Memasuki Era Tanggul Laut

94
Buku ini sangat bermanfaat bagi berbagai khalayak teknokrat maupun birokrat dalam memahami kota Jakarta. Penulis buku ini mengedepankan ilustrasi penyelesaian terhadap sejumlah isu yang menjadi permasalahan dan tantangan Jakarta. Tekanan terhadap tata guna lahan, buruknya tata kelola sistem keairan serta keberadaan Jakarta di kawasan delta menghadapkan Jakarta dengan persoalan keairan yang semakin hari semakin berat. Pemaduan dari permasalahan ini dikemas secara utuh sehingga menunjukkan tingkat penyelesaian yang akan diraih. Buku ini sekaligus menyadarkan bahwa persoalan banjir Jakarta adalah persoalan kompleks; gabungan antara kondisi fisik secara alami dan campur tangan manusia (antropogenik). Keduanya saling berinteraksi yang pada taraf tertentu dapat memberikan dampak negatif yang memberatkan. Penulis menawarkan harapan baru yang mungkin selama ini belum terpikirkan, yaitu tanggul laut yang diharapkan dapat mensejajarkan Jakarta sebagai kota modern yang sekaligus menyelesaikan isu strategis, utamanya banjir dan kemacetan lalu lintas. Dalam persoalan pelestarian lingkungan, penulis berusaha memahamkan bahwa lingkungan yang lestari tidak perlu selalu diartikan sebagai lingkungan yang asli, melainkan suatu lingkungan yang bisa saja mengalami perubahan, namun dampak positip yang ditimbulkan masih lebih besar dari dampak negatif. Pemikiran tentang infrastruktur tanggul laut yang dapat memberikan keamanan serta integrasi pemikiran revitalisasi Jakarta secara terpadu dari hulu sampai hilir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha penulis untuk menawarkan konsep tanggul laut ini sebagai harapan baru yang menjanjikan bagi terwujudnya Kota Jakarta yang aman, indah, serta semakin jauh dari bencana. Prof. Djoko Legono, Gurubesar Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, Yogyakarta Masalah genangan air tidak lagi terbatas karena aliran air dari hulu saja, persoalan limpasan air laut (rob) juga sudah semakin mengkhawatirkan. Belakangan penurunan muka tanah di daratan Jakarta menjadi persolan yang serius. Ini tentu saja akan sangat berpengaruh kepada pengembangan kota seperti wilayah pantai yang mengalami gerusan (abrasi) dan wilayah fungsional kota yang selalu terancam oleh banjir setiap musim curah hujan tinggi. Berbagai pemecahan secara teknis konvensional telah diupayakan, akan tetapi mengingat peliknya permasalahan perlu upaya pemecahan teknis yang bersifat inkonvensional sebagai satu terobosan pemikiran. Teknologi Tanggul Laut (sea wall) adalah pengamanan yang sudah menunjukkan hasil yang cukup efisien, efektif dan ekonomis di beberapa negara. Tentunya penerapannya harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti : teknis, ekonomi, sosial, budaya dan fungsi-fungsi yang berkaitan dengan keberadaannya. Tulisan dalam buku ini telah mencoba membahas hal hal tersebut. Prof. Djoko Sujarto, Gurubesar Planologi ITB, Bandung

Transcript of Memasuki Era Tanggul Laut

Page 1: Memasuki Era Tanggul Laut

Buku ini sangat bermanfaat bagi berbagai khalayak teknokrat maupun birokrat dalam memahami kota Jakarta. Penulis buku ini mengedepankan ilustrasi penyelesaian terhadap sejumlah isu yang menjadi permasalahan dan tantangan Jakarta.

Tekanan terhadap tata guna lahan, buruknya tata kelola sistem keairan serta keberadaan Jakarta di kawasan delta menghadapkan Jakarta dengan persoalan keairan yang semakin hari semakin berat. Pemaduan dari permasalahan ini dikemas secara utuh sehingga menunjukkan tingkat penyelesaian yang akan diraih.

Buku ini sekaligus menyadarkan bahwa persoalan banjir Jakarta adalah persoalan kompleks; gabungan antara kondisi fisik secara alami dan campur tangan manusia (antropogenik). Keduanya saling berinteraksi yang pada taraf tertentu dapat memberikan dampak negatif yang memberatkan.

Penulis menawarkan harapan baru yang mungkin selama ini belum terpikirkan, yaitu tanggul laut yang diharapkan dapat mensejajarkan Jakarta sebagai kota modern yang sekaligus menyelesaikan isu strategis, utamanya banjir dan kemacetan lalu lintas. Dalam persoalan pelestarian lingkungan, penulis berusaha memahamkan bahwa lingkungan yang lestari tidak perlu selalu diartikan sebagai lingkungan yang asli, melainkan suatu lingkungan yang bisa saja mengalami perubahan, namun dampak positip yang ditimbulkan masih lebih besar dari dampak negatif. Pemikiran tentang infrastruktur tanggul laut yang dapat memberikan keamanan serta integrasi pemikiran revitalisasi Jakarta secara terpadu dari hulu sampai hilir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha penulis untuk menawarkan konsep tanggul laut ini sebagai harapan baru yang menjanjikan bagi terwujudnya Kota Jakarta yang aman, indah, serta semakin jauh dari bencana.

Prof. Djoko Legono, Gurubesar Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, Yogyakarta

Masalah genangan air tidak lagi terbatas karena aliran air dari hulu saja, persoalan limpasan air laut (rob) juga sudah semakin mengkhawatirkan. Belakangan penurunan muka tanah di daratan Jakarta menjadi persolan yang serius. Ini tentu saja akan sangat berpengaruh kepada pengembangan kota seperti wilayah pantai yang mengalami gerusan (abrasi) dan wilayah fungsional kota yang selalu terancam oleh banjir setiap musim curah hujan tinggi.

Berbagai pemecahan secara teknis konvensional telah diupayakan, akan tetapi mengingat peliknya permasalahan perlu upaya pemecahan teknis yang bersifat inkonvensional sebagai satu terobosan pemikiran. Teknologi Tanggul Laut (sea wall) adalah pengamanan yang sudah menunjukkan hasil yang cukup efisien, efektif dan ekonomis di beberapa negara. Tentunya penerapannya harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti : teknis, ekonomi, sosial, budaya dan fungsi-fungsi yang berkaitan dengan keberadaannya. Tulisan dalam buku ini telah mencoba membahas hal hal tersebut.

Prof. Djoko Sujarto, Gurubesar Planologi ITB, Bandung

Page 2: Memasuki Era Tanggul Laut

Sawarendro

Indonesian Land Reclamation & Water Management Institute

Sistem Polder & Tanggul LautMemasuki Era Tanggul Laut Harapan Baru di Teluk Jakarta

Bahasannya memberikan optimisme bahwa kita mampu mengelola wilayah pesisir lautan kita dengan baik dan benar. Langkah yang memerlukan konsistensi kebijakan jangka panjang dan implementasinya yang terintegrasi dan intensif dalam semangat kebersamaan pusat dan daerah sekitar Jakarta. Buku ini mencoba memberikan kesamaan perspektif bagi semua pihak yang terkait dalam proses pembangunan wilayah pesisir utara Jakarta dan sekitarnya.

Imam Hendargo Abu Ismoyo, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan

Kawasan delta di banyak tempat di dunia merupakan tempat yang menarik untuk didiami. Diperkirakan ada sekitar 75 % populasi dunia tinggal di kawasan delta. Disamping sejumlah advantages yang bisa diraih dengan mendiami kawasan delta ini, sejumlah disadvantages juga hadir disana. Salah satunya, kawasan ini lebih rentan terhadap banjir. Jakarta adalah salah satu tempat dimana sejumlah keuntungan dan sekaligus ancaman, dari mendiami kawasan delta, datang secara bersamaaan.

Buku kedua penulis ini ‘Memasuki era tanggul laut, harapan baru di Teluk Jakarta’ merupakan kelanjutan yang logis dari buku pertamanya ‘Sistem polder dan tanggul laut, penanganan banjir secara madani di Jakarta ’. Kedua buku ini merupakan kombinasi sisi teoritis dengan pengalaman praktis yang dimiliki penulis pada permasalahan ini.

It is a valuable piece of work that bridges the academic world and reality of flood management.

Arno Kops, Witteveen+Bos Consulting Engineer, Belanda

Page 3: Memasuki Era Tanggul Laut

v

Memasuki Era Tanggul Laut

Penulis : SawarendroEditor : Sawariyanto; Zulkifli Harahap; Dedi WaryonoDiterbitkan oleh ILWI (Indonesian Land Reclamation and Water Management Institute), 2012

Jl, Rajawali II No 5, Manukan, Condong CaturYogyakarta, 55283Email : [email protected]: www.pengendalianbanjir.com

ISBN : 978-602-98077-1-4

1. BEBAN BERAT IBUKOTA 1 1.1. Sejarah Kota dan Sistem Tata Air Jakarta 4 1.2. Kebanyakan Fungsi: Pangkal Masalah 12 1.2.1. Gelombang Penduduk Tak Pernah Surut 13 1.2.2. Lahan Terbatas: Mitigasi Bukan Prioritas 15 1.2.3. Sumber Air Semakin Terbatas 17 1.2.4. Tingkat Kenyamanan yang Masih Rendah 21 1.2.5. Transportasi belum memadai 23

2. KERAWANAN DAERAH DELTA 29 2.1. Risiko Hidup di Dekat Laut 31 2.1.1. Banjir 31 2.1.2. Tsunami 35 2.1.3. Badai 36 2.1.4. Bencana Alam Geologi 38 2.2. Sulitnya Menghadang Genangan 38 2.2.1. Tingginya Intensitas Hujan 40 2.2.2. Kemampuan Sungai Terbatas pada Musim Hujan 41 2.2.3. Air Laut Semakin Sering Menggenangi Daratan 44 2.3. Sebagian Wilayah Jakarta Berpotensi Tenggelam 45 2.3.1. Penurunan Tanah dan Potensi Banjir 45 2.3.2. Perubahan Iklim dan Peningkatan Permukaan Laut 47 2.3.3. Perkiraan Luas Wilayah Jakarta yang Tenggelam 48 2.4. Potensi Kerugian Akibat Banjir 50

Daftar isi

Page 4: Memasuki Era Tanggul Laut

vi vii

3. JAKARTA MENUJU KOTA MODERN 55 3.1. Kompetisi Kota-kota Global Internasional 57 3.1.1. Bersaing Menjadi Kota yang Layak Dikunjungi 59 3.1.2. Bandara Sebagai Pintu Masuk Jakarta 60 3.1.3. Menembus Jajaran Pelabuhan Elit Dunia 64 3.2. Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana 68 3.3. Jakarta dan Ketahanan Nasional 71

4. KARAKTERISTIK DAN ISU STATEGIS DI TELUK JAKARTA 73 4.1. Karakteristik Fisik Wilayah Sekitar Teluk Jakarta 73 4.1.1. Kondisi Faktual Pantura Jakarta 74 4.1.2. Keadaan Geoteknik Wilayah Pantai 75 4.1.3. Karakteristik Sosial dan Kependudukan 75 4.2. Karakteristik Perairan Teluk Jakarta 77 4.2.1. Sistem pantai Teluk Jakarta 78 4.2.2. Batimetri 81 4.2.3. Angin 82 4.2.4. Arus 82 4.2.5. Gelombang 83 4.2.6. Pasang surut 84 4.2.7. Abrasi, Akresi, dan penambahan garis pantai 86 4.3. Isu-isu Strategis 87 4.3.1. Hutan Mangrove 87 4.3.2. Keberlangsungan Fungsi Pelabuhan 88 4.3.3. Keberadaan Jaringan Perpipaan dan Instalasi Listrik 89 4.3.4. Jaringan Kabel Telekomunikasi 90

5. BEBAS BANJIR SYARAT UTAMA 93 5.1. Ancaman Banjir di Jakarta 93 5.1.1. Banjir Pantai 93 5.1.2. Banjir Fluvial (Akibat Luapan Air Sungai) 93 5.1.3. Banjir Pluvial (Akibat Hujan Setempat) 94

5.2. Sistem Pengendalian Banjir Jakarta 94 5.2.1. Sistem Sungai 97 5.2.2. Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall) Bagian dari Solusi Banjir 99 5.3. Opsi Tanggul Laut dan Tahapan Implementasi 100

6. TAK WASWAS DIBALIK TANGGUL 107 6.1. Analisis Keselamatan Sistem Tanggul 108 6.1.1. Definisi dan Pendekatan 108 6.1.2. Tingkat Keselamatan 110 6.1.3. Analisis Fungsional 113 6.1.4. Risiko 113 6.1.5. Catatan Kritis Mengenai Analisis Keselamatan 115 6.2. Proses Perancangan dan Pelaksanaan Konstruksi 117 6.3. Dimensi Tanggul 118 6.3.1. Kriteria Desain 118 6.3.2. Perkiraan Elevasi Muka Air Desain 119 6.3.3. Elevasi Tanggul 121 6.4. Operasi dan Pemeliharaan 122 6.4.1. Tanggung Jawab Kelembagaan 122 6.4.2. Program Pemantauan 123 6.4.3. Tinjauan Ulang dan Analisis 124

7. MENATA DARI HILIR HINGGA HULU 127 7.1. Berbagai Aspek Program Pendukung 128 7.1.1. Penataan Sistem Polder Perkotaan 128 7.1.2. Normalisasi Sungai 129 7.1.3. Tanggul Daratan 130 7.1.4. Sanitasi 130 7.1.5. Kebutuhan Suplai Air Tambahan di Musim Kering 132 7.1.6. Pengurangan Penggunaan Air Tanah 132 7.2. Pengembangan Teknis untuk Peningkatan Kapasitas 133 7.2.1. Melengkapi Lingkar Luar Jakarta dan Lintas Jawa 133

Page 5: Memasuki Era Tanggul Laut

viii ix

7.2.2. Mendukung Pengembangan Angkutan Publik 134 7.2.3. Waduk Besar Sebagai Sumber Air Baku 135 7.2.4. Masa Depan Pelabuhan (75 tahun Mendatang) 137 7.2.5. Bandara di Lahan Reklamasi Menjawab Kebutuhan 139 7.3. Antisipasi Terhadap Isu Strategis 141 7.3.1. Mangrove 141 7.3.2. Pelabuhan Umum dan Pelabuhan Perikanan 142 7.3.3. Instalasi Pembangkit Listrik 144 7.3.4. Jaringan Pipa Gas dan BBM 144 7.3.5. Sistem Kabel Komunikasi Laut 146 7.4. Sistem dan Sumber Pendanaan 146 7.5. Reklamasi dan Ketersediaan Bahan 147

8. TELUK JAKARTA IKON BARU IBUKOTA 151 8.1. Membawa Jakarta sebagai kota bereputasi internasional 153 8.1.1. Pintu masuk Jakarta yang megah 153 8.1.2. Kemampuan menerapkan teknologi 154 8.2. Meminimalisasi risiko bencana di Jakarta 155 8.2.1. Menuju ibukota yang aman banjir 156 8.2.2. Lebih siap menghadapi beragam bencana 157 8.2.3. Mengurangi kecenderungan penurunan tanah 160 8.3. Mendorong Perbaikan Sistem Transportasi 160 8.4. Melestarikan Air Sebagai Sumber Kehidupan 161 8.5. Menyediakan Rekreasi Sehat yang Minim Polusi 162 8.5.1. Akses bebas ke laut lepas 163 8.5.2. Kawasan publik untuk berolahraga 164 8.6. Memperbaiki Jakarta Dengan Pemanfaatan Lahan Baru 165 8.6.1. Memperbanyak lahan hijau 166 8.6.2. Mendapatkan lahan untuk rumah susun murah 166 8.6.3. Menjadi pelabuhan layak wisata dan perdagangan 167

DAFTAR TABEL

Tabel 1-1 : Sepuluh kota paling banyak penduduknya di dunia 2010 14Tabel 1-2 : Kepadatan penduduk di beberapa wilayah di dunia 14Tabel 1-3 : Perbandingan RTH Jakarta dengan beberapa kota lain. 23Tabel 1-4 : Pertambahan kendaraan dari 1986 - 2007 25Tabel 1-5 : Jumlah Kendaraan Bermotor 2011 (dalam juta unit) 26Tabel 2-1 : Dampak Banjir Februari 2007 40Tabel 2-2 : Perkiraan luas banjir Jakarta 50Tabel 2-3 : Perkiraan kerugian (dalam ribu USD) 51Tabel 2-4 : Ringkasan kerugian PDRB (dalam ribu USD) 52Tabel 3-1 : Prediksi jumlah penumpang Bandara Soetta (juta) 63Tabel 3-2 : 20 besar pelabuhan petikemas dunia tahun 2010 (juta teus) 66Tabel 4-1 : Data angin di Teluk Jakarta. 82Tabel 4-2 : Kecepatan dan arah arus di perairan Laut Jawa 83Tabel 4-3 : Tinggi gelombang 84Tabel 4-4 : Elevasi karakteristik pasang surut Jakarta 85Tabel 6-1 : Elevasi tanggul 121Tabel 7-1 : Perkiraan pertumbuhan lalu lintas petikemas hingga 2085 137Tabel 7-2 : Proyeksi throughput petikemas hingga 2085 138Tabel 7-3 : Prediksi jumlah penumpang Bandara Soetta (juta) 140

Page 6: Memasuki Era Tanggul Laut

x xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1 : Banjir membawa kerugian besar 2Gambar 1-2 : Suasana kemacetan 3Gambar 1-3 : Pancoran dulu dan sekarang 4Gambar 1-4 : Kota Batavia di jaman Belanda. 5Gambar 1-5 : Rencana van Breen lebih 100 tahun lalu 8Gambar 1-6 : Tanah Abang 1865 9Gambar 1-7 : Pasar Senen 1970’an 11Gambar 1-8 : Pertumbuhan penduduk Jakarta 13Gambar 1-9 : Kepadatan penduduk dan ketidaknyamanan 16Gambar 1-10 : Daerah Aliran Sungai 18Gambar 1-11 : Cekungan air tanah Jakarta dan sekitarnya 20Gambar 1-12 : Masyarakat bawah membeli air dengan harga lebih tinggi 21Gambar 1-13 : Persentase RTH di Jakarta 22Gambar 1-14 : Angkutan publik yang masih jauh dari memadai 24Gambar 1-15 : Bus Transjakarta 27Gambar 2-1 : Populasi penduduk di pesisir 30Gambar 2-2 : Banjir mengancam kehidupan 31Gambar 2-3 : Risiko hunian di pinggir pantai 33Gambar 2-4 : Lokasi badai 37Gambar 2-5 : Peta kedalaman banjir 2007 39Gambar 2-6 : Risiko, tinggi genangan dan kecepatan arus 40Gambar 2-7 : Tumpukan sampah di sungai 42Gambar 2-8 : Pilar-pilar jalan dapat mengganggu aliran sungai 43Gambar 2-9 : Air laut semakin sering melewati garis pantai 45Gambar 2-10 : Retak akibat penurunan tanah di tempat pelelangan ikan 46Gambar 2-11 : Amblesan di satu titik di wilayah Jakarta Utara 47Gambar 2-12 : Estimasi penurunan tanah di Jakarta Utara 47Gambar 2-13 : Perkiraan kenaikan muka air laut (skenario IPPC) 48Gambar 2-14 : Perkiraan wilayah Jakarta yang berada dibawah muka laut 49Gambar 3-1 : Lima besar pertumbuhan penumpang bandara di dunia 2011 (%) 61Gambar 3-2 : Pertumbuhan penumpang di Soetta , 8 tahun terakhir (juta) 62Gambar 3-3 : Perkembangan Throughput petikemas Tanjung Priok (juta) 66Gambar 3-4 : Masterplan Yangshan Deep Water Port dan Jembatan Donghai 67Gambar 3-5 : Tsunami Aceh mengingatkan dunia tentang pentingnya pengurangan risiko bencana 69Gambar 4-1 : Tipikal profil lapisan bawah tanah pada laut kedalaman 16 m 76Gambar 4-2 : Morfologis historis Teluk Jakarta (1870 - 1940) dan Sunda Kelapa (1625 - 1977) 79

Gambar 4-3 : Kedalaman laut Teluk Jakarta 81Gambar 4-4 : Hasil pengukurun pasut di beberapa lokasi di Teluk Jakarta 86Gambar 4-5 : Tanaman mangrove 87Gambar 4-6 : Kapal-kapal ikan yang sedang ditambat 88Gambar 4-7 : Pemasangan jaringan pipa di laut 89Gambar 4-8 : Jalur kabel Jakarta – Port Hedland, Australia 90Gambar 5-1 : Sistem hulu-ke-hilir. 95Gambar 5-2 : Sistem pengelolaan air yang diusulkan dalam RTRW 96Gambar 5-3 : Skema sistem sungai/saluran makro. 98Gambar 5-4 : Hubungan antara luas retensi dan keperluan pompa 99Gambar 5-5 : Skematik Tanggul Laut on Land 101Gambar 5-6 : Skematik Tanggul Laut Offshore dengan Jalur Sungai Terbuka 101Gambar 5-7 : Skematik Tanggul Laut Offshore dengan Jalur Sungai Tertutup 102Gambar 5-8 : Tahapan Pengembangan Tanggul Laut di Pantura Jakarta 104Gambar 5-9 : Rencana tanggul laut di wilayah DKI 105Gambar 6-1 : Pohon kegagalan. 110Gambar 6-2 : Tipikal tanggul 121Gambar 7-1 : Pengelolaan limbah 131Gambar 7-2 : JORR yang masih terputus 134Gambar 7-3 : Peta daerah pelayanan PDAM 136Gambar 7-4 : Pelabuhan laut dalam di lahan reklamasi 139Gambar 7-5 : Bandara Kansai dibangun diatas lahan reklamasi 140Gambar 7-6 : Prakiraan Perluasan Genangan di Pesisir Utara Jakarta 142Gambar 7-7 : Pelabuhan Nizam Zachman 143Gambar 7-8 : PLTGU di Jakarta Utara 145Gambar 7-9 : Paket kegiatan pengembangan 147Gambar 7-10 : Kegiatan reklamasi dengan memanfaatkan bahan sisa 148Gambar 8-1 : Kegiatan Formula 1 ini pun bisa direalisasikan di Teluk Jakarta 152Gambar 8-2 : Jembatan penghubung 154Gambar 8-3 : Banjir di Kuala Lumpur 157Gambar 8-4 : Instalasi penting dan berbahaya ditempatkan di lahan reklamasi lepas pantai 159Gambar 8-5 : Instalasi pengolahan air di waduk retensi 162Gambar 8-6 : Rekreasi air 163Gambar 8-7 : Kawasan publik untuk berolahraga 165Gambar 8-8 : Hidup berdampingan dengan air 166Gambar 8-9 : Fauna di hutan Suaka Alam 167Gambar 8-10 : Kapal pesiar 168

Page 7: Memasuki Era Tanggul Laut

xii xiii

tersebut. Jadikanlah isu jangka panjang ini menjadi bagian permasalahan jangka pendek yang perlu segera ditindaklanjuti.

Dalam menghadapi tren ini, diperlukan langkah untuk menghentikan masuknya air laut ke daratan. Sistem polder yang kini telah diterapkan dalam skala kecil, seyogianya diimplementasikan dengan skala yang lebih besar. Tanggul, waduk retensi dan sistem pemompaan menjadi elemen utama sistem polder ini.

Pengembangan sistem polder dengan menempatkan tanggul di eksisting garis pantai dan waduk retensi di daratan memiliki keterbatasan-keterbatasan. Peninggian dan penguatan tanggul tidak mudah dilakukan. Demikian pula perluasan waduk retensi. Keterbatasan lahan dan permasalahan sosial menjadi hambatan utama.

Oleh karenanya pengembangan sistem polder dengan menempatkan tanggul laut dan waduk retensi di lepas pantai (offshore) menjadi pilihan yang realistis. Pembuatan tanggul laut yang besar dan waduk retensi yang luas menjadi kebutuhan.

Tidak ada suatu tindakan yang tidak berdampak pada perubahan, termasuk juga perubahan lingkungan. Namun yang diinginkan adalah sebanyak mungkin perubahan dalam bentuk manfaat yang positif dan seminimal mungkin dampak negatif. Disamping kita mengidentifikasikan sejumlah manfaat yang ingin diraih seperti penanggulangan banjir transportasi, penyediaan air bersih, pengurangan penggunaan air tanah, dan pengurangan intrusi air laut. Kita juga mengidentifikasi sejumlah tantangan: bagaimana agar flora dan fauna yang ada tidak berkurang, agar kehidupan nelayan tidak menurun, agar penyediaan listrik dan uitilitas lain tidak terganggu dan bagaimana agar sanitasi semakin baik.

Membangun tanggul laut juga mengundang tantangan di bidang lingkungan, namun tidak melakukan tindakan terhadap masalah penurunan muka tanah dan kenaikan muka laut akan membawa kita ke ancaman lingkungan dan bencana kemanusiaan yang lebih besar.

Rencana tanggul laut berkarakter visi integral, dimana warga Jakarta seyogianya berada didepan dalam mengantisipasi tantangan yang akan muncul dalam puluhan tahun kedepan.

Dalam visi ini, kita tidak hanya menempatkan rencana tanggul laut ini sebagai respons terhadap ancaman banjir (terutama banjir rob) saja, namun lebih dari itu memberikan perspektif baru yang lebih mencerahkan untuk menghadapi isu isu strategis yang menggelayuti Jakarta di masa kini dan akan datang. Pembangunan tanggul laut melahirkan sejumlah ide inovatif dan implementasi dalam sejumlah hal: perbaikan transportasi, penyediaan air bersih, tempat rekreasi yang menyenangkan, lingkungan hidup yang lebih baik, penyediaan lahan pengembangan dan pelabuhan laut dalam.

Tanggul laut tidak hanya untuk menyelesaikan ’masalah’, tapi juga untuk menciptakan sejumlah opportunity. Untuk membuat Jakarta sebagai tempat yang nyaman untuk ditinggali, untuk bekerja, berinvestasi dan berekreasi, untuk generasi sekarang dan terutama untuk generasi mendatang.

Jakarta, April 2012Sawarendro

PrakataMengubah tantangan menjadi peluang

Konsekuensi Jakarta sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, industri dan perdagangan adalah meningkatnya jumlah penduduk yang cukup pesat. Di awal kemerdekaan Jakarta didiami oleh sekitar 1 juta jiwa dan kini Jakarta sudah dihuni sekitar 10 juta jiwa di malam hari. Di siang hari sekitar 13 juta jiwa melakukan aktifitasnya di Jakarta.

Penduduk yang besar seperti ini tentu membutuhkan ruang untuk tinggal dan bekerja serta membutuhkan infrastruktur dan sarana pelayanan yang memadai. Pengembangan kearah utara menjadi pilihan yang realistis, menimbang perlunya menjaga wilayah selatan sebagai kawasan konservasi.

Disamping berhadapan dengan tantangan tradisional kawasan perkotaan, seperti kemacetan lalu lintas, persampahan, air bersih dan polusi, Jakarta sebagai Delta City menghadapi pula tantangan-tantangan lain. Penurunan muka tanah dan kenaikan muka laut adalah kenyataan yang terjadi di Jakarta. Kedua fenomena ini menjadikan banjir sebagai ancaman nyata untuk Jakarta sekarang dan di masa datang.

Sejarah mencatat banjir sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu. Banjir dengan skala besar pernah terjadi pada tahun 1699, 1714, 1854, 1918. Setelah era 90’an, Jakarta semakin sering mengalami banjir besar seperti yang terjadi tahun 1996, 2002, 2007 dan 2008. Fenomena lain juga menunjukkan, bahwa banjir di Jakarta tidak hanya terjadi pada musim penghujan. Limpasan air laut dan banjir rob menjadi pemandangan yang semakin sering terjadi di pesisir Jakarta Utara dan diperkirakan menjadi isu dominan di masa depan.

Kejadian banjir di 2002 dan 2007 menyadarkan kita akan risiko tinggal di kawasan rendah yang dialiri beberapa sungai besar. Kemudian, kejadian rob pada 2007 dan 2008 menyadarkan kita pula bahwa genangan tidak hanya berasal dari hulu, namun dapat pula berasal dari laut juga. Tanpa didahului hujan, banjir rob bisa datang.

Masa depan adalah sesuatu yang sudah pasti akan datang. Tren penurunan muka tanah dan kenaikan muka laut sebagai dampak perubahan iklim adalah kenyataan yang tak terbantahkan. 20-30 tahun ke depan jika kita tidak melakukan sesuatu bisa dipastikan sebagian wilayah utara Jakarta akan tergenang air. Harus ada upaya yang cukup besar untuk mencegah terjadinya hal itu. Daerah delta ini memiliki sejumlah kekayaan pada ekonomi, ekologi dan sosial yang rasanya sulit dibayangkan untuk membiarkan kawasan nya perlahan-lahan dibiarkan tenggelam.

Pantai sepanjang 32 km sepanjang pesisir utara Jakarta dimana laut dan daratan bertemu merupakan tempat yang bernilai tinggi: merupakan tempat perlindungan terhadap air tinggi baik dari laut maupun sungai. Kehidupan di daerah delta seperti ini tidak dapat berlangsung begitu saja. Menjaga dan berkembang di wilayah delta perlu upaya yang tak henti hentinya. Senantiasa butuh intervensi.

Kita memerlukan strategi jangka panjang untuk menghadapi tantangan ini. Kita tak perlu menunggu sampai masalah menjadi ‘nyata’ baru berpikir mengenai strategi penanggulangan. Tidak mungkin untuk menyelesaikan masalah kompleks ini dalam waktu yang singkat. Perlu segera dibuat rencana strategis dan masih ada waktu untuk memperbaiki rencana

Page 8: Memasuki Era Tanggul Laut

Beban Berat Ibukota 1

Jakarta selalu dilihat dari dua sisi: peluang dan tantangan. Kesempatan untuk memperoleh peluang hidup yang lebih baik selalu terbuka lebar di kota ini. Di sisi lain, rintangan juga tidak mudah dilalui untuk dapat hidup

di kota megapolitan ini. Jika tidak hati-hati dan tidak cepat mengantisipasi, pastilah akan tergulung oleh beragam persoalan yang menghambat perkembangan yang diinginkan.

Di tengah-tengah keterbatasannya, Ibukota masih saja punya pesona: orang masih sudi menetap tak mau beranjak, bahkan berbondong-bondong terus mengalir masuk ke ibukota. Terbatasnya daya dukung Jakarta, semakin banyaknya warga yang mencari penghidupan di sini dan beragamnya fungsi kota menjadi awal beragamnya persoalan yang ada di Jakarta. Persoalan yang satu terselesaikan, persoalan yang lain sudah menanti untuk ditangani.

Masalah urbanisasi dan bertambahnya jumlah penduduk sebenarnya bukan hanya dihadapi oleh Jakarta saja. Ada banyak kota-kota besar lain di dunia mengalami hal yang sama. Ada kecenderungan yang masih terus berjalan, yakni orang lebih senang hidup di kota-kota besar di pinggir pantai daripada di bagian lainnya. Penyebaran penduduk yang timpang ini semakin terasa di kota-kota besar di negara-negara yang berada di benua Asia, seperti di Tokyo, New Delhi, Mumbai, Bangkok dan banyak kota besar lainnya. Di sini warga berusaha memanfaatkan setiap jengkal tanah yang ada sebagai sumber kehidupannya.

Sebagian kota-kota besar ada yang bisa mengikuti gelombang terjadinya urbanisasi tersebut dengan peningkatan pelayanan yang memadai. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang kewalahan mengantisipasi perubahan yang

Beban Berat IbukotaBab 1

Transportasi dan kemacetan

Page 9: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota2 3

diakibatkan oleh pertambahan jumlah penduduk dengan sejumlah permasalahan turunannya. Jakarta salah satunya.

Mengelola Jakarta juga ibarat mengelola perlombaan: perlombaan antara mengejar potensi ekonomi yang dimiliki dan menyelesaikan persoalan yang timbul. Pada akhir era tahun 70’an, Jakarta sudah mulai terlihat kewalahan menghadapi akumulasi permasalahan yang ada: masalah banjir dan kemacetan lalu lintas adalah dua hal yang paling sering dibahas orang.

ketika banjir besar datang. Beberapa banjir besar di Jakarta yang pernah terjadi dalam dua atau tiga dekade belakangan ini adalah banjir pada tahun 1996, 1998, 2002, dan puncaknya adalah banjir yang terjadi pada tahun 2007. Setali tiga uang dengan ini adalah persoalan kemacetan sebagai akibat peningkatan jumlah orang yang berpergian yang tidak disertai oleh penambahan prasarana dan sarana transportasi yang memadai, baik dalam segi infrastruktur dan fasilitas jalan, maupun transportasi publik yang memadai. Akibatnya, masyarakat yang merasa mampu cenderung menyediakan sendiri alat transportasinya yang berakibat jumlah kendaraan yang ada jauh melebihi kemampuan jalan-jalan Jakarta. Kendaraan-kendaraan tersebut harus berbagi ruang yang terbatas. Suasana bertambah ruwet ketika toleransi berkendaraan juga tak ditunjukkan oleh sebagian besar warga.

Fenomena kemacetan ini juga bukan saja dialami ibukota negara kita saja, beberapa kota besar lainnya seperti Bangkok, Caracas, Mexico City, Manila adalah sebagian di antaranya. Akan tetapi, di antara beberapa negara tersebut ada yang berusaha mengurangi dampak kemacetan tersebut dengan menyediakan transportasi publik yang lebih layak. Namun, bagi Jakarta

Mengelola Jakarta juga ibarat mengelola perlombaan: perlombaan antara mengejar potensi ekonomi yang dimiliki dan menyelesaikan persoalan yang timbul

Gambar 1‑1: Banjir membawa kerugian

Banjir Jakarta, walaupun sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu, dalam beberapa dekade belakangan ini datang dengan frekuensi yang lebih sering dan genangan yang semakin tinggi. Tidak hanya merepotkan, kehadirannya juga mengancam sumber-sumber ekonomi bahkan juga nyawa manusia. Banjir besar kerap menahan laju pertumbuhan ekonomi dan melumpuhkan berbagai macam kegiatan sosial kemasyarakatan.

Akibat banjir ini sering membuat kita kecut. Kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya miliaran rupiah, lebih dari itu, mencapai angka triliunan rupiah. Pembangunan yang telah dilakukan beberapa tahun mengalami titik balik

Gambar 1‑2: Suasana kemacetan

Page 10: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota4 5

perjalanan ke arah perbaikan transportasi terasa masih jauh. Dari masalah pembebasan lahan hingga perdebatan di parlemen, semuanya butuh energi dan waktu yang panjang. Masalah banjir dan transportasi tampaknya menjadi tolak ukur keberhasilan dalam mengelola Ibukota ini.

Jakarta, sebagai pusat perekonomian, industri, perdagangan, dan sekaligus pemerintahan, mempunyai peran yang signifikan dalam mendukung perekonomian di Indonesia. Gangguan di Jakarta akan besar pengaruhnya secara nasional. Ketidakmampuan Jakarta mengelola permasalahannya akan menimbulkan permasalahan sosial yang sudah pasti berdampak ke masalah ekonomi dan politik.

Penduduk Jakarta, yang menurut sensus 2010 berjumlah 9,6 juta jiwa dan akan membengkak lebih dari 12 juta di siang hari, sangat bergantung pada prasarana dan sarana yang ada di Ibukota. Keefektifan aktivitas ekonomi yang mereka lakukan berkaitan erat dengan kemampuan Jakarta memberikan dukungan terhadap mobilitas mereka.

1.1. Sejarah Kota dan Sistem Tata Air Jakarta Dalam sejarahnya, Jakarta tidak bisa dilepas dari Sungai Ciliwung dan perdagangan. Sunda Kelapa, pelabuhan yang berada di Muara Sungai Ciliwung, adalah cikal bakal Jakarta. Sejak dahulu di tempat ini sudah kerap terjadi proses perdagangan. Dikenal sebagai pelabuhan lada yang tergolong sibuk, pada abad ke-12 sudah banyak kapal menyinggahi pelabuhan ini.

