Metode Problem Posing

15
METODE PROBLEM POSING METODE PROBLEM POSING Disarikan oleh Saiful Amin Sutiarso (1999:16), menyatakan bahwa Problem Posing merupakan istilah dalam bahasa inggris, yaitu merumuskan masalah atau membuat masalah. Sedangkan As’ari (2000:5), mengartikan Problem Posing dengan pembentukan soal atau merumuskan soal atau menyusun soal. Lebih lanjut Suryanto (1998:8), menyatakan bahwa Problem Posing mempunyai beberapa arti, yaitu pertama perumusan soal dengan bahasa yang baku/standar atau perumusan kembali soal yang ada dengan beberapa perubahan agar sederhana dan dapat dikuasai, kedua, perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang dipecahkan dalam rangka mencari alternatif pemecahan atau alternatif soal yang masih relevan, dan ketiga, perumusan soal dari suatu situasi yang tersedia baik yang dilakukan sebelum, ketika, atau setelah mengerjakan soal. Problem Posing merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan merumuskan masalah untuk membina siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, sesuai pendapat Cars dalam Sutiarso (1999:26), bahwa untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dapat dengan cara membiasakan siswa untuk merumuskan masalah (Problem Posing). Kegiatan merumuskan masalah juga memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk merekonstruksi pikiran-pikiran dalam rangka memahami materi pembelajaran. Kegiatan tersebut menentukan pembelajaran yang dilakukan siswa lebih bermakna. Silver dalam Najoan (1999:16), memberikan istilah Problem Posing pada tiga bentuk aktivitas kognitif yang berbeda seabagai berikut:

description

Refrensi metode pembelajaran untuk perlakuan penelitian tindakan kelas,

Transcript of Metode Problem Posing

Page 1: Metode Problem Posing

METODE PROBLEM POSING

METODE PROBLEM POSING

Disarikan oleh Saiful Amin

Sutiarso (1999:16), menyatakan bahwa Problem Posing merupakan istilah dalam bahasa inggris, yaitu merumuskan masalah atau membuat masalah. Sedangkan As’ari (2000:5), mengartikan Problem Posing dengan pembentukan soal atau merumuskan soal atau menyusun soal. Lebih lanjut Suryanto (1998:8), menyatakan bahwa Problem Posing mempunyai beberapa arti, yaitu pertama perumusan soal dengan bahasa yang baku/standar atau perumusan kembali soal yang ada dengan beberapa perubahan agar sederhana dan dapat dikuasai, kedua, perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang dipecahkan dalam rangka mencari alternatif pemecahan atau alternatif soal yang masih relevan, dan ketiga, perumusan soal dari suatu situasi yang tersedia baik yang dilakukan sebelum, ketika, atau setelah mengerjakan soal.

Problem Posing merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan merumuskan masalah untuk membina siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, sesuai pendapat Cars dalam Sutiarso (1999:26), bahwa untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dapat dengan cara membiasakan siswa untuk merumuskan masalah (Problem Posing). Kegiatan merumuskan masalah juga memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk merekonstruksi pikiran-pikiran dalam rangka memahami materi pembelajaran. Kegiatan tersebut menentukan pembelajaran yang dilakukan siswa lebih bermakna.

Silver dalam Najoan (1999:16), memberikan istilah Problem Posing pada tiga bentuk aktivitas kognitif yang berbeda seabagai berikut:

Pengajuan presolusi (presolution posing), yaitu siswa membuat soal dari situasi yang diadakan.

Pengajuan di dalam solusi (within solution posing) yaitu siswa merumuskan ulang soal seperti yang telah diselesaikan.

Pengajuan setelah solusi (post solution posing), yaitu siswa memodifikasi dengan kondisi yang sudah diselesaikan untuk membuat soal baru.

