MERANGKAK DI BAWAH BENDERA MERAH1].pdf · SEJARAH PERKEMBANGAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA TAHUN 1948...
Transcript of MERANGKAK DI BAWAH BENDERA MERAH1].pdf · SEJARAH PERKEMBANGAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA TAHUN 1948...
MERANGKAK DI BAWAH BENDERA MERAH
SEJARAH PERKEMBANGAN PARTAI KOMUNIS
INDONESIA TAHUN 1948 SAMPAI TAHUN 1955
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah
Disusun Oleh
Nama : Ajeng Dewanthi
NIM : 014314001
PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH
JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
i
ii
iii
Ithaca
When you set out on your journey to Ithaca Pray that road is long,
Full of adventure, full of knowledge The lestrygonians and the Cyclops
The angry Posedion-do not fear them You will never find such as these on your path
If your thoughts remain lofty, if a fine emotion touches your spirit and your body
The Lestrygonians and the Cyclops The fierce Posedion you will never encounter
if you do not carry them within your soul if your heart does not set them up before you
Pray that road is long
That the summer mornings are many, when, with pleasure, with such joy You will enter ports seen for the first time;
Stop at Phoenician markets And purchase fine merchandise,
Mother-of pearls and coral, ember and ebony, and sensual perfumes of all kinds, As many sensual perfumes as you can;
Visit many Egyptian cities, to learn and learn from scholars.
Always keep Ithaca in your mind.
To arrive there is your ultimate goal. But do not hurry the voyage at all.
It is better to let it last for many years; And to anchor at the island when you are old
Rich with all you have gained on the way, Not expecting that Ithaca will offer you riches
Ithaca has given you beautiful voyage
Without her you never have set out on the road She has nothing more to give you
And if you find her poor, Ithaca has not deceives you
Wise you have become, with so much experience You must already have understood what Ithaca means
Constantine Cavafy (1863-1933) Diterjemahkan oleh Rae Dalven Take from: The Zahir by Paoulo Coelho
iv
Persembahan
My Lord “Allah” yang telah memberiku hidup, “Misteri” yang menciptakan dunia. Gunung batu tempat aku bersandar. Yesus yang telah memberi kekuatan dan begitu banyak inspirasi dalam hidup You are the best!!! Papa, Mama, Dimas, Angga, Kastrin Tidak ada kata lain selain “Maaf atas segala keterlambatan ini”. I love you Pa, Ma, Dim’s, NG’a, A’tin. Rm. FX. Baskara T Wardaya Saya belajar banyak walau kadang saya tidak mengerti, saya berusaha keras bangkit walau kadang saya jatuh. Saya mencari diri saya walau kadang tidak segera menemukan. Tapi saya yakin suatu hari saya akan mencapai tujuan dari hidup itu sendiri. Terima kasih. Izarius Hiroki Ostheim But I being a poor, I’ve only have my dream I spread my dream under your feet. Turn it softly. Because you stride up my dream Sutarmi dan Riska Terimakasih telah menjadi “gila” bersamaku dan menjadi orang yang paling mengerti aku selama enam tahun ini. Aku merindukan percakapan kita tentang dunia yang freak ini. I love you. Nana Hidup itu abu abu-abu karena tidak ada yang hitam dan yang putih Kesepian, kemarahan, perjuangan dan kebanggaan Terima kasih karena telah bersama saya dan menemani saya With Love, Anthi
v
vi
Abstrak
Skripsi ini berjudul “Merangkak Di Bawah Bendara Merah. Perkembangan
Partai Komunis Indonesia tahun 1948 Sampai Tahun 1955”, bertujuan untuk menjawab tiga pokok permasalahan yang menjadi perhatian penulis, yaitu: 1). Bagaimankah PKI dapat terlibat dalam peristiwa Madiun tahun 1948 ?. 2). Bagaimanakah strategi PKI membangun kembali partainya setelah kehancurannya dalam peristiwa Madiun 1948 antara tahun 1950 sampai tahun 1955. 3). Bagaimanakah hubungan PKI dengan organisasi-oragnisasi di luar partai antara tahun 1950 sampai tahun 1955.
Kehancuran Partai Komunis Indonesia pada tahun 1948 dan kemunculannya
kembali pada tahun 1950 merupakan bagian dari dinamika politik Indonesia setelah Proklamasi 1945. Proses kehancuran dan perkembangan PKI dipengaruhi dua faktor utama yaitu faktor eksteren dan faktor interen partai. Faktor eksteren adalah kondisi politik yang berlaku pada saat itu.Sedangkan faktor interen lebih menitik beratkan pada peran tokoh yang membawa partai itu pada kemunduran partai. Hal ini dapat tercermin dalam dua tipe kepemimpinan Musso pada tahun 1948 dan tipe kepemimpinan Dipa Nusantara Aidit pada tahun 1951.
Penulisan skripsi ini bersifat diskriptif analitis. Data yang diperoleh dalam
penyusunan skripsi ini ialah melalui studi pustaka (Library research). Metode penelitaiannya adalah menggunakan metode sejarah. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penulisan sejarah yaitu mencakup heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan historis, politik dan sosial.
vii
ABSTRACT
The undergraduate thesis titled “Creeping Under the Red Flag of Indonesian Communist Party Development from 1948 to 1955”, was aimed to answer three major problems as follows. 1) How could PKI (Indonesian Communist Party) be involved in Madiun affair in 1948? 2) What were the strategies PKI uses to rebuild its party after destruction in 1948 Madiun event from 1950 to 1955? 3) How was the relationship between PKI with other organizations out side the party from 1950 to 1950?
The destruction of Indonesian Communist Party in 1948 and its resurgence in
1950 were parts of Indonesian political dynamics after 1945 Proclamation. The destruction and development processes of PKI were influence by two factors; they are internal and external factors of the party. The internal factors more emphasized on the roles of figures brought about the declining party. External factor was political climate at the time. It could be seen on two leadership styles of Musso in 1948 and Dipa Nusantara Aidit in 1951.
This undergraduate thesis was written in descriptive-analytical way. The data
obtained in through library research. The research method use historical one. I writing this thesis, the writer use historical method that include heuristic, resource critique, interpretation and historiography. While the approaches use here were historical, political and social.
viii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih, Misteri yang
telah membuat kehidupan sedemikian indah dan hidup. Ia yang telah memberikan
kekuatan untuk berjuang di tengah kebosanan dan keputusasaan saya dalam hidup
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dalam doa yang tidak kunjung putus.
Skripsi ini tidak akan pernah saya selesaikan jika tidak ada tangan-tangan yang
membimbing saya baik itu secara moril dan spiritual. Jika tidak ada mereka yang
mendukung saya entah itu dengan teguran, sapaan, informasi, bimbingan,
mengarahkan saya, kritikan yang membangun hidup saya. Dengan segala kerendahan
hati saya mengucapkan rasa terimaksih kepada:
1. Dr. Fr. B. Alip, M. Pd. M. A. Selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Drs. Hery Santosa M. Hum, selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah
Universitas Sanata Dharma dan yang juga merangkap dosen pembimbing saya
selama 6 tahun ini. Terima kasih telah begitu baik mendengarkan keluh kesah
saya dan juga telah begitu bersahabat dengan saya selama ini di ruang kerja
yang begitu sempit.
3. DR. Fx. Baskara T. Wardaya SJ selaku dosen pembimbing. Maaf atas semua
kemalasan dan seluruh perbuatan saya yang selama ini kurang berkenan di
hati Romo. Saya juga berterima kasih atas seluruh nasehat dan percakapan
ix
Romo yang telah memberikan saya begitu banyak inspirasi dalam hidup saya.
Maafkan atas kebandelan saya selama ini.
4. Dosen-dosen Ilmu Sejarah yang telah membagikan pengetahuaan dan
pengalamannya kepada penulis dan selalu terbuka dengan kedatangan penulis
di masa kuliah: Pak Rio, Om Sandy, Bu Ning, Pak Nardi, Pak Anton, Pak
Djoko (Dosen Bahasa Inggris), Pak Manu (Dosen Bahasa Belanda) dan
dosen-dosen yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
5. Kedua orang tuaku, Bpk Yohanes Babtista Bambang Priyadi dan Isidora
Kwadriyantini yang telah mendampingi dengan kesabaran penulis selama
masa pembuatan skripsi dan yang telah dengan sabar menghadapi sifat keras
kepala penulis dalam segala hal. Terima kasih juga untuk ketiga adikku
tercinta Dimas, Angga, Kastrin yang telah memberikan begitu besar inspirasi
untuk menjadi kuat. “Maaf atas keterlambatan ini”
6. Kedua teman seperjuanganku yang telah mengerti kegilaanku pikiranku lebih
dari siapapun selama masa kuliah ini: Sutarmi dan Riska. Terima kasih atas
teguran-teguran dan sapaan disaat saya lelah dalam proses penulisan skripsi.
Ajakan-ajakan diskusi dan obrolan ringan disaat saya mengalami kemacetan
pikiran. Canda tawa serta makian yang membuat hari saya lebih baik saat saya
disaat saya letih. Kalian yang terbaik. I love you
7. Teman-teman kelas 2001 dan seluruh kawan kawan di fakultas Sastra Ilmu
Sejarah. Krisna kecil dan besar, Tato, Edi, Lazarus, Erna, Lina, Adit, Eka,
x
Sumaryanto, Edi-Tolo (2001). Upik, Mbak Yus, Nana, Darwin, Nana , Max’s,
Eko, Yosie, Elang, Agus, Keke, Veni,
8. Teman-teman IKAHIMSI dari Sabang sampai Meroke; Eva Kartini, Rico,
Iqbal (USU), Safrinal Ocson, Ivan, Irham, Idal (UNAND), Mas Erwin (UI),
Anjas (UNDIP), Husni (UGM), Kartum (UI), Iin (UNM), Sammy(UN
Patimura). Bertemu kalian adalah salah satu pengalaman paling berharga
dalam hidup saya. I hope we will meet in the prefect day to discuss about
history again
9. Khairul, Terimakasih telah membuat saya semakin mencintai sejarah melalui
e-mail dan seluruh percakapan kita selama tiga tahun. Terima kasih atas
dorongannya untuk menulis topik ini tiga tahun yang lalu. Maaf atas segala
keterlambatan ini.
10. Untuk seluruh kawan-kawan yang telah membuat saya berproses, yang
mengajari saya banyak hal tentang makna hidup, persahabatan, cinta,
pengorbanan dan perjuangan. Mereka yang telah mewarnai hari saya sampai
saat ini: Andri, Henny, Surex, Tommy Kalbuadi, Juliagi Kandati, Agnes and
her daughter Sunar, I love you. Dewo (terima kasih kita tetap menjadi teman
baik setelah badai-I love you), Thopan, Deni, Bayu, Berney, Charlie (the
Moonophone child) “guy’s terimakasih atas pelajarannya mengenai
bagaimana menghargai musik dan seni. Untuk Cimot, Mas Jo, mbak Angga,
mbak Melon, The Ambon, Dian (Perak community), mbak Ika, DJ Tobi
Koyama, Alex’s, Arif, Lukman, Amox’s alias Mahmud, Maher. kawan-kawan
xi
di “Bintang” Sosrowijayan, kawan-kawan warnet “Huwa-Huwa” Babarsari
sepecial thanks to Iis. Tim Gradhakan Lawu’99-01: Lethek, Slamet, Dwek,
Edik. Terima kasih telah mengajari saya mencintai alam. Bekti, Andri
“Semunsa” Solo, Charoline, Maik Sauerland “Guss Gott. Vielen dank fur wir
redden,” Malve and bitch crew (terimakasih atas nasehatnya). To: Nana
Thank you for everything and I’m sorry if I disappoint you in this felling
about Him. Galih: I will never forget you my friend dan seluruh orang yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah saya temui selama
perjalanan hidup.
11. Band-band yang senantiasa menemai saya dalam penulisan Skripsi. Yang
telah menemani dihari-hari pembuangan saya di depan komputer: Cold Play,
Marron5, Robbie Williams, Kings of Convenience, OASIS, Royksoop and
The Moonophone band, Ballads of the Chiclle, The Fake, Ivy, POD, Life
house, Keane, Breaking Benjamin and The Beathels.
12. Djoko Atmojo (the Unthux). Terima kasih atas bantuannya selama proses
akhir penulisan skripsi ini dan terimakasih atas kesabarannya mendengarkan
segala keluh kesah penulis. Thanks God I found you.
13. And the finally ucapan terima kasih yang teramat dalam kepada seseorang
yang telah membuat saya kembali untuk mencoba menemukan diri saya
kembali. Seseorang yang secara sadar atau tidak sadar telah membuat saya
memandang sebuah sisi gelap dunia dan membuat saya kembali melihat
terang. Terimakasih atas percakapan-percakapan yang membawa saya pada
xii
sebuah inspirasi terbesar dalam hidup saya yaitu untuk pergi ke sebuah tempat
bernama “Ithaca”. Teruntuk Izharius Hirokie Ostheim. Untuk segala sesuatu
ada masanya. Ada waktu membunuh; ada waktu menyembuhkan. Ada waktu
untuk memeluk ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk
merobek ada waktu untuk menjahit. percayalah Ia akan membuat semuanya
indah pada waktunya. (Pengkotbah 3: 3,5,7,11)
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, penulisan skripsi ini
tidak akan selesai. Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan
kerendahan hati penulis memohon kerelaan pembaca untuk memberikan saran dan
kritik demi tercapainya kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan terutama bagi perkembangan Ilmu Sejarah di Indonesia.
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMA JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAH.............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 5
D. Pembatasan Masalah ..................................................................... 6
E. Manfaat Penulisan ......................................................................... 7
F. Teori dan Metodologi Penulisan ................................................... 7
G. Hipotesa ........................................................................................ 11
H. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 12
I. Sistematika Penulisan .................................................................... 14
xiv
BAB II SITUASI POLITIK INDONESIA MENJELANG PERISTIWA
MADIUN 1948 ................................................................................ 17
A. Kondisi politik Indonesia setelah perjanjian Renville 1948 ....... 18
1. Perjanjian Renville 1948 dan Mundurnya Amir Syarifudin ... 18
2. Pemerintahan Hatta dan Perpecahan Partai Sosialis ............... 20
a. Pembentukan Pemerintahan Hatta 1948. .......................... 20
b. Perpecahan Partai Sosialis dan Pembentukan Front
Demokrasi Rakyat............................................................. 27
B. Partai Komunis Indonesia Menjelang Peristiwa Madiun 1948 … 30
1.PKI dan Perubahan Garis Kebijakan Kiri .................................. 31
2. Djalan Baru Musso dan PKI Agustus 1948 Sampai
September 1948 ......................................................................... 36
C. Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Militer Kabinet Hatta ... 40
1. Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Hatta......................... 40
2. Reaksi Laskar-Laskar Rakyat Terhadap
Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Militer ..................... 42
D. Peristiwa-Peristiwa Menjelang Peristiwa Madiun 1948 ............... 45
1. Peristiwa Delanggu 1948 .......................................................... 45
2. Peristiwa Surakarta 1948 .......................................................... 47
BAB III PKI DAN PERISTIWA MADIUN 1948 ...................................... 49
A. Peristiwa Madiun 1948 ................................................................. 50
B. Usaha Penghancuran Orang-Orang Kiri ....................................... 56
1. Strategi Penghancuran PKI Dari Yogyakarta .......................... 56
2. Usaha Pertahanan Laskar-Laskar Rakyat dan
PKI di Madiun ......................................................................... 59
C. Analisa Kesalahan PKI Dalam Peristiwa Madiun 1948 ................ 64
xv
BAB IV : STRATEGI PKI TAHUN 1950 SAMPAI TAHUN 1955
DI BAWAH KEPEMIMPINAN DIPA NUSANTARA AIDIT.. 69
A. PKI Masa Transisi dan Kepemimpinan Alimin
Tahun 1950 Sampai tahun 1951..................................................... 71
1. PKI di Bawah Alimin 1950 Sampai 1951............................... 71
2. Konflik Golongan Tua dan Golongan Muda PKI di Bawah
Kepemimpinan Alimin Tahun 1950 Sampai Tahun 1951 ...... 75
B. Strategi Pembangunan PKI 1951 Sampai Tahun 1955.................. 78
1. Perkembangan Pemikiran PKI Tahun 1950
Sampai Tahun 1955................................................................. 79
2. Proses Pendisiplinan dan Gerakan Studi PKI ......................... 83
3. Pembentukan Front persatuan Nasional ................................. 86
BAB V : HUBUNGAN PKI DENGAN ORGANISASI-ORGANISASI
DI LUAR PARTAI ......................................................................... 88
A. Organisasi-Organisasi Massa Yang Berafiliasi
Dengan PKI ............................................................................. 89
1. Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI) ................... 89 2. Barisan Tani Indonesia (BTI) ............................................ 93 3. Gerakan Wanita Indonesia (GERWANI)........................... 95 4. Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA)........................... 98 5. Pemuda Rakjat (PR)........................................................... 101
B. Hubungan Politik PKI dengan Masjumi ................................ 102 1. Hubungan PKI dan Masjumi Dalam Sebuah Tantangan Menjawab
Demokrasi ......................................................................... 102 2. PKI dan Front Anti Komunis (FAK) ................................. 109
xvi
BAB VI : PKI DAN PEMILIHAN UMUM 1955 ...................................... 115
A. Proses Pengesahan Undang-Undang Pemilihan Umum dan
Pembentukan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI)..................... 116
B. Kampanye Pemilihan Umum dan Strategi PKI Dalam
Persaingan Antar Partai............................................................. 124
1. Hubungan PKI dan PNI Selama Masa Kampanye............. 129
2. Hubungan PKI dan Masjumi Selama Masa Kampanye..... 132
C. Perhitungan suara PKI dan Dinamika Politik Setelah
Pemilihan Umum 1955 ............................................................ 137
1. Analis Hasil Perolehan Suara PKI Dalam Pemilihan
Umum 1955 ........................................................................ 137
2. Kondisi Politik Indonesia Setelah Pemilihan
Umum 1955........................................................................ 143
BAB VII : PENUTUP ................................................................................... 145
BIODATA PENULIS
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. ANGGARAN DASAR PARTAI KOMINIS INDONESIA 2. Makloemat PKI No 1 tanggal 17 November 1945
3. Djalan Baru Untuk Republik Indonesia Bab I tentang lapangan keorganisasian
4. Hasil Perhitungan Suara Partai-Partai Dalam Pemilihan Umum Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante 1955
xviii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah sebuah partai tertua di Indonesia
dibandingakan dengan partai-partai yang muncul setalah Proklamasi kemeerdekaan
Indonesia 17 Agustus tahun 1945. Partai ini memiliki tujuan untuk menciptakan
masyarakat proletar atau masyarakat tanpa kelas dan untuk mecapai tujuannya
tersebut PKI harus memiliki sifat revolusioner. Dalam komunis, partai komunis
adalah alat untuk mencapai tujuan dari ideologi. Struktur dalam organisasi partai
komunis memiliki sistem distribusi partai dan keanggotaan yang cukup ketat. Hal ini
terlihat dari proses penyeleksian keanggota serta ketatnya jalur informasi melalui
sistem partai yang terpusat.55
Pada awal tahun 1948 PKI menjadi bagian dalam Front Demokrasi Rakyat
(FDR) yang dibentuk oleh Amir Syarifudin. Posisi PKI dalam FDR berada di bawah
Partai Sosialis (PS). Hal ini kemudian berubah setelah kedatangan Musso pada bulan
Agustus tahun 1948. Sejak kembalinya dari Moskow pada bulan Agustus 1948,
Musso melakukan kritik terhadap strategi yang telah dilakukan oleh orang-orang dari
55 “...perinsip dasar organisasi partai adalah sentralisme demokratis. Begitu dalam
statuta Partai Sosial Demokrat Russia yang disahkan dalam kongres partai ke-4 dinyatakan bahwa “ Semua organisasi partai berdasarkan perinsip setralisme demokratis“ dan 14 tahun kemudian Lenin menegaskan kepada komiteren bahwa “partai-partai yang termasuk dalam Asosiasi Komunis Internasional harus diorganisasikan menurut sentralisme demokratis...“ Franz Magnis-Suseno. 2003. Dalam Bayangan Lenin. Enam pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan Malaka. Jakarta: Gramedia Pustakan Utama. Hlm: 17.
2
golongan komunis dan golongan kiri selama proses revolusi 1945 sampai 1948 di
Indonesia. Melalui resolusi “Djalan Baru”-nya, Musso berusaha untuk
mengembalikan arah strategi perjuangan orang-orang kiri yang dianggap
menyimpang. dari yang seharusnya yaitu bahwa dalam proses revolusi PKI harus
menjadi partai pelopor revolusioner dan juga bahwa selama ini gerakan kiri telah
mendukung dan bekerja sama dengan kelompok yang seharusnya mereka tentang.
Salah satu kekecewaan Musso adalah penandatanganan Perjanjian Linggar Jati dan
Perjanjian Renville yang dianggap telah merugikan Indonesia. Setelah kongres besar
FDR di Surakarta pada tanggal 27 Agustus 1948, akhirnya PKI mendapat tempatnya
kembali sebagai partai pelopor dalam proses revolusi yaitu berada di atas PS dan
Bartai Buruh Indonesia (PBI).
Akan tetapi perkembangan PKI pada tahun 1948 tersebut tidak didukung oleh
kondisi politik dalam pemerintahan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada
tahun 1948 banyak dari kelompok dan golongan yang tidak menyukai keberadaan
komunis dan gerakan kiri di Indonesia. Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai
Perdana Menteri berusaha menekan perkembangan komunis dan kelompok kiri
radikal lainnya terutama yang ada di dalam tubuh ketentaraan. Sementara itu di tubuh
TNI sendiri, salah satu tokoh penting yang tidak menyukai keberadaan orang-orang
kiri tersebut adalah Abdul Haris Nasution. Akhirnya melalui kebijakan politik
ketentaraan Hatta bertujuan untuk membatasai keberadaan nonreguler (laskar-laskar
rakyat) yang jumlahnya lebih banyak dari pada tentara reguler (Tentara eks KNIL)
yang dikenal dengan program Reorganisasi dan Rasionalisasi (Re-Ra) militer.
3
Kebijakan militer ini didukung oleh Nasution yang juga merupakan salah satu
formatur konsep program tersebut.
Sesungguhnya Peristiwa Madiun 1948 hanya merupakan sebuah
permasalahan interen dalam tubuh TNI. Permasalahan itu timbul dari kekecewaan
tentara nonreguler yang merasa bahwa kebijakan pemerintah pusat menegenai
pengurangan keanggotaan dan pemangkasan divisi-divisi yang ada terkesan lebih
untung memperkuat posisi keberadaan tentara reguler dalam kesatuan TNI. Konflik
interen TNI ini mencapai puncaknya pada Peristiwa yang terjadi pada tanggal 17
September 1948 di Madiun. Peristiwa Madiun 1948 akhirnya menyeret nama PKI dan
menyebabkan partai ini kemudian menjadi partai terlarang di Indonesia pada tahun
1948.
Antara tahun 1950 sampai 1955 perkembangan partai beraliran Marxis-Lenin
ini cukup menakjubkan. Setelah pimpinan Comimte Central (CC) partai dipegang
oleh Dipa Nusantara Aidit pada tahun 1951, PKI secara bertahap mampu untuk
meraih simpati masyarakat dan kelompok-kelompok lain non komunis. Hal ini terkait
dengan perubahan garis orientasi dari partai dari yang bersifat ekslusif menjadi
sebuah partai yang memiliki sifat massa. Selain perubahan orientasi partai,
perkembangan PKI juga terkait dengan munculnya pemiliran-pemikiran baru dalam
CC yang kemudian dipakai sebagai sebuah pedoman umum dalam melakukan strategi
PKI antara tahun 1950 sampai tahun 1955.
Hubungan PKI dengan beberapa partai politik dan organisasi politik lain lebih
banyak terkait dengan kebijakan Front Nasional. Yang paling menarik adalah PKI
4
dengan PNI terutama sejak tahun 1953. Hubungan PKI dengan PNI sesungguhnya
didasari atas sebuah hubungan segitiga antara PKI, PNI dan Masjumi dalam
parlemen. Antara PKI dan PNI dalam Parlemen saling membutuhkan sebab untuk
melemahkan pengaruh Masjumi dalm Parlemen aliansi partai sangat diperlukan.
Selain aliansinya dengan PNI, dalam Front Nasional itu juga membangun jaringan
dengan beberapa organisasi massa. Strategi yang dilakukan PKI ini juga terkait
dengan pemikiran mengenai konsep kelas yang ada di Indonesia oleh Aidit dan CC
Politbiro partai. Aidit memiliki pandangan bahwa Indonesia memiliki potensi politik
di kelas-kelas yang semula dianggap oleh gerakan komunis tidak mermiliki fungsi
revolusioner.
Lawan politik PKI pada masa demokrasi liberal yang cukup kuat dalam
Parlemen dan Pemerintahan adalah Majelis Suryo Muslimin Indonesia (Masjumi).
Pertentangan antara keduanya terjadi bukan hanya berada di tingkat tataran ideologi
akan tetapi juga sampai pada tingkat politik praktis. Hubungan PKI dan Masjumi
lebih terlihat dalam perdebatan antara pemerintah dan parlemen. langkah dari orang-
orang Masjumi PKI sejak tahun 1951 selalu memilih menjadi partai oposisi yang
melakukan counter politik terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah terutama jika
orang-orang dari Masjumi menduduki kepala pemerintahan. Usaha Masjumi untuk
menjatuhkan nama PKI kembali pada tahun 1950 sampai tahun 1955 merupakan
fenomena yang harus mendapatkan pehatian khusus dari seorang peneliti. Razia
Agustus tahun 1951 yang salah satu usaha penghancuran gerakan kiri dilakukan oleh
Perdana Menteri Sukiman. Selain itu juga kemunculan Front Anti Komunis (FAK)
5
dari Jawa Barat yang dipimpin oleh Isa Anshari. Isa Anshari adalah pemimpin
Masjumi cabang Jawa Barat.
Usaha PKI dalam membangun image partainya kembali pada tahun 1950
sampai tahun 1955 memang memiliki polemiknya sendiri. Akan tetapi walau polemik
tersebut ada akan tetapi tidak mencegah PKI untuk terus berkembang. Salah satu
bukti penting pada Pemilihan Umum 1955 PKI berhasil meraih posisi keempat
sebagai partai pemenang Pemilihan Umum.
B. Perumusan Masalah
Untuk mencermati perkembangan Partai Komunis Indonesia tahun 1948
sampai tahun 1955 secara kritis, maka terdapat beberapa pertanyaan yang perlu
dijawab :
1. Bagaimanakah PKI dapat terlibat dalam peristiwa Madiun 1948 ?
2. Bagaimanakah strategi PKI membangun kembali partainya setelah
kehancurannya dalam peristiwa Madiun 1948 antara tahun 1950-1955?
3. Bagaimanakah hubungan PKI dengan organisasi-organisasi di luar partai
antara tahun 1950-1955?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan sejarah perkembangan
Partai komunis Indonesia tahun 1948 sampai tahun 1955 adalah sebagai berikut:
1. Mendiskripsikan dan menganalisa sebab-sebab kehancuran PKI dalam
6
peristiwa Madiun 1948.
2. Mendiskripsikan dan menganalisa Perkembangan PKI pada tahun 1950
sampai tahun 1955.
3. Mendiskripsikan dan menganalisa hubungan PKI dengan organisasi-organisasi
di luar partai Komunis Indonesia.
D. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi pokok pembahasan mengenai
kondisi politik yang mempengaruhi perkembangan PKI baik itu pada
perkembangannya pada tahun 1948 dan perkembangannya pada tahun 1950 sampai
tahun 1955. Selain itu juga penulis akan lebih membatasi tulisan ini lebih pada
melihat langkah-langkah yang diambil oleh PKI baik itu PKI–Musso dan PKI-Aidit.
Keduanya memang memiliki langkah strategi yang hampir sama. Pada tahun 1948
Musso memakai strategi pembangunan partai massa. Hal ini juga di lakukan oleh
Aidit pada tahun 1951. Akan tetapi dalam hal ini Aidit lebih memilih sifat toleran
terhadap situasi politik Indonesia yang berkembang. Pada tahun 1951, Aidit juga
memakai konsep “Djalan Baru” yang digunakan Musso>
Hal penting yang harus dilihat dalam pokok kajian perkembangan PKI tahun
1950 sampai 1955 adalah pemikiran-pemikiran partai yang muncul. Pemikiran-
pemiran-pemikiran yang muncul adalah mengenai kebijakan mengeani proses
pengkaderan dan juga menganai pandangan-pandangan partai mengenai
permasalahan tanah, buruh dan masyarakat yang terkandung dalam revolusi. Selain
7
itu juga penulis juga akan membatasi hubungan PKI dengan organisasi di luar partai
yaitu hubungan antara PKI dengan PNI, Masjumi dan beberapa organisasi Massa
yang berada diluar partai yaitu: SOBSI, BTI, Gerwani, Lekra, Pemuda Rakjat
E. Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk kajian kesejarahan di
Indonesia khususnya sejarah politik pada saat masa transisi pada periode tahun 1948
sampai tahun 1955. Selain itu juga penulisan skripsi ini diharapkan dapat membantu
pemahaman situasi politik Indonesia di tahun 1950 sampai tahun 1955 serta melihat
kembali PKI sebagai sebuah partai yang pernah hidup dan sebuah partai yang
memiliki hak untuk dihargai dalam sejarah. Untuk diri sendiri penulis berharap agar
tulisan ini menjadi sebuah pembelajaran diri baik itu untuk penulisan secara
sistematis dan untuk menganalisa fakta. Hal ini di harapkan menjadi sebuah awal bagi
diri penusia dalam memahami lebih dalam lagi mengenai persoalan komunis di
Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya.
F. Teori dan Metodologi Penulisan
Bagi manusia, politik merupakan sebuah obyek kajian yang selalu menarik
untuk dibahas. Hal itu disebabkan karena manusia merupakan makhluk zoon
politicon. Sepanjang perjalanan sejarah, banyak dari penulisan sejarah politik telah
memberikan begitu banyak ilham dan inspirasi bagi sebuah bangsa, masyarakat,
kelompok dan individu untuk membangun sejarahnya sendiri. Dalam perkembangan
8
Ilmu sejarah, penulisan sejarah politik dituntut untuk tidak hanya mampu mengkaji
dan menarasikan sebuah peristiwa, akan tetapi dalam penulisan sejarah politik juga
dituntut untuk membahas sesuatu yang lebih juga mendasar seperti permasalahan
sosial, ekonomi bahkan budaya bahakan perkembangan pemikiran. Penulisan sejarah
politik juga dituntut untuk mampu menunjukan sebuah kebenaran dan bukan hanya
ditulis menjadi sebuah alat legitimasi. Perkembangan ini kemudian dapat
mencerminkan perkembangan penulisan sejarah di Indonesia dituntut untuk menjadi
sebuah alat pengungkapan kebenaran dan bukannya menjadi sebuah komodidti
kekuasaan yang meligitimasi dalam sebuah sistem pemerintahan
Dalam tulisan ini, penulis akan membahas sejauh mana kondisi politik
berpengaruh pada suatu kelompok dan masyarakat, terutama dalam penulisan sejarah
perkembangan partai radikal revolusioner yaitu PKI. Sejarah perkembangan partai
cukup menarik sebab di dalamnya terangkai sebuah sistem antara kepentingan pribadi
individu, ideologi dan keorganisasian, yang memunculkan doktrin dan garis
kebijakan partai. Satu partai dengan partai lain dapat mempunyai sebuah konsep
yang sama, akan tetapi dinamika individu dan kelompok memiliki keunikan masing-
masing. Menurut Louis Althusser ideologi membuat manusia muncul sebagai sebuah
subyek yang memiliki tanggung jawab dan juga sekaligus memiliki kebebasan sebab
ia (manusia) harus memiliki identitas yang berbeda dari yang lainnya. Selain itu juga
Ideologi memiliki fungsi sebagai perekat antara individu dengan struktur. Dengan
ideologi memberikan ide lain yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang
disisipkan ke dalam pratik-pratik yang dimanefestasikan dengan keberadaan aparatus
9
56ideologi yang berupa struktur (dalam hal ini partai-penulis).
Dalam teori politik partai moderen, Sigmund Neuman mengelompokkan sifat
partai menjadi dua kelompok besar yaitu partai yang berkuasa (in group) dan partai
yang tidak berkuasa (out group). Kedua kelompok partai ini memiliki sifat yang
berbeda-beda. Partai-partai yang termasuk ke dalam kategori in group biasanya
disebut dengan istilah status quo. Partai pada golongan status quo cenderung tumbuh
sebagai partai konservatif sedang partai-partai yang berada dalam kategori out group
lebih cenderung memiliki peran oposisi. Biasanya partai out group menghendaki
perubahan, pembaharuan dan memiliki sifat militan tentunya.57 Selama masa
demokrasi liberal, PKI tergolong partai yang berada dalam kelompok partai yang
tidak berkuasa (out group). Meski PKI memiliki jumlah kursi dalam Parlemen
sementara sebanyak 17 kursi dibandingkan dengan partai-partai lain selain PNI,
Masjumi dan organisasi-organisasi lain akan tetapi ia memilih untuk tidak masuk ke
dalam pemerintahan.58
Dalam analisa Weberian di Indonesia pada tahun 1950 muncul penempatan
“kelas” (posisi ekonomi) yang berhubungan dengan “status” (distribusi kehormatan
56 Louis Althusser. 2004. Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis,
Cultural Studies. Bandung: Jala Sutra. Hlm: 44. 57 Miriam Budiardjo(penyuting) Sigmund Neumann. 1981. Partisipasi dan partai
politik. Sebuah bunga rampai. Jakarta: PT Gramedia Jakarta. Hlm: 68-69. 58 Herbert Feith. 1999. Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia. Hlm: 84-85.
10
59dan prestise) dan kekuasaan politik. Tiga faktor inilah yang kemudian melahirkan
sebuah kecenderungan sikap extraconstitusional behaviour yaitu sebuah perilaku
penyimpangan penggunaan kekuasaan dalam pemerintahan untuk menghancurkan
lawan-lawan politiknya.60
Dalam menganalisa perkembangan interen PKI sendiri dalam pembahasan
akan mencoba memakai “pisau” teori Marxis dimana penulis akan memakai konsep
Diktaktur Proletariant. Konsep Diktaktur Proliteraiant adalah menjalankan
kekuasaan mutlak atas nama proletar. Sebagai penguasa politik, diktaktur
proletariant adalah pelaksana kekuasaan politik. Sedang dalam konsep komunis
sendiri tujuan komunisme adalah untuk menciptakan masyarakat tanpa kelas.
Masyarakat yang tercipta setelah revolusi adalah masyarakat tanpa kelas (classless
society) dan memiliki konsekwensi masyarakat tersebut adalah menjadi masyarakat
tanpa konflik. 61
Penulis melalui empat tahap proses penulisan yaitu heuristik, kritik sumber,
interpretasi dan historiografi. Pada tahap pertama heuristik atau proses pengumpulan
data untuk keperluan subyek yang akan diteliti. Data tersebut diperoleh dari tulisan-
tulisan yang ada di perpustakaan yang berupa buku pustaka, surat kabar, dokumen,
59 Richard Tanter. Kneth Young (Ed). 1993. Politik kelas menengah Indonesia.
Jakarta: LP3ES. Hlm: 4 60 Boyd R. Compton. 1993. Kemelut Demokrasi Liberal. Surat-surat rahasia Boyd
R. Compton. Jakarta: LP3ES. Hlm: xl 61 Maswadi Rauf. 2001. Konsensus dan konflik politik. Jakarta: Derektorat Jendral
Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Hlm: 93.
11
atau publikasi lainnya yang bersifat primer atau sekunder.
Tahap kedua adalah kritik sumber yang bertujuan untuk mengetahui
kredibilitas dan keontentikan sumber. Kritik sumber terdiri dari kritik interen dan
kritik eksteren. Kritik interen dilakukan dengan membandingkan sumber, sedang
kritik eksteren adalah dengan meneliti bahan yang akan digunakan, sifat dan jauh
dekatnya dari peristiwa. Hasil dari kritik sumber adalah fakta yang merupakan unsur-
unsur bagi penyusunan dan rekonstruksi.
Tahap ketiga adalah interpretasi yang dilakukan setelah data diuji
kebenarannya. Dalam tahap ini dituntut untuk mencermati dan mengungkapkan data-
data yang diperoleh. Dalam tahap ini diperlukan analisa yang benar-benar cermat
untuk memperoleh data yang obyektif. Tahap terakhir adalah historiografi yang
merupakan proses penyusunan kembali satu peristiwa berdasarkan data-data yang
diperoleh dan diuji kebenarannya.
G. Hipotesa
Kebijakan partai merupakan satu hal yang paling penting bagi sebuah
perkembangan sebuah partai di masyarakat. Selain itu juga kelompok yang
berkuasa juga mempengaruhi pekembangan strategi PKI . Dalam kebijakan
tersebut peran tokoh sangat berpengaruh juga terhadap perkembangan partai.
Peristiwa Madiun 1948 merupakan titik puncak dari langkah strategi partai dalam
mengambil kebijakan atas satu peristiwa. Sementara itu pada tahun 1950an
terutama pada saat PKI dipimpin oleh Dipa Nusantara Aidit, kebijakan-kebijakan
12
yang dibuat oleh partai lebih menjamin untuk perkembangan partai dalam meraih
keberhasilan dalam pemilihan umum 1955
H. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menggunakan bahan pustaka
sebagai sumber utama dalam menganalisis dan mendeskripsikan perkembangan PKI
pada tahun 1948 sampai tahun 1955. Terdapat beberapa buku yang membahas Partai
Komunis Indonesia, akan tetapi sedikit yang membahas mengenai perkembangan
PKI tahun 1948-1955 secara khusus.
Buku pertama yang penulis pakai adalah The Communist Party Of
Indonesia 1951-1963 karangan Donald Hindely. Buku yang diterbitkan oleh
University of California Press Berkeley and Los Angeles tahun 1964 ini berisi
mengenai perkembangan PKI pada masa kepemimpinan Aidit. Pada awal penjelasan
buku terdapat informasi mengenai konflik interen partai paska peristiwa Madiun
tahun 1948 (hal: 22 –26). Dalam buku Hindely ini dijelaskan secara rinci mengenai
perkembangan PKI di bawah kepemimpinan Aidit. Dalam buku ini juga dijelaskan
bagaimana strategi PKI menggalang basis massanya. Hubungan PKI dengan
organisasi-organisasi lain pun jelas dipaparkan oleh Hindley. “Djalan Baru” yang
menjadi titik dasar perjuangan partai oleh Hindley dipaparkan (hal : 54). Buku ini
memiliki data yang cukup spesifik dan detail mengenai permasalahan PKI di
Indonesia atahun 1950-1963.
