mikrob 4

13
Laporan Praktikum Ke 4 Hari, Tanggal : Selasa, 17 Maret 2015 Mikrobiologi Nutrisi Tempat : Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi Asisten : Afdola Riski N D24110041 IN VITRO Fani Karina Astrini D24130090 Kelompok 3

description

laporan

Transcript of mikrob 4

Laporan Praktikum Ke 4 Hari, Tanggal : Selasa, 17 Maret 2015

Mikrobiologi NutrisiTempat : Laboratorium Biokimia,Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi

Asisten: Afdola Riski N D24110041

IN VITRO

Fani Karina AstriniD24130090Kelompok 3

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKANFAKULTAS PETERNAKANINSTITUT PERTANIAN BOGOR2015

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemampuan ternak dalam mencerna pakan disebut sebagai kecernaan.Semakin tinggi nilai kecernaan menunjukkan bahwa ternak memiliki kemampuan mencerna pakan yang baik. Suatu bahan pakan yang memiliki nilai kecernaan yang tinggi menunjukan bahwa bahan pakan tersebut mudah dicerna oleh ternak. Nilai kecernaan suatu bahan pakan ditentukan oleh kandungan serat kasar (selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika). Semakin tinggi persentase serat kasar pada suatu bahan pakan maka kecernaan dari bahan pakan tersebut akan semakin rendah.Pencernaan ternak khususnya ruminansia dapat dipelajari salah satunya melalui teknik in vitro.In vitro merupakan suatu kegiatan yang dilakukan diluar tubuh ternak dengan mengikuti keadaan sesungguhnya pada ternak tersebut. Dalam praktikum kali ini, di bahas tentang teknik in vitro.

Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari prinsip dan prosedur percobaan in vitro.

TINJAUAN PUSTAKA

Cairan Rumen

Cairan rumen merupakan limbah yang diperoleh dari rumah potong hewan yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik. Bagian cair dari isi rumen kaya akan protein, vitamin B kompleks serta mengandung enzim-enzim hasil sintesa mikroba rumen ( Gohl 1981 ). Kondisi dalam rumen adalah anaerob dan mempunyai temperatur 38 42oC. Saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8 (Arora 1989).Aktivitas proteolitik isi rumen tergantung dari biomasa mikroba yang berhubungan langsung dengan ketersediaan nutrien atau kecernaan ransum.Kinetik degradasi karbohidrat harus sesuai dengan kecepatan degradasi protein juga sangat mempengaruhi efisiensi sintesis protein mikroba (Widyobroto et al 2007).Pakan konsentrat yang mempunyai degradasi lambat cenderung memberikan pH cairan rumen lebih tinggi dibanding konsentrat dengan degradasi cepat. Degradasi protein berperan untuk menghasilkan VFA, methan dan amonia. Aras protein dan degradasinya tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi VFA.Konsentrasi amonia rumen cenderung lebih besar pada ternak yang diberi RDP tinggi dibanding dengan ransum yang hanya diberi cukup RDP (Hristov et al 2004).

Larutan Saliva Buatan (McDougall)

Saliva buatan atau Larutan McDougall berperan sebagai larutan penyanggaatau buffer dalam medium atau sebagai pengganti fungsi saliva. Penggunaan salivabuatanpentinguntukmempertahankanpHsupayatetapberadadalamkisaran normal. Pembuatan saliva buatan mengacu pada metode McDougall (1948) yangdikutip Tilley dan Terry (1963). Larutan saliva buatan (buffer) McDougall(campuran 58,80g NaHCO3, 48g Na2HPO4.7H2O, 3,42g KCl, 2,82g NaCl, 0,72gMgSO4.7H2O, 0,24g CaCl2 dalam 6liter akuades) (Tanuwiria et al 2006).

