Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui Pendekatan Problem Posing Secara Berkelompok
Click here to load reader
Transcript of Meningkatkan Hasil Belajar Matematika melalui Pendekatan Problem Posing Secara Berkelompok
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING SECARA BERKELOMPOK PADA SISWA
KELAS VIII2 SMP NEGERI 1 LALAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN
Abdus Syakur *)
Penelitian ini bertujuan mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah diterapkan pendekatan problem posing secara berkelompok, serta mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran melalui pendekatan problem posing pada mata pelajaran matematika. Penelitian dilaksanakan di Kelas VIII2 SMP Negeri 1 Lalan Kabupaten Musi Banyuasin. Jumlah populasi 36 orang, seluruhnya dijadikan sampel. Data diperoleh melalui teknik melalui kegiatan observasi, membuat catatan lapangan dan tes akhir siklus. Data dianalisis menggunakan rumus persentase Depdiknas (2000:23) dengan cara membagi Skor dari jawaban yang benar dengan skor maksimal.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar matematika melalui pendekatan problem posing pada siswa setelah dilakukan selama tiga siklus. Dari hasil tes siklus I diketahui ketuntasan belajar 55,56%, pada siklus II 63,89%, dan pada siklus III mencapai 86,11%.Aktivitas belajar siswa melalui pendekatan problem posing juga mengalami peningkatan. Pada siklus I aktivitas belajar siswa sebesar 67,46%, siklus II 80,95%, dan siklus III sebesar 85,91%.
kata kunci : hasil belajar, pendekatan problem posing
1. PENDAHULUAN Banyak guru mengeluhkan
rendahnya kemampuan siswa dalam
menerapkan konsep matematika. Hal ini
terlihat dari banyaknya kesalahan siswa
dalam menerapkan konsep matematika
yang mengakibatkan kesalahan dalam
pengerjaan soal sehingga berakibat
rendahnya hasil belajar baik dalam
ulangan harian, semester, maupun akhir
sekolah. Padahal dalam pelaksanaan
proses pembelajaran di kelas biasanya
guru memberikan tugas (pemantapan)
*) Penulis adalah guru matematika SMPN 1 Kecamatan Lalan Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan
secara kontinyu berupa latihan soal.
Kondisi riil dalam pelaksanaannya
latihan yang diberikan tidak sepenuhnya
dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam menerapkan konsep matematika.
Fenomena ini juga dialami siswa SMPN
1 Kecamatan Lalan Kabupaten Musi
Banyuasin terutama kelas VIII. Kelas
VIII.2 rata-rata ulangan hariannya selalu
lebih rendah dibanding kelas lainnya.
Berdasarkan pengamatan dan data
selama semester ganjil tahun pelajaran
2008/2009, diperoleh gambaran sebagai
berikut :
1. Dalam kegiatan belajar mengajar,
siswa kurang menunjukkan aktivitas
yang baik dan masih banyak
memiliki kendala yaitu masih kurang
mampu menerapkan konsep
matematika, terutama dalam
mengerjakan soal-soal buatan guru
atau soal-soal buku yang sedikit
berbeda dengan contoh guru.
2. Dalam melaksanakan proses
pembelajaran, metode yang sering
digunakan adalah ceramah, tanya
jawab dan pemberian tugas, sehingga
kegiatan proses pembelajaran kurang
menarik, yang berdampak kurangnya
aktivitas dan motivasi siswa.
Untuk mengatasi fenomena ini,
perlu dicarikan suatu cara yang tertuju
pada proses pembelajaran yang banyak
melibatkan siswa. Salah satu alternatif
pendekatan yang digunakan adalah
problem posing. Pendekatan ini
digunakan karena bisa membantu dalam
mengatasi permasalahan belajar dan
sekaligus dapat menumbuhkan aktivitas
dan motivasi belajar anak. Selain itu,
hasil penelitian terdahulu (Setiawan,
2004:13) merujuk bahwa pendekatan
problem posing pada pembelajaran
matematika dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa yang ditunjukkan
dengan peningkatan prestasi belajar.
