METODE GROUP WORK DALAM MEMELIHARA KESEHATAN...

234
METODE GROUP WORK DALAM MEMELIHARA KESEHATAN MENTAL PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 JAKARTA SELATAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh Ghina Nadhifah NIM 11160541000096 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2020 M

Transcript of METODE GROUP WORK DALAM MEMELIHARA KESEHATAN...

METODE GROUP WORK DALAM

MEMELIHARA KESEHATAN MENTAL PADA

LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA

WERDHA BUDI MULIA 3 JAKARTA SELATAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh

Ghina Nadhifah

NIM 11160541000096

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H / 2020 M

METODE GROUP WORK DALAM MEMELIHARA

KESEHATAN MENTAL PADA LANJUT USIA DI PANTI

SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 JAKARTA

SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh

Ghina Nadhifah

NIM 11160541000096

Pembimbing

Ellies Sukmawati, M.Si

NIP : 19780318 200901 2 007

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2020

i

ABSTRAK

Ghina Nadhifah (11160541000096)

Metode Group Work dalam Memelihara Kesehatan Mental

pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia

3 Jakarta Selatan

Group work adalah suatu metode untuk bekerja dengan,

dan menghadapi individu-individu di dalam suatu kelompok,

guna meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan fungsi

sosial serta mencapai tujuan-tujuan dalam keberfungsian sosial.

Group work dalam memelihara kesehatan mental merupakan

implementasi dari program pembinaan di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3 yang terfokus pada model group work

yaitu Social Conversation Group, Recreation Group, dan

Recreation Skill Group. Adapun konsep kesehatan mental adalah

suatu kondisi di mana seseorang memiliki pengetahuan dan

melakukan suatu perbuatan yang dapat mengontrol dirinya dari

sesuatu yang mengganggu dan membuatnya tidak berdaya untuk

tetap menjalankan kehidupan sehari-hari sebagaimana mestinya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

jenis penelitian deskriptif. Sementara teknik pengumpulan data,

penulis menggunakan wawancara secara (daring) dan studi

dokumentasi. Dalam pemilihan informan, penulis menggunakan

teknik purposive sampling, yaitu informan yang ditetapkan

secara sengaja atas dasar kriteria atau pertimbangan tertentu.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori group

work, teori mental sehat, dan karakteristik kesehatan mental di

mana group work dikaitkan dengan beberapa karakteristik

kesehatan mental.

Maka dapat diketahui bahwa model group work seperti

Social Conversation Group, Recreation Group, dan Recreation

Skill Group menunjukan bahwa kegiatan kelompok yang

dilakukan sudah relevan untuk dapat memelihara kesehatan

mental meskipun sepenuhnya belum dapat diatasi yang juga

disebabkan terhambatnya situasi saat ini dengan masih

mewabahnya penyakit Covid-19 yang belum juga selesai.

Kunci : Group Work, Kesehatan Mental, Lanjut Usia

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan

kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

Salawat serta salam juga tidak lupa selalu tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya yang senantiasa menjadi panutan penulis untuk

selalu rendah hati dalam menuntut ilmu

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih

terdapat kekurangan, baik dari segi isi bahkan penulisan ataupun

lainnya, dengan ini penulis telah berusaha untuk dapat menyusun

skripsi ini dengan sebaik mungkin atas dasar kemampuan yang

dimiliki untuk menyelesaikan penelitian ini.

Proses penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari

motivasi, dukungan, doa serta saran dari berbagai pihak yang

menjadi alasan penulis untuk selalu melakukan yang terbaik

selama proses penyusunan ini. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa hormat dan

ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Suparto, M.Ed., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW sebagai

Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Dr. Sihabuddin

Noor, M.A sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi

Umum. Bapak Drs. Cecep Sastrawijaya, MA sebagai Wakil

Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, sebagai Ketua Program Studi

iii

Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Program

Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ellies Sukmawati, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang

telah banyak meluangkan waktu untuk membantu penulis

dalam membimbing, mengarahkan, dan mengajarkan ilmu

yang diberikan dengan begitu sabar dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Burhanuddin, MA sebagai Dosen Pembimbing

Akademik yang telah menyediakan waktu di sela-sela

kesibukannya untuk membantu penulis.

5. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang

telah memberikan ilmu serta wawasan kepada penulis

selama menuntut ilmu di bangku perkuliahan.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

dan seluruh Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7. Ucapan terimakasih kepada Kepala Panti, Satuan Pelaksana,

Pekerja Sosial, Pendamping, Kakek Nenek serta para staf di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang telah

membantu penulis dalam memperoleh informasi dalam

penyelesaian skripsi.

8. Rasa syukur dan ucapan terimakasih kepada orangtua

penulis Ayah Saih, Ibu Neneng, Nenek Jubaedah, dan

Menyai Siti yang selalu senantiasa memberikan semangat,

dukungan dari segi materi dan nonmateri serta senantiasa

memanjatkan doa di setiap ibadahnya untuk kelancaran

iv

proses penyusunan skripsi penulis.

9. Terimakasih kepada keluarga besar PPK Pamulang dan PPS

se-Kecamatan Pamulang yang telah memberikan ilmu,

wawasan dan pengajaran serta sekaligus memberikan

penulis sebuah pengalaman dalam dua periode mengikuti

bagian dari penyelenggara kepemiluan.

10. Keluarga Besar Kesejahteraan Sosial, khususnya untuk

teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2016 yang

selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk penulis.

11. Kepada teman dan kerabat penulis Hana, Pawit, Karimah,

Khusnul, Kartika, Farida, Dea, Mutia, Syifa, Luciana,

Maulida, Rahma, Shifa, Tias, dan Riyo yang senantiasa

selalu memberikan semangat, arahan dan saran sehingga

penulis mampu segera menyelesaikan penyusunan skripsi

ini.

Demikian ucapan terimakasih penulis. Semoga skripsi ini

memberikan manfaat sekaligus keberkahan bagi penulis dan

para pembaca serta menjadi referensi untuk penelitian-

penelitian selanjutnya.

Ciputat, 29 Juli 2020

Penulis,

Ghina Nadhifah

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................ v

DAFTAR TABEL .................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................. ix

DAFTAR BAGAN ....................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Batasan Masalah .................................................................... 9

C. Rumusan Masalah ................................................................ 10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 10

1. Tujuan Penelitian .................................................. 10

2. Manfaat Penelitian ................................................ 10

E. Tinjauan Kajian Terdahulu .................................................. 11

F. Metode Penelitian ................................................................ 14

1. Pendekatan dan Jenis penelitian ........................... 14

2. Teknik Pengumpulan Data ................................... 15

3. Sumber data .......................................................... 17

4. Tempat dan Waktu Penelitian .............................. 17

5. Objek Penelitian ................................................... 18

6. Teknik Pemilihan Informan (Subjek Penelitian) .. 18

7. Teknik Analisis Data ............................................ 22

8. Teknik Keabsahan Data ....................................... 24

vi

9. Pedoman Penulisan Skripsi .................................. 25

G. Sistematika Penulisan .......................................................... 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................... 28

A. Landasan Teori ..................................................................... 28

1. Group Work ......................................................................... 28

a. Pengertian Group Work ........................................ 28

b. Tipe atau Jenis dalam Group Work ...................... 30

c. Peran Pekerja Sosial dalam Group Work ................... 37

2. Kesehatan Mental ................................................................. 39

a. Pengertian Kesehatan Mental ............................... 39

b. Tujuan mempelajari Kesehatan Mental ................ 41

c. Sasaran dalam Kesehatan Mental ......................... 42

d. Karakteristik Mental yang Sehat .......................... 43

e. Teori Mental yang Sehat ...................................... 48

3. Lanjut Usia ........................................................................... 52

a. Pengertian Lanjut Usia ......................................... 52

b. Teori tentang Lanjut Usia ........................................... 54

c. Kebutuhan Lanjut Usia ......................................... 55

d. Tugas Perkembangan Lanjut Usia .............................. 57

e. Pekerjaan Sosial bagi Lanjut Usia ........................ 58

B. Kerangka Berpikir ................................................................ 59

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN ....... 62

A. Profil Lembaga ..................................................................... 62

B. Alur Pelayanan PSTW Budi Mulia 3 ................................... 81

C. Sarana dan Denah PSTW Budi Mulia 3............................... 92

vii

D. Program dan Kegiatan PSTW Budi Mulia 3 ........................ 94

E. Jaringan Kemitraan di Bidang Kesehatan .......................... 104

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .................. 106

A. Metode Group Work dalam memelihara kesehatan mental di

PSTW Budi Mulia 3 ........................................................... 106

1. Social Conversation Group ................................ 106

2. Recreation group ................................................ 116

3. Recreation Skill Group ....................................... 124

BAB V PEMBAHASAN ......................................................... 131

A. Metode group work dalam memelihara kesehatan mental di

PSTW Budi Mulia 3 ........................................................... 131

1. Social Conversation Group ................................ 131

2. Recreation Group ............................................... 136

3. Recreation Skill Group ....................................... 141

BAB VI PENUTUP ................................................................. 146

A. Kesimpulan ........................................................................ 146

B. Saran .................................................................................. 151

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 154

LAMPIRAN ............................................................................. 157

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Informan Penulis ........................................................ 21

Tabel 2. 1 Karakteristik Pribadi yang Sehat Mentalnya ............. 47

Tabel 3. 1 Penyakit Fisik ............................................................. 79

Tabel 3. 2 Form Asesmen ........................................................... 87

Tabel 3. 3 Sarana PSTW Budi Mulia 3 ....................................... 92

Tabel 3. 4 Jadwal Kegiatan ....................................................... 102

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 Denah PSTW Budi Mulia 3 ................................... 94

Gambar 3. 2 Kegiatan Senam...................................................... 95

Gambar 3. 3 Jalan-jalan keliling panti / jalan sehat .................... 96

Gambar 3. 4 Kegiatan Ceramah Pagi .......................................... 97

Gambar 3. 5 Kegiatan Angklung .............................................. 101

x

DAFTAR BAGAN

Bagan 2. 1 Kerangka Berpikir ..................................................... 61

Bagan 3. 1 Struktur PSTW Budi Mulia 3 ................................... 69

Bagan 3. 2 Kapasitas PSTW Budi Mulia 3 ................................. 70

Bagan 3. 3 Struktur PSTW Budi Mulia 3 ................................... 72

Bagan 3. 4 Kapasitas PSTW Budi Mulia 3 (tiga tahun terakhir) 75

Bagan 3. 5 Klasifikasi WBS Berdasarkan Kelas ........................ 75

Bagan 3. 6 Klasifikasi WBS Berdasarkan Usia .......................... 76

Bagan 3. 7 Klasifikasi WBS Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 77

Bagan 3. 8 Jumlah WBS Berdasarkan Daerah Asal ................... 77

Bagan 3. 9 Tahun Penerimaan WBS ........................................... 78

Bagan 3. 10 Alur Pelayanan PSTW Budi Mulia 3 ...................... 81

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kaum lanjut usia di Indonesia masih dikatakan

belum mendapat perhatian yang layak karena tidak sedikit

lanjut usia menghabiskan masa tuanya berada di jalan

(Republika.co.id, 2017). Tidak sedikit dari lanjut usia

terlantar yang memiliki masalah gangguan kesehatan baik

fisik maupun mentalnya (Sya’diyah, 2018, hlm. 18).

Penurunan kondisi lanjut usia yang mengakibatkan

masalah gangguan pada fisik yang juga memberikan

dampak pada gangguan kesehatan mentalnya, hal ini

dapat dilihat terganggunya aktivitas sehari-hari yang

sekaligus menurunkan kualitas hidup pada lanjut usia.

Dapat dilihat bagaimana seseorang yang sudah menginjak

masa usia yang sudah lanjut akan mengalami penuaan,

tetapi penuaan pada seseorang akan berbeda tergantung

faktor herediter, stesor lingkungan, dan faktor lainnya

(Suardiman, 2011, hlm. 6).

Proses penuaan akan mengalami perubahan seperti

perubahan fisik, perubahan mental, dan perubahan

psikososial. Perubahan mental dipengaruhi oleh kesehatan

fisik, aktivitas sosial, lingkungan, dan dukungan sosial

(Riani, 2012, hlm. 2). Hal ini merupakan tantangan-

tantangan yang dihadapi lanjut usia dan bahkan menjadi

suatu masalah. Contoh dalam kehidupan sehari-hari,

2

lansia yang mengalami kemunduran dalam mengingat

sesuatu disebabkan karena usia yang semakin menua, hal

tersebut menjadikan daya mengingatnya rendah dan

menyebabkan lanjut usia menjadi tidak percaya diri,

cemas, mudah kecewa atas kondisi yang dialaminya

(Yusuf, 2004, hlm. 31). Hal ini tertuang dalam Surat Al-

Hajj ayat 5 yang berbunyi:

م من

يعل

يل

عمر لك

ل ال

رذ

ى ا

رد ال ن ي م م

ك

ى ومن

وف

ت ن ي م م

ك

ومن

۵

ـا‌ يــ

م ش

بعد عل

Artinya : “Dan (ada pula) di antara kamu yang

dikembalikan sampai usia sangat tua, sehingga dia tidak

mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya.”

Kelompok lanjut usia dapat dibagi menjadi tiga

kelompok yaitu young old (65-74 tahun), middle-old (75

tahun ke atas), dan old-old (85 tahun ke atas). Menurut

Black pada buku (Santrock, 2006) menjelaskan bahwa

kelompok usia young-old berkisar antara pertengahan 50

tahun sampai dengan pertengahan 70 tahun. Proses

penunaan yang dialami lanjut usia dapat menimbulkan

masalah yang berlaku umum. Hal ini dapat dipicu karena

adanya penurunan fungsi yaitu seperti penglihatan

maupun kemampuan koginitif, sejalan dengan

pertambahan usia yang juga berdampak pada kualitas

hidupnya (Schuurmans, 2004).

3

Sejalan dengan hal itu, masalah pada psikologis

juga semakin dirasakan oleh lanjut usia seperti depresi,

kecemasan, demensia, insomnia, kecanduan alkohol dan

stres akibat masalah kesehatan (Knight, Kaskie, Shurgot,

& Dave, 2006). Gangguan atau penyakit tersebut sering

dialami lanjut usia yang tidak pernah disadarinya, tidak

dianggap sebagai suatu masalah kesehatan, dan tidak

pernah diobatkan dan bahkan tidak adanya upaya

pencegahan, ini juga biasa disebut dengan gangguan

psikososial (Sutikno, 2015, hlm. 2). Gangguan psikososial

merupakan bagian dari gangguan jiwa ringan yaitu orang

yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial,

pertumbuhan dan perkembangan dan atau kualitas hidup

sehingga risiko mengalami gangguan jiwa yang

mengidentifikasi dua kelompok besar jenis gangguan jiwa

atau mental di Indonesia, yaitu gangguan jiwa ringan dan

gangguan jiwa berat (Pritasari, 2019, hlm. 4).

Oleh sebab itu dalam mengatasi persoalan tersebut,

lanjut usia perlu diberikan pengetahuan dan pemahaman

yang akan menjadi suatu perbuatan yang bertujuan untuk

mengembangkan dan memanfaatkan segala kapasitas,

kreativitas, dorongan yang dimiliki lanjut usia untuk

membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain serta

terhindarnya dari gangguan atau penyakit mental

(Semiun, 2006, hlm. 50). Kesehatan mental menunjukkan

kemampuan untuk mengatasi masalah secara efektif

dalam upaya untuk mencapai keadaan emosional yang

4

seimbang. Pentingnya kesehatan mental hanya dapat

dirasakan dari diri sendiri apabila seseorang memahami

dirinya dengan lebih baik dan juga menyadari bahwa

dirinya berharga, maka ia lebih siap untuk menyelami

perasaan-perasaan, emosi, motivasi yang dimiliki oleh

orang lain. Pada saat itu juga lanjut usia dapat

menyesuaikan cara hidupnya dengan teman sesamanya

sehingga lanjut usia dapat hidup bersama secara harmonis

dan bahagia (Riani, 2012, hlm. 2).

Dalam merealisasikan kesehatan mental perlu

adanya dorongan dari diri sendiri untuk dapat melakukan

upaya pencegahan guna menghindari terjadinya risiko

lebih buruk bagi lanjut usia. Selain itu, terpenuhinya juga

kebutuhan yang diperlukan lanjut usia seperti kebutuhan

biologis, kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial, dan

kebutuhan spiritual dalam upaya meminimalisir atau

mengurangi gejala gangguan-gangguan mental pada lanjut

usia. Ketika lanjut usia sudah dapat melakukan hal-hal

yang dapat menjaga kesehatan mentalnya dan juga

terpenuhinya segala kebutuhan, hal tersebut jika

dilakukan secara pembiasaan ini akan berdampak dalam

mengurangi resiko gangguan mental pada lanjut usia

(Latipun, 1999, hlm. 5).

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun

2018 persentase penduduk lanjut usia menurut provinsi

dan kelompok umur dilihat bahwa tahun 2018 DKI

Jakarta memiliki hasil presentase golongan lansia muda

5

sebesar 70,36 lansia madya sebesar 24,36 lansia tua

sebesar 5,28. Meningkatnya jumlah lanjut usia merupakan

tugas yang harus dilakukan pemerintah dalam mencapai

keberhasilan pembangunan di Indonesia. Dikatakan

berhasil dalam pembangunan dapat dilihat dalam

peningkatan terhadap derajat kesehatan penduduk yang

ditandai dengan menurunnya tingkat kelahiran dan

kematian serta diikuti juga semakin luasnya cakupan dan

peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Peningkatan mutu pelayanan perlu menjadi fokus

pemerintah dalam mensejahterakan lanjut usia dibantu

dengan memberikan kesadaran kepada berbagai pihak

terhadap pentingnya kesehatan bagi lanjut usia. Ketika

lanjut usia tidak berdaya dan populasi lanjut usia yang

semakin meningkat ini dianggap akan menjadi beban

pembangunan yang harus ditangani bersama dari berbagai

pihak dan lapisan masyarakat dalam mengatasi persoalan

ini. Sesuai Undang-Undang No. 13 tahun 1998,

mengamanahkan bahwa pemerintah dan masyarakat

berkewajiban memberikan pelayanan sosial kepada lanjut

usia.

Sarana pelayanan kesehatan dipergunakan untuk

melayani lanjut usia atau warga binaan sosial (WBS) yang

digolongkan dalam berbagai tingkatan, yaitu: (1)

pelayanan tingkat masyarakat, (2) pelayanan tingkat

dasar, (3) pelayanan rujukan tingkat I dan tingkat II dan

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 tepatnya di

6

Jakarta Selatan merupakan bagian dari pelayanan tingkat

dasar. Lanjut usia atau warga binaan sosial (WBS) yang

melakukan perilaku maladaptif khususnya perempuan

akan dipindahlan ke Sasana Tresna Werdha. Sasana

Tresna Werdha merupakan bagian dari Panti Sosial Budi

Mulia 3 yang hanya menerima lanjut usia dengan masalah

khusus yaitu memiliki perilaku maladaptif dengan

kapasitas lanjut usia sebanyak 65 lanjut usia. Hal tersebut

merupakan keunikan dari Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia 3 bahwa lansia yang mengalami gangguan

mental dan berujung memiliki tindakan perilaku

maladaptif sudah tidak dapat ditampung lagi di Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 tersebut.

Upaya meningkatkan kesejahteraan sosial lansia

membutuhkan peran dan dukungan dari pelaksana teknis

di unit rehabilitasi sosial atau panti sosial yang disebut

sebagai pekerja sosial. Menurut Skidmore dalam buku

(Wibhawa dkk., 2014, hlm. 129) bahwa pekerja sosial

sebagai pelaksana yang berperan untuk memberikan

perlindungan sosial, membantu para lansia untuk dapat

menjangkau sumber-sumber yang diperlukan dengan

tujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosial. Pekerja

sosial juga memfokuskan dalam hal pelayanan dan

dukungan yang dibutuhkan oleh lansia di masa tuanya.

Terdapat pesan penting bahwa pekerja sosial memiliki

kontribusi penting dalam mengaplikasikan keterampilan,

pengetahuan, nilai-nilai profesi dalam kesehatan mental

7

yang juga berpengaruh dalam pembentukan situasi

bagaimana mengurangi permasalahan lanjut usia dalam

konteks kesehatan mental (Karban, 2011, hlm. 3).

Kebutuhan akan layanan kesehatan mental yang

komprehensif untuk lanjut usia telah diakui dalam

kebijakan pemerintah untuk pertama kalinya (Departemen

Kesehatan, 2001) yang telah diteliti oleh Michele

Abendstern pada tahun 2016 halaman 69 di mana pekerja

sosial sebagai tim kesehatan mental memanfaatkan

keterampilan kerja sosial, pengetahuan, dan kualitasnya.

Selain itu, didukung dari manfaat yang telah dirasakan

oleh lanjut usia yang menerima pelayanan dari pekerja

sosial sebagai tim kesehatan mental (Abendstern, 2016,

hlm. 68). Dalam memberikan pelayanan secara

komprehensif yaitu salahnya satunya dengan melakukan

intervensi sosial. Intervensi sosial pada pekerjaan sosial

dilakukan melalui tiga metode salah satunya adalah group

work.

Group work merupakan salah satu metode pokok

pekerjaan sosial yang bertujuan memberikan pelayanan

kepada individu-individu melalui kelompok (Koswara,

1999, hlm. 3). Metode group work telah banyak dikaji

oleh para peneliti, salah satunya penelitian dari Anny

Rosiana pada tahun 2012 halaman 80 yang menggunakan

kelompok intervensi dan kelompok kontrol melalui

latihan keterampilan sosial untuk mengetahui perubahan

kemampuan bersosialisasi lansia yang kesepian.

8

Disebutkan oleh Anny (Rosiana & Yani, 2012, hlm. 82)

terdiri dari Tipe group work yang digunakan Anny adalah

tipe recreation skills group dan social conversation group

yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi positif

dengan orang lain atau bahkan belum saling mengenal

satu sama lain, selain itu untuk mengetahui perubahan

kemampuan bersosialisasi lansia.

Tidak hanya model group work berupa recreation

skills group dan social conversation group yang mampu

mengatasi permasalahan mental pada lansia. Menurut

penelitian Edo (Sebastian, 2012, hlm. 19) dan Kresna

(Astri, 2012, hlm. 35) menyebutkan recreation group

juga telah diteliti oleh Edo dan Kresna pada tesisnya

tahun 2012 bagi lansia yang mengalami insomnia,

manajemen stress, dan kesepian. Teknik yang digunakan

adalah teknik relaksasi lanjut usia untuk mencegah

perilaku maladaptif, dapat menyebabkan seseorang

menjadi lebih tenang, lebih dapat berkonsentrasi, tidur

lebih nyenyak dan merasa berprestasi.

Berdasarkan gambaran implementasi group work

di lembaga yang mempraktikkan kegiatan-kegiatan yang

sekaligus memberikan dampak positif terhadap kesehatan

mental maka penulis tertarik untuk menghubungkannya

dengan model-model group work yang dipergunakan oleh

para peneliti tersebut. Oleh karena itu, penulis

memutuskan untuk meneliti dengan judul Metode Group

Work dalam Memelihara Kesehatan Mental pada Lanjut

9

Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta

Selatan, di mana penulis mengkaji dari aspek Social

Conversation Group, Recreation Group, dan Recreation

Skill Group yang diharapkan dengan meneliti hal tersebut

dapat membangun kemampuan lembaga terutama praktik

pekerja sosial dalam melakukan metode group work untuk

memelihara kesehatan mental pada lanjut usia.

B. Batasan Masalah

Pembatasan masalah ini dilakukan untuk

memudahkan penulis terhadap masalah yang diteliti,

maka penulis memfokuskan penelitian pada penggunaan

model-model group work. Terdapat 9 model group work,

penulis mempergunakan 3 model yaitu group work yaitu

social conversation group, recreation group, dan

recreation skills group dengan relevansinya terhadap

pemeliharaan kesehatan mental pada lanjut usia. Selain

itu, penulis membatasi tipe informan dari lanjut usia yang

termasuk ke dalam klasifikasi lanjut usia mandiri

potensial dengan alasan yang masih mampu beraktivitas

dan mengikuti setiap kegiatan di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan.

10

C. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah tersebut maka dapat

dirumuskan dalam satu pertanyaan peneitian yaitu

Bagaimana metode group work dalam memelihara

kesehatan mental pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

gambaran bagaimana metode group work dalam

memelihara kesehatan mental pada lanjut usia di Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang akan

dicapai, penelitian ini juga diharapkan dapat

bermanfaat dalam bidang pendidikan baik secara

langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

membantu dalam menambah wawasan dan dapat

dijadikan bahan referensi untuk penelitian yang

serupa di masa mendatang. Selain itu, sebagai

pembaharuan untuk melakukan kegiatan group

work yang sesuai dengan kebutuhan dalam

11

menangani masalah mental pada lanjut usia.

Penelitian ini dapat menyumbang pengetahuan

bagi kompetensi Pekerja Sosial dalam

mempergunakan model group work dalam

memelihara kesehatan mental pada ruang lingkup

lanjut usia.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi lembaga sosial

Sebagai bahan pertimbangan dalam

membuat kebijakan khususnya yang berkaitan

dengan program pembinaan sosial yang

diimplementasikan melalui kegiatan-kegiatan

dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan

lanjut usia.

2) Bagi Pekerja sosial

Sebagai bahan kajian serta referensi

untuk melakukan proses pertolongan pada

lanjut usia khususnya dalam metode group

work serta sebagai bahan pembelajaran bagi

pekerja sosial untuk mengetahui lebih dalam

pada kesehatan mental untuk lanjut usia.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Model atau tipe group work telah menjadi bahan

kajian yang banyak dilakukan oleh para peneliti di bidang

kesehatan mental lanjut usia. Model group work yang

12

digunakan oleh Edo Sebastian dalam penelitiannya

halaman 19 dan Kresna Astri halaman 35 pada tahun 2012

ialah melakukan intervensi metode group work dengan

dengan pendekatan Cognitive Behavioral therapy (CBT)

pada lanjut usia yang mengalami insomnia. Salah satu

teknik yang dilakukan adalah teknik relaksasi yang dinilai

mampu menurunkan insomnia pada lanjut usia, sama

halnya dengan penelitian dari Kresna yang juga

melakukan relaksasi sebagai salah satu teknik dalam

metode group work dalam manajemen stress dan

kesepian. Kedua teknik yang dipergunakan merupakan

pelaksanaan dari model recreation group yang bertujuan

agar lanjut usia dapat mencegah perilaku-perilaku

maladaptif melalui relaksasi yang dapat berperan sebagai

faktor yang mengatasi berbagai masalah psikologis seperti

stress, kecemasan, depresi dan gangguan tidur.

Begitu juga dengan intervensi sosial yang

dilakukan oleh Hyan, Joni, dan Tiyas pada tahun 2012

halaman 42 yang menggunakan pendekatan Elderly

Cognitive Care dengan gabungan teknik dari reality

oriented activity treatment group dan brain gym. Teknik

yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat fungsi

kognitif lansia dan aktivitas fisik lansia. Selaras dengan

penelitian terdahulu yang pertama bahwa metode group

work ini merupakan pelaksanaan dari model recreation

group yang memiliki penilaian yang sama bahwa aktivitas

fisik dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih tenang,

13

kurang menderita ketegangan dan kecemasan. Latihan

fisik dapat membuat lansia lebih dapat berkonsentrasi,

tidur lebih nyenyak dan merasa berprestasi.

Selain itu, tidak hanya relaksasi dan aktivitas fisik

yang dibutuhkan lanjut usia untuk menjaga kesehatan

mental dibutuhkan juga keterampilan sosial tertentu dalam

menunjang kemampuannya serta meningkatkan interaksi

lanjut usia dalam bersosialisasi yaitu Social skills training.

Social skills training merupakan metode group work yang

digunakan oleh Anny Rosiana pada penelitiannya di Panti

Sosial Tresna Werdha Semarang tahun 2012 halaman 82

ini telah mampu mengatasi kesepian, rasa bersalah, dan

depresi. Group work melalui latihan keterampilan sosial

merupakan pelaksanaan dari tipe recreation skill group

yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi positif

dengan orang lain dan juga untuk mengetahui perubahan

kemampuan bersosialisasi lansia yang mengalami

kesepian ketika sebelum dan sudah diberikan latihan

keterampilan sosial.

Selain itu, Social skills training juga merupakan

sebuah kelompok informal dan terbuka yang bertujuan

untuk mencari kenalan baru ketika lansia baru memulai

adaptasi yaitu dinamakan dengan model social

conversation group. Tipe atau model kelompok ini tanpa

disadari sering dilakukan dalam relasi yang dapat

dikembangkan terhadap orang-orang yang tidak mengenal

14

satu sama lain yang juga dibutuhkan bagi lanjut usia yang

baru memulai adaptasi ataupun yang sudah.

Dari penjabaran kajian yang telah diteliti oleh para

peneliti dan melihat adanya tanda-tanda gejala masalah

mental lanjut usia maka penulis akan menelitinya dengan

model group work yang sesuai dengan kebutuhan di

lapangan. Ada tiga model group work yang bertujuan

dalam memelihara kesehatan mental pada lanjut usia di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 ialah social

conversation group, recreation group, dan recreation skill

group. Dari ketiga tipe group work tersebut memiliki sifat

dan aspek masing-masing yang bertujuan dalam

pemeliharaan kesehatan mental bagi lanjut usia.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Metode

penelitian dengan pendekatan kualitatif ini dilakukan

untuk memperoleh pemahaman menyeluruh dan

mendalam yang berkaitan dengan judul penelitian

yaitu model group work dalam memelihara kesehatan

mental pada lanjut usia.

Jenis penelitian yang digunakan adalah

deskriptif yaitu menjelaskan dengan cara mencatat

apa yang terjadi pada objek di lapangan sehingga

dapat digambarkan dalam laporan secara jelas dengan

15

apa adanya (Sugiyono, 2018, hlm. 9). Metode ini

dilakukan karena kesesuaiannya terhadap rumusan

masalah penelitian yang diteliti yaitu bagaimana

model group work yang dilakukan lembaga terhadap

kesehatan mental lanjut usia.

2. Teknik Pengumpulan Data

Penulis melakukan teknik pengumpulan data

untuk mendapatkan data yang sesuai topik penelitian

secara mendalam. Pada praktiknya, maka penulis

meneliti melalui teknik-teknik sebagai berikut :

a. Wawancara

Penulis melakukan teknik wawancara

mendalam agar hasil data yang diperoleh sesuai

dengan topik penelitian (Sugiyono, t.t., hlm. 72).

Penulis juga mempertimbangkan dalam membuat

pedoman wawancara terhadap objek penelitian

untuk dapat menjawab rumusan masalah

penelitian yaitu model group work dalam

memelihara kesehatan mental pada lanjut usia.

Wawancara dilakukan secara (daring)

melalui telepon dan media sosial secara online

(whatsapp) mengingat kondisi pandemik covid-

19 yang belum usai tetapi penulis tetap fokus

pada aspek yang diteliti yaitu social conversation

group, recreation group, dan recreation skill

group dalam memelihara kesehatan mental.

16

Teknik wawancara yang digunakan adalah

bebas terpimpin di mana pelaksanaan wawancara

tetap berpedoman pada daftar pertanyaan yang

telah disusun dengan melihat keterbatasan

kondisi informan pada saat dilakukannya

wawancara secara (daring). Namun, penulis tetap

berusaha mengupayakan untuk dapat mencapai

tujuan (Gunawan, t.t., hlm. 25).

b. Studi Dokumentasi

Penulis menggunakan studi dokumentasi

sebagai metode pengumpulan data pada

penelitian ini. Data dikumpulkan dengan melihat

atau menganalisis dokumen-dokumen yang telah

dibuat oleh orang lain atau sebuah lembaga

tentang pokok permasalahan yang hendak dicari

(Sugiyono, 2018, hlm. 145).

Data atau dokumen yang diminta kepada

lembaga sesuai dengan kebutuhan dalam

penelitian seperti catatan peristiwa yang lampau

dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang atau lembaga dalam

menunjang proses pengumpulan data (Sugiyono,

2018, hlm. 146).

17

3. Sumber data

Penulis melakukan penelitian ini dengan

mempertimbangkan, mempelajari dan menganalisis

data-data yang telah didapat (Sugiyono, 2018, hlm.

149). Data-data tersebut dikelompokkan menjadi dua

bagian, yaitu :

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung

dari hasil wawancara dengan informan yang

terlibat dalam model group work dalam

memelihara kesehatan mental pada lanjut usia di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

(Sugiyono, 2018, hlm. 150).

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari

sumber-sumber berupa laporan tertulis yang

sudah ada seperti buku, jurnal, dokumentasi foto,

catatan, laporan hasil atau sumber tertulis lainnya

yang berhubungan dengan judul penelitian

(Sugiyono, 2018, hlm. 151).

4. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Tempat penelitian berlokasi di Panti

Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3

yang beralamat di Jalan Marga Guna Raya No. 1

RT 11 / RW 1 Kelurahan Gandaria Selatan,

Kecamatan Cilandak, Kota Jakarta Selatan,

Provinsi DKI Jakarta. Panti Sosial Tresna

18

Werdha Budi Mulia 3 dipilih sebagai lokasi

penelitian karena panti sosial tersebut memiliki

jaringan kemitraan kesehatan seperti Panti Sosial

Bina Laran (PSBL) Harapan Sentosa dan RSKD

Duren Sawit yang menangani masalah mental.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan mulai dari

Bulan Maret sampai dengan Bulan Mei 2020.

Penulis melakukan wawancara secara (daring)

melalui telepon dan media sosial (whatsapp).

5. Objek Penelitian

Objek Penelitian adalah topik persoalan atau

aspek yang akan diteliti untuk mendapatkan data yang

terperinci dan terarah (Gunawan, t.t., hlm. 189) yaitu

pada motode group work dalam memelihara

kesehatan mental sebagai berikut :

1) Social Conversation Group

2) Recreation Group

3) Recreation Skills Group

6. Teknik Pemilihan Informan (Subjek Penelitian)

Dalam pemilihan informan, penulis

menggunakan Non Probability Sampling yaitu

teknik pengambilan sampel yang tidak

memberikan peluang atau kesempatan yang sama

19

bagi setiap informan atau sampel (Sugiyono, t.t.,

hlm. 53). Non Probability Sampling dibagi dalam

beberapa jenis, salah satunya adalah teknik

Purposive Sampling yang akan penulis gunakan

untuk dapat memilih informan.

Teknik Purposive Sampling dilakukan

dengan cara menentukan informan yang

ditetapkan secara sengaja atas dasar kriteria atau

pertimbangan tertentu sehingga informan terpilih

dapat memberikan informasi yang diinginkan

sesuai kebutuhan penulis (Sugiyono, t.t., hlm. 54).

Berikut ini adalah informan yang penulis pilih

sesuai dengan kebutuhan penulis adalah sebagai

berikut :

a. Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 3, yaitu seseorang yang memimpin dan

mengkoordinasikan pelaksanaan tugas

kegiatan pelayanan dan pembinaan sosial pada

lanjut usia. Meninjau ketersediaan dan kinerja

sumber daya manusia serta penyediaan

fasilitas di Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 3.

b. Kepala Satuan Pelaksana Bimbingan, yaitu

kepala satuan pelaksanaan kegiatan

pembinaan sosial yang memiliki tugas dalam

pelaksanaan bimbingan sosial, fisik, mental

20

keagamaan, kesenian, keterampilan dan

rekreasi.

c. Lanjut Usia atau Warga Binaan Sosial, yaitu

individu yang mampu atau belum dalam

memelihara kesehatan mentalnya sekaligus

penerima manfaat berupa pelayanan dan

pembinaan dari Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia 3 dengan klasifikasi sebagai

berikut:

1) Lanjut usia yang berusia minimal 60

tahun.

2) Lanjut usia yang mandiri atau sudah

mampu melakukan aktivitas sehari-hari.

3) Lanjut usia yang mampu berinteraksi

dengan sesama dan lingkungan sosialnya.

4) Lanjut usia yang mampu menyesuaikan

diri dengan lingkungannya.

5) Lanjut usia yang pernah mengikuti

program lembaga.

d. Pekerja Sosial, yaitu profesi atau unit

pelaksana dari lembaga sosial yang bertujuan

untuk membantu individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat yang tidak mampu

dalam menangani masalah yang dihadapi.

Dalam hal ini, pekerja sosial melakukan

kegiatan dengan metode group work dalam

21

memelihara kesehatan mental pada lanjut usia

di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.

e. Psikolog, yaitu seseorang yang melakukan

praktik psikologis terhadap lanjut usia atau

warga binaan sosial.

Tabel 1. 1 Informan Penulis

No. Informan Informasi yang

dicari

Jumlah

1. Kepala Panti Sosial

Tresna Werdha Budi

Mulia 3

Program panti

pada lanjut usia,

penyediaan tenaga

sumber daya

manusia serta

fasilitas panti

1

2. Satuan Pelaksana

Pembinaan Sosial

Pelaksanaan

bimbingan sosial,

fisik, mental

keagamaan,

kesenian,

keterampilan dan

rekreasi

1

3. Lanjut usia atau

Warga Binaan Sosial

Proses selama

kegiatan dari tiga

model group work

yang dapat

mempengaruhi

3

22

keaktifan lanjut

usia

5. Pekerja sosial Implementasi dan

evaluasi tiga

model group work

yang dilakukan di

lembaga

1

6. Psikolog Kondisi mental

pada lanjut usia

yang mengikuti

kegiatan dari

program

pembinaan dan

cara penanganan

1

Jumlah 7

(Sumber: Hasil Bimbingan Penulis tahun 2020)

7. Teknik Analisis Data

Penelitian kualitatif dalam analisis data

dilakukan saat sebelum memasuki lapangan, selama

di lapangan, dan setelah di lapangan. Menurut Miles

dan Huberman dalam (Gunawan, t.t., hlm. 210),

aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan

secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus sampai tuntas. Berikut adalah aktivitas

dalam analisis data, yaitu data display, dan

conclusion drawing/verification.

23

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Selama melakukan penelitian di lapangan

akan memperoleh banyaknya data yang

kompleks dan bervariasi, maka dari itu penulis

akan mereduksi data seperti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada

hal-hal yang penting. Data yang telah direduksi

akan memberikan gambar yang lebih jelas dan

memudahkan penulis untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya (Gunawan, t.t.,

hlm. 211).

b. Data Display (Penyajian Data)

Setelah melakukan reduksi data, maka

pengumpulan data selanjutnya adalah menyajikan

atau mendisplay data. Menurut Miles dan

Huberman (1984) dalam (Gunawan, t.t., hlm.

212), penelitian kualitatif tidak hanya menyajikan

data dalam teks yang bersifat naratif namun juga

dapat berupa grafik, matrik, network (jejaring

kerja) dan chart. Hal tersebut akan memudahkan

penulis untuk memahami apa yang terjadi dan

merencanakan langkah selanjutnya terkait apa

yang telah dipahami.

c. Conclusion Drawing (Penarikan Kesimpulan)

Langkah terakhir setelah data display

adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan apa yang telah dirumuskan sejak

24

awal masih bersifat sementara dan akan berubah

apabila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Tetapi apabila pada awal kesimpulan

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat penulis kembali ke lapangan untuk

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang

kredibel (Gunawan, t.t., hlm. 213).

8. Teknik Keabsahan Data

Pada dasarnya pemeriksaan terhadap

keabsahan data merupakan unsur yang tidak

terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian

kualitatif (Sugiyono, 2018, hlm. 250). Keabsahan

data untuk membuktikan apakah penelitian yang

dilakukan benar-benar merupakan penelitian

ilmiah sekaligus untuk menguji data yang

diperoleh yaitu dengan teknik triangulasi

diantaranya sebagai berikut:

a. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji

keabsahan data dilakukan dengan cara

menindaklanjuti data yang telah diperoleh

melalui beberapa sumber. Sumber yang

dimaksud adalah selain lanjut usia juga

individu lain yang mengetahui dan terlibat

25

langsung dalam kegiatan yang dilakukan pada

lanjut usia, seperti psikolog (Gunawan, t.t.,

hlm. 219).

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji

keabsahan data dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama

dengan teknik yang berbeda yaitu individu-

individu yang dipilih untuk diuji dengan

teknik seperti wawancara dan studi

dokumentasi (Gunawan, t.t., hlm. 220).

9. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk mempermudah dalam penulisan

skripsi, peneliti menggunakan teknik penulisan

berdasarkan panduan buku “Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2017. Pedoman ini

berdasarkan (Keputusan Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017).

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam (VI)

bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

26

Terdiri dari latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan dan

perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metodologi

penelitian, serta sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini merupakan landasan teori-

teori untuk digunakan dalam

mengumpulkan data-data yang

berkaitan dengan objek penelitian

yaitu intervensi sosial bagi lanjut

usia dalam memelihara kesehatan

mental.

BAB III GAMBARAN UMUM LATAR

PENELITIAN

Berisi tentang gambaran secara

umum lembaga yang menjadi latar

tempat penelitian meliputi profil

dan struktur kelembagaan Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

BAB IV DATA DAN TEMUAN

PENELITIAN

Penyajian data dan temuan

penelitian yang didapat selama

melakukan observasi terstruktur,

27

wawancara mendalam dan studi

dokumentasi.

BAB V PEMBAHASAN

Pembahasan mengenai hasil data

maupun temuan penelitian di

lapangan dan analisa hasil

penelitian yang didapat.

BAB VI PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan hasil

penelitian denganjudul intervensi

sosial bagi lanjut usia dalam

memelihara kesehatan mental di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 3.

28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Terlaksananya dan tercapainya tujuan dari

penelitian perlu adanya penjabaran teori-teori yang

berkaitan dengan permasalahan dan ruang lingkup

pembahasan sebagai landasan teori untuk penulis bahas

dan analisa ialah Metode Group Work, Pekerja Sosial

dalam Lanjut Usia dan Kesehatan Mental.

1. Group Work

a. Pengertian Group Work

Group work adalah suatu metode untuk

bekerja dengan, dan menghadapi orang-orang di

dalam suatu kelompok, guna peningkatan

kemampuan untuk melaksanakan fungsi sosial

serta guna pencapaian tujuan-tujuan dalam

keberfungsian sosial (Soetarso, Pengantar

Kesejahteraan Sosial, 1976, hlm.72). Group work

didasarkan atas pengetahuan mengenai kebutuhan-

kebutuhan manusia untuk berhubungan satu sama

lain, dan adanya saling ketergantungan di antara

mereka.

Group work merupakan suatu metode

untuk memperkecil atau menghilangkan

hambatan-hambatan dalam berinteraksi sosial, dan

29

untuk mencapai tujuan-tujuan yang diterima

secara sosial (dianggap baik oleh masyarakat).

Kelompok dalam perspektif Pekerjaan Sosial

dipandang sebagai sekumpulan orang yang saling

berinteraksi satu sama lain dan membentuk suatu

kesatuan yang terpisah dan berbeda dari kesatuan-

kesatuan lainnya. Group Worker (Pekerja Sosial

dengan fokus perhatian pada kelompok) bekerja

terutama dengan kelompok-kelompok, yang

didalamnya terdapat interaksi dan memungkinkan

adanya individualisasi (perbedaan satu kelompok

dengan kelompok yang lainnya) (Wibhawa dkk.,

2015, hlm. 173).

Group work, sejumlah orang yang

berkumpul dan dapat dikatakan sebagai suatu

kelompok adalah apabila memiliki karakteristik

sebagai berikut:

1) Adanya sekumpulan individu

2) Adanya interaksi psikis di antara anggota-

anggotanya

3) Adanya saling ketergantungan di antara para

anggota kelompok

4) Merupakan suatu kesatuan yang berbeda dan

terpisah dari kelompok-kelompok lainnya

5) Individu tidak melebur di dalam kesatuan

kelompok, melainkan tetap mempunyai

30

keunikan masing-masing yang dapat

disumbangkan untuk kepentingan bersama

6) Adanya tujuan, nilai-nilai, norma-norma, dan

struktur kelompok itu sendiri.

Jadi, penulis dapat menyimpulkan bahwa group

work merupakan suatu metode dengan

sekumpulan individu yang di dalamnya terjadi

interaksi sosial satu sama lain dan saling

mempengaruhi serta saling ketergantungan demi

tercapainya tujuan yang diharapkan.

b. Tipe atau model dalam Group Work

Berkaitan hal tersebut, Zastrow dalam

(Iskandar, 2017, hlm. 53) menyebutkan bahwa

sedikitnya ada enam jenis kelompok yang sering

digunakan oleh pekerja sosial dalam memberi

pertolongan individu atau klien yang juga

sekaligus sebagai sarana memperkaya ilmunya,

jenis-jenis tersebut diantaranya adalah

1) Kelompok Percakapan Sosial (Social

Conversation Group), merupakan kelompok

yang terbuka dan bersifat informal dalam

proses pembentukannya. Rencana kegiatan

cenderung tidak permanen di mana topik

kegiatan silih berganti dan dinamis

menghindari program yang membosankan

serta setiap anggota berhak mengusulkan

31

untuk mengganti program dengan yang lebih

menarik dan mudah dimengerti. Dalam

penerapannya, kelompok ini digunakan

sebagai sarana pengujian dalam menentukan

seberapa besar ikatan relasional yang dapat

dikembangkan terhadap orang-orang yang

tidak saling mengenal satu sama lain alias

anggota baru.

2) Kelompok Pendidikan (Educational Group),

sasaran utama seseorang terlibat dalam

kelompok ini adalah untuk mendapatkan

pengetahuan dan keterampilan yang lebih

kompleks, serta pemimpin kelompok dari

kalangan profesional atau yang disebut pekerja

sosial yang menguasai berbagai keterampilan

dan ilmu tertentu serta kelebihannya tersebut

menjadi magnet (daya tarik) agar orang lain

masuk dan terlibat dalam kelompok ini.

3) Kelompok Pemecahan Masalah dan

Pembuatan Keputusan (Problem Solving and

Decision Making Group), kelompok ini

melibatkan klien (penerima layanan) dan para

petugas pemberi pelayanan (pekerja sosial) di

suatu lembaga kesejahteraan sosial. Bagi klien,

tujuan bergabungnya ia dengan kelompok ini

adalah untuk menemukan cara dari pemecahan

masalah yang strategis agar dapat digunakan

32

sebagai alat pencegahan terhadap sumber-

sumber permasalahan yang baru berkembang

dengan nilai kebutuhan baru.

4) Kelompok Mandiri (Self Help Group),

kelompok ini menekankan pada aspek

kejujuran dan terbuka dari para anggotanya

bahwa mereka memiliki masalah,

menceritakan berbagai pengalaman masa

lalunya dan rencana mengatasi berbagai

masalah sosial tersebut di masa datang, serta

anggota kelompok yang mengalami krisis agar

didampingi oleh anggota lainnya untuk melalui

masa sulit tersebut secara bersama-sama.

5) Kelompok Sosialisasi (Socialization Group)

Tujuan utama dibentuk kelompok ini adalah

untuk mengembangkan atau merubah sikap

dan pola perilaku dari anggotanya agar

diterima secara sosial oleh masyarakat lainnya.

Kelompok ini fokus pada pengembangan

keterampilan bagi anggotanya yang lain, serta

meningkatkan rasa kepercayaan diri

anggotanya dan bagaimana langkah-langkah

ataupun kiat-kiat tertentu dalam menempuh

hidup sukses di masa kini maupun di masa

depan kelak.

6) Kelompok Penyembuhan (Therapeutic

Group), umumnya para anggota kelompok

33

terdiri dari orang-orang yang mengalami

masalah personal dan emosional yang berat.

Pemimpin kelompok ini (pekerja sosial)

dituntut memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang handal mengenai tingkah

laku manusia dan dinamika kelompok

begitupun konseling kelompok. Tujuan utama

orang terlibat dalam kelompok ini adalah

untuk mengupayakan para anggota mampu

menggali masalahnya sendiri secara mendalam

serta kemandirian mengembangkan rencana

untuk pemecahan masalah.

Selain Zastrow yang mengemukakan

tipe atau model group work dalam pekerjaan

sosial, Garvin juga membagi ke dalam

beberapa tipe atau model group work

(Koswara, 1999, hlm. 12). Terdapat sedikit

perbedaan tipe group work yang dikemukakan

oleh Garvin dari Zastrow yaitu sebagai berikut:

1) Social Conversation Group (Kelompok

Percakapan Sosial)

Percakapan sosial ini sering

digunakan untuk tujuan menguji dan

menentukan seberapa dalam suatu

hubungan dapat dikembangkan di antara

orang-orang yang belum saling mengenal

dengan baik. Percakapan sosial sering

34

menghilang dan cenderung berubah tanpa

tujuan. Dalam percakapan sosial tidak

terdapat topik-topik yang teragenda secara

formal. Jika topiknya dangkal, subjek

pembicaraan mudah berubah. Individu-

individu yang menjadi anggota kelompok

ini mungkin memiliki tujuan-tujuan

tersendiri, tetapi tujuan-tujuan tersebut

tidak perlu menjadi agenda kelompok

secara keseluruhan.

2) Recreation Groups (Kelompok-Kelompok

Rekreasi)

Tujuan kelompok ini adalah

memberikan kegiatan-kegiatan untuk

kesenangan. Kegiatan-kegiatannya sering

bersifat spontan, tidak harus ada pemimpin,

tempat dan peralatan tidak perlu banyak.

Artinya akomodasi bersifat praktis. Contoh:

permainan terbuka di lapangan, permainan

terbuka di ruangan, permainan atletik

informal, dan perkemahan remaja.

3) Recreation Skill Groups (Kelompok-

Kelompok Rekreasi Keterampilan)

Tujuan kelompok ini adalah untuk

meningkatkan beberapa keterampilan, dan

pada waktu yang bersamaan memberikan

pula kesenangan. Berbeda dengan

35

kelompok-kelompok rekreasi yang

disebutkan di atas, kelompok ini

memerlukan penasehat, pelatih dan

instruktur, serta lebih berorientasi pada

aturan permainan.

4) Educational Groups (Kelompok

Pendidikan)

Fokus kelompok ini adalah untuk

memperoleh pengetahuan dan mempelajari

keterampilan-keterampilan yang lebih

kompleks. Pemimpin biasanya seorang

profesional yang benar-benar terlatih dan

ahli dalam bidang-bidang tertentu.

5) Problem Solving and Decission Making

(Kelompok Pemecahan Masalah dan

Pengambilan Keputusan)

Dalam kelompok ini pihak pemberi

dan pihak penerima pelayanan-pelayanan

sosial dapat secara bersama-sama terlibat

dalah kegiatan. Pemberi pelayanan

menggunakan pertemuan-pertemuan

kelompok untuk mencapai tujuan suatu

rencana pengembangan bagi seorang klien

atau sekelompok klien.

6) Self Help Groups (Kelompok Bantu Diri)

Kelompok-kelompok bantu diri

menjadi semakin popular, dan sering

36

dianggap berhasil dalam membantu

individu-individu yang mempunyai

masalah pribadi atau masalah sosial

tertentu. Menurut Katz dan Bender, definisi

kelompok bantu diri adalah suatu kelompok

kecil yang disusun untuk saling membantu

(mutual aid), dan untuk mencapai suatu

tujuan khusus serta bersifat sukarela.

7) Socialization Groups (Kelompok

Sosialisasi)

Secara umum tujuannya yaitu untuk

mengembangkan atau mengubah sikap-

sikap dan perilaku-perilaku anggota

kelompok agar lebih dapat diterima secara

sosial. Fokus-fokus lainnya adalah

pengembangan keterampilan sosial,

meningkatkan kepercayaan diri, dan

merencanakan masa depan.

8) Therapeutic Groups (Kelompok Terapi)

Pada umumnya kelompok terapi ini

terdiri dari orang-orang yang memiliki

masalah-masalah emosional yang agak

berat. Misalnya orang-orang yang

mempunyai kepribadian ganda, kelainan

jiwa, histeris, dan sebagainya. Pemimpin

kelompok ini memerlukan

keterampilan/keahlian dalam persepsi,

37

pengetahuan tentang perilaku manusia,

dinamika kelompok, kemampuan

melakukan konseling kelompok, serta

mampu menggunakan kelompok untuk

mengubah perilaku.

9) Sensitivity Groups (Kelompok Melatih

Kepekaan)

Inti dari kegiatan kelompok ini

adalah melakukan percakapan yang

mendalam dengan sepenuh hati dan jujur

tentang mengapa mereka berperilaku

seperti itu dalam kelompok. Tujuan

kelompok ini yaitu untuk memperbaiki

masalah kesadaran antar pribadi

(interpersonal problem).

Berdasarkan kajian teori dan kebutuhan

model group work menurut Garvin yang

memberikan pengaruh bagi kesehatan

mental lanjut usia diantaranya adalah

Social Conversation Group, Recreation

Group, dan Recreation Skills Group.

c. Peran Pekerja Sosial dalam Group Work

Pengembangan atau pemberdayaan,dengan

peranan-peranan perubahan dan pengembangan

sikap dan perilaku, motivasi / penyuluhan /

kampanye sosial, bimbingan / pendampingan

sosial, pengajaran / pelatihan, mobilisasi dan

38

alokasi sumber, asistensi sosial, dan lain-lain.

Perlindungan, dengan peranan-peranan

penanganan krisis dan stigma, motivasi /

penyuluhan / kampanye sosial, bimbingan /

pendampingan sosial, asistensi sosial, rujukan, dan

lain-lain.

Penyembuhan, dengan peranan-peranan

konseling klinis, penyembuhan kelompok dan

keluarga, perubahan dan pengembangan status dan

peranan, asistensi sosial, dan lain-lain.

Rehabilitasi, dengan peranan-peranan

penyembuhan individu, kelompok dan keluarga,

perubahan dan pengembangan status dan peranan,

pengajaran / pelatihan, mobilisasi dan alokasi

sumber, asistensi sosial, dan lain-lain. Peranan

yang ditampilkan oleh pekerja sosial di dalam

masyarakat / badan / lembaga / panti sosial akan

bervariasi tergantung pada permasalahan yang

dihadapinya.

Pernyataan itu diperkuat dan dipertegas

oleh Bradford W. Sheafor dan Charles R. Horejsi,

(2003:55), peranan yang ditampilkan pekerja

sosial antara lain: (1) Peranan sebagai perantara

(broker roles), (2) Peranan sebagai pemungkin

(enabler role), (3) Peranan sebagai penghubung

(mediator role), (4) Peranan sebagai advokasi

(advocator role), (5) Peranan sebagai perunding

39

(conferee role), (6) Peranan sebagai pelindung

(guardian role), (7) Peranan sebagai fasilitasi

(facilitator role), (8) Peranan sebagai inisiator

(inisiator role), dan (9) Peranan sebagai negosiator

(negotiator role).

2. Kesehatan Mental

a. Pengertian Kesehatan Mental

Kesehatan mental adalah aspek penting

bagi setiap fase kehidupan individu selain

kesehatan fisik. Kesehatan mental meliputi upaya-

upaya mengatasi stres, berhubungan dengan orang

lain, dan mengambil keputusan. Zakiyah Darajat

(1975) mengemukakan, bahwa kesehatan mental

merupakan “terwujudnya keharmonisan yang

sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta

mempunyai kesanggupan untuk menghadapi

problem-problem biasa yang terjadi, dan

merasakan secara positif kebahagiaan dan

kemampuan dirinya” (Yusuf, 2004, hlm. 19).

Kesehatan mental juga dapat diartikan

terhindarnya seseorang dari gejala-gejala

gangguan dan penyakit jiwa, seseorang dapat

menyesuaikan dirinya dan dapat memanfaatkan

segala potensi yang ada semaksimal mungkin serta

membawa kepada kebahagiaan bersama dan

tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup.

40

Beberapa pendapat para ahli juga mendefinisikan

mengenai kesehatan mental sebagai berikut

(Semiun, 2006, hlm. 26–28) :

1) World Federation for Mental Health, pada

tahun 1948 dalam konvensinya di London

mengemukakan bahwa sehat mental adalah

suatu kondisi yang optimal dari aspek

intelektual, yaitu siap digunakan, dan aspek

emosional yang cukup mantap atau stabil,

sehingga perilakunya tidak mudah terguncang

oleh situasi yang berubah di lingkungannya.

2) Karl Menninger, seorang psikiater,

mendefinisikan sehat mental sebagai

penyesuaian manusia terhadap lingkungannya

dan orang-orang lain dengan keefektifan dan

kebahagiaan yang optimal.

3) HB. English, seorang psikolog, menyatakan

sehat mental merupakan keadaan yang secara

relative menetap di mana seseorang dapat

menyesuaikan diri dengan baik, memiliki

semangat hidup yang tinggi, dan terpelihara,

serta berusaha untuk mencapai aktualisasi diri

yang optimal.

4) Killander, pada tahun 1957 mengidentikkan

orang yang mentalnya sehat dengan apa yang

disebutnya sebagai individu yang normal.

Mereka adalah orang-orang yang

41

memperlihatkan kematangan emosional,

kemampuan menerima realitas, kesenangan

hidup bersama orang lain, dan memiliki

filsafat atau pegangan hidup pada saat ia

mengalami komplikasi kehidupan sehari-hari

sebagai gangguan.

Menurut Sixty-sixth Health Assembly

(Shute & Slee,Ed., 2016), kesehatan mental

adalah suatu keadaan yang sejahtera (state of

wellbeing) dalam diri individu yang ditandai

dengan kemampuannya untuk merealisasikan

kemampuannya, mengatasi stres dalam

kehidupannya, bekerja yang produktif dan

sukses, dan berkontribusi terhadap

masyarakat.

Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa

kesehatan mental merupakan suatu kondisi di

mana seseorang memiliki pengetahuan dan

melakukan suatu perbuatan yang dapat

mengontrol dirinya dari sesuatu yang

mengganggu dan membuatnya tidak berdaya

untuk tetap menjalankan kehidupan sehari-hari

sebagaimana mestinya.

b. Tujuan mempelajari Kesehatan Mental

42

Mempelajari kesehatan mental pada berbagai

bidang ilmu itu pada prinsipnya memiliki tujuan

sebagai berikut (Dewi, 2012, hlm. 11–12):

1) Memahami makna kesehatan mental dan

faktor-faktor penyebabnya.

2) Memahami pendekatan-pendekatan yang

digunakan dalam penanganan kesehatan

mental.

3) Memiliki kemampuan dasar dalam usaha

peningkatan dan pencegahan kesehatan mental

masyarakat.

4) Memiliki sikap proaktif dan mampu

memanfaatkan berbagai sumber daya dalam

upaya penanganan kesehatan mental

masyarakat.

5) Meningkatkan kesehatan mental masyarakat

dan mengurangi timbulnya gangguan mental

masyarakat.

c. Sasaran dalam Kesehatan Mental

Masyarakat merupakan elemen sasaran

utama dalam kesehatan mental. Dilihat dari aspek

kesehatannya, masyarakat yang menjadi sasaran

dalam kesehatan mental ini diklasifikasikan

menjadi beberapa tingkatan, sebagai berikut

(Dewi, 2012, hlm. 12):

43

1) Masyarakat umum, masyarakat yang sehat dan

tidak berada dalam risiko sakit. Masyarakat

kelompok ini berada dalam berbagai variasi

ciri-ciri demografis: usia, jenis kelamin, ras,

status sosial dan ekonomi, dan sebagainya.

2) Masyarakat dalam kelompok risiko sakit, yaitu

masyarakat berada dalam situasi atau

lingkungan yang kemungkinan mengalami

gangguan relatif tinggi. Kelompok masyarakat

dalam risiko ini dapat dikelompokkan atas

lingkungan ekologis, status demografis, atau

faktor psikologis.

3) Kelompok masyarakat yang mengalami

gangguan, yaitu kelompok masyarakat yang

sedang terganggu kesehatan mentalnya.

4) Kelompok masyarakat yang mengalami

kecacatan atau hendaya, agar mereka dapat

berfungsi secara normal kembali dalam

masyarakat.

Sasaran kesehatan mental dalam

penelitian ini adalah kelompok lanjut usia

berusia 60 tahun ke atas, mampu mandiri dan

mengikuti kegiatan.

d. Karakteristik Mental yang Sehat

Ada berbagai pendapat tentang jiwa yang

sehat, yaitu karena tidak sakit, tidak jatuh sakit

44

akibat stressor, sesuai dengan kapasitasnya dan

selaras dengan lingkungan, dan mampu tumbuh

berkembang secara positif (Notosoedirjo dan

Latipun, 2005) dalam buku (Latipun, 1999, hlm.

43).

1) Sehat jiwa karena tidak mengalami gangguan

jiwa. Kalangan klinisi klasik menekankan

bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang

yang tahan terhadap sakit jiwa, dan terbebas

dari gangguan jiwa. Orang yang mengalami

neurosa atau psikosa dianggap tidak sehat

jiwa. Vaillant, 1976 dalam Notosoedirjo, 2005

menyatakan bahwa sehat jiwa itu “as the

presence of successful adjustment or the

absence of psychopatology (dysfunction in

psychological, emotional, behavioral, and

social spheres)”. Pengertian di atas bersifat

dikotomis, bahwa orang dalam keadaan sehat

jika tidak ada sedikitpun gangguan psikis, dan

sakit jika ada gangguan. Dengan kata lain,

sehat dan sakit itu bersifat nominal.

2) Sehat jiwa jika tidak sakit akibat adanya

berbagai hal yang membuat stres (stressor),

Clausen memberi batasan yang berbeda

dengan klinisi klasik. Orang yang sehat jiwa

adalah orang yang dapat menahan diri untuk

tidak jatuh akibat stressor. Meskipun

45

mengalami tekanan, orang tetap sehat.

Pengertian ini menekankan pada kemampuan

individual merespon lingkungannya. Setiap

orang mempunyai kerentanan (susceptibility)

yang berbeda terhadap stressor karena faktor

genetik, proses belajar, dan budaya. Selain itu

terdapat perbedaan intensitas stressor yang

diterima seseorang, sehingga sangat sulit

menilai apakah dia tahan terhadap stressor

atau tidak.

3) Sehat jiwa jika sejalan dengan kapasitasnya

dan selaras dengan lingkungan, Michael dan

Kirk Patrick memandang bahwa individu yang

sehat jiwa jika terbebas dari gejala psikiatris

dan berfungsi optimal dalam lingkungan

sosialnya. Seseorang yang sehat jiwanya jika

sesuai dengan kapasitas diri sendiri, dan dapat

hidup selaras dengan lingkungannya.

4) Sehat jiwa karena tumbuh dan berkembang

secara positif. Frank LK mengemukakan

pengertian kesehatan jiwa lebih komprehensif.

Orang yang sehat jiwa mampu tumbuh,

berkembang dan matang dalam hidupnya,

menerima tanggungjawab, menemukan

penyesuaian dalam berpartisipasi memelihara

aturan social dan tindakan dalam budayanya.

46

Seseorang yang sehat mental menurut

WHO mempunyai ciri sebagai berikut: (1)

Menyesuaikan diri secara konstruktif pada

kenyataan, (2) Memperoleh kepuasan dari

usahanya, 3) Merasa lebih puas memberi

daripada menerima. Berikut adalah

karakteristik kesehatan mental yang ditinjau

dari aspek fisik, psikis, sosial, dan religius.

47

Tabel 2. 1 Karakteristik Pribadi yang Sehat Mentalnya

Aspek Pribadi Karakteristik

Fisik a. Perkembangannya normal

b. Berfungsi untuk melakukan

tugas-tugasnya

c. Sehat, tidak sakit-sakitan

Psikis a. Respek terhadap diri sendiri

dan orang lain

b. Memiliki insight dan rasa

humor

c. Memiliki respons emosional

yang wajar

d. Mampu berpikir realistik dan

objektif

e. Terhindar dari gangguan-

gangguan psikologis

f. Bersifat kreatif dan inovatif

g. Bersifat terbuka dan fleksibel,

tidak difensif

Sosial a. Memiliki rasa empati dan rasa

kasih sayang (affection)

terhadap orang lain, serta

senang untuk memberikan

pertolongan kepada orang-

orang yang memerlukan

pertolongan (sikap altruis).

b. Mampu berhubungan dengan

orang lain secara sehat, penuh

cinta kasih dan persahabatan.

c. Bersifat toleran dan mau

menerima tanpa memandang

kelas sosial, tingkat

pendidikan, politik, agama,

suku, ras, atau warna kulit.

48

Moral-Religius a. Beriman kepada Allah dan taat

mengamalkan ajaranNya.

b. Jujur, amanah (bertanggung

jawab), dan ikhlas dalam

beramal.

(Sumber: Buku Kesehatan Mental Perspektif Psikologis

dan Agama. Bandung, 2018)

e. Teori Mental yang Sehat

Abraham Maslow mengkriteriakan

seseorang yang sehat jiwa memiliki persepsi yang

akurat terhadap realitas, serta menerima diri

sendiri, oranglain, dan lingkungan. Bersikap

spontan, sederhana dan wajar (Rasmun, 2001).

Manifestasi jiwa yang sehat menurut Maslow dan

Mittlement, 1963; Notosoedirjo, 2005, jika

seseorang mampu self-actualization sebagai

puncak kebutuhan dari teori hierarki kebutuhan.

Secara lengkap criteria sehat jiwa menurut Maslow

sebagai berikut:

1) Adequate feeling of security (rasa aman yang

memadai). Perasaan merasa aman dalam

hubungannya dengan pekerjaan, sosial, dan

keluarganya.

2) Adequate self-evaluation (kemampuan menilai

diri sendiri yang mencakup harga diri yang

memadai), yang mencakup: (a) harga diri yang

memadai, yaitu merasa ada nilai yang

sebanding pada diri sendiri dan prestasinya,

49

(b) memiliki perasaan berguna, yaitu perasaan

yang tidak diganggu rasa bersalah berlebihan,

dan (c) mampu mengenal beberapa hal secara

sosial dan personal dapat diterima oleh

kehendak umum yang selalu ada sepanjang

kehidupan masyarakat.

3) Adequate spontanity and emotionality

(memiliki spontanitas dan perasaan yang

cukup dengan orang lain), hal ini ditandai oleh

kemampuan membentuk ikatan emosional

secara kuat, seperti persahabatan dan cinta,

kemampuan memberi ekspresi yang cukup

pada ketidaksukaan tanpa kehilangan kontrol,

kemampuan memahami dan membagi rasa

kepada oranglain, kemampuan menyenangi

diri sendiri dan tertawa.

4) Efficient contact with reality (mempunyai

kontak yang efisien dengan realitas) kontak ini

sedikitnya mencakup tiga aspek, yaitu dunia

fisik, sosial, dan diri sendiri atau internal. Hal

ini ditandai (a) tiadanya fantasi yang

berlebihan, (b) mempunyai pandangan yang

realistis dan luas terhadap dunia, yang disertai

kemampuan menghadapi kesulitan hidup

sehari-hari, misalnya sakit dan kegagalan dan

(c) kemampuan untuk berubah jika situasi

eksternal tidak dapat dimodifikasi. Kata yang

50

baik untuk ini adalah: bekerjasama tanpa dapat

ditekan (cooperation with the inevitable).

5) Adequate bodily desire and ability to gratify

them (keinginan-keinginan jasmani yang

memadai dan kemampuan untuk

memuaskannya). Hal ini ditandai dengan (a)

suatu sikap yang sehat terhadap fungsi

jasmani, dalam arti menerima mereka tetapi

bukan dikuasai, (b) kemampuan memperoleh

kenikmatan kebahagiaan dari dunia fisik

dalam kehidupan ini, seperti makan, tidur, dan

pulih kembali dari kelelahan, (c) kehidupan

seksual yang wajar tanpa rasa takut dan

konflik, (d) kemampuan bekerja, dan (e) tidak

adanya kebutuhan yang berlebihan untuk

mengikuti dalam berbagai aktivitas tersebut.

6) Adequate self-knowledge (mempunyai

kemampuan pengetahuan yang wajar).

Termasuk di dalamnya (a) cukup mengetahui

tentang motif, keinginan, tujuan, ambisi,

hambatan, kompensasi, pembelaan, perasaan

rendah diri, dan sebagainya, dan (b) penilaian

diri yang realistis terhadap kelebihan dan

kekurangan.

7) Integration and concistency of personality

(memiliki kepribadian yang utuh dan

konsisten). Ini bermakna (a) cukup baik

51

perkembangannya, kepandaiannya, berminat

dalam beberapa aktivitas, memiliki prinsip

moral dan kata hati yang tidak terlalu berbeda

dengan pandangan kelompok, (c) mampu

untuk berkonsentrasi, dan (d) tidak adanya

konflik-konflik besar dalam kepribadiannya.

8) Adequate life goal (memiliki tujuan hidup

yang wajar). Hal ini berarti (a) memiliki

tujuan yang sesuai dan dapat dicapai, (b)

mempunyai usaha yang cukup dan tekun

mencapai tujuan, dan (c) tujuan itu bersifat

baik untuk diri sendiri dan masyarakat.

9) Ability to learn from experience (kemampuan

untuk belajar dari pengalaman). Kemampuan

untuk belajar dari pengalaman termasuk tidak

hanya kumpulan pengetahuan dan kemahiran

keterampilan terhadap dunia praktik, tetapi

elastisitas dan kemauan untuk menerima dan

oleh karena itu, tidak terjadi kekakuan dalam

penerapan untuk menangani tugas-tugas

pekerjaan. Bahkan lebih penting lagi adalah

kemampuan untuk belajar spontan.

10) Ability to satisfaction the requirements of the

group) kemampuan memuaskan tuntutan dari

kelompok). Dengan cara individu tidak terlalu

menyerupai anggota kelompok lain yang

dianggap lebih penting, terinformasi dan

52

menerima cara yang berlaku dalam kelompok,

berkemauan dan dapat menghambat dorongan

yang dilarang oleh kelompok, dapat

menunjukkan usaha yang mendasar yang

diharapkan oleh kelompok, seperti ambisi,

ketepatan, persahabatan, rasa tanggungjawab,

kesetiaan dan sebagainya.

11) Adequate emancipation from the group or

culture (mempunyai emansipasi yang

memadai dari kelompok atau budaya), seperti

kemampuan untuk menganggap sesuatu itu

baik dan yang lain adalah jelek, setidaknya

dalam beberapa hal bergantung pada

pandangan kelompok, tidak ada kebutuhan

untuk membujuk, mendorong, atau menyetujui

kelompok, dan memiliki toleransi terhadap

perbedaan budaya (Latipun, 1999, hlm. 34–

36).

3. Lanjut Usia

a. Pengertian Lanjut Usia

Proses menua atau aging adalah suatu

proses alami pada semua makhluk hidup. Laslett

(Caselli dan Lopez, 1996) dalam buku (Suardiman,

2011) menyatakan bahwa menjadi tua (aging)

adalah suatu proses perubahan biologis secara

terus-menurus yang dialami setiap manusia pada

53

semua tingkatan umur dan waktu. Gerontologi

merupakan studi ilmiah yang membahas efek

tentang penuaan dan penyakit yang berhubungan

dengan penuaan pada manusia. Beberapa pendapat

mengemukakan mengenai batasan umur lanjut

usia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO), lanjut usia meliputi usia pertengahan

(Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59

tahun, lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia

antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah

kelompok usia antara 75 dan 90 tahun dan usia

sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia

90 tahun.

Beda halnya dengan Departemen Kesehatan

RI yang juga mengemukakan batasan umur lanjut

usia dengan penyebutan yang berbeda yaitu

pralansia adalah seseorang yang berusia antara 45-

59 tahun, lansia adalah seseorang yang berusia 60

tahun atau lebih, lansia risiko tinggi yaitu

seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau

seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan, lansia potensial yaitu lansia

yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa

dan terakhir lansia tidak potensial yaitu lansia yang

tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya

54

bergantung pada bantuan orang lain (Sya’diyah,

2018, hlm. 2).

b. Teori tentang Lanjut Usia

Terdapat dua teori yang dikemukakan oleh

Lafrancois (1984) dalam buku Psikologi Usia

Lanjut (Suardiman, 2011, hlm. 107–108) yang

menerangkan hubungan antara umur manusia

dengan kegiatannya yaitu teori Pengunduran Diri

dan Teori Aktivitas.

1) Teori Pengunduran Diri (Disengagement)

Teori ini berpendapat bahwa semakin

tinggi usia manusia akan diikuti secara

berangsur-angsur oleh semakin mundurnya

interaksi sosial, fisik, dan emosi dengan

kebutuhan dunia. Usia lanjut berhasil ditandai

dengan saling menarik diri antara usia lanjut

dan masyarakat. Hal ini adalah hal yang

normal dan diperlukan bagi orang untuk

mengundurkan diri dari masyarakat karena

usia lanjut. Sesuai dengan penjelasan tersebut,

usia lanjut mengundurkan diri dari perannya

karena tidak dapat memenuhi tuntutan

masyarakat lagi (Suardiman, 2011, hlm. 107).

2) Teori Aktivitas

Teori ini bertolak belakang dengan

teori yang pertama. Teori ini dikemukakan

oleh Neugarten dan teman-teman yang

55

menyatakan bahwa agar usia lanjut berhasil

maka usia lanjut harus tetap seaktif mungkin,

bahwa semakin tua seseorang akan semakin

memelihara hubungan sosial, baik fisik

maupun emosionalnya. Kepuasan hidup orang

tua sangat tergantung pada kelangsungan

keterlibatannya pada berbagai kegiatan. Teori

ini mendukung para usia lanjut yang masih

aktif dalam berbagai kegiatan, bekerja, dan

sebagainya. Orang tua akan memperoleh

kepuasan bila ia masih terlibat atau dilibatkan

dalam berbagai kegiatan (Suardiman, 2011,

hlm. 108).

c. Kebutuhan Lanjut Usia

Lanjut usia seiring bertambah usia

mengalami perubahan dan kemunduran fungsi

tubuh. Implikasi dari perubahan tersebut adalah

kebutuhan lansia yang semakin kompleks.

Kebutuhan tersebut mencakup beberapa aspek

kehidupan, yang antara lain aspek fisik, psikis,

sosial dan spiritual menurut Maslow dalam Mc

Clam & Woodside (2015:82) yaitu dijelaskan

sebagai berikut:

1) Kebutuhan biologis / fisiologis, merupakan

kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh

manusia untuk dapat memperkuat daya tahan

56

fisik seseorang sehingga dapat

mempertahankan hidupnya. Kebutuhan ini

mencakup: kebutuhan pelayanan kesehatan,

makanan yang bergizi, seksual atau intimasi,

pakaian dan tempat tinggal.

2) Kebutuhan Psikologis, merupakan kebutuhan

yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat

psikis (emosi, perasaan) antara lain: berupa:

kasih sayang, menyayangi, mendapat

tanggapan dari orang lain, perasaan tentram,

merasa berguna dan memiliki jati diri serta

status yang jelas.

3) Kebutuhan Sosial, merupakan kebutuhan yang

berkaitan dengan relasi dan interaksi dengan

sesama manusia antara lain berupa:

berinteraksi dengan keluarga lansia melakukan

aktivitas dengan teman sebaya, melakukan

aktivitas di bidang pendidikan, kebutuhan

rekreasi dan kebutuhan informasi.

4) Kebutuhan Spiritual, merupakan kebutuhan

multidimensi yaitu mencakup dimensi

eksistensial dan dimensi agama. Dimensi

eksistensial berfokus pada tujuan dan arti

kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih

berfokus pada hubungan seseorang dengan

Tuhan Yang Maha Kuasa. Spiritual sebagai

konsep juga mengandung dua dimensi yaitu

57

dimensi vertikal sebagai bentuk hubungan

manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa

yang menuntun kehidupan seseorang.

Sedangkan dimensi horizontal adalah

hubungan dengan diri sendiri, hubungan

dengan orang lain dan hubungan dengan

lingkungan. Kebutuhan ini antara lain berupa:

melaksanakan ibadah, memperdalam

keimanan, melaksanakan kegiatan kerohanian,

menerima keadaan dirinya, menerima hakikat

hidup dan puas akan kehidupannya dan

optimis terhadap masa depan (Kementerian

Sosial RI, 2011).

d. Tugas – Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Menurut Havighurst terdapat tugas-tugas

perkembangan pada lansia (Hurlock, t.t., hlm. 10)

yaitu di antaranya :

1) Menyesuaikan diri dengan menurunnya

kekuatan fisik dan kesehatan

2) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan

berkurangnya income (penghasilan) keluarga

3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan

hidup

4) Membentuk hubungan dengan orang-orang

yang seusia

58

5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang

memuaskan

6) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara

luwes

e. Pekerjaan Sosial bagi Lanjut Usia

Pekerjaan sosial merupakan profesi yang

memberikan proses pertolongan kepada orang-

orang yang sedang berada dalam kesulitan dalam

melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Friedlander dalam (Sya’diyah, 2018, hlm. 99),

mengartikan pekerjaan sosial sebagai

“suatu pelayanan profesional yang didasarkan

pada ilmu pengetahuan dan keterampilan

dalam relasi kemanusiaan, yang bertujuan

membantu baik perorangan, keluarga maupun

kelompok untuk mencapai kepuasan dan

ketidaktergantungan secara pribadi dan sosial.

Dari pengertian tersebut, bahwa pekerjaan

sosial sebagai profesi yang memberikan

pertolongan kepada klien baik individu (lanjut

usia), kelompok maupun masyarakat yang

didasarkan pada ilmu pengetahuan dan

keterampilan. Maka dari itu, dalam hal ini adalah

menggunakan metode, keterampilan, dan teknik-

teknik pekerjaan sosial. Selain itu National

Association of Social Workers / NASW yang

mendefinisikan bahwa pekerjaan sosial adalah

aktivitas profesional yang bertujuan dalam

membantu individu, kelompok atau masyarakat

59

untuk memperkuat kemampuannya sendiri dalam

keberfungsian sosial (Sya’diyah, 2018, hlm. 101).

Dalam kaitannya pekerjaan sosial dengan

lanjut usia di sini disimpulkan bahwa pekerja

sosial tidak hanya membantu dalam memberikan

pelayanan tetapi juga mampu dalam mengatasi

permasalahan pada lanjut usia. Salah satu

kompetensi yang harus dimiliki pekerja sosial

menurut Betty L. baer dan Ronald Federico adalah

pekerja sosial memiliki kompetensi dalam

memberikan intervensi secara efektif dengan

mengutamakan populasi sasaran yang paling

rentan, contohnya seperti terkena diskriminasi atau

penindasan yang dapat mengakibatkan lanjut usia

mengalami gangguan mental ringan ataupun berat

dan dapat menghambat lanjut usia dalam

menjalankan kehidupannya sehari-hari.

B. Kerangka Berpikir

Lanjut usia yang berada di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3 merupakan lanjut usia terlantar

yang terjaring oleh petugas keamanan Dinas Sosial DKI

Jakarta. Lanjut usia yang terjaring memiliki latar belakang

permasalahan berbeda-beda dengan kondisi kebutuhan

dasarnya yang tidak terpenuhi. Dengan riwayat

permasalahan disertai penurunan fisik yang dialami pada

usia yang semakin lanjut menyebabkan lanjut usia

mengalami permasalahan juga dalam psikisnya yang

menyebabkan lanjut usia tidak dapat menjalankan

aktivitas kehidupannya sehari hari.

60

Pentingnya bagi lanjut usia mendapat pemahaman

yang akan menjadi suatu perbuatan yang bertujuan untuk

mengembangkan dan memanfaatkan segala kapasitas,

kreativitas, dorongan yang dimiliki lanjut usia untuk

membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain serta

terhindarnya dari gangguan atau penyakit mental. Oleh

karena itu, sesuai dalam Undang-Undang No. 13 tahun

1998 diamanahkan untuk berkewajiban memberikan

pelayanan sosial kepada lanjut usia yang dalam hal ini

perlu adanya peran dan dukungan dari pelaksana teknis di

unit rehabilitasi sosial yaitu pekerja sosial di Panti Sosial

Tresna Werdha Budi Mulia 3 melalui program

pembinaan.

Proses pertolongan ini diberikan pada lanjut usia

berupa model pengelompokan dalam metode group work

yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Namun, dalam

penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada tiga

model group work dalam memelihara kesehatan mental

pada lanjut usia dengan berdasarkan pembahasan pada

kajian terdahulu sebelumnya. Model group work ini

terbagi ke dalam beberapa aspek dengan sub-sub aspek

yang diteliti yaitu social conversation group, recreation

group, dan recreation skill group.

61

Bagan 2. 1 Kerangka Berpikir

(Sumber: Hasil Bimbingan, Februari 2020)

Group

Work

Recreation

Skill Group

Recreation

Group

Social

Conversation

Group

Kesehatan

Mental

Teori Mental Sehat

Karakteristik Mental

Sehat

1. Lanjut Usia

Aktif

2. Lanjut Usia

Tidak Aktif

Program PSTW Budi Mulia 3

Bimbingan Rohani

Olahraga

Bimbingan keterampilan

Pelayanan kesehatan

Bimbingan kesenian

Rekreasi

Penyaluran: kembali ke keluarga

atau pemakaman

62

BAB III

GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN

A. Profil Lembaga

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 (PSTW

BM 3) beralamat di Jalan Margaguna Raya No. 1 RT 11

RW 01, Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan

Cilandak, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI

Jakarta dengan kode pos 12420, dan dapat dihubungi no

telepon (021) 7503249.

Mengenal profil lembaga, tentunya tidak lepas dari

paparan mengenai visi, misi, tujuan, serta landasan hukum

yang menaunginya. Hal ini, penulis paparkan pada bagian

berikut ini :

1. Landasan Hukum

a. Dasar Hukum Undang-undang Dasar 1945

Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 33

ayat 2.

b. Undang-undang RI No. 11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial.

c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.

104 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata

Kerja Dinas Sosial.

d. Keputusan Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI

Jakarta No. 33 Tahun 2009 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

63

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

Provinsi DKI Jakarta.

e. Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2013 tentang

Kesejahteraan Sosial.

f. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.

240 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Dinas Sosial.

g. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.

354 Tahun 2016 tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia.

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

2. Visi dan Misi

a. Visi

Penyandang Masalah Kesejahteraan

Sosial (PMKS) khususnya lanjut usia terlantar di

DKI Jakarta terentas dalam kehidupan yang

layak.

b. Misi

1) Mencegah, mengurangi tumbuh kembang

dan meluasnya masalah kesejahteraan sosial

lanjut usia terlantar.

2) Mengentaskan Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) lanjut usia

terlantar dalam kehidupan yang layak.

64

3) Pembinaan dan meningkatkan peran serta

masyarakat dalam melaksanakan usaha

kesejahteraan Sosial.

4) Meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia

terlantar yang meliputi kesehatan fisik,

sosial, mental dan agama.

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Memberikan pelayanan dan perawatan

jasmani dan rohani kepada lanjut usia terlantar

dan dari keluarga kurang mampu agar dapat

menjalani hidup layak dan wajar.

b. Tujuan

Terpenuhi kebutuhan hidup bagi lanjut

usia yang disantuni seperti kebutuhan jasmani

(makan, sandang dan kesehatan) rohani dan

sosial lainnya dengan baik sehingga dapat

menikmati hari tuanya dengan diliputi

ketentraman lahir dan batin.

3. Tugas Pokok dan Fungsi

a. Tugas Pokok

Melaksanakan kegiatan pelayanan

rehabilitasi sosial bagi lanjut usia terlantar.

b. Fungsi

65

1) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran

(RKA) dan Dokumen Pelaksanaan

Anggaran (DPA) Panti;

2) Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan

Anggaran (DPA) Panti;

3) Penyusunan rencana strategis Panti;

4) Penyusunan standar dan prosedur

pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia

terlantar;

5) Penyusunan rencana penyediaan,

pemeliharaan dan perawatan prasarana

dan sarana teknis panti;

6) Pelaksanaan pendekatan awal meliputi

penjangkauan, observasi, identifikasi,

motivasi dan seleksi;

7) Pelaksanaan penerimaan meliputi

registrasi, persyaratan administrasi,

penempatan dalam panti;

8) Pelaksanaan perawatan, pemeliharaan

fisik dan kesehatan;

9) Pelaksanaan asesmen meliputi

penelaahan, pengungkapan, dan

pemahaman masalah dan potensi;

10) Pelaksanaan pembinaan fisik dan

bimbingan mental, sosial, keagamaan dan

pengisian waktu luang;

66

11) Pelaksanaan penyelenggaraan penyaluran

kembali kepada keluarga dan rujukan ke

lembaga sosial lain;

12) Pelaksanaan pembinaan lanjut meliputi

monitoring, konsultasi,asistensi,

pemantapan dan determinasi;

13) Pelaksanaan dan pengembangan

koordinasi, kerjasama dan kemitraan

dengan lembaga pelayanan sosial sejenis

dalam bentuk Panti maupun bukan Panti

yang dikelola masyarakat;

14) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi

kelaikan penggunaan prasarana dan

sarana teknis Panti

15) Pelaksanaan kemitraan dan kerja sama

dengan Panti sejenis dan atau lembaga

sosial sejenis bukan Panti yang dikelola

oleh masyarakat;

16) Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan;

17) Pelaksanaan pengelolaan kepegawaian,

keuangan dan barang;

18) Pengelolaan teknologi informasi Panti;

19) Penyiapan bahan laporan Dinas yang

berkaitan dengan tugas dan fungsi Panti;

dan

67

20) Pelaporan dan pertanggungjawabkan

pelaksanaan tugas dan fungsi Panti Sosial

Tresna Budi Mulia.

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

4. Sejarah Berdirinya Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 3

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

berdiri Tahun 1965 dengan nama Panti Sosial Tresna

Werdha 4 Jakarta Timur berlokasi di Kelurahan

Ceger. Disebabkan ada pelebaran lokasi

pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII),

maka panti dipindahkan ke Kelurahan Dukuh

Kecamatan Kramat Jati, dengan luas lahan 23.000

m2

dengan memakai sistem pelayanan cottage.

Pada tahun 1999 Kanwil Departemen Sosial

Republik Indonesia melimpahkan asset-asetnya

kepada Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta.

Lokasi Kelurahan Dukuh terletak pada dataran rendah

dan sering dilanda banjir sehingga pada tahun 2002

dipindahkan ke Jalan Margaguna Radio Dalam

Jakarta Selatan dengan nama PSTW Budi Mulia 4

dengan daya tamping sebanyak 200 Warga Binaan

Sosial (WBS).

Pada tahun 2014 terjadi perubahan

Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)

yaitu sesuai dengan Peraturan Gubernur Daerah

68

Khusus Ibukota Jakarta Nomor 277 tahun 2014 pada

SKPD Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta yang

semula PSTW Budi Mulia 4 menjadi PSTW Budi

Mulia 3 dengan kapasitas menjadi 275 orang. Pada

tahun 2016 terjadi terjadi penambahan Sasana Tresna

Werdha Dukuh 3 dan Sasana Tresna Werdha (STW)

Dukuh 3, dan Sasana Tresna Werdha (STW) Dukuh 5

beralamat di jalan Dukuh 3 dan jalan Dukuh 5

Kecamatan Kramatjadi Jakarta Timur.

Tahun 2018 ada perpindahan STW Dukuh 3

yang awal di jalan Dukuh 3 Kelurahan Dukuh

Kecamatan Keramatjati Jakarta Timur ke Jalan

Centex Raya RT. 001/03 Nomor 1, Kelurahan

Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Adapun

kapasitas menyeluruh adalah 350 orang WBS lansia

terlantar dengan rincian 195 perempuan dan 90 laki-

laki, Sasana Tresna Werdha Budi Mulia 3 Dukuh

terdiri dari 30 orang WBS lanjut usia perempuan dan

Sasana Tresna Werdha Budi Mulia 3 Centex terdiri

dari 35 orang WBS lanjut usia perempuan.

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

5. Struktur Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi

Mulia 3

Pelayanan yang diberikan pada lanjut usia

terlantar di wilayah DKI Jakarta, khususnya Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 membutuhkan

69

pihak-pihak yang memiliki jabatan untuk dapat

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

sebagaimana yang telah diatur. Kemudian akan

disusun sturktur organisasi kepegawaian yang sesuai

pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.

277 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan

Tata Kerja Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia.

Struktur organisasi menunjukkan adanya hubungan

yang jelas serta pembagian kerja yang terkoordinasi

agar tercapainya tujuan dan terlaksananya peran serta

fungsi yang dijalankan. Berikut struktur organisasi

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 :

Bagan 3. 1 Struktur PSTW Budi Mulia 3

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

Kepala Panti

Drs. Hery Soehartono

Sub. Bagian Tata Usaha

Asta Devin Loriana

Satuan Pelaksana

Pembinaan Sosial

Elisabeth Wijiati Utami

Satuan Pelaksana

Pembinaan Sosial

Yunur Nawangsih

Sub Kelompok Jabatan

Fungsional

Pekerja Sosial

Kurniawan

70

Berdasarkan bagan di atas dapat dilihat

gambaran struktur organisasi Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3 secara garis besar. Adapun

struktur kepegawaian Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia 3 terdiri dari:

6. Jumlah Klien / Penerima Manfaat

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

memiliki kapasitas sebanyak 350 WBS (lansia

terlantar) di mana terbagi ke dalam dua Sasana Tresna

Werdha yang berlokasi di Dukuh dan Centex (khusus

bagi WBS wanita). Adapun kapasitas 350 WBS ini

diantaranya sebanyak 285 WBS menjalani perawatan

di PSTW Budi Mulia 3 dengan rincian laki-laki

berjumlah 90 dan perempuan berjumlah 195.

Bagan 3. 2 Kapasitas PSTW Budi Mulia 3

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

130

30 35 0

50

100

150

200

250

300

Panti Sosial TresnaWerdha Budi Mulia 3

Sasana Tresna WerdhaDukuh

Sasana Tresna WerdhaCentex

PSTW Budi Mulia 3

Laki-Laki Perempuan

71

Sementara WBS lainnya menjalani perawatan

di Sasana Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang

berlokasi di Dukuh sebanyak 30 WBS dan di Centex

sebanyak 35 WBS. Jumlah klien tersebut sesuai

dengan hasil wawancara dengan satuan pelaksana

pembinaan sebagai berikut :

“Iya di Sasana Werdha sama seperti

panti bedanya hanya tempat tinggal dan

kapasitasnya aja, sasana dukuh 30 orang

dan sasana centex 35 orang.”

(Bu Elisabeth, Februari 2020)

Selanjutnya, PSTW Budi Mulia 3 membagi

klasifikasi para WBS dan data terkait jumlah dari

masing-masing kelompok yang ada di PSTW

Budi Mulia 3 sebagai berikut :

72

a. Klasifikasi Lanjut Usia Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3

Bagan 3. 3 Struktur PSTW Budi Mulia 3

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

melakukan pembagian warga binaan sosial

(WBS) ke dalam beberapa klasifikasi guna

memudahkan petugas dalam membantu aktivitas

lanjut usia dan memudahkan petugas dalam

melakukan pekerjaan yang tepat sasaran. Setiap

klasifikasi tersebar ke dalam beberapa wisma,

selain wisma laki-laki dan perempuan dibedakan

lanjut usia juga terbagi berdasarkan kondisi

kesehatannya baik fisik maupun psikisnya yaitu

sebagai berikut :

1) Kelas A (Mandiri Potensial)

PSTW Budi Mulia 3 mengelompokkan kelas

A pada wisma Susi di mana klasifikasi

mandiri potensial adalah WBS yang masih

Kelas A (Mandiri Potensial) Kelas B (Mandiri)

Kelas C (Semi Renta dan Renta) Kelas D (Observasi)

73

mampu beraktivitas secara mandiri tanpa

memerlukan pendampingan. Selain mandiri,

WBS di sini juga yang masih memiliki

potensi dalam melakukan sesuatu.

2) Kelas B (Mandiri)

PSTW Budi Mulia 3 mengelompokkan kelas

B pada wisma Melati, Mawar, Lili, Tulip,

Rajawali, dan Merpati di mana klasifikasi

mandiri adalah WBS yang belum

sepenuhnya melakukan aktivitas secara

mandiri dan masih tetap memerlukan

pendampingan dari penanggung jawab

wisma, pekerja sosial dan pendamping.

3) Kelas C (Tidak Potensial)

PSTW Budi Mulia 3 mengelompokkan kelas

C di mana klasifikasi tidak potensial adalah

WBS dengan kondisi yang kurang mampu

beraktivitas dan tidak mampu lagi untuk

beraktivitas sehari-hari. Kelas C terbagi ke

dalam dua kelompok, yaitu :

a) Semi Renta

PSTW Budi Mulia 3 mengelompokkan

semi renta yaitu WBS yang kondisinya

lemah dan kurang mampu beraktivitas

sehari-hari. Penanggung jawab, pekerja

74

sosial, dan pendamping melakukan

pengawas setiap waktu dalam sehari

penuh yang tersebar wisma Cempaka,

Cendrawasih, Elang, Camar, dan Nuri.

b) Renta

PSTW Budi Mulia 3 mengelompokkan

renta yaitu WBS yang kondisinya lemah

dan tidak mampu lagi beraktivitas sehari-

hari. Penanggung jawab, pekerja sosial,

dan pendamping melakukan pengawas

setiap waktu dalam sehari penuh yang

tersebar pada wisma Kutilang, Anggrek,

Kenanga, dan Gardenia.

4) Kelas D (Observasi)

PSTW Budi Mulia 3 memberikan satu ruangan

observasi di mana ruangan observasi ini adalah

bagi WBS dengan gangguan kejiwaan Psikotik

dan ODMK. WBS dengan gangguan ini

menurut hasil asesmen dari psikolog dan

pekerja sosial yang nantinya akan dirujuk ke

Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa dan

RSKD Duren Sawit.

Berikut adalah data-data warga binaan sosial di tahun

2019 berdasarkan klasifikasi yaitu sebagai berikut :

75

Bagan 3. 4 Kapasitas PSTW Budi Mulia 3 dalam tiga

tahun terakhir

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

Grafik tersebut menjelaskan terjadi

peningkatan kapasitas dalam tiga tahun terakhir.

Tahun 2017 dengan kapasitas lanjut usia

sebanyak 250 dan meningkat di tahun 2018

sebanyak 305 dan tahun 2019 sebanyak 350.

Bagan 3. 5 Klasifikasi WBS Berdasarkan Kelas

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

76

Grafik tersebut menjelaskan jumlah lanjut

usia dilihat dari klasifikasi atau golongan lanjut

usia. Jumlah terbanyak dari golongan

mandiri yaitu 99 lanjut usia dan jumlah terkecil

pada golongan mandiri potensial yaitu hanya 22

lanjut usia.

Bagan 3. 6 Klasifikasi WBS Berdasarkan Usia

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

Grafik tersebut menjelaskan jumlah lanjut

usia yang dilihat dari kelompok usia. Jumlah

terbanyak pada kelompok usia 60 tahun sampai

65 tahun yaitu 157 lanjut usia dan jumlah terkecil

pada kelompok usia yang lebih dari 90 tahun

yaitu hanya 6 lanjut usia.

77

Bagan 3. 7 Klasifikasi WBS Berdasarkan Jenis Kelamin

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

Grafik tersebut menjelaskan jumlah lanjut

usia yang dilihat dari jenis kelamin. Jumlah

terbanyak pada jenis kelamin perempuan yaitu

sebanyak 232 lanjut usia dan jumlah terkecil

pada jenis kelamin laki-laki yaitu 118 lanjut usia.

Bagan 3. 8 Jumlah WBS Berdasarkan Daerah Asal

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

78

Grafik tersebut menjelaskan jumlah lanjut

usia yang dilihat dari daerah asal. Jumlah

terbanyak pada daerah asal Jabotabek yaitu

sebanyak 139 lanjut usia dan jumlah terkecil

pada daerah asal Papua hanya 1 lanjut usia.

Bagan 3. 9 Tahun Penerimaan WBS

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

Grafik tersebut menjelaskan angka

penerimaan lanjut usia yang fluktuatif dari tahun

2010 sampai tahun 2019. Meningkatnya

penerimaan WBS di PSTW Budi Mulia 3 di

tahun 2017 diakibatkan tingginya lonjakan

penjaringan PMKS (Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial) di DKI Jakarta yang

menyebabkan panti penampungan PSBI 1 dan

PSBI 2 membludak, sehingga PSTW Budi Mulia

3 yang menerima lanjut usia terlantar dari panti

79

penampungan ini juga ikut meningkat. Dalam

tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai tahun

2019 terjadi penurunan penerimaan lanjut usia.

7. Data masalah / penyakit fisik dan mental

Total lansia di PSTW Budi Mulia 3 sendiri

sebanyak 285 WBS yang memiliki masalah fisik

maupun mental yang bermacam-macam. Adapun

masalah atau penyakit fisik yang dialami WBS

adalah:

Tabel 3. 1 Penyakit Fisik

NO DIAGNOSA KODE

DIAGNOSA

JUMLAH

KASUS ( % )

1 Arthralgia M26.62 3 1,3

2 Asthma Bronchial J45 16 6,7

3 Cephalgia R51 4 1,7

4 Conjungtivitis E.78 0 0,0

5 Colik Abdomen R10.83 2 0,8

6 Dermatitis L23.9 36 15,0

7 DM Type II E11.9 10 4,2

8 Dyspepsia K30 23 9,6

9 Fatigue R53.1 11 4,6

10 Gastiritis K29.6 7 2,9

11 Hernia Scrotalis K40,90 2 0,8

12 GEA R19.7 6 2,5

13 Hypertensi I10.9 49 20,4

14 ISPA J06.9 11 4,6

15 Katarak H.26.9 0 0,0

16 Konstipasi K59.0 1 0,4

17 Low Back Pain M54.5 1 0,4

18 Myalgia M79.1 31 12,9

19 Neuro Dermatitis L20.81 1 0,4

20 Osteo Arthritis M15.4 7 2,9

21 Pharingitis Acute J02.9 2 0,8

22 Rhinitis J30.4 5 2,1

80

(Sumber:Data Penyakit Fisik PSTW Budi Mulia 3

Januari 2020)

Beda halnya dengan kondisi mental lanjut

usia yang dalam hal ini didiagnosa halusinasi

mengalami psikologis mental berat adalah

mereka yang menjalani pasien rawat jalan (rajal)

di RSKD Duren Sawit. Menurut psikolog, diluar

psikologis mental berat seperti psikotik / ODMK

/ Halusinasi mayoritas lansia memiliki psikologis

mental ringan seperti kecemasan, murung yang

berlebihan, agresif dan konflik / pertikaian antar

sesama WBS.

“Iya di sini yang di luar pasien rajal ya

rata-rata gangguan mental ringan aja dan

ini bisa diatasi sama-sama dengan saya

maupun petugas dan WBS itu sendiri.”

(Bu Deri, Mei 2020)

23 Scabies B86 2 0,8

24 Susp. Pneumonia J18.9 0 0,0

25 Tinea Capitis B35 0 0,0

26 Tinea Corporis B35.4 1 0,4

27 Ulcus DM L89 1 0,4

28 Urticaria L50.9 8 3,3

29 Vertigo R42 0 0,0

JUMLAH 240 100,0

81

B. Alur Pelayanan Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)

Budi Mulia 3

Alur pelayanan di Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia 3 kepada lanjut usia terlantar dilaksanakan

melalui berbagai tahap yaitu sebagai berikut :

Bagan 3. 10 Alur Pelayanan PSTW Budi Mulia 3

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

Input

Proses

Output

Input WBS

Assesment

Penyaluran

Resosialisasi

Pembinaan

Pendekatan

Awal

Penerimaan

Terminasi

Hasil Rujukan

dari:

PSBI Bangun

Daya 1

PSBI Bangun

Daya 2

Proses Pelayanan

dan Pembinaan:

Kegiatan Bimbingan

Fisik, Sosial, Mental,

Keagamaan,

Keterampilan,

Rekreasi, dan

Hiburan

Mandiri

Assesment

Pengungkapan dan

Pemahaman

Masalah

Identifikasi Potensi

yang Dimiliki

Rencana Pelayanan

Penanganan

Panti

- Dokter

- Fisioterapis

- Ahli Agama

Output

1. Reunifikasi

2. Rujukan ke

Lembaga lain

3. Pemulasaraan

Outcome

Diterima oleh

Masyarakat

82

Berdasarkan gambar di atas, penulis menjabarkan apa

yang telah didapat dari studi dokumentasi dan

wawancara. Berikut penjelasan dari masing-masing

tahapan adalah :

1) Tahapan Pendekatan Awal

Pendekatan awal yaitu dimulai dari

penginputan data warga binaan sosial yang telah

menerima rujukan dari PSBI Bangun Daya 1 dan

PSBI Bangun Daya 2 dengan

mempertimbangkan persyaratan yang telah

ditentukan oleh Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 3. Pada awal penerimaan, warga binaan

sosial memiliki syarat sebagai berikut:

a. Lanjut Usia 60 tahun ke atas:

- Tidak ada / tidak diketahui oleh

keluarganya ataupun tidak diurus nyata-

nyata oleh keluarganya sehingga

terlantar.

- Lanjut usia yang tidak ingin tinggal di

lingkungan keluarganya melainkan ingin

disantuni di panti.

b. Keluarga yang tidak mampu / terlantar

c. Masyarakat yang mau dan mampu

berpartisipasi dalam pembinaan

kesejahteraan lanjut usia.

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

83

2) Tahapan Penerimaan

Penerimaan warga binaan sosial dilakukan

bagi mereka yang sudah dirujuk ke Panti Sosial

Tresna Werdha Budi Mulia 3 untuk mendapatkan

pelayanan dan pembinaan sosial yang didukung

dengan penjelasan dari satpel pembinaan sebagai

berikut :

“SOP dari lanjut usia yang terlantar jadi

kita hanya menerima dari panti

penampungan yaitu PSBI 1 dan PSBI 2

yang hasil jangkaungannya berasal dari

jalanan.”

(Bu Elisabeth, Februari 2020)

Tahapan penerimaan melalui beberapa langkah

yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut :

a) Identifikasi Kondisi WBS

Lanjut usia atau warga binaan sosial

yang datang terlebih dahulu diidentifikasi

oleh petugas yaitu pekerja sosial dan pramu

sosial. Identifikasi berupa biodata diri,

keluarga yang dapat dihubungi, serta kondisi

terakhir baik fisik maupun mental dari warga

binaan sosial.

b) Penandatangan Berita Acara Serah Terima

Berita acara serah terima WBS

ditandatangani oleh petugas yang

mengantarkan WBS atau lanjut usia dari

rujukan PSBI Bangun Daya 1 atau Bangun

Daya 2. Berita acara juga ditandatangani

84

oleh pihak yang menerima dan disaksikan

oleh kepala panti atau para staf dari Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.

c) Penjelasan Program Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3

Setelah pekerja sosial atau pramu

sosial melakukan identifikasi, selanjutnya

penjelasan mengenai program dari PSTW

Budi Mulia 3 kepada WBS mengenai

program pelayanan serta pembinaan selama

menjalani proses pemenuhan kebutuhan

seperti bimbingan fisik, bimbingan mental,

bimbingan rohani dan bimbingan

keterampilan.

d) Penempatan Wisma dalam Panti Sosial

Tresna Werdha Budi Mulia 3

Setelah identifikasi dan mendapatkan

hasil kondisi WBS dilanjutkan untuk

penempatan wisma yang sebelumnya setiap

satu wisma sudah ada penanggung jawab

yaitu satu wisma dipegang oleh satu staf

fungsional, satu pekerja sosial dan dua

pramu sosial. Total jumlah wisma di Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

sebanyak 16 wisma yang dibagi menjadi

lima klasifikasi lanjut usia yaitu mandiri,

85

mandiri potensial, renta, semi renta dan satu

ruangan khusus bagi gangguan psikotik.

e) Pengasuhan dan Perawatan

Wisma yang dibagi berdasarkan

klasifikasi lanjut usia memiliki pengasuhan

dan perawatan yang berbeda dari masing-

masing wisma seperti wisma semi renta dan

wisma renta yang dinamakan ruangan total

care. Total care yang dimaksud adalah

penanggung jawab membantu WBS dari segi

pengasuhan, perawatan dan pengawasan

secara maksimal dalam pemenuhan

kebutuhan dan aktivitas satu hari penuh.

Beda halnya dengan wisma mandiri

dan mandiri potensial yang tidak sepenuhnya

dalam satu hari penuh mengasuh dan

merawat mereka. Apabila kondisi fisiknya

masih mampu maka diutamakan untuk tetap

melakukan aktivitasnya sendiri dan tetap

dalam pantauan penanggung jawab wisma.

Berlaku juga hal yang sama dengan wisma

bagi lanjut usia dengan gangguan psikotik.

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

86

3) Tahapan Asesmen

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

melakukan tahapan assesmen selama satu sampai

dua hari. Tahapan yang dilakukan ialah

pengungkapan masalah dan potensi dari warga

binaan sosial yang akan berkaitan dengan

pemenuhan kebutuhan penyelenggara

kesejahteraan sosial. Berdasarkan hasil

identifikasi WBS, rencana pelayanan yang

diberikan juga akan menyesuaikan dengan

program yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia 3. Bentuk assesmen yang dilakukan

meliputi :

a) Pengungkapan dan pemahaman masalah dari

aspek biologis, psikologis, sosial dan

spiritual yang sesuai dengan karakteristik

klien yaitu permasalahan yang dialami klien.

b) Identifikasi potensi dan hambatan yang

dialami oleh lanjut usia. Dalam hal ini

penggalian informasi menjadi salah satu

proses dalam penyelesaian masalah.

Hambatan yang dimaksud adalah riwayat

penyakit yang pernah atau sedang dialami

guna memudahkan pekerja sosial untuk

dapat membuat langkah atau rencana

intervensi yang akan dilakukan dalam hal

proses penyelesaian masalah klien.

87

c) Penyusunan rencana pelayanan menjadi

suatu hal yang sangat penting dalam akhir

tahap assesmen ini. Rencana pelayanan

disusun oleh pekerja sosial dengan melihat

sekaligus mempertimbangkan potensi dan

hambatan yang dimiliki oleh klien agar

rencana pelayanan akan berjalan optimal dan

efektif. Berikut ini adalah contoh form

asesmen yang diisi oleh pekerja sosial.

Tabel 3. 2 Form Asesmen

Nama :

Tahun Lahir :

NIK :

KK :

Agama :

Asal Rujukan :

No BPJS :

Kondisi Fisik

Berat Badan :

Tinggi Badan :

Ciri Khusus :

Riwayat Kesehatan :

Riwayat Psikologis :

Riwayat Sosial :

88

Keluarga

Riwayat home visit

Catatan

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

4) Tahapan Pembinaan

Pembinaan dilakukan dalam rangka

perlindungan serta menjadikan para WBS atau

lanjut usia dapat beraktivitas dalam mengikuti

pembinaan secara mandiri dan produktif.

Tahapan pembinaan ini terdiri dari berbagai

macam kegiatan, yaitu sebagai berikut :

a) Bimbingan Fisik

Kegiatan dalam bimbingan ini meliputi

senam kesegaran jasmani dan jalan sehat

keliling panti.

89

b) Bimbingan Mental

Bimbingan yang dilakukan oleh

profesi psikolog di mana ia memberikan

pelayanan dengan mendatangi setiap lansia

di wismanya masing-masing. Tujuan adanya

bimbingan mental ialah untuk membantu

pemahaman kesadaran dalam penanganan

diri lanjut usia.

c) Bimbingan Rohani

Bimbingan rohani bertujuan untuk

meningkatkan keimanan lanjut usia serta

melatih atau membiasakan diri dalam

beribadah agar lanjut usia senantiasa

berperilaku sesuai kaidah maupun syariat

islam. Beberapa kegiatan dalam bimbingan

rohani diantaranya adalah kegiatan

keagamaan islam / non islam ialah apabila

beragama islam terdapat kegiatan ceramah,

shalat berjamaah dan kegiatan pengajian

yasinan dan yang non islam kegiatan

kerohanian.

2. Bimbingan Keterampilan

Bimbingan keterampilan bertujuan

untuk melatih kemampuan berpikir dan

proses daya ingat serta meningkatkan

90

kreativitas pada lanjut usia yang dibimbing

atau dipandu oleh instruktur.

3. Bimbingan Kesenian

Tujuan bimbingan kesenian ini

dilakukan untuk dapat menyalurkan bakat

dan minat para lanjut usia dengan kegiatan

yang menyenangkan seperti kesenian

angklung dan gamelan.

4. Hiburan dan Rekreasi

Kegiatan hiburan diantaranya adalah

panggung gembira, nonton bareng dan

karaoke serta kegiatan rekreasi yaitu pergi

jalan-jalan bersama WBS dan petugas ke

suatu tempat yang bertujuan untuk mengenal

lebih dekat dengan lingkungan luar dan

mengurangi kejenuhan pada WBS.

5) Tahapan Resosialisasi

Tahapan resosialisasi yang diberlakukan

pada WBS yang telah siap seperti dikembalikan

kepada pihak keluarga atau reunifikasi,

bimbingan sosial hidup bermasyarakat,

pembinaan lanjut dan penyaluran. Hal ini dapat

dilakukan jika menyutujui perjanjian yang akan

disepakati bersama antara pihak PSTW Budi

Mulia 3 dengan pihak keluarga WBS atau dengan

91

WBS itu sendiri. Sebelumnya dilakukan proses

berikut dari hasil wawancara dengan pekerja

sosial.

“Pemetaan apakah benar-benar WBS

ada atau memiliki keluarga, fasilitas

yang dapat terhubung ke keluarga WBS

(melalui surat, media sosial atau melalui

kunjungan ke rumah / home visit)

dengan terlebih dahulu mengetahui data-

data yang ada pada WBS (alamat

lengkap, atau info keluarga yang dapat

dihubungi).”

(Pak Kurniawan, Mei 2020)

6) Tahapan Terminasi

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

melakukan terminasi atau pemutusan kontrak

dalam proses pertolongan pada warga binaan

sosial. Terminasi ini dilakukan berdasarkan hasil

identifikasi dan asesmen terhadap wbs apakah

dikembalikan kepada pihak keluarga atau dirujuk

ke instasi lain seperti RSKD Duren Sawit dan

Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa atau

menetap sampai akhir di PSTW Budi Mulia 3

dengan adanya kesepakatan surat perjanjian

bermaterai kepada pihak keluarga (jika ada) atau

dengan WBS itu sendiri. WBS yang masuk ke

dalam terminasi berdasarkan hasil identifikasi

dan asesmen sebagaimana yang dijelaskan juga

oleh pekerja sosial sebagai berikut :

92

a. Jika memiliki keluarga dan keluarga

menerima keberadaan WBS maka akan

dikembalikan kepada keluarganya.

b. Jika memiliki keluarga tetapi keluarga

menolak atau tidak menerima keberadaan

WBS maka akan dibuatkan surat pernyataan

(bermaterai) bahwa WBS diserahkan ke panti

dan tidak menuntut jika terjadi sesuatu pada

WBS.

c. Jika tidak memiliki keluarga maka terminasi

dilakukan sampai WBS meninggal di panti.

d. Terminasi juga dapat dilakukan dengan

merujuk WBS dengan psikotik / ODMK ke

tempat yang sesuai dengan kebutuhannya

seperti RSKD Duren Sawit dan PSBL

Harapan Sentosa.

(Pak Kurniawan, Mei 2020)

C. Sarana dan Denah Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 3

Tabel 3. 3 Sarana PSTW Budi Mulia 3

No. Jenis Sarana Jumlah Peruntukan

1. Asrama 13 Ruang tidur kakek dan nenek

2. Ruang dapur 1 Kegiatan memasak untuk

makan pegawai dan WBS

3. Ruang kantor 2 Kepala Panti, Sub Bag TU,

dan Staf

93

4. Ruang gudang 3 Penyimpanan barang-barang

kantor dan kebutuhan WBS

5. Ruang komputer 1 Ruang untuk keperluan

pegawai dan WBS

6. Ruang aula serba

guna

1 Pertemuan, rapat dan

kegiatan

7. Ruang tamu 1 Ruang menunggu tamu dan

keluarga WBS

8. Ruang keterampilan 1 Ruang kegiatan keterampilan

WBS

9. RMCK / toilet 3 Keperluan mandi dan

mencuci

10. Lapangan olahraga 1 Kegiatan olahraga pegawai

dan WBS

11. Mushola 1 Kebutuhan ibadah Pegawai

dan WBS

12. Ruang workshop /

perpustakaan

1 Ruang seminar dan kegiatan

membaca WBS

13. Ruang identifikasi

WBS

1 Ruang pendataan awal WBS

14. Ruang klinik 1 Ruang pengecekan kesehatan

WBS

15. Ruang pemulasaraan 1 Ruang untuk menempatkan

jenazah

16. Ruang penjagaan

security

3 Ruang untuk keamanan

94

17. Bangunan bertingkat 1 Ruangan WBS Mandiri

18. Taman 1 Menanam tumbuhan dan

bunga

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

Berikut ini adalah denah ruangan Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia 3 :

Gambar 3. 1 Denah PSTW Budi Mulia 3

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

D. Program serta Kegiatan dan Jadwal Kegiatan di Panti

Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

melaksanakan kegiatan pelayanan serta pembinaan

sebagai bentuk rehabilitasi sosial bagi lanjut usia terlantar

di DKI Jakarta. Adapun bentuk kegiatannya dituangkan

dalam beberapa program, yaitu sebagai berikut :

1. Bimbingan Fisik

95

Bimbingan fisik bertujuan untuk memelihara

serta menjaga kesehatan fisik lanjut usia untuk tetap

melakukan gerakan-gerakan olahraga secara bersama-

sama. Ini dilakukan tiga kali dalam seminggu yaitu

pada hari selasa, kamis, dan jumat. Bimbingan fisik

dapat berupa senam kesegaran jasmani dan jalan-jalan

sehat keliling panti yang dipandu oleh instruktur serta

petugas yang hadir untuk mendampingi WBS.

Berikut adalah contoh dari program bimbingan fisik

di PSTW Budi Mulia 3 :

Gambar 3. 2 Kegiatan Senam

(Sumber : Hasil Dokumentasi Sebelum Wabah Covid-19,

Februari 2020)

96

Gambar 3. 3 Jalan-jalan keliling panti / jalan sehat

(Sumber : Hasil Dokumentasi, Juli 2020)

“Untuk bimbingan fisik kita ada senam

dan jalan sehat, senam ada instruktur

dari luar setiap hari selasa dan jumat

dengan memperhatikan juga gerakan-

gerakan yang menyesuaikan

kemampuan kakek nenek di sini. Dan

jalan sehat bersama-sama setiap hari

kamis dengan keliling mengelilingi

panti. Kegiatan bimbingan fisik ini juga

didampingi oleh petugas.”

(Bu Elisabeth, Februari 2020)

97

2. Bimbingan Rohani

Bimbingan rohani bertujuan untuk

meningkatkan keimanan lanjut usia serta melatih atau

membiasakan diri dalam beribadah agar lanjut usia

senantiasa berperilaku sesuai kaidah maupun syariat

islam. Bimbingan rohani dibagi menjadi dua

kelompok yaitu bimbingan rohani islam dan

bimbingan rohani kristen.

Bimbingan rohani bagi lanjut usia yang

beragama islam diadakan empat kali dalam seminggu

yang dipandu oleh pemuka agama atau penceramah

yaitu hari senin, selasa, rabu dan jumat setiap pukul

08.00-10.00 WIB. Bimbingan rohani bagi lanjut usia

yang beragama kristen diadakan satu kali dalam

seminggu yaitu hari kamis pukul 10.00-12.00 WIB

yang juga dipandu oleh pemuka agama. Berikut salah

satu contoh kegiatan dari program bimbingan rohani :

Gambar 3. 4 Kegiatan Ceramah Pagi

(Sumber : Hasil Dokumentasi Sebelum Wabah Covid-19, Maret

2020)

98

“kita mendatangkan ahli agama atau

seringnya beberapa waktu belakangan

pandemic covid ini adalah pekerja sosial

dalam kegiatan kerohanian yang

bertujuan untuk meningkatkan keimanan

mereka selama di panti dan sudah

terjadwalkan.”

(Bu Elisabeth, Februari 2020)

3. Bimbingan keterampilan

Bimbingan keterampilan bertujuan

untuk membantu lanjut usia dalam melatih

kemampuan berpikir dan mengingat

bagaimana proses kegiatan keterampilan yang

dibimbing atau dipandu oleh instruktur serta

meningkatkan kreativitas pada lanjut usia.

Selain itu, membantu lanjut usia dalam

mengisi waktu luang dengan mengikuti

kegiatan yang dilakukan satu kali dalam

seminggu, seperti menyulam, menjahit,

membuat keset, membuat bunga, membuat

kunciran / tempat tisu dan menyulam taplak.

“Keterampilan ada banyak di antaranya

menyulam, menjahit, membuat keset

dan kerajinan tangan lainnya, instruktur

juga didatangkan dari luar untuk dapat

membimbing para wbs yang memiliki

keinginan dan mampu membuat

keterampilan."

(Bu Elisabeth, Februari 2020)

4. Bimbingan Mental

99

Setiap minggu sekali ada psikologi

yang datang untuk melakukan bimbingan

mental yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari para lanjut usia. Seperti yang sudah

dijelaskan dalam penjabaran tahap pembinaan

di atas bahwa masalah mental yang dialami

lansia atau WBS berbeda-beda. Lansia yang

tergolong dengan gangguan mental seperti

halusinasi atau psikotik dan ODMK.

“Pelayanan yang diberikan di lembaga

sosial bagaimana kita menguati mereka

memotivasi untuk semangat hidup.

Memberikan pemahaman kesadaran atas

penanganan diri. Untuk lansia yang

mengalami gangguan jiwa dipindahkan

ke rumah sakit duren sawit untuk dirajal

dan terkait lansia yang sudah dinilai

memiliki agresif yang tinggi itu saya

minta juga untuk dipindahkan.

Pengambilan data dilakukan juga untuk

lansia yang baru datang dari panti lain.

Dan menangani lansia yang konflik di

saat saya ada maupun tidak langsung

saya tangani seperti memediasi dan lain-

lain. Dan saya diminta kesediaan juga

untuk dapat melayani para petugas di

panti.”

(Bu Deri, April 2020)

5. Pelayanan kesehatan fisik

Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 3 memiliki tempat klinik kesehatan

yang dapat memberikan pelayanan kesehatan

100

berupa pengecekan rutin yang dilakukan oleh

perawat untuk melihat kondisi kesehatan

lanjut usia. Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 3 juga telah bekerja sama dengan

jaringan mitra di bidang kesehatan yang

tersebar di DKI Jakarta.

“Pelayanan kesehatan di sini kita ada

perawat dan klinik. Karena masih

wilayah kerja puskesmas kecamatan

cilandak jadi ada dokter yang datang

untuk langsung memerika kondisi

kesehatan wbs.”

(Bu Yunur, April 2020)

6. Bimbingan kesenian

Bimbingan kesenian bertujuan untuk

membantu lanjut usia dalam menyalurkan

bakat, minat dan hobi yaitu seperti kegiatan

qosidah, gamelan, dan angklung yang

dilakukan setiap kamis pukul 13.00 sampai

pukul 15.00. berikut adalah salah satu contoh

kegiatan dari program kesenian :

101

Gambar 3. 5 Kegiatan Angklung

(Sumber : Hasil Dokumentasi Sebelum Wabah Covid-19,

Februari 2020)

“Iya udah ada jadwalnya kok setiap

kesenian diantaranya ada gamelan dan

angklung.”

(Bu Nada, April 2020)

7. Hiburan dan Rekreasi

Hiburan dapat berupa nonton bareng/karaoke

atau yang dinamakan panggung gembira.

Panggung gembira diadakan setiap jumat

pukul 09.00-11.00 WIB dan setiap sabtu dan

minggu pukul 10.00 WIB.

“Setiap setahun sekali ada kegiatan

jalan-jalan keluar seperti ke ragunan dan

ke tempat luar lainnya. Dalam hal ini

yang ikut siapa saja terutama yang

mandiri dan mandiri potensial

102

mengingat keterbatasan petugas dalam

mendampingi.”

(Bu Ayuni, April 2020)

Tabel 3. 4 Jadwal Kegiatan

Hari Minggu Jam Kegiatan

Senin I s/d IV 08.00-10.00 1. Bimbingan Rohani Islami

(Mushola)

I s/d IV 10.00-12.00 2. Bimbingan Keterampilan

I s/d IV 13.00-15.00 3. Bimbingan Rohani Kristen

Selasa I s/d IV 07.30-08.30 1. Bimbingan Fisik (Senam

Kesegaran Jasmani)

I s/d IV 09:00-11:00 2. Bimbingan Rohani Islam

(di ruangan/Wisma)

Rabu I s/d IV 09.00-11.00 1. Bimbingan Rohani Islam

(di ruangan/Wisma)

I s/d IV 10:00-12:00 3. Bimbingan Rohani Kristen

I s/d IV 13:00-15:00 2. Bimbingan Kesenian

Panggung Gembira

Kamis I s/d IV 07:30-

selesai

1. Psikologi

I s/d IV 07:30-09:00 2. Jalan-Jalan Sehat Keliling

Panti

I s/d IV 10.00-12.00 3. Bimbingan Rohani Kristen

103

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

I s/d IV 13.00-15.00 4. Bimbingan Kesenian

Angklung

Jum’at I s/d IV 07:00-08.00 1. Bimbingan Fisik (Senam

Kesegaran Jasmani)

09:00-11:00 2. Bimbingan Rohani Islam

(diruangan/Wisma)

09:00-11:00 3. Bimbingan Kesenian

Panggung Gembira

Waktu

luang dan

incidental

4. Bimbingan Pembinaan

Sosial Edukatif

Sabtu I s/d IV 10:00-

selesai

1. Nonton Bareng/Karoke

Minggu I s/d III 10:00-

selesai

1. Nonton Bareng/Karoke

104

E) Jaringan Kemitraan di Bidang Kesehatan

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 telah

melakukan jaringan kemitraan khususnya dalam bidang

kesehatan. Dalam hal ini lanjut usia atau warga binaan

sosial yang mengalami gangguan kesehatan baik fisik

maupun mental yang sebelumnya juga telah

direkomendasikan oleh tenaga kesehatan akan langsung

dirujuk ke berbagai puskesmas atau rumah sakit di DKI

Jakarta, yaitu sebagai berikut :

1. Puskesmas Pesanggrahan

2. RSUD Tarakan

3. RSUP Fatmawati

4. RS Prikasih

5. RSUD Koja

6. RSUD Pasar Minggu

7. RSKD Duren Sawit

8. RSUD Kebayoran Baru

9. RSUD Budi Asih

10. Puskesmas Cilandak

11. Puskesmas Gandaria Selatan

(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)

Dari berbagai rujukan rumah sakit dan puskesmas

di atas terdapat informasi tambahan terkait pelayanan

kesehatan fisik di PSTW Budi Mulia 3 itu sendiri, berikut

penjelasannya dari satuan pelaksana pelayanan :

105

“Di sini kan wilayah kerjanya di kecamatan

cilandak jadi setiap hari selasa, dokter dari

puskesmas cilandak datang atau jemput bola

untuk memeriksa kakek nenek di sini tapi

untuk sekarang karena keadaannya sedang

corona jadi belum ada jemput bola.”

(Bu Yunur, April 2020)

Dari informasi tersebut berdasarkan wilayah kerja Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang berada di

wilayah kerja Kota Jakarta Selatan, Puskesmas

Kecamatan Cilandak memberikan pelayanan kesehatan

secara langsung kepada lansia sebelum mewabahnya

covid-19. Adapun pelayanan kesehatan mental yang

diberikan PSTW Budi Mulia 3 menurut penuturan dari

satuan pelaksana pembinaan ialah :

“Lansia dengan gangguan jiwa di sini

namanya pasien rajal (rawat jalan) karena

sedang menjalani perawatan dari RSKD

Duren Sawit setiap seminggu atau dua

minggu sekali kami mengantarkan untuk

pemeriksaan kejiwaan lansia ke sana.”

(Bu Elisabeth, April 2020)

106

BAB IV

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Bab ini menyajikan berbagai data-data yang telah dikumpulkan

oleh penulis pada penelitian ini. Adapun pengelompokkan data

didasarkan kepada kebutuhan untuk menjawab pertanyaan

penelitian yaitu bagaimana metode group work dalam

memelihara kesehatan mental pada lanjut usia di Panti Sosial

Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang terfokus pada model-model

pengelompokkan dalam group work dengan meninjaunya dari

tiga aspek penelitian, yaitu social conversation group, recreation

group, dan recreation skill group yang dipergunakan oleh

lembaga untuk menjalankan model group work kepada warga

binaan sosial Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.

A. Metode Group Work dalam memelihara kesehatan mental di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

1. Social Conversation Group

Kelompok percakapan sosial sering digunakan

bagi individu yang belum saling mengenal dengan baik,

untuk dapat mengetahui aktivitas social conversation

group yang diselenggarakan di lembaga ini, maka

penulis meninjaunya dari tiga kategori, yaitu topik

percakapan, interaksi hubungan dan ketersediaan

fasilitas.

a. Topik Percakapan

107

Terdapat beberapa kegiatan diisi dengan

topik percakapan yang mengikutsertakan para WBS

di panti, sebagaimana yang diungkap oleh salah satu

pekerja sosial berikut ini :

Terdapat dua kegiatan percakapan sih, ada

kegiatan ceramah pagi yang termasuk bagian

dari bimbingan spiritual, ini dilakukan rutin

hari senin, rabu, jumat yang diikuti kisaran

50 WBS di mushola serta ada kelompok

kecil yang diselenggarakan ketika

mengantarkan WBS untuk masuk ke wisma

yang akan ditempatinya terdiri dari 5 sampai

10 WBS tergantung situasi berapa WBS

yang berada di wisma. (Pekerja Sosial N, 23

April 2020)

Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu

WBS mengenai informasi kegiatan ceramah :

Ada ceramah di mushola senin rabu jumat,

yang ikut banyak 50 orang. (Ibu M, 20 April

2020)

Namun ada juga WBS yang menyebutkan

angka yang berbeda terhadap peserta yang hadir di

kegiatan ceramah :

Yang ikut ya lebih dari 20an lah. (Bapak S,

21 April 2020)

Perbedaan terhadap penyelenggaraan kedua

jenis percakapan tersebut juga dapat dilihat dari

topik / materi yang disampaikan, sebagaimana yang

diungkap oleh salah satu pekerja sosial :

108

Materi yang disampaikan seputar kehidupan

dalam islam karena tujuan kegiatan ini untuk

meningkatkan iman, takwa dan ibadah para

WBS di masa usia yang sudah lanjut. Terkait

materi sebetulnya fleksibel walaupun

sebelumnya sudah disiapkan ini tergantung

bagaimana keinginan dan antusias WBS.

Sementara dengan kelompok kecil diisi

pemberitahuan sekaligus memperkenalkan

WBS baru serta menghimbau kepada mereka

agar dapat menerima dan membantunya yang

bertujuan untuk memudahkan WBS baru

dalam beradaptasi di lingkungan baru.

(Pekerja Sosial N, 23 April 2020)

Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa

WBS terkait topik yang disampaikan dalam kegiatan

ceramah :

Ya seperti ceramah pada umumnya, bahas

rukun islam dan rukun iman. (Bapak S, 21

April 2020)

Bahas apa aja kaya ibadah. (Ibu M, 20 April

2020)

Ada bahas fiqh, syariat, akidah, rukun iman

dan lain-lain. (Bapak J, 21 April 2020)

Selain itu terdapat peran yang dilakukan

pekerja sosial dalam kedua jenis percakapan

tersebut :

Peran yang dilakukan ketika peksos yang

mengisi ceramah tentunya sebagai edukator

dan ketika ada penceramah dari luar peksos

melakukan pendampingan dan pengamatan

bagaimana para WBS selama ikut proses

kegiatan. Sementara dalam kelompok kecil

peksos sebagai broker yaitu menghubungkan

WBS baru dengan memperkenalkan pada

109

WBS lain di wisma yang akan ditempatinya.

(Pekerja Sosial N, 23 April 2020)

Terdapat manfaat yang didapatkan selama

mengikuti kedua jenis percakapan yang diungkap

oleh kedua WBS :

Manfaat ikut itu saya jadi selalu ingat Allah,

jadi tau banyak agama islam neng. Saya kan

juga kadang sering marah-marah sama orang

tapi bisa saya kendaliin karena saya udah tau

kalau itu ga baik malah dosa. (Bapak S, 21

April 2020)

Masya Allah bukan main manfaatnya, saya

bersyukur adanya kegiatan ini yang rutin

setiap minggu banyak membahas hal positif.

(Bapak J, 21 April 2020)

Selain manfaat yang didapatkan, terdapat perubahan

yang terjadi pada masalah psikologis para WBS

yang diungakap oleh salah satu pekerja sosial :

Sejauh ini mereka normal tidak ada suatu

kendala masalah psikologis yang

menganggu, dulu salah satu WBS pernah

sampe konflik tetapi alhamdulillah saat ini

udah engga, karna kami juga lebih tegas

untuk selalu memotivasi mereka apapun

kegiatannya termasuk kegiatan ceramah

pagi. (Pekerja sosial N, 21 April 2020)

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat

disimpulkan terdapat dua jenis social conversation

group yaitu kegiatan ceramah pagi yang dilakukan

rutin setiap minggu dan dihadiri 20 sampai 50 WBS.

Adapun kelompok kecil yang dilakukan apabila

110

kedatangan WBS baru yang terdiri 5 sampai 10

WBS.

Materi / topik percakapan yang disampaikan

berbeda salah satunya dari kegiatan ceramah seperti

tentang ibadah, rukun islam, rukun iman, fiqh, dan

akidah. Beberapa diantara WBS memiliki perubahan

dari masalah psikologis yang ditandai seperti

pengendalian emosi di saat konflik, peningkatan

keimanan dan selalu melakukan kebaikan.

b. Interaksi hubungan

Dalam social conversation group selain

terdapat topik yang dibahas terjadi pula interaksi

hubungan yang terjadi baik sesama WBS atau

dengan petugas di panti untuk dapat saling

mengenal, sebagaimana yang diungkap oleh salah

satu pekerja sosial berikut ini :

Salah satu kegiatan agar WBS saling

mengenal dan saling mempererat hubungan

yaitu kegiatan ceramah pagi Kegiatan

ceramah ada sesi tanya jawab terkait topik

yang dibahas biasanya ada WBS yang lebih

paham dan membantu juga dalam menjawab.

(Pekerja sosial, 21 April 2020)

Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu WBS

yang sudah lama berada di panti mengenai interaksi

dalam kegiatan ceramah :

Kaya ceramah biasa saya suka nanya kalo

ada yang saya ga paham terus dijawab terus

111

ada yang nanya lagi, sama-sama belajar jadi

banyak tau dan bisa makin kenal walau suka

rada lupa karna saya udah dari 2012. (Ibu M,

20 April 2020)

Perbedaan terhadap interaksi juga diungkap oleh

salah satu WBS yang belum lama berada di panti :

Saya lebih banyak menyimak dan langsung

saya pahami, saya juga kurang mengenal

dengan mereka baru kenal dengan WBS di

wisma yang saya tempati karna saya baru

masuk September tahun lalu. (Bapak J, 21

April 2020)

Dari proses interaksi juga dilihat bagaimana

hubungan yang terjalin, sebagaimana yang diungkap

oleh salah satu pekerja sosial :

Mewabahnya covid-19 saat ini perlahan-

lahan memang tidak seramai sebelumnya

tetapi WBS masih cenderung banyak.

Sebelum kegiatan tetap melakukan

pengecekan kondisi kesehatan, selalu

menghimbau jaga jarak, dan fasilitas pencuci

tangan sesuai protokol kesehatan yang sudah

diberlakukan di pstw. Sebetulnya hubungan

antara sesama WBS maupun petugas tidak

hanya dilihat melalui kegiatan saja tetapi

juga dari interaksi sosial yang terjalin.

(Pekerja sosial, 21 April 2020)

Hal senada juga dialami kedua WBS akibat sedang

mewabahnya covid-19 :

Lagi beberapa bulan ini kan lagi covid jadi

sedang males-malesnya neng. Dalam

keadaan sekarang kan dibatasin keluar dan

112

ga bisa ngapa-ngapain jadi lemes aja badan

bawaannya. (Bapak S, 21 April 2020)

Dan pada saat di bulan puasa beberapa bulan lalu

Dalam menjelang puasa ini saya agak

menghindari untuk ikut kegiatan karna kan

ini juga campur laki-laki dan perempuan jadi

saya lebih menjaga diri untuk di bulan puasa

tetapi saya tetap melakukan kegiatan lain

sendiri seperti membaca Al-Quran di kamar.

(Bapak J, 21 April 2020)

Terjadi perubahan pada WBS dalam kegiatan

sehari-hari, sebagaimana juga yang diungkap oleh

salah satu pekerja sosial berikut :

Sejauh ini di antara mereka hubungan

cenderung cukup baik walau sesekali salah

satu dari mereka pernah ada keributan

dengan WBS lain biasanya terkait hal-hal

mengenai keseharian di wisma tetapi hal

tersebut masih bisa diatasi oleh pekerja

sosial dan karena sedang covid-19 juga

diantara mereka ada yang mengurung sendiri

di kamar dan tidak keluar / tidak ikut

kegiatan. (Pekerja sosial N, 21 April 2020)

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat

disimpulkan jenis percakapan seperti kegiatan

ceramah pagi adanya proses interaksi seperti sesi

tanya jawab yang di dalamnya juga ada diskusi yang

melibatkan antar WBS. Selain itu, hubungan yang

terjalin menurut penjelasan dua WBS diantaranya

sudah mengenal dengan yang lain walaupun

113

terkadang faktor usia yang menyebabkannya tidak

mengingat.

Kondisi mewabahnya covid-19 ini PSTW

Budi Mulia 3 telah menerapkan protokol kesehatan

guna mumutus rantai penyebaran covid-19,

beberapa diantara WBS memilih cara lain yang

dikehendakinya seperti ada yang mengurung sendiri

di kamar dan tidak keluar / tidak mengikuti kegiatan

dan dengan hal itu interaksi hubungan baik para

WBS dan petugas kian berkurang. Pekerja sosial

juga menegaskan keterkaitan pengaruh kegiatan

terhadap masalah psikologis WBS yang sejauh ini

hubungan cenderung baik walaupun sesekali

mendapati ada keributan dan segera dapat diatasi.

c. Ketersediaan fasilitas

Kegiatan kelompok yang dilakukan dapat

berjalan apabila terdapat ketersediaan fasilitas yang

mendukung berupa tempat, sumber daya manusia

(SDM), perlengkapan atau peralatan. Sebagaimana

yang diungkap oleh salah satu pekerja sosial berikut:

Kegiatan ceramah tentunya berada di

mushola dan lembaga telah menyiapkan

penceramah dari luar. Tetapi karena suatu

sebab dan kondisi covid pekerja sosial yang

lebih berkontribusi dengan merangkap untuk

menjadi penceramah. (Pekerja sosial, 21

April 2020)

114

Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu WBS

mengenai tempat dan SDM dalam kegiatan

ceramah:

Selalu di mushola neng, biasanya ada ustadz

tetapi lebih sering dari petugas yang ngisi.

(Ibu M, 20 April 2020)

Perbedaan terhadap penyelenggara kegiatan

ceramah juga dapat dilihat dari perlengkapan atau

peralatan yang mendukung, sebagaimana yang

dijelaskan oleh beberada WBS berikut :

Sebelum ceramah dimulai biasanya ada yang

shalat dhuha dan mengaji makanya yang

laki-laki kokoh dan sarung yang dikasih

petugas pas pertama datang ke panti, yang

perempuan bawa mukena dan ditambah

sekarang ini semuanya pake masker terus

sebelum masuk cuci tangan dan wudhu. Di

mushola juga banyak Al-Quran dan beberapa

Iqra. (Bapak S, 21 April 2020)

Hal senada juga diungkapkan oleh pekerja sosial

yang juga menambahkan penjelasan terkait

ketersediaan fasilitas dari kegiatan ceramah berikut.

Mengenai perlengkapan yang dibawa ketika

kegiatan ceramah para WBS berpakaian

seperti ketika pergi shalat ya laki-laki dengan

sarung dan perempuan dengan mukenanya.

Karna kondisi sedang covid saat ini semua

area termasuk mushola wajib bermasker dan

WBS semua sudah diberikan masker oleh

panti. Sebagian dari mereka ada yang

membaca Al-Quran dan ada yang

melaksanakan shalat dhuha dengan tetap

berjarak. Setiap ada acara peringatan hari

115

besar islam seperti maulid nabi dan isra

miraj yang juga diisi dengan ceramah,

lembaga menyediakan snack atau makanan

ringan selama berlangsungnya kegiatan

tersebut. (Pekerja sosial N, 21 April 2020)

Adanya pengaruh dari kegiatan acara peringatan

islam yang diselenggarakan dari lembaga dan

berdampak terhadap sikap WBS, sebagaimana yang

diungkap oleh salah satu pekerja sosial :

Ada sebagian WBS sebelum mengikuti

kegiatan bertanya dulu apakah ada makanan

(snack) atau tidak dan diantaranya ada yang

tetap ikut bahkan ada yang kesal lalu tidak

jadi ikut, karena sebagian dari mereka

mengira kegiatan ceramah yang rutin

diadakan merupakan acara peringatan islam

yang pastinya menyediakan (snack). Peksos

dan petugas lain berusaha meluruskan

dengan memberikan penjelasan secara detail

agar WBS dapat memahami. (Pekerja Sosial

N, 21 April 2020)

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat

disimpulkan model social conversation group

seperti kegiatan ceramah didukung melalui

ketersediaan sumber daya manusia (SDM) seperti

pekerja sosial yang lebih berkontribusi saat ini

ditambah dengan kondisi selama mewabahnya

covid-19. Perlengkapan yang dibutuhkan WBS

seperti biasanya laki-laki dengan baju kokoh serta

sarung dan perempuan dengan mukenanya yang

telah dibagikan saat pertama kali di panti lalu

116

tambahan masker yang sudah diberikan awal bulan

lalu.

Protokol kesehatan yang sedang

diberlakukan PSTW Budi Mulia 3 saat ini tidak

membuat kegiatan menjadi tertunda. WBS yang

mengikuti kegiatan ceramah sebelumnya tetap

membaca Al-Quran dan shalat dhuha dengan

berjarak (social distancing) di mushola. Keterkaitan

hal ini dengan masalah psikologis WBS belum

tuntas hilang karena masih didapati masalah-

masalah umum terkait psikis yang dialami WBS.

2. Recreation group

Kelompok rekreasi bertujuan untuk memberikan

kesenangan pada lanjut usia maka penulis meninjaunya

dari tiga kategori yaitu berupa jenis kegiatan yang

menyenangkan, tidak mengharuskan ada instruktur /

pelatih, dan fasilitas praktis.

a. Jenis kegiatan yang menyenangkan

Berbagai kegiatan kelompok dilakukan dari program

yang telah dirancang oleh lembaga, salah satunya

jenis kegiatan yang menyenangkan bagi lanjut usia,

sebagaimana yang dijelaskan oleh salah satu

pendamping :

Kegiatan yang menyenangkan itu sudah

dirancang melalui program pembinaan dan

hampir semua kegiatan itu mereka senang

117

tanpa kecuali, salah satunya yaitu kegiatan

jalan-jalan atau berkemah ke suatu tempat

wisata yang diadakan setahun sekali.

(Pendamping A, 20 April 2020)

Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu WBS

mengenai jenis kegiatan yang menyenangkan :

Yang paling saya senang pergi jalan-jalan ke

tempat wisata gitu neng kaya ke ragunan jadi

bisa liat tempat luar ga bosen di panti mulu

tapi itu cuma setahun sekali neng. (Ibu M, 20

April 2020)

Namun ada juga WBS yang menjelaskan perbedaan

jenis kegiatan yang menyenangkan :

Menurut saya, siapapun yang berolahraga

setiap hari banyak gerak itu sesuatu yang

baik salah satunya jalan-jalan keliling panti

di hari kamis. (Bapak J, 21 April 2020)

Yang paling saya senang itu buat keset sejak

tahun 2009 karena selain ngisi waktu saya

juga bisa menjualnya dan mendapatkan

hasilnya tapi disayangkan sekarang sudah

tidak ada bahan keset lagi dari panti. (Bapak

S, 21 April 2020)

Perbedaan terhadap masing-masing jenis kegiatan

juga dapat dilihat dari jumlah peserta :

WBS yang ikut jalan-jalan ke tempat wisata

dari golongan lanjut usia mandiri dan

mandiri potensial sebanyak 40 orang.

(Pekerja sosial N, 21 April 2020)

118

Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa WBS

terkait dengan jumlah peserta yang ikut pada

kegiatan :

Jalan-jalan keliling panti yang ikut hanya 30

orang. (Bapak J, 21 April 2020)

Saya waktu belajar buat keset tiap seminggu

sekali itu kurang lebih yang ikut 10 orang

tapi sebelum dua tahun terakhir ga ada bahan

keset lagi hanya berdua. (Bapak S, 21 April

2020)

Adanya perubahan kondisi psikologis terhadap

WBS, sebagaimana yang dijelaskan oleh psikolog

berikut :

Kegiatan-kegiatan yang ada sudah relevan

dengan kebutuhan lanjut usia saat ini yang

tidak hanya membutuhkan sehat fisik tetapi

juga mental yang baik seperti kegiatan

rekreasi itu benar-benar sangat membuat

mereka bahagia. Terkait dengan masalah

psikologis dari ketiga informan setelah

mengikuti kegiatan tersebut ada perubahan

seperti emosionalnya yang cenderung

berkurang terhadap beberapa WBS yang

lain. (Psikolog D, 21 April 2020)

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat

disimpulkan terdapat beberapa model kegiatan

recreation group yang dinilai menyenangkan bagi

lanjut usia seperti jalan-jalan atau berkemah ke

tempat wisata yang diadakan setahun sekali serta

dihadiri 40 WBS, lalu jalan-jalan keliling panti

setiap kamis yang diikuti 15 WBS, dan kegiatan

119

membuat kerajinan tangan sendiri yaitu keset yang

saat ini belum ada bahannya sejak dua tahun

terakhir.

Selain itu, kegiatan yang ada sudah relevan

dengan kebutuhan lanjut usia saat ini di panti,

beberapa kegiatan rekreasi kelompok tersebut telah

memberikan kesan yang bahagia bagi WBS yang

salah satunya terjadi perubahan yang ditandai

seperti emosionalnya yang cenderung berkurang

terhadap beberapa WBS yang lain.

b. Tidak mengharuskan ada instruktur atau pelatih

Kegiatan kelompok yang dilakukan oleh

sekumpulan individu diantaranya terdapat salah satu

individu yang mengarahkan jalannya suatu kegiatan,

tetapi berbeda dengan model recreation group di

mana model kelompok ini tidak mengharuskan

adanya instruktur maupun pelatih, sebagaimana

yang diungkapkan oleh salah satu WBS berikut :

Jalan keliling panti bareng-bareng aja neng

paling cuma ada petugas yang dampingin,

kalo rekreasi cuma ada yang ngarahin aja.

(Ibu M, 20 April 2020)

Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu WBS

mengenai model recreation group tanpa harus ada

instruktur atau pelatih :

Jalan-jalan keliling panti ga pake instruktur.

(Bapak J, 21 April 2020)

120

Namun ada juga WBS yang menjelaskan awal

proses kegiatan yang membutuhkan instruktur /

pelatih :

Sejak pertama kali saya belajar keset ada

instruktur yang ngajarin tapi besoknya saya

langsung bisa neng. Saya sudah bisa bikin

sendiri dengan satu teman saya tanpa diajarin

lagi. Kalau ada tamu yang datang ke wisma

malah pada minta diajarin saya cara buat

kesetnya. (Bapak S, 21 April 2020)

Tidak ada instruktur atau pelatih kegiatan kelompok

tetap berjalan, sebagaimana yang dijelaskan oleh

salah satu pekerja sosial berikut :

Jalan-jalan atau berkemah ke tempat wisata

ini fleksibel tidak formal tetapi tetap berpacu

dengan rangkaian acara dan biasanya di awal

ada arahan dan himbauan dari kepala panti

dan selama kegiatan pekerja sosial ataupun

petugas lain tetap mendampingi para WBS.

Begitupun juga dengan kegiatan jalan-jalan

keliling panti memang tidak membutuhkan

instruktur, WBS dan petugas berjalan kaki

bersama-sama mengelilingi panti bersama

WBS dan pekerja sosial yang mendampingi.

(Pekerja sosial N, 21 April 2020)

Sehubungan dengan tidak adanya instruktur /

pelatih, pekerja sosial tetap berupaya membantu

dalam kegiatan dan keseharian WBS, sebagaimana

yang dijelaskan salah satu pekerja sosial berikut :

Sejauh ini ketiga informan tidak ada masalah

psikologis yang spesifik sampai

berkepanjangan walau sesekali di antara

121

mereka masih mengalaminya, seperti mudah

marah dan cepat tersinggung yang tidak bisa

dihindari di usia mereka saat ini, maka dari

itu kami terus konsisten memotivasi mereka

untuk semangat berkegiatan.

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat

disimpulkan recreation group seperti jalan-jalan ke

tempat wisata dan keliling panti tidak mengharuskan

adanya instruktur / pelatih. Terdapat salah satu

kegiatan yaitu pembuatan keset yang membutuhkan

instruktur di awal kegiatan namun setelahnya WBS

dapat melakukannya secara mandiri.

Sehubungan dengan tidak adanya instruktur /

pelatih, pekerja sosial tetap berupaya membantu

WBS salah satunya dengan konsisten untuk

memotivasi mereka dalam berkegiatan. Pekerja

sosial tidak menemukan masalah psikologis yang

spesifik pada WBS sampai berkepanjangan walau

sesekali di antara mereka masih mengalaminya,

seperti mudah marah dan cepat tersinggung.

c. Fasilitas praktis

Recreation group yang bertujuan memperoleh

kesenangan ini membutuhkan fasilitias praktis

dengan memanfaatkan sarana seperti tempat dan

perlengkapan yang ada di lembaga, sebagaimana

yang diungkapkan oleh salah satu pekerja sosial

berikut :

122

Jalan-jalan ke wisata yang dibutuhkan tidak

banyak hanya membawa apa yang

dibutuhkan WBS seperti pengeras suara, alas

duduk, obat-obatan dan makanan. Jalan-jalan

keliling panti dengan berjalan kaki yang

dimulai dari halaman depan menuju jalan

yang mengeliling panti dan telah disediakan

oleh panti minuman serta makanan ringan

(snack) ketika sesampainya WBS di pintu

halaman depan. (Pekerja sosial N, 21 April

2020)

Hal senada juga diungkap oleh salah satu WBS

mengenai perlengkapan yang dibutuhkan kegiatan

jalan-jalan wisata :

Saya ikut rekreasi cuma persiapan diri aja,

makan sama obat disiapin petugas jadi kita

udah semangat ikut buat seneng-seneng.

(Bapak S, 21 April 2020)

Namun ada juga WBS yang menyiapkan

perlengkapan dalam pencegahan dini saat jalan-jalan

wisata :

Karna pergi jauh, saya biasa bawa minyak

kayu putih sama kantong kresek takut mabok

di bis neng. (Ibu M, 20 April 2020)

Perbedaan lain terhadap salah satu kegiatan

recreation group yang dapat dilihat dari

ketersediaan fasilitas di lembaga :

Pembuatan keset tergantung bahan neng, alat

mah masih ada bekas kemarin-kemarin tapi

sekarang kan bahan sama benangnya abis

dari dua tahun terakhir ini. Kalo panti udah

123

nyiapin itu pasti langsung saya kerjain.

(Bapak S, 21 April 2020)

Manfaat dirasakan bagi WBS dari kegiatan-kegiatan

recreation group ini yang diungkap oleh psikolog :

Setiap kegiatan nyatanya selalu memberikan

dampak atau manfaat yang positif dari

berbagai sisi. Saya pernah mendapati WBS

beberapa hari sebelum berangkat rekreasi

mereka sempat beradu mulut saling

menyindir dengan WBS di wisma yang

sama, saat itu saya sedang tidak berada di

panti dan peksos yang mengatasi. Keesokan

harinya saat keberangkatan mereka berdua

kembali normal saling mengobrol dan

bercanda layaknya sahabat selalu bersama

selama kegiatan. (Psikolog D, 21 April 2020)

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat

disimpulkan kegiatan jalan-jalan wisata dan jalan-

jalan keliling panti membutuhkan perlengkapan

yang ada, baik yang disiapkan WBS maupun yang

disediakan dari lembaga. Beda halnya dengan

kegiatan pembuatan keset yang diakui oleh salah

satu WBS bahwa pihak lembaga belum

menyediakan kembali bahan-bahan yang

dibutuhkannya sejak dua tahun terakhir.

Selain itu, terdapat manfaat yang dirasakan

WBS antara lain seperti yang dijelaskan oleh

psikolog beberapa waktu lalu sebelum kegiatan

jalan-jalan wisata, terjadi adu mulut antar WBS

yang segera diatasi oleh pekerja sosial. Saat

124

keberangkatan, kedua WBS tersebut sudah kembali

normal dengan baik layaknya seperti sahabat selalu

bersama selama berlangsungnya kegiatan tersebut.

3. Recreation Skill Group

Kelompok rekreasi keterampilan bertujuan untuk

meningkatkan beberapa keterampilan, maka penulis

meninjaunya dari tiga kategori yaitu jenis kegiatan yang

berupa keterampilan / kesenian, adanya instruktur atau

pelatih, dan ketersediaan fasilitas.

a. Jenis kegiatan berupa keterampilan / kesenian

Terdapat beberapa kegiatan kelompok baik

keterampilan maupun kesenian yang dilakukan untuk

meningkatkan minat dan bakat WBS, sebagaimana

yang diungkap oleh salah satu pekerja sosial berikut :

Keterampilan ada pembuatan tempat tisu,

pengikat rambut, hiasan manik-manik,

menyulam, menjahit, dan pernah ada

pembuatan keset juga. Kesenian ada

angklung dan gamelan. (Pekerja Sosial, 21

April 2020)

Hal senada juga diungkap oleh salah satu WBS

mengenai jenis kegiatan keterampilan / kesenian :

Keterampilan saya ikut motong-motong kain

dan menjahit. Kesenian saya ikut main

gamelan sama angklung juga. (Ibu M, 20

April 2020)

125

Perbedaan terhadap penyelenggaraan kedua jenis

kegiatan tersebut juga dapat dilihat dari jadwal dan

jumlah peserta :

Keterampilan diadain seminggu sekali di

hari senin dengan jumlah yang tidak

menentu. Kesenian diadain seminggu dua

kali rabu dan kamis yang ikut lebih banyak

dari keterampilan sekitar 25 sampai 30

orang. (Pekerja sosial N, 21 April 2020)

Hal senada juga diungkap oleh salah satu WBS

terkait jadwal dan jumlah peserta :

Keterampilan yang ikut kadang-kadang

paling banyak ya 10 WBS, jadwalnya

seminggu sekali. Kesenian banyak bisa 20

lebih WBS neng rabu sama kamis. (Ibu M,

20 April 2020)

Namun terdapat perbedaan pada salah satu WBS

yang belum lama di panti :

Saat pertama kali masuk panti September

lalu, di sini kegiatan keterampilan sudah

tidak begitu aktif dan saya kurang minat

untuk mengikutinya tetapi sesekali saya

hanya mengikuti kegiatan angklung aja.

(Bapak J, 21 April 2020)

Dampak dari kegiatan recreation skill group

dirasakan WBS khususnya dari kondisi psikologis,

sebagaimana yang dijelaskan salah satu pekerja

sosial berikut :

Mereka menyadari sudah tidak lagi merasa

kesepian karna semangat berkumpul untuk

ikut kegiatan, rasa cemas dan murungpun

126

yang biasa mereka rasakan kian tidak

nampak oleh kami.

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat

disimpulkan terdapat berbagai kegiatan keterampilan

dan kesenian di PSTW Budi Mulia 3. Keterampilan

yang diadakan seminggu sekali setiap senin diikuti

paling banyak 10 WBS, sedangkan kesenian yang

diikuti 20 sampai 30 WBS diadakan dua minggu

sekali setiap rabu dan kamis.

Salah satu WBS yang tergolong WBS baru

sejak September 2019 menjelaskan bahwa kegiatan

keterampilan sudah tidak begitu aktif dan lebih

memilih untuk mengikuti kesenian. Terdapat dampak

positif yang dialami WBS khususnya masalah

psikologis seperti tidak lagi merasa kesepian, rasa

cemas dan murungpun telah berkurang.

b. Adanya instruktur / pelatih

Dalam kegiatan recreation skill group membutuhkan

adanya instruktur atau pelatih guna menjelaskan dan

mengarahkan individu tentang tata cara serta aturan

dalam melakukan keterampilan atau kesenian.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh salah satu WBS :

Keterampilan ada instrukturnya, cara

ngajarinnya bagus sampe besoknya saya

udah bisa bikin kesetnya sendiri. Kalau

kesenian yang saya ikut angklung ada dua

pelatihnya neng yang satu main pianonya

127

yang satu lagi ngarahin sama ngajarin.

(Bapak S, 21 April 2020)

Hal senada juga diungkap oleh WBS lain mengenai

kegiatan yang membutuhkan instruktur / pelatih :

Saya cukup bisa mengikuti karena instruktur

juga mengajarkan dengan sangat baik dan

cara mengajarnya yang pelan demi mudah

dipahami seperti saya yang masih baru di

panti. Teman WBS lain juga membantu

ketika saya mulai kesulitan. (Bapak J, 21

April 2020)

Namun adanya instruktur / pelatih juga tidak lepas

dari proses yang di dalamnya juga terdapat tata cara

melakukan kegiatan tersebut :

Angklung kan ada dua pelatihnya yang satu

main piano untuk ngimbangin sama lagunya

dan yang satu lagi ngajarin cara main

angklung baca not angka sama not balok.

(Bapak S, 21 April 2020)

Hal senada juga diungkap salah satu WBS mengenai

tata cara aturan kegiatan berikut :

Angklung ya latihan bawain lagu nasional

sama lagu daerah dan pelatihnya yang

ngarahin biar iramanya sama bareng-bareng.

(Ibu M, 20 April 2020)

Perbedaan terhadap penyelenggaraan kegiatan juga

dapat dilihat dari manfaat yang diperoleh :

Alhamdulillah ada yang beli hasil dari keset

yang saya buat, saya bisa dapat lima sampe

sepuluh ribu. Yang beli ada yang dari

128

petugas dan dari tamu yang datang ke panti.

(Bapak S, 21 April 2020)

Saya ikut main gamelan dan angklung

sampai saya pernah tampil di ragunan dan

disaksiin langsung gubernur pak anis

baswedan waktu itu. (Ibu M, 20 April 2020)

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa kegiatan recreation skill group

seperti keterampilan dan kesenian membutuhkan

instruktur / pelatih guna mengajarkan WBS tentang

proses tata cara dalam melakukan kegiatan, tidak

hanya instruktur rekan WBS lain juga membantu

ketika WBS belum bisa melakukannya. Selain itu,

kehadirannya telah memberikan manfaat pada WBS

seperti menjual hasil kerajinan dan menampilkan

suatu kesenian secara mandiri di depan umum.

c. Ketersediaan fasilitas

Kegiatan keterampilan dan kesenian yang dilakukan

tanpa adanya fasilitas atau sarana yang dibutuhkan

tidak dapat berjalan dengan baik. Fasilitas / sarana

dapat berupa perlengkapan atau peralatan yang

disediakan oleh lembaga, sebagaimana yang

diungkap oleh salah satu pekerja sosial :

Kebutuhan perlengkapan dan peralatan

dalam keterampilan disiapin di panti seperti

bahan kain, benang, alat menjahit, alat

menyulam, dan yang lainnya. Demikiannya

129

juga kesenian, angklung dan gamelan di sini

udah ada alat musiknya. (Pekerja sosial N,

21 April 2020)

Hal senada juga diungkap oleh salah satu WBS lain

mengenai perlengkapan yang disediakan :

Perlengkapan udah disiapin seperti jarum,

bahan sama benangnya waktu saya buat

keset neng. Kalo angklung pas saya masuk

alat musiknya belum banyak tapi sekarang

udah banyak. (Bapak S, 21 April 2020)

Namun terdapat perbedaan yang diungkap WBS

berikut mengenai fasilitas saat ini di panti :

Bahan kaya kain menjahit ada sama mesin

jahitnya, kalau angklung di sini beberapa

udah ada yang rusak. (Ibu M, 20 April 2020)

Kegiatan keterampilan dan kesenian telah

memberikan dampak pada masalah psikologis WBS,

sebagaimana yang dijelaskan oleh psikolog :

Ya bisa dikatakan cenderung berkurang dari

aktivitas keseharian para WBS, ketika

informan memang tidak termasuk dalam

kategori masalah gangguan mental berat.

Apabila terkait masalah seperti kecemasan,

murung, sedih, kesepian dan konflik itu

memang tidak dapat dihindari karna di usia

mereka saat ini yang sudah tidak memiliki

keluarga dan berada di panti sampai mereka

meninggal. Yang tetap kami dan petugas lain

usahakan dengan bersinergi untuk terus

memotivasi mereka berkegiatan karna ketika

mereka aktif masalah psikologis tersebut

dapat berkurang.

130

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat

disimpulkan fasilitas berupa perlengkapan dan

peralatan yang dibutuhkan dalam keterampilan dan

kesenian telah disediakan oleh lembaga,

sebagaimana yang dijelaskan kedua WBS yang

mengikuti keterampilan keset dan menjahit. Adapun

salah satu WBS yang menjelaskan terkait kondisi

peralatan musik saat ini sudah ada beberapa yang

tidak berfungsi dengan baik dan belum diperbaharui.

Terdapat dampak yang dirasakan pada WBS

yang mengikuti keterampilan dan kesenian yang

dilihat dari aktivitas kesehariannya, perubahan yang

cenderung berkurang dari masalah psikologisnya

seperti kecemasan, murung, sedih, kesepian dan

konflik. Hal tersebut dapat segera diatasi apabila

psikolog bersama pekerja sosial dan petugas lain

tetap bersinergi untuk terus memotivasi mereka

berkegiatan di setiap harinya.

131

BAB V

PEMBAHASAN

Dalam bab ini, penulis menganalisis bagaimana hasil penelitian

metode group work dalam memelihara kesehatan mental pada

lanjut usia yang telah disajikan penulis dalam data temuan di bab

IV. Adapun pembahasan analisis ini terfokus pada model-model

pengelompokkan dalam group work berdasarkan teori pada bab II

terhadap kesimpulan yang telah penulis buat dalam bab IV

dengan meninjaunya dari tiga aspek penelitian, yaitu social

conversation group, recreation group, dan recreation skill group

yang dikemukakan oleh Garvin dalam (Koswara, 1999, hlm. 12)

yang dilakukan lembaga dalam menjalankan model group work

kepada warga binaan sosial Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulia 3.

A. Metode group work dalam memelihara kesehatan mental di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

1. Social Conversation Group

Kelompok percakapan sosial sering digunakan

bagi individu untuk mengetahui sejauh mana

perkembangan suatu hubungan antara orang-orang yang

belum mengenal dengan baik. Penulis meninjaunya dari

tiga sub aspek yaitu topik percakapan, interaksi

hubungan dan ketersediaan fasilitas (bab II h. 33) serta

penulis juga mengkaji sub aspek tersebut berdasarkan

132

dari kesimpulan pengelompokan yang telah penulis

uraikan dalam bab IV.

a. Topik Percakapan

Dalam social conversation group terdapat

topik percakapan yang dibahas dalam kelompok

(bab II h. 33). Berdasarkan wawancara (bab IV h.

104) diketahui terdapat dua jenis kegiatan yaitu

kegiatan ceramah pagi yang dilakukan rutin setiap

minggu dan dihadiri 20 sampai 50 WBS. Adapun

kelompok kecil yang dilakukan apabila kedatangan

WBS baru yang terdiri 5 sampai 10 WBS. Materi /

topik percakapan yang disampaikan berbeda-beda

yaitu kegiatan ceramah seperti, rukun islam, rukun

iman, fiqh, dan akidah, sedangkan kelompok kecil

topik yang disampaikan adalah memperkenalkan

WBS baru kepada WBS di suatu wisma.

Dua jenis kegiatan tersebut mengedepankan

penerapan model kelompok percakapan sosial yang

bertujuan untuk dapat saling mengenal di mana

topik percakapan yang dibahas menjadi suatu

kemudahan bagi WBS untuk saling mengenal

sebagaimana yang dijelaskan oleh Garvin (bab II h.

33). Hal ini juga diperkuat oleh program pembinaan

yang dirancang lembaga sebagaimana yang

dipaparkan satuan pelaksana pembinaan (bab III h.

88) menjelaskan bahwa tidak hanya kebutuhan

133

jasmani yang diperlukan melainkan dilengkapi

dengan kebutuhan rohani atau spiritual.

Selama proses kegiatan ini beberapa diantara

WBS dilihat dari aktivitas kesehariannya memiliki

perubahan masalah psikologis yang ditandai seperti

pengendalian emosi di saat konflik, peningkatan

keimanan dan selalu melakukan kebaikan (bab IV h.

105). Sebagaimana yang dijelaskan (bab II h. 45),

pribadi yang memiliki karakteristik kesehatan

mental dari aspek psikis yaitu terhindarnya dari

gangguan-gangguan psikologis. Hal ini juga

diperkuat bahwa kegiatan ceramah merupakan salah

satu kegiatan dari program bimbingan rohani yang

bertujuan untuk meningkatkan keimanan mereka

selama di panti, sebagaimana yang dijelaskan oleh

satuan pelaksana pembinaan (bab III h. 54).

b. Interaksi hubungan

Social conversation group diisi dengan topik

percakapan yang didalamnya terjadi interaksi

hubungan yang dilakukan WBS selama mengikuti

kegiatan (bab II h. 34). Berdasarkan wawancara,

(bab IV h. 110) diketahui kegiatan ceramah pagi

terjadi proses interaksi seperti sesi tanya jawab yang

di dalamnya terjadi pula diskusi yang melibatkan

antar WBS. Interaksi membuat hubungan antar

WBS makin berkembang diantaranya dari para

134

informan yang sudah saling mengenal dan

mengedepankan proses interaksi hubungan

sebagaimana yang dijelaskan dalam (bab II h. 35).

Terdapat hambatan terkait faktor usia yang

menyebabkannya tidak mengingat terhadap siapa

yang sudah dikenalnya.

Saat ini kondisi di tengah pandemi covid-19

membuat beberapa WBS memilih cara lain dengan

mengurung sendiri atau tidak mengikuti kegiatan

yang membuat interaksi hubungan menjadi

melemah / berkurang pada WBS, sebagaimana

selaras yang dipaparkan pada (bab II h. 35) bahwa

berinteraksi pada orang lain dengan melihat realitas

atau kenyataan yang ditandai dengan tiada fantasi

yang berlebihan, mempunyai pandangan yang

realistis dan luas terhadap dunia. Diantara informan

memilih dengan tidak mengikuti kegiatan untuk

mengurangi interaksi hubungan dengan orang lain

karena melihat situasi covid-19 saat ini.

Selain itu, pengaruh kegiatan juga

berdampak pada masalah psikologis WBS yang bisa

dikatakan hubungan dapat terjaga dengan baik

walaupun beberapakali ada keributan yang hal

tersebut masalah dapat teratasi oleh pekerja sosial

(bab IV h. 79). Hal ini juga diperkuat oleh peran

pekerja sosial dalam kelompok (bab II h. 47) yang

menjelaskan bahwa pekerja sosial berorientasikan

135

tindakan yaitu dengan mendorong WBS untuk

menerapkan ke dalam kehidupan mereka apa yang

telah dipelajari dalam kelompok.

c. Ketersediaan fasilitas

Ketersediaan fasilitas merupakan suatu hal

yang penting guna terlaksananya suatu kegiatan.

Social conversation group dapat berjalan karena

adanya ketersediaan fasilitas yang mendukung

berupa tempat, sumber daya manusia (SDM),

perlengkapan dan peralatan (bab III h. 89)

Berdasarkan wawancara (bab IV h. 112) diketahui

kegiatan ceramah pagi dilakukan di mushola yang

dimiliki lembaga serta didukung sumber daya

manusia (SDM) yaitu pekerja sosial yang

memberikan topik dari kegiatan ceramah itu sendiri.

Adapun lanjut usia membutuhkan

perlengkapan yang sudah dipenuhi lembaga untuk

mengikuti kegiatan berupa alat shalat seperti sarung

untuk laki-laki, mukena untuk perempuan dan

fasilitas dalam mengaji seperti Iqro dan Al-Quran

(bab IV h. 98). Hal ini juga diperkuat oleh program

pembinaan yang dibuat lembaga, sebagaimana yang

dipaparkan satuan pelaksana pembinaan (bab III h.

91) menjelaskan kegiatan ceramah yang dipandu

oleh pekerja sosial khususnya dalam masa pandemi

covid-19 ini.

136

Selama mengikuti kegiatan terdapat

keterkaitan terhadap masalah psikologis WBS

seperti kurang dalam pengelolaan konflik tetapi

sudah adanya pengurangan yang terjadi karena

sebagaimana yang dipaparkan (bab III h. 92) tujuan

kegiatan dari program pembinaan selaras dengan

kebutuhan lanjut usia terkait masalah psikologis

yang dalam hal ini bertujuan meningkatkan iman,

takwa, perbanyak ibadah, dan selalu mengingat

tuhan-Nya.

2. Recreation Group

Tujuan daripada adanya kelompok rekreasi ini adalah

untuk memberikan kegiatan yang menyenangkan.

Penulis meninjaunya dari tiga sub aspek yaitu kegiatan

kelompok yang menyenangkan, tidak mengharuskan ada

instruktur / pelatih, dan fasilitas praktis (bab II h. 34)

serta penulis juga mengkaji sub aspek tersebut

berdasarkan dari kesimpulan pengelompokan yang telah

penulis uraikan dalam bab IV.

a. Jenis kegiatan yang menyenangkan

Recreation group dapat berupa kegiatan

seperti permainan di lapangan, atletik informal,

perkemahan, dan lain-lain (bab II h. 36).

Berdasarkan wawancara (bab IV h. 115) diketahui

kegiatan jalan-jalan atau berkemah ke tempat

wisata, jalan-jalan keliling panti, dan kegiatan

137

membuat kerajinan tangan merupakan kegiatan yang

disenangi oleh ketiga informan. Hal ini juga

diperkuat oleh program pembinaan lembaga (bab III

h. 93) sebagaimana yang dipaparkan bahwa

kegiatan-kegiatan tersebut benar adanya dari

program pembinaan lembaga.

Kegiatan jalan-jalan ke tempat wisata ini

dilakukan satu tahun dalam sekali yang bisa diikuti

40 WBS, sedangkan kegiatan jalan-jalan keliling

panti dilakukan setiap kamis yang diikuti 15 WBS.

Kedua informan menilai bahwa dari dua kegiatan

tersebut memberikan kesan yang menyenangkan

bagi mereka. Satu informan lainnya menyukai

kegiatan pembuatan keset yang diakuinya karena

mendapatkan hasil apa yang telah dibuatnya. Hal ini

juga diperkuat oleh Garvin (bab II h. 39) yang

mengedepankan penerapan model kelompok

rekreasi yang bertujuan memberikan kesenangan

pada lanjut usia.

Kesimpulan yang sudah dipaparkan (bab IV

h. 121) bahwa kegiatan-kegiatan yang disebutkan

telah memberikan kesan yang menyenangkan pada

mereka. Temuan lain disampaikan bahwa sebagian

besar dari kegiatan kelompok seperti yang

disebutkan memberikan kebahagiaan bagi mereka

yang ditandai adanya perubahan yang terjadi dari

salah satu informan terkait masalah psikologisnya

138

walaupun bersifat sementara. Perasaan senang atau

bahagia memang dibutuhkan lanjut usia selain

membutuhkan fisik yang sehat melainkan juga

diimbangi dengan kondisi mental yang baik. Hal ini

juga didukung mengenai program kegiatan pada

(bab III h. 93) tentang program bimbingan fisik dan

rekreasi yang sudah sesuai dijalankan sebagaimana

demikian.

Berlangsungnya selama kegiatan tersebut

telah membantu lanjut usia dalam memelihara

kesehatan mental yang ditandai pada karakteristik

kesehatan mental yaitu salah satunya dari aspek segi

fisik yaitu orang yang memiliki jiwa / mental yang

sehat akan cenderung berusaha menjaga badan tetap

sehat dengan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut

(bab II h. 43). Selain dari segi fisik, aspek dari segi

mental juga ditandai ketika orang merasa senang

setelah melakukan apa yang dilakukan itu dinilai

baik maka sesuai dengan karakteristik kesehatan

mental ialah terhindarnya dari gangguan-gangguan

psikologis.

b. Tidak mengharuskan ada instruktur atau pelatih

Recreation group adalah kegiatan kelompok

rekreasi yang tidak mengharuskan adanya instruktur

/ pelatih (bab II h. 39). Berdasarkan wawancara (bab

IV h. 118) diketahui kegiatan rekreasi dan kegiatan

139

jalan keliling panti adalah kegiatan yang tidak

memerlukan pelatih / instruktur karena hanya

membutuhkan arahan di awal kegiatan dan

selanjutnya kegiatan dapat berjalan sendirinya yang

tetap didampingi oleh pekerja sosial maupun

petugas lainnya. Diketahui juga, terdapat kegiatan

pembuatan keset yang membutuhkan instruktur pada

awal kegiatan, akan tetapi selanjutnya WBS telah

mampu membuat keset secara mandiri dan tidak

memerlukan instruktur kembali. Sebagaimana hal

tersebut selaras dalam (bab II h. 42) bahwa model

recreation group tidak memerlukan instruktur atau

pelatih.

Kegiatan jalan-jalan keliling ke tempat

wisata ataupun jalan keliling panti dan pembuatan

keset tidak memberikan dampak negatif yang

spesifik pada psikologis WBS tetapi menurut

pekerja sosial gejala seperti mudah marah dan cepat

tersinggung sering ditemuinya yang dapat segera

diatasi oleh pekerja sosial, sebagaimana yang

dijelaskan pada (bab II h. 47) bahwa pekerja sosial

tidak hanya membantu dalam memberikan

pelayanan tetapi juga mampu dalam mengatasi

permasalahan pada lanjut usia dengan melakukan

kompetensi.

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki

pekerja sosial menurut Betty L. baer dan Ronald

140

Federico adalah pekerja sosial memiliki kompetensi

dalam memberikan intervensi secara efektif dengan

mengutamakan populasi sasaran yang paling rentan,

contohnya seperti terkena diskriminasi atau

penindasan yang dapat mengakibatkan lanjut usia

mengalami gangguan mental ringan ataupun berat

dan dapat menghambat lanjut usia dalam

menjalankan kehidupannya sehari-hari (bab II h.

37).

c. Fasilitas Praktis

Fasilitas yang meliputi sarana prasarana

suatu lembaga seperti sumber daya manusia,

perlengkapan, dan peralatan dibutuhkan dalam

menjalankan suatu kegiatan. Berdasarkan

wawancara (bab IV h. 119) diketahui kegiatan jalan-

jalan atau berkemah di tempat wisata membutuhkan

perlengkapan dan peralatan baik yang disiapkan

sendiri oleh WBS maupun yang telah disediakan

oleh lembaga. Demikian dengan kegiatan jalan-jalan

keliling panti yang tidak banyak membutuhkan

perlengakapan / peralatan, sebagaimana sesuai pada

(bab II h. 37) yaitu dengan memerlukan fasilitas

yang mudah didapatkan untuk melakukan kegiatan.

Adapun manfaat yang dirasakan WBS ketika

melakukan kegiatan yang disenanginya dengan

membuat keadaan dapat kembali normal, hal

141

tersebut sesuai apa yang dijelaskan oleh psikolog

pada (bab III h. 95) ialah pelayanan yang diberikan

dengan konsisten menyemangati mereka dan

memotivasi untuk semangat hidup. Memberikan

pemahaman kesadaran atas penanganan dirinya baik

atas masalah yang dihadapi.

3. Recreation Skill Group

Model kelompok yang bertujuan untuk

meningkatkan keterampilan ini juga memberikan

kesenangan bagi pengikutnya. Berbeda dengan

model kelompok sebelumnya, Penulis meninjaunya

dari tiga sub aspek meliputi jenis kegiatan

keterampilan / kesenian, membutuhkan instruktur /

pelatih, dan ketersediaan fasilitas (bab II h. 38).

a. Jenis kegiatan berupa keterampilan / kesenian

Dalam kegiatan recreation skill group,

bentuk kegiatan yang dilakukan adalah

keterampilan dan kesenian. Berdasarkan

wawancara (bab IV h. 122) diketahui terdapat

kegiatan keterampilan seperti pembuatan

tempat tisu, pengikat rambut, hiasan manik-

manik, menyulam, menjahit, dan pembuatan

keset yang diikuti sampai 10 WBS setiap senin

di setiap minggunya dan kesenian seperti

angklung dan gamelan yang diikuti mencapai

30 WBS setiap rabu dan kamis di setiap

142

minggunya. Hal ini juga diperkuat oleh program

pembinaan yang dibuat sebagaimana yang

dipaparkan satuan pelaksana pembinaan (bab III

h. 96) menjelaskan bahwa keterampilan dan

kesenian yang diadakan lembaga itu beragam

dan setiap minggunya yang selalu rutin

dilakukan.

Dari kegiatan keterampilan dan kesenian

yang dilakukan relevan dengan teori (bab II h.

54) bahwa semakin tua seseorang akan semakin

memelihara hubungan sosial, baik fisik maupun

emosionalnya. Kepuasan hidup orang tua sangat

tergantung pada kelangsungan keterlibatannya

pada berbagai kegiatan yang juga telah

memberikan dampak yang positif terhadap

WBS khususnya masalah psikologis seperti

tidak lagi merasa kesepian, rasa cemas, dan

murung yang berkurang karena seperti yang

diketahui berdasarkan pada (bab III h. 91)

bahwa sebagian besar WBS adalah mereka

yang sudah tidak memiliki keluarga ataupun

yang ditinggalkan oleh keluarganya.

b. Adanya instruktur / pelatih

Kegiatan recreation skill group ini

memerlukan instruktur atau pelatih yang

mengajarkan serta mengarahkan kegiatan

143

keterampilan maupun kesenian (bab II h. 38)

Berdasarkan wawancara (bab IV h. 120)

diketahui berbagai jenis keterampilan dan

kesenian membutuhkan tata cara yang diberikan

dari instruktur / pelatih guna membantu WBS

dalam memahami proses kegiatan baik

keterampilan maupun kesenian. Tidak hanya

instruktur, rekan WBS lain dalam satu

kelompok turut ikut membantu apabila rekan

WBS yang lain sulit memahaminya.

Hal ini juga diperkuat oleh program

pembinaan yang dibuat lembaga sebagaimana

yang dipaparkan oleh satuan pelaksana

pembinaan (bab III h. 98) menjelaskan bahwa

adanya instruktur juga bertujuan melatih

kemampuan berpikir serta daya ingat akan

proses kegiatan keterampilan atau kesenian

yang dilakukan.

Kehadiran instruktur / pelatih telah

memberikan manfaat dari kondisi perasaan

psikologisnya seperti menjual hasil kerajinan

tangan yang dibuat mandiri oleh WBS serta

memberikan WBS kepuasan tersendiri apa yang

sudah dicapainya. Kondisi psikologis tersebut

sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh

Abraham Maslow (bab II h. 45) menjelaskan

bahwa individu yang memiliki tujuan yang

144

sesuai dan dapat dicapai, mempunyai usaha

yang cukup dan tekun mencapai tujuan, dan

tujuan itu bersifat baik untuk diri sendiri dan

masyarakat.

c. Ketersediaan Fasilitas

Fasilitas yang disediakan lembaga

meliputi sarana prasarana, sumber daya

manusia, dan perlengkapan serta peralatan.

Berdasarkan wawancara (bab IV h. 126)

diketahui kegiatan keterampilan dan kesenian

dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas yang

disediakan lembaga seperti tempat yang biasa

dilakukan seperti di aula serbaguna serta

bahan dan alat keterampilan yang juga telah

disediakan.

Hal ini juga diperkuat oleh fasilitas

yang disediakan lembaga sebagaimana yang

dipaparkan dalam (bab III h. 98) bahwa

adanya ruang aula serbaguna yang

diperuntukkan untuk kegiatan dan pertemuan

serta ruang keterampilan yang diperuntukkan

untuk kegiatan keterampilan.

Dalam hal ini, kesenian yang juga

membutuhkan alat musik yaitu angklung dan

gamelan ini dimainkan oleh WBS dalam

145

kegiatan kesenian yang sudah disediakan di

ruang aula serbaguna. Selain itu, diketahui

juga beberapa alat musik yang sudah tidak

berfungsi dengan baik dan belum diperbaharui

oleh lembaga (bab IV h. 126)

Berdasarkan wawancara (bab IV h.

126) selama berjalannya kegiatan

keterampilan dan kesenian telah memberikan

dampak yang dirasakan pada WBS yang

dilihat dari aktivitas kesehariannya seperti

perubahan yang cenderung berkurang dari

masalah psikologisnya seperti kecemasan,

murung, sedih, kesepian dan konflik.

Sebagaimana dalam menurut WHO (bab II h.

41) orang yang memiliki kreativitas baik

berupa inovasi atau memiliki minat dan bakat

WBS yang dapat mengurangi masalah

psikologisnya.

146

BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan paparan yang sudah dijelaskan pada bab-bab

sebelumnya. Dalam bab ini, penulis akan menjawab pertanyaan

penelitian mengenai metode group work dalam memelihara

kesehatan mental pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulia 3 Jakarta Selatan yang terfokus pada model-model

pengelompokkan dalam group work. Dalam bab ini sekaligus

menjelaskan hasil pembahasan bab V yang mengaitkan atau

menghubungkan berbagai sub aspek penelitian yang ada pada

aspek penelitian tersebut serta terdapat saran penelitian yang

didapat dari hasil analisa temuan yang telah diolah dalam bab V

yang merupakan suatu kekurangan atau kendala dalam aspek

penelitian yang dilakukan oleh lembaga.

A. Kesimpulan

Metode group work dalam memelihara kesehatan

mental merupakan implementasi dari program pembinaan

yang terdapat di lembaga. Program pembinaan dibuat untuk

memenuhi kebutuhan lanjut usia khususnya dalam

memelihara kesehatan fisik dan kesehatan mental. Masalah

yang umum terjadi pada WBS di PSTW Budi Mulia 3 adalah

147

masalah pada mental yang bisa dikatakan gangguan mental

ringan dan berat di usia mereka yang sudah lanjut. Di Panti

Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 memiliki 285 WBS di

mana mereka merupakan PMKS (Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial) yang terjaring oleh petugas penertiban.

Mayoritas dari mereka adalah lanjut usia yang sudah tidak

memiliki keluarga ataupun sudah ditinggalkan oleh anggota

keluarganya.

Dalam pemenuhan kebutuhan lanjut usia, program

pembinaan yang dilakukan diantaranya bimbingan fisik,

spiritual, keterampilan, kesenian, dan rekreasi. Program

pembinaan tersebut mengedepankan dari tiga model group

work, yaitu Social Conversation Group, Recreation Group,

dan Recreation Skill Group. Terdapat beberapa kegiatan dari

model group work seperti kegiatan ceramah pagi, jalan-jalan

atau berkemah ke suatu tempat, jalan-jalan keliling panti,

keterampilan, dan kesenian. Melihat hasil penelitian yang

sudah dilakukan, dapat diketahui model group work dalam

memelihara kesehatan mental ini telah sesuai dengan

kebutuhan pada lanjut usia yang ditandai selarasnya tujuan

groupwork yang sekaligus dirasakan oleh lanjut usia. Dalam

menjalankan proses kegiatan, pekerja sosial harus

memperhatikan kebutuhan dalam kegiatan termasuk juga

kebutuhan pada lanjut usia itu sendiri seperti social

conversation group yang diketahui adalah kegiatan

kelompok ceramah pagi yang mengharuskan adanya topik

yang dibahas meliputi rukun islam, rukun iman, fiqh, akidah,

148

dan lain-lain, interaksi hubungan meliputi sesi tanya jawab

yang di dalamnya terjadi pula diskusi yang melibatkan antar

WBS dan ketersediaan fasilitas yang dalam hal ini adalah

fasilitas penunjang demi terlaksananya kegiatan tersebut.

Dalam sub aspek ini, penulis sudah melakukan

wawancara terkait dengan proses kegiatan yang dilakukan

PSTW Budi Mulia 3. Diketahui pihak lembaga yang dibantu

oleh pekerja sosial dalam melakukan suatu kegiatan selaras

dengan tujuan kelompok yang merupakan tujuan daripadanya

program pembinaan di PSTW Budi Mulia 3. Setelah

dilakukannya penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa

lembaga telah melakukan social conversation group yaitu

kegiatan ceramah pagi dengan melihat dari sub aspek yang

dijalankan. Namun, tujuan dari padanya kegiatan tersebut

sebagai wadah untuk dapat saling mengenal ini terhambat

karena faktor usia yang menyebabkan beberapa WBS

mengalami Alzheimer atau demensia. Tetapi, dengan adanya

kegiatan ini tiga informan terhindar dari masalah psikis

karena sisi lain yang juga bertujuan untuk meningkatkan

keimanan mereka selama di lembaga. Selain itu, di tengah

pandemi Covid-19 ini juga membuat dua informan lain

mengurangi kegiatannya dan memilih untuk tetap di dalam

wisma yang ditempati.

Adapun dari model group work yaitu recreation

group yang diketahui adalah kegiatan jalan-jalan keliling

panti, jalan-jalan atau berkemah ke suatu tempat, dan

kegiatan pembuatan keset. Diketahui bahwa kegiatan-

149

kegiatan tersebut memperhatikan sub aspek seperti tujuan

kegiatan yang menyenangkan, tidak mengharuskan adanya

pelatih / instruktur, dan fasilitas praktis. Dalam sub aspek

tersebut menggambarkan perasaan yang menyenangkan bagi

lanjut usia yang mengikutinya, karena kegiatan tersebut

memberikan manfaat yang tidak hanya manfaat pada

kesehatan fisik melainkan manfaat pada kesehatan

mentalnya. Selain itu, fasilitas praktis yang menjadi

penunjang kegiatan seperti jalan-jalan atau berkemah yang

biasa dijalankan lembaga setiap sekali dalam setahun.

Setelah dilakukannya penelitian ini, dapat disimpulkan

bahwa lembaga telah melakukan recreation group

diantaranya jalan-jalan keliling panti, berkemah ke tempat

wisata, dan pembuatan keset yang dapat menjaga kesehatan

fisik karena terdapat aktivitas olahraga yaitu jalan kaki yang

dilakukan dan kesehatan mental karena terdapat aktivitas

yang dapat terhindar atau mengurangi masalah psikis. Hal ini

ditandai ketika orang memiliki perasaan senang setelah

melakukan apa yang dilakukannya itu dirasa baik maka

sesuai dengan karakteristik kesehatan mental ialah

terhindarnya dari gangguan-gangguan psikologis.

Dan model dari group work yaitu recreation skill

group yang diketahui adalah kegiatan keterampilan meliputi

pembuatan manik-manik, tisu, menyulam, menjahit, dan lain-

lain. Sementara kegiatan kesenian yang meliputi angklung

dan gamelan. Selain jenis kegiatannya, yang perlu

diperhatikan adalah adanya instruktur / pelatih yang

150

mengajarkan serta mengarahkan proses tata cara untuk dapat

memahami, serta ketersediaan fasilitas yang dapat

menunjang. Diketahui bahwa baik kegiatan keterampilan

maupun kesenian telah memberikan dampak positif terhadap

WBS khususnya pada masalah psikologis seperti sudah tidak

merasa kesepian, merasa dirinya berguna, dapat dihargai oleh

orang lain, dan rasa cemas dan murung yang berkurang.

Setelah dilakukannya penelitian ini, dapat disimpulkan

bahwa lembaga telah melakukan recreation skill group yang

dapat memelihara kesehatan mental yang didapati dari hasil

wawancara yang dilakukan pada WBS. Namun, kegiatan

keterampilan yang sudah tidak begitu aktif karena lembaga

yang belum dapat memenuhi untuk kebutuhan dari

keterampilan itu sendiri, beda halnya dengan kegiatan

kesenian angklung dan gamelan yang banyak diminati WBS

walaupun terdapat beberapa alat musik yang belum

diperbaharui.

Dari metode group work yang diterapkan, ketiga

model group work yang dilakukan PSTW Budi Mulia 3

dalam memelihara kesehatan mental pada lanjut usia telah

membuat ketiga informan yang diwawancarai aktif dalam

berkegiatan. Namun, setelah datangnya wabah Covid-19 dua

diantaranya memilih untuk tidak mengikuti beberapa

kegiatan yang dinilai menjadi kekhawatiran di antara mereka.

Protokol kesehatan Covid-19 saat ini di PSTW Budi Mulia 3

pun sudah diberlakukan tetapi tidak menutup kemungkinan

151

para lanjut usia dapat berkegiatan normal kembali di kondisi

new normal ini.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini,

penulis ingin memberikan saran-saran kepada beberapa

pihak terkait, diantaranya adalah :

1. Untuk Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

a. Pihak lembaga diharapkan terlebih dahulu

memperhatikan masalah mental yang sering

dialami lanjut usia sebelum membuat rencana

kegiatan kelompok (group work), agar nantinya

menjadi terarah dan tepat sasaran dalam

meminimalisir masalah mental yang terjadi.

b. Pihak lembaga mampu mengupayakan dalam

pemenuhan penyediaan fasilitas untuk dapat

mengaktifkan kembali kegiatan keterampilan

yang sebelumnya sudah dilakukan, mengingat

gejala dari masalah mental itu muncul karena

kurangnya aktivitas yang dilakukan.

c. Kegiatan kelompok yang akan dilakukan juga

harus fokus terhadap kemampuan yang dimiliki

lanjut usia jangan sampai kegiatan tersebut justru

tidak memberikan pengaruh apa-apa kepada para

lanjut usia. Maka dari itu, penting bagi pekerja

152

sosial, psikolog dan tenaga sumber daya lainnya

untuk mengkaji masalah mental baik bersifat

ringan maupun besar serta mendalami kebutuhan

yang harus terpenuhi bagi lanjut usia.

d. Dalam merealisasikan tujuan kegiatan kelompok

dalam memelihara kesehatan mental ini tidak

hanya tenaga pekerja sosial, ataupun tenaga

lainnya melainkan keseluruhan pihak harus ikut

terlibat dalam tercapainya tujuan.

e. Pihak lembaga diharapkan sama-sama bersinergi

dengan pekerja sosial dan tenaga lainnya untuk

dapat mengoptimalkan kegiatan-kegiatan yang

ada di situasi new normal ini dengan tetap

melakukan protokol kesehatan Covid-19.

2. Untuk Pekerja Sosial

a. Pekerja sosial diharapkan lebih fokus dalam

memenuhi penyediaan kebutuhan di dalam proses

kegiatan kelompok (group work) agar dapat

terlaksana secara menyeluruh dan komprehensif.

b. Pekerja sosial senantiasa mengedepankan prinsip

dan kode etik pekerja sosial dalam ruang lingkup

lanjut usia dengan tanpa melupakan peran pekerja

sosial pada lanjut usia yang dilakukan

sebagaimana mestinya.

c. Pekerja sosial diharapkan mengetahui lebih jauh

terhadap kelebihan dan kekurangan yang dimiliki

153

lanjut usia agar kemampuan yang dimilikinya

dapat terjaga secara konsisten ketika mengikuti

kegiatan.

d. Pekerja sosial harus lebih mengkaji bagaimana

karakteristik kesehatan mental yang saat ini

sangat dibutuhkan pada lanjut usia mengingat

WBS di lembaga tersebut adalah lanjut usia

terlantar.

e. Pekerja sosial konsisten memotivasi para lanjut

usia dalam berkegiatan agar masalah yang dialami

baik secara fisik, psikis, sosial dapat teratasi.

154

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Dewi, K. S. (2012). Kesehatan Mental (Pertama). UPT UNDIP

Press.

Gunawan, I. (t.t.). Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik

(Pertama). PT Bumi Aksara.

Iskandar. (2017). Intervensi dalam Pekerjaan Sosial (Pertama).

Ininnawa.

Karban, K. (2011). Social Work and Mental Health. Polity Press.

Koswara, H. (1999). Garvin tentang Group Work. Koperasi

Mahasiswa STKS.

Latipun, M. (1999). Kesehatan Mental (Keempat). UMM Press.

Riani, S. (2012). Studi Deskriptif Status Mental Lansia

Berdasarkan Karakteristik Lansia di Kelurahan

Karangayu Semarang Barat. Dinas Kesehatan Kota

Semarang.

Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 1. KANISIUS.

Suardiman, S. P. (2011). Psikologi Lanjut Usia. Gadjah Mada

University Press.

Sugiyono. (t.t.). Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, cv.

155

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Alfabeta.

Sutikno, E. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan

gangguan kesehatan mental pada lansia studi cross

sectional pada Kelompok Jantung Sehat Surya Group

Kediri. 2.

Sya’diyah, H. (2018). Keperawatan Lanjut Usia (Teori dan

Aplikasi) (pertama). Indomedia Pustaka.

Wibhawa, B., Raharjo, S., & Budiarti, M. (2015). Pengantar

Pekerjaan Sosial (Kedua). Unpad Press.

Yusuf, S. (2004). Mental Hygiene (Pertama). Pustaka Bani

Quraisy.

Jurnal :

Abendstern, M. (2016). Social Workers as Members of

Community Mental Health Teams for Older People: What

Is the Added Value? British Journal of Social Work, 68.

Rosiana, A., & Yani, A. (2012). Pengaruh Latihan Keterampilan

Sosial terhadap Kemampuan Sosialisasi pada Lansia

dengan Kesepian di Panti Werdha Semarang. Jurnal

Keperawatan Soedirman, 7 No. 2.

156

Wibhawa, B., Raharjo, S., & Mulyana, N. (2014). Social Work

Journal. Departemen Kesejahteraan Sosial, 4.

Tesis :

Astri, K. (2012). Manajemen Stres dan Kesepian dengan

Multicomponent Cognitive Behavioral Group Therapy

(MCBGT) pada Lansia [Tesis].

Sebastian, E. (2012). Intervensi kelompok Cognitive Behavior

Therapy (CBT) multi-komponen pada Lanjut Usia di

Depok untuk Mengatasi Insomnia [Tesis].

Website :

Pritasari, K. (2019). Workshop Hari Lanjut Usia Nasional

(Halun). Kementerian Kesehatan RI. Diakses 15

November 2019. http://www.kesmas.kemkes.go.id/

Republika.co.id. (2017). Masih Banyak Lansia Terlantar.

Diakses 13 Desember 2019. http://www.republika.co.id/

157

LAMPIRAN

Lampiran 1

TRANSKRIP WAWANCARA

Informan : Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

A. Tempat dan Waktu Wawancara

Tempat Wawancara : Ruang Kepala Panti

Hari, Tanggal Wawancara : Rabu, 12 Maret 2020

Waktu Wawancara : Pukul 11.00

B. Identitas Informan

Nama : Drs. Hery Soehartono

Usia : 57 Tahun

Jenjang Pendidikan : S2

Pertanyaan Jawaban

1. Apa hal yang

melatarbelakangi lansia

berada di PSTW Budi

sMulia 3?

Dinas sosial menangani

permasalahan sosial di DKI

Jakarta dari bayi sampai

lanjut usia. PSTW menerima

WBS dari panti

penampungan (PSBI) ialah

lanjut usia terlantar

2. Apa program atau

kebijakan bapak saat ini?

Yang pertama itu fisik harus

nyaman, enak dipandang

intinya harus bersih dan

tidak ada bau dimanapun.

Yang kedua lingkungan

158

kerja antara ASN dan PJLP

yang harus kondusif. Lalu,

meningkatkan kinerja bisa

dimulai dari sistem kerja dan

hubungan kerja

3. Apa yang sudah dilakukan

PSTW Budi Mulia 3 untuk

membantu masalah lansia

yang saat ini berada di

PSTW Budi Mulia 3?

Saat ini perlahan-lahan

semua program tercapai,

salah satunya kinerja PJLP

berbasis teknologi yang

sudah direalisasikan dengan

namanya e-kinerja PJLP.

WBS pun juga demikian ada

e-perkembangan WBS

(melalui barcode) dan e-

wisma, dan yang saat ini

masih diusahakan yaitu

SOCA (Social Care

Aplication) yang sedang

diperluas dengan panti lain

dan e-klinik dan e-

reunifikasi. Sistem-sistem

tersebut dibuat untuk

mempermudah kerja yang

didokumentasi dengan baik,

kinerja dapat terukur, dan

tentunya paper less

159

4. Saat ini, bagaimana

sumber daya manusia

dalam membantu lansia di

PSTW Budi Mulia 3?

Sejauh ini cukup baik,

sebelum saya khususnya

pekerja sosial di sini belum

berdaya, maka saya berusaha

utamanya membuat tempat

yang aman dan nyaman

dalam bekerja dan

selanjutnya kinerja dari

mereka akan terlihat. Saya

memang terfokus pada

sarana prasarana di sini yang

harus memenuhi untuk bisa

melihat kinerja yang baik

5. Bagaimana menurut

bapak, kinerja pekerja

sosial saat ini khususnya

dalam intervensi sosial

pada lanjut usia?

Bagus, pekerja sosial di sini

tentunya memiliki caranya

masing-masing atau bisa

dikatakan mempunya

keunggulan / kelebihannya

masing-masing dalam

melakukan pekerjaannya,

sejuah ini semua dapat

tercover dan saling

melengkapi dan sudah sesuai

dengan tugas dan tanggung

jawabnya

6. Bagaimana sarana dan Secara prinsip cukup,

160

prasarana di PSTW Budi

Mulia 3 dalam membantu

lanjut usia?

lebihnya tetap diusahakan.

Gedung memang sudah

lama, tahun kemarin akhir

2018 ada anggaran rehab ya

diperbaguslah toilet-toliet di

sini karena toilet ini kan

mengundang penyakit jadi

saat ini sudah lebih baik dan

beberapa yang lainnya ada

kemajuan juga yang baik

dari sarana prasarana untuk

WBS

7. Apa harapan atau evaluasi

bapak untuk PSTW Budi

Mulia 3 untuk

kedepannya?

Hidup harus mempunyai

clue, pembekalan itu

penting. Membekali anak

muda juga penting. Jangan

terbiasa hanya naik satu

tangga, biasakanlah lompat

tangga untuk sampai puncak.

Manusia adalah makhluk

yang tidak terbatas

tergantung kita. Niat dan

ikhtiar diusahakan dan yang

terpenting fokus

161

Lampiran 2

TRANSKRIP WAWANCARA

Informan : Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial

A. Tempat dan Waktu Wawancara

Tempat Wawancara : Ruang Staf ASN

Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 27 Februari 2020

Waktu Wawancara : Pukul 10.00

B. Identitas Informan

Nama : Elisabeth WU, A.Ks,M.Si

Usia : 48 Tahun

Jenjang Pendidikan : S2

Pertanyaan Jawaban

1. Bagaimana program

PSTW Budi Mulia 3

dalam menangani masalah

pada lansia?

Setiap harinya itu ada

kegiatan dari program

pembinaan yang telah dibuat

seperti bimbingan fisik

rohani, keterampilan,

kesenian, dan hiburan

2. Bagaimana bentuk

pembinaan yang ada?

Ya senin ada kegiatan

ceramah pagi, keterampilan,

dan bimbingan rohani

kristen. Selasa ada senam

dan kegiatan ceraham

(bimroh) di wisma. Rabu

kegiatan ceramah,

162

bimbingan rohani kristen dan

panggung gembira. Kamis

bimbingan mental dari

psikolog, jalan-jalan keliling

panti / jalan sehat,

bimbingan rohani Kristen,

dan kesenian angklung.

Jumat senam, kegiatan

ceramah, dan panggung

gembira, sabtu dan minggu

ada nonton bareng / karaoke

3. Bagaimana menurut ibu

kegiatan seperti

bimbingan atau kegiatan

lainnya akan memberikan

pengaruh bagi kesehatan

mental?

Pasti ada pengaruh, besar

atau kecil. Dilihat dari latar

belakang dari jalanan atau

bukan. Tetapi pada dasarnya

semua kegiatan memberikan

pengaruh yang baik tidak

hanya kesehatan mental

namun kesehatan fisikpun

juga demikian

4. Bagaimana perkembangan

lanjut usia dalam

mengikuti kegiatan di

PSTW Budi Mulia 3 ini?

Ya sejauh ini kalau

mengetahui perkembangan

WBS dalam mengikuti

kegiatan dapat dilihat dari

kondisi WBS. Terdapat

beberapa golongan WBS

163

antara lain, yang mandiri

agak sulit diperintah, yang

tergolong psikotik selalu

mengikuti kegiatan, mandiri

potensial apapun ikut.

Semirenta dan renta mereka

sudah tidak mampu

mengikuti kegiatan

5. Apa perubahan yang

terjadi menurut ibu ketika

lansia yang sudah

mengikuti kegiatan

tersebut?

Ya lebih aktif pastinya. Bisa

dilihat dari aktivitas

kesehariannya yang sudah

mudah bersosialisasi dengan

yang lain

6. Sejauh mana pekerja

sosial berperan dalam

program pembinaan?

Sangat berperan sekali

terutama dalam program

pembinaan

7. Apa harapan atau evaluasi

ibu untuk PSTW Budi

Mulia 3 untuk

kedepannya?

Ya saat ini kondisi

kesehatannya lebih menurun,

beda halnya dengan dulu

yang kondisinya lebih sehat.

Harapan ya semoga kakek

nenek lebih terbina di sini

164

Lampiran 3

TRANSKRIP WAWANCARA

Informan : Pekerja Sosial

A. Tempat dan Waktu Wawancara

Tempat Wawancara : Rumah Pekerja Sosial

Media Wawancara : Telepon (daring)

Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 23 April 2020

Waktu Wawancara : Pukul 15.45

B. Identitas Informan

Nama : Nada Fitri, S.Tr.Sos

Usia : 23 Tahun

Jenjang Pendidikan : D4 Pekerja Sosial STKS

Pertanyaan Jawaban

Group work

Social Group Conversation

1. Bagaimana Bapak/Ibu dalam

memfasilitasi para lanjut usia

untuk dapat saling mengenal

satu sama lain?

Untuk lansia yang sudah

menetap lama di panti

mereka akan mengenal satu

sama lain dengan sendirinya

melalui program kegiatan di

panti seperti adanya kajian

ceramah yang dibawakan

penceramah, karena sedang

wabah covid-19 ini pekerja

sosial yang membantu

langsung dalam membina

165

kajian ceramah. Dan khusus

untuk lansia yang baru

datang, setelah kami

observasi lalu kami

menentukan di wisma mana

yang dinilai cocok dan

memberitahukan sekaligus

memperkenalkan kepada

kakek nenek di wisma

tersebut bahwa ada lansia

yang ingin gabung dan juga

menghimbau untuk dapat

diterima dengan baik seperti

diajak ngobrol, diajarkan

yang belum tau dan kalau

ada apa-apa langsung

hubungi petugas

2. Bagaimana cara Bapak/Ibu

melakukan peran dalam

melakukan kegiatan tersebut?

Pekerja sosial memberikan

ruang dan fasilitas untuk

mereka dapat saling

mengenal, salah satu

contohnya kegiatan ceramah

pagi. Di sini pekerja sosial

juga melakukan

pendampingan dalam

kegiatan tersebut, mengamati

166

masing-masing dari WBS

untuk tetap bisa fokus

sekaligus membantu mereka

dalam memahaminya.

Terdapat sesi tanya jawab

yang bertujuan untuk

mengetahui sampai dimana

mereka paham atas topik

yang dibahas. Topik yang

dibahas disiapkan oleh

penceramah sendiri tetapi

ketika penceramah tidak

dapat hadir, ada pekerja

sosial lain yang mampu

mengisi kegiatan tersebut.

Topik yang dibahaspun

seputar kehidupan manusia

bagaimana agama islam

mengajarkan. Tidak hanya

itu, sudah dipastikan juga di

antara mereka terdapat

kelompok kecil untuk

mereka saling berinteraksi

seperti ngobrol di dalam

kamar masing-masing.

3. Berapa jumlah lanjut usia yang Di dalam beberapa kegiatan

167

terlibat di dalamnya? bisa dengan peran edukator

dan ketika memperkenalkan

lansia baru dengan peran

fasilitator dan peran

pendampingan

4. Apa saja topik yang dibahas? Kajian ceramah sekitar 50

orang ya cukup rame, kalau

untuk pengenalan lansia baru

ya sekitar enam sampai

delapan orang

5. Bagaimana antusias atau

respon dari lanjut usia di

dalam kelompok tersebut?

Di sini pekerja sosialnya

banyak, semua terbagi ke

dalam berbagai wisma.

Hampir semua pekerja sosial

ikut turut andil dalam semua

program kegiatan panti,

untuk topik yang dibahas

mengikuti dengan kegiatan

yang diikuti, khusus untuk

lansia baru, kami membantu

memperkenalkan kepada

lansia di wisma yang

ditempati

Recreation Group

6. Apa kegiatan yang rutin

dilakukan dalam menjaga

Ya di sini banyak kegiatan

kok yang berhubungan sama

168

kesehatan? fisik dan mental. Ada senam,

jalan sehat, keterampilan,

kesenian, panggung gembira,

da nada rekreasi jalan-jalan

7. Bagaimana proses

berlangsungnya kegiatan

tersebut?

Ya proses kegiatannya satu

sampai dua jam an lah ada

instruktur ahli sesuai

bidangnya

8. Berapa jumlah lanjut usia yang

mengikuti kegiatan tersebut?

Banyak lumayan yang masih

tergolong mandiri dan

mandiri potensial tapi tidak

menutup kemungkinan bagi

lansia yang semi renta

dengan bantuan pendamping

untuk dapat mengikuti

kegiatan

9. Bagaimana antusias atau

respon dari lanjut usia dalam

mengikuti kegiatan tersebut?

Mereka senang terhibur dan

menikmati

10. Apakah pernah ada sesuatu hal

yang terjadi yang dilakukan

oleh lanjut usia dalam

mengikuti kegiatan tersebut?

Sejauh ini tidak ada, karena

mereka yang ikut kegiatan

atas kesadaran mereka

sendiri ketika sakit ya

mereka tetap di kamar

istirahat dan begitupun yang

ikut juga tetap didorong oleh

169

ajakan pekerja sosial maupun

pendamping

11. Apa kesan dan pesan mereka

setelah mengikuti kegiatan

tersebut?

Kesan ga ada sih tapi sudah

terlihat mereka cukup

terhibur dan menikmati

berbagai kegiatan, kalau

pesan sepertinya tidak ada

Recreation Skill Group

12. Apakah Bapak/Ibu selalu

mendampingin lanjut usia

dalam kegiatan keterampilan?

Terkadang iya

13. Bagaimana antusias atau

respon dari mereka selama

mengikuti kegiatan

keterampilan?

Cukup baik mereka giat

mengikutinya. Untuk di

pandemik corona ini, di sini

juga ada pembuatan masker

kain yang udah berlangsung

dari bulan maret sampai

sekarang

14. Sudah sejauh mana lanjut usia

dalam mempraktekan dan

menyelesaikan suatu

keterampilan yang

dilakukannya?

Tidak ada sepengetahuan

saya, ya karna lansia yang

ikut keterampilan adalah

mereka yang secara sadar

benar-benar mau ikut untuk

bisa melakukannya

15. Bagaimana dampak yang

dihasilkan lanjut usia setelah

Bukan dampak sih tapi

terlihat ketika

170

mengikuti kegiatan

keterampilan?

keterampilannya sedang

ditiadakan karena suatu

sebab mereka cenderung

sedih karna di sini ada

beberapa keterampilan yang

dapat dijual dan mereka

mendapatkan upah apabila

keterampilan sedang tidak

ada mereka tidak

mendapatkan upah

Kesehatan Mental

16. Bagaimana peran pekerja

sosial dalam membantu

penyesuaian diri lanjut usia?

Peran motivator kalo bagi

lansia baru, ya untuk lansia

yang sudah lama tergantung

di dalam kegiatan apa ya

terkadang peran edukator

dan kalau terkait ada konflik

ya peran mediator dan peran

broker jika ada lansia yang

membutuhkan sumber lain

17. Saat pertama kali dan sampai

saat ini, bagaimana

penyesuaian diri yang terjadi

pada (nama kakek/nenek)

selama di PSTW Budi Mulia

3?

Sejauh ini tidak ada, jarang

ada keluhan juga dari mereka

kepada pekerja sosial paling

ada kakek S ketika kamarnya

sedang kosong beliau

meminta kepada pekerja

171

sosial untuk mendapatkan

teman kamar yang seperti

dirinya misalnya rajin, paling

itu sih

18. Bagaimana peran pekerja

sosial dalam menciptakan

hubungan sosial antar sesama

lanjut usia?

Ya balik lagi tadi tergantung

kegiatan apa yang sedang

dilakukan

19. Bagaimana hubungan sosial

yang dilakukan oleh (nama

kakek/nenek)?

Baik tidak pernah ada

masalah, justru ada salah

satu nenek yang memiliki

sifat mengalah menghadapi

teman kamarnya yang

dinilainya kurang baik

20. Bagaimana peran pekerja

sosial menghadapi lanjut usia

yang bermasalah atau sedang

berkonflik?

Ya pekerja sosial cari tau

masalahnya dulu diasesmen

lalu berusaha menyadari

mereka dengan masalahnya

dan solusi atau langkah apa

yang dilakukan

21. Bagaimana mana cara (nama

kakek/nenek) dalam mengatasi

kesulitan atau masalah?

Misalkan masalah sakit yang

diderita lansia mengenai

seprei kasur tidurnya, pekerja

sosial melakukan peran

advokasi untuk memberitahu

kepada perawat kalau ada

172

lansia yang sakit di wisma

nomor sekian lalu pekerja

sosial juga melakukan peran

pendampingan saat perawat

datang ke lansia yang sakit,

lalu setelah itu juga meminta

untuk digantikan seprei ke

bagian laundry panti. Ya

paling itu sih ngeluh-ngeluh

sakit aja

22. Bagaimana peran pekerja

sosial dalam membantu

aktivitas sehari-hari pada

lanjut usia?

Peran motivator kalo bagi

lansia baru, ya untuk lansia

yang sudah lama tergantung

di dalam kegiatan apa ya

terkadang peran edukator

dan kalau terkait ada konflik

ya peran mediator dan peran

broker jika ada lansia yang

membutuhkan sumber lain

23. Bagaimana peran pekerja

sosial ketika mendapati lanjut

usia yang memiliki hambatan

dalam menjalankan aktivitas

sehari-hari?

Sejauh ini tidak ada, jarang

ada keluhan juga dari mereka

kepada pekerja sosial paling

ada kakek S ketika kamarnya

sedang kosong beliau

meminta kepada pekerja

sosial untuk mendapatkan

173

teman kamar yang seperti

dirinya misalnya rajin, paling

itu sih

174

Lampiran 4

TRANSKRIP WAWANCARA

Informan : Psikolog

A. Tempat dan Waktu Wawancara

Tempat Wawancara : Rumah Psikolog

Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 21 April 2020

Waktu Wawancara : Pukul 09.30

B. Identitas Informan

Nama : Sy.Dery Karmila

Usia : 44 Tahun

Jenjang Pendidikan : S1 Psikolog UPI

Pertanyaan Jawaban

1. Ibu menjadi psikolog

dari tahun berapa bu?

Tahun lalu berdua, untuk tahun

ini sendiri. Klien dari semua

wisma. Wajibnya sebulan dua

kali tetapi kadang sebulan bisa

empat sampai lima kali karna

saya suka kangen kalau tidak

bertemu dengan mereka

2. Klien ibu berada di

wisma mana saja? Dan

di hari apa ibu datang ke

panti?

Untuk di situasi sekarang saya

lebih banyak di ruang peksos

jadi untuk pengambilan data

langsung didatangkan ke ruang

peksos walaupun sebelumnya

saya selalu muter ke berbagai

175

wisma tapi untuk sekarang saya

hanya di ruang peksos saja

3. Pelayanan yang ibu

berikan menjadi psikolog

di panti seperti apa bu?

Pelayanan yang diberikan di

lembaga sosial bagaimana kita

menguati mereka memotivasi

untuk semangat hidup.

Memberikan pemahaman

kesadaran atas penanganan diri.

Untuk lansia yang mengalami

gangguan jiwa dipindahkan ke

rumah sakit duren sawit untuk

dirajal dan terkait lansia yang

sudah dinilai memiliki agresif

yang tinggi itu saya minta juga

untuk dipindahkan.

Pengambilan data dilakukan

juga untuk lansia yang baru

datang dari panti lain. Dan

menangani lansia yang konflik

di saat saya ada maupun tidak

langsung saya tangani seperti

memediasi dan lain-lain. Dan

saya diminta kesediaan juga

untuk dapat melayani para

petugas di panti

4. Menurut ibu, kegiatan di Tergantung bagaimana kita

176

panti di antaranya

senam, games,

kerohanian, dan

keterampilan. Apakah

kegiatan-kegiatan

tersebut mampu

meningkatkan kesehatan

mental pada lanjut usia?

melakukan sosialisasi yang

terus menerus, tidak bosan

mengajak lansia untuk

berkegiatan tersebut jadi peran

petugas harus ikut membantu

untuk lansia konsisten dalam

berkegiatan

5. Menurut ibu, terkadang

ketika mendapati lansia

yang konflik atau

memiliki masalah

dengan sesama lansia.

Bagaimana seharusnya

cara lansia

menghadapinya?

Saya tanya terlebih dahulu

pendapat dalam suatu ruangan

tentang persoalan apa yang

dipermasalahkan, ketika ada

lansia yang lebih menonjol

saya menetralisir terlebih

dahulu saya perintah untuk

diam. Saya tegas ketika tidak

disiplin maka saya sendiri yang

langsung memindahkan ke

wisma yang lain. Dan saya

lebih banyak menasehati

dengan melihat kenyataan yang

ada saat ini. Mengajak mereka

untuk menutupi persoalan yang

ada, memahami mereka dengan

banyak contoh

6. Bagaimana kondisi Mereka normal kondisi

177

kesehatan mental ketiga

informan?

kesehatan mentalnya.

7. Masalah apa saja yang

pernah dialami oleh

ketiga informan?

Nek murni pernah dipukul oleh

temannya sampai giginya copot

dan temannya langsung

dipindahkan, nek murni itu

rajin sejauh ini, kalau kek

leman tahun lalu kepengen

pulang ziarah ke kuburan

orangtuanya dan juga ingin

menemui adiknya di baturaja

Palembang dan sudah ditelusuri

oleh petugas lain dan ternyata

wilayah yang dimaksud sudah

diambil alih oleh pemerintah

untuk menjadi gardu listrik

8. Apa saran atau pesan

dari ibu agar lansia tetap

selalu menjaga kesehatan

mentalnya?

Ya ikhlas, menerima situasi apa

adanya karna udah tua mau

ngapain lagi, pasrahkan saja ya

selalu ibadah dan ikhlas. Harus

tetap selalu diingatkan

178

Lampiran 5

TRANSKRIP WAWANCARA

Informan : Lanjut Usia (WBS)

A. Tempat dan Waktu Wawancara

Tempat Wawancara : Wisma Susi

Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 21 April 2020

Waktu Wawancara : Pukul 15.45

B. Identitas Informan

Nama : Kakek MS

Usia : 88 Tahun

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Juli 1932

Asal : Taman Kota Kampung

Basmol Jakarta Barat

Pertanyaan Jawaban

Social Conversation Group

1. Apakah bapak/ibu melakukan

percakapan dalam sebuah

kelompok?

Pernah, ya dengan siapa

lagi di sini kalau bukan

kakek nenek di sini.

Lagi beberapa bulan ini

kan lagi covid jadi

sedang males-malesnya

neng. Dalam keadaan

sekarang kan dibatasin

keluar dan ga bisa

ngapa-ngapain jadi

179

lemes aja badan

bawaannya

2. Berapa jumlah orang yang

terlibat dalam percakapan?

Yang ikut ya lebih dari

20an lah

3. Topik apa saja yang

dibicarakan?

Ya seperti ceramah pada

umumnya, bahas rukun

islam dan rukun iman

4. Apa saja kebutuhan yang

diperlukan dalam kegiatan

tersebut?

Sebelum ceramah

dimulai biasanya ada

yang shalat dhuha dan

mengaji makanya yang

laki-laki kokoh dan

sarung yang dikasih

petugas pas pertama

datang ke panti, yang

perempuan bawa

mukena dan ditambah

sekarang ini semuanya

pake masker terus

sebelum masuk cuci

tangan dan wudhu. Di

mushola juga banyak

Al-Quran dan beberapa

Iqra

5. Apakah bapak/ibu sudah saling

mengenal satu sama lain saat

Sebenarnya sudah tapi

saya suka lupa neng

180

melakukan percakapan?

Recreation Group

6. Kegiatan apa yang disenangi? Yang paling saya senang

itu buat keset sejak

tahun 2009 karena selain

ngisi waktu saya juga

bisa menjualnya dan

mendapatkan hasilnya

tapi disayangkan

sekarang sudah tidak ada

bahan keset lagi dari

panti

7. Bagaimana fasilitas yang

dibutuhkan?

Pembuatan keset

tergantung bahan neng,

alat mah masih ada

bekas kemarin-kemarin

tapi sekarang kan bahan

sama benangnya abis

dari dua tahun terakhir

ini. Kalo panti udah

nyiapin itu pasti

langsung saya kerjain

8. Berapa jumlah lansia yang

mengikuti kegiatan?

Saya waktu belajar buat

keset tiap seminggu

sekali itu kurang lebih

yang ikut 10 orang tapi

181

sebelum dua tahun

terakhir ga ada bahan

keset lagi hanya berdua

9. Apakah kegiatan tersebut

membutuhkan instruktur /

pelatih?

Sejak pertama kali saya

belajar keset ada

instruktur yang ngajarin

tapi besoknya saya

langsung bisa neng.

Saya sudah bisa bikin

sendiri dengan satu

teman saya tanpa

diajarin lagi

Recreation Skill Group

10. Bagaimana menurut bapak/ibu

terhadap kemampuan pelatih

dalam mempraktekkan

keterampilan?

Keterampilan ada

instrukturnya, cara

ngajarinnya bagus

sampe besoknya saya

udah bisa bikin kesetnya

sendiri. Kalau kesenian

yang saya ikut angklung

ada dua pelatihnya neng

yang satu main pianonya

yang satu lagi ngarahin

sama ngajarin.

11. Bagaimana ketersediaan

fasilitasnya?

Perlengkapan udah

disiapin seperti jarum,

182

bahan sama benangnya

waktu saya buat keset

neng. Kalo angklung pas

saya masuk alat

musiknya belum banyak

tapi sekarang udah

banyak

12. Apakah bapak/ibu sudah

menguasainya?

Kalo buat keset

alhamdulillah ada yang

beli hasil dari keset yang

saya buat, saya bisa

dapat lima sampe

sepuluh ribu. Yang beli

ada yang dari petugas

dan dari tamu yang

datang ke panti. Sudah,

angklung kan ada dua

pelatihnya yang satu

main piano untuk

ngimbangin sama

lagunya dan yang satu

lagi ngajarin cara main

angklung baca not angka

sama not balok.

Kesehatan Mental

13. Bagaimana hubungan sosial Hubungan di sini begitu

183

kakek / nenek dengan orang

lain?

saya masuk di panti ini,

boleh dikatakan saya

justru heran kenapa baik

semua sama saya gitu.

Semua saya baik-baik

saja

14. Bagaimana penyesuaian diri,

sosialisasi, dan memahami

orang lain?

Baik ga pernah ada

ribut-ribut saya neng

15. Bagaimana perkembangan

bapak/ibu dalam melakukan

aktivitas sehari-hari?

Alhamdulillah lancar

neng

16. Selama mengikuti

keterampilan, apa hambatan

yang bapak/ibu alami?

Ga ada neng

17. Bagaimana bapak/ibu dapat

menyesuaikan diri dan mampu

melakukan apa yang

diperintahkan dalam

kelompok?

Ya kira-kira gitu lah

neng, Cuma satu hari

saya belajar neng setelah

itu langsung bisa saya

18. Bagaimana penyesuaian diri

selama melakukan kegiatan

keterampilan?

Iya fokus sehari saya

diajarin sudah langsung

bisa

19. Bagaimana cara mengapresiasi

diri dalam suatu pencapaian

diri?

Kalo waktu itu satu

keset dapet lima ribu,

kadang-kadang dapet

184

sepuluh dua puluh. Nah

uangnya itu saya

kumpulin buat makan ya

jajan sama ngerokok

karna saya kuat

ngerokoknya neng. Tapi

tahun 2012, sejak saya

ada penyakit batuk

dokter meminta saya

untuk berenti ngerokok

dan ngopi

20. Apa keinginan besat atau

tujuan kakek / nenek selama

berada di sini?

Ya saya kepengen minta

sehat terus neng ya saat

ini cuman nunggu

panggilan Allah aja neng

sebenernya mah

meninggal juga diterima

oleh Allah SWT

21. Apa yang kakek / nenek

lakukan untuk dapat mencapai

keinginan tersebut?

Ya mempersiapkan

bekal amal kita shalat

kita untuk diterima

Allah SWT

185

Lampiran 6

TRANSKRIP WAWANCARA

Informan : Lanjut Usia (WBS)

A. Tempat dan Waktu Wawancara

Tempat Wawancara : Wisma Susi

Hari, Tanggal Wawancara : Senin, 20 April 2020

Waktu Wawancara : Pukul 16.15

B. Identitas Informan

Nama : Nenek M

Usia : 85 Tahun

Tempat, Tanggal Lahir : Pemalang, 01 Juli 1937

Asal : Galur No. 12 Cempaka

Putih

Pertanyaan Jawaban

Social Conversation Group

1. Apakah bapak/ibu melakukan

percakapan dalam sebuah

kelompok?

Ada ceramah di mushola

senin rabu jumat

2. Berapa jumlah orang yang

terlibat dalam percakapan?

Yang ikut banyak 50

orang

3. Topik apa saja yang

dibicarakan?

Bahas apa aja kaya ibadah

4. Apa saja kebutuhan yang

diperlukan dalam kegiatan

tersebut?

Selalu di mushola neng,

biasanya ada ustadz tetapi

lebih sering dari petugas

186

yang ngisi.

5. Apakah bapak/ibu sudah

saling mengenal satu sama

lain saat melakukan

percakapan?

Kaya ceramah biasa saya

suka nanya kalo ada yang

saya ga paham terus

dijawab terus ada yang

nanya lagi, sama-sama

belajar jadi banyak tau

dan bisa makin kenal

walau suka rada lupa

karna saya udah dari 2012

Recreation Group

6. Kegiatan apa yang

disenangi?

Yang paling saya

senang pergi jalan-

jalan ke tempat

wisata gitu neng kaya

ke ragunan jadi bisa

liat tempat luar ga

bosen di panti mulu

tapi itu cuma setahun

sekali neng

7. Bagaimana fasilitas yang

dibutuhkan?

Karna pergi jauh,

saya biasa bawa

minyak kayu putih

sama kantong kresek

takut mabok di bis

neng

187

8. Berapa jumlah lansia yang

mengikuti kegiatan?

Sekitar 25 orang lebih

9. Apakah kegiatan tersebut

membutuhkan instruktur /

pelatih?

Jalan keliling panti

bareng-bareng aja

neng paling cuma ada

petugas yang

dampingin, kalo

rekreasi cuma ada

yang ngarahin aja.

Recreation Skill Group

10. Bagaimana menurut

bapak/ibu terhadap

kemampuan pelatih dalam

mempraktekkan

keterampilan?

Keterampilan saya

ikut motong-motong

kain dan menjahit.

Kesenian saya ikut

main gamelan sama

angklung juga

11. Bagaimana ketersediaan

fasilitasnya?

Bahan kaya kain

menjahit ada sama

mesin jahitnya, kalau

angklung di sini

beberapa udah ada

yang rusak

12. Apakah bapak/ibu sudah

menguasainya?

Saya ikut main

gamelan dan

angklung sampai saya

pernah tampil di

188

ragunan dan disaksiin

langsung gubernur

pak anis baswedan

waktu itu

Kesehatan Mental

13. Bagaimana hubungan sosial

kakek / nenek dengan orang

lain?

Hubungan di sini mah

gampang-gampang aja

neng semua baik sama

petugas juga sama semua

yang di sini

14. Bagaimana penyesuaian

diri, sosialisasi, dan

memahami orang lain?

Ga ada kesulitan, kalau

setiap ngobrol ada

masalah mending bubar

ga diperpanjang

masalahnya

15. Bagaimana perkembangan

bapak/ibu dalam melakukan

aktivitas sehari-hari?

Lancar semuanya ga ada

hambatan. Motong-

motong kain orang yang

ikut paham semua cuma

ada yang males jadi

jarang ikut lagi

16. Selama mengikuti

keterampilan, apa hambatan

yang bapak/ibu alami?

Tidak ada

17. Bagaimana bapak/ibu dapat

menyesuaikan diri dan

Nerima, ya ikut aja

langsung

189

mampu melakukan apa

yang diperintahkan dalam

kelompok?

18. Bagaimana cara

mengapresiasi diri dalam

suatu pencapaian diri?

Kalau dapat hadiah

bentuknya uang dipake

untuk jajan kopi tapi

untuk sekarang

dikumpulkan untuk bayar

zakat fitrah dan infaq

19. Apa keinginan besat atau

tujuan kakek / nenek selama

berada di sini?

Kalau dapat hadiah

bentuknya uang dipake

untuk jajan kopi tapi

untuk sekarang

dikumpulkan untuk bayar

zakat fitrah dan infaq

20. Apa yang kakek / nenek

lakukan untuk dapat

mencapai keinginan

tersebut?

Ke depannya tinggal

nunggu dipanggil Allah

karna udah tua

190

Lampiran 7

TRANSKRIP WAWANCARA

Informan : Lanjut Usia (WBS)

A. Tempat dan Waktu Wawancara

Tempat Wawancara : Wisma Susi

Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 21 April 2020

Waktu Wawancara : Pukul 16.15

B. Identitas Informan

Nama : Kakek J

Usia : 63 Tahun

Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 14 Oktober 1958

Asal : Jakarta

Pertanyaan Jawaban

Social Conversation Group

1. Apakah bapak/ibu melakukan

percakapan dalam sebuah

kelompok?

Iya ada baik itu ngobrol di

wisma ataupun ceramah

pagi di mushola

2. Berapa jumlah orang yang

terlibat dalam percakapan?

Yang ikut banyak 50

orang

3. Topik apa saja yang

dibicarakan?

Ada bahas fiqh, syariat,

akidah, rukun iman dan

lain-lain

4. Apa saja kebutuhan yang

diperlukan dalam kegiatan

tersebut?

Ya selain di mushola ya

tentunya butuh

perlengkapan shalat, lalu

191

yg mengisi ada ustadz

tetapi lebih sering dari

petugas di sini.

5. Apakah kakek / nenek sudah

saling mengenal satu sama

lain saat melakukan

percakapan?

Dalam menjelang puasa

ini saya agak menghindari

untuk ikut kegiatan karna

kan ini juga campur laki-

laki dan perempuan jadi

saya lebih menjaga diri

untuk di bulan puasa

tetapi saya tetap

melakukan kegiatan lain

sendiri seperti membaca

Al-Quran di kamar.

Recreation Group

6. Kegiatan apa yang

disenangi?

Menurut saya, siapapun

yang berolahraga setiap

hari banyak gerak itu

sesuatu yang baik salah

satunya jalan-jalan

keliling panti di hari

kamis

7. Bagaimana fasilitas yang

dibutuhkan?

Ya paling persiapkan diri

aja dalam keadaan fisik

yang sehat

8. Berapa jumlah lansia yang Jalan-jalan keliling panti

192

mengikuti kegiatan? yang ikut hanya 30 orang

9. Apakah kegiatan tersebut

membutuhkan instruktur /

pelatih?

Jalan-jalan keliling panti

ga pake instruktur.

Recreation Skill Group

10. Bagaimana menurut

bapak/ibu terhadap

kemampuan pelatih dalam

mempraktekkan

keterampilan?

Saat pertama kali masuk

panti September lalu, di

sini kegiatan

keterampilan sudah tidak

begitu aktif dan saya

kurang minat untuk

mengikutinya tetapi

sesekali saya hanya

mengikuti kegiatan

angklung aja.

11. Bagaimana ketersediaan

fasilitasnya?

Angklung di sini

beberapa udah ada yang

rusak tapi lainnya masih

cukup bisa digunakan

12. Apakah bapak/ibu sudah

menguasainya?

Saya cukup bisa

mengikuti karena

instruktur juga

mengajarkan dengan

sangat baik dan cara

mengajarnya yang pelan

demi mudah dipahami

193

seperti saya yang masih

baru di panti. Teman

WBS lain juga membantu

ketika saya mulai

kesulitan

Kesehatan Mental

13. Bagaimana hubungan sosial

kakek / nenek dengan orang

lain?

Kalau saya

memandangnya, saya

pikir semuanya sama.

Walaupun tidak ada yang

terbuka intinya saya dapat

menyesuaikan diri dengan

apa adanya saya dalam

berprilaku dan memahami

setiap orang

14. Bagaimana penyesuaian diri,

sosialisasi, dan memahami

orang lain?

Secara umum, tidak ada

masalah. Ya bisa

diatasilah setiap ada

masalah, tetapi ada

batasan hidup selagi

ketemu ya tidak ada

masalah

15. Bagaimana perkembangan

bapak/ibu dalam melakukan

aktivitas sehari-hari?

Lancar semuanya ga ada

hambatan. Motong-

motong kain orang yang

ikut paham semua cuma

194

ada yang males jadi

jarang ikut lagi

16. Selama mengikuti

keterampilan, apa hambatan

yang bapak/ibu alami?

Saya pertama kali datang

tidak ikut kegiatan

keterampilan tetapi saya

mengikuti kegiatan yang

sudah sering aktif seperti

angklung dan panggung

gembira saja dan tidak

begitu sering.

17. Bagaimana bapak/ibu dapat

menyesuaikan diri dan

mampu melakukan apa yang

diperintahkan dalam

kelompok?

Ya cukup bisa mengikuti

18. Bagaimana cara

mengapresiasi diri dalam

suatu pencapaian diri?

Sejauh ini, saya belum

mendapatkan hasil apa

yang dicapai atau

semacam hadiah dan kalo

ada lebih digunakan untuk

kebutuhan diri sendiri saja

19. Apa keinginan besat atau

tujuan kakek / nenek selama

berada di sini?

Ya itu suatu akhir yang

dalam keadaan syahid dan

tidak menambah waktu

dalam hidup ini kalo

kecuali dosa saya tidak

195

mau

20. Apa yang kakek / nenek

lakukan untuk dapat

mencapai keinginan tersebut?

Iya saya sudah

menyiapkan bekal inshaa

Allah

196

Lampiran 8 Surat Keterangan Program Studi

197

Lampiran 9 Cover Persetujuan Proposal Skripsi

198

Lampiran 10 Surat Permohonan Dosen Pembimbing

199

Lampiran 11 Surat Permohonan Izin Penelitian Skripsi di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 (PSTW Budi

Mulia 3) melalui Unit Pelaksana Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (PTSP) DKI Jakarta

200

Lampiran 12 Surat Permohonan Izin Penelitian Skripsi di

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 (PSTW Budi

Mulia 3)

201

Lampiran 13 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Sebelum Wabah Covid-19

202

Lampiran 14 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Sebelum Wabah Covid-19

203

Lampiran 15 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form

Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi

jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir

(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia

dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan

data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini

sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan

melalui kegiatan wawancara.

*Required

Nama *

Drs. Hery Soehartono

Usia *

57

Jenis Kelamin *

Laki-Laki

Perempuan

Jabatan / Posisi *

Kepala Panti

Satuan Pelayanan Sosial

Satuan Pembinaan Sosial

Pekerja Sosial

Pramu / Pendamping Sosial

Psikolog

Perawat

Lanjut Usia (WBS)

Alamat *

JL. PISANGAN BARU UTARA NO. 2 RT 007/013

MATRAMAN JAKARTA TIMUR

Hari / Tanggal diwawancarai *

DD

03

/

MM

12

204

/

YYYY

2020

Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian dengan

menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika bersedia harap

semua diceklis)

bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas diri,

keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan penelitian

tersebut (khusus wbs)

bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam

bentuk rekaman suara

bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian

yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik

secara tertulis dan terbatas

205

Lampiran 16 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form

Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi

jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir

(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia

dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan

data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini

sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan

melalui kegiatan wawancara.

*Required

Nama *

Elisabath WU,A.KS,M.Si

Usia *

48

Jenis Kelamin *

Laki-Laki

Perempuan

Jabatan / Posisi *

Kepala Panti

Satuan Pelayanan Sosial

Satuan Pembinaan Sosial

Pekerja Sosial

Pramu / Pendamping Sosial

Psikolog

Perawat

Lanjut Usia (WBS)

Alamat *

Jl. Margaguna No. 1 Jakarta Selatan

Hari / Tanggal diwawancarai *

DD

03

/

MM

01

/

206

YYYY

2020

Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian

dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika

bersedia harap semua diceklis)

bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas diri,

keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan penelitian

tersebut (khusus wbs)

bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam

bentuk rekaman suara

bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian

yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik

secara tertulis dan terbatas

207

Lampiran 17 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form

Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi

jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir

(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia

dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan

data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini

sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan

melalui kegiatan wawancara.

*Required

Nama *

Nada Fitri Febriana

Usia *

23

Jenis Kelamin *

Laki-Laki

Perempuan

Jabatan / Posisi *

Kepala Panti

Satuan Pelayanan Sosial

Satuan Pembinaan Sosial

Pekerja Sosial

Pramu / Pendamping Sosial

Psikolog

Perawat

Lanjut Usia (WBS)

Alamat *

Jalan nangka V No. 56 RT010 RW002 Kel. Cipete utara

Kec. Kebayora baru, jakarta selatan

Hari / Tanggal diwawancarai *

DD

23

208

/

MM

04

/

YYYY

2020

Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian

dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika

bersedia harap semua diceklis)

bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas

diri, keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan

penelitian tersebut (khusus wbs)

bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam

bentuk rekaman suara

bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian

yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik

secara tertulis dan terbatas

209

Lampiran 18 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form

Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi

jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir

(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia

dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan

data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini

sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan

melalui kegiatan wawancara.

*Required

Nama *

Sy.Dery Karmila

Usia *

44Tahun

Jenis Kelamin *

Laki-Laki

Perempuan

Jabatan / Posisi *

Kepala Panti

Satuan Pelayanan Sosial

Satuan Pembinaan Sosial

Pekerja Sosial

Pramu / Pendamping Sosial

Psikolog

Perawat

Lanjut Usia (WBS)

Alamat *

Jalan merica nomor 19 B pondok cabe udik

Hari / Tanggal diwawancarai *

DD

21

/

MM

04

/

210

YYYY

2020

Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian

dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika

bersedia harap semua diceklis)

bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas diri,

keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan penelitian

tersebut (khusus wbs)

bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam bentuk

rekaman suara

bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian

yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik

secara tertulis dan terbatas.

211

Lampiran 19 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form

Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi

jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir

(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia

dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan

data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini

sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan

melalui kegiatan wawancara.

*Required

Nama *

MS

Usia *

88

Jenis Kelamin *

Laki-Laki

Perempuan

Jabatan / Posisi *

Kepala Panti

Satuan Pelayanan Sosial

Satuan Pembinaan Sosial

Pekerja Sosial

Pramu / Pendamping Sosial

Psikolog

Perawat

Lanjut Usia (WBS)

Alamat *

Taman Kota Kampung Basmol Jakarta Barat

Hari / Tanggal diwawancarai *

DD

05

/

212

MM

02

/

YYYY

2020

Saat pengisian form ini, saya dipandu / didampingi

oleh...(khusus wbs wajib diisi selain wbs dilewatkan saja)

Pekerja Sosial

Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian

dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika

bersedia harap semua diceklis)

bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas

diri, keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan

penelitian tersebut (khusus wbs)

bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam

bentuk rekaman suara

bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian

yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik

secara tertulis dan terbatas

213

Lampiran 20 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form

Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi

jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir

(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia

dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan

data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini

sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan

melalui kegiatan wawancara.

*Required

Nama *

M

Usia *

85

Jenis Kelamin *

Laki-Laki

Perempuan

Jabatan / Posisi *

Kepala Panti

Satuan Pelayanan Sosial

Satuan Pembinaan Sosial

Pekerja Sosial

Pramu / Pendamping Sosial

Psikolog

Perawat

Lanjut Usia (WBS)

Alamat *

Galur No. 12 Cempaka Putih

Hari / Tanggal diwawancarai *

DD

05

/

MM

01

/

214

YYYY

2020

Saat pengisian form ini, saya dipandu / didampingi

oleh...(khusus wbs wajib diisi selain wbs dilewatkan saja)

Pekerja Sosial

Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian

dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika

bersedia harap semua diceklis)

bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas

diri, keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan

penelitian tersebut (khusus wbs)

bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam

bentuk rekaman suara

bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian

yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik

secara tertulis dan terbatas

215

Lampiran 21 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form

Persetujuan Menjadi Informan Penelitian

Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi

jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir

(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia

dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna

Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan

data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini

sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan

melalui kegiatan wawancara.

*Required

Nama *

J

Usia *

63

Jenis Kelamin *

Laki-Laki

Perempuan

Jabatan / Posisi *

Kepala Panti

Satuan Pelayanan Sosial

Satuan Pembinaan Sosial

Pekerja Sosial

Pramu / Pendamping Sosial

Psikolog

Perawat

Lanjut Usia (WBS)

Alamat *

Jakarta

Hari / Tanggal diwawancarai *

DD

05

/

216

MM

02

/

YYYY

2020

Saat pengisian form ini, saya dipandu / didampingi

oleh...(khusus wbs wajib diisi selain wbs dilewatkan saja)

Pekerja Sosial

Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian

dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika

bersedia harap semua diceklis)

bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas

diri, keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan

penelitian tersebut (khusus wbs)

bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam

bentuk rekaman suara

bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian

yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik

secara tertulis dan terbatas

217

Lampiran 22 Foto Dokumentasi

Kantor Utama Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3

Ruang Pemulasaraan

218

Bimbingan Fisik

219

Bimbingan Keterampilan

Bimbingan Kesenian

220

Bimbingan Rohani Islam

Bimbingan Rekreasi (jalan-jalan wisata)