13
Buku kedua adalah The Indonesia Election of 1955 yang ditulis oleh Hebert
Feith. Diterbitkan oleh South Asia Program Cornel University Press Ithaca, New
York in 1971. Buku ini juga sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul
Pemilihan Umum di Indonesia tahun 1955 yang diterbitkan oleh Kepustakaan
Populer Gramedia Jakarta. Buku ini berisi keterangan mengenai perkembangan
partai-partai serta dinamikanya dalam pemilihan umum 1955. dalam buku ini juga
dijelaskan mengenai perkembangan partai-partai di Indonesia pada tahun 1953
sampai tahun 1955. Informasi dalam buku ini cukup banyak terutama pada
hubungan antara partai dan bagaimana satu partai mencoba untuk menarik simpati
massa. Pada bagian perhitungan suara serta perolehan suara keakuratan data dalam
buku Feith ini berasal dari laporan dan pengamatannya selama ia di Indonesia pada
tahun 1955. Dari buku ini lebih melihat bagai manakah dinamika kehidupan
demokrasi liberal di Indonesia antara tahun 1950 sampai 1955 khususnya hubungan
atara PKI dengan PNI dan Masjumi.
Buku ketiga adalah The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia
yang juga ditulis oleh Hebert Feith. Buku ini diterbitkan oleh Cornell University
Press. Isi dari buku ini adalah informasi lengkap mengenai keadaan politik Indonesia
tahun 1945 hingga tahun 1955. Proses pergantian dan kondisi Indonesia secara
konstitusional dituliskan begitu lengkap oleh Feith. Pergantian kabinet ke kabinet
yang relatif singkat serta gejolak yang ada di Indonesia antara tahun 1950 sampai
tahun 1955 dibahas secara detail. Untuk kajian Indonesia tahun 1950 buku ini
merupakan buku penting sebagai data dan juga latar belakang situasi tahun 1950.
14
Buku ini digunakan oleh penulis untuk melihat latar belakang politik yang terjadi
pada tahun 1950 sampai tahun 1955
Buku keempat yang dipakai oleh penulis sebagai tinjauan pustaka adalah buku
tulisan Imam Soedjono yang berjudul Yang Berlawan. Membongkar tabir pemalsuan
sejarah PKI. Buku ini diterbitkan oleh Resist Book, Yogyakarta. Dalam tulisan ini
oleh Imam Soedjono menggambarkan golongan kiri dan kelompok komunis di
Indonesia. Dalam buku ini PKI di gambarkan sebagai sebuah partai penuh dengan
pertemuan serta benturan-benturan antara satu individu satu dengan Individu lain.
Tarikan pembahasan permasalahan dalam buku ini adalah dari kemuncula PKI tahun
1920 hingga tahun 1965.
I. Sistematika Penulisan
Dalam tulisan ini penulis akan membagi menjadi enam bab. Bab I berisi
pendahulan dan pada bab II sampai bab IV adalah pembahasan permasalahan dan bab
V merupakan bagian penutup.
Bab II berisi pembahasan latar belakang kondisi politik Indonesia pada tahun
1948 yang menyebabkan Peristiwa Madiun terjadi. Selain itu juga apa saja yang
menyebabkan PKI juga dapat ikut terkait dengan Peristiwa Madiun 1948. Sub bab
pertama berisi perkembangan FDR dan PKI pada saat kedatangan Musso. Selain
membahas FDR pada bab ini juga akan membahas mengenai perubahan-perubahan
yang dilakukan Musso dan keterkaitannya dengan “Djalan Baru”. Selain itu juga
dalam bab ini akan dijelaskan mengenai program reorganisasi dan rasionalisasi
15
militer yang menjadi sumber konflik interen Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
kecenderungan usaha-usaha untuk menyingkirkan kekuatan kelompok kiri yang ada
di Indonesia oleh kelompok yang berkuasa.
Bab III berisi Peristiwa Madiun itu sendiri. Dalam bab ini penulis mencoba
memaparkan peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi dalam Peristiwa Madiun.
Reaksi apa saja yang dilakukan oleh PKI-Musso sehingga partai komunis ini
terseret dalam peristiwa ini dan seolah-olah menjadi partai yang harus bertanggung
jawab atas peristiwa tersebut. Dalam bab ini juga penulis hendak memaparkan
operasi militer yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha untuk mengahacurkan
kekuatan kiri di wilayah Republik Indonesia.
BAB IV berisi mengenai strategi PKI di bawah kepemimpinan Dipa
Nusantara Aidit antara tahun 1950 sampai tahun 1951. Pertama-tama dalam
pembahasan ini penulis akan menjelaskan proses perubahan garis PKI pada tahun
1950 sampai tahun 1951. Perubahan garis itu terjadi setelah peralihan kepengurusan
CC Politbiro dalam tubuh PKI dari golongan tua ke golongan muda tahun 1951. Sub
bab kedua adalah munculnya garis pemikiran partai baru dalam menyikapi kondisi
politik Indonesia tahun 1951 sampai 1955. Perubahan pemikiran partai ini meliputi
juga rancangan-rancangan kebijakan PKI yang tercermin dalam setiap tindakan yang
dilakukan oleh PKI. Konsep pemikiran baru mengenai kesadaran kelas di Indonesia
sampai pemahaman mengenai strategi perjuangan melalui Front Nasional.
BAB V berisi mengenai hubungan PKI dengan organisasi-organisasi di luar
partai antara tahun 1950-1955. Dalam bab ini penulis mencoba untuk memaparkan
16
bagaimana PKI berhubungan dan mempengaruhi kelompok-kelompok lain baik itu di
Parlemen atau di luar Parlemen. Sub bab pertama yaitu pembahasan hubungan PKI
dengan PNI dan hubungan PKI dengan Masjumi antara tahun 1950 sampai tahun
1955 terutama mengenai Razia Agustus 1951 dan kemunculan Front Anti Komunis
(FAK) tahun 1954. Organisasi ini adalah salah satu aksi yang paling menonjol yang
muncul dari Masjumi yang merupakan sebuah bentuk keradikalan Masjumi dalam
menentang PKI. Selain itu juga dalam sub bab pokok kedua adalah aliansinya dengan
organisasi-organisasi massa yang memiliki pengaruh dalam masyarakat: SOBSI, BTI,
Gerwani, Lekra dan Pemuda Rakjat.
Bab VI berisi mengenai pembahasan Pemilihan Umum tahun 1955. Dalam
tulisan ini penulis akan terlebih dahulu membahas mengenai proses terbentuknya
Undang-Undang Pemilu tahun 1953. Setelah itu tulisan ini dilanjutkan dengan
pembahasan mengenai sistem pemilihan umum. Pembahasan mengenai Pemilu di
Minahasa dan Yogyakarta yang dianggap sebagai pemilu percobaan. Memasuki
pokok bahasan berikutnya penulis akan melihat kampanye-kampanye yang dilakukan
oleh PKI serta permasalahan apa saja yang dialami. Bagaimana kampanye itu
berjalan. Pada sub bab berikutnya penulis akan melanjutkan pembahasan mengenai
analisa hasil suara PKI pada Pemilu Parlemen dan Konstituante tahun 1955.
Bab VII berisi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang ada dalam bab
kedua hingga bab kelima. Kesimpulan ini diambil penulis sebagai jawaban dari
pertanyaan yang diutarakan pada awal penulisan.
17
BAB II
SITUASI POLITIK INDONESIA MENJELANG
PERISTIWA MADIUN 1948
Politik Indonesia pada awal tahun 1948 merupakan puncak dari benturan
sayap kiri dan Sayap Kanan di Indonesia. Permasalahan pokok konflik antara Sayap
Kiri dan Sayap Kanan pada saat itu adalah permasalahan mengenai Perjanjian
Renville yang ditandatangani oleh Amir Syarifudin pada tanggal 17 Januari tahun
1948. Untuk Indonesia, Perjanjian Renville merugikan bagi Indonesia. Dalam
perjanjian garis demarkasi (garis Van Mook) yang membatasi wilyah Republik
Indonesia (RI) dengan wilayah Belanda di tetapkan. Wilayah RI terdiri dari Sebagian
Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur dan pulau Sumatera.
Sementara itu setelah Perjanjian Renville, antara Parlemen dan pemerintahan
terjadi ketegangan. Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Majelis Suryo
Muslimin Indonesia (Masjumi) menarik dukungannya terhadap kepemimpinan
Perdana Menteri Amir Syarifudin yang berasal dari kelompok sayap kiri. Perjanjian
Renville dipakai oleh kelompok-kelompok yang tidak menyukai keberadaan Amir
sebagai pimpinan pemerintahan. Amir Syarifudin adalah salah satu tokoh gerakan kiri
yang ada di Indonesia.
18
Selama masa revolusi di Indonesia, kelompok politik Indonesia terbagi
menjadi dua kelompok yaitu Sayap Kiri dan Sayap Kanan.62 Sayap Kiri adalah
kelompok yang memiliki sifat radikal dan revolusioner yang tinggi. Sedangkan
kolmpok Sayap Kanan adalah kelompok yang lebih mengedepankan diplomasi. Di
Indonesia warna politik di bagi menjadi 3 yaitu: Sosialisme, Nasionalisme dan
Agama. Orang-orang yang menganut paham sosialisme mereka cenderung
dikategorikan sebagai kelompok sayap kiri sedangan mereka yang berada di Sayap
Kanan lebih condong pada orang-orang atau kelompok yang berbasis agama. Kedua
ketegori itu memiliki sifat radikalnya masing-masing. Hal tersebut di dalam Parlemen
dan pemerintahan terdapat usaha untuk saling menjatuhkan.
A. Kondisi Politik Indonesia Setelah Perjanjian Renville 1948.
1. Hasil Perjanjian Renville 1948 dan Mundurnya Amir Syarifudin.
Pada tanggal 7 Januari 1948 antara pemerintah RI dengan pemerintahan
Belanda telah ditandatangani sebuah kesepakatan di atas kapal US Renville. Dalam
penandatangan itu, Indonesia di wakili oleh Amir Syarifudin yang pada saat itu
menjabat sebagai Perdana Menteri. Pada saat penandatanganan perjajian tersebut,
Amir mendapat dukungan penuh dari PNI, Masjumi dan koalisi partai Sayap Kiri.
62 Dalam ilmu politik, istilah sayap kiri biasanya mengacu kepada kelompok yang biasanya dihubungkan dengan aliran sosialis atau sosial demokrat. Sayap Kiri, biasanya juga dianggap sebagai lawan dari sayap kanan. Yang lebih cenderung pada kelompok atau partai yang cenderung pada sifat radikal. Http://www.wikepedia.com/sayapkiri. com
19
Akan tetapi, setelah Perjanjian Renville ditandatangani, wilayah Indonesia di Pulau
Jawa hanya terdiri dari wilayah sebagian kecil Jawa Tengah dan sebagian kecil jawa
Timur dan pulau Sumatera. Hal ini tentu saja menyebabkan perpindahan secara besar-
besaran penduduk kewilayah Republik Indonesia khususnya di Pulau Jawa.
Perpindahan penduduk itu adalah akibat dari isi Perjanjian Renville yang berisi
mengenai plebisit yang berisi bahwa pemerintah Belanda memberikan pilihan kepada
penduduk untuk memilih secara bebas ingin menjadi bagian dari negara RI atau
menjadi bagian dari Negara Indonesia Serikat (RIS). Terjadi perpindahan penduduk
secara besar-besaran ke wilayah RI yang semakin sempit. Selain penduduk sipil,
sekitar 35.000 pasukan TNI yang ada di wilayah Belanda mundur ke wilayah RI di
Jawa Tengah.63
Hal tersebut menimbulkan permasalahan baru di wilayah RI. Permasalahan
baru tersebut adalah permasalahan di bidang politik, sosial dan ekonomi.
Permasalahan ekonomi muncul diakibatkan karena sempitnya wilayah serta blokade
laut Belanda di wilayah RI yang cukup ketat sehingga pasokan logistik tidak dapat
masuk. Selain itu juga permasalahan politik Indonesia semakin rumit, baik itu dalam
pemerintahan dan Masyarakat dan TNI. Hal ini tentu saja menyebabkan kekecewaan
besar terhadap kabinet Amir.
Dalam Parlemen akhirnya dukungan Partai Nasional Inonesia (PNI) dan Majelis
Suryo Muslimin Indonesia (Masjumi) terhadap pemerintahan Amir Syarifudin
63 Himawan Soetanto. 2006. Madiun dari Republik ke Republik. Aspek Militer
Pemberontakan di Madiun 1948. Jakarta: Penerbit Kata Hasta Pustaka. Hlm:
20
ditarik. Mereka menarik dukungan politik terhadap kabinet Amir. Perjanjian Renville
telah menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat. Setelah Amir Syarifudin
mundur, PNI dan Masjumi yang semula menolak hasil Perjanjian Renvile tersebut
mendukung pemerintahan Hatta. Akan tetapi disisi lain mereka juga menyatakan
bahwa mereka tidak dapat mendukung pemerintahan Amir Syarifudin kembali dan
menuduh kesalahan Perjanjian Renville adalah kesalahan dari kelompok Sayap Kiri
secara tidak langsung64. Hal itu menyebabkan suatu krisis dalam kabinet Amir
Syarifudin sebab PNI dan Masjumi adalah partai politik yang memiliki status quo
dalam Parlemen. Penarikan dukungan terhadap pemerintahan Amir adalah dengan
cara menarik kembali menteri-menterinya yang duduk dalam kabinet. Semetara itu di
luar Parlemen aksi-aksi demonstrasi menentang Pejanjian Renville terus terjadi.
Menurut Sumarsono pembentukan oposisi terhadap pemerintahan Amir oleh PNI dan
Masjumi adalah salah satu usaha untuk menyingkirkan Sayap Kiri dari
pemerintahan. Akhirnya pada tanggal 23 Januari 1948 Amir Syarifudin menyerahkan
mandatnya dari kedudukannya sebagai perdana menteri. 65
2. Pemerintahan Hatta dan Perpecahan Partai Sosialis.
a . Pembentukan Pemerintahan Hatta 1948.
Setelah Amir Syarifudin mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri.
Sukarno sebagai kepala negara pada tanggal 29 Januari 1948 segera menunjuk
64 George Mc Truman Kahin. 1995. Nasionalime dan Revolusi di Indonesia. Semarang:
Univesitas Negeri Semarang Press dan Pustaka Sinar Harapan. Hlm: 291. 65 Imam Soedjono. 2006. Yang Berlawan. Membongkar Pelmasuan Tabir Sejarah PKI.
Yogyakarta: Resist Book. Hlm: 205.
21
Mohammad Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden untuk
membentuk kabinet baru. Alasan memilih Hatta sebagai formatur pemerintahan
adalah Hatta yang tidak berasal dari partai dan golongan tertentu dapat membentuk
sebuah pemerintahan koalisi yang kuat. Untuk melaksanakan kesepakatan itu
dibutuhkan sebuah koalisi yang kuat antara Parlemen dan pemerintahan. Apabila
kondisi politik yang stabil tidak tercipta maka akan memberikan kesempatan kepada
Belanda untuk ikut campur dalam urusan pemerintahan RI.
Kabinet baru yang dibentuk oleh Hatta dalam perkembangannya tidak mengikut
sertakan Partai Sosialis. Hal ini disebabkan karena tuntutan partai ini adalah agar
Amir Syarifudin menduduki jabatan sebagai Menteri Pertahanan. Hal ini ditentang
oleh Masjumi yang tidak menyetujui permintaan tersebut. Posisi Menteri Pertahanan
pada masa revolusi memang menduduki tempat yang paling strartegis selama masa
revolusi. Selain alasan posisi strategis tersebut, penolakan Masjumi terhadap
permintaan Sayap Kiri tersebut adalah dikarenakan track record Amir selama
menjabat menteri pertahanan antara tahun 1947 sampai tahun 1948. Amir dipandang
sebagai seorang tokoh Sayap Kiri yang radikal oleh PNI dan Masjumi, sehingga
apabila kedudukan Menteri Pertahanan diserahkan kepada Amir maka yang akan
terjadi adalah pelanggaran Perjanjian Renville. Dalam hal ini Amir tentu saja
menguasai hampir sebagian besar kekuatan laskar-laskar rakyat yang ada di wilayah
22
Jawa. Akhirnya posisi Menteri Pertahanan diberikan kepada Hatta yang juga
merangkap sebagai Perdana Menteri.66
Akhirnya pada tanggal 29 januari 1948 Kabinet Hatta terbentuk dengan hanya
memasukan PNI, Masjumi, Partai Katholik, Partai Kristen, Persatuan Guru Republik
Indonesia, dan beberapa tokoh yang tidak berasal dari partai manapun. Komposisi ini
dapat dilihat dari tabel berikut:
STRUKTUR PEMERINTAHAN KABINET HATTA 6729 JANUARI 1948
Jabatan Nama Partai
Perdana Menteri Drs. Mohammad Hatta Non-partai Pertahanan* Drs. Mohammad Hatta Non-partai Dalam Negeri* Dr. Sukiman Wiryosandjojo Masjumi Luar Negeri* Hadji Agoes Salim Non-partai Kehakiman* Mr. Susanto Tirtoprodjo PNI Keuangan * Mr. A. A. Maramis PNI Perekonomian* Mr. Sjafrudin Parwiranegara Masjumi Pangan* Kasimo Partai Katholik Pendidikan dan Kebudayaan* Mr. Ali Sastroamidjojo PNI Kesehatan* Dr. Johanses Leimena PKRI Agama* Kiaji Hadji Maskoer Masjumi Sosial* Koesnan PGRI Pembangunan dan kepemudaan* Supeno PSI Perhubungan* Ir. Djuanda Non-partai Pekerjaan umum* Ir. Laoh PNI Penerangan* Mohammad Natsir Masjumi Postfolio Hamengku Buwono IX Non-partai *Jabatan Menteri
66 Mohammad Hatta. 2002. Bung Hatta Menjawab. Jakarta: PT Toko Gunung Agung
Tbk. Hlm: 16. 67 George Mc Truman Kahin. Op. Cit. Hlm: 293
23
Dari kepengurusan yang tercantum di atas dapat dilihat bahwa Partai Sosialis Amir
Syarifudin tidak masuk dalam kabinet.
Dalam kabinet Hatta terdapat 4 program pokok yang harus dijalankan. Keempat
program pokok itu adalah sebagai berikut: pertama menjalankan Perjanjian Renville
yang telah disepakati serta melakukan gencatan senjata dan prinsip-prinsip politik
untuk melanjutkan perundingan dengan Belanda melalui komisi jasa baik. Kedua
mempercepat pembentukan suatu Republik Indonesia Serikat. Ketiga rasionalisasi
ekonomi dan angkatan perang republik dan keempat adalah perbaikan kerusakan yang
ditimbulkan akibat perang dan pendudukan Jepang. Butir ke tiga dan keempat
program utama pemerintahan Hatta itulah yang kemudian menyebabkan Hatta
melaksakan proses Reorganisasi dan Rasionalisasi (Re-Ra) tentara 68
Sebagai seorang tokoh politik, Hatta memang berada di luar kelompok baik itu
sayap Kiri atau Sayap Kanan. Akan tetapi secara politik ia tidak menyukai
keberadaan Sayap Kiri. Hatta melihat bahwa sifat radikal yang dimiliki oleh
kelompok ini dapat membahayakan salah satu program pokok pemerintahannya yaitu
program pelaksanaan Perjanjian Renville. Hatta memiliki pandangan bahwa proses
revolusi bukan hanya permasalahan soal pertempuran fisik saja dengan Belanda,
akan tetapi permasalahan perjuangan juga termasuk permasalahan di luar sektor
militer. Dalam pandangan Hatta jumlah anggota kesatuan yang ada di dalam TNI
68 George Mc Truman Kahin. Op. Cit. Hlm: 292.
24
terlalu banyak dan tidak rasional sebab pada saat itu dengan kondisi Indonesia yang
begitu sulit. Dalam hal ini Hatta tidak menyukai keberadaan komunis di Indonesia.69
Pemikiran Hatta tersebut mendapat dukungan dari kelompok-kelompok yang
tidak menyukai keberadaan Sayap kiri dalam Tubuh TNI. Salah satu tokohnya adalah
Nasution yang pada saat itu menjabat sebagai pimpinan pasukan Divisi VI Siliwangi.
Akan tetapi walau mereka memiliki kesamaan konsep pemikiran, Nasution memiliki
tujuan yang berbeda. Nasution memiliki rasa ekslusif dan memandang kelompok
laskar-laskar yang ada di dalam TNI tidak memiliki disiplin militer dibandingkan
kesatuan-kesatuan yang pernah mendapat pendidikan militer dari Belanda (kesatuan-
kesatuan eks-KNIL). Akhirnya Hatta menerapkan Program Reorganisasi dan
Rasionalisasi (Re-Ra) militer terhadap TNI yang kemudian menjadi pemicu konflik
Madiun 1948. Pada Bulan Februari tahun 1948 akhirnya Hatta mulai melaksankan
program Re-Ra dalam tubuh TNI.
Tokoh sipil dan militer yang paling berperan dalam pelaksanaan program Re-Ra
pada saat itu adalah Hatta dan Nasution. Kesamaan visi antara Hatta dan Nasution ini
menurut Ann Swift dalam bukunya The Road to Madiun merupakan sebuah
hubungan yang paling jelas dalam konspirasi pengahcuran Sayap Kiri PKI-FDR di
Madiun. Swift mengatakan:
“...The Sayap kiri was adamant that it be given the ministry, and the
Masyumi was equally adamant in it is opsition to the Sayap kiri demands. In addition, Hatta may have been under pressure from friends in the Army ( such
69 Soe Hog Gie. 2005. Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan. Yogyakarta: Bentang.
Hlm:160.
25
as Nasution) who had no love for Amir and wished to check the growing politization, left wings influence, in the armed forces”
[Sayap kiri bersikeras supaya diberi posisi dalam kemeterian dan
Masjumi sama kerasnya dalam menentang tuntutan Sayap Kiri. Selain itu mungkin hatta mungkin berada di bawah tekanan teman-temannya di Angkatan Darat (Seperti Nasution) yang juga tidak menyukai Amir dan berharap dapat mencegah tumbuhnya politik Sayap Kiri dalam tubuh angkatan bersenjata.]70
Konsep Re-Ra Nasution dan Hatta secara garis besar menginginkan sebuah
sistem ketentaraan yang memiliki satu komando dan memilki satu komando penuh
yang dibagi menjadi dalam dua tahap. Pertama, reorganisasi kesatuan-kesatuan dan
pucuk pimpinan TNI. Kedua, reorganisasi yang meliputi daerah-daerah dan pasukan-
pasukan yang memiliki posisi strategis dalam perang gerilya. Selain itu Nasution
memiliki tujuan untuk membentuk tentara yang bersifat elit, berdisiplin dalam hal
persenjataan, keahlian, serta dalam hal kepercayaan. Hal ini sesuai dengan konsep
pemikiran Hatta. 71
Dalam pernyataan resmi di depan BP-KNIP Hatta mengatakan hal yang sama
dengan pemikiran Nasution. Hatta mengatakan bahwa rasionalisasi harus dilakukan
dengan tegas dan nyata sebagai pedoman yang dipakai adalah sebuah cita-cita “satu
tentara, satu komando dalam bentuk susunan yang efektif”. Hal itu harus diciptakan
dengan cara melakukan pengurangan jumlah anggota tentara.72 Pada tanggal 8 Maret
70 Ann Switt.1989. The Road to Madiun: The Indonesiam Communist Uprising of 1949.
New York: Cornell Modern Indonesia Project Hlm: 19. 71 Dr. A.H. Nasution. 1978. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, jilid 7. Bandung:
Penerbit Angkasa. Hlm: 128. 72 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 216.
26
1948 Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden No. 9/ 1948 yang berisi
mengenai keputusan program Re-Ra dan penyusutan staf Angkatan Perang dalam
Kementerian Pertahanan, Markas Besar Angkatan Perang Mobil, Kesatuan-kesatuan
tentara dan susunan teritorial. Hal tersebut kemudian menimbulkan reaksi dari divisi
VI Panembahan Senopati di Surakarta yang mayoritas anggota kesatuannya adalah
laskar-laskar rakyat yang salah satunya adalah Pesindo.73
Tujuan lain dari program Re-Ra ini adalah untuk menekan pengaruh keberadaan
Sayap Kiri dalam angkatan bersenjata yang semakin kuat sejak Amir Syarifudin
menjabat sebagai Menteri Pertahanan tahun 1947. Saat ia menjabat sebagai Menteri
pertahanan ia telah membangun Biro Perjuangan di Madiun yang bertujuan untuk
menyatukan keberadaan laskar-laskar rakyat yang ada. Untuk membentuk biro
perjuangan ini Amir mengeluarkan biaya yang cukup besar. Bagi Amir sendiri
Madiun adalah basis pertahanan RI terakhir di wilayah timur Ibu Kota RI. 74
Pembentukan Biro Perjuangan tersebut ternyata telah mencemaskan beberapa
tokoh RI baik itu tokoh-tokoh sipil dan para perwira yang ada dala tubuh TNU.
Pengaruh gerakan kiri yang kuat ini memimbulkan sebuah kecemasan dimana
apabila suatu hari terjadi clash antara elit (pemerintahan) dengan rakyat, maka
73 Dr. A. H. Nasution. Op. Cit. Hlm: 129. 74 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 203.
27
mereka kawatir bahwa Angkatan Bersenjata akan memihak rakyat dan bukannya
melindungi pemerintah.75
b . Perpecahan Partai Sosialis dan Pembentukan Front Demokrasi Rakyat.
Sementara itu di dalam tubuh Partai Sosialis sendiri terjadi perpecahan antara
Amir Syarifudin dan Sjahrir. Kedua pemimpin tinggi PS ini memiliki perbedaan
pandangan mengenai permasalahan Perjanjian Renville. Pada tanggal 28 Januari
1948, di dalam tubuh Partai Sosialis mengalami perdebatan panjang antara
mendukung atau menolak perjanjian Renville, sehingga Partai Sosialis terpecah
menjadi dua yaitu: Partai Sosialis yang tetap dipimpin oleh Amir Syarifudin dan
Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dipimpin oleh Sjahrir. Partai Sosialis memilih
menjadi pihak yang menolak Perjanjian Renville sedangkan Partai Sosialis Indonesia
memilih mendukung pemerintah dan mendukung Perjanjian Renville. 76
Setelah perpecahan tersebut akhirnya Partai Sosialis dan beberapa organisasi
kiri yang berada di bawah Sayap Kiri membubarkan diri dan kemudian membentuk
Front Demokrasi Rakyat (FDR). Pergantian dari Sayap Kiri menjadi FDR tersebut
terjadi pada tanggal 26 Februari 1948 dalam kongres di Surakarta. FDR terdari tiga
organisasi partai utama yaitu Partai Sosialis, Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
75 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 218.
76 George Mc Truman Kahin. Op. Cit. Hlm: 327. lihat juga M. C. Ricklefs. 2005.
Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hlm: 341.lihat juga Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 206.
28
Partai Buruh Indonesia (PBI). Selain itu juga di dalam FDR juga terdapat beberapa
organisasi non-partai yaitu: Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI) dan
Persatuan Pemuda Indonesia (Pesindo).77 Pembentukan FDR memiliki tujuan umum
yaitu menentang Perjanjian Renville dan menolak perundingan-perundingan dengan
Belanda. Selain itu juga fDR menuntut supaya kabinet parlementer Hatta dibubarkan
dan diganti dengan kabinet yang sifatnya presidenisal. 78
Dalam kongres di Surakarta tersebut, FDR Memperbaharui garis perjuangan
berdasarkan instropeksi Sayap Kiri atas Perjanjian Renville. Hal itu dilakukan untuk
kembai memikirkan ulang strategi perjuangan Sayap Kiri. Dalam instropeksi tersebut
FDR berpendapat Perjanjian Renville merupakan salah satu kesalahan Revolusi dan
mereka akan melanjutkan perjuangan dengan menolak serta tidak akan mendukung
politik Hatta. Hal ini memperlihatkan bahwa Amir Syarifudin dan FDR hendak
memilih jalan perjuangan yang lebih agresif dan revolusioner.79
FDR menjadi sebuah pihak oposisi yang radikal, sebab seperti yang telah
ditulis oleh Kahin bahwa FDR memiliki tujuan jangka panjang yaitu mendominasi
kekuasaan pemerintahan dan apabila perlu semua diselesaikan lewat jalur
revolusioner. Organisasi ini memiliki dua kekuatan penyolong utama yaitu angkatan
perang san di kalangan buruh. Kedekatan FDR dengan angkatan perang yaitu dimulai
77 George Mc Truman Kahin. Op. Cit. Hlm: 210. 78 Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm: 6 79 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 210. lihat juga Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm: 5
29
sejak Amir Syarifudin menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada tanggal 3 Januari
1947 sampai 28 Januari 1948. Selama mejabat sebagai Menteri pertahanan Amir telah
mengeluarkan sebuah kebijakan mengenai pembentukan Biro perjuangan di Madiun.
Biro tersebut dimaksudkan untuk memperkuat laskar-laskar rakyat dan krops-krops
tentara yang semula tidak terkoordinir dengan rapi dalam kemeterian petahanan.
Sejak saat itu, Amir secara pribadi semakin dekat dengan tentara.80 Sementara itu,
dalam hal perburuhan FDR mendukung para buruh melalui organisasi SOBSI. Salah
satu contoh dukungan FDR terhadap gerakan buruh adalah pada peristiwa
pemogokan buruh di Delanggu pada bulan Mei 1948 yang kemudian berkembang
menjadi konflik angakatan bersenjata di Surakarta dan akhirnya berkembang di
Madiun pada bulan September 1948.
Kegiatan FDR setelah kongres besar bulan Februari 1948, adalah melakukan
usaha-usaha pertama yaitu mengadakan turne yaitu kampanye keliling kedaerah-
daerah. Kegiatan ini dilakukan oleh Amir Syarifudin (Partai Sosialis), Luat Siregar
(PKI), Stiadjit (PBI) dan Krisubanu (Pesindo). Dalam rapat-rapat umum yang
diadakan oleh wakil-wakil FDR ini mencoba mejelaskan kepada masyarakat tentang
asas tujuan politik FDR dan menjelaskan kepada masyarakat alasan mengapa mereka
menolak kabinet yang dibentuk oleh Hatta. Isu utama selain permasalahan hasil
Perjanjian Renville, FDR juga mengangkat isu Re-Ra sebagai masalah utama.81
80 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 216. 81 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 213.
30
B. Partai Komunis Indonesia Menjelang Peristiwa Madiun 1948.
Setelah Proklamasi Indonesia pada tanggal 17 Agustus1945 Partai Komunis
Indonesia ini mulai muncul kembali sebagai sebuah partai pada tanggal 21 Oktober
1945. Kantor pusat partai berada di Jakarta dan pertama-tama dipimpin oleh Mr.
Jusuf sampai tahun 1948. PKI mendapat sambutan yang baik dari masyarakat.
Beberapa kantor cabang partai dibuka di wilayah Sukabumi, Cirebon, Solo,
Pekalongan, Madiun, Malang dan Surabaya. Selain membentuk kantor-kantor
Cabang, PKI juga menerbitkan majalah teori partai dengan nama Bintang Merah dan
mendukung dibentuknya kesatuan laskar yang disebut Laskar Merah di bawah
pimpinan E. Coerdian.82
Sebagai sebuah partai, PKI memiliki anggaran dasar partai yang di sahkan pada
tanggal 24 Desember 1945. Dalam anggaran dasar partai yang berbentuk maklumat
tersebut PKI hendak menegaskan diri kedalam revolusi Indonesia sebagai sebuah
partai yang berlandaskan sosialisme dan memiliki aturan partai yang berdisiplin
dalam menjalankan kegiatannya. Bagi kelompok komunis menjalankan program
yang sesuai dengan garis komunis internasional yang berasal dari Rusia. Hal
tersebut kemudian terlihat pada proses pergantian kepengurusan pada bulan Maret
1946. Dalam kongres yang di hadiri 22 Seksi PKI ini akhirnya diputuskan bahwa
Sardjono menjadi pemimpin Commite Central (CC) partai. PKI kemudian terus
82 Soe Hog Gie. Op. Cit. Hlm: 60. lihat juga lampiran: Anggaran Dasar Partai
Komunis Indonesia. Makloemat PKI No. 1. Bintang Merah. 24 Desember 1945. Jakarta: Arsip Perpustakaan Nasional Rol No. 33/PN/M. Hlm: 2
31
menjadi sebuah partai yang memiliki sifat radikal dan revolusioner sampai tahun
1948.83
1. PKI dan Perubahan Garis Kebijakan Kiri.
Pada tahun 1948, PKI dipimpin oleh Sardjono akan tetapi PKI sebagai sebuah
partai yang memiliki sifat revolusioner kalah pamor dengan Partai Sosialis yang
dipimpin oleh Amir Syarifudin. Kondisi ini dikarenakan kelompok kiri terpecah-
pecah akan tetapi disatukan dengan koalisi Sayap Kiri. Pada bulan Februari 1948,
PKI juga ikut bergabung dengan FDR yang dipimpin oleh Amir Syarifudin.
Didalam FDR PKI juga tidak memasuki peran partai pelopor.
Dalam tubuh FDR sejak bulan Februari 1948 tersebut mulai muncul
perdebatan-perdebatan mengenai keberadaan PKI kembali dalam gerakan kiri.
Perdebatan-perdebatan ini muncul setelah kongres pemuda se-Asia Tenggara di
Calcuta India pada tanggal 19 sampai 20 Februari 1948. Dalam kongres tersebut
topik hangat yang dibicarakan adalah mengenai teori Zhadanov.84 Dalam teori itu
83 Anggaran Dasar Partai Komunis Indonesia. Makloemat PKI No. 1. Bintang Merah.
24 Desember 1945. Jakarta: Arsip Perpustakaan Nasional Rol No. 33/PN/M. Ibid. Lihat Juga Soe Hog Gie. Op. Cit. Hlm: 63-66.
84 Teori Zhadanov adalah sebuah teori yang muncul sejak tahun 1947 dimana di dunia
internasional kelompok non-komunis mulai merasa terancam akan perkembangan komunis pasca_Perang Dunia kedua. Pada tanggal 22 september 1947 Komiteren diubah namanya menjadi Kominfrom. Andrei Zadanov adalah anggota Polit-Biro (Presideum Eksekutif Komiteren) Rusia hadir sebagai delegasi dari Partai Komunis Rusia Zhadanov malancarkan teori dua kubu yaitu Negara-negara imperialis yang dipimpin oleh Amerika dan Negara anti imperialis yamg dipimpin oleh Rusia dalam sidang sembilan negara. Soe Hog Gie. Op. Cit. Hlm: 170. lihat juga: Himawan Soetanto. Op. Cit. Hal: 72. Lihat juga Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm211
32
dijelaskan bahwa kerja sama dengan pihak imperialis tidak usah dilanjutkan dan
partai komunis harus mengambil posisi sebagai kelompok garis keras untuk melawan
impirialisme. Kembalinya delegasi Indonesia dari kongres tersebut kemudian
memunculkan pemikiran mengenai penempatan kembali PKI dalam FDR.85
Pada bulan Agustus tahun 1948, seorang tokoh senior komunis Indonesia yaitu
Musso kembali dari Moskow setelah lama berada di sana sajak tahun 1930. sebelum
peristiwa 17 September 1948, ia mengadakan pertemuan dengan Sukarno di istana
negara di Yogyakarta. Dalam pertemuan itu terjadi pembicaraan panjang antara
Sukarno dan Musso yang membahas permasalahan revolusi di Indonesia. Sukarno
mengajak Musso untuk memperkuat negara dan sekaligus melancarkan revolusi
sosial untuk Indonesia. Musso menjawab ajakan tersebut dengan menjawab sebagai
berikut: “Itu memang kewajiban saya, Ik kom hier om orde te schappen (saya datang
untuk memperbaiki keadaan.)”86
Pada saat ia kembali ke Indonesia, ia melihat bahwa telah terjadi suatu
kesalahan dalam proses revolusi. Musso berpendapat bahwa kompromi-kompromi
politik yang dilakukan oleh pemerintahan RI selama tahun 1945 sampai tahun 1948
merupakan sebuah strategi yang merugikan bagi RI. Musso adalah seorang komunis
yang menganut garis komunis internasional yang ortodoks. Ia kemudian
mengeluarkan dua konsep yaitu konsep Front Nasional dan konsep “Djalan Baru”.
85 Soe Hog Gie. Ibid. 86 Hesri Setiawan.Op. Cit. Hlm: 2.
33
Front Nasional adalah usaha Musso untuk menyatukan kelompok-kelompok dengan
tujuan untuk memenangkan revolusi. Semboyan dari Front Nasional ini adalah “Kita
harus menang perang”. Dalam Front Nasional Ini anggotanya terdiri partai-partai
dan non-anggota partai. 87
Selain program Front Nasional, ia juga membuat konsep “Djalan Baru” yang
khusus di tujukan pada gerakan kelompok kiri FDR. Musso mengkritik strategi yang
dilakukan oleh FDR dan golongan Sayap Kiri. Terdapat lima hal pokok yang
terkandung dalam Djalan Baru Musso. Pertama mengenai adanya tiga partai Marxis
di sebuah negara. Kedua adalah permasalahan mengenai perpecahan Amir Syarifudin
dan Sahjrir. Ketiga adalah mengenai kemunduran Amir sebagai Perdana Menteri.
Keempat adalah mengenai perjanjian Linggar Jati dan Perjanjian Reville dan kelima
adalah mengenai persoalan Front Nasional.
Dalam konsep komunis, apabila dalam satu negara terdapat dua atau lebih
partai yang mengusung ideologi marxis maka itu merupakan sebuah kesalahan.
Menurut Musso, apabila dalam satu negara terdapat 3 partai Marxis maka hal itu
menandakan bahwa proses revolusi tidak berhasil. Hal ini tercantum dalam Djalan
Baru sebagai berikut:
“ ... bahwa seterusnja harus ada satu Partai jang berdasarkan Marxisme-Leninisme dalam kalangan buruh. Polit-Biro PKI memutuskan mengajukan usul, supaja diantara tiga partai jang mengakui dasar-dasar Marxisme-Leninisme jang sekarang telah bergabung dalan Front Demokrasi Rakjat serta telah mendjalankan aksi bersama berdasarkan program bersama, selekas-lekasnya diadakan fusi (peleburan), sehingga menjadi satu partai kelas buruh
87 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 219.
