MIC CAIR DAN RESISTENSI

21

Click here to load reader

Transcript of MIC CAIR DAN RESISTENSI

Page 1: MIC CAIR DAN RESISTENSI

MIC CAIR DAN RESISTENSI

I. TUJUAN1. Menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) suatu sediaan uji terhadap bakteri

Gram positif maupun Gram negatif, dengan menggunakan metode MIC Cair.

2. Menentukan kerentanan suatu bakteri terhadap berbagai sediaan antibiotik melalui tes

resistensi dengan metoda cakram kertas (Paper Disk Plate).

II. PRINSIP

1. Metoda pengenceran konsentrasi.

2. Adanya kekeruhan yang menunjukan adanya pertumbuhan bakteri yang masih resisten.

3. Kemampuan suatu mikroba untuk membentuk mekanisme pertahanan terhadap suatu

antibiotika.

4. Metode cakram kertas (Paper Disk Plate.)

Kemampuan mikroba untuk membentuk suatu mekanisme pertahanan terhadap

antibiotika

Metode cawan piringan

III. TEORI

Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai

efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya

dalam proses infeksi oleh bakteri. Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi

yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi

bakteri dan fungi. ( Koolman & Roehm,2005 )

Penemuan antibiotik terjadi secara 'tidak sengaja' oleh Alexander Fleming, pada tahun

1928, ia menemukan pertumbuhan bakteri yang tidak terjadi disekeliling kapang Penicillium

chrysogenum syn. P. notatum Ia lalu mendapat hasil positif dalam pengujian pengaruh

ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya. Dari ekstrak itu ia diakui menemukan

antibiotik alami pertama: penicillin G. ( Hocking,2003 )

Penemuan efek antibakteri dari Penicillium sebelumnya sudah diketahui oleh peneliti-

peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada akhir abad ke-19 namun hasilnya tidak diakui

1

Page 2: MIC CAIR DAN RESISTENSI

oleh lembaganya sendiri dan tidak dipublikasi.

Antibiotika yang akan digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada

manusia, harus mememiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, antibiotika

tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk

manusia. Antibiotika adalah obat yang sangat ampuh dan sangat bermanfaat jika digunakan

secara benar. Namun, jika digunakan tidak semestinya antibiotika justru akan mendatangkan

berbagai efek yang buruk. Yang harus selalu diingat, antibiotika hanya ampuh dan efektif

membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Karena itu, penyakit yang dapat

diobati dengan antibiotika adalah penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Kemampuan suatu terapi antimikrobial sangat bergantung kepada obat, pejamu, dan

agen penginfeksi. Namun dalam keadaan klinik hal ini sangat sulit untuk diprediksi

mengingat kompleksnya interaksi yang terjadi di antara ketiganya. Namun pemilihan obat

yang sesuai dengan dosis yang sepadan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan

terapi dan menghindari timbulnya resistansi agen penginfeksi.

Suatu antibiotik mempunyai MIC yang berlainan terhadap bakteri tertentu. Kepekaan

antibiotik terhadap mikroba dapat dilihat dari konsentrasi minimum untuk diinhibisi oleh

suatu antibiotika terhadap mikroba tertentu. ( Pelczar,1958 )

Penetapan MIC dapat dilakukan dengan menguji sederetan konsentrasi yang dibuat

dengan pengenceran, metode yang digunakan dapat dengan cara turbidimetri (dengan melihat

kekeruhan) ataupun cara difusi agar. Konsentrasi terendah di mana pertumbuhan bakteri

terhambat dinyatakan sebagai konsentrasi minimum untuk inhibisi (MIC).

MIC dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk mengetahui

sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC berlawanan dengan sensitivitas

mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari

bakteri akan semakin besar. MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah

rata-rata MIC terhadap seluruh strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies

mikroba adalah sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya.

Penentuan kepekaan mikroba terhadap antibiotika dilakukan secara in vitro yang

dinyatakan dalam MIC dan aktivitas penghambatannya terhadap MIC tersebut. MIC ini tidak

dianggap akan setara dengan MIC in vivo karena dalam tubuh manusia terjadi

2

Page 3: MIC CAIR DAN RESISTENSI

biotransformasi antibiotika, terjadi penguraian atau fiksasi antibiotika pada protein plasma

sehingga aktivitas antibiotika akan berkurang. Setiap antibiotika mempunyai sifat

farmakokinetik yang berbeda tergantung pada sifat fisikokimianya dan karakteristik fisiologi

individual pemakai.

