meningodiskusi

39
A. Definisi Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak dan medulla spinalis. Meningoensefalitis adalah meningitis yang disertai dengan peradangan parenkim otak. Pada dasarnya jarang sekali terdapat meningitis/ensefalitis yang murni. Kebanyakan dalam bentuk meningoensefalitis. Pada pasien ini ditemukan tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk yang merupakan tanda klinis bahwa selaput otak mengalami iritasi; disertai tanda radang yaitu demam. Selain itu, terjadi pula penurunan kesadaran, sakit kepala dan kejang yang secara umum berasal dari proses di otak sehingga tidak hanya selaput otak saja yang terlibat tapi juga parenkim otak. Dengan demikian, berdasarkan definisi, kasus ini dapat dikatakan memenuhi kriteria meningoensefalitis. B. Faktor resiko Untuk terjadinya suatu meningoencephalitis tidak mudah karena terdapat sistem pertahanan diotak berupa sawar darah otak tapi ada keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya meningoencephalitis antara lain: 1

description

meningitis

Transcript of meningodiskusi

Page 1: meningodiskusi

A. Definisi

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal

(CSS) disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan

superfisial otak dan medulla spinalis. Meningoensefalitis adalah meningitis yang

disertai dengan peradangan parenkim otak. Pada dasarnya jarang sekali terdapat

meningitis/ensefalitis yang murni. Kebanyakan dalam bentuk meningoensefalitis.

Pada pasien ini ditemukan tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk yang

merupakan tanda klinis bahwa selaput otak mengalami iritasi; disertai tanda

radang yaitu demam. Selain itu, terjadi pula penurunan kesadaran, sakit kepala

dan kejang yang secara umum berasal dari proses di otak sehingga tidak hanya

selaput otak saja yang terlibat tapi juga parenkim otak. Dengan demikian,

berdasarkan definisi, kasus ini dapat dikatakan memenuhi kriteria

meningoensefalitis.

B. Faktor resiko

Untuk terjadinya suatu meningoencephalitis tidak mudah karena terdapat

sistem pertahanan diotak berupa sawar darah otak tapi ada keadaan, kelainan atau

penyakit yang memudahkan terjadinya meningoencephalitis antara lain:

a. Infeksi sistemik maupun lokal (septikemia, otitis media supurativa kronik,

demam tifoid, tuberkulosis paru).

b. Trauma dan tindakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi/anestesi lumbal,

operasi/tindakan bedah saraf)

c. Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibodi (antibody

response)

d. Kelainan yang berhubungan dengan immunosuppression, misalnya

alkoholisme, agamaglobulinemia, diabetes mellitus dan lain-lain.

Berdasarkan keadaan yang memudahkan terjadinya meningoencephalitis pada

kasus ini adalah akibat infeksi lokal yaitu otitis media supurativa kronik yang

mengalami komplikasi intrakranial.

1

Page 2: meningodiskusi

C. Patofisiologi

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan

kronis dari telinga tengah, membrane timpani tidak intak (perforasi) dan

ditemukan secret (otorea), purulen yang hilang timbul, secret mungkin encer atau

kental, bening atau nanah yang berlangsung lebih dari 2 bulan. Gejala klinis

OMSK yaitu:

a. Telinga berair atau otore

b. Gangguan pendengaran

Biasanya dijumpai tuli kon duktif namun dapat pula bersifat campuran.

c. Nyeri telinga (Otalgia)

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.

d. Vertigo

Definisi OMSK ini sesuai dengan anamnesis pada kasus ini yaitu pasien

mengeluh keluar cairan dari telinga kanan berwarna kuning cair sedikit kental

yang berbau busuk dan terasa nyeri sejak 1 minggu SMRS disertai bengkak

belakang telinga dan terasa nyeri. Riwayat otore ini sudah dialami berulang sejak

16 tahun yang lalu dan tidak pernah berobat ke dokter, pasien minum amoksilin

dan tetrasiklin yang dibeli diwarung dan pada pemeriksaan fisik terdapat

gangguan pendengaran yang sesuai dengan pemeriksaan fisik yaitu pada tes Tes

Rinne: -/+, tes weber: Lateralisasi ke kanan, tes swabach: Memendek,

kesimpulan tuli konduktif. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien

didiagnosis OMSK.

Penyebab OMSK tersering adalah infeksi bakteri terutama bakteri

Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Pseudomonas aeroginosa,

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Proteus vulgaris,

Salmonella, Mycobacterium, Aspergillus dan Candida. Karena penyebab

terbanyak OMSK adalah bakteri maka pada kasus ini pasien didiagnosis

meningoencephalitis suspek bacterial.

