MIOPIA

download MIOPIA

of 26

description

qwerty

Transcript of MIOPIA

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKelainan refraksi merupakan salah satu penyebab kebutaan dan hambatan penglihatan saat beraktivitas1. Miopia merupakan salah satu ganguan penglihatan yang memiliki prevalensi tinggi di dunia2. Prevalensi miopia telah dilaporkan setinggi 70-90% di beberapa negara Asia, 30-40% di Eropa dan Amerika Serikat serta 10-20% di Afrika3. Dari seluruh kelompok umur (berdasarkan sensus penduduk tahun 1990) kelainan refraksi (12,9%) merupakan penyebab low vision/penglihatan terbatas terbanyak kedua setelah katarak (61,3%) di Indonesia2.Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 1993-1996 mendapatkan kelainan refraksi di Indonesia sebesar 24,72% menempati urutan pertama dalam 10 penyakit mata terbanyak, dan merupakan penyebab kebutaan urutan ketiga (0,14%) setelah katarak (0,78%) dan glaukoma (0,20%) serta menjadi masalah yang cukup serius4.Penyebab miopia sampai saat ini belum diketahui pasti, diperkirakan bersifat multifaktorial dan berhubungan dengan faktor genetik (internal) serta lingkungan (eksternal)5. Faktor internal meliputi genetik, riwayat keluarga, panjang bola mata, usia, jenis kelamin dan etnik. Faktor eksternal meliputi pencahayaan saat tidur, membaca, pendidikan dan penghasilan orang tua serta aktivitas melihat dekat. Pengaruh kedua faktor tersebut masing-masing masih sulit dibuktikan dan sangat mungkin interakasi keduanya mengakibatkan peningkatan miopia2. Banyak kasus kelainan refraksi yang memperlihatkan adanya keterkaitan faktor genetik. Anak dengan orang tua miopia cenderung mengalami miopia (dose-dependent pattern)3. Selain faktor internal, prevalensi miopia cenderung meningkat dengan meningkatnya usia, namun mekanisme dari hal ini belum diketahui6. Berbagai penelitian mendapatkan prevalensi miopia meningkat dengan meningkatnya penghasilan keluarga dan tingkat pendidikan1. Seorang pelajar cenderung mengalami miopia dua kali lebih besar dibandingkan kebanyakan orang pada umumnya.7 Penelitian pada Pelajar sekolah menengah di Singapura memperlihatkan hasil sebesar 82% Pelajar mengalami miopia8. Selain kebiasaan melakukan aktivitas jarak dekat, jumlah waktu yang dihabiskan untuk membaca dan aktivitas melihat dekat dapat merupakan faktor risiko terjadinya miopia.9 Penelitian di Singapura menyatakan bahwa anak yang menghabiskan waktunya dengan aktivitas melihat dekat (membaca, menonton TV, bermain video game dan menggunakan komputer) lebih banyak yang mengalami miopia dengan prevalensi sebesar 64,8%.10Oleh karena itu, maka kami bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi miopia dan faktor yang mempengaruhinya pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh. Diharapkan dengan melakukan penelitian ini dapat diperoleh prevalensi miopia dan faktor yang mempengaruhinya serta sebagai sarana informasi pada Pelajar terkait miopia.

1.2 Perumusan MasalahDengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Bagaimana prevalensi miopia dan faktor faktor yang mempengaruhinya pada Pelajar di SMP N 01 Nanga Pinoh tahun 2015

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan UmumMengetahui prevalensi miopia dan faktor faktor yang mempengaruhinya pada Pelajar di SMP N 01 Nanga Pinoh tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui gambaran usia, riwayat keluarga, dan aktivitas melihat dekat pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh tahun 2015 yang mengalami miopia.2. Mengetahui derajat keparahan / koreksi miopia pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti:1. Untuk meningkatkan keilmuan peneliti mengenai miopia dan faktor yang mempengaruhinya.2. Untuk meningkatkan pengalaman dan keterampilan peneliti.3. Untuk menjadi dasar bagi peneliti-peneliti selanjutnya

Bagi Kalangan Medis :1. Sebagai landasan untuk memberikan informasi bahwa miopia merupakan kelainan refraksi yang cukup serius apabila progresivitasnya tidak dicegah.2. Sebagai landasan untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.

