Meningkatkan Minat Belajar PAK dengan Metode Diskusi Buzz Group Pada Siswa Kelas V di SD Kristen...

125
MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PAK DENGAN METODE DISKUSI BUZZ GROUP PADA SISWA KELAS V DI SD KRISTEN BALA KESELAMATAN LEKATU PROPOSAL Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teologi Bala Keselamatan Palu Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Kristen (S1) Disusun Oleh: Yanet Kristin Muna NIM : 1209015

description

Proposal (Bab 1, 2 dan 3) yang telah diseminarkan pada tanggal 23 Juni 2015 di Sekolah Tinggi Teologi Bala Keselamatan Palu.Proposal ini dibuat dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai salah satu sumbangsih bagi dunia akademik pada umumnya dan pengembangan ilmu pengetahuan mahasiswa jurusan PAK di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Palu secara khusus.

Transcript of Meningkatkan Minat Belajar PAK dengan Metode Diskusi Buzz Group Pada Siswa Kelas V di SD Kristen...

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PAKDENGAN METODE DISKUSI BUZZ GROUP PADA SISWA

KELAS V DI SD KRISTEN BALA KESELAMATAN LEKATU

PROPOSAL

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teologi Bala Keselamatan Palu Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan Kristen (S1)

Disusun Oleh:

Yanet Kristin Muna

NIM : 1209015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KRISTENSEKOLAH TINGGI TEOLOGI PALU

2015

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................iHALAMAN PERSETUJUAN...........................................................iiHALAMAN PENGESAHAN..............................................................ABSTRAK............................................................................................KATA PENGANTAR..........................................................................DAFTAR ISI.....................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Masalah..................................................11.2. Rumusan Masalah..........................................................151.3. Tujuan Penelitian...........................................................151.4. Manfaat Penelitian.........................................................151.5. Batasan Masalah............................................................171.6. Sistimatika Penulisan.....................................................17

BAB II KAJIAN PUSTAKA2.1. Metode Buzz Group 2.1.1. Pengertian Metode dan Diskusi............................20 2.1.2. Metode Mengajar di Sekolah Dasar......................21 2.1.3. Jenis-jenis Metode Diskusi...................................24

2.1.3.1. Controlled Discussion..................................242.1.3.2. Step by step discussion.................................252.1.3.3. Case discussion............................................252.1.3.4. Free group discussion..................................25

2.1.4. Pengertian Metode Diskusi Buzz Group...............272.1.5. Keunggulan Metode Buzz Group..........................292.1.6. Langkah-langkah Pelaksanaan..............................31

Diskusi Buzz Group2.1.7. Manfaat Diskusi Buzz Group................................35 2.1.7.1. Bagi Guru.....................................................35 2.1.7.2. Bagi Siswa...................................................36 2.1.7.3. Bagi Proses Pembelajaran............................372.1.8. Dasar Teologis Metode Diskusi Buzz Group........38

2.1.8.1. Perjanjian Lama...........................................402.1.8.2. Perjanjian Baru.............................................43

2.2. Minat Belajar Siswa.......................................................462.2.1. Dasar Teori Minat Belajar....................................462.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar. 49

2.2.2.1. Faktor Internal/Dari dalam diri....................492.2.2.2. Faktor Eksternal/Dari luar diri.....................50

2.2.3. Karakteristik Belajar Siswa Usia 10-11 Tahun.....522.2.4. Meningkatkan Minat Belajar Siswa......................54

2.3. Pendidikan Agama Kristen 2.3.1. Pengertian, Dasar, Tujuan dan Hakikat PAK.......57 2.3.2. Jenis-jenis PAK.....................................................59 2.3.3. PAK di Sekolah Dasar..........................................60

BAB III METODE PENELITIAN3.1. Rancangan Penelitian.....................................................623.2. Desain dan Model Penelitian.........................................623.3. Langkah-langkah Penelitian...........................................64

3.3.1. Indikator Keberhasilan..........................................653.4. Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................663.5. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel......663.6. Instrumen Penelitian......................................................69

3.6.1. Instrumen Penelitian TindakanKelas - Implementasi......................................................69

3.7. Teknis Analisis Data......................................................73

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Belajar adalah suatu proses yang harus dialami oleh setiap manusia.

Tidak ada orang yang tidak pernah mengalami proses belajar dalam

hidupnya. Sejak seseorang baru lahir ia belajar mengenal ibunya lewat

sentuhan-sentuhan. Setelah proses tersebut, anak kemudian belajar

tengkurap, belajar merangkak, belajar duduk, belajar berdiri, belajar

berjalan, dan tidak pernah berhenti belajar sampai akhir hidupnya.

Proses belajar tidak hanya berlangsung selama masa kanak-kanak

melainkan berlangsung seumur hidup. Belajar tidak hanya terjadi di dalam

keluarga, tetapi proses ini juga berlangsung di sekolah, di dalam

masyarakat, dan melalui lingkungan sekitar kita.

Belajar tidak mengenal batas usia dan profesi. Guru pun sebagai

pengajar pasti telah belajar bahkan terus belajar untuk mengembangkan

kemampuannya untuk mengajar siswa-siswinya di sekolah. Sehingga dari

pernyataan ini dapat dipahami bahwa belajar adalah natur manusia, artinya

mau tidak mau, setiap orang harus mengalami proses pembelajaran dalam

hidupnya. Di sekolah seorang siswa dituntut untuk terus belajar demi

tercapainya hasil pembelajaran. Siswa yang giat belajar pasti berprestasi di

sekolahnya dan hasilnya pasti memuaskan, baik itu untuk dirinya sendiri,

gurunya, maupun orang tuanya. Namun untuk mencapai suatu prestasi

dalam belajar dan mencapai hasil yang memuaskan dari proses belajar

tersebut, siswa harus terlebih dahulu memiliki minat belajar yang tinggi

dalam dirinya.

Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu,

gairah, ataupun keinginan.1 Tanpa adanya minat yang timbul dari dalam

hati, maka mustahil bagi seseorang akan mencapai sesuatu atau tujuan

dalam hidupnya. Misalnya seseorang yang memiliki minat membaca buku

pasti akan membaca buku tersebut dan berhasil mengerti isi buku yang ia

baca dengan baik. Namun sebaliknya jika ia tidak berminat membaca

buku maka mustahil akan mengerti bahkan mengetahui apa isi buku

tersebut.

Demikian pula dalam proses pembelajaran. Minat menjadi faktor

yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap siswa, sebab akan

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2005)

mendukung hasil belajarnya di kelas. Siswa yang memiliki minat dalam

belajar ditunjukan dari sikapnya yang tertarik, aktif, bersemangat dan

bergairah dalam mengikuti mata pelajaran tertentu di kelas. Jika minat

belajarnya tinggi tentunya ia akan terus menerus memacu dirinya supaya

dapat memperoleh keberhasilan.

Sebaliknya, jika minat belajar siswa rendah maka dapat dilihat pula

dari sikapnya dalam proses pembelajaran. Kelas menjadi pasif karena

siswa tidak tertarik dengan pelajaran atau gaya mengajar gurunya. Hal ini

tentunya akan mempengaruhi hasil belajarnya pula. Jadi, minat belajar

siswa begitu penting sebab merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi keberhasilan siswa dalam pembelajarannya. Siswa yang

tidak memiliki gairah dan semangat belajar pasti mengalami kegagalan

dalam proses belajar di kelas, sebaliknya siswa yang memiliki minat yang

tinggi untuk belajar akan berhasil dan berprestasi pada mata pelajaran

yang diminatinya tersebut.

Menjadi guru adalah sebuah panggilan, sebab tidak semua orang

mau menjadi guru. Menurut Jansen Sinamo guru adalah seseorang yang

dirahmati untuk membawa, membimbing, muridnya dari ketidaktahuan

menjadi tahu.2 Kesadaran atas panggilan tersebut harusnya membuahkan

rasa tanggung jawab bagi seorang pendidik. Bukanlah hal yang sulit jika

guru benar-benar mengerti akan panggilan ini namun yang harus dipahami

adalah tugas guru bukan hanya mengajar atau mentransfer ilmu

pengetahuan pada siswanya. Akan tetapi juga guru harus mampu

membimbing siswanya untuk belajar serta mencapai keberhasilan belajar.

Sebagai dasarnya, guru harus mampu mengenali apa yang menjadi

kebutuhan siswa.

Dengan mengenal dan memahami situasi anak didiknya tersebut

maka guru diharapkan dapat membantu masalah minat belajar siswa yang

rendah di sekolah dan mampu memotivasi kembali siswa-siswinya untuk

belajar dan memperoleh nilai yang memuaskan dan berhasil dalam

pembelajaran.

Secara psikologis, minat belajar siswa dapat dipengaruhi oleh dua

faktor umum, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara

lain mencakup faktor dari dalam diri siswa yaitu kesehatan jasmani dan

keadaan psikologis. Sedangkan faktor eksternal mencakup segala sesuatu

yang ada di luar diri siswa misalnya lingkungan keluarga, sekolah dan

2 Jansen Sinamo, Delapan Etos Keguruan (Bina Media Informasi, 2012), 10

masyarakat3. Menurut penulis, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi

minat belajar siswa di sekolah antara lain adalah metode guru mengajar,

kurikulum, media belajar, keadaan gedung sekolah, lingkungan sekolah

dan lain sebagainya.

Sekolah Dasar Kristen Bala Keselamatan (SD BK) Lekatu terletak

di Desa Lekatu, Kecamatan Palu Timur tidak jauh dari pusat kota Palu.

Masyarakat desa Lekatu mayoritas memeluk agama Kristen dan

merupakan etnis suku Da'a Kaili. Ada pula penduduk yang datang dan

menetap di desa ini di antaranya yakni suku Kaili Ledo, Ija, dan Bugis.

Bahasa yang digunakan masyarakat sehari-harinya adalah bahasa Da'a.

Mata pencarian penduduk yang merupakan orang tua dari siswa-siswi di

SD BK Lekatu umumnya adalah petani, nelayan, bekerja bangunan,

menjual sayur-sayuran atau hasil kebun di pasar.

Selain itu umumnya orang tua memiliki tingkat pendidikan yang

rendah karena hanya lulus sekolah dasar saja. Pada hari-hari tertentu

sering kali anak-anak tidak hadir di sekolah dengan alasan membantu

orang tua berjualan di pasar.

3https://www.academia.edu/8458235/makalah_teori_pembelajaran_faktor-faktor_yang_memengaruhi_belajar

SD BK Lekatu dibuka sejak tahun 1989 dan saat ini sudah

memiliki 5 kelas, dan 1 kelas yang digabung bersama ruangan

perpustakaan, dan 1 ruangan dewan guru. Karena masih dalam tahap

transisi kepemimpinan, maka sekolah saat ini belum memiliki kepala

sekolah secara resmi. Jumlah guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak

dua orang dan 6 orang guru honorer serta satu orang staff, dan satu orang

penjaga sekolah.

Dalam pengamatan penulis sekolah masih banyak memiliki

keterbatasan khususnya dalam hal sarana dan prasarana penunjang

pembelajaran seperti ruangan kelas dan buku pelajaran. Salah satu

contohnya yaitu bangunan yang di dalamnya merupakan perpustakaan

sekaligus ruangan kelas 1. Hal ini tentunya membuat siswa tidak nyaman

dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas tersebut karena kelas penuh

dengan lemari-lemari dan buku-buku perpustakaan. Selain itu, siswa-siswi

di sana umumnya tidak mempunyai buku pelajaran sendiri. Pihak sekolah

melalui Dinas Pendidikan sebenarnya sudah menerima bantuan untuk

pengadaan buku cetak atau buku pelajaran.

Namun demikian buku-buku tersebut jumlahnya masih sangat

terbatas sehingga ketika pelajaran berlangsung tidak semua anak-anak

mempunyai buku pelajaran. Salah satu penyebab dari ketidakadaan buku

pelajaran adalah faktor ekonomi yang menyebabkan siswa tidak mampu

untuk membeli buku. Oleh karena itu semestinya sekolah dapat lebih

mengusahakan pengadaan buku ini guna menunjang proses pembelajaran

salah satu caranya dengan memperbanyak dengan photo copy buku-buku

pelajaran tersebut. Sedangkan keterbatasan ruangan bisa diatasi dengan

cara membuat sekat/pembatas dari papan antara kelas dengan

perpustakaan.

