MENTAL ACCOUNTING PADA PENDAPATAN EKSTRA …
Transcript of MENTAL ACCOUNTING PADA PENDAPATAN EKSTRA …
MENTAL ACCOUNTING PADA PENDAPATAN EKSTRA
PEMERINTAH DAERAH ATAS PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEKTOR PEDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2)
Oleh :
Arum Puspita Sari
NIM: 232011234
FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
KERTAS KERJA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan – persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT karena atas berkat,
bimbingan, kekuatan dan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan kertas kerja yang
berjudul “Mental Accounting Pada Pendapatan Ekstra Pemerintah Daerah Atas Pajak
Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2)” dengan baik. Kertas
kerja ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai gelar
S-1 pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Dengan selesainya kertas kerja ini, tepatlah kiranya bila pada kesempatan kali
ini penulis mengucapkan terima kasih setulus – tulusnya kepada:
1. Orang tua tercinta yaitu Bapak dan Ibu yang telah memberi dukungan penuh
selama proses pembuatan dari awal hingga selesainya kertas kerja ini.
2. Ibu M.I. Mitha Dwi Restuti SE., M.Si., yang telah membimbing penulis dari
awal hingga selesainya kertas kerja ini.
3. Prof. Christantius Dwiatmadja, SE., ME., Ph.D, selaku dekan Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.
4. Ibu DR. Theresia Woro Damayanti, SE., M.Si., Akt., CA., selaku kepala
program studi akuntansi.
5. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama kegiatan
belajar mengajar di Universitas Kristen Satya Wacana.
6. Muhammad Faiz Ilham yang telah mendukung, memberi semangat dan
menemani setiap proses dari awal hingga selesainya kertas kerja ini.
7. Sahabat – sahabat dan teman – teman seperjuangan, Utik, Sendyvia, Nia, Mita,
Devi, dan Dian.
8. Teman – teman angkatan 2011 Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
9. Pihak – pihak lain yang telah memberikan bantuan serta dukungan dalam
penyusunan kertas kerja ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu.
vii
MOTTO
Learn From Yesterday, Live From Today, And Hope For Tommorow
-Albert Einstein-
viii
ABSTRACT
This research was conducted to find out the phenomenon of mental accounting
of changes in the post of local government revenue stemming from the diversion of
PBB-P2 from Central Government to local governments. This research is the
development of research ever carried out by Dewanto (2015). Based on the theory of
the mental accounting, researcher are examining whether there is a different treatment
towards the source of revenue from the transfer of the post of the PBB-P2. By using
multiple linear regression analysis, the researcher tested the secondary data LKPD in
2011 to 2014 as much as 65 local government data. Then the results obtained indicate
that the percentage of change in the PBB-P2 in a positive effect on the percentage
change in PAD expenditure, while DAU has no effect change significantly to
percentage change in PAD expenditure. PBB-P2 no longer as a component of the Fund
for the results that were used to finance capital expenditure, but has now been treated
as PAD used to finance operational expenditures of the Government. It becomes
evidence that mental accounting phenomenon occurs on the local government in
Indonesia.
Keywords: Mental Accounting, PBB-P2.
ix
SARIPATI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fenomena mental accounting dari
perubahan pos pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari pengalihan PBB-P2 dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Penelitian ini merupakan pengembangan dari
penelitian yang pernah dilakukan oleh Dewanto (2015). Didasarkan pada teori mental
accounting, peneliti mengkaji apakah terdapat perlakuan yang berbeda terhadap sumber
pendapatan dari perpindahan pos pendapatan atas PBB-P2. Dengan menggunakan alat
analisis regresi linier berganda, peneliti menguji data sekunder yaitu LKPD tahun 2011
hingga 2014 sebanyak 65 data pemda. Kemudian hasil yang didapatkan menunjukkan
bahwa persentase perubahan PBB-P2 secara positif berpengaruh terhadap persentase
perubahan belanja PAD, sedangkan persentase perubahan DAU tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap persentase perubahan belanja PAD. PBB-P2 tidak lagi
sebagai komponen dana bagi hasil yang digunakan untuk membiayai belanja modal,
tetapi sekarang telah diperlakukan sebagai PAD yang digunakan untuk membiayai
belanja operasional pemerintah. Hal tersebut menjadi bukti bahwa terjadi fenomena
mental accounting pada pemda di Indonesia.
Kata Kunci: Mental Accounting, PBB-P2
x
KATA PENGANTAR
Penyusunan kertas kerja ini diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Kristen Satya Wacana. Kertas kerja ini merupakan hasil penelitian mengenai adanya
mental accounting pada perlakuan pendapatan ekstra atas pajak yaitu PBB-P2.
Penelitian ini didukung dengan data sekunder berupa Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah Tahun 2011 hingga 2014 dengan melihat perubahan pada PBB-P2, DAU dan
Belanja Operasional yang dibiayai PAD. Namun yang membuat penelitian ini menarik
untuk diulas adalah mengenai mental accounting pada instansi atau dalam penelitian ini
adalah Pemerintah Daerah yang masih jarang dilakukan karena mental accounting pada
umumnya hanya dikaitkan pada perilaku seseorang yang mengelompokkan pendapatan
tergantung dari mana penedapatan itu berasal.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan kertas
kerja ini, sehingga penulis mengharapkan adanya masukan kritik dan saran yang dapat
menjadikan kertas kerja ini menjadi lebih baik. Penulis juga mengharapkan dapat
memberikan manfaat bagi pembaca agar dapat memberikan pengetahuan dari hasil
penelitian ini.
