MENGENAL IKTERIK NEONATORUM

10
POST TEST MENGENAL IKTERIK NEONATORUM Disusun oleh: Satria Adi P G99141062 / D11 Kepaniteraan Klinik RSUD dr. Moewardi Surakarta Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret 2014

description

ass

Transcript of MENGENAL IKTERIK NEONATORUM

POST TEST

MENGENAL IKTERIK NEONATORUM

Disusun oleh:Satria Adi PG99141062 / D11

Kepaniteraan Klinik RSUD dr. Moewardi SurakartaFakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret2014I. PENDAHULUAN

Berdasarkan penelitian WHO di seluruh dunia, terdapat kematian neonatus sebesar 10.000.000 jiwa per tahun (Manuaba, 2011). Walaupun masih besar, namun setiap tahun angka kematian tersebut semakin berkurang. Adapun penyebab kematian bayi dan balita terutama karena gangguan pernapasan, premature, berat lahir rendah, ikterik, diare,dan malnutrisi (Dinkes, 2011).Mengenal kondisi ikterik atau kekuningan pada bayi baru lahir menjadi penting demi mengetahui kondisi patologis atau fisiologis yang melatarbelakangi terjadinya ikterik tersebut. Ikterik neonatorum adalah suatu kondisi dimana bayi terlihat kuning dengan adanya kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama. Walaupun pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian (Nursalam, 2005). Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Sebaliknya kondisi ikterik patologis bisa berakibat menyebabkan kern ikterik, yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak (Nursalam, 2005).Ikterus neonatorum merupakan salah satu masalah yang paling sering ditemukan pada neonatus, sekitar 60% pada bayi cukup bulan dan 80% bayi preterm. Banyak faktor risiko yang mempengaruhi ikterus neonatorum, diantaranya prematuritas, inkompatibilitas ABO, defisiensi G6PD, komplikasi perinatal, jenis persalinan, frekuensi pemberian ASI yang tidak adekuat (Reisa, 2013).Ikterik apabila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kerusakan pada otak bayi (Sarwono, 2005). Beberapa penelitian epidemiologi terkait ikterik, yaitu di RSU Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003). RSAB Harapan Kita Jakarta melakukan transfusi tukar 14 kali/bulan (tahun 2002). Berdasarkan data di RSU Gemolong diperoleh data kelahiran selama 1 tahun 2011-2012 terdapat 705 kelahiran. Jumlah bayi lahir normal 606 kasus (86%), bayi berat lahir rendah 69 kasus (9,8%), ikterus derajat 4 1,2%, ikterus derajat 3 0,8%, dan ikterus derajat 2 0,8% (Jayashree, 2002).

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiIkterik adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah (WHO, 2012). Kondisi ikterik bisa merupakan proses fisiologis maupun patologis. Ikterus fisiologis terjadi apabila konsentrasi bilirubin serum pada pada bayi baru lahir yang meningkat antara 6,5 7,0 mg% dan menurun secara bertahap sampai kurang dari 1,5 mg% pada hari ke 10 (Surjono, 2007). Sedangkan ikterik patologis terjadi apabila kenaikan bilirubin total lebih dari 10mg% dan tetap bertahan walau lebih dari satu minggu (Alimul, 2008).Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excessive Physiological Jaundice. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00 menurut Normogram Bhutani (Jayashree, 2002).

B. PenyebabKejadian ikterik neonatorum dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:a. Kekurangan protein yang tidak mencukupi jumlah enzim sehingga kemampuan hati untuk melakukan konjugasi dan ekskresi bilirubin berkurang.b. Peningkatan kadar bilirubin berlebihc. Pemberian minum ASI yang kurangBerdasarkan tingginya faktor risiko, maka dibedakan menjadi penyebab tersering dan penyebab jarang. Adapun penyebab yang sering: hiperbilirubinemia fisiologis, inkompatibilitas golongan darah ABO, breast milk jaundice, iInkompatibilitas golongan darah rhesus, iInfeksi, hematoma sefal, hematoma subdural, excessive bruising, IDM (Infant of Diabetic Mother), polisitemia / hiperviskositas, prematuritas / BBLR, asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi asidosis, hipoglikemia. Sedangkan penyebab yang jarang: defisiensi G6PD (Glucose 6 Phosphat Dehydrogenase), defisiensi piruvat kinase, sferositosis kongenital, ucey Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial), hipotiroidism, hemoglobinopathy (Rennie, 2002).

