Menyatunya Hati dan Pikiran - rinomdn.files.wordpress.com · (Kumpulan Puisi) 2 UU No 19 Tahun...
Transcript of Menyatunya Hati dan Pikiran - rinomdn.files.wordpress.com · (Kumpulan Puisi) 2 UU No 19 Tahun...
Menyatunya Hati dan Pikiran (Kumpulan Puisi)
2
UU No 19 Tahun 2002, Tentang Hak Cipta
Fungsi dan Sifat hak Cipta Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Terkait Pasal 49 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain
yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
3
Menyatunya Hati dan Pikiran (Kumpulan Puisi)
Rino Desanto W
Penerbit K-Media
Yogyakarta, 2017
4
Penerbit K-Media Anggota IKAPI
Perum Pondok Indah Banguntapan, Blok B-15 Potorono, Banguntapan, Bantul. 55196. Yogyakarta
e-mail: [email protected] DESANTO W, Rino
Menyatunya Hati dan Pikiran; Kumpulan Puisi, Rino Desanto W. -- Yogyakarta: Penerbit K-Media, 2017.
56 hlm. ; 20 cm.
ISBN: 978-xxx
-------------- Hak Cipta 2017, pada Penulis
MENYATUNYA HATI DAN PIKIRAN (Kumpulan Puisi)
Rino Desanto W
Desain Cover dan Tata Letak Isi : Uki
Copyright © 2017 by Penerbit K-Media All right reserved
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang No 19 Tahun 2002.
Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari Penerbit K-Media.
Cetakan Pertama: Juli 2017
5
Ucapan Terimakasih
Buku ini adalah serangkaian kisah perjalanan
hidup, dari apa yang saya lihat, apa yang saya dengar dan
apa yang saya rasakan
Terima kasih saya ucapakan kepada keluarga dan
rekan-rekan yang telah memberikan inspirasi dalam
penulisan buku kumpulan puisi ini.
Semoga buku kecil ini dapat menginspirasi
pembaca dan memberikan nilai tambah pada pembaca.
6
Daftar Isi
1. Suara Hati .................................................................. 7
2. Alunan ....................................................................... 9
3. Melampaui Hari....................................................... 12
4. Musim Berganti ....................................................... 15
5. Muram dan Harapan ............................................... 19
6. Melingkar ................................................................ 22
7. Hakekat ................................................................... 25
8. Gemuruh ................................................................. 27
9. Pandang Lurus ......................................................... 30
10. Memandang Langit .................................................. 32
11. Pandangan ............................................................... 35
12. Potret ....................................................................... 38
13. Ada Tiada ................................................................ 40
14. Waktu Ke Waktu .................................................... 42
15. Kerinduan ................................................................ 45
16. Menyusuri Sungai.................................................... 47
17. Musik Pagi ............................................................... 49
18. Menanti ................................................................... 52
19. Minggu Suara Jiwa................................................... 54
7
Suara Hati Mei 12, 2017 pada 2:02 am
Diamuk Waktu
Hari ini tak tergores sepatah kata
Sekeliling hampa
Rindu dongeng putri kota selatan
Ada getar menerobos angan
Ada letupan memecah keheningan
Cerita demi cerita menuntun pena
Tapi kota selatan telah hilang
Mungkin bumi menelannya
Tiba-tiba dewa bumi menunjuk dadaku
Kota selatan pindah di hatimu
Uji Nyali
Saat bertemu muka pasang dada
Saat ditanya balik bertanya anda siapa
Kau lupa tahta diukir ntuk memayungi
Bukan ntuk perisai saat lalai
Hari ini kau bertemu nyali
Tak kubiarkan ingkari janji
Ternyata lari seribu kaki
Kau lupa ujung jalan terhalang kawat berduri
Ku tak kan menyerah sebelum tahta terbelah
Kan kukejar kemana kau pergi
8
Isu Murahan
Meski telah kau robek baju indah ini
Kau takkan mampu membelah dadaku
Tlah lama muak jualanmu
Pisau-pisau kecil berterbangan
Mengoyak tatanan kemanusiaan
Aku ragu engkau manusia
Entah sebutan apa pantas kau kenakan
Jangan salahkan apapun
Saat kakimu terperosok lumpur panas
Bumi pertiwi kan menelanmu
Engkau bukan mahluk abadi
Doa hati terluka maut kan menjemput
9
Alunan Maret 27, 2017 pada 3:06 am
Hapus Air Matamu
Kemarin tlah kuberikan sapu tangan
Usap air matamu gantikan air wudhu
Lihat sekeliling anak-anak menunggu
Goresan hati nyanyian Illhai
