Metode KB Dengan Menyusui (1)
-
Upload
dr-albertus-sa -
Category
Documents
-
view
65 -
download
2
description
Transcript of Metode KB Dengan Menyusui (1)
BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut WHO (2011) Keluarga Berencana adalah suatu cara yang
memungkinkan individu dan pasangannya untuk mengantisipasi dan mencapai
jumlah anak yang diinginkan dan juga menentukan jarak waktu kelahiran. Hal ini
dapat dicapai dengan penggunaan metode kontrasepsi. Kontrasepsi adalah usaha-
usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono, 2005). Usaha-usaha
tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen.
Pada awal tahun 2000an, Tim BAPPENAS dan BPS yang didukung oleh
UNFPA dan para pakar kependudukan memproyeksikan penduduk Indonesia
pada 2010 sebanyak 234,1 juta. Angka ini merupakan proyeksi moderat yang
mengasumsikan keberhasilan program KB dalam menurunkan fertilitas pada
periode 1970 – 2000 akan tetap berlanjut. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia [SDKI] 2002/3 dan 2007 memberi sinyal adanya ledakan penduduk.
Selama kurun waktu 2 SDKI tersebut Contraceptive Prevalence Rate [CPR]
Nasional hanya naik 0,7 % dari 56,7 menjadi 57,4 % (modern method). Tahun
2015 diproyeksikan penduduk Indonesia akan berjumlah 248,2 juta (BKKBN,
2011).
Menurut Esti dkk (2007), Metode keluarga berencana terdiri dari berbagai
macam metode. Metode tersebut antaral lain yamg pertama yaitu metode keluarga
berencana alami, metode kontrasepsi nonhormon, AKDR (Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim), kontrasepsi hormon. Sedangkan Williams (2006) membagi
menjadi kontrasepsi steroid oral, kontrasepsi steroid suntik, AKDR, teknik fisik,
1
2
kimiawi, atau sawar, koitus interuptus, pantang seksual disekitar saat ovulasi,
menyusui, dan sterilisasi permanen. Namun yang dibahas dalam bab ini yaitu
metode keluarga berencana yang alamiah dengan Metode Amenore Laktasi
(MAL).
Kesehatan merupakan suatu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup,
produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi
dan anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental
adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang (Arifin,
2004).
Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan
yang kurang juga karena Air Susu Ibu (ASI) banyak diganti dengan susu botol
dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. Hal ini pertanda adanya
perubahan sosial dan budaya yang negatif yang dipandang dari segi gizi.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI
yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam
ASI tersebut. Dukungan dari pemerintah terhadap peningkatan penggunaan ASI
termasuk ASI eksklusif telah memadai, hal ini terbukti dengan dicanangkannya
Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (GNPP-ASI) oleh
presiden pada hari Ibu tanggal 22 Desember 1990 (Arifin, 2004).
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fisiologi Menstruasi
Menurut Hanifa (2005), menstruasi atau haid ialah perdarahan secara
periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium.
Panjang siklus haid ialah jarak tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid
berikutnya. Panjang siklus haid individu satu dengan lainnya berbeda. Panjang
siklus ini dipengaruhi oleh usia seseorang. Panjang siklus haid normal ialah 28
hari. Rata-rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 -8 hari,
pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, dan pada wanita usia 55 tahun 51,9 hari.
Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-sedikit
kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap wanita biasanya haid itu
tetap. Jumlah darah yang dikeluarkan normalnya berkisar antara 25 ml-60 ml
(Cunningham, 2006).
4
Gambar 2.1 Fase Menstruasi(Cuningham, 2008)
Pada hari 1-5 adalah fase menstruasi. Dimana kadar estrogen yang rendah
sedikit sekresi estradiol 17β oleh ovarium. Pada endometrium terjadi deskuamasi
menstruasi dan reorganisasi awal epitel kelenjar endometrium. Adanya regresi
korpus lutem pada fase ini menyebabkan kadar progesteron yang rendah dan juga
kadar FSH yang turun. Sedangkan kadar LH rendah dan relatif konstan sampai
saat sebelum ovulasi.