Masuk dalam kekuasaan Kerajaan Sunda, pelabuhan ini merupakan pelabuhan terpenting yang dimiliki kerajaan itu. Tidak hanya kapal-kapal dari Nusantara saja yang berlabuh di tempat ini, kapal-kapal asing juga sering berlabuh, seperti yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India, dan Timur Tengah. Kebanyakan dari kapal-kapal itu membawa hasil bumi dari negeri tersebut untuk ditukar dengan rempah-rempah. Barter tidak hanya dengan hasil bumi, beberapa kerajinan dari manca negara juga laku ditukar dengan rempah-rempah, seperti porselen, kain, sutra, zat pewarna, dan sebagainya.

Sebelum Belanda datang, Portugis adalah bangsa Eropa yang pertama masuk ke Indonesia. Ini terjadi pada abad 16. Kedatangan Portugis ini mulai memberi pengaruh pada Kerajaan Sunda, lebih-lebih setelah Cirebon ingin memisahkan diri dari kerajaan ini. Surawisesa, raja Sunda, meminta bantuan Portugis untuk membangun benteng mengelilingi Sunda Kelapa sebagai upaya mengantisipasi serangan Cirebon. Akan tetapi, belum sempat dibangun, pada tahun 1527 pasukan Cirebon dengan dukungan dari Kerajaan Demak sudah terlanjur menyerbu pelabuhan tersebut. Fatahillah yang memimpin penyerangan ini langsung mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang berarti “kota kemenangan.” Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon memberikan Jayakarta kepada anaknya Sultan Maulana Hasanuddin yang berkuasa di Kesultanan Banten. Kala itu luas Jayakarta hanya sekitar 15 hektar yakni bagian kota sekarang yang dikenal sebagai Kota Tua.

Masalah banjir dan transportasi tampaknya menjadi tolak ukur keberhasilan dalam mengelola ibukota.

Gambar 1‑3: Pancoran dulu dan sekarang Gambar 1‑4: Kota Batavia di jaman Belanda.

Page 11: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota6 7

Sejarah panjang Belanda berkuasa di Jakarta dimulai tahun 1619, ketika VOC yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen berlabuh dan menduduki Jayakarta. Oleh Pieterszoon Jayakarta diubah namanya menjadi Batavia (Batavieren) dengan kota baru yang berada di sebelah timur Sungai Ciliwung, sekarang letaknya di sekitar Taman Fatahillah. Batavia berkembang cepat, diperluas ke sebelah barat sungai Ciliwung di atas bekas kota Jayakarta yang hancur saat pendudukan itu. Kota yang baru dikembangkan ini ditata sedemikian rupa dengan tembok dan parit di sekelilingnya yang difungsikan sebagai benteng pertahanan. Penataannya menggunakan sistem blok-blok lahan yang dipisah oleh kanal.

Untuk kepentingan perdagangan, dia mulai mengutak atik sistem tata air Batavia yang sekaligus untuk mengurangi risiko banjir. Pada tahun 1634 J.P. Coen meluruskan Muara sungai Ciliwung dengan membangun tanggul-tanggul hingga ke lepas pantai. Tak hanya itu, dia juga memotong-motong Kali Besar (nama baru untuk sungai yang diluruskan itu) dengan terusan agar kapal-kapal bisa masuk dan memperlancar pembuangan air ke laut serta strategi untuk pertahanan kota. Pelurusan sungai ini penting bagi mereka untuk secepatnya mengalirkan air ke laut karena pada tahun 1621, hanya tiga tahun setelah mereka datang, banjir meluluh-lantakan daerah ini.

Di awal pemerintahan kolonial, Batavia terus memperluas wilayahnya; yang semula hanya terbatas pada Kota Tua yang ada sekarang ini, oleh Belanda terus diperluas ke selatan, timur, dan barat. Abad ke-17 terusan-terusan itu dikembangkan lagi hingga mencapai sungai-sungai di luar kota Batavia dengan maksud untuk pengairan sawah dan kebun.

Inilah cara yang dilakukan Belanda untuk meningkatkan jumlah hasil-hasil pertanian dan perkebunan. Pada masa itu setidaknya telah dibuat enam belas terusan yang digabung dalam satu jaringan. Adanya terusan ini relatif lebih memudahkan sistem pengairan sawah di kala musim kemarau tiba. Belanda juga mulai membawa teknologi yang biasa diterapkan di negaranya, antara lain adalah penggunaan kincir-kincir air. Adanya kincir-kincir air ini juga mempengaruhi sistem tata air yang ada di Kali Ciliwung. Seperti yang terjadi pada Terusan Molenvliet, terusan yang memotong kali legendaris di Jakarta itu, oleh pemerintah kolonial dirasa perlu untuk meningkatkan debitnya. Ini untuk keperluan penggergajian yang ada di ujung terusan tersebut.

Nuansa Belanda terlihat sekali dari penamaan-penamaan terusan yang dibangun pada zaman tersebut. Sebagai contoh, sodetan yang dibuat untuk menghubungkan Kali Ciliwung dengan Kali Sunter disebut dengan Ooester Kanaal. Ada lagi Westerstadsbuitengracht dan Oosterstadsbuitengracht yakni kedua terusan yang berhubungan dengan Kali Besar.

Kini sudah banyak terusan-terusan yang dulu dibangun oleh Belanda tidak terlihat lagi dengan berbagai penyebab. Di antaranya ialah akibat dari letusan Gunung Salak tahun 1699, yang ketika itu hujan abu dan lahar dingin yang sampai ke Jakarta menutup terusan-terusan tersebut. Memang ada beberapa terusan yang bisa dikeruk dan diaktifkan lagi, tetapi ada juga yang langsung tertutup. Dahsyatnya material gunung yang sampai ke Jakarta terlihat dari bergesernya garis pantai sepanjang 75 meter ke arah laut. Kejadian meletusnya Gunung Salak ini mengubah drastis sistem tata air di Batavia.

Beberapa terusan yang sedianya dibuat untuk pelayaran sering kali akhirnya hanya berfungsi sebagai sistem pengairan. Ini terjadi karena adanya perbedaan tinggi antara hulu dan hilir yang terlampau besar. Misalnya, Oosterslokan (yang berhubungan dengan Ooster Kanal) pada awalnya dibuat untuk keperluan lalu lintas perahu dan pengairan, tetapi pada pertengahan abad kedelapan belas dianggap tak layak lagi untuk pelayaran karena perbedaan tinggi terlalu banyak antara hulu dan hilir yang menyebabkan kapal sulit berlayar.

Pada abad kesembilan belas Belanda terus melakukan pembangunan ke arah selatan, di antaranya dengan membangun Koningsplein yang sekarang dikenal dengan nama Gambir. Untuk mendukung perdagangan yang terus meningkat Belanda masih aktif merombak dan memodifikasi sungai-sungai yang ada, di antaranya dengan memperbaiki muara-muara sungai sehingga bisa digunakan untuk pelayaran. Pada tahun 1832 Kali Ciliwung ditambah muaranya; yang lama dibuat satu terusan pelabuhan dengan pintu pelindung di Pasar Ikan, sedangkan yang baru menjadi Muara Baru seperti yang kita kenal sekarang ini.

Pada abad ini pula pemerintah Belanda sudah mulai lebih serius dalam menangani sistem tata air di Batavia. Ini dibuktikan dengan didirikannya Departemen Tata Air dan Bangunan pada tahun 1854. Departemen ini langsung mengantisipasi jika terjadi banjir dengan berbagai rencana, di antaranya ialah peralihan dari Kali Krukut dan Kali Grogol ke Terusan Krukut Banjir Kanal, pemasangan pintu-pintu air di beberapa kali, dan menghambat air dari Ciliwung menuju ke arah Gunung Sahari.

Kini sudah banyak terusan yang dulu dibangun oleh Belanda tidak terlihat lagi dengan berbagai penyebab.

Page 12: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota8 9

Pada awal abad kedua puluh, pemikiran-pemikiran mengenai sistem tata air di Batavia lebih didominasi oleh masukan dari Prof. Ir. Herman van Breen. Mulanya van Breen, dan empat orang rekannya, oleh pemerintah kolonial ditugasi untuk melakukan pengendalian air di sungai Ciliwung saja, namun berkembang karena dianggap perlu untuk membangun sebuah kanal baru karena Ciliwung dianggap sudah kewalahan. Ini disebabkan oleh aliran-aliran pembuangan semakin lama semakin tidak memadai sebagai akibat dari endapan atau penutupan terusan-terusan yang dilakukan secara serampangan.

Pada awal abad kedua puluh, pemikiran-pemikiran mengenai sistim tata air di Batavia, lebih didominasi oleh masukan dari Prof. Ir. Herman van Breen

 

Gambar 1‑5: Rencana van Breen lebih 100 tahun lalu

Pada masa itu juga pemerintah kolonial membangun Taman Kota Menteng untuk menggantikan Molenvliet di utara karena tempat ini dijadikan daerah hunian bagi para petinggi Belanda. Batavia di sebelah utara, Koningsplein, dan Mester Cornelis sudah menjadi satu kota terpadu. Belanda juga menata kembali sistem desentralisasi dan dekonsentrasi, yang menjadikan Batavia menjadi satu keresidenan di bawah Provinsi Jawa Barat.

Salah satu usaha yang tergolong cukup legendaris di Kota Jakarta adalah pembangunan Banjir Kanal Barat (BKB). Pada tahun 1922, proyek kanal ini mulai dibangun dari Pintu Air Manggarai sampai Muara Angke yang maksudnya ialah untuk memotong sungai-sungai yang melintas kawasan itu dan membuang airnya langsung ke laut. Kanal hasil rancangan Profesor Herman van Breen ini cukup efektif untuk mengurangi risiko banjir. Memasuki tahun 1942, Jepang mengambil alih dan menjajah Indonesia. Mengaku sebagai saudara tua, Jepang berusaha menarik hati penduduk dengan maksud agar kedatangannya disambut baik. Untuk menunjukan bahwa negeri Sakura itu berbeda dengan Belanda, mereka pun mengganti istilah Batavia menjadi Djakarta. Sayangnya Jepang, selama tiga tahun di Djakarta, tak banyak membangun kota ini. Malah yang cenderung menonjol ialah kebringasan tentaranya saja.

Nama Djakarta lah yang digunakan para pendiri Indonesia saat memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Meski kita telah

Gambar 1‑6: Tanah Abang 1865

Page 13: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota10 11

memerdekakan diri, tapi Belanda enggan melepas bekas daerah jajahannya. Negara Eropa yang paling lama menjajah Indonesia itu masih bertahan hingga penyerahan kedaulatan pada tahun 1949. Ini pula yang menyebabkan pemerintahan kolonial masih memiliki beberapa rencana mengenai sistem tata air di Ibukota, seperti yang dilakukan oleh W.J van Blommestein. Sebagai seorang yang mempunyai perhatian dibidang pertanian, dia resah karena Ciliwung tak mampu menyediakan air secara memadai di saat musim kemarau. Dalam pemikirannya, air untuk pertanian atau bahan baku air bersih haruslah tersedia sepanjang tahun. Untuk Jakarta, van Blommestein menekankan penanggulangan banjir dengan cara menahan sebanyak mungkin air ketika musim hujan tiba. Karena itu, dia punya seabrek rencana seperti pembangunan tanggul laut di sepanjang pantai utara, membangun waduk-waduk untuk tempat mengumpulkan air, dan pembangunan pintu-pintu air. Untuk mengantisipasi meluapnya air di daerah rendah, van Blommestein juga merencanakan membangun pompa air di daerah Ancol. Untuk persediaan air minum ia juga berkeinginan untuk membangun pusat penjernihan air di dekat pintu air. Tahun 1949 terjadi penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia; ini berdampak pada seretnya implementasi rencana-rencana van Blommestein tersebut.

Selepas itu, Djakarta mulai berkonsentrasi menata sendiri kotanya; di saat itu Ibukota masih bagian dari Provinsi Jawa Barat. Barulah pada tahun 1959 Djakarta diubah dari sebuah Kota Praja menjadi daerah tingkat satu (Dati 1) yang dipimpin Sumarno Sosroatmodjo sebagai gubernur pertama. Selanjutnya pada tahun 1961 diubah lagi menjadi Daerah Khusus Ibukota.

Jakarta mulai merasakan gangguan banjir; pemerintah juga mulai serius menangani banjir Jakarta. Saat itu pemerintah meyakini bahwa penanganan banjir di Ibukota haruslah mempunyai konsep yang jelas agar bisa dijadikan acuan dan sekaligus dipahami oleh masyarakat berkenaan dengan langkah apa yang akan dilakukan pemerintah. Pada tahun 1965 pemerintah membentuk satuan tugas khusus (satgas) Komando Proyek Pencegahan Banjir (Kopro Banjir) DKI Jakarta sebagai badan yang khusus menangani masalah banjir di Ibukota. Satgas itu bertugas untuk membantu pemerintah dalam mengatasi masalah banjir yang tertuang dalam Rencana Pengembangan untuk Jakarta Raya. Kopro Banjir cenderung mengedepankan sistem polder dengan waduk dan pompa sebagai elemen utamanya. Beberapa proyek yang dilaksanakan pada saat itu meliputi

pembangunan waduk, polder dan sodetan. Pembangunan waduk meliputi Waduk Setia Budi, Waduk Pluit, Waduk Tomang, dan Waduk Grogol. Pembangunan polder meliputi Polder Melati, Polder Pluit, Polder Grogol, Polder Setia Budi Barat, dan Polder Setia Budi Timur. Sedangkan untuk sodetan adalah Kali Grogol dan Kali Pesanggrahan. Di samping itu ada juga pembuatan gorong-gorong di Jalan Sudirman dan rehabilitasi terhadap beberapa sungai di Jakarta. Setelah ini konsep-konsep sistem penataan air di Jakarta terus berkembang. Meski demikian dalam segi implementasi masih lemah.

Gambar 1‑7: Pasar Senen 1970’an

Jakarta sendiri terus mengalami perkembangan dengan segala permasalahan yang menyertainya. Jumlah pendudukpun meroket. Perkembangannya mengarah kepada terbentuknya megalopolitan, dengan konsekuensi perlunya kerjasama antara DKI Jakarta dengan daerah sekitar. Kerjasama ini dilakukan dalam kaitannya untuk menanggulangi permasalahan yang muncul terutama yang berkaitan dengan keterbatasan penyediaan air bersih, pengelolaan limbah cair, dan pengelolaan sampah.

Page 14: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota12 13

Pada tahun 1976 dikeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No, 13/1976 tentang pengembangan wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabotabek). Mengacu pada inpres tersebut pemerintah mulai mengatur pembangunan dan peruntukan wilayah di Jabotabek. Belakangan pemerintah memperluas lagi penataan Jakarta yang terintegrasi dengan daerah sekitarnya. Jobotabek ditambah dengan Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Perpres ini bertujuan untuk mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan serta mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien berdasarkan karakteristik kawasan Jabodetabekpunjur.

Dalam penataan banjir, Jakarta masih berkutat dalam urusan pembangunan drainase lingkungan dan memaksimalkan penggunaan sungai. Meski demikian ada beberapa kawasan yang sudah menerapkan sistem polder. Perubahan berarti terjadi di penghujung tahun 2010 ketika Banjir Kanal Timur (BKT) berhasil menembus hingga ke laut. Ini tergolong pekerjaan besar karena Pemprov DKI dapat membebaskan lahan yang sangat luas.

Hal positif lainnya adalah menahan pengurangan jumlah ruang terbuka hijau yang terus menurun. Bahkan sejak 2008 ruang terbuka hijau ini telah berhasil dinaikkan meski jumlahnya tidak banyak. Ada harapan bahwa semakin ke depan jumlahnya akan semakin bertambah yang akan berpengaruh pada pengurangan kawasan genangan air.

1.2. Kebanyakan Fungsi: Pangkal Masalah

Ibarat naik bis kota, meski sudah penuh tetap saja ada penumpang yang masuk. Demikian juga Jakarta; meski sudah dijejali banyak penduduk tetap saja orang memaksa masuk ke wilayah ini. Tentu saja banyaknya jumlah penduduk ini memberi berbagai macam konsekuensi yang berkaitan dengan masalah lingkungan, sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan.

Serbuan pendatang ini, membawa beragam permasalahan. Dari urusan mendapatkan pekerjaan hingga tuntutan warga untuk memperoleh keamanan dan kenyamanan. Rumitnya, masalah yang satu selalu saja terkait dengan masalah yang lain, dan ini biasanya tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah sendiri. Peran serta masyarakat sebenarnya lebih bisa diharapkan untuk mengurangi keruwetan masalah ini.

1.2.1. Gelombang Penduduk Tak Pernah SurutPada zaman Belanda, pertumbuhan jumlah penduduk di Batavia (sebutan Jakarta ketika itu) tidak secepat seperti zaman pemerintahan Republik Indonesia ini. Tahun 1650 jumlah penduduk Batavia hanya sekitar 12 ribu orang. Hingga tahun 1920 penduduk Batavia juga baru mencapai 300 ribu orang. Setelah kemerdekaan, Jakarta (yang ditetapkan sebagai ibukota negara) mulai didatangi orang dengan bermacam-macam kepentingan. Ibarat gula yang dikerubungi semut, penduduk Jakarta meluber hingga ke pinggiran kota.

Sekitar tahun 1948, Jakarta “hanya” dihuni oleh 1,2 juta penduduk, tetapi tahun 1973 jumlah penduduknya melesat cepat (dalam kurun waktu 25 tahun) hingga mencapai 5 juta orang. Pertumbuhan penduduk Jakarta sangat sulit untuk dikendalikan sehingga memasuki era tahun 80-an saja pertumbuhan penduduk Jakarta masih cukup tinggi, masih di atas 2% setiap tahunnya. Di era 1990-an dan 2000-an pertambahan penduduk masih signifikan dan mulai menyebar ke pinggiran ibukota. Dari hasil sensus tahun 2010 ternyata penduduk Jakarta mencapai 9.588.198 jiwa.

Gambar 1‑8: Pertumbuhan penduduk JakartaSumber : Buku Sistim Polder & Tanggul Laut

Page 15: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota14 15

Jumlah penduduk sebanyak itu langsung membawa Jakarta ke peringkat ke empat dalam besaran jumlah penduduk di kota-kota besar dunia. Melebihi New York, Moskow bahkan juga Tokyo. Untuk Asia Tenggara tidak satu pun negara yang jumlah penduduknya masuk ke dalam 10 besar di dunia.

Tabel 1‑1 : Sepuluh kota paling banyak penduduknya di dunia 2010

No Kota Jumlah Penduduk (juta)1 Seoul, Korea Selatan 10,52 Mumbai, India 9,93 Sao Paulo, Brazil 9,84 Jakarta, Indonesia 9,65 Moskow, Rusia 9,06 Mexico City, Mexico 8,67 Shanghai, Cina 8,28 Tokyo, Jepang 8,09 Istanbul, Turki 7,8

10 New York, Amerika Serikat 7,4

Jumlah penduduk sebanyak ini tentu menimbulkan beragam masalah terutama yang berkaitan dengan daya dukung Ibukota dalam memfasilitasi dan memberi pelayanan bagi masyarakatnya (baik yang berkaitan dengan sumber daya alam maupun pemenuhan kebutuhan bagi kelancaran beraktifitas sehari-hari). Tabel 1-2 menunjukkan perbandingan kepadatan penduduk Jakarta dengan penduduk di belahan dunia lainnya.

Tabel 1‑2 : Kepadatan penduduk di beberapa wilayah di dunia

WilayahLuas Area

(juta hektar)Jumlah Penduduk

(juta)Kepadatan

Penduduk / km2

Asia 3.177 3.911 123Afrika 3,032 906 30Eropa 2.299 729 32Amerika 3.997 892 22Oceania 806 33 4Dunia 13.311 6.471 49Indonesia 191 223 117Jawa 13 120 923Jakarta (2010) 0.0665 9,6 14.435

1.2.2. Lahan Terbatas: Mitigasi Bukan Prioritas Bagi sebagian besar warga pendatang, membeli lahan di Jakarta mungkin hanya sebatas mimpi. Akan tetapi, memaksakan diri untuk bertempat tinggal di Ibukota adalah kenyataan yang harus dilakukan. Desakan untuk mempunyai tempat tinggal sendiri, agar bisa menata rumah tangga dengan normal, membuat orang melakukan segala cara untuk memperoleh lahan di Jakarta.

Keterpaksaan ini juga diakibatkan oleh belum tersedianya rumah murah di pusat-pusat bisnis di kota ini sementara mereka sendiri memperoleh penghasilan dari aktivitas yang mereka lakukan di pusat-pusat bisnis ini. Atas pertimbangan efisiensi, mereka berusaha sedapat mungkin memperoleh lahan di sini. Tak hanya masyarakat kalangan menengah atas, kalangan bawah juga berusaha mencari setiap jengkal lahan di Jakarta dengan caranya sendiri-sendiri. Akibatnya, lahan-lahan yang ilegal atau “semi” ilegal menjadi rebutan untuk membangun rumah atau sekedar mendirikan bedeng. Lihat saja bantaran-bantaran sungai atau lahan di bawah jembatan layang: nyaris tidak tersisa. Banyaknya bangunan seperti ini tak ayal menimbulkan masalah terutama yang berkaitan dengan penanggulangan bencana. Segala macam bencana sangat berpotensi terjadi di tempat ini, baik berupa bencana alam (seperti yang dibahas dalam Bab II, Kerawanan Daerah Delta), gempa bumi maupun bencana akibat kelalaian manusia.

Posisi rumah yang terlalu rapat dan tidak teratur membuat orang sulit menyelamatkan diri. Lahan-lahan luas yang tidak diisi bangunan sangat minim. Lorong-lorong sempit di sela-sela bangunan tinggi sangat berisiko bagi masyarakat untuk bisa melepaskan diri dari bahaya gempa padahal, sebagai daerah pertemuan lempeng, hampir seluruh kawasan Indonesia sangat berkemungkinan mengalami gempa bumi. Di Jakarta gempa dalam skala kecil sudah sering terjadi. Salah satu gempa yang cukup kuat pengaruhnya di Ibukota adalah gempa yang terjadi (yang berpusat di 137 kilometer barat daya Tasikmalaya, Jawa Barat dengan kedalaman 30 kilometer dan kekuatan 7,3 skala richter) pada 2 September 2009.

Bencana paling sering dihadapi warga Ibukota adalah kebakaran. Minimnya mitigasi terhadap ancaman bencana ini membuat Jakarta paling sering diamuk api. Sumber-sumber api tidak bisa diantisipasi dengan cepat untuk mencegah terjadinya kebakaran yang lebih besar. Hunian padat yang tidak teratur membuat api dengan cepat meluas dan di sisi lain pemadam kebakaran juga sulit menjangkau lokasi kebakaran.

Page 16: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota16 17

Secara umum memang permasalahan mitigasi di Jakarta masih jauh dari memadai. Keterlanjuran tata ruang yang tidak mengondisikan penyelamatan warga dalam menghadapi beragam bencana membuat masyarakat Jakarta rentan menjadi korban. Masalah mitigasi bencana merupakan pekerjaan rumah yang cukup berat bagi Ibukota karena jika tidak segera dilakukan upaya-upaya strategis untuk pengurangan risiko bencana ini, maka Jakarta akan mengalami kemunduran yang cukup besar jika bencana yang tidak diharapkan benar-benar terjadi. Di banyak kota besar di dunia kepedulian antisipasi terhadap bencana sudah merupakan bagian penting yang harus mereka rencanakan dan lakukan.

1.2.3. Sumber Air Semakin Terbatas Ancaman kehabisan air di Bumi mungkin baru datang ribuan tahun lagi. Akan tetapi, kedatangan ancaman kekeringan lahan dan keterbatasan air bersih tidak perlu menunggu waktu lama. Bahkan di beberapa tempat di Indonesia kesulitan itu sudah harus dihadapi. Kekeringan lahan pertanian menjadi berita lazim di kala musim kemarau panjang. Upaya untuk mengatasi minimnya air pada musim kemarau menjadi bagian dari harapan masyarakat pedesaan, terutama yang mengandalkan hidup dari hasil pertanian.

Harapan lain digantungkan masyarakat perkotaan. Semakin terbatasnya air bersih yang dapat digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari mulai mengkhawatirkan mereka. Di kota Megapolitan Jakarta umpamanya, defisit terhadap kebutuhan air bersih mulai dirasakan. Terbatasnya distribusi air minum, tercemarnya air tanah, semakin berkurangnya sumber-sumber air baku, menjadi bagian dari penyebab kelangkaan air bersih di Ibukota.

Seperti sudah diketahui, ketersediaan air dalam suatu daerah aliran sungai merupakan hasil dari siklus hidrologi, dengan modal utama ketersediaan air adalah curah hujan. Sebagian dari air akan mengalir di permukaan tanah menuju danau (situ) atau sungai, sebagian lagi akan menguap ke udara (evapotranspirasi) dan meresap ke dalam tanah (perkolasi). Sebagian air terserap oleh tanah pada waktu hujan, mengalir di bawah permukaan tanah dan kemudian muncul sebagai mata air atau masuk ke dalam aliran sungai dan terjadilah aliran yang menerus. Besarnya air yang dapat ditampung di danau dan debit yang mengalir di sungai merupakan ketersediaan air permukaan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Aliran sungai yang dapat dimanfaatkan setiap waktu hanyalah fungsi dari aliran bawah tanah. Kondisi aliran bawah tanah untuk sungai-sungai yang melewati Jakarta relatif tidak signifikan lagi. Hal ini terlihat pada musim kemarau, yang jika tidak ada hujan, debit sungai-sungai tersebut sangat menurun.

Di musim kemarau, minimnya aliran bawah tanah sungai juga dialami oleh waduk dan sumur dangkal. Akibatnya sungai dan bahkan waduk lebih banyak diisi oleh air limbah, baik limbah domestik maupun limbah industri. Sayangnya kebanyakan dari limbah tersebut tidak diolah dulu sebelum dibuang sehingga mencemari sungai, waduk bahkan air tanah. Ini berdampak pada minimnya sumber air baku untuk diolah sebagai air layak konsumsi.

Gambar 1‑9: Kepadatan penduduk dan ketidaknyamanan

Page 17: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota18 19

Menurut perhitungan, dengan asumsi kebutuhan air bersih setiap orangnya 150 liter per hari, sejak tahun 2011 Jakarta sudah “tak sanggup” memenuhi kebutuhan airnya sendiri. Jumlah penduduk yang terus bertambah dan sumber air baku yang semakin terbatas menjadi penyebabnya. Memang dalam praktek sehari-hari kekurangan air ini belumlah kelihatan karena masih banyak warga yang mengkonsumsi air jauh di bawah kebutuhan ideal tersebut, terutama kalangan masyarakat bawah.

Air sebagai sumber kehidupan tidak mungkin akan bisa kita manfaatkan terus menerus jika kita tidak mengatur dan mengukur pemakaiannya. Pengelolaan yang benar terhadap pemanfaatan sumber air dan menjaga kelestarian sumber air merupakan usaha yang harus dilakukan agar keberlanjutan kita bisa mengkonsumsi air terus terjaga.

Kebutuhan air bersih selalu saja menjadi persoalan yang serius bagi kawasan yang tingkat urbanisasinya sangat tinggi. Ini akibat dari permintaan yang memang terus meningkat sementara bahan baku air bersihnya cenderung berkurang. Padahal, kebutuhan 150 liter per orang per hari itu tergolong kecil jika dibandingkan dengan di Hongkong yang 203 liter per hari, di Sydney (Australia) 254 liter per hari, di Tokyo (Jepang) 268 liter per hari, bahkan di Los Angeles (Amerika Serikat) 440 liter per hari.

Jika ditanya, semua warga Jakarta pasti punya keinginan untuk melestarikan air, baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Akan tetapi, jika melihat bagaimana mereka memperlakukan air, terlihat begitu kontradiktif. Limbah yang dibuang ke aliran sungai, air bersih yang dihambur-hamburkan, air tanah yang disedot habis-habisan adalah bagian dari perbuatan yang merusak air dan sistem air.

Banyaknya sungai dan waduk yang tercemar sangat membatasi jumlah air baku yang bisa diolah menjadi air bersih. Tidak hanya kalangan industri atau pabrik-pabrik saja yang limbahnya sangat mengganggu kelestarian, tetapi limbah-limbah domestik (rumah tangga) juga punya kontribusi yang cukup besar dalam mencemari air permukaan. Mencari air yang bisa diolah sebagai air bersih menjadi sangat sulit di Ibukota. Apalagi akuifer yang berada di cekungan air tanah Jakarta juga sudah banyak terkuras. Menurut Badan Geologi–Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pengambilan air tanah pada Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta saat ini hampir melebihi setengah aliran air tanah yang masuk ke dalam akuifer menengah dan dalam. Sampai saat ini pengambilan air tanah dalam telah mencapai 21 juta m3/thn, atau sekitar 40% dari potensi yang tersedia yaitu 52 juta m3/thn.

Gambar 1‑10: Daerah Aliran Sungai

Page 18: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota20 21

Sebagian besar dari air baku yang digunakan untuk Jakarta dialirkan dari Bendungan Jatiluhur yang terletak di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Air dari bendungan Jatiluhur dialirkan melalui saluran terbuka Tarum Barat dengan panjang sekitar 80 km. Jika kita menggunakan kemampuan penyediaan air oleh PDAM Jakarta sebagai patokan untuk memenuhi seluruh kebutuhan warga Jakarta, maka kemampuan itu hanya bisa memenuhi konsumsi per kapita sekitar 97 liter per orang per hari, jauh di bawah kebutuhan ideal yang dipatok yaitu sebanyak 150 liter per orang per hari. Dengan demikian, masih terdapat sekitar 40% lagi penduduk Jakarta yang belum bisa dilayani oleh PDAM. Ini artinya masih lebih dari 4 juta orang warga Jakarta yang belum bisa menikmati air ledeng. Mereka memperoleh kebutuhan air bersihnya melalui sumur dangkal atau air sungai, yang tentunya kualitasnya tidak terjamin.

1.2.4. Tingkat Kenyamanan yang Masih Rendah Dalam survei yang dilakukan konsultan bisnis ECA International, pada tahun 2011 lalu Jakarta berada jauh dari katagori kota baik di dunia. Survei yang dilakukan terhadap ekspatriat Asia menempatkan Jakarta pada peringkat 195, dan peringkat itu menjadi semakin menurun menjadi peringkat 229 jika survei dilakukan terhadap ekspatriat Barat. Peringkat ini jauh di bawah Kuala Lumpur, Bangkok, Manila, bahkan Ho Chi Minh. Apalagi jika dibandingkan dengan Singapura yang memang kualitas kotanya termasuk yang terbaik di Asia Tenggara. Menurut ECA, parahnya kondisi Jakarta antara lain terlihat dari polusi, kualitas lingkungan, fasilitas kesehatan, dan masalah keamanan yang buruk.

Permasalahan lingkungan ini merupakan hasil dari akumulasi perilaku yang dilakukan dalam rentang lama. Dalam masalah polusi udara, contohnya, tidak adanya pembatasan emisi buang kendaraan mengakibatkan kualitas udara Jakarta cenderung menurun. Jika yang membuat polusi itu hanya satu dua kendaraan mungkin tidak jadi masalah, tetapi karena terjadi pembiaran yang cukup lama, maka jumlahnya meningkat ribuan bahkan jutaan kendaraan. Akibatnya, ketika jumlah kendaraan yang mengotori Jakarta itu sudah banyak dan masal maka terjadi penurunan kualitas udara yang cukup berarti.

Pencemaran udara sendiri dibagi dua golongan, pencemaran primer dan pencemaran sekunder. Pencemaran primer adalah pencemaran yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara, sedangkan pencemaran sekunder adalah akibat dari reaksi pencemaran-pencemaran primer di

Gambar 1‑11: Cekungan air tanah Jakarta dan sekitarnyaSumber: Pemantauan Kondisi Dan Lingkungan Air Tanah di Cekungan Air Tanah Jakarta, ESDM 2005

Gambar 1‑12: Masyarakat bawah membeli air dengan harga lebih tinggi

Page 19: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota22 23

atmosfer, seperti sulfur dioksida, sulfur monoksida, dan uap air, yang akan menghasilkan asam sulfurik dalam bentuk hujan asam.

Sebenarnya fenomena polusi udara ini tak hanya dialami oleh Jakarta saja. Beberapa kota besar lain seperti Surabaya, Bandung, dan Medan juga mengalami hal yang sama. Di kota-kota tersebut diperkirakan 70 persen pencemaran yang terjadi diakibatkan oleh emisi buang kendaraan bermotor. Sedangkan di Jakarta, polusi selain disebabkan oleh kendaraan bermotor juga diperparah oleh keberadaan industri.

Selain karena pengendalian polusi udara yang masih belum memadai, minimnya ruang terbuka hijau (RTH) juga menjadi masalah bagi Jakarta. Ini akibat dari derasnya arus modal yang mengalir ke Jakarta, lemahnya tata ruang, serta penegakan hukum dan aturan yang kurang tegas. Para pemilik modal selalu saja silau melihat tanah kosong yang tak ada bangunannya. Semua dirambah hingga Ibukota kesulitan untuk mendapatkan RTH.

Jika kita bandingkan dengan negara-negara lain (lihat Tabel 1-3), betapa perbandingan antara jumlah warga dengan ruang terbuka hijau di Jakarta sangat minim. Sangat berat bagi Jakarta untuk dapat bersaing dengan kota-kota besar lain di dunia dalam penyediaan ruang terbuka hijau ini.

Berkurangnya RTH tampak jelas berhubungan dengan tingkat pertambahan penduduk yang masuk ke Jakarta. Lihat saja di tahun 1972 , saat itu masih separuh dari luas Jakarta merupakan RTH, tapi tahun 2000 anjlog hingga di bawah 10 % dari saat itu, bahkan tahun 2005 RTH tinggal tersisa 9,12% saja. Minimnya RTH ini mengakibatkan berbagai masalah antara lain:

• iklim lokal yang terganggu• cadangan oksigen berkurang• pencemaran udara, air, dan darat semakin tinggi• kerusakan sistem tata air• daya dukung lahan untuk kehidupan berkurang• berkurangnya keindahan kota

Tabel 1‑3 : Perbandingan RTH Jakarta dengan beberapa kota lain.

No KotaJumlah

PendudukDistribusi RTH

(m²/penduduk)1 Bombay, India 13,662,885 0.12 2 Karachi Pakistan 12,130,000 1.73 3 Istanbul, Turki 11,372,613 1.07 4 Delhi , India 11,325,124 15.01 5 São Paulo, Brazil 10,886,518 4.00 6 Moskow, Rusia 10,452,000 27.00 7 Seoul, South Korea 10,356,202 14.93 8 Shanghai, Cina 10,231,000 74.14 9 Mexico City, Meksiko 8,609,347 1.94

10 Jakarta, Indonesia 8,576,788 0.55 (0.98) 11 New York , AS 8,250,567 8.60 12 Bangkok, Thailand 8,160,522 4.00 13 London, Inggris 7,581,052 7.50 14 Dongguan, China 6,445,700 20.40 15 Hangzhou , Cina 6,400,000 10.50

1.2.5. Transportasi belum memadai Bagi kebanyakan orang, kondisi lalu lintas di jalan-jalan Jakarta merupakan pemandangan yang menjengkelkan. Tidak hanya di pagi atau sore hari, kini bahkan sepanjang hari banyak ruas jalan protokol di Jakarta mengalami kemacetan. Untuk mereka yang tinggal di pinggiran, setiap kali pergi ke kantor bisa saja menghabiskan waktu dua jam perjalanan, padahal rumah dan kantor

Gambar 1‑13: Persentase RTH di Jakarta

Page 20: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota24 25

masih satu wilayah di DKI Jakarta. Terlalu banyak waktu, energi, dan biaya yang terbuang di perjalanan.

