MIOPATI

download MIOPATI

If you can't read please download the document

description

,

Transcript of MIOPATI

REFERAT INTERNA1BAB IPENDAHULUANOtot serat lintang membangun konstruksi utama untuk lokomosi. Pada orang dewasa dikatakan mempunyai berat 40% dari berat badan total. Otot ini seperti juga bagian tubuh yang lain dapat mengalami gangguan atau kelainan. Pada keluhan-keluhan seperti kelemahan otot atau kelelahan, nyeri, kaku, spasme, massa otot berkurang (otot mengecil) harus dipikirkan suatu miopati. Paling sering keluhan yang diutarakan pasien adalah kelemahan otot1. Untuk membedakan antara kelelahan dan kelemahan otot, pasien harus dievaluasi kemampuan ototnya dengan menjalankan berbagai aktivitas sehar-hari seperti berjalan, berlari, naik tangga, bangun dari posisi duduk, berjongkok, berlutut, membungkuk dsb. Kesulitan untuk melakukan kegiatan tersebut lebih merujuk pada kemungkinan adanya kelemahan otot daripada kelelahan. Demikian pula bila seseorang sulit melakukan kegiatan tangan dengan posisi lengan lebih tinggi dari bahu1,2. Penyakit otot disebut myopathy (miopati). Secara klinis gejala umumnya adalah kelemahan otot yang bersifat progresif dan atrofi otot yang berlangsung khronis, harus dibedakan dengan polineuropati dan penyakit motor neuron (spinal muscular atrophy). Pada kedua penyakit ini kerusakan primer masing-masing adalah pada saraf tepi dan neuron motorik. Pola distribusi otot yang terlibat dapat menolong untuk menegakkan diagnosa yang benar. Pada polineuropati otot yang terkena adalah kelompok distal, utamanya tungkai bawah, sedangkan miopati lebih melibatkan otot-otot ekstremitas yang proksimal, otot gelang bahu dan panggul serta otot okuler. Penyakit motor neuron lebih menunjukkan keterlibatan otot yang bervariasi baik simetris ataupun asimetris1,2,3.Dalam praktek sehari-hari miopati ini relatif jarang dijumpai. Akan tetapi pengetahuan mengenai penyakit ini tetap penting, sebab penegakan diagnosa yang benar akan berkaitan dengan manajemen yang benar, khususnya untuk miopati ini ditekankan pada terapi simtomatis termasuk disini fisioterapi, edukasi dan pencapaian kwalitas hidup yang optimal. Sejalan dengan berkembangnya ilmu biomolekuler dan genetika bahkan mungkin disamping genetic counseling untuk mencegah keturunan dengan penyakit ini juga dapat diberikan terapi gen.I. 1 DEFINISIIstilah miopati, umumnya dipergunakan untuk semua penyakit yang mengenai otot volunter. Dapat didefinisikan sebagai berikut: gangguan berupa abnormalitas fungsi otot , tanpa ada tanda-tanda denervasi pada pemeriksaan klinis, histologis dan elektrofisiologis. Abnormalitasnya baik biokhemis, patologis maupun elektrofisiologis terletak pada serabut otot maupun jaringan interstisial di sekelilingnya1,2,3.I. 2 KLASIFIKASIUntuk memudahkan pengertian mengenai miopati, dan bagaimana penyakit ini dapat terkait dengan berbagai keadaan disamping yang kejadiannya memang murni primer, digambarkan selayang pandang penggolongan sebagai berikut1 :1. Miopati herediter : 1.1. Miopati distrofik (Progressive Muscular Dystrophy) Miopati degeneratif primer bersifat genetikDistrofi otot X-linkedDistrofi otot Duchenne (DMP : dystrophia musculorum progressiva)Distrofi otot Becker (benigna)Distrofi otot otosom resesifLimb-girdle ( Distrofi otot Scapulohumeral)Distrofi otot kongenitalDistrofi otot otosom dominanDistrofi otot Fasioskapulohumeral (FSH) (Landouzy-DejerineDistrofi otot SkapuloperonealDistrofi otot okulerDistrofi otot okulofaringeal 1.2. Miotonia 1.2.1. Miotonik Muskuler Distrofi (MMD) 1.2.2 Proximal Miotonik Miopathi ( PROMM ) 1.2.3. Miotonia Kongenital 1.2.4. Paramiotonia Kongenital. 1.2.5 Chondrodistrophic Miotonia (Schwart Jampel Sindrom)2. Penyakit inflamasi otot : 2. 1. Miositis idiopatik 2.1.1.Dermatomiositis 2.1.2.Polimiositis akut dan khronis2. 2. Miositis karena infeksi 2.2.1. Miositis bakteriil 2.2.2. Miositis viral 2.2.3. Miositis parasitik3. Sindroma Paralisis Periodik3. 1. Paralisis Periodik hipokalemik3. 2. Paralisis Periodik hiperkalemik3. 3. Paralisis Periodik normokalemik4. Miopati Metabolik 4. 1. Miopati mitokhondrial4. 2. Miopati karena gangguan glycogen storage4. 3. Miopati karena gangguan lipid storage4. 4. Miopati karena kekurangan carnitine palmityl transferase5. Miopati Endokrinologik5. 1. Gangguan kelenjar tiroid5. 1. 1. Miopati tirotoksik5. 1. 2. Eksoftalmik-ophtalmoplegi5. 1. 3. Tirotoksik paralisis periodik5. 1. 4. Miopati pada hipotiroidi5. 2. Penyakit hipofise dan kelenjar adrenal5. 2. 1. Miopati pada penyakit Cushing5. 2. 2. Miopati karena ACTH6. Miopati karena toksin dan induksi obat7. Miopati karena alcohol.BAB IIMIOPATI HEREDITERSeperti juga semua penyakit yang patogenesisnya masih belum jelas, maka akan banyak diusulkan berbagai macam klasifikasi. Mula-mula diduga bahwa semua tipe distrofi merupakan variasi dari satu proses penyakit. Tetapi pendapat itu sudah tidak dapat diterima lagi, dengan diketahuinya perbedaan pola diturunkannya penyakit, beda usia saat awitan dan prognosis, dan dengan penemuan baru dari aspek kimia dan ultrastruktural.Bagaimanapun juga dari segi klinis praktis perlu membedakan distrofi otot menjadi beberapa tipe. Terutama pada anak-anak, untuk menjadi dasar penentuan prognosis dan prediksi risiko rekuren1.II. 1 MIOPATI DISTROFIKMiopati distrofik merupakan miopati degeneratif primer bersifat genetik.Umumnya miopati distrofik mempunyai karakteristik sebagai berikut :heredofamilialmenampakkan degenerasi progresif otot somatik secara selektif diturunkan secara genetik : dapat otosomal ataupun sex-linked, dominan ataupun resesif.Miopati distrofik ditandai oleh kelemahan otot yang progresif, kemunduran, destruksi, dan degenerasi serabut otot. Berdasarkan usia timbulnya penyakit (onset), progresivitas perjalanan penyakit, distribusi dari otot-otot yang terserang serta sifat-sifat herediternya, dapat dibedakan beberapa tipe (klasifikasi)1.II. 1.1 DMP (Dystrophia musculorum progressiva) DMD (Duchenne Muscular Dystrophy} Distrofi otot tipe Duchenne Duchenne Muscular Distrofi (DMD) adalah kelainan yang diturunkan secara X-linked resesif, yang secara primer menyerang otot skelet dan jantung. Pertama kali dipublikasikan oleh Duchenne tahun 1868 dan ditegaskan oleh Gowers pada tahun 1879. Biasanya menyerang anak laki-laki, wanita umumnya tidak terserang tetapi merupakan carrier tanpa gejala klinis, kadang-kadang dijumpai manifestasi klinis tetapi biasanya sangat ringan. Karakteristik DMD adalah perkembangan motorik yang lambat, keterlambatan dalam duduk, berjalan dan berlari. Kehilangan kemampuan berjalan bervariasi, biasanya antara usia 7-12 tahun4,5,6,7. A. Epidemiologi Dari semua penyakit distrofia muskuler, DMD yang paling banyak ditemukan. Prevalensi DMD adalah 3 : 100.000 laki-laki hidup, kepustakaan lain menyebutkan 1: 25000. DMD biasanya menyerang laki-laki dengan insidensi 1: 3.500 kelahiran bayi laki-laki, sumber lain menyebutkan 1: 5000 kelahiran hidup laki-laki4,5,6,8,9,10. B. Etiologi dan patogenesis Penyakit DMD merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik melalui kromosom X secara resesif 8,10. Kurang lebih sepertiga diantaranya merupakan hasil mutasi gen yang baru. Gen ini berlokasi pada lengan pendek dari kromosom X yang bertanggung jawab terhadap produksi distrofin yang terdapat pada membran sel otot. Bila terjadi delesi pada lengan pendek kromosom X distrofin tidak terbentuk dan hal inilah yang menimbulkan terjadinya distrofia muskular 6. Pada penderita DMD tidak didapatkan adanya distrofin pada sarkolema serabut otot skelet, sehingga menimbulkan peningkatan permeabilitas sel otot. Defisiensi distrofin secara cepat mengganggu fungsi serabut otot karena serabut ini tempat yang penting untuk degenerasi 9. Ada juga beberapa hipotesis yang menjelaskan terjadinya distrofia muskuler11,12,13. 1. Teori vaskuler Sirkulasi atau perdarahan yang tidak adekuat pada otot menyebabkan perubahan pada otot, berupa terjadi akumulasi katekolamin yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi kapiler. Hal ini menyebabkan otot mengalami hipoksia dan gangguan metabolit lainnya.2. Teori Neurogenik Pada distrofia muskular terdapat penurunan dari jumlah motor unit yang berfungsi. Karena motor unit merupakan elemen dasar dari serabut saraf dalam mengontrol otot sehingga penurunan dari jumlah motor unit akan mengakibatkan menurunnya pengaruh pada sel kornu anterior medula spinalis yang merupakan motor neuron dari suatu unit motor. Apabila jumlah yang berfungsi menurun maka terjadi distropia muskuler. Motor neuron ini dapat disebut sebagai sick motor neuron atau sick nerve supply.3. Teori membran sel Adanya permukaan membran abnormal dari sel otot yang diturunkan secara genetik. Teori ini mendukung bahwa akibat permukaan membran abnormal akan terjadi kebocoran dari enzim sarkoplasma melalui membran sel otot dan masuk ke dalam serum darah, sehingga terjadi peningkatan enzim asal otot tersebut ke dalam serum darah. Permukaan membran yang abnormal itu juga terdapat pada eritrosit pasien distrofia muskular. C. Diagnosis Diagnosis jarang ditegakkan sebelum umur 3 tahun. Diagnosis DMD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang 5,6. Pada umumnya diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, kadar CK dan