MIKROENKAPSULASI.pdf
-
Upload
selviapurba -
Category
Documents
-
view
20 -
download
8
Transcript of MIKROENKAPSULASI.pdf
UNIVERSITAS INDONESIA
MIKROENKAPSULASI KETOPROFEN DENGAN METODE KOASERVASI MENGGUNAKAN PRAGELATINISASI PATI SINGKONG DAN METODE SEMPROT KERING
MENGGUNAKAN PRAGELATINISASI PATI SINGKONG FTALAT SEBAGAI
EKSIPIEN PENYALUT
TESIS
YUDI SRIFIANA 1006734262
FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEFARMASIAN
DEPOK JANUARI 2013
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
MIKROENKAPSULASI KETOPROFEN DENGAN METODE KOASERVASI MENGGUNAKAN PRAGELATINISASI PATI SINGKONG DAN METODE SEMPROT KERING
MENGGUNAKAN PRAGELATINISASI PATI SINGKONG FTALAT SEBAGAI
EKSIPIEN PENYALUT
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister farmasi
YUDI SRIFIANA 1006734262
FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEFARMASIAN
DEPOK JANUARI 2013
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 15 Januari 2013
(Yudi Srifiana)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Yudi Srifiana
NPM : 1006734262
Tanda Tangan :
Tanggal : 15 Januari 2013
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT, karena rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Master Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia;
2. Prof. Dr. Effionora Anwar, M.Si., Apt., selaku Ketua Program
Pascasarjana Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
3. Dr. Silvia Surini, M.Pharm.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini;
4. Dr. Arry Yanuar, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini;
5. Prof. Dr. Effionora Anwar., M.Si., Apt, Dr. Hasan Rachmat M., DEA.,
Apt, Dr. Hayun., M.Si., Apt, selaku evaluator tesis yang telah memberikan
masukan dan saran yang menyempurnakan tesis ini;
6. PT. Sanofi Aventis yang telah membantu menyediakan bahan baku
ketoprofen;
7. Rio Harjuno Aryo Sakti, suamiku tersayang yang telah memberikan
bantuan dan dukungan material, semangat, dan doa selama menjalani
perkuliahan dan tesis ini;
8. Zalika Shezan Almahyra Sakti, anakku tersayang yang telah sabar untuk
berpisah sementara dengan mami dan papi selama mami menjalani
penelitian tesis, semoga apa yang telah mami dan papi lakukan sekarang
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
vii
dapat menjadi contoh dan pemicu buat zalika supaya kelak lebih baik dari
mami dan papi;
9. Mama, Papa, Momi, Papa dan Mbah yang selalu mendoakan agar
perkuliahan dan tesis saya berjalan lancar dan sukses;
10. Liani, Nindia, Teh Cecilia, Laras, Mas dandi dan keponakanku ratu, farel,
yang selalu memberikan semangat dan doa;
11. Nia, Herlina, Fungi, Charla, Ester, Wahyu, Redho, Rida Cameli, Raditya,
Annisa, Mira, Nadia, Renny, Christy, Mba Putri, Mba Nina dan Sahabat-
sahabat saya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih telah
banyak membantu saya dalam perkuliahan dan tesis ini;
12. Deva, Mba Lilis, Wisnu, Mba Lia, Ulfa, Pak Imih, para staf dan karyawan
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu saya selama
perkuliahan dan penelitian tesis ini;
Akhir kata, saya berharap semoga ALLAH SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
2013
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Yudi Srifiana
NPM : 1006734262
Program Studi : Magister Ilmu Kefarmasian
Fakultas : Farmasi
Jenis Karya : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Mikroenkapsulasi Ketoprofen dengan Metode Koaservasi Menggunakan Pragelatinisasi Pati Singkong dan Metode Semprot Kering Menggunakan Pragelatinisasi Pati Singkong Ftalat sebagai Eksipien Penyalut
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 15 Januari 2013
Yang menyatakan
(Yudi Srifiana)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
ix
ABSTRAK
Nama : Yudi Srifiana Program studi : Magister Ilmu Kefarmasian Judul : Mikroenkapsulasi Ketoprofen dengan Metode Koaservasi
Menggunakan Pragelatinisasi Pati Singkong dan Metode Semprot Kering Menggunakan Pragelatinisasi Pati Singkong Ftalat sebagai Eksipien Penyalut
Mikrokapsul merupakan partikel kecil mengandung zat aktif yang dikelilingi oleh suatu bahan penyalut. Penelitian ini bertujuan untuk membuat mikrokapsul yang mengandung ketoprofen dengan menggunakan dua metode yaitu koaservasi dan semprot kering kemudian mengkarakterisasi mikrokapsul tersebut. Pragelatinisasi pati singkong (PPS) digunakan sebagai bahan penyalut pada metode koaservasi dan pragelatinisasi pati singkong ftalat (PPSFt) digunakan sebagai bahan penyalut pada metode semprot kering. Mikrokapsul yang diperoleh dari kedua metode tersebut kemudian dikarakterisasi meliputi rendemen proses, bentuk dan morfologi, efisiensi penjerapan, distribusi ukuran partikel, indeks mengembang, analisis gugus fungsi, dan profil pelepasan obat. PPSFt yang digunakan memiliki derajat subsitusi sebesar 0.0541 dan larut dalam medium basa. Mikrokapsul yang dibuat dengan metode koaservasi memiliki bentuk yang tidak sferis dan berongga dengan efisiensi penjerapannya sebesar 20.27% ± 1.82. Sementara itu, mikrokapsul yang dibuat dengan metode semprot kering memiliki bentuk yang hampir sferis dengan permukaan cekung dan memiliki efisiensi penjerapannya sebesar 80.22% ± 9.18. Hasil pelepasan obat menunjukkan bahwa selama 8 jam sebesar 8% ketoprofen dilepaskan dalam pH 1.2 dan sebesar 18% dilepaskan dalam pH 7.4 dari mikrokapsul yang dibuat dengan metode koaservasi. Sementara itu, ketoprofen dilepaskan selama 8 jam sebesar 5% dalam pH 1.2 dan 25% dilepaskan dalam pH 7.4 dari mikrokapsul yang dibuat dengan metode semprot kering. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mikrokapsul yang dibuat dengan kedua metode tersebut dapat menahan pelepasan obat sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sediaan lepas lambat. Kata Kunci : mikrokapsul, koaservasi, semprot kering, Pragelatinisasi pati
singkong, Pragelatinisasi pati singkong ftalat. xvii+117 : 21 gambar, 9 tabel, 35 lampiran Daftar Acuan : 59 (1976-2012)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
x
ABSTRACT
Name : Yudi Srifiana Field of study : Pharmaceutical Sciences Title : Microencapsulation of Ketoprofen Using Pregelatinized Cassava
Starch by Coacervation Method and Using Pregelatinized Cassava Starch Phthalate by Spray Drying Method as Coating Excipients
Microcapsules are a small particles containing a core material surrounded by a coating or shell. The aim of this study was to prepare microcapsules containing ketoprofen by coacervation and spray drying methods, and then characterize them. Pregelatinized cassava starch (PCS) and pragelatinized cassava starch phthalate (PCSPh) were used as coating materials in coacervation and spray drying microencapsulation, respectively. The obtained microcapsules were then characterized, including its yield, shape and morphology, drug-loading efficiency, particle size distribution, swelling index, functional group analysis, and drug release profile. The used PCSPh had substitution degree of 0.0541 and dissolved in basic aqueous medium. Microcapsules prepared by coacervation method were a irreguler shaped and hollow surface and the entrapment efficiency was 20.27% ± 1.82. Otherwise, the spray dried microcapsules showed a nearly-spherical-shape with biconcave surface and the entrapment efficiency was 80.22% ± 9.18. The release study results showed that within 8 hours ketoprofen released from the coacervation microcapsules at pH 1.2 and pH 7.4 were 8% and 18%, respectively. Besides, ketoprofen released from spray-dried microcapsules within 8 hours at pH 1.2 and pH 7.4 were 5% and 25%, respectively. In conclusion, the microcapsules prepared by both methods could extent the drug released, thus it may be possible to be used for a sustained release device. Key word : microcapsules, coacervation, spray-drying, pregelatinized
cassava starch, pragelatinized cassava starch phthalate xvii+117 : 21 figure, 9 table, 35 appendix Bibliography : 59 (1976-2012)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ HALAMAN JUDUL .................................................................................... HALAMAN BEBAS PLAGIARISME...................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............. ABSTRAK .................................................................................................... ABSTRACT.................................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ................................................................................... DAFTAR TABEL ....................................................................................... DAFTAR RUMUS ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
i ii
iii iv v
vi viii
ix x
xi xiv xv
xvi
BAB 1.
PENDAHULUAN........................................................................1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................. 1.3 Hipotesis.................................................................
1 1 3 3
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 2.1 Mikrokapsul ........................................................................... 2.2 Pati.......................................................................... 2.3 Modifikasi Pada Pati ......................................................... 2.4 Pragelatinisasi Pati................................................................ 2.5 Esterifikasi......... ....................................................... 2.6 Sambung Silang Pati .............................................................. 2.7 Ketoprofen.......................................................................... 2.8 Ftalat Anhidrida .................................................................... 2.9 Tereftaloil Klorida......................................................
4 4 8
10 11 13 14 16 10 17
BAB 3.
METODE PENELITIAN .......................................................... 3.1 Lokasi .................................................................................... 3.2 Bahan ...................................................................................... 3.3 Alat............. ............................................................................ 3.4 Cara Kerja.............................................................................. 3.4.1 Pembuatan Pragelatinisasi Pati Singkong dan
Pragelatinisasi Pati Singkong Ftalat ........................... 3.4.1.1Pembuatan Pragelatinisasi Pati Singkong........
18 18 18 18 19
19 19
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
xii
3.4.1.2Pembuatan Pragelatinisasi Pati Singkong Ftalat................................................................
3.4.2 Karakterisasi Pragelatinisasi Pati Singkong dan Pragelatinisasi Pati Singkong Ftalat ...........................
3.4.2.1Karakterisasi Fisik............................................. 3.4.2.2Karakterisasi Kimia........................................... 3.4.2.3Karakterisasi Fungsional.................................. 3.4.3 Formulasi Mikrokapsul... ......................................... 3.4.3.1Koaservasi......................................................... 3.4.3.2Semprot Kering................................................. 3.4.4 Evaluasi Mikrokapsul......................................... 3.4.4.1Rendemen Proses.............................................. 3.4.4.2Efisiensi Penjerapan.......................................... 3.4.4.3Bentuk dan Morfologi....................................... 3.4.4.4Analisa Gugus Fungsi....................................... 3.4.4.5Indeks Mengembang......................................... 3.4.4.6Kadar Air.......................................................... 3.4.4.7Distribusi Ukuran Partikel................................ 3.4.4.8Pembuatan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dan
PPSFt Pada Medium pH 1,2............................ 3.4.4.9Uji Pelepasan Obat...........................................
19
20 20 21 22 25 25 26 27 27 27 27 28 28 28 29
29 29
BAB 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 4.1 Pembuatan PPS dan PPSFt..................................................... 4.2 Karakteristik PPS dan PPSFt............................................... 4.2.1 Karakteristik Fisik ....................................................... 4.2.1.1Pemerian dan Organoleptik............................... 4.2.1.2Bentuk dan Morfologi...................................... 4.2.1.3Sifat Termal..................................................... 4.2.1.4Kadar Air........................................................ 4.2.1.5Higrokopisitas................................................. 4.2.1.6Pelarutan Relatif............................................... 4.2.2 Karakteristik Kimia............................... .................. 4.2.2.1Derajat Keasaman............................................ 4.2.2.2Derajat Subsitusi............................................. 4.2.2.3Analisis Gugus Fungsi........................................ 4.2.3 Karakteristik Fungsional........................................... 4.2.3.1Sifat Alir Serbuk................................................. 4.2.3.2Indeks Mengembang.......................................... 4.2.3.3Viskositas dan Rheologi...................................... 4.3 Formulasi dan Karakteristik Mikrokapsul Ketoprofen ........ 4.3.1 Formulasi Mikrokapsul ..............................................
31 31 31 32 32 33 34 35 36 37 38 38 38 40 42 42 42 44 46 46
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
xiii
4.3.1.1Metode Koaservasi.............................................. 4.3.1.2Semprot Kering.................................................. 4.4 Karakteristik Mikrokapsul dengan Metode Koaservasi dan
Metode Semprot Kering....................................................... 4.4.1Rendemen Proses.................................................. ....... 4.4.2 Efisiensi Penjerapan................................................. 4.4.3Bentuk dan Morfologi Mikrokapsul.......................... 4.4.4Analisa Gugus Fungsi.............................................. 4.4.5Indeks Mengembang................................................ 4.4.6Distribusi Ukuran Partikel........................................ 4.4.7Kadar Air................................................................. 4.4.8Profil Pelepasan Obat...............................................
46 48
48 48 49 50 52 54 56 58 58
BAB 5.
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 5.1 Kesimpulan .......................................................................... 5.2 Saran .....................................................................................
62 62 62
DAFTAR ACUAN ....................................................................................... 63
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14. Gambar 4.15.
Struktur amilosa dan amilopektin pati.................................. Reaksi esterifikasi PPS dengan ftalat anhidrida...................... Reaksi sambung silang antara PPS dengan ftalat anhidrida dan tereftaloil klorida ......................................................... Struktur ketoprofen................... .............................................. Struktur ftalat anhidrida............................ .......................... Struktur Tereftaloil Klorida.................................................. Mikrograf SEM pati singkong, PPS, dan PPSFt.................... Kurva endotermik pati singkong, PPS dan PPSFt................. Higrokopisitas PPSFt dan PPS dalam berbagai kondisi........ Higrokopisitas PPSFt dan PPS pada hari ke-30...................... Pelarutan relatif PPSFt dalam medium berbagai pH.............. Spektrum infra merah PPSFt dan PPS.................................. Indeks Mengembang PPSFt dalam medium HCl pH 1.2, aquadest, medium fosfat pH 7.4......................................... Indeks mengembang PPSFt dan PPS pada jam ke-8............. Rheogram larutan PPSFt 3%, 5%, 7% dan PPS 5%.............. Mikrograf SEM mikrokapsul dengan metode koaservasi..... Mikrograf SEM mikrokapsul dengan metode semprot kering Spektrum Infra merah ketoprofen, mikrokapsul dengan metode koaservasi dan mikrokapsul dengan metode semprot kering.................................................................................. Indeks mengembang mikrokapsul dengan metode koaservasi dan semprot kering.............................................................. Distribusi ukuran partikel mikrokapsul dengan metode koaservasi dan semprot kering............................................ Profil pelepasan mikrokapsul ketoprofen dengan metode koaservasi dan metode semprot kering pada medium pH 1.2 dan pH 7.4..........................................................................
9 13
15 16 17 17 33 34 36 37 38 41
43 43 45 50 51
53
55
57
59
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 4.1.
Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5.
Tabel 4.6.
Indeks kompresibilitas, sudut istirahat, rasio hausner ............ Formula mikrokapsul metode koaservasi sederhana............... Formula mikrokapsul metode semprot kering......................... Perbandingan kurva endotermik DSC pati singkong, PPS, dan PPSFt............................................................................. Spektrum IR PPS dan PPSFt................................................... Sifat alir serbuk PPS dan PPSFt.............................................. Viskositas PPS dan PPSFt.................................................... Spektrum IR mikrokapsul metode koaservasi dan metode semprot kering.................................................................... Distribusi ukuran mikrokapsul berdasarkan diameter volum..
24 25 26
35 40 42 45
54 56
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
xvi
DAFTAR RUMUS
Rumus 3.1. Rumus 3.2. Rumus 3.3.
Derajat subsitusi....................................................................... Sudut istirahat.......................................................................... Densitas bulk...........................................................................
22 23 23
Rumus 3.4. Densitas mampat................................................................... 23 Rumus 3.5. Rumus 3.6.
Rasio hausner.................................. ........................................ Indeks kompresibilitas............... .............................................
23 23
Rumus 3.7. Indeks mengembang................................. .............................. 24 Rumus 3.8. Rumus 3.9.
Rendemen................................................................................ Efisiensi penjerapan.................................................................
27 27
Rumus 3.10. Indeks mengembang................................................................ 28 Rumus 3.11. Kadar air.................................................................................. 28 Rumus 3.12. Multi komponen....................................................................... 29 Rumus 3.13 Multikomponen........................................................................ 29
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24 Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27 Lampiran 28 Lampiran 29
Kurva DSC dari pati singkong, PPS, dan PPSFt............................... Bentuk fisik serbuk PPSFt dan PPS................................................ Kadar air pati singkong, PPS dan PPSFt........................................... Pengukuran higrokopisitas PPSFt dan PPS....................................... Spektrum IR PPS............................................................................... Spektrum IR PPSFt............................................................................ Kurva serapan KHP 100 ppm pada medium berbagai pH (titik isobestik = 255 nm)........................................................................... Kurva kalibrasi KHP dalam NaOH pada panjang gelombang 271,8 nm...................................................................................................... Perhitungan dan penentuan derajat subsitusi PPSFt ......................... Derajat keasaman PPSFt dan PPS..................................................... Data perbandingan pelarutan relatif PPSFt di berbagai medium....... Data uji pelarutan relatif PPSFt......................................................... Data viskositas PPS dan PPSFt.......................................................... Data indeks mengembang PPSFt.................................................... Data uji laju alir PPSFt dan PPS........................................................ Data uji kompresibilitas PPSFt dan PPS.......................................... Data rendemen proses mikrokapsul............................................... Kurva kalibrasi ketoprofen dalam medium pH 1.2............................ Kurva kalibrasi ketoprofen dalam medium pH 7.4............................ Kurva kalibrasi PPSFt dalam medium pH 1.2................................... Kurva kalibrasi PPSFt dalam medium pH 7.4................................... Perhitungan efisiensi penjerapan mikrokapsul dengan metode koaservasi........................................................................................... Perhitungan efisiensi penjerapan mikrokapsul dengan metode semprot kering................................................................................ Data kadar air mikrokapsul dengan metode koaservasi dan semprot kering......................................................................................... Data uji mengembang mikrokapsul dengan metode koaservasi dalam medium pH 1.2 dan medium pH 7.4..................................... data uji mengembang mikrokapsul dengan metode semprot kering dalam medium pH 1.2 dan medium pH 7.4..................................... Data uji pelepasan obat dari mikrokapsul dengan metode koaservasi pada medium pH 1.2.................................................... Data uji pelepasan obat dari mikrokapsul dengan metode koaservasi pada medium pH 7.4...................................................... Data uji pelepasan obat dari mikrokapsul dengan metode semprot
69 72 72 73 74 75 76 77 78 78 78 79 80 81 84 85 86 86 87 87 88 88 89 89 93 93 94 95
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
xviii
Lampiran 30 Lampiran 31 Lampiran 32 Lampiran 33 Lampiran 34 Lampiran 35
kering dalam medium pH 1.2.......................................................... Data uji pelepasan obat dari mikrokapsul dengan metode semprot kering dalam medium pH 7.4........................................................ Data distribusi ukuran partikel mikrokapsul ketoprofen dengan metode koaservasi......................................................................... Data distribusi ukuran partikel mikrokapsul dengan metode semprot kering............................................................................. Sertifikat analisis asam ftalat anhidrida............................................. Sertifikat analisis ketoprofen............................................................ Sertifikat analisi tereftaloil klorida...................................................
96 97 95 105 115 116 117
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini dengan pesatnya kemajuan teknologi
memberikan imbas terhadap perkembangan obat dan bentuk sediaan baru. Saat ini
para peneliti dibidang farmasi tertarik dengan pengembangan sistem penghantaran
obat yang mampu mengoptimalkan efisiensi zat aktif obat sehingga meningkatkan
kinerja obat dalam tubuh manusia serta memberikan efek terapi. Salah satu yang
menjadi trend topik pengembangan sistem penghantaran obat adalah mikrokapsul.
Mikrokapsul merupakan partikel kecil yang mengandung zat aktif atau bahan inti
yang dikelilingi dengan penyalut atau shell (Benita, 1996). Salah satu tujuan
pembuatan mikrokapsul adalah mengurangi iritasi terhadap saluran cerna karena
zat aktif.
Mikrokapsul dapat berbentuk sferis geometris atau tidak beraturan dengan
tipe mononuclear, polynuclear dan matriks. Pada tipe mononuclear, bahan inti
dikelilingi oleh bahan penyalut. Berbeda dengan tipe polynuclear dimana
beberapa bahan inti terselimuti oleh bahan penyalut, sedangkan tipe matriks,
bahan inti terdispersi homogen diantara bahan penyalut. Biasanya tipe matriks
terbentuk pada mikrokapsul yang dibuat dengan metode semprot kering.
Mikrokapsul dapat dibuat dengan metode kimia salah satunya adalah
koaservasi dan metode fisika salah satunya adalah semprot kering. Metode
koaservasi, mikrokapsul terbentuk karena adanya pengendapan yang diakibatkan
penambahan pelarut yang tidak melarutkan bahan penyalut. Mikrokapsul yang
terbentuk dari metode ini bentuk dan ukuran partikelnya dipengaruhi oleh
kecepatan pengadukan, tegangan permukaan, dan kekentalan penyalut.
Pada metode semprot kering, bahan inti terdispersi atau terlarut dalam
larutan polimer yang kemudian disemprotkan dalam bentuk droplet melalui udara
panas dan selama proses ini bahan aktif akan terjerap didalam matriks polimer.
Pada metode ini suhu penyemprotan, kecepatan penyemprotan, serta ukuran
nozzel mempengaruhi pengeringan, bentuk dan ukuran partikel mikrokapsul yang
diperoleh.
1
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
2
Universitas Indonesia
Dalam membuat mikrokapsul diperlukan suatu bahan penyalut. Bahan
penyalut ini akan membentuk suatu lapisan film yang memiliki sifat kohesif
dengan bahan inti. Bahan penyalut yang digunakan mempunyai karakteristik
secara kimiawi kompatibel dan tidak bereaksi dengan bahan inti, memiliki
kekuatan, fleksibilitas (lembut dan plastis), impermeabilitas (sebagai kontrol
pelepasan pada kondisi tertentu), tidak berasa, tidak higroskopis, viskositas
rendah, ekonomis, dapat melarut dalam media aqueous atau dalam pelarut yang
sesuai atau dapat melebur, tidak rapuh, keras, tipis, dan stabil. Selain itu suatu
bahan penyalut mikrokapsul harus dapat digunakan secara luas dalam metode
pembuatan mikrokapsul (Bansode et al, 2010).
