Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
-
Upload
helmas-tanjung -
Category
Documents
-
view
443 -
download
10
Transcript of Menetukan Laju Erosi oleh Karina Dwidha P. ( A1H009043 )
MAKALAH
TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR
MENENTUKAN LAJU EROSI
Oleh:
Karina Dwidha P.
NIM A1H009043
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas terstruktur Teknik Pengawetan Tanah dan Air yang berjudul ”Menentukan
Laju Erosi ”.
Tanpa adanya bantuan dan dorongan serta petunjuk dari berbagai pihak,
makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis
mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan dimasa yang akan datang. Harapan penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pembaca.
Purwokerto, 12 April 2012
Penyusun
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat
lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka muka bumi.
Tenaga pengangkut tersebut bisa berupa angin, air maupun gletser atau es yang
mencair.Erosi bisa terjadi di darat maupun di Pantai.
Erosi merupakan proses alam, yang juga banyak terjadi karena perbuatan
manusia. Faktor curah hujan, tekstur tanah, kemiringannya dan tutupan tanah
mempengaruhi tingkat erosi. Intensitas curah hujan yang tinggi di suatu lokasi
yang tekstur tanahnya adalah sedimen, misalnya pasir serta letak tanahnya juga
agak curam menimbulkan tingkat erosi yang tinggi. Tanah yang gundul tanpa ada
tanaman pohon atau rumput akan rawan terhadap erosi. Erosi juga dapat
disebabkan oleh angin, air laut dan es.
Menurut Bennet pada tanah-tanah pertanian yang tererosi bersamaan
dengan hanyutnya partikel-partikel tanah, maka bahan-bahan organik serta unsur-
unsur hara yang penting sebagai bahan makanan bagi tanaman akan terhanyutkan
juga. Oleh karena itu untuk mencegah atau mengurangi erosi yang terjadi,
diperlukan pengendalian, usaha pencegahan serta usaha perbaikan (rehabilitasi)
terutama oleh manusia itu sendiri. Tanpa adanya usaha pengendalian dan
perlindungan yang permanen terhadap lahan-lahan pertanian maka budidaya akan
tanaman pangan maupun industri tidak akan dapat berlangsung dengan baik.
Pengendalian dapat dilakukan baik secara teknis pembuatan (sengkedan,
pembuatan rorak), secara vegetasi (crop rotation, strip cropping, counter
cropping dan lain-lain), serta dengan cara kimiawi (pemakaian pupuk). Usaha
pencegahan juga dapat dilakukan dengan memperkirakan laju erosi setiap
tahunnya.
.
B. Tujuan
1. Mengetahui metode penghitungan laju erosi.
2. Mengetahui cara-cara menghitung laju erosi.
II. ISI
A. Model Prediksi Erosi
Ada beberapa metode atau model pendekatan yang digunakan untuk
memprediksi besarnya laju erosi, yaitu :
1. PENDEKATAN KOTAK HITAM
Meliputi: Penyesuaian masukan (curah hujan) dan keluaran (sedimen)
Persamaan: Qs = a Qw b
Dimana: Qs = banyaknya tanah yang terangkut
Qw = banyaknya aliran permukaan
a = konstanta, indeks kehebatan erosi,
>7.10-4
kehilangan tanah berat
<3.10-4
laju erosi tanah rendah
b = konstanta, 2,0 – 3,0
Catatan: Nilai a dan b berubah-ubah untuk daerah yang berbeda
Kelemahan model: tidak ada keterangan tentang bagaimana erosi terjadi.
2. MODEL KOTAK PUTIH
Sampai saat ini model ini belum dipergunakan secara operasional.
Masukan: Curah hujan, aliran air di permukaan tanah, dan aliran dalam
saluran.
Keluaran: Sedimen yang terangkut oleh aliran air di atas permukaan tanah dan
sedimen yang terangkut dari alur, parit dan saluran.