pemeriksaan EMG 6.1. Anamnesis Saat periode paska natal anak biasanya normal, pertumbuhan dan perkembangannya berjalan sesuai umur, hal ini berlangsung sampai anak berumur 2-4 tahun. Biasanya orang tua penderita baru mengetahui penyakitnya, pada waktu anak mulai sekolah. Dibandingkan dengan saudara sekandung atau teman sebaya anak terlihat lebih sering jatuh, kesulitan naik tangga dan bangkit dari lantai tanpa bantuan. Riwayat keluarga dari pihak ibu, memiliki anak yang menderita DMD secara jelas mendukung dalam menegakkan diagnosis 1,2,3,14.2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Gejala dan tanda pertama dari DMD adalah meningkatnya kelelahan dan kelemahan otot gelang panggul.Kelemahan otot bersifat simetris dan berlangsung progresif. Pada usia 6-12 tahun penderita sudah tidak dapat menggerakkan kedua tungkainya sehingga harus menggunakan kursi roda dan pada akhirnya harus selalu tinggal di tempat tidur2,3,11,14. Refleks tendo pada awal penyakit masih dalam batas normal, dan dipertahankan sampai terjadi kelemahan otot yang berat, baru kemudian akan menurun.Peningkatan lordosis lumbal dan pseudohipertrofi otot betis sehingga anak kelihatan lebih kuat dari yang sebenarnya15.Tanda-tanda lain : jalan seperti bebek (waddling gait) yang nampak jelas pada saat anak berjalan cepat 14. Anak berjalan jinjit pada jari-jari kaki, yang menjadi lebih nyata oleh karena progresivitas penyakit.Tanda distrofia muskuler paling baik terlihat dengan mengamati gerakan anak pada saat berjalan, bangkit dari lantai atau dari bangku tanpa sandaran. Mereka akan memperlihatkan gejala yang khas, yaitu fenomena Gowers2,3,14. (Bila pasien dari posisi duduk ke berdiri, mula-mula mengangkat pantatnya keatas dan kedua tangannya bertopang di lantai lalu berusaha berdiri menggerakkan kedua tangannya berganti-gantian seolah memanjat di sepanjang tungkai bawah kiri dan kanan).Saat umur belasan, penyakit DMD mengalami penurunan kapasitas vital yang umumnya mencapai 30-50 %. Penyakit pulmo yang restriktif, meliputi kelemahan otot dinding dada dan adanya skoliosis akan mendukung terjadinya insufisiensi respirasi yang kronik dan mudah terjadi radang pernafasan yang merupakan penyebab kematian pada penderita DMD 9,11.Gangguan jantung mula-mula hanya perubahan pada gambaran EKG, akhirnya dapat ditemukan gagal jantung pada 50-80 % kasus 6. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Ditemukan peningkatan creatin kinase (CK) sampai 300-400 kali dari normal atau > 5000 U/lt. Dari 70 % wanita carrier DMD, ditemukan sedikit kenaikan CK. Kadar enzim ini tertinggi pada umur 14-22 bulan dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur dan parahnya penyakit 9,11. b. Elektromiografi Pada peyakit otot ini konduksi saraf normal. Pemeriksaan serabut otot dengan jarum menunjukkan gambaran khas miopati yaitu MUP (motor unit potential) ampli-tudonya kecil, durasinya pendek, sebagian polifasik dan pada kontraksi otot ringan terjadi recruitment yang belebihan . Gambaran ini menunjukkan adanya pengurangan ukuran dan jumlah serabut otot per motor unit. Fibrilasi yang umumnya dijumpai pada atrofi neurogenik, kadang-kadang juga muncul pada kurang lebih sepertiga dari jumlah pasien dengan distrofi otot. Lama kelamaan penderita akan mengalami kesulitan untuk mempertahankan suatu kontraksi otot volunter. Voltage gelombang potensial otot menjadi sangat rendah, sehingga kadang-kadang dijumpai di suatu area otot : sunyi aktivitas listrik 1,2,3. c. Biopsi otot Tampak peningkatan fibrosis pada serabut sirkuler. Didapatkan nekrose serabut otot dan sedikit fagositosis pada sekelompok serabut basofil, dan terdapat peningkatan serabut yang undifferentiated, dengan mikroskop immunochemistry tampak tidak adanya distrofin pada sarkolema serabut otot skelet 9,11.4. Penatalaksanaan Sampai saat ini tidak ada pengobatan khusus untuk DMD. Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan suportif untuk mencegah deformitas yang lebih berat memperlambat progresivitas penyakit dan meminimalkan terjadinya komplikasi 6,9. Sekarang sedang diteliti mengenai pengobatan gen dengan menyelipkan distrofin kedalam membran otot. Karena ditemukannya gen yang kekurangan distrofin atau distrofinnya berubah, dan ditemukannya gen yang memproduksi distrofin6. Intervensi pembedahan sering dilakukan untuk mengurangi kontraktur.Tindakan perkutaneus tenotomi pada pinggul, lutut dan pergelangan kaki pada penderita yang diseleksi, secara signifikan dapat memperpanjang masa ambulasi. Sesudah operasi penderita dapat berjalan dengan menggunakan long leg braces 5,9.Konseling genetik dilaksanakan segera setelah diagnosis ditegakkan 5,10,11.Ibu, saudara perempuan, tante dari pasien DMP pada penelitian ternyata merupakan pembawa penyakit tanpa mereka sendiri sakit (carrier).Pada setiap karier wanita, satu khromosom X nya membawa kelainan distrofi otot, tetapi manifestasinya dihambat oleh pengaruh gen yang normal pada khromosom X lainnyaKarier definitif adalah seorang ibu yang mempunyai anak dengan DMP dan juga mempunyai kakak laki-laki atau paman dari garis maternal, atau mempunyai saudara perempuan dengan anak DMP juga, atau yang mempunyai saudara laki-laki lain dalam garis keturunan ibu dengan DMP.Karier wanita umumnya tidak memperlihatkan gejala klinis, meskipun kadang-kadang pada pemriksaan dijumpai kelemahan otot yang ringan, yang dapat ditunjukkan dengan EMG ataupun biopsi. Sebagian besar karier menunjukkan kenaikan CPK yang menyolok.Bila seorang wanita diduga merupakan karier, konseling genetik sebaiknya diberikan. Secara sederhana harus diberitahukan kepada keluarga bahwa penyakit ini diturunkan secara resesif terkait dengan seks. Secara teoritis boleh dikatakan bahwa pada setiap kehamilan , 50% dari keturunan berjenis kelamin laki-laki berpeluang terkena DMP, dan 50% dari keturunan berjenis kelamin wanita berpeluang untuk menjadi karier.II. 1. 2. Becker Muscular Distrofi (BMD) Meskipun mirip dengan Duchenne tetapi penyakit BMD merupakan tipe yang relatif benigna dari distrofia muskuler. BMD juga diturunkan secara resesif terkait dengan seks ( X-linked resesif) dengan mutasi kromosom terletak pada Xp2.1. Aktifitas kretin kinase serum meningkat pada kurang lebih 60 % wanita yang carrier BMD1,2,3. Penyakit ini ditemukan oleh Becker dan Kiener pada tahun 1955. Kelainan ini ditemukan pada 3 6 tiap 100.000 kelahiran bayi laki-laki, oleh Gardner Medwin pada tahun 1980 16. Penyakit tipe Becker ini berbeda dengan Duchenne dalam hal tingkat keparahan dari manifestasi klinisnya. Onset penyakitnya lebih lambat dengan perjalanan penyakit yang jauh lebih lama1,3,16. Onset penyakit paling sering pada dekade kedua, walaupun gejala penyakitnya kadang telah nampak pada usia beberapa tahun pertama atau baru setelah dekade ketiga. Usia saat timbulnya penyakit dan tingkat keparahannya menunjukan pola yang menetap dalam silsilah keluarga (Shaw dan Dreifuss)16. Gejala awal muncul dapat terjadi pada usia 5 tahun dan pada saat usia 10 sampai kurang lebih 25 tahun umumnya penderita masih dapat berjalan1,2.A. Gejala Klinis Klinisnya boleh dikatakan sama dengan distrofi otot tipe Duchenne, hanya perjalanan penyakitnya lebih lambat. Gejala awal muncul pada usia sekitar 5 tahun, dan pada usia 10 sampai kurang lebih 25 than tahun umumnya masih dapat berjalan. Otot yang mula-mula terkena adalah otot gelang panggul. Otot dada terkena kemudian.Otot jantung biasanya tidak terkena atau terkena secara minimal. Karena penderita BMD ini dapat menjalani hidup yang mendekati normal sampai usia dewasa, maka kemungkinannya besar bahwa ia menurunkan keadaan ini lewat anak perempuannya (karier) ke cucu laki-lakinya1,16. .B. Pemeriksaan Laboratorium Kadar enzim kretin kinase meningkat dalam serum tapi tidak setinggi / seberat pada Duchenne16. C. Hasil Biopsi Hasil biopsi otot memperlihatkan gambaran degenerasi, basofilia, inflamasi,dan fibrosis yang lebih ringan dibandingkan Duchenne. Distrofin ditemukan pada sisi sitoplasmik sarkolema walaupun jumlahnya lebih sedikit atau berat molekulnya berbeda dibanding Duchenne16. D. Terapi Terapi sama dengan Duchenne, tetapi untuk kasus Becker rentan menderita hipertermi maligna sehingga perlu antisipasi saat memberikan anastesi general 16.II. 1. 