Bahan eksipien yang sering digunakan sebagai penyalut dalam
mikrokapsul antara lain: hidroksi propil metil selulosa (HPMC), karboksi metil
selolusa (CMC), hidroksi etil selulosa, polivinil alkohol, asam poliakrilik, selulosa
asetat ftalat, dan lain sebagainya (Bansode et al, 2010). Selain bahan tersebut, pati
singkong mungkin dapat digunakan sebagai bahan penyalut mikrokapsul, tetapi
pati memiliki kendala dalam pengolahannya antara lain sukar larut dalam air
dingin dan mudah mengalami sineresis (Xie et al, 2005). Oleh karena itu, maka
pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap pati yaitu dengan modifikasi
fisik yakni pragelatinisasi dan modifikasi kimia yakni esterifikasi dan sambung
silang.
Pada penelitian yang pernah dilakukan, pragelatinasi pati singkong
suksinat memenuhi syarat sebagai eksipien pembentuk matriks hidrofilik dalam
sediaan mikrosfer mukoadhesif (Anggraini, 2009). Pada penelitian ini dilakukan
pragelatinisasi pati singkong secara sempurna dengan memanaskan pati diatas
suhu gelatinisasinya (> 75˚C) sehingga diperoleh PPS (Xie et al, 2005). PPS yang
telah diperoleh kemudian digunakan dalam pembuatan mikrokapsul dengan
metode koaservasi. Pada metode ini PPS direaksikan dengan larutan ftalat
anhidrida dan larutan tereftaloil klorida. Pada metode semprot kering, bahan
penyalut yang digunakan adalah PPSFt yang sebelumnya telah dibuat dengan cara
pragelatinisasi dan esterifikasi dengan ftalat anhidrida. Kemudian mikrokapsul
dari kedua metode ini dikarakterisasi.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
3
Universitas Indonesia
Pada penelitian ini ketoprofen dipilih menjadi model obat yang dibuat
sediaan mikrokapsul, karena ketoprofen merupakan obat analgesik antiinflamasi
golongan NSAID yang memiliki sifat mengiritasi lambung, menyebabkan mual
dan gastritis. Oleh karena itu untuk membuat mikrokapsul ketoprofen dibutuhkan
suatu bahan penyalut yang memiliki karakteristik mengembangnya pada lambung
lebih kecil sehingga dapat menahan pelepasan ketoprofen dilambung.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membuat mikrokapsul ketoprofen dengan metode Koaservasi menggunakan
eksipien pragelatinsasi pati singkong (PPS) yang direaksikan sambung silang
dengan ftalat anhidrida dan tereftaloil klorida.
2. Membuat mikrokapsul ketoprofen dengan metode semprot kering
menggunakan eksipien pragelatinisasi pati singkong ftalat (PPSFt).
3. Mengkarakterisasi dan mengevaluasi mikrokapsul yang diperoleh dari kedua
metode tersebut.
1.3. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat ditarik suatu hipotesa
sebagai berikut ini:
1. Pati singkong dimodifikasi secara fisika menghasilkan pragelatinisasi pati
singkong (PPS).
2. PPS yang diesterifikasi dengan ftalat anhidrida pada suasana basa
menghasilkan PPSFt.
3. Mikrokapsul ketoprofen dapat dibuat dengan metode Koaservasi
menggunakan pragelatinasi pati singkong (PPS) yang direaksikan sambung
silang dengan ftalat anhidrida dan tereftaloil klorida.
4. Mikrokapsul ketoprofen dapat dibuat dengan metode semprot kering
menggunakan PPSFt sebagai polimer penyalut.
5. Mikrokapsul yang dihasilkan dengan metode Koaservasi dan metode
semprot kering dapat menjadi sediaan dengan pelepasan terkendali untuk
menghantarkan ketoprofen.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
4
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mikrokapsul
Mikrokapsul merupakan suatu partikel kecil yang mengandung zat aktif
atau bahan inti yang dikelilingi oleh suatu penyalut atau shell. Mikrokapsul
memiliki diameter 3-800 µm. Mikrokapsul memiliki bentuk partikel yang
beragam, ada yang berbentuk sferis geometri dengan daerah inti yang tersalut
dengan bahan penyalut dan ada yang berupa bentuk bulat tidak simetris yang
mengandung butiran kecil partikel inti yang terdispersi dalam bahan penyalut
(Thies, 1996). Mikrokapsul terdiri atas dua bahan utama yaitu bahan inti dan
bahan penyalut (Thies, 1996). Bahan inti merupakan bahan spesifik yang akan
disalut, dapat berupa padatan, cairan maupun gas. Bahan inti dapat terdiri dari
bahan aktif, bahan tambahan maupun bahan pengisi. Pada pembentukkan
mikrokapsul bahan penyalut yang digunakan harus dapat menghasilkan lapisan
tipis yang kohesif dengan bahan inti, kompatibel secara kimiawi, tidak bereaksi
dengan bahan inti, dapat melepaskan obat dengan kecepatan yang dapat
dikendalikan pada kondisi tertentu, serta dapat larut pada media air atau pelarut
lainnya atau dapat meleleh, dapat menghasilkan lapisan film yang tipis, keras,
tidak rapuh dan stabil. Bahan penyalut pembentuk mikrokapsul juga harus dapat
digunakan secara luas dengan metode yang akan digunakan dalam proses
pembuatan mikrokapsul.
Bahan penyalut yang digunakan dapat bersifat mukoadesif, biodegradabel,
dan pH sensitif, sehingga dapat mempengaruhi laju pelepasan obat dari sediaan.
Bahan penyalut yang sering digunakan dalam pembuatan mikrokapsul antara lain:
natrium alginat, gum arab, karagenan, dekstran, etil selulosa, karboksi metil
selulosa (CMC), selulosa asetat ftalat, polivinil alkohol, polivinil asetat, polietilen,
asam poliakrilik, gelatin, dan beberapa lemak (Sachan et.al, 2006).
Selain dua bahan utama tersebut, pada saat pembuatan diperlukan suatu
bahan pelarut. Pelarut yang digunakan ditentukan dari kelarutan bahan penyalut
dan bahan inti. Bahan pelarut yang digunakan sebaiknya berupa campuran
azeotrop yaitu komposisi campuran pelarut tertentu yang memiliki titik didih yang
4
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
5
Universitas Indonesia
tetap sehingga dapat diuapkan. Bahan pelarut dapat berupa air maupun pelarut
organik.
Ada beberapa alasan suatu zat dibuat mikrokapsul yaitu: alasan utamanya
adalah untuk memperoleh suatu sediaan yang pelepasannya ditunda atau
diperpanjang, dengan menggunakan mikrokapsul dapat menutupi rasa dan bau
yang tidak enak dari zat aktif sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien,
mikrokapsul dapat dibuat dengan mengkonversi suatu obat cair menjadi serbuk,
inkompatibilitas obat dapat dihindari dengan mikrokapsul, penguapan terhadap
zat-zat yang bersifat volatil dapat dicegah, dan mikrokapsul dapat mengurangi
iritasi terhadap saluran cerna karena zat aktif (Bansode et al, 2010).
Mikrokapsul dapat dibuat dengan dua metode yaitu: metode fisika dan dan
metode kimia (Benita, 1996). Metode kimia meliputi beberapa cara yaitu
koaservasi, penguapan pelarut, dan polimerisasi. Koaservasi merupakan proses
pembentukkan mikrokapsul yang disebabkan oleh pemisahan fase. Pemisahan
fase terjadi karena disebabkan oleh faktor-faktor seperti pH, temperatur, atau
penambahan bahan lain seperti garam natrium sufat (Mollet, Grubenmann, 2001).
Beberapa literatur menyatakan metode koaservasi terdiri dari 2 cara yaitu
koaservasi sederhana atau sering disebut dengan koaservasi dan koaservasi
kompleks.
Kriteria bahan penyalut yang dapat digunakan untuk metode koaservasi
secara umum adalah: bahan alam dan sintesis, terutama polimer yang memiliki
gugus terionisasi saat didalam larutan, misalnya gelatin, pati,
karboksimetilselulosa (Mollet, Grubenmann, 2001). Mikrokapsul yang terbentuk
dengan metode koaservasi, ukuran dan bentuk partikelnya akan dipengaruhi oleh
kecepatan pengadukan, tegangan permukaan, dan kekentalan penyalut (Dubey, et
al 2009).
Pada metode koaservasi pengerasan dinding salut mikrokapsul dapat
ditambahkan agen sambung silang seperti glutaraldehid, tripolifosfat dan lain-lain
dimana agen sambung silang ini rata-rata menggunakan pelarut organik sehingga
untuk menghilangkan pelarut organik yang digunakan mikrokapsul dikeringkan
dengan menggunakan desikator vakum. Mikrokapsul dengan metode koaservasi
dapat dibuat dengan menggunakan polimer yang terlarut pada media aqueous
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
6
Universitas Indonesia
dengan konsentrasi 1-10%, pada suhu 40-50˚C dimana bahan inti yang bersifat
hidrofobik terdispersi didalamnya (Dubey et al, 2009).
Pada metode koaservasi kompleks, pembentukkan mikrokapsul karena
interaksi dua polimer yang memiliki muatan yang berlawanan didalam air (Thies,
1996). Gelatin biasanya digunakan sebagai polimer kationik. Pada sistem dua fase
dalam metode koaservasi kompleks, supernatan bertindak sebagai fase kontinyu
dan koaservat kompleks sebagai fase terdispersi (Thies, 1996). Pada metode
koaservasi kompleks temperatur dan pH turut berperan dalam terjadinya
pemisahan fase, misalnya pada pembuatan mikrokapsul dengan menggunakan
gelatin dan gom arab sebagai polimer penyalut. Temperatur pada saat pembuatan
larutan gelatin berada pada suhu 40̊ - 60˚C dimana pada suhu ini gelatin dapat
meleleh dan pada saat penambahan gom arab kedalam larutan gelatin tersebut, pH
larutan berada pada pH 4-4,5 dan campuran tersebut kemudian didinginkan pada
temperatur ruang. Untuk mengeraskan dinding penyalut dapat ditambahkan
dengan glutaraldehid sambil didinginkan pada suhu 10˚C.
Metode pembuatan mikrokapsul dengan cara kimia lain nya adalah metode
penguapan pelarut, bahan penyalut dilarutkan dalam pelarut organik yang mudah
menguap, kemudian bahan aktif didispersikan di dalamnya lalu dibuat emulsi
dalam fase air. Emulsi tersebut kemudian diuapkan pelarutnya (dengan
pemanasan, tekanan tinggi, maupun vakum) sambil terus diaduk dengan
kecepatan tertentu. Pada saat pelarut tersebut menguap, polimer penyalut akan
menyelubungi bahan aktif, dan pengadukan akan menyebabkan terbentuknya
mikrokapsul dengan ukuran tertentu. Pelarut organik yang biasa digunakan adalah
metilen klorida dan kloroform, sementara fase air pembentuk emulsi adalah PVA,
HPMC, Gelatin dan Tween.
Selain itu metode secara kimia dapat dilakukan dengan polimerisasi. Pada
metode ini mikrokapsul terbentuk dari reaksi dua reaktan yang terkondensasi
secara cepat berdasarkan reaksi antara asam klorida dengan polimer yang
memiliki atom hidrogen reaktif seperti gugus amin/ alkohol, polyester, poliurea
dan poliuretan. Polimerisasi ini terjadi melalui penggabungan polimer penyalut
yang bereaksi secara polielektrolit atau ikatan kovalen. Teknik polimerisasi ini
dapat dilakukan dengan menambahkan pereaksi ke dalam emulsi air-dalam-
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
7
Universitas Indonesia
minyak (bahan aktif yang didispersikan dalam polimer larut air kemudian
diemulsikan dalam paraffin dengan bantuan emulsifier).
Mikrokapsul juga dapat dibuat dengan cara fisika. Salah satunya adalah
dengan metode semprot kering. Metode semprot kering memiliki prinsip bahan
inti dapat didispersikan atau dilarutkan dalam larutan penyalut kemudian
diatomisasi. Atomisasi terjadi pada saat larutan tersebut terkena paparan udara
panas. Ukuran mikrokapsul yang dihasilkan dari metode ini ukuran penyemprot,
laju penyemprotan, viskositas dan tegangan permukaan (Gharsallaoui, Roudaut,
Chambin, Volley & Saurel, 2007). Suhu inlet dan outlet juga menjadi faktor
penentu dalam pembuatan mikrokapsul (Liu, Zhou, Zeng & Ouyang, 2004). Suhu
inlet berkaitan langsung dengan laju pengeringan mikrokapsul dan kandungan air.
Saat suhu inlet rendah, laju penguapan yg rendah dapat menyebabkan
terbentuknya mikrokapsul dengan densitas membran yang tinggi, kandungan air
yang tinggi, fluiditas yang rendah, dan kecenderungan untuk membentuk
aglomerat (Gharsallaoui, Roudaut, Chambin, Volley & Saurel, 2007).
Bagaimanapun juga, suhu inlet yang terlampau tinggi dapat menyebabkan
penguapan yang berlebihan, sehingga terjadi cracking pada membran penyalut,
induksi pelepasan bahan inti, dan degradasi atau peguapan bahan inti. Proses
semprot kering umumnya dilakukan pada formulasi fase air, sehingga bahan
penyalut harus terlarut dalam air. Hal inilah yang menyebabkan terbatasnya
bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai bahan
Metode fisika lain yang dapat digunakan untuk membuat mikrokapsul
adalah centrifugal extrusion memperoleh mikrokapsul dengan ukuran 400-2000
µm. Partikel zat aktif disemprotkan dengan tekanan tinggi melalui larutan
penyalut dan kemudian ditampung di tempat larutan pengeras. Pada metode
semprot kering, bahan aktif dilarutkan atau disuspensikan di dalam lelehan
polimer atau larutan polimer kemudian disemprotkan dalam bentuk droplet
melalui udara panas sehingga membentuk kering dimana bahan aktif terjerap di
dalam bahan penyalut. Aliran udara pada proses spray dry ini dapat searah dengan
aliran partikel yang disemprotkan (co-current), berlawanan arah (counter-current)
maupun gabungan dari kedua sistem tersebut. Sistem co-current adalah sistem
yang cocok untuk bahan yang tidak tahan terhadap panas tinggi.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
8
Universitas Indonesia
Selain itu metode fluidized bed-coating juga merupakan metode
pembuatan mikrokapsul dengan cara fisika, partikel halus dari zat aktif
disuspensikan dengan aliran udara panas dan disemprot dengan larutan penyalut.
Ini akan mengelilingi partikel padat dan, setelah pelarut diuapkan, meninggalkan
lapisan padat menyerupai kulit disekeliling inti. Proses dapat digunakan untuk
melapisi partikel padat dengan diameter sekitar 40 µm yang cocok untuk ukuran
tablet. Prinsip ini diaplikasikan secara farmasetis, dan juga untuk kimia dan
makanan. Material penyalut termasuk gelatin, gula, resin, lilin, polimer sintetik
dan turunan selulosa.
Panci penyalut merupakan metode pembuatan mikrokapsul dengan cara
fisika. Metode ini digunakan untuk penyalutan partikel yang ukurannya yang
lebih besar dari 600 µm atau tablet. Partikel bahan inti yang sudah terbentuk
dimasukkan ke dalam panci penyalut kemudian disemprotkan larutan penyalut
kepadanya. Panci penyalut diputar dengan kecepatan tertentu sambil ditiupkan
udara panas ke dalamnya untuk mengeringkan lapisan film yang disemprotkan ke
partikel.
Mekanisme pelepasan obat pada mikrokapsul tergantung pada jenis
polimer yang digunakan. Mekanisme pelepasan obat dari mikrokapsul mengikuti
pelepasan secara difusi atau erosi baik pada sistem matriks monolitik maupun
sistem resevoir. Pada sediaan mikrokapsul laju pelepasan obat dapat dikontrol
sehingga pelepasannya dapat ditunda ataupun diperlama. Polimer yang digunakan
dapat berupa polimer yang biodegradabel sehingga profil pelepasan nya dapat
berupa difusi dan erosi sekaligus (Bansode et al, 2010).
2.2. Pati
Pati merupakan derivat polisakarida yang strukturnya terdiri dari α-1,4-D-
glukosa, amilosa, amilopektin dan beberapa gugus hidroksil (Rowe, et.al 2009).
Pati terdiri dari atom karbon, hidrogen, dan oksigen dengan perbandingan 6:10:5
(Beynum V, Roels JA, 1985). Struktur pati hampir sama dengan selulosa, hanya
berbeda pada ikatan glukosidanya, pati terletak pada α-1,4-D-glukosa sedangkan
selulosa pada β-1,4-D-glukosa. Selain itu pati juga memiliki dua komponen utama
lainnya yaitu amilosa dan amilopektin pada pati terikat pada α-1,4-D-glukosa
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
9
Universitas Indonesia
yang pada masing-masing ikatan terhubung dengan α-1,6-D-glukosa. Amilosa
bersifat larut dalam air dan menyebabkan viskositas pati yang cukup tinggi
sedangkan amilopektin tidak larut dalam air. Kedua molekul ini membentuk
granul semi-kristalin pati. Jumlah dan ukuran dari kedua molekul ini berbeda
tergantung pada tanaman penghasil pati.
Pati sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan sediaan
farmasi. Pati biasa ditambahkan sebagai pengisi, penghancur dan pengikat (Rowe,
et.al 2009). Larutan dispersi pati memiliki pH sekitar 4,0-8,0 (Rowe, et.al 2009).
Pati singkong mengandung amilosa sekitar 17-20%. Pati memiliki ukuran partikel
yang beragam tergantung jenis patinya seperti pati singkong memiliki ukuran
partikel sekitar 5-35µm dengan diameter partikel rata-rata 13 µm (Rowe, et.al
2009).
[Sumber : Rowe, Sheskey & Owen, 2009]
Gambar 2.1. Struktur amilosa dan amilopektin pada pati (telah diolah kembali)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
10
Universitas Indonesia
2.3. Modifikasi Pada Pati
Pati alami tidak dapat digunakan dalam mikroenkapsulasi karena pati tidak
dapat larut dalam air dingin sehingga perlu dilakukan modifikasi terhadap pati.
Sejumlah modifikasi terhadap pati telah dilakukan untuk mengubah sifat fisik,
kimia maupun fungsionalnya sehingga pati dapat digunakan secara luas dalam
pembuatan sediaan obat. Modifikasi terhadap pati dapat dilakukan dengan cara
fisika, kimia, maupun biologi.
Modifikasi pati secara fisika merupakan modifikasi yang dilakukan tanpa
mengubah struktur kimia dari pati. Modifikasi fisika yang dilakukan terhadap pati
antara lain meliputi gelatinisasi, pemanasan dan ekstruksi. Modifikasi fisika yang
dilakukan pada pati dapat memperbaiki sifat fungsional pati seperti laju alir,
kompresibilitas dan laju alir (Xie et al, 2005).
Gelatinisasi terhadap pati merupakan salah satu cara modifikasi fisika.
Gelatinisasi pati dilakukan dengan memanaskan pati diatas suhu gelatinasinya.
Suhu gelatinasi pada pati berbeda-beda tergantung pada jenis pati tersebut. Pati
singkong memiliki suhu gelatinasi sekitar 58,5-70˚C. Pada saat pati dipanaskan
diatas suhu gelatinasinya, ikatan hidrogen yang menjaga integritas struktur granul
menjadi lemah sehingga air dapat berpenetrasi dan granul pati dapat mengembang
dengan cepat (Wurzburg, 1989; Swinkels, 1985). Pati yang telah mengalami
proses gelatinisasi akan kehilangan sifat birefringence. Sifat birefringence ini
dapat dilihat dengan mikroskop yang dilengkapi dengan sinar yang dapat
berpolarisasi (Wurzburg, 1989). Pati yang memiliki sifat birefringence akan
membentuk dua warna bersilang pada permukaan karena adanya perbedaan indeks
refraksi granula pati (Colonna & Buleon, 2010). Pati yang telah digelatinisasi
akan dapat larut dalam air tanpa perlu pemanasan.
Modifikasi pati dengan cara kimia dapat dilakukan dengan cara oksidasi,
esterifikasi, eterifikasi, sambung silang dan kationisasi. Modifikasi ini dapat
mengubah struktur fungsional dari pati sehingga mengubah sifat kelarutan pati,
hidrofilisitas dan ketahanan pati terhadap suasana asam dan basa fisiologis tubuh.
Pati memiliki tiga gugus hidroksil yang berpotensi untuk dilakukan modifikasi
secara kimia yaitu C-2, C-3 dan C-6. Pada gugus hidroksil tersebut dapat
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
11
Universitas Indonesia
dilakukan subsitusi, sambung silang atau oksidasi dan reduksi (Van de Burgt et al
2000).
Esterifikasi merupakan salah satu modifikasi kimia yang dapat dilakukan
terhadap pati.Rreaksi esterifikasi pada pati dilakukan dengan mensubsitusikan
gugus karboksilat dari asam karboksilat pada gugus hidroksil pati. Reaksi
esterifikasi pada umumnya dilakukan pada medium organik sehingga
menghasilkan pati yang termodifikasi dengan derajat subsitusi yang tinggi (Xie et
al, 2005).
Modifikasi lain yang dapat dilakukan terhadap pati adalah modifikasi
biologi yang meliputi hidrolisis secara enzimatik. Banyak enzim yang dapat
digunakan dalam hidrolisis pati. Enzim yang sering digunakan untuk modifikasi
pati antara lain α-amilase, β-amilase, glukoamilase, pullulanase dan isoamilase.
Enzim-enzim tersebut telah diisolasi dari jamur, kapang, bakteri dan beberapa
tanaman (Xie et al, 2005).