Bagi Subyek Penelitian dan Masyarakat:Sebagai informasi dan sarana edukasi kesehatan kepada Pelajar pada khususnya dan masyarakat pada umumnya sehingga diharapkan senantiasa dapat meningkatkan kepeduliannya terhadap kesehatan mata

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Miopia2.1.1 Pengertian MiopiaMiopia atau nearsightedness atau rabun jauh adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar dari objek pada jarak tak terhingga akan berkonvergensi dan berfokus (dibiaskan pada suatu titik) di depan retina pada mata tanpa akomodasi sehingga menghasilkan bayangan yang tidak fokus. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk mengubah daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar yang menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan lensa sehingga bayangan pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus di retina.11,16

2.1.2 Etiologi Etiologi dan patogenesis miopia belum diketahui, diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetika.3,17,18 Dari beberapa studi penelitian genetik di Eropa didapatkan bahwa faktor genetik mempengaruhi 80% untuk terjadinya kelainan refraksi. Faktor lingkungan yang mempengaruhi miopia seperti aktivitas melihat dekat, tingkat pendidikan orang tua, status sosial ikut menyebabkan prevalensi miopia yang meningkat.17. Pada miopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat.16Gambar 2.1. Kelainan Sumbu Aksial Bola Mata Pada MiopiaSumber: Harold Ellis, 20062.1.3 Bentuk Miopia miopia refraktif merupakan bertambahnya indeks bias media penglihatan dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Miopia jenis ini dekenal dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan (kornea dan lensa) yang terlalu kuat.16 miopia aksial merupakan miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.16

2.1.4 KlasifikasiMiopia dapat diklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan bola mata, etiologi, onset terjadinya dan derajat beratnya miopia. Berdasarkan pertumbuhan bola mata, miopia dikelompokkan menjadi miopia fisiologis yang terjadi akibat peningkatan diameter aksial yang dihasilkan oleh pertumbuhan normal sedangkan miopia patologis merupakan pemanjangan abnormal bola mata yang sering dihubungkan dengan penispisan sklera. Sedangkan klasifikasi berdasarkan onset terjadinya terbagi menjadi miopia kongenital yang terjadi pada saat lahir, miopia juvenil atau miopia usia sekolah yang ditemukan pada usia sebelum 20tahun dan miopia dewasa yang ditemukan pada usia 20tahun atau lebih. Berdasarkan etiologinya, miopia terbagi atas aksial akibat perubahan panjang bola mata melebihi 24 mm dan refraktif akibat kelainan kondisi elemen bola mata18.

Sedangkan berdasarkan derajat beratnya miopia terbagi kedalam13,16 :1. Miopia ringan adalah miopia antara 0-3 D2. Miopia ringan adalah miopia antara 3-6 D3. Miopia ringan adalah miopia di atas 6 D Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk16 :1. miopia stasioner adalah miopia yang menetap setelah dewasa2. miopia progresif adalah miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata3. miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablsio retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa atau miopia maligna atau miopia degenertif2.1.5 Manifestasi KlinisPada penderita miopia, keluhan utamanya adalah penglihatan yang kabur saat melihat jauh, tetapi jelas untuk melihat dekat. Selain itu pasien akan memberikan keluhan sakit kepala atau mata terasa lelah, sering disertai dengan juling dan celah kelopak mata sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole13,16. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam konvergensi yanga kan menimbulkan astenopia konvergensi dan bila menetap akan terlihat juling kedalam atau esotropia. Apabila terdapat miopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain, dapat terjadi ambliopia pada mata yang miopianya lebih tinggi dan menyebabkan eksotropia11,16

2.1.6 PemeriksaanPemeriksaan rutin yang dilakukan pada penderita miopia adalah pemeriksaan tajam penglihatan (visus). Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang, dapat digunakan kartu snellen dan bila penglihatan mata kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari ataupun proyeksi sinar16.Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata dengan atau tanpa kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata dapat dilakukan dengan menutup salah satu mata16.Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 6 meter atau 20 kaki, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi16. Bila dapat melihat dengna baik huruf-huruf dengan ukuran yang memang seharusnya dapat dilihat pada jarak 20 kaki, orang tersebut dikatakan memiliki penglihatan 20/20 (penglihatan mata normal). Bila hanya dapat melihat huruf huruf yang seharusnya mampu dilihat pada jarak 200 kaki, dikatakan orang itu memiliki penglihatan sebesar 20/20015.Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhanmedia penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun16

