MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi...

24
1 MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi Kasus Jaringan Implementasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima di Kota Makassar) Oleh: Dr. Alwi, M.Si 1 [email protected] A. Pendahuluan Salah satu bentuk pelayanan publik adalah kebijakan publik atau program- program pemerintah yang ditujukan kepada publik. Salah satu kebijakan publik yang dimaksud adalah Kebijakan Pedagang Kaki Lima (PKL). Tujuan kebijakan ini adalah untuk memberdayakan PKL yang masih tergolong masyarakat miskin. Kebijakan seperti itu dimaksudkan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia (Hudson & Lowe, 2004). Bentuk pelayanan publik berupa kebijakan atau program merupakan salah satu bentuk perwujudan akuntabilitas pemerintah terhadap publik. Akuntabilitas yang demikian ini dalam perspektif akuntabilitas disebut akuntabilitas program (Chandler & Plano, 1982; McKinney & Howard, 1998). Studi ini lebih diarahkan kepada akuntabilitas publik melalui jaringan kebijakan pemberdayaan pedagang kaki lima di Kota Makassar. Pedagang kaki lima (PKL) merupakan kelompok masyarakat yang bergerak dalam bidang usaha skala kecil dan rentan terhadap kemiskinan. Namun, mereka juga perlu survive termasuk dalam kehidupan ekonomi, sebagaimana diatur dalam konstitusi pasal 27, bahwa setiap orang berhak mendapatkan hidup dan pekerjaan yang layak. Di satu sisi, dalam menjalankan usaha ekonomi PKL merupakan tuntutan konstitusi dan di sisi lain PKL merupakan salah satu sumber masalah, yang menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas jalan raya yang terjadi di semua kota besar di Indonesia, termasuk Kota Metropolitan Makassar. Berbagai upaya kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Kota Makassar dalam penanganan PKL di Kota Makassar adalah lahirnya Peraturan Daerah No. 10 Tahun 1990 tentang Pembinaan PKL di Kota Makassar. Kemudian, disusul lahirnya Keputusan Walikota Makassar No. 20 Tahun 2004 tentang Prosedur Tetap (Protap) 1 Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar

Transcript of MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi...

Page 1: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

1

MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK

(Studi Kasus Jaringan Implementasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima di Kota

Makassar)

Oleh:

Dr. Alwi, M.Si1

[email protected]

A. Pendahuluan

Salah satu bentuk pelayanan publik adalah kebijakan publik atau program-

program pemerintah yang ditujukan kepada publik. Salah satu kebijakan publik yang

dimaksud adalah Kebijakan Pedagang Kaki Lima (PKL). Tujuan kebijakan ini adalah

untuk memberdayakan PKL yang masih tergolong masyarakat miskin. Kebijakan seperti

itu dimaksudkan untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia (Hudson & Lowe, 2004).

Bentuk pelayanan publik berupa kebijakan atau program merupakan salah satu bentuk

perwujudan akuntabilitas pemerintah terhadap publik. Akuntabilitas yang demikian ini

dalam perspektif akuntabilitas disebut akuntabilitas program (Chandler & Plano, 1982;

McKinney & Howard, 1998).

Studi ini lebih diarahkan kepada akuntabilitas publik melalui jaringan

kebijakan pemberdayaan pedagang kaki lima di Kota Makassar. Pedagang kaki lima

(PKL) merupakan kelompok masyarakat yang bergerak dalam bidang usaha skala kecil

dan rentan terhadap kemiskinan. Namun, mereka juga perlu survive termasuk dalam

kehidupan ekonomi, sebagaimana diatur dalam konstitusi pasal 27, bahwa setiap orang

berhak mendapatkan hidup dan pekerjaan yang layak. Di satu sisi, dalam menjalankan

usaha ekonomi PKL merupakan tuntutan konstitusi dan di sisi lain PKL merupakan salah

satu sumber masalah, yang menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas jalan raya yang

terjadi di semua kota besar di Indonesia, termasuk Kota Metropolitan Makassar.

Berbagai upaya kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Kota Makassar

dalam penanganan PKL di Kota Makassar adalah lahirnya Peraturan Daerah No. 10

Tahun 1990 tentang Pembinaan PKL di Kota Makassar. Kemudian, disusul lahirnya

Keputusan Walikota Makassar No. 20 Tahun 2004 tentang Prosedur Tetap (Protap)

1 Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar

Page 2: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

2

Penertiban Pedagang Sektor Informal (PKL) di wilayah Kota Makassar. Selain itu, lahir

pula kebijakan Pemerintah Pusat berupa Peraturan Presiden No 125 tahun 2012 tentang

Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

Adanya kebijakan tersebut di atas, namun belum membuahkan hasil, seperti

yang terlihat di sekitar Jalan Cokroaminoto, Pasar Sentral kesemrawutan dan kemacetan

lalu lintas terjadi setiap saat karena PKL telah mengambil sebagian badan jalan tersebut.

Pemandangan yang sama juga dapat disaksikan lapak-lapak pedagang kaki lima yang

semrawut menyebabkan pemandangan kota yang tidak bersih. Masalah yang sama terjadi

di Jalan Hertasning Kota Makassar, masayarakat terutama para pengguna jalan tersebut

sudah merasa resah dengan adanya para PKL yang menjadi peyebab terjadinya

kemacetan lalu lintas (rakyat sulsel.com, sabtu, 07/Juli/2012). Demikian pula,

berdasarkan data Disperindag Kota Makassar (2013), jumlah PKL yang ada di Kota

Makassar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 jumlah PKL di

Kota Makassar sebanyak 10.426. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi

sekitar 11.328 PKL dan pada tahun 2011 terjadi juga pelonjakan sekitar 11.592 PKL

yang ada di Kota Makassar.

Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk membangun model

akuntabilitas kebijakan publik melalui jaringan implementasi kebijakan PKL di Kota

Makassar, di mana tujuan tahap pertama dari tiga tahap penelitian ini adalah: 1) untuk

mengetahui tanggapan dan harapan PKL dalam implementasi kebijakan pemberdayaan

PKL di Kota Makassar; dan 2) untuk mengetahui tanggapan dan harapan para pemangku

kepentingan dalam implementasi kebijakan pemberdayaan PKL di Kota Makassar.

B. Tinjauan Pustaka

1. Konsep dan Perspektif Akuntabilitas

Pentingnya akuntabilitas publik dalam konteks pelayanan publik, karena

administrator publik dan birokrasi sebagai penyelenggara pelayanan publik harus

memberikan pelayanan efektif dan efisien. Untuk dapat menjamin akuntabilitas publik,

maka menurut Frederick (1940) birokrasi harus profesional. Birokrasi yang profesional

dapat menjamin penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif dan efisien. Keharusan

memberikan pelayanan yang efektif dan efisien, karena publik atau warga yang

Page 3: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

3

membayar pajak untuk pembiayaan pembangunan dan pelayanan publik, sehingga

mereka harus mempertanggung jawabkan penyelenggaraannya kepada publik. Hal inilah

yang merupakan esensi dari akuntabilitas publik, sehingga Mosher (1968) menegaskan

bahwa “Responsibility may well be the most important word in all the vocabulary of

administration, public and private.” Tentunya, pertanggung jawaban yang dimaksudkan

Mosher di sini adalah pertanggung jawaban internal birokrasi sebagai penyelenggara

program pemberdayaan masyarakat miskin. Dalam hal ini mekanisme birkrasi seperti apa

yang memungkinkan penyelenggaraan program ini berjalan dengan efektif dan efisien.