2.4. Pragelatinisasi Pati
Pati pragelatinisasi dapat diperoleh dengan cara spray-cooking, drum-
drying, proses berdasar pada pelarut, dan ekstruksi (Xie et al, 2005). Pada proses
spray-cooking, pati dimasukan melalui nozzel tertentu dan diatomisasi dalam
chamber (Xie et al, 2005). Pada waktu yang sama uap panas dimasukan kedalam
chamber melalui nozzel kedua untuk memasak pati (Xie et al, 2005). Sedangkan
pada proses drum-drying, pati sebelumnya dimasak hingga membentuk pasta,
kemudian pasta pati dialirkan kedalam drum yang telah dipanaskan dengan suhu
sesuai suhu gelatinisasi pati (Xie et al, 2005). Pragelatinisasi pati dapat dilakukan
dengan cara sempurna atau sebagian. Pati terpragelatinasi merupakan hasil
modifikasi pati dengan memecahkan seluruh atau sebagian granul pati sehingga
mengubah sifat alir pati. Pati terpragelatinasi telah diteliti memiliki laju alir dan
kompresibilitas yang lebih baik dibandingkan pati yang tidak termodifikasi
sehingga dapat digunakan sebagai bahan penolong dalam sediaan dengan cara
kempa langsung (Rowe, Sheskey & Owen, 2006).
Pragelatinisasi terhadap pati dilakukan dengan memanaskan pati pada suhu
di atas suhu gelatinasinya (55 - 80°C). Pada proses pragelatinisasi, energi panas
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
12
Universitas Indonesia
yang digunakan menyebabkan granul pati akan mengembang dengan cepat,
menyerap air dalam jumlah yang cukup banyak dan menyebabkan granul pecah.
Pada suhu 100 – 160°C, granul pati akan pecah seluruhnya. Perubahan ini
menghasilkan pragelatinisasi pati yang bersifat irreversible (Swinkels, 1985;
Dureja, Khatak S, Khatak M & Kalra, 2011).
Pada pati terpragelatinisasi sempurna, semua granul pati pecah sedangkan
pada pati terpragelatinisasi sebagian tidak semua granul pati tersebut pecah. Ciri
terbentuknya pragelatinisasi pati dapat dilihat dari sifat birefringence pati yang
hilang. Birefringence adalah suatu bentuk granul pati normal yang membentuk
dua warna bersilang pada permukaan akibat dilewatkan sinar yang berpolarisasi,
disebabkan oleh adanya perbedaan indeks refraksi dalam granula pati. Hilangnya
sifat birefringence terjadi bersamaan dengan pecahnya granula pati saat
pragelatinisasi terjadi. Sifat birefringence dilihat dengan mikroskop yang
dilengkapi sinar yang dapat berpolarisasi (Colonna & Buleon, 2010).
Sifat birefringence pada pati yang terpragelatinisasi sempurna telah hilang.
Hal ini dapat diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi,
dimana tidak ada granula yang masih berbentuk kristal. Sedangkan pati yang
terpragelatinisasi parsial sifat birefringence tidak seluruhnya hilang, karena masih
terdapat granul pati utuh, sehingga masih terlihat kristal yang berwarna. Suhu
gelatinasi pati singkong adalah 66oC-75ºC sehingga proses gelatinisasi pati
singkong dapat dilakukan pada suhu sekitar 80oC (Anwar, Antokalina & Harianto,
2006). Pada suhu diatas suhu gelatinasi setiap partikel pati akan mengalami
degradasi yang akan menyebabkan komponen yang terdapat dalam granula keluar
terutama amilosa dan amilopektin. Setelah pemanasan, massa tersebut dapat
dikeringkan dengan spray-dried, roll-dried, extruded, atau drum-dried. Massa
yang telah dikeringkan ini dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan ukuran
partikel yang diinginkan (Chung-wai & Soralek, 2009).
Pati yang dihasilkan dari cara pragelatinisasi ini memiliki sifat yang
penting yaitu pati dapat dengan cepat terhidrasi dan mengembang dalam air pada
temperatur ruang (Xie et al, 2005). Dan pada temperatur ruang pati tersebut
berkurang konsistensinya dan memiliki penampilan yang pudar.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
13
Universitas Indonesia
2.5. Esterifikasi
Esterifikasi merupakan salah satu cara modifikasi pati dengan cara kimia.
Esterifikasi terhadap struktur pati yang sudah banyak dilakukan adalah dengan
cara asilasi struktur pati dengan asam karboksilat, dimana gugus hidroksil pada
pati tersubsitusi oleh asam karboksilat. Reaksi esterifikasi pada pati dapat secara
langsung, yaitu melalui reaksi dengan asam karboksilat, dan secara tidak
langsung, yaitu melalui reaksi dengan turunan asam karboksilat, seperti anhidrida,
asil klorida dan senyawa reaktif lain yang diturunkan dari asam (Jarowenko,
1989). Pada banyak penelitian, asam anhidrida dan asil klorida lebih banyak
digunakan sebagai pereaksi dalam proses asilasi ini karena lebih reaktif dibanding
asam karboksilat. Gugus hidroksil pada pati akan tersubstitusi oleh gugus
karboksilat dari asam.
Pada umumnya reaksi esterifikasi antara gugus karboksilat dan gugus
hidroksil pati dilakukan pada media organik, dimana akan diperoleh derajat
subsitusi yang besar. Media organik yang sering digunakan antara lain adalah
piridin. Reaksi yang berlangsung pada media organik akan memberikan resiko
toksisitas yang cukup besar karena adanya sisa pelarut yang masih tertinggal
sehingga untuk mengurangi resiko tersebut reaksi esterifikasi dilakukan pada
media berair (aqueous). Namun derajat subsitusi yang diperoleh dari reaksi yang
berjalan pada media berair lebih kecil dari pada media organik.
Gamb ar 2.2. Reaksi esterifika si PPS dengan flatat anhidrida
OO
OH
CH2OH
OHO
n
+ O
O
O
OO
OH
CH2OH
OO
C O
C
OH
O
n
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
14
Universitas Indonesia
2.6. Sambung Silang Pati
Sambung silang terjadi karena adanya ikatan yang menghubungkan antara
molekul yang berdekatan (Kling, 2001; Delong, 2011). Untuk dapat mereaksikan
sambung silang dengan polimer yang mengandung gugus hidroksil seperti pati,
agen penyambung silang harus memiliki kemampuan untuk dapat bereaksi dengan
dua gugus hidroksil pada inter atau intramolekul yang berdekatan (Steiger, 1966;
Delong 2011). Pati singkong memiliki 17-20% amilosa, jumlah amilosa ini akan
mempengaruhi reaktivitas pati saat dilakukan reaksi sambung silang karena pada
struktur amilosa pati mengandung dua jenis gugus hidroksi yakni gugus hidroksi
primer (6-OH) dan gugus hidroksi sekunder (2-OH dan 3-OH) (Dastidar,
Netravali, 2012). Kedua jenis gugus hidroksi ini memungkinkan pati dapat
bereaksi dengan agen sambung silang sehingga dapat membentuk pati sambung
silang (crosslinked starch). Sambung silang pati diperoleh dengan mereaksikan
pati (R-OH) dengan reagen bi-atau polifungsional seperti natrium trimetafosfat,
fosfor oksiklorida, epiklorohidrin, atau campuran asam anhidrida dan asam
dikarboksilat. Sambung silang pati di pengaruhi oleh rendahnya tingkat pereaksi.
Sifat sterik pada gugus hidroksil C-2 dan C-6 membuat kedua gugus tersebut lebih
reaktif dari pada gugus hidroksil C-3. Kereaktifan gugus hidroksil pada C-2 ini
sekitar 60-65%. Pada ester pati dengan DS dibawah 0,073, maka gugus ester
tersebut akan tersubtitusi pada posisi C-2 terlebih dahulu. Gugus ester akan mulai
tersubtitusi pada C-6 setelah DS lebih dari 0,073 (Van de Burgt et al, 2000; Bai,
2008).
Beberapa penelitian mengenai pembuatan sambung silang pati telah
berhasil dilakukan antara lain: sambung silang pati dengan fosfor oksiklorida,
reaksi ini berjalan cepat saat berada pada pH diatas 11 dan dengan penambahan
natrium sulfat (2% dari jumlah pati) (Xie et al, 2005). Selain itu pernah dilakukan
sambung silang pati dengan trimetafosfat, reaksi sambung silang ini menghasilkan
pati fosfat yang lebih lambat, namun jalannya reaksi dapat dipercepat dengan
meningkatkan pH dan konsentrasi natrium sulfat (Xie et al, 2005).
Pati dengan tingkat sambung silang yang rendah menunjukkan viskositas
yang lebih tinggi dari pada pati asli. Ikatan kimia sambung silang dapat
mempertahankan integritas granul untuk menjaga granul yang membengkak tetap
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
15
Universitas Indonesia
utuh, sehingga dapat mencegah hilangnya viskositas. Peningkatan tingkat
sambung silang akan menurunkan pembengkakan granul, sehingga granul tidak
dapat mengembang dan menurunkan viskositasnya (Xie et al, 2005). Dengan
adanya sambung silang pada pati maka suhu gelatinisasi pati akan meningkat
seiring dengan peningkatan derajat sambung silang, sedangkan kemampuan
mengembangnya akan terus menurun, sehingga dapat mempertahankan granul
pati untuk tetap stabil pada pH ekstrim (asam) (Belitz, Grosch, Schieberle, 2009).
Gambar 2.3. Usulan reaksi sambung silang antara PPS dengan ftalat anhidrida dan tereftaloil klorida
+ OO
OH
CH2OH
OH
OC
O
C
O
On
+ C C
Cl Cl
O O
OO
OH
CH2OH
OO
OOH
CH2OH
OHOCO
C
O
O
CH2
OO
OHO
OHO
OOH
CH2OH
OH
OOH
CH2OH
OHO
OH
CH2
OHO
O
C O
O
CH2OH
O
O
CH2OH
OH
OH
OHCO
C
O
C
O
HO
OH
n
n
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
16
Universitas Indonesia
2.7. Ketoprofen
Ketoprofen merupakan analgetik, anti-inflamasi dan siklo-oksigenase
inhibitor. Ketoprofen berupa serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih.
Ketoprofen sukar larut dalam air (1:100-1000), larut dalam etanol (1:10-30), larut
dalam metanol (1:10-30), larut dalam etil asetat (1:10-30), larut dalam aseton
(1:10-30), larut dalam kloroform (1:10-30) (Florey,1981). Ketoprofen memiliki
berat molekul 254,29. Sebagai analgetik dan antiinflamasi, dosis ketoprofen yang
digunakan 100 mg. pH larutan ketoprofen 3,95x10-4 M dalam air adalah 6,5
(Florey, 1981). Nilai pKa ketoprofen dalam metanol:air (3:1) adalah 5,937,
sedangkan dalam asetonitril:air (3:1) adalah 5,02 (Florey, 1981). Absorbsi
ketoprofen bila diberikan peroral dapat mencapai puncak maksimum setelah satu
jam pemberian (Florey, 1981). Waktu paruh ketoprofen 1,5 jam sampai 2 jam
(Florey, 1981). Ketoprofen terikat pada serum protein sekitar 60%-90% (Florey,
1981). Dosis lazim ketoprofen adalah 100 mg per pemakaian. Ketoprofen
termasuk obat kelas II yaitu obat yang memiliki permeabilitas baik tetapi
kelarutannya rendah. Absorbsi ketoprofen pada lambung berlangsung baik, tetapi
ketoprofen dapat mengiritasi lambung, menyebabkan mual dan gastritis
(Wilmana, 1995).
[Sumber: Asyarie, 2007] Gambar 2.4. Struktur ketoprofen
2.8. Ftalat Anhidrida
Ftalat anhidrida memiliki rumus molekul C8H4O3 dengan berat molekul
148,12 g/mol. Ftalat anhidrida memiliki nama lain yakni anhidrida asam ftalat;
1,3-Isobenzofurandion; Isobenzofuran-1,3-dion; anhidrida asam 1,2-
Benzendikarboksilat; 1,3-Dihidro-1,3-dioksoisobenzofuran; 1,3-Dioksoftalan;
C
CH COOH
O
CH3
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
17
Universitas Indonesia
1,3-Ftalandion; Ftalandion. Produk ftalat anhidrida yang banyak digunakan antara
lain adalah ester ftalat sebagai plasticizer, dan resin poliester tidak jenuh. Ftalat
anhidrida berwujud serpihan atau jarum-jarum putih, memiliki titik lebur 132oC
dan titik didih 284,5oC pada 1013 hPa. Toksisitas akut ftalat anhidrida (LD50)
pada tikus adalah 1530 mg/kg BB. Densitas ftalat anhidrida yaitu 1,527 g/mL
pada suhu 20oC. Koefisien partisi n-oktanol/air (log Kow) = 1,6. Ftalat anhidrida
terhidrolisis dengan cepat menjadi asam ftalat bila berkontak dengan air pada pH
6,8 – 7,24 dengan waktu paruh 0,5 – 1 menit pada 25oC, membentuk asam ftalat
dengan konstanta disosiasi 2,8 – 5,4. Paparan udara menyebabkan ftalat anhidrida
mengalami fotodegradasi membentuk radikal hidroksil. Ftalat anhidrida bersifat
biodegradabel.
[Sumber : Bayer Chemicals, 2004]
Gambar 2.5. Struktur ftalat anhidrida (telah diolah kembali)
2.9. Tereftaloil Klorida
[Sumber : Sigma Aldrich, 2012] Gambar 2.6. Struktur tereftaloil klorida
Tereftaloil klorida sering digunakan untuk meningkatkan kinerja polimer,
selain itu tereftaloil klorida merupakan agen crosslinking dalam reaksi sambung
silang. Tereftaloil klorida juga merupakan kristal padat berwarna putih, larut
dalam pelarut organik memiliki titik lebur 81,5-83˚C, titik didih 265˚C dan
bersifat korosif. Tereftaloil klorida sering digunakan untuk membuat co-polimer
dan polimer aramid seperti twaron dan kevlar(R). Berat molekul tereftaloil klorida
203,02 g/mol dengan nilai densitas 1,34 g/cm-3.
C C
Cl Cl
O O
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
18
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi
Lokasi penelitian adalah di Laboratorium Farmasetika, Laboratorium
Teknologi Farmasi dan Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen
Farmasi FMIPA UI, Depok. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2011
hingga Oktober 2012.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati singkong (PT.
Sungai Budi Lampung, Indonesia), asam ftalat anhidrida (Merck, Jerman), etanol
96% (Merck, Jerman), natrium sulfat anhidrat (Merck, Jerman), HCl (Merck,
Jerman), NaOH (Merck, Jerman), ketoprofen (Sanofi Aventis, Prancis), kalium
dihidrogen fosfat (Merck, Jerman), kalium bromida (Merck, Jerman), kalium
hidrogen ftalat (Merck, Jerman), kalium dihidrogen fosfat (Merck, Jerman),
tereftaloil klorida (Sigma-Aldrich, Amerika Serikat), sikloheksana (Merck,
Jerman), kloroform (Merck, Jerman) dan aquadest.
3.3. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah drum drier (R.
Simon Dryers, Inggris), disc mill, satu set pengayak (Retsch, Jerman),
spektrofotometer UV-1800 (Shimadzu, Jepang), fourier-transform infrared
spectrometer 8400 S (Shimadzu, Jepang), viskometer brookfield (Brookfield
Synchrolectic, USA), pH meter (Eutech pH 510, Singapura), neraca analitik
(Adam AFA – 210 LC, USA), pengaduk magnetik (Ika, Jerman), thermal
analyzer DSC 6 (Perkin Elmer, USA), mikrometer (Din – 863/11, Inggris), SEM
(scanning electron microscope Jeol JSM-5310 LV, Inggris), oven vakum
(Memmert, Jerman), homogenizer (EH 2012 CKL Machinery, Malaysia),
desikator, moisture balance AMB 50 (Adam, Inggris), semprot kering (Erweka,
Jerman), termometer, dan alat–alat gelas.
18
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
19
Universitas Indonesia
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Pembuatan Pragelatinisasi Pati Singkong dan Pragelatinisasi Pati
Singkong Ftalat
3.4.1.1. Pembuatan Pragelatinisasi Pati Singkong (PPS)
Pati singkong dipanaskan dengan sejumlah air di atas suhu gelatinasinya
(diatas 70°C), hingga diperoleh pasta bening. Kemudian dikeringkan dengan drum
drier pada suhu 80°C ± 5°C. Hasil berupa serpihan dihaluskan dengan disc mill
dan diayak melalui pengayak 60 mesh sehingga diperoleh pragelatinisasi
sempurna pati singkong (PPS) (Anwar, Khotimah & Yanuar, 2006).
3.4.1.2. Pembuatan Pragelatinisasi Pati Singkong Ftalat (PPSFt)
Pati terpragelatinasi yang diperoleh dibuat suspensi 10% PPS dalam air.
Ke dalam larutan tersebut ditambahkan larutan NaOH 10 N sampai tercapai pH 8-
10. Pada wadah yang lain dibuat larutan 20% flatat anhidrida dalam etanol 96%
(sebanyak 50% PPS kering), lalu diteteskan ke dalam larutan pati
terpragelatinisasi dan diaduk dengan kecepatan 1000 rpm sambil terus menjaga
kondisi reaksi pada pH 8-10 dengan cara menambahkan larutan NaOH 10 N.
Untuk menarik air hasil reaksi esterifikasi, ditambahkan natrium sulfat anhidrat
(5% dari mucilago PPS) selama reaksi. Setelah reaksi selesai, pengadukan
diteruskan hingga 30 menit kemudian, lalu didiamkan 24 jam sampai reaksi
esterifikasi selesai. Larutan tersebut kemudian dinetralkan dengan larutan HCl(e)
sampai mencapai pH 6.5 – 7 (Billmers & Tessler, 1994).
Setelah esterifikasi selesai, larutan tersebut dicuci dengan etanol 50%
beberapa kali hingga tidak terdeteksi ftalat pada bilasan terakhir (diidentifikasi
dengan tidak adanya serapan secara spektrofotometri UV-Vis), kemudian
dikeringkan dengan menggunakan drum drier pada suhu 80°C ± 5 °C. Serpihan
yang diperoleh kemudian dihaluskan dengan disc mill dan diayak melalui
pengayak 60 mesh (Kurnia Sari Setio Putri, 2012).
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
20
Universitas Indonesia
3.4.2. Karakterisasi Pragelatinisasi Pati Singkong dan Pragelatinisasi Pati
Singkong Ftalat
3.4.2.1. Karakterisasi Fisik
Karakterisasi fisik yang dilakukan terhadap PPS dan PPSFt meliputi
evaluasi bentuk dan morfologi, sifat termal, sifat alir, kadar air, higroskopisitas
dan kelarutan.
a. Penampilan Fisik
Pengamatan organoleptis dilakukan pada sampel PPS dan PPSFt meliputi
pengamatan terhadap bentuk dan warna serbuk PPS dan PPSFt yang diperoleh.
b. Bentuk dan Morfologi
Karakterisasi ini dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM), dengan cara: pati ditempelkan pada holder dengan
menggunakan dotite kemudian dimasukkan ke vakum evaporator. Pada tingkat
kevakuman tertentu holder dipijar sehingga uap emas akan melapisi bahan yang
ditempelkan pada holder. Holder kemudian dimasukkan kedalam alat SEM dan
periksa (Gallant DJ, 1976).
c. Sifat Termal
Karakteriasasi ini menggunakan Differential Scanning Calorimeter (DSC)
dengan cara: sebanyak ± 4 mg sampel diletakkan pada silinder aluminium
berdiameter 5 mm. Kemudian silinder tersebut ditutup dengan lempengan
aluminium lalu sampel dimasukkan kedalam alat DSC. Pengukuran dilakukan
mulai dari suhu 30ºC sampai 250ºC. Proses endotermik dan eksotermik yang
terjadi pada sampel tercatat pada rekorder.
d. Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan alat moisture balance. Alat
tersebut dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 105oC selama kurang lebih 10
menit. Sebanyak kurang lebih 1 gram serbuk sampel ditaburkan di atas wadah
alumunium secara merata, kemudian alat moisture balance dipanaskan pada suhu
105oC. Nilai yang terbaca pada moisture balance dicatat.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
21
Universitas Indonesia
e. Higroskopisitas
Higroskopisitas suatu bahan diketahui dengan menghitung penambahan
bobot suatu bahan yang disimpan dalam waktu tertentu. Sejumlah 1 gram sampel
PPSFt dan dimasukkan pada pot plastik dengan empat perlakuan:
1. pot tanpa tutup
2. pot dengan tutup
3. pot tanpa tutup dengan silika gel
4. pot dengan tutup dengan silika gel
Masing-masing pot diletakkan dalam desikator pada suhu kamar dan
kelembaban RH 70% yang telah diatur dengan larutan jenuh NaCl. Setiap minggu
sampel diamati terhadap perubahan fisik (warna dan bobot) selama 1 bulan
(Cartensen & Rhodes, 2000).
f. Pelarutan Relatif
PPSFt ditimbang masing-masing sebanyak 250 mg dan dilarutkan ke
dalam berbagai pelarut dengan volume 25 mL. Pelarut yang digunakan yaitu
medium asam berupa HCl dengan pH 1,2 dan pH 5; aquadest; medium basa
berupa medium dapar fosfat dengan pH 7,4; larutan NaOH pH 10 dan pH 12 serta
larutan NaOH 1 N. Masing-masing campuran dikocok dengan kecepatan 200 rpm
selama 1 jam. Larutan tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 4000
rpm selama 10 menit untuk mengendapkan PPSFt yang tidak terlarut di dalam
medium. Filtratnya kemudian dipipet 5,0 mL dan ditambahkan medium
pelarutnya hingga 25,0 mL, kemudian diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV pada titik isobestiknya (Aiedeh & Taha, 1999).
Titik isobestik diperoleh dengan cara mengukur serapan larutan 100 ppm
kalium hidrogen ftalat dalam medium berbagai macam pH.
3.4.2.2. Karakterisasi Kimia
Karakterisasi kimia yang dilakukan meliputi derajat keasaman, analisis
gugus fungsi dan derajat subtitusi PPSFt.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
22
Universitas Indonesia
a. Derajat Keasaman (pH)
Larutan PPS dan PPSFt dibuat dengan konsentrasi 10% kemudian pH nya
diukur dengan menggunakan pH meter.
b. Analisa Gugus Fungsi
Untuk memastikan subtitusi ftalat pada pati maka dilakukan pemeriksaan
dengan spektrofotometer IR. Sampel dicampurkan dengan kristal KBr, yang
sebelumnya sudah dikeringkan, dengan perbandingan sampel dan KBr 1:1,
kemudian dikempa menjadi tablet. Tablet ini dimasukkan ke dalam Fourier
Transform Infra Red (FTIR) dan alat dijalankan pada bilangan gelombang 400
sapai 4000 cm-1. Pita absorbsi yang spesifik menunjukkan adanya ikatan ester
pada bilangan gelombang 1710-1750 cm-1.