Belajar dengan Problem Posing mengandung arti bahwa siswa diajar untuk membuat masalah sendiri sesuai dengan situasi yang ada. Persoalan seperti ini tidak mudah bagi siswa karena dalam

Page 2: Metode Problem Posing

membentuk masalah siswa harus memikirkan, menceritakan ide-idenya dalam bentuk masalah sampai kepada taraf pengungkapan melalui kegiatan diskusi secara klasikal. Pengungkapan atau komentar siswa setiap proses pembelajaran terhadap masalah yang dirumuskan sendiri dapat meningkatkan hasil belajar dan semakin terlatih keterampilan berpikir untuk memahami konsep yang dipelajari.

Brown dan Walter (1990:9), menyatakan bahwa dalam pengajuan masalah terdapat dua tahap kognitif , yaitu menerima dan menantang. Tahap menerima adalah suatu kegiatan di mana siswa dapat menerima situasi yang sudah ditentukan. Tahap menantang yaitu suatu kegiatan di mana siswa menantang situasi yang diberikan guru dalam rangka pembentukan atau perumusan masalah. Lebih lanjut Brown dan Walter (1993:15), menyatakan bahwa situasi dari Problem Posing berupa: 1. gambar, 2. benda manipulatif, 3. permainan,

4. teorema atau konsep, 5. alat peraga, 6. soal, 7. penyelesaian suatu masalah melalui kegiatan diskusi dalam proses pembelajaran akan membantu siswa untuk mengembangkan daftar pengajuan soal dan mengembangkan kebiasaan mereka untuk merumuskan masalah ( soal-soal baru).

Guru menyadari bahwa siswa dalam pengajuan masalah membutuhkan lebih dari sekedar penarikan masalah/soal yang sudah ada sebelumnya. Akan tetapi melalui pelatihan yang terstruktur, siswa akan mampu mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi untuk menilai sejauh mana ketertarikan dan produktif masalah/soal yang mereka buat.

Problem Posing merupakan suatu model pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan siswa dan dalam proses pembelajarannya membangun struktur kognitif siswa serta dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis dan kreatif . Pada saat model pembelajaran Problem Posing siswa melakukan hal yang lebih banyak, membentuk asosiasi untuk merumuskan soal dan mengajukan masalah/soal lebih kreatif dan melakukan pemecahan masalah (problem solving) yang lebih efektif. Merumuskan atau membentuk soal adalah suatu aktivitas dalam pembelajaran yang dapat mengembangkan motivasi dan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kreatif karena dalam model pembelajaran Problem Posing siswa mendapat pengalaman langsung dalam merumuskan (membentuk soal sendiri).

Kegiatan merumuskan soal juga akan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk merekonstruksikan pikiran-pikirannya, dan kegiatan ini memungkinkan pembelajaran yang dilakukan siswa lebih bermakna sesuai dengan skemata yang dimiliki siswa. Model pembelajaran Problem Posing berarti siswa diberi kesempatan untuk beraktivitas untuk merumuskan soal-soal dan mendorong siswa agar lebih bertanggung jawab dalam belajarnya. Pembelajaran demikian merupakan proses membangun pemahaman seseorang sesuai skemata yang dimilikinya.

Mengajukan pertanyaan berarti menunjukan pola pikir yang dimiliki oleh seseorang. Dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penanya, sebagai guru akan dapat mengukur “apakah pertanyaan siswa memilki sistematika atau tidak?”, “apakah pertanyaannya terstruktur atau tidak?”, “apakah pertanyaannya memiliki muatan atau tidak?”, apakah pertanyaan rasional atau tidak ?”, Guru memiliki kesempatan yang banyak memperbaiki melatih cara bimbingan yang akan diberikan itu akan berpengaruh positif bagi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Menurut Yamin (2007: 90), ada

Page 3: Metode Problem Posing

beberapa kiat untuk merangsang siswa mengajukan pertanyaan dalam proses pembelajaran, kiat ini telah banyak dicoba dan dianggap merupakan teknik yang berhasil, antara lain teknik Bola Pertanyaan.

Teknik Bola Pertanyaan dilaksanakan dengan cara anak diminta menuliskan pertanyaan atau permasalahan pada selembar kertas, kemudian kertas tersebut diremas sehingga membentuk seperti bola. Guru mengumpulkan bola-bola tersebut dan kemudian membagikannya lagi pada anak-anak (Yamin, M 2007: 92).

