Metode Pendidikan Islam Klasik

32
EDISI REVISI METODE PENDIDIKAN ISLAM KLASIK Khairuddin YM : 08 PEDI 1237 A. Pendahuluan Menurut ajaran Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling dimuliakan oleh-Nya melebihi makhluk-makhluk yang lainnya. Sedangkan dijelaskan Allah dalam al-Qur’an yang artinya :” Dan sesungguhnya telah kami muliakan untuk anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan dialutan. Dan kami berikan rezeqi yang baik- baik dan kami loebihkan mereka denngan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang lain yang telah Kami ciptakan”. (al- Israa : 70). 1 Kelebihan manusia dari makhluk lainnya adalah mempunyai akal dan daya kehidupan yang dapat membentuk peradaban. Manusia adalah makhluk yang selalu menginginkan kesempurnaan baik secara lahir maupun bathin. Untuk mencapai kesempurnaannya manusia dituntut untuk bergaul dengan orang lain dan alam semesta yang senantiasa berubah-ubah, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan 1 Dpartemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : CV. Toha Putra, 1989), h. 435 1

Transcript of Metode Pendidikan Islam Klasik

Page 1: Metode Pendidikan Islam Klasik

EDISI REVISI

METODE PENDIDIKAN ISLAM KLASIK

Khairuddin YM : 08 PEDI 1237

A. Pendahuluan

Menurut ajaran Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT

yang paling dimuliakan oleh-Nya melebihi makhluk-makhluk yang lainnya.

Sedangkan dijelaskan Allah dalam al-Qur’an yang artinya :” Dan

sesungguhnya telah kami muliakan untuk anak Adam. Kami angkat mereka di

daratan dan dialutan. Dan kami berikan rezeqi yang baik-baik dan kami

loebihkan mereka denngan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan

makhluk yang lain yang telah Kami ciptakan”. (al-Israa : 70).1

Kelebihan manusia dari makhluk lainnya adalah mempunyai akal dan

daya kehidupan yang dapat membentuk peradaban. Manusia adalah makhluk

yang selalu menginginkan kesempurnaan baik secara lahir maupun bathin.

Untuk mencapai kesempurnaannya manusia dituntut untuk bergaul dengan

orang lain dan alam semesta yang senantiasa berubah-ubah, sehingga dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mempertahankan kehidupannya.

Usaha-usaha untuk menemukan diri ini disebut “belajar”.

Untuk kebutuhan belajar ini, diperlukan pengaruh dari luar. Pengaruh

ini oleh Iman Santoso, disebut dengan istilah “pendidikan”.2 Karena

pendidikan adalah suatu yang esensial bagi manusia, melalui pendidikan,

manusia bisa belajar mempelajari alam semesta demi mempertahankan

kehidupannya, karena pentingnya pendidikan, Islam menempatkan pendidikan

pada kedudukan yang sangat tinggi sesuai dengan firman Allah (dalam surat

al-Mujadalah :1):

1 Dpartemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang : CV. Toha Putra, 1989), h. 435

2 Slamet Imam Santoso, Pendidikan Di Indonesia Dari Masa Ke Masa, (Jakarta : CV. Haji Mas Agung, 1987), h. 52

1

Page 2: Metode Pendidikan Islam Klasik

“ Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman diantara

kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan berupa derajat”.3

Sejarah perkembangan pendidikan Islam, telah muncul seiring

perkembangan itu sendiri, di mana kehadirannya telah menanamkan nilai-nilai

ajaran Islam. Seiring perkembangan Islam dan terbentuknya Masyarakat

Islam, mesjid-mesjidpun mengembangkan peranannya menjadi pusat

pengembangan pendidikan Islam yang dalam pelaksanaannya dikembangkan

dalam bentuk halaqah (learning Circle).

Sistem4 pendidikan bagi umat Islam mengoperasikan bidang

kegamaan, spiritusl, sosial dan politik. Sistem nilai Islam tersebut telah

menciptakan beberapa perbedaan dasar antara sistem pendidikan Islam dan

modern baik di Timur maupun di Barat.5

Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam

ke Indonesia. Menurut catatan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia dengan

damai, berbeda dengan daerah-daerah lain yang kedatangan Islam dilalui lewat

peperangan, seperti Mesir, Irak, Parsi dan beberapa daerah lainnya.6

Sejarah pendidikan sesungguhnya telah berlangsung sepanjang sejarah

dan perkembangan sosial budaya manusia dipermukaan bumi. Begitu juga

halnya dengan sejaran pendidikan Islam pada hakikatnya tidak terlepas dari

sejarah Islam dan umatnya. Dalam perjalanan sejarah yang panjang,

pendidikan Islam telah melalui berbagai zaman dan berbagai daerah, artinya

bahwa pendidikan Islam terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak

zaman permulaan Islam dikembangkan oleh Rasulullah SAW., sampai zaman

sains dan tekhnologi sekarang ini.

3 Dpartemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an…h. 9104 Dalam terminology pendidikan Islam5 Mansour Ahmad, Islamic Education, (New Delhi : Qazi Publishers Distributors, 1994), h. 46 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia,

(Jakarta Timur: Prenada Media, 2004), h. 3

2

Page 3: Metode Pendidikan Islam Klasik

Di masa perkembangan yang melewati beberapa periode, pendidikan

Islam telah melahirkan berbagai pemikiran dari kalangan tokoh-tokoh

pendidikan Islam yang muncul dari para tokoh dan umat Islam, dari zaman ke

zaman yang mengalami perubahan dan perkembangan, akan tetapi pada

umumnya pemikiran itu berkaitan dengan hal-hal yang membicarakan tentang

prinsip azas dan tujuan pendidik, peserta didik, media materi (kurikulum),

metode, lembaga-lembaga pendidikan Islam serta latar belakang lingkungan

sosial ekonomi, politik dan fisik yang mempengaruhi proses pendidikan Islam.

