Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

21
MAKALAH TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR MENENTUKAN LAJU EROSI Oleh: Karina Dwidha P. NIM A1H009043 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2012

Transcript of Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

Page 1: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

MAKALAH

TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR

MENENTUKAN LAJU EROSI

Oleh:

Karina Dwidha P.

NIM A1H009043

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas terstruktur Teknik Pengawetan Tanah dan Air yang berjudul ”Menentukan

Laju Erosi ”.

Tanpa adanya bantuan dan dorongan serta petunjuk dari berbagai pihak,

makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis

mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.

Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

perbaikan dimasa yang akan datang. Harapan penulis semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pembaca.

Purwokerto, 12 April 2012

Penyusun

Page 3: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat

lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka muka bumi.

Tenaga pengangkut tersebut bisa berupa angin, air maupun gletser atau es yang

mencair.Erosi bisa terjadi di darat maupun di Pantai.

Erosi merupakan proses alam, yang juga banyak terjadi karena perbuatan

manusia. Faktor curah hujan, tekstur tanah, kemiringannya dan tutupan tanah

mempengaruhi tingkat erosi. Intensitas curah hujan yang tinggi di suatu lokasi

yang tekstur tanahnya adalah sedimen, misalnya pasir serta letak tanahnya juga

agak curam menimbulkan tingkat erosi yang tinggi. Tanah yang gundul tanpa ada

tanaman pohon atau rumput akan rawan terhadap erosi. Erosi juga dapat

disebabkan oleh angin, air laut dan es.

Menurut Bennet pada tanah-tanah pertanian yang tererosi bersamaan

dengan hanyutnya partikel-partikel tanah, maka bahan-bahan organik serta unsur-

unsur hara yang penting sebagai bahan makanan bagi tanaman akan terhanyutkan

juga. Oleh karena itu untuk mencegah atau mengurangi erosi yang terjadi,

diperlukan pengendalian, usaha pencegahan serta usaha perbaikan (rehabilitasi)

terutama oleh manusia itu sendiri. Tanpa adanya usaha pengendalian dan

perlindungan yang permanen terhadap lahan-lahan pertanian maka budidaya akan

tanaman pangan maupun industri tidak akan dapat berlangsung dengan baik.

Pengendalian dapat dilakukan baik secara teknis pembuatan (sengkedan,

pembuatan rorak), secara vegetasi (crop rotation, strip cropping, counter

cropping dan lain-lain), serta dengan cara kimiawi (pemakaian pupuk). Usaha

pencegahan juga dapat dilakukan dengan memperkirakan laju erosi setiap

tahunnya.

.

Page 4: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

B. Tujuan

1. Mengetahui metode penghitungan laju erosi.

2. Mengetahui cara-cara menghitung laju erosi.

Page 5: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

II. ISI

A. Model Prediksi Erosi

Ada beberapa metode atau model pendekatan yang digunakan untuk

memprediksi besarnya laju erosi, yaitu :

1. PENDEKATAN KOTAK HITAM

Meliputi: Penyesuaian masukan (curah hujan) dan keluaran (sedimen)

Persamaan: Qs = a Qw b

Dimana: Qs = banyaknya tanah yang terangkut

Qw = banyaknya aliran permukaan

a = konstanta, indeks kehebatan erosi,

>7.10-4

kehilangan tanah berat

<3.10-4

laju erosi tanah rendah

b = konstanta, 2,0 – 3,0

Catatan: Nilai a dan b berubah-ubah untuk daerah yang berbeda

Kelemahan model: tidak ada keterangan tentang bagaimana erosi terjadi.

2. MODEL KOTAK PUTIH

Sampai saat ini model ini belum dipergunakan secara operasional.

Masukan: Curah hujan, aliran air di permukaan tanah, dan aliran dalam

saluran.

Keluaran: Sedimen yang terangkut oleh aliran air di atas permukaan tanah dan

sedimen yang terangkut dari alur, parit dan saluran.