Spektrum IR yang diperoleh dari sampel PPSFt dibandingkan dengan
spektrum IR dari sampel PPS (Aiedeh & Taha, 1999).
c. Uji Derajat Substitusi
Derajat subtitusi diuji dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Sejumlah ± 50 mg PPSFt dilarutkan dalam larutan NaOH 1,0 N, kemudian diukur
serapannya pada panjang gelombang 271,8 nm (panjang gelombang maksimum
KHP). Kadar ftalat dalam PPSFt dihitung dengan menggunakan persamaan
regresi linier dari kurva kalibrasi larutan KHP dalam NaOH 1N.
3.4.2.3. Karakterisasi Fungsional
a. Sifat Alir Serbuk (Lachman, Lieberman, & Kanig, 1986)
Sifat alir serbuk PPSFt ditentukan dari laju alir, sudut istirahat serbuk dan
indeks kompresibilitasnya.
Sudut istirahat diperoleh dengan mengukur ketinggian dan diameter
sampel serbuk yang mengalir melalui alat corong alir dengan persamaan berikut:
(3.1)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
23
Universitas Indonesia
Keterangan : α = sudut istirahat H = tinggi maksimun kerucut R = jari – jari serbuk
Kompresibilitas serbuk diukur dengan membandingkan densitas bulk dan
densitas mampat. Densitas bulk diukur dengan menimbang sejumlah massa (m)
serbuk PPSFt dan dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml (V1).
Gelas ukur berisi sampel serbuk PPSFt kemudian diketuk-ketukkan
sebanyak 300 kali. Percobaan diulangi kembali dengan 300 ketukan kedua untuk
memastikan sampelnya tidak mengalami penurunan volume, kemudian diukur
volumenya (V2).
Laju alir serbuk diukur dengan menggunakan flowmeter. Sejumlah sampel
dimasukkan kedalam corong flowmeter dan diratakan tanpa tekanan. Alat
dijalankan dan waktu yang diperlukan oleh seluruh sampel untuk mengalir
melalui corong dicatat. Laju aliran dinyatakan dalam g/detik.
Sifat alir serbuk dapat dinilai dari sudut istirahat, rasio Hausner dan indeks
kompresibilitas seperti tertera pada tabel berikut:
(3.4)
(3.5)
(3.6)
(3.2)
(3.3)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
24
Universitas Indonesia
Tabel 3.1. Indeks kompresibilitas, sudut istirahat, rasio Hausner dan kategorinya
Sudut Istirahat (o) Indeks Kompresibilitas (%) Rasio Hausner Sifat Alir
25 - 30 < 10 1,00 – 1,11 Istimewa
31 - 35 11-15 1,12 – 1,18 Baik
36 - 40 16-20 1,19 – 1,25 Cukup baik
41 - 45 21-25 1,26 – 1,34 Agak baik
46 - 55 26-31 1,35 – 1,45 Buruk
56 - 65 32-37 1,46 – 1,59 Sangat buruk
>66 > 38 >1,60 Sangat buruk sekali
b. Viskositas dan Sifat Alir
Gelas piala diisi dengan 250 mL dispersi sampel PPSFt dalam aquadest
dengan konsentrasi 3%, 5%, 7% dan 10%b/v. Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan alat viskometer Brookfield dengan kecepatan spindle pada 0,5; 1; 2;
2,5; 5; 10; dan 20 rpm, kemudian diputar kembali dengan kecepatan 20; 10; 5;
2,5; 2; 1 dan 0,5 rpm. Hasil pembacaan skala dicatat. Viskositas dihitung dengan
menggunakan faktor koreksi, dan dibuat kurva sifat alir.
c. Indeks Mengembang
Indeks mengembang diuji dengan menggunakan serbuk PPSFt yang
dicetak menjadi bentuk tablet, masing-masing seberat ±500 mg. Masing-masing
tablet dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi 10 ml medium asam berupa
HCl dengan pH 1,2 dan pH 5; aquadest ; medium basa berupa medium dapar
fosfat dengan pH 7,4; larutan NaOH pH 10 dan pH 12. Indeks mengembang
diukur dengan mengukur peningkatan bobot tablet PPSFt hingga jam ke-8, lalu
menghitungnya menggunakan rumus berikut:
(3.7)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
25
Universitas Indonesia
3.4.3. Formulasi Mikrokapsul
Mikrokapsul ketoprofen dibuat dengan dua cara, yaitu:
a. Koaservasi (Weiβ, Knoch, et al, 1995, Thombre N.A et al, 2009)
Pada metode ini digunakan PPS dan ketoprofen dengan jumlah sebagai
berikut:
Tabel 3.2. Formula mikrokapsul metode koaservasi
Bahan Jumlah
Ketoprofen 0,833 gram
PPS 2,5 gram
Ftalat anhidrida 2,5 gram
Tereftaloil klorida 5 gram
NaSO4 anhidrat 10 gram
NaOH 1N 50 mL
Pada pembuatan mikrokapsul dengan metode koaservasi menggunakan
PPS sebagai eksipien penyalut. Sejumlah PPS di dispersikan dalam NaOH 1 N
sehingga terbentuk larutan PPS 5%, kemudian larutan PPS tersebut dicek pH nya.
Sejumlah ketoprofen yang telah ditimbang kemudian di dispersikan dalam larutan
PPS sambil diaduk dengan menggunakan homogenizer sampai homogen.
Perbandingan antara PPS yang digunakan dengan ketoprofen adalah 1:3.
Campuran tersebut kemudian direaksikan dengan Larutan ftalat anhidrida 20%
selama 1 jam, ftalat anhidrida dilarutkan dalam etanol 96%. Reaksi tersebut
disebut reaksi sambung silang, dimana reaksi berjalan pada pH 13 dan pada suhu
50ºC, sehingga selama penambahan larutan ftalat anhidrida tersebut pH larutan
campuran PPS dan ketoprofen harus tetap dijaga berada pada pH 13. Saat
penambahan larutan ftalat anhidrida campuran larutan tersebut di aduk dengan
menggunakan homogenizer pada rpm 3000. Selain itu saat penambahan larutan
ftalat juga ditambahkan natrium sulfat anhidrat kedalam campuran larutan polimer
sedikit demi sedikit untuk menarik air yang ada pada PPS dan air yang dihasilkan
dari reaksi sambung silang. Setelah penambahan larutan ftalat anhidrida,
campuran tersebut dibiarkan selama 24 jam untuk pembentukkan pemisahan fase.
Setelah 24 jam campuran tersebut direaksikan kembali dengan tereftaloil klorida 5
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
26
Universitas Indonesia
g dalam sikloheksan-kloroform 4:1 untuk dapat membentuk mikrokapsul. Saat
penambahan larutan tereftaloil klorida, campuran tersebut diaduk dengan
homogenizer pada rpm 3000. Reaksi berlangsung selama 1 jam, setelah itu
endapan mikrokapsul yang terbentuk kemudian dicuci dengan menggunakan
etanol 96% sebanyak tiga kali sambil diaduk dengan homogenizer pada rpm 3000
selama 5 menit. Kemudian endapan tersebut dikeringkan dengan cara dimasukkan
kedalam oven vakum pada suhu 30̊C selama 30 menit untuk menghilangkan
sikloheksan-kloroform, kemudian mikrokapsul dikeringkan kembali secara alami
dengan disimpan dalam desikator. Mikrokapsul yang telah kering kemudian
dikarakterisasi.
b. Semprot Kering (Semprot kering)
Tabel 3.3. Formula mikrokapsul metode semprot kering
Bahan Jumlah (g)
Ketoprofen 16,7
PPSFt 50
Aquadest 1000
PPSFt dikembangkan dalam aquades, dan dispersikan ketoprofen
kedalamnya. Kemudian tambahkan larutan NH4OH 25% sebanyak 1,2 mL sambil
aduk dengan homogenizer pada kecepatan 3000 rpm hingga homogen,
penambahan NH4OH bertujuan agar dispersi PPSFt dan ketoprofen dapat larut
dalam aquadest sehingga campuran PPSFt dan ketoprofen menjadi lebih
homogen, kemudian masukkan kedalam alat semprot kering dengan ukuran
diameter nozel 20-30 µm. Larutan disemprot dengan suhu inlet 180ºC dan suhu
outlet 95ºC, dimana kecepatan penyemprotan 5 mL/menit, tekanan penyemprotan
4 bar. Mikrokapsul yang telah terbentuk kemudian disimpan dalam wadah
tertutup rapat.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
27
Universitas Indonesia
3.4.4. Evaluasi Mikrokapsul
3.4.4.1. Rendemen Proses
Perolehan kembali dihitung dengan membandingkan bobot mikrokapsul
yang diperoleh dengan total bahan aktif, dan penyalut yang digunakan. Persen
perolehan kembali dihitung dengan menggunakan rumus:
(3.8)
Keterangan:
Wt: bobot awal (g)
Wo: bobot akhir (g)
3.4.4.2. Efisiensi Penjerapan
Efisiensi penjerapan diuji dengan cara memecah mikrokapsul yang
terbentuk dengan cara pengadukan atau penggerusan, kemudian dilarutkan dalam
dapar fosfat pH 7,4 dan ditetapkan kadarnya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Efisiensi mikroenkapsulasi dihitung dengan
membandingkan kadar obat yang teranalisa dengan bobot mikrokapsul yang diuji.
Efisiensi penjerapan dihitung dengan membandingkan jumlah obat dalam
mikrokapsul dengan jumlah obat yang secara teori dimasukkan ke dalam formula
(Mahesh, Rekha, Jhon, 2010).
3.4.4.3. Bentuk dan Morfologi
Bentuk dan morfologi mikrokapsul yang terbentuk dapat diamati dengan
menggunakan alat SEM (scanning electron microscope) dengan cara: mikrokapsul
ditempelkan pada holder dengan menggunakan dotile kemudian dimasukkan
kevakum evaporator. Pada tingkat kevakuman tertentu holder dipijar sehingga uap
emas akan melapisi bahan yang ditempelkan pada holder. Holder kemudian
dimasukkan kedalam alat SEM dan periksa (Gallant DJ, 1976).
%100×=teoritiszatBobotanalisiszatBobotPenjerapanEfisiensi
100Re xWo
WoWtndemen −=
(3.9)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
28
Universitas Indonesia
3.4.4.4. Analisa Gugus Fungsi
Untuk memastikan sambung silang ftalat pada pati dari mikrokapsul
dengan metode Koaservasi dan subsitusi ftalat pada pati dari mikrokapsul dengan
metode semprot kering maka dilakukan pemeriksaan dengan spektrofotometer IR.
Sampel dicampurkan dengan kristal KBr, yang sebelumnya sudah dikeringkan,
dengan perbandingan sampel dan KBr 1:1, kemudian dikempa menjadi tablet.
Tablet ini dimasukkan ke dalam Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan alat
dijalankan pada bilangan gelombang 400 sampai 4000 cm-1. Pita absorbsi yang
spesifik menunjukkan adanya ikatan ester pada bilangan gelombang 1710-1750
cm-1 (Aiedeh & Taha, 1999).
3.4.4.5. Indeks Mengembang
Indeks mengembang mikrokapsul dievaluasi dalam 2 jenis medium yang
berbeda yaitu medium pH 1,2 dan pH 7,4. Sebanyak ± 50 mg zat dimasukkan ke
dalam tabung sentrifugasi, lalu ditambahkan 5,0 ml medium. Bobot zat ditimbang
pada menit ke-30, 60, 90 dan 120. Indeks mengembang dihitung berdasarkan
rumus:
Keterangan:
Wt: bobot pada menit ke-t (g)
Wo: bobot pada menit ke-0 (g)
3.4.4.6. Kadar Air
Kadar air mikrokapsul dievaluasi dengan menggunakan moisture analyzer.
Sejumlah mikrokapsul diletakkan diatas wadah aluminium kemudian diukur pada
suhu 105ºC. Kadar air ditentukan berdasarkan kadar yang tertera pada alat.
(3.10)
%100×−
=awallmikrokapsuBerat
akhirlmikrokapsuBeratawallmikrokapsuBeratairKadar (3.11)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
29
Universitas Indonesia
3.4.4.7. Distribusi Ukuran Partikel
Distribusi ukuran partikel mikrokapsul dievaluasi dengan menggunakan
particle size analyzer. Mikrokapsul sejumlah 1 gram didispersikan dalam
aquadest kemudian langsung dimasukkan kedalam alat particle size analyzer dan
ditentukan kurva distribusi ukuran partikelnya.
3.4.4.8. Pembuatan Kurva Kalibrasi Ketoprofen dan PPSFt Pada Medium pH1,2
dan pH 7,4
Kurva kalibrasi ketoprofen dibuat dengan cara mengukur seri larutan
ketoprofen yang memilki konsentrasi 4, 5, 6, 8, 10, dan 12 ppm pada medium pH
1,2 dan pH 7,4. Kemudian seri larutan ketoprofen tersebut diukur serapannya
dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 260,2 nm dan 271,8
nm. Kemudian diperoleh persamaan dan kurva kalibrasi ketoprofen.
Hal yang sama juga dilakukan untuk membuat kurva kalibrasi PPSFt.
Kurva kalibrasi PPSFt dibuat pada dua medium yakni pH 1,2 dan pH 7,4 dimana
seri larutan PPSFt dibuat pada konsentrasi 40,50, 60, 80, 100, dan 120 ppm.
Larutan seri PPSFt tersebut diukur pada panjang gelombang 260,2 nm dan 271,8
nm. Serapan dari PPSFt tersebut akan digunakan pada perhitungan
multikomponen ketoprofen dari mikrokapsul dengan metode semprot kering.
Sedangkan untuk perhitungan multikomponen mikrokapsul dengan metode
Koaservasi, dibuat larutan dari mikrokapsul kosong pada pH 1,2 dan pH 7,4
dengan konsentrasi 100 ppm, kemudian diukur serapannya pada panjang
gelombang 260,2 nm dan 271,8 nm.
3.4.4.9. Uji Pelepasan Obat
Uji pelepasan ketoprofen dilakukan dalam dua jenis medium yaitu dapar
asam klorida pH 1,2 dan dapar fosfat 7,4. Pengujian pelepasan obat dilakukan
dengan menggunakan alat disolusi termodifikasi yaitu dilakukan pada wadah
beaker glass 100 mL yang diletakkan diatas magnetik stirer. Uji pelepasan
dilakukan pada suhu 37º ± 0,5ºC dengan pengadukkan menggunakan batang
magnetik stirer pada kecepatan 100 rpm dan medium yang digunakan sebanyak
100 mL. Sejumlah mikrokapsul dimasukkan kedalam membran selofan kemudian
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
30
Universitas Indonesia
dicelupkan kedalam medium disolusi. Cairan sampel diambil sebanyak 10 mL
pada menit tertentu, pada medium dapar asam klorida pH 1,2 sampling dilakukan
pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420, dan 480.
Sedangkan pada medium dapar fosfat pH 7,4 sampling dilakukan pada menit ke-
5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, 420 dan 480. Setiap
pengambilan cairan sampel 10 mL maka ditambahkan 10 mL larutan medium
kedalam wadah disolusi untuk menggantikan cairan yang diambil. Kemudian
kadar ketoprofen yang dilepaskan ditentukan dengan mengukur serapan
ketoprofen dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 260,2 nm dan 271,8 nm. Serapan yang telah diperoleh kemudian
dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan multikomponen untuk mencari
jumlah ketoprofen yang terdisolusi. Rumus multi komponen yang digunakan
yaitu:
Keterangan:
A1: nilai serapan zat pada panjang gelombang 260,2 nm
A2: nilai serapan zat pada panjang gelombang 271,8 nm
C1: konsentrasi polimer
C2: konsentrasi zat aktif
Keterangan:
a1; Serapan polimer pada panjang gelombang polimer
a2: Serapanpolimer pada panjang gelombang zat aktif
a3: Serapan zat aktif pada panjang gelombang polimer
a4: Serapan zat aktif pada panjang gelombang zat aktif
22212122121111
CKCKACKCKA×+×=×+×=
2422
2321
1212
1111
CaK
CaK
CaK
CaK
=
=
=
=
(3.12)
(3.13)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
31
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembuatan PPS dan PPSFt
PPS dibuat dengan cara memanaskan pati singkong sebanyak 20% dalam
aquadest pada suhu 80˚C yang merupakam suhu gelatinisasi pati, hingga
diperoleh pasta bening. Pemanasan tersebut menyebabkan granul pati menjadi
pecah sehingga rangkaian struktur pati menjadi tidak utuh. Granul pati yang pecah
akibat modifikasi fisika ini bersifat irreversible (Swinkels, 1985; Dureja, Khatak
S, Khatak M & Kalra, 2011). Kemudian pasta tersebut dikeringkan dengan
menggunakan drum drier pada suhu 80̊C ± 5˚C. PPS yang dikeringkan dengan
menggunakan drum drier berbentuk serpihan dengan ukuran besar sehingga perlu
dihaluskan dengan menggunakan disc mill dan kemudian diayak menggunakan
pengayak. Dari proses pembuatan tersebut menghasilkan rendemen PPS sebesar
74,89%. Hal ini dikarenakan adanya pasta yang menempel pada peralatan saat
pembuatan.
PPS yang diperoleh kemudian diesterifikasi dengan menggunakan ftalat
anhidrida sesuai prosedur yang pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya
(Kurnia Sari Setio Putri, 2012). PPS dilarutkan dalam aquadest sehingga terbentuk
mucilago PPS 10%. Konsentrasi mucilago yang dibuat merupakan konsentrasi
yang optimal untuk reaksi esterifikasi karena jika konsentrasi PPS ditingkatkan
akan menghasilkan mucilago yang sangat kental sehingga akan menghambat
reaksi esterifikasi.
Untuk menjaga agar pH reaksi esterifikasi tetap pada pH 9 maka kedalam
mucilago tersebut kemudian ditambahkan larutan NaOH 1N. Pada suasana basa
gugus hidroksil pada pati akan terionisasi dan gugus anhidrida pada ftalat akan
terbuka sehingga kedua senyawa tersebut dapat bereaksi. Kemudian penambahan
larutan ftalat anhidrida dilakukan sedikit demi sedikit dengan kecepatan 1 mL per
menit sambil diaduk.
Selain itu untuk mengurangi air yang terjadi karena reaksi esterifikasi
berlangsung, kedalam campuran tersebut ditambahkan natrium sulfat anhidrat
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
32
Universitas Indonesia
karena air yang dihasilkan selama reaksi akan menghambat reaksi sintesis.
Penghambatan reaksi sintesis terjadi karena anhidrida asam yang berkurang
reaktivitasnya dan berubah menjadi asam karboksilat yang reakstivitasnya lebih
kecil dari pada anhidrida asam. Jika hal ini berlangsung selama reaksi maka akan
diperoleh hasil sintesis dengan derajat substitusi yang rendah. Setelah selesai
reaksi esterifikasi maka campuran tersebut dinetralkan pHnya dengan
penambahan larutan HCl(e) sampai mencapai pH 6,5-7.
Larutan PPSFt yang sudah dinetralkan ditambahkan etanol 50% (dua kali
volume PPSFt) hingga terbentuk endapan putih. Endapan tersebut kemudian
dicuci sebanyak 20 kali pencucian, masing-masing dengan etanol 50% setengah
kali bobot PPSFt hasil sintesis. Pencucian sebanyak 20 kali ini bertujuan untuk
menghilangkan ftalat yang tidak tersubsitusi. Pada larutan etanol bilasan ke-20
sudah tidak terdeteksi lagi serapan ftalat pada panjang gelombang 280 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Endapan tersebut kemudian dikeringkan
dengan menggunakan drum drier pada suhu 80°C ± 5 °C. Dengan pemanasan
tersebut akan diperoleh serpihan kering PPSFt yang kemudian dihaluskan dengan
disc mill dan diayak melalui pengayak 60 mesh hingga diperoleh serbuk kering
PPSFt.
Rendemen dari hasil sintesis PPSFt ini hanya sebesar 45,23%. Kehilangan
bobot yang sangat banyak diperkirakan terjadi pada proses pengendapan dan
pencucian dengan etanol 50%. Karena tidak semua mucilago hasil sintesis dapat
diendapkan dengan penambahan etanol 50% tersebut, maka endapan yang dapat
dicuci dan dikeringkan hanya sedikit. Kehilangan bobot juga dapat terjadi pada
proses pengeringan dengan drum drier, karena endapan hasil pencucian yang
sangat kental sehingga banyak yang menempel di drum drier saat dikeringkan.
4.2. Karakteristik PPS dan PPSFt
4.2.1. Karakteristik Fisik
4.2.1.1. Pemerian dan Organoleptis
Warna serbuk PPS yang dihasilkan putih agak kekuning-kuningan, apabila
dibandingkan dengan serbuk pati singkong warnanya kurang putih. Hal ini
disebabkan PPS mengalami pengeringan dengan suhu yang tinggi yaitu 80˚C
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
33
Universitas Indonesia
dengan menggunakan drum-dryer. Sedangkan serbuk PPSFt memiliki warna
putih-kekuningan yang tidak berbau, bila dibandingkan dengan PPS, warna
serbuk PPSFt lebih kekuningan. Hal ini disebabkan serbuk PPSFt mengalami dua
kali pengeringan menggunakan drum-dryer. Berdasarkan pengamatan secara fisik
serbuk PPS lebih voluminus dibanding dengan serbuk PPSFt dan pati. Hal ini juga
didukung dengan nilai densitas PPS yang lebih kecil. Nilai densitas PPS
0,137±0,006 g/mL dan nilai densitas PPSFt 0,563±0,011 g/mL.