Teknik In Vitro,In Vivo,dan In Sacco

Tipe evaluasi pakan pada prisipnya ada 3 yaitu metode In vitro, Insacco, In vivo. Tipe evaluasi pakan In vivo merupakan metode penentuan kecernaan pakan menggunakan hewan percobaan dengan analisis pakan dan feses. Pencernaan ruminansia terjadi secara mekanis, fermentative, dan hidrolisis (Mc Donald et al 1995). Dengan metode Invivo dapat diketahui pencernaan bahan pakan yang terjadi di dalam seluruh saluran pencernaan ternak, sehingga nilai kecernaan pakan ya ng diperoleh mendekati nilai sebenarnya. Koefisien cerna yang ditentukan secara In vivo biasanya 1% sampai 2 % lebih rendah dari pada nilai kecernaan yang diperoleh secara In vitro (Tillman et al 1991).Kecernaanin vitroadalahteknik pengukuran degradabilitas dan kecernaanevaluasi ransum secara biologis dapat dilakukan secara laboratorium dengan meniru seperti kondisi sebenarnya (Mulyawati 2009). Pada dasarnya teknikIn vitroadalah meniru kondisi rumen. Kondisi yang dimodifikasi dalam hal ini antara lain larutan penyangga, bejana fermentasi, pengadukan dan fase gas, suhu fermentasi, pH optimum, sumber inokulum, kondisi anaerob, periode fermentasi serta akhir fermentasi. Larutan penyangga sebagai unsur buffer berfungsi untuk mempertahankan pH rumen sehingga tidak mudah turun oleh asam-asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi (Sutardiet al 1983).Suhu fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu berkisar 36-390C. Suhu tersebut harus stabil selama proses fermentasi berlangsung, hal ini dimaksud agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan kondisi asal. Aktifitas mikroba rumen tetap berlangsung normal apabila pH rumen berkisar antara 6,0-6,7. Pemberian gas CO2secepatnya bersamaan dengan pengadukan secara mekanik dilakukan dalam fermentasiin vitrodengan meniru prinsip pengadukan dalam rumen sesungguhnya yang selalu bergerak secara teratur. Gerakan rumen juga ditiru dengan penempatan bejana fermentasi dalamshaker water bath(Makkaret al 1995).Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaanin vitrodiantaranya adalah pencampuran pakan, cairan rumen, pengontrolan temperatur, variasi waktu, dan metode analisis (Yunus 1997).Teknik kecernaanin vitromemiliki keuntungan lebih singkat, lebih ekonomis, tidak adanya resiko kematian pada ternak, dan prediksi yang tidak berbeda jauh dengan metodein vivoatau yang biasa dilakukan untuk mengukur kecernaan pada ternak ruminansia.Metodein vitro(metode tabung) harus menyerupai sistemin vivoagar dapat menghasilkan pola yang sama sehingga nilai yang didapat juga tidak terlalu berbeda jauh dengan pengukuran secarain vivo.Kecernaan In vivo merupakan suatu cara penentuan kecernaan nutrient menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses (Tillman et al 1991).Anggorodi (1980) menambahkan pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan merupakan usaha untuk menentukan jumlah nutrient dari suatu bahan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna merupakan persentse nutrient yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrient yang dikonsumsi dengan jumlah nutrient yang dikeluarkan dalam feses. Perhitungan kecernaan (semu) bahan pakan menurut Church dan Pond (1988) adalah sebagai berikut :Kecernaan % =Nutrien pakan Nutrien fesesx 100

Prinsip metode in sacco adalah suatu pakan dimasukkan kedalam kantong kemudian diinkubasian didalam rumen ternak yang berfistula.Dalam masa inkubasi tertentu,pakan didalam kantong akan mengalami degradasi karena fermentasi mikroba rumen dan partikel yang mudah larut dalam rumen.Sisa atau residu yang masih terdapat dalam kantong merupakan pakan yang tidak terdegradasi.Dengan metode ini ternyata laju dan tingkat degradasi suatu pakan di dalam rumen dapat di estimasi dengan cepat tanpa memerlukan banyak prosedur yang rumit.Nilai-nilai fraksi pakan yang terlarut,fraksi tidak larut tapi potensial terdegradai dan laju degradasi zat makanan merupakan parameter utama yang dikur dengan teknik in sacco ini.Pengukuran nilai nutrisi melalui teknik in sacco tidak hanya melalui rumen,kini telah dikembangkan evaluasi kecernaan bahan pakan secara lebih menyeluruh.Evaluasi tersebut juga dilakukan di intestinum dengan metode in sacco mobil (mobyle nylon bag technique).Prinsip metode ini adalah memasukkan residu pakan setelah inkubasi dalam rumen ke dalam intestinum melalui fistula intestinum dan diambil melalui feses.Keunggula metode in sacco (rumen dan intestinum) adalah dapat menggambarkan kinetik degradasi,memperhitungkan gerakan laju pakan keluar rumen dan mempunyai korelasi yang erat dengan metode in vivo.

