MO AI makalah 1

21
 LAPORAN KASUS :Seorang Bayi yang Terlambat Diimunisasi  KELOMPOK V !"!#!!$!!" A%elina D&i Putri !"!#!!$#"' Ste(anry !"!#!!)!$' E*a Natalia BR Manulang !"!#!!)#!+ Ri,a Susanti !"!'!!!) A%rian Pra%i-ta Setia&an !"!'!!#. Aman%a /itria%0ianti K  !"!'!!.! Ariyanti Putri !"!'!!1# Belyn Kel*ina O !"!'!!+2 3la*i 4anum PD !"!'!!$' Diani A%ita !"!'!!)1 E*y Liesnia&ati !"!'!'!+ /erry 3 5ira&an !"!'!'#' 4ans /ilbert 4i%a6at !"!#!!)##$ Se,ar Dian7a Oetama Jakarta 1

description

makalah AI

Transcript of MO AI makalah 1

LAPORAN KASUS :Seorang Bayi yang Terlambat Diimunisasi KELOMPOK VII 0302008003

Adelina Dwi Putri 0302008231

Stefanry 0302009081

Eva Natalia BR Manulang 0302009206

Rika Susanti 03010009

Adrian Pradipta Setiawan 03010024

Amanda Fitriadhianti K 03010040

Ariyanti Putri

03010052

Belyn Kelvina O

03010067

Clavi Hanum PD 03010081

Diani Adita 03010095

Evy Liesniawati 03010106

Ferry C Wirawan 03010121

Hans Filbert Hidajat 0302009228

Sekar Dianca Oetama

Jakarta

20 September 2011BAB I

PendahuluanImunisasi atau vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas dan memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respon memori terhadap pathogen tertentu atau toksin dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen atau nontoksik. Imunitas perlu dikembangkan untuk jenis antibodi atau sel efektor imun yang benar. Antibodi yang diproduksi oleh imunisasi harus efektif, terutama terhadap mikroba ekstraselular dan produknya (toksin). Antibodi mencegah adherens mikroba masuk ke dalam sel untuk menginfeksinya, atau efek yang merusak sel dengan menetralkan toksin (difteri dan klostridium). Ig A berperan pada permukaan mukosa, berikatan dengan virus atau bakteri yang menempel pada mukosa. Mengingat respon imun yang kuat baru timbul beberapa minggu, imunisasi aktif biasanya diberikan jauh sebelum pajanan dengan pathogen.BAB II

Laporan Kasus

Seorang bayi perempuan, 5 bulan, datang untuk mendapatkan vaksinasi yang pertama kali. Ibunya belum membawa bayinya untuk imunisasi selama ini karena khawatir efek samping vaksinasi. Bayinya menderita eczema di kedua pipinya.BAB III

Pembahasan

Jenis-jenis vaksin

Live attenuated vaccine atau vaksin hidup yang dilemahkan, mengandung mikroorganisme hidup yang dikembangbiakkan setelah sifat virulensinya dihilangkan. Mikroorganisme tersebut masih memiliki kemampuan untuk melakukan replikasi di tempat infeksi dan hidup intrasel sehingga peptidanya memiliki akses kepada mekanisme presentasi antigen melalui MHC 1 dan merangsang CTL. Vaksin ini mencetuskan danger signal terus menerus selama hidupnya dan mampu membuat respons imun sesuai dengan proteksi yang dibutuhkan. Respon imun yang ditimbulkan oleh vaksin hidup ini mirip dengan respons imun alami. Vaksin inactivated mengandung mikroorganisme yang tidak hidup serta tidak dapat bereplikasi dalam tubuh. Vaksin ini dapat mengandung seluruh tubuh virus atau bakteri, atau komponen (fraksi) dari kedua organisme tersebut. Vaksin komponen dapat berbasis protein atau berbasis polisakarida. Vaksin yang berbasis protein termasuk toksoid (toksin bakteri yang inactivated) dan produk subunit atau subvision. Selain itu, ada juga vaksin berbasis polisakarida yang terdiri atas dinding sel polisakarida asli bakteri. Vaksin penggabungan (conjugate vaccine) polisakarida adalah polisakarida yang secara kimiawi dihubungkan dengan protein yang akan membuat polisakarida tersebut menjadi lebih poten.Vaksin inactivated selalu membutuhkan dosis multiple karena pada umumnya dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Respons imun terhadap vaksin ini sebagian besar merupakan respons imun humoral, sedangkan hanya sedikit bahkan tidak ada yang menimbulkan respons selular. Titer antibodi terhadap antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu sehingga vaksin ini membutuhkan dosis suplemen (tambahan) secara periodik. Dead vaccine adalah vaksin yang berasal dari mikroorganisme (virus atau bakteri) yang telah dimatikan baik dengan menggunakan zat-zat kimia atau dengan suhu yang tinggi. Vaksin tersebut memproduksi danger signal yang lemah. Purified antigens/ subunit vaccine hanya mengandung sejumlah fragmen dari mikroorganisme. Fragmen ini sudah cukup untuk memberikan respon imun. Vaksin jenis ini tidak membuat danger signal sehingga memerlukan adjuvants untuk memperoleh T cells mediated response, dengan cara menimbulkan depot effect sehingga muncul respons imun alamiah dan meningkatkan ekspresi kostimulator dan produksi sitokin. Vaksin yang digunakan untuk bakteri yaitu:

