut. Seperti yang dialami sebagian masyarakat petani tuna lahan yang bermata

pencaharian atau bekerja sebagai penggarap lahan kawasan hutan lindung milik Perhutani.

Kebanyakan lahan tersebut dilarang untuk dimanfaatkan dan dijadikan sumber mata pencaharian

dengan tanaman tumpang sari.

Masyarakat masih diperbolehkan menggunakan lahan Perhutani, tetapi dalam perubahan

penggunaan lahan kawasan hutan harus memperhatikan Rencana Kelola Lingkungan (RKL) yang

dikeluarkan pemerintah daerah dengan pertujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Alasan larangan

ini sejalan dengan isi pasal 19 Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan, yaitu untuk

melindungi kawasan hutan atau lahan Perhutani dari pengrusakan seperti penebangan liar- atau

penyalahgunaan lahan yang dapat menimbulkan erosi. Dalam rangka meningkatkan kinerja sektor

pertanian dengan tidak mengorbankan masyarakat, diperlukan reformasi dan revitalisasi berbagai

program kegiatan dan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan maupun pengembangan

kemampuan dari masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Pengeluaran kebijakan tentang

pengembangan jenis pertanian, perizinan dan ketentuan hukum yang kuat kepada masyarakat

penggarap perlu ditegaskan, sebagai pegangan bagi petani dalam mengolah dan menghasilkan produk

yang sesuai dengan kebutuhan atau permintaan pasar.

Hasil survey BPS 2003 menunjukkan dari 36,3 juta jiwa penduduk miskin lebih banyak

tinggal di pelosok pedesaan yang hidup sebagai petani, termasuk masyarakat nelayan dan masyarakat

yang tergantung dari mengelola lahan hutan atau masyarakat desa hutan (MDH). Kurang

maksimalnya penggunaan sumberdaya di sekitar hutan, seperti pemanfaatan sumberdaya alam dan

lingkungan bagi kepentingan masyarakat, juga turut mengakibatkan terus bertambahnya jumlah

masyarakat miskin.

Padahal potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang tersedia sangat memungkinkan untuk

dikembangkan, hanya saja dikarenakan berbagai keterbatasan kemampuan dari masyarakat dalam

mengelolanya maka potensi tersebut tidak dapat digunakan secara maksimal. Walaupun telah

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 677

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Pelaku yang menyumbang kontribusi cukup besar tersebut pada perekonomian nasional

adalah 24 juta rumah tangga petani, dari total 52 juta rumah tangga di seluruh Indonesia. Mereka

adalah 40 juta pekerja di antara 90 juta pekerja di seluruh Indonesia. Mayoritas dari mereka berlahan

sempit dengan rata-rata 0,3 ha. Mereka hanyalah penggarap dari lahan-lahan pertanian yang yang

sudah dimiliki orang-orang kota. Tanpa mengetahui dengan baik karaktcristik dan siapa mereka

segala subsidi dan dukungan di sektor pertanian tidak dapat dinikmati. Padahal segala subsidi dan

dukungan disediakan untuk mengangkat kesejahteraan mereka.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menjelaskan dalam arah

pembangunan daerah harus selalu memanfaatkan berbagai sumber yang ada. Dalam Ketentuan

Umum pasal 2, diantaranya menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lain

dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan

sumberdaya lainnya sebagai mana diatur dalam pasal 17 meliputi : (1) kewenangan, tanggung jawab,

pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian, (2) bagi basil atas

pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya, dan (3) penyerasian lingkungan dan tata

ruang serta rehabilitasi lahan.

Pelaksanaan pembangunan subsektor tanaman pangan sebagai basil pemanfaatan sumber-

sumber dalam rangka otonomi daerah harus dapat memperkuat posisi petani, pelaku agribisnis

lainnya serta aparatur pertanian.

Pada kenyataannya walaupun terdapat keunggulan agroekosistem dari masing-masing daerah

kabupaten maupun kota, masih ada sebagian masyarakat yangtidak dapat memanfaatkan sumber-

sumber tersebut. Seperti yang dialami sebagian masyarakat petani tuna lahan yang bermata

pencaharian atau bekerja sebagai penggarap lahan kawasan hutan lindung milik Perhutani.

Kebanyakan lahan tersebut dilarang untuk dimanfaatkan dan dijadikan sumber mata pencaharian

dengan tanaman tumpang sari.

Masyarakat masih diperbolehkan menggunakan lahan Perhutani, tetapi dalam perubahan

penggunaan lahan kawasan hutan harus memperhatikan Rencana Kelola Lingkungan (RKL) yang

dikeluarkan pemerintah daerah dengan pertujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Alasan larangan

ini sejalan dengan isi pasal 19 Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan, yaitu untuk

melindungi kawasan hutan atau lahan Perhutani dari pengrusakan seperti penebangan liar atau

penyalahgunaan lahan yang dapat menimbulkan erosi. Dalam rangka meningkatkan kinerja sektor

pertanian dengan tidak mengorbankan masyarakat, diperlukan reformasi dan revitalisasi berbagai

program kegiatan dan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan maupun pengembangan

kemampuan dari masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Pengeluaran kebijakan tentang

pengembangan jenis pertanian, perizinan dan ketentuan hukum yang kuat kepada masyarakat

penggarap perlu ditegaskan, sebagai pegangan bagi petani dalam mengolah dan menghasilkan produk

yang sesuai dengan kebutuhan atau permintaan pasar.

Hasil survey BPS 2003 menunjukkan dari 36,3 juta jiwa penduduk miskin lebih banyak

tinggal di pelosok pedesaan yang hidup sebagai petani, termasuk masyarakat nelayan dan masyarakat

yang tergantung dari mengelola lahan hutan atau masyarakat desa hutan (MDH). Kurang

maksimalnya penggunaan sumberdaya di sekitar hutan, seperti pemanfaatan sumberdaya alam dan

lingkungan bagi kepentingan masyarakat, juga turut mengakibatkan terus bertambahnya jumlah

masyarakat miskin.

Padahal potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang tersedia sangat memungkinkan untuk

dikembangkan, hanya saja dikarenakan berbagai keterbatasan kemampuan dari masyarakat dalam

mengelolanya maka potensi tersebut tidak dapat digunakan secara maksimal. Walaupun telah

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 677

Page 3: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

dikeluarkan kebijakan tentang hak untuk mengelola sumberdaya hutan secara mandiri kepada

masyarakat sckitar hutan, yaitu dengan dikcluarkannya kebijakan tentang HPHKM (Hak

Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan) melalui SK Menhut No 677/1998, namun pcngcluaran

kebijakan tersebut dianggap masih relatif baru, sementara kemiskinan masyarakat sckitar hutan sudah

bertambah banyak. Di sisi lain dalam SK tersebut HPHKM hanya diberikan kepada masyarakat

sckitar hutan yang terwadahi dalam bentuk koperasi dalam jangka waktu tertentu. Bagi masyarakat

sckitar hutan yang tidak masuk ke dalam anggota koperasi, dirasa kurang mendapat perhatian.

Dengan demikian, kebijakan tentang hak pengelolaan ini belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh

semua lapisan dan belum memberikan rasa aman kepada masyarakat sckitar- hutan dalam jangka

panjang.

Keterbatasan kemampuan yang dialami masyarakat sckitar- hutan adalah akibat sebelumnya

kurang diberdayakan dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM), sehingga menjadi

penyebab kemiskinan bagi petani di desa hutan. Ketidakmampuan masyarakat pedesaan yang identik

dengan kemiskinan selalu relevan dengan tingkat pendidikan, kesehatan, dan gizi sehingga

menyebabkan rendahnya produktivitas kerja. Menurut data statistik (Kompas.com), 75 persen tingkat

pendidikan petani Indonesia tidak tamat dan tamat SD, 24 persen lulus SMP dan SMA, serta hanya 1

persen lulus perguruan tinggi. Di samping itu, selain rendahnya tingkat pendidikan, ketidakmampuan

yang dalami masyarakat juga diakibatkan dari dampak kebijakan pemerintah tentang pembangunan

pertanian secara umum dan pembangunan pedesaan yang kurang berpihak pada petani dan komunitas

desa. Keadaan semacam ini menyebabkan bertambahnya kantong-kantong kemiskinan di hampir

semua daerah atau propinsi di Indonesia, termasuk propinsi Jawa Timur.

Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi terbanyakdi Pulau Jawa dan di Indonesia. Data Biro

Pusat Statistik menunjukkan selama tiga tahun berturut-turut dari 2007 sampai dengan 2009, provinsi

Jawa Timur termasuk dalam lima provinsi dengan penduduk miskin terbanyak di Pulau Jawa.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi di Pulau Jawa (dalam ribuan)

PROVINSI 2007 2008 2009

DKI Jakarta 405,7 379,6 323,2

Jawa Barat 5.457,9 5.322,4 4.983,6

Jawa Tengah 6.557,2 6.189,6 5.725,7

DI Yogyakarta 886,2 616,3 585,8

Jawa Timur 7.155,3 6.651,3 6.022,6

Banten 886,2 816,7 788,1

Sumber: BPS, SUSENAS, 2009.

BPS (2009) membagi kabupaten di Indonesia berdasar- kantong-kantong kemiskinan ke dalam

tiga kategori, kelompok satu artinya kabupaten dengan keluarga sangat miskin, kelompok dua artinya

kabupaten dengan keluargamiskin, dan kelompok tiga artinya kabupaten dengan keluarga miskin.

Kabupaten Nganjuk yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Timur, termasuk kelompok dua.

Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, merupakan salah satu kantong

kemiskinan di Kabupaten Nganjuk. Desa tersebut merupakan sebuah dusun kecil di tepi hutan jati.

Kondisi tanahnya kurang subur dan banyak mengandung kapur. Tanah-tanah pertanian sangat

mengandalkan hujan. Jika tidak, maka pengairan untuk pertanian dilakukan dengan membeli air pada

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 678

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

dikeluarkan kebijakan tentang hak untuk mengelola sumberdaya hutan secara mandiri kepada

masyarakat sekitar hutan, yaitu dengan dikeluarkannya kebijakan tentang HPHKM (Hak

Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan) melalui SK Menhut No 677/1998, namun pengeluaran

kebijakan tersebut dianggap masih relatif baru, sementara kemiskinan masyarakat sekitar hutan sudah

bertambah banyak. Di sisi Iain dalam SK tersebut HPHKM hanya diberikan kepada masyarakat

sekitar hutan yang terwadahi dalam bentuk koperasi dalam jangka waktu tertentu. Bagi masyarakat

sekitar hutan yang tidak masuk ke dalam anggota koperasi, dirasa kurang mendapat perhatian.

Dengan demikian, kebijakan tentang hak pengelolaan ini belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh

semua lapisan dan belum memberikan rasa aman kepada masyarakat sekitar hutan dalam jangka

panjang.

Keterbatasan kemampuan yang dialami masyarakat sekitar hutan adalah akibat sebelumnya

kurang diberdayakan dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM), sehingga menjadi

penyebab kemiskinan bagi petani di desa hutan. Ketidakmampuan masyarakat pedesaan yang identik

dengan kemiskinan selalu relevan dengan tingkat pendidikan, kesehatan, dan gizi sehingga

menyebabkan rendahnya produktivitas kerja. Menurut data statistik (Kompas.com), 75 persen tingkat

pendidL:an petani Indonesia tidak tamat dan tamat SD, 24 persen lulus SMP dan SMA, serta hanya 1

persen lulus perguruan tinggi. Di samping itu, selain rendahnya tingkat pendidikan, ketidakmampuan

yang dalami masyarakat juga diakibatkan dari dampak kebijakan pemerintah tentang pembangunan

pertanian secara umum dan pembangunan pedesaan yang kurang berpihak pada petani dan komunitas

desa. Keadaan semacam ini menyebabkan bertambahnya kantong-kantong kemiskinan di hampir

semua daerah atau propinsi di Indonesia, termasuk propinsi Jawa Timur.

Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi terbanyakdi Pulau Jawa dan di Indonesia. Data Biro

Pusat Statistik menunjukkan selama tiga tahun berturut-turut dari 2007 sampai dengan 2009, provinsi

Jawa Timur termasuk dalam lima provinsi dengan penduduk miskin terbanyak di Pulau Jawa.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin Provinsi di Pulau Jawa (dalam ribuan)

PROVINSI 2007 2008 2009

DKI Jakarta 405,7 379,6 323,2

Jawa Barat 5.457,9 5.322,4 4.983,6

Jawa Tengah 6.557,2 6.189,6 5.725,7

DIYogyakarta 886,2 616,3 585,8

Jawa Timur 7.155,3 6.651,3 6.022,6

Banten 886,2 816,7 788,1

Sumber: BPS, SUSENAS, 2009.

BPS (2009) membagi kabupaten di Indonesia berdasar kantong-kantong kemiskinan ke dalam

tiga kategori, kelompok satu artinya kabupaten dengan keluarga sangat miskin, kelompok dua artinya

kabupaten dengan keluargamiskin, dan kelompok tiga artinya kabupaten dengan keluarga miskin.

Kabupaten Nganjuk yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Timur, termasuk kelompok dua.

Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, merupakan salah satu kantong

kemiskinan di Kabupaten Nganjuk. Desa tersebut merupakan sebuah dusun kecil di tepi hutan jati.

Kondisi tanahnya kurang subur dan banyak mengandung kapur. Tanah-tanah pertanian sangat

mengandalkan hujan. Jika tidak, maka pengairan untuk pertanian dilakukan dengan membeli air pada

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 678

Page 4: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

pemilik sumur-sumur bor, itu berarti hal ini hanya bisa dilakukan oleh petani-petani yang mempunyai

cukup modal. Tanaman pertanian yang dikembangkan di sini antara lain padi, ubi jalar, jagung,

lombok, bawang merah, melon dan palawija.

Masyarakat desa tersebut memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Selain karcna biaya,

kesadaran akan pentingnya pendidikan juga masih sangat kurang. Sebagian bcsar masyarakat adalah

buta huruf, bukan hanya para orang tua, generasi mudanya pun masih ada yang buta huruf. Kalau pun

ada yang sekolah, paling tinggi hanya lulus Sekolah Dasar. Kehidupan perekonomian masyarakat

berada di bawah garis kemiskinan dan pada umumnya bekerja sebagai buruh tani, pcncari kayu bakar

dan daun jati di hutan. Hanya sebagian kecil saja yang memiliki lahan pertanian sendiri, dan itu pun

hanya sepetak kecil. Sementara masyarakat yang merantau ke kota, bekerja sebagai buruh pabrik dan

pembantu rumah tangga. Kondisi seperti ini tentu disebabkan karena kemiskinan, rendahnya tingkat

pendidikan, dan tidak adanya keterampilan khusus yang mereka miliki.

Dari berbagai keterbatasan sumberdaya sckitar hutan sebagaimana ungkapkan diatas,

globalisasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi pada kenyataannya telah menjadi ancaman serius

bagi usaha pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Walaupun disadari pula

menjadi peluang jika dapat diwujudkan suatu pembinaan kepada masyarakat seperti melalui pelatihan

keterampilan secara texpadu dari berbagai elemen. Kegiatan pelatihan keterampilan secara texpadu

akan mampu membantu masyarakat dalam menemukan mata pencaharian dan kemampuan

berwirausaha sesuai potensi lingkungan untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani.

Penelitian-penelitian terdahulu yang telah melakukan investigasi terkait pelatihan petani

dalam upaya pemberdayaan masyarakat menunjukkan perlunya sebuah model pelatihan ketrampilan

usaha terpadu berbasis kewirausahaan. Penelitian Sukarta (2010) tentang pengaruh lingkungan, sifat

kewirausahaan, dan motivasi wirausaha terhadap pembelajaran wirausaha serta kinerja usaha.

Penelitian ini dilakukan pada usaha peternak ay am ras pedaging di Kabupaten Tabanan. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran wirausaha dan pertumbuhan usaha dipengaruhi

secara langsung dan signifikan oleh motivasi usaha, pembelajaran wirausaha memberikan pengaruh

secara langsung kepada kinerja usaha.

Penelitian Udayani (2010) tentang hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keberhasilan

usaha agribisnis (kasus pada usaha peternakan ayam ras pedaging di Bali). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara jiwa kewirausahaan dengan kemampuan

penerapan usaha agribisnis. Saputro (2009) meneliti tentang karakteristik wirausaha peternak

kambing perah di kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik

wirausaha yang paling menonjol adalah keberanian mengambil risiko, mandiri, dan kepemimpinan.

Sudirman (2005) dan Anwar (2004) yang meneliti tentang pengaruh ketrampilan usaha terpadu bagi

pemberdayaan masyarakat memberikan hasil bahwa pelatihan tersebut mampu memberdayakan

masyarakat, meningkatkan penghasilan keluarga, dan mengurangi angka pengangguran.

1. Kajian Literatur

A. Arti, Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Banyak ahli berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat pelatihan. Namun dari berbagai

pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan

pelatihan sebagai proses pendidikan j angka pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang

sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan

yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Moekijat (1993:3) juga menyatakan bahwa "pelatihan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 679

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

pemilik sumur-sumur bor, itu berarti hal ini hanya bisa dilakukan oleh petani-petani yang mempunyai

cukup modal. Tanaman pertanian yang dikembangkan di sini antara Iain padi, ubi jalar, jagung,

lombok, bawang merah, melon dan palawija.

Masyarakat desa tersebut memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Selain karena biaya,

kesadaran akan pentingnya pendidikan juga masih sangat kurang. Sebagian besar masyarakat adalah

buta huruf, bukan hanya para orang tua, generasi mudanya pun masih ada yang buta huruf. Kalau pun

ada yang sekolah, paling tinggi hanya lulus Sekolah Dasar. Kehidupan perekonomian masyarakat

berada di bawah garis kemiskinan dan pada umumnya bekerja sebagai buruh tani, pencari kayu bakar

dan daun jati di hutan. Hanya sebagian kecil saja yang memiliki lahan pertanian sendiri, dan itu pun

hanya sepetak kecil. Sementara masyarakat yang merantau ke kota, bekerja sebagai buruh pabrik dan

pembantu rumah tangga. Kondisi seperti ini tentu disebabkan karena kemiskinan, rendahnya tingkat

pendidikan, dan tidak adanya keterampilan khusus yang mereka miliki.

Dari berbagai keterbatasan sumberdaya seki ar hutan sebagaimana ungkapkan diatas,

globalisasi dalam berbagai aspek sosial ekonomi pada kenyataannya telah menjadi ancaman serius

bagi usaha pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Walaupun disadari pula

menjadi peluang jika dapat diwujudkan suatu pembinaan kepada masyarakat seperti melalui pelatihan

keterampilan secara terpadu dari berbagai elemen. Kegiatan pelatihan keterampilan secara teipadu

akan mampu membantu masyarakat dalam menemukan mata pencaharian dan kemampuan

berwirausaha sesuai potensi lingkungan untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani.

Penelitian-penelitian terdahulu yang telah melakukan investigasi terkait pelatihan petani

dalam upaya pemberdayaan masyarakat menunjukkan perlunya sebuah model pelatihan ketrampilan

usaha terpadu berbasis kewirausahaan. Penelitian Sukarta (2010) tentang pengaruh lingkungan, sifat

kewirausahaan, dan motivasi wirausaha terhadap pembelajaran wirausaha serta kinerja usaha.

Penelitian ini dilakukan pada usaha peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Tabanan. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran wirausaha dan pertumbuhan usaha dipengaruhi

secara langsung dan signifikan oleh motivasi usaha, pembelajaran wirausaha memberikan pengaruh

secara langsung kepada kinerja usaha.

Penelitian Udayani (2010) tentang hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keberhasilan

usaha agribisnis (kasus pada usaha peternakan ayam ras pedaging di Bali). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara jiwa kewirausahaan dengan kemampuan

penerapan usaha agribisnis. Saputro (2009) meneliti tentang karakteristik wirausaha peternak

kambing perah di kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik

wirausaha yang paling menonjol adalah keberanian mengambil risiko, mandiri, dan kepemimpinan.

Sudirman (2005) dan Anwar (2004) yang meneliti tentang pengaruh ketrampilan usaha terpadu bagi

pemberdayaan masyarakat memberikan hasil bahwa pelatihan tersebut mampu memberdayakan

masyarakat, meningkatkan penghasilan keluarga, dan mengurangi angka pengangguran.

1. Kajian Literatur

A. Arti, Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Banyak ahli berpendapat tentang arti, tujuan dan manfaat pelatihan. Namun dari berbagai

pendapat tersebut pada prinsipnya tidak jauh berbeda. Sikula dalam Sumantri (2000:2) mengartikan

pelatihan sebagai proses pendidikan j angka pendek yang menggunakan car a dan prosedur yang

sistematis dan terorganisir. Para peserta pelatihan akan mempelajari pengetahuan dan keterampilan

yang sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Moekijat (1993:3) juga menyatakan bahwa "pelatihan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 679

Page 5: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

adalah suatu bagian pendidikan yang menyangkut proses bclajar untuk memperoleh dan

meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat

dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada tcori". Pemyataan ini didukung

Yoder (1962:368) yang mendefinisikan kalau kegiatan pelatihan sebagai upaya mendidik dalam arti

sempit, terutama dilakukan dengan cara instruksi, berlatih, dan sikap disiplin.

Pada kajian penelitian ini kita akan memfokuskan makna pelatihan. Pelatihan mengandung

makna yang lebih khusus (spesifik), dan berhubungan dengan pekerjaan/tugas yang dilakukan

seseorang. Sedangkan yang dimaksudkan praktis adalah, bahwa responden yang sudah dilatihkan

dapat diaplikasikan dengan segera sehingga harus bersifat praktis (Tjiptono dkk., 1996).

Definisi pelatihan menurut Center for Development Management and Productivity adalah

bclajar untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada

dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk menguasai

keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan

mereka.

Antara pendidikan dengan pelatihan sulit untuk menarik batasan yang tegas, karena baik

pendidikan umum maupun pelatihan merupakan suatu proses kegiatan pembelajaran yang

mentransfer pengetahuan dan keterampilan dari sumber kepada penerima. Walaupun demikian

perbedaan keduanya akan terlihat dari tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut.

Pendidikan umum (formal) menurut Halim dan Ali (1993:3) selalu berkaitan dengan mata pelajaran

secara konsep dan sifatnya teoritis dan merupakan pengembangan sikap dan falsafah pribadi

seseorang. Bila pelatihan lebih menitik beratkan pada kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki

kinerja dalam menjalankan tugas, maka pendidikan lebih menitikberatkan pada pengembangan

pengetahuan dan pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan. Pada bagian lain dijelaskannya

bahwa pelatihan lebih dikaitkan dengan kekhususan mengajar, fakta pandangan yang terbatas kepada

keterampilan yang bersifat motorik dan mekanistik.

Perbedaan yang nyata dengan pendidikan, diketahui bahwa pendidikan pada umumnya

bersifat filosofis, teoritis, bersifat umum, dan memiliki rentangan waktu bclajar yang relatif lama

dibandingkan dengan suatu pelatihan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pembelajaran,

mengandung makna adanya suatu proses bclajar yang melekat terhadap diri seseorang. Pembelajaran

terjadi karena adanya orang yang bclajar dan sumber bclajar yang tersedia. Dalam arti pembelajaran

merupakan kondisi seseorang atau kelompok yang melakukan proses bclajar.

Dalam suatu organisasi, lembaga atau perusahaan, pelatihan dianggap sebagai suatu terapi

yang dapat memecahkan permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kinerja dan

produktifitas organisasi, lembaga atau perusahaan. Pelatihan dikatakan sebagai terapi, karena melalui

kegiatan pelatihan para karyawan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya

sehingga dapat memberikan konstribusi yang tinggi terhadap produktivitas organisasi. Dengan

meningkatnya pengetahuan dan keterampilan sebagai hasilpelatihan maka karyawan akan semakin

matang dalam menghadapi semua perubahan dan perkembangan yang dihadapi organisasi.

Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan,

keahlian/ keterampilan (skill), pengalaman, dan sikap peserta pelatihan tentang bagaimana

melaksanakan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Simamora

(1995:287) yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang

untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seorang individu

atau kelompok dalam menjalankan tugas tertentu.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 680

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

adalah suatu bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan

meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat

dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori". Pemyataan ini didukung

Yoder (1962:368) yang mendefinisikan kalau kegiatan pelatihan sebagai upaya mendidik dalam arti

sempit, terutama dilakukan dengan cara instruksi, berlatih, dan sikap disiplin.

Pada kajian penelitian ini kita akan memfokuskan makna pelatihan. Pelatihan mengandung

makna yang lebih khusus (spesifik), dan berhubungan dengan pekerjaan/tugas yang dilakukan

seseorang. Sedangkan yang dimaksudkan praktis adalah, bahwa responden yang sudah dilatihkan

dapat diaplikasikan dengan segera sehingga harus bersifat praktis (Tjiptono dkk., 1996).