3. Facioscapulohumeral Muscular Dystrophy (FSH Muscular Dystrophy) Distrofi otot tipe fasioskapulohumeralDistrofi otot ini diturunkan secara otosomal dominan, dan dijumpai seimbang pada wanita dan pria. Sifatnya pada umumnya benigna, meskipun kadang-kadang juga dijumpai yang derajatnya berat. Bahkan didalam keluarga yang terkena, gambaran klinis yang sama dapat disertai gambaran patologis otot-otot yang sangat bervariasi. Pada jenis distrofi yang berat, kecacatan akan muncul pada usia yang relatif lanjut, akan tetapi boleh dikatakan tidak banyak berbeda dengan orang yang normal dari aspek rentang usianya. Dikatakan bahwa padadistrofi otot FSH ini rupanya dijumpai kelompok dengan defek biokhemis yang heterogen secara genetik dan bertanggung jawab pada munculnya fenotip ekspresi klinis distrofi ini1,3.A. Patologi.Perubahan histopatologik kurang lebih sama dengan distrofi otot tipe Duchenne, kecuali bahwa penggantian serat otot yang rusak oleh lemak lebih jarang. Yang sering terjadi adalah fibrosis otot1.B. Gambaran klinis.Penyakit ini muncul pada dekade ke 2, berkembang lambat dan biasanya mulai dengan kelemahan otot muka bagian bawah, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bersiul atau meniup. Kelemahan berikutnya dapat mengenai m.trapezius dan m.pectoralis major. Semakin lanjut penyakit ini, mulai nampak jelas adanya kelemahan dan atrofi otot gelang bahu (nampak winged scapula), diikuti otot spinal. Lordosis lumbalis nampak bertambah. Akhirnya otot gelang panggulpun terkena dengan kelemahan ringan m.quadriceps. Penampilan dan kekuatan normal otot-otot ekstremitas bagian distal, sangatlah kontras dengan adanya kelemahan otot fasial dan atrofi otot-otot bagian proksimal (gelang panggul).Prognosa penyakit ini dapat dikatakan baik dari aspek kwalitas hidup, apalagi kadang-kadang dijumpai kasus yang secara spontan berhenti perjalanan penyakitnya1,2,3.C. DiagnosisDistrofi otot FSH sering sukar dibedakan dengan sindroma skapuloperoneal dimana ada kelemahan otot peroneal, skapula dan tibial. Gambaran EMG nya sama dengan gambaran EMG pada DMP. Tetapi ECG dan fungsi pernapasannya baik dan kadar serum enzim tidak meningkat2,16.II. 1. 4. Scapuloperoneal Muscular Dystrophy Distrofi otot SkapuloperonealDistribusi kelemahan dan atrofi otot skapuloperoneal ini merupakan bagian dari satu sindroma yang kelainan primernya dapat miopatik atau neurogenik. Disebut sebagai bentuk distrofi otot apabila nampak tanda-tanda diturunkan secara dominan otosomal resesif atau resesif terkait dengan seks (sex-linked recessive). Awitannya pada awal masa kanak-kanak, perjalanan penyakitnya benigna, dengan kelemahan yang progresif lambat, mengenai otot gelang bahu, otot ekstremitas atas proksimal dan otot distal ekstremitas bawah. Otot jantung dapat terkena pada usia dewasa. Pemeriksaan EMG dan biopsi dapat membedakan kelainan otot ini apakah bersumber pada lesi primer miopatik atau neurogenik1. BAB IIIMIOTONIAMiotonia adalah suatu fenomena klinis dengan karakteristik adanya kontraksi otot yang berkepanjangan , setelah kontraksi volunter , setelah perkusi dengan instrumen reflex hammer , atau setelah stimulasi elektrik pada otot 2. Abnormalitas biokhemiknya tidak diketahui , tetapi studi fisiologis miotonia menunjukkan bahwa kesulitan relaksasi otot disebabkan karena repetitive firing (pencetusan impuls secara berulang) dari serabut otot. Hal ini merujuk pada kemungkinan adanya kelainan gen yang mempengaruhi fungsi membran sel. Pada miotonik distrofi dijumpai kadar ion Na dalam serabut otot dua kali lipat dibandingkan normal. Sehingga diduga ada peningkatan permiabilitas natrium. Obat yang cenderung memodifikasi lalu lintas ion melalui membran sel seperti diphenylhydantoin , procainamide dan quinine , akan memodifikasi atau melenyapkan miotonia. Sedangkan anestesi spinal , blok saraf ataupun pemberian kurare tidak menghilangkan miotonia , sehingga mendukung adanya kelainan di membran sel2,3. A. KLASIFIKASIYang termasuk dalam Gangguan Miotonia yang diturunkan adalah sebagai berikut : 2,3,17. Jenis miotonia yang diturunkanNoPenyakitPewarisanKelainan1Miotonik Muskuler Distrofi (MMD)Autosomal dominanExpansi CTG ( Kromoson 19 ) 2Proximal Miotonik Miopathi ( PROMM )Autosomal dominanTidak diketahui3Miotonia kongenitalAutosomal dominanDefect channel ion Cl di otot ( krom.7 )4Paramiotonia kongenitalAutosomal dominantDefect channel ion Na di otot ( krom. 17)5Chondrodistrophic Miotonia ( Schwart Jampel Sindrom )Autosomal recessiveTidak diketahui III. 1. MIOTONIK MUSKULER DISTROFIA. DefinisiMiotonik Muskuler Distrofi ( MMD )adalah suatu penyakit multisistem yang diturunkan secara autosomal dominan .Penyakit ini mempunyai karakteristik : miotonia , kelemahan dan atropi otot , katarak , abnormalitas jantung , atropi testis dan dapat mengenai organ semua sistem 2,3,17,18. B. EpidemiologiMiotonik Muskuler Distrofi ( MMD ) adalah penyakit yang jarang. Diluar negeri insidensnya berkisar antara 4.9 sampai 5,5 per 100.000 3. Kenyataannya mungkin lebih dari angka tersebut. Sebab setiap penemuan kasus baru , bila dilakukan analisis pedigri ternyata dapat ditemui beberapa kasus baru . Sebab awitannya juga menunjukkan gejala klinis yang bervariasi , maka jika pasien untuk pertama kali berkonsultasi dengan dokter yang kurang familier dengan miotonik muskuler distrofi, hal ini akan menyebabkan banyak pasien dengan gen miotonik muskuler distrofi tidak terdiagnosis. MMD mempunyai penetrasi secara genetik yang berbeda , dengan demikian ekspresi klinisnya berbeda pula , sehingga antar saudara kandung dapat dijumpai manifestasi klinis yang berbeda. Anggota keluarga dari famili yang sama dapat hanya mempunyai katarak , dengan gejala klinis lain minimal. Pada pasien MMD dapat dijumpai komplikasi reproduktif , dan pada wanita dapat terjadi keguguran kandungan 2,18,19. C. Patofisiologi MMD adalah akibat dari sebuah perluasan berulang CTG pada area 3 yang tidak diterjemahkan dari gene yang berkode sebuah protein kinase DM-PK pada kromosom 19q13.3 . Perluasan dari urutan berulang pada MMD ternyata ada hubungan positif antara ukuran pengulangan dan beratnya klinis. Neurotransmiter protein phosphorylate mencapai respon fisiologi pada sel-sel target khusus. Kegagalan dari aktifitas protein kinase menyebabkan disfungsi ion chanel pada miotonia. Terlihat jelas pada otot jantung pada MMD tetapi juga ada pada otot skelet dan otak. Pengaruh pada otot dapat terlihat adanya fibronekrosis dan degenerasi dengan area phagositosis dan peningkatan jaringan ikat endomesial 2,3,17,18. Gambar.1 Urutan CTG berulang pada MMDD. Gejala klinisGejala klinis yang khas pada MMD adalah kesulitan otot untuk segera relaksasi setelah kontraksi volunter kuat. Maka gejala ini akan cenderung nampak pada gerakan gerakan dengan kontraksi yang cepat dan kuat. Distribusi miotonia ini sangat bervariasi , meskipun umumnya hanya pada tangan , tetapi tidak jarang pula mengenai hampit semua otot. Karena pasien terbiasa dengan kelambanan tersebut , maka sering kali penderita tidak mengeluh , atau bahkan penderita tidak menyadari bahwa hal tersebut tidak normal.Maka seringkali miotonia ditemukan bukan karena keluhan pasien , melainkan ditemukan pada pemeriksaan klinis dengan tes-tes fungsi otot. MMD pada umumnya paling banyak timbul pada usia remaja tetapi bisa juga muncul sejak bayi atau kanak- kanak . MMD yang timbul sejak bayi disebut Miotonik distrofi kongenital 3,19,20. Gambaran klinis dari miotonik distrofi kongenital terdiri dari :Hipotonia Kelemahan otot-otor muka bilateral Keterlambatan perkembangan motorikMental retardasi Kesulitan menghisap dan meminum susu Distres respiratorik Talipes Hidramnion pada kehamilan tua dan pergerakan janin yang lambat Bentuk bibir atas seperti huruf V terbalik. Miotonia pada MMD tidak seberat pada miotonik distrofi kongenital ,karena itu penderita tidak merasa terlalu banyak terganggu secara fungsional dalam kehidupan sehari hari. Yang mungkin lebih menggangu adalah kelemahan akibat atrofinya , utamanya pada otot-otot ekstremitas distal. Pada penderita MMD terdapat gangguan visual akibat katarak.Palpitasi dan serangan dizzines akibat gangguan ritme jantung . Disisi lain banyak pula pembawa gen , tetapi ternyata tidak mempunyai gejala apapun. Wanita dengan MMD dapat melahirkan bayi dengan miotonik distrofi kongenital . Bayi ini menunjukkan otot badan yang lembek ( hipotonia ) , dan nampak lemas disebut floppy baby , dan mengalami kesulitan untuk menghisap dan minum susu. Sering dijumpai distres respiratorik dan retardasi mental.E. Tanda Klinis 1. MiotoniaMiotonia dapat terlihat sebagai gerakan lambat seperti ulat pada relaksasi tangan setelah penderita diminta memegang erat jari-jari pemeriksa . Bila pangkal ibu jari dipukul dengan palu refleks , nampak kontraksi dan relaksasi yang lambat dari tenar. Cara melakukan perkusi ini pada otot-otot lain yang mengalami miotonia , akan menghasilkan fenomena yang sama. Tetapi keadaan miotonia ini dapat menghilang dengan makin bertambahnya atrofi . Sebagian besar pasien dengan miotonia mengalami peningkatan kekuatan pada udara dingin 2,3,20. 