METODE PENELITIAN BAHASA

19
MAKALAH RESEARCH METHODOLOGY METODE PENELITIAN BAHASA Kelompok 7 Ririn Febriyanti 14.06.0.047 Ema Fitriana 14.06.0.111 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Transcript of METODE PENELITIAN BAHASA

Page 1: METODE PENELITIAN BAHASA

MAKALAH RESEARCH METHODOLOGY

METODE PENELITIAN BAHASA

Kelompok 7 Ririn Febriyanti 14.06.0.047Ema Fitriana 14.06.0.111

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANPROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS

UNIVERSITAS RIAU KEPULAUANKOTA BATAM

2016-2017

Page 2: METODE PENELITIAN BAHASA

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, penelitian merupakan upaya yang dilakukan untuk menguak identitas objek yang diteliti. Karena objek penelitian tidak pernah hadir sendirian, selalu disertai konteks (kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan suatu makna).

Penelitian ilmiah seperti yang dinyatakan oleh Kerlinger (1993) adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris dan kritis. Penelitian sistematis harus dilakukan secara sistemik dan terencana. Terkontrol, bahwa segala tahapan-tahapan sesuatu yang diteliti dapat di awasi secara baik. Empiris adalah objek penelitian bahasa merupakan fenomena yang benar-benar bersumber pada fakta lingual yang nyata digunakan oleh penutur. Kritir, teliti terhadap hipotesis-hipotesis yang akan diteliti.

Maksud dari melakukan penelitian yaitu, “adanya suatu kenyataan dan ingin menjelaskannya melalui penelitian” adalah berhubungan dengan suatu kondisi penelitian menemukan bahasa tertentu atau aspek tertentu dari suatu bahasa yang belum pernah diteliti.

Sehubungan dengan itu pula, uraian penelitian bahasa yang didasarkan pada penelitian itu sendiri, mulai dari tahap penyusunan usulan penelitian, pemilihan penyajian analisis, sampai dengan penyusunan laporan penelitian.

Dengan melakukan penelitian sebenarnya adalah upaya manusia ingin menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah. Maka untuk melakukan suatu penelitian dapat dilalui dengan tiga tahap yakni, menyediakan data (memikirkan apa yang hendak diteliti), analisis data (mengumpulkan data-data tentang yang akan diteliti) dan membuat rumusan-rumusan hasil analisis yang diwujudkan dalam bentuk kaidah-kaidah ( aturan atau sesuatu yang sudah pasti) bahasa (atau dengan kata lain memecahkan masalah pada sesuatu yang diteliti).

Dikatakan demikian, karena terjawabnya permasalahan yang menjadi dasar penelitian hanya dimungkinkan, jika data yang dihubungkan dengan masalah tersebut telah tersedia, teranalisis dan telah ditemukannya suatu kepastian sebagai jawaban dari masalah yang diteliti.

Page 3: METODE PENELITIAN BAHASA

B. Rumusan MasalahDalam makalah ini membahas tentang:

A.       Ihwal Penelitian dan Penelitian BahasaB.       Masalah dan Sumber Masalah dalam Penelitian BahasaC.       Hipotesis dan Teori dalam Penelitian BahasaD.       Metode, Data, dan Teori dalam Penelitian BahasaE.        Ihwal Data dan Objek Penelitian BahasaF.        Sumber Data: Populasi, Sampel, dan InformanG.       Hakikat Penelitian BahasaH.       Beberapa Tahapan Pelaksanaan Penelitian Bahasa

C. Tujuan Masalah 1. menemukan dan mengembangkan teori, model, atau strategi baru dalam pendidikan

bahasa;2. menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan teori, model, strategi pendidikan

bahasa dalam memecahkan masalah pendidikan bahasa;3. mendeskripsikan dan menjelaskan keadaan atau hubungan berbagai isu atau pikiran yang

terkait dengan masalah bahasa.4. memecahkan masalah pendidikan bahasa;5. menemukan factor-faktor yang memengaruhi masalah pendidikan bahasa;6. membuat keputusan atau kebijakan.