2

Page 3: meningodiskusi

Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang

berlainan, namun memiliki dasar yang tetap sama. Shambough (2003) membagi

komplikasi otitis media sebagai berikut:

1. Komplikasi Intratemporal

a. Mastoiditis

b. Paresis nervus fasialis

c. Labirinitis

d. Petrositis

2. Komplikasi Ekstratemporal

a. Abses subperiosteal

3. Komplikasi Intrakranial

a. Meningitis

b. Abses otak

c. Tromboflebitis

d. Hidrosefalus otikus

e. Empiema Subdural

f. Abses subdura/ekstradura

Komplikasi OMSK terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah

yang normal dilewati sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di

sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, bila sawar ini runtuh

maka struktur lunak disekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan

menyebabkan abses periosteal. Apabila infeksi mengarah kedalam, jika ke tulang

temporal akan menyebabkan N. facialis atau labirinitis sehingga pada pemeriksaan

fisik ditemukan parese N. facialis yaitu pada M. orbicularis oris mengalami deviasi ke

kanan. Jika kearah cranial maka akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis

sinus lateralis, meningitis dan abses otak.

Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan

granulasi akan terbentuk. Pada OMSK penyebaran terjadi melalui erosi tulang. Cara

3

Page 4: meningodiskusi

penyebaran lainnya adalah toksin masuk melalui jalan yang sudah ada, misalnya

melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik, dan duktus

endolimfatik.

Pada kasus ini, dari keempat komplikasi intratemporal, komplikasi mastoiditis

dan paresis nervus fasialis yang terjadi pada kasus ini.

1. Mastoiditis

Merupakan perluasan infeksi telinga tengah ke dalam pneumatic system selulae

mastoid melalui antrum mastoid. Pengobatan harus secepat dan seefektif

mungkin untuk menghindari komplikasi. Gejala klinis OMSK yang dicurigai

mastoiditis antara lain otore purulen kental dalam jumlah banyak dan bau, tak

menunjukkan perbaikan setelah pengobatan antibiotika selama dua minggu, nyeri

belakang telinga. Pada pemeriksaan fisik mungkin akan ditemukan granulasi di

dinding superoposterior kanalis auditorius eksterna, perforasi membran timpani,

abses/fistel retroaurikula. Pada kasus ini pasien didiagnosis mastoiditis

berdasarkan anamnesis yaitu pasien mengeluh keluar sekret (otore) purulen yang

kental sedikit cair banyak dan berbau busuk serta pasien sudah sering

menggunakan antibiotik namun tidak ada perbaikan. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan nyeri tekan mastoid dan abses retroaurikuler yaitu odema

retroauriculer disertai hiperemis dan saat dilakukan insisi keluar pus serta pada

pemeriksaan CT-Scan tampak liang telinga dalam dan aircell mastoid kanan

terselubung yang memberi kesan adanya mastoiditis. Sehingga pada kasus ini

pasien didiagnosis mastoiditis dan abses mastoid.

2. Paresis nervus fasialis

Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis

pada otitis media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi

tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi

kedalam kanalis fasialis tersebut. Pada kasus ini terjadi paresis nervus fasialis

yang diketahui saat dilakukan pemeriksaan fisik tampak sulcus nasolabialis

kanan lebih dangkal dan mulut mencong ke kanan.

4

Page 5: meningodiskusi

Dari 6 komplikasi intracranial, pada kasus ini terjadi abses ekstradura dan

meningoencephalitis. Cara penyebaran OMSK ke intracranial melalui:

a. Melalui tulang yang sudah erosi akibat resorbsi oleh kolesteatom.

b. Penyebaran tromboflebitis melalui vena-vena kecil dan kanal Haversian, menuju

dura yang dapat menyebar ke serebelum melalui sinus lateral dan ke lobus

temporal melalui sinus petrosus superior.

c. Melalui jalan anatomi yang normal dari oval window atau round window,

akuaduktus vestibular dan di antara sutura tulang temporal.

d. Melalui defek akibat pembedahan pada kavum timpani

1. Meningoencephalitis

Berdasarkan patomekanisme tersebut meningoencephalitis pada kasus ini terjadi

akibat OMSK komplikasi intracranial, melalui jalan masuknya ke intracranial

yaitu melalui tulang yang sudah erosi akibat resorbsi oleh kolesteatom. Maupun

penyebaran tromboflebitis melalui vena-vena kecil dan kanal Haversian, menuju

dura yang dapat menyebar ke serebelum melalui sinus lateral dan ke lobus

temporal melalui sinus petrosus superior. Dengan cara tersebut bakteri dapat

masuk ke intracranial. Bakteria bisa menyebar ke meningens secara langsung, dari

telinga bagian tengah. Kapsul polisakharida bakteri, lipopolisakharida, dan lapisan

luar protein berperanan untuk invasi dan virulensi kuman. Bakteri dalam SSP akan

mengaktifkan sel lain seperti mikroglia, yang dapat mensekresi IL-1 dan TNF

alpha sebagai antigen dan dalam jalur imunogenik ke limfosit yang akan

merangsang netrofil untuk melepaskan protease dan mediator toksin yang

selanjutnya akan meningkatkan proses inflamasi pada sawar darah otak, sehingga

memudahkan lebih banyak bakteri dan netrofil yang berada pada sirkulasi untuk

masuk ke cairan serebrospinalis. Akhirnya respon inflamasi ini akan mengganggu

sawar darah otak, menyebabkan vasogenik edema, hidrosefalus dan infark serebral

sedangkan mekanisme bagaimana bakteri dapat menembus sawar darah otak

sampai saat ini belum jelas. Adanya komponen dinding sel bakteri yang dilepaskan

5

Page 6: meningodiskusi

kedalam cairan serebrospinal merangsang produksi dari sitokine inflamasi seperti

Interleukin 1 dan 6, prostaglandin dan TNF. Proses inflamasi inilah yang

menyebabkan pasien mengalami penurunan kesadaran, mengakibatkan gangguan

potensial membrane neuron yang bermanifestasi kejang serta sakit kepala yang

terjadi karena peningkatan TIK akibat odema cerebri. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan kaku kuduk akibat iritasi pada meningens. Sehingga pasien didiagnosis

meningoencephalitis.