Resistensi bakteri terhadap antibiotika membawa masalah tersendiri yang dapat

menggagalkan terapi dengan antibitika. Resistensi dapat merupakan masalah individual dan

epidemiologik. Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotika tertentu yang

dapat berupa resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi

kromosomal), dan resistensi karena adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi

ekstrakromosomal) atau resistensi karena pemindahan gen yang resisten atau faktor R

atau plasmid (resistensi silang).

Penyebab timbulnya resistensi antibiotika yang terutama adalah karena penggunaan

antibiotika yang tidak tepat, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat dosis. Tidak tepat sasaran,

salah satunya adalah pemberian antibiotika pada pasien yang bukan menderita penyakit

infeksi bakteri. Walaupun menderita infeksi bakteri, antibiotika yang diberikan pun harus

dipilih secara seksama. ( Jawetz,1996 )

Beberapa mikroba tidak peka terhadap antibiotika tertentu karena sifat mikroba

secara alamiah tidak dapat diganggu oleh mikroba tersebut. Hal ini disebabkan oleh tidak

adanya reseptor yang cocok atau dinding sel mikroba tidak dapat ditembus oleh

antibiotika. Resistensi kromosomal terjadi karena mutasi spontan pada gen kromosom.

Resistensi kromosomal dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu :

1. Resistensi kromosomal primer, dimana mutasi terjadi sebelum pengobatan

dengan antibiotika dan selama pengobatan terjadi seleksi bibit yang resisten.

2. Resistensi kromosomal sekunder, dimana mutasi terjadi selama kontak

dengan antibiotika kemudian terjadi seleksi bibit yang resisten.

Antibiotika dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja dengan menghambat sintesis protein

dari bakteri.

2. Antibiotika golongan sefalosporin, bekerja dengan menghambat sintesis

3

Page 4: MIC CAIR DAN RESISTENSI

peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.

3. Antibiotika golongan kloramfenikol, bekerja dengan menghambat sintesis protein

dari bakteri.

4. Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari

bakteri.

5. Antibiotika golongan penisillin, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan.

6. Antibiotika golongan beta laktam, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan

serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri.

7. Antibiotika golongan kuinolon, bekerja dengan menghambat satu atau lebih enzim

topoisomerase yang bersifat esensial untuk replikasi dan transkripsi DNA bakteri.

8. Antibiotika golongan tetrasiklin, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari

bakteri.

9. Kombinasi antibakteri

10. Antibiotika golongan lain.

Untuk pemilihan antibiotika yang tepat sesuai kebutuhan dan keluhan anda ada baiknya anda

harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter. ( Kenneth,2008 )

Kecepatan timbulnya resistensi bervariasi untuk berbagai antibiotika. Kelompok

aminoglikosida, makrolida, dan rifampisin termasuk kelompok yang cepat menimbulkan

resistensi mikroba, sedangkan kelompok tetrasiklin dan kelompok kloramfenikol

digolongkan ke dalam kelompok yang tidak terlampau cepat menimbulkan resistensi.

Kelompok yang lambat menimbulkan resistensi umumnya karena terjadi mutasi langsung

dan kelompok lain umumnya termutasi setelah berkembangbiak beberapa tahap.

TETRASIKLIN

Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang Tetrasiklin

yang dipatenkan pertama kali tahun 1955. Tetrasiklin merupakan antibiotika yang memberi

harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu penemuan antibiotika penting.

Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah Klortetrasiklin yang

dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari

4

Page 5: MIC CAIR DAN RESISTENSI

Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari Klortetrasiklin,

tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain.

Golongan Tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja

dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis

protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika

Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui

kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk

ke dalam ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s dan

menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga

bakteri tidak dapat berkembang biak.

Pada umumnya efek antimikroba golongan Tetrasiklin sama (sebab mekanisme

kerjanya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas masing-masing derivat

terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi antibiotika

Tetrasiklin.

Staphylococcus aureus

Staphylococcus pertama kali ditemukan oleh Ogston pada tahun 1882 . Nama

Staphylococcus berasal dari bahasa yunani Staphyle yang berarti “sekumpulan anggur” dan

coccus yang berarti “berry”. Staphylococcus aureus ( S.aureus) merupakan bakteri Gram-

positif, non motil dan berukuran diameter kira-kira sekitar 0,5-1,0 μm. S. Aureus akan

menghasilkan koloni yang berwarna putih. S.aureus ini sangat terbukti resisten terhadap

penisilin.Hal ini dapat dibuktikan pada tahun 1980 di Amerika Serikat sekitar 85% strain S.