B. Pembahasan

Pada dasarnya proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung

sepanjang sejarah berkembang dengan perkembangan sosial budaya manusia

dipermukaan bumi. Sejarah pendidikan Islam dan sejarah para tokoh-tokoh

pendidikan Islam dapat dikatakan berada dalam periode-periode sejarah Islam

itu sendiri. Secara garis besar Harun Nasution membagi sejarah Islam dalam

tiga periode, yaitu : periode klasik7, pertengahan8 dan modern kontemporer.9

Sistem pendidikan adalah suatu pola menyeluruh dalam lembaga-

lembaga formal, agen-agen dan organisasi yang memindahkan pengetahuan

dan warisan kebudayaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial, spiritual

dan intelektual individu manusia. Sistem pendidikan Islam merupakan satu

kesatuan yang terdiri dari beberapa unsur pendukung terlaksananya kegiatan

7 Zaman klasik berlangsun sejak aal kemajuan Islam (650-1000 M), hingga masa disintegrasi (1000 M-1250 M) yaitu dari zaman Nabi Muhammad SAW., sampai runtunya bani Abbasiyyah.

8 Zaman pertengahan berlangsung dari zaman kemunduran (1250-1500 M), masa ketiga kerjan Mongol Utsmani dan Safawi (1500-1700 M), dan masa kemunduran II (1799-1800 M) yang sejak runtuhnya bani Abbsiyyah ssampai antara abad 17 dan 18 Hijriyah Pada Abad pertengahan ini yang banyak berperan dalam bidang pendidikan adalah Sulthan Mahmud II, beliau terkenal dengan pelopor pembaruan pendidikan.

9 Zaman Modern (kontemporer)/zaman pembaruan, berlangsung dari tahun 1800 hingga sekarang, yang ditandai dengan pergolakan dan kebangkitan Umat Islam diseluruh dunia. Pada zaman modern ini yaitu sejak abad 18 H, 19 H sampai sekarang. Pola pembaharuan pendidikan dirintis oleh Muhammad bin Abdul al-Wahab, kemudian dicanangkan kembali oleh Jamaluddin al-Afgani dan Muhammad Abduh (akhir abad -19 H). dalam pembabakan ini sifatnya harus muthlak demikian. Akan tetapi pembabakan ini dimaksudkan untuk mempermudah memahami dari sehi sejarah secara kronologis.

3

Page 4: Metode Pendidikan Islam Klasik

pendidikan Islam, seperti lembaga pendidikan, kurikulum, media, guru, anak

didik (peserta didik) dan metode pembelajaran yang digunakan. Masing-

masing unsur tersebut saling terkait dan saling mendukung demi terlaksananya

kegiatan sistem pendidikan Islam adalah :

a. Lembaga Pendidikan

Pada masa klasik ada lembaga pendidikan Islam yang digunakan

sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pendidikan Islam. Lembaga-

lembaga pendidikan tersebut ntara lain :

1. Maktab atau Kuttab

Maktab, atau tempat-tempat untuk mengajar menulis, terdapat di

dunia Arab bahkan sebelum Islam. Maktab sesungguhnya merupakan

sebuah tempat untuk belajar membaca maupun menulis, yang terletak

di rumah guru di mana para murid berkumpul untuk menerima

pelajaran. Di sana juga terdapat bentuk-bentuk maktab lainnya, dimana

stelah datangnya Islam, secara khusus diberikan pelajaran tentang al-

Qur’an dan agama.10 Maktab-maktab seperti itu, misalnya milik Abul

Qasim al-Balkhi di Julfa (w. 723;105 H), memiliki 300 murid. Guru-

guru di maktab disebut Mu’allim atau pengajar.

Maktab merupakan tempat untuk memperoleh pendidikan dasar

pada awal Islam hampir disemua kota-kota atau desa. Disamping

pelajaran al-Qur’an dan agama, puisi, menunggang kuda, berenang,

pribahasa terkenal, ilmu hitung, tata bahasa, adab-adab juga diajarkan

keterampilan menulis indah. Maktab-maktab itu terdapat di Spanyol,

Sisilia, Afrika dan Timur Tengah, meskipun kandungan kurikulumnya

10 Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 398 ; al-Baladhuri, h. 147 ; Hitti, The History of the Arabs, Ibnu Batuta, Tuhfat ul-Nazar, Vol I, h. 213 ; Syalaby, History of Muslim Education, h. 16-23 dalam Mehdi Nekosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Terjemahan dari judul asli : History of Islamic Origins of Western Education A D. 1800-1350, with an Introduction to Medieval Muslim Education, penerjemah : Joko S. Kahar dan Supriyanto Abdullah (Surabaya : Risalah Gusti, 2003), h. 62

4

Page 5: Metode Pendidikan Islam Klasik

berbeda-beda dan disesuaikan dengan kebutuhan sosial budaya dan

latar belakang setempat.11

Sebelum datangnya Islam, kuttab (tempat untuk memberi

pelajaran rendah) telah ada di negeri Arab, meskipun belum

termasyhur. Fungsinya tidak jauh berbeda dengan kuttab yang ada pada

masa Islam. Kuttab pada masa Arab Pra Islam, merupakan lembaga

pendidikan tingkat dasar terutama untuk belajar menulis dan

membaca12 Ahmad Syalabi membagi dua jenis kuttab. Jenis pertama

adalah kuttab yang dijadikan sebagai tempat belajar menulis dan

membaca huruf Arab, belajar puisi dan sastra. Mengajar menulis dan

membaca ini dikerjakan oleh guru-guru di rumahnya masing-masing.