2. Kelemahan dan Atrofi otot Meskipun pada stadium akhir semua otot akan mengalami kelemahan dan atrofi , tetapi mula-mula yang terkena adalah otot muka dan leher. Atrofi otot-otot muka menimbulkan penampilan khas yaitu muka yang memanjang , kurus dan tanpa ekspresi. Gerakan volunter dan emosional menjadi lamban.Muskulus orbicularis oculi dan sternocleidomastoid serta otot-otot profundal leher umumnya terkena. Pada posisi terlentang ditempat tidur, pasien tidak dapat mengangkat kepalanya, dan gerakan menoleh juga lemah. Otot menelan dan fonasi sering terkena , sehingga pasien suaranya lemah dan sengau .Atrofi disini tidak didahului dengan hipertrofi seperti pada DMP (Dystrophy Muscular Progressiva) , tidak ada fasikulasi seperti pada ALS ( Amyotrophic Lateral Sclerosis). Gangguan sensoris tidak ada , reflek tendo menghilang hanya kalau atrofi sudah berat. Bila otot ekstremitas bawah terkena , maka akan kehilangan keseimbangan sehingga penderita mudah jatuh 2,3,20. F. Perjalanan PenyakitMMD bersifat progresif dan gejala-gejalanya merefleksikan kecepatan progresif dari sistim atau organ yang terlibat . Tetapi sering kali justru perjalanan penyakitnya berjalan begitu lambat sehingga banyak penderita yang dapat melalui masa tuanya tanpa mengalami gangguan kehidupan sehari hari yang berarti. Bila atrofi otot sangat meluas , maka penderita terpaksa aktif dengan kursi roda , bahkan kemungkinan tidak dapat turun lagi dari tempat tidur 2,3. G. Diagnosis a. Gejala dan tanda klinis Diagnosis dibuat dengan melihat penampilan yang khas ( atrofi otot muka dan bahu serta leher ) dan dengan miotonia otot ekstremitas . Sebagian besar pasien diidentifikasi dengan adanya kombinasi miotonia, distrofik dan katarak 2,3,17. b. EMG EMG dapat membantu dengan adanya miopati : potensial motor unit amplitudonya rendah dan durasinya pendek. Bila jarum dalam otot pada pemeriksaan EMG digerakkan ,muncul suara miotonik yaitu yang disebut dive-bomber sound. Menurut pendengaran kita dapat disamakan dengan suara motor kendaraan roda dua yang sedang distater sambil gasnya dibesarkan 2,3,17,20. Gambar.2 Elektromiogram dari miotonik discharge c. Biopsi otot Pemeriksaan biopsi menunjukkan adanya proses degenerasi otot. Pemeriksaan histokimia dijumpai gambaran yang relatif spesifik untuk miotonik distrofi , antara lain peningkatan central nuclei, rantai-rantai nuclear , atrofi serabut tipe I dan peningkatan ukuran serabut tipe II 2,3. d. DNA AnalisisDNA analisis adalah test definitif untuk MMD dan harus diperoleh dari orang tua yang mempunyai gambaran klinis dari penyakit ini dan dari individu yang mempunyai resiko. Diagnosis prenatal adalah dapat diandalkan , menggunakan biopsi villus chorionic atau kultur sel amniotik ( amniosintesis )2,3,17,18 . e. PrognosisMMD adalah penyakit kronik dan memburuk dengan progresif pada kebanyakan kasus. Pada bentuk yang nonkongenital kematian terjadi antara umur 40 60 tahun akibat gangguan fungsi jantung dan paru-paru.Pada kasus miotonik kongenital distrofi, 25% meninggal sebelum umur 18 bulan , dan 50% bertahan hidup sampai umur tiga puluhan tahun 3. III. 2 MIOTONIA KONGENITAL Miotonia kongenital pertamakali digambarkan oleh Thomsen pada tahun 1876 dan karakteristiknya adalah miotonia yang menyeluruh pada otot tubuh , tetapi umumnya tanpa atrofi otot. Sebagian dapat dengan hipertrofi kronik . Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan atau autosomal resesif. Keduanya dihubungkan dengan abnormalitas pada chanel clorida , gene yang terletak pada kromosom 7q35. Pada miotonia diduga ada defek herediter yang berakibat berkurangnya atau fungsionalitas saluran clorida1,2,3.A. Gambaran klinikGangguan klinis biasanya mulai saat bayi atau masa kanak-kanak , dan kebanyakkan dapat dijumpai perkembangan motorik yang lambat. Selama masa remaja gejalanya bertambah berat , tetapi cenderung sama selama masa dewasa. Fenomena miotonia muncul dengan derajad berat yang bervariasi . Dengan latihan fisik , miotonia dapat berkurang . Nampak penderita kesulitan saat mulai melangkah , akan tetapi kemudian akan nampak lebih normal. Keluhan utamanya adalah kekakuan otot , lamban dan sering jatuh .Gerakan yang cepat sering menimbulkan spasme menyeluruh . Sebagian penderita sering menunjukkan spasme m. orbicularis oculi saat berkedip . Tanda khas yang lain adalah penderita sukar melepas genggaman tangan , dapat makan waktu sampai 1 menit untuk lepas , setelah jabatan tangan.. Pemeriksaan klinis menunjukkan hipertrofi otot gelang bahu dan panggul , otot betis , otot ekstremitas proximal ( penampilan Hercules ) . Dijumpai percussion myotonia : perkusi dengan palu refleks menimbulkan kontraksi cepat otot yang dipukul , yang dapat berlangsung lama kemudian mengendor secara perlahan 2,3,17,18,20. Perbedaan gejala klinis dari miotonia kongenital dan MMD 17Miotonia kongenitalMMDOnset miotoniaDerajat miotoniaKelemahan ototKeterlibatan otot jantung dan otot halus KatarakKelainan pada sistem lainPewarisanBayi atau kanak-kanakSering berat , generalisataRingan , non progresifTidak adaTidak adaTidak adaAutosomal dominan atau resesif Remaja sampai dewasaBiasanya sedang atau ringanSangat bervariasi , mungkin berat , progresifAdaAdaMenyebar luasAutosomal dominan B. DiagnosisSeperti pada MMD , pemeriksaan EMG dapat menolong dengan adanya suara khas dive-bomber . Biopsi otot umumnya histologis dan histokhemia normal ( sebagian kecil menunjukkan serat otot yang hipertrofi ) 1,2.III. 3 . PARAMIOTONIA KONGENITAParamiotomia kongenital adalah kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan . Paramiotonia menunjukkan adanya kelemahan , hiperkalemia periodik paralisis yang dihubungkan dengan bentuk miotonia yang melibatkan otot-otot muka , mata , lidah dan tangan. Paramiotonia dari muka bisa ditunjukkan dengan kekakuan ekspresi , fisura palpebra menyempit, atau lekukan dari pipi karena kontraksi otot mentalis. Tidak seperti miotonia pada distrofi pada umumnya , paramiotonia adalah memburuk pada exercise berulang . Penderita mungkin mengeluh nyeri atau kaku . Pemaparan udara dingin sangat berpengaruh, tidak hanya memperberat miotonia tetapi juga memprovokasi kelemahan otot. Saat otot terpapar udara dingin , paramiotonia menghilang , dan otot flaksid dan paralisis. Kelemahan otot akan lebih terlihat pada pemaparan dingin dan otot harus diistirahatkan di temperatur ruangan terlebih dahulu untuk bisa digunakan kembali 1,3,17.Diagnosis 1,2,3,a. EMGPada penderita dengan paramitonia , EMG dari otot-otot istirahat pada suhu kamar menunjukkan miotonia yang timbul dengan perkusi atau dengan menggerakan jarum.Penemuan yang paling baik adalah timbulnya aktifitas spontan pada anggota gerak yang didinginkan . Pemeriksaan EMG juga digunakan untuk menunjukkan perburukan miotonia discharge yang terpapar dingin dan kalium . b. Kadar CK serumKonsentrasi CK meningkat selama dan sesudah serangan.c. Biopsi ototTanda yang jelas pada miopati adanya nuclei , vakuola-vakuola , dan fibrosis.Biopsi otot pada paramiotonia terdapat abnormalitas yang ditunjukan adanya variabilitas ukuran serabut otot dengan nuclei dan kadang kadang terdapat vakuola vakuola.III. 4. PROXIMAL MYOTONIA MIOPATI ( PROMM )Adalah variant yang jarang dari miotonik distrofi , diturunkan secara autosomal dominan.Keluhan pertamakali timbul pada usia dewasa , jarang pada usia kanak kanak Penderita mengeluh adanya kekakuan pada otot-otot paha sehingga menyebabkan keengganan untuk bergerak dan menghambat pergerakan , diikuti adanya mialgia yang menyeluruh .Katarak dapat terjadi pada stadium awal. Miotonia saat menggegam adalah gejala yangmenonjol pada beberapa kasus. Beratnya miotonia bisa berubah dari hari ke hari danadanya warm-up fenomena sering terjadi dimana kekakuan hilang setelah kontraksidan relaksasi diulang-ulang. Kelemahan otot timbulnya berjalan lambat . (1,3,4) Gambaran EMG abnormal dan menunjukkan adanya miotonik discharge. Dari biopsi ototmenunjukkan gambaran miopati nonspesifik. Kadar CK mengalami peningkatan.Prognosis penderita ini relatif baik karena pada penderita ini tidakmenunjukkan adanya penurunan sampai dalam keadaan tidak berdaya dan kematian kardiorespiratori dengan cepat1 . III. 5. CHONDRODISTROFIK MIOTONIA (SCHWARTZ-JAMPEL SYNDROME)Penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif dan karakteristiknya adalah miotonia , tinggi badan pendek , blepharospasme , hipertrofi otot, deformitas skeletal.Gejala yang timbul saat bayi adanya kontraktur sendi panggul atau dislokasi , kemudian diikuti kontraktur sendi yang lain , gangguan pertumbuhan yang progresif , dan miotonia . Gejala lain adanya pengkerutan mulut , bleparospasme , fisura palpebra mengecil. Intelegensi penderita dalam batas normal. Dari pemeriksaan EMG didapatkan gambaran tipikal dari miotonia. Atrofi otot dapat terjadi pada anak yang lebih tua. Miotonia ini membaik dengan mexiletine atau asetazolamide. 1,3, III. 6 PENATALAKSANAAN MIOTONIA .A. Pengobatan simtomatis dan suportif Sampai saat ini belum ada pengobatan khusus untuk Kelainan Miotonia . Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan suportif.1. Pengobatan Simtomatis meliputi : Obat seperti mexiletine, Qunine , fenitoin , asetasolamid dan procainamide untuk mengurangi miotonia :Mexiletine , 150mg tiap 12 jam , ditingkatkan sampai dosis maksimum 300 mg tiap 8 jam . Merupakan drug of choise untuk mengurangi miotonia Sebelum pemberian Mexiletine harus dilakukan pemeriksaan EKG karena efek samping dari Mexiletine mengganggu konduksi jantung.Quinin 10 mg/kgBB/hr , 2 - 3 kali sehari dan prokainamid 50 mg/kgBB/hr , 4 kali sehari . c. Fenitoin , dimulai dengan dosis 100 mg per 12 jam dosis ditingkatkan sampai kadar dalam darah mencapai kadar terapi d. Asetasolamid , 8-30 mg/kgBB/hr , dosis terbagi. Pada paramiotonia kongenita pada serangan akut biasanya tidak membutuhkan penanganan karena biasanya ringan dan berlangsung singkat.Jika kelemahannya Mengetahui bagaimana penyakit neuromuskuler diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya membantu penderita dalam memahami penyakitnya serta membuat keputusan berkaitan dengan keturunannya . Defek genetik dapat diturunkan dari generasi ke generasi dengan beberapa cara. Penyakit miotonia dapat diturunkan secara autosomal dominan dan autosomal resesif.Pada autosomal dominan , anak menerima gen yang abnormal dari hanya salah satu orangtuanya karena abnormalitas ini akan mendominasi meskipun gen orangtua satunya