4.2.1.2. Bentuk dan Morfologi
(a) (b)
(c)
Gambar 4.1. Mikrograf SEM (a) pati singkong (perbesaran 100 kali),
(b) PPS (perbesaran 500 kali) , (c) PPSFt (perbesaran 500 kali)
Pengamatan bentuk dan morfologi pragelatinasi pati singkong dilakukan
dengan menggunakan alat SEM. Dari hasil SEM diperoleh granul pati singkong
yang berbentuk utuh, bulat, dan agak menyerupai topi baja, kontras sekali jika
dibandingkan dengan serbuk PPS dan PPSFt dimana bentuknya berupa serpihan
tidak beraturan. Hal ini disebabkan adanya proses gelatinasi pada saat
pembentukan PPS dan PPSFt yang memecahkan granul-granul pati. Selain itu
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
34
Universitas Indonesia
adanya proses pengeringan dengan drum drier dan penghalusan dengan disc mill
membuat PPS dan PPSFt yang dihasilkan menjadi berbentuk serpihan tipis.
Namun PPS memiliki bentuk serpihan tipis yang tidak merata.
4.2.1.3. Sifat Termal
Sifat termal PPS dan PPSFt dianalisa dengan menggunakan DSC.
Pengukuran secara DSC merupakan pengukuran kualitatif dimana kemurnian
sampel dapat dilihat dari titik leburnya. Pada prinsipnya DSC mengukur besarnya
panas yang diserap atau dibebaskan selama proses pemanasan atau pendinginan
(Mabrouk, 2004).
Kurva menurun yang terlihat pada Gambar 4.2. memperlihatkan
perbedaan kurva endotermik antara pati singkong, PPS dan PPSFt. Proses
endotermik biasanya terjadi pada proses perubahan fase suatu zat, misalnya proses
peleburan/ pelelehan. Proses endotermik ditandai dengan nilai energi yang
negatif, yang berarti bahwa proses peleburan tersebut menyerap energi panas.
Energi panas dibutuhkan oleh zat untuk mengubah bentuknya dari padat menjadi
cair.
Gambar 4.2. Kurva endotermik (a) pati singkong, (b) PPS, dan (c) PPSFt
Laju
Pan
as (m
W) a
b
c
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
35
Universitas Indonesia
Tabel 4.1. Perbandingan kurva endotermik DSC pati singkong, PPS, dan PPSFt
Parameter PPSFt PPS Pati Singkong
Jarak lebur (oC) 156,52 – 164,48 145,18 – 153,96 143,45 – 158,55
Energi peleburan (J/g) - 100,78 - 105,06 -156,48
Pati singkong memiliki jarak lebur yang lebih luas dan menyerap energi
panas yang lebih besar dibandingkan PPS dan PPSFt karena pati singkong
memiliki granula yang masih utuh, sehingga membutuhkan energi yang lebih
besar untuk memecah granulanya. Sedangkan PPS dan PPSFt membutuhkan
energi panas yang lebih kecil karena memiliki bentuk granula yang sudah pecah.
Namun PPSFt membutuhkan suhu peleburan yang lebih tinggi dari pada PPS dan
pati singkong karena bobot molekul PPSFt yang lebih tinggi dari pada PPS dan
pati singkong. Bobot molekul yang tinggi disebabkan adanya substitusi gugus
ftalat kedalam struktur pati.
4.2.1.4. Kadar Air
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui banyaknya air yang
terkandung dalam suatu zat. Kadar air ini dilakukan menggunakan alat moisture
balance dan dikeringkan pada suhu 105̊C. Berdasarkan hasil pengukuran kadar
air diperoleh pati singkong dan PPS sama-sama memiliki kadar air yang cukup
tinggi yaitu 5-12%. Namun jumlah kadar air ini masih memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan oleh USP yaitu kurang dari 16% untuk pati singkong dan
kurang dari 15% untuk PPS (USP, 2007). Kadar air yang cukup tinggi ini turut
mempengaruhi sifat alir dari kedua serbuk tersebut. Kadar air yang tinggi
menyebabkan daya lekat antar partikel besar sehingga menyebabkan sifat alir
yang buruk (Martin, Bustamante, & chun 1993).
Pengukuran kadar air menunjukkan kadar air PPSFt yang lebih rendah
(5,76% ± 0,060%) daripada kadar air PPS (11,31% ± 0,221%). Hal ini mungkin
terkait proses pencucian PPSFt yang menggunakan etanol 50% sehingga pada saat
dikeringkan etanol dengan mudah menguap dan hanya sedikit air yang tertinggal
di dalam serbuk kering PPSFt tersebut. Rendahnya kadar air dalam serbuk PPSFt
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
36
Universitas Indonesia
ini menyebabkan laju alir serbuk PPSFt menjadi lebih cepat (11,53 ± 2,20
gram/detik) dibandingkan dengan laju alir PPS (1,95 ± 0,38 gram/ detik).
4.2.1.5. Higrokopisitas
Higroskopisitas merupakan kemampuan zat padat untuk menyerap lembab
dari udara. Seluruh pati bersifat higroskopis dan mudah menyerap lembab dari
udara (Rowe, Sheskey & Owen, 2009). Hal ini menyebabkan penentuan
higroskopisitas pati dan turunannya menjadi penting dilakukan untuk dapat
menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai sehingga dapat mengurangi
absorbsi lembab yang berlebihan oleh pati.
Gambar 4.3. Higroskopisitas (a) PPSFt dan (b) PPS dalam berbagai kondisi; () pot tanpa tutup, () pot dengan tutup, () pot dengan silika gel,
dan (ο) pot dengan tutup dengan silika gel
Dari hasil pengukuran higrokopisitas, keseluruhan sampel memiliki
kecenderungan higrokopis karena adanya peningkatan bobot sampel pada setiap
waktunya. Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa sampel yang disimpan pada wadah
dengan pot tertutup dengan silika gel memiliki persentase peningkatan bobot yang
terendah, sehingga penyimpanan sampel sebaiknya dilakukan dalam wadah
tertutup rapat dan diberikan silika gel.
a b
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Gambar 4.4. Higroskopisitas PPFt () dan PPS () pada hari ke-30
Dibandingkan dengan PPS, serbuk PPSFt menyerap lembab lebih banyak
sehingga peningkatan bobotnya lebih besar, hal ini disebabkan kadar air yang
terkandung dalam PPS sudah besar sehingga kemampuannya menyerap uap air
menjadi berkurang dibandingkan PPSFt yang kadar airnya lebih kecil.
4.2.1.6. Pelarutan Relatif
Pelarutan relatif PPSFt dilakukan dengan tujuan untuk melihat
kecenderungan PPSFt dapat melarut pada medium berbagai pH. Pada penelitian
ini, pelarutan PPSFt diuji dalam air pada pH yang bervariasi. Penetapan kadar
ftalat terlarut dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang isobestik, yaitu panjang gelombang dimana ftalat pada larutan
berbagai pH memiliki nilai serapan yang sama. Kurva kalibrasi dibuat dengan
menggunakan larutan KHP dalam NaOH 1N yang diukur pada panjang
gelombang 255 nm (titik isobestik).
Larutan PPSFt dalam basa secara kualitatif terlihat lebih jernih daripada
larutan PPSFt didalam medium asam. Pada Gambar 4.5 terlihat bahwa kelarutan
PPSFt meningkat seiring bertambahnya pH medium sehingga PPSFt lebih larut
dalam medium basa daripada medium asam.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
38
Universitas Indonesia
Gambar 4.5. Pelarutan relatif PPSFt dalam medium berbagai pH Setiap nilai merupakan rata-rata + SD (n = 3), () P≤ 0,05
Berdasarkan perhitungan statistik, terdapat perbedaan yang bermakna
antara kelarutan PPSFt dalam medium asam pH 1,2 dengan kelarutannya dalam
medium basa NaOH 1N (P≤ 0,05). Hal ini dikarenakan gugus karboksilat pada
ftalat yang tersubtitusi pada pati dapat terionisasi pada pH basa. Larutan PPSFt
dalam NaOH 1 N terlihat paling jernih, yang berarti bahwa seluruh PPSFt terlarut.
Berdasarkan hasil uji pelarutan relatif PPSFt maka PPSFt berpotensi digunakan
untuk sediaan lepas lambat.
4.2.2 Karakteristik Kimia
4.2.2.1. Derajat Keasaman (pH)
pH dilakukan terhadap larutan 5% PPS dan PPSFt dalam aquadest.
Larutan PPS 5% memiliki pH 6,69 ± 0,32, sedangkan larutan PPSFt 5% memiliki
pH 5,72 ± 0,11. PPSFt memiliki pH yang lebih asam daripada PPS, hal ini
dikarenakan adanya gugus ftalat, meskipun gugus ftalat yang tersubstitusi sangat
sedikit.
4.2.2.2. Derajat Substitusi
Untuk mengetahui banyaknya pati yang tersubstitusi oleh gugus ftalat
dapat dilakukan dengan menghitung derajat substitusi. Pengukuran kadar ftalat
dalam pati dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
39
Universitas Indonesia
panjang gelombang 271,8 nm. Kurva kalibrasi ftalat dibuat dengan menggunakan
larutan kalium hidrogen ftalat dalam NaOH 1N.
Larutan sampel merupakan larutan PPSFt dalam NaOH 1 N, NaOH 1 N
digunakan sebagai pelarut karena PPSFt dapat larut dan membentuk larutan yang
jernih pada NaOH 1 N, sehingga dapat disimpulkan suluruh ftalat sudah terlarut
dan dapat terdeteksi pada spektrofotometer UV-Vis. Konsentrasi ftalat dalam
larutan sampel tersebut kemudian dihitung dengan mengkonversikan serapan yang
diperoleh dari hasil pengukuran ke persamaan kurva kalibrasi.
Dari hasil perhitungan diperoleh kadar ftalat 4,74 ± 0,16% setara dengan
nilai derajat substitusi ftalat 0,0541 ± 0,00186. Berdasarkan hasil tersebut dapat
diartikan bahwa pada setiap 100 unit anhidroglukosa PPS terdapat lima gugus
ftalat yang tersubstitusi. Substitusi ftalat diperkirakan terjadi pada gugus reaktif
pati, yaitu pada C posisi 2, 3, dan 6, dengan kemungkinan terjadi substitusi
terbesar pada posisi C-2 karena reaktivitasnya yang paling besar (Van de Burg et
al., 2000).
Derajat substitusi PPSFt yang sebesar 0,0541 merupakan hasil sintesis
dari PPS dengan ftalat anhidrida sebanyak 50% dari berat PPS. Bila dibandingkan
dengan subsitusi PPS dengan asam alifatik seperti asetat anhidrida atau propionat
anhidrida, substitusi PPS dengan ftalat menghasilkan derajat subsitusi yang lebih
kecil, hal ini kemungkinan disebabkan oleh sulitnya gugus ftalat tersubsitusi
karena gugs ftalat yang berbentuk aromatis sehingga strukturnya lebih besar.
Derajat substitusi dapat mempengaruhi sifat-sifat fungsional PPSFt,
terutama kelarutan PPSFt. Makin tinggi derajat substitusinya maka kelarutan
PPSFt dalam medium asam akan menurun karena gugus karboksilat akan
terionisasi pada suasana basa. Sehingga dengan adanya sifat ini memungkinkan
PPSFt dapat digunakan sebagai eksipien yang dapat menahan pelepasan obat
dilambung.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
40
Universitas Indonesia
4.2.2.3. Analisis Gugus Fungsi
Analisa gugus fungsi yang dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer infra merah bertujuan untuk memastikan adanya subtitusi ftalat
ke dalam PPS. Gambar 4.6 memperlihatkan adanya perbedaan spektrum PPS dan
PPSFt pada bilangan gelombang sekitar 1500 – 1700 cm-1.
Pada PPSFt terdapat puncak dengan intensitas sedang pada panjang
gelombang 1500,49 cm-1 yang menandakan adanya ikatan rangkap C=C senyawa
aromatis dari ftalat, serta puncak dengan intensitas lemah pada panjang
gelombang 1716,70 cm-1 yang menandakan adanya gugus karbonil (C=O)
senyawa ester. Kedua puncak tersebut mengindikasikan terjadinya senyawa ester
antara asam ftalat dengan gugus hidroksil pati.
Tabel 4.2. Spektrum IR PPS dan PPSFt
Bilangan Gelombang (cm-1) Spektrum IR PPSFt Interpretasi
1475 – 1600 1500,49 (sedang) C=C gugus aromatis
1700 – 1725 1716,70 (lemah) C=O ester
Pada PPSFt terdapat puncak dengan intensitas sedang pada panjang gelombang
1500,49 cm-1 yang menandakan adanya ikatan rangkap C=C senyawa aromatis
dari ftalat, serta puncak dengan intensitas lemah pada panjang gelombang 1716,70
cm-1 yang menandakan adanya gugus karboksil (C=O) senyawa ester. Kedua
puncak tersebut mengindikasikan terbentuknya senyawa ester antara asam ftalat
dengan gugus hidroksil pati.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
41
Universitas Indonesia
Gambar 4.6. Spektrum Infra Merah (a) PPSFt dan (b) PPS
b
a
Universitas Indonesia
41
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
42
Universitas Indonesia
4.2.3. Karakteristik Fungsional
4.2.3.1. Sifat Alir Serbuk
Laju alir merupakan parameter sifat alir yang paling mudah
diinterpretasikan. Semakin cepat laju alir suatu serbuk, maka sifat alirnya semakin
baik. Meski demikian, sifat alir suatu serbuk tidak hanya dinilai dari satu aspek,
namun dinilai dari beberapa aspek yang meliputi laju alir, sudut reposa, nilai
Carr’s Index dan Rasio Hausner. Sudut reposa merupakan sudut maksimum yang
mungkin terdapat antara permukaan setumpuk serbuk dan bidang horizontal, yang
mengindikasikan gaya gesek antar partikel serbuk. Semakin kecil (landai) sudut
reposa, sifat alir suatu serbuk semakin baik dan sebaliknya.
Dilihat pada Tabel 4.4, serbuk PPSFt memiliki sifat alir yang lebih baik
daripada PPS. Akan tetapi, ditinjau dari parameter lain, baik PPS maupun PPSFt
tergolong memiliki sifat alir yang tidak terlalu baik. Dengan demikian, PPSFt
perlu dikombinasikan dengan bahan tambahan lain dalam pembuatan tablet
sehingga menghasilkan massa tablet yang sifat alirnya lebih baik.
Tabel 4.3. Sifat alir serbuk PPS dan PPSFt
Parameter PPSFt PPS
Laju Alir (gram/det) 11,53 ± 2,20 1,95 ± 0,38
Sudut Reposa 37,14 ° ± 1,38° 38,70° ± 1,46°
Hausner Ratio 1,45 ± 0,06 (Buruk) 1,36 ± 0,02 (buruk)
Carr Index 30,78 ± 2,91 (Buruk) 26,73 ± 1,31 (buruk)
4.2.3.4. Indeks Mengembang
Indeks mengembang eksipien dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh eksipien tersebut dalam proses pelepasan obat pada medium tertentu.
Uji indeks mengembang PPS dan PPSFt dilakukan pada medium berbagai pH (pH
1,2 sampai pH 12). Indeks mengembang diperoleh dengan menghitung kenaikan
bobot tablet PPS dan PPSFt dalam berbagai medium pada selang waktu tertentu.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
43
Universitas Indonesia
Gambar 4.7. Indeks mengembang PPSFt dalam () medium HCl pH 1,2 , () aquadest dan () medium fosfat pH 7,4 selama
(a) 5 menit dan (b) 480 menit
Gambar 4.8. Indeks mengembang PPSFt () dan PPS () pada jam ke-8
Pada Gambar 4.7 memperlihatkan pada lima menit pertama, PPSFt
mengembang dengan cepat pada medium basa pH 7,4, tapi pada selang waktu
selanjutnya indeks mengembang dalam medium asam dan basa tidak berbeda
bermakna.
(a) (b)
W a k t u ( m e n i t )
Inde
ks M
enge
mba
ng (%
) a b
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
44
Universitas Indonesia
Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 menunjukkan bahwa indeks mengembang
PPSFt lebih kecil dibandingkan dengan indeks mengembang PPS dalam medium
dan pada waktu yang sama. Gambar 4.9 ini juga menunjukkan bahwa di medium
asam, indeks mengembang PPSFt jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan
indeks mengembang PPS. Kemampuan mengembang yang menurun ini
diakibatkan adanya perubahan struktur pati karena subsitusi gugus ftalat. Selain
itu kemungkinan adanya reaksi sambung silang antara struktur pati dengan gugus
ftalat (Dastidar, Netravali, 2012). Dengan adanya struktur sambung silang ini
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan penetrasi air kedalam struktur pati
sehingga kemampuan mengembangnya menjadi berkurang. Berdasarkan hasil ini,
PPSFt potensial digunakan sebagai eksipien untuk sediaan dengan pelepasan
terkendali.
4.2.3.4. Viskositas dan Rheologi
Viskositas dan rheologi PPS dan PPSFt ditentukan dengan tujuan untuk
mengetahui konsentrasi optimal untuk formulasi dan sintesis pembentukkan
mikrokapsul. Viskositas yang terlalu tinggi akan menghambat reaksi sambung
silang pada saat disintesis dengan ftalat anhidrida dan tereftaloil klorida, serta
menyebabkan kendala pada semprot kering. Uji viskositas dilakukan dengan
menggunakan viskometer brookfield terhadap larutan PPS 5%, PPSFt 3%, PPSFt
5%, dan PPSFt 7% dalam aquadest.
Pada Tabel 4.5 viskositas PPSFt 5% lebih kecil daripada PPS 5%, karena
PPS dapat menyerap air lebih banyak sehingga membentuk massa yang kental,
sedangkan PPSFt menyerap air lebih sedikit karena PPSFt sedikit hidrofobik.
Sifat hidofobik pada PPSFt disebabkan adanya subsitusi gugus ftalat pada struktur
pati (Thakore et al, 2001).
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
45
Universitas Indonesia
Tabel 4.4. Viskositas PPS dan PPSFt
Kecepatan (rpm) Viskositas (cps)
PPSFt 3% PPSFt 5% PPSFt 7% PPS 5% 0,5 800 2800 11200 4400 1 500 2100 7600 3200 2 300 1500 5000 2200
2,5 280 1360 4480 1920 5 180 980 3040 1440
10 120 710 2080 1080 20 95 525 1480 800 10 120 690 2000 1080 5 180 940 2880 1440
2,5 280 1320 4160 1920 2 300 1450 4800 2200 1 500 2100 7200 3200
0,5 800 3000 11200 4800
Gambar 4.9. Rheogram larutan (a) PPSFt 3% ; (b) PPSFt 5% ;
(c) PPSFt 7% ; (d) PPS 5%, dalam aquadest
Kec
epat
an G
eser
(det
-
Tekanan Geser (dyne/cm2)
Kec
epat
an G
eser
(det
-
Tekanan Geser (dyne/cm2)
Tekanan Geser (dyne/cm2)
Kec
epat
an G
eser
(det
-
Tekanan Geser (dyne/cm2)
Kec
epat
an G
eser
(det
-
(a) (b)
(c) (d)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
46
Universitas Indonesia
Berdasarkan Tabel 4.5 terlihat adanya peningkatan viskositas PPSFt
seiring dengan meningkatnya konsentrasi PPSFt karena PPSFt yang terdispersi
akan menyerap air sehingga mengembang dan terbentuk suatu massa yang kental.
Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa PPS 5% dan PPSFt 3% memiliki sifat alir
pseudoplastik, yakni viskositas larutan berkurang dengan meningkatnya kecepatan
geser. PPSFt 5% dan 7% memiliki sifat alir tiksotropik, yakni viskositas larutan
menurun dengan meningkatnya kecepatan geser tetapi saat kecepatan geser
diturunkan viskositas larutan tidak segera kembali seperti semula. Hal ini
disebabkan adanya gugus ftalat yang tersubsitusi diantara struktur amilosa dan
amilopektin yang membuat elastisitas struktur pati menurun sehingga tidak
dengan segera membentuk gel kembali. Restorasi konsistensi polimer tersebut
berlangsung setahap demi setahap untuk kembali membentuk gel dengan
kekentalan semula (Martin et al, 1993).
4.3. Formulasi dan Karakteristik Mikrokapsul Ketoprofen
4.3.1. Formulasi Mikrokapsul
4.3.1.1. Metode Koaservasi
Mikrokapsul ketoprofen dibuat dengan cara Koaservasi. Pada metode ini
larutan PPS yang digunakan dibuat dari PPS 5% dalam NaOH 1N, konsentrasi
PPS yang digunakan merupakan konsentrasi yang optimal untuk reaksi taut silang
ini karena jika konsentrasinya terlalu tinggi maka akan terbentuk mucilago yang
sangat kental sehingga dapat menghambat reaksi sambung silang tersebut,
kemudian kedalam larutan tersebut ditambahkan ketoprofen dengan perbandingan
antara jumlah PPS dan ketoprofen adalah 3:1. Dengan perbandingan tersebut
diharapkan banyak ketoprofen yang dapat terjerap dalam polimer.
Untuk melakukan proses sambung silang, kedalam campuran tersebut
ditambahkan larutan ftalat anhidrida 20% dalam etanol 96% sedikit demi sedikit
sejumlah 1 mL per menit sambil diaduk dengan homogenizer pada kecepatan
3000 rpm dan dipanaskan pada suhu 50̊ C. Pada proses sambung silang tersebut
kecepatan homogenizer, kecepatan penambahan larutan ftalat, suhu serta pH harus
dijaga tetap stabil. Kecepatan homogenizer yang digunakan adalah 3000 rpm
sehingga dapat memecah partikel pati sehingga terbentuk partikel yang lebih
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
47
Universitas Indonesia
kecil, sedangkan pH reaksi dibuat pada pH 13, karena pada kondisi pH basa maka
gugus hidroksil pada pati akan terionisasi dan gugus anhidrida pada ftalat akan
terbuka sehingga kedua senyawa tersebut dapat bersambung silang. Untuk
menjaga agar pH saat reaksi sambung silang tetap berada pada pH 13, dapat
dilakukan dengan cara menambahkan NaOH 1N kedalam campuran tersebut
sedikit-sedikit.
Pada saat reaksi sambung silang berlangsung juga ditambahkan Na2SO4
anhidrat sebanyak 10% dari jumlah mucilago PPS yang terbentuk. Jumlah Na2SO4
yang digunakan berdasarkan atas optimasi yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan
untuk menarik air dari hasil sambung silang sehingga reaksi dapat berjalan
optimal pada medium berair karena pada medium berair reaktivitas anhidrida
asam akan berkurang, karena berubah menjadi asam karboksilat. Pada penelitian
yang pernah dilakukan oleh Weiβ (1995) pada pembuatan mikrokapsul dengan
menggunakan HPMCP, penambahan Na2SO4 dimaksudkan untuk terjadinya
pemisahan fase dan pengendapan mikrokapsul.
