Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI...

134
MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh: Hadi Nafis Kamil NIM: 206033201080 Pembimbing Dr. Sirajudin Aly,MA. NIP :150318684 PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M

Transcript of Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI...

Page 1: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

MILITER DAN KEKUATAN POLITIK:

STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN

NASIONAL ERA 1945-1998

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

Hadi Nafis Kamil

NIM: 206033201080

Pembimbing

Dr. Sirajudin Aly,MA.

NIP :150318684

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/2009 M

Page 2: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

MILITER DAN KEKUATAN POLITIK:

STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN

NASIONAL ERA 1945-1998

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

Hadi Nafis Kamil

NIM: 206033201080

Pembimbing

Dr. Sirajudin Aly,MA.

NIP :150318684

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/2009 M

Page 3: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata-1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan in telah saya cantumkan

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 23 Mei 2009

Hadi Nafis Kamil

Page 4: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang penulis

panjatkan kehadirat Allah Swt, shalawat serta salam semoga senantiasa

dilimpahkan kepada Rasulullah Saw. keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Amin.

Atas segala karunia-Nya, penulis masih diberi kesempatan dalam upaya

menyelesaikan skripsi ini dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam

menyelesaikan skripsi ini, masih banyak kekurangan dan kelemahan. Namun

berkat bantuan dan dorongan dari semua pihak, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Militer Dan Kekuatan

Politik: Studi Tentang Keterlibatan TNI Dalam Perpolitikan Nasional Era

1945-1998.”

Sebagai sebuah karya, rasanya skripsi ini akan tidak memiliki makna apa-

apa apabila di dalamnya tidak merajut untaian terima kasih kepada seluruh pihak

yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini. Adapun ucapan

terimakasih saya haturkan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Amin Nurdin, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 5: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

3. Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils dan Ibu Dra. Wiwi Sajaroh, M. Ag

selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Harun Rasyid, M.A dan Drs. Rifqi Muchtar, M.A selaku

Ketua dan Sekretaris Program Non Reguler Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Dr. Sirajudin Aly, M.A dan keluarga selaku Dosen Pembimbing

atas semua dedikasi dan perhatiannya dalam memberikan masukan dan

arahan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Haniah Hanafie, Bapak Agus Nugraha dan seluruh dosen serta

staff pengajar pada Program Studi Pemikiran Politik Islam (PPI) yang

telah sangat banyak mentransformasikan ilmu dan intelektualitas

selama penulis duduk di bangku perkuliahan.

7. Seluruh jajaran, staff, dan petugas di Perpustakaan Utama UIN Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan Pusat

Universitas Indonesia, Perpustakaan Miriam Budiardjo (Fakultas

FISIP UI), dan Perpustakaan Pusat Sejarah TNI, yang banyak

memberikan kemudahan penulis dalam mengakses seluruh literatur

yang tersedia.

8. Sebesar-besarnya kebanggaan ini penulis persembahkan kepada kedua

orangtua, Ayahanda dan Ibunda , Kak dan , mereka semua tak pernah

lelah memotivasi penulis untuk menjadi lebih baik. Dan mereka semua

layak mendapat balasan surga dari Allah swt.

Page 6: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

9. Kepada seluruh teman-teman kelas PPI Angkatan 2004 Extensi, Asep,

Yusuf, Surono, dan lain-lain. Keyakinan dan kesungguhan merekalah

yang menjadi sumber inspirasi penulis.

10. Rekan-rekan

Akhirnya kesempurnaan hanyalah milik-Nya, dan kita sebagai manusia

sangat tidak layak untuk mengakui kesempurnaan itu. Begitu pula skripsi ini,

yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Penulis berharap dari

ketidaksempurnaan itu, akan hadir kebaikan untuk semua.

Ciputat, 19 Februari 2009

Hadi Nafis Kamil

Page 7: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

i

DAFTAR ISI ....................................................................................................

iv

BAB I. PENDAHULUAN

........................................................................ .................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ...........................................................

............................................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................

.......................................................................................... 13

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................

.......................................................................................... 13

D. Studi Kepustakaan....................................................................

.......................................................................................... 14

E. Metodologi Penulisan...............................................................

.......................................................................................... 16

F. Sistematika Penulisan ...........................................................

.......................................................................................... 17

BAB II. LATAR BELAKANG KEMUNCULAN MILITER DI

INDONESIA ........................ ........................................................ 19

A. Definisi Militer .........................................................................

19

Page 8: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

B. Berdirinya TNI Di Indonesia

.................................................. .............................................. 21

C. Pola Hubungan Sipil Dan Militer Di Indonesia ...................... 28

D. Fungsi Militer Dalam Negara ................................................ 44

BAB III. MILITER SEBAGAI KEKUATAN POLITIK ..... ................... 50

A. Definisi Kekuatan Politik .........................................................

.......................................................................................... 50

B. Penggolongan Kekuatan Kekuatan Politik ..............................

.......................................................................................... 53

C. Kekuatan Politik Militer ........................................................

.......................................................................................... 55

D. Keterlibatan Militer Dalam Politik ........................................

.......................................................................................... 66

E. Militer Profesional .................................................................

.......................................................................................... 69

BAB IV. KEKUATAN POLITIK MILITER PADA MASA ORDE LAMA

DAN ORDE BARU.....................................................................

................................................................................................. 75

A. Kekuatan Politik Militer Pada Masa Orde Lama.....................

.......................................................................................... 75

1. Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)........................

...................................................................................... 75

Page 9: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

2. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) ..........................

...................................................................................... 84

3. Masa Pemberontakan PKI (Gerakan 30 September)...........

...................................................................................... 92

B. Kekuatan Politik Militer Pada Masa Orde Baru...................... 100

1. Dwi Fungsi ABRI................................................... ............

101

BAB V. PENUTUP

..................................................................................... ................... 117

A. Kesimpulan ........................................................................... 117

B. Saran-Saran ........................................................................... 119

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... .

120

Page 10: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Militer sebagai sebuah organisasi pertahanan, mutlak di perlukan oleh

setiap negara yang ingin aman dari ancaman-ancaman yang dapat

mengganggu eksistensi negara tersebut. Urgensi akan organisasi militer

tersebut bagi negara yang baru merdeka dari kolonialisme adalah untuk

mempertahankannya dari ancaman kembalinya bangsa kolonial. Sebagai

kalangan yang merasa ikut berperan dalam proses pencapaian kemerdekaan

di Indonesia, militer memang tidak dapat dipungkiri, walaupun bentuknya

belum seperti saat ini. Sehingga tuntutan untuk ikut terlibat dalam

perpolitikanpun harus dipertimbangkan. Beberapa manuver yang dilakukan

militer untuk ke tujuan itupun terekam dalam sejarah, di antaranya pada

“Peristiwa 17 Oktober 1952”1, dan yang tidak dapat dilupakan dan juga

merupakan awal dari sejarah dominasi militer bangsa ini adalah pada

peristiwa ”Gerakan 30 September 19652 sampai Supersemar”

3. Dimana

militer mengambil alih tandu kekuasaan demi keselamatan negara.

Geliat militer Indonesia dalam gelanggang politik tidak terjadi secara

alami, tetapi merupakan konsekuensi sejarah sejak lahirnya tentara

Indonesia. Mentalitas umum tentara Indonesia sebelum maupun setelah

1 Peristiwa 17 Oktober 1952 dibahas dalam Skripsi ini pada Bab IV h. 76.

2 Gerakan 30 September 1965 dibahas dalam Skripsi ini pada Bab IV h. 91.

3 Arbi Sanit, Partai, Pemilu dan Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 239.

Page 11: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

kemerdekaan adalah peran langsungnya dalam perpolitikan. Harold Crouch

mencatat, “dalam masa revolusi tahun 1945 sampai 1949, tentara terlibat di

dalam perjuangan kemerdekaan di mana tindakan politik dan militer saling

menjalin tak terpisahkan”.4

Apabila dalam keadaan mendesak di mana kedaulatan negara, keutuhan

wilayah, dan keselamatan bangsa terancam, panglima TNI dapat

menggunakan kekuatan TNI sebagai langkah awal mencegah kerugian

negara lebih besar. Padahal, krisis dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) adalah krisis keadilan dan kemakmuran yang kian jauh,

sehingga militer bukan solusinya. Meski dalam konteks Indonesia, militer

pada dasarnya merupakan budaya politik yang kuat dalam kehidupan

masyarakat.

Terdapat pula pendapat yang menolak keras peran sosial politik

ABRI/TNI dikarenakan oleh dua hal,5 Pertama, peran sosial politik militer

terlahir dalam keadaan perang atau keadaan darurat, sehingga untuk masa

kini di mana kondisi darurat perang telah dilewati maka secara otomatis

peran sosial politik akan hilang dengan sendirinya. Artinya meminjam

istilah dalam kaidah “ushul fiqh” peran sosial politik di masa perang adalah

sebuah ruqshoh (keringanan) yang masih bisa ditoleransi. Kedua, karena

panduan politik yang diajukan dalam melihat peran sosial politik adalah

konsep civilian supremacy. Dalam konsep ini fungsi sosial politik militer

4 Crouch, Militer dan Politik Di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), h. 15.

5 A. Dinajani S.H. Mahdi, Peran Sosial Politik ABRI dalam Era Reformasi: Kertas Karya

Perorangan (Taskap) Kursus Singkat Angkatan VII Lemhanas 1998 (Jakarta: Dept. Pertahanan

Keamanan RI dan Lemhanas, 1998), h. 44-45.

Page 12: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

akan berhadap-hadapan dengan demokrasi dan demokratisasi. Karena

diyakini budaya militer akan menghambat laju dari demokrasi yang tengah

diupayakan.

Bila kita ingin membenahi negara dan keluar dari krisis multidimensi,

harus dilakukan demiliterisasi total dalam kehidupan politik dan bisnis. Apa

yang diberitakan koran, maraknya penyelundupan dan perdagangan barang

ilegal, karena ada backing (beking), dan biasanya oknum militer, karena

desakan kebutuhan yang tak bisa ditutup oleh pendapatannya yang rendah.

Ini menunjukkan betapa tidak mudahnya membenahi kehidupan militer

menjadi profesional.

Munculnya militer dipanggung politik, sosial dan ekonomi negara-

negara berkembang, berpangkal dari lemahnya pihak sipil untuk

mengendalikan unsur-unsur kehidupan masyarakat. Politisi sipil yang

dengan relatif cepat dihadapkan kepada segala masalah seperti penyusunan

suatu sistem politik yang sama sekali lepas dari kekuasaan asing,

mengorganisisr masyarakat yang relatif tergesa-gesa berhadapan dengan

tuntutan modernisasi, masih mencoba model-model yang mungkin

dipergunakan untuk melayani tuntutan-tuntutan masyarakatnya sendiri.6

Kekuatan militer dalam dunia politik di Indonesia, sebenarnya

mempunyai akar sejarah yang panjang dan tidak bisa dihapus begitu saja,

bahkan akan menjadi sesuatu yang musykil. Pada era reformasi, saat partai-

partai politik bermunculan, ternyata partai-partai politik mengundang militer

6 Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, dan

Pembangunan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 49.

Page 13: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

masuk di dalamnya. Dianggapnya partai politik akan menjadi kuat bila ada

militernya, apalagi yang sudah berpangkat jenderal. Akibatnya, hampir tidak

ada satu partai pun yang di dalamnya tidak ada militernya.

Peran militer dalam kehidupan politik masih tetap dominan, meski

kepala negara orang sipil, apalagi jika para militer di partai-partai politik

"bermain mata", maka militer tetap akan mengendalikan kehidupan politik

di suatu negara. Munculnya satgas-satgas (satuan tugas) di partai-partai

politik, sebenarnya dapat ditengarai, budaya militer tetap besar dan

mengakar kuat dalam kehidupan politik kita. Bahkan, satgas-satgas itu bisa

menjadi dan bertindak lebih militer daripada militer sendiri. Penampakan

lahiriahnya saja menunjukkan sikap over acting militernya, dengan

memakai baju, topi, sepatu bak seorang militer sejati.

Jika kita ingin mengakhiri peran politik militer dan menjadikannya

profesional, maka budaya militer yang telah berkembang kuat di

masyarakat, harus dirombak lebih dulu. Budaya militer tidak hanya pada

uniformitas berpakaian. Yang mendasar adalah cara berpikir militer yang

ada pada politisi kita, yang suka memaksakan kehendak dan pendapat

sendiri dengan cara mengerahkan massa guna mendukung sikap "pokoknya"

dari para pemimpin partai politik. Bahkan, militer seolah menjadi simbol

kepahlawanan bangsa, sehingga taman makam pahlawan seakan hanya

haknya militer.

Merebaknya budaya militer dalam kehidupan partai politik, akan

merusak kehidupan partai politik, dan menjadi pemicu munculnya

Page 14: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

komunalisme, di mana partai politik selalu mengandalkan pengerahan massa

guna melakukan tekanan politik. Komunalisme cenderung destruktif, dan

melemahkan kekuatan akal budi untuk menyelesaikan masalah dengan cara-

cara cerdas, komunikatif dan mencerahkan. Komunalisme dapat

berkembang sebagai bentuk kepanikan politik yang biasanya berujung pada

tindakan kekerasan tak terkendali.

Dalam dunia bisnis, peran militer harus diperkecil, apalagi untuk

menjadi kekuatan beking dunia usaha dan bisnis, yang akan memunculkan

premanisme bisnis dan menyuburkan perdagangan barang ilegal yang

merusak kehidupan masyarakat. Pengurangan peran militer ini hanya

mungkin diwujudkan, jika ada kekuatan hukum yang aktual dalam praktik

hidup masyarakat. Jika hukum masih disubordinir kekuasaan dan

kepentingan politik partai, maka militer akan menjadi tulang punggungnya.

Kolaborasi penguasa, pengusaha, dengan militer akan memperparah dan

menghambat proses demokratisasi dan penegakan hukum yang bertumpu

pada law enforcement.

Dalam laporan Human Rights Watch bertajuk Too High A Price: The

Human Rights Cost of Indonesian Military Economic Activities, fenomena

militer sebagai businessmen dilihat terjadi sebagian karena minimnya

anggaran negara untuk militer.7 Faktor ini pun sering dijadikan pembenaran

bagi setiap aktivitas ekonomi, legal ataupun ilegal, yang dilakukan oleh

militer. Kendati demikian, laporan yang sama juga membongkar mitos

7 Lisa Misol, “Kuasa Militer Indonesia: Antara Bisnis, Politik Dan Kekerasan,” Jakarta

Post, 14 Maret, 2006.

Page 15: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

minimnya anggaran untuk militer, karena bukti-bukti aktual yang ada justru

berkata sebaliknya.

Fakta bahwa militer merupakan kekuatan yang menentukan dalam jagat

perpolitikan kita adalah realitas yang tidak bisa ditolak siapa pun. Buktinya

kejatuhan Presiden Soekarno karena berseberangan dengan militer, sehingga

jenderal Soeharto menggantikannya, dan jenderal Soeharto pun lalu jatuh,

karena militer menarik dukungan darinya. Begitu juga dengan kejatuhan

presiden KH Abdurrahman Wahid. Bahkan, fenomena dukungan Megawati

terhadap pencalonan Gubernur DKI Sutiyoso tidak bisa dipisahkan dari

upaya melakukan konspirasi politik dengan militer guna mendukung dan

memantapkan kekuasaannya. Tanpa dukungan militer, maka kekuasaan

Megawati akan jatuh, apalagi di saat-saat seperti sekarang, banyak

kelompok masyarakat menggugat kekuasaannya sebagai akibat

kebijakannya yang tidak populis, seperti menaikkan harga BBM, tarif dasar

listrik (TDL).8

Karena itu, yang menjadi persoalan adalah masih kuatnya budaya

militer dalam jagat perpolitikan bangsa, yang ditandai kecenderungan

menguatnya penyelesaian masalah dengan mengandalkan otot ketimbang

nalar. Cara-cara pemaksaan kehendak secara sepihak, baik pemerintah

maupun kelompok-kelompok masyarakat yang sedang terlibat konflik,

dengan mengerahkan massanya dan tidak sabar dengan proses dialektika

8 M. Sadli, Bila Kapal Mempunyai Dua Nakhoda: Esai-Esai Ekonomi Politik Masa

Transisi, (Jakarta: Alvabet, 2002), h. 129.

Page 16: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

akal budi untuk mencari jalan keluarnya adalah pertanda kuatnya budaya

militer dalam kehidupan politik kita.

Cara-cara premanisme yang hanya mengandalkan kekerasan dan

kekuatan fisik tidak hanya subur dalam kehidupan masyarakat, tetapi juga

dalam menjalankan pemerintahan, di mana pemerintah, di pusat maupun

daerah, dalam usahanya meningkatkan pendapatannya, melakukan cara-cara

preman, hanya mengandalkan kekuatan kekuasaan, yang sama sekali tidak

cerdas dan mencari gampangnya, yaitu dengan menaikkan tarif dan menarik

pungutan. Padahal, pemerintah seharusnya kreatif, berjiwa entrepreneur

untuk mengelola kekayaan sumber daya alam yang dikuasainya. Jika tidak,

bernapas pun suatu saat akan dikenai pungutan oleh pemerintah, jika sumber

pungutan lain sudah dikuras habis.

Demokrasi pada hakikatnya bertumpu pada kekuatan akal budi guna

mengatasi konflik dan pluralitas, yang sudah menjadi kodrat hidup

masyarakat di mana pun dan kapan pun. Konflik dan pluralitas adalah

realitas fundamental kehidupan masyarakat yang tidak mungkin berakhir,

dan demokrasi adalah cara paling sehat untuk mengelola dan

menyelesaikannya, dengan bertumpu proses dialektika akal budi. Jika

kekuatan akal budi menjadi landasan kehidupan politik rendah dan jatuh,

kekuatan otot yang mendasari budaya militer akan menguat. Demokrasi

hanya mungkin dengan demiliterisasi budaya politik bangsa.

Pada dasarnya RUU TNI patut dikritisi, terutama dalam kaitan dengan

kecenderungan mempersubur budaya militer yang ada dalam bawah sadar

Page 17: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

pemikiran politik bangsa, yang sudah mulai letih dengan aneka konflik

kekerasan yang tidak segera dapat diselesaikan. Akibatnya, militer dianggap

sebagai satu-satunya solusi mengatasi krisis multidimensi yang melanda

kehidupan bangsa. Padahal, kembalinya kekuasaan politik militer

sebenarnya berlawanan secara fundamental dengan proses demokratisasi.

Dalam konteks ini, gonta-ganti kepala pemerintahan atau presiden

bukan sesuatu yang negatif, justru akan menjadi political exercise bagi

pendewasaan demokrasi, dan siapa saja yang jadi presiden harus melakukan

kontrak kerja dengan rakyatnya untuk mewujudkan keadilan dan

kemakmuran bagi seluruh rakyat. Jika dalam praktiknya tidak mampu

mewujudkannya, ia harus bersedia turun atau diturunkan di tengah jalan,

sepanjang law enforcement tetap terjaga dengan kian meningkatnya disiplin

para aparat penegak hukum dan militer melepaskan diri dari kepentingan

kekuasaan politik dan pemerintahan.

Karena itu, harus dilakukan perubahan konstitusi secara

berkesinambungan, sesuai tuntutan dan tantangan perubahan. Dan,

reformasi tidak akan dirusak akibat gonta-ganti presiden di tengah jalan,

bahkan akan memperjelas arah untuk menegakkan keadilan dan

kemakmuran bagi kehidupan seluruh rakyat, dan akan memacu lahirnya

pemerintahan yang makin bersih dan efektif.

Di dalam suatu perubahan, apalagi suatu perubahan paradigmatis, selalu

terdapat suatu kegelisahan yang muncul karena ketegangan antara kehendak

yang maksimal dan ketersediaan energi politik untuk mewujudkan kehendak

Page 18: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

itu. Langkah maju-mundur lalu tampak sebagai bentuk luar dari

kegelisahan. Dan di dalam kegelisahan itulah potensi set back selalu

membayangi proses politik. sebab, kekuatan status quo selalu menunggu di

tikungan kegelisahan, apalagi bila kehendak perubahan ini menyangkut

suatu fondasi yang selama ini menjadi tumpuan politik status quo, yaitu

kedudukan tentara di dalam politik.9

Pada akhir tahun 1950-an ilmuwan politik barat menanggapi bahwa

peranan militer yang memiliki peran bidang pemerintahan demokrasi barat

akan memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan politik di

negara-negara Dunia Ketiga10

pada umumnya. Banyak negara-negara dunia

mencoba mengupayakan sistem demokrasi dengan berlandaskan pada model

yang terdapat di barat, senantiasa akhirnya melahirkan rezim otorian dimana

pihak militer turut serta bermain didalamnya.

Dalam kasus Indonesia, hal ini bisa dijawab karena secara formal,

ideologi sebagai konsepsi kenegaraan yang dipedomani militer Indonesia

untuk mengarahkan posisi dan perannya dalam kedudukan kenegaraan ialah

doktrin Tri Ubaya Cakti dan Catur Darma Eka Paksi. Di samping itu, karena

militer juga berperan dalam menentukan pola kenegaraan serta cara mengisi

kemerdekaan, maka konsep kenegaraan integralistik yang dipedomani dan

dipertahankan militer juga bisa disebut sebagai bagian dari ideologi militer.

9 Rocky Gerung, “Tentara, Politik, dan Perubahan,” dalam Lukas Luwarso dan Imran

Hasibuan, Indonesia di Tengah Transisi (Jakarta: Propatria, 2000), h.178. 10

Dunia Ketiga (Third World): 1) Kelompok negara-negara yang belum maju, misal:

negara-negara Non-Blok; 2) Kelompok minoritas dari suatu negara atau masyarakat. Dalam Save

M. Dogan, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 1997), h. 191.

Page 19: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Di dalam doktrin pertahanan negara dan perjuangan militer, dikenal dua

konsep utama yang secara langsung akan melibatkan militer dalam proses

demokratisasi, yakni konsepsi tentang perang dan konsepsi tentang musuh.

Doktrin militer di Indonesia mengajarkan konsep "perang rakyat semesta"

dimana atas perintah pimpinan militer, seluruh rakyat harus ikut berperang.

Implikasi dari pelaksanaan doktrin ini adalah11:

1. Militer bisa menentukan arah kebijakan politik yang bukan saja harus

dipatuhi oleh kalangan prajurit militer, tetapi juga oleh seluruh

komponen masyarakat sipil.

2. Karena mencakup semua komponen bangsa maka otomatis menutup

peluang bagi pemimpin sipil untuk mengambil kebijakan-kebijakan

politik yang memberikan kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan

aspirasi sesuai dengan bisikan hati nuraninya karena yang ada dan

berhak disalurkan hanyalah aspirasi pimpinan militer. Hal ini sangat

erat kaitannya dengan konsepsi militer mengenai "musuh".

Dalam doktrin militer Indonesia terdapat rumusan "ancaman, gangguan,

hambatan, dan tantangan" (AGHT) yang merupakan strategi yang lahir dari

rumusan fungsi hankam ABRI yang menyatakan bahwa tugas militer adalah

"memelihara dan memperkuat ketahanan, kewaspadaan, dan kesiapsiagaan

nasional untuk secara defensif aktif mempertahankan dan mengamankan

kedaulatan serta integritas negara, wilayah, dan bangsa Indonesia.".12

Lewat

11

Bilveer Singh, Dwi Fungsi ABRI: Asal Usul, Aktualisasi, dan Implikasinya bagi Stabilitas

dan Pembangunan, Robert Hariono Imam (penerjemah), (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

1996), h. 56. 12 Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia, h. 52.

Page 20: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

konsep AGHT-nya militer bisa dengan mudah merumuskan siapa "kawan"

dan "lawan". Dengan begitu akan dengan mudah membungkam setiap

aspirasi yang bernada kritis baik terhadap pemerintah maupun pimpinan

militer. Apalagi dalam konteks Indonesia, antara kepala pemerintahan dan

panglima tertinggi militer berada dalam satu lembaga kepresidenan. Jadi,

sempurnalah otoritas dan kewenangan menentukan "lawan" dan "musuh" itu

dalam satu tangan: presiden.

Di samping itu, konsepsi tentang negara integralistik yang menyatukan

rakyat dengan negara berdampak pada subordinasi seluruh kepentingan dan

aspirasi rakyat pada negara yang sudah diidentifikasi dengan kekuasaan

militer. Dalam konsep ini sulit dibedakan mana militer yang merupakan

bagian dari negara dengan militer yang dikuasai negara. Kosepsi kenegaraan

seperti itu akan membenarkan militer untuk berperan atas nama negara dan

rakyat sekaligus. Di sinilah letak akutnya hubungan antara peran militer

dengan otoritarianisme negara dan dengan demikian berarti demokrasi yang

sejati otomatis akan menjauh dari peran sosial politik militer.

Setelah melalui pergulatan mengenai peristiwa pembentukan organisasi

militer di Indonesia, yang telah berganti-ganti nama, yang tentunya

mempengaruhi terhadap sifat serta orientasi militer. Ketika bernama TNI,

nasionalisme yang tercermin dari nama itu menandakan anggota militer

tidak terbatas pada satu etnis atau suku tertentu, tetapi seluruh warga negara

Indonesia dipersilahkan menjadi anggota militer.

Page 21: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Peran politik yang diperoleh militer dengan susah payah mereka

peroleh, melalui berbagai peristiwa yang terekam dalam sejarah bangsa ini,

menandakan bahwa militer sebagai salah satu unsur yang mutlak dalam

suatu negara keberadaannya tidak dapat dipandang sebelah mata. Fakta

bahwa militer merupakan kekuatan yang menentukan dalam jagat

perpolitikan kita adalah realitas yang tidak bisa ditolak siapa pun. Buktinya

kejatuhan Presiden Soekarno karena berseberangan dengan militer, sehingga

jenderal Soeharto menggantikannya, dan jenderal Soeharto pun lalu jatuh,

karena militer menarik dukungan kepadanya.

Apabila kita melihat proses di atas secara lebih jernih, persoalan

peranan dan keterlibatan TNI dalam konteks dunia politik pada saat itu

adalah awal mula keberagaman proses politik di Indonesia dimana militer

menjadi ornament politik yang diperhitungkan. Melalui pertimbangan-

pertimbangan yang telah diungkapkan, penulis menganggap betapa

pentingnya dilakukan penelitian atas keterlibatan politik TNI di era orde

lama. Penelitian skripsi ini akan menyoroti proses peranan TNI menjadi

sebuah kekuatan politik sekaligus mencoba melihat seberapa besar

pengaruhnya terhadap stabilitas negara Indonesia. Untuk itu skripsi ini

mengambil judul “ Militer Dan Kekuatan Politik: Studi Tentang

Keterlibatan TNI Dalam Perpolitikan Nasional Era 1945-1998”.

Page 22: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan pembahasan tentang Militer Dan Kekuatan

Politik: Studi Tentang Keterlibatan TNI Dalam Perpolitikan Nasional (1945-

1998), maka pembatasan masalah dalam tulisan ini memiliki titik tekan

seperti seberapa besar keterlibatan politik militer pada masa Orde Lama

(1950-1965) dan masa Orde Baru (1965-1998). Periodesasi dikarenakan

pada saat itulah awal mula militer mulai berkecimpung dalam dunia politik.