Boleh jadi mereka menyediakan dalam rumahnya sebuah kamar untuk

menerima pelajar-pelajar yang hendak belajar menulis dan membaca.

Kuttab dari jenis ini kebanyakan berdiri sendiri dan terpisah dari kuttab

jenis lain. Kuttab jenis pertama ini telah lahir pada masa permulaan

Islam dan sebagian gurunya dari kalangan orang non-muslim. Jenis

kedua adalah kuttab yang disediakan untuk mengajarkan al-Qur’an al-

Karim dan pokok-pokok agama Islam.13 Kuttab jenis kedua ini belum

lahir pada masa permulaan Islam, karena pada permulaan Islam hanya

ada beberapa orang anak yang belajar al-Qur’an dan ajaran Islam

dengan menyelusup ke dalam lingkaran pelajaran orang-orang tua di

Mesjid, seperti yang dilakukan oleh Ali Ibnu Abi Thalib dan Abdullah

Ibnu Abbas. Adapun anak-anak yang lain belajar al-Qur’an dari orang

tuanya atau guru-guru khusus untuk keluarga.14

11 Mehdi Nekosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Terjemahan dari judul asli : History of Islamic Origins of Western Education A D. 1800-1350, with an Introduction to Medieval Muslim Education, penerjemah : Joko S. Kahar dan Supriyanto Abdullah (Surabaya : Risalah Gusti, 2003), h. 63

12 Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, judul asli; Tarikh at-Tarbiyah al-Islamiyah, terjemahan Muchtar Jahja dan M. Sanusi Latief (Jakarta : Bulan Bintang, 1973), h. 33

13 Ibid, h. 3514 Ibid, h. 41

5

Page 6: Metode Pendidikan Islam Klasik

2. Mesjid Dan jami’

Pada masa Islam klasik, mesjid mempunyai fungsi yang jauh

lebih besar dan bervariasi dibanding fungsinya yang sekarang. Dulu,

disamping sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat kegiatan

sosial dan politik umat Islam.15 Jami’ adalah mesjid yang digunakan

sebagai tempat melaksanakan ibadah sholat Jum’at, sedangkan Mesjid

adalah mesjid yang lebih kecil yang hanya digunakan sebagai tempat

ibadah harian yang lain, kecuali sholat dan khutbah Jum’at.

Mesjid Jami’ termasuk lembaga pendidikan tertua di dunia Islam

yang digunakan sebagai tempat pengajaran humaniora dan ilmu-ilmu

agama. Para guru sering mengajar dua bidang ini sekaligus sejak abad

ke-2 atau ke-8.16

3. Darul Hikmah Darul Ilmi

Darul al-Hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya berbagai

bangsa dan peradaban pada masa Daulah Abbasiyyah dan pada masa

bangkitnya gerakan intelektual yang mendorong orang-orang Islam

untuk memperoleh ilmu pengetahuan zaman kuno. Tujuan utamanya

adalah mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing,

terutama ilmu pengetahuan orang Griek dan falsafah mereka ke dalam

bahasa Arab untuk dipelajari. Sedangkan Dar al-Ilmi didirikan oleh

kerajaan Fatimiyyah pada abad ke IV H, pada lembaga pendidikan ini

di pelajari ilmu falsafah, ilmu-ilmu orang Yunani, di samping

mempelajari ilmu-ilmu Islam.

4. Madrasah

15 Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam Kajian atas Lembaga-lembaga pendidikan edisi Revisi, (Bandung: Cipta Pustaka Media, 2007), h. 44

16 George Makdisi, Cita Humanisme Islam Panorama Kebangkitan Intelektual dan Budaya Islam dan Pengaruhnya terhadap Reinesans barat, terjemahan dari judul asli : The Rise Of Humanism in Classical Islam and The Christian West, Penerjemah : A. Syamsu Rizal & Nur Hidayah, ( Jakarta :PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), h. 89

6

Page 7: Metode Pendidikan Islam Klasik

Langkah perkembangan lembaga pendidikan tinggi Islam

berikutnya di bawah patronase wazir Nidham al-mulk, sekitar tahun

1064. Bangunan baru yang disebut madrasah ini mengambil masjid

Khan sebagai model. Madrasah (dalam bentuk klasiknya) dapat disebut

sebagai akademi (college) sebagaimana kita kenal sekarang.17

Madrasah mempunyai perpustakaan yang tergabung dalam bangunan

yang sama. Walaupun perpustakaan telah terdapat di istana dan rumah-

rumah bangsawan dan hartawan, perpustakaan sebagai bagian dari

masjid-akademi adalah hal yang jarang.

Madrasah merupakan satu jenis lain dari lembaga pendidikan

Islam, dan mulai muncul pada akhir abad ke IV Hijriah18 Madrasah

merupakan hasil evolusi dari mesjid sebagai lembaga pendidikan dan

Khan sebagai tempat tinggal mahasiswa. Madrasah menempati

langkah ketiga dari satu garis perkembangan, dengan urutan : masjid,

ke masjid-Khan, kemudian ke madrasah19 madrasah merupakan

lembaga pendidikan Islam per excellence sampai pada priode modern

dengan diperkenalkannya lembaga-lembaga pendidikan modern,

seperti universitas.20 Madrasah pertama kali yang didirikan di

Indonesia adalah Madrasah Adabiyah (Adabiyah School) didirikan di

Padang pada tahun 1909 oleh Abdullah Ahmad. Selanjutnya pada

tahun 1916 didirikan Madrasah School (sekolah agama) dan dalam

perkembangan berikutnya menjadi Diniyah School dan nama Diniyah

School inilah akhirnya berkembang dan terkenal.21

17 Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam Sejarah Dan Peranannya Dalam Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Terjemahan dari judul asli : Higher Learning in Islam : The Classical Period, A.D. 700-1300. Penerjemah : H. Affandi dan Hasan Asari ( Jakarta : PT. Logos Publishing House, 1994), h. 45