Salatiga, 22 Agustus 2015
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...................................................................................................... i
Pernyataan Keaslian Skripsi ................................................................................. ii
Halaman Persetujun/Pengesahan .......................................................................... iii
Ucapan Terimakasih ............................................................................................. iv
Halaman Motto ..................................................................................................... v
Abstract ................................................................................................................. vi
Saripati .................................................................................................................. vii
Kata Pengantar ...................................................................................................... viii
Daftar Isi ............................................................................................................... ix
Daftar Tabel .......................................................................................................... x
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
KERANGKA TEORI
Mental Accounting pada Sektor Publik ......................................................... 5
Pajak Bumi dan Bangunan menjadi Pajak Daerah ........................................ 7
Pendapatan Pemda Di Indonesia ................................................................... 8
METODE PENELITIAN ..................................................................................... 10
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Statistik Deskriptif ......................................................................................... 14
Hasil Pengujian Asumsi Klasik ..................................................................... 15
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ........................................................ 17
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21
Lampiran 1. Daftar Pemda ............................................................................. 23
Lampiran 2. Hasil Output SPSS 17.00 .......................................................... 25
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pemilihan Sampel Penelitian …………………...………………….. 11
Tabel 2 Statistik Deskriptif Indikator dalam Variabel ……………………… 14
Tabel 3 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov …………………………………… 16
Tabel 4 Hasil Uji T …………………………………………………………. 17
1
PENDAHULUAN
Dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(UU PDRD) yang diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2010, setiap pemerintah
daerah harus siap dengan tambahan tugas baru yaitu untuk mengelola pos – pos
pajak yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah pusat. Hal tersebut sejalan
dengan perwujudan desentralisasi fiskal di Indonesia, yaitu dalam bentuk
pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintah untuk melakukan belanja,
pemungutan pajak dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah. Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan
Perkotaan (PBB-P2) diserahkan oleh pemerintah pusat untuk dikelola pemerintah
daerah paling lambat dilaksanakan pada 1 Januari 2014, sehingga yang semula
pemerintah daerah hanya menerima bagi hasil atas pemungutan PBB-P2 tersebut
sebesar 90% dan 10% untuk pemerintah pusat, sekarang ini seluruhnya akan
menjadi kekuasaan dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk mengelolanya
(Rahmawan, 2012).
Sumber pendapatan pemerintah bergantung pada tiga aspek utama: pajak,
non-pajak, serta hutang dan PAD (Dewanto, 2015). Sumber – sumber pendapatan
pemerintah daerah telah dijelaskan dalam UU No. 33 Tahun 2004 yaitu terdiri
dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan (transfer) dan lain – lain
pendapatan yang sah. Sedangkan untuk klasifikasi pengeluaran yang digunakan
oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terdiri dari: a) Belanja
operasional merupakan belanja untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan
pemerintah sehari-hari yang di dalamnya terdapat belanja pegawai, belanja barang
dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan, dan b) Belanja modal
merupakan belanja untuk pembangunan baik itu pembangunan fisik seperti jalan,
jembatan, gedung, maupun pembangunan non fisik seperti penataran dan training.
Pos – pos pendapatan daerah diperlakukan dengan sama yaitu akan
digunakan untuk membiayai belanja pemerintah. Namun, terdapat bukti empiris
secara internasional menunjukkan bahwa pemerintah daerah memperlakukan
sumber pendapatannya secara berbeda, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Mello
2
dan Barenstein dalam Dewanto (2015) menyebutkan bahwa ketergantungan pada
dana transfer (Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil) memiliki hubungan
negatif dengan hasil pendapatan pemerintah (PAD). Hal ini berarti pemerintah
lebih hemat atau berhati - hati dalam menggunakan dana yang berasal dari
masyarakat daripada dana transfer yang diterima dari pemerintah pusat. Hal
tersebut secara umum memperlihatkan bahwa perilaku fiskal (berkenaan dengan
urusan pajak) pemerintah daerah dalam merespon transfer dari pusat menjadi
perhatian utama dalam menunjang efektivitas transfer. Permasalahan yang terjadi
saat sebelum adanya pendaerahan PBB-P2, pemerintah daerah terlalu
menggantungkan alokasi DAU untuk membiayai belanja modal dan pembangunan
tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Disaat alokasi DAU yang
diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar pada periode
berikutnya Dana Alokasi Umum diperoleh tetap porsi nominalnya (Afrizawati,
2012).
Adanya pendaerahan terhadap PBB-P2 membuat pos pendapatan atas
PBB-P2 yang sebelumnya adalah Dana Bagi Hasil berubah menjadi PAD.
Pemerintah daerah memperoleh pendapatan dari berbagai sumber yang berbeda,
seperti halnya pada individu dan rumah tangga. Di samping memperoleh
pendapatan dari berbagai sumber, pemerintah daerah pun memperlakukan sumber
pendapatannya secara berbeda. Mental accounting merupakan fenomena
keuangan berdasarkan perilaku (behavioral finance), dimana seseorang memiliki
kecenderungan untuk mengelompokkan dan memberlakukan uang secara berbeda
tergantung dari mana uang tersebut berasal (Damayanti dan Supramono, 2011).
Mental accounting memang dikembangkan untuk menjelaskan perilaku individu
dan rumah tangga dalam mengambil keputusan keuangan, namun dalam hal ini
ada kemungkinan dapat diterapkan pada pemerintah daerah.
Penelitian seperti ini pernah dilakukan oleh Bruno and Frank (1998)
dengan menggunakan objek Pemerintah Daerah Flemish dan juga oleh Dewanto
(2015), penelitian Dewanto (2015) menganalisis mengenai hubungan antara
perubahan PBB-P2 dan perubahan Belanja PAD, dengan menggunakan 95 pemda
yang melakukan pendaerahan PBB-P2 tahun 2011 hingga 2013. Berdasarkan
3
penelitian tersebut disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara perubahan
PBB-P2 terhadap perubahan Belanja PAD. Sehingga, pendapatan yang diperoleh
dari PBB yang sebelumnya untuk mendanai belanja transfer, digunakan untuk
mendanai Belanja PAD karena adanya perubahan pos pendapatan. Penelitian ini
merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Dewanto (2015). Namun,
pada penelitian ini pengujian dilakukan dalam bentuk perubahan persentase untuk
pemda yang telah melaksanakan pendaerahan PBB-P2 dari tahun 2011 hingga
2013 sehingga fluktuasi perubahan secara nominal antara pemda dengan belanja
besar dan kecil dapat terakomodir.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji tanggapan atau respon
pemerintah daerah terhadap perpindahan PBB-P2 menjadi pajak daerah atau
menguji perilaku mental accounting pada alokasi anggaran di pemerintah daerah
berdasarkan sumbernya. Manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1) Memberikan masukan baik bagi Pemerintah Daerah dalam hal
penyusunan kebijakan di masa yang akan datang mengenai perencanaan,
pengendalian, dan evaluasi dari APBD berkaitan dengan dana PBB-P2. 2)
Memberi kontribusi teori sebagai bahan referensi dan dokumentasi maupun data
tambahan bagi mahasiswa ataupun peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada
bidang kajian ini.
KERANGKA TEORI
Menurut Thaler (1999), “mental accounting is the set of cognitive
operation used by individuals and household to code, categorize and evaluate
financial activities”. Jadi, menurutnya, mental accounting merupakan suatu
rangkaian operasi kognitif yang dipergunakan oleh individu maupun rumah
tangga dalam mengkode, membuat kategori, dan mengevaluasi aktivitas
finansialnya.