Fenomena macet di Jakarta ini sudah mulai dirasakan terjadi sejak akhir tahun 70-an ketika jumlah penduduk Jakarta sekitar 5 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk kala itu mencapai sekitar 4%. Pada tahun-tahun awal kemacetan, jumlah kendaraan roda empat yang terus bertambah yang membuat ruang-ruang di ruas jalan Jakarta mulai terasa penuh. Pada masa itu, sepeda motor belum mengganggu seperti sekarang ini.

Untuk memacu pembangunan jalan sekaligus mengurai kemacetan pemerintah mendorong pembangunan jalan tol melalui swasta dengan sistem build operate transfer (BOT), yang dalam hal ini swasta membangun jalan dan mengoperasikan jalan tersebut dalam jangka waktu tertentu, setelah itu pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah. Sistem ini dimaksudkan untuk mengurangi beban anggaran yang harus ditanggung pemerintah. Meski sistem ini berjalan, tapi tidak cukup signifikan mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta. Jumlah penduduk yang terus saja bertambah ternyata juga dibarengi

kepemilikan kendaraan yang juga meningkat. Beberapa tahun setelah krisis ekonomi 1998, Jakarta sempat mengalami stagnasi dalam hal pembangunan jalan tol. Beruntung, setelah politik mulai stabil, Jakarta melanjutkan pembangunan ruas-ruas jalannya. Tentu saja tidak mudah karena pembebasan lahan tak lagi semudah zaman Orde Baru. Warga tidak gampang melepaskan tanahnya; biayanya pun semakin melonjak. Tidak hanya itu pembebasan lahan juga sering menyebabkan terjadinya gesekan antar warga dan pemerintah daerah. Reformasi politik membawa dimensi baru dalam pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur.

Memasuki era tahun 2000-an situasi lalu lintas bertambah runyam: semakin banyak warga kelas menengah bawah memilih menggunakan sepeda motor. Oleh sebagian masyarakat, naik motor dipandang lebih praktis daripada naik kendaraan umum atau kendaraan roda empat. Lebih cepat karena bisa meliuk-liuk di sela-sela kendaraan roda empat dan semakin sering pula kita melihat orang mengendarai motor dengan arus yang berlawanan. Harga minyak yang terus melejit mendorong penggunaan sepeda motor ini.

Tabel 1‑4: Pertambahan kendaraan dari 1993 ‑ 2007

TahunJumlah Kendaraan Bermotor yang Terdaftar

Sepeda Motor

Mobil Penumpang

Truk Bus Jumlah

1993 991.036 617.565 228.569 226.320 2.063.4901994 1.083.853 680.794 247.377 239.901 2.251.9251995 1.540.825 849.939 320.246 310.128 3.021.1381996 1.775.153 967.229 344.730 310.636 3.397.7481997 2.055.332 1.095.170 380.788 311.371 3.842.6611998 1.527.906 952.264 319.301 253.718 3.053.1891999 1.543.603 965.058 320.438 253.574 3.082.6792000 1.619.516 1.052.802 334.013 253.593 3.259.9242001 1.813.136 1.130.496 347.443 253.648 3.544.7232002 2.257.194 1.195.871 366.221 254.849 4.074.1352003 3.316.900 1.529.824 464.748 315.652 5.627.1242004 3.940.700 1.645.306 488.517 316.396 6.390.9192005 4.674.435 1.766.801 499.581 316.502 7.230.3192006 5.310.068 1.835.653 504.727 317.050 7.967.4982007 5.974.173 1.916.469 518.991 318.332 8.727.965

Sumber : Jakarta Dalam Angka, BPS, 2008

Gambar 1‑14: Angkutan publik yang masih jauh dari memadai

Page 21: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Beban Berat Ibukota26 27

Tabel 1‑5 : Jumlah Kendaraan Bermotor 2011 (dalam juta unit)

Jenis Kendaraan Nasional Jawa JakartaMobil Penumpang 8,83 5,05 2,38Bus 1,14 0,60 0,33Truk 3,44 1,81 0,48Sepeda Motor 65,01 34,60 9,28Kendaraan Khusus 0,27 0,25 0,14Total 78,70 42,32 12,63

Sumber : Kompas

Melihat pertambahan penduduk dan pertambahan kendaraan yang terjadi di Jakarta bisa dipastikan bahwa keruwetan masalah transportasi di Jakarta sulit sekali bisa diselesaikan dalam jangka pendek. Rasio badan jalan dan jumlah kendaraan yang masih rendah dan ditambah dengan kinerja jalan itu sendiri membuat Ibukota semakin tertinggal dalam urusan transportasi ini dibandingkan ibukota negara-negara lain di Asia Tenggara.

Kinerja jalan yang rendah juga disebabkan oleh perubahan fungsi yang terjadi pada beberapa jalan di Ibukota. Beberapa jalan yang sesungguhnya cukup lebar dengan kapasitas yang memadai, malah sebagian dari badan jalannya dijadikan tempat berdagang dan perparkiran. Akibatnya tentu saja para pengendara kendaraan menjadi tidak leluasa melewati jalur ini.

Harapan untuk meningkatkan pelayanan transportasi sebenarnya ada pada sistem angkutan umum, yang membuat masyarakat bisa bergerak dalam jumlah banyak tanpa harus banyak memakan tempat, terutama ruang dijalan-jalan. Di Jakarta angkutan umum masih didominasi oleh sistem bus yang berbasis jalan raya. Tingkat pelayanan dari sistem bus ini sangat tergantung pada kondisi lalu-lintas dan jumlah armada angkutan umum yang beroperasi.

Bus-bus yang beroperasi di Jakarta terdiri atas jenis bus besar, bus sedang, dan bus kecil, yang pengelolaannya dipegang oleh badan usaha milik negara/daerah, serta ada pula dikelola swasta. Kondisi bus-bus tersebut bisa dikatakan masih jauh dari memadai. Sumpek, panas, lambat, dan tak aman adalah sebagian dari keluhan yang biasa diungkapkan.Tak hanya itu, kondisi prasarana utama dan penunjang sistem angkutan umum seperti terminal, halte, dan tempat-tempat pemberhentian masih sangat jauh dari nyaman dan aman.

Sejak 2004 Jakarta berusaha meningkatkan pelayanan angkutan umumnya dengan pengadaan bus Transjakarta. Bus Transjakarta ini merupakan sebuah sistem transportasi bus cepat yang menggunakan jalur khusus. Dibanding bus lain, Transjakarta relatif masih lebih baik dalam hal kecepatan maupun kenyamanan. Meski demikian, terbatasnya jumlah dan jalur menyebabkan bus Transjakarta kewalahan. Penumpang berjejal di waktu-waktu tertentu, sementara itu jalur khusus untuk bus sudah sering diserobot oleh kendaraan lain.

Di luar busway, sistem bus transit cepat yang digunakan oleh bus Transjakarta, Ibukota tak memiliki angkutan umum lain yang lebih layak. Akibatnya, warga masih enggan untuk beranjak dari kendaraan pribadinya. Jumlah kendaraan makin banyak sementara di sisi lain penambahan jalur jalan semakin terbatas. Penambahan jalur tentu bukan solusi tunggal, di samping karena tidak mungkin untuk mengejar jumlah kendaraan yang bertambah juga sangat sulit untuk mencari lahan untuk pembangunan jalan baru. Bahkan karena kesulitan untuk mendapatkan lahan tersebut, di Jakarta sudah mulai dibangun jalan susun.

Gambar 1-15: Bus Transjakarta

Page 22: Memasuki Era Tanggul Laut

Kerawanan Daerah Delta 29

Delta atau kuala merupakan daerah endapan di muara sungai yang berbatasan dengan laut terbuka. Karena posisinya itu, aliran sungai selalu melalui daerah ini saat air mengalir menuju laut. Daerah

semacam ini ternyata banyak disukai oleh kebanyakan warga dunia karena lebih gampang mendapatkan kebutuhan dasar seperti air, makanan, lahan yang subur, dan iklim yang relatif stabil. Di samping itu, keunggulan daerah semacam ini adalah kemudahan untuk mendapatkan infrastruktur transport karena daerahnya yang relatif lebih datar.

Melihat kemudahan yang diberikannya maka layak kalau daerah delta dijejali sekitar 60% penduduk dunia. Mereka rata-rata tinggal di pinggir pantai hingga 60 kilometer dari garis pantai. Walaupun kawasan delta memiliki kerentanan terhadap bencana banjir dan badai ekstrem akibat terjadinya perubahan iklim, kawasan ini tetap menjadi magnet bagi banyak orang. Tanpa disadari, urbanisasi penduduk ke kawasan delta juga membawa ke arah urbanisasi bencana. Rawannya kawasan delta tergambar dari beberapa bencana yang terjadi di dunia. Banjir, badai, dan tsunami adalah bagian dari kerawanan yang mungkin timbul di kawasan bermuka-tanah rendah ini.

Di Bangkok dan beberapa kota di sekitarnya, akhir Oktober 2011 dihantam banjir yang mengakibatkan 562 jiwa meninggal dunia dengan kerugian mencapai hampir Rp. 300 triliun. Departemen Mitigasi dan Penanggulangan Bencana Thailand mengatakan sekitar 5,1 juta jiwa penduduk Thailand terganggu aktivitasnya akibat banjir tersebut. Kawasan industri besar di Bangkok yang di dalamnya terdapat hampir 10.000 pabrik dengan lebih dari enam ratus ribu pekerja lumpuh akibat banjir ini. Besarnya pengaruh banjir ini mengakibatkan pemerintah Bangkok perlu memberlakukan hari libur nasional selama lima hari. Ban Ki Moon , Sekretaris Jenderal PBB, dan Hillary Clinton merasa perlu datang ke Bangkok, Thailand, untuk melihat pertolongan apa yang dibutuhkan di negara Gajah Putih itu. Yinluck Sinawatra, Perdana

Kerawanan daeraH DeltaBab 2

Urbanisasi penduduk ke kawasan delta juga membawa ke arah urbanisasi bencana.

Banjir dan kerawanan delta

Page 23: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Kerawanan Daerah Delta30 31

Menteri Thailand, sibuk untuk menenangkan warganya karena penduduk Bangkok sudah mulai kehilangan kesabaran akibat banjir yang tidak kunjung surut tersebut.

Sebelumnya, badai Topan Nesat dan Nalgae juga sempat menghantam beberapa wilayah delta di Filipina. Akibatnya sebanyak 66.000 rumah rusak dan 586.000 warga terpaksa mengungsi. Masih di kawasan ASEAN, tingginya permukaan sungai Mekong selama 10 tahun belakangan ini membuat beberapa negara yang dilaluinya mengalami banjir. Dampaknya cukup besar; di Vietnam saja

jumlah yang meninggal sebanyak 776 jiwa dengan lebih dari 30.000 rumah tenggelam. Bagi kita, bencana terbesar yang pernah dirasakan wilayah delta di Indonesia adalah tsunami tahun 2004 lalu. Lekat di ingatan kita betapa air laut meluber hingga melewati garis pantai di kawasan delta di puluhan negara yang berada di Asia Selatan. Tsunami akibat gempa bumi yang berpusat di Lautan Hindia itu (kira-kira 250 km dari pantai barat Sumatera yang terletak pada 3,308 LU and 95,874 BT dan diikuti oleh rentetan gempa yang menjalar hingga ke Teluk Andaman) menyisakan pilu bagi warga Aceh dan Sumatera Utara. Lebih dari 230 ribu orang meninggal dunia atau hilang dengan kerugian lebih dari Rp. 40 triliun.

Kejadian-kejadian itu cukup untuk menggambarkan bagi kita bahwa kita perlu ekstra hati-hati untuk hidup di daerah delta. Tidak perlu terlalu cemas, namun perencanaan dan antisipasi terhadap ancaman yang mungkin timbul adalah bagian penting dalam upaya kita untuk memberi rasa aman dan nyaman tinggal di wilayah ini. Bagaimanapun delta masih merupakan pusat kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, di muka bumi ini.

2.1. Risiko Hidup di Dekat Laut

Jakarta merupakan kota besar yang memiliki aset cukup banyak, baik aset milik pemerintah maupun masyarakat. Aset-aset ini adalah akumulasi pengumpulan dari bertahun-tahun membangun dan mengembangkan diri di Ibukota. Sebagai modal untuk terus menerus berkembang dan membangun tentu aset tersebut harus dijaga dan ditambah.

Kerusakan atau kehilangan aset yang kita miliki bisa diakibatkan oleh kelalaian atau bencana yang datang tanpa kita harapkan. Sebagai manusia tentu saja kita tidak bisa menolak jika terjadi satu bencana alam; yang bisa kita lakukan adalah meminimalisasi dampak yang diakibatkannya (mitigasi). Kita harus memiliki sistem penanggulangan bencana yang baik untuk bisa mengurangi efek dari bencana yang mungkin timbul. Di Jakarta sendiri ada beberapa bencana yang berpotensi terjadi.

2.1.1. BanjirBanjir adalah ‘bencana alam’ yang paling sering terjadi di Jakarta. Genangan dalam jumlah besar dapat melumpuhkan Ibukota. Memang banjir tidak hanya

Gambar 2‑1: Populasi penduduk di pesisirSumber : UN Population division

Gambar 2‑2: Banjir mengancam kehidupan

Page 24: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Kerawanan Daerah Delta32 33

bisa terjadi di ibukota, di banyak daerah lain juga kerap mengalaminya. Akan tetapi banjir di Jakarta dampaknya cukup besar karena banyak sekali kegiatan ekonomi yang terganggu. Berbeda jika banjir terjadi di lahan-lahan luas yang penduduknya tidak padat.

Di Jakarta penyebab banjir ada tiga: pertama adalah akibat hujan yang yang turun di hulu melimpas dari aliran sungai yang membelah Jakarta; kedua banjir akibat hujan lokal di wilayah tertentu; sedangkan ketiga adalah banjir akibat meluapnya air laut (rob). Semua penyebab itu bisa mengakibatkan banjir di kawasan tertentu di Jakarta, yang dapat menjadi lebih parah jika terjadi kombinasi dari dua atau tiga penyebab tersebut. Sebagai contoh, banjir di Jakarta tahun 2007 disebabkan hujan di hulu dan hilir dalam waktu bersamaan. Akibatnya, di wilayah-wilayah Jakarta yang rendah akan tergenang cukup lama dengan genangan yang cukup tinggi. Ini diakibatkan oleh limpasan air sungai dan hujan lokal setempat yang datang sekaligus. Tingkat keparahannya bisa pula diakibatkan oleh kombinasi ketiganya: air dari hulu yang bersamaan dengan hujan di kawasan setempat ditambah lagi pasang naik air laut yang menahan aliran sungai. Inilah yang terjadi di Bangkok, Thailand pada Oktober 2011 lalu. Hujan di hulu dan hilir membuat Sungai Chao Praya penuh dengan air. Sialnya gelombang pasang malah menolak air tersebut kembali ke daratan. Akibatnya, aliran air meluber menggenangi banyak kawasan di kota tersebut. Kejadian di Bangok ini sangat mungkin bisa terjadi di Jakarta.

Di ibukota negara kita, banjir menjadi momok yang menakutkan bagi warganya. Tidak hanya tahun 2007, lima tahun sebelumnya banjir yang juga pernah terjadi yang memakan korban termasuk ada meninggal dunia. Sejarah memang mencatat bahwa Jakarta telah berulang kali mengalami genangan dalam cakupan yang luas. Setiap kali kejadian banjir semacam ini terjadi, perekonomian akan terpukul, reputasi kota ini akan menurun, dan kepercayaan investor akan berkurang untuk menanamkan modalnya di sini. Kegiatan industri dan perdagangan akan mengendur atau terhenti karena pabrik-pabrik atau tempat mereka berusaha tergenang air atau karena karyawannya tidak bisa bekerja karena harus berurusan dengan banjir di rumahnya atau di jalan-jalan menuju tempat mereka bekerja. Pelayanan pemerintah juga akan mengalami gangguan sehingga urusan-urusan yang berkaitan dengan perizinan dan administrasi kependudukan akan mengalami gangguan. Banjir juga akan menyulitkan pemerintah untuk segera mengentaskan kemiskinan di satu wilayah, apalagi jika itu terjadi di Jakarta yang masih mempunyai banyak penduduk yang hidup di bawah kelayakan, yang sangat membutuhkan dorongan dari pemerintah untuk dapat meningkatkan kualitas hidup yang lebih memadai.

Belum lagi pukulan di dunia pariwisata karena wisatawan akan berpikir-ulang untuk berkunjung ke Jakarta.

Kelompok-kelompok marjinal di Jakarta kebanyakan adalah pekerja lepas yang penghasilannya diperoleh secara harian dan tanpa memiliki tabungan. Jika terjadi banjir maka bisa dipastikan mereka tidak dapat bekerja sebelum banjir mengering. Ini berdampak pada penghasilan mereka yang sudah sangat minim, karena dalam beberapa hari mereka sama sekali tidak mendapatkan pemasukan apa-apa. Kondisi mereka diperparah lagi dengan kebutuhan mencari tempat tinggal sementara untuk mengungsi, dan kebutuhan pangan maupun sandang ketika di pengungsian. Dalam keadaan terjepit seperti ini, sebagian orang memilih untuk meminjam uang, yang berarti bertambah jauhlah mereka dari upaya pengentasan kemiskinan. Belum

Gambar 2‑3: Risiko hunian di pinggir pantai

Page 25: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Kerawanan Daerah Delta34 35

lagi masalah penyakit menular yang lazim terjadi ketika banjir menggenang. Tubuh mereka mendapat asupan gizi yang terbatas tentu akan lebih mudah terkena penyakit.

Genangan yang cukup besar juga berpotensi untuk merusak lingkungan dan sanitasi. Penataan lingkungan yang sudah mulai dikembangkan akan mengalami kerusakan hanya karena banjir dalam beberapa hari saja. Sanitasi di Jakarta yang memang kondisinya masih jauh dari memadai menjadi semakin buruk gara-gara direndam air dalam jumlah besar. Lingkungan rumah menjadi kotor dan sangat berpotensi menyebarkan penyakit.

Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh banjir inilah yang membuat warga dan pemerintah Jakarta khawatir jika Ibukota harus digenangi oleh luberan air, baik yang berasal dari limpasan sungai maupun rob yang berasal dari laut. Dampak luar biasa yang ditimbulkannya sangat merugikan warga karena akan mengalami kerugian dan memukul mundur kondisi ekonomi. Belum lagi jika banjir tersebut menelan korban jiwa.

Tidak kalah mencemaskan adalah efek banjir terhadap lalu lintas di Jakarta. Kemacetan yang merupakan menu sehari-hari warga Jakarta akan mencapai puncaknya di kala banjir menggenangi satu kawasan atau ruas jalan tertentu. Tanpa ampun, lalu lintas akan menjadi lumpuh total. Kegiatan warga terhenti, atau setidaknya menurun, karena gangguan banjir di jalanan Jakarta. Tidak hanya jalur dalam kota saja yang terganggu, akses lain yang menuju luar kota pun terhambat. Bahkan jalan tol satu-satunya menuju ke Bandar Udara (Bandara) Soekarno-Hatta juga sempat terendam air saat banjir besar tahun 2007 lalu. Kejadian ini benar-benar sangat mengganggu, karena tidak hanya warga Indonesia saja yang mengeluhkannya, warga asing yang berniat melakukan penerbangan atau baru saja mau berkunjung ke Jakarta, harus terlantar karena tidak tahu harus berbuat apa. Karena akses masuk dan keluar ibukota terhenti total.

Jakarta yang saat ini sebagian wilayahnya sudah berada di bawah permukaan laut mungkin harus merelakan sebagian lagi wilayahnya tenggelam dalam beberapa tahun ke depan, terutama di daerah utara. Tanda-tanda ke arah itu sudah mulai terlihat saat ini: limpasan air laut semakin sering menggenangi daerah-daerah di sebelah utara Jakarta.

Melihat realita dan kecenderungan yang akan terjadi, maka rencana pembangunan tanggul laut menjadi sangat realistis. Butuh keberanian untuk mengambil langkah ini karena tidak saja akan memakan waktu yang cukup lama, tetapi juga akan memerlukan dana yang tidak sedikit. Pilihan ini tidak mungkin akan berlangsung mulus tanpa kontroversi. Bagaimanapun juga, keputusan yang diambil ini adalah bagian dari upaya warga Jakarta untuk berjuang tanpa henti melawan banjir.

2.1.2. TsunamiTsunami merupakan gelombang laut dengan periode panjang yang disebabkan oleh gangguan implusi dari dasar laut. Gangguan implusif itu bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik dan/atau longsoran. Gelombang tsunami berbeda dengan gelombang laut biasa yang disebabkan hembusan angin dan pengaruh pasang surut air laut. Jika gelombang laut tingginya hanya beberapa sentimeter hingga sekitar satu meter atau lebih, maka gelombang tsunami bisa sampai puluhan meter di daerah pantai

Tsunami mempunya kecepatan yang berbanding lurus dengan kedalaman laut; semakin besar kedalaman laut maka kecepatan tsunami semakin besar pula. Semakin mendekati pantai kecepatannya semakin berkurang karena gesekan dengan dasar laut yang semakin dangkal. Inilah yang menyebabkan gelombang pantai menjadi semakin tinggi (menggunung) karena adanya penumpukan massa air akibat penurunan kecepatan ini.

Kecepatan tsunami di daratan bisa berkisar 25 – 100 kilometer per jam. Massa air dalam bentuk gelombang berkecepatan tinggi inilah yang menghancurkan kehidupan di daerah pantai ketika gelombang ini masuk ke dalam garis pantai dan menyapu bersih segala yang dihancurkannya ketika massa air ini kembali ke laut setelah mencapai gempuran terjauh di pesisir pantai. Di samping bisa merusak bangunan, volume air yang cukup banyak ini juga membuat cekungan di dataran rendah menjadi kolam atau danau yang baru.

Bagi banyak kota di wilayah delta berisiko tsunami, risiko ini harus menjadi perhatian, terutama di daerah yang dekat dengan pertemuan sesar atau yang memiliki gunung api di lautan. Dari catatan sejarah, letusan Gunung Krakatau tahun 1883 menyebabkan tsunami yang melanda Jakarta dengan ketinggian gelombang 2,3 m. Penelitian lain telah melaporkan ketinggian gelombang

Page 26: Memasuki Era Tanggul Laut

Kerawanan Daerah Delta 37Memasuki Era Tanggul Laut 36

tsunami lebih rendah sampai dengan 0,6 m. JCDS (Jakarta Coastal Defence Strategy) menganalisis bahwa jika ada gempa 9 skala Richter di barat daya pantai Sumatra maka akan terjadi kenaikan gelombang hingga 1,55 meter. Perkiraan-perkiraan tingginya tsunami harus menjadi pertimbangan warga Jakarta terutama yang berada di pinggiran pantai.

2.1.3. BadaiBadai adalah cuaca yang ekstrem, mulai dari hujan es dan badai salju sampai badai pasir dan debu. Oleh meteorolog badai disebut juga sebagai siklus tropis, yang berasal dari samudera yang hangat. Badai bukan angin ribut biasa; kekuatannya dapat mencabut pohon besar dari akarnya, meruntuhkan jembatan, dan menerbangkan atap bangunan dengan mudah.

Ada beberapa macam badai, seperti badai hujan, badai guntur, dan badai salju. Badai paling menakutkan adalah badai topan (hurricane), yang dikenal sebagai angin siklon (cyclone), di Samudera Hindia atau topan (typhoon) di Samudera Pasifik. Penyebab badai adalah tingginya suhu permukaan laut.

Badai tropis berpusat dan bergerak dengan cepat mengelilingi suatu pusat, yang sumbernya berada di daerah tropis. Pada saat terjadi angin ribut ini, tekanan udara sangat rendah disertai angin kencang dengan kecepatan bisa mencapai 250 km/jam. Di dunia, ada tiga tempat pusat badai, yaitu di Samudera Atlantik, Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik. Sedangkan badai Tornado adalah kolom udara yang berputar kencang yang membentuk hubungan antara awan cumulonimbus atau, dalam kejadian langka, dari dasar awan cumulus dengan permukaan tanah. Tornado muncul dalam banyak ukuran namun umumnya berbentuk corong kondensasi yang terlihat jelas ketika ujungnya yang menyentuh permukaan bumi menyempit dan sering dikelilingi oleh awan yang membawa puing-puing.

Umumnya tornado memiliki kecepatan berkisar 200 km/jam dengan rata-rata jangkauan 75 m dan menempuh beberapa kilometer sebelum menghilang. Beberapa tornado yang mempunyai kecepatan angin lebih dari 300 km/jam memiliki lebar lebih dari 1,6 kilometer dan dapat bertahan di permukaan bumi sejauh 100 km. Tornado sering terjadi di Amerika Serikat, selatan Australia, Selandia Baru, dan beberapa negara lainnya di benua Amerika dan Eropa.

Kemungkinan terjadi banjir dari laut yang disebabkan oleh badai di Jakarta Utara relatif bisa dikesampingkan. Tidak ada badai besar terjadi di Laut Jawa. Hal ini membuat bahaya banjir dari laut karena badai menjadi terbatas. Tinggi permukaan air laut maksimum yang disebabkan oleh kombinasi laut pasang, anomali permukaan laut, dan gelombang badai hanya 1,09 m di atas permukaan laut. Dampak gelombang dari badai juga terbatas pada 0,5 m.

Gambar 2‑4: Lokasi badaiSumber: ISRD World Map of Natural Hazards

Page 27: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Kerawanan Daerah Delta38 39

2.1.4. Bencana Alam GeologiKawasan yang berbatasan dengan laut sering mengalami gangguan dari aktivitas kebumian, seperti abrasi/erosi pantai, sedimentasi, dan penurunan tanah. Abrasi biasanya terjadi akibat aktivitas manusia seperti kegiatan reklamasi, pengambilan terumbu karang, dan lemahnya pertahanan pantai. Di pantai utara Jakarta erosi pantai terjadi di beberapa tempat, baik di sebelah timur maupun barat. Di barat, pembangunan tambak membuat tanaman mangrove menjadi berkurang sehingga pantai menjadi tidak terlindungi. Sedangkan di bagian timur, terutama sekitar Pantai Marunda, gangguan berupa erosi juga terjadi.

Sedimentasi terjadi terutama pada muara-muara sungai yang ada di pantai utara Jakarta. Hal ini menyebabkan tinggi muka air berubah. Di daerah pantai yang elevasinya rendah dan relatif datar, pengendapan sedimen dapat mengakibatkan meluapnya air melalui tanggul (dike) sebagai akibat terhambatnya aliran air dan dampak backwater curve (air naik di hulu karena alirannya terhalang di hilir).

Sementara itu, penurunan tanah dapat disebabkan oleh pengambilan air tanah dalam yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, dan penurunan karena gaya-gaya tektonik (penjelasan lebih lengkap diberikan dalam sub-bab 2.3.1).

2.2. Sulitnya Menghadang Genangan

Menilik sejarah, banjir telah menyambangi Jakarta sejak lama. Pada zaman kolonial ketika jumlah penduduk Batavia hanya beberapa gelintir saja banjir sudah menyambangi kota ini. Hanya beberapa tahun setelah Belanda berlabuh, Jakarta langsung digelontor air pada tahun 1621. Banjir terus menguji pemerintahan kolonial di tahun 1654 dan 1699.

Selepas abad ke-17, banjir belum juga bisa diatasi secara permanen oleh pemerintah Belanda. Tahun 1714, 1854, 1918 tercatat sebagai bagian dari peristiwa banjir yang terjadi pada zaman penjajahan. Setelah kemerdekaan banjir masih terus berulang. Beberapa banjir besar terjadi pada tahun 1996, 2002, 2007 dan 2008. Kini banjir sudah kerap menghampiri Jakarta. Bagi beberapa warga akan merupakan anugrah jika dalam satu tahun mereka tidak mengalami banjir.

Setiap kali banjir menggenangi Jakarta selalu saja meninggalkan ceritanya sendiri-sendiri. Nestapa yang ditimbulkan tak jarang menjadi sepotong sejarah kelam bagi Ibukota. Episode paling menyedihkan dalam “sekuel” banjir Jakarta terjadi tahun 2007, terburuk dalam sejarah ibukota. Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas)- dan United Nation Development Programe (UNDP), banjir ini menewaskan 79 orang, 590.407 orang mengungsi, dan 145.742 rumah terendam, serta memangkas pertumbuhan ekonomi hingga 0,53%.

Gambar 2‑5: Peta kedalaman banjir 2007 Sumber : Flood Hazard Mapping

Page 28: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Kerawanan Daerah Delta40 41

Tabel 2‑1: Dampak Banjir Februari 2007

Wilayah Meninggal MengungsiRumah

Terendam

Provinsi DKI Jakarta 48 276.333 89.770

Provinsi Jawa Barat 18 271.796 52.927

Provinsi Banten 13 42.278 3.000

Total 79 590.407 145.742

Sumber : Bappenas – UNDP, 2007

2.2.1. Tingginya Intensitas Hujan Semua wilayah di Indonesia memiliki dua musim dalam setahun: musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim itu datang bergantian. Jika kita tidak mempersiapkannya, kedua musim itu bisa menjadi malapetaka bagi masyarakat. Hujan yang terlalu banyak dapat menyebabkan genangan yang luas di banyak wilayah sedangkan musim kemarau yang kering kerontang akan mempersulit kita mendapatkan air. Banjir dan kekeringan adalah dua sisi dari satu mata uang.

Di Jakarta dan wilayah sekitarnya musim penghujan sering datang pada bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau pada bulan April hingga Oktober. Periode waktunya memang tak selalu seperti ini, kadang-kadang sedikit melenceng dari masa-masa itu.

2.2.2. Kemampuan Sungai Terbatas pada Musim Hujan Jika ditilik dari sejarahnya, sungai-sungai di Jakarta termasuk sungai-sungai yang sering diintervensi manusia, dari zaman Belanda hingga saat ini. Di zaman kolonial entah sudah berapa kali pemerintah Belanda mengutak-ngatik sungai untuk berbagai keperluan, baik untuk perbaikan sistem tata air maupun untuk keperluan pelayaran. Tidak hanya manusia, bencana alam juga sering kali mengubah pola sungai secara drastis, seperti meletusnya Gunung Salak yang banyak menutup anak-anak sungai.

Intervensi manusia terhadap sungai terus dilakukan hingga sekarang, tidak hanya dilakukan pemerintah namun juga dilakukan oleh masyarakat luas. Sialnya campur tangan itu sering pula berpengaruh negatif. Lihat saja di pinggiran sungai; warga dengan enaknya mengambil lahan aliran air untuk membangun rumah atau kegemaran masyarakat menjadikan sungai sebagai tempat sampah raksasa.

Dibandingkan zaman kolonial dulu, kini jumlah sungai dan saluran di Jakarta cenderung menurun. Hanya intervensi yang luar biasa yang dapat menambah jumlah saluran dengan luas yang berarti. Ini terlihat ketika pembangunan BKB dan BKT. Sejarah mencatat bahwa akibat pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya jumlah permukiman, perkantoran, dan pusat perdagangan banyak daerah yang kehilangan anak-anak sungai yang melintas di atasnya.

Untuk mengalirkan air dari hulu ke hilir, Jakarta memiliki 13 sungai. Sayangnya kondisi ke-13 sungai ini sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi. Akibatnya, jika curah hujan cukup tinggi terjadi di hulu, permukaan air sungai dengan cepat meningkat, yang pada gilirannya luapan air sungai akan mengancam daerah rendah di Jakarta terutama daerah Jakarta Utara.

Kapasitas sungai telah berubah menjadi berkisar 40-50% dari kapasitas desain awalnya. Perubahan ini mengakibatkan sungai tidak mampu menampung air di kala tiba musim hujan dengan intensitas yang cukup tinggi. Apalagi jika di

Gambar 2‑6: Risiko, tinggi genangan dan kecepatan arus

Banjir dan kekeringan adalah dua sisi dari satu mata uang

Page 29: Memasuki Era Tanggul Laut

Beban Berat Ibukota 43Memasuki Era Tanggul Laut 42

hulu dan hilir hujan turun secara serentak. Belum lagi jika terjadi kombinasi hulu dan hilir hujan lebat sekaligus gelombang air pasang yang cukup tinggi.

Kapasitas yang tidak cukup umumnya bersumber pada saluran yang kurang dalam atau kurang lebar. Ini menyebabkan air tak mampu dialirkan secara optimal dan cenderung melimpas ke luar badan sungai. Kondisi sungai yang kurang lebar ini diperparah oleh banyaknya sedimentasi yang terjadi di aliran sungai. Sedimentasi ini bisa diakibatkan oleh tergerusnya dinding dan dasar saluran atau karena banyaknya limbah/sampah yang masuk ke dalam saluran.

Pembuangan limbah padat ke saluran drainase merupakan masalah yang serius dalam sistem drainase perkotaan. Sampah atau limbah padat terbawa oleh arus, baik di permukaan atau secara melayang di tengah aliran. Sementara itu sebagian lainnya mengendap di dasar saluran. Dalam kasus seperti ini, kapasitas efektif saluran drainase akan berkurang.

Kebiasaan membuang sampah di saluran sudah bertahun-tahun terjadi, tidak saja di sungai-sungai, bahkan saluran drainase perkotaan pun dipenuhi oleh sampah. Ironisnya, yang membuang sampah ke saluran ini tidak hanya warga

yang tidak mau direpotkan oleh masalah mengenyahkan sampahnya saja, tetapi juga para petugas kebersihan. Beberapa petugas penyapu jalan masih ada yang membuang tumpukan sampahnya ke dalam saluran. Kita tidak bisa membayangkan jika jutaan masyarakat Jakarta masih saja membuang sampahnya ke dalam saluran. Limbah padat ini terdiri dari plastik, kertas, tekstil dan bahan-bahan organik. Memang pemerintah berusaha untuk memindahkan dan mengangkut sampah-sampah tersebut dari saluran. Akan tetapi proses pemindahannya dari saluran masih kalah cepat dengan limbah padat yang datang. Akibatnya tentu saja saluran dipenuhi oleh sampah, seperti yang biasa kita lihat dalam tayangan di televisi ketika petugas bekerja keras mengangkut sampah yang tersaring di pintu air Manggarai. Ketika hujan lebat datang, sungai tidak lagi efektif mengalirkan air limpasan.

Sempitnya aliran sungai, juga disebabkan oleh banyaknya warga yang membangun rumah di pinggiran sungai. Bahkan pada beberapa lokasi permukiman liar tersebut menjorok ke badan saluran atau sungai. Bangunan-bangunan tersebut tentu saja mengambil jatah tempat lalu aliran air yang mengalir di saluran tersebut, terutama di kala musim hujan. Banyaknya permukiman yang ada di sekitar sungai akan menambah jumlah endapan di

Gambar 2‑7: Tumpukan sampah di sungai

Gambar 2‑8: Pilar‑pilar jalan dapat mengganggu aliran sungai

Page 30: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Kerawanan Daerah Delta44 45

saluran tersebut karena akan banyak material yang terbuang atau dibuang ke aliran sungai. Ini tidak saja mempersempit daerah aliran sungai, tetapi juga membahayakan warga yang tinggal di rumah tersebut.

Di samping permukiman yang menjorok ke daerah aliran sungai, hambatan lain yang mempengaruhi lancarnya arus adalah banyak jaringan utilitas yang melintas saluran. Jaringan utilitas yang melintasi di saluran seperti ini ialah kabel-kabel telepon, listrik, pipa dan sebagainya. Ini sangat mengganggu aliran, apalagi jika jaringan tersebut menjadi tempat tersangkutnya material atau sampah yang ada di aliran saluran tersebut. Ada juga pilar-pilar penahan struktur jembatan atau struktur jalan yang memakan tempat yang tentu saja akan mengambil bagian yang seharusnya menjadi tempat untuk air mengalir.