Page 4: METODE PENELITIAN BAHASA

BAB IIPEMBAHASAN

A.       Ihwal Penilitian dan Penilitian Bahasa

Mengamati alamnya sebagai sesuatu yang statis dan sebagai sesuatu yang dinamis, merupakan salah satu penyebab munculnya persoalan yang mendorong manusia untuk selalu mencari jawabannya. Pencarian jawaban itu dilakukannya melalui penilitian terhadap realitas alamiah yang memunculkan persoalan tersebut. Namun, tidak semua kegiatan yang dilakukan untuk memecahkan masalah disebut penilitian. Hal ini sangat tergantung pada jenis masalah yang ingin dicari jawabannya serta prosedur (cara) yang digunakan dalam pemecahan masalah tersebut.

Penilitian ilmiah yang dinyatakan oleh Kerlinger adalah penilitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap proposisi-proposisi hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan terdapat antar gejala alam. Penilitian terhadap objek sasaran yang berupa bahasa (bunyi tutur) itu dikatakan sistematis, maksudnya bahwa penilitian itu dilakukan secara sistematik dan terencana. Mulai dari identifikasi masalah yang terkait dengan objek kajian, menghubungkan masalah tersebut dengan teori-teori linguistik tertentu, penyediaan data, analisis, interpretasi data, sampai pada penarikan kesimpulan.

Terkontrol, maksudnya bahwa setiap aktivitas yang dilakukan dalam masing-masing tahapan itu dapat dikontrol baik proses pelaksanaan kegiatannya maupun hasil yang dicapai melalui kegiatan tersebut.Penilitian bahasa yang bersifat empiris, maksudnya bahwa fenomena lingual yang menjadi objek penilitian bahasa itu adalah fenomena yang benar-benar hidup dalam pemakaian bahasa, jadi benar-benar bersumber pada fakta lingual yang senyatanya digunakan oleh penuturnya, bukan fakta lingual yang dipikirkan oleh si penutur yang menjadi informannya.

Dan yang dimaksud dengan penilitian bahasa yang bersifat kritis adalah kritis terhadap hipotesis-hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan terjadi antara bunyi tutur sebagai objek penilitian bahasa dengan fenomena ekstralingual yang memungkinkan bunyi tutur itu muncul. Selain itu, pengertian kritis dapat pula mengandung makna kreatif, yaitu jika si peniliti dalam melaksanakan penilitiannya dengan menggunakan metode penyediaan data tertentu dalam tahapan penyediaan data, ternyata dengan metode itu data yang diharapkan muncul tidak juga terjaring.

Ihwal penilitian bahasa yang disasarkan, menyangkut semua tahapan yang dilalui dalam kegiatan yang disebut penilitian itu sendiri. Mulai dari tahap prapenilitian, sampai ke tahap pelaksanaan penilitian, metode dan teknik penyediaan, analisis, dan penyajian hasil analisis dan tahapan pascapenilitian.

B.  Masalah dan Sumber Masalah dalam Penelitian Bahasa.

Page 5: METODE PENELITIAN BAHASA

Pada dasarnya penelitian merupakan ikhtiar manusia dalam upaya pemecahan masalah. McGuigan (dikutip dari sevilla dkk, 1993:4) menyatakan bahwasetidak-tidaknya aada tiga keadaan yang dapat memunculkan masalah, yaitu;