Live attenuated vaccine, contohnya BCG dan vaksin demam tifoid oral.

Inactivated vaccine, contohnya pertussis, tifoid, kolera, lepra.

Toksoid, contohnya difteri, tetanus, botulinum.

Polisakarida, contohnya pneumokokus, meningokokus, dan Haemophilus influenza tipe B.

Vaksin yang digunakan untuk virus yaitu:

Live attenuated vaccine, contohnya campak, gondongan (parotitis), rubella, polio, rotavirus dan demam kuning (yellow fever)

Inactivated vaccine, contohnya influenza, polio (injeksi), rabies, hepatitis A.

Subunit, contohnya hepatitis B, influenza, pertussis a-seluler, tifoidVi, lymedisease.1Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologi. Pada neonatus, fungsi makrofag, komplemen, imunitas seluler dan humoral belum seperti orang dewasa. Fungsi makrofag masih kurang, terutama peranannya sebagi APC, karena ekspresi HLA dipermukaan masih sedikit. Begitu juga halnya dengan deformabilitas membran, serta respons kemotaktik masih kurang. Kadar komponen, aktivitas opsonin, aktivitas kemotaktik, serta daya lisisnya masih rendah. Fungsi sel T supresor lebih menonjol karena sisa sisa peranan toleransi pada masa intrauterine. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Oleh karena sebab sebab yang telah dijelaskan diatas, pada umumnya vaksinasi dimulai pada usia 2 bulan. Bila vaksinasi diberikan sebelum usia 2 bulan, akan diberikan imunisasi ulangan. Vaksinasi sebelum usia 2 bulan umumnya diberikan untuk mencegah hepatitis B dan TBC setelah tes HbsAg.

Vaksinasi hepatitis B diberikan 12 jam setelah lahir, karena dianggap sebagai upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Bila status HbsAg dari si ibu (+), maka diberikan secara bersamaan imunisasi pasif hepatitis B-immune globulin.

Vaksinasi BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan dan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Guna dari diberikannya vaksin ini adalah untuk mencegah komplikasi dari TBC. Selain vaksin BCG masih ada juga vaksin Polio-0 yang diberikan sesaat setelah bayi lahir. Vaksinasi ini sebaiknya dilakukan karena Indonesia memiliki transmisi virus polio liar dari daerah endemik polio. Pemberian vaksin polio diberikan dengan cara diteteskan yang dilakukan sesaat sebelum bayi meninggalkan rumah sakit, karena OPV (Oral Polio Vaccine) berisi polio hidup dan dapat dieksresi melalui tinja. Karena penularan dari polio adalah oro-faecal, hal ini dilakukan untuk mencegah penularannya.

Beberapa vaksin lain seperti DTwP atau DTaP diberikan 3 kali sejak usia 2 bulan dan tidak boleh diberikan sebelum usia 6 minggu karena mengandung tetanus toksoid yang dapat menimbulkan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).

Vaksin Pertusis aseluler (aP) dianggap menimbulkan kejadian reaksi KIPI lebih rendah dibandingkan vaksin pertusis whole-cell (wP). Vaksin DT diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap vaksin pertusis, seperti riwayat anafilaksis atau ensefalopati pada pemberian sebelumnya. Perlu perhatian khusus juga bila pada pemberian DTP sebelumnya ada riwayat hiperpireksiam hipotonik-hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus-menerus selama 3 jam atau lebih dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah pemberian DTP.

Vaksin polisakarida

Vaksin polisakarida ini bekerja dengan cara merangsang antibodi, terutama melalui mekanisme sel T independen. Vaksin polisakarida tidak bertahan lama dan tidak dapat merangsang memori respon imun. Sedangkan respon imun anak dan bayi melalui mekanisme respon imun sel T dependen sehingga respon imun pada anak-anak tidak konsisten, terutama pada anak