Pertanyaan ini merupakan salah satu pertanyaan yang sering muncul dalam akuntabilitas

publik (Denhardt & Denhardt, 2007). Mengapa demikian? Karena dalam kenyataannya

banyak program pemberdayaan masyarakat miskin tetapi orang miskin tidak berubah

secara signifikan ke kehidupan yang lebih baik, seperti yang data ditunjukkan pada latar

belakang di atas. Fenomena tersebut menunjukkan mekanisme yang tidak menjamin

penyelenggaraan program yang efektif dan efisien.

Selain nilai efisiensi dalam penyelenggaraan program pengentasan masyarakat

miskin, nilai demokratis juga merupakan nilai esensial dalam penyelenggaraan program

tersebut yang memastikan kepentingan-kepentingan warga tidak terabaikan. Efisiensi

penyelenggaraan suatu program tidak serta merta menjamin terpenuhinya keinginan dan

kepentingan para warga sebagai kelompok sasaran suatu program publik atau kebijakan

publik. Oleh karena itu, pelayanan publik yang diselenggarakan oleh birokrasi

pemerintahan senantiasa dikontrol oleh pejabat-pejabat terpilih oleh warga negara. Para

pejabat inilah yang memastikan apakah program-program yang dibuat pemerintah sesuai

dengan kepentingan mereka sebagai warga negara.

Akuntabilitas publik merupakan suatu konsep yang memiliki ruang lingkup

yang luas. Ia meliputi dimensi administrasi publik, politik, dan hukum. Dimensi yang

disebut pertama, administrasi publik, menjadi orientasi utama dalam pembahasan tulisan

ini, karena ialah yang menyelenggarakan langsung pelayanan publik, mulai pada pada

perumusan kebijkan, implementasi kebijakan sampai pada menilai atau mengevaluasi

kebijakan publik.

Secara konseptual, akuntabilitas publik dalam perspektif ini lebih berorientasi

pada akuntabilitas aministratif atau manajerial (Dwivedi & Jabbra, 1989; Elwood, 1993),

Page 4: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

4

yaitu pertanggung jawaban dalam penyelenggaraan kebijakan atau program publik yang

efektif dan efisien. Dalam hal ini, rakyat sebagai pemberi mandat perlu memahami apa

dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui informasi tentang hal

tersebut. Pada saat ini, belum jelas bagi mereka mekanisme seperti apa untuk

mendapatkan informasi tersebut, karena belum tersedia mekanisme yang baku dalam

pemerintahan dan kalaupun ada, informasi tersebut berasal dari pihak ketiga. Mekanisme

akuntabilitas penyelenggara negara yang ada sekarang berdasarkan tata kenegaraan

adalah mekanisme yang lebih berorientasi pada akuntabilitas politik, yaitu pertanggung

jawaban penyelenggara negara/daerah terhadap wakil rakyat (DPR/D).

Oleh karena itu, penyelenggara negara perlu menyediakan mekanisme

akuntabilitas publik, agar mereka tahu uang telah diberikan melalui pajak digunakan

untuk apa, digunakan dengan benar melalui pelayanan publik yang efektif dan efisien,

atau digunakan untuk kemakmuran rakyat sebagaimana perintah UUD 1945. Hal ini yang

perlu diketahui oleh mereka sebagai pemberi mandat melalui mekanisme akuntabilitas

publik yang efektif, efisien, dan demokratis.

Penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif, efisien, dan ekonomis tidak

selamanya menjamin pelayanan publik yang demokratis. Penulis melihat pelayanan

publik yang demokratis merupakan esensi dari akuntabilitas penyelenggara negara. Oleh

karena itu, seperti apa penyelenggaraan pelayanan publik demokratis, efektif, dan efisien,

dan strategi akuntabilitas publik seperti apa, menjadi fokus diskusi pada tulisan ini.

2. Kebijakan Publik Yang Demokratis: Esensi Akuntabilitas Publik

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa salah satu bentuk pelayanan

publik adalah kebijakan publik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh pencetus

demokrasi, Abraham Lincoln, demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk

rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa kedaulatan atau pemberi mandat penyelenggara

negara adalah rakyat. Oleh karena itu, acuan utama penyelenggara negara dalam

pengelolaan negara atau pelayanan publik adalah kepentingan rakyat. Penyelenggara

negara dalam mengelola negara harus bertanggung jawab kepada mereka. Pertanggung

jawaban para penyelenggara negara kepada pemberi mandat, - rakyat, dipahami sebagai

akuntabilitas publik. Pengertian akuntabilitas tersebut sejalan dengan yang dikemukakan

Page 5: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

5

oleh Oliver and Drewry (1996), bahwa penyelenggara negara berkewajiban memberikan

penjelasan atau justifikasi atas tindakannya dan kemudian melakukan perbaikan jikalau

mereka melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya.

Pelayanan publik yang demokratis, sebenarnya, pelayanan publik yang

diselenggarakan oleh birokrasi publik dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan

warga negara (Gawthrop, 2002; Lynn, 1996). Kepentingan-kepentingan warga yang

menjadi dasar dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus dikedepankan.

Penyelenggara pelayanan publik perlu lebih banyak ”mendengar - listening” warga

ketimbang ”mendikte - telling” dan memberikan ”pelayanan – serving” daripada

”mengarahkan – steering”. Warga negara dan pejabat publik diharapkan bekerja

bersama-sama untuk menentukan dan menyelesaikan masalah bersama dalam suatu cara

yang sifatnya kooperatif dan menguntungkan kedua belah pihak (Denhardt & Denhardt,

2003).

Dalam perspektif administrasi publik, - terutama dalam paradigma new public

service, menekankan penyelenggaraan pelayanan publik yang demokratis. Pelayanan

publik yang seperti ini memandang setiap warga memiliki berbagai kepentingan yang

perlu dipahami oleh penyelenggara negara dan direalisasikannya dalam bentuk kebijakan,

program, dan proyek. Untuk menghindari bias atas pemahaman kepentingan-kepentingan

para warga atau rakyat, maka hendaknya mereka dilibatkan dalam proses perumusan dan

implementasi kebijakan. Adanya kebersamaan antara para penyelenggara negara dengan

warga dalam hal perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan, program, dan proyek,

yang menurut penulis merupakan mekanisme yang esensial akuntabilitas publik.