Mental accounting juga dapat diartikan sebagai perilaku seseorang dalam
mengelompokkan dan mengkategorikan pendapatan sesuai dengan asal
pendapatan tersebut, misal pada individu, perlakuan terhadap gaji setiap bulan
4
yang dibandingkan dengan perlakuan terhadap bonus. Seseorang cenderung
memperlakukan pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan berbeda dengan
pendapatan dari hadiah, bonus atau sejenisnya dengan nominal yang sama. Seperti
halnya yang terjadi pada seseorang yang baru saja mendapatkan bonus dari
perusahaan, karena tidak merasa bersusah payah dalam mendapatkannya ia akan
cenderung lebih boros atau lebih mudah dalam menggunakan pendapatan tersebut
karena dianggap sebagai uang mudah/rejeki (Damayanti dan Supramono, 2011).
Mental accounting ini tidak hanya dapat dialami oleh individu
perseorangan maupun rumah tangga. Di bawah ini merupakan contoh kasus
mental accounting yang terjadi pada Pemerintah Daerah Flemish dalam penelitian
yang telah dilakukan oleh Bruno dan Frank (1998).
Contoh kasus ini terjadi pada Pemerintah Daerah Flemish yang
memperoleh tambahan pendapatan dari tiga sumber yang berbeda yaitu
hibah, pajak dan hutang. Ketiganya dianggap sebagai grant oleh
Pemerintah Daerah Flemish, dalam penelitian Bruno dan Frank (1998)
jumlah pendapatan daerah mengalami kenaikan secara signifikan dan
menyebabkan pemerintah daerahnya menentukan titik referensi baru
dalam pengalokasian pendapatan dalam pos belanja daerah. Hal tersebut
juga terjadi di Indonesia, yang hampir serupa yaitu pendapatan yang
berasal dari PBB-P2. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Dewanto
(2015), pengalihan PBB-P2 dari pajak pusat mmenjadi daerah
menyebabkan pergeseran pos – pos PBB-P2 yang semula sebagai Dana
Bagi Hasil kemudian menjadi PAD. Namun, adanya pergeseran tersebut
tidak mempengaruhi jumlah pendapatan pemda secara signifikan.
Dengan melihat dan belajar dari fenomena yang terjadi, mental accounting
mampu untuk membantu dalam mempermudah pengambilan keputusan karena
transaksi dievaluasi secara terpisah dari transaksi yang lain. Seperti Karlsson
dalam Dewanto (2015) yang menegaskan bahwa mental accounting dapat
digunakan untuk mencegah pemanfaatan dana untuk kepentingan yang bersifat
konsumtif karena dana telah dikelompokkan ke dalam rekening tertentu seperti
5
tabungan dan investasi sehingga dana tersebut tidak digunakan untuk kepentingan
lain.
Mental Accounting pada Sektor Publik
Bukan hanya individu dan rumah tangga saja yang memperoleh
pendapatan dari berbagai sumber, pemerintah pun bergantung pada beberapa
sumber pendapatan. Dari hal tersebut, dapat terjadi fenomena dimana pengeluaran
terhadap transfer lebih tinggi daripada pengeluaran terhadap PAD yang sering
disebut dengan flypaper effect. Pemerintah memperlakukan sumber
pendapatannya secara berbeda, dan mental accounting berperan dalam
menganalisa reaksi pemerintah atas perpindahan pos pendapatan tersebut yang
dijelaskan pada kurva anggaran berikut ini:
Gambar 1. Kurva Anggaran Pemerintah
Sumber: Bruno dan Frank, 1998.
Terdapat dua perubahan yang telah menggeser kurva di atas, yang pertama
adalah terjadi perubahan dalam transfer pada saat pemerintah mengubah cara
perhitungan terhadap transfer ataupun indikator lain yang digunakan sebagai dasar
perubahan transfer. Kedua, transfer setara dengan perubahan PAD dari
masyarakat dimana hal tersebut dapat dilihat dari perspektif asumsi pilihan
rasional (Dewanto, 2015). Pergeseran dari garis anggaran AB menuju CD dapat
diartikan sebagai peningkatan PAD atau pendapatan transfer menjadi lebih tinggi.
(Rekening Pribadi)
X’
X” X
Z
Y
E
X
D G
A
C
B
W
(Rekening Publik)
6
Hal tersebut merupakan fenomena flypaper effect, dimulai dari titik x yang
menunjukkan pengeluaran pemerintah akan menuju titik Y apabila diakibatkan
oleh transfer. Sedangkan pada saat titik x mengarah ke titik Z, terjadi ketika
pengeluaran pemerintah mengikuti kenaikan pendapatan dari masyarakat. Untuk
pergerakan dari titik x menuju titik x’ menunjukkan adanya tambahan PAD pada
garis anggaran AB. Timbul adanya pergeseran mental yang digambarkan melalui
garis yang terhubung dari titik x menuju titik x” yang merupakan bias dari titik x
menuju titik x’. Dari pergeseran mental tersebut akan memunculkan adanya
keputusan tentang berapa banyak yang akan digunakan untuk belanja operasional
dan belanja modal.
Perbedaan titik x’ dan x” tidak relevan jika keuntungan dan kerugian
diperlakukan secara sama. Mulai dari titik x” masyarakat bergerak ke kiri pada
garis anggaran jika keuntungan dari melakukannya melebihi kerugian.
Keuntungan sesuai dengan utilitas tambahan pengeluaran pribadi, kerugian
dengan utilitas dari pengeluaran publik yang hilang. Pergeseran ke kiri berlanjut
hingga keuntungan marginal sama dengan kerugian marginal, hal itu terjadi ketika
tingkat substitusi marginal sama dengan kemiringan kurva anggaran. Pada kurva
di atas, belanja diasumsikan mengarah pada titik E atau titik optimum yang
merupakan hasil prediksi keseimbangan dalam analisis perilaku rasional. Dengan
mengikuti logika biaya – manfaat yang sama, akan memprediksi E sebagai hasil
ekuilibrium. Perlakuan simetris terhadap keuntungan dan kerugian mencerminkan
asumsi fungibilitas yang menjadi dasar dari pendekatan pilihan rasional
(Dewanto, 2015).
Loss aversion menjelaskan bahwa orang akan lebih peka terhadap
penurunan dibandingkan dengan peningkatan kesejahteraan mereka, dalam hal ini
loss aversion berpengaruh untuk menurunkan jumlah kerugian yang dapat
dialami. Selanjutnya dari titik x” dan dengan asumsi bahwa mengalami kerugian
yang sama tetapi mendapatkan keuntungan lebih cepat saat bergerak pada garis
anggaran CD daripada dalam analisis pilihan rasional. Oleh karena itu,
masyarakat akan lebih memilih titik Y atau loss aversion memperkenalkan bias
dalam trade off mendukung titik acuan (x’ atau x”).