Jika kelas membutuhkan penyegaran fisik seorang guru dapat meminta pada anak didik untuk untuk saling melempar bola pertanyaan, setelah aba-aba dari guru, kemudian guru meminta setiap anak mengambil sebuah bola pertanyaan, membukanya, dan kemudian menjawab pertanyaan yang ada dalam bola pertanyaan itu. Setiap siswa membuka pertanyaanya dan kemudian menjawabnya di depan kelas.

Model Pembelajaran Problem Posing

19 April 2009 oleh Herdian,S.Pd., M.Pd.

Problem Posing

Problem Posing

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

Problem posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.

Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pengajuan soal) menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara mendetil. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khazanah pengetahuannya tak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara mandiri. Problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika. Silver dan Cai

Page 4: Metode Problem Posing

menulis bahwa ”Problem posing is central important in the discipline of mathematics and in the nature of mathematical thinking”.

Suryanto menjelaskan tentang problem posing adalah perumusan soal agar lebih sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terutama terjadi pada soal-soal yang rumit. (Pujiastuti, 2001:3)

Model pembelajaran problem posing ini mulai dikembangkan di tahun 1997 oleh Lyn D. English, dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Selanjutnya, model ini dikembangkan pula pada mata pelajaran yang lain.

Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.

Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut.

a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.

b. Guru memberikan latihan soal secukupnya.

c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.

d. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.

e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.

Page 5: Metode Problem Posing

(Suyitno, 2004:31-32).

Silver dan Cai mnjelaskan bahwa pengajuan soal mandiri dapat diaplikasikan dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yakni sebagai berikut.

a. Pre solution posing

Pre solution posing yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi guru diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya.

b. Within solution posing

Within solution posing yaitu jika seorang siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya.jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan.

c. Post solution posing

Post solution posing yaitu jika seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.

Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika.

Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.

Page 6: Metode Problem Posing

a. Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.

b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.

c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

(Suyitno, 2003:7-8).

Bagi siswa, pembelajaran problem posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.

Model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dapat dikembangkan dengan memberikan suatu masalah yang belum terpecahkan dan meminta siswa untuk menyelesaikannya (Silver, Kilpatrick dan shlesinger), pemikiran English dalam menghasilkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dapat menjadi aktivias utama dalam mengajukan permasalahan.

Guru matematika dalam rangka mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) yang berkualitas dan terstruktur dalam pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut.

1. Pengajuan soal harus berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di dalam kelas.

2. Pengajuan soal harus berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa

3. Pengajuan soal dapat dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas.

Page 7: Metode Problem Posing

Menggunakan model pembelajaran problem posing dalam pembelajaran matematika dibutuhkan keterampilan sebagai berikut.

1. Menggunakan strategi pengajuan soal untuk menginvestigasi dan memecahkan masalah yang diajukan.

2. Memecahkan masalah dari situasi matematika dan kehidupan sehari-hari.

3. Menggunakan sebuah pendekatan yang tepat untuk mengemukakan masalah pada situasi matematika.

4. mengenali hubungan antara materi-materi yang berbeda dalam matematika.

5. Mempersiapkan solusi dan strategi terhadap situasi masalah baru.

6. Mengajukan masalah yang kompleks sebaik mungkin, begitu juga masalah yang sederhana.

7. Menggunakan penerapan subjek yang berbeda dalam mengajukan masalah matematika.

8. Kemampuan untuk menghasilkan pertanyaan untuk mengembangkan strategi mengajukan masalah sebagai berikut.

a. Bagaimana saya bisa menyelesaikan masalah ini?

b. Dapatkah saya mengajukan pertanyaan yang lain?

c. Seberapa banyak solusi yang dapat saya temukan?

Page 8: Metode Problem Posing

Memunculkan pertanyaan baru dari masalah matematika yang diberikan dianggap menjadi aktivitas utama dalam mengajukan masalah sebagaimana dijelaskan oleh English sebagai berikut.