2. Abses epidural

Stadium awal abses otak berupa ensefalitis, yang menimbulkan edema otak dan

peningkatan tekanan intrakranial, menyebabkan gejala mual, nyeri kepala dan

muntah, somnolen dan rasa bingung kadang-kadang disertai delusi dan halusinasi.

Bila penyakit bertambah berat dapat terjadi stupor dan koma. Edema papil mulai

timbul 10-14 hari setelah onset. Pada kasus progresif dapat terjadi herniasi tentoria

atau herniasi tonsil serebelum ditandai dengan dilatasi pupil dan akhirnya paralisis

pernafasan. Kapsul mulai terbentuk dalam 10-14 hari. Kapsul fibrosis terbentuk

dalam 5-6 minggu. Pembentukan kapsul tersebut diikuti menurunnya gejala karena

berkurangnya ensefalitis dan edema di sekitar abses. Berdasarkan patogenesisnya,

gejala dan tanda klinis dapat dibagi menjadi empat stadium yaitu :

a. Stadium inisial, demam tidak terlalu tinggi, rasa mengantuk, kehilangan

konsentrasi, kehilangan nafsu makan, nyeri kepala serta malaise, kadang-

kadang mual dan muntah non proyektil.

b. Stadium laten, secara klinis tidak jelas karena gejala berkurang, terdapat

malaise, kurang nafsu makan dan nyeri kepala yang hilang timbul.

c. Stadium manifestasi: kejang fokal atau afasia pada abses lobus temporal, pada

abses serebelum terjadi ataksia atau tremor. Nyeri kepala hebat disertai mual

dan muntah proyektil dianggap khas untuk penyakit intrakranial.

d. Stadium akhir berupa kesadaran menurun dari sopor sampai koma dan akhirnya

meninggal, karena ruptur abses ke dalam sistem ventrikel dan rongga

subarachnoid.

6

Page 7: meningodiskusi

Pada kasus ini pasien mengalami abses epidural yang diketahui saat pemeriksaan

CT-Scan yaitu tampak lesi hipodens (5HU) bentuk biconvex pada region

temporoparietal kanan, mendesak dan menyempitkan ventrikel lateralis kanan,

menyebabkan midline shift ke kiri sejauh 1 cm dengan kesan abses epidural

dengan tanda-tanda odema otak ditambah dengan keluhan pasien yaitu sakit

kepala, kejang fokal serta muntah proyektil yang merupakan gejala abses epidural

pada stadium manifestasi. Atas dasar anamnesis dan pemeriksaan penunjang

pasien didiagnosis abses epidural.

D. Pemeriksaan penunjang

1. Lumbal punksi

Untuk mendiagnosis suatu meningoencephalitis perlu dilakukan pemeriksaan

penunjang berupa lumbal punksi untuk membedakan suatu infeksi bakteri,

virus atau jamur.

Tabel 1. Perbedaan hasil lumbal punksi pada infeksi bakteri, jamur, virus dan bakteri

Tekanan

(normal 5-15

cmH2O)

Jumlah sel

Glukosa

Protein

Mikroorganisme

Asam laktat

Bakteri Virus Jamur

Meningkat

1000-10.000/ml

PMN

Menurun

>45 mg/dl

Ada

>35 mg/dl

Normal/sedikit

meningkat

<500/ml

MN

Normal

Sedikit meningkat

Tidak didapatkan

<35 mg/dl

7

Page 8: meningodiskusi

Gold standar untuk suatu meningoencephalitis adalah lumbal punksi, karena

pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan lumbal punksi maka diagnosis

hanya berdasarkan temuan klinis.

2. Radiografi

a. Foto rontgen

Diagnosis meningoencephalitis tidak dapat ditegakan dengan foto rontgen,

karena pada kasus ini terjadi mastoiditis maka foto rontgen dapat

dilakukan, pada foto rontgen mastoiditis akan tampak gambaran opacity

dengan pembentukan pus, hilangnya selulae mastoid, kolesteatoma, dan

kadang-kadang gambaran abses. Namun pada kasus ini tidak dilakukan

foto rontgen karena sudah dilakukan CT-Scan.

b. CT-Scan

Pemeriksaan CT scan dengan kontras sangat penting untuk menegakkan

diagnosis abses otak; akan tampak sebagai daerah hipodens dikelilingi

oleh lingkaran yang disebut tanda cincin atau ring sign. Diagnosis pasti

ditegakkan jika ditemukan pus dari tempat abses dengan craniektomi

maupun trepanasi. Untuk mendiagnosis pasti suatu abses otak atau abses

epidural yaitu jika ditemukan pus dari tempat abses, Namun dalam kasus

ini tidak dilakukan craniektomi maupun trepanasi dan juga tidak dilakukan

CT-Scan kepala dengan kontras maka pasien didiagnosis suspek abses

epidural.