3. MODEL DETERMINISTIK

Berlaku persamaan kontinuitas yang mengasumsi erosi sebagai suatu proses

dinamik:

Masukan – Keluaran = Kehilangan atau penambahan material

Pelaksanaan model dalam skema tersebut menggunakan empat persamaan

yang menggambarkan:

a. Pelepasan butir-butir tanah oleh curah hujan (detachment by rainfall – DR)

Page 6: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

DR = k1 A I2

dimana : A = luas areal

I = intensitas hujan (inci/jam)

k1 = konstanta yang besarnya dipengaruhi oleh sifat tanah

b. Pelepasan butir-butir tanah oleh aliran permukaan (detachment by runoff –

DF)

DF = k2 A ½ (Ss2/3

Qs2/3

+ Se2/3

Qe2/3

)

dimana:

k2 = konstanta yang dipengaruhi sifat tanah

Ss = kecuraman lereng di pangkal segmen (%)

Qs = laju aliran permukaan di pangkal segmen

Se = kecuraman lereng di ujung bawah segmen

Qe = laju aliran di ujung bawah segmen

c. Kapasitas angkut curah hujan (TR)

TR = k3 S I

dimana:

k3 = konstanta yang dipengaruhi oleh sifat tanah

S = kecuraman lereng

I = intensitas hujan

d. Kapasitas angkut aliran permukaan (TF)

TF = k4 S5/3

Q5/3

dimana:

k4 = konstanta yang dipengaruhi sifat tanah

S = kecuraman lereng

Q = laju aliran permukaan

4. CREAMS (Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management

Systems) - Knisel (1980)

Pada dasarnya model ini memuat tiga kelompok model, yaitu model hidrologi,

model sedimen, serta model unsur hara dan pestisida

Page 7: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

Syarat: Dipergunakan untuk skala bidang tanah dalam satu satuan pengelolaan

dengan penggunaan tanah yang sama, tanah yang homogen, curah hujan yang

sama dan tindakan pengelolaan yang sama.

Konsep dasar: Hasil sedimen adalah fungsi pelepasan butir-butir tanah dan

diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut. Kandungan sedimen dibatasi

oleh banyaknya sedimen yang tersedia oleh pelepasan atau kapasitas transport.

5. MODEL KOTAK KELABU

a. Model Kotak Kelabu untuk DAS

Pengukuran erosi dilakukan di tempat keluarnya sedimen yang kemudian

terbawa air dari DAS tersebut untuk satu kejadian hujan. Model ini

diperkenalkan oleh Walling (1974). Kelemahan dari model ini adalah

peubahnya saling berkorelasi sehingga tidak dapat ditemukan peubah mana

yang paling penting. Meski secara statistik mempunyai nilai penjelasan

tinggi, namun secara konseptual, tidak. Rumus Walling (1974):

Log Qs = -1,1402 – 0,0524DUR – 0,7764Log Qw + 1,3735Log Qq + 0,09892Log

QQ – 0,4961Log Qap + 0,2693DY

dimana:

Qs = Hasil sedimen (kg)

DUR = Waktu hujan (jam)

Qw = Laju puncak aliran (liter/detik)

Qq = Laju puncak aliran di atas permukaan tanah (liter/detik)

QQ = Jumlah aliran di atas permukaan tanah (mm)

Qap = Laju aliran sungai sebelum hidrograf naik (liter/detik)

DY = Jumlah hari dari satu tahun, dinyatakan Sin 2πd/365.

d = hari dihitung mulai 1 januari.

b. Model Kotak Kelabu untuk bidang tanah

Dikembangkan oleh Weischmeier & Smith (1978). Biasa disebut The

Universal Soil Loss Equation (USLE)

Kelebihan: - mampu membuat prediksi rata-rata erosi jangka panjang

- bisa dimanfaatkan untuk tempat-tempat atau bangunan dan

penggunaanbukan pertanian.

Page 8: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

Kelemahan: - tidak dapat memprediksi pengendapan

- tidak memperhitungkan sedimentasi dari erosi parit, tebing

sungai dan dasar sungai.

B. Metode USLE

Suatu model parametric untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah

telah dikembangkan oleh wischmeier & smith (1965, 1978) dinamakan the

universal soil loss equation (usle). Usle memungkinkan perencana menduga laju

rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan

tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan

konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan.

Persamaan yang dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik dan

pengelolaan yang mempengaruhi laju erosi ke dalam lima peubah utama yang

nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan secara numeric (Anonim, 2009).

