Mengadopsi manajemen sektor private dalam mengelola sdm sektor publik (syafiq 2014)
Click here to load reader
-
Upload
researcher-syndicate68 -
Category
Government & Nonprofit
-
view
322 -
download
2
description
Transcript of Mengadopsi manajemen sektor private dalam mengelola sdm sektor publik (syafiq 2014)
1
Mengadopsi Manajemen Sektor Private dalam Mengelola SDM Sektor Publik :
Memahami Sosok PPPK melalui diskursus Paradigma Administrasi Publik
Muhammad Syafiq Pusat Inovasi Kelembagaan dan SDA LAN RI
Deputi Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara
Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia, E-mail [email protected]
Pendahuluan
Lahirnya UU ASN merupakan sebuah babak baru penataan kepegawaian
pemerintah yang selama ini identik dengan rendahnya kinerja, kompetensi,
profesionalisme serta hal-hal negatif lainnya. Bahkan menurut Azwar Abubakar selaku
Menpan menyatakan bahwa 95% dari 4,7 juta PNS tidak berkompeten di bidangnya
(Tempo.com, edisi 29 februari 2012). Aparat birokrasi pemerintah juga identik dengan
perburuan rente yang prakteknya sudah menggurita. Tindakan Gubernur Jawa Tengah
Ganjar Pranowo di Jembatan Timbang Batang merupakan sebuah bentuk ekspresi untuk
dapat memutus virus rent seeking dalam birokrasi pemerintahan. Oleh karena itu
diperlukan adanya reformasi kepegawaian yang menjadi subsistem dalam reformasi
birokrasi (Effendi 2007 dalam Putranti dan Suwartiningsih 2012).
Hadirnya UU ASN kemudian menjadi angin segar guna menciptakan penataan
sistem kepegawaian yang lebih profesional. Sosok Aparatur Sipil Negara nantinya
diharapkan akan dapat merespon tantangan lingkungan strategis guna menopang
pemerintah dalam mencapai tujuannya. Prinsip dasar UU ASN adalah pemberlakuan
“Sistem Merit” melalui seleksi dan promosi secara adil dan kompetitif, menerapkan prinsip
fairness, penggajian, reward dan punishment berbasis kinerja, standar integritas dan
perilaku untuk kepentingan publik, manajemen SDM secara efektif dan efisien serta
melindungi pegawai dan intervensi politik dan dari tindakan semena-mena (Biro Hukum,
Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PAN dan RB:2014). Kehadiraan UU ASN ini
merupakan modal berharga untuk menciptakan birokrasi Indonesia yang responsif dan
siap menghadapi abad Asia. Pusat ekonomi dunia di abad-21 diproyeksikan berada di Asia
dan tidak lagi di Eropa atau Amerika yang akan menghasilkan 53 persen Gross Domestic
Product (GDP) Dunia. Indonesia berdasarkan perhitungan Bank Dunia, ADB dan UNDP
akan berpeluang menjadi negara penyumbang pertumbuhan ekonomi Asia bersama enam
negara lainnya seperti Jepang, Korea Selatan, Cina, India, Thailand dan Malaysia. Hal
tersebut diungkapkan oleh Prof Sofian Efendi kepada crew Majalah Layanan Publik
Kemenpan RB(Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PAN dan
RB:2014) .
Hal yang menarik kemudian dalam sistem kepegawaian yang diatur dalam UU ASN
adalah munculnya sosok Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sehingga,
status pegawai pemerintah tidak hanya melekat pada PNS. Hal yang kemudian
membedakan PPPK dengan PNS adalah pada status kepegawaiannya yang bersifat tidak
tetap. PPPK merupakan pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak yang jangka waktu
kontraknya minimal satu tahun dan bisa diperpanjang sesuai dengan capaian kinerja.
Kemudian. Adanya PPPK nantinya akan mendorong kompetisi untuk berkinerja dengan
baik dan Comfort zone yang saat ini diidentikkan dengan PNS akan dibongkar melalui UU
ASN (FGD Isu Strategis LAN RI tanggal 16 Maret 2014 ).