Definisi pelatihan menurut Center for Development Management and Productivity adalah

belajar untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada

dasamya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk menguasai

keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan

mereka.

Antara pendidikan dengan pelatihan sulit untuk menarik batasan yang tegas, karena baik

pendidikan umum maupun pelatihan merupakan suatu proses kegiatan pembelajaran yang

mentransfer pengetahuan dan keterampilan dari sumber kepada penerima. Walaupun demikian

perbedaan keduanya akan terlihat dari tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut.

Pendidikan umum (formal) menurut Halim dan Ali (1993:3) selalu berkaitan dengan mata pelajaran

secara konsep dan sifatnya teoritis dan merupakan pengembangan sikap dan falsafah pribadi

seseorang. Bila pelatihan lebih menitik beratkan pada kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki

kinerja dalam menjalankan tugas, maka pendidikan lebih menitikberatkan pada pengembangan

pengetahuan dan pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan. Pada bagian lain dijelaskannya

bahwa pelatihan lebih dikaitkan dengan kekhususan mengajar, fakta pandangan yang terbatas kepada

keterampilan yang bersifat motorik dan mekanistik.

Perbedaan yang nyata dengan pendidikan, diketahui bahwa pendidikan pada umumnya

bersifat filosofis, teoritis, bersifat umum, dan memiliki rentangan waktu belajar yang relatif lama

dibandingkan dengan suatu pelatihan. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pembelajaran,

mengandung makna adanya suatu proses belajar yang melekat terhadap diri seseorang. Pembelajaran

terjadi karena adanya orang yang belajar dan sumber belajar yang tersedia. Dalam arti pembelajaran

merupakan kondisi seseorang atau kelompok yang melakukan proses belajar.

Dalam suatu organisasi, lembaga atau perusahaan, pelatihan dianggap sebagai suatu terapi

yang dapat memecahkan permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kinerja dan

produktifitas organisasi, lembaga atau perusahaan. Pelatihan dikatakan sebagai terapi, karena melalui

kegiatan pelatihan para karyawan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya

sehingga dapat memberikan konstribusi yang tinggi terhadap produktivitas organisasi. Dengan

meningkatnya pengetahuan dan keterampilan sebagai hasilpelatihan maka karyawan akan semakin

matang dalam menghadapi semua perubahan dan perkembangan yang dihadapi organisasi.

Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan,

keahlian/ keterampilan (skill), pengalaman, dan sikap peserta pelatihan tentang bagaimana

melaksanakan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Simamora

(1995:287) yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang

untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seorang individu

atau kelompok dalam menjalankan tugas tertentu.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 680

Page 6: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Dalam pengembangan masyarakat, pelatihan diberikan sebagai upaya untuk meningkatkan

kemampuan dan warga masyarakat dalam menghadapi tuntutan maupun perubahan lingkungan

sckitarnya. Pemberian pelatihan bag! masyarakat bertujuan untuk memberdayakan, sehingga warga

masyarakat menjadi berdaya dan dapat berpartisipasi aktif pada proses perubahan. Pelatihan dapat

membantu orang atau masyarakat untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang telah

dimiliki. Dengan pelatihan juga dapat menimbulkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan bekerja

masyarakat, perubahan sikap terhadap pekerjaan, serta dalam informasi dan pengetahuan yang

mereka terapkan dalam pekerjaannya schari-hari.

Kegiatan pelatihan dapat terjadi apabila seseorang atau masyarakat menyadari perlunya

mengembangkan potensi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan maupun kepuasan hidupnya,

oleh sebab itu diperlukan kegiatan pemberdayaan. Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai upaya

melepaskan belenggukemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi dan keterbelakangan melalui

pendidikan. Kegiatan pemberdayaan yang dilakukan melalui pelatihan bertujuan untuk memperkuat

posisi seseorang melalui penumbuhan kesadaran dan kemampuan individu yang bersangkutan,

mengidentifikasi persoalan yang dihadapi dan memikirkan langkah-langkah mengatasinya. Inti dari

kegiatan pemberdayaan adalah motivasi untuk memahami kondisidan situasi kerja sehari-hari serta

menumbuhkan kemampuan dan keberanian mereka untuk bersikap kritis terhadap kondisi yang

mereka hadapi, sehingga kuncinya adalah membangun partisipasi.

Jacius (1968) dalam Moekijat (1991), mengemukakan ""istilah pelatihanmenunjukkan suatu

proses peningkatan sikap, kemampuan, dan kecakapan dari para pekerja untuk menyelenggarakan

pekeqaan secara khusus". Ungkapan ini menunjukkan kalau kegiatan pelatihan merupakan proses

membantu peserta belajar untuk memperoleh keefektifan dalam melakukan pekerjaan mereka baik

pada saat sekarang maupun masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan pikiran dan

tindakan-tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap-sikap. Kegiatan pelatihan juga dilakukan

dalam upaya memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam aktivitas pekerjaan sehari-

hari dan mengantisipasi kemungkinan permasalahan yang terjadi dimasa yang akan datang. Hal ini

sejalan dengan pandangan Soenanto dalam Moekijat (1993:4) bahwa pelatihan adalah kegiatan

belajar- untuk mengubah rencana orang dalam

melakukan pekerjaan. Penyelenggaraan pelatihan yang baik dan optimal akan meningkatkan

kemampuan peserta pelatihan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam menjalankan tugas serta

dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja.

Memperhatikan pengertian tersebut, ternyata tujuan pelatihan tidak hanya untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, akan tetapi juga untuk mengembangkan

bakat seseorang, sehingga dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Moekijat

(1993: 2) menjelaskan tujuan umum pelatihan sebagai berikut : (1) untuk mengembangkan keahlian,

sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk

mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk

mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai

dan dengan manajemen (pimpinan).

Dengan demikian pelatihan dimaksudkan dalam pengertian yang lebih luas, dan tidak terbatas

semata-mata hanya untuk mengembangkan keterampilan dan bimbingan saja. Pelatihan diberikan

dengan harapan warga masyarakat dapatmelaksanakan pekerjaannya dengan baik. Masyarakat yang

telah mengikuti pelatihan dengan baik biasanya akan memberikan basil pekerjaan lebih banyak dan

baik pula dari pada masyarakat yang tidak mengikuti pelatihan.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 681

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Dalam pengembangan masyarakat, pelatihan diberikan sebagai upaya untuk meningkatkan

kemampuan dari warga masyarakat dalam menghadapi tuntutan maupun perubahan lingkungan

sekitamya. Pemberian pelatihan bagi masyarakat bertujuan untuk memberdayakan, sehingga warga

masyarakat menjadi berdaya dan dapat berpartisipasi aktif pada proses perubahan. Pelatihan dapat

membantu orang atau masyarakat untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang telah

dimiliki. Dengan pelatihan juga dapat menimbulkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan bekerja

masyarakat, perubahan sikap terhadap pekerjaan, serta dalam informasi dan pengetahuan yang

mereka terapkan dalam pekerjaannya sehari-hari.

Kegiatan pelatihan dapat terjadi apabila seseorang atau masyarakat menyadari perlunya

mengembangkan potensi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan maupun kepuasan hidupnya,

oleh sebab itu diperlukan kegiatan pemberdayaan. Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai upaya

melepaskan belenggukemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi dan keterbelakangan melalui

pendidikan. Kegiatan pemberdayaan yang dilakukan melalui pelatihan bertujuan untuk memperkuat

posisi seseorang melalui penumbuhan kesadaran dan kemampuan individu yang bersangkutan,

mengidentifikasi persoalan yang dihadapi dan memikirkan langkah-Iangkah mengatasinya. Inti dari

kegiatan pemberdayaan adalah motivasi untuk memahami kondisidan situasi kerja sehari-hari serta

menumbuhkan kemampuan dan keberanian mereka untuk bersikap kritis terhadap kondisi yang

mereka hadapi, sehingga kuncinya adalah membangun partisipasi.

Jacius (1968) dalam Moekijat (1991), mengemukakan "istilah pelatihanmenunjukkan suatu

proses peningkatan sikap, kemampuan, dan kecakapan dari para pekerja untuk menyelenggarakan

pekeqaan secara khusus". Ungkapan ini menunjukkan kalau kegiatan pelatihan merupakan proses

membantu peserta belajar untuk memperoleh keefektifan dalam melakukan pekerjaan mereka baik

pada saat sekarang maupun masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan pikiran dan

tindakan-tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap-sikap. Kegiatan pelatihan juga dilakukan

dalam upaya memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam aktivitas pekerjaan sehari-

hari dan mengantisipasi kemungkinan permasalahan yang terjadi dimasa yang akan datang. Hal ini

sejalan dengan pandangan Soenanto dalam Moekijat (1993:4) bahwa pelatihan adalah kegiatan

belajar untuk mengubah rencana orang dalam

melakukan pekerjaan. Penyelenggaraan pelatihan yang baik dan optimal akan meningkatkan

kemampuan peserta pelatihan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam menjalankan tugas serta

dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja.

Memperhatikan pengertian tersebut, ternyata tujuan pelatihan tidak hanya untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, akan tetapi juga untuk mengembangkan

bakat seseorang, sehingga dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Moekijat

(1993: 2) menjelaskan tujuan umum pelatihan sebagai berikut: (1) untuk mengembangkan keahlian,

sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk

mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk

mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai

dan dengan manajemen (pimpinan).

Dengan demikian pelatihan dimaksudkan dalam pengertian yang lebih luas, dan tidak terbatas

semata-mata hanya untuk mengembangkan keterampilan dan bimbingan saja. Pelatihan diberikan

dengan harapan warga masyarakat dapatmelaksanakan pekerjaannya dengan baik. Masyarakat yang

telah mengikuti pelatihan dengan baik biasanya akan memberikan basil pekerjaan lebih banyak dan

baik pula dari pada masyarakat yang tidak mengikuti pelatihan.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 681

Page 7: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Selain pengertian dan tujuan sebagaimana dikemukakan di atas pelatihan juga memiliki

sejumlah manfaat, seperti yang dikemukakan Siagian (1985: 183-185) mengemukakan 10 manfaat

yang dapat dipetik oleh pegawai atau karyawan dari kegiatan pelatihan sebagai berikut:

a. Membantu pegawai membuat keputusan yang lebih baik,

b. Meningkatkan kemampuan para pekerja menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya,

c. Terjadinya interaksi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional,

d. Timbulnya dorongan dalam diri pekerja untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya,

e. Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi; strees, frustrasi, dan konflik yang pada

gilirannya memperbesar rasa percaya diri sendiri

f. Tersedianya informasi berbagai program yang dapat dimanfaatkan para pegawai dalam rangka

pertumbuhan secara teknikal dan intelektual.

g. Meningkatkan kepuasan kerj a

h. Semakin bcsar pengakuan atas kemampuan seseorang

i. Makin besarnya tekad pekerja untuk lebih mandiri

j. Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.

Sedangkan bagi kelompok masyarakat kegiatan pelatihan yang diberikan dapat memberikan beberapa

manfaat, diantaranya:

a. Membantu masyarakat mempercepat pemenuhan kebutuhan sebagai upaya memperbaiki tarap

hidup

b. Memperbaiki sikap-sikap agar mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan serta dapat

membuat keputusan dengan baik dan benar.

c. Meningkatkan motivasi untuk be 1 ajar, dan senantiasa agar bersedia untuk mengembangkan

pengetahuan dan kemampuannya

d. Menumbuhkan rasa percaya diri dan solidaritas yang tinggi di antara sesama masyarakat.

Dalam pengembangan sumberdaya manusia, jelas pelatihan mutlak diperlukan. Kemutlakan

itu tergambar pada berbagai jenis manfaat yang dapat diambil dari padanya, baik bagi organisasi,

karyawan, individu maupun masyarakat. Manfaat juga akan dirasakan bagi penumbuhan dan

pemeliharaan hubungan yang serasi baik dalam kelompok kerj a maupun antara peserta dalam

kelompok yang semuanya bermuara pada peningkatan produktifitas. Dengan peningkatan dan

berkembangnya kemampuan masyarakat, diharapkan akan dapat memenuhi kepuasan dalam

hidupnya.

B. Pendekatan Pelatihan

Friedman dan Yarbrough (1985) dalam buku "Trainingstratcgics" mengungkapkan bahwa:

dalam pelaksanaan pelatihan dapatditelusuri dari dimensi langkah-langkahnya, pelatih dan

metodenya. Prosespelatihan secara umum dilakukan melalui dua pendekatan yaitu;

pendekatanmenerima (receptive) yang digunakan sebagai fase diagnostik atau lebihdikenal dengan

sebutan pendekatan "bottom-up", dan pendekatan instmksi(directive) yang digunakan sebagai fase

instruksional atau disebut denganpendekatan "top-down", Kedua pendekatan ini mempunyai

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 682

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Selain pengertian dan tujuan sebagaimana dikemukakan di atas pelatihan juga memiliki

sejumlah manfaat, seperti yang dikemukakan Siagian (1985: 183-185) mengemukakan 10 manfaat

yang dapat dipetik oleh pegawai atau karyawan dari kegiatan pelatihan sebagai berikut:

a. Membantu pegawai membuat keputusan yang lebih baik,

b. Meningkatkan kemampuan para pekerja menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya,

c. Terjadinya interaksi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional,

d. Timbulnya dorongan dalam diri pekerja untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya,

e. Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi; strees, frustrasi, dan konflik yang pada

gilirannya memperbesar rasa percaya diri sendiri

f. Tersedianya informasi berbagai program yang dapat dimanfaatkan para pegawai dalam rangka

pertumbuhan secara teknikal dan intelektual.

g. Meningkatkan kepuasan kerj a

h. Semakin besar pengakuan atas kemampuan seseorang

i. Makin besamya tekad pekerja untuk lebih mandiri

j. Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.

Sedangkan bagi kelompok masyarakat kegiatan pelatihan yang diberikan dapat memberikan beberapa

manfaat, diantaranya:

a. Membantu masyarakat mempercepat pemenuhan kebutuhan sebagai upaya memperbaiki tarap

hidup

b. Memperbaiki sikap-sikap agar mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan serta dapat

membuat keputusan dengan baik dan benar.

c. Meningkatkan motivasi untuk belajar, dan senantiasa agar bersedia untuk mengembangkan

pengetahuan dan kemampuannya

d. Menumbuhkan rasa percaya diri dan solidaritas yang tinggi di antara sesama masyarakat.

Dalam pengembangan sumberdaya manusia, jelas pelatihan mutlak diperlukan. Kemutlakan

itu tergambar pada berbagai jenis manfaat yang dapat diambil dari padanya, baik bagi organisasi,

karyawan, individu maupun masyarakat. Manfaat juga akan dirasakan bagi penumbuhan dan

pemeliharaan hubungan yang serasi baik dalam kelompok kerj a maupun antara peserta dalam

kelompok yang semuanya bermuara pada peningkatan produktifitas. Dengan peningkatan dan

berkembangnya kemampuan masyarakat, diharapkan akan dapat memenuhi kepuasan dalam

hidupnya.

B. Pendekatan Pelatihan

Friedman dan Yarbrough (1985) dalam buku "Trainingstrategies mengungkapkan bahwa:

dalam pelaksanaan pelatihan dapatditelusuri dari dimensi langkah-langkahnya, pelatih dan

metodenya. Prosespelatihan secara umum dilakukan melalui dua pendekatan yaitu;

pendekatanmenerima (receptive) yang digunakan sebag ii fase diagnostik atau lebihdikenal dengan

sebutan pendekatan "bottom-up", dan pendekatan instmksi(directive) yang digunakan sebagai fase

instruksional atau disebut denganpendekatan "top-down", Kedua pendekatan ini mempunyai

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 682

Page 8: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

kepentinganyang sama sesuai dengan fungsinya, serta digunakan untuk saling melengkapi. Dua hal

yang perlu diperhatikan dalam menyeimbangkan keduapendekatantersebut dalam suatu pelatihan,

yaitu dengan mengetahui situasipenggunaan masing-masingpendekatan dan mengetahui bagaimana

mengimplementasikannya.

Pada tahap pertama dalam setiap tugas pelatihanadalah diagnosis situasi dengan mencoba

merespon pernyataan-pernyataan tentang status quo (keadaan sekarang), perbedaan antara penlaku

seseorangdan prilaku yang diharapkan terjadi pada peserta pelatihan, tujuan-tujuanpelatihanyang

bersifat realistik, dan metode yang dipergunakan untukmencapai tujuaninstruksional. Tahapan

berikutnya adalah implementasidengan mengunakanpendekatan direktif, yang dalam hal ini

programpelatihan diwujudkan dalampraktek. Sekuensi receptive dan directivemerupakan suatu siklus

dan dapatberulang dalam suatu progr am pelatihan.

Masyarakat sebagai peserta pelatihan adalah tergolong orang dewasa, oleh sebab itu prinsip-

prinsip yang diterapkan dalam proses pelatihannya harus mengacu kepada prinsip pembelajaran orang

dewasa. Dalam pembelajaran orang dewasa (andragogy) Knowles (1980:41) menjelaskan tentang

konsep andragogi dengan "the art and science of helping adults learn", yaitu seni dan ilmu dalam

membantu orang dewasa be 1 ajar. Menurut Knowles (1980:45-54) proses pembelajaran orang dewasa

pada dasarnya menggunakan beberapa asumsi:

a. Orang dewasa telah memiliki konsep diri, dan tidak mudah untuk menerima konsep yang dating

dari luar dirinya, sehingga dalam proses pelatihannya perlu memperhatikan ; (1) iklim belajarnya

perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa, (2) warga belajar perlu dilibatkan dalam

mendiagnosis kebutuhan belajarnya, (3) warga belajar- perlu dilibatkan dalam proses

perencanaan belajarnya, (4) proses belajarnya merupakan tanggung jawab bersama antara

sumber belajar- dengan warga belajar-, dan (5) evaluasi pembelajarannya ditekankan pada

evaluasi diri sendiri.

b. Orang dewasa telah memiliki pengalaman, dan berbeda-beda sehingga; (1) proses

pembelajarannya lebih ditekankan pada teknik yang sifatnya menyadap pengalaman mereka, (2)

proses pembelajarannya lebih ditekankan pada aplikasi praktis.

c. Orang dewasa memiliki masa kesiapan belajar- seirama dengan adanya peran sosial yang mereka

tampilkan. Peran ini akan berubah sejalan dengan perubahan usianya sehingga dalam proses

pembelajarannya; (1) urutan program belajar- perlu disusun berdasarkan urutan logik mata

pelajaran, dan (2) dengan adanya konsep mengenai tugas-tugas pekembangan pada orang dewasa

akan memberikan petunjuk dalam belajar- secara kelompok.

d. Orang dewasa memiliki perspektif waktu dan orientasi belajar-, sehingga cenderung memiliki

perspektif untuk secepatnya untuk mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. Sehingga dalam

proses pembelajarnnya; (1) sumber belajar berperan sebagai pemberi bantuan kepada warga

belajar-, dan (2) kurikulum tidak berorientasi pada mata pelajaran ,tetapi berorientasi pada

Dari beberapa pendekatan yang ada, penyelenggaraan pelatihan ini lebih mengedepankan

untuk menggunakan pendekatan partisipatif, walaupun ada beberapa uraian yang memiliki kesamaan

dengan pendekatan yang lain. Dengan pendekatan partisipatif, pendekatan lain juga akan lebih mudah

untuk diadaptasikan, karena dengan pendekatan partisipatif masyarakat sebagai peserta pelatihan

tidak akan merasa tersinggung atau dipaksa bila diperintah dan akan dengan senang hati untuk

menerima. Pendekatan ini akan lebih efektif karena sebagaimana diungkapkan sebelumnya bahwa

yang menjadi sasaran utamanya adalah masyarakat orang dewasa yang pada umumnya sudah banyak

masalah.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 683

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

kepentinganyang sama sesuai dengan fungsinya, serta digunakan untuk saling melengkapi. Dua hal

yang perlu diperhatikan dalam menyeimbangkan keduapendekatantersebut dalam suatu pelatihan,

yaitu dengan mengetahui situasipenggunaan masing-masingpendekatan dan mengetahui bagaimana

mengimplementasikannya.

Pada tahap pertama dalam setiap tugas pelatihanadalah diagnosis situasi dengan mencoba

merespon pernyataan-pernyataan tentang status quo (keadaan sekarang), perbedaan antara perilaku

seseorangdan prilaku yang diharapkan terjadi pada peserta pelatihan, tujuan-tujuanpelatihanyang

bersifat realistik, dan metode yang dipergunakan untukmencapai tujuaninstruksional. Tahapan

berikutnya adalah implementasidengan mengunakanpendekatan direktif, yang dalam hal ini

programpelatihan diwujudkan dalampraktek. Sekuensi receptive dan directivemerupakan suatu siklus

dan dapatberulang dalam suatu program pelatihan.

Masyarakat sebagai peserta pelatihan adalah tergolong orang dewasa, oleh sebab itu prinsip-

prinsip yang diterapkan dalam proses pelatihannya harus mengacu kepada prinsip pembelajaran orang

dewasa. Dalam pembelajaran orang dewasa (andragogy) Knowles (1980:41) menjelaskan tentang

konsep andragogi dengan "the art and science of helping adults leam", yaitu seni dan ilmu dalam

membantu orang dewasa belajar. Menurut Knowles (1980:45-54) proses pembelajaran orang dewasa

pada dasarnya menggunakan beberapa asumsi:

a. Orang dewasa telah memiliki konsep diri, dan tidak mudah untuk menerima konsep yang dating

dari luar dirinya, sehingga dalam proses pelatihannya perlu memperhatikan ; (1) iklim belajamya

perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa, (2) warga belajar perlu dilibatkan dalam

mendiagnosis kebutuhan belajarnya, (3) warga belajar perlu dilibatkan dalam proses

perencanaan belajamya, (4) proses belajarnya merupakan tanggung jawab bersama antara

sumber belajar dengan warga belajar, dan (5) evaluasi pembelajarannya ditekankan pada

evaluasi diri sendiri.

b. Orang dewasa telah memiliki pengalaman, dan berbeda-beda sehingga; (1) proses

pembelajarannya lebih ditekankan pada teknik yang sifatnya menyadap pengalaman mereka, (2)

proses pembelajarannya lebih ditekankan pada aplikasi praktis.

c. Orang dewasa memiliki masa kesiapan belajar seirama dengan adanya peran sosial yang mereka

tampilkan. Peran ini akan berubah sejalan dengan perubahan usianya sehingga dalam proses

pembelajarannya; (1) urutan program belajar perlu disusun berdasarkan urutan logik mata

pelajaran, dan (2) dengan adanya konsep mengenai tugas-tugas pekembangan pada orang dewasa

akan memberikan petunjuk dalam belajar secara kelompok.

d. Orang dewasa memiliki perspektif waktu dan orientasi belajar, sehingga cenderung memiliki

perspektif untuk secepatnya untuk mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. Sehingga dalam

proses pembelajamnya; (1) sumber belajar berperan sebagai pemberi bantuan kepada warga

belajar, dan (2) kurikulum tidak berorientasi pada mata pelajaran ,tetapi berorientasi pada

Dari beberapa pendekatan yang ada, penyelenggaraan pelatihan ini lebih mengedepankan

untuk menggunakan pendekatan partisipatif, walaupun ada beberapa uraian yang memiliki kesamaan

dengan pendekatan yang lain. Dengan pendekatan partisipatif, pendekatan lain juga akan lebih mudah

untuk diadaptasikan, karena dengan pendekatan partisipatif masyarakat sebagai peserta pelatihan

tidak akan merasa tersinggung atau dipaksa bila diperintah dan akan dengan senang hati untuk

menerima. Pendekatan ini akan lebih efektif karena sebagaimana diungkapkan sebelumnya bahwa

yang menjadi sasaran utamanya adalah masyarakat orang dewasa yang pada umumnya sudah banyak

masalah.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 683

Page 9: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

memiliki pengalaman. Di samping itu melalui pendekatan partisipatif masyarakat sebagai peserta

pelatihan akan ikut berperan lebih banyak dan luas, baik dan sejak dilakukannya identifikasi

kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan sampai kepada menilai basil kegiatan pelatihan. Secara

khusus pendekatan ini digunakan untuk melibatkan peserta pelatihan agar dapat berpartisipasi aktif

dalam proses pelatihan dan dalam menjalankan usaha.