Prediksi erosi dengan metode USLE diperoleh dari hubungan antara

faktor-faktor penyebab erosi itu sendri yaitu:

A = R*K*LS*C*P

dimana:

A = Banyaknya tanah tererosi (ton ha-1 yr-1)

R = faktor curah hujan dan aliran permukaan (Erosivitas) (MJ mm ha-1

hr-1 yr-1)

K = faktor erodibilitas tanah (ton ha hr MJ-1 mm-1 ha-1)

LS = faktor panjang dan kemiringan lereng (dimensionless)

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman

(dimensionless)

P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (dimensionless)

Page 9: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

1. Faktor erosivitas (R)

Erosivitas (R) hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang

menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat

yang lebih rendah (chay asdak, 1995: 455). Erosivitas hujan sebagian terjadi

karena pengaruh jatuhan butir hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi

karena aliran air di atas permukaan tanah. Sifat-sifat curah hujan yang

mempengaruhi erosivitas adalah besarnya butir-butir hujan, dan kecepatan

tumbukannya. Momentum dan energi kinetik, keduanya dapat dihubungkan

dengan tumbukan butir-butir air hujan terhadap tanah, tetapi kebanyakan

orang lebih menyukai menggunakan energi kinetik untuk dihubungkan dengan

erosivitas. Nilai erosivitas hujan dapat dihitung berdasarkan data hujan yang

diperoleh dari penakar hujan otomatik dan dari penakar hujan biasa.

Pada metode USLE, prakiraan besarnya erosi dalam kurun waktu per

tahun (tahunan). Angka rata-rata faktor R dihitung dari data curah hujan

tahunan sebanyak mungkin dengan menggunakan persamaan :

dimana :

R = erosivitas hujan rata-rata tahunan

n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim

hujan)

X = jumlah tahun atau musim hujan yang digunakan sebagai dasar

perhitungan

Besarnya EI proporsional dengan curah hujan total untuk kejadian hujan

dikalikan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit.

Sementara, Bowles (1978) dalam Asdak (2002), dengan

menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di pulau

Jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun menentukan bahwa besarnya

erosivitas hujan tahunan rata-rata adalah sebagai berikut :

R = 6,119(RAIN)1.21

(DAY S)-0,47

(MAXP)0,53

Page 10: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

dimana :

R = EI30 =indeks erosivitas rata-rata bulanan

RAIN = curah hujan rata-rata bulanan (cm)

DAYS = jumlah hari hujan rata-rata perbulan

MAXP = curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan

bersangkutan

Cara menentukan besarnya indeks erosivitas hujan yang lain adalah

dengan menggunakan metode matematis yang dikembangkan oleh Utomo dan

Mahmud berdasarkan hubungan antara R dengan besarnya hujan tahunan.

Rumus yang digunakan adalah :

R = 237,4 + 2,61 P

dimana :

R = EI30(erosivitas hujan rata-rata tahunan) (N/h)

P = Besarnya curah hujan tahunan (cm)

2. Faktor erodibilitas (K)

Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah

terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh

adanya energi kinetik air hujan. Suatu tanah yang mempunyai erodibilitas

rendah mungkin mengalami erosi yang berat jika tanah tersebut terdapat pada

lereng curam dan panjang, serta curah hujan dengan intensitas hujan yang

selalu tinggi. Sebaliknya suatu tanah yang memiliki erodibilitas tinggi,

mungkin memperlihatkan gejala erosi ringan atau tidak sama sekali bila

terdapat pada lereng yang landai dengan penutupan vegetasi baik dan curah

hujan berintensitas rendah. Tanah yang mudah dipisahkan (dispersive) juga

akan tererosi lebih cepat daripada tanah yang terikat (flocculated). Jadi, sifat-

sifat fisik, kimia, dan biologi tanah juga mempengaruhi besarnya erodibilitas.

Pada prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah

:

1. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan

kapasitas tanah menahan air.

Page 11: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap

dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan.

Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan organik,

kedalaman tanah dan tingkat kesuburan tanah (Morgan, 1979 ; Arsyad, 2000).

