MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

30
MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN (Telaah Konsep Toleransi dalam Al-Qur’an) Abdul Matin Bin Salman Institut Agama Islam Negeri Surakarta Email: [email protected] Abstrak Radikalisme dan terorisme telah menjadi isu keamanan internasional. Pasalnya, keduanya memberikan ancaman serius terhadap ketentraman dan kenyamanan global. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa konferensi internasional yang menjadikan isu radikalisme dan terorisme sebagai isu utama dalam pembahasan. Seperti yang diselenggarakan Maret 2013 lalu di Singapore dan salah satu isu yang diangkat adalah pencegahan radikalisme yang berujung pada aksi terorisme. Atau yang baru saja terselenggara di Lombok, NTB yaitu konferensi ulama internasional tentang kontra terorisme dan sektarianisme. Kedua konferensi tersebut cukup untuk menjadi bukti bahwa radikalisme dan terorisme patut untuk diberikan perhatian penuh menyangkut keamanan global. Keywords: toleransi, al-Qur’an, keberagaman A. Pendahuluan Sejatinya, aksi pencegahan radikalism dan terorism adalah sebuah tindakan yang patut untuk didukung. Namun bila kemudian, tuduhan radikalisme dan terorisme hanya ditujukan pada satu agama, itu yang menjadi problem. Masalahnya adalah, penganut agama tersebut akan menjadi korban diskriminasi yang luar biasa. Seperti yang

Transcript of MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Page 1: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH

KEBERAGAMAN

(Telaah Konsep Toleransi dalam Al-Qur’an)

Abdul Matin Bin Salman

Institut Agama Islam Negeri Surakarta

Email: [email protected]

Abstrak

Radikalisme dan terorisme telah menjadi isu keamanan

internasional. Pasalnya, keduanya memberikan ancaman

serius terhadap ketentraman dan kenyamanan global. Hal

ini ditandai dengan adanya beberapa konferensi

internasional yang menjadikan isu radikalisme dan

terorisme sebagai isu utama dalam pembahasan. Seperti

yang diselenggarakan Maret 2013 lalu di Singapore dan

salah satu isu yang diangkat adalah pencegahan

radikalisme yang berujung pada aksi terorisme. Atau yang

baru saja terselenggara di Lombok, NTB yaitu konferensi

ulama internasional tentang kontra terorisme dan

sektarianisme. Kedua konferensi tersebut cukup untuk

menjadi bukti bahwa radikalisme dan terorisme patut untuk

diberikan perhatian penuh menyangkut keamanan global.

Keywords: toleransi, al-Qur’an, keberagaman

A. Pendahuluan

Sejatinya, aksi pencegahan radikalism dan terorism adalah

sebuah tindakan yang patut untuk didukung. Namun bila kemudian,

tuduhan radikalisme dan terorisme hanya ditujukan pada satu agama,

itu yang menjadi problem. Masalahnya adalah, penganut agama

tersebut akan menjadi korban diskriminasi yang luar biasa. Seperti yang

Page 2: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

30 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

terjadi di Amerika misalnya. Setelah kejadian serangan 11 September

2001 silam, umat muslim Amerika bisa dibilang sangat sulit

mendapatkan perlakuan yang layak sebagaimana warga yang lain.

Kemudian munculnya Islamophobia di berbagai belahan dunia muncul

hingga Geert Wilder meluncurkan film “Fitna” sebagai gambaran

Islam. Tentu ini menjadi tindakan yang kurang bijak mengingat Islam

adalah agama yang tidak mengajarkan aksi brutal yang berujung pada

terorisme.1

Di Indonesia pun gejolak Islamophobia juga semarak. Sepeti

yang ditulis oleh Etin Anwar, bahwa sejalan dengan isu ‘War on

Terror’ Amerika telah memastikan beberapa pesantren, organisasi

masyarakat dan tokoh sebagai dalang dari segala aksi teror. Nama-nama

seperti FPI, Majelis Mujahidin, Abu Bakar Ba’asyir masuk dalam daftar

teroris yang dibuat Amerika. Labelisasi ini pun kemudian mengundang

amarah terhadap Amerika beserta kebijakannya yang akhirnya

memunculkan wacana anti-Amerika yang tergambar pada ragam aksi

unjuk rasa di beberapa kota seperti Jakarta, Makasar, Medan dan Solo.2

Pasalnya, setiap aksi teror yang membawa isu keagamaan pasti

langsung dituduhkan kepada umat Islam. Tentu ini mengundang reaksi

dari masyarakt Islam.

Reaksi masyarakat tersebut ingin menegaskan bahwa Islam

bukanlah seperti yang digambarkan. Islam adalah agama yang sangat

1 Nurcholis Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, (Jakarta, Paramadina, 1995),

hal. 270 2 Lihat: Noorhaidi Hasan, Laskar Jihad: Islam, Militancy, and The Quest for

Indentity in Post-New Order Indonesia, Ithaca, N. Y: Southest Asia Program

Publicaations, Southest Asia Program, Cornell University, 2006), hal. 20

Page 3: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 31

Abdul Matin bin Salman

menjunjung tinggi arti kebersamaan dan keharmonisan hidup bersama.

Sehingga tidak ada ajaran kekerasan dalam Islam hanya untuk

memaksakan ideologinya kepada mereka yang tidak meyakini.

Kesalahan pemahaman masyarakat ini perlu untuk diluruskan agar

dikemudian hari, wacana Islamophobia bisa direduksi, dan aksi

radikalisme bisa ditanggulangi bersama tanpa harus menyudutkan satu

pihak.

B. Problem Istilah

Di Indonesia, isu radikalisme dan terorisme seringkali dicari

akarnya pada pemberontakan DI TII Kartosuwirjo pasca kemerdekaan.

Hal tersebut juga berlaku pada pemberontakan PKI pada tahun

selanjutnya. Setelah itu, masa pasca reformasi, dengan turunnya rezim

orde baru, wacana radikalisme mendapatkan momentumnya seiring

dengan jatuhnya rezim orde baru yang otoritarian. Radikalisme pada

masa ini tidak hanya pada isu keagamaan namun berkembang menjadi

anti kemapanan, dan anti otoritas. Seperti yang beberpa kali pernah

terjadi, yaitu penyerangan kepada kantor kepolisian hingga

menghasilkan korban tewas dari pihak kepolisian. Perisrtiwa-peristiwa

ini menunjukkan bahwa istilah radikalisme bukan hanya bernuansa

keagamaan melainkan juga berkonotasi pada aspek sosial politik

bahkan kesenjangan ekonomi.