3. MODEL DETERMINISTIK
Berlaku persamaan kontinuitas yang mengasumsi erosi sebagai suatu proses
dinamik:
Masukan – Keluaran = Kehilangan atau penambahan material
Pelaksanaan model dalam skema tersebut menggunakan empat persamaan
yang menggambarkan:
a. Pelepasan butir-butir tanah oleh curah hujan (detachment by rainfall – DR)
DR = k1 A I2
dimana : A = luas areal
I = intensitas hujan (inci/jam)
k1 = konstanta yang besarnya dipengaruhi oleh sifat tanah
b. Pelepasan butir-butir tanah oleh aliran permukaan (detachment by runoff –
DF)
DF = k2 A ½ (Ss2/3
Qs2/3
+ Se2/3
Qe2/3
)
dimana:
k2 = konstanta yang dipengaruhi sifat tanah
Ss = kecuraman lereng di pangkal segmen (%)
Qs = laju aliran permukaan di pangkal segmen
Se = kecuraman lereng di ujung bawah segmen
Qe = laju aliran di ujung bawah segmen
c. Kapasitas angkut curah hujan (TR)
TR = k3 S I
dimana:
k3 = konstanta yang dipengaruhi oleh sifat tanah
S = kecuraman lereng
I = intensitas hujan
d. Kapasitas angkut aliran permukaan (TF)
TF = k4 S5/3
Q5/3
dimana:
k4 = konstanta yang dipengaruhi sifat tanah
S = kecuraman lereng
Q = laju aliran permukaan
4. CREAMS (Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management
Systems) - Knisel (1980)
Pada dasarnya model ini memuat tiga kelompok model, yaitu model hidrologi,
model sedimen, serta model unsur hara dan pestisida
Syarat: Dipergunakan untuk skala bidang tanah dalam satu satuan pengelolaan
dengan penggunaan tanah yang sama, tanah yang homogen, curah hujan yang
sama dan tindakan pengelolaan yang sama.
Konsep dasar: Hasil sedimen adalah fungsi pelepasan butir-butir tanah dan
diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut. Kandungan sedimen dibatasi
oleh banyaknya sedimen yang tersedia oleh pelepasan atau kapasitas transport.
5. MODEL KOTAK KELABU
a. Model Kotak Kelabu untuk DAS
Pengukuran erosi dilakukan di tempat keluarnya sedimen yang kemudian
terbawa air dari DAS tersebut untuk satu kejadian hujan. Model ini
diperkenalkan oleh Walling (1974). Kelemahan dari model ini adalah
peubahnya saling berkorelasi sehingga tidak dapat ditemukan peubah mana
yang paling penting. Meski secara statistik mempunyai nilai penjelasan
tinggi, namun secara konseptual, tidak. Rumus Walling (1974):
Log Qs = -1,1402 – 0,0524DUR – 0,7764Log Qw + 1,3735Log Qq + 0,09892Log
QQ – 0,4961Log Qap + 0,2693DY
dimana:
Qs = Hasil sedimen (kg)
DUR = Waktu hujan (jam)
Qw = Laju puncak aliran (liter/detik)
Qq = Laju puncak aliran di atas permukaan tanah (liter/detik)
QQ = Jumlah aliran di atas permukaan tanah (mm)
Qap = Laju aliran sungai sebelum hidrograf naik (liter/detik)
DY = Jumlah hari dari satu tahun, dinyatakan Sin 2πd/365.
d = hari dihitung mulai 1 januari.
b. Model Kotak Kelabu untuk bidang tanah
Dikembangkan oleh Weischmeier & Smith (1978). Biasa disebut The
Universal Soil Loss Equation (USLE)
Kelebihan: - mampu membuat prediksi rata-rata erosi jangka panjang
- bisa dimanfaatkan untuk tempat-tempat atau bangunan dan
penggunaanbukan pertanian.
Kelemahan: - tidak dapat memprediksi pengendapan
- tidak memperhitungkan sedimentasi dari erosi parit, tebing
sungai dan dasar sungai.
B. Metode USLE
Suatu model parametric untuk memprediksi erosi dari suatu bidang tanah
telah dikembangkan oleh wischmeier & smith (1965, 1978) dinamakan the
universal soil loss equation (usle). Usle memungkinkan perencana menduga laju
rata-rata erosi suatu tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan
tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan
konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan.
Persamaan yang dipergunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik dan
pengelolaan yang mempengaruhi laju erosi ke dalam lima peubah utama yang
nilainya untuk setiap tempat dapat dinyatakan secara numeric (Anonim, 2009).
