MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas...

31

Click here to load reader

Transcript of MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas...

Page 1: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

MEMBANGUN SISTEM JAMINAN SOSIAL

YANG DAPAT TERLAKSANA, EFISIEN, DAN ADIL

Agustus, 2004

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(BAPPENAS)

1

Page 2: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

PENGANTAR

Tulisan ini merupakan ringkasan diskusi dalam seminar sehari dengan tema Menuju Suatu Sistem Jaminan Sosial Yang Dapat Diimplementasikan yang diselenggarakan oleh BAPPENAS. Tulisan ini merupakan sumbangan pemikiran bagi semua pihak yang terlibat dalam pengembangan dan penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pengembangan SJSN merupakan tugas yang sangat besar untuk itu diperlukan kearifan dari kita semua agar mempertimbangkan semua masukan yang diberikan. Masukan ini didorong oleh kenyataan adanya keinginan masyarakat untuk mendapatkan sistem jaminan sosial yang memadai dan didasarkan atas keinginan untuk mewujudkan cita-cita tersebut melalui tahapan-tahapan sesuai dengan daya dukung perekonomian yang ada. Salah satu pertimbangan penting adalah mengetahui jumlah biaya yang diperlukan, dari mana sumber dana akan diperoleh, serta tata cara pengelolaan dana tersebut. Dalam kaitan ini maka kajian teknis-ekonomi termasuk analisa aktuaria mutlak diperlukan.

Untuk memperoleh bahan seminar secara lengkap dapat menghubungi Direktorat Ketenagakerjaan dan Analisa Ekonomi, BAPPENAS.

Semoga bermanfaat bagi kita semua.

2

Page 3: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

MEMBANGUN SISTEM JAMINAN SOSIALYANG DAPAT TERLAKSANA, EFISIEN, DAN ADIL

Pendahuluan

Laporan ini merupakan ringkasan diskusi dalam seminar sehari dengan tema

Menuju Suatu Sistem Jaminan Sosial Yang Dapat Diimplementasikan yang

diselenggarakan oleh BAPPENAS. Berbagai kekuatan dan kelemahan dalam Rancangan

Undang-undang Jaminan Sosial Nasional (RUU JAMSOSNAS) dibahas dalam seminar

sehari tersebut. Untuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman

negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial.

Laporan ini akan dibagi kedalam 4 bagian. Bagian pertama, mengulas RUU

JAMSOSNAS sebagai latar belakang serta pandangan berbagai pihak atas RUU tersebut.

Bagian kedua, membahas berbagai isu penting berkaitan dengan pengembangan sistem

jaminan sosial. Bagian ketiga membahas beberapa alternatif sistem JAMSOSNAS

berdasarkan pengalaman negara lain. Bagian keempat membahas usulan perbaikan bagi

penyempurnaan RUU JAMSOSNAS.

I. Latar Belakang

Gagasan utama dalam RUU JAMSOSNAS yang sedang dibahas oleh DPR antara

lain adalah sebagai berikut:

1. JAMSOSNAS untuk pensiun dilaksanakan melalui badan tunggal

pemerintah (monopoli) menggunakan apa yang disebut dengan manfaat pasti

(defined benefit) yang dibiayai secara pay-as-you-go melalui iuran dari pekerja dan

pemberi kerja.

2. Untuk jaminan kesehatan dilaksanakan pula melalui suatu badan

tunggal pemerintah yang dibiayai melalui iuran pekerja, pemberi kerja dan

pemerintah. Manfaat pelayanan yang diberikan cukup komprehensif, mulai dari

pelayanan preventif seperti imunisasi dan pelayanan keluarga berencana sampai

pelayanan penyakit berat seperti penyakit jantung dan gagal ginjal.

3

Page 4: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

3. JAMSOSNAS, utamanya untuk jaminan kesehatan, akan mencakup

seluruh pekerja formal dan informal serta masyarakat miskin.

4. Dibentuk suatu Dewan Tripartit yang akan mengawasi kebijakan

JAMSOSNAS dan pelaksanaannya termasuk membawahi lembaga pemerintah yang

menangani jaminan sosial.

5. Mengubah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dari badan

usaha milik negara yang berorientasi laba menjadi organisasi nir-laba.

Sangat jelas bahwa masyarakat menginginkan adanya suatu jaminan sosial

terutama jaminan sosial dalam bentuk uang pensiun dan jaminan kesehatan. Namun

demikian, terdapat berbagai desakan untuk mempertajam dan memikirkan kembali

beberapa rumusan dalam RUU JAMSOSNAS. Desakan datang dari berbagai

stakeholders termasuk dari pekerja, pengusaha, badan-badan pemerintah yang menangani

asuransi dan jaminan sosial, berbagai lembaga penelitian, serta berbagai pakar termasuk

pakar ekonomi dan sosial. Beberapa hal yang perlu dipertajam dan dilakukan penelitian

yang mendalam adalah:

1. Keberlanjutan jangka panjang dari pembiayaan JAMSOSNAS.

Program pensiun menggunakan defined benefit dan pay-as-you-go membutuhkan

kecermatan dan kedalaman dalam memperhitungkan arus penerimaan dan

pengeluarannya dalam jangka panjang.

2. Cakupan program. Program JAMSOSNAS yang mencakup seluruh

pekerja formal, informal dan masyarakat miskin dalam satu payung perlu dikaji

dengan baik kelayakannya (feasibility).