Secara umum tanah dan kandungan debu tinggi, liat rendah dan bahan organik

rendah adalah yang paling mudah tererosi (Wischmeier dan Mannering,

1969). Jenis mineral liat, kandungan besi dan aluminium oksida, serta ikatan

elektro-kimia di dalam tanah juga merupakan sifat tanah yang berpengaruh

terhadap erodibilitas tanah (Wischmeier dan Mannering, 1969 ; Liebenow et

al., 1990). Menurut Wischmeier (1971) dalam Arsyad (1989) persamaan

umum kehilangan tanah adalah sebagai berikut :

dimana :

K = erodibilitas

M = ukuran partikel (% debu + % pasir halus) (100-%liat)

a = kandungan bahan organik

b = kelas struktur tanah

c = kelas permeabilitas

Nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah disajikan pada Tabel 1

berikut ini :

Tabel 1. Nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah

Untuk beberapa jenis tanah di Indonesia yang dikeluarkan oleh Dinas

RLKT, Departemen Kehutanan, nilai K dapat diperoleh sesuai dengan Tabel 2

berikut ini :

Page 12: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

Tabel 2. Jenis tanah dan nilai faktor erodibilitas tanah ( K )

3. Faktor panjang kemiringan lereng (LS)

Pada prakteknya, variabel S dan L dapat disatukan, karena erosi akan

bertambah besar dengan bertambah besarnya kemiringan permukaan medan

(lebih banyak percikan air yang membawa butir-butir tanah, limpasan

bertambah besar dengan kecepatan yang lebih tinggi), dan dengan bertambah

panjangnya kemiringan (lebih banyak limpasan menyebabkan lebih besarnya

kedalaman aliran permukaan oleh karena itu kecepatannya menjadi lebih

tinggi). Makin panjang lereng permukaan tanah, makin tinggi potensial erosi

karena akumulasi air aliran permukaan semakin tinggi. Kecepatan aliran

permukaan makin tinggi mengakibatkan kapasitas penghancuran dan deposisi

makin tinggi pula (Wischmeier dan Smith, 1978). Gambar 1. berikut

menunjukkan diagram untuk memperoleh nilai kombinasi L S, dengan nilai

LS = 1 jika L = 22,13 m dan S = 9%.

Page 13: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

Gambar 1. Diagram untuk memperoleh nilai kombinasi LS

(Sumber : Soemarto,C.D.,1999)

Faktor panjang lereng (L) didefinisikan secara matematik sebagai

berikut (Schwab et al.,1981 dalam Asdak,2002) :

L = (l/22,1)m

dimana :

l = panjang kemiringan lereng (m)

m = angka eksponen yang dipengaruhi oleh interaksi antara panjang

lereng dan kemiringan lereng, dapat juga oleh karakteristik tanah,

tipe vegetasi. Angka ekssponen tersebut bervariasi dari 0,3 untuk

lereng yang panjang dengan kemiringan lereng kurang dari 0,5 %

sampai 0,6 untuk lereng lebih pendek dengan kemiringan lereng

lebih dari 10 %. Angka eksponen rata-rata yang umumnya dipakai

adalah 0,5

Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis sebagai

berikut:

Page 14: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

dimana :

S = kemiringan lereng aktual (%)

Seringkali dalam prakiraan erosi menggunakan persamaan USLE

komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) diintegrasikan menjadi

faktor LS dan dihitung dengan rumus :

dimana :

L = panjang lereng (m)

S = kemiringan lereng (%)

Rumus diatas diperoleh dari percobaan dengan menggunakan plot

erosi pada lereng 3 - 18 %, sehingga kurang memadai untuk topografi dengan

kemiringan lereng yang terjal. Harper, 1988 (dalam Asdak, 2002)

menunjukkan bahwa pada lahan dengan kemiringan lereng lebih besar dari 20

%, pemakaian persamaan di atas akan diperoleh hasil yang over estimate.