2.2.3. Air Laut Semakin Sering Menggenangi Daratan Ada keadaan aneh yang terjadi pada awal Desember 2011: meski kerap ada hujan cukup lebat dibarengi dengan suara petir yang menggelagar, tapi sejatinya hujan belumlah mencapai puncaknya. Maklum, bagi penduduk Jakarta walaupun di beberapa tempat sering terjadi genangan secara temporer, musim hujan yang dianggap perlu diwaspadai adalah di sekitar awal tahun yaitu di bulan Januari dan Februari. Hikayat banjir besar di Jakarta hampir selalu terjadi pada bulan-bulan tersebut.

Akan tetapi lain ceritanya bagi penduduk di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara: rumah warga sudah banyak yang terendam banjir di awal Desember itu. Ini tentu saja cukup meresahkan bagi penduduk setempat; mereka merasa banjir datang sebelum waktunya. Apa mau dikata, daerah tempat tinggal mereka yang berbatasan dengan laut sudah harus digenangi oleh banjir rob. Belakangan memang rob di Jakarta sudah makin meluas dan semakin sering terjadi.

Fenomena banjir rob ini semakin hari semakin meresahkan warga Jakarta Utara. Banjir rob mulai dirasakan pada 26 November 2007 yang ketika itu permukaan laut memuncak dan mengakibatkan banjir dari laut yang tak diduga oleh banyak orang. Ini mematahkan persepsi umum selama ini, bahwa Jakarta hanya terancam oleh banjir dari hujan dan limpasan sungai. Pemetaan bahaya banjir atau flood hazard mapping (FHM) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa Jakarta juga mulai terancam oleh banjir serius dari laut yang disebabkan oleh penurunan tanah.

Gambar 2‑9: Air laut semakin sering melewati garis pantai

2.3. Sebagian Wilayah Jakarta Berpotensi Tenggelam

Mudahnya air laut menerabas garis pantai ini juga menunjukkan bahwa tanggul-tanggul yang ada sekarang ini telah mempunyai ketinggian yang tidak memadai. Air laut semakin mudah melewatinya. Menurut catatan JCDS, garis pantai Jakarta telah menurun 105 cm dalam rentang waktu dari tahun 1990 sampai tahun 2010. Ini berarti garis pantai Jakarta telah mengalami penurunan sekitar 5 cm per tahun.

Amblesan permukaan tanah dan kenaikan muka air laut menjadi penyebab utama air menggenangi wilayah yang berdekatan dengan pantai. Tanpa bermaksud untuk membuat cemas, jika fenomena seperti ini dibiarkan terus menerus maka lambat laun Jakarta harus memberikan sedikit demi sedikit daratannya untuk digenangi air, terutama air laut.

Page 31: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Kerawanan Daerah Delta46 47

2.3.1. Penurunan Tanah dan Potensi Banjir Tanah yang lunak, dikombinasikan dengan penyedotan air tanah yang terus menerus dilakukan di Ibukota, menjadi penyebab terjadinya amblesan. Jika menggunakan angka moderat penurunan muka tanah di Jakarta Utara berkisar antara 5-10 cm per tahun, penurunan muka tanah yang sebesar ini diyakini berbagai pihak disebabkan terutama oleh penyedotan air tanah yang dilakukan secara masif oleh penduduk Jakarta baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk industri. Dalam grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2-12 terlihat prediksi penurunan muka tanah dalam beberapa dekade mendatang. Jika penyedotan air tanah masih bisa dikendalikan pun Jakarta tetap saja mengalami penurunan, hanya sedikit lebih baik dibandingkan jika tanpa dilakukan pengendalian. Akan tetapi, jika tidak, maka tahun 2050 Jakarta akan mengalami penurunan hingga hampir lima meter dibandingkan dengan situasi sebelum tahun 1950.

2.3.2. Perubahan Iklim dan Peningkatan Permukaan LautUnited Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) konferensi kerangka kerja PBB untuk perubahan iklim, menyebutkan bahwa perubahan iklim disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh kegiatan manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer dalam periode waktu tertentu yang menyebabkan bertambahnya variabilitas iklim alamiah.

Di masa lalu penyebab perubahan iklim tidak terlalu bisa teridentifikasi, tetapi secara umum berkaitan dengan perubahan arus laut, kegiatan matahari, letusan gunung berapi, dan faktor-faktor alam lainnya. Belakangan perubahan suhu global semakin cepat. Ini dapat dilihat dari indikasi peningkatan rata-rata suhu udara dan air laut, meluasnya salju dan lapisan es yang mencair serta meningkatnya rata-rata suhu bumi yang akhir-akhir ini dikenal sebagai pemanasan global. Akibat pemanasan global , tinggi permukaan laut akan meningkat. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) atau Panel Antar Pemerintah Untuk Perubahan Iklim dalam prediksinya memperkirakan bahwa kenaikan muka air laut berkisar 6 mm per tahun sampai tahun 2100. Ini tentu juga berpengaruh pada perairan laut Indonesia. Dampak ini lebih terasa pada daerah-daerah yang berbatasan dengan laut, seperti Jakarta.

Gambar 2‑10: Retak akibat penurunan muka tanah

Gambar 2 12: Estimasi penurunan tanah di Jakarta UtaraSumber : Jabotabek Water Resources Management Study (JWRMS)

Gambar 2‑11: Amblesan di satu titik di wilayah Jakarta Utara

Jika fenomena ini dibiarkan maka lambat laun Jakarta harus menyerahkan daratannya untuk digenangi air

Page 32: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Kerawanan Daerah Delta48 49

Gambar 2‑13: Perkiraan kenaikan muka air laut (skenario IPPC)Sumber: Buku Sistim Polder & Tanggul Laut

Sebagai bagian dari negara yang diperkirakan akan terkena dampaknya, tentu Indonesia harus mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi akibat perubahan iklim ini. Dampak utama yang dirasakan adalah kenaikan muka air laut dan meningkatnya intensitas curah hujan di musim penghujan.

2.3.3. Perkiraan Luas Wilayah Jakarta yang TenggelamHingga tahun 2010 sudah 8000 hektar wilayah Jakarta yang berada di bawah permukaan laut (mean sea level—MSL), padahal tahun 1990 baru sekitar 1600 hektar saja yang berada di bawah MSL. Ini artinya selama dua puluh tahun luas kawasan yang berada di bawah permukaan laut telah meningkat lima kalinya. Jika tidak ada tindakan apa pun untuk mencegah penurunan muka tanah ini maka pada tahun 2030 diperkirakan sekitar 90% lahan di Jakarta Utara sudah berada di bawah muka laut. Ini setara dengan 12.500 hektar Jika kecenderungan ini terus berlanjut, pada tahun 2050 diperkirakan beberapa kawasan di Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur akan berada di bawah permukaan laut juga. Hanya Jakarta Selatan yang hingga tahun 2050 diperkirakan belum ada wilayahnya yang berada di bawah permukaan air laut.

Kondisi wilayah yang semakin rendah ini akan semakin memperbesar dampak jika banjir dengan skala tertentu berulang di kemudian hari. Sebagai contoh, banjir akibat luapan sungai pada bulan Februari 2007 diperkirakan berdampak pada 2,2 juta jiwa penduduk Jakarta. Perkiraannya, jika banjir serupa terjadi tahun 2030 maka akan berdampak pada 2,5 juta orang. Jika penurunan tanah bisa dikendalikan jumlah orang yang terkena dampaknya pada tahun 2030 berkisar 2,2 juta jiwa ‘saja’.

2010 : Jakarta Utara dibawah MSL 58% 2015 : Jakarta Utara dibawah MSL 69%

2020 : Jakarta Utara dibawah MSL 80% 2030 : Jakarta Utara dibawah MSL 90%

Gambar 2‑14: Perkiraan wilayah Jakarta yang berada dibawah muka lautSumber: JCDS

Page 33: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Kerawanan Daerah Delta50 51

2.4. Potensi Kerugian Akibat Banjir

Ada tiga kerentanan yang berpengaruh signifikan jika sewaktu-waktu banjir melanda Ibukota, yaitu kerentanan fisik, sosial, dan ekonomi. Kerentanan fisik adalah masalah yang paling pertama bisa dilihat dampaknya ketika air menggelontor wilayah Jakarta mengingat setiap kali banjir datang kita bisa melihat bagaimana kondisi tempat tinggal warga yang terkena banjir.

Di samping rumah dan hunian, prasarana -prasarana lain seperti jalan, rumah ibadah, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), secara fisik juga sangat rentan dari gangguan banjir. Dari kerusakan ringan hingga rusak berat, akibat gangguan banjir ini menjadi kendala tersendiri bagi masyarakat Ibukota. Jika membandingkannya dengan kejadian banjir tahun 2007 maka bisa diperkirakan betapa besarnya kerugian yang akan ditimbulkan jika banjir terjadi pada beberapa tahun ke depan.

Di sektor ekonomi, pengaruh kejadian banjir di Jakarta tentu saja cukup besar. Sebagai ibukota yang sekaligus pusat perdagangan dan industri, jika Tabel 2‑2 : Perkiraan luas banjir Jakarta

KotaBanjir

dariSungai 2007

Banjir dari laut(runup 1,5 mtr)

Penurunan tanah (+1 m di atas permukaan laut)

Tanpa Kendali Dengan Kendali

2010 2030 2050 2030 2050

Jakarta Selatan 2% 0% 0% 0% 0% 0% 0%

Jakarta Timur 23% 1% 1% 5% 9% 4% 4%

Jakarta Pusat 34% 12% 14% 36% 51% 26% 30%

Jakarta Barat 37% 18% 25% 52% 65% 41% 44%

Jakarta Utara 60% 76% 86% 95% 97% 93% 94%

DKI Jakarta 30% 21% 25% 35% 40% 31% 32%

Sumber: JCDSWarga dengan tingkat ekonomi rendah cenderung mengalami kesengsaraan yang relatif berat. Rumah-rumah di bantaran kali paling rentan terhadap limpasan air, diikuti dengan hunian di wilayah lain yang posisinya berada di bawah permukaan sungai atau permukaan laut. Di kawasan rendah semacam ini warga yang menghuninya tidak hanya terbatas pada kelompok masyarakat marjinal saja. Ini terlihat dari banyaknya rumah milik kalangan menengah ke atas. Mereka ini juga akan merasakan getirnya banjir.

Banjir akibat luapan sungai atau akibat hujan setempat juga dialami wilayah Jakarta bagian selatan. Lihat saja di wilayah Kalibata tempat sungai Ciliwung membelah daerah itu: setiap kali musim penghujan datang daerah ini termasuk daerah yang harus diwaspadai. Atau daerah Kemang, kawasan elit yang sering dipakai para ekspatriat untuk mencari tempat hiburan, juga tak luput dari ancaman banjir.

Tabel 2‑3 : Perkiraan kerugian (dalam ribu USD)

Kota

Banjirdari

Sungai 2007

Banjir dari laut

(runup 1,5 mtr)

Penurunan tanah (+1 m di atas permukaan laut)

Tanpa Kontrol Dengan Kontrol

2010 2030 2050 2030 2050

Kerusakan Tempat Tinggal

Hilang 9.750 56 8.278 11.469 13.387 10.091 10.468

Rusak Berat 29.371 9.709 23.547 33.813 38.162 29.809 31.167

Rusak Ringan 36.714 12.136 29.433 42.266 47.703 37.261 38.957

Jumlah Kerugian TT 75.836 21.900 61.257 87.548 99.252 77.161 80.592

Fasilitas Pendidikan

TK 96 60 71 102 118 89 93

SD 307 194 233 342 389 299 315

SLTP 68 45 55 78 90 68 73

SLTA 67 37 47 70 80 60 63

SMK 23 17 20 27 30 23 27

Akademi 33 11 22 22 33 22 22

Sekolah lain 20 13 13 27 30 20 23

Jumlah Fasiltas Pendidikan 614 377 462 668 770 581 616

Fasilitas Kesehatan

Rumah Sakit 167 89 111 167 200 144 144

Puskesmas 23 13 17 23 27 20 23

Puskesmas Bantu - - - - - - -

Jumlah Fasilitas Kesehatan 190 102 128 190 227 164 168

Fasilitas Ibadah 2.525 1.700 2.025 2.858 3.267 2.508 2.625

Jumlah Rumah & Fasilitas 91.264 103.516 80.419 84.001

Sumber: JCDS

Page 34: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut 52

perekonomian di Jakarta tersendat atau terhenti, pengaruh kejadian banjir ini cukup berarti bagi pertumbuhan ekonomi. Banjir dapat mengisolasi daerah bisnis, kawasan industri, pembangkit listrik, pelabuhan dan bandara regional yang menyebabkan gangguan ekonomi dan kerugian keuangan.

Penurunan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh bencana banjir dari laut dalam kondisi saat ini diperkirakan sebesar 0,48% untuk wilayah Jakarta. Ini setara dengan kerugian ekonomi sekitar 186 juta dolar AS. Tanpa kita sadari, kerugian ini sebenarnya hampir sama dengan kerugian akibat banjir tahun 1997, yang mencapai 205 juta dollar AS. Kala itu kerugian sebesar ini membuat pertumbuhan ekonomi merosot hingga 0,52%. Jika kondisi semacam ini terus berlanjut maka pada tahun 2050 diperkirakan akan terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi hingga nilai-nilai ini diperkirakan mencapai 0,63% jika penurunan tanah tidak terkendali atau 0,57% jika dapat dikendalikan.

Tabel 2‑4 : Ringkasan kerugian PDRB (dalam ribu USD)

KotaBanjir

dariSungai 1997

Banjir dari Laut

(runup 1,5 mtr)

Penurunan Tanah (+1 m di Atas Permukaan Laut)

Tanpa Kendali Dengan Kendali

2010 2030 2050 2030 2050

Pertanian 16.488 14.673 16.966 21.914 24.208 20.251 20.767

Pertambangan/Penggalian - - - - - - -

Industri Pengolahan 1.515.627 1.463.444 1.669.751 1.979.771 2.114.762 1.893.620 1.922.700

Listrik, Gas & Air Bersih 6.543 5.975 6.896 8.918 9.870 8.217 8.441

Bangunan 68.835 45.483 53.655 82.635 98.388 71.205 74.838

Perdagangan, Hotel & Restoran 59.719 38.520 45.713 71.954 86.229 61.564 64.832

Perhubungan 80.555 60.133 70.449 100.156 115.594 89.066 92.540

Keuangan 68.878 28.832 35.042 75.111 98.924 57.673 63.398

Jasa-jasa 30.288 17.265 20.535 34.892 43.046 28.993 30.895

Jumlah 1.846.933 1.674.325 1.919.037 2.375.350 2.591.021 2.230.590 2.278.412

Penurunan PertumbuhanEkonomi 0,53% 0,48% 0,55% 0,68% 0,74% 0,64% 0,65%

Sumber: JCDS

Page 35: Memasuki Era Tanggul Laut

Jakarta Menuju Kota Modern 55

Dalam era teknologi informasi seperti sekarang ini globalisasi adalah efek yang tidak dapat dielakkan lagi. Semua orang dapat mengetahui kondisi di satu wilayah terpencil sekali pun, pengaruh perubahan juga

dengan mudah masuk ke daerah-daerah yang dulunya tidak mudah dijangkau oleh manusia. Perkembangan dan kondisi di satu kota bisa diketahui di wilayah lain dalam waktu yang relatif cepat. Globalisasi telah merangsang terjadinya interaksi antar-kota baik di dalam satu negara maupun dengan negara lain. Interaksi semacam ini menjadi elemen penting dalam ekonomi global.

Dalam globalisasi ada tiga aspek utama yang menjadi perhatian: perdagangan barang dan jasa, aliran kapital secara internasional dan isu-isu lingkungan. Kondisi seperti ini justru mendorong persaingan antar-kota di dunia. Pemerintah kota tertantang dan tak bisa menghindar dari kompetisi kota-kota global. Beberapa negara dengan tingkat perekonomian yang tinggi berusaha untuk memasukkan kota-kota andalannya ke dalam jaringan kota dunia (global urban networks) karena kota-kota dengan kaliber seperti ini akan mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

Indonesia sendiri sebenarnya sudah masuk ke jajaran elit perekonomian dunia. Ini terlihat dengan masuknya Indonesia ke dalam kelompok negara-negara G-20 yang para anggotanya adalah negara-negara dengan produk domestik bruto (PDB) yang termasuk dalam katagori 20 besar dunia. Indonesia adalah satu-satunya negara Asia Tenggara yag masuk dalam kelompok ini.

Jembatan

jaKarta menuju

Kota moDern

Bab 3

Page 36: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Jakarta Menuju Kota Modern56 57

G-20 punya pengaruh besar di dunia, apa lagi sejak kelompok negara maju yang tergabung dalam G-8 mulai kehilangan tajinya. G-20 adalah kelompok 19 negara plus Uni Eropa yang menguasai sekitar 80 % perekonomian dunia atau dua per tiga penduduk dunia. Kelompok G-20 yang dulunya dikenal dengan kelompok 20 ekonomi utama dibentuk pada tahun 1999. Dalam kelompok ini setiap negara diwakili oleh menteri keuangan masing-masing anggotanya. Akan tetapi, pada tahun 2008 forum G-20 meningkat bobotnya karena pertemuan reguler tidak lagi setingkat menteri keuangan melainkan tingkat kepala negara. Forum ini secara sistematis menghimpun kekuatan ekonomi negara maju dan negara berkembang. Dalam perkembangannya G-20 menjelma menjadi kelompok eksklusif. Kekuatan ekonomi negara-negara yang bergabung di dalamnya mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tatanan ekonomi di jagad ini. Ini didasari pada asumsi bahwa jika perekonomian di seluruh negara anggota kelompok ini sehat, maka perekonomian ini akan punya pengaruh yang cukup besar terhadap kesehatan perekonomian seluruh dunia.

Sebagai salah satu negara yang perekonomiannya diperhitungkan di bumi ini, Indonesia perlu menunjukan kemampuannya untuk siap bersaing dan berkompetisi dengan negara lain. Ini harus diperlihatkan kepada dunia, termasuk kesiapan kota-kota yang ada di Indonesia. Jakarta sebagai pusat pemerintah sekaligus pusat perekonomian harus bisa menjadi kota yang diandalkan. Para ekspatriat yang bekerja di Jakarta mesti tak menyangka kalau mereka berada di sebuah negara yang termasuk memiliki PDB yang cukup besar di dunia. Pelayanan yang tidak memadai dan lingkungan yang jauh dari rasa nyaman dan aman membuat mereka skeptis terhadap Ibukota negara kita ini. Meski Indonesia termasuk salah satu negara yang turut menandatangani kesepakatan pada KTT Bumi di Rio de Janeiro, untuk turut berpartisipasi dalam upaya pelestarian fungsi ekologi demi perbaikan kualitas lingkungan, Jakarta belum menunjukan perubahan yang signifikan.

Ke depan Jakarta harus merencanakan dan melaksanakan pembangunanya berorientasi lingkungan sehingga terwujud pembangunan yang berkelanjutan. Ini bukan saja implikasi dari penandatanganan kesepakakatan Rio de Janeiro, tetapi lebih dari itu, Jakarta harus menjadi ibukota yang dapat dibanggakan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, pusat pelayanan berskala internasional, dan bersaing dengan kota-kota besar lainnya.

3.1. Kompetisi Kota-kota Global Internasional

Dalam skala kompetisi regional, dalam beberapa tahun belakangan ini kita selalu mematok bahwa Jakarta, ke depan, sebagai pusat bisnis dan keuangan haruslah mampu bersaing dengan Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, Manila, dan Ho Chi Minh City. Meskipun masih kewalahan untuk bisa bersaing dengan kota-kota tersebut, Jakarta tampaknya harus lebih ambisius lagi dalam menetapkan target.

Tidak sekedar di Asia Tenggara, beberapa kota besar di negara dengan tingkat PDB tinggi di Asia harus bisa disaingi oleh ibukota negeri ini. Betapa tidak, posisi perekonomian Indonesia sendiri sudah tidak tertandingi di negara-negara Association of South Asia Nations (ASEAN): PDB kita hingga tahun 2011 masih yang terbesar di kawasan Asia Tenggara, apalagi kecenderungannya terus membaik. Lihat saja pertumbuhan ekonomi di tahun 2011, yang juga tertinggi di kawasan ini, yang telah mencapai 6,5%. Sebagai catatan, di kawasan ASEAN tidak ada satu negara pun yang pertumbuhan ekonominya melewati angka 6%: Vietnam hanya 5,8%, Singapura 5,3 %, Malaysia 5,2 %, Filipina 4,7 %, Thailand bahkan hanya 3,5%.

Diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan perekonomian Indonesia masih menjadi salah satu yang terkuat di ASEAN, karena dianggap bisa meningkatkan iklim investasi sekaligus menjaga laju inflasi yang tidak terlalu tinggi. Bahkan, menurut beberapa ahli, Indonesia bisa memacu pertumbuhan ekonominya dan meningkatkan kesejahteraan penduduknya, jika mampu meningkatkan pembelanjaan untuk memperbaiki infrastruktur dan meningkatkan tata pemerintahan yang baik.

Jakarta sebagai pusat perekonomian menjadi sangat penting untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Infrastruktur di kota terbesar di Indonesia ini juga harus ditingkatkan lebih banyak lagi agar momentum pertumbuhan ini bisa benar-benar terjaga. Beberapa pengamat menyatakan bahwa laju perkembangan ekonomi Indonesia saat ini sudah memasuki fase kekurangan dukungan infrastruktur. Karena itu penataan dan perbaikan Jakarta menjadi sangat penting artinya.

Tidak sekedar bersaing dengan kota-kota di Asia Tenggara, Jakarta harus mampu pula bersaing dengan kota-kota besar lainnya dari negara-negara yang PDB-nya berada di atas Indonesia seperti Beijing-Cina, Bombay-India,

Sebagai salah satu negara yang perekonomiannya diperhitungkan di bumi ini, Indonesia perlu menunjukan kemampuannya untuk siap bersaing dan berkompetisi dengan negara lain.

Page 37: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Jakarta Menuju Kota Modern58 59

Sydney-Australia, Sau Paolo-Brazil, bahkan San Fransisco-Amerika Serikat. Tentu saja Jakarta yang tumbuh pesat secara sendirian bukanlah hal yang diharapkan. Jakarta juga diharapkan mempunyai kemampuan menyebarkan kegiatan ekonomi nasional ke wilayah lain. Kegiatan pusat-pusat industri yang butuh ruang luas perlu digeser ke wilayah lain. Jakarta bisa fokus menjadi kota jasa yang nyaman dan berkelanjutan.

Jakarta juga harus menjadi daya tarik untuk mengundang para wisatawan atau para ekspatriat berkunjung ke Indonesia. Sebagai kota besar yang ingin diperhitungkan, setidaknya ditingkat Asia, pariwisata Jakarta harus bisa ditingkatkan lagi, terutama untuk kegiatan meeting, incentive, conventing dan exhibition (MICE). Bagaimanapun juga, kegiatan MICE itu harus didasari pada ketertarikan terhadap kenyamanan dan pelayanan yang diberikan sebuah kota. Ini merupakan tantangan bagi Ibukota yang oleh beberapa survei yang dilakukan konsultan atau lembaga internasional selalu saja menempatkan Jakarta pada papan bawah dalam tingkat kenyamanan. Jangankan ditingkat dunia atau Asia bahkan di kawasan regional pun Jakarta masih tertatih-tatih dalam bersaing dengan kota-kota seperti Singapura, Kuala Lumpur, dan Ho Chi Minh.

Ibukota memang sudah harus melakukan perubahan yang besar. Pembangunan yang selama ini dilakukan begitu saja memang telah dapat mengubah Jakarta, tetapi itu saja tidak cukup karena terbukti masalah yang muncul selalu saja lebih banyak daripada solusi yang bisa dilakukan. Sementara itu, kota-kota besar di dunia juga mengalami perubahan menuju ke arah perbaikan. Kondisi semacam ini membuat Jakarta semakin tertinggal dari kota-kota lainnya. Harus ada langkah pemikiran jangka panjang untuk bisa membawa Jakarta pada satu perubahan yang benar-benar bisa membawa Jakarta menjadi pesaing kota-kota elit di dunia.

Visi yang kuat menjadi dasar tempat perubahan itu bisa dilakukan secara pasti dalam kurun waktu yang ditentukan. Rencana komprehensif menjadi syarat utama untuk membawa perubahan menuju perbaikan yang diharapkan. Jakarta memang membutuhkan langkah visioner untuk dapat bersaing dengan kota-kota besar lain di dunia yang sekaligus membawa perbaikan ekonomi bagi Indonesia secara keseluruhan.

3.1.1. Bersaing Menjadi Kota yang Layak Dikunjungi Salah satu indikasi kenyamanan sebuah kota adalah jumlah wisatawan asing yang berkunjung dan banyaknya pertemuan berskala internasional dilakukan di kota tersebut. Wisatawan yang akan mengunjungi satu daerah minimal selalu melihat tingkat kenyamanan, keamanan dan kebutuhan-nya untuk datang ke wilayah tersebut. Sedikitnya ketiga alasan itu harus dipenuhi Jakarta untuk bisa meningkatkan jumlah wisatawan asing yang datang kesini.

Untuk kenyamanan dan keamanan, Jakarta masih tergolong jauh dari memadai. Karena itu kedatangan orang asing lebih mengandalkan kebutuhan mereka saja untuk datang ke tempat ini. Mereka datang lebih karena urusan pekerjaan, baik sebagai ekspatriat maupun sekedar kunjungan kerja. Alasan lain lebih pada tempat transit sebelum mengunjungi wilayah lain di Indonesia, seperti Bali, Yogyakarta, Bandung, atau Lombok.

Untuk obyek-obyek wisata Jakarta belum mempunyai banyak keunggulan dibandingkan kota-kota lain di kawasan ASEAN sekalipun. Pengelolaan dan promosinya belum memadai. Sejauh ini yang mungkin menjadi daya tarik adalah wisata sejarah dan belanja. Kota Tua, Pelabuhan Sunda Kelapa, Monas, dan berbagai museum adalah bagian dari wisata sejarah yang memiliki potensi di Jakarta. Beberapa wisatawan asing memang sudah ada yang tertarik untuk berwisata belanja di Jakarta, tetapi lebih pada sandang yang berharga relatif murah, seperti di Tanah Abang dan Mangga Dua. Akan tetapi jumlahnya tidak banyak dan mereka umumnya berasal dari Malaysia, sedikit dari Singapura dan Thailand, dan biasanya mereka ini berasal dari rumpun Melayu juga. Untuk barang-barang berkelas dan merk terkenal Jakarta masih tertinggal dibandingkan Kuala Lumpur dan Singapura.

Segmen mana pun nanti yang diambil dalam mendorong wisata belanja ini, Jakarta tetap harus memberikan dukungan perbaikan infrastruktur untuk kenyamanan dan keamanan berbelanja tersebut. Prinsipnya, berbelanja adalah memberikan kemudahan-kemudahan kepada para kosumen agar mereka benar-benar tertarik untuk datang ke kota ini.

Satu lagi yang tidak kalah penting dalam mendorong kehadiran wisatawan adalah kehadiran orang dalam kegiatan MICE. Beberapa kali memang

Visi yang kuat menjadi dasar tempat perubahan itu bisa dilakukan secara pasti dalam kurun waktu yang ditentukan

Salah satu indikasi kenyamanan sebuah kota adalah jumlah wisatawan asing yang berkunjung dan banyaknya pertemuan berskala internasional dilakukan di kota tersebut

Page 38: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Jakarta Menuju Kota Modern60 61

Jakarta juga sering dijadikan tempat konferensi, pameran, atau pertemuan yang melibatkan orang asing. Kehadiran mereka cukup mendorong jumlah wisatawan yang hadir di ibukota, sekaligus bisa mempromosikan Jakarta kepada rekan-rekan mereka di negaranya asing-masing.

Sayangnya, Jakarta memang tidak terlalu siap untuk mendorong kegiatan MICE ini secara lebih intensif lagi. Masalah infrastruktur yang berkaitan dengan kenyamanan para peserta di kota ini menjadi kendala berat. Tentu saja masalah kenyamanan semacam ini tidak bisa semata-mata diselesaikan oleh kementerian atau dinas pariwisata.

Beberapa konferensi tingkat tinggi (KTT) yang seharusnya bisa dijadikan ajang promosi kota ini juga lebih sering diadakan di Denpasar, Bali. Seperti KTT Perubahan Iklim, tahun 2007, KTT ASEAN dan KTT Asia Timur, tahun 2011 serta rencana KTT Asian Pacific Economic Cooperation (APEC) pada tahun 2013 juga diadakan di Bali. Pertimbangannya memang masuk akal: di samping kenyamanan peserta, keamanan juga lebih bisa dikendalikan. Kenyamanan dan keamanan adalah tantangan berat ibukota.

3.1.2. Bandara Sebagai Pintu Masuk Jakarta Pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik yang semakin baik mulai menunjukkan keperkasaan negara kita di kawasan regional. Eksistensi Indonesia di ASEAN yang tergerus sejak era reformasi yang terjadi tahun 1998 dan diikuti oleh ketidakpastian politik dalam beberapa tahun setelah itu, kini berangsur-angsur sudah mulai bisa dikembalikan.

Kekuatan ekonomi Indonesia ini terlihat dengan padatnya penerbangan yang dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Meningkatnya jumlah penumpang di Soetta ini juga mengindikasikan semakin banyak kegiatan ekonomi yang dilakukan di Ibukota. Tahun 2011 lalu, pertumbuhan jumlah penumpang di Bandara Soetta ini adalah yang tertinggi di dunia.

Dengan pertumbuhan 19,2%, Soetta membuktikan pada dunia bahwa bandara ini memiliki prospek yang cukup besar dalam beberapa tahun ke depan.Dalam hal pertumbuhan penumpang tahun 2011, Soetta berada di atas bandara-bandara terkenal di dunia. Seperti Schiphol-Belanda, Changi-Singapura, Baiyun-Cina, Miami-Amerika Serikat dan banyak nama-nama bandara tenar lainnya.

Tingkat pertumbuhan penumpang yang mencapai puncaknya ini memperkuat kecenderungan peningkatan yang sudah terjadi beberapa tahun belakangan ini. Pada tahun 2011 jumlah penumpang telah mencapai 52,44 juta orang, jauh melebihi tahun 2004 lalu yang baru mencapai 26,08 juta. Jumlah penumpang yang mencapai 52,44 juta menempatkan Bandara Soetta menjadi bandara nomor 12 tersibuk di dunia. Posisi itu memang belum bisa mengalahkan beberapa bandara elit di dunia seperi Hartsfield-Jackson, Atlanta, (AS); Capital International Airport, Beijing; Heathrow-London; Bandara O’Hare- Chicago (AS), atau Bandara-Haneda, Tokyo. Akan tetapi peringkat itu sudah membuat Soetta meninggalan bandara-bandara lain di Asia Tenggara. Ambil contoh Changi-Singapura yang hanya berada di urutan 18 dan Kuala Lumpur International Airport-Malaysia yang posisinya lebih jauh lagi berada di urutan 28. Kita optimis bahwa pertumbuhan penumpang di Soetta tidak akan berhenti sampai di sini, melihat kecenderungan peningkatan PDB maka pastilah angka pertumbuhan itu akan bertambah dengan cepat. Meski tak semua penumpang yang berada di Soetta itu bertujuan ke Jakarta, sebagian ada yang hanya transit, tetapi pertumbuhan penumpang itu jelas menunjukan bahwa semakin banyak orang yang mengunjungi Ibukota. Kecenderungan ini juga menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang tertarik berkunjung ke Ibukota Indonesia.

Gambar 3‑1: Lima besar pertumbuhan penumpang bandara di dunia 2011 (%)

Page 39: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Jakarta Menuju Kota Modern62 63

Ini merupakan kesempatan untuk menjadikan Jakarta sebagai pusat-pusat kegiatan bagi orang-orang di kawasan Asia Tenggara. Jakarta harus didorong untuk menjadi “ibukota” ASEAN, yang di sini perdagangan, industri, dan kegiatan ekonomi lain di Kawasan Asia Tenggara bisa ditarik ke Jakarta.

melakukan perencanaan revitalisasi terminal yang sudah ada saat ini. Dalam dua tahun ke depan, sesuai rencana, setidaknya bandara ini dianggap mampu menampung hingga 62 juta penumpang. Sayangnya, jika kita mengambil pertumbuhan penumpang 15% saja pertahun maka tahun 2014 jumlah penumpang di Soetta sudah mencapai sekitar 69 juta orang. Ini artinya bahwa revitalisasi yang sudah direncanakan ini masih jauh dari mencukupi.

Penambahan landasan pacu menjadi pilihan yang realistis untuk pengembangan bandara ini ke depan. Bagaimanapun juga, visi yang jauh ke depan harus dibuat agar bandara ini tidak kewalahan menghadapi pertumbuhan penumpang. Jika kita mengukur pertumbuhan penumpang rata-rata 5% saja per tahunnya, pada tahun 2015 jumlah penumpang sudah mencapai 63,74 dan pada tahun 2020 jumlahnya sudah mencapai 81,35 juta.

Sebenarnya pihak Angkasa Pura memperkirakan bahwa jika ada penambahan landasan pacu, maka sekitar tahun 2020 Soetta mampu menampung sekitar

Saat ini saja, jumlah penumpang ideal yang bisa ditampung dalam setahun hanya berkisar 22 juta, tetapi dengan keadaan sekarang saja jumlah penumpang yang berada di bandara Sukarno Hatta sudah lebih dari dua kali lipatnya

Gambar 3‑2: Pertumbuhan penumpang di Soetta , 8 tahun terakhir (juta)

Meraih kesempatan itu membutuhkan kerja yang cukup berat; Soetta sendiri harus bisa meningkatkan fasilitas pelayanannya. Saat ini saja jumlah penumpang ideal yang bisa ditampung dalam setahun hanya berkisar 22 juta, tetapi dengan keadaan sekarang saja jumlah penumpang yang berada di bandara saja sudah lebih dari dua kali lipatnya. Apalagi, dalam Global Competitivnes Report yang dikeluarkan oleh The World Economic Forum 2008, kualitas pelayanan bandar udara di Indonesia berada pada peringkat 75 dari 134 negara yang disurvei. Posisi ini tentu cukup mengganggu bagi kita, karena bandara-bandara di negara kita masih dianggap belum maksimal dalam memberikan pelayanan. Di sisi lain, peringkat ini seharusnya bisa juga kita jadikan cambuk untuk memperbaiki fasilitas yang ada di bandara tersebut. Seharusnya memang bandara kebanggaan rakyat Indonesia itu dapat disandingkan dengan bandara KLIA, Kuala Lumpur, Malaysia atau Changi, Singapore. Sayangnya Soetta masih jauh kelasnya dibanding kedua bandara milik negara tetangga itu. Otoritas penyelenggara Bandara Soetta, yaitu Angkasa Pura II, sudah

Tabel 3‑1 : Prediksi jumlah penumpang Bandara Soetta (juta)

TahunPrediksi Rata Rata Pertumbuhan / Tahun

5% 7,5% 10%

2015 63,74 70,03 76,78

2020 81,35 100,54 123,65

2030 132,50 207,22 320,72

92 juta penumpang. Jumlah ini pun tergolong cukup mepet, karena dengan pertumbuhan penumpang rata-rata 5% saja per tahun maka pada tahun 2023 kondisi bandara juga sudah tidak ideal lagi, karena saat itu jumlah penumpang telah mencapai 94 juta orang. Ini kalau asumsi yang diambil hanya 5% pertumbuhan penumpang setiap tahunnya. Tidak bisa dibayangkan seandainya rata-rata pertumbuhannya melebihi persentase tersebut.