3. Monopoli penyelenggara. JAMSOSNAS secara terpusat akan

menghilangkan pilihan bagi masyarakat untuk menentukan jenis dan perusahaan

jaminan sosial yang sesuai dengan kebutuhannya. Disamping itu, pemusatan

terhadap satu lembaga untuk menangani JAMSOSNAS akan rawan dari

penyalahgunaan dan intervensi politik.

4. Dampak peningkatan kontribusi dari para pekerja, pengusaha dan

pemerintah yang besarnya diperkirakan berkisar antara 7–20 %. Untuk itu

4

Page 5: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

perlu dilakukan penelitian mengenai dampak peningkatan kontribusi terhadap

penciptaan kesempatan kerja terutama pekerja dengan upah sekitar upah minimum.

5. Proses penyusunan RUU. Berbagai stakeholders merasa tidak

dilibatkan oleh komite JAMSOSNAS yang terkesan bekerja secara tertutup. Komite

JAMSOSNAS tidak pernah memberikan perhitungan besarnya biaya yang

dibutuhkan (analisa aktuaria) serta dampaknya terhadap peningkatan kontribusi bagi

pekerja, pengusaha dan pemerintah. Sampai saat ini belum tergambar secara jelas

adanya kajian dan analisa mengenai besarnya iuran, siapa yang akan menanggung,

serta bagaimana manajemen keuangan akan dilaksanakan baik untuk jangka pendek

maupun jangka panjang.

II. Isu Strategis Dalam Mengembangkan JAMSOSNAS

Apabila suatu pemerintahan mencanangkan untuk melaksanakan suatu sistem

jaminan sosial, sebenarnya pemerintah tersebut berjanji kepada para pekerja dan anggota

keluarganya akan masa depan kesejahteraan mereka. Janji ini tidak saja diberikan kepada

para pekerja pada saat ini yang akan pensiun dalam jangka waktu 15 sampai 30 tahun

mendatang, tetapi mencakup juga generasi pekerja yang akan datang. Bila janji tersebut

gagal dipenuhi maka kredibilitas pemerintah yang telah dibangun dengan susah payah

akan sulit dipulihkan. Pengalaman negara lain dalam mengelola program pensiunnya

seringkali menunjukkan bahwa pemerintahan berikutnya biasanya gagal dalam

memenuhi janjinya yang disebabkan karena perhitungan yang tidak tepat. Ketidaktepatan

perhitungan biasanya karena terlalu tingginya perkiraan (over estimate) akan pemasukan

dan rendahnya perkiraan (under estimate) akan biaya yang harus ditanggung dari

program tersebut. Akibatnya generasi berikutnya harus menanggung beban dengan

membayar pajak lebih tinggi atau memperoleh santunan jaminan sosial dengan jumlah

yang lebih kecil dari yang dijanjikan. Baru-baru ini Pemerintah Jepang mengumumkan

kepada rakyatnya bahwa manfaat yang diperoleh oleh para pensiunan akan dikurangi

agar program pensiun dapat berkelanjutan. Sedangkan di Philipina, pemerintah terpaksa

meningkatkan pajak dan tidak menaikkan santunan sejak tahun 2001. Dengan demikian

perencanaan dalam pengembangan JAMSOSNAS merupakan sesuatu yang sangat serius.

Perencanaan untuk membangun JAMSOSNAS harus dipikirkan secara matang dengan

5

Page 6: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

menyerap masukan dari semua pihak serta didasarkan pada ekspektasi yang realistis.

Beberapa isu strategis dalam pengembangan JAMSOSNAS adalah sebagai berikut:

1. Tujuan dari kebijakan publik yang diambil. JAMSOSNAS

adalah suatu kebijakan publik dengan demikian harus jelas tujuan yang ingin

dicapai. Apakah tujuannya mendorong agar pekerja formal menabung bagi hari

tuanya? Apakah tujuannya agar pekerja formal mengasuransikan dirinya terhadap

penyakit berat dan kecelakaan? Apakah sistem JAMSOSNAS yang akan kita

laksanakan direncanakan untuk memiliki unsur pemerataan? Apakah tujuannya

untuk juga melindungi pekerja informal? Untuk memenuhi tujuan yang berbeda

tersebut diperlukan berbagai kebijakan dan program yang berbeda pula. Misalnya,

program JAMSOSNAS yang mengharuskan peserta untuk mengiur sangat tidaklah

tepat bagi pekerja informal. Pekerja informal di Indonesia jumlahnya sangat besar

(sekitar 70% dari angkatan kerja) dan sangat tersebar diseluruh pelosok perdesaan

sampai perkotaan. Biaya untuk memungut iuran ini akan sangat mahal dan tidak

sebanding dengan jumlah iuran yang dapat dikumpulkan. Dengan kata lain

kuranglah tepat kalau program JAMSOSNAS akan dibangun hanya menggunakan

satu pilar untuk mencakup semua jenis manfaat dan mencakup seluruh lapisan

masyarakat. Program JAMSOSNAS harus dibangun melalui beberapa pilar. Bagi

masyarakat miskin program JAMSOSNAS akan lebih baik diselenggarakan melalui

program tersendiri yang dibiayai oleh dana pemerintah.