2.1.7 PenatalaksanaanTerapi yang dapat diberikan adalah koreksi kacamata dengan menggunakan lensa sferis konkaf ( negatif ) terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal16. Lensa sferis negatif ini dapat mengoreksi bayangan pada miopia dengan cara memindahkan bayangan mundur tepat ke retina11,16, sehingga penderita dapat melihat dengan baik tanpa akomodasi13.

Gambar 2.2. Kelainan Sumbu Aksial Bola Mata Pada MiopiaSumber: T.Schlote, 2006

Selain dikoreksidengan lensa kacamata, koreksi miopia dapat menggunakan lensa kontak atau bedah keratorefraktif16. Lensa kontak adalah lensa yang diletakkan diatas kornea dan memiliki daya kohesi sehingga tetap menempel pada kornea, tujuannya adalah untuk memperbesar bayangan yang jatuh di retina13.Terdapat keuntungan memakai lensa kontak, diantaranya13 :1. Praktis dalam penggunaanya (sama dengan seperti penglihatan mata normal, sedangkan kaca mata penglihatan akan menjadi lebih besar/kecil)2. Luas lapang pandang tidak berubah (penggunaan kaca mata lapang pandang menjadi menciut)3. Tujuan kosmetikSedangkan kerugian dari pemakaian lensa kontak adalah13 :1. Lebih mudah terkena infeksi, apabila pemakainnya kurang memperhatikan kebersihan / lingkungan sekitar kurang bersih2. Lebih mudah terjadi erosi kornea, terutama apabila dipakai terlalu lama/dipakai tidak teratur

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Miopia2.2.1 UsiaMenurut Notoatmodjo yang dikutip Wawan (2010), umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini dalam satuan tahun. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola kehidupan yang baru dan harapan baru, semakin bertambah umur semakin banyak seseorang menerima respon suatu objek.Prevalensi miopia cenderung meningkat dengan meningkatnya usia, namun mekanisme dari hal ini belum diketahui. Suatu teori menjelaskan bahwa prevalensi miopia pada orang dewasa disebabkan oleh perubahan indeks refraksi lensa, yaitu indeks refraksi lensa meningkat dengan meningkatnya kekeruhan inti lensa sejalan dengan meningkatnya usia6.Penelitian lain menunjukkan bahwa miopia dapat menjadi progresif dengan bertambahnya usia, hal ini dikarenakan bola mata masih mengalami pertumbuhan atau pemanjangan serta perubahan komponen bola mata yang pada akhirnya akan mengakibatkan perubahan status refraksi menjadi lebih miopia21

2.2.2 Riwayat KeluargaLam dkk2 dalam penelitiannya mengemukakan bahwa riwayat myopia pada orang tua mempengaruhi pertumbuhan bola mata anak. Pertumbuhan bola mata dan pergeseran refraksi ke arah miopia terjadi lebih cepat pada anak dengan riwayat miopia. Seseorang dengan predisposisi keluarga dan terpapar oleh faktor miopigenik maka emetropisasi akan berjalan tak terkendali yang mengakibatkan pemanjangan aksial bola mata dan terjadi miopia sedang pada usia dewasa23.Anak dengan riwayat ayah dan ibu miopia cenderung melakukan aktivitas melihat lebih dekat dibandingkan anak tanpa orang tua miopia24