18 Ibid, h. 4019 Makdisi, dalam Hasan Asari, Op-cit, h.4520 Hasan Asari, Ibid, h. 5121 Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, editor. Irwan Saleh Dalimunthe

(Citapustaka Media, 2004), h. 67-68

7

Page 8: Metode Pendidikan Islam Klasik

5. Lembaga-lembaga Pendidikan lain, seperti :

Dar al-Qur’an al Hadits, Daarul Kutab (perpustakaan), Al-

Bimaristan (tempat mempelajari ilmu kedokteran secara praktis) dan

lembaga pendidikan Sufi.22

b. Metode Pendidikan Klasik

Metode pendidikan Islam merupakan unsur dari sistem pendidikan

Islam, keberadaannya penting dan memang harus diperhatikan oleh setiap

orang yang terlibat dalam kegiatan pendidikan, baik itu guru maupun

murid sebagai peserta didik. Secara sederhana kata metode dipahami

sebagai suatu cara yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan. Dengan

demikian dapat disebutkan bahwa metode pendidikan Islam adalah segala

cara dan usaha yang sistematis dan pragmatis untuk mencapai tujuan

pendidikan Islam, dengan melalui berbagai aktivitas yang melibatkan guru

sebagai pendidik dan murid sebagai anak didik.

Dalam perjalanansejarah pendidikan Islam, metode pembelajaran

yang diterapkan telah mengalami berbagai perubahan dan pengembangan.

Di antara perkembangan yang terjadi pada metode pendidikan Islam,

adalah yang terjadi diterapkan pada masa Islam klasik. Ahli sejarah

mencatat, setidaknya ada beberapa bentuk metode pendidikan yang

diterapkan yaitu : halaqah, hafalan, munazarah, ,mudzakarah, Imla’ dan

rihlah ilmiah.

1. Halaqah

Bentuk yang paling sederhana pendidikan muslim pada masa

awal adalah duduk melingkar. Ini merupakan pengalaman pendidikan

yang khas dalam Islam dikenal dengan nama Halaqah, yang arti

harfiahnya sebuah perkumpulan yang melingkar (pengkajian yang

dilakukan dengan duduk melingkar). Dinamakan demikian, karena

22 Penjelasan lebih luas tentang lembaga-lembaga pendidikan ini dapat dibaca Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, Kajian Atas Lembaga-lembaga Pendidikan.

8

Page 9: Metode Pendidikan Islam Klasik

guru duduk di tengah-tengah sebuah mimbar atau bantal yang

membelakangi tembok atau tiang, dan para pelajar duduk dengan

membentuk setengah lingkaran di depan guru. Leingkaran tersebut

dibentuk menurut tingkatnya, semakin tinggi tingkat seseorang pelajar,

atau pelajar pengunjung, maka ia duduk paling dekat dengan gurunya.23

Dalam kegiatan berbentuk halaqah, murid yang lebih tinggi,

pengetahuannya duduk dekat dengan Syeikh, sedangkan murid yang

level pengetahuannya lebih rendah duduk sedikit lebih jauh dan mereka

berusaha dengan keras untuk dapat mengubah posisi lebih dekat

dengan Syeikhnya.24

Kegiatan perkuliahan di Halaqah, secara singkat berlangsung

dalam rangkaian kegiatan berikut : Syeikh membuka perkuliahan

dengan membaca basmallah, mengucap shalawat dan salam bagi

Rasulullah. Disertai dengan memberikan dorongan kepada murid

supaya menuntut ilmu, bersifat rendah hati dalam menuntut ilmu, dan

berusaha menjalani hidup yang baik serta berbudi luhur.25 Kemudian

dilanjutkan dengan memberikan penjelasan tentang materi pelajaran

sambil menghubungkannya dengan topik yang telah dibahas

sebelumnya. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Syeikh

biasanya mendiktekan bahan pelajaran (al-Qur’an dan Hadits) kepada

para murid, kemudian menjelaskannya serta menafsirkannya terutama

pada bagian-bagian yang dipandang sukar dari hadits dan al-Qur’an.

Sementara Syeikh memberikan penjelasan, para murid aktif menulis

semua keterangan yang diberikan oleh Syeikh. Sebelum mengakhiri

pembelajaran, Syeikh biasanya mengulang kembali apa yang telah

23Mehdi Nekosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Terjemahan dari judul asli : History of Islamic Origins of Western Education A D. 1800-1350, with an Introduction to Medieval Muslim Education, penerjemah : Joko S. Kahar dan Supriyanto Abdullah (Surabaya : Risalah Gusti, 2003),…… h. 60

24 Hasan Asari…..Op-cit, h. 3725 Ahmad Syalabi,…….h. 384

9

Page 10: Metode Pendidikan Islam Klasik

dibacakan dan dijelaskan serta disesuaikan dengan catatan para murid

dengan cara menyuruh seorang murid untuk membaca catatannya.

