Meriana Malo 712015126...Kepelbagian uraian makna Marapu ini berujung pada kenyataan para penganut...
Transcript of Meriana Malo 712015126...Kepelbagian uraian makna Marapu ini berujung pada kenyataan para penganut...
Kajian Teologis terhadap Pemahaman Warga Kampung Bondo Bukka tentang
yang Transenden setelah Berpindah Agama dari Marapu ke Kristen
Oleh
Meriana Malo
712015126
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian
dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam bidang Teologi
(S.Si.Teol)
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas segala berkat, hikmat
dan rahmat-Nya sehinggah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan
segalanya baik.
Pada kesempatan ini pun penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
mereka yang selama penulisan tugas akhir ini ikut berperan membantu saya baik
melalui doa dan juga bantuan secara langsung. Karena penulis yakin tanpa bantuan
dari mereka tugas akhir ini tidak akan selesai tepat waktu dan dengan segalanya baik.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimah kasih kepada :
1. Kepada keluargaku tercinta, Papa Simon Malo Kiku. Mama Ledia Wolla,
Kakak Yana, Kakak Dani, Kakak Tina, kakak Lina dan adik-adikku Marlin,
Eston, Lita. Terima kasih karena cinta kasihnya, kesabaran, doa serta
dorongan yang selama ini diberikan dan tak hentinya mendoakan saya yang
berada jauh.
2. Kepada Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo dan Pdt. Cindy Quartyamina
Koan, M.A selaku pembimbing yang sudah dengan sabar membimbing saya
dan tidak pernah bosan memberikan masukan dan saran untuk penulisan tugas
akhir ini.
3. Kepada seluruh dosen yang berada di Fakultas Teologi UKSW.
4. Kepada kakak Umbu sebagai Alumni UKSW yang telah membantu saya
dalam menyusun hasil penelitian.
5. kepada seluruh warga kampung Bondo Bukka yang telah mengambil bagian
dalam proses wawancara yang dilakukan penulis untuk mendapatkan data dan
juga Kepada jemaat, majelis dan pendeta mengijinkan saya berpelayanan dan
berbagi ilmu pada semua warga
6. Kepada widya, Merymar, Enna bani, Sentya, Anggel yang sudah setia
menemani segala kegilaan dan kegalauan selama kuliah dan penulisan tugas
akhir.
7. Kepada teman-teman angkatan yang dengan setia mendukung saya dari awal
kuliah sampai pada akhir kuliah saya.
vii
8. Kepada Kakak Eca, kakak Tiara, kakak Lin, Anggel Dima, Vita. yang sudah
mau mendengar keluah kesah saya selama kuliah sampai akhir dari setiap
penulisan selesai.
9. Kepada sepupu saya yang selalu mendukung saya untuk dapat menyelesaikan
proses perkulihan tepat waktu
10. Kepada seluruh angakatan 2015 yang telah sama-sama berjuangan sampai
akhir ini.
11. Terima kasih juga kepada seluruh kelurga tercinta yang berada di Sumba yang
sudah membantu baik dalam doa dan juga bantuan lain dalam proses kuliah
yang dilalui selama empat tahun.
Salatiga, 6 September 2019
Meriana Malo
viii
Daftar Isi
Halaman Judul……...……………………………………………………………… i
Lembar pengesahan...……………………………………………………………… ii
Pernyataan tidak plagiat…………………………………………………………… iii
Pernyataan persetujuan akses……………………………………………………... iv
Pernyataan persetujuan publikasi…………………………………………………. v
Motto………………………………………………………………………...…….. vi
Kata pengantar…………………………………………………………………….. vii
Daftar isi…………………………………………………………………………… ix
Abstrak…………………………………………………………………………….. x
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah…………………………………………….……… 1
Rumusan masalah………………………………………………….……… 4
Manfaat penelitian…………………………………………………..…….. 5
Metode penelitian………………………………………………….……… 5
Sistematika penulisan……………………………………………….……. 6
TEORI
Monotheisme Transenden………………………….…………………..… 7
Politheisme Teritorial………………………………………………..…… 9
Monotheismen Imanen………………………………………………..….. 10
Konversi Agama……………………………………………………….… 12
Hasil Penalitian……………………………………………………………….…. 3
Gambaran umum tempat penelitian…………………………………………….. 14
Orang Sumba dan Agama…………………………………………………….…. 15
Konsep yang Transenden menurut Kepercayaan Marapu……………………… 16
Konsep Transenden bagi Warga yang telah Berpindah Agama dari Marapu ke
Kristen…………………………………………………….……………………….. 17
Kajian Teologis terhadap Perspektif Transenden…………….……………..……. 18
Analisa Pemahaman Warga Kampung Bondo Bukka tentang Allah ketika Berpindah
Agama dari Marapu ke Kristen…………………………………………………… 19
ix
Penutup……………………………………………………………………………. 20
Kesimpulan…………………………………………………………………….….. 21
Saran……………………………………………………………………….……… 22
Daftar Pustaka……………………………………………………………..…….... 23
x
Motto
Aku mencintainya karena Dua cinta, cinta
karena diriku dan cinta karena Engkau layak
dicintai
Yesaya 55:8
Sebab rancangan-ku bukanlah
rencanganMu, dan jalan-Mu bukanlah jalan-
ku.
xi
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mencari tahu bagimana konsep Allah yang
dipahami warga kampung Bondo Bukka ketika berpindah agama dari Marapu ke
Kristen, telah ditemukan bahwa ada beberapa faktor yang membuat perpindahan
Agama itu terjadi, seperti dalam penulisan ini ditemukan bahwa warga ketika berada
di Marapu banyak mengalami berbagai persoalan kehidupan yang pada akhirnya
warga diharuskan untuk berpindah. Berkaitan dengan perpindahan ini penulis juga
yang mengunakan teori konsep Allah mengambarkan bahwa transenden yang
mengalami proses perubahan ini merupakan transenden yang terus diperbaharuhi
manusia sesuai konteks di mana manusia itu hidup dan berinteraksi. Konsep yang
digambarkan dalam teori konsep Transenden ini ada tiga yaitu Monotheisme
Transenden, Politheisme Teriorial, dan Monotheisme Imanen, Imanen dalam wilayah
batin dari keempat konsep ini merupakan yang sudah berada dalam diri manusia
tetapi konsep ini sangat sulit untuk dimaknai, pemaknanan terhadap konsep lama
sering kali terjadi kesimpangsiuran, pergantian konsep lama memang bukan sesuatu
yang gampang, melainkan manusia harus berhadapan dengan situasi kehidupan yang
membutuhka sesuatu jawaban atas setiap persoalan yang dihadapi sehingga pada
akhirnya konsep lama diganti sesuai apa yang menjadi harapan setiap manusia.
seperti yang dirasakan warga kampung Bondo Bukka yang pada awalnya
mengunakan berbagai cara untuk menghubungkan mereka dengan yang transenden,
namun karena kejauhan dan tidak bisa dijangkau yang transenden tersebut akhirnya
digantikan dengan konsep baru yang bisa dijangkau oleh pribadi mereka, sebagai
subjek warga telah menjadikan beberapa objek sebagai bagian yang
memperjumpakan warga dengan yang transenden namun tidak memberikan
penyembuhan bagi setiap persoalan yang dihadapi.
Kata kunci: Gereja sebagai lembaga terpenting untuk mengerakan suatu pengajaran
yang tidak saja menoton, tetapi bervariasi.
1
1. Pendahuluan
Latarbelakang
Sumba memiliki pelbagai keragaman, terkhususnya kampung Bondo
Bukka yang berada di Sumba Barat Daya secara nyata beragam dalam entitas
agama. Warga yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa Weejewa ini
terdiri dari 85% penganut Kristen, 10% penganut Marapu, 5% penganut
Katolik.1 Menariknya sebagian besar penganut agama Kristen, sebelumnya
merupakan aliran kepercayaan Marapu.