Sehubungan dengan hal di atas, kebersamaan tersebut akan menghindari

kesalahan interpretasi atas kepentingan-kepentingan para warga sehingga respon para

penyelenggara negara yang berupa kebijakan akan tidak menjadi bias juga. Para

penyelenggara negara memiliki keterbatasan dalam memahami kepentingan-kepentingan

mereka, sebagaimana yang banyak terjadi selama ini, sehingga mekanisme yang

demokratis menjadi penting dalam mengatasi masalah tersebut dan dapat menjadikan

para penyelenggara negara lebih akuntabel.

Dalam studi administrasi publik terdapat banyak perspektif atau paradigma

yang menjelaskan fenomena administrasi publik. Namun, pada saat ini, setidaknya

Page 6: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

6

dimulai akhir dekade 80 an dan awal tahun 1990 an yang memperlihatkan ”upaya-upaya

besar” dalam manajemen atau administrasi publik, terdapat tiga perspektif yang

mendapat perhatian banyak ahli dalam bidang ini, yaitu perspektif administrasi publik

klasik – old public administration, manajemen publik baru, - new public management,

dan pelayanan publik baru – new public service. Sebagai suatu paradigma, tentunya,

memiliki perbedaan sudut pandang terutama dari sisi epistemologis.

Perspektif administrasi publik klasik atau birokrasi klasik lebih memfokuskan

pada penyelenggaraan pelayanan publik yang efisien dengan penekanan lebih pada

pengaturan (Weber dalam shafritz dan Hyde, 1987). Penyelenggara (birokrasi

pemerintahan) yang menentukan dan menyediakan pelayanan dan barang-barang publik

(Leach et.al, 1994). Hal yang sama dikemukakan oleh Wilson (shafritz dan Hyde, 1987),

penyelenggaraan pelayanan publik yang efisien dilakukan dengan pemisahan fungsi

politik dan fungsi administrasi. Fungsi politik memusatkan perhatian pada perumusan

kebijakan sedangkan fungsi administrasi adalah menjalankan atau mengimplementasikan

kebijakan yang telah dirumuskan oleh politik.

Perspektif new public mangement merupakan suatu perspektif dalam

administrasi publik yang menitik beratkan penyelenggaraan pelayanan publik yang

efisien dengan menggunakan teknik-teknik manajemen yang banyak dipergunakan pada

organisasi bisnis, - run government like a business (Hughes, 1994). Dalam hal ini,

penyelenggaraan pelayanan publik berdasarkan pada mekanisme pasar. Program-program

pelayanan publik dirancang dan dilaksanakan tergantung pada kebutuhan pasar, -

customers.

Perspektif new public service merupakan suatu paradigma dalam administrasi

publik yang menekankan penyelenggaraan pelayanan publik yang demokratis. Dalam hal

ini, penyelenggara berusaha memahami kepentingan publik (public intrest) dalam

penyelenggaraan pelayanan publik. Kepentingan publik yang menjadi dasar dalam dalam

penyusunan berbagai program pelayanan publik.

Perspektif ini berbeda dengan kedua pendekatan di atas, khususnya

pendekatan new public mangement yang menekankan penyelenggaraan pelayanan publik

seperti yang dilakukan pada organisasi bisnis. Dalam perspektif ini, penyelenggaraan

pelayanan publik tidak menekankan penggunaan teknik-teknik manajemen pada

Page 7: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

7

organisasi bisnis, karena organisasi bisnis dan publik masing-masing memiliki orientasi

yang berbeda, sebagaimana yang dikemukakan oleh Denhardt & Denhardt (2003),

”government shouldn’t run like a business; it should be run like a democracy. ....both

elected and appointed public servants are acting on this principle and expressing

renewed commitment to such ideals as the public interest, the governance process, and

expanding democratic citizenchip.”

3. JARINGAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK: Wujud Akuntabilitas

Kebijakan Publik

Akuntabilitas publik memiliki berbagai tipe di antaranya akuntabilitas hukum,

politik, profesional, dan akuntabilitas moral (Dwivedi & Jabra, 1989). Para ahli tentang

konsep ini membagi tipe beragam namun terdapat pengistilahan yang sama, seperti

akuntabilitas kebijakan atau program disebut oleh Dwivedi & Jabra, 1989) sebagai

akuntabilitas politik dan Candler & Plano (1982) menyebutnya sebagai akuntabilitas

program. Akuntabilitas kebijakan atau program merupakan pertanggung jawaban para

pejabat publik tentang perilakunya dan pemanfaata sumber-sumber daya kepada publik,

sebagaimana yang dikemukakan oleh Bovens ( 2005) bahwa akuntabilitas mengacu

kepada suatu hubungan di antara suatu aktor dengan suatu forum, di mana aktor

mempunyai kewajiban untuk menjelaskan dan menjastifikasi perilakunya, sedangkan

forum dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan, penilaian dan sanksi kepada aktor.

Sebagai wujud akuntabilitas publik, jaringan implementasi kebijakan publik

merupakan suatu wadah yang menghimpun semua pemangku kepentingan dalam

merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan dengan prinsip resources sharing.

Oleh karena itu, pada umumnya teori-teori jaringan, seperti teori jaringan dan teori

ketergantungan sumber daya, menjelaskan pemanfaatan sumber-sumber daya secara

bersama sehingga tujuan dapat dicapai dengan efisien, efektif, dan demokratis. Dalam

jaringan implementasi kebijakan memiliki struktur yang tidak khirarkis antara satu aktor

dengan aktor lainnya, semuanya berkedudukan sama dalam organisasi ini yang masing-

masing memiliki sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah

dan mencapai tujuan yang efektif dan efisien serta demokratis.

Page 8: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

8

Secara konseptual, jaringan antar organisasi merupakan suatu konsep yang

telah banyak digunakan untuk perumusan kebijakan atau pengambilan keputusan,

implementasi kebijakan, dan strategi untuk memperoleh sumber-sumber daya penting

yang dibutuhkan suatu organisasi serta menyelesaikan masalah-masalah kompleks

organisasi. Munculnya sistem jaringan ini seiring dengan perkembangan zaman yang

tidak lagi berpikir menyelesaikan berbagai masalah secara sendiri-sendiri, melainkan

perlu melibatkan pihak lain atau organisasi lain untuk menyelesaikan masalah-masalah

internal organisasi. Para pakar yang berkonsentrasi dengan hal ini menyadari (dibuktikan

dari berbagai hasil kajian) bahwa efektivitas organisasi, baik publik maupun privat,

sangat ditentukan oleh jaringan antar organisasi (Sydow 2002; Becerra, 1999). Bahkan

hasil penelitian Pfeffer and Salanick (Powers, 2001), menunjukkan bahwa hanya 10

persen kinerja organisasi ditentukan oleh faktor internal, selebihnya (90 persen) didorong

oleh faktor luar organisasi, yang memerlukan jaringan antar organisasi.

Akuntabilitas publik yang demokratis mengharapkan keterlibatan semua

pemangku kepentingan dalam proses perumusan masalah dan implementasi program.

Keterlibatan ini menunjukkan adanya tanggung jawab bersama dalam proses tersebut.