Yaitu penyelesaian-penyelesaian konflik yang melibatkan militer baik

dalam masalah sosial maupun politik dalam pentas Nasional.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka

permasalahan penelitan ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep militer sebagai kekuatan politik?

b. Bagaimana keterlibatan dan peranannya terhadap proses politik di

Indonesia era Orde Lama dan Orde Baru?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yang dilakukan ini adalah :

a. Mempelajari konsep-konsep yang berkembang mengenai militer

dan politik.

b. Menganalisa keterlibatan militer dalam percaturan politik

Indonesia era orde lama dan orde baru.

Page 23: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

2. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan dan menambah

khazanah dan kepustakaan relasi militer dan politik. Selain itu, hasil

penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi akademis dan

ilmiah mengenai dunia politik di lingkungan jurusan Pemikiran Politik

Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Civitas Academica Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan masyarakat umum.

D. Studi Kepustakaan

Kajian mengenai militer dan politik, khususnya mengenai sepak terjang

TNI di pentas politik nasional bukanlah hal yang baru dalam khazanah

kepustakaan politik Indonesia. Jika kita telusuri kepustakaan mengenai

militer di Indonesia, telah banyak penulis asing maupun lokal yang

mengupas masalah tersebut, baik dalam bentuk buku, artikel, maupun

makalah. Namun demikian, kajian komprehensif yang mengupas secara

menyeluruh mengenai perkembangan reformasi internal TNI –khususnya

dalam lingkup UIN Syarif Hidayatullah– masih belum banyak dilakukan.

Di bawah ini akan penulis sebutkan beberapa literatur (baik dalam

bentuk buku atau skripsi) yang pernah membahas perihal perkembangan

militer Indonesia dengan reformasi internalnya.

1. Abdoel Fatah dengan judul buku Demiliterisasi Tentara: Pasang Surut

Politik Militer 1945-2004, adalah judul disertasi S-3 di Universitas

Kebangsaan Malaysia yang kemudian diterbitkan menjadi buku oleh

LKIS pada tahun 2005. Buku ini dalam membicarakan sepak terjang TNI

Page 24: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

dalam peta perpolitikan Indonesia hingga reformasi internal yang

dilakukan TNI dapat dikatakan lengkap. Namun saya menilai,

kekurangan buku ini adalah dalam hal keseimbangan informasi, data dan

fakta mengenai banyak peristiwa yang dibahas. Karena buku ini terlalu

banyak melihat dari sudut pandang kalangan internal militer. Hal ini

dapat dimaklumi mengingat penulis dari buku ini adalah seorang anggota

TNI Angkatan Laut. Dan dapat dipastikan kesan subjektif sangat kental

dalam pembahasan buku ini.

2. Untuk judul skripsi yang pernah mengulas permasalahan militer

Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah skripsi yang ditulis

oleh Ahmad Syauki dengan judul Konsep Hubungan Sipil-Militer di

Indonesia Menurut A.H. Nasution dan ditulis pada tahun 2006. Dalam

skripsi ini lebih banyak dibicarakan mengenai hubungan sipil-militer

khususnya dalam pandangan A.H. Nasution. Yang menjadi titik tekan

dalam skripsi ini adalah mengenai fakta sejarah yang ada, di mana militer

sejak dahulu kala dapat memainkan peranan penting dalam setiap

perebutan kekuasaan hingga Orde Baru. Dan Nasution adalah pelaku

sejarah yang turut mengotaki terbentuknya kekuatan politik militer di

Indonesia. Menurut saya skripsi ini belum menyinggung perihal

reformasi internal TNI.

3. Skripsi kedua yang saya ketahui dan menjadikan militer sebagai latar

belakang permasalahan utama adalah Saipul Umam dengan judul skripsi

Militer dan Politik: Analisis Terhadap Peran Politik Militer Dalam

Page 25: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Birokrasi Orde Baru pada tahun 2006. Skripsi ini menjadikan salah satu

cabang yang dikuasai lembaga TNI secara penuh pada era Orba, yakni

sistem birokrasi. Keterlibatan militer dalam politik yang sudah terlalu

melebihi ambang kewajaran dapat dilihat dalam skripsi ini. Fokus utama

Saipul adalah birokasi Orde Baru yang sudah dirasuki tangan-tangan

militer dan bagaimana dampak terhadap bangsa Indonesia. Sama halnya

seperti skripsi yang pertama disebutkan, skripsi ini belum menyinggung

persoalan aktual dari perkembangan TNI yakni tentang reformasi internal

TNI.

Walaupun sudah cukup banyak literatur yang berbicara mengenai politik

militer, tetapi dalam studi yang ditulis dalam lingkup UIN perihal kekuatan

politik militer pada masa orde lama khususnya masih sangat terbatas. Dalam

kerangka itulah penulis berusaha menempatkan penelitian skripsi yang

dilakukan ini. Penulis meyakini bahwa persoalan yang akan diteliti dalam

skripsi ini merupakan masalah yang aktual, relevan, dan belum secara

khusus dikaji oleh penulis dalam lingkup UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodologi Penulisan

Pembahasan tentang Peran Militer Sebagai Kekuatan Politik Pada Masa

Orde Lama menggunakan metode kualitatif atau kepustakaan (library

research), pengumpulan datanya adalah melalui dokumentasi, yaitu

pengumpulan data dilakukan dengan mencari literatur dalam bentuk buku,

surat kabar, jurnal, majalah dan sebagainya yang bertemakan seputar

kekuatan politik dan politik militer era orde lama dan orde baru.

Page 26: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Adapun metode pembahasan yang digunakan, yaitu deskriptif-analisis.

Sebagaimana yang ditunjukkan oleh namanya, pembahasan deskriptif ini

bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai data-data dalam rangka

menguji hipotesa atau menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah

(pokok masalah).13 Sedangkan analisis secara harfiah berarti uraian, namun

dalam hal ini analisis berarti suatu bahasan dengan cara mengolah data,

memberikan interpretasi terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun.

Jadi metode deskriptif-analisis adalah suatu pembahasan yang bertujuan

untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah terkumpul dan

tersusun dengan cara memberikan inpretasi terhadap data tersebut.14

Untuk pedoman penulisan skripsi, Penulis menggunakan buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang

diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta tahun

2007.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam tulisan akan terdiri dari beberapa bab. Bab pertama,

berisikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan penilitian, methodologi penelitian, serta sistematika

penulisan. Bab dua akan mengupas tentang sejarah berdirinya militer di

Indonesia, yang berisi tentang latar belakang berdirinya militer, fungsi serta

definisi militer, urgensinya pembentukan milter di Indonesia. Bab tiga,

mencoba mengeksplorasi kajian teori miiliter sebagai kekuatan politik dan

13

Sunardi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 18 14

Masri Singarinbun dan Sofian Effendi (ed), Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES,

1989), h. 63.

Page 27: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

keterlibatannya. Bab empat, mencoba menguraikan tentang peran kekuatan

politik militer di pentas nasional. Bab ini akan mengulas serta melacak

gerakan-gerakan militer, keterlibatan-keterlibatan militer dalam

menyelesaikan konflik yang terjadi pada masa orde lama dan orde baru.

Sedang Bab lima yang merupakan bab terakhir dalam tulisan ini adalah

penutup sebagai konklusi dai keseluruhan analisa skripsi ini, yang berisikan

kesimpulan.

BAB II

LATAR BELAKANG KEMUNCULAN MILITER DI INDONESIA

A. Definisi Militer

Di dalam bukunya Amos Perlmutter menyebutkan bahwa organisasi

militer adalah sebuah organisasi yang paling sering melayani kepentingan

umum tanpa menyertakan orang-orang yang menjadi sasaran usaha-usaha

Page 28: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

organisasi itu. Profesi militer disebut sebagai suatu profesi sukarela karena

setiap individu bebas memilih suatu pekerjaan di dalamnya, namun ia juga

bersifat memaksa karena para anggotanya tidak bebas untuk membentuk

suatu perkumpulan sukarela melainkan terbatas kepada suatu hirarki

birokrasi.15 Lebih lanjut dapat pula diidentifikasi bahwa dalam diri para

prajurit militer terdapat tiga ciri khas sekaligus, yaitu koorporatis (dalam hal

ekskulusifitas), birokratis (dalam hal hirarki), dan profesional (dalam hal

semangat misi).16

Militer adalah organisasi kekerasan fisik yang sah untuk

mengamankan negara atau bangsa dari ancaman luar negeri maupun dalam

negeri. Dalam hal ini, militer berfungsi sebagai alat negara yang menjunjung

tinggi supremasi sipil.17

Ketika kita hendak membahas hubungan sipil-militer, ada baiknya kita

mendefinisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan terminologi sipil

dan militer, yang sudah umum diketahui. Banyak pengamat militer

memberikan batasan sipil secara beragam, dalam buku Pertahanan Negara

dan Postur TNI Ideal, sipil didefinisikan sebagai masyarakat umum,

lembaga pemerintahan, swasta, para politisi, dan negarawan. Sipil dibatasi

hanya pada masyarakat politik yang diwakili partai politik. Menurut buku

ini masyarakat politik adalah sebuah area di mana masyarakat bernegara

15

Amos Perlmutter, Militer dan Politik (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000), h. 3. 16

Perlmutter, Militer dan Politik, h. 4. 17

http://ahmadfathulbari.multiply.com/journal/item/40/Catatan_Kuliah_Peranan_Militer_da

lam_Politik_

Page 29: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

secara khusus mengatur dirinya sendiri dalam konstes politik guna

memperoleh fungsi kontrol atas kekuasaan pemerintah dan aparat negara.18

Sedangkan dalam mendefinisikan militer, Amos perlmutter19

mengatakan bahwa ketika ia menyebut militer, maka yang dimaksud adalah:

1. kebanyakan perwira tinggi senior (di atas tingkat kolonel);

2. perwira yang berorientasi pada lembaga (pada tiap rank);

3. perwira profesional (tiap rank);

4. perwira yang rank, status, kedudukan, dan orientasinya

menghubungkan mereka dengan sektor sipil dalam masalah garis

kebijaksanaan politik.

Melalui definisi di atas, Perlmutter membatasi konsep militer hanya

pada semua perwira yang duduk dalam jabatan yang menuntut kecakapan

politik, aspirasi, dan memiliki orientasi yang bersifat politik, serta tidak

memandang kepangkatan, apakah perwira tinggi, menengah, atau pertama.

Sedangkan Cohen mendefinisikan militer sebagai personel militer, lembaga

militer, atau hanya para perwira senior. Dan Letjen TNI (Purn) Sayidiman

Suryohadiprojo yang dikutip Connie mendefinisikan militer sebagai

organisasi kekuatan bersenjata yang bertugas menjaga kedaulatan negara.20

Kecenderungan tentara untuk campur tangan dalam politik dan dalam

pembuatan keputusan dikaitkan dengan peranan-peranan dan orientasi

koorporasi dan birokrasinya. Sebagai sebuah korporasi organisasi militer

18

Connie Rahakundini Bakrie, Pertahanan Negara Dan Postur TNI Ideal (Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 41. 19

Amos Perlmutter, Militer dan Politik (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000),h. 12. 20

Bakrie, Pertahanan Negara, h. 41.

Page 30: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

berusaha melaksanakan pengawasan intern terhadap profesinya dan

melindunginya dari pengawasan politik dari luar, ini dimaksudkan untuk

meningkatkan derajat otonomi organisasi militer. Kaum militer berusaha

mencapai otonomi yang maksimal, dengan konsekuen melancarkan

pengaruh politik, baik melalui lembaga-lembaga dan rezim politik. Sebagai

suatu profesi birokrasi, tentara berkecimpung dalam politik hingga mampu

menjadi partner vital bagi politisi sipil dan birokrat lain di dalam perumusan

dan penerapan kebijaksanaan keamanan nasional.21

B. Berdirinya TNI Di Indonesia

Terdapat semacam kenyataan bahwa TNI adalah tentara yang lahir di

tengah krisis revolusi. Fakta tersebut oleh banyak kalangan dikatakan telah

menjadi sebuah identitas sesungguhnya dari tentara Indonesia, maka

tidaklah terlalu mengherankan jika pada perkembangan selanjutnya watak

Angkatan Bersenjata Indonesia, sekalipun asal-usulnya revolusioner, sangat

dipengaruhi oleh ciri-ciri pemerintahan kolonial Belanda dan Jepang.22

Akar pembentukan militer di Indonesia bukanlah hal yang disengaja,

kita harus menyadari bahwa militer Indonesia adalah tentara yang muncul

secara spontan. Tentara bukanlah dibentuk oleh pemerintah, tidak juga oleh

partai politik maupun pemerintahan kolonial. Artinya tentara membentuk

21

Perlmutter, Militer dan Politik, h. 4 22

Peter Britton, Profesionalisme dan Ideologi Militer Indonesia Perspektif Tradisi-

Tradisi Jawa dan Barat (Jakarta: LP3ES, 1996), h. 37.

Page 31: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

dirinya sendiri, karena elit politik ragu-ragu untuk membentuk tentara pada

hari-hari awal setelah proklamasi kemerdekaan.23

Militer yang membentuk dirinya sendiri ini mengumpulkan anggotanya

dari berbagai organisasi, sebagian diantaranya telah terlibat politik, pada

hari-hari disekitar proklamasi kemerdekaan. Pada dasarnya, terdapat empat

sumber rekruitmen militer pada saat itu, yaitu:

1. PETA (Tentara Sukarela Pembela Tanah Air), PETA merupakan

pasukan pembantu yang terdiri dari orang-orang Indonesia yang

dibentuk oleh Jepang guna melawan kekuatan Sekutu.24

2. KNIL (Koninklijke Nederlandshe Indische Leger), KNIL didirikan

sebagai tanggapan langsung terhadap perang Jawa. Selama bagian

akhir abad ke-19 dan awal ke-20 KNIL menjadi suatu kekuatan

utama dalam menegakkan ketenteraman di Jawa dan penaklukan di

daerah-daerah Hindia Belanda lainnya. KNIL adalah tentara yang

dibentuk oleh penjajah Belanda untuk kepentingannya.25

3. Laskar, Laskar merupakan para pemuda yang mendapat pelatihan

militer dari Jepang selama masa pendudukan.26

4. Orang-orang yang tidak berasal dari ketiga kelompok yang telah

disebutkan diatas.

23

Said Salim, Militer Indonesia dan Politik: Dulu, Kini, dan Kelak, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2001), h. 30. 24

Britton, Profesionalisme, h. 38. 25

Abdoel Fatah, Demiliterisasi Tentara: Pasang Surut Politik Militer 1945-2004 (Yogyakarta: LKiS, 2005), h. 45.

26 Salim, Militer Indonesia dan Politik, h. 31.

Page 32: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17

Agustus 1945, para tentara eks-KNIL dan PETA merupakan dua sumber

utama bagi korps perwira Republik Indonesia.27

Idealnya pembentukan sebuah kekuatan bersenjata disaat-saat awal

kemerdekaan dipandang sangat penting. Karena, angkatan bersenjata

merupakan alat vital yang menentukan tegak rubuhnya serta timbul

tenggelamnya negara. Tetapi hal ini tidak dilakukan pada saat-saat awal

Indonesia merdeka, bahkan oleh A.H. Nasution hal ini dianggap sebagai

suatu kesalahan dan kekeliruan yang akan menjadi sumber pelbagai

kesulitan-kesulitan negara di kemudian hari.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pemerintahan baru tidak

segera membentuk tentara kebangsaan. Pada sidang Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ke-2 tanggal 19 Agustus 1945 diputuskan

antara lain untuk membentuk Kabinet Presidensil, terdiri dari dua belas

departemen. Salah satu diantaranya ialah Departemen Keamanan Rakyat.

Dalam sidang pada tanggal 19 Agustus 1945 itu, Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memutuskan untuk membentuk sebuah

tentara kebangsaan.28

Namun keputusan itu diralat kembali dalam sidang

PPKI ke-3 tanggal 23 Agustus 1945, dan pemerintah hanya mengumumkan

pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR).

27

Mabes ABRI, Sukardi S. Hadi Handojo, ed., 30 tahun Angkatan bersenjata republik

Indonesia (Jakarta: Pusjarah ABRI, 1976), hal. 17. 28

Soebijono, dkk., Dwi Fungsi ABRI: Perkembangan dan Peranannya dalam Kehidupan

Politik di Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995), h. 10.

Page 33: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Baru setelah dua bulan Indonesia merdeka dibentuklah organisasi

ketentaraan yang bernama “Tentara Keamanan Rakyat” (TKR) yang

dikepalai pertama kali oleh Mayor Urip Sumohardjo, dan Supriadi sebagai

menteri keamanan rakyat. Pembentukan TKR ini segera diikuti oleh

perintah mobilisasi TKR yang dikeluarkan oleh KNIP, sebagai organ yang

membawahi TKR, pada tanggal 9 oktober, yaitu untuk lebih menyatukan

bekas-bekas tentara PETA, KNIL, Heiho, Laskar-laskar, serta barisan-

barisan rakyat yang lainnya.29

Dalam masa itu, barisan-barisan pemuda

bersenjata yang bersifat setengah organisasi militer dan setengah organisasi

politik (laskar-laskar), tetap diperbolehkan berdiri tanpa diperintah untuk

melebur diri ke dalam TKR. Karena itu bebarapa lama kemudian, yaitu

tanggal 6 Desember 1945, untuk menghilangkan kesimpang siuran, Markas

Besar TKR mengeluarkan sebuah Maklumat yang antara lain menyatakan,

bahwa disamping tentara resmi (TKR) diperbolehkan juga tetap adanya

laskar-laskar sebab hak dan kewajiban mempertahankan negara bukanlah

monopoli tentara.30

Keberadaan TKR ternyata masih menyimpan rasa kecewa dikalangan

orang-orang yang pernah mendapatkan pendidikan atau latihan kemiliteran

(seperti KNIL atau PETA), karena TKR yang masih bersifat kerakyatan atau

masih mengutamakan sekali keamanan di dalam negeri. Mereka yang

merasa kecewa mengatakan bahwa Indonesia lebih membutuhkan suatu alat

dan organisasi pertahanan nasional untuk menghadapi sekutu, terutama

29

Yahya A. Muhaimin, Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966,

(Jakarta: Gajah Mada University Press, 1982), h. 24. 30 Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 25.

Page 34: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

menghadapi Belanda yang berusaha menjajah Indonesia kembali. Jadi

menurut mereka TKR seharusnya tidak hanya mengutamakan segi

“keamanan” (polisionil), tetapi tentara yang benar-benar bersifat

“pertahanan” (militer).31

Atas prakarsa dari Markas Tinggi TKR (yang dibentuk pada November

1945), pada tanggal 1 Januari 1946, pemerintah mengeluarkan “Penetapan

Pemerintah No. 2/S.D.1946” yang mengubah Tentara Keamanan Rakyat

menjadi “Tentara Keselamatan Rakyat”,32

dan Kementrian Keamanan

Rakyat menjadi Kementrian Pertahanan. Dua puluh hari kemudian,

keluarlah “Maklumat Pemerintah 26 Januari 1946” yang mengganti nama

Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Di

dalam Maklumat itu antara lain disebutkan, bahwa TRI bersifat kebangsaan

(nasional) dan merupakan satu-satunya organisasi militer di Indonesia. Akan

tetapi di dalam maklumat tersebut pemerintah tidak menegaskan dan tidak

menentukan tentang bagaimana status dan kedudukan organisasi bersenjata

di luar TRI, seperti Laskar-laskar dan Barisan Rakyat, yang sejak bulan

Desember 1945 diakui hak hidupnya oleh Markas Tinggi TKR.33

Ditetapkan

bahwa TRI adalah satu-satunya organisasi militer di Negara Republik

Indonesia dan akan disusun atas dasar militer internasional.34

Pada tanggal 19 Juli 1946 terbentuk Angkatan Laut Republik Indonesia

, yang disingkat dengan ALRI. Kemudian, berdasarkan “Penetapan

31 Muhaimin, Perkembangan Milite, h. 25. 32

A. Hasnan Habib, “Hubungan Sipil Militer Pasca Orde baru dan Prospeknya di Masa

Depan.” Progresif, Vol II No. 1, (Jakarta Political Science Forum FISIP UI, 2002), h. 15. 33

Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967, (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 17. 34

Soebijono, Dwi Fungsi ABRI, h. 14.

Page 35: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Pemerintah No. 6/S.D. 1946” tanggal 9 April, terbentuk TRI bagian udara

yang dikenal dengan nama “Angkatan Udara Republik Indonesia”, disingkat

AURI, dan mengangkat R. Suriadi Surjadarma menjadi kepala stafnya. Dan

untuk menciptakan adanya kesatuan pimpinan militer, pada tanggal 26 Juni

1946, pemerintah (Presiden dengan Menteri Pertahanan) mengangkat

Jendral R. Sudirman menjadi Panglima Besar Angkatan Perang Republik

Indonesia yang meliputi tentara darat, laut, dan udara.35

Pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden mengeluarkan Dekrit guna

membentuk suatu panitia yang dipimpin oleh Presiden sendiri. Panitia

negara ini kemudian bernama “Panitia Pembentukan Organisasi Tentara

Nasional Indonesia” dengan beranggotakan sebanyak 21 orang dari

pemimpin pasukan-pasukan bersenjata, termasuk di dalamnya pemimpin-

pemimpin beberapa laskar yang paling berpengaruh kuat. Setelah beberapa

lama bekerja dengan beberapa kesulitannya, pada tanggal 7 Juni 1947,

keluar sebuah penetapan Presiden yang membentuk satu organisasi tentara,

bernama “Tentara Nasional Indonesia” disingkat TNI,36 sebagai

penyempurnaan dari TRI. Di dalam penetapan itu antara lain diputuskan,

bahwa mulai tanggal 3 Juni 1947, dengan resmi berdiri Tentara Nasional

Indonesia, dan segenap Angkatan Perang yang ada serta anggota laskar yang

bersenjata, baik yang sudah atau tidak bergabung dalam biro perjuangan di

masukkan serentak ke dalam Tentara Nasional Indonesia.37

35

Muhaimin, Perkembangan Militer., h. 27. 36

Fatah, Demiliterisasi Tentara, h. 51. 37 Muhaimin, Perkembangan Militer., h. 28.

Page 36: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Dari perkembangan yang berlangsung sejak poklamasi dan sejak

terbentuknya BKR hingga terbentuknya TNI, dapatlah disimpulkan bahwa

TNI lahir dan berdiri dari tiga elemen pokok atau unsur pokok yang masing-

masing memiliki karakteristik yang berlainan dan bahkan dengan sifat yang

heterogen, yaitu bekas tentara KNIL, PETA, dan Laskar.

Pada masa perang kemerdekaan di tahun 1945-1949 kepemimpinan

serta komando militer Indonesia sangat carut-marut dan simpang siur. Salah

satunya dikarenakan berlakunya sistem parlementer sejak dikeluarkannya

“Maklumat Wakil Presiden No. X, maka jabatan Presiden sebagai panglima

Tertinggi sebenarnya tidak berwenang lagi; tetapi prakteknya panglima

tertinggi itu tetap dianggap sebagai atasannya langsung oleh Panglima

Besar. Menteri Pertahanan yang seharusnya bertanggung jawab dalam

segala hal atas pimpinan militer, pada hakekatnya hanya menjadi pimpinan

administratif belaka; sedangkan de facto atas pimpinan militer berada pada

tangan Panglima Besar APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) yang

merangkap sebagai Panglima Angkatan Darat, beserta Staf Umumnya dan

gabungan kepala stafnya. Ada lagi lembaga yang bernama Dewan

Pertahanan Nasional yang dipimpin oleh Perdana Menteri yang dapat

disamakan sebagai pemegang kekuasaan militer. disamping itu adanya

Dewan Siasat Militer yang diketuai oleh Presiden sendiri menambah

terpencarnya kepemimpinan militer Indonesia di mana duduk panglima tiap

angkatan. 38

38 Muhaimin, Perkembangan Militer., h. 29.

Page 37: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Pada masa 10 tahun pertama Indonesia merdeka persoalan tentang

militer selalu timbul, terutama mengenai peran politik yang ingin dimiliki

oleh militer, karena mereka merasa juga perlu ikut berperan aktif dalam

perpolitikan bangsa ini. Tetapi, pola hubungan sipil-militer pada masa-masa

ini kurang harmonis, asumsi mengenai peran militer dalam perpolitikan

harus dibatasi, berkembang berbarengan dengan keinginan pihak militer

yang menginginkan berperan dalam perpolitikan.

C. Pola Hubungan Sipil Dan Militer Di Indonesia

Hubungan sipil militer merupakan tema dan agenda utama yang

dibicarakan oleh para ilmuan politik dan pegiat demokrasi. Tentu saja

dengan tujuan untuk menemukan sebuah konsep yang komprehensif yang

bisa membuat relasi sipil-militer berjalan secara sehat, sehingga

demokratisasi bisa benar-benar tumbuh dan berkembang dengan sehat pula.

Di Indonesia, upaya ini dilakukan pertama-tama dengan penghapusan

dwifungsi atau reposisi TNI.

Tentang profesionalisme militer, Huntington menggunakan analogi

yang sederhana. Jika tanggung jawab pokok dari seorang dokter adalah

kepada pasiennya, dan seorang pengacara kepada kliennya, maka tanggung

jawab pokok seorang perwira militer adalah kepada negara. Seperti dokter

dan pengacara, perwira hanya mengurusi satu segmen dari berbagai kegiatan

kliennya. Ia hanya menjelaskan kepada kliennya mengenai kebutuhan dalam

Page 38: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

bidang ini, menyarankan hal-hal yang dapat memenuhi segala kebutuhan

klien tersebut, dan setelah kliennya tersebut mengambil keputusan,

membantu klien tersebut menerapkan itu semua.

Pada batasan tertentu, perilaku seorang perwira militer terhadap negara

dituntun oleh suatu kode yang tersurat dalam hukum yang setara dengan

norma-norma etika profesional para dokter dan pengacara. Sebagian besar

kode etik perwira diungkapkan dalam kebiasaan, tradisi, dan semangat

profesi yang berkesinambungan. Huntington menambahkan bahwa

profesionalisme tidak hanya dimaknai sebagai kemampuan, skill, dan

expertise seseorang atau lembaga terhadap pekerjaan yang menjadi

bidangnya saja, tetapi juga memiliki ciri-ciri khusus lain. Salah satu hal

yang bisa disebut sebagai ciri khusus di sini adalah responsibility.39

Begitu pula dalam dunia militer, profesionalitas tidak hanya dimaknai

sebagai kemahiran atau kemampuan dalam menggunakan senjata, tetapi

tanggung jawab akan tugasnya sebagai lembaga yang bertugas dalam

masalah pertahanan negara. Dalam pandangan Huntington, profesionalitas

militer tidak hanya dalam konteks mahir dalam menggunakan senjata dan

dilatih dalam tugasnya saja, tetapi juga harus dapat menggunakan

kemampuan analisis, pandangan luas, imajinasi dan pertimbangan.