Metode Toha Sutardi dengan Tilley and Terry

Kecernaan bahan kering dipengaruhi oleh kandungan protein pakan karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda (Sutardi, 1980). Dalam menentukan kecernaan bahan kering dan bahan organik dapat menggunakan prosedur Tilley dan Terry (1969) yaitu fermentatif dan enzimatis. Fermentasi menghasilkan supernatan untuk analisis NH3 dan VFA, hanya saja fermentasi dilanjutkan hingga 48 jam. Prosedur Tilley dan Terry menggunakan perbandingan larutan antara saliva buata 40 ml dan cairan rumen 8 ml. Sedangkan percobaan in-vitro menggunakan metode Toha Sutardi yaitu hampir sama prinsipnya dengan Tilley and Tery. Pada metode Toha Sutardi menggunakan perbandingan larutan saliva buatan 8 ml dan cairan rumen 12 ml dan fermentasi dilakukan selama 24 jam.Kedua teknik tersebut tetap menggunakan gas CO2 agar mikroba dalam cairan rumen tetap hidup.

Protozoa

Protozoa merupakan sekelompok mahluk hidup yang bersel tunggal, yang heterogen, meliputi kurang lebih 50.000 Spesies yang telah diberih nama, dan 20.000 spesies telah berubah fosil. Ribuan spesies telah behasil didiskripsikan sebagai mahluk hidup sebagian babas dan sebagian lainya hidup secara parasit pada hewan lain, terutama hewan tingkat tinggi. Jumlah hewan protozoa dalam sutu tempat sering sangat menajjubkan, misalnya dalam suatu kolam dapat mencapai suatu jutaan hewan, bahkan milyaran (Jasin, 1992). Protozoa berasal dari bahasa yunani, yaitu protos yang artinya pertama dan zoon yang artinya hewan. Protozoa merupakan hewan yang bersifat uniseluler, dimana setiap satu sel protozoa merupakan satu keseluruan dari organisme itu sendiri. Protoplasma dari protozoa dapat mengadakan modifikasi modifikasi atau penonjolan penonjolan yang dapat bersifat sementara atau tetap. Penonjolan penonjolan yang bersifat sementara misalnya penonjolan yang berfungsi sebagai kaki pseudopodia (Lahay, 2007).

MATERI DAN METODE

Materi

AlatPeralatan yang digunakan antara lain tabung fermentor,tutup karet berventilasi,pipet Mohr,botol film,labu erlemenyer,sendok,neraca analitik,bulb,magnetic stirrer,kertas indikator pH,termos,tabung CO2,shaker water bath,object glass,cover glass,dan mikroskop.

BahanBahan yang digunakan antara lain aquadest,cairan rumen,larutan NaHCO3 0,983 gram, Na2HPO4.10 H2O 0,79 gram, KCl 0,057 gram, NaCl 0,047 gram, MgSO4.7H2O 0,012 gram dan CaCl2.2 H2O 0,04 gram.

Metode

Pembuatan saliva buatan (larutan McDougal)Masukkan semua larutan kecuali CaCl2.2 H2O 0,04 gram.Lalu campur menggunakan magnetic stirrer.Setelah homogen,masukkan CaCl2.2 H2O 0,04 gram yang dikonversi menjadi 100 ml.Lalu setelah homogen masukkan gas CO2 selama 15 menit hingga pH netral yaitu pH 7.

Proses fermentasiShaker water bath diatur dengan suhu 39C,tabung fermentor disiapkan sebelum dimasukkan dalam shaker water bath.Campur saliva buatan sebanyak 12 ml dan 8 ml cairan rumen yang telah disaring di masukkan pada tabung fermentor. Masukkan CO2 selama 30 detik dalam tabung fermentor, tutup dengan tutup karet.Masukkan tabung kedalam shaker water bath selama 10 menit.