2. Keberlanjutan pembiayaan JAMSOSNAS. Cara pembiayaan

yang berbeda sangat mempengaruhi keberlanjutan pembiayaan (financial

sustainability) dari program jaminan sosial. Untuk itu, pada saat kita merancang

sistem jaminan sosial, perlu diketahui dengan benar apa implikasi yang timbul dari

skenario pembiayaan yang berbeda. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa,

program pensiun yang menjanjikan defined benefit dibiayai dari pungutan dari

pekerja (payroll taxes) dan menggunakan cara pay-as-you-go, biasanya mengalami

kesulitan keuangan dan akhirnya menyebabkan hutang publik yang besar. Program

kesehatan universal yang dikelola oleh negara biasanya berujung pada kesulitan

keuangan. Banyak negara maju maupun berkembang, yang mulai mengembangkan

program pensiun seperti di atas sekitar pertengahan abad ke 20, untuk 40 tahun

6

Page 7: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

pertama memang dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan orang yang bekerja

jumlahnya masih banyak sedangkan orang yang pensiun pada saat program dimulai

masih sedikit. Tetapi pada saat banyak orang memasuki masa pensiun dan rasio dari

jumlah pekerja dengan jumlah orang pensiun mengecil maka biaya yang harus

dikeluarkan meningkat dengan pesat sementara pemasukan tidak berubah banyak.

Hal ini terjadi pada negara tetangga kita Philipina. Pemerintah Philipina

memperkenalkan program pensiun menggunakan defined benefit pada tahun 1950

dengan kontribusi 6 % dari gaji pekerja. Pada tahun 1990 pemerintah Philipina

mulai merasakan kesulitan yang diakibatkan oleh besarnya biaya yang harus

dikeluarkan karena jumlah orang yang pensiun mencapai puncaknya. Biaya yang

harus ditanggung meningkat dari 1 % PDB pada tahun 1990 menjadi 4 % PDB pada

tahun 1999, hutang publik yang ditimbulkannya adalah US 21 miliar pada tahun

2000. Untuk menanggulangi ini pemerintah Philipina meningkatkan kontribusi

menjadi 9,4 % dan tidak meningkatkan manfaat sejak tahun 2001. Dengan demikian

dapat diambil pelajaran bahwa skema jaminan sosial menggunakan defined benefit

sangat rawan terhadap kesulitan keuangan di masa depan. Banyak negara sekarang

berpindah ke skema iuran pasti (defined contribution) yang mengaitkan antara iuran

yang dibayarkan oleh pekerja dengan besarnya manfaat yang akan diperoleh. Untuk

itu kecermatan perhitungan aktuaria sangat dibutuhkan. Sebagai gambaran, pada

saat ini hanya sekitar 10 % penduduk Indonesia menjadi anggota dana pensiun dan

hanya 15 % yang mempunyai asuransi kesehatan. Program TASPEN yang sekarang

berjalan mewajibkan setiap pegawai negeri membayar iuran sebesar 4,75 % dari

pendapatannya kepada PT TASPEN. Pada saat ini pemerintah sebagai pemberi kerja

memang belum ikut memberikan iuran, tetapi pada saat membayar uang pensiun

pegawai, dengan menggunakan skema defined benefit, pemerintah membayar 77,5

% yang dibebankan kepada APBN. Sisanya dibayar oleh PT TASPEN. Dana

pensiun bagi pegawai negeri tersebut diperkirakan akan mengalami defisit pada

tahun 2006. Kalau JAMSOSNAS dimaksudkan untuk mencakup seluruh

masyarakat maka perlu dilakukan studi yang mendalam mengenai jumlah biaya

yang diperlukan serta sumber pembiayaannya. Pengembangan program

7

Page 8: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

JAMSOSNAS dengan mengabaikan perhitungan aktuaria akan menimbulkan beban

dikemudian hari.

3. Peranan pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan

jaminan sosial. Berdasarkan pengalaman negara lain program pensiun yang

dikelola oleh pemerintah memberikan tingkat manfaat (return) yang kecil kepada

para pekerja dibandingkan dengan program yang dikelola oleh swasta. Selain itu

pelayanan yang diberikan juga kadang kurang memuaskan dibandingkan dengan

program yang dikelola oleh swasta. Manajer investasi program pensiun swasta

mempunyai insentif yang lebih tinggi untuk melakukan investasi yang terbaik,

namun demikian bukan berarti pengelolaan oleh swasta bukan tanpa masalah. Untuk

itu peranan pemerintah dalam regulasi keuangan program pensiun serta dalam

pengawasan sangat diperlukan. Dalam kasus negara berkembang seperti Indonesia

peran pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

menyelenggarakan program JAMSOSNAS pasti masih akan besar. Namun

demikian bukan berarti menghilangkan peran stakeholders lainnya. Lebih jauh lagi

sebenarnya pengembangan suatu sistem JAMSOSNAS jangan sampai

menghilangkan kebebasan bagi calon peserta untuk memilih program dan

perusahaan mana yang sesuai dengan kebutuhannya. Isu good governance dalam

pelaksanaan JAMSOSNAS perlu mendapat perhatian terutama di negara yang

birokrasinya terkenal sarat dengan KKN. Program yang sudah ada seperti

JAMSOSTEK mempunyai angka tunggakan iuran yang tinggi, nilai pengembalian

investasi yang rendah, serta manfaat yang rendah pula. Dari potensi peserta

JAMSOSTEK yaitu 22 juta pekerja formal, hanya sekitar 9 juta yang benar-benar

secara teratur membayar iuran tiap bulannya. Bila pelaksanaan terpusat hanya pada

birokrasi pemerintah tanpa memberikan ruang gerak bagi pihak swasta maka

rasanya akan sulit untuk mendorong terciptanya sistem JAMSOSNAS yang efisien.