34
dengan memakai nama jang bersedjarah, jaitu Partai Komunis Indonesia, disingkat PKI. Hanya partai sedemikian itu jang akan dapat memegang rol sebagai pelopor dalam gerakan kemerdekaan sekarang ini.”88
Konsep Djalan Baru Musso ini, merupakan pengembangan dari dalam dokumen
konggres komiteren Internasional tahun 1921 yang berisi mengenai struktur kerja
partai komunis Internasional. Dalam dokumen tersebut dikatakan bahwa partai
komunis harus menjadi pelopor (vagguard) dalam proses revolusi dan apabila dalam
proses revolusi sebuah negara terdapat tiga partai yang beraliran sama, maka hal
tersebut dalam organisasi komunis internasional dianggap sebagai salah satu bentuk
lemahnya perjuangan revolusi.
Mengenai persoalan Amir Syarifudin yang melepaskan jabatan Perdana
Menteri, ia berpendapat bahwa gerakan kiri telah membuat dia kesalahan. Kesalahan
pertama adalah orang-orang kiri telah bekerja sama dengan pihak imperealis yang
melakukan merupakan musuh dari kelompok komunis dan kesalahan kedua adalah
golongan komunis di Indonesia tidak mengikuti perkembangan yang terjadi di dalam
komiteren tahun 1947.89
Kritik Musso mengenai mundurnya Amir sebagai Perdana Menteri, Musso
berpandangan bahwa kelompok kiri telah melupakan ajaran komunis dari Lenin yang
berbunyi: “Soal pokok dari setiap revolusi adalah soal kekuasaan negara”. Musso
88Http://www.geocities.com//penebar/data-sejarah/rev-150/djalan-baru.html. Djalan
Baru. Resolusi Politbiro untuk dimajukan pada kongres ke V Partai Komunis Indonesia pada tanggal 26-27 Agustus 1948. Jakarta: Yayasan Pembaharuan.
89 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 221 lihat Juga: Musso. 1948. Djalan baru.
35
berpendapat bahwa turunnya Amir sebagai Perdan Menteri, telah melepaskan
kesempatan bagi kelompok Sayap Kiri untuk meraih kemenangan dalam proses
revolusi. Hal ini telah membuka jalan kelompok-kelompok bojuis untuk memegang
kekuasaan dan mengembangkan kapitalisme. Hal ini menyebabkan golongan
komunis terisolasi dalam proses revolusi Indonesia. Mengenai Perjanjian Renvile dan
Perjanjian Linggar Jati Musso menegaskan bahwa PKI dan kelompok FRD harus
menolak hasi-hasil perjanjian tersebut.90
Hasil pemikiran dari Djalan Baru tersebut merupakan hasil dari diskusi dan
laporan-laporan yang Musso dapat dari para kader dan anggota FDR. Posisi
Musso sebagai tokoh tua komunis membuat dia sangat dihormati olah para
pemimpin dan orang-orang aliran kiri yang lain. Dalam FDR ia dengan mudah
mengumpulkan kembali para pejabat tinggi sebab sebagian besar dari para pejabat
tinggi itu termasuk Amir Syarifudin merupakan anak didik Musso pada tahun 1930.91
Pada Tanggal 25 sampai 27 Agustus 1948, di Surakarta diadakan kongres
besar FDR yang menghasilkan keputusan bahwa PKI kembali ditempatkan sebagai
satu partai utama diatas partai-partai lain yang beraliran Marxis. Sejak saat itu FDR
dibubarkan dan diganti dengan koalisi Front Nasional dengan struktur kepengurusan
sebagai berikut:
90 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 222 91 Pada tahun 1930 Amir adalah anak didik Musso pada tahun 1935 di Semarang.
Akan tetapi usaha Musso gagal karena gerakan tesebut diketahui oleh pemerintah Belanda yang melarang keberadaan PKI setelah peritiwa di Banten tahun 1927.
36
STRUKTUR KEPENGURUSAN PKI 92YANG TERBENTUK PADA TANGGAL 27 AGUSTUS 1948
Sekretariatan Jendral : Musso, Maruto Darusman, Tan Liang Djie,
dan Ngadiman Hardjosubroto. Urusan Perburuhan : Hardjono, setiadjit, Djokosudjono,
Abdulmadjid, Djodjodiningrat dan Akhmad Sumadi.
Urusan Agraria : Adjidarmo Tjokronegoro, D. N. Aidit dan Sutrisno
Urusan Militer (komisi Militer) : Amir Syarifudin Urusan Pemuda : Wikana dan Suprimo Urusan Agitasi dan Propaganda : Alimin, Lukman dan Sardjono. Urusan Organisasi : Sudisman Urusan Hubungan dengan KNIP : Njoto Urusan keuangan : Ruskak
Pada bulan Agustus 1948 secara resmi FDR menjadi bagian dari PKI. Alasan
pertama penyatuan tersebut adalah karena pandangan Musso dalam Djalan Baru
yang dianggap sesuai dengan perjuangan revolusi orang-orang kiri sebagai strategi
dalam meraih kekuasaan dalam pemerintahan. Kedua, terdapat faktor psikologis di
mana terdapat rasa hormat kepada Musso sangat lekat dengan beberapa pimpinan
penting FDR. Sejak kongres besar itu kemudian FDR berubah menjadi satu partai
yaitu Partai Komunis Indonesia.
2. Djalan Baru Musso dan PKI Agustus 1948 Sampai September 1948
Setelah PKI dibentuk, strategi selanjutnya adalah melakukan strategi dua cara
yaoitu melalui jalan Parlemen dan di luar Parlemen. Di dalam Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) langkah “Stoomwals” FDR menjadi PKI yang dilakukan
92 Imam Soedjono. Log. Cit.
37
oleh Musso telah menempatkan 116 perwakilan dalam KNIP dari 413 anggota
keseluruhan dan 8 anggota dari 43 orang di Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BP-KNIP). Akan tetapi jumlah yang besar ini belum dapat
membuat PKI sebagai partai pemegang mayoritas suara dalam KNIP sehingga
Musso sendiri juga memilih untuk juga bergerak diluar dengan melakukan
perjalanan-perjalanana ke derah-daerah untuk konsulidasi dan kampanye program
partai.
Pada bulan September dicatat bahwa Musso, Amir Syarifudin, Stiadjid dan
Wikana melakukan perjalanan yang disebut sebagai istilah “turba” atau turun ke
bawah. Mereka melakukan perjalanan ke beberapa wilayah Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Sebelum peristiwa 17 September di Madiun Musso telah melakukan
beberapa kali pidato di wilayah Solo pada tanggal 7 September, Madiun pada
tanggal 8 September, Kediri pada tanggal 11 September, Jombang 13 September,
Bojonegoro 14 September, Cepu pada tanggal 16 September dan Puwodadi pada
tanggal 17 September. Dalam pidato-pidatonya Musso menyosialisasikan program-
programnya yang menentang Perjanjian Renville dan penyatuan Front Nasional dan
mengkonter adanya isu-isu yang buruk akan keberadaan dirinya dan PKI. Salah satu
contohnya adalah pidato Musso di Madiun pada tanggal 8 September 1948 yang
merupakan tanggapan dari pidato Perdana Menteri Hatta pada tanggal 2 September
1948 di depan KNIP. Musso menyatakan secara tegas bahwa tindakan-tindakan yang
di lakukan oleh PKI dengan strategi baru tersebut bukan karena menerima instruksi
dari Moskow akan tetapi karena itu merupakan sebuah konsekuensi dari revolusi
38
Indonesia. Dalam pidato Musso, ia menjelaskan bahwa revolusi Indonesia
seharusnya di bawah pimpinan proses revolusi Uni Soviet, karena negara tersebut
adalah pemimpin revolusi dunia. 93
Dalam Djalan Baru Musso, ia memiliki pandangan bahwa di Indonesia kelas
yang memiliki potensi kekuatan revolusioner bukan hanya kelas buruh saja,
melainkan juga kelompok petani, pemuda, wanita dan Tentara, akan tetapi antara
bulan Agustus 1948 sampai bulan Setember 1948 permasalahan Re-Ra merupakan
permasalahan yang cukup tajam di dalam tubuh Republik. Pemuda sosialis Indonesia
(Pesindo) dalam hal ini berada di luar struktur keanggotaan PKI dan bukan sebagai
organisasi di bawah (onderbown) dari salah satu partai. Posisi Pesindo tersebut
dijelaskan Musso pada kongres besar di bulan Agustus 1948 akan tetapi Pesindo
sendiri secara tidak langsung juga merupakan salah satu organisasi yang sejalan
dengan PKI karena perinsip dasar Pesindo yang hampir sama dengan kepentingan
PKI.94
Pesindo merupakan sebuah organisasi yang merupakan fusi dari tujuh
organisasi pemuda yaitu Angkatan Pemuda Indonesia (API), Angkatan Muda
Republik Indonesia(AMRI), Gerakan Pemuda Republik Indonesia (GERPRI),
Pemuda Republik Indonesia(PRI), angkatan Muda Kereta Api Indonesia (AMKA),
angkatan Muda Pos, Tilgrap dan Tilpun (AMPTT) Angkatan Muda Gas dan Listrik
93Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm: 97. 94 Imam Soedjono. Op.Cit. Hlm: 224.
39
(AMGL). Pesindo dibentuk antara tanggal 30 sampai tanggal 31 Januari 1946.
Kedekatan konsep Pesindo dengan gerakan kiri adalah melalui surat keputusan yang
dibuat pada saat Pesindo berdiri yaitu sebuah pernyataan mengenai strategi
perjuangan dalam Manifiesto Politik Madiun sebagai berikut ini:
“Corak perjuangan kita adalah: stabilisasi pemerintahan dengan cara corrective dan constrictive oposisi, dengan maksud membawa pemerintahan kearah Undang-Undang Dasar dan penyesuaian sepak terjangnya dengan program Pesindo yang disediakan atas dasar revolusioner” 95
dan hal ini ditegaskan lagi dengan pernyataannya sebagai berikut:
“ ...Khalayak harap tahu bahwa : 1. Pesindo bukan partai negara, bukan partai yang didirikan oleh dan untuk negara. 2. Pesindo memiliki corak , haluan, faham-faham sendiri. 3. Pesindo sebagai organisasi yang revolusioner tidak menghendaki dirinya diikat siapun juga. Pesindo tetap berdiri di depan Rakyat, membela kepentingan kaum proletar. Kita akan berantas segala tindakan yang hendak memperkosa kebahagiaan proletar Indonesia...”96
Dalam Pesindo terdapat lima pokok perinsip perjuangan yaitu politik, perjuangan,
ekonomi, sosoial dan pendidikan. Dalam melaksanakan program tersebut Pesindo
melakukan proses pendidikan kader yang akan melaksanakan bidang-bidang
tersebut.
Pernyataan Pesindo di awal pembentukanya tersebut yang menyebabkan secara
pemikiran Pesindo dekat dengan FDR. Akan tetapi pelu untuk dimengerti apabila
secara struktur organisasi Pesindo dan FDR bukan merupakan satu kesatuan
organisasi. Walau pada tahun 1948 Pesindo tergabung dalam FDR akan tetapi
Pesindo tetap menjadi sebuah organisasi yang bebas. Ada tahun 1948 pimpinan
95 Imam soedjono. Op. Cit. Hlm: 120. 96 Imam soedjono. Ibid
40
Pesindo dipegang oleh Sumarsono dan kantor pusat organisasi pemuda ini berada di
Madiun. Pada tahun 1948 Pesindo dibandingkan dengan laskar-laksar pemuda lain
organisasi ini berkembang sebagai sebuah organisasi pemuda yang terbesar,
terorganisir baik dan memiliki persenjataan yang paling kuat. Hal ini desebabkan
karena pertama Pesindo mampu untuk menarik perhatian pemuda dengan
menggunakan kebenciana umum terhadap Jepang dan “jaringan bawah tanah” serta
pengalaman orognaisasi dari pemimpinnya. Kedua, Amir memiliki peran pokok
pada saat ia menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Pembentukan Biro Perjuangan di
Madiun merupakan salah satu unsur yang memperkuat Pesindo dan ditambah lagi
PRI merupakan salah satu laskar yang memiliki gudang senjata yang cukup besar di
Jawa Timur
C. Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Militer kabinet Hatta.
1. Program Reorganisasi dan Rasionalisasi Hatta.
Latar belakang munculnya program Reorganisasi dan Rasionalisasi militer pada
masa pemerintahan Perdana Menteri Hatta disebabkan karena kondisi politik dan
ekonomi yang terjadi setelah Perjanjian Renville. TNI pada saat itu terbagi menjadi
dua bagian yaitu tentara regular dan non-regular. Tentara regular adalah kelompok
tentara yang berasal dari orang-orang yang pernah mendapat pendidikan militer dari
Belanda (eks-KNIL). Mereka sebagian besar berada dalam pasukan Divisi VI
Siliwangi. Sedangkan tentara nonregular adalah kelompok tentara yang berasal dari
sipil dan hanya bersifat spontan dalam menanggapi masa Revolusi. Mereka biasanya
41
tergabung dalam kesatuan laskar-laskar rakyat. Menurut M. C. Riclef perbandingan
jumlah antara tentara regular dan nonregular adalah 350.000 orang tentara regular dan
470.000 orang tentara non-regular. Program Re-Ra ini bagi pemimpin-pemimpin
tentara non reguler sangat merugikan karena sebagian besar dari mereka yang
terkena dampak pemotongan jabatan. Salah satunya yang terjadi pada letkol.
Sutarto Sebagai pimpinan Divisi IV Senopati. 97
Pada tanggal 27 Februari 1948, Program Re-Ra ditetapkan melalui Keputusan
Presiden No. 9 dan diperkuat dengan Penetapan Presiden No. 14 tanggal 14 Mei
1948. Isi penetapan tersebut lebih pada pelaksanaan teknis dari program rasionalisasi.
Setelah Keputusan Presiden tersebut ditetapkan Puncuk Pimpinan TNI dan
Gabungan Kepala Staf dibubarkan dan digantikan di dalam Kementerian Pertahanan
segera dibentuk gabungan Staf Umum yang dipimpin oleh Komodor Suryadarma
sebagai kepala staf Angkatan Perang dan Kolonel Simantupang sebagai wakilnya.
Sementara itu Jendral Sudirman ditetapkan sebagai Panglima Besar Angkatan Perang
Mobil dan Jendral Mayor A. H. Nasution sebagai wakilnya.98 Alasan pengangkatan
Jendral Sudirman sebagai Panglima Besar sesungguhnya sangat politis, karena
diharapkan apabila Sudirman diangkat sebagai pemimpin, ia yang berasal dari
kelompok laskar-laskar rakyat akan mampu menetralkan reaksi-reaksi yang timbul
dalam kelompok tentara nonregular.
97 M.C. Riclef. 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta. Hlm: 458. 98 Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm: 60
42
Dalam Penetapan ini di tegaskan bahwa Wilayah RI memiliki dua wilayah
komando militer yaitu: wilayah Komando Tentara dan Terotoriun Djawa (KTTD) dan
wilayah Komando Tentara dan Terotorium Sumatara (KTTS). Dalam program Re-Ra
ini Jawa yang semula terdapat tujuh divisi ketetaraan diperkecil menjadii empat
divisi ketentraan. Penggabungan itu untuk tujuan efektifistas dari sistem komando
terpusat. Proses reoganisasi kesatuan divisi dan eselon-eseolon dii bawahnya
dilaksakan oleh Nasution sendiri. 99
2. Reaksi Laskar-Laskar Rakyat Tehadap Program Reorganisasi dan
Rasionalisasi Militer. Program Re-Ra yang di tetapkan oleh Hatta ternyata menimbulkan kekecewaan
dari sebagian besar dari laskar-laskar rakyat. Hal tersebut berasal dari dampak
program Re-Ra yang lebih berpengaruh kepada sebagian besar pemimpin-pemimpin
dari laskar-sakar rakyat tersebut. Divisi VI Narotama dari Jawa Timur dan Divisi IV
Panembahan Senopati dari Surakarta menentang pelaksanaan program Re-Ra ini.
Mereka berpendapat bahwa Re-Ra merupakan sebuah kesalahan karena pada saat itu
Indonesia sedang menghadapi ancaman agresi militer Belanda. Menurut mereka
memperkecil angkatan perang berarti mempermudah Belanda untuk masuk ke
wilayah RI. Isu yang muncul kemudian adalah bahwa program Re-Ra ini adalah salah
satu taktik Belanda untuk memecah kekuatan TNI. 100
99 Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm: 61 100 Pandangan laskar-laskar rakyat ini berasal dari hasil perundingan pasca perjanjian
Renville. Antara Indonesia dan Belanda sempat kembali melakukan perundingan pada
43
Sebagai eksekutor dalam program Re-Ra ini, Nasution merencanakan untuk
menggabungkan Divisi IV Panembahan Senopati dengan Divisi VI Narotama.
Tujuannya adalah mebentuk kembali satu kesatuan baru yang cukup solid. Dari awak
Divisi IV Panembahan Senopati merupakan salah satu target dari program Re-Ra.
Nasution melihat bahwa pengaruh yang paling kuat dari FDR ada di dalam Pasukan
Divisi IV Penembahan Senopati. Sebab divisi ini memiliki hubungan dekat dengan
FDR dan Pesindo.101
Kedekatan Divisi IV Panembahan Senopati adalah karena pimpinan divisi ini
yaitu Sutarto memiliki kedekatan aktivitas dengan gerakan kiri sajak ia aktif dalam
kegiatan politik. Sutarto semenjak muda telah aktif dalam gerakan kegiatan kiri
seperti menjadi ketua Suluh Pemuda Indonesia (SPI). Pada tahun 1930 dan pada masa
pendudukan Jepang ia juga aktif dalam gerakan bawah tanah anti Jepang di Wonogiri.
Setelah menjadi komadan Divisi IV Senopati ia memiliki hubungan yang luas dengan
organsasi-organsasi pemuda di Solo, Angkatan Muda Tentara dan Pesindo. Posisi
bulan Juni 1948. Suasana semakin memanas antara kedua negara ini setelah Suprino menendatangain persetujauan konsuler dengan Pemerintahan Uni Soviet yang berisi akan diadakan tukar menukar pejabat konsuler atara Moskow danYogyakarta. Hal ini membuat Belanda bereaksi. Van Mook segera mendesak Perdana Menteri Belanda untuk membatalkan perjanjian tersebut. Belanda mengancam apabila RI tidak mengindahkan hal itu maka Belanda mengancam akan menghentikan perundingan-perundingan. Himawan Soetanto. Op. Cit. Hlm 52-53.
101 Imam Soedjono. Log. Cit. Hlm: 218
44
Pesindo dalam Divisi IV Panembahan Senopati tersebut yang menyebabkan
kedekatan FDR dengan organisasi ketentaraan tersebut.102
Pada tanggal 20 Mei 1948, di Surakarta terjadi demonstrasi protes menentang
program Re-Ra. Demonstrasi ini dilakukan dengan cara melakukan demo senjata dari
beberapa batalyon bersenjata yang dilakukan oleh Pesindo dan Tentara Laut Republik
Indonesia (TLRI).103 Setelah demonstrasi tersebut dalam Divisi IV Panembahan
Senopati melakukan perubahan organisasi dengan berganti nama Divisi IV
Pertempuran Panembahan Senopati (DPPS). Hal tersebut dilakukan karena
kepemimpinan DPPS tetap berada di tangan Mayor Jendral Sutarto.104
Proses reorganisasi Divisi IV Senopati menjadi DPPS ini tidak merubah
kedudukan Sutarto sebagai pimpinan kesatuan. Hal ini tentu saja menyebabkan
Pemerintahan Pusat gusar, pada apa yang dilakukan Divisi IV Panembahan senopati
di Surakarta telah dianggap sebagai usaha penentangan kedudukan Angkatan
Bersenjata pusat. Kedudukan DPPS di Surakarta semakin kuat, setelah Pesindo
menjadi bagian dari FDR yang berpusat di Madiun. Tentu saja hal ini kemudian
memperkuat keinginan Nasution dan Hatta untuk segera melakukan program Re-Ra
tersebut.
102 David Charles Anderson. 2003. Peristiwa Madiun 1948. Kudeta atau Konflik
Internal Tentara. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. Hlm: 22. Lihat juga Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 214
103 Imam Soedjono. Log. Cit. Hlm: 214. 104 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 25. Lihat juga: Imam Soedjono. Op. Cit.
hlm: 215.
45
D. Peristiwa-Peristiwa Menjelang Peristiwa Madiun 1948.
Sebelum peristiwa Madiun 1948, terjadi dua peristiwa penting yang
mengawali Peristiwa Madiun 1948. Dua peristiwa tersebut peristiwa pemogokan di
Delanggu, Jawa tengah yang terjadi pada bulan Juli 1948 dan peristiwa Surakarta
yang terjadi di awal bulan September 1948.
1. Peristiwa Delanggu 1948.
Setelah Perjanjian Renville, Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup
berat. Sebab hampir sebagian besar sektor produksi dan pangan berada di daerah
yang dimiliki Belanda. Selain itu juga besarnya jumlah penduduk yang melakukan
hijrah ke wilayah RI telah menyebabkan ledakan penduduk yang cukup tinggi.
Peristiwa Delanggu sesungguhnya merupakan sebuah peristiwa pemogokan yang
dilakukan oleh para buruh melakukan menuntut perbaikan upah serta fasilitas yang
tidak seimbang antara pegawai harian dan staf pabrik. Pemogokan yang terjadi pada
pertengahan tahun 1948 tidak dapat lepas dari pengaruh organisasi buruh yaitu
Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI) yang menjadi bagian dari FDR. SOBSI
merupakan organisasi buruh dengan jumlah anggota terbesar jika dibandingkan
dengan organisasi-organisasi buruh yang lain.
Pemogokan diawali pada bulan Februari tahun 1948 oleh anggota Sarekat
buruh Republik Indonesia (Sarbupri) dengan tuntutan kenaikan gaji yang kemudian
diikuti oleh aksi Lembaga Buruh Tani (LBT) yang juga berada di bawah SOBSI.
46
Tuntutan mereka adalah upah in natura (bonus) sebanyak tiga meter kain dan 20 kg
beras untuk satu keluarga setiap bulan.105 Pihak pabrik dan pemerintah menanggapi
tuntutan tersebut dengan melakukan kesepakatan dengan pihak buruh bahwa tuntutan
mereka akan dipenuhi. Sampai bulan Mei 1948 janji tersebut tidak dilaksanakan oleh
pemerintah. Hal tersebut menyebabkan para buruh melakukan aksi demonstrasi dan
mogok kerja. Aksi tersebut berlangsung pada tanggal 28 Mei sampai tanggal 18 Juli
1948.
Situasi Delanggu semakin memanas. dengan masuknyaburuh-buruh yang
tergabung dari Sarikat Tani Islam Indonesia (STII) sebagai buruh pengganti bagi
kedua pabrik tersebut. Masuknya STII sebagai buruh pengganti tersebut
menyebabkan ketegangan terjadi di Delanggu. Akhirnya terjadi bentrokan antara
SOBSI dan STII. Bentrokan tersebut karena anggota buruh yang melakukan
pemogokan menganggap bahwa STII merupakan pendukung pihak imperialis.
Peristiwa Delanggu pada dasarnya merupakan peristiwa murni dari gerakan
buruh dan tidak ada hubungannya dengan konflik Angkatan Bersenjata atau program
Re-Ra. Akan tetapi alasan dari menjadi bagiannya masuknya peristiwa Delanggu
sebagai salah satu rangkaian dari peristiwa sebelum Madiun 1948 adalah saat
pemerintah pusat memerintahkan Pasukan Divisi VI Siliwangi untuk meredam
bentrokan tersebut. Hal itu menimbulkan kecemburuan dari pihak Pasukan Divisi IV
Panembahan Senopati. Mereka merasa bahwa tugas meredam bentokan tersebut
adalah tugas dan kewenangan mereka. Dalam peta militer, daerah Delanggu adalah
105 Soe Hog Gie. 1997. Op. Cit. Hlm: 201.
47
wilayah pasukan Divisi IV panembahan Senopati. Hal tersebut merupakan salah satu
pemicu terbesar dalam konflik yang terjadi di Surakarta 106
2. Peristiwa Surakarta 1948
Di Surakarta ketegangan antara DPPS dan Divisi VI Siliwangi setelah peristiwa
Delanggu semakin tajam. Pada tanggal 3 Juli 1948 Kolonel Sutarto pemimpin DPPS
terbunuh. Divisi IV mencurigai pasukan tersebut adalah pasukan yang melakukan
pembunuhan terhadap pimpinan mereka. Sebab sebelum terbunuhnya pimpinan
DPPS di wilayah Surakarta muncul isu mengenai keberadaan “Pasukan
Tengkorak”. Setelah peristiwa terbunuhnya komandan Divisi IV Senopati, Kolonel
Sutarto, pada tanggal 1 September 1948, terjadi penculikan terhadap dua orang
anggota PKI yaitu Slamet Widjaja dan Pardio. Selain itu pada tanggal 7 September
1948 terjadi penculikan misterius terhadap beberapa perwira dan beberapa prajurit
yang berasal dari Brigade TLRI serta empat perwira staf Angkatan Laut. Dari laporan
dan penyelidikan peristiwa tersebut, Batalion Rukman yang merupakan bagian dari
Divisi VI Siliwangi terbukti terlibat. Bukti tersebut adalah sebuah laporan bahwa
anggota PKI dan para perwira TLRI di tahan di wilayah Srambatan yang menjadi
markas dari Divisi VI Siliwangi.
Berdasarkan laporan tersebut, pimpinan DPPS menuntut pengembalian para
perwira yang diculik dengan batas waktu sampai tanggal 13 September 1948. Akan
tetapi sampai batas waktu yang ditentukan tidak ada tanggapan dari Divisi IV
106 David Charles Anderson, Op. Cit. Hlm: 14
48
Siliwangi. Pada hari yang sama, di daerah Srambatan di timur Surakarta terjadi
bentrokan bersenjata antara pasukan DPPS yang dimpimpin oleh Mayor Slamet
Riyadi dengan Divisi VI Siliwangi. Bentrokan antara dua Divisi tersebut berawal dari
ditembaknya dua orang wakil DPPS yaitu Mayor Sutarno dan Brigadir Marinir
Yadau saat menyampaikan tuntutan dari DPPS. Akibatnya kontak senjata tidak dapat
dihindari sampai tengah malam. 107
Pada tanggal 13 September 1948, segera dilakukan pertemuan diam-diam di
bawah pimpinan Sudirman. Isi kesepakatan dari pertemuan itu adalah Divisi VI
Siliwangi harus menarik diri dari wilayah Surakarta. Perjanjian tersebut disambut
dingin oleh Divisi VI Siliwangi. Sikap ini muncul karena ada kekawatiran apabila
terjadi penarikan kekuatan Divisi VI Siliwangi dari wilayah Surakarta maka akan
terjadi pelanggaran Perjanjian Renville secara besar-besaran.108 Akan tetapi gencatan
senjata antara kedua divisi itu tidak berlangsung lama sebab empat hari sesudahnya
pada tanggal 17 September 1948 di Madiun muncul peristiwa yang lebih besar lagi
pengaruhnya bagi RI.
107 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 34 108 David Charles Anderson. Op .Cit. Hlm: 38
49
BAB III
PKI DAN PERISTIWA MADIUN 1948
Setelah peristiwa Surakarta yang terjadi pada awal bulan September 1948 yang
merupakan krisis interen Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang melibatkan pasukan
Divisi V Siliwangi dan pasukan Divisi IV Panembahan Senopati, banyak dari laskar-
laskar rakyat yang berada dalam kondisi tertekan karena pelaksanaan program
Reorganisasi dan Rasionalisasi (Re-Ra) mundur ke wilayah Madiun. Alasan
mundurnya mereka ke wilayah Madiun karena Madiun merupakan basis massa
kelompok Sayap Kiri dan PKI dianggap memberikan dukungan baik itu secara moral
dan mampu untuk menerima aspirasi mereka.
Secara kewilayahan, Madiun adalah sebuah wilayah yang terletak di wilayah
karisidenan Jawa timur. Pada tahun 1948 kota Madiun adalah kota terbesar ketiga
setelah Yogyakarta dan Surakarta setelah perjanjian Renville. Lingkungan sosial dan
Budaya Madiun secara sosiologi merupakan perpaduan antara kebudayaan feodal
priyayi dengan kebudayaan kota moderen. Secara ekonomi, wilayah ini memiliki
banyak pabrik peninggalan Belanda. Hal itu yang kemudian menyebabkan Madiun
menjadi basis buruh terbesar dalam pemerintah RI pada saat itu
109
109 David Charles Anderson. 2003. Peristiwa Madiun 1948. Kudeta atau Konflik
Internal Tentara. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo. Op. Cit. Hlm: 49
50
Beberapa organisasi buruh yang muncul tersebut adalah Sentral Organisasi Buruh
Seluruh Indonesia (SOBSI), Buruh Tekstile Nasional (BTN) dan Serikat Buruh
Kereta Api (SBKA). Sejak zaman Belanda Madiun merupakan wilyah potensial
berkembanganya aliran kiri dengan banyaknya pabrik dan massa Hal tersebut yang
menyebabkan pengaruh FDR di Madiun cukup kuat.
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan Madiun menjadi basis FDR dan PKI.
Pertama Madiun memiliki potensi buruh terbesar di wilayah RI saat itu. Kedua, di
Madiun oleh PKI dibangun Marx House sebagai rumah pendidikan PKI saat itu.
Ketiga, Madiun merupakan basis kekuatan militer terakhir. Hampir sebagian besar
anggotanya terdiri dari laskar-laskar rakyat yang terkena dampak program Re-Ra.
Faktor ketiga ini yang menyebabkan pemerintahan Hatta memiliki rencana akan
membuat Madiun sebagai garis kekuatan militer di wilayah timur. Akan tetapi sejak
pemerintahan Hatta memimpin terdapat kecenderungan bahwa pemerintah lebih
berpihak kepada TNI yang tidak menyukai keberadaan FDR. Hal tersebut
menyebabkan FDR khawatir pada posisi kekuatan mereka terutama Pesindo dan
laskar-laskar rakyat.
A. Peristiwa Madiun 1948.
Pemimpin Pesindo di Madiun pada tahun 1948 Soemarsono mengatakan bahwa
pada hari-hari menjelang tanggal 17 September 1948, kota Madiun tidak terjadi
51
136konflik fisik antara pasukan Divisi VI Siliwangi dan laskar-laskar rakyat. Satu-
satunya ketegangan yang terjadi adalah demonstrasi buruh dilakukan oleh Serikat
Buruh Dalam Negeri (Sebda). Demonstrasi ini bertujuan untuk menuntut kenaikan
upah buruh pabrik dan aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas atas situasi yang
menimpa di Delanggu sebelumnya. 137
Dalam wawancara dengan Hersri Setiawan, Soemarsono sebagai pimpinan
Pesindo saat itu mengatakan bahwa ia mendapat laporan dari anggota Pesindo bahwa
di Madiun telah terjadi penculikan beberapa pemimpin Sebda. Kejadian tersebut
memunculkan banyak spekulasi dan pendapat bahwa pelaku penculikan tersebut
adalah “Pasukan Tengkorak” yang menurut informasi adalah pasukan yang
melakukan penculikan anggota TLRI dan PKI di Surakarta sebelumnya.
Sebagai pimpinan Pesindo, Soemarsono segera melaporkan situasi yang terjadi
di Madiun kepada Musso dan Amir Syarifudin. Kedua tokoh utama PKI pada saat itu
sedang berada di daerah Kediri melakukan konsolidasi partai serta melakukan
kampanye resolusi Djalan Baru. Setelah Musso mendengar laporan dari Soemarsono
tersebut, Musso memerintahkan Soemarsono untuk melakukan tindakan yang
diperlukan untuk mengamankan Madiun dari kekacauan. Perkataan Musso itu
136 David Charles Anderson . Op. Cit. Hlm: 124 137 Hersri Setiawan. 2002. Negara Madiun. Kesaksian Soemarsono Pelaku Perjuangan
. Jakarta: Penerbit FuSPAD. Hlm: 93.
52
kemudian dipahami oleh Soemarsono untuk melakukan langkah pengamanan dengan
melucuti “Pasukan Tengkorak”.138
Kemudian Soemarsono berinisiatif melaporkan kondisi Madiun kepada
pimpinan Angkatan Bersenjata pusat. Dalam laporan tersebut ia menyatakan bahwa
telah terjadi pertempuran antara “Pasukan Tengkorak” dengan Pesindo. Di akhir
laporannya, ia meminta instruksi dari pusat untuk penyelesaian lebih lanjut atas
konflik tersebut dan menyebutkan bahwa Supardi diangkat sebagai Residen kota
Madiun untuk mengantikan Residen yang saat itu sedang tidak ada di tempat. 139
Akan tetapi berita tentang peristiwa di Madiun yang tersiar di Yogyakarta,
mengatakan bahwa telah terjadi pemberontakan pada tanggal 17 September 1948 di
Madiun. Padahal yang terjadi hanya konflik interen angkatan bersenjata. Terpilihnya
Supardi sebagai pimpinan Madiun bagi pemerintahan pusat hal tersebut merupakan
sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan pusat RI Yogyakarta.
Pada tanggal 19 September 1948, di Yogyakarta, markas Pesindo dan markas
SOBSI diamankan oleh pasukan pro-pemerintah. Beberapa koran dan harian yang
berhaluan kiri seperti Suara Ibu kota, Koran Buruh, koran Patriot dan Bintang Merah
dibredel oleh pasukan Brigade Mobil. Sekitar dua ratus orang FDR-PKI ditahan dan
diinterograsi pada saat itu. 140
138 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 72. 139 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 98. 140 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 76.
53
Hatta dengan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP)
segera melakukan rapat kerja darurat.141 Rapat tersebut kemudian dilanjutkan dengan
rapat kabinet yang dihadiri oleh seluruh staf menteri, perwakilan FDR dan Wakil
Presiden Mohammad Hatta. Menyikapi keadaan yang terjadi di kota Madiun,
pemerintah merencanakan sebuah resolusi. Mr. Luat Siregar yang saat itu sebagai
menteri yang hadir menyatakan bahwa FDR bukan satu-satunya pihak yang harus
bertanggung jawab atas kondisi Madiun saat itu.
Dalam rapat tersebut beberapa anggota FDR yang hadir mencoba untuk
memberikan tawaran balik kepada pemerintah pusat. Dalam tawaran tersebut FDR
berjanji untuk mengendalikan keadaan Madiun apabila Sayap Kiri dan komunis
mendapat tempat dalam pemerintahan sesuai dengan mereka minta. Akan tetapi usul
tersebut ditolak oleh pemerintah, sebab apabila hal tersebut terjadi maka usaha
pemerintah dalam menjalankan diplomasi internasional akan gagal. Hal ini terkait
dengan peran Amerika Serikat pada Perjanjian Renvile. Amerika dalam hal ini tidak
menyukai perkembangan kekuatan kiri dan PKI di Indonesia. Selain itu juga apabila
permintaan FDR dipenuhi maka hal itu kemudian berarti konflik dengan Belanda
secara tebuka akan semakin tajam.
Setelah terjadi kegagalan dalam perundingan antara Pemerintah RI pusat
dengan FDR, pada tanggal 19 September 1948, Sukarno berpidato melalui radio
pemancar RRI Yogyakarta pada pukul 20.00. Ia mengatakan bahwa di Madiun telah
terjadi kudeta dan secara terang-terangan menunjuk PKI Musso sebagai pihak yang
141 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 99.
54
142bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. PKI dituduh telah mendirikan
pemerintahan Soviet dalam negara Republik Indonesia dan ia mengutarakan bahwa
rakyat harus memilih antara Sukarno-Hatta atau PKI-Musso.
Pidato Sukarno tersebut terkait dengan isu keberadaan Dokumen Shadanov
yang beredar setelah bulan Januari tahun 1948. Dokumen ini berisi catatan penting
mengenai situasi yang berkembang di dunia internasional. Dalam dokumen tersebut
setelah Perang Dunia ke II selesai kekuatan di dunia dikelompokkan menjadi dua
yaitu kubu imperialis dan kubu kapitalis yang dipimpin oleh Amerika Serikat dengan
kubu komunis yang dipimpin oleh negara Uni Soviet. Selain itu dalam dokumen
tersebut tertulis bahwa taktik Front Rakyat dan upaya mememperoleh kekuasaan
melalui Pemihan Umum dan jalan parlementer sudah dianggap kadaluarsa bagi
gerakan komunis. Makalah politik tersebut disampaikan dalam konferensi Calcuta
pada tahun 1946. Dokumen inilah yang kemudian sering dikaitkan sebagai cetak biru
peristiwa Madiun 1948.143
Mendengar Pidato Sukarno yang secara terang-terangan menuduh FDR PKI,
Musso segera menjawab pidato Sukarno secara emosional. Musso mengatakan bahwa
Sukarno sebagai budak Jepang dan Amerika yang telah menjual masyarakat
142 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 164. Dikutip dari teks Pidato radio presiden
Soekarno yang diperdengarkan di depan pemancar RRI Yogyakarta pada tanggal 19 September 1948 pada pukul 20.00 WIB. Teks disalin dari album perang kemerdekaan 1945-1950.
143 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 18. Lihat juga Imam Soedjono. 2006. Yang
berlawan. Membongkar tabir pemalsuan Sejarah PKI. Yogyakarta: RESIST BOOK. Hlm: 206-207
55
Indonesia. Ia juga mengeluarkan pernyataan bahwa “Selamanya Musso menghamba
terhadap rakyat” dan akan melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan.
Bagi Musso reaksi pemerintah terhadap peristiwa Madiun merupakan tanda-tanda
bahwa pemeritahan telah dikuasai oleh kekuatan Barat.144 Selain itu juga Musso
melihat bahwa Peristiwa Madiun dipakai sebagai sebuah momentum untuk
menghancurkan kekuatan komunis di Indonesia. Sesungguhnya Madiun adalah
puncak dari usaha Red Drive yang bertujuan untuk menyingkirkan orang-orang kiri
dalam pemerintahan.145
Pada tanggal 20 September 1948 Musso mengumumkan program nasionalnya
dan membentuk pemerintahan Front Nasional yang dibentuk pada tanggal 19
September 1948. Dalam program Front Nasioanal terdapat tujuh butir pokok, yaitu
sebagai berikut: 146
a) Perombakan aparat pemerintahan lama, b) Perombakan ketentaraan dengan memasukan unsur-unsur demokrasi
di lingkunan tentara. Tentara harus bekerjasama dengan buruh tani c) Nasionalisasi perusahaan, pabrik dan bank-bank dan lain-lain milik
asing. d) Pembagian tanah untuk para petani penggarap. e) Pengambilan semua pabrik, bank, perkebunan dan alat-alat yang
penghubung musuh (Belanda). Diadakan pengendalian harga-harga. f) Seluruh rakyat diorganisasikan untuk melawan musuh-musuh dari luar
144 Ann Swift. Ann Swift. 1989. The road to Madiun: The Indonesia Communist
Uprising of 1948. Ithaca. New York: South Asia Program Cornel University. Hlm: 75. Pidato Musso ini di keluarkan tanggal 19 September 1948 pada pukul 11.30 WIB melalui radio Gelora Pemuda Madiun.