Pengadaptasian dari beberapa pendekatan yang diungkapkan Friedman dan Yarbrough

kedalam pendekatan partisipatif seperti pada pendekatan receptive (Bottom-up) dilakukannya lebih

menekankan pada partisipasi masyarakat dalam menggali sumber-sumber atau potensi baik dari sisi

SDM atau SDA yang ada dan yang mungkin dapat dikembangkan, sedangkan pada pendekatan

directive (top-down) merupakan kegiatan atau partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan SDMatau

SDA sebagai bukti peran sertanya dalam mensukseskan pelaksanaan program pelatihan yang

diberikan penyelenggara maupun dalam bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Kegiatan lain yang hampir sama dalam bentuk partisipasi juga dari pendekatan yang

dikemukakan oleh Halim dan Ali seperti; dalam pendekatan tradisional pelatih memberikan tugas

memotivasi dan melakukan evaluasi kepada peserta. Pada pendekatan eksperiensial pelatih juga tidak

lupa memperhatikan dan berusaha memadukan pengalaman yang telah dimiliki peserta sebelumnya.

Sedangkan pada pendekatan berbasis kinerja tujuan pelatihannya diukur dengan melihat parrtisipasi

peserta selama mengikuti pelatihan terutama dalam pencapaian tingkat penguasaan keterampilan yang

telah dipelajari.

Penggunaan pendekatan partisipatif ini dapat dilakukan secar a langsung dan tidak langsung.

Secara langsung biasanya dilaksanakan dalam kelompok kecil atau dengan tatap muka, dan ini akan

terasa lebih efektif karena akan terjadi hubungan keakraban diantara peserta. Secara tidak langsung

biasanya dilakukan dalam kelompok yang lebih bcsar yang tidak memungkinkan bagi setiap peserta

untuk bertatap muka langsung (Sudjana, 1992:266). Dengan demikian dalam pelatihan ini

pelaksanaan pendekatannya didekati dengan pendekatan partisipatf yang dilakukan secara langsung,

karena jumlah pesertanya yang relatif kecil.

C. Asas-asas Pelatihan

Dalam penyelenggaraan pelatihan, agar- dapat bermanfaat bagi peserta dan dapat mencapai

tujuan secara optimal, hendaknya penyelenggaraannya mengikuti asas-asas umum pelatihan. Menurut

Yoder (1962:235) dalam Sudirman (2005), menyebutkan sembilan asas yang berlaku umum dalam

kegiatan pelatihan yaitu (1) individual differences; (2) relation to job analysis; (3) motivation (4)

active participation, (5) selection of trainees, (6). Selection of trainers; (7) trainer's of training (8)

training method's dan (9) principles of learning (1962:235).

Pendapat Yoder (1962) dalam Sudirman (2005) mengisyaratkan bahwa dalam kegiatan

pelatihan perbedaan individu peserta pelatihan harus mendapat perhatian yang utama. Karakteristik

peserta pelatihan akan mewarnai dan menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu pelatihan. Pelatihan

harus juga dihubungkan dengan analisis pekerjaan peserta (calon peserta) pelatihan, sehingga

nantinya basil pelatihan bermanfaat dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.

Selanjutnya, motivasi dan keaktifan peserta kegiatan pelatihan perlu dibangkitkan. Peserta

pelatihan akan berusaha dan memberikan perhatian yang lebih besar pada pelatihan yang diikutinya,

apabila ada daya perangsang yang dapat menimbulkan motivasinya. Begitu juga dalam fase-fase

kegiatan pelatihan,. peserta diupayakan turut aktif mengambil bagian. Dengan demikian peserta

pelatihan turut aktif berpikir, berbuat dan mengambil keputusan selama proses pelatihan berlangsung.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 684

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

memiliki pengalaman. Di samping itu melalui pendekatan paitisipatif masyarakat sebagai peserta

pelatihan akan ikut berperan lebih banyak dan luas, baik dari sejak dilakukannya identifikasi

kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan sampai kepada menilai basil kegiatan pelatihan. Secara

khusus pendekatan ini digunakan untuk melibatkan peserta pelatihan agar dapat berpartisipasi aktif

dalam proses pelatihan dan dalam menjalankan usaha.

Pengadaptasian dari beberapa pendekatan yang diungkapkan Friedman dan Yarbrough

kedalam pendekatan partisipatif seperti pada pendekatan receptive (Bottom-up) dilakukannya lebih

menekankan pada partisipasi masyarakat dalam menggali sumber-sumber atau potensi baik dari sisi

SDM atau SDA yang ada dan yang mungkin dapat dikembangkan, sedangkan pada pendekatan

directive (top-down) merupakan kegiatan atau partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan SDMatau

SDA sebagai bukti peran sertanya dalam mensukseskan pelaksanaan program pelatihan yang

diberikan penyelenggara maupun dalam bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Kegiatan Iain yang hampir sama dalam bentuk partisipasi juga dari pendekatan yang

dikemukakan oleh Halim dan Ali seperti; dalam pendekatan tradisional pelatih memberikan tugas

memotivasi dan melakukan evaluasi kepada peserta. Pada pendekatan eksperiensial pelatih juga tidak

lupa memperhatikan dan berusaha memadukan pengalaman yang telah dimiliki peserta scbclumny;

Sedangkan pada pendekatan berbasis kinerja tujuan pelatihannya diukur dengan melihat parrtisipasi

peserta selama mengikuti pelatihan terutama dalam pencapaian tingkat penguasaan keterampilan yang

telah dipelajari.

Penggunaan pendekatan partisipatif ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Secara langsung biasanya dilaksanakan dalam kelompok kecil atau dengan tatap muka, dan ini akan

terasa lebih efektif karena akan terjadi hubungan keakraban diantara peserta. Secara tidak langsung

biasanya dilakukan dalam kelompok yang lebih besar yang tidak memungkinkan bagi setiap peserta

untuk bertatap muka langsung (Sudjana, 1992:266). Dengan demikian dalam pelatihan ini

pelaksanaan pendekatannya didekati dengan pendekatan partisipatf yang dilakukan secara langsung,

karena jumlah pesertanya yang relatif kecil.

C. Asas-asas Pelatihan

Dalam penyelenggaraan pelatihan, agar dapat bermanfaat bagi peserta dan dapat mencapai

tujuan secara optimal, hendaknya penyelenggaraannya mengikuti asas-asas umum pelatihan. Menurut

Yoder (1962:235) dalam Sudirman (2005), menyebutkan sembilan asas yang berlaku umum dalam

kegiatan pelatihan yaitu (1) individual differences; (2) relation to job analysis; (3) motivation (4)

active participation, (5) selection of trainees, (6). Selection of trainers; (7) trainer's of training (8)

training method's dan (9) principles of learning (1962:235).

Pendapat Yoder (1962) dalam Sudirman (2005) mengisyaratkan bahwa dalam kegiatan

pelatihan perbedaan individu peserta pelatihan hams mendapat perhatian yang utama. Karakteristik

peserta pelatihan akan mewarnai dan menentukan keberhasilan pelaksanaan suatu pelatihan. Pelatihan

hams juga dihubungkan dengan analisis pekerjaan peserta (calon peserta) pelatihan, sehingga

nantinya basil pelatihan bermanfaat dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.

Selanjutnya, motivasi dan keaktifan peserta kegiatan pelatihan perlu dibangkitkan. Peserta

pelatihan akan berusaha dan memberikan perhatian yang lebih besar pada pelatihan yang diikutinya,

apabila ada daya perangsang yang dapat menimbulkan motivasinya. Begitu juga dalam fase-fase

kegiatan pelatihan,. peserta diupayakan turut aktif mengambil bagian. Dengan demikian peserta

pelatihan tumt aktif berpikir, berbuat dan mengambil keputusan selama proses pelatihan berlangsung.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 684

Page 10: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Tidak kalah pentingnya dalam kegiatan pelatihan adalah seleksi peserta dan seleksi pelatih.

Sebagaimana diketahui bahwa diantara peserta pelatihan terdapat perbedaan-perbedaan yang sifatnya

individual. Untuk menjaOa agar perbedaan tersebut jangan terlalu besar, maka seleksi atau pemilihan

calon peserta pelatihan perlu diadakan. Selain seleksi peserta, untuk mendapatkan para pelatih yang

berkualitas dan profesional, maka dalam rangkaian penyelenggaraan pelatihan diperlukan juga seleksi

pelatih. Harapannya pelatih yang terpilih adalah orang-orang yang cakap dan memiliki kualifikasi

sebagai seorang pelatih yang handal.

Para pelatih yang telah terpilihpun, masih diperlukan mengikuti pelatihan untuk pelatih.

Tujuannya adalah agar para pelatih memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

relatif sama pada jenis pelatihan yang akan dilatihkan. Juga memiliki tingkat kerjasama yang tinggi

dengan pelatih lain, sehingga dalam melatih nanti dapat berbuat total dan seoptimal mungkin.

Kemudian untuk keberhasilan pelatihan, metode pelatihan dan prinsip-prinsip pembelajaran

yang digunakan harus sesuai dengan jenis metode pelatihan yang diberikan. Meskipun tidak ada

metode yang paling sempurna, namun dapat dicarikan beberapa alternatif metode yang sesuai dengan

karakteristik peserta pelatihan. Dalam hal ini ada persyaratan minimal yang perlu diperhatikan pelatih

dalam memilih metode pelatihan yaitu (1) sesuai dengan keadaan dan jumlah sasaran; (2) cukup

dalam jumlah dan mutu materi; (3) tepat menuju tujuan pada waktunya; (4) Amanat hendaknya

mudah diterima, dipahami dan diterapkan; dan (5) biaya ringan (Depdikbud, 1983 : 97). Dalam

pemilihan metode juga dapat mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut:

Tujuan instruksional khusus yang hendakdicapai dalam proses penyampaian pesan atau

bahan be 1 ajar, keadaan warga be 1 ajar yang akan menerima pesan, karakteristik metode yang akan

digunakan dan sumber atau fasilitas yang tersedia untuk menunjang penggunaan metode tertentu yang

hendak kita pilih (Direktorat Dikmas, 1985 : 18).

Sedangkan prinsip-prinsip pembelajaran akan memberikan arah bagi cara-cara seseorang

(peserta pelatihan) belajar efektif dalam kegiatan pelatihan. Dan pembelajaran akan lebih efektif,

apabila metode pelatihan sesuai dengan gaya belajar peserta dan tipe-tipe pekerjaan yang diperlukan.

Menurut William R. Werther Jr. dan Keith Davis, prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif sering;

direfleksikan dengan participation, repetition, transference, dan feed back.Dengan demikian manakala

pelatihan ingin berhasil, bermanfaat dan mencapai tujuan secara optimal, maka asas-asas maupun

prinsip dasar penyelenggaraan pelatihan hendaknya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

D. Model-Model Pelatihan

Penyelenggaraan pelatihan pada umumnya lebih banyak digunakanoleh lembaga-lembaga

atau organisasi baik pemerintah maupun swasta, danjuga perusahaan, dengan menggunakan model-

model yang berbeda. Modelmodelpelatihan yang ditampilkan tersebut, kesemuanya bertujuan

untukmeningkatkan kualitas SDM sebagai tenaga kerja, yang akhirnya dapatmeningkatkan produksi.

Pelaksanaan pelatihan juga dapat saja dilakukan dimasyarakat, yang juga bertujuan untuk

meningkatkan kualitas dart wargamasyarakat seperti pengetahuan atau bidang keterampilan tertentu.

Para pakar pelatihan biasanya melaksanakan pelatihan denganmenggunakan langkah-langkah

atau siklus tersendiri berdasarkan dari modelyang mereka kembangkan. Diantara model-model

pelatihan yang ada parapakar mengembangkannya bermacam-macam, ada yang

menggambarkanhanya melalui siklus yang sederhana, dan ada juga yang digambarkan secaradetail.

Walaupun demikian dari beberapa model yang dikembangkanditemukan adanya langkah-langkah

atau tahapan yang memiliki kesamaan,seperti pada pelaksanaan pelatihan umumnya. Kesamaan itu

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 685

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

Tidak kalah pentingnya dalam kegiatan pelatihan adalah seleksi peserta dan seleksi pelatih.

Sebagaimana diketahui bahwa diantara peserta pelatihan terdapat perbedaan-perbedaan yang sifatnya

individual. Untuk menjaOa agar perbedaan tersebut jangan terlalu besar, maka seleksi atau pemilihan

calon peserta pelatihan perlu diadakan. Selain seleksi peserta, untuk mendapatkan para pelatih yang

berkualitas dan profesional, maka dalam rangkaian penyelenggaraan pelatihan diperlukan juga seleksi

pelatih. Harapannya pelatih yang terpilih adalah orang-orang yang cakap dan memiliki kualifikasi

sebagai seorang pelatih yang handal.

Para pelatih yang telah terpilihpun, masih diperlukan mengikuti pelatihan untuk pelatih.

Tujuannya adalah agar para pelatih memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

relatif sama pada jenis pelatihan yang akan dilatihkan. Juga memiliki tingkat kerjasama yang tinggi

dengan pelatih Iain, sehingga dalam melatih nanti dapat berbuat total dan seoptimal mungkin.

Kemudian untuk keberhasilan pelatihan, metode pelatihan dan prinsip-prinsip pembelajaran

yang digunakan harus sesuai dengan jenis metode pelatihan yang diberikan. Meskipun tidak ada

metode yang paling sempuma, namun dapat dicarikan beberapa alternatif metode yang sesuai dengan

karakteristik peserta pelatihan. Dalam hal ini ada persyaratan minimal yang perlu diperhatikan pelatih

dalam memilih metode pelatihan yaitu (1) sesuai dengan keadaan dan jumlah sasaran; (2) cukup

dalam jumlah dan mutu materi; (3) tepat menuju tujuan pada waktunya; (4) Amanat hendaknya

mudah diterima, dipahami dan diterapkan; dan (5) biaya ringan (Depdikbud, 1983 : 97). Dalam

pemilihan metode juga dapat mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut:

Tujuan instruksional khusus yang hendakdicapai dalam proses penyampaian pesan atau

bahan belajar, keadaan warga belajar yang akan menerima pesan, karakteristik metode yang akan

digunakan dan sumber atau fasilitas yang tersedia untuk menunjang penggunaan metode tertentu yang

hendak kita pilih (Direktorat Dikmas, 1985 : 18).

Sedangkan prinsip-prinsip pembelajaran akan memberikan arah bagi cara-cara seseorang

(peserta pelatihan) belajar efektif dalam kegiatan pelatihan. Dan pembelajaran akan lebih efektif,

apabila metode pelatihan sesuai dengan gaya belajar peserta dan tipe-tipe pekerjaan yang diperlukan.

Menurut William R. Werther Jr. dan Keith Davis, prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif sering;

direfleksikan dengan participation, repetition, transference, dan feed back.Dengan demikian manakala

pelatihan ingin berhasil, bermanfaat dan mencapai tujuan secara optimal, maka asas-asas maupun

prinsip dasar penyelenggaraan pelatihan hendaknya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

D. Model-Model Pelatihan

Penyelenggaraan pelatihan pada umumnya lebih banyak digunakanoleh lembaga-lembaga

atau organisasi baik pemerintah maupun swasta, danjuga perusahaan, dengan menggunakan model-

model yang berbeda. Modelmodelpelatihan yang ditampilkan tersebut, kesemuanya bertujuan

untukmeningkatkan kualitas SDM sebagai tenaga kerja, yang akhirnya dapatmeningkatkan produksi.

Pelaksanaan pelatihan juga dapat saja dilakukan dimasyarakat, yang juga bertujuan untuk

meningkatkan kualitas dari wargamasyarakat seperti pengetahuan atau bidang keterampilan tertentu.

Para pakar pelatihan biasanya melaksanakan pelatihan denganmenggunakan langkah-langkah

atau siklus tersendiri berdasarkan dari modelyang mereka kembangkan. Diantara model-model

pelatihan yang ada parapakar mengembangkannya bermacam-macam, ada yang

menggambarkanhanya melalui siklus yang sederhana, dan ada juga yang digambarkan secaradetail.

Walaupun demikian dari beberapa model yang dikembangkanditemukan adanya langkah-langkah

atau tahapan yang mcmilik kesamaan,seperti pada pelaksanaan pelatihan umumnya. Kesamaan itu

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 685

Page 11: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

seperti sama-samadiawali dengan melakukan identifikasi, dengan tujuan untuk menemukan

danmengkaji kebutuhan yang akan diberi pelatihan, serta diakhiri denganpelaksanaan evaluasi.

Dan model-model pelatihan yang ada, dapat dilihat diantaranyasebagaimana di ungkapkan

Nadler (1982:12), yang dikenal dengan The CriticalEvents model (CEM) atau disebut dengan model

terbuka yang langkah- langkahnya terlihat lebih detail dan spesifik. Pada model ini tidak semua

vanabel bisa diidentifikasi atau ditetapkan pada saat dilakukan perancangan program pelatihannya,

namun pada setiap langkahnya selalu di evaluasi dan sebagai balikan. Siklus pelatihan pada CEM

dapat digambarkan sebagai berikut:

Identify the

needs of the organization

Conduct Training

/ \

Obtain Instructional

Resources

T

Select Ins

Stra

tructional

tegis

Evaluation

and

Feedback

Specific job

Performance

Identify learner needs

Determine objectives

Build

Curriculum

Sumber : Nadler (1982:12)

Gambar 2.1 Model Critical Event

Model yang dikembangkan Nedler ini dimulai dark 1) menentukan kebutuhan organisasi, 2)

menentukan spesifikasi pelaksanaan tugas, 3) menentukan kebutuhan pembelajar, 4) merumuskan

tujuan, 5) menentukan kurikulum, 6) memilih strategi pembelajaran, 7) mendapatkan sumber belajar,

dan 8) melaksanakan pelatihan, dan selanjutnya kembali lagi ke menentukan kebutuhan. Perputaran

ini bertujuan untuk melihat keunggulan dan kelemahandari pelatihan yang telah dilaksanakan, apakah

masih perlu diadakan perbaikan atau memang sudah sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh

organisasi.

Sedangkan Goad (1982:11) menggambarkan model pelatihan melalui beberapa tahapan yang

siklus pelatihannya terdiri dari: 1) Analisis kebutuhan pelatihan (analyze to determine training

requirements), 2) Desain pendekatan pelatihan (design the training approach), 3) Pengembangan

materi pelatihan (develop the training materials), 4) Pelaksanaan pelatihan (conduct the training), dan,

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana m m

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

seperti sama-samadiawali dengan melakukan identifikasi, dengan tujuan untuk menemukan

danmengkaji kebutuhan yang akan diberi pelatihan, serta diakhiri denganpelaksanaan evaluasi.

Dari model-model pelatihan yang ada, dapat dilihat diantaranyasebagaimana di ungkapkan

Nadler (1982:12), yang dikenal dengan The CriticalEvents model (CEM) atau disebut dengan model

terbuka yang langkah- langkahnya terlihat lebih detail dan spesifik. Pada model ini tidak semua

variabel bisa diidentifikasi atau ditetapkan pada saat dilakukan perancangan program pelatihannya,

namun pada setiap langkahnya selalu o evaluasi dan sebagai balikan. Siklus pelatihan pada CEM

dapat digambarkan sebagai berikut:

Identify the

needs of the organization

Conduct Training

/

Obtain Instructional

Resources

t

Select Ins

Stra

tructional

tegis

Evaluation

and

Feedback

Specific job

Performance

Identify learner needs

Determine objectives

Build Curriculum

Sumber; Nadler (1982:12)

Gambar 2.1 Model Critical Event

Model yang dikembangkan Nedler ini dimulai dari: 1) menentukan kebutuhan organisasi, 2)

menentukan spesifikasi pelaksanaan tugas, 3) menentukan kebutuhan pembelajar, 4) memmuskan

tujuan, 5) menentukan kurikulum, 6) memilih strategi pembelajaran, 7) mendapatkan sumber belajar,

dan 8) melaksanakan pelatihan, dan selanjutnya kembali lagi ke menentukan kebutuhan. Perputaran

ini bertujuan untuk melihat keunggulan dan kelemahandari pelatihan yang telah dilaksanakan, apakah

masih perlu diadakan perbaikan atau memang sudah sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh

organisasi.

Sedangkan Goad (1982:11) menggambarkan model pelatihan melalui beberapa tahapan yang

siklus pelatihannya tcrdi., dari: 1) Analisis kebutuhan pelatihan (analyze to determine training

requirements), 2) Desain pendekatan pelatihan (design the training approach), 3) Pengembangan

materi pelatihan (develop the training materials), 4) Pelaksanaan pelatihan (conduct the training), dan,

Fakultas Ekonomika dan Bisnis - Universitas Kristen Satya Wacana feb

Page 12: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

dan 5) Evaluasi dan pemutakhiran pelatihan (evaluate and update the training). Sccara skematis

langkah-langkah tersebut digambarkan sebagi berikut:

Analyze

Evaluate Design

Develop

Sumber: Goad (1982:11)

Gambar 2.2. Siklus Pelatihan Lima Tahap

Dalam siklus pelatihan atau dalam pendidikan yang ditujukan pada orang dewasa sebagai

sasaran, Goad (1982:41) mengungkapkan perlunya memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut:

1) orang dewasa belajar dengan melakukan; yaitu orang dewasa senantiasa ingin dilibatkan, 2)

masalah dan contoh harus realistis dan relevan dengan warga belajar, 3) lingkungan belajar yang

terbaik adalah lingkungan informal, 4) keragaman mendorong dan cenderung membuka kelima indra

dari peserta belajar-, 5) dilakukan perubahan kecepatan dan teknik dari waktu ke waktu, 6) tidak

menerapkan sistem peringkat apapun, 7) fasilitator berperan sebagai agen pembaharuan, 8) fasilitator

bertanggung jawab untuk memfasilitasi pembelajaran, sedangkan pembelajarannya sendiri

merupakan tanggung jawab peserta belajar.

Mayo & Du Bois, (1987:3) juga mengembangkan model pelatihan melalui lima tahap (fase),

yang dikenal dengan Continuous Loop Training Development and Implementation Model atau

Closed-loop Continuous System. Kelima fase tersebut adalah : 1) fase analyze operational

requirement, 2) fase defining training requirement, 3) fase developing objectives, 4) fase planning,

developing, and validating training, dan 5) fase conduct and evaluate the training. Secara skematis

kelima fase ini dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut:

Fakultas Ekonomika dan Bisnis rUniversitas Kristen Satya Wacana

687

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

dan 5) Evaluasi dan pemutakhiran pelatihan (evaluate and update the training). Secara skematis

langkah-Iangkah tersebut digambarkan sebagi berikut:

Analyze

Evaluate Design

Develop

<-

Sumber: Goad (1982:11)

Gambar 2.2. Siklus Pelatihan Lima Tahap

Dalam siklus pelatihan atau dalam pendidikan yang ditujukan pada orang dewasa sebagai

sasaran, Goad (1982:41) mengungkapkan perlunya memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut:

1) orang dewasa belajar dengan melakukan; yaitu orang dewasa senantiasa ingin dilibatkan, 2)

masalah dan contoh harus realistis dan relevan dengan warga belajar, 3) lingkungan belajar yang

terbaik adalah lingkungan informal, 4) keragaman mendorong dan cenderung membuka kelima indra

dari peserta belajar, 5) dilakukan perubahan kecepatan dan teknik dari waktu ke waktu, 6) tidak

menerapkan sistem peringkat apapun, 7) fasilitator berperan sebagai agen pembaharuan, 8) fasilitator

bertanggung jawab untuk memfasilitasi pembelajaran, sedangkan pembelajarannya sendiri

merupakan tanggung jawab peserta belajar.

Mayo & Du Bois, (1987:3) juga mengembangkan model pelatihan melalui lima tahap (fase),

yang dikenal dengan Continuous Loop Training Development and Implementation Model atau

Closed-loop Continuous System. Kelima fase tersebut adalah : 1) fase analyze operational

requirement, 2) fase defining training requirement, 3) fase developing objectives, 4) fase planning,

developing, and validating training, dan 5) fase conduct and evaluate the training. Secara skematis

kelima fase ini dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut:

febj Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 687

Page 13: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Analyze operational requirement

Conduct and evaluate the

training

Planning, developing, oc

validating

Developing training

objectives

Defining training

requirement

Sumber : Mayo & Du Bois, (1987:32)

Gambar 2.3 Model Siklus Pelatihan Lima Tahap

Friedman dan Yarbrough (1985:4), mengemukakan enamtahap dalam proses pelatihan (six

stages of the training process). Posisi enamtahap yang digunakan dalam proses pelatihan dimaksud

adalah sebagai berikut:

1. Tahap pertama, menyadari kebutuhan (awereness of need).

Kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diharapkanbiasanya disebabkan oleh

dua sifat yang melekat dalam fungsi manusia, yaitu

pembahan dan inspirasi. Perubahan adalah merupakan ""dorongan" dan aspirasiadalah ""tarikan"

yang menimbulkan kebutuhan pada pelatihan.Perubahan-perubahanmenciptakan masalah yang

harus segera dipecahkan, sedangkanaspirasi cenderung kepada tahap pertumbuhan untuk adanya

nilai tambah.