Aureus resisten terhadap penisilin disebagian rumah sakit di Amerika. Hal ini disebabkan

karena sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1946 hingga 1980 tekah terjadi perubahan

pada S.aureus. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim penisilinase.

S.aureus biasanya menyerang pada kulit terutama pada kulit rambut atau pada

jaringan subkutan. S. aureus juga biasa menyerang ke bagian-bagian penting tubuh seperti :

lambung , ginjal, otak, dan tulang dapat menyebabkan infeksimetastatik. Bakteri ini juga

dapat menyebabkan beberapa infeksi seperti :infeksi pada dada atau payudara,

Osteomyeliti,Pneumonia staphylococcal primer dan enterocolitis. ( Doyle,1989)

5

Page 6: MIC CAIR DAN RESISTENSI

IV. ALAT DAN BAHAN

4.1. UJI MIC CAIR

1.Alat

a) Inkubator

b) Labu ukur 100 mL

c) Mortir dan stamfer

d) Ose dan lampu spirtus

e) Rak tabung

f) Tabung reaksi besar

g) Tabung reaksi kecil

h) Volume pipet berukuran 1 mL dan 10 mL

2.Bahan

a) Sediaan uji

b) Berbagai Suspensi bakteri Gram positif dan Gram negatif

c) Nutrient Broth (NB)

d) Pelarut sediaan uji

e) Air suling

4.2. UJI RESISTENSI

1.Alat

a) Cawan petri

b) Inkubator

c) Jangka sorong

d) Spirtus

e) Tabung reaksi

6

Page 7: MIC CAIR DAN RESISTENSI

2.Bahan

a) Suspensi bakteri uji ( Bacillus subtilis )

b) Nutrient Agar (NA)

c) Berbagai cakram kertas antibiotika dengan kuantum tertentu

V. PROSEDUR

5.1. UJI MIC

Sediaan uji dimasukan ke dalam labu ukur, dilarutkan dengan sedikit pelarutnya. Kemudian air

suling steril ditambahkan sampai tanda batas. Jika sediaan uji berbentuk padat, sediaan digerus dahulu

dalam mortir, sebelum dimasukkan ke dalam labu ukur. Pengenceran direncanakan dan konsentrasi

campuran dihitung pada masing-masing tabung besar dan tabung-tabung kecil. Pengenceran bertingkat

larutan sediaan uji dibuat dengan air suling steril dalam tabung-tabung reaksi besar. Tabung reaksi kecil

pertama diisi dengan 1 mL NB double strength, sedangkan tabung-tabung reaksi selanjutnya dengan 1

mL NB biasa. 1 mL hasil pengenceran terakhir dipipet ke dalam tabung 1 berisi NB double strength,

kocok sampai homogen. 1 mL campuran diipet dari tabung 1 ke tabung 2, lalu dikocok sampai

homogen. Langkah tersebut diulangi sampai tabung terakhir. 1 mL campuran dibuang dari tabung

terakhir. 1 ose bakteri Eschericia coli ditambahkan ke dalam masing-masing tabung kecil, kocok

sampai homogen. Kontrol positif dan 1 kontrol negatif dibuat. Kontrol positif terdiri dari 1 mL NB dan

1 ose bakteri. Kontrol negatif hanya berisi 1 mL NB. Semua tabung kecil diinkubasi pada suhu 37oC

selama 18-24 jam. Kekeruhan yang terjadi diamati lalu dibandingkan dengan kontrol positif dan

negatif. MIC nya ditentukan. MIC terletak pada tabung bening terakhir, atau sebelum tabung keruh

pertama.

Ambil

1 mL Tabung reaksi besar

7

Page 8: MIC CAIR DAN RESISTENSI

I II

Ambi 1 mL

Tb.rx.kecil 1 mL 1 mL 1 mL 1 mL

5.2. UJI RESISTENSI

Suspensi bakteri sebanyak 20 μl dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah berisi nutrient

agar yang telah membeku menggunakan mikropipet. Kemudian diulas ke seluruh permukaan agar

dalam cawan petri menggunakan spreader. Dibiarkan selama 20 menit., lalu cakram-cakram antibiotik

diletakkan pada permukaan agar. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Setelah

diinkubasi, zona inhibisi yang terbentuk diukur dengan menggunakan jangka sorong.