Pengamatan ProtozoaProtozoa diamati pada preparat dengan bantuan mikroskop.Amati protozoa yang hidup dan mati,serta lihat pergerakan dan jumlah protozoa.Lalu bandingkan sebelum dan setelah fermentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebagaimana definisi dari kecernaan bahan pakan yang diekspresikan sebagai proporsi nutrien yang tidak diekskresikan pada feces yang diasumsikan sebagai nutrien yang diabsorbsi oleh ternak. Pada umumnya diukur dengan dasar bahan kering dan dalam bentuk koefisien atau persentase. Pengukuran kecernaan suatu bahan pakan ataupun ransum langsung pada ternak sering disebut dengan metode in vivo. Pada metode ini digunakan lebih dari satu ekor ternak karena meskipun sudah sama species, umur, dan jenis kelamin namun ada perbedaan dalam kemampuan alat pencernaannya serta adanya replikasi akan memberikan kemungkinan yang lebih untuk mendeteksi kesalahan dalam pengukuran. Ternak jantan umumnya lebih disukai dari betina karena antara feces dan urin lebih mudah dipisahkan. Metode ini sering juga disebut metode koleksi total karena dilakukan pengukuran baik totak intake maupun total feces. Pakan yang akan diukur kecernaannya harus dicampur sehomogen mungkin dan diberikan pada waktu yang sama.Pengukuran berlangsung paling tidak satu minggu untuk ternak non ruminansia, sedangkan.untuk ternak besar/ruminansia dilakukan dengan 2 tahap yaitu tahap persiapan atau preliminary period (minimal 7 hari) dan tahap koleksi atau collection period (antara 7 sampai 14 hari) makin lama koleksi makin baik hasilnya.Kesulitan yang dijumpai pada koleksi total menyebabkan percobaan level laboratorium diperkenalkan dengan cara meniru seperti yang terjadi pada in vivo yang disebut dengan in vitro.Pada ruminansia metode in vitro sangat banyak dilakukan dengan basil yang cukup akurat dengan menambahkan cairan rumen dan kemudian pepsin yang umumnya disebut dengan metode two-stage in vitro.Hasil kecernaan in vitro pada umumnya sedikit lebih rendah bila dibandingkan in vivo pada bahan yang sama. Metode in vitro ini juga dapat digunakan untuk metode lain yang disebut dengan gas test dengan mengukur gas yang diproduksi selama proses fermentasi. Keuntungan metode ini dapat dilakukan untuk jumlah yang besar namun mempunyai keterbatasan yaitu gas yang terjadi hanya merefleksikan satu aspek yaitu fermentasi rumen terutama produksi VFA tidak dengan produksi biomasa mikrobia rumen.Ternak yang telah difistulasi rumennya juga dapat digunakan untuk mengukur secara in situ dengan simulasi seperti pada in vitro tetapi dilakukan dalam rumen dengan menempatkan sampel pada kantong (in sacco) yang terbuat dari bahan nilon (tidak dicema oleh mikrobia rumen) kemudian diinkubasikan kedalam rumen melalui lubang fistula. Kelebihan dari metode ini dapat memprediksi kecernaan dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Kesulitan yang dijumpai adalah menentukan waktu inkubasi mana yang paling optimal untuk memprediksi kecernaan suatu bahan.Setiap kantung yang dikeluarkan kemudian dicuci dan dikeringkan untuk menentukan jumlah bahan yang tidak tercerna.Metode in vitro merupakan metode evaluasi nilai nutrisi pakan dengan melalui pengukuran kecernaan menggunakan mikroorganisme rumen dari cairan rumensegar.Metodeinimemakaidasarsistempencernaanduatahap.Tahappertamamelipuiperlakuanfermentasibahanpakantermasukhijauandalam fermentasi in vitro menggunakan mikroba cairan rumen segar selama 48 jam.Pencernaan tahap kedua adalah pencernaan hidrolisis komponen bahan kering olehpepsin.Pencernaan tahappertamamensimulasi pencernaandalam rumendan tahapkedua mensimulasi pencernaan yang terjadi di dalam organ alat pencernaan pascarumen.Nilai koefisiencerna yangdiperoleh dariteknik analisisin vitro tersebut mendekati hasil dengan sistem in vivo (Tilley dan Terry, 1963).Teknikin vitro ini memberikan hasil analisa yang cepat dan proses yang murah, serta dapat digunakanuntukmengevaluasi bahanpakan dalamjumlah besar.Namun metode ini sulit diterapkan pada material seperti sampel jaringan atau fraksi dinding sel.Waktu inkubasi 24 jam dengan pertimbangan lebih praktis dan memperkecil keragaman hasil fermentasi.Tetapi inkubasi yang terlalu pendek akan memperoleh keragaman yang besar.Inkubasi 24 jam juga digunakan untuk mengetahui konsentrasi produk akhir fermentasi sebelum terjadi pencernaan hidrolitik oleh enzim pepsin. Keragaman hasil fermentasi dapat terjadi akibat berbagai faktor termasuk kualitas cairan rumen yangdigunakan.Jumlahdanjenis mikrobadalamcairan rumensangatbervariasitergantung kepada jenis dan pola pemberian pakan serta waktu pengambilan cairanrumen setelah pemberian pakan.Dengan teknikyang sama kecernaan bahan organikdapat ditentukan dengan mengukur kadar bahan organik bahan pakan dan residuproses fermentasi (McDonaldet al 2002).