1.      Ada informasi yang mengakibatkan munculnya kesenjangan dalam pengetahuan kita;

2.      Ada hasil-hasil(penelitian) yang bertentangan; dan

3.      Ada suatu kenyataan dan kita bermaksud menjelaskannya melalui penelitian.

Dalam hal ini, teori linguistik tertentu cocok untuk bahasa tertentu misalnya satuan lingual kata dan afiks(morfem terikat) perbedaan keduanya terletak pada; pertama, satuan kata memiliki potensi untuk di tuturkan terisolasi dari satuan lingual lainnya; Kedua, satuan lingual afiks tidak memiliki potensi demikian. Karena ketergantungannya begitu besar pada satuan lingual lain, identitas fonetisnya sering tidak selalu mutlak di tentukanoleh satun lingual yang menjadi tempat ketergantungannya itu. Realisasi afiks {meN-} dalam bahasa Indonesia, misalnya dapat berwujud: /me-/, /mem-/, /men-/, /meny-/, /meng-/ , dan  /menge-/ masing-masing pada: memakan, membeli, mendatang, menyunati, mengganggu,dan mengebom , tergantung pada fonem awal bentuk dasar dan jumlah silabe (untuk realisasi {meN-} menjadi / menge-/ ) satuan lingual yang menjadi bentuk dasarnya.

Masalah yang dapat di teliti akan muncul jika pengetahuan teoritis yang di ketahui oleh calon peneliti di kaitkan dengan penggunaan bahasa tertentu dan dari pengaitan itu terdapat kesenjangan antara teori dengan buku empiris(penggunaan bahasa tertentu). Prospek penemuan masalah penelitian dimungkinkan karena sejauh ini teori-teori linguistic yang di kembangkan sering di landaskan pada bahasa-bahasa tertentu. Penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang muncul dari keadaan.

Yang di maksud dengan keadaan adanya hasil penelitian yang bertentangan adalah, pertama terjadi pertentangan  antara hasil penelitian yang satu dengan yang lain yang objek sasarannya berupa bahasa dan aspek bahasa yang di teliti sama dan kedua, terjadi pertentangan hasil penelitian dengan bukti-bukti empiris yang berupa pemakaian bahasa yang sesungguhnya.

Sebagai contoh,hendak meneliti salah satu bidang kebahasaan tertentu,katakan bidang morfologi bahasa Sasak. Dalam merumuskan masalah secara spesifik teori memainkan peran yang cukup penting,terutama memberi tahu tentang aspek-aspek kajian yang menyangkut bidang morfologi atau bidang lainnya yang akan diteliti. Dari teori dapat diketahui misalnya, aspek kajian morfologi menyangkut aspek afiksasi dan reduplikasi. Dapat dirumusan masalah yang akan diteliti yang berkaitan dengan bidang morfologi bahasa Sasak tersebut langsung menjurus ke aspek-aspek yang ingin di teliti seperti berikut:

(1)   Jenis afiks dan reduplikasi apa saja yang digunakan dalam pembentukan kata bahasa sasak?

Page 6: METODE PENELITIAN BAHASA

(2)   Apakah fungsi dan makna tiap-tiap afiks dan tipe reduplikasi tersebut?

C.  Hipotesis dan Teori dalam Penelitian Bahasa

Setelah masalah di rumuskan langkah selanjutnya adalah memulai penelitian itu. Jawaban sementara terhadap masalah yang hendak diteliti tersebut hipotesis (bandingkan Gay, 1976 dengan Sudaryanto, 1986). Sebagai jawaban yang sifatnya sementara, maka hipotesis haruslah memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1.  Hipotesis dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif (pertanyaan).sebagai contoh, hipotesis yang diajulan sehubungan dengan yang di teliti untuk bidang morfologi bahsa sasak adalah.

a.       Afiks-afiks yang digunakan dalam pembentukan kata bahasa sasak dapat dikelompokkkan atas afiks yang berupa prefix, infiks, sufiks, dan dari afiks-afiks itu ada yang derivative dan ada yang inflektif sedangkan reduplikasi yang digunakan dapat dikelompokkan  atas reduplikasi utuh, sebagian berimbuhan, dan berubah bunyi; serta masing-masing tipe reduplikasi itu ada yang derifatif dan infektif.

b.      Tiap-tiap afiks dan tipe-tipe reduplikasi tertentu memiliki fungsi dan makna tertentu sesuai dengan bentuk dasar yang dikenai oleh proses afiksasi dan reduplikasi tersebut.