Namun pada reaksi sambung silang diatas belum terbentuk mikrokapsul
yang diinginkan, karena jumlah ftalat anhidrida yang tersambung silang sedikit.
Hal ini dikarenakan ftalat anhidrida yang digunakan untuk reaksi sambung silang
telah bereaksi terlebih dahulu dengan pelarutnya yaitu etanol 96%, dapat
dibuktikan dengan menghitung jumlah mol ftalat anhidrida yang lebih kecil
dibandingkan jumlah mol etanol 96% yaitu 0,0203 mol dan 0,3256 mol. Oleh
karena itu untuk membentuk butiran mikrokapsul dilakukan reaksi sambung
silang kembali dengan menggunakan tereftaloil klorida yang dilarutkan dalam
campuran pelarut sikloheksan:kloroform= 4:1. Dengan cara yang hampir sama
dengan reaksi sambung silang sebelumnya larutan tereftaloil klorida ditambahkan
sedikit demi sedikit kedalam campuran larutan sintesis sebelumnya sambil diaduk
dengan menggunakan homogenizer pada kecepatan 3000 rpm. Setelah
penambahan larutan tereftaloil klorida diperoleh butiran mikrokapsul ketoprofen
yang diinginkan. Mikrokapsul yang terbentuk kemudian dikumpulkan dan dicuci
dengan menggunakan etanol 96% sebanyak tiga kali untuk menghilsngksn sisa-
sisa reaksi sintesis dan ketoprofen yang tidak terjerap. Kemudian mikrokapsul
tersebut dikeringkan.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
48
Universitas Indonesia
4.3.1.2. Metode Semprot Kering
Mikrokapsul dengan metode semprot kering menggunakan eksipien PPSFt
sebagai bahan penyalut. PPSFt didispersikan dalam aquadest sehingga terbentuk
larutan koloid PPSFt 5%. Kemudian sejumlah ketoprofen didispesikan kedalam
larutan PPSFt, untuk dapat membuat PPSFt dan ketoprofen terlarut dalam
medium pendispersi maka ditambahkan larutan NH4OH 25% sebanyak 1,2 mL,
sehingga diperoleh dispersi yang lebih homogen dari PPSFt dan ketoprofen.
Dispersi yang lebih homogen akan menghasilkan mikrokapsul dengan penjerapan
ketoprofen yang tinggi. Suhu inlet 180˚C dan outlet 90˚C yang digunakan saat
penyemprotan bertujuan untuk mengeringkan larutan dispersi saat penyemprotan
sehingga akan terbentuk serbuk mikrokapsul yang kering dan halus.
Ukuran nozzel akan menentukan ukuran dan bentuk mikrokapsul yang
dihasilkan, alat semprot kering yang digunakan memiliki ukuran nozzel 20-30 µm
sehingga dapat dilihat mikrokapsul yang diperoleh dari metode ini memiliki
ukuran 20-30 µm. Pada saat penyemprotan, kecepatan penyemprotan larutan
sebesar 5 mL/menit, hal ini ditujukan agar butiran mikrokapsul yang terbentuk
akan benar-benar kering dan meminimalkan penempelan bahan pada alat karena
kurang sempurnanya pengeringan.
4.4. Karakteristik Mikrokapsul dengan Metode Koaservasi dan Metode
Semprot Kering
4.4.1. Rendemen Proses
Setelah proses sintesis dari metode koaservasi diperoleh butiran
mikrokapsul yang kemudian dicuci dengan alkohol dan dikeringkan, dari hasil
pengeringan mikrokapsul yang terbentuk kemudian di timbang dan dihitung
persentase perolehan kembalinya. Dari hasil perhitungan, persen rendemen proses
mikrokapsul yang terbentuk dari metode koaservasi sebesar 104,75%. Jumlah
mikrokapsul yang diperoleh lebih besar dari pada bobot bahan-bahan yang
digunakan dalam formulasi mikrokapsul karena adanya kemungkinan
penambahan bobot akibat terikatnya gugus ftalat pada struktur pati, selain itu
penambahan bobot juga dapat disebabkan karena mikrokapsul masih mengandung
air dengan kadar air 3,073% ± 0,59.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
49
Universitas Indonesia
Pada mikrokapsul yang diperoleh dengan metode semprot kering
rendemennya sebesar 19,69%. Hal ini disebabkan banyaknya bahan yang
menempel pada alat karena pada suhu inlet 180˚C pati berada pada fase melebur,
dimana suhu inlet yang digunakan sudah melampaui dari suhu Tg pati yaitu 50̊C
(Liu et al, 2009).
4.4.2. Efisiensi Penjerapan
Evaluasi terhadap efisiensi penjerapan dilakukan untuk mengetahui jumlah
bahan aktif yang terjerap oleh polimer penyalut dalam mikrokapsul. Selain itu
nilai efisiensi penjerapan juga dapat menjadi gambaran efisiensi dari metode yang
digunakan
Mikrokapsul yang telah ditimbang, digerus dalam lumpang kaca. Hal ini
dilakukan untuk merusak sistem mikrokapsul itu sendiri, sehingga zat aktif
mampu terlarut sempurna dalam dapar fosfat pH 7,4 dan dapat diukur kadar
ketoprofen dalam mikrokapsul.
Berdasarkan hasil pengujian efisiensi penjerapan diperoleh rata-rata
efisiensi penjerapan ketoprofen dari mikrokapsul yang dibuat dengan metode
Koaservasi sebesar 20,27% ± 1,82. Nilai efisiensi tersebut menunjukkan bahwa
ketoprofen yang terjerap sedikit. Penjerapan ketoprofen terjadi seiring dengan
terbentuknya mikrokapsul. Oleh karena itu ada kemungkinan ketoprofen yang
terbuang saat proses pembuatan mikrokapsul akibat pencucian dengan
menggunakan etanol 96%. Selain itu ada kemungkinan juga sebagian jumlah
ketoprofen rusak karena reaksi sintesis yang dilakukan. Jika dilihat dari rumus
bangun ketoprofen, ketoprofen memilliki gugus karbonil bebas yang dapat
bereaksi dengan gugus anhidroglukosa pati dan bereaksi dengan tereftaloil klorida
sehingga ada kemungkinan ketoprofen rusak saat pembuatan mikrokapsul.
Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Weiβ (1995), penjerapan
ibuprofen dalam mikrokapsul tergantung kepada jumlah polimer HPMCP yang
digunakan. Berdasarkan pada penelitian tersebut, HPMCP dengan konsentrasi
5% mampu menjerap ibuprofen sebesar 83%.
Efisiensi penjerapan ketoprofen dari mikrokapsul yang dibuat dengan
metode semprot kering diperoleh sebesar 80,22% ± 9,18. Besarnya efisiensi
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
50
Universitas Indonesia
penjerapan mikrokapsul dengan metode semprot kering dipengaruhi dari
homogenitas dispersi atau larutan zat aktif dalam polimer penyalut. Mikrokapsul
yang dihasilkan dari metode semprot kering sering memiliki efisiensi penjerapan
yang lebih besar dari 95% (Tewes et al, 2006).
4.4.3. Bentuk dan Morfologi Mikrokapsul
Mikrograf dari mikrokapsul pada Gambar 4.10 menunjukkan, mikrokapsul
yang dibuat dengan menggunakan cara koaservasi memiliki bentuk yang tidak
sferis dengan permukaan yang tidak merata dan berongga. Bentuk yang seperti ini
disebabkan pengadukan homogenizer pada saat pembuatan mikrokapsul, dengan
kecepatan pengadukan yang tinggi akan memecah partikel mikrokapsul menjadi
lebih kecil dengan bentuk yang tidak sferis. Permukaan yang tidak rata
disebabkan reaksi sambung silang polimer yang berjalan belum sempurna.
Gambar 4.10. Mikrograf SEM mikrokapsul dengan metode koaservasi sederhana (a) perbesaran 500 X, (b) perbesaran 1000 X, (c) perbesaran 3000 X, (d) perbesaran 5000 X
a b
c d
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
51
Universitas Indonesia
Berbeda dengan mikrokapsul yang dibuat dengan metode semprot kering
memiliki bentuk yang hampir sferis, berlekuk, dan lapisan penyalut yang rata dan
halus dapat dilihat pada Gambar 4.11. Lekukan-lekukan yang terjadi pada
mikrokapsul disebabkan adanya penarikan air yang ekstrim akibat pemanasan
dengan suhu tinggi. Dengan perbedaan bentuk morfologi tersebut maka akan
mempengaruhi pelepasan obat. Pelepasan obat dari mikrokapsul yang dibuat
dengan metode koaservasi lebih tinggi dari pada mikrokapsul yang dibuat dengan
metode semprot kering pada medium yang sama.
Gambar 4.11. Mikrograf SEM mikrokapsul dengan metode semprot kering (a) perbesaran 500 X, (b) perbesaran 1000 X, (c) perbesaran 3000 X, (d) perbesaran 5000 X
Menurut Thies (1996), mikrokapsul memilki berbagai macam bentuk
diantara lain ada yang berbentuk bulat sferis dan ada memiliki bentuk yang tidak
beraturan. Mikrokapsul baik yang memiliki bentuk sferis maupun yang tidak
a b
c d
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
52
Universitas Indonesia
beraturan secara morfologi dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam tipe yaitu
mononuclear, polynuclear dan matriks. Mononuclear merupakan mikrokapsul
yang mengandung bahan inti yang dikelilingi oleh bahan penyalut, polynuclear
merupakan mikrokapsul yang mengandung beberapa bahan inti didalam bahan
penyalutnya, sedangkan matriks merupakan mikrokapsul yang mengandung bahan
inti yang terdispersi merata dalam bahan penyalutnya.. Mikrokapsul yang dibuat
dengan menggunakan metode semprot kering biasanya memiliki bentuk yang
sferis atau tidak beraturan dengan tipe polynuclear atau matriks. Hal ini
disebabkan bahan penyalut merupakan pelarut yang digunakan untuk
mendispersikan bahan inti.
Hal yang sama pernah terjadi pada mikrokapsul yang dibuat dengan
metode Koaservasi menggunakan HPMCP oleh Weiβ, mikrokapsul yang
diperoleh berbentuk tidak beraturan dan lebih besar dari pada zat aktif nya yang
tidak disalut. Hal ini disebabkan karena saat pembentukkan mikrokapsul terjadi
agregasi antara partikel mikrokapsul yang terbentuk dan ketidak homogenan
suspensi zat aktif (Weiβ et al, 1995).
4.4.4. Analisa Gugus Fungsi
Analisa gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
infra merah. Analisa ini dilakukan untuk memastikan adanya gugus ftalat yang
terikat atau tersubsitusi kedalam struktur pragelatinisasi pati pada metode
Koaservasi maupun metode semprot kering. Adanya subsitusi ataupun sambung
silang ftalat diukur pada panjang gelombang 1500-1700 cm-1.
Pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.12 terlihat bahwa terdapat dua pita serapan
yang hampir sama pada mikrokapsul yang dibuat dengan Koaservasi dan
mikrokapsul yang dibuat dengan semprot kering. Pada spektrum serapan infra
merah mikrokapsul dengan metode Koaservasi terdapat puncak dengan intensitas
sedang pada panjang gelombang 1541,18 cm-1 dan 1458,23 cm-1 yang
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
53
Universitas Indonesia
Gambar 4.12. Spektrum infra merah (a) Ketoprofen, (b) Mikrokapsul dengan metode koaservasi, (c) Mikrokapsul dengan metode semprot kering
a b
c
Universitas Indonesia
53
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
54
Universitas Indonesia
menandakan adanya ikatan rangkap C=C dari senyawa aromatis ftalat dan terlihat
puncak dengan intensitas sedang pada panjang gelombang 1716,70 cm-1 yang
menandakan adanya gugus karbonil C=O dari senyawa ester. Kedua puncak
tersebut mengindikasikan terjadinya sambung silang antara asam ftalat dengan
gugus hidroksil pati.
Hal yang sama terjadi pada spektrum infra merah mikrokapsul yang dibuat
dengan metode semprot kering. Pada panjang gelombang 1541,18 cm-1 dan
1458,23 cm-1 terdapat puncak dengan intensitas lemah yang menandakan adanya
ikatan rangkap C=C dari senyawa aromatis ftalat. Dan pada panjang gelombang
1716,70 cm-1terdapat puncak dengan intensitas lemah dari gugus karbonil C=O.
Tabel 4.5. Spektrum IR mikrokapsul dengan metode koaservasi sederhana dan mikrokapsul dengan metode semprot kering.
Bilangan Gelombang (cm-
1)
Spektrum IR mikrokapsul dengan metode Koaservasi
Spektrum IR mikrokapsul
dengan metode semprot kering
Interpretasi
1475 – 1600 1541,18-1458,23 (sedang) 1541,18-1458,23 (lemah)
C=C gugus aromatis
1700 – 1725 1716,70 (sedang) 1716,70 (lemah) C=O ester
4.4.5. Indeks Mengembang
Kemampuan mengembang mikrokapsul dalam suatu medium dapat
mempengaruhi pelepasan obat dari mikrokapsul tersebut. Uji daya mengembang
dilakukan dalam medium pH 1,2 dan pH 7,4. Pengujian yang dilakukan dalam
dua medium yang berbeda tersebut bertujuan untuk melihat kemampuan
mengembang mikrokapsul dalam lambung dan usus. Indeks mengembang
diperoleh dengan menghitung kenaikan bobot mikrokapsul dalam medium
tertentu pada selang waktu tertentu.
Dilihat dari kemampuan mengembang, mikrokapsul yang dibuat dengan
metode koaservasi dan mikrokapsul yang dibuat dengan semprot kering dapat
mengembang pada dua media tersebut tetapi kemampuan mengembang
mikrokapsul lebih besar pada media pH 7,4. Hal ini disebabkan karena
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
55
Universitas Indonesia
mikrokapsul memiliki gugus ftalat yang hidrofobik dan dapat melarut dalam
suasana basa sehingga daya mengembang lebih besar pada media pH 7,4.
Gambar 4.13. Indeks mengembang mikrokapsul () Koaservasi pada pH 1,2, (ο) semprot kering pada pH 1,2, () Koaservasi pada pH 7,4, () semprot kering pada pH 7,4.
Dilihat dari Gambar 4.13 kemampuan mengembang mikrokapsul dari
metode semprot kering pada medium basa lebih besar karena mikrokapsul dari
metode koaservasi, hal ini dikarenakan pada metode koaservasi terjadi reaksi
sambung silang antara gugus anhidroglukosa dengan gugus ftalat, sedangkan pada
metode semprot kering yang menggunakan PPSFt sebagai polimer penyalut,
reaksi antara gugus amilosa dan amilopektin dengan gugus ftalat hanya berupa
reaksi subsitusi meskipun kemungkinan terjadinya reaksi sambung silang antara
gugus anhidroglukosa dengan ftalat dapat terjadi tetapi kemungkinan tersebut
sangat kecil, karena pada pembuatan PPSFt reaksi sintesis berlangsung pada pH
8-10 dimana pada rentang pH ini hanya terjadi reaksi subsitusi.
Kemampuan mengembang pati tergantung pada gugus hidroksil bebas
yang ada pada struktur pati, densitas sambung silang, elastisitas jaringan polimer,
pH, media mengembang dan temperatur (Dastidar, Netravali, 2012). Berdasarkan
hal tersebut maka penahanan difusi air pada mikrokapsul dari metode koaservasi
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
56
Universitas Indonesia
disebabkan karena jumlah gugus hidroksil bebas pada struktur pati lebih kecil
karena struktur pati saling terikat dengan gugus ftalat, selain itu dengan adanya
sambung silang tersebut menyebabkan elastisitas jaringan pati menjadi berkurang.
Adanya gugus ftalat juga mengubah sifat hidrofobisitas pati. Gugus ftalat yang
terikat menyebabkan pati menjadi lebih hidrofobik (Dastidar, Netravali, 2012).
Hal yang berbeda terjadi pada mikrokapsul yang diperoleh dari metode
semprot kering. Pada metode ini PPSFt yang digunakan merupakan hasil dari
esterifikasi ftalat dengan pati. Struktur ftalat yang tersubstitusi ikatannya dengan
pati tidak sekuat dengan sambung silang. Oleh karena itu pada PPSFt masih ada
gugus hidroksil pati yang bebas sehingga dapat berinteraksi dengan media
mengembang dan menyebabkan air dapat berpenetrasi. Namun penetrasi air
kedalam mikrokapsul tidak terlalu besar karena masih ada sifat hidrofobisitas dari
ftalat (Dastidar, Netravali, 2012).
4.4.6. Distribusi Ukuran Partikel
Tabel 4.6. Distribusi ukuran mikrokapsul berdasarkan diameter volume
Metode Rata-rata (µm) Median (µm)
Koaservasi 19,93 16,27
Semprot kering 27,14 26,22
Distribusi ukuran partikel mikrokapsul diukur dengan menggunakan alat
PSA (particle size analyzer). Mikrokapsul yang diperoleh didispersikan dalam
aquadest. Hasil pengukuran menunjukkan ukuran partikel mikrokapsul yang
dihasilkan dari metode koaservasi menunjukkan terjadinya variasi ukuran partikel.
Pada metode koaservasi mikrokapsul memiliki ukuran partikel sekitar 20-40 µm
dengan rata-rata ukuran partikel 19,93 µm.
Pada Gambar 4.14 terlihat bahwa distribusi ukuran partikel mikrokapsul
dengan metode koaservasi kurang homogen. Hal ini disebabkan karena partikel
mikrokapsul yang terbentuk saat reaksi sintesis berlangsung dipecah dengan
homogenizer pada kecepatan 3000 rpm. Pada saat terbentuknya mikrokapsul saat
reaksi sintesis mungkin dapat terjadi agregasi antar partikel sehingga ukuran
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
57
Universitas Indonesia
partikelnya menjadi beragam. Pada penelitian yang pernah dilakukan, saat
terbentuknya mikrokapsul terjadi agregasi antar partikelnya dan terjadi saling
lekat antar partikel mikrokapsul saat pengeringan sehingga ukuran partikelnya
menjadi lebih besar dan tidak seragam. Hal ini disebabkan karena ketidak
homogenan suspensi ibuprofen saat pembuatan (Weiβ et all, 1995).
Gambar 4.14. Distribusi ukuran partikel mikrokapsul () metode koaservasi, () metode semprot kering
Berdasarkan hal tersebut maka pada saat pembuatan mikrokapsul dengan
metode koaservasi sebaiknya zat aktif dipastikan sudah terdispersi merata
didalam larutan polimer. Untuk menghindari agregasi maka dapat dicegah dengan
menggunakan kecepatan pengadukkan yang lebih tinggi.
Pada Gambar 4.14 terlihat distribusi ukuran partikel dari mikrokapsul
dengan metode semprot kering lebih homogen karena pada pembuatan
mikrokapsul dengan semprot kering tidak menggunakan homogenizer untuk
memecahkan ukuran partikel, dispersi ketoprofen lebih homogen dalam larutan
polimer karena adanya penambahan NH4OH, selain itu penyemprotan larutan
polimer menggunakan nozzel dengan ukuran 20-30 µm sehingga ukuran
partikelnya sekitar 20-40 µm dengan rata-rata distribusi ukuran partikel 27,14 µm.
Ukuran partikel pada semprot kering dipengaruhi oleh ukuran nozzel, kekentalan
larutan polimer, dispersi zat aktif dalam larutan polimer dan tegangan permukaan
(Fogaca de Oliveira, Santana, & Ines, 2004).
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
58
Universitas Indonesia
Dilihat dari grafik distribusi ukuran partikel, mikrokapsul yang diperoleh
dari metode Koaservasi dan metode semprot kering memiliki rentang ukuran
partikel yang sama yaitu 20-40 µm. Tetapi rata-rata ukuran partikel mikrokapsul
dengan metode koaservasi sedrhana lebih kecil dari pada rata-rata ukuran partikel
mikrokapsul dengan semprot kering. Perbedaan ini dikarenakan proses
pembentukkan mikrokapsul yang berbeda, selain itu faktor homogenisasi dispersi
zat aktif juga berperan dalam menentukan homogenitas distribusi ukuran partikel
mikrokapsul.
4.4.7. Kadar Air
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui banyaknya air yang
terkandung dalam suatu zat. Kadar air ini dilakukan menggunakan alat moisture
balance dan dikeringkan pada suhu 105̊C. Berdasarkan hasil pengukuran kadar
air, mikrokapsul dengan metode Koaservasi memiliki kadar air 3,073 ± 0,59 %,
sedangkan mikrokapsul dengan metode semprot kering memiliki kadar air 10,297
± 0,93 %. Kadar air mikrokapsul dengan metode koaservasi lebih kecil
dibandingkan dengan metode semprot kering karena mikrokapsul dengan metode
koaservasi direhidrasi dengan menggunakan etanol 96% sehingga air yang
tertinggal pada mikrokapsul lebih sedikit. Selain itu mikrokapsul dengan metode
koaservasi dikeringkan dengan oven vakum sehingga air yang tertinggal menjadi
lebih kecil.
4.4.8. Profil Pelepasan Obat
Pada Gambar 4.14, mikrokapsul yang dibuat dengan metode Koaservasi
dapat melepaskan ketoprofen pada kedua medium yang digunakan yaitu pH 1,2
dan pH 7,4. Pelepasan obat pada pH 1,2 selama 8 jam lebih kecil dibandingkan
pelepasan obat pada pH 7,4 selama waktu yang sama. Terlihat adanya penahan
pelepasan obat pada medium asam, yang disebabkan kecilnya difusi air kedalam
mikrokapsul sehingga mikrokapsul sedikit mengembang. Penurunan kemampuan
difusi air kedalam mikrokapsul diakibatkan adanya ikatan sambung silang antara
gugus anhidroglukosa dengan gugus ftalat, selain itu dengan adanya gugus ftalat
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
59
Universitas Indonesia
maka dalam suasana asam sedikit kemungkinan gugus ftalat dapat terlarut karena
sifat ftalat yang asam sehingga dalam suasana asam tidak akan terionisasi.