Untuk lahan berlereng terjal disarankan untuk menggunakan rumus berikut ini

(Foster and Wischmeier, 1973 dalam Asdak, 2002).

dimana :

m = 0,5 untuk lereng 5 % atau lebih

= 0,4 untuk lereng 3,5 – 4,9 %

= 0,3 untuk lereeng 3,5 %

C = 34,71

α = sudut lereng

l = panjang lereng (m)

Panjang lereng (L) diukur dari suatu tempat pada permukaan tanah

dimana erosi mulai terjadi sampai pada tempat dimana terjadi pengendapan,

atau sampai pada tempat dimana aliran air dipermukaan tanah masuk ke dalam

saluran. Dalam praktek lapangan nilai L sering dihitung sekaligus dengan

faktor kecuraman (S) sebagai faktor kemiringan lereng (LS). Departemen

Page 15: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

Kehutanan memberikan nilai faktor kemiringan lereng, yang ditetapkan

berdasarkan kelas lereng, seperti dalam Tabel 3.

Tabel 3. Penilaian kelas lereng dan faktor LS

4. Faktor penutup Lahan (C)

Faktor C merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh

dari faktor vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan

terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Faktor C yang merupakan salah

satu parameter dalam rumus USLE saat ini telah dimodifikasi untuk dapat

dimanfaatkan dalam menentukan besarnya erosi di daerah berhutan atau lahan

dengan dominasi vegetasi berkayu. Sembilan parameter telah ditentukan

sebagai faktor yang berpengaruh dalam menentukan besarnya erosi di daerah

bervegetasi berkayu tersebut. Kesembilan unsur tersebut adalah konsolidasi

tanah, sisa-sisa tanaman, tajuk vegetasi, sistem perakaran, efek sisa perakaran

dari kegiatan pengelolaan lahan, faktor kontur, kekasaran permukaan tanah,

gulma dan rumput-rumputan.

Penentuan yang paling sulit adalah faktor C, karena banyaknya ragam

cara bercocok tanam untuk suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu.

Berhubung berbagai lokasi tersebut mempunyai iklim yang berbeda-beda,

dengan berbagai ragam cara bercocok tanam, maka menentukan faktor C guna

diterapkan pada suatu lahan tertentu, diperlukan banyak data.

Pola pertanaman dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat

berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh

terhadap penutupan tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai

pemantap tanah. Menurut FAO (1965, dikutip oleh Sinukaban 1986) pergiliran

Page 16: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

tanaman terutama dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah

lainnya, merupakan cara konservasi tanah yang sangat penting. Tujuannya

adalah memberikan kesempatan pada tanah untuk mengimbangi periode

pengrusakan tanah akibat penanaman tanaman budidaya secara terus-menerus.

Keuntungan dari pergiliran tanaman adalah mengurangi erosi karena

kemampuannya yang tinggi dalam memberikan perlindungan oleh tanaman,

memperbaiki struktur tanah karena sifat perakaran, dan produksi bahan

organik yang tinggi.

Berikut ini adalah nilai C untuk beberapa jenis dan pengelolaan

tanaman.

Tabel 4. Nilai C untuk jenis dan pengelolaan tanaman

5. Faktor tindakan khusus konservasi tanah

Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap

besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh

Page 17: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

aktivitas pengelolaan tanaman (C), sehingga dalam rumus USLE kedua

variable tersebut dipisahkan. Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-

rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah

tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan

catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah.

Pada Tabel 5 berikut ini disajikan faktor pengelolaan dan konservasi tanah di

Jawa.

Tabel 5. Faktor pengelolaan dan konservasi tanah di Jawa

Page 18: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

C. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Menurut Asdak, 1995 salah satu informasi penting yang harus diketahui

untuk menyatakan bahwa pelaksanaan program konservasi tanah itu berhasil

adalah tingkat bahaya erosi (TBE) dalam suatu DAS atau sub-DAS yang menjadi

kajian. Dengan mengetahui TBE suatu DAS atau masing-masing sub-DAS maka

prioritas rehabilitasi tanah dapat ditentukan. Tingkat bahaya erosi pada dasarnya

dapat ditentukan dari perhitungan nisbah antara laju erosi tanah (A) dengan laju

erosi yang masih ditoleransi.

