Model dan pola layanan
Transcript of Model dan pola layanan
MODEL DAN POLA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata KuliahDasar Dasar Bimbingan
Dosen Pengampu :1. Dr. Awalya,M.Pd,Kons.
2. Sigit Hariyadi, M.Pd
Oleh :Nurul Azizah Zain (1301414118)
Rombel 3
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELINGFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2014
MODEL DAN POLA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Model-model Bimbingan
Istilah model menurut Shertzer dan Stone (1981) adalah suatu konseptualisasi yang luas,
bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-
model itu sendiri dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan dan
permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan dalam lingkungan pendidikan.
Adapun beberapa model dari beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1. Frank Parsons, menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam
jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang
pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan
kompenen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2. William M. Proctor (1925), mengembangkan model bimbingan dan mengenalkan dua
fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang
diberikan kepada sisiwa dalam memilih progam studi, membantu mengambil langkah
dalam mencapai cita-cita yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan siswa.
3. John M. Brewer (1932), mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan
belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan
perkembangan.
4. Donal G. Patterson (1938), dikenal dengan metode klinis yang menekankan perlunya
menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan menggunakan tes
psikologi dan studi diagnostic.
5. Wilson Little dan AL. Champman (1955), menekankan perlunya bimbingan dalam
memberikan bantuan kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam
bidang studi akademik dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam
mengolah pengalaman batin dan pergaulan sosial. Model ini menggunakan bentuk
pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventive dan
perseveratif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
6. Kennet B. Hoyt (1962), mendeskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah
kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa. Model ini menekankan
pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat
preventif, perseveratif, dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar dan
individu.
7. Ruth Strabf (1964), berpandangan mwnyangkut bimbingan melalui wawancara
konseling. Model ini menekankan bentuk pelayanan individudan pelayanan secara
kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara
konseling.
8. Arthur J. Jones (1970), menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada
siswa dalam menentukan pilihan-pilihan dan dalam penyesuain diri. Bantuan ini
terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang
pekerjaan. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan, mengutamakan ragam
bimbingan belajar serta bimbingan jabatatan dan memberi tekanan pada komponen
bimbingan penenpatan dan pengumpulan data serta wawancara.
9. Chris D. Kehas (1970), merumuskan tujuan pendidikan di sekolah adalah pada
perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi pada kenyataannya hanya aspek
intelektual saja yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan
hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar di
kelas.
10. Ralp Moser dan Norman A. Srinthall (1971), mengajukan usul agar di sekolah diberi
pendidikan psikologi yang dirancang guna menunjang perkembangan kepribadian
para siswa. Dengan model tersebut, Pelayanan bimbingan tidak hanya dibatasi pada
mereka yang melakukan konseling pada konselor, akan tatapi samapai pada semua
siswa yang mengikuti pendidikan psikologis
11. Julius Menacker (1976), model ini menekankan pada usaha mengadakan perubahan
pada lingkungan hidup serta mengatasi masalah yan menghambat perkembangan yang
optimal bagi siswa. Model ini memiliki keunggulan bahwa pandangan tingkah laku
seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan
hidupnya.
1. 2. Pola-pola Dasar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
1. Pola Generalis
Bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas
usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan
kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang
kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya bimbingan
hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
1. Pola Spesialis
Bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan
yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu seperti
testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konseling.
1. Pola Kurikuler
Bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dimasukkan dalam kurikulum
pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi
positif dari pola dasar ini ialah hubungan langsung terlibat dalam seluk-beluk pengajaran,
segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan
perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi di
bidang-bidang studi akademik.
1. Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental
Bahwa orang akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan
membina hubungan baik dengan orang lain. Segi positif pola dasar ini adalah peningkatan
kerja sama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan dan integrasi sosial di
antara peserta didik dengan staf pendidik.
1. 3. Pola 17 plus
Layanan konseling yang diberikan kepada peserta didik untuk belajar dengan efektif.
Efektivitas konseling dapat tercapai bila seorang konselor atau guru pembimbing
melaksanakan pola 17, antara lain:
1. Bidang Bimbingan Pribadi
Merupakan usaha bimbingan, dalam menghadapi dan memecahkan masalah pribadi seperti
penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan, serta sebagai seperangkat usaha bantuan
kepada peserta didik agar dapat mengahadapi sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial
yang dialaminya.
2. Bidang Bimbingan Sosial
untuk mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggungjawab.
3. Bidang Bimbingan Belajar
untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.
4. Bidang Bimbingan Karier
untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan.