Karena itu, masih dalam pandangan Huntington, militer profesional

mempunyai tiga karakter atau ciri40

, yaitu:

39

Samuel P. Huntington, The Soldier and the State: The Theory and Politics Civil-

Military Relation, (Cambridge: Harvard University Press, 2003), h. 13. 40 Huntington, The Soldier and the State, h. 15-17.

Page 39: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

1) Keahlian sebagai karakter utama yang karena keahlian ini profesi

militer kian menjadi spesifik serta perlu pengetahuan dan

keterampilan. Militer memerlukan pengetahuan yang mendalam

untuk mengorganisasi, merencanakan, dan mengarahkan

aktivitasnya, baik dalam kondisi perang maupun damai.

2) Militer profesional mempunyai tanggung jawab sosial yang khusus.

Selain mempunyai nilai-nilai moral yang harus terpisah sama

sekali dari insentif ekonomi, perwira militer mempunyai tanggung

jawab kepada negara. Ini berbeda dengan paradigma yang lazim

sebelumnya bahwa militer seakan-akan ”milik pribadi” komandan

dan harus setia kepadanya, yang dikenal dengan sebutan ”disiplin

mati”. Sebaliknya, pada profesionalisme, perwira militer berhak

mengontrol dan mengoreksi komandannya, jika komandan

melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan rasional.

3) Militer profesional memiliki karakter korporasi yang melahirkan

rasa esprit de corps yang kuat. Ketiga ciri militer profesional

tersebut melahirkan apa yang disebut oleh Huntington dengan the

military mind, yang menjadi dasar bagi hubungan militer dan

negara.

Huntington melihat bahwa intervensi politik militer terjadi sehubungan

dengan adanya instabilitas politik dan kemunduran yang berasal dari

politisasi kekuatan-kekuatan sosial serta tidak adanya partai-partai politik

yang melembaga. Ia juga melihat bahwa prajurit profesional klasik lahir

Page 40: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

apabila suatu koalisi sipil memperoleh supremasi terhadap militer. Militer

dengan pengetahuan dan keahlian profesionalnya menjadi pelindung tunggal

negara. Sebab itu, di negara-negara yang telah maju, militer berada di bawah

supremasi sipil.

Sistem politik yang telah mapan, pendapatan per kapita yang tinggi,

tingkat industrialisasi yang tinggi, ditambah dengan kesadaran politik dan

hukum rakyat yang tinggi telah mengurangi kemungkinan terjadinya

intervensi militer. Hal ini bukan berarti bahwa di negara-negara maju tidak

ada keikutsertaan militer dalam politik. Militer tetap ikut berpolitik dalam

proses pembuatan kebijakan politik, seperti pembuatan kebijakan politik

luar negeri dan pertahanan.

Militer di negara-negara maju juga ikut dalam mengatasi masalah-

masalah sosial ekonomi yang dihadapi oleh negara-negara maju, seperti

aktivitas civic missions untuk menanggulangi bencana alam atau bencana

lainnya. Namun demikian, kadar keikutsertaan militer dalam politik itu

amatlah rendah. Keikutsertaannya dalam bidang-bidang nonmiliter hanyalah

menjalankan fungsi bantuan yang bersifat sementara dan dalam kondisi

darurat. Akhirnya, militer adalah sangat diperlukan dalam sebuah negara.

Negara kuat jika mempunyai kekuatan militer yang hebat dan bisa

diandalkan. Tetapi kekuatan militer ini berada dalam frame work sebagai

alat negara yang profesional yang tidak turut campur dalam masalah-

masalah politik dan menyerahkan sepenuhnya menjadi otoritas sipil.

Page 41: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Intervensi militer ke wilayah politik akan menghambat proses demokratisasi

dan bahkan membunuh demokrasi itu sendiri.41

Masalah yang menyangkut hubungan sipil dan militer adalah soal yang

muncul sebagai akibat lahirnya profesi perwira sebagai keahlian tersendiri.

Fenomena ini mulai tampil pada awal abad ke-19 di Eropa. Ketika profesi

perwira masih merupakan monopoli para kerabat istana, maka tidak ada

masalah antara pimpinan politik dengan para perwira sebagai pengelola

kekerasan (manage of violence). Tetapi ketika posisi perwira terbuka untuk

siapa saja yang memenuhi syarat untuk itu, dan pimpinan tentara terpisah

dari pimpinan politik, maka timbullah soal di sekitar hubungan antara

pimpinan politik dan pimpinan tentara.42

Secara empiris, dalam hubungan sipil-militer ada beberapa pola yang

dapat diamati dari sistem pemerintahan suatu negara. Negara-negara liberal

demokratis, biasanya menganut sistem supremasi sipil. Sedangkan negara-

negara rezim pemerintahan otoriter, biasanya cenderung menggunakan pola

supremasi militer. Pola lainnya adalah gabungan dari kedua pola di atas,

yakni tidak supremasi sipil atau militer (pola campuran) di mana kedua

pihak sepakat dalam kesetaraan dan kesehjateraan untuk menjalankan

pemerintahan. Hubungan sipil-militer dapat juga diamati melalui misi atau

peran militer yang dijalankan, apakah misinya dalam menghadapi ancaman

terhadap kedaulatan negara berorientasi ke dalam atau keluar atau kedua-

duanya. Hubungan sipil-militer dalam masa transisi menuju demokrasi juga

41

Huntington, The Soldier and the State, h. 18. 42 Huntington, The Soldier and the State, h. 19.

Page 42: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

dapat dilihat dari dua dimensi penting, yaitu kontestasi militer dan hak-hak

istimewa kelembagaan militer.43

Namun sekali lagi dapat dikatakan bahwa pemikiran tentang hubungan

sipil-militer dengan segala varian-variannya yang ada, memang memiliki

perbedaan-perbedaan, sesuai dengan rezim pemerintahannya atau sistem

politik yang dianut oleh suatu negara. Jika pola yang berkembang adalah

supremasi sipil, maka pada akhirnya dalam model seperti ini akan

memberikan dampak pada peran militer yang hanya sebagai alat negara,

yang mengurusi masalah pertahanan ataupun melebur menjadi sub-ordinasi

pemerintahan sipil. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya, dimana supremasi

militer yang lebih menonjol, maka peran militer tidak hanya berfungsi

sebagai alat negara, akan tetapi juga menjadi alat kekuasaan. Pada pola ini,

kekuatan militer akan diarahkan untuk mendominasi semua peran yang ada,

termasuk pula mengambil alih peran-peran yang seharusnya merupakan

ranah orang-orang sipil.

Pada umumnya di negara-negara barat, terdapat model hubungan sipil-

militer yang menekankan “supremasi sipil atas militer” (civilian supremacy

upon the military) atau militer adalah sub-ordinat dari pemerintahan sipil

yang dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum.44

“supremasi sipil

atas militer” merupakan konsep yang melekat dalam pengertian demokrasi

di mana sebuah masyarakat yang demokratis hanya akan mungkin tumbuh

43

Bakrie, Pertahanan Negara. 44

Dewi Fortuna Anwar. Dkk, Gus Dur Versus Militer: Studi tentang Hubungan Sipil-

Militer di Era Transisi. (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 19.

Page 43: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

jika setiap komponen bangsa, terutama militer karena monopoli formalnya

atas penggunaan kekerasan, tunduk pada institusi kenegaraan yang

dihasilkan secara demokratis beserta kebijakan dan keputusan yang

dikeluarkannya. Model ini juga banyak dianut oleh negara-negara sedang

berkembang yang menerapkan sistem demokrasi liberal.

Konsep tentang “kontrol sipil” lahir “dalam ketakutan abad 18 dan

kebencian terhadap tentara sebagai suatu ancaman terhadap kebebasan-

kebebasan rakyat”.45

Teori-teori yang membahas soal hubungan sipil-militer

ini pada umumnya bertolak dari pengalaman negara-negara demokrasi yang

salah satu cirinya adalah secara tegas menempatkan tentara di bawah

kendali kepemimpinan sipil. Secara khusus mengenai hubungan sipil-militer

di negara industri yang demokratis, Perlmutter yang mengutip Huntington

menyebut dengan istilah objective civilian control (pengendalian sipil

objektif) dan subjective civilian control (pengendalian sipil subjektif).46

Dalam penjelasannya, karakteristik yang terkandung dalam pengertian

objective civilian control (pengendalian sipil objektif) adalah:

1. Profesionalisme militer yang tinggi dan pengakuan dari pejabat

akan batas-batas profesionalisme yang menjadi bidang mereka;

2. Sub-ordinasi yang efektif dari militer kepada pemimpin politik

yang membuat keputusan pokok tentang kebijakan luar negeri dan

militer;

45

Bilveer Singh, Dwi Fungsi ABRI: Asal Usul, Aktualisasi, dan Implikasinya bagi

Stabilitas dan Pembangunan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 2. 46

Perlmutter, Militer dan Politik, h. 15.

Page 44: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

3. Pengakuan dan persetujuan dari pihak pemimpin politik tesebut

atas kewenangan profesional dan otonomi bagi militer;

4. Akibatnya, minimalisasi intervensi militer dalam politik dan

minimalisasi politik dalam militer.47

Dapat pula dijelaskan bahwa dalam model kontrol sipil objektif ini

biasanya dilakukan dengan cara militarizing the military.48 Hal ini dapat

dicapai dengan memperbesar profesionalisme kelompok militer di satu sisi,

dan pada sisi yang lain kekuasaan militer harus mengalami pengurangan

yang sedemikian rupa. Namun yang perlu dipertegas dalam hal ini adalah

bahwa kekuasaan militer tersebut tidak serta-merta hilang sama sekali,

melainkan tetap diberikan tetapi dalam bentuk kekuasaan yang terbatas.

Kekuasaan yang diberikan hanya berfungsi untuk digunakan dalam hal-hal

yang terkait dengan permasalahan profesinya. Apabila ada hal yang berada

di luar kepentingan profesinya, dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk

meningkatkan profesionalisme militer, maka secara otomatis kekuasaan

militer harus dipangkas.

Sebaliknya, menurut Salim Said model subjective civilian control

adalah keadaan ketika salah satu dari sejumlah kekuatan berkompetisi dalam

masyarakat berhasil mengontrol tentara dan menggunakannya untuk tujuan

dan kepentingan politik mereka.49

Lebih lanjut bahwa pengendalian sipil

47

Anwar, Gus Dur Versus Militer, h. 20. 48 P. Anthonius Sitepu, “Militer dan Politik: Suatu Tinjauan terhadap Peranan Militer

dalam Konfigurasi Politik Indonesia Kontemporer,” dalam POLITEIA Jurnal Ilmu Politik

(Medan: Departemen Ilmu Politik dan Labotarium Politik Fisip Universitas Sumatera Utara,

2006), h. 46. 49

Said, Militer Indonesia dan Politik, h. 275.

Page 45: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

subjektif lazimnya dilakukan dengan cara memperbesar kekuasaan sipil

(maximing civilian power) dibandingkan dengan kekuasaan militer.50

Pengendalian sipil subjektif (subjective civilian control) merujuk pada

upaya politisi sipil untuk mengontrol militer dengan mempolitisasi mereka

dan membuat mereka lebih dekat kepada para politisasi sipil tersebut

(civilianizing the military), baik politisasi pro maupun anti pemerintah,

khususnya di parlemen dan di partai-partai politik. Model kontrol sipil

subjektif ditengarai akan melahirkan pola hubungan sipil dan militer yang

kurang sehat.

Huntington dalam Salim Said menekankan bahwa esensi Objective

civilian control adalah pengakuan pada otonomi profesi militer, sedangkan

subjective civilian control menolak adanya otonomi profesi militer. Dengan

bahasa lain mungkin dapat dikatakan, pada objective civilian control

otonomi yang dimiliki tentara menyebabkan mereka menjadi golongan

profesional yang hanya menjalankan tugas negara. sedang pada subjective

civilian control, tidak adanya otonomi tentara menjadikan mereka hanya alat

bagi penguasa.51

Namun demikian, di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia,

52 dikotomi sipil-militer tersebut dianggap –oleh kalangan militer atau sipil

yang tak mau berkonfrontasi dengan militer– kurang menggambarkan

realitas sesungguhnya, karena dikotomi tersebut hanya akan melahirkan

50

Bakrie, Pertahanan Negara, h. 42. 51

Said, Militer Indonesia dan Politik, h. 275. 52

Syahdatul Kahfie, “Peran Militer Indonesia: Tuntutan atau Kepentingan” dalam

PROGRESSIF Vol. II, No. 1 (Jakarta: Political Science Forum FISIP UI, 2002), h. 34.

Page 46: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

konfrontasi.53

Oleh sebab itu, kalangan ini lebih menginginkan terjadinya

“kerja sama”, “hubungan kemitraan” atau “harmoni/keselarasan” antara sipil

dan militer. Dalam model tersebut, dapat saja terjadi militer merupakan “the

first among equals” (pertama di antara yang sederajat) dalam hubungannya

dengan institusi-institusi sipil. Ini khususnya terjadi apabila mitra sipilnya

lemah. Namun, bila institusi-institusi sipil cukup kuat, maka muncullah

gagasan dari militer untuk melakukan “pembagian peran” (role sharing). Di

sini sangat tampak, kalangan militer tidak memandang demokrasi dalam

hubungan vertikal antara sipil dan militer, yang sebenarnya lebih

mengedepankan supremasi sipil atas militer. Pada posisi tersebut, para

tentara lebih senang pada pola hubungan yang setara (equal relationship).

Sambil mengkritik teori Huntington yang dianggapnya lebih bertolak

dari pengalaman tentara di negara-negara maju, Alfred Stepan54 juga

memperkenalkan peranan baru tentara. Peranan baru yang terutama terlihat

di negara-negara baru merdeka bagi Stepan menyebabkan lahirnya konsep

“the new profesionalism of internal security and national development”.

Contoh yang dikemukakan Stepan untuk mendukung teorinya adalah Brazil

dan Peru. Secara teknis militer tingkat profesionalitas tentara Brazil dan

Peru sangat tinggi, tetapi pada saat yang sama keterlibatan mereka ke dalam

urusan keamanan dalam negeri, mereka akhirnya terseret ke urusan politik.

53

Sitepu, Militer dan Politik, h. 46. 54

Alfred C Stepan, Bambang Cipto (Penerjemah), Militer dan Demokrasi: Pengalaman

Brasil dan Beberapa Negara Lain (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1996).

Page 47: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Dalam hubungannya dengan konsep relasi sipil-militer di sebuah sistem

pemerintahan, maka menurut Eric A. Nordlinger, bentuk pemerintahan sipil

dibagi dalam tiga model, yakni: Model Tradisional, Model Liberal, dan

Model Panetrasi atau Serapan.55

1. Model Tradisional adalah model kontrol sipil di negara monarki.

Bentuk pemerintahan sipil tradisional ini sangat berpengaruh

dalam sistem pemerintahan kerajaan abad ke-17 dan abad ke-18 di

Eropa. Hal itu terjadi karena golongan aristokrat Eropa merupakan

elit sipil dan juga elit militer. Walaupun kedua golongan elit ini

berbeda, akan tetapi dalam kepentingan dan pandangannya hampir

sama karena keduanya berasal dari golongan aristokrat. Golongan

bangsawan tidak bisa memanfaatkan kedudukan militer mereka

untuk menentang raja karena raja masih sangat dihormati sebagai

kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Tindakan menentang

raja justru akan melemahkan kedudukan politik, ekonomi, dan

sosial mereka yang sangat bergantung kepada raja. Dalam model

ini biasanya tidak terjadi konflik antara sipil dan militer. Ketika

terjadi konflik, mereka lebih memilih untuk mempertahankan

statusnya sebagai sipil atau bangsawan yang memiliki previlege.

Dalam model ini, militer dianggap sebagai golongan amatir. Model

ini mulai runtuh di Eropa Barat setelah tahun 1800-an ketika

pendidikan dan kemahiran dijadikan parameter utama

55

Eric A. Nordlinger, Militer dalam Politik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 8-30.

Page 48: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

dibandingkan status dan kekayaan warisan. bentuk pemerintahan

sipil di mana tidak ada perbedaan yang mencolok antara sipil dan

militer. Bentuk pemerintahan sipil tradisional ini berpengaruh

sekali di bawah sistem pemerintahan kerajaan pada abad ketujuh

belas dan delapan belas. Golongan aristokrat Eropa (elit Eropa) dan

elit militernya lebih mengutamakan kekuasaan, kekayaan, dan

status sebagai seorang sipil. Bentuk pemerintahan sipil tradisional

ini dapat mempertahankan legitimasi pihak sipil yang disebabkan

oleh tidak adanya perbedaan antara sipil dan militer.

2. Model Liberal. Model ini dengan jelas mendasarkan pada

diferensiasi tugas dan wewenang sipil dan militer. Militer hanya

bertugas menjaga keamanan dan pertahanan negara. Selain itu,

militer diberikan kemampuan manajemen militer yang mumpuni.

Seluruh kebutuhan militer dipenuhi dengan sebaik-baiknya oleh

sipil. Singkat kata, model ini berupaya melakukan depolitisasi

semaksimal mungkin terhadap militer. Semua hak militer yang

diberikan untuk sipil bukan berarti memberikan kewenangan yang

seenaknya kepada sipil untuk melakukan apapun terhadap militer.

Dalam hal ini, sipil dituntut untuk memiliki civilian ethic. Ada

beberapa etika sipil yang harus dilakukan, antara lain sipil harus

menghormati kehormatan militer, keahlian, dan otonomi, serta

harus menunjukkan sikap netral. Selain itu, sipil tidak boleh

melakukan intervensi ke dalam profesi militer apalagi

Page 49: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

menyusupkan ide-ide politik bahkan menggunakan militer untuk

kepentingan politik tertentu. Model liberal ini sebenarnya memiliki

banyak kelebihan, tetapi segalanya bisa bermasalah ketika sipil

tidak konsisten dalam setiap etika yang harus dipenuhi. Model ini

secara jelas mendasarkan diri pada pemisahan para elit militer dan

sipil sesuai dengan keahlian dan tanggung jawab masing-masing

dalam jabatan pemerintahan, baik mereka dipilih melalui pemilihan

umum ataupun diangkat. Elit sipil sesuai dengan kemampuannya

menjalankan tanggungjawab di bidang pembangunan politik,

ekonomi, sosial-budaya, mengawasi dan melaksanakan undang-

undang, serta menyelesaikan konflik antar-kelompok. Sedangkan

militer sesuai dengan keahliannya, mengelola, dan menggunakan

kekerasan serta bertanggungjawab mempertahankan negara dari

serangan luar dan kekacauan yang timbul dalam negeri. Kelompok

militer juga tidak dapat mencampuri urusan di luar keamanan

nasional. Secara singkat, model liberal menutup kemungkinan

militer ikut campur dalam kegiatan politik. Model pemerintahan

sipil liberal juga didasarkan pada prinsip pihak sipil harus

menghormati pihak militer. Di dalam tindakan dan

pelaksanaannya, pemerintah menghargai kedudukan, kepakaran,

dan netralitas pihak militer. Pemerintah tidak merendahkan peran

para perwira militer ataupun mencampuri urusan profesional

militer dan memasukkan pertimbangan politik ke dalam angkatan

Page 50: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

bersenjata, seperti menaikkan pangkat perwira karena alasan

kesetiaan mereka di bidang politik atau melibatkan militer untuk

kepentingan politik domestik. Jika pihak sipil menghargai

keabsahan militer, maka semakin kecil alasan militer untuk

melakukan intervensi.

3. Model Serapan, adalah suatu model kontrol sipil yang melakukan

penebaran ide-ide politik terhadap perwira militer yang masuk

dalam partai-partai politik. Dalam hal ini, sipil dan militer adalah

satu perangkat ideologi. Model ini hanya bisa diterapkan di suatu

negara yang menerapkan sistem partai tunggal. Kontrol sipil

terhadap militer dilakukan melalui dua struktur yaitu struktur

militer itu sendiri dan struktur partai politik. Militer yang masuk

dalam partai politik harus melepaskan semua aturan militernya dan

masuk dalam aturan partai politik sehingga semua tunduk dalam

aturan partai. Hal ini membuat tidak dominannya peran militer.

Kalaupun ada dominasi militer dalam partai hanya mungkin terjadi

sebatas faksi. Model panetrasi ini biasanya diterapkan di negara

komunis. Apabila model ini diterapkan, ia akan sangat

memperlihatkan supremasi sipil. Akan tetapi dalam keadaan

tertentu, pelaksanaan yang kurang baik akan menimbulkan resiko

yang cukup tinggi. Sama seperti model liberal, dalam model

panetrasi ini akan berakibat buruk ketika setiap aksi kelompok sipil

mengganggu wilayah otonom militer. Dalam model ini

Page 51: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

pemerintahan sipil memperoleh pengabdian dan kesetiaan dengan

cara menanamkan ide-ide politik ke dalam tubuh angkatan

bersenjata. Sepanjang hidupnya, militer senantiasa didoktrinasi

dengan ide-ide politik sipil. Baik di dalam akademi militer, pusat

latihan, tempat kursus, sekolah dasar dan lanjutan militer, ataupun

diskusi formal dan informal. Hal ini sering dilakukan untuk

membentuk ide dan sikap politik militer dengan asumsi bahwa ide

dan persamaan politik pihak sipil dan pihak militer yang muncul

kemudian akan menghapuskan gejala konflik sipil-militer.

Penerimaan para perwira militer terhadap ide-ide politik ortodok

juga digunakan sebagai satu syarat penting dalam kenaikan

pangkat, di samping kemampuan militer.

Dalam konteks mewujudkan militer yang mempunyai profesionalisme

tinggi di bidangnya pada era modern seperti sekarang ini, model liberal

Nordlinger patut diapresiasi oleh semua komponen negara sebagai pilihan

yang terbaik. Hubungan Sipil–Militer yang ideal, tentunya kembali pada

porsi profesionalisme-nya, dimana Militer mengemban tugas utamanya

menjaga Kedaulatan Negara, Pertahanan dan Keamananan, yang tidak

mencampuri urusan atau wilayah Politik Sipil.56

Konsep pengabdian kepada Negara adalah Rakyat yang berdaulat,

Pemerintahan yang sah dan Wilayah kedaulatan Nasional. Militer harus

sadar benar akan Profesionalisme-nya, Netralitasnya sebagai alat Negara

56

http://ahmadfathulbari.multiply.com/journal/item/40/Catatan_Kuliah_Peranan_Militer_

dalam_Politik_

Page 52: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

bukan alat Kekuasaan. Sedangkan kalangan Sipil bertanggungjawab

melakukan fungsi-fungsi ke-Negara-an yang menjadi wilayah Politik-

Publik, pelayanan masyarakat, menegakan Supremasi Hukum dan

mengembangkan kesejahteraan. Hubungan Sipil-Militer yang Ideal ditandai

oleh rasa saling menghormati Wilayah Kewenangannya, saling percaya

didasarkan atas system peraturan dan perundangan yang telah disepakati

bersama. Dengan demikian, Militer dapat menata dirinya lebih mandiri,

tanpa kekhawatiran di-Intervensi oleh pihak diluar Militer, sehingga para

personil Militer tidak perlu menjadi Opurtunis yang sibuk mendekati

penguasa untuk kedudukannya, sebagai konsekuensi logis penghormatan

Kekuasaan Sipil kepada Institusi Militer.

Secara Teoritis-historis, seperti dikemukakan diatas, Supremasi Sipil

atau Masyarakat Sipil hanya akan dapat menempatkan posisi peran Militer

secara tepat sesuai fungsinya “Profesional”, bila Kepemimpinan Sipil

tersebut memiliki : Managerial State’s Capability (kemampuan mengelola

Negara), Integritas moral, Dukungan Partai Politik yang kuat dan Legitimasi

Konstitusional. Bila salah satu saja dari indikator tersebut hilang, maka

Militer masih memiliki peluang untuk mempermainkan proses Civil

Society. Dan apabila hal itu terjadi, adalah suatu kerugian besar bagi Bangsa

Indonesia mengalami kemunduran dari suatu proses perjuangan menegakan

Demokrasi-Masyarakat Sipil yang telah lama diimpikan.

D. Fungsi Militer Dalam Negara

Page 53: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Negara sebagai suatu organisasi sosial terbesar dalam masyarakat

mempunyai fungsi; melindungi masyarakat dari ancaman atau gangguan

serta menjamin hak-hak masyarakat. Oleh karena itu Negara sebagai

organisasi yang besar diberikan wewenang oleh masyarakatnya untuk

menjalankan kewajiban tersebut. Tujuan negara adalah berupaya

mengkonsolidasikan tujuan dan kepentingan bersama dikalangan

masyarakat secara umum.

Jadi segala sesuatu yang diberikan oleh masyarakat (seperti membayar

pajak, kerelaan untuk tunduk/menurut) kepada negara dapat diukur.

Ukurannya adalah sejauhmana masyarakat dapat merasakan atau

mendapatkan kembali hak-haknya atau hak-haknya tidak terlanggar dan

terpenuhi. Russell Hardin mengatakan: “(w)e need goverment in order to

maintain the order that enables us to invest effort in our own wellbeing and

to deal with others in the expectations that we will not be violated”57.

Dalam suatu sistem demokrasi dimana negara berperan sebagai

pelindung masyarakat dari ancaman dan gangguan, maka posisi militer di

dalam sebuah negara sudah semestinya berfungsi agar ancaman dan

gangguan itu menjadi minimal. Fungsi itu bisa dikatakan sebagai kewajiban

pokok dari sebuah institusi militer. Dengan demikian posisi militer atau

angkatan bersenjata merupakan sebuah institusi yang sah atau lazim dalam

sebuah organisasi yang bernama negara, yang mempunyai kewajiban

berkaitan dengan perlindungan negara demi memproteksi masyarakat dari

57

Russell Hardin, “Do We Want Trust In Government?” Dalam Democracy and Trust,

edited by Mark E. Warren (Cambrigde University press 1999), h. 22.

Page 54: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

ancaman fisik. Edward Luttwak dalam hal ini mengatakan bahwa: The

goverment will not only be protected by the professional defenses of the

state; the armed forces, the police, and the security agencies—but it will

also be supported by a whole range of political forces. In a sophisticated

and democratic society these will include political parties, sectional

interest, regional, ethnic, and religious groupings. Their interaction and

mutual opposition results in a particular balance of forces which the

goverment in some way represents.58

(Pemerintah tidak hanya dilindungi

oleh aparatus pertahanan profesional yang dimiliki Negara; angkatan

perang, polisi dan badan-badan keamanan tetapi juga ditopang oleh

kekuatan-kekuatan politik secara luas. Dalam masyarakat demokratis dan

kompleks, kekuatan ini mencakup partai politik, kelompok-kelompok

kepentingan, regional, etnis dan kelompok-kelompok agama. Interaksi dari

kekuatan ini dan oposisi yang berjalan menghasilkan sebuah perimbangan

kekuatan terhadap pemerintah).