7
Berkaitan dengan pajak, seperti dikatakan oleh Bruno dan Frank (1998)
bahwa transfer pajak hanya menginduksi pergeseran sepanjang garis anggaran
awal. Dalam kurva di atas, peningkatan penerimaan pajak yang berasal dari
transfer menyebabkan pergeseran darti titik x menuju titik di sebelah kanannya
sepanjang garis anggaran AB, atau dari rekening pribadi ke rekening publik.
Transfer pajak tersebut menginduksi pergeseran mental ke titik yang baru,
kemudian masyarakat akan memutuskan berapa banyak untuk belanja operasional
dan belanja modal. Dalam hal ini, loss aversion juga menyebabkan bias dengan
adanya perubahan alokasi “optimal” anggaran untuk belanja modal dan belanja
operasional meskipun kurva anggaran masyarakat tidak terpengaruh.
Pada saat dikeluarkannya UU yang mengatur tentang pengelolaan PBB-P2
menjadi kewenangan pemda, tidak membuat pendapatan total daerah naik secara
signifikan karena PBB-P2 yang semula berupa dana transfer atau dana bagi hasil
berubah menjadi PAD. Tetapi, hanya terdapat perpindahan pos pendapatan yang
tidak akan menyebabkan pergeseran budget line melainkan akan terjadi
pergeseran dari titik x ke titik W sepanjang garis anggaran AB.
Pajak Bumi dan Bangunan menjadi Pajak Daerah
Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diantaranya
adalah UU No.12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No.12 tahun
1994, dan Keputusan Menteri Keuangan No. 552/KMK.04/2002 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan No. 82/KMK.04/2002 tentang
Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah (Susana, 2012). Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak
pemerintah pusat dan digolongkan sebagai pajak langsung serta dipungut setiap
tahun. Walaupun Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak pusat tetapi dalam
pengelolaannya dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor
Pelayanan Pajak Pratama dan hasilnya akan dibagi dua yaitu 10% untuk
pemerintah pusat dan 90% pemerintah daerah (Santika, 2013). Dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penerimaan yang berasal dari PBB
dikelompokkan ke dalam bagi hasil pajak.
8
Kemudian berdasar pada UU No. 22/1999 tentang pemerintahan daerah
dan UU No. 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah, muncul adanya otonomi daerah yang mulai dilaksanakan
tahun 2001 (Asmara, 2010). Sejak diberlakukannya otonomi daerah, terjadi hal –
hal yang tidak diharapkan seperti perebutan kekuasaan antara pusat dan daerah,
perda dan keputusan kepala daerah yang tidak sesuai dengan kepentingan umum
dan peraturan perundangan, hingga menjadikan PBB sebagai Pajak Daerah.
Otonomi daerah dianggap sebagai jawaban dari masalah – masalah yang timbul
dari kecenderungan perencanaan dan pengelolaan sumber daya pembangunan
yang tidak mendorong berkembangnya SDM, sumber daya ekonomi setempat dan
partisipasi masyarakat. Salah satu persoalan yang selalu muncul adalah
ketergantungan pemda pada bantuan dari pemerintah pusat (Dewanto, 2015).
Menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah paling lambat 1 Januari 2014.
Dari seluruhnya 492 pemda, 1 pemda telah mengelola PBB-P2 mulai tahun 2011,
17 pemda pada tahun 2012, dan 105 pemda pada tahun 2013.
Pendapatan Pemda di Indonesia
UU No. 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa sumber penerimaan
pemerintah daerah terdiri dari PAD, dana transfer dan lain – lain pendapatan yang
sah. Setiap sumber – sumber pendapatan tersebut telah memiliki pos – pos belanja
pemda tersendiri. Perilaku belanja daerah khususnya belanja modal sangat
dipengaruhi oleh dana transfer dari pemerintah pusat, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Prakosa (2004) yang mengatakan bahwa jumlah belanja modal
dipengaruhi oleh dana alokasi umum yang diterima dari pemerintah pusat. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap dana transfer dari
pemerintah pusat menjadi semakin tinggi (Susilo dan Adi dalam Dewanto, 2015).
Tujuan dari dana perimbangan (transfer) menurut UU No. 33 Tahun 2004 pasal 3
ayat (2) adalah mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan
Daerah dan antara Pemerintah Daerah.
9
Dana perimbangan (transfer) menurut UU No. 33 Tahun 2004 dan PP No.
55 Tahun 2005 merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi. Terdiri dari Dana Bahi Hasil (DBH), Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DBH bertujuan untuk
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah, DAU dana transfer dari
Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi
ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang
mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Salah satu fungsi dana
alokasi umum (DAU) untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan
daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada, sehingga distribusi
dana alokasi umum (DAU) kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan
relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai
kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar
(Afrizawati, 2012). Sedangkan DAK dimaksudkan untuk membiayai kebutuhan
sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar
tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah. Berdasarkan
tujuan yang telah amanatkan oleh UU, dapat diasumsikan bahwa dana transfer
dialokasikan untuk kepentingan pendanaan belanja modal dan pegawai (Dewanto,
2015).
Salah satu fungsi dana alokasi umum (DAU) untuk menutup celah yang
terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang
ada, sehingga distribusi dana alokasi umum (DAU) kepada daerah – daerah yang
memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah –
daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh
DAU yang relatif besar. Demikian pula dengan pendapatan asli daerah yang
mempunyai inti tujuan untuk menekan ketergantungan daerah akan transfer dana
alokasi umum, sehingga secara berlahan – lahan pengalokasian dana alokasi
umum dapat dikurangi seiring kemampuan fiskal daerah dan pada akhirnya
terjadinya flypaper effect dapat terhindari. Pendapatan Asli Daerah adalah salah
10
satu sumber pembiayaan pemda yang peranannya sangat tergantung pada
kemampuan dan keinginan daerah dalam menggali potensi daerahnya. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro dalam Dewanto (2015) menunjukkan
bahwa proporsi PAD hanya mampu membiayai belanja pemda paling besar
sebanyak 20 persen. Dan pada penelitian Faisal dalam Dewanto (2015)
menyatakan idealnya semua pengeluaran pemda terutama pengeluaran rutin dapat
dicukupi atau setara dengan jumlah pendapatan yang diukur melalui PAD. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa pada saat ini PAD baru dapat mengakomodir
pengeluaran operasional pemda diluar belanja pegawai.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana akan menguji
perilaku mental accounting pada pemerintah daerah yang telah melaksanakan
pemungutan PBB-P2. Peneliti ingin mengetahui apakah peralihan pos pendapatan
yang berasal dari PBB-P2 dapat menyebabkan sumber pendapatan tersebut
diperlakukan secara berbeda, sehingga untuk dapat memahami kejadian tersebut
membutuhkan pengkajian yang lebih mendalam.