2.2.3Aktivitas Melihat DekatAktivitas melihat dekat dari beberapa penelitian diketahui dapat meningkatkan terjadinya miopia26.Aktivitas melihat dekat menyebabkan akomodasi terus menerus, sehingga menyebabkan meningkatnya suhu pada bilik mata depan yang selanjutnya akan meningkatkan produksi cairan intraokular. Peningkatan tersebut akan meningkatkan tekanan bola mata yang berhubungan dengan miopia27.Aktivitas melihat dekat menyebabkan stress induces distant accomodation yang terus menerus dan mengakibatkan perubahan biokimia dari sklerayaitu fibroblas sklera yang merupakan suatu mekanisme kimia untuk peregangan, terjadi setelah 30 menit saat berakomodasi. Akumulasi akomodasi yang terus menerus menyebabkan memanjangnya waktu mekanisme peregangan yang berdampak pada meregangnya sklera, sehingga bayangan objek pada aktivitasmelihat dekat jatuh di depan retina18.Bukti lain ditemukan pada anak muda China di Hongkong yang miopia menunjukkan adanya kecenderungan tingginya blur driven nearwork-induced transient myopia yang terus menerus setelah aktivitas melihat dekat. Hal ini diperkirakan dapat mengeksaserbasi predisposisi genetik mata miop yang selanjutnya dapat mengalami progresivitas24.Miopia lebih banyak terdapat pada orang-orang yang pekerjaannya memerlukan fokus mata jarak dekat dalam kurun waktu yang lama, seperti pekerjaan yang berhubungan dengan komputer/ laptop.

BAB 3METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

FAKTOR INTERNALGenetikPanjang Bola MataJenis KelaminSukuFAKTOR EKSTERNALPencahayaan saat tidurPencahayaan saat membacaPREVELENSMIOPIUSIARIWAYAT KELUARGAATIVITAS MELIHAT DEKAT

3.2 Definisi Operasional

3.3 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan metode pengumpulan data secara cross sectional menggunakan kuesioner dan pemeriksaan visus.

3.4 Lokasi dan Tempat Penelitian 3.4.1 Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di SMP N 01 Nanga Pinoh Kabupaten Melawi. ,Provinsi Kalimantan Barat dengan alasan, belum adanya pihak yang melakukan penelitian tentang pemeriksaan ini di lingkungan tersebut.

3.4.2 Waktu PenelitianPenelitian dilakukan pada 7 s/d 11 September 2015

3.5 Populasi dan Sampel3.5.1 PopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa siswi SMP Negeri 1 Kecamatan Nanga Pinoh Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat tahun 2015.

3.5.2 Sampel Besar sampel (n) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus deskriptif kategorik. Alasan penggunaan rumus ini adalah penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dan semua variabel dalam penelitian ini dikategorikan.Sampel minimal yang dibutuhkan19 :

Jumlah sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah sebanyak 92,19 orang. Untuk menjaga kemungkinan adanya responden yang tidak berhasil ditemui maka jumlah responden ditambah sebanyak 10%. jadi jumlah sampel adalah 92,19 + 9,21 = 101,40 dibulatkan menjadi 102 orang.

3.6 Metode Pengumpulan Data3.6.1 Teknik Pengumpulan DataSampel pada penelitian ini adalah semua Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh yang secara random terpilih sesuai dengan besar penghitungan sampel.Pengambilan sampel menggunakan teknik random dengan cara Simple Random Sampling19, yaitu dengan merandom nama dari daftar keseluruhan nama Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh yang diperoleh dari pengurutan data populasi target.

Kriteria SampelKriteria Inklusi :Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh yang menjalani pendidikan SMP N 01 Nanga Pinoh, Kalimantan Barat.

Kriteria Eksklusi :1. Saat pengisian peserta subjek penelitian tidak hadir.2. Tidak mendapat persetujuan dari peserta subjek penelitian.3. Pengisian kuesioner tidak lengkap.

3.6.2 Alur Penelitian

Nama pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh

Simple Random Sampling

Nama pelajar yang terpilih

YAInformed consent

Wasancara dengan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan visusTIDAK

Hasil, Kesimpulan dan saranPengumpulan dan Pengolahan data

3.7 Pengolahan dan Analisa Data3.7.1 Pengolahan DataData yang telah dikumpulkan diolah dengan cara manual yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut :1. Editing Dilakukan pengecekan kelengkapan data yang terkumpul, tidak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam pengumpulan data tersebut. 2. Coding Data yang diedit diberi kode, angka atau tanda untuk mempermudah pengolahan data. 3. Tabulating Untuk mempermudah analisa data, serta pengambilan kesimpulan kemudian dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi.