Lebih jauh mengenai fungsi militer dalam negara demokratis bisa kita

pelajari dari prinsip-prinsp yang ditawarkan Mayor Jenderal

(Purnawirawan) Dr. Dietrich Genschel. Prinsip-prinsip dimaksud, adalah

sebagai berikut:59

1. Militer merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif suatu tatakelola

pemerintahan. Dengan demikian, militer merupakan elemen

58

Edward Luttwak, Coup d’Etat, A Practical Handbook—A Brilliant Guide To Taking

Over A Nation. (Greenwich: Fawcett Premier book, 1969), h. 47. 59

Mayor Jenderal (Purnawirawan) Dr. Dietrich Genschel, Makalah berjudul “Tempat dan

Peran Militer Dalam Masyarakat Sipil Yang Demokratis. Pengalaman Reformasi Militer Jerman”

(Jakarta: Freidrich-Ebert-Stiftung, 2002).

Page 55: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

pemisahan kekuasaan dalam sistem politik yang demokratis, yang

ditandai dengan pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif dan

yudikatif.

2. Militer berada di bawah kepemimpinan politik yang telah disahkan

secara demokratis, dengan jabatan menteri pertahanan dipegang oleh

sipil.

3. Militer mengikuti pedoman politik yang digariskan.

4. Militer patuh dan tunduk pada hukum.

5. Militer dibatasi oleh tugas-tugas yang telah ditetapkan oleh

konstitusi; secara regular menjaga keamanan eksternal negara (dari

serangan atau ancaman dari luar) dan menjaga pertahanan negara.

Dalam kasus-kasus tertentu dengan situasi dan batas-batas tertentu

yang digariskan secara jelas. (Militer dapat dilibatkan) dalam upaya-

upaya untuk menjaga keamanan internal negara dibawah komando

polisi.

6. Militer bersifat netral dalam politik.

7. Militer tidak dibenarkan memiliki akses untuk memperoleh

dukungan-dukungan keuangan diluar anggaran pendapatan dan

belanja negara.

8. Militer dikendalikan oleh parlemen, kepemimpinan politik,

kekuasaan kehakiman, dan masyarakat sipil secara umum.

Page 56: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

9. Militer memiliki tanggung jawab yang jelas berdasarkan keahlian

profesional yang dimilikinya dan dengan itu, memiliki harkat dan

martabatnya.

Untuk menunjang prinsip-prinsip sebagaimana diutarakan di atas

diperlukan prasyarat:60

1. Kerangka konstitusi; menetapkan nilai-nilai sosial (martabat manusia

dan hak asasi manusia) dan pemerintah yang berdasarkan pada

hukum, menetapkan pemisahan kekuasaan (kekuasaan legislatif,

eksekutif, yudikatif), mendefinisikan peran dan tugas militer;

2. Parlemen yang berfungsi; (dipilih melalui) pemilihan secara bebas,

(bersifat) multi partai, (dan memiliki) substruktur-substruktur yang

perlu (seperti panitia anggaran, panitia pertahanan, ombudsman

parlemen);

3. Pemerintahan sipil; dengan rantai komando (politik) yang jelas.

Presiden, Menteri Pertahanan dan dengan menempatkan Kepala

Pertahanan dibawah Menteri Pertahanan – di Jerman mata rantai

Komando ini mulai dari Presiden ke Perdana Menteri, dan

seterusnya;

4. Kekuasan kehakiman yang mandiri; tanpa pengadilanpengadilan

khusus yang berada di luar tanggungjawabnya (seperti pengadilan

militer);

60 Dr. Dietrich Genschel, Makalah berjudul “Tempat dan Peran Militer Dalam Masyarakat Sipil.

Page 57: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

5. Organisasi militer; yang terstruktur, terdidik, dan terpimpin

sedemikian rupa sehingga tidak mencampuri atau membahayakan

masyarakat sipil, tetapi dengan tetap mempertahankan efektivitas

militer yang tinggi;

6. Masyarakat sipil yang matang; yang bersatu di bawah ketentuan-

ketentuan dasar konstitusi dan mengambil sikap pluralistik tetapi

toleran dalam kehidupan bermasyarakat, yang pada gilirannya

memerlukan;

7. Publik terdidik; yang bersedia berpartisipasi dalam kehidupan politik

dan kehidupan bermasyarakat, mampu menyeimbangkan kebebasan

individual dan kemandirian dengan komitmen terhadap kebaikan

bersama (termasuk pertahanan), serta media yang bebas dan

beragam;

8. Elit militer dan elite politik yang kompeten

9. Pemegang jabatan pada kantor-kantor publik (baik sipil maupun

militer) yang memiliki kepercayaan diri, bersedia memenuhi

kewajiban, memikul tanggung jawab, dan menerima pembatasan-

pembatasan (maksudnya; pegawai negeri tidak perlu takut pada

militer. Sebaliknya, personil militer hendaknya memenuhi

kewajibankewajiban mereka dengan bangga dalam batasan-batasan

hukum yang diberikan).

Setelah melihat beberapa faktor yang menempatkan militer dalam suatu

negara, tentu perlu pula diperhatikan bahwa dalam menjalankan fungsi-

Page 58: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

fungsinya militer tidak boleh berinisiatif sendiri, melainkan atas persetujuan

otoritas politik yang lebih tinggi yaitu Presiden dan Parlemen. Hal itu untuk

menghindarkan militer menjadi lembaga superbody dalam sebuah negara.

Page 59: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

BAB III

MILITER SEBAGAI KEKUATAN POLITIK

A. Definisi Kekuatan Politik

Kekuatan Politik adalah kemampuan suatu kelompok dalam

mempengaruhi proses pembuatan dan perumusan keputusan-keputusan

politik yang menyangkut masyarakat umum. Kemampuan mempengaruhi

dilakukan kelompok dengan menggunakan sumber-sumber kekuasaan dan

akses yang dimiliki, sehingga keputusan-keputusan yang dibuat pemerintah

akan menguntungkan mereka. Suatu kelompok akan mempengaruhi

keputusan-keputusan politik, apabila keputusan-keputusan yang dibuat

menyangkut kepentingan mereka, sehingga apapun konsekuensinya akan

dihadapi oleh kelompok-kelompok tersebut dengan berbagai upaya. Upaya-

upaya yang dilakukan biasanya dengan mengerahkan sumber-sumber

kekuasaan yang dimiliki dan disalurkan melalui saluran-saluran yang

tersedia.61

Kesadaran mengenai perkembangan teori, pendekatan dan wawasan

baru dalam memahami kekuatan-kekuatan politik yang pada dasarnya telah

meletakkan tata susunan politik dan kekuatan politik yang berada di

dalamnya dalam konteks dan hubungannya dengan persoalan-persoalan

yang dalam dan luas ini dengan sendirinya menuntut untuk dipahaminya

61

Hand Out Mata Kuliah Haniah Hanafie, Kekuatan-Kekuatan Politik, (Jakarta: 2007), h.

15

Page 60: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

pula perkembangan sejarah, struktur sosial dan ekonomi dimana tata

susunan politik dan kekuatan-kekuatan politik itu berada. Kekuatan-

kekuatan politik kontemporer yang menampilkan diri sebagai partai politik,

militer, pemuda, mahasiswa, kaum intelektual dan golongan pengusaha serta

kelompok-kelompok penekan yang lain pada dasarnya memiliki asal usul di

dalam perubahan-perubahan besar sosial, politik dan ekonomi. Perubahan-

perubahan ini bukan hanya saja telah menimbulkan pengaruh yang

mendalam , tetapi juga dalam perkembangan sosial, politik dan ekonomi.

Sangatlah penting kiranya untuk segera disadari bahwa perubahan-

perubahan ini telah menampilkan dimensi-dimensi pokok yang menjelaskan

pemunculan dan perkembangan kekuatan-kekuatan politik kontemporer.

Dimensi-dimensi itu adalah62

:

1) Politik, ekonomi dan masalah-masalah sosial yang lain secara pelan-

pelan tidak lagi menjadi monopoli kaum bangsawan, tetapi telah

menjadi masalah-masalah masyarakat luas. Terdapat suatu

perkembangan nyata menuju suatu perluasan partisipasi politik dan

hak pilih. Proses inilah yang telah mengawali kelahiran partai politik

dan pengelompokan-pengelompokan politik yang lain.

2) Semakin kuatnya peranan kelas menengah di hampir seluruh bidang

kehidupan. Proses ini juga dibarengi dengan pengukuhan

kebudayaan kota. Tampilnya kelas menengah dan pengukuhan

kebudayaan kota inilah yang telah menandai kelahiran kelas

62

Farchan Bulkin, Kekuatan Politik : Perspektif Dan Analisa, Pengantar dalam Seri

Prisma I: Analisa Kekuatan Politik Di Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1985), h. x-xi.

Page 61: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

menengah, kaum profesional dan golongan intelektual sebagai

kekuatan politik penting yang tidak bisa diabaikan.

3) Pemunculan, pertumbuhan dan perkembangan negara modern dalam

bentuk seperti yang dikenal dewasa ini. Ini berarti bahwa birokrasi

dan aparatur negara secara pelan-pelan telah pula menjadi unsur

penting dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Termasuk

dalam proses ini adalah penampilan angkatan bersenjata sebagai

unsur penting negara yang mulai dipimpin dan diorganisasi sesuai

dengan prinsip-prinsip profesionalisme.

4) Muncul dan berkembangnya nilai-nilai, filsafat dan ideologi yang

memberikan dasar-dasar pengukuhan, pengesahan dan rasionalisasi

untuk berjalan dan berkembangnya tata susunan politik dan

konfigurasi kekuatan-kekuatan politik baru itu.

Bila dilihat dari pendekatan di atas maka dalam kehidupan bernegara

perlu kestabilan sosial, ekonomi dan politik. Militer sebagai sebuah

organisasi yang mempunyai sumber power yang bersinergi dengan negara

berkewajiban atas keamanan dan kenyamanan dalam sektor sosial, ekonomi

dan politik. Dengan sumber powernya, militer telah menjelma sebagai salah

satu kekuatan dalam negara.

Page 62: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

B. Penggolongan Kekuatan-Kekuatan Politik

Berdasarkan sumber power maka kekuatan-kekuatan politik dapat

dibedakan, yaitu :

Tabel 163

Kelompok Sosial Budaya Sumber Kekuasaan

Militer Senjata, Sistem Komando, Disiplin, Dll

Pengusaha Modal

Mahasiswa Kekuatan Moral, Idealisme

Pers Informasi

Partai Politik Massa

Buruh Massa

Intelektual/Cendekiawan Ilmu/Kepandaian

Agama Kepercayaan

LSM Link, Dana, Informasi

Birokrasi Data

Sedangkan berdasarkan gerakannya (Movement) pada sejarah

Indonesia, kekuatan politik dapat digolongkan menjadi64 :

a. Golongan Radikal, Golongan radikal menghendaki supaya jangan

diberikan kesempatan kepada mereka yang berkolaborasi dengan

Rezim Orde Lama. Baik menegakkan kestabilan dalam arti

63

Hand Out Mata Kuliah Haniah Hanafie, Kekuatan-Kekuatan Politik,h. 16 64

Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta Kekuatan Politik Dan

Pembangunan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2003), h.14-16.

Page 63: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

menyusun kembali peta politik, maupun merencanakan serta

melaksanakan pembangunan. Pemuka-pemuka kelompok ini

terutama datang dari kalangan yang lebih condong untuk berpaling

ke Barat.

b. Golongan Konservatif, Sungguhpun golongan konservatif yang

lebih diwarnai oleh politik sipil juga menghendaki peranan yang

besar di dalam politik Indonesia. Golongan ini berharap bahwa

sekurang-kurangnya di Dalam Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis

Permusyawaratan Rakyat dan sebagainya mereka memperoleh

peranan yang berarti. Untuk itu mereka menghendaki sistem

pemilihan berimbang dimana calon lebih ditentukan oleh partai

melalui daftar calon daripada rakyat di daerah pemilihan sendiri.

Tidak seperti golongan radikal, kelompok ini menghendaki

pembangunan ekonomi yang benar-benar didasarkan kepada

kekuatan modal dalam negeri.

c. Golongan Moderat, Golongan ini memperhatikan perimbangan

antara tuntutan kedua golongan di atas dan kemungkinan-

kemungkinan yang wajar untuk dilaksanakan, maka golongan

moderat mencari jalan tengah. Golongan ini mengedepankan

kompromi yang kemudian menjadi dasar kehidupan kepartaian

ialah bahwa disamping wakil-wakil partai politik duduk pula wakil

golongan fungsional dan militer di dalam lembaga-lembaga

perwakilan yang semuanya dianggap mewakili rakyat Indonesia.

Page 64: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Di dalam kehidupan politik, kelompok-kelompok sosial yang

mempunyai sumber kekuasaan tidaklah terkotak sejelas dan sesederhana itu.

Artinya sungguhpun diantara kekuatan-kekuatan politik di atas terdapat

perbedaan kemampuan dan peranan, di dalam menghadapi berbagai

masalah-masalah terdapat semacam jalur penghubung di antara kekuatan-

kekuatan politik tersebut. Dengan demikian maka golongan yang bermain di

dalam mencari penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sistem

politik tidak lagi didasarkan kepada militer dan non militer, partai dan bukan

partai. Akan tetapi secara keseluruhan kekuatan-kekuatan politik ini dapat di

kategorikan ke dalam golongan radikal, konservatif atau moderat.

C. Kekuatan Politik Militer

Dalam historiografi sejarah awal militer Indonesia, atau Tentara

Nasional Indonesia (TNI), hanya terdapat satu paradigma tunggal, yaitu

bahwa TNI dibentuk dari rakyat yang sedang memperjuangkan

kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.65 Dalam bahasa Salim

Said mengungkapkan bahwa tentara Indonesia adalah tentara yang

menciptakan diri sendiri.66

TNI diyakini sebagai institusi profesional yang

bukan merupakan warisan institusional negara metropolitan dalam

hubungan kolonial masa lampau, sebagaimana umumnya ditemui di negara-

65 Ikrar Nusa Bhakti, dkk., Tentara Mendamba Mitra: Hasil Penelitian LIPI tentang

Pasang Surut Keterlibatan ABRI dalam Kehidupan Kepartaian di Indonesia. (Bandung: Mizan,

1999), h. 53. 66

Salim Said, Militer Indonesia dan Politik: Dulu, Kini dan Kelak, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2001), h. 2.

Page 65: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

negara bekas jajahan.67

Terlihat memang ada yang tidak biasa dari proses

terbentuknya Tentara Nasional Indonesia, di mana pemerintah tidak

memiliki peran dalam pembentukan institusi ketentaraan.

Perwujudan peran militer dalam politik Indonesia telah melewati

perjalanan panjang, dan keterlibatan militer dalam politik senantiasa

mengalami pasang surut. Bilveer Singh,68 menyebutkan bahwa kerterlibatan

militer dalam bidang non-militer (politik) disebabkan oleh faktor-faktor

internal dan eksternal. Faktor-faktor internal tersebut terdiri dari; (1) nilai-

nilai dan orientasi para perwira militer, baik secara individu maupun

kelompok, serta (2) kepentingan-kepentingan material korps militer.

Menurut Eric Nordlinger, yang mendorong keterlibatan militer dalam politik

adalah perlindungan otonomi dan kepentingan korporat militer. Begitu juga

menurut S.E. Finer kepentingan korpslah yang menjadi perhatian utama

peran militer.

Kepentingan-kepentingan material angkatan bersenjata juga memainkan

peranan amat penting dalam keputusan militer untuk campur tangan dalam

politik seperti:

a) Memperjuangkan kepentingan kelompok dan organisasi, baik

untuk memperoleh fasilitas-fasilitas militer seperti alat utama

sistem persenjataan, maupun untuk memberikan gaji yang layak

kepada anggotanya. Jika para pemimpin politik sipil gagal untuk

67

Bhakti, Tentara Mendamba Mitra, h. 53 68

Bilveer Singh, Dwi Fungsi ABRI: Asal Usul, Aktualisasi, dan Implikasinya bagi

Stabilitas dan Pembangunan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 1-24.

Page 66: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka ada

kecenderungan militer terpolitisasi dan terintervensi dalam politik.

b) Korps militer adalah wakil penting dari kelas menengah perkotaan,

dan apabila pemerintah gagal untuk memenuhi kebutuhan kelas

menengah, maka kelompok perwira militer diperkirakan akan

melakukan tekanan terhadap pemerintah kemungkinan

menjatuhkannya.

c) Para pemimpin puncak militer dapat pula membangun

kepentingan-kepentingan pribadinya melalui intervensi militer

dengan menempatkan mereka dalam kontrol jaringan patronase

pemerintah, bahwa ketidak pedulian pemimpin sipil terhadap

kepentingan militer dapat menyebabkan terjadinya intervensi

militer.

Nilai-nilai dan orientasi militer secara garis besar merupakan hasil dari

sejarah pengalaman yang dimiliki para anggota militer. Pada gilirannya,

sejarah asal-usul dan peran awal militer tersebut membentuk suatu tradisi

dan seperangkat nilai, yang di dalamnya para generasi perwira militer

pendahulu dan penerusnya cenderung mematuhi dan mengekalkannya.

Faktor kunci dalam memperkuat keutuhan militer adalah ancaman terhadap

institusi tersebut. Alfred Stepan mengatakan:69

“Sebenarnya seringkali

ancaman terhadap kepentingan institusional atau kelangsungan hidup

69

Alfred Stepan, Militer dan Demokrasi: Pengalaman Brasil dan Beberapa Negara Lain.

(Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1996).

Page 67: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

(militer) menjadi faktor dalam menciptakan konsensus akhir pejabat tinggi

militer, karena setiapkali area tradisional dari otoritas institusional militer

diganggu, misalnya dalam hal struktur disiplin dan hirarkinya, maka bahkan

non-aktifis dan legalis di dalam jajaran pejabat militer itu akan terprovokasi

untuk bertindak”.

Faktor institusional adalah salah satu variabel yang krusial di antara

ancaman terhadap lembaga militer dan perebutan kekuasaan oleh militer.

Gerakan militer untuk merebut kekuasaan menjadi efektif hanya jika ia

berhubungan dengan perhatian militer untuk mempertahankan kepentingan

dirinya. Di bawah akan kita ketahui faktor apa yang melatarbelakangi terjun

bebasnya militer dalam hiruk-pikuk politik kekuasaan di Indonesia.

Militer yang masuk ke dalam dunia politik didasari oleh banyak faktor

pendukung. Secara kultur yang dibangun dalam dunia milter memang

menjadikan setiap perwira militer memiliki keunggulan yang dapat

dikatakan melebihi kualitas sipil. Indoktrinasi yang dibangun dalam dunia

militer juga memberikan semangat juang yang berbeda dibandingkan

kalangan sipil. Faktor-faktor pendukung itu antara lain adalah jaringan yang

dibangun oleh setiap perwira cukup baik. Jaringan itu dibangun dari

berbagai momen seperti latihan militer bersama, pendidikan militer

bersama, atau hubungan antar pimpinan militer di negara yang berbeda.

Perwira tinggi militer yang memiliki jaringan yang kuat dapat melakukan

koordinasi bahkan bantuan dukungan jaringannya di negara lain. Selain

Jaringan, faktor pendukung lainnya adalah sistem kepemimpinan yang

Page 68: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

dibangun dalam dunia militer. Setiap perwira militer sudah dilatih

kepemimpinannya dalam suatu entitas terkecil sampai memimpin satu

angkatan secara keseluruhan. Kultur itu membuat pengalaman seorang

perwira militer benar-benar terlatih sejak dini. Selain itu, ada faktor-faktor

lain yang juga sangat mempengaruhi kualitas seorang perwira militer yang

siap memimpin negara antara lain pendidikan berkualitas yang dididik

dengan orang-orang berkualitas bahkan dari kalangan sipil yang memenuhi

kriteria terbaik seperti Guru Besar, dsb.

Kekuatan politik militer dapat dilihat dari sumber-sumber powernya,

yaitu70

:

a. Garis komando yang jelas; melalui sistem komando militer lebih

mampu untuk berada didalam suatu organisasi yang utuh.

b. Sistem Hirarki; lebih utuhnya kepemimpinan militer, disokong

pula oleh sistem hirarki yang dilaksanakan dengan disiplin, amat

membantu komandan untuk mengendalikan tingkah laku

anggotanya yang tersebar dideluruh daerah. Dengan demikian

pengendalian dan pengawasan terhadap organisasi tingkat daerah

dapat dilaksanakan dengan efektif.

c. Rasa keterikatan di antara anggota-anggota militer (esprit decorp);

sebagai kelompok yang memperoleh sosialisasi secara seragam,

diikatkan oleh organisasi dan lambang-lambang yang ditafsirkan

secara seragam oleh keseluruhan anggotanya, maka lebih kecil

70 Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia, h. 56-58.

Page 69: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

kemungkinan untuk tumbuhnya perbedaan pandangan dalam

militer.

d. Komunikasi intern yang terpelihara; sebagai organisasi yang paling

modern di dalam masyarakat, militer mempunyai jaringan

komunikasi yang terpisah dari sistem komunikasi yang

dipergunakan masyarakat pada umumnya. Peralatannya termasuk

yang paling efektif untuk menghubungkan pimpinan di pusat

dengan satuan-satuan didaerah.

Meskipun naluri militer adalah ingin terjun ke bidang politik, tetapi hal

itu tergantung pada beberapa faktor, antara lain ialah latar belakang

terbentuknya militer, situasi dan kondisi masyarakat/pemerintahan dan

sistem atau bentuk pemerintahan dalam suatu negara. Menurut Talcot

Parson dalam Arif Yulianto, terdapat tiga hal yang menyebabkan militer

terlibat dalam politik, yaitu71 :

1) Kelemahan struktural/disorganisasi.

2) Adanya kelas-kelas yang cenderung terpecah belah dan tidak

mampu melancarkan aksi terpadu, termasuk kelas menengah yang

secara politik impoten.

3) Rendahnya tingkat aksi sosial dan mobilisasi sumber-sumber

materiil.

Persoalan disorganisasi, tidak dapat dipungkiri, mengingat militer

memiliki kelebihan daripada kelompok lain, yaitu kedisiplinan, sentralisasi

71 Hand Out Mata Kuliah Haniah Hanafie, Kekuatan-Kekuatan Politik, h. 40-41.

Page 70: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

sistem komando, disiplin tinggi, sehingga organisasi militer lebih solid dan

mampu mengorganisir dengan baik, apabila militer tampil sebagai penguasa.

Dengan kerapuhan secara struktural yang dialami masyarakat, maka titik

kelemahan ini, menarik militer untuk tampil melekukan intervensi politik.

Motivasi politik tentara untuk terjun ke dalam politik memang sudah ada

pada rezim-rezim yang kekuasaannya mengalami kemunduran. Naluri

militer untuk terjun ke politik dan kondisi pemerinthan yang tidak

demokratis, adalah dua hal yang mempengaruhi motivasi militer untuk

melakukan kudeta. Kudeta dilakukan kelas menengah bukan karena ideologi

atau politik kelas menengah. Menurut Amos Palmutter militer, melakukan

kudeta apabila72

:

a. Tentara merupakan kelompok yang kohesif dan secara politik

teroganisir paling baik pada suatu saat tertentu dan suatu sistem

politik.

b. Apabila tidak ada kelompok oposisi yang kuat.

c. Harus mendapat dukungan partai politik tertentu atau kelompok

masyarakat lainnya misalnya kelas pekerja.

Menurut K. Man Haim, ada tiga faktor yang mendorong militer

berpolitik yaitu73

:

1) Ambisi Pribadi

Ambisi-ambisi pribadi para perwira militer untuk merebut posisi

penting di dalam jaringan kekuasaan politik. Ambisi pribadi perwira tinggi

72

Hand Out Mata Kuliah Haniah Hanafie, Kekuatan-Kekuatan Politik, h. 42. 73

Rivai Nur, Dkk., Saatnya Militer Keluar Dari Kancah Politik, (Jakarta: PSPK, 2000),

h. 12-13.

Page 71: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

dan menengah militer dapat dilihat dari dua segi yakni keinginan berkuasa

dan keinginan memperoleh materi sebagai konsekuensi dari jabatan itu, atau

karena jabatan tertentu memberi peluang seseorang untuk memperoleh

berbagai fasilitas dan kemudahan yang pada akhirnya bermuara pada

kesenangan materi.

2) Kepentingan Kelompok

Kepentingan kelompok yakni keinginan untuk mendominasi kelompok

yang lain melalui kekuasaan. Keinginan untuk mendominasi kekuasaan

terkait dengan status mereka di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat

para perwira merupakan kelompok elite sesuai konsep ksatria. Para perwira

berusaha untuk memperlihatkan atau menampilkan diri sebagai kelas elite

dengan standar hidup di mana ia berada. Untuk memenuhi standar hidup

tersebut para perwira harus merebut kekuasaan nonmiliter, selanjutnya

secara sistematis membangun hegemoni. Para perwira kemudian

mengalienasi kelas yang lain yang merupakan mayoritas sosial dan

membiarkannya berada pada posisi tertentu yang terabaikan dalam setiap

pengambilan keputusan publik. Dominasi kekuasaan diiringi pula oleh

dominasi bisnis. Hal ini dikaitkan dengan dua hal yaitu Pertama,

penguasaan bisnis bertujuan untuk mengumpulkan materi dalam rangka

pemenuhan standar hidup kelas menengah. Kedua, pengumpulan materi

untuk membiayai kegiatan-kegiatan memperluas kekuasaan dan

mempertahankannya.

3) Kepentingan Nasional

Page 72: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Kepentingan Nasional, yakni mempertahankan dan membangun

keamanan negara dan masyarakat, dengan asumsi mereka adalah kekuatan

pengintegrasi bangsa. Artinya, militer menjaga kemungkinan berkembang

suatu pemikiran untuk merubah bentuk negara atau munculnya daerah

tertentu untuk memaksakan kehendaknya untuk memisahkan diri. Militer

tampil melindungi kepentingan segala golongan di dalam negara dan

masyarakat.

Beberapa literatur mendeskripsikan intervensi angkatan bersenjata

dalam politik suatu negara diakibatkan situasi-situasi seperti ini:74

1. Jatuhnya prestise pemerintah atau partai politik yang memegang

pemerintahan, menyebabkan rezim yang bersangkutan semakin

banyak menggunakan paksaan untuk memelihara ketertiban dan

untuk menekankan perlunya persatuan nasional dalam menghadapi

krisis, yang selanjutnya menyebabkan penindasan terhadap

perbedaan pendapat;

2. Perpecahan diantara pemimpin-pemimpin politik, menimbulkan

keragu-raguan pada komandan-komandan militer apakah rezim sipil

masih mampu untuk memerintah secara kolektif;

3. Kecilnya kemungkinan terjadinya intervensi dari luar oleh negara

yang besar atau oleh Negara-negara tetangga dalam hal perebutan

kekuasaan;

74

Robert P Clark, Menguak Kekuasaan dan Politik Di Dunia Ketiga, (Jakarta: Penerbit

Erlangga,1989), h. 155-156.