Adanya sistem kontrak perjanjian kerja dan kompetisi yang coba dibangun dalam
sistem kepegawaian di Indonesia merupakan salah satu gambaran bagaimana manajemen
sektor private coba diadopsi oleh negara. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah
PPPK dalam UU ASN mengadopsi secara radikal prinsip-prinsip manajemen sektor private
melalui paradigma New Public Manajemen (NPM). Pertanyaan tersebut sangat penting
karena dalam berbagai literature telah muncul banyak kritik terhadap paradigma NPM
dengan kemunculan paradigma New Public Service (NPS). Bahkan, menurut Asmawi
Rewansyah, NPS lebih cocok untuk membangun aparatur negara atau mereformasi
birokrasi pemerintahan yang menangani unsur kesejahteraan rakyat. Paradigma NPS akan
sesuai bila digunakan oleh pemerintah dalam melakukan reformasi birokrasi atau
pembangunan aparatur negara yang menangani urusan pemerintahan di bidang
kesejahteraan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, sosial dan urusan agama (Rewansyah:
2010:37).
Pemahaman tentang paradigma yang dibangun dalam konsep PPPK sangatlah
penting untuk dikaji karena nantinya akan sangat berkaitan erat dengan mindset pegawai
PPPK secara khusus serta manajemen PPPK secara umum. Karena, kesalahan pemahaman
akan paradigma akan berdampak sistemik kesalahan membangun budaya dalam
mengelola PPPK.
Diskursus Paradigma Administrasi Publik
Perkembangan paradigma administrasi publik menarik untuk diikuti sebagai bagian
dari perubahan pendekatan dalam mengelola negara. Perkembangan paradigma dari Old
Public Adminsitration (OPA), New Public Management (NPM), serta new Public Service
(NPS) akan sangat berguna dalam menelusuri dasar gagasan pemikiran pengelolaan
kepegawaian pemerintah di Indonesia melalui UU ASN . Kerangka dasar pembentukan UU
ASN bisa dipastikan terpengaruh atau bahkan mengadopsi beberapa preposi-preposisi
yang muncul dalam paradigma administrasi publik.
Generasi awal paradigma administrasi publik biasa dikenal dengan Old Public
Adminsitration (OPA) atau model administrasi publik tradisional. Prinsip dasar dari
paradigma administrasi publik tersebut bermula dari bentuk artikulasi dari model
birokrasi Max Weber. Mekanisme kontrol berpusat dari atas ke bawah begitu pula dengan
pengambilan kebijakan. Perkembangan selanjutnya, Woodrow wilson memberikan
sumbangsih pemikiran dengan melakukan dikotomi antara administrasi dan politik
(Pfiffner : 2004). Gagasan tersebut muncul untuk mengurangi ruang bagi administrator
untuk melakukan praktek nepotisme . Berdasarkan beberapa konsep yang muncul terkait
administrasi publik, Guy Peters kemudian merangkum beberapa prinsip dari karakteristik
model administrasi publik tradisional yaitu : sebuah public service yang apolitis, hierarkhi
dan aturan, permanen dan stabilitas, sebuah institusi pelayan sipil, regulasi internal (B. G.
Peters,2001 dalam Pfiffner : 2004). Inti dari konsep administrasi publik tradisional adalah
menempatkan negara menjadi aktor utama dalam penyelenggaraan urusan pemerintah.