Marapu merupakan sistem kepercayaan asli masyarakat Sumba yang
sampai pada saat ini masih bertahan. Ada beberapa pendapat yang
mengemukakan arti kata Marapu itu sendiri. Onvle berpendapat bahwa
Marapu berasal dari dua suku kata Ma berarti yang dan rapu yang berarti
dihormati, disembah dan didewakan.2 Andreas Yewangoe menduga bahwa
kata Marapu berasal dari kata Ma yang berarti yang dan rappu yang berarti
tersembunyi, dengan demikian Marapu berarti yang tersembunyi atau tidak
dapat dilihat. Pendapat lain muncul dari F. D. Welem mengatakan bahwa
Marapu adalah kepercayaan terhadap dewa-dewa atau ilah tertinggi atau
arwah nenek moyang dan kekuatan-kekuatan sakti. Kepelbagian uraian makna
Marapu ini berujung pada kenyataan para penganut agama Marapu
memahami bahwa dewa-dewa yang dihormati tersebut dapat memberikan
pertolongan dan perlindungan jika disembah, sebaliknya jika tidak disembah
maka akan memberikan malapetaka bagi manusia.3
Lebih lanjut dalam Marapu sendiri warga kampung Bondo Bukka
memahami Yang Transenden melalui objek-objek yang ada yang kemudian
diwujudkan dalam berbagai bentuk. Ada berupa patung, berupa perhiasan atau
1 Wawancara dengan Hendrik Bora Rewa, Kepala Desa, Kadiwanno. 8 Agustus 2018. Pukul
17.00 WITA
2 F.D. Wellem, injil dan Marapu, Suatu Studi Historis-Teologis tentang Perjumpaan Injil
dengan Masyarakat Sumba Pada Periode 1876-1990, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), 46.
3 Harun Hadiwijono, Religi Suku Murba di Indonesia, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 26.
2
Mamuli “sebuah simbol reproduksi perempuan berupa anting dan liontin” ada
berupa lambang bulan, lambang matahari serta binatang-binatang yang ada di
darat maupun di laut, termasuk tumbuh-tumbuhan. Benda-benda ini disimpan
di atas loteng dari Rumah agar tidak mudah disentuh. Tempat penyimpanan
kerap kali dianggap suci atau keramat, karena tempat tersebut diyakini sebagai
tempat bersemayam para leluhur yang menjadi perantara antara manusia
dengan yang transenden.
Orang Sumba mengenal Marapu dengan dua tingkatan. Tingkatan paling
tinggi adalah Mori Langit, Mori Tana. Marapu ini menjadi alamat dari setiap
permohonan yang memutuskan permohonan itu diterima atau ditolak. Marapu
paling tinggi tingkatannya ini diyakini tidak pernah tidur, Ia tetap
memperhatikan manusia yang memohon kepada-Nya. Ia disebut sebagai
Marapu dappa teki ngara, dappa suma tamo, momo wiwi make mata “Ia yang
bermata besar dan bertelinga lebar untuk memperhatikan dan mendengarkan
keluhan manusia”. Marapu lain pada tingkatan selanjutnya adalah Marapu
Mori Tana. Ia adalah Marapu yang menjaga dusun atau kampung dan juga
menjaga kebun. Ia diyakini sebagai Mori Tana karena Ia memiliki kekuatan
untuk menciptakan segala sesuatu, dari yang tidak ada menjadi ada yang
sedang didiami manusia, dan diyakini sebagai pemelihara segala ciptaannya
dan penjaga dusun atau kampung. Marapu ini harus diberikan sesajian berupa
makanan, diberikan persembahan dalam bentuk hasil panenan yang digantung
pada tiang persembahan.4
Adapun hal lain yang perlu dipahami terkait dua tingkatan Marapu ini
menyangkut tata cara penyebutannya, nama Marapu tertinggi sering kali tidak
boleh disebutkan nama-Nya. Hal ini disebabkan Ia diyakini sebagai pencipta
alam semesta yang bersemayan ditempat yang jauh yakni di langit ketujuh.
Manusia tidak serta merta dapat berkontak langsung dengan Marapu tertinggi
ini, demikian sebaliknya dibutuhkan perantara antara keduanya. Meskipun
4 Wawancara dengan Ama Wolla, Tokoh Adat, Kampung Bondo Bukka, Sumba Barat Daya,
2 Juni 2018. 08.00 WITA
3
demikian orang Sumba percaya bahwa Marapu tertinggi itu baik hati dan suka
mengampuni orang yang mau bertobat. Bahkan saat kematian tiba, Ia akan
menerima manusia.5 Berbeda dengan Marapu Mori Tana, yang dipahami
sebagai tuan tanah, dalam hal ini warga harus memberikan sesajian untuk
Marapu tersebut agar segala bentuk usaha yang dilakukan mendapatkan hasil
yang memuaskan. Ia diyakini mempunyai kuasa untuk memberikan hasil yang
terbaik untuk setiap usaha manusia, sehingga ketika warga mengumpulkan
hasil panenan, maka terlebih dahulu hasil tersebut dipersembahkan kepada
Mori Tana.
Adanya konsep Transenden yang tidak mudah dijangkau dalam Marapu;
inilah yang menjadi celah bagi penganut Marapu secara khusus yang berada di
kampung Bondo Bukka untuk mulai memikirkan upaya mewujudkan
kerinduan dalam rangka menyatukan hubungan dengan Allah. Pengalaman
inilah yang membuat mereka berpindah agama dari penganut Marapu menjadi
penganut Kristen Protestan. Konsep Allah yang begitu jauh tidak dapat
dijangkau dalam ajaran Marapu dirasakan sebagai di mana persoalan yang
trasenden itu dinilai kurang campur tangan untuk membantu warga
menyelesaikan berbagai masalah mereka seperti masalah ekonomi,
pendidikan, kesehatan.
Kekristenan yang masuk ke Sumba pada tahun 1881-1883 telah
menyebabkan banyak perubahan. Perubahan terbesar yakni terkait
pemahaman tentang Allah sebagai pribadi yang dekat dengan umat-Nya.
Allah yang Maha Besar mau menghadirkan diri-Nya dengan mengambil rupa
manusia melalui putra tunggal-Nya Yesus Kristus demi menyelamatkan umat
manusia dari ketertindasan untuk memperoleh kebebasan. Inilah yang menjadi
penyebab perpindahan penganut Marapu ke Kristen Protestan di kampung
Bondo Bukka.
5 Dharmaputra T. Palekahelu, Marapu Kekuatan di Balik kekeringan (Salatiga: Program
Doktor Studi Pembangunan Universitas Kristen Setya Wacana, 2010), 15
4
Menurut Karen Armstrong, Konsep Allah akan selalu diperbaharuhi
manusia sesuai konteks di mana ia hidup sesuai pengalaman iman. Dalam hal
ini iman manusia adalah iman yang terus bertumbuh, terus mencari tahu
segala sesuatu yang tidak mampu secara spontan dibuktikan, sehingga ide
lama ditinggalkan dan digantikan oleh ide baru. Hal ini dikarenakan
ketidakpuasan manusia dalam mencari kepastian terhadap terhadap persoalan
yang membutuhkan jawaban serta rasa kagum terhadap konsep yang baru
terus berlangsung, untuk mencapai kesempurnaan. Manusia adalah makluk
spritual dalam hal ini manusia berusaha mencari sesuatu sebagai
pengabdiannya yang mampu memberikan dampak dalam kehidupan mereka.
Karen Armstrong mengatakan bahwa manusia sebagai homo sapiens juga
merupakan homo religious.6 Dalam hal ini manusia ingin mencapai
kesempurnaan yang ada di luar dirinya.