Pada hari ke 6-8 adalah fase folikular dini dimana endometrium mengalami
proliferasi epitel kelenjar disertai banyak mitosis. Pada hari 9-13 adalah fase
folikular lanjut dimana endometrium mengalami perubahan stroma awal. Dan
5
pada kedua fase ini terjadi pematangan dan perkembangan folikel yang
terpilih/dominan. Sekresi estradiol 17β meningkat secara mencolok, terutama oleh
sel granulosa folikel yang dominan dan mencapai maksimum tepat sebelum
lonjakan LH. Selama fase folikular siklus ovarium, kadar progesteron tetap
rendah. Hal ini disebabkan karena sel granulosa manusia tidak dapat membentuk
kolesterol, prekursor obligat progesteron, tetapi bergantung pada kolesterol LDL.
Sekresi FSH selama fase proliferatif ovarium, sebelum lonjakan LH pada
pertengahan siklus tetap rendah. Endometrium pada fase ini mengalami proliferasi
kelenjar disertai banyak mitosis akibat pengaruh estrogen.
Pada hari ke 14 saat dimana telah terjadi ovulasi, tepat setelah peningkatan
estradiol 17β oleh folikel dominan, juga terjadi peningkatan mencolok LH yang
menandakan bahwa ovulasi telah dimulai. Segera, sesudah atau bersamaan dengan
ovulasi terjadi penurunan mendadak sekresi estradiol 17β. Sedangkan kadar
progesteron terus meningkat akibat tersedianya LDL saat ovulasi. Sekresi FSH
pada fase ini melonjak naik, walapun tidak mencolok seperti LH.
Pada hari 15-19 adalah fase luteal dini, dimana telah terjadi vaskularisasi sel
lutein granulosa dan pembenukan korpus luteum juga atresia folikel. Sekresi
estradiol 17β pasca ovulasi meningkat secara bertahap dan progresif oleh korpus
luteum. Sedangkan sekresi progesteron tetap tinggi sampai akhir fase luteal lanjut.
Setelah lonjakan gonadotropin pada pertengahan siklus, kadar FSH turun secara
cepat menjadi setara dengan kadar pada fase praovulasi siklus. Sedangkan kadar
LH masih relatif konstan sampai saat sebelum ovulasi.
Pada hari 20-25 adalah fase luteal lanjut. Terjadi pematangan korpus luteum
dan atresia folikel berlanjut. Pada fase ini kecepatan maksimum sekresi estradiol
6
17β pasca ovulasi telah tercapai, namun tidak setinggi seperti saat fase menjelang
ovulasi. Disini sekresi progesteron tetap tinggi sampai akhir fase luteal lanjut.
Desidualisasi pun telah dimulai dan edema stroma dan pembesaran sel tampak
jelas. Kadar FSH turun secara cepat menjadi setara dengan kadar pada fase
praovulasi siklus. Sedangkan LH tetap rendah dan relatif konstan sampai saat
sebelum ovulasi.
Pada hari 26-28 adalah fase pramenstruasi. Dimana telah terjadi involusi
korpus luteum dan inisiasi rekruitmen folikel untuk siklus selanjutnya. Sekresi
estradiol 17β menurun cepat dan sama seperti sewaktu menstruasi. Estrogen
utama yang dihasilkan yaitu estron yang dibentuk di luar kelenjar. Pada fase ini
sekresi progesteron turun secara cepat. Selain itu pada endometrium terjadi
disintegrasi sel stroma, infiltasi leukosit dan perdarahan interstisial. Seiring
dengan berkurangnya sekresi steroid oleh korpus luteum (yang mengalami
regresi), terjadi peningkatan kadar FSH (Cunningham, 2006).
2.2 Fisiologi Menyusui
Payudara mulai berkembang di saat pubertas. Perkembangan ini distimulasi
oleh estrogen dari siklus seksual wanita. Estrogen merangsang pertumbuhan
kelenjar susu payudara dan juga terjadi deposisi lemak sehingga massa payudara
bertambah. Di saat terjadinya peningkatan jumlah estrogen yang tinggi, yaitu saat
kehamilan, perkembangannya menjadi sempurna untuk menghasilkan air susu.
melalui kehamilan ini jumlah estrogen yang meningkat yang disekresi oleh
plasenta menyebabkan system duktus payudara tumbuh dan bercabang. Selain itu
stroma dan lemak di dalam payudara jumlahnya juga meningkat.
7
Perkembangan lobulus alveoli diatur oleh progesteron. Perkembangan akhir
payudara menjadi organ yang dapat mensekresi air susu juga membutuhkan
progesteron. Di saat system duktus telah berkembang, progesteron bekerja secara
sinergis dengan estrogen.
2.2.1 Inisiasi laktasi dan fungsi prolaktin
Meskipun estrogen dan progesteron dibutuhkan untuk perkembangan fisik
payudara selama kehamilan, efek spesifik dari kedua hormon ini adalah
sesungguhnya menghambat sekresi air susu. Sebaliknya, hormon prolaktin
memiliki efek berlawanan yaitu merangsang sekresi air susu. Hormon ini
disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior, dan konsentrasi hormon ini meningkat
dengan sempurna saat 5 minggu kehamilan sampai kelahiran bayi, dimana
jumlahnya 10-20 kali lipat dalam kondisi normal saat tidak hamil.
2.2.2 Kontrol hipotalamus dan sekresi prolaktin
Hipotalamus berperan dalam mengontrol sekresi prolaktin begitu pula
dengan hormon yang disekresi oleh hipofisis anterior. Namun satu aspek yang
berbeda yaitu, hipotalamus sebagian besar menstimulasi produksi hormon-hormon
lain, tetapi terutama menghambat sekresi prolaktin. Konsekuensi yang terjadi bila
terdapat kerusakan pada hipotalamus akan terjadi peningkatan prolaktin namun
hormon lain dibawah pengaruh hipofisis anterior akan tertekan.
Untuk itu, sekresi prolaktin oleh hipofisis anterior juga dikontrol oleh faktor
inhibitor yang telah dibentuk oleh hipotalamus dan disalurkan melalui system
portal hipotalamus-hipofisis ke hipofisis anterior. Faktor ini disebut inhibitory
prolactin hormon.
8
2.2.3 Proses ejeksi dari oksitosin dalam fungsi sekresi air susu
Air susu di sekresi secara kontinu ke alveoli payudara, tetapi air susu
tersebut tidak mudah begitu saja tersalurkan dari alveoli menuju sistem duktus,
dan untuk itu tidak langsung keluar ke puting susu. Dan karenanya air susu harus
keluar dari alveoli ke duktus sebelum bayi mendapatkannya. Hal ini disebabkan
karena kombinasi dari factor neurogenik dan reflek hormonal yang melibatkan
hormon dari hipofisis posterior yaitu oksitosin.
Proses milk ejection yaitu seperti pada gambar di bawah ini:
Bagan 2.2 Proses keluarnya air susu(Guyton & Hall, 2008)
Bayi menetek
Hampir tidak ada air susu selama setengah menit
Transmisi melalui saraf somatik dari puting susu menuju medulla spinalis ibu
Hipotalamus
Memacu sekresi oksitosin
Sekresi prolaktin
Oksitosin dalam darah payudara
Kontraksi sel mioepitelial
Sekresi air susu dari alveoli ke duktus dlm tekanan 10-20 mmHg
Bayi efektif menetek
Selama 30 detik-1 menit air susu keluar
9
Beberapa masalah seperti faktor psikogenik yang dapat terjadi stimulasi
sistem saraf simpatis dapat menghambat sekresi oksitosin. Sehingga dapat
menekan ejeksi air susu. Atas alasan inilah seharusnya ibu tidak boleh terganggu
dari segi psikis selama masa puerpurium agar ibu-ibu dapat berhasil dalam
menyusui anaknya (Guyton & Hall, 2008).
2.3 Anatomi Payudara
Gambar 2.3 Payudara Tampak Depan & Tampak samping(Sobotta, 2007)
10
Gambar 2.4 Payudara Potongan Sagital Tampak Lateral(Sobotta,2007)
Gambar 2.5 Aliran Getah Bening Kelenjar Payudara(Sobotta, 2007)
11
Gambar 2.6 Perdarahan dan Persyarafan Payudara(Sobotta, 2007)
2.4 Anatomi Fisiologi Hipotalamus-Hipofisis
Menurut Guyton dan Hall (2008) hipotalamus sebagai kelenjar endokrin
memiliki hormon yang dihasikannya, dan juga fungsi dari masing-masing hormon
tersebut. Hormon tersebut antara lain yaitu:
1. TRH (Thyrotropin-releasing hormone). Fungsi dari hormon ini adalah
stimulasi sekresi TSH dan prolaktin.
2. CRH (Corticotropin-releasing-hormone). Fungsi dari hormon ini adalah
pelepasan ACTH
3. GHRH (Growth hormon-releasing hormon). Fungsi dari hormon ini
adalah merangsang pelepasan hormon pertumbuhan (GH)
4. GHIH (Growth Hormone Inhibitory Hormone). Fungsi dari hormon ini
adalah menghambat pelepasan hormon pertumbuhan (GH)
12
5. GnRH (Gonadotropin-releasing hormon). Fungsi dari hormon ini adalah
merangsang pelepasan LH dan FSH
6. Dopamin atau PIF (Prolactin-inhibiting Factor). Fungsi dari hormon ini
adalah menghambat pelepasan hormon prolaktin.
Bagan 2.7 Female Reproductive Axis(Cunningham, 2008)
Pada bagan diatas menggambarkan positif dan feedback negatif. Pelepasan
GnRH secara pulsatif akan merangsang pelepasan LH dan FSH dari hipofisis
anterior. Terjadinya peningkatan hormon steroid akan menyebabkan feedback
negatif yang menghambat GnRH dan pelepasan gonadotropin.
13
Gambar 2.8 Hipofisis Anterior dan Posterior(Cunningham, 2008)
Menurut Kent & Ward (2001) Hipofisis terletak di bagian bawah otak di
dalam sella Turcica pada tulang sphenoidale. Hipofisis terbagi menjadi 2 lobus
yaitu lobus anterior, adenohipofisis, dan lobus posterior, neurohipofisis. Lobus
anterior mensekresi antara lain yaitu:
1. HGH (Human Growth Hormone). Target dari hormon ini adalah tulang
dan jaringan lunak. Fungsinya adalah pertumbuhan tubuh, stimulasi uptake
asam amino oleh sel, meningkatkan sintesis tRNA, meningkatkan jumlah
agregasi ribosom, dan sintesis protein.
2. TSH (Thyroid Stimulationg Hormone). Target hormon ini adalah tiroid.
Fungsinya adalah menstimulasi sintesis dan pelepasan hormon tiroid.
14
3. ACTH (Adenocorticotropic Hormone). Target dari hormon ini adalah
korteks adrenal. Fungsinya adalah stimulasi sekresi glukokortikoid.
4. Prolactin. Target dari hormon ini adalah kelenjar susu. Fungsinya yatiu
memacu perkembangan kelenjar susu dan stimulasi produksi air susu.
Hormon ini diatur oleh hormon plasenta selama kehamilan dan juga
stimulasi puting susu selama laktasi.
5. FSH (Follicle Stimulating Hormone). Target hormon ini adalah ovarium
dan testis. Fungsinya adalah stimulasi pertumbuhan folikel ovarium dan
spermatogenesis.
6. LH (Luteinizing Hormone). Target hormone ini adalah ovarium dan testis.
Fungsinya yaitu pada wanita merangsang pematangan folikel, memacu
ovulasi dan stimulasi korpus luteum untuk mensekresi estrogen dan
progesteron. Sedangkan pada laki-laki menstimulasi sel interstisial untuk
mensekresi testosteron.
Pada lobus posterior, neurohipofisis, yang disekresi yaitu:
1. ADH (Antidiuretic Hormon). Target hormone ini adalah tubulus ginjal.
Fungsinya adalah fasilitasi reabsorpsi air. ADH ini dirangsang oleh
dehidrasi dan meningkatkan osmolaritas plasma. Hormon ini dikontrol
oleh feedback negatif.
2. Oxytocin. Target hormone ini adalah uterus dan kelenjar mammae.
Fungsinya adalah merangsang kontraksi otot-otot uterus dan juga
merangsang pengeluaran air susu. Hormon ini dapat dilepaskan dengan
stimulasi mekanis pada puting susu. Hormone ini dikontrol oleh feedback
positif.
15
2.5 Metode Amenore Laktasi
2.5.1 Definisi
Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara Eksklusif, artinya hanya diberikan ASI
tanpa tambahan makanan atau minuman apa pun lainnya.
2.5.2 Mekanisme Kerja
Penundaan/penekanan ovulasi
2.5.3 Keuntungan MAL
Keuntungan dari segi kontrasepsi yaitu antara lain:
1. Efektifitasnya yang tinggi (keberhasilan 98% pada enam bulan
pascapersalinan)
2. Segera efektif
3. Tidak mengganggu senggama
4. Tidak ada efek samping secara sistemik
5. Tidak perlu pengawasan medis
6. Tidak perlu obat atau alat
7. Tanpa biaya
Selain keuntungan dari segi kontrasepsi, keuntungan lain dari kontrasepsi
dengan cara MAL, yang pertama yaitu bagi bayi:
1. Mendapat kekebalan pasif (mendapatkan antibody perlindungan lewat
ASI)
2. Sumber asupan gizi terbaik dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi
yang optimal
16
3. Terhindar dari paparan kontaminasi air, susu lain atau formula, atau alat
minum yang dipakai.