Dalam kesehariannya siswa-siswi di Sekolah Dasar tersebut secara

umum menggunakan bahasa daerah yaitu bahasa Da'a saat sedang

bersosialisasi dengan teman-teman di Sekolah. Oleh karena itu seringkali

guru di kelas juga menggunakan bahasa Da'a dalam melakukan

pendekatan terhadap siswa namun ketika mengajar di kelas umumnya

guru menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Siswa-siswi di Sekolah

Dasar ini secara umum masih kesulitan dalam membaca dan menulis. Hal

tersebut menyebabkan banyak siswa-siswi yang belum lancar membaca

dan menulis tidak mencatat pelajaran yang diberikan di kelas dan sebagian

siswa jarang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru baik pada saat

pembelajaran berlangsung maupun tugas Pekerjaan Rumah (PR). Dalam

rangka mengatasi masalah belajar siswa ini, kepala sekolah beserta guru-

guru melakukan bimbingan belajar yakni pada hari-hari tertentu seperti

hari Jumat dan Sabtu. Solusi yang dilakukan ialah dengan bantuan media

belajar seperti poster/gambar, daftar angka/ huruf dan media-media

lainnya guna membantu siswa untuk membaca dan menulis dengan lebih

baik. Hal tersebut telah terbukti berhasil dengan banyaknya siswa yang

terbantu dalam kesulitan belajar dan dalam mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru mata pelajaran.

Menurut Anderson, tujuan membaca di sekolah adalah untuk

mencapai salah satu tujuan instruksional yang paling penting, yaitu

belajar.4 Lebih lanjut Anderson mengatakan bahwa keberhasilan belajar

siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di sekolah sangat

ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca mereka. Siswa yang

tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Siswa akan

mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang

disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan

sumber-sumber belajar tertulis yang lain. Akibatnya, kemajuan belajarnya

juga lamban jika dibandingkan dengan siswa-siswa yang tidak mengalami

kesulitan dalam membaca.5

4 Meithy Djiwatampu, Membaca Untuk Belajar. Jakarta: Balai Pustaka, 2008. Hal. 95 journal.um.ac.id/index.php/jph/article/viewFile/4150/798

Taksonomi Bloom menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) ranah/tingkat

berpikir yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Kegiatan seperti membaca

dan menulis mencakup ranah kognitif dan psikomotor siswa. Lebih jauh

dijelaskan Radno bahwa ranah psikomotor adalah ranah yang

berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan

lain sebagainya.6 Sedangkan ranah kognitif berhubungan erat dengan

kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal,

rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan

mengevaluasi. Kemampuan tersebut dapat diperoleh dari hasil membaca

dan mendengarkan.

Guna memperlancar jalannya proses pendidikan, maka kurikulum

yang dipakai di sekolah mengikuti anjuran pemerintah yakni kurikulum

2013. Namun karena beberapa hambatan, masih ada pula mata pelajaran

yang memakai kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Salah satu kendalanya yaitu tidak adanya buku

penunjang yang sangat dibutuhkan oleh guru dalam membuat kurikulum.

Selain itu buku pelajaran untuk siswa dengan kurikulum 2013 tersebut

juga jumlahnya masih sangat terbatas. Karena keterbatasan inilah maka

beberapa mata pelajaran termasuk mata pelajaran Pendidikan Agama

6 Radno, Pengelolaan Kelas Yang Dinamis. Hal.89

Kristen masih harus menggunakan kurikulum lama yaitu KTSP. Menurut

penulis hal ini menjadi salah satu kendala karena guru menjadi kesulitan

dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas, kesulitan

mengelola kelas, kesulitan dalam menentukan metode mengajar.

Namun demikian, dalam karya tulis ilmiah ini penulis tidak akan

membahas lebih jauh tentang kurikulum yang ada di sekolah. Penulis

hanya akan berfokus pada metode pembelajaran yang digunakan guru

dalam pengelolaan kelas.

Dalam proses pembelajaran, seorang guru profesional sudah

seharusnya mempersiapkan perangkat-perangkat belajar mengajar

sebelum memulai suatu pembelajaran. Dalam pengamatan penulis, guru-

guru di SD BK Lekatu masih kurang memiliki kesiapan mengajar dalam

hal ini perencanaan pembelajaran. Hal ini nampak dari masih kurangnya

guru yang membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus

mengajar. Rencana pembelajaran sangat penting untuk dipersiapkan

sebelum guru menentukan strategi dan metode pembelajaran di kelas.

Guru yang tidak memiliki kesiapan mengajar seringkali hanya

menggunakan metode konvensional atau lazim yaitu ceramah. Hal ini

jugalah yang terjadi di SD BK Lekatu. Metode ceramah seakan-akan

menjadi senjata ampuh para guru yang kurang memiliki kesiapan dalam

hal memberikan pelajaran di kelas. Hal ini tentunya sangat disayangkan

sebab siswa tidak dapat berpartisipasi di dalam kelas. Mereka hanya

menjadi objek atau pendengar saja sedangkan guru menjadi satu-satunya

subjek. Model pembelajaran seperti ini bukanlah model pembelajaran

yang efektif. Sebab jika hal ini terus-menerus terjadi dalam setiap proses

pembelajaran maka siswa tidak memiliki minat untuk belajar sehingga

akan mempengaruhi juga pada hasil belajarnya.

Metode mengajar yang baik dan efektif akan menghasilkan

perubahan tingkah laku yang baik dan positif.7 Oleh karena itu peran guru

begitu penting dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat dan

efektif di kelas.

Metode mengajar guru yang tidak tepat membuat pembelajaran

menjadi tidak menarik. Dengan metode ceramah yang seringkali

dilakukan guru termasuk guru Pendidikan Agama Kristen (PAK) membuat

minat belajar siswa pun menjadi rendah. Minat belajar siswa yang rendah

dapat diukur dari suasana kelas yang tidak hidup, absen kelas yang sering

bolong, siswa sering ijin keluar masuk kelas pada saat pelajaran Agama

berlangsung, siswa sering bolos bahkan pulang ke rumah sebelum jam

7Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Rineka Cipta, 2005), 30

pelajaran selesai, dan sebagian siswa jarang mengerjakan tugas dan

pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru mata pelajaran.

Kemampuan belajar anak menurut Learning Pyramid menjelaskan

bahwa belajar dengan membaca mempunyai keberhasilan 10%, belajar

dengan audiovisual 20%, demonstrasi 30%, diskusi 50%, praktek atau

latihan 75% dan mengajar orang lain sebanyak 90%.8 Pembelajaran siswa

yang pasif dimulai dari presentase 10-30%, sedangkan pembelajaran yang

aktif dimulai dari presentase 50% dan seterusnya. Dari sini dapat dilihat

bahwa kemampuan belajar siswa meningkat dengan metode diskusi.

Sebab dengan diskusi siswa dapat melihat, mendengar, berbicara dan

berpikir bahkan bekerja-sama dengan teman-teman dalam kelompoknya.

Untuk itulah penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas

dengan metode diskusi.

Sekolah sebagai salah satu dari Tri-Pusat pendidikan berkewajiban

untuk mewujudkan pengajaran yang mendidik.9 Pengajaran yang

mendidik hanya terjadi apabila guru menguasai berbagai strategi belajar

mengajar yang kemudian akan memberi peluang baginya untuk memilih

variasi kegiatan belajar mengajar yang bermakna10. Inilah artinya bahwa 8 Learning Pyramid (National Training: Laboratorium, Bethel, Mane)9 Umar Tirtarahardja, S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan (Rineka Cipta: 2008), 17210 Ibid, 174

guru sebagai pendidik harus mempersiapkan diri sebelum masuk dalam

pembelajaran salah satunya dengan mempersiapkan metode mengajar apa

yang akan ia pakai.

Kesulitan maupun kegagalan yang dialami siswa tidak hanya

bersumber dari kemampuan siswa yang kurang tetapi ada faktor lain yang

juga menentukan keberhasilan siswa dalam belajar yaitu faktor dari luar

diri siswa salah satunya adalah kurangnya perhatian siswa saat guru

menerangkan, metode yang digunakan guru juga kurang menarik, metode

pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, pembelajaran yang

monoton, guru yang bersifat otoriter dan kurang melihat kemampuan

siswa sehingga siswa merasa bosan dan kurang minat belajar. Meskipun

ada begitu banyak faktor mungkin mempengaruhi minat siswa tersebut

namun paling tidak guru sebagai pengajar, pendidik dan fasilitator dapat

melakukan perannya dengan baik. Salah satunya dengan memilih metode

yang lebih baik dan tepat bagi siswa.

Oleh karena itu, metode yang membuat penulis tertarik untuk

membahasnya dalam proposal penelitian tindakan kelas ini adalah metode

diskusi. Penulis berharap dalam penelitian tindakan kelas nanti, metode

diskusi mampu meningkatkan minat belajar siswa di kelas secara khusus

pada mata pelajaran PAK. Sebab tujuan yang diharapkan dari penelitian

ini siswa dapat memiliki minat belajar yang tinggi di kelas karena suasana

kelas yang lebih aktif, kreatif dan menyenangkan bagi siswa.

Minat belajar siswa menjadi salah satu faktor yang serius dan

butuh perhatian khusus, sebab minat belajar akan menentukan

keberhasilan belajar siswa. Dengan metode tersebut guru diharapkan dapat

memberikan stimulus/rangsangan berupa motivasi-motivasi dan

kesempatan belajar yang lebih aktif pada siswanya sehingga siswa lebih

tertarik, bersemangat, bergairah dalam mengikuti pelajaran PAK.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas,

maka penulis tertarik untuk menulis dan mengkaji lebih dalam karya tulis

ilmiah dengan judul "Meningkatkan Minat Belajar PAK dengan Metode

Diskusi Buzz Group pada Siswa Kelas V di SD Kristen Bala Keselamatan

Lekatu".

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang seperti dipaparkan di atas maka dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan metode diskusi buzz group?

2. Bagaimana metode buzz group meningkatkan minat belajar PAK siswa

kelas V SD Bala Keselamatan Lekatu?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penulisan karya ilmiah ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana mengetahui penerapan metode diskusi buzz group.

2. Bagaimana mengetahui metode buzz group dapat meningkatkan minat

belajar PAK siswa kelas V SD Bala Keselamatan Lekatu.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk Sekolah

Sebagai sarana mengevaluasi kembali metode-metode mengajar

yang selama ini diterapkan dalam proses belajar-mengajar di kelas

secara khusus pada mata pelajaran PAK di SD BK Lekatu. Penulis

memakai metode Diskusi dalam penelitian tindakan kelas khususnya

di kelas V. Guru sebagai pengajar juga dapat mengenal faktor-faktor

apa saja yang dapat mempengaruhi minat belajar siswa di Sekolah.

2. Untuk Siswa

Siswa dapat termotivasi dan bersemangat mengikuti setiap mata

pelajaran khususnya mata pelajaran PAK kelas V (lima) di SD BK

Lekatu. Dengan metode Diskusi Buzz Group diharapkan siswa dapat

lebih berminat dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar di kelas.

3. Untuk Penulis

Sebagai bekal penting dalam melakukan pelayanan dan

pengabdian pada anak didik atau siswa di sekolah. Serta anak-anak

sekolah minggu di mana penulis juga melayani.

4. Untuk Akademik

Sebagai salah satu karya tulis ilmiah dengan model Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) yang dapat menjadi sumbangsih bagi kampus

secara khusus bagi adik-adik tingkat jurusan PAK dalam memahami

karakteristik belajar siswa di tingkat Sekolah Dasar dan

memperkenalkan salah satu metode mengajar yang dapat dipakai

dalam pembelajaran di kelas yaitu metode Diskusi Buzz Group.

1.5. Batasan Masalah

Penulis membuat penelitian ini pada tingkat Sekolah Dasar secara

khusus pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen di kelas V SD

Kristen Bala Keselamatan Lekatu. Jumlah siswa di kelas ini berkisar

antara 30-35 orang siswa. Minat belajar siswa yang diamati dalam belajar

ditunjukkan dengan kehadiran siswa di kelas, keterlibatan siswa selama

proses diskusi, siswa dapat mengikuti pelajaran dari awal sampai

berakhirnya jam pelajaran, siswa tidak keluar masuk selama pembelajaran

berlangsung, siswa melaksanakan kegiatan diskusi dengan aktif, absen

siswa menjadi lebih tertib dan tidak ada lagi siswa yang bolos.

1.6. Sistimatika Penulisan

Untuk memperjelas dan memperdalam pembahasan, maka skipsi

ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

BAB I, merupakan Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan

masalah, serta sistematika penulisan.

BAB II, merupakan bagian kajian pustaka yang di dalamnya

dibahas mengenai variabel I dalam hal ini mengenai diskusi buzz group.

variabel II yaitu minat belajar siswa dan variabel III yaitu Pendidikan

Agama Kristen. Adapun bentuk pembahasan tiap variabel secara umum

yaitu membahas pengertian, dasar, jenis-jenis, manfaat-manfaat, serta

hubungan dan proses anatara variabel I dan variabel lainnya.

BAB III, merupakan rancangan penelitian yang terdiri dari desain

dan model penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi sampel dan

teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, instrument

penelitian dan terakhir adalah teknik analisis data yang akan dipakai.

Dalam karya tulis ilmiah ini penulis memakai metode penelitian kualitatif,

dengan model Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

BAB IV, merupakan hasil dan pembahasan yang diuraikan mulai

dari hasil penelitian dari pengelolaan tindakan kelas dalam hal ini dengan

metode diskusi Buzz Group terhadap minat belajar siswa sekolah dasar

kelas V, serta pembahasan dan ulasan-ulasan lainnya yang berkaitan

dengan variabel-variabel.

BAB V, merupakan kesimpulan dan saran yang diuraikan

berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di Sekolah Dasar

Kristen Bala Keselamatan Lekatu, khususnya pada mata pelajaran

Pendidikan Agama Kristen di kelas V dengan metode Buzz Group.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Metode Diskusi Buzz Group

2.1.1. Pengertian Metode dan Diskusi

Metode dapat diartikan sebagai "teknik", "cara" atau "prosedur".

Dalam pembelajaran setiap kegiatan mengajar memerlukan metode yang

tepat dan relevan untuk mencapai tujuan dalam hal ini tujuan

pembelajaran.11 Sedangkan pengertian metode mengajar ialah cara atau

prosedur dalam mengelola interaksi antara guru dan peserta didiknya bagi

berlangsungnya peristiwa belajar.12

Drs. Syafaruddin dalam manajemen pembelajaran mengungkapkan

bahwa metode mengajar memiliki 3 (tiga) pengertian yang saling

berkaitan, pertama metode mengajar merupakan salah satu komponen dari

proses pendidikan, kedua merupakan alat mencapai tujuan yang didukung

11 B.S, Sidjabat, Menjadi Guru Profesional: Sebuah Perspektif Kristiani (Yayasan Kalam Hidup, 1993), 8912 Sidjabat, Ibid, 230

oleh alat-alat bantu mengajar dan ketiga merupakan kebulatan dalam satu

sistem pengajaran.13

Dalam Tesaurus Bahasa Indonesia "diskusi" sinonim atau sama

pengertiannya dengan dialog, konferensi, konsultasi, musyawarah,

pembahasan, pembicaraan, perbincangan, pertemuan, silang pendapat,

tanya jawab dan tukar pikiran.14 Dengan demikian dalam diskusi dalam

kelas pada hakikatnya berpusat kepada pelajar itu sendiri.15

Sehingga pengertian metode diskusi pada dasarnya adalah suatu

proses bertukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara

teratur dengan maksud untuk mendapatkan pengertian bersama yang lebih

jelas dan lebih cermat tentang permasalahan atau topik yang sedang

dibahas.16

2.1.2. Metode Mengajar di Sekolah Dasar

Dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia, telah banyak

ditawarkan berbagai macam metode mengajar di sekolah-sekolah. Metode

mengajar tersebut dikembangkan dari teori-teori belajar yang

dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Teori belajar yang berkembang 13 Syafaruddin, Manajemen Pembelajaran (Quantum Teaching, 2005), 11214 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia15 Ibid, 11516 Suyanto & Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional (Erlangga: 2009). 118

menghasilkan metode-metode belajar-mengajar dan terus mengalami

perkembangan sesuai dengan kebutuhan siswa dan berkembang pula

sampai saat ini.

Metode mengajar di Sekolah Dasar pada umumnya masih

menggunakan metode ceramah. Ceramah merupakan salah satu metode

tradisional dalam mengajarkan sesuatu mata pelajaran. Guru

menyampaikan apa yang diketahuinya sebagai informasi, dan murid tidak

memiliki banyak kesempatan untuk memberikan tanggapan, baik ketika

ceramah sedang berlangsung maupun setelah berakhirnya ceramah.17

Tidak dapat dipungkiri bahwa metode ceramah tersebut adalah

metode mengajar yang paling banyak digunakan pada tingkat Sekolah

Dasar sejak dulu hingga saat ini. Ironisnya hampir di setiap sekolah ada

saja guru yang hanya mengandalkan metode ceramah dalam mengajar

mata pelajaran. Metode ceramah yang bersifat otoriter tersebut

menyebabkan siswa hanya dapat mendengarkan penjelasan dari guru.

Apabila siswa hanya belajar dari mendengarkan saja secara terus-menerus

akibatnya siswa bisa menjadi bosan dan jenuh dan pada akhirnya tidak

lagi berminat dengan mata pelajaran yang diajarkan oleh gurunya.

17 Syafaruddin, Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran (Quantum Teaching: 2005), 114

Metode ceramah memang dapat membantu guru dalam

memberikan informasi berupa ilmu pengetahuan secara jelas kepada

siswanya, namun pada sisi yang lain metode ceramah menjadikan siswa

belajar dengan pasif. Menurut Syafaruddin hal inilah yang menjadi

kelemahan terbesar dari metode ceramah. Bila murid tidak termotivasi

dengan baik dan materi pelajarannya rumit, maka siswa akan menjadi

semakin pasif.18 Jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan timbul

kebosananan bagi siswa. Kebosanan yang dirasakan oleh siswa akan

membuat minat belajarnya menjadi rendah di kelas. Menempatkan siswa

sebagai subjek berarti guru telah memberi kesempatan kepada siswa untuk

dapat lebih aktif belajar. Suasana kelas yang lebih hidup mendukung siswa

untuk berusaha mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari proses

pembelajaran yang sedang berlangsung.

Ruth Kardamanto dalam Andar Ismail,19 menuliskan ada beberapa

metode belajar-mengajar selain ceramah yang dapat diterapkan di kelas

yaitu metode panel, tanya-jawab, symposium, bacaan terarah, kelompok

berbincang (buzz group), studi Alkitab, diskusi, forum, wawancara,

18 Ibid19Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan (Gunung Mulia, 2010), 100

peragaan peran, seminar, debat, kelompok melingkar, induktif,

demonstrasi, lokakarya, kunjungan lapangan, dan kemah kerja.

Selain itu Ruth juga mengungkapkan beberapa petunjuk dasar

dalam memilih metode yang tepat yaitu:20

1. Pahami tujuan pelajaran yang hendak disampaikan2. Keterlibatan naradidik3. Faktor usia dan latar belakang anak didik4. Faktor besarnya kelas/kelompok5. Faktor waktu yang tersedia6. Faktor bahan/sumber yang tersedia7. Kepemimpinan8. Memakai metode yang bervariasi9. Susunan ruangan/formasi

2.1.3. Jenis-jenis Metode Diskusi

Diskusi memiliki banyak macam yang membedakan antara satu jenis

dengan jenis diskusi yang lainnya. Adapun bentuk variasi dalam kegiatan

diskusi menurut Rochman Natawijaya, adalah sebagai berikut:21

2.1.3.1. Controlled Discussion

Yakni bentuk diskusi yang dikrontrol secara ketat. Langkah-

langkah pelaksanaannya yakni sebagai berikut: Pertama-tama guru

menyajikan suatu bahan informasi kemudian mengambil bagian yang

20Andar, Ibid, 9521 Rochman, Pembaharuan Dalam Metode Pembelajaran (Dekdikbud: 1983), 74-76

dianggap penting untuk didiskusikan. Selanjutnya guru mengawasi dan

mengarahkan jalannya diskusi.

Guru berusaha menumbuhkan inisiatif siswa dalam memecahkan

masalah, memimpin diskusi, memberikan informasi dan pendapat.

Kemudian guru mendorong siswa untuk mengemukakan pendapatnya,

mengkoordinasi buah pikiran dan pendapat siswa. Sehingga guru dapat

menggiring pemikiran peserta diskusi kearah satu kesimpulan

2.1.3.2. Step by step discussion

Guru melontarkan suatu masalah atau pertanyaan yang berturutan

yang telah disiapkan oleh guru. Selanjutnya guru membimbing para siswa

untuk mendiskusian satu per satu mengenai topik-topik yang ada. Terakhir

guru menyimpulkan hasil diskusi.

2.1.3.3. Case discussion

Anggota kelompok/siswa memulai presentase tentang satu

Alkitab. Kemudian siswa mendiskusikan tentang cara pemecahan yang

dapat ditempuh dalam membantu memecahkan Alkitab tersebut.

2.1.3.4. Free group discussion

Siswa secara bebas melakukan kegiatan diskusi. Selain itu topik

dipilih oleh siswa sendiri sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Dalam

hal ini fungsi guru hanyalah melakukan observasi dan memberikan

komentar terhadap proses jalannya diskusi.

Jika ditinjau dari sudut formalitas dan jumlah peserta yang mengikuti

kegiatannya, diskusi dapat digolongkan sebagai berikut22:

Diskusi Formal. Diskusi ini terdapat pada lembaga pemerintahan atau

semi pemerintahan, di mana dalam diskusi itu perlu adanya ketua dan

penulis serta pembicara yang diatur secara formal. Contoh: Sidang

anggota dewan. Jumlah peserta umumnya lebih banyak bahkan dapat

melibatkan seluruh siswa kelas.

Diskusi Informal. Aturan dalam diskusi ini lebih longgar dari pada

diskusi-diskusi lainnya, karena sifatnya yang tidak resmi. Penerapannya

bisa dalam diskusi keluarga.

Diskusi dalam bentuk Symposium. Diskusi ini hampir sama dengan diskusi

formal lainnya, hanya saja diskusi symposium disampaikan oleh seorang

pemrasaran atau umumnya lebih. Pemrasaran secara bergiliran

menyampaikan uraian pandangannya mengenai topik yang sama atau

22 https://www.academia.edu/10365909/Macam-macam_Diskusi_1

salah satu dari topik yang sama tersebut. Diskusi symposium tidak mencari

kebenaran tertentu.

Lecture Discussion. Diskusi ini dilaksanakan dengan membeberkan suatu

persoalan, kemudian didiskusikan. Di sini biasanya hanya satu pandangan

atau satu persoalan saja.

Whole Group. Kelas merupakan satu kelompok diskusi. Whole Group

yang ideal apabila jumlah anggota tidak lebih dari 15 orang.

Syndicate Group. Suatu kelompok (kelas dibagi menjadi beberapa

kelompok) terdiri dari 3-6 orang. Masing-masing kelompok melaksanakan

tugas tertentu. Guru menjelaskan garis besarnya problema kepada siswa,

guru menggambarkan aspek-aspek masalah, kemudian tiap-tiap kelompok

(syndicate) diberi tugas untuk mempelajari suatu aspek tertentu.

Sedangkan guru menyediakan referensi atau sumber-sumber informasi

lain.

Selain itu, metode-metode diskusi yang seringkali dapat dipakai

dalam proses pembelajaran yakni metode diskusi panel, diskusi kelompok

berbincang (buzz group) dan metode diskusi kelompok melingkar.23

23 Andar, Ibid, 100

2.1.4. Pengertian Metode Diskusi Buzz Group

Perbedaan yang cukup jelas antara diskusi-diskusi lain dengan

diskusi Buzz Group adalah jumlah peserta dan cara pelaksanaannya.

Hanya saja bentuk variasi pelaksanaan diskusi Buzz Group termasuk

dalam controlled discussion seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya

yakni guru tetap mengawasi dan mengontrol pelaksanaan diskusi agar

berjalan dengan tertib dan teratur. Untuk itulah kreatifitas guru juga

diperlukan dalam menentukan metode tersebut agar siswa dapat mengikuti

kegiatan diskusi dengan tertib. Menurut Mulyana, guru kreatif seharusnya

tidak menghabiskan waktu hanya dengan menjelaskan materi di depan

siswa saja. Namun ia akan mengalokasikan sebagian besar waktunya

untuk melakukan berbagai aktifitas/kegiatan yang melibatkan siswa.24

Untuk lebih memahami metode ini berikut ada beberapa penjelasan

mengenai pengertian Diskusi Buzz Group menurut para ahli. Di antaranya

menurut Anas, Metode Buzz Group adalah metode mengajar yang sangat

erat hubungannya dengan belajar memecahkan masalah (problem

solving.)25 Lebih lanjut Menurut B.S. Sidjabat mengatakan bahwa metode

Buzz Group termasuk dalam metode diskusi kelompok yang di dalamnya

24 Mulyana, Rahasia Menjadi Guru Hebat (Grasindo: 2010), 13425Moh. Anas, Mengenal Metode Pembelajaran (------------), 21

membangun komunikasi dua arah, yaitu terjadinya relasi dialogis antara

guru dan peserta didik serta di antara sesama murid.26 Dalam

pelaksanaannya, menurut Andar metode ini terdiri dari kelompok kecil (3-

5) dalam waktu singkat (5-7 menit) kelompok membahas secara bebas

beberapa pertanyaan dan melaporkan hasilnya, yang kemudian oleh

pemimpin dirangkumkan.

Menurut Syifaa Mukrimaa, Metode diskusi Buzz Group dilakukan

oleh warga belajar yang dibagi dalam beberapa kelompok antara 3-6 (tiga

sampai enam) orang membahas suatu masalah yang diakhiri dengan

penyampaian hasil pembahasannya oleh setiap juru bicara.27 Sedangkan

Hasibuan dan Moedjiono menjelaskan bahwa metode Buzz Group adalah

suatu metode yang membagi kelas besar menjadi kelompok-kelompok

kecil yang terdiri dari 3-4 siswa untuk memecahkan masalah yang

diberikan guru. Hasil diskusi ditulis oleh salah satu siswa dan

dikumpulkan ke guru. Kemudian guru membahas materi diskusi untuk

mencapai suatu kesimpulan yang benar.

26 B.S. Sidjabat, Ibid, 23227 Syifaa, Ibid ,105

2.1.5. Keunggulan Metode Buzz Group

Metode diskusi Buzz Group memiliki keunggulan atau kelebihan

yaitu memberikan variasi kegiatan belajar yang dapat pula menggunakan

metode-metode lain.28 Artinya Diskusi Buzz Group dapat dilaksanakan di

tengah-tengah atau di akhir pembelajaran dengan maksud menajamkan

kerangka bahan pengajaran, memperjelas bahan pelajaran atau menjawab

pertanyaan-pertanyaan29.

Radno Harsanto dalam bukunya Pengelolaan Kelas Yang Dinamis

mengatakan bahwa belajar bersama dalam kelompok (group) memiliki

keuntungan tersendiri karena termasuk dalam pembelajaran aktif. (active

learning).30 Hal ini terjadi karena melalui kegiatan interaksi dan

komunikasi, siswa menjadi terdorong untuk aktif belajar sehingga belajar

mereka menjadi lebih efektif.31

Belajar bersama dalam kelompok dapat meningkatkan partisipasi

aktif siswa, misalnya dalam satu kelas terdiri atas 40 orang siswa. Jika

dilakukan pembelajaran secara klasikal, maka tingkat partisipasi aktif

siswa adalah 1/40 dari waktu yang disediakan. Jika dibagi menjadi 2

28 Moedjiono, Ibid29 J.J. Hasibuan, Moedjiono, Proses Belajar Mengajar (PT. Remaja Rosdakarya: 1995), 2130 Radno, Pengelolaan Kelas Yang Dinamis, 4231 Ibid

kelompok dan masing-masing beranggotakan 20 siswa, maka tingkat

partisipasi aktif siswa adalah 1/20. Dengan demikian makin kecil

kelompok belajar, makin besar partisipasi siswa.32

Selain itu kelebihan yang dapat dirasakan oleh siswa yakni

mendorong siswa yang malu-malu untuk memberikan sumbangan pikiran

sehingga dapat meningkatkan partisipasi peserta yang masih belum

banyak berbicara dalam diskusi; Menciptakan suasana yang

menyenangkan; Menghemat waktu memungkinkan pembagian tugas

kepemimpinan; Memberikan variasi kegiatan belajar yang disertai dengan

penggunaan metode lain; Membangkitkan motivasi siswa, motivasi ini

dapat menjadikan siswa berpikir ilmiah dan dapat mengembangkan

pengetahuan; Metode ini dapat membangun suasana saling menghargai

perbedaan pendapat dan mengembangkan kesamaan pendapat dalam

mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan.33

Berdasarkan penjelasan dan prinsip yang dijelaskan oleh para ahli

di atas, maka penulis memilih salah satu metode diskusi kelompok kelas

yakni Diskusi Buzz Group dalam penelitian tindakan kelas V (lima) di SD

BK Lekatu.

32 Radno Harsanto, Ibid, 4333 http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/metode-diskusi-buzz-group.html

2.1.6. Langkah-langkah Pelaksanaan Diskusi Buzz Group

Pelaksanaan diskusi secara umum memiliki langkah-langkah

sebagai berikut: Menyampaikan tujuan dan mengatur setting;

mengarahkan diskusi; menyelenggarankan diskusi; mengakhiri diskusi;

dan melakukan tanya-jawab singkat tentang proses diskusi. 34

Pada prinsipnya langkah-langkah pelaksanaan diskusi Buzz Group

sama dengan langkah-langkah pelaksanaan diskusi secara umum. Hanya

saja yang membedakannya yaitu kegiatan diskusi Buzz Group yang

dilaksanakan lebih efektif dan efisien karena jumlah peserta yang dibagi

ke dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok dapat melakukan tanya

jawab dengan sesama anggota kelompoknya mengenai pokok materi

dalam pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Kelompok

tersebut pada akhirnya dapat menyimpulkan sendiri hasil diskusinya

sehingga guru hanya memberikan sedikit penjelasan agar tujuan

pembelajaran/materi hari itu dapat tercapai.35

34 Syifa Mukrima, Lima Puluh Tiga Metode Pembelajaran (Bumi Siliwangi: 2014), 10235 Syifa, Ibid.

Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah langkah-langkah

pelaksanaan Diskusi Buzz Group menurut Surjadi dalam Moedjiono dan

Dimyati:36

Pertama-tama guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil

yang beranggotakan 3-4 siswa. Tiap kelompok mengerjakan topik

yang sama dengan dibatasi waktu tertentu.

Kemudian guru menyampaikan materi secara umum atau garis besar

dengan berceramah, kemudian guru menentukan topik masalah yang

akan didiskusikan. Selama diskusi berlangsung guru memantau dan

memperhatikan aktivitas siswa. Guru mengunjungi setiap kelompok

untuk mengetahui adakah kelompok yang memerlukan bantuan untuk

memahami tugas.

Sebelum diskusi diakhiri, guru memberikan peringatan mengenai batas

waktu dalam menyelesaikan tugas.

Setelah waktu yang ditentukan telah selesai, hasil diskusi tiap

kelompok dikumpulkan ke guru.

36Moedjiono, Dimyati, Strategi Belajar Mengajar (Depdikbud Dirjen Dikti: Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan: 1992), 55

Guru membahas topik masalah tersebut untuk memperbaiki konsep

siswa yang mungkin masih keliru, agar tujuan pembelajaran hari itu

tercapai.

. Sebelum menggunakan metode Diskusi Buzz Group, penulis akan

membiasakan siswa untuk berdiskusi terlebih dahulu agar siswa tidak

mengalami kesulitan ketika masuk dalam langkah-langkah pelaksanaan

diskusi Buzz Group. Hal ini juga dilakukan mengingat bahwa siswa masih

jarang dan belum terbiasa melakukan kegiatan diskusi kelas atau

semacamnya. Oleh karena itu untuk pertemuan pertama, penulis terlebih

dahulu membimbing siswa untuk berdiskusi yakni dengan bentuk diskusi

ringan dan bertahap. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat terbiasa dan

mengerti tentang langkah-langkah berdiskusi.

Pertama siswa dapat dibagi secara berkelompok sesuai tempat

duduknya masing-masing (2 orang). Kemudian guru memberikan

pertanyaan-pertanyaan sederhana bagi kelompok untuk dapat mereka

diskusikan bersama-sama. Pada akhirnya, guru merangkum hasil diskusi

tersebut dan memberi penjelasan singkat kepada siswa tentang topik-topik

tersebut agar siswa lebih mengerti. Topik-topik ringan yang dapat

diberikan pada tahap awal diskusi kelompok yakni tentang apa yang siswa

lakukan sehari-hari contohnya topik doa dan ibadah.

Pada pertemuan selanjutnya guru dapat memilih topik yang lebih

tinggi tingkatannya, misalnya mengenai kesepuluh hukum. Guru dapat

membagi siswa dalam kelompok lebih banyak yakni 3-5 orang dan

memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk diskusi tersebut. Meskipun

siswa hanya berdiskusi secara ringan akan tetapi guru harus tetap

mengontrol dan mengawasi jalannya diskusi agar berjalan dengan tertib.

Selain itu siswa bisa mendapatkan arahan dan petunjuk dari guru jika

kesulitan dalam berdiskusi.

2.1.7. Manfaat Diskusi Buzz Group

2.1.7.1. Bagi Guru

Manfaat Diskusi Buzz Group bagi guru antara lain: Guru dapat

menggabungkan beberapa metode mengajar seperti ceramah dan dapat

menggunakan media pembelajaran (gambar, alat peraga, dsb) dengan

metode diskusi Buzz Group. Itu artinya guru dapat lebih menunjukkan

kreatifitasnya dalam mengajar. Selain itu, guru juga dapat mengevaluasi

diri dengan mencoba menerapkan metode mengajar yang lain dalam

waktu yang bersamaan dan melihat minat siswa dengan metode yang

digunakan tersebut.

Selanjutnya guru dapat berperan aktif dalam hal pengelolaan kelas.

Pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru dalam menciptakan

suasana kelas yang tertib dan menyenangkan. Sehingga di dalamnya guru

dapat mendorong siswa untuk berminat dalam mengikuti proses

pembelajaran di kelas. Dapat mengarahkan siswa untuk belajar bersama-

sama dengan kelompok diskusinya. Guru dapat lebih berkreasi dalam

menentukan metode mengajar yang dapat menarik minat siswa.

Manfaat lainnya juga yaitu guru dapat melaksanakan 4 (empat)

pilar dalam pendidikan, yaitu learning to know, learning to do, learning to

be, learning to live together.37 (Learning to know) Guru dapat mentransfer

ilmu pengetahuan kepada siswa melalui kegiatan belajar yang sedang

berlangsung. Siswa dapat dengan mudah belajar karena ia dapat melihat,

mendengar, mengucapkan, dan melakukan kegiatan pembelajaran.

(Learning to do) guru dapat membimbing siswa untuk dapat bermain

peran dan berpartisipasi dalam melakukan kegiatan diskusi dalam

kelompoknya. (Learning to be) Guru membimbing siswa untuk menjadi

pribadi yang aktif dan kreatif. Mengembangkan karakter positif siswa

diantaranya percaya diri, rasa menghargai orang lain dan kerja sama.

37 Syafaruddin, Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran (Quantum Teaching, 2005), 21

(Learning to live together). Siswa tidak hanya dapat belajar mandiri tetapi

belajar bersama-sama, siswa juga dapat belajar bagaimana berinteraksi

sosial dengan teman-teman dalam kelompok.

2.1.7.2. Bagi Siswa

Adapun manfaat Diskusi Buzz Group bagi siswa, antara lain:

Perhatian siswa tertuju pada proses pembelajaran. Siswa dapat lebih

memahami materi yang disampaikan karena pembelajaran tidak monoton.

Selanjutnya siswa memiliki minat yang tinggi pada mata pelajaran PAK

karena ia turut berpartisipasi aktif dalam proses belajar Manfaat besar

lainnya dari Diskusi kelompok secara umum dan berlaku pula pada

Diskusi Buzz Group adalah perubahan motivasi siswa, perubahan emosi,

dan perubahan sikap.38 Siswa akan memiliki minat yang tinggi dalam

belajar karena siswa senang dengan gaya belajar yang sifatnya aktif dan

berperan serta dalam kegiatan belajar.

Selain itu hubungan interpersonal dan percaya diri sangat

berkembang dalam diskusi kelompok ini.39 Dengan bantuan dan motivasi

guru maka kepercayaan diri siswa dapat terus dikembangkan menjadi

38 B.S. Sidjabat, Ibid, 11639 Ibid

lebih positif. Sehingga siswa tidak minder lagi di kelas, mampu

mengerjakan tugas dari guru dan mendapatkan nilai yang memuaskan.

2.1.7.3. Bagi Proses Pembelajaran

Sedangkan manfaat Diskusi Buzz Group dalam proses

pembelajaran, antara lain: Terciptanya suasana belajar-mengajar yang

aktif. Suasana kelas tidak membosankan karena semua siswa turut

berpartisipasi dalam kegiatan belajar, dan juga proses pembelajaran

menjadi lancar dan efektif karena guru dan siswa turut berperan serta

dalam diskusi yang sedang berlangsung.

2.1.8. Dasar Teologis Metode Diskusi Buzz Group

Alkitab merupakan sumber bahan ajar yang harus menjadi dasar

pengajaran pendidikan agama Kristen. B.S. Sidjabat menjelaskan bahwa

Alkitab adalah sumber bagi dasar dan prinsip hidup kristiani.40

Robert W. Pazmino dalam B.S. Sidjabat mengatakan bahwa,

Alkitab mengajarkan bahwa dalam rangka membimbing manusia lebih

mengenal-Nya, Allah Tritunggal (Bapa, Anak, dan Roh Kudus) telah

40 B.S. Sidjabat, Ibid, 12

berperan sebagai pengajar. Ia Pencipta umat manusia, tetapi juga Guru

mereka.41

Tuhan Yesus sebagai Guru Agung adalah guru yang sangat kreatif

dalam mengajar. Ia mengajar dengan kuasa dan keteladanan. Ia

menggunakan beberapa metode dan tidak terikat pada satu metode saja.42

Metode yang digunakan-Nya sangat bervariasi di antaranya; Dia

menggunakan pertanyaan-pertanyaan. Seringkali pertanyaan yang

dilontarkannya secara langsung mengharuskan pendengar-Nya

membandingkan, memeriksa, mengingat, dan mengevaluasi. Dia

menggunakan perumpamaan. Yesus adalah ahli dalam bercerita. Ajaran-

Nya menggugah pikiran; bukan melumpuhkan pikiran. Pada prinsip

mengajar-Nya Ia selalu melibatkan orang-orang dalam proses belajar.

Selain kedua metode di atas, Yesus menggunakan berbagai metode

yang lainnya seperti: Pernyataan yang benar-benar ditekankan (Matius

5:29-30), peribahasa (Markus 6:4), paradok (Markus 12:41-44), ironi

(Matius 16:2-3), hiperbola (Matius 23:23-24), teka-teki (Matius 11:12),

kiasan (Lukas 13:24), permainan kata (Matius 16:18), sindiran (Yohanes

2:19), dan metafora (Lukas 13:32).43

41 B.S. Sidjabat, Ibid, 3642 Artikel: Metode Mengajar Yesus (m.pepak.sabda.org)43 http://pepak.sabda.org/25/nov/2004/anak_metode_mengajar_yesus

Begitu banyaknya metode mengajar Yesus, namun ada satu

metode yang membuat penulis tertarik yaitu metode diskusi. Prinsip

metode ini pun dicatat dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru,

yaitu sebagai berikut:

2.1.8.1. Perjanjian Lama (PL)

Perjanjian Lama adalah Alkitab yang digunakan gereja yang mula-

mula44. Orang Israel Yahudi percaya bahwa mengingat pengetahuan dan

ajaran Taurat sangat penting untuk dilakukan terutama di rumah

pengajaran (beth-ha-midrash) atau Sinagoge. Pelajaran pertama dan

utama diberikan untuk anak-anak di Sinagoge adalah Syema Yisrael

"Dengarlah, hai orang Israel".45

G. Riemer mengungkapkan bahwa orang Israel sangat taat dan

tekun dalam memberikan pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak

mereka. Bahkan sejak dini anak-anak sudah dibiasakan menaati peraturan

agama. Pengajaran orang Israel dibagi dalam tahap-tahap sesuai dengan

jenjang usia, sebagai berikut: Pada usia sekitar 5 tahun anak-anak mulai

diberi pelajaran dasar membaca Taurat; Usia 10 tahun mulai diberi

pengajaran, yaitu misyna; Pada usia 12-13 tahun anak-anak wajib menaati 44 Walter C. Kaiser, JR. Berkhotbah dan Mengajar dari Perjanjian Lama (Kalam Hidup, 2009), 3145 G. Riemer, Ibid. 41

sepenuhnya peraturan hukum Yahudi, yaitu mitswoth. Pada tahap itu anak

laki-laki telah dianggap sebagai "anak-anak hukum Taurat". Yaitu bar-

mitswa.46 Meskipun pada umumnya metode pengajaran yang digunakan

dalam penyampaian Agama dalam Perjanjian Lama, antara lain yaitu

metode menghafal ( Ulangan 6 :4-9 , Amsal 22:6, Mazmur 119 :11,105)

dan metode bercerita (Yosua 4:6-7 ,bandingkan Keluaran 12:24-27)

namun berbagai metode lain juga digunakan oleh guru misalnya

menempatkan seorang murid yang  dinilai kurang dalam segi intelektual

dekat dengan dengan seorang anak yang rajin dan pintar. Atau anak yang

memiliki prestasi diminta untuk mengajar teman-temannya lain yang

terbelakang. Bahan pelajaran juga kadang-kadang dinyanyikan oleh para

murid. Diskusi juga digunakan untuk membuat para murid semakin kritis

dalam berpikir.47

Ada beberapa istilah "mengajar" dalam bahasa Ibrani yang dicatat

dalam Perjanjian Lama, yaitu:48 Lamad. Mengandung arti bahwa dengan

belajar orang menjadi terbiasa dengan pengalaman baru. (Ul. 4:5;

14:23;17:19; 31:12-13); Bin. Berarti membuat mengerti, memahami,

46 G. Riemer, Ibid, 3847 http://onego1993.blogspot.com/2014/02/perjanjian-lama-dalam-pendidikan-agama_28.html48 B.S. Sidjabat, Ibid, 22-25

menanggapi, dan mampu memisahkan. (Dan. 2:21; Mzm. 119:34); Alap.

Berarti mengajar agar yang diajar mengenal secara dekat. (Ayub 33:33;

35:11; Amsal 22:25); Yada. Berarti membuat mengetahui. (Kej.18:19;

Yes. 48:8; Ul. 34:10 Mzm. 1:6); Yasar. Memberi saran, nasehat,

pengajaran atau instruksi. (Am. 31:1); Yarah. Berarti menampakkan,

melemparkan, atau membidik. (Kej. 46:28); Zahar. Berarti menyinari,

menerangi. (Kel. 18:20); Hakam. Berarti menjadi bijaksana, berhikmat,

berakal budi. (Am. 5:13; Mzm. 105:2); Sakal. Berarti mendapat

pandangan baru atau bersikap bijak. (Ams. 16:23; 19:14; 21:11); Shanan.

Berarti mempertajam, mengulang-ulang. (Ul. 6:7)

Metode diskusi dapat dilihat dalam teks PLyakni dalamdoa syafaat

Abraham untuk Sodom dalam Kejadian 18:1-33. Ayat ke-23 dari pasal ini

dicatat "Abraham datang mendekat dan berkata: Apakah Engkau akan

melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?" dan ayat-

ayat seterusnya Abraham bertanya dan berkomentar atas keputusan Allah

untuk menghukum kota Sodom. Allah pun menanggapi pertanyaan

Abraham sebab Ia sendiri tidak mau menyembunyikan keputusan-Nya

pada nabi Abraham.49 Pada ayat ke-26 ”TUHAN berfirman: "Jika

Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan 49 Alkitab Terjemahan Baru, Kejadian 18:17 (LAI: Jakarta)

mengampuni seluruh tempat itu karena mereka." Begitu pula seterusnya

dicatat sampai ayat yang ke-33. Dari pasal ini terdapat prinsip diskusi

yakni Allah mengajarkan ketaatan dan pengampunan kepada nabi

Abraham.

Selain itu Tuhan Yesus Kristus menggunakan PL dalam mengajar

di pelayanan-Nya (Matius 5:21-22 22:39). Para murid Yesus juga

menggunakan PL dalam pemberitaan Injil atau dalam pelayanannya. Hal

itu menjadikan PL menjadi hal yang sangat penting dalam membangun

dan membentuk konsep dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen

(PAK) sampai saat ini.50

2.1.8.2. Perjanjian Baru (PB)

Allah yang digambarkan dalam perjanjian lama adalah Allah yang

transenden. Sedangkan dalam Perjanjian Baru Allah menyatakan diri-Nya

secara imanen yakni melalui Yesus Kristus.51 Ia datang ke dunia

memperkenalkan Allah kepada manusia melalui kegiatan mengajar,

berkhotbah, mengadakan mujizat, dan mendemonstrasikan teladan hidup

50 http://guruagamakristen.blogspot.com/2012/11/makalah-hubungan-perjanjian-lama-dengan.html51 Chris Marantika, Kristologi (Iman Press, 2008), 60

yang unik. Ia mengajar melalui perbuatan dan perkataan serta tanda-tanda

dan kuasa. Injil Matius mengemukakan bahwa Yesus mengajar

berdasarkan otoritas, wibawa, dan kuasa. Bahkan, orang yang mendengar

pengajaran-Nya (Yun: didakhe) menjadi takjub, terpukau dan memberi

respon positif.52

Yesus adalah satu-satunya teladan yang agung bagi guru Agama

Kristen. Dalam pengajaran-Nya Ia menggunakan berbagai macam bentuk

pendekatan dan metode kepada para murid dan orang banyak.53 Yesus

tidak pernah memakai metode yang baku dalam mengajar. Sebelumnya

telah dituliskan mengenai metode-metode apa saja yang Ia gunakan untuk

mengajar, salah satu di antaranya yaitu metode diskusi. Salah satu

contohnya yaitu ketika Ia berdiskusi dengan murid-murid-Nya tentang

Siapakah Dia. Percakapan ini dicatat dalam Injil Lukas 9:18-21.

18 Pada suatu kali ketika Yesus berdoa seorang diri, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka: "Kata orang banyak, siapakah Aku ini?"19 Jawab mereka: "Yohanes Pembabtis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit."20 Yesus bertanya kepada mereka: "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawab Petrus: Mesias dari Allah."

52 B.S. Sidjabat, Ibid, 4553 Ibid

Pada masa kehidupan-Nya di dunia dan pelayanan-Nya, karya

Yesus yang dimulai di Galilea (Matius 4:16) menimbulkan sebuah

pertanyaan mendasar, yaitu Siapakah Yesus itu? Dalam Lukas 9

pertanyaan ini dirumuskan dengan jelas. Mula-mula oleh Herodes (9:7-9)

lalu oleh Yesus sendiri (9:20). Setelah bertanya secara umum, "kata orang

siapakah Aku ini?", Yesus mengajukan pertanyaan khusus kepada murid-

Nya, "menurutmu siapakah Aku ini?".54 Para murid menjawab bahwa

orang banyak memiliki pendapat masing-masing tentang pribadi Yesus,

ada yang mengatakan Yohanes Pembabtis, ada yang mengatakan Elia, ada

yang mengatakan seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit. Akan tetapi

dalam teks ini sesungguhnya Yesus ingin menyatakan Pribadi-Nya sebagai

Mesias dari Allah di hadapan para murid yang meskipun telah mengikut

Dia, namun belum mengenal-Nya. Prinsip diskusi ada dalam percakapan

Yesus dengan murid-murid-Nya ini, yakni adanya komunikasi dua arah

atau tukar-menukar informasi.55

Bagian lainnya dalam kitab PB terdapat dalam Injil Matius 9:14-

17. Di sana dicatat mengenai murid-murid Yohanes yang bertanya-jawab

dengan Yesus mengenai hal berpuasa. Dalam percakapan ini Yesus

54 Stefan Leks, Tafsir Injil Lukas: Tafsir Sinoptik (Kanisius: 2003), 24155 B.S. Sidjabat, Ibid, 232

berdiskusi dengan murid-murid Yohanes. Murid-Murid Yohanes yang

tidak dicatat namanya dalam Alkitab itu bertanya kepada Yesus mengapa

mereka dan bahkan orang-orang Farisi berpuasa, sedangkan murid-murid

Yesus tidak melakukannya. Murid-murid Yohanes berpendapat bahwa

para pengikut Yesus yang merupakan orang-orang Yahudi seharusnya

tetap mengikuti adat-istiadat Yahudi yaitu berpuasa. Namun Yesus

mengajar bahwa syarat untuk menjadi pengikut-Nya adalah percaya

kepada-Nya. Dengan demikian dalam percakapan ini Yesus mengajarkan

prinsip penting dalam mengikut Dia yaitu percaya. Bukan hanya kepada

murid-murid Yohanes tetapi juga memberikan pengertian bagi pengikut

Kristus yaitu orang-orang percaya masa kini.

Begitu banyaknya pendekatan dan metode mengajar-Nya telah

memberikan bekal bagi para pendidik Kristen masa kini. Ia telah memberi

teladan bagi setiap pendidik Kristen untuk mempraktekan metode

mengajar yang variatif agar murid-murid-Nya memperoleh pengertian.

Guru PAK masa kini juga dapat mengembangkan metode pengajarannya

dan mencoba menerapkan berbagai metode salah satunya metode diskusi

kepada siswa.

2.2. Minat Belajar Siswa

2.2.1. Dasar Teori Minat Belajar

Untuk memahami apa yang dimaksud dengan minat belajar, maka

terlebih dahulu penulis akan memaparkan pengertian belajar dan

mengajar. Radno Harsanto mengutip Wolfolk dan Nicolich untuk

mendefinisikannya dalam perspektif guru yaitu sebagai berikut56:

Mengajar berarti mengatur dan menciptakan kondisi yang terdapat di

lingkungan siswa sehingga dapat menumbuhkan niat siswa melakukan

kegiatan belajar; Belajar berarti memberi perubahan pada subjek belajar,

dalam hal ini siswa itu sendiri.

Dari pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat dilihat bahwa

guru adalah objek pembelajaran sedangkan siswa merupakan subjek dari

pembelajaran. Hal ini begitu jelas pada pengertian belajar yang telah

dituliskan oleh Radno Harsanto di atas. Tugas guru sebagai objek adalah

membimbing, memimpin, dan fasilitator.57

Menurut Hilgand dalam Slameto, pengertian minat adalah "……is

persisting tendency to pay attention to enjoy some activity or content"58.

Artinya suatu tindakan yang cenderung untuk memusatkan perhatian,

disertai dengan sikap hati yang menikmati suatu aktifitas atau kegiatan 56 Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis (Kanisius, 2007), 8757 Radno. Ibid. 58 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya (Rineka Cipta, 2010), 57

tersebut. Dari pengertian ini maka dapat disimpulkan bahwa minat belajar

adalah ketertarikan, kecenderungan, perhatian yang diberikan oleh

seseorang dalam hal ini siswa untuk melakukan kegiatan belajar.

Crow & Crow dalam Djaali mengatakan bahwa minat adalah rasa

lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada

yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu

hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau

dekat hubungan tersebut, semakin besar minatnya.59

Menurut Crow and Crow, ada tiga faktor yang menimbulkan

minat yaitu faktor yang timbul dari dalam diri individu, faktor motif

sosial dan faktor emosional yang ketiganya mendorong timbulnya minat”.

Pertama faktor kebutuhan dari dalam. Kebutuhan ini dapat berupa

kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani dan kejiwaan; kemudian

faktor motif sosial, timbulnya minat dalam diri seseorang dapat didorong

oleh motif sosial yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan,

perhargaan dari lingkungan dimana ia berada; dan terakhir faktor

emosional. Faktor ini merupakan ukuran intensitas seseorang dalam

menaruh perhatian terhadap sesuat kegiatan atau objek tertentu.60

59 Djaali, Psikologi Pendidikan (Bumi Aksara, 2007), 12160 Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta, 2013), PT. Bumi Aksara, 147

Minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan

bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula

dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Minat tidak

dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. Hal ini menjelaskan

bahwa minat dapat ditingkatkan seiring berjalannya waktu asalkan ada

kemauan dari dalam diri seseorang. 61

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar

Secara umum ada beberapa hal atau faktor mempengaruhi belajar

siswa di sekolah. Faktor-faktor tersebut bukan hanya mempengaruhi hasil

belajar siswa tetapi juga berdampak pada minat belajar siswa di sekolah.

Secara umum Slameto mengungkapkan ada 2 (dua) faktor yang

mempengaruhi minat siswa yaitu faktor eksternal dan faktor Internal.62

Prof. DR. H. Djaali menjabarkan kedua faktor tersebut sebagai berikut:63

2.2.2.1. Faktor Internal/Dari dalam diri

61 Djaali. Ibid, 12162Slameto, Ibid, 5463Djaali. Ibid. 99

a) Kesehatan. Apabila orang selalu sakit (sakit kepala, pilek,

demam) mengakibatkan ia tidak bergairah untuk belajar dan secara

psikologis sering mengalami gangguan pikiran dan perasaan karena

kecewa dank arena konflik.

b) Intelegensi. Faktor intelegensi dan bakat besar sekali

pengaruhnya terhadap kemajuan belajar.

c) Motivasi. Motivasi merupakan dorongan diri sendiri, umumnya

karena kesadaran akan pentingnya sesuatu. Motivasi juga dapat berasal

dari luar dirinya yaitu dorongan dari lingkungan, misalnya guru dan orang

tua.

2.2.2.2. Faktor Eksternal/Dari luar diri

a) Keluarga. Situasi keluarga (ayah, ibu, saudara, adik, kakak, serta

family) sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam keluarga.

Pendidikan orang tua, status ekonomi, rumah kediaman, presentase

hubungan orang tua, perkataan, dan bimbingan orang tua, mempengaruhi

minat belajar anak yang nantinya berpengaruh pula terhadap hasil belajar

anak.

b) Sekolah. Tempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat

instrument pendidikan, lingkungan sekolah, dan rasio guru dan murid per

kelas (40-50 peserta didik), mempengaruhi kegiatan belajar siswa, suasana

kelas dan pada akhirnya juga mempengaruhi minat belajar siswa.

c) Masyarakat. Apabila di sekitar tempat tinggal keadaan

masyarakat terdiri atas orang-orang yang berpendidikan, terutama anak-

anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan

mendorong anak lebih giat belajar.

d) Lingkungan Sekitar. Bangunan rumah, suasana belajar, keadaan

lalu lintas, dan iklim dapat mempengaruhi pencapaian tujuan belajar,

sebaliknya tempat-tempat dengan iklim yang sejuk, dapat menunjang

proses belajar.

Selain itu, menurut Burhanuddin Salam faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi siswa adalah faktor budaya, atau adat istiadat, faktor

lingkungan fisik seperti rumah, fasilitas belajar, iklim, geografis, dan juga

faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.64

Jadi dapat disimpulkan secara umum bahwa faktor yang

menimbulkan minat ada tiga yaitu dorongan dari diri individu, dorongan

sosial dan motif dan dorongan emosional.Timbulnya minat pada diri

individu berasal dari individu, selanjutnya individu mengadakan interaksi

64 Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik (Rineka Cipta, 1997), 96

dengan lingkungannya yang menimbulkan dorongan sosial dan dorongan

emosional.65

2.2.3. Karakteristik Belajar Siswa Usia 10-11 Tahun

Siswa adalah merupakan objek utama dalam proses belajar

mengajar.66 Oleh karena itu penting bagi guru untuk mengetahui dan

memahami karakteristik belajar siswanya. Secara umum karekteristik anak

usia sekolah yaitu mengalami perkembangan yang sangat pesat sekali.

Berikut ini ada beberapa pendapat para ahli mengenai karakteristik belajar

siswa usia 10-12 tahun (usia rata-rata siswa kelas V):

a. Drs. Zulkifli L. Menjelaskan bahwa usia 8-12 tahun, pikiran

anak berkembang secara berangsur-angsur, ingatannya menjadi kuat

sekali. Itulah biasanya pada usia ini anak-anak senang menghafal pelajaran

atau apapun yang menarik bagi dirinya.67 Sedangakan perkembangan

emosi anak pada usia ini tidak lagi bersifat egosentris atau tidak

memandang diri sendiri sebagai pusat perhatian lingkungannya.

Melainkan lebih dapat melihat lingkungan sekitarnya dan bersosialisasi.

65 Ibid66 Burhanuddin Salam, Ibid, 18267 Zulkifli L, Psikologi Perkembangan (Remaja Rosda Karya, 2009), 58

Selain itu hal-hal yang mengandung "kegiatan" sangat menarik

perhatiannya.68

b. Sri Esti Wuryani Djiwandono. "Keterampilan berpikir mereka

sudah meningkat dari usia sebelumnya. Anak usia 10-11 tahun sudah

dapat berpikir secara operasional konkret. Oleh karena itu mereka kurang

mampu untuk berpikir abstrak".69 Ini artinya anak akan lebih mudah

belajar dari apa yang ia lihat, rasakan dan lakukan secara langsung. Hal ini

sesuai juga dengan pendapat F.J Monks yang mengatakan anak usia 7-11

tahun sedang ada dalam tahap pembelajaran yang nyata, berwujud dan

dapat dilihat.70

c. Robert E. Slavin. "Anak sudah dapat mengembangkan daya

ingat dan kognitifnya untuk memikirkan dan mempelajari bagaimana cara

belajar.71"

d. Asri Budiningsih. Dalam belajar, anak perlu diberikan gambaran

konkret tentang pembelajaran yang sedang dilakukannya. Sebab anak

masih memiliki keterbatasan dalam berpikir abstrak. Ini artinya anak akan

68 Zulkifli. Ibid. 5969 Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan (Ramedia, 2006), 8670 F.J. Monks, Psikologi Perkembangan (Remaja Rosdakarya, 1989), 18971 Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik (Indeks, 2008), 106

lebih mudah menerima informasi dan belajar dari hal-hal yang dapat

mereka lihat, rasakan, dan lakukan sendiri.72

e Prof. DR. H. Djaali. Secara spesifik, Djaali mengungkapkan

beberapa ciri pribadi anak usia sekolah (7-12 tahun) secara umum, yaitu:73

Kritis dan realistis; Banyak ingin tahu dan suka belajar; Ada perhatian

terhadap hal-hal yang praktis dan konkret dalam kehidupan sehari-hari;

Mulai timbul minat terhadap bidang-bidang pelajaran tertentu; Sampai

umur 11 tahun anak suka minta bantuan kepada orang dewasa dalam

menyelesaikan tugas belajar; Mendambakan angka raport yang tinggi

tanpa memikirkan tingkat prestasi belajarnya; Setelah umur 11 tahun, anak

mulai ingin bekerja sendiri dalam menyelesaikan tugas belajarnya.

2.2.4. Meningkatkan Minat Belajar Siswa

Pada akhirnya dengan metode Diskusi Buzz Group siswa

diharapkan dapat belajar dengan menggunakan seluruh kemampuan dan

potensi di dalam dirinya yang meliputi seluruh panca inderanya. Siswa

memiliki kemampuan belajar dengan berbagai cara. Diungkapkan Colin

Rose bahwa dalam belajar Siswa dapat mempelajari: 20% dari apa yang ia

72 Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Rineka Cipta, 2005), 3873 Djaali, Ibid, 28

baca; 30% dari apa yang ia dengar; 40% dari apa yang ia lihat; 50% dari

apa yang ia katakan; 60% dari yang ia kerjakan; 90% dari yang ia katakan

serta lakukan sekaligus.74

Dalam kegiatan Diksusi Buzz Group, perhatian siswa dapat tertuju

sepenuhnya pada proses pembelajaran. Karena di dalam diskusi siswa

dapat melihat, mendengarkan, berbicara dan mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru. Siswa akan lebih berminat belajar secara khusus

PAK. Minat sangat penting untuk dimiliki oleh setiap orang siswa sebab

minat belajar siswa menjadi penentu keberhasilan belajar siswa pada mata

pelajaran tertentu yang ia ikuti.

Minat belajar memang dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu di

dalam dirinya maupun di luar dirinya, akan tetapi ketika siswa sedang

berada di dalam kelas dan mengikuti mata pelajaran, guru lah yang harus

berupaya menumbuhkan dan meningkatkan minat belajar siswanya

tersebut.

Salah satu upaya yang dapat guru lakukan di kelas yaitu

memberikan motivasi baik berupa kata-kata, maupun motivasi dalam

74 Colin Rose, Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning (Yayasan Nuansa Cendekia, 2003), 192

bentuk tindakan. Dalam karya tulis ilmiah ini penelitian tindakan kelas

yang dilakukan yakni dengan metode Diskusi Buzz Group.

Dalam teori Behaviouristik Thorndike, motivasi adalah satu satu

bentuk stimulus (rangsangan). Guru dapat memberikan stimulus dalam

bentuk kata-kata berupa motivasi sebelum maupun saat melaksanakan

kegiatan diskusi. Sedangkan stimulus lain dalam bentuk tindakan yakni

terciptanya suasana belajar yang kondusif bagi siswa. Dengan demikian

siswa dapat memiliki minat belajar, ditandai dengan keaktifan-nya dalam

mengikuti proses pembelajaran dan juga mengerjakan tugas-tugas bersama

dalam kelompok kecil.

Meningkatkan minat siswa dengan metode Buzz Group dilakukan

oleh guru yakni dengan memotivasi siswa yang masih malu-malu atau

takut untuk memberikan komentar. Guru juga dapat memberikan stimulus

berupa pemberian hadiah kepada kelompok yang paling aktif

melaksanakan diskusi, ditandai dengan kerjasama antara semua anggota

kelompok. Dengan demikian diharapkan guru juga dapat meningkatkan

partisipasi peserta yang masih belum banyak berbicara dalam diskusi

hingga menjadi siswa yang aktif dalam diskusi.75

75www.eurekapendidikan.com

Pada sub-bab manfaat diskusi memiliki bebrapa kelebihan dan ini

juga telah dijelaskan bahwa metode diskusi tersebut siswa tidak hanya

mendapatkan pengetahuan yang bersifat kognitif akan tetapi siswa juga

bisa mengembangkan hubungan interpersonalnya dengan teman sebaya.76

2.3. Pendidikan Agama Kristen

2.3.1. Pengertian, Dasar, Tujuan dan Hakikat PAK

Secara harafiah istilah pendidikan merupakan terjemahan dari

"education" dalam bahasa Inggris. Kata "education" sendiri berasal dari

bahasa Latin: "ducere" yang berarti membimbing (to lead), ditambah

awalan "e" yang berarti keluar (out). Jadi pada dasarnya pengertian

pendidikan adalah suatu tindakan untuk membimbing keluar.77

Dasar-dasar pembelajaran Pendidikan Agama Kristen tertulis di

dalam Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Ayat-ayat

yang menjadi dasar pembelajaran PAK yaitu Ulangan 6:4-9; Efesus 6:4;

Amsal 22:6; II Timotius 3:16.78 Sedangkan tujuan PAK ialah menuntun

peserta didik untuk berakar dalam Kristus, bertumbuh. Dibangun di atas-

76 Radno, Ibid77 Thomas. H. Grooms, Christian Religious Education (BPK. Gunung Mulia, 2010), 578Alkitab Terjemahan Baru Bahasa Indonesia, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI)

Nya, dan menjadi murid-Nya sehingga semakin sempurna di dalam-Nya

(Kolose 2:6-7, 2 Petrus 3:18).79

Bersekutu, bersaksi dan melayani adalah panggilan gereja.

Pendidikan agama Kristen yang dilaksanakan di sekolah juga merupakan

wujud pelaksanaan tugas dan panggilan gereja tersebut secara khusus

"diakonia" atau melayani.

Tujuan PAK adalah memampukan orang-orang hidup sebagai

orang-orang Kristen, yakni hidup sesuai iman Kristen.80 Comenius dalam

Robert R. Boehlke mengatakan bahwa tujuan pendidikan agama Kristen

ialah "…agar semua orang muda, laki-laki dan perempuan, tanpa kecuali

secara pesat, selengkapnya akan dijadikan terpelajar dalam ilmu, murni

dalam ahlak, terlatih dalam kesalehan supaya dengan demikian semua

dididik dalam berbagai hal yang perlu untuk hidup di masa kini, begitu

pun di dunia di seberang".81

Sedangkan tujuan tertinggi PAK haruslah membimbing peserta

didik agar percaya dalam hati dan mengakui dengan mulut serta

menyatakan dalam perilaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan

79Sidjabat, Ibid, 17880 Thomas. H. Grooms, Ibid, 4881 Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen (BPK. Gunung Mulia: 2009), 45

Juruselamat.82 Sepadan dengan itu Sylvia Bernadus mengungkapkan

bahwa PAK bukan semata-mata hanya pelajaran agama saja. Artinya PAK

adalah tugas mulia sebagai seorang guru pendidikan Kristen untuk

membimbing siswa dalam proses belajar hingga mengalami perubahan

baik segi/ranah kognitif, afektif dan psikomotoriknya yakni mencapai

pengenalan secara pribadi dengan Pribadi Yesus Kristus Sang Guru

Agung.83

Hakikat Pendidikan Agama Kristen adalah usaha yang dilakukan

secara kontinu dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa

agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati

kasih Allah di dalam Yesus Kristus yang dinyatakannya dalam kehidupan

sehari-hari terhadap sesama dan lingkungan hidupnya.84

2.3.2. Jenis-jenis PAK

Pendidikan Agama Kristen atau biasa dikenal dengan istilah PAK

(Christian Education) sebenarnya mencakup seluruh tugas pendidikan

gerejawi, baik itu sekolah minggu, katekisasi, PAK-Keluarga, PAK-

Pemuda, dan PAK-Dewasa.85 Pemerintah menerapkan pelajaran agama 82 Sidjabat, Ibid, 17883 Sylvia Yacob, PAK Anak (STTP: 2011)84 Thomas. H. Grooms, Ibid, 385 Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan ( BPK. Gunung Mulia, 2009), 30

termasuk PAK di sekolah untuk menciptakan siswa yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan cita-cita undang-

undang dasar 1945.

2.3.3. PAK di Sekolah Dasar

Sekolah Dasar merupakan satuan pendidikan yang paling rendah

tingkatannya. Usia sekolah dasar di Indonesia pada umumnya berkisar dari

7 hingga 12 tahun. Pada tingkat ini anak-anak melewati dua tahap

perkembangan yaitu tahap pra-operasional konkret (5-7 tahun) dan tahap

operasional konkret (7-12 tahun).86 Di tingkat Sekolah Dasar, tujuan

pengajaran PAK yaitu mengenal Allah beserta sifat-sifat-Nya yang maha

kasih, sehingga mereka lebih mengasihi dan memuji Dia serta dapat

menunjukkan kasih-Nya terhadap manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Ruang lingkupnya, mengenal kasih dan ketaatan kepada Tuhan di dalam

Yesus Kristus serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.87

Fungsi PAK di sekolah dasar adalah memampukan peserta didik

memahami kasih dan karya Allah dalam kehidupan sehari-hari; dan

86 Robert E. Slavin, Ibid, 10687https://www.academia.edu/10064581/dasar_dan_tujuan_Pendidikan_Agama_Kristen

membantu peserta didik mentransformasikan nilai-nilai kristiani dalam

kehidupan sehari-hari.88

Jadi, secara teori metode Buzz Group dapat membantu siswa dalam

belajar, yakni secara khusus dapat meningkatkan minat belajarnya.

Dengan metode tersebut siswa tidak hanya belajar dari aspek kognitif,

namun juga aspek afektif dan psikomotoriknya.

Dari pendapat para ahli yang telah dipaparkan sebelumnya dapat

dilihat juga bahwa siswa pada usia sekolah secara khusus usia 10-11 tahun

berada pada tahap pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya

senang dengan gaya belajar yang aktif dan suka berkelompok. Mereka

suka berkelompok dalam bermain maupun belajar. Sehingga dengan

metode Buzz Group diharapkan bukan hanya minat siswa yang akan

meningkat tetapi mereka dapat merasakan pembelajaran yang aktif dan

menyenangkan. Dalam metode Buzz Group siswa tidak hanya belajar dari

aktifitas mendengar seperti pada metode ceramah yang seringkali

digunakan oleh guru. Akan tetapi siswa juga dapat mendengar, melihat,

merasakan, melakukan kegiatan sekaligus.

Dengan peluang yang ada inilah, guru dapat berperan sebagai

fasilitator yang baik dalam mengajar, membimbing dan mendukung siswa 88 Sidjabat, Ibid, 180

dalam meningkatkan minat belajarnya secara khusus pada mata pelajaran

PAK. Untuk itulah penulis tertarik menggunakan metode ini dalam

penelitian tindakan kelas untuk melihat bagaimana minat belajar siswa

dapat meningkat dengan upaya/metode ini.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian karya tulis ilmiah ini berdasarkan kaidah

umum yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah. Rancangan

penelitian dibuat sedemikian rupa sebagai petunjuk atau acuan untuk

penulis dalam melakukan penelitian tindakan kelas di kelas V di SD

Kristen Bala Keselamatan Lekatu.

Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan metode

dengan pendekatan kualitatif. Hal ini sehubungan dengan bentuk

penelitian yang penulis lakukan yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

3.2. Desain dan Model Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian

Deskriptif-Kualitatif. Yakni memberikan gambaran tentang suatu keadaan

secara objektif. Penelitian deskriptif dilakukan dengan menunjukkan

hubungan antar berbagai variabel.89 Dalam hal ini penulis hendak

menggambarkan hubungan atau pengaruh antara variabel yakni upaya

peningkatan minat belajar PAK dengan metode diskusi Buzz Group pada

siswa kelas V di Sekolah Dasar Kristen Bala Keselamatan Lekatu.

Selain itu karena ini adalah jenis penelitian tindakan kelas, maka

penulis menggunakan desain penelitian menurut Arikunto sebagai

panduan dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas. Bentuknya adalah

sebagai berikut:90

89 Mastuhu, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik (PT. Raja Grafindo Persada: 2006), 12390 Arikunto, Ibid, 16

3.3. Langkah-langkah Penelitian

Langkah awal sebelum penelitian dilaksanakan, penulis terlebih

dahulu membuat RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) dengan

akumulasi pertemuan sebanyak 8 kali khusus untuk penelitian tindakan

ini. Hal tersebut guna membantu penulis untuk masuk dalam siklus

penelitian tindakan kelas beikutnya.

Berdasarkan siklus penelitian tindakan kelas pada bagan di atas,

maka berikut ini adalah langkah-langkah penelitian yang akan penulis

tempuh:

Perencanaan I: Mencakup semua perencaan yang terkait dengan

tindakan kelas. Dalam hal ini meminta ijin pada pihak sekolah yang akan

menjadi tempat penelitian; menyiapkan sarana dan metode; Menyediakan

format penilaian perkembangan siswa; Menyusun alat pengumpulan

data/observasi.

Pelaksanaan I: Mencakup seluruh pelaksanaan tindakan kelas.

Seperti apersepsi/pengarahan teknis; Kegiatan Inti; Mengarahkan siswa;

Mengerjakan soal-soal dalam lembar kerja uji kompetensi.

Refleksi I: Mencakup refleksi dari pelaksanaan tindakan I yang

telah dilakukan. Dalam hal ini mengkaji secara menyeluruh tindakan yang

telah dilakukan berdasarkan data yang terkumpul

Pengamatan I: Mengamati jalannya tindakan dan pengaruhnya

terhadap variabel 2, yaitu minat belajar siswa. Hal-hal yang dilakukan

yaitu mencatat perkembangan minat anak selama tindakan berlangsung;

Mencatat proses; Menilai pelaksanaan tindakan; Memperbaiki tindakan.

Untuk itu instrument penelitian yang digunakan berupa buku catatan dan

video recorder.

Adapun siklus ke-II termasuk di dalamnya perencanaan,

pelaksanaan, refleksi dan pengamatan memiliki proses yang sama dengan

siklus I di atas, hanya saja pengamatan II ditujukan khusus/fokus pada

anak yang minatnya masih rendah setelah dilakukannya siklus I dalam

tindakan kelas dengan metode Diskusi Buzz Group.

3.3.1. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan dari pengamatan tindakan kelas ini adalah:

Siswa mudah memahami materi; Siswa tertarik mengikuti pelajaran PAK

ditunjukkan dengan siswa tidak keluar masuk selama pelaksanaan

tindakan tersebut; Siswa aktif bertanya; Minat siswa meningkat.