Pencarian makna Transenden inilah yang membawa penganut Marapu di
kampung Bondo Bukka menjadi Kristen. Mereka juga mengakui dengan
berbagai perkembangan dan juga kemajuan yang ada membawa mereka
kepada sesuatu hal yang harus diperbaharui. Konsep Allah yang mereka
pahami adalah Allah yang selalu berubah, dalam artian di Marapu mereka
memahami Allah sebagai realitas tertinggi yang diberikan sesajian untuk
segala penyembahan yang ada, tetapi ketika mereka berada di Kristen
Protestan hal ini tidak lagi dilakukan karena Yesus yang merespon manusia
bahkan banyak berkorban untuk menyelamatkan manusia dari ketertindasan
untuk membawa mereka dalam kemenangan. Yesus adalah sosok yang
mereka pahami sama seperti manusia dan nyata hidup dalam penderitaan
untuk memperjuangkan keselamatan manusia.
Setelah menjadi penganut Kristen Protestan, warga kampung Bondo
Bukka dalam kesehariannya seolah masih menyertakan beberapa ajaran
Marapu yang sebelumnya mereka pahami. Di antaranya: ketika musim panen
6 Karen Armstrong, Sejarah Tuhan, Kisah 4.000 Tahun Pencarian Tuhan dalam Agama-
Agama Manusia, (Bandung, Mizan 2011), 20.
5
warga memberikan persembahan berupa hasil panen tersebut di dalam gereja,
sebagai simbol bahwa Tuhan telah memberikan berkat dalam rupa
penghasilan; cara berdoa warga juga masih menyebutkan nama para nenek
moyang seperti dalam acara-acara sederhana; ketika memotong ayam maka
usus ayam tersebut masih dilihat sebagai penentu nasib; begitu juga rumah
tempat tinggal mereka masih diisi dengan benda-benda keramat. Praktek-
praktek inilah yang menimbulkan pertanyaan penulis tentang seperti apa pola
pemahaman warga kampung Bondo Bukka menganut Kristen. Adakah dalam
penghayatan iman Kristen Protestan, mereka memahami seutuhnya konsep
Allah sesuai kepercayaan Kristen Protestan atau pengaruh ajaran Marapu yang
pernah dulu mereka anut yang di bawa dalam kekristenan. Berdasarkan
paparan di atas, maka penulis bermaksud meneliti mengenai pemahman warga
kampung Bondo Bukka tentang Allah setelah berpindah agama dari Marapu
ke Kristen Protestan.
Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah dijelaskan maka yang
menjadi pertanyaan sentral dalam penelitian ini adalah; Bagaimana konsep
Transenden dipahami warga kampung Bondo Bukka setelah berpindah Agama
dari Marapu ke Kristen?
Mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana konsep Transeden itu
dipahami oleh masyarakat Sumba terkhususnya warga kampung
Bondo Bukka saat berpindah agama dari Marapu ke Kristen.
Secara Teoritis : kajian ini bertujuan memberikan wawasan yang baru bagi
pembaca dalam segala bidang yang berkaitan dengan konteks di mana manusia itu
hidup dan berinteraksi. menambah wawasan bagi pembaca dalam memahami konsep
Allah secara kontekstual, dalam berbagai perkembangan yang ada.
Secara Praktis: Bagi peneliti menambah wawasan dalam memahami Allah dalam
konteks yang selalu baru, dan juga bagaimana menerima serta menyikapi segala hal
yang terjadi berkaitan dengan kehidupan masyarakat yang mengalami perpindahan
agama seperti dalam penelitian ini yaitu perpindahan dari Marapu ke Kristen.
6
Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan segala
sesuatu yang terjadi pada masa lampau, dengan menemukan hal-hal apa yang terjadi
sampai saat ini. Metode ini akan digunakan peneliti untuk mendeskripsikan konsep
Allah seperti apa yang dianut oleh masyarakat selama mereka berada di Marapu dan
ketika mereka berpindah di Kristen. Untuk mendapatkan data yang lebih mendalam
maka sang at dibutuhkan pendekatan kualitatif.7
Metode kualitatif sangat diperlukan untuk memperdalam penelitian ini. Dalam
hal ini sangat ditentukan oleh data yang bersifat empirik berdasarkan intelektual.
Objek yang akan diteliti adalah warga kampung Bondo bukka yang berpindah agama
dari Marapu ke Kristen. Dalam hal ini sangat perlu metode deskriptif yang akan
menggambarkan segala kejadian yang terjadi dengan warga yang menganut Marapu
dan berpindah ke Kristen.
Penelitian akan dilakukan kepada masyarakat yang sudah dengan sah pindah
dari Marapu ke Kristen. Dalam pengambilan data, cara yang akan digunakan adalah
wawancara yang mendalam. Dengan wawancara yang mendalam peneliti akan
menemukan data-data yang akurat. Selain itu juga untuk memperkuat data-data yang
ada maka peneliti juga akan mengunakan studi pustaka.
Penulis akan membagi tulisan ini kedalam lima bagian, yakni sebagai berikut:
Bagian pertama, Membahas tentang Pendahuluan yang meliputi Latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan. Bagian kedua: Membahas tentang teori konsep Allah yang
dipahami manusia tiap-tiap zaman yang berusaha menggantikan persepsi tentang
Allah, konsep perubahan yang terjadi dari monotheisme transenden, politheisme
teritorial dan monotheisme imanen. Bagian ketiga membahas tentang hasil penelitian
sesuai dengan situasi kehidupan masyarakat Sumba Barat Daya khususnya kampung
7 Hadari Nanawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1994), 73.
7
BondoBukka dalam memahami konsep Allah dari Marapu ke Kristen. Bagian
keempat, berisi tentang analisis hasil penelitian berdasarkan teori. Bagian kelima
berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan berupa temuan-temuan yang
diperoleh dari hasil penelitian, pembahasan, analisis dan saran-saran yang berupa
kontribusi serta rekomendasi untuk penelitian selanjutya.
2. Landasan Teori.
Konsep Allah Transenden menurut Monotheisme Transenden
Konsep Allah yang dipergunakan dalam PL, dapat diuraikan ke dalam tiga
sub kelompok, yaitu: Adonai, EL dengan berbagai atribut (Elohim, EL-Shaddai, EL-
Olam, EL-Berit) dan yahweh/Yahweh Tsebaoot. Dalam deretan nama-nama itu
dicatat dua nama sebagai pokok, yakni EL dan Yahweh. Adonai adalah bentuk kata
jamak dari kata Adon yang berarti “tuan, pemilik, penguasa, junjungan”.
Hubungannya dengan nama Allah digunakan dalam bentuk jamak dengan diberi
akhiran pemilik orang pertama tunggal. Secara harafiah berarti tuan-tuanku.8
Sedangkan kata El adalah nama dewa yang menjadi kepala pantheon (dewan para
dewa). EL dihormati sebagai yang mahatinggi (Elyon), dan yang mahakuasa
(Hasyaddai) dan yang maha kekal (Ha olam).9 Sedangkan Yahweh merupakan
sebutan umum bagi Allah dalam kehidupan bangsa-bangsa Semit, nama Yahweh
dapat dikatakan merupakan sebutan yang secara khusus lahir dalam konteks
kepercayaan bangsa Israel. Jika dilihat siapakah yang bernama Allah itu adalah nama
dewa tertinggi bangsa Arab bersama-sama dewi ALLATTA dan DEWI ALLUZZA
yang disembah sejak dahulu kala.10
Konsep Allah adalah pribadi yang kekal, yang tidak berubah, mengatasi
waktu dan tahan dari berbagai dinamika perubahan yang ada, menurut Karen
Armstrong konsep dan dinamika terhadap konsep Allah itu berubah dari zaman-ke
zaman, tiap zaman atau tiap periode di mana manusia memahami konsep terhadap
8 Towns Elmer L. Nama-nama Allah: Mengungkap Rahasia Nama-nama Allah dalam
Perjanjian Lama untuk Menolong Anda Mengenal Dia Secara Lebih Mendalam, (Yogyakarta:
Yayasan ANDI, 1995). 177. 9 Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual,(PT. BPK
Gunung Mulia, 2012), 27-36 10
Herlianto, Siapakah yang Bernama Allah Itu?,(Jakarta: Gunung Mulia.2002).2-6
8
Allah tidak lagi fungsional maka diam-diam konsep yang lama itu ditinggalkan.11
Lalu manusia mulai mengkonstruksi atau mendesain konsep baru yang menolong
manusia bertahan hidup secara bermakna dalam masyarakat. Inilah yang menjadi
gagasan utama dari setiap perubahan yang terjadi sesuai konteks manusia hidup dan
berintraksi. Perkembangan gagasan tentang Allah berubah sesuai sejarah
perkembangan manusia.
