MG

20
MYASTHENIA GRAVIS 1. Definisi Myasthenia Gravis (MG) merupakan penyakit neuromuskular autoimun yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot yang sifatnya fluktuatif. MG disebabkan oleh adanya antibodi yang beredar memblok reseptor asetilkolin di post-sinaps neuromuscular junction (NMJ) sehingga menyebabkan inhibisi efek stimulasi asetilkolin. 1 2. Epidemiologi Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun 2 3. Anatomi dan Fisiologi NMJ 3 Untuk memahami lebih lanjut tentang MG pemahaman yang cukup tentang anatomi dan fungsi dari NMJ. 1

description

Myasthenia Gravis

Transcript of MG

MYASTHENIA GRAVIS

1. DefinisiMyasthenia Gravis (MG) merupakan penyakit neuromuskular autoimun yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot yang sifatnya fluktuatif. MG disebabkan oleh adanya antibodi yang beredar memblok reseptor asetilkolin di post-sinaps neuromuscular junction (NMJ) sehingga menyebabkan inhibisi efek stimulasi asetilkolin.1

2. EpidemiologiMiastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi pada berbagai usia. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia 20-50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan wanita dan pria yang menderita miastenia gravis adalah 6 : 4. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun2

3. Anatomi dan Fisiologi NMJ3Untuk memahami lebih lanjut tentang MG pemahaman yang cukup tentang anatomi dan fungsi dari NMJ.Di bagian terminal dari saraf motorik terdapat sebuah pembesaran yang biasa disebut terminal button. Terminal button memiliki membran yang disebut juga membran pre-synaptic, struktur ini bersama dengan membran post-synpatic (pada sel otot) dan celah synaptic (celah antara 2 membran) membentuk Neuro Muscular Junction (NMJ).Membran Pre-Synaptic mengandung asetilkolin (ACh) yang disimpan dalam bentuk vesikel-vesikel. Jika terjadi potensial aksi, maka kanal kalsium akan terbuka dan terjadilah influx kalsium. Influx ini akan mengakibatkan vesikel-vesikel tersebut untuk bergerak ke tepi membran. Vesikel ini akan mengalami docking pada tepi membran. Karena proses docking ini, maka asetilkolin yang terkandung di dalam vesikel tersebut akan dilepaskan ke dalam celah synaptic.ACh yang dilepaskan tadi, akan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChR) yang terdapat pada membran post-synaptic. AChR ini terdapat pada lekukan-lekukan pada membran post-synaptic. AChR terdiri dari 5 subunit protein, yaitu 2 alpha, dan masing-masing satu beta, gamma, dan delta. Subunit-subunit ini tersusun membentuk lingkaran yang siap untuk mengikat ACh.Ikatan antara ACh dan AChR akan mengakibatkan terbukanya kanal natrium pada sel otot, yang segera setelahnya akan mengakibatkan influx natrium. Influx natrium ini akan mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada membran post-synaptic. Jika depolarisasi ini mencapai nilai ambang tertentu (firing level), maka akan terjadi potensial aksi pada sel otot tersebut. Potensial aksi ini akan dirambatkan ke segala arah sesuai dengan karakteristik sel eksitabel, dan akhirnya akan mengakibatkan kontraksi.ACh yang masih tertempel pada AChR kemudian akan dihidrolisis oleh enzim Asetilkolinesterase (AChE) yang terdapat dalam jumlah yang cukup banyak pada celah synaptic. ACh akan dipecah menjadi Kolin dan Asam Laktat. Kolin kemudian akan kembali masuk ke dalam membran pre-synaptic untuk membentuk ACh lagi. Proses hidrolisis ini dilakukan untuk dapat mencegah terjadinya potensial aksi terus menerus yang akan mengakibatkan kontraksi terus menerus.Gambar 1. Neuromuscular Junction4. EtiologiMiastenia gravis pada kebanyakan pasien merupakan penyakit idiopatik. Sering berhubungan dengan penyakit-penyakit lain seperti tirotoksikosis, miksedema, arthritis rematoid dan lupus eritematosus sistemik. Miastenia disebabkan oleh kerusakan reseptor aetilkolin neuromuscular junction akibat penyakit auto-imun.1 Penicillamine dikenal dapat menyebabkan penyakit auto-imun termasuk miastenia gravis. Antibodi AChR ditemukan hampir 90% pasien miastenia gravis yang terpapar penicillamine. Antibodi AChR dapat ditemukan walaupun pasien tidak mempunyai gejala klinis miastenia pada beberapa kasus.3 Berbagai macam obat dapat menginduksi gejala miastenia gravis, yaitu antibiotik (aminoglycosides, ciprofloxacin, erythromycin, ampicillin), beta-adrenergic receptor blocking agents (propranolol, oxprenolol), lithium, magnesium, procainamide, verapamil, quinidine, chloroquine, prednisone, timolol (topical beta-blocking agent yang digunakan untuk glaucoma), anticholinergics (trihexyphenidyl).