Oleh karena itu, pada penelitian
ini penulis ingin mencoba menerapkan
penelitian tersebut pada siswa kelas
VIII2. Penelitian ini merumuskan dua
permasalahan
2
1) Apakah melalui pendekatan problem
posing secara berkelompok hasil
belajar matematika siswa kelas VIII2
SMP Negeri 1 Lalan Kabupaten Musi
Banyuasin meningkat?
2) Bagaimana aktivitas siswa dalam
pembelajaran melalui pendekatan
problem posing pada mata pelajaran
matematika siswa kelas VIII2 SMP
Negeri 1 Lalan Kabupaten Musi
Banyuasin.
Penelitian bertujuan mengetahui
peningkatan hasil belajar matematika
siswa setelah diterapkan pendekatan
problem posing secara berkelompok,
serta mengetahui aktivitas siswa dalam
pembelajaran melalui pendekatan
problem posing pada mata pelajaran
matematika di kelas.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Hakikat Hasil Belajar
Hasil belajar pada dasarnya adalah
suatu kemampuan yang berupa
keterampilan dan perilaku baru sebagai
akibat latihan atau pengalaman.
Menurut Hamalik (2004:28), “Hasil
belajar ialah perubahan pola tingkah
laku yang bulat.” Pengertian ini masih
bersifat umum. Sedangkan secara
khusus Tu’u (2004:75) mengemukakan
bahwa “hasil belajar yang dicapai siswa
pada saat mengikuti kegiatan
pembelajaran di sekolah.” Hasil belajar
siswa ini dinilai dari aspek kognitif yang
berhubungan dengan kemampuan
peserta didik dalam pengetahuan atau
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi.
3
Gagne dan Briggs (dalam
Nasution, 2006:2) menyatakan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan yang
diperoleh seseorang sesudah mengikuti
proses belajar. Reigeluth (dalam
Nasution, 2006:2) mengemukakan
bahwa hasil belajar adalah prilaku yang
dapat diamati yang menunjukkan
kemampuan yang dimiliki seseorang.
Pendapat lain dikatakan oleh Surya
(2003:64) bahwa hasil belajar ialah
“berbentuk perubahan pada
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.”
Berdasarkan pendapat di atas
penulis menyimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan yang
diperoleh seseorang sesudah mengikuti
proses belajar. Hasil belajar tersebut
biasanya dinyatakan dalam bentuk
kuantitatif berupa angka-angka atau
nilai.
2.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh
terhadap Hasil Belajar
Para ahli kebanyakan
mengelompokkan prestasi belajar
peserta didk dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor internal dan
eksternal. Di antara pakar yang
mengungkapkan kedua faktor ini adalah
Ahmadi (2003:130). Lebih lanjut
dikemukakan oleh Ahmadi bahwa:
“Prestasi belajar yang dicapai seorang
individu merupakan hasil interaksi
antara berbagai faktor yang
mempengaruhinya baik dari dalam
diri (faktor internal) maupun dari luar
(eksternal) individu.”
Faktor penyebab yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa
juga diungkapkan oleh Gustian
(2002:31) yang antara lain berasal dari:
(1) faktor lingkungan sekolah; (2) faktor
guru; (3) keluarga dan lingkungan
rumah; (4) faktor dalam diri individu.
Yang termasuk dalam faktor lingkungan
sekolah, meliputi: cara pengajaran,
materi-materi yang diberikan, dan
ukuran-ukuran keberhasilan dan
kemampuan guru. Yang termasuk dalam
faktor guru, meliputi: kriteria penilaian
guru, pengelompokan kelas khusus, cara
mengajar, dan penampilannya. Yang
termasuk dalam faktor keluarga dan
lingkungan rumah, meliputi: perhatian,
dukungan, bimbingan, penghargaan,
kerharmonisan keluarga, bijaksana, ada
sarana belajar yang nyaman. Yang
4
termasuk dalam faktor diri sendiri,
meliputi: persepsi diri, hasrat
berprestasi, lokus kontrol (internal dan
eksternal), dan pola belajar.
2.3 Pendekatan Problem Posing
secara Berkelompok
Menurut Brown dan Walter dalam
Kadir (2006:7) menyatakan bahwa pada
tahun 1989 untuk pertama kalinya
istilah problem posing diakui secara
resmi oleh National Council of Teacher
of Mathematics (NCTM) sebagai bagian
dari national program for redirection of
mathematics education (reformasi
pendidikan matematika). Selanjutnya
istilah ini dipopulerkan dalam berbagai
media seperti jurnal serta menjadi saran
yang konstruktif dan mutakhir dalam
pembelajaran matematika. Problem
posing berasal dari bahasa Inggris, yang
terdiri dari kata problem dan pose.
Problem posing dapat diartikan
membangun atau membentuk
permasalahan. Pemberian tugas dengan
problem posing secara berkelompok
adalah suatu kegiatan pemberian tugas
dimana siswa secara berkelompok
terlibat langsung dalam pembuatan soal
dan menyelesaikannya sesuai dengan
konsep atau materi yang telah dipelajari.
Pembentukan soal atau pembentukan
masalah mencakup dua macam kegiatan
yaitu: (1) Pembentukan soal baru atau
pembentukan soal dari situasi atau
pengalaman siswa, dan (2) pembentukan
soal dari soal lain yang sudah ada
(PPGM, 1999 : 5).
2.4. Langkah-Langkah Pelaksanaan
Pendekatan Problem Posing
Pembelajaran dengan pendekatan
problem posing bisanya diawali dengan
penyampaian teori atau konsep.
Penyampaian materi biasanya
menggunakan metode ekspositori.
Setelah itu, pemberian contoh soal dan
pembahasannya. Selanjutnya pemberian
contoh bagaimana membuat masalah
dari masalah yang ada dan menjawanya.
Kemudian siswa diminta belajar dengan
problem posing. Mereka diberi
kesempatan belajar induvidu atau
berkelompok. Setelah pemberian contoh
cara membuat masalah dari situasi yang
tersedia, siswa tidak perlu lagi diberikan
contoh. Penjelasan kembali contoh,
bagaimana cara mengajukan soal dan
5
menjawabnya bisa dilakukan, jika
sangat diperlukan.
Penerapan dan penilaian yang
cukup sederhana dari pendekatan ini,
yaitu dengan cara siswa diminta
mengajukan soal yang sejenis atau
setara dari soal yang telah dibahas.
Dengan cara ini kita bisa melihat sejauh
mana daya serap siswa terhadap materi
yang baru saja di sampaikan. Cara yang
seperti ini sangat cocok digunakan
dalam pembelajaran untuk rumpun mata
pelajaran MIPA. Melalui tugas
membuat soal yang setara dengan soal
yang telah ada, kita bisa mencermati
bagaimana siswa mengganti variabel-
variabel yang dikatahui lalu mencari
variabel yang ditanyakan.
Pada pembelajaran matematika,
pembelajaran dengan pendekatan
problem posing akan melatih sikap kritis
dan cara berfikir divergen. Misalnya,
seorang guru cukup memberikan contoh
penyelesaian soal kemudian
memberikan foto kopian sebuah soal
kepada siswa. Berdasarkan soal itu,
siswa diminta membuat pertanyaan dan
jawabannya. Maka akan muncul ratusan
pertanyaan dan jawaban berdasarkan
permasalahan yang disampaikan siswa.
3. PROSEDUR PENELITIAN
3.1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa
kelas VIII2 SMPN 1 Lalan Kabupaten
Musi Banyuasin, berjumlah 36 orang.
3.2. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif
dengan pendekatan tindakan kelas
(PTK). Penelitian ini direncanakan akan
dilakukan dalam 3 siklus. Prosedurnya
adalah: 1) perencanaan, 2) pelaksanaan
tindakan, 3) refleksi.
3.3. Metode Penelitian
1. Teknik Observasi
Objek yang diobservasi adalah
tujuh aktivitas yang masing-masing
dijabarkan dalam dua deskriptor. Setiap
deskriptor yang muncul diberi skor 1,
yang tidak muncul diberi skor 0.
2. Teknik Tes
Dilakukan setiap akhir siklus,
berbentuk esay dengan jumlah 5 soal.
Jawaban benar diberi skor 1, kemudian
dijumlahkan untuk mengetahui rata-rata
hasil belajar siswa.
6
3. Catatan Lapangan
Digunakan untuk mencatat setiap
aktivitas dan kejadian yang terjadi pada
setiap siklus penelitian, selanjutnya,
hasil catatan lapangan dideskripsikan
dalam bentuk kalimat.
3.4. Teknik Analisa Data
Data dianalisis dengan mencari
perbedaan hasil tes siklus. Untuk
menganalisis data digunakan rumus
yaitu (Depdiknas, 2003:23) :
NA =
keterangan:
NA = Nilai akhirB = Skor dari jawaban yang benarS = Skor maksimal
Indikator keberhasilan penelitian
ini dilihat dari hasil tes, dengan taraf
keberhasilan secara individual minimal
60% dan secara klasikal 85% mendapat
nilai ≥ 60.
4. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Pelaksanaan Siklus I
Pelaksanaan penelitian pada siklus
pertama pada tanggal 7 April 2009.
Kelas yang digunakan adalah kelas
VIII2. Hasil pelaksanaan penelitian
dapat peneliti deskripsikan sebagai
berikut. Penelitian siklus pertama
dilakukan dalam dua kali tatap muka
dan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan kegiatan yang terdapat dalam
RPP terlampir.
Materi yang diajarkan pada
pertemuan pertama adalah bagian-
bagian dan besaran-besaran pada kubus.
Prosedur penelitian siklus pertama
dimulai dari tahap perencanaan,
implementasi tindakan, observasi, dan
diakhiri dengan refleksi.
Besaran deskriptor dari indikator
masing-masing aktivitas yang dilakukan
siswa dalam memahami wacana tulis
adalah sebagai berikut:
1) Aktivitas pertama (visual activities),
deskriptor (a) memperhatikan gambar
bangun sebesar 100,00%, sedangkan
deskriptor (b) memperhatikan
pekerjaan orang lain sebesar 86,11%.
Nilai rata-rata aktivitas 93,06%.
7
2) Aktivitas kedua (oral activities),
deskriptor (a) bertanya sebesar
22,22%, sedangkan deskriptor (b)
memberi saran mengeluarkan
pendapat sebesar 19,44%. Nilai rata-
rata aktivitas 20,83%.
3) Aktivitas ketiga (listening activities),
deskriptor (a) mendengarkan
penjelasan kelompok / guru sebesar
83,33%, sedangkan deskriptor (b)
mendengarkan pendapat kelompok
sebesar 83,33%. Nilai rata-rata
aktivitas 83,33%.
4) Aktivitas keempat (writing activities)
deskriptor (a) dapat menulis laporan
sebesar 91,67%, sedangkan
deskriptor (b) menyalin tugas dalam
buku catatan sebesar 100,00%. Nilai
rata-rata aktivitas 95,83%.
5) Aktivitas kelima (drawing activities),
deskriptor (a) dapat menggambar
kerangka bangun sebesar 94,44% dan
deskriptor (b) menggambar bangun
sebesar 94,44%. Nilai rata-rata
aktivitas 94,44%.
6) Aktivitas keenam (menthal
activities), deskriptor (a) dapat
memecahkan soal menganalisis
sebesar 47,22% dan deskriptor (b)
mampu mengambil keputusan /
menyimpulkan sebesar 38,89%. Nilai
rata-rata aktivitas 43,06%.
7) Aktivitas ketujuh (emotional
activities), deskriptor (a) penuh
perhatian terhadap pelajaran sebesar
61,11% dan deskriptor (b) berani
mengemukakan pendapat sebesar
22,22%. Nilai rata-rata aktivitas
41,67%.
Hasil tes yang dilakukan pada
siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3Distribusi Hasil Belajar Siswa Siklus I
Nilai Frekuensi Persentase
≥ 85 10 27,78%
70 – 84 7 19,44%
60 – 69 3 8,33%
50 – 59 4 11,11%
40 – 49 8 22,22%
30 – 39 2 5,56%
< 30 2 5,56%
Jumlah 36 100,00%
Berdasarkan hasil observasi pada
Siklus I menggambarkan bahwa
tindakan yang diberikan oleh peneliti
masih memiliki kendala-kendala, yaitu:
1) Siswa masih kurang aktif dalam
8
aktivitas lisan (oral activities),
dimana masing-masing deskriptor
diketahui sebesar 22,22% dan
19,44% atau rata-rata 20,83%.
2) Aktivitas berpikir (menthal activities)
masih kurang aktif. Pada masing-
masing deskriptor, aktivitas ini hanya
dilakukan sebesar 47,22% dan
38,89% (rata-rata sebesar 43,06%).
3) Siswa masih mengalami kesulitan
menyelesaikan soal-soal pemecahan
masalah.
Dari data kelemahan dan kendala
di atas peneliti merefleksi pelaksanaan
tindakan pada Siklus II sebagai berikut :
1) Siswa harus diberi penekanan
tentang aktivitas diskusi dalam
kelompok.
2) Peneliti memberikan motivasi siswa
yang kurang aktif dalam bertanya dan
menanggapi pendapat teman.
3) Peneliti perlu melakukan bimbingan
kembali terhadap aktivitas diskusi
dalam kelompok, misalnya dengan
memberi arahan dan penjelesan.
4) Pada kegiatan proses belajar
mengajar ada kelompok siswa yang
kurang aktif, maka pada siklus kedua
diambil tindakan dengan
memindahkan siswa yang aktif ke
dalam kelompok yang kurang aktif.
5) Memberikan penjelasan
penyelesaian soal-soal pemecahan
masalah.
4.1.2 Hasil Pelaksanaan Siklus II
Siklus dilakukan pada tanggal 15
April 2009. Materi yang diajarkan pada
pelaksanaan siklus kedua yaitu bagian-
bagian dan besaran-besaran pada balok.
Siklus ini dilakukan sebanyak dua kali
tatap muka. Prosedur penelitian siklus
kedua dimulai dari tahap perencanaan,
implementasi tindakan, observasi, dan
diakhiri dengan refleksi.
Pada Siklus II peneliti menyusun
kembali perencanaan tindakan dengan
berbagai penyempurnaan, yaitu :
membagi waktu lebih efektif,
memberikan motivasi pada siswa yang
kurang aktif bertanya, dan
memindahkan siswa yang aktif ke dalam
kelompok yang kurang aktif.
Besaran deskriptor dari indikator
masing-masing aktivitas yang dilakukan
siswa dalam memahami wacana tulis
adalah sebagai berikut:
1) Aktivitas pertama (visual activities),
9
deskriptor (a) memperhatikan gambar
bangun sebesar 100,00%, sedangkan
deskriptor (b) memperhatikan
pekerjaan orang lain sebesar 94,44%.
Nilai rata-rata aktivitas adalah
97,22%.
2) Aktivitas kedua (oral activities),
deskriptor (a) bertanya sebesar
61,11%, sedangkan deskriptor (b)
memberi saran mengeluarkan
pendapat sebesar 61,11%. Nilai rata-
rata aktivitas 61,11%.
3) Aktivitas ketiga (listening
activities), deskriptor (a)
mendengarkan penjelasan kelompok /
guru sebesar 91,67%, sedangkan
deskriptor (b) mendengarkan
pendapat kelompok sebesar 88,89%.
Nilai rata-rata aktivitas 90,28%.
4) Aktivitas keempat (writing
activities), deskriptor (a) dapat
menulis laporan sebesar 94,44%,
sedangkan deskriptor (b) menyalin
tugas dalam buku catatan sebesar
100,00%. Nilai rata-rata aktivitas
97,22%.
5) Aktivitas kelima (drawing
activities), deskriptor (a) dapat
menggambar kerangka bangun
sebesar 100,00% dan deskriptor (b)
menggambar bangun sebesar
100,00%. Nilai rata-rata aktivitas
100,00%.
6) Aktivitas keenam (menthal
activities), deskriptor (a) dapat
memecahkan soal menganalisis
sebesar 55,56% dan deskriptor (b)
mampu mengambil keputusan /
menyimpulkan sebesar 58,33%. Nilai
rata-rata aktivitas 56,94%.
7) Aktivitas ketujuh (emotional
activities), deskriptor (a) penuh
perhatian terhadap pelajaran sebesar
100,00% dan deskriptor (b) berani
mengemukakan pendapat 27,78%.
Nilai rata-rata aktivitas 63,89
Berdasarkan data yang terkumpul
maka nilai rata-rata pelaksanaan siklus
kedua dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4Distribusi Hasil Belajar Siswa Siklus II
Nilai Frekuensi Persentase
≥ 85 10 27,78%
70 – 84 12 33,33%
60 – 69 1 2,78%
50 – 59 3 8,33%
40 – 49 8 22,22%
30 – 39 2 5,56%
< 30 - 0,00%
Jumlah 36 100,00%
10
Dari data kelemahan dan kendala
di atas peneliti merefleksi pelaksanaan
tindakan siklus 2 sebagai berikut.
1) Siswa harus diberi penekanan pada
aktivitas menjawab pertanyaan dan
mengajukan pertanyaan.
2) Peneliti memberikan motivasi kepada
siswa yang kurang aktif dalam
bertanya dan menanggapi pendapat
teman.
3) Peneliti perlu melakukan bimbingan
kembali terhadap aktivitas lisan dan
mental.
Dari kendala di atas tindakan yang
akan direncanakan pada siklus III yaitu
memanggil nomor siswa siswa secara
acak dengan menyebutkan nomor ganjil
kemudian nomor genap secara
bergantian.
4.1.3 Hasil Pelaksanaan Siklus III
Siklus III dilakukan pada tanggal 21
April 2009. Materi yang diajarkan pada
pelaksanaan siklus ketiga yaitu bagian-
bagian dan besaran-besaran pada prisma
tegak. Siklus ini dilakukan sebanyak
dua kali tatap muka. Hasil pelaksanaan
penelitian pada siklus ketiga dapat
dijelaskan berikut ini. Sebagaimana
siklus pertama dan kedua, prosedur
penelitian siklus ketiga juga dimulai dari
tahap perencanaan, implementasi
tindakan, observasi, dan diakhiri dengan
refleksi.
Pada pertemuan siklus ketiga ini
peneliti menyusun kembali perencanaan
tindakan dengan penyempurnaan selain
memotivasi pada siswa yang kurang
aktif bertanya dan memindahkan siswa
yang aktif ke dalam kelompok yang
kurang aktif, juga melakukan variasi
dengan memanggil siswa bernomor
ganjil dan genap secara acak dari
kelompok tertentu untuk menjawab
pertanyaan sesuai dari hasil diskusi
kelompoknya.
Pada bagian awal, peneliti
melakukan appersepsi dengan
memotivasi untuk mencermati biografi
tokoh dari guru. Peneliti menyampaikan
garis besar tujuan pembelajaran yang
harus dikuasai oleh siswa. Peneliti
menyampaikan indikator pembelajaran
(tujuan pembelajaran yang akan dicapai
oleh siswa).
11
Besaran deskriptor dari indikator
masing-masing aktivitas yang dilakukan
siswa dalam memahami wacana tulis
adalah sebagai berikut:
1) Aktivitas pertama (visual activities),
deskriptor (a) memperhatikan gambar
bangun sebesar 100,00%, sedangkan
deskriptor (b) memperhatikan
pekerjaan orang lain sebesar 94,44%.
Nilai rata-rata aktivitas 97,22%.
2) Aktivitas kedua (oral activities),
deskriptor (a) bertanya sebesar
63,89%, sedangkan deskriptor (b)
memberi saran mengeluarkan
pendapat sebesar 61,11%. Nilai rata-
rata aktivitas 62,50%.
3) Aktivitas ketiga (listening
activities), deskriptor (a)
mendengarkan penjelasan kelompok /
guru sebesar 97,22%, sedangkan
deskriptor (b) mendengarkan
pendapat kelompok sebesar 94,44%.
Nilai rata-rata aktivitas 95,83%.
4) Aktivitas keempat (writing
activities), deskriptor (a) dapat
menulis laporan sebesar 100,00%,
sedangkan deskriptor (b) menyalin
tugas dalam buku catatan sebesar
100,00%. Nilai rata-rata aktivitas
100,00%.
5) Aktivitas kelima (drawing
activities), deskriptor (a) dapat
menggambar kerangka bangun
sebesar 100,00% dan deskriptor (b)
menggambar bangun sebesar
100,00%. Nilai rata-rata aktivitas
100,00%.
6) Aktivitas keenam (menthal
activities), deskriptor (a) dapat
memecahkan soal menganalisis
sebesar 55,56% dan deskriptor (b)
mampu mengambil keputusan /
menyimpulkan sebesar 75,00%. Nilai
rata-rata aktivitas 65,28%.
7) Aktivitas ketujuh (emotional
activities), deskriptor (a) penuh
perhatian terhadap pelajaran sebesar
100,00% dan deskriptor (b) berani
mengemukakan pendapat 61,11%.
Nilai rata-rata aktivitas 80,56.
Selanjutnya, berdasarkan data
yang terkumpul maka nilai rata-rata
12
pelaksanaan siklus ketiga dapat dilihat
dalam tabel berikut.
Tabel 5Distribusi Hasil Belajar Siswa Siklus III
Nilai Frekuensi Persentase
≥ 85 8 22,22%
70 – 84 14 38,89%
60 – 69 9 25,00%
50 – 59 3 8,33%
40 – 49 2 5,56%
30 – 39 - 0,00%
< 30 - 0,00%
Jumlah 36 100,00%
Berdasarkan hasil observasi pada
Siklus ketiga menggambarkan bahwa
tindakan yang diberikan oleh peneliti
masih memiliki kendala-kendala, yaitu:
1) Siswa masih kurang aktif dalam
aktivitas lisan, hasil yang diperoleh
tidak mengalami peningkatan.
Beberapa aktivitas lisan ada yang
mengalami peningkatan, tetapi rata-
rata keseluruhan belum menunjukkan
kenaikan.
2) Secara total, aktivitas mental
mengalami peningkatan dari siklus II
yaitu 65,28%, tetapi masih terdapat
ketimpangan pada masing-masing
deskriptor yakni sebesar 100,00%
dan 61,00 pada deskriptor kedua.
Dari data kelemahan dan kendala
di atas peneliti merefleksi pelaksanaan
tindakan pada siklus pertama sebagai
berikut.
1) Siswa harus diberi penekanan tentang
aktivitas lisan dan mental
2) Peneliti memberikan motivasi kepada
siswa yang kurang aktif dalam
bertanya dan menanggapi pendapat
teman.
3) Peneliti perlu melakukan bimbingan
kembali terhadap aktivitas lisan dan
mental.
Gambaran peningkatan aktivitas
siswa selama 3 siklus adalah sebagai
berikut. Pada siklus I aktivitas visual
diketahui dilakukan siswa sebesar
93,06%, aktivitas lisan sebesar 20,83%,
aktivitas mendengarkan sebesar 83,33%,
aktivitas menulis sebesar 95,83%,
aktivitas menggambar sebesar 94,44%,
aktivitas berpikir sebesar 43,06%, dan
aktivitas emosi sebesar 41,67%.
Pada siklus II aktivitas visual
diketahui dilakukan siswa sebesar
97,22%, aktivitas lisan sebesar 61,11%,
aktivitas mendengarkan sebesar 90,28%,
aktivitas menulis sebesar 97,22%,
aktivitas menggambar sebesar 100,00%,
aktivitas berpikir sebesar 56,94%, dan
aktivitas emosi sebesar 63,89%.
13
Pada siklus III aktivitas visual
diketahui dilakukan siswa sebesar
97,22%, aktivitas lisan sebesar 62,50%,
aktivitas mendengarkan sebesar 95,83%,
aktivitas menulis sebesar 100,00%,
aktivitas menggambar sebesar 100,00%,
aktivitas berpikir sebesar 65,28%, dan
aktivitas emosi sebesar 80,56%.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pencapaian Hasil Belajar Siswa
Semua aktivitas siswa rata-rata
mengalami kenaikan. Gambaran
ketuntasan belajar pada ketiga siklus
disimpulkan dalam beberapa tabel
berikut. Tabel 6 menggambarkan
distribusi ketuntasan belajar siswa pada
siklus I, Tabel 7 untuk distribusi
ketuntasan siklus II, dan Tabel 8 untuk
distribusi ketuntasan siklus III.