Monotheisme transenden adalah penyebab utama yang tak terpahami dan tak
terlihat, Dia sebagai pencipta, pendukung, pengendali sejarah, Dia juga sebagai
peletak dasar kehidupan, perancang hukum-hukum yang mengatur tata tertib kosmos
dan relasi antara segenap ciptaannya. Allah dalam konsep ini adalah Allah yang
sangat jauh tidak dijangkau oleh dunia manusia, Dia terlalu mulia, manusia tidak
serta merta berkontak dengan diri-Nya.12
Konsep Monotheisme Transenden
menciptakan segalaa sesuatu lalu pergi, Dia meninggalkan dunia, sejarah, alam
semesta, ciptaan. Dia tidak peduli lagi dengan hidup menurut norma-norma dan
aturan-aturan hukum yang telah ditetapkan. Namun konsep Allah monotheisme ini
merupakan konsep sejati tentang Allah karena sebagai pencipta. ketika Allah
monotheisme pergi merupakan konsep pertama yang mendasari atas setiap kehidupan
manusia, ketika Tuhan itu pergi muncullah konsep kedua karena manusia banyak
berhadapan dengan berbagai persoalan-persoalan dan konflik yang terus berlangsung
di dunia yang tidak bisa diatasi dengan kekuatan sendiri. Manusia membutuhkan
Allah untuk mendampingi, mengubah dalam mencari solusi dari setiap persoalan
yang dihadapi, tetapi Allah yang sejati telah pergi, karena manusia membutuhkan
Allah yang menolong, dan Allah sejati sudah pergi maka di hadirkan motif kedua
tentang konsep Allah yaitu politheisme teritorial.13
Konsep Politheisme Teritorial
Politheisme Teritorial merupakan konsep yang ada dekat dengan manusia,
tiap- tiap ilah mempunyai makna atas kehidupan manusia, yang dipahami sebagai
dewa laut, dewa perang, dewa darat, dewa ekonomi, itu karena gagasan monotheisme
11
Karen Armstrong, Sejarah Tuhan, 27. 12
Karen Armstrong, sejarah Tuhan, 47 13
Armstrong, Sejarah Tuhan, 49.
9
manusia tidak bisa memecahkan masalah karena Allah monotheisme itu pergi jauh,
lalu manusia menciptakan politheisme. berbagai banyak dewa tetapi satu Tuhan
tertentu dan diakui yang mampu monolong manusia untuk tetap hidup. Tetapi
ternyata dewa-dewa itu dalam politheisme yang teritorial berkonflik satu sama yang
lain sehingga konflik antar bangsa sama dengan perang antar dewa itu tidak
menolong dia untuk bertumbuh dan membangun masyarakat yang sehat, di tengah
hirup pikuk politheisme itu muncullah Abraham yang memperkenalkan gagasan
Allah yang baru yaitu gagasan Allah yang ketiga yang Monotheisme itu ditarik
kembali pada manusia, karena itu dia bukan lagi monotheisme Transedental,
melainkan konsep monotheisme imanen.
Konsep Transenden menurut Monotheisme Imanen
Ketika terjadi kesimpangsiuran konsep politheisme teritorial tentang Allah
yang berseliweran di Timur Tengah, muncullah ide baru yang diperkenalkan kembali
oleh Abraham, Isak, Yakub dan berpuncak pada Musa yang memperkenalkan konsep
yang baru. Allah yang diperkenalkan Abraham memberikan gagasan yang begitu
menghidupkan manusia dan menolong seseorang keluar dari persoalan-persoalan,
tetapi hal itu saja tidak cukup bagi manusia, ini yang merupakan konsep ketiga
mengenai Allah. pada saat yang sama di india mengembangkan satu konsep lagi
yaitu konsep monotheisme imanen yang bekerja di wilayah batin yang merupakan
konsep keempat mengenai Allah.14
Ini bukan Allah dalam Yesus Kristus melainkan
Allah yang dikonsepkan oleh orang Buddha, Hindu di India yang mempunyai
kesamaan dengan konsep Yesus Kristus.
Ketika datangnya kekristenan Paulus, Matius, Markus, Lukas. Para penulis
kitab perjanjian baru mengkombinasi ketiga konsep yaitu yang transedental jauh,
imanen dalam sejarah, imanen dalam batin yang kemudian dikonsepkan dalam Allah
tritunggal, inilah konsep yang terus menerus diperbaharui manusia dari zaman ke
zaman dan yang diakui manusia sebagai perubahan yang bermakna dan bernilai. Karl
Raner mengatakan bahwa untuk mencapai yang trasenden tersebut manusia, sama
halnya dengan proses mendaki gunung, yang menjadi tujuan utama adalah gunung,
14
Armstrong, Sejarah Tuhan, 57.
10
namun ada beberapa tindakan yang harus dilakukan seorang pendaki gunung untuk
mencapai puncak, dan gerakan menuju puncak hanya bisa dicapai jika manusia
mengambil tindakan.15
Demikian halnya pencarian iman manusia adalah berusaha
merasakan hal-hal yang terbatas untuk mencapai yang tak terbatas.
Konversi Agama
Dari segi etimologisnya konversi agama terjadi, secara umum dapat dipahami
sebagai perubahan agama atau kepercayaan seseorang. Kata konversi berasal dari
bahasa Latin “conversio” berarti tobat, pindah serta berubah (agama atau
kepercayaan). Max Heirich mengatakan bahwa, konversi agama adalah suatu
tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang berpindah ke suatu sistem
kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya.16
Menurut Lewis R. Rambo, memberikan definisi dari konversi agama yaitu perubahan
sederhana yang terjadi dari ketiadaan suatu sistem kepercayan yang dianut menjadi
terciptanya suatu komitmen kepercayaan, dari anggota dalam agama dengan satu
sistem kepercayaan kepada sistem kepercayaan yang lain, atau dari satu orientasi
kepada orientasi yang lain dalam satu sistem kepercayaan tunggal.17
Perpindahan agama sering terjadi karena berbagai persoalan yang dihadapi.
Orang yang melakukan perpindahan agama sama dengan orang berada di
persimpangan jalan. Ia harus memilih akan berpindah ke dalam agama Kristen
dengan dunia yang tidak diketahui dan sama sekali baru atau tetap tinggal didunia
yang sudah diketahuinya. Karena faktor-foktor sosial, berpindah agama diharuskan
untuk dapat terjadi. Ketika perpindahan tersebut tidak dibekali dengan pengajaran-
pengajaran agama Kristen. faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor eksternsal
dan internal yang menimbulkan semacam tekanan batin yang mempengaruhi warga
lalu terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin yang memberikan
kekuatan lain yang mampu memberikan ketenangan jiwa.18
Dalam hal ini dipahami
sebagai perpindahan status yang pada akhirnya membawa konsep lama di dunia
15
Karl Rahner, kanisius (Anggota IKAPI), 15 16
D. O.C Hendropuspito, Sosiologi Agama(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 78. 17
Lewis R.Rambo, Understanding Religious Conversion (London: Yale University, 1993), 6. 18
Thouless, pengantar psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persad, 2000).