Dalam hal ini, adanya tanggung jawab bersama ini menunjukkan adanya kebersamaan

dalam mengatasi berbagai masalah publik dan nilai ini sangat diperlukan untuk menjamin

keberhasilan pelaksanaan program sebagai ”obat” terhadap penyakit sosial yang telah

diidentifikasi sebelumnya. Akuntabilitas publik yang demokratis memandang kelompok

sasaran kebijakan atau program sebagai warga negara yang memiliki kepentingan

(interests) tertentu yang perlu dipahami dan diakomodir oleh penyelenggara negara

(Denhardt & Denhardt, 2007).

Selain demokratis, penyelenggara pemerintahan negara/daerah perlu

menyelenggarakan amanah rakyat dengan efektif dan efisien. Penyelenggaraan yang

demikian ini memerlukan adanya jaringan antar organisasi berbagai pemangku

kepentingan. Dalam pandangan jaringan antar organisasi bukan hanya mengandalkan

kerja sama antar organisasi pemangku kepentingan tetapi diutamakan adalah

pemanfaatan bersama sumber-sumber daya (resources sharing) di antara organisasi-

organisasi pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses perumusan masalah dan

implementasi program. Ketidak efisienan akan terjadi kalau setiap organisasi masing-

Page 9: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

9

masing merumusakan masalah dan menjalankan program yang sama. Dalam hal ini,

jaringan antar organisasi akuntabilitas publik yang demokratis adalah penyelenggara

pemerintahan negara/ daerah melibatkan semua pemangku kepentingan dalam proses

perumusan masalah dan implementasi program serta adanya pemamfaatan bersama

sumber-sumber daya dalam proses tersebut.

4. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tabel 1 berikut ini menunjukkan fokus penelitian ini yang memperjelas

kedudukakannya dalam pengembangan ilmu adaministrasi publik.

Tabel 1:

Hasil-hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Peneliti Judul Penelitian Temuan Penelitian Perbedaan

Adang Djaha

(2012)

Kontrol dan

Akuntabilitas

Birokrasidalam

Pelayanan Pendidikan

Dasar di Kabupaten

Alor

Pengeloaan dana BOS dan

DBEP, birokrasi

cenderung tertutup

daripada transparan.

Kesenjangan antara

perilaku dan pengetahuan

inii dimaknai sebagai

suatu hipokrit

sebagaimana dijelaskan

dalam model “sala” dari

Riggs.

Jaringan

kebijakan publik

sebagai wujud

akuntabilitas

publik

Taufik (2010) Analisis Akuntabilitas

Politik dalam

Penyelenggaraan

Pemerintahan Kota

Akuntabilitas politik

cukup tinggi dari tingkat

kehadiran, kualitas

argumentasi praktikal

Lebih fokus pada

jaringan

implementasi

kebijakan publik

Page 10: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

10

Samarinda serta intensitas

pelaksanaan dengar

pendapat yang dilakukan.

Akuntabilitas politik

dipengaruhi oleh

pengawasan dan kontrol

oleh lembaga legislatif

terhadap eksekutif sebagai

pelaku kebijakan publik;

semakin tinggi

akuntabilitas politik

semakin baik kinerja

organisasi publik

sebagai wujud

akuntabilitas

Rahmanurrasjid

(2008)

Akuntabilitas dan

Transparansi dalam

Pertanggung jawaban

Pemerintah Daerah

untuk Mewujudkan

Pemerintahan yang

Baik di Daerah

Implementasi

akuntabiliatas dan

transparansi dalam

pertanggung jawaban

pemerintah aerah

menemui kendala karena

tidak adanya evaluasi atas

penyampaian LPPD,

penyampaian LKPJ tidak

disertai perhitungan

APBD, pembahasan di

DPRD

Menyoroti

akuntabilitas

kebijakan publik

Manggaukang

(2006)

Akuntabilitas

Pemerintahan Lokal

dalam otonomi daerah:

Studi Kasus di

Pemerintah Daerah

Kabupaten Sumbawa

Akuntabilitas pemerintah

lokal dalam otonomi

daerah belum memadai.

Model akuntabilitas yang

sesuai dalam otonomi

daerah adalah model

akuntabilitas

pemerintahan lokal yang

menekankan kemitraan,

koordinasi sosial, dan

dialog

Lebih fokus pada

jaringan

implementasi

kebijakan publik

sebagai wujud

akuntabilitas

Rahmat (2009) Akuntabilitas

Birokrasi Pemerintah

Daerah dalam

Penyelenggaraan

Pelayanan Publik di

Birokrasi akuntabel dalam

penyelenggaran pelayanan

publik. Kebijakan,

kemampuan,

kepemimpinan aparatur,

penampilan fisik

Lebih berfukus

kepada

akuntabilitas

kebijakan publik

Page 11: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

11

Kota Makasar organisasi, kehandalan,

daya tanggap, jaminan

kepastian dan empati

mempunyai hubungan

positif dengan

akuntabilitas birokrasi dan

kualitas penyelenggaraan

pelayanan

Berdasarkan tabel hasil penelitian terdahulu yang relevan dan kalau dikaitkan

dengan penelitian ini memiliki fokus yang berbeda, yaitu: 1) semua hasil penelitian di

atas melihat melihat konsep akuntabilitas sebagai pertanggung jawaban yang dilakukan

oleh pejabat publik dalam organisasi secara individu; 2) belum ada yang berfokus pada

akuntabilitas dalam pencapaian nilai-nilai administrasi publik; dan 3) belum ada yang

melihat konsep jaringan sebagai wadah yang menggabungkan nilai-nilai kontradiktif

dalam administrasi publik. Semua yang tidak difokuaskan pada penelitian di atas menjadi

perhatian utama pada penelitian ini.

5. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, tinjauan pustaka, dan hasil-

hasil penelitian terdahulu maka peneliti membangun kerangka konsep sekaligus

menunjukkan state of the art dari penelitian ini. Jaringan implementasi kebijakan publik

sebagai wujud dari akuntabilitas kebijakan publik. Dalam hal ini, organisasi publik dan

pejabat publik baik yang dipilih maupun yang ditunjuk harus menunjukkan perhatiannya

kepada warga negara melalui kebijakan-kebijakan dan program-program yang memenuhi

kebutuhan dan kepentingan dari warga negara. Di satu sisi mereka dituntut bekerja

efisien dan efektif tetap di sisi lain harus juga bekerja dengan memperhatikan kebutuhan

dan kepentingan para warga negara. Akuntabilitas kebijakan yang efisien dan demokratis

menjadi pokok perhatian penelitian ini melalui jaringan implementasi kebijakan publik.

Persoalan pemberdayaan PKL merupakan suatu masalah yang rumit karena

masalah tersbut memiliki kaitan yang banyak dan kompleks sehingga kurang

memungkinkan akan diselesaikan oleh satu lembaga. Persoalan tersebut memuntut

keterlibatan semua aktor atau , pemangku kepentingan untuk menyelesaikannya,

Page 12: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

12

demikian pula menuntut sumber-sumber daya yang mencukupi untuk implementasi

program. Fenomena tersebut dijelaskan oleh teori jaringan dan teori ketergantungan

sumber daya serta teori akuntabilitas publik (kontrol eksternal dan profesionalisme

birokrasi). Hal ini ditunjukkan pada gambar kerangka di bawah ini.