Terminus radikal yang membentuk istilah radikalisme berasal

dari bahasa Latin, radix yang berarti akar. Dengan demikian, berpikir

secara radikal sama artinya dengan berpikir hingga ke akar-akarnya, hal

tersebutlah yang kemudian besar kemungkinan bakal menimbulkan

Page 4: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

32 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

sikap-sikap anti kemapanan. Pasalnya, mereka yang melancarkan aksi

radikalisme adalah golongan masyarakat yang merasa termajinalkan

oleh kondisi sosial yang dibentuk oleh para elite penguasa yang

menurut mereka bertindak tidak adil.3 Pengertian ini juga disampaikan

Simon Tormey dalam International Enyclopedia of Social Sciences,

radikalisme merupakan sebuah konsep yang bersifat kontekstual dan

posisional, dalam hal ini kehadirannya merupakan antitesis dari

ortodoks atau arus utama (mainstream), baik bersifat sosial, sekuler,

saintifik, maupun keagamaan.

Dalam penggunannya, radikalisme seringkali diidentikkan

dengan terorisme. Meski tidak selalu demikian, memang bisa dikatakan

bahwa radikalisme merupakan akar atau pondasi awal munculnya aksi

terorisme. Dalam pengertian di atas, radikalisme memiliki dimensi

kekerasan dalam membangun sebuah perubahan secara radikal.

Memang tidak selalu demikian, namun dimensi kekerasan seringkali

digunakan untuk mewujudkan perubahan tersebut. Dengan demikian,

radikalisme dan terorisme seringkali berjalan beriringan. Dengan kata

lain, terorisme tak akan muncul bila tidak didahului dengan

radikalisme. Sehingga bila terorisme ingin ditanggulangi, maka setiap

bibit radikalisme perlu untuk ditangani terlebih dahulu. Inilah logika

yang sekarang sedang berjalan.

Masalahnya kemudian adalah, apakah pengertian radikalisme

sebagai sebuah wacana yang menyatakan perubahan secara mendalam

3 Lihat: Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, Melacak Akar Radikalisme Islam

di Indonesia, di: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol. 14, Nomor 2, November

2010, hal. 172

Page 5: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 33

Abdul Matin bin Salman

hingga ke akarnya dan berfikir secara mendalam adalah selalu

dikategorikan negatif? Artinya bahwa setiap orang yang berfikir radikal

atau berkeyakinan secara radikal adalah hal yang perlu diwaspadai?

Pengertian ini perlu dipertanyakan mengingat bahwa secara ilmiah,

proses kerja ilmiah selalu menekankan cara berfikir secara radikal dan

mendalam untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif.4 Dalam

hidup beragama pun, keyakinan secara menyeluruh selalu dianjurkan

untuk dilakukan oleh setiap penganut agama. Lantas apakah kemudian

bisa dikatakan bahwa orang yang beriman secara penuh disebut dengan

orang yang radikal? Bila memang demikian, berarti setiap orang yang

beriman secara penuh harus diwaspadai karena berpotensi melakukan

tindak teror dan mengancam keamanan masyarakat. Bila demikian,

maka hal ini akan mendorong pada pilihan bahwa setiap orang tidak

perlu beragama karena cenderung akan membawa pada sikap yang

radikal. Inilah problem yang perlu didiskusikan terlebih dahulu, karena

istilah radikal sendiri masih bermasalah.

Istilah radikalisme merupakan istilah yang berasal dari Barat.

Karena istilah ini sampai sekarang belum ditemukan terjemahannya

dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, ketika istilah radikalisme

disandingkan dengan agama, seringkali pelakunya disebut

fundamentalis. Dalam tradisi Barat, istilah fundamentalis seringkali

disamakan dengan istilah ekstrimis, radikalis, revivalis, seperti Islam

4 Dalam hal ini, pengertian dari filsafat sendiri adalah berfikir secara radikal

hingga sampai pada motif dari sesuatu. Lihat: Harun Nasution, Filsafat Agama,

(Jakarta, Bulan Bintang, 1973), hal. 3

Page 6: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

34 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

fundamentalis, atau Islam ekstrimis, Islam radikal dsb.5 Bagi Esposito,

istilah ini tidak tepat digunakan bila menyangkut dengan Islam. Hal

tersebut karena istilah ini tidak ada dalam kamus bahasa Islam dan

merupakan istilah yang lahir dengan nuansa peradaban Barat, sehingga

ia tidak bisa disandingkan dengan kata Islam. Ia lebih memilih dengan

Islam Revivalis karena lebih menekankan kaitannya dengan tradisi

dalam Islam.6

Penunjukkan Islam sebagai ikon fundamentalis atau radikalisme

bisa dicari asalnya dari cara pandanga realisme Barat. Cara pandang

seperti ini mungkin bisa ditarik akarnya pada pemikiran Huntington.

Cara pandang paling khas ditunjukkan oleh Samuel Huntington (1997)

dengan tesis Clash of Civilization yang melihat terorisme sebagai

implikasi dari benturan dua peradaban utama di dunia: Islam vis-a-vis

Barat. Menurutnya, Islam adalah satu-satunya peradaban yang pernah

membuat Barat tidak merasa nyaman, “Islam is the only civilization

which has put the survival of the West in doubt, and it has done at least

twice”.7 Pernyataannya ini seolah-olah ingin mengatakan bahwa Islam

dan peradabannya merupakan ancaman serius bagi setiap masyarakat

yang mengadopsi peradaban Barat sebagai peradaban global. Misalnya,

bila Barat menegaskan demokrasi sebagai sistem demokrasi yang patut

5 Lihat: Junaidi Abdillah, “Radikalisme Agama: Dekonstruksi Ayat Kekerasan

dalam al Qur’an”, dalam Jurnal Kalam, vol. 8, Nomor 2, Desember 2014, hal. 3 6 John L. Esposito, The Islamic Threat: Myth or Reality, (New York: Oxford

University Press, 1992), hal. 8-9. Isitilah Islam Revivalis pernah menjadi wacana

Dunia Islam ketika menghadapi gelombang kolonialisme Barat yang mengancam

keutuhan Islam. Istilah ini sering dikategorikan dalam Pan Islamisme. 7 Samuel P. Huntington, The Clash of Civilization and the Remaking of World

Order, (New York, Touchtone Books, 1996), hal. 209-210

Page 7: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 35

Abdul Matin bin Salman

dianut oleh dunia Internasional, maka sudah pasti Islam akan

menolaknya dan akan berusaha merubah pandangan tersebut hingga

sesuai dengan sistem politik yang diyakini dan dibenarkan oleh

peradaban Islam.

Logika Huntington ini bertitik tolak dari gaya pandang realisme

yang memandang politik dunia sebagai struggle for power, perebutan

kekuasaan. Bedanya dari pemikir realis klasik seperti Morgenthau yang

menempatkan negara dalam posisi sentral, atau Waltz yang lebih

menempatkan kekuasaan (power) dalam perspektif yang material,

Huntington berangkat dari pembagian dunia atas apa yang ia sebut

sebagai “peradaban”. Sehingga kemudian memunculkan pemahaman

bahwa radikalisme Islam adalah sebuah gerakan yang berusaha untuk

merebut kekuasaan politik guna meruntuhkan rezim kekuasaan yang

lama dan menggantinya dengan kekuasaan Islam.