11
yang baru. Perpindahan agama harus dipahami benar oleh yang bersangkutan, dan hal
itu yang menjadi tanggungjawab gereja dalam tugas melayani bagaimana
memberikan penjelasan tentang konversi agama sesuai konteks di mana masyarakat
hidup dan berinteraksi. Lewis mengatakan bahwa studi dari konversi harus diikut
sertakan dengan mencakup budaya, sosial, dan sistem agama.19
Pengalaman terhadap konversi agama, merupakan pengalaman bahwa ada
dunia yang lama yang telah dirasakan setiap orang, namun karena adanya perubahan
dan cara pandang keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaannya, sikap
kepercayaan lama ditinggalkan dan mulai menyesuaikan dengan dunia baru, dalam
hal ini konversi agama sudah dipandang sebagai pertumbuhan atau perkembangan
spiritualitas yang mengandung perubahan arah yang berarti terhadap ajaran dan
tindakan agama.20
Perubahan yang terjadi yang harus benar-benar diperhatikan
gereja, bagaimana mengambil sebuah tindakan dalam memahami konteks yang selalu
baru.
Menurut kamus bahasa Indonesia, agama merupakan suatu sistem yang
mengatur keimanan dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Esa. Dalam hal ini
secara sosiologis, agama merupakan suatu tradisi yang dipahami oleh manusia sesuai
konteks di mana ia hidup dan berinteraksi. Agama merupakan salah satu bagian yang
terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia hidup dan berinteraksi dengan suatu
kepercayaan yang sudah mengikat, dalam hal ini manusia tidak bisa menjadi dirinya
sendiri jika tidak digerakan oleh yang transenden, transenden sesuatu yang ada di
luar diri manusia.
Kesimpulan:
Dari ketiga konsep ini akan digunakan kedua konsep yaitu politheisme dan
imanen. Konsep ini merupakan bagian dari konsep yang dipahami warga Sumba
ketika berada di Marapu lalu berpindah di Kristen, bagaimana cara pandang mereka
terhadap konsep yang baru dalam perubahan-perubahan yang dijumpai dan dimaknai
secara berbeda. Teori konsep Allah ini sangat bermanfaat untuk melihat bagaimana
19
Rambo, Understanding Religious, 7. 20
Zakiyah Daradjhat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta; PT. Bulan Bintang, 2005), 138.
12
konsep Allah dalam praktek-praktek gaya yang lama, namun juga bisa berubah sesuai
konteks di mana manusia hidup, hal ini juga merupakan kesadaran manusia atas
setiap tindakan-tindakan dalam memaknai setiap perjumpaan yang ada dan juga
problem-problem kehidupan yang tidak bisa diselesaikan.
3. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Sumba adalah sebuah pulau, menurut mitos orang Sumba disebut “ Tana
Humba”,” Tana Zumba”, “Tana Suba”, “Tana Sumba”. Masing-masing nama
tersebut sesuai dengan dialek beberapa wilayah, tetapi yang artinya sama yaitu Tana
Asli. Kata Humba, Zumba, Suba, atau Sumba menurut cerita tua-tua adat (rato)
adalah nama salah seorang penduduk yang pertama kali menginjak kakinya di pulau
Sumba. Pulau Sumba terdiri dari tiga daerah tingkat III yaitu Sumba Timur dengan
Ibu kotanya Waingapu, Sumba Barat Ibu kota Waikabubak, dan dengan Sumba Barat
Daya Ibu kota Waitabula. Selain daerah di dataran Sumba ini khususnya di daerah
Sumba Barat Daya memiliki bahasa daerah yang berbeda-beda, alat komunikasi
antara penduduk di daerah Tingkat III Sumba Barat Daya dipergunakan bahasa
Indonesia.
Wewewa Timur merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Sumba Barat
Daya yang terletak dibagian barat berbatasan dengan ibu kota Sumba Barat
Waikabubak sekitar 10 km. Gereja Kristen Sumba (GKS) yang terdapat di Wewewa
Timur yakni enam Jemaat. Jemaat Elopada, jemaat Ombarade, jemaat Taggaba,
jemaat Mondomia, jemaat Waikapoda, jemaat Tana Kumbuka, jemaat Wanno Ritta.
Karena penelitian ini berpusat pada kampung Bondo Bukka yang menjadi cabang dari
jemaat Waikapoda maka penulis lebih banyak berbicara tentang pemahaman warga
kampung tentang konsep Allah yang dipahami dari Marapu ke Kristen. Pengaruh
kepercayaan suku Sumba masih cukup kuat dan merupakan tantangan yang dihadapi
oleh gereja. Walaupun seseorang telah menjadi Kristen, tetapi cara hidupnya masih
dibayangi atau dipengaruhi oleh nilai-nilai kepercayaan asli dan budayanya. Faktor
adat istiadat seperti kepercayaan Marapu sangat mempengaruhi kehidupan mereka
baik dalam kehidupan berjemaat maupun bermasyarakat.
13
Orang Sumba dan Agama
Liliweri mengatakan bahwa agama atau sistem kepercayaan suatu masyarakat
adalah salah satu bentuk dari kebudayaan yang diterima tanpa sadar atau tanpa
dipikirkan dan proses pewarisannya dilakukan melalui komunikasi dan peniruan dari
satu generasi ke generasi berikutnya.21
Oleh karena itu, untuk memahami agama
dengan baik, membutuhkan pemahaman tentang kebudayaan, baik batasan
kebudayaan maupun bentuk-bentuk kebudayaan.
Marapu dipahami oleh orang-orang yang berpindah dari kepercayaan Marapu
ke Kristen ternyata tidak dapat melepaskan begitu saja unsur-unsur kepercayaan yang
telah melekat di dalam dirinya sekalipun telah menjadi Kristen. Keraguan akan
keselamatan ada pada diri mereka, supaya benar-benar merasa diselamatkan maka
dilakukan ritual-ritual Marapu dan tetap meminta didoakan secara Kristen. Pengaruh
kepercayaan Marapu bagi kehidupan jemaat asal Marapu sangat besar.22
Mengenai hubungan Marapu dengan manusia dan ekologi, Jimmy
mengatakan setiap mitos mempunyai makna penting bagi kehidupan penganutnya
yaitu terkait manusia, alam dan sang ilah tertinggi. Hal ini dikarenakan kepercayaan
Marapu sangat menekankan betapa penting alam dan ciptaan lainnya.23
Demikian
halnya Dharmaputra T. Palekahelu, Jimmy mengatakan para penganut Marapu
percaya apabila mareka mempercayai dan mematuhi perintah Marapu beserta mitos
yang ada, maka mereka akan mendapatkan berbagai hal yang baik dalam kehidupan
mereka sehari-hari.24
Namun apabila mereka tidak mematuhinya, maka akan ada
banyak hal buruk yang menimpa mereka. Marapu diyakini hadir dalam benda-benda
khusus seperti perhiasan budaya, rumah yang ditinggali, rumah yang tidak ditinggali.
Marapu pun hadir pada pohon-pohon tertentu dan pada hewan-hewan tertentu. Oleh
21
Dharmaputra T. Palekahelu, Marapu Kekuatan dibalik Kekeringan. Kabupaten Sumba
Timur. 12. 22
Oe. H. Kapita, Masyarakat Sumba dan Adat Istiadatnya (Jakarta:BPK Gunung Mulia,
1976), 122. 23
Jimmy Marcos Immanuel, Marapu dalam Bencana Alam: Pemaknaan dan Respon
Masyarakat Wunga, Sumba Timur Indonesia (Yogyakarta: CRCS, 2013), 9. 24
Palekahelu, Marapu Kekuatan, 17
14
karena itu, penganut kepercayaan Marapu meyakini bahwa roh nenek moyang mereka
tetap tinggal di sekitar mereka, untuk menjaga dan melindungi mereka.