normal. Jika salah satu orangtua memiliki gen dominan dari satu penyakit , maka peluang anak menderita penyakit yang sama adalah 50% . Pada kebanyakkan kasus kelainan ini belum nampak saat lahir. Jika seorang anak tidak mendapat gen abnormal maka anak tersebut tidak akan mewariskan gen abnormal ke generasi berikutnya. Berapapun jumlah anak yang sakit dalam keluarga ini , anak yang berikutnya memiliki peluang untuk sakit sebesar 50% karena setiap anak dapat memperoleh gen normal atau abnormal ( dominan ) yang terkandung dalam kromosom orangtuanya. Pada kasus miotonik distrofi , yang disebabkan abnormalitas pada kromosom 19 ,dengan uji petanda genetik kita dapat mengidentifikasi kelainan jauh sebelum gejala penyakitnya muncul .berat , dianjurkan pemberian calcium glukonas . NaCl intravena kadang kadang untuk memutus serangan. Terapi maintenen dengan dichlorphenamide atau acetazolamide dapat membantu.Kombinasi dari hidrochlorothiazide dengan potassium mungkin juga efektif , walaupun alasanya belum jelas.1,2,3,172. Pengobatan Suportif .Pengobatan suportif adalah pengobatan yang bertujuan untuk mencegah defotmitas yang lebih berat , memperlambat deformitas penyakit dan meminimalkan terjadinya komplikasi. Kelainan jantung merupakan komplikasi yang utama, maka evaluasi yang teratur dari fungsi jantung dan penanganan yang tepat untuk aritmia kordis. Pada kelemahan otot yang berat , penderita membutuhkan perawatan supportif seperti splint dan menggunakan kursi roda Pada tahap lanjut dimana mobilitas penderita telah dibantu dengan kursi roda , pada umumnya fungsi paru-paru dan jantung juga telah menurun sehingga akan meningkatkan resiko aspirasi pneumonia , infeksi sistem respirasi harus diterapi dengan antibiotika dan postural drainasi dan tepukan (percussion ) dada. Bila keadaan sangat memburuk dapat dilakukan tindakan trakheostomi. Bila terjadi payah jantung dapat diberikan diet yang sesuai , obat digitalis maupun diuretik yang sesuai21,22. Intervensi pembedahan sering dilakukan untuk mengurangi kontraktur.Sesudah operasi penderita dapat berjalan dengan menggunakan long leg brace. Untuk menangani katarak ditangani juga dengan operasi 21,22.Konseling genetik dilaksanakan segera setelah diagnosis ditegakkan.BAB IVPARALISIS PERIODIKParalisis periodik familial adalah suatu istilah yang diberikan pada sekelompok penyakit familial yang kausanya tidak diketahui, khas dengan terjadinya serangan rekuren dan pada stimulasi elektrik otot tidak memberi respons. Otot lain seperti otot jantung dan Otot polos tidak terkena. Dijumpai kelemahan atau kelumpuhan otot-otot anggota badan dengan berkurangnya atau hilangnya refleks tendon. Penyakit ini diturunkan secara autosomal dominan. Perubahan kadar kalium dalam serum yang menyolok acapkali berhubungan dengan awitan paralisis dan menjadi dasar klasifikasi menjadi paralisis periodik dengan hiperkalemi, hipokalemi dan normokalemi. Gambaran klinisnya dapat dilihat dalam tabel 1. Disamping itu masih ada bentuk dapatan yang berhubungan dengan kekurangan kalium khronik atau tirotoksikosis yang mirip dengan paralisis periodik hipokalemik1,2.Paralisis periodik hipokalemik menunjukkan gejala klinis kelemahan ekstremitas flaksid secara episodik, otot skelet tak menunjukkan respon pada rangsangan elektrik, sensitif terhadap karbohidrat dan insulin, pada EMG tidak muncul gelombang miotonik dan selama serangan menunjukkan penurunan kalium serum darah. Antara serangan paralisis, potensial istirahat membran sel otot skelet menurun, tetapi aparatus kontraktilnya menunjukkan respon normal pada pemberian langsung kalsium1.Serangan paralisis dimulai dengan pindahnya kalium dari ekstraseluler kedalam sel otot skelet, sehingga kalium serum berkurang sampai 1.5 mEq/l. Penyembuhan spontan disertai pergeseran kembali kalium intraseluler yang berlebihan kembali ke serum. Antara serangan simpanan kalium tubuh total dan kalium serum menurun sedikit; konsentrasi kalium intraseluler sedikit lebih rendah, dan kadar Natrium sedikit lebih tinggi dari normal. Penelitian menunjukkan adanya defek membran pada penyakit paralisis periodik ini, dan eksitabilitasnya menurun. Salah satu model eksperimental padabinatang menunjukkan adanya penurunan permeabilitas kalium1,2.Pada tirotoksikosis dapat terjadi paralisis periodik yang mirip dengan bentuk familial hipokalemik, tetapi 90% dijumpai pada pria oriental. Patofisiologinya tidak diketahui.Secara klinis serangannya muncul antara usia 10-25 tahun. Beberapa faktor yang dikenal merupakan presipitasi adalah stres akibat luka traumatik atau prosedur pembedahan, latihan fisik berat,paparan terhadap dingin dan gangguan emosional atau makan dengan karbohidrat tinggi.Obat yang dapat menginduksi serangan adalah insulin, kortikosteroid,tiazid, kortikotropin,epinefrin.Serangan mengenai ekstremitas bawah dulu baru ke ekstremitas atas, badan dan leher. Jarang mengenai otot muka, larynx / pharynx dan diaphragma. Refleks tendo menurun atau berkurang.Pada beberapa kasus dapat dijumpai miotonia kelopak mata.Kelemahan umumnya berlangsung 6-24 jam dengan ekstrimnya antara 1 jam dan 3 hari. Frekwensi bervariasi antara sekali seminggu sampai sekali selama hidup. Serangan dapat terhenti ditengah perjalanan penyakit, sehingga bersifat ringan.Gangguan jantung dapat dijumpai : takhikardi,dilatasi jantung,bising jantung.Serangan periodik paralisis tipe hipokalemik dapat diatasi dengan KCl 5-15 gr oral.Pencegahan dengan makanan rendah karbohidrat, diit rendah natrium, spironolakton 100-200mg, acetazolamid.Paralisis Periodik Hiperkalemik atas dasar studi elektrofisiologik dapat dibedakan menjadi : (1) Paralisis periodik tanpa miotonia; (2) Paralisis periodik dengan miotonia; (3) Miotonia paradoksikal dengan paralisis periodik; (4) miotonia paradoksikal tanpa paralisis periodik. Tetapi umumnya miotonia ini bersifat paradoxical : latihan pada ekstremitas yang terkena justru akan menimbulkan eksaserbasi miotonia (tidak menghilangkannya). Juga diduga lebih rentan terhadap dingin dibandingkan miotonia klasik. Paparan terhadap dingin seringkali memunculkan kekakuan (atau resisten pasif terhadap peregangan), sebelum awitan suatu paralisis.Dari beberapa data penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa pada paralisis periodik jenis hiperkalemik ini dijumpai abnormalitas primer pada saluran natrium sarkolemma (mungkin juga chlorid) yang tergantung pada suhu. Defek ini mungkin pada saluran proteinnya sendiri atau karena adanya abnormalitas milieu lipid yang menghasilkan interaksi lipid-protein abnormal dalam saluran ion ini. Pasien miotonik ini juga mempunyai defek konduktans chloride pada suhu fisiologis. Pada paramiotonia ini serabut otot tidak menunjukkan sifat kontraktil yang abnormal. Diduga bahwa peningkatan permeabilitas terhadap Na akibat paparan dingin akan meningkatkan natrium intraseluler, yang kemudian akan kompetisi dengan kalsium untuk reuptake oleh retikulum sarkoplasma setelah kontraksi otot, mengakibatkan tertundanya relaksasi.Adynamia Episodica Gamstrop merupakan jenis yang langka dan diturunkan secara otosomal dominan. Serangan umumnya dimulai sebelum usia l0 tahun dan dipicu oleh rasa lapar, periode istirahat setelah paparan dingin, keadaan basah, atau setelah olah fisik yang tidak biasanya. Konsumsi garam kalium secara tak sengaja atau minum bir berlebihan (bir mengandung kalium), dapat pula mencetuskan paralisis. Episode kelemahan disini lebih ringan dan umumnya kurang dari 1 jam, dibandingkan pada tipe hipokalemik. Cenderung terjadi selama aktivitas sehari-hari dan pada laki-laki derajatnya dapat lebih berat. Frekwensi serangan sangat bervariasi antar individu. Dapat setiap hari antara setengah jam sampai 3 jam; dapat hanya sehari dua hari. Mula-mula yang dirasakan hanya kekakuan atau kebas pada otot proksimal utamanya ekstremitas bawah, sebelum terjadi paralisis. Kesulitan menelan atau gangguan pernapasan sangat jarang terjadi. Frekwensi dan derajat berat cenderung berkurang pada remaja dan dapat menghilang pada usia dewasa. Pemeriksaan selama serangan menunjukkan hipotonia dan refleks yang menurun atau menghilang. Kadang-kadang dapat dimunculkan miotonia dengan perkusi pada lidah atau otot thenar.Peningkatan kalium dalam serum dan CPK (kurang dari 96 jam), dapat membantu untuk diagnosis. Pada EMG dapat dijumpai : blok sementara aktivitas listrik pada sebagian serabut otot, sedangkan yang lain justru menunjukkan hipereksitabilitas. Pada stadium paralisis dapat pula dijumpai fibrilasi, gelombang positif dan gelombang miotonik. MUP (motor unit potential) menunjukkan durasinya dan jumlahnya menurun. Studi konduksi saraf normal 1,2. Pengobatan dengan glukonas kalsikus 10% 20 cc i.v. menunjukkan respon segera (hati-hati oleh karena peningkatan kalsium dalam serum dapat bersifat toksik terhadap jantung 1. BAB VMIOSITISBerbagai proses inflamasi terjadi pada otot, termasuk yang paling sering dijumpai yaitu polimiositis. Penderita dermatomiositis mempunyai ruam kulit bersama dengan tanda dan gejala keterlibatan otot. Skema yang rumit untuk mengklasifikasikan miositis inflamasi menunjukkan ketidakpastian mengenai apakah bentuk klinis yang berbeda menunjukkan kondisi yang terpisah atau merupakan spektrum dari penyakit yang sama. Subtipe