2.      Hipotesis harus dapat di uji.

3.      Hipotesis harus masuk akal artinya mengemukakan penjelasan yang masuk akal (reasonable explanation) dari kejadian-kejadian yang telah dan akan terjadi. Hubungan fariable harus dinyatakan dengan istilah yang jelas (pasti) sehingga fariable dapat di ukur.

Ada beberapa cara pengungkapan hubungan antar fariable, misalnya (a) pengungkapan hubungan sebab akibat, (b) pengungkapan hubungan korelsional, dan (c) pengungkapan hubungan pengukuran perbedaan. (c) dari suatu hipotesis biasanya digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa (pengajaran bahasa) dan sosiolinguistik. Dari kenyataan itu, dapt dilakukan penelitian dengan mebuat hipoteesis melalui ketiga cara pengungkapan hubungan antar variable tersebut. Kita akan membuat hipotesis dalam bentuk (a) apabila kita bersumsi nahwa pemberian mata kuliah keterampilan membaca pada mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan membaca; dalam bentuk (b) apabila kita berasumsi bahwa tingginya kemampuan membaca mahasiswa ada kolerasinya dengan pemberian mata kuliah keterampilan membaca dan dalam bentuk (c) apabila kita berasumsi bahwa terdapat perbedaan kemampuan membaca antara dua kelompok mahasiswa yang mengikuti mata kuliah dan yang tidak mengikuti mata kuliah.

Page 7: METODE PENELITIAN BAHASA

kita dapat mengetahui dan menyatakan tentang konsep afiks tertentu (prefix, infiks dan sufiks) baik yang derivative begitu pula dengan tipe-tipe reduplikasi tertentu yang diuga berlaku pada proses pembentukan bahasa, karna teorilah yang mengenalkan kepada kita.

Selain itu sebagai jawaban sementara terhadap yang ingin diteliti, maka hipotesis berfungsi:

1.      Memperkenalkan peneliti untuk berpikir dari awal suatu penelitian, karena rumusan hipotesis tidak lain adalah pernyataan masalah secara spesifik.

2.      Menentukan tahap-tahap atau prosedur suatu penelitian, karena hipotesis tidak lain adalah rantai penghubung antara teori dan pengamatan.

3.      Membantu menetapkan bentuk penyajian analisis dan interpretasi data dalam laporan penelitian (sevilla, 1993:15-16)

D.  Metode, Data,dan Teori dalam Penelitian Bahasa

Metode pun memiliki hubungan dengan teori. Maksudnya, pemilihan penggunaan metode dan teknik-teknik tertentu pada tahapan penyediaan data, apakah itu metode simak atau metode cakap sangat ditentukan dari watak dasar objek penelitian. Metode cakap dengan tehik pancing dengan teknik lanjutan berupa teknik sisip. Hal ini di sebabkan untuk mengidentifikasi apakah suatu satuan lingual tertentu merupakan afiks atau kata haruslah dapat di tunjukkan dengan adanya data yang dapat membuktikan bahwa satuan lingual itu tidak memiliki potensi untuk diucapkan terisolasi dari satuan lingual lainnya. Data yang dimaksudkan adalah berupa kata yang di dalamnya terdapat objek penelitian yang berupa afiks tersebut. Afiks hanya dapat diperoleh dari teori tentang morfem terikat yang disebut afiks itu sendiri. Komponen utama dalam pelaksanaan penelitian, yaitu adanya masalah yang secara tetatif dapat (tidak selalu) terefleksi pada hipotesis, metode dan teknik-tekniknya dan data yang di dalamnya terdapat objek penelitian disamping konteks objek penelitian memiliki yang bersifat dependensi pada teori.

E.   Ihwal Data dan Objek Penelitian Bahasa

Sutu hal yang perlu disadari adalah data yang berbeda dengan objek penelitian. Sunaryanto (1993:3) memberi batasan data sebagai bahan penelitian, yaitu bahan jadi (lawan dari bahan mentah) yang ada karena adanya pemilihan aneka macam tuturan. Sebagai bahan penelitian, maka didalam data terkandung objek penelitian dan unsur lain yang membentuk data yang di sebut konteks (objek penelitian). Jadi pada dasarnya data tidak lain adalah objek penelitian plus konteks (D= Op + K) (periksa Sudaryanto, 1988 dan 1990).