Kenyataannya tantangan Bandara Soetta ketika awal dibangun dan sekarang sangat jauh berbeda. Ketika awal-awal beroperasi tahun 1985, bandara yang dirancang Paul Andreu, Arsitek Perancis ini, didesain untuk menampung 22 juta penumpang. Kondisi ideal jumlah penumpang tersebut baru terpenuhi lebih dari 15 tahun kemudian. Sekarang kondisinya jauh berbeda, target pembenahannya saja sulit mencapai tuntutan perkiraan jumlah penumpang pada

Page 40: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Jakarta Menuju Kota Modern64 65

saat renovasi itu selesai dikerjakan. Artinya tetap ada “defisit” kemampuan bandara tersebut ketika revitalisasi itu selesai dilaksanakan.

Melihat kecenderungan peningkatan jumlah penumpang bandara tersebut, saat ini perlu dilakukan antisipasi yang cepat. Meski posisinya bukan berada di wilayah Jakarta, akan tetapi pemda DKI perlu memberi dukungan terhadap pengembangannya karena efek dari kemampuan bandara ini sangat berpengaruh ke kota ini. Bagi para pendatang, bandara adalah pintu masuk ke satu kota atau negara. Dengan demikian, kesan yang ditampilkan haruslah menunjukan kesiapan negara atau kota tersebut untuk melayani mereka. Fasilitas dan pelayanan yang ada setidaknya memadai dan tidak menimbulkan keluhan oleh para penumpang.

3.1.3. Menembus Jajaran Pelabuhan Elit DuniaTidak seperti beberapa pelabuhan besar di kawasan ASEAN, yang kerap disinggahi kapal-kapal pesiar, di pelabuhan Tanjung Priok nyaris tidak pernah ada kapal pesiar yang bersandar. Tentu saja ini berkaitan dengan ketertarikan para wisatawan terhadap satu wilayah. Dari sini jelaslah bahwa kemampuan dan fasilitas yang dimiliki pelabuhan kebanggaan warga Jakarta itu juga masih patut dipertanyakan. Jika dibandingkan dengan Singapura, yang memiliki Marina Bay Cruise Centre yaitu pelabuhan khusus untuk kapal persiar, tentu Tanjung Priok belum ada apa-apanya. Marina Bay mampu disandari kapal-kapal persiar ukuran besar. Negara kota itu sengaja membangun pelabuhan kapal pesiar, yang beroperasi Mei 2012. Pelabuhan ini bisa dipakai untuk bersandar kapal pesiar sekaliber Voyager, yang berkapasitas 4000 penumpang dan berbobot mati 138 ribu ton. Kapal sejenis ini sangat sulit untuk bersandar di Indonesia karena kebanyakan pelabuhannya relatif dangkal. Karena itu, sebagai pelabuhan terbesar di Indonesia Tanjung Priok harus bisa lebih sigap untuk mengantisipasi hal ini. Apalagi diprediksi beberapa tahun ke depan Asia lebih sering dikunjungi kapal pesiar.

Sesungguhnya Tanjung Priok memang bukanlah pelabuhan yang diperuntukan khusus untuk tempat bersandarnya kapal penumpang, apalagi untuk kapal pesiar. Pelabuhan ini lebih banyak berperan sebagai pelabuhan bongkar muat barang. Melalui pelabuhan inilah beragam barang masuk dan keluar Jakarta atau kota-kota lain di Pulau Jawa. Perannya penting mengingat banyaknya industri yang ada di seputaran Ibukota, Banten dan Jawa Barat.

Pelabuhan itu sendiri sangat besar pengaruhnya dalam mendorong kinerja ekspor yang pada gilirannya akan bisa menaikkan PDB dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Barang-barang produksi dalam negeri harus terus ditingkatkan pemasarannya ke luar negeri. Sebagian besar barang-barang tersebut diangkut melalui pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia. Di antara pelabuhan yang ada itu, Tanjung Priok-lah yang kinerjanya yang terbesar. Ini bisa dimaklumi karena Jabodetabek merupakan kawasan industri yang paling besar di Indonesia. Kecepatan pengiriman barang yang bisa dilakukan sangat tergantung pada kemampuan Pelabuhan Tanjung Priok untuk memfasilitasi itu. Tidak hanya barang yang keluar, keperluan impor juga sangat tergantung pada kemampuan pelabuhan ini. Peti kemas yang dipakai sebagai pengiriman barang harus mampu ditampung secara memadai di terminal yang ada.

Tanjung Priok harus bisa mengantisipasi perubahan kapasitas terminal peti kemas hingga lebih dari 50 tahun yang akan datang sehingga pengembangannya harus dilakukan secara bertahap, realitis, dan terukur. Singapura yang bertetangga dengan kita, pelabuhannya sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 menjadi pelabuhan peti kemas tersibuk di dunia. Akan tetapi, pada tahun 2010 posisi puncak ini sudah digantikan oleh Shanghai Cina. Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik di Cina dalam beberapa tahun belakangan ini berdampak pada kegiatan perdagangan baik ke luar maupun yang masuk ke dalam negeri. Tidak hanya Shanghai saja, beberapa pelabuhan lain di Cina juga terkena imbasnya. Pada 2010, dari empat besar pelabuhan petikemas dunia yang melayani lalu lintas kontainer di atas 20 juta TEUs per tahun, tiga di antaranya merupakan pelabuhan yang berada di wilayah Republik Rakyat China (RRC). Dalam daftar 20 besar pelabuhan peti kemas tersibuk di dunia tahun 2010, pelabuhan Indonesia belum ada yang masuk ke kelompok itu.

Meski demikian selama 5 (lima) tahun terakhir, pertumbuhan arus kapal dan barang di pelabuhan Tanjung Priok memiliki kecenderungan meningkat di atas 5% per tahun. Arus barang pada tahun 2010 telah mencapai 29,09 ton (untuk kargo dan curah) dan 4,61 juta TEUs (untuk petikemas). Arus kunjungan kapal mencapai 16 ribu unit kapal. Jika melihat data yang ada selama beberapa tahun belakangan ini dan prospek pertumbuhan ekonomi maka ada kecenderungan bahwa lalu lintas petikemas di Tanjung Priok akan terus meningkat.

Page 41: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Jakarta Menuju Kota Modern66 67

Tabel 3‑2: 20 besar pelabuhan petikemas dunia tahun 2010 (juta TEUs)

No Pelabuhan Negara 2009 2010

1 Shanghai RRC 25,002 29,069

2 Singapura Singapura 25,866 28,431

3 Hongkong RRC 20,983 23,699

4 Shenzhen RRC 18,250 22,510

5 Busan Korsel 11,954 14,194

6 Ningbo RRC 10,502 13,144

7 Guangzhou RRC 11,190 12,550

8 Qingdao RRC 10,260 12,012

9 Dubai UAE 11,124 11,600

10 Rotterdam Belanda 9,743 11,140

11 Tianjin RRC 8,700 10,080

12 Kaohsiung Taiwan 8,581 9,180

13 Port Klang Malaysia 7,309 8,870

14 Antwerp Belgia 7,309 8,470

15 Hamburg Jerman 7,007 7,910

16 Tanjung Pelepas Malaysia 6,000 6,540

18 Los Angeles USA 6,748 6,500

19 Long Beach USA 5,067 6,260

20 Xiamen RRC 4,680 5,820

Sumber: Diolah dari berbagai sumber.

Dua pelabuhan besar dunia, Shanghai dan Singapura, bisa dijadikan contoh untuk mengembangkan pelabuhan Tanjung Priok. Pelabuhan Shanghai terdiri atas pelabuhan laut dalam dan pelabuhan sungai. Pada tahun 2010, pelabuhan ini telah melayani lalu lintas petikemas sebesar lebih dari 29 juta TEUs. Pelabuhan Shanghai terbagi ke dalam 5 zona pelabuhan, yaitu muara sungai Yangtze, muara sungai Huangpu, Waigaoqiau, Yangshan deep water port, dan daerah pesisir Pudong. Pelabuhan ini mengejutkan dunia ketika pada tahun 2006 pelabuhan ini menjadi pelabuhan peti kemas ke-3 terbesar dengan lalu lintas peti kemas sebanyak 21,71 juta TEUs, dan puncaknya tahun 2010 ketika menjadi pelabuhan tersibuk di dunia. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari dikembangkannya Yangshan Deep Water Port sebagai jawaban atas keterbatasan draft perairan di daerah daratan. Yangshan Deep Water Port berada di Laut China Selatan, sekitar 30 km dari daratan Cina dan dihubungkan dengan jembatan sepanjang 32,5 km. Draft perairan Yangshan Deep Water Port adalah 16 m dan memiliki l5 buah tambatan kapal peti kemas, hingga kini terus dikembangkan. Tahun 2012 ini, rencananya Yangshan Deep Water Port akan memiliki kapasitas layanan sebesar 15 juta TEUs.

Gambar 3‑3: Perkembangan Throughput petikemas Tanjung Priok (juta) Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia

Dua pelabuhan besar dunia, Shanghai dan Singapura, bisa dijadikan contoh untuk mengembangkan pelabuhan Tanjung Priok

Gambar 3‑4: Masterplan Yangshan Deep Water Port dan Jembatan Donghai.

Pada tahun 2010, Pelabuhan Singapura melayani lalu lintas peti kemas yang mencapai angka 28,43 juta TEUs. Dengan luas kawasan 436 hektar pelabuhan ini memiliki fasilitas-fasilitas antara lain 44 buah tambatan kapal peti kemas; panjang dermaga 12.800 m; Kran petikemas sebanyak 143 unit. Terminal peti kemas terbesar di Pelabuhan Singapura adalah Terminal Petikemas Pasir Panjang yang memiliki 13 buah tambatan kapal peti kemas. Rencananya

Page 42: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Jakarta Menuju Kota Modern68 69

hingga tahun 2013 nanti terminal ini akan menambah lagi 16 buah tambatan kapal peti kemas.

3.2. Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana

Pengembangan Jakarta sebagai kota modern seharusnya memang bukan semata-mata untuk tujuan ekonomi saja, lebih dari itu, keselamatan hidup masyarakat harus menjadi tujuan utama. Dalam beberapa dekade belakangan ini pengembangan kota-kota dunia, tidak saja Jakarta, lebih berorientasi pada peningkatan nilai tambah dalam hal kebutuhan ekonomi. Perhatian terhadap keselamatan warga tergolong minim. Inilah yang menyebabkan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM), terutama yang aktif di bidang lingkungan sering berteriak untuk sekedar mengingatkan pemerintah.

Sebagai sebuah kota yang ingin diperhitungkan dikancah internasional dan sebuah kota yang aman bagi warganya, tentu Jakarta perlu memberikan perhatian untuk itu. Tuntutannya tidak saja sekedar nyaman, tapi aman dari bencana baik yang disebabkan oleh alam maupun kelalaian manusia. Bencana memang tidak bisa diprediksi kapan datangnya, tapi kesiap-siagaan menghadapi bencana harus terus menerus dilakukan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah mendorong dunia internasional untuk melaksanakan pengurangan risiko bencana secara berkelanjutan. Melalui Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB , Nomor 63, Tahun 1999 PBB menyerukan kepada pemerintah di setiap negara untuk menjaga dan memperkuat realisasi Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana untuk mendukung dan menjamin pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan berkelanjutan.

Kejadian Tsunami di Aceh dan beberapa negara di Asia Selatan, 26 Desember 2004, sempat menyentak dunia, sekaligus mengingatkan komunitas internasional akan pentingnya antisipasi terhadap bencana. Ini ditandai dengan diadakannya konferensi sedunia tentang pengurangan risiko bencana di Kobe, Hyogo, Jepang, 18 Juni 2005. Konferensi ini menelurkan apa yang disebut dengan Hyogo Framework for Action 2005-2015, yang menekankan bagi semua negara di dunia untuk menyusun mekanisme terpadu pengurangan risiko bencana yang didukung kelembagaan dan kapasitas sumber daya yang memadai.

Gambar 3‑5: Tsunami Aceh mengingatkan dunia tentang pentingnya pengurangan risiko bencana

Negara-negara Asia menindak-lanjuti pertemuan itu dengan mengadakan Konferensi Asia Pertama tentang pengurangan risiko bencana. Pertemuan yang diselenggarakan di Beijing, September 2005 ini diadakan dalam rangka mengimplementasikan Kerangka Aksi Hyogo yang di keluarkan beberapa bulan sebelum konferensi ini. Pertemuan di Ibukota Cina ini menghasilkan Kerangka Aksi Beijing untuk pengurangan risiko bencana.

Menindak-lanjuti beberapa pertemuan internasional sebelumnya, pada 22 Desember 2005, Majelis Umum PBB membuat satu resolusi Nomor 60/195 tentang strategi internasional untuk pengurangan risiko bencana (International Strategy for Disaster Reduction/ISDR). ISDR merupakan satu pendekatan global untuk mengurangi risiko bencana dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk mengurangi kehilangan kesempatan akan kehidupan, kerugian di sektor ekonomi, dan kerusakan akibat bencana. ISDR mempunyai fokus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pengurangan risiko bencana, mewujudkan komitmen pemerintah dalam

Page 43: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Jakarta Menuju Kota Modern70 71

pelaksanaan kebijakan, dan upaya pengurangan risiko bencana, mendorong kerjasama antar komponen dalam rangka pengurangan risiko bencana, dan meningkatkan penggunaan ilmu pengetahuan untuk pengurangan risiko bencana. Dalam resolusi ini PBB juga mengingatkan negara-negara di dunia bahwa pengurangan risiko bencana menjadi bagian penting dalam pembangunan berkelanjutan. Resolusi ini juga mendorong seluruh negara untuk membuat komitmen yang kuat terhadap konferensi-konferensi yang sudah dilaksanakan berkaitan dengan pengurangan risiko bencana, seperti Kerangka aksi Hyogo dan Strategi Yokohama.

Indonesia sendiri menindaklanjuti beberapa konferensi internasional dan resolusi PBB tentang pengurangan risiko bencana dengan membuat Rencana Aksi Nasional – Pengurangan Risiko Bencana (RAN-PRB). Rencana aksi itu disusun sejalan dengan perubahan paradigma penanganan bencana di Indonesia. Ada tiga hal penting terkait dengan perubahan paradigma ini, yaitu penanganan bencana tidak lagi berfokus pada aspek tanggap darurat tetapi lebih pada keseluruhan manajemen risiko. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat dan bukan semata-mata karena kewajiban pemerintah. Penanganan bencana bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi menjadi urusan bersama masyarakat.

Walaupun disusun dalam kerangka nasional, implementasi RAN-PRB ini juga melibatkan para pelaku regional dan internasional. Kerjasama dalam pengurangan risiko bencana harus dilakukan secara lintas wilayah karena pada hakekatnya bencana tidak terbatas pada lingkup administratif atau kewilayahan tertentu. Kerjasama regional dan internasional merupakan salah satu wujud pengurangan risiko bencana yang bersifat lintas wilayah dan wujud solidaritas serta kebersamaan umat manusia. Ke depannya, keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana ini. Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia sudah waktunya menjadi pemimpin dalam memberi contoh bagi kota kota lain di Indonesia, berkenaan dengan pembangunan berkelanjutan yang berbasis pengurangan risiko bencana. Apapun yang dilakukan untuk pengembangan kota haruslah didasarkan pada upaya untuk meningkatkan hak hidup dan kehidupan yang layak bagi warganya.

3.3. Jakarta dan Ketahanan Nasional

Bagi kebanyakan negara demokrasi, terutama di negara berkembang seperti di Indonesia ini, segala isu yang terjadi di wilayah ibukota akan dengan mudah menjadi wacana di tingkat pusat kekuasaan. Apalagi jika permasalahannya menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika tidak cepat tertangani atau tindakan yang diambil belum memuaskan persepsi masyarakat, maka selalu ada saja ruang untuk membawa kasus ini ke ranah politik. Demikian pula halnya di Indonesia; jika persoalan Ibukota sampai di wilayah politik di tingkat pusat, maka akan sangat berpengaruh terhadap ketahanan nasional. Masyarakat juga akan dengan mudah bergolak, yang mulanya hanya terbatas warga Ibukota saja yang terkena dampak, pergolakan ini akan cepat menyulut dan mengundang simpati dari masyarakat di daerah lain. Jika berkembang seperti ini, tidak hanya mempersulit mengambil keputusan tetapi bisa merembet kemasalah lain dan menyebabkan krisis pemerintahan.

Seperti yang pernah dialami Yinluck Sinawatra, Perdana Menteri Thailand, saat banjir melanda Bangkok bulan Oktober 2011. Banjir terburuk yang dialami Bangkok selama lima puluh tahun terakhir ini hampir saja membuat pemerintahannya goyah. Yinluck yang baru berkuasa beberapa bulan nyaris dijatuhkan pihak oposisi, dan sekaligus akan membawa negara Gajah Putih itu pada krisis politik yang baru. Beruntung partai pemerintah masih kuat memberi dukungan sehingga mosi tidak percaya terhadap Pracha Promnok, Direktur Komando Operasi Bantuan Banjir (FROC), yang merupakan bawahan Yinluck gagal dimenangkan pihak oposisi di parlemen.

Kejadian ini bisa jadi pelajaran bagi Jakarta, bahwa apapun isu yang berkenaan dengan kerentanan ekonomi, sosial, dan keamanan selalu saja bisa berkembang dengan cepat. Tingkat keparahan bencana serta bagaimana penanggulangannya termasuk isu penting yang bisa datang tanpa diduga. Jika masyarakat telah melihat proses apa yang sudah dan sedang dilakukan pemerintah dan apa target yang dicapai, maka politisasi isu-isu ketidakmampuan pemerintah menanggulangi bencana akan sedikit berkurang. Orang bisa melihat sendiri apa yang sedang dilakukan pemerintah dan apa yang memerlukan dukungan masyarakat. Banjir yang merupakan momok bagi pemerintah, tidak lagi mudah di bawa ke masalah politik jika bencana yang tidak diharapkan itu benar-benar datang. Masyarakat bisa lebih paham keterbatasan pemerintah dan perlu waktu mendapatkan kondisi yang ideal.

Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana oleh pemerintah merupakan wujud pemenuhan hak asasi rakyat

Kejadian banjir di Thailand di tahun 2011 memperlihatkan bahwa isu banjir bisa melebar dan masuk ke ranah politik

Page 44: Memasuki Era Tanggul Laut

Karakteristik dan Isu Stategis di Teluk Jakarta 73

Mengembangkan Ibukota di wilayah Teluk Jakarta perlu mempertimbangkan fakta-fakta yang ada di kawasan tersebut. Sebagai daerah yang dekat dengan pantai, tentu saja karakteristik

fisik wilayah dan kondisi sosial masyarakatnya punya perbedaan dengan daerah yang lain. Kondisi faktual harus menjadi acuan guna memberikan pertimbangan teknis dan sosial terhadap pembangunan yang mungkin dilakukan di Ibukota ini. Selain itu ada juga isu-isu strategis yang harus dipertimbangkan dalam reklamasi dan pembangunan tanggul. Isu-isu semacam ini biasanya berkaitan dengan besarnya dampak ekonomi, sosial dan keselamatan, yang mungkin bisa ditimbulkan. Ada juga isu sensitif yang berkaitan dengan lingkungan hidup.

Beberapa isu tidak dibahas lagi di dalam bagian ini karena memang pembangunan tanggul laut berkaitan dengan penyelesaian isu tersebut, seperti banjir, adanya 13 muara sungai di pantai Jakarta, sedimentasi di pinggir laut dan sebagainya. Beberapa hal ini adalah bagian dari persoalan yang akan diurai dengan adanya pembangunan tanggul dan pengembangan Teluk Jakarta.

4.1. Karakteristik Fisik Wilayah Sekitar Teluk Jakarta

Secara umum kondisi alam, sosial, dan kependudukan di Teluk Jakarta hampir sama dengan di wilayah Jakarta yang lain. Kondisi alamnya memungkinkan untuk dilakukan pembangunan tanggul laut atau pelaksanaan reklamasi. Demikian juga kondisi geologis di wilayah itu, jenis tanah yang ada di pantai utara Jakarta juga tidak ada masalah untuk ditimbun dan dikembangkan menjadi lahan yang baru atau tanggul.

Bandara di lahan reklamasi

KaraKterIstIK Dan Isu stategIs DI teluK jaKarta

Bab 4

Di Teluk Jakarta, kondisi alamnya memungkinkan untuk dilakukan pembangunan tanggul laut atau pelaksanaan reklamasi

Page 45: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Karakteristik dan Isu Stategis di Teluk Jakarta74 75

4.1.1. Kondisi Faktual Pantura JakartaPantura Jakarta masuk dalam wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara yang wilayahnya mencakup sebagian daratan lama dan kawasan hasil reklamasi. Sesuai dengan aturan yang ada, areal reklamasi meliputi bagian perairan laut yang diukur dari garis pantai utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut sehingga mencakup garis yang menghubungkan titik-titik terluar dengan kedalaman laut – 8 meter. Kini panjang garis pantai di utara Jakarta mencapai sekitar 32 kilometer.

Kawasan pantura Jakarta memiliki ketinggian wilayah yang berkisar antara 0 sampai 2 meter dari permukaan laut. Meskipun demikian, sebagian wilayahnya berada di bawah permukaan air laut. Sama seperti kebanyakan pantai di wilayah tropis, suhu di wilayah ini berkisar 28 – 29 oC , dengan rata-rata curah hujan 192 mm per bulan. Sama dengan wilayah lain di Jakarta, curah hujan maksimal terjadi pada bulan Januari dan Februari, yang bisa mencapai lebih dari 572 mm.

Di samping itu, akses untuk menuju Kepulauan Seribu serta pergerakan dengan menggunakan transportasi laut dari dan menuju Jakarta selalu melalui kawasan Pantura Jakarta. Karena itu kawasan pantura Jakarta ini berfungsi sebagai titik alih-moda (transhipment point) untuk moda transportasi laut dan darat, seperti di Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Sunda Kelapa dan Marina Ancol.

Di Pantura juga terdapat berbagai lokasi penting lain yang harus diperhitungkan keberadaannya. Di antaranya adalah: - PLTU/PLTGU Muara Karang, Muara Tawar, dan PLTU Tanjung Priok - Pelabuhan Tanjung Priok dan Sunda Kelapa- Kawasan Berikat Nusantara Marunda- Kawasan rekreasi Taman lmpian Jaya Ancol- Permukiman nelayan di Muara Angke dan Kamal Muara- Pusat perdagangan Glodok dan Mangga dua, dan kegiatan pelayaran

rakyat- Suaka margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, dan hutan

wisata Kamal

Beberapa tempat yang memiliki nilai sejarah dan merupakan cagar budaya adalah

- Kampung Luar Batang di Kelurahan Penjaringan- Kampung si Pitung di Kelurahan Marunda- Gereja Tugu di Kelurahan Semper Barat- Kawasan kota lama seperti stasiun kota- Museum Fatahilah, dan sebagainya

4.1.2. Keadaan Geoteknik Wilayah PantaiBentuk pantai pada pantai utara Jakarta merupakan teluk lebar/luas yang membuka ke arah utara. Hal ini merupakan kunci strategis bagi pengembangan pelabuhan, seperti Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Pasar Ikan, dan Pelabuhan Tanjung Priok, dari dahulu hingga sekarang. Kawasan pantai utara Jakarta secara fisiografis berada pada dataran pantai utara Jawa yang membentang dari barat hingga timur. Secara morfologis kawasan pantai utara ini merupakan kipas aluvial Bogor. Oleh karena itu, bentang alam daratannya yang datar sangat ditentukan oleh distribusi endapan sungai yang tertahan di Muara Sungai Ciliwung.

Secara geologis, pantai utara Jakarta disusun oleh batuan sedimen marin sebagai batuan dasar dan di atasnya diendapkan sedimen aluvial pantai dan sungai. Tanah di pantai utara Jakarta secara umum tersusun dari jenis tanah lanau pasiran dan lempung. Tipikal profil lapisan bawah tanah pada laut di Teluk Jakarta ditunjukkan pada Gambar 4-1.

4.1.3. Karakteristik Sosial dan Kependudukan Wilayah Jakarta yang berhubungan langsung dengan Teluk Jakarta adalah Jakarta Utara yang menurut hasil sensus 2010 penduduknya berjumlah 1.645.312 jiwa. Selama sepuluh tahun terakhir laju pertumbuhan penduduk di Jakarta Utara masih cukup besar dan mencapai 3,43% per tahun. Seperti kebanyakan wilayah Jakarta, masalah permukiman menjadi persoalan berat di kawasan ini.

Perumahan di Jakarta Utara cukup bervariasi yakni mulai dari hunian mewah hingga permukiman darurat. Di wilayah ini terdapat kompleks perumahan eksklusif seperti Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara, Villa Kapuk Mas dan sebagainya. Di kompleks ini perumahan diperuntukkan bagi masyarakat

Page 46: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Karakteristik dan Isu Stategis di Teluk Jakarta76 77

Permukiman seperti ini biasanya memiliki prasarana dan sarana yang relatif terbatas dengan kepadatan perumahan yang cukup tinggi. Biasanya yang menempati rumah semacam ini adalah kelompok menengah bawah, meskipun demikian tetap ada menyempil rumah-rumah besar milik orang dengan status ekonomi yang relatif baik.

Di tingkat yang lebih bawah lagi adalah permukiman yang bersifat darurat. Biasanya berbentuk gubug yang terbuat dari karton atau bahan bekas lainnya. Permukiman semacam ini masih banyak ditemui di daerah utara seperti di Kamal, Pergudangan Rawa Melati, Semper Barat, Kelurahan Sukapura, dan daerah lain. Di antara rumah darurat itu sebagian ada yang dimiliki nelayan.

Bagi sebagian kecil warga Jakarta Utara, menjadi nelayan merupakan mata pencaharian mereka walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak. Hal ini terjadi karena untuk kota metropolitan seperti Jakarta ini menjadi nelayan bukanlah pilihan yang menarik untuk dijadikan pekerjaan. Warga lebih memilih menjadi karyawan di tempat industri yang banyak tersebar di Ibukota, ketimbang harus melaut mencari ikan. Jumlah nelayan di wilayah pantai utara Jakarta sejumlah 20.125 orang pada tahun 2008. Namun, dilihat dari perkembangannya, jumlah nelayan di wilayah pantai utara Jakarta ini cenderung menurun. Pada tahun 2004, nelayan ini berjumlah 26.301 orang dan turun menjadi 20.125 orang pada tahun 2008. Permukiman nelayan terdapat di Kecamatan Penjaringan, Tanjung Priok, dan Cilincing. Di Kecamatan Penjaringan permukiman nelayan terkonsentrasi di pantai Kamal Muara, Muara Angke, dan Muara Baru yang merupakan tiga perkampungan dengan komunitas bahari dengan populasi terbesar. Walaupun jumlah nelayan cenderung terus menerus menurun, perlu dipikirkan format baru kehidupan nelayan yang sesuai dengan pengembangan Teluk Jakarta.

4.2. Karakteristik Perairan Teluk Jakarta Jika melihat karakteristik perairan Teluk Jakarta, tidak banyak kendala yang bisa dijadikan alasan untuk menghambat pengembangan daerah ini. Bentuk pantai yang relatif landai dengan gelombang dan arus yang tidak terlalu besar sangat memungkinkan untuk membangun sebuah tanggul di atasnya. Apalagi jenis tanah di dasar pantai yang berjenis lempung lanau karena jenis tanah semacam ini relatif kedap air (impermeable).

Gambar 4‑1: Tipikal profil lapisan bawah tanah pada laut kedalaman 16 m

golongan menengah ke atas. Di permukiman semacam ini biasanya dilengkapi dengan berbagai fasilitas, bahkan ada yang memiliki fasilitas lapangan golf.

Sementara itu, yang paling dominan di Jakarta Utara adalah tipe permukiman kampung perkotaan. Permukiman semacam ini adalah rumah yang proses pembangunannya berjalan secara informal dan sedikit demi sedikit.

Page 47: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Karakteristik dan Isu Stategis di Teluk Jakarta78 79

4.2.1. Sistem pantai Teluk JakartaTeluk Jakarta ini relatif dangkal dan terlindungi. Beberapa sungai membuang air dan sedimen ke teluk ini dan kemudian akan mengendap. Dinamika di garis-pantai menunjukkan adanya pembedaan yang tegas antara periode angin timur dan periode angin barat. Angin timur berlangsung kira-kira dari Juni hingga Oktober dan periode angin barat kira-kira dari Desember sampai Februari. Durasi periode timur yang kering ini umumnya lebih lama daripada musim angin barat yang basah. Bulan-bulan di antara keduanya membentuk suatu transisi, yang dikarakterkan oleh kondisi iklim yang takstabil, sedangkan cuaca dalam bulan-bulan angin timur dan barat agak terprakirakan.

Menurut Verstappen (1953), arus di perairan terbuka Laut Jawa dan di sepanjang pantai Jawa Barat sebagian besar berupa arus yang digerakkan oleh angin musim. Di samping itu terdapat sedikit arus yang umumnya mengarah ke baratdaya-selatan. Arus angin musim ini mengarah ke barat dari Mei sampai akhir Oktober dan ke arah timur dalam Januari dan Februari. Terdapat sedikit atau tanpa arus selama periode transisi di antara kedua angin musim ini. Pengamatan di Teluk Jakarta memperlihatkan bahwa arah arus sesuai dengan arah angin musim ini.

Selama periode angin musim timur angin berhembus dari timur (tenggara) ke barat (daya) yang mengimbas arus di Laut Jawa dengan kecepatan rata-rata 0.10 - 0.40 m/detik. Selama angin musim barat angin yang mengarah ke timur ini mengimbas arus di Laut Jawa dengan kecepatan 0.20 to 0.50 m/detik. Arus nettonya, yang dirata-ratakan selama setahun, ialah dari barat ke timur dengan besaran 0.05 m/detik.

Data jangka panjang tentang arus di Teluk Jakarta sangat sedikit. Informasi yang diperoleh dari Janhidros pada 1986 menunjukkan keserupaan dengan arus sisa di Laut Jawa: kecepatan arus rata-rata harian ialah kira-kira 0.13 - 0.17 m/detik ke arah timur selama musim angin barat dan 0.10 - 0.13 m/detik ke arah barat selama angin musim timur. Arus rata-rata harian pada lokasi proyek jauh di bawah 0.10 m/detik.

Iklim gelombang perairan-dalam di Laut Jawa agak moderat. Umumnya tinggi gelombang lebih rendah dari 0.50 m dan tinggi gelombang di atas 1.0 m jarang terjadi. Iklim gelombang perairan-dalam ini menyebabkan iklim gelombang

dekat-pesisir (di Teluk Jakarta) yang dapat dikarakterisasi sebagai sangat lemah. Gelombang yang diimbas selama angin barat, umumnya, sedikit lebih tinggi daripada gelombang yang diimbas dalam periode angin timur, karena kecepatan angin selama musim ini lebih tinggi.

Menurut Verstappen (1953) arah angin rata-rata di Jakarta (dekat-pesisir) dari Juli sampai September ialah sebagai berikut: pada pukul 09:00, 147° (SSE), pada pukul 14:00, 33°(NNE); dan pada pukul 18:00, 84°(E). Pada Januari dan Februari, arah rata-rata pada pukul yang sama ialah 256°, 331°, and 308°. Jadi, terjadi pergantian arah angin pada siang hari kira-kira sebesar 60°. Ini disebabkan oleh perbedaan temperatur antara daratan dan laut yang berfluktuasi selama siang hari.

Sedimen yang dipasok oleh sungai-sungai yang bermuara di teluk Jakarta berupa sedimen berbutiran halus yang menyerupai lempung dan lanau dan dibawa ke dalam sistem sebagai beban tersuspensi. Sedimen di teluk ini didistribusikan di sepanjang garis-pantai oleh angin dan pasang yang digerakkan aksi arus dan gelombang. Di Teluk Jakarta tidak satupun di antara penggerak ini jelas-jelas dominan satu terhadap lainnya.

Perkembangan morfologis di Teluk Jakarta dipengaruhi oleh perkembangan perkotaan. Lahan direklamasi di Pluit dan Muara Karang untuk perumahan,

Gambar 4‑2: Morfologis historis Teluk Jakarta (1870 ‑ 1940) dan Sunda Kelapa (1625 ‑ 1977)

Page 48: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Karakteristik dan Isu Stategis di Teluk Jakarta80 81

rekreasi dan untuk pembangkit tenaga listrik. Dinding laut dan jenis lain pelindung pantai, seperti tembok laut, dinding penahan-arus, dan pemecah-gelombang, menstabilkan garis-pesisir kira-kira 20 km lebih. Laju sedimentasi yang lebih tinggi di pantai sebelah barat Kanal Sunda Kelapa (yang ditunjukkan secara rinci pada Gambar 4-2.) dibandingkan dengan kawasan yang berada lebih di timur sebagian besar akibat pembangunan dua pemecah-gelombang.

Dengan melihat situasi seperti terlihat pada Gambar 4-2 jelaslah bahwa lahan di sisi barat pemecah-gelombang ini meluas hampir satu kilometer ke arah laut (utara) daripada di sisi timur. Sisi timur pemecah-gelombang ini lebih lanjut menunjukkan suatu pola pantai yang rusak. Hal ini menandakan suatu angkutan sedimen netto dari barat ke timur.

Verstappen (1953) mengamati bahwa garis-pantai yang melengkung teratur di paruhan barat Teluk Jakarta sangat berbeda dengan garis-pantai di paruhan timur, dengan delta-delta sungainya yang menjorok jauh ke laut. Dia menyimpulkan bahwa gelombang dan arus yang ditimbulkan oleh angin yang bertiup dari utara, timur laut, timur umumnya lebih kuat daripada gelombang dan arus yang ditimbulkan oleh angin yang bertiup dari barat dan dengan demikian menyebabkan lebih banyak kekuatan untuk mengikis delta-delta sungai dan mendistribuskan sedimen di sepanjang garis-pantai dan bukannya membentuk delta yang besar. Dia juga menyimpulkan bahwa perbedaan antara bentuk yang meruncing Delta Bekasi dan Delta Angke yang lebih lebar hanya dapat disebabkan oleh perbedaan dalam kekuatan gelombangnya.

Sedimentasi cepat biasanya terjadi di muara-muara sungai. Apabila kondisi gelombang dan arus serta dasar laut tidak sesuai untuk pembentukan delta, pengendapan ini biasanya terdistribusi di sepanjang pantai, kadang-kadang dalam satu arah, umumnya searah dengan angin yang periode berhembusnya lama. Kecenderungan sungai-sungai besar di pantai utara Jawa, misalnya, Citarum, Cimanuk, dan Cipunegara, untuk berbelok ke barat ialah akibat angin timur yang lebih lama periode berhembusnya ini. Akan tetapi sedimentasi sebagian besar terjadi selama angin musim barat karena banjir sungai yang membawa 80 – 90 persen dari hasil sedimen tahunan ke laut ini. Pembentukan punggung pantai oleh sebab itu terjadi sebagian besar di timur muara sungai (Verstappen 1953).

4.2.2. Batimetri Secara umum Teluk Jakarta bukanlah perairan yang dalam. Dengan kedalaman berkisar antara 3 – 29 meter, teluk ini tergolong sebagai perairan dangkal. Jika dirata-rata kedalamannya hanya sekitar 15 meter. Untuk daerah muara tentu lebih dangkal yakni berkisar antara kedalaman 0,5 – 3 meter saat pasang dan 0,5 – 2 meter saat surut. Untuk daerah pesisir kedalamannya tak sampai 5 meter, tapi khusus untuk pelabuhan tentunya diperdalam untuk tujuan pelayaran.

Batimetri dasar perairan Teluk Jakarta melandai ke arah Laut Jawa dengan kedalaman di perbatasan Laut Jawa berkisar antara 20 – 29 meter, dengan kemiringan rata-rata 1 : 300. Kontur batimetri relatif sejajar dengan garis pantai yakni melengkung sesuai dengan bentuk perairan Teluk Jakarta. Berbeda dengan perairan di selatan Pulau Jawa, di Teluk Jakarta tidak ditemukan palung atau tonjolan yang dapat mengubah pola gelombang datang akibat refraksi dan defraksi.Variasi kedalaman yang tinggi terdapat di perairan sebelah barat Teluk Jakarta sedangkan di pantai timur relatif rata.