Tengok belakangmu hamparan alam
Menanti sentuhan belai kasih
Usap air matamu raih waktu
Pandang jendela mimpi
Ada titik cahaya jauh
Segera langkahkan kaki genggam citamu
Pesta Tlah Usai
Besuk kan kubuka genggam tangan
Mengantar kupu-kupu kembali ke hutan
Berlindung daun menghirup bunga liar
Aku kan kembali
Melihat sayapmu ungu melebar
Mengusap bulir peluh sengatan matahari
Kita kan pesta kembali
Berbagi cerita merintangi kehidupan
Tanpa lelah bertukar semangat jiwa
Aku kan kembali
Menebar senyum di ruang hati
10
Di Balik Cadar
Engkau sembunyi dibalik cadar
Tapi gelora matamu berteriak
Aku tak terbelenggu aku rindu harimu
Siapa engkau sembunyi di balik cadar
Berputar-putar dalam lingkar kegemasan
Aku tak mampu melukis wajahmu
Siapa engkau sembunyi di balik cadar
Memendan letupan galau malam
Masih ada waktu redakan dengan musikku
Asam Garam
Kulit legam keriput bercerita
Penantian bulan raskin sedekah tetangga
Kulit legam keriput bercerita
Kucuran keringat mengais sesuap nasi
Sesaat lega mencium pesta pora kaum berdasi
Kulit legam keriput baju lusuh sepatu menganga
Menyusuri jalanan menyisir keadilan
Ditemukan sederet syair lagu nyinyir
Kulit legam keriput termangu meracik hati
Memutus tali getir berbagi tawa
Kepada malam berkata lantang
Aku tlah temukan keadilan
Di dadaku semua ada di dadaku
11
Musikmu
Lentik jemarimu melantunkan utas demi utas tali siter
Dentingnya gemerlapan membuai sayap kupu-kupu
Terbanglah bersama musikmu menuju pulau syahdu
Jika letih hinggaplah bergayut daun di tangkai mimpi
Tak kubiarkan awan menghalangi derap kepakmu
Jika sayapmu retak kan kubuatkan jembatan perahu
12
Melampaui Hari Februari 28, 2017 pada 1:59 am
Setan dan Manusia
Ada setan gunung memanggul batu
Menuruni lembah ngarai meraih pantai
Ada setan laut dalam menggenggam garam
mendaki puncak bercengkrama dengan awan
Ada manusia daratan menjilat sepatu kaca
Terengah menggendong kursi raja
Suatu malam setan gunung menjamu setan laut dalam
Berdua terbahak-bahak mendengar cerita manusia
Merias wajah dengan goresan semir menyusup istana
Membasuh kaki permaisuri di anak tangga singgasana
Pagi ini aku sadar siapa setan siapa manusia
Pelaminan
Pagi ini telah dibangun jembatan
Engkau menghirup pelupuk bunga di bumiku
Aku terlentang lepas di bumimu
Malam kita kan bertukar keringat
Mengurai mimpi ayah bunda
Esok tancapkan pilar menghalau hujan badai
Memasang anak tangga menatap ujung waktu
Selendang pelaminan mengikat sayap kita
Mari membuka hati tanggalkan pasang dada
Masa depan menanti langkah kita
13
Nyekar
Menyisir ilalang mengusap debu ujung nisan
Kucurkan air suci taburkan mawar menebar harum
Dimataku engkau hanya pindah rumah
Engkau tetap hidup dihatiku mengawasiku
Aku kan berkunjung lagi di hari jadimu
Aku ingin setiap saat menyapamu
Kan kubuatkan jembatan bathin duniaku duniamu
Oh air mata janganlah engkau membasahi pusara
Aku tak ingin galauku menyayat pedih di alamnya
Kau Berbeda
Tatkala salju melumuri rambutmu
Bulu serigala mirip serabut jaketmu
Dari jauh aku tak sanggup bedakan
Tapi aku masih ingat bibirmu tak selancip serigala
Saat kucium dahimu dari bibirmu berhamburan bunga
Matamu tak setajam serigala saat bertemu kelinci muda
Kau ulurkan tangan membelai sepenuh jiwa
Kau bukan serigala berbulu lembut
Kau tak sanggup menatap walau dada bergelora
Kau hanya tertunduk menanti sentuhan di kedua bahu
Kau putri salju rindu kehangatan
14
Kesenjangan
Petang menjalar menuju kegelapan
Bocah kecil berselimut kabut mendekap perut
Tetes air mata membahasahi bibir kering
Di ujung jalan para perlente hamburkan makanan
Menebar pesona hendak menuju negeri orang
Bocah kecil melihat kanan kiri menjumput secuil roti
Bocah kecil terbirit-birit dikejar anjing penjaga
Para perlente terbahak-bahak melihat adegan
Di gubuk karton bekas bocah kecil merajut dendam
Menggoreskan pesan kan kubuat engkau menderita
Tunggu waktu kan kuusir engkau dari tanah lahirmu
Melepas Waktu
Saatnya henghalau letih
Membuka tirai menatap seberang
Melampaui jembatan gantung
Bersandar rajutan bambu
Kubiarkan kupu-kupu melintasi jendela
Mengelilingiku menawarkan madu
Aku ingat darahku tak tergantikan
Lebih indah menghimpun suara alam
Menghirup letupan kuncup bunga
Menyapu lembah ngarai
Disini aku melepas waktu
15
Musim Berganti Januari 31, 2017 pada 5:42 am
Akhir Musim Dingin
Selimut kita masih basah
Berdua menanti mentari menebar senyum
Dongeng musim semi membelai malam
Gubuk ini memiliki cerita melimpah