Page 73: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

4. Pengaruh buruk dari perebutan kekuasaan oleh militer di negara-

negara tetangga;

5. Permusuhan sosial dalam negeri, yang paling jelas terjadi di negara-

negara yang diperintah oleh suatu kelompok minoritas;

6. Krisis ekonomi, yang menyebabkan dicabutnya kebijakan

penghematan yang mempengaruhi sektor-sektor masyarakat kota

yang terorganisir;

7. Korupsi, pejabat-pejabat pemerintahan dan partai yang tidak efesien,

atau anggapan bahwa pejabat-pejabat sipil berniat menjual

bangsanya kepada suatu kelompok asing;

8. Struktur kelas yang sangat ketat, yang menyebabkan dinas militer

menjadi satu-satunya saluran yang terbuka untuk anak miskin untuk

status dari bawah ke atas;

9. Kepercayaan yang semakin meningkat tebal pada anggota-anggota

militer bahwa merekalah satu-satunya kelas sosial yang mempunyai

cukup disiplin dan cukup setia kepada modernisasi untuk menarik

negara keluar dari tata-caranya yang tradisional;

10. Pengaruh asing, dapat melibatkan perwakilan militer negara asing,

pengalaman yang diperoleh dalam perang di negara asing, atau

dalam pusat-pusat latihan di luar negeri, atau bantuan asing dalam

bentuk peralatan dan senjata;

11. Kekalahan militer dalam perang dengan Negara lain, khususnya

kalau para pemimpin militer yakin bahwa pemerintahan sipil telah

Page 74: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

mengkhianati mereka dengan merundingkan ketentuan-ketentuan

perdamaian yang tidak menguntungkan atau karena salah

menjalankan kegiatan perang di belakang garis pertempuran.

Disamping beberapa alasan yang terpapar di atas, perlu pula kita lihat

alasan-alasan militer merambah ke dunia politik dalam sejarah Indonesia

sendiri. Kusnanto Anggoro melihat ada beberapa faktor yang mendorong

militer maju kepanggung politik, yaitu tidak dewasanya para politisi sipil

dalam mengelola negara, adanya ancaman terhadap keamanan nasional,

ambisi mempertahankan privilege seperti otonomi dalam merumuskan

kebijakan pertahanan, memperoleh dan menggunakan anggaran pertahanan

serta melindungi aset dan akses ekonomi dan tugas sejarah.75

Daniel S. Lev sendiri mengemukakan dalam sejarah militer Indonesia

ada alasan yang sifatnya sangat subjektif dari kalangan perwira TNI itu

sendiri untuk masuk ke ranah politik, yaitu dipersulitnya reorganiasi

kekuatan militer oleh politik pemerintah, dicampurinya urusan internal TNI

oleh pimpinan politik, terjadinya pertentangan dikalangan perwira TNI

sendiri, serta tidak disukainya kondisi politik dan kemimpinan pemerintahan

oleh TNI.76

Setelah melihat beberapa alasan yang bisa dimanfaatkan militer

merebut dan mempertahankan kekuasaan di panggung politik, tentu perlu

75 Apa yang disampaikan oleh Kusnanto ini tentu sangat erat kaitannya dengan menjadi

utamamnya militer dalam politik Indonesia setelah tahun 1966. Sedangkan tugas sejarah seringkali

disurakan oleh para petinggi TNI sampai hari ini. Lihat Kusnanto Anggoro, “ Gagasan Militer

Mengenai Demokrasi, Masyrakat Madani dan Transisi di Indonesia,” dalam Rizal Sukma dan J.

Kristiadi (penyuting) Hubungan Sipil Militer dan Tanrsisi Demokrasi di Indonesia (Jakarta: CSIS,

1999), h. 10. 76

Daniel S. Lev, “ ABRI dan Politik: Politik dan ABRI,” dalam Diponegaro 74, Jurnal

HAM dan Demokrasi, No.7/III/April 1999, YLBHI, h 7-8.

Page 75: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

pula diperhatikan bahwa dalam menjalankan fungsi-fungsinya TNI tidak

boleh berinisiatif sendiri, melainkan atas persetujuan otoritas politik yang

lebih tinggi yaitu Presiden dan Parlemen. Hal itu untuk menghindarkan

militer menjadi lembaga superbody dalam sebuah negara.

D. Keterlibatan Militer Dalam Politik (Militer Pretorian)

Supremasi sipil dibangun dengan sebuah budaya politik yang baik.

Budaya politik adalah suatu parameter dimana peran sipil sangat dominan

dalam sebuah negara. Budaya politik yang baik dapat diwujudkan ketika

mesin politik (partai) dapat menyentuh akar rumput dan melakukan

kaderisasi politik yang baik. Pada masa pergerakan nasional di Indonesia,

tidak ada partai politik yang mengakar dan memberikan budaya politik yang

baik ke bawah. Partai-partai politik yang ada saat itu antara lain Sarikat

Islam, Partai Sosialis Indonesia, Partai Nasional Mahasiswa (PNI), dll.

Sarikat Islam merupakan partai yang memiliki massa yang sangat besar saat

itu. Akan tetapi, banyaknya anggota partai tersebut tidak diimbangi dengan

internalisasi budaya politik yang baik ke seluruh anggotanya. Banyaknya

anggota partai itu lebih dikarenakan variabel lainnya yang berpengaruh

seperti ikatan keagamaan maupun ketokohan pimpinannya terutama Hadji

Oemar Said Tjokroaminoto. Begitu juga dengan partai lainnya. Partai-partai

lain juga kurang memiliki budaya politik yang baik. Partai Sosialis

Indonesia pimpinan Sjahrir memang dikenal sebagai partai kalangan

intelektual. Namun, citra partai itu tidak menjadikan budaya politik partai

Page 76: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

itu dikatakan baik karena intelektual para pimpinan partainya tidak diiringi

dengan budaya politik yang baik sehingga terbukti bahwa partai ini hanya

memiliki kader-kader berkualitas di tingkat pimpinannya tetapi tidak

memiliki sentuhan politik di lapisan akar rumput.

Gambaran lintasan sejarah di atas memberikan suatu analisis tentang

masuknya militer dalam dunia politik. Faktor dominan masuknya militer

dalam dunia politik adalah budaya politik yang kurang dibangun dengan

baik oleh partai-partai politik. Ketidakbecusan kalangan sipil dalam

mengurus negara membuat kalangan militer berinisiatif untuk masuk

(intervensi) ke dunia politik. Masuknya militer dalam dunia politik disebut

dengan Pretorian.77

Terdapat beberapa cara seorang perwira militer menjadi

pretorian:

• Mengancam langsung pemerintah dengan kekuatan militer.

• Intervensi ke dalam pemerintahan dengan penguasaan otoritas

pemerintah dalam bidang kebijakan militer.

Di dalam teori Weber, pretorianisme didefinisikan sebagai dominasi

honoratiores (orang-orang terhormat, ningrat). Ini adalah satu jenis

kekuasan yang diterapkan pada kelompok manorial (ksatria) atau kelompok

patrimonal (suatu unit yang lebih maju dari rumah tangga patriach,78

yang

merupakan unit yang relatif kecil yang didasarkan atas ikatan darah).

77

Pretorian adalah situasi dalam masyarakat yang kalangan militernya dominan sebagai

aktor politik. Dari kata praetorianism, yang mengacu pada situasi di mana golongan militer

memiliki kekuasaan politik yang indenpenden karena kemampuan untuk mengancam atau

menggunakan kekuatan militernya. Konsep itu berasal dari zaman kekaisaran Romawi, abad 2 BC

abad 3 AD. Praetorian adalah anggota Praetorian Guard (pasukan Pengawal Kaisar)yang

mempunyai potensi merebut kekuasaan 78 Sistem Patriach adalah Sistem menurut keturunan Bapak.

Page 77: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Didalam sistem ini, staf penguasa diambil hanya untuk menjamin kepatuhan

pemerintahan Patriachal, sedangkan hubungan-hubungannya didasarkan atas

kepemimpinan feodal, birokrasi atau hanya yang bersifat pribadi.79

Arif Yulianto menyebutkan beberapa ciri kaum pretorian antara lain:80

a. Sering muncul di negara-negara bersifat agraris/transisi atau secara

ideologi terpecah belah.

b. Baik secara potensial maupun faktual cenderung melakukan

campur tangan permanen.

c. Memiliki kekuasaan merubah konstitusi.

d. Mempengaruhi lembaga militer secara negatif.

e. Menurunkan standar-standar profesionalisme.

f. Kudeta silih berganti, lebih mementingkan ideologi militer

daripada skill dan pengetahuan sebagai persyaratan profesional.

g. Bersifat patrimonal, yang dikatakan Weber sebagai hubungan-

hubungan ketergantungan didasarkan loyalitas dan kesetiaan.

Walaupun hanya sedikit para perwira militer memilih lapangan politik

sebagai pekerjaannya, namun profesi militer dapat bertindak sebagai suatu

landasan politik. Semakin tinggi kedudukan perwira, semakin ia bersifat

politis, terutama pada situasi-situasi pretorian dan revolusioner yang

mungkin melibatkan seluruh organisasi militer dalam aksi politik. Di dalam

situasi politik yang stabil, hanya sedikit perwira yang bersedia

menggantikan profesi mereka dengan politik, akan tetapi peranan kelompok

79

Amos Perlmutter, Militer Dan Politik, (Jakarta : CV Rajawali, 1984), h. 143.

80 Hand Out Mata Kuliah Haniah Hanafie, Kekuatan-Kekuatan Politik, h. 31-32.

Page 78: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

kecil yang berbuat demikian itu sangat vital terhadap setiap penjajakan

hubungan sipil-militer dan peranan militer-negara.

E. Militer Profesional

Sejarah kelahiran militer profesional sudah dimulai sejak abad 18, yang

muncul dan berkembang di Eropa. Revolusi Prancis tahun 1789 menandai

menggejalanya “profesi militer”. Dengan mengacu pendapat Samuel P.

Huntingon, Burhan Mangenda mengatakan bahwa militer profesional

bercirikan sebagai berikut. Pertama, menyangkut keahlian, sehingga profesi

di bidang kemiliteran kian menjadi spesifik, serta memerlukan pengetahuan

dan keterampilan. Keahlian dan keterampilan itu berkaitan dengan kontrol

terhadap organisasi manusia yang tugas utamanya adalah menggunakan

kekerasan (manager of violence). Kedua, berkait dengan tanggung jawab

sosial yang khusus. Di samping memiliki nilai-nilai moral yang tinggi yang

harus terpisah sama sekali dari insentif ekonomi; seorang perwira militer

juga mempunyai tanggung jawab kepada negara. ketiga, adanya karakter

korporasi (corporate character) para perwira yang melahirkan rasa esprit de

corps yang kuat.81

Huntington dalam buku The Soldier and The State mencatat bahwa

profesionalisme tidak hanya dapat diberi makna sebagai kemampuan, skill

dan expertise seseorang atau lembaga terhadap pekerjaan yang menjadi

bidangnya saja, melainkan juga memiliki beberapa ciri khusus. Salah satu

81

Lihat Burhan D. Mangenda memberikan Kata Penghantar Bahasa Indonesia dalam

Amos Perlmutter, Militer dan Politik,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. vi.

Page 79: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

yang dapat disebut sebagai ciri khusus seorang profesional adalah

responsibility. Begitu pula dalam dunia militer, profesionalitas tidak hanya

dimaknai sebagai kemahiran atau kemampuan menggunakan senjata, tetapi

juga tanggung jawabnya sebagai lembaga yang bertugas dalam masalah

pertahanan negara. Dalam pandangan Huntington, profesionalitas militer

tidak hanya dalam konteks mahir menggunakan senjata dan dilatih di bidang

tugasnya saja, tetapi juga harus dapat menggunakan kemampuan analisis,

memiliki pandangan luas, imajinasi dan pertimbangan tertentu.82

Artinya, militer profesional mempunyai tiga karakter atau ciri, pertama,

keahlian (expertise). Keahlian sebagai karakter utama karena profesi militer

semakin spesifik serta perlu pengetahuan dan keterampilan. Militer

memerlukan bekal pengetahuan mendalam untuk mengorganisasi,

merencanakan dan mengarahkan aktifitas, baik dalam kondisi perang

maupun damai. Kedua, tanggung jawab sosial (social responsibililty).

Militer profesional mempunyai tanggung jawab sosial yang khusus. Selain

memiliki nilai-nilai moral yang harus terpisah sama sekali dari intensif

ekonomi, perwira militer juga harus bertanggung jawab kepada negara.

dalam konteks itu, profesionalisme militer berarti melindungi negara dan

masyarakat. Perwira militer berhak mengontrol dan mengoreksi komandan

jika melakukan hal-hal bertentangan dengan kepentingan rasional. Ketiga,

militer profesional memiliki karakter korporasi, esprit de corps, yang kuat.

Dimensi itu merujuk pada kesadaran dan loyalitas militer sebagai anggota

82

Samuel P. Huntington, The Soldier And The State, (Cambridge: Harvard University

Press, 1957), h. 83-85.

Page 80: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

suatu kelompok atau lembaga khusus yang mempunyai kompetensi

profesionalisme berdasarkan standar formal yang telah ditetapkan.

Menurut Huntington, semakin tinggi tingkat keahlian seorang tentara,

semakin tinggi tingkat profesionalismenya. Dengan demikian semakin kecil

pula keterlibatan mereka dalam ranah politik. Perwira-perwira militer

profesional selalu siap melaksanakan kebijakan politik yang diputuskan

pemerintahan sipil. Namun demikian, profesionalisme militer sering kali

terganggu karena adanya politisasi kekuatan poliitik dan tiadanya partai

politik yang melembaga dengan kuat, sehingga menimbulkan instabilitas

dan kekacauan politik.83

Walaupun menggunakan bahasa yang berbeda, terdapat kesamaan

persepsi di kalangan perwira tinggi militer mengenai pentingya

profesionalisme prajurit TNI. Mantan Panglima TNI Jenderal Endriartono

Sutarto, misalnya, memberi arti profesionalisme sebagai orang yang harus

paling tahu tentang tugas dan fungsinya dibandingkan orang lain.84

Pandangan hampir serupa juga dikemukakan mantan KSAD Jenderal TNI

(Purn) Subagyo HS yang memberi definisi profesionalisme militer sebagai

orang yang ahli serta sangat bergantung pada fungsi, peran, dan tugas

pokoknya.

Ciri dan pengertian profesionalisme di atas bisa berlaku di mana pun,

namun bagi TNI perlu jati diri yang khas supaya arah pembangunan

83

Huntington, The Soldier And The State, h. 85 84

Yuddy Chrisnandi, Kesaksian Para Jenderal: Sekitar Reformasi Internal dan

Profesionalisme TNI, (Jakarta: LP3ES, 2006), h. 241.

Page 81: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

profesionalismenya seiring dengan arah paradigma baru dan reformasi

internalnya. Karena itu, rumusan profesionalisme TNI harus mengandung

kriteria yang memenuhi tuntutan kemampuan sebagai alat pertahanan yang

bersifat umum; memenuhi tuntutan sikap dan perilaku sesuai jati diri TNI

sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional; memenuhi

tuntutan moral dan etika keprajuritan; dan memenuhi tuntutan sebagai

tentara dalam negara demokratis dan modern. Dengan kriteria di atas,

Abdoel Fatah membuat rumusan ciri-ciri profesionalisme TNI seperti

berikut:85

1. Ahli dan mahir dalam melaksanakan tugas pertahanan negara atau

perang melawan ancaman dari musuh negara.

2. Bersikap netral dan tidak melibatkan diri dalam politik praktis.

3. Memiliki disiplin, menaati hukum, dan memiliki l’esprit de corps

yang tinggi dan sehat

4. Memiliki etika dan moral keprajuritan yang tinggi

5. Menghargai dan membela rakyat secara proporsional

6. Menghargai pihak berkuasa atau supremasi sipil

Profesi militer merupakan contoh menarik dari profesionalisme

organisasi yang otonom. Seperti halnya profesi-profesi modern lainnya,

profesi militer merupakan ekspresi dari “tipe sosial” yang baru, suatu

pengelompokkan kultural dan sosial yang menyolok yang terdiri atas para

individu yang bukan kapitalis dan bukan buruh dan mereka juga bukan

85

Abdoel Fatah, Demiliterisasi Tentara: Pasang Surut Politik Militer 1945-2004.

(Yogyakarta: LKiS, 2005), h. 247.

Page 82: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

administrator pemerintahan dan birokrat. Huntington mengatakan bahwa

semakin tinggi rasionalisasi profesi militer semakin tinggi pulalah

profesionalisasinya, semakin tinggi tanggung jawab politiknya semakin

besar pula kemungkinannya untuk berorientasi kepada suatu peranan yang

tunduk kepada penguasa-penguasa sipil.86

Ciri dan pengertian profesionalisme di atas bisa berlaku di mana pun,

namun bagi TNI perlu jati diri yang khas supaya arah pembangunan

profesionalismenya seiring dengan arah paradigma baru dan reformasi

internalnya. Karena itu, rumusan profesionalisme TNI harus mengandung

kriteria yang memenuhi tuntutan kemampuan sebagai alat pertahanan yang

bersifat umum; memenuhi tuntutan sikap dan perilaku sesuai jati diri TNI

sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, dan tentara nasional; memenuhi

tuntutan moral dan etika keprajuritan; dan memenuhi tuntutan sebagai

tentara dalam negara demokratis dan modern. Karena itu masih dibutuhkan

waktu cukup panjang bagi bangsa Indonesia untuk memiliki tentara

profesional sesuai dengan standar profesionalisme militer yang ideal.

Bagaimanapun juga, profesionalisme sangat terkait dengan kemampuan

negara dalam mengendalikan dan memnuhi kebutuhan anggaran militer

yang diperlukan.

86 Amos Perlmutter, Militer Dan Politik, h. 51.

Page 83: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

BAB IV

KEKUATAN POLITIK MILITER PADA MASA ORDE LAMA DAN

ORDE BARU

A. Kekuatan Politik Militer Pada Masa Orde Lama

1. Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Pada masa perang kemerdekaan di tahun 1945-1949 kepemimpinan

serta komando militer Indonesia sangat carut-marut dan simpang siur. Salah

satunya dikarenakan berlakunya sistem parlementer sejak dikeluarkannya

“Maklumat Wakil Presiden No. X, maka jabatan Presiden sebagai panglima

Tertinggi sebenarnya tidak berlaku lagi; tetapi prakteknya panglima

tertinggi itu tetap dianggap sebagai atasannya langsung oleh Panglima

Besar. Menteri Pertahanan yang seharusnya bertanggung jawab dalam

segala hal atas pimpinan militer, pada hakekatnya hanya menjadi pimpinan

administratif belaka; sedangkan de facto atas pimpinan militer berada pada

tangan Panglima Besar APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) yang

merangkap sebagai Panglima Angkatan Darat, beserta Staf Umumnya dan

gabungan kepala stafnya. Ada lagi lembaga yang bernama Dewan

Pertahanan Nasional yang dipimpin oleh Perdana Menteri yang dapat

disamakan sebagai pemegang kekuasaan militer. disamping itu adanya

Dewan Siasat Militer yang diketuai oleh Presiden sendiri menambah

terpencarnya kepemimpinan militer Indonesia di mana duduk panglima tiap

angkatan.

Page 84: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Pada masa 10 tahun pertama Indonesia merdeka persoalan tentang

militer selalu timbul, terutama mengenai peran politik yang ingin dimiliki

oleh militer, karena mereka merasa juga perlu ikut berperan aktif dalam

perpolitikan bangsa ini. Tetapi, pola hubungan sipil-militer pada masa-masa

ini kurang harmonis, asumsi mengenai peran militer dalam perpolitikan

harus dibatasi, berkembang berbarengan dengan keinginan pihak militer

yang menginginkan berperan dalam perpolitikan.

Pada masa Kabinet Wilopo terdapat rencana Pimpinan TNI untuk

menjadikan tentara Indonesia sebagai Tentara Profesional dan Tentara Inti.

Rencana ini disetujui serta didukung oleh Menteri Hamengku Buwono IX.

Oleh karena alokasi anggaran belanjanya yang amat terbatas maka pada

pertengahan tahun 1952 Pimpinan TNI-AD memutuskan untuk memulai

melaksanakan demobilisasi sebagai konsekuensi reorganisasi dan

rasionalisasi militer tersebut. Tetapi program dari pimpinan TNI tersebut

diatas tidak disetujui oleh beberapa kalangan TNI sendiri, terutama oleh

anggota-anggota tentara yang dahulu berasal dari bekas-bekas PETA dan

Laskar, yang begitu dekat dengan Presiden Sukarno. Oposisi terhadap

reorganisasi dan rasionalisasi militer itu mempunyai dukungan politik yang

cukup besar, ialah dari PNI dan Presiden Sukarno.87

Perpecahan dikalangan TNI, ternyata banyak dimanfaatkan pihak

parlemen untuk menintervensi internal TNI, diantaranya88

:

87

Salim Said, Militer Indonesia dan Politik: Dulu, Kini dan Kelak (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2001), h. 38. 88

Ikrar Nusa Bhakti, Militer dan Parlemen di Indonesia, dalam Panduan Parlemen

Indonesia, (Jakarta: Yayasan API, 2001), h. 197-198

Page 85: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

1. Pada tanggal 23 September 1952, Zainal Baharudin (Ketua Komisi

Pertahanan, dari sayap kiri) mengajukan mosi yang didukung

Partai Murba, Partai Buruh, PRN, dan PKI. Mosi ini menyatakan

“tidak percaya dan tidak menerima policy yang dijalankan Menteri

Pertahanan dalam menyelasaikan konflik di dalam tubuh TNI, dan

minta agar diadakan reformasi serta reorganisasi pimpinan

Kementrian Pertahanan serta Pimpinan Militer”.

2. Pada tanggal 13 Oktober 1952, Kasimo dari Partai Katolik

mengajukan suatu mosi yang didukung oleh wakil-wakil Partai

Masyumi, Partai buruh, Parkindo, Parindra. Mosinya ini

menyatakan agar pemerintah segera membentuk sebuah panitia

yang beranggotakan wakil-wakil dari Parlemen yang memiliki

suara mayoritas dan wakil-wakil pemerintah guna mempelajari

secara objektif dan hati-hati seluruh persoalan di dalam Parlemen

tersebut dan dalam waktu tiga bulan memberi saran “kemungkinan

dilakukannya penyempurnaan struktur dan kementrian pertahanan

dan struktur kemiliteran”.

3. Pada tanggal 14 Oktober 1952, diajukan mosi ketiga yang

disponsori oleh Sekretaris Jendral PNI, Manai Sophian. Mosi yang

ini didukung oleh NU dan PSII itu adalah sebagaimana pernyataan

mosi Kasimo, hanya berbeda mengenai tugas Panitia Negara, yaitu

agar Panitia Negara memberi saran “kemungkinan penyempurnaan

Page 86: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

pimpinan dan organisasi Kementeriaan Pertahanan dan

Kemiliteran”.

4. Pada tanggal 16 Oktober 1952, diadakan voting untuk ketiga Mosi

tersebut, namun situasi itu menemui jalan buntu.

Lemahnya persatuan di kalangan militer sebelum agresi milter Belanda

kedua menimbulkan masalah antara pemerintah dan Panglima Soedirman,

serta antara mantan perwira KNIL didikan Belanda yang bertipe

“administrator” dan para perwira mantan anggota PETA yang dilatih

Jepang, serta laskar yang bertipe “solidarity makers”. Masalah khusus ini

memuncak dalam peristiwa 17 Oktober 1952.89

Pada tanggal 17 Oktober pagi, suatu Demonstrasi yang mengejutkan

melanda Jakarta, yang dilakukan oleh sekitar 30.000 ribu orang. Pertama

kaum demonstran itu menuju ke tempat gedung Parlemen, dan setelah itu

menuju ke istana Presiden untuk menyampaikan tuntutannya. Pada

pokoknya mereka menunut “supaya Presiden membubarkan Dewan

Perwakilan Rakyat Sementara yang ada dan kemudian segera mengadakan

Pemilu”. Di istana berdiri mobil-mobil berlapis baja dan beberapa meriam,

yang secara jelas terlihat mengarah tepat ke tempat Presiden berbicara.90

Presiden menjanjikan diadakannya Pemilihan Umum secepat mungkin,

tetapi dia menolak membubarkan Parlemen sebab, kata Presiden, hal itu

berarti akan menjadikannya seorang diktator.

89

Untuk mengetahui detail perdebatan pada peristiwa 17 Oktober 1952, dapat dilihat

pada esai yang ditulis oleh Ikrar Nusa Bhakti, Militer dan Parlemen di Indonesia, dalam Panduan

Parlemen Indonesia, (Jakarta: Yayasan API, 2001), h. 185-200. 90

Yahya A. Muhaimin, Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966,

(Jakarta: Gadjah Mada University Press, 1982), h. 73.

Page 87: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Selesai menghadapi para demonstran Presiden kemudian menerima dua

kelompok Perwira TNI; semuanya berjumlah 17 Perwira. Dalam pertemuan

tersebut delegasi TNI itu antara lain menyatakan bahwa Parlemen yang ada

itu “tidak representatif” dan merupakan sumber ketidak-stabilan politik

sehingga menyebabkan kabinet-kabinet tidak bisa melaksanakan program-

programnya dengan waktu yang cukup, dan bahwa intervensi yang langsung

dilakukan oleh Parlemen terhadap TNI amatlah membahayakan negara.

Karena itu mereka menyatakan agar Presiden segera mengatasi masalah itu

dengan membubarkan Parlemen dan membentuknya secepat mungkin sesuai

dengan kehendak rakyat. Dan bahkan lebih dari itu mereka menuntut

Presiden untuk mengganti kabinet dengan pemerintahan triumvirate

(pemernitah oleh tiga penguasa) oleh Sukarno, Hatta dan Hamengku

Buwono IX. Presiden Sukarno tidak ingin memenuhi seluruh keinginan

pihak militer. Dan sampai selesainya pertemuan tersebut tidak didapat suatu

penyelesaian.91 “Peristiwa 17 Oktober” ini walaupun politik militer tidak

hanya sampai di situ dan berekor panjang di kemudian hari, tetapi dapatlah

dikatakan, sejak itu gagallah manuver politik TNI itu.

Sebenarnya presiden Sukarno juga tidak menyukai dan bahkan secara

diam-diam berusaha mengganti sistem parlementer yang amat

membatasinya itu, tetapi Sukarno menolak tawaran pihak militer. Penolakan

Sukarno itu, karena dia takut pada timbulnya suatu Yunta militer. Tetapi

disamping itu, kegagalan political manuver TNI itu juga disebabkan

91 Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 73-75.

Page 88: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

terpecahnya Perwira dan Pemimpin TNI. Barangkali justru inilah sebab

pokoknya. Mereka terpecah antara kelompok yang menginginkan TNI atas

dasar profesionalisme. Bahkan dalam peristiwa itu sendiri, pimpinan dan

perwira TNI yang berpaham profesionalisme, yang merupakan penggerak

dari kejadian tersebut, menunjukkan tidak adanya kesatuan arah.