Cawan Petri berisi NA

Suspensi Bakteri

Cawan Petri berisi NA dan suspensi bakteri

8

Page 9: MIC CAIR DAN RESISTENSI

Ditanamkan Paper disc berisi antibiotik

Diinkubasi, lalu hasilnya dilihat adakah zona bening yang terbentuk di sekeliling paper disc

VI. DATA PENGAMATAN

Data Pengamatan

1. MIC Cair

Pengamata

n

Tabung Reaksi

1 2 3 4 5 6

Kekeruhan - - - - - -

Keterangan :

(-) : bening

(+) : keruh

Foto Hasil Pengamatan

2. Resistensi

No. Jenis

Antibiotik

Konsentrasi

Antibiotik

(µg)

Diameter Bacillus

subtilis (mm)

1. DO 30

9

S C

DO MY

Page 10: MIC CAIR DAN RESISTENSI

2. CAR 100

3. K 30

4. OB 5

5. CXM 30

Foto hasil pengamatan

PERHITUNGAN

Konsentrasi antibiotik pada labu ukur = 250mg/ml

Tabung besar

V1. M1 = V2. M2

1ml. 2500g/ml = 5. M2

M2 = 500g/ml

Tabung 1

V1. M1 = V2. M2

1 ml. 500g/ml = 2ml. M2

M2 = 250 g/ml

Tabung 2

V1. M1 = V2. M2

1ml. 250g/ml = 2ml. M2

M2 = 125g/ml

Tabung 3

V1. M1 = V2. M2

1ml. 125g/ml = 2ml. M2

M2 = 62,5g/ml

10

Page 11: MIC CAIR DAN RESISTENSI

Tabung 4

V1. M1 = V2. M2

1ml. 62,5g/ml = 2ml. M2

M2 31,25g/ml

Tabung 5

V1. M1 = V2. M2

1ml. 31,25g/ml = 2ml. M2

M2 = 15,625g/ml

Tabung 6

V1. M1 = V2. M2

1ml. 15,625g/ml = 2ml. M2

M2 = 7,8125g/ml

VII. PEMBAHASAN

6.1. UJI MIC

Pada percobaan kali ini, praktikan melakukan pengujian unutk menentukan Minimum Inhibitory

Concentration (MIC) suatu sediaan uji terhadap bakteri dengan menggunakan metode MIC cair.

Salah satu zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah jenis antibiotik. Antibiotik yang

digunakan pada percobaan ini adalah tetrasiklin. Sedangkan, untuk sampel bakteri yang akan

dihambat pertumbuhannya adalah Bacillus subtilis

Alat-alat yang akan digunakan pada percobaan harus berada dalam keadaan steril. Alat-alat

seperti tabung reaksi dan volume pipet harus disterilkan di dalam autoklaf agar semua bakteri mati.

Pertama-tama, antibiotik yang sudah berada di dalam labu ukur berukuran 100ml, diencerkan

ke dalam tabung reaksi besar yang sudah berisi 9 ml air. Konsentrasi antibiotik yang tadinya sebesar

2500g/ml, setelah diencerkan menjadi 250g/ml dan larutan dikocok sampai homogen. Lalu, dari

tabung reaksi besar, larutan antibitok dilakukan pengenceran bertingkat ke sejumlah 6 tabung reaksi

11

Page 12: MIC CAIR DAN RESISTENSI

kecil. Tabung 1 berisi 1 ml NB double strength. NB double strength ini adalah cairan NB yang

konsentrasinya dua kali dari biasanya. Double strength ini dimaksudakan untuk agar pada saat

pengenceran ke tabung kedua, konsentrasi antibiotik berasal dari konsentrasi yang sebanding

dengan konsentrasi yang tadinya berada dalam labu ukur ke tabung reaksi besar. Untuk tabung-

tabung selanjutnya diisi dengan 1 ml NB biasa. Konsentrasi mulai dari tabung 1 sampai tabung 6

secara berturut-turut adalah 7,8125g/ml, 3,90625g/ml, 1,953g/ml, 0,9765g/ml, 0,488g/ml,

dan 0,244g/ml.