Vestappen menyimpulkan bahwa perbedaan antara bentuk yang meruncing di Delta Bekasi dan Delta Angke yang lebih lebar hanya dapat disebabkan oleh perbedaan dalam kekuatan gelombangnya

Secara umum Teluk Jakarta bukanlah perairan yang dalam. Dengan kedalaman berkisar antara 3 – 29 meter, teluk ini tergolong sebagai perairan dangkal

Gambar 4‑3: Kedalaman laut Teluk JakartaSumber : Atlas JCDS

Page 49: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Karakteristik dan Isu Stategis di Teluk Jakarta82 83

Akibat adanya proses sedimentasi yang terjadi di muara Sungai Citarum di Tanjung Karawang maka di pantai sebelah timur relatif lebih rata. Berbeda dengan di sebelah barat yang variasi perbedaan kedalaman sangat kelihatan. Secara umum pantai-pantai di utara Pulau Jawa lebih banyak mengalami akresi akibat sedimentasi yang tinggi; hanya di beberapa tempat terjadi erosi kecil. Garis pantai umumnya seimbang dan stabil.

4.2.3. AnginDi Teluk Jakarta angin yang dominan bergerak dari arah barat laut dan dari arah timur laut, secara rata-rata, dengan kekuatan yang tidak terlalu besar yakni berkisar 3 – 12 meter per detik. Ini karena jarak untuk pembangkitan angin tidak terlalu besar karena keberadaan Pulau Sumatra dan Kalimantan. Selain itu juga terlindung oleh Tanjung Pasir, Pulau Seribu dan Tanjung Ujung Karawang. Namun perhitungan untuk perencanaan tanggul laut dan reklamasi didasarkan pada kondisi angin ekstrim. Berdasarkan data pengamatan satelit Argoss, nilai ekstrim kondisi angin untuk setiap arah angin ditunjukkan pada Tabel 4-1.

4.2.4. Arus Arus di perairan Teluk Jakarta dipengaruhi oleh bangunan-bangunan pantai seperti jetty, breakwater, dan beberapa lahan reklamasi, sehingga polanya sedikit lebih kompleks. Semakin ke arah pantai pola dan konsentrasi arus mengalami perubahan. Ini disebabkan oleh pengaruh pasang surut yang lebih besar dan dipengaruhi pula oleh debit saluran drainase dan badan sungai. Menurut Puslitbang Air - Departemen PU dan Dishidros TNI-AL kecepatan arus berkisar antara 10 cm/detik hingga 30 cm/detik.

Tentu saja kecepatan arus ini lebih rendah dibandingkan di Laut Jawa. Kecepatan arus di Laut Jawa berkisar antara 25 cm/detik hingga 50 cm/detik dan arahnya mengikuti arah angin, yaitu ke timur pada saat musim Barat pada bulan Desember hingga Februari dan ke arah barat pada saat musim Timur pada bulan Juni hingga Agustus. Semakin melemahnya arus di perairan yang semakin mendekati pantai dan menjauhi Laut Jawa disebabkan oleh terjadinya arus dominan di Laut Jawa, sedang pengaruh pasang surut memberikan kontribusi kecil pada kuatnya arus. Pengaruh pasang surut tidak terlampau besar, karena tunggang pasang purnama (spring tide) yang terjadi di Teluk Jakarta relatif kecil, yaitu berkisar antara 90 cm hingga 150 cm tergantung pada lokasi.

Tabel 4‑2: Kecepatan dan arah arus di perairan Laut Jawa

Bulan Kecepatan (cm/dt) Arah MusimJanuari 25 - 50 Timur BaratFebruari 25 - 50 Timur BaratMaret 25 - 50 Timur BaratApril Lemah Tidak Menentu PancarobaMei 10 - 20 Timur BaratJuni 20 - 40 Timur BaratJuli 25 - 50 Timur BaratAgustus 20 - 40 Timur BaratSeptember 15 - 30 Timur BaratOktober Lemah Tidak Menentu PancarobaNovember 10 - 30 Timur BaratDesember 20 - 40 Timur Barat

4.2.5. Gelombang Gelombang di teluk Jakarta lebih disebabkan oleh angin dengan arah gelombang datang sesuai dengan arah angin. Gelombang yang disebabkan oleh angin ini, jika pembentukannya terjadi di sekitar lokasi disebut sebagai ‘seas’ dan yang jauh dari lokasi serta merambat ke lokasi yang diamati disebut sebagai ‘swell’. Seas arahnya tidak menentu, sesuai dengan arah angin dan periode gelombangnnya pendek. Swell memiliki arah tertentu sesuai dengan asal lokasi pembentukan gelombang dan periode gelombangnya panjang.

Tabel 4‑1: Data angin di Teluk Jakarta (dalam m/detik).

Arah angin (derajat)Kala ulang

(tahun)345

-15

15 -

45

45-

75

75-

105

105-

135

135-

165

165-

195

195-

225

225-

255

255-

285

285-

315

315-

345100 15 17 14 17 16 19 15 16 16 16 18 191000 21 19 16 19 18 20 16 17 17 17 20 2110000 23 20 18 21 20 21 18 18 17 18 22 23

Page 50: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Karakteristik dan Isu Stategis di Teluk Jakarta84 85

Dalam keadaan normal, tinggi gelombang berkisar 50 cm hingga 100 cm dengan periode antara 3 detik hingga 5 detik. Pada saat-saat tertentu, tinggi gelombang dapat jauh lebih tinggi. Pada Tabel 4-3 tertera tinggi gelombang untuk beberapa arah dan periode ulang tertentu.

Tabel 4‑3 : Tinggi gelombang

Arah (o) Periode Ulang(Tahun)

Tinggi Gelombang(Meter)

270-300 100 3.96 1000 4.85 10000 5.60

300-330 100 4.23 1000 5.20 10000 6.10

330-360 100 3.33 1000 4.02 10000 4.65

0-30 100 3.09 1000 3.82 10000 4.40

30-60 100 2.83 1000 3.49 10000 4.08

4.2.6. Pasang surutAir laut pasang belakangan sering mengganggu Jakarta bagian utara. Tidak jarang limpasan airnya bisa menembus hingga ke darat. Pasang surut air laut adalah pasang surut yang terjadi akibat pergerakan matahari, bumi, bulan dan benda-benda langit lainnya. Konfigurasi ketiga benda-benda langit ini menghasilkan gaya tarik menarik tertentu terhadap Bumi. Hal ini menyebabkan sebagian massa air menjadi lebih meninggi pada daerah yang menjadi titik kerja gaya tarik menarik antar benda langit ini. Akibatnya, kalau Bumi dipotong, penampang permukaan air laut menjadi sedikit lonjong.Tinggi pasang dan surut maksimum mempunyai periode panjang dengan siklus sekitar 18,6 tahun. Di samping itu juga ada periode-periode pendek yang biasa dipakai di masyarakat misalnya 12 jam, 24 hari, 6 bulan, 1 tahun.

Tinggi gelombang pasang ini diprediksi dengan memperhitungkan periode-periode waktu tersebut. Sebagai contoh, jika periode 6 bulan berinteraksi dengan periode harian maka tinggi gelombang saat itu pasti akan meningkat, meskipun penambahannya tidak signifikan yakni kurang dari 10 cm. Biasanya gelombang maksimum terjadi pada bulan November-Desember dan Mei-Juni.

Banjir pasang (rob) bisa terjadi karena kombinasi pasang surut dan gelombang. Gelombang tersebut lebih bersifat gelombang panjang yang ditimbulkan di tempat yang jauh (swell), atau gelombang akibat badai atau badai tropis yang merupakan fenomena yang sering terjadi di laut. Pada kejadian seperti ini, air laut akan menimbulkan genangan di daerah-daerah yang kurang terbentengi secara baik dari pengaruh pasang.

Konstituen diurnal adalah pasang surut yang mengakibatkan satu air tinggi dan satu air rendah per harinya. Resonansi dari konstituen diurnal bisa terjadi di laut Jawa. Karena itu pasang surut diurnal paling mempengaruhi Teluk Jakarta.

Tabel 4‑4 : Elevasi karakteristik pasang surut Jakarta

Elevasi air Singkatan Level[m + LWS]

High High Water Spring HHWS +1.39Mean High Water Spring MHWS +1.16Mean High Water Neaps MHWN +0.92Mean Sea Level MSL +0.68Mean Low Water Neaps MLWN +0.46Mean Low Water Spring MLWS +0.21Lowest Low Water Spring LLWS +0.00

4.2.7. Abrasi, Akresi, dan penambahan garis pantai Ketinggian pantai di Teluk Jakarta berkisar antara 0-5 meter dari muka air laut dengan lebar 7 km di sekitar Jakarta dan 17-40 km pada dataran delta. Bagian barat Teluk Jakarta sebagian besar merupakan pantai berlumpur, sedangkan ke arah timur merupakan pantai berpasir.

Garis pantai di banyak tempat selalu berubah, baik yang mengalami penambahan maupun pengurangan. Hal seperti ini pula yang terjadi di Teluk Jakarta. Perubahan garis pantai bisa disebabkan oleh alam bisa juga oleh

Dalam keadaan normal, tinggi gelombang berkisar 50 cm hingga 100 cm dengan periode antara 3 detik hingga 5 detik

Page 51: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Karakteristik dan Isu Stategis di Teluk Jakarta86 87

aktifitas manusia. Abrasi (erosi pantai) dan pengurangan garis pantai biasanya disebabkan oleh aktivitas manusia, pembangunan atau penambangan pasir. Sedangkan akresi di Teluk Jakarta lebih banyak disebabkan oleh sedimentasi dari muara sungai yang ada di pantai tersebut.

Abrasi terjadi di beberapa lokasi di pantai utara Jakarta bagian timur, seperti di pantai Ancol, pantai bagian sebelah barat Tanjung Priok, dan pantai Marunda. Sedangkan sedimentasi kelihatan terjadi secara signifikan di muara sungai Cengkareng Drain, Kali Angke, Kali Sunter, Cakung Drain, Kali Blencong dan Kali Tawar. Jarak sedimentasi dari tepi pantai ke arah laut bergantung pada arah dan kekuatan angin yang menimbulkan hempasan laut (surf) yang ketika itu merupakan kekuatan yang melawan perkembangan sedimentasi ke arah laut.

4.3. Isu-isu Strategis

Pengembangan Teluk Jakarta perlu memperhitungkan berbagai rencana dan kegiatan yang telah ada di wilayah pesisir pantai utara Jakarta dan ruang laut Teluk Jakarta. Hal ini menjadi isu penting yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan Pantai Utara.

4.3.1. Hutan MangroveSama seperti pantai-pantai lain di Indonesia, mangrove adalah tanaman yang sering tumbuh di perbatasan antara laut dan daratan. Maklum saja, tanaman itu membutuhkan pasang surut air laut untuk bisa hidup karena memang membutuhkan salinitas untuk pertumbuhannya. Akan tetapi, tanaman ini memerlukan juga suplai air tawar. Jika air laut dengan salinitas tinggi menggenangi vegetasi mangrove secara terus menerus, tanaman itu juga tak bisa tumbuh.

Keberadaan ekosistem mangrove di wilayah pesisir bagian barat pantai utara Jakarta diharapkan dapat tetap bisa dipertahankan. Vegetasi mangrove itu membentang mulai dari Kawasan Suaka Alam Angke sampai perbatasan dengan wilayah Kabupaten Tangerang. Agar fungsi ekologi mangrove (termasuk biota di dalamnya) dapat berlangsung secara optimal, maka pasang surut dan salinitas perairan perlu dijaga.

4.3.2. Keberlangsungan Fungsi Pelabuhan Di pantai utara Jakarta ada tiga jenis pelabuhan yang perlu diperhatikan keberadaannya: Pelabuhan Umum Tanjung Priok, Pelabuhan Perikanan

Gambar 4‑4: Hasil pengukurun pasut di beberapa lokasi di Teluk Jakarta

Gambar 4‑5: Tanaman mangrove

Pasar Ikan Sunter Cengkareng

Page 52: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Karakteristik dan Isu Stategis di Teluk Jakarta88 89

Samudra Nizam Zachman dan Muara Angke, serta Pelabuhan Wisata Sunda Kelapa. Pelabuhan Sunda Kelapa sudah dikatagorikan sebagai cagar budaya dan masuk dalam kawasan Kota Tua (heritage). Keberadaan Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman di Muara Baru dan pelabuhan perikanan serta pangkalan pendaratan ikan Muara Angke bersifat komplementer. Sementara itu, daerah Pluit diperuntukkan bagi kediaman nelayan, tempat pengolahan ikan, dan pelabuhan penumpang untuk penghubung ke Kepulauan Seribu. Oleh karena itu di masa depan aktivitas nelayan dan fungsi pelabuhan perikanan perlu disesuaikan dengan keadaan baru.

Untuk Pelabuhan Tanjung Priok memang ini perlu perhatian khusus. Bagaimana operasionalnya ketika terjadi pembangunan dan bagaimana pula perubahan yang diinginkan dari pengembangan Teluk Jakarta. Tanjung Priok juga bisa menjadi obyek dari pengembangan karena pelabuhan ini sangat menentukan dalam menjalankan roda perekonomian di Ibukota.

4.3.3. Keberadaan Jaringan Perpipaan dan Instalasi ListrikDi Teluk Jakarta telah terdapat jaringan perpipaan yang digelar di kedalaman ± 15 meter. Pipa Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang berada di sana berukuran

24 inci. Di samping itu masih ada beberapa pipa lagi yang merupakan milik berbagai perusahaan, yang ditanam 2 meter di bawah sea bed dengan jarak antar-pipa 20 meter. Mengubah jalur dan maintenance pipa ini memerlukan biaya yang besar dan mahal, bahkan kemungkinan pamadaman listrik (black out). Penyesuaian perpipaan memerlukan penanganan yang tepat dan perlu dilakukan secara bertahap.

Pembangkit listrik di Jakarta ada beberapa jenis yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) yang suplai bahan bakarnya dialirkan melalui jaringan perpipaan di Teluk Jakarta, seperti PLTU-PLTGU Muara Karang, Tanjung Priok, dan Muara Tawar. Operasi PLTU-PLTGU ini memerlukan air laut untuk air baku dan air pendingin mesin pembangkit. PLTU Muara Karang memerlukan air laut untuk kebutuhan air pendingin sebesar 60 m3/detik dan akses ke laut untuk pelayaran kapal tongkang yang mengangkut bahan bakar ke PLTU Muara

Gambar 4‑6: Kapal‑kapal ikan yang sedang ditambat

Gambar 4‑7: Pemasangan jaringan pipa di laut

Karang. Kegiatan PLTGU Tanjung Priok memerlukan air laut di muara Sungai Japat sebagai air baku, sedangkan sisa air panas tersebut dikeluarkan ke arah utara PLTGU.

Page 53: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut 90

4.3.4. Jaringan Kabel TelekomunikasiJaringan kabel bawah laut ini sudah ada di pantai utara Jakarta sejak pertengahan tahun 1990-an. Kebanyakan bermula dari kawasan Ancol dan bersambung ke Surabaya, Malaysia, Singapura bahkan juga ke Port Hedland, Australia. Selain itu masih ada lagi rencana pembangunan jaringan kabel oleh PT Telkom dari Jakarta ke Australia. Ini artinya banyak sekali kabel telekomunikasi yang berada di bawah laut Jakarta dan tentunya harus menjadi pertimbangan dalam pengembangan Teluk Jakarta ini.

Gambar 4‑8: Jalur kabel Jakarta – Port Hedland, Australia

Page 54: Memasuki Era Tanggul Laut

Bebas Banjir Syarat Utama 93

5.1. Ancaman Banjir di Jakarta

Jakarta telah mengalami masalah banjir sejak berabad-abad yang lalu. Dalam dekade terakhir ini frekuensi dan intensitas banjir terlihat semakin meningkat dan menggenangi wilayah yang lebih luas dengan jumlah korban serta kerusakan yang lebih besar. Banjir ini biasanya diakibatkan oleh luapan air sungai dan hujan lokal. Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir ini, tanpa didahului hujan di daerah hulu, sebagian wilayah pesisir Jakarta Utara juga mengalami banjir akibat masuknya air dari laut. Diyakini bahwa fenomena ini dipengaruhi oleh adanya penurunan muka tanah yang terutama diakibatkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan.

Dilihat dari karakternya, ancaman banjir di Jakarta dapat digolongkan kepada 3 (tiga) tipe:

5.1.1. Banjir PantaiBanjir ini terjadi di wilayah pantai. Wilayah Jakarta Utara yang merupakan wilayah pantai sering mengalami kondisi ini. Sebagian besar wilayah Jakarta Utara berada di bawah muka air laut, sehingga genangan sering terjadi pada saat air pasang tinggi. Situasi ini akan semakin parah pada tahun-tahun yang akan datang akibat adanya penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut.

5.1.2. Banjir Fluvial (Akibat Luapan Air Sungai)Curah hujan yang tinggi di wilayah tangkapan sungai Jabodetabekpunjur sering mengakibatkan luapan air sungai dan menggenangi wilayah dataran banjir di sekitarnya. Daerah bantaran banjir pada umumnya merupakan wilayah yang

Hidup bersama dengan air

BeBas BanjIr syarat utamaBab 5

Page 55: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Bebas Banjir Syarat Utama94 95

datar, yang asalnya terbentuk dari sedimen sungai, sehingga di beberapa tempat banjir kelihatannya sudah merupakan fenomena alam. Situasi pada saat ini diperparah lagi dengan adanya perubahan tata guna lahan di wilayah hulu. Berkurangnya wilayah hutan di hulu sungai telah mengakibatkan debit aliran puncak yang lebih tinggi selama hujan.

Adanya penurunan muka tanah juga menyebabkan kejadian yang lebih parah. Beberapa wilayah yang sebelumnya tidak terpengaruh oleh pasang surut, sekarang sistem drainasenya harus berubah. Drainase dengan sistem gravitasi tidak bisa dioperasikan setiap waktu, misalnya, pada saat pasang tinggi drainase harus dibantu dengan mengoperasikan pintu air atau bahkan sistem pompa.

5.1.3. Banjir Pluvial (Akibat Hujan Setempat)Banjir di wilayah polderSistem polder telah diimplementasikan di beberapa kawasan di Jakarta. Akan tetapi, karena terbatasnya kapasitas waduk retensi dan pompa, seringkali sistem poldernya tidak mampu mengatasi hujan lokal yang tinggi. Di lain pihak, luasan retensi atau wilayah hijau semakin berkurang akibat proses perubahan peruntukan lahan. Pemeliharaan yang kurang terhadap waduk retensi, saluran, dan pompa juga meningkatkan permasalahan genangan ini.

Banjir di jalanKondisi hujan yang tinggi sering mengakibatkan genangan di jalan-jalan. Genangan ini pada umumnya terjadi karena kurangnya kapasitas saluran dan minimnya pemeliharaan sistem drainase. Banjir di jalan ini hampir terjadi di semua bagian kota dan mempunyai durasi yang pendek, hanya sampai beberapa jam saja. Meskipun begitu, banjir di jalan ini telah mengakibatkan gangguan dan kerugian yang dirasakan masyarakat, terutama dampak kemacetan yang diakibatkannya.

5.2. Sistem Pengendalian Banjir Jakarta

Konsep sistem pengendalian banjir tidak hanya mengandalkan upaya teknis saja; upaya non-teknis dan konservasi harus lebih berperan. Ini artinya pemerintah tak lagi harus menjadi “pemain tunggal” dalam usaha penanggulangan masalah banjir. Untuk itu konsep sistim tata air mendatang harus mengikuti beberapa prinsip penanganan seperti yang terlihat dalam sistem hulu-ke-hilir (upstream to downstream) berikut.

Dalam konsep ini pengendalian banjir atau pengelolaan sumber daya air harus dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Pendekatan di bagian hulu akan berbeda dengan pendekatan di bagian tengah atau pun hilir, dengan prinsip-prinsip utamanya sebagai berikut.

- Air yang datang dari hulu lebih dahulu sedapat mungkin dapat ditahan oleh vegetasi di dataran tinggi di selatan (Puncak). Kemudian sedapat mungkin disimpan pada waduk dan situ yang terdapat di Bogor, Depok dan Jakarta Selatan. Jika memang masih ada air yang harus dialirkan, maka air akan mengalir melalui BKB, BKT dan Cengkareng Drain.

- Karena adanya penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut yang mempengaruhi kondisi Jakarta, luas wilayah di Jakarta yang berada di bawah permukaan air laut menjadi lebih luas. Konsekuensinya, penerapan

Gambar 5‑1: Sistem hulu‑ke‑hilir.

Page 56: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Bebas Banjir Syarat Utama96 97

sistem polder akan menjadi lebih luas terutama di bagian selatan dan barat Ibukota. Penerapan sistem polder ini tidak akan memerlukan konstruksi tanggul dalam skala besar, tetapi dilengkapi dengan komponen utama seperti saluran, waduk retensi, dan stasiun pompa. Sistem makro untuk polder ini harus direncanakan dengan dimensi saluran drainase dan volume rentensi yang mencukupi.

- Pengembangan wilayah pantai utara (Pantura) akan diintegrasikan dengan pengendalian banjir untuk mengantisipasi penurunan muka tanah dan kenaikan air laut. Di dalam wilayah polder diperlukan minimum

5% wilayah tersebut dipergunakan sebagai waduk retensi. Wilayah di antara pulau reklamasi akan digunakan sebagai retensi wilayah daratan DKI Jakarta. Lokasi tanggul laut harus direncanakan dengan baik untuk menanggulangi banjir yang datang dari laut dan juga tidak mengakibatkan kenaikan muka air banjir di bagian hulu (daratan utama).

5.2.1. Sistem Sungai

Dalam sistem tata air DKI Jakarta, saluran makro yang menjadi tulang punggung dalam mengalirkan air ke laut adalah beberapa sungai dan kanal buatan seperti Banjir Kanal Barat (BKB), Cengkareng Drain, dan Banjir Kanal Timur (BKT). Sungai-sungai tersebut berasal dari kawasan Bogor dan Tangerang yaitu saluran Mookervart, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Ciliwung, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat dan Cakung. Gambar 5-3 menunjukan sungai-sungai yang melintasi Jakarta. Mookervart sendiri merupakan saluran sodetan dari kali Cisadane ke Kali Angke sebelum adanya Cengkareng Drain. Di samping itu, masih ada saluran yang merupakan sisa sungai dan saluran kecil lainnya, yang berfungsi untuk mengumpulkan curah hujan.

BKB atau Western Banjir Canal (WBC) sepanjang 16,5 km telah dibangun untuk mengalihkan aliran banjir 100 tahunan dari 5 sungai (Krukut, Cideng, Kali Baru Barat, Kali Bata dan Ciliwung). Pada tahun 1983 Cengkareng Flood Way (CFW) sepanjang 7 km telah selesai dan berfungsi untuk mengalihkan banjir 100 tahunan dari saluran Mookervart, Sungai Angke, Pesanggrahan dan kali Grogol. Di saat yang sama Cakung Drain sepanjang 10 km juga telah selesai dibangun untuk mengalihkan banjir 100 tahunan dari kali Cakung Lama di bagian Timur Jakarta.

Sejak awal tahun 2010, BKT telah berhasil dibangun menembus laut. Saluran sepanjang 23,6 km itu dibangun untuk mengalihkan banjir 100 tahunan sungai-sungai yang berada di bagian timur Jakarta (Kali Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Cakung) menuju Teluk Jakarta. Tembusnya BKT ini merupakan terobosan besar dalam upaya penanggulangan banjir di Ibukota, karena kanal yang sudah direncanakan dari tahun 1973 sebenarnya diharapkan bisa selesai tahun 1985. Akan tetapi, pembangunannya baru menunjukan hasil pada tahun 2010. Lebih dari 30 tahun sejak perencanaannya, warga Jakarta baru bisa melihat air mengalir di kanal itu.

Gambar 5 2: Sistem pengelolaan air

Karena adanya penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut yang mempengaruhi kondisi Jakarta, luas wilayah di Jakarta yang berada di bawah permukaan air laut menjadi lebih luas.

Di dalam wilayah polder diperlukan minimum 5% wilayah tersebut dipergunakan sebagai waduk retensi

Page 57: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Bebas Banjir Syarat Utama98 99

Sulitnya pembangunan BKT ini disebabkan oleh besarnya dana yang harus dialokasikan serta proses pembebasan lahan yang melibatkan banyak pemilik.

5.2.2. Tanggul Laut Bagian dari Solusi Banjir Penurunan muka tanah dan kenaikan muka air laut berpotensi memperluas daerah genangan. Untuk merespons hal tersebut tanggul laut direncanakan untuk mencegah masuknya air laut ke daratan. Dengan adanya tanggul di laut dalam, wilayah antara tanggul laut dengan garis pantai sekarang dapat dijadikan suatu waduk retensi yang cukup besar. Waduk tersebut dapat difungsikan untuk menampung semua air yang masuk dari 13 sungai yang ada. Apabila muka air di waduk sudah mencapai elevasi tertentu, pompa dapat dioperasikan untuk membuang kelebihan airnya ke laut.

Gambaran awal mengenai kebutuhan luasan waduk dan kapasitas pompa ditunjukkan pada hasil analisis dengan memperlihatkan hubungan antara luas retensi dengan kapasitas pompa yang diperlukan seperti ditunjukkan pada Gambar 4-5. Kapasitas pompa sekitar 250 m3/det dan waduk seluas sekitar

Dengan adanya tanggul di laut dalam, wilayah antara tanggul laut dengan garis pantai sekarang dapat dijadikan suatu waduk retensi yang cukup besar.

Gambar 5‑3: Skema sistem sungai/saluran makro.

Gambar 5‑4: Hubungan antara luas retensi dan keperluan pompa

Page 58: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Bebas Banjir Syarat Utama100 101

10.000 ha diperlukan untuk menangani banjir dengan kala ulang 100 tahun. Perhitungan luasan waduk dan kapasitas pompa ini dilakukan dengan asumsi tinggi tampungan air adalah 2.5 m.

5.3. Opsi Tanggul Laut dan Tahapan Implementasi

Pembangunan tanggul laut tidak serta merta membendung air laut begitu saja di Teluk Jakarta. Perlu pertimbangan untuk menentukan bentuk dan letak tanggul. Salah satu pertimbangannya adalah kondisi Teluk Jakarta pada saat ini. Bagaimana perkembangan keadaan terkini, baik di teluk maupun di daratan Jakarta juga harus menjadi acuan.

Dalam buku terdahulu “Sistem Polder dan Tanggul Laut,” penulis sudah mewacanakan ke publik beberapa opsi tanggul laut yang kemungkinan bisa direalisasikan. Saat itu ada empat opsi kemungkinan implementasi tanggul laut untuk diterapkan:· opsi 1: Tanggul laut yang diintegrasikan dengan reklamasi Pantura · opsi 2: Tanggul laut yang berada di luar wilayah reklamasi· opsi 3: Tanggul laut yang berada di luar wilayah reklamasi kecuali Tanjung Priok· opsi 4: Tanggul laut yang menghubungkan antar pulau di kepulauan seribu

Tim JCDS yang ditugaskan untuk membuat strategi pertahanan pesisir merumuskan beberapa skenario dalam pembangunan tanggul laut. Dengan berbagai pertimbangannya tim ini dalam beberapa kali diskusi mematangkan tiga skenario strategi:· skenario 1: On land· skenario 2: Offshore dengan jalur sungai utama tetap terbuka · skenario 3: Offshore dengan menutup jalur sungai utama

Setiap skenario memiliki keunggulan dan keterbatasannya masing-masing. Semua bergantung pada waktu, perkembangan ekonomi, dan kecenderungan landsubsidence. Kelebihan skenario 1 adalah skenario ini bisa segera dilakukan dan bisa disesuaikan dengan program yang ada sekarang. Sementara itu skenario 2 harus menyesuaikan dengan perkembangan pembangunan di kawasan Pantura. Sedangkan skenario 3 menyediakan tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi jika land subsidence masih berlangsung dan memberikan kemungkinan penataan yang lebih.

Gambar 5‑5: Skematik Tanggul Laut on Land Sumber:JCDS

Untuk skenario 1 pada dasarnya telah dilaksanakan melalui program-program pembangunan tanggul untuk penanggulangan rob pada beberapa lokasi di wilayah Jakarta bagian utara. Pembangunan tanggul laut lepas pantai (offshore) dengan jalur sungai utama tetap terbuka. Jika dilihat saat ini maka skenario 1 secara nyata telah diimplementasikan pada beberapa lokasi yang ada sekarang.

Gambar 5‑6: Skematik Tanggul Laut Offshore dengan Jalur Sungai TerbukaSumber: JCDS

Page 59: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Bebas Banjir Syarat Utama102 103

Untuk skenario 2, pembangunan tanggul di lepas pantai dengan aliran sungai-sungai utama yang tetap terbuka memiliki komponen infrastruktur sebagai berikut: − Tanggul laut yang merupakan tanggul multi-guna yang dibangun di areal

reklamasi− Tanggul sungai yang merupakan pengembangan tanggul sungai-sungai

utama− Sistem polder yang merupakan peningkatan kapasitas pemompaan untuk

mengalirkan air dari sistem polder di wilayah Jakarta bagian utara dan pada lahan reklamasi serta diintegrasikan dengan sistem penyimpanan air yang besar di lepas pantai Teluk Jakarta.

Skenario 2 perlu disesuaikan dengan perkembangan pembangunan di wilayah Jakarta bagian utara dan pantura DKI Jakarta.

Gambar 5‑7: Skematik Tanggul Laut Offshore dengan Jalur Sungai TertutupSumber: JCDS

Untuk skenario 3, pembangunan tanggul laut dengan garis pantai tertutup memiliki komponen infrastruktur: − Tanggul laut yang bersifat multi-fungsi yang berlokasi di Teluk Jakarta

dengan suatu kolam penyimpanan air yang besar− Tidak harus melakukan perbaikan tanggul sungai-sungai utama yang ada

− Stasiun pompa yang melakukan peningkatan kapasitas pemompaan untuk mengalirkan air dari seluruh sistem polder dan aliran sungai ke laut

Skenario 3 menyediakan tingkat fleksibilitas lebih tinggi jika gejala land subsidence masih tetap berlangsung di wilayah DKI Jakarta dan memberikan opsi penataan kawasan yang lebih luas.

Dalam perencanaannya hendaknya strategi pembangunan tanggul laut ini perlu diintegrasikan dengan rencana pengembangan wilayah DKI Jakarta secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan:− Sistem dan jaringan jalan arteri dan MRT− Pengembangan lahan baru (land reclamation) dan pengembangan

pelabuhan laut dalam− Sistem pengendalian banjir dan genangan− Sistem penyediaan air baku− Sistem sanitasi

Untuk pelaksanaannya JCDS berangggapan bahwa pengembangan dilakukan secara gradual. Dimulai dengan situasi saat ini dengan tanggul skenario1 (tanggul pada eksisting garis pantai) bisa diimplementasikan, kemudian dilanjutkan dengan implementasi pembangunan skenario 2. Dengan skenario 2 ini tanggul diimplementasikan pada bagian luar kawasan reklamasi di kedalaman ‒8 m. Terakhir tentu saja pembangunan tanggul skenario 3 dimana tanggul dibangun di kedalaman sekitar ‒16 m.

Sebagai alternatif tahapan pengembangan, pembangunan tanggul 3 dapat dilakukan terlebih dahulu. Dengan pembangunan tanggul 3 ini diharapkan kawasan Jakarta Utara dan kawasan reklamasi telah terlindungi dari laut lepas. Jika ini yang terjadi maka tanggul 2 tidak dibutuhkan lagi sebagai tanggul utama. Tahapan pengembangan ini kelihatannya menjadi alternatif tahapan pengembangan yang diinginkan.

Page 60: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Bebas Banjir Syarat Utama104 105

Gambar 5‑8: Tahapan Pengembangan Tanggul Laut di Pantura JakartaSumber JCDS

Dalam diskusi dan pembahasan lanjutan , ada keingginan yang kuat pada Provinsi DKI untuk mempercepat implementasi tanggul laut tersebut di wilayah DKI Jakarta, sebagaimana terlihat pada gambar 5-9.

Gambar 5‑9 : Rencana tanggul laut di wilayah DKI

Page 61: Memasuki Era Tanggul Laut

Tak Waswas Dibalik Tanggul 107

Dalam rencana tanggul laut ini, keamanan adalah merupakan hal yang krusial. Ketidak-amanan tanggul akan berimplikasi terhadap kemungkinan jatuhnya korban, gangguan kehidupan masyarakat,

kerugian ekonomi, rusaknya lingkungan, sosial budaya, dan reputasi. Ancaman banjir Jakarta tidak hanya mengancam warga Jakarta tapi juga berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi nasional. Karenanya tanggung jawab berada pada semua pemangku kepentingan dan wajar pula pembiayaan ditanggung oleh banyak pihak.

Perhatian dan kesediaan untuk memberikan bantuan bagi terwujudnya tanggul laut akan mengurangi resiko bagi generasi berikut. Pengaman air ini merupakan kepentingan kolektif masyarakat. Secara umum pengendalian banjir dan pengelolaan air di sistem tanggul raksasa ini sama dengan yang berlaku pada sistem polder.

Dalam analisis keselamatan, sistem polder besar ini dilakukan dengan memahami kelengkapan beberapa elemen utama polder dan potensi terganggunya fungsi dari elemen-elemen tersebut. Sistem poder terdiri dari elemen utama seperti:− tanggul (laut/sungai)− waduk (retention basin)− stasion pompa− sistem drainase (primer, sekunder dan tertier)− sistem flushing

Pembuatan tanggul

taK waswas DIBalIK tanggul

Bab 6

Ketidakamanan tanggul akan berimplikasi terhadap kemungkinan jatuhnya korban, gangguan kehidupan masyarakat, kerugian ekonomi, rusaknya lingkungan, sosial budaya, dan reputasi.

Page 62: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Tak Waswas Dibalik Tanggul108 109

6.1. Analisis Keselamatan Sistem Tanggul

Tujuan dari analisis keselamatan adalah untuk mendapatkan gambaran mendalam atas aspek keselamatan sistem perlindungan banjir suatu kawasan polder. Ini dilakukan untuk dapat mengidentifikasi titik-titik lemah dari keseluruhan konstruksi. Analisis ini berguna juga untuk mendapatkan dan meningkatkan penerimaan publik terhadap pelaksanaan polder. Penerapan analisis keselamatan akan memberikan sejumlah pedoman dan arahan untuk desain dan pendekatan permasalahan yang ada dengan tujuan:− Mendapatkan suatu desain perlindungan banjir yang optimum dan

seimbang. Desain optimum dalam konteks ini adalah desain yang memenuhi persyaratan fungsional dengan biaya yang optimal. Seimbang berarti bahwa komponen-komponen dari sistem memberikan kontribusi yang setara pada kekuatan sistem perlindungan banjir

− Mendapatkan suatu sistem perlindungan banjir dengan kemungkinan terjadinya kegagalan lebih rendah dari tingkat keselamatan tertentu

6.1.1. Definisi dan PendekatanSuatu struktur dikatakan mengalami kegagalan jika struktur itu tidak dapat lagi melaksanakan salah satu dari fungsi utamanya. Untuk suatu tanggul atau struktur perlindungan banjir lainnya, fungsi ini adalah pencegahan dari penggenangan dengan segala akibatnya. Akibat yang ditimbulkannya bisa merupakan hilangnya jiwa manusia dan hilang atau rusaknya harta benda.

