Mihardja, D. K., & W. S. Pranowo (2001) Hubungan Oseanografi & RTRW Kepulauan Seribu

6
HUBUNGAN ANTARA ASPEK KONDISI PERAIRAN DAN PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU Laporan Akhir Laporan Pelengkap Dalam Rangka Penyusunan Laporan Akhir Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kep. Seribu. Bappeda Propinsi DKI Jakarta Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian - ITB Oleh : Dadang K. Mihardja Widodo S. Pranowo Pusat Penelitian Kelautan (PPK) Bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kepariwisataan (P2PAR) Institut Teknologi Bandung Januari 2001

description

Mihardja, D. K. and W. S. Pranowo: Hubungan antara Aspek Kondisi Perairan dan Perencanaan tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu. Additional Technical Report. Laporan Pelengkap Penyusunan RT/RW Pemekaran Kecamatan Kepulauan Seribu menjadi Kabupaten, Pusat Penelitian Kepariwisataan dan Pusat Penelitian Kelautan, ITB, 2001

Transcript of Mihardja, D. K., & W. S. Pranowo (2001) Hubungan Oseanografi & RTRW Kepulauan Seribu

Page 1: Mihardja, D. K., & W. S. Pranowo (2001) Hubungan Oseanografi & RTRW Kepulauan Seribu

HUBUNGAN ANTARA ASPEK KONDISI PERAIRAN DAN

PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH

KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU

Laporan Akhir

Laporan Pelengkap Dalam Rangka Penyusunan Laporan Akhir

Penyusunan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kep. Seribu. Bappeda

Propinsi DKI Jakarta Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian - ITB

Oleh :

Dadang K. Mihardja

Widodo S. Pranowo

Pusat Penelitian Kelautan (PPK) Bekerjasama dengan

Pusat Penelitian Kepariwisataan (P2PAR)

Institut Teknologi Bandung

Januari 2001

Page 2: Mihardja, D. K., & W. S. Pranowo (2001) Hubungan Oseanografi & RTRW Kepulauan Seribu

31

8. Hubungan antara Aspek Kondisi Perairan dan Perencanaan Tata Ruang Wilayah

Tabel 13. Hubungan antara Kondisi Perairan dengan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kep. Seribu

Input untuk Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kep. Seribu serta Hubungannya

No.

Kondisi Perairan Umum P. Kelapa P. Pari P. Pramuka P. Tidung 1. Batimetri

• Kedalaman rata-rata

5 – 30 meter, yaitu Kep.

Seribu bagian Selatan (di

wilayah Teluk Jakarta).

• Batimetri terdalam hingga

70 meter di sekitar

wilayah gugusan

P. Tidung Besar hingga

P. Bokor.

• Kondisi

batimetri

memenuhi

kelayakan

untuk navigasi

laut.

• Perairan Kep.

Seribu

termasuk

dalam kategori

perairan

dangkal tropis.

• Kondisi pantai

berpasir, dan

substrat dasar

perairan berupa

karang keras.

• Kedalaman

berkisar 1 – 33

meter.

Berada satu gugus

pulau karang yang

berbentuk goba

bersama-sama

dengan P. Gundul,

P. Tikus, P.Burung,

P. Kongsi, dan

Karang Jong.

• Kedalaman

berkisar

8 – 20 meter.

• Kedalaman

rata-rata

adalah 10

meter.

• Berada satu

gugusan

pulau karang

bersama

P. Tidung

Kecil.

• Kedalaman

gugusan

berkisar

1 – 2 meter.

• Kedalaman

sekeliling

(diluar)

gugusan

berkisar

46 – 63

meter.

2. Pasang Surut (Pasut)

• Tunggang (range) Pasut

sekitar 1 meter.

• Tipe Pasut adalah

Campuran cenderung

Diurnal.

• Ketinggian

muka air

mengalami 1

kali pasang dan

1 kali surut.

• Perbedaan

keadaan saat

pasang dan

surut tidak

begitu besar

mempengaruhi

kedalaman

perairan rata-

• Saat kondisi air

surut

kedalaman

perairan yang

kurang dari 2

meter akan

membentuk

daratan atau

perairan yang

sangat dangkal.

• Perahu (Boat)

wisatawan

harus

memperhatikan

Saat air surut

gugusan dimana

P. Pari berada

menonjolkan bentuk

goba, sehingga

hanya terbentuk

beberapa alur masuk

bagi perahu (Boat)

ke dalam daerah

goba.

Saat kondisi air

surut hanya bagian

sisi Barat pulau

yang layak dirapati

oleh kapal, perahu

(Boat).

Saat kondisi air

surut hanya bagian

sisi Selatan pulau

yang layak dirapati

oleh kapal, perahu

(Boat).