Kelopak mata kian mengerut
Deru jantung kian melemah
Langkah kaki kian memendek
Namun harapan kita kian mendekat
Debar hati memandang musim berganti
Persembahkan setangkai bunga merah
Kampung Sebelah
Malam tanpa kata
Gerimis melumuri batang pinang
Nenek renta menghirup asap sekam
Derit pintu bercerita perjalanan waktu
Nenek renta memeluk harapan
Dalam mimpi bertanya pada sang nasib
Benarkah mati lebih indah
Dalam hening malam
Angin kencang robohkan gubuk tua
Nenek renta masih memeluk harapan
Pejamkan mata selamanya
16
Gundah
Disini sejengkal kata mengganjal di ubun
Pelangi muram memilin warna
Percik air kelam menghias lumpur
Disana awan hitam membayangi pondok bambu
Tarian gulma liar sempoyongan
Entah lari kemana berlindung dimana
Gundah melilit sekujur tubuh
Entah kapan terlepas waktu terus melaju
Mungkin hanya permainan hati
Tak Berkenan
Kau buta duniaku dunia sahabatku
Tiba-tiba datang mengenakan jubah hitam
Masuk rumah tak mengetuk pintu
Menghakimi menistakan candaku
Siapa engkau merobek tawaku
Kau tenggelamkan ke dasar kolam
Kau duduki kepalaku
Apakah engkau lama bergelimang kegelapan
Silau bertatapan cahaya
Lihatlah petir di atas kepala hendak membakar ubanmu
Ujung anak panah dibalik tirai siap mengoyak jantungmu
Masih ada waktu andai kau bersimpuh di kakiku
17
Kata Alam
Jika engkau ingin kusuguhkan surga
Jagalah daunku rimbun sepanjang hari
Bungaku berganti warna setiap pagi
Burungku bernyanyi sejak dini
Rumpuku lunak hijau terhampar
Ikanku menari di air bening
Udaraku menyejukkan lembah dan ngarai
Jika engkau merampokku
Kan kupersembahkan batu lumpur
Kutebarkan kabut asap menyengat
Kusajikan genangan pemukiman
Bersama Alam
Aku hampir tak percaya
Engkau mandi dibawah matahari
Berdandan dikelilingi hewan-hewan liar
Aku hampir tak percaya
Duniamu kian jauh dari manusia
Menikmati pepohonan rumput liar
Kini aku percaya
Angin malam mengusir gelisahmu
Bulan sabit membuai tidurmu
Kini aku percaya
Kicau burung mengangkat kakimu
Embun pagi menyegarkan rona pandangmu
Kini aku tahu mengapa
18
Kau buang mahkota ke dasar jurang
Kau persembahkan harta pada kaum jelata
Rumah Kayu
Dulu dinding atap dipenuhi lukisan gundah
Tiap sore lantai dingin mempersembahkan tarian sendu
Tiap malam ujung lorong nyanyikan kerut gelisah
Tiap pagi anak tangga merintih letih meminta belas
Kini matahari menyusup hangatkan ruang mengusir kelu
Riak senyum bibir merah warnai dinding kayu
Teriak riang iringi alunan musik malam
Menapak hari membuka lembaran hati
19
Muram dan Harapan Januari 4, 2017 pada 12:10 am
Rumah Kecil
Matahari dan bulan telah berjanji
Silih berganti mewarnai langit kita
Silih berganti membuka langkah kita
Kita telah sepakat menjaga tangkai mawar
berharap sepanjang jalan diiringi keharuman
Biarkan mimpi indah tak berujung
Menghias rumah kecil berpagar nurani
Bayi
Sesaat mataku menuntun kakimu tertatih
Harum tubuhmu menghibur sukma
Celotehmu menebar tawa
Saat kau memanggil dekapanku
Kurasakan engkau jiwaku
Saat tangismu menusuk jantung
Kurasakan hatiku melayang
Engkau turun dari langit
Mengurai ikatan mimpi
Penerus langkah trah
20
Awal 2017
Meski angin membelokkan arah pandang
Meski gerimis menyelimuti jarak pandang
Permaisuri tetap dalam dekap sang raja
Senantiasa memohon belas kasih langit
Turunkan hujan keadilan bagi kaum jelata
Pancarkan cahaya damai bagi pengais sebutir nasi
Raja takkan lari saat petir membelah bumi
Raja akan gadaikan makkota demi tangis anak bangsa
Permaisuri akan ikatkan ujung selendang di bahu raja
Akhir Sebuah Drama
Bunga bangkai merayu lalat
Menyebar bau busuk di setiap pintu
Bunga kecubung memanggil badai
Menebar racun menyusur sungai
Bunga rose rontok
Melepas duri sepanjang jalan
Mentari tetap melangkah lembut
Pancarkan warna kehidupan
21
Ular Berhias Bunga
Meneropong bunga bermekaran
Ular gelisah menghunus pedang
Mabuk menebas tanpa arah
Bunga tanpa dosa terkoyak
Ular takut lapar
Menebar racun rontokkan kuncup
Ular takut lapar
Melolong berhias bunga
Buta senyum buaya
Ular melilit cicak
Cerita bunga tertutup kabut
Ular buaya menghias langit gelap
Jalan Licin
Meliuk ke kanan meletakkan angan
Menggeliat ke kiri mengurai mimpi
Bangun tertatih meraup ceceran kenangan
Berendam diantara letupan bayangan
Hari-hari berselimut musik jalanan
Memuja kegelapan mendustai kecerahan
Tatkala gerimis membasahi ujung hati
Kerinduan menggelepar kegelisahan membelah langit
Masihkah bumi rela dipijak langit sudi memayungi