2. Tahap kedua, menganalisis masalah (analyzing the problems).

Apabila kebutuhan itu dirasakan masih bersifat umum, maka perlu dianalisis secermatmungkin,

sehingga rumusannya tidak terlalu umum atau tidak terlalu khusus.Jika menganalisis setiap

perfomans maka sebaiknya dilakukan denganmenjawab lebih dahulu pertanyaan-pertanyaan:

apakah yang menjadi

perbedaan antara perfomans sekarang dan yang diharapkan? Apakahperfomans tersebut berguna

untuk mengatasi perbedaan? Dan Apakahperfomans itu dapat meningkatkan keterampilan?

3. Tahap ketiga, menentukan pilihan (knowing options).

Ketikamempersiapkan pilihan-pilihan, perlu dimasukkan suatu penjelasan tujuantentang

keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahannya, serta

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 688

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Analyze operational requirement

Conduct and evaluate the

training

Planning, developing, _

validating

Developing training

objectives

Defining training

requirement

Sumber ; Mayo & Du Bois, (1987:32)

Gambar 2.3 Model Siklus Pelatihan Lima Tahap

Friedman dan Yarbrough (1985:4), mengemukakan enamtahap dalam proses pelatihan (six

stages of the training process). Posisi enamtahap yang digunakan dalam proses pelatihan dimaksud

adalah sebagai berikut:

1. Tahap pertama, menyadari kebutuhan (awereness of need).

Kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang diharapkanbiasanya disebabkan oleh

dua sifat yang melekat dalam fungsi manusia, yaitu

pembahan dan inspirasi. Perubahan adalah merupakan "dorongan" dan aspirasiadalah "tarikan"

yang menimbulkan kebutuhan pada pelatihan.Perubahan-perubahanmenciptakan masalah yang

harus segera dipecahkan, sedangkanaspirasi cenderung kepada tahap pertumbuhan untuk adanya

nilai tambah.

2. Tahap kedua, menganalisis masalah (analyzing the problems).

Apabila kebutuhan itu dirasakan masih bersifat umum, maka perlu dianalisis secermatmungkin,

sehingga rumusannya tidak terlalu umum atau tidak terlalu khusus.Jika menganalisis setiap

perfomans maka sebaiknya dilakukan denganmenjawab lebih dahulu pertanyaan-pertanyaan:

apakah yang menjadi

perbedaan antara perfomans sekarang dan yang diharapkan? Apakahperfomans tersebut berguna

untuk mengatasi perbedaan? Dan Apakahperfomans itu dapat meningkatkan keterampilan?

3. Tahap ketiga, menentukan pilihan (knowing options).

Ketikamempersiapkan pilihan-pilihan, perlu dimasukkan suatu penjelasan tujuantentang

keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahannya, serta

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 688

Page 14: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

pengalaman yang dapat membantu peserta pelatihan mengembangkanpedoman-pedoman untuk

menentukan pilihan-pilihan yang terbaik.

4. Tahap keempat, menyadan suatu pemecahan (adopting asolution).

Dalam menghadapi suatu solusi pertama-tama adalah dengan membenkanpenjelasan tentang

prosedur sehingga menjadi jelas dan dapat dipahami olehmereka yang akan menentukan prosedur

tersebut. Dan selanjutnya adalahpemberian dukungan dimana prosedur tersebut harus dijalankan

mengenai

keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahannya. Dalam hal ini perananpelatihan adalah

mempersempit pilihan-pilihan peserta pelatihan yangmenyalurkan usaha-usaha peserta pelatihan

pada cara atau jalur khusus.

5. Tahap kelima, mengajarkan suatu keterampilan (teaching a skill).

Apabila pelatihan diharapkan untuk mampu mempengaruhi cara berpikirpeserta pelatihan,

sikapnya atau pengetahuannya, maka peranan pelatihanadalah membantu peserta dalam

mempelajari suatu keterampilan. Kemudianmemberikan umpan balik pada pekerjaan peserta

pelatihan sesuai langkah-langkahyang ditempuh sampai kepada penilaian basil kerja/hasil

belajarnya.

6. Tahap keenam, integrasi dalam sistem (integration in the system).

Apabila dalam prosedur belajar peserta pelatihan tidak menimbulkan pengaruh kerjasama dalam

situasi belajarnya, maka dalam tindak lanjutnya perlu membantu para peserta pelatihan untuk

melakukan prosedur kerjasama tersebut dalam sistem yang membutuhkan kerjasama, misalnya

dalam "team kcrja". Pengintegrasian ini sangat diperlukan karena pada tahap akhir pelatihan selalu

muncul masalah-masalah yang dihadapi para pelatih dalam mengintegrasikan hasil-hasil

belajarnya yang baru kedalam konteks pekerjaanya. Tipe lain dari "integrasi dalam sistem" ini

adalah dengan memusatkan pengembangan interaksi "team" yang lebih baik dalam suatu

kelompok kerja yang utuh.

Keenam tahapan dalam proses pelatihan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4. berikut:

Sumber : Friedman & Yarbrough (1985:4)

Gambar 2.4 Six Stages of the Training Process

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 689

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

pengalaman yang dapat membantu peserta pelatihan mengembangkanpedoman-pedoman untuk

menentukan pilihan-pilihan yang terbaik.

4. Tahap keempat, menyadari suatu pemecahan (adopting asolution).

Dalam menghadapi suatu solusi pertama-tama adalah dengan memberikanpenjelasan tentang

prosedur sehingga menjadi jelas dan dapat dipahami olehmereka yang akan menentukan prosedur

tersebut. Dan selanjutnya adalahpemberian dukungan dimana prosedur tersebut harus dijalankan

mengenai

keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahannya. Dalam hal ini perananpelatihan adalah

mempersempit pilihan-pilihan peserta pelatihan yangmenyalurkan usaha-usaha peserta pelatihan

pada cara atau jalur khusus.

5. Tahap kelima, mengajarkan suatu keterampilan (teaching a skill).

Apabila pelatihan diharapkan untuk mampu mempengaruhi cara berpikirpeserta pelatihan,

sikapnya atau pengetahuannya, maka peranan pelatihanadalah membantu peserta dalam

mempelajari suatu keterampilan. Kemudianmemberikan umpan balik pada pekerjaan peserta

pelatihan sesuai langkah-Iangkahyang ditempuh sampai kepada penilaian hasil kerja/hasil

belajamya.

6. Tahap keenam, integrasi dalam sistem (integration in the system).

Apabila dalam prosedur belajar peserta pelatihan tidak menimbulkan pengaruh kerjasama dalam

situasi belajarnya, maka dalam tindak lanjutnya perlu membantu para peserta pelatihan untuk

melakukan prosedur kerjasama tersebut dalam sistem yang membutuhkan kerjasama, misalnya

dalam "team keija". Pengintegrasian ini sangat diperlukan karena pada tahap akhir pelatihan selalu

muncul masalah-masalah yang dihadapi para pelatih dalam mengintegrasikan hasil-hasil

belajarnya yang baru kedalam konteks pekerjaanya. Tipe lain dari "integrasi dalam sistem" ini

adalah dengan memusatkan pengembangan interaksi "team" yang lebih baik dalam suatu

kelompok kerja yang utuh.

Keenam tahapan dalam proses pelatihan tersebut dapat duihat pada gambar 2.4. berikut:

Sumber : Friedman & Yarbrough (1985:4)

Gambar 2.4 Six Stages of the Training Process

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 689

Page 15: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Secara umum model-model sistem pelatihan dalam siklusnya terbagi ke dalam tiga tahapan

yaitu ; tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Dari ketiga siklus tersebut, dalam

pelaksanaannya rata-rata setiap model selalu diawali dengan analisis kebutuhan, baru kemudian

disusun desain pelatihan yang dilanjutkan dengan pengembangan bahan pelatihan, penyelenggaraan

pelatihan dan diakhiri dengan evaluasi. Kegiatan ataupelaksanaan model-model semacam ini dapat

dikatakan sebagai langkah standar dalam setiap penyelenggaraan pelatihan. Perbedaan antara satu

pelatihan dengan pelatihan yang lain lebih terletak pada sisi pendekatan pembelajaran dan

pengorganisasian pelatihannya, namun pada prrinsipnya kesemuanya mempunyai tujuan yang sama

yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dari para peserta pelatihan.

Sebagai sebuah proses, pelatihan bukanlah suatu program yang telah lengkap dan dapat

dibuat seketika. la memerlukan waktu, serta meliputi intensitas, frekwensi, dan durasi waktu tertentu,

serta bersifat continous dan melibatkan berbagai elemen yang harus dikelola secara benar.

Pendekatan sistem menghendaki pengelolaan pelatihan secara sistematis dan berorientasi kepada

basil. Masing-masing komponen memiliki keterkaitan dengan komponen lain, sehingga semakin

sempurna setiap proses yang dilakukan, maka akan semakin balk basil yang didapatkan.

Dari model-model yang digambarkan dan diuraikan tersebut, serta sehubungan dengan topik

penelitian ini, peneliti tidak mengadaptasi satu model secara utuh, akan tetapi melakukan kolaborasi

dari beberapa model yang dianggap memiliki kesesuaian dengan jenis dan kelompok sasaran

penelitian. Seperti dalam penyusunan model lebih cenderung ke model pelatihan yang dikembangkan

Nadler (1982:12), Alasan pengadaptasian model ini karena setiap langkah yang dilakukan selalu

dievaluasi untuk memberikan umpan balik. Sedangkan dalam langkah-langkahnya akan lebih

disederhanakan dan lebih mirip seperti yang diungkapkan Goad (1982:11). Untuk model Friedman

dan Yarbrough (1985:4), karena melihat tentang adanya kesadaraan akan kebutuhan sebagai langkah

awal untuk memecahkan permasahan yang sedang dihadapi, serta menekankan akan pentingnya kerja

tim atau secara terpadu. Keterpaduan dalam bentuk tim atau kelompok kerja dirasa lebih efektif,

terutama dalam upaya menerapkan basil belajar peserta kedalam pekerjaannya.

E. Konsep Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu

Pelatihan keterampilan usaha terpadu adalah serangkaian kegiatanyang dirancang untuk

membekali pengetahuan, keterampilan dan perubahansikap baik bagi individu maupun kelompok

dengan beberapa jenisketerampilan, untuk dapat dijadikan sebagai sumber usaha dalam

upayamemenuhi kebutuhan hidup. Pelatihan keterampilan usaha terpadumerupakan proses

pembelajaran yang beranjak dari suatu tema sebagai pusatperhatian, yang digunakan untuk

memahami gejala-gejala darn konsep lain,baik pada konsep jenis keterampilan yang sedang dipelajari

maupun padakonsep jenis keterampilan lain. Sebagai suatu konsep, pelatihan keterampilan usaha

terpadu dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan dalam belajar- mengajar denganmelibatkan

beberapa kajian materi tentang keterampilan yang bertujuan untuk memberikan pengalaman yang

berarti kepada warga belajar. Dikatakanberarti karena dalam pelatihan keterampilan usaha terpadu,

warga belajarakan belajar- memahami konsep-konsep yang mereka pel ajar i dan praktekkanmelalui

pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lainyang telah mereka pahami dan

kuasai sebelumnya. Pelatihan ataupembelajaran keterampilan ini sebagaimana diungkapkan (Gilkey,

1985:195)adalah merupakan suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengajadikelola untuk

memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dankondisi-kondisi khusus atau

menghasilkan respon-respon terhadap situasitertentu. Proses pengelolaan lingkungan yang

menjadikan sebuah formasi dandiikuti penyesuaian unsur-unsur yang ada untuk mencapai tujuan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 690

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Secara umum model-model sistem pelatihan dalam siklusnya terbagi ke dalam tiga tahapan

yaitu ; tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Dari ketiga sMus tersebut, dalam

pelaksanaannya rata-rata setiap model selalu diawali dengan analisis kebutuhan, baru kemudian

disusun desain pelatihan yang dilanjutkan dengan pengembangan bahan pelatihan, penyelenggaraan

pelatihan dan diakhiri dengan evaluasi. Kegiatan ataupelaksanaan model-model semacam ini dapat

dikatakan sebagai langkah standar dalam setiap penyelenggaraan pelatihan. Perbedaan antara satu

pelatihan dengan pelatihan yang Iain lebih terletak pada sisi pendekatan pembelajaran dan

pengorganisasian pelatihannya, namun pada pmnsipnya kesemuanya mempunyai tujuan yang sama

yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dari para peserta pelatihan.

Sebagai sebuah proses, pelatihan bukanlah suatu program yang telah lengkap dan dapat

dibuat seketika. la memerlukan waktu, serta meliputi intensitas, frekwensi, dan durasi waktu tertentu,

serta bersifat continous dan melibatkan berbagai elemen yang harus dikelola secara benar.

Pendekatan sistem menghendaki pengelolaan pelatihan secara sistematis dan berorientasi kepada

basil. Masing-masing komponen memiliki keterkaitan dengan komponen Iain, sehingga semakin

sempuma setiap proses yang dilakukan, maka akan semakin baik basil yang didapatkan.

Dari model-model yang digambarkan dan diuraikan tersebut, serta sehubungan dengan topik

penelitian ini, peneliti tidak mengadaptasi satu model secara utuh, akan tetapi melakukan kolaborasi

dari beberapa model yang dianggap memiliki kesesuaian dengan jenis dan kelompok sasaran

penelitian. Seperti dalam penyusunan model lebih cenderung ke model pelatihan yang dikembangkan

Nadler (1982:12), Alasan pengadaptasian model ini karena setiap langkah yang dilakukan selalu

dievaluasi untuk memberikan umpan balik. Sedangkan dalam langkah-langkahnya akan lebih

disederhanakan dan lebih mirip seperti yang diungkapkan Goad (1982:11). Untuk model Friedman

dan Yarbrough (1985:4), karena melihat tentang adanya kesadaraan akan kebutuhan sebagai langkah

awal untuk memecahkan permasahan yang sedang dihadapi, serta menekankan akan pentingnya kerja

tim atau secara terpadu. Keterpaduan dalam bentuk tim atau kelompok kerja dirasa lebih efektif,

terutama dalam upaya menerapkan basil belajar peserta kedalam pekerjaannya.

E. Konsep Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu

Pelatihan keterampilan usaha terpadu adalah serangkaian kegiatanyang dirancang untuk

membekali pengetahuan, keterampilan dan perubahansikap baik bagi individu maupun kelompok

dengan beberapa jenisketerampilan, untuk dapat dijadikan sebagai sumber usaha dalam

upayamemenuhi kebutuhan hidup. Pelatihan keterampilan usaha terpadumerupakan proses

pembelajaran yang beranjak dari suatu tema sebagai pusatperhatian, yang digunakan untuk

memahami gejala-gejala dari konsep lain,baik pada konsep jenis keterampilan yang sedang dipelajari

maupun padakonsep jenis keterampilan lain. Sebagai suatu konsep, pelatihan keterampilan usaha

terpadu dapat dikatakan sebagai suatu pendekatan dalam belajar mengajar denganmelibatkan

beberapa kajian materi tentang keterampilan yang bertujuan untuk memberikan pengalaman yang

berarti kepada warga belajar. Dikatakanberarti karena dalam pelatihan keterampilan usaha terpadu,

warga belajarakan belajar memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan praktekkanmelalui

pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lainyang telah mereka pahami dan

kuasai sebelumnya. Pelatihan ataupembelajaran keterampilan ini sebagaimana diungkapkan (Gilkey,

1985:195)adalah merupakan suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengajadikelola untuk

memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dankondisi-kondisi khusus atau

menghasilkan respon-respon terhadap situasitertentu. Proses pengelolaan lingkungan yang

menjadikan sebuah formasi dandiikuti penyesuaian unsur-unsur yang ada untuk mencapai tujuan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 690

Page 16: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

pelatihan inidisebut integration. Proses integrasi merupakan perkembangan progresifdalam

mewujudkan pesesuaian yang sempurna antara beberapa unsur secarabersama atau saling mendukung

untuk mewujudkan budaya sempurna (totalculture). Sebagai contoh Linton (1984:267) menunjukkan

tentang terjadinyaperubahan dalam kehidupan masyarakat suku Tanala di Madagaskar sebagaiakibat

dari masuknya sistem teknologi bersawah, yang akhirnya masyarakatmenjadi ikut beralih sedang

sebelumnya mereka hanya mengenal systempenanaman padi ladang.

Darn pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh masyarakat sccaralangsung sebagai basil

dari proses pembelajaran tersebut dapat dikatakansebagai proses pembelajaran dalam bentuk difusi.

Proses pembelajaran dalambentuk diffusi meliputi langkah-langkah sebagai berikut : 1)

penghidangan. atau masuknya unsur-unsur budaya baru kepada kelompok sasaran, (2) penerimaan

unsur baru tersebut oleh masyarakat, dan (3) terjadinya pengintegrasian dari unsur-unsur yang telah

diterima ini ke dalam kebudayaan yang telah ada (Linton, 1984:258).

Pelatihan keterampilan usaha terpadu yang dalam pembelajarannya lebih berorientasi pada

praktek atau aplikasi praktis, memiliki kecenderungan yang sesuai dengan kebutuhan warga be 1 ajar.

Apalagi dalam pelatihan keterampilan usaha terpadu yang menekankan keteriibatan peserta bclajar

dalam belajarnya, maka akan membuat warga bclajar sccara aktif teriibat dalam proses pembelajaran

dan dalam pengambilan keputusan. Keteriibatan warga bclajar dalam setiap proses kegiatan bclajar

sesuai dengan ungkapan Knowles (1980), bahwa peserta bclajar terutama bagi orang dewasa, proses

belajarnya harus dilaksanakan dengan melibatkan pariisipasi aktif dari warga belajarnya. Pendekatan

semacam ini akan menjadikan suatu pengalaman yang berarti bagi peserta atau warga belajar itu

sendiri. Sebagaimana dikemukakan John Dewey dengan konsep "Learning by doing-nya" yang dalam

salah satu isi pembelajarannya mengutamakan bidang keterampilan yang dirasa berguna dalam

kehidupan dan langsung dapat dirasakan oleh masyarakat.

Pelatihan keterampilan usaha terpadu dapat dipandang sebagai upaya memperbaiki kualitas

atau meningkatkan kemampuan warga masyarakat dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, terutama dalam rangka mengimbangi dampak sosial akibat berbagai kebijakan yang

mempersempit lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Pada dasarnya pelatihan keterampilan usaha

terpadu merupakan suatu sistem pelatihan yang memungkinkan warga belajar, baik sccara

individualmaupun kelompok, untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip

keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.

Aktif maksudnya pelatihan keterampilan usaha terpadu pada dasarnya dikembangkan selain

bcrdasar kepada pendekatan diskoveri inkuiri, juga dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan

kemampuan dari warga belajarnya. Warga belajar- periu teriibat secara aktif dalam proses pelatihan

dari mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasinya. Keteriibatan warga belajar- dalam

penyusunan rencana, pelaksanaan, dan proses evaluasi akan mampu mewadahi pertimbangan-

pertimbangan diatas. Dengan demikian menjadikan warga belajar- termotivasi secara terus menerus

untuk belajar-.

Holistik artinya suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pelatihan

keterampilan usaha terpadu diamati dan dikaji dari berbagai bidang ilmu sekaligus, tidak dari sudut

pandang yang terkotak-kotak. Pelatihan keterampilan usaha terpadu memungkinkan warga belajar

untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Sehingga pada akhirnya akan menjadikan warga

belajar- lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau menghadapi berbagai kejadian.

Bermakna berarti pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek sebagaimana

diterangkan diatas, memungkinkan terbentuknya semacamjalinan antar skematis yang dimiliki warga

belajar-. Sehingga pada akhirnya akan berdampak kepada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 691

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

pelatihan inidisebut integration. Proses integrasi merupakan perkembangan progresifdalam

mewujudkan pesesuaian yang sempurna antara beberapa unsur secarabersama atau saling mendukung

untuk mewujudkan budaya sempurna (totalculture). Sebagai contoh Linton (1984:267) menunjukkan

tentang terjadinyaperubahan dalam kehidupan masyarakat suku Tanala di Madagaskar sebagaiakibat

dari masuknya sistem teknologi bersawah, yang akhirnya masyarakatmenjadi ikut beralih sedang

sebelumnya mereka hanya mengenal systempenanaman padi ladang.

Dari pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh masyarakat secaralangsung sebagai basil

dari proses pembelajaran tersebut dapat dikatakansebagai proses pembelajaran dalam bentuk difusi.

Proses pembelajaran dalambentuk diffusi meliputi langkah-Iangkah sebagai berikut : 1)

penghidangan. atau masuknya unsur-unsur budaya baru kepada kelompok sasaran, (2) penerimaan

unsur barm tersebut oleh masyarakat, dan (3) terjadinya pengintegrasian dari unsur-unsur yang telah

diterima ini ke dalam kebudayaan yang telah ada (Linton, 1984:258).

Pelatihan keterampilan usaha terpadu yang dalam pembelajarannya lebih berorientasi pada

praktek atau aplikasi praktis, memiliki kecenderungan yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar.

Apalagi dalam pelatihan keterampilan usaha terpadu yang menekankan keterlibatan peserta belajar

dalam belajamya, maka akan membuat warga belajar secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran

dan dalam pengambilan keputusan. Keterlibatan warga belajar dalam setiap proses kegiatan belajar

sesuai dengan ungkapan Knowles (1980), bahwa peserta belajar terutama bagi orang dewasa, proses

belajamya hams dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi aktif dari warga belajarnya. Pendekatan

semacam ini akan menjadikan suatu pengalaman yang berarti bagi peserta atau warga belajar itu

sendiri. Sebagaimana dikemukakan John Dewey dengan konsep "Learning by doing-nya" yang dalam

salah satu isi pembelajarannya mengutamakan bidang keterampilan yang dirasa berguna dalam

kehidupan dan langsung dapat dirasakan oleh masyarakat.

Pelatihan keterampilan usaha terpadu dapat dipandang sebagai upaya memperbaiki kualitas

atau meningkatkan kemampuan warga masyarakat dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, temtama dalam rangka mengimbangi dampak sosial akibat berbagai kebijakan yang

mempersempit lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Pada dasarnya pelatihan keterampilan usaha

terpadu merupakan suatu sistem pelatihan yang memungkinkan warga belajar, baik secara

individualmaupun kelompok, untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip

keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik.

Aktif maksudnya pelatihan keterampilan usaha terpadu pada dasarnya dikembangkan selain

berdasar kepada pendekatan diskoveri inkuiri, juga dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan

kemampuan dari warga belajarnya. Warga belajar perlu terlibat secara aktif dalam proses pelatihan

dari mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasinya. Keterlibatan warga belajar dalam

penyusunan rencana, pelaksanaan, dan proses evaluasi akan mampu mewadahi pertimbangan-

pertimbangan diatas. Dengan demikian menjadikan warga belajar termotivasi secara terus menerus

untuk belajar.

Holistik artinya suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pelatihan

keterampilan usaha terpadu diamati dan dikaji dari berbagai bidang ilmu sekaligus, tidak dari sudut

pandang yang terkotak-kotak. Pelatihan keterampilan usaha terpadu memungkinkan warga belajar

untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Sehingga pada akhirnya akan menjadikan warga

belajar lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau menghadapi berbagai kejadian.

Bermakna berarti pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek sebagaimana

diterangkan diatas, memungkinkan terbentuknya semacamjalinan antar skematis yang dimiliki warga

belajar. Sehingga pada akhirnya akan berdampak kepada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 691

Page 17: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh, dan keterkaitannya dengan konsep-konsep

lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang sedang dipelajari. Keterkaitan antar konsep ini

akan mengakibatkan kegiatan bclajar menjadi lebih fungsional, sehingga warga bclajar mampu

menerapkan perolehan basil belajarnyauntuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam

kehidupannya.

Otentik maksudnya pelatihan keterampilan usaha terpadu juga memungkinkan warga bclajar

memahami sccara langsung konsep dan prinsip yang akan dipelajari, karena di dalam proses bclajar

mengajarnya mereka melakukan kegiatan sccara langsung. Warga bclajar memahami dari basil

belajarnya sendiri, basil dari interaksinya fakta dan peristiwa, bukan sckcdar basil pemberitahuan dari

tutor. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik. Tutor lebih banyak

bersifat sebagai fasilitator dan katalisator, sedang warga belajarnya bertindak sebagai aktor pencari

informasi dan pengetahuannya. Tutor memberikan bimbingan kemana arah yang dilalui dan

memberikan fasilitas seoptimal mungkin demi tercapainya tujuan tersebut.