Kemudian mengakhiri pelajaran dengan membaca do’a.26

Kurikulum lingkaran studi (halaqah) sesuai dengan pengetahuan

dan minat seorang Syekh, tergantung pada pengalamannya, dan biasa

juga pada ijazah (pengakuan) dalam bidang keahliannya. Masa

keterkaitan seorang murid dengan sebuah lingkaran studi (halaqah)

tergantung kepada ketekunan dan trget-targetnya sendiri. Ketika sudah

tidak mencapai titik maksimal dalam belajar pada seorang guru, murid

tersebut dapat beralih kepada guru lain. Sehingga seorang murid bisa

saja menghabiskan masa hidupnya dalam perjalanan, beralih dari

seoran guru (Syekh) ke guru (Syekh) lain yang terkenal.27

2. Hafalan

Pada masa Islam klasik hafalan memiliki peranan penting

dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini selain dikarenakan daya hafal

bangsa Arab yang kuat, jugs dikarenakan memang hanya hafalanlah

yang efektif digunakan pada masa itu. Ditambah lagi pada masa itu

media simpan ilmu pengetahuan belum memadai jumlah dan

penyediaannya.

Kondisi ini mempengaruhi metode pembelajaran yang

diterapkan dalam kgiatan pendidikan Islam pada masa itu. Dalam

catatan sejarah ditemukan bahwa anak-anak mulai belajar dengan

menghafal bebeapa surat dari al-Qur’an dan kewajiban agama seperti

sembahyang dan puasa.

26 Ahmad Syalabi, ….h. 38527 Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam Sejarah Dan Peranannya Dalam

Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Terjemahan dari judul asli : Higher Learning in Islam : The Classical Period, A.D. 700-1300. Penerjemah : H. Affandi dan Hasan Asari ( Jakarta : PT. Logos Publishing House, 1994),….h. 158

10

Page 11: Metode Pendidikan Islam Klasik

Hafalan merupakan cara yang harus ditempuh seseorang untuk

dapat menguasai secara utuh berbagai tradisi yang diriwayatkan dari

orang Arab terdahulu melintasi abad demi abad, termasuk dua naskah

suci Islam al-Qur’an dan Sunnah, dan ilmu-ilmu keagamaan lainnya.

Abu Hamid al-Gharnathi, orang Spanyol dari Granada (w. 565 H/1169-

1170 M), mengabdikan pemikiran yang sama dalam suatu bait syair

yang ditujukan kepada para pemuda pada masanya :

Pengetahuan terletak dalam hati, bukanlah dalam catatan.

Karenanya jangan tergoda oleh permainan dan kesenangan.

Hafalkan, pahami, dan kerja keraslah untuk meraihnya. Hanya

usaha keras yang kau butuhkan, tidak yang lain.28

Demikian pula ada sebagian ulama Islam yang berpendapat

bahwa belajar itu dimulai dengan menghafal sebelum memahaminya,

seperti yang iungkapkan oleh Ibnu Qutibah al-Dinuri, Permulaan ilmu

adalah diam, kedua mendengar, ketiga menghafal, keempat berpikir

dan kelima menyebarkan.”29 Diya al-Din Ibn –‘Athir mengemukakan

pentingnya penghafalan dalam ingatan agar dapat menemukan kembali

unsur-unsur yang penting pada waktu dibutuhkan. Pengingatan

kembali hanya mungkin terjadi dengan melakukan pengulangan-

pengulangan dan praktek-praktek tertentu untuk memastikan bahwa

materi-materi yang sudah dihafalkan tetap lekat dalam ingatan dan

dapat berfungsi pada waktu yang dibutuhkan.30

Ada dua bentuk hafalan, yaitu hafalan yang terbatas hanya

dengan cara memindahkan bahan bacaan ke dalam hadits dan ahli

leksikografi. Sedangkan hafalan bentuk kedua biasanya dilakukan oleh

28 George A. Makdisi, Cita Humanisme Islam Panorama Kebangkitan intelektual dan Budaya Islam dan Pengaruhnya Terhadap Reinesans Barat,….h. 323

29 Ibid, h. 12330 George Makdisi, The Rise Of Humanism in Classical Islam and the Christian West With

Sosial Reference to Scholasticism, (Edinburg : Edinburg University Press, 1990), h. 203

11

Page 12: Metode Pendidikan Islam Klasik

para sastrawan dan kaum skolastik yang menghendaki pemahaman

yang leih baik terhadap suatu bahan. Mereka menghendaki tingkat

kemajuan yang lebih tinggi. Jalan menuju kreativitas membutuhkan

perjuangan yang lebih keras untuk mendapatkan bahan pelajaran dan

yang diriwayatkan dari seseorang pakar-proses riwayat- kemudian

melalui proses dirayah, yaitu memahami bahan-bahan yang

disampaikan, dan akhirnya mencapai tahapan ijtihad, yaitu berusaha

seoptimal mungkin dengan segala kemampuan sendiri, untuk

menciptakan gagasan sendiri, dengan bahasa sendiri, dengan gaya yang

menarik, dan diungkap dengan gaya bahasa yang fasih, jelas dan

ringkas (baligh).31

Menghafal sangat penting dalam hal pembelajaran, seseorang

dapat menghafal apabila ada pemahaman terhadap konteks yang

dihafal. Untuk memudahkan cara menghafal, al-Khatib menganjurkan

agar murid selalu duduk pada posisi yang dapat mendengar secara jelas

terhadap apa yang diucapkan guru. Selain itu suasana haruslah tenang

dan mendengarkan dengan seksam apa yang diucapkan guru.32

Pentingnya metode hafalan33 ini juga dirasakan para ilmuan

sebagaimana komentar yang mereka utarakan berikut ini :

1. Qatada as-Sadusi mengatakan ia tidak pernah mendengar sesuatu

tanpa menghafalnya.