22
Melingkar November 22, 2016 pada 4:05 am
Tergores
Walau ujung pisaumu goreskan luka
Aku tak jua merintih
Walau terhalang dinding besi
Takkan terpaku bisu
Walau tersambar medan api
Takkan surut langkah
Walau kau lepas seribu ular
Aku takkan berlari
Kan kurobohkan pagar keangkuhan
Kan kusibak kabut malu
Maafmu di ujung kaki
Usai Senja
Roh suci menapak tangga awan
Terang lapang ringan
Anak manusia termangu
Tunduk warna kehidupan
Sentuhan mata menyayat
Nyanyian hati meratap
Berharap esok kuncup merekah
Menatap langit teduh
23
Menjelang Senja
Masih ada bercak merah di baju putih
Masih ada remang di antara terang
Masih ada kerikil di jalan awan
Kereta kuda menanti roh suci
Saatnya sucikan diri
Saatnya meramu hati
Jika tiba waktunya lambaikan cinta
Jika tiba waktunya tebarkan senyum bahagia
Santap Pagi
Kuhirup musikmu
Pagi terasa lembut
Kuhirup musikmu
Pagi terasa lebih tenang
Kuhirup musikmu
Pagi terasa hikmat
Kuhirup musikmu
Pagi terasa lebih agung
Kusimak rupamu
Urat cantik mengintai mata
Kusimak rupamu
Sumsum lunak memoles bibir
Pagiku hangat hariku teduh
24
Menjelang Pilkada
Jamur ricuh bermekaran
Tunas kebencian tumbuh subur
Topeng terkuak sabetan pedang
Topeng terkupas pisau angin
Tampak wajah-wajah serakah
Wajah-wajah dengki sakit hati
Wajah-wajah penadah penyiang sisa
Wajah-wajah ketakutan primitif
Gelap merangkak menuju mulut gua
Terang menuai pagi menuju padang
Tatkala Hati Bersih
Warna-warna berpadu melukis alam
Warna-warna lembut mengurai kepalsuan
Hitam lenyap putih menyatu langit cerah
Di tengah bunga-bunga beku tapi tak layu
Di antara sayap-sayap kelu tapi tak patah
25
Hakekat Oktober 27, 2016 pada 2:57
Mendung
Gumpalan awan membayangi perjalanan mentari
Laki-laki wanita tua muda berduyun beriringan
Setiap jiwa menyerahkan semangkuk air mata
Setiap jiwa menerima sekantong air mata
Setiap jiwa menunduk berjalan mundur
Sampai gubuk tua setiap jiwa berbagi air mata
Ada rahasia dibalik rencana manusia
Manusia hanya manusia tak menyimpan rahasia
Ada kuasa dibalik kekuatan manusia
Manusia sebatas manusia tak menggenggam kuasa
Aku Masih Manusia
Ya Allah hembuskan angin hamburkan lipatan jenuh
Ya Allah guyurkan hujan hanyutkan gumpalan letih
Aku percaya pagi kan datang bawakan buah ranum
Tegarkan aku lewati pintu duri menuju ruang harum
Aku percaya esok-Mu kan rekahkan kuncup indah
26
Nisan Basah
Dalam senyap nisan berbisik
Peluklah aku
Jangan lumuri aku dengan air mata
Aku ingin tetap tegak
Sebelum melangkah taburkan bunga di pusara
Aku ingin cinta kita tetap tegar
Kirimi aku doa
Aku ingin nimat kubur mengiringi jalan ke surga
Bermartabat
Pancarkan panas mekarkan hati kuncup
Mengurai benang kusut bukakan birbir katup
Tiupkan angin sejukkan hati membara
Hembuskan doa mohonkan terangkat lara
Bukakan payung lindungi bedak dari luntur
Ulurkan tongkat angkat dari jerembab lumpur
Suapi bibir kering basahi tenggorokan kerontang
Hari-hari bukakan pintu luruskan jalan melintang
27
Gemuruh Maret 30, 2016 pada 1:47
Menghitung Waktu
Kedua kakimu terbelenggu
Tapi nafasmu tetap bergemuruh
Jiwamu masih kuat mengangkat samudra
Kami setia di sampingmu mohon petunjuk
Kami iklas menapak gelombang waktu
Kami iklas menghitung bulir air mata
Tapi kini air mataku menggenangi alur tinta
Kami serahkan semua kepadaMu
Aku tak sanggup lagi goreskan pena
Dalam Keremangan
Sekian lama langit remang-remang
Tak pasti kapan pagi kapan petang
Aku melihatmu di tepian dadaku berguncang
Namun kau kembali ke hulu samar
Sekian lama aku baru sadar
Masih ada luka kecil tertinggal
Aku kan bersabar agar kau kuat
Menggenggam waktu menebar senyum
28
Jangan Berlari
Pagi ini engkau datang berkata lantang
Tlah lupa alunan sawah menghijau
Tlah lupa kilau emas padi menguning
Tlah lupa bau lumpur teman bermain
Aku tak terpesona rambut pirang
Aku tak tergiur baju liar
Aku tak larut musik bingar
Aku tak nyaman cahaya remang
Aku mendambakan tubuhmu harum alam
Aku ingin engkau hidup murni di satu alam
Harmonika
Engkau temani malam sunyi
Engkau lantunkan suara hati
Setiap nada menggetarkan nadi
Setiap hembusan menguak tirai waktu
Dalam pejam gelora kian terang
Gemuruh perlahan berselimut sutra
Saatnya Metetik
Kala itu kita duduk satu dahan
Senyummu senyumku mencairkan kebencian
Mata kita tertumpah di teratai mengambang
Kala itu kita dikelilingi kekuatan
Perlahan jerat terurai langit terang
Hingga kini kita tekun menanam pohon kehidupan
Mari memetik buah kasih sayang
29
Sepertinya…..