4. Dampak program jaminan sosial terhadap penciptaan

kesempatan kerja. Kalau kita cermati pasar tenaga kerja pada saat ini maka akan

jelas terlihat bahwa jumlah pekerja informal masih lebih dari dua kali jumlah

pekerja formal. Jumlah pekerja informal pada saat ini berjumlah sekitar 70 juta

orang sedangkan pekerja formalnya berjumlah sekitar 30 juta orang. Dapat

8

Page 9: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

dibayangkan kesulitan yang akan dihadapi kalau pekerja informal yang jumlahnya

70 juta dan tersebar diseluruh pelosok Indonesia harus mengiur program

JAMSOSNAS. Dilihat dari pendapatannya maka pekerja kita baik di desa dan di

kota yang berstatus kepala rumah tangga masih didominasi oleh mereka yang

berpendapatan antara 600-800 ribu rupiah perbulannya. Mereka yang berstatus

kepala rumah tangga yang berpendapatan di atas 1 juta rupiah perbulan hanyalah

sekitar 4,5 juta orang. Upah minimum di DKI saat ini sekitar 800 rupiah

perbulannya. Dengan upah minimum sebesar inipun masih banyak pekerja yang

memperoleh upah di bawah upah minimum. Dan mereka yang beruntung

memperoleh upah minimum masih merasakan betapa beratnya memenuhi

kebutuhan untuk hidup sehari-hari. Dengan demikian peningkatan iuran bagi

pekerja bila tidak direncanakan dengan baik bisa jadi memberatkan dan bahkan

berpotensi mengurangi kesempatan kerja formal. Angka-angka ini bisa saja tidak

akurat, namun demikian kecermatan perhitungan konsekuensi biaya yang

diperlukan untuk mendanai program JAMSOSNAS tidak dapat diabaikan begitu

saja. Keadaan pasar tenaga kerja masih belum menggembirakan. Lapangan

pekerjaan formal terus berkurang selama kurun waktu 2001 sampai 2003. Padahal

diketahui bahwa sebagian besar dari pekerja kita di sektor tersebut adalah pekerja

yang kurang terampil (sekitar 50 % adalah lulusan SD dan SD ke bawah). Dengan

demikian bila sampai mereka di PHK dari pekerjaan formal maka dapat

terbayangkan akan sangat lama bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan formal

lagi. Untuk itu menjaga agar lapangan kerja formal tetap bertumbuh adalah cita-cita

kita bersama. Apabila iuran yang nantinya akan dipungut untuk membiayai program

JAMSOSNAS dirasakan sangat berat baik oleh pekerja maupuan pemberi kerja

maka kemungkinan menciutnya lapangan pekerja formal tidak dapat dihindari.

Parahnya lagi adalah bahwa korban dari PHK tadi biasanya adalah pekerja yang

kurang terampil atau pekerja yang berusia muda atau pekerja wanita. Bertambahnya

pengangguran usia muda sangat tidak menguntungkan mengingat jumlah

penganggur usia muda terus meningkat jumlahnya beberapa tahun terakhir ini.

9

Page 10: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

III. Pengalaman Negara Lain

Penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional:

1. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa

penyelenggaraan jaminan sosial dilaksanakan melalui tiga pilar dengan

penyelenggara yang berbeda. Banyak negara baik negara maju maupun

berkembang melakukan perombakan, terutama yang berkaitan dengan skema

defined benefit, dalam rangka menghindari kesulitan di kemudian hari. Perombakan

sistem jaminan sosial kebanyakan menuju sistem jaminan sosial tiga pilar. Pilar

pertama adalah sistem JAMSOSNAS yang merupakan program jaring pengaman

sosial. Program ini dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk melindungi

penduduk usia lanjut atau mereka yang tergolong miskin. Dalam hal ini maka skema

defined benefit dapat digunakan secara hati-hati. Namun cakupan dan ragam dari

program ini sangat tergantung dari kemampuan pemerintah. Pilar kedua adalah

sistem JAMSOSNAS bagi pekerja formal dengan skema defined contribution.

Manfaat yang akan diperoleh sesuai dengan jumlah iuran yang dipungut. Program

ini dapat dilaksanakan oleh swasta dan pemerintah. Pilar ketiga merupakan program

sukarela untuk peserta yang menginginkan manfaat yang lebih baik bagi kebutuhan

hari tua mereka. Akan sangat tidak bijaksana bila memaksakan sistem

JAMSOSNAS bagi negara besar dan beragam ini ke dalam satu pilar.

2. Pemerintah mempunyai beberapa peran penting. Pertama,

pemerintah berperan dalam membuat regulasi yang berkaitan dengan rambu-rambu

pengelolaan dana JAMSOSNAS. Kedua, pemerintah diharapkan tetap berperan

untuk melaksanakan pilar JAMSOSNAS yang merupakan bagian dari sistem jaring

pengaman sosial. Misalnya di Nepal, pemerintah di sana memberikan manfaat yang

merata bagi orang lanjut usia (berusia di atas 70 tahun) yang tidak mampu.

3. Kesempatan dalam memilih perusahaan yang melaksanakan

JAMSOSNAS. Sekitar 30 negara menggunakan sistem jaminan sosial tiga pilar.

Namun demikian negara-negara ini menggunakan pendekatan yang berbeda dalam

10

Page 11: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

rangka memberikan pilihan bagi peserta dalam memilih perusahaan yang

menyelenggarakan jaminan sosial. Di Amerika Latin digunakan apa yang

dinamakan model pasar eceran (retail market). Artinya pekerja dapat memilih

dengan bebas perusahaan penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan

kebutuhannya. Kelemahannya adalah banyak sekali pilihan yang kadang

membingungkan dan juga dengan harga yang lebih mahal. Negara-negara OECD

menggunakan apa yang dinamakan model pasar kelompok (group market). Model

ini menyerahkan kepada pemberi kerja dan serikat pekerja untuk memilih

perusahaan penyelenggara mana yang akan digunakan oleh seluruh pekerja dalam

perusahaan tersebut. Dengan model ini biaya administrasi menjadi lebih rendah.