Sebanyak 1 ml hasil pengenceran pada tabung reaksi besar dipipet ke dalam tabung 1 berisi NB

double strength dan dikocok hingga homogen agar merata. Lalu, 1 ml campuran dari tabung 1 ke

tabung 2 dipipet dan dikocok hingga homogen, begitu seterusnya sampai tabung ke-6. Tetapi

kelompok kami tidak menggunakan double strength. Karena kita memakai 1 ml campuran dari

tabung reaksi terakhir kelompok yang lain dan Sebanyak 1 ml campuran dari tabung terakhir

dibuang sehingga volume larutan dalam tiap tabung reaksi sama, yakni 1 ml NB biasa dan 1 ml

larutan antibiotik. Setelah itu, ke dalam masing-masing tabung yang sudah berisi media

pertumbuhan bakteri dan antibiotik, dimasukkan 1 ose bakteri dan dikocok sampai homogen.

Pekerjaan harus selalu dilakukan secara aseptis agar tidak ada bakteri lain yang masuk ke dalam

wadah percobaan dan praktikan bisa mendapatkan hasil yang diinginkan. Bekerja secara aseptis

dapat dilakukan dengan cara selalu mendekatkan alat-alat yang digunakan dengan api yang menyala

dan praktikan tidak boleh banyak berbicara.

Setelah perangkat percobaan selesai, praktikan membuat kontrol positif dan kontrol negatif.

Hal ini dilakukan agar pada saat pengamatan hasil percobaan bisa dibandingkan dengan kedua

kontrol tersebut. Kontrol positif dibuat dari 1 ml NB yang ditempatkan di dalam tabung reaksi.

Sedangkan, kontrol negatif dibuat dari 1 ml NB dan 1 ose bakteri. Dalam melakukan prosedur ini,

juga harus dilakukan secara hati-hati (dalam arti aseptis) agar bisa menjadi pembanding yang baik

pada saat pengamatan hasil percobaan. Setelah semua selesai, tabung-tabung reaksi tadi

dimasukkan ke dalam inkubator yang suhunya telah disesuaikan agar bakteri bisa tumbuh. Sampel

percobaan diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37C.

Hasil yang didapatkan pada percobaan kali ini adalah seluruh tabung memberikan hasil yang

negatif. Seluruh konsentrasi masing-masing tabung tidak dapat memberikan hasil positif terhadap

bakteri Bacillus subtilis. Ini terjadi mungkin dikarenakan kami tidak mengambil pengenceran yang

langsung berasal dari DS ( double strength ) sehingga kurang dapat memberikan hasil yang postif

pada percobaan kali ini.

12

Page 13: MIC CAIR DAN RESISTENSI

6.2. UJI RESISTENSI

Percobaan kali ini dilakukan untuk menentukan kerentanan atau menguji resistensi suatu

bakteri terhadap berbagai jenis antibiotik. Bakteri yang digunakan dalam percobaan ini adalah

Bacillus subtilis. Bakteri yang digunakan haruslah dari strain murni yaitu yang bukan hasil isolasi dari

manusia atau telah mendapat perlakuan oleh antibakteri lainnya. Sedangkan, sediaan antibiotik yang

diujikan adalah DO,CAR,OB,K dan CXM. Antibiotik uji tersedia dalam bentuk cakram kertas (paper

disc). Setiap tahap dalam percobaan ini dilakukan secara aseptis, didekat api untuk mengindari

masuknya kontaminan yang dapat menganggu analisis hasil percobaan.

Tahap awal percobaan dilakukan dengan membagi cawan petri yang telah berisi nutrient agar

dibagi menjadi 4 zona berbeda dan ditandai masing-masing sesuai jenis antibiotik yang akan

dimasukkan. Nutrient agar sebagai media pertumbuhan bakteri harus dapat mendukung

pertumbuhan mikroba yang digunakan dan tidak mengandung zat lainnya yang mengganggu aktifitas

dari bakteri. Kemudian, bakteri dimasukkan kedalam cawan petri menggunakan mikropipet dengan

kadar sebesar 20 μl. Tidak seperti alat-alat lainnya, bagian pangkal mikropipet tidak perlu difiksasi

terlebih dahulu sebelum digunakan, karena terbuat dari bahan plastik yang jika terkena api

dikhawatirkan akan rusak. Untuk membuatnya dalam keadaan steril, bagian pangkal mikropipet

cukup direndam dengan larutan disinfektan saja.