145 Hersri Setiawan. Op. Cit: Hlm: 164. 146 Dr. A.H. Nasution. 1978. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, jilid 7. Bandung:
Penerbit Angkasa. Bandung. Hlm: 215- 216.
56
g) Didirikan biro keamanan
Pembentukan pemerintahan Front Nasional merupakan salah satu wujud kekecewaan
Sayap Kiri dan PKI terhadap sikap yang ditunjukan pemerintahan.
Di Madiun salah seorang pemimpin Laskar Rakyat Kol. Djoko Soedjono
berpidato bahwa tindakan-tindakan yang terjadi di Madiun bukan sebuah usaha
penggulingan kekuasaan RI. Ia menyatakan bahwa peristiwa Madiun tanggal 18
September 1948 merupakan sebuah koreksi para pemuda (Pesindo) terhadap
kebijakan program Re-Ra.147
Pernyataan tersebut adalah usaha untuk mencoba meluruskan situasi yang
terjadi di Madiun kepada pemerintahan pusat di Yogyakarta. Ia kemudian mencoba
mengumpulkan seluruh panglima pertahanan Jawa Timur di Madiun pada tanggal 24
September 1948. Tujuan dari pertemuan tersebut adalah membahas mengenai situasi
yang berkembang dalam tubuh ketentaraan.
D. Usaha Penghancuran Sayap Kiri.
1. Strategi Penghancuran PKI Dari Yogyakarta.
Setelah kegagalan perundingan FDR pada rapat tanggal 18 September 1848 posisi
tawar FDR dan Laskar-Laskar Rakyat menjadi sangat sulit. Dalam rapat yang
dihadiri oleh Sukarno, dan pejabat tinggi pemerintahan terjadi penolakan atas tawaran
FDR oleh pemerintahan Hatta. Setelah peritiwa Madiun terjadi, pada tanggak 18
147 Soe Hog Gie. 2005. Orang-orang di persimpangan kiri jalan.Yogyakarta: Bentang
Pustaka Hlm: 244.
57
Sepetember 1948 muncul berbagai macam spekulasi dari beberapa kalangan dan
khusunya muncul dari pihak-pihak yang tidak menyukai keberadaan kekuatan PKI-
FDR dan laskar-laskar rakyat di Madiun.
Dalam hal ini, Hatta dan Nasution segera mengambil kesempatan untuk
menggunakan pengaruhnya dalam rencana penghancuran kekuatan FDR-PKI di
Madiun. Bagi Hatta peristiwa Madiun merupakan sebuah kesempatan untuk
menyingkirkan kekuatan FDR PKI dan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Posisi
Hatta menguat setelah peristiwa Madiun dan seperti yang tertulis dalam dokumen
“Red Drive Proposals”. Dokumen ini merupakan kesepakatan dalam pertemuan
rahasia di Hotel “Huisje Hansje” yang terletak di wilayah Sarangan, Madiun pada
tanggal 21 Juli 1948. Pertemuan rahasia tersebut dihadiri oleh jendral Hopkins, Marle
Cochran, soekarno, Hatta, Sukiman, Mohammad Roem, dan kepala polisi Sukanto.148
Sementara itu dalam tubuh Angkatan Bersenjata, peran perencanaan penumpasan
FDR-PKI ditentukan oleh dua orang yaitu Nasution dan kolonel Gatot Subroto. Pada
saat itu Nasution menjabat Kepala Staf Operasi Markas Besar Tentara dan sekaligus
Wakil Panglima Pasukan Mobil sedangkan Gatot Subroto adalah gurbenur militer
untuk wilayah Surakarta-Semarang-Pati-Madiun.149 Di dalam perencanaan
pengahancuran kekuatan kiri Nasution membagi operasi militernya menjadi dua sub
kompi utama. Pertama untuk operasi di daerah Madiun dan kedua adalah operasi di
daerah Solo, Semarang dan Pati barat.
148 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 216. 149 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 234.
58
Untuk operasi penghacuran kekuatan kiri di Madiun dibagi menjadi dua
pasukan besar. Strategi yang dipakai dalam aksi penumpasan FDR-PKI adalah
dengan menggunakan konsep pengepungan. Pasukan dibagi menjadi tiga kelompok
besar. Dari arah barat di pimpin oleh Brig. Overste Sadikin dengan menggunakan
rute Sarangan-Magetan-Madiun. Dari operasi sayap kiri yang direncanakan,
Nasution sendiri memimpin penyisiran di daerah Surakarta-Sragen-Walikukun-
Ngawi dipimpin oleh Sentot Iskandardinata. Batalion lain mengambil rute lain yaitu
batalyon Umar Wirahadikusumah dari arah Walikukun-Ngambe-Magetan. Sedang di
Sayap Kanan dilakukan oleh dua batalion yaitu batalion Nasuhi dengan menyisir
daerah Surakarta-Wonogiri-Baturetno-Pacitan dan Batalion Husjinsjah dengan
wilayah penyisiran menuju wilayah Ponorogo. Secara pasti dari bentuk operasi ini,
wilayah Madiun terkepung dari arah barat dan timur.150
Alasan Nasution untuk mengambil langkah menyusun strategi formasi
pengepungan pasukan tersebut karena ia melihat bahwa daerah Madiun pada saat itu
merupakan daerah yang dekat sekali dengan wilayah perbatasan dengan daerah
Belanda setelah Perjanjian ditandatangani. Diperkirakan apabila dari keselurahan
sudut wilyah Madiun dikepung, maka secara otomatis posisi pasukan FDR–PKI dan
para laskar-laskar rakyat akan tidak dapat bergerak sama sekali. Dalam pelaksanaan
penyisiran orang-orang kiri FDR PKI, Nasution menargetkan penyisiran sekitar dua
minggu lamanya. Ia kawatir apabila operasi lebih dari dua minggu maka situasi
150 Imam Soerdjono. Op. Cit. Hlm: 235.
59
tersebut tersebut akan membuka peluang bagi Belanda untuk melakukan intervensi
terhadap Indonesia.
Operasi terhadap Sayap kiri di Madiun dilakukan dengan cara mengepung
Madiun lewat empat sisi dengan cara operasi militer. Dari arah barat, penyisiran
bergerak ke timur melalui gunung Lawu, dan di derah utara pasukan-pasukan yang
ada di Cepu dan di Kediri diperintahkan menuju Madiun.151 Para pimpinan militer di
Jawa Timur terdapat perbedaan penafsiran terhadap oprerasi militer pimpinan
Nasution tersebut. Mereka menganggap bahwa usaha operasi pemulihan yang
dilancarkan ke Madiun merupkan usaha pemangkasan semangat revolusioner dalam
tubuh tentara Republik Indonesia.152
2. Usaha Pertahanan Laskar-Laskar Rakyat dan PKI di Madiun.
Sementara itu, di Madiun pada tanggal 21 September 1948 beberapa perwira
Sub Teritorial Distrik (STD) di bawah kepemimpinan Joyokusumo mengadakan
pertemuan darurat. Hasil dari pertemuan tersebut adalah meminta pemerintah pusat
melihat kebijakannya tentang situasi Madiun kembali. Akan tetapi reaksi yang
diperlihatkan markas besar Angkatan Bersenjata tidak sesuai dengan harapan. Bahkan
Markas besar Angkatan Bersenjata memberikan instruksi bahwa siapa saja yang
151 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 77. 152 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 91.
60
mengikuti konferensi tersebut akan dianggap sebagai pemberontak dan sama
bersalahnya dengan FDR-PKI.153
Hal itu tentu saja membuat posisi laskar-laskar rakyat, FDR PKI semakin
terjepit baik secara teritorial dan politik. Mereka tidak diberikan kesempatan untuk
melakukan konsesi dan pembelaan dalam hal ini. Instruksi dari pemerintahan pusat
dan strategi yang telah disusun oleh Nasution telah menyebabkan FDR PKI tidak
dapat membela diri. Posisi kekuatan laskar-laskar rakyat dan FDR PKI sangat sulit
dengan strategi pengepungan yang dipimpin oleh Nasution. Terdapat perbedaan
perbandingan kekuatan antara pasukan pro-pemerintah dan lakar-laskar rakyat. Baik
itu secara persenjataan dan juga secara posisi. Menyikapi keadaan tersebut, pada
akhirnya para pimpinan Pesindo serta laskar-laskar rakyat membuat dua
pertimbangan pokok pertama, tidak bertindak berarti membiarkan pasukan
pemerintah melucuti kekuatan pasukan laskar-laskar rakyat. Kedua, melucuti pasukan
Siliwangi dan Brimob yang ada di Madiun dan mengambil alih pemerintahan
karisidenan Madiun dengan tujuan agar FDR dan laskar dapat bertahan dari operasi
militer pasukan Siliwangi.154
Pada tanggal 30 September 1948 pasukan pro-pemerintah yang dipimpin oleh
Yon Sambas berhasil merebut kota Madiun. Kondisi ini memaksa laskar-laskar
rakyat serta anggota FDR PKI mundur ke arah timur yaitu di daerah Dungus dan
153 David Charles Anderson. Op. Cit. Hlm: 94. 154 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 230. lihat juga Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 105.
61
Ponorogo. Beberapa anggota FDR PKI yang ikut dalam pelarian tersebut antara lain
adalah Musso, Amir Syarifudin, Maruto, Suripno, Djokosudjono. Akan tetapi
pengejaran pasukan propemerintah tetap berlanjut. Bentrok senjata terjadi pada
tanggal 31 September di wilayah Tegalombo. Dalam pertempuran inilah yang
kemudian menyebakan tewasnya Musso.155
Sementara itu, terdapat beberapa pasukan laskar-laskar rakyat yang semakin
terdesak masuk ke wilayah Belanda. Laskar-laskar yang masuk ke wilayah Belanda
tersebut ditangkap atas tuduhan telah melanggar batas wilayah kesepakatan perjanjian
Renville dan membawa senjata secara ilegal. Masuknya laskar-laskar yang terdesak
di Wilayah Belanda diakibatkan beberapa faktor, Pertama akibat posisi pertahanan
yang semakin lemah serta semakin lemahnya dukungan rakyat Indonesia. Pada masa
revolusi peran Sukarno memiliki citra revolusi yang tinggi. Sehingga mau tidak mau
rakyat yang masih memiliki sifat politik “kebapakan” lebih memilih jalur aman
untuk mendukung Sukarno. Selain itu tekanan dari pasukan pro-pemerintah yang
mengancam apabila ada masyarakat yang menyembunyikan laskar-laskar dan FDR-
PKI juga akan ikut dituduh sebagai penghianat negara.156
Sementara itu pengejaran para tokoh-tokoh FDR-PKI yang tersisa terus
dilakukan. Pada tanggal 1 Desember 1948 Amir Syarifudin tertangkap di desa
Klambu yang jaraknya sekitar 10 km dari Purwodadi. Sebelumnya pada tanggal 29
155 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 237. 156 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hlm: 107.
62
November 1948 Djoko Kosoejono, Maroeto Daroesman dan Sardjono ditangkap di
desa Penawang yang jaraknya sekitar 19 km dari Purwodadi. Sampai pada tanggal 7
Desember 1948 menurut catatan Markas Besar Angkatan Bersenjata telah dilaporkan
sebanyak 35.000 orang ditangkap dan dipenjara.157
Setelah Amir Syarifudin di tangkap, di Yogyakarta diadakan rapat kabinet pada
tanggal 8 Desember 1948. Rapat ini dihadiri 12 orang Menteri dan Sukarno. Dalam
rapat ini sidang putusan mengenai nasib Amir medapat 4 menteri setuju Amir di
eksekusi, 4 menteri menolak untuk menghukum mati dan 4 menteri abstein. Dalam
sidang ini Sukarno melakukan veto atas nasib Amir yaitu dengan tidak menghukum
mati Amir Syarifudin. Alasan dari veto Sukarno tersebut karena Amir Syarifudin
dianggap pernah berjasa kepada RI sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan.
158
Terjadi perbedaan antara hasil sidang dalam pemerintahan dengan kebijakan
Angkatan Bersenjata. Pada tanggal 19 Desember 1948 Amir Syarifudin dieksekusi
tanpa ada keputusan resmi dari pengadilan. Terdapat beberapa orang-orang kiri yang
juga ikut di eksekusi. Pada malam pengeksekusian, terdapat 11 orang yang ikut di
eksekusi termasuk Amir. Beberapa diantaranya adalah para pejabat FDR PKI.
Mereka adalah:Maroeto Daroesman, Suripno, Oey Gee Hwat, Sardjono, Harjono,
157 Hersri Setiawan. Op. Cit. Hal: 158 Suar Suroso, Fariz Hasyim (ed). 2001. PKI Korban Pertama Perang Dingin.
Sejarah Peristiwa Madiun 1948. Jakarta: Era Publisher. Hlm: 76.
63
Sukarno, Katamhadi, Rono Marsono dan D. Mangku. Proses pengeksekusian tersebut
dilaksanakan di desa Ngaliyan di wilayah Surakarta.159
Proses eksekusi Amir Syarifudin yang tidak mengikuti prosedur hukum ini oleh
tentara sesungguhnya memiliki permasalahan khusus. Sejak ia menjabat sebagai
Menteri Pertahanan pada tahun 1945. Pemikirannya mengenai pembentukan tentara
rakyat dan pembentukan Badan Koordinasi Kelaskaran (Biro Perjuangan) di bawah
kementerian Pertahanan dan bukan di bawah Markas Besar Angkatan Bersenjata
telah menimbulkan konflik dan kecurigaan di dalam tubuh tentara. Selain itu juga,
keberadaan Amir Syarifudin yang begitu dekat posisinya dengan laskar-laskar rakyat
membuat cemas sebagian pimpinan militer tinggi pada saat itu tidak suka akan
kekuatan Sayap kiri. Apabila Amir Syarifudin dibiarkan hidup maka secara otomatis
pengaruhnya akan tetap ada dalam gerakan kiri yang saat itu lemah maka suatu saat
akan bergerak kembali. Jadi keputusan untuk melakukan hukuman mati kepada Amir
adalah untuk menghilangkan pengaruh politiknya terhadap tubuh ketentaraan.
Setelah bulan Desember 1948 secara otomatis kekuatan FDR-PKI dan laskar-
laskar-laskar rakyat yang berafiliasi semakin lemah. Sebagian besar dari para petinggi
PKI ditembak mati dan sejak saat itu aktivitas gerakan kiri dapat ditekan dan
dikontrol oleh kabinet Hatta. Akan tetapi pada tanggal 19 Desember 1948, agresei
militer Belanda kedua kembali menghancurkan pemerintahan Republik Indonesia di
Yogyakarta. Sejak itu selama hampir satu tahun sampai KMB ditandatangai, peran
159 Suar Suroso. Op. Cit. Hlm: 77.
64
orang-orang kiri dalam proses revolusi tidak bagitu dominan lagi dalam tubuh
ketentaraan atau politik sipil.
C. Analisa Kesalahan PKI dalam Peristiwa Madiun 1948.
Peristiwa Madiun yang terjadi pada tahun 1948 merupakan sebuah titik
terendah dalam perjalanan sejarah kelompok kiri di Indonesia. Dari berbagai macam
peristiwa yang telah dipaparkan pada sub-sub bab di atas sangat terlihat bahwa
peristiwa Madiun adalah sebuah usaha provokasi dari kelompok-kelompok yang
tidak menyukai keberadaan kekuatan komunis dan Sayap Kiri di Indonesia terutama
dalam tubuh ketentaraan.
Mundurnya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri dari Pemerintahan pada
bulan Januari 1948 telah membuka peluang bagi kelompok anti sayap kiri untuk
duduk di dalam pemerintahan. Amir Sayrifudin telah melakukan sebuah kesalahan
besar secara politik sebab dengan melepaskan kekuasan (pemerintahan) maka posisi
kekuatan Sayap Kiri (FDR) semakin lemah. Sedang disisi lain peran politik Hatta
semakin kuat di dalam pemerintahan. Hal ini ada dua faktor utama yaitu: pertama
adalah posisi ia sebagai Perdana Menteri dan dukungan yang ia peroleh dari
Masjumi. Kedua adalah hubungannya dengan pihak militer terutam dengan Nasution
dan Gatot Subroto yang dikatakan oleh Mavis Rose dalam tulisan biografi
Mohammad Hatta yang ia tulis sangat dekat. Mereka memiliki kesamaan visi dalam
pembangunan konsep ketentaraan. Dengan keluarnya Amir dari pemerintahan, ia
tidak memilik akses yang cukup kuat untuk melakuakan cover terhadap setiap
65
kebijakan Hatta di tambah lagi pecahnya PS menjadi dua yaitu PS dan PSI Sajhrir
semakin melemahkan posisinya di dalam Parlemen. Walau Amir memiliki akses yang
cukup dekat dengan kelompok tentara terutama laskar-laskar rakyat dan organisasi
buruh terbesar di Indonesia pada saat itu SOBSI akan tetapi hal ini tidak menjamin
posisinya dalam politik
Hal inilah yang kemudian sejak kedatangan Musso coba perbaiki. Melalui
konsep Djalan Baru-nya Musso mencoba mengembalikan beberapa kesalahan
strategi yang telah diambil oleh kelompok-kelompok Sayap Kiri terutama FDR
pimpinan Amir Syarifudin. Sebagai seorang tokoh kawakan Komunis ia sangat
dihargai oleh Amir Syarifudin, Tan Liang Djie dan para petinggi partai-partai yang
memiliki aliran kiri. Pada bulan Agustus 1948 terjadilah perubahan besar dalam
tubuh FDR yaitu kembalinya posisi PKI sebagai partai vaguard dalam gerakan
kelompok kiri.
Dalam peristiwa Madiun 1948 sesungguhnya hanya merupakan konflik internal
dalam tubuh TNI. Posisi dalam peristiwa Madiun Pesindo merupakan posisi kunci
yang menyebabkan PKI ikut terlibat baik secara langsung dan tidak langsung.dalam
penjelasan Musso. Akan tetapi Pesindo bukan bagian dari PKI. Hal ini dijelaskan
Musso setelah kongres pengabungan partai. Ia menjelaskan bahwa Pesindo
merupakan organisasi pemuda yang lepas dari PKI, akan tetapi hubungan Pesindo
dengan FDR PKI tetap dekat secara idiologi. Dalam Peristiwa Madiun 1948,
Soemarsono menjadi pimpinan Pesindo yang juga dekat dengan para pimpinan FDR
PKI.
66
Kedekatan Pesindo dengan FDR tersebut menimbulkan kecemasan di pihak
kubu TNI yang tidak sejalan dengan pemikiran Sayap Kiri. Hal ini terjadi karena
mereka merasa terancam kedudukannya apabila sebagian besar pengaruh dalam tubuh
tentara dipegang oleh orang-orang kiri. Semenjak Hatta naik sebagai Perdana
Menteri, hubungannya dengan Nasution semakin dekat. Program Re-Ra merupakan
usaha untuk menyingkirkan kekuatan Sayap Kiri dalam tubuh Angkatan bersenjata
dilaksanakan, pencopotan-pencopotan posisi diberbagai macam Divisi yang ada
terjadi dan hampir sebagian besar adalah laskar-laskar rakyat yang dekat dengan
FDR-PKI.
Keterlibatan PKI pada peristiwa Madiun 1948 dimulai semenjak Pesindo
menjadi bagian dari Divisi IV Panembahan Senopati di Surakarta. Akan tetapi,
walaupun pada awalnya konflik intern militer tersebut PKI kurang begitu masuk
ambil bagian dari peristiwa tersebut. Akan tetapi sejak Musso mengeluarkan pidato
balasan menanggapi pidato Sukarno yang jelas-jelas menuduh dia dan PKI sebagai
pelaku yang memulai peristiwa Madiun 1948 hubungan FDR-PKI dengan
Pemerintahan semakin meruncing. Terdapat tiga kesalahan yang dilakukan Musso
dalam menyikapi peristiwa Madiun 1948, pertama adalah pidato Musso yang
terkesan emosional yang secara terang-terangan menunjuk Sukarno-Hatta sebagai
kompador dan wakil-wakil imperialis. Dalam hal ini menyerang Sukarno merupakan
tindakan yang kurang tepat sebab di mata sebagian besar rakyat Indonesia yang
menganggap bahwa Sukarno sebagai proklamator yang berpengaruh. Seharusnya
dalam hal ini Musso hanya menyerang posisi Hatta saja sebab dalam peristiwa
67
Madiun ini Hatta yang memiliki andil besar dan pihak yang bertanggung jawab atas
situasi Madiun 1948 dibandingkan dengan Sukarno. Tindakan Musso ini
menyebabkan masyarakat tidak memihak PKI dan menyebabkan beberapa anggota-
anggota laskar rakyat menarik dukungannya terhadap FDR-PKI. Kedua, Musso
adalah usaha pembentukan pemerintahan Front Nasional di Madiun pada tanggal 19
September 1948. Pembentukan Pemerintahan Front Nasional di Madiun ini dipakai
sebagai alasan Hatta dan kelompok-kelompok yang tidak menyukai “Sayap kiri”
untuk menghancurkan kekuatan PKI dan kelompok kiri di Indonesia. Pembentukan
pemerintahan Front Nasional sebenarnya menjadi sebuah lambang kekecewaan
Musso terhadap sikap pemerintahan pusat di Yogyakarta dalam mensikapi
permasalahan politik dan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Ketiga adalah
pandangan Musso yang terlalu sempit dalam memandang kondisi revolusi
Indonesia. Pandangan itu muncul karena Musso lebih banyak menerima informasi
yang kurang tepat mengenai kondisi masa selama masa revolusi tahun 1945 sampai
tahun 1948. Seharusnya Musso yang baru satu bulan tiba di Indonesia lebih berhati-
hati dalam mengambil setiap keputusan.
Setelah melihat berapa bukti yang ada dapat disimpulkan bahwa di Madiun
sama sekali tidak pernah ada pemberontakan melawan negara. Peristiwa, tersebut
tergolong sebagai provokative coup yang bersifat mengamankan kekuasaan
pemerintahan Madiun dari konflik interen TNI. Selain itu, alasan lain yang
menegaskan bahwa Peristiwa Madiun dikatakan bukan sebagai sebuah
pemberontakan terhadap pemerintahan RI di Yogyakarta, karena dalam peristiwa
68
tersebut tidak terdapat usaha mengganti dasar negara, lambang negara dan bendera
negara. Peristiwa Madiun 1948 merupakan salah satu bentuk usaha menghancurkan
kekuatan komunis dan kelompok kiri dan dalam peristiwa Madiun ini dengan
merupakan bukti dari ambisi Hatta dan Nasution dan kecenderngan
exrtraconstitusional behaviour yang berarti terdapat kecenderungan dari tokoh yang
berada di dalam pemerinthan mengunakan kesempatan dan kekuasaan untuk menekan
keberadaan orang-orang kiri.
69
BAB IV
STRATEGI PKI TAHUN 1950 -1955 DI BAWAH KEPEMIMPINAN
DIPA NUSANTARA AIDIT
Perkembangan PKI pada tahun 1950 di latar belakangi dengan kondisi politik
Indonesia yang berada dalam transisi setelah KMB. Walau secara de facto dan de jure
Indonesia sudah mendapat pengakuan dari Belanda sebagai sebuah negara yang
merdeka akan tetapi masih ada satu pemasalahan yang belum terselesaikan dalam
perjanjian itu yaitu kesepakatan mengenai Irian Barat. Dalam menyelesaikan
permasalahan tersebut pemerintah Indonesia mulai mencoba menarik dukungan dunia
internasional dengan cara menerapkan sistem demokrasi liberal atau yang dapat
disebut juga sebagai demokrasi liberal. Hal ini bertujuan untuk menunjukan kepada
dunia internasional bahwa Indonesia mampu untuk mengakomodasi seluruh unsur
dan kepentingan unsur-unsur politik yang ada di dalamnya.
Demokrasi parlementer atau liberal adalah sebuah sistem demokrasi yang berasal dari
negara Barat. Dalam negara yang memakai sistem liberal, pemerintahan yang
terbentuk harus memiliki dukungan partai mayoritas yang terdapat dalam Parlemen160
160 Drs. G. Moedjanto. 1998. Indonesia Abad ke 20 2. dari Perang kemerdekaan
pertama sampai PELITA III. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hlm: 69.
70
Proses kembalinya PKI menjadi sebuah partai legal setelah peristiwa Madiun
1948 pada awalnya menimbulkan polemik yang cukup besar dalam perpolitikan
Indonesia. Menurut Roy Boyd Compton, pada masa itu terjadi sebuah kecenderungan
perilaku politik extraconstitusional behaviour dikalangan para pejabat tinggi negara.
Konsep perilaku ini adalah sebuah kecenderungan untuk menggunakan kekuasaan
nya untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Hal ini terlihat dari beberapa
peristiwa yang terjadi antara tahun 1950-1955.
Terdapat dua peristiwa penting yang dapat dijadikan sebagai simbol dari
penyimpangan perilaku politik di Indoneisa. Pertama, yaitu usaha Hatta untuk
menghancurkan kekuatan komunis yang mulai muncul kembali dengan
merencanakan sidang untuk orang-orang komunis yang dianggap terlibat dalam
peristiwa Madiun. Kedua adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tahun 1951
dimana Perdana Menteri Sukiman berusaha untuk menghancurkan PKI dengan Razia
Agustus 1951. 199
Antara tahun 1950 sampai tahun 1955 PKI dibagi menjadi dua periode masa
kepemimpinan. Pertama yaitu periode kepemimpinan Alimin pada tahun 1950-1951
dan periode kepemimpinan Dipa Nusantara Aidit pada tahun 1951 sampai tahun
1965. Pada awal tahun 1950 PKI bukan merupakan partai pememegang status quo
dalam parlemen meski dalam parlemen ia memperoleh kursi sebanyak 47 dan ia
memilih untuk masuk kedalam pemerintahan yang terus berlangsung. Hal ini terkait
199 Atmaji Sumarkijo. 2000. Mendung di atas Istana Merdeka. Menyingkap peranan
biro khusus PKI dalam pemberontakan G-30-S. Jakarta: Pustaka sinar Harapan. Hlm: 39
71
dengan konsep perjuangan yang berada di garis oposisi dan selain itu juga di
Parlemen Masjumi yang menjadi lawan politik PKI masih memiliki kekuatan. Akan
tetapi setelah tahun 1953 dengan lepasnya NU dari partai Masjumi serta pertentangan
Masjumi dengan PNI dalam parlemen telah memberikan PKI kesempatan untuk
mendekati kekuasaan. PKI pada tahun 1953 dengan mendekati PNI dalan Front
Nasional (FN)
Dalam tubuh PKI sendiri terjadi perkembangan yang cukup pesat pada saat
D.N Aidit mulai berkuasa. Ia mulai melakukan banyak sekali perubahan baik itu
secara organisasi partai dan melakukan pendekatan-pendekatan kedalam tubuh
masyarakat. Ia tetap menggunakan Djalan Baru sebagai konsep dasar partai dan
merubah PKI yang semula adalah partai yang ekslusif menjadi partai massa. Hal ini
terkait dengan persiapan Pemilihan Umum yang pada tahun 1950 mulai menjadi
sebuah perbincangan hangat. Struktur PKI mulai jelas pada periode ini dan juga
proses konsulidasi dan afiliasi terhadap organisasi-organisasi massa non-partai
merupakan usaha yang pokok PKI selama kurun waktu 1950 sampai tahun 1955.
A. PKI Masa Transisi dan Kepemimpinan Alimin tahun 1950-1951.
1. PKI di Bawah Alimin 1950-1951.
Setelah Indonesia menandatangani KMB dan setelah Mr. Soesanto
Tirtoprodjo mengeluarkan sebuah keputusan mengenai pembebasan para aktifis PKI-
FDR yang terlibat dalam peristiwa Madiun 1948, pada akhir bulan Juni 1950 PKI
mengadakan kongres CC PKI pertama di Godean, Yogyakarta. Kongers ini dipimpin
72
oleh Alimin yang merupakan salah satu petinggi PKI yang selamat dari pembunuhan-
pembunuhan Peristiwa Madiun 1948. Alimin mengumpulkan para aktivis PKI yang
masih hidup seperti Ngadiman Hardjosubroto, dan Tan Liang Djie. Akan tetapi tidak
hanya mereka bertiga yang hadir dalam kongers tersebut beberapa anggota dan
simpatisan PKI juga ikut serta dalam kongeres tersebut.
Dalam kongeres ini menghasilkan dua hal yang paling utama yaitu mengenai
resolusi mengenai garis kebijakan partai dan bentuk kepengurusan partai. Pertama
mengenai garis kebijakan partai konggeres menghasilkan dua resolusi yaitu resolusi
mengenai opini menganai RIS dan mengenai garis kebijakan interen partai. Dalam
kongeres tersebut PKI tidak menyetujui pembentukan RIS yang dianggap sebagai
negara setengah jajahan Belanda. Hal ini terkait dengan isu politik pasca KMB
mengenai bentuk negara RIS yang disetujui dalam KMB yang merupakan salah satu
usaha Belanda untuk tidak melepaskan Indonesia secara penuh. Mengenai program
resolusi interen partai kongers menegaskan tiga point pokok yaitu:
1. Cara kerja: menitik beratkan pada cara kerja tertutup, tetapi menggunakan kesempatan untuk kerja terbuka apabila kemungkinan itu ada.
2. Bentuk perjuangan: Tidak meninggalkan pejuangan bersenjata, maka dari itu senjata yang masih di tangan tidak akan diserahkan.
3. Organisasi: Segera melangsungkan kongres Partai Sosialis untuk dilebur di dalam PKI.200
200 Imam Soedjono. 2006. Yang Berlawan. Membongkar Tabir Pemalsuan Sejarah
PKI. Yogyakarta: RESIST BOOK. Hlm: 258.
73
Tiga hal pokok inilah yang kemudian mempengaruhi perkembangan PKI
tahun 1950. Akan tetapi dari tiga poin tersebut kemudian memicu perpecahan
PKI pada tahun 1951. Poin pokok yang menjadi masalah antara golongan
koservatif dan golongan muda yaitu mengenai sifat partai yang tertutup. Dalam
pembentukan kepengurusan partai konggres memutuskan bahwa CC-PKI terdiri
dari Alimin sebagai pimpinan partai, Tan Liang Djie sebagai pejabat urusan
umum dan Agitasi propaganda, Abdulmadjid Djojoadiningrat sebagai Urusan
perburuhan, Djokosudjono dan Jusuf Muda Dalam sebagai urusan persenjataan
perjuangan.201
Setelah terbentuk kepengurusan CC Politbiro, PKI juga membangun Open
Office yang berfungsi sebagai kantor pusat partai yang berada di Godean. Tugas
dari Open Office tersebut adalah memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai PKI dan program-programnya, menarik anggota baru serta mengurusi
anggota-anggota PKI yang duduk di Parlemen.202
Sesuai dengan resolusi kongres CC PKI bulan Juni 1950 mengenai cara kerja
partai, Alimin membentuk PKI sebagai partai kader. Tujuan dari pembentukan
konsep partai kader ini karena bagi Alimin dan anggota CC PKI lebih mementingkan
kualitas anggota PKI dari pada kuantitas massa partai.203 Dalam sistem kepartaian,
Alimin tetap mengikuti garis kebijakan komiteren internasional. Garis kebijakan
201 Imam soejdono. Ibid 202 Imam Soedjono. Ibid 203 Atmaji Sumarkijo. Log. Cit. Hlm: 40
74
komiteren adalah merupakan sebuah secara struktur organisasi dan ideologi.
Kekuasaan teringgi partai berada dalam kongres nasional partai. Sedang dalam
menjalankan dinamika partai Central Commite (CC) bertugas menguraikan tugas-
tugas partai. Dalam CC, partai membentuk Politbiro dan kesekretariatan Commite
Central. Dalam kesekretarian CC dibagi lagi menjadi Seksi Commite (SC). Di daerah
kabupaten atau kota kecil dibagi menjadi Onderseksi Commite (OSC) dan pada
tingkat kelurahan terdapar Resort Commite (RS).204 Sistem yang diterapkan ini
memungkinkan untuk memperketat sistem kontrol partai terhadap anak cabang di
bawahnya maupun individu di dalamnya205
Kehadiran wakil PKI dalam Parlemen tahun 1950 adalah salah satu bukti bahwa
PKI mendapat tempat kembali dalam politik Indonesia. Orang-orang yang mewakili
PKI dalam parlemen antara lain adalah Ngadiman, Achmad Sumadi, Djaetun
Dirdjowiyoto, Hutomo Supradan. Dalam Parlemen PKI mulai gencar untuk
menyuarakan permasalahan mengenai perburuhan, Undang-Undang Agraria dan
permasalahan nasionalisasi perusahan-perusahaan asing.206
Alimin sebagai pimpinan PKI belajar dari kepemimpinan Musso dengan Resolusi
Djalan Baru-nya. Ia melakukan sebuah otokritik dengan menganggap resolusi Djalan
Baru milik Musso sebagai salah satu kesalahan partai. Bagi Alimin, membuat PKI
204 Atmaji Sumarkijo. Op. Cit. Hlm: 41. 205 Arbi Sanit. 2000. Badai Revolusi. Sketsa kekuatan politik PKI di Jawa tengah dan
Jawa timur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm: 76 206 Atmaji Sumarkijo. 2000. Mendung di atas Istana Merdeka. Menyingkap Peranan
Biro Khusus PKI dalam pemberontakan G-30-S. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hlm: 40.
75
menjadi sebuah partai massa dimana PKI kemudian dengan mudah terjebak dalam
Peristiwa Madiun 1948. Selain mengadakan perubahan garis kebijakan partai, Alimin
juga berusaha untuk menghapus citra buruk PKI dalam peristiwa Madiun 1948.
Dalam wawancara-wancara dan pernyataan-pernyataan, Alimin selalu mengatakan
bahwa PKI tidak bersalah. Dalam koran Sin Po, sebuah Koran milik kaum komunis
Alimin menegaskan bahwa PKI bukan yang memulai Peristiwa Madiun dan ia
menyayangkan tindakan pemerintah yang bertindak terlalu repesif dan berlebihan.
Bagi Alimin, peristiwa Madiun merupakan suatu bukti bahwa pemerintahan Sukarno
Hatta adalah pendukung kuat imperialisme dan kapitalisme.207
Alimin begitu tertarik dengan komunis yang berkembang di Cina. Alasan Alimin
tertarik dengan Cina adalah perjuangan bersenjata rakyat di Cina dan revolusi Cina
merupakan sebuah pengalaman berharga bagi Indonesia. Karena itu ia kemudian
mengirim beberapa anggota PKI dari SOBSI yang diketuai oleh Nyono untuk
menghadiri Konferensi Sarikat Buruh Asia dan Australia.208 Tujuan dari pengiriman
delegasi SOBSI itu antara lain juga agar hubungan baik antara PKI dan Partai
Komunis Tiongkok ( PKT ) tercipta.
207 Arnold C. Brackman. 1963. Indonesia Communism a History. New York: Frederick
A. Praeger. Hlm: 125. 208 Imam Soedjono. Log. Cit. Hlm: 258.
76
2. Konflik Golongan Tua dan Golongan Muda PKI Di Bawah Kepemimpinan
Alimin tahun 1950-1951.
Perpecahan dalam tubuh PKI tahun 1950-1951 mulai terlihat semenjak
munculnya kelompok Bintang Merah yang mayoritas beranggotakan orang-orang
muda komunis. Selama kurun waktu 1950-1951 PKI memiliki dua markas komando
yaitu kantor CC PKI di Yogyakarta dan kantor CC PKI di Jakarta.209
Sejak Stempel CC PKI dibawa oleh Sudisman ke Jakarta. Terjadi dualisme
kepemimpinan kantor Pusat CC PKI.PKI pecah menjadi dua kelompok, yaitu
kelompok golongan tua yang di pimpin oleh Alimin, Tan Liang Djie, Ngadiman
Hardjosubroto dan Wikana. Kelompok ini terdiri dari anggota PKI yang lebih
condong memakai strategi rasional revolusioner yaitu melalui jalan parlemen210
Kedua adalah golongan muda PKI. Kelompok muncul di Jakarta dan sebagai
basisnya terletak dalam redaksi majalah teori PKI Bintang Merah (BM). Bintang
Merah adalah sebuah majalah teori PKI yang terbit sejak bulan November tahun
1945. Majalah ini diurus oleh kelompok muda komunis. Didalam dewan redaksi
Bintang Merah adalah D.N. Aidit, Nyoto, Lukman, dan Paris Padede. Bintang merah
menjadi basis massa para anggota golongan muda PKI. Melalui Bintang Merah,
Aidit mencoba untuk mengumpukan orang-orang yang sepaham dengan mereka.211
209 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 260 210 Donald Hindley. 1964. The Communist Party of Indonesia 1951-1963. Cambridge
University Press. Hlm: 22. 211 Imam Soedjono. Log. Cit. Hlm: 260.
77
Pertentangan antara kedua kelompok ini karena terdapat perbedaan pendapat
mengenai bagai mana cara membangun PKI. Kelompok muda partai merasa bahwa
cara yang diterapkan oleh para pengurus CC PKI di Yogyakarta dengan
menerapkan sisitem pembentukan PKI dengan sistem kader tidak sesuai dengan
tuntutan politik Indonesia setelah KMB. Kelompok Bintang Merah pimpinan Aidit
kemudian membentuk sebuah CC PKI yang berkedudukan di Jakarta. Hal ini
memunculkan anggapan dari kelompok CC PKI yang di bentuk Alimin tahun 1950
sebagai usaha mengkudeta kepemimpinan mereka. Hal ini menimbulkan reaksi
emosional dari kelompok golongan tua. Wikana menyarankan untuk membangun
“CC PKI“ sendiri. Alimin menolak usul Wikana tersebut dengan pertimbangan
apabila terdapat dua polit biro dalam satu partai, maka yang terjadi adalah
perpecahan.212
Sementara itu dalam sebuah pernyataan pandangan Aidit menilai bahwa yang
dibutuhkan PKI adalah membangun PKI sebagai partai massa. Dalam pandangannya
Aidit menyampaikan sebagai berikut:
“Di dalam menghadapi situasi penandatangan KMB di dalam tubuh partai timbul dua macam pendirian. Pendidrian yang pertama menghendaki partai terus melakukan perjuangan bersenjata melawan Pemerintahan RI-KMB. Mereka hanya melihat bahwa kelompok komunis mendapat nama baik dikalangan rakyat karena peranannya didalam perjuangan bersenjata melawan imperialisme Belanda dan Bahwa banyak komunis langsung memimpin pasukan-pasukan melawan Belanda. Tetapi mereka kurang memperhatikan situasi umum dalam negeri di mana revolusi sedang mengalami gelombang surut. Banyak golongan politik menyetujui KMB. Di pihak lain secara
212 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 261.