Fundamentalisme atau radikalisme Islam yang didefinisikan

Huntington ini tidak lepas dari respon Islam terhadap peradaban Barat.

Sekularisme yang dikembangkan Barat dan berhasil membius hampir

semua negara modern adalah salah satu faktor yang dianggap umat

Islam sebagai ancaman yang bisa merusak tatanan teologis Islam.

Sekularisme yang memisahkan urusan akhirat dan dunia tidak bisa

diterima Islam karena sejatinya Islam mengajarkan bahwa urusan dunia

adalah sarana untuk bisa sejahtera di akhirat. Atau dengan kata lain,

urusan dunia tidak bisa dipisahkan dari akhirat. Dengan demikian, bila

masyarakat Islam meyakini sekularisme sebagai bagian dari kehidupan

modern mereka, maka Islam hanya bernuansa akhirat dan tidak

memiliki keterkaitan dengan dunia seperti politik, ekonomi dan

Page 8: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

36 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

budaya.8 Walhasil, etika sosial masyarakat Islam pun tidak lagi

dilandaskan pada al Qur’an dan as Sunnah karena bukan merupakan

bagian dari kehidupan sosial. Sikap anti dari umat Islam inilah yang

kemudian membawa Huntington untuk melabeli Islam sebagai ikon

fundamentalis karena tidak berkesesuaian dengan Barat. Sehingga bisa

dikatakan bahwa penyematan istilah fundamentalis terhadap Islam ini

sangat bias kepentingan Barat terhadap Islam.

Dengan demikian bisa disimpulkan, bahwa istilah radikalisme

yang dilabelkan pada Islam atau agama lain masih sangat problematis.

Istilah tersebut tidak bisa mewakili ideologi yang ada pada ideologi

masing-masing agama, khususnya Islam. Hal tersebut karena bila

radikalisme diidentikkan dengan kekerasan, maka tidak cocok dengan

semua agama, karena semua agama mengajarkan kedamaian dan

menentang segala bentuk kekerasan. Namun bila radikalisme dimaknai

sebagai sebuah sikap beragama yang ta’at dan kuat secara

komprehensif, maka pengertian tersebut masih bisa diterima meski

dalam Islam pun belum bisa mewakili.

C. Islam dan Penyebarannya di Nusantara

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Islam tidak

mengajarkan pemaksaan dalam keimanan. Al Qur’an dengan tegas

menyatakan hal tersebut, “Tidak ada pemaksaan dalam agama”.9 Ayat

ini menjelaskan bahwa Islam disebarkan tidak dengan pemaksaan,

8 Lihat: Karen Amstrong, Berperang Demi Tuhan: Fundamentalisme dalam

Islam, Kristen dan Yahudi, (Jakarta: Serambi, 2001), hal. Ix 9 Q. S. Al Baqarah: 256

Page 9: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 37

Abdul Matin bin Salman

melainkan kesadaran diri untuk meyakini kebenaran Islam. Hal ini

bukan hanya terdapat pada normativitas teks wahyu dan hadits

melainkan juga termanifestasikan dalam sejarah Islam awal.

Bagaimana Islam mampu merubah tatanan masyarakat Arab, bahkan

hingga meluas pada wilayah eks kekuasaan imperium Romawi dan

Persia.

Fakta historis ini juga terjadi di Indonesia yang nota bene adalah

negeri yang jauh dari Arab. Namun meski demikian, sejarah Islam

masuk ke Nusantara tidak diiringi dengan peperangan, penjajahan

apalagi penjarahan. Islam masuk ke Nusantara dengan damai. Ke-

khasan Islam inilah yang dinilai banyak kalangan sebagai faktor utama

keberhasilan Islam dalam mewarnai dunia. Hingga seorang Napoleon

Bonaparte pun menyatakan bahwa Muhammad telah membawa Islam

ke seluruh benua, dan mampu merubah kondisi sebuah bangsa hanya

membutuhkan waktu kurang dari satu keturunan, sedangkan bangsa

Perancis hanya bisa melakukan hal yang sama namun perlu

membutuhkan waktu selama delapan keturunan.10 Sedangkan Thomas

W. Arnold membela tuduhan bahwa Islam disebarkan dengan pedang

dengan mengatakan bahwa pedang sebagai senjata yang digunakan

bangsa Arab ketika itu adalah wajar di bawa oleh orang Islam karena

tidak semua bangsa memberikan sambutan yang ramah, dan untuk alat

10 Dikutip dari: Christian Cherfils, Bonapare et Islam, Pedone ed, (Paris,

11914), p. 105, 125

Page 10: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

38 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

membela diri ketika bertemu dengan perompak ataupun penjahat di

perjalanan.11

Kedatangan Islam di Nusantara secara damai ini berhasil

terwujud dikarenakan beberapa faktor yang mendukung

keberhasilannya. Islam datang dengan damai melalui jalur

perdagangan. Oleh karena itu, wilayah-wilayah pesisir Nusantara yang

merupakan pelabuhan-pelabuhan dagang internasional menjadi

wilayah pertama yang terdapat di dalamnya masyarakat muslim.

Thomas W. Arnold menjelaskan ada beberapa faktor yang mendorong

keberhasilan para pedagang muslim untuk menyebarkan Islam di

Nusantara. Pertama, adalah penguasaan bahasa setempat yang

menjadikan para pedagang tersebut mampu berkomunikasi dengan

lancar. Kedua, beradaptasi dengan adat istiadat masyarakat setempat,

sehingga dengan begitu mereka bisa berinteraksi secara alami dan

kekeluargaan. Ketiga pernikahan dengan masyarakat pribumi sehingga

menghasilkan keturunan dan semakin membentuk masyarakat muslim

di wilayah tersebut. Kemudian keempat adalah membeli para hamba

sahaya yang dari masyarakat pribumi dan kemudian diangkat derajat

merekasehingga dengan demikian sekaligus mengajarkan kemampuan

dan menjalin kerjasama, entah dalam perdagangan maupun dalam

penyebaran agama Islam.12

11 Lihat: Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam: A History of The

Propagation of The Muslim Faith, (London, Constable & Company Ltd, 1913),

second edition, hal. 408-428 12 Lihat: Thomas W. Arnold, ad Da’wah al Islamiyyah: al Bahtsu fi Nasyri al

‘Aqidah al Islamiyyah, diterjemahkan dari: The Preaching of Islam: A History of The

Propagation of The Muslim Faith, pent: Dr. Khan Ibrahim Khan dkk, (Kairo,

Maktabah an Nahdhah al Mishriyyah, 1970), cet. III, p. 403

Page 11: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 39

Abdul Matin bin Salman

Selain itu, tipologi masyarakat Nusantara yang terdiri dari

masyarakat maritim dan agraris juga menunjang percepatan penyebaran

Islam di sana. Masyarakat maritim yang gemar berkelana di samudera

dan terbiasa bertemu dengan bangsa asing dengan mudah bisa

berinteraksi dengan bangsa Arab. Selain itu, penguasaan bahasa juga

tidak terlalu mempersulit mereka dalam berkomunikasi dengan bangsa

pendatang. Tidak berbeda dengan masyarakat agraris yang berada di

pedalaman pulau. Sifatnya yang ramah dan sopan menjadi daya tarik

tersendiri bagi bangsa pendatang untuk bisa tinggal di berbagai wilayah

pedalaman di Nusantara. Maka tidak heran bila Islam bisa masuk dan

menyebar di Nusantara tanpa adanya kekerasan dan dalam waktu yang

relatif singkat sudah menyebar ke seluruh penjuru Nusantara. Bahkan

dalam buku Thomas W. Arnold tersebut hingga mendiami wilayah

Papua.13

Selain itu, Keberhasilan Islam dalam menyebarkan ‘aqidahnya ke

seantero Nusantara tidak lepas dari apa yang disebut oleh Harry J.