Teknik in vitro berdasarkan Tilley and Terry,yaitu tabung fermentor masing-masing diisi dengan 0,5 gram sampel,lalu di tambahkan 40ml larutan buffer dan 10ml cairan rumen segar dengan perbandingan 4:1.Setelah itu tabung dialiri gas CO2 lalu ditutup dengan karet berventilasi.Tabung fermentor kemudian dimasukkan kedalam shaker water bath pada suhu 39oC dan diinkubasi selama 4 jam untuk menganalisa NH3 dan VFA serta 48 jam untuk analisa kecernaan.Setelah proses fermentasi berakhirmsumbat karet tabung fermentor dibuka,selanjutnya tabing disentrifuse dan supernatan dibuang setelah penyaringan dengan kertas saring Whatman 41 pada pengukurang tingkat degradasi dalam sistem rumen,Residu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105oC selama 24 jam sehingga diperoleh bahan kering.Perbedaan Tilley and Terry dengan Toha sutardi ialah perbandingan cairan rumen dengan saliva buatan yaitu 8ml cairan rumen dan 12ml larutan buffer atau saliva buatan serta waktu fermentasi 24 jam.

Pada praktikum kali ini didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1.ProtozoaSebelum Fermentasi (perbesaran 10x10)Setelah Fermentasi (perbesaran 10x10)

Pada hasil percobaan didapatkan bahwa jumlah protozoa yang hidup lebih banyak sebelum fermentasi dibandingkan setelah.Terlihat pada gambar sebelum fermentasi,banyal protozoa berwarna transparan dan bergerak lincah saat pengamatan berlangsung dibandingkan setelah fermentasi.Setelah fermentasi beberapa protozoa semakin banyak yang mati,terlihat dari protozoa yang berwarna abu-abu dan bergerak lambat.

KESIMPULAN

Prinsip dasar in vitro ialah mengkondisikan kecernaan pakan sesuai dengan kondisi rumen dalam tubuh ternak.kelebihan penggunaan teknik in vitro adalah pelaksanaannya yang sederhana,lebih ekonomis,dan mewakili kemampuan ternak dalam memfermentasi bahan pakan.Jumlah protozoa yang hidup lebih banyak sebelum fermentasi dibandingkan setelah mengalami fermentasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arora SP.1989.Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia.Yogyakarta (ID) : UGM Press.

Church DC and WG Pond.1998.Basic Animal Nutrition and Feeding.3rd Edition.New York (USA): John Willey and Sons.

Gohl BO.1981.Tropical Feed,Food and Agriculture Organitation of The United Nation.Rome.

Hristov AN, Etter RP, Ropp JK,and Grandeen KL.2004.Effect of dietarycrude protein level and degradability on ruminal fermentation and nitrogenutilization in lactating dairy cows. J. Anim Sci.

Jasin M.1992.Zoologi Invertebrata.Surabaya (ID) : Sinar Wijaya.

Lahay J,dkk.2007.Zoologi Invertebrata.Makassar (ID) : FMIPA Universitas Negeri Makassar.McDonald PRA,Edwards JFD,Greenhalgh JFD and Morgan CA.2002.Animal Nutrition.6th Ed.London (UK) : Longman.

Tanuwiria UH,Budinuryanto DC, Darodjah S dan Putranto WS.2006.Studi Suplemen Kompleks Mineral Minyak dan Mineral-Organik danPengaruhnya terhadap Fermentabilitas dan Kecernaan Ransumin vitro sertaPertumbuhan pada Domba Jantan.J.protein.14 (2) : 170.

Tillman A, Hartadi DH,Reksohadiprodjo S.1991.Ilmu Makanan Ternak Dasar.Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Press.

Widyobroto BP,Budhi SPS, Agus A. 2007.Effect of Undegraded Protein andEnergy Level on Rumen Fermentation Parameters and Microbial ProteinSynthesis in Cattle.J.Fakultas Peternakan.Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta

Yunus M.1997.Pengaruh umur pemotongan spesies rumput terhadap produksi komposisi kimia,kecernaan in vitro dan in sacco.Thesis S2.Fakultas Pascasarjana.Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

LAMPIRAN

Tabel 1.2 ProtozoaSebelum Fermentasi (perbesaran 10x10)Setelah Fermentasi (perbesaran 10x10)