1. Apakah gagasan penting dalam masalah ini?

2. Dimana lagi kita dapat menemukan gagasan yang sama dengan hal ini?

3. Dapatkah kita menggunakan informasi ini dalam satu cara yang berbeda untuk memecahkan suatu masalah?

4. Apakah kita cukup memiliki informasi penting untuk memecahkan masalah?

5. Bagaimana jika kita tidak memberikan semua informasi ini untuk membuat sebuah masalah yang berbeda?

6. Bagaimana mungkin kamu dapat merubah beberapa informasi ini?

Akan menjadi apakah masalah tersebut kemudian?

Rangkaian pertanyaan di atas menunjukkan apabila ada seorang guru yang tidak berpengalaman dalam mengajukan masalah dapat melakukan aktivitas bertanya tersebut.

Strategi dalam pengajuan masalah dapat dilihat dari beberapa tinjauan literatur. Strategi ini dapat diterapkan dalam mengajukan masalah tertentu. Strategi tersebut mengemukakan ”bagaimana melihat” atau menemukan masalah (Dillon). Krutetskii memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Hashimoto bertanya ”bagaimana jika”, dan ”bagaimana jika tidak” Brown Walter. Mempertimbangkan hubungan yang baru dari masalah baru (Polya). Strategi lain dalam mengajukan sebuah pertanyaan adalah untuk melihat hubungan antara informasi yang diberikan dan

Page 9: Metode Problem Posing

mengajukan sebuah pertanyaan yang mengikuti hubungan tersebut (Krutelskii). Cara melihat atau menemukan masalah sejenis dengan gabungan strategi dalam perumusan masalah (Kilpatrick). Strategi ini berada pada penemuan tingkatan masalah (Dillon). Masalah tersebut ditampilkan pada penguji coba atau orang lain yang mengajukan pertanyaan, yang perlu dilakukan penanya adalah menemukannya.

Strategi lain adalah untuk memanipulasi kondisi tertentu dan tujuan dari masalah yang diajukan sebelumnya. Ini serupa dengan penggunaan analogi dalam menghasilkan masalah baru yang terkait (Kilpatrick). dalam studi ini, terdapat dua strategi berbeda yang dikembangkan sebagai berikut.

1. Mengajukan pertanyaan mengenai masalah matematika dari masalah yang ada dalam buku pelajaran. Kilpatrick menjelaskan bahwa ada dua tahap dalam proses penyelesaian masalah selama masalah baru diciptakan. Penyelesaian masalah bisa dengan mengubah beberapa atau semua kondisi masalah untuk melihat masalah baru, apa yang mungkin dihasilkan dan setelah masalah diselesaikan. Penyelesaian masalah bisa dengan meninjau ulang bagaimana solusi dipengaruhi oleh berbagai macam permasalahan.

Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.

a. Memilih satu masalah dari buku pelajaran matematika atau buku LKS matematika.

b. Menentuan kondisi dari permasalahan yang diberikan dan hal yang tidak diketahui.

c. Mengubah kondisi masalah dalam dua cara yang berbeda Pertama, tambahkan lagi beberapa kondisi atau kondisi baru pada masalah asli kemudian rumuskan satu pertanyaan baru. kedua, pindahkan kondisi dari masalah asli kemudian rumuskan pertanyaan baru.

2. Mengajukan masalah matematika dari situasi yang belum terstruktur. Stoyanove menjelaskan situasi masalah yang belum terstrukstur sebagai situasi terbuka yang diberikan dan menggunakan format berikut.

a. Masalah open-ended (penyelidikan matematis).

Page 10: Metode Problem Posing

b. Masalah yang sejenis dengan masalah yang diberikan.

c. Masalah dengan solusi serupa.

d. Masalah berkaitan dengan dalil khusus.

e. Masalah yang berasal dari gambaran yang diberikan

f. Masalah kata-kata.

Strategi ini dapat dikembangkan oleh siswa sebagai berikut.

a. Situasi kehidupan sehari-hari yang ditampilkan pada semua siswa.

b. Siswa diminta melengkapi situasi dari pandangan mereka untuk menyatakan masalahyang berasal dari situasi yang dibentuk.

c. Masing-masing siswa telah melengkapi masalah dari situasi tertentu untuk kemudian mengajukan beberapa pertanyaan dari situasi tersebut

d. Tulis semua masalah yang diajukan yang berkaitan dengan masalah tersebut.