Sebagai akibat dari kejadian ini, pada tanggal 5 Desember 1952,

Kolonel Nasution dibebaskan oleh pemerintah dan berhenti sebagai KSAD,

dan demikian pula beberapa perwira “pro-17 Oktober 1952” lainnya

mendapat sangsi yang sama. Pada tanggal 16-nya, Kolonel Banmbang

Sugeng ditunjuk oleh pemertintah selaku KSAD., pengangkatan Bambang

Sugeng ini ternyata berdampak timbulnya kesulitan-kesulitan dalam

menyelasaikan masalah itu, terutama mengenai keutuhan TNI, sebab antara

Menteri Pertahanan Hamengku Buwono dengan KSAD Bambang Sugeng

terdapat perbedaan yang besar didalam menyelesaikan perpecahan di dalam

tubuh TNI. Maka pada tanggal 1 Januari 1953, Sultan Hamengku Buwono

IX mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan.92

Langkah-langkah kemudian yang dilakukan oleh pemerintah, terutama

oleh Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri, cenderung memperlebar

keretakan tubuh militer, maka atas inisiatif dan usaha beberapa Perwira TNI

–baik yang “pro-17 Oktober 1952” maupun yang “anti-17 oktober 1952”-

diadakanlah serangkaian pertemuan guna menciptakan kembali kesatuan

TNI yang retak sejak 17 Oktober 1952. usaha ini mendapat dukungan dan

92

Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 74-75.

Page 89: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

dorongan yang kuat dari Bambang Sugeng yang pada waktu akhir-akhir itu

otoritasnya banyak dilangkahi oleh Iwa Kusumasumantri di dalam

mengambil kebijakan mengenai hal-hal yang menyangkut persoalan intern

TNI. Akhirnya pada tanggal 17 Februari 1955, berhasil dilangsungkan

pertemuan di Jogyakarta yang dihadiri oleh sekitar 280 perwira dari kedua

belah pihak. Pertemuan itu berakhir pada tanggal 25 Februari, dengan

menghasilkan suatu Resolusi yang diterima oleh seluruh Perwira yang hadir,

kemudian disahkan oleh KSAD, Bambang Sugeng. Pada upacara penutupan

Konferensi TNI, yang juga dihadiri Presiden Sukarno dan juga Wakil

Presiden Hatta serta para Menteri, mereka berziarah ke makam Almarhum

Jendral Sudirman dan Letnan Jendral Urip Sumohardjo. Di makam itu para

perwira tersebut bersama-sama mencetuskan semacam sumpah setia.93

Resolusi yang berhasil dicetuskan oleh konferensi tersebut terkenal

dengan sebutan “Piagam Jogya” atau “Piagam Keutuhan Angkatan Darat”.

Di dalam keputusan itu antara lain ditekankan bahwa korp Perwira tersebut

akan selalu mempertahankan persatuan dan profesionalisme di dalam tubuh

TNI-AD, dan tidak membenarkan campur tangan politik di dalam masalah

militer, terutama di dalam urusan pengangkatan pada sesuatu jabatan militer

yang harus didasarkan pada senioritas dan kecakapan. Di samping itu, di

dalam hubungannya dengan pemerintah serta Presiden sebagai panglima

tertinggi, resolusi itu menyatakan, bahwa korps Perwira TNI-AD akan

mematuhi segala keputusan yang diambil oleh pemerintah bersama-sama

93 Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 75.

Page 90: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

dengan Dwitunggal Sukarno-Hatta –bukan hanya cukup dengan presiden

sekalipun sebenarnya dia sebagai panglima tertinggi. Selain dari itu

konferensi menegaskan suatu pernyataan agar peristiwa 17 Oktober 1952

dianggap tidak pernah ada, dan meminta kepada pemerintah supaya sebelum

hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pemerintah

sudah memberi penyelesaian secara formal mengenai kejadian tersebut

dengan menyerahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan pemerintah.94

Masalah tersebut kemudian di deponir oleh pemerintah.

Keterlibatan militer dalam dunia politik pada era Demokrasi

Parlementer ditandai pula dengan program civic mission, menjiplak program

tentara Amerika. Konsep tersebut kemudian dalam praktiknya di Indonesia

disalahgunakan dan diplesetkan menjadi “nyivik”, yaitu kegiatan yang

semata-mata bersifat ekonomi, alias “ngobyek”.95

Civic berasal dari bahasa Inggris yang berarti having to do with city or

a citizen; civic berarti pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan

kepentingah umum dari suatu masyarakat atau warganya. Dilihat dari sisi

tugasnya, civic-mission adalah tugas atau program militer yang ditujukan

untuk membantu pekerjaan-pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan

kepentingan umum.96

Konsep “nyivik” merambah wilayah kegiatan ekonomi berskala besar,

ketika pemerintah melakukan nasionalisasi perusahan-perusahaan Belanda

94 Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 78. 95

Ikrar Nusa Bhakti, dkk., Tentara Mendamba Mitra: Hasil Penelitian LIPI tentang

Pasang Surut Keterlibatan ABRI dalam Kehidupan Kepartaian di Indonesia. (Bandung: Mizan,

1999), h. 71. 96

Sejarah TNI Jilid II 1950-1959. (Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, 2000), h. 171.

Page 91: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

pada tahun 1957. Dalam bidang sosial, “nyivik” menjadi bagian yang tak

terpisahkan dalam berbagai operasi militer menghadapi pemberontakan

kedaerahan, yang juga dilakukan oleh perwira daerah, seperti kasus

PRRI/Permesta dan sebagian perwira yang terlibat dalam kasus DI/TII.97

Kekuatan politik militer pada masa Demokrsasi Parlementer bisa

dikatakan dalam masa pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari upaya-upaya

militer dalam membubarkan Parlemen yang gagal total. Dari peristiwa 17

Oktober 1952 tersebut dapat dibuat beberapa kesimpulan: Pertama, para

perwira TNI tetap tidak menginginkan TNI bersikap apolitis; Kedua, para

perwira bertipe administrator tetap ingin berkompetisi dengan para politisi

sipil dalam mengatur negara; Ketiga, konflik internal di dalam TNI telah

menyebabkan terjadinya “Subyektif Civilian Control”; Keempat, TNI akan

mendukung setiap politisi, khususnya Menteri Pertahanan, yang memiliki

kebijakan pertahanan yang menguntungkan mereka, dan tidak menyukai

seorang Menteri Pertahanan yang lemah atau tidak memiliki visi mengenai

pertahanan dan keamanan; Kelima, upaya Parlemen dan Presiden untuk

campur tangan dalam kebijakan pertahanan dan organisasi kemiliteran,

menyebabkan TNI melakukan “kudeta” yang gagal pada 17 Oktober 1952

tersebut; Keenam, agar tidak dianggap kudeta militer, maka TNI

mengerahkan massa rakyat berdemonstrasi untuk memaksa presiden

membubarkan Parlemen. Demonstrasi tersebut merupakan awal dari bentuk

mobilisasi massa yang digerakkan dengan uang; Ketujuh, “kudeta” 17

97

Bhakti, Tentara Mendamba Mitra, h. 71.

Page 92: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Oktober 1952 itu gagal karena tidak mendapatkan dukungan penuh dari

kalangan dalam militer itu sendiri (kelompok PETA dan bekas Laskar-

laskar rakyat), tidak di dukung oleh partai-partai politik besar, dan masih

kuatnya legitimasi dan otoritas Sukarno di mata rakyat dan bahkan perwira

militer sendiri.

2. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)

Pada periode tahun 1957-1959 Tentara Nasional Indonesia melalui

Mayor Jendral A.H. Nasution sebagai KSAD, menitik beratkan tindakannya

untuk mengurangi, dan bahkan untuk menghilangkan kerapuhan politis yang

merupakan kelemahan paling fundamental yang ada pada TNI. Jendral

Nasution menitik beratkan usahanya untuk mendapatkan legitimasi atau

“dasar hukum” bagi TNI untuk melakukan peranan-peranan non militer

dalam hal ini peranan politik yang selama ini belum dimiliki TNI.

Hal ini kemudian mulai terakomodir ketika peranan Nasution dalam

memuluskan jalan bagi terciptanya demokrasi yang terpimpin oleh Sukarno

nampak jelas terlihat. Pada masa demokrasi terpimpin begitu besar peranan

Sukarno dan Nasution dalam memilih anggota kabinet baru, terutama

tindakan Nasution dalam menerapkan idea middle way-nya di tingkat atas.

Beberapa perwira militer berhasil diangkat menjadi menteri serta beberapa

orang dari partai IPKI (partai yang punya hubungan erat dan merupakan

kepercayaan kepentingan TNI-AD, yang dibentuk pada tahun 1954 oleh

Nasution). Walaupun Sukarno dengan baik juga dapat memasukkan

Page 93: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

beberapa menteri sayap kiri (pro komunis), tetapi Nasution berhasil

mencegah masuknya PKI ke dalam formasi kabinet, dan programnya

banyak dipenuhi.98

Pada bulan Juli itu Presiden mengumumkan kabinetnya, yang terdiri

dari sembilan Menteri yang disebut “Menteri-menteri kabinet inti” dan 24

orang “Menteri Muda”. Dalam kabinet ini, 12 orang Menteri di antaranya

adalah dari golongan militer, dua orang menjadi “Menteri Kabinet Inti”.

Pada masa inilah untuk pertama kalinya, seorang menteri, dan yang lebih

penting lagi, seorang perwira tinggi TNI-AD yang masih melakukan tugas

kemiliterannya dengan aktif menjadi menteri pertahanan, yaitu Letnan

Jendral A.H. Nasution.

Namun ini tidak berarti bahwa perjalanan TNI dalam politik berjalan

mulus tanpa hambatan. Sukarno tidak ingin kemudian TNI yang menguasai

perpolitikan atau berada di belakangnya, tetapi dia menciptakan situasi

perimbangan antara militer dengan PKI. Pihak militerpun menyadari itu,

namun, melihat usia Sukarno yang lahir pada tahun 1901, maka umur para

perwira tinggi TNI adalah jauh lebih muda dari Sukarno; misalnya, Jendral

A.H. Nasution yang lahir tahun 1918, atau para perwira yang sebaya dengan

mayor Jendral Suharto yang lahir tahun 1920. mengingat faktor usia ini,

agaknya pimpinan TNI menganggap Sukarno tidak membahayakan

kepentingan jangka panjang TNI-AD. Karena hal-hal itu, TNI-AD tidak

mau melancarkan politik langsung konfrontasi dengan Presiden Sukarno,

98

Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 80.

Page 94: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

dan lebih bersifat mengimbangi belaka sejauh tidak merugikan posisi TNI.

99

Usaha TNI-AD dalam rangka strategi politiknya yang difokuskan pada

pengembangan dan peningkatan peranan golongan fungsional untuk

“melayani” politik Presiden Sukarno serta menandingi peranan Partai-partai

Politik dengan fokus untuk menghadapi PKI mempunyai tujuan utama

untuk memperkokoh legitimasi yang goyah bersama dengan dicabutnya

SOB (Staat Van Oorlog en Beleg): pemberlakuan darurat perang yang

membolehkan TNI mengambil tindakan apapun dan bagaimanpun

macamnya. Kalau sebelum perkembangan pada 1 Mei 1963, legitimasi

peranan politik TNI-AD sepenuhnya bersandar pada SOB, sedang statusnya

sebagai kekuatan politik golongan fungsional waktu itu hanya dipakai

sebagai reserve dalam kehidupan politik, maka pada masa sesudah

dihapusnya SOB ini TNI-AD menggunakan status golongan fungsional

sebagai landasan utama partisipasi politiknya. Usaha strategi TNI-AD ini,

ditinjau dari satu segi, tidak mendapat hambatan yang berat mengingat TNI-

AD dengan pimpinan Jendral Nasution telah lama perlahan-lahan giat

merintis peranan politik golongan fungsional sejak tahun 1958/1959 dan

yang kini menjadi pusat perhatian TNI-AD yaitu mengembangkan serta

meningkatkan posisi dan organisasi golongan fungsional sehingga perannya

akan mampu menandingi peranan partai politik, terutama PKI. 100

99

Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 81.

100 Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 138

Page 95: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Walaupun secara kasat mata sepak terjang militer dalam bidang non-

hankam telah nyata sejak awal berdirinya republik Indonesia, namun

keterlibatan militer dalam politik baru mendapat pengakuan secara resmi

ketika presiden Soekarno membentuk Dewan nasional pada 6 Mei 1957

berdasarkan Undang-Undang Darurat No. 7/1957,101 setelah peranan partai-

partai politik dilumpuhkan (dengan pengecualian PKI) dan Undang-Undang

Darurat diberlakukan (Staat Van Oorlog en Beleg: SOB), yaitu peraturan

negara dalam keadaan darurat perang.

Tujuan dibentuknya Dewan Nasional oleh Adnan Buyung Nasution

dilihat sebagai upaya Angkatan Darat untuk mengambil alih dan

mengembangkan ide perwakilan fungsional dan menganjurkan supaya UUD

1945 diberlakukan kembali. Cara tersebut membuka jalan bagi Demokrasi

Terpimpin sebagai alternatif kongkret terhadap pemerintahan konstitusional

yang sedang diusahakan konstituante.102

Pada tanggal 9 Juni 1957 Soekarno menyampaikan pidato yang

ditujukan baik kepada personil sipil maupun militer di Serang (Jawa Barat)

mengatakan bahwa Dewan Nasional mencakup person-person dari

golongan-golongan buruh, petani, intelegensia, seniman, kaum wanita,

orang-orang Kristen, Muslim, pengusaha nasional, personil Angkatan Darat,

Angkatan Udara, Angkatan Laut.103

101

Soebijono, Dwi Fungsi ABRI, h. 25. 102

Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi

Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959. (Jakarta: Grafiti, 1995), h. 418. 103

Leo Suryadinata, Golkar dan Militer: Studi tentang Budaya Politik. (Jakarta: LP3ES,

1992), h. 10-11.

Page 96: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Untuk memperjelas kedudukannya dalam Dewan nasional, Nasution

melakukan ceramah pada ulang tahun Akademi Militer Nasional di

Magelang tanggal 12 November 1958 yang dinamakan the army’s middle

way. Tujuan Nasution melakukan pidato agar kedudukan tentara yang

statusnya sebagai golongan fungsional menjadi jelas, yaitu membolehkan

keikutsertaan militer dalam pemerintahan dengan atau tanpa Undang-

Undang Darurat Bahaya Perang (SOB).104

Konsepsi Presiden105

dan Nasution yang menginginkan memasukkan

sebagai golongan fungsional dibahas dalam Dewan Nasional. Dalam banyak

pembahasan didapati bahwa konsepsi-konsepsi tersebut tidak dapat

dilaksanakan dengan Undang Undang Dasar Sementara, oleh karena itu

diusulkanlah agar UUD 1945 diberlakukan kembali. Usulan tersebut

kemudian diusulkan kepada Konstituante, namun dalam perdebatan-

perdebatan yang terjadi pada sidang-sidang konstituante ternyata usulan

tersebut mengalami jalan buntu. Kebuntuan yang menimpa Konstituante

menyebabkan sistem ketatanegaraan dinyatakan berada dalam keadaan

104

Muhaimin, Perkembangan Militer , h. 110-111. 105

Pokok-pokok isi konsepsi Presiden adalah:

1. Sistem politik Demokrasi Parlementer secara Barat tidak cocok dengan kepribadian

bangsa Indonesia, oleh karena itu harus diganti dengan sistem Demokrasi terpimpin.

2. Untuk pelaksanaan Demokrasi Terpimpin perlu dibentuk suatu Kabinet Gotong

Royong, yang anggotanya terdiri dari semua partai dan organisasi berdasarkan perimbangan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Konsepsi Presiden ini

mengetengahkan juga perlunya pembentukan “Kabinet Kaki Empat” yang

mengandung arti bahwa keempat partai besar yakni PNI, Masyumi, NU, dan PKI turut

serta di dalam kabinet untuk menciptakan kegotongroyongan nasional.

3. Pembentukan Dewan Nasional yang beranggotakan wakil-wakil partai dan golongan

fungsional dalam masyarakat. Dalam Nugroho Notosusanto (ed), Pejuang dan Prajurit, Konsepsi dan Implementasi Dwifungsi ABRI, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984),

h. 76.

Page 97: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

bahaya. Untuk mengatasi hal itu Presiden Soekarno dengan dukungan penuh

TNI mengeluarkan Dekrit untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945

pada tanggal 5 Juli 1959.106 Dengan diberlakukannya kembali UUD 1945,

maka peranan ABRI/TNI sebagai golongan fungsional/kekuatan sosial

politik memperoleh legitimasi konstitusional.

Era Demokrasi Terpimpin merupakan titik awal dari meluasnya

peranan militer di dalam sistem politik Indonesia.107

Demokrasi Terpimpin

dibangun atas dasar bangunan politik segi tiga yang menempatkan Soekarno

pada posisi puncak, dengan mengikat Partai Komunis Indonesia di sisi kiri

bawah dan TNI khususnya Angkatan Darat di kanan bawah.108

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memuat tiga hal pokok, antara lain: (1)

Pembubaran Konstituante, (2) Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945,

berlaku kembali dan (3) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya.109

Pada masa-masa setelah dekrit inilah keterlibatan militer beserta wakil-

wakilnya dalam politik dan lembaga politik meluas dengan cepat. Saat

Soekarno mengumumkan Kabinet Kerja pada 10 Juli 1959, sepertiga

menteri berasal dari militer, di mana duduk delapan perwira ABRI.110

106 Soebijono, Dwi Fungsi ABRI, h. 26. 107

Bhakti, Tentara Mendamba Mitra, h. 75. 108

Ikrar Nusa Bhakti, Militer dan Parlemen di Indonesia, dalam Panduan Parlemen

Indonesia, (Jakarta: Yayasan API, 2001), h. 202. 109

Soebijono, dkk., Dwi Fungsi ABRI: Perkembangan dan Peranannya dalam Kehidupan

Politik di Indonesia. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995), h. 25 110

Soebijono, Dwi Fungsi ABRI, h. 25

Page 98: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Nasution sendiri menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan sekaligus tetap

menjabat Kepala Staff Angkatan Darat. Juga, ketika Soekarno

mengumumkan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, pada 1960, 35

dari 283 anggotanya adalah anggota militer aktif.111

Demokrasi Terpimpin telah menempatkan Soekarno sebagai pemimpin

sentral dengan kekuasaan yang bersifat absolut. Dalam bahasa yang lain

Presiden menjadi penentu baik dan buruknya sebuah kebijakan. Namun

menurut Herbert Feith sesungguhnya pada masa awal Demokrasi Terpimpin

kekuasaan ada pada dua poros utama yaitu Presiden dan Angkatan Darat.112

Barulah setelah Presiden menyadari bahwa beliau membutuhkan satu lagi

kekuatan politik penyeimbang yang mampu menopang kekuasaannya, maka

Soekarno melabuhkan pilihannya kepada PKI yang memang memiliki

semboyan kebersamaan dan kegotongroyongan.

Seperti telah diungkap bahwa Sukarno dan Nasution memiliki

kepentingan yang sama dalam diberlakukannya Demokrasi Terpimpin.

Namun bulan madu Soekarno dan Nasution tak berlangsung lama, karena di

balik “kemesraan” itu sesungguhnya terkandung potensi konflik yang

melibatkan keduanya. Soekarno, yang semakin khawatir akan pertumbuhan

kekuatan militer, khususnya kekuatan Nasution, mencoba mengurangi

ketergantungannya kepada militer. Pada perkembangan selanjutnya

Soekarno terbukti berhasil mengkonsolidasikan kekuasaannya dengan

111

Bhakti, Tentara Mendamba Mitra, h. 77. 112

Herbert Feith, Tim PSH (Terj.), Soekarno dan Militer dalam Demokrasi Terpimpin.

(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 31.

Page 99: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

membuat posisi tentara semakin terdesak, dengan cara merapatkan diri dan

merangkul kalangan komunis, PKI.

Perselingkuhan politik Soekarno dengan PKI memunculkan keresahan

di benak TNI khususnya garis militer Nasution yang menilainya sebagai

suatu pengkhianatan, karena dengan posisi seperti ini tentunya akan

mengancam keberadaan tentara di dalam sistem pemerintahan. Tentara yang

semakin gelisah dengan manuver-manuver politik yang kian liar berupaya

pula melakukan langkah-langkah preventif guna menghadang laju

pergerakan kaum komunis Indonesia. Tidak dapat disangkal bahwa TNI AD

adalah lawan utama PKI.113

Sampai di sini setidaknya telah sedikit terjelaskan, pada saat awal

hubungan Presiden dengan TNI bersifat simbiosis mutualistik. Di satu pihak

Soekarno membutuhkan dukungan TNI dalam menggolkan ide Demokrasi

Terpimpin. Sedangkan di pihak yang lain, TNI memerlukan Soekarno demi

menjaga peluang TNI untuk terus bisa duduk di kursi pemerintahan. Namun

pada era selanjutnya, ketika Soekarno lebih menempatkan PKI pada posisi

istimewa, otomatis TNI pun meradang menyaksikan realitas politik yang

berkembang. Di tambah lagi dengan seringnya PKI melakukan intrik-intrik

politik yang tidak sungkan-sungkan melakukan penistaan terhadap TNI,

bahkan membunuh anggota TNI. Maka tak ada pilihan lain bagi TNI,

kecuali dengan melakukan perlawanan politik pula. Untuk melempangkan

niatnya ini, pada tahun 1964 TNI segera mengkonsolidasikan kekuatan-

113

Perseteruan antara tentara dengan PKI dapat dilihat secara jelas dalam Sejarah TNI

Jilid III 1960-1965, (Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, 2000), h. 101.

Page 100: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

kekuatan fungsional dalam sebuah wadah bersama, dengan nama Sekretariat

Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar).114

Pada akhirnya situasi ini

menciptakan ketegangan-ketegangan yang mengakibatkan posisi TNI vis a

vis Soekarno dan PKI.

Pertikaian politik TNI dan PKI mengalami puncaknya ketika terjadi

suatu peristiwa berdarah yang mengubah wajah sejarah perpolitikan

Indonesia modern secara drastis. Penculikan dan pembunuhan terhadap

tujuh perwira Angkatan Darat pada tanggal 30 September 1965 atau yang

dikenal sebagai peristiwa Gerakan 30 September (G30S) menjadi klimaks

atas permusuhan yang pada masa itu terjadi. Jenazah mereka di masukan ke

dalam sumur tua di daerah Lubang Buaya tempat latihan sukarelawan

Pemuda Rakyat dan Gerwani, yang merupakan organisasi underbow Partai

Komunis Indonesia. Maka tak heran jika penculikan para Jenderal tersebut

diidentikan sebagai upaya kup dari kekuatan PKI terhadap pemerintahan

yang tidak lagi kuat.

3. Masa Pemberontakan PKI (Gerakan 30 September)

Pergolakan yang di timbulkan “Gerakan 30 September” telah

menampilkan seorang Jendral yang sebelum meletusnya peristiwa itu

kurang dikenal dalam percaturan politik di Indonesia, seorang Jendral yang

hampir sepenuhnya memainkan kecakapannya di bidang militer melulu;

Mayor Jendral Suharto. Sedikitnya ada dua faktor pokok yang

114

Mengenai kelahiran Sekber Golkar bisa dilihat dalam Leo Suryadinata, Golkar dan

Militer: Studi tentang Budaya Politik (Jakarta: LP3ES, 1992), khususnya dalam Bab I.

Page 101: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

menggagalkan kudeta “Gerakan 30 September”. Pertama, anak buah Letnan

Kolonel Untung tidak berhasil menculik dan membinasakan Jendral A.H.

Nasution. Barangkali tidaklah amat mengganggu operasi selanjutnya dari

“Gerakan 30 September” kalau yang lolos dari usaha penculikan tersebut

bukan Jendral A.H. Nasution. Faktor kedua, para perencana dan pimpinan

“Gerakan 30 September” mengabaikan Jendral Suharto sebagai Panglima

Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) untuk

sekurang-kurangnya dinetralisirkan terlebih dahulu sebelum kudeta itu

dilancarkan. Suharto adalah seorang nasionalis yang kuat serta setia kepada

Jendral Ahmad Yani dan Nasution yang anti komunis.

Banyak penafsiran yang berkembang terhadap kudeta gagal tersebut.

Tjipta Lesmana dan Asvi Warman Adam seperti yang dikutip Abdul Fatah

menulis hampir sama mengenai peristiwa tersebut, antara lain:115

1) Cornell Paper dan Wertheim menyatakan, kudeta dilakukan oleh

kelompok Angkatan Darat (karena ada konflik internal Angkatan

Darat).

2) Manai Sophian, Oe Tjie Tat, dan dari pelengkap Nawaksara

(sembilan pokok pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno di

depan MPRS tanggal 22 Juni 1966) menyatakan bahwa G30S/PKI

merupakan sebuah konspirasi unsur-unsur nekolonialisme yang

berusaha menggagalkan revolusi Indonesia.

115

Abdoel Fatah, Demiliterisasi Tentara: Pasang Surut Politik Militer 1945-2004 (Yogyakarta:

LKiS, 2005), h. 124.

Page 102: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

3) Robinson berbicara tentang peran Amerika Serikat dalam

“memprovokasi” Angkatan Darat melakukan kudeta dan perannya

membangun rezim Soeharto.

4) Sedangkan Brackman dan Miroslav Fic menafsirkan bahwa kudeta

September 1965 merupakan persekongkolan komunis yang

melibatkan Presiden Soekarno.

Pada tanggal 1 Oktober pagi, setelah Jendral Suharto mendengar dan

menerima laporan tentang penculikan Ahmad Yani, Nasution, dan lain-

lainnya, dan kemudian mendengar siaran RRI jam 07.20, dia segera

mengambil inisiatif mengumpulkan Pimpinan Angkatan Darat ke

tangannya. Setelah dia berhasil mengadakan kontak dengan Angkatan Laut,

dan Angkatan Kepolisian, sebagai pimpinan sementara anggakatan darat

Jendral suharto mengeluarkan sebuah pengumuman yang disiarkan oleh

Departemen Angkatan Darat No. 002/Peng/Pus/1965 yang antara lain berisi,

bahwa angkatan darat, laut dan kepolisian telah sepakat untuk menumpas

perbuatan kontra revolusioner yang dilakukan “Gerakan 30 September”

adalah merupakan suatu coup terhadap Presiden dan terhadap pimpinan

tertinggi Angkatan Darat.

Setelah Suharto merebut RRI dan memberikan gambaran kepada rakyat

tentang perkembangan yang sedang berlangsung. Kemudian Suharto

beserta pimpinan lainnya membuat rencana untuk secepat mungkin

membebaskan pangkalan udara “Halim Perdanakusumah”. Masa setelah

jatuhnya “Halim Perdanakusumah” ke tangan Jendral Suharto pada tanggal

Page 103: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

2 Oktober, dua orang telah tampil memegang peranan utama dalam

kehidupan politik selanjutnya, yaitu Presiden Sukarno dan Panglima

Angkatan Darat (sementara) Jendral Suharto.