Lama tak bertemu tatapan teduh
Lama tak mendengar kata bunga
Lama tak diguyur romantika
Saatnya menyiram jiwa
Saatnya menapak hari dengan sentuhan hati
Musim Berganti
Saat cahaya tubuh kian meredup
Saat cahaya jiwa kian melemah
Cahaya Tuhan tetap terang
Perlahan genangan air mata menyusut
Tunas keberanian tumbuh menatap langit
Bunga bermekaran di sudut-sudut busung dada
30
Pandang Lurus Januari 5, 2016 pada 2:31 am
Membuka Pintu 2016
Kita sepakat bertukar bunga dengan pedang
Tancapkan rose merah direlung hatimu
Inginku matamu pancarkan kelembutan
Inginku bibirmu lontarkan gairah
Inginku melihat lenggangmu gemulai
Kan kukibaskan pedang melintas hari
Menimba keringat menganyam pundi
Bersama rebah dalam gubug lelah
Tiba Saatnya
Saatnya tlah tiba
Mentari hangat di pagi hari
Angin sejuk di siang hari
Langit cerah di sore hati
Pandang ke depan teduh
Malam penuh bintang
31
Mati Lampu
Aku kehilangan jejakmu
Aku rindu senyummu
Aku rindu desahmu
Muncullah meski bayangan sekilas
Menangislah jika melegakan nafasmu
Menangislah jika menjernihkan pikirmu
Tahun berganti entah kemana memburu lelahmu
Pencarian
Aku lelah mengejar bayangmu
Jejakmu semakin buram
Aku sandarkan tubuhku di pohon pilang
Selatan kota senyap tak berujung
Akankah kau terbang menggapai sunyi
Aku tak mampu memandang dari bulan
Aku hanya kuasa mengintip angan-angan
Senin Merekah
Bunga ungu mekar di pelupuk mata
Tak kan kupetik kan selalu kupandang
Biarlah kulitku terbakar janjiku menghalau terik
Biarlah jalanku gontai janjiku mengusir badai
Air mata kehidupan mengalir deras
Senafas gelora darah ungu
32
Memandang Langit Oktober 23, 2015 pada 2:09 am
Secercah Harapan
Sekeping hati terlempar di sela kericuhan
Hasratku memungut ceceran harapan
Membawa terbang mengusir angin menyapu awan
Melihat senyummu mematahkan rintangan
Melangkah menerjang kebuntuan
Hariku
Kita sepakat menggali bumi tatkala perut gemeretak
Kita sepakat memandang ujung langit tatkala keringat
mengering
Bahu kita lama menyimpan pedih merenda senyum
Gelombang ini telah mengangkat kaki kita
Kita akan terus berlayar menyelam genangan kasih sayang
Melepas Sesak
Bajuku sudah mengering dadaku telah membuka
Guyurkan air matamu sampai sembab
Tumpahkan amarahmu hingga serak
Gundah hanya sesaat tak kan kembali
Rambut kusut kan terurai
Tubuh dekil kan melenggang gemulai
Senyummu membuka langit mengurai malam
33
Matamu menyerap matahari
Pelukku tak lagi berarti
Panas Meranggas
Ranting mengering
Daun gugur bertebaran
Dimana berteduh
Asap menyelinap
Dimana bersembunyi
Alam lelah disakiti
Alam lelah menangis
Alam lelah dikebiri
Sekarang alam marah
Sekarang alam tak peduli
Topang Dagu
Awalnya aku bertanya
Kau dulu ada atau kehampaan
Awalnya aku bertanya
Jika ada bumi di luar bumi mana lebih indah
Jika ada manusia di luar manusia siapa lebih mulia
Gundahku terhalang awan tebal
Pandangku tak mampu menembus langit
Aku tak lagi bertanya
Kupeluk bayangan abu-abu
34
Berharap Indah
Aku menepi menepis hingar bingar
Aku berlari menyibak barisan topeng
Aku mencoba berteduh dari sengatan keserakahan
Kini kunanti engkau di bawah bintang
Menunggu kegilaan beku menghirup harum tengkukmu
35
Pandangan Mei 25, 2015 pada 4:56 am
Agustus Kedua
Menangis tanpa air mata
Sampai ajal tak termaafkan