Suspensi bakteri harus dioleskan dengan merata kedalam Nutrien Agar (NA). Pemerataan

suspensi bakteri didalam cawan dilakukan menggunakan spreader. Perlu diingat bahwa spreader

terbuat dari bahan logam dan dapat menyerap panas, oleh sebab itu saat spreader dipanaskan harus

ditunggu beberapa lama hingga dingin. Untuk mempercepat proses pendinginan, spreader digosok-

gosokkan pada dinding bagaian atas cawan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi matinya bakteri

oleh spreader yang terlalu panas. Supaya suspensi bakteri dapat berdifusi merata kedalam media,

cawan tersebut didiamkan dahulu selama 20 menit. Kemudian, cakram kertas antibiotik dimasukkan

kedalam cawan pada 4 zona yang berbeda. Cakram antibiotik dimasukkan kedalam cawan petri

dengan menggunakan pinset. Pinset tersebut juga harus dalam keadaan steril oleh sebab itu perlu

difiksasi terlebih dahulu. Meletakkan cakram kertas diusahakan agar langsung tepat di tengah agar

tidak terjadi pergeseran zona hambat dan agar zona bening yang terbentuk dapat lebih maksimal

sehingga mudah untuk diukur. Cakram diletakkan diusakan agar jaraknya tidak yang terlalu dekat

satu sama lain, agar tidak terjadi tumpang tindih pada zona inhibisi yang terbentuk.

13

Page 14: MIC CAIR DAN RESISTENSI

Setelah dimasukan cakram antibiotik, kemudian cawan petri diinkubasikan menggunakan

inkubator selama 24 jam pada suhu optimum pertumbuhan bakteri yaitu 37◦C. menginkubasikan

cawan petri tidak dalam posisi terbalik, hal ini dilakukan agar cakram antibiotik tidak jatuh.

Setelah proses inkubasi selesai, dilakukan pengamatan pada zona inhibisi yang terbentuk untuk

masing-masing bakteri dan keempat jenis antibiotik. Zona inhibisi yang terbentuk ditandai dengan

timbulnya warna bening disekitar cakram antibiotik. Besarnya zona tersebut kemudian diukur

menggunakan jangka sorong. Jika terdapat antibiotik yang tidak menimbulkan zona bening,

menandakan bahwa bakteri tersebut telah resisten terhadap antibiotik yang diujikan. Besarnya zona

bening yang ditimbulkam masing-masing antibiotik tergantung pada kerentanan bakteri terhadap

antibiotik tersebut.

Pada bakteri uji Bacillus subtilis, zona inhibisi tampak Dari 5 antibiotik yang diujikan terhadap

Bacillus subtilis, semuanya memberikan hasil positif. Pada zona CAR,OB dan CXM zona bening yang

terbentuk berukuran kecil. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya hambat antibiotic CAR,OB dan

CXM terhadap Bacillus subtilis tidak terlalu besar. Pada zona DO dan K terbentuk zona bening dengan

ukuran cukup besar.Artinya daya hambat antibiotic tersebut terhadap Bacillus subtilis cukup besar.

VIII. KESIMPULAN

1. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) percobaan rifampisin terhadap Bacillus subtilis

dengan menggunakan media nutrient broth adalah negatinf seluruhnya.

2. Dari 5 antibiotik yang diuji, dapat disimpulkan bahwa Bacillus subtilis dapat terinhibisi

pertumbuhannya oleh DO, CAR, K, OB, dan CXM.

14

Page 15: MIC CAIR DAN RESISTENSI

DAFTAR PUSTAKA

Doyle, MP . 1989. Foodborne Bacterial Pathogens. Marcel Dekker ; New York

Hocking, AD et al. 2003. Foodborne Microorganisms of Public Health Significance . 6th ed. North Sydney

North Sydney . AIFST NSW Branch Food Microbiology Group.

Jawetz, E., J. L. Melnick, & L. N. Ornston. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20, alih bahasa: Edi

Nugroho & RF Maulany. EGC. Jakarta..

Kenneth, Todar. 2008. http://www.textbookofbacteria.com.//

Koolman J, Roehm KH. 2005. Color atlas of biochemistry 2nd ed. Thieme. New York

Pelczar, M. J. Jr., R. G. Reid. 1958. Microbiology. Mc Graw-Hill Book Company, Inc. London.

Depkes RI. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta

15