Prediksi erosi dengan metode USLE diperoleh dari hubungan antara
faktor-faktor penyebab erosi itu sendri yaitu:
A = R*K*LS*C*P
dimana:
A = Banyaknya tanah tererosi (ton ha-1 yr-1)
R = faktor curah hujan dan aliran permukaan (Erosivitas) (MJ mm ha-1
hr-1 yr-1)
K = faktor erodibilitas tanah (ton ha hr MJ-1 mm-1 ha-1)
LS = faktor panjang dan kemiringan lereng (dimensionless)
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman
(dimensionless)
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (dimensionless)
1. Faktor erosivitas (R)
Erosivitas (R) hujan adalah tenaga pendorong (driving force) yang
menyebabkan terkelupas dan terangkutnya partikel-partikel tanah ke tempat
yang lebih rendah (chay asdak, 1995: 455). Erosivitas hujan sebagian terjadi
karena pengaruh jatuhan butir hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi
karena aliran air di atas permukaan tanah. Sifat-sifat curah hujan yang
mempengaruhi erosivitas adalah besarnya butir-butir hujan, dan kecepatan
tumbukannya. Momentum dan energi kinetik, keduanya dapat dihubungkan
dengan tumbukan butir-butir air hujan terhadap tanah, tetapi kebanyakan
orang lebih menyukai menggunakan energi kinetik untuk dihubungkan dengan
erosivitas. Nilai erosivitas hujan dapat dihitung berdasarkan data hujan yang
diperoleh dari penakar hujan otomatik dan dari penakar hujan biasa.
Pada metode USLE, prakiraan besarnya erosi dalam kurun waktu per
tahun (tahunan). Angka rata-rata faktor R dihitung dari data curah hujan
tahunan sebanyak mungkin dengan menggunakan persamaan :
dimana :
R = erosivitas hujan rata-rata tahunan
n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim
hujan)
X = jumlah tahun atau musim hujan yang digunakan sebagai dasar
perhitungan
Besarnya EI proporsional dengan curah hujan total untuk kejadian hujan
dikalikan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit.
Sementara, Bowles (1978) dalam Asdak (2002), dengan
menggunakan data curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di pulau
Jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun menentukan bahwa besarnya
erosivitas hujan tahunan rata-rata adalah sebagai berikut :
R = 6,119(RAIN)1.21
(DAY S)-0,47
(MAXP)0,53
dimana :
R = EI30 =indeks erosivitas rata-rata bulanan
RAIN = curah hujan rata-rata bulanan (cm)
DAYS = jumlah hari hujan rata-rata perbulan
MAXP = curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan
bersangkutan
Cara menentukan besarnya indeks erosivitas hujan yang lain adalah
dengan menggunakan metode matematis yang dikembangkan oleh Utomo dan
Mahmud berdasarkan hubungan antara R dengan besarnya hujan tahunan.
Rumus yang digunakan adalah :
R = 237,4 + 2,61 P
dimana :
R = EI30(erosivitas hujan rata-rata tahunan) (N/h)
P = Besarnya curah hujan tahunan (cm)
2. Faktor erodibilitas (K)
Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah
terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh
adanya energi kinetik air hujan. Suatu tanah yang mempunyai erodibilitas
rendah mungkin mengalami erosi yang berat jika tanah tersebut terdapat pada
lereng curam dan panjang, serta curah hujan dengan intensitas hujan yang
selalu tinggi. Sebaliknya suatu tanah yang memiliki erodibilitas tinggi,
mungkin memperlihatkan gejala erosi ringan atau tidak sama sekali bila
terdapat pada lereng yang landai dengan penutupan vegetasi baik dan curah
hujan berintensitas rendah. Tanah yang mudah dipisahkan (dispersive) juga
akan tererosi lebih cepat daripada tanah yang terikat (flocculated). Jadi, sifat-
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah juga mempengaruhi besarnya erodibilitas.
Pada prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah
:
1. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan
kapasitas tanah menahan air.
2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap
dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan.
Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur, struktur, bahan organik,
kedalaman tanah dan tingkat kesuburan tanah (Morgan, 1979 ; Arsyad, 2000).