5. Patofisiologi MGMekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis. Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis, sistemik lupus eritematosus, arthritis rheumatoid, dan lain-lain4Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan merusak membran post-synaptic. Tidak diragukan lagi, bahwa antibody pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata4.. Percobaan lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien penderita MG dapat mengakibatkan gejala-gejala Myasthenic pada mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan peranan penting dalam etiologi penyakit ini.Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini, Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel B lah yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, penemuan baru menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting pada patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.

6. Gejala KlinisCiri khas dari MG adalah kelelahan (fatigability). Otot-otot akan menjadi semakin lemah secara progresif selama periode aktivitas dan akan membaik setelah beberapa saat istirahat. Otot-otot yang sangat rentan antara lain otot yang mengontrol gerakan mata dan kelopak mata, ekspresi wajah, mengunyah, bicara, dan menelan. Otot-otot yang mengatur pernafasan, leher, serta anggota gerak dapat juga terpengaruh. Seringkali pemeriksaan fisik memberikan hasil normal.5Onset gangguan dapat tiba-tiba. Dalam kebanyakan kasus, gejela yang paling pertama terlihat adalah kelemahan otor-otot mata. Kemudian kesulitan menelan dan bicara pelo. Tingkat kelemahan otot yang terlibat dalam MG sangat bervariasi antara pasien, mulai dari bentuk lokal yang terbatas pada otot mata (ocular gravis) sampai bentuk general yang parah sapai leibatkan banyak otot termasuk otot pernapasan. Ptosis yang merupakan salah satu gejala kelumpuhan nervus okulomotorius sering menjadi keluhan utama penderita miastenia gravis. Walaupun otot levator palpebra jelas lumpuh pada miastenia gravis, otot-otot okuler adakalanya masih bisa bergerak normal, tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okuler kedua belah sisi akan melengkapi ptosis. Ptosis miastenia gravis yang ringan dapat diperjelas dengan test Wartenberg, dengan test tersebut pasien di suruh menatapkan kedua matanya pada sesuatu yang berada sedikit lebih tinggi dari matanya. Pada ptosis miastenik, kedua kelopak mata atas akan lebih tinggi dari matanya dan akan menurun 1-2 menit setelah menjalani test tersebut. Setelah bekerja secara bertenaga ptosis akan timbul dengan jelas. Mula timbulnya dengan ptosis (90%) unilateral atau bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan ptosisi dapat dilengkapi dengan diplopia (paralisis okuler) dan suara sengau (paralisis palatum mole). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak bebas dari kesulitan penglihatan (karena diplopia dan ptosis) dan kesulitan menelan/mengunyah. Penderita berkunjung ke dokter untuk pengobatan karena diplopia yang sangat mengganggu. Kelemahan otot non bulbar baru dijumpai pada tahap yang sudah lanjut sekali. Yang pertama terkena adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan, kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atropi otot dapat ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi7. Karena otot jantung hanya dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, jantung umumnya tidak terpengaruh oleh MG.6

7. KlasifikasiUntuk menentukan prognosis dan pengobatannya, penderita miastenia gravis dibagi atas 4 golongan yaitu antara lain :Golongan I : Miastenia OkularPada kelompok ini terdapat gangguan pada satu atau beberapa otot okular yang menyebabkan timbulnya gejala ptosis dan diplopia, seringkali ptosis unilateral. Bentuk ini biasanya ringan akan tetapi seringkali resisten terhadap pengobatan.Golongan II : Miastenia bentuk umum yang ringanTimbulnya gejala perlahan-lahan dimulai dengan gejala okular yang kemudian menyebar mengenai wajah, anggota badan dan otot-otot bulbar. Otot- otot respirasi biasanya tidak terkena. Perkembangan ke arah golongan III dapat terjadi dalam dua tahun pertama dari timbulnya penyakit miastenia gravis.Golongan III : Miastenia bentuk umum yang beratPada kasus ini timbulnya gejala biasanya cepat, dimulai dari gangguan otot okular, anggota badan dan kemudian otot pernafasan. Kasus-kasus yang mempunyai reaksi yang buruk terhadap terapi antikolinesterase berada dalam keadaan bahaya dan akan berkembang menjadi krisis miastenia.Golongan IV : Krisis miasteniaKadang-kadang terdapat keadaan yang berkembang menjadi kelemahan otot yang menyeluruh disertai dengan paralisis otot-otot pernafasan. Hal ini merupakan keadaan darurat medik. Krisis miastenia dapat terjadi pada penderita golongan III yang kebal terhadap obat-obat antikolinesterase yang pada saat yang sama menderita infeksi lain. Keadaan lain yang berkembang menjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan adalah disebabkan oleh layak dosis pengobatan dengan antikolinesterase yang disebut krisis kolinergik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit ini, penderita akan bertambah lemah pada waktu menderita demam, pada golongan III biasanya akan terjadi krisis miastenia pada waktu adanya infeksi saluran nafas bagian atas, pada kebanyakan wanita akan terjadi peningkatan kelemahan pada saat menstruasi.Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat diklasifikasikan sebagai berikut8:KelassubkelasGejala

IAdanya kelemahan otot-otot okular, kelemahan pada saat menutup mata, dan kekuatan otot-otot lain normal.

IITerdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.

IIaMempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan

IIbMempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.

IIITerdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan tingkat sedang.

IIIaMempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan.

IIIbMempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.

IVOtot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat

IVaSecara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan.

IVbMempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.

VPenderita terintubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.

8. Diagnosis9Prosedur diagnostik dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilanjutkan dengan tes klinik sederhana untuk menilai berkurangnya kekuatan otot setelah aktivitas ringan tertentu, kemudian ditegakkan dengan pemeriksaan farmakologik yaitu tes edrofonium atay dengan tes neostigmin. Penderita miastenia gravis derajat ringan sering tidak menunjukkan gambaran yang tegas pada EMG, pada keadaan ini perlu diperiksa kadar antibodi reseptor dalam darah. Foto roentgen dada sebaiknya dibuat seawal mungkin untuk mendeteksi adanya kelainan kelenjar timus.Tes klinik, didasarkan pada kelemahan otot-otot yang terkena1. Memandang objek di atas level bola mata akan timbul ptosis pada miastenia okuler.2. Mengangkat lengan akan mengakibatkan jatuhnya lengan bila otot-otot bahu terkena3. Pada kasus-kasus bulbar, penderita disuruh menghitung 1 sampai 100 maka volume suara akan menghilang atau timbul disartria4. Sukar menelan barium bila terdapat gejala disfagiaTes Farmakologik1. Dengan pemberian injeksi edrofonium, bila tidak ada efek samping dilanjutkan dengan 8 mg yang diberikan intravena. Gejala miastenia akan membaik dalam waktu 30 detik sampai 1 menit, dan efek akan hilang dalam beberapa menit.

Gambar 2. a. Sebelum injeksi endrofonium, b. Setelah injeksi endrofonium2. Dengan pemberian 1,25 mg neostigmin secara intramuskuler, dapat dikombinasi dengan atropin 0,6 mg untuk mencegah efek samping. Gejalanya akan membaik dalam waktu 30 detik dan akan berakhir dalam 2 atau 3 jam.3. Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3 jam kemudian diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala miastenik tidak bertambah berat.

9. Diagnosis BandingBeberapa diagnosis banding miastenia gravis, antara lain3,4:1. Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III pada beberapa penyakit elain miastenia gravis, antara lain : a. Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika) b. Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring c. Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii d. Paralisis pasca difteri e. Pseudoptosis pada trachoma f. Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan adanya suatu sklerosis multipleks. 2. Sindrom Eaton-Lambert (Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome) Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan pada otot anggota tubuh bagian proksimal dan disertai dengan ke;emahan relatif pada otot-otot ekstraokular dan bulbar. Pada LEMS, terjadi peningkatan tenaga pada detik-detik awal suatu kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulut kering, dan sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama oat cell carcinoma pada paru.EMG pada LEMS sangat berbeda dengan EMG pada miastenia gravis. Defek pada transmisi neuromuscular terjadi pada frekuensi renah (2Hz) tetapi akan terjadi ahmbatan stimulasi pada frekuensi yang tinggi (40 Hz). Kelainan pada miastenia gravis terjadi pada membran postsinaptik sedangkan kelainan pada LEMS terjadi pada membran pre sinaptik, dimana pelepasan asetilkolin tidak berjalan dengan normal, sehingga jumlah asetilkolin yang akhirnya sampai ke membran postdinaptik tidak mencukupi untuk menimbulkan depolarisasi.