Gambar 4.15. Profil pelepasan mikrokapsul ketoprofen () metode koaservasi sederhana pada pH 1,2, () metode semprot kering pada pH 1,2, (ο) metode koaservasi pada pH 7,4, () metode semprot kering pada pH 7,4
Berbeda dengan pelepasan obat pada pH 7,4, terlihat pelepasannya selama
8 jam lebih besar, karena pada medium basa gugus ftalat akan terionisasi sehingga
air akan lebih mudah berdifusi kedalam mikrokapsul. Namun kedua profil
pelepasan tersebut terlihat penahanan pelepasan obat selama 8 jam pada kedua
medium, dimana pada waktu 8 jam pelepasan obat hanya sekitar 8,73% di pH 1,2
dan 17,04% di pH 7,4. Penahanan pelepasan ini disebabkan karena jumlah
perbandingan antara polimer dan zat aktif yang besar yaitu 3:1, sehingga polimer
menahan kuat pelepasan zat aktif.
Hal yang hampir sama terlihat pada profil pelepasan obat dari mikrokapsul
yang dibuat dengan metode semprot kering. Pelepasan obat pada medium pH 1,2
lebih kecil dibandingkan dengan pelepasan obat pada pH 7,4. Mikrokapsul dengan
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
60
Universitas Indonesia
metode semprot kering menggunakan PPSFt sebagai polimer penyalut dimana
polimer tersebut telah tersubsitusi dengan gugus ftalat sehingga pada pH 1,2
terjadi penahanan pelepasan obat karena gugus ftalat yang tidak terionisasi
menyebabkan mikrokapsul sedikit mengembang karena air yang dapat berdifusi
lebih kecil. Sebaliknya pada pH 7,4, gugus ftalat yang bersifat asam akan
terionisasi sehingga mikrokapsul lebih mengembang dan air yang berdifusi akan
mengeluarkan ketoprofen yang terkandung didalam mikrokapsul.
Jika profil pelepasan obat pada mikrokapsul dengan metode Koaservasi
dengan mikrokapsul dengan metode semprot kering dibandingkan, maka terlihat
pelepasan obat dari mikrokapsul dengan metode semprot kering lebih besar dari
pada mikrokapsul dengan metode Koaservasi. Hal ini dikarenakan pada metode
semprot kering gugus ftalat hanya tersubsitusi dengan gugus hidroksil pada pati,
sedangkan pada metode Koaservasi gugus ftalat akan tersambung silang dengan
gugus anhidroglukosa sehingga ikatan ini menjadi lebih kuat. Dengan adanya
ikatan sambung silang ini menyebabkan kemampuan air berdifusi menjadi
berkurang.
Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Weiβ, mikrokapsul yang
dibuat dengan metode Koaservasi menggunakan HPMCP, melepaskan obat pada
pH 1,2 sekitar kurang dari 10% selama 2 jam, sedangkan pada pH 7,2 selama 10
menit mikrokapsul sudah melepaskan zat aktif. Kelarutan zat aktif pada medium
disolusi dapat meningkat dan menurun tergantung pada kualitas dinding penyalut
yang terbentuk pada mikrokapsul. Berdasarkan hasil tersebut Weiβ
menyimpulkan mikrokapsul yang dibuat dengan metode Koaservasi
menggunakan HPMCP dapat menahan pelepasan obat dibandingkan dengan obat
yang tidak disalut (Weiβ, Knoch, Laicher, Stanislaus, Daniels, 1995).
Ikatan sambung silang yang terjadi pada Koaservasi menyebabkan sulitnya
air berdifusi kedalam struktur mikrokapsul karena jumlah gugus hidroksil bebas
pada struktur pati lebih kecil karena struktur pati saling terikat dengan gugus
ftalat, selain itu terikatnya gugus ftalat pada pati menyebabkan elastisitas pati
berkurang (Dastidar, Netravali, 2012). Hal ini juga dapat dilihat dari indeks
mengembang kedua mikrokapsul tersebut. Indeks mengembang mikrokapsul
dengan Koaservasi lebih kecil sehingga menahan pelepasan obat dari
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
61
Universitas Indonesia
mikrokapsul. Sedangkan mikrokapsul dari metode semprot kering indeks
mengembangnya lebih besar sehingga penahanan pelepasan obat dapat berkurang.
Dari hasil karakterisasi mikrokapsul yang dilakukan, mikrokapsul dengan
metode Koaservasi memiliki bentuk yang tidak sferis dengan permukaan yang
tidak merata dan berongga. Rentang ukuran partikel mikrokapsul dengan metode
koaservasi 20-40 µm. Mikrokapsul dari metode Koaservasi memiliki efisiensi
penjerapan sebesar 20,27 % ± 1,82, dengan indeks mengembang yang lebih besar
pada suasana basa dari pada dalam suasana asam sehingga menahan pelepasan
obat didalam medium asam, tetapi dapat melepaskan obat pada medium basa.
Sedangkan metode semprot kering menghasilkan mikrokapsul dengan
distribusi ukuran yang lebih homogen, rentang ukuran partikelnya sekitar 20-40
µm. Mikrokapsul ini memiliki efisiensi penjerapan 80,22% ± 9,18 dengan indeks
mengembang yang lebih besar pada suasana basa dari pada suasana asam, tetapi
jika dibandingkan dengan mikrokapsul dengan metode Koaservasi, maka
mikrokapsul dengan metode semprot kering memiliki indeks mengembang dan
profil pelepasan obat yang lebih besar dari pada metode Koaservasi.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
62
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Mikrokapsul ketoprofen telah berhasil dibuat dengan metode Koaservasi dan
memiliki bentuk yang tidak sferis, dengan permukaan kasar dan berongga.
2. Mikrokapsul ketoprofen telah berhasil dibuat dengan metode semprot kering
yang memiliki bentuk hampir sferis dengan permukaan yang halus dan
cekung.
3. Mikrokapsul ketoprofen dengan metode koaservasi dan semprot kering
memiliki indeks mengembang dan pelepasan obat yang lebih rendah pada
medium asam daripada medium basa sehingga mampu menahan pelepasan
obat dan berpotensi menjadi sediaan lepas lambat.
5.2. Saran
Perbandingan antara polimer penyalut dan ketoprofen yang digunakan
dalam formula mikrokapsul perlu dicoba dengan perbandingan 2:1 atau 3:2,
karena dengan perbandingan 3:1 pelepasan ketoprofen menjadi lebih lambat
disebabkan adanya penahanan terhadap penetrasi air masuk kedalam mikrokapsul.
Selain itu pada metode Koaservasi, peggunaan etanol 96% sebagai pelarut untuk
ftalat anhidrida sebaiknya diganti dan dicari pelarut lainnya untuk menghindari
terjadinya pengurangan jumlah ftalat anhidrida yang akan disambung silang
karena telah bereaksi lebih dahulu dengan etanol.
62
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
63
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Aiedeh K, Taha M.O. (1999). Synthesis of Chitosan Succinate and Chitosan Phthalate and Their Evaluation as Suggested Matrices in Orally Administered, Colon-Specific Drug Delivery Systems. Arch. Pharm. Pharm. Med. 332, 103-107.
Anwar, E., Antokalina, S.V., & Harianto. (2006). Pati pregel pati singkong fosfat
sebagai bahan pensuspensi sirup kering ampisilin. Majalah Ilmu Kefarmasian, 3(3), 117 – 126.
Asyarie, S., Soendani, N.S., Revi, Y. (2007). Pengaruh pembentukan kompleks
inklusi ketoprofen dalam β-siklodekstrin terhadap laju disolusi ketoprofen. Majalah Kedokteran Indonesia. 57(1). 4-9.
Bai, Y.J. (2008). Preparation and structure of octenyl succinic anhydride modified
waxy maize starch, microporous starch and maltodextrin. A Thesis of Kansas State University.
Bansode S.S., Banarjee S.K., Gaikwad D.D., Jadhav S.L., & Thorat R.M. (2010).
Microencapsulation: A Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research. Volume 1, Issue 2, March – April 2010; Article 008.
Bayer Chemicals (2004). Phthalic anhydride - Internal Data on Production,
Processing, Use pattern, and workplace exposure. BeMiller, J., & Whistler, R. (1996). Carbohydrates. Food Chemistry Third
edition. New York: Marcel Dekker. 157-223. BeMiller, J., & Whistler, R. (2009). Starch: Chemistry and Technology (3rd ed,
pp. 629-657). New York: Academic Press, Elsevier Inc. Benita, S., & Donbrow M. (1982) Controlled drug delivery through
microencapsulation. Journal of Pharm Sci 71: 205–210 Benita, S. (1996) Microencapsulation, methods and industrial application. 1-18.
Marcel Dekker. New York. Bertolini, A.C. (2010). Starches : Characterization, Properties, and Applications.
New York : CRC Press. 1-2, 166-167 Billmers, R.L., & Tessler, M.M. (1994). Method of Preparing Intermediate DS
Starch Esthers in Aquoeus Solution. US Patent, 5,321,123.
63
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
64
Universitas Indonesia
Belitz, H.D., Grosch,W., & Schieberle, P. (2009). Food Chemistry 4th ed. Berlin : Springer-Verlag.
Billmers, R.L., & Tessler, M.M. (1994). Method of Preparing Intermediate DS
Starch Esthers in Aquoeus Solution. US Patent, 5,321,123. Breuninger, W., Piyachomkwan, K., & Sriroth, K. (2009). Tapioca/cassava starch:
Production and use. In J. BeMiller & R. Whistler. Starch chemistry and technology (3rd ed, pp. 541-568). New York: Academic Press, Elsevier Inc.
British Pharmacopoeia. (2009). vol I dan II. hal 3343. Cartensen, J.T. & Rhodes, C.T. (2000). Drug stabilty principles and practices
(3rd ed.). New York: Marcell Dekker Inc. 215-221. Chung-wai, C., & Solarek, D. (2009). Modification of starches. In J. BeMiller &
R. Whistler. Starch chemistry and technology (3rd ed, pp. 629-656). New York: Academic Press, Elsevier Inc.
Colonna, P., & Buleon, A. (2010). Thermal transitions of starches. In Andréa C.
Bertolini. Starches: Characterization, properties, and applications (pp. 71-102). Boca Raton: CRC Press, Taylor & Francis Group.
Cui, S.W., Xie, S.X., & Liu, Q. (2005). Starch Modifications and Applications. In
Food Carbohydrates: Chemistry, Physical Properties,and Applications. Florida: CRC Press Taylor & Francis Group, LLC.
Curt Thies. (1996). A Survey of Microencapsulation Proses. Dalam Simon Benita.
Microencapsulation. Methods and Applications. 1-20. New York: Marcel Dekker.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia, edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI Dureja, H., Khatak, S., Khatak, M., & Kalra, M. (2011). Amylose Rich Starch as
an Aqueous Based Pharmaceutical Coating Material– Review. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research, 3(1), 08-12.
Dastidar Trina G, Anil N Netravali. (2012). Green crosslinking of native starches
with malonic acid and their properties. Carbohydrate Polymer, 90 (1620-1628).
Florey K. (1981). Analytical profile of drug substances. vol 10. hal 442, 444-69.
Academic press. New Jersey. Fogaca de Oliveira, B., Santana, M.H.A., & Ines, M. (2004). Spray-dried
Chitosan Microspheres Cross-linked with D,L-Gyceraldehyde as a Potential Drug Delivery System: Preparation and Characterization. Paper presented
67
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
65
Universitas Indonesia
at the meeting of the 14th International Drying Symposium, Sao Paulo, Brazil, 22-25 Agustus 2004.
Gallant DJ. (1976). Electron Microscopy of Starch and Starch Products. Dalam
Radley JA (ed). Examination and Analysis of Starch and Starch Products. Applied Science Publisher Ltd. London.
Gharsallaoui A., Roudaut G., Chambin O., Voilley A., & Saurel R., (2007).
Application of spray-drying in microencapsulation of food ingredients: An overview. Food Research International. 40, 1107-1121
Jarowenko W. (1989). Acetylated Starch and Miscellaneous Organic Esters.
Dalam : Wuzburg O.B Modified Starces : Properties and Uses. CRC Press Inc Florida : 51-73.
Jerachaimongkol, S., Chonhenchob, V., Naivikul, O., & Poovarodom, N. (2006).
Modification of Cassava Starch by Esterification and Properties of Cassava Starch Ester Films. Kasetsart J. (Nat. Sci.), 40, 148 – 151.
Koarsley MW, Dziedzic SZ. (1995). Handbook of Starch Hydrolisi Product and
Their Derivates. New York: Blackie Academic & Profesional : 1-25. Kling, M. (2001). Stiffening of cellulose fibres: A comparison between
crosslinking the fibre wall and lumen loading. Lulea University of Technology.
Kurniawan, F. (2008). Penggunaan Pragelatinasi Pati Singkong Propionat
sebagai Bahan Penyalut dalam Pembuatan Mikrokapsul dengan Metode Semprot Kering. Skripsi Sarjana Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
Lachman L, Liberman HA & kanig JL. (1986). Theory & Practice of Industrial
Pharmacy, 3rd edition. Philadelphia: Lea & Febriger. Liu, Peng., Long, Yu., Hongseng, L., Ling, C., Lin, Li. (2009). Glass transition
temperature of starch studied by a high-speed DSC. Carbohydrate Polymers.
Mahesh V. Bule, Rekha S. Singhal, John F. Kennedy. (2010). Microencapsulation
of Ubiquinone-10 in Carbohydrate Matrices for Improve Stability. Carbohydrate Polymers.
Martin, A., Bustamante, P. & Chun, A. (1993). Physical pharmacy: Physical
chemical principles in the pharmaceutical science. (4th ed.). Philadelphia: Lea & Febiger. 447-452.
Putri, K, S, S. (2012). Pragelatinisasi pati singkong ftalat sebagai eksipien
pembentuk film pada sediaan farmasi. Tesis. Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indosesia.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
66
Universitas Indonesia
Pérez, S., Baldwin, P.M., & Gallant, D. J. (2009). Structural features of starch
granules I. In J. BeMiller & R. Whistler. Starch chemistry and technology (3rd ed, pp. 149-192). New York: Academic Press, Elsevier Inc.
Rowe C Raymond, Paul J Sheskey, Marian E Quinn. (2009). Hand book of
pharmaceutical excipients. 6th Ed. hal 110, 549, 564, 682, 685. Rama Dubey, T.C. Shami, K.U. Bhasker Rao. (2009). Microencapsulation
Technology and Applications. Defence Science Journal. Vol 59. 82-95. Sachan K Nikhil, Bhupendra Singh, K Rama Rao. (2006). Controlled Drug
Delivery Through Microencapsulation. Malaysian Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol 4. (1) 65-81.
Shatabhisa Sarkar, Rekha S. Singhal. (2011). Esterification of guar gum
hydrolysate and gum Arabic with n-octenyl succinic anhydride and oleic acid and its evaluation as wall material in microencapsulation. Carbohydrate Polymers Journal. 1723– 1731.
Song, D. (2011). Starch crosslinking for cellulose fiber modification and starch
nanoparticle formation. Disertasi Georgia Institute of Technology. Stiger, F., H. (1966). Surgical dressing. US 3241553. Swarbick, B. (1994). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. Vol 10,
United States of America: 1-23. Surini, S., Anggriani, V., & Anwar, E. (2009). Study of Mucoadhesive
Microspheres Based on Pregelatinized Cassava Starch Succinate as a New Carrier for Drug Delivery. Journal of Medical Sciences, 9: 249-256.
Swinkels, J.J.M. (1985). Source of Starch, Its Chemistry and Physics. In Van
Beynum GMA dan Roels JA. Starch Conversion Technology, (pp. 15-46). New York & Basel: Marcel Dekker Inc.
United States Pharmacopoeia 30th edition. (2007). USA: The Official Compendia
of Standards. Tewes, F., Frank, B., Jean-Pierre., B. (2006). Biodegradable Microspheres:
Advances in Production Technology. In Simon Benita. Microencapsulation Methods and Industrial Applications. 2nd ed. (pp 1-41). New York: Taylor & Francis Group, CRC Press.
Thakore, I.M, Desai, S., Sarawade, B.D., & Devi, S. (2001). Studies on
biodegradability, morphology and thermomechanical properties of LDPE/modified starch blends. European Polymer Journal, 37, 151–160.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
67
Universitas Indonesia
Tharanathan, R. N. (2005). Starch-Value addition by modification. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 45, 371–384.
Thombre N.A, Chaudhari M.R, Kadam S.S. (2009). Preparation and
Characterization of Refocoxib microspheres using cross-linked starch as novel drug delivery system. International Journal of PharmTech Research. 1394-1402.
Van Beynum GMA, Roels JA. 1985. Starch Conversion Technology. New York:
Marcell Dekker Inc : 73 – 97. Van de Burgt, Y.E.M., Bergsma, J., Bleeker, I.P., Mijland, P.J.H.C., Kamerling,
J.P., & Vliegenthart, J.F.G. (2000). Structural studies on methylated starch granules. Reviews : Starch/Starke. 52: 40-43.
Wilmana, P.F. (1995). Farmakologi dan Terapi (Edisi 4, pp. 218). Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. Weiβ. G, Knoch A, Laicher A, Stanislaus F, Daniels R. (1995). Simple
coacervation of hydroxypropyl methylcellulose phthalate (HPMCP) II. Microencapsulation of ibuprofen. International Journal of Pharmaceutics. 97-105.
Wuzburg, O.B. (1989). Introduction of Modified Starch. In Wuzburg O.B
Modified Starch : Properties and Uses (pp. 10-13). CRC Press Inc Florida. Xie, S, X., Qiang, L., Steve, W, C. (2005). Starch Modification and Applications.
Taylor & Francis Group. LLC.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
68
LAMPIRAN
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
63
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Kurva DSC dari pati singkong, PPS dan PPSFt
PATI SINGKONG
Universitas Indonesia
69
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
66
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
70
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
67
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Universitas Indonesia
71
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
72
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Bentuk fisik serbuk (a) PPSFt dan (b) PPS
Lampiran 3. Kadar air pati singkong, PPS dan PPSFt
No. Kadar Air (%)
PPSFt PPS Pati Singkong
1 5,9 11,52 14,83
2 5,97 11,34 13,45
3 6,02 11,08 12,93
Rata-rata 5,96 11,31 13,74
SD 0,060 0,221 0,982
(a) (b)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
73
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Pengukuran Higroskopisitas PPSFt dan PPS
Pengukuran awal, hari ke-0
Kode Pot Perlakuan Bobot kosong (g)
Bobot PPSFt (g)
Bobot silika gel (g)
Bobot total (g)
PPSFt1 Pot tanpa tutup 4,9623 1,0037 --- 5,966 PPSFt2 Pot dengan tutup 7,0799 1,0026 --- 8,0825 PPSFt3 Pot tanpa tutup + silika
gel 4,9013 1,0005 1,1805 7,0823
PPSFt4 Pot dengan tutup + silika gel
7,0693 1,0008 1,1103 9,1804
PPS1 Pot tanpa tutup 6,1713 1,0005 --- 7,1718 PPS2 Pot dengan tutup 8,6961 1,0027 --- 9,6988 PPS3 Pot tanpa tutup + silika
gel 4,9652 1,0015 1,0773 7,044
PPS4 Pot dengan tutup + silika gel
7,4461 1,0026 1,1815 9,6302
Berat total 27-Mar 28-Mar 29-Mar 30-Mar 03-Apr 10-Apr 17-Apr 26-Apr
Kode Pot hari ke-0 hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-7 hari ke-14
hari ke-21
hari ke-30
PPSFt 1 5,966 6,0961 6,1031 6,1058 6,1094 6,1101 6,1119 6,1088 PPSFt 2 8,0825 8,1268 8,1448 8,1581 8,1906 8,2155 8,2263 8,2264 PPSFt 3 5,9018 5,9133 5,9335 5,9463 5,9775 6,0074 6,0304 6,0454 PPSFt 4 8,0701 8,0797 8,078 8,0823 8,106 8,1544 8,1888 8,2095
PPS 1 7,1718 7,2107 7,2128 7,2145 7,2186 7,2236 7,2240 7,2216 PPS 2 9,6988 9,7057 9,7088 9,7146 9,7291 9,7449 9,7499 9,748 PPS 3 5,9667 6,0039 6,0102 6,0125 6,013 6,0129 6,0134 6,0146 PPS 4 8,4487 8,4653 8,4761 8,4778 8,4971 8,5074 8,509 8,5136
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
74
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Spektrum infra merah PPS
Bilangan gelombang (cm-1)
Inte
nsita
s
40060080010001200140016001800200024002800320036004000
22.5
30
37.5
45
52.5
60
67.5
75
%T
574.
21
44.3
8
3026
.41
2931
.90
2359
.02
2160
.35
2052
.33
1647
.26
1456
.30
1 1004
.95 93
5.51
856.
42
761.