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan meningoencephalitis yaitu penatalaksanaan konservatif dan

operatif.

1. Konservatif

a. Antibiotik

Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur

darah dan lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan

8

Page 9: meningodiskusi

kuman penyebab. Berikut ini pilihan antibiotika atas dasar umur:

Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada

pemilihan antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri

penyebab serta perubahan dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan

respons gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan pengobatan

akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF akan

menjadi negatif. Beberapa dosis obat antibiotika berdasarkan identifikasi

kuman.

Tabel 2. Beberapa pilihan antibiotika berdasarkan umur dan kuman penyebab

Usia Bakteri penyebab Antibiotik

0-4 minggu

4-12 minggu

3 bulan - 7 tahun

Streptococcus grup B

atau D, E. Coli, L.

momocytogenes, S.

pneumonia

Streptococcus grup B

atau D, E. Coli, L.

momocytogenes, S.

pneumonia, H.

Influenza.

H.Influenzae,

N.meningitides,

S.pneumonia

Ampicilin + cefotaxim

Ampicilin + aminoglycoside

Acyclovir jika herpes simplex

encephalitis

Ampicillin + Cefotaxim/ Cefritriaxone

Chloramfenicol + Gentamycin +

Vancomycin + Dexamethason.

Cefotaxim/ ceftriaxone +Vancomycin

pada S. pneumoniae, resistant

Cephalosporin: Chloramfenicol +

Vancomycin + deksamethason

9

Page 10: meningodiskusi

7-50 tahun

>50 tahun

S. pneumoniae

N. meningitides

L.monocytogenes

S. pneumoniae, H.

Influenzae, Species

listeria, P. aeruginosa,

N. meningitides

Cefotaxime/ ceftriaxone + Ampicilin

Chloramfenicol + Trimethoprim/

Sulfamethoxazole

Bila prevalensi S.pneumonia resisten

cephalosporin > 2% diberikan:

Cefotaxim/ ceftriaxone + Vancomycin

Chloramfenicol/ Clindamycin/

Meropenem

Cefotaxim/ ceftriaxone + Ampicillin

Bila prevalensi S. pneumonia resistant

cephalosporin > 2% diberikan:

Cefotaxime/ ceftriaxone +

Vancomycin Ceftazidime.

Tabel 3. Beberapa dosis obat antibiotika berdasarkan kuman

Antibiotik Kuman penyebab Dosis

Penicillin G

Kloramfenicol

H. Influenza,

Pneumococcus,

Staphilococcus non PNC,

Staphylococcus PNC

S. pneumoniae, H.

Influenzae

Dewasa : 20 million unit/ 6 jam (IV)

Anak-anak: 300.000 unit/ kg/ day

(IV) dibagi 3- 4 dosis.

Dewasa : 4 gram/ hari (IV) dibagi 4

dosis

Anak: 100 mg/ kg/ hari (IV) dalam 4

10

Page 11: meningodiskusi

Ampicilin

Ciprofloxacin

Cefotaxim

Ceftriaxon

Ceftazidin

Vancomycine

S. Pneumonia, H. Influenzae

P. aeruginosa

Streptococcus,

stafilococcus,

Haemofilus dan

Enterobakteri

H. Influenzae,

N.meningitides,

S.pneumonia

P. aeruginosa

Staphylococcus epidermidis

P. aeruginosa,

dosis

Dewasa : 200 mg/kgBB/ hari (IV)

dalam 4 dosis

Anak-anak: 200 mg/kgBB/ hari

400 mg/hari

Dewasa : 12 gr/ hari (IV)

Neonatus < 1 minggu: 50 mg/kgBB/

12 jam (IV).

Neonatus 1-4 mg: 50 mg/kg/ 8 jam

(IV)

Bayi dan ank-anak: 50-100 mg/kg

setiap 6 atau 8 jam

(IV/IM)

Dewasa: 4 gram/ hari (IV)

Anak: 75 mg/ kg (IV) dibagi 2-3

dosis

6 gram / hari (IV)

Dewasa :2 gr/ hari (IV) selama 21

hari

Anak: 20-40 mg/kg/hari dibagi 2

dosis

6 gram/ hari (IV)

11

Page 12: meningodiskusi

Meropenem N. meningitides.

Pemberian antibiotik harus berdasarkan hasil kultur namun pada kasus ini

tidak dilakukan kultur darah maupun LCS maka terapi berdasarkan terapi

empiris, karena penyebab meningoencephalitis pada kasus ini suspek

bacterial maka pemberian antibiotik broad spectrum yang menjadi pilihan.