Model terakhir adalah model pasar kelembagaan (institutional market) dimana

pemerintah melakukan pengumpulan dana dari seluruh pekerja dan menegosiasikan

dengan perusahaan penyelenggara melalui proses tender yang transparan.

Perusahaan internasional atau patungan diperbolehkan mengikuti tender ini. Model

ini dapat menekan biaya sekaligus memberikan manfaat yang baik.

Pengalaman Negara Lain Dalam Mengelola Program Jaminan Kesehatan:

Pengalaman negara Kolombia dalam mereformasi program jaminan kesehatannya

sangat menarik untuk dikemukakan. Pada awalnya pemerintah Kolombia membatasi

pilihan perusahaan asuransi kepada satu perusahaan penyelenggara (monopoli) dalam

melaksanakan program jaminan kesehatannya. Namun karena banyaknya keluhan

terhadap kualitas program kesehatan ini maka pemerintah melakukan reformasi yang

sangat mendasar. Program jaminan kesehatan pada dasarnya dibagi dua: Pertama adalah

asuransi kesehatan wajib bagi pekerja formal yang disebut social health insurance (SHI).

Kedua adalah program jaminan kesehatan bagi pekerja informal dan masyarakat miskin.

Pemerintah Kolombia membuka account dimana pekerja formal anggota SHI

mengiur sebesar 11 % dari pendapatannya untuk program ini. Pembayaran sebesar 11 %

dari pendapatan ini ditanggung 1/3 oleh pekerja dan 2/3 oleh pemberi kerja. Pengelolaan

account ini tidak diserahkan kepada sebuah perusahaan pemerintah tetapi kepada tiga

bank. Pemerintah menetapkan standard dan jenis layanan komprehensif yang harus

11

Page 12: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

dicakup dalam SHI. Selanjutnya pemerintah melakukan seleksi kepada perusahaan

asuransi penyelenggara jaminan kesehatan. Perusahaan yang mengikuti seleksi ini dapat

berbentuk perusahaan pemerintah, swasta, atau swasta asing. Dari seleksi ini terpilih 28

perusahaan peserta penyelenggara jaminan kesehatan. Pekerja peserta SHI dapat memilih

salah satu dari 28 perusahaan ini sebagai penyelenggara jaminan kesehatan untuk pekerja

itu sendiri dan keluarganya. Setelah pekerja menetapkan pilihannya maka uang premi

akan dibayarkan dari account tadi langsung kepada perusahaan asuransi penyelenggara

jaminan kesehatan. Bila sudah memilih salah satu perusahaan penyelenggara maka

pekerja tidak diperbolehkan untuk pindah perusahaan minimal dalam 3 tahun. Perusahaan

asuransi penyelenggara jaminan kesehatan ini dapat bekerja sama dengan berbagai rumah

sakit pemerintah dan swasta yang ada atau dapat juga melaksanakan sebagian dari

pelayanan kesehatannya sendiri.

Program jaminan kesehatan bagi pekerja informal dan masyarakat miskin

disubsidi oleh peserta pekerja formal dan pemerintah. Jumlah pekerja formal yang

dicakup oleh SHI berjumlah sekitar 30 % dari penduduk. Penduduk miskin dan pekerja

informal berjumlah sekitar 60 %. Mereka ini tidak mampu untuk membayar iuran

jaminan kesehatan. Untuk itu pemerintah melakukan subsidi yang diambil dari anggaran

pemerintah dan juga sumbangan 1 % dari pendapatan pekerja formal. Program jaminan

kesehatan bersubsidi ini dilaksanakan melalui pemerintah daerah. Pemerintah daerah

melakukan seleksi untuk memilih siapa yang berhak menerima bantuan uang iuran

jaminan kesehatan. Setelah pemerintah daerah menentukan siapa yang berhak menerima

maka pemerintah pusat mengirim dana tadi ke pemerintah daerah dan dana tersebut

dibayarkan sebagai uang premi jaminan kesehatan kepada perusahaan penyelenggara

jaminan kesehatan yang dipilih oleh pekerja informal dan penduduk miskin tadi. Dari

60% penduduk yang tergolong pekerja informal dan miskin tadi hanya sekitar 30 % yang

berhak untuk memperoleh bantuan jaminan kesehatan atau hanya sekitar 20 % dari

populasi. Dengan demikian masih ada sekitar 40 % penduduk yang tidak tercakup dalam

program jaminan kesehatan. Mereka ini tidak tergolong miskin sehingga tidak berhak

untuk memperoleh bantuan jaminan kesehatan tetapi tidak cukup mampu untuk

membayar premi SHI sebesar 11 % dari pendapatan. Selain itu kebanyakan masyarakat

yang dicakup adalah masyarakat perkotaan dan hanya sebagian masyarakat perdesaan. Ini

12

Page 13: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

merupakan tantangan berat yang sedang terus diupayakan untuk dipecahkan oleh

pemerintah Kolombia.