Model administrasi publik tradisional dalam perkembangannya menimbulkan
banyak kritik diantaranya adalah munculnya monopoli state dalam pelayanan publik, oleh
karena itu muncullah New Public Management (NPM). Munculnya New Public Management
(NPM) merupakan sebuah reaksi dari kelemahan model administrasi publik tradisional
(O’Flynn 2005a; Stoker 2006 dalam O’Flynn : 2007). Model NPM berusaha membongkar
monopoli pelayanan, memperluas aktor penyedia layanan serta pendekatan manajemen
yang lebih berorientasi pasar (Stoker 2006:45 dalam O’Flynn : 2007). Terkait dengan NPM
tersebut, Hood (Hood,1991 dalam O’Flynn : 2007) merumuskan beberapa komponen yang
menjadi kunci dari model tersebut yaitu, ditangani oleh manajemen profesional, adanya
standar dan ukuran kinerja yang eksplisit, penekanan lebih besar pada kontrol output,
agregasi dari unit-unit dalam sektor publik, kompetisi yang lebih besar pada sektor publik,
gaya sektor publik dalam praktek manajemen, disiplin yang lebih besar dan penghematan
dalam penggunaan sumber daya. Setelah itu giliran Hughes dalam papernya menyebutkan
beberapa karakteristik dari NPM sebagai berikut ; Manajemen (hasil dan tanggung jawab
manajerial) memiliki fungsi lebih tinggi dari pada administrasi (mengikuti struktur),
prinsip ekonomi (ditarik dari teori public choice, teori Principal –agent, kontrak, kompetisi,
serta teori perusahaan) dapat membantu manajemen publik, teori dan praktek
management moderen (flexibility in staffing and organisation) dapat meningkatkan
manajemen publik (Hughes,2006 dalam O’Flynn : 2007).
Pertanyaan yang kemudian muncul terkait kemunculan NPM adalah kesesuainnya
untuk diterapkan pada manajemen pemerintahan utamanya di negara berkembang.
Bertolak dari beberapa pertanyaan tersebut muncullah paradigma baru yaitu New Public
Service (NPS)yang pertama kali dikenalkan oleh Janet V. Dernhart dan Robert B. Dernhart
melalui tulisan yang berjudul “The New Public Service, Serving not Steering” yang pada
intinya adalah sebuah kritik untuk tidak mengelola pemerintahan dengan prinsip bisnis
karena perlu ada nilai-nilai demokrasi (Silviana:2012). Paradigma NPS didasarkan pada
beberapa teori yaitu democratic Citizenship, models of community and civil society, dan
organizational humanism and discourse theory (Denhardt & Denhardt: 2000). Terdapat
beberapa karakter mendasar dari NPS yang membedakannya dengan OPM dan NPM. Yang
pertama adalah pelayanan pada warganegara dan bukan pada pengguna jasa. Yang kedua
adalah penekanan nilai pada pencapaian kepentingan publik. Yang ketiga adalah
penekanan pada nilai kewarganegaraan dan bukannya pada kewirausahaan. Yang keempat
adalah berpikir strategis dan bertindak demokratis. Yang kelima adalah membangun
mekanisme akuntabilitas. Yang keenam adalah memberikan pelayanan dan bukan
mengendalikan. Yang ketujuh adalah memberikan nilai pada pelayanan kepada
warganegara dan bukannya produktivitas (Denhardt & Denhardt, 2007 dalam Pusat Kajian
Kinerja Kelembagaan, 2013:17-18) .
Mengungkap Sosok PPPK
Prosentase PPPK akan lebih banyak dibandingkan dengan PNS, bahkan pada saat ini
Kemenpan sudah menentukan prosentase dalam recruitmen yang akan dilaksanakan yaitu
60 % PNS serta 40 % PPPK. Namun, sebenarnya sosok PPPK belum diatur dengan jelas
dalam peraturan pemerintah. Kondisi tersebut kemudian memunculkan persepsi yang
berbeda-beda dari publik terkait sosok PPPK. Salah satu persepsi yang muncul adalah
anggapan bahwa sosok PPPK merupakan wajah baru dari pegawai honorer atau kontrak.
Oleh karena itu, PPPK merupakan angin segar bagi pegawai honorer atau kontrak untuk
mendapatkan status kepegawaian pemerintah yang lebih baik (FGD Isu Strategis LAN RI 16
Maret 2014).