78
organisasi masih sangat lemah akibat teror putih peristiwa Madiun. Jumlah anggota partai sedikit dan organisasi partai banyak daerah sedang lumpuh. Ditambah lagi bahwa ada elemen-elemen dalam pimpinan partai menentang pelaksanaan resolusi Djalan Baru. Mengenai peleburan Partai Sosialis dan partai Buruh Indonesia menjadi satu Partai Marxist-Leninis yaitu PKI. Belum lagi kenyataan bahwa nebgenai soal-soal pokok revolusi Indonesia pun belum tercapai kesatuan pandangan di dalam partai. Oleh sebab itu jelaslah bahwa garis kawan-kawan tersebut adalah garis subjektif yang avoruris dan jika dilaksanakan akan mengisolasi partai“213
Dari pernyataan Aidit tersebut di atas jelas terlihat bahwa dalam pandangan
kelompok Bintang Merah Alimin dan kawan-kawan dianggap tidak mampu untuk
menjanlankan gerak PKI yang sesuai dengan kondisi politik Indonesia pada saat itu.
Akhirnya pada tanggal 7 Januari tahun 1951 kedudukan kontrol CC PKI diambil
alih oleh kelompok Bintang Merah yang terdiri dari Aidit sebagai Sekretaris Jendral,
lukman sebagai Deputi Pertama Sekretaris Jendral, Njoto sebagai Deputi kedua
Sekretaris Jendral CC dan Alimin dan Sudisman sebagai anggota istemewa CC
kedua tokoh tua ini nanti akhirnya digantikan oleh Sakirman.214
B. Strategi Pembangunan PKI Tahun 1951 sampai 1955
Setelah kelompok Bintang Merah berhasil menduduki jabatan CC PKI pada
tahun 1951 kelompok ini kemudian melakukan berbagai strategi langkah untuk
membangun PKI. Pembangunan PKI terbagi menjadi dua yaitu di pusat dan di
daerah. Yang dimaksud pusat adalah pembangunan partai secara organisasi dan
213 Imam Soejono. Op. Cit. Hlm: 261-262: 214 Peter Edman. 2005. Komunisme ala Aidit. Kisah Partai Komunis Indonesia di
Bawah Kepemimpinan D. N. Aidit 1950-1965. Center for Inormation Analysis. Hlm: 77.
79
struktur sedang di daerah pembangunan partai dengan cara mendisiplinkan anggota.
Proses pembangunan PKI di daerah dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya oleh
CC pusat. Dipercaya disini berarti adalah orang-orang yang sehati dan sepikiran
dengan CC. 215
PKI mengalami perubahan dari gerak partai yang semula bersifat partai eksklusif
menjadi partai yang bersifat partai massa. Hal tersebut sesuai dengan resolusi
mengenai perluasan keanggotaan partai pada tanggal 8 Maret 1952.216 Dengan
demikian terjadi perubahan dalam garis kebijakan PKI. Sesuai dengan pandangan
kelompok Bintang Merah, bahwa kondisi konsep negara liberal mau tidak mau
menuntut PKI untuk menjadi sebuah partai massa.
1. Perkembangan Pemikiran dalam tubuh PKI Tahun 1950 – 1955.
Dalam menjalankan kegiatan partai, pimpinan CC PKI yang mayoritas berasal
dari kelompok Bintang Merah juga mengikut sertakan Alimin untuk ikut duduk di
dalam CC PKI. Satu-satunya alasan mengapa Alimin berada dalam posisi tersebut
adalah karena tidak mungkin tidak apabila ingin membangun PKI tanpa mengikut
sertakan Alimin. Alasannya karena Alimin memiliki pengaruh yang cukup kuat
dikalangan anggota PKI dan massa rakyat sebagai pejuang revolusioner kawakan.217
215 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 262. 216 Boyd. R. Compton. Op. Cit. Hlm: 173. 217 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 261
80
Dalam operasional organisasi, PKI menggunakan seluruh unsur sebagai jalan
utama untuk mencari dukungan massa. Dalam pandangan PKI di Indonesia bukan
hanya kaum buruh saja yang merupakan unsur kekuatan utama kaum proletar. Akan
tetapi akan tetapi juga mengandung unsur-unsur lain seperti petani, pemuda, wanita.
Dalam pandangan Aidit, keempat kelompok masyarakat tersebut adalah unsur-unsur
utama dalam perjuangan negara.
Permasalahan utama yang menjadi pokok pembahasan PKI pada tahun 1950
adalah mengenai Land Refrom. Sejak terbentuknya CC baru Aidit dan para pemikir
dalam CC Permasalahan agrarian menjadi bahan pokok utama. Hal itu disebabkan
karena dalam pandangan Aidit dan anggota CC pusat Indonesia secara geografis dan
secara kultural adalah masyarakat agraris. Dalam buku yang di tulis oleh Aidit
yang berjudul; Indonesian Soceity and the Indonesian Revolution. Dalam analisa
Aidit dimulai dari pemahaman mengenai letak geografi Indonesia, konsep bangsa,
pemahaman mengenai perembangan struktur sosial masyarakanya dari zaman feodal
sampai kondisi sosial masyarakat pada tahun 1950-an.
Dalam pandangan Aidit, masyarakat Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu tuan
tanah dan bourgeois class yang diwakili oleh yang memerintah. Dalam buku tersebut
ia mengungkapkan pandangannuya sebagai berikut: 218
There’s is in Indonesia society today a landlord class and a bourgeois class: the upper strata of land lord and the upper strata of the bourgeois class are the classes that govern. The Governed are the proletarian class, the peasants; all these make
218 Dipa Nusantara Aidit. 1958. Indonesian society and the Indonesian Revolution.
Jakarta: Jajasan “Pembaruan”. Hlm: 56.
81
up by far the way out of the semi-colonial and semi-feudal condition in Indonesian by changing the balance of forces between the classes that that govern on the one hand and the classes that are governed on the other [Dalam masyarakat Indonesia saat itu, golong tuan tanah dan golongan bourgeois yiatu golongan, yaitu golongan papan atas dari pemilik tanah dan golongan atas dari kelas bourgeois adalah golongan yang memerintah (berkuasa). Golongan yang di perintah adalah kaum proletar, kaum petani; semua terbentuk sejak dari masa semi-kolonial dan semi-feodal di Indonesia dengan mengubah keseimbangan kekuatan antara golongan-golongan yang mengatur, disatu pihak dan yang diatur di pihak lain.]
Tuan tanah dalam pandangan Aidit dipandang sebagai kelompok yang menekan para
petani kecil baik itu secara kultural, politik dan ekonomi.dan serbagai kelompok
yang membatasai proses revolusi. Sementara itu kelas Bourgeois adalah pengabungan
dari kelompok kompador dan nasional bourgeois. Kelas ini yang memiliki potensi
besar untuk menjadi alat kelompok kapitalis di Indonesia.219
Pada tahun 1953 pada sidang CC keempat tahun 1953, PKI merumuskan bahwa
Indonesia memiliki tiga kekuatan kelas utama yaitu: Kelas “kompador“ dan feodal.
Kelas ini terdiri dari kelompok yang menolak PKI. Kelas ini memiliki tujuan untuk
membentuk Indonesia sebagai negara yang tunduk pada kepentingan imperialisme
asing dan membela kepentingan tuan tanah. Kedua adalah kelas proletar dan “rakyat
pekerja”. kelompok ini adalah kelompok yang merupakan potensi basis massa PKI
dan yang ketiga adalah kelompok “ kekuatan tengah”. Kelompok ketiga ini adalah
kelompok yang memiliki potensi sebagai pendukung partai apabila massa luas
mendukungnya. Bagi PKI, sebagian besar dari mereka adalah kelompok borjuasi
219 Dipa Nusantara Aidit. Op. Cit. Hlm: 57
82
220nasional. Kelompok ketiga ini kemudian akan memiliki hubungan erat dalam
pembahasan mengenai Front Nasional. Dalam pembangunan partai, PKI kemudian
secara organisasi melakukan proses pedisiplinan partai dengan melakukan gerakan
studi dan reorganisatoris partai yang dimulai sejak tahun 1951.
Kondisi tersebut dianggap sebagai sebuah permasalahan revolusi indonesia yang
sangat serius. PKI sendiri memiliki ide yang bertujuan untuk “menyelesaikan
revolusi nasional terlebih dahulu dan menganggap apabila revolusi pertama sudah
selesai maka Indonesia akan membawa Indoensia keproses pembebasan masyarakat
dari feodalisme. 221 Apabila Indonesia belum terbebas dari feodalis dan semi feodal
maka revolusi di Indonesia belum selesai.222
Dalam Artikel yang ditulis oleh Aidit ia mengungkapkan mengenai permasalahan
Agraria. Artikel itu berjudul “Revolusi Agraria adalah esensi dari revolusi
demokratik Indonesia“223 Dalam analisanya Aidit membagi masyarakat desa menjadi
dua tipe. Pertama adalah masyarakat reaksioner yang terdiri dari tuan tanah, lintah
darat, tengkulak, kapitalis birokrasi dan petani kaya. Kedua adalah masyarakat
revolusioner yang terdiri dari guru (intelektual desa), tukang pengrajin, pedagang
220 Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 40 221 Dipa Nusantara Aidit. Op. Cit. Hlm: 54 222 Dipa Nusantara Aidit. Log. Cit. 223 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 160.
83
kecil, buruh tani, pekerja hutan dan buruh industri Selain petani dan buruh, PKI juga
mulai melirik beberapa unsur masyarakat yaitu pemuda, wanita dan intelektual.224
1. Proses pendisiplinan dan gerakan studi PKI
Gerakan studi PKI dimulai sejak tahun 1951. Tujuan diadakannya gerakan studi
partai ini adalah untuk melakukan proses indoktrinasi kepada para calon kader
sehingga pada saat berada di dalam dinamika partai gerak partai tidak terjadi
penyimpangan pemikiran yang tidak sejalan dengan CC PKI.225 Gerakan studi
merukan sebuah proses indoktrinasi yang dipakai PKI untuk menyaring kader dan
anggota partai.
Dalam gerakan studi PKI seorang calon kader PKI harus mempelajari beberapa
buku wajib mengenai tulisan-tulisan komunis seperti: The National Question (Stalin),
Dialectical and Historical Materialism (Stalin), Communist Manifesto (Marx dan
Engels), Introduction to Maarxist political Economy,New Demicratic Dictaorship
(Mao Ze Dong), The Mass Line (Lio Shao-qi), Throught, Work, Criticism and Self-
Criticism (Kiang Ling), On theory Natural of the party, Djalan Rakjat (Aidit), Tugas
Front Serikat Buruh (Aidit), Djalan Baru (Musso), Anggaran Dasar Partai Komunis
Indonesia, Asal-usul dan perkembangan Partai Komunis Indonesia, Kebijaksanaan
Agraria Partai komunis Indonesia. Tujuan dari mempelajari buku-buku pokok
224 Arbi Sanit. Op. Cit. Hlm: 65 225 Arbi Sanit. Op. Cit. Hlm: 175.
84
tersebut adalah untuk membuat calon anggota memahami arah dan tujuan dari
PKI226.
Selain itu, pemikiran Tan Liang Djie mendapat tempat khusus dalam
pembahasan. Walau Tan Liang Djie telah dianggap meyimpang oleh partai akan
tetapi Aidit berpendapat bahwa mempelajari sebuah penyimpangan pemikiran akan
menjadikan sebuah pembelajaran bagi para calon kader baru untuk patuh pada partai.
Hal itu tertulis Dalam tulisannya mengenai pemikiran Tan Liang Djie dalam jurnal
Bintang Merah berjudul “Tan Liang Dji-isme”. Tan Liang Djie-isme yang dimaksud
adalah soal pembentukan sebuah “partai kelas buruh” yang berada di luar PKI.
Pemikiran ini mendapat reaksi yang besar dari CC PKI Aidit karena di anggap telah
menyalahi aturan garis komitern internasional organisasi komunis dan Djalan Baru.
Di dalam garis komunis, kelas buruh harus dipimpin oleh satu partai yaitu Partai
Komunis.227 Hal ini dipertegas dengan perinsip-perinsip umum partai yang terdapat
panduan Struktur organsasi Partai Komunis dan cara kerja konggeres ketiga
commitern pada bulan Juli-Agustus 1921. Dalam struktur tersebut dituliskan bahwa
partai komunis harus menjadi pelopor (vaguard) dan menjadi bagian yang paling
maju dari kaum proletar.228
226 Arbi Sanit. Op. Cit. Hlm: 176 227 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 269.
228 http://www24.brinkster.com/indomarxist. Struktur Organisasi Partai Komunis, Metode dan Cara Kerjanya ( The Organizational Structure of the Communist Parties, The Methods and Content of Their Work ). Dokumen Kongres III KOMINTERN di Moscow, Juli-Agustus 1921.
85
Untuk membangun partainya, Aidit juga melakukan proses pendisiplinan partai
yang cukup radikal secara organisasi. Ia melakukan reorganisasi total di setiap tingkat
kecuali dalam tubuh CC Politbiro PKI. Sebagian besar orang-orang yang memiliki
posisi jabatan penting di luar Politbiro CC PKI diturunkan pangkat dalam partai
menjadi calon kader.229 Hal ini dilakukan dengan tujuan agar PKI tumbuh menjadi
sebuah partai massa yang memiliki kualitas dari para kadernya.
Dalam hal penerimaan anggota baru PKI melaksanakan proses penyeleksian
yang cukup ketat pada beberapa level partai. Seorang calon kader PKI harus
mendapatkan rekomendasi dari seorang PKI yang dapat dipercaya. Selain itu
seorang calon kader PKI harus menjawab pertanyaan yang sifatnya pribadi baik
mengenai informasi keluarga sampai aktivitas apa saja yang pernah dilakukan di luar
partai. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kader-kader yang memiliki kualifikasi
serta kesadaran motivasi tujuan partai.230
Sejak awal pembangunan PKI tahun 1950 mulai terjadi sebuah pola terjadi
proses pemberhentian kekritisan partai. Hal ini yang difokuskan dalam pemikiran Tan
Liang Djie. Ia melihat bahwa demokrasi dalam partai semakin sempit dan CC PKI
berubah menjadi sebuah bentuk kediktatoran baru.231 Salah satu contoh yang paling
jelas adalah peristiwa di Jawa timur pada tahun 1951. Di sana muncul sebuah selogan
229 Boyd R. Compton. Log. Cit 230 Imam soedjono. Op. Cit. Hlm: 283. 231 Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 174.
86
di kalangan anggota PKI “Ojo wani-wani ambek CC (maksudnya CC-Aidit, disumpet
pandasan mu”. (“Jangan coba-coba berani pada CC-Aidit. Di sumpet
Pandasanmu).232 Arah gerak PKI menuju sebuah konsep partai komunis yang
ditaktor proletariant
2. Pembentukan Front Persatuan Nasional.
Front Persatuan Nasional (FPN) dalam garis kebijakan partai mulai jelas
semenjak tahun 1954. Aidit mengemukakan tiga butir pokok mengenai FPN dalam
kongres nasional V PKI pada tahun 1954. Pertama mengenai konsep dasar revolusi
Indonesia. kedua dasar-dasar untuk menggalang FPN pekerjaan partai dan ketiga dan
usaha pembangunan partai. FPN adalah sebuah konsep yang berdasarkan aliansi
buruh dan tani di bawah kelas buruh. Dalam Front ini garis kebijakan PKI memiliki
seluruh penilaiaan atas semua kekuatan kelas di suatu Negara. Pada tingkat tertentu
borjuasi pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai sebuah kekuatan potensial yang
revolusioner untuk melawan imperialisme.233
Kerja sama antara PKI dan kelompok borjuasi nasional muncul pada tahun 1950
yaitu melalui prinsip “berserikat dan berjuang”. Selain karena itu langkah ini diambil
karena PKI melihat kelompok borjuasi Nasional ini tidak melakukan hal-hal yang
tidak merugikan rakyat dan politik partai. PKI sejak tahun 1950 dalam FPN mulai
232 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 265. 233 Pusat Sejarah ABRI. 1996. Bahaya Latent Komunis. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI.
Hlm: 40
87
tergantung pada kelompok borjuasi ini terutama dalam Parlemen terutama untuk
menghadapi Masjumi 234
Perwujudan Front Persatuan Nasional paling menonjol dalam parlemen adalah
aliansi antara PKI dengan PNI pada tahun 1953. Setelah kabinet Wilopo turun pada
tahun 1953, kerja sama PKI dan PNI semakin erat dalam Parlemen. Kedekatan antara
PKI dan PNI karena dua alasan pertama konflik antara PNI dan Masjumi mengenai
isu-isu sekularisme negara dari Masjumi. PNI menuduh Masjumi memiliki tujuan
untuk membentuk Indonesia sebagai negara agama. Semetara itu PKI sendiri sejak
masa revolusi tidak memiliki hubungan baik dengan Masjumi, Sehingga melihat
situasi pertentangan dua partai yang memiliki status quo dalam Parlemen, ia segera
mengambil kesempatan memihak PNI dalam menghadapi Masjumi.235
Selain melakukan aliansi dengan PNI yang memilik status quo dalam parlemen,
PKI juga melakukan aliansi dengan organisasi massa non-partai yang memiliki
potensi sebagai pendukung. Organisasi-organisasi massa yang beraliansi dengan PKI
merupakan ujung tombak PKI dalam menjalankan program-programnya ke
masyarakat.
234 Imam Soedjono. Op. Cit. Hlm: 277 235 Herbert Feith. 1999. Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia. Hlm: 16.
88
BAB V
HUBUNGAN PKI DENGAN ORGANISASI-ORGANISASI DI LUAR PARTAI
TAHUN 1950 SAMPAI 1955
Dalam perkembangan Partai Komunis Indonesia tahun 1950, PKI mulai
melebarkan pengaruh partainya ke dalam organisasi-organisi di luar struktur
organisasi. Hal itu merupakan perwujudan dari diberlakukannya Front Nasional.
Strategi Front Nasional ini semakin kuat dengan kebijakan PKI yang membentuknya
sebagai partai massa di bawah kepemimpinan Aidit. Sebagai seorang pemimpin
partai komunis Indonesia, ia merupakan salah satu politisi partai komunis yang cukup
handal. Kepiawaiannya untuk mengatur strategi dalam bekerja dengan organisasi-
organisasi lain diluar komunis telah membawa PKI dapat menarik simpati rakyat
lebih besar.
Pada tahun 1950 pada masa demokrasi liberal, perkembangan organisasi-
organisasi massa cukup besar. Aidit melihat bahwa di Indonesia mulai muncul
banyak kelas baru setelah masa revolusi. Kesadaran kelas tidak harus hanya ada di
tingkat buruh saja akan tetapi ia melihat bahwa perempuan, pemuda dan kelompok
intelektual yang mulai tumbuh dapat dimanfaatkan untuk memperkuat pengaruh
Partai Komunis Indonesia. Hal ini yang kemudian membuat Aidit dan partainya
untuk mendekati beberapa organisasi massa seperti SOBSI, BTI, Gerwani, LEKRA
dan Pemuda Rakjat untuk berkerja sama dengan PKI.
89
A. Organisasi-organisasi Massa yang Berafiliasi dengan PKI.
1. Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI).
SOBSImerupakan organisasi buruh terbesar di Indonesia pada dasa warsa tahun
1950-an. Tujuan pembentukan SOBSI adalah sebagai organisasi yang bertugas
mengorganisir para buruh di Indonesia. Organisasi ini dibentuk pada bulan November
tahun 1946 di Madiun. Organisasi ini menjadi salah satu alat perjuangan kelas
revolusioner gerakan kiri dan PKI sejak tahun 1945. Semenjak dibentuk pada tahun
1946, SOBSI sangat dekat dengan PKI. Alasan organisasi ini kedekatan tersebut ada
dua faktor utama. Pertama adalah pembentukan “Marx’s House” oleh PKI di Madiun
pada tahun 1948 dan kedekatan ideologi dalam teori perjuangan kelas antara PKI dan
SOBSI. Kedua adalah hampir sebagian besar para pemimpin tinggi SOBSI pada era
tahun 1948 dan tahun 1950an memiliki keanggotaan rangkap sebagai orang-orang
dari partai komunis. Mereka seperti Harjono, Njono dan Oey Gee Hwat yang juga
adalah tokoh-tokoh penting dalam tubuh PKI236
236 Arnold C. Bracman. 1963. Indonesia Communism a History. New York: Frederic A.
Praeger, Publisher. Hlm: 57
90
Dalam tubuh SOBSI terdiri dari beberapa unsur organisasi buruh yang menjadi
batu penyangganya antara lain adalah Sarikat Buruh Kereta Api (SARBUPRI) dan
perusahaan pertanian119 Sebelum peristiwa Madiun 1948, SOBSI memiliki dua tipe
keanggotaan yaitu, anggota non komunis dan anggota yang komunis. Akan tetapi
setelah peristiwa Madiun 1948 banyak dari anggota-anggota SOBSI yang non
komunis melepaskan diri dari SOBSI. Kedekatan SOBSI dengan PKI telah
menyebabkan anggota SOBSI dianggap terlibat peristiwa tersebut. Dalam peristiwa
tersebut Harjono dan Maruto Darusman ikut ditembak mati. Mereka dituduh telah
mendukung gerakan Sayap Kiri di Madiun. Hal tersebut kemudian menyebabkan
SOBSI ikut menjadi organisasi terlarang bersama PKI. Akan tetapi organisasi ini
muncul kembali pada tahun 1949. Pemimpin SOBSI pada tahun 1949 adalah
Asrarudin, yang merupakan seorang kader komunis120 Akan tetapi pada tahun 1950
kepemimpinan SOBSI digantikan oleh Njono. Ia telah mendapatkan pendidikan
organisasi dan pergerakan buruh di Cina. Hal ini diungkapkan Hindley sebagai
berikut: 121
“On January 5, 1950, a nine-man SOBSI delegation, headed Njono left
for China to study the workers’ struggel there. It was not until November 19 that four of the delegates, including Njono retrun”
119 M.C. Riclef. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press. Hlm: 361. 120 Donald Hindley. 1964. The Communist Party of Indonesia 1951-1963. Berkeley and
Los Angles: University Of California Press. Hlm: 132 121 Donald Hindley. Ibid
91
[“ pada tanggal 5 Januari 1950.sembilan orang anggota SOBSI yang dipimpin oleh Njono pergi ke Cina untuk mempelajari gerakan perjuangan kaum pekerja. Pada tanggal 19 November dimana empat delegasi itu kembali ke tanah air”]
Laporan tersebut membuktikan bahwa secara langsung maupun tidak langsung
SOBSI telah memiliki hubungan yang semakin dekat dengan PKI pada tahun 1950.
Selain itu juga tindakan Aidit yang melakukan pendisiplinan SOBSI setelah Razia
Agustus 1951 merupakan salah satu pengaruh yang begitu jelas akan ordonasi PKI
dalam SOBSI.
Arbi Sanit dalam analisanya mengungkapkan bahwa meski SOBSI bukan
merupakan bagian dari PKI secara organisasi, akan tetapi mau tidak mau SOBSI
telah menjadi salah satu organisasi masa yang berafiliasi terhadap PKI.122 Sebagian
besar dari para pemimpin SOBSI adalah pejabat eselon dua PKI. Seperti yang dikutip
dari Donlad Hindley dari pendapat Compton sebagai berikut:
“By November 1954, in the jugdmen of Boyd Compton, “SOBSI’s leadership is Communist, it’s second echelon leaders are communist or communist dominated, and its rank and file are generally communist directed”123
[“Per November 1954, menurut Boyd R Compton “ pemimpim SOBSI
adalah komuni, para pemimpin eselon kedua juga komunis atau dikuasai oleh komunis. Aturan-aturannya partai juga di buat sesuai dengan garis komunis”]
122 Arbi sanit. 2000. Badai Revolusi. Hlm: 76. 123 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 133
92
Perkembangan SOBSI cukup pesat. Donald Hindley mencatat bahwa pada tahun 1950
sampai tahun 1955, SOBSI telah mengklaim dirinya memiliki 2.5 juta anggota yang
berasal dari 25 organisasi buruh lokal. Setelah kongres kedua SOBSI pada bulan
Januari 1955 menjadi 2,661,970 dan memilik 128 kantor cabang di Indonesia.124
Perkembangan SOBSI sempat berkurang pada tahun 1951 akibat dari Razia Agustus
yang dilakukan oleh Pemerintahan Sukiman. Kekuatan SOBSI yang terletak pada
organisasi-organisasi buruh. SOBSI pusat dipimpin oleh kantor pusat SOBSI. Kantor
pusat SOBSI memiliki dua tugas yaitu koordinasi dan mengatur kesatuan anggota di
tingkat daerah. Yang kedua adalah pengawasan kantor-kantor cabang.125
Hampir seluruh kebijakan SOBSI merupakan sebagian besar bagian dari tujuan
dan kebijakan PKI dalam bidang perburuhan. SOBSI secara sejarah merupakan
bagian dari PKI yang berada di bawah kontrol partai.126 Hal tersebut dapat dilihat dari
artikel yang yang berisi garis kebijakan baru mengenai industri nasional. PKI
mengemukakan pandangannya mengenai buruh yang harus memiliki peka terhadap
permasalahan industri nasional.127
SOBSI memiliki empat keunikan yang menyebabkan sebagian besar pekerja
tertarik masuk ke dalam organisasi. Pertama, SOBSI mengurusi permasalahan
pekerja seperti keuangan, permasalahan buruh dan memiliki kekuatan untuk
124 Donald Hindley. Op. Cit. hlm: 135 125 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 136. 126 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 137. 127 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 144.
93
mendukung gerakan pekerja. Kedua, kesalahan pemerintah yang tidak memperhatikan
kekuatan potensial buruh. Ketiga, resolusi CC PKI tanggal 1 Maret 1952 yang
menolak aksi radikal. Keempat SOBSI memperbaharui dirinya dari organisasi radikal
menjadi organisasi yang bersifat lunak seiring dengan perkembangan arah kebijakan
PKI.128
2. Barisan Tani Indonesia BTI.
BTI adalah sebuah organsasi yang bertujuan untuk mengorganisir para petani
untuk kepentingan petani itu sendiri. Pada tahun 1951 BTI dibentuk dari beberapa
unsur organisasi petani yaitu Rukun Tani Indonesia (RTI), Sarekat Tani Indonesia
(SAKTI). Pembentukan organsasi tersebut berasal dari kesadaran bahwa petani
merupakan basis massa terbesar yang ada di desa-desa. PKI menyadari bahwa
pertanian merupakan sebuah unsur penting di Indonesia sebagai sebuah negara
agraris.129
Ketertarikan PKI pada petani sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1948 dimana
hal tersebut terlihat dalam uraian resolusi yang dikeluarkan oleh Musso menyatakan
sebagai berikut:
…bagi kaum tani: hapusnja sisa-sisa peraturan zaman feodal dan peraturan-peraturan imperialis dilapangan pertanian, jang bagi rakjat tani merupakan rintangan hebat untuk medapat perbaikan nasib. Adapun politik PKI untuk seluruh kaum tani di Indonesia ialah: “tanah untuk kaum
128 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 146. 129 Arbi Sanit. 2000. Op. Cit. Hlm: 65 juga lihat. Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 165.
94
tani” Djadi tiap orang tani harus diberi tanah, supaja ia merasakan benar-benar buah revolusi…130
Selain itu juga Politbiro juga mengeluarkan pernyataan bahwa tanpa dukungan aktif
petani, revolusi nasional tidak akan tercapai. Dalam Resolusi Djalan Baru petani
merupakan unsur penting yang harus diperjuangakan hak-haknya. Tanpa ada revolusi
dalam bidang pertanian, revolusi Indonesia tidak akan selesai secara utuh.
BTI aktif dalam wilayah permasalahan petani yang mendapat eksploitasi terutama
di dalam permasalah tanah sebagai isu utama. Hal terlihat dari slogan-slogan yang di
keluarkan PKI yang berisi “Tanah untuk petani”, Pembagian tanah untuk petani” dan
“kepemilikan tanah untuk petani”.131 Dalam buletin milik BTI yang diberi nama
Suara Tani dibahas mengenai permasalah agrarian di Indonesia dan berisi tulisan-
tulisan para pakar pertanian dari PKI.132 Dalam analisa Aidit mengenai permasalahan
di pedesaan dan petani adalah karena terdapat tujuh setan desa yang dikategorikan
sebagai berikut, tuan tanah, penguasa jahat, tengkulak, tabir, bandit, taking ijon dan
lintah darat. Mereka adalah kelompok yang menyusahkan para petani.
Pada tahun 1953 Aidit menulis sebuah artikel yang berisi mengenai revolusi
agrarian dengan judul “ Revolusi Agraria merupakan esensi dari revolusi Indonesia”
130 http://www.angelfire.com/ut/pki/djalanbaruuntukrepub.html. Musso. 1948. Djalan
Baru Untuk Republik Indonesia. 131 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 161 132 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 160
95
Dalam analisa Donald Hindley mengenai tulisan Aidit tersebut Hindley mengatakan
sebagai berikut:
…there for it was vital for the party to win all allegiance of the peasant. He admitted that the peasant mass was different to and not rarely suspicious of the party, and blame this on several factors. First there is not yet a single party who thoroughly understand, and very few who know about agrarian relation….., second, the communist-led peasant organization had raised the slogan “ the right of the state over all land” and “nationalization off all land”….third, the party did not yet have a ” correct and revolutionary” agrarian program to attract the peasant…133 oleh karena itu, sangat penting bagi partai untuk mendapat dukungan dari petani. Ia mengakui bahwa masa petani adalah berbeda dan tidak jarang mereka curiga dengan partai dan menyalahkan hal tersebut kerena beberapa faktor. Pertama belum ada satu partai tunggal yang benar-benar memahami dan hanya sedikit saja yang mengetahui tentang hubungan agrarian… kedua organisasi petani yang dipimpin oleh komunis telah melahirkan semboyan “hak pemerintah/Negara atas semua tanah (tanah untuk negara) dan nasionalisasi atas seluruh tanah” (nasionalisasi tanah) … Ketiga, partai tersebut belum mempunyai program agraria yang “tepat dan revolusioner” untuk menarik minat para petani”]
3. Gerakan Wanita Indonesia (GERWANI).
Dalam sejarah pergerakan wanita Indonesia, Gerwani merupakan sebuah
organsasi perempuan terbesar pertama di Indonesia. Gerwani merupakan fusi dari
Gerakan Wanita Indonesia Sedar (Gerwis) yang muncul pada tahun 1950. Sedang
Gerwis sendiri merupakan fusi dari enam organisasi perempuan yang ada di
Indonesia. Enam organisasi yang menggabungkan diri dalam Gerwis adalah: Rukun
Putri Indonesia (Rupindo) dari Semarang, Persatuan wanita Sedar dari Surabaya, Istri
133 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 161
96
sedar dari Bandung, Gerakan Wanita Indonesia (Gerwindo) dari kediri, Wanita
Madura dari Madura dan perjuangan Putri Republik Indonesia dari Pasuruhan. Pada
tahun 1952 Gerwis mendapat dua tambahan anggota Isteri Buruh Kereta Api dan
Persatuan Wanita dari Manado. 134
Perubahan dari Gerwis menjadi Gerwani mengalami proses yang sangat
panjang. Perubahan organisasi ini harus melalui dua kali kongres nasional. Pada
kongres nasional Gerwis kedua pada tahun 1954 terjadi perubahan nama organisasi
Gerwis diubah menjadi Gerwani. Gerwani diketuai oleh Umi Sarjono. Dalam kongres
kedua tersebut Gerwani menegaskan akan tujuan dan tugas yang terangkum dalam
sebuah dokumen. Dokumen tersebut berisi tentang faktor-faktor yang menjadi
permasalahan perempuan dimana terdapat unsur penolakan KMB yang juga dianggap
mempertahankan kekuasaan kolonial atas pabrik-pabrik, lembaga-lembaga keuangan
dan perdagangan.135 Dalam dokumen tersebut ada tiga butir pokok, pertama Gerwani
bebas dari pengaruh partai politik manapun, kedua mengenai sifat keanggotaan
gerwani yang bebas dan ketiga, perijinan mengenai sifat keanggotaan rangkap.136
Dari ketiga butir pokok ini dapat dilihat bahwa pada awalnya Gerwani
merupakan organisasi perempuan yang independen. Tujuan pembentukan Gerwani
pada awalnya adalah untuk memberikan pendidikan politik terhadap perempuan di
134 Saskia Eleonora Weiringa. 1999. Penghancuran gerakan perempuan di Indonesia.
Jakarta: Kalyanamitra. Hlm: 283.
135 Saskia Eleonora Weiringa. Op. Cit. Hlm: 302. 136 Saskia Eleonora Weiringa. Op. Cit. Hlm: 303.
97
Indonesia dan lebih pada kegiatan praktis dilingkup perempuan kelas bawah. Hal itu
seperti melakukan kursus menjahit dan memasak dan kegiatan penyadaran
perempuan akan kesetaraan. Dalam hal ini Gerwani bermain secara populis dengan
memakai semboyan sosialis secara leluasa.
Aliansi Gerwani dengan PKI dimulai sejak tahun 1953 pada saat PKI mulai
melihat bahwa perempuan dapat dipakai sebagai unsur pendukung partai. Dalam hal
ini Aidit melihat bahwa Gerwani dan perempuan merupakan aset penting dalam
pembangunan bangsa dan untuk PKI sendiri. Ia mengatakan sebagai berikut:
“...partai dan khususnya wanita komunis memberikan sumbangan yang lebih efektif guna memecahkan berbagai masalah politik tanah air kita secara menyeluruh.” 137
Pada tanggal 7 Maret 1953 PKI menyatakan secara jelas mengenai perhatiaannya
kepada perempuan Indonesia dengan tiga butir pokok. Pertama apabila perempuan di
negeri-negeri sosialis sudah mendapatkan hak-hak yang sama, maka di negara
kapitalis perempuan masih ditindas. Kedua, perempuan memiliki hidup yang muram
di negeri yang masyarakatnya masih hidup dengan sistem feodalisme seperti
Indonesia. Ketiga, tidak ada gerakan yang besar yang akan berhasil mengakhiri
penindasan tanpa partisipasi dari perempuan.138 Gerwani semakin identik dengan
137 Saskia Eleonora Weiringa. Op. Cit. Hlm: 353. 138 Saskia Eleonora Weiringa. Op. Cit. Hlm: 350
98
ormas PKI setelah terjadi polarisasi tajam antara PKI dan kekuatan kanan (non
komunis) setelah tahun 1962.
4. Lembaga kebudayaan rakyat (LEKRA).
LEKRA didirikan pada tanggal 17 Agustus 1950 oleh Nyoto di bawah PKI.
Alasan pembentukan LEKRA ini adalah PKI menganggap bahwa intelektual dan
pelajar tidak memiliki kelas dalam masyarakat. Akan tetapi kelompok ini dianggap
penting sebagai bagian dari masyarakat yang menentukan kondisi politik di sebuah
negara. Seperti yang Hindley kutip dari pernyataan Aidit:
“…Intellectual and the student youth are not class in society but their class position is determined but family origin, by their conditions of living and by their political outlook”139
[“…Intelektual dan pelajar bukan merupakan kelas dalam masyarakat
akan tetapi posisi mereka berada ditengah-tengah lingkup keluarga yang dibentuk oleh kondisi lingkungan dan oleh keadaan politik”]
Setelah kemerdekaan Indonesia dan setelah munculnya universitas dan mulai banyak
bermunculan intelektual-intelektual baru. PKI menyadari munculnya intelektual baru
tersebut dapat menjadi potensi besar dalam pendukung perkembangan partai. Untuk
mengorganisir kelompok tersebut maka LEKRA didirikan.
139 Donald Hindley. Op. Cit Hlm: 184
99
LEKRA adalah organisasi massa yang didirikan yang bertujuan untuk
mengakomodasi dala hal kebudayaan, baik dalam hal karya sastra, film, filsafat dan
olahraga. Fungsi LEKRA adalah menjadi sebuah organisasi kultural yang
menyediakan ruang bagi anggotanya untuk mengembangkan kesenian tradisional.
Sekitar tahun 1960, perkembangan LEKRA begitu pesat. Organisasi ini telah
memiliki 200 kantor cabang di seluruh Indonesia. Jumlah kantor cabang yang
terbesar adalah di Yogjakarta, Surakarta, dan Jakarta.140
Organisasi ini mendukung penuh perkembangan kebudayaan daerah dan
memberikan fasilitas untuk melakukan pameran seperti karya seni baik itu seni tari
dan lukis. Tujuan LEKRA adalah untuk membangun kepekaan anggotanya agar
mampu menggambarkan dan menimbulkan kepekaan atas penderiataan dari sub
ordinasi kapital dan liberalisme yang terdapat dalam masyarakat.
Dalam organanisasi ini, karya yang paling jelas terlihat adalah dalam bidang
sastra. Para sastrawan yang berada dalam tubuh organisasi ini tidak jarang memiliki
tulisan yang cukup tajam dan mengkritik. Hampir seluruh karya seni baik itu yang
berupa patung, lukisan, poster dan sastra para seniman LEKRA mencerminkan
kondisi keadaan sosial menurut prespektif soasialis dan komunis.
Di Yogyakarta, LEKRA bekerja sama dengan kelompok pelukis muda yang
membentuk organisasi pelukis serta mengadakan pameran-pameran lukisan. Dalam
bidang keseniaan wayang, organisasi ini berhasil membentuk sebuah organisasi
dalang di Jawa barat dan di Jawa tengah. Sedang di Jawa timur LEKRA mendukung
140 Donald Hindley. Ibid.
100
perkembangan kesenian Ludruk dan membentuk BAKOKSI yang merupakan sebuah
organisasi yang menjadi bagian terpisah dari organisasi kethoprak artis.141
Para seniman LEKRA diwajibkan membuat karya seni baik itu berupa
sepanduk, poster, lukisan, karya sastra, yang kemudian akan mendukung setiap gerak
PKI. Kebudayaan merupakan jalur yang paling mudah untuk membentuk suatu basis
masa dan salah satu pendukung dalam perekrutan masa dalam pemilihan umum.
Keistemewaan LEKRA adalah mampu mengorganisasi seniman dan budayawan.
Selain itu, LEKRA memiliki tujuan untuk melakukan counter dalam bidang
kebudayaan. Organisasi ini mengkampanyekan selogan anti kebudayaan barat seperti
rock and rol, filem, tarian barat dan hula hoop.142
Kebudayaan barat oleh orang-orang komunis dianggap sebagai kebudayaan
kapitalis yang memiliki sifat individu dan tidak sesuai dengan cita-cita tujuan
penciptaan masyarakat komunis. Individualime ini terlihat dari anggapan bahwa
kebudayaan kapitalis adalah sebuah contoh eksploitasi manusia atas manusia lain.