Batas toleransi erosi adalah batas maksimal besarnya erosi yang masih

diperkenankan terjadi pada suatu lahan. Besarnya batas toleransi erosi dipengaruhi

oleh kedalaman tanah, batuan asal pembentuk tanah, iklim, dan permeabilitas

tanah. Evaluasi bahaya erosi merupakan penilaian atau prediksi terhadap besarnya

erosi tanah dan potensi bahayanya terhadap sebidang tanah. Evaluasi bahaya erosi

ini didasarkan dari hasil evaluasi lahan dan sesuai dengan tingkatannya. Menurut

Arsyad (2000) evaluasi bahaya erosi atau disebut juga tingkat bahaya erosi

ditentukan berdasarkan perbandingan antara besarnya erosi tanah aktual dengan

erosi tanah yang dapat ditoleransikan. Untuk mengetahui kejadian erosi pada

tingkat membahayakan atau suatu ancaman degradasi lahan atau tidak, dapat

diketahui dari tingkat bahaya erosi lahan tersebut. Tingkat bahaya erosi

dikategorikan ke dalam kelas sangat ringan hingga sangat berat.

United States Department of Agriculture (USDA) telah menetapkan

klasifikasi bahaya erosi berdasarkan laju erosi yang dihasilkan dalam ton/ha/tahun

seperti diperlihatkan pada Tabel 6. Klasifikasi bahaya erosi ini dapat memberikan

gambaran, apakah tingkat erosi yang terjadi pada suatu lahan ataupun DAS sudah

termasuk dalam tingkatan yang membahayakan atau tidak, sehingga dapat

dijadikan pedoman didalam pengelolaan DAS.

Page 19: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

Tabel 6. Klasifikasi bahaya erosi

Page 20: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

III. PENUTUP

Untuk memprediksi erosi dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode, yaitu : pendekatan kotak hitam, model kotak putih, model

deterministic, creams (chemical, runoff, and erosion from agricultural

management systems) - knisel (1980), dan model kotak kelabu. Model kotak

kelabu meliputi model kotak kelabu untuk DAS dan model kotak kelabu untuk

bidang tanah (metode USLE). Metode perhitungan yang biasa digunakan adalah

metode USLE. Prediksi erosi dengan metode USLE diperoleh dari hubungan

antara faktor-faktor penyebab erosi itu sendri yaitu:

A = R*K*LS*C*P

dimana:

A = Banyaknya tanah tererosi (ton ha-1 yr-1)

R = faktor curah hujan dan aliran permukaan (Erosivitas) (MJ mm ha-1

hr-1 yr-1)

K = faktor erodibilitas tanah (ton ha hr MJ-1 mm-1 ha-1)

LS = faktor panjang dan kemiringan lereng (dimensionless)

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman

(dimensionless)

P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (dimensionless)

Faktor penyebab erosi yang terdapat pada perhitungan model USLE

adalah faktor erosivitas (R), faktor erodibilitas (K), faktor panjang dan kemiringan

lereng (LS), faktor penutup tanah (C), dan faktor tindakan khusus konservasi

tanah.

Untuk mengetahui kejadian erosi pada tingkat membahayakan atau suatu

ancaman degradasi lahan atau tidak, dapat diketahui dari tingkat bahaya erosi

lahan tersebut. Tingkat bahaya erosi dikategorikan ke dalam kelas sangat ringan

hingga sangat berat.

Page 21: Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2009. Erosi tanah. http://tanahjuang.wordpress.com/tag/erosivitas/

diakses tanggal 11 Mei 2012.

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Asdak, C., 1995, Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

I gede tunas. Pengaruh Prosedur Perkiraan Laju Erosi Terhadap Konsistensi

Nisbah Pengangkutan Sedimen. Dalam Jurnal SMARTek, Vol. 6, No.

3, Agustus 2008: 135 – 143.

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/SMARTEK/article/downloa

d/476/413 diakses tanggal 11 Mei 2012.

Rahman, Abdul. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem

Informasi Geogra_s (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air

Danau Buyan. PIT MAPIN XVII, Bandung 10-12-2008.

http://crs.itb.ac.id/media/mapin/pdf/abdurrahman.pdf diakses tanggal

11 Mei 2012.

Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Lestari Dengan

Konservasi. Faperta IPB. Bogor.

Suripin. 2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi Offset. Yogyakara

Tinjauan Pustaka Erodibilitas.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24548/3/Chapter%20I

I.pdf diakses tanggal 11 Mei 2012.