Walau sujud seribu kali
Walau mata berlinang darah
Biarlah terhalang pintu surga
Sampai ludah mencuci muka
Sebelum nafas terakhir
Dada membusung belakang
Tiada bunga tiada kasih
Kontra
Semalam bulan terdiam hatiku menggeliat
Pagi ini menengadah embun menari
Kau jauh tak membuatku sedih
Didepan mata debar menggemuruh
Penantian tak menghitung waktu
Musik melantun pedih aku tegap menatap
Kuusap mata kau permata meneduh jiwa
36
Abad Kepalsuan
Aku menguak langit menglilingi semesta
Kulihat bumi meretak membelah roh
Kursi-kursi memanas pantat-pantat menggeliat
Topeng-topeng menari kebohongan bernyanyi
Tikar-tikar menggelepar bayi-bayi kedinginan
Tanah airku lelah memangku kebusukan
Semoga jeritnya tak muntahkan lahar
Begal
Buah pahit dari pohon pahit
Lama disiram air kelam dipupuk senyum masam
Sampah tak kan berubah jadi emas
Kini tersulut api abu bertebaran
Jika bumi terkotori segerakan beranjak
Jika masih manusia berikan cahaya kuat bukan
menyilaukan
Tanah Airku
Lapar mengakar dahaga menghiba
Kau erat kudekap menyatu jiwa
Kutakkan meronta apalagi berlari
Kupaku kakiku di bumi pertiwi
Pelangiku membentang langit
Cintaku negeriku sepanjang waktu
37
Wanita Pilihan
Berganti hari tak berarti baru
Terkikis waktu tak berarti pudar
Kau masih melampaui wanita idaman
Garis matamu bercerita perjalanan panjang
Tentang tunas merambah menggapai buah
Tentang pagi meniti menapak petang
Lahir tertawa merangkai tangis senja
Usiamu berjalan beriring bahagia
Namun hanya mentari cahaya abadi
38
Potret Desember 16, 2014 pada 4:25
Tiba Saatnya
Awalnya bibir kita terkatup
Mata kita bicara kesombongan
Kini tiba saat tak terhindarkan
Kulit melupas menyemburkan warna-warna
Kita buka kanvas putih biarkan alam melukisnya
Lebih indah menikmati ……
Hati Kerontang
Wanita muda mengurai hidupnya
Menatap belakang pasir kering menyilaukan
Di depan bunga bermekaran tak tampak indah
Alunan musik klasik tak terdengar syahdu
Peluk kasih orang tua tak terasa hangat
Keceriaan anak-anak tak bangkitkan semangat
Bangun sorot datar hingga lunglai semua hambar
39
Sendiri
Aku tak ingin sepi berteman jeruji
Aku tak ingin sakit memeluk cemeti
Sunyi gairahkan inspirasi
Mengukir dirimu ditembok berduri
Kuceritakan pada bulan ini bukan mimpi
Kuceriakan diri sepanjang waktu
Desoleil
Kau lahir dari matahari
Kau bawa jiwa matahari
Kubuka mata hatimu
Memberi setiap saat
Tak meminta sekedar kata
Tak berharap sekedar doa
Memberi semua dengan cinta
Bimbang
Bersandar bulan sabit
Lantunan kakatua menunggu sang jantan
Puncak pohon pilang tak sanggup mengukir janji
Kokok bersautan memudarkan keteguhan
Mentari perlahan menyilaukan
Mentari menyuguhkan bayangan
Menangkap hari menangkap bulan menyambut tahun
40
Ada Tiada Oktober 18, 2014 pada 8:37
Rongga Kosong
Tanpa hadirmu terasa sepi
Tanpa bisikmu terasa sunyi
Sebongkah rongga kosong aku terjerembab
Kuulur tali tidak bersambut
Semoga tak beku aku menunggu
Selasa 2010
Dua ekor pipit bertengger
Di pohon tua berikrar
Kan kudekap pohon sepanjang hari
Tapi jika esok elang datang
Menitipkan telor mengerami
Jika esok elang menyepak
Terjun ke sungai tak berdaya
Pipit mengaku pohon dalam sayapku
Cabangnya di paruh elang
41
Cerita Mimpi
Semalam kau sandarkan lelahmu di bahuku
Hingga tirai menyibak lelapmu.