Menurut wawancara yang didapatkan perpindahan itu terjadi dikarenakan ada
beberapa faktor yang dialami warga Sumba, sebagai berikut: 1.faktor keluarga, dalam
hal ini terjadi berbagai persoalan seperti sakit penyakit yang diderita oleh anak-anak
dan juga orang tua, kesulitan dalam membiayai uang sekolah, kurangnya pengakuan
kaum kerabat yang sudah terlebih dahulu masuk kekristenan, kesepian karena
sebagian orang telah menganut kekristenan; 2. faktor kemiskinan, kondisi ekonomi
sosial yang tidak memungkinkan, dan juga kurangnya pendidikan. 3. Faktor
banyaknya ritus-ritus yang dilakukan yang membutuhkan biyaya yang sangat banyak,
tetapi di dalam kekristenan tidak memerlukan korban dan hanya membawa
persembahan sukarelaan. Dari beberapa faktor inilah yang membuat warga mencari
konsep yang baru di dalam kekristenan untuk memperoleh jawaban atas setiap
pergumulan yang dihadapi.25
Menurut Samiyono mengatakan bahwa orang Sumba tidak dapat
membebaskan dirinya dari belenggu kebudayaan.26
Ketika perpindahan itu terjadi
kadang tidak semua hal mereka sadari, sehingga hal-hal demikian tidak lagi
diperhatikan dan akhirnya ajaran itu tetap menjadi keharusan yang dilakukan di
dalam kekristenan karena ia meyakini bahwa hal itu penting karena faktor-faktor
sosial, berpindah agama diharuskan untuk dapat terjadi. Namun hal ini juga
merupakan kesadaran batin bahwa mereka sedang memperlihatkan kuasa yang
transenden yang menjangkau mereka melalui Sang Putranya Yesus Kristus yang
datang dalam rupa manusia untuk membawa keselamatan.
Konsep yang Transenden menurut Ritus Kepercayaan Marapu
Kepercayaan Marapu menurut warga kampung Bondo Bukka sendiri
merupakan penyembahan terhadap arwah nenek moyang yang dilakukan sebuah
ritual di bali tongga “ruang tamu” yaitu tempat seluruh penyembahan seperti tanam
25
Wawancara dengan Ama Jappa, tokoh adat yang telah berpindah Agama, Sumba Barat
Daya, kampung Bondo Bukka 19 Juni 2019, pukul 16.30 WITA 26
Dorkas Djami & David Samiyana, Maramba dan Ata (Salatiga: Program Studi Teologi Universitas
Kristen Setya Wacana, 2009), 6.
15
padi, panen, anak sekolah, dan berbagai proses adat lainnya akan dilakukan di bali
toga ketika semua disetujui dan dimintai berkat maka persembahan yang diberikan
akan disimpan di tempat yang aman.
Ta dingo tempat penyembahan dan permohonan keluarga, keluarga dapat
menyampaikan setiap permohonannya ketika memulai pekerjaan dan juga
permohonan lainnya. Pa Beika adalah tempat penyembahan keluarga. Beberapa
tempat dalam rumah ini yang menjadi tempat ritual warga kampung Bondo Bukka
menyampaikan setiap permohonan mereka kepada Marapu dappa teki ngara, dappa
suma tamo, momo wiwi, make mata “tidak dapat dilihat dan tidak sembarangan
disebut namanya” untuk menghubungkan setiap permohonan yang disampaikan di
bali toga, ta dingo, Pa beika, maka dipakailah roh-roh nenek moyang laki-laki dan
perempuan yaitu Bulu Gullu Wola, Wini Teda Sapa, roh nenek moyang inilah sebagai
penghubung atau kaito papaduge, kalerre papadolage liimu, “yang menjadi
penghubung dari orang tua, ke orang tuanya, sampai kepada orang tua nenek moyang
yang paling pertama”.27
Selain ritual yang dilakukan di dalam rumah ada juga ritual yang dilakukan di
luar rumah, yaitu Marapu wanno, yang ditempatkan di tengah kampung, untuk
mengelilingi seluruh kampung yang bertugas sebagai penjaga, Marapu Wanno bukan
roh nenek moyang, melainkan bagian dari yang tidak disebutkan namanya.28
Penyembahan kepada Marapu Wanno ini hanya dlakukan satu kali selama 7 tahun
berjalan. Marapu Binna “pintu kampung” merupakan bagian terpenting dari setiap
rasa sukacita warga kampung, seperti dalam acara tarik batu kubur, bangun rumah.
Jika di kebun Marapu Wanno ditempatkan di katowwa oma “pintu masuk kebun” dan
di Sawah „‟simbol batu‟‟ setiap permohonan dan penyembahan yang dilakukan di
sawah, kebun ditujukan kepada yang tidak kelihatan.29
27
Bagian ini merupakan hasil wawancara penulis dengan warga yang telah berpindah agama
yaitu 6 ketua adat, 19 Juni 2019, pukul 08.00 WITA 28
Wawancara 6 orang ibu sebagai petani, 19 Juni 2019, pukul 15.00 WITA 29
Wawancara dengan 2 orang pegawai, 20 Juni 2019, pukul 18.00 WITA . 3 orang pemuda
23 Juni 2019, pukul 17.00 WITA. Hasil wawancara ini dilakukan oleh penulis mencari tahu konsep
Allah yang transenden di Marapu dan konsep yang transenden di dalam Kristen setelah berpindah
16
Akhir dari setiap permohonan yang ada adalah Marapu Muttu “kilat” Marapu
ini yang dijuluki sebagai yang tidak kelihatan dan tidak disebutkan namanya. Adanya
pemahaman bahwa Marapu Muttu ini tidak bisa disebutkan namanya karena ia
dianggap paling berkuasa, jika kilat terjadi itu sangat menakutkan, seperti nyala api
yang begitu panas yang bisa menghabiskan banyak nyawa. Marapu muttu ini
ditempatkan pada tempat yang tidak kelihatan, ada sebuah bola “kerajinan tangan“
yang di dalamnya diisi dengan kain atau benda-benda antik yang dipakai untuk
penyembahan kepada yang tidak kelihatan.
Makna dari setiap permohonan ini agar mendapatkan jawaban atas setiap
permohonan yang disampaikan kepada roh-roh nenek moyang, banyak sekali upaya
warga untuk mencapai realitas tertinggi tersebut, bahkan berbagai hal ditempuh untuk
mendapatkan jawaban dari setiap permohonan yang disampaikan kepada roh-roh
nenek moyang, untuk mendapatkan jawaban atas setiap harapannya.30
Warga
kampung Bondo Bukka tidak terlepas dari mempersembahkan korban dan sesajian di
tempat-tempat yang memang dikhususkan untuk setiap permohonan. Dalam beberapa
permohonan yang disampaikan harus disertai dengan sumpah, sumpah ini hanya
berlaku di rumah adat sendiri, jika mereka di luar kampung maka sumpah itu tidak
berlaku.
Konsep yang Transenden bagi Warga yang telah Berpindah Agama dari
Marapu ke Kristen
Warga kampung Bondo Bukka adalah warga yang pada awalnya menganut
kepercayaan Marapu. Dari beberapa orang yang diwawancarai mengatakan bahwa
ketika terjadinya perpindahan dikarenakan yang transenden kurang
memperhatikan kehidupan mereka, ketika mereka berada dalam kepercayaan
Marapu ada banyak persoalan yang mereka lalui, bahkan banyak tantangan
kehidupan seperti tidak lolos sekolah, banyak mengalami sakit penyakit, tidak ada
ketenangan dalam hidup, bahkan dalam menyelesaikan persoalan harus ada yang
agama hasil wawancara dibahasakan kembali oleh penulis karena waktu wawancara dialek yang
digunakan merupakan dialek khas Sumba Barat Daya. 30
Wawancara 2 majelis jemaat, 21 Juni 2019, pukul 14.00 WITA dengan 8 orang bapa
sebagai tukang bagunan, 23 Juni 2019, pukul 10.00 WITA
17
dikorbankan untuk Marapu agar mendapat kehidupan yang abadi.31
Dalam hal ini
warga mengalami kesusahan utang di mana-mana untuk memberikan korban.