Tabel 6Distribusi Ketuntasan Belajar Siklus I
No NilaiJumlah
Frekuensi Persentase (%)
1. ≥ 60 20 55,56
2. < 60 16 44,44
Jumlah 36 100,00
Tabel 7Distribusi Ketuntasan Belajar Siklus II
No NilaiJumlah
Frekuensi Persentase (%)
1. ≥ 60 23 63,89
2. < 60 13 36,11
Jumlah 36 100,00
Tabel 8Distribusi Ketuntasan Belajar Siklus III
No NilaiJumlah
Frekuensi Persentase (%)
1. ≥ 60 31 86,11
2. < 60 5 13,89
Jumlah 36 100,00
Terlihat peningkatan ketuntasan
belajar siswa. Pada siklus I hanya
55,56%, siklus II naik menjadi 63,89%,
dan siklus III naik menjadi 86,11%.
Gambaran peningkatan hasil belajar
siswa setiap siklus dideskripsikan pada
grafik berikut.
Grafik 1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa4.2.2 Aktivitas dalam Pembelajaran
Peningkatan pada hasil belajar
diikuti juga oleh meningkatnya aktivitas
siswa siswa. Pendekatan problem posing
terbukti dapat meningkatkan aktivitas
siswa. Gambaran peningkatan aktivitas
siswa dapat dilihat pada grafik berikut.
14
55,5663,89
86,11
0
20
40
60
80
100
Siklus I Siklus II Siklus III
Grafik 2. Peningkatan Keaktifan Siswa dalam Proses Pembelajaran
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. Peningkatan hasil belajar
matematika melalui pendekatan
problem posing pada siswa kelas
VIII2 SMP Negeri 1 Lalan
Kabupaten Musi Banyuasin telah
dilakukan selama tiga siklus. Hasil
belajar siswa dapat dilihat melalui
hasil tes pada setiap siklus. Data hasil
tes siklus I diketahui ketuntasan
belajar 55,56%, pada siklus II
63,89%, dan pada siklus III
ketuntasan belajar mencapai 86,11%.
Berarti terjadi peningkatan hasil
belajar siswa melalui pendekatan
problem posing.
2. Aktivitas belajar siswa melalui
pendekatan problem posing juga
mengalami peningkatan. Pada siklus
I aktivitas belajar siswa sebesar
67,46%, siklus II 80,95%, dan siklus
III sebesar 85,91%. Berarti ada
peningkatan aktivitas siswa setelah
diadakan pendekatan problem
posing.
5.2. Saran
Dari simpulan di atas penulis
memberikan saran sebagai berikut :
1. Kepada guru matematika kiranya
dapat menerapkan pendekatan
problem posing sebagai salah satu
alternatif yang dapat dipilih dalam
proses pembelajaran matematika.
2. Bagi guru, jika ingin
menerapkan problem posing perlu
diperhatikan tentang aktivitas siswa
dalam bertanya maupun dalam
menjawab pertanyaan.
3. Hendaknya hasil penelitian ini
bisa digunakan oleh para guru/para
peneliti lain sebagai variasi dan
inovasi pembelajaran matematika.
15
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Cet. ke-3. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo.
Nasution, Wahyudin Nur. 2006. Efektivitas Strategi Pembelajaran Koperatif dan Ekspositori terhadap Hasil Belajar Sains Ditinjau dari Cara Berpikir. Makalah dimuat dalam Jurnal Penelitian Edisi 5 Tahun 2006.
Surya, Hendra. 2003. Kiat Mengajak Anak Belajar dan Berprestasi. Jakarta: Gramedia.
Ahmadi, H. Abu. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Gustian, Edy. 2002. Anak Cerdas dengan Prestasi Belajar Rendah. Jakarta: Puspa Swara
Kadir S., Abd. 2006. Bimbingan dan Konseling (Praktis). Edisi Pertama. Palembang.
PPGM. 1999. Penelitian Tindakan (Action Research). Jakarta : Depdiknas.
Depdiknas. 2003. Pedoman Pembuatan Laporan Hasil Belajar Siswa SMP. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
16