Pada kasus ini antibiotik yang didapat pasien yaitu meropenem 3x1

gram/IV/hari dan sesuai dengan table 3 yaitu meropenem efektif terhadap

P.aeruginosa yang juga merupakan salah satu kuman penyebab OMSK

selain itu meropenem juga antibiotik broad spectrum jadi meskipun

penyebabnya bukan P.aeruginosa, meropenem ini tetap efektif.

b. Kortikosteroid

Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri,

mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat

menurunkan penetrasi antibiotika ke dalam abses dan dapat memperlambat

pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaaan secara rutin tidak

dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan

untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang

mengancam dan menimbulkan deficit neurologik fokal. Pada kasus ini

pasien mendapat kortikosteroid yaitu metilprednisolon 3x125 mg/IV/hari

selama 5 hari.

2. Pembedahan

Penanganan fokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi.

Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradikasi seluruh jaringan

patologik di mastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan

operasi ini adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang

mungkin digunakan oleh invasi bakteri. Selain itu juga dapat dilakukan

tindakan thrombectomi, jugular vein ligation, perisinual dan cerebellar abcess

drainage yang diikuti antibiotika broad spectrum dan obat-obatan yang

12

Page 13: meningodiskusi

mengurangi edema otak yang tentunya akan memberikan outcome yang baik

pada penderita komplikasi intrakranial dari otitis media. Pada kasus ini pasien

tidak dilakukan pembedahan karena keterbatasan fasilitas.

Diskusi

13

Page 14: meningodiskusi

1. Definisi

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal

(CSS) disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan

superfisial otak dan medulla spinalis. Meningoensefalitis adalah meningitis

bakterialis yang disertai dengan peradangan parenkim otak. Pada dasarnya jarang

sekali terdapat meningitis/ensefalitis yang murni. Kebanyakan dalam bentuk

meningoensefalitis.

Pada pasien ini ditemukan tanda rangsang meningeal berupa kaku kuduk yang

merupakan tanda klinis bahwa selaput otak mengalami iritasi; disertai tanda

radang yaitu demam. Selain itu, terjadi pula penurunan kesadaran, sakit kepala dan

kejang yang secara umum berasal dari proses di otak sehingga tidak hanya selaput

otak saja yang terlibat melainkan parenkim otak juga. Dengan demikian,

berdasarkan definisi, kasus ini dapat dikatakan memenuhi kriteria

meningoensefalitis.

2. Faktor resiko

Untuk terjadinya suatu meningoencephalitis tidak mudah karena terdapat

sistem pertahanan diotak berupa sawar darah otak tapi ada keadaan, kelainan atau

penyakit yang memudahkan terjadinya meningoencephalitis antara lain:

a. Infeksi sistemik maupun lokal (septikemia, otitis media supurativa kronik,

demam tifoid, tuberkulosis paru).

b. Trauma dan tindakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi/anestesi lumbal,

operasi/tindakan bedah saraf)

c. Penyakit darah, penyakit hati

d. Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibodi (antibody

response)

e. Kelainan yang berhubungan dengan immunosuppression, misalnya

alkoholisme, agamaglobulinemia, diabetes mellitus dan lain-lain.

f. Gangguan/kelaianan obstetrik dan ginekologik.

14

Page 15: meningodiskusi

Berdasarkan keadaan yang memudahkan terjadinya meningoencephalitis pada

kasus ini adalah akibat infeksi lokal yaitu otitis media supurativa kronik yang

mengalami komplikasi intracranial.

3. Patofisiologi

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan

kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membrane timpani tidak intak (perforasi)

dan ditemukan secret (otorea), purulen yang hilang timbul, secret mungkin encer atau

kental, bening atau nanah yang berlangsung lebih dari 2 bulan.

Gejala klinis OMSK yaitu:

a. Telinga berair atau otore

Otore yaitu sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.

Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk

yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi

membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada

OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe

ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena

rusaknya lapisan mukosa secara luas.

e. Gangguan pendengaran

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya

ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta

keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada

OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.

f. Nyeri Telinga (Otalgia)

Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri

dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,

terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan

abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK.

g. Vertigo

15

Page 16: meningodiskusi

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat

erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat

perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif

keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani

yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.

Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.

Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

Definisi OMSK ini sesuai dengan anamnesis yaitu pasien mengeluh keluar

cairan dari telinga kanan berwarna kuning cair sedikit kental yang berbau busuk dan

terasa nyeri sejak 1 minggu SMRS disertai bengkak belakang telinga dan terasa nyeri.

Riwayat otore ini sudah dialami berulang sejak 16 tahun yang lalu dan tidak pernah

berobat ke dokter, pasien minum amoksilin dan tetrasiklin yang dibeli diwarung dan

pada pemeriksaan fisik terdapat gangguan pendengaran yang sesuai dengan

pemeriksaan fisik yaitu pada tes Tes Rinne : -/+, tes weber: Lateralisasi ke kanan,

tes swabach: Memendek, kesimpulan tuli konduktif. Berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik pasien didiagnosis OMSK.

Penyebab OMSK tersering adalah infeksi bakteri terutama bakteri

Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Pseudomonas aeroginosa,

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Proteus vulgaris, Salmonella,

Mycobacterium, Aspergillus dan Candida.