Page 3: Mihardja, D. K., & W. S. Pranowo (2001) Hubungan Oseanografi & RTRW Kepulauan Seribu

32

rata secara

umum, kecuali

daerah-daerah

yang sangat

dangkal atau

dekat pantai,

seperti daerah

Goba.

• Input bagi sistem

transportasi dan

operasi

pelabuhan.

• Input bagi

nelayan dan

penyelam.

kedalaman air

saat surut agar

tidak merusak

karang dan

lambung kapal

sendiri.

3. Gelombang

• Musim Barat : tinggi

gelombang antara

0,5 – 1,5 meter.

• Musim Timur : tinggi

gelombang antara

0,5 – 1,0 meter.

Saat Musim Barat

tinggi gelombang-

nya besar sehingga

aktivitas di laut

sangat terpengaruh,

antara lain nelayan

yang tidak dapat

melaut.

Hempasan

gelombang sangat

bepengaruh pada

barat dan utara

(kelurahan)

P. Kelapa.

Gelombang yang

datang dari arah

Tenggara bisa

mengikis pantai sisi

Tenggara dan

Selatan.

Gelombang yang

menerpa sisi

Selatan pulau

mengakibatkan sisi

tersebut mudah

terkikis.

Gelombang yang

datang dari Selatan

menabrak gugus

pulau karang sisi

Selatan dan sisi

gelombang

menyisisr sisi Barat

dan Timur gugus

kemudian

menghempas sisi

Utara gugus.

4. Arus

• Musim Barat : arah arus

dari Barat ke Timur

dengan kecepatan antara

0,05 – 0,12 m/detik.

• Musim Timur : arah arus

dari Timur ke Barat

dengan kecepatan sekitar

0,10 m/detik.

Arus pada Musim

Barat diduga bisa

mentransporkan

polutan minyak jika

terjadi kebocoran

pada sumur-sumur

minyak yang ada.

Arus pada Musim

Timur diduga bisa

mentransporkan

polutan (logam

berat, seston, dll)

dari Teluk Jakarta.

Arus pada Musim

Barat adalah perlu

diperhatikan

(diwaspadai) oleh

nelayan, wisatawan.

Arus tersebut bisa

juga membawa

pencemaran.

Arus yang datang

dari arah Tenggara

menyebabkan

sedimentasi dan

pertumbuhan tepian

Goba ke arah Barat

Laut.

Arus yang datang

dari Barat lebih

mengikis sisi

Selatan pulau

dibanding sisi

Timur, sehingga

sedimentasi dan

pertumbuhan pulau

ke arah Timur Laut

dan Timur.

Arus dari arah

Selatan akan

mentransporkan

hasil erosi ke arah

Utara, sehingga

kemungkinan

terjadinya

pertumbuhan pulau

atau gugus adalah

ke arah Utara.

Page 4: Mihardja, D. K., & W. S. Pranowo (2001) Hubungan Oseanografi & RTRW Kepulauan Seribu

33

5. Angin

• Musim Barat : angin

bergerak dari arah Barat

ke Timur dengan

kecepatan 7 – 15 knot.

• Musim Timur : angin

bergerak dari arah Timur

ke Barat dengan

kecepatan 7 hingga lebih

dari 20 knot.

Kondisi angin Musim Barat cukup rawan bagi navigasi laut karena kecepatan angin yang bisa mencapai

lebih dari 20 knot bisa menyebabkan gelombang yang tinggi dan kecepatan arus yang besar.

6. Kualitas Air (Laut)

• DO = 3,38 – 9,08 ml/l.

• BOD = 1,27 – 5,28 ml/l.

COD = 119,89 – 220,90

ml/l.

• PH = 7 – 7,5

• Kecerahan = 3 – 8 meter.

• Kekeruhan = 0,5 – 1,1

NTU.

• Kandungan Logam Berat

(Pb, Cd, Cu, Hg) antara

0,001 – 0,248 mg/l.

• Kandungan minyak

kurang dari 0,001 mg/l.

Parameter kimia dan

fisika air memenuhi

baku mutu yang

ditetapkan untuk

pariwisata/rekreasi

dan budidaya laut

serta konservasi,

kecuali untuk

parameter

kandungan Logam

Berat

Parameter kimia

yang perlu

diperhatikan karena

tidak memenuhi

baku mutu adalah :

BOD, COD, Fenol,

Logam Berat.

Parameter kimia

yang perlu

diperhatikan karena

tidak memenuhi

baku mutu adalah :

Lapisan minyak,

DO, COD, Nitrit,

Logam Berat.

Parameter kimia

yang perlu

diperhatikan karena

tidak memenuhi

baku mutu adalah :

Lapisan minyak,

DO, COD, Nitrit,

Logam Berat.