Dengan demikian, pelatihan keterampilan usaha terpadu bukan semata-mata merancang

aktivitas-aktivitas dari masing-masing bidang kajian yang ada kaitannya. Kegiatan merancang

aktivitas bisa saja dilakukan, namunbisa saja tidak sesuai dengan landasan filosofis, psikologis, dan

yuridis dari pelatihan keterampilan usaha terpadu. Pelatihan keterampilan usaha terpadu bisa saja

dikembangkan darn suatu tema yang disepakati bersama dengan melirik aspek-aspek materi dalam

kurikulum yang bisa dipelajari melalui pengembangan tema tersebut.

Analisis dan Pembahasan

4.1. Profil Partisipan

Sembilan belas orang telah berpartisipasi dalam Focus Group Discussion, Bidang Usaha:

ternak (sapi, kambing, itik, mentog), makanan dan minuman, Petani Toga, Petani Brambang, eceran

dan pedagang keliling. Petani tidak memiliki akses pasar yang baik.

Tabel 4.1

Cakupan

Pemasaran

Strategi Pemasaran a. Melakukan riset kecil-kecilan

b. Membuat rencana pemasaran

c. Pengembangan produk untuk menarik pelanggan yang belum

digarap

d. Membuat barga kompetitif

e. Meminta pendapat pelanggan ata produk tersebut

f. Mengundang orang untuk datang ke tempat usaha

g. Membuat produk yang unik

h. Membuat pesan dan materi pemasaran

i. Lain-lain

Fakultas Ekonomika dan Bisnis rUniversitas Kristen Satya Wacana

692

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Rujukan yang nyata dari segala konsep yang diperoleh, dan keterkaitannya dengan konsep-konsep

lainnya akan menambah kebermaknaan konsep yang sedang dipelajari. Keterkaitan antar konsep ini

akan mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih fungsional, sehingga warga belajar mampu

menerapkan perolehan basil belajamyauntuk memecahkan masalah-masalah yang nyata di dalam

kehidupannya.

Otentik maksudnya pelatihan keterampilan usaha terpadu juga memungkinkan warga belajar

memahami secara langsung konsep dan prinsip yang akan dipelajari, karena di dalam proses belajar

mengajamya mereka melakukan kegiatan secara langsung. Warga belajar memahami dari basil

belajamya sendiri, basil dari interaksinya fakta dan peristiwa, bukan sekedar basil pemberitahuan dari

tutor. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik. Tutor lebih banyak

bersifat sebagai fasilitator dan katalisator, sedang warga belajarnya bertindak sebagai aktor pencari

informasi dan pengetahuannya. Tutor memberikan bimbingan kemana arah yang dilalui dan

memberikan fasilitas seoptimal mungkin demi tercapainya tujuan tersebut.

Dengan demikian, pelatihan keterampilan usaha terpadu bukan semata-mata merancang

aktivitas-aktivitas dari masing-masing bidang kajian yang ada kaitannya. Kegiatan merancang

aktivitas bisa saja dilakukan, namunbisa saja tidak sesuai dengan landasan filosofis, psikologis, dan

yuridis dari pelatihan keterampilan usaha terpadu. Pelatihan keterampilan usaha terpadu bisa saja

dikembangkan dari suatu tema yang disepakati bersama dengan melirik aspek-aspek materi dalam

kurikulum yang bisa dipelajari melalui pengembangan tema tersebut.

Analisis dan Pembahasan

4.1. Profil Partisipan

Sembilan betas orang telah berpartisipasi dalam Focus Group Discussion, Bidang Usaha:

ternak (sapi, kambing, itik, mentog), makanan dan minuman, Petani Toga, Petani Brambang, eceran

dan pedagang keliling. Petani tidak memiliki akses pasar yang baik.

Tabel 4.1

Cakupan

Pemasaran

Strategi Pemasaran a. Melakukan riset kecil-kecilan

b. Membuat rencana pemasaran

c. Pengembangan produk untuk menarik pelanggan yang belum

digarap

d. Membuat barga kompetitif

e. Meminta pendapat pelanggan ata produk tersebut

f. Mengundang orang untuk datang ke tempat usaha

g. Membuat produk yang unik

h. Membuat pesan dan materi pemasaran

i. Lain-lain

febj Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 692

Page 18: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

4.2 Hasil Sharing Umum Pengalaman Pelaku UMKM

Tidak jarang pelaku UMKM mengalami kerugian usaha. Untuk produk pertanian harga yang

diberikan oleh tengkulak sangat rendah, terbelit hutang di KUD sehingga keuntungan yang

diharapkan tidak diperoleh. Untuk usaha yang lain sulitnya memasarkan produk karena tidak

mengetahui akses pasar.. Ketakutan kegagalam selalu menghatui pelaku usaha. Resistensi zona

nyaman antara bruh tani juga menghambat peluang bertumbuhnya usaha pemberdayaan masyaeakat

di dusun kawedegan.

4.3. Permasalahan dan Hambatan Berwirausaha

Peran pemerintah daerah agar UMKM dapat lebih berkembang berbagai bidang nampaknya

belum menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, program-program yang dibuat kurang

menyentuh sasaran bag! pelaku usahanya, selain itu kebijakan yang dibuat juga banyak yang tidak

dilanjuti dalam tindakan yang nyata, sehingga terkesan hanya bisa membuat tetapi sulit dalam

implentasinya. Selain itu, fenomena kurang berkembangnya wirausaha di kawedegan pada umumnya

juga tidak terlepas dari permasalahan yang berasal dari faktor internal perusahaan maupun eksternal

lingkungan usaha, sehingga akibatnya pembenahan menjadi semakin kompleks dan menuntut kita

semua untuk mengelola kompleksitas tersebut secara bersama-sama.

Masalahnya kemudian, bagaimana agar kita dapat mendorong supaya pelaku usaha dan calon

wirausaha UMKM tidak kehilangan arah, memiliki motivasi dan keuletan yang tinggi. Mengingat

pembinaan dan pengembangan UMKM merupakan salah satu kegiatan di bidang ekonomi yang

memiliki arti stratcgis dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat dusun kawedegan tanpa

menghilangkan kearifan dan potensi local. Hal ini dapat memberikan sumbangan yang cukup berarti

dalam penciptaan lapangan usaha, perluasan kesempatan kerja serta penyerapan tenaga kerja dan

peningkatan pendapatan yang pada akhirnya dapat memberikan kesejahtraan masyarakat.

Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut memang tidak mudah, diperlukan pembinaan dan

pengembangan UMKM secara terus menerus dan berkesinambungan dengan kebijakan yang dinamis

serta sesuai kondisi serta aspirasi pelaku usahanya. Hal ini dikarenakan bukan menjadi rahasia bahwa

para pelaku usaha di daerah, utamanya kelompok UMKM tidak mempunyai suara, dan jarang yang

dapat memperjuangkan kepentingannya secara profesional.

Permasalahan dan hambatan wirausaha dan penggalian potensi usaha dusun Kawedegan yang

dilakukan dengan membentuk Focus Group ditabulasikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Permasalan dan Hambatan UKMK

Permasalahan dan Hambatan

1 Uemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha kecil

2 Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan

dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

3 Sebagian bcsar produk industri kecil memiliki ciri atau karaktcristik sebagai pertanian,

peternakan, dan makanan minuman dengan jangka ketahanan yang relatif pendek

4 Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang

dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif namun terikat pada tengkulak

Fakultas Ekonomika dan Bisnis rUniversitas Kristen Satya Wacana

693

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

4.2 Hasil Sharing Umum Pengalaman Pelaku UMKM

Tidak jarang pelaku UMKM mengalami kerugian usaha. Untuk produk pertanian harga yang

diberikan oleh tengkulak sangat rendah, terbelit hutang di KUD sehingga keuntungan yang

diharapkan tidak diperoleh. Untuk usaha yang Iain sulitnya memasarkan produk karena tidak

mengetahui akses pasar.. Ketakutan kegagalam selalu menghatui pelaku usaha. Resistensi zona

nyaman antara bruh tani juga menghambat peluang bertumbuhnya usaha pemberdayaan masyaeakat

di dusun kawedegan.

4.3. Permasalahan dan Hambatan Berwirausaha

Peran pemerintah daerah agar UMKM dapat lebih berkembang berbagai bidang nampaknya

belum menunjukkan basil yang cukup menggembirakan, program-program yang dibuat kurang

menyentuh sasaran bagi pelaku usahanya, selain itu kebijakan yang dibuat juga banyak yang tidak

dilanjuti dalam tindakan yang nyata, sehingga terkesan hanya bisa membuat tetapi sulit dalam

implentasinya. Selain itu, fenomena kurang berkembangnya wirausaha di kawedegan pada umumnya

juga tidak terlepas dari permasalahan yang berasal dari faktor internal perusahaan maupun eksternal

lingkungan usaha, sehingga akibatnya pembenahan menjadi semakin kompleks dan menuntut kita

semua untuk mengelola kompleksitas tersebut secara bersama-sama.

Masalahnya kemudian, bagaimana agar kita dapat mendorong supaya pelaku usaha dan calon

wirausaha UMKM tidak kehilangan arah, memiliki motivasi dan keuletan yang tinggi. Mengingat

pembinaan dan pengembangan UMKM merupakan salah satu kegiatan di bidang ekonomi yang

memiliki arti strategis dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat dusun kawedegan tanpa

menghilangkan kearifan dan potensi local. Hal ini dapat memberikan sumbangan yang cukup berarti

dalam penciptaan lapangan usaha, perluasan kesempatan kerja serta penyerapan tenaga kerja dan

peningkatan pendapatan yang pada akhirnya dapat memberikan kesejahtraan masyarakat.

Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut memang tidak mudah, diperlukan pembinaan dan

pengembangan UMKM secara terus menerus dan berkesinambungan dengan kebijakan yang dinamis

serta sesuai kondisi serta aspirasi pelaku usahanya. Hal ini dikarenakan bukan menjadi rahasia bahwa

para pelaku usaha di daerah, utamanya kelompok UMKM tidak mempunyai suara, dan jarang yang

dapat memperjuangkan kepentingannya secara profesional.

Permasalahan dan hambatan wirausaha dan penggalian potensi usaha dusun Kawedegan yang

dilakukan dengan membentuk Focus Group ditabulasikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Permasalan dan Hambatan UKMK

Permasalahan dan Hambatan

1 Uemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar Usaha kecil

2 Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha Kurangnya informasi yang berhubungan

dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

3 Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai pertanian,

petemakan, dan makanan minuman dengan jangka ketahanan yang relatif pendek

4 Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang

dihasilkan udak dapat dipasarkan secara kompetitif namun terikat pada tengkulak

feb Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 693

Page 19: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

(untuk produk pertanian)

5 Terbatasnya Akses Informasi Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan

dalam hal akses terhadap informasi.

6 Kekurangan modal mengakibatkan UKM tidak bisa bertahan hidup

7 Terbatasnya ketersediaan bahan baku (pupuk dengan harga mahal)

8 Terbatasnya pengetahuan mendapatkan tambahan modal.

4.4. Peluang Usaha dan Wirausaha Petani Dusun Kawedegan Nganjuk

Secara ringkas peluang UMKK di Kawedegan dan hasil diskusi yang dilakukan dengan

membentuk Focus Group ditabulasikan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Peluang UKMK

Peluang UMKM

1 Penerimaan masyarakat terhadap produk UMKM secara umum

2 Peluang inovasi

3 Mendapatkan pelatihan dari lembaga pengembangan UMKM

4 Peluang usaha terbuka luas melihat potensi usaha dan potensi pasar.

5 Bantuan kredit bagi UMKM

6 Membuka peluang untuk diversifikasi usaha dan pengolahan produk pertanian lokal.

7 Wadah organisasi-organisasi UMKM memberikan peluang sharing pengalaman dan

ajang saling belajar.

8 Banyak program-program radio atau televisi yang memberikan wawasan dan ide untuk

pengembangan UMKM.

9 Pembentukan koperasi dan pembinaan wirausaha secara berkesinambungan

4.5. Analisis SWOT Wirausaha di Kawedegan

Salah satu hal yangmembuat suatu bisnis Usaha kecil maju dan menuai hasil yang balk adalah

padaperencanaan usaha yang matang. Salah satu kiat sukses bisnis berada pada perencanaan usaha

yang didasarkan pada analisa terhadap beberapa faktor yang akan berpengaruh pada kelangsungan

usaha bisnis yang dijalani. Analisa bisnis ini memegang peranan yang cukup penting bagi usaha

kecil. Biasanya analisis terhadap faktor-faktor tersebut diabaikan oleh pelaku usaha kecil. Bisa

dimaklumi bisnis usaha kecil biasanya dijalankan menurut ""naluri". meski banyak yang sukses

berbisnis dengan cara tersebut namun alangkah baiknya jika dilandasi oleh analisa dan perencanaan

yang matang, evaluasi perkembangan bisnis, perbaikan, inovasi, analisa persaingan usaha dan lain-

lain.

Dalam kelangsungan usaha bisnis, ada dua hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha.

Pertama Faktor Internal dan Kedua Faktor eksternal. Analisa SWOT dipergunakan untuk

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana m m

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

(untuk produk pertanian)

5 Terbatasnya Akses Informasi Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan

dalam hal akses terhadap informasi.

6 Kekurangan modal mengakibatkan UKM tidak bisa bertahan hidup

u Terbatasnya ketersediaan bahan baku (pupuk dengan harga mahal)

8 Terbatasnya pengetahuan mendapatkan tambahan modal.

4.4. Peluang Usaha dan Wirausaha Petani Dusun Kawedegan Nganjuk

Secara ringkas peluang UMKK di Kawedegan dari hasil diskusi yang dilakukan dengan

membentuk Focus Group ditabulasikan dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Peluang UKMK

Peluang UMKM

1 Penerimaan masyarakat terhadap produk UMKM secara umum

2 Peluang inovasi

3 Mendapatkan pelatihan dari lembaga pengembangan UMKM

4 Peluang usaha terbuka luas melihat potensi usaha dan potensi pasar.

5 Bantuan kredit bagi UMKM

6 Membuka peluang untuk diversifikasi usaha dan pengolahan produk pertanian lokal.

7 Wadah organisasi-organisasi UMKM memberikan peluang sharing pengalaman dan

ajang saling belajar.

8 Banyak program-program radio atau televisi yang memberikan wawasan dan ide untuk

pengembangan UMKM.

9 Pembentukan koperasi dan pembinaan wirausaha secara berkesinambungan

4.5. Analisis SWOT Wirausaha di Kawedegan

Salah satu hal yangmembuat suatu bisnis Usaha kecil maju dan menuai hasil yang baik adalah

padaperencanaan usaha yang matang. Salah satu kiat sukses bisnis berada pada perencanaan usaha

yang didasarkan pada analisa terhadap beberapa faktor yang akan berpengaruh pada kelangsungan

usaha bisnis yang dijalani. Analisa bisnis ini memegang peranan yang cukup penting bagi usaha

kecil. Biasanya analisis terhadap faktor-faktor tersebut diabaikan oleh pelaku usaha kecil. Bisa

dimaklumi bisnis usaha kecil biasanya dijalankan menurut "naluri", meski banyak yang sukses

berbisnis dengan cara tersebut namun alangkah baiknya jika dilandasi oleh analisa dan perencanaan

yang matang, evaluasi perkembangan bisnis, perbaikan, inovasi, analisa persaingan usaha dan lain-

lain.

Dalam kelangsungan usaha bisnis, ada dua hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha.

Pertama Faktor Internal dan Kedua Faktor eksternal. Analisa SWOT dipergunakan untuk

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana febj

Page 20: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang penting dalam mencapai tujuan. Faktor Internal ;

kekuatan dan kelemahan internal organisasi bisnis . Faktor eksternal ; ancaman dan peluang yang ada

pada lingkungan eksternal organisasi bisnis.

Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan, segera melakukan

antisipasi agar kelemahan tersebut tidak menimbulkan kegagalan suatu usaha. Setelah dianalisa

kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh bisnis, sedapat mungkin segera mengambil langkah-langkah

untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Contoh sederhana, jika kelemahan adalah pada faktor

produksi yang lamban karena alat produksi yang sudah cukup udzur tentu harus diatasai dengan

mengganti alat produksi yang lebih baru. Atau melakukan modifikasi alat yang lebih efisien dan

efektif.

Kekuatan yang dimiliki adalah potensi yang perlu ditonjolkan dan dijadikan modal mencapai

keberhasilan. Misalnya kita memiliki produk yang memiliki kualitas di atas rata-rata produk sejenis,

ini bisa dipergunakan sebagai bahan dalam pendekatan promosi. Peluang sama halnya dengan

Kekuatan merupakan hal positif dan sisi luar yang perlu ditangkap dan dijadikan landasan untuk

menjalankan roda bisnis. Salah satu contoh, misalkan ada peluang pasar permintaan terhadap suatu

produk sangat bcsar. Ini adalah peluang yang perlu segera ditangkap untuk dijadikan ladang bisnis.

Banyaknya peluang suatu usaha sudah pasti akan diikuti dengan banyaknya pesaing yang

bergerak dalam bisnis yang sama. Hal ini memunculkan ancaman bagi usaha kita. Ancaman pesaing

semacam ini perlu diantisipasi dengan beberapa langkah. Misalnya dengan meningkatkan mutu

produk, variasi produk atau metode pemasaran yang lebih baik. Sedapat mungkin meminimalkan

kelemahan dan ancaman tetapi memperkuat kekuatan dan potensi.

Pendekatan analisis SWOT membantu UMKM mengetahui potensi diri, kekuatan, kelemahan

sekaligus peluang dan ancaman yang ada di sekeliling bisnis. Dengan begitu kita bisa melakukan

rencana strategis terhadap bisnis. Melakukan analisis SWOT merupakan salah satu Kiat Sukses Bisnis

yang bisa ditempuh.

Tabel 4.4 SWOT UMKM Dusun Kawedegan Nganjuk

Kekuatan

• Pemberdayaan ekonomi kemasyarakatan

• Harga yang kompetitif

• Ketersediaan pangsa pasar- sehingga potensi produk untuk diterima pasar masih tinggi

• Tenaga kerja kejujuran

yang motivasi dan

Kelemahan

Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar- Usaha kecil

Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

Terbatasnya Akses Informasi Selain akses pembiayaan,

Kekurangan modal mengakibatkan UKM tidak bisa bertahan hidup

Terbatasnya ketersediaan bahan baku pupuk bagi petani

m tab Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 695

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang penting dalam mencapai tujuan. Faktor Internal ;

kekuatan dan kelemahan internal organisasi bisnis . Faktor eksternal ; ancaman dan peluang yang ada

pada lingkungan eksternal organisasi bisnis.

Dengan mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan, segera melakukan

antisipasi agar kelemahan tersebut tidak menimbulkan kegagalan suatu usaha. Setelah dianalisa

kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh bisnis, sedapat mungkin segera mengambil langkah-Iangkah

untuk menanggulangi kelemahan tersebut. Contoh sederhana, jika kelemahan adalah pada faktor

produksi yang lamban karena alat produksi yang sudah cukup udzur tentu harus diatasai dengan

mengganti alat produksi yang lebih baru. Atau melakukan modifikasi alat yang lebih efisien dan

efektif.

Kekuatan yang dimiliki adalah potensi yang perlu ditonjolkan dan dijadikan modal mencapai

keberhasilan. Misalnya kita memiliki produk yang memiliki kualitas di atas rata-rata produk sejenis,

ini b'sa dipergunakan sebagai bahan dalam pendekatan promosi. Peluang sama halnya dengan

Kekuatan merupakan hal positif dari sisi luar yang perlu ditangkap dan dijadikan landasan untuk

menjalankan roda bisnis. Salah satu contoh, misalkan ada peluang pasar permintaan terhadap suatu

produk sangat besar. Ini adalah peluang yang perlu segera ditangkap untuk dijadikan ladang bisnis.

Banyaknya peluang suatu usaha sudah pasti akan diikuti dengan banyaknya pesaing yang

bergerak dalam bisnis yang sama. Hal ini memunculkan ancaman bagi usaha kita. Ancaman pesaing

semacam ini perlu diantisipasi dengan beberapa langkah. Misalnya dengan meningkatkan mutu

produk, variasi produk atau metode pemasaran yang lebih baik. Sedapat mungkin meminimalkan

kelemahan dan ancaman tetapi memperkuat kekuatan dan potensi.

Pendekatan analisis SWOT membantu UMKM mengetahui potensi diri, kekuatan, kelemahan

sekaligus peluang dan ancaman yang ada di sekeliling bisnis. Dengan begitu kita bisa melakukan

rencana strategis terhadap bisnis. Melakukan analisis SWOT merupakan salah satu Kiat Sukses Bisnis

yang bisa ditempuh.

Tabel 4.4 SWOT UMKM Dusun Kawedegan Nganjuk

Kekuatan

• Pemberdayaan ekonomi kemasyarakatan

• Harga yang kompetitif

• Ketersediaan pangsa pasar sehingga potensi produk untuk diterima pasar masih tinggi

• Tenaga kerja kejujuran

yang motivasi dan

Kelemahan

Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar- Usaha kecil

Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

Terbatasnya Akses Informasi Selain akses pembiayaan,

Kekurangan modal mengakibatkan UKM tidak bisa bertahan hidup

Terbatasnya ketersediaan bahan baku pupuk bagi petani

febj Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 695

Page 21: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

• Terbatasnya pengetahuan mendapatkan tambahan modal.

Peluang

• Pasar masih terbuka

• Penerimaan masyarakat terhadap produk UKM

• Mendapatkan pelatihan dari lembaga pengembangan UKMK

• Peluang usaha terbuka luas.

• Bantuan kredit bagi UKMK

• Kemungkinan efisiensi produksi.

• Membuka peluang untuk diversifikasi.

Tantangan

• Sebagian besar- produk industri kecil memiliki ciri atau karaktcristik sebagai produk-produk dan pertanian dengan ketahanan yang pendek.

• Terbatasnya Akses Pasar- Terbatasnya akses pasar- akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif

• Ketatnya persaingan usaha dengan pelaku di luar dusun Kawedegan.

4.7. Strategi Pengembangan UMKM

Value chain didefinisikan sebagai aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk membawa produk

atau jasa dari mulai konsep, proses produksi, sampai pengiriman barang/jasa ke konsumen. UMKM

bisa berperan sebagai partner perusahaan besar dalam rantai ini. Hubungan ini dapat sangat

menguntungkan kedua belah pihak karena karaktcristik UMKM yang lebih fleksibel dan biaya

transaksi yang murah karena lebih dekat dengan konsumen dan keputusan yang lebih cepat sementara

perusahaan besar memanfaatkan ukurannya yang besar (economic of scale). Misalnya para petani

sebaiknya tidak tergantung pada tengkulak dalam menjual produk pertaniannya.

Mengembangkan Niche Market

Mengembangkan niche market merupakan salah satu strategi penting bagi UKM. Dalam

strategi ini UMKM memilih untuk menjadi pemain dalam produk yang sangat spesifik. Dengan

menerapkan strategi ini, UMKM bukan saja dapat berkompetisi dengan perusahaan besar- tapi juga

dapat meraih pasar.

Dalam suatu industri dengan diferensiasi produk, pertumbuhan UMKM sangat tergantung

pada kemampuan menciptakan niche market dan menghindari head-on competition

Networking

Networking adalah link, baik formal maupun informal. Dalam era global, network antar

perusahaan dapat membantu UMKM untuk berkompetisi sccara sejajar dengan perusahaan besar.

Network juga dapat mempercepat proses pembelajaran. Mereka dapat memfasilitasi konfigurasi

hubungan dengan supplier yang memungkinkan perusahaan-perusahaan berinovasi dan meningkatkan

efisiensi dengan kegiatan kolaborasi. Fakta membuktikan bahwa hubungan komunitas memainkan

peranan penting di dalam network bisnis. Kesamaan latar belakang budaya, kepercayaan dan prilaku

memudahkan para anggota dari kelompok etnis memprediksi dan memahami tingkah laku dan

kebutuhan anggota lainnya.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana m m

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

• Terbatasnya pengetahuan mendapatkan tambahan modal.

Peluang

• Pasar masih terbuka

• Penerimaan masyarakat terhadap produk UKM

• Mendapatkan pelatihan dari lembaga pengembangan UKMK

• Peluang usaha terbuka luas.

• Bantuan kredit bagi UKMK

• Kemungkinan efisiensi produksi.

• Membuka peluang untuk diversifikasi.

Tantangan

• Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan pertanian dengan ketahanan yang pendek.