Secara umum tanah dan kandungan debu tinggi, liat rendah dan bahan organik
rendah adalah yang paling mudah tererosi (Wischmeier dan Mannering,
1969). Jenis mineral liat, kandungan besi dan aluminium oksida, serta ikatan
elektro-kimia di dalam tanah juga merupakan sifat tanah yang berpengaruh
terhadap erodibilitas tanah (Wischmeier dan Mannering, 1969 ; Liebenow et
al., 1990). Menurut Wischmeier (1971) dalam Arsyad (1989) persamaan
umum kehilangan tanah adalah sebagai berikut :
dimana :
K = erodibilitas
M = ukuran partikel (% debu + % pasir halus) (100-%liat)
a = kandungan bahan organik
b = kelas struktur tanah
c = kelas permeabilitas
Nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah disajikan pada Tabel 1
berikut ini :
Tabel 1. Nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah
Untuk beberapa jenis tanah di Indonesia yang dikeluarkan oleh Dinas
RLKT, Departemen Kehutanan, nilai K dapat diperoleh sesuai dengan Tabel 2
berikut ini :
Tabel 2. Jenis tanah dan nilai faktor erodibilitas tanah ( K )
3. Faktor panjang kemiringan lereng (LS)
Pada prakteknya, variabel S dan L dapat disatukan, karena erosi akan
bertambah besar dengan bertambah besarnya kemiringan permukaan medan
(lebih banyak percikan air yang membawa butir-butir tanah, limpasan
bertambah besar dengan kecepatan yang lebih tinggi), dan dengan bertambah
panjangnya kemiringan (lebih banyak limpasan menyebabkan lebih besarnya
kedalaman aliran permukaan oleh karena itu kecepatannya menjadi lebih
tinggi). Makin panjang lereng permukaan tanah, makin tinggi potensial erosi
karena akumulasi air aliran permukaan semakin tinggi. Kecepatan aliran
permukaan makin tinggi mengakibatkan kapasitas penghancuran dan deposisi
makin tinggi pula (Wischmeier dan Smith, 1978). Gambar 1. berikut
menunjukkan diagram untuk memperoleh nilai kombinasi L S, dengan nilai
LS = 1 jika L = 22,13 m dan S = 9%.
Gambar 1. Diagram untuk memperoleh nilai kombinasi LS
(Sumber : Soemarto,C.D.,1999)
Faktor panjang lereng (L) didefinisikan secara matematik sebagai
berikut (Schwab et al.,1981 dalam Asdak,2002) :
L = (l/22,1)m
dimana :
l = panjang kemiringan lereng (m)
m = angka eksponen yang dipengaruhi oleh interaksi antara panjang
lereng dan kemiringan lereng, dapat juga oleh karakteristik tanah,
tipe vegetasi. Angka ekssponen tersebut bervariasi dari 0,3 untuk
lereng yang panjang dengan kemiringan lereng kurang dari 0,5 %
sampai 0,6 untuk lereng lebih pendek dengan kemiringan lereng
lebih dari 10 %. Angka eksponen rata-rata yang umumnya dipakai
adalah 0,5
Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis sebagai
berikut:
dimana :
S = kemiringan lereng aktual (%)
Seringkali dalam prakiraan erosi menggunakan persamaan USLE
komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) diintegrasikan menjadi
faktor LS dan dihitung dengan rumus :
dimana :
L = panjang lereng (m)
S = kemiringan lereng (%)
Rumus diatas diperoleh dari percobaan dengan menggunakan plot
erosi pada lereng 3 - 18 %, sehingga kurang memadai untuk topografi dengan
kemiringan lereng yang terjal. Harper, 1988 (dalam Asdak, 2002)
menunjukkan bahwa pada lahan dengan kemiringan lereng lebih besar dari 20
%, pemakaian persamaan di atas akan diperoleh hasil yang over estimate.