Benda adalah “Peradaban Kaum Santri”. Peradaban yang sangat

ditentukan oleh jaringan intelektual santri hingga dikemudian hari

mempengaruhi kepustakaan Jawa.14 Dan pada tahap inilah, Islam

mampu untuk berkolaborasi dengan adat setempat, dan bahkan hingga

memunculkan gerakan perubahan yang menghasilkan gerakan anti

penjajahan yang memepelopori kemerdekaan RI.15

13 Ibid, p. 442 14Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara

Abad XVII & XVII, edisi Perenial, (Jakarta, Kencana Premedia Group, 2013), hal. 47-

53, baca juga di halaman 371-388 15 Simuh, Mistik Islam Kejawen: Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta: UI

Press, 1988), hal. 21-22

Page 12: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

40 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

Lanjut, Harry J. Benda mengatakan bahwa sejarah Islam

Indonesia adalah sejarah peradaban santri dan pengaruhnya terhadap

kehidupan sosial, politik, dan agama di Indonesia sangat kuat.16 Fakta

ini bisa dilihat dari terbentuknya kota-kota kuno namun dengan sistem

tata kota modern, seperti yang ada di Solo, Cirebon, Malang, Ponorogo

dan lainnya. Kota-kota ini memiliki sistem catur kota dengan alun-alun

sebagai pusat berkumpulnya masyarakat, masjid sebagai pusat

kerohanian, keraton sebagai pusat pemerintahan, pasar sebagai pusat

sirkulasi ekonomi, dan kepolisian sebagai pusat pengaman masyarakat.

Sistem ini merupakan buah hasil pemikiran para wali yang nota bene

juga para santri. Selain itu, gerakan intelektual santri pula telah

membentuk semacam jaringan internasional yang kemudian mampu

membentuk jaringan kerjasama antara kerajaan Islam di Nusantara

dengan para ulama dan pembesar kesultanan Islam di Timur Tengah

waktu itu.

Islam juga mempelopori adanya sistem pendidikan di Nusantara.

Sebagai sebuah agama yang memang sangat mengedepankan kerja

intelektual sebgai sarana keimanan, Islam sangat mendorong umatnya

untuk selalu senantiasa belajar. Maka muncullah pesantren-pesantern di

Nusantara yang banyak jumlahnya. Menjamurnya pesantren di

Nusantara serta banyaknya santri yang belajar di sana, tidak lepas dari

kondisi sosial waktu itu, di mana sekolah formal bentukan Belanda

tidak semuanya bisa di akses masyarakat, sedangkan pesantrean dengan

kesederhanaannya mampu untuk hadir tidak hanya sebagai alternatif

16 Harry J. Benda, The Crescent and The Rising Sun: Indonesia Under The

Japanese Occupation 1942-1945, (Holland/USA, Foris Publication, 1983), hal. 14

Page 13: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 41

Abdul Matin bin Salman

tapi juga sebagai tempat belajar utama umat Islam waktu itu.17 Dari

sinilah muncul para tokoh seperti Pangeran Diponegoro, HOS

Tjokroaminoto, K. H Hasyim Asy’ari dan sebagainya.

Di masa pra kemerdekaan pun peran Islam tidak bisa diremehkan.

Piagam Jakarta sebagai cikal bakan proklamasi kemerdekaan dan jiwa

dari UUD ’45 adalah kontribusi Islam paling real. Bagaimana tidak

pasal pertama yang tertera dalam Pancasila adalah hasil dari kesadaran

bangsa Indonesia yang memiliki identitas bangsa yang ber-Ketuhanan.

Meski diubah redaksinya, istilah kata Esa membuktikan bahwa ajaran

Tauhid dalam pasal tersebut sangat kental. Dari sini bisa dilihat bahwa

Islam telah memberikan warna pada corak berfikir dan watak berbangsa

rakyat Indonesia. Meski di sini, tidak bermaksud untuk menyatakan

bahwa Islam ingin memonopoli kekuasaan negara Indonesia. Bahkan

hingga sekarang segala bentuk simbol kenegaraan tidak lepas dari nilai-

nilai Islam yang telah mengakar akibat keyakinan yang telah mengakar

sejar ratusan tahun.

Dari pemaparan di atas, cukuplah bisa disimpulkan bahwa

labelisasi radikalisme dan terorisme pada Islam adalah tidak semuanya

dibenarkan. Karena Islam datang dengan damai, dan terbukti bisa

diterima oleh bangsa Indonesia yang berbudaya sangat kental. Ini

membuktikan bahwa Islam pun bisa berdamai dengan budaya setempat

tanpa harus mengurangi isi ajaran Islam itu sendiri. Hanya saja

masalahnya, pada tahap kehidupan sosial, banyak sekali tantangan-

tantangan yang terkadang memicu emosi dan amarah dari umat Islam.

17 Dr. Restu Gunawan, Indonesia dalam Sejarah: Bab 3, Kedatangan dan

Peradaban Islam, (Jakarta, PT Ichtian Baru Van Hoeve), hal. 181-185

Page 14: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

42 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

Maka dari itu, dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan

bagaimana konsep toleransi dalam Islam.

D. Islam (al-Qur’an) dan Toleransi

Toleransi dalam Islam sering diterjemahkan dengan istilah

tasamuh. Toleransi atau tasamuh merupakan karakteristik Islam itu

sendiri sebagai al Hanifiyyah as Samhah. Kata tasamuh atau samahah

dan derivasinya sebenarnya tidak ditemukan dalam Al quran. Namun

dalam hadits dapat ditemukan seperti dalam ungkapan “ismah yusmah

laka”18 (permudahlah, niscaya kamu akan dipermudah). Meskipun

tidak ditemukan dalam Al quran, makna toleransi dalam perspektif

Islam dapat ditelusuri melalui kata kunci tersebut.19 Sebab secara

etimologi kata tasamuh dianggap sebagian kalangan senada dengan

toleransi,20 meskipun pada pemaknaan secara terminologi kata toleransi

tidak mampu mancakup makna kata tasamuh secara keseluruhan

bahkan sangat berbeda jauh. Jadi, dengan mengkaji kata tasamuh dapat

diperoleh pemahaman toleransi dalam perspektif Islam yang benar.