Pada tanggal 2 Oktober, Suharto menemui Presiden di Bogor,

pertemuan itulah yang pertamakalinya antara Presiden Sukarno dan Jendral

Suharto. Pertemuan yang dihadiri beberapa kalangan pejabat pemerintahan

dan militer itu berlangsung dalam suasan yang tegang akibat perbedaan

kebijakan dan tindakan yang telah diambil oleh Sukarno dan oleh Suharto

secara terpisah dan kontroversial dalam waktu yang bersamaan, yakni pada

tanggal 1 Oktober. Hal-hal yang kontras dari kedua pemimpin itu ialah:

a. Jendral Suharto mengutuk “Gerakan 30 September” yang dilakukan

Untung, yang menyebutnya sebagai suatu percobaan kudeta yang

kontra-revolusioner; sedang, Presiden Sukarno tidak menyebutnya

sama sekali sebagai suatu kudeta.

b. Presiden Sukarno memerintahkan kepada masing-masing angkatan

dalam ABRI agar kembali ke posnya masing-masing serta tetap

tinggal tenang; sedangkan Jendral Suharto menyebutkan bahwa telah

disepakati oleh Angkatan-angkatan Darat, laut, dan kepolisian untuk

menghancurkan “Gerakan 30 September”.

c. Presiden Sukarno mengumumkan, bahwa dia sendiri telah

mengambil pimpinan Angkatan Darat ke dalam tangannya, dengan

menunjuk Mayor Jendral Pranoto sebagai pimpinan TNI-AD guna

mengurusi tugas sehari-hari; sedang Mayor Jendral Suharto

Page 104: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

mengumumkan bahwa dia telah mengambil alih pimpinan Angkatan

Darat untuk sementara ke dalam tangannya. 116

Pada tanggal 4 Oktober 1965, timbul perkembangan yang merupakan

impetus pergolakan di dalam masyarakat dan kalangan politik, ialah

diketemukannya mayat keenam orang Jendral, serta perwira pertama yang

diculik dalam satu sumur kecil yang dalam di lubang buaya. Atas dorongan

Jendral Nasution, Jendral Suharto dengan baiknya mendramatisir tragedi

pembunuhan tersebut di mata rakyat dan kalangan elit.

Dengan terjadinya perkembangan kejadiaan itu, maka Angkatan Darat

(TNI-AD) telah dipandang sebagai “Pelindung Bangsa” , “Penyelamat

Negara” oleh kekuatan yang anti-komunis, sedang oleh keolmpok yang pro

komunis TNI-AD dipandang sebagai pengancam keselamatan yang

sewaktu-waktu akan mengahabisi hidupnya. Dan sejak saat itu TNI-AD

meraih suatu posisi baru menjadi satu pusat perhatian nasional, dan TNI-AD

menerimanya dengan kaget sekali. Posisi tersebut ternyata justru jatuh ke

tangan Mayor Jendral Suharto, seorang politisi Muallaf yang belum

seminggu memasuki arena politik . karena itu untuk mengimbangi situasi

baru tersebut, Suharto dengan Nasution- bertindak dalam bentuk

memelihara keamanan, mempertahankan negara, dan berusaha menciptakan

status quo baru dengan memandang PKI sebagai musuh negara. Posisi TNI-

AD ini semakin kuat setelah pada tanggal 16 Oktober Mayor Jendral

Suharto diangkat menjadi Menteri Panglima Angkatan Darat secara resmi

116 Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 195.

Page 105: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

oleh Presiden, sementara Jendral Nasution tetap Menteri koordinator Bidang

Pertahanan Dan Keamanan.

Tindakan Jendral Suharto sesudah menguasai situasi Jakarta, ialah

mengatasi daerah luar Jakarta, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Teristimewa daerah Jawa Timur dimana Aidit telah dipastikan bersembunyi

di sekitar Surakarta, daerah ini disamping merupakan basis kekuatan massa

pro-PKI dan PKI, juga banyak kesatuan dari Divisi “Diponegoro” yang

telah jatuh kedalam pengaruh “Gerakan 30 September” .117

Peranan Presiden Sukarno sebenarnya telah berkurang banyak dengan

digagalkannya Gerakan 30 September oleh Jendral Suharto. Gagalnya

gerakan 30 September bererti rontoknya perimbangan kekuatan politik

antara TNI-AD dan PKI yang telah lama dipertahankan dan diciptakan oleh

Presiden Sukarno. Pada tanggal 8 Oktober, terjadilah demonstrasi besar di

Jakarta yang disponsori oleh kalangan pemuda islam dengan teriakan

menuntut dibubarkannya PKI, serta dengan poster “hancurkan PKI” ,

“bunuh Aidit”.

Presiden sukarno menanggapi demonstran anti-PKI itu dengan keras

sekali. Dia menganggap perbuatan itu sebagai usaha yang dikendalikan

kaum imperialis untuk mebelokkan revolusi Indonesia ke “kanan”. Gerakan

Sukarno untuk membangun kembali image kepemimpinannya dilakukannya

dengan gencar, ia pun berkampanye bahwa PKI tidak bersalah,118

tidak ada

kaitannya dengan gerakan 30 September. Hal ini tentu membahayakan bagi

117

Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 195. 118

Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967, (Jakarta: LP3ES, 1982), h.

390.

Page 106: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

masa depan politik TNI-AD, maka. TNI-AD mencoba melawan gerakan –

gerakan Sukarno (dengan tidak secara terang-terangan) dengan memobilsasi

massa mahasiswa yang membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa

Indonesia) yang dengan giat melakukan aksi demonstrasi menuntut di

bebarkannya PKI.. setelah KAMI dibubarkan oleh pemerintah kemudian

terbentuk kembali KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia)

dengan tujuan yang sama dengan KAMI.

Melihat perkembangan yang semakin eksplosif ini, TNI-AD nampak

belum mau secara terbuka membela ex-KAMI-KAPPI dalam

pertarungannya melawan Presiden Sukarno. Ini berarti kelompok Angkatan

Darat belum mau melakukan konfrontasi langsung dalam pergulatannya

dengan Presiden Sukarno. Tetapi tindakan-tindakan Sukarno terhadap para

demonstran yang menentangnya, dan aksi-aksi demonstran ex-KAMI-

KAPPI yang telah mempengaruhi kaum political elit dan orang-orang

berpengaruh di Jakarta, memaksa TNI-AD untuk mengambil langkah baru

mulai awal Maret ini dengan melakukan tekanan-tekanan langsung terhadap

Presiden, yang akan dilakukan pada tanggal 12 maret, yaitu hari dimana

presiden Sukarno akan melakukan sidang dengan para Pimpinan Militer

termasuk para Panglima Daerah Militer.

Untuk mengatasi situasi yang sangat kacau akhirnya pada tanggal 11

Maret, sesuai dengan rencananya, Presiden mengetuai sidang Kabinetnya

dengan 100 orang Menteri, tetapi Menteri Pangad Jendral Suharto tidak

menghadirinya karena “sakit”. Beberapa saat setelah sidang berlangsung,

Page 107: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

pada jam 11.30, Presiden menerima surat dari pengawalnya, Jendral Sabur,

yang memberitahukan kepdanya bahwa “Pasukan tidak dikenal” telah

mengepung istana dan sedang memasuki komplek istana. Setelah dibacanya

Presiden dengan buru-buru meninggalkan ruang sidang, langsung terbang ke

Bogor bersama Subandrio dan Khaerul saleh.119

Suharto segera mengirim tiga Jendral ke Bogor, yaitu Basuki Rahmat,

Muhammad Yusuf dan Amir Mahmud. Mereka berhasil menemui Presiden,

ketiga Jendral tersebut memperingati Presiden, bahwa “Presiden tidak

mempunyai grip lagi kepada situasi” yang sedang berkembang di Jakarta

khususnya. Setelah dilangsungkan pembicaraan antara ketiga Perwira

Tinggi Angkatan Darat tersebut dengan Presiden yang didampingi oleh

ketiga Waperdamnya –Subandrio, Leimena dan Khaerul Saleh- Presiden

menandatangani “konsep” Surat Perintah. Surat perintah Presiden yang

kemudain terkenal dengan nama “Surat Perintah Sebelas Maret” itu, antara

lain berisi “memutuskan dan memerintahkan kepada Letnan Jendral

Suharto, Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk atas nama Presiden,

mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya

keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan”.

Dikeluarkannya sebuah “Surat Perintah” dari Presiden Sukarno kepada

Menteri Panglima Angkatan Darat, Jendral Suharto, pada tanggal 11 maret

1966, yang kemudian terkenal dengan sebutan “Surat Perintah Sebelas

Maret” , mengandung arti yang penting dalam sejarah politik kehidupan

119 Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 213.

Page 108: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

bangsa Indonesia, terutama penting bagi TNI-AD dalam huibungannya

dengan sumber legitimasi peranan politik yang dimainkannya. Surat

perintah itu pula yang mengakhiri showdown antara Presiden Sukarno

melawan Angkatan Darat.120

Peristiwa itu juga menjadi awal dimulai dominasi militer dalam

perpolitikan bangsa ini, tidak tanggung-tanggung, rezim militer pimpinan

Suharto bertahan selama 32 tahun. Tentu bukan waktu yang singkat, untuk

merasakan tampuk kekuasaann, sehingga militer merajalela di setiap

lembaga dan lini kehidupan masyarakat.

B. Kekuatan Politik Militer Pada Masa Orde Baru

Sejarah keterlibatan militer dalam politik diawali pada akhir

pemerintahan Soekarno dan semakin begitu mendominasi kehidupan politik

ketika Soeharto mengambil alih pemerintahan yang kemudian berlangsung

selama 32 tahun. Orde Baru tampil dengan mengedepankan dominasi militer

dalam kehidupan politik yang berimplikasi terhadap reperesivitas dan

berbagai bentuk kekerasan politik lainnya. Suasana politik yang represif

dimana suara kritis dibungkam, peran dan fungsi lembaga - lembaga politik

tidak berjalan dengan semestinya serta hukum yang dijalankan berdasarkan

like or dislike, telah menjadi prototipe bagi perjalanan pemerintahan Orde

Baru yang militeristik. Richard Tanter, seorang Pengamat politik militer dari

AS, menilai bahwa Indonesia dibawah Soeharto telah menjadi negara intel.

120 Muhaimin, Perkembangan Militer, h. 211.

Page 109: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Model operasinya, Tanter menyimpulkan bahwa jangan ambil resiko dan

hantam selalu dari belakang. Tanter beranggapan bahwa penggunaan teror

yang dilakukan oleh aparat militer dipandang paling efektif. Represif militer

hanya menimbulkan kebiadaban dan berbagai bentuk kekerasan politik yang

intinya adalah diluar batas kemanusiaan.

Kehancuran sistem Demokrasi Terpimpin yang terjadi setelah bencana

yang menyertai percobaan kudeta di tahun 1965 –diikuti oleh tersingkirnya

PKI dan jatuhnya Soekarno– telah menempatkan Angkatan Darat sebagai

kekuatan politik yang dominan.121

Melalui ketetapan MPRS No.

XXIV/MPRS/1966, pada masa permulaan Orba dengan tandas meletakkan

posisi ABRI pada “kedudukan ABRI adalah sebagai alat revolusi dan alat

negara yang dalam pelaksanaannya menggunakan sistem persenjataan fisik

teknologis dan sistem persenjataan sosial politik”.122

1. Dwi Fungsi ABRI

Sejarah kekuasaan Orde Baru adalah sejarah neo-fasisme (militer),

yaitu suatu pemerintahan yang dibangun dengan cara mengandalkan

elitisme, irasionalisme, nasionalisme dan korporatisme. Ciri dari

Pemerintahan neo-fasisme militer ini adalah mengandalkan kekuatan militer

untuk menghancurkan organisasi-organisasi massa (kekuatan sipil) dan

121

Harold Crouch, Militer dan Politik Di Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999),

h. 15. 122

Cholisin, Militer dan Gerakan Prodemokrasi, Studi Analisis tentang Respons Militer

terhadap Gerakan Prodemokrasi di Indonesia (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002), hal. 11.

Page 110: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

menghilangkan semua gerakan militan123

. Bibit-bibitnya telah muncul sejak

masa Demokrasi Terpimpin, dan diaplikasikan "nyaris" sempurna pada

masa Orde Baru. Meskipun ketetapan bahwa Tentara Nasional Indonesia

(TNI) sebagai kekuatan sosial baru dikukuhkan pada tahun 1982, yaitu

melalui UU No. 20/1982, namun prakteknya peran sosial-politik TNI telah

berjalan sejak tahun 1960-an. Terutama, sejak Soeharto berkuasa pada tahun

1966, peran sosial-politik TNI semakin membesar. Peran sosial-politik TNI

ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan "dwi fungsi ABRI/TNI".

Konsep dwi fungsi TNI pertama kali dilontarkan oleh Abdul Haris

Nasution pada peringatan ulang tahun Akademi Militer Nasional (AMN)

pada 12 November 1958 di Magelang, dan istilah "dwi fungsi"

diperkenalkan kemudian pada rapat pimpinan Polri di Porong tahun 1960.

Dwi fungsi merupakan istilah untuk menyebut dua peran militer, yaitu

fungsi tempur dan fungsi "pembina wilayah" atau pembina masyarakat124 .

Nasution menganggap bahwa, "TNI bukan sekedar sebagai alat sipil

sebagaimana terjadi di negara-negara Barat dan bukan pula sebagai rezim

militer yang memegang kekuasaan negara. Dwi fungsi merupakan kekuatan

sosial, kekuatan rakyat yang bahu-membahu dengan kekuatan rakyat

lainnya".

Mayor Jendral Nasution, meski berasal dari kalangan militer yang

netral, pada tahun 1965 merumuskan sebuah konsep yang dia namai “Jalan

Tengah”. Dalam seminar pertama yang diselenggarakan pada April 1965,

123

Iswandi, Bisnis Militer Orde Baru, (Bandung: Rosda Karya, 1998), h. 61 124

AH. Nasution, Konsistensi TNI dalam Pasang Surut Republik, Catatan dan Pemikiran

Jenderal Besar A.H. Nasution, (Jakarta: Komite Penegak Keadilan dan Kebenaran, 2001), h. 3

Page 111: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

tentara mencetuskan suatu doktrin yang menyatakan bahwa angkatan

bersenjata memiliki peran rangkap, yaitu sebagai “kekuatan militer” dan

“kekuatan sosial-politik”. Sebagai kekuatan “sosial-politik”, kegiatan tentara

meliputi bidang-bidang: “ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya dan

keagamaan.”

Peran rangkap militer ini, walau belum tercetuskan secara resmi, sering

dijadikan alasan untuk meraih kendali kekuasaan ke tangan mereka,

terutama ketika sistem pemerintahan sedang mengalami kemerosotan.

Konflik-konflik yang terjadi di masa Demokrasi Terpimpin, seperti

“Peristiwa Madiun”, membuat tentara menyadari peran ekstrem mereka.

Perkawinan antara kalangan militer netral yang lebih terdidik dengan

kalangan militer yang haus kekuasaan seperti Soeharto, sekurangnya dalam

ruang lingkup yang paling dominan di dalam TNI, berhasil meredam

perpecahan lebih jauh di kalangan militer Indonesia yang pada waktu itu

terbagi-bagi menjadi divisi-divisi kecil yang memegang ideologi politik

tertentu. Setiap konflik yang terjadi membuat militer memiliki alasan untuk

memberlakukan situasi darurat, kemudian menuai kendali-kendali politik

dan ekonomi setelah konflik berhasil diredam.

Dwi fungsi ABRI adalah satu point penting yang memungkinkan ABRI

memasuki hampir seluruh lapangan kehidupan, bukan saja sebagai aparat

pertahanan dan keamanan, melainkan juga sebagai kekuatan sosial politik.

Page 112: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Dwifungsi ABRI menurut Soebiyanto adalah:125

“Bahwa ABRI itu

mempunyai dua fungsi, adalah sebagai kekuatan hankam, maka ABRI

merupakan aparatur negara dan bangsa terhadap serangan/ancaman/bahaya

yang datang dari luar maupun dari dalam negeri. Dalam fungsinya sebagai

kekuatan sosial ABRI, merupakan salah satu golongan karya yang ikut

secara aktif dalam segala usaha dan kegiatan masyarakat dan negara di

semua bidang dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Sebagai aparatur

negara ABRI menegakkan dan membela negara, sebagai golongan karya

ABRI mengisi dan membangun negara”.

Dwi fungsi TNI ini muncul sebagai refleksi atas pengalaman politik

masa sebelumnya. Sebelum tahun 1952, hampir semua keputusan-keputusan

politik ditentukan oleh politisi sipil, sementara campur tangan militer di

politik sangat minim dan tidak signifikan. Akibatnya, keberadaan militer

menjadi bergantung kepada kemauan politisi sipil. Ketika Kabinet Wilopo

melakukan berbagai penghematan dalam anggaran dan belanja negara,

termasuk memperkecil anggaran di sektor pertahanan, Menteri Pertahanan

Sri Sultan Hamengkubuwono IX melakukan rasionalisasi organisasi TNI.

Akibatnya, sekitar 80.000 anggota militer terancam di-demobilisasi.

Kompleksitas persoalan dan konflik politik saat itu, telah menyebabkan

militer melakukan kudeta pada 17 Oktober 1952. Terdapat dua kelompok

militer (AD) yang bertikai: yaitu kelompok yang setuju perubahan

organisasi, dan kelompok yang tidak setuju perubahan. Rumor bahwa

125

Soebiyanto, Catatan-catatan tentang Dwifungsi dan kekaryaan ABRI, dalam Diktat

Kursus Pembinaan Mental ABRI. (Dephankam: Pusat pembinaan mental ABRI, 1976), h. 4-8.

Page 113: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

kelompok yang akan terkena demobilisasi adalah laskar-laskar rakyat telah

mempertajam konflik, karena laskar rakyat merupakan underbouw partai-

partai politik, seperti Masyumi, PNI, PKI, PSI dan Murba. Akibatnya

konflik tersebut berubah menjadi konflik politik di parlemen. Partai-partai

kiri seperti Partai Murba, Partai Buruh dan PKI menyatakan mosi tidak

percaya terhadap pemerintah, dalam hal ini Kementrian Pertahanan dan

Angkatan Perang. Di sisi lain, partai-partai kanan seperti Masyumi dan

Partai Katolik melakukan counter motion untuk mengakhiri penggunaan

Misi Militer Belanda dan setuju untuk melanjutkan demobilisasi.

Pada 28 Juli 1952 parlemen mengadakan serangkaian sidang yang

membahas persoalan-persoalan Kementrian Pertahanan dan Angkatan

Perang, khususnya persoalan internal TNI AD. Namun pimpinan TNI AD

menganggap bahwa debat tersebut telah membuka aib TNI AD. Sehingga,

para pimpinan TNI AD, terutama yang berhaluan kanan marah karena

menganggap para politisi sipil telah mencampuri urusan internal TNI AD.

Meskipun Sukarno berhasil menggagalkan kudeta, namun militer

berhasil mendapatkan bargaining position di arena politik nasional. Pada

tahun 1957, terjadi pemberontakan di beberapa daerah, sehingga peran

militer semakin dibutuhkan, dan sejak saat itu, perannya semakin besar pula

di bidang politik.

Satu-satunya kelompok sipil yang kritis terhadap militer AD hanyalah

Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah pemberangusan partai-partai

politik di awal tahun 1960-an, kekuatan politik nasional hanya terdiri dari

Page 114: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

tiga, yaitu Sukarno, PKI dan militer (AD). Antara PKI dan TNI saling

bersaing dan melakukan "manuver" untuk menarik perhatian Sukarno. Sejak

tahun 1963, peristiwa demi peristiwa telah mempengaruhi dinamika

hubungan segitiga kekuasaan tersebut. Sebagai misal, pergantian KSAD dari

Nasution kepada Ahmad Yani pada Juni 1962, pencabutan Undang-undang

Keadaan Bahaya (SOB) pada November 1962, dianggap telah

menguntungkan PKI. Perihal diangkatnya Yani tersebut dianggap sebagai

kemunduran serius bagi kelompok Nasution yang mendukung militer

sebagai kekuatan politik yang utuh. Setelah dilantik sebagai KSAD, A. Yani

segera mengganti sejumlah Panglima daerah yang berani menentang

Sukarno dengan isu-isu komunis126

.

Tetapi, ketika Maret 1963 terjadi kerusuhan anti-Cina di Jawa Barat

pada saat Sukarno berkunjung ke Cina, kelompok AD dinggap berhasil

mempermalukan Sukarno dan sekaligus memperlemah PKI. Kerusuhan

tersebut disinyalir sengaja dilakukan oleh militer karena pada saat itu

sejumlah komandan militer setempat terlihat bekerjasama dengan para

perusuh127

.

Kemudian, pada tahun 1965, terjadi peristiwa kontroversial "G-30-S",

yang tidak saja mematikan gerakan PKI di Indonesia, tetapi juga

merubuhkan kekuasaan politik Sukarno. Sehingga, militer menjadi satu-

satunya pemenang, dan segeralah babak Orde Baru dimulai. Sejak saat itu,

126

Herbert Feith, Soekarno dan Militer, dalam Demokrasi Terpimpin, cet. kedua,

(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2001), h. 136-137 127 Feith, Soekarno dan Militer, h. 138

Page 115: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

militer mendominasi hampir di seluruh bidang sosial, politik dan ekonomi

nasional.

Agar keberadaan militer di bidang sosial-politik diakui, maka

pemerintah militer Orde Baru melakukan langkah-langkah yuridis sebagai

berikut: (1) memasukkan dwi fungsi ABRI dalam GBHN tentang ABRI

sebagai modal dasar pembangunan; (2) UU No. 20/1982 tentang Pokok-

pokok Hankam Negara; (3) UU No. 2/1988; dan (4) UU No. 1/1989. Dua

produk UU yang terakhir merupakan penyempurnaan dari produk UU

sebelumnya.

Setidak-tidaknya, terdapat tiga peran militer pada masa Orde Baru yang

berakibat buruk bagi kehidupan demokrasi. Pertama adalah menempati

jabatan-jabatan politis seperti menteri, gubernur, bupati, anggota Golkar dan

duduk mewakilinya dirinya di DPR. Misalnya, pada tahun 1966, anggota

militer yang menjadi menteri sebanyak 12 orang dari 27 anggota kabinet

dan 11 anggota militer yang menempati jabatan strategis di departemen-

departemen urusan sipil. Di DPR, sebanyak 75 anggota militer duduk

mewakili militer. Di tingkat daerah, pada tahun 1968, sebanyak 68%

gubernur dijabat oleh anggota militer, dan 92% pada tahun 1970.

Sementara, pada tahun 1968, terdapat sebanyak 59% bupati di Indonesia

berasal dari anggota militer. Kemudian pada tahun 1973, jumlah militer

yang menjadi menteri sebanyak 13 orang; sebanyak 400 anggota militer

dikaryakan di tingkat pusat, dan 22 dari 27 gubernur di Indonesia dijabat

oleh militer. Hingga tahun 1982, sebanyak 89% jabatan-jabatan strategis di

Page 116: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

tingkat pusat yang berkaitan dengan persoalan sipil dijabat oleh anggota

militer. Kemudian paska pemilu 1987, sebanyak 80% anggota DPR dari

Fraksi ABRI dan sebanyak 34 perwira senior menjadi anggota DPR melalui

Fraksi Golkar. Kemudian, 120 anggota militer terpilih sebagai pimpinan

Golkar daerah dan hampir 70% wakil daerah dalam kongres nasional Golkar

berasal di militer. Jumlah fraksi ABRI di DPR juga meningkat dari 75

menjadi 100. Kenaikan ini dianggap tidak layak, karena jumlah ABRI hanya

500.000 orang (0,3% dari jumlah penduduk Indonesia) tetapi mendapatkan

kursi 20% di parlemen128

.

Banyaknya anggota militer yang duduk di parlemen telah

mempengaruhi keputusan-keputusan yang dibuat oleh DPR. Misalnya,

pengalaman masa kerja DPR dari 1971-1977 dan 1977-1982, Fraksi ABRI

terlihat paling keras menentang penggunaan hak interpelasi dan angket pada

kasus korupsi di Pertamina yang diusulkan oleh F-PP dan F-DI129. Sikap

yang sama juga ditunjukkan oleh F-ABRI dalam menolak usulan

penggunaan hak angket pada kasus pembunuhan massal di Tanjung Priok.

Kedua adalah menghegemoni kekuatan-kekuatan sipil. Contoh yang

paling mencolok pada kasus ini adalah pembentukan Ikatan Cendekiawan

Muslim Indonesia (ICMI), yang dapat diartikan sebagai salah satu upaya

"mengendalikan" kekuatan intelektual melalui sebuah lembaga. Hal ini

128

Cholisin, Militer dan Gerakan Prodemokrasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), h.

23

129

Muchtar Pakpahan, DPR RI Semasa Orde Baru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

1994), h. 159

Page 117: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

bertentangan dengan hakikat cendekiawan yang berpikiran bebas dan

kreatif, tetapi diikat dalam suatu wadah yang bersifat ideologis.

Sebelumnya, militer selalu menganggap bahwa intelektual Indonesia terlalu

"bias Barat". Dengan kelahiran ICMI, diharapkan intelektual tidak lagi "bias

Barat", tetapi lebih "bersahabat" dengan militer. Contoh lain terjadi pada

Maret 1997, di mana Kassospol ABRI, Letjen Syarwan Hamid

mengumpulkan para guru besar dari seluruh Indonesia di Bogor. Tujuan dari

pengumpulan para profesor tersebut adalah untuk "memberi informasi"

mengenai bahaya Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan bangkitnya

komunisme baru. Rejim militer Orde Baru menganggap bahwa PRD

dianggap berbahaya selain karena beraliran kiri dan diasosiasikan dengan

komunis dan PKI, PRD juga dituduh sebagai dalang kerusuhan peristiwa 27

Juli 1996.

Militer mendikotomikan antara Barat dan Timur secara oposisional.

Barat adalah sesuatu yang berbau asing, sekular dan sangat bertentangan

dengan Timur yang relijius dan menjunjung tinggi kesantunan. Oleh karena

itu, untuk melihat Indonesia maka tidak dapat dipahami dengan kerangka

struktural Barat yang liberal. Hal tersebut juga berlaku untuk melihat

kedudukan militer di Indonesia. Dalam menghadapi berbagai persoalan,

termasuk isu demokratisasi dan hak asasi manusia, militer selalu

mendefinisikan bahwa Indonesia memiliki keunikan tersendiri sehingga

memerlukan penanganan sendiri seusai dengan kepentingan militer.

Page 118: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Ketiga adalah melakukan tindakan-tindakan represif terhadap rakyat.

Beberapa kasus yang terjadi pada masa ini adalah: Orde Baru melakukan

pembunuhan terhadap ratusan ribu anggota PKI dan pendukung Sukarno,

serta memenjarakan ribuan lainnya tanpa proses pengadilan (1966-1971),

pembunuhan massal terhadap anggota kelompok Islam di Tanjung Priok

(1984); kasus tanah petani di Jenggawah (1989); pelaksanaan operasi militer

di Aceh (1989-1999), Timor Lorosae (1980-199) dan Papua (1960-an-199);

penggusuran dan intimidasi penduduk di Kedung Ombo, Jawa Tengah

(1989); penembakan penduduk di sekitar waduk Nipah, Madura (1993),

intimidasi terhadap pendukung non-Golkar menjelang setiap pemilu (1971,

1977, 1982, 1987, 1992, 1987), penyerangan terhadap kantor PDI (1996),

penculikan aktivis pro demokrasi (1997), penembakan empat mahasiswa

Trisakti (1998), tragedi Semanggi (1998) dan masih banyak lagi peristiwa-

peristiwa lainnya, yang karena terjadi di wilayah pedalaman dan jumlah

korbannya sedikit sehingga tidak diberitakan secara luas130.