Malam ini kutarik selimut
Aku lihat liuk tubuhnya gemulai
Kutarik selimut lebih dalam
Aku lihat senyummu merona
Seterang bulan tanpa cahaya
Masih Manusia
Siang tidak selalu siang
Malam tidak selalu malam
Pagi petang silih berganti datang pergi
Manusia ada kala bukan manusia
Manusia tetap manusia
Bumi sebesar bola dalam cinta semesta
Dini Hari
Dalam mimpi
Rambutmu menggantung di atas bahu
Datang laki-laki menebar cemburu
Saat terjaga
Alammu alam mimpi
Kau hidup di dunia mimpi
Kau milik laki-laki pemimpi
42
Waktu Ke Waktu September 30, 2014 pada 12:57
Merangkai Senyum
Malam itu bulan meredup
Laki-laki kurus di ujung jalan
Berdiri terpaku menatap lorong gelap
Tak berani melangkah tak sanggup berpaling
Tak selamanya gulita surya bangun
Berlari menerjang belantara
Terengah tersungkur bangkit
Datanglah siang menyajikan kilau emas
Gundah
Kemarin aku meraba-raba dinding beku
Berharap menyentuh tongkat menuntun
Menelisik suaramu ditelan perut bumi
Pagi ini angin timur melukis ujung daun
Bidadari menebar senyum
Gundahku sirna dibawah seruling teduh
43
Berkorban
Bocah beringus di bawah pohon
Menatap seberang jalan
Sorot matanya meruntuhkan bukit batu
Ada kemewahan tak terjangkau angan
Desahnya masih bolehkah memeluk harapan
Sekedar digandeng tangan-tangan halus
Kusapa kuangkat dagunya
Bisikku lihatlah dadaku
Disana masih ada cahaya untukmu
Ambillah bekali dirimu
Cahayaku takkan pernah habis
Rindu Sapamu
Kemarin kupasang telinga
Tak terlintas suaramu
Hari ini kubuka mata
Tak turun bayangan tubuhmu
Senyumku mengering
Ku rindu sapamu
Khayalan
Aku terbelenggu rindu
Gelisah mengurung hari
Khayalan diatas lahan kering
Berterbangan sirna bersama angin
Kulukis wajahmu kudekap erat
44
Aku tak berharap hujan sendu
Lama hati kerontang
Untukmu
Mungkin kau lupa
Mungkin kau tak ingin tahu
Hari ini berharga bagiku
Aku bersyukur ingat dirimu
Aku masih punya puisi untukmu
Kan kuberikan di hari indahmu
45
Kerinduan September 10, 2014 pada 8:28 am
Waktu Tak Tentu
Ada rindu menunggang embun menggelepar di ujung
rumput
Berharap angin selatan datang mengusap debar
Rambut panjang masih membalut bumi timur tak jua
mendengar degup ini
Rindu
Dahaga kian mendasar
Hujan romantika hanya sejengkal
Perahu rindu kehilangan arah
Tempat berlabuh menjauh
Di atas dahan mata elang sayu
Harap cemas temukan pulau betina
Berulang
Pagi tak pernah ingkar
Datang saat mata lelah memejam
Datang demi menatap indah bola matamu
Datang demi mencium harum tubuhmu
Setia menemani meski badai mengangkat bumi
Pergi saat mentari singgah diujung galah
Esok kembali demi seorang putri
46
Hari Ini
Sesosok awan mendekati wanita selatan kota
Serahkan tiga bongkah cahaya terang
Satu cahaya di telapak kanan melukis kisah hidup
Satu cahaya di belahan dada meresep hati jiwa
Satu cahaya di bawah ranjang menerangi mimpi
Bisiknya cahaya ini dari perasaan paling dalam
Pintaku
Bukan memelukmu tak kulepas
Bukan menciummu habiskan nafas
Bila kau keluar sangkar pintaku satu
Menatapmu tanpa batas
Esok kau boleh lupakan aku
Menari mandi dalam istana sempit
Mendulang kepasrahan
47
Menyusuri Sungai Agustus 23, 2014 pada 7:40
Sungai Mengering
Kususuri alur pasir
Gelermap bebatuan berserakan
Seluruh tubuhku berhias permata
Kukejar bayangan air
Dahaga menyengat
Didepan alur pasir bercabang
Berdiri seorang penyair
Mengulurkan segelas air
Punggungku bersayap
Tubuhku meringan
Aku terbang
Menanti Kata
Hening selatan kota
Meniti jejak kehidupan
Menyisir desir angin
Surya berbisik ada wanita lunglai
Bibirnya kering meredup
Aku teriak pada semesta
Aku menanti kata
Pipit pun tahu siapa hinggap di angan
48
Cahaya Terang Tak Pernah Pudar
Hatiku mengembara ke selatan
Tubuhku berjalan ke timur
Memburu bayangan melambai
Di pantai timur mengintip jendela hati
Memeluk perasaan paling dalam
Meraih lembut bunga jiwa
Kujaga dari layu dari kerontang
Lindungi mimpi dari siang
Kembali Ke Selatan
Kuncup rindu merekah
Mantra sirna memandang langit
Pintanya melaju selatan kota
Kuikuti suara senja
Malam berhati lapang
Merangkai gemulai menuai syahdu
49
Musik Pagi Agustus 11, 2014 pada 1:08 am
Musik Pagi
Kadang terang memalukan
Kadang gelap menakutkan
Masih ada pagi
Masih ada petang
Di puncak diterpa angin
Di bawah tidaklah nyaman
Masih ada lembah
Masih ada bukit
Siang tidak datang bersamaan malam
Satu waktu satu pilihan
Suatu Pagi Di Selatan Kota
Kutemukan sebuah gua
Dalam keremangan kususuri
Ada tanda kehidupan
Diujung gua seorang wanita memalingkan muka
Berpuluh tahun sembunyikan diri
Ada misteri tak dimengerti
Kucoba kenalkan matahari pagi
Awalnya silau menyengat
Kubisikkan jangan tatap matahari
Nikmati indahnya bunga matahari.