Suatu struktur atau suatu komponen struktur runtuh jika terjadi perubahan bentuk yang mengubah geometri aslinya dan hilangnya integritas struktur. Secara umum, keruntuhan akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kegagalan. Akan tetapi, keruntuhan bisa terjadi tanpa menyebabkan kegagalan, misalnya erosi suatu tanggul ketika air sedang rendah dalam waktu lama. Hal sebaliknya juga dapat terjadi, misalnya dalam hal terjadinya overtopping (limpasan). Ini dapat dikategorikan sebagai telah terjadinya kegagalan tanggul namun tidak/belum terjadi keruntuhan.

Tujuan desain struktur perlindungan banjir adalah untuk memperoleh suatu struktur yang kecil kemungkinan mengalami kegagalan dan keruntuhan, sepanjang masa layanan konstruksi. Artinya, struktur tersebut memiliki tingkat keamanan yang memadai sepanjang masa layanannya. Dalam rangka mencapai hal itu, analisis keselamatan perlu dilakukan.

Analisis seperti itu dimulai dengan mempertimbangkan tingkat keselamatan seperti apa yang ingin diadopsi untuk suatu proyek. Tingkat keselamatan ini mencerminkan tingkat risiko yang dapat diterima oleh masyarakat. Beberapa metode disajikan untuk menetapkan tingkatan ini. Hasilnya akan merupakan suatu definisi tingkat keselamatan yang dinyatakan dalam nilai kemungkinan terjadinya suatu kegagalan. Latar belakang sosial dan penerimaan masyarakat dijadikan pertimbangan.

Berikutnya, struktur suatu sistem diuji terhadap komposisi komponen-komponennya. Masing-masing mempunyai kecenderungan yang berbeda terhadap mekanisme dan risiko yang berbeda. Analisis tambahan dilakukan dengan menginventarisasi risiko dan mekanismenya. Sebuah mekanisme didefinisikan sebagai cara struktur bereaksi terhadap risiko.

Suatu kombinasi dari risiko dan mekanisme dapat berakibat pada kegagalan atau keruntuhan satu atau beberapa komponen dari sistem itu. Keruntuhan dari satu komponen bisa berakibat pada kegagalan pada sistem secara keseluruhan (sistem seri) dan pada kasus lain kelemahan pada satu komponen dapat dikompensasi oleh komponen yang lain (sistem paralel). Batas antara gagal dan tak gagal, runtuh dan tak runtuh, dinamakan sebagai keadaan batas (limit state).

Inventarisasi sebagaimana yang telah disebutkan di atas menghasilkan gambaran akan pola risiko dan mekanismenya. Pola ini disajikan dengan diagram pohon kegagalan (failure tree). Analisis ini menghasilkan pengertian yang jelas di titik-titik kritis dari keseluruhan konstruksi yang digambarkan dalam jalur-jalur kritis. Akhirnya, suatu usaha dibuat untuk menentukan kemungkinan dari kegagalan dari sistem perlindungan banjir itu. Sedapat mungkin, kemungkinan terlewatinya kemampuan komponen dimasukkan di jalur kritis dan pada akhirnya kemungkinan kegagalan dibandingkan dengan tingkat keselamatan yang dapat diterima.

Haruslah diingat bahwa tujuan analisis ini tidaklah untuk menghitung frekuensi kegagalan secara tepat, namun lebih untuk menghasilkan komposisi yang konsekuen dan koheren terhadap faktor risiko berdasarkan informasi yang tersedia. Kerap terjadi, misalnya, kemungkinan kegagalan berbeda faktor sebesar 10 hanya disebabkan oleh perbedaan beberapa sentimeter ketinggian tanggul.

Analisis keselamatan dilakukan untuk dapat mengidentifikasi titik-titik lemah dari keseluruhan konstruksi

Keruntuhan dari satu komponen bisa berakibat pada kegagalan pada sistem secara keseluruhan (sistem seri) dan pada kasus lain kelemahan pada satu komponen dapat dikompensasi oleh komponen yang lain (sistem paralel).

Tingkatan keselamatan ini mencerminkan tingkat risiko yang dapat diterima oleh masyarakat.

Kerap terjadi, misalnya, kemungkinan kegagalan berbeda faktor sebesar 10 hanya disebabkan perbedaan beberapa sentimeter ketinggian tanggul.

Page 63: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Tak Waswas Dibalik Tanggul110 111

Keduanya dinyatakan dalam ’nilai uang’. Pendekatan seperti ini, terutama yang menyangkut jiwa manusia, akan memancing perdebatan etika karena sebagian besar orang menganggap tidak etis untuk menghargai nyawa manusia dengan ‘nilai uang.’ Akan tetapi, dalam menghitung sebuah proyek nilai ini memang sebaiknya juga menjadi pertimbangan.

Biaya konstruksi dan kehilangan merupakan fungsi dari kemungkinan terjadinya banjir. Biaya konstruksi akan meningkat dan kehilangan akan menurun bila kemungkinan terjadinya banjir menurun. Nilai ekonomi yang optimal tercapai bila perjumlahan biaya konstruksi dengan biaya/nilai kehilangan menjadi yang terendah.

Pendekatan ini telah dipergunakan dalam penilaian keselamatan dari pembuatan tanggul pantai di Negeri Belanda sekitar tahun 1960, dan hal itu telah menghasilkan pengaturan standar untuk desain muka air sepanjang pantai Belanda. Bagi sebagian ahli, mereka telah memahami bahwa frekuensi terlampauinya muka air desain tidak lantas dipahami sebagai kegagalan, karena kegagalan tidak hanya tergantung pada terlampauinya desain muka air.

Untuk mendapatkan konstruksi yang optimal, semua kemungkinan penyebab kegagalan konstruksi harus diinventarisir terlebih dahulu. Demikian juga dengan tingkat kemungkinan terjadinya kegagalan tersebut. Dengan demikian, perkiraan kemungkinan terjadi penggenangan bisa diperhitungkan. Meski demikian perhitungan secara statistik bukanlah hal yang mudah, apalagi jika harus mengonversi jiwa manusia ke dalam nilai uang. Tentu ini akan berhadapan dengan masalah politis dan etis.

Pendekatan kedua adalah dengan pengambilan nilai statistik korban jiwa akibat kecelakaan/bencana yang terjadi. Pertimbangannya karena sistem perlindungan banjir mempunyai tujuan sosial, maka risiko yang dapat diterima harus didefinisikan berdasarkan latar belakang sosial. Dengan kata lain, mereka yang tinggal di daerah polder akan memiliki tingkat risiko kematian yang sama dengan risiko kematian atas sebab-sebab lain, seperti sakit, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain. Sayangnya, data statistik berkenaan dengan tingkat risiko di Indonesia dari setiap penyebab kematian sangat terbatas. Karena terbatasnya data statistik mengenai hal tersebut, sering referensi luar negeri digunakan untuk menentukan standar tingkat keselamatan. Misalnya, digunakan standar keselamatan tanggul di Negeri Belanda untuk beberapa faktor, seperti diuraikan berikut ini.

Gambar 6‑1 Pohon kegagalan.

6.1.2. Tingkat KeselamatanKawasan Polder untuk Daerah RendahStandar tingkat keselamatan untuk kawasan rendah perlu ditentukan untuk membuat desain optimal sistem perlindungan banjir. Dalam hal ini, fenomena keselamatan dinyatakan dalam kemungkinan kegagalan dari sistem perlindungan banjir di kawasan polder.

Salah satu cara untuk menetapkan tingkat keselamatan adalah dengan membuat skema permasalahan mathematic-economic. Pada pendekatan ini, masalah disederhanakan untuk mendapatkan optimalisasi antara biaya konstruksi perlindungan banjir dan kehilangan nyawa serta harta benda akibat banjir.

Pendekatan demikian, terutama yang menyangkut jiwa manusia, akan memancing perdebatan etika karena sebagian besar orang menganggap tidak etis untuk menghargai nyawa manusia dengan nilai uang.

Mereka yang tinggal di daerah polder akan memiliki tingkat risiko kematian yang sama dengan risiko kematian atas sebab-sebab lain, seperti sakit, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain.

Banjir

kebanjiran dari laut

gelombang besar

perubahan iklim air laut terlalu tinggi

tanggul kerendahan

land subsidence

kebanyakan settlement

kegagalan struktur dll

dll

dll

dll

dll

dll

dll

kegagalan pompaCurah hujanintensif

kelemahanorganisasi

kegagalan suplaibahan bakar

terputusnya jaringan listrik

kekurangan dana

perubahan iklim lemahnya perawatan

kegagalan suplailistrik

limpasan air

kenaikan air di waduk

Page 64: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Tak Waswas Dibalik Tanggul112 113

- Faktor keselamatan yang diterapkan di Belanda mengacu pada kemungkinan kegagalan sebesar 0,0001.

- Perancangan struktur perlindungan banjir yang utama, seperti tanggul sungai, dirancang atas dasar tinggi muka air puncak di sungai dengan kala ulang 100 tahun.

- Tingkat keselamatan tanggul utama di pantai yang berhadapan dengan laut Utara, untuk melindungi daerah yang lebih rendah dari muka air laut, didasarkan atas tinggi gelombang dengan kala ulang 10.000 tahun.

- Tingkat keselamatan suatu tanggul yang melindungi area sebagian besar pedesaan sedikit lebih rendah, dengan kala ulang 2.000 - 4.000 tahun, tergantung dengan keadaan sosial ekonomi wilayah tersebut.

- Tingkat keselamatan tanggul-sungai di luar zona pasang surut ditetapkan dengan kala ulang 1.250 tahun. Selama periode puncak, muka air di sungai akan naik sebesar 3 sampai 4 meter, tetapi kenaikan ini secara berangsur-angsur akan menurun kembali.

Jika dibandingkan dengan situasi di sepanjang pantai Belanda, sistem polder di Indonesia , misalnya di laut Jawa, cenderung mempunyai pasang dan gelombang yang lebih rendah. Pada sisi lain, efek dari peristiwa gempa bumi dan letusan gunung api menjadi lebih penting. Gelombang tinggi yang diakibatkan oleh tsunami perlu mendapat perhatian, sehingga pemakaian kriteria kala ulang 10.000 tahun menjadi tidak berlebihan jika diterapkan pada perancangan sistem polder di daerah rendah dengan jumlah penduduk dan nilai aset yang tinggi.

Sebagai catatan, kriteria kala ulang yang dimaksud adalah bencana yang perkiraan potensi kejadiannya dalam rentang waktu tertentu. Artinya, struktur semakin baik jika mempertimbangkan potensi kejadian yang kala ulangnya semakin lama, misalnya puluhan ribu tahun ke depan.

Kawasan Polder untuk Daerah tinggi Untuk daerah tinggi direkomendasikan mengadopsi suatu tingkat keselamatan dengan kala ulang 100 tahun. Tingkatan ini didasarkan dengan pertimbangan:− Pada wilayah daerah yang lebih tinggi dari muka air laut diperkirakan tidak

terjadi korban jiwa jika terjadi banjir.− Hilangnya nyawa manusia yang dikonversi dalam nilai uang, dalam

kaitan dengan penggenangan, diperkirakan 100 kali lebih rendah dari kerugian yang terjadi di daerah rendah. Dengan risiko adalah kemungkinan terjadinya suatu kejadian dikalikan dengan kerugian yang timbul, maka

tingkat kemungkinan terjadinya kegagalan di daerah tinggi dapat diperbesar dengan faktor 100.

− Tingkat keselamatan dengan kala ulang 100 tahun sering digunakan untuk sungai di Indonesia dan beberapa negara lain.

6.1.3. Analisis FungsionalDalam rangka menetapkan suatu pemahaman yang baik atas sistem perlindungan banjir, beberapa elemen perlu dibedakan. Setiap elemen ini memegang peran khusus dalam keseluruhan sistem perlindungan banjir. Elemen-elemen tersebut adalah:

Penahan AirElemen ini merupakan suatu sistem perlindungan banjir yang harus mampu menahan tingginya air yang berada di luar daerah polder. Perlindungan banjir terdiri atas sistem tanggul yang menghadap laut, serta tanggul sepanjang sungai dan kanal (channel).

Saluran Makro di Luar Kawasan yang DilindungiSaluran ini merupakan suatu sistem saluran makro yang berfungsi mengumpulkan air dari hulu kawasan polder dan mengantarkannya ke sungai atau ke laut.

Saluran Mikro di Dalam Wilayah yang DilindungiSaluran ini merupakan suatu sistem manajemen air yang diperlukan untuk mengendalikan permukaan air di bawah tanah di dalam wilayah polder. Ini meliputi saluran kolektor, waduk retensi, stasion pompa untuk mengontrol air permukaan, serta saluran bawah tanah (sub surface drain) untuk mengendalikan tinggi air di bawah permukaan.

6.1.4. RisikoRisiko dinyatakan sebagai kemungkinan terjadinya bencana dikalikan dengan akibat yang timbul dari bencana tersebut. Kejadian dengan peluang yang kecil namun dampak yang besar bisa berisiko sama dengan kejadian dengan peluang yang besar namun akibat yang kecil. Pengelolaan resiko bisa dilakukan dengan mengombinasikan tindakan yang dapat menurunkan probabilititas terjadinya bencana (preventif) dan tindakan yang memperkecil/membatasi akibat yang ditimbulkan (proaksi dan persiapan).

Pemakaian kriteria kala ulang 10.000 tahun menjadi tidak berlebihan jika diterapkan pada perancangan sistem polder di daerah rendah dengan jumlah penduduk dan nilai aset yang tinggi

Kejadian dengan peluang yang kecil namun dampak yang besar bisa berisiko sama dengan kejadian dengan peluang yang besar namun akibat yang kecil.

Page 65: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Tak Waswas Dibalik Tanggul114 115

Pendekatan risiko dalam prakteknya sering diterjemahkan sebagai mengarahkan pada peluang. Ini berarti mendefinisikan norma keamanan sebagai peluang maksimal yang dapat diterima. Dan ini mengarah pada tindakan pencegahan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa setiap rupiah yang diberikan pada tindakan pencegahan ini dalam banyak hal menjadi tindakan yang paling efektif. Risiko banjir pada saat ini oleh sebagian masyarakat tidak dipandang sebagai bencana alam yang tidak dapat dihindari, tetapi dipandang bahwa pemerintah harus bisa memberikan perlindungan terhadap resiko ini, walaupun disadari bahwa perlindungan 100 % tidaklah mungkin.

Risiko banjir ini kemudian diperbandingkan dengan risiko lain seperti kecelakaan pada industri, transportasi barang berbahaya, dan kecelakaan pesawat terbang. Setiap penduduk seharusnya mendapatkan tingkat basis keamanan. Kemungkinan kematian akibat banjir harus tidak boleh lebih besar dari tingkat yang dapat ’diterima’ oleh masyarakat. Selain ditentukan oleh kemungkinan per individu meninggal dunia, tingkat ’penerimaan’ masyarakat dipengaruhi pula oleh kemungkinan jumlah korban pada setiap kejadian dan potensi kerugian ekonomi dan non ekonomi. Beberapa risiko yang harus dipertimbangkan dengan seksama dalam proses desain struktur tanggul laut adalah:- Arus di tepi laut dan tepi tanggul sungai. Untuk arus sering dihubungkan

dengan pergerakan pasang surut laut dan arah angin musiman. Sementara itu, arus di sepanjang tanggul sungai berkaitan dengan debit sungai yang lebih besar.

- Ombak (gelombang pendek) yang disebabkan oleh angin di laut yang bertiup ke daratan. Angin kencang selama badai berlangsung dapat menciptakan ombak (gelombang) yang besar.

- Gelombang badai (storm surge) yang dipengaruhi oleh arah angin. Jarak fetch (fetch length), kecepatan angin, dan durasi badai menentukan besarnya kenaikan muka laut. Kekuatan badai ini pada umumnya dapat diprediksi.

- Gempa bumi tektonik dan aktivitas vulkanik dapat membangkitkan tsunami. Dalam prakteknya, kejadian ini tidak dapat diramalkan kapan tepatnya akan terjadi. Suatu gelombang tsunami ditandai oleh suatu muka gelombang yang curam dan gelombang yang panjang. Tsunami ini menyebabkan suatu quasi-static, yaitu kenaikan yang mendadak dalam tempo yang cepat, dan berdampak cukup parah ketika sampai di pantai.

- Kenaikan muka laut rata-rata (sea level rise) akibat pemanasan global. Belakangan, berdasarkan permodelan iklim, beberapa ilmuwan cukup mengkawatirkan terjadinya kenaikan muka air laut ini.

- Tinggi muka air dan kecepatan arus yang merupakan suatu fungsi dari debit sungai. Fluktuasi akan terjadi sesuai dengan musim, dan juga tinggi sungai dipengaruhi oleh pasang surut laut.

- Curah hujan yang dipengaruhi oleh keadaan iklim yang bersifat musiman.- Penurunan muka tanah yang diakibatkan oleh terjadinya amblesan.

Pengambilan air tanah yang berlebihan merupakan penyebab utama terjadinya amblesan. Di samping itu penurunan tanah bisa juga diakibatkan oleh pembebanan (pengurugan) .

- Gempa bumi yang menyebabkan masa yang bergerak dalam arah vertikal dan horisontal. Gerak yang berlebih ini dapat mengakibatkan rusaknya komponen sistem perlindungan banjir dan fasilitas lain seperti stasion penyuplai listrik.

- Struktur perlindungan banjir yang pada beberapa kasus sering juga dimanfaatkan untuk kepentingan lain. Sebagai contoh, tanggul yang juga dimanfaatkan untuk jalan, jalur kereta api, dan tempat meletakkan utilitas lain. Akan tetapi harus diingat, penggunaan untuk kepentingan tertentu bisa pula menimbulkan risiko terhadap fungsi utama tanggul penahan banjir. Analisis risiko ini perlu diperhatikan sedemikian rupa, beserta kemungkinan menerapkan sejumlah restriksi untuk mencegah timbulnya risiko yang besar.

- Operasi dan pemeliharaan yang diperlukan sistem perlindungan banjir, seperti pemeriksaan tanggul laut setelah badai yang besar. Kekurangan sumber daya manusia dan keteledoran dapat menjadi potensi bencana. Ini harus diwaspadai.

- Kemungkinan terjadinya kecelakaan seperti jatuhnya pesawat atau tertabraknya sistem oleh kapal juga harus diperhitungkan.

6.1.5. Catatan Kritis Mengenai Analisis KeselamatanKuantifikasi kemungkinan kegagalan bertujuan untuk melihat apakah kemungkinan terjadinya genangan di suatu kawasan yang dilindungi oleh sistem tanggul dapat ditolerir atau tidak. Perlindungan banjir dapat diterima dari segi pandangan keselamatan yang telah ditetapkan. Pada kenyataannya, penentuan kemungkinan terjadinya kegagalan adalah suatu hal rumit, yang dipengaruhi oleh empat faktor:

Selain ditentukan oleh kemungkinan per individu meninggal dunia, tingkat ’penerimaan’ masyarakat dipengaruhi pula oleh kemungkinan jumlah korban pada setiap kejadian dan potensi kerugian ekonomi dan non ekonomi

Page 66: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Tak Waswas Dibalik Tanggul116 117

- Sistem perlindungan banjir yang terdiri atas elemen yang bervariasi dan berbeda tipe. Sebagai contoh, sistem yang terdiri atas berbagai jenis tanggul yang dikombinasi dengan pintu air dan struktur bangunan lain yang terletak di atas tanggul atau di dalam tanggul (misalnya pipa).

- Variasi parameter bahan, seperti kekuatan, permeabilitas, perubahan bentuk, dan lain-lain, dari komponen sistem perlindungan banjir. Di samping itu, cara pengerjaannya juga bervariasi. Panjang tanggul dan karakter yang bergantung waktu (misalnya konsolidasi), juga berpengaruh. Di samping itu, ketidakpastian dalam menentukan seberapa penting suatu parameter berpengaruh terhadap kegagalan. Hal yang sama juga terjadi pada masalah yang berkenaan dengan keakuratan model dalam merefleksikan keadaan sesungguhnya..

- Faktor ketiga yang merupakan ketidakpastian dalam penentuan ’beban’. Di dalam struktur perlindungan banjir, air merupakan risiko potensial yang utama. Keakuratan dalam penentuan beban air, seperti tinggi air pasang, curah hujan, dan lain-lain, harus mendapat perhatian sendiri. Di luar itu juga ada beban lalu lintas dan beban khusus lainnya seperti tsunami dan gempa.

- Faktor keempat yang merupakan gabungan dari berbagai faktor di atas. Dalam hal ini keseluruhan potensi ketidakakuratan merupakan akumulasi ketidakakuratan dari beberapa faktor. Ketidakakuratan dari suatu faktor sering berkorelasi dengan faktor lainnya.

Lebih dari itu, aplikasi dari teori kemungkinan (probability theory) pada penilaian keandalan suatu struktur mengarahkan pada pertanyaan: ’Apakah nilai kemungkinan kegagalan yang dihitung sesuai dengan kenyataan?’ Sering dipandang bahwa suatu analisis keselamatan yang probabilistik akan mempunyai arti bila didasarkan pada model perhitungan yang akurat dan didukung oleh data statistik yang memadai.

Dalam prakteknya, prasyarat seperti itu jarang bisa dipenuhi. Dalam banyak kasus, ketiadaan data statistik dan ketidakhadiran suatu computational model yang terpercaya merupakan hal penting dari keandalan masalah itu. Dengan kata lain, ketidakpastian yang dihubungkan dengan hal ini (data statistik dan model komputer) sering lebih besar lagi dibandingkan ketidakpastian dalam kaitan penentuan nilai stokastik dari beban dan kekuatan. Oleh karena itu, ketidakpastian ini harus diperhitungkan dalam menentukan margin keselamatan.

Secara teoritis, prosedur paling menarik ialah prosedur yang terkandung dalam penerjemahan pertama semua ketidakpastian ke dalam terminologi kemungkinan (terutama variasi koefisien), kemudian penentuan faktor keselamatan yang perlu. Tentu saja, pada situasi ditemukannya ketidakpastian model dan ketidakpastian statistik, variasi koefisien hanya dapat diperkirakan secara subyektif. Sebagai konsekuensi dari hal ini, suatu kemungkinan yang dihitung tentang kegagalan tidak bisa lagi ditafsirkan sebagai ‘frekuensi kasus kerusakan,’ tetapi semata-mata sebagai ukuran dari ’kepercayaan’ pada desain tertentu. Sekalipun demikian, kemungkinan variasi koefisien yang diterapkan pada kode/manual yang ada merupakan cermin pendapat kolektif dari sejumlah pakar profesional ketimbang pendapat seseorang.

6.2. Proses Perancangan dan Pelaksanaan Konstruksi

Dalam konstruksi, dimana tanah merupakan faktor dominan, ada beberapa aspek yang mempengaruhinya seperti keamanan, perubahan bentuk, ruang yang tersedia, konstruksi, pemeliharaan, kesesuaian terhadap sekitarnya, pemilihan bahan, aspek lingkungan, dan biaya. Sejumlah persyaratan disusun berdasarkan atas keinginan dan harapan.

Selama dalam tahap perancangan, program dievaluasi secara periodik untuk melihat apakah program tersebut sesuai dengan persyaratan. Perencanaan desain mencakup sejumlah kegiatan yang dapat dibagi dalam tahapan-tahapan. Secara umum tahapan dalam proses perancangan adalah:• Penentuan persyaratan-persyaratan program (program requirements) dan

kondisi batas (boundary conditions). Penentuan ini terdiri atas definisi persyaratan, fungsi dan ukuran dalam pengaturan kondisi lapangan setempat, misalnya mengenai tanah lapisan bawah, permukaan air, ketersediaan bahan bangunan dan kerangka waktu.

• Penentuan tahap perancangan awal yang meliputi evaluasi umum ketersediaan metode pelaksanaan konstruksi dan perkiraan biaya awal.

• Tahap rancangan rinci dan spesifikasi. Dalam tahap ini perancangan dikerjakan dalam bentuk gambar-gambar dan spesifikasi teknis sampai tingkat yang cukup rinci sehingga kontraktor dapat melaksanakan konstruksi tersebut.

• Penentuan tahap pelaksanaan konstruksi. Dalam tahap ini dilaksanakan konstruksi strukturnya.

Sering dipandang bahwa suatu analisis keselamatan yang probabilistik akan mempunyai arti bila didasarkan pada model perhitungan yang akurat dan didukung oleh data statistik yang memadai. Dalam prakteknya, prasyarat seperti itu jarang bisa dipenuhi.

Page 67: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Tak Waswas Dibalik Tanggul118 119

• Penentuan periode pemanfaatan. Pada periode ini lahan sudah digunakan dan berfungsi penuh. Dalam tahap ini pemeliharaan sangat penting untuk menjaga elemen-elemen polder (misalnya tanggul) dalam kondisi baik.

Sepanjang usia perancangannya, suatu struktur harus selalu mengikuti persyaratan kualitas minimum yang menjadi acuannya.

6.3. Dimensi Tanggul

Dalam paragraf ini diberikan gambaran mengenai dimensi dari tanggul. Dimensi yang lebih tepat dapat diberikan melalui proses desain yang lebih akurat. Prosesnya dimulai dari menetapkan kriteria desain yang digunakan.

6.3.1. Kriteria Desain Sehubungan dengan masih terbatasnya panduan dalam pembangunan polder dan tanggul laut, sebagian besar kriteria yang dipakai dalam perencanaan reklamasi dan tanggul laut mengacu pada standar yang digunakan di Negeri Belanda.

Tingkat KeamananKebanjiran merupakan ancaman utama yang harus dihindari pada sistem polder ini. Dua prinsip mekanisme yang relevan untuk banjir ini adalah:- Tingginya air di luar sistem polder, dalam hal ini adalah tinggi air di laut- Tingginya air di dalam sistim polder akibat curah hujan yang tinggi

Secara sederhana, pembuatan pertahanan banjir didasarkan pada muka air tertinggi yang diketahui. Berdasarkan angka tersebutlah didesain pertahanan banjir. Akan tetapi, tingkat keselamatan sistem polder tergantung pada nilai ekonomis kawasan layanan sistem polder bersangkutan: apakah berada di kawasan perumahan, pertokoan, industri, pertanian dan lain-lain. Tingkat keselamatannya berdasarkan frekuensi kelebihan banjir/penggenangan dengan periode ulang yang diketahui.

Persyaratan Fungsional Desain TanggulPersyaratan-persyaratan fungsional berikut lumrah digunakan dalam perencanaan tanggul:

- umur desain 50 tahun- kriteria julangan (over topping) 1 l/s/m- periode ulang kejadian badai untuk desain puncak tanggul 10.000 tahun- periode ulang kejadian badai untuk desain perkuatan tanggul 10.000 tahun

6.3.2. Perkiraan Elevasi Muka Air Desain Elevasi muka air desain tergantung pada kriteria periode ulang badai yang diambil. Semakin tinggi periode ulang yang diambil, maka elevasi muka air desainnya akan semakin tinggi. Elevasi muka air desain dihitung berdasarkan penjumlahan faktor berikut ini:- Elevasi pasang tinggi (mean high water spring);- Wind set-up;- Wave set-up;- Lonjakan badai (storm surge);- Kenaikan muka air laut (sea level rise).

Elevasi Pasang Tinggi Secara periodik muka air laut mengalami pasang dan surut. Elevasi muka air desain dimulai dari menentukan elevasi pasang tinggi. Dari studi dan data yang tersedia, diketahui elevasi pasang tinggi adalah 1,16 m diatas elevasi air laut terendah (+ 1.16 m LWS). Wind Set-up Tegangan geser yang diakibatkan oleh angin pada permukaan air akan menyebabkan kemiringan pada permukaan air. Wind set-up ini merupakan fungsi kecepatan angin dan frekwensi kejadiannya. Kejadiannya paling kentara di sepanjang perairan yang relatif dangkal.

Teluk Jakarta dapat digolongkan pada perairan semi-tertutup dengan hanya mempunyai satu sisi (utara) yang berhubungan dengan Laut Jawa. Pengaruh wind set-up terhadap perairan di Laut Jawa dapat diabaikan karena air dapat mengalir ke seluruh Pulau Jawa.

Dengan memperhitungkan pengaruh kecepatan angin, masa jenis udara dan air laut, kedalaman perairan di teluk, dan jarak pengaruh sepanjang Teluk Jakarta, besarnya wind set-up yang terjadi diperkirakan sebesar 0,15 m.

Sepanjang usia perancangannya, suatu struktur harus selalu mengikuti persyaratan kualitas minimum yang menjadi acuannya.

Page 68: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Tak Waswas Dibalik Tanggul120 121

Wave set-up Wave set-up terjadi di sekitar perairan pantai dan penyebab utamanya adalah adanya disipasi energi akibat gelombang pecah. Dengan mempertimbangkan kemiringan dasar laut di Teluk Jakarta yang seragam dengan rata-rata sebesar 0.3%, wave set-up sebesar 0.15 m dapat dijadikan acuan awal dalam perencanaan.

Lonjakan badai (storm surge) Lonjakan badai ini disebabkan oleh minimum tekanan atmosfer setempat. Tinggi kenaikan statik muka air rata-rata ditentukan berdasarkan:

dengan : = kenaikan statik mean water level (m)

= tekanan atmosfer pada muka air laut (mbar)

Minimum tekanan atmosfer setempat di sekitar lokasi proyek diperkirakan sekitar 1001 kPa yang menimbulkan kenaikan muka air setinggi 0.12 m. Tekanan atmosfer 1001 kPa telah ditentukan berdasarkan analisis statistik minimum tekanan atmosfer selama periode Oktober 2004 sampai Juli 2011.

Muka air desain Berdasarkan parameter-parameter di atas, elevasi muka air desain adalah sebagai berikut.

Mean High Water Spring LWS [+m] 1.16Wind set up [+m] 0.15Wave set up [+m] 0.15Lonjakan badai [+m] 0.12 +DWL0 tahun LWS [+m] 1.58Kenaikan level laut [+m] 0.30 +DWL50 tahun LWS [+m] 1.88

Elevasi muka air desain LWS +1.9 m digunakan dalam melakukan tinjauan untuk semua bagian tanggul.

6.3.3. Elevasi Tanggul Tanggul dibangun menghubungkan garis pantai yang telah ada sebelumnya di sebelah barat sampai garis pantai disebelah timur. Diperkirakan bahwa tanggul akan mencapai kedalaman sekitar 16 m pada bagian tengah. Dalam tinjauan awal ini diasumsikan tanggul menggunakan lebar berm 15 meter dan kriteria julangan 1 l/m/det .

Dengan memperhitungkan penurunan muka tanah dan penurunan sisa (residual settlement), elevasi tanggul (pada saat serah terima dari kontraktor) diberbagai lokasi dapat dilihat pada Tabel 6-1.

Tabel 6‑1: Elevasi tanggul

Elevasi Dasar Laut[+m LWS]

Elevasi Tanggul[+m LWS]

0 5.4-2 5.8-4 6.2-6 6.6-8 7.1-10 7.0-12 7.3-14 7.4-16 7.5

Tipikal tanggul dapat dilihat pada Gambar 6-2.

Gambar 6‑2: Tipikal tanggul

QUARRY-RUN

1 : 8

1 : 7

1 : 3.51 : 3.5

1 : 7

-16.000

-7.500

+1.900±0.000 LWS

SEABEDSEABED

-15.500

±0.000 LWS

SEABED

S A N D

QUARRY-RUN

1 : 8

1 : 7

1 : 3.51 : 3.5

1 : 7

-16.000

-7.500

+1.900±0.000 LWS

SEABEDSEABED

-15.500

±0.000 LWS

SEABED

S A N D

Page 69: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Tak Waswas Dibalik Tanggul122 123

6.4. Operasi dan Pemeliharaan

Pemeliharaan struktur perlindungan banjir merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dan perlu. Hal ini dibutuhkan untuk menjaga tingkat keselamatan kawasan polder terutama yang berada di bawah muka air rata-rata. Orang-orang dan harta benda di kawasan polder perlu dilindungi, sesuai dengan tingkat keselamatan tertentu, dalam jangka panjang. Untuk itu diperlukan pemeliharaan agar struktur penahan banjir bisa berfungsi baik. Lingkup pemeliharaan meliputi:- Pembagian tanggung jawab antar institusi dalam pemeliharaan perlindungan

banjir dan struktur pengelolaan air- Pemeriksaan dan pemantauan atas kondisi lingkungan dan kesigap-

tanggapan struktural - Penilaian terhadap data pemantauan untuk menilai pemenuhan target/

standar yang ditentukan.Aspek dasar pemeliharaan dikaji dan dihubungkan dengan manajemen air di kawasan polder. Ini dilakukan untuk mengidentifikasi fasilitas dan prosedur yang dibutuhkan dan untuk menetapkan tugas lembaga yang akan bertugas.

Walaupun aspek pemeliharaan yang diuraikan berikut ini terfokus pada perlindungan banjir di kawasan polder dari ancaman genangan air laut dan sungai, pertimbangan yang sama juga dapat diterapkan pada pelayanan publik lainnya (pembersihan jalan, pengumpulan sampah) atau utilitas (listrik, air bersih dan telekomunikasi).

6.4.1. Tanggung Jawab KelembagaanDibutuhkan adanya suatu badan/lembaga yang bertanggung jawab untuk menjaga kondisi sistem perlindungan banjir di daerah polder.Tugas utamanya adalah:

- Membangun, melaksanakan, manajemen dan menyesuaikan program pemantauan

- Tinjauan ulang (review) dan penilaian data pemantauan- Administrasi data pemantauan dan laporan- Laporan berkala mengenai kondisi struktur perlindungan banjir- Persiapan pengambilan keputusan untuk melakukan aktivitas perbaikan- Operasi dan pemeliharaan

Struktur organisasi sangat bergantung pada kekuatan aspek sosial, politis, dan keuangan. Oleh karena itu sistem organisasi dan tata cara sangat perlu disesuaikan dengan kondisi setempat.

6.4.2. Program PemantauanProgram pemantauan dapat dibedakan atas pemantauan selama tahap konstruksi dan pemantauan setelah proyek selesai. Pemantauan merupakan hal penting untuk memastikan apakah pelaksanaannya sesuai dengan standar desain yang telah ditentukan.

Dalam bagian ini, pemantauan lebih difokuskan pada pemantauan beberapa waktu setelah struktur selesai dibangun. Perhatian khusus diberikan pada pemantauan fungsi-fungsi sistem yang ada setelah konstruksi baru saja selesai dan pada masa perawatan dalam kontrak konstruksi. Dalam hal ini peranan kontraktor sangat penting. Proses pemantaun ini juga harus dilanjutkan oleh pengembang/pengguna dengan kegiatan yang dilakukan meliputi:- Dalam 3 tahun pertama setelah penyelesaian, tanggul pelindung harus

diperiksa setiap tiga bulan. Setelah periode ini, interval pemeriksaan diperluas secara berangsur-angsur sampai setiap enam bulan hingga satu tahun. Selain pemantauan berkala, pemeriksaan diperlukan juga segera setelah peristiwa badai yang ekstrem terjadi.

- Gerusan (scour) harus dipantau secara seksama dalam tahun pertama setelah penyelesaian. Pemantauan gerusan segera dilakukan seiring dengan mulainya pelaksanaan pembuatan tanggul. Bagian terbesar dari gerusan biasanya sudah mulai kelihatan dalam masa 2 tahun pertama.

- Kondisi struktur perlindungan banjir di atas permukaan air terendah harus diuji secara reguler melalui pengamatan visual. Kondisi yang berada di bawah muka air dipantau dengan pengukuran bathimetri.

- Lokasi yang perlu mendapat perhatian pada pemantauan adalah:• Ketinggian puncak tanggul• Geometri struktur• Posisi individu batuan• Bentuk,ukuran, dan kondisi individu batuan• Kondisi pondasi dan kemungkinan gerusan

Tingkatan rincian pemantauan tergantung pada potensi kegagalan. Selain pada elemen struktur, pengukuran/pemantauan juga dilakukan pada kondisi lingkungan:

Orang-orang dan harta benda di kawasan polder perlu dilindungi, sesuai dengan tingkat keselamatan tertentu, dalam jangka panjang.