Model jaminan kesehatan di negara Chili juga merupakan model lain yang

menarik untuk dipertimbangkan. Reformasi jaminan kesehatan di Chili dilakukan mulai

tahun 1980an. Jaminan kesehatan dibagi dua, bagi peserta yang mampu mengikuti

program kesehatan yang disebut dengan ISAPRE sedangkan bagi yang tidak mampu

mengikuti program yang disebut FONASA. ISAPRE adalah program asuransi jaminan

kesehatan yang terdiri dari 18 perusahaan asuransi kesehatan swasta. Kriteria dari mampu

atau tidak adalah dengan melihat 7 % dari pendapatan calon peserta. Seandainya 7 % dari

pendapatan calon peserta sesuai dengan premi yang harus dibayarkan kepada ISAPRE

maka pekerja tadi dapat memilih untuk masuk sebagai peserta ISAPRE atau FONASA.

Namun bila penghasilan pekerja tadi tidak mencukupi maka tidak ada pilihan kecuali

menjadi peserta FONASA.

ISAPRE didanai dari iuran peserta yang besarnya adalah 7 % dari pendapatan

pekerja dan bagi yang menginginkan manfaat yang lebih luas dapat membayar iuran

tambahan. ISAPRE ini lah yang menjual paket-paket asuransi kesehatan kepada pekerja.

Sampai saat ini ada kurang lebih 10.000 paket kesehatan yang dapat dibeli melalui

ISAPRE. Untuk melaksanakan pelayanan kesehatan ISAPRE bekerja sama dengan

penyelenggara layanan kesehatan swasta. Pemerintah menetapkan standar manfaat

kesehatan yang harus dipenuhi oleh ISAPRE tetapi pemerintah tidak memberikan subsidi

kepada ISAPRE. Sedangkan FONASA murni dikelola oleh pemerintah, selain dibiayai

dari 7 % iuran pekerja pemerintah juga memberikan tambahan sebesar iuran yang

terkumpul dari pekerja. Jaringan penyedia layanan kesehatan FONASA adalah gabungan

antara penyedia layanan kesehatan pemerintah dan swasta.

13

Page 14: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

Pertimbangan Teoritis Dalam Merancang Jaminan Sosial KesehatanBentuk penyelenggaraan jaminan kesehatan sangat berbeda antara penyelenggaraan jaminan

kesehatan di Kolombia dan di Chili. Kalau kita ingin mencermati lebih dalam, sebetulnya apa yang ingin dicapai dari masing-masing cara penyelenggaraan jaminan kesehatan yang berbeda tersebut?

Menghindari kegagalan pasar untuk pasar asuransi kesehatan. Masalah terbesar dalam pasar asuransi kesehatan adalah adanya informasi yang sangat asimetris antara perusahaan asuransi dengan peserta berkaitan dengan resiko yang dihadapi oleh perusahaan. Orang yang paling mengetahui mengenai kondisi kesehatannya adalah si peserta itu sendiri. Bagi perusahaan akan sangat mahal untuk mengetahui kondisi kesehatan dari masyarakat peserta dengan akurat. Membiarkannya kepada pasar akan berakibat tidak terpenuhinya jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan para lanjut usia. Salah satu jalan, walaupun bukan first best, adalah mewajibkan perusahaan asuransi mengenakan premi sebesar resiko kesehatan rata-rata masyarakat. Dengan demikian diharapkan dapat terjadi subsidi silang antara yang mampu dan yang tidak mampu. Tetapi cara ini akan memberikan insentif bagi peserta yang mempunyai resiko kesehatan kecil untuk tidak mengikuti program tersebut karena premium yang dibayarkan lebih tinggi dari resiko yang dihadapi. Sebaliknya bagi perusahaan asuransi akan lebih memilih peserta yang mempunyai resiko kecil. Penyelenggaraan jaminan kesehatan di Kolombia dirancang untuk menghindari hal ini dengan mewajibkan setiap pekerja yang mampu untuk mengikuti program jaminan kesehatan, sedangkan bagi yang tidak mampu ditangani oleh pemerintah.

Menghindari kegagalan pasar untuk pasar jasa pelayanan kesehatan. Masalah terbesar dalam pasar ini juga adanya informasi yang asimetris antara pasien dan pemberi jasa pelayanan kesehatan berkaitan dengan persepsi pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, bagi pasien yang terpenting adalah cepatnya pelayanan diberikan, dari sisi dokter ketelitian sehingga membutuhkan waktu pemeriksaan yang lebih lama merupakan hal yang penting. Bila dibiarkan kepada pasar maka kompetisi akan terfokus kepada cepatnya pelayanan tetapi berpotensi mengorbankan kualitas. Permasalahan ini merupakan tantangan dari sistem penyelenggaraan jaminan kesehatan di Kolombia.

Menghindari kegagalan pemerintah. Untuk mengatasi kegagalan pasar pemerintah melakukan intervensi. Namun intervensi yang dilakukan bukan tanpa masalah. KKN adalah salah satu kegagalan pemerintah yang sering dijumpai di negara manapun. Tetapi tanpa adanya regulasi pemerintah, perilaku rent-seeking dari berbagai pelaku akan sulit dihindari. Pengalaman Kolombia dalam mengundang pihak swasta untuk berpartisipasi diimbangi oleh regulasi yang jelas dari pemerintah. Baik pemerintah ataupun pasar secara sendiri-sendiri tidak dapat memecahkan masalah, untuk itu tetap dibutuhkan peran dari keduanya.