yang berdasarkan pada umur pasien dan penyakit yang mendasari maka miositis terdiri dari (1) polimiositis idiopatik primer, (2) dermatomiositis idiopatik primer, (3) dermatomiositis (atau polimiositis) yang berkaitan dengan neoplasia, (4) dermatomiositis masa anak (atau polimiositis) yang berkaitan dengan vaskulitis, dan (5) polimiositis atau dermatomiositis yang berkaitan dengan penyakit kolagen vaskuler. Meskipun jarang dalam praktek sehari-hari kemungkinan dapat di jumpai beberapa miopati yang berkaitan dengan proses sistemik patologis. Pada biopsi otot dijumpai adanya reaksi inflamasi. Miositis merujuk pada miopati inflamatorik dengan etiologi tidak diketahui1,2,22.V. 1 Dermatomiositis.Diagnois dermatomiositis ditegakkan berdasarkan kombinasi ruam kulit dan kelemahan olot. Gejala dapat bermula pada umur berapa saja, tetapi jarang terjadi pada masa remaja atau dewasa muda. Dermatomiositis pada masa anak-anak sering menyertai gejala sistemik penyakit kolagen vaskuler, khususnya miositis tampaknya berkaitan dengan fenomena Raynaud, lupus eritematosus, poliarteritis nodosa, sindroma Sjogren22.Gejala awal meliputi manifestasi sistemik yang tidak khas, misalnya malaise, demam, anoreksia, penurunan berat badan, dan gambaran infeksi pada saluran pernafasan. Sejumlah pasien mempunyai nyeri tekan yang terbatas pada otot bahu. Nyeri yang samar-samar dan sakit otot tidak mempunyai nilai diagnostik spesilik pada penyakit ini1,2,3. Lesi kulit yang mungkin terjadi mendahului atau setelah awal kelemahan terdiri dari ruam berwarna ungu pada pipi dan kelopak mata. Khususnya perubahan warna yang prominen pada kelopak mata atas biasanya dijumpai edema periorbital. Ruam eritematosa mungkin juga terlihat pada bagian-bagian tubuh yang terbuka misalnya leher, dada atas, lutut dan tangan. Kulit yang terkena menjadi tebal dengan warna kemerahan, khususnya pada persendian interpalangeal. Telangiektasia mungkin berkembang pada dada dan punggung tangan pada tahap lanjut. Pada kasus yang ekstrim, inflamasi menyebabkan kulit diseluruh tubuh menjadi atrofik, edematosa dan berwarna kemerahan1,22.V. 2 POLIMIOSITIS.Kecuali untuk tidak adanya lesi kulit, tanda-tanda dan gejala polimiositis sangat menyerupai tanda-tanda dan gejala dermatomiositis. Manifestasi sistemik yang permulaan juga mempunyai banyak kemiripan pada keduanya. Anak yang menderita miositis biasanya mempunyai ruam kulit. Poliomiositis terutama terjadi pada orang dewasa yang mempunyai kondisi dasar misalnya penyakit kolagen vaskuler atau keganasan. Kelemahan biasanya merupakan gejala yang terlihat, ini biasanya berkembang secara lambat selama beberapa minggu. Penyakit tersebut mungkin mempunyai perjalanan yang fulminan , membuat penderita menjadi pincang dalam minggu pertama setelah onset. Serangan permulaan pada otot sendi pelvis menyebabkan kesulitan dalam menaiki tangga atau bangkit dari kursi. Paresis berikutnya pada sendi bahu membuat pasien tidak mampu mengangkat benda atau menyisir rambut. Pada kebanyakan pasien, kelemahan segera menyebar dan melibatkan otot-otot anggota gerak bagian distal1,2,20.Penyakit tersebut mungkin berawal sebagai suatu proses fokal yang menyerupai reaksi inflamasi yang terlokalisir atau sebagai paralisis dan atrofi pada satu anggota gerak saja. Konsentrasi CK serum biasanya berperan sebagai indikator yang membantu dalam menentukan diagnosis dan perjalanan klinis miositis. Tetapi kira-kira 10 persen penderita dengan diagnosis yang telah terbukti miositis, tidak mempunyai peninggian konsentrasi CK. Konsentrasi enzim yang normal pada miositis yang menunjukkan atrofi otot yang luas pada penyakit yang telah berlangsung lama. Enzim kemungkinan bocor melalui defek pada membran plasma otot, sebagaimana dipostulasikan dalam distroti otot tipe Duchenne. Pemeriksaan biopsi otot diadapati nekrosis, fagositosis, atrofi, degenerasi dan regenerasi serat otot tipe I maupun tipe II, vakuolisasi, ukuran serat yang bervariasi, infiltrat inflamasi mononuclear dan fibrosis endomysial atau perimysial. Distribusi atrofi serat otot perifaskuler diperkirakan menunjukkan penghentian suplai darah keserat otot yang berlokasi di perifer. Denervasi mungkin timbul dari nekrosis segmental serat otot atau dari keterlibatan ujung sarat terminal.Suatu trias kelainan elektromiografi hampir selalu terlihat pada miositis yang tidak diobati, khususnya pada otot yang mengalami parese. Terdiri dari (1) potensial fibrilasi dan gelombang tajam positif. (2) letupan repetitif kompleks, dan (3) motorik unit potensial yang polifasik dengan amplitude yang rendah dan berdurasi pendek. Tetapi otot-otot tertentu mungkin masih tetap normal secara elektris, bahkan pada penderita yang penyakitnya cukup lanjut. Oleh karena itu, agar penilaian dapat adekuat, maka pemeriksaan harus meliputi sejumlah otot proksimal dan distal, dengan penekanan pada otot yang memperlihatkan kparese. Kelainan elektomiografi dan histologi sering melibatkan otot paraspinal secara predominan atau selektif 22.Etiologi dan patologi1.Kemungkinan ini selalu harus dipertimbangkan dahulu :Banyak kasus berkaitan dengan penyakit jaringan pengikat atau proses neoplasma, dengan demikian merupakan manifestasi penyakit sistemik.Poliomiositis dapat eksaserbasi karena infeksi saluran nafas, imunisasi atau karena penggunaan obat-obat tertentu.Beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan etiologi virus.Beberapa bukti merujuk pada kemungkinan mekanisme otoimmun dengan adanya faktor rematoid, faktor antinuklear dan antibodi antimiosin dalam serum.Perubahan inflamatorik berkaitan dengan adanya miopati aktif, yaitu adanya degenerasi dengan fagositosis aktif dan regenerasi aktif. Pembuluh darah menunjukkan perubahan progresif selama perjalanan penyakit poliomisitis. Mulanya endotel menampakkan proliferasi sehingga lumen menyempit. Distribusinya seringkali segmental, sehingga terjadi penyempitan yang ireguler sepanjang pembuluh darah. Pada akhirnya dapat terjadi obliterasi lumen dengan deposit IgM, IgG dan B1C globulin pada dindingnya. Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa etiologi poliomisitis bermula dari abnormalitas vaskuler dan kerusakan otot merupakan hal sekunder1,2.Terapi polimiositis. Dengan terapi steroid. Penggunaan ACTH atau kortikosteroid memberikan hasil yang dramatis pada sebagian besar pasien. Pasien dengan penyakit yang akut dapat diberikan metilprednisolon 60 mg/hari, dilanjutkan dengan 90 mg sekali tiap 48 jam. Dosis maintenance dibutuhkan selama 2-3 tahun bahkan lebih. Dosis pada sebagian besar kasus dapat dikurangi secara progresif, kemudian pengobatan dihentikan. Dosis tinggi setiap 2 hari sekali menguntungkan karena mengurangi efek samping. Dosis ini harus ditunjang dengan pemberian antacid, Kalium per oral, diit tinggi protein, rendah natrium dan rendah karbohidrat. Bila pasien dicurigai polimiositis tetapi biopsi otot negatif, dapat dicoba dulu pemberian kortikosteroid jangka pendek. Pada kasus resisten dapat dicoba methotrexate injeksi. Obat ini hanya diberikan bila fungsi hepar baik dan creatininne clearance lebih besar dari 75 ml per menit. Dicoba dosis awal methotrexate 5mg, bila tidak ada efek samping dapat dinaikkan dengan 10-15 mg setiap minggu sampai dosis maksimal 0.8 mg/kgBB per minggu tercapai. Cyclophosphamid 50 mg per hari juga efektif. Pemeriksaan darah rutin dan fungsi hepar harus dilakukan setiap minggu selama pengobatan20,22. BAB VIMIOPATI METABOLIKIstilah miopati metabolik dibatasi pada keadaan-keadaan dimana dijumpai gangguan fungsi otot akibat kelainan metabolisme energi dalam otot skelet, diantaranya gangguan glycogen dan lipid storage, miopati mitokondrial dan kekurangan carnitin palmityl transferase (CPT). Gejala yang paling umum disini adalah kelemahan otot. Gejala lainnya : nyeri (mialgia), kramp, mioglobinuri dan intolerans terhadap latihan fisik atau kelelahan.Berbagai miopati timbul dari kesalahan bawaan pada metabolisme. 