Konteks objek penelitian bahasa selalu bersifat ganda. Artinya, objek penelitian bahasa selalu hadir dalam konteks yang jumlahnya lebih dari satu. Kegandaan konteks objek bahasa membawa dampak pada pendefisian data penelitian bahasa sebagai bahan jadi penelitian yang berupa objek penelitian dengan keseluruhan konteks yang memungkinkan hadirnya objek penelitian tersebut.

Page 8: METODE PENELITIAN BAHASA

Konsep data bersifat holistis, dalam arti kata dapat dipandang sebagai etitas yang identitasnya ditentukan oleh keterpaduan unsure-unsur yang membentuk entitas tersebut. Setiap unsure yang membentuk entitas itu dapat di andaikan sebagai objek penelitian plus konteksnya. Pengertian konteks (objek penelitian) tidak hanya di pandang dari jenis konteks itu sendiri sebelum menjadi konteks dari objek penelitian (asal substantifnya) seperti objek dari penelitian afiks {ber-} dalam bahasa Indonesia dapat berupa kata dasar kata kategorial kata, misalnya sepatu, sepeda dan lain-lain, atau jenis data yang adanya diakibatkan oleh kehadiran konteks plus objek penelitian. Konteks objek penelitian harus pula dipandang dari posisi structural konteks tersebut dalam hubungannya dengan objek penelitian yang secara bersama-sama membentuk data.

Dalam penelitian bahasa bertujuan untuk menentukan letak suatu satuan lingual, misalnya penelitian tentang posisi yang dapat di tempati oleh adverbia bahasa Indonesia;kemarin dalam susunan beruntun. Kalimat yang mengandung adverbia kemarin missal:

(1)   Saya pergi ke pasar kemarin.

(2)   Saya pergi kemarin ke pasar.

(3)   Saya kemarin pergi ke pasar.

(4)   Kemarin saya pergi ke pasar.

Bukan salah satu atau sebagian dari tuturan di atas, karena untuk dapat menyatakan bahwa posisi yang dapat di tempati adverbial kemarin adalah setelah kata yang menunjuk tempat (tuturan 1), setelah verba (tuturan 2), setelah nomina (tuturan 3), dan mendahului fungsi subjek (tuturan 4) kita harus membandingkan ke empat tuturan tersebut. Dengan demikian kiranya cukup jelaas bahwasannya komposisi structural konteks dalam hubungan dengan objek penelitian untuk membentuk data perlu diperhitungkan dalam member pengertian konteks objek penelitian.Pandangan holistis terhadap posisi objek penelitian hubungannya dengan konteks objek penelitian tidak harus terletak pada dua alternative berikut: letak kanan (K-Op) dan letak kiri (Op-K)dari objek penelitian (Sudaryanto, 1990:16)

Adanya kenyataan berbagai macam posisi konteks dalam hubungannya dengan objek penelitian bahasa dalam susunan beruntun menggambarkan bahwa objek penelitian bahasa bersifat ganda (multikonteks). Artinya, objek penelitian bahasa hadir dalam bebagai konteks, seperti objek adferbia kemarin yang setidak-tidaknya mucul dalam empat konteks dan secara bersama-sama membentuk empat tipe data. Kegandaan konteks dapat dipandang secara sistemik. Maksudnya hubungan antara konteks dengan objek penelitian bersifat sistemik jadi muncul dalam uraian yang berbeda. Watak objek penelitian bahasa yang bersifat ganda benar-benar harus di sadari oleh peneliti karena akan sangat berperan dalam tahapan penyediaan data dan

Page 9: METODE PENELITIAN BAHASA

sekaligus akan menentukan wujud metode dan teknik yang di gunakan pada tahap penyediaan dan analisis data.