2. Al-Hasan Ibn Zin Nun al-Shaghri mengatakan jika kamu tidak

mengulangi sesuatu lima puluh kali, ia tidak akan tersimpan dalam

ingatan.

31 George A. Makdisi, Cita Humanisme Islam Panorama Kebangkitan intelektual dan Budaya Islam dan Pengaruhnya Terhadap Reinesans Barat,….h. 315-316

32 George Makdisi, The Rise Of Colleges, (Edinburg : Edinburg University Press, 1990), h. 102.

33 George Makdisi, The Rise Of Humanism,… h. 204 and see also, George Makdisi, The Rise Of Colleges,....h. 100-101

12

Page 13: Metode Pendidikan Islam Klasik

3. Al-Ghazali merasakan betapa pentingnya menghafal ketika ia

mengalami buku-bukunya dirampas perampok dalam perjalanan. Ia

mengatakan ambillah semua hartaku, tapi jangan ambil buku-buku

itu. Kejadian ini membuat beliau menghabiskan waktunya selama

tiga tahun untuk menghafal. Melalui hafalannya itu ia tidak takut

lagi untuk bepergian.

4. Ibn al-‘Allaf mengatakan bahwa kertas (buku) adalah tempat yang

tidak baik untuk menyimpan ilmu pengetahuan. Memang diakui

betapa berharganya ilmu pengetahuan, tapi disisi lain dikatakan

bahwa hapalan labih penting lagi.

5. Abu Bakar Ibn al-Anbari mengatakan bahwa ia tidak pernah

mengerti dari buku tapi selalu dari hafalan.

6. Ibn at-Tabban adalah seorang yang buta huruf namun ia melakukan

dakwahnya melalui hafalan.

7. Ibn al-Munna pada usia 40 tahun cidera buta namun lancar

pendengarannya sehingga ia mengajar dari apa yang diperolehnya

lewat hafalan.

Kemampuan hafalan bangsa Arab cukup mengagumkan, hal ini

terlihat dari banyaknya para ulama yang mampu menghafal berbagai

kitab, sya’ir, hadits, maupun yang lainnya. Al-Muntanabbi misalnya,

mampu menghafal buku ukuran polio hanya dengan sekali baca. Badi

al-Zaman al-Hamdani mampu mengulangi ode (sejenis syair) dari lebih

lima puluh syair dari awal hingga akhir setelah sekali dengar. Abu l-

Mahasin al-Ruyani mengatakan jika seandainya karya-karya Syafi’i

musnah terbakar, saya sanggup mengingatnya kembali lewat hafalan.

Adapun waktu yang baik untuk menghafal sebagaimana yang

dilakukan Imam al-Ghazali dan al-Kiya al-Harrasi adalah sebelum

13

Page 14: Metode Pendidikan Islam Klasik

Shubuh dan tempat yang baik untuk menghafal adalah ruangan yang

agak jauh dari keributan.34

3. Mudzakarah

Dalam kajian ilmu-ilmu humaniora, istilah mudzakarah paling

sering dalam arti diskusi ilmiah. Dalam suatu mudzakarah beberapa

oang terlibat dalam suatu percakapan tentang suatu tema atau pelajaran

tertentu ; mereka saling bertukar pendapat dan pengetahuan, agar setiap

cendikia yang terlibat memperoleh manfaat, begitu pula orang yang

hadir untuk mendengarkan saja.35

Istilah mudzakarah tidak hanya digunakan dalam satu aspek

saja, tetapi juga sering digunakan sebagai petunjuk percakapan yang

dapat memberikan pertukaran ilmu pegetahuan (seperti seminar).

Mudzakarah juga digunakan sebagai metode mempelajari dan

mengahafal materi studi sastra khususnya ilmu qawa’id an-nahwu.

4. Munazharah

Munazharah merupakan suatu metode pendidikan Islam pada

masa klasik, yaitu dengan cara berdiskusi. Makdisi menjelaskan bahwa

munazharah merupakan suatu cara untuk menambah ilmu pengetahuan

dengan cara mengundang orang lain dan memperdebatkan masing-

masing pendapat yang disertai dengan argumentasi yang dapat

dipertanggungjawabkan. Dalam munazharah, kepasihan lidah

berbicara dan memiliki ilmu yang luas sangat dihandalkan. Perdebatan

(munazharah) juga merupakan alat untuk mencapai kemajuan ilmu

pengetahuan. Makdisi menyebutkan al-Mubarrad menceritakan bahwa

al-Akhfasy lebih tua dari Sibawaih. Setelah sama-sama menguasai ilmu

tata bahasa, al-Akhfasy mencari-cari perdebatan dengan Sibawayhi. Ia

34 The Rise Of Colleges,....h. 101-10235 George A. Makdisi, Cita Humanisme Islam Panorama,….h. 315-316

14

Page 15: Metode Pendidikan Islam Klasik

mengatakan “ saya mendebat anda bahwa tidak ada bahwa selain akal

dalam memperoleh ilmu pengetahuan”. Sibawayh merespon. “apakah

anda menduga bahwa saya meragukan niat anda itu ?” Ar Ibn Marzuq

(w.223 H/837 M) mengikuti suatu perdebatan antara Sibawayh dan al-

Asma’i, yang setelah debat itu Yunus berkomentar, “Sibawayh benar,

tetapi lawannya menenangkannya berkat keahlian balaghahnya”.36

Ahmad Syalabi juga menjelaskan bahwa pada masa klasik

masing-masing murid untuk mengajukan pertanyaan tentang masalah

apapun, karena untuk meminta untuk mengajukan pertanyaan tentang

apa-apa yang dirasanya sukar dipahami. Pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan harus sesuai dengan tata cara yang baik. Murid harus