Untuk lahan berlereng terjal disarankan untuk menggunakan rumus berikut ini
(Foster and Wischmeier, 1973 dalam Asdak, 2002).
dimana :
m = 0,5 untuk lereng 5 % atau lebih
= 0,4 untuk lereng 3,5 – 4,9 %
= 0,3 untuk lereeng 3,5 %
C = 34,71
α = sudut lereng
l = panjang lereng (m)
Panjang lereng (L) diukur dari suatu tempat pada permukaan tanah
dimana erosi mulai terjadi sampai pada tempat dimana terjadi pengendapan,
atau sampai pada tempat dimana aliran air dipermukaan tanah masuk ke dalam
saluran. Dalam praktek lapangan nilai L sering dihitung sekaligus dengan
faktor kecuraman (S) sebagai faktor kemiringan lereng (LS). Departemen
Kehutanan memberikan nilai faktor kemiringan lereng, yang ditetapkan
berdasarkan kelas lereng, seperti dalam Tabel 3.
Tabel 3. Penilaian kelas lereng dan faktor LS
4. Faktor penutup Lahan (C)
Faktor C merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh
dari faktor vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan
terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Faktor C yang merupakan salah
satu parameter dalam rumus USLE saat ini telah dimodifikasi untuk dapat
dimanfaatkan dalam menentukan besarnya erosi di daerah berhutan atau lahan
dengan dominasi vegetasi berkayu. Sembilan parameter telah ditentukan
sebagai faktor yang berpengaruh dalam menentukan besarnya erosi di daerah
bervegetasi berkayu tersebut. Kesembilan unsur tersebut adalah konsolidasi
tanah, sisa-sisa tanaman, tajuk vegetasi, sistem perakaran, efek sisa perakaran
dari kegiatan pengelolaan lahan, faktor kontur, kekasaran permukaan tanah,
gulma dan rumput-rumputan.
Penentuan yang paling sulit adalah faktor C, karena banyaknya ragam
cara bercocok tanam untuk suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu.
Berhubung berbagai lokasi tersebut mempunyai iklim yang berbeda-beda,
dengan berbagai ragam cara bercocok tanam, maka menentukan faktor C guna
diterapkan pada suatu lahan tertentu, diperlukan banyak data.
Pola pertanaman dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat
berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh
terhadap penutupan tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai
pemantap tanah. Menurut FAO (1965, dikutip oleh Sinukaban 1986) pergiliran
tanaman terutama dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah
lainnya, merupakan cara konservasi tanah yang sangat penting. Tujuannya
adalah memberikan kesempatan pada tanah untuk mengimbangi periode
pengrusakan tanah akibat penanaman tanaman budidaya secara terus-menerus.
Keuntungan dari pergiliran tanaman adalah mengurangi erosi karena
kemampuannya yang tinggi dalam memberikan perlindungan oleh tanaman,
memperbaiki struktur tanah karena sifat perakaran, dan produksi bahan
organik yang tinggi.
Berikut ini adalah nilai C untuk beberapa jenis dan pengelolaan
tanaman.
Tabel 4. Nilai C untuk jenis dan pengelolaan tanaman
5. Faktor tindakan khusus konservasi tanah
Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap
besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh
aktivitas pengelolaan tanaman (C), sehingga dalam rumus USLE kedua
variable tersebut dipisahkan. Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-
rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah
tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan
catatan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah.
Pada Tabel 5 berikut ini disajikan faktor pengelolaan dan konservasi tanah di
Jawa.
Tabel 5. Faktor pengelolaan dan konservasi tanah di Jawa
C. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Menurut Asdak, 1995 salah satu informasi penting yang harus diketahui
untuk menyatakan bahwa pelaksanaan program konservasi tanah itu berhasil
adalah tingkat bahaya erosi (TBE) dalam suatu DAS atau sub-DAS yang menjadi
kajian. Dengan mengetahui TBE suatu DAS atau masing-masing sub-DAS maka
prioritas rehabilitasi tanah dapat ditentukan. Tingkat bahaya erosi pada dasarnya
dapat ditentukan dari perhitungan nisbah antara laju erosi tanah (A) dengan laju
erosi yang masih ditoleransi.