Gambar 1: Model Akuntabilitas Kebijakan Yang Efisien dan Demokratis

C. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Kota Makassar, karena kota Makassar merupakan

kota yang paling banyak PKL yang selama 3 tahun terakhir mengalami peningkatan yang

signifikan.

2. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan kualitatif dengan strategi penelitian studi

kasus. Penggunaan desain penelitian demikian ini untuk mengungkap penyelenggaraan

jaringan implementasi kebijakan penanggulangan kemiskinan berdasarkan konteksnya.

Untuk mendapatkan hasil penelitian sebagaimana yang dimaksud pada tujuan

penelitian ini, maka desain penelitian berbeda antara satu tahap dengan tahap penelitian

Semua hasil –hasil penelitian terdahulu yang disebutkan di atas masih berfokus pada akuntabilitas yang diselenggarakan oleh organisasi secara individu

Fokus penelitian ini pada akuntabilitas kebijakan melalui implementor(TKPPKL) sebagai

organisasiberbasis jaringan

Teori-teori Jaringan dan Teori –teori

Akuntabilitas

Akuntabilitas

Kebijakan Publik

Yang Efisien dan

Demokratis:

Page 13: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

13

lainnya. Pada tahun pertama ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang

tanggapan dan harapan PKL dan Pemerintah Kecamatan dan jajarannya serta LPM

dalam implementasi kebijakan pemberdayaan PKL.Tahap ini menggunakan desain

penelitian studi kasus kualitatif dengan tipe deskriptif.

3. Informan

Penentuan informan dalam penelitian ditetapkan secara purposive, yaitu mereka

yang dianggap mempunyai kompetensi dalam kaitannya dengan akuntabilitas kebijakan

PKL. Penetapan yang seperti ini didasarkan pada penilaian dari ahli (atau peneliti

sendiri) untuk tujuan tertentu atau situasi tertentu (Neuman, 1997).

Adapun informan dalam penelitian ini adalah:

a. Walikota Makassar

b. Tim Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan PKL Kota Makassar

c. Kepala Dinas Perdagangan Kota Makassar

d. Kepala Bagian Pemberdayaan Masyarakat Kota Makassar

e. Para PKLdi Kota Makassar

f. LSM pemerhati PKL

g. Para Tokoh masyarakat di Kota Makassar

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data pada penelitian kualitatif, pengumpulan data

dilakukan melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Teknik Wawancara mendalam dilakukan kepada pimpinan lembaga-lembaga

daerah, LSM, dan tokoh masyarakat yang berkaitan langsung dengan implementasi

kebijakan pemberdayaan PKL di Kota Makassar. Pengamatan dilakukan pada tangibel

object yang berkaitan langsung dengan implementasi kebijakan pemberdayaan PKL di

Kota Makassar. Selain data primer yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam

Page 14: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

14

tersebut, juga sangat diperlukan dukungan berbagai data sekunder, seperti berbagai

dokumen yang berkaitan dengan kebijakan PKL.

Teknik dokumentasi dalam penelitian ini adalah mengumpulkan data dari

dokumen berupa peraturan-peraturan, gambar-gambar, jurnal-jurnal dan hasil-hasil

penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penanganan kemiskinan di Propinsi

Sulawesi Selatan.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Sesuai dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi

dan dokumentasi diolah dengan cara penggolongan, pengkategorian, dan

pengklarifikasian data.Data diolah melalui reduksi data, maka hasilnya akan dianalisis

dengan menggunakan strategi analisis studi kasus. Analisis data dilakukan berbeda antara

satu tahap dengan tahap lainnya. Pada tahap pertama inipenelitian ini menggunakan:

Analisis deskriptif kasus dan settingnya(Yin, 2000).

D. Hasil dan Pembahasan

1. Deskripsi Tanggapan dan Harapan PKL dalam implementasi kebijakan

pemberdayaan PKL di Kota Makassar

Secara umum penelitian ini akan mengembangkan model akuntabilitas yang

efektif dan efisien di satu sisi dan demokratis di sisi lain melalui jaringan implementasi

kebijakan PKL di Kota Makassar. Sebagai tahap awal penelitian ini berusaha

mendeskirpsikan tanggapan dan harapan para pedagang kaki lima yang berjualan di kota

makassar. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mendeskripsikan tanggapan dan

harapan para pedagang kaki lima di tiga kecamatan di Kota Makassar yaitu Kecamatan

Ujung Pandang, Kecamatan Makassar dan Kecamatan Bontoala.

Berdasarkan tabel 1 di bawah, upaya yang dilakukan oleh pemerintah

Kecamatan sampel yaitu Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Makassar dan

Kecamatan Bontoala dalam melakukan penataan dan pemberdayaan PKL secara umum.

Page 15: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

15

Pada Kecamatan Ujung Pandang para PKL menanggapi bahwa kebijakan

Pemerintah Kecamatan Ujung Pandang terhadap para PKL telah banyak berubah dimana

mereka telah diberikan lokasi khusus untuk berjualan, setelah ditutupnya lokasi jualan

Laguna yang berada dipantai losari, para pedagang diizinkan berjualan disepanjang

anjungan, hal ini berlangsung dipertengahan tahun 2013.

Berdasarkan pengakuan beberapa informan pedagang pisang epe yang

berjualan disekitar anjungan pantai losari, mereka telah diberikan izin awal januari tahun

2014 oleh ibu camat, rata-rata pedagang yang berjualan di anjungan pantai losari berasal

dari lokasi laguna dimana laguna ini adalah kawasan kuliner yang dikelola Dinas

Pariwisata Kota Makassar, tetapi disebabkan adanya konflik kepemilikan lahan dan

premanisme yang terjadi di wilayah kuliner laguna, maka Dinas Pariwisata mengajukan

kepada walikota untuk tidak lagi mengelola wisata kuliner di laguna, dan untuk meredam

gejolak yang terjadi di wilayah laguna yang berlokasi di Kecamatan Ujung Pandang,

maka Walikota menyerahkan kepada Camat Ujung pandang untuk mengelola pedagang

kaki lima yang berjualan di lokasi tersebut.