Namun berbeda ketika berada di Kristen segala bentuk permohonan hanya
dihubungkan dengan pengantara doa dan keyakinan bahwa yang imanen itu
mampu menjawab melalui Putra-Nya Yesus Kristus. Kekristenan bagi warga
kampung Bondo Bukka adalah jawaban atas setiap pergumulan mereka, seperti
dalam ajaran kekristenan marilah kepadaku semua yang berbeban berat aku akan
memberikan kelegahan itulah yang menjadi harapan setiap warga kampung Bondo
Bukka ketika berpindah agama.32
Kenyataan yang dijumpai selama ini yang dilakukan warga kampung Bondo
Bukka, seperti melihat usus ayam sebagai penentu nasib, masih menyebutkan
nama nenek moyang dalam doa, memberikan persembahan kepada leluhur. Ini
merupakan suatu konsep yang baru dalam kekristenan, bagaimana melihat setiap
tindakan manusia terhadap yang tertinggi sudah mulai kembali pada realitas
sesungguhnya, dalam hal ini warga kampung Bondo Bukka memiliki kesadaran
akan akal pikiran bahwa yang ada di luar sana sudah dekat melalui dunia batin
manusia telah menjadi subjek utama yang menentukan realitas yang jauh sebagai
yang utama. Warga telah mengalami konteks yang berbeda di mana kekristenan
sebagai sarana, atau wadah bagi masyarakat memperkenalkan yang jauh itu sudah
dekat dengan mereka.33
Fokus utama warga kampung Bondo Bukka saat ini adalah menjadi Kristen
adalah pilihan, jadi apapun yang terjadi di dalam kekristenan adalah
tanggungjawab iman, bagaimana mempersatukan hubungan dengan Yesus yang
mampu menyelamatkan manusia dari keterpurukan hidup dan menjadikan diri
yang transenden yang tidak terjangkau menjadi manusia imanen yang bisa
31
Wawancara dengan Ama Nona, Warga yang Berpindah Agama, Sumba Barat Daya, Bondo
Bukka. 19 Juni 2019, pukul 11.00 WITA. 32
Wawancara dengan Kornelis Yelu Dama, penganut Agama Marapu yang menjadi Majelis
Jemaat, 21 Juni 2019, pukul 12.00 WITA. 33
Wawancara Dengan Bapak Soleman, Ketua Adat di kampung Bondo Bukka.21 Juni 2019.
08.25 WITA.
18
dijangkau oleh manusia. Dalam hal ini transenden yang begitu jauh tidak lagi jauh
di dalam kekristenan namun dekat sekali dengan manusia, Dia sudah mengambil
rupa yang sama dengan manusia dan mengembalikan relasi yang baik dengan
transenden yang jauh tersebut.
Kajian Teologi terhadap Perspektif Transenden.
Marapu merupakan kepercayaan Asli orang Sumba. Perjumpaan injil dengan
warga kampung Bondo Bukka yang membawa mereka memahami konsep yang
transenden dalam konsep yang baru. Hal ini yang harus diperhatikan dalam ranah
teologi, bagaimana memperkenalkan konsep yang baru agar bisa diterima dan
diikuti oleh warga yang berpindah agama.34
Dalam kepercayaan Marapu
pernyataan kehendak dan perintah yang transenden disampaikan kepada manusia
melalui hati babi, kerbau, dan tali perut ayam. Demikian halnya perintah-perintah
yang transenden itu ditemukan di dalam Alkitab.
Konsep yang transenden ini adalah bagian yang mempermudah warga untuk
memahami konsep transenden yang sama halnya diberitakan pengabar injil, dalam
hal ini konsep yang lama menjadi konsep yang terus diperbaharui manusia sesuai
konteks ia hidup, menghayati setiap perjumpaan yang ada dan mengutamakan
batin sebagai wadah utama yang tetap menjelaskan keberadaan yang transenden
dalam rupa Yesus Kristus yang memperkenalkan dirinya sebagai terang,
memberikan jawaban atas setiap pergumulan manusia. Manusia tidak lagi menjadi
takut, tatapi manusia sudah mempunyai kesadaran memperkenalkan Allah yang
tersembunyi menjadi dekat dengannya.35
Seperti tertulis dalam 1 Yoh 1:5, “… Allah adalah terang dan di dalam Dia
sama sekali tidak ada kegelapan.” Allah adalah terang berarti Allah
memperlihatkan Diri-Nya, menyatakan Diri-Nya kepada manusia. Ia menyatakan
dan menampakan Diri-Nya secara tegas dan sepenuh-Nya di dalam pribadi Yesus
Kristus,“Ia yang sudah melihat Aku sudah pula melihat Bapa”. Dalam hal ini
Yesus adalah cinta berarti datang untuk menolong saat pertolongan itu diperlukan,
34 Iswara Rintis, Teologi Untuk Semua orang, (Yayasan Baptis Indonesia 2010), 19.
35 Wawancara dengan Ama Yelu, tokoh ada kampung Bondo Bukka, 24 Juni 2019, pukul
08.30 WITA
19
dalam hal ini datang untuk menyelamatkan mereka yang sedang berada dalam
kesukaran. Pengakuan warga yang membedakan mereka tentang Allah di Marapu
dengan Allah di Kekristenan korban dan sesajian yang diberikan atas setiap
permohonan warga yang disampaikan kepada yang transenden.
4. Analisis Pemahaman Warga kampung Bondo Bukka tentang Allah ketika
Berpindah Agama dari Marapu ke Kristen
Warga kampung Bondo Bukka yang berpindah agama memiliki latar belakang
pemahaman yang berbeda-beda tentang konsep transenden dari yang awal Allah
menciptakan segala sesuatu dan pada akhirnya Dia kembali kepada dunia
keabadiannya, dan manusia mulai mempraktekan berbagai praktek-praktek lama
dengan cara yang berbeda yang menggambarkan sesuatu yang ada di luar mereka,
seperti konsep politheisme teritorial bagaimana manusia menyembah ilah-ilah
yang menghubungkan mereka dengan yang transenden. Demikian halnya yang
dilakukan warga kampung Bondo Bukka berusaha memperlihatkan bahwa ritual
dan sesajian yang diberikan kepada dewa tertinggi mempraktekkan bahwa mereka
masih menganut kepercayaan yang sama dengan konsep politheisme teritorial.
Ketika konsep politheisme tidak memberikan kontribusi dengan apa yang
diharapkan warga dan begitu rumit untuk dijelaskan, mulai dari situlah muncul
konsep yang baru. Kerinduan dan juga harapan untuk mendapatkan jalan keluar
dari setiap persoalan dan juga pergumulan warga akhirnya dengan munculnya
konsep yang baru yaitu konsep imanen di wilayah batin, maka dari situlah warga
yang tadinya melakukan ritual dan memberikan sesajian kepada dewa yang
disembah tidak lagi bermakna dan bernilai, melainkan yang imanen yang bisa
dijangkau manusia adalah yang bermakna karena mampu memberikan jawaban
atas setiap pergumulan-pergumulan warga.
Warga akhirnya disadarkan kembali bahwa Allah yang jauh itu kembali
menyatakan diri-Nya melalui Yesus Kritus. Hal ini melihat dari penyataan mereka
bahwa ada kesadaran terhadap konsep politheisme dan imanen, di mana yang jauh
itu sudah menjangkau kehidupan warga dan melakukan pembaharuan dalam diri
dengan cara menjumpai kembali warga dengan pribadi yang berbeda dan mampu
20
membebaskan dari persoalan-persoalan yang dihadapi yang sama dengan konsep
imanen yaitu Yesus Kristus yang hadir dalam realitas nyata.
Warga kampung Bondo Bukka menyadari bahwa begitu banyak perbedaan
yang terjadi yang pada awalnya berada di Marapu seperti memberikan banyak
sesajian, korban kepada arwah nenek moyang sebagai satu-satunya penghubung
tidak lagi dirasakan di dalam kekristenan, Nampak bahwa di dalam kekristenan hal
memberikan sesajian tidak diperkenankan, melainkan bagaimana transenden yang
tidak terjangkau telah menjangkau sendiri manusia dalam rupa yang sama dengan
manusia. Mitos-mitos itu memang mengekspresikan makna batin warga namun
tidak memberikan jawaban yang pasti untuk segala pergumulan warga, melainkan
cara menyembah yang transenden itu lebih banyak mengorbankan banyak tenaga
untuk mengekspresikan keberadaan-Nya, tetapi dengan kehadiran yang imanen
konsep yang transenden sudah dirasakan kebaikannya dalam bentuk
menyelamatkan manusia dari setiap persoalan yang dialami.