Menghindari masalah pembiayaan dikemudian hari. Dalam perdebatan mengenai sistem jaminan kesehatan yang adil sering dikemukakan bahwa masyarakat membayar sesuai dengan kemampuannya tetapi dalam memperoleh pelayanan kesehatan tergantung dari kebutuhannya. Dari sinilah timbul gagasan yang disebut dengan pooling dana. Dengan dana yang dikumpulkan dimungkinkan terjadi subsidi silang dari masyarakat yang beresiko rendah tetapi mampu kepada masyarakat yang beresiko tinggi tetapi tidak mampu. Tetapi cara pooling ini bukan tanpa masalah, semakin besar pooling ini maka premi yang dibayar oleh peserta menjadi tidak terkait dengan resiko yang dihadapi oleh peserta tadi. Hal ini menimbulkan insentif bagi yang mampu tetapi beresiko kecil untuk menghindari pembayaran iuran. Dengan kata lain, bagi sebagian masyarakat, manfaat yang diterima tidak sebanding dengan premi yang harus dibayarkan. Sistem jaminan kesehatan yang ada di Kolombia menghadapi masalah ini. Chili berusaha mengatasi masalah ini dengan tidak melakukan pooling dana diantara ISAPRE apalagi dengan FONASA. Sistem di Kolombia didesain agar para perusahaan asuransi memfokuskan pada pelayanan yang dapat menekan biaya serendah mungkin melalui resiko yang ditanggung bersama. Sebaliknya ISAPRE di Chili kurang mempunyai insentif untuk menekan biaya karena ISAPRE bertindak sebagai perusahaan asuransi dimana perserta dapat membayar lebih untuk layanan yang lebih baik.

Selain itu, hal yang dapat kita cermati dari sistem jaminan kesehatan di Kolombia dan Chili adalah digunakannya sistem asuransi melalui cara defined contribution bagi masyarakat yang dianggap mampu serta adanya kebebasan bagi masyarakat untuk memilih perusahaan penyelenggara jaminan kesehatan. Peran pemerintah masih sangat besar terutama dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi masyarakat

14

Page 15: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

miskin tetapi tidak menghilangkan keikutsertaan perusahaan swasta. Adanya pilihan ini sudah tentu sangat penting bagi masyarakat dalam upaya memperoleh layanan jaminan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhannya.

IV. Usulan Penyempurnaan

Para peserta seminar BAPPENAS Menuju Suatu Sistem Jaminan Sosial Yang

Dapat Diimplementasikan sepakat bahwa Indonesia membutuhkan adanya suatu sistem

jaminan nasional yang dapat dilaksanakan, efisien, serta adil. Namun demikian dengan

RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional yang sedang dibahas oleh DPR dirasakan banyak

hal yang perlu disempurnakan.

Dari pengalaman berbagai negara yang melakukan reformasi sistem jaminan

sosial sesungguhnya kita mempunyai banyak pilihan. Sudah tentu tidak ada satu model

yang serta merta cocok dengan keadaan Indonesia. Namun demikian model apapun yang

akan dipilih harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi, struktur pasar

kerja, keterbatasan anggaran pemerintah, serta yang terpenting adanya pilihan bagi

pekerja untuk dapat memilih perusahaan penyelenggara jaminan sosial. Selain itu

pengalaman baik dan buruk dari negara lain sebaiknya kita jadikan bahan pertimbangan.

Secara umum usulan para peserta seminar untuk menyempurnakan RUU Sistem Jaminan

Sosial Nasional, adalah sebagai berikut:

1. Membangun konsensus serta melakukan analisa aktuaria. Disarankan untuk

membentuk kelompok kerja yang terdiri dari seluruh stakeholders meliputi serikat

pekerja, pengusaha, peneliti dan akademisi, pelaksana program jaminan sosial yang

ada, serta dari pihak pemerintah. Kelompok kerja ini melapor kepada panitia kerja

DPR yang sedang membahas RUU JAMSOSNAS. Kelompok kerja ini bertugas

untuk mencari konsensus dalam bentuk jaminan sosial yang diinginkan, siapa

penerimanya, serta siapa pelaksananya. Selain itu kelompok kerja melakukan analisa

aktuaria untuk mengetahui besarnya biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan

program JAMSOSNAS.

2. Saran di atas memang membutuhkan waktu yang cukup lama, namun demikian

untuk pengembangan suatu program JAMSOSNAS yang komprehensif disarankan

untuk dilakukan. Dalam waktu yang pendek beberapa perbaikan yang dapat

15

Page 16: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

dilaksanakan adalah: Pertama, merancang sistem JAMSOSNAS tiga pilar. Dengan

demikian penanganan pekerja informal dan masyarakat miskin dilakukan tersendiri.

Kedua, mengganti skema defined benefit menjadi defined contribution bagi program

pensiun. Ketiga, melibatkan pihak swasta dalam memberikan pelayanan agar

masyarakat mempunyai pilihan. Dengan demikian tidak perlu melebur perusahaan

penyelenggara jaminan sosial milik pemerintah yang sudah ada. Keempat,

melakukan analisa aktuaria untuk mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan serta

bagaimana membiayainya. Beberapa permasalahan pokok beserta saran dilampirkan

dalam tabel berikut.

16

Page 17: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

Tabel 1

Beberapa Permasalahan Pokok Dalam RUU JAMSOSNAS

Materi Dalam RUU Isu dan Saran Pelaksanaannya

Skema defined benefit dalam program jaminan pensiun.

Program jaminan pensiun menggunakan skema defined benefit merupakan skema yang sudah sejak lama dianut di banyak negara tetapi skema ini rawan insolvensi keuangan, mudah terjebak dalam ketidakmampuan untuk membayar utang tepat waktu. Saran: Mengganti skema defined benefit menjadi defined contribution. Selanjutnya melakukan analisa aktuaria.

Menjanjikan manfaat hari tua yang dibayarkan semuanya sekaligus pada saat pensiun berdasarkan skema defined contribution (sama seperti skema Jamsostek).

Sudah benar untuk menggunakan skema defined contribution. Dengan demikian yang terpenting adalah menjaga agar investasi yang dilakukan memberikan manfaat yang besar. Saran:Melibatkan sektor swasta dalam pelaksanaannya. Pengelolaan investasi melalui sektor publik seringkali memberikan tingkat manfaat yang lebih rendah dibandingkan dengan skema-skema yang dikelola secara kompetitif.

Jaminan kesehatan sosial. Pelaksanaan jaminan kesehatan hanya melalui satu perusahaan berpotensi pada pelayanan yang tidak memuaskan. Adanya pilihan bagi masyarakat merupakan esensi kehidupan bermasyarakat dalam era demokrasi.Saran:Masyarakat menginginkan adanya pilihan dalam memilih perusahaan penyelenggara jaminan kesehatan. Penyelenggara jaminan kesehatan swasta harus dilibatkan. Seperti Kolombia misalnya, terdapat 28 perusahaan yang dapat dipilih.

17

Page 18: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

Materi Dalam RUU Isu dan Saran Pelaksanaannya

Dewan wali amanat (trust) tripartit terdiri

dari wakil-wakil pemerintah, pengusaha

dan serikat pekerja, diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden.

Tidak jelas, bagaimana suatu ‘dewan wali

amanat’ akan dapat melindungi lembaga

jaminan sosial yang dimonopoli oleh

negara dari campur tangan politik.

Saran:

Penyelenggaraan jaminan sosial sebaiknya

tidak dilaksanakan melalui satu pilar satu

pelaku. Disarankan untuk menggunakan

penyelenggaraan 3 pilar.

Penyelenggara asuransi dan jaminan

sosial yang sudah ada seperti Taspen,

Jamsostek, ASKES akan dilaksanakan di

bawah bimbingan dewan wali amanat.

Tujuan dasarnya adalah supaya semua

lembaga tersebut akhirnya dapat

digabungkan menjadi satu lembaga

negara.

Lembaga-lembaga jaminan sosial yang

dimonopoli negara cenderung tidak

efisien, memberikan pelayanan yang

buruk, dan rawan korupsi.

Saran:

Diinginkan kerangka kompetitif yang

memberikan beberapa kemungkinan pada

pekerja untuk memilih sendiri manajer

dan perusahaan penyelenggara asuransi

yang mereka kehendaki sesuai dengan

kebutuhannya. Penyelenggara yang sudah

ada lebih baik diminta untuk memperbaiki

kinerjanya tanpa harus digabung.

18

Page 19: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

Materi Dalam RUU Isu dan Saran PelaksanaannyaProgram JAMSOSNAS, utamanya jaminan kesehatan, bersifat wajib untuk semua pekerja, termasuk pekerja informal.

Tidak mungkin mengikutsertakan pekerja informal dalam skema iuran. Akan sangat mahal untuk memungut iuran dari pekerja informal yang jumlahnya jauh lebih besar dari pekerja formal dan tempatnya yang sangat tersebar. Dalam program JAMSOSTEK, untuk pekerja formal saja tidak sampai setengahnya yang secara teratur membayar iuran.Saran:Oleh sebab itu hendaknya dibentuk program terpisah untuk jaminan sosial bagi pekerja informal dan masyarakat miskin yang dibiayai dari pajak secara umum.

Pengenaan pajak atas upah (payroll taxes) sebesar 17-20% bagi pekerja untuk membiayai program JAMSOSNAS.

Pengenaan tambahan pungutan yang tinggi cenderung menyebabkan orang berusaha mengelak membayar pajak dan hilangnya lapangan pekerjaan formal. Pekerja yang berupah rendah dan biasanya tidak terampil serta usia muda biasanya akan lebih dahulu menjadi korban hilangnya lapangan kerja formal.Saran:Dilakukan analisa yang mendalam mengenai dampak pengenaan pajak atas upah terhadap penciptaan kesempatan kerja.

Sumber: Lokakarya Internasional Menuju Suatu Sistem Jaminan Sosial Yang Dapat

Diimplementasikan, diselenggarakan oleh BAPPENAS, tanggal 24 Juni 2004,

di Hotel Borobudur, Jakarta.

19

Page 20: MENGEMBANGKAN SISTEM JAMINAN SOSIAL ... · Web viewUntuk memperluas cakrawala, seminar membahas pula pengalaman negara lain dalam penerapan sistem jaminan sosial. Laporan ini akan

Lokakarya Satu HariMenuju Suatu Sistem Jaminan Sosial Yang Dapat Diimplementasikan

Pembicara:

1. Dr. Soekarno WirokartonoDeputi Bidang Ekonomi, BAPPENAS

2. Dra. Leila Retna Komala, MADeputi Bidang Sumber Daya Manusia & Kebudayaan, BAPPENAS

3. Dr. Bambang WidiantoDirektur Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi, BAPPENAS

4. Dr. Estelle JamesInternational Pension Specialist, USA

5. Alex ArifiantoLembaga Penelitian SMERU

6. Rizaldy CapulongDeputy Chief of the Actuarial DepartmentPhilippine Social Security Commission

7. Professor Mukul AsherNational University of Singapore

8. Ramon Castono - YepesHealth Specialist, Colombia

9. Dr. Mochammad IkhsanLPEM - FEUI

10. Menno PradhanWorld Bank

11. John AnggeliniAsian Development Bank

Moderator:

1. Rekson SilabanKetua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia(SBSI)

2. Ari PerdanaCSIS

3. Bismo SanyotoSektretaris Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia(SBSI)

20