1. Tasamuh dalam Hal Aqidah (Keyakinan)

Keyakinan atau yang lebih sering disebut “aqidah” adalah hal

yang pokok dalam agama Islam.21 Karenanya seseoarang bisa

18 Abu Abdullah Ahamd bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Bairut:

Muassasah Ar Risalah, Juz 4, 2001), Hal.103 19 Muchlis M.Hanafi, Moderasi Islam, (Ciputat: Ikatan Alumni Al-Azhar dan

Pusat Studi Al quran, 2013), Hal.252 20 Tolrant: Bersifat Tasamuh. Lihat: Osman Raliby. Kamus Internasional.

(Jakarta: Bulan Bintang. 1982). Hal: 521 21 KH.Abdusshomad Buchori, Bunga Rampai Kajian Islam, (Surabaya:

Amarta dan MUI Prov.Jatim), Hal.16

Page 15: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 43

Abdul Matin bin Salman

dihukum kafir atau muslim. Bagi seorang muslim aqidah harus

dibangun diatas dasar yang diterima dari sumber sahih sebagai suatu

keyakinan akan kebenaran mutlak.22 Hal yang demikian itu

dimaksudkan agar dalam keadaan bagaimanapun seorang muslim

tidak kehilangan identitas agamanya. Karena mempertahankan

aqidah adalah wajib hukumnya bagi seorang muslim sampai mati.23

Keyakinan akan kebenaran agama Islam adalah lebih bersifat

individual dan bukan sosial. Al quran telah menegaskan bahwa

kebenaran itu hanya pada Islam dan selain Islam adalah batil.24

Penegasan tersebut bertitik tolak dari keyakinan individu secara

sadar dengan diiringi rasa tanggung jawab akan konsekuensi yang

timbul darinya. Karena itulah Islam tidak memaksa seseorang untuk

memeluknya.25 Penegasan tersebut tidak harus ditafsirkan sebagai

sesuatu yang boleh menimbulkan ketegangan antar penganut agama

dan tidak pula sebagai suatu bentuk pemisah dari sudut sosial dan

kemasyarakatan.26 Oleh karena itu, dalam hubungan sosial

keyakinan akan kebenaran Islam harus tetap dipertahankan tanpa

menimbulkan permasalahan.

Islam mengakui adanya eksistensi dalam konteks pluralitas

agama27 tetapi Islam tidak mengakui akan kebenaran pada masing-

22 Mohammad Zaidi Abdul Rahman, dkk, Konsep Asas Islam dan Hubungan

Antar Agama..., Hal.117 23 QS.Ali Imroh:102 24 QS.Al Imron:19 dan 85, QS.Al Baqoroh:147, QS.Al Maidah:3 25 QS.Al Baqoroh:256 26 Khalif Muammaf, Islam dan Pluralisme Agama, (Malaysia: Mesbah,

CASIS,2013), Hal.xiii 27 QS.Hud:118

Page 16: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

44 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

masing.28 Hal tersebut karena adanya perbedaan fundamental secara

teologis antara agama yang satu dengan yang lain. Islam adalah

agama tauhid yang mengakui Allah sebagai Tuhan, sedangkan

Yahudi mengakui Tuhan Yahweh sebagai Tuhan khusus untuk

golongan mereka; Kristen mengimani satu Tuhan namun memiliki

tiga unsur; Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Ruh Kudus, atau dikenal

dengan Trinitas. Sedangkan agama-agama non semitik seperti

Hindu, Majusi, Taoisme dan lainnya beriman kepada banyak Tuhan

atau golongan yang sering disebut politeistik.29 Perbedaan

fundamental tersebut menjadikan Islam tidak mentolerir secara

teologis bahwa agama-agama lain sama dengan Islam. Jadi,

pengakuan Islam akan eksistensi agama lain bukan merupakan

pengakuan yang bersifat teologis.

Toleransi yang ingin dibangun Islam adalah sikap saling

menghormati tanpa mencampuradukkan keyakinan tiap-tiap agama.

Sehingga toleransi dalam Islam tidak sampai mengorbankan

kebenaran agama sendiri untuk menghormati agama lain.

Pernyataan ini tertera jelas dalam buku Hubungan Antar-Umat

Beragama terbitan dari Departemen Agama RI tahun 2008.

Toleransi yang ingin dibangun Islam adalah sikap saling

menghormati antar pemeluk agama yang berlainan tanpa

mencampuradukkan akidah. Persoalan akidah adalah sesuatu

yang paling mendasar dalam setiap agama sehingga bukan

menjadi wilayah untuk bertoleransi dalam arti saling melebur

dan menyatu. Dalam kaitan inilah Al quran menghimbau

28 QS.Al Kafirun:1-6, Baca juga: Mohammad Zaidi Abdul Rahman, dkk,

Konsep Asas Islam dan Hubungan Antar Agama..., Hal.117 29 Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama..., Hal.27-29

Page 17: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 45

Abdul Matin bin Salman

untuk tidak mencampuradukkan akidah masing-masing. Hal

ini ditegaskan dalam surah Al Kafirun: 1-6.30

Toleransi dalam Islam sama sekali tidak mecakup aspek

aqidah. Karena jika toleransi harus mencakup dalam aspek aqidah,

maka hal itu justru akan mencampuradukkan aqidah dengan syirik.

Sikap saling menghormati tentu tidak harus dengan membenarkan

sesuatu yang menurut kita salah. Untuk itu, dalam toleransi antar

umat beragama seorang muslim diharuskan untuk menjaga garis

pemisah tersebut.

Salah satu nilai toleransi dalam Islam adalah kebebasan

berkeyakinan. Islam megakui eksistensi agama lain dan memberi

kebebasan kepada setiap individu untuk memeluknya. Karena

toleransi dalam kehidupan beragama akan dapat terwujud manakala

ada kebebasan dalam masyarakat untuk memeluk agama sesuai

dengan kepercayaannya dan tidak memaksa orang lain untuk

mengikuti agamanya.31 Untuk itu, kunci dari toleransi bukanlah

membuang atau merelativisasi ketidaksepakatan, tapi kemauan

untuk menerima ketidaksepakatan dengan sikap saling

menghormati dan menghargai. Dengan kebebasan seseorang dapat

memilih keyakinannya secara sadar dan tanpa paksaan. Jadi, karena

kebebasan berkeyakinanlah seseorang muslim dituntut untuk bisa

menghormati agama lain tanpa mengorbankan keyakinan sendiri.