3.7.2 Analisa Data Analisa data dilakukan secara deskritif yang disajikan untuk melihat hasil presentase yang telah dikumpulkan dan dianalisa dengan menggunakan teori-teori dan kepustakaan yang releven sehingga dapat ditarik kesimpulan.

BAB 4HASILDAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan4.1.1 Karakteristik Data RespondenDistribusi Karakteristik Usia RespondenUsia merupakan lama hidup responden yaitu pembulatan mulai dari lahir hingga penelitian dilakukan, dikategorikan berdasarkan usia 18 tahun, 19 tahun dan 20 tahun.Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Usia Responden

NoUsiaFrekuensiPersentase

113 tahun2020,83

214 tahun3031,25

3 15 tahun4647,92

Total96100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 96 orang responden terlihat bahwa hampir dari seluruh responden yaitu sebanyak 46 orang (47,92%) memiliki usia 15 tahun. Hal ini dapat disimpulkan bahwa responden dengan usia 15 tahun tahun lebih banyak dibandingkan dengan responden dengan usia 13 atau 14 tahun dikarenakan penelitian dilakukan pada 3 angkatan yang jaraknya berurutan dan tahun lahir dari responden lebih banyak di tahun 2000 sehingga diperoleh data yang kurang bervariasi berdasarkan usia.

Distribusi Karakteristik Riwayat Miopia Keluarga Pada RespondenRiwayat keluarga dilihat berdasarkan dari ada tidaknya keluarga inti responden yang diketahui memakai kacamata untuk melihat jauh, dikategorikan menjadi ada riwayat miopia keluarga (ayah dan ibu, ayah / ibu, saudara kandung) dan tidak ada riwayat miopia keluarga.Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Riwayat Miopia Keluarga RespondenNoRiwayat KeluargaFrekuensiPersentase

1Tidak Ada3738.54

2Saudara Kandung1414.58

3Ayah/Ibu2627.08

4Ayah dan Ibu1919.79

Total96100.00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden penderita miopia terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 37 orang (61,66%) memiliki riwayat miopia keluarga, hal ini dapat disimpulkan bahwa keterkaitan riwayat miopia keluarga cenderung mempengaruhi miopia pada responden.Lam dkk22, dalam penelitiannya mengemukakan bahwa riwayat miopiapada orang tua mempengaruhi pertumbuhan bola mata anak. Pertumbuhan bola mata dan pergeseran refraksi ke arah miopia terjadi lebih cepat pada anak dengan riwayat miopia. Seseorang dengan predisposisi keluarga dan terpapar oleh faktor miopigenik maka emetropisasi akan berjalan tak terkendali yang mengakibatkan pemanjangan aksial bola mata dan terjadi miopia sedang pada usia dewasa23.Anak dengan riwayat ayah dan ibu miopia cenderung melakukan aktivitas melihat lebih dekat dibandingkan anak tanpa orang tua miopia24

Distribusi Karakteristik Aktivitas Melihat Dekat RespondenAktivitas melihat dekat dilihat berdasarkan lamanya waktu (jam) per hari yang dibutuhkan untuk menonton televisi, membaca, kebiasaan menggunakan komputer / laptop, bermain video game. Dikategorikan menjadi < 5 jam, 5-10 jam, > 10 jamTabelNoAktivitas melihat dekatFrekuensiPersentase

110 jam1414,58

Total96100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 96 orang responden terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 46 orang (47,92%) melakukan aktivitas dekat kurang dari 5 jam, 36 orang (37,50%).

4.1.2 Analisa UnivariatPada analisis univariat ini ditampilkan distribusi frekuensi dari masing- masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun independen kemudian dilakukan perincian dari setiap variabel yang berkaitan dengan prevalensi miopia.