Populasi dan Sumber Data
Hingga tahun 2014 tercatat sebanyak 492 daerah yang berhak memungut
PBB-P2, yaitu pada tahun 2011 terdapat 1 pemda yang telah memungut PBB-P2,
kemudian 17 pemda menyusul di tahun 2012, tahun 2013 terdapat 105 pemda lain
yang resmi memungut PBB-P2 dan sisanya telah melakukan pemungutan PBB-P2
di tahun 2014. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan pemda yang
melaksanakan pendaerahan PBB-P2 hingga tahun 2013 dengan membandingkan
data LKPD sejak satu tahun diberlakukannya pendaerahan PBB-P2. Data yang
digunakan berjumlah 65 pemda karena terdapat beberapa pemda belum mencatat
pendapatan yang berasal dari pemungutan PBB-P2 pada Laporan Keuangannya.
11
Tabel 1
Pemilihan Sampel Penelitian
Jumlah Pemda
Melakukan pendaerahan tahun 2011 - 2013 123
(-) Laporan Keuangan yang belum di audit 12
(-) Belum mencatat pendapatan atas PBB-P2 di
Laporan Keuangan 46
Total Akhir Sampel Penelitian 65
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan alat analisis
yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Penelitian ini akan
menganalisis pengaruh dari persentase perubahan PBB-P2 dan persentase
perubahan DAU terhadap alokasi belanja daerah yang diukur melalui persentase
perubahan belanja operasional yang dibiayai PAD. Analisis tersebut dapat
digunakan untuk melihat pengaruh dari persentase perubahan PBB-P2 dan
persentase perubahan DAU terhadap persentase perubahan belanja operasional
yang dibiayai oleh PAD.
Apabila terdapat pengaruh yang signifikan pada presentase perubahan
PBB-P2 terhadap belanja operasional yang dibiayai oleh PAD, hal ini
menunjukkan bahwa pendapatan ekstra pemerintah daerah yang berasal dari PBB
dimanfaatkan untuk membiayai beberapa pengeluaran yang bersumber dari PAD
dan dapat membuktikan terjadi atau tidaknya mental accounting. Seperti dalam
konsep mental accounting, dari mana sumber pendapatan tersebut berasal akan
mempengaruhi penggunaan dari pendapatan tersebut yang digolongkan menjadi
beberapa transaksi.
Adapun langkah – langkah yang dilakukan dalam analisis regresi linier
akan dijelaskan di bawah ini:
12
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dimaksudkan untuk memudahkan penulis dalam
menjelaskan hasil penelitian dengan cara data dikumpulkan lalu diringkas
dan biasanya disajikan dalam bentuk tabulasi data. Statistik deskriptif
memberikan gambaran suatu data yang dilihat dari nilai rata – rata (mean),
standar deviasi, dan juga nilai maksimum serta minimum (Ghozali, 2011).
Variabel yang digunakan dalam pengujian ini adalah Persentase Perubahan
Pos PBB-P2 dan Persentase Perubahan Belanja PAD pada Pemda di
Indonesia tahun 2011 hingga 2013.
2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian ini dilakukan untuk memastikan apakah penelitian ini
telah memenuhi syarat asumsi klasik yang kemudian barulah dapat
menggunakan pengujian regresi linier sederhana. Syarat yang harus
dipenuhi adalah data harus terdistribusi secara normal, tidak mengandung
multikolinearitas dan heteroskedastisitas. Uji asumsi klasik yang dilakukan
terdiri dari Uji Normalitas, Uji Heteroskedastisitas, Uji Multikolinearitas
dan Uji Autokorelasi (Ghozali, 2011). Berikut ini adalah Uji Asumsi
Klasik yang diperlukan dalam penelitian ini:
a. Uji Normalitas
Dilakukan untuk mengetahui apakah variabel residual berdistribusi
normal, seperti yang ada pada asumsi uji t dimana nilai residual
mengikuti distribusi normal. Apabila asumsi tersebut tidak dihiraukan
maka uji statistik menjadi tidak valid pada sampel kecil. Uji statistik
non – parametrik KolmogrovSmirnov (K-S) merupakan uji statistik
yang dapat digunakan dalam menguji normalitas residual. Jika hasil
yang didapat pada uji tersebut nilai signifikannya lebih dari 0,05 maka
data residual berdistribusi normal. Sedangkan apabila nilai
signifikannya kurang dari 0,05 maka data tersebut berdistribusi tidak
normal (Ghozali, 2011).
13
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji ini dilakukan untuk menguji apakah varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain terjadi ketidaksamaan (Ghozali,
2011). Pengujian ini menggunakan Uji Glejser, yaitu dengan cara
meregresikan nilai absolut residual dengan variabel independen. Jika
nilai signifikan antara variabel independen dengan absolute residual
lebih dari 0.05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas (Ghozali
dalam Dewanto, 2015)
3. Uji Regresi Linear Berganda
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
dari sifat sumber pendapatan terhadap belanja tertentu, terutama pengaruh
pendaerahan PBB-P2 terhadap total belanja daerah yang didanai dari PAD.
Seperti yang telah dijelaskan dalam penelitian Dewanto (2015), persamaan
regresi yang digunakan dalam pengujian ini adalah:
∆𝑩𝑷𝑨𝑫i,t = 𝜶 + 𝜷1∆𝑷𝑩𝑩–𝑷𝟐i,t + 𝜷2∆𝑫𝑨𝑼i,t + 𝖊
∆𝐵𝑃𝐴𝐷i,t merupakan perubahan pengeluaran operasional pada
tahun tertentu (di luar belanja pegawai) yang dinyatakan dalam rupiah,
sedangkan 𝛽1∆𝑃𝐵𝐵–𝑃2i,t merupakan persentase perubahan pungutan
PBB-P2 yang dipungut pemda pada tahun tertentu dan 𝛽2∆𝐷𝐴𝑈i,t
merupakan persentase perubahan DAU pada tahun tertentu. Kemudian 𝔢
adalah istilah error dan t adalah tahun tertentu dimana pemda melakukan
pemungutan PBB-P2.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia
yang telah melakukan pemungutan PBB-P2 antara tahun 2011 – 2014 sebagai
objek penelitian, yaitu dengan mengambil sampel data sebanyak 65 pemda. Data
14
tersebut diperoleh dari LKPD tahun 2011 hingga tahun 2014 yang telah
disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Daerah dan
kemudian disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
(BPK-RI). Laporan keuangan tersebut mencantumkan data mengenai seluruh
sumber pendapatan, pembiayaan dan belanja daerah yang telah diaudit.