Parameter kimia

yang perlu

diperhatikan karena

tidak memenuhi

baku mutu adalah :

Lapisan minyak,

COD, Nitrit,

Logam Berat.

Page 5: Mihardja, D. K., & W. S. Pranowo (2001) Hubungan Oseanografi & RTRW Kepulauan Seribu

34

7. Sifat Hayati Perairan

• Fitoplankton = 86 –

17.970 individu/liter.

• Zooplankton = 2 – 57

individu/liter.

• Khlorofil-a = 0,5 – 4,0

mg/m3.

• Terumbu karang

keanekaragaman spesies

cukup tinggi, termasuk

biota penghuni komunitas

tersebut.

• Mangrove didominasi

oleh : Bakau Bakau,

Bakau Api-api, Bakau

tancang.

• Produktivitas

primernya

mendukung

kehidupan biota-

biota ekonomis.

• Ekosistem

terumbu karang,

penyu, kima

perlu

dilestarikan,

karena terancam

kerusakan oleh

manusia, dan

pencemaran

polutan (logam

berat,

kekeruhan,dll).

• Terumbu karang

dan Mangrove

dapat sebagi

pelindung pantai

dari erosi.

Produktivitas primernya mendukung kehidupan biota-biota ekonomis

dan kegiatan budidaya laut.

(Sumber : Hasil Analisis)

Page 6: Mihardja, D. K., & W. S. Pranowo (2001) Hubungan Oseanografi & RTRW Kepulauan Seribu

36

Daftar Rujukan

1. Dinas Perikanan DKI Jakarta, F. Perikanan – IPB., 1997., Studi Pengembangan

Budidaya Laut di Kepulauan seribu. Draft Laporan Akhir.

2. Dishidros, 1998. Peta Indonesia : Pulau - Pulau Seribu. TNI – AL Dinas Hidro-

Oseanografi. Jakarta. 1 : 50.000

3. Dishidros dan Bakosurtanal., 2000., Peta Lingkungan Pantai Indonesia : Kepulauan

Seribu. 1 : 50.000

4. Dishidros, 2000., Makalah Seminar Pengkajian Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang

Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu. Jakarta : 20 – 22 November.

5. Mailendra, 1996., Pemanfaatan Citra Satelit untuk Studi Perubahan Garis Pantai di

Daerah Teluk Jakarta. Tugas Akhir. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA – ITB.

6. Pranowo, W.S., 1998., Sebaran Kima (Famili : Tridacnidae) di Taman Nasional Laut

Teluk Cenderawasih Irian Jaya. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan FPIK- Undip. Semarang.

7. Setiyono, H., 1996., Kamus Oseanografi., Gadjah Mada University Press., Yogyakarta.

8. Hutagalung, H.P., 1997., Penentuan kadar Logam berat., dalam Hutagalung, H.P.,

Setiapermana, D., Riyono, S.H., (ed.)., 1997., Metode Analisis Air Laut, sedimen dan

Biota. Buku 2. P3O - LIPI, Jakarta. 1997.

9. Lembaga Penelitian – ITB, 1998., Potensi Bawah laut di Sekitar Pulau Pemukiman

Kepulauan Seribu : Kasus Pulau Kelapa.

10. Mihardja, D.K., Hadi, S., Tjasjono, B., Fitriyanto, M.S., Guntoro, D., Ahmad, Z., 1990.,

Model Matematis dan Simulasi Komputer Penyebaran Polutan di Teluk Jakarta. Laporan

Proyek P4M Kontrak No. 169/P4M/DPPM/BD XXI/1989. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam – ITB. Bandung.

11. Ningsih, N.S., 2000., Three-Dimensional Model for Coastal Ocean Circulation and Sea

Floor Topography Changes : Application to the Java sea. Dissertation. Research

Division in Engineering, Civil Engineering Course of the Postgraduate School, Kyoto

University, Japan.

12. Sutisna, H., 1988., Simulasi Hidrodinamika Teluk Jakarta Menggunakan Metoda Beda

Hingga ke Arah Hulu. Tugas Akhir. Institut Teknologi Bandung : 52, 57-58

13. Suyarso, (ed.)., 1995., Atlas Oseanologi Teluk Jakarta. P3O – LIPI. Jakarta.

14. Ongkosongo, O.S.R., 1989., Penerapan Pengetahuan dan Data Pasang-Surut. dalam

Ongkosongo, O.S.R., Suyarso., 1989., Pasang-Surut., Puslitbang Oseanologi-LIPI.

Jakarta : 241-254

15. Wyrtki, K., 1961., Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters. Naga Report

Volume 2. The University of California Scripps Institution of Oceanography. La Jolla,

California.