Batas toleransi erosi adalah batas maksimal besarnya erosi yang masih
diperkenankan terjadi pada suatu lahan. Besarnya batas toleransi erosi dipengaruhi
oleh kedalaman tanah, batuan asal pembentuk tanah, iklim, dan permeabilitas
tanah. Evaluasi bahaya erosi merupakan penilaian atau prediksi terhadap besarnya
erosi tanah dan potensi bahayanya terhadap sebidang tanah. Evaluasi bahaya erosi
ini didasarkan dari hasil evaluasi lahan dan sesuai dengan tingkatannya. Menurut
Arsyad (2000) evaluasi bahaya erosi atau disebut juga tingkat bahaya erosi
ditentukan berdasarkan perbandingan antara besarnya erosi tanah aktual dengan
erosi tanah yang dapat ditoleransikan. Untuk mengetahui kejadian erosi pada
tingkat membahayakan atau suatu ancaman degradasi lahan atau tidak, dapat
diketahui dari tingkat bahaya erosi lahan tersebut. Tingkat bahaya erosi
dikategorikan ke dalam kelas sangat ringan hingga sangat berat.
United States Department of Agriculture (USDA) telah menetapkan
klasifikasi bahaya erosi berdasarkan laju erosi yang dihasilkan dalam ton/ha/tahun
seperti diperlihatkan pada Tabel 6. Klasifikasi bahaya erosi ini dapat memberikan
gambaran, apakah tingkat erosi yang terjadi pada suatu lahan ataupun DAS sudah
termasuk dalam tingkatan yang membahayakan atau tidak, sehingga dapat
dijadikan pedoman didalam pengelolaan DAS.
Tabel 6. Klasifikasi bahaya erosi
III. PENUTUP
Untuk memprediksi erosi dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode, yaitu : pendekatan kotak hitam, model kotak putih, model
deterministic, creams (chemical, runoff, and erosion from agricultural
management systems) - knisel (1980), dan model kotak kelabu. Model kotak
kelabu meliputi model kotak kelabu untuk DAS dan model kotak kelabu untuk
bidang tanah (metode USLE). Metode perhitungan yang biasa digunakan adalah
metode USLE. Prediksi erosi dengan metode USLE diperoleh dari hubungan
antara faktor-faktor penyebab erosi itu sendri yaitu:
A = R*K*LS*C*P
dimana:
A = Banyaknya tanah tererosi (ton ha-1 yr-1)
R = faktor curah hujan dan aliran permukaan (Erosivitas) (MJ mm ha-1
hr-1 yr-1)
K = faktor erodibilitas tanah (ton ha hr MJ-1 mm-1 ha-1)
LS = faktor panjang dan kemiringan lereng (dimensionless)
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman
(dimensionless)
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (dimensionless)
Faktor penyebab erosi yang terdapat pada perhitungan model USLE
adalah faktor erosivitas (R), faktor erodibilitas (K), faktor panjang dan kemiringan
lereng (LS), faktor penutup tanah (C), dan faktor tindakan khusus konservasi
tanah.
Untuk mengetahui kejadian erosi pada tingkat membahayakan atau suatu
ancaman degradasi lahan atau tidak, dapat diketahui dari tingkat bahaya erosi
lahan tersebut. Tingkat bahaya erosi dikategorikan ke dalam kelas sangat ringan
hingga sangat berat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2009. Erosi tanah. http://tanahjuang.wordpress.com/tag/erosivitas/
diakses tanggal 11 Mei 2012.
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Asdak, C., 1995, Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
I gede tunas. Pengaruh Prosedur Perkiraan Laju Erosi Terhadap Konsistensi
Nisbah Pengangkutan Sedimen. Dalam Jurnal SMARTek, Vol. 6, No.
3, Agustus 2008: 135 – 143.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/SMARTEK/article/downloa
d/476/413 diakses tanggal 11 Mei 2012.
Rahman, Abdul. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE Dan Sistem
Informasi Geogra_s (SIG) Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Air
Danau Buyan. PIT MAPIN XVII, Bandung 10-12-2008.
http://crs.itb.ac.id/media/mapin/pdf/abdurrahman.pdf diakses tanggal
11 Mei 2012.
Sinukaban, N. 1994. Membangun Pertanian Menjadi Lestari Dengan
Konservasi. Faperta IPB. Bogor.
Suripin. 2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi Offset. Yogyakara
Tinjauan Pustaka Erodibilitas.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24548/3/Chapter%20I
I.pdf diakses tanggal 11 Mei 2012.