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Kristen Bala Keselamatan

Lekatu, Kecamatan Palu Barat. Waktu penelitian yang diperlukan yaitu

untuk menyelesaikan satu pokok materi pada kelas V sehingga waktu yang

diperlukan untuk penelitian selama 1 bulan atau paling sedikit 8 kali

pertemuan.

3.5. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Martono, populasi adalah keseluruhan subjek atau objek

yang berbeda pada suatu wilayah dan memenuhi sayarat-syarat tertentu

berkaitan  masalah yang diteliti.91 Senada dengan itu Sugiyono

mengatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk kemudian dipelajari dan ditarik

91 Martono, Metode Penelitian Kuantitatif, Analisi Isi dan Analisi Data Sekunder. (PT. Raja Grafindo Persada, 2011)

kesimpulannya.92 Oleh karenanya dalam penelitian ini penulis melibatkan

siswa dan siswi SD BK Lekatu sebagai populasi.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut.93 Sampel yang penulis ambil dari sebagian populasi

tersebut diharapkan dapat merepresentasikan keseluruhan populasi dalam

hal ini di Sekolah Dasar BK Lekatu. Untuk itu dalam penelitian ini penulis

mengambil sampel yaitu kepada siswa kelas V yang berjumlah 30-35

orang. Teknik pengambilan sampel yakni dipilih secara acak kepada

sampel/responden yang diharapkan dapat mewakili populasi yang ada.

Secara umum penulis menggunakan observasi yang di dalamnya

melaksanakan kegiatan tindakan kelas terhadap obyek penelitian guna

memperoleh data yang lebih akurat. Teknik pengumpulan data tersebut

dapat dipaparkan sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi yang dimaksudkan di sini yakni melakukan pengamatan

dan penelitian secara langsung terhadap objek yang akan diteliti. Dalam

hal ini mengamati keadaan siswa dalam proses pembelajaran PAK di kelas

92 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Alfabeta, 2010), 8093 Sugiyono. Ibid. 81

V. Dalam pelaksanaan penelitian tentunya harus mendapatkan ijin dari

pihak sekolah yang bersangkutan.

b. Tindakan Kelas

Menurut Suharsimi Arikunto, yang dimaksud dengan tindakan

kelas di sini adalah suatu kegiatan yang diberikan oleh guru kepada

peserta didik agar melakukan sesuatu yang berbeda dari biasanya.94 Oleh

karena itu tindakan kelas yang ingin penulis lakukan dalam pembelajaran

PAK tersebut adalah dengan tindakan Diskusi Buzz Group yang telah

dijelaskan pada Bab sebelumnya.

Adapun ciri-ciri PTK (Classroom Action Research) menurut

Arikunto adalah sebagai berikut:95 Merupakan kegiatan nyata, hasil

pemikiran yang dirancang guru untuk meningkatkan mutu KBM;

Merupakan tindakan yang diberikan oleh guru kepada siswa; Tindakan

harus tampak nyata. Berbeda dari biasanya - harus tidak seperti biasanya;

Terjadi dalam siklus sebagai eksperimen berkesinambungan, minimum

dua siklus; Harus ada pedoman yang jelas secara tertulis, diberikan kepada

siswa agar dapat mengikuti tahap demi tahap; Terlihat adanya unjuk kerja

94 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas: Untuk Guru, Kepala Sekolah, Pengawas dan Penilai (Bumi Aksara, 2008)95 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas: Untuk Guru, Kepala Sekolah, Pengawas dan Penilai (Bumi Aksara, 2008)

siswa sesuai pedoman tertulis yang diberikan oleh guru; Ada penelusuran

terhadap proses dengan pedoman pengamatan; Ada evaluasi terhadap hasil

dengan instrument yang relevan; Keterlibatan tindakan dilakukan dalam

bentuk refleksi, melibatkan siswa yang dikenai tidakan; Hasil refleksi

harus terlihat dalam perencanaan siklus berikutnya. Siklus yang

dimaksudkan di sini yaitu: Perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan

refleksi.

3.6. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur variabel

yang diteliti. Instrumen atau alat pengumpul data harus sesuai dengan

tujuan pengumpulan data. Sumber data dan jenis data yang akan

dikumpulkan harus jelas.96

Dalam penelitian ini penulis menggunakan video recorder untuk

merekam pelaksanaan tindakan kelas dan juga buku catatan yang mencatat

proses pelaksanaan tindakan.

96 Sukmadinata, N. S,   Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan ke 7. (Bandung : Remaja Rosdakarya 2011). 

3.6.1. Instrumen Penelitian Tindakan Kelas - Implementasi

Berikut ini adalah contoh materi pembelajaran PAK dengan

menggunakan metode Diskusi Buzz Group:

Pelajaran 3Kuasa Allah dalam Memelihara Ciptaan-Nya97

KD : Memahami Kemahakuasaan AllahIndikator : Mendaftarkan berbagai hal tentang

kemahakuasaan Allah dalam penciptaanReferensi Alkitab : Kejadian 2:18-22Waktu pelaksanaan : 2 x 45 menit

Persiapan :

Guru membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok kecil (3-4

orang) berdasarkan nomor urut absen, atau tempat duduk

siswa.

Siswa membentuk kelompok dan duduk berdasarkan

kelompoknya. Guru memimbing siswa dalam persiapan diskusi

dengan membantu mengatur tempat duduk tiap kelompok.

Kedua meja disusun dan tempat duduk diatur saling

berhadapan dengan meja.

97 Kelompok Kerja PAK: Allah Mahakuasa, (BPK. Gunung Mulia: 2009), 8

Tiap-tiap kelompok dapat memilih salah seorang dari mereka

untuk menjadi ketua kelompok. Ketua kelompok yang nantinya

akan menyampaikan menulis hasil diskusi kelompok.

Pelaksanaan:

Memulai dengan pujian dan doa

Guru memberikan arahan dan peraturan diskusi. Siswa boleh

bertanya jika ada hal yang belum dimengerti ketika

pelaksanaan diskusi berlangsung.

Guru menggunakan media berupa gambar urutan-urutan

penciptaan atau video singkat tentang penciptaan. Hal ini

dilakukan agar perhatian siswa tertuju pada proses

pembelajaran. Di sini siswa dapat melakukan kegiatan melihat,

mendengar dan mengamati.

Guru menyampaikam pertanyaan-pertanyaan diskusi sesuai

dengan pokok yang sama untuk dibahas oleh masing-masing

kelompok.

Waktu yang diberikan untuk diskusi yakni 10-15 menit.

Selama diskusi berlangsung guru memantau dan

memperhatikan aktivitas siswa. Guru mengunjungi setiap

kelompok untuk mengetahui adakah kelompok yang

memerlukan bantuan untuk memahami tugas

Sebelum diskusi diakhiri, guru memberikan peringatan

mengenai batas waktu dalam menyelesaikan tugas.

Setelah waktu yang ditentukan telah selesai, hasil diskusi

ditulis oleh salah satu siswa dan dikumpulkan ke guru.

Kemudian guru membahas materi diskusi untuk mencapai

suatu kesimpulan yang benar.

Guru membahas topik masalah tersebut untuk memperbaiki

konsep siswa yang mungkin masih keliru, agar tujuan

pembelajaran hari itu tercapai.

Pada akhir pelaksanaan kegiatan diskusi ini, kelompok Diskusi

yang paling aktif dalam melaksanakan kegiatan, mengerjakan tugas, dan

memiliki kerjasama yang baik akan mendapatkan reward atau

penghargaan, yakni berupa pemberian bintang. Dan pada akhirnya,

kelompok yang paling banyak mendapatkan bintang akan diberikan hadiah

atau nilai plus. Dengan demikian siswa dapat lebih termotivasi dan

memiliki minat yang tinggi untuk hadir pada pelajaran selanjutnya.

3.7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan yaitu diarahkan untuk

menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan dalam proposal.98

Langkah-langkahnya yakni pre-activity, awal, akhir, check list dan analisis

deskriptif.

98 Sugiyono. Ibid. 243

DAFTAR PUSTAKA

Anas, Mohammad- Mengenal Metode Pembelajaran.-

Arikunto, Suharsimi. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. PT. Bumi Aksara: Jakarta

Arikunto, Suharsimi. (2013). Evaluasi Program Pendidikan). PT. Bumi Aksara: Jakarta

A. Z. Mulyana. (2010). Rahasia Menjadi Guru Hebat. Grasindo: Surabaya

Boehlke, Robert R. (2009). Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen. BPK. Gunung Mulia:Jakarta

Budiningsih, Asri. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta

Desmita. (1989). Psikologi Perkembangan. Remaja Rosdakarya: Bandung

Djaali. (2007). Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta

Djiwandono Wuryani, Esti Sri. (2006). Psikologi Pendidikan. Gramedia: Jakarta

Djiwatampu, Meithy. (2008). Membaca Untuk Belajar. Jakarta: Balai Pustaka,

Grooms H, Thomas. (2010). Christian Religious Education. BPK. Gunung Mulia

Hasibuan J.J, Moedjiono. (1995). Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya: Bandung

Harsanto, Radno. (2007). Pengelolaan Kelas yang Dinamis. Kanisius: Yogyakarta

Ismail, Andar. (2010). Ajarlah Mereka Melakukan. Gunung Mulia: Jakarta

Kaiser, Walter. (2009). Berkhotbah dan Mengajar Dari Perjanjian Lama. Kalam Hidup: Bandung

L, Zulkifli. (2009). Psikologi Perkembangan. Remaja Rosda Karya: Bandung

Leks, Stefan. (2003). Tafsir Injil Lukas: Tafsir Sinoptik. Kanisius: Jakarta

Martono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Analisi Isi dan Analisi Data Sekunder. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Mastuhu. (2006). Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktik. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta

Marantika, Chris. (2008). Kristologi. Iman Press: Yogyakarta

Monks, F.J. (1989). Psikologi Perkembangan. Remaja Rosdakarya: Bandung

Moedjiono, Dimyati. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Depdikbud Dirjen Dikti: Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan: Jakarta

Mukrimaa, Syifaa. (2014). Lima Puluh Tiga Metode Pembelajaran. Bumi Siliwangi: Bandung

Rochman. (1983). Pembaharuan Dalam Metode Pembelajaran. Dekdikbud: Jakarta

Rose , Colin, & Nicholl, Malcolm. (2003). Accelerated Learning. Yayasan Nuansa Cendekia: Bandung

Salam, Burhanuddin. (1997). Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik. Rineka Cipta: Jakarta

Sarwono, Wirawan Sarlito. (2005). Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Terapan. Balai Pustaka: Jakarta

Sinamo, Jansen. (2012). Delapan Etos Keguruan. Bina Media Informasi: Bandung

Slavin, Robert E. (2008). Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik. Indeks: Jakarta

Sidjabat, B.S. (1993). Menjadi Guru Profesional: Sebuah Perspektif Kristiani. Yayasan Kalam Hidup: Bandung

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. PT. Rineka Cipta: Jakarta

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung

Sukmadinata, N. S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung

Syafaruddin, Nasution Irwan. (2005) . Manajemen Pembelajaran. Quantum Teaching: Jakarta

Tirtarahardja Umar,La Sulo S. L. (2008). Pengantar Pendidikan. Rineka Cipta

Yacob, Sylvia. (2011) . Diktat Matakuliah: Pendidikan Agama Kristen Anak. Sekolah Tinggi Teologi Palu: Palu

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta

LAI. (2008). Alkitab Terjemahan Baru Indonesia. Lembaga Alkitab Indonesia: Jakarta

(National Training: Laboratorium, Bethel, Mane). Learning Pyramid

http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/metode-diskusi-buzz-group.html

http://pepak.sabda.org/25/nov/2004/anak_metode_mengajar_yesus

http://guruagamakristen.blogspot.com/2012/11/makalah-hubungan-perjanjian-lama-dengan.html

https://www.academia.edu/10064581/dasar_dan_tujuan_Pendidikan_Agama_Kristen

https://www.academia.edu/8458235/makalah_teori_pembelajaran_faktor-faktor_yang_memengaruhi_belajar

journal.um.ac.id/index.php/jph/article/viewFile/4150/798

https://www.academia.edu/10365909/Macam-macam_Diskusi_1