• Terbatasnya Akses Pasar Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif

• Ketatnya persaingan usaha dengan pelaku di luar dusun Kawedegan.

4.7. Strategi Pengembangan UMKM

Value chain didefinisikan sebagai aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk membawa produk

atau jasa dari mulai konsep, proses produksi, sampai pengiriman barang/jasa ke konsumen. UMKM

bisa berperan sebagai partner perusahaan besar dalam rantai ini. Hubungan ini dapat sangat

menguntungkan kedua belah pihak karena karakteristik UMKM yang lebih fleksibel dan biaya

transaksi yang murah karena lebih dekat dengan konsumen dan keputusan yang lebih cepat sementara

perusahaan besar memanfaatkan ukurannya yang besar (economic of scale). Misalnya para petani

sebaiknya tidak tergantung pada tengkulak dalam menjual produk pertaniannya.

Mengembangkan Niche Market

Mengembangkan niche market merupakan salah satu strategi penting bagi UKM. Dalam

strategi ini UMKM memilih untuk menjadi pemain dalam produk yang sangat spesifik. Dengan

menerapkan strategi ini, UMKM bukan saja dapat berkompetisi dengan perusahaan besar tapi juga

dapat meraih pasar.

Dalam suatu industri dengan diferensiasi produk, pertumbuhan UMKM sangat tergantung

pada kemampuan menciptakan niche market dan menghindari head-on competition

Networking

Networking adalah link, baik formal maupun informal. Dalam era global, network antar

perusahaan dapat membantu UMKM untuk berkompetisi secara sejajar dengan perusahaan besar.

Network juga dapat mempercepat proses pembelajaran. Mereka dapat memfasilitasi konfigurasi

hubungan dengan supplier yang memungkinkan perusahaan-perusahaan berinovasi dan meningkatkan

efisiensi dengan kegiatan kolaborasi. Fakta membuktikan bahwa hubungan komunitas memainkan

peranan penting di dalam network bisnis. Kesamaan latar belakang budaya, kepercayaan dan prilaku

memudahkan para anggota dari kelompok etnis memprediksi dan memahami tingkah laku dan

kebutuhan anggota lainnya.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana febj

Page 22: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Network berbasis sosial memberikan jalan bagi perusahaan-perusahaan untuk mencari partner

bisnis, termasuk di dalamnya asosiasi dagang dan industri yang dapat memberikan keuntungan yang

tidak dapat diperoleh UMKM secara sendiri-sendiri. Kolaborasi UMKM dalam sebuah netwok dapat

memudahkan kesempatan, misalnya untuk keikutsertaan dalam pameran, mengadakan kontak dengan

produsen atau konsumen, upgrade teknologi, pengembangan produk baru, peningkatan standar

produk dan untuk menangkis ancaman pasar global.

Akses Pendanaan bagi Petani Penggarap Lahan PERHUTANI Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk

Salah satu output dart kegiatan ini adalah pembentukan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

untuk memperkuat akses pendanaan bagi petani penggarap lahan PERHUTANI Dusun Kawedegan,

Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk. Para petani penggarap lahan

PERHUTANI ini berupaya mendapat dukungan dana untuk mulai mengembangkan usaha secara

mandiri. Pada 1 September 2013 LKM berbentuk credit union (CU) di Dusun Kawedegan, Desa

Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk terbentuk. Credit union adalah salah satu

metodologi penguatan ekonomi rakyat yang efektif untuk membangun kepercayaan dan memobilisasi

basis akar rumput untuk mendukung progr am pembangunan pedesaan.

Mengapa harus CU menjadi pilihan pengelolaan keuangan masyarakat desa, bukan bank

komersial? Persoalannya bukan semata-mata rakyat sulit mendapatkan akses k red it di bank

disebabkan birokrasi dan persyaratan yang rumit, tapi karena di dalam kegiatan CU terdapat semangat

ikatan pemersatu. Prinsip-prinsip yang harus dibangun dalam CU adalah keterbukaan, kepercayaan

dan kebersamaan. Dengan keterbukaan pada semua hal mengenai keuangan di CU diharapkan muncul

kepercayaan yang pada akhirnya bisa membangun dan memperkuat kebersamaan. Kegiatan CU

dilaksananakan dalam upaya untuk melakukan penguatan modal sosial dan keuangan di masyarakat

dengan harapan dapat mendukung penerapan kegiatan wirausaha masyarakat petani penggarap.

Secara spesifik dalam konteks pembangunan ekonomi pedesaan yang masih didominasi oleh

sektor pertanian, potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu pertumbuhan ekonomi sangat

besar. Setidaknya ada lima alasan untuk mendukung argumen tersebut. Pertama, LKM umumnya

berada atau minimal dekat dengan kawasan pedesaan sehingga dapat dengan mudah diakses oleh

petani/pelaku ekonomi di desa. Kedua, Petani/masyarakat desa lebih menyukai proses yang singkat

dan tanpa banyak prosedur. Ketiga, Karakteristik usaha tani umumnya membutuhkan platfond kredit

yang tidak terlalu besar- sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM. Keempat, dekatnya

lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami betul karakteristik usaha tani

sehingga dapat mengucurkan kredit secara tepat waktu dan jumlah; dan Kelima , Adanya keterkaitan

socio-cultural serta hubungan yang bersifat personal-emosional diharapkan dapat mengurangi sifat

moral hazard dalam pengembalian kredit.

Harapan atau keinginan masyarakat desa di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang,

Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, fungsi dan peranan lembaga keuangan mikro adalah

sebagai penyedia modal usaha. Selain sebagai penyedia modal usaha, sekitar 59,65% responden

menyebutkan bahwa LKM dapat difungsikan sebagai lembaga penyedia jasa simpan pinjam, dan

hanya sekitar 29,82% yang menyebutkan LKM sebagai lembaga yang mengumpulkan dana dari

masyarakat. Dalam implementasinya LKM dianggap lebih efisien dari lembaga keuangan lain karena

kedekatannya kepada masyarakat yang dilayani. Kedekatan ini akan mengurangi biaya-biaya

transaksi. LKM dalam operasional juga memberikan fasilitas bantuan non keuangan. Misalnya

bantuan untuk membuat rencana usaha, pencatatan dan pembukuan keuangan kelompok.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 697

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Network berbasis sosial memberikan jalan bagi perusahaan-perusahaan untuk mencari partner

bisnis, termasuk di dalairmya asosiasi dagang dan industri yang dapat memberikan keuntungan yang

tidak dapat diperoleh UMKM secara sendiri-sendiri. Kolaborasi UMKM dalam sebuah netwok dapat

memudahkan kesempatan, misalnya untuk keikutsertaan dalam pameran, mengadakan kontak dengan

produsen atau konsumen, upgrade teknologi, pengembangan produk baru, peningkatan standar

produk dan untuk menangkis ancaman pasar global.

Akses Pendanaan bagi Petani Penggarap Lahan PERHUTANI Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk

Salah satu output dari kegiatan ini adalah pembentukan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

untuk memperkuat akses pendanaan bagi petani penggarap lahan PERHUTANI Dusun Kawedegan,

Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk. Para petani penggarap lahan

PERHUTANI ini berupaya mendapat dukungan dana untuk mulai mengembangkan usaha secara

mandiri. Pada 1 September 2013 LKM berbentuk credit union (CU) di Dusun Kawedegan, Desa

Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk terbentuk. Credit union adalah salah satu

metodologi penguatan ekonomi rakyat yang efektif untuk membangun kepercayaan dan memobilisasi

basis akar rumput untuk mendukung program pembangunan pedesaan.

Mengapa harus CU menjadi pilihan pengelolaan keuangan masyarakat desa, bukan bank

komersial? Persoalannya bukan semata-mata rakyat sulit mendapatkan akses kredit di bank

disebabkan birokrasi dan persyaratan yang rumit, tapi karena di dalam kegiatan CU terdapat semangat

ikatan pemersatu. Prinsip-prinsip yang harus dibangun dalam CU adalah keterbukaan, kepercayaan

dan kebersamaan. Dengan keterbukaan pada semua hal mengenai keuangan di CU diharapkan muncul

kepercayaan yang pada akhimya bisa membangun dan memperkuat kebersamaan. Kegiatan CU

dilaksananakan dalam upaya untuk melakukan penguatan modal sosial dan keuangan di masyarakat

dengan harapan dapat mendukung penerapan kegiatan wirausaha masyarakat petani penggarap.

Secara spesifik dalam konteks pembangunan ekonomi pedesaan yang masih didominasi oleh

sektor pertanian, potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu pertumbuhan ekonomi sangat

besar. Setidaknya ada lima alasan untuk mendukung argumen tersebut. Pertama, LKM umumnya

berada atau minimal dekat dengan kawasan pedesaan sehingga dapat dengan mudah diakses oleh

petani/pelaku ekonomi di desa. Kedua, Petani/masyarakat desa lebih menyukai proses yang singkat

dan tanpa banyak prosedur. Ketiga, Karakteristik usaha tani umumnya membutuhkan platfond kredit

yang tidak terlalu besar sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM. Keempat, dekatnya

lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami betul karakteristik usaha tani

sehingga dapat mengucurkan kredit secara tepat waktu dan jumlah; dan Kelima , Adanya keterkaitan

socio-cultural serta hubungan yang bersifat personal-emosional diharapkan dapat mengurangi sifat

moral hazard dalam pengembalian kredit.

Harapan atau keinginan masyarakat desa di Dusun Kawedegan, Desa Balonggebang,

Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, fungsi dan peranan lembaga keuangan mikro adalah

sebagai penyedia modal usaha. Selain sebagai penyedia modal usaha, sekitar 59,65% responden

menyebutkan bahwa LKM dapat difungsikan sebagai lembaga penyedia jasa simpan pinjam, dan

hanya sekitar 29,82% yang menyebutkan LKM sebagai lembaga yang mengumpulkan dana dari

masyarakat. Dalam implementasinya LKM dianggap lebih efisien dari lembaga keuangan Iain karena

kedekatannya kepada masyarakat yang dilayani. Kedekatan ini akan mengurangi biaya-biaya

transaksi. LKM dalam operasional juga memberikan fasilitas bantuan non keuangan. Misalnya

bantuan untul membuat rencana usaha, pencatatan dan pembukuan keuangan kelompok.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 697

Page 23: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Tabel 4.5 Fungsi dan Peranan Lembaga Keuangan Mikro Menurut Sektor Pekerjaan Masyarakat

No. Pekerjaan Mengumpulkan Dana Masyarakat

Menyediakan Modal Usaha

Jasa simpan pinjam

1 Petani 12 34 31

2 Pedagang 17 34 28

3 Pegawai/Guru/Pensiuna n

2 6 5.77 2Jumlah 34 81 68

4 Industri 3 7 7

Jumlah 34 81 68

29,82 % 71,05 % 59,65%

Peranan LKM menurut sebagian bcsar masyarakat yang bekerja di sektor industri, lebih

penting sebagai penyedia modal jasa simpan pinjam, sedangkan sebagai lembaga pengumpul dana

masyarakat hanya sebagian kecil yang menyebutkan. Di satu sisi LKM memiliki keunggulan yang

relatif tidak dimiliki oleh bank umum, yaitu: lokasinya yang dapat dijangkau nasabah pengusaha kecil

dan mikro, memiliki fleksibelitas/keluwesan dalam melakukan transaksi dengan nasabah yang oleh

masyarakat dianggap tidak bankable, dan lebih memahami budaya masyarakat setempat karena

keberadaannya sccara ps i kolog i s/kckc 1 uargaan antara pengelola LKM dengan anggotanya.

Analisis kebutuban model pelatiban keterampilan

Setelah diketahui kondisi masyarakat petani penggarap lahan Perhutani dan lingkungan

pertanian di desa Kawedegan, langkah selanjutnya dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat

petani melalui pelatiban. Kegiatan pelatiban diperlukan karena kemampuan yang dimiliki petani saat

ini terutama untuk menemukan dan menjalankan usaha belum berkembang. Keterampilan yang

dimiliki hanya pada bertani jenis sayur-sayuran dan belum mampu beralih ke jenis komoditas lain.

Setelah keterampilan bertani sayur-sayuran yang dijadikan sebagai sumber usaha masyarakat dilarang,

kini masyarakat penggarap lahan Perhutani lebih banyak menganggur.

Berdasarkan basil ekplorasi, juga ditemukan kalau model pelatiban yang selama ini

dilaksanakan oleh berbagai instansi pemerintahan atau lembaga kemasyarakatan belum mampu

menyentuh keseluruh lapisan masyarakat. Sebagaimana yang dialami masyarakat Kawedegan, Desa

Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, yang belum pernah menerima pelatiban

lain. Dapat kita maklumi bersama kalau permasalahan pemberdayaan masyarakat terutama yang

berhubungan dengan kemiskinan menjadi sangat kompleks, karena tidak cukup hanya ditangani oleh

satu instansi atau lembaga saja. Untuk itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak seperti lembaga

pemerintah, swasta, tokoh masyarakat, serta dari masyarakat tani itu sendiri, khususnya individu atau

kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program pelatiban.

Keberadaan program pelatiban sebagai pemberdayaan masyarakat, terutama yang bertujuan

untuk memperbaiki penghasilan menjadi sangat penting. Program pelatiban atau melalui pembelajaran

keterampilan yang diberikan, merupakan salah satu bentuk tindakan yang dapat memberdayakan

masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi. Pernyataan ini menjadi salah satu

alasan pertimbangan tentang periunya keteriibatan dari berbagai pihak dalam pelaksanaan program

pelatiban.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis CQO Universitas Kristen Satya Wacana m m

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

Tabel 4.5 Fungsi dan Peranan Lembaga Keuangan Mikro Menurut Sektor Pekerjaan Masyarakat

No. Pekerjaan Mengumpulkan Dana Masyarakat

Menyediakan Modal Usaha

Jasa simpan pinjam

1 Petani 12 34 31

2 Pedagang 17 34 28

3 Pegawai/Guru/Pensiuna n

2 6 5.77 2Jumlah 34 81 68

4 Industri 3 7 7

lumlah 34 81 68

29, 82 % 71, 05 % 59,65%

Peranan LKM menurut sebagian besar masyarakat yang bekerja di sektor industri, lebih

penting sebagai penyedia modal jasa simpan pinjam, sedangkan sebagai lembaga pengumpul dana

masyarakat hanya sebagian kecil yang menyebutkan. Di satu sisi LKM memiliki keunggulan yang

relatif tidak dimiliki oleh bank umum, yaitu: lokasinya yang dapat dijangkau nasabah pengusaha kecil

dan mikro, memiliki fleksibelitas/keluwesan dalam melakukan transaksi dengan nasabah yang oleh

masyarakat dianggap tidak bankable, dan lebih memahami budaya masyarakat setempat karena

keberadaannya secara psikologis/kekeluargaan antara pengelola LKM dengan anggotanya.

Analisis kebutuban model pelatiban keterampilan

Setelah diketahui kondisi masyarakat petani penggarap lahan Perhutani dan lingkungan

pertanian di desa Kawedegan, langkah selanjutnya dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat

petani melalui pelatiban. Kegiatan pelatiban diperlukan karena kemampuan yang dimiliki petani saat

ini terutama untuk menemukan dan menjalankan usaha belum berkembang. Keterampilan yang

dimiliki hanya pada bertani jenis sayur-sayuran dan belum mampu beralih ke jenis komoditas Iain.

Setelah keterampilan bertani sayur-sayuran yang dijadikan sebagai sumber usaha masyarakat dilarang,

kini masyarakat penggarap lahan Perhutani lebih banyak menganggur.

Berdasarkan basil ekplorasi, juga ditemukan kalau model pelatiban yang selama ini

dilaksanakan oleh berbagai instansi pemerintahan atau lembaga kemasyarakatan belum mampu

menyentuh kcscluruh lapisan masyarakat. Sebagaimana yang dialami masyarakat Kawedegan, Desa

Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, yang belum pernah menerima pelatiban

Iain. Dapat kita maklumi bersama kalau permasalahan pemberdayaan masyarakat terutama yang

berhubungan dengan kemiskinan menjadi sangat kompleks, karena tidak cukup hanya ditangani oleh

satu instansi atau lembaga saja. Untuk itu diperlukan kerjasama dari berbagai pihak seperti lembaga

pemerintah, swasta, tokoh masyarakat, serta dari masyarakat tani itu sendiri, khususnya individu atau

kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program pelatiban.

Keberadaan program pelatiban sebagai pemberdayaan masyarakat, terutama yang bertujuan

untuk memperbaiki penghasilan menjadi sangat penting. Program pelatiban atau melalui pembelajaran

keterampilan yang diberikan, merupakan salah satu bentuk tindakan yang dapat memberdayakan

masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi. Pernyataan ini menjadi salah satu

alasan pertimbangan tentang perlunya keterlibatan dari berbagai pihak dalam pelaksanaan program

pelatiban.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana feb

Page 24: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Dan hasil analisis kebutuhan pelatihan keterampilan bagi petani penggarap lahan Perhutani di

Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, selanjutnya akan

dikemukakan rancangan model pelatihan keterampilanusaha teipadu sebagai upaya alih komoditas.

Melalui pelatihan keterampilan usaha teipadu, masyarakat petani penggarap akan memiliki peluang

untuk mengembangkan kemampuan keterampilannya sehingga dapat dijadikan sebagai sumber usaha

baru. Di samping adanya dukungan dari sumberdaya yang ada, juga jenis keterampilan yang

dikembangkan masih memiliki peluang pasar yang luas.

Arab yang dituju dalam perencanaan dan pelaksanaan pelatihan keterampilan usaha teipadu

adalah untuk mendorong dan menciptakan suatu situasi yang memungkinkan bagi masyarakat untuk

berkembang. Kesempatan berkembang yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap masyarakat dalam menjalankan usaha, yaitu dari mulai mengolah,

memelihara, memanen dan memasarkan hasil.

Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu.

1. Penyusunan model konseptual

Bogdonis dan Salisburry dalam Hidayanto (1998:105) mengungkapkan; model

pengembangan dalam pembelajaran dan pelatihan terdiri dari tiga model :1). Model prosedural, yaitu

disebut juga dengan model yang bersifat deskriptif, dengan menampilkan langkah-langkah yang harus

diikuti dalam menghasilkan sebuah produk. 2) Model konseptual, yaitu model yang bersifat analisis

terhadap komponen-komponen produk yang akan dikembangkan serta keterkaitan an tar komponen. 3)

Model teoretik, yaitu model yang menunjukan hubungan perubahan antar peristiwa.

Di dalam model pelatihan keterampilan usaha terpadu ini menggunakan model

pengembangan pembelajaran yang mengikuti model konseptual, yaitu dengan melakukan analisis

deskripsi terhadap komponen-komponen yang dijadikan sebagai komponen model pembelajaran.

Rancangan model konseptual merupakan kerangka atau dasar-dasar dari sebuah bangun model yang

hendak disusun ke dalam model yang lebih operasional untuk di ujicobakan. Pada satu pihak

pelaksanaan ujicoba dimaksud berupa pengelolaan program pelatihan keterampilan usaha terpadu

bagi petani hortikultura sebagai upaya alih komoditas di Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan

Gondang, Kabupaten Nganjuk. Sedang di pihak lain berguna untuk memperoleh temuan akademik

bagi pengembangan keilmuan pendidikan luar sekolah.

Masyarakat desa Kawedegan sebagai kelompok sasaran ujicoba, selama menjadi petani

penggarap lahan Perhutani baru sekali menerima pelatihan, yaitu pelatihan membuat brambang

goreng yang diselenggarakan oleh pihak Balai Latihan Kerja Pertanian (BLKP) Nganjuk, tepatnya di

tahun 2011. Kegiatan inipun baru menyentuh sebagian kecil ibu-ibu rumah tangga, sedangkan bagi

para kepala keluarga sebagai petani sayur belum pernah menerima bantuan dalam bentuk apapun.

Sampai akhirnya mereka dilarang untuk menggarap lahan dengan komoditas tersebut.

Pelatihan keterampilan usaha terpadu yang di rancang terdiri dari empat jenis keterampilan ini

merupakan upaya untuk menjawab permasalahan, dan sebagai upaya memenuhi kebutuhan

masyarakat. Keempat jenisnya dikemas ke dalam suatu program pelatihan yang hasilnya untuk

dijadikan usaha bersama atau kelompok. Tiap jenis keterampilan biasanya dilatihkan sccara terpisah,

namun pada penelitian ini dilaksanakan dalam satu paket pelatihan. Kegiatan ini dimaksudkan, selain

melihat adanya keterhubungan dari masing-masing jenis keterampilan tersebut, juga bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan petani dari mulai yang dirasa sangat mendesak atau dalam jangka pendek,

menengah maupun jangka panjang. Dengan demikian secara berkesinambungan hasil pelatihan yang

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 699

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

Dari hasil analisis kebutuhan pelatihan keterampilan bagi petani penggarap lahan Perhutani di

Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Nganjuk, selanjutnya akan

dikemukakan rancangan model pelatihan keterampilanusaha terpadu sebagai upaya alih komoditas.

Melalui pelatihan keterampilan usaha terpadu, masyarakat petani penggarap akan memiliki peluang

untuk mengembangkan kemampuan keterampilannya sehingga dapat dijadikan sebagai sumber usaha

baru. Di samping adanya dukungan dari sumberdaya yang ada, juga jenis keterampilan yang

dikembangkan masih memiliki peluang pasar yang luas.

Arab yang dituju dalam perencanaan dan pelaksanaan pelatihan keterampilan usaha terpadu

adalah untuk mendorong dan menciptakan suatu situasi yang memungkinkan bagi masyarakat untuk

berkembang. Kesempatan berkembang yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap masyarakat dalam menjalankan usaha, yaitu dari mulai mengolah,

memelihara, memanen dan memasarkan basil.

Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu.

1. Penyusunan model konseptual

Bogdonis dan Sa,:sburry dalam Hidayanto (1998:105) mengungkapkan; model

pengembangan dalam pembelajaran dan pelatihan terdiri dari tiga model :1). Model prosedural, yaitu

disebut juga dengan model yang bersifat deskriptif, dengan menampilkan langkah-langkah yang harus

diikuti dalam menghasilkan sebuah produk. 2) Model konseptual, yaitu model yang bersifat analisis

terhadap komponen-komponen produk yang akan dikembangkan serta keterkaitan antar komponen. 3)

Model teoretik, yaitu model yang menunjukan hubungan perubahan antar peristiwa.

Di dalam model pelatihan keterampilan usaha terpadu ini menggunakan model

pengembangan pembelajaran yang mengikuti model konseptual, yaitu dengan melakukan analisis

deskripsi terhadap komponen-komponen yang dijadikan sebagai komponen model pembelajaran.

Rancangan model konseptual merupakan kerangka atau dasar-dasar dari sebuah bangun model yang

hendak disusun ke dalam model yang lebih operasional untuk di ujicobakan. Pada satu pihak

pelaksanaan ujicoba dimaksud berupa pengelolaan program pelatihan keterampilan usaha terpadu

bagi petani hortikultura sebagai upaya alih komoditas di Kawedegan, Desa Balonggebang, Kecamatan

Gondang, Kabupaten Nganjuk. Sedang di pihak lain berguna untuk memperoleh temuan akademik

bagi pengembangan keilmuan pendidikan luar sekolah.

Masyarakat desa Kawedegan sebagai kelompok sasaran ujicoba, selama menjadi petani

penggarap lahan Perhutani baru sekali menerima pelatihan, yaitu pelatihan membuat brambang

goreng yang diselenggarakan oleh pihak Balai Latihan Kerja Pertanian (BLKP) Nganjuk, tepatnya di

tahun 2011. Kegiatan inipun baru menyentuh sebagian kecil ibu-ibu rumah tangga, sedangkan bagi

para kepala keluarga sebagai petani sayur belum pemah menerima bantuan dalam bentuk apapun.

Sampai akhirnya mereka dilarang untuk menggarap lahan dengan komoditas tersebut.

Pelatihan keterampilan usaha terpadu yang di rancang terdiri dari empat jenis keterampilan ini

merupakan upaya untuk menjawab permasalahan, dan sebagai upaya memenuhi kebutuhan

masyarakat. Keempat jenisnya dikemas ke dalam suatu program pelatihan yang hasilnya untuk

dijadikan usaha bersama atau kelompok. Tiap jenis keterampilan biasanya dilatihkan secara terpisah,

namun pada penelitian ini dilaksanakan dalam satu paket pelatihan. Kegiatan ini dimaksudkan, selain

melihat adanya keterhubungan dari masing-masing jenis keterampilan tersebut, juga bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan petani dari mulai yang dirasa sangat mendesak atau dalam jangka pendek,

menengah maupun jangka panjang. Dengan demikian secara berkesinambungan hasil pelatihan yang

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 699

Page 25: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

diberikan akan dapat dinikmati, dan petani hortikultura yang saat ini tidak memiliki mata pencaharian

tetap lagi akan segera mendapatkan kembali pekerjaannya.

Dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan usaha terpadu selain diperlukan pengelolaan yang

baik, juga perlu didukung berbagai factor seperti; kemampuan tenaga pengajar, kurikulum yang tepat,

sumbersumber (alam, manusia, dan organisasi/budaya), sarana/prasarana, peluang pasar, dan sumber

biaya (permodalan). Keberhasilan dari model pelatihan keterampilan usaha terpadu tidak saja hanya

pada meningkatnya kemampuan peserta dan memiliki usaha baru, akan tetapi melalui keterlibatan

peserta dalam setiap aktivitas di pelatihan dapat membantu peserta untuk; (1) menilai sikap dan

perilaku diri sendiri, (2) memecahkan masalah yang dihadapi, serta (3) mampu merasakan apa yang

sedang dirasakan orang lain. (Joice, 1992 : 70).

Rancangan model pelatihan yang dikembangkan dan dilatihkan kepada masyarakat petani

penggarap mencakup beberapa hal; Pertama, deskripsi model pelatihan, menggambarkan konsep,

tujuan, ciri-ciri pelatihan keterampilan usaha terpadu, model beroperasi dan yang menjadi perbedaan

dengan model lainnya terutama sebagai satuan PLS. Kedua, memaparkan kondisi objektif masyarakat

Kawedegan dan potensi sumberdaya yang ada sebagai pendukung terselenggaranya pelatihan. Ketiga,

dalam upaya menemukan kemanfaatan dari model pelatihan yang dikembangkan, perlu dipilih jenis

keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai warga belajar. Dalam hal ini

ditemukan empat jenis keterampilan, yaitu pembudidayaan bawang, beternak ayam, membuat krupuk

bawang dan kegiatan berjual beli. Keempat, perancangan program dan bahan belajar- serta

langkahlangkah yang dilakukan dalam pelatihan, seperti; proses, metode pembelajaran dalam

pelatihan, iklim belajarnya, dan lain-lain dikembangkan dengan memperhatikan kelompok sasar an.

Kelima, proses pembelajaran dalam pelatihan menggambarkan bagaimana memproses antara

input dan instrumental input dalam pelatihan untuk menghasilkan output yang disepakati bersama.

Peran dan tugastugas fasilitator, kelompok sasaran, dan nara sumber teknis dikembangkan ke dalam

akti vitas pelatihan. Pengorganisasian peserta dan bahan belajar-, penggunaan metode dalam

pembelajaran dan pelatihan serta pembimbingan, semuanya digambarkan menjadi bagian yang

terintegrasi. Keenam, pemantauan dan penilaian basil dari pembelajaran dan pelatihan, dilakukan

untuk melihat perkembangan kemajuan kelompok sasaran sebagai warga belajar- dalam menguasai

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dibelajarkan.

Dari rancangan model yang diuraikan tersebut, langkah selanjutnya peneliti menyusun model

konseptual. Dalam melakukan penyusunan model konseptual, tetap akan memperhatikan beberapa hal

yang tercakup dalam rancangan model. Secara gads besar- model konseptual pelatihan keterampilan

usaha terpadu yang disusun menganut model tiga langkah, yaitu :

1. Perencanaan, selain merencanakan sumber belajar-, kurikulum, mated, sarana dan prasarana

pelatihan, sebelum pelaksanaan pelatihan juga perlu diperhatikan persiapan pembelajaran, seperti:

a) tujuan apa yang ingin dicapai dari penyelenggaraan pelatihan setelah diketahui kondisi dan

permasalahan yang dihadapi masyarakat, b) menentukan mata pelajaran sesuai dengan jenis

keterampilan yang akan dikembangkan, c) menentukan kelompok sasaran pelatihan yang

beranggotakan sejumlah peserta sesuai persyaratan yang telah ditetapkan, d) merumuskan tujuan

pelatihan sesuai dengan Tujuan Instruksional Umum maupun Khusus yang ingin dicapai.

2. Pelaksanaan, dalam tahap pelaksanaan dan observasi, yang juga perlu diperhatikan sesuai

perencanaan, adalah: a) melaksanakan tes awal, yaitu dengan memberikan sejumlah pertanyaan

melalui lembaran tertulis dan melalui pengamatan, b) pengembangan mated pelajaran dan

praktek, kegiatan ini dilakukan setelah memperoleh basil tes awal dan setelah mengetahuai basil

dari ujicoba yang dilakukan pada tahap pertama. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 700

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

diberikan akan dapat dinikmati, dan petani hortikultura yang saat ini tidak memiliki mata pencaharian

tetap lagi akan segera mendapatkan kembali pekerjaannya.

Dalam pelaksanaan pelatihan keterampilan usaha terpadu selain diperlukan pengelolaan yang

baik, juga perlu didukung berbagai factor seperti; kemampuan tenaga pengajar, kurikulum yang tepat,

sumbersumber (alam, manusia, dan organisasi/budaya), sarana/prasarana, peluang pasar, dan sumber

biaya (permodalan). Keberhasilan dari model pelatihan keterampilan usaha terpadu tidak saja hanya

pada meningkatnya kemampuan peserta dan memiliki usaha baru, akan tetapi meiaiui keterlibatan

peserta dalam setiap aktivitas di pelatihan dapat membantu peserta untuk; (1) menilai sikap dan

perilaku diri sendiri, (2) memecahkan masaiah yang dihadapi, serta (3) mampu merasakan apa yang

sedang dirasakan orang lain. (Joice, 1992 : 70).

Rancangan model pelatihan yang dikembangkan dan dilatihkan kepada masyarakat petani

penggarap mencakup beberapa hal; Pertama, deskripsi model pelatihan, menggambarkan konsep,

tujuan, ciri-ciri pelatihan keterampilan usaha terpadu, model beroperasi dan yang menjadi perbedaan

dengan model lainnya terutama sebagai satuan PLS. Kedua, memaparkan kondisi objektif masyarakat

Kawedegan dan potensi sumberdaya yang ada sebagai pendukung terselenggaranya pelatihan. Ketiga,

dalam upaya menemukan kemanfaatan dari model pelatihan yang dikembangkan, perlu dipilih jenis

keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai warga belajar. Dalam hal ini

ditemukan empat jenis keterampilan, yaitu pembudidayaan bawang, betemak ay am, membuat krupuk

bawang dan kegiatan berjual beli. Keempat, perancangan program dan bahan belajar serta

langkahlangkah yang dilakukan dalam pelatihan, seperti; proses, metode pembelajaran dalam

pelatihan, iklim belajamya, dan lain-lain dikembangkan dengan memperhatikan kelompok sasaran.

Kelima, proses pembelajaran dalam pelatihan menggambarkan bagaimana memproses antara

input dan instrumental input dalam pelatihan untuk menghasilkan output yang disepakati bersama.

Peran dan tugastugas fasilitator, kelompok sasaran, dan nara sumber teknis dikembangkan ke dalam

akti vitas pelatihan. Pengorganisasian peserta dan bahan belajar, penggunaan metode dalam

pembelajaran dan pelatihan serta pembimbingan, semuanya digambarkan menjadi bagian yang

terintegrasi. Keenam, pemantauan dan penilaian basil dari pembelajaran dan pelatihan, dilakukan

untuk melihat perkembangan kemajuan kelompok sasaran sebagai warga belajar dalam menguasai

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dibelajarkan.

Dari rancangan model yang diuraikan tersebut, langkah selanjutnya peneliti menyusun model

konseptual. Dalam melakukan penyusunan model konseptual, tetap akan memperhatikan beberapa hal

yang tercakup dalam rancangan model. Secara garis besar model konseptual pelatihan keterampilan

usaha terpadu yang disusun menganut model tiga langkah, yaitu :

1. Perencanaan, selain merencanakan sumber belajar, kurikulum, materi, sarana dan prasarana

pelatihan, sebelum pelaksanaan pelatihan juga perlu diperhatikan persiapan pembelajaran, seperti:

a) tujuan apa yang ingin dicapai dari penyelenggaraan pelatihan setelah diketahui kondisi dan

permasalahan yang dihadapi masyarakat, b) menentukan mata pelajaran sesuai dengan jenis

keterampilan yang akan dikembangkan, c) menentukan kelompok sasaran pelatihan yang

beranggotakan sejumlah peserta sesuai persyaratan yang telah ditetapkan, d) merumuskan tujuan

pelatihan sesuai dengan Tujuan Instruksional Umum maupun Khusus yang ingin dicapai.

2. Pelaksanaan, dalam tahap pelaksanaan dan observasi, yang juga perlu diperhatikan sesuai

perencanaan, adalah: a) melaksanakan tes awal, yaitu dengan memberikan sejumlah pertanyaan

melalui lembaran tertulis dan melalui pengamatan, b) pengembangan materi pelajaran dan

praktek, kegiatan ini dilakukan setelah memperoleh basil tes awal dan setelah mengetahuai basil

dari ujicoba yang udakukan pada tahap pertama. Kegiatan ini bertujuan untuk memperbaiki

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 700

Page 26: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

model konseptual awal, terutama bila dianggap masih memiliki kekurangan, c) Pengembangan

strategi pembelajaran adalah suatu strategi untuk menentukan langkah-langkah penyampaian

materi sesuai jenis usaha yang akan dikembangkan.

3. Evaluasi, tahap evaluasi dilakukan sesuai rancangan dan persiapan model yang ditetapkan.

Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses dan basil dan kegiatan pelatihan

yang telah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan melalui tes sccara tertulis dan melalui kegiatan

pengamatan.

2. Validasi model konseptual

Dalam melakukan validasi model konseptual, selain kepada promotor, ko-promotor dan

anggota, juga kepada nara sumber dan praktisi pelatihan. Aspek-aspek yang divalidasi oleh para ahli

tersebut meliputi:

a. Validasi isi (content validity), seperti : (1) penetapan fokus model pelatihan keterampilan usaha

terpadu, (2) penetapan metode dan teknik, (3) penetapan isntrumen.

b. Validasi struktur (construct validity), seperti: (1) penetapan alur proses pelatihan, (2) penyajian

bagan dan gambar.

Kegiatan validasi dilakukan pada dua tahapan, yaitu teoritik dan empirik yang dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Validasi teoritik ; dapat ditempuh dengan beberapa cara, seperti:

a. Berdiskusi dengan ahli pada bidang yang dikaji yang berasal dari PT. Perhutani Jawa Timur, yang

dilanjutkan ke Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk, dan Balai Besar Diklat Agrobisnis

Hortikultura (BBDAH) dan Balai Latihan Kereja Pertanian (BLKP) Nganjuk.

b. Berdiskusi dan berkonsultasi dengan ahli pendidikan luar sekolah, terutama pada model pelatihan

dan pembelajaran dengan para pembimbing dan lembaga/instansi terkait.

c. Berdiskusi dengan para praktisi pelatihan, seperti; Para Pamong Belajar Instruktur Balai Latihan

Kerja, dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kabupaten Nganjuk, serta tanggapan dari para

peserta pelatihan mengenai konsep yang ditawarkan.

2. Validasi empirik ; dilakukan melalui kegiatan ujicoba model dalam kancah lapangan. Selain

kegiatan validasi teoritik dan empirik, peneliti juga melakukan penelaahan kembali teori-teori,

konsep-konsep yang relevan dengan model pelatihan keterampilan usaha terpadu dan model-

model pelatihan yang telah dilakukan.

3. Revisi model konseptual.

Sebelum model konseptual yang divalidasi diimplementasikan, terlebih dahulu dilakukan

revisi model. Revisi dilakukan berdasarkan intepretasi dan penilaian para ahli dan praktisi, serta

tanggapan dari peserta pelatihan. Hasil analisis dari para ahli dan praktisi ada beberapa hal yang periu

direvisi dalam model konseptual, yaitu :

a. Dari pembimbing yang dilakukan pada saat-saat bimbingan disarankan agar : (1) selain model

periu dibuat dalam bentuk gambar-, juga fokus penelitian model pelatihan keterampilan usaha

terpadu harus jelas, (2) penetapan dan penggunaan metode serta langkahlangkah dalam

penelitiannya harus sistematis, (3) Penggunaan bahasa dan pembuatan instrumen diupayakan

sesederhana mungkin sesuai target kelompok sasaran.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 701

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

model konseptual awal, terutama bila dianggap masih memiliki kekurangan, c) Pengembangan

strategi pembelajaran adalah suatu strategi untuk menentukan langkah-Iangkah penyampaian

materi sesuai jenis usaha yang akan dikembangkan.

3. Evaluasi, tahap evaluasi dilakukan sesuai rancangan dan persiapan model yang ditetapkan.

Kegiatan evaluasi bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses dan basil dari kegiatan pelatihan

yang telah dilaksanakan. Evaluasi dilakukan melalui tes secara tertulis dan melalui kegiatan

pengamatan.

2. Validasi model konseptual

Dalam melakukan validasi model konseptual, selain kepada promotor, ko-promotor dan

anggota, juga kepada nara sumber dan praktisi pelatihan. Aspek-aspek yang divalidasi oleh para ahli

tersebut meliputi:

a. Validasi isi (content validity), seperti : (1) penetapan fokus model pelatihan keterampilan usaha

terpadu, (2) penetapan metode dan teknik, (3) penetapan isntrumen.

b. Validasi struktur (construct validity), seperti: (1) penetapan alur proses pelatihan, (2) penyajian

bagan dan gambar.

Kegiatan validasi dilakukan pada dua tahapan, yaitu teoritik dan empirik yang dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Validasi teoritik ; dapat ditempuh dengan beberapa cara, seperti:

a. Berdiskusi dengan ahli pada bidang yang dikaji yang berasal dari PT. Perhutani Jawa Timur, yang

dilanjutkan ke Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk, dan Balai Besar Diktat Agrobisnis

Hortikultura (BBDAH) dan Balai Latihan Kereja Pertanian (BLKP) Nganjuk.

b. Berdiskusi dan berkonsultasi dengan ahli pendidikan luar sekolah, terutama pada model pelatihan

dan pembelajaran dengan para pembimbing dan lembaga/instansi terkait.

c. Berdiskusi dengan para praktisi pelatihan, seperti; Para Pamong Belajar Instruktur Balai Latihan

Kerja, dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kabupaten Nganjuk, serta tanggapan dari para

peserta pelatihan mengenai konsep yang ditawarkan.

2. Validasi empirik ; dilakukan melalui kegiatan ujicoba model dalam kancah lapangan. Selain

kegiatan validasi teoritik dan empirik, peneliti juga melakukan penelaahan kembali teori-teori,

konsep-konsep yang relevan dengan model pelatihan keterampilan usaha terpadu dan model-

model pelatihan yang telah dilakukan.

3. Revisi model konseptual.

Sebelum model konseptual yang divalidasi diimplementasikan, terlebih dahulu dilakukan

revisi model. Revisi dilakukan berdasarkan intepretasi dan penilaian para ahli dan praktisi, serta

tanggapan dari peserta pelatihan. Hasil analisis dari para ahli dan praktisi ada beberapa hal yang perlu

direvisi dalam model konseptual, yaitu :

a. Dari pembimbing yang dilakukan pada saat-saat bimbingan disarankan agar : (1) selain model

perlu dibuat dalam bentuk gambar, juga fokus penelitian model pelatihan keterampilan usaha

terpadu harus jelas, (2) penetapan dan penggunaan metode serta langkahlangkah dalam

penelitiannya harus sistematis, (3) Penggunaan bahasa dan pembuatan instrumen diupayakan

sesederhana mungkin sesuai target kelompok sasaran.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 701

Page 27: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

b. Dan para ahli yaitu oleh Dr. Hermeindito (dosen dan trainer dan Universitas Ciputra) secara

umum disarankan; agar model yang dirancang selain mudah untuk dilaksanakan dan dipahami

peserta, juga harus mampu memberikan motivasi kepada peserta untuk menjalankan usaha. Di

samping itu selain perlu diusahakan adanya keterlibatan orang lain yang berperan sebagai

pendamping, baik yang berasal dari masyarakat setempat maupun dan luar, juga perlu

dicarikan mitra usaha.

Revisi dari para ahli dan praktisi terhadap model konseptual secara gains besar memberikan

penekanan kepada empat hal, yaitu :

a. Isi model, khususnya relevansinya dengan kebutuhan masyarakat.

b. Kejelasan kerangka berpikir atau alur penelitian (isi dan sistematika)

e. Metode yang digunakan, dan

d. Proses pengelolaan pelatihan dan pembelajaran.

Sementara dari warga belajar, menganggap positif karena konsep yang ditawarkan sangat

sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu komponen-komponen dari model pembelajaran

yang ditawarkan dalam pelatihan yang menganut model pembelajaran partisipatif, juga dianggap

sangat sesuai dan diperlukan dalam upaya memberdayakan petani. Sungguhpun demikian,

berdasarkan wawaneara dengan warga belajar- diperlukan penambahan waktu untuk kegiatan diskusi

dalam kelompok dengan sumber belajar.

Secara umum penelitian ini telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu

mengembangkan sebuah model pelatihan yang mampu memberdayakan masyarakat petani penggarap

lahan Perhutani dalam beralih komoditas. Model ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan bahwa

masyarakat petani penggarap sebenarnya masih memiliki potensi untuk maju dan berkembang

sepanjang diberikan peluang dan kesempatan. Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dipaparkan

dalam penelitian ini, kemudian dikaitkan dengan basil temuan penelitian dan pembahasannya, maka

secara gains besar dapat di buat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi masyarakat petani penggarap di desa Kawedegan

Dari basil identifikasi terhadap kondisi masyarakat petani penggarap di kampung Pasir

Angling desa Suntenjaya, peneliti menemukan:

a. Ketidak mampuan masyarakat petani penggarap untuk menjalankan usaha dengan beralih

komoditas lebih disebabkan oleh tingkat pengetahuan dan pendapatan yang masih rendah.

Kondisi demikian, membuat masyarakat petani penggarap sulit untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi keluarga. Terlebih-lebih pasca diberlakukannya larangan mengolah lahan perhutani

dengan tanaman hortikultura, yang semakin membuat para petani menjadi serba kekurangan dan

tidak berdaya. Tingkat pendapatan para petani yang Penghasilan seperti ini dirasakan masyarakat

sangat jauh dari cukup, dan membuat kehidupan masyarakat petani penggarap semakin dalam

kesulitan dan terus masuk ke dalam lingkaran kemiskinan. Alasan dikeluarkannya larangan bagi

petani penggarap, karena lahan yang mereka garap selama ini merupakan hutan lindung atau

daerah resapan air yang bila terus digarap atau dicangkul selain akan mengurangi sumber air yang

banyak dibutuhkan masyarakat juga akan menimbulkan erosi.

Simpulan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 702

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

b. Dari para ahli yaitu oleh Dr. Hermeindito (dosen dan trainer dari Universitas Ciputra) secara

umum disarankan; agar model yang dirancang selain mudah untuk dilaksanakan dan dipahami

peserta, juga hams mampu memberikan motivasi kepada peserta untuk menjalankan usaha. Di

samping itu selain perlu diusahakan adanya keterlibatan orang Iain yang berperan sebagai

pendamping, baik yang berasal dari masyarakat setempat maupun dari luar, juga perlu

dicarikan mitra usaha.

Revisi dari para ahli dan praktisi terhadap model konseptual secara garis besar memberikan

penekanan kepada empat hal, yaitu ;

a. Isi model, khususnya relevansinya dengan kebutuhan masyarakat.

b. Kejelasan kerangka berpikir atau alur penelitian (isi dan sistematika)

c. Metode yang digunakan, dan

d. Proses pengelolaan pelatihan dan pembelajaran.

Sementara dari warga belajar, menganggap positif karena konsep yang ditawarkan sangat

sesuai dengan kebutuhan mereka. Di samping itu komponen-komponen dari model pembelajaran

yang ditawarkan dalam pelatihan yang menganut model pembelajaran partisipatif, juga dianggap

sangat sesuai dan diperlukan dalam upaya memberdayakan petani. Sungguhpun demikian,

berdasarkan wawancara dengan warga belajar diperlukan penambahan waktu untuk kegiatan diskusi

dalam kelompok dengan sumber belajar.

Secara umum penelitian ini telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu

mengembangkan sebuah model pelatihan yang mampu memberdayakan masyarakat petani penggarap

lahan Perhutani dalam beralih komoditas. Model ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan bahwa

masyarakat petani penggarap sebenarnya masih memiliki potensi untuk maju dan berkembang

sepanjang diberikan peluang dan kesempatan. Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dipaparkan

dalam penelitian ini, kemudian dikaitkan dengan basil temuan penelitian dan pembahasannya, maka

secara garis besar dapat di buat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi masyarakat petani penggarap di desa Kawedegan

Dari basil identifikasi terhadap kondisi masyarakat petani penggarap di kampung Pasir

Angling desa Suntenjaya, peneliti menemukan:

a. Ketidak mampuan masyarakat petani penggarap untuk menjalankan usaha dengan beralih

komoditas lebih disebabkan oleh tingkat pengetahuan dan pendapatan yang masih rendah.

Kondisi demikian, membuat masyarakat petani penggarap sulit untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi keluarga. Terlebih-Iebih pasca diberlakukannya larangan mengolah lahan perhutani

dengan tanaman hortikultura, yang semakin membuat para petani menjadi serba kekurangan dan

tidak berdaya. Tingkat pendapatan para petani yang Penghasilan seperti ini dirasakan masyarakat

sangat jauh dari cukup, dan membuat kehidupan masyarakat petani penggarap semakin dalam

kesulitan dan terus masuk ke dalam lingkaran kemiskinan. Alasan dikeluarkannya larangan bagi

petani penggarap, karena lahan yang mereka garap selama ini merupakan hutan lindung atau

daerah resapan air yang bila terus digarap atau dicangkul selain akan mengurangi sumber air yang

banyak dibutuhkan masyarakat juga akan menimbulkan erosi.

Simpulan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 702

Page 28: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

b. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat lebih banyak dipengaruhi oleh sumber penghasilan

yang rendah. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di kampung Kawedegan hanya tamat SD

atau putus SLTP. Di samping sarana pendidikan yang jauh dari tempat tinggal masyarakat,

kondisi jalan sebagai penghubung juga sangat sulit untuk dilalui dengan kendaraan atau hanya

lebih nyaman dengan berjalan kaki. Dengan kondisi seperti ini membuat masyarakat petani

menjadi sulit untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam upaya memenuhi kebutuhan

ekonomi, tanpa adanyabantuan pihak lain.

c. Banyaknya masyarakat petani yang menganggur lebih disebabkan karena selain tidak dimilikinya

lahan pertanian sendiri, juga belum mampunya melakukan pengembangan ke usaha jenis lain.

Dengan pemberian pendidikan, khususnya melalui pelatihan akan dapat memberikan pengetahuan

dan keterampilan baru untuk dijadikan sebagai mata pencaharian, yang akhirnya dapat

meningkatkan penghasilan masyarakat petani dan mengurangi kemiskinan. Pernyataan ini cukup

beralasan, karena pada prinsipnya pemerintah daerah masih memperbolehkan masyarakat untuk

menggarap atau mengolah lahan tersebut, dengan catatan mereka harus mau merubah jenis

komoditasnya atau darn jenis tanaman semusim menjadi tanaman yang berjangka panjang seperti;

pisang. Selain bertani mereka juga diperkenankan untuk beternak seperti: sapi, domba, ayam, dan

lain-lain, hanya saja harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada.

d. Belum adanya lembaga atau instansi terkait yang melakukan pembinaan kepada masyarakat

terutama untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain pasca diberlakukannya larangan. Pembinaan

yang mereka terima sebelumnya hanya darn perorangan atau pemilik modal usaha yang sekaligus

sebagai pembeli darn produk yang sedang mereka jalankan. Peran masyarakat petani penggarap

sendiri lebih banyak hanya sckcdar sebagai buruh tani, walaupun ada sebagian yang memberikan

modal dengan cara bagi basil. Setelah diberlakukannya larangan untuk bertani jenis sayur-

sayuran, para pemilik modal belum mau bersepekulasi untuk menggantikan dengan jenis

komoditas lain. Situasi seperti ini dirasa sangat menyulitkan bagi petani, karena selain

kemampuan yang sangat terbatas, juga terbentur pada masalah biaya atau modal usaha.

2. Temuan model pelatihan keterampilan usaha terpadu

Darn basil ekplorasi di Kawedegan dalam upaya memberdayakan masyarakat untuk dapat

mengembangkan kemampuan berusaha, maka langkah yang dirasa tepat adalah melalui pemberian

pelatihan keterampilan. Model pelatihan keterampilan yang dikembangkan diarahkan pada

pengembangan usaha produktif yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan, serta dilakukan sccara

terpadu.