Pemantauan merupakan hal penting untuk memastikan apakah pelaksanaannya sesuai dengan standar desain yang telah ditentukan

Page 70: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut 124

- Permukaan air.- Level muka laut pada kaki struktur. Ini penting dilakukan, tidak hanya

berkenaan dengan gerusan tetapi juga memberi indikasi pada kinerja bahan inti tanggul yang umumnya terdiri dari pasir.

- Sapuan gelombang setelah badai berlalu. Indikasi tinggi gelombang dapat ditunjukkan oleh lokasi sampah yang tertinggal pada tanggul.

- Tekanan air pondasi.

6.4.3. Tinjauan Ulang dan AnalisisData pemantauan kondisi struktur dan kondisi lingkungan harus dianalisis oleh ahli yang berpengalaman. Berdasarkan analisis inilah tinjauan ulang dilakukan. Dalam kesempatan ini kondisi semua elemen struktur perlindungan banjir harus dinilai. Kondisi ini harus dimasukkan dalam laporan dan ditambahkan dalam buku pencatat kejadian (log book). Catatan data pemantauan yang mendasar harus tertata dalam satu basis data (data base).

Dengan melihat data tersebut maka bisa dilakukan tindak lanjutnya. Tindak lanjut itu tergantung pada penilaian atas kondisi elemen struktur. Beberapa pilihan tindakan yang diperlukan untuk menindaklanjutinya adalah:- Tidak dilakukan perbaikan dan menanti laporan pemantauan berikutnya- Tidak dilakukan perbaikan, namun merencanakan dilakukannya

pemantauan tambahan terhadap kondisi struktur dan kondisi lingkungan- Melakukan inspeksi yang lebih rinci sebelum mengambil keputusan- Melakukan pekerjaan perbaikan darurat- Melakukan pekerjaan perbaikan permanen- Merencanakan pengembangan struktur baru (rehabilitasi atau penggantian)- Merencanakan penghilangan struktur

Page 71: Memasuki Era Tanggul Laut

Menata dari Hilir Hingga Hulu 127Pelabuhan

menata DarI HIlIr HIngga Hulu

Bab 7Keinginan untuk memberi efek perubahan yang besar di Jakarta, tentu

saja tidak bisa dengan hanya membangun tanggul saja; harus ada program ikutan yang merupakan satu paket dengan rencana tanggul

laut di Teluk Jakarta ini. Penyelesaian komprehensif terhadap permasalahan Jakarta bisa dilakukan dengan mengintegrasikan pembangunan tanggul laut di lepas pantai (offshore) dengan perbaikan di daratan (onshore). Terintegrasi artinya setiap pengembangan yang berkaitan dengan tanggul laut dan reklamasi di Teluk Jakarta haruslah menjadi bagian dari program perbaikan Jakarta secara keseluruhan. Demikian juga sebaliknya, semua tindakan yang terjadi di arah hulu Jakarta harus bisa juga mendukung program yang ada di hilir atau Teluk Jakarta. Dengan demikian, pengembangan Teluk Jakarta dan perubahan di daerah hulu akan bersinergi menuju Jakarta yang lebih baik.

Di darat misalnya, untuk mendapatkan air tawar yang bersih di kolam retensi atau danau baru, tentu saja air yang mengalir ke kolam retensi itu juga harus merupakan air yang tidak tercemar. Ini berarti sungai-sungai yang mengalir ke kolam tersebut juga sudah bersih. Tidak terbayangkan jika sungai-sungai seperti yang kita lihat sekarang ini mengaliri kolam retensi baru tersebut; bisa dipastikan bukannya kondisi teluk yang asri yang didapat malah kondisi yang lebih suram justru tercipta.

Di sisi lain, pengembangan yang terjadi Teluk Jakarta juga bisa dimanfaatkan secara terintegrasi untuk mendorong perubahan yang lebih besar di daratan Jakarta. Sebagai contoh, pembangunan tanggul laut bisa langsung dijadikan bagian dari penambahan prasarana transportasi darat baru di Jakarta. Pengembangan ini akan memudahkan pemerintah dalam menyelesaikan masalah lalu lintas yang sangat penting untuk mengurai kendaraan yang bergerak di seputar pinggiran Jakarta.

Page 72: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu128 129

Konsistensi pelaksananaan program komprehensif semacam ini menjadi kunci sukses untuk perbaikan ibukota. Hal ini menuntut kerjasama yang baik dan perencanaan yang lebih rinci agar pelaksanaannya tidak tumpang tindih dan waktunya terukur. Para pemangku kepentingan harus bisa duduk bersama dan menghilangkan ego sektoral, sehingga setiap pihak tahu apa yang harus mereka lakukan demi kelancaran perubahan yang diinginkan. Program besar ini tentu saja akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan bisa dipastikan pemerintah tidak mungkin untuk menanggungnya sendiri. Harus ada pembagian peran antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat. Dengan demikian, program ini bisa lebih masuk akal untuk dijalankan baik dari segi idealis maupun dari segi bisnis.

7.1. Berbagai Aspek Program Pendukung

Terdapat sejumlah aspek program pendukung yang perlu diperhatikan untuk tercapainya perubahan besar di Jakarta, khususnya dalam penanganan masalah banjir di Jakarta. Beberapa di antaranya yang akan dibahas adalah penataan sistem polder perkotaan, normalisasi sungai, tanggul daratan, sanitasi, kebutuhan suplai air tambahan di musim kering dan pengurangan penggunaan air tanah.

7.1.1. Penataan Sistem Polder Perkotaan Saat ini kawasan Jakarta Utara sudah dibagi dalam kelompok-kelompok sistem polder. Di sini terdapat sistem polder (tanggul, waduk dan pompa) untuk mengontrol ketinggian air setiap kawasan. Jika air di waduk telah mencapai ketinggian tertentu maka air segera dipompa ke saluran makro (sungai/kanal), sehingga kawasan tersebut tidak mengalami genangan.

Meskipun, misalnya, tanggul laut sudah diimplementasikan, waduk yang ada masih tetap dapat dimanfaatkan untuk tempat penampungan air sementara. Tampungan sementara ini berfungsi untuk mengontrol kualitas air yang akan dibuang ke saluran makro. Untuk mendapatkan waduk retensi dengan kualitas air yang memadai, perbaikan sistem sanitasi harus disiapkan secara baik. Di kolam-kolam ini nantinya air sudah dalam keadaan tidak tercemar. Selain itu, waduk tersebut bisa dimanfaatkan untuk rekreasi, sumber air pemadam kebakaran, dan memberikan nuansa keindahan waterfront city.

Pengembangan sistem polder perkotaan di daratan Jakarta seperti yang berlangsung kini, bukanlan tindakan yang akan disesali di kemudian (no regret measures). Partisipasi dan penguatan kelembagaan di masyarakat dapat dimulai dari kawasan polder perkotaan ini.

Sistim polder yang berbasis masyarakat serta didukung pembiayaan yang bersifat swadana akan menjadi contoh yang baik dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat. Kesadaran dan kebersamaan masyarakat menjadi pilar penting dalam penyelesaian terjadinya persoalan-persoalan yang berkenaan dengan genangan air dalam satu kawasan. Kontrol sosial dan partisipasi yang ada akan memberikan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan lain seperti sanitasi, persampahan, dan pengolahan air limbah. Sistem polder perkotaan ini bisa menjadi bagian dari penataan daerah delta dalam konsep PPPP (Public Private People Partnership).

7.1.2. Normalisasi SungaiSalah satu penyebab banjir di Jakarta adalah semakin tidak memadainya kemampuan sungai untuk mengalirkan/membuang langsung air ke laut. Kapasitas sungai selalu berkurang dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh banyaknya sedimen, limbah, dan mengecilnya kapasitas aliran sungai karena adanya rumah warga di badan sungai. Dalam 30-40 tahun terakhir ini tidak terjadi pengerukan yang sistematis di mulut-mulut sungai di Jakarta, sedangkan proses erosi di bagian hulu terus berlangsung dan membawa sedimen ke laut. Tumpukan sedimen ini menyebabkan pendangkalan yang selanjutnya menyebabkan kenaikan muka air di sungai. Dampaknya, kapasitas tampung sungai berkurang sehingga akan lebih banyak air meluap dari badan sungai yang pada gilirannya akan menyebabkan perluasan daerah banjir dan meningkatnya permasalahan banjir. Proses erosi di hulu telah terjadi pada masa lalu, kini, dan diperkirakan masih akan terjadi di masa datang. Proses sedimentasi di mulut sungai umumnya terjadi lebih cepat dibandingkan sedimentasi pada lokasi lain dipengaruhi oleh kecepatan alir air yang rendah dan proses flokulasi (pertemuan air tawar dan air asin yang menyebabkan bertambah beratnya partikel sedimen). Karena proses sedimentasi masih akan terus berlangsung, maka perawatan di mulut sungai dengan melakukan pengerukan secara berkala merupakan suatu keharusan. Dalam keadaan setelah tanggul laut terbangun, pelaksanaan

Sistem polder perkotaan ini bisa menjadi bagian dari penataan daerah delta dalam konsep PPPP (Public Private People Partnership).

Pengembangan sistem polder perkotaan di daratan Jakarta seperti yang berlangsung kini, bukanlah tindakan yang akan disesali di kemudian (no regret measures).

Karena proses sedimentasi masih akan terus berlangsung, maka perawatan di mulut sungai dengan melakukan pengerukan secara berkala merupakan suatu keharusan.

Page 73: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu130 131

pengerukan secara berkala dan upaya peningkatan daya tampung sungai tetap harus dilakukan.

Langkah cukup berarti dilakukan Jakarta pada tahun 2012 ini ketika 11 sungai dan 4 waduk akan dikeruk. Program pengerukan yang dinamakan Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) ini terwujud atas kerjasama antara pemerintah dan Bank Dunia. Dari pengerukan sungai dan waduk ini diperkirakan terkumpul sekitar 3,4 juta ton meter kubik sedimen dan 95.000 meter kubik limbah padat. Selain itu pemerintah Jakarta juga memperbaiki tanggul kali dan waduk sepanjang sekitar 42 kilometer.

7.1.3. Tanggul DaratanJika Jakarta telah mengimplementasikan tanggul laut, sebenarnya Jakarta tidak memerlukan tanggul daratan lagi apabila wilayah-wilayah yang berbatasan juga mengimplementasikan pembangunan tanggul laut, sehingga tertutup kemungkinan masuknya air laut melalui wilayah sekitarnya. Kalaupun harus membangun tanggul, karena wilayah yang berbatasan tidak membangun tanggul laut, maka tanggul tersebut bukanlah tanggul yang berbiaya sangat besar. Tanggul ini diperlukan di perbatasan di sebelah barat dan timur Jakarta saja. Lokasi tanggul disesuaikan dengan kondisi geografis, misalnya keberadaan sungai yang dekat dengan perbatasan tanggul laut.

7.1.4. SanitasiPengelolaan limbah yang kurang baik akan memperparah permasalahan banjir dan memperburuk kondisi lingkungan. Saluran-saluran drainase menjadi tersumbat dan kualitas air di saluran menurun. Pembuangan limbah (cair maupun padat) langsung ke badan sungai akan menambah buruk kualitas air sungai sehingga mengancam tingkat kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar saluran-saluran terbuka.

Persoalan ini menjadi perhatian utama untuk ditangani dalam persiapan implementasi pelaksanaan tanggul laut. Menimbang sistem tertutup dari tanggul laut, maka kualitas air yang masuk ke waduk retensi lepas pantai harus memenuhi standar tertentu. Untuk memenuhi standar tersebut, setiap pembuangan limbah dari rumah tangga maupun industri tidak boleh dilakukan langsung ke sungai atau ke laut. Air kotor seperti ini harus terlebih dahulu dialirkan ke tempat pengolahan limbah. Setelah itu barulah dibuang ke saluran makro.

Untuk mendapatkan air waduk retensi yang relatif bersih dan tidak tercemar diperlukan beberapa tindakan yang meliputi:- limbah domestik dan industri harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang

ke sungai;- sampah tidak dibuang ke sungai;- membuat sistem pengelolaan limbah di lahan baru Teluk Jakarta sehingga

air yang dibuang ke waduk retensi sudah bersih;- menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk tempat dan

pengangkutan sampah;- penegakan hukum bagi yang melanggarnya.

Untuk mendapatkan hal itu pemerintah bersama institusi-institusi terkait dapat melakukan koordinasi kebijakan, rencana, dan program yang meliputi wilayah Jakarta dan hulu sungai di luar wilayah Jakarta, seperti Depok dan Bogor. Tindakan yang mungkin bisa diambil adalah:- mengosongkan bantaran sungai dari rumah penduduk agar tidak ada warga

yang langsung membuang limbahnya ke sungai;- membuat pengelolaan limbah komunal di setiap kawasan;- peningkatan pengawasan terhadap industri agar mereka mengelola dulu

limbahnya dan membuangnya jika sudah sesuai baku mutu;

Gambar 7‑1: Pengelolaan limbah

Menimbang sistem tertutup dari tanggul laut, maka kualitas air yang masuk ke waduk retensi lepas pantai harus memenuhi standar tertentu

Page 74: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu132 133

- meningkatkan jumlah tempat pembuangan sementara (TPS) sampah, terutama yang di sekitar sungai dan menambah jumlah armada angkut, sehingga sampah tak sempat menggunung di TPS;

- sosialisasi secara intensif kebijakan dan hukuman yang akan diterima jika melanggarnya.

7.1.5. Kebutuhan Suplai Air Tambahan di Musim KeringMasalah air, bila disederhanakan, menjadi tiga hal: kelebihan air, kekurangan air dan kualitas air. Semua masalah itu harus bisa dikendalikan di waduk besar di Teluk Jakarta. Jika air hujan berlebih tentu saja pengendalian tinggi muka airnya dilakukan dengan menggunakan pompa dan mengalirkannya ke laut. Sebelum musim penghujan berakhir, air disimpan untuk bersiap memasuki bulan-bulan kering. Sedangkan kualitas air diharapkan bisa ditata mulai dari hulu asal sungai tersebut. Dengan demikian aliran air yang masuk ke waduk sudah berada dalam ambang batas yang diinginkan.

Pada masa musim kering yang ekstrim, kekurangan air juga bisa terjadi di waduk retensi ini. Agar kualitas air dan keindahan waduk retensi tetap terjaga, perlu ada upaya untuk tetap menjaga ketinggian muka air di dalam waduk retensi ini. Di musim kemarau tentu saja air cenderung akan menurun, sehingga pemasokan air ke kolam itu juga menjadi tantangan tersendiri. Sejauh ini ada dua kemungkinan bantuan pasokan air yang bisa digelontorkan ke waduk ini, yaitu dari Waduk Jatiluhur dan dari laut. Karena kolam ini dimaksudkan untuk tampungan air tawar maka lebih baik air pasokan tambahan di musim kemarau sedapat mungkin tidak berasal dari laut. Pengelolaan air asin membutuhkan biaya yang lebih besar. Namun, apakah waduk Jatiluhur masih bisa mensuplai air di kala musim kering di masa depan ataukah memasukkan air laut menjadi opsi yang ‘terpaksa’ harus dilakukan ? Ini harus dipertimbangkan.

7.1.6. Pengurangan Penggunaan Air Tanah Salah satu alasan pembuatan tanggul laut adalah karena penurunan muka tanah yang masih terus berlangsung. Pengambilan air tanah secara terus menerus dipahami sebagai salah satu penyebab utama terjadinya penurunan tanah di Jakarta. Harus dipahami bahwa adanya pembangunan tanggul laut bukan berarti pengambilan air tanah masih boleh terus dilakukan. Ada atau tidak ada tanggul laut, pengambilan air tanah tetap harus dihentikan. Menjaga ketinggian air tanah sangat diperlukan untuk menjaga kualitas lingkungan. Oleh karenanya, pengambilan air tanah secara bertahap perlu dikurangi

dan untuk kemudian dihentikan. Kebijakan insentif dan disinsentif perlu diterapkan dalam menstimulasi pengurangan penggunaan air tanah. Kebijakan untuk meningkatkan terus tarif air tanah yang dipakai masyarakat dan industri perlu dijalankan secara konsisten. Karena pada akhirnya nanti orang-orang akan memperhitungkan nilai keekonomisan penggunaan air tanah. Di sisi lain, ketersediaan jaringan air bersih harus diperluas untuk menjangkau lebih banyak orang. Kondisi semacam ini membuat warga dan kalangan industri akan merasa lebih mudah dan murah untuk memperoleh air melalui jaringan perpipaan daripada mengambil air tanah.

7.2. Pengembangan Teknis untuk Peningkatan Kapasitas

Pengembangan di Teluk Jakarta apabila dilakukan secara komprehensif akan membawa dampak perubahan pada daratan Jakarta. Peningkatan kualitas kawasan ini akan punya pengaruh besar terhadap pengembangan daratan Jakarta secara keseluruhan. Momen pengembangan Teluk Jakarta ini harus dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para pemangku kepentingan yang mempunyai kegiatan di kawasan ini.

7.2.1. Melengkapi Lingkar Luar Jakarta dan Lintas JawaBerdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta dan The Study on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP) Jabodetabek, panjang jalan di Jakarta hanya 6.549 kilometer; ini sudah termasuk jalan layang non-tol sepanjang 57 km. Total panjang jalan di Jakarta itu kurang dari 1% total panjang jalan di Jawa. Panjang jalan di DKI Jakarta masih didominasi oleh jalan lokal sebesar 76,9% diikuti oleh jalan sekunder 19,8% dan jalan primer serta tol masing-masing sebesar 2,1% dan 1,2%. Perbandingan antara panjang jalan dan total area di wilayah DKI Jakarta hanya 4%, sementara itu idealnya untuk kota sebesar Jakarta adalah 10-15%.

Pergerakan lalu lintas darat di Jakarta dan sekitarnya berpola sistem jaringan jalan lingkar dalam (inner ring road) dan lingkar luar (outer ring road). Lingkar luar adalah jaringan jalan arteri primer atau jaringan radial. Dengan adanya jalur jalan di atas tanggul, jalur jalan ini bisa sekaligus dimasukan ke dalam sistem jaringan jalan di ibukota, seperti Jakarta outer ring road (JORR) 1 dan 2. Ruas jalan yang ada di tanggul laut cukup memadai untuk melengkapi JORR yang sudah ada sekarang. Tidak hanya itu, jalan tol diatas tanggul juga membantu melengkapi konektivitas di Utara Jawa sebagaimana yang dicanangkan pemerintah pusat.

Sumber air baku tawar lebih diinginkan daripada mengambil sumber air baku dari air laut dengan kandungan garamnya.

Page 75: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu134 135

Gambar 7‑2: JORR yang masih terputus

Di samping itu adanya jalan di atas tanggul juga akan membantu mempercepat pergerakan barang dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk ke arah timur dan barat bisa langsung melalui jalan di atas tanggul itu, tanpa harus masuk tol dalam kota, langsung menuju JORR 2.

Kemudahan yang sama juga diberikan untuk penumpang pesawat yang terbang melalui Bandara Soekarno-Hatta. Penumpang yang menuju Cikarang dan Bekasi bisa melalui tanggul dan langsung keluar di sebelah barat wilayah Bekasi. Ini akan mempersingkat waktu tempuh untuk penumpang yang menuju kota-kota di sebelah Timur Jakarta.

7.2.2. Mendukung Pengembangan Angkutan Publik Sejauh ini angkutan darat yang bisa membawa banyak orang adalah angkutan yang prasarananya menggunakan rel. Untuk angkutan ini pemerintah juga sedang merencanakan penggunaan Transit Cepat Massal (Mass Rapid Transit-MRT) untuk melayani koridor Utara - Selatan (Blok M-Kota) melalui Jalan Sudirman-Thamrin. Sedangkan yang tidak terlayani MRT rencananya akan menggunakan Transit Rel Ringan (Light Rail Transit-LRT), yaitu untuk pergerakan Timur-Barat.

Jalur angkutan yang berbasis rel untuk Timur-Barat juga akan terbantukan dengan adanya tanggul laut ini. Jalur ganda yang ada di atasnya akan sangat mendukung angkutan publik yang menggunakan rel sebagai prasarananya. Jalur ini tentunya akan mendorong pergerakan hingga ke daerah-daerah sekitar Jabodetabek dengan mengintegrasikannya pada jalur rel yang telah ada, atau dengan jalur rel yang pembangunannya sudah direncanakan. Ini sekaligus mendukung pertumbuhan daerah-daerah yang mengelilingi Jakarta.

Selama ini kegiatan utama angkutan kereta api Jabotabek terdapat di Stasiun Kota, Gambir, Pasar Senen, Manggarai, Jatinegara, dan Tanah Abang. Kereta yang mampir di tempat ini meliputi angkutan penumpang jarak jauh, komuter serta angkutan barang. Ke depan, jika stasiun-stasiun ini terintegrasi dengan rel yang ada di tanggul laut, maka sangat memungkinkan para penumpang bisa langsung naik kereta api dari Bandara Soekarno Hatta atau Tanjung Priok. Bahkan, jika di bandara dan di pelabuhan ada stasiun kereta api yang memadai, penumpang yang naik kereta api dari wilayah sangat jauh seperti Jawa Tengah atau Jawa Timur bisa langsung mengganti moda angkutannya di bandara atau pelabuhan. Ini tentu saja bisa menjadi sebuah terobosan baru yang memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi penumpang.

7.2.3. Waduk Besar Sebagai Sumber Air BakuPembangunan tanggul laut Jakarta dapat dimanfaatkan sebagai sumber tambahan air baku untuk mensuplai air bersih Jakarta. Saat ini sebagian besar dari air baku yang digunakan untuk Jakarta dialirkan dari Bendungan Jatiluhur yang terletak di Kabupaten Purwakarta-Jawa Barat. Air dari bendungan Jatiluhur dialirkan melalui saluran terbuka Tarum Barat, yang lebih dikenal dengan nama Kali Malang.

Dengan adanya danau baru di Teluk Jakarta, bisa dipastikan bahwa kebutuhan bahan baku air di Ibukota akan bisa terpenuhi. Jika tanggul ini diperkirakan memotong laut hingga 7 sampai 8 kilometer di lepas pantai maka kemungkinan luas waduk yang didapat adalah sekitar 100 kilometer persegi. Ini berarti akan menampung air tawar yang berasal dari daerah aliran sungai seluas 1500 kilometer persegi. Jika kita bisa konsisten untuk menjaga kualitas air dari hulu hingga masuk ke dalam danau baru hasil pembangunan tanggul laut ini, maka ada lebih dari 1 miliar meter kubik air tawar yang bisa disimpan didalam waduk. Jumlah air tawar yang tertahan sebanyak itu akan cukup untuk memenuhi kebutuhan air baku PDAM, yang selama ini kesulitan memenuhi kebutuhannya. Karena jika melihat kebutuhan seluruh orang Jakarta maka

Page 76: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu136 137

kebutuhan air bersih yang harus dipasok PDAM Jakarta adalah sekitar 500 juta meter kubik, per tahunnya.

Sejauh ini PDAM menyerahkan pengelolaan air bersih di Jakarta kepada dua operator swasta, yaitu PT Thames PAM Jaya yang melayani wilayah Timur Jakarta dan PT. PAM Lyonnaise Jaya yang melayani wilayah Barat. Total kapasitas produksi kedua operator tersebut adalah sebesar 18.26 m3/detik. Kapasitas ini hanya dapat melayani sekitar 45% dari total kebutuhan air penduduk Jakarta.

hitung berdasarkan kemampuan yang ada maka semakin tahun Jakarta akan semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan airnya. Dengan meningkatkan cakupan layanan sampai 100% dan menurunkan kehilangan air di jaringan menjadi hanya 10%, Jakarta akan tetap mengalami kekurangan air bersih. Waduk besar penampung air di Teluk Jakarta menjadi sumber air baku baru untuk menghadapi kebutuhan yang meningkat di masa depan.

7.2.4. Masa Depan Pelabuhan (75 tahun Mendatang)Dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, keberadaan pelabuhan menjadi pendukung kesuksesan. Pengelola pelabuhan Tanjung Priok, sebagai pelabuhan untuk memasukkan dan mengeluarkan barang terbesar di Indonesia, perlu lebih serius lagi mengembangkannya. Perencanaannya harus dengan visi yang kuat dan dalam jangka waktu yang panjang. Rentang waktu perencanaan hingga 75 tahun ke depan, perlu dilakukan di zaman yang serba cepat ini. Beberapa studi memperkirakan bahwa pengembangan Tanjung Priok dan Cilamaya akan dapat mengakomodasikan kebutuhan sampai dengan 2030. Bagaimana pengembangan setelah itu? Sebaiknya Jakarta juga sudah memikirkan pengembangan pelabuhan setelah tahun 2030, di samping untuk mengantisipasi perubahan yang begitu cepat, juga untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di ibukota.

Tahun 2010 pelabuhan Tanjung Priok mempunyai kapasitas sekitar 4,5 juta TEU’s ketika lalu lintas petikemas pada tahun itu mencapai 4,612 juta TEU’s. Dengan rencana pengembangan yang ada, hingga 2030 tampaknya untuk urusan petikemas pelabuhan masih bisa tertangani. Diperkirakan pada tahun 2030 pertumbuhan petikemas yang melalui wilayah Jakarta dan sekitarnya akan mencapai 13,5 juta TEUs.

Tabel 7‑1: Perkiraan pertumbuhan lalu lintas petikemas hingga 2085

Perode Pertumbuhan (%)2011 – 2030 5,5

2031 – 2040 4,5

2041 – 2050 3,5

2051 – 2060 2,5

2061 – 2070 1,5

2071 – 2085 1,5

Gambar 7‑3: Peta daerah pelayanan PDAM

Ke depan beban PDAM sebenarnya cukup berat karena sesuai dalam RTRW 2011-2030 telah direncanakan pengambilan air tanah akan dikurangi secara bertahap, dan pada tahun 2030 pengambilan air tanah sudah tidak boleh dilakukan lagi. Sebagai konsekuensi dari program ini, suplai air bersih melalui pipanisasi harus dapat mencakup seluruh kebutuhan masyarakat di wilayah Jakarta.

Kebutuhan air bersih penduduk dari tahun ke tahun dipastikan akan selalu meningkat, baik untuk kebutuhan rumah tangga (domestik) atau pun kebutuhan untuk industri. Sebab itu kapasitas produksi dari kedua operator yang ada sudah dapat dipastikan tidak akan mencukupi karena jika kita menghitung-

Page 77: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu138 139

Tabel 7‑2: Proyeksi throughput petikemas hingga 2085

Tahun Petikemas (juta TEUs)

2010 4,612

2030 13,458

2040 20,900

2050 29,481

2060 37,739

2070 43,797

2080 50,829

2085 54,757

Bagi sebuah pelabuhan yang berada di kota metropolitan, perlu diantisipasi kebutuhan kapasitas di masa depan. Perkiraan kebutuhan sampai 75 tahun kedepan mungkin bisa dilakukan, walaupun beberapa kalangan menganggap terlalu jauh. Dengan asumsi pertumbuhan petikemas seperti tertera pada Tabel 7-1, di perkirakan pada tahun 2085 kebutuhan lalu lintas petikemas akan mencapai 55 juta TEUs.

Dengan memperhatikan kebutuhan kapasitas petikemas di masa depan dan transportasi laut yang akan dilayani kapal dengan kapasitas yang lebih besar dan draft yang lebih dalam, maka pelabuhan laut dalam (deep sea port) menjadi kebutuhan. Dengan fasilitas jalan tol di atas tanggul dan lokasi pelabuhan laut-dalam di luar tanggul, perkembangan pelabuhan akan menjadi lebih optimal dan fleksibel untuk mengakomodasi kebutuhan masa depan.

Dengan memperhatikan rencana pengembangan Kalibaru dan Cilamaya dengan kapasitas sekitar 13,5 juta TEUs, sekitar tahun 2030 diperkirakan akan mulai terjadi kekurangan kapasitas pelabuhan. Dengan mengacu pada asumsi 1 hektar area penumpukan petikemas untuk melayani 25.000 TEUs petikemas per tahun dan 1 km panjang tambatan (dermaga) untuk melayani 1 juta TEUs petikemas per tahun, maka pada tahun 2085 diperkirakan diperlukan fasilitas pelabuhan seluas 1650 ha dan panjang dermaga sekitar 41 km.

7.2.5. Bandara di Lahan Reklamasi Menjawab KebutuhanUntuk memenuhi kebutuhan bandara sekarang ini, otoritas penyelenggara Bandara Soetta, yaitu Angkasa Pura II, sudah sangat kewalahan. Angkasa Pura II sudah melakukan perencanaan revitalisasi terminal yang sudah ada saat ini. Rencananya dalam dua tahun ke depan setidaknya bandara ini dianggap mampu menampung hingga 62 juta penumpang. Sayangnya, jika kita mengambil pertumbuhan penumpang 10% saja per tahun maka akhir tahun 2014 jumlah penumpang di Soetta sudah mencapai sekitar 69 juta orang. Ini artinya bahwa revitalisasi yang sudah direncanakan masih jauh dari mencukupi.

Penambahan landasan pacu menjadi pilihan yang realistis untuk pengembangan bandara ini ke depan. Bagaimanapun juga, visi yang jauh ke depan harus dibuat agar bandara ini tidak kewalahan menghadapi pertumbuhan penumpang. Jika kita mengukur pertumbuhan penumpang rata-rata 5% saja per tahunnya, pada tahun 2015 jumlah penumpang sudah mencapai 63,74 juta dan pada tahun 2020 jumlahnya sudah mencapai 81,35 juta.

Kenyataannya, tantangan Bandara Soetta saat ini, dibandingkan ketika awal dibangun, sangat jauh berbeda. Ketika awal-awal beroperasi tahun 1985, bandara yang dirancang oleh Paul Andreu (arsitek Perancis) didesain untuk dapat menampung 22 juta penumpang. Kondisi ideal jumlah penumpang tersebut sudah terpenuhi dalam waktu 15 tahun setelah bandara ini mulai beroperasi. Sekarang kondisinya jauh berbeda, target pembenahannya saja sulit mencapai tuntutan perkiraan jumlah penumpang pada saat renovasi itu selesai

Gambar 7‑4: Pelabuhan laut dalam di lahan reklamasi

Page 78: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu140 141

dikerjakan. Artinya tetap ada defisit kemampuan bandara ketika revitalisasi itu selesai dilaksanakan.

Tabel 7‑3 : Prediksi jumlah penumpang Bandara Soetta (juta)

Tahun Prediksi Rata Rata Pertumbuhan / Tahun5% 7,5% 10%

2015 63,74 70,03 76,78

2020 81,35 100,54 123,65

2030 132,50 207,22 320,72

Sebenarnya pihak Angkasa Pura II memperkirakan jika ada penambahan landasan pacu, maka sekitar tahun 2020 Soetta mampu menampung sekitar 92 juta penumpang. Jumlah ini pun tergolong cukup mepet, karena dengan pertumbuhan penumpang rata-rata 5% saja per tahun maka pada tahun 2023 kondisi bandara juga sudah tidak ideal lagi, karena saat itu jumlah penumpang telah mencapai 94,17 juta orang. Ini kalau asumsi yang diambil hanya 5 % pertumbuhan penumpang setiap tahunnya. Tidak bisa dibayangkan seandainya rata-rata pertumbuhannya melebihi persentase tersebut. Sebagai perbandingan, pertumbuhan penumpang dalam tahun 2010 lalu mencapai 19,2% per tahun.

Penambahan landasan pacu bandara sangat dimungkinkan untuk direalisasikan dilahan reklamasi di sekitar tanggul laut, sehingga mengurangi pembebasan lahan yang cukup luas yang mungkin akan sangat sulit dilakukan di daratan. Di samping itu, pembangunan landasan pacu di wilayah laut akan lebih memudahkan proses tinggal landas dan pendaratan penumpang.

Indonesia bisa merealisasikan bandara di lahan reklamasi sebagaimana yang telah direalisasikan di belahan dunia lain seperti Bandara Kansai di Jepang.

7.3. Antisipasi Terhadap Isu Strategis

Seperti sudah dijelaskan dalam Sub-bab 5.3 bahwa di Teluk Jakarta ada beberapa persoalan dan tantangan yang harus menjadi perhatian yakni yang berkenaan dengan lingkungan, utilitas maupun fasilitas penting. Dalam pelaksanaan pembangunan di Teluk Jakarta, beberapa permasalahan itu harus mendapat perhatian dan tindakan khusus.

7.3.1. MangroveTanaman mangrove merupakan ekosistem lahan basah yang memiliki berbagai fungsi ekologis, di antaranya sebagai habitat burung-burung air yang dilindungi. Di kawasan pesisir utara Jakarta vegetasi mangrove meliputi suaka margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, dan hutan wisata alam Kamal yang berfungsi sebagai kawasan lindung yang harus dilestarikan. Akan tetapi permasalahan mangrove ini justru muncul bukan saat pembangunan Teluk Jakarta: saat ini pun vegetasi mangrove sudah mulai terancam. Hal ini diakibatkan oleh penurunan muka tanah yang dialami Jakarta, sehingga kawasan mangrove ini justru terendam tanah secara terus menerus. Padahal seperti diketahui mangrove membutuhkan pasang surut air laut, dan bukan terus menerus digenangi air. Akibatnya semakin lama hutan mangrove semakin terancam. Gambar berikut menunjukkan prakiraan perluasan genangan di pesisir utara Jakarta hingga akhir dekade 2020.

Gambar 7‑5: Bandara Kansai dibangun diatas lahan reklamasi

Page 79: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu142 143

Karena itu dalam merencanakan pengembangan lahan baru melalui reklamasi dan pembangunan tanggul laut perlu mempertimbangkan sistem tata air laut untuk mempertahankan tingkat salinitas dan arus laut yang dibutuhkan bagi kehidupan vegetasi mangrove. Itu bisa dilakukan dengan melakukan rekayasa pembangunan tanggul sehingga ada bagian yang tetap terkena air laut.

7.3.2. Pelabuhan Umum dan Pelabuhan PerikananRencana pembangunan lahan melalui reklamasi haruslah mempertimbangkan keberlangsungan aktifitas berlayar dan berlabuh di pelabuhan umum dan pelabuhan perikanan. Di wilayah Jakarta Utara berlokasi Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Sunda Kelapa, Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Nizam Zachman, serta dermaga dan TPI Muara Angke. Secara khusus Pelabuhan Sunda Kelapa telah ditetapkan sebagai bagian dari pengembangan kawasan Kota Tua (heritage) yang perlu dilestarikan melalui revitalisasi dan peremajaan.

Di samping itu, rencana pembangunan lahan melalui reklamasi juga harus mempertimbangkan dampak sedimentasi pada muara sungai-sungai yang berpotensi mengganggu arus lalu-lintas kapal. Dalam pelembagaannya perlu diperjelas pihak yang bertanggungjawab menanggulangi sedimentasi dengan memperhatikan sumber sedimentasi sejak hulu hingga muara.

Gambar 7‑7: Pelabuhan Nizam Zachman

Nizam Zachman di Muara Baru merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia dan TPI Muara Angke merupakan pelabuhan perikanan rakyat yang dilengkapi oleh dermaga perikanan. Sebagai pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia, PPS Nizam Zachman memiliki peran penting dalam kegiatan perikanan nasional. Dermaga perikanan Muara Angke merupakan pelabuhan rakyat yang melayani nelayan di DKI Jakarta.

Rencana pembangunan pulau hasil reklamasi juga mempertimbangkan akses pelayaran dan kolam pelabuhan PPS Nizam Zachman dan Muara Angke. Sebagai pelabuhan perikanan terbesar dengan pelayanan internasional, maka aksesibilitas yang tinggi bagi PPS Nizam Zachman juga dibentuk oleh moda transportasi darat menuju lokasi distribusi dan Bandara Soekarno Hatta. Kebutuhan tersebut direncanakan melalui pembangunan jalan layang untuk menghindarkan terjadