METODE GROUP WORK DALAM MEMELIHARA KESEHATAN...
Transcript of METODE GROUP WORK DALAM MEMELIHARA KESEHATAN...
METODE GROUP WORK DALAM
MEMELIHARA KESEHATAN MENTAL PADA
LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA
WERDHA BUDI MULIA 3 JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh
Ghina Nadhifah
NIM 11160541000096
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2020 M
METODE GROUP WORK DALAM MEMELIHARA
KESEHATAN MENTAL PADA LANJUT USIA DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 3 JAKARTA
SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh
Ghina Nadhifah
NIM 11160541000096
Pembimbing
Ellies Sukmawati, M.Si
NIP : 19780318 200901 2 007
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2020
i
ABSTRAK
Ghina Nadhifah (11160541000096)
Metode Group Work dalam Memelihara Kesehatan Mental
pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
3 Jakarta Selatan
Group work adalah suatu metode untuk bekerja dengan,
dan menghadapi individu-individu di dalam suatu kelompok,
guna meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan fungsi
sosial serta mencapai tujuan-tujuan dalam keberfungsian sosial.
Group work dalam memelihara kesehatan mental merupakan
implementasi dari program pembinaan di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3 yang terfokus pada model group work
yaitu Social Conversation Group, Recreation Group, dan
Recreation Skill Group. Adapun konsep kesehatan mental adalah
suatu kondisi di mana seseorang memiliki pengetahuan dan
melakukan suatu perbuatan yang dapat mengontrol dirinya dari
sesuatu yang mengganggu dan membuatnya tidak berdaya untuk
tetap menjalankan kehidupan sehari-hari sebagaimana mestinya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif. Sementara teknik pengumpulan data,
penulis menggunakan wawancara secara (daring) dan studi
dokumentasi. Dalam pemilihan informan, penulis menggunakan
teknik purposive sampling, yaitu informan yang ditetapkan
secara sengaja atas dasar kriteria atau pertimbangan tertentu.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori group
work, teori mental sehat, dan karakteristik kesehatan mental di
mana group work dikaitkan dengan beberapa karakteristik
kesehatan mental.
Maka dapat diketahui bahwa model group work seperti
Social Conversation Group, Recreation Group, dan Recreation
Skill Group menunjukan bahwa kegiatan kelompok yang
dilakukan sudah relevan untuk dapat memelihara kesehatan
mental meskipun sepenuhnya belum dapat diatasi yang juga
disebabkan terhambatnya situasi saat ini dengan masih
mewabahnya penyakit Covid-19 yang belum juga selesai.
Kunci : Group Work, Kesehatan Mental, Lanjut Usia
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Salawat serta salam juga tidak lupa selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya yang senantiasa menjadi panutan penulis untuk
selalu rendah hati dalam menuntut ilmu
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih
terdapat kekurangan, baik dari segi isi bahkan penulisan ataupun
lainnya, dengan ini penulis telah berusaha untuk dapat menyusun
skripsi ini dengan sebaik mungkin atas dasar kemampuan yang
dimiliki untuk menyelesaikan penelitian ini.
Proses penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari
motivasi, dukungan, doa serta saran dari berbagai pihak yang
menjadi alasan penulis untuk selalu melakukan yang terbaik
selama proses penyusunan ini. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak Suparto, M.Ed., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Ibu Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW sebagai
Wakil Dekan Bidang Akademik. Bapak Dr. Sihabuddin
Noor, M.A sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi
Umum. Bapak Drs. Cecep Sastrawijaya, MA sebagai Wakil
Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, sebagai Ketua Program Studi
iii
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Program
Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ellies Sukmawati, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu untuk membantu penulis
dalam membimbing, mengarahkan, dan mengajarkan ilmu
yang diberikan dengan begitu sabar dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Burhanuddin, MA sebagai Dosen Pembimbing
Akademik yang telah menyediakan waktu di sela-sela
kesibukannya untuk membantu penulis.
5. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang
telah memberikan ilmu serta wawasan kepada penulis
selama menuntut ilmu di bangku perkuliahan.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
dan seluruh Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Ucapan terimakasih kepada Kepala Panti, Satuan Pelaksana,
Pekerja Sosial, Pendamping, Kakek Nenek serta para staf di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang telah
membantu penulis dalam memperoleh informasi dalam
penyelesaian skripsi.
8. Rasa syukur dan ucapan terimakasih kepada orangtua
penulis Ayah Saih, Ibu Neneng, Nenek Jubaedah, dan
Menyai Siti yang selalu senantiasa memberikan semangat,
dukungan dari segi materi dan nonmateri serta senantiasa
memanjatkan doa di setiap ibadahnya untuk kelancaran
iv
proses penyusunan skripsi penulis.
9. Terimakasih kepada keluarga besar PPK Pamulang dan PPS
se-Kecamatan Pamulang yang telah memberikan ilmu,
wawasan dan pengajaran serta sekaligus memberikan
penulis sebuah pengalaman dalam dua periode mengikuti
bagian dari penyelenggara kepemiluan.
10. Keluarga Besar Kesejahteraan Sosial, khususnya untuk
teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2016 yang
selalu memberikan dukungan dan motivasi untuk penulis.
11. Kepada teman dan kerabat penulis Hana, Pawit, Karimah,
Khusnul, Kartika, Farida, Dea, Mutia, Syifa, Luciana,
Maulida, Rahma, Shifa, Tias, dan Riyo yang senantiasa
selalu memberikan semangat, arahan dan saran sehingga
penulis mampu segera menyelesaikan penyusunan skripsi
ini.
Demikian ucapan terimakasih penulis. Semoga skripsi ini
memberikan manfaat sekaligus keberkahan bagi penulis dan
para pembaca serta menjadi referensi untuk penelitian-
penelitian selanjutnya.
Ciputat, 29 Juli 2020
Penulis,
Ghina Nadhifah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................ v
DAFTAR TABEL .................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................. ix
DAFTAR BAGAN ....................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Batasan Masalah .................................................................... 9
C. Rumusan Masalah ................................................................ 10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 10
1. Tujuan Penelitian .................................................. 10
2. Manfaat Penelitian ................................................ 10
E. Tinjauan Kajian Terdahulu .................................................. 11
F. Metode Penelitian ................................................................ 14
1. Pendekatan dan Jenis penelitian ........................... 14
2. Teknik Pengumpulan Data ................................... 15
3. Sumber data .......................................................... 17
4. Tempat dan Waktu Penelitian .............................. 17
5. Objek Penelitian ................................................... 18
6. Teknik Pemilihan Informan (Subjek Penelitian) .. 18
7. Teknik Analisis Data ............................................ 22
8. Teknik Keabsahan Data ....................................... 24
vi
9. Pedoman Penulisan Skripsi .................................. 25
G. Sistematika Penulisan .......................................................... 25
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................... 28
A. Landasan Teori ..................................................................... 28
1. Group Work ......................................................................... 28
a. Pengertian Group Work ........................................ 28
b. Tipe atau Jenis dalam Group Work ...................... 30
c. Peran Pekerja Sosial dalam Group Work ................... 37
2. Kesehatan Mental ................................................................. 39
a. Pengertian Kesehatan Mental ............................... 39
b. Tujuan mempelajari Kesehatan Mental ................ 41
c. Sasaran dalam Kesehatan Mental ......................... 42
d. Karakteristik Mental yang Sehat .......................... 43
e. Teori Mental yang Sehat ...................................... 48
3. Lanjut Usia ........................................................................... 52
a. Pengertian Lanjut Usia ......................................... 52
b. Teori tentang Lanjut Usia ........................................... 54
c. Kebutuhan Lanjut Usia ......................................... 55
d. Tugas Perkembangan Lanjut Usia .............................. 57
e. Pekerjaan Sosial bagi Lanjut Usia ........................ 58
B. Kerangka Berpikir ................................................................ 59
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN ....... 62
A. Profil Lembaga ..................................................................... 62
B. Alur Pelayanan PSTW Budi Mulia 3 ................................... 81
C. Sarana dan Denah PSTW Budi Mulia 3............................... 92
vii
D. Program dan Kegiatan PSTW Budi Mulia 3 ........................ 94
E. Jaringan Kemitraan di Bidang Kesehatan .......................... 104
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .................. 106
A. Metode Group Work dalam memelihara kesehatan mental di
PSTW Budi Mulia 3 ........................................................... 106
1. Social Conversation Group ................................ 106
2. Recreation group ................................................ 116
3. Recreation Skill Group ....................................... 124
BAB V PEMBAHASAN ......................................................... 131
A. Metode group work dalam memelihara kesehatan mental di
PSTW Budi Mulia 3 ........................................................... 131
1. Social Conversation Group ................................ 131
2. Recreation Group ............................................... 136
3. Recreation Skill Group ....................................... 141
BAB VI PENUTUP ................................................................. 146
A. Kesimpulan ........................................................................ 146
B. Saran .................................................................................. 151
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 154
LAMPIRAN ............................................................................. 157
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Informan Penulis ........................................................ 21
Tabel 2. 1 Karakteristik Pribadi yang Sehat Mentalnya ............. 47
Tabel 3. 1 Penyakit Fisik ............................................................. 79
Tabel 3. 2 Form Asesmen ........................................................... 87
Tabel 3. 3 Sarana PSTW Budi Mulia 3 ....................................... 92
Tabel 3. 4 Jadwal Kegiatan ....................................................... 102
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Denah PSTW Budi Mulia 3 ................................... 94
Gambar 3. 2 Kegiatan Senam...................................................... 95
Gambar 3. 3 Jalan-jalan keliling panti / jalan sehat .................... 96
Gambar 3. 4 Kegiatan Ceramah Pagi .......................................... 97
Gambar 3. 5 Kegiatan Angklung .............................................. 101
x
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Kerangka Berpikir ..................................................... 61
Bagan 3. 1 Struktur PSTW Budi Mulia 3 ................................... 69
Bagan 3. 2 Kapasitas PSTW Budi Mulia 3 ................................. 70
Bagan 3. 3 Struktur PSTW Budi Mulia 3 ................................... 72
Bagan 3. 4 Kapasitas PSTW Budi Mulia 3 (tiga tahun terakhir) 75
Bagan 3. 5 Klasifikasi WBS Berdasarkan Kelas ........................ 75
Bagan 3. 6 Klasifikasi WBS Berdasarkan Usia .......................... 76
Bagan 3. 7 Klasifikasi WBS Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 77
Bagan 3. 8 Jumlah WBS Berdasarkan Daerah Asal ................... 77
Bagan 3. 9 Tahun Penerimaan WBS ........................................... 78
Bagan 3. 10 Alur Pelayanan PSTW Budi Mulia 3 ...................... 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaum lanjut usia di Indonesia masih dikatakan
belum mendapat perhatian yang layak karena tidak sedikit
lanjut usia menghabiskan masa tuanya berada di jalan
(Republika.co.id, 2017). Tidak sedikit dari lanjut usia
terlantar yang memiliki masalah gangguan kesehatan baik
fisik maupun mentalnya (Sya’diyah, 2018, hlm. 18).
Penurunan kondisi lanjut usia yang mengakibatkan
masalah gangguan pada fisik yang juga memberikan
dampak pada gangguan kesehatan mentalnya, hal ini
dapat dilihat terganggunya aktivitas sehari-hari yang
sekaligus menurunkan kualitas hidup pada lanjut usia.
Dapat dilihat bagaimana seseorang yang sudah menginjak
masa usia yang sudah lanjut akan mengalami penuaan,
tetapi penuaan pada seseorang akan berbeda tergantung
faktor herediter, stesor lingkungan, dan faktor lainnya
(Suardiman, 2011, hlm. 6).
Proses penuaan akan mengalami perubahan seperti
perubahan fisik, perubahan mental, dan perubahan
psikososial. Perubahan mental dipengaruhi oleh kesehatan
fisik, aktivitas sosial, lingkungan, dan dukungan sosial
(Riani, 2012, hlm. 2). Hal ini merupakan tantangan-
tantangan yang dihadapi lanjut usia dan bahkan menjadi
suatu masalah. Contoh dalam kehidupan sehari-hari,
2
lansia yang mengalami kemunduran dalam mengingat
sesuatu disebabkan karena usia yang semakin menua, hal
tersebut menjadikan daya mengingatnya rendah dan
menyebabkan lanjut usia menjadi tidak percaya diri,
cemas, mudah kecewa atas kondisi yang dialaminya
(Yusuf, 2004, hlm. 31). Hal ini tertuang dalam Surat Al-
Hajj ayat 5 yang berbunyi:
م من
يعل
يل
عمر لك
ل ال
رذ
ى ا
رد ال ن ي م م
ك
ى ومن
وف
ت ن ي م م
ك
ومن
۵
ـا يــ
م ش
بعد عل
Artinya : “Dan (ada pula) di antara kamu yang
dikembalikan sampai usia sangat tua, sehingga dia tidak
mengetahui lagi sesuatu yang telah diketahuinya.”
Kelompok lanjut usia dapat dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu young old (65-74 tahun), middle-old (75
tahun ke atas), dan old-old (85 tahun ke atas). Menurut
Black pada buku (Santrock, 2006) menjelaskan bahwa
kelompok usia young-old berkisar antara pertengahan 50
tahun sampai dengan pertengahan 70 tahun. Proses
penunaan yang dialami lanjut usia dapat menimbulkan
masalah yang berlaku umum. Hal ini dapat dipicu karena
adanya penurunan fungsi yaitu seperti penglihatan
maupun kemampuan koginitif, sejalan dengan
pertambahan usia yang juga berdampak pada kualitas
hidupnya (Schuurmans, 2004).
3
Sejalan dengan hal itu, masalah pada psikologis
juga semakin dirasakan oleh lanjut usia seperti depresi,
kecemasan, demensia, insomnia, kecanduan alkohol dan
stres akibat masalah kesehatan (Knight, Kaskie, Shurgot,
& Dave, 2006). Gangguan atau penyakit tersebut sering
dialami lanjut usia yang tidak pernah disadarinya, tidak
dianggap sebagai suatu masalah kesehatan, dan tidak
pernah diobatkan dan bahkan tidak adanya upaya
pencegahan, ini juga biasa disebut dengan gangguan
psikososial (Sutikno, 2015, hlm. 2). Gangguan psikososial
merupakan bagian dari gangguan jiwa ringan yaitu orang
yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial,
pertumbuhan dan perkembangan dan atau kualitas hidup
sehingga risiko mengalami gangguan jiwa yang
mengidentifikasi dua kelompok besar jenis gangguan jiwa
atau mental di Indonesia, yaitu gangguan jiwa ringan dan
gangguan jiwa berat (Pritasari, 2019, hlm. 4).
Oleh sebab itu dalam mengatasi persoalan tersebut,
lanjut usia perlu diberikan pengetahuan dan pemahaman
yang akan menjadi suatu perbuatan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan segala kapasitas,
kreativitas, dorongan yang dimiliki lanjut usia untuk
membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain serta
terhindarnya dari gangguan atau penyakit mental
(Semiun, 2006, hlm. 50). Kesehatan mental menunjukkan
kemampuan untuk mengatasi masalah secara efektif
dalam upaya untuk mencapai keadaan emosional yang
4
seimbang. Pentingnya kesehatan mental hanya dapat
dirasakan dari diri sendiri apabila seseorang memahami
dirinya dengan lebih baik dan juga menyadari bahwa
dirinya berharga, maka ia lebih siap untuk menyelami
perasaan-perasaan, emosi, motivasi yang dimiliki oleh
orang lain. Pada saat itu juga lanjut usia dapat
menyesuaikan cara hidupnya dengan teman sesamanya
sehingga lanjut usia dapat hidup bersama secara harmonis
dan bahagia (Riani, 2012, hlm. 2).
Dalam merealisasikan kesehatan mental perlu
adanya dorongan dari diri sendiri untuk dapat melakukan
upaya pencegahan guna menghindari terjadinya risiko
lebih buruk bagi lanjut usia. Selain itu, terpenuhinya juga
kebutuhan yang diperlukan lanjut usia seperti kebutuhan
biologis, kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial, dan
kebutuhan spiritual dalam upaya meminimalisir atau
mengurangi gejala gangguan-gangguan mental pada lanjut
usia. Ketika lanjut usia sudah dapat melakukan hal-hal
yang dapat menjaga kesehatan mentalnya dan juga
terpenuhinya segala kebutuhan, hal tersebut jika
dilakukan secara pembiasaan ini akan berdampak dalam
mengurangi resiko gangguan mental pada lanjut usia
(Latipun, 1999, hlm. 5).
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun
2018 persentase penduduk lanjut usia menurut provinsi
dan kelompok umur dilihat bahwa tahun 2018 DKI
Jakarta memiliki hasil presentase golongan lansia muda
5
sebesar 70,36 lansia madya sebesar 24,36 lansia tua
sebesar 5,28. Meningkatnya jumlah lanjut usia merupakan
tugas yang harus dilakukan pemerintah dalam mencapai
keberhasilan pembangunan di Indonesia. Dikatakan
berhasil dalam pembangunan dapat dilihat dalam
peningkatan terhadap derajat kesehatan penduduk yang
ditandai dengan menurunnya tingkat kelahiran dan
kematian serta diikuti juga semakin luasnya cakupan dan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
Peningkatan mutu pelayanan perlu menjadi fokus
pemerintah dalam mensejahterakan lanjut usia dibantu
dengan memberikan kesadaran kepada berbagai pihak
terhadap pentingnya kesehatan bagi lanjut usia. Ketika
lanjut usia tidak berdaya dan populasi lanjut usia yang
semakin meningkat ini dianggap akan menjadi beban
pembangunan yang harus ditangani bersama dari berbagai
pihak dan lapisan masyarakat dalam mengatasi persoalan
ini. Sesuai Undang-Undang No. 13 tahun 1998,
mengamanahkan bahwa pemerintah dan masyarakat
berkewajiban memberikan pelayanan sosial kepada lanjut
usia.
Sarana pelayanan kesehatan dipergunakan untuk
melayani lanjut usia atau warga binaan sosial (WBS) yang
digolongkan dalam berbagai tingkatan, yaitu: (1)
pelayanan tingkat masyarakat, (2) pelayanan tingkat
dasar, (3) pelayanan rujukan tingkat I dan tingkat II dan
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 tepatnya di
6
Jakarta Selatan merupakan bagian dari pelayanan tingkat
dasar. Lanjut usia atau warga binaan sosial (WBS) yang
melakukan perilaku maladaptif khususnya perempuan
akan dipindahlan ke Sasana Tresna Werdha. Sasana
Tresna Werdha merupakan bagian dari Panti Sosial Budi
Mulia 3 yang hanya menerima lanjut usia dengan masalah
khusus yaitu memiliki perilaku maladaptif dengan
kapasitas lanjut usia sebanyak 65 lanjut usia. Hal tersebut
merupakan keunikan dari Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3 bahwa lansia yang mengalami gangguan
mental dan berujung memiliki tindakan perilaku
maladaptif sudah tidak dapat ditampung lagi di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 tersebut.
Upaya meningkatkan kesejahteraan sosial lansia
membutuhkan peran dan dukungan dari pelaksana teknis
di unit rehabilitasi sosial atau panti sosial yang disebut
sebagai pekerja sosial. Menurut Skidmore dalam buku
(Wibhawa dkk., 2014, hlm. 129) bahwa pekerja sosial
sebagai pelaksana yang berperan untuk memberikan
perlindungan sosial, membantu para lansia untuk dapat
menjangkau sumber-sumber yang diperlukan dengan
tujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosial. Pekerja
sosial juga memfokuskan dalam hal pelayanan dan
dukungan yang dibutuhkan oleh lansia di masa tuanya.
Terdapat pesan penting bahwa pekerja sosial memiliki
kontribusi penting dalam mengaplikasikan keterampilan,
pengetahuan, nilai-nilai profesi dalam kesehatan mental
7
yang juga berpengaruh dalam pembentukan situasi
bagaimana mengurangi permasalahan lanjut usia dalam
konteks kesehatan mental (Karban, 2011, hlm. 3).
Kebutuhan akan layanan kesehatan mental yang
komprehensif untuk lanjut usia telah diakui dalam
kebijakan pemerintah untuk pertama kalinya (Departemen
Kesehatan, 2001) yang telah diteliti oleh Michele
Abendstern pada tahun 2016 halaman 69 di mana pekerja
sosial sebagai tim kesehatan mental memanfaatkan
keterampilan kerja sosial, pengetahuan, dan kualitasnya.
Selain itu, didukung dari manfaat yang telah dirasakan
oleh lanjut usia yang menerima pelayanan dari pekerja
sosial sebagai tim kesehatan mental (Abendstern, 2016,
hlm. 68). Dalam memberikan pelayanan secara
komprehensif yaitu salahnya satunya dengan melakukan
intervensi sosial. Intervensi sosial pada pekerjaan sosial
dilakukan melalui tiga metode salah satunya adalah group
work.
Group work merupakan salah satu metode pokok
pekerjaan sosial yang bertujuan memberikan pelayanan
kepada individu-individu melalui kelompok (Koswara,
1999, hlm. 3). Metode group work telah banyak dikaji
oleh para peneliti, salah satunya penelitian dari Anny
Rosiana pada tahun 2012 halaman 80 yang menggunakan
kelompok intervensi dan kelompok kontrol melalui
latihan keterampilan sosial untuk mengetahui perubahan
kemampuan bersosialisasi lansia yang kesepian.
8
Disebutkan oleh Anny (Rosiana & Yani, 2012, hlm. 82)
terdiri dari Tipe group work yang digunakan Anny adalah
tipe recreation skills group dan social conversation group
yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi positif
dengan orang lain atau bahkan belum saling mengenal
satu sama lain, selain itu untuk mengetahui perubahan
kemampuan bersosialisasi lansia.
Tidak hanya model group work berupa recreation
skills group dan social conversation group yang mampu
mengatasi permasalahan mental pada lansia. Menurut
penelitian Edo (Sebastian, 2012, hlm. 19) dan Kresna
(Astri, 2012, hlm. 35) menyebutkan recreation group
juga telah diteliti oleh Edo dan Kresna pada tesisnya
tahun 2012 bagi lansia yang mengalami insomnia,
manajemen stress, dan kesepian. Teknik yang digunakan
adalah teknik relaksasi lanjut usia untuk mencegah
perilaku maladaptif, dapat menyebabkan seseorang
menjadi lebih tenang, lebih dapat berkonsentrasi, tidur
lebih nyenyak dan merasa berprestasi.
Berdasarkan gambaran implementasi group work
di lembaga yang mempraktikkan kegiatan-kegiatan yang
sekaligus memberikan dampak positif terhadap kesehatan
mental maka penulis tertarik untuk menghubungkannya
dengan model-model group work yang dipergunakan oleh
para peneliti tersebut. Oleh karena itu, penulis
memutuskan untuk meneliti dengan judul Metode Group
Work dalam Memelihara Kesehatan Mental pada Lanjut
9
Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta
Selatan, di mana penulis mengkaji dari aspek Social
Conversation Group, Recreation Group, dan Recreation
Skill Group yang diharapkan dengan meneliti hal tersebut
dapat membangun kemampuan lembaga terutama praktik
pekerja sosial dalam melakukan metode group work untuk
memelihara kesehatan mental pada lanjut usia.
B. Batasan Masalah
Pembatasan masalah ini dilakukan untuk
memudahkan penulis terhadap masalah yang diteliti,
maka penulis memfokuskan penelitian pada penggunaan
model-model group work. Terdapat 9 model group work,
penulis mempergunakan 3 model yaitu group work yaitu
social conversation group, recreation group, dan
recreation skills group dengan relevansinya terhadap
pemeliharaan kesehatan mental pada lanjut usia. Selain
itu, penulis membatasi tipe informan dari lanjut usia yang
termasuk ke dalam klasifikasi lanjut usia mandiri
potensial dengan alasan yang masih mampu beraktivitas
dan mengikuti setiap kegiatan di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan.
10
C. Rumusan Masalah
Dari batasan masalah tersebut maka dapat
dirumuskan dalam satu pertanyaan peneitian yaitu
Bagaimana metode group work dalam memelihara
kesehatan mental pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
gambaran bagaimana metode group work dalam
memelihara kesehatan mental pada lanjut usia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Jakarta Selatan.
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang akan
dicapai, penelitian ini juga diharapkan dapat
bermanfaat dalam bidang pendidikan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu dalam menambah wawasan dan dapat
dijadikan bahan referensi untuk penelitian yang
serupa di masa mendatang. Selain itu, sebagai
pembaharuan untuk melakukan kegiatan group
work yang sesuai dengan kebutuhan dalam
11
menangani masalah mental pada lanjut usia.
Penelitian ini dapat menyumbang pengetahuan
bagi kompetensi Pekerja Sosial dalam
mempergunakan model group work dalam
memelihara kesehatan mental pada ruang lingkup
lanjut usia.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi lembaga sosial
Sebagai bahan pertimbangan dalam
membuat kebijakan khususnya yang berkaitan
dengan program pembinaan sosial yang
diimplementasikan melalui kegiatan-kegiatan
dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan
lanjut usia.
2) Bagi Pekerja sosial
Sebagai bahan kajian serta referensi
untuk melakukan proses pertolongan pada
lanjut usia khususnya dalam metode group
work serta sebagai bahan pembelajaran bagi
pekerja sosial untuk mengetahui lebih dalam
pada kesehatan mental untuk lanjut usia.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Model atau tipe group work telah menjadi bahan
kajian yang banyak dilakukan oleh para peneliti di bidang
kesehatan mental lanjut usia. Model group work yang
12
digunakan oleh Edo Sebastian dalam penelitiannya
halaman 19 dan Kresna Astri halaman 35 pada tahun 2012
ialah melakukan intervensi metode group work dengan
dengan pendekatan Cognitive Behavioral therapy (CBT)
pada lanjut usia yang mengalami insomnia. Salah satu
teknik yang dilakukan adalah teknik relaksasi yang dinilai
mampu menurunkan insomnia pada lanjut usia, sama
halnya dengan penelitian dari Kresna yang juga
melakukan relaksasi sebagai salah satu teknik dalam
metode group work dalam manajemen stress dan
kesepian. Kedua teknik yang dipergunakan merupakan
pelaksanaan dari model recreation group yang bertujuan
agar lanjut usia dapat mencegah perilaku-perilaku
maladaptif melalui relaksasi yang dapat berperan sebagai
faktor yang mengatasi berbagai masalah psikologis seperti
stress, kecemasan, depresi dan gangguan tidur.
Begitu juga dengan intervensi sosial yang
dilakukan oleh Hyan, Joni, dan Tiyas pada tahun 2012
halaman 42 yang menggunakan pendekatan Elderly
Cognitive Care dengan gabungan teknik dari reality
oriented activity treatment group dan brain gym. Teknik
yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat fungsi
kognitif lansia dan aktivitas fisik lansia. Selaras dengan
penelitian terdahulu yang pertama bahwa metode group
work ini merupakan pelaksanaan dari model recreation
group yang memiliki penilaian yang sama bahwa aktivitas
fisik dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih tenang,
13
kurang menderita ketegangan dan kecemasan. Latihan
fisik dapat membuat lansia lebih dapat berkonsentrasi,
tidur lebih nyenyak dan merasa berprestasi.
Selain itu, tidak hanya relaksasi dan aktivitas fisik
yang dibutuhkan lanjut usia untuk menjaga kesehatan
mental dibutuhkan juga keterampilan sosial tertentu dalam
menunjang kemampuannya serta meningkatkan interaksi
lanjut usia dalam bersosialisasi yaitu Social skills training.
Social skills training merupakan metode group work yang
digunakan oleh Anny Rosiana pada penelitiannya di Panti
Sosial Tresna Werdha Semarang tahun 2012 halaman 82
ini telah mampu mengatasi kesepian, rasa bersalah, dan
depresi. Group work melalui latihan keterampilan sosial
merupakan pelaksanaan dari tipe recreation skill group
yang bertujuan untuk meningkatkan interaksi positif
dengan orang lain dan juga untuk mengetahui perubahan
kemampuan bersosialisasi lansia yang mengalami
kesepian ketika sebelum dan sudah diberikan latihan
keterampilan sosial.
Selain itu, Social skills training juga merupakan
sebuah kelompok informal dan terbuka yang bertujuan
untuk mencari kenalan baru ketika lansia baru memulai
adaptasi yaitu dinamakan dengan model social
conversation group. Tipe atau model kelompok ini tanpa
disadari sering dilakukan dalam relasi yang dapat
dikembangkan terhadap orang-orang yang tidak mengenal
14
satu sama lain yang juga dibutuhkan bagi lanjut usia yang
baru memulai adaptasi ataupun yang sudah.
Dari penjabaran kajian yang telah diteliti oleh para
peneliti dan melihat adanya tanda-tanda gejala masalah
mental lanjut usia maka penulis akan menelitinya dengan
model group work yang sesuai dengan kebutuhan di
lapangan. Ada tiga model group work yang bertujuan
dalam memelihara kesehatan mental pada lanjut usia di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 ialah social
conversation group, recreation group, dan recreation skill
group. Dari ketiga tipe group work tersebut memiliki sifat
dan aspek masing-masing yang bertujuan dalam
pemeliharaan kesehatan mental bagi lanjut usia.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Metode
penelitian dengan pendekatan kualitatif ini dilakukan
untuk memperoleh pemahaman menyeluruh dan
mendalam yang berkaitan dengan judul penelitian
yaitu model group work dalam memelihara kesehatan
mental pada lanjut usia.
Jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif yaitu menjelaskan dengan cara mencatat
apa yang terjadi pada objek di lapangan sehingga
dapat digambarkan dalam laporan secara jelas dengan
15
apa adanya (Sugiyono, 2018, hlm. 9). Metode ini
dilakukan karena kesesuaiannya terhadap rumusan
masalah penelitian yang diteliti yaitu bagaimana
model group work yang dilakukan lembaga terhadap
kesehatan mental lanjut usia.
2. Teknik Pengumpulan Data
Penulis melakukan teknik pengumpulan data
untuk mendapatkan data yang sesuai topik penelitian
secara mendalam. Pada praktiknya, maka penulis
meneliti melalui teknik-teknik sebagai berikut :
a. Wawancara
Penulis melakukan teknik wawancara
mendalam agar hasil data yang diperoleh sesuai
dengan topik penelitian (Sugiyono, t.t., hlm. 72).
Penulis juga mempertimbangkan dalam membuat
pedoman wawancara terhadap objek penelitian
untuk dapat menjawab rumusan masalah
penelitian yaitu model group work dalam
memelihara kesehatan mental pada lanjut usia.
Wawancara dilakukan secara (daring)
melalui telepon dan media sosial secara online
(whatsapp) mengingat kondisi pandemik covid-
19 yang belum usai tetapi penulis tetap fokus
pada aspek yang diteliti yaitu social conversation
group, recreation group, dan recreation skill
group dalam memelihara kesehatan mental.
16
Teknik wawancara yang digunakan adalah
bebas terpimpin di mana pelaksanaan wawancara
tetap berpedoman pada daftar pertanyaan yang
telah disusun dengan melihat keterbatasan
kondisi informan pada saat dilakukannya
wawancara secara (daring). Namun, penulis tetap
berusaha mengupayakan untuk dapat mencapai
tujuan (Gunawan, t.t., hlm. 25).
b. Studi Dokumentasi
Penulis menggunakan studi dokumentasi
sebagai metode pengumpulan data pada
penelitian ini. Data dikumpulkan dengan melihat
atau menganalisis dokumen-dokumen yang telah
dibuat oleh orang lain atau sebuah lembaga
tentang pokok permasalahan yang hendak dicari
(Sugiyono, 2018, hlm. 145).
Data atau dokumen yang diminta kepada
lembaga sesuai dengan kebutuhan dalam
penelitian seperti catatan peristiwa yang lampau
dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang atau lembaga dalam
menunjang proses pengumpulan data (Sugiyono,
2018, hlm. 146).
17
3. Sumber data
Penulis melakukan penelitian ini dengan
mempertimbangkan, mempelajari dan menganalisis
data-data yang telah didapat (Sugiyono, 2018, hlm.
149). Data-data tersebut dikelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu :
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung
dari hasil wawancara dengan informan yang
terlibat dalam model group work dalam
memelihara kesehatan mental pada lanjut usia di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
(Sugiyono, 2018, hlm. 150).
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari
sumber-sumber berupa laporan tertulis yang
sudah ada seperti buku, jurnal, dokumentasi foto,
catatan, laporan hasil atau sumber tertulis lainnya
yang berhubungan dengan judul penelitian
(Sugiyono, 2018, hlm. 151).
4. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Tempat penelitian berlokasi di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3
yang beralamat di Jalan Marga Guna Raya No. 1
RT 11 / RW 1 Kelurahan Gandaria Selatan,
Kecamatan Cilandak, Kota Jakarta Selatan,
Provinsi DKI Jakarta. Panti Sosial Tresna
18
Werdha Budi Mulia 3 dipilih sebagai lokasi
penelitian karena panti sosial tersebut memiliki
jaringan kemitraan kesehatan seperti Panti Sosial
Bina Laran (PSBL) Harapan Sentosa dan RSKD
Duren Sawit yang menangani masalah mental.
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan mulai dari
Bulan Maret sampai dengan Bulan Mei 2020.
Penulis melakukan wawancara secara (daring)
melalui telepon dan media sosial (whatsapp).
5. Objek Penelitian
Objek Penelitian adalah topik persoalan atau
aspek yang akan diteliti untuk mendapatkan data yang
terperinci dan terarah (Gunawan, t.t., hlm. 189) yaitu
pada motode group work dalam memelihara
kesehatan mental sebagai berikut :
1) Social Conversation Group
2) Recreation Group
3) Recreation Skills Group
6. Teknik Pemilihan Informan (Subjek Penelitian)
Dalam pemilihan informan, penulis
menggunakan Non Probability Sampling yaitu
teknik pengambilan sampel yang tidak
memberikan peluang atau kesempatan yang sama
19
bagi setiap informan atau sampel (Sugiyono, t.t.,
hlm. 53). Non Probability Sampling dibagi dalam
beberapa jenis, salah satunya adalah teknik
Purposive Sampling yang akan penulis gunakan
untuk dapat memilih informan.
Teknik Purposive Sampling dilakukan
dengan cara menentukan informan yang
ditetapkan secara sengaja atas dasar kriteria atau
pertimbangan tertentu sehingga informan terpilih
dapat memberikan informasi yang diinginkan
sesuai kebutuhan penulis (Sugiyono, t.t., hlm. 54).
Berikut ini adalah informan yang penulis pilih
sesuai dengan kebutuhan penulis adalah sebagai
berikut :
a. Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3, yaitu seseorang yang memimpin dan
mengkoordinasikan pelaksanaan tugas
kegiatan pelayanan dan pembinaan sosial pada
lanjut usia. Meninjau ketersediaan dan kinerja
sumber daya manusia serta penyediaan
fasilitas di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3.
b. Kepala Satuan Pelaksana Bimbingan, yaitu
kepala satuan pelaksanaan kegiatan
pembinaan sosial yang memiliki tugas dalam
pelaksanaan bimbingan sosial, fisik, mental
20
keagamaan, kesenian, keterampilan dan
rekreasi.
c. Lanjut Usia atau Warga Binaan Sosial, yaitu
individu yang mampu atau belum dalam
memelihara kesehatan mentalnya sekaligus
penerima manfaat berupa pelayanan dan
pembinaan dari Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3 dengan klasifikasi sebagai
berikut:
1) Lanjut usia yang berusia minimal 60
tahun.
2) Lanjut usia yang mandiri atau sudah
mampu melakukan aktivitas sehari-hari.
3) Lanjut usia yang mampu berinteraksi
dengan sesama dan lingkungan sosialnya.
4) Lanjut usia yang mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.
5) Lanjut usia yang pernah mengikuti
program lembaga.
d. Pekerja Sosial, yaitu profesi atau unit
pelaksana dari lembaga sosial yang bertujuan
untuk membantu individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang tidak mampu
dalam menangani masalah yang dihadapi.
Dalam hal ini, pekerja sosial melakukan
kegiatan dengan metode group work dalam
21
memelihara kesehatan mental pada lanjut usia
di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.
e. Psikolog, yaitu seseorang yang melakukan
praktik psikologis terhadap lanjut usia atau
warga binaan sosial.
Tabel 1. 1 Informan Penulis
No. Informan Informasi yang
dicari
Jumlah
1. Kepala Panti Sosial
Tresna Werdha Budi
Mulia 3
Program panti
pada lanjut usia,
penyediaan tenaga
sumber daya
manusia serta
fasilitas panti
1
2. Satuan Pelaksana
Pembinaan Sosial
Pelaksanaan
bimbingan sosial,
fisik, mental
keagamaan,
kesenian,
keterampilan dan
rekreasi
1
3. Lanjut usia atau
Warga Binaan Sosial
Proses selama
kegiatan dari tiga
model group work
yang dapat
mempengaruhi
3
22
keaktifan lanjut
usia
5. Pekerja sosial Implementasi dan
evaluasi tiga
model group work
yang dilakukan di
lembaga
1
6. Psikolog Kondisi mental
pada lanjut usia
yang mengikuti
kegiatan dari
program
pembinaan dan
cara penanganan
1
Jumlah 7
(Sumber: Hasil Bimbingan Penulis tahun 2020)
7. Teknik Analisis Data
Penelitian kualitatif dalam analisis data
dilakukan saat sebelum memasuki lapangan, selama
di lapangan, dan setelah di lapangan. Menurut Miles
dan Huberman dalam (Gunawan, t.t., hlm. 210),
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas. Berikut adalah aktivitas
dalam analisis data, yaitu data display, dan
conclusion drawing/verification.
23
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Selama melakukan penelitian di lapangan
akan memperoleh banyaknya data yang
kompleks dan bervariasi, maka dari itu penulis
akan mereduksi data seperti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting. Data yang telah direduksi
akan memberikan gambar yang lebih jelas dan
memudahkan penulis untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya (Gunawan, t.t.,
hlm. 211).
b. Data Display (Penyajian Data)
Setelah melakukan reduksi data, maka
pengumpulan data selanjutnya adalah menyajikan
atau mendisplay data. Menurut Miles dan
Huberman (1984) dalam (Gunawan, t.t., hlm.
212), penelitian kualitatif tidak hanya menyajikan
data dalam teks yang bersifat naratif namun juga
dapat berupa grafik, matrik, network (jejaring
kerja) dan chart. Hal tersebut akan memudahkan
penulis untuk memahami apa yang terjadi dan
merencanakan langkah selanjutnya terkait apa
yang telah dipahami.
c. Conclusion Drawing (Penarikan Kesimpulan)
Langkah terakhir setelah data display
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan apa yang telah dirumuskan sejak
24
awal masih bersifat sementara dan akan berubah
apabila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila pada awal kesimpulan
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat penulis kembali ke lapangan untuk
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel (Gunawan, t.t., hlm. 213).
8. Teknik Keabsahan Data
Pada dasarnya pemeriksaan terhadap
keabsahan data merupakan unsur yang tidak
terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian
kualitatif (Sugiyono, 2018, hlm. 250). Keabsahan
data untuk membuktikan apakah penelitian yang
dilakukan benar-benar merupakan penelitian
ilmiah sekaligus untuk menguji data yang
diperoleh yaitu dengan teknik triangulasi
diantaranya sebagai berikut:
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji
keabsahan data dilakukan dengan cara
menindaklanjuti data yang telah diperoleh
melalui beberapa sumber. Sumber yang
dimaksud adalah selain lanjut usia juga
individu lain yang mengetahui dan terlibat
25
langsung dalam kegiatan yang dilakukan pada
lanjut usia, seperti psikolog (Gunawan, t.t.,
hlm. 219).
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji
keabsahan data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama
dengan teknik yang berbeda yaitu individu-
individu yang dipilih untuk diuji dengan
teknik seperti wawancara dan studi
dokumentasi (Gunawan, t.t., hlm. 220).
9. Pedoman Penulisan Skripsi
Untuk mempermudah dalam penulisan
skripsi, peneliti menggunakan teknik penulisan
berdasarkan panduan buku “Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017. Pedoman ini
berdasarkan (Keputusan Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017).
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam (VI)
bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
26
Terdiri dari latar belakang masalah,
identifikasi masalah, batasan dan
perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metodologi
penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini merupakan landasan teori-
teori untuk digunakan dalam
mengumpulkan data-data yang
berkaitan dengan objek penelitian
yaitu intervensi sosial bagi lanjut
usia dalam memelihara kesehatan
mental.
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR
PENELITIAN
Berisi tentang gambaran secara
umum lembaga yang menjadi latar
tempat penelitian meliputi profil
dan struktur kelembagaan Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
BAB IV DATA DAN TEMUAN
PENELITIAN
Penyajian data dan temuan
penelitian yang didapat selama
melakukan observasi terstruktur,
27
wawancara mendalam dan studi
dokumentasi.
BAB V PEMBAHASAN
Pembahasan mengenai hasil data
maupun temuan penelitian di
lapangan dan analisa hasil
penelitian yang didapat.
BAB VI PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan hasil
penelitian denganjudul intervensi
sosial bagi lanjut usia dalam
memelihara kesehatan mental di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3.
28
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Terlaksananya dan tercapainya tujuan dari
penelitian perlu adanya penjabaran teori-teori yang
berkaitan dengan permasalahan dan ruang lingkup
pembahasan sebagai landasan teori untuk penulis bahas
dan analisa ialah Metode Group Work, Pekerja Sosial
dalam Lanjut Usia dan Kesehatan Mental.
1. Group Work
a. Pengertian Group Work
Group work adalah suatu metode untuk
bekerja dengan, dan menghadapi orang-orang di
dalam suatu kelompok, guna peningkatan
kemampuan untuk melaksanakan fungsi sosial
serta guna pencapaian tujuan-tujuan dalam
keberfungsian sosial (Soetarso, Pengantar
Kesejahteraan Sosial, 1976, hlm.72). Group work
didasarkan atas pengetahuan mengenai kebutuhan-
kebutuhan manusia untuk berhubungan satu sama
lain, dan adanya saling ketergantungan di antara
mereka.
Group work merupakan suatu metode
untuk memperkecil atau menghilangkan
hambatan-hambatan dalam berinteraksi sosial, dan
29
untuk mencapai tujuan-tujuan yang diterima
secara sosial (dianggap baik oleh masyarakat).
Kelompok dalam perspektif Pekerjaan Sosial
dipandang sebagai sekumpulan orang yang saling
berinteraksi satu sama lain dan membentuk suatu
kesatuan yang terpisah dan berbeda dari kesatuan-
kesatuan lainnya. Group Worker (Pekerja Sosial
dengan fokus perhatian pada kelompok) bekerja
terutama dengan kelompok-kelompok, yang
didalamnya terdapat interaksi dan memungkinkan
adanya individualisasi (perbedaan satu kelompok
dengan kelompok yang lainnya) (Wibhawa dkk.,
2015, hlm. 173).
Group work, sejumlah orang yang
berkumpul dan dapat dikatakan sebagai suatu
kelompok adalah apabila memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Adanya sekumpulan individu
2) Adanya interaksi psikis di antara anggota-
anggotanya
3) Adanya saling ketergantungan di antara para
anggota kelompok
4) Merupakan suatu kesatuan yang berbeda dan
terpisah dari kelompok-kelompok lainnya
5) Individu tidak melebur di dalam kesatuan
kelompok, melainkan tetap mempunyai
30
keunikan masing-masing yang dapat
disumbangkan untuk kepentingan bersama
6) Adanya tujuan, nilai-nilai, norma-norma, dan
struktur kelompok itu sendiri.
Jadi, penulis dapat menyimpulkan bahwa group
work merupakan suatu metode dengan
sekumpulan individu yang di dalamnya terjadi
interaksi sosial satu sama lain dan saling
mempengaruhi serta saling ketergantungan demi
tercapainya tujuan yang diharapkan.
b. Tipe atau model dalam Group Work
Berkaitan hal tersebut, Zastrow dalam
(Iskandar, 2017, hlm. 53) menyebutkan bahwa
sedikitnya ada enam jenis kelompok yang sering
digunakan oleh pekerja sosial dalam memberi
pertolongan individu atau klien yang juga
sekaligus sebagai sarana memperkaya ilmunya,
jenis-jenis tersebut diantaranya adalah
1) Kelompok Percakapan Sosial (Social
Conversation Group), merupakan kelompok
yang terbuka dan bersifat informal dalam
proses pembentukannya. Rencana kegiatan
cenderung tidak permanen di mana topik
kegiatan silih berganti dan dinamis
menghindari program yang membosankan
serta setiap anggota berhak mengusulkan
31
untuk mengganti program dengan yang lebih
menarik dan mudah dimengerti. Dalam
penerapannya, kelompok ini digunakan
sebagai sarana pengujian dalam menentukan
seberapa besar ikatan relasional yang dapat
dikembangkan terhadap orang-orang yang
tidak saling mengenal satu sama lain alias
anggota baru.
2) Kelompok Pendidikan (Educational Group),
sasaran utama seseorang terlibat dalam
kelompok ini adalah untuk mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan yang lebih
kompleks, serta pemimpin kelompok dari
kalangan profesional atau yang disebut pekerja
sosial yang menguasai berbagai keterampilan
dan ilmu tertentu serta kelebihannya tersebut
menjadi magnet (daya tarik) agar orang lain
masuk dan terlibat dalam kelompok ini.
3) Kelompok Pemecahan Masalah dan
Pembuatan Keputusan (Problem Solving and
Decision Making Group), kelompok ini
melibatkan klien (penerima layanan) dan para
petugas pemberi pelayanan (pekerja sosial) di
suatu lembaga kesejahteraan sosial. Bagi klien,
tujuan bergabungnya ia dengan kelompok ini
adalah untuk menemukan cara dari pemecahan
masalah yang strategis agar dapat digunakan
32
sebagai alat pencegahan terhadap sumber-
sumber permasalahan yang baru berkembang
dengan nilai kebutuhan baru.
4) Kelompok Mandiri (Self Help Group),
kelompok ini menekankan pada aspek
kejujuran dan terbuka dari para anggotanya
bahwa mereka memiliki masalah,
menceritakan berbagai pengalaman masa
lalunya dan rencana mengatasi berbagai
masalah sosial tersebut di masa datang, serta
anggota kelompok yang mengalami krisis agar
didampingi oleh anggota lainnya untuk melalui
masa sulit tersebut secara bersama-sama.
5) Kelompok Sosialisasi (Socialization Group)
Tujuan utama dibentuk kelompok ini adalah
untuk mengembangkan atau merubah sikap
dan pola perilaku dari anggotanya agar
diterima secara sosial oleh masyarakat lainnya.
Kelompok ini fokus pada pengembangan
keterampilan bagi anggotanya yang lain, serta
meningkatkan rasa kepercayaan diri
anggotanya dan bagaimana langkah-langkah
ataupun kiat-kiat tertentu dalam menempuh
hidup sukses di masa kini maupun di masa
depan kelak.
6) Kelompok Penyembuhan (Therapeutic
Group), umumnya para anggota kelompok
33
terdiri dari orang-orang yang mengalami
masalah personal dan emosional yang berat.
Pemimpin kelompok ini (pekerja sosial)
dituntut memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang handal mengenai tingkah
laku manusia dan dinamika kelompok
begitupun konseling kelompok. Tujuan utama
orang terlibat dalam kelompok ini adalah
untuk mengupayakan para anggota mampu
menggali masalahnya sendiri secara mendalam
serta kemandirian mengembangkan rencana
untuk pemecahan masalah.
Selain Zastrow yang mengemukakan
tipe atau model group work dalam pekerjaan
sosial, Garvin juga membagi ke dalam
beberapa tipe atau model group work
(Koswara, 1999, hlm. 12). Terdapat sedikit
perbedaan tipe group work yang dikemukakan
oleh Garvin dari Zastrow yaitu sebagai berikut:
1) Social Conversation Group (Kelompok
Percakapan Sosial)
Percakapan sosial ini sering
digunakan untuk tujuan menguji dan
menentukan seberapa dalam suatu
hubungan dapat dikembangkan di antara
orang-orang yang belum saling mengenal
dengan baik. Percakapan sosial sering
34
menghilang dan cenderung berubah tanpa
tujuan. Dalam percakapan sosial tidak
terdapat topik-topik yang teragenda secara
formal. Jika topiknya dangkal, subjek
pembicaraan mudah berubah. Individu-
individu yang menjadi anggota kelompok
ini mungkin memiliki tujuan-tujuan
tersendiri, tetapi tujuan-tujuan tersebut
tidak perlu menjadi agenda kelompok
secara keseluruhan.
2) Recreation Groups (Kelompok-Kelompok
Rekreasi)
Tujuan kelompok ini adalah
memberikan kegiatan-kegiatan untuk
kesenangan. Kegiatan-kegiatannya sering
bersifat spontan, tidak harus ada pemimpin,
tempat dan peralatan tidak perlu banyak.
Artinya akomodasi bersifat praktis. Contoh:
permainan terbuka di lapangan, permainan
terbuka di ruangan, permainan atletik
informal, dan perkemahan remaja.
3) Recreation Skill Groups (Kelompok-
Kelompok Rekreasi Keterampilan)
Tujuan kelompok ini adalah untuk
meningkatkan beberapa keterampilan, dan
pada waktu yang bersamaan memberikan
pula kesenangan. Berbeda dengan
35
kelompok-kelompok rekreasi yang
disebutkan di atas, kelompok ini
memerlukan penasehat, pelatih dan
instruktur, serta lebih berorientasi pada
aturan permainan.
4) Educational Groups (Kelompok
Pendidikan)
Fokus kelompok ini adalah untuk
memperoleh pengetahuan dan mempelajari
keterampilan-keterampilan yang lebih
kompleks. Pemimpin biasanya seorang
profesional yang benar-benar terlatih dan
ahli dalam bidang-bidang tertentu.
5) Problem Solving and Decission Making
(Kelompok Pemecahan Masalah dan
Pengambilan Keputusan)
Dalam kelompok ini pihak pemberi
dan pihak penerima pelayanan-pelayanan
sosial dapat secara bersama-sama terlibat
dalah kegiatan. Pemberi pelayanan
menggunakan pertemuan-pertemuan
kelompok untuk mencapai tujuan suatu
rencana pengembangan bagi seorang klien
atau sekelompok klien.
6) Self Help Groups (Kelompok Bantu Diri)
Kelompok-kelompok bantu diri
menjadi semakin popular, dan sering
36
dianggap berhasil dalam membantu
individu-individu yang mempunyai
masalah pribadi atau masalah sosial
tertentu. Menurut Katz dan Bender, definisi
kelompok bantu diri adalah suatu kelompok
kecil yang disusun untuk saling membantu
(mutual aid), dan untuk mencapai suatu
tujuan khusus serta bersifat sukarela.
7) Socialization Groups (Kelompok
Sosialisasi)
Secara umum tujuannya yaitu untuk
mengembangkan atau mengubah sikap-
sikap dan perilaku-perilaku anggota
kelompok agar lebih dapat diterima secara
sosial. Fokus-fokus lainnya adalah
pengembangan keterampilan sosial,
meningkatkan kepercayaan diri, dan
merencanakan masa depan.
8) Therapeutic Groups (Kelompok Terapi)
Pada umumnya kelompok terapi ini
terdiri dari orang-orang yang memiliki
masalah-masalah emosional yang agak
berat. Misalnya orang-orang yang
mempunyai kepribadian ganda, kelainan
jiwa, histeris, dan sebagainya. Pemimpin
kelompok ini memerlukan
keterampilan/keahlian dalam persepsi,
37
pengetahuan tentang perilaku manusia,
dinamika kelompok, kemampuan
melakukan konseling kelompok, serta
mampu menggunakan kelompok untuk
mengubah perilaku.
9) Sensitivity Groups (Kelompok Melatih
Kepekaan)
Inti dari kegiatan kelompok ini
adalah melakukan percakapan yang
mendalam dengan sepenuh hati dan jujur
tentang mengapa mereka berperilaku
seperti itu dalam kelompok. Tujuan
kelompok ini yaitu untuk memperbaiki
masalah kesadaran antar pribadi
(interpersonal problem).
Berdasarkan kajian teori dan kebutuhan
model group work menurut Garvin yang
memberikan pengaruh bagi kesehatan
mental lanjut usia diantaranya adalah
Social Conversation Group, Recreation
Group, dan Recreation Skills Group.
c. Peran Pekerja Sosial dalam Group Work
Pengembangan atau pemberdayaan,dengan
peranan-peranan perubahan dan pengembangan
sikap dan perilaku, motivasi / penyuluhan /
kampanye sosial, bimbingan / pendampingan
sosial, pengajaran / pelatihan, mobilisasi dan
38
alokasi sumber, asistensi sosial, dan lain-lain.
Perlindungan, dengan peranan-peranan
penanganan krisis dan stigma, motivasi /
penyuluhan / kampanye sosial, bimbingan /
pendampingan sosial, asistensi sosial, rujukan, dan
lain-lain.
Penyembuhan, dengan peranan-peranan
konseling klinis, penyembuhan kelompok dan
keluarga, perubahan dan pengembangan status dan
peranan, asistensi sosial, dan lain-lain.
Rehabilitasi, dengan peranan-peranan
penyembuhan individu, kelompok dan keluarga,
perubahan dan pengembangan status dan peranan,
pengajaran / pelatihan, mobilisasi dan alokasi
sumber, asistensi sosial, dan lain-lain. Peranan
yang ditampilkan oleh pekerja sosial di dalam
masyarakat / badan / lembaga / panti sosial akan
bervariasi tergantung pada permasalahan yang
dihadapinya.
Pernyataan itu diperkuat dan dipertegas
oleh Bradford W. Sheafor dan Charles R. Horejsi,
(2003:55), peranan yang ditampilkan pekerja
sosial antara lain: (1) Peranan sebagai perantara
(broker roles), (2) Peranan sebagai pemungkin
(enabler role), (3) Peranan sebagai penghubung
(mediator role), (4) Peranan sebagai advokasi
(advocator role), (5) Peranan sebagai perunding
39
(conferee role), (6) Peranan sebagai pelindung
(guardian role), (7) Peranan sebagai fasilitasi
(facilitator role), (8) Peranan sebagai inisiator
(inisiator role), dan (9) Peranan sebagai negosiator
(negotiator role).
2. Kesehatan Mental
a. Pengertian Kesehatan Mental
Kesehatan mental adalah aspek penting
bagi setiap fase kehidupan individu selain
kesehatan fisik. Kesehatan mental meliputi upaya-
upaya mengatasi stres, berhubungan dengan orang
lain, dan mengambil keputusan. Zakiyah Darajat
(1975) mengemukakan, bahwa kesehatan mental
merupakan “terwujudnya keharmonisan yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta
mempunyai kesanggupan untuk menghadapi
problem-problem biasa yang terjadi, dan
merasakan secara positif kebahagiaan dan
kemampuan dirinya” (Yusuf, 2004, hlm. 19).
Kesehatan mental juga dapat diartikan
terhindarnya seseorang dari gejala-gejala
gangguan dan penyakit jiwa, seseorang dapat
menyesuaikan dirinya dan dapat memanfaatkan
segala potensi yang ada semaksimal mungkin serta
membawa kepada kebahagiaan bersama dan
tercapainya keharmonisan jiwa dalam hidup.
40
Beberapa pendapat para ahli juga mendefinisikan
mengenai kesehatan mental sebagai berikut
(Semiun, 2006, hlm. 26–28) :
1) World Federation for Mental Health, pada
tahun 1948 dalam konvensinya di London
mengemukakan bahwa sehat mental adalah
suatu kondisi yang optimal dari aspek
intelektual, yaitu siap digunakan, dan aspek
emosional yang cukup mantap atau stabil,
sehingga perilakunya tidak mudah terguncang
oleh situasi yang berubah di lingkungannya.
2) Karl Menninger, seorang psikiater,
mendefinisikan sehat mental sebagai
penyesuaian manusia terhadap lingkungannya
dan orang-orang lain dengan keefektifan dan
kebahagiaan yang optimal.
3) HB. English, seorang psikolog, menyatakan
sehat mental merupakan keadaan yang secara
relative menetap di mana seseorang dapat
menyesuaikan diri dengan baik, memiliki
semangat hidup yang tinggi, dan terpelihara,
serta berusaha untuk mencapai aktualisasi diri
yang optimal.
4) Killander, pada tahun 1957 mengidentikkan
orang yang mentalnya sehat dengan apa yang
disebutnya sebagai individu yang normal.
Mereka adalah orang-orang yang
41
memperlihatkan kematangan emosional,
kemampuan menerima realitas, kesenangan
hidup bersama orang lain, dan memiliki
filsafat atau pegangan hidup pada saat ia
mengalami komplikasi kehidupan sehari-hari
sebagai gangguan.
Menurut Sixty-sixth Health Assembly
(Shute & Slee,Ed., 2016), kesehatan mental
adalah suatu keadaan yang sejahtera (state of
wellbeing) dalam diri individu yang ditandai
dengan kemampuannya untuk merealisasikan
kemampuannya, mengatasi stres dalam
kehidupannya, bekerja yang produktif dan
sukses, dan berkontribusi terhadap
masyarakat.
Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa
kesehatan mental merupakan suatu kondisi di
mana seseorang memiliki pengetahuan dan
melakukan suatu perbuatan yang dapat
mengontrol dirinya dari sesuatu yang
mengganggu dan membuatnya tidak berdaya
untuk tetap menjalankan kehidupan sehari-hari
sebagaimana mestinya.
b. Tujuan mempelajari Kesehatan Mental
42
Mempelajari kesehatan mental pada berbagai
bidang ilmu itu pada prinsipnya memiliki tujuan
sebagai berikut (Dewi, 2012, hlm. 11–12):
1) Memahami makna kesehatan mental dan
faktor-faktor penyebabnya.
2) Memahami pendekatan-pendekatan yang
digunakan dalam penanganan kesehatan
mental.
3) Memiliki kemampuan dasar dalam usaha
peningkatan dan pencegahan kesehatan mental
masyarakat.
4) Memiliki sikap proaktif dan mampu
memanfaatkan berbagai sumber daya dalam
upaya penanganan kesehatan mental
masyarakat.
5) Meningkatkan kesehatan mental masyarakat
dan mengurangi timbulnya gangguan mental
masyarakat.
c. Sasaran dalam Kesehatan Mental
Masyarakat merupakan elemen sasaran
utama dalam kesehatan mental. Dilihat dari aspek
kesehatannya, masyarakat yang menjadi sasaran
dalam kesehatan mental ini diklasifikasikan
menjadi beberapa tingkatan, sebagai berikut
(Dewi, 2012, hlm. 12):
43
1) Masyarakat umum, masyarakat yang sehat dan
tidak berada dalam risiko sakit. Masyarakat
kelompok ini berada dalam berbagai variasi
ciri-ciri demografis: usia, jenis kelamin, ras,
status sosial dan ekonomi, dan sebagainya.
2) Masyarakat dalam kelompok risiko sakit, yaitu
masyarakat berada dalam situasi atau
lingkungan yang kemungkinan mengalami
gangguan relatif tinggi. Kelompok masyarakat
dalam risiko ini dapat dikelompokkan atas
lingkungan ekologis, status demografis, atau
faktor psikologis.
3) Kelompok masyarakat yang mengalami
gangguan, yaitu kelompok masyarakat yang
sedang terganggu kesehatan mentalnya.
4) Kelompok masyarakat yang mengalami
kecacatan atau hendaya, agar mereka dapat
berfungsi secara normal kembali dalam
masyarakat.
Sasaran kesehatan mental dalam
penelitian ini adalah kelompok lanjut usia
berusia 60 tahun ke atas, mampu mandiri dan
mengikuti kegiatan.
d. Karakteristik Mental yang Sehat
Ada berbagai pendapat tentang jiwa yang
sehat, yaitu karena tidak sakit, tidak jatuh sakit
44
akibat stressor, sesuai dengan kapasitasnya dan
selaras dengan lingkungan, dan mampu tumbuh
berkembang secara positif (Notosoedirjo dan
Latipun, 2005) dalam buku (Latipun, 1999, hlm.
43).
1) Sehat jiwa karena tidak mengalami gangguan
jiwa. Kalangan klinisi klasik menekankan
bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang
yang tahan terhadap sakit jiwa, dan terbebas
dari gangguan jiwa. Orang yang mengalami
neurosa atau psikosa dianggap tidak sehat
jiwa. Vaillant, 1976 dalam Notosoedirjo, 2005
menyatakan bahwa sehat jiwa itu “as the
presence of successful adjustment or the
absence of psychopatology (dysfunction in
psychological, emotional, behavioral, and
social spheres)”. Pengertian di atas bersifat
dikotomis, bahwa orang dalam keadaan sehat
jika tidak ada sedikitpun gangguan psikis, dan
sakit jika ada gangguan. Dengan kata lain,
sehat dan sakit itu bersifat nominal.
2) Sehat jiwa jika tidak sakit akibat adanya
berbagai hal yang membuat stres (stressor),
Clausen memberi batasan yang berbeda
dengan klinisi klasik. Orang yang sehat jiwa
adalah orang yang dapat menahan diri untuk
tidak jatuh akibat stressor. Meskipun
45
mengalami tekanan, orang tetap sehat.
Pengertian ini menekankan pada kemampuan
individual merespon lingkungannya. Setiap
orang mempunyai kerentanan (susceptibility)
yang berbeda terhadap stressor karena faktor
genetik, proses belajar, dan budaya. Selain itu
terdapat perbedaan intensitas stressor yang
diterima seseorang, sehingga sangat sulit
menilai apakah dia tahan terhadap stressor
atau tidak.
3) Sehat jiwa jika sejalan dengan kapasitasnya
dan selaras dengan lingkungan, Michael dan
Kirk Patrick memandang bahwa individu yang
sehat jiwa jika terbebas dari gejala psikiatris
dan berfungsi optimal dalam lingkungan
sosialnya. Seseorang yang sehat jiwanya jika
sesuai dengan kapasitas diri sendiri, dan dapat
hidup selaras dengan lingkungannya.
4) Sehat jiwa karena tumbuh dan berkembang
secara positif. Frank LK mengemukakan
pengertian kesehatan jiwa lebih komprehensif.
Orang yang sehat jiwa mampu tumbuh,
berkembang dan matang dalam hidupnya,
menerima tanggungjawab, menemukan
penyesuaian dalam berpartisipasi memelihara
aturan social dan tindakan dalam budayanya.
46
Seseorang yang sehat mental menurut
WHO mempunyai ciri sebagai berikut: (1)
Menyesuaikan diri secara konstruktif pada
kenyataan, (2) Memperoleh kepuasan dari
usahanya, 3) Merasa lebih puas memberi
daripada menerima. Berikut adalah
karakteristik kesehatan mental yang ditinjau
dari aspek fisik, psikis, sosial, dan religius.
47
Tabel 2. 1 Karakteristik Pribadi yang Sehat Mentalnya
Aspek Pribadi Karakteristik
Fisik a. Perkembangannya normal
b. Berfungsi untuk melakukan
tugas-tugasnya
c. Sehat, tidak sakit-sakitan
Psikis a. Respek terhadap diri sendiri
dan orang lain
b. Memiliki insight dan rasa
humor
c. Memiliki respons emosional
yang wajar
d. Mampu berpikir realistik dan
objektif
e. Terhindar dari gangguan-
gangguan psikologis
f. Bersifat kreatif dan inovatif
g. Bersifat terbuka dan fleksibel,
tidak difensif
Sosial a. Memiliki rasa empati dan rasa
kasih sayang (affection)
terhadap orang lain, serta
senang untuk memberikan
pertolongan kepada orang-
orang yang memerlukan
pertolongan (sikap altruis).
b. Mampu berhubungan dengan
orang lain secara sehat, penuh
cinta kasih dan persahabatan.
c. Bersifat toleran dan mau
menerima tanpa memandang
kelas sosial, tingkat
pendidikan, politik, agama,
suku, ras, atau warna kulit.
48
Moral-Religius a. Beriman kepada Allah dan taat
mengamalkan ajaranNya.
b. Jujur, amanah (bertanggung
jawab), dan ikhlas dalam
beramal.
(Sumber: Buku Kesehatan Mental Perspektif Psikologis
dan Agama. Bandung, 2018)
e. Teori Mental yang Sehat
Abraham Maslow mengkriteriakan
seseorang yang sehat jiwa memiliki persepsi yang
akurat terhadap realitas, serta menerima diri
sendiri, oranglain, dan lingkungan. Bersikap
spontan, sederhana dan wajar (Rasmun, 2001).
Manifestasi jiwa yang sehat menurut Maslow dan
Mittlement, 1963; Notosoedirjo, 2005, jika
seseorang mampu self-actualization sebagai
puncak kebutuhan dari teori hierarki kebutuhan.
Secara lengkap criteria sehat jiwa menurut Maslow
sebagai berikut:
1) Adequate feeling of security (rasa aman yang
memadai). Perasaan merasa aman dalam
hubungannya dengan pekerjaan, sosial, dan
keluarganya.
2) Adequate self-evaluation (kemampuan menilai
diri sendiri yang mencakup harga diri yang
memadai), yang mencakup: (a) harga diri yang
memadai, yaitu merasa ada nilai yang
sebanding pada diri sendiri dan prestasinya,
49
(b) memiliki perasaan berguna, yaitu perasaan
yang tidak diganggu rasa bersalah berlebihan,
dan (c) mampu mengenal beberapa hal secara
sosial dan personal dapat diterima oleh
kehendak umum yang selalu ada sepanjang
kehidupan masyarakat.
3) Adequate spontanity and emotionality
(memiliki spontanitas dan perasaan yang
cukup dengan orang lain), hal ini ditandai oleh
kemampuan membentuk ikatan emosional
secara kuat, seperti persahabatan dan cinta,
kemampuan memberi ekspresi yang cukup
pada ketidaksukaan tanpa kehilangan kontrol,
kemampuan memahami dan membagi rasa
kepada oranglain, kemampuan menyenangi
diri sendiri dan tertawa.
4) Efficient contact with reality (mempunyai
kontak yang efisien dengan realitas) kontak ini
sedikitnya mencakup tiga aspek, yaitu dunia
fisik, sosial, dan diri sendiri atau internal. Hal
ini ditandai (a) tiadanya fantasi yang
berlebihan, (b) mempunyai pandangan yang
realistis dan luas terhadap dunia, yang disertai
kemampuan menghadapi kesulitan hidup
sehari-hari, misalnya sakit dan kegagalan dan
(c) kemampuan untuk berubah jika situasi
eksternal tidak dapat dimodifikasi. Kata yang
50
baik untuk ini adalah: bekerjasama tanpa dapat
ditekan (cooperation with the inevitable).
5) Adequate bodily desire and ability to gratify
them (keinginan-keinginan jasmani yang
memadai dan kemampuan untuk
memuaskannya). Hal ini ditandai dengan (a)
suatu sikap yang sehat terhadap fungsi
jasmani, dalam arti menerima mereka tetapi
bukan dikuasai, (b) kemampuan memperoleh
kenikmatan kebahagiaan dari dunia fisik
dalam kehidupan ini, seperti makan, tidur, dan
pulih kembali dari kelelahan, (c) kehidupan
seksual yang wajar tanpa rasa takut dan
konflik, (d) kemampuan bekerja, dan (e) tidak
adanya kebutuhan yang berlebihan untuk
mengikuti dalam berbagai aktivitas tersebut.
6) Adequate self-knowledge (mempunyai
kemampuan pengetahuan yang wajar).
Termasuk di dalamnya (a) cukup mengetahui
tentang motif, keinginan, tujuan, ambisi,
hambatan, kompensasi, pembelaan, perasaan
rendah diri, dan sebagainya, dan (b) penilaian
diri yang realistis terhadap kelebihan dan
kekurangan.
7) Integration and concistency of personality
(memiliki kepribadian yang utuh dan
konsisten). Ini bermakna (a) cukup baik
51
perkembangannya, kepandaiannya, berminat
dalam beberapa aktivitas, memiliki prinsip
moral dan kata hati yang tidak terlalu berbeda
dengan pandangan kelompok, (c) mampu
untuk berkonsentrasi, dan (d) tidak adanya
konflik-konflik besar dalam kepribadiannya.
8) Adequate life goal (memiliki tujuan hidup
yang wajar). Hal ini berarti (a) memiliki
tujuan yang sesuai dan dapat dicapai, (b)
mempunyai usaha yang cukup dan tekun
mencapai tujuan, dan (c) tujuan itu bersifat
baik untuk diri sendiri dan masyarakat.
9) Ability to learn from experience (kemampuan
untuk belajar dari pengalaman). Kemampuan
untuk belajar dari pengalaman termasuk tidak
hanya kumpulan pengetahuan dan kemahiran
keterampilan terhadap dunia praktik, tetapi
elastisitas dan kemauan untuk menerima dan
oleh karena itu, tidak terjadi kekakuan dalam
penerapan untuk menangani tugas-tugas
pekerjaan. Bahkan lebih penting lagi adalah
kemampuan untuk belajar spontan.
10) Ability to satisfaction the requirements of the
group) kemampuan memuaskan tuntutan dari
kelompok). Dengan cara individu tidak terlalu
menyerupai anggota kelompok lain yang
dianggap lebih penting, terinformasi dan
52
menerima cara yang berlaku dalam kelompok,
berkemauan dan dapat menghambat dorongan
yang dilarang oleh kelompok, dapat
menunjukkan usaha yang mendasar yang
diharapkan oleh kelompok, seperti ambisi,
ketepatan, persahabatan, rasa tanggungjawab,
kesetiaan dan sebagainya.
11) Adequate emancipation from the group or
culture (mempunyai emansipasi yang
memadai dari kelompok atau budaya), seperti
kemampuan untuk menganggap sesuatu itu
baik dan yang lain adalah jelek, setidaknya
dalam beberapa hal bergantung pada
pandangan kelompok, tidak ada kebutuhan
untuk membujuk, mendorong, atau menyetujui
kelompok, dan memiliki toleransi terhadap
perbedaan budaya (Latipun, 1999, hlm. 34–
36).
3. Lanjut Usia
a. Pengertian Lanjut Usia
Proses menua atau aging adalah suatu
proses alami pada semua makhluk hidup. Laslett
(Caselli dan Lopez, 1996) dalam buku (Suardiman,
2011) menyatakan bahwa menjadi tua (aging)
adalah suatu proses perubahan biologis secara
terus-menurus yang dialami setiap manusia pada
53
semua tingkatan umur dan waktu. Gerontologi
merupakan studi ilmiah yang membahas efek
tentang penuaan dan penyakit yang berhubungan
dengan penuaan pada manusia. Beberapa pendapat
mengemukakan mengenai batasan umur lanjut
usia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), lanjut usia meliputi usia pertengahan
(Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun, lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia
antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah
kelompok usia antara 75 dan 90 tahun dan usia
sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia
90 tahun.
Beda halnya dengan Departemen Kesehatan
RI yang juga mengemukakan batasan umur lanjut
usia dengan penyebutan yang berbeda yaitu
pralansia adalah seseorang yang berusia antara 45-
59 tahun, lansia adalah seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih, lansia risiko tinggi yaitu
seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan, lansia potensial yaitu lansia
yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
dan terakhir lansia tidak potensial yaitu lansia yang
tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
54
bergantung pada bantuan orang lain (Sya’diyah,
2018, hlm. 2).
b. Teori tentang Lanjut Usia
Terdapat dua teori yang dikemukakan oleh
Lafrancois (1984) dalam buku Psikologi Usia
Lanjut (Suardiman, 2011, hlm. 107–108) yang
menerangkan hubungan antara umur manusia
dengan kegiatannya yaitu teori Pengunduran Diri
dan Teori Aktivitas.
1) Teori Pengunduran Diri (Disengagement)
Teori ini berpendapat bahwa semakin
tinggi usia manusia akan diikuti secara
berangsur-angsur oleh semakin mundurnya
interaksi sosial, fisik, dan emosi dengan
kebutuhan dunia. Usia lanjut berhasil ditandai
dengan saling menarik diri antara usia lanjut
dan masyarakat. Hal ini adalah hal yang
normal dan diperlukan bagi orang untuk
mengundurkan diri dari masyarakat karena
usia lanjut. Sesuai dengan penjelasan tersebut,
usia lanjut mengundurkan diri dari perannya
karena tidak dapat memenuhi tuntutan
masyarakat lagi (Suardiman, 2011, hlm. 107).
2) Teori Aktivitas
Teori ini bertolak belakang dengan
teori yang pertama. Teori ini dikemukakan
oleh Neugarten dan teman-teman yang
55
menyatakan bahwa agar usia lanjut berhasil
maka usia lanjut harus tetap seaktif mungkin,
bahwa semakin tua seseorang akan semakin
memelihara hubungan sosial, baik fisik
maupun emosionalnya. Kepuasan hidup orang
tua sangat tergantung pada kelangsungan
keterlibatannya pada berbagai kegiatan. Teori
ini mendukung para usia lanjut yang masih
aktif dalam berbagai kegiatan, bekerja, dan
sebagainya. Orang tua akan memperoleh
kepuasan bila ia masih terlibat atau dilibatkan
dalam berbagai kegiatan (Suardiman, 2011,
hlm. 108).
c. Kebutuhan Lanjut Usia
Lanjut usia seiring bertambah usia
mengalami perubahan dan kemunduran fungsi
tubuh. Implikasi dari perubahan tersebut adalah
kebutuhan lansia yang semakin kompleks.
Kebutuhan tersebut mencakup beberapa aspek
kehidupan, yang antara lain aspek fisik, psikis,
sosial dan spiritual menurut Maslow dalam Mc
Clam & Woodside (2015:82) yaitu dijelaskan
sebagai berikut:
1) Kebutuhan biologis / fisiologis, merupakan
kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh
manusia untuk dapat memperkuat daya tahan
56
fisik seseorang sehingga dapat
mempertahankan hidupnya. Kebutuhan ini
mencakup: kebutuhan pelayanan kesehatan,
makanan yang bergizi, seksual atau intimasi,
pakaian dan tempat tinggal.
2) Kebutuhan Psikologis, merupakan kebutuhan
yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat
psikis (emosi, perasaan) antara lain: berupa:
kasih sayang, menyayangi, mendapat
tanggapan dari orang lain, perasaan tentram,
merasa berguna dan memiliki jati diri serta
status yang jelas.
3) Kebutuhan Sosial, merupakan kebutuhan yang
berkaitan dengan relasi dan interaksi dengan
sesama manusia antara lain berupa:
berinteraksi dengan keluarga lansia melakukan
aktivitas dengan teman sebaya, melakukan
aktivitas di bidang pendidikan, kebutuhan
rekreasi dan kebutuhan informasi.
4) Kebutuhan Spiritual, merupakan kebutuhan
multidimensi yaitu mencakup dimensi
eksistensial dan dimensi agama. Dimensi
eksistensial berfokus pada tujuan dan arti
kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih
berfokus pada hubungan seseorang dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa. Spiritual sebagai
konsep juga mengandung dua dimensi yaitu
57
dimensi vertikal sebagai bentuk hubungan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa
yang menuntun kehidupan seseorang.
Sedangkan dimensi horizontal adalah
hubungan dengan diri sendiri, hubungan
dengan orang lain dan hubungan dengan
lingkungan. Kebutuhan ini antara lain berupa:
melaksanakan ibadah, memperdalam
keimanan, melaksanakan kegiatan kerohanian,
menerima keadaan dirinya, menerima hakikat
hidup dan puas akan kehidupannya dan
optimis terhadap masa depan (Kementerian
Sosial RI, 2011).
d. Tugas – Tugas Perkembangan Lanjut Usia
Menurut Havighurst terdapat tugas-tugas
perkembangan pada lansia (Hurlock, t.t., hlm. 10)
yaitu di antaranya :
1) Menyesuaikan diri dengan menurunnya
kekuatan fisik dan kesehatan
2) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan
berkurangnya income (penghasilan) keluarga
3) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan
hidup
4) Membentuk hubungan dengan orang-orang
yang seusia
58
5) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang
memuaskan
6) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara
luwes
e. Pekerjaan Sosial bagi Lanjut Usia
Pekerjaan sosial merupakan profesi yang
memberikan proses pertolongan kepada orang-
orang yang sedang berada dalam kesulitan dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Friedlander dalam (Sya’diyah, 2018, hlm. 99),
mengartikan pekerjaan sosial sebagai
“suatu pelayanan profesional yang didasarkan
pada ilmu pengetahuan dan keterampilan
dalam relasi kemanusiaan, yang bertujuan
membantu baik perorangan, keluarga maupun
kelompok untuk mencapai kepuasan dan
ketidaktergantungan secara pribadi dan sosial.
Dari pengertian tersebut, bahwa pekerjaan
sosial sebagai profesi yang memberikan
pertolongan kepada klien baik individu (lanjut
usia), kelompok maupun masyarakat yang
didasarkan pada ilmu pengetahuan dan
keterampilan. Maka dari itu, dalam hal ini adalah
menggunakan metode, keterampilan, dan teknik-
teknik pekerjaan sosial. Selain itu National
Association of Social Workers / NASW yang
mendefinisikan bahwa pekerjaan sosial adalah
aktivitas profesional yang bertujuan dalam
membantu individu, kelompok atau masyarakat
59
untuk memperkuat kemampuannya sendiri dalam
keberfungsian sosial (Sya’diyah, 2018, hlm. 101).
Dalam kaitannya pekerjaan sosial dengan
lanjut usia di sini disimpulkan bahwa pekerja
sosial tidak hanya membantu dalam memberikan
pelayanan tetapi juga mampu dalam mengatasi
permasalahan pada lanjut usia. Salah satu
kompetensi yang harus dimiliki pekerja sosial
menurut Betty L. baer dan Ronald Federico adalah
pekerja sosial memiliki kompetensi dalam
memberikan intervensi secara efektif dengan
mengutamakan populasi sasaran yang paling
rentan, contohnya seperti terkena diskriminasi atau
penindasan yang dapat mengakibatkan lanjut usia
mengalami gangguan mental ringan ataupun berat
dan dapat menghambat lanjut usia dalam
menjalankan kehidupannya sehari-hari.
B. Kerangka Berpikir
Lanjut usia yang berada di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3 merupakan lanjut usia terlantar
yang terjaring oleh petugas keamanan Dinas Sosial DKI
Jakarta. Lanjut usia yang terjaring memiliki latar belakang
permasalahan berbeda-beda dengan kondisi kebutuhan
dasarnya yang tidak terpenuhi. Dengan riwayat
permasalahan disertai penurunan fisik yang dialami pada
usia yang semakin lanjut menyebabkan lanjut usia
mengalami permasalahan juga dalam psikisnya yang
menyebabkan lanjut usia tidak dapat menjalankan
aktivitas kehidupannya sehari hari.
60
Pentingnya bagi lanjut usia mendapat pemahaman
yang akan menjadi suatu perbuatan yang bertujuan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan segala kapasitas,
kreativitas, dorongan yang dimiliki lanjut usia untuk
membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain serta
terhindarnya dari gangguan atau penyakit mental. Oleh
karena itu, sesuai dalam Undang-Undang No. 13 tahun
1998 diamanahkan untuk berkewajiban memberikan
pelayanan sosial kepada lanjut usia yang dalam hal ini
perlu adanya peran dan dukungan dari pelaksana teknis di
unit rehabilitasi sosial yaitu pekerja sosial di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 3 melalui program
pembinaan.
Proses pertolongan ini diberikan pada lanjut usia
berupa model pengelompokan dalam metode group work
yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Namun, dalam
penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada tiga
model group work dalam memelihara kesehatan mental
pada lanjut usia dengan berdasarkan pembahasan pada
kajian terdahulu sebelumnya. Model group work ini
terbagi ke dalam beberapa aspek dengan sub-sub aspek
yang diteliti yaitu social conversation group, recreation
group, dan recreation skill group.
61
Bagan 2. 1 Kerangka Berpikir
(Sumber: Hasil Bimbingan, Februari 2020)
Group
Work
Recreation
Skill Group
Recreation
Group
Social
Conversation
Group
Kesehatan
Mental
Teori Mental Sehat
Karakteristik Mental
Sehat
1. Lanjut Usia
Aktif
2. Lanjut Usia
Tidak Aktif
Program PSTW Budi Mulia 3
Bimbingan Rohani
Olahraga
Bimbingan keterampilan
Pelayanan kesehatan
Bimbingan kesenian
Rekreasi
Penyaluran: kembali ke keluarga
atau pemakaman
62
BAB III
GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
A. Profil Lembaga
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 (PSTW
BM 3) beralamat di Jalan Margaguna Raya No. 1 RT 11
RW 01, Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan
Cilandak, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI
Jakarta dengan kode pos 12420, dan dapat dihubungi no
telepon (021) 7503249.
Mengenal profil lembaga, tentunya tidak lepas dari
paparan mengenai visi, misi, tujuan, serta landasan hukum
yang menaunginya. Hal ini, penulis paparkan pada bagian
berikut ini :
1. Landasan Hukum
a. Dasar Hukum Undang-undang Dasar 1945
Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 33
ayat 2.
b. Undang-undang RI No. 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial.
c. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.
104 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Sosial.
d. Keputusan Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI
Jakarta No. 33 Tahun 2009 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
63
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
Provinsi DKI Jakarta.
e. Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2013 tentang
Kesejahteraan Sosial.
f. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.
240 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Sosial.
g. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.
354 Tahun 2016 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia.
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
2. Visi dan Misi
a. Visi
Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS) khususnya lanjut usia terlantar di
DKI Jakarta terentas dalam kehidupan yang
layak.
b. Misi
1) Mencegah, mengurangi tumbuh kembang
dan meluasnya masalah kesejahteraan sosial
lanjut usia terlantar.
2) Mengentaskan Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial (PMKS) lanjut usia
terlantar dalam kehidupan yang layak.
64
3) Pembinaan dan meningkatkan peran serta
masyarakat dalam melaksanakan usaha
kesejahteraan Sosial.
4) Meningkatkan kualitas pelayanan lanjut usia
terlantar yang meliputi kesehatan fisik,
sosial, mental dan agama.
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
2. Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Memberikan pelayanan dan perawatan
jasmani dan rohani kepada lanjut usia terlantar
dan dari keluarga kurang mampu agar dapat
menjalani hidup layak dan wajar.
b. Tujuan
Terpenuhi kebutuhan hidup bagi lanjut
usia yang disantuni seperti kebutuhan jasmani
(makan, sandang dan kesehatan) rohani dan
sosial lainnya dengan baik sehingga dapat
menikmati hari tuanya dengan diliputi
ketentraman lahir dan batin.
3. Tugas Pokok dan Fungsi
a. Tugas Pokok
Melaksanakan kegiatan pelayanan
rehabilitasi sosial bagi lanjut usia terlantar.
b. Fungsi
65
1) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
(RKA) dan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) Panti;
2) Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) Panti;
3) Penyusunan rencana strategis Panti;
4) Penyusunan standar dan prosedur
pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia
terlantar;
5) Penyusunan rencana penyediaan,
pemeliharaan dan perawatan prasarana
dan sarana teknis panti;
6) Pelaksanaan pendekatan awal meliputi
penjangkauan, observasi, identifikasi,
motivasi dan seleksi;
7) Pelaksanaan penerimaan meliputi
registrasi, persyaratan administrasi,
penempatan dalam panti;
8) Pelaksanaan perawatan, pemeliharaan
fisik dan kesehatan;
9) Pelaksanaan asesmen meliputi
penelaahan, pengungkapan, dan
pemahaman masalah dan potensi;
10) Pelaksanaan pembinaan fisik dan
bimbingan mental, sosial, keagamaan dan
pengisian waktu luang;
66
11) Pelaksanaan penyelenggaraan penyaluran
kembali kepada keluarga dan rujukan ke
lembaga sosial lain;
12) Pelaksanaan pembinaan lanjut meliputi
monitoring, konsultasi,asistensi,
pemantapan dan determinasi;
13) Pelaksanaan dan pengembangan
koordinasi, kerjasama dan kemitraan
dengan lembaga pelayanan sosial sejenis
dalam bentuk Panti maupun bukan Panti
yang dikelola masyarakat;
14) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi
kelaikan penggunaan prasarana dan
sarana teknis Panti
15) Pelaksanaan kemitraan dan kerja sama
dengan Panti sejenis dan atau lembaga
sosial sejenis bukan Panti yang dikelola
oleh masyarakat;
16) Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan;
17) Pelaksanaan pengelolaan kepegawaian,
keuangan dan barang;
18) Pengelolaan teknologi informasi Panti;
19) Penyiapan bahan laporan Dinas yang
berkaitan dengan tugas dan fungsi Panti;
dan
67
20) Pelaporan dan pertanggungjawabkan
pelaksanaan tugas dan fungsi Panti Sosial
Tresna Budi Mulia.
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
4. Sejarah Berdirinya Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
berdiri Tahun 1965 dengan nama Panti Sosial Tresna
Werdha 4 Jakarta Timur berlokasi di Kelurahan
Ceger. Disebabkan ada pelebaran lokasi
pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII),
maka panti dipindahkan ke Kelurahan Dukuh
Kecamatan Kramat Jati, dengan luas lahan 23.000
m2
dengan memakai sistem pelayanan cottage.
Pada tahun 1999 Kanwil Departemen Sosial
Republik Indonesia melimpahkan asset-asetnya
kepada Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta.
Lokasi Kelurahan Dukuh terletak pada dataran rendah
dan sering dilanda banjir sehingga pada tahun 2002
dipindahkan ke Jalan Margaguna Radio Dalam
Jakarta Selatan dengan nama PSTW Budi Mulia 4
dengan daya tamping sebanyak 200 Warga Binaan
Sosial (WBS).
Pada tahun 2014 terjadi perubahan
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)
yaitu sesuai dengan Peraturan Gubernur Daerah
68
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 277 tahun 2014 pada
SKPD Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta yang
semula PSTW Budi Mulia 4 menjadi PSTW Budi
Mulia 3 dengan kapasitas menjadi 275 orang. Pada
tahun 2016 terjadi terjadi penambahan Sasana Tresna
Werdha Dukuh 3 dan Sasana Tresna Werdha (STW)
Dukuh 3, dan Sasana Tresna Werdha (STW) Dukuh 5
beralamat di jalan Dukuh 3 dan jalan Dukuh 5
Kecamatan Kramatjadi Jakarta Timur.
Tahun 2018 ada perpindahan STW Dukuh 3
yang awal di jalan Dukuh 3 Kelurahan Dukuh
Kecamatan Keramatjati Jakarta Timur ke Jalan
Centex Raya RT. 001/03 Nomor 1, Kelurahan
Ciracas, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Adapun
kapasitas menyeluruh adalah 350 orang WBS lansia
terlantar dengan rincian 195 perempuan dan 90 laki-
laki, Sasana Tresna Werdha Budi Mulia 3 Dukuh
terdiri dari 30 orang WBS lanjut usia perempuan dan
Sasana Tresna Werdha Budi Mulia 3 Centex terdiri
dari 35 orang WBS lanjut usia perempuan.
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
5. Struktur Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi
Mulia 3
Pelayanan yang diberikan pada lanjut usia
terlantar di wilayah DKI Jakarta, khususnya Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 membutuhkan
69
pihak-pihak yang memiliki jabatan untuk dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
sebagaimana yang telah diatur. Kemudian akan
disusun sturktur organisasi kepegawaian yang sesuai
pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.
277 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan
Tata Kerja Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia.
Struktur organisasi menunjukkan adanya hubungan
yang jelas serta pembagian kerja yang terkoordinasi
agar tercapainya tujuan dan terlaksananya peran serta
fungsi yang dijalankan. Berikut struktur organisasi
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 :
Bagan 3. 1 Struktur PSTW Budi Mulia 3
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
Kepala Panti
Drs. Hery Soehartono
Sub. Bagian Tata Usaha
Asta Devin Loriana
Satuan Pelaksana
Pembinaan Sosial
Elisabeth Wijiati Utami
Satuan Pelaksana
Pembinaan Sosial
Yunur Nawangsih
Sub Kelompok Jabatan
Fungsional
Pekerja Sosial
Kurniawan
70
Berdasarkan bagan di atas dapat dilihat
gambaran struktur organisasi Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3 secara garis besar. Adapun
struktur kepegawaian Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3 terdiri dari:
6. Jumlah Klien / Penerima Manfaat
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
memiliki kapasitas sebanyak 350 WBS (lansia
terlantar) di mana terbagi ke dalam dua Sasana Tresna
Werdha yang berlokasi di Dukuh dan Centex (khusus
bagi WBS wanita). Adapun kapasitas 350 WBS ini
diantaranya sebanyak 285 WBS menjalani perawatan
di PSTW Budi Mulia 3 dengan rincian laki-laki
berjumlah 90 dan perempuan berjumlah 195.
Bagan 3. 2 Kapasitas PSTW Budi Mulia 3
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
130
30 35 0
50
100
150
200
250
300
Panti Sosial TresnaWerdha Budi Mulia 3
Sasana Tresna WerdhaDukuh
Sasana Tresna WerdhaCentex
PSTW Budi Mulia 3
Laki-Laki Perempuan
71
Sementara WBS lainnya menjalani perawatan
di Sasana Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang
berlokasi di Dukuh sebanyak 30 WBS dan di Centex
sebanyak 35 WBS. Jumlah klien tersebut sesuai
dengan hasil wawancara dengan satuan pelaksana
pembinaan sebagai berikut :
“Iya di Sasana Werdha sama seperti
panti bedanya hanya tempat tinggal dan
kapasitasnya aja, sasana dukuh 30 orang
dan sasana centex 35 orang.”
(Bu Elisabeth, Februari 2020)
Selanjutnya, PSTW Budi Mulia 3 membagi
klasifikasi para WBS dan data terkait jumlah dari
masing-masing kelompok yang ada di PSTW
Budi Mulia 3 sebagai berikut :
72
a. Klasifikasi Lanjut Usia Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3
Bagan 3. 3 Struktur PSTW Budi Mulia 3
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
melakukan pembagian warga binaan sosial
(WBS) ke dalam beberapa klasifikasi guna
memudahkan petugas dalam membantu aktivitas
lanjut usia dan memudahkan petugas dalam
melakukan pekerjaan yang tepat sasaran. Setiap
klasifikasi tersebar ke dalam beberapa wisma,
selain wisma laki-laki dan perempuan dibedakan
lanjut usia juga terbagi berdasarkan kondisi
kesehatannya baik fisik maupun psikisnya yaitu
sebagai berikut :
1) Kelas A (Mandiri Potensial)
PSTW Budi Mulia 3 mengelompokkan kelas
A pada wisma Susi di mana klasifikasi
mandiri potensial adalah WBS yang masih
Kelas A (Mandiri Potensial) Kelas B (Mandiri)
Kelas C (Semi Renta dan Renta) Kelas D (Observasi)
73
mampu beraktivitas secara mandiri tanpa
memerlukan pendampingan. Selain mandiri,
WBS di sini juga yang masih memiliki
potensi dalam melakukan sesuatu.
2) Kelas B (Mandiri)
PSTW Budi Mulia 3 mengelompokkan kelas
B pada wisma Melati, Mawar, Lili, Tulip,
Rajawali, dan Merpati di mana klasifikasi
mandiri adalah WBS yang belum
sepenuhnya melakukan aktivitas secara
mandiri dan masih tetap memerlukan
pendampingan dari penanggung jawab
wisma, pekerja sosial dan pendamping.
3) Kelas C (Tidak Potensial)
PSTW Budi Mulia 3 mengelompokkan kelas
C di mana klasifikasi tidak potensial adalah
WBS dengan kondisi yang kurang mampu
beraktivitas dan tidak mampu lagi untuk
beraktivitas sehari-hari. Kelas C terbagi ke
dalam dua kelompok, yaitu :
a) Semi Renta
PSTW Budi Mulia 3 mengelompokkan
semi renta yaitu WBS yang kondisinya
lemah dan kurang mampu beraktivitas
sehari-hari. Penanggung jawab, pekerja
74
sosial, dan pendamping melakukan
pengawas setiap waktu dalam sehari
penuh yang tersebar wisma Cempaka,
Cendrawasih, Elang, Camar, dan Nuri.
b) Renta
PSTW Budi Mulia 3 mengelompokkan
renta yaitu WBS yang kondisinya lemah
dan tidak mampu lagi beraktivitas sehari-
hari. Penanggung jawab, pekerja sosial,
dan pendamping melakukan pengawas
setiap waktu dalam sehari penuh yang
tersebar pada wisma Kutilang, Anggrek,
Kenanga, dan Gardenia.
4) Kelas D (Observasi)
PSTW Budi Mulia 3 memberikan satu ruangan
observasi di mana ruangan observasi ini adalah
bagi WBS dengan gangguan kejiwaan Psikotik
dan ODMK. WBS dengan gangguan ini
menurut hasil asesmen dari psikolog dan
pekerja sosial yang nantinya akan dirujuk ke
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa dan
RSKD Duren Sawit.
Berikut adalah data-data warga binaan sosial di tahun
2019 berdasarkan klasifikasi yaitu sebagai berikut :
75
Bagan 3. 4 Kapasitas PSTW Budi Mulia 3 dalam tiga
tahun terakhir
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
Grafik tersebut menjelaskan terjadi
peningkatan kapasitas dalam tiga tahun terakhir.
Tahun 2017 dengan kapasitas lanjut usia
sebanyak 250 dan meningkat di tahun 2018
sebanyak 305 dan tahun 2019 sebanyak 350.
Bagan 3. 5 Klasifikasi WBS Berdasarkan Kelas
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
76
Grafik tersebut menjelaskan jumlah lanjut
usia dilihat dari klasifikasi atau golongan lanjut
usia. Jumlah terbanyak dari golongan
mandiri yaitu 99 lanjut usia dan jumlah terkecil
pada golongan mandiri potensial yaitu hanya 22
lanjut usia.
Bagan 3. 6 Klasifikasi WBS Berdasarkan Usia
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
Grafik tersebut menjelaskan jumlah lanjut
usia yang dilihat dari kelompok usia. Jumlah
terbanyak pada kelompok usia 60 tahun sampai
65 tahun yaitu 157 lanjut usia dan jumlah terkecil
pada kelompok usia yang lebih dari 90 tahun
yaitu hanya 6 lanjut usia.
77
Bagan 3. 7 Klasifikasi WBS Berdasarkan Jenis Kelamin
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
Grafik tersebut menjelaskan jumlah lanjut
usia yang dilihat dari jenis kelamin. Jumlah
terbanyak pada jenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 232 lanjut usia dan jumlah terkecil
pada jenis kelamin laki-laki yaitu 118 lanjut usia.
Bagan 3. 8 Jumlah WBS Berdasarkan Daerah Asal
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
78
Grafik tersebut menjelaskan jumlah lanjut
usia yang dilihat dari daerah asal. Jumlah
terbanyak pada daerah asal Jabotabek yaitu
sebanyak 139 lanjut usia dan jumlah terkecil
pada daerah asal Papua hanya 1 lanjut usia.
Bagan 3. 9 Tahun Penerimaan WBS
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
Grafik tersebut menjelaskan angka
penerimaan lanjut usia yang fluktuatif dari tahun
2010 sampai tahun 2019. Meningkatnya
penerimaan WBS di PSTW Budi Mulia 3 di
tahun 2017 diakibatkan tingginya lonjakan
penjaringan PMKS (Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial) di DKI Jakarta yang
menyebabkan panti penampungan PSBI 1 dan
PSBI 2 membludak, sehingga PSTW Budi Mulia
3 yang menerima lanjut usia terlantar dari panti
79
penampungan ini juga ikut meningkat. Dalam
tiga tahun terakhir dari tahun 2017 sampai tahun
2019 terjadi penurunan penerimaan lanjut usia.
7. Data masalah / penyakit fisik dan mental
Total lansia di PSTW Budi Mulia 3 sendiri
sebanyak 285 WBS yang memiliki masalah fisik
maupun mental yang bermacam-macam. Adapun
masalah atau penyakit fisik yang dialami WBS
adalah:
Tabel 3. 1 Penyakit Fisik
NO DIAGNOSA KODE
DIAGNOSA
JUMLAH
KASUS ( % )
1 Arthralgia M26.62 3 1,3
2 Asthma Bronchial J45 16 6,7
3 Cephalgia R51 4 1,7
4 Conjungtivitis E.78 0 0,0
5 Colik Abdomen R10.83 2 0,8
6 Dermatitis L23.9 36 15,0
7 DM Type II E11.9 10 4,2
8 Dyspepsia K30 23 9,6
9 Fatigue R53.1 11 4,6
10 Gastiritis K29.6 7 2,9
11 Hernia Scrotalis K40,90 2 0,8
12 GEA R19.7 6 2,5
13 Hypertensi I10.9 49 20,4
14 ISPA J06.9 11 4,6
15 Katarak H.26.9 0 0,0
16 Konstipasi K59.0 1 0,4
17 Low Back Pain M54.5 1 0,4
18 Myalgia M79.1 31 12,9
19 Neuro Dermatitis L20.81 1 0,4
20 Osteo Arthritis M15.4 7 2,9
21 Pharingitis Acute J02.9 2 0,8
22 Rhinitis J30.4 5 2,1
80
(Sumber:Data Penyakit Fisik PSTW Budi Mulia 3
Januari 2020)
Beda halnya dengan kondisi mental lanjut
usia yang dalam hal ini didiagnosa halusinasi
mengalami psikologis mental berat adalah
mereka yang menjalani pasien rawat jalan (rajal)
di RSKD Duren Sawit. Menurut psikolog, diluar
psikologis mental berat seperti psikotik / ODMK
/ Halusinasi mayoritas lansia memiliki psikologis
mental ringan seperti kecemasan, murung yang
berlebihan, agresif dan konflik / pertikaian antar
sesama WBS.
“Iya di sini yang di luar pasien rajal ya
rata-rata gangguan mental ringan aja dan
ini bisa diatasi sama-sama dengan saya
maupun petugas dan WBS itu sendiri.”
(Bu Deri, Mei 2020)
23 Scabies B86 2 0,8
24 Susp. Pneumonia J18.9 0 0,0
25 Tinea Capitis B35 0 0,0
26 Tinea Corporis B35.4 1 0,4
27 Ulcus DM L89 1 0,4
28 Urticaria L50.9 8 3,3
29 Vertigo R42 0 0,0
JUMLAH 240 100,0
81
B. Alur Pelayanan Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
Budi Mulia 3
Alur pelayanan di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3 kepada lanjut usia terlantar dilaksanakan
melalui berbagai tahap yaitu sebagai berikut :
Bagan 3. 10 Alur Pelayanan PSTW Budi Mulia 3
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
Input
Proses
Output
Input WBS
Assesment
Penyaluran
Resosialisasi
Pembinaan
Pendekatan
Awal
Penerimaan
Terminasi
Hasil Rujukan
dari:
PSBI Bangun
Daya 1
PSBI Bangun
Daya 2
Proses Pelayanan
dan Pembinaan:
Kegiatan Bimbingan
Fisik, Sosial, Mental,
Keagamaan,
Keterampilan,
Rekreasi, dan
Hiburan
Mandiri
Assesment
Pengungkapan dan
Pemahaman
Masalah
Identifikasi Potensi
yang Dimiliki
Rencana Pelayanan
Penanganan
Panti
- Dokter
- Fisioterapis
- Ahli Agama
Output
1. Reunifikasi
2. Rujukan ke
Lembaga lain
3. Pemulasaraan
Outcome
Diterima oleh
Masyarakat
82
Berdasarkan gambar di atas, penulis menjabarkan apa
yang telah didapat dari studi dokumentasi dan
wawancara. Berikut penjelasan dari masing-masing
tahapan adalah :
1) Tahapan Pendekatan Awal
Pendekatan awal yaitu dimulai dari
penginputan data warga binaan sosial yang telah
menerima rujukan dari PSBI Bangun Daya 1 dan
PSBI Bangun Daya 2 dengan
mempertimbangkan persyaratan yang telah
ditentukan oleh Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3. Pada awal penerimaan, warga binaan
sosial memiliki syarat sebagai berikut:
a. Lanjut Usia 60 tahun ke atas:
- Tidak ada / tidak diketahui oleh
keluarganya ataupun tidak diurus nyata-
nyata oleh keluarganya sehingga
terlantar.
- Lanjut usia yang tidak ingin tinggal di
lingkungan keluarganya melainkan ingin
disantuni di panti.
b. Keluarga yang tidak mampu / terlantar
c. Masyarakat yang mau dan mampu
berpartisipasi dalam pembinaan
kesejahteraan lanjut usia.
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
83
2) Tahapan Penerimaan
Penerimaan warga binaan sosial dilakukan
bagi mereka yang sudah dirujuk ke Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 3 untuk mendapatkan
pelayanan dan pembinaan sosial yang didukung
dengan penjelasan dari satpel pembinaan sebagai
berikut :
“SOP dari lanjut usia yang terlantar jadi
kita hanya menerima dari panti
penampungan yaitu PSBI 1 dan PSBI 2
yang hasil jangkaungannya berasal dari
jalanan.”
(Bu Elisabeth, Februari 2020)
Tahapan penerimaan melalui beberapa langkah
yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut :
a) Identifikasi Kondisi WBS
Lanjut usia atau warga binaan sosial
yang datang terlebih dahulu diidentifikasi
oleh petugas yaitu pekerja sosial dan pramu
sosial. Identifikasi berupa biodata diri,
keluarga yang dapat dihubungi, serta kondisi
terakhir baik fisik maupun mental dari warga
binaan sosial.
b) Penandatangan Berita Acara Serah Terima
Berita acara serah terima WBS
ditandatangani oleh petugas yang
mengantarkan WBS atau lanjut usia dari
rujukan PSBI Bangun Daya 1 atau Bangun
Daya 2. Berita acara juga ditandatangani
84
oleh pihak yang menerima dan disaksikan
oleh kepala panti atau para staf dari Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.
c) Penjelasan Program Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3
Setelah pekerja sosial atau pramu
sosial melakukan identifikasi, selanjutnya
penjelasan mengenai program dari PSTW
Budi Mulia 3 kepada WBS mengenai
program pelayanan serta pembinaan selama
menjalani proses pemenuhan kebutuhan
seperti bimbingan fisik, bimbingan mental,
bimbingan rohani dan bimbingan
keterampilan.
d) Penempatan Wisma dalam Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 3
Setelah identifikasi dan mendapatkan
hasil kondisi WBS dilanjutkan untuk
penempatan wisma yang sebelumnya setiap
satu wisma sudah ada penanggung jawab
yaitu satu wisma dipegang oleh satu staf
fungsional, satu pekerja sosial dan dua
pramu sosial. Total jumlah wisma di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
sebanyak 16 wisma yang dibagi menjadi
lima klasifikasi lanjut usia yaitu mandiri,
85
mandiri potensial, renta, semi renta dan satu
ruangan khusus bagi gangguan psikotik.
e) Pengasuhan dan Perawatan
Wisma yang dibagi berdasarkan
klasifikasi lanjut usia memiliki pengasuhan
dan perawatan yang berbeda dari masing-
masing wisma seperti wisma semi renta dan
wisma renta yang dinamakan ruangan total
care. Total care yang dimaksud adalah
penanggung jawab membantu WBS dari segi
pengasuhan, perawatan dan pengawasan
secara maksimal dalam pemenuhan
kebutuhan dan aktivitas satu hari penuh.
Beda halnya dengan wisma mandiri
dan mandiri potensial yang tidak sepenuhnya
dalam satu hari penuh mengasuh dan
merawat mereka. Apabila kondisi fisiknya
masih mampu maka diutamakan untuk tetap
melakukan aktivitasnya sendiri dan tetap
dalam pantauan penanggung jawab wisma.
Berlaku juga hal yang sama dengan wisma
bagi lanjut usia dengan gangguan psikotik.
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
86
3) Tahapan Asesmen
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
melakukan tahapan assesmen selama satu sampai
dua hari. Tahapan yang dilakukan ialah
pengungkapan masalah dan potensi dari warga
binaan sosial yang akan berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan penyelenggara
kesejahteraan sosial. Berdasarkan hasil
identifikasi WBS, rencana pelayanan yang
diberikan juga akan menyesuaikan dengan
program yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3. Bentuk assesmen yang dilakukan
meliputi :
a) Pengungkapan dan pemahaman masalah dari
aspek biologis, psikologis, sosial dan
spiritual yang sesuai dengan karakteristik
klien yaitu permasalahan yang dialami klien.
b) Identifikasi potensi dan hambatan yang
dialami oleh lanjut usia. Dalam hal ini
penggalian informasi menjadi salah satu
proses dalam penyelesaian masalah.
Hambatan yang dimaksud adalah riwayat
penyakit yang pernah atau sedang dialami
guna memudahkan pekerja sosial untuk
dapat membuat langkah atau rencana
intervensi yang akan dilakukan dalam hal
proses penyelesaian masalah klien.
87
c) Penyusunan rencana pelayanan menjadi
suatu hal yang sangat penting dalam akhir
tahap assesmen ini. Rencana pelayanan
disusun oleh pekerja sosial dengan melihat
sekaligus mempertimbangkan potensi dan
hambatan yang dimiliki oleh klien agar
rencana pelayanan akan berjalan optimal dan
efektif. Berikut ini adalah contoh form
asesmen yang diisi oleh pekerja sosial.
Tabel 3. 2 Form Asesmen
Nama :
Tahun Lahir :
NIK :
KK :
Agama :
Asal Rujukan :
No BPJS :
Kondisi Fisik
Berat Badan :
Tinggi Badan :
Ciri Khusus :
Riwayat Kesehatan :
Riwayat Psikologis :
Riwayat Sosial :
88
Keluarga
Riwayat home visit
Catatan
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
4) Tahapan Pembinaan
Pembinaan dilakukan dalam rangka
perlindungan serta menjadikan para WBS atau
lanjut usia dapat beraktivitas dalam mengikuti
pembinaan secara mandiri dan produktif.
Tahapan pembinaan ini terdiri dari berbagai
macam kegiatan, yaitu sebagai berikut :
a) Bimbingan Fisik
Kegiatan dalam bimbingan ini meliputi
senam kesegaran jasmani dan jalan sehat
keliling panti.
89
b) Bimbingan Mental
Bimbingan yang dilakukan oleh
profesi psikolog di mana ia memberikan
pelayanan dengan mendatangi setiap lansia
di wismanya masing-masing. Tujuan adanya
bimbingan mental ialah untuk membantu
pemahaman kesadaran dalam penanganan
diri lanjut usia.
c) Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani bertujuan untuk
meningkatkan keimanan lanjut usia serta
melatih atau membiasakan diri dalam
beribadah agar lanjut usia senantiasa
berperilaku sesuai kaidah maupun syariat
islam. Beberapa kegiatan dalam bimbingan
rohani diantaranya adalah kegiatan
keagamaan islam / non islam ialah apabila
beragama islam terdapat kegiatan ceramah,
shalat berjamaah dan kegiatan pengajian
yasinan dan yang non islam kegiatan
kerohanian.
2. Bimbingan Keterampilan
Bimbingan keterampilan bertujuan
untuk melatih kemampuan berpikir dan
proses daya ingat serta meningkatkan
90
kreativitas pada lanjut usia yang dibimbing
atau dipandu oleh instruktur.
3. Bimbingan Kesenian
Tujuan bimbingan kesenian ini
dilakukan untuk dapat menyalurkan bakat
dan minat para lanjut usia dengan kegiatan
yang menyenangkan seperti kesenian
angklung dan gamelan.
4. Hiburan dan Rekreasi
Kegiatan hiburan diantaranya adalah
panggung gembira, nonton bareng dan
karaoke serta kegiatan rekreasi yaitu pergi
jalan-jalan bersama WBS dan petugas ke
suatu tempat yang bertujuan untuk mengenal
lebih dekat dengan lingkungan luar dan
mengurangi kejenuhan pada WBS.
5) Tahapan Resosialisasi
Tahapan resosialisasi yang diberlakukan
pada WBS yang telah siap seperti dikembalikan
kepada pihak keluarga atau reunifikasi,
bimbingan sosial hidup bermasyarakat,
pembinaan lanjut dan penyaluran. Hal ini dapat
dilakukan jika menyutujui perjanjian yang akan
disepakati bersama antara pihak PSTW Budi
Mulia 3 dengan pihak keluarga WBS atau dengan
91
WBS itu sendiri. Sebelumnya dilakukan proses
berikut dari hasil wawancara dengan pekerja
sosial.
“Pemetaan apakah benar-benar WBS
ada atau memiliki keluarga, fasilitas
yang dapat terhubung ke keluarga WBS
(melalui surat, media sosial atau melalui
kunjungan ke rumah / home visit)
dengan terlebih dahulu mengetahui data-
data yang ada pada WBS (alamat
lengkap, atau info keluarga yang dapat
dihubungi).”
(Pak Kurniawan, Mei 2020)
6) Tahapan Terminasi
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
melakukan terminasi atau pemutusan kontrak
dalam proses pertolongan pada warga binaan
sosial. Terminasi ini dilakukan berdasarkan hasil
identifikasi dan asesmen terhadap wbs apakah
dikembalikan kepada pihak keluarga atau dirujuk
ke instasi lain seperti RSKD Duren Sawit dan
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa atau
menetap sampai akhir di PSTW Budi Mulia 3
dengan adanya kesepakatan surat perjanjian
bermaterai kepada pihak keluarga (jika ada) atau
dengan WBS itu sendiri. WBS yang masuk ke
dalam terminasi berdasarkan hasil identifikasi
dan asesmen sebagaimana yang dijelaskan juga
oleh pekerja sosial sebagai berikut :
92
a. Jika memiliki keluarga dan keluarga
menerima keberadaan WBS maka akan
dikembalikan kepada keluarganya.
b. Jika memiliki keluarga tetapi keluarga
menolak atau tidak menerima keberadaan
WBS maka akan dibuatkan surat pernyataan
(bermaterai) bahwa WBS diserahkan ke panti
dan tidak menuntut jika terjadi sesuatu pada
WBS.
c. Jika tidak memiliki keluarga maka terminasi
dilakukan sampai WBS meninggal di panti.
d. Terminasi juga dapat dilakukan dengan
merujuk WBS dengan psikotik / ODMK ke
tempat yang sesuai dengan kebutuhannya
seperti RSKD Duren Sawit dan PSBL
Harapan Sentosa.
(Pak Kurniawan, Mei 2020)
C. Sarana dan Denah Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3
Tabel 3. 3 Sarana PSTW Budi Mulia 3
No. Jenis Sarana Jumlah Peruntukan
1. Asrama 13 Ruang tidur kakek dan nenek
2. Ruang dapur 1 Kegiatan memasak untuk
makan pegawai dan WBS
3. Ruang kantor 2 Kepala Panti, Sub Bag TU,
dan Staf
93
4. Ruang gudang 3 Penyimpanan barang-barang
kantor dan kebutuhan WBS
5. Ruang komputer 1 Ruang untuk keperluan
pegawai dan WBS
6. Ruang aula serba
guna
1 Pertemuan, rapat dan
kegiatan
7. Ruang tamu 1 Ruang menunggu tamu dan
keluarga WBS
8. Ruang keterampilan 1 Ruang kegiatan keterampilan
WBS
9. RMCK / toilet 3 Keperluan mandi dan
mencuci
10. Lapangan olahraga 1 Kegiatan olahraga pegawai
dan WBS
11. Mushola 1 Kebutuhan ibadah Pegawai
dan WBS
12. Ruang workshop /
perpustakaan
1 Ruang seminar dan kegiatan
membaca WBS
13. Ruang identifikasi
WBS
1 Ruang pendataan awal WBS
14. Ruang klinik 1 Ruang pengecekan kesehatan
WBS
15. Ruang pemulasaraan 1 Ruang untuk menempatkan
jenazah
16. Ruang penjagaan
security
3 Ruang untuk keamanan
94
17. Bangunan bertingkat 1 Ruangan WBS Mandiri
18. Taman 1 Menanam tumbuhan dan
bunga
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
Berikut ini adalah denah ruangan Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3 :
Gambar 3. 1 Denah PSTW Budi Mulia 3
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
D. Program serta Kegiatan dan Jadwal Kegiatan di Panti
Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 3
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
melaksanakan kegiatan pelayanan serta pembinaan
sebagai bentuk rehabilitasi sosial bagi lanjut usia terlantar
di DKI Jakarta. Adapun bentuk kegiatannya dituangkan
dalam beberapa program, yaitu sebagai berikut :
1. Bimbingan Fisik
95
Bimbingan fisik bertujuan untuk memelihara
serta menjaga kesehatan fisik lanjut usia untuk tetap
melakukan gerakan-gerakan olahraga secara bersama-
sama. Ini dilakukan tiga kali dalam seminggu yaitu
pada hari selasa, kamis, dan jumat. Bimbingan fisik
dapat berupa senam kesegaran jasmani dan jalan-jalan
sehat keliling panti yang dipandu oleh instruktur serta
petugas yang hadir untuk mendampingi WBS.
Berikut adalah contoh dari program bimbingan fisik
di PSTW Budi Mulia 3 :
Gambar 3. 2 Kegiatan Senam
(Sumber : Hasil Dokumentasi Sebelum Wabah Covid-19,
Februari 2020)
96
Gambar 3. 3 Jalan-jalan keliling panti / jalan sehat
(Sumber : Hasil Dokumentasi, Juli 2020)
“Untuk bimbingan fisik kita ada senam
dan jalan sehat, senam ada instruktur
dari luar setiap hari selasa dan jumat
dengan memperhatikan juga gerakan-
gerakan yang menyesuaikan
kemampuan kakek nenek di sini. Dan
jalan sehat bersama-sama setiap hari
kamis dengan keliling mengelilingi
panti. Kegiatan bimbingan fisik ini juga
didampingi oleh petugas.”
(Bu Elisabeth, Februari 2020)
97
2. Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani bertujuan untuk
meningkatkan keimanan lanjut usia serta melatih atau
membiasakan diri dalam beribadah agar lanjut usia
senantiasa berperilaku sesuai kaidah maupun syariat
islam. Bimbingan rohani dibagi menjadi dua
kelompok yaitu bimbingan rohani islam dan
bimbingan rohani kristen.
Bimbingan rohani bagi lanjut usia yang
beragama islam diadakan empat kali dalam seminggu
yang dipandu oleh pemuka agama atau penceramah
yaitu hari senin, selasa, rabu dan jumat setiap pukul
08.00-10.00 WIB. Bimbingan rohani bagi lanjut usia
yang beragama kristen diadakan satu kali dalam
seminggu yaitu hari kamis pukul 10.00-12.00 WIB
yang juga dipandu oleh pemuka agama. Berikut salah
satu contoh kegiatan dari program bimbingan rohani :
Gambar 3. 4 Kegiatan Ceramah Pagi
(Sumber : Hasil Dokumentasi Sebelum Wabah Covid-19, Maret
2020)
98
“kita mendatangkan ahli agama atau
seringnya beberapa waktu belakangan
pandemic covid ini adalah pekerja sosial
dalam kegiatan kerohanian yang
bertujuan untuk meningkatkan keimanan
mereka selama di panti dan sudah
terjadwalkan.”
(Bu Elisabeth, Februari 2020)
3. Bimbingan keterampilan
Bimbingan keterampilan bertujuan
untuk membantu lanjut usia dalam melatih
kemampuan berpikir dan mengingat
bagaimana proses kegiatan keterampilan yang
dibimbing atau dipandu oleh instruktur serta
meningkatkan kreativitas pada lanjut usia.
Selain itu, membantu lanjut usia dalam
mengisi waktu luang dengan mengikuti
kegiatan yang dilakukan satu kali dalam
seminggu, seperti menyulam, menjahit,
membuat keset, membuat bunga, membuat
kunciran / tempat tisu dan menyulam taplak.
“Keterampilan ada banyak di antaranya
menyulam, menjahit, membuat keset
dan kerajinan tangan lainnya, instruktur
juga didatangkan dari luar untuk dapat
membimbing para wbs yang memiliki
keinginan dan mampu membuat
keterampilan."
(Bu Elisabeth, Februari 2020)
4. Bimbingan Mental
99
Setiap minggu sekali ada psikologi
yang datang untuk melakukan bimbingan
mental yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari para lanjut usia. Seperti yang sudah
dijelaskan dalam penjabaran tahap pembinaan
di atas bahwa masalah mental yang dialami
lansia atau WBS berbeda-beda. Lansia yang
tergolong dengan gangguan mental seperti
halusinasi atau psikotik dan ODMK.
“Pelayanan yang diberikan di lembaga
sosial bagaimana kita menguati mereka
memotivasi untuk semangat hidup.
Memberikan pemahaman kesadaran atas
penanganan diri. Untuk lansia yang
mengalami gangguan jiwa dipindahkan
ke rumah sakit duren sawit untuk dirajal
dan terkait lansia yang sudah dinilai
memiliki agresif yang tinggi itu saya
minta juga untuk dipindahkan.
Pengambilan data dilakukan juga untuk
lansia yang baru datang dari panti lain.
Dan menangani lansia yang konflik di
saat saya ada maupun tidak langsung
saya tangani seperti memediasi dan lain-
lain. Dan saya diminta kesediaan juga
untuk dapat melayani para petugas di
panti.”
(Bu Deri, April 2020)
5. Pelayanan kesehatan fisik
Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3 memiliki tempat klinik kesehatan
yang dapat memberikan pelayanan kesehatan
100
berupa pengecekan rutin yang dilakukan oleh
perawat untuk melihat kondisi kesehatan
lanjut usia. Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3 juga telah bekerja sama dengan
jaringan mitra di bidang kesehatan yang
tersebar di DKI Jakarta.
“Pelayanan kesehatan di sini kita ada
perawat dan klinik. Karena masih
wilayah kerja puskesmas kecamatan
cilandak jadi ada dokter yang datang
untuk langsung memerika kondisi
kesehatan wbs.”
(Bu Yunur, April 2020)
6. Bimbingan kesenian
Bimbingan kesenian bertujuan untuk
membantu lanjut usia dalam menyalurkan
bakat, minat dan hobi yaitu seperti kegiatan
qosidah, gamelan, dan angklung yang
dilakukan setiap kamis pukul 13.00 sampai
pukul 15.00. berikut adalah salah satu contoh
kegiatan dari program kesenian :
101
Gambar 3. 5 Kegiatan Angklung
(Sumber : Hasil Dokumentasi Sebelum Wabah Covid-19,
Februari 2020)
“Iya udah ada jadwalnya kok setiap
kesenian diantaranya ada gamelan dan
angklung.”
(Bu Nada, April 2020)
7. Hiburan dan Rekreasi
Hiburan dapat berupa nonton bareng/karaoke
atau yang dinamakan panggung gembira.
Panggung gembira diadakan setiap jumat
pukul 09.00-11.00 WIB dan setiap sabtu dan
minggu pukul 10.00 WIB.
“Setiap setahun sekali ada kegiatan
jalan-jalan keluar seperti ke ragunan dan
ke tempat luar lainnya. Dalam hal ini
yang ikut siapa saja terutama yang
mandiri dan mandiri potensial
102
mengingat keterbatasan petugas dalam
mendampingi.”
(Bu Ayuni, April 2020)
Tabel 3. 4 Jadwal Kegiatan
Hari Minggu Jam Kegiatan
Senin I s/d IV 08.00-10.00 1. Bimbingan Rohani Islami
(Mushola)
I s/d IV 10.00-12.00 2. Bimbingan Keterampilan
I s/d IV 13.00-15.00 3. Bimbingan Rohani Kristen
Selasa I s/d IV 07.30-08.30 1. Bimbingan Fisik (Senam
Kesegaran Jasmani)
I s/d IV 09:00-11:00 2. Bimbingan Rohani Islam
(di ruangan/Wisma)
Rabu I s/d IV 09.00-11.00 1. Bimbingan Rohani Islam
(di ruangan/Wisma)
I s/d IV 10:00-12:00 3. Bimbingan Rohani Kristen
I s/d IV 13:00-15:00 2. Bimbingan Kesenian
Panggung Gembira
Kamis I s/d IV 07:30-
selesai
1. Psikologi
I s/d IV 07:30-09:00 2. Jalan-Jalan Sehat Keliling
Panti
I s/d IV 10.00-12.00 3. Bimbingan Rohani Kristen
103
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
I s/d IV 13.00-15.00 4. Bimbingan Kesenian
Angklung
Jum’at I s/d IV 07:00-08.00 1. Bimbingan Fisik (Senam
Kesegaran Jasmani)
09:00-11:00 2. Bimbingan Rohani Islam
(diruangan/Wisma)
09:00-11:00 3. Bimbingan Kesenian
Panggung Gembira
Waktu
luang dan
incidental
4. Bimbingan Pembinaan
Sosial Edukatif
Sabtu I s/d IV 10:00-
selesai
1. Nonton Bareng/Karoke
Minggu I s/d III 10:00-
selesai
1. Nonton Bareng/Karoke
104
E) Jaringan Kemitraan di Bidang Kesehatan
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 telah
melakukan jaringan kemitraan khususnya dalam bidang
kesehatan. Dalam hal ini lanjut usia atau warga binaan
sosial yang mengalami gangguan kesehatan baik fisik
maupun mental yang sebelumnya juga telah
direkomendasikan oleh tenaga kesehatan akan langsung
dirujuk ke berbagai puskesmas atau rumah sakit di DKI
Jakarta, yaitu sebagai berikut :
1. Puskesmas Pesanggrahan
2. RSUD Tarakan
3. RSUP Fatmawati
4. RS Prikasih
5. RSUD Koja
6. RSUD Pasar Minggu
7. RSKD Duren Sawit
8. RSUD Kebayoran Baru
9. RSUD Budi Asih
10. Puskesmas Cilandak
11. Puskesmas Gandaria Selatan
(Sumber: PSTW Budi Mulia 3 tahun 2019)
Dari berbagai rujukan rumah sakit dan puskesmas
di atas terdapat informasi tambahan terkait pelayanan
kesehatan fisik di PSTW Budi Mulia 3 itu sendiri, berikut
penjelasannya dari satuan pelaksana pelayanan :
105
“Di sini kan wilayah kerjanya di kecamatan
cilandak jadi setiap hari selasa, dokter dari
puskesmas cilandak datang atau jemput bola
untuk memeriksa kakek nenek di sini tapi
untuk sekarang karena keadaannya sedang
corona jadi belum ada jemput bola.”
(Bu Yunur, April 2020)
Dari informasi tersebut berdasarkan wilayah kerja Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang berada di
wilayah kerja Kota Jakarta Selatan, Puskesmas
Kecamatan Cilandak memberikan pelayanan kesehatan
secara langsung kepada lansia sebelum mewabahnya
covid-19. Adapun pelayanan kesehatan mental yang
diberikan PSTW Budi Mulia 3 menurut penuturan dari
satuan pelaksana pembinaan ialah :
“Lansia dengan gangguan jiwa di sini
namanya pasien rajal (rawat jalan) karena
sedang menjalani perawatan dari RSKD
Duren Sawit setiap seminggu atau dua
minggu sekali kami mengantarkan untuk
pemeriksaan kejiwaan lansia ke sana.”
(Bu Elisabeth, April 2020)
106
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab ini menyajikan berbagai data-data yang telah dikumpulkan
oleh penulis pada penelitian ini. Adapun pengelompokkan data
didasarkan kepada kebutuhan untuk menjawab pertanyaan
penelitian yaitu bagaimana metode group work dalam
memelihara kesehatan mental pada lanjut usia di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 3 yang terfokus pada model-model
pengelompokkan dalam group work dengan meninjaunya dari
tiga aspek penelitian, yaitu social conversation group, recreation
group, dan recreation skill group yang dipergunakan oleh
lembaga untuk menjalankan model group work kepada warga
binaan sosial Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3.
A. Metode Group Work dalam memelihara kesehatan mental di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
1. Social Conversation Group
Kelompok percakapan sosial sering digunakan
bagi individu yang belum saling mengenal dengan baik,
untuk dapat mengetahui aktivitas social conversation
group yang diselenggarakan di lembaga ini, maka
penulis meninjaunya dari tiga kategori, yaitu topik
percakapan, interaksi hubungan dan ketersediaan
fasilitas.
a. Topik Percakapan
107
Terdapat beberapa kegiatan diisi dengan
topik percakapan yang mengikutsertakan para WBS
di panti, sebagaimana yang diungkap oleh salah satu
pekerja sosial berikut ini :
Terdapat dua kegiatan percakapan sih, ada
kegiatan ceramah pagi yang termasuk bagian
dari bimbingan spiritual, ini dilakukan rutin
hari senin, rabu, jumat yang diikuti kisaran
50 WBS di mushola serta ada kelompok
kecil yang diselenggarakan ketika
mengantarkan WBS untuk masuk ke wisma
yang akan ditempatinya terdiri dari 5 sampai
10 WBS tergantung situasi berapa WBS
yang berada di wisma. (Pekerja Sosial N, 23
April 2020)
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu
WBS mengenai informasi kegiatan ceramah :
Ada ceramah di mushola senin rabu jumat,
yang ikut banyak 50 orang. (Ibu M, 20 April
2020)
Namun ada juga WBS yang menyebutkan
angka yang berbeda terhadap peserta yang hadir di
kegiatan ceramah :
Yang ikut ya lebih dari 20an lah. (Bapak S,
21 April 2020)
Perbedaan terhadap penyelenggaraan kedua
jenis percakapan tersebut juga dapat dilihat dari
topik / materi yang disampaikan, sebagaimana yang
diungkap oleh salah satu pekerja sosial :
108
Materi yang disampaikan seputar kehidupan
dalam islam karena tujuan kegiatan ini untuk
meningkatkan iman, takwa dan ibadah para
WBS di masa usia yang sudah lanjut. Terkait
materi sebetulnya fleksibel walaupun
sebelumnya sudah disiapkan ini tergantung
bagaimana keinginan dan antusias WBS.
Sementara dengan kelompok kecil diisi
pemberitahuan sekaligus memperkenalkan
WBS baru serta menghimbau kepada mereka
agar dapat menerima dan membantunya yang
bertujuan untuk memudahkan WBS baru
dalam beradaptasi di lingkungan baru.
(Pekerja Sosial N, 23 April 2020)
Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa
WBS terkait topik yang disampaikan dalam kegiatan
ceramah :
Ya seperti ceramah pada umumnya, bahas
rukun islam dan rukun iman. (Bapak S, 21
April 2020)
Bahas apa aja kaya ibadah. (Ibu M, 20 April
2020)
Ada bahas fiqh, syariat, akidah, rukun iman
dan lain-lain. (Bapak J, 21 April 2020)
Selain itu terdapat peran yang dilakukan
pekerja sosial dalam kedua jenis percakapan
tersebut :
Peran yang dilakukan ketika peksos yang
mengisi ceramah tentunya sebagai edukator
dan ketika ada penceramah dari luar peksos
melakukan pendampingan dan pengamatan
bagaimana para WBS selama ikut proses
kegiatan. Sementara dalam kelompok kecil
peksos sebagai broker yaitu menghubungkan
WBS baru dengan memperkenalkan pada
109
WBS lain di wisma yang akan ditempatinya.
(Pekerja Sosial N, 23 April 2020)
Terdapat manfaat yang didapatkan selama
mengikuti kedua jenis percakapan yang diungkap
oleh kedua WBS :
Manfaat ikut itu saya jadi selalu ingat Allah,
jadi tau banyak agama islam neng. Saya kan
juga kadang sering marah-marah sama orang
tapi bisa saya kendaliin karena saya udah tau
kalau itu ga baik malah dosa. (Bapak S, 21
April 2020)
Masya Allah bukan main manfaatnya, saya
bersyukur adanya kegiatan ini yang rutin
setiap minggu banyak membahas hal positif.
(Bapak J, 21 April 2020)
Selain manfaat yang didapatkan, terdapat perubahan
yang terjadi pada masalah psikologis para WBS
yang diungakap oleh salah satu pekerja sosial :
Sejauh ini mereka normal tidak ada suatu
kendala masalah psikologis yang
menganggu, dulu salah satu WBS pernah
sampe konflik tetapi alhamdulillah saat ini
udah engga, karna kami juga lebih tegas
untuk selalu memotivasi mereka apapun
kegiatannya termasuk kegiatan ceramah
pagi. (Pekerja sosial N, 21 April 2020)
Berdasarkan informasi di atas, maka dapat
disimpulkan terdapat dua jenis social conversation
group yaitu kegiatan ceramah pagi yang dilakukan
rutin setiap minggu dan dihadiri 20 sampai 50 WBS.
Adapun kelompok kecil yang dilakukan apabila
110
kedatangan WBS baru yang terdiri 5 sampai 10
WBS.
Materi / topik percakapan yang disampaikan
berbeda salah satunya dari kegiatan ceramah seperti
tentang ibadah, rukun islam, rukun iman, fiqh, dan
akidah. Beberapa diantara WBS memiliki perubahan
dari masalah psikologis yang ditandai seperti
pengendalian emosi di saat konflik, peningkatan
keimanan dan selalu melakukan kebaikan.
b. Interaksi hubungan
Dalam social conversation group selain
terdapat topik yang dibahas terjadi pula interaksi
hubungan yang terjadi baik sesama WBS atau
dengan petugas di panti untuk dapat saling
mengenal, sebagaimana yang diungkap oleh salah
satu pekerja sosial berikut ini :
Salah satu kegiatan agar WBS saling
mengenal dan saling mempererat hubungan
yaitu kegiatan ceramah pagi Kegiatan
ceramah ada sesi tanya jawab terkait topik
yang dibahas biasanya ada WBS yang lebih
paham dan membantu juga dalam menjawab.
(Pekerja sosial, 21 April 2020)
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu WBS
yang sudah lama berada di panti mengenai interaksi
dalam kegiatan ceramah :
Kaya ceramah biasa saya suka nanya kalo
ada yang saya ga paham terus dijawab terus
111
ada yang nanya lagi, sama-sama belajar jadi
banyak tau dan bisa makin kenal walau suka
rada lupa karna saya udah dari 2012. (Ibu M,
20 April 2020)
Perbedaan terhadap interaksi juga diungkap oleh
salah satu WBS yang belum lama berada di panti :
Saya lebih banyak menyimak dan langsung
saya pahami, saya juga kurang mengenal
dengan mereka baru kenal dengan WBS di
wisma yang saya tempati karna saya baru
masuk September tahun lalu. (Bapak J, 21
April 2020)
Dari proses interaksi juga dilihat bagaimana
hubungan yang terjalin, sebagaimana yang diungkap
oleh salah satu pekerja sosial :
Mewabahnya covid-19 saat ini perlahan-
lahan memang tidak seramai sebelumnya
tetapi WBS masih cenderung banyak.
Sebelum kegiatan tetap melakukan
pengecekan kondisi kesehatan, selalu
menghimbau jaga jarak, dan fasilitas pencuci
tangan sesuai protokol kesehatan yang sudah
diberlakukan di pstw. Sebetulnya hubungan
antara sesama WBS maupun petugas tidak
hanya dilihat melalui kegiatan saja tetapi
juga dari interaksi sosial yang terjalin.
(Pekerja sosial, 21 April 2020)
Hal senada juga dialami kedua WBS akibat sedang
mewabahnya covid-19 :
Lagi beberapa bulan ini kan lagi covid jadi
sedang males-malesnya neng. Dalam
keadaan sekarang kan dibatasin keluar dan
112
ga bisa ngapa-ngapain jadi lemes aja badan
bawaannya. (Bapak S, 21 April 2020)
Dan pada saat di bulan puasa beberapa bulan lalu
Dalam menjelang puasa ini saya agak
menghindari untuk ikut kegiatan karna kan
ini juga campur laki-laki dan perempuan jadi
saya lebih menjaga diri untuk di bulan puasa
tetapi saya tetap melakukan kegiatan lain
sendiri seperti membaca Al-Quran di kamar.
(Bapak J, 21 April 2020)
Terjadi perubahan pada WBS dalam kegiatan
sehari-hari, sebagaimana juga yang diungkap oleh
salah satu pekerja sosial berikut :
Sejauh ini di antara mereka hubungan
cenderung cukup baik walau sesekali salah
satu dari mereka pernah ada keributan
dengan WBS lain biasanya terkait hal-hal
mengenai keseharian di wisma tetapi hal
tersebut masih bisa diatasi oleh pekerja
sosial dan karena sedang covid-19 juga
diantara mereka ada yang mengurung sendiri
di kamar dan tidak keluar / tidak ikut
kegiatan. (Pekerja sosial N, 21 April 2020)
Berdasarkan informasi di atas, maka dapat
disimpulkan jenis percakapan seperti kegiatan
ceramah pagi adanya proses interaksi seperti sesi
tanya jawab yang di dalamnya juga ada diskusi yang
melibatkan antar WBS. Selain itu, hubungan yang
terjalin menurut penjelasan dua WBS diantaranya
sudah mengenal dengan yang lain walaupun
113
terkadang faktor usia yang menyebabkannya tidak
mengingat.
Kondisi mewabahnya covid-19 ini PSTW
Budi Mulia 3 telah menerapkan protokol kesehatan
guna mumutus rantai penyebaran covid-19,
beberapa diantara WBS memilih cara lain yang
dikehendakinya seperti ada yang mengurung sendiri
di kamar dan tidak keluar / tidak mengikuti kegiatan
dan dengan hal itu interaksi hubungan baik para
WBS dan petugas kian berkurang. Pekerja sosial
juga menegaskan keterkaitan pengaruh kegiatan
terhadap masalah psikologis WBS yang sejauh ini
hubungan cenderung baik walaupun sesekali
mendapati ada keributan dan segera dapat diatasi.
c. Ketersediaan fasilitas
Kegiatan kelompok yang dilakukan dapat
berjalan apabila terdapat ketersediaan fasilitas yang
mendukung berupa tempat, sumber daya manusia
(SDM), perlengkapan atau peralatan. Sebagaimana
yang diungkap oleh salah satu pekerja sosial berikut:
Kegiatan ceramah tentunya berada di
mushola dan lembaga telah menyiapkan
penceramah dari luar. Tetapi karena suatu
sebab dan kondisi covid pekerja sosial yang
lebih berkontribusi dengan merangkap untuk
menjadi penceramah. (Pekerja sosial, 21
April 2020)
114
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu WBS
mengenai tempat dan SDM dalam kegiatan
ceramah:
Selalu di mushola neng, biasanya ada ustadz
tetapi lebih sering dari petugas yang ngisi.
(Ibu M, 20 April 2020)
Perbedaan terhadap penyelenggara kegiatan
ceramah juga dapat dilihat dari perlengkapan atau
peralatan yang mendukung, sebagaimana yang
dijelaskan oleh beberada WBS berikut :
Sebelum ceramah dimulai biasanya ada yang
shalat dhuha dan mengaji makanya yang
laki-laki kokoh dan sarung yang dikasih
petugas pas pertama datang ke panti, yang
perempuan bawa mukena dan ditambah
sekarang ini semuanya pake masker terus
sebelum masuk cuci tangan dan wudhu. Di
mushola juga banyak Al-Quran dan beberapa
Iqra. (Bapak S, 21 April 2020)
Hal senada juga diungkapkan oleh pekerja sosial
yang juga menambahkan penjelasan terkait
ketersediaan fasilitas dari kegiatan ceramah berikut.
Mengenai perlengkapan yang dibawa ketika
kegiatan ceramah para WBS berpakaian
seperti ketika pergi shalat ya laki-laki dengan
sarung dan perempuan dengan mukenanya.
Karna kondisi sedang covid saat ini semua
area termasuk mushola wajib bermasker dan
WBS semua sudah diberikan masker oleh
panti. Sebagian dari mereka ada yang
membaca Al-Quran dan ada yang
melaksanakan shalat dhuha dengan tetap
berjarak. Setiap ada acara peringatan hari
115
besar islam seperti maulid nabi dan isra
miraj yang juga diisi dengan ceramah,
lembaga menyediakan snack atau makanan
ringan selama berlangsungnya kegiatan
tersebut. (Pekerja sosial N, 21 April 2020)
Adanya pengaruh dari kegiatan acara peringatan
islam yang diselenggarakan dari lembaga dan
berdampak terhadap sikap WBS, sebagaimana yang
diungkap oleh salah satu pekerja sosial :
Ada sebagian WBS sebelum mengikuti
kegiatan bertanya dulu apakah ada makanan
(snack) atau tidak dan diantaranya ada yang
tetap ikut bahkan ada yang kesal lalu tidak
jadi ikut, karena sebagian dari mereka
mengira kegiatan ceramah yang rutin
diadakan merupakan acara peringatan islam
yang pastinya menyediakan (snack). Peksos
dan petugas lain berusaha meluruskan
dengan memberikan penjelasan secara detail
agar WBS dapat memahami. (Pekerja Sosial
N, 21 April 2020)
Berdasarkan informasi di atas, maka dapat
disimpulkan model social conversation group
seperti kegiatan ceramah didukung melalui
ketersediaan sumber daya manusia (SDM) seperti
pekerja sosial yang lebih berkontribusi saat ini
ditambah dengan kondisi selama mewabahnya
covid-19. Perlengkapan yang dibutuhkan WBS
seperti biasanya laki-laki dengan baju kokoh serta
sarung dan perempuan dengan mukenanya yang
telah dibagikan saat pertama kali di panti lalu
116
tambahan masker yang sudah diberikan awal bulan
lalu.
Protokol kesehatan yang sedang
diberlakukan PSTW Budi Mulia 3 saat ini tidak
membuat kegiatan menjadi tertunda. WBS yang
mengikuti kegiatan ceramah sebelumnya tetap
membaca Al-Quran dan shalat dhuha dengan
berjarak (social distancing) di mushola. Keterkaitan
hal ini dengan masalah psikologis WBS belum
tuntas hilang karena masih didapati masalah-
masalah umum terkait psikis yang dialami WBS.
2. Recreation group
Kelompok rekreasi bertujuan untuk memberikan
kesenangan pada lanjut usia maka penulis meninjaunya
dari tiga kategori yaitu berupa jenis kegiatan yang
menyenangkan, tidak mengharuskan ada instruktur /
pelatih, dan fasilitas praktis.
a. Jenis kegiatan yang menyenangkan
Berbagai kegiatan kelompok dilakukan dari program
yang telah dirancang oleh lembaga, salah satunya
jenis kegiatan yang menyenangkan bagi lanjut usia,
sebagaimana yang dijelaskan oleh salah satu
pendamping :
Kegiatan yang menyenangkan itu sudah
dirancang melalui program pembinaan dan
hampir semua kegiatan itu mereka senang
117
tanpa kecuali, salah satunya yaitu kegiatan
jalan-jalan atau berkemah ke suatu tempat
wisata yang diadakan setahun sekali.
(Pendamping A, 20 April 2020)
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu WBS
mengenai jenis kegiatan yang menyenangkan :
Yang paling saya senang pergi jalan-jalan ke
tempat wisata gitu neng kaya ke ragunan jadi
bisa liat tempat luar ga bosen di panti mulu
tapi itu cuma setahun sekali neng. (Ibu M, 20
April 2020)
Namun ada juga WBS yang menjelaskan perbedaan
jenis kegiatan yang menyenangkan :
Menurut saya, siapapun yang berolahraga
setiap hari banyak gerak itu sesuatu yang
baik salah satunya jalan-jalan keliling panti
di hari kamis. (Bapak J, 21 April 2020)
Yang paling saya senang itu buat keset sejak
tahun 2009 karena selain ngisi waktu saya
juga bisa menjualnya dan mendapatkan
hasilnya tapi disayangkan sekarang sudah
tidak ada bahan keset lagi dari panti. (Bapak
S, 21 April 2020)
Perbedaan terhadap masing-masing jenis kegiatan
juga dapat dilihat dari jumlah peserta :
WBS yang ikut jalan-jalan ke tempat wisata
dari golongan lanjut usia mandiri dan
mandiri potensial sebanyak 40 orang.
(Pekerja sosial N, 21 April 2020)
118
Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa WBS
terkait dengan jumlah peserta yang ikut pada
kegiatan :
Jalan-jalan keliling panti yang ikut hanya 30
orang. (Bapak J, 21 April 2020)
Saya waktu belajar buat keset tiap seminggu
sekali itu kurang lebih yang ikut 10 orang
tapi sebelum dua tahun terakhir ga ada bahan
keset lagi hanya berdua. (Bapak S, 21 April
2020)
Adanya perubahan kondisi psikologis terhadap
WBS, sebagaimana yang dijelaskan oleh psikolog
berikut :
Kegiatan-kegiatan yang ada sudah relevan
dengan kebutuhan lanjut usia saat ini yang
tidak hanya membutuhkan sehat fisik tetapi
juga mental yang baik seperti kegiatan
rekreasi itu benar-benar sangat membuat
mereka bahagia. Terkait dengan masalah
psikologis dari ketiga informan setelah
mengikuti kegiatan tersebut ada perubahan
seperti emosionalnya yang cenderung
berkurang terhadap beberapa WBS yang
lain. (Psikolog D, 21 April 2020)
Berdasarkan informasi di atas, maka dapat
disimpulkan terdapat beberapa model kegiatan
recreation group yang dinilai menyenangkan bagi
lanjut usia seperti jalan-jalan atau berkemah ke
tempat wisata yang diadakan setahun sekali serta
dihadiri 40 WBS, lalu jalan-jalan keliling panti
setiap kamis yang diikuti 15 WBS, dan kegiatan
119
membuat kerajinan tangan sendiri yaitu keset yang
saat ini belum ada bahannya sejak dua tahun
terakhir.
Selain itu, kegiatan yang ada sudah relevan
dengan kebutuhan lanjut usia saat ini di panti,
beberapa kegiatan rekreasi kelompok tersebut telah
memberikan kesan yang bahagia bagi WBS yang
salah satunya terjadi perubahan yang ditandai
seperti emosionalnya yang cenderung berkurang
terhadap beberapa WBS yang lain.
b. Tidak mengharuskan ada instruktur atau pelatih
Kegiatan kelompok yang dilakukan oleh
sekumpulan individu diantaranya terdapat salah satu
individu yang mengarahkan jalannya suatu kegiatan,
tetapi berbeda dengan model recreation group di
mana model kelompok ini tidak mengharuskan
adanya instruktur maupun pelatih, sebagaimana
yang diungkapkan oleh salah satu WBS berikut :
Jalan keliling panti bareng-bareng aja neng
paling cuma ada petugas yang dampingin,
kalo rekreasi cuma ada yang ngarahin aja.
(Ibu M, 20 April 2020)
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu WBS
mengenai model recreation group tanpa harus ada
instruktur atau pelatih :
Jalan-jalan keliling panti ga pake instruktur.
(Bapak J, 21 April 2020)
120
Namun ada juga WBS yang menjelaskan awal
proses kegiatan yang membutuhkan instruktur /
pelatih :
Sejak pertama kali saya belajar keset ada
instruktur yang ngajarin tapi besoknya saya
langsung bisa neng. Saya sudah bisa bikin
sendiri dengan satu teman saya tanpa diajarin
lagi. Kalau ada tamu yang datang ke wisma
malah pada minta diajarin saya cara buat
kesetnya. (Bapak S, 21 April 2020)
Tidak ada instruktur atau pelatih kegiatan kelompok
tetap berjalan, sebagaimana yang dijelaskan oleh
salah satu pekerja sosial berikut :
Jalan-jalan atau berkemah ke tempat wisata
ini fleksibel tidak formal tetapi tetap berpacu
dengan rangkaian acara dan biasanya di awal
ada arahan dan himbauan dari kepala panti
dan selama kegiatan pekerja sosial ataupun
petugas lain tetap mendampingi para WBS.
Begitupun juga dengan kegiatan jalan-jalan
keliling panti memang tidak membutuhkan
instruktur, WBS dan petugas berjalan kaki
bersama-sama mengelilingi panti bersama
WBS dan pekerja sosial yang mendampingi.
(Pekerja sosial N, 21 April 2020)
Sehubungan dengan tidak adanya instruktur /
pelatih, pekerja sosial tetap berupaya membantu
dalam kegiatan dan keseharian WBS, sebagaimana
yang dijelaskan salah satu pekerja sosial berikut :
Sejauh ini ketiga informan tidak ada masalah
psikologis yang spesifik sampai
berkepanjangan walau sesekali di antara
121
mereka masih mengalaminya, seperti mudah
marah dan cepat tersinggung yang tidak bisa
dihindari di usia mereka saat ini, maka dari
itu kami terus konsisten memotivasi mereka
untuk semangat berkegiatan.
Berdasarkan informasi di atas, maka dapat
disimpulkan recreation group seperti jalan-jalan ke
tempat wisata dan keliling panti tidak mengharuskan
adanya instruktur / pelatih. Terdapat salah satu
kegiatan yaitu pembuatan keset yang membutuhkan
instruktur di awal kegiatan namun setelahnya WBS
dapat melakukannya secara mandiri.
Sehubungan dengan tidak adanya instruktur /
pelatih, pekerja sosial tetap berupaya membantu
WBS salah satunya dengan konsisten untuk
memotivasi mereka dalam berkegiatan. Pekerja
sosial tidak menemukan masalah psikologis yang
spesifik pada WBS sampai berkepanjangan walau
sesekali di antara mereka masih mengalaminya,
seperti mudah marah dan cepat tersinggung.
c. Fasilitas praktis
Recreation group yang bertujuan memperoleh
kesenangan ini membutuhkan fasilitias praktis
dengan memanfaatkan sarana seperti tempat dan
perlengkapan yang ada di lembaga, sebagaimana
yang diungkapkan oleh salah satu pekerja sosial
berikut :
122
Jalan-jalan ke wisata yang dibutuhkan tidak
banyak hanya membawa apa yang
dibutuhkan WBS seperti pengeras suara, alas
duduk, obat-obatan dan makanan. Jalan-jalan
keliling panti dengan berjalan kaki yang
dimulai dari halaman depan menuju jalan
yang mengeliling panti dan telah disediakan
oleh panti minuman serta makanan ringan
(snack) ketika sesampainya WBS di pintu
halaman depan. (Pekerja sosial N, 21 April
2020)
Hal senada juga diungkap oleh salah satu WBS
mengenai perlengkapan yang dibutuhkan kegiatan
jalan-jalan wisata :
Saya ikut rekreasi cuma persiapan diri aja,
makan sama obat disiapin petugas jadi kita
udah semangat ikut buat seneng-seneng.
(Bapak S, 21 April 2020)
Namun ada juga WBS yang menyiapkan
perlengkapan dalam pencegahan dini saat jalan-jalan
wisata :
Karna pergi jauh, saya biasa bawa minyak
kayu putih sama kantong kresek takut mabok
di bis neng. (Ibu M, 20 April 2020)
Perbedaan lain terhadap salah satu kegiatan
recreation group yang dapat dilihat dari
ketersediaan fasilitas di lembaga :
Pembuatan keset tergantung bahan neng, alat
mah masih ada bekas kemarin-kemarin tapi
sekarang kan bahan sama benangnya abis
dari dua tahun terakhir ini. Kalo panti udah
123
nyiapin itu pasti langsung saya kerjain.
(Bapak S, 21 April 2020)
Manfaat dirasakan bagi WBS dari kegiatan-kegiatan
recreation group ini yang diungkap oleh psikolog :
Setiap kegiatan nyatanya selalu memberikan
dampak atau manfaat yang positif dari
berbagai sisi. Saya pernah mendapati WBS
beberapa hari sebelum berangkat rekreasi
mereka sempat beradu mulut saling
menyindir dengan WBS di wisma yang
sama, saat itu saya sedang tidak berada di
panti dan peksos yang mengatasi. Keesokan
harinya saat keberangkatan mereka berdua
kembali normal saling mengobrol dan
bercanda layaknya sahabat selalu bersama
selama kegiatan. (Psikolog D, 21 April 2020)
Berdasarkan informasi di atas, maka dapat
disimpulkan kegiatan jalan-jalan wisata dan jalan-
jalan keliling panti membutuhkan perlengkapan
yang ada, baik yang disiapkan WBS maupun yang
disediakan dari lembaga. Beda halnya dengan
kegiatan pembuatan keset yang diakui oleh salah
satu WBS bahwa pihak lembaga belum
menyediakan kembali bahan-bahan yang
dibutuhkannya sejak dua tahun terakhir.
Selain itu, terdapat manfaat yang dirasakan
WBS antara lain seperti yang dijelaskan oleh
psikolog beberapa waktu lalu sebelum kegiatan
jalan-jalan wisata, terjadi adu mulut antar WBS
yang segera diatasi oleh pekerja sosial. Saat
124
keberangkatan, kedua WBS tersebut sudah kembali
normal dengan baik layaknya seperti sahabat selalu
bersama selama berlangsungnya kegiatan tersebut.
3. Recreation Skill Group
Kelompok rekreasi keterampilan bertujuan untuk
meningkatkan beberapa keterampilan, maka penulis
meninjaunya dari tiga kategori yaitu jenis kegiatan yang
berupa keterampilan / kesenian, adanya instruktur atau
pelatih, dan ketersediaan fasilitas.
a. Jenis kegiatan berupa keterampilan / kesenian
Terdapat beberapa kegiatan kelompok baik
keterampilan maupun kesenian yang dilakukan untuk
meningkatkan minat dan bakat WBS, sebagaimana
yang diungkap oleh salah satu pekerja sosial berikut :
Keterampilan ada pembuatan tempat tisu,
pengikat rambut, hiasan manik-manik,
menyulam, menjahit, dan pernah ada
pembuatan keset juga. Kesenian ada
angklung dan gamelan. (Pekerja Sosial, 21
April 2020)
Hal senada juga diungkap oleh salah satu WBS
mengenai jenis kegiatan keterampilan / kesenian :
Keterampilan saya ikut motong-motong kain
dan menjahit. Kesenian saya ikut main
gamelan sama angklung juga. (Ibu M, 20
April 2020)
125
Perbedaan terhadap penyelenggaraan kedua jenis
kegiatan tersebut juga dapat dilihat dari jadwal dan
jumlah peserta :
Keterampilan diadain seminggu sekali di
hari senin dengan jumlah yang tidak
menentu. Kesenian diadain seminggu dua
kali rabu dan kamis yang ikut lebih banyak
dari keterampilan sekitar 25 sampai 30
orang. (Pekerja sosial N, 21 April 2020)
Hal senada juga diungkap oleh salah satu WBS
terkait jadwal dan jumlah peserta :
Keterampilan yang ikut kadang-kadang
paling banyak ya 10 WBS, jadwalnya
seminggu sekali. Kesenian banyak bisa 20
lebih WBS neng rabu sama kamis. (Ibu M,
20 April 2020)
Namun terdapat perbedaan pada salah satu WBS
yang belum lama di panti :
Saat pertama kali masuk panti September
lalu, di sini kegiatan keterampilan sudah
tidak begitu aktif dan saya kurang minat
untuk mengikutinya tetapi sesekali saya
hanya mengikuti kegiatan angklung aja.
(Bapak J, 21 April 2020)
Dampak dari kegiatan recreation skill group
dirasakan WBS khususnya dari kondisi psikologis,
sebagaimana yang dijelaskan salah satu pekerja
sosial berikut :
Mereka menyadari sudah tidak lagi merasa
kesepian karna semangat berkumpul untuk
ikut kegiatan, rasa cemas dan murungpun
126
yang biasa mereka rasakan kian tidak
nampak oleh kami.
Berdasarkan informasi di atas, maka dapat
disimpulkan terdapat berbagai kegiatan keterampilan
dan kesenian di PSTW Budi Mulia 3. Keterampilan
yang diadakan seminggu sekali setiap senin diikuti
paling banyak 10 WBS, sedangkan kesenian yang
diikuti 20 sampai 30 WBS diadakan dua minggu
sekali setiap rabu dan kamis.
Salah satu WBS yang tergolong WBS baru
sejak September 2019 menjelaskan bahwa kegiatan
keterampilan sudah tidak begitu aktif dan lebih
memilih untuk mengikuti kesenian. Terdapat dampak
positif yang dialami WBS khususnya masalah
psikologis seperti tidak lagi merasa kesepian, rasa
cemas dan murungpun telah berkurang.
b. Adanya instruktur / pelatih
Dalam kegiatan recreation skill group membutuhkan
adanya instruktur atau pelatih guna menjelaskan dan
mengarahkan individu tentang tata cara serta aturan
dalam melakukan keterampilan atau kesenian.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh salah satu WBS :
Keterampilan ada instrukturnya, cara
ngajarinnya bagus sampe besoknya saya
udah bisa bikin kesetnya sendiri. Kalau
kesenian yang saya ikut angklung ada dua
pelatihnya neng yang satu main pianonya
127
yang satu lagi ngarahin sama ngajarin.
(Bapak S, 21 April 2020)
Hal senada juga diungkap oleh WBS lain mengenai
kegiatan yang membutuhkan instruktur / pelatih :
Saya cukup bisa mengikuti karena instruktur
juga mengajarkan dengan sangat baik dan
cara mengajarnya yang pelan demi mudah
dipahami seperti saya yang masih baru di
panti. Teman WBS lain juga membantu
ketika saya mulai kesulitan. (Bapak J, 21
April 2020)
Namun adanya instruktur / pelatih juga tidak lepas
dari proses yang di dalamnya juga terdapat tata cara
melakukan kegiatan tersebut :
Angklung kan ada dua pelatihnya yang satu
main piano untuk ngimbangin sama lagunya
dan yang satu lagi ngajarin cara main
angklung baca not angka sama not balok.
(Bapak S, 21 April 2020)
Hal senada juga diungkap salah satu WBS mengenai
tata cara aturan kegiatan berikut :
Angklung ya latihan bawain lagu nasional
sama lagu daerah dan pelatihnya yang
ngarahin biar iramanya sama bareng-bareng.
(Ibu M, 20 April 2020)
Perbedaan terhadap penyelenggaraan kegiatan juga
dapat dilihat dari manfaat yang diperoleh :
Alhamdulillah ada yang beli hasil dari keset
yang saya buat, saya bisa dapat lima sampe
sepuluh ribu. Yang beli ada yang dari
128
petugas dan dari tamu yang datang ke panti.
(Bapak S, 21 April 2020)
Saya ikut main gamelan dan angklung
sampai saya pernah tampil di ragunan dan
disaksiin langsung gubernur pak anis
baswedan waktu itu. (Ibu M, 20 April 2020)
Berdasarkan informasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kegiatan recreation skill group
seperti keterampilan dan kesenian membutuhkan
instruktur / pelatih guna mengajarkan WBS tentang
proses tata cara dalam melakukan kegiatan, tidak
hanya instruktur rekan WBS lain juga membantu
ketika WBS belum bisa melakukannya. Selain itu,
kehadirannya telah memberikan manfaat pada WBS
seperti menjual hasil kerajinan dan menampilkan
suatu kesenian secara mandiri di depan umum.
c. Ketersediaan fasilitas
Kegiatan keterampilan dan kesenian yang dilakukan
tanpa adanya fasilitas atau sarana yang dibutuhkan
tidak dapat berjalan dengan baik. Fasilitas / sarana
dapat berupa perlengkapan atau peralatan yang
disediakan oleh lembaga, sebagaimana yang
diungkap oleh salah satu pekerja sosial :
Kebutuhan perlengkapan dan peralatan
dalam keterampilan disiapin di panti seperti
bahan kain, benang, alat menjahit, alat
menyulam, dan yang lainnya. Demikiannya
129
juga kesenian, angklung dan gamelan di sini
udah ada alat musiknya. (Pekerja sosial N,
21 April 2020)
Hal senada juga diungkap oleh salah satu WBS lain
mengenai perlengkapan yang disediakan :
Perlengkapan udah disiapin seperti jarum,
bahan sama benangnya waktu saya buat
keset neng. Kalo angklung pas saya masuk
alat musiknya belum banyak tapi sekarang
udah banyak. (Bapak S, 21 April 2020)
Namun terdapat perbedaan yang diungkap WBS
berikut mengenai fasilitas saat ini di panti :
Bahan kaya kain menjahit ada sama mesin
jahitnya, kalau angklung di sini beberapa
udah ada yang rusak. (Ibu M, 20 April 2020)
Kegiatan keterampilan dan kesenian telah
memberikan dampak pada masalah psikologis WBS,
sebagaimana yang dijelaskan oleh psikolog :
Ya bisa dikatakan cenderung berkurang dari
aktivitas keseharian para WBS, ketika
informan memang tidak termasuk dalam
kategori masalah gangguan mental berat.
Apabila terkait masalah seperti kecemasan,
murung, sedih, kesepian dan konflik itu
memang tidak dapat dihindari karna di usia
mereka saat ini yang sudah tidak memiliki
keluarga dan berada di panti sampai mereka
meninggal. Yang tetap kami dan petugas lain
usahakan dengan bersinergi untuk terus
memotivasi mereka berkegiatan karna ketika
mereka aktif masalah psikologis tersebut
dapat berkurang.
130
Berdasarkan informasi di atas, maka dapat
disimpulkan fasilitas berupa perlengkapan dan
peralatan yang dibutuhkan dalam keterampilan dan
kesenian telah disediakan oleh lembaga,
sebagaimana yang dijelaskan kedua WBS yang
mengikuti keterampilan keset dan menjahit. Adapun
salah satu WBS yang menjelaskan terkait kondisi
peralatan musik saat ini sudah ada beberapa yang
tidak berfungsi dengan baik dan belum diperbaharui.
Terdapat dampak yang dirasakan pada WBS
yang mengikuti keterampilan dan kesenian yang
dilihat dari aktivitas kesehariannya, perubahan yang
cenderung berkurang dari masalah psikologisnya
seperti kecemasan, murung, sedih, kesepian dan
konflik. Hal tersebut dapat segera diatasi apabila
psikolog bersama pekerja sosial dan petugas lain
tetap bersinergi untuk terus memotivasi mereka
berkegiatan di setiap harinya.
131
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab ini, penulis menganalisis bagaimana hasil penelitian
metode group work dalam memelihara kesehatan mental pada
lanjut usia yang telah disajikan penulis dalam data temuan di bab
IV. Adapun pembahasan analisis ini terfokus pada model-model
pengelompokkan dalam group work berdasarkan teori pada bab II
terhadap kesimpulan yang telah penulis buat dalam bab IV
dengan meninjaunya dari tiga aspek penelitian, yaitu social
conversation group, recreation group, dan recreation skill group
yang dikemukakan oleh Garvin dalam (Koswara, 1999, hlm. 12)
yang dilakukan lembaga dalam menjalankan model group work
kepada warga binaan sosial Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 3.
A. Metode group work dalam memelihara kesehatan mental di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
1. Social Conversation Group
Kelompok percakapan sosial sering digunakan
bagi individu untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan suatu hubungan antara orang-orang yang
belum mengenal dengan baik. Penulis meninjaunya dari
tiga sub aspek yaitu topik percakapan, interaksi
hubungan dan ketersediaan fasilitas (bab II h. 33) serta
penulis juga mengkaji sub aspek tersebut berdasarkan
132
dari kesimpulan pengelompokan yang telah penulis
uraikan dalam bab IV.
a. Topik Percakapan
Dalam social conversation group terdapat
topik percakapan yang dibahas dalam kelompok
(bab II h. 33). Berdasarkan wawancara (bab IV h.
104) diketahui terdapat dua jenis kegiatan yaitu
kegiatan ceramah pagi yang dilakukan rutin setiap
minggu dan dihadiri 20 sampai 50 WBS. Adapun
kelompok kecil yang dilakukan apabila kedatangan
WBS baru yang terdiri 5 sampai 10 WBS. Materi /
topik percakapan yang disampaikan berbeda-beda
yaitu kegiatan ceramah seperti, rukun islam, rukun
iman, fiqh, dan akidah, sedangkan kelompok kecil
topik yang disampaikan adalah memperkenalkan
WBS baru kepada WBS di suatu wisma.
Dua jenis kegiatan tersebut mengedepankan
penerapan model kelompok percakapan sosial yang
bertujuan untuk dapat saling mengenal di mana
topik percakapan yang dibahas menjadi suatu
kemudahan bagi WBS untuk saling mengenal
sebagaimana yang dijelaskan oleh Garvin (bab II h.
33). Hal ini juga diperkuat oleh program pembinaan
yang dirancang lembaga sebagaimana yang
dipaparkan satuan pelaksana pembinaan (bab III h.
88) menjelaskan bahwa tidak hanya kebutuhan
133
jasmani yang diperlukan melainkan dilengkapi
dengan kebutuhan rohani atau spiritual.
Selama proses kegiatan ini beberapa diantara
WBS dilihat dari aktivitas kesehariannya memiliki
perubahan masalah psikologis yang ditandai seperti
pengendalian emosi di saat konflik, peningkatan
keimanan dan selalu melakukan kebaikan (bab IV h.
105). Sebagaimana yang dijelaskan (bab II h. 45),
pribadi yang memiliki karakteristik kesehatan
mental dari aspek psikis yaitu terhindarnya dari
gangguan-gangguan psikologis. Hal ini juga
diperkuat bahwa kegiatan ceramah merupakan salah
satu kegiatan dari program bimbingan rohani yang
bertujuan untuk meningkatkan keimanan mereka
selama di panti, sebagaimana yang dijelaskan oleh
satuan pelaksana pembinaan (bab III h. 54).
b. Interaksi hubungan
Social conversation group diisi dengan topik
percakapan yang didalamnya terjadi interaksi
hubungan yang dilakukan WBS selama mengikuti
kegiatan (bab II h. 34). Berdasarkan wawancara,
(bab IV h. 110) diketahui kegiatan ceramah pagi
terjadi proses interaksi seperti sesi tanya jawab yang
di dalamnya terjadi pula diskusi yang melibatkan
antar WBS. Interaksi membuat hubungan antar
WBS makin berkembang diantaranya dari para
134
informan yang sudah saling mengenal dan
mengedepankan proses interaksi hubungan
sebagaimana yang dijelaskan dalam (bab II h. 35).
Terdapat hambatan terkait faktor usia yang
menyebabkannya tidak mengingat terhadap siapa
yang sudah dikenalnya.
Saat ini kondisi di tengah pandemi covid-19
membuat beberapa WBS memilih cara lain dengan
mengurung sendiri atau tidak mengikuti kegiatan
yang membuat interaksi hubungan menjadi
melemah / berkurang pada WBS, sebagaimana
selaras yang dipaparkan pada (bab II h. 35) bahwa
berinteraksi pada orang lain dengan melihat realitas
atau kenyataan yang ditandai dengan tiada fantasi
yang berlebihan, mempunyai pandangan yang
realistis dan luas terhadap dunia. Diantara informan
memilih dengan tidak mengikuti kegiatan untuk
mengurangi interaksi hubungan dengan orang lain
karena melihat situasi covid-19 saat ini.
Selain itu, pengaruh kegiatan juga
berdampak pada masalah psikologis WBS yang bisa
dikatakan hubungan dapat terjaga dengan baik
walaupun beberapakali ada keributan yang hal
tersebut masalah dapat teratasi oleh pekerja sosial
(bab IV h. 79). Hal ini juga diperkuat oleh peran
pekerja sosial dalam kelompok (bab II h. 47) yang
menjelaskan bahwa pekerja sosial berorientasikan
135
tindakan yaitu dengan mendorong WBS untuk
menerapkan ke dalam kehidupan mereka apa yang
telah dipelajari dalam kelompok.
c. Ketersediaan fasilitas
Ketersediaan fasilitas merupakan suatu hal
yang penting guna terlaksananya suatu kegiatan.
Social conversation group dapat berjalan karena
adanya ketersediaan fasilitas yang mendukung
berupa tempat, sumber daya manusia (SDM),
perlengkapan dan peralatan (bab III h. 89)
Berdasarkan wawancara (bab IV h. 112) diketahui
kegiatan ceramah pagi dilakukan di mushola yang
dimiliki lembaga serta didukung sumber daya
manusia (SDM) yaitu pekerja sosial yang
memberikan topik dari kegiatan ceramah itu sendiri.
Adapun lanjut usia membutuhkan
perlengkapan yang sudah dipenuhi lembaga untuk
mengikuti kegiatan berupa alat shalat seperti sarung
untuk laki-laki, mukena untuk perempuan dan
fasilitas dalam mengaji seperti Iqro dan Al-Quran
(bab IV h. 98). Hal ini juga diperkuat oleh program
pembinaan yang dibuat lembaga, sebagaimana yang
dipaparkan satuan pelaksana pembinaan (bab III h.
91) menjelaskan kegiatan ceramah yang dipandu
oleh pekerja sosial khususnya dalam masa pandemi
covid-19 ini.
136
Selama mengikuti kegiatan terdapat
keterkaitan terhadap masalah psikologis WBS
seperti kurang dalam pengelolaan konflik tetapi
sudah adanya pengurangan yang terjadi karena
sebagaimana yang dipaparkan (bab III h. 92) tujuan
kegiatan dari program pembinaan selaras dengan
kebutuhan lanjut usia terkait masalah psikologis
yang dalam hal ini bertujuan meningkatkan iman,
takwa, perbanyak ibadah, dan selalu mengingat
tuhan-Nya.
2. Recreation Group
Tujuan daripada adanya kelompok rekreasi ini adalah
untuk memberikan kegiatan yang menyenangkan.
Penulis meninjaunya dari tiga sub aspek yaitu kegiatan
kelompok yang menyenangkan, tidak mengharuskan ada
instruktur / pelatih, dan fasilitas praktis (bab II h. 34)
serta penulis juga mengkaji sub aspek tersebut
berdasarkan dari kesimpulan pengelompokan yang telah
penulis uraikan dalam bab IV.
a. Jenis kegiatan yang menyenangkan
Recreation group dapat berupa kegiatan
seperti permainan di lapangan, atletik informal,
perkemahan, dan lain-lain (bab II h. 36).
Berdasarkan wawancara (bab IV h. 115) diketahui
kegiatan jalan-jalan atau berkemah ke tempat
wisata, jalan-jalan keliling panti, dan kegiatan
137
membuat kerajinan tangan merupakan kegiatan yang
disenangi oleh ketiga informan. Hal ini juga
diperkuat oleh program pembinaan lembaga (bab III
h. 93) sebagaimana yang dipaparkan bahwa
kegiatan-kegiatan tersebut benar adanya dari
program pembinaan lembaga.
Kegiatan jalan-jalan ke tempat wisata ini
dilakukan satu tahun dalam sekali yang bisa diikuti
40 WBS, sedangkan kegiatan jalan-jalan keliling
panti dilakukan setiap kamis yang diikuti 15 WBS.
Kedua informan menilai bahwa dari dua kegiatan
tersebut memberikan kesan yang menyenangkan
bagi mereka. Satu informan lainnya menyukai
kegiatan pembuatan keset yang diakuinya karena
mendapatkan hasil apa yang telah dibuatnya. Hal ini
juga diperkuat oleh Garvin (bab II h. 39) yang
mengedepankan penerapan model kelompok
rekreasi yang bertujuan memberikan kesenangan
pada lanjut usia.
Kesimpulan yang sudah dipaparkan (bab IV
h. 121) bahwa kegiatan-kegiatan yang disebutkan
telah memberikan kesan yang menyenangkan pada
mereka. Temuan lain disampaikan bahwa sebagian
besar dari kegiatan kelompok seperti yang
disebutkan memberikan kebahagiaan bagi mereka
yang ditandai adanya perubahan yang terjadi dari
salah satu informan terkait masalah psikologisnya
138
walaupun bersifat sementara. Perasaan senang atau
bahagia memang dibutuhkan lanjut usia selain
membutuhkan fisik yang sehat melainkan juga
diimbangi dengan kondisi mental yang baik. Hal ini
juga didukung mengenai program kegiatan pada
(bab III h. 93) tentang program bimbingan fisik dan
rekreasi yang sudah sesuai dijalankan sebagaimana
demikian.
Berlangsungnya selama kegiatan tersebut
telah membantu lanjut usia dalam memelihara
kesehatan mental yang ditandai pada karakteristik
kesehatan mental yaitu salah satunya dari aspek segi
fisik yaitu orang yang memiliki jiwa / mental yang
sehat akan cenderung berusaha menjaga badan tetap
sehat dengan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut
(bab II h. 43). Selain dari segi fisik, aspek dari segi
mental juga ditandai ketika orang merasa senang
setelah melakukan apa yang dilakukan itu dinilai
baik maka sesuai dengan karakteristik kesehatan
mental ialah terhindarnya dari gangguan-gangguan
psikologis.
b. Tidak mengharuskan ada instruktur atau pelatih
Recreation group adalah kegiatan kelompok
rekreasi yang tidak mengharuskan adanya instruktur
/ pelatih (bab II h. 39). Berdasarkan wawancara (bab
IV h. 118) diketahui kegiatan rekreasi dan kegiatan
139
jalan keliling panti adalah kegiatan yang tidak
memerlukan pelatih / instruktur karena hanya
membutuhkan arahan di awal kegiatan dan
selanjutnya kegiatan dapat berjalan sendirinya yang
tetap didampingi oleh pekerja sosial maupun
petugas lainnya. Diketahui juga, terdapat kegiatan
pembuatan keset yang membutuhkan instruktur pada
awal kegiatan, akan tetapi selanjutnya WBS telah
mampu membuat keset secara mandiri dan tidak
memerlukan instruktur kembali. Sebagaimana hal
tersebut selaras dalam (bab II h. 42) bahwa model
recreation group tidak memerlukan instruktur atau
pelatih.
Kegiatan jalan-jalan keliling ke tempat
wisata ataupun jalan keliling panti dan pembuatan
keset tidak memberikan dampak negatif yang
spesifik pada psikologis WBS tetapi menurut
pekerja sosial gejala seperti mudah marah dan cepat
tersinggung sering ditemuinya yang dapat segera
diatasi oleh pekerja sosial, sebagaimana yang
dijelaskan pada (bab II h. 47) bahwa pekerja sosial
tidak hanya membantu dalam memberikan
pelayanan tetapi juga mampu dalam mengatasi
permasalahan pada lanjut usia dengan melakukan
kompetensi.
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki
pekerja sosial menurut Betty L. baer dan Ronald
140
Federico adalah pekerja sosial memiliki kompetensi
dalam memberikan intervensi secara efektif dengan
mengutamakan populasi sasaran yang paling rentan,
contohnya seperti terkena diskriminasi atau
penindasan yang dapat mengakibatkan lanjut usia
mengalami gangguan mental ringan ataupun berat
dan dapat menghambat lanjut usia dalam
menjalankan kehidupannya sehari-hari (bab II h.
37).
c. Fasilitas Praktis
Fasilitas yang meliputi sarana prasarana
suatu lembaga seperti sumber daya manusia,
perlengkapan, dan peralatan dibutuhkan dalam
menjalankan suatu kegiatan. Berdasarkan
wawancara (bab IV h. 119) diketahui kegiatan jalan-
jalan atau berkemah di tempat wisata membutuhkan
perlengkapan dan peralatan baik yang disiapkan
sendiri oleh WBS maupun yang telah disediakan
oleh lembaga. Demikian dengan kegiatan jalan-jalan
keliling panti yang tidak banyak membutuhkan
perlengakapan / peralatan, sebagaimana sesuai pada
(bab II h. 37) yaitu dengan memerlukan fasilitas
yang mudah didapatkan untuk melakukan kegiatan.
Adapun manfaat yang dirasakan WBS ketika
melakukan kegiatan yang disenanginya dengan
membuat keadaan dapat kembali normal, hal
141
tersebut sesuai apa yang dijelaskan oleh psikolog
pada (bab III h. 95) ialah pelayanan yang diberikan
dengan konsisten menyemangati mereka dan
memotivasi untuk semangat hidup. Memberikan
pemahaman kesadaran atas penanganan dirinya baik
atas masalah yang dihadapi.
3. Recreation Skill Group
Model kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan ini juga memberikan
kesenangan bagi pengikutnya. Berbeda dengan
model kelompok sebelumnya, Penulis meninjaunya
dari tiga sub aspek meliputi jenis kegiatan
keterampilan / kesenian, membutuhkan instruktur /
pelatih, dan ketersediaan fasilitas (bab II h. 38).
a. Jenis kegiatan berupa keterampilan / kesenian
Dalam kegiatan recreation skill group,
bentuk kegiatan yang dilakukan adalah
keterampilan dan kesenian. Berdasarkan
wawancara (bab IV h. 122) diketahui terdapat
kegiatan keterampilan seperti pembuatan
tempat tisu, pengikat rambut, hiasan manik-
manik, menyulam, menjahit, dan pembuatan
keset yang diikuti sampai 10 WBS setiap senin
di setiap minggunya dan kesenian seperti
angklung dan gamelan yang diikuti mencapai
30 WBS setiap rabu dan kamis di setiap
142
minggunya. Hal ini juga diperkuat oleh program
pembinaan yang dibuat sebagaimana yang
dipaparkan satuan pelaksana pembinaan (bab III
h. 96) menjelaskan bahwa keterampilan dan
kesenian yang diadakan lembaga itu beragam
dan setiap minggunya yang selalu rutin
dilakukan.
Dari kegiatan keterampilan dan kesenian
yang dilakukan relevan dengan teori (bab II h.
54) bahwa semakin tua seseorang akan semakin
memelihara hubungan sosial, baik fisik maupun
emosionalnya. Kepuasan hidup orang tua sangat
tergantung pada kelangsungan keterlibatannya
pada berbagai kegiatan yang juga telah
memberikan dampak yang positif terhadap
WBS khususnya masalah psikologis seperti
tidak lagi merasa kesepian, rasa cemas, dan
murung yang berkurang karena seperti yang
diketahui berdasarkan pada (bab III h. 91)
bahwa sebagian besar WBS adalah mereka
yang sudah tidak memiliki keluarga ataupun
yang ditinggalkan oleh keluarganya.
b. Adanya instruktur / pelatih
Kegiatan recreation skill group ini
memerlukan instruktur atau pelatih yang
mengajarkan serta mengarahkan kegiatan
143
keterampilan maupun kesenian (bab II h. 38)
Berdasarkan wawancara (bab IV h. 120)
diketahui berbagai jenis keterampilan dan
kesenian membutuhkan tata cara yang diberikan
dari instruktur / pelatih guna membantu WBS
dalam memahami proses kegiatan baik
keterampilan maupun kesenian. Tidak hanya
instruktur, rekan WBS lain dalam satu
kelompok turut ikut membantu apabila rekan
WBS yang lain sulit memahaminya.
Hal ini juga diperkuat oleh program
pembinaan yang dibuat lembaga sebagaimana
yang dipaparkan oleh satuan pelaksana
pembinaan (bab III h. 98) menjelaskan bahwa
adanya instruktur juga bertujuan melatih
kemampuan berpikir serta daya ingat akan
proses kegiatan keterampilan atau kesenian
yang dilakukan.
Kehadiran instruktur / pelatih telah
memberikan manfaat dari kondisi perasaan
psikologisnya seperti menjual hasil kerajinan
tangan yang dibuat mandiri oleh WBS serta
memberikan WBS kepuasan tersendiri apa yang
sudah dicapainya. Kondisi psikologis tersebut
sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh
Abraham Maslow (bab II h. 45) menjelaskan
bahwa individu yang memiliki tujuan yang
144
sesuai dan dapat dicapai, mempunyai usaha
yang cukup dan tekun mencapai tujuan, dan
tujuan itu bersifat baik untuk diri sendiri dan
masyarakat.
c. Ketersediaan Fasilitas
Fasilitas yang disediakan lembaga
meliputi sarana prasarana, sumber daya
manusia, dan perlengkapan serta peralatan.
Berdasarkan wawancara (bab IV h. 126)
diketahui kegiatan keterampilan dan kesenian
dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas yang
disediakan lembaga seperti tempat yang biasa
dilakukan seperti di aula serbaguna serta
bahan dan alat keterampilan yang juga telah
disediakan.
Hal ini juga diperkuat oleh fasilitas
yang disediakan lembaga sebagaimana yang
dipaparkan dalam (bab III h. 98) bahwa
adanya ruang aula serbaguna yang
diperuntukkan untuk kegiatan dan pertemuan
serta ruang keterampilan yang diperuntukkan
untuk kegiatan keterampilan.
Dalam hal ini, kesenian yang juga
membutuhkan alat musik yaitu angklung dan
gamelan ini dimainkan oleh WBS dalam
145
kegiatan kesenian yang sudah disediakan di
ruang aula serbaguna. Selain itu, diketahui
juga beberapa alat musik yang sudah tidak
berfungsi dengan baik dan belum diperbaharui
oleh lembaga (bab IV h. 126)
Berdasarkan wawancara (bab IV h.
126) selama berjalannya kegiatan
keterampilan dan kesenian telah memberikan
dampak yang dirasakan pada WBS yang
dilihat dari aktivitas kesehariannya seperti
perubahan yang cenderung berkurang dari
masalah psikologisnya seperti kecemasan,
murung, sedih, kesepian dan konflik.
Sebagaimana dalam menurut WHO (bab II h.
41) orang yang memiliki kreativitas baik
berupa inovasi atau memiliki minat dan bakat
WBS yang dapat mengurangi masalah
psikologisnya.
146
BAB VI
PENUTUP
Berdasarkan paparan yang sudah dijelaskan pada bab-bab
sebelumnya. Dalam bab ini, penulis akan menjawab pertanyaan
penelitian mengenai metode group work dalam memelihara
kesehatan mental pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 3 Jakarta Selatan yang terfokus pada model-model
pengelompokkan dalam group work. Dalam bab ini sekaligus
menjelaskan hasil pembahasan bab V yang mengaitkan atau
menghubungkan berbagai sub aspek penelitian yang ada pada
aspek penelitian tersebut serta terdapat saran penelitian yang
didapat dari hasil analisa temuan yang telah diolah dalam bab V
yang merupakan suatu kekurangan atau kendala dalam aspek
penelitian yang dilakukan oleh lembaga.
A. Kesimpulan
Metode group work dalam memelihara kesehatan
mental merupakan implementasi dari program pembinaan
yang terdapat di lembaga. Program pembinaan dibuat untuk
memenuhi kebutuhan lanjut usia khususnya dalam
memelihara kesehatan fisik dan kesehatan mental. Masalah
yang umum terjadi pada WBS di PSTW Budi Mulia 3 adalah
147
masalah pada mental yang bisa dikatakan gangguan mental
ringan dan berat di usia mereka yang sudah lanjut. Di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 memiliki 285 WBS di
mana mereka merupakan PMKS (Penyandang Masalah
Kesejahteraan Sosial) yang terjaring oleh petugas penertiban.
Mayoritas dari mereka adalah lanjut usia yang sudah tidak
memiliki keluarga ataupun sudah ditinggalkan oleh anggota
keluarganya.
Dalam pemenuhan kebutuhan lanjut usia, program
pembinaan yang dilakukan diantaranya bimbingan fisik,
spiritual, keterampilan, kesenian, dan rekreasi. Program
pembinaan tersebut mengedepankan dari tiga model group
work, yaitu Social Conversation Group, Recreation Group,
dan Recreation Skill Group. Terdapat beberapa kegiatan dari
model group work seperti kegiatan ceramah pagi, jalan-jalan
atau berkemah ke suatu tempat, jalan-jalan keliling panti,
keterampilan, dan kesenian. Melihat hasil penelitian yang
sudah dilakukan, dapat diketahui model group work dalam
memelihara kesehatan mental ini telah sesuai dengan
kebutuhan pada lanjut usia yang ditandai selarasnya tujuan
groupwork yang sekaligus dirasakan oleh lanjut usia. Dalam
menjalankan proses kegiatan, pekerja sosial harus
memperhatikan kebutuhan dalam kegiatan termasuk juga
kebutuhan pada lanjut usia itu sendiri seperti social
conversation group yang diketahui adalah kegiatan
kelompok ceramah pagi yang mengharuskan adanya topik
yang dibahas meliputi rukun islam, rukun iman, fiqh, akidah,
148
dan lain-lain, interaksi hubungan meliputi sesi tanya jawab
yang di dalamnya terjadi pula diskusi yang melibatkan antar
WBS dan ketersediaan fasilitas yang dalam hal ini adalah
fasilitas penunjang demi terlaksananya kegiatan tersebut.
Dalam sub aspek ini, penulis sudah melakukan
wawancara terkait dengan proses kegiatan yang dilakukan
PSTW Budi Mulia 3. Diketahui pihak lembaga yang dibantu
oleh pekerja sosial dalam melakukan suatu kegiatan selaras
dengan tujuan kelompok yang merupakan tujuan daripadanya
program pembinaan di PSTW Budi Mulia 3. Setelah
dilakukannya penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
lembaga telah melakukan social conversation group yaitu
kegiatan ceramah pagi dengan melihat dari sub aspek yang
dijalankan. Namun, tujuan dari padanya kegiatan tersebut
sebagai wadah untuk dapat saling mengenal ini terhambat
karena faktor usia yang menyebabkan beberapa WBS
mengalami Alzheimer atau demensia. Tetapi, dengan adanya
kegiatan ini tiga informan terhindar dari masalah psikis
karena sisi lain yang juga bertujuan untuk meningkatkan
keimanan mereka selama di lembaga. Selain itu, di tengah
pandemi Covid-19 ini juga membuat dua informan lain
mengurangi kegiatannya dan memilih untuk tetap di dalam
wisma yang ditempati.
Adapun dari model group work yaitu recreation
group yang diketahui adalah kegiatan jalan-jalan keliling
panti, jalan-jalan atau berkemah ke suatu tempat, dan
kegiatan pembuatan keset. Diketahui bahwa kegiatan-
149
kegiatan tersebut memperhatikan sub aspek seperti tujuan
kegiatan yang menyenangkan, tidak mengharuskan adanya
pelatih / instruktur, dan fasilitas praktis. Dalam sub aspek
tersebut menggambarkan perasaan yang menyenangkan bagi
lanjut usia yang mengikutinya, karena kegiatan tersebut
memberikan manfaat yang tidak hanya manfaat pada
kesehatan fisik melainkan manfaat pada kesehatan
mentalnya. Selain itu, fasilitas praktis yang menjadi
penunjang kegiatan seperti jalan-jalan atau berkemah yang
biasa dijalankan lembaga setiap sekali dalam setahun.
Setelah dilakukannya penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa lembaga telah melakukan recreation group
diantaranya jalan-jalan keliling panti, berkemah ke tempat
wisata, dan pembuatan keset yang dapat menjaga kesehatan
fisik karena terdapat aktivitas olahraga yaitu jalan kaki yang
dilakukan dan kesehatan mental karena terdapat aktivitas
yang dapat terhindar atau mengurangi masalah psikis. Hal ini
ditandai ketika orang memiliki perasaan senang setelah
melakukan apa yang dilakukannya itu dirasa baik maka
sesuai dengan karakteristik kesehatan mental ialah
terhindarnya dari gangguan-gangguan psikologis.
Dan model dari group work yaitu recreation skill
group yang diketahui adalah kegiatan keterampilan meliputi
pembuatan manik-manik, tisu, menyulam, menjahit, dan lain-
lain. Sementara kegiatan kesenian yang meliputi angklung
dan gamelan. Selain jenis kegiatannya, yang perlu
diperhatikan adalah adanya instruktur / pelatih yang
150
mengajarkan serta mengarahkan proses tata cara untuk dapat
memahami, serta ketersediaan fasilitas yang dapat
menunjang. Diketahui bahwa baik kegiatan keterampilan
maupun kesenian telah memberikan dampak positif terhadap
WBS khususnya pada masalah psikologis seperti sudah tidak
merasa kesepian, merasa dirinya berguna, dapat dihargai oleh
orang lain, dan rasa cemas dan murung yang berkurang.
Setelah dilakukannya penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa lembaga telah melakukan recreation skill group yang
dapat memelihara kesehatan mental yang didapati dari hasil
wawancara yang dilakukan pada WBS. Namun, kegiatan
keterampilan yang sudah tidak begitu aktif karena lembaga
yang belum dapat memenuhi untuk kebutuhan dari
keterampilan itu sendiri, beda halnya dengan kegiatan
kesenian angklung dan gamelan yang banyak diminati WBS
walaupun terdapat beberapa alat musik yang belum
diperbaharui.
Dari metode group work yang diterapkan, ketiga
model group work yang dilakukan PSTW Budi Mulia 3
dalam memelihara kesehatan mental pada lanjut usia telah
membuat ketiga informan yang diwawancarai aktif dalam
berkegiatan. Namun, setelah datangnya wabah Covid-19 dua
diantaranya memilih untuk tidak mengikuti beberapa
kegiatan yang dinilai menjadi kekhawatiran di antara mereka.
Protokol kesehatan Covid-19 saat ini di PSTW Budi Mulia 3
pun sudah diberlakukan tetapi tidak menutup kemungkinan
151
para lanjut usia dapat berkegiatan normal kembali di kondisi
new normal ini.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini,
penulis ingin memberikan saran-saran kepada beberapa
pihak terkait, diantaranya adalah :
1. Untuk Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
a. Pihak lembaga diharapkan terlebih dahulu
memperhatikan masalah mental yang sering
dialami lanjut usia sebelum membuat rencana
kegiatan kelompok (group work), agar nantinya
menjadi terarah dan tepat sasaran dalam
meminimalisir masalah mental yang terjadi.
b. Pihak lembaga mampu mengupayakan dalam
pemenuhan penyediaan fasilitas untuk dapat
mengaktifkan kembali kegiatan keterampilan
yang sebelumnya sudah dilakukan, mengingat
gejala dari masalah mental itu muncul karena
kurangnya aktivitas yang dilakukan.
c. Kegiatan kelompok yang akan dilakukan juga
harus fokus terhadap kemampuan yang dimiliki
lanjut usia jangan sampai kegiatan tersebut justru
tidak memberikan pengaruh apa-apa kepada para
lanjut usia. Maka dari itu, penting bagi pekerja
152
sosial, psikolog dan tenaga sumber daya lainnya
untuk mengkaji masalah mental baik bersifat
ringan maupun besar serta mendalami kebutuhan
yang harus terpenuhi bagi lanjut usia.
d. Dalam merealisasikan tujuan kegiatan kelompok
dalam memelihara kesehatan mental ini tidak
hanya tenaga pekerja sosial, ataupun tenaga
lainnya melainkan keseluruhan pihak harus ikut
terlibat dalam tercapainya tujuan.
e. Pihak lembaga diharapkan sama-sama bersinergi
dengan pekerja sosial dan tenaga lainnya untuk
dapat mengoptimalkan kegiatan-kegiatan yang
ada di situasi new normal ini dengan tetap
melakukan protokol kesehatan Covid-19.
2. Untuk Pekerja Sosial
a. Pekerja sosial diharapkan lebih fokus dalam
memenuhi penyediaan kebutuhan di dalam proses
kegiatan kelompok (group work) agar dapat
terlaksana secara menyeluruh dan komprehensif.
b. Pekerja sosial senantiasa mengedepankan prinsip
dan kode etik pekerja sosial dalam ruang lingkup
lanjut usia dengan tanpa melupakan peran pekerja
sosial pada lanjut usia yang dilakukan
sebagaimana mestinya.
c. Pekerja sosial diharapkan mengetahui lebih jauh
terhadap kelebihan dan kekurangan yang dimiliki
153
lanjut usia agar kemampuan yang dimilikinya
dapat terjaga secara konsisten ketika mengikuti
kegiatan.
d. Pekerja sosial harus lebih mengkaji bagaimana
karakteristik kesehatan mental yang saat ini
sangat dibutuhkan pada lanjut usia mengingat
WBS di lembaga tersebut adalah lanjut usia
terlantar.
e. Pekerja sosial konsisten memotivasi para lanjut
usia dalam berkegiatan agar masalah yang dialami
baik secara fisik, psikis, sosial dapat teratasi.
154
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Dewi, K. S. (2012). Kesehatan Mental (Pertama). UPT UNDIP
Press.
Gunawan, I. (t.t.). Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik
(Pertama). PT Bumi Aksara.
Iskandar. (2017). Intervensi dalam Pekerjaan Sosial (Pertama).
Ininnawa.
Karban, K. (2011). Social Work and Mental Health. Polity Press.
Koswara, H. (1999). Garvin tentang Group Work. Koperasi
Mahasiswa STKS.
Latipun, M. (1999). Kesehatan Mental (Keempat). UMM Press.
Riani, S. (2012). Studi Deskriptif Status Mental Lansia
Berdasarkan Karakteristik Lansia di Kelurahan
Karangayu Semarang Barat. Dinas Kesehatan Kota
Semarang.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 1. KANISIUS.
Suardiman, S. P. (2011). Psikologi Lanjut Usia. Gadjah Mada
University Press.
Sugiyono. (t.t.). Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, cv.
155
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Alfabeta.
Sutikno, E. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
gangguan kesehatan mental pada lansia studi cross
sectional pada Kelompok Jantung Sehat Surya Group
Kediri. 2.
Sya’diyah, H. (2018). Keperawatan Lanjut Usia (Teori dan
Aplikasi) (pertama). Indomedia Pustaka.
Wibhawa, B., Raharjo, S., & Budiarti, M. (2015). Pengantar
Pekerjaan Sosial (Kedua). Unpad Press.
Yusuf, S. (2004). Mental Hygiene (Pertama). Pustaka Bani
Quraisy.
Jurnal :
Abendstern, M. (2016). Social Workers as Members of
Community Mental Health Teams for Older People: What
Is the Added Value? British Journal of Social Work, 68.
Rosiana, A., & Yani, A. (2012). Pengaruh Latihan Keterampilan
Sosial terhadap Kemampuan Sosialisasi pada Lansia
dengan Kesepian di Panti Werdha Semarang. Jurnal
Keperawatan Soedirman, 7 No. 2.
156
Wibhawa, B., Raharjo, S., & Mulyana, N. (2014). Social Work
Journal. Departemen Kesejahteraan Sosial, 4.
Tesis :
Astri, K. (2012). Manajemen Stres dan Kesepian dengan
Multicomponent Cognitive Behavioral Group Therapy
(MCBGT) pada Lansia [Tesis].
Sebastian, E. (2012). Intervensi kelompok Cognitive Behavior
Therapy (CBT) multi-komponen pada Lanjut Usia di
Depok untuk Mengatasi Insomnia [Tesis].
Website :
Pritasari, K. (2019). Workshop Hari Lanjut Usia Nasional
(Halun). Kementerian Kesehatan RI. Diakses 15
November 2019. http://www.kesmas.kemkes.go.id/
Republika.co.id. (2017). Masih Banyak Lansia Terlantar.
Diakses 13 Desember 2019. http://www.republika.co.id/
157
LAMPIRAN
Lampiran 1
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan : Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Ruang Kepala Panti
Hari, Tanggal Wawancara : Rabu, 12 Maret 2020
Waktu Wawancara : Pukul 11.00
B. Identitas Informan
Nama : Drs. Hery Soehartono
Usia : 57 Tahun
Jenjang Pendidikan : S2
Pertanyaan Jawaban
1. Apa hal yang
melatarbelakangi lansia
berada di PSTW Budi
sMulia 3?
Dinas sosial menangani
permasalahan sosial di DKI
Jakarta dari bayi sampai
lanjut usia. PSTW menerima
WBS dari panti
penampungan (PSBI) ialah
lanjut usia terlantar
2. Apa program atau
kebijakan bapak saat ini?
Yang pertama itu fisik harus
nyaman, enak dipandang
intinya harus bersih dan
tidak ada bau dimanapun.
Yang kedua lingkungan
158
kerja antara ASN dan PJLP
yang harus kondusif. Lalu,
meningkatkan kinerja bisa
dimulai dari sistem kerja dan
hubungan kerja
3. Apa yang sudah dilakukan
PSTW Budi Mulia 3 untuk
membantu masalah lansia
yang saat ini berada di
PSTW Budi Mulia 3?
Saat ini perlahan-lahan
semua program tercapai,
salah satunya kinerja PJLP
berbasis teknologi yang
sudah direalisasikan dengan
namanya e-kinerja PJLP.
WBS pun juga demikian ada
e-perkembangan WBS
(melalui barcode) dan e-
wisma, dan yang saat ini
masih diusahakan yaitu
SOCA (Social Care
Aplication) yang sedang
diperluas dengan panti lain
dan e-klinik dan e-
reunifikasi. Sistem-sistem
tersebut dibuat untuk
mempermudah kerja yang
didokumentasi dengan baik,
kinerja dapat terukur, dan
tentunya paper less
159
4. Saat ini, bagaimana
sumber daya manusia
dalam membantu lansia di
PSTW Budi Mulia 3?
Sejauh ini cukup baik,
sebelum saya khususnya
pekerja sosial di sini belum
berdaya, maka saya berusaha
utamanya membuat tempat
yang aman dan nyaman
dalam bekerja dan
selanjutnya kinerja dari
mereka akan terlihat. Saya
memang terfokus pada
sarana prasarana di sini yang
harus memenuhi untuk bisa
melihat kinerja yang baik
5. Bagaimana menurut
bapak, kinerja pekerja
sosial saat ini khususnya
dalam intervensi sosial
pada lanjut usia?
Bagus, pekerja sosial di sini
tentunya memiliki caranya
masing-masing atau bisa
dikatakan mempunya
keunggulan / kelebihannya
masing-masing dalam
melakukan pekerjaannya,
sejuah ini semua dapat
tercover dan saling
melengkapi dan sudah sesuai
dengan tugas dan tanggung
jawabnya
6. Bagaimana sarana dan Secara prinsip cukup,
160
prasarana di PSTW Budi
Mulia 3 dalam membantu
lanjut usia?
lebihnya tetap diusahakan.
Gedung memang sudah
lama, tahun kemarin akhir
2018 ada anggaran rehab ya
diperbaguslah toilet-toliet di
sini karena toilet ini kan
mengundang penyakit jadi
saat ini sudah lebih baik dan
beberapa yang lainnya ada
kemajuan juga yang baik
dari sarana prasarana untuk
WBS
7. Apa harapan atau evaluasi
bapak untuk PSTW Budi
Mulia 3 untuk
kedepannya?
Hidup harus mempunyai
clue, pembekalan itu
penting. Membekali anak
muda juga penting. Jangan
terbiasa hanya naik satu
tangga, biasakanlah lompat
tangga untuk sampai puncak.
Manusia adalah makhluk
yang tidak terbatas
tergantung kita. Niat dan
ikhtiar diusahakan dan yang
terpenting fokus
161
Lampiran 2
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan : Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Ruang Staf ASN
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 27 Februari 2020
Waktu Wawancara : Pukul 10.00
B. Identitas Informan
Nama : Elisabeth WU, A.Ks,M.Si
Usia : 48 Tahun
Jenjang Pendidikan : S2
Pertanyaan Jawaban
1. Bagaimana program
PSTW Budi Mulia 3
dalam menangani masalah
pada lansia?
Setiap harinya itu ada
kegiatan dari program
pembinaan yang telah dibuat
seperti bimbingan fisik
rohani, keterampilan,
kesenian, dan hiburan
2. Bagaimana bentuk
pembinaan yang ada?
Ya senin ada kegiatan
ceramah pagi, keterampilan,
dan bimbingan rohani
kristen. Selasa ada senam
dan kegiatan ceraham
(bimroh) di wisma. Rabu
kegiatan ceramah,
162
bimbingan rohani kristen dan
panggung gembira. Kamis
bimbingan mental dari
psikolog, jalan-jalan keliling
panti / jalan sehat,
bimbingan rohani Kristen,
dan kesenian angklung.
Jumat senam, kegiatan
ceramah, dan panggung
gembira, sabtu dan minggu
ada nonton bareng / karaoke
3. Bagaimana menurut ibu
kegiatan seperti
bimbingan atau kegiatan
lainnya akan memberikan
pengaruh bagi kesehatan
mental?
Pasti ada pengaruh, besar
atau kecil. Dilihat dari latar
belakang dari jalanan atau
bukan. Tetapi pada dasarnya
semua kegiatan memberikan
pengaruh yang baik tidak
hanya kesehatan mental
namun kesehatan fisikpun
juga demikian
4. Bagaimana perkembangan
lanjut usia dalam
mengikuti kegiatan di
PSTW Budi Mulia 3 ini?
Ya sejauh ini kalau
mengetahui perkembangan
WBS dalam mengikuti
kegiatan dapat dilihat dari
kondisi WBS. Terdapat
beberapa golongan WBS
163
antara lain, yang mandiri
agak sulit diperintah, yang
tergolong psikotik selalu
mengikuti kegiatan, mandiri
potensial apapun ikut.
Semirenta dan renta mereka
sudah tidak mampu
mengikuti kegiatan
5. Apa perubahan yang
terjadi menurut ibu ketika
lansia yang sudah
mengikuti kegiatan
tersebut?
Ya lebih aktif pastinya. Bisa
dilihat dari aktivitas
kesehariannya yang sudah
mudah bersosialisasi dengan
yang lain
6. Sejauh mana pekerja
sosial berperan dalam
program pembinaan?
Sangat berperan sekali
terutama dalam program
pembinaan
7. Apa harapan atau evaluasi
ibu untuk PSTW Budi
Mulia 3 untuk
kedepannya?
Ya saat ini kondisi
kesehatannya lebih menurun,
beda halnya dengan dulu
yang kondisinya lebih sehat.
Harapan ya semoga kakek
nenek lebih terbina di sini
164
Lampiran 3
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan : Pekerja Sosial
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Rumah Pekerja Sosial
Media Wawancara : Telepon (daring)
Hari, Tanggal Wawancara : Kamis, 23 April 2020
Waktu Wawancara : Pukul 15.45
B. Identitas Informan
Nama : Nada Fitri, S.Tr.Sos
Usia : 23 Tahun
Jenjang Pendidikan : D4 Pekerja Sosial STKS
Pertanyaan Jawaban
Group work
Social Group Conversation
1. Bagaimana Bapak/Ibu dalam
memfasilitasi para lanjut usia
untuk dapat saling mengenal
satu sama lain?
Untuk lansia yang sudah
menetap lama di panti
mereka akan mengenal satu
sama lain dengan sendirinya
melalui program kegiatan di
panti seperti adanya kajian
ceramah yang dibawakan
penceramah, karena sedang
wabah covid-19 ini pekerja
sosial yang membantu
langsung dalam membina
165
kajian ceramah. Dan khusus
untuk lansia yang baru
datang, setelah kami
observasi lalu kami
menentukan di wisma mana
yang dinilai cocok dan
memberitahukan sekaligus
memperkenalkan kepada
kakek nenek di wisma
tersebut bahwa ada lansia
yang ingin gabung dan juga
menghimbau untuk dapat
diterima dengan baik seperti
diajak ngobrol, diajarkan
yang belum tau dan kalau
ada apa-apa langsung
hubungi petugas
2. Bagaimana cara Bapak/Ibu
melakukan peran dalam
melakukan kegiatan tersebut?
Pekerja sosial memberikan
ruang dan fasilitas untuk
mereka dapat saling
mengenal, salah satu
contohnya kegiatan ceramah
pagi. Di sini pekerja sosial
juga melakukan
pendampingan dalam
kegiatan tersebut, mengamati
166
masing-masing dari WBS
untuk tetap bisa fokus
sekaligus membantu mereka
dalam memahaminya.
Terdapat sesi tanya jawab
yang bertujuan untuk
mengetahui sampai dimana
mereka paham atas topik
yang dibahas. Topik yang
dibahas disiapkan oleh
penceramah sendiri tetapi
ketika penceramah tidak
dapat hadir, ada pekerja
sosial lain yang mampu
mengisi kegiatan tersebut.
Topik yang dibahaspun
seputar kehidupan manusia
bagaimana agama islam
mengajarkan. Tidak hanya
itu, sudah dipastikan juga di
antara mereka terdapat
kelompok kecil untuk
mereka saling berinteraksi
seperti ngobrol di dalam
kamar masing-masing.
3. Berapa jumlah lanjut usia yang Di dalam beberapa kegiatan
167
terlibat di dalamnya? bisa dengan peran edukator
dan ketika memperkenalkan
lansia baru dengan peran
fasilitator dan peran
pendampingan
4. Apa saja topik yang dibahas? Kajian ceramah sekitar 50
orang ya cukup rame, kalau
untuk pengenalan lansia baru
ya sekitar enam sampai
delapan orang
5. Bagaimana antusias atau
respon dari lanjut usia di
dalam kelompok tersebut?
Di sini pekerja sosialnya
banyak, semua terbagi ke
dalam berbagai wisma.
Hampir semua pekerja sosial
ikut turut andil dalam semua
program kegiatan panti,
untuk topik yang dibahas
mengikuti dengan kegiatan
yang diikuti, khusus untuk
lansia baru, kami membantu
memperkenalkan kepada
lansia di wisma yang
ditempati
Recreation Group
6. Apa kegiatan yang rutin
dilakukan dalam menjaga
Ya di sini banyak kegiatan
kok yang berhubungan sama
168
kesehatan? fisik dan mental. Ada senam,
jalan sehat, keterampilan,
kesenian, panggung gembira,
da nada rekreasi jalan-jalan
7. Bagaimana proses
berlangsungnya kegiatan
tersebut?
Ya proses kegiatannya satu
sampai dua jam an lah ada
instruktur ahli sesuai
bidangnya
8. Berapa jumlah lanjut usia yang
mengikuti kegiatan tersebut?
Banyak lumayan yang masih
tergolong mandiri dan
mandiri potensial tapi tidak
menutup kemungkinan bagi
lansia yang semi renta
dengan bantuan pendamping
untuk dapat mengikuti
kegiatan
9. Bagaimana antusias atau
respon dari lanjut usia dalam
mengikuti kegiatan tersebut?
Mereka senang terhibur dan
menikmati
10. Apakah pernah ada sesuatu hal
yang terjadi yang dilakukan
oleh lanjut usia dalam
mengikuti kegiatan tersebut?
Sejauh ini tidak ada, karena
mereka yang ikut kegiatan
atas kesadaran mereka
sendiri ketika sakit ya
mereka tetap di kamar
istirahat dan begitupun yang
ikut juga tetap didorong oleh
169
ajakan pekerja sosial maupun
pendamping
11. Apa kesan dan pesan mereka
setelah mengikuti kegiatan
tersebut?
Kesan ga ada sih tapi sudah
terlihat mereka cukup
terhibur dan menikmati
berbagai kegiatan, kalau
pesan sepertinya tidak ada
Recreation Skill Group
12. Apakah Bapak/Ibu selalu
mendampingin lanjut usia
dalam kegiatan keterampilan?
Terkadang iya
13. Bagaimana antusias atau
respon dari mereka selama
mengikuti kegiatan
keterampilan?
Cukup baik mereka giat
mengikutinya. Untuk di
pandemik corona ini, di sini
juga ada pembuatan masker
kain yang udah berlangsung
dari bulan maret sampai
sekarang
14. Sudah sejauh mana lanjut usia
dalam mempraktekan dan
menyelesaikan suatu
keterampilan yang
dilakukannya?
Tidak ada sepengetahuan
saya, ya karna lansia yang
ikut keterampilan adalah
mereka yang secara sadar
benar-benar mau ikut untuk
bisa melakukannya
15. Bagaimana dampak yang
dihasilkan lanjut usia setelah
Bukan dampak sih tapi
terlihat ketika
170
mengikuti kegiatan
keterampilan?
keterampilannya sedang
ditiadakan karena suatu
sebab mereka cenderung
sedih karna di sini ada
beberapa keterampilan yang
dapat dijual dan mereka
mendapatkan upah apabila
keterampilan sedang tidak
ada mereka tidak
mendapatkan upah
Kesehatan Mental
16. Bagaimana peran pekerja
sosial dalam membantu
penyesuaian diri lanjut usia?
Peran motivator kalo bagi
lansia baru, ya untuk lansia
yang sudah lama tergantung
di dalam kegiatan apa ya
terkadang peran edukator
dan kalau terkait ada konflik
ya peran mediator dan peran
broker jika ada lansia yang
membutuhkan sumber lain
17. Saat pertama kali dan sampai
saat ini, bagaimana
penyesuaian diri yang terjadi
pada (nama kakek/nenek)
selama di PSTW Budi Mulia
3?
Sejauh ini tidak ada, jarang
ada keluhan juga dari mereka
kepada pekerja sosial paling
ada kakek S ketika kamarnya
sedang kosong beliau
meminta kepada pekerja
171
sosial untuk mendapatkan
teman kamar yang seperti
dirinya misalnya rajin, paling
itu sih
18. Bagaimana peran pekerja
sosial dalam menciptakan
hubungan sosial antar sesama
lanjut usia?
Ya balik lagi tadi tergantung
kegiatan apa yang sedang
dilakukan
19. Bagaimana hubungan sosial
yang dilakukan oleh (nama
kakek/nenek)?
Baik tidak pernah ada
masalah, justru ada salah
satu nenek yang memiliki
sifat mengalah menghadapi
teman kamarnya yang
dinilainya kurang baik
20. Bagaimana peran pekerja
sosial menghadapi lanjut usia
yang bermasalah atau sedang
berkonflik?
Ya pekerja sosial cari tau
masalahnya dulu diasesmen
lalu berusaha menyadari
mereka dengan masalahnya
dan solusi atau langkah apa
yang dilakukan
21. Bagaimana mana cara (nama
kakek/nenek) dalam mengatasi
kesulitan atau masalah?
Misalkan masalah sakit yang
diderita lansia mengenai
seprei kasur tidurnya, pekerja
sosial melakukan peran
advokasi untuk memberitahu
kepada perawat kalau ada
172
lansia yang sakit di wisma
nomor sekian lalu pekerja
sosial juga melakukan peran
pendampingan saat perawat
datang ke lansia yang sakit,
lalu setelah itu juga meminta
untuk digantikan seprei ke
bagian laundry panti. Ya
paling itu sih ngeluh-ngeluh
sakit aja
22. Bagaimana peran pekerja
sosial dalam membantu
aktivitas sehari-hari pada
lanjut usia?
Peran motivator kalo bagi
lansia baru, ya untuk lansia
yang sudah lama tergantung
di dalam kegiatan apa ya
terkadang peran edukator
dan kalau terkait ada konflik
ya peran mediator dan peran
broker jika ada lansia yang
membutuhkan sumber lain
23. Bagaimana peran pekerja
sosial ketika mendapati lanjut
usia yang memiliki hambatan
dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari?
Sejauh ini tidak ada, jarang
ada keluhan juga dari mereka
kepada pekerja sosial paling
ada kakek S ketika kamarnya
sedang kosong beliau
meminta kepada pekerja
sosial untuk mendapatkan
174
Lampiran 4
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan : Psikolog
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Rumah Psikolog
Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 21 April 2020
Waktu Wawancara : Pukul 09.30
B. Identitas Informan
Nama : Sy.Dery Karmila
Usia : 44 Tahun
Jenjang Pendidikan : S1 Psikolog UPI
Pertanyaan Jawaban
1. Ibu menjadi psikolog
dari tahun berapa bu?
Tahun lalu berdua, untuk tahun
ini sendiri. Klien dari semua
wisma. Wajibnya sebulan dua
kali tetapi kadang sebulan bisa
empat sampai lima kali karna
saya suka kangen kalau tidak
bertemu dengan mereka
2. Klien ibu berada di
wisma mana saja? Dan
di hari apa ibu datang ke
panti?
Untuk di situasi sekarang saya
lebih banyak di ruang peksos
jadi untuk pengambilan data
langsung didatangkan ke ruang
peksos walaupun sebelumnya
saya selalu muter ke berbagai
175
wisma tapi untuk sekarang saya
hanya di ruang peksos saja
3. Pelayanan yang ibu
berikan menjadi psikolog
di panti seperti apa bu?
Pelayanan yang diberikan di
lembaga sosial bagaimana kita
menguati mereka memotivasi
untuk semangat hidup.
Memberikan pemahaman
kesadaran atas penanganan diri.
Untuk lansia yang mengalami
gangguan jiwa dipindahkan ke
rumah sakit duren sawit untuk
dirajal dan terkait lansia yang
sudah dinilai memiliki agresif
yang tinggi itu saya minta juga
untuk dipindahkan.
Pengambilan data dilakukan
juga untuk lansia yang baru
datang dari panti lain. Dan
menangani lansia yang konflik
di saat saya ada maupun tidak
langsung saya tangani seperti
memediasi dan lain-lain. Dan
saya diminta kesediaan juga
untuk dapat melayani para
petugas di panti
4. Menurut ibu, kegiatan di Tergantung bagaimana kita
176
panti di antaranya
senam, games,
kerohanian, dan
keterampilan. Apakah
kegiatan-kegiatan
tersebut mampu
meningkatkan kesehatan
mental pada lanjut usia?
melakukan sosialisasi yang
terus menerus, tidak bosan
mengajak lansia untuk
berkegiatan tersebut jadi peran
petugas harus ikut membantu
untuk lansia konsisten dalam
berkegiatan
5. Menurut ibu, terkadang
ketika mendapati lansia
yang konflik atau
memiliki masalah
dengan sesama lansia.
Bagaimana seharusnya
cara lansia
menghadapinya?
Saya tanya terlebih dahulu
pendapat dalam suatu ruangan
tentang persoalan apa yang
dipermasalahkan, ketika ada
lansia yang lebih menonjol
saya menetralisir terlebih
dahulu saya perintah untuk
diam. Saya tegas ketika tidak
disiplin maka saya sendiri yang
langsung memindahkan ke
wisma yang lain. Dan saya
lebih banyak menasehati
dengan melihat kenyataan yang
ada saat ini. Mengajak mereka
untuk menutupi persoalan yang
ada, memahami mereka dengan
banyak contoh
6. Bagaimana kondisi Mereka normal kondisi
177
kesehatan mental ketiga
informan?
kesehatan mentalnya.
7. Masalah apa saja yang
pernah dialami oleh
ketiga informan?
Nek murni pernah dipukul oleh
temannya sampai giginya copot
dan temannya langsung
dipindahkan, nek murni itu
rajin sejauh ini, kalau kek
leman tahun lalu kepengen
pulang ziarah ke kuburan
orangtuanya dan juga ingin
menemui adiknya di baturaja
Palembang dan sudah ditelusuri
oleh petugas lain dan ternyata
wilayah yang dimaksud sudah
diambil alih oleh pemerintah
untuk menjadi gardu listrik
8. Apa saran atau pesan
dari ibu agar lansia tetap
selalu menjaga kesehatan
mentalnya?
Ya ikhlas, menerima situasi apa
adanya karna udah tua mau
ngapain lagi, pasrahkan saja ya
selalu ibadah dan ikhlas. Harus
tetap selalu diingatkan
178
Lampiran 5
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan : Lanjut Usia (WBS)
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Wisma Susi
Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 21 April 2020
Waktu Wawancara : Pukul 15.45
B. Identitas Informan
Nama : Kakek MS
Usia : 88 Tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Juli 1932
Asal : Taman Kota Kampung
Basmol Jakarta Barat
Pertanyaan Jawaban
Social Conversation Group
1. Apakah bapak/ibu melakukan
percakapan dalam sebuah
kelompok?
Pernah, ya dengan siapa
lagi di sini kalau bukan
kakek nenek di sini.
Lagi beberapa bulan ini
kan lagi covid jadi
sedang males-malesnya
neng. Dalam keadaan
sekarang kan dibatasin
keluar dan ga bisa
ngapa-ngapain jadi
179
lemes aja badan
bawaannya
2. Berapa jumlah orang yang
terlibat dalam percakapan?
Yang ikut ya lebih dari
20an lah
3. Topik apa saja yang
dibicarakan?
Ya seperti ceramah pada
umumnya, bahas rukun
islam dan rukun iman
4. Apa saja kebutuhan yang
diperlukan dalam kegiatan
tersebut?
Sebelum ceramah
dimulai biasanya ada
yang shalat dhuha dan
mengaji makanya yang
laki-laki kokoh dan
sarung yang dikasih
petugas pas pertama
datang ke panti, yang
perempuan bawa
mukena dan ditambah
sekarang ini semuanya
pake masker terus
sebelum masuk cuci
tangan dan wudhu. Di
mushola juga banyak
Al-Quran dan beberapa
Iqra
5. Apakah bapak/ibu sudah saling
mengenal satu sama lain saat
Sebenarnya sudah tapi
saya suka lupa neng
180
melakukan percakapan?
Recreation Group
6. Kegiatan apa yang disenangi? Yang paling saya senang
itu buat keset sejak
tahun 2009 karena selain
ngisi waktu saya juga
bisa menjualnya dan
mendapatkan hasilnya
tapi disayangkan
sekarang sudah tidak ada
bahan keset lagi dari
panti
7. Bagaimana fasilitas yang
dibutuhkan?
Pembuatan keset
tergantung bahan neng,
alat mah masih ada
bekas kemarin-kemarin
tapi sekarang kan bahan
sama benangnya abis
dari dua tahun terakhir
ini. Kalo panti udah
nyiapin itu pasti
langsung saya kerjain
8. Berapa jumlah lansia yang
mengikuti kegiatan?
Saya waktu belajar buat
keset tiap seminggu
sekali itu kurang lebih
yang ikut 10 orang tapi
181
sebelum dua tahun
terakhir ga ada bahan
keset lagi hanya berdua
9. Apakah kegiatan tersebut
membutuhkan instruktur /
pelatih?
Sejak pertama kali saya
belajar keset ada
instruktur yang ngajarin
tapi besoknya saya
langsung bisa neng.
Saya sudah bisa bikin
sendiri dengan satu
teman saya tanpa
diajarin lagi
Recreation Skill Group
10. Bagaimana menurut bapak/ibu
terhadap kemampuan pelatih
dalam mempraktekkan
keterampilan?
Keterampilan ada
instrukturnya, cara
ngajarinnya bagus
sampe besoknya saya
udah bisa bikin kesetnya
sendiri. Kalau kesenian
yang saya ikut angklung
ada dua pelatihnya neng
yang satu main pianonya
yang satu lagi ngarahin
sama ngajarin.
11. Bagaimana ketersediaan
fasilitasnya?
Perlengkapan udah
disiapin seperti jarum,
182
bahan sama benangnya
waktu saya buat keset
neng. Kalo angklung pas
saya masuk alat
musiknya belum banyak
tapi sekarang udah
banyak
12. Apakah bapak/ibu sudah
menguasainya?
Kalo buat keset
alhamdulillah ada yang
beli hasil dari keset yang
saya buat, saya bisa
dapat lima sampe
sepuluh ribu. Yang beli
ada yang dari petugas
dan dari tamu yang
datang ke panti. Sudah,
angklung kan ada dua
pelatihnya yang satu
main piano untuk
ngimbangin sama
lagunya dan yang satu
lagi ngajarin cara main
angklung baca not angka
sama not balok.
Kesehatan Mental
13. Bagaimana hubungan sosial Hubungan di sini begitu
183
kakek / nenek dengan orang
lain?
saya masuk di panti ini,
boleh dikatakan saya
justru heran kenapa baik
semua sama saya gitu.
Semua saya baik-baik
saja
14. Bagaimana penyesuaian diri,
sosialisasi, dan memahami
orang lain?
Baik ga pernah ada
ribut-ribut saya neng
15. Bagaimana perkembangan
bapak/ibu dalam melakukan
aktivitas sehari-hari?
Alhamdulillah lancar
neng
16. Selama mengikuti
keterampilan, apa hambatan
yang bapak/ibu alami?
Ga ada neng
17. Bagaimana bapak/ibu dapat
menyesuaikan diri dan mampu
melakukan apa yang
diperintahkan dalam
kelompok?
Ya kira-kira gitu lah
neng, Cuma satu hari
saya belajar neng setelah
itu langsung bisa saya
18. Bagaimana penyesuaian diri
selama melakukan kegiatan
keterampilan?
Iya fokus sehari saya
diajarin sudah langsung
bisa
19. Bagaimana cara mengapresiasi
diri dalam suatu pencapaian
diri?
Kalo waktu itu satu
keset dapet lima ribu,
kadang-kadang dapet
184
sepuluh dua puluh. Nah
uangnya itu saya
kumpulin buat makan ya
jajan sama ngerokok
karna saya kuat
ngerokoknya neng. Tapi
tahun 2012, sejak saya
ada penyakit batuk
dokter meminta saya
untuk berenti ngerokok
dan ngopi
20. Apa keinginan besat atau
tujuan kakek / nenek selama
berada di sini?
Ya saya kepengen minta
sehat terus neng ya saat
ini cuman nunggu
panggilan Allah aja neng
sebenernya mah
meninggal juga diterima
oleh Allah SWT
21. Apa yang kakek / nenek
lakukan untuk dapat mencapai
keinginan tersebut?
Ya mempersiapkan
bekal amal kita shalat
kita untuk diterima
Allah SWT
185
Lampiran 6
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan : Lanjut Usia (WBS)
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Wisma Susi
Hari, Tanggal Wawancara : Senin, 20 April 2020
Waktu Wawancara : Pukul 16.15
B. Identitas Informan
Nama : Nenek M
Usia : 85 Tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Pemalang, 01 Juli 1937
Asal : Galur No. 12 Cempaka
Putih
Pertanyaan Jawaban
Social Conversation Group
1. Apakah bapak/ibu melakukan
percakapan dalam sebuah
kelompok?
Ada ceramah di mushola
senin rabu jumat
2. Berapa jumlah orang yang
terlibat dalam percakapan?
Yang ikut banyak 50
orang
3. Topik apa saja yang
dibicarakan?
Bahas apa aja kaya ibadah
4. Apa saja kebutuhan yang
diperlukan dalam kegiatan
tersebut?
Selalu di mushola neng,
biasanya ada ustadz tetapi
lebih sering dari petugas
186
yang ngisi.
5. Apakah bapak/ibu sudah
saling mengenal satu sama
lain saat melakukan
percakapan?
Kaya ceramah biasa saya
suka nanya kalo ada yang
saya ga paham terus
dijawab terus ada yang
nanya lagi, sama-sama
belajar jadi banyak tau
dan bisa makin kenal
walau suka rada lupa
karna saya udah dari 2012
Recreation Group
6. Kegiatan apa yang
disenangi?
Yang paling saya
senang pergi jalan-
jalan ke tempat
wisata gitu neng kaya
ke ragunan jadi bisa
liat tempat luar ga
bosen di panti mulu
tapi itu cuma setahun
sekali neng
7. Bagaimana fasilitas yang
dibutuhkan?
Karna pergi jauh,
saya biasa bawa
minyak kayu putih
sama kantong kresek
takut mabok di bis
neng
187
8. Berapa jumlah lansia yang
mengikuti kegiatan?
Sekitar 25 orang lebih
9. Apakah kegiatan tersebut
membutuhkan instruktur /
pelatih?
Jalan keliling panti
bareng-bareng aja
neng paling cuma ada
petugas yang
dampingin, kalo
rekreasi cuma ada
yang ngarahin aja.
Recreation Skill Group
10. Bagaimana menurut
bapak/ibu terhadap
kemampuan pelatih dalam
mempraktekkan
keterampilan?
Keterampilan saya
ikut motong-motong
kain dan menjahit.
Kesenian saya ikut
main gamelan sama
angklung juga
11. Bagaimana ketersediaan
fasilitasnya?
Bahan kaya kain
menjahit ada sama
mesin jahitnya, kalau
angklung di sini
beberapa udah ada
yang rusak
12. Apakah bapak/ibu sudah
menguasainya?
Saya ikut main
gamelan dan
angklung sampai saya
pernah tampil di
188
ragunan dan disaksiin
langsung gubernur
pak anis baswedan
waktu itu
Kesehatan Mental
13. Bagaimana hubungan sosial
kakek / nenek dengan orang
lain?
Hubungan di sini mah
gampang-gampang aja
neng semua baik sama
petugas juga sama semua
yang di sini
14. Bagaimana penyesuaian
diri, sosialisasi, dan
memahami orang lain?
Ga ada kesulitan, kalau
setiap ngobrol ada
masalah mending bubar
ga diperpanjang
masalahnya
15. Bagaimana perkembangan
bapak/ibu dalam melakukan
aktivitas sehari-hari?
Lancar semuanya ga ada
hambatan. Motong-
motong kain orang yang
ikut paham semua cuma
ada yang males jadi
jarang ikut lagi
16. Selama mengikuti
keterampilan, apa hambatan
yang bapak/ibu alami?
Tidak ada
17. Bagaimana bapak/ibu dapat
menyesuaikan diri dan
Nerima, ya ikut aja
langsung
189
mampu melakukan apa
yang diperintahkan dalam
kelompok?
18. Bagaimana cara
mengapresiasi diri dalam
suatu pencapaian diri?
Kalau dapat hadiah
bentuknya uang dipake
untuk jajan kopi tapi
untuk sekarang
dikumpulkan untuk bayar
zakat fitrah dan infaq
19. Apa keinginan besat atau
tujuan kakek / nenek selama
berada di sini?
Kalau dapat hadiah
bentuknya uang dipake
untuk jajan kopi tapi
untuk sekarang
dikumpulkan untuk bayar
zakat fitrah dan infaq
20. Apa yang kakek / nenek
lakukan untuk dapat
mencapai keinginan
tersebut?
Ke depannya tinggal
nunggu dipanggil Allah
karna udah tua
190
Lampiran 7
TRANSKRIP WAWANCARA
Informan : Lanjut Usia (WBS)
A. Tempat dan Waktu Wawancara
Tempat Wawancara : Wisma Susi
Hari, Tanggal Wawancara : Selasa, 21 April 2020
Waktu Wawancara : Pukul 16.15
B. Identitas Informan
Nama : Kakek J
Usia : 63 Tahun
Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 14 Oktober 1958
Asal : Jakarta
Pertanyaan Jawaban
Social Conversation Group
1. Apakah bapak/ibu melakukan
percakapan dalam sebuah
kelompok?
Iya ada baik itu ngobrol di
wisma ataupun ceramah
pagi di mushola
2. Berapa jumlah orang yang
terlibat dalam percakapan?
Yang ikut banyak 50
orang
3. Topik apa saja yang
dibicarakan?
Ada bahas fiqh, syariat,
akidah, rukun iman dan
lain-lain
4. Apa saja kebutuhan yang
diperlukan dalam kegiatan
tersebut?
Ya selain di mushola ya
tentunya butuh
perlengkapan shalat, lalu
191
yg mengisi ada ustadz
tetapi lebih sering dari
petugas di sini.
5. Apakah kakek / nenek sudah
saling mengenal satu sama
lain saat melakukan
percakapan?
Dalam menjelang puasa
ini saya agak menghindari
untuk ikut kegiatan karna
kan ini juga campur laki-
laki dan perempuan jadi
saya lebih menjaga diri
untuk di bulan puasa
tetapi saya tetap
melakukan kegiatan lain
sendiri seperti membaca
Al-Quran di kamar.
Recreation Group
6. Kegiatan apa yang
disenangi?
Menurut saya, siapapun
yang berolahraga setiap
hari banyak gerak itu
sesuatu yang baik salah
satunya jalan-jalan
keliling panti di hari
kamis
7. Bagaimana fasilitas yang
dibutuhkan?
Ya paling persiapkan diri
aja dalam keadaan fisik
yang sehat
8. Berapa jumlah lansia yang Jalan-jalan keliling panti
192
mengikuti kegiatan? yang ikut hanya 30 orang
9. Apakah kegiatan tersebut
membutuhkan instruktur /
pelatih?
Jalan-jalan keliling panti
ga pake instruktur.
Recreation Skill Group
10. Bagaimana menurut
bapak/ibu terhadap
kemampuan pelatih dalam
mempraktekkan
keterampilan?
Saat pertama kali masuk
panti September lalu, di
sini kegiatan
keterampilan sudah tidak
begitu aktif dan saya
kurang minat untuk
mengikutinya tetapi
sesekali saya hanya
mengikuti kegiatan
angklung aja.
11. Bagaimana ketersediaan
fasilitasnya?
Angklung di sini
beberapa udah ada yang
rusak tapi lainnya masih
cukup bisa digunakan
12. Apakah bapak/ibu sudah
menguasainya?
Saya cukup bisa
mengikuti karena
instruktur juga
mengajarkan dengan
sangat baik dan cara
mengajarnya yang pelan
demi mudah dipahami
193
seperti saya yang masih
baru di panti. Teman
WBS lain juga membantu
ketika saya mulai
kesulitan
Kesehatan Mental
13. Bagaimana hubungan sosial
kakek / nenek dengan orang
lain?
Kalau saya
memandangnya, saya
pikir semuanya sama.
Walaupun tidak ada yang
terbuka intinya saya dapat
menyesuaikan diri dengan
apa adanya saya dalam
berprilaku dan memahami
setiap orang
14. Bagaimana penyesuaian diri,
sosialisasi, dan memahami
orang lain?
Secara umum, tidak ada
masalah. Ya bisa
diatasilah setiap ada
masalah, tetapi ada
batasan hidup selagi
ketemu ya tidak ada
masalah
15. Bagaimana perkembangan
bapak/ibu dalam melakukan
aktivitas sehari-hari?
Lancar semuanya ga ada
hambatan. Motong-
motong kain orang yang
ikut paham semua cuma
194
ada yang males jadi
jarang ikut lagi
16. Selama mengikuti
keterampilan, apa hambatan
yang bapak/ibu alami?
Saya pertama kali datang
tidak ikut kegiatan
keterampilan tetapi saya
mengikuti kegiatan yang
sudah sering aktif seperti
angklung dan panggung
gembira saja dan tidak
begitu sering.
17. Bagaimana bapak/ibu dapat
menyesuaikan diri dan
mampu melakukan apa yang
diperintahkan dalam
kelompok?
Ya cukup bisa mengikuti
18. Bagaimana cara
mengapresiasi diri dalam
suatu pencapaian diri?
Sejauh ini, saya belum
mendapatkan hasil apa
yang dicapai atau
semacam hadiah dan kalo
ada lebih digunakan untuk
kebutuhan diri sendiri saja
19. Apa keinginan besat atau
tujuan kakek / nenek selama
berada di sini?
Ya itu suatu akhir yang
dalam keadaan syahid dan
tidak menambah waktu
dalam hidup ini kalo
kecuali dosa saya tidak
195
mau
20. Apa yang kakek / nenek
lakukan untuk dapat
mencapai keinginan tersebut?
Iya saya sudah
menyiapkan bekal inshaa
Allah
199
Lampiran 11 Surat Permohonan Izin Penelitian Skripsi di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 (PSTW Budi
Mulia 3) melalui Unit Pelaksana Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) DKI Jakarta
200
Lampiran 12 Surat Permohonan Izin Penelitian Skripsi di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 (PSTW Budi
Mulia 3)
203
Lampiran 15 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form
Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi
jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir
(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia
dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan
data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini
sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan
melalui kegiatan wawancara.
*Required
Nama *
Drs. Hery Soehartono
Usia *
57
Jenis Kelamin *
Laki-Laki
Perempuan
Jabatan / Posisi *
Kepala Panti
Satuan Pelayanan Sosial
Satuan Pembinaan Sosial
Pekerja Sosial
Pramu / Pendamping Sosial
Psikolog
Perawat
Lanjut Usia (WBS)
Alamat *
JL. PISANGAN BARU UTARA NO. 2 RT 007/013
MATRAMAN JAKARTA TIMUR
Hari / Tanggal diwawancarai *
DD
03
/
MM
12
204
/
YYYY
2020
Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian dengan
menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika bersedia harap
semua diceklis)
bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas diri,
keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan penelitian
tersebut (khusus wbs)
bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam
bentuk rekaman suara
bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian
yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik
secara tertulis dan terbatas
205
Lampiran 16 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form
Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi
jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir
(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia
dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan
data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini
sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan
melalui kegiatan wawancara.
*Required
Nama *
Elisabath WU,A.KS,M.Si
Usia *
48
Jenis Kelamin *
Laki-Laki
Perempuan
Jabatan / Posisi *
Kepala Panti
Satuan Pelayanan Sosial
Satuan Pembinaan Sosial
Pekerja Sosial
Pramu / Pendamping Sosial
Psikolog
Perawat
Lanjut Usia (WBS)
Alamat *
Jl. Margaguna No. 1 Jakarta Selatan
Hari / Tanggal diwawancarai *
DD
03
/
MM
01
/
206
YYYY
2020
Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian
dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika
bersedia harap semua diceklis)
bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas diri,
keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan penelitian
tersebut (khusus wbs)
bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam
bentuk rekaman suara
bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian
yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik
secara tertulis dan terbatas
207
Lampiran 17 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form
Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi
jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir
(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia
dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan
data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini
sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan
melalui kegiatan wawancara.
*Required
Nama *
Nada Fitri Febriana
Usia *
23
Jenis Kelamin *
Laki-Laki
Perempuan
Jabatan / Posisi *
Kepala Panti
Satuan Pelayanan Sosial
Satuan Pembinaan Sosial
Pekerja Sosial
Pramu / Pendamping Sosial
Psikolog
Perawat
Lanjut Usia (WBS)
Alamat *
Jalan nangka V No. 56 RT010 RW002 Kel. Cipete utara
Kec. Kebayora baru, jakarta selatan
Hari / Tanggal diwawancarai *
DD
23
208
/
MM
04
/
YYYY
2020
Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian
dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika
bersedia harap semua diceklis)
bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas
diri, keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan
penelitian tersebut (khusus wbs)
bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam
bentuk rekaman suara
bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian
yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik
secara tertulis dan terbatas
209
Lampiran 18 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form
Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi
jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir
(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia
dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan
data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini
sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan
melalui kegiatan wawancara.
*Required
Nama *
Sy.Dery Karmila
Usia *
44Tahun
Jenis Kelamin *
Laki-Laki
Perempuan
Jabatan / Posisi *
Kepala Panti
Satuan Pelayanan Sosial
Satuan Pembinaan Sosial
Pekerja Sosial
Pramu / Pendamping Sosial
Psikolog
Perawat
Lanjut Usia (WBS)
Alamat *
Jalan merica nomor 19 B pondok cabe udik
Hari / Tanggal diwawancarai *
DD
21
/
MM
04
/
210
YYYY
2020
Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian
dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika
bersedia harap semua diceklis)
bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas diri,
keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan penelitian
tersebut (khusus wbs)
bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam bentuk
rekaman suara
bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian
yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik
secara tertulis dan terbatas.
211
Lampiran 19 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form
Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi
jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir
(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia
dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan
data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini
sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan
melalui kegiatan wawancara.
*Required
Nama *
MS
Usia *
88
Jenis Kelamin *
Laki-Laki
Perempuan
Jabatan / Posisi *
Kepala Panti
Satuan Pelayanan Sosial
Satuan Pembinaan Sosial
Pekerja Sosial
Pramu / Pendamping Sosial
Psikolog
Perawat
Lanjut Usia (WBS)
Alamat *
Taman Kota Kampung Basmol Jakarta Barat
Hari / Tanggal diwawancarai *
DD
05
/
212
MM
02
/
YYYY
2020
Saat pengisian form ini, saya dipandu / didampingi
oleh...(khusus wbs wajib diisi selain wbs dilewatkan saja)
Pekerja Sosial
Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian
dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika
bersedia harap semua diceklis)
bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas
diri, keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan
penelitian tersebut (khusus wbs)
bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam
bentuk rekaman suara
bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian
yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik
secara tertulis dan terbatas
213
Lampiran 20 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form
Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi
jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir
(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia
dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan
data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini
sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan
melalui kegiatan wawancara.
*Required
Nama *
M
Usia *
85
Jenis Kelamin *
Laki-Laki
Perempuan
Jabatan / Posisi *
Kepala Panti
Satuan Pelayanan Sosial
Satuan Pembinaan Sosial
Pekerja Sosial
Pramu / Pendamping Sosial
Psikolog
Perawat
Lanjut Usia (WBS)
Alamat *
Galur No. 12 Cempaka Putih
Hari / Tanggal diwawancarai *
DD
05
/
MM
01
/
214
YYYY
2020
Saat pengisian form ini, saya dipandu / didampingi
oleh...(khusus wbs wajib diisi selain wbs dilewatkan saja)
Pekerja Sosial
Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian
dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika
bersedia harap semua diceklis)
bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas
diri, keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan
penelitian tersebut (khusus wbs)
bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam
bentuk rekaman suara
bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian
yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik
secara tertulis dan terbatas
215
Lampiran 21 Surat Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Selama Wabah Covid-19 Melalui Google Form
Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Izin memperkenalkan diri, saya Ghina Nadhifah mahasiswi
jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saat ini, saya sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir
(Skripsi) dengan judul “Intervensi Sosial bagi Lanjut Usia
dalam Memelihara Kesehatan Mental di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 3”. Dalam proses tahapan pengumpulan
data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi form ini
sebagai lembar persetujuan atau kesediaan menjadi informan
melalui kegiatan wawancara.
*Required
Nama *
J
Usia *
63
Jenis Kelamin *
Laki-Laki
Perempuan
Jabatan / Posisi *
Kepala Panti
Satuan Pelayanan Sosial
Satuan Pembinaan Sosial
Pekerja Sosial
Pramu / Pendamping Sosial
Psikolog
Perawat
Lanjut Usia (WBS)
Alamat *
Jakarta
Hari / Tanggal diwawancarai *
DD
05
/
216
MM
02
/
YYYY
2020
Saat pengisian form ini, saya dipandu / didampingi
oleh...(khusus wbs wajib diisi selain wbs dilewatkan saja)
Pekerja Sosial
Dengan ini, saya bersedia menjadi informan penelitian
dengan menyepakati beberapa hal, sebagai berikut: (jika
bersedia harap semua diceklis)
bersedia menyampaikan segala informasi terkait identitas
diri, keluarga, dan segala hal yang berkaitan dengan
penelitian tersebut (khusus wbs)
bersedia untuk didokumentasikan informasi/data dalam
bentuk rekaman suara
bersedia informasi/data dimuat dalam laporan penelitian
yang hanya dipublikasikan untuk kepentingan akademik
secara tertulis dan terbatas
217
Lampiran 22 Foto Dokumentasi
Kantor Utama Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3
Ruang Pemulasaraan