Namun sejatinya, sosok PPPK yang dimunculkan oleh perumus UU ASN sangatlah
berbeda dengan pegawai kontrak atau honorer. PPPK merupakan pegawai yang diangkat
dari kalangan profesional untuk bisa merubah wajah birokrasi kita saat ini. Sehingga
pegawai honorer atau kontrak tidak bisa serta merta masuk menjadi pegawai PPPK kecuali
dengan proses seleksi yang benar-benar berlandaskan merit sistem
Menurut Prof Sofian Effendi sebagai salah satu permus UU ASN, PPPK muncul untuk
dapat menarik profesional dari swasta untuk dapat mengabdi dan berkarir di
pemerintahan . Sistem tersebut yang nantinya akan membawa Indonesia pada kondisi
profesional Public Service (FGD Isu Strategis LAN RI 16 Maret 2014). Banyak hal yang
kemudian membedakan antara PNS dan PPPK, namun yang paling terlihat adalah pada
statusnya dimana PNS merupakan pegawai tetap dan PPPK merupakan pegawai tidak tetap
berdasarkan kontrak kerja. Semangat yang muncul dari adanya PPPK adalah merubah
sistem kepegawaian PNS yang sangat rigid yang direkrut hanya melalui satu pintu,
kemudian dia bermutasi dan berpromosi dalam suatu sistem selama puluhan tahun. Hal
tersebut membuat PNS merasa berada pada comfort zone dan tidak berpikir out of the box
tanpa menyadari bahwa ada perubahan yang begitu pesat di luar sistem kepegawaian PNS
yang ada saat ini. Pegawai PPPK nantinya akan mengisi tenaga pendidikan, pelayanan
kesehatan, dan pekerjaan-pekerjaan fungsional teknikal lainnya seperti pranata komputer
serta desainer dan lain-lain (Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian
PAN dan RB:2014).
Oleh karena itu, semakin jelas terlihat bahwa sosok PPPK sangatlah berbeda
dengan PNS terlebih lagi dengan pegawai honorer atau kontrak meskipun sama-sama
bekerja untuk pemerintah (Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian
PAN dan RB:2014). Secara lebih rinci Prof Sofian Effendi menjelaskan perbedaan antara
PNS dan PPPK adalah sebagai berikut;
Perbedaan PNS dan PPPK
No PNS PPPK
1
Pegawai ASN diangkat oleh pejabat yang
berwenang untuk jalankan tugas pemerintah
Pegawai ASN diangkat oleh pejabat yang
berwenang untuk jalankan tugas pelayanan
pendidikan, kesehatan, penyuluhan, dan
tugas dukungan pemerintah
2 Diangkat sebagai pegawai tetap sampai batas usia
pensiun
Diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian
kerja
3 Usia tertinggi pada waktu pengangkatan 35 tahun Usia tertinggi waktu pengangkatan bervriasi
sesuai jabatan pada instansi
4 Penerimaan atas dasar tingkat dan jenis
pendidikan
Penerimaan atas dasar kualifikasi dan
kompetensi
5 Skala Gaji Pegawai ASN Skala Gaji Pegawai ASN
6 Sistem Pensiun “ Pay As You Go” Sistem Pensiun Sumbangan Pasti
7
Batas Usia Pensiun 58 tahun untuk jabatan
administrasi dan 60 tahun untuk jabatan
pimpinan tertinggi
Batas usia pensiun 65 atau 70 tahun
Sumber: Sofian Effendi : 2014 1
1 Paparan yang berjudul UU No. 5/2014 : P3K Untuk Transformasi Fungsi Pelayanan Publik Pemerintahan
disampaikan pada FGD 16 Maret 2014
PPPK dalam Paradigma Administrasi Publik
Apabila melihat beberapa asas dalam PPPK seperti sistem kontrak, penciptaan
kompetisi, Fleksibilitas dalam sistem kepegawaian dan organisasi, profesionalisme,
efisiensi dan efektivitas, maka dapat dipahami bahwa PPPK mengadopsi beberapa konsep
manajemen sektor private yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan swasta
yang sangat profit oriented. Beberapa poin tersebut paling tidak yang sering ditonjolkan
oleh para perumus UU ASN seperti Prof. Dr Sofian Efendi (FGD Isu Strategis LAN RI 16
Maret 2014). Maka tidak mengherankan apabila kemudian muncul pandangan bahwa
PPPK dimunculkan dengan menggunakan paradigma New Public Management (NPM).
Namun sejatinya, apabila dianalisis lebih dalam tiap klausul dalam UU ASN , maka
terlihat dengan jelas bahwa ada kolaborasi dalam paradigma PPPK. Konsep mekanisme
kepegawaian yang dibuat untuk menopang birokasi dalam menghadapi abad Asia ini
mengggunakan kolaborasi dua paradigma administrasi publik yang kita kenal dengan New
Public Management (NPM) dan New Public Service (NPS). Meskipun Konsep PPPK
mengadopsi beberapa asas dalam manajemen swasta, namun tidak menempatkannya
secara radikal sebagai asas utama.