Komplikasi OMSK terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah

yang normal dilewati sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di

sekitarnya. Pertahanan pertama adalah mukosa kavum timpani, bila sawar ini runtuh

maka struktur lunak disekitarnya akan terkena. Runtuhnya periostium akan

menyebabkan abses periosteal. Apabila infeksi mengarah kedalam, jika ke tulang

temporal akan menyebabkan N. facialis atau labirinitis sehingga pada pemeriksaan

fisik ditemukan parese N. facialis yaitu pada M. orbicularis oris mengalami deviasi ke

16

Page 17: meningodiskusi

kanan. Jika kearah cranial maka akan menyebabkan abses ekstradural, abses

epidural, tromboflebitis sinus lateralis, meningoencephalitis dan abses otak.

Bila sawar tulang terlampaui, suatu dinding pertahanan ketiga yaitu jaringan granulasi

akan terbentuk. Pada OMSK penyebaran terjadi melalui erosi tulang. Cara

penyebaran lainnya adalah toksin masuk melalui jalan yang sudah ada, misalnya

melalui fenestra rotundum, meatus akustikus internus, duktus perilimfatik, dan duktus

endolimfatik.Cara penyebaran OMSK ke intracranial melalui:

a. Melalui tulang yang sudah erosi akibat resorbsi oleh kolesteatom.

b. Penyebaran tromboflebitis melalui vena-vena kecil dan kanal Haversian, menuju

dura yang dapat menyebar ke serebelum melalui sinus lateral dan ke lobus

temporal melalui sinus petrosus superior.

c. Melalui jalan anatomi yang normal dari oval window atau round window,

akuaduktus vestibular dan di antara sutura tulang temporal.

d. Melalui defek tulang akibat trauma, iatrogenik. atau tindakan bedah atau erosi oleh

tumor.

e. Melalui defek akibat pembedahan pada kavum timpani

Berdasarkan patomekanisme tersebut meningoencephalitis pada kasus ini

terjadi akibat OMSK komplikasi intracranial, yaitu melalui jalan masuknya ke

intracranial yaitu melalui tulang yang sudah erosi akibat resorbsi oleh kolesteatom.

Maupun penyebaran tromboflebitis melalui vena-vena kecil dan kanal Haversian,

menuju dura yang dapat menyebar ke serebelum melalui sinus lateral dan ke lobus

temporal melalui sinus petrosus superior. Dengan cara tersebut bakteri dapat masuk

ke intracranial. Bakteria bisa menyebar ke meningens secara langsung, dari bagian

parameningeal seperti sinus-sinus paranasal dan telinga bagian tengah. Kapsul

polisakharida bakteri, lipopolisakharida, dan lapisan luar protein berperanan untuk

invasi dan virulensi kuman. Bakteri dalam SSP akan mengaktifkan sel lain seperti

mikroglia, yang dapat mensekresi IL-1 dan TNF [tumor necrosis factor] alpha yang

akan dipertahankan sebagai antigen dan dalam jalur imunogenik ke limfosit. Reaksi

imun intra SSP ini memicu sebuah sirkulus sejak perangsangan netrofil untuk

17

Page 18: meningodiskusi

melepaskan protease dan mediator toksin lain seperti radikal bebas O2, yang

selanjutnya akan meningkatkan jejas inflamasi pada sawar darah otak, sehingga

memudahkan lebih banyak bakteri dan netrofil yang berada pada sirkulasi untuk

masuk ke cairan serebrospinalis. Akhirnya respon inflamasi yang timbul pada

meningitis bacterial akan mengganggu Sawar Darah Otak [Blood Brain Barier],

menyebabkan vasogenik edema, hidrosefalus dan infark serebral. Sedangkan

mekanisme bagaimana bakteri dapat menembus sawar darah otak sampai saat ini

belum jelas. Adanya komponen dinding sel bakteri yang dilepaskan kedalam cairan

serebrospinal merangsang produksi dari sitokine inflamasi seperti Interleukin 1 dan 6,

prostaglandin dan TNF. Semua faktor inilah yang barangkali menginduksi terjadinya

inflamasi dan kerusakan sawar darah otak.

Karena penyebab terbanyak OMSK adalah bakteri maka pada kasus ini pasien

didiagnosis meningoencephalitis suspek bacterial. dan selain menyebabkan

meningoencephalitis, komplikasi OMSK juga dapat menyebabkan mastoiditis, abses

mastoid, abses epidural sehingga pasien. Untuk mastoiditis dan abses epidural

didiagnosis berdasarkan pemeriksaan CT-Scan yaitu tampak lesi hipodens (5HU)

bentuk biconvex pada region temporoparietal kanan, mendesak dan menyempitkan

ventrikel lateralis kanan, menyebabkan midline shift ke kiri sejauh 1 cm, dengan

kesan: Abses epidural dengan tanda-tanda odema otak disertai ke sinistra + herniasi

subfalcial dan mastoiditis bilateral.

Abses epidural merupakan proses desak ruang ditambah gejala infeksi.