Pada masa kampanye LEKRA digunakan oleh PKI sebagai alat agitasi dan
propaganda. PKI menyadari bahwa melalui bidang kebudayaan akan lebih mudah
mendekati para petani dan masyarakat yang ada di lapangan.
141 Donald Hindley. Ibid. 142 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 186
101
5. Pemuda Rakjat (PR).
PR dibentuk pada tahun 1950 oleh PKI. PR adalah pengembangan dari
Persindo yang berdiri tahun 1945. PR terbagi menjadi dua massa organsiasi yaitu
Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) dan Central Gerakan Mahasiswa Indonesia
(CGMI). Pada awal pembentukannya PR dipimpin oleh Wikana. Pada tahun 1950
organisasi ini bergabung dengan WFDY. Pemuda Rakyat secara organisasi berada
langsung di bawah PKI.
Pada kongres PR keempat bulan November 1952 yang dihadiri 300 anggota
yang berasal dari 118 kantor cabang dengan jumlah anggota 46,598. Pada tahun 1954
PR menyatakan bahwa ia telah memiliki 218 kantor cabang di seluruh Indonesia dan
memiliki 202, 605 anggota. Di pulau Jawa, PR memiliki 180 kantor cabang dengan
jumlah 166, 631 anggota. Di Sumatra PR menyatakan telah memiliki 81 kantor
cabang dengan jumlah anggota 29, 974 anggota. 143
Perkembangan organisasi PR ini dari semakin lama mengalami penambahan
yang sangat signifikan. Pada tahun 1958 dalam kongresnya memiliki empat rencana
pokok pengembangan organisasi. Pertama pengurangan anggota hingga satu juta.
Kedua adalah mengembangkan organisasi di luar pulau Jawa dan ketiga adalah
memantapkan pengkaderan dan keempat adalah membimbing di area luar pulau
Jawa.144
143 Donald Hindley.Op. Cit. Hlm: 189. 144 Donald Hindley. Op. Cit. hal: 190.
102
Dalam kampaye Pemilihan Umum, PR mendukung kegiatan PKI. Aktivitas
mereka memiliki semboyan “Untuk kemenangan Front kesatuan nasional untuk
pemilu pertama.”145 Pemuda Rakjat melakukan kampanye yang berupa konvoi
keliling untuk menarik massa dengan membawa tribut partai. Pada Pemilu 1955
Sekretaris Jendral PR, Soekatno berhasil menarik para pemuda masuk. Ia mengatur
strategi dengan masuk ke sekolah, pabrik-pabrik, kantor-kantor, kampung-kampung,
desa dan perumahan.146
B. Hubungan Politik PKI Dengan Masjumi.
1. Hubungan PKI dan Masjumi Dalam Tantangan Menjawab Demokrasi.
Posisi PKI pada tahun 1950 belum memiliki posisi politik yang kuat. Meski
kepercayaan publik belum begitu besar tehadap PKI karena melihat dampak peristiwa
Madiun 1948. Akan tetapi pada tahun 1950, PKI adalah sebuah potensi kekuatan
politik yang cukup kuat. Lawan politik PKI pada awal tahun 1950 sampai pemilu
adalah Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masjumi). Masjumi merupakan sebuah
orgnisasi politik Islam terbesar pada masa pemerintah demokrasi liberal.
Selama proses pembangunan partai, PKI tetap mempertahankan sebagai partai
radikal dan revolusioner walaupun sudah menerapkan strategi kanan. Dalam bukunya
Compton menegaskan bahwa pada masa Indonesia berada di bawah pemerintahan
145 Donald Hindley. Ibid. 146 Donald Hindley. Op. Cit. Hlm: 192.
103
demokrasi liberal dengan kondisi politik yang tidak stabil tersebut potensi konflik
terbuka yang paling besar adalah antara PKI adalah dengan Masjumi. Sedang lawan
politik yang lain adalah Angkatan Darat (AD). Akan tetapi AD pada tahun 1950
tidak menjadi sebuah lawan politik yang berat sebab dengan UUDS yang ditetapkan
pada tahun 1950, gerak tentara dalam bidang politik sangat dibatasi.
PKI memiliki dua alasan mengapa Masjumi menjadi lawan politik yang utama.
Pertama, Masjumi dipandang sebagai partai yang menyokong borjuasi nasional dan
internasional. Seperti yang Hebert Feith tulis mengenai bagaimana Masjumi
mendukung sistem itu:
“... Masjumi supporters were priment in most of older sectors of capitalis enterprise where Indonesians had been abel to hold their own againts Chinese, especialy in such fields as the production and trading batik colth and clove cigarettes.” 147
[Para pendukung Masjumi terkenal dalam banyak sektor lama dari
perusahaan kapitalis dimana orang-orang Indonesia telah mampu menghadapi Cina khususnya dalam bidang-bidang seperti produksi dan pedagangan kain batik dan rokok kretek.]
Kedua, Masjumi dipandang sebagai partai feodal dimana hampir seluruh pemilik
tanah dan pemuka agama yang dianggap sebagai kaum borjuasi berada dalam
Masjumi. Karena itu PKI menganggap bahwa kepentingan-kepentingan kaum
proletar tidak dapat masuk dan sejalan. Selain itu juga Masjumi merupakan partai
147 Hebert Feith. 1962. The Decline of costitutional democracy in Indonesia. Ithaca,
New York: Cornell Univesity press. Hlm : 138.
104
yang menaruh garis konservatif tentang semua masalah luar dan dalam negeri.
Masjumi mendukung politik luar negeri.
Masjumi memiliki kecenderuangan sebagai partai yang mendukung politik luar
negeri netral akan tetapi disisi lain Masjumi sangat mendukung penanaman modal
asing khususnya Amerika di Indonesia. Hal tersebut membuat PKI menganggap
bahwa Masjumi adalah partai borjuis yang tidak mendukung cita-cita revolusioner.148
Peristiwa tersebut diawali dari kejatuhan kabinet Natsir pada tanggal 21 Maret
1951 akibat dari mosi Hadikusumo (PNI) pada tanggal 21 januari 1950 mengenai
peraturan pemerintah no. 39/1950 mengenai pembekuan DPRD di Indonesia. Untuk
menggantikan kabinet Natsir, Sukarno segera menujuk Sukiman dari Masjumi untuk
membentuk kabinet baru pada tanggal 26 April 1951. Alasan penunjukan Sukiman
sebagai Perdana Menteri berdasarkan pertimbangan mengenai kekuatan dan
kedudukan Masjumi dalam Parlemen. Pada tahun 1951 Masjumi menduduki
peringkat kedua secara representatif dalam Parlemen setelah PNI.149 PKI menyikapi
pemerintahan baru ini dengan segera melakukan posisi tawar dengan mengajukan
syarat untuk menghentikanm sikap oposisinya. PKI menawarkan syarat bahwa
pemerintah benar-benar menjalankan poltik bebasnya.150 Akan tetapi hal itu tidak
148 Boyd B. Compton. 1993. 1993. Kemelut Demokrasi Liberal. Surat-surat rahasia
Boyd R. Compton. Jakarta. Hlm: 207. 149 Drs.G.Moedjanto, M.A. 2001. Indonesia abad ke 20. dari perang kemerdekaan
pertama sampai PELITA III. Yogyakarta: Penerbit kanisius. Hlm: 84. 150 Samsuri. 2004. Politik Islam anti komunis. Pergumulan masjyumi dan PKI di Arena
Demokrasi Liberal. Yogyakarta:Safiria Insania Press. Hlm: 46.
105
mendapat tanggapan dari kabinet yang pada saat itu dipimpin oleh Perdana Menteri
Sukiman dari Masjumi.
Pada tahun 1951 Sukiman menandatangani perjanjian San Fransisco tentang
perjanjian damai dengan Jepang. Isi perjanjian yang kedua adalah mengenai
perjanjian dengan Amerika Serikat yang berisi bantuan Amerika Serikat melalui
Mutual Security Act (MSA). Isi dari kedua perjanjian tersebut dipandang PKI telah
menyalahi politik bebas aktif Indonesia.151 Tindakan yang dilakukan oleh Sukiman
tersebut itu menimbulkan rasa tidak senangan dari partai politik lain terutama PKI
kepada pihak Masjumi.
Antara bulan Juni sampai bulan Agustus 1951, di Indonesia terjadi krisis
politik yang berupa pemogokan buruh besar-besaran secara nasional. Tujuan dari
pemogokan ini adalah menentang peraturan militer anti mogok yang diterapkan
pemerintahan Natsir pada tanggal 13 Januari 1951. Selain itu pemogokan yang terjadi
juga menuntut bonus lebaran. Situasi tersebut tersebut dimanfaatkan PKI untuk
menggoyahkan kabinet Sukiman dengan mendukung pemogokan-pemogokan buruh
tersebut. Tahun 1951 sebagian besar organisasi pekerja sudah berada di bawah
serikat buruh milik PKI.152 Campton dalam tulisannya mengatakan bahwa
keterlibatan SOBSI dalam pemogokan tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar
di kalangan buruh pelabuhan dan jalan raya.
151 Deliar Noer. 2000. Partai Islam di pentas nasional.Kisah dan analisis
perkembangan politik Indonesia 1945-1965. Bandung: Mizan. Hlm: 233-234. 152 Herbet Feith. 1962. Op. Cit. Hlm: 187.
106
Beberapa sub organisasi buruh SARBUPRI juga mendomisasi buruh di
kawasan perkebunan karet di Sumatera Utara serta memiliki cabang-cabang
perkebunan di wilayah Jawa. BERPUM anak cabang SOBSI juga mengendalikan
lebih dari separuh ladang-ladang minyak penting di Sumatra dan perkebunan
minyak.153 Sektor penting lain yang cukup penting dalam ekonomi negara yang
tercatat melakukan pemogokan adalah buruh kereta api, buruh angkutan dan buruh
petani.154
Puncak dari pemogokan ini terjadi pada bulan Agustus 1951. Di awal bulan
Agustus 1951 muncul isu mengenai akan berulang kembali peristiwa Madiun 1948.
isu ini muncul karena PKI berencana untuk memboikot peringatan hari kemerdekaan
pada tanggal 17 Agustus 1951. Hal ini di jelaskan oleh Herbert Feith sebagai berikut:
155
“ there was dismay about the fact that PKI groups were planing to bycott
the goverment sponsored Independence Day Celebration on August 17; this was seen as a poignat and pai ful symbolisation of the nation lack unity and there was talk in some quaters of the possibility of another Madiun Affair”
[ada sebuah tekanan mengenai fakta dari kelompok PKI dimana rencana
untuk memboikot acara peringatan 17 Agustus yang meimiliki tanda dan penuh simbol kesatuan nasional dan di beberapa sisi memiliki indikasi menjadi peristiwa Madiun ke dua]
153 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 108. 154 Arnold C Brackman. 1963. Indonesian Communist a history. London: Frederic A.
Preager Publisher. Hlm: 154. 155 Hebert Feith.Op. Cit. Hlm: 188.
107
Selain itu juga pada tanggal 5 Agustus 1951 terjadi peristiwa penyerangan pos
polisi yang berada di Tanjung Priok oleh sekelompok orang yang memakai simbol
palu dan arit. Dalam peristiwa tersebut terjadi konflik bersenjata selama 12 jam
lamanya. Pemerintah segera menuduh PKI sebagai perencana peristiwa tersebut.
Akan tetapi PKI membantah bahwa peristiwa tersebut adalah provokasi berasal dari
mereka.156 Selain peristiwa tersebut, di Cikini, Depok juga terjadi penyerangan
sekumpulan masa dengan granat.
Menyikapi peristiwa tersebut Sukiman segera mengambil langkah kongkrit.
Pada tanggal 7 Agustus 1951, setelah melakukan rapat kabinet pemerintah
mengeluarkan sebuah pernyataan melalui menteri Mononutu dalam menyikapi
keadaan tersebut: 157
“it is duty of the goverment to supress rigorously any antinational movement or action wich might impair the goverment’s outhoryty or tend to distrubsecurity...All goverment authorities have been ordered to act with the utmost severity, within the bounds of exiting laws and ordinances”
(“ini adalah tugas pemerintah untuk menekan gerakan keras anti
nasionalisme yang mengoyang kekuasaan pemaerintah atau berusaha mengganggu keamanan...Seluruh kekuasaan pemaerintah diperintahkan untuk menegakan seluruh hukum dan kebijakannanya”)
Hal tersebut kemudian menjadikan alasan untuk mengeluarkan kebijakan untuk
mengkap para aktivis komunis baik itu yang berada di Parlemen yang terlibat, tokoh-
tokoh PKI. Oprasi itu kemudian disebut Razia Agustus. Operasi militer ini yang
bertujuan menagkap para pelaku peristiwa Cikini Bogor dan Tanjung Priok yang
156 Herbet Feith.. Op. Cit. Hlm: 188. 157 Herbert Feith. Ibid.
108
dianggap sebagi kudeta. Dalam operasi tersebut hampir sebagian besar orang-orang
yang ditangkap adalah orang-orang yang berhubungan dekat dengan PKI dan gerakan
buruh.
Tindakan pemerintahan Sukiman ini merupakan salah satu usaha Masjumi
untuk menekan PKI dan salah satu usaha untuk menjatuhkan serta melemahkan
kekuatan komunis di Indonesia. Beberapa tokoh yang ditangkap dalam peristiwa ini
adalah D.N Aidit, Lukman. Nyoto, Alimin, Tjugito dan Ny. Mudigno (PKI). Dari
Partai Buruh adalah Tedjasukmana yang pada saat itu menjabat sebagai menteri
perburuhan, Maruto, Pandu K.Wiguna (Murba), Supratono (Sarbupri), Suhadjo
(Serikat Buruh Percetakan), Situmeang (Perbun) Siaw Giok Tjhan, Sidik Kertapati
(Non Partai).158 Hampir sebagian besar orang-orang yang ditangkap adalah pemimpin
gerakan buruh, jurnalis, pemimpin-pemimpin komunitas Cina serta pemimpin PKI.
Aktifitas penangkapan tersebut berlangsung hingga bulan september 1951 dan dalam
laporan Sukiman sampai akhir Agutus 1951 sekitar limabelas ribu orang ditahan.159
Bagi PKI, Razia Agustus tahun 1951 tersebut sangat merugikan bagi aktivitas
PKI dan aktivitas perburuhan. Setelah peristiwa Razia Agustus dalam tubuh
keanggotaan SOBSI menurun. Compton dalam laporannya mengatakan bahwa
sejulah besar anggota SOBSI yang diperkirakan dua ratus ribu orang pindah ke
158 Samsuri. Op.Cit. Hlm: 46-47 . 159 Herbert Feith. Op. Cit. Hlm: 189.
109
160Federasi Serikat Buruh Islam milik lawan politik SOBSI yaitu milik Masjumi.
Melihat hal tersebut PKI segera menetapkan sistem kontrol partai terhadap aktivis-
aktivis organisasi massa miliknya khususnya di dalam SOBSI. .161
Sementara itu di dalam parlemen ketua fraksi PKI, Sakirman menentang
tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan Sukiman tersebut. Menurutnya
penangkapanßpenangkapan tersebut dianggap tidak sesuai dengan hak-hak yang ada
dalam demokrasi liberal serta hak asasi manusia. Dalam analisa peritiwa tersebut,
pemerintahan Sukiman tidak berhasil menghancurkan PKI. Sebab ternyata pada
bulan Januari tahu 1952 Kabinet Sukiman jatuh dan digantikan dengan PM dari PNI
yang juga merupakan lawan politik dari Masjumi. Hal itu menyebabkan usaha
menekan perkembangan komunis melalui jalur birokrasi tidak dapat dilanjutkan. PKI
setelah tahun 1952 sampai tahun 1955 terus berkembang dan mampu menduduki
empat bessar dalam Pemilu setelah PNI, Masjumi dan NU.
2. PKI dan Front Anti Komunis (FAK).
Perkembangan PKI di Indonesia setelah tahun 1951 sangat meresahkan
Masjumi. Melihat sejarah hubungan antara PKI dan Masjumi yang tidak begitu baik
dapat dipahami bahwa di Indonesia partai Islam sangat menentang laju pekembangan
komunis. Ditentangnya komunis karena komunis dianggap tidak memiliki dasar asas
ke-Tuhan-an. Pada tanggal 12 September 1954 muncul FAK di Bandung Jawa Barat
160 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 181 161 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 181 -182.
110
yang merupakan pengembangan dari Front Ketuhanan dan Demokrasi yang muncul
pada tahun 1952. 162 FAK di bentuk di bawah Masjumi Jawa Barat dan dipimpin oleh
Isa Anshari. Ia adalah ketua Masjumi wilayah Jawa barat. Terdapat beberapa alasan
pembentukan FAK, pertama adalah untuk membendung bahaya komunisme dan
menyelamatkan negara dari kebangkrutan. Kedua, isu anti komunisme menurut
Anshary dapat dipakai sebagai senjata politik utama untuk melemahkan PKI
menghadapi persiapan Pemilihan Umum 1955.163
Perkembangan komunisme dan PKI di Indonesia setelah tahun 1955 sangat
meresahkan kelompok Islam. Hal tersebut di akibatkan dua hal, pertama PKI
mendapat perlindungan yang dapat dari kabinet Ali Satroamidjojo I dimana PKI
berada dalam posisi penggerak dalam parlemen pada tahun 1954 dan Kedua,
dibukanya kedutaan Moskow dan Peking di Jakarta, yang memberi nasihat dan
dukungan kepada PKI.164 Keresahan ini kelompok Islam ini adalah berasal dari
hungan yang kurang baik dengan orang-orang komunis yang dirasakan telah
mengancam eksistensi para tokoh imam yang dalam perannya di masyarakat sangat
menonjol. Konflik antara kedua nya sudah muncul sekat tahun 1946.
Dalam wawancara Anshari dengan Compton, Anshari mengatakan bahwa
apabila FAK tidak segaera dibentuk maka akan banyak sekali orang-orang muslim
162 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 211 163 Boyd R. Campton. Op. Cit. Hlm: 209 164 Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 213
111
mendukung gerakaan komunisme di Indonesia dan itu dapat melemahkan dukungan
kepada Masjumi. FAK melakukan propagandanya dengan melakukan ceramah
keliling serta mendirikan cabang-cabang FAK di beberapa daerah. Beberapa daerah
cabang adalah FAK Medan, yang dipimpin oleh ulama bernama Ghazli Hazan.165
Bagi FAK Ulama merupakan basis kekuatan FAK dengan menyisipkan dalam ajaran
dan khotbah-kotbah.
Hal yang menarik dari pembentukan FAK ini adalah dari pengingkaran
pimpinan Masjumi pusat secara konstuitusi partai terhadap pembentukan organisasi
ini. Secara institusi partai Masjumi, Isa Anshary adalah ketua cabang Masjumi Jawa
Barat. Walau begitu secara struktur organisasi, FAK tidak diakui sebagai bagian dari
partai Masjumi oleh para pimpinan Masjumi di pusat. Bagi Anshary, FAK bukan
sebuah gerakan politik seperti yang dituduhkan pada kelompok ini. Organisasi ini ia
sebut sebagaisebuah gerakan moral partai saja.166
Kehadiran FAK tersebut menimbulkan reaksi yang cukup keras dari PKI. Di
Medan, pembentukan FAK mendapat tentangan dari PKI Sumatra Utara.167 Kondisi
tersebut sungguh mencemaskan bagi PKI sendiri, ditambah lagi mengingat bahwa
pemilihan umum 1955 akan segera dilaksanakan pada bulan Juli 1955. Bagi PKI
FAK merupakan ancaman, sebab organisasi ini menyerang PKI secara ofensif. Dalam
“Suara Masjumi” dalam artikel yang berjudul “ Tinjauan dalam Negeri” Aidit secara
165 Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 215. 166 Boyd R. Compton. Op.Cit. Hlm: 216 167 Boyd R. Compton. Log.Cit. Hlm: 215
112
terang-terangan menuduh FAK sebagai anak-anak Van der Plas. Menurutnya FAK
telah menyalahi Bhineka Tungal Ika.168 Dalam artikel tersebut juga secara sarkastik
PKI disebut sebagai partai orang-orang kafir dengan menganti nama PKI (Partai
Komunis Indonesia) menjadi PKI (Partai Kafir Indonesia).169
Perkembangan PKI di tahun 1955 sampai tahun 1955 ditentukan oleh dua faktor
utama yaitu faktor eksteren dan faktor interen. Faktor eksteren adalah faktor luar yang
berasal dari kondisi politik Indonesia pada awal tahun 1950. Dengan dipilihnya
demokrasi liberal sebagai sistem politik di Indonesia telah membuka kesempatan bagi
PKI untuk kembali ke dunia politik Indonesia. Hal ini diawali dengan dikeluarkannya
kebijakan pemerintah melalui menteri kehakiman mengenai peristiwa Madiun 1948
dan orang-orang yang telibat di dalamnya. Demokrasi liberal telah menyebabkan
Indonesia mau tidak mau harus mengakomodasi seluruh unsur kekuatan politik tanpa
pandang dari mana kelompok itu berasal dan ideologi yang mereka bawa. Indonesia
ingin menarik simpati dunia internasional dengan mengatakan secara tidak langsung
bahwa Indonesia layak untuk merdeka seperti Amerika serikat dan negara-negara
Barat yang bebas di Eropa. Dengan memberi izin PKI untuk hidup secara legal,
Indonesia ingin menunjukan bahwa RI tidak memihak antara Amerika Serikat atau
Uni Soviet. Hal ini terkait dengan situasi yang berkembang di dunia internasional
168 “Tinjauan Dalam Negeri I, Suara Masjumi, no. 9 Tahun IX (10 Oktober 1954), Hlm: 4
169 Samsuri. Op. Cit. Hlm: 56.
113
mengenai tanda-tanda perang dingin dari Amerika Serikat dan Uni Soviet yang
berlangsung sejak tahun 1950-an.
Faktor interen yang menyebabkan PKI berkembang kembali terbagi lagi
menjadi beberapa sub unsur penting. Pertama, yaitu adalah perubahan pandangan
serta orientasi partai yang memiliki sifat lebih terbuka dibandingkan dengan
kepemimpinan lama. Kedua adalah mengenai kepemimpinan Aidit yang memiliki
pandangan yang luas mengenai kondisi masyarakat di Indonesia. Hal ini akhirnya
melahirkan berbagai macam langkah dan strategi yang cukup jeli di masyarakat.
Ketiga, pembentukan Front Nasional dan aliansinya dengan PNI dalam parlemen
pada tahun1953 dan keempat adalah aliansinya dengan berbagai macam organisasi
massa dari seluruh aspek proletar yang kemudian melahirkan sebuah jaringan yang
cukup kuat untuk membangun basis massa dalam mempersiapkan Pemilihan Umum
1955.
Dalam konflik interen PKI pada tahun 1950, perbedaan pandangan antara
golongan tua dan golongan muda yang disebabkan karena adanya perbedaan pandang
tentang gaya kepemimpinan dan konsep dalam partai merupakan sebuah hal yang
wajar. Kewajaran tersebut dapat kita pahami ketika kita melihat dari alasan masing-
masing kelompok yang saling bertentangan. Kelompok konservatif yang ingin
membentuk PKI sebagai partai eksklusif yang juga terinspirasi dengan Partai
Komunis Cina (PKC) merupakan sesuatu yang wajar. Sedang sebaliknya, kelompok
muda yang melihat dengan analisa kacamatanya sendiri, dengan sifat radikal dan
emosi yang masih tinggi. Mereka menginginkan bentuk partai yang lebih terbuka.
114
Dalam hal ini ternyata sikap yang dipilih oleh Alimin dalam nenyikapi perpecahan
tersebut merupakan sebuah langkah yang tepat sebab dalam hal ini pertimbangan
apabila sifatnya ia tidak melunak terhadap golongan muda maka sudah dipastikan
akan hancur sebelum bisa sampai ke pemilu tahun 1955 dan tentu saja sejarah sudah
dapat dipastikan akan berubah.
115
BAB VI
PKI DAN PEMILIHAN UMUM 1955
Dalam sebuah negara yang baru merdeka, Pemilihan Umum (Pemilu) adalah
sebuah peristiwa yang penting. Pemilu merupakan sesuatu yang penting yaitu
sebagai tanda bukti sebuah negara yang menerapkan sistem Demokrasi adalah sebuah
negara yang mampu untuk untuk menerapkan demokrasi itu sendiri. Dalam pemilihan
umum yang memiliki tujuan untuk membentuk sebuah pemerintahan yang
demokratis. Sebagai sebuah negara yang memakai sistem demokrasi, Indonesia wajib
untuk membentuk sebuah pemerintahan yang berdasarkan atas kesepakatan bersama
yaitu perinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari pengertian tersebut
apabila sebuah negara yang memakai sistem demokrasi dan belum pernah
melaksanakan Pemilu, berarti negara tersebut belum melaksanakan sistem demokrasi
secara penuh.
Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, pemerintah sesungguhnya telah
merencanakan sebuah pemilihan umum dan hal tersebut sudah menjadi sebuah
agenda utama dalam pemerintahan RI. Akan tetapi karena kondisi politik Indonesia
tahun 1945 sampai tahun 1955 yang belum stabil akibat dari agresi militer Belanda I
dan II. Padahal sebuah pemilihan umum hanya dapat terlaksana apabila kondisi
politik dan keamanan sebuah negara stabil.
Setelah KMB pada tanggal 27 September tahun 1949 kondisi politik
Indonesia sedikit seimbang. Hal ini dikarenakan pengakuan secara penuh Belanda
116
terhadap otoritas keberadaan Indonesia telah didapat. politik Indonesia pada tahun
1950 an lebih condong diwarnai dengan konflik konflik di dalam parlemen. Setelah
mengalami pembahasan yang cukup lama dari masa pemerintahan kabinet Natsir
pada tahun 1950, Sukiman tahun 1951, Wilopo pada tahun 1952. Akhirnya tahun
1953 pada saat masa kabinet Ali I akhirnya UU pemilihan Umum Indonesia disetujui
oleh Parlemen dan ditanda tangani oleh Sukarno. Tujuan dari pemilihan umum ini
adalah untuk memilih anggota parlemen dan juga dewan knostituante yang tugasnya
untuk membuat Undang-undang dasar baru pengganti undang-undang dasar 45.
Menurut Herbert Feith, kampanye pemilihan umum dilaksanakan dengan dua
tahap kampanye. Pengelompok ini dilakukan untuk mempermudah penghitungan
dalam Proses pemilihan umum serta tingkat intensitas konflik antar partai. Tahap
pertama kampanye terjadi sejak rancangan undang-undang pemilihan umum
ditetapkan. Dana kampanye tahap kedua adalah sejak PPI mengesahkan tanda
gamabar partai
Di dalam kampanye tersebut 32 partai yang mengikuti kampanye memiliki
pola yang berbeda baik itu di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Perbedaan itu
merupakan usaha dari partai-partai yang mencoba untuk medapat suaranya di
masyarakat. Hal ini terlihat dalam kampanye yang dilakukan oleh PKI, PNI dan
Masjumi. Selain slogan-slogan yang muncul dalam propaganda masing-masing
partai.
Selama massa kampaye, partai-partai peserta pemilu cenderung untuk
melakukan kampanye yang bertujuan untuk meraih simpati massa. Daerah daerah di
117
luar Jakarta merupakan lokasi yang memiliki potensi suara yang lebih besar akan
tetapi juga memiliki potensi dari konflik yang tinggi. Konflik ini terjadi baikitu dala
skala kecil dan skala besar. Skala kecil adalah lebih pada saat usaha penarikan
simpati melalui pidato-pidato sedangkan dalam skala besar adalah sampai pada
abentrokan fisik para pendukung kampanye
Dalam bab ini, penulis akan mencoba untuk mengkaji hubungan PKI dengan
PNI, Masjumi dan NU selama masa kampanye dan pemilihan umum 1955. Akan
tetapi sebelum masuk pada bab pembahasan kampanye dan hubungan PKI serta hasil
perolehan suara dalam pemilu, penulis juga akan membahas mengenai pembentukan
dan isi undang-undang pemilihan umum 1955 serta proses terbentuknya Panitia
Pemilihan Indonesia (PPI) serta memasukkan dua pemilihan percobaan yang pernah
dilakukan oleh pemerintahan Indonesia pada tahun 1951. Dua pemilihan umum itu
adalah pemilihan umum di Yogyakarta dan Minahasa. Hal ini menjadi penting
sebagai dasar memahami secara jelas jalannya proses pemilihan umum 1955 secara
keseluruhan.
A. Proses Pengesahan Undang-Undang Pemilihan Umum dan Pembentukan
Panitia Pemilihan Indonesia.
Sejak tahun 1950 setelah KMB pemerintah Indonesia telah berusaha untuk
membuat sebuah sistem pemilihan umum dan undang-undangnya. Akan tetapi hal itu
tidak segera mendapat persetujuan dari parlemen sebab antara tahun 1950 sampai
tahun 1953 intensitas konflik dalam parlemen dan kabinet-kabinet yang memerintah
118
sangat tinggi. Hal tersebut tentu saja menyebabkan kondisi politik pemerintahan yang
tidak stabil. Kabinet-kabinet yang terbentuk selama tahun 1950 sampai tahun 1955 di
antara program-progam pokoknya, program mengadakan Pemilihan umum
merupakan salah satu agenda pokok yang menjadi tujuan utama. Seperti contohnya
pada tahun 1950 dimana pada saat itu Mohammad Natsir menduduki jabatan Perdana
Menteri.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum yang telah diserahkan
oleh menteri kehakiman Wongsonegoro kepada Parlemen pada bulan Februari 1951
tidak segera mendapat tempat dalam Parlemen untuk segera dibicarakan. Alasan
Parlemen tidak segera mengadakan pembahasan undang-undang Pemilu tersebut
adalah karena adanya konflik antara Parlemen dan Pemerintah. Konflik tersebut
mengenai Undang-Undang Darurat yang berisi perpajakan dan permodalan asing.
Sementara itu juga ketegangan antara pemerintah dengan angkatan bersenjata pada
tahun 1952 juga mempengaruhi kondisi politik Indonesia170
Pada kabinet berikutnya yaitu pada masa kabinet Sukiman hal yang sama juga
terjadi. Dalam kabinet ini undang-undang pemilihan umum juga gagal untuk
disahkan. Hal ini karena terjadi pemogokan yang sifatnya nasional dari para buruh.
Pada kabinet berikutnya, yaitu kabinet yang dipimpin oleh Wilopo, undang-undang
pemilihan umum juga tidak berhasil disahkan.
170 Drs. G. Moedjanto. Indonesia Abad ke-20 2. dari perang kemerdekaan pertama
sampai PELITA III. Yogyakarta: Kanisius. Hlm: 81.
119
Kondisi politik Indonesia mulai sedikit tenang semenjak kabinet Ali
Sastroaminjoyo terbentuk. Hal ini terjadi karena kabinet ini mendapat dukungan dari
parlemen yang porsi suaranya di perkuat oleh PNI dan PKI. Sementara itu suara
Masjumi mulai lemah di parlemen sejak Nahdatul Ulama memisahkan diri dari partai
itu. Selama ini yang menyebabkan tidak berhasilnya dibentuknya undang-undang
pemilihan umum adalah karena dalam parlemen terjadi perseteruan antar partai
terutama partai-partai yang memiliki status quo dan tentu saja PKI juga merupakan
salah satu partai dari status quo.
Dalam kabinet Ali I ini , kabinet ini memiliki empat program pokok yang salah
satu dari isinya adalah mengenai penetapan pemilu yang sangat penting. Hal ini
tampak dari penempatan pertama pada prioritas negara.
1. Dalam negeri (a. l. meningkatkan keamanan dan kemakmuran rakyat
dan pemilu segera) 2. Pembebasan Irian Barat Secepatnya 3. Luar Negeri (a. l. politik bebas aktif dan peninjauan kembali persetujuan
KMB) 171 4. Penyelesaiaan pertikaian politik.
Pada tanggal 4 April 1953 Undang-undang Pemilu no. 7 tahun 1953 di sahkan oleh
presiden Sukarno dan tetapkan sebagai undang-undang oleh Loekman Wiriadinata
yang menjabat sebagai menteri kehakiman Indonesia. Dalam Undang-undang no7
171 Boyd R. Compton. 1992. Kemelut Demokrasi Liberal. Surat-surat rahasia Boyd
R. Compton. Jakarta: LP3ES. Hlm: 90
120
berisi 138 pasal yang memuat aturan pelaksanaan pemilihan umum. Dari 138 pasal
tersebut oleh Compton di ringkas menjadi delapan hal pokok, yaitu:
1. sistem pemilihan yang bersifat langsung 2. sistem pemilihan ganda untuk memilih para anggota parlemen dan dewan
konstituante. 3. pembagian daerah pemilihan. Dalam pemilihan umum 1955 Indonesia di bagi
menjadi 16 daerah pemilihan: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta Raya, Sumatra Tengah, Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimatan Timur, Sulawesi Utara-Tengah, Sulawasi Tenggara-Selatan, Maluku, Sunda-Kecil timur (pulau Timor dan sekitarnya), Sunda-Kecil Barat (Bali lombok). Irian Barat.
4. Syarat penduduk yang memiliki hak suara 5. perangkat pemilihan dari pusat sampai wilayah daerah yang menjadi pos
pengambilan suara. 6. syarat pencalonan anggota parlemen dan dewan konstituante 7. persoalan kartu suara
1728. sistem pemungutan suara dan perhitungan suara
Penerapan sistem pemilihan langsung memunculkan sebuah pendapat bahwa sistem
ini tidak sesuai dengan tingkat kematangan serta kecerdasan politik masyarakat
Indonesia saat itu. Proses pemilihan umum dengan sistem langsung memang
membutuhkan sebuah jaringan dan sistem kerja yang cukup rapi dan disiplin sebab
sistem ini adalah sistem yang sangat rumit dan tidak fleksibel.
Sebelum ditetapkannya sistem pemilihan langsung ini pemerintah telah
melakukan dua kali pemilu daerah yang merupakan pemilu percobaan di wilayah
Yogyakarta dan Minahasa pada tahun 1951. Kedua pemilihan ini merupakan
pemilihan umum daerah yang pertama kali dengan tujuan untuk memilih anggota
DPRD. Pemilihan umum di Yogyakarta di laksanakan pada tanggal 16 Juli sampai 15
172 Boyd R. Compton. Op. Cit. Hlm: 236-240
121
Oktober 1951 sedang pemilihan di Minahasa dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1951.
Kedua daerah tersebut memakai dua cara pemilihan yang berbeda. Di Yogyakarta
pemilihan umum dilaksanakan dengan memakai sistem pemilihan tidak langsung
yang membutuhkan dua tahap pemilihan dan perhitungan. Sedang di Minahasa
pemilihan umum dilaksanakan dengan memakai sistem pemilihan langsung yang
hanya membutuhkan waktu perhitungan 6 hari lamanya.
Terdapat perbedaan dari dua sistem pemilihan Umum yang digunakan di
Yogyakarta dan Minahasa tersebut. Pertama apabila kedua pemilihan itu
dibandingkan maka pemilihan di Minahasa memiliki efesiensi waktu dan dana. Hal
itu disebabkan dengan sistem itu proses pemilihan umum dilaksanakan dalam satu
hari saja. Sedang pemilihan umum yang di laksanakan di Yogyakarta membutuhkan
waktu yang relatif lebih lama. Selain itu juga dari segi hasil secara representatif lebih
mewakili pemilihan umum di Minahasa dibandingkan pemilihan yang diadakan di
Yogyakarta. Menimbang segi tersebut akhirnya sistem yang digunakan adalah sistem
pemilihan di Minahasa dengan sistem langsung.
Selain menetapkan UU pemilihan umum, Pemerintahan sukarno juga
mengeluarkan aturan kepada angkatan perang dengan mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 47 tahun 1954 yang disahkan pada tanggal 22 September 1954. Isi
Peraturan pemerintah itu terdiri dari lima Bab pokok yang berisi mengenai pasal-
pasal yang menjelaskan syarat mengenai pencalonan angota Dewan Perwalilan
122
173Rakyat dan Konstituante yang berasal dari anggota angkatan perang. Tujuan
mengatur keberadaan para calon dari angkatan perang tersebut adalah membatasi
kegiatan para tentara untuk masuk ke dalam kegiatan politik. Hal Ini sesuai dengan
konsep UUD’S 1950 yang menegaskan bahwa Angkatan Perang harus berada di luar
garis politik sipil.
Selain itu juga setelah UU pemilu di tetapkan, pada tanggal 4 November
1953 Presiden Sukarno segera membentuk Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) sebagai
lembaga pusat yang menjalankan sistem pemilihan umum dan disahkan dengan
keputusan presiden no. 188 pada tanggal 7 November 1953. Sebagai ketua PPI adalah
Sukri Hadikusumo dan sebagai wakilnya adalah Sutan Palindih yang berasal dari
PNI. Tujuan Sukarno menempatkan kedua anggota PNI sebagai pemimpin utama
kepanitiaan penting adalah agar kerja PPI dapat ia pantau dengan mudah. Anggota
PPI yang lain adalah Sudarnadi (PIR), Hazairin, Surjaningdiprodjo (NU), Sidibjo
(PSII), H. Sofjan Siradz (PI Perti), Soemarto (Parkindo), Hartojo (PKI) dan Asrarudin
(Partai Buruh). Pelantikan PPI secara resmi pada tanggal 28 November 1953 di Istana
Negara. Lama kerja PPI adalah 4 tahun dalam keputusan presiden. Kepengurusan
PPI sempat berubah pada tahun 1955 karena terjadi penetapan UU baru yaitu undang-
undang darurat no 18 tahun 1955. Pada awalnya kantor PPI berada di jalan Pintu Air
No. 1 Kemayoran Jakarta dan selama masa tugasnya kanor itu mengalami dua kali
173 Herbert Feith. 1962. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia.
Ithaca, New York: Cornell University Press. Hlm: 176-179
123
perpindahan lokasi yaitu di Jalan Majapahit, Sawah Besar dan kemudian berpindah
lagi ke Jalan Matraman Raya No. 40, Jakarta Timur. 174
Tugas PPI adalah mempersiapakan pemilu DPR dan Dewan Konstituante
dengan perangkatnya. Sekretarian PPI merupakan pendukung utama dalam
melaksanakan tugas PPI. Fungsi PPI adalah melakukan pengawasan secara teknis
pemilu. Anggota PPI adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Sukarno dan juga
mereka yang berasal dari orang-orang yang bekerja dalam kantor menteri kehakiman.
di bawah PPI juga terdapat lembaga-lembaga turunan yang berfungsi sebagai tangan
panjang dari panitia pemilihan pusat yang tersebar di enam belas wilayah
pemilihan.175 Hal itu tercantum juga dalam UU Pemilihan umum dalam bab tiga
mengenai daerah-daerah pemilihan dan daerah pemungutan suara pasal 15 dan 16 dan
bab empat tentang badan-badan penyelenggaraan pemilihan pasal 17 sampai pasal
28.176 Akhirnya setelah selesai mempersiapkan kepanitian pemilihan umun dan
mengatur segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksaan pemililu akhirnya hal
yang paling menjadi sebuah perhatian pokok ialah pada saat masa kampanye dari
bulan Mei 1953 sampai tanggal 24 September 1953
174 www. kpu.go.id. Komisi Pemilihan Umum. Melihat kembali Lembaga Penyelenggaraan Pemilu Masa Lampau.