Statistik Deskriptif
Dari data mengenai PBB-P2 dan Belanja PAD untuk Pemda di Indonesia
pada tahun 2011 – 2014 telah diketahui statistik deskriptif berikut ini:
Tabel 2
Statistik Deskriptif
Periode N Minimum Maximum Mean
Belanja
Operasi
2011 1 -0.01 -0.01 -0.01
2012 10 -0.05 0.48 0.22
2013 54 -0.20 0.73 0.27
PBB
2011 1 0.15 0.15 0.15
2012 10 -0.15 0.37 0.11
2013 54 -0.05 0.61 0.28
DAU
2011 1 0.36 0.36 0.36
2012 10 0.10 0.15 0.13
2013 54 -0.09 0.14 0.03
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
Hasil pengujian pada tabel 2, diketahui bahwa 65 pemda telah menerapkan
pemungutan PBB-P2 dan datanya telah di audit. Pada tahun 2011 terdapat satu
pemda yang telah siap memungut PBB-P2 yaitu Kota Surabaya dengan jumlah
pendapatan daerah yang meningkat sebesar 15% dibandingkan dengan tahun –
tahun sebelumnya. Sepuluh pemda lainnya yang mulai melakukan pemungutan
PBB-P2 pada tahun 2012, jumlah pendapatan daerahnya ada yang mengalami
penurunan minimal sebesar 15% dan mengaalami kenaikan maksimal sebesar
37% dengan rata – rata kenaikan yang dialami adalah sebesar 11%. Sedangkan
yang mulai melakukan pemungutan pada tahun 2013 yaitu berjumlah 54 pemda,
15
ada yang mengalami penurunan minimal sebesar 5% dan mengalami kenaikan
maksimal sebesar 61% dengan rata – rata kenaikannya adalah 28%.
Pada pemda yang telah melaksanakan pemungutan tahun 2011, yaitu Kota
Surabaya, Belanja Operasional yang didanai dari PAD mengalami penurunan
sebesar 1%. Untuk pemda yang memungut PBB-P2 tahun 2012, ada yang
mengalami penurunan sebesar 5% dan mengalami kenaikan sebesar 48% dengan
rata – rata kenaikan yang dialami sebesar 22%. Pemda yang memungut PBB-P2
pada tahun 2013, ada yang mengalami penurunan sebesar 20% dan mengalami
kenaikan sebesar 73% dengan rata – rata kenaikan sebesar 27%.
Untuk Dana Alokasi Umum pada pemda yang melaksanakan pemungutan
PBB pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 36%. Pemda yang memungut
PBB-P2 tahun 2012, ada yang mengalami kenaikan DAU minimal sebesar 10%
dan mengalami kenaikan sebesar 15% dengan rata – rata kenaikan yang dialami
sebesar 13%. Pemda yang memungut PBB-P2 pada tahun 2013, ada yang
mengalami penurunan sebesar 9% dan mengalami kenaikan sebesar 14% dengan
rata – rata kenaikan sebesar 3%.
Hasil Uji Asumsi Klasik
Setelah mengetahui statistik deskriptif dari data tersebut, pengujian yang
dilakukan berikutnya adalah uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas
dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dan uji heterokedastisitas.
Berikut ini penjabaran dari uji asumsi klasik yang telah dilakukan.
1. Hasil Uji Normalitas
Pengujian ini menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov, dikatakan
lolos uji normalitas apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05
(Ghozali, 2011).
16
Tabel 3
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
P_BPAD P_PBB_P2 P_DAU
N 65 65 65
Kolmogorov-Smirnov Z 0.720 1.085 1.221
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.678 0.190 0.101
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
Nilai Kolmogorov-Smirnov pada variabel Belanja Operasi adalah
0.720 dengan probabilitas signifikansi 0.678 yang telah memperlihatkan
bahwa nilai tersebut ≥ 0,05 dan berarti data tersebut terdistribusi secara
normal. Dan untuk nilai Kolmogorov-Smirnov pada variabel PBB-P2
adalah 1.085 dengan probabilitas signifikansi 0.190 yang menunjukkan
bahwa data tersebut berdistribusi normal karena nilai tersebut ≥ 0,05.
Untuk nilai Kolmogorov-Smirnov pada variabel DAU adalah 1.221 dengan
probabilitas signifikansi 0.101 yang menunjukkan bahwa data tersebut
berdistribusi normal karena nilai tersebut ≥ 0,05.
2. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pada pengujian ini apabila diketahui varian dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas
dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik
adalah homoskedastisitas atau yang tidak terjadi heteroskedastisitas karena
kebanyakan data crossection mengandung situasi heteroskedastisitas
dimana data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil,
sedang, dan besar) (Ghozali, 2011).
Pengujian yang dilakukan berdasarkan uji Glejser dengan
menggunakan SPSS, menunjukkan nilai signifikansi variabel P_PBB_P2
dan P_DAU terhadap absolute residual sebesar 0.052 dimana nilai tersebut
lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi
tidak mengandung heteroskedastisitas.
17
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
1. Koefisien Determinasi
Besarnya perubahan belanja PAD yang dipengaruhi oleh variabel
independen dilihat dari nilai R-Square pengujian regresi tersebut.
Koefisien determinasi yang ditunjukkan dari nilai R-Square pada data
tersebut adalah sebesar 0.136, sehingga menunjukkan bahwa 13.6% varian
Belanja PAD dapat dijelaskan oleh variabel PBB-P2 dan variabel DAU
atau variabel independen dan untuk sisanya dijelaskan oleh sebab yang
lain.
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pada pengujian ini, akan melihat secara keseluruhan apakah
variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
secara bersama – sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2011). Dari
hasil yang diperoleh, yaitu 4.876 untuk uji F dan signifikansi 0.011,
menunjukkan bahwa secara simultan seluruh variabel independen PBB-P2
berpengaruh signifikan terhadap variabel Belanja PAD.