4.1.2.1 Prevalensi Miopia Pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh dan Derajat Keparahan / Koreksi MiopiaPrevalensi Miopia Pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh dan Derajat Keparahan / Koreksi Miopia dapat dilihat pada tabel berikut:NoMiopiaFrekuensiPersentase

1Ya6062.50

2Tidak3637.50

Total96100.00

Berdasarkan tabel di atas dari 96 orang responden terlihat bahwa sebagianbesar dari seluruh responden yaitu sebanyak 60 orang (62,50%) menderita miopia, Hal ini dapat disimpulkan bahwa prevalensi miopia pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh cukup tinggi.Distribusi derajat keparahan/koreksi miopia dapat dilihat pada tabelberikut:NoKoreksi Miopia ODSFrekuensiPersentase

10-34676.67

23-61423.33

3>600.00

Total60100.00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden miopia terlihat bahwa hampir dari seluruh responden yaitu sebanyak 46 orang (76,67%) memiliki koreksi miopia ODS 0-3 sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat miopia yang terjadi pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh tahun 2015 merupakan miopia ringan.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartanto dan Inakawati (2002- 2003)20 di RSUP Dr. Kariadi Semarang, didapatkan bahwa kelainan refraksi tak terkoreksi penuh yang paling banyak yaitu berupa miopia sebesar 58,15%.Dalam penelitian yang sama, derajat keparahan / koreksi miopia lebih banyak pada derajat ringan yaitu sebanyak 30 orang dengan usia 11-20 tahun dan 25 orang dengan usia 20-30 tahun20

4.1.2.2 Gambaran Distribusi Usia Responden Miopia Pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh tahun 2015NoUsiaMiopiaTidak MiopiaTotalPresentasi

f%f%

113 tahun1423,33616,672020,83

214 tahun1626,671438,893031,25

3 15 tahun3050,001644,444647,92

Total60100,0036100,0096100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden penderita miopia terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 30 orang (50,00%) berusia 20 tahun, ini berarti bahwa usia 20 tahun memiliki kecenderungan mengalami miopia lebih besar.Prevalensi miopia cenderung meningkat dengan meningkatnya usia, namun mekanisme dari hal ini belum diketahui. Suatu teori menjelaskan bahwa prevalensi miopia pada orang dewasa disebabkan oleh perubahan indeks refraksi lensa, yaitu indeks refraksi lensa meningkat dengan meningkatnya kekeruhan inti lensa sejalan dengan meningkatnya usia6.Penelitian lain menunjukkan bahwa miopia dapat menjadi progresif dengan bertambahnya usia, hal ini dikarenakan bola mata masih mengalami pertumbuhan atau pemanjangan serta perubahan komponen bola mata yang pada akhirnya akan mengakibatkan perubahan status refraksi menjadi lebih miopia21

4.1.2.3 Gambaran Distribusi Riwayat Keluarga Responden Miopia Pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh tahun 2015

NoRiwayat keluargaMiopiaTidak miopiaTotalPresentase

F%F%

1Tidak Ada2338,331438,893738,54

2Saudara Kandung1118,3338,331414,58

3Ayah/Ibu1423,331233,332627,08

4Ayah dan Ibu1220,00719,441919,79

Total100,0036100,0096100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden penderita miopia terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 37 orang (61,66%) memiliki riwayat miopia keluarga, hal ini dapat disimpulkan bahwa keterkaitan riwayat miopia keluarga cenderung mempengaruhi miopia pada responden.Lam dkk22, dalam penelitiannya mengemukakan bahwa riwayat myopia pada orang tua mempengaruhi pertumbuhan bola mata anak. Pertumbuhan bola mata dan pergeseran refraksi ke arah miopia terjadi lebih cepat pada anak dengan riwayat miopia. Seseorang dengan predisposisi keluarga dan terpapar oleh faktor miopigenik maka emetropisasi akan berjalan tak terkendali yang mengakibatkan pemanjangan aksial bola mata dan terjadi miopia sedang pada usia dewasa23.Anak dengan riwayat ayah dan ibu miopia cenderung melakukan aktivitas melihat lebih dekat dibandingkan anak tanpa orang tua miopia24

4.1.2.4 Gambaran Distribusi Aktivitas Melihat Dekat Responden Miopia Pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh tahun 2015