mengajukan pertanyaan benar-benar karena ingin mendalami ilmu

pengetahuan tersebut, bukan untuk mengotot dan bukan pula karena

ingin dikagumi orang lain, selain itu dalam diskusi murid dilarang

memotong pembicaraan gurunya, yang sedang berbicara atau temannya

yang sedang bertanya kepada gurunya. Para pelajar diberi dorongan

untuk bertanya, tapi dengan syarat bahwa pertanyaan dapat membuka

arena baru serta menunjukkan kematangan ilmu dan kemampuannya

untuk menggunakan fikirannya. Kadang-kadang gurunya justru yang

bertanya. Dalam hal ini dalam memahami satu materi pelajaran yang

telah diberikan kepadanya.37

Beberapa ahli berpendapat bahwa seni munazharah lahir dari

dialog-dialog teologis yang berlangsung antara umat Islam dan umat

non muslim (Yahui, Kristen, Majusi). Adapula yang berpendapat

bahwa munazharah bermula dibidang hukum, bagi al-Ghazali

misalnya, yang menyatakan bahwa ini berkaitan erat dengan kebutuhan

36 George A. Makdisi, Cita Humanisme Islam Panorama,….h.32937 Ahmad Syalabi, ….h.388-389

15

Page 16: Metode Pendidikan Islam Klasik

penguasa akan para fuqahai untuk mengisi pos-pos yang berhubungan

dengan hukum.38

Beberapa contoh ulama yang dicatat sebagai ahli munazarah.

Imam Syafi’i, yang terkenal sebagai seorang yang suka melakukan

munazarah untuk mencarikebenaran tentang satu soal tertentu. Sayf al-

Din al-Amidi juga sebagai ilmuan. Ibn Hibbat Allah digambarkan

orang yang paling unggul dalam seni munazarah. Ibn Rahawi dan Ibn

Sultan al-Syaybani.39

Ada fungsi dari munazarah ini yang sangat mendasar yaitu

mengenai pemanfaatan orang yang memiliki keilmuan yang tinggi

yang bisa dijadikan rujukan khususnya bidang keilmuan mulai dari

zaman klasik sampai modern.

5. Metode Dikte (Imla’)

Metode ini dilaksanakan oleh guru dengan cara memberikan

pelajaran dari hafalan, atau dari catatan yang telah ditulisnya lebih

dahulu untuk dibacakan kepada para murid. Pendiktean dilakukan

dengan lambat, yaitu satu-satu alinea atau satu-satu hadits, disertai

dengan menyebutkan sanadnya, dan para murid menuliskan apa yang

di diktekan guru mereka. Setelah guru selesai mendiktekan materi

pelajaran dan memberikan penjelasan atau penafsiran terhadap materi

tersebut serta murid telah selesai mencatatnya dengan baik. Guru

seringkali membacakan apa-apa yang telah didiktekannya. Atau

disuruhnya salah seorang murid untuk membacakannya, lalu dibrikan

pembetulan-pembetulan jika terdapat kesalahan-kesalahan atau

kekurangan-kekurangan pada penulisan para murid. Jika semuanya

telah selesai seringkali guru mencantumkan tanda tangannya pada

38 Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah, Risalah Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Klasik (Bandung : Citapustaka, 2006), h. 182

39 Ibid,h. 184

16

Page 17: Metode Pendidikan Islam Klasik

catatan murid-muridnya dengan menyebutkan bahwa murid-murid

tersebut telah membacakan catatan itu kepadanya dan telah ditelitinya.

Juga tidak jarang guru memberikan izin kepada muridnya untuk

meriwayatkan atau mengajarkan materi pelajaran itu kepada orang lain

dari hasil dikte-dikte tersebut terwujudlah manuskrip-manuskrip yang

kemudian dicetak, sehingga menjadi kitab-kitab terkenal dikalangan

umat Islam.40

Adam Mez dalam Die Renaisance des Islams, membahas dua

istilah metode yang berkaitan dengan metode instruksi, Imla’ dan

Tadris. Mez menjelaskan bahwa dikte merupakan tingkatan tertinggi

dan fase instruksi. Cara inilah yang digunakan oleh para teolog dan

filolog pada abad ke sembilan. Meskipun demikian, pada abad

kesepuluh, menurut Mez para ahli filologi meninggalkan metode dikte

yang dulunya dikenalkan oleh para teolog. Mereka meninggalkan

metode dikte dan menggantinya dengan cara menjelaskan setiap karya

tulis yang dipelajari, yang dibicarakan oleh seorang siswa “seperti

ketika seseorang menjelaskan buku ringkasan’.41

6. Rihlah Ilmiah42

Rihlah Ilmiyah digunakan untuk setiap perjalanan guna

menuntut ilmu, mencari tempat belajar yang baik, mencari guru yang

lebih bisa memimpin pelajaran dengan baik pula, atau juga perjalanan

seseorang ilmuan ke berbagai tempat, apakah dia secara formal

melakukan aktivitas akademis atau sebaliknya. Dengan demikian rihlah

‘ilmiyah bisa saja mencakup sebuah perjalanan yang memang

direncanakan untuk tujuan ilmiah (belajar, mengajar, diskusi, mencari

40 Ibid, h. 38641 George A. Makdisi, Cita Humanisme Islam Panorama,….h. 33742 Hasan Asari, Menguak…..h. 198

17

Page 18: Metode Pendidikan Islam Klasik

kitab dan lain sebagainya), atau sekedar perjalanan biasa yang

dilakukan oleh orang-orang yang terlihat dalam kegiatan keilmuan.