3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji t digunakan dalam menentukan pengaruh dari masing – masing
variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil pengujian analisis
regresi menunjukkan nilai t hitung adalah sebagai berikut:
Tabel 4
Uji T
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) .026 .050 .528 .599
P_PBB_P2 .410 .135 .359 3.031 .004
P_DAU .398 .399 .118 .998 .322
a. Dependent Variable: P_BPAD
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
18
Hasil pengujian menunjukkan variabel PBB-P2 yang dimasukkan
dalam model, secara signifikan mempengaruhi variabel Belanja PAD.
Dilihat dari tingkat signifikansi variabel PBB-P2 yang diperoleh yaitu
sebesar 0.004 lebih kecil dari 0.05. Sedangkan untuk variabel DAU tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Belanja PAD, dengan
tingkat signifikansi variabel DAU sebesar 0.322 lebih besar dari 0.05.
Dengan mengambil data berupa data sekunder dari LKPD yang
telah diaudit oleh BPK Perwakilan Daerah, penelitian ini membahas
mengenai mental accounting yang dilihat dari perilaku pemda dalam
mengalokasikan pos – pos pendapatannya ke dalam pos – pos
pengeluarannya yang tersermin dari angka – angka dalam LKPD.
Pemahaman mengenai mental accounting membantu pelaku ekonomi
memahami pilihan karena ketidak sepadanan yang terjadi dalam perilaku
mental accounting dan proses mengkategorikan atau memberi label
merupakan bagian dari mental accounting. Dalam penelitian ini, mental
accounting menjadi penentu dalam membelanjakan masing – masing
sumber pendapatan pemda yang dialokasikan untuk belanja operasional
dan belanja modal.
Sebagai gambaran, hasil uji statistik deskriptif menunjukkan rata –
rata perubahan Belanja Operasional yang dibiayai PAD meningkat dari
tahun 2012 ke 2013 yaitu sebesar 22% menjadi 27%, hal itu menunjukkan
bahwa terdapat peningkatan kebutuhan akan Belanja Operasional untuk
tahun 2013. Untuk rata – rata perubahan pendapatan daerah atas PBB-P2
dari tahun 2012 ke 2013 juga mengalami peningkatan yaitu dari 11%
menjadi 28%. Sedangkan rata – rata perubahan Dana Alokasi Umum dari
tahun 2012 ke 2013 mengalami penurunan yaitu dari 13% menjadi 3%.
Berdasarkan hasil regresi linear berganda yang tampak pada Tabel
4 menunjukan besarnya nilai koefisien dari PBB-P2 yang mempunyai
pengaruh signifikan terhadap Belanja Operasi yang dibiayai PAD dengan
tingkat kepercayaan 95% (α=5%). Didapat nilai koefisien PBB-P2
terhadap Belanja Operasi yang dibiayai PAD sebesar 0.410. Sehingga
19
setiap perubahan PBB-P2 sebesar 1% akan menaikkan perubahan Belanja
PAD sebesar 41%. Hasil tersebut memberikan bukti bahwa setelah adanya
pengalihan atau pendaerahan PBB-P2 dari Dana Bagi Hasil menjadi PAD,
PBB-P2 diperlakukan sebagaimana perlakuan terhadap PAD pada Pemda
di Indonesia.
Sama seperti Bruno dan Frank (1998), mental accounting
menimbulkan bias terhadap titik referensi, meskipun demikian mental
accounting tidak mempengaruhi garis anggaran karena pajak hanya
menginduksi pergeseran sepanjang garis anggaran awal. Pengalokasian
anggaran pada belanja modal dan belanja operasional mengalami
perubahan seiring dengan perubahan pos penerimaan pajak. Keputusan
pemerintah daerah dalam mengalokasikan banyaknya dana yang
digunakan untuk belanja modal dan belanja operasional juga mengalami
perubahan terutama pada belanja operasional yang dibiayai PAD. Dan
untuk perlakuan terhadap PBB-P2 yang telah menjadi pendapatan daerah,
tidak lagi diberi label sebagai komponen dana bagi hasil yang digunakan
untuk mendanai belanja modal dan belanja pegawai, tetap diperlakukan
sebagai pendapatan asli daerah dan digunakan untuk mendanai belanja
operasional. Penjelasan tersebut menjadi dasar atas terjadinya mental
accounting pada Pemda di Indonesia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat
fenomena mental accounting pada Pemda di Indonesia, dimana PBB-P2
berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja PAD. PBB-P2 setelah adanya
pendaerahan memiliki kecenderungan ada perlakuan yang berbeda dengan PBB-
P2 yang masih menjadi dana transfer. Dilihat dari alokasi PBB-P2 yang semula
merupakan dana bagi hasil yang digunakan untuk mendanai belanja transfer,
namun karena mengalami perubahan pos pendapatan menjadi PAD, PBB-P2
20
digunakan untuk mendanai belanja PAD. Sebanyak 65 sampel data LKPD tahun
anggaran 2011 – 2014 yang telah diaudit oleh BPK-RI Perwakilan tiap daerah
menjadi objek penelitian.
Dalam penelitian ini, masih terdapat keterbatasan yaitu tidak
mengelompokkan pemda dalam porsi yang sama baik itu pemda dengan PBB-P2
dan belanja operasional yang besar maupun kecil dan juga data yang digunakan
belum mencakup seluruh pemda atau sampai yang melaksanakan pemungutan
PBB-P2 hingga tahun 2014.
Saran
Untuk penelitian selanjutnya dapat menambah periode penelitian dan juga
menggunakan jangka waktu yang lebih lama agar menghasilkan data yang
lebih komprehensif dan akurat tidak hanya perubahan dalam satu tahun saja.
Penelitian selanjutnya juga dapat mengelompokkan pemda dengan kriteria yang
sama untuk dilakukan pengujian pada masing – masing kelompok.
21
DAFTAR PUSTAKA
Afrizawati. 2012. Analisis Flypaper Effect Pada Belanja Daerah Kabupaten/Kota
di Sumatera Selatan. Jurna Ekonomi dan Informasi Akuntansi (JENIUS).
Vol.2, No. 1.
Asmara, Jhon Andra. 2010. Analisis Perubahan Alokasi Belanja Dalam Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Naggroe Aceh
Darussalam. Jurnal Telaah & Riset Akuntansi. Vol. 3, No. 2, Hal. 155-
172.
Bruno, H. and Frank, V.D,. 1998. Mental Accounting in Local Public Sector
Budgeting: An Empirical Analysis For The Flemish Municipalities.
Eastern Economic Journal. Vol. 24, No. 4, page 381-394.
Damayanti, T.D. & Supramono. 2011. Realitas Mental Accounting: Studi Pada
Perlakuan Pendapatan Ekstra. Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia.
Vol. 40, No.2.