Warga juga menyadari bahwa yang tadinya banyak ritus-ritus yang dilakukan
dalam Marapu yang harus memberikan persembahan dalam bentuk
mengorbankan banyak hal dan harus dilakukan ritual, terjadi perbedaan yang
ditemukan di dalam ke Kristenan, bahwa di dalam ke Kristenan hal memberikan
persembahan merupakan sukarelaan dari hati sesuai kesangguapan, bukan sesuatu
paksaan, tidak seperti yang dirasakan dalam Marapu, ketika memberikan
persembahan harus sesuai dengan standar yang di sebutkan oleh ketua adat.
Kekristenan telah menyediakan berbagai bentuk bantuan dan juga program lainnya
sebagai sarana untuk menjawab setiap pergumulan warga kampung Bondo Bukka,
seperti menyediakan pelayanan kasih kepada anak-anak, bantuan diakonia, dan
juga disediakan sekolah gratis bagi yang tidak mampu.
Konversi agama begitu berpengaruh dengan kehidupan warga, dalam artian
warga telah mengalami perubahan dan juga cara pandang keyakinan terhadap
kepercayaannya, sikap kepercayaan lama ditinggalkan dan mulai menyesuaikan
dengan dunia baru, perkembangan dan pertumbuhan spritualitas mengalami
perubahan arah terhadap ajaran dan tindakkan agama, sesuai konteks manusia
21
hidup dan berinteraksi berdasarkan kesadaran konteks yang dimaknai sebagai
konteks yang bernilai.
5. Penutup
Kesimpulan:
Setelah melalui proses analisis berdasarkan teori konsep Allah, Marapu
merupakan ajaran masa lalu yang dianut oleh sebagian warga kampung yang
berpindah agama Kristen. Masa lalu warga ketika menganut kepercayaan Marapu
sangat dihantui dengan berbagai persoalan-persoalan yang membuat mereka merasa
seperti dipenjarakan oleh waktu. Ini berarti segala sesuatu yang terjadi di luar
kesanggupan, tidak mampu memaknai maksud dari segala sesuatu yang menimpa
kehidupan warga, mereka tidak merasa damai dan juga ketegangan hidup selalu
menimpa warga, lantaran harus berhadapan dengan masalah-masalah. Warga merasa
bahwa yang transenden tidak peduli dengan kehidupan mereka, mereka
membutuhkan penyembuhan, tetapi harus ada imbalan yang dikorbankan, itulah yang
dirasakan warga ketika berada di Marapu.
Setelah konsep Allah yang imanen diperkenalkan, kesadaran mereka kembali
dipulihkan ketika menerima konsep yang baru. Kekristenan begitu berharga
memberikan jaminan dengan apa yang menjadi kerinduan warga. Konsep yang baru
telah menyadarkan mereka bahwa yang jauh sudah dekat dengan diri mereka, Dia
datang dalam rupa yang sama dengan manusia yaitu Yesus Kristus, memberikan
kehidupan kekal dan mampu meyembuhkan luka lama setiap warga. Yesus Kristus
sosok sangat bermakna dan bernilai, Ia begitu jelas menampakkan diri dan membawa
terang untuk menolong setiap orang. Dia juga sudah berada dalam kesadaran warga,
mampu mengatasi segala kelemahan warga dan menjadi terang dari dunia kegelapan.
Saran :
a) Perlunya pelayanan katekesasi yang memperbanyak porsi bahasa
ataupun tatapan muka terkait topik Allah (imanen) dalam kekristenan
bagi jemaat asal Marapu yang telah berpindah menjadi Kristen.
b) Gereja diharapkan mampu memberikan pengajaran tentang konsep
Allah yang terus diperbaharui manusia, agar warga tidak punya
22
anggapan negatif dengan ajaran lama, tetapi itu bagian dari
pertumbuhan iman warga.
23
Daftar pustaka
Andrianus Sunarko Ofm. Teologi Kontekstual. Obor, Angota IKAPI. Jakarta.
2016
Dharmaputra T. Palekahelu. Marapu: di balik kekeringan. Kabupaten Sumba
Timur,2010
D. O.C Hendropuspito, Sosiologi Agama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Ebenhaezer I. Nuban Timo, Allah Menahan Diri Tetapi Pantang Berdiam
Diri, Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2015.
F.D. Welem, Injil dan Marapu, Suatu Studi Historis-Teologis tentang
Perjumpaan Injil dengan Masyarakat Sumba pada Periode 1876-1990, Jakarta:
Gunung Mulia, 2004.
Harun Hadiwijono, Religi Suku Murba di Indonesia, Jakarta: Gunung Mulia,
2006.
Hadari Nanawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah
Mada University press, 1994.
Herlianto, Siapakah yang Bernama Allah Itu?, Jakarta: Gunung Mulia, 2002.
Iswara Rintis, Teologi Untuk Semua Orang, Yayasan Baptis Indonesia. 2010.
Jimmmi Marcos Immanuel. Marapu dalam Bencana Alam. Pemaknaan dan
respon masyarakat wunga Sumba Timur Indonesia. Yogyakarta, CRCS UGM, 2013.
Karen Armstrong. Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan dalam Agama-
Agama Manusia. Bandung. PT Mizan angota IKAPI.2001.
Lewis R. Rambo, Understending Religious Conversion, London: Yale
University, 1993.
Oe. H. Kapita, Masyarakat Sumba dan Adat Istiadatnya, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1976.
Towns Elmer L. Nama-nama Allah: Mengungkapkan Rahasia Nama-Nama
Allah dalam Perjanjian Lama untuk Menolong Anda Mengenal Dia Secara Lebih
Mendalam, Yogyakarta; Yayasan ANDI, 1995.
Urban, Linwood, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, Jakarta, BPK Gunung
Mulia, 2003.
24
Suharyo Pr. Pengantar Injil Sinoptik. . Yogyakarta, Kanisius. 1987.
Zakiyah Daradjhat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005.
Wawancara
Hasil wawancara ini dilakukan oleh penulis mencari tahu konsep Allah yang
transenden di Marapu dan konsep yang transenden di dalam Kristen setelah berpindah
agama hasil wawancara dibahasakan kembali oleh penulis karena waktu wawancara
dialek yang digunakan merupakan dialek khas Sumba Barat Daya.
Wawancara Dengan Bapak Soleman, Ketua Adat di kampung Bondo Bukka.21 Juni 2019.
08.25 WITA.
Wawancara dengan Ama Yelu, tokoh ada kampung Bondo Bukka, 24 Juni 2019, pukul 08.30
WITA. Wawancara 2 majelis jemaat, 21 Juni 2019, pukul 14.00 WITA dengan 8 orang bapa
sebagai tukang bagunan, 23 Juni 2019, pukul 10.00 WITA
Wawancara dengan Ama Nona, Warga yang Berpindah Agama, Sumba Barat Daya, Bondo
Bukka. 19 Juni 2019, pukul 11.00 WITA.
Wawancara dengan Kornelis Yelu Dama, penganut Agama Marapu yang menjadi Majelis
Jemaat, 21 Juni 2019, pukul 12.00 WITA.
Bagian ini merupakan hasil wawancara penulis dengan warga yang telah berpindah agama
yaitu 6 ketua adat, 19 Juni 2019, pukul 08.00 WITA
Wawancara 6 orang ibu sebagai petani, 19 Juni 2019, pukul 15.00 WITA
Wawancara dengan 2 orang pegawai, 20 Juni 2019, pukul 18.00 WITA . 3 orang pemuda 23
Juni 2019, pukul 17.00 WITA.