30 Departemen Agama RI, Hubungan Antar-Umat Beragama, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2008), Hal.40 31 Ibid, Hal.26

Page 18: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

46 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

Prinsip kebebasan beragama bukan berarti pembenaran

terhadap agama lain.32 Kebebasan tersebut merupakan hak setiap

orang dan fitrah manusia dari Tuhan (Allah), karena tabiat asli

manusia adalah menuhankan sesuatu.33 Oleh karena itu, dalam

agama Islam tidak dibenarkan pemaksaan sebuah keyakinan (iman)

mengingat pembentukan keyakinan harus dilakukan seseorang

secara sadar dengan kerelaan hati dan penuh tanggung jawab.34

Bahkan selain memberi kebebasan beragama, Islam juga memberi

kebebasan untuk tidak beragama sama sekali atau atheis.35 Namun

perlu diketahui bahwa setiap pilihan tentu ada konsekuensinya

masing-masing.36 Jadi, prinsip kebebasan beragama dalam Islam

merupakan fitrah dan hak setiap manusia dari Tuhan untuk

dipertanggungjawabkan masing-masing.

Kebebasan tersebut juga tidak berarti menafikkan dakwah

Islamiyah. Justru dengan pemberian kebebasan tersebut seorang

non-muslim mampu menilai secara langsung bahwa ajaran agama

Islam penuh rahmat (kasih sayang) dan keluasan berfikir, sehingga

diharapkan dia mampu menemukan kebenaran dengan sendirinya

32 Departemen Agama RI, Hubungan Antar-Umat Beragama..., Hal.40, Lihat:

Al Maidah: 48 33 Al Ankabut: 61 34 QS.Al Baqoroh:256, Baca juga: Khalif Muammaf, Islam dan Pluralisme

Agama..., Hal.xiii 35 QS.Al Kahfi:29, Baca juga: Abdusshomad Buchori, Bunga Rampai Kajian

Islam..., Hal.449-450 36 Menurut ketegasan Islam, agama apapun di luar agama Islam adalah kafir

yang konsekuensinya adalah ancaman masuk neraka selamanya. Lihat: Nur Hidayat

Muhammad, Fiqh Sosial dan Toleransi Beragama, (Kediri: Nasyrul’ilmi, 2012),

Hal.3

Page 19: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 47

Abdul Matin bin Salman

dan tanpa ada paksaan.37 Inilah kiranya yang kemudian disebut

sebagian dakwah bil kahl yang merupakan esensi dakwah yang

dilakukan Rasulullah sebagai uswatun hasanah (perangai mulia)

yang memberikan keteladanan pada setiap gerak langkahnya. Jadi,

pelaksanaan uswatun hasanah oleh umat Islam dalam

muamalahnya dengan sosial merupakan dakwah Islamiyah yang

nyata baik bagi umat muslim sendiri maupun non muslim. Sehingga

dengan akhlak mulia, dakwah menjadi tidak hanya gerakan tabligh

bil lisan tapi secara komprehensif memberikan kontribusi nyata

pada seluruh aspek kehidupan masyarakat.38

2. Tasamuh dalam Hal Ibadah (Ritual Keagamaan)

Setiap agama memiliki ritual keagamaan/bentuk-bentuk

peribadatan yang berbeda-beda.39 Selain tata cara yang

beranekaragam, tempat dan waktu peribadatan mereka juga

berbeda-beda. Meskipun beberapa terdapat persamaan, namun

sejatinya memiliki esensi yang tidak sama karena semuanya

berangkat dari ajaran dan keyakinan yang berbeda. Ritual-ritual,

tempat-tempat, dan waktu peribadatan yang ada pada agama Islam

tentunya tidak sama dengan agama Kristen, Katolik, Hindu, Budha,

Konghucu, dll. Dengan demikian sebagai umat beragama harus

memahami bahwa masing-masing agama mempunyai ajaran yang

berbeda-beda dalam tata cara peribadatan. Semua itu merupakan

37 Yunus Ali Almuhdar, Toleransi-toleransi Islam: Toleransi Kaum Muslimin

dan Sikap Lawan-lawannya, (Bandung: N.V.Tarate, 1983), Hal.4-5 38 Musthafa Dib Al-Bugha dan Muhyiddin Mistu, Al Wafi Syarh Hadis Arba’in

An-Nawawi, pnt. Abu Harraz Al-Anaqi, (Yogyakarta: Darul Uswah, 2013),Hal.181 39 Ibid, Hal.4

Page 20: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

48 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

ciri khas dan kepribadian umat beragama itu sendiri. Oleh karena

itu, tidak diperbolehkan mencampuraduk ajaran agama-agama.

Dalam hal ini masing-masing agama harus mempunyai sikap setuju

dalam perbedaan.40

Kebebasan masyarakat untuk melakukan ritual keagamaan

sesuai dengan keyakinannya adalah hal yang sejalan dengan

toleransi dalam Islam.41 Al quran sebagai kitab suci agama Islam

tidak hanya memberi kebebasan tersebut bahkan juga memberi

penghormatan yang wajar terhadap ritual-ritual agama lain.

Sebagaimana firman Allah:

(Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman

mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka

berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah

tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian

yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani,

gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-

masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.

Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong

(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat

lagi Maha perkasa.(QS.Al Hajj: 40)

40 Abdusshomad Buchori, Bunga Rampai Kajian Islam...,Hal.528 41 Ibid, Hal:32

Page 21: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 49

Abdul Matin bin Salman

Ayat tersebut pada dasarnya berkenaan dengan ayat

sebelumnya yang mengizinkan perang. Meskipun dalam konteks

perang Al quran melarang penghancuran terhadap rumah-rumah

ibadah yang merupakan pusat ritual agama lain. Semua itu

merupakan penghormatan yang tinggi dari Al quran terhadap

ibadah dan ritual agama lain. Jadi, kebebasan masyarakat untuk

beribadah sesuai keyakinan masing-masing sangat dihormati oleh

Al quran. Itulah salah satu nilai toleransi Islam dalam aspek ritual

keagamaan.

Penghormatan dan pengakuan Al quran terhadap ritual

bahkan eksistensi agama lain sekali lagi bukan berarti mengakui

kebenaran ajaran agama tersebut. Karena semua ritual ibadah

agama adalah berangkat dari teologi atau keyakinan akan kebenaran

mutlak yang berbeda-beda.42 Penghormatan tersebut adalah sebagai

konsekunsi dari kebebasan berkeyakinan yang ada pada Islam. Jika

Islam memberi kebebasan memilih agama maka sangatlah wajar

jika Islam memberi penghormatan terhadap ritualnya. Namun perlu

diketahui bahwa semua itu diiringi dengan konsekuensi masing-

masing. Jika Islam membenarkan maka tidak sewajarnya Islam

memberi konsekuensinya masing-masing. Jadi, penghormatan Al

quran terhadap ritual agama lain merupakan konsekuensi dari

kebebasan berkeyakinan yang diiringi dengan konsekuensinya

masing-masing dan bukan pembenaran terhadap ritual tersebut.