Data sebagai entetis berdasarkan pandangan holistis, mengandung pula pengertian bahwa data tidak hanya memiliki aspek lahiriah, yang bersifat mawujud seperti yang teramati pada korpus data. Akan tetapi data juga memiliki aspek batiniah yang bersifat yang bersifat tanwujud atau yang disebut mantes. Kedua-duanya merupakan bagian yang intergral, yang tidak munkin di pisahkan satu sama lain dalam membentuk data itu sendiri. Oleh karena itu penyediaan data berarti menyediakan bahn di jadikan penelitian yang bersifat mawujud dan tan wujud. Aspek tanwujud itu adalah aspek yang disebut oleh Sudaryanto (1988 dan 1990) sebagai konteks data, yaitu isi tuturan, penutur, hubungan antar penutur, dan tuturan diluar data. (periksa Suryanto,1990, 25-28)

Dialektologi maupun sosiolinguistik memilki objek sasaran yang sama, yaitu mengkaji unsure-unsur kebahasaan (vaariasi bahasa). Hanya saja yang pertama berhubungan dengan perbedaan bahasa yang disebabkan faktor geografis dan historis (untuk dialektologi diakronis) sedangkan yang kedua berhubungan dengan perbedaan bahasa yang disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena itu objek penelitiannya jelas perbedaan bahasa yng disebabkan oleh faktor geografis untuk penelitian dialektologi dan perbedaan bahasa yang disebabkan oleh faktor sosial untuk penelitian sosiolinguistik.

Apabila pada penelitian sosiolinguistik didasarkan pada deskripsi perbedaan unsur-unsur kebahasaan karena faktor sosial maka objek kajiannya adalah perbedaan unsur kebahasaan dalam merealisasikan makna tertentu yang terdapat di antara kelompok sosial yang menggunakan bahasa tertentu, atau perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang di gunakan oleh suatu kelompok sosial dalam berkomunikasi dengan kelompok sosial yang lain.

F.   Sumber Data: Populasi, Sampel, Dan Informan

Sevilla dkk. (1993) mendfinisikan populasi sebagai kelompok besar yang merupakan sasaran generalisasi. Dalam hubungan dengan penelitian bahasa, pengertian populasi terkait dengan dua hal, yaitu masalah satuan penutur dan masalah satuan wilayah teritorial. Dengan masalah penutur populasi dimaknai dengan keseluruhan individu yang menjadi anggota masyarakat tutur bahasa yang akan diteliti dan menjadi sasaran penarikan generalisasi tentang seluk – beluk bahasa tersebut. Contoh, jika kita hendak meneliti tentang aspek tertentu dalam bahasa Bima, maka yang menjadi populasi penelitian kita adalah keseluruhan penutur bahasa tersebut, yang dikatakan berjumlah 675.000 jiwa. Adapun populasi dalam pengertian satuan wilayah teritorial dimaknai sebagai keseluruhan wilayah yang menjadi tempat permukiman keseluruhan individu anggota masyarakat tutur bahasa yang menjadi sasaran generalisasi. Pengertian populasi dalam konteks yang kedua ini terlihat dalam penelitian yang berhubungan dengan bidang dialektologi. Penelitian dialektologi, keseluruhan wilayah pakai bahasa yang menjadi sasaran penelitian, disegmentasikan berdasarkan satuan daerah pengamatan yang

Page 10: METODE PENELITIAN BAHASA

berdasarkan pada segmentasi administratif pemerintahan, misalnya dusun, desa, atau kecamatan, tergantung pada satuan administratifmana perbedaan dialektual/subdialektual bahasa itu terjadi. Jika satuan administratif yang dijadikan satuan daerah pengamatan adalah desa, maka populasi itu untuk penelitian bahasa dalam pengertian kedua ini menyangkut seluruh desa yang menjadi tempat bermukimnya paenutur bahasa yang akan diteliti tersebut. Misalnya, penutur bahasa Bima yang menjadi objek penelitan kita itu, tersebar dalam 850 desa di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Bima dan Dompu. Maka populasi penlitian kita berjumlah 850 desa.