175 Herbert Feith. 1999. Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia. Hlm: 6. lihat juga: Dalam struktur organisasi PPI di bawah PPI terdapat Panitia Pemilihan (PP) di tingkat Provinsi. PP kemudian membuat juga PP untuk tingkat kabupaten dan PP kabupaten kemudian membentuk Panitia Pemungutan Suara (PPS) diwilayah kecamatan. Di bawah PPS kemudian dibentuk Panaitia Pendaftaran Pemilih (PPP) ditingkat desa. Komisi Pemilihan Umum. Melihat kembali Lembaga Penyelenggaraan Pemilu Masa Lampau. www. kpu.go.id.
176 Herbert Feith. 1962. Op. Cit. Hlm: 141-145
124
B. Kampanye Pemilihan Umum dan Strategi PKI dalam Persaingan Antar
Partai.
Masa persiapan pemilu untuk tahun 1955 sudah dimulai sejak tahun 1953
ketika undang-undang pemilu disahkan dan dilanjutkan. Pada tahun 1954 partai-
partai sudah mulai terang-terangan menggunakan metode kampanye untuk masuk
kedalam masyarakat. Dalam proses awal pemilihan umum PPI menetapkan bahwa
pendaftaran pemilih di mulai pada bulan Mei 1954 sampai bulan November 1954
dan pada bulan Desember sertiap partai peserta pemilu dapat mengajukan calon-
calonnya. Pada tanggal 31 Mei 1954, PPI melakukan pengesahan tanda gambar
partai pengikut pemilu dan menurut Feith sebagai kampanye tahap kedua.
Pemilu tahun 1955 merupakan pemilu pertama sehingga eforia baik itu orang-
orang partai dan masyarakat merupakan sebuah peristiwa besar. Selama masa
kampanye partai mulai sibuk untuk melakukan persiapan-persiapan yang kira-kira
menunjang bagi kampanye. Hal yang dilakukan PKI pertama kali adalah
memperkokoh aliansinya dengan PNI dan serta mengambil langkah strategi di
lapangan untuk menghadapi Masjumi yang jelas merupakan lawan politik dari PKI.
Selama masa kampanye, menurut Hebert Feith terdapat tiga partai utama yang
menentukan dianamika massa kampanye. Partai-partai itu adalah PKI, PNI dan
Masjumi. Hal ini terlihat dari peristiwa-peristiwa dan pidato-pidato yang diutarakan
oleh juru kampanye masing-masing dari partai. Dinamika dari ketiga partai lebih
terlihat dibandingkan dengan keberadaan 28 partai yang lain, Hubungan yang unik
yang terjalin antara PKI dan PNI serta pertentangannya dengan Masjumi menjadi
125
sebuah titik pusat dinamika konflik dalam masa-masa pemilihan umum. Antara PKI
dan Masjumi sejak awal memang telah terjadi perselisihan. Sementara itu hubungan
antara PKI dengan NU selama masa kampanye tidak memiliki keistemewaan
seperti yang terjadi antara PKI dengan Masjumi. Walaupun NU adalah partai
islam seperti Masjumi akan tetapi partai ini tidak terlalu radikal dalam menanggapi
perkembangan komunis di indonesia.
Masa-masa kampanye seperti yang dicatat oleh Compton seorang pengamat
politik Indonesia tahun 1950 hampir setiap partai yang melakukan kampanye selalu
dihadiri oleh masyarakat yang ingin mengetahui program-program partai. Akan tetapi
ada sebuah kecenderungan bahwa hampir dalam setiap rapat besar yang diadakan
oleh partai peserta pemilu, masyarakat lebih cenderung bertujuan untuk saling
bertemu satu sama lain dan rapat besar partai sering dianggap sebagai sebuah acara
bersama dimana mereka dapat bertemu dan berkumpul dengan tetangga dan kerabat
yang berada di desa lain. 177
Di sisi lain PKI mendapat keuntungan dari isu tri-polar Kabinet Ali I tahun
1954. Dalam kabinet Ali I terdapat usaha untuk membentuk sebuah pendapat umum
bahwa pandangan partai-partai dalam kabinet yang terbentuk merupakan “golden
mean”. Istilah ini lebih dekat dan menjurus pada pandangan politik Masjumi dan
pandangan politik PKI. Selama masa kampanye berusaha untuk tidak menyinggung
kabinet Ali. Hal ini disebabkan karena kedekatan PKI dengan PNI semenjak kabinet
177 Roy B. Compton. Op. Cit. Jakarta: LP3ES. Hlm: 219
126
Wilopo tahun 1953. Kampanye PKI terbagi menjadi dua daerah, yaitu pulau Jawa dan
luar Pulau Jawa.
Selama masa kampanye PKI menggunakan isu tanah di beberapa daerah
khususnya pulau Jawa. Di pulau Jawa potensi pertanian yang cukup tinggi merupakan
sebuah potensi poltik dalam perolehan suara. Isu Tanah merupakan isu utama yang di
pakai oleh PKI untuk manarik para petani. Di luar Jawa PKI lebih menekankan hal
yang sama akan tetapi usaha kampanye PKI di luar Pulau Jawa setelah Pemilihan
Umum kurang berhasil. PKI selama pembangunannya telah mendapat cap sebagai
partai orang Jawa. Hal tersebut terjadi karena secara langsung atau tidak langsung
hanpir seluruh program orientasi PKI berada di pulau Jawa.
Untuk meraih simpati buruh PKI juga menggunakan SOBSI sebagai alat
pencapaiaan suara. Sedang untuk meraih simpati para pemuda PKI menggunakan
Pemuda Rakjat. Organsiasi ini selama masa kampaye sering melakukan konvoi untuk
menarik massa. Sebagai ujung tombak PKI yang lain untuk meraih massa yang
banyak PKI memakai LEKRA sebagai media kampanye. Menggunakan LEKRA
sebagai alat kampanye adalah sebuah kesadaran PKI pada pentingnya untuk
menggunakan kebudayaan dalam menarik simpati politik Masyarakat. PKI menyadari
bahwa masyarakat sangat menggemari kesenian sebagai salah satu hiburan dapat
disisipkan tentang tujuan dan garis partai. Dalam hiburan ini kemudian disisipkan
sebagai lahan kampanye. Selain itu LEKRA membuat poster, stiker dan kesenia-
kesenian lain yang bertema dengan permasalah sosial yang ada.
127
Di pulau Jawa, selama masa kampanye terdapat ketegangan sosial yang
mencekam yang mencekam dalam masyarakat. Kondisi ini akibat dari tumpang tindih
kepengurusan panitia yang juga menjabat sebagai perangkat desa. Seorang perangkat
desa tentu saja menjagokan satu partai. Agar partainya dapat menang maka pejabat
tersebut menggunakan intimidasi kepada rakyatnya agar jagonya menang. Biasanya
kejadian ini malah terjadi di TPS paling bawah.
Dalam kampanye PKI memiliki perbedaan strategi antara Jakarta dan daerah.
Di Jakarta PKI sama sekali tidak memakai semboyan-semboyan yang dapat
menyinggung PNI. PKI memggunakan semboyan-semboyan seperti “PNI partai
priyayi, Masjumi dan NU partai santri, tetapi PKI partai rakyat.” Semboyan tersebut
banyak dipakai di daerah-daerah. Selain itu juga PKI menyesuaikan diri terhadap isu
lokal yang ada di daerah kampanye dan isu nasional. Penggunaan Strategi dua cara
kamapnye yang berbeda untuk pusat dan daerah tersebut sebab hubungan PKI dengan
PNI di parlemen pusat sangat dekat. Kampanye PKI di daerah menurut Compton
hanya sebatas untuk mencari suara saja dan bukanya sebagai membuktian program-
progamnya di masyarakat. Hubungan secara politik antara partai yang secara
organisasi tidak berhubungan dekat namun satu tujuan. Seperti contohnya di Sumatra
Barat PKI melakukan aliansi dengan PIR untuk memperoleh suara dari pendukung
partai-partai kecil.178
178 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 121
128
PKI giat memperagakan lambangnya yang berupa palu dan arit dengan cara
memasang papan-papan yang begambar lambang partai di kota-kota besar sampai
pedesaan. PKI merupakan paratai yang satu-satunya permanen menggunakan papan
peraga yang terbuat dari besi. Hal ini terkait dengan dana yang diperoleh dari
kedutaan Cina di Jakarta. Selain itu juga PKI menggunakan layang-layang hingga
dekor panggung kampanye. Penggunaan lambang ini penting sebab lambang
merupakan identias partai. Dalam kampanye PKI melakukan karnaval dan pesta
rakyat untuk merayakan ulang tahun partai dan pamflet-pamflet serta surat-surat.
Dana operasi partai untuk membangun jaringan organisasi, konfrensi, pelatihan dan
pemeliharaan kantor serta gaji pegawai. Dalam hal ini PKI membutuhkan anggaran
yang cukup besar sebab PKI dalam melaksankan operasional organisatorisnya
memperkerjakan orang dengan gaji tetap.179
Sudah pasti untuk melakukan kegiatan kampanye PKI membutuhkan dana
yang cukup besar. PKI dalam kegiatannnya juga mengadakan iuran anggota bulanan.
Akan tetapi banyak pihak yang kurang yakin bahwa untuk kebutuhan kampanye yang
begitu besar iuaran anggota sudah dapat dipastikan sangat kecil. Beberapa spekulasi
mengatakan kemungkinan terbesar dana kampanye yang dipakai oleh PKI berasal
dari pengusaha Tionghoa dan dari Kedutaan Cina di Jakarta.180
PKI sendiri dalam mendekati garis masa ia mendekati tokoh desa yang non
pemerintahan dan non- ulama. Orang-orang yang direkrut adalah mereka yang secara
179 Herbert Feith. Op. Cit. Hlm: 39 180 Herbert Feith. Ibid.
129
sosial disebut kelompok abangan, pemuda desa yang belum menduduki posisi
mantap. Terhadap mereka PKI menjanjikan akan adanya perubahan sosial yang baik.
Memang secara umum seorang individu pada saat itu apa bila masuk kedalam sebuah
partai akan menjadi kelompok masyarakat kelas baru.
1. Hubungan PKI dengan PNI Selama Masa Kampanye
Seperti yang telah dibahas dalam bab tiga, hubungan antara PKI dan PNI
semakin erat sejak mereka beraliansi dalam Front Nasional pada tahun 1953. PKI
menggunakan situasi pokok dalam tubuh PNI yaitu pertama konflik di dalam tubuh
PNI dan kedua adalah konflik antara PNI dan Masjumi dalam parlemen. Selama
kurun waktu tahun 1953 sejak kabinet Ali Sastroaminjoyo I sikap PKI terhadap
kebijakan pemerintah lebih kooperatif dibandingakan dengan kabinet-kabinet
sebelumnya.
Selama masa kampanye sejak undang-undang pemilihan umum di tetapkan
PKI menggunakan strategi kampanye yang berbeda untuk di pusat dan di daerah. Hal
ini dilakukan karena di pusat hubungan PKI dengan PNI lebih erat. Penggunaan
slogan-slogan yang radikal untuk kampanye di Jakarta tentu akan sangat
mempengaruhi hubungannya dengan PNI. Maka dari itu PKI menggunakan slogan
yang lebih halus dibandingkan di daerah.
PKI dalam kampanye di daerah lebih menitik beratkan pada isu-isu lokal
seperti permasalahan tanah dan permasalahan buruh. PKI melihat bahwa orang-orang
di daerah terutama di daerah pedesaan terutama di Jawa. Orang-orang di daerah
130
kurang tertarik pada permasalahan politik praktis. Mereka lebih tertarik pada
permasalahan yang mereka hadapi sehari-hari yaitu permasalahan tanah, ekonomi
serta perburuhan.
Antara PKI dan PNI selama masa kampanye, dalam laporan Hebert Feith,
keduannya mencri dukungan dari orang-orang yang memiliki pengaruh atas golongan
abangan. Kelompok abangan yang dimaksud adalah lurah atau para peabat desa atau
yang menurut Compton adalah pamong praja. Memperdalam penjelasan Feith,
Compton dalam suratnya pada tanggal 4 Febuari 1956 di Mojokerto. Ia menuliskan
bahwa pada tahun 1955 Indonesia mengalami masa kejayaan bagi pamong praja.181
Hal ini tentu saja menguntunkan keduanya, sebab hampir sebagian besar dari
masyarakat masuk kedalam golongan abangan ini.
Dalam hal ini PKI dan PNI walau sudah melakukan aliansi di bawah Front
Nasional akan tetapi di tingkat kampanye di daerah kedua partai ini saling bersaing.
Di pusat ketegangan tidak terjadi sebab PKI telah mambatasi isu-isu yang bersifat
menyinggung permasalahan penting di tingakat pedesaan. Koran Harian Rakjat yang
merupakan koran partai yang terbit di Jakarta dan memiliki segmen pembaca yang
luas tidak pernah menyinggung terlalu dalam permasalahan tanah dan permasalahan
181 Herbert Feith. 1999. Pemilihan umum 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan
popular gramedia. Hlm: 47. Boyd R. Compton. 1992. Kemelut Demokrasi Liberal . Surat-surat rahasia Boyd R. Compton. Jakarta: LP3ES. Hlm: 287.
131
di desa-desa. Hal ini karena PKI tidak ingin menyinggung partai-partai yang ada
dalam kabinet Ali I terutama PNI. 182
Akan tetapi sebaliknya di tingkat desa ketegangan selama masa kampanye
antara PKI dan PNI cukup kuat. Hal itu dicerminkan dengan adanya ketegangan
sosial yang semakin mencekam. Di daerah khususnya di desa-desa, kedua partai ini
saling bersaing dalam melakukan kampanye. Dalam penjelasannya Feith mengatakan
bawa PNI mendapat dukungan besar dari para lurah dan pejabat desa di bawahnya
dan pada umumnya adalah para pamong praja yang tergantung secara sosial pada
golongan priyayi dan harta. Akan tetapi sesuai dengan sifat dari golongan tersebut
yang mencoba mempertahankan otoritas kekuasaannya di beberapa daerah apabila
PKI mendapat dukungan mayoritas, kelompok ini begabung dengan partai ini.
Karena itu maka dibeberapa daerah sering terjadi pertentangan antara pejabat desa
yang memeiliki perbedaan pandangan politik. Sering kali para pejabat itu
menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya untuk memenangkan suara rakyat.183
Selain di tingkat masyarakat desa kelompok yang terbagi menjadi dua
antara PKI dan PNI adalah para seniman dan dukun. Hal itu karena kedua
kolompok ini merupakan salah satu kelompok yang memiliki pengaruh besar di
masyarakat desa. Secara sratifikasi sosial walau secara politik mereka tidak berperan
penting akan tetapi kedua kelompok ini merupakan salah satu akses yang paling
dekat untuk mempngaruhi masyarakat secara non personal. Selain itu juga PKI dan
182 Herbert Feith. Op. Cit. Hlm: 22 183 Herbert Feith. Op. Cit. Hlm: 48
132
PNI juga berebut pengaruh dikalangan kelompok pemuda. Hal ini disebabkan
karena pemuda merupakan kelompok yang belum memiliki status sosial yang jelas
di masyarakat. Menurut Feith juga para pemuda diantara kedua partai ini lebih
banyak untuk terpengaruh dengan PKI hal itu disebabkan karena PKI mampu untuk
menggunakan sifat progresif revolusioner pada golongan ini.
2. Hubungan PKI dengan Masjumi Selama Masa Kampanye
Seperti yang sudah di ketahui, sejak awal masa revolusi PKI dan Masjumi
memeilki hubungan yang tidak baik. Bahkan sampai pada tahun 1950 an kondisi itu
terus berlansung dalam parlemen. Sejak tahun1953 sejak PKI melakukan aliansinya
dengan PNI Masjumi semakin tidak suka dengan kondisi tersebut. Ketika kabinet Ali
I mendapat dukungan PKI di parlemen, Masjumi semakin menempatkan dirinya
sebagai partai yang berada dibarisan oposisi.
Setelah memasuki masa kampanye konflik paling kuat dalam proses
pemilihan umum awal adalah pada saat pengajuan tanda gambar partai. Pada proses
tersebut PKI mengajukan nama partainya yang meliputi “orang-orang yang tak
berpartai“ dengan tanda gambar “palu arit“. Hal itu di protes oleh Masjumi dengan
mengajukan protes tehadap PPI. Dalam surat kabar harian Suluh yang merupakan
koran milik Masjumi yang terbit tanggal 18 Agustus 1954 memuat sebuah artikel
dengan judul “Umat Islam jang tidak berpartai menuntut supaja pemerintah melarang
PKI membawa nama orang-orang tidak berpartai“. Dalam artikel itu di laporkan
tuntutan dari massa Masjumi mengenai peneyebutan orang-orang yang berada diluar
133
partai bahwa berada di bawah PKI. Laporan tersebut merupakan laporan rapat
rakasasa di Medan pada tanggal 16 Agustus 1954184.
Alasan Masjumi menolak Masjumi melakukan protes tersebut adalah sebagai
berikut: Pertama hal ini dianggap bertentangan dengan UU pemilihan umum No. 7
tahun 1953 pada pasal 41 ayat (1) yang berisi tentang perbedaan penggolongan
mengenai pengajuan tanda gambar yang merupakan simbol dari partai, organisasi
dan perseorangan. Kedua Masjumi melihat bahwa hal ini merupakan strategi PKI
untuk memanipulasi suara dengan membuat kesan kepada masyarakat yang belum
tinggi tingkat kecerdasan politiknya agar seolah-olah orang-orang yang tidak
berpartai ada di dalamnya. 185
Sementara itu hubungan PKI dan Masjumi selama memasuki masa kampanye
semakin mengalami ketegangan. Hal ini diakibatkan karena hubungan yang sudah
tidak harmonis semenjak awalnya dan juga karena aliansi antara PKI dan PNI yang
semakin mambuat Masjumi tidak menyukai perkembangan PKI. Selama masa
kampanye dalam rapat-rapat besar dan pidato-pidato antara kedua tokoh tersebut
184 Suluh. Umat Islam yang tidak berpartai muenuntut supaja pemerintah melarang
PKI membawa nama orang-orang tidak berpartai . Jakarta 18 Agustus 1954 185 Samsuri. 2004. Politik Islam Anti Komunis. Pergumulan Masyumi dan PKI di
Arena Demokrasi Liberal. Yogtakarta: SafirianInsania Press. Hlm: 77-78. lihat lampiran UU Pemilihan Umum No. 7 tahun 1953 Bab VI pasal 41 ayat 1-5 yang berisi tentang Tentang Pencalonan organisasi. Herbert Feith. Op. Cit. Hlm: 149-1950
134
menurut Feith mereka saling tuduh masing-masing pihak sebagai ekstrimis, asing dan
bertentangan dengan inti sikap nasionalis yang seharusnya ada.186
Tuduhan-tuduhan seperti itu muncul sebab PKI melihat bahwa Masjumi
dianggap ingin menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara sekular yang
berdasarkan Islam. Hal itu mengingat bahwa Masjumi adalah sebuah partai yang
memiliki dasar Islam. Dalam sejarah perkembangan partai, Masjumi gigih
memperjuangakan undang-undang dasar yang menganut hukum Islam. Sedang
sebaliknya Masjumi menuduh PKI sebagai sebuah partai yang hendak membuat
Indonesia menjadi negara komunis. Sesungguhnya kedua tuduhan yang saling
dilemparkan tersebut merupakan senjata bagi masing-masing partai untuk saling
menjatuhkan.
Munculnya Front Anti Komunis (FAK) pada tahun 1954 di Bandung
merupakan tekannan yang paling berat bagi PKI. Sebab memelalui FAK Masjumi
berusaha memisahkan PKI dari partai partai lain. Hal ini di lakukan oleh juru-juru
bicara partai. Selama kurun waktu 1954 Masjumi jauh lebih ekstrim dengan
menyebut PKI sebagai partai kafir Indonesia dan melakukan aksi agar orang – orang
komunis untuk tidak dikuburkan secara Islam. Selain itu juga gencarnya Masjumi
untuk selalu membuka luka lama mengenai perisiwa Madiun 1948 dengan
mengadakan sebuah aksi hari berkabung untuk memperingati peritiwa tersebut. Hal
ini tentu saja membuat PKI yang salalu mencoba membersihkan namanya dari
peristiwa Madiun 1948 tersebut selalu dihantam kembali ke sebuah titik yang sama.
186 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 19.
135
Selama masa kampanya Masjumi dan PKI memiliki target massa yang berbeda.
Apa bila PKI lebih memilih untuk mencari suara pada golongan sebut abangan maka
Masjumi lebih menitik beratkan apa yang disebut sebagai kelompok Santri.
Kampanye–kampanye yang dilaksanakan oleh Masjumi sering dilakukan dalam
dakwah-dakwah akbar. Walaupun begitu pada hasil akhir perhitungan suara dalam
pemilihan umum suara yang diperoleh Masjumi lebih sedikit dibandingkan dengan
perkiraan sebagai partai Islam terbesar.
Sedang sementara itu selama masa kampanye PKI menyerang Masjumi dengan
mengaitkan keberadaan partai ini dengan gerakan Darul Islam di Jawa Barat dan isu-
iisu perkebunan yang masih dimiliki oleh orang-orang asing. Konflik antara PKI dan
Masjumi semakin tajam sejak tahun 1954. Dalam pendapatnya Feith mengatakan
bahwa sejak tahun 1954 PKI mulai lebih terang-terangan untuk mementang Masjumi
dalam permasalahan mengenai dasar negara. Bagi PKI Piagam Jakarta yang berisi
mengenai pembentukan Indonesia sebagai negara sekuler sangan bertentangan
dengan ajaran komunis yang memisahkan atara agama dan negara.187
PNI dan PKI masing-masing merupakan manifestasi dari ekstrimis kiri dan
kanan. Di tengah-tengah dari kedua partai yang ekstrim ini menurut Feith dipakai
oleh partai-partai yang sedang bekuasa untuk membentuk sebuah pendapat umum
cvbahwa partai-partai yang duduk di dalam pemerintahan merupakan partai yang
memiliki “Golden Mean“ atau jalan tengah dalam pelaksanannya. Masyarakat pada
187 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 19
136
tahun 1950-an mereka lebih tertarik kepada pada sikap jalan tengah ini dan ini
merupakan keuntungan besar bagi PNI.188 Walau PNI lebih diuntungkan PKI dalam
hal ini walau tergolong sebagai paRtai ekstrim akan tetapi aliansi nya dengan PNI
telah menghilangkan kesan ekstrim tersebut.
Akhirnya pemilihan umum 1955 diadakan pada tanggal 29 September 1955.
pada hari yang sangat bersejarah tersebut beberapa laporan menyebutkan bahwa
masyarakat sangat mendukung pemilihan umum pertama ini. sebanyak 37.875.299
atau 87 persen dari 43.104.464 orang yang terdaftar sebagai pemilih memberikan
suaranya.189 Meskipun terdapat antusias masyarakat begitu tinggi akan tetapi
kecemasan akan terjadi kerusuhan dan gangguan keamanan sangat kuat. Di beberapa
daerah pemilihan seperti di Surabaya, panitia menyarankan kepada para pemilih
untuk tidak keluar rumah.190 Hal ini menurut Compton merupakan akibat dari kondisi
masa kampanye. Menurut ukuran barat masa kampanye pamilu 1955 selama 6 bulan
adalah sebuah kampanye yang sangat lunak dalam tataran sosial. Akan tetapi bagi
masyarakat Indonesia kampanye telah menciptakan sebuah atmosfir ketakutan
konflik. Hal tersebut merupakan kombinasi dari keterpukauan, ketaatan dan
kecemasan yang terbawa sampai ke tingkat suatu simbol besar sikap terkekang.191
188 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 21 189 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 57. 190 Boyd R. Compton. Op. Cit. hlm: 266 191 Boyd R. Compton. Ibid.
137
Pada tanggal 29 September 1955, Pemilihan Umum di mulai pada pukul
delapan pagi. Untuk pembukaannya Pemilu dimulai dengan pembacaan petunjuk oleh
ketua panitia Penyelenggaraan Pemungutan Suara. Upacara kemudian dilanjutkan
dengan menunjukan bahwa isi kotak suara kosong.192 Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari tuduhan penggelapan suara yang membuat peristiwa tersebut semakin
tidak baik. Setelah proses pemunggutan suara selesai seperti yang diistrusksikan
dalam peraturan pemilihan umum suara kemudian diberikan kepeda Panitia Pemilihan
Umum daerah (PPUD). Di PPUD suara-suara tersebut kemudian dihitung kembali
sebelum dikirim ke PPI untuk perhitungan Akhir.
C. Perhitungan Suara PKI dan Dinamika Politik Setelah Pemilihan Umum tahun 1955 1. Analisa Hasil Perolehan Suara PKI Dalam Pemilihan Umum 1955
Setelah melalui proses pemilihan umum 1955 akhirnya sampai pada bagian
yang paling ditunggu oleh partai-partai yang mengikuti pemilihan umum, masyarakat
dan para pengamat politik yang telah menanti hasil tersebut. Dari 32 partai akhirnya
muncul 4 partai utama yang menduduki peringkat tertinggi dalam hasil pemilihan.
Keempat partai tersebut adalah PNI, Masjumi, NU dan PKI. Hal yang mengejutkan
adalah perolehan suara yang di peroleh PKI yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan
pengamat politik yang memprediksikan PSI yang akan menang. Akan tetapi pada
192 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. hlm: 58.
138
kenyataannya, PSI hanya meraih suara yang lebih sedikit yaitu 753.191 suara
dibandingkan PKI yang memperoleh 6.179.914 suara.
Keberhasilan PKI dalam mengalahkan PSI adalah kerena PKI mampu untuk
mendisiplinkan partainya lebih baik di bandingkan dengan PSI. Sementara itu PSI
lebih memilih untuk berada dalam politik praktis pemerintahan selama empat tahun
sejak tahun 1951 sampai tahun 1955 PKI lebih memilih untuk berada di bawah garis
masa rakyat dengan konsulidasi yang cukup ketat. PKI lebih memilih melakukan
kompromi-kompromi dengan partai yang masuk ke dalam pemerintahan
dibandingkan dengan masuk kedalam sistem pemerintahan itu sendiri. Perolehan
suara yang di dapat PKI dapat menandakan bahwa PKI telah menjadi “partai
populer“ di masyarakat. Tabel di bawah merupakan penggambaran betapa jauhnya
jumlah perolehan suara antara PSI dengan PKI dan perbandingan suara empat besar
partai utama.
139
HASIL PEROLEHAN SUARA KESELURUHAN PNI, Masjumi, NU, PKI , PSI PADA PEMILIHAN UMUM PARLEMEN DAN KONSTITUANTE
193PEMILU 1955 Suara
dalam konstituante
Perbedaan Suara dalam
parlemen Perolehan
suara No Partai
1 PNI 8.434.653 9.070.218 635.565 2 Masjumi 7.903.886 7.789.619 114.267 3 NU 6.955.141 6.989.333 34.192 4 PKI 6.179.914 6.232.512 55.598 5 ... ... ... ... 8 PSI 753.191 695.932 31.238
10 ... ... ... ... R.Soedjono Parwirosoedarso dan kawan-kawan
28 53.306 38.356 14.949
Keberhasilan PKI menjadi partai keempat pemenang Pemilu dengan
perolehan suara parlemen 6.179.914 suara dan 6.232.519 suara telah mencemaskan
partai Masjumi. Sebagai sebuah partai Islam, Masjumi kemudian mencoba
mengusulkan pada presiden Sukarno untuk menggunakan tiga partai saja sebagai
partai mayoritas dalam parlemen. Akan tetapi usul Masjumi gagal sebab PKI tetap
menjadi sebuah partai yang berada di posisi keempat suara terbesar dalam pemilu.
Hal ini terjadi sebab di setealah tahun 1953 kedekatan Aidit dan Sukarno telah
membuat PKI semakin memiliki pengaruh tidak dapat disingkirkan begitu saja.
Dalam perolehan suara antara PKI dengan NU sangat tipis dengan selisih 775.227
suara. Selain faktor jumlah suara, kedekatan Aidit dengan Sukarno telah melahirkan
sebuah korelasi yang cukup besar bagi pengaruh PKI di tahun 1955.
193 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 94. Keseluruhan hasil perolehan suara PKI secara Nasional dan presentasi lihat lampiran.
140
Dalam dua kali pemilihan umum yaitu pemilihan parlemen dan pemilihan
dewan konstiuante, perolehan suara PKI dalam pemilihan umum konstituante selisih
lebih banyak 55.598 suara dari pada pemilihan umum sebelumnya yaitu 6.179.914
suara untuk pemilihan umum parlemen dan 6.232.512 suara untuk pemilihan dewan
konstituante. Pola yang terjadi didalam PKI juga berlaku bagi hamper sebagian besar
partai-partai yang menempati 4 besar pemenang pemilu. Hal ini desebabkan setiap
partai telah memiliki massanya sendiri-sendiri dan tentu saja ditunjang oleh
kampanye yang dilakukan sebelumnya.
Sementara itu dalam perhitungan perolehan suara PKI secara nasional,
penyumbang suara terbesar untuk PKI berada di wilayah Jawa timur. Di daerah ini
sekitar 23,3 % dari seluruh pendapatan suara partai dari 15 wilayah pemilihan
dengan jumlah 2.299.602 suara untuk pemilihan Parlemen dan 2.266.801 suara untuk
pemilihan konstituante. Daerah penyumbang suara terbesar ke dua adalah Jawa
Tengah dengan 2.326.108 suara parlemen dan 2.305.041 suara konstituante. Di jawa
barat PKI hanya memiliki perolehan suara terkecil di pulau Jawa dengan perolehan
suara 755.634 suara. Sedang di daerah pemilihan Jakarta PKI memperolehan suara
sebesar 96.363 suara. Di wilayah luar pulau Jawa PKI memperoleh suara terbanyak
di daerah pemilihan Sumatra Utara dengan perolehan suara 258.875 suara parlemen
dan 277.546 suara konstituante. Hal ini dapat dilihat secara lengkap pada tabel
berikut ini. Perbandingan perolehan suara PKI antara 15 daerah pemilihan yang ada
di Indonesia
141
HASIL PERHITUNGAN SUARA PKI SEKALA NASIONAL DI DAERAH 194PEMILIHAN UMUM PARLEMEN DAN KONSTITUANTE
Suara
parlemen % suara
konstituante Daerah pemilihan suara Parlemen
Jawa Timur 2.299.602 23,3 2.266.801 Jawa Tengah 2.326.108 25,8 2.305.041 Jawa Barat 755.634 10,8 827.858 Jakarta Raya 96.363 12 89.612 Sumatra Selatan 176.900 12,1 168.095 Sumatra Tengah 90.513 5,75 98.583 Sumatra Utara 258.875 10,8 277.546 Kalimantan Barat 8.526 1,8 8.680 Kalimantan selatan 17.210 2,18 20.092 Kalimantan Timur 8.209 4,76 8.762 Sulawesi Utara dan Tengah 33.204 4,39 37.541 Sulawesi Selatan dan tenggara 17.831 1,6 23.402 Maluku 4.792 1,44 4.934 Nusa tenggara timur 5.008 0,45 6.626 Nusa tenggara Barat 66.067 5,3 78.363
Pendapatan suara PKI di satu wilayah dengan wilayah lain akan sangat berbeda
dketerkaitannya dengan berbagai macam faktor di masing-masing secara ekonomi,
sosial dan politik.
Pada umumnya pulau Jawa merupakan daerah yang cukup potensial sebagai
target utama basis masa PKI sebab di Jawa inilah pusat perekonomian baik itu pabrik
dan pertanian. Secara kultur banyak orang-orang yang yang masuk ke dalam kategori
abangan menjadikan PKI lebih mudah untuk masuk ke masyarakat. Dalam tabel
berikut akan dapat mempertegas perolehan suara 4 besar partai pemenang
Pemilihan Umum 1955 di wilayah pulau Jawa:
194 Herbert Feith. 1999. Op. Cit. Hlm: 115 , 95-103
142
PERBANDINGAN HASIL SUARA PNI, MASJUMI, NU DAN PKI 195DALAM PEMILIHAN UMUM PARLEMEN 1955
Daerah pemilihan di pulau
Jawa Partai Jakarta
Raya Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat PNI 2.251.069 3.019.568 1.541.927 152.031
Masjumi 1.109.742 902.387 1.844.442 200.460 NU 3.370.554 1.772.306 673.552 120.667 PKI 2.299.602 2.326.108 755.634 96.363
Di Jawa timur perolehan suara pemilihan umum perlemen PKI menempati
posisi ke dua setelah PNI dengan perolehan suara 2.299.602 suara. Hal ini
disebabkan karena Jawa timur merupakan daerah industri yang dibangun pada awal
abad ke 20 dan dikembangkan sebagai wilayah perkebunan tebu dan pabrik-pabrik
gula. Hal ini merupakan faktor penting sebab dalam ekonomi peranan buruh baik itu
buruh pabrik dan buruh perkebunan tebu merupakan para pekerja yang menggerakan
roda ekonomi. Sesuai dengan kosep perjuangan komunis yang basis kekuatannya
adalah kaum proletar, maka PKI melalui SOBSI dapat lebih muda diterima. Banyak
dari program-program PKI sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat di Jawa
timur pada tahun 1950-an.
Sementara itu di Jawa barat PKI hanya mendapat suara sebesar 755.634 suara
dan hanya menduduki peringkat ke tiga setelah Masjumi yang memperoleh suara di
parlemen 1.844.442 suara dan kemudian di ikuti PNI dengan perolehan suara sebesar
1.844.442 suara. Lemahnya perolehan suara PKI di Jawa barat lebih disebabkan
195 Herbert Feith.Op. cit. Hlm: 114-115
143
karena keberadaan politik FAK yang dibentuk oleh Isa Ashari. Propaganda FAK
telah berhasil membuat pengaruh PKI tidak berhasil di wilayah pemilihan ini. Hal
ini juga berlaku bagi wilayah pemilihan Jakarta Raya. Di Jakarta PKI hanya
memperoleh suara sebesar 96.363 suara dibandingkan dengan Masjumi yang
memperoleh suara sebesar 200.460 suara, sementara PNI yang memperoleh 152.031
suara dan NU yang memperoleh 120.667 suara.
2. Kondisi Politik Indonesia setelah Pemilihan Umum 1955.
Setelah perhitungan suara dari keseluruhan partai selesai maka dari hasil
pemilihan tersebut PKI memperoleh kursi di Parlemen sebanyak 39 Kursi. Sedang
PNI dan Masjumi mendapat 57 kursi dan NU memperoleh 45 kursi. Sedang PSI
hanya mendapat 4 kusi dalam parlemen padahal dalam parlemen sementara PSI
mempunyai 14 kursi. Jadi secara kesimpulan PNI dan Masjumi merupakan partai
yang memiliki status qou dan PKI menduduki jumlah partai terbesar ke tiga di
dalam parlemen. Akan tetapi setelah Pemlihan Umum terjadi kondisi yang tidak
begitu baik dalam pemerintahan. Hal tersebut disebabkan karena kabinet Burhanudin
Harahap sebelum menyerahkan mandat kembali kepada presiden sukarno telah
melakukan sebuah tindakan yang cukup berani yaitu membatalkan hubungan Uni
Indonesia- Belanda dan mempertimbangkan pembatalan kesepakatan KMB terutama
mengenai permasalahan Irian barat. Hal itu tentu saja menjadi pekerjaan rumah bagi
parlemen baru
144
Yang terjadi dalam parlemen baru tersebut juga timbul masalah-masalah
masalah baru terutama karena ternyata di dalam parlemen tidak muncul partai yang
memiliki dominasi suara. Hal ini disebabkan karena antara PNI dan Masjumi dan
pernyataan Masjumi yang mengatakan bahwa Masjumi tetap tidak menyetujui
keberadaan PKI dalam parlemen dan pemerintahan. Konflik dimulai ketika Masjumi
melalui Natsir mengusulkan bahwa pemeritahan atau kabinet hanya terdiri dari
Masjumi-PNI dan NU yang dinggap mampu membuat stabil pemerintahan. Bagi
masjumi PKI dipandang memiliki potensial perbedaan perinsip yang tidak bisa
membuat pemerintahan stabil. Sementara itu Aidit juga mengusulkan untuk
membentuk Kabinet yang terdiri dari PNI-NU-Perti yang didukung oleh kelompok
komunis. Dalam ususlan itu PKI tidak akan masuk ke Kabinet dan hanya sebagai
partai pendukung sepanjang program kabinet dapat diterima.196
Parlemen yang terbentuk pada tahun 1950 terdiri dari aliran kelompok partai
sebagai berikut: Sosialis Kiri (Komunis) mendapat 15% yang berjumlah 39 dari 257
kursi; Nasional 27% yang berjumlah 71 dari 257 kursi dan Islam 45% yang
berjumlah 116 dari 25& kuris dan sisanya diserahkan kepada partai-partai beraliran
sosialis?/marxis,nasionalis dan Islam. Kekuatan PKI semakin kuat ketika aliansinya
dengan PNI dan kedekatan D.N Aidit dengan Sukarno menjadikan PKI semakin
berkembang di tahun-tahun berikutnya sampai dengan peristiwa 30 September 1965
terjadi.
196 Samsuri. Op. Cit. Hlm: 62
145
BAB VII
PENUTUP
Terlibatnya PKI dalam Peristiwa Madiun pada tanggal 17 september 1948
disebabkan karena terdapat dua faktor utama yaitu, faktor eksteren dan faktor
interen. Faktor eksteren adalah a). faktor yang berasal dari kondisi politik Indonesia
setelah Perjanjian Renville.Perjanjian tersebut telah menimbulkan ketegangan antara
kelompok yang setuju. b). Penerapan program Reorganisasi dan Rasionalisasi militer
oleh Hatta dan Nasution telah menyebabkan posisi tentara nonregular dalam TNI
menjadi lemah dalam kuantitas. c). Posisi Pesindo yang berada di dalam tubuh TNI
dan dekat dengan kelompok kiri terutama PKI secara langsung dan tidak langsung
telah menyebabkan PKI memiliki ikatan ideologi yang sama. Faktor Interen partai
yang menyebabkan PKI terlibat dalam peristiwa Madiun 1948 adalah reakasi Musso
terhadap pidato Sukarno yang terlalu keras dan juga akibat dari pembentukan
Pemerintahan Front Nasional oleh Musso pada tanggal 19 September 1948 yang yang
memperkuat alasan bagi lawan-lawan politik PKI di Yogyakarta, untuk menuduh PKI
sebagai pemberontak dan melarang PKI.