Bab II Pasal 2 UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 menejelaskan asas-asas yang menjadi
dasar dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN yaitu, kepastian hukum,
profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas, akuntabilitas, efektif
dan efisien, keterbukaan , nondiskriminatif, persatuan dan kesatuan, keadilan dan
kesetaraan, dan kesejahteraan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa beberapa teori yaitu
democratic Citizenship, models of community and civil society, dan organizational humanism
and discourse theory (Denhardt & Denhardt: 2000) yang melandasi paradigma New Public
Service (NPS) telah menjadi pijakan dalam pembuatan UU ASN termasuk pengelolaan
PPPK dibuktikan dengan adanya asas proporsionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas,
akuntabilitas, keterbukaan , nondiskriminatif, keadilan dan kesetaraan, serta
kesejahteraan.
Adanya kolaborasi paradigma dalam PPPK tersebut perlu dipahami oleh semua
pihak untuk membangun mindset bersama. Hal tersebut penting karena mindset akan
membangun budaya kerja dalam birokrasi pemerintah. Pemahaman seorang pimpinan
akan kolaborasi paradigma diharapkan akan menciptakan keseimbangan dalam
menempatkan asas-asas pengelolaan PPPK. Kondisi yang demikian akhirnya juga akan
berimbas pada paradigma yang digunakan oleh pegawai PPPK dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Masyarakat tidak diperlakukan lagi seperti customer
dengan mengedepankan asas efektivitas dan efisiensi namun sebagai citizen yang memiliki
hak penuh untuk mendapatkan produk layanan.
Kesimpulan
Mengelola SDM dalam konteks negara dengan perusahaan sangatlah berbeda.
Efisiensi dan efektivitas bukan menjadi satu-satunya faktor diperhatikan karena adanya
dimensi politik (keadilan, demokrasi, HAM serta Kewarganegaraan) yang juga perlu untuk
dijadikan acuan. Sebenarnya, mengadopsi manajemen swasta ke dalam sektor publik
bukanlah suatu kekeliruan apabila tidak dilakukan secara radikal, karena birokrasi di
Indonesia memang sudah waktunya untuk melakukan sebuah perubahan dan keluar dari
kungkungan budaya lama yang membuat sulit untuk berkembang. Hal tersebutlah yang
kemudian menjadi semangat dalam pembuatan UU ASN termasuk dalam pengelolaan
PPPK. Logika NPM dan NPS ditempatkan secara seimbang dalam asas-asas yang mendasari
pengelolaan PPPK
Daftar Pusataka
Dendhardt, Robert B & Denhardt, Janet Vinzant. 2000. The new Public Service:
Serving Rather Than Steering. Public Administration review November/desember
2000, Vol 60, No. 6
O’Flynn, Janine. 2007. From New Public Management to Public Value: Paradigmatic
Change and Managerial Implications. The Australian Journal of Public Administration,
vol. 66, no. 3, pp. 353–366
Pfiffner, James P. 2004. Traditional Public Administration Versus The New Public
Management: Accountability Versus Efficiency
Silviana, Septinia Eka. 2012. Perjalanan Old Public Administration (OPA), New Public
Management (NPM) hingga New Public Service (NPS)
Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan, 2013, Kajian Desain Kelembagaan Pemerintah
Pusat (Arsitektur Kelembagaan Tahun 2014-2019). Jakarta: LAN RI
Putranti, Yustisia T A dan Suwartiningsih Sri . 2012 . Eefektivitas Kerja PNS Dalam
Reformasi Birokrasi. KRITIS, Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin Vol. XXI, No. 1,
2012: 35-55
Menteri Azwar: Indonesia Krisis PNS yang Kompeten, 2012, diakses di
http://www.tempo.co/read/news/2012/02/29/173387194/Menteri-Azwar-
Indonesia-Krisis-PNS-yang-Kompeten pada tanggal 20 Mei 2014