Stadium awal abses otak berupa ensefalitis, yang menimbulkan edema otak dan

peningkatan tekanan intrakranial, menyebabkan gejala mual, nyeri kepala dan

muntah, somnolen dan rasa bingung kadang-kadang disertai delusi dan halusinasi.

Bila penyakit bertambah berat dapat terjadi stupor dan koma. Edema papil mulai

timbul 10-14 hari setelah onset. Pada kasus progresif dapat terjadi herniasi tentoria

atau herniasi tonsil serebelum ditandai dengan fiksasi dan dilatasi pupil dan akhirnya

paralisis pernafasan. Kapsul mulai terbentuk dalam 10-14 hari. Kapsul fibrosis

terbentuk dalam 5-6 minggu. Pembentukan kapsul tersebut diikuti menurunnya gejala

18

Page 19: meningodiskusi

karena berkurangnya ensefalitis dan edema di sekitar abses. Kekambuhan terjadi jika

abses berkapsul pecah dan menyebabkan abses satelit; hal tersebut masih dapat terjadi

walaupun telah terbentuk dinding abses fibrosis yang kuat.6 Sekitar 5-10% abses otak

dapat kambuh. Berdasarkan patogenesisnya, gejala dan tanda klinis dapat dibagi

menjadi empat stadia yaitu :

e. Stadium inisial, demam tidak terlalu tinggi, rasa mengantuk, kehilangan

konsentrasi, kehilangan nafsu makan, nyeri kepala serta malaise, kadang-kadang

mual dan muntah non proyektil.

f. Stadium laten, secara klinis tidak jelas karena gejala berkurang, terdapat malaise,

kurang nafsu makan dan nyeri kepala yang hilang timbul.

g. Stadium manifes : kejang fokal atau afasia pada abses lobus temporal, pada abses

serebelum terjadi ataksia atau tremor. Nyeri kepala hebat disertai mual dan muntah

proyektil dianggap khas untuk penyakit intrakranial.

h. Stadium akhir berupa kesadaran menurun dari sopor sampai koma dan akhirnya

meninggal, karena ruptur abses ke dalam sistem ventrikel dan rongga

subarachnoid.

Pemeriksaan CT scan dengan kontras sangat penting untuk menegakkan

diagnosis abses otak; akan tampak sebagai daerah hipodens dikelilingi oleh lingkaran

yang disebut tanda cincin atau ring sign. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan

pus dari tempat abses dengan craniektomi maupun trepanasi.

Untuk mendiagnosis pasti suatu abses otak atau abses epidural yaitu jika

ditemukan pus dari tempat abses, namun dalam kasus ini tidak dilakukan craniektomi

maupun trepanasi dan juga tidak dilakukan CT-Scan kepala dengan kontras maka

pasien didiagnosis suspek abses epidural. Sedangkan abses mastoid, ditegakan

berdasarkan anamnesis, pasien mengeluh bengkak dibelakang telinga dan pada

pemeriksaan fisik ditemukan odema dan hiperemis pada retroaurikuler serta saat

diincisi keluar banyak pus.

Penatalaksanaan meningoencephalitis yaitu penatalaksanaan konservatif dan

operatif.

19

Page 20: meningodiskusi

a. Konservatif

Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah

dan lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan kuman

penyebab. Berikut ini pilihan antibiotika atas dasar umur: Pemilihan antimikrobial

pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan antibiotika yang dapat

menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta perubahan dari sumber dasar

infeksi. Bakteriologikal dan respons gejala klinis kemungkinan akan menjadi

lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur

CSF akan menjadi negatif. Beberapa dosis obat antibiotika berdasarkan

identifikasi kuman

Usia Bakteri penyebab Antibiotik

0-4 minggu

4-12 minggu

3 bulan - 7 tahun

Streptococcus grup B

atau D, E. Coli, L.

momocytogenes, S.

pneumonia

Streptococcus grup B

atau D, E. Coli, L.

momocytogenes, S.

pneumonia, H.

Influenza.

H.Influenzae,

N.meningitides,

Ampicilin + cefotaxim

Ampicilin + aminoglycoside

Acyclovir jika herpes simplex

encephalitis

Ampicillin + Cefotaxim/ Cefritriaxone

Chloramfenicol + Gentamycin +

Vancomycin + Dexamethason.

Cefotaxim/ ceftriaxone +Vancomycin

pada S. pneumoniae, resistant

20

Page 21: meningodiskusi

7-50 tahun

>50 tahun

S.pneumonia

S. pneumoniae

N. meningitides

L.monocytogenes

S. pneumoniae, H.

Influenzae, Species

listeria, P. aeruginosa,

N. meningitides

Cephalosporin: Chloramfenicol +

Vancomycin + deksamethason

Cefotaxime/ ceftriaxone + Ampicilin

Chloramfenicol + Trimethoprim/

Sulfamethoxazole

Bila prevalensi S.pneumonia resisten

cephalosporin > 2% diberikan:

Cefotaxim/ ceftriaxone + Vancomycin

Chloramfenicol/ Clindamycin/

Meropenem

Cefotaxim/ ceftriaxone + Ampicillin

Bila prevalensi S. pneumonia resistant

cephalosporin > 2% diberikan:

Cefotaxime/ ceftriaxone +

Vancomycin Ceftazidime.