Berdasarkan temuan basil uji coba model konseptual pelatihan yang dikembangkan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. Konseptualisasi model pelatihan

Pertama : Berangkat nilai-nilai budaya gotong royong yang ada di masyarakat, ternyata

mampu memberikan inspirasi yang kuat dalam melandasi kerangka kerja model konseptual pelatihan

keterampilan usaha terpadu. Kerangka kerja ini dimulai sejak mengidentifikasi masalah dan

kebutuhan, serta potensi sumberdaya lokal yang dibutuhkan mulai dari menyusun perencanaan sampai

mengevaluasi program. Langkah kegiatan yang disusun dalam penyelenggaraan program ini yaitu; (1)

dari mulai perencanaan sampai evaluasi program pelatihan dilakukan bersama oleh masyarakat petani

dengan fasilitator, (2) rancangan model dan program pelatihan yang dikembangkan disesuaikan

dengan kebutuhan belajar dan disepakati oleh calon peserta, serta melibatkan berbagai pihak seperti

lembaga/instansi terkait, tokoh masyarakat dan petani sendiri.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 703

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

b. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat lebih banyak dipengaruhi oleh sumber penghasilan

yang rendah. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di kampung Kawedegan hanya tamat SD

atau putus SLTP. Di samping sarana pendidikan yang jauh dari tempat tinggal masyarakat,

kondisi jalan sebagai penghubung juga sangat sulit untuk dilalui dengan kendaraan atau hanya

lebih nyaman dengan berjalan kaki. Dengan kondisi seperti ini membuat masyarakat petani

menjadi sulit untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam upaya memenuhi kebutuhan

ekonomi, tanpa adanyabantuan pihak Iain.

c. Banyaknya masyarakat petani yang menganggur lebih disebabkan karena selain tidak dimilikinya

lahan pertanian sendiri, juga belum mampunya melakukan pengembangan ke usaha jenis Iain.

Dengan pemberian pendidikan, khususnya melalui pelatihan akan dapat memberikan pengetahuan

dan keterampilan baru untuk dijadikan sebagai mata pencaharian, yang akhirnya dapat

meningkatkan penghasilan masyarakat petani dan mengurangi kemiskinan. Pernyataan ini cukup

beralasan, karena pada prinsipnya pemerintah daerah masih memperbolehkan masyarakat untuk

menggarap atau mengolah lahan tersebut, dengan catatan mereka harus mau merubah jenis

komoditasnya atau dari jenis tanaman semusim menjadi tanaman yang berjangka panjang seperti;

pisang. Selain bertani mereka juga diperkenankan untuk betemak seperti: sapi, domba, ayam, dan

Iain-Iain, hanya saja harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada.

d. Belum adanya lembaga atau instansi terkait yang melakukan pembinaan kepada masyarakat

terutama untuk melakukan aktivitas-aktivitas Iain pasca diberlakukannya larangan. Pembinaan

yang mereka terima sebelumnya hanya dari perorangan atau pemilik modal usaha yang sekaligus

sebagai pembeli dari produk yang sedang mereka jalankan. Peran masyarakat petani penggarap

sendiri lebih banyak hanya sekedar sebagai buruh tani, walaupun ada sebagian yang memberikan

modal dengan cara bagi basil. Setelah diberlakukannya larangan untuk bertani jenis sayur-

sayuran, para pemilik modal belum mau bersepekulasi untuk menggantikan dengan jenis

komoditas Iain. Situasi seperti ini dirasa sangat menyulitkan bagi petani, karena selain

kemampuan yang sangat terbatas, juga terbentur pada masalah biaya atau modal usaha.

2. Temuan model pelatihan keterampilan usaha terpadu

Dari basil ekplorasi di Kawedegan dalam upaya memberdayakan masyarakat untuk dapat

mengembangkan kemampuan berusaha, maka langkah yang dirasa tepat adalah melalui pemberian

pelatihan keterampilan. Model pelatihan keterampilan yang dikembangkan diarahkan pada

pengembangan usaha produktif yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan, serta dilakukan secara

terpadu.

Berdasarkan temuan basil uji coba model konseptual pelatihan yang dikembangkan dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. Konseptualisasi model pelatihan

Pertama : Berangkat nilai-nilai budaya gotong royong yang ada di masyarakat, ternyata

mampu memberikan inspirasi yang kuat dalam melandasi kerangka kerja model konseptual pelatihan

keterampilan usaha terpadu. Kerangka kerja ini dimulai sejak mengidentifikasi masalah dan

kebutuhan, serta potensi sumberdaya lokal yang dibutuhkan mulai dari menyusun perencanaan sampai

mengevaluasi program. Langkah kegiatan yang disusun dalam penyelenggaraan program ini yaitu; (1)

dari mulai perencanaan sampai evaluasi program pelatihan dilakukan bersama oleh masyarakat petani

dengan fasilitator, (2) rancangan model dan program pelatihan yang dikembangkan disesuaikan

dengan kebutuhan belajar dan disepakati oleh calon peserta, serta melibatkan berbagai pihak seperti

lembaga/instansi terkait, tokoh masyarakat dan petani sendiri.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 703

Page 29: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Kedua: Peserta pelatihan menganggap kalau model konseptual dan jenis keterampilan yang

dikembangkan telah sesuai dengan kebutuhan mereka. Model ini basil dari perencanakan dan

kesepakatan bersama dengan melibatkan fasilitator dan instansi terkait seperti Pemerintah Daerah,

Dinas Pertanian, Perhutani, BRI dan tokoh masyarakat setempat. Ketiga: Model konseptual pelatihan

keterampilan yang dikembangkan terdiri dari dua tahapan:

1) Uji coba terbatas atau tahap pertama, yaitu bertujuan untuk melihat sejauh mana

kemampuan awal yang dimiliki peserta pelatihan. Pada ujicoba terbatas difokuskan pada asfek-asfek

pengembangan model pelatihan seperti, dalam pengelolaan pelatihan masyarakat petani

mengharapkan selain adanya pendamping dari luar juga ada yang dari

masyarakat setempat. Untuk mempermudah pertanggungjawaban dalam melakukan

pekerjaan, kelompok dibagi menjadi dua. PBM dilakukan secara tutorial, lebih banyak praktek, tidak

terikat pada jadwal dan evaluasinya melibatkan peserta. Kajian uji coba selain melakukan pengujian

teknis dan non teknis tehadap jenis keterampilan yang akan dikembangkan, juga membahas

penggunaan bahan belajar atau modul seperti membahas tentang isi, bentuk, kalimat, tata bahasa dan

pemahaman peserta. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan peserta secara langsung dan

didampingi sumber belajar/fasilitator. 2) Uji coba tahap kedua, yaitu bertujuan untuk lebih

memantapkan lagi dari basil uji coba sebelumnya yang dianggap masih kurang. Dengan demikian

masyarakat petani menjadi lebih berdaya dalam mengembangkan kemampuan berusahanya untuk

beralih komoditas.

Dalam uji coba tahap kedua yang sama dengan sebelumnya, yang dibagi ke dalam tiga

langkah utama dan beberapa uraian, seperti ; a) Perencanaan pelatihan, seperti (1) penyiapan tenaga

pengajar, (2) penyiapan kurikulum, (3) penyusunan jadwal dan materi kegiatan, (4) penyiapan

fasilitator proses belajar- mengajar. Dalam perencanaan juga perlu dipersiapkan langkah-langkah yang

akan dilakukan di lakukan dalam proses pembelajaran, seperti (1) menentukan tujuan pelatihan, (2)

penentuan mata pelajaran, (3) menentukan tar-get kelompok calon peserta, (4) merumuskan

tujuan/tingkat keberhasilan, b) Pelaksanaan pelatihan, seperti : (1) pelaksanaan tes awal, (2)

pengembangan materi pelajaran dan praktek, (3) pengembangan strategi pembelajaran, c) Pelaksanaan

evaluasi pelatihan, seperti : melakukan tes secara tertulis yang dibantu dengan pengamatan, dan

melakukan pengembangan alat revisi program berdasarkan basil.

b. Validasi dan implementasi model konseptual

Validasi: Model pelatihan keterampilan usaha terpadu yang ditawarkan bertujuan sebagai

program pemberdayaan masyarakat petani penggarap dalam upaya alih komoditas. Untuk

mendapatkan keyakinan kesesuaian dari rancangan model yang disusun dengan kebutuhan peserta

pelatihan, dilakukan validasi model kepada berbagai pihak atau para ahli.

Dengan demikian model konseptual yang dihasilkan akan memadai sebagai model pelatihan.

Implementasi: Berdasarkan basil implementasi atau uji coba yang dilakukan, model pelatihan

keterampilan usaha terpadu telah dianggap sesuai untuk memberdayakan masyarakat. Dalam

pelaksanaan dan basil penilaian dari model yang diujicobakan pada tahap pertama dan kedua, secara

nyata mampu memberikan kontribusi yang positif dalam kehidupan warga belajar. Kontribusi tersebut

telah sesuai dengan kebutuhan warga belajar- atau peserta pelatihan dalam rangka memperbaiki dan

meningkatkan kemampuan mereka seperti: dari sisi pengetahuan, keterampilan dan sikap, maupun

aspirasi untuk melakukan perubahan kondisi kehidupan sesuai yang dihar apkan.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 704

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Kedua: Peserta pelatihan menganggap kalau model konseptual dan jenis keterampilan yang

dikembangkan telah sesuai dengan kebutuhan mereka. Model ini basil dari perencanakan dan

kesepakatan bersama dengan melibatkan fasilitator dan instansi terkait seperti Pemerintah Daerah,

Dinas Pertanian, Perhutani, BRI dan tokoh masyarakat setempat. Ketiga: Model konseptual pelatihan

keterampilan yang dikembangkan terdiri dari dua tahapan:

1) Uji coba terbatas atau tahap pertama, yaitu bertujuan untuk melihat sejauh mana

kemampuan awal yang dimiliki peserta pelatihan. Pada ujicoba terbatas difokuskan pada asfek-asfek

pengembangan model pelatihan seperti, dalam pengelolaan pelatihan masyarakat petani

mengharapkan selain adanya pendamping dari luar juga ada yang dari

masyarakat setempat. Untuk mempermudah pertanggungjawaban dalam melakukan

pekerjaan, kelompok dibagi menjadi dua. PBM dilakukan secara tutorial, lebih banyak praktek, tidak

terikat pada jadwal dan evaluasinya melibatkan peserta. Kajian uji coba selain melakukan pengujian

teknis dan non teknis tehadap jenis keterampilan yang akan dikembangkan, juga membahas

penggunaan bahan belajar atau modul seperti membahas tentang isi, bentuk, kalimat, tata bahasa dan

pemahaman peserta. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan peserta secara langsung dan

didampingi sumber belajar/fasilitator. 2) Uji coba tahap kedua, yaitu bertujuan untuk lebih

memantapkan lagi dari basil uji coba sebelumnya yang dianggap masih kurang. Dengan demikian

masyarakat petani menjadi lebih berdaya dalam mengembangkan kemampuan berusahanya untuk

beralih komoditas.

Dalam uji coba tahap kedua yang sama dengan sebelumnya, yang dibagi ke dalam tiga

langkah utama dan beberapa uraian, seperti ; a) Perencanaan pelatihan, seperti (1) penyiapan tenaga

pengajar, (2) penyiapan kurikulum, (3) penyusunan jadwal dan materi kegiatan, (4) penyiapan

fasilitator proses belajar mengajar. Dalam perencanaan juga perlu dipersiapkan langkah-Iangkah yang

akan dilakukan di lakukan dalam proses pembelajaran, seperti (1) menentukan tujuan pelatihan, (2)

penentuan mata pelajaran, (3) menentukan target kelompok calon peserta, (4) merumuskan

tujuan/tingkat keberhasilan, b) Pelaksanaan pelatihan, seperti : (1) pelaksanaan tes awal, (2)

pengembangan materi pelajaran dan praktek, (3) pengembangan strategi pembelajaran, c) Pelaksanaan

evaluasi pelatihan, seperti : melakukan tes secara tertulis yang dibantu dengan pengamatan, dan

melakukan pengembangan alat revisi program berdasarkan basil.

b. Yalidasi dan implementasi model konseptual

Validasi: Model pelatihan keterampilan usaha terpadu yang ditawarkan bertujuan sebagai

program pemberdayaan masyarakat petani penggarap dalam upaya alih komoditas. Untuk

mendapatkan keyakinan kesesuaian dari rancangan model yang disusun dengan kebutuhan peserta

pelatihan, dilakukan validasi model kepada berbagai pihak atau para ahli.

Dengan demikian model konseptual yang dihasilkan akan memadai sebagai model pelatihan.

Implementasi: Berdasarkan basil implementasi atau uji coba yang dilakukan, model pelatihan

keterampilan usaha terpadu telah dianggap sesuai untuk memberdayakan masyarakat. Dalam

pelaksanaan dan basil penilaian dari model yang diujicobakan pada tahap pertama dan kedua, secara

nyata mampu memberikan kontribusi yang positif dalam kehidupan warga belajar. Kontribusi tersebut

telah sesuai dengan kebutuhan warga belajar atau peserta pelatihan dalam rangka memperbaiki dan

meningkatkan kemampuan mereka seperti: dari sisi pengetahuan, keterampilan dan sikap, maupun

aspirasi untuk melakukan perubahan kondisi kehidupan sesuai yang diharapkan.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 704

Page 30: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

3. Keefektifan model pelatihan keterampilan usaha terpadu

Keefektifan model pelatihan yang dikembangkan dalam mengembangkan kemampuan

berusaha, dikaji bcrdasarkan sejauh mana tingkat keberdayaan peserta setelah mengikuti proses

pelatihan. Hasil pelatihan dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Temuan dari basil

analisis secara kualitatif, dapat dikatakan bahwa setelah selesai mengikuti pelatihan para peserta

mampu diberdayakan dalam kelompok kerja untuk mengembangkan kemampuan dalam berusaha

dengan jenis komoditas yang baru. Di samping itu setelah selesai pelatihan para peserta dapat

mengidentifikasi sumber daya yang ada untuk dikembangkan.

Pemahaman peserta terhadap konsep dasar dalam berusaha juga baik. Jadi seaeara deskriptif

tujuan instruksional telah tereapai. Hasil analisis secara kualitatif tersebut diperkuat oleh hasil analisis

kuantitatif. Secara kuantitatif pengujian dilakukan dengan membandingkan antara hasil pre-test

dengan hasil post-test pada ketiga aspek yang diuji, yaitu aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Dari hasil pengujian tersebut, menunjukkan hasil yang signifikan, artinya terdapat perubahan atau

peningkatan kemampuan peserta setelah dilakukan perlakuan. Penganalisisan secara kuantitatif

dilakukan dengan membandingkan dua kelompok subjek penelitian yang beipasangan anatara

sebelum dan sesudah. Hasilnya diketahui bahwa telah terjadi perbedaan secara nyata antara peserta

sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelatihan

keterampilan usaha terpadu efektif untuk memberdayakan warga belajar dalam berusaha dengan jenis

komoditas baru. Selain itu dari hasil analisis juga menunjukkan kalau kegiatan pelatihan keterampilan

usaha terpadu membawa dampak secara nyata dalam merubah persepsi maupun sikap warga belajar

dalam menjalan usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja, K., dan H. Hikmat. 2001. Participatory Research Appraisal: Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press, Bandung.

Anwar-. (2004). Pengembangan Model Pengelolaan Pembelajaran Keterampilan Berbasis Sosial Budaya bagi Perempuan Nelayan. (Studi Perubahan Sosial Melalui Introduksi Teknologi pada Kebrarga Nelayan Suku Bajo di Kabupaten Kendari). Disertasi. UPI Bandung.

Fiedman, P.G and Yarbrough, E.A. 1985. Training Strategis From Start to Finish. Prentice-Hall., Englewood Cliffs, Nes Jersey.

Gilkey, R. et al. (1985). Definisi Teknologi Pendidikan. Diterjemahkan oleh Yusufhadi Miarso dkk. Jakarta: Rajawali.

Goad, T. W.(1982). Delivering Effective Training. San Diego. California, Inc.: University Associates.

Halim, A., dan M. M. Ali. 1993. Training and Profesional Development. [On- line] :http://www.fao.org/docrep/W5830E/w5830e0h.htm. (12 Juni 2004).

Jhingan, M. L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers: Jakarta.

Knowles, M.S. (1986). The Adult Learner A Neglected Species. Third Edition. Houston: Gulf Publishing Company.

Linton, R. (1984). The Study of Man (Antropology Suatau Penyeldikan Manusia). Diterjemahkan oleh Firmansyah. Bandung: Jemmars.

Mayo, P and Du Bois, PH. (1987). The Complete Book of Training. California University, CSU.

Moebyarto. 1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. BPEE. Yogyakarta.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 705

3rd Economics & Business Hesearch Festival 13 November 2014

3. Keefektifan model pelatihan keterampilan usaha terpadu

Keefektifan model pelatihan yang dikembangkan dalam mengembangkan kemampuan

berusaha, dikaji berdasarkan sejauh mana tingkat keberdayaan peserta setelah mengikuti proses

pelatihan. Hasil pelatihan dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Temuan dari basil

analisis secara kualitatif, dapat dikatakan bahwa setelah selesai mengikuti pelatihan para peserta

mampu diberdayakan dalam kelompok kerja untuk mengembangkan kemampuan dalam berusaha

dengan jenis komoditas yang baru. Di samping itu setelah selesai pelatihan para peserta dapat

mengidentifikasi sumber daya yang ada untuk dikembangkan.

Pemahaman peserta terhadap konsep dasar dalam berusaha juga baik. Jadi seacara deskriptif

tujuan instruksional telah tercapai. Hasil analisis secara kualitatif tersebut diperkuat oleh hasil analisis

kuantitatif. Secara kuantitatif pengujian dilakukan dengan membandingkan antara hasil pre-test

dengan hasil post-test pada ketiga aspek yang diuji, yaitu aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Dari basil pengujian tersebut, menunjukkan basil yang signifikan, artinya terdapat perubahan atau

peningkatan kemampuan peserta setelah dilakukan perlakuan. Penganalisisan secara kuantitatif

dilakukan dengan membandingkan dua kelompok subjek penelitian yang beipasangan anatara

sebelum dan sesudah. Hasilnya diketahui bahwa telah terjadi perbedaan secara nyata antara peserta

sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelatihan

keterampilan usaha terpadu efektif untuk memberdayakan warga belajar dalam berusaha dengan jenis

komoditas baru. Selain itu dari basil analisis juga menunjukkan kalau kegiatan pelatihan keterampilan

usaha terpadu membawa dampak secara nyata dalam merubah persepsi maupun sikap warga belajar

dalam menjalan usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja, K., dan H. Hikmat. 2001. Participatory Research Appraisal: Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press, Bandung.

Anwar. (2004). Pengembangan Model Pengelolaan Pembelajaran Keterampilan Berbasis Sosial Budaya bagi Perempuan Nelayan. (Studi Perubahan Sosial Melalui Introduksi Teknologi pada Keluarga Nelayan Suku Bajo di Kabupaten Kendari). Disertasi. UPI Bandung.

Fiedman, P.G and Yarbrough, E.A. 1985. Training Strategis From Start to Finish. Prentice-Hall., Englewood Cliffs, Nes Jersey.

Gilkey, R. et al. (1985). Definisi Teknologi Pendidikan. Diterjemahkan oleh Yusufhadi Miarso dkk. Jakarta: Rajawali.

Goad, T. W.(1982). Delivering Effective Training. San Diego. California, Inc.: University Associates.

Halim, A., dan M. M. Ali. 1993. Training and Profesional Development. [On- line] :http://www.fao.org/docrep/W5830E/w5830e0h.htm. (12 Juni 2004).

Jhingan, M. L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers: Jakarta.

Knowles, M.S. (1986). The Adult Learner A Neglected Species. Third Edition. Houston: Gulf Publishing Company.

Linton, R. (1984). The Study of Man (Antropology Suatau Penyeldikan Manusia). Diterjemahkan oleh Firmansyah. Bandung: Jemmars.

Mayo, P and Du Bois, PH. (1987). The Complete Book of Training. California University, CSU.

Moebyarto. 1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. BPEE. Yogyakarta.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 705

Page 31: Model Pelatihan Ketrampilan Usaha Terpadu Bagi Petani …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5807/2/PROS_Lena E... · Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Moekijat. 1993. Evaluasi Pelatihan dalam rangka Peningkatan Produktivitas. Bandung: Mandar Maju.

Nadler, L. (1982). Designing Training Programs: The Critical Events Model, London: Addison Wesley Publishing Company.

Perum Perhutani, 2001, Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, Jakarta.

Prasetijo, A. 2003. Akses Peran Serta Komuniti Lokal dan Pengeloaan Sumber Daya Alam dalam Akses perta Masyarakat. Penerbit ICD: Jakarta.

Prijono dan Pranarka. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta.

Santoso, P 2002. Merubah Watak Negara. LAPPERA. Pustaka Utama, Yogyakarta.

Saputro, Dani Sudibyo. 2009. Analisis Karakteristik Wirausaha Peternak Kambing Perah di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Siagian, S. P. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Simamora,H. 1995. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta.

Soemahamijaya,S.(1997).Membina Sikap Mental Wiraswasta.Jakarta:Gunung Jati.

Sudirman. 2005. Model Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu Bagi Petani Sebagai Upaya Alih Komoditas". (Studi Terhadap Petani Penggarap Lahan Perhutani di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung). Disertasi. UPI Bandung.

Sudjana, H.D. 1996. Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafah & Teori Pendukung Azas. Bandung: Nusantara Press.

Sukarta. 2010. Pengaruh lingkungan, sifat kewirausahaan, dan motivasi wirausaha terhadap pembelajaran wirausaha serta kinerja usaha. Tesis. Unud: Denpasar

Sumantri, S. 2000. Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Fakultas Psikologi Unpad: Bandung.

Sumodiningrat, G. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta.

Teguh, A. S. 2004. Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan. Penerbit Gaya Media, Yogyakarta.

Tjiptono, F. dan Diana, A. 1998. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi offset.

Udayani, R. 2010. Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Agrtbisnis (Kasus pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Bali). Tesis. Unud: Denpasar.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2004. Tentang Kehutanan. Bandung:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Jakarta: PT. Mitra

Yoder, D. (1962). Personal Principles and Policies, Printice Hall Inc, Maruzen Company Ltd, Second Edition.

Fokusmedia.

Info.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 706

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Moekijat. 1993. Evaluasi Pelatihan dalam rangka Peningkatan Produktivitas. Bandung: Mandar Maju.

Nadler, L. (1982). Designing Training Programs: The Critical Events Model, London: Addison Wesley Publishing Company.

Perum Perhutani, 2001, Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, Jakarta.

Prasetijo, A. 2003. Akses Peran Serta Komuniti Lokal dan Pengeloaan Sumber Daya Alam dalam Akses perta Masyarakat. Penerbit ICD: Jakarta.

Prijono dan Pranarka. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta.

Santoso, P 2002. Merubah Watak Negara. LAPPERA. Pustaka Utama, Yogyakarta.

Saputro, Dani Sudibyo. 2009. Analisis Karakteristik Wirausaha Peternak Kambing Perah di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Siagian, S. P. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Simamora,H. 1995. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta.

Soemahamijaya,S.(1997).Membina Sikap Mental Wiraswasta.Jakarta:Gunung Jati.

Sudirman. 2005. Model Pelatihan Keterampilan Usaha Terpadu Bagi Petani Sebagai Upaya Abb Komoditas". (Studi Terhadap Petani Penggarap Lahan Perhutani di Desa Suntenjaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung). Disertasi. UPI Bandung.

Sudjana, H.D. 1996. Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafah & Teori Pendukung Azas. Bandung: Nusantara Press.

Sukarta. 2010. Pengaruh lingkungan, sifat kewirausahaan, dan motivasi wirausaha terhadap pembelajaran wirausaha serta kinerja usaha. Tesis. Unud: Denpasar

Sumantri, S. 2000. Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Fakultas Psikologi Unpad: Bandung.

Sumodiningrat, G. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta.

Teguh, A. S. 2004. Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan. Penerbit Gaya Media, Yogyakarta.

Tjiptono, F. dan Diana, A. 1998. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi offset.

Udayani, R. 2010. Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Agribisnis (Kasus pada Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Bali). Tesis. Unud: Denpasar.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2004. Tentang Kehutanan. Bandung:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. Tentang Kehutanan. Jakarta: PT. Mitra

Yoder, D. (1962). Personal Principles and Policies, Printice Hall Inc, Maruzen Company Ltd, Second Edition.

Fokusmedia.

Info.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 706