            Mengingat jumlah penutur dan luasnya wilayah pakai suatu bahsa yang akan diteliti, serta keterbatasan tenaga, waktu, dan biaya, maka sumber data dapat ditentukan dengan memilih sebagian dari populasi tersebut. pemilihan sebagian dari keseluruhan penutur atau wilayah pakai bahasa yang menjadi objek penelitian sebagai wakil yang memungkinkan untuk membuat generalisasi terhadap populasi itulah yang disebut sampel penelitian.

G.  Hakikat Penelitian Bahasa

          Pada dasarnya, penelitian merupakan upaya yang dilakukan untuk menguak identitas objek penelitian. Karena objek penlitian bahasa tidak pernah hadir sendirian, selalu disertai konteks, maka konteks merupakan penentu identitas objek penelitian. Dari penelitian yang mengambil objek kajian berupa satuan lingual {ber-} dalam bahasa indonesia misalnya, dapat dikuak bahwa satuan lingual tersebut memiliki identitas satuan lingual yang disebut afiks, hanya karena terdapat satuan : juang, kerja, pakaian dan satuan lingual lain yang sejenis, yang menjadi konteksnya (Sudaryanto, 1990:16). Di samping itu pula, karena konteks objek penelitian itu bersifat ganda, dapt dikatakan bahwa hakikat penelitian bahasa adalah kegiatan menguraikan identitas objek sasaran objek (objek penelitian) dalam hubungannya dengan keseluruhan konteks yang memungkinan hadirnya objek penelitian tersebut.

            Hakikat penelitian bahasa diatas hendaknya benar – benar disadari oleh penelitia karena akan sangat berperan dalam membantu peneliti pada tahap penyediaan data. Maksudnya, membimbing peneliti bahwa yang harus dilakukan pada tahap penyediaan data adalah menemukan semua jennis konteks yang memungkinkan hadirnya objek penelitian. Lebih lanjut hal ini akan berperan dalam menentukan wujud metode dan teknik yang digunakan baik pada tahap penyediaan data maupun pada tahap analisis data.

H.    Beberapa Tahapan Pelaksanaan Penelitian Bahasa

Pelaksanaan penelitian bahasa menurut tahapannya dapat dibagi atas tiga tahapan yaitu;

1.      prapenelitian,

2.      pelaksanaan penelitian, dan

3.      penulisan laporan penelitian.

Page 11: METODE PENELITIAN BAHASA

Tahapan prapenelitian dimaksudkan sebagai tahapan yang menuntun peneliti untuk berusaha merumuskan secara jelas tentang masalah yang hendak dipecahkan melalui penelitian. Rumusan secara jelas tersebut mencakup: latar belakang munculnya masala; rumusan masalah secara spesifik dan operasional; Hubungan masalah yang hendak diteliti dengan penelitian-penelitian terdahulu (dalam hal ini berkaitan dengan kajian pustaka) dan teori-teori tertentu (berkaitan dengan kerangka teori yang akan digunakan); dan metode meode (termasuk teknik-tekniknya) yang hendak digunakan. Semua ini harus tertuang dalam desain penelitian atau proposal.

Dengan demikian, tahapan prapenelitian tidak lain adalah tahapan penyusunan desain penelitian (proposal). Tahapan ini ditandai oleh adanya kegiatan menyusun dan terwujudnya sebuah desain penelitian. patut ditambahkan bahwa selain hal-hal diatas sebuah desain penelitian dapat pula memuat hal-hal yang berkaitan dengan hipotseis, hasil yang diharapkan dari penelitian, daftar pustaka, dan jadwal kegiatan.

Kemudian, tahapan pelaksanaan penelitian dijabarkan dalam tiga tahapan pokok, yaitu penyediaan data, analisis data, dan membuat rumusan hasil analisis yang diwujudkan dalam bentuk kadah-kaidah. Ketiga tahapan ini merupakan inti dari kegiaan penelitian (bahasa). Dikatakan demikian karena terjawabnya permasalahan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian hanya dimungkinkan, jika data yang gayut dengan masalah tersebut telah tersedia dan teranalisis serta tertemukannya kaidah-kaidah, yang merupakan jawaban terhadap masalah yang diteliti tersebut. Ketiga tahapan diatas, masing-masing ditandai oleh kegiatan menyediakan dan tersedianya data; menganalisis dan ditemukannya kaidah-kaidah tertentu; Serta tersajinya kaidah-kaidah tersebut dalam rumusan-rumusan tertentu.

Adapun tahapan penulisan laporan penelitian dimaksudkan, pada tahap ini peneliti membuat laporan dari penelitian yang dilakukan, yang dapat berwujud makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan lain-lain tergantung untuk apa penelitian tersebut dilakukan apabila penelitian itu dilakukan sebagai karya tulis akhir pada program S1, S2, dan S3, maka laporan penelitian dapat disebut secara berturut-turut: skripsi, tesis, dan disertasi. Oleh karena itu, tahap ini ditandai oleh kegiatan membuat dan terwujudnya sebuah laporan penelitian.

Ketiga tahapan pelaksanaan penelitian yang disebutkan diatas merupakan persoalan yang hendak diungkapkan secara panjang lebar dalam buku ini. untuk sistematisnya akan diuraikan satu per satu secara berturut-turut. Sebelum itu, perlu ditegaskaan bahwa dalam buku ini disamping akan dipaparkan tentang penelitian bahasa secara sinkronis (linguistik teoretis) juga akan dipaparkan ihwal penelitian bahsa secara diakronis, khususnya yang berhubungan dengan kajian dialektologi diakronis dan linguistik historis komparatif. Perbedaan yang cukup signifikan tantang penanganan masalah kebahasaan berdasarkan kedua perspektif  diatas, tidaklah terdapat pada tahap prapenelitian dan penulisan laporan penelitian, melainkan pada tahap pelaksaanaan penelitian khususnya yang  menyangkut metode dan teknik-tekniknya.

Page 12: METODE PENELITIAN BAHASA

Dalam hal metodenya pun tidak terlalu berbeda karena terdapat metode yang sama, hanya penerapan metodenya yang berbeda. Selain itu, akan dipaparkan juga ihwal metode yang berhubungan dengan penelitian pemakaian bahasa, khususnya yang berhubungan dengan sosiolinguistik. Hal ini dipandang perlu, karena jika pada paparan ihwal penelitian dalam bidang linguistik sinkronis  maupun diakronis diatas cenderung bersifat linguistis, paparan pada bidang pemakaian bahasa merupakan lahan kajian yang bersifat antarbidang.

Dengan demikian, diharapkan diperoleh bagaimana seluk beluk penelitian yang bersifat antarbidang tersebut. Untuk itu, pemaparan pada Bab III: Pelaksanaan penelitian akan dibagi dalam tiga seksi dasar, yaitu pemaparan tentang metode dan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian bahasa secara sinkronis dan pemaparan tentang metode dan teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian bahasa secara diakronis, serta pemaparan tentang metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian sosiolinguistik.

Page 13: METODE PENELITIAN BAHASA

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran

Penelitian bahasa adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap objek sasaran yang berupa bunyi tutur (bahasa). Penelitian bahasa yang disasarkan menyangkut semua tahapan yang dilalui dalam kegiatan yang disebut penelitian itu sendiri. Mulai dari tahap prapenelitian (tahap penyusunan usulan penelitian), sampai ke tahap pelaksanaan penelitian, analisis, dan penyajian hasil analisis, dan tahapan pascapeneltian. Ihwal paparan metode dan teknik yang dikhususkan pada metode dan teknik yang digunakan dalam kajian linguistik sinkronis dan linguistik diakronis, serta sosiolinguistik.

Dari beberapa uraian mengenai penelitian bahasa dan masalah penelitian bahasa dipaparkan dengan pemisalan disertai contoh-contoh yang isinya kurang menjelaskan mengenai pemahaman makna dan pengertian mengenai penelitian bahasa itu sendiri.