NoAktivitas melihat dekatMiopiaTidak miopiaTotalPresentase

F%F%

1< 5 jam2643,332055,564647,92

25 - 10 jam2440,001233,333637,50

3> 10 jam1016,67411,111414,58

Total60100,0036100,0096100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 34 orang (56,67%) melakukan aktivitas melihat dekat lebih dari 5 jam sedangkan sebanyak 20 orang (55,56%) responden tidak miopia melakukan aktivitas melihat dekat kurang dari 5 jam . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden miopia melakukan aktivitas dekat lebih lama dibandingkan dengan responden tidak miopia.Aktivitas melihat dekat dari beberapa penelitian diketahui dapat meningkatkan terjadinya miopia26. Aktivitas melihat dekat menyebabkan akomodasi terus menerus, sehingga menyebabkan meningkatnya suhu pada bilik mata depan yang selanjutnya akan meningkatkan produksi cairan intraokular. Peningkatan tersebut akan meningkatkan tekanan bola mata yang berhubungan dengan miopia27.Aktivitas melihat dekat menyebabkan stress induces distant accomodation yang terus menerus dan mengakibatkan perubahan biokimia dari sklerayaitu fibroblas sklera yang merupakan suatu mekanisme kimia untuk peregangan, terjadi setelah 30 menit saat berakomodasi. Akumulasi akomodasi yang terus menerus menyebabkan memanjangnya waktu mekanisme peregangan yang berdampak pada meregangnya sklera, sehingga bayangan objek pada aktivitasmelihat dekat jatuh di depan retina18.Bukti lain ditemukan pada anak muda China di Hongkong yang miopia menunjukkan adanya kecenderungan tingginya blur driven nearwork-induced transient myopia yang terus menerus setelah aktivitas melihat dekat. Hal ini diperkirakan dapat mengeksaserbasi predisposisi genetik mata miop yang elanjutnya dapat mengalami progresivitas24.Miopia lebih banyak terdapat pada orang-orang yang pekerjaannya memerlukan fokus mata jarak dekat dalam kurun waktu yang lama, seperti pekerjaan yang berhubungan dengan komputer/laptop20

12

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan Prevalensi Miopia pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh tahun 2015 cukup tinggi yaitu sebesar 62,50%. Gambaran distribusi miopia berdasarkan usia diperoleh sebesar 50,00% (30 orang) berusia 15 tahun, 61,66% (37 orang) memiliki riwayat keluarga miopiadan 56,67% (34 orang) melakukan aktivitas melihat dekat lebih dari 5 jam/hari. Derajat keparahan / koreksi miopia pada Pelajar SMP N 01 Nanga Pinoh tahun 2015 sebesar 76,67% (46 orang) memiliki koreksi ringan, yaitu 03 D

5.2 Saran Prevalensi miopia pada Pelajar SMP Negeri 1 Nanga Pinoh Kabupaten Melawi cukup tinggi, maka diperlukan penelitian lanjutan yang lebih spesifik untuk membuktikan hubungan masing masing faktor terhadap prevalensi miopia, karena miopia merupakan kelainan refraksi yang dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal, atau dilakukan penelitian dengan desain kohort selama 2 tahun untuk mengetahui progresivitas miopia dan faktor yang berperan dalam progresivitasnya sehingga diharapkan dapat menurunkan angka prevalensi miopia tersebut. Dilakukan penelitian yang berkaitan dengan lama dan jarak responden dalam melakukan aktivitas dekat, banyaknya buku yang dibaca dan pengaruh pencahayaan saat aktivitas dekat tersebut dilakukan selama 1 hari atau 1 minggu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tersendiri dari aktivitas melihat dekat. Derajat miopia terbanyak pada responden miopia ringan yaitu kisaran koreksi 0-3 D, hal ini bisa dicegah dengan pemeriksaan mata lebih dini, rutin dan melakukan aktivitas luar rumah sebanyak 2-3 jam per harinya diluar kesibukan responden sebagai Pelajar yang aktivitas melihat dekatnya lebih banyak. Dengan demikian, akomodasi yang terlalu berlebihan dapat dikurangi dan secara tidak langsung dapat mengurangi insidensi miopia dini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dandona R, Dandona L, Naduvilath TJ, Srinivas M, McCarty CA, Rao GN. Refractive errors in an urban population in Southern India: The Andra Pradesh Aye Disease Study. Invest Ophtalmol Vis Sci. 1999;40:2810- 2818.