Tabel 1

Tanggapan dan Harapan para Pedagang Kaki Lima (PKL)

Kota Makassar

LOKASI Tanggapan Harapan

1.Kecamatan Ujung Pandang

2.Kecamatan Makassar

3.Kecamatan Bontoala

Lokasi berjualan

sudah ditata dilokasi

anjungan pantai

losari

Semua pedagang

telah mendapat

tanda pengenal yang

harus digunakan

oleh para PKL

Bantuan modal

kepada PKL

dipermudah

PKL menolak

Berharap jangan digusur

atau dipindah-pindahkan

ketempat yang tidak

strategis

Bersediah membayar

retribusi dengan catatan

tidak digusur-gusur lagi

Berharap pemerintah

memberikan bantuan

gerobak dan kursi yang

seragam kepada semua

PKL

Berharap mendapat

Page 16: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

16

direlokasi kewilayah

yang tidak strategis

bantual modal PKLkota

Makassar

Mengharapkan ada pihak

Sponsor yang mau

membiayai penataan

tempat jualan PKL

Sumber: Hasil Reduksi Data, Tahun 2014

Hal yang berbeda terjadi pada kedua kecamatan yaitu Kecamatan Makassar

dan Kecamatan Bontoala yang belum menata lokasi jualan para PKL hal ini bisa dilihat

disetiap ruas jalan dapat dilihat para PKL berjualan, belum adanya penataan ini

disebabkan dikedua kecamatan sampel belum mendapat wewenang dalam menangani

PKL yang berada di wilayah mereka berbeda halnya dengan Kecamaatan Makassar yang

mendapatkan Wewenang melalui Peraturan Walikota Makassar Nomor 80 Tahun 2013

tentang penataan PKL dan pemungutan retribusi.

Para PKL di Kecamatan Makassar dan Kecamatan Bontoala memang terlihat

semrawut dan tidak teratur mengganggu ketertiban, keindahan serta kebersihan

lingkungan.Lokasi berdagang yang sembarangan bahkan cenderung memakan bibir jalan

sangat mengganggu lalu lintas baik bagi pejalan kaki maupun pengendara motor atau

mobil. Selain itu, parkir kendaraan para pembeli yang tidak teratur juga sangat

mengganggu ketertiban. Belum lagi masalah limbah atau sampah. Selama ini para PKL

belum sadar akan pentingnya kebersihan sehingga keindahan di lingkungan pun sulit

diwujudkan. Mutu barang yang diperdagangkan juga harus diperhatikan, sehingga

nantinya tidak merugikan konsumen. (Hasil Pengamatan Penullis 2014).

Langkah yang diambil oleh Pemerintah Kota Makassar untuk memberdayakan

PKL adalah adanya bantuan modal yang diberikan pemerintah yaitu dana bergulir kepada

pengusaha kecil termasuk PKL didalamnya. Dana bergulir ini dikelola oleh LPM disetiap

kelurahan. Jumlah dana yang diperoleh dari pemerintah itu jumlahnya bervariasi

tergantung jenis usaha para PKL yaitu berkisar Rp 500.000,- sampai dengan Rp

2.000.000,-. Program bantuan dana itu, sayangnya tidak menyertakan tenaga pendamping

untuk mendapingi PKL dalam mengelola dana bergulir tersebut sehingga tingkat

keberhasilannya juga sulit diukur. Dana bergulir ini menurut PKL bukan bantuan modal

Page 17: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

17

dari pemerintah tetapi sebuah pinjaman lunak yang harus dibayar beserta bunganya

kepada pihak Pemerintah Kota Makassar.

2. Deskripsi tanggapan dan harapan Pemangku Kepentingan Dalam Pemberdayaan

PKL

Dalam implementasi kebijakan pemberdayaan PKL ada beberapa pemangku

kepentingan yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan kebijakan tersebut,

yaitu: pemerintah kecamatan, pemerintah kelurahan, LPM, Badan Pemberdayaan

Masyarakat, dan Disperindag. Untuk memahami tanggapan dan harapan para pemangku

kepentingan dalam implementasi kebijakan pemberdayaan PKL di Kota Makassar dapat

dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Pada tabel 2 di bawah ini masih ada kendala-kendala yang dihadapi oleh

Pemerintah Kota Makassar dalam menjalankan pemberdayaan PKL. Kendala yang

dihadapi dalam proses pemberdayaan PKL ini adalah bagaimana merubah pola pikir PKL

dari pola pikir lama ke pola pikir baru, merubah kesadaran PKL akan kebersihan tempat

jualan serta kebersihan barang dagangannya. menurut pihak kecamatan untuk mengubah

kebiasaan membuang sampah disembarang tempat saja sangat sulit dilakukan apalagi

mau merubah pola pikir menjadi berdayaguna. Kebersihan ini pula yang menjadi

hambatan di pihak kelurahan sehingga dibeberapa sampel kelurahan, masing-masih

kelurahan memberikan tanggung jawab kepada para PKL untuk membersihkan lokasi

jualan mereka.

Tabel 2

Tanggapan dan Harapan para Pemanggu Kepentingan

Dalam Pemberdayaan PKL (PKL) Kota Makassar

Pemangku Kepentingan Tanggapan Harapan

Kecamatan Merubah pola pikir

PKL

Lokasi berjualan PKL

Sulit diatur

Tidak mengizinkan

penambahan jumlah

PKL

Pemerintah harus satu

kata dari level atas

sampai leve bawah

dalam melakukan

pemberdayaan PKL

Pemerintah dapat

Menyiapkan Lahan

PKL harus mandiri

dalam usahanya dan

Page 18: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

18

dilaksanakan di rumah

masing-masing

PKL perlu mendapat

bantuan modal

Kelurahan Kebersihan lokasi

jualan menjadi

tanggung jawab PKL

Tidak mengizinkan

penambahan jumlah

PKL

PKL ditempatkan

disatu lokasi agar

mudah di kontrol

Memberikan bantuan

modal kepada pkl

SDM PKL yang rendah

dan tingkat emosional

yang tinggi

Sumber: Hasil Reduksi Data, 2014

Pada tabel 2 di atas masih ada kendala-kendala yang dihadapi oleh Pemerintah

Kota Makassar dalam menjalankan pemberdayaan PKL. Kendala yang dihadapi dalam

proses pemberdayaan PKL ini adalah bagaimana merubah pola pikir PKL dari pola pikir

lama ke pola pikir baru, merubah kesadaran PKL akan kebersihan tempat jualan serta

kebersihan barang dagangannya. Menurut pemerintah kecamatan untuk mengubah

kebiasaan membuang sampah disembarang tempat saja sangat sulit dilakukan apalagi

mau merubah pola pikir menjadi berdayaguna. Kebersihan ini pula yang menjadi

hambatan di pihak kelurahan sehingga dibeberapa sampel kelurahan, masing-masih

kelurahan memberikan tanggung jawab kepada para PKL untuk membersihkan lokasi

jualan mereka.

Hambatan yang berikutnya berdasarkan tabel 2 di atas adalah Lokasi berjualan

para PKL yang sangat sulit diatur dapat dilihat pada tiga kecamatan sampel, para PKL

berada disepanjang jalan yang merupakan daerah larangan berjualan, sehingga

keberadaan mereka tidak saja merusak tata kota juga menimbulkan kemacetan terutama

di wilayah-wilayah yang menjadi sentra PKL. Lokasi jualan mereka tidak mengindahkan

aturan yang diberikan pemerintah, jualan meraka bahkan mengambil sebagian ruas jalan

sehingga menggagu arus lalu lintas mobil, motor bahkan bagi pejalan kaki.