Antibiotik Kuman penyebab Dosis

Penicillin G H. Influenza,

Pneumococcus,

Staphilococcus non PNC,

Staphylococcus PNC

Dewasa : 20 million unit/ 6 jam (IV)

Anak-anak: 300.000 unit/ kg/ day

(IV) dibagi 3- 4 dosis.

21

Page 22: meningodiskusi

Kloramfenicol

Ampicilin

Ciprofloxacin

Cefotaxim

Ceftriaxon

Ceftazidin

Vancomycine

S. pneumoniae, H.

Influenzae

S. Pneumonia, H. Influenzae

P. aeruginosa

Streptococcus,

stafilococcus,

Haemofilus dan

Enterobakteri

H. Influenzae,

N.meningitides,

S.pneumonia

P. aeruginosa

Staphylococcus epidermidis

Dewasa : 4 gram/ hari (IV) dibagi 4

dosis

Anak: 100 mg/ kg/ hari (IV) dalam 4

dosis

Dewasa : 200 mg/kgBB/ hari (IV)

dalam 4 dosis

Anak-anak: 200 mg/kgBB/ hari

400 mg/hari

Dewasa : 12 gr/ hari (IV)

Neonatus < 1 minggu: 50 mg/kgBB/

12 jam (IV).

Neonatus 1-4 mg: 50 mg/kg/ 8 jam

(IV)

Bayi dan ank-anak: 50-100 mg/kg

setiap 6 atau 8 jam

(IV/IM)

Dewasa: 4 gram/ hari (IV)

Anak: 75 mg/ kg (IV) dibagi 2-3

dosis

6 gram / hari (IV)

Dewasa :2 gr/ hari (IV) selama 21

hari

22

Page 23: meningodiskusi

Meropenem P. aeruginosa,

N. meningitides.

Anak: 20-40 mg/kg/hari dibagi 2

dosis

6 gram/ hari (IV)

Pemberian antibiotik harus berdasarkan hasil kultur namun pada kasus ini

tidak dilakukan kultur darah maupun LCS maka terapi berdasarkan terapi empiris,

karena penyebab meningoencephalitis pada kasus ini yaitu merupakan komplikasi

OMSK intracranial maka terapi.

Pemberian kortikosteroid

Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri, mengurangi

tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan penetrasi

antibiotika ke dalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses, oleh karena

itu penggunaaan secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid

sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan mengurangi efek masa atau edema pada

herniasi yang mengancam dan menimbulkan deficit neurologik fokal.

Lebel et al (1988) melakukan penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita

meningitis bacterial karena H. influenzae dan mendapat terapi deksamethason 0,15

mg/kgBB/x tiap 6 jam selama 4 hari, 20 menit sebelum pemberian antibiotika.

Ternyata pada pemeriksaan 24 jam kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF,

peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF.

Yang mengesankan dari penelitian ini bahwa gejala sisa berupa gangguan

pendengaran pada kelompok yang mendapatkan deksamethason adalah lebih rendah

dibandingkan kontrol. Tunkel dan Scheld (1995) menganjurkan pemberian

deksamethason hanya pada penderita dengan resiko tinggi, atau pada penderita

dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau tekanan intrakranial tinggi.

Hal ini mengingat efek samping penggunaan deksamethason yang cukup banyak

seperti perdarahan traktus gastrointestinal, penurunan fungsi imun seluler sehingga

23

Page 24: meningodiskusi

menjadi peka terhadap patogen lain dan mengurangi penetrasi antibiotika kedalam

CSF.

1. Pembedahan

Penanganan fokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi.

Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradikasi seluruh jaringan

patologik di mastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan

operasi ini adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang

mungkin digunakan oleh invasi bakteri. Selain itu juga dapat dilakukan

tindakan thrombectomi, jugular vein ligation, perisinual dan cerebellar abcess

drainage yang diikuti antibiotika broad spectrum dan obat-obatan yang

mengurangi edema otak yang tentunya akan memberikan outcome yang baik

pada penderita komplikasi intrakranial dari otitis media.

24

Page 25: meningodiskusi

namun untuk mendiagnosis suatu meningoencephalitis perlu dilakukan

pemeriksaan penunjang berupa lumbal punksi untuk membedakan suatu

infeksi bakteri, virus atau jamur.

Tekanan

(normal 5-15

cmH2O)

Jumlah sel

Glukosa

Protein

Mikroorganisme

Asam laktat

Bakteri Virus Jamur

Meningkat

1000-10.000/ml

PMN

Menurun

>45 mg/dl

Ada

>35 mg/dl

Normal/sedikit

meningkat

<500/ml

MN

Normal

Sedikit meningkat

Tidak didapatkan

<35 mg/dl

Gold standar untuk suatu meningoencephalitis adalah lumbal punksi, karena pada

kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan lumbal punksi maka diagnosis hanya

berdasarkan temuan klinis.

25