91
Universitas Indonesia 74
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
75
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Spektrum infra merah PPSFt
Universitas Indonesia
75
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
76
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Kurva serapan KHP 100 ppm pada medium berbagai pH (titik isobestik = 255 nm)
nm
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
77
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Kurva kalibrasi kalium hidrogen ftalat dalam NaOH 1N pada panjang gelombang 271,8 nm
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
78
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Perhitungan dan penentuan derajat substitusi PPSFt
Bobot Sampel (mg) A berat (mg) % DS
53,3 0,395 2,6025 4,8827 0,0558
60,5 0,439 2,8882 4,7739 0,0545
60,7 0,422 2,7775 4,5758 0,0521
Rata-rata 4,7441 0,0541
SD 0,15557 0,00186 Lampiran 10. Derajat keasaman PPSFt dan PPS
Bahan pH
PPSFt PPS
1 5,59 7,11
2 5,72 6,61
3 5,85 6,35
Rata-rata 5,72 6,69
SD 0,13 0,39
Lampiran 11. Data perbandingan pelarutan relatif PPSFt di berbagai medium
pH Pelarutan Relatif (mg/100ml)
SD
1,2 589,27 + 66,34
5 597,82 + 67,54
6,8 666,55 + 15,80
aquadest 680,60 + 4,20
7,4 688,23 + 82,21
10 690,68 + 81,81
12 698,01 + 83,52
NaOH 1 N 795,14 + 78,29
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
79
Universitas Indonesia
Lampiran 12. Data uji pelarutan relatif PPSFt
pH Bobot PPSFt (mg)
Serapan (A)
Konsentrasi (mg) % ftalat mg/100
ml
Uji 1
1,200 250,000 0,369 7,867 3,147 663,187
5,000 250,200 0,375 7,997 3,196 674,183
6,800 250,450 0,379 8,073 3,224 680,597
aquadest 250,700 0,379 8,084 3,225 681,513
7,400 250,600 0,434 9,280 3,703 782,307
10,000 250,800 0,435 9,302 3,709 784,140
12,000 250,800 0,440 9,410 3,752 793,303
NaOH 1 N 251,000 0,446 9,541 3,801 804,298
Uji 2
1,200 250,000 0,318 6,758 2,703 569,724
5,000 250,200 0,305 6,476 2,588 545,900
6,800 251,000 0,362 7,704 3,069 649,442
Aquadest 250,500 0,376 8,019 3,201 676,015
7,400 250,600 0,363 7,737 3,087 652,191
10,000 250,800 0,365 7,780 3,102 655,857
12,000 250,800 0,369 7,867 3,137 663,187
NaOH 1 N 251,000 0,396 8,454 3,368 712,668
Uji 3
1,200 250,000 0,299 6,345 2,538 534,904
5,000 250,000 0,320 6,802 2,721 573,389
6,800 251,950 0,373 7,943 3,153 669,601
aquadest 250,600 0,381 8,117 3,239 684,262
7,400 250,000 0,351 7,476 2,990 630,200
10,000 250,000 0,352 7,497 2,999 632,033
12,000 250,000 0,355 7,563 3,025 637,530
NaOH 1 N 250,000 0,481 10,302 4,121 868,440
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
80
Universitas Indonesia
Lampiran 13. Data viskositas PPS dan PPSFt
Kecepatan (rpm)
PPSFt 3% PPSFt 5% PPSFt 7% PPS 5%
Visko-sitas
(η = dr x f)
Shearing stress (F/A =
dr x 7,187)
Rate of Shear
(dv/dr= F/Ax1/η
Visko-sitas
(η = dr x f)
Shearing stress (F/A =
dr x 7,187)
Rate of Shear
(dv/dr= F/Ax1/η)
Visko-sitas
(η = dr x f)
Shearing stress (F/A =
dr x 7,187)
Rate of Shear
(dv/dr= F/Ax1/η)
Visko-sitas
(η = dr x f)
Shearing stress (F/A =
dr x 7,187)
Rate of Shear
(dv/dr= F/Ax1/η)
0,5 800 14,37 0,018 2800 50,31 0,018 11200 50,31 0,004 4400 19,76 0,004
1 500 17,97 0,036 2100 75,46 0,036 7600 68,28 0,009 3200 28,75 0,009
2 300 21,56 0,072 1500 107,81 0,072 5000 89,84 0,018 2200 39,53 0,018
2,5 280 25,15 0,090 1360 122,18 0,090 4480 100,62 0,022 1920 43,12 0,022
5 180 32,34 0,180 980 176,08 0,180 3040 136,55 0,045 1440 64,68 0,045
10 120 43,12 0,359 710 255,14 0,359 2080 186,86 0,090 1080 97,02 0,090
20 95 68,28 0,719 525 377,32 0,719 1480 265,92 0,180 800 143,74 0,180
10 120 43,12 0,359 690 247,95 0,359 2000 179,68 0,090 1080 97,02 0,090
5 180 32,34 0,180 940 168,89 0,180 2880 129,37 0,045 1440 64,68 0,045
2,5 280 25,15 0,090 1320 118,59 0,090 4160 93,43 0,022 1920 43,12 0,022
2 300 21,56 0,072 1450 104,21 0,072 4800 86,24 0,018 2200 39,53 0,018
1 500 17,97 0,036 2100 75,46 0,036 7200 64,68 0,009 3200 28,75 0,009
0,5 800 14,37 0,018 3000 53,90 0,018 11200 50,31 0,004 4800 21,56 0,004
Universitas Indonesia
80
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
81
Universitas Indonesia
Lampiran 14. Data indeks mengembang PPSFt
Uji 1
Waktu (menit)
pH 1,2 aquadest pH 7,4
Bobot (gram)
% Kenaikkan
bobot Bobot (gram)
% Kenaikkan
bobot Bobot (gram)
% Kenaikkan
Bobot 0 40,3099 0 38,6699 0 37,2297 0
1 41,1136 160,74 39,0497 75,96 37,8752 129,10
2 41,148 167,62 39,2379 113,60 37,9572 145,50
3 41,1994 177,90 39,2825 122,52 37,9927 152,60
4 41,0911 156,24 39,3303 132,08 37,9652 147,10
5 41,1179 161,60 39,3401 134,04 37,9908 152,22
10 41,1881 175,64 39,3216 130,34 37,9298 140,02
15 41,1504 168,10 39,4421 154,44 38,0368 161,42
30 41,005 139,02 39,4972 165,46 37,9917 152,40
45 41,1122 160,46 39,4386 153,74 38,1281 179,68
60 41,1366 165,34 39,6205 190,12 38,0975 173,56
90 41,1577 169,56 39,5685 179,72 38,132 180,46
120 41,246 187,22 39,5774 181,50 38,0605 166,16
180 41,3877 215,56 39,6894 203,90 38,159 185,86
240 41,497 237,42 39,6042 186,86 38,322 218,46
300 41,5381 245,64 39,7537 216,76 38,4158 237,22
360 41,575 253,02 39,8736 240,74 38,5772 269,50
480 41,7482 287,66 40,1202 290,06 38,7707 308,20
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
82
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Uji 2
Waktu (menit)
pH 1,2 Aquadest pH 7,4
Bobot (gram)
% Kenaikkan
bobot Bobot (gram)
% Kenaikkan
bobot Bobot (gram)
% Kenaikkan
Bobot 0 40,2736 0 38,7216 0 37,2353 0
1 40,8499 115,26 39,2063 96,94 37,7031 93,56
2 40,865 118,28 39,3004 115,76 37,8906 131,06
3 40,8726 119,80 39,319 119,48 37,9837 149,68
4 40,998 144,88 39,4625 148,18 37,7516 103,26
5 40,8634 117,96 39,452 146,08 37,8968 132,30
10 40,9858 142,44 39,4986 155,40 37,8066 114,26
15 40,861 117,48 39,4901 153,70 38,0532 163,58
30 40,9872 142,72 39,4921 154,10 38,265 205,94
45 41,0094 147,16 39,5257 160,82 37,9858 150,10
60 41,1313 171,54 39,6738 190,44 38,1986 192,66
90 41,2841 202,10 39,7377 203,22 38,2213 197,20
120 41,2885 202,98 39,7674 209,16 38,3001 212,96
180 41,326 210,48 39,795 214,68 38,428 238,54
240 41,4066 226,60 39,6896 193,60 38,4445 241,84
300 41,3036 206,00 39,9126 238,20 38,3243 217,80
360 41,4233 229,94 39,8739 230,46 38,5395 260,84
480 41,5167 248,62 40,0801 271,70 38,587 270,34
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
83
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Uji 3
Waktu (menit)
pH 1,2 aquadest pH 7,4
Bobot (gram)
% Kenaikkan
bobot Bobot (gram)
% Kenaikkan
Bobot Bobot (gram)
% Kenaikkan
Bobot 0 40,2789 0 50,9619 0 37,0405 0
1 40,8195 108,12 51,4018 87,98 37,8417 160,24
2 40,7892 102,06 51,5055 108,72 37,8494 161,78
3 40,8488 113,98 51,7071 149,04 37,8474 161,38
4 40,82 108,22 51,4918 105,98 37,9361 179,12
5 41,0607 156,36 51,8041 168,44 37,9497 181,84
10 40,9071 125,64 51,8578 179,18 37,9593 183,76
15 40,8073 105,68 51,8245 172,52 37,9523 182,36
30 41,2162 187,46 51,9691 201,44 37,8971 171,32
45 40,9934 142,90 51,9448 196,58 38,0488 201,66
60 40,9961 143,44 51,94 195,62 38,0802 207,94
90 41,1275 169,72 52,1565 238,92 38,1071 213,32
120 41,0555 155,32 51,8964 186,90 38,222 236,30
180 41,134 171,02 52,1706 241,74 38,0933 210,56
240 41,1853 181,28 52,2511 257,84 38,1615 224,20
300 41,3138 206,98 52,3671 281,04 38,2125 234,40
360 41,3136 206,94 52,2551 258,64 38,1657 225,04
480 41,5988 263,98 52,2564 258,90 38,2693 245,76
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
84
Universitas Indonesia
Lampiran 15. Data uji laju alir PPSFt dan PPS
PPSFt
Bobot (gram) Waktu (detik) Laju alir (g/det)
40,2 4,52 8,89
40,7 2,85 14,28
39,3 3,45 11,39
38,8 3,36 11,55
Rata-rata 11,53 + 2,20
PPS
Bobot (gram) Waktu (dtk) Laju alir (g/dtk)
12,7 7,55 1,68
11,8 5,33 2,214
Rata-rata 1,947 + 0,38
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
85
Universitas Indonesia
Lampiran 16. Data uji kompresibilitas PPSFt dan PPS
PPSFt
Bobot serbuk
(g)
Vol awal (ml)
Vol akhir (ml)
Bulk density (g/ml)
Tapped density (g/ml)
Hausner Ratio
Carrs index
24,2 60 43 0,403 0,563 1,395 28,333
18,2 50 33 0,364 0,552 1,515 34,000
20,1 50 35 0,402 0,574 1,429 30,000
Rata-rata 0,390 0,563 1,446 30,778
SD 0,02 0,01 0,06 2,91
PPS
Bobot serbuk
(g)
Vol awal (ml)
Vol akhir (ml)
Bulk density (g/ml)
Tapped density (g/ml)
Hausner Ratio
Carrs index
4,7 50 36 0,094 0,131 1,39 28,24
5,1 50 37 0,102 0,138 1,35 26,09
5,3 50 37 0,106 0,143 1,35 25,87
Rata-rata 0,101 0,137 1,363 26,733
SD 0,006 0,006 0,023 1,31
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
86
Universitas Indonesia
Lampiran 17. Data rendemen proses mikrokapsul
Mikrokapsul dengan metode
Berat bahan padat (gram)
Berat mikrokapsul (gram) UPK (%)
Koaservasi 13,435 14,0734 104,75
Semprot kering 66,8 13,1497 19,69
Lampiran 18. Kurva kalibrasi ketoprofen dalam dapar HCl pH 1,2 pada panjang
gelombang () 260,2 nm dan () 271,8 nm.
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
87
Universitas Indonesia
Lampiran 19. Kurva kalibrasi ketoprofen dalam dapar fosfat pH 7,4 pada panjang gelombang () 260,2 nm dan () 271,8 nm
Lampiran 20. Kurva kalibrasi PPSFt dalam dapar HCl pH 1,2 pada panjang gelombang () 260,2 nm dan () 271,8 nm
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
88
Universitas Indonesia
Lampiran 21. Kurva kalibrasi PPSFt dalam dapar fosfat pH 7,4 pada panjang gelombang () 260,2 nm dan () 271,8 nm
Lampiran 22. Perhitungan efisiensi penjerapan mikrokapsul dengan metode koaservasi
Sampel Bobot (mg) Serapan Efisiensi
Penjerapan (%) λ 260,2 nm λ 271,8 nm
1 400,2 0,58 0,358 18,50 2 400,2 0,633 0,391 20,18 3 400,2 0,694 0,433 22,13
Rata-rata 20,27 SD 1,82
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
89
Universitas Indonesia
Lampiran 23. Perhitungan efisiensi penjerapan mikrokapsul dengan metode semprot kering
Sampel Bobot (mg) Serapan Efisiensi
Penjerapan (%) λ 260,2 nm λ 271,8 nm
1 400,5 0,386 0,301 83,58 2 400,7 0,402 0,312 87,25 3 400,4 0,322 0,250 69,83
Rata-rata 80,22 SD 9,18
Lampiran 24. Data kadar air mikrokapsul dengan metode Koaservasi dan metode semprot kering
Mikrokapsul Bobot (mg) Kadar air (%)
Rata-rata SD
Koaservasi 150 3,73
3,073 0,59 150 2,91 150 2,58
Semprot kering 150 9,23
10,297 0,93 150 10,96 150 10,70
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
90
Universitas Indonesia
Lampiran 25. Data Uji mengembang mikrokapsul dengan metode Koaservasi dalam medium dapar HCl pH 1,2 dan dalam medium dapar fosfat pH 7,4
Sampel
Berat mikrokapsul
(mg)
pH 1,2 Berat
mikrokapsul (mg)
pH 7,4 Waktu (menit) Waktu (menit)
30 (%) 60 (%) 90 (%) 120 (%) 30 (%) 60 (%) 90 (%) 120 (%)
1 100,7 250,55 143,30 125,42 157,20 100,6 218,09 221,07 251,89 285,69 2 100,5 193,53 134,83 167,66 158,71 100,4 196,81 305,38 319,32 356,18 3 100,8 129,17 101,39 160,91 147,02 100,7 91,66 314,10 319,56 402,48
Rata-rata 191,08 126,50 151,33 154,31 168,85 280,18 320,92 348,11
SD 60,73 22,16 22,69 6,35 67,69 51,38 69,85 58,81 Lampiran 26. Data uji mengembang mikrokapsul dengan metode semprot kering dalam medium dapar HCl pH 1,2 dan dalam medium dapar fosfat pH 7,4
Sampel
Berat mikrokapsul
(mg)
pH 1,2 Berat
mikrokapsul (mg)
pH 7,4 Waktu (menit) Waktu (menit)
30 (%) 60 (%) 90 (%) 120 (%) 30 (%) 60 (%) 90 (%) 120 (%)
1 100,0 689,00 734,00 425,00 479,00 100,4 691,83 601,20 414,94 494,62 2 100,2 531,74 522,75 516,77 470,86 100,2 580,64 542,71 507,78 602,59 3 100,3 700,60 436,39 366,20 417,45 100,0 622,00 717,00 585,00 580,00
Rata-rata 640,44 564,38 435,99 455,77 631,49 620,30 502,57 559,07
SD 94,32 153,11 75,88 33,44 56,20 88,70 85,15 56,95
Universitas Indonesia
90
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
91
Universitas Indonesia
Lampiran 27. Data uji pelepasan obat dari mikrokapsul dengan metode Koaservasi pada medium pH 1,2
Waktu (menit)
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
C sampel (ppm)
W kumulatif (mg)
% pelepasan
C sampel (ppm)
W kumulatif (mg)
% pelepasan
C sampel (ppm)
W kumulatif
(mg) %
pelepasan
15 4,8804 0,4880 2,4077 8,3173 0,8317 4,1033 4,7371 0,4737 2,3370
30 9,6648 1,0153 5,0088 6,5301 0,7362 3,6319 6,3558 0,6830 3,3693
45 10,0383 1,1493 5,6699 7,2190 0,8704 4,2939 6,9207 0,8030 3,9615
60 9,9897 1,2448 6,1411 8,4047 1,0611 5,2350 7,1011 0,8902 4,3919
90 10,7359 1,4193 7,0021 8,2760 1,1323 5,5861 7,8217 1,0333 5,0978
120 10,9107 1,5442 7,6180 8,4194 0,9247 4,5619 7,9280 1,1222 5,5361
180 11,8802 1,7502 8,6345 9,1033 0,9945 4,9064 8,8230 1,2909 6,3687
240 12,2782 1,9088 9,4170 9,4767 1,0387 5,1243 9,1096 1,4078 6,9454
300 12,7752 2,0813 10,2679 9,6326 1,0580 5,2197 9,4146 1,5294 7,5453
360 12,4530 2,1768 10,7392 9,9376 1,0901 5,3778 9,6449 1,6466 8,1234
420 12,2299 2,2791 11,2435 10,0561 1,1050 5,4513 9,6643 1,7450 8,6088 480 11,8825 2,3666 11,6754 10,0441 1,1050 5,4513 9,6152 1,8367 9,0613
Universitas Indonesia
91
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
92
Universitas Indonesia
Lampiran 28. Data uji pelepasan obat dari mikrokapsul dengan metode Koaservasi pada medium pH 7,4
Waktu (menit)
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
C sampel (ppm)
W kumulatif (mg) % pelepasan
C sampel (ppm)
W kumulatif (mg) % pelepasan
C sampel (ppm)
W kumulatif (mg) % pelepasan
5 3,9654 0,3965 1,9563 4,5199 0,4520 2,2298 2,1763 0,2176 1,0737
10 6,4489 0,6845 3,3771 7,3546 0,7807 3,8513 3,3426 0,3560 1,7564
15 8,8913 0,9933 4,9002 9,8025 1,0990 5,4218 5,3321 0,5884 2,9028
20 10,4527 1,2383 6,1092 11,5259 1,3694 6,7556 7,4342 0,8519 4,2029
30 13,4000 1,6376 8,0789 14,8930 1,8213 8,9853 11,3913 1,3220 6,5219
45 17,6181 2,1934 10,8209 18,3135 2,3123 11,4075 17,2774 2,0245 9,9877
60 18,3097 2,4387 12,0312 18,8697 2,5511 12,5854 15,5995 2,0295 10,0123
90 20,3461 2,8255 13,9392 19,7040 2,8232 13,9279 21,5699 2,7825 13,7273
120 19,9948 2,9938 14,7696 19,2155 2,9714 14,6590 21,3614 2,9774 14,6886
180 19,7259 3,1669 15,6234 19,3362 3,1756 15,6665 21,3669 3,1915 15,7451
240 19,3911 3,3306 16,4314 18,4745 3,2828 16,1954 20,6150 3,3300 16,4283
300 18,0738 3,3928 16,7381 17,7446 3,3946 16,7467 19,6490 3,4396 16,9688
360 17,6294 3,5291 17,4105 16,4822 3,4458 16,9993 18,5733 3,5285 17,4074 420
15,0166 3,4441 16,9913 14,8740 3,4498 17,0190 17,9696 3,6538 18,0259
480 11,9121 3,2838 16,2005 13,7653 3,4876 17,2059 15,5518 3,5918 17,7196
Universitas Indonesia
92
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
93
Universitas Indonesia
Lampiran 29. Data uji pelepasan obat dari mikrokapsul dengan metode semprot kering pada medium pH 1,2
Waktu (menit)
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
C sampel (ppm)
W kumulatif (mg)
% pelepasan
C sampel (ppm)
W kumulatif (mg)
% pelepasan
C sampel (ppm)
W kumulatif
(mg) %
pelepasan
15 3,095 0,310 0,386 3,585 0,359 0,447 2,878 0,288 0,359
30 3,802 0,411 0,513 4,757 0,512 0,638 4,112 0,440 0,548
45 4,664 0,535 0,667 5,905 0,674 0,840 5,123 0,582 0,726
60 5,341 0,650 0,810 6,532 0,796 0,992 5,738 0,695 0,866
90 6,625 0,832 1,037 8,381 0,838 1,045 7,419 0,920 1,147
120 7,692 1,004 1,252 9,678 1,259 1,570 8,679 1,121 1,397
180 10,732 1,385 1,727 13,146 1,703 2,123 12,376 1,577 1,966
240 13,667 1,786 2,227 16,118 2,132 2,657 15,473 2,011 2,506
300 15,510 2,107 2,627 18,464 2,527 3,151 17,880 2,406 2,999
360 17,371 2,448 3,052 21,529 3,019 3,763 20,275 2,824 3,521
420 18,985 2,783 3,470 23,427 3,424 4,268 23,130 3,313 4,129
480 19,717 3,047 3,798 25,078 3,823 4,766 26,108 3,842 4,789
Universitas Indonesia
93
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
94
Universitas Indonesia
Lampiran 30. Data uji pelepasan obat dari mikrokapsul dengan metode semprot kering pada medium pH 7,4
Waktu (menit)
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
C sampel (ppm)
W kumulatif (mg)
% pelepasan
C sampel (ppm)
W kumulatif (mg)
% pelepasan
C sampel (ppm)
W kumulatif
(mg) %
pelepasan
5 9,71 0,971 1,210 13,635 1,364 1,700 12,073 1,207 1,505
10 17,386 1,836 2,288 28,310 2,967 3,699 25,693 2,690 3,353
15 28,763 3,147 3,923 36,090 4,028 5,022 33,003 3,678 4,585
20 34,046 3,963 4,940 42,114 4,992 6,223 39,617 4,669 5,821
30 44,324 5,331 6,646 54,876 6,689 8,338 53,147 6,419 8,001
45 68,283 8,171 10,185 68,846 8,635 10,764 55,631 7,198 8,973
60 65,168 8,542 10,648 78,259 10,265 12,796 79,728 10.164 12,671
90 81,923 10,869 13,549 90,006 12,222 15,235 104,099 13,399 16,703
120 92,352 12,731 15,870 96,441 13,765 17,160 116,449 15,675 19,540
180 109,986 15,418 19,220 109,396 16,025 19,977 135,550 18,749 23,372
240 122,048 17,724 22,095 115,543 17,734 22,107 139,887 20,539 25,603
300 129,677 19,708 24,567 120,264 19,362 24,136 144,909 22,440 27,973 360 112,229 19,260 24,008 105,256 19,063 23,764 108,084 20,539 25,189
420 103,334 19,492 24,299 106,602 20,251 25.244 109,127 21,391 26,666
480 107,260 20,918 26,076 99,107 20,567 25,638 101,769 21,747 27,109
Universitas Indonesia
94
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
95
Universitas Indonesia
Lampiran 31. Data distribusi ukuran partikel mikrokapsul ketoprofen dengan metode Koaservasi
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
96
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
97
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
98
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
99
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
100
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
101
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
102
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
103
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
104
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
105
Universitas Indonesia
Lampiran 32. Data distribusi ukuran partikel mikrokapsul ketoprofen dengan metode semprot kering
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
106
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
107
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
108
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
109
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
110
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
111
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
112
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
113
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
114
Universitas Indonesia
(lanjutan)
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
115
Universitas Indonesia
Lampiran 33. Sertifikat analisis asam ftalat anhidrida
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
116
Universitas Indonesia
Lampiran 34. Sertifikat analisis ketoprofen
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013
117
Universitas Indonesia
Lampiran 35. Sertifikat analisis tereftaloil klorida
Mikroenkapsulasi Ketoprofen..., Yudi Srifiana, F Farmasi UI, 2013