(Abu-Elwan, 2007:2-5)

Dari uraian di atas, tampak bahwa keterlibatan siswa untuk turut belajar dengan cara menerapkan model pembelajaran problem posing merupakan salah satu indikator keefektifan belajar. Siswa tidak hanya menerima saja materi dariguru, melainkan siswa juga berusaha menggali dan mengembangkan

Page 11: Metode Problem Posing

sendiri. Hasil belajar tidak hanya menghasilkan peningkatan pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan berpikir. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal-soal sejenis uraian perlu dilatih, agar penerapan model pembelajaran problem posing dapat optimal. Kemampuan tersebut akan tampak dengan jelas bila siswa mampu mengajukan soal-soal secara mandiri maupun berkelompok. Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal tersebut dapat dideteksi lewat kemampuannya untuk menjelaskan penyelesaian soal yang diajukannya di depan kelas. Dengan penerapan model pembelajaran problem posing dapat melatih siswa belajar kreatif, disiplin, dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa.

Di dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi agartujuan yang diinginkan dapat dicapai secara efektif dan efisien, makapenguasaan materi saja tidaklah mencukupi. Salah satu langkah untuk strategiini adalah harus menguasai berbagai teknik penyampaian materi dan jugadapat menggunakan metode yang tepat dalam proses belajar mengajar sesuaimateri yang digunakan oleh guru adalah untuk menyampaikan informasikepada siswa agar mereka dapat memiliki pengetahuan, keterampilan dansikap. Seorang guru yang menggunakan satu metode diharapkan dapatmemberikan kesenangan dan kepuasan pada anak didik yang merupakan salahsatu faktor dalam memotivasi siswa agar mampu menggunakanpengetahuannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi.Kemudian untuk mengetahui pengertian metode problem posingadalah sebagai berikut :Menurut Brown dan Walter (1993) istilah problem posing pertama kalidilalui secara resmi oleh National Council of Teachers of Mathematics . Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yang berarti pembentukansoal.Problem posing salah satu pembelajaran yang berpedoman padapandangan konotruktivisme prinsip penting dalam psikologi pendidikanmenurut teori ini adalah pengetahuan tidak diperoleh secara pasif olehseseorang melainkan melalui tindakan. 2 Sedangkan menurut Nur dalampembelajaran konstruktivisme guru tidak hanya memberi pengetahuan kepadasiswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuannya.3 Dari pendapatdi atas dapat dipelajari bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsungsecara interaktif antara faktor intern pada diri siswa dengan faktor eksternsehingga menimbulkan perubahan tingkah laku.

Guru hanya membantu siswauntuk menerapkan ide- ide mereka dan menerapkan strategi belajar yang telahmereka temukan untuk belajar mereka sendiri.Suryanto mengartikan bahwa kata “problem” sebagai masalah soal,sehingga pengajuan masalah dipandang sebagai suatu tindakan merumuskanmasalah atau soal dari situasi yang diberikan. 4Silver mencatat bahasa istilah “menanyakan soal” biasanyadiaplikasikan pada 3 bentuk aktivitas kognitif yang berbeda : a. Menanyakan pre-solusi, dimana seorang siswa membuat soal dari situasiyang diadakan.b. Menanyakan di dalam solusi, dimana seseorang siswa merumuskan ulangsoal seperti yang telah diselesaikan.c. Menanyakan setelah solusi, dimana seorang siswa memodifikasi tujuandan kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal-soal baru. 5Dan yang diterapkan oleh obyek penelitian ini adalah pre-solusi, yaitusuatu bentuk menanyakan sebelum solusi.Dalam penelitian ini, pengajuan soal diartikan

Page 12: Metode Problem Posing

sebagaiperumusan/pembentukan soal/pertanyaan dari situasi (informasi) yangdisediakan. Gunanya sebagai penguatan terhadap konsep yang diajarkan danmemperkaya konsep-konsep dasar

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2190334-pengertian-metode-problem-posing/#ixzz28aOCeqkd