42 Adian Husaini, Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Mengubah Citra,

(Jakarta: Gema Insani, 2005), Hal.10-11

Page 22: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

50 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

Penghormatan tersebut juga bukan berarti mengizinkan umat

Islam untuk ikut andil bagian didalamnya. Al quran dengan tegas

memberi peringatan bahwa amal orang mukmin kelak diberi

balasan yang setimpal yaitu surga, sedangkan amal orang yang tidak

mukmin (kafir) bagaikan fatamorgana atau sia-sia.43 Meskipun

dengan dalih toleransi atau hanya sekedar ikut meramaikan tanpa

ada unsur meyakini kebenaran agama tersebut tapi dengan ikut andil

bagian didalamnya berarti secara tidak langsung telah ikut

mendukung ajaran tersebut. Sehingga secara tidak sadar berarti juga

telah membenarkannya.44 Dengan demikian, tanpa disadari ketika

seorang muslim ikut berpartisipai dalam ritual agama lain maka

telah mencampurkan antara aqidah dengan syirik.45 Hal yang

demikian itu dilarang adalah untuk menjaga kesucian agama Islam,

kemurnian aqidah, serta untuk menciptakan rasa aman dan

hubungan harmonis antar umat beragama.46 Mengingat tabiat

manusia akan mudah terpancing emosi apabila agama dan

kepercayaannya disinggung atau dicampuri umat agama lain. Jadi,

dengan adanya penghargaan dan penghormatan Al quran terhadap

ritual agama lain tidak bisa menghalalkan seorang muslim ikut

berpartisipasi di dalamnya.

Larangan seorang muslim mengikuti ritual agama lain

sejatinya merupakan benteng untuk menjaga aqidah sekaligus

43 QS.An Nuur:39-40 44 Adian Husaini, Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Mengubah Citra,

(Jakarta: Gema Insani, 2005), Hal.10-11 45 Ibid, Hal.11 46 Departemen Agama RI, Hubungan Antar-Umat Beragama..., Hal.35

Page 23: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 51

Abdul Matin bin Salman

penghargaan terhadap agam lain. Meskipun Islam menganggap

ritual mereka salah, Islam tetap memberi kebebasan kepada mereka

dengan melarang umat muslim mencampuri urusan agama mereka.

Kebebasan tersebut tetap sesuai batas-batas yang ada pada syariat

Islam dan bukan kebebasan mutlak hingga mengajak orang muslim

ikut andil bagian di dalamnya. Sepertihalnya hadits riwayat Bukhori

yang melarang seorang muslim ikut merayakan hari raya agama

lain.47 Dalam hadits tersebut rasulullah menjelaskan bahwa setiap

kaum atau agama memiliki hari raya masing-masing dan hari raya

umat Islam telah ditentukan. Sehingga dapat dipahami bahwa rasul

melarang seorang muslim mengikuti hari raya agama lain karena

Islam sudah memiliki hari raya sendiri. Dalam hadits lain riwayat

Ahmad juga terdapat penjelasan bahwa rasul melarang kaum

muslim memasuki tempat Ibadah agama lain kecuali dengan

menangis karena takut azab Allah.48 Tegasnya larangan rasul dalam

hal mencampuri ritual agama lain tidak lain adalah untuk menjaga

aqidah umat muslim sendiri. Sehingga larangan tersebut tidak bisa

diartikan sebagai isolasi muslim dari sosial. Justru dengan

47 HR.Bukhori 952

48 HR.Ahmad 4561

Page 24: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

52 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

pelarangan itulah merupakan kebebasan bagi agama lain untuk

melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.

3. Tasamuh dalam Hal Muamalah Duniawi (Sosial)

Sosial tidak bisa dipisahkan dari agama dalam Islam

meskipun dalam bidang ini umat Islam bisa bersikap lebih inklusif

kepada umat agama lain dengan berpegang teguh pada ketentuan

yang ada. Pergaulan dan interaksinya dalam sosial bersama umat

agama lain tidak dilarang sepanjang tidak bertentangan dengan

kontrol tersebut.49 Islam memberi penekanan kepada umatnya

untuk berbuat baik, menyebarkan kasih sayang, saling membatu,

dan berbuat adil. Semua itu tidak dilaksanakan atau ditujukan hanya

kepada sesama muslim saja bahkan kepada non-muslim

sekalipun50. Sewaktu ada yang memerlukan bantuan dan kita

memiliki kemampuan untuk itu, sangat wajar mereka dibantu.

Karena toleransi antar umat beragama dalam muamalah duniawi

memang dianjurkan supaya tolong-menolong, hidup dalam

kerukunan tanpa memandang perbedaan agama, suku, bahasa, dan

ras.51 Namun, sikap saling membantu atau tolong menolong

tersebut tidak bisa dipahami secara bebas. Sebagai wahyu, Al quran

dan Hadits adalah sebagai tolak ukurnya (kontrol) utamanya. Salah

satu diantaranya adalah firman Allah dalam QS.Al Maidah: 2 yang

berbunyi:

49 Departemen Agama RI, Hubungan Antar-Umat Beragama..., Hal.32 50 Lihat: QS.Al Mumtahanah:8-9 51 Muslim Ibrahim, Islam dan Wasatiyyah..., Hal.72

Page 25: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 53

Abdul Matin bin Salman

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam

berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada

Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.(QS.Al

Maidah: 2)

Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa saling

tolong menolong harus dipastikan bahwa petolongan tersebut

menyangkut kebaikan dan ketakwaan. Walaupun tolong menolong

dengan sesama muslim akan tetapi jika dalam hal keburukan atau

kejahatan tentu hal itu tidak dibenarkan oleh syariat Islam.52 Jadi,

tolong menolong dalam Islam tidak dibatasi kepada sesama muslim

saja bahkan kepada non muslim sekalipun asalkan mampu menjaga

batasan tersebut.

Hal ini dikarenakan sikap tolong menolong dalam Islam

tidak hanya bertujuan untuk memudahkan atau meringankan

pekerjaan saja. Akan tetapi lebih dari pada itu juga untuk

mempercepat terealisasinya kebaikan, terwujudnya persatuan dan

kesatuan, bahkan sebagai salah satu sarana ibadah untuk menambah

keimanan (ketaqwaan). Sehingga tolong menolong dalam Islam

bukan hanya sekedar untuk pemenuhan kebutuhan yang bersifat

material atau demi terciptanya tata pergaulan masyarakat yang

harmonis saja akan tetapi lebih dari pada itu juga sebagai penambah

52 Departemen Agama RI, Hubungan Antar-Umat Beragama..., Hal.74

Page 26: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

54 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

iman. Oleh karena itu, baik memberi bantuan kepada non-muslim

ataupun menerima bantuan darinya, pada dasarnya tidak ada

larangan bagi seorang muslim asalkan mampu menjaga garis

batasan tersebut.53 Dengan demikian, tolong menolong dalam Islam

yang tidak hanya dibatasi kepada sesama muslim merupakan

penghormatan kepada umat agama lain sekaligus upaya untuk

menciptakan kerukunan, perdamaian, bahkan penambah ketaqwaan

bagi muslim yang melakukan.