Dewanto, R.T.S. 2015. Realitas Mental Accounting: Studi Pada Perlakuan
Pendapatan Ekstra Pemerintah Daerah atas PBB-P2. Tesis. Tidak
dipublikasikan.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi
kelima. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.
Prakosa, Kesit Bambang. 2004. Analisa Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap prediksi Belanja Daerah
(Studi Empirik di Propinsi Jawa Tengah dan DIY). JAAI. Vol. 8, No. 2,
Hal. 101-118.
Rahmawan, Eddy. 2012. Optimalisasi Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan
(PBB) Dalam Peningkatan Pendapatan Daerah (Studi Pemungutan Pajak
Bumi Dan Bangunan (PBB) Di Kecamatan Limpasu Kabupaten Hulu
Sungai Tengah). Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal. Vol. 1
Edisi 2.
22
Santika, Fitria. 2013. Proses Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan dari
Pemerintah Pusat ke Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang. Skripsi:
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.
Susana, Susi. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kuantan
Tengah Kabupaten Kuantan Singingi. Skripsi: Fakultas Ekonomi Dan
Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004, tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan
Daerah.
23
Lampiran 1
Daftar Pemerintah Daerah
No Pemda Tahun
Pendaerahan
Persentase Perubahan
Belanja PAD (2011-2014)
Persentase Perubahan
PBB-P2 (2011-2014)
Persentase Perubahan DAU
(2011-2014)
1 Kota Surabaya 2011 -1% 15% 36%
2 Kota Depok 2012 30% 12% 15%
3 Kab. Bogor 2012 48% 37% 13%
4 Kota Bandar Lampung 2012 39% 17% 13%
5 Kota Gorontalo 2012 40% 17% 14%
6 Kota Medan 2012 -5% -15% 10%
7 Kab. Deli Serdang 2012 27% 18% 15%
8 Kota Balikpapan 2012 5% -2% 11%
9 Kota Samarinda 2012 4% 22% 12%
10 Kab. Sidoarjo 2012 17% 32% 13%
11 Kota Semarang 2012 21% 15% 13%
12 Kab. Lampung Tengah 2013 -7% 3% 8%
13 Kab. Way Kanan 2013 17% 14% 11%
14 Kab. Mukomuko 2013 20% 11% 13%
15 Kab. Muaro Jambi 2013 5% 37% 4%
16 Kab. Batang Hari 2013 -16% -5% 4%
17 Kab. Merangin 2013 16% 5% 12%
18 Kab. Belitung Timur 2013 21% 12% 10%
19 Kab. Musi Banyuasin 2013 28% 61% -9%
20 Kota Pangkalpinang 2013 10% 3% 8%
21 Kab. Serdang Bedagai 2013 19% 9% 11%
22 Kab. Asahan 2013 22% 17% 8%
23 Kab. Batubara 2013 4% 50% 14%
24 Kota Pematangsiantar 2013 14% 3% 6%
25 Kota Batam 2013 10% 9% 6%
26 Kab. Kuantan Singingi 2013 29% 10% 9%
27 Kab. Rokan Hulu 2013 -8% -3% 8%
28 Kota Dumai 2013 -5% 8% 4%
29 Kab. Pelalawan 2013 -17% 27% 9%
30 Kab. Siak 2013 15% 8% 1%
31 Kab. Pandeglang 2013 2% 4% 9%
32 Kota Bandung 2013 25% 33% 7%
33 Kota Tasikmalaya 2013 10% 9% 11%
24
34 Kab. Bandung Barat 2013 15% 6% 9%
35 Kab. Sukabumi 2013 24% 12% 10%
36 Kab. Bekasi 2013 18% 19% 10%
37 Kota Bogor 2013 -20% 10% 7%
38 Kab. Majalengka 2013 8% 29% 10%
39 Kab. Sleman 2013 12% 17% 7%
40 Kab. Demak 2013 -19% 19% 8%
41 Kab. Batang 2013 18% 23% 6%
42 Kab. Semarang 2013 22% 33% 9%
43 Kota Tegal 2013 -15% 3% 5%
44 Kab. Tegal 2013 6% 13% 9%
45 Kota Pekalongan 2013 19% 36% 7%
46 Kab. Pekalongan 2013 11% 7% 8%
47 Kab. Temanggung 2013 18% 7% 9%
48 Kota Surakarta 2013 3% 6% 8%
49 Kab. Magelang 2013 24% 15% 7%
50 Kab. Mojokerto 2013 19% 61% 8%
51 Kab. Bojonegoro 2013 5% 29% 5%
52 Kab. Ponorogo 2013 73% 21% 9%
53 Kota Kediri 2013 17% 18% 13%
54 Kota Malang 2013 11% 13% 8%
55 Kab. Pasuruan 2013 13% 19% 8%
56 Kota Pasuruan 2013 18% 20% 11%
57 Kab. Kediri 2013 0% 14% 8%
58 Kota Batu 2013 44% 34% 10%
59 Kab. Banyuwangi 2013 37% 38% 9%
60 Kota Denpasar 2013 16% 6% 6%
61 Kota Mataram 2013 26% 34% 13%
62 Kab. Kubu Raya 2013 -8% 21% 11%
63 Kota Bontang 2013 -4% 8% 9%
64 Kab. Gowa 2013 13% 41% 11%
65 Kota Makassar 2013 13% 9% 8%
25
Lampiran 2
Hasil Output SPSS 17.00
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
P_BPAD P_PBB_P2 P_DAU
N 65 65 65
Normal Parametersa,,b
Mean .1348 .1745 .0931
Std. Deviation .16678 .14601 .04956
Most Extreme Differences Absolute .089 .135 .152
Positive .089 .135 .151
Negative -.079 -.100 -.152
Kolmogorov-Smirnov Z .720 1.085 1.221
Asymp. Sig. (2-tailed) .678 .190 .101
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Uji Heteroskedastisitas
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .036 2 .018 1.716 .188a
Residual .644 62 .010
Total .680 64
a. Predictors: (Constant), P_DAU, P_PBB_P2
b. Dependent Variable: ABS_RES
Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .369a .136 .108 .15752
a. Predictors: (Constant), P_DAU, P_PBB_P2
b. Dependent Variable: P_BPAD
26
Uji signifikansi simultan (uji statistik F)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .242 2 .121 4.876 .011a
Residual 1.538 62 .025
Total 1.780 64
a. Predictors: (Constant), P_DAU, P_PBB_P2
b. Dependent Variable: P_BPAD
Uji T
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .026 .050 .528 .599
P_PBB_P2 .410 .135 .359 3.031 .004
P_DAU .398 .399 .118 .998 .322
a. Dependent Variable: P_BPAD