10. Terapi9Terapi meliputi penggunaan obat antikolinesterase, timektomi, pemberian kortikosteroid. Pada kasus-kasus yang berat juga perlu dipertimbangkan plasmaferesis, bila dengan ketiga jenis pengobatan tersebut tidak ada perbaikan maka perlu dipikirkan penggunaan sitostatika. Panas dan penggunaan antibiotik tertentu dapat memperburuk kondisi penderita miastenia gravis. Dasar pengobatan adalah dengan menggunakan obat-obat antikolinesterase misalnya neostigmin dan piridostigmin. Obat-obat ini berperan menghambat kolinesterase yang kerjanya menghancurkan asetilkolin. Biasanya dimulai dengan 1 tablet neostigmin atau piridostigmin 3 kali perhari, kemudian dosisnya ditingkatkan bergantung pada reaksi penderita. Obat-obat antikolinesterase ini mempunyai aktivitas muskarinik dan nikotinik. Efek muskarinik yaitu mempengaruhi otot polos dan kelenjar, sedangkan efek nikotinik yaitu mempengaruhi ganglion autonom dan myoneural junction. Efek muskarinik seperti koli abdomen, diare dan hiperhidrosis dapat diatasi dengan pemberian atropin. Pada penderita usia tua atau penderita dengan kontraindikasi untuk dilakukan timektomi.Karena terapi steroid dapat menimbulkan efek samping selam 2 minggu pengobatan, maka perlu perawatan di rumah sakit, terutama bila timbul gejala-gejala bulbar. Obat antikolinesterase harus diteruskan dan prednison diberikan serta ditingkatkan perlahan-lahan dari dosis inisial 25 mg sampai 100 mg perhari dan diberikan selang satu hari, tergantung pada reaksi penderita. Setelah ada perbaikan, dosis neostigmin dan piridostigmin dapat diturunkan perlahan-lahan. Kombinasi baik piridostigmin dan prednison yang diberikan selang 1 hari merupakan terapi inisial pilihan untuk penderita dengan timoma. Tindakan bedah pada miastenia gravis adalah timektomi. Ini terutama diindikasikan pada penderita-penderita wanita muda dengan riwayat yang kurang dari 5 tahun menderita myastenia gravis. Juga dilakukan tindakan tersebut bila terdapat timoma yang kemungkinan ganas.Persiapan untuk timektomi1. Terapi antikolinesterase dengan neostigmin atau piridostigmin yang optimal dilanjutkan sampai saat operasi.2. Harus dilakukan tes fungsi paru. Bila kapasitas vital sangat menurun, maka harus dilakukan trakeostomi pada saat dilakukan timektomi supaya bantuan respirasi dapat diberikan pada saat pasca bedah.3. Pada pasca bedah, terapi antikolinesterase diberikan dosis rendah dan disesuaikan dengan kebutuhan penderita

11. PenyulitAda 2 penyulit yang penting:1. Krisis kolinergikDapat terjadi bila kolinesterase dihambat secara berlebihan oleh obat antikolinesterase. Gejala kolinergik seperti bingung, pucat, berkeringat dan pupil miosis menyertai kelemahan otot yang progesif.2. Krisis myasteniaTerjadi akibat terapi yang tidak adekuat dan adanya deteriorasi. Terutama terjadi pada keadaan pasca bedah, partus, infeksi atau menggunakan obat-obat yang memperberat keadaan miastenia

12. PrognosaRemisi spontan sering terjadi, tetapi umumnya akan kambuh kembali. Kehamilan biasanya memperbaiki keadaan sekalipun pada saat ini dapat pula terjadi exacerbasi. Dapat terjadi krisis myasthenik dengan kematian mendadak yang disebabkan oleh kegagalan respirasi. Krisis yang dapat dilampaui biasanya akan diikuti dengan remisi. Pengobatan neostigmin yang berlebihan dapat menimbulkan kelemahan otot yang menyerupai krisis myasthenik.2Pada krisis myasthenik, angka kematian dapat diturunkan dengan menghentikan pemberian anticholinesterase kira-kira 72 jam setelah dimulainya kesukaran respirasi atau respiratory arrest dan lalu melakukan tracheostomy dini dengan positive pressure respiration yang menggunakan cuffed tracheostomy tube.2

REFERENSI

1. Conti-Fine BM, Milani M, Kaminski HJ (2006). "Myasthenia gravis: past, present, and future". J. Clin. Invest. 116 (11): 284354.2. Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page: 301-305. 1991.3. Buku Guyton Hall Fisiologi4. Howard, J. F. Myasthenia Gravis, a Summary. Available at : http://www.ninds.nih.gov/disorders/myasthenia_gravis/detail_myasthenia_gravis.htm. Accessed : December 16, 2010.5. Scherer K, Bedlack RS, Simel DL. (2005). "Does this patient have myasthenia gravis?". JAMA 293 (15): 1906146. Bedlack RS, Sanders DB. (2000). "How to handle myasthenic crisis. Essential steps in patient care.". Postgrad Med 107 (4): 2114, 22027. Sidharta Priguna. 2008 Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta. Penerbit Dian Rakyat. Hal. 1298. Jaretzki A, Barohn RJ, Ernstoff RM, et al. (2000). "Myasthenia gravis: recommendations for clinical research standards. Task Force of the Medical Scientific Advisory Board of the Myasthenia Gravis Foundation of America". Neurology 55 (1): 16239. Harsono, 2005. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. p. 327-336

11