Perintah tersebut sebenarnya tidak terbatas kepada sesama

muslim atau non-muslim saja. Sebagai kholifah di muka bumi

manusia harus mampu berbuat baik kepada seluruh makhluk Allah,

tolong menolong, berbuat adil, dan tidak merusak.54 Mengingat

salah satu tugas manusia sebagai kholifah adalah memakmurkan

bumi dan seisinya. Oleh karena itu, dalam muamalah duniawi

terutama yang berhubungan dengan sosial dan keseimbangan alam,

seorang muslim tidak selayaknya bersikap eksklusif atau menutup

diri hanya karena lingkungannya berbeda. Justru dengan

pergaulannya yang mencerminkan akhlak Islamiyah diharapkan

mampu meningkatkan kemaslahatan umum dan memberi suri

tauladan bagi yang lain sehingga perbedaan yang ada dapat disikapi

dengan lebih positif dan supaya nilai-nilai Islami dapat diterapkan

meskipun dalam kondisi sosial yang heterogen. Dengan demikian

secara tidak sadar sesungguhnya dia telah memberi dakwah

Islamiah dengan memperbaiki hubungannya dengan sosial dan

53 Ibid, Hal.74 54Abdusshomad Buchori, Bunga Rampai Kajian Islam..., Hal.9

Page 27: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 55

Abdul Matin bin Salman

lingkungan.55 Jadi, pergaulan seorang muslim dalam aspek sosial

dengan saling membantu, menyebarkan kasih sayang, dan berbuat

adil merupakan salah satu bentuk dakwah Islamiyah apabila dapat

dilaksanakan dengan baik, sesuai syariat Islam, dan tidak saling

merugikan.

E. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas bisa disimpulkan bahwa dalam isitilah

radikalisme masih terdapat permasalahan yang perlu diperhatikan.

Istilah ini tidak bisa menjadi label suatu sikap keberagamaan karena

hidup beragama justru menuntut adanya sikap radikal karena hal

tersebut menentukan kualitas sebuah keimanan. Maka dengan

demikian, radikalisme tidak cocok untuk label suatu tindak kekerasan

atas nama agama. Namun bila istilah tersebut merujuk pada aksi teror

dengan motif perubahan dari adanya kemapanan dalam hal politik,

sosial, ekonomi dan budaya, mungkin masih bisa digunakan. Artinya,

segala tindak kekerasan tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan

agama tertentu.

Apalagi bila radikalisme memiliki tendensi terhadap Islam, maka

hal tersebut juga tidak dibenarkan. Pasalnya, Islam adalah agama

damai, yang kental dengan nuansa perdamaian dalam hidup bersama.

Islam terbukti secara historis datang ke Nusantara dengan damai, dan

mampu beradaptasi dengan budaya setempat, bahkan mampu diterima

sebagai nilai dasar moral bermsyarakat di Nusantara. Buktinya

banyaknya pesantren dan tokoh besar Nusantara adalah kaum santri.

55 Ibid, Hal.181

Page 28: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

56 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

Kemudian rumusan Piagam Jakarta yang menjiwai dasar negara

Indonesia adalah ramuan dari nilai-nilai moral dalam Islam. Sehingga

dengan demikian, Islam bukanlah ajaran yang mengajarkan kekerasan

atau aksi teror yang menuntut adanya monopoli kekuasaan atas sesuatu.

Maka, aksi radikalisme yang berujung pada terorisme ini bisa

dinilai sebagai sebuah aksi yang dihasilkan dari kurangnya pemahaman

beragama bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Sehingga bila dicari

solusinya, pendidikan keagamaan harusnya bisa lebih sering diajarkan

di sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Pasalnya,

bila agama mengajarkan kedamaian, maka manusia beragama adalah

agen dalam menyebarkan kedamaian tersebut. Bila banya aksi teror

yang mengancam keamanan dan merenggut kedamaian sosial, maka hal

tersebut adalah hasil perbuatan dari orang yang kurang dalam

beragama.

Page 29: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

Menjaga Kebersamaan Di Tengah Keberagaman| 57

Abdul Matin bin Salman

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’anul Karim

Abdillah, Junaidi, “Radikalisme Agama: Dekonstruksi Ayat Kekerasan

dalam al Qur’an”, dalam Jurnal Kalam, vol. 8, Nomor 2,

Desember 2014

Almuhdar, Yunus Ali, Toleransi-toleransi Islam: Toleransi Kaum

Muslimin dan Sikap Lawan-lawannya, (Bandung: N.V.Tarate,

1983)

Amstrong, Karen, Berperang Demi Tuhan: Fundamentalisme dalam

Islam, Kristen dan Yahudi, (Jakarta: Serambi, 2001)

Arnold, Thomas W., ad Da’wah al Islamiyyah: al Bahtsu fi Nasyri al

‘Aqidah al Islamiyyah, diterjemahkan dari: The Preaching of

Islam: A History of The Propagation of The Muslim Faith,

pent: Dr. Khan Ibrahim Khan dkk, (Kairo, Maktabah an

Nahdhah al Mishriyyah, 1970), cet. III

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan

Nusantara Abad XVII & XVII, edisi Perenial, (Jakarta,

Kencana Premedia Group, 2013)

Benda, Harry J., The Crescent and The Rising Sun: Indonesia Under

The Japanese Occupation 1942-1945, (Holland/USA, Foris

Publication, 1983)

Departemen Agama RI, Hubungan Antar-Umat Beragama, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2008)

Esposito, John L., The Islamic Threat: Myth or Reality, (New York:

Oxford University Press, 1992)

Gunawan, Dr. Restu, Indonesia dalam Sejarah: Bab 3, Kedatangan dan

Peradaban Islam, (Jakarta, PT Ichtian Baru Van Hoeve)

Page 30: MENJAGA KEBERSAMAAN DI TENGAH KEBERAGAMAN …

58 | Jurnal Syahadah

Vol. V, No. 2, April 2018

Hasan, Noorhaidi, Laskar Jihad: Islam, Militancy, and The Quest for

Indentity in Post-New Order Indonesia, Ithaca, N. Y: Southest

Asia Program Publicaations, Southest Asia Program, Cornell

University, 2006)

Huntington, Samuel P., The Clash of Civilization and the Remaking of

World Order, (New York, Touchtone Books, 1996)

Ibn Hambal, Abu Abdullah Ahamd, Musnad Ahmad bin Hambal,

(Bairut: Muassasah Ar Risalah, Juz 4, 2001

Madjid , Nurcholis, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, (Jakarta, Paramadina,

1995)

Muhammad, Nur Hidayat, Fiqh Sosial dan Toleransi Beragama,

(Kediri: Nasyrul’ilmi, 2012)

Umar, Ahmad Rizky Mardhatillah, Melacak Akar Radikalisme Islam di

Indonesia, di: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, vol. 14,

Nomor 2, November 2010