C. Tanda dan GejalaTanda dan gejala ikterik neonatorum patologis digambarkan seperti berikut:a. Kejangb. Penurunan kesadaranc. Kekakuan seluruh tubuh tanpa adanya rangsangand. Malas minum hingga tidak bisa minume. Kulit tampak kuning dan teraba dingin

D. KlasifikasiMenurut Harrison (2003), ikterik dapat dibedakan menjadi:a. Ikterik HemolitikIkterik hemolitik merupakan penyakit yang disebabkan oleh inkompatibilitas resus. Atau ibu memiliki darah resus negatif dan bayi memiliki resus positif. Kejadian ikterik hemolitik meliputi: Inkompatibilitas rhesus, inkompatibilitas ABO, inkompatibilitas golongan darah lain, dan kelainan eritrosit kongenital.b. Ikterik ObstruktifIkterik ini terjadi akibat penyumbatan saluran empedu, baik di dalam hati maupun di luar. Akibat sumbatan ini terjadi penumpukan bilirubin indirect.c. Kern IkterikKern ikterik adalah kerusakan otak akibat pelengketan bilirubin indirek pada otak.

E. PatofisiologiBilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan dari hemoglobin, dimana terdapat dua fraksi yaitu heme dan globin. Heme diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi sedangkan globin akan diikat lagi oleh albumin sebagai bahan membentuk hemoglobin berikutnya. Meningkatnya kadar bilirubin dapat disebabkan oleh meningkatnya produksi bilirubin yang berasal dari destruksi eritrosit. Pada 75% kejadian ikterik neonatorum berasal dari mekanisme ini. Namun pada awal-awal neonatus bisa terjadi ikterik fisiologis disebabkan karena tingginya kadar eritrosit neonatus namun dengan umur eritrosit yang lebih pendek (Surasmi, 2003).Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 mol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 mol/L) pada bayi cukup bulan (Rennie, 2002).

F. Derajat IkterikUntuk pengamatan ikterik paling baik dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamatai untuk menghilangkan warna, karena pengaruh sirkulasi darah (Saifudin, 2003). Berikut pembagian derajat ikterik:a. Derajat I : kepala sampai leherb. Derajat II: kepala, badan, sampai umbilicusc. Derajat III: kepala, badan, sampai pahad. Derajat IV: kepala, badan, paha, sampai lutute. Derajat V : seluruh tubuh hingga ujung jari

Gambar 1. Pembagian derajat ikterik neonatorumG. DiagnosisAnamnesis: 1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal) 2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi 3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya 4. Riwayat inkompatibilitas darah 5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa. Pemeriksaan Fisik: Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut (Reinne, 2002).Pemeriksaan Laboratorium: pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat (lihat point-point faktor risiko pada bab DIAGNOSIS). Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar (Reinne, 2002).

H. Penanganan Ikterik1. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubina. Early feedingPemberian makan dini pada neonatus dapat mengurangi risiko ikterik karena mendorong gerakan usus dan mekonium lebih cepat dikeluarkan, sehingga peredaran enterohepatik berkurang.b. Pemberian agar-agarPemberian agar-agar dapat menghalangi dan mengurangi peredaran bilirubin enterohepatik.c. Jemur bayi pada sinar matahari pagi jam 7-8 pagi selama 15-30 menit2. Terapi sinar (Light Therapy)Terapi sinar diberikan apabila kadar bilirubin > 15mg%. Dengan penyinaran, bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian diekskresikan melalui ginjal. Pemberian light therapy dikatakan berhasil apabila setelah terapi terjadi penurunan kadar bilirubin sebesar 1mg%.3. Transfusi tukarTransfusi tukar bisa dilakukan dengan indikasi apabila kadar bilirubin indirect > 20mg%Tabel 1. Penanganan ikterus berdasar kadar serum bilirubin

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatricsv (2004) Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics:114 : 294.Alimul H (2008) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.Dinkes (2011) Angka Kematian Balita di Indonesia http://www.depkes.go.idHarrison (2003) Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.Jayashree Ramasethu (2002) Division of Neonatology Georgetown University MC. Washington DC. Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam: Neonatal Intensive Care Workshop, RSAB Harapan Kita Jakarta.Manuaba IBG (2007) Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.Nursalam (2003) Proses Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.Reisa MT (2013) Gambaran Faktor Risiko Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Di Ruang Perinatologi Rsud Raden Mattaher Jambi Tahun 2013. TJMJ. Vol 1:1.Rennie J.M, Roberton NRC (2002) Neonatal Jaundice Dalam: A Manual of Neonatal Intensive Care 4th Ed, Arnold: 414-32.Saifuddin (2005) Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: EGC.Surasmi A (2003) Perawatan Bayi Berisiko Tinggi. Jakarta: EGC.Surjono A (2005) Vade-Mecum Pediatri. Jakarta: EGC.