Pemangku kepentingan lain yang menentukan kebijakan pemberdayaan PKL

di Kota Makassar adalah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Badan

Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kota Makassar, dan Dinas Perdagangan dan

Page 19: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

19

Perindustrian (Desperindag) Kota Makassar. Tanggapan dan harapan pemangku

kepentingan ini dapat ditunjukkan pada tabel 3 di bawah ini.

LPM adalah lembaga satu-satunya yang diakui pemerintah dalam melakukan

pemberdayaan masyarakat dan hal ini diperkuat dengan Peraturan Walikota No.1 Tahun

2013. Dalam pemberdayaan PKL, LPM diberikan mandat oleh pemerintah Kota

Makassar untuk menyalurkan dana bergulir kepada para PKL di Kota Makassar dengan

perwakilan LPM di tingkat kelurahan, jumlah LPM di kota makassar sebanyak 142 LPM,

masing-masing kelurahan diwakili satu LPM. Dana yang digulirkan kepada LPM sebesar

Rp50.000.000,- . Dana ini diberikan dalam 2 tahapan yaitu tahap pertama sebesar

Rp25.000.000,- dan tahap kedua sebesar Rp25.000.000,- . Dana bergulir ini diberikan

sebagai bantuan modal para PKL dengan nilai bervariasi tergantung jenis jualan, mulai

dari Rp500.000,- sampai dengan Rp2.000.000,-. Pemberian bantuan modal ini diseleksi

oleh pihak LPM.

Bantuan modal yang diberikan oleh pemerintah ternyata dilapangan tidak

semuanya berhasil, masih banyak didapati para PKL enggan mengembalikan dana

pinjaman ini, para PKL menganggap bahwa dana bergulir ini adalah dana bantuan yang

tidak perlu dikembalikan. Adanya masalah dan kendala ini pihak LPM tetap berharap

untuk memberdayakan para PKL butuh bantuan modal yang banyak sehingga para PKL

bisa menambahkan jumlah dagangan mereka. Dengan bantuan modal pemerintah para

PKL bisa menata jualan mereka, yang dari jualannya hanya asongan, bisa memiliki

gerobak sendiri, atau PKL yang awalnya hanya berjualan kopi dengan bantuan modal

mereka bisa menambahkan dagangan lain didalam warung mereka.

Tabel 3

Tanggapan dan Harapan para Pemanggu Kepentingan

Dalam Pemberdayaan PKL (PKL) Kota Makassar

LOKASI TANGGAPAN HARAPAN

LPM Ada bantuan dana bergulir

dari pemerintah daerah

kepada PKL

Tingkat Kesadaran PKL

Meningkatkan bantuan

modal kepada PKL

Page 20: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

20

terhadap kebersihan

sangat rendah

PKL sudah mengganggu

masyarakat

Badan Pemberdayaan

Masyarakat Kota Makassar

Data base jumlah PKL

tidak akurat

Pemerintah memiliki

data akurat sehingga

bantuan-bantuan dapat

diberikan secara merata

Memberikan

Ketrampilan-

ketrampilan khusus

kepada para PKL

Merubah Pola pikir para

PKL

DISPERINDAG Melakukan sosialisasi

kepada PKL (5)

PKL terbentur dalam

persoalan Modal (7)

Melakukan Relokasi

PKL

Menciptakan pencitraan

PKL yang tidak

mengganggu

masyarakat, tidak

mengganggu lalu lintas

dan tidak mengganggu

penataan kota

Sumber: Hasil Reduksi Data, 2014

Berdasarkan tabel 3 di atas, upaya sistematis yang juga dilakukan oleh BPM

Kota Makassar untuk memberdayakan masyarakat miskin termasuk PKL didalamnya

adalah dengan memberikan ketrampilan-ketrampilan khusus kepada PKL selain

memberikan bantuan berupa barang. Dengan memberikan bantuan ketrampilan kepada

mereka, mereka bisa mandiri, tidak lagi memberikan ikan tetapi memberikan pancing

agar mereka bisa mengail rejeki sendiri. Ketrampilan-ketrampilan ini akan bisa mereka

terapkan untuk berusaha, mereka bisa lebih berdaya.

Pihak BPM Kota Makassar lebih memfokuskan pemberian bantuan dalam

bentuk barang dan pelatihan ketrampilan. Bantuan dalam bentuk uang tunai sangat

dihindari. Bantuan uang tidak dapat memberdayakan mereka, malah membuat

masyarakat semakin tidak berdaya, membuat masyarakat malas dan menjadi masyarakat

yang hanya mengharap bantuan saja. Dengan memberikan bantuan dalam bentuk barang

dan ketrampilan, masyarakat akan berusaha sendiri dan akan merubah pola pikir mereka

Page 21: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

21

yang selama ini selalu berfikir dengan pola lama, selalu berfikir modal menjadi hambatan

mereka maju dan sejahtera.

Selanjutnya pembinaan PKL yang dilakukan oleh Disperindag masih pada

tataran proses pendataan PKL diKota Makassar, Pendataan ini dibantu oleh pihak

kecamatan dan pihak lainnya. Selain itu, Disperindag juga membantu para PKL untuk

mendapatkan modal usaha dan memberikan bantuan gerobak kepada PKL.

PKL memang susah untuk dihilangkan, kebijakan yang dilakukan oleh

Pemerintah Kota Makassar dengan implementor Pemerintah Kecamatan, Pemerintah

Kelurahan, dan LPM belum bisa terlaksana dengan baik. Hal ini bisa dilihat bahwa

relokasi yang diharapkan sebagai solusi utama terbentur dari tidak ditemukan kata

sepakat oleh pihak pemerintah dan para PKL, sangat sulit menemukan lokasi yang

strategis dengan biaya yang murah. Menangani PKL dan melakukan penertiban PKL

memang bukan hal yang mudah, tetapi sebuah persoalan pasti memiliki jalan keluar

untuk mengatasi masalah tersebut. Penanganan PKL perlu kerjasama dengan berbagai

elemen masyarakat, pemerintah juga dituntut untuk serius dan memiliki integritas dalam

menjalankan kebijakan terkait PKL.

Untuk merubah citra PKL tidaklah mudah tetapi mengubah paradigma

pemerintah tentang PKL yang semata-mata mengganggu keindahan dan ketertiban kota

dan mengubah paradigma bahwa PKL adalah beban pemerintah menjadi PKL adalah aset

untuk menambah PAD kota makassar, tetapi jangan dengan alasan ini maka pemerintah

membiarkan para PKL tumbuh subur dan bisa berjualan tanpa mematuhi aturan yang

berlaku. Pemerintah Kota Makassar harus tegas namun tentunya bukan dengan main

gusur tetapi dibutuhkan komunikasi dua arah dengan penuh keterbukaan.

E. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

a. PKL tidak bersedia untuk direlokasi kedaerah sesuai dengan keinginan

Pemerintah Kota Makassar, mereka berasumsi bahwa dengan dilakukan relokasi

sama dengan membunuh kehidupan mereka sehingga para PKL tetap ingin

berjualan didaerah yang ramai atau didaerah jalan raya karena akan

menguntungkan dagangan mereka, mereka bersediah membayar dengan jumlah

Page 22: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

22

lebih dari yang seharusnya tetapi mereka tetap diizinkan berjualan ditempat yang

mereka anggap strategis

b. Pemerintah Kota Makassar dalam penanganan pemberdayaan para PKL masih

pada tataran sosialisasi tentang bagaimana kebersihan lokasi tempat berjualan

para PKL. Pemberdayaan PKL yang dimaksudkan oleh pihak pemangku

kepentingan dalam kebijakan pemberdayaan PKL adalah bagaimana mereka

direlokasi ke daerah luar kota, bagaimana PKL tidak lagi berjualan di Kota

Makassar.

2. Saran

1. Pemerintah perlu duduk bersama dengan para pemangku kepentingan kebijakan

pemberdayaan PKL dalam mengatasi masalah-masalah PKL, terutama masalah

lokasi berjualan para PKL.

2. Pemerintah perlu menata PKL agar bernilai jual pariwisata sehingga cita-cita Kota

Makassar sebagai Kota Dunia bisa terwujud.

3. Pemerintah perlu menganggarkan dana kepada para pihak leading sector untuk

menjalankan program mereka dalam pemberdayaan PKL.

Daftar Pustaka

Adang Djaha, Ajis. 2012. Kontrol dan Akuntabilitas Birokrasi dalam Pelayanan

Pendidikan Dasar di Kabupateen Alor. Disertasi. Makassar: Program Paasca

Sarjana Unhas.

Alwi. 2007. Analisis Tentang Sistem Jaringan Antar Organisasi Dalam Penentuan

Strategi Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi Kasus Pada Badan Pengelola

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (BP-KAPET) Parepare di Provinsi

Sulawesi Selatan. (Disertasi). Program Pascasarjana UNPAD, Bandung.

Alwi. 2005. Strategi Pemberantasan Korupsi Birokrasi Melalui Sistem Jaringan Antar

Organisasi di Indonesia. Artikel Dalam Jurnal Ilmu Administrasi. STIA LAN

Bandung. Vol.2. No. 2

Page 23: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

23

Barzelay, Michael, with Armajani, Babak J. 1992. Breaking Through Bureaucracy : A

New Vision for Managing in Government. California : University of California

Press.

Becerra, Raquel L.1999. Interorganizational Service Delivery Systems : Studying a

Different Kind of Arrangement. Dalam Proceeding Twelfth Annual

International conference of Public Administration Theory Network. Florida.

Bevir, M., 2007. Encyclopedia of Governancce. California: Sage Publications, Inc.

Caiden, Gerald E. 1988. The Problem of Ensuring the Public Accoutability of Public

Officials. In Dwivedy, O.P & Jabbra, Joseph G. (Editors). Public Service

Accountability: A Comparative Perspective. USA: Kumarian Press, Inc.

Candler, Ralph C. & Plano Jack, C., 1982. The Public Administration dictionary. New

York: John Wiley & Sons.

Denhardt, Janet V. and Denhardt, Robert B. 2003. The Public Service: Service, not

Steering. USA: M.E. Sharpe, Inc.

Dwivedy, O.P & Jabbra, Joseph G. 1988. Public Service Responsibility and

Accountability. In Dwivedy, O.P & Jabbra, Joseph G. (Editors). Public

Service Accountability: A Comparative Perspective. USA: Kumarian Press,

Inc.

Esman, Milton J. 1991. Management Dimension of Development : Perspectives and

Strategies. USA : Kumarian Press.

Gawthrop, Louis C. 2002. Public Service as the Parable of Democracy. Dalam Jun, Jong

S. 2002. Rethinking Administrative Theory, The Callenge of the New Century.

USA: Praeger Publishers.

Gormley Jr., William T. & Balla, Steven J. 2004. Bureaucracy and Democracy:

Accountability and Performance. USA: CQ Press.

Gulati, Ranjay; Gargiulo, Martin. 1998. Where Do Interorganizational Networks Come

Frome ? Melalui <http://www.ranjaygulati.com/new/research/interorg.pdf>

[3/30/2004]

Hill, Carey. 2002. Network Literature Review: Conceptualizing and Evaluating

Networks. Melalui <http://www.sacyhn.media/pdf/literatureReview.pdf>

[3/30/2004]

Hodge, B.J., & Anthony William P. 1988. Organization Theory. (3rd ed.). USA : Allyn

and Baconn, Inc.

Page 24: MODEL AKUNTABILITAS KEBIJAKAN PUBLIK (Studi …jurnal.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/tmp/ALWI_MODEL-AKUNTABILIT… · dan bagaimana menjalankan kebijakan atau program publik melalui

24

Hughes, Owen E. 1994. Public Management & Administration : an Introduction. Great

Britain : The Macmillan Press Ltd.

Jaffee, David. 2001. Organization Theory : Tension and Change. New York : McGraw-

Hill Companies, Inc.

Jones, Gareth R. 2004. Organizational Theory, Design, and Change : Text and Cases.

USA : Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.

Leach, Steve, & John Stewart, Kieron Walsh. 1994. The Changing Organization and

Management Of Local Government. Great Britain : The Macmillan Press Ltd.

Lynn, Jr, Laurence E. 1996. Public Management as Art, Science, and Profession. USA:

Chatham House Publisers, Inc.

Osborn, David, & Plastrik, Peter. 2000. Memangkas Birokrasi : Lima Strategi Menuju

Pemerintahan Wirausah. Terjemahan Abdul Rosyid, Ramelan,Jakarta : PPM.

Osborn, David & Gaebler, Ted. 1995. Mewirausahakan Birokrasi. Abdul Rosyid.Jakarta

: Pustaka Binaman Pressindo.

Oliver, Dawn & Drewry, Gavin. 1996. Public Service Reforms: Issues of Accountability

and Public Law. England: Pinter.

Powers, Jennifer Goodall. (2001). The Formation of Interorganizational Relationships

and the Development of Trust, (Dissertation) Melalui

<http://www.pogodesigns.com/jp/jpowers.pdf>[3/30/2004]

Roberts, Nancy. 2000. Wicked Problems and Network Approaches to Resolution. Dalam

International Public Management Review. Vol. 1, Issue 1. – Electronic Journal

<http://www.ipmr.net> [10/18/2003]

Scott, W. Richard. 2001. Institution and Organizations (2nd). USA: Sage Publications

Inc.

Weber, Max. 1987. Bureaucracy. Dalam Shafritz, Jay M. & Ott, J. Steven. Classics of

Organization Theory. (2nd ed.). hlm. 81 – 86. USA ; The Dorsey Press.

Wilson, Woodrow.1987. The Study Of Administration. Dalam Shafritz, Jay M. & Hyde,

Albert C. 1987. Classic of Public Administration. (2nd Edition). USA ; The

Dorsey Press.