2. Saw SM, Husain R, Gazzard GM. Causes of low vision and blindness in rural Indonesia British Journal of Ophtalmology. 2003;87(9):1075-1078.

3. Mutti DO, Mitchell GL, Moeschberger ML, Jones LA, Zadnik K. Parental myopia, nearwork, school achievement and childrens refractive error. Investigative Ophtalmology and Visual Science. 2002;43(12):3633-3640.

4. Depkes RI. Hasil survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran 1996. Jakarta. 1997.

5. Saw SM, Nieto FJ, Katz J, Schein OD, Levy B, Chew SJ. Factors related to the progression of myopia in Singapore Children. Optom Vis Sci. 2000;77:549-54.

6. McBrien NA, Adam DW. A longitudinal investigation of adult-onset and adult-progression of myopia in an occupational group: refractive and biometric findings. Invest Ophtalmol Vis Sci. 1997;38:321-33.

7. Midelfart A, Hjertnes S. Myopia Among Medical Students in Norway Invest Ophtalmol Vis Sci. 2005;46:562.

8. Mehdizadeh M, Jalaeian H, Kashef MA. Effects of Various Risk Factors on Myopia Progression. Iran J Med Sci. 2006;31(4):204-207.

9. Spraul CW, Lang GK. Optics and refractive errors. In: Lang GK, ed. Opthalmology : A short textbook. New York: Thieme; 2000:p.423-36

10. Guggenheim JA. Correlatiom in refractive errors between siblings in the Singapore cohort study of risk factor of myopia. British Journal of Opthalmology. 2007;91(6):781-784.

11. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum ed.14. Jakarta: Widya Medika; 2000:1

12. Ellis,Harold. Clinical Anatomy. New York: Blackwell Publishing; 2008.

13. Perdami. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan Pelajar ed.II. Jakarta: Sagung Seto; 2010:46-56.

14. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed.II. Jakarta: EGC; 2001:160-7.

15. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed.XI. Jakarta: EGC; 2008:644-50.

16. Sidarta, Ilyas. Ilmu Penyakit Mata ed. III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010:1

17. Taylor D, Hyot CS. Pediatric Ophtalmology and Strabismus theory and practice. 3 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.

18. Gilmartin B. Myopia: precedents for research in the twenty-first century. Clinical and Experimental Ophtalmology. 2004;32:305-24.

19. Dahlan S. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan ed.2. Jakarta: Salemba Medika; 2009:1

20. Hartanto Willy, Inakawati Sri. Kelainan Refraksi Tak Terkoreksi Penuh Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2002 - Desember 2003. Media Medika Muda. 2010;4:25-30.

21. Hyman L, Gwiazda J, Hussein M, Norton TT, Wang Y, Marsh-Tootle W, et al. Relationship of age, sex, and ethnicity with myopia progression and axial elongation in the correction of myopia evaluation trial. Arch Ophtalmol. 2005;123:977-87.

22. Lam DS, Fan DS, Lam RF, Rao SK, Chong K, Lau JT. The effecct of parental history of myopia on children eye size and growth: result of a longitudinal study. Invest Ophtalmol Vis Sci. 2008;49(3):873-6.

23. Fredrick DR. Clinical review, myopia. Br Med J. 2002;324:1195-9.

24. Wolffsohn JS, Gilmartin B, Li RW-H, Edwards MH, Chat SW-S, Lew JK- F, et al. Nearwork-induced trancient myopia in preadolescent Hong Kong Chinese. Invest Ophtalmol Vis Sci. 2003;44:2284-9.

25. Konstantopoulos A, Yadegar G, Elgohary M. Nearwork, education, family history and myopia in Greek conscript. Eye. 2008;22:542-546.

26. Saw SM, Zahang MZ, Hong RZ, Fu ZF, Pang MH, Tan T. Nearwork activity, night lights, and myopia in the Singapore-China study. Arch Ophtalmol. 2002;120:620-7.

27. Gwiazda JE, Hyman, Norton TT, Hussein M,Marsh-Toole W, Manny R. Accommodation and related risk factors associated with myopia progression and their interaction with treatment in COMET children. Invest Ophtalmol Vis Sci. 2004;45:2143-51