Sedangkan bagi ibu, memiliki keuntungan yaitu:
1. Mengurangi perdarahan pascapersalinan
2. Mengurangi resiko anemia
3. Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi
2.5.4 Kekurangan MAL
Beberapa kekurangan dalam menggunakan metode MAL antara lain yaitu:
1. Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui dalam
30 menit pascapersalinan
2. Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial
3. Efektivitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan 6
bulan
4. Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV dan
HIV/ADIS
2.5.5 Syarat dan beberapa hal yang diperhatikan dalam metode MAL
Yang dapat menggunakan MAL yaitu ibu yang menyusui secara eksklusif,
bayinya berumur kurang dari 6 bulan dan belum mendapat haid setelah
melahirkan.
17
Table 2.1 Beberapa hal yang perlu diperhatikan
No Keadaan Anjuran
1 Ketika mulai memberikan
makanan pendamping secara
teratur (menggantikan satu kali
menyusui)
Memilih metode kontrasepsi lain.
Tetap melanjutkan menyusui
2 Haid sudah kembali
3 Bayi menghisap susu tidak sering
(non-demand) atau <8x sehari
4 Bayi berumur 6 bulan
18
Apabila jawaban untuk semua pertanyaan tersebut “ya”
Bagan 2.9 Langkah-langkah Penentuan Saat Pemakaian KB(Saifuddin, 2006)
Beberapa hal yang dapat disampaikan kepada pasien antara lain, yaitu:
1. Frekuensi menyusui
Bayi disusui secara on-demand. Biarkan bayi menghisap dari satu
payudara sebelum memberikan payudara lain supaya bayi mendapat
cukup banyak susu akhir (hind milk).
2. Waktu antara 2 pengosongan payudara tidak lebih dari 4 jam
3. Biarkan bayi menghisap sampai dia sendiri yang melepaskan
hisapannya
1.Apakah ibu sudah haid lagi?
2.Apakah ibu sudah memberikan makanan/minuman tambahan atau membiarkan jangka waktu lama tidak menyusui
3.Apakah bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan?
4.Hanya ada kemungkinan hamil 1-2 % pada saat ini
4. kemungkinan kehamilan untuk ibu ini meningkat. Untuk tetap terhindar dari kehamilan, nasehatkan ibu tersebut untuk mulai memakai KB tambahandan teruskan memberikan ASI demi kesehatan bayinya
Sudah
Belum
Ya
Belum
Belum
Ya
19
4. Susui bayi juga pada malam hari karena menyusui waktu malam hari
membantu mempertahankan kecukupan persediaan ASI
5. Bayi terus disusukan walau ibu/bayi sedang sakit
6. ASI dapat disimpan dalam lemari pendingin
7. Selama bayi tumbuh dan berkembang dengan baik serta kenaikan BB
cukup, bayi tidak memerlukan makanan tambahan selain ASI sampai
dengan umur 6 bulan. BB naik sesuai umur, sebulan BB naik minimal
0,5 kg, buang air kecil minimal 6x sehari.
8. Apabila Ibu menggantikan ASI dengan minuman lain, bayi akan
menghisap kurang sering dan akibatnya menyusui tidak lagi efektif.
Selain syarat-syarat seperti diatas, cara ibu dan bayi pun harus tepat dalam
menyusui. Agar metode MAL dapat berhasil perlu diperhatikan pula 3 hal, yaitu
posisi, perlekatan, dan menyusui secara efektif:
1. Posisi bayi yang benar
a. Kepala dan tubuh bayi dalam satu garis lurus
b. Badan bayi menghadap ke dada ibu
c. Badan bayi melekat pada ibu
d. Seluruh badan bayi tersangga dengan baik, tidak hanya leher dan
bahu saja
2. 4 tanda bayi melekat dengan baik
a. Dagu bayi menempel pada payudara ibu
b. Mulut bayi terbuka lebar
c. Bibir bawah membuka lebar, lidah terlihat di dalamnnya
20
d. Areola bagian atas tampak lebih banyak/lebar (areola juga masuk ke
mulut bayi, tidak hanya puting susunya saja)
3. Tanda bayi menghisap dengan efektif
a. Menghisap secara mendalam dan teratur
b. Kadang diselingi istirahat
c. Hanya terdengar suara menelan
d. Tidak terdengar suara kecap/mengecap
4. Setelah selesai
a. Bayi melepas payudara secara spontan
b. Bayi tampak tenang dan mengantuk
c. Bayi tampak tidak berminat lagi pada ASI
5. Tanda bayi menghisap tidak efektif
a. Menghisap dengan cepat dan dangkal
b. Mungkin terlihat lekukan ke dalam pada pipi bayi
c. Tidak terdengar suara menelan
21
BAB 3
PATOFISIOLOGI TERJADINYA KETIDAKSUBURAN
Bayi menetek
Transmisi melalui saraf somatik dari puting susu menuju medulla spinalis ibu
Hipotalamus
Memacu sekresi oksitosin dan Prolaktin
Prolaktin dalam darah tinggi
Kadar LH & FSH Turun
Estrogen Progesteron rendah
Ovulasi tidak terjadi
Hipofisis Anterior
dopaminergik
Oksitosin dalam darah payudara
Kontraksi sel mioepitelial
Sekresi air susu dari alveoli ke duktus dengan tekanan 10-20
Bayi efektif menetek
Selama 30 detik sampai 1 menit air susu keluar
22
Dari bagan di atas, dapat dijelaskan bagaimana proses terjadinya amenorea.
Bayi yang menyusui secara eksklusif akan merangsang puting susu. Melalui saraf
somatik, rangsangan sensori akan diteruskan dari puting susu menuju medulla
spinalis kemudian ke hipotalamus. Hipotalamus akan merangsang pengeluaran
oksitosin dan juga prolaktin pada saat yang sama. Oksitosin yang telah dilepas
akan mengalir dari darah menuju payudara dan terjadi kontraksi sel mioepitelial
yang memungkinkan ais susu mengalir dari alveoli menuju duktus. Bayi semakin
efektif menetek dan dalam 30 detik hingga 1 menit air susu akan keluar dari
puting.
Pada saat yang sama dimana kadar prolaktin yang tinggi di dalam darah,
neurotransmitter yang bekerja adalah dopamin. Dopamin adalah neurotransmitter
yang bekerja menghambat produksi prolaktin. Karena efek inhibisi ini teraktivasi,
maka hormon lain yang berada di bawah kontrol hipofisis anterior akan tertekan.
Hormon tersebut diantaranya yaitu LH dan FSH. Seperti yang diketahui bahwa
LH berfungsi merangsang pematangan folikel, memacu ovulasi dan stimulasi
korpus luteum untuk mensekresi estrogen dan progesteron. Dan FSH berfungsi
dalam stimulasi pertumbuhan folikel ovarium. Karena keduanya tertekan, maka
ovulasi tidak akan terjadi, sehingga terjadi ketidaksuburan.
23
BAB 4
KESIMPULAN
Metode amenorea laktasi adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian
air susu ibu (ASI) secara eksklusif, artinya diberikan ASI saja tanpa tambahan
makanan atau minuman apapun lainnya selama 6 bulan. Selain karena gizi yang
terdapat dalam ASI cukup untuk bayi, ASI eksklusif dapat bermanfaat bagi ibu
sebagai salah satu metode KB.
Metode KB dengan MAL tidak sepenuhnya mutlak dan berhasil 100 %.
Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal seperti munculnya tanda-tanda
haid, bayi yang mendapat makanan tambahan, dan usia bayi yang lebih dari 6
bulan, sehingga dapat ditentukan pilihan KB lainnya yang cocok dengan ibu
tersebut.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, 2004, ‘Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya’, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan
BKKBN, 2011, Bom Kependudukan, diakses 9 Juli 2011, <http://www.bkkbn.go.id/Webs/index.php/rubrik/detail/620>
Cuninggham, 2008, William’s Gynecology: Reproductive Endocrinology, ed.22, vol.2, United States, McGraw-Hill, chapter 15
Cunningham, 2006, Obstetri Williams: Endometrium dan Desidua, ed.21, Jakarta, EGC, hal 79-80
Esti, 2007, Asuhan Kebidanan, ed.4, vol.1, Jakarta, EGC
Guyton & Hall, 2008, Textbook of Medical Physiology: Endocrinology and Reproduction, ed.11, hal 906-907;1038-1041
Hanifa, 2005, Ilmu Kandungan: Haid dan Siklusnya, ed.2, cetakan 4, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal.103-104
Kent & Ward, 2001, Human Anatomy and Physiology: Endocrine System, vol.1, United States, McGraw-Hill, hal.106-107
Saifuddin, 2006, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi: Metode Amenorea Laktasi, ed.2, cetakan.2, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, hal.1-6
WHO, 2011, Familly Planning, diakses 7 Juni 2011, <http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs351/en/index.html>