Perkembangan PKI di tahun 1950 sampai tahun 1955 ditentukan dari kondisi
politik Indonesia pada awal tahun 1950. Dipilihnya demokrasi liberal sebagai sistem
politik di Indonesia telah membuka kesempatan bagi PKI untuk kembali ke dunia
politik Indonesia. Hal ini diawali dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah
melalui menteri kehakiman mengenai peristiwa Madiun 1948 dan orang-orang yang
146
telibat di dalamnya. Demokrasi liberal telah menyebabkan Indonesia mau tidak mau
harus mengakomodasi seluruh unsur kekuatan politik tanpa pandang dari mana
kelompok itu berasal dan ideologi yang mereka bawa. Hal ini dikarenakan Indonesia
ingin menarik simpati dunia internasional dengan mengatakan secara tidak langsung
bahwa indonesia layak untuk merdeka seperti Amerika serikat dan negara-negara
Barat yang bebas di Eropa. Dengan memberi izin PKI untuk hidup secara legal,
Indonesia ingin menunjukan bahwa RI tidak memihak antara Amerika Serikat atau
Uni Soviet. Hal ini terkait dengan situasi yang berkembang di dunia internasional
mengenai tanda-tanda perang dingin dari Amerika Serikat dan Uni Soviet yang
berlangsung sejak tahun 1950-an.
Dalam Pemilihan Umum 1955 PKI berhasil menempati posisi keempat setelah
PNI. Masjumi dan NU. Hal ini disebabkan karena kebijakan yang dikeluarkan partai
selama tahun 1950 sampai tahun 1955. Empat hal pokok yang mendasari
perkembangan partai dari dalam adalah Pertama adalah perubahan pandangan serta
orientasi partai yang memiliki sifat lebih terbuka dibandingkan dengan
kepemimpinan lama. Kedua adalah mengenai kepemimpinan Aidit yang memiliki
pandangan yang luas mengenai kondisi masyarakat di Indonesia. Hal ini
menyebabkan PKI mengambil berbagai macam langkah dan strategi yang cukup jeli
di masyarakat. Ketiga, pembentukan Front Nasional dan aliansinya dengan PNI
dalam parlemen pada tahun1953 dan keempat adalah aliansinya dengan berbagai
macam organisasi massa dari seluruh aspek proletar yang kemudian melahirkan
147
sebuah jaringan yang cukup kuat untuk membangun basis massa dalam
mempersiapkan Pemilihan Umum 1955.
Sementara itu selama masa kampanye selain faktor perkembangan politik
interen partai terdapat faktor yang mendasari keberhasilan PKI dalam meraih suara.
Hal ini lebih pada gerak partai dalam kelompok masyarakat. PKI dengan sifat
revolusionernya mampu menampung aspirasi kelas-kelas baru yang muncul terutama
di kalangan para pemuda dan intelektual dan kelompok-kelompok yang dalam
bidang politik tidak menempati posisi penting. PKI berhasil menempatakan mereka
menjadi kelompok penting. Permasalahan sumber dana yang cukup besar juga
menjadi faktor utama dalam kampnye. Hal ini di buktikan dengan kemampuan
PKI membuat sepanduk-sepanduk yang permanen sifatnya dan pembuatan kartu
anggota.
BIODATA Nama : Ajeng Dewanthi Kewarganegaraan : Indonesia Tempat Tanggal lahir : Yogyakarta, 19 Februari 1983 Sex : perempuan Agama : Katholik Alamat : Jl.Sanjaya no 52 Kp Jagalan RT 04/RW 06 Muntilan– Jawa Tengah 56411 Phone : 0293-586741 HP : 085868037107 E-mail : [email protected] Hobby : Membaca, Haiking dan Musik Motto : Untuk sesuatu yang kita peroleh,
kita juga harus berani kehilangan
LAMPIRAN. 1
ANGGARAN DASAR PARTAI KOMINIS INDONESIA (P.K.I.)
I. Nama FATSAL 1. Perserikatan ini bernama PARTAI KOMINIS INDONESIA dan berpoesat di tempat jang setiap tahoen ditetapkan oleh kongeres. Di dalam Anggaran ini seteroesnya di sebut partai.
II. Toedjoean FATSAL 2. Toedjoean partai adalah oentoek mempersatoekan kaum boeroeh tani dan tani ketjil kaoem politariant tiada memandang bangsa atau agama dalam satoe partai politik merdeka jang mendjalankan perdjoengan kelas ( Klassen Strijd) di negerinja terhadap segala penindasan manoesia dengan kejakinan, bahwa djalan ini adalah jang satoe-satoenja jang dapat memerdekakan kaoem jang tertindas. Parai menjokong sekoeat tenaga tiap-tiap gerakan politik , ekonomi politik dan sosial dari golongan-golongan rakjat jang tertindas asal keadaan golongan-golongan tersebut perdjoeangannja terhadap penindasan karena gerakan gerakan mereka itoe akan menjadi lebih baik.
III. Oesaha FATSAL 3. Partai menjapai toejoeannja dengan oesaha-oesaha sebagai berikoet:
a) Mengadakan koersoes-koersoes, rapat-rapat tertoetoep atau terboeka. Pidato-pidato dan sebagainja serta memeadjoekan pengetahoean rakjat dengan segala ichtiar jang bergorna baginja;
b) Mengeloerkan madjallah-amdjallah jang terbit berkala begitoe poela soerat- soerat kabar harian;
c) Memadjoekan dan menjokong serikat-serikat boeroeh, boeroeh tani dan tani ketjil jang berdasarkan perdjoeangan kelas (Klasenstrijd-ed)
d) Mengeloerkan, menjiarkan dan mendjoeal boekoe-boekoe, madjallah-madjallah dan lain-lain batjaan. Memperdagangkan segala jang ..(diboeat) meskipoen (tidak ditentukan) oleh partai sendiri
e) Memajoekan dan menjokong koperasi-koperasi jang disetoedjoei oleh partai.;
f) Ikoet serta dalam pemilihan badan-badan perwakilan rakjat dan badan-badan pemerintaha.;
g) Memajoekan soerat-soerat permintaan pada badan-badan permintaan rakjat dan badan-badan pemerintahan
h) memakai segala hak jang di berikan oleh rakjat.
IV. Anggauta
Fatsal 4. Siapapoen jang menjatakan moefakat dengan fatsal 2 dari Anggaran Dasar ini dan telah beroemoer 18 tahun dapat diterima menjadi anggauta partai. Perserikatan-perserikatan dapat menjadi anggauta dengan tetap memakai namanja sendiri permintaan mereka boeat masoek dianggap dan akoei sebagai permintaan bersama-sama (collectief) dari segenap anggauta perserikatan. Permintaan untuk menjadi anggauta itoe djika di terima membawa kewadjiban oentoek mendjoenjoeng poetoesan-poetoesan Partai dalam aksi politik dan mengandoeng poela permoefakatan persetikatan itu dengan fatsal 2 dari Anggaran Dasar ini. Ini tidak berarti bahwa anggauta-anggauta perserikatan itu menjadi anggauta Partai. Mereka itoe tetap mempoenjai hak sepenoehnja oentoek mengatoer hal-hal mereka sendiri asal poetoesan-poetoesan dan perboetan-perboetan mereka tidak bertentangan dengan dasar atau atoeran perjoeangan sesoetau poetusan partai. Siapapoen boleh menjadi anggauta dari satoe perserikatan jang telah tergaboeng dari anggota partai. Djikalau Markas besar Partai menolak permintaan menjadi anggauta dari seseorang atau satoe perserikatan maka permintaan itoe dapat dimadjoekan kepada kongeres dengan melewati seksi dari Markas Besar Partai. Kongereslah jang akan membereskan permintaan itoe. Atoeran-atoeran tentang permintaan anggauta ditetapkan dalam Anggaran Tetangga Fatsal 5 Anggauta-anggauta partai yang berdiam dalam soeatoe Karisidenan digaboengkan dalam satoe seksi. Markas Besar Partai dapat menentoekan soeatoe daerah sama dengan soetaoe karisidenan. Tiap-tiap seksi dapat mendirikan satoe onderseksi atau lebih Tiap-tiap onderseksi dapat poela mengadakan ressort-ressort
Tempat kedoedoekan dan batas onderseksi dan ressort ditentukan oelh onderseksi dan ressort jang bersangkoetan dengan berkerdja bersama-sama. Ressort bertangoeng djawab terhadap onderseksi, onderseksi kepada seksi, seksi pada Markas Besar dan Markas besar kepada Kongeres. Fatsal 6. Satoe seksi paling sedikit haroes terdiri paling sedikit dari 6 orang angauta Dalam keadaan loear biasa atas pertimbangan Markas Besar soeatoe seksi jang djoemlah angautanja kurang dari 6 orang dapat tetap berdiri. Fatsal 7. Barang siapa yang berdiam di soeatoe tempat jang beloem ada seksi dari Partai bila hendak masoek menjadi anggauta, haroes memberitahoekan hal itoe kepada Markas Besar jang akan memasoekanja sebagai anggauta tersiar. Djika di tempat itoe atau tempat-tempat jang berdekatan ada 6 anggauta tersiar Markas Besar dapat menjatoekan mereka dalam satoe seksi. Fatsal 8. Markas Besar dapat memetjat dengan segera anggauta-anggauta jang tingkahlakoenja meroegikan partai. Angauta jang dipecat dapat mengajoekan haknja kepada konggeres jang pertama datang. Fatsal 9. Seksi jang bertindak bertentangan dengan Anggaran tau dengan Anggaran Dasar atau dengan alsan jang tidak diakoe sjah oleh Markas Besar atau tidak mendjalankan kewadjibannja terhadap partai dihentikan oleh Markas Besar. Djika dalam pelanggaran tersebut dalam ayat pertama dalam fatsal ini dilakoekan oleh seorang anggauta, seksi jang bersangkoetan dikoesakan oentoek mengehntikan semntara anggauta itu dan diwadjibkan merapotkan hal itu kepada Markas Besar. Peghentian semetara anggauta tersiar berhoeboeng dengan hal terseboet di atas dilakoekan oleh Markas besar. Dalam koengers pertama datang akan diusulkan soepanja seksi atau anggota itu dipetjat. Ketjoeali bila pengenghentian semetara itoe telah ditarik kembali karena alasannya tidak sjah. Bila seksi ataoe anggauta jang demikian itoe tidak dipetjat oleh konggere maka penghentian sementara tadi dianggap ditjaboet.
V. Kongeres FATSAL 10, Kongres mempoenjai kekoesaan tertinggi dalam partai. Kongres terdiri dari oetoesan-oetoesan dan anggauta-anggauta tersiar jang mengoenjoengi Tiap-tiap tahoen pada tanggal 21 Oktober, hari berdirinja partai kembali dan djika perloe satoe hari atoe lebih hari berikutnja atau sebeloemnja diadakan kongeres tahoenan. Markas Besar sewaktoe-sewaktoe dapat mengadakan kongere luar biasa atau referendum cepat. Fatsal 11 dalam kongeres tahunan dibitjarakan:
a) Berita tahoenan dari markas besar tentang segala pekerdjaan jang telah dilakukan sesoedah kongeres jang laloe.
b) Berita dari markas besar tentang pimpinan keoeangan c) Berita redaksi dari Madjallah partai d) Pekerdjaan jang telah dilakukan oleh kawan-kawan seperdjoeangan
dan anggauta-anggauta jang doedoek dalam badan-badan perwakilan rakjat.
e) Oesoel-oesoel jang dimasoekan f) Pemilihan segenap anggauta Markas Besar g) Dimana kongeres jang akan datang akan diadakan. h) Pemilihan anggauta-anggauta redaksi atau madjalah harian partai.
Fatsal 12. bila dipandang perloe Markas Besar boleh menguoendang oerang-oerang loear oentoek mengunjungi kongeres. Di mana mereka itu mendapat hak untuk t oeroet tjampoer dalam segala perdebatan atau perdebatan tentang satoe doea hal jang ditentoekan lebih dahoeloe. Bintang Merah 24 Desember 1945. no rol: 33/PN/M Perpustakaan Nasional Salemba.
LAMPIRAN 2 Bintang merah No rol 33/PN/M-perpustakaan Nasional Salemba Jakarta. Bintang Merah 24 Desember 1945
Anggaran Dasar Partai Komunis Indonesia
Makloemat PKI No. 1 Sedari tahoen 1924 PARTAI KOMUNIS INDONESIA telah berdjoeang mati-matian oentoek melepaskan INDONESIA daripenindasan danpenghisapan imperialisme kapitalisme Belanda dan asing serta mendirikan satu pemerintah repoeblik jang merdeka berdasarkan kerakjatan dan socialisme. Pada tahun 1926 P.K.I sitindas dengan kejak dan beriboe-riboe anggotaja disiksa, di boeang dan beberapa anggotanja di gantoeng samapai mati. Sejak waktoe itu P.K.I ak dapat bekerdja lagi dengan terang-terangan dan terpaksa berdjoeang dengan gelap-gelapan. Sekarang seloeroeh rakdjat bangkit serentak , berontak melawan segala jang bersifat penindasan, penghisapan dan pendjadjahan. Oleh karenanja. Telah tibalah saatnja kita kaoem kominis bangoen kembali dan tampil ke moeka goena memimpin rakjat djelata oentoek mempertahankan KEMERDEKAAN kita dan memjempurnakan REOEBLIK INDONESIA menoeroet dasar socialisme jang sedjati.Dan pada tanggal 21 Oktober 1945 Partai Kominis Indonesia telah didirikan lagi dan berkedoedoekan di Djakarta. Perloe di terangkan bahwa makloemat-makloemat jang memakai perloe arit jang terlah sebar-sebatkan, boekan berasal dari kami tetapi ilah berasal dari pihak musuh jang hendak mengatjoekan dan membingoengkan rakjat.Oentoek mentjegah pengatjauan makloemat-makloemat yang seperti lide maka makloemat-makloemat jang akan kami sebarkan selandjoetnja haroes di tandatangani oleh Markas Besar Partai Kominis Indonesia. Markas Besar PARTAI KOMUNIS INDONESIA Ketoea: Mr. Mhd.Joeshoep Sekretaris:Likasi A. Kasim
(Bintang Merah no.1 17 November 1945 hal:2)
LAMPIRAN 3
Djalan Baru Untuk Republik Indonesia
Rentjana Resolusi Polit-Biro untuk dimadjukan pada Kongres ke-V dari Partai Komunis Indonesia. Disetudjui oleh Konperensi PKI pada tanggal 26 dan 27 Agustus 1948
Tjetakan ke-VII
(Jajasan "Pembaruan" Djakarta 1953)
I
Lapangan organisasi
Untuk dapat memahamkan kesalahan2 PKI dilapangan organisasi, sebaiknja diuraikan lebih dahulu sedikit riwajat PKI.
Dalam tahun 1935 PKI dibangunkan kembali setjara illegal atas inisiatif Kawan Musso. Selandjutnja PKI illegal inilah jang memimpin perdjuangan anti-fasis selama pendudukan Djepang. Kesalahan pokok dilapangan organisasi jang dibuat oleh PKI illegal jalah, tidak dimengertinja perubahan2 keadaan politik didalamnegeri sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sebenarnja pada saat itulah, PKI harus melepaskan bentuknja jang illegal dan muntjul dalam masjarakat Indonesia Merdeka dengan terang2an.
Akan tetapi karena pada saat itu dan seterusnja bentuk jang illegal ini masih dipegang teguh, maka dengan demikian PKI telah mendorong orang2 jang menghendaki adanja PKI, untuk medirikan PKI legal, dan telah memberi kesempatan kepada anasir2 avonturir jang berhaluan Trotskis untuk mendirikan PBI. Dengan berdirinja PKI legal dan PBI ini, maka timbullah keharusan bagi PKI illegal untuk merebut se-lekas2nja pimpinan atas Partai2 ini, supaja perdjuangan klas buruh djangan sampai menjimpang dari rel revolusioner. Dengan sendirinja keharusan ini mengakibatkan terbagi-baginja kader illegal kita, jang sudah tentu melemahkan organisasi.
Oleh sebagian kawan2 dari PKI illegal, didirikan Partai Sosialis Indonesia, jang, kemudian membuat kesalahan besar karena mengadakan fusi dengan Partai Rakjat Sosialis dari Sutan Sjahrir dan mendjeIma mendjadi Partai Sosialis. Dengan adanja fusi ini, maka terbukalah djalan bagi Sutan Sjahrir dan kawan2nja untuk memperkuda
Partai Sosialis. Kedjadian ini dmungkinkan oleh kurang sedar dan kurang waspadanja kawan2 dari PKI illegal jang turut mengemudikan Partai Sosialis.
Kemudian tidak sedikit djum]ah kader2 illegal kita jang diperlukan baik didalam Pemerintahan maupun didalarn Badan Pekerdja KNIP. Sehingga dengan sendirinja tidak mungkin lagi bagi kawan2 ini mentjurahkan segenap tenaganja kepada pekerdjaan dalam ketiga Partai tsb. diatas (PKI legal, PBI, Partai Sosialis). Hal ini lebih melemahkan organisasi.
Berhubung dengan semua ini, maka kedudukan dan rol Partai Komunis Indonesia sebagai Partai klas buruh dan pelopor revolusi telah diperketjil. PKI ditempatkan pada tempat jang tidak semestinja, sehingga sebagai Partai dan organisasi sama sekali tidak mewudjudkan kekuatan jang berarti. Dengan demikian sangat berkuranglah tradisi baik dan popularitet PKI dalam waktu sebelum dan selama perang dunia ke-II. Kesalahan besar dalam lapangan organisasi ini diperbesar lagi, karena kaum Komunis sangat mengetjilkan kekuatan klas buruh dan Rakjat seluruhnja dan karena kaum Komunis terpengaruh oleh propaganda dan antjaman Amerika. Oleh sebab itu telah mendjadi takut dan kurang pertjaja kepada kekuatan tenaga anti-imperialis jang dipelopori oleh Soviet Uni. Dengan demikian PKI membesar-besarkan kekuatan imperialisme umumnja dan imperialisme Amerika chususnja. Dengan demikian pula PKI memberikan terlampau banjak konsesi kepada imperialisme dan klas burdjuis.
Adanja tiga Partai klas buruh sampai sekarang (PKI legal, PBI dan Partai Sosialis), jang semuanja dipimpin oleh Partai Komunis illegal, mengakui dasar2 Marxisme-Leninisme dan sekarang tergabung dalam Front Demokrasi Rakjat serta mendjalankan aksi bersama berdasarkan program bersama, telah mengakibatkan ruwetnja gerakan buruh seumumnja. Hal ini sangat menghalangi kemadjuan dan perkembangan kekuatan organisasi klas buruh, djuga sangat menghalangi meluas dan mendalamnja ideologi Marxisme-Leninisme jang konsekwen. Dengan demikian telah memberi banjak kesempatan kepada musuh klas buruh untuk menghalangi kemadjuan gerakan Komunis dengan djalan mendirikan ber-matjam2 Partai Kiri jang palsu dan jang memakai sembojan2 jang semestinja mendjadi sembojan PKI (diantaranja : "Perundingan atas dasar Kemerdekaan 100%").
Oleh karena sikap jang anti-Leninis dalam hal politik organisasi ini, maka dilapangan serikatburuhpun kaum Komunis dengan demikian telah sangat menghalangi tumbuhnja keinsafan politik kaum buruh seumumnja sebagai pemimpin Revolusi Nasional. Kaum Komunis jang merninipin gerakan buruh (serikatburuh) lupa, bahwa menurut Lenin serikatburuh itu adalah sekolahan untuk Komunisme. Melalaikan propaganda Komunisme dikalangan kaum buruh, berarti dengan langsung menghalangi bertambah sedarnja kaum buruh sebagai pemimpin Revolusi Nasional
jang anti-imperialisme dan anti-feodalisme. Berarti melupakan arti gerakan kaum buruh sebagai sumber jang terpenting bagi PKI untuk mendapat kader2nja.
Pengaruh daripada kesalahan dalam lapangan organisasi jang telah dilakukan oleh kaum Komunis dengan djelas dan terang nampak djuga dikalangan perdjuangan tani, dimana pengaruh PKI djuga sangat lemah. Padahal kaum tani amat besar artinja sebagai sekutu kaum buruh dalam Revolusi Nasional. Dengan tidak adanja bantuan jang aktif dari kaum tani, Revolusi Nasional tentu akan kalah.
Dari sudut organisasi kaum Komunis mempunjai pengaruh jang tidak ketjil dikalangan pemuda, terutama dalam Pesindo, Akan tetapi karena gerakan ini tidak langsung terkenal sebagai massa organisasi PKI, sedangkan PKI sebagai Partai tidak terang2an memeloporinja, maka ideologi Komunisme dikalangan pemuda terbukti kurang terang dan ruwet, sehingga pendirian pemuda ragu2. Akibat jang langsung dari politik organisasi sematjam ini jalah, terhalangnja kemadjuan perkembangan propaganda Komunisme dikalangan pemuda.
Pun dikalangan wanita, kaum Komunis tidak mempunjai pengaruh jang agak penting. Terang bahwa kaum Komunis mengetjilkan rol kaum wanita dalam Revolusi sekarang.
Dikalangan pradjurit, kaum Komunis mempunjai pengaruh jang agak penting djuga. Akan tetapi karena adanja tiga Partai kaum buruh, maka kaum proletar dan kaum tani jang bersendjata ini dalam prakteknja tidak bersikap terang terhadap PKI dan dengan demikian simpati golongan pradjurit pada Komunisme tidak dapat diperluas. Dilapangan organisasi, PKI tidak mempunjai akar jang kuat dan dalam dikalangan pradjurit.
Semua keruwetan dalam lapangan organisasi djuga menjebabkan tidak kuatnja PKI dalam gerakan sosial dan kebudajaan seperti sport, kesenian dll.nja, baik dalam lapangan organisasi maupun dalam lapangan ideologi.
Berhubung dengan kesalahan2 jang mengenai azas dalam lapangan organisasi seperti tsb. diatas dan menarik peladjaran dengan se-baik2nja dari kedjadian di Jugoslavia, maka rapat Polit-Biro PKI memutuskan untuk mengadakan perubahan jang radikal, jang bertudjuan supaja :
1. Selekas-lekasnja mengembalikan kedudukan PKI sebagai pelopor klas buruh.
2. Selekas-lekasnja mengembalikan tradisi PKI jang baik pada waktu sebelum dan selama perang dunia ke-II.
3. PKI mendapat HEGEMONI (kekuasaan jang terbesar) dalam pimpinan Revolusi Nasional ini.
Dalam pekerdjaan jang maha sukar ini, Polit-Biro jakin, bahwa PKI akan dapat melakukan perubahan radikal tersebut diatas dengan tjepat. Waktu achir2 ini, kalangan kaum Komunis sendiri, oleh karena pekerdjaan sehari2 dikalangan Rakjat lebih diperhatikan dan bertambah terasanja keruwetan dan kekatjauan, telah mulai mentjari djalan untuk keluar dari djurang reformisme dengan mengadakan kritik dan self-kritik, terutama didalam rapat pleno CC PKI tgl. 10-11 Djuni 1948 dan dalam rapat Polit-Biro tgl. 2 Djuli 1948. Akan tetapi oleh karena kritik dan self-kritik ini belum benar2 merdeka dan bersifat bolsjewik, maka rapat tsb. belum dapat mengetahui kesalahan2 jang benar2 mengenai strategi dalam lapangan organisasi maupun politik. Akan tetapi selama pertukaran fikiran dengan Kawan Musso dalam rapat Polit-Biro kritik dan self-kritik didjalankan dengan leluasa. Semua anggota Polit-Biro seia-sekata mengakui kesalahan2nja dengan terus-terang dan sanggup akan memperbaiki seIekas-Iekasnja.
Djalan satu2nja untuk melikwidasi kesalahan pokok itu dengan tjara radikal jalah mengadakan hanja SATU Partai jang LEGAL daripada klas buruh. Ini berarti dihapuskannja pimpinan PKI jang illegal. Seperti tsb. diatas, PKI jang dibangunkan kembali oleh Kawan Musso setjara illegal pada tahun 1935 itu melandjutkan perdjuangannja pada waktu pendjadjahan Djepang sampai zaman Republik, dan hingga waktu ini masih memimpin gerakan anti-imperialis.
PKI illegal ini hingga sekarang didjadikan sasaran oleh kaum Trotskis jang langsung atau tidak langsung tergabung dalam Pari, dengan maksud untuk mengatjaukan gerakan Rakjat dengan mengatakan, bahwa PKI itu adalah PKI jang diperkuda oleh Belanda atau "PKI Van der Plas", artinja PKI jang didirikan untuk kepentingan Belanda. Tuduhan ini lebih2 lagi menundjukkan ketjurangan golongan Trotskis untuk membusukkan PKI illegal, jang benar dibangunkan kembali oleh Kawan Musso dengan kawan2 jang lain, diantaranja kawan2 almarhum Pamudji, Sukajat, Abdul Aziz, Abdul Rachim dan kawan2 Djokosudjono, Achmad Sumadi, Ruskak, Marsaid, kemudian diteruskan oleh kawan2 Amir Sjarifuddin, Wikana, Sudisman, Sardjono, Subijanto almarhum, Sutrisno, Aidit dll.
Semua kesalahan2 dilapangan politik organisasi jang tsb. diatas, pada pokoknja jalah mengetjilkan rol Partai Komunis Indonesia sebagai satu2nja kekuatan jang seharusnja memegang pimpinan daripada klas buruh dalam mendjalankan revolusi. Berdasarkan itu, maka rapat Polit-Biro PKI telah memutuskan, bahwa seterusnja harus hanja ada satu Partai jang berdasarkan Marxisme-Leninisme dalam kalangan kaum Buruh. Polit-Biro PKI memutuskan mengadjukan usul, supaja diantara tiga Partai jang mengakui dasar2 Marxisme-Leninisme jang sekarang telah tergabung dalam Front
Demokrasi Rakjat serta telah mendjalankan aksi bersama, berdasarkan program bersama, selekas-lekasnja diadakan fusi (peleburan), sehingga mendjadi SATU Partai klas buruh dengan memakai nama jang bersedjarah, jaitu Partai Komunis Indonesia, disingkat PKI. Hanja Partai sedemikian itulah jang akan dapat memegang rol sebagai pelopor dalam gerakan Kemerdekaan sekarang ini.
Revolusi kita adalah Revolusi Nasional atau Revolusi Demokrasi Burdjuis dalam zaman imperialisme dan Revolusi Proletar dunia. Menurut kodratnja dan dipandang dari sudut sedjarah maka hanja klas buruhlah, sebagai klas jang paling revolusioner dan konsekwen anti-imperialisme, jang semestinja memimpin revolusi ini, dan bukan klas lain.
Adapun tjara mewudjudkan fusi ini dengan selekas-lekasnja bendaknja sbb.:
1. Membersihkan PKI dari anasir2 jang tidak baik. 2. Membentuk Komite Fusi jang berkewadjiban:
a. Mendaftar anggota 2 PBI dan Partai Sosialis jang dapat diusulkan dengan segera mendjadi anggota PKI.
b. Menjiapkan masuknja anggota2 lainnja jang masih kurang madju dengan memberi kepada mereka, kewadjiban untuk mempeladjari buku-buku Marxisme-Leninisme, kursus2, pekerdjaan jang tertentu dsb.
3. Setelah semua ini selesai, lalu mengadakan Kongres Fusi daripada ketiga Partai, dimana ketiga Partai dilebur mendjadi satu dengan menlakai nama Partai Komunis Indonesia dan dipilih Central Comite jang baru setjara demokratis.
Dengan adanja hanja satu Partai klas buruh jaitu PKI, maka pekerdjaan akan mendjadi lebih sederhana dan rasionil.
Adanja satu PKI jang legal, rnemudahkan dan menegaskan pekerdjaan tiap2 Komunis dalam serikat buruh, dalam perdjuangan tani, pemuda, wanita, dalam gerakan sosial dll.
Oleh karena PKI adalah Partai klas jang miskin dan jang tertindas, seharusnja susunan pimpinan dan susunan Partai seluruhnja sebagian besar terdiri dari elemen2 proletar sedangkan kaum intelektuil seharusnja mendjadi Pembantu jang tidak dapat diabaikan dalam semua hal terutama dalam pekerdjaan pembentukan kader2 dan dalam mempertinggi tingkatan teori anggota PKI. Kesalahan2 pokok hingga
sekarang, disebabkan pula oleh karena kurangnja elemen-elemen proletar dalam pimpinan Partai.
Rapat Polit-Biro memperkuat putusan CC PKI untuk membentuk suatu organisasi-massa baru, jalah : "Lembaga Persahabatan Indonesia-Soviet Uni". Ini perlu sekali, oleh karena di Indonesia terdapat sangat banjak orang jang bersimpati kepada Soviet Uni dan jang masih segan memasuki PKI. Perlu sekali adanja lembaga itu, supaja Rakjat djelata mengetahui lebih banjak tentang Soviet Uni, supaja Rakjat djelata mempunjai kepertjajaan lebih besar kepada gerakan demokrasi Rakjat jang dipimpin oleh Soviet Uni. Kekuatan Soviet Uni dan kekuatan2 anti-imperialis lainnja diseluruh dunia sebenarnja adalah djauh lebih besar daripada kekuatan blok imperialisme jang dipimpin oleh Amerika Serikat, jang djuga bemiat mendjadjah kembali tanah air kita.
LAMPIRAN 4 HASIL PERHITUNGAN SUARA PARTAI-PARTAI DALAM PEMILIHAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN KONSTITUANTE PEMILIHAN UMUM 1955
No Partai Suara
Parlemen Suara
Konstituante Perbedaan 1 PNI 8.434.653 9.070.218 plus 635.5652 Masjumi 7.903.886 7.789.619 min 114.2673 Nahdatul Ulama 6.955.141 6.989.333 plus 34.1924 PKI 6.176.914 6.232.512 plus 55.5985 PSII 1.091.160 1.059.922 min 31.2386 Parkindo 1.003.325 9.888.810 min 14.5157 Patai Katolik 770.740 748.591 min 22.1498 PSI 753.191 695.932 min 57.2599 IPKI 539.824 544.803 plus 4.979
10 Perti 483.014 465.359 min 17.65511 GPPS 219.985 152.892 min 67.09312 PRN 242.125 220.652 min 21.47313 PPPRI 200.419 179.346 min 21.07314 Partai Murba 199.588 248.633 plus 49.04515 Partai Buruh 224.167 332.047 plus 107.88016 PRI 206.261 134.011 min 72.25017 PIR-Wongsonegoro 178.481 162.420 min 16.06118 PIR-Hazairin 114.644 101.509 min 13.135
19 Permai ( Persatuan Marhaen Indonesia) 149.287 164.389 plus 15.099
20 Baperki 178.887 160.456 min 18.43121 Gerinda 154.792 157.976 plus 3.18422 Partai Persatuan Daya 146.054 169.222 plus 23.16823 PRIM 72.532 143.907 plus 71.37524 AKUI 81.532 143.907 plus 71.37525 Acoma 64.514 55.844 min 9.67026 PPTI 85.131 74.913 min 10.21827 PRD 77.919 39.278 min 38.641
28 R. Soedjono Parwirosoedarso dan Kawan-kawan 53.036 38.326 min 14.949
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Aidit, Dipa Nusantara;
1958. Indonesian Society and the Indonesia Revolution. Djakarta: Jajasan
Pembaharuan
Aidit, Dipa Nusantara.
1963. Problems of the Indonesian Revolutions. Djakarta: DEMOS.
Aidit, Dipa Nusantara. Suar Suroso. Jacques Leclec. Muso.
2001. PKI korban perang dingin (sejarah peristiwa Madiun 1948). Jakarta:
Era Publisher.
Agung Gde Agung, Ide Anak.
1990. Twenty Years Indonesian Foregine Policy 1945-1965. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Althusser, Louis.
2004. Tentang Ideologi: Marxisme Strukturalis, Psikoanalisis, Cultural Studies.
Bandung: Jala Sutra.
Anderson, David Charles.
2003. Peristiwa Madiun 1948. Kudeta atau Konflik Internal Tentara. Yogyakarta:
Penerbit Media Pressindo.
Arbi Sanit.
2000. Badai Revolusi. Sketsa Kekuatan Politik PKI di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Atmaji Sumarkijo.
2000. Mendung di atas Istana Merdeka. Menyingkap peranan biro khusus PKI dalam
pemberontakan G-30-S. Jakarta: Pustaka sinar Harapan
Brackman, Arnold C.
1963. Indonesia Communism a History. New York: Frederick A. Praeger.
Coen Husain Pontoh.
2005. Menentang mitos tentara rakyat. Yogyakarta: Resist Book.
Compton, Boyd R.
1993. Kemelut Demokrasi Liberal. Surat-surat rahasia Boyd R. Compton. Jakarta:
LP3ES.
Cribb, Robert. Colin Brown.
1995. Modern Indonesian a history since 1945. Addison wesly Logman, New
York.
Dahm, Bernhard.
1975. History of Indonesia in the twentieth century.London. New York.
Washington: Praeger Publishers.
Deliar Noer.
2000. Partai Islam di pentas nasional.Kisah dan analisis perkembangan politik
Indonesia 1945-1965. Bandung: Mizan
Edman. Peter.
2005. Aidit kisah Partai Komunis Indonesia di bawah kepemimpinan D. N.
Aidit 1950-1955. Jakarta: Center for information analysis.
Eleonora Weiringa, Saskia.
1999. Penghancuran Gerakan perempuan di Indonesia. Jakarta: Garba Budaya
dan Kalyanamitra.
Fansod, Merle.
1956. How Russia is ruled. Cambridge: Havard University Press.
Eatwell, Roger. Anthony Wright (ed).
2004. Ideologi politik kontemporer. Yogyakarta: Jendela.
Feith, Hebert.
1999. Pemilihan Umum di Indonesia 1955. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia.
Feith, Hebert.
1962. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Ithaca, New
York: Cornell University Press.
Hatta, Muhammad.
2002. Bung Hatta Menjawab. Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk
Himawan Soetanto.
2006. Madiun Dari Republik ke Republik. Aspek Militer Pemberontakan di Madiun
1948. Jakarta: Penerbit Kata Hasta Pustaka.
Hesri Setiawan.
2002. Negara Madiun. Kesaksian Soemarsono Pelaku Perjuangan . Jakarta: Penerbit
FuSPAD.
Hindley, Donald.
1964. The Communist Party of Indonesia 1951-1963. Cambridge University Press.
Hog Gie, Soe.
2000. Lentera Merah Indonesia. Yogyakarta: Bentang.
Hog Gie, Soe.
2005. Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan. Yogyakarta: Bentang
Imam Soedjono.
2006. Yang Berlawan. Membongkar Pelmasuan Tabir Sejarah PKI. Yogyakarta:
Resist Book
Kahin, George Mc. Truman|.
1995. Nasionalime dan Revolusi di Indonesia. Semarang: Univesitas Negeri Semarang
Press dan Pustaka Sinar Harapan
Lenin.
2001. Lenin Revolusi dari mana kita mulai?. Jakarta: Era Publisher.
Listiyono Santoso. Sunarto. Abd. Qodir Shaleh.
2003. Epistemologi kiri. Yogyakarta: AR-RUZZ.
Magnis-Suseno, Franz.
2003. Dalam bayangan Lenin enam pemikir Marxisme dari Lenin sampai Tan
Malaka. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Magnis-Suseno, Franz.
2001. Pemikiran Karl Marx dari Utopis ke perselisihan Revisionime. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Magnis-Suseno, Franz.
2001. Kuasa dan moral. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mannheim, Prof.Karl.
1991. Ideologi dan Utopia. Yogyakarta: Kanisius.
Maswadi Rauf.
2001. Konsensus dan konflik politik. Jakarta: Derektorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional.
Miriam Budiardjo(penyuting). Sigmund Neumann.
1981. Partisipasi dan partai politik. Sebuah bunga rampai. Jakarta: PT Gramedia
Jakarta. Hlm: 68-69.
Moedjanto, M. A. Drs. G.
2001. Indonesia abad ke-20 Jilid 2. Dari Perang kemerdekaan pertama
sampai PELITA III. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Nasution, Dr. A. H.
1978. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, jilid 7. Bandung: Penerbit Angkasa
Pipes, Richard.
2003. Komunisme sebuah sejarah.Yogyakarta: Mataangin
Pusat Sejarah ABRI. 1996. Bahaya Latent Komunis. Jakarta: Pusat Sejarah ABRI.
Ricklefs, M. C.
2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
M.C. Ricklefs.
2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Saifrul Arif, Eko Prasetyo.
2004. Lenin Revolusi Oktober 1917. Yogyakarta: Resist Book
Samsuri.
2004. Politik Islam anti Komunis. Pergumulan Masyumi dan PKI di arena
demokrasi liberal. Yogyakarta: Safiria Insania Press.
Swift, Ann. 1989. The Road Of Madiun: The Indonesia Communist Uprising Of
1948. Ithaca, New York: Cornell University Press.
Tanter, Richard. Kneth Young (Ed).
1993. Politik kelas menengah Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Weiringa, Saskia Eleonora.
1999. Penghancuran gerakan perempuan di Indonesia. Jakarta: Kalyanamitra
Website
Http://www.wikepedia.com/sayapkiri. com. Penjelasan istilah Sayap Kiri
Http://www.geocities.com//penebar/data-sejarah/rev-150/djalan-baru.html. Djalan Baru.
Resolusi Politbiro untuk dimajukan pada kongres ke V Partai Komunis Indonesia pada
tanggal 26-27 Agustus 1948. Jakarta: Yayasan Pembaharuan
http://www24.brinkster.com/indomarxist. Struktur Organisasi Partai Komunis, Metode dan
Cara Kerjanya ( The Organisational Sructure of the Communist Parties, The Methods and
Content of Their Work ). Dokumen Kongres III KOMINTERN di Moscow, Juli-Agustus
1921.
http://www.angelfire.com/ut/pki/djalanbaruuntukrepub.html. Musso. 1948. Djalan Baru
Untuk Republik Indonesia
www. kpu.go.id. Komisi Pemilihan Umum. Melihat kembali Lembaga Penyelenggaraan
Pemilu Masa Lampau.
Koran
“Tinjauan Dalam Negeri I”
Suara Masjumi, no. 9 Tahun IX. 10 Oktober 1954
Umat Islam yang tidak berpartai menoentut supaja pemerintah melarang PKI membawa
nama orang-orang tidak berpartai.
Suluh. Jakarta 18 Agustus 1954