1ni meliputi tipe-tipe tertentu dari penyakit penyimpanan glikogen dan gangguan pada metabolisme lipid. Dari 10 penyakit penyimpanan glikogen yang telah diidentifikasi sampai saat ini, keterlibatan otot yang prominen hanya terjadi pada glikogenosis tipe II (penyakit Pompe), tipe III (penyakit Corl-Forbes), tipe V (penyakit McArdle), dan tipe VII (penyakit Tarul)2,3,22. VI. 1 Defisiensi Asam Maltase (Glikogenosis Tipe II)Penyakit ini diturunkan secara otosomal resesif. Defisiensi asam maltase mengakibatkan akumulasi glikogen didalam lisosom jaringan. Pada tipe infantil, yang disebut penyakit Pompe, anak-anak mengalami hipotonia berat dalam waktu singkat segera setelah kelahiran dan meninggal dalam tahun pertama kehidupan karena gagal pernapasan atau gagal jantung. Sel kornu anterior mengandung endapan partikel glikogen, begitu juga organ lain yang terkena, misalnya jantung, lidah, dan hati. Lidah yang membesar dan kelainan jantung membedakan kondisi ini dari penyakit Werdnig-Hoffmann22.Pada tipe yang lebih ringan pada anak dan orang dewasa, gejala hanya terbatas pada otot skelet mirip gejala polimiositis. Pada penderita dimana awal gejala terjadi pada masa anak-anak biasanya mempunyai kelemahan otot anggota gerak proksimal dan otot badan dengan progresifitas yang bervariasi. Penderita mungkin meninggal karena gagal pernapasan sebelum akhir dekade kedua. Peningkatan katabolisme protein otot berperan patogenese penyakit ini, karena kondisi tersebut membaik oleh diet tinggi protein. Pada varian dewasa, gejala bermula dengan kelelahan pada sendi anggota gerak yang tanpa gejala selama dekade kedua atau ketiga dan mengeluh kesulitan bernapas pada beberapa tahun kemudian, yang memerlukan trakeostomi. Kedua tipe memperlihatkan peningkatan konsentrasi enzim dalam serum. Biopsi otot ini memperlihatkan miopati vakuoler yang lebih banyak terjadi pada serat tipe I dibandingkan serat tipe II. Glikogen biasanya mengendap di sistem saraf pusat, teutama pada bentuk infantil 22. Elektromiografi pada bentuk infantil memperlihatkan peningkatan aktivitas insersional, potensial fibrilasi, gelombang tajam positif, dan letupan repetitif kompleks 22.Lepasan miotonik yang sesungguhnya mungkin terjadi dalam keadaan tidak ada miotonia klinis. Kontraksi volunter ringan merekrut sejumlah besar potensial unit motorik kecil polifasik, amplitudo rendah dan durasi singkat. Sangat berbeda dengan kelainan yang ditemukan pada tipe infantil, perubahan terbatas pada otot gluteal, paraspinal, dan otot proksimal lain pada tipe dewasa atau tipe anak yang awalnya lambat. Sebagian besar pasien-pasien ini secara elektromiografi mempunyai temuan miopati tanpa disertai potensial fibrilasi. Pemeriksaan terhadap hantaran saraf motorik dan sensorik dan terhadap transmisi neuromuskuler tidak memperlihatkan kelainan, kecuali berkurangnya amplitudo motor unit potensial 22.VI. 2 Defisiensi Debrancher (Glikogenosis tipe III)Penyakit ini diturunkan secara autosomal resesif; tidak adanya enzim debrancher mencegah pemecahan glikogen diluar rantai glucosyl lurus. Akibatnya, glikogen yang mempunyai rantai luar bercabang pendek, yang disebut phosphorylaselimit-dextrin, berakumulasi didalam hati dan pada otot lurik dan otot jantung. Walaupun terdapat defek enzimatis menyeluruh, tetapi otot skelet tidak selalu memperlihatkan kelemahan dalam pemeriksaan klinis.Anak yang menderita hipotonia dan kelemahan otot-otot proksimal biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Gambaran klinis miopati mungkin berkembang setelah gejala gangguan hati berkurang. Penderita mungkin membaik pada masa remaja, walaupun ada. defek enzimatis. Biopsi otot memperlihatkan vakuol subsarkolemal positif pada serat tipe II tanpa tanda-tanda denervasi. Elektromiografi mungkin memperlihatkan potensial fibrilasi yang mencolok, letupan repetitif kompleks, dan motorik unit potensial yang kecil dan berdurasi singkat2,3.20.22.VI. 3 Defisiensi Fosforilase Otot (Glikogenosis Tipe V)McArdle yang pertama kali melaporkan penyakit ini. Diturunkan secara autosomal resesif, walaupun peneliti-peneliti berikutnya melaporkan tentang keluarga yang memperlihatkan pola autosomal dominan. Kondisi ini lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan rasio 4:1. Defisiensi miofosforilase menghalangi konversi glikogen otot menjadi glukosa selama olahraga berat dalam kondisi iskhemik. Penderita biasanya menjadi simptomatik dalam masa anak atau masa remaja; tetapi baik kelemahan otot atau kram jarang berkembang sampai masa dewasa. Kelainan yang terjadi terbatas pada otot skelet, pada awalnya hanya menyebabkan keluhan yang tidak khas berupa kelemahan ringan dan kelelahan. Kontraksi otot yang hebat atau stimulasi repetitif terhadap saraf akan menimbulkan kram yang nyeri yang mungkin berlangsung selama beberapa jam. Pemecahan otot yag terjadi mengakibatkan mioglobinuria, dan kencing menjadi berwarna anggur. Pemeriksaan neurologis yang dilakukan diantara serangan kram otot pada awalnya hanya memperlihatkan kelemahan ringan pada otot-otot proksimal tanpa adanya atrofi otot. Pada tahap lanjut, olahraga ringan dapat menyebabkan kram otot yang nyeri, hal ini sangat membatasi aktivitas penderita. Gejala klinis yang khas pada pasien dewasa meliputi kelemahan otot progresif tanpa kontraktur yang diinduksi olahraga. Pala bayi, hipotonia menyeluruh dapat mengakibatkan insufisiensi respirasi dan kematian dini2,3,22.VI. 4 Defisiensi Fosfofruktokinase Otot (Glikogenosis tipe Vll)Penyakit ini dilaporkan pertama kali oleh Tarui dkk, timbul dari adanya defek pada fosfofruktokinase otot, yang merintangi konversi fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa 1-6 difosfat. Gambaran klinisnya meliputi kontraktur otot yang nyeri dan mioglobinuria yang sangat menyerupai penyakit McArdle. Bayi yang menderita sindroma ini mempunyai keluhan kelemahan anggota gerak, kejang, buta kortikal dan opasifikasi kornea. Perbedaan kondisi ini dari penyakit McArdle berdasarkan histokimia dan biokimia terhadap aktivitas fosfofruktokinase pada biopsi otot 2,3,22. VI. 5 Gangguan Metabolisme lipidWalaupun glikogen berperan sebagai sumber enerigi utama untuk kerja yang berat dan cepat, tetapi lipid yag bersirkulasi dalam bentuk asam lemak bebas memelihara suplai energi saat istirahat dan selama olahraga yang berkepanjangan dengan intensitas rendah. Carnitine palmityl transferase mengkatalisasi pengikatan reversibel ke asam lemak plasma, setelah terikat carnitine dapat mengangkut asam lemak menyeberangi membran mitokondria untuk oksidasi. Gangguan pada metabolisme lipid meliputi defisiensi carnitine palmityl transferase, defisiensi carnitine, dan kondisi lainnya yang sangat jarang dijumpai seperti neuromiopati lipid dengan carnitine normal.Defisiensi carnitine palmityl transferase adalah suatu penyakit yang langka yang diturunkan secara autotosomal resesif. Pasien mengalami kram otot yang nyeri dan pada olah raga yang lama dan puasa, terjadi episode rekuren mioglobinuria. Oksidasi substrat lipid terganggu karena asam lemak rantai panjang, yang tidak diikat carnitine, tidak dapat menyeberangi membran mitokondria sebelah dalam. Serangan pertama mioglobinuria terlihat pada masa remaja, walaupun nyeri otot mungkin berkembang pada masa anak-anak. Walaupun diantara serangan, otot tetap kuat, tetapi berolahraga selana puasa dapat mengakibatkan kram yang nyeri. Biopsi otot mungkin tidak memperlihatkan kelainan atau hanya memperlihatkan sedikit kelebihan butir-butir lemak pada serat tipe I.Pemeriksaan elektrofisiologi, yang dilaporkan atas beberapa pasien, . telah memperlihatkan elektromiograti normal dan kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik yang normal. Defisiensi carnitine, yang diturunkan secara autosomal resesif, mempunyai gambaran khas sebagai defek biokimia pertama yang ditemukan didalam metabolisme lipid otot.. Berkurangnya carnitine otot mungkin timbul dari defisit pada pengambilan carnitine didalam otot, walaupun konsentrasi carnitine serum adalah normal pada sebagian besar pasien. Pada tipe sistemik, sintesis yang tidak mencukupi menurunkan konsentrasi carnitine dalam serum, hati, dan otot.Dalam elektromiografi, kontraksi volunter ringan banyak memunculkan motorik unit potensial yang polifasik dengan amplitudo rendah dan durasi pendek. Lebih separuh dari penderita mempunyai potensial fibrilasi dan bentuk-bentuk lain aktivitas spontan, misalnya lepasan repetitif kompleks. Neuropati mungkin berkembang pada sejumlah penderita, tetapi pemeriksaan terhadap hantaran saraf motorik san sensorik dan tes terhadap transmisi neuromuskuler biasanya tidak memperlihatkan kelainan2,3,22.VI. 6 Penyakit Mitokondria.Sejumlah gangguan sistemik yang ditandai oleh perubahan struktural pada mitokondria menyebabkan kelemahan otot progresif sebagai bagian dari manifestasi neurologis komplek. Tipe yang paling umum dijumpai adalah oftalmoplegia Kearn-Sayres, yang terjadi secara sporadis, dengan tanda-tanda klinis berupa ptosis dan palsi ekstraokuler yang terlihat pada masa anak atau masa remaja. Penyakit ini disebut juga neuromuskuler okulokraniosomatik. Gambaran klinisnya meliputi kelemahan progresif pada otot ekstraokuler, kelainan jantung, defisit somatik, dan pada biopsi otot dijumpai serat berwarna merah terang, yang menunjukkan kelainan mitokondria. Kelemahan progresif dan kelelahan mungkin menyertai beraneka ragam defisit neurologis: sebagai contoh, degenerasi pigmen pada retina, ketulian sensorineuronal, degenerasi serebellar, kelainan endokrin, neuropati sensori motorik, dan radikulopati yang disertai demielinasi. Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan peningkatan sedang pada protein cairan serebrospinal dan sedikit peninggian CK scrum.Elektromiografi mungkin normal atau sedikit abnormal, dengan motorik unit potensial beramplitudo rendah dan durasi yang singkat. Kadang-kadang dijumpai kelainan pada pemeriksaan hantaran saraf walaupun hanya sedikit yang mempunyai gambaran klinis dari neuropati sensori motorik ringan. Pada pasien-pasien ini, biopsi saraf suralis memperlihatkan berkurangnya densitas serat bermielin dan dijumpai degenerasi akson yang mempengaruhi serat yang bermielin dan tidak bermielin. Dalam penelitian lain, olahraga dengan periode singkat maupun stimulasi saraf repetitif menghasilkan penurunan mencolok pada tension twitching yang hanya disertai perubahan sangat kecil dalam amplitudo motor unit potensial. Disosiasi progresif antara respon listrik dan mekanik menunjukkan kegagalan kontraksi, lebih berat dari pada bagian-bagian neuromuskuler 2,3,20,22.BAB VIIMIOPATI ENDOKRINMiopati endokrin dapat dijumpai pada keadaan hipertiroidisme, hipotiroidisme, penyakit paratiroid dan disfungsi adrenal atau pituitari. Sindrom Cushing akibat pemberian kortikosteroid secara sistemik atau ACTH (adrenocorticotropic hormone) miopati 22.VII. 1 Miopati TiroidGangguan fungsi tiroid dapat mengakibalkan berbagai masalah neuromuskuler, walaupun gambaran sistemik yang fulminan mungkin mengaburkan gejala pada otot. Miopati tirotoksik merupakan insidens yang paling sering, dan sebagian besar pasien mengeluh kelemahan otot-otot proksimal dan gambaran miopati menurut elektromiografi. Miopati lebih sering terjadi pada pria, walaupun wanita mempunyai insiden yang lebih tinggi untuk tirotoksikosis. Biasanya kelemahan lebih melibatkan otot sendi bahu dibandingkan sendi pelvis. Penderita biasanya mempunyai ref1eks peregangan otot yang normal. Peregangan otot spontan dan miokimia menyeluruh mungkin berkembang tetapi biasanya tidak. Pemeriksaan elektromiograti kuantitatif memperlihatkan motorik unit potensial dengan amplitudo yang rendah, dan durasinya singkat, bahkan dalam keadaan tidak ada kelemahan otot yang terlihat secara klinis. Kondisi neuromuskuler lain yang biasanya berkaitan dengan tirotoksikosis meliputi oftalmoplegia eksoftalmik, miastenia gravis, dan paralisis periodik hipokalemi.Hipotiroidisme menyebabkan kelemahan otot-otot proksimal, spasme otot yang nyeri, dan hipertrofi otot, khususnya pada anak-anak. Gambaran klinis dari myoedema meliputi tanda Hoffmann, atau relaksasi yang lambat pada otot yang mengalami kontraksi. Elektromiografi mungkin memperlihatkan peningkatan aktivitas insersional disertai sejumlah letupan repetitif, tetapi tidak ada bukti miotonia. Peninggian konsentrasi CK serum, yang biasanya akibat dan kekacauan metabolisme creatine, tidak selalu berarti ada miopati 2,3,22.VII. 2 Miopati ParatiroidAliran masuk kalsium kedalam terminal akson akan membantu perlepasan ACh pada neuromuskuler .junction, mengakibatkan eksitasi dan kontraksi otot. Kalsium mempunyai peranan yang berlawanan pada sentral junction dari akson, disini pengurangan kalsium mengakibatkan meningkatnya hantaran untuk natrium dan kalium, menyebabkan instabilitas dan hipereksitabilitas pada membran sel. Dengan demikian pada hipoparatiroisdisme, hipokalsemia kronis menimbulkan tetany, yaitu komplikasi neuromuskuler yang paling dramatis. Yang kurang sering terjadi, gejala neuromuskuler pada hiperkalsemia mungkin juga timbul dari metastasis osteolitik, mieloma multipel, atau penyakit ginjal kronis.Berbagai derajat kelemahan otot proksimal berkembang pada penderita hiperparatiroidisme, yang biasanya lebih banyak terjadi pada sendi pelvis dibandingkan sendi bahu. Refleks peregangan cepat dan kadang respon plantar ekstensor, yang berkombinasi dengan atrofi otot aksial, menimbulkan kemungkinan diagnosis motor neuron disease. Motorik unit potensial amplitudo rendah dan durasinya singkat ditampakan secara dini pada otot-otot yang lemah. Tidak terdapat aktivitas spontan. Pemeriksaan hantaran saraf memperlihatkan berkurangnya amplitudo pada potensial kerja otot majemuk dan kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik yang normal2,3,22.VII. 3 Miopati pada Penyakit Adrenal dan PituitariPenyakit pada kelenjar adrenal dan pituitari dapat menimbulkan kelemahan pada otot tidak khas, seperti pada sindroma Cushing, akromegali, atau penyakit Addison. Kelemahan yang serupa juga terlihat setelah pemberian secara sistemik kortikosteroid atau ACTH. Steroid mengurangi konsentrasi kalium intraseluler, tetapi hubungannya dengan miopati masih belum jelas. Disfungsi retikulum atau mitokondria mungkin juga menyokong patogenesis. Dengan kelemahan terutama pada sendi pelvis dan otot paha, penderita mendapat kesulitan untuk bangkit dari kursi dan menaiki tangga. Gcjala neuromuskuler tersebut biasanya membaik jika kelainan yang mendasari berkurang atau jika steroid dihent:ikan. Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan enzim serum yang normal tetapi ekskresi creatine urin meningkat. Biopsi otot memperlihatkan atrofi serat tipe II tetapi tidak ada nekrosis maupun tanda-tanda radang, sebagaimana mungkin diperkirakan dari derajat atrofi otot yang terlihat secara klinis 2,3,22.BAB VIIICHANNELLOPATHYChannelopathy adalah penyakit yang disebabkan disfungsi pada channel ion. Channellopathy bisa mengenai channel ion natrium, ion kalium, ion kalsium dan ion clorida. Channelopathy juga sering melibatkan reseptor asetilkolin, reseptor glycine dan reseptor lainnya.Setiap channellopathy dapat berperan pada sejumlah penyakit yang berbeda 24.Beberapa kelainan pada otot skletal yang disebabkan oleh channellopaty :Sodium channelopathy ( SCN4A)- Periodik paralisis hiperkalemik- Paramyotonia congenital.- Potassium-aggravated myotonia.- Periodik paralisis hipokalemia,Calcium channelopathy ( CACNL1A3)- Periodik paralisis hipokalemia.Chloride channelopathy ( CLCN1) - Autosomal dominant myotonia congenital (Thomsens disease)- Autosomal recessive myotonia congenital (Beckers disease)BAB IXPENUTUPMiopati dapat didefinisikan sebagai gangguan berupa abnormalitas fungsi otot , tanpa ada tanda-tanda denervasi pada pemeriksaan klinis, histologis dan elektrofisiologis. Abnormalitasnya baik biokhemis, patologis maupun elektrofisiologis terletak pada serabut otot maupun jaringan interstisial di sekelilingnya. Pada referat ini telah dibahas berbagai jenis miopati, baik yang disebabkan oleh kelainan yang bersifat herediter, maupun berbagai jenis miopati yang disebabkan oleh kelainan metabolik, endokrin dan penyakit inflamasi.Dalam praktek sehari-hari miopati ini relatif jarang dijumpai. Akan tetapi pengetahuan mengenai penyakit ini tetap penting, sebab penegakan diagnosa yang benar akan berkaitan dengan manajemen yang benarDAFTAR PUSTAKAWidiastuti MI, Miopati, Bahan kuliah Neurologi Bagian Saraf FK UNDIP, Semarang ; 2001: 5 -8.Adam RD and Victor M , Principles of Neurology ,6th ed, McGraw-Hill Companies, New York , 1997 : 1423 1429.Gilroy.J . Muscle Disease . In : Basic Neurology , 3th ed, McGraw-Hill Companies , 2000 : 629 633.Rothstein JM, et al. The rehabilitation specialists handbook. US.A : FA David company, 1991 : 399-401Bowser BL, Solis IS. Pediatric rehabilitation. In: Halstead LS, Gabois M. Medical rehabilitation. New York : Raven Press, 1985 : 268-72.Nara P, Lumban TSM. Penyakit unit motor dan sindrom muskuler. Dalam Soetomenggolo TS, Ismail S. Buku ajar neurologi anak. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2000: 287-8.Biggar WD, Gingras M, Feblings DL, Harris VA, Steele CA. Treatment of duchenne muscular dystrophy. J Pediatr vol 138 (1) : 2001 ; 45-50.Linderman E. Rehabilitation of children with a neuromuscular disease. In Roeshadi D, Narendra MB, Soebadi RD et al eds. Dutch Foundation for post graduate course in Indonesia. Surabaya : Airlangga university school of medicine Dr. Soetomo Teaching Hospital, 1995: 46-54.Nelson MR. Rehabilitation concern in myopathies. In : Braddom RL. Physical medicine and rehabilitation. Philadelphia : Vk B.Saunders, 1996 : 1003-11.Menkes JH. Textbook of child neurology. 5 nd ed. Baltimore : William & Wilkins, 1995 : 827-31.Setiawan. Distrofia muskulorum progresifa. Dalam : Hadinoto S, Widiastuti MI, Soetedjo. Penyakit neuromuskuler dan muskuloskeletal. Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1993: 147-52.Burton EA, Davies KE, The Pathogenesis of Duchenne Muscular Dystrophy. In Mattson MP. Pathogenesis of Neurodegenerative Disorder. New Jersey : Humana Press Inc; 2001 : 239 - 67David JA, Distrophinopathies E Medicine Journal. March 28 2002. vol 3 (3)Halkum A. Neuromusculer disease. In:Umphred DA,ed. Neurological rehabilitation. 3 th ed. Baltimore : Mosby, 1995 : 403-17.Shepherd RB. Physiotheraphy in pediatric. London: Willian Heinemman Medical book limited Nelson MR. Rehabilitation concern in myopathies. In : Braddom RL. Physical medicine and rehabilitation. Philadelphia : Vk B.Saunders, 1996 : 1003-11.Swaiman KF, Ashwal SA. Muscular dystrophies, in : Swaiman KF, Ashwal SA, eds. Pediatric Neurology principles and practice. 3 rd ed. St Louis : Mosby : 1999.p.p 1235-45.17. Emery and Rimoins , Myotonic dystrophy. In : Principles and Practice of Medical Genetics, vol.3 , Churchill Livingstone , 2002 : 3393 -3415.18. Brandley WG, Daroff RB , Fenichel GM, Marsden CD, Neurology in Clinical Practice , vol.2, 3 th ed, Butterworth Heinemann , 2000 : 2208 2217.19. Myotonic Dystrophy, General Information , International Myotonic Dystrophy Organization, in http://www.myotonicdystrophy.org/General%20Information.html20. Rowland LP, Merritts Neurology ,10 th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia , 2000 : 753- 755.21. Widjaja S , KonsepRehabilitasi Medik di Rumah Sakit Umum. Pelatihan Ketrampilan Paramedis di bidang Okupasi Terapi , Semarang ,RSUP Dr. Kariadi , Juli September , 1989.22. Thamrinsyam H , Rehabilitasi Medik Sindrom Neuromuskuler , dalam Penyakit Neuromuskuler dan Neuroskeletal , Semarang , Badan Penerbit UNDIP , 1998:131-4.23. Kimura J, Elektrodiagnosis in disease on Nerv and Muscle, Principles and Practice, 2 nd ed. Philadelpia, 1989.24. Machkhas H, Skletal Muscle Channellopathies. In Saunders Manual of Neurologic Practice,2003 : 693-698.