Terdapat dua penjelasan mengapa militer banyak terlibat dalam kasus

kekerasan di Indonesia. Pertama, karena pada dasarnya militer memang

tidak dilatih untuk melindungi rakyat. Semua prajurit adalah dilatih untuk

menyerang, membunuh dan menghancurkan lawan. Dalam pendidikan

militer selalu ditekankan untuk merangsang insting kebuasannya. Begitu

juga, teknologi yang dikembangkan oleh militer adalah lebih banyak untuk

130

Mashudi Noorsalim, "Involvement of the Indonesian Military in Human Rights

Violations", makalah dipresentasikan pada South East Asian Advanced Programme on Human

Rights yang diselenggarakan oleh Office of Human Rights Studies and Social Development,

Faculty of Graduate Studies, Mahidol University – Thailand, Maret 17-28, 2003.

Page 119: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

menyerang, membunuh dan menghancurkan lawan. Kedua, adalah doktrin

pertahanan dan keamanan yang menekankan perang gerilya yang

menggunakan rakyat sipil sebagai bumper. Dalam doktrin yang disebut

Sishankamrata (sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta) tersebut

tidak membedakan antara militer (combatans) dan penduduk sipil.

Sehingga, penduduk sipil yang dianggap tidak membela militer dianggap

musuh yang perlu dibunuh.

ABRI telah menjadikan perannya berdwifungsi itu sebagai senjata

utama untuk mematikan segala bentuk kehidupan yang demokratis. Dalam

posisi seperti itu, ABRI (TNI AD) menjadi satu-satunya institusi politik

yang berkuasa dan dapat mengatur sendiri seluruh kehidupan masyarakat.

Lebih jauh, Daniel S. Lev menuliskan bahwa dwi-fungsi ABRI bukan saja

memonopoli politik dan makna politik tetapi juga menyumbang secara luar

biasa bagi kerusakan kelembagaan kenegaraan, karena seluruh lembaga

negara diposisikan berada dibawah kekuasaan institusi militer.

Bibit dari perluasan penguasaan muncul sejak masa paska

kemerdekaan. Misalnya penolakan Jenderal Sudirman terhadap rencana

pembentukan staf pendidikan untuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat)

dibawah kementerian Pertahanan, pada januari 1946. Alasannya kekuatan

militer adalah kekuatan politik, dan militer pecaya bahwa mereka harus

menjadi pemimpin Indonesia.131

131

Peter Britton, Profesionalisme Dan Ideologi Militer Indonesia,(Jakarta:LP3ES, 1996),

h. 53-56

Page 120: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Sementara Perluasaan penguasaan militer terhadap seluruh lembaga

kenegaraan sejak 1965 paska G30S, Soeharto mengembangkan apa yang

saat ini dikenal sebagai komando teritorial.132 Disamping pengembangan

kekuasaan territorial juga dibangun jaringan intelijen secara ekstra yaitu

melalui Kopkamtib dan BAKIN. Kekuasaan teritorial dan peranan

dwifungsi itu membentang mulai dari pusat sampai ke-jajaran desa. Boleh

dikatakan bahwa kekuasaan teritorial itu menandingi kekuasaan birokrasi

sipil dan dalam beberapa kasus bisa mengatasinya.

Hal itu terjadi karena seluruh jajaran birokrasi sipil itu tak luput pula

dikuasai oleh para perwira militer, baik yang aktif maupun purnawirawan.

Akibatnya otonomi lembaga pemerintahan menjadi kerdil, termasuk

Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung,133

Peter Britton dalam bukunya

Profesionalisme Dan Ideologi Militer Indonesia lebih tegas

mengungkapkan;134

“...bagian teritorial dari Angkatan Darat memastikan kehadirannya

disetiap kota dan di sementara daerah, di setiap daerah, di setiap desa

dengan tugas memelihara keamanan, mengawasi kegiatan-kegiatan

aparat pemerintahan sipil dan bertindak sebagai pengawas-pengawas

politik. Para perwira militer, baik yang masih aktif maupun yang sudah

pensiun, semakin banyak yang beralih kepada kedudukan-kedudukan

penting sebagai pejabat-pejabat pemerintah. Pemerintah daerah,

pemerintah pusat dan industri, semuanya menjadi berada dibawah

pengendalian AD”.

Geliat militer dalam perpolitikan tidak terjadi secara alami, tetapi

merupakan konsekuensi sejarah sejak lahirnya tentara Indonesia. Mentalitas

132

Daniel S. Lev, “ ABRI dan Politik: Politik dan ABRI,” dalam Diponegaro 74, Jurnal

HAM dan Demokrasi, No.7/III/April 1999, YLBHI, h. 10-11. 133

Daniel S. Lev, “ ABRI dan Politik: Politik dan ABRI,” h. 11 134

Peter Britton, Profesionalisme Dan Ideologi Militer Indonesia, LP3ES,

Jakarta, 1996. h. 126

Page 121: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

umum tentara Indonesia sebelum maupun setelah kemerdekaan adalah peran

langsungnya dalam perpolitikan. Harold Crouch mencatat, “dalam masa

revolusi tahun 1945 sampai 1949, tentara terlibat di dalam perjuangan

kemerdekaan di mana tindakan politik dan militer saling menjalin tak

terpisahkan.”

Adapun dua arus gerakan militer di masa itu adalah: yang berpendirian

netral dalam urusan politik, dan yang tidak sungkan-sungkan untuk terlibat

dalam perpolitikan. Pimpinan-pimpinan militer non-politis kebanyakan

berasal dari kalangan kaum berpunya Indonesia yang lulus dari akademi

kemiliteran di Belanda. Sementara yang kedua, yang menganggap bahwa

militer harus secara langsung mempengaruhi jalannya pemerintahan, berasal

dari divisi-divisi tentara lokal yang cenderung memiliki pengikut

berdasarkan ideologi politik dan daerah divisi tersebut berasal.

Sejak Pemerintahan Orde Baru, keterlibatan militer dalam berbagai

keidupan non - militer telah merupakan sebuah keniscayaan. Baik melalui

doktrin peran sosial politik ABRI maupun ketentuan perundangan yang

mendasarinya, sampai ke implementasi strukturalnya, kehadiran ABRI

dalam berbagai kehidupan telah menjadi tak terpisahkan dari perjalanan

Republik ini. Dalam pemikiran William Liddle, pelembagaan Dwifungsi

ABRI di era Soeharto merupakan bagian dari pelembagaan Piramida Orde

Baru yang mencakup seorang Presiden dengan kekuasaan yang sangat

dominan, angkatan bersenjata yang sangat aktif berpolitik, proses decision

making yang berpusat pada birokrasi, dan pola hubungan state - society

Page 122: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

yang mengkombinasikan kooptasi responsivitas dengan represi. Fenomena

tersebut kemudian menimbulkan keraguan masyarakat akan efektivitas

konsep Dwifungsi ABRI.

Dekonstruksi dan kaji ulang terhadap konsep Dwifungsi ABRI

merupkan kebutuhan politik yang mendesak disaat angin reformasi sedang

berhembus. Ketika masyarakat mulai sepakat mendefinisikan reformasi

sebagai redemokratisasi, muncul beberapa pertanyaan akan posisi ABRI

dalam proses reformasi serta bagaiman seandainya ABRI mempertahankan

status quo. Beberapa pemikiran kemudian muncul untuk melenyapkan

militer dari panggung politik.

Kontroversi dari Dwifungsi ABRI timbul karena adanya ekses negatif

di masyarakat seperti stabilitas menjadi tujuan, dinamika masyarakat

menjadi terhambat, aspirasi akan pluralitas dikalahkan keseragaman dan

monoloyalitas, sementara asas desentralisasi melemah bersama menguatnya

sentralisasi, sehingga demokrasi sulit dicapai karena adanya pelembagaan

otoritarianisme.

Secara struktural, banyak pula dikalangan militer yang diposkan pada

posisi yang sebelumnya dianggap domain - nya orang sipil. Kaji ulang

Dwifungsi ABRI banyak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Beberapa hal yang menyangkut meningkatnya stabilitas politik, menguatnya

civil society, globalnya tuntutan demokratisasi serta diferensiasi dan

profesionalisme, merupakan faktor bagi militer untuk re - thinking terhadap

keterlibatannya dalam militer. Selain itu, kekerasan politik sebagai ekses

Page 123: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

dari prakter militeristik begitu mendominasi kehidupan politik rezim Orde

Baru. Diawal orde Baru, korban- korban kekerasan dan penyiksaan adalah

para tersangka G 30 S dan pendukung Soekarno, di era 70 - an korban

penyiksaan bergeser ke mahasiswa kritis, lalu 80 - an korban bergeser ke

kalangan tokoh islam kritis, dan memasuki era 90 - an mahasiswa dan

aktivis Pro Demokrasi selalu menjadi korban dari praktek politik yang

militeristik. Pola - pola penyiksaan yang bertentangan dengan Deklarasi

Universal HAM tersebut terus berlangsung selama 32 tahun kekuasaan

rezime Orde Baru. 135

Telah menjadi kepentingan kita semua bahwa peran politik ABRI

dimasa mendatang bagaimanapun harus dihilangkan. Dalam konteks politik

Indonesia menurut Harold Crouch, diperkirakan munculnya friksi atau

perpecahan antar elite penguasa khususnya militer, merupakan faktor kunci

untuk demokratisasi terlebih bila tiap kubu menjalin aliansi dengan

kelompok - kelompok masyarakat. Namun perjuanmgan kearah

demokratisasi dan penguatan civil society tidak dapat mengharapkan dari

konflik antar elite ataupun political will dari penguasa, melainkan sesuatu

yang harus diperjuangkan dari generasi ke generasi.

Optimalisasi partisipasi politik rakyat serta lembaga - lembag politik

menjadi agenda terpenting dalam mendorong proses demokratisasi untuk

meminimalisir peran politik militer. Berbagai wacana politik yang kita

pelajari hampir selalu mengajari kita bahwa dalam sistem politik idealnya

135 http://www.watchindonesia.org/Proposalguide/Propo_65.htm

Page 124: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif memiliki kekuasaan seimbang,

dengan sesuatu kekuatan check and balances tanpa mengikutsertakan militer

didalamnya sebagai kekuatan politik. Alhasil, dengan kekuatan dan

mekanisme sedemikian tersebut diharapkan akan dapat menjamin bagi

terwujudnya suatu pemerintahan ( state ) yang merefleksikan kemauan dan

berorientasi pada kepentingan rakyat ( society ). Karena itu, merupakan

kepentingan kita untuk mengajak semua kekuatan Pro Demokrasi untuk

memberikan kontribusi pemikiran sebagai landasan perjuangan dalam

menolak segala bentuk pemerintahan yang bersifat militeristik.

Perkembangan arus demokratisasi yang begitu kuat ditengah proses

reformasi saat ini, melahirkan pemikiran baru bahwa militer sebagai sebuah

kekuatan politik sudah tidak diperlukan lagi.

Page 125: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari seluruh paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa lemahnya

institusi Negara yang dikelola oleh para politisi sipil menjadikan militer

mudah kembali masuk kedalam arena politik. Apalagi dalam rentang

negosiasi transisi politik, politisi sipil tidak memiliki posisi tawar yang kuat

dengan militer. Pada gilirannya otoritas politik yang ada, parlemen dan

kekuatan partai politik yang semestinya mampu mengkoreksi seluruh watak

dan sepak terjang militer justru malah bersekutu dengan militer. Selain itu

juga, dapat disimpulkan bahwa militer saat ini tidak menyumbang secara

signifikan terhadap konsolidasi demokrasi di Indonesia. Hal ini terjadi

karena militer tidak mau dikoreksi disatu sisi dan lemahnya posisi politik

Page 126: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

elit sipil yang berkuasa, baik di parlemen maupun eksekutif, dihadapan TNI.

Oleh karena itu sebagai kekuatan politik dari rezim lama, TNI tetap

menjalankan watak otoriteriannya dengan pola terror, intimidasi, kekerasan

atau pengintaian untuk menundukkan kekuatan politik lain atau massa

rakyat.

Dalam suatu sistem demokrasi dimana negara berperan sebagai

pelindung masyarakat dari ancaman dan gangguan, maka posisi militer di

dalam sebuah negara sudah semestinya berfungsi agar ancaman dan

gangguan itu menjadi minimal. Fungsi itu bisa dikatakan sebagai kewajiban

pokok dari sebuah institusi militer. Dengan demikian posisi militer atau

angkatan bersenjata merupakan sebuah institusi yang sah atau lazim jika

memang disepakati dalam sebuah organisasi yang bernama negara, yang

mempunyai kewajiban berkaitan dengan perlindungan negara demi

memproteksi masyarakat dari ancaman fisik.

Setelah melalui pergulatan mengenai peristiwa pembentukan organisasi

militer di Indonesia, yang telah berganti-ganti nama, yang tentunya

mempengaruhi terhadap sifat serta orientasi militer. Ketika bernama TNI,

nasionalisme yang tercermin dari nama itu menandakan anggota militer

tidak terbatas pada satu etnis atau suku tertentu, tetapi seluruh warga negara

Indonesia dipersilahkan menjadi anggota militer. Peran politik yang

diperoleh militer dengan susah payah mereka peroleh, melalui berbagai

peristiwa yang terekam dalam sejarah bangsa ini, menandakan bahwa

militer sebagai salah satu unsur yang mutlak dalam suatu negara

Page 127: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

keberadaannya tidak dapat dipandang sebelah mata. Fakta bahwa militer

merupakan kekuatan yang menentukan dalam jagat perpolitikan kita adalah

realitas yang tidak bisa ditolak siapa pun. Buktinya kejatuhan Presiden

Soekarno karena berseberangan dengan militer, sehingga jenderal Soeharto

mengudetanya, dan jenderal Soeharto pun lalu jatuh, karena militer menarik

dukungan kepadanya.

B. Saran-Saran

Setelah penulis melakukan penelitian yang telah dipaparkan di atas

maka adapun saran-saran untuk hal tersebut yaitu:

1. Perlu memformulasikan tempat dan posisi TNI dalam politik saat ini

secara lebih jelas dalam kendali otoritas sipil. Sehingga TNI tidak

mudah memanipulasi masa lalunya yang menjadi alat kekuasaan

untuk kembali berpolitik, menindas dan korup. Dalam hal ini sangat

diperlukan adanya pembongkaran sejarah secara resmi terhadap

segala bentuk penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan

terhadap institusi militer di masa lalu.

2. TNI sendiri juga harus merubah paradigma, doktrin dan tindakannya

agar mampu menjadi bagian yang integral bagi bangsa Indonesia

yang demokratis. Sebaliknya, jika TNI masih terus mengedepankan

Page 128: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

penguasaan, apalagi menggunakan kekerasan, maka TNI hanya akan

kembali menjadi “negara dalam negara”.

3. TNI harus tunduk pada otoritas sipil yang demokratis. TNI harus

tunduk pada penegakkan hukum, termasuk proses peradilan hak asasi

manusia. TNI harus dipimpin oleh seseorang yang cerdas, yang

mampu menempatkan diri dalam perwujudan masyarakat yang

demokratis, menjunjung supremasi sipil, dan konstitusional.

Page 129: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Dewi Fortuna. dkk. Gus Dur Versus Militer: Studi tentang Hubungan Sipil-Militer di Era Transisi. Jakarta: PT. Grasindo, 2002.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Azca, M. Najib. Ketika Moncong Senjata Ikut Berniaga: Laporan Penelitian Tim Kontras Mengenai Keterlibatan Militer Di Bojonegoro, Boven Digoel

dan Poso. Jakarta: Kontras, 2004.

Bachtiar, Harsja. Siapa Dia? Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Jakarta: Djembatan, 1988.

Bakrie, Connie Rahakundini. Pertahanan Negara Dan Postur TNI Ideal.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.

Bhakti, Ikrar Nusa, “Militer dan Parlemen di Indonesia.” dalam Panduan Parlemen Indonesia. Jakarta: Yayasan API, 2001.

________________. dkk. Tentara Mendamba Mitra: Hasil Penelitian LIPI

tentang Pasang Surut Keterlibatan ABRI dalam Kehidupan Kepartaian di Indonesia. Bandung: Mizan, 1999.

________________. dkk. Tentara Yang Gelisah: Hasil Penelitian YIPIKA

Tentang Posisi ABRI Dalam Gerakan Reformasi. Jakarta: Mizan, 1999.

Britton, Peter. Profesionalisme dan Ideologi Militer Indonesia Perspektif Tradisi-Tradisi Jawa dan Barat. Jakarta: LP3ES, 1996.

Cholisin. Militer dan Gerakan Prodemokrasi, Studi Analisis tentang Respons

Militer terhadap Gerakan Prodemokrasi di Indonesia. Yogyakarta: Tiara

Wacana Yogya, 2002.

Chrisnandi, Yuddy. Kesaksian Para Jenderal: Sekitar Reformasi Internal dan

Profesionalisme TNI. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006.

Crouch, Harold. Militer dan Politik Di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1999.

Desch, Michael C. Politisi VS Jenderal: Kontrol Sipil atas Militer di Tengah Arus yang Bergeser. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002.

Diamond, Larry. Developing Democracy: Toward Consolidation, terjemahan dengan judul yang sama, Yogyakarta: IRE, 2003.

Dogan, Save M. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Lembaga Pengkajian

Kebudayaan Nusantara, 1997.

Page 130: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Eko, Sutoro, “Demiliterisasi dan Demokratisasi.” dalam Arie Sujitno dan

Sutoro Eko, ed. Demiliterisasi, Demokratisasi, dan Desentralisasi. Yogyakarta: IRE Press, 2002.

Fatah, Abdoel. Demiliterisasi Tentara: Pasang Surut Politik Militer 1945-2004.

Yogyakarta: LKiS, 2005.

Feith, Herbert, Tim PSH, Terj. Soekarno dan Militer dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Gerung, Rocky. “Tentara, Politik, dan Perubahan.” dalam Lukas Luwarso

dan Imran Hasibuan. Indonesia di Tengah Transisi. Jakarta: Propatria, 2000.

Habib, A. Hasnan. “Hubungan Sipil Militer Pasca Orde baru dan

Prospeknya di Masa Depan.” Progresif, Vol II No. 1. Jakarta Political

Science Forum FISIP UI, 2002.

_______________, “Peranan ABRI Selama Perjuangan Reformasi.” dalam

Selo Soemardjan, ed. Kisah Perjuangan Reformasi. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 1999.

Hadiz, Vedi R. Dinamika Kekuasaan, Ekonomi-Politik Indonesia Pasca-

Soeharto. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2005.

Hanafie, Haniah. Hand Out Mata Kuliah: Kekuatan-Kekuatan Politik. Jakarta: 2007

Handojo, Sukardi S. Hadi, ed. 30 tahun Angkatan bersenjata republik Indonesia. Jakarta: Pusjarah ABRI, 1976.

Huntington, Samuel P. Gelombang Demokratisasi Ketiga. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1995.

__________________, “Mereformasi Hubungan Sipil-Militer.” dalam Larry

Diamond dan F. Plattner ed. Hubungan Sipil Militer dan Konsolidasi Demokrasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000.

Kadi, Saurip. TNI- AD: Dahulu, Sekarang dan Masa Depan. Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti, 2000.

Kahfie, Syahdatul. “Peran Militer Indonesia: Tuntutan atau Kepentingan.”

PROGRESSIF Vol. II, no. 1 Jakarta: Political Science Forum FISIP UI,

2002.

Karim, Muhammad Rusli. Peranan ABRI dalam Politik dan Pengaruhnya

terhadap Pendidikan Politik di Indonesia 1965-1979. Jakarta: Haji

Masagung, 1989.

Lane, Max. Bangsa Yang Belum Selesai: Indonesia, Sebelum dan Sesudah Soeharto. Jakarta: Reform Institute, 2007.

Page 131: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Mabes ABRI, Sukardi S. Hadi Handojo, ed. 30 tahun Angkatan bersenjata republik Indonesia. Jakarta: Pusjarah ABRI, 1976.

Mahdi, A. Dinajani S.H. Peran Sosial Politik ABRI dalam Era Reformasi: Kertas Karya Perorangan (Taskap) Kursus Singkat Angkatan VII

Lemhanas 1998. Jakarta: Dept. Pertahanan Keamanan RI dan Lemhanas, 1998.

Makalah Hasil Seminar ABRI. Peran ABRI Abad XXI: Redefinisi, Reposisi,

dan Reaktualisasi Peran ABRI dalam Kehidupan Bangsa. Bandung:

Mabes TNI, 1998.

Markas Besar TNI. Bunga Rampai Paradigma Baru. Jakarta: Staff

Komunikasi TNI, 2003.

Markas Besar TNI. Implementasi Paradigma Baru TNI dalam Berbagai Keadaan Mutakhir. Jakarta: Mabes TNI, 2001.

Muhaimin, Yahya. Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1966. Yogyakarta: Gadjah Mada University, 1982.

Nasikun. ”Konsosiasionalisme dan Transisi Demokrasi dalam Masyarakat

Majemuk.” dalam A. E. Priyono, Stanley Adi Prasetyo, dan Olle

Tornquist ed. Gerakan Demokrasi di Indonesia Pasca Soeharto. Jakarta: Demos, 2003.

Nasution, A.H. Memenuhi Panggilan Tugas. Jakarta: Gunung Agung, 1982.

Nasution, Adnan Buyung. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: Grafiti, 1995.

Nordlinger, Eric A. Militer dalam Politik. Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Notosusanto, Nugroho ed. Pejuang dan Prajurit, Konsepsi dan Implementasi Dwifungsi ABRI. Jakarta: Sinar Harapan, 1984.

Perlmutter, Amos. Militer dan Politik. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

2000.

Rinakit, Sukardi. dalam “Tentara Nasional Indonesia Sudah Melempar

Dadu.” sebagai Kata Pengantar Buku Yuddy Chrisnandi. Kesaksian

Para Jenderal: Sekitar Reformasi Internal dan Profesionalisme Tentara Nasional Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2006.

Sadli, M. Bila Kapal Mempunyai Dua Nakhoda: Esai-Esai Ekonomi Politik Masa

Transisi. Jakarta: Alvabet, 2002.

Said, Salim. Militer Indonesia dan Politik: Dulu, Kini dan Kelak. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 2001.

Page 132: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Said, Salim. Tumbuh dan Tumbangnya Dwifungsi: Perkembangan Pemikiran Politik Militer Indonesia 1958-2000. Jakarta: Aksara Kurnia, 2002.

Samego, Indria. TNI Di Era Perubahan. Jakarta: Erlangga, 2000.

Sanit, Arbi. Partai, Pemilu dan Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1997.

, Sistem Politik Indonesia: Kestabilan, Peta Kekuatan Politik, dan Pembangunan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003

Schmitter, Philippe C, dan Guillermo O’Donnell. Transisi Menuju Demokrasi: Rangkaian Kemungkinan dan Ketidakpastian. Jakarta:

LP3ES., 1993.

Sejarah TNI Jilid II 1950-1959. Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi TNI,

2000.

Sejarah TNI Jilid III 1960-1965. Jakarta: Pusat Sejarah dan Tradisi TNI,

2000.

Singh, Bilveer. Dwi Fungsi ABRI: Asal Usul, Aktualisasi, dan Implikasinya bagi Stabilitas dan Pembangunan. Robert Hariono Imam penerjemah,

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Sitepu, P. Anthonius. “Militer dan Politik: Suatu Tinjauan terhadap Peranan

Militer dalam Konfigurasi Politik Indonesia Kontemporer.” dalam

POLITEIA Jurnal Ilmu Politik Medan: Departemen Ilmu Politik dan

Labotarium Politik Fisip Universitas Sumatera Utara, 2006.

Soebijono, dkk. Dwi Fungsi ABRI: Perkembangan dan Peranannya dalam

Kehidupan Politik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995.

Soebiyanto. Catatan-catatan tentang Dwifungsi dan kekaryaan ABRI. dalam

Diktat Kursus Pembinaan Mental ABRI. Dephankam: Pusat

pembinaan mental ABRI, 1976.

Stepan, Alfred C dan Linz, Juan J. “Mendefinisikan dan Membangun

Demokrasi.” dalam Ikrar Nusa Bhakti. dan Riza Sihbudi. ed. Menjauhi Demokrasi Kaum Penjahat. Bandung: Mizan-LIPI-Ford Foundation,

2001.

Stepan, Alfred C. Bambang Cipto Penerjemah, Militer dan Demokrasi: Pengalaman Brasil dan Beberapa Negara Lain. Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti, 1996.

Sundhansen, Ulf. Politik Militer Indonesia 1945-1967: Menuju Dwi Fungsi ABRI. Jakarta: LP3ES, 1986.

Page 133: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan

Suryadinata, Leo. Golkar dan Militer: Studi tentang Budaya Politik. Jakarta:

LP3ES, 1992.

Widodo, Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Magna Script, 2004.

Widoyoko, Danang, dkk. Bisnis Militer Mencari Legitimasi. Jakarta:

Indonesian Corruption Watch, 2003.

Wirahadikusumah, Agus. “Reformasi TNI.” dalam Agus Wirahadikusumah,

dkk. Indonesia Baru dan Tantangan TNI: Pemikiran Masa Depan.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999.

Zen, Kivlan. Konflik dan Integrasi TNI-AD. Jakarta: Institue for Policy Studies, 2004.

Berita, artikel koran dan website

Chrisnandi, Yuddy. “Hubungan Sipil-Militer dan 'Otoritas' TNI yang Dikebiri.”

Republika, 5 Oktober 2004.

________________. “Militer Ditengah Kemelut Politik.” diakses dari www. dephan.go.id.

Fathulbari, Ahmad. “Peranan Militer Dalam Politik”. Diakses dari

http://ahmadfathulbari.multiply.com/journal/item/40/Catatan_Kuliah_Peranan_Militer_dalam_Politik_

Haramain, A. Malik. “Demokrasi dan Supremasi Sipil.” Kompas, Kamis, 8

November 2001.

Misol, Lisa. “Kuasa Militer Indonesia: Antara Bisnis, Politik Dan Kekerasan,” Jakarta Post, 14 Maret, 2006.

Prasetyono, Edy. “Supremasi Sipil dan Profesionalisme TNI.” Kompas, Selasa, 05

Oktober 2004.

Suyanto, Djoko. “TNI Profesional dan Dedikatif.” Kompas, 5 Oktober 2006.

“KSAD: Anggota TNI Jangan Berpolitik Praktis.” artikel dimuat pada

Rabu 16 April 2008, dari www.okezone.com.

“Presiden: TNI Jangan Berpolitik Selasa: Hak pilih TNI masih

diperdebatkan.” Republika,14 Februari 2006.

“Supremasi Sipil atas Militer Bukan Balas Dendam Politik.” Kompas,

Minggu, 23 April 2000.

Page 134: Militer Dan Kekuatan Politik Studi Tentang Keterlibatan ... · MILITER DAN KEKUATAN POLITIK: STUDI TENTANG KETERLIBATAN TNI DALAM PERPOLITIKAN NASIONAL ERA 1945-1998 Skripsi Diajukan