50
Perjalanan Ke Timur
Kutulis puisi di selatan kota
Rinduku tak terbendung
Waktu tak tentu berputar lamban
Ufuk meraih kedua lenganku
Tunduk terkatub menanti hari
Tengadah mohon taman surgawi turun ke bumi timur
Kembali Ke Selatan Kota
Ada pagi di ujung bumi
Ada mimpi diujung hari
Kulihat diriku dari langit
Tak lebih butir debu
Rahasia semesta
Kupeluk sebagian tubuhku…
Kupandang sebagian tubuhku…
Biarlah awan meneduh
Bumi tetap kupijak
Tatap Teduh Dalam Cahaya Terpendar
Musikku menghentak
Pagiku menapak
Anganku menyeruak
Suaraku melunak
Kan kutelusuri nadimu
Rasakan hangat darahmu
Singgah di pelupuk matamu
51
Mahkkota Hitam Tersembunyi
Tak sehelai rambut menyisip mata
Tak sehelai benang melilit jemari
Kosong menghampiri langit memilu bumi
Hari ini tak dinanti esok tak ditunggu
52
Menanti Juli 21, 2014 pada 5:17 am
18 Juli
Air terjun indah dimata
Air mata indah dihati
Ada air mata … ada hati
Air mata tercurah … hati tumbuh subur
Pohon hati meneduhkan
Buah hati memberikan kehidupan
22 Juli
Satu tahun melaju cepat
Ada tetes air mata ada gelombang bahagia
Ada lamunan ada renungan
Ada pedih perih ada senyum tawa
Hari ini ada pelangi di atas kepala.
Dia berjalan ke arah timur
Sejenak aku bimbang akankah kutinggalkan lahan
Pelangi menarik lenganku kuikuti
Menapak wahana baru searah hilangnya pelangi
53
Lelah
Siang malam berdiri di atas kegelisahan
Memandang ke selatan bertanya pada langit
Tak adakah waktu untukku sekedar menyapa sesaat
Aku lelah sembunyikan senyum
Semoga embun tetap menetes di dahi
54
Minggu Suara Jiwa Mei 6, 2012 pada 9:05 am
Senin Pagi……………………
Cahaya bersinar miring menggairahkan ujung rumput
menatap langit
Senin Siang…………………
Terik hujan datang bergantian
Terik menanti dahaga hujan menunggu lapar
Terik hujan tak terhindarkan
Aku nikmati terik dengan rasa hangat
Aku nikmati hujan dengan rasa sejuk
Selasa pagi. ……………….
Seekor cicak jantan bergegas menuju persembunyian
Kepada cicak betina bercerita pengalamannya
Semalaman aku mengikuti mimpi manusia
Mereka berada di ruang terbuka luas dan terang
Mereka berjalan kesana kemari tiada henti
Hingga tersisa sedikit tenaga.
Tiba-tiba hujan lebat petir menyambar
Dengan sedikit tenaga mencari tempat aman
Ditemukan lorong kecil gelap
Mereka berdesakan menggerutu dan mengumpat
55
Selasa Malam……………….
Sayap belalang kayu menggetarkan keheningan
Kesaksian bintang-bintang memudarkan keremangan
Riuh katak merontokan tirani kegepalan
Satu per satu keangkeran berguguran
Kokok ayam membuka wahana hidup baru
Rabu Pagi…………………..
Hari berganti aku berada di tengah kebimbangan
Berhenti atau meneruskan langkah
Aku berupaya menyusuri kejenuhan, menyusuri keraguan
Hari berganti masih diperlukan langkah, mungkin satu
mungkin juga seribu langkah.
Rabu Malam – Kamis Pagi
Keringat panas di anak tangga berkata
Setan betina bercinta dengan setan jantan
Pagi hari, ditemukan selembar kertas bertuliskan
Aku meninggalkan anak tangga bukan demi cinta
Sabtu – Minggu
Siang itu bocah laki-laki lelah telanjang dada muka kosong
menunduk di persimpangan jalan kampung
Tak jauh dari sana bocah laki-laki berjalan menatap ke
depan senyum penuh harapan.
Tak jauh dari sana bocah laki-laki berlompatan terbahak-
bahak menatap langit menanti bulan turun ditangan.
Sorenya mereka bermain bersama riang menghias dadanya.
56
Esok pagi mereka keluar rumah dengan warna berbeda
Letih menyelimuti sumsum dan saraf nenanti jiwa yang
terbang
Tiba-tiba kurasakan getar melampaui manusia
menghangatkan darah
Penantian berakhir di penghujung minggu
Kala Tanggal Bulan Terulang
Mata terbuka perlahan seiring perjalanan menuju waktu
Kerinduan masa kecil menggoda membangkitkan senyum
tawa
Seandainya waktu dapat terulang ingin hari ini kembali ke
masa lalu.
Terima kasih Tuhan, engkau berikan kesempatan
melimpah, mengingat mengenang masa indah meneduhkan
jiwa
Kujalani hari ini dengan senyum, kupandang langit-Mu, ku
pijak bumi-Mu
Hari ini hari-Mu tuntunlah aku seperti rencana-Mu
Esok kuserahkan sepenuhnya pada-Mu