5. Bidang Bimbingan Kehidupan Berkeluarga
Merupakan usaha bimbingan dalam memecahkan masalah keluarga untuk mewujudkan
keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah.
6. Bidang Bimbingan Kehidupan Beragama
Agar mampu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan tentang
keagamaan,dan dibantu dicarikan alternatif bagi pemechan masalahnya yang berkenaan
dengan keagamaan, serta agar siswa memiliki pemahaman yang baik dan benar tentang
ajaran agamanya,memecahkan masalah yang berkaitan dengan agama dilingkungan
sekolah,keluarga dan masyarakat.
Sedangkan sembilan layanan bimbingan dan konseling meliputi :
1. Layanan Orientasi
Layanan yang memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan
sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah dan memperlancar
berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu, sekurang-kurangnya diberikan dua
kali dalam satu tahun yaitu pada setiap awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar
peserta didik dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat
dan memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.
2. Layanan Informasi
Layanan yang memungkinan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi
(seperti : informasi belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi
adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara tepat tentang sesuatu,
dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier berdasarkan informasi yang diperolehnya
yang memadai. Layanan informasi pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.
3. Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan yang memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di dalam
kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra
kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segenap bakat, minat dan
segenap potensi lainnya. Layanan Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk
pengembangan.
4. Layanan Penguasaan Konten
Layanan yang memungkinan peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang
baik dalam penguasaan kompetensi yang cocok dengan kecepatan dan kemampuan dirinya
serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik
dapat mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran
berfungsi untuk pengembangan.
5. Layanan Konseling Perorangan
Layanan yang memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara
perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan perkembangan dirinya.
Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar peserta didik dapat mengentaskan masalah
yang dihadapinya. Layanan Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan
advokasi.
6. Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan yang memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika
kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk
menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan
keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta
didik dapat memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk
menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan
keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan Kelompok
berfungsi untuk pemahaman dan Pengembangan
7. Konseling Kelompok
Layanan yang memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh
kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika
kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh kesempatan untuk
pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan
Konseling Kelompok berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.
8. Layanan Konsultasi
Layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan,
pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau
masalah peserta didik.
9. Layanan Mediasi
Layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki
hubungan antar mereka.
Dan lima kegiatan pendukung layanan bimbingan dan konseling, meliputi:
1. Aplikasi Instrumentasi, Yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk
mengumpulkan data dan keterangan tentang diri peserta didik (konseli), keterangan
tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan yang lebih luas. Pengumpulan data
ini dapat dilakukan denagn berbagai cara melalui instrumen baik tes maupun nontes.
2. Himpunan Data dan Studi Kasus, Yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan
pengembangan peserta didik (konseli). Himpunan data perlu dielenggarakan secara
berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.
3. Kunjungan Rumah, Yaitu kegiatan pendukudng bimbingan dan konseling untuk
memperoleh data, keteranang, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya
permasalahan peserta didik (konseli) melalui kunjungan ke rumahnya. Kegiatan ini
memerlukan kerjasama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga klien yang
lainnya.
4. Alih Tangan Kasus, Yaitu kegiatan pendukudng bimbingan dan konseling untuk
mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami
peserta didik (konseli) dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke
pihak lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang erat dan mantap antara
berbagi pihak yang dapat memberikan bantuan dan atas penanganan masalah tersebut
(terutama kerjasama dari ahli lain tempat kasus itu dialihtangankan).
5. Konferensi Kasus, Yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk
membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik (konseli) dalam suatu forum
pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan
bahan, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan
tersebut. Pertemuan ini dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
6. Tampilan kepustakaan, yaitu kegiatan pendukung yang berkaitan dengan masalah-
masalah peserta didik lalu di hubungkan dengan referensi-referensi yang berhubungan
dengan masalah-masalah peserta didik tersebut.
Jika pola 17 bimbingan konseling dapat dilaksanakan maksimal, terprogram, dan
berkualitas, dapat menunjang hasil belajar siswa. Pelaksanaan bimbingan konseling pola 17
tersebut dapat maksimal apabila dalam kurikulum diberikan alokasi waktu minimal 1 jam
pelajaran sehingga lima bidang bimbingan, sembilan layanan, dan lima kegiatan pendukung
dapat diberikan pada seluruh siswa dan bukan pada siswa yang bermasalah saja.
DAFTAR PUSTAKA
Mugiarso, Heru dkk. 2006. Bimbingan dan Konseling. Semarang: UNNES PRESS
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT. Rineka Cipta