Selanjutnya Hasan Asari juga menjelaskan tentang praktek

Rihlah Ilmiyah dapat juga ditemukan dalam nas-nas dasar-dasar dasar

agama Islam, baik dalam al-Qur’an maupun hadits.

Abu Hamid al-Ghazali, misalnya, menganjurkan irihlah ilmiyah

dan bahkan memandangnya sebagai pendukung penting yang dapat

membantu keberhasilan seseorang dalam kegiatan menuntut ilmu

pengetahuan. Begitu pula dengan Ibn Khaldun, dia melihat manfaat

yang sangat besar dari praktek ini. Al-Khatib al-Baghdadi juga

memandang rihlah ilmiyah memiliki relevansi yang sangat tinggi,

khususnya dalam bidang hadis, sehingga ia menulis sebuah buku

khusus membahas tema tersebut. Ibn ‘Abd al-Barr juga menyisipkan

sebuah pembahasan mengenai praktek rihlah ilmiyah.

Perkembangan rihlah ilmiyah ini juga ternyata tidak diketahui

secara jelas kapan dimulainya, namun sejarah menunjukkan

bahwasanya pada masa Rasulullah juga sudah ada karena beliau pernah

mengutus sahabat Muaz Ibn Jabal ke negeri Yaman dengan tujuan

sebagai guru.

Rihlah Ilmiyah ini juga memiliki fungsi dalam peradaban

intelektual Islam klasik. Diantara fungsinya ada yang bersifat ilmiyah

dan bahkan lebih luas dari itu, antara lain:

1. Sebagai cara untuk mencari guru yang baik

2. Sebagai sebuah cara untuk memperluas wawasan.

3. Sebagai modus penyebaran ilmu pengetahuan.

4. Sebagai perajut kesatuan peradaban Islam.

C. Kesimpulan

18

Page 19: Metode Pendidikan Islam Klasik

Pada masa klasik, pendidikan Islam telah memiliki sistem dan metode

yang baik dan relevan untuk diterapkan pada masa sekarang, dngan terlebi dahulu

melakukian perbaikan pada hal-hal yang tidak sesuai dengan dunia pendidikan.

Perbedaan yang nampak ialah pendidikan Islam pada masa klasik dikenal dan

diterapkan sistem halaqah, dan juga berbagai metode yang telah dijelaskan di atas.

Sistem pendidikan Islam pada periode klasik yang merupakan sistem

pendidikan muslim yang membentuk kepribadian, baik jasmani maupun rohani

dalam rangka membentuk manusia yang mampu mendalami ilmu naqliyah dan

aqliyah. Penyampaian pendidikan ini cukup menarik mulai dari tujuan, gurunya,

muridnya, metode pembelajarannya, serta banyak lagi hal lainnya.

Penggunaan berbagai macam metode dalam pengembangan ilmu

pengetahuan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang sesuai dengan al-

Qur’an dan al-Sunnah, sehingga nilai-nilai pendidikan tercapai dengan baik.

Segala macam bentuk sistem dan metode di atas menunjukkan kepada kita

ternyata banyak hal yang perlu digali lebih lanjut serta dipertahankan dan juga

wajib untuk dikembangkan sesuai dengan harapan dari pendidikan Islam itu

sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, judul asli; Tarikh at-Tarbiyah al-Islamiyah, terjemahan Muchtar Jahja dan M. Sanusi Latief , Jakarta : Bulan Bintang, 1973

Charles Michael Stanton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam Sejarah Dan Peranannya Dalam Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Terjemahan dari judul asli : Higher Learning in Islam : The Classical Period, A.D. 700-1300. Penerjemah : H. Affandi dan Hasan Asari Jakarta : PT. Logos Publishing House, 1994

Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : CV. Toha Putra, 1989

19

Page 20: Metode Pendidikan Islam Klasik

George Makdisi, The Rise Of Colleges, Edinburg : Edinburg University Press, 1990

George Makdisi, The Rise Of Humanism in Classical Islam and the Christian West With Sosial Reference to Scholasticism, Edinburg : Edinburg University Press, 1990

George Makdisi, Cita Humanisme Islam Panorama Kebangkitan Intelektual dan Budaya Islam dan Pengaruhnya terhadap Reinesans barat, terjemahan dari judul asli : The Rise Of Humanism in Classical Islam and The Christian West, Penerjemah : A. Syamsu Rizal & Nur Hidayah, Jakarta :PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di Indonesia, Jakarta Timur: Prenada Media, 2004

Haidar Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam, editor. Irwan Saleh Dalimunthe, Citapustaka Media, 2004

Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah, Risalah Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Klasik , Bandung : Citapustaka, 2006

Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam Kajian atas Lembaga-lembaga pendidikan edisi Revisi, Bandung: Cipta Pustaka Media, 2007

Ivor K. Hitti, The History of the Arabs, Ibnu Batuta, Tuhfat ul-Nazar, Vol IMehdi Nekosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Terjemahan dari judul asli : History of Islamic Origins of Western Education A D. 1800-1350, with an Introduction to Medieval Muslim Education, penerjemah : Joko S. Kahar dan Supriyanto Abdullah (Surabaya : Risalah Gusti, 2003

Mansour Ahmad, Islamic Education, New Delhi : Qazi Publishers Distributors, 1994

Mehdi Nekosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Terjemahan dari judul asli : History of Islamic Origins of Western Education A D. 1800-1350, with an Introduction to Medieval Muslim Education, penerjemah : Joko S. Kahar dan Supriyanto Abdullah, Surabaya : Risalah Gusti, 2003

Slamet Imam Santoso, Pendidikan Di Indonesia Dari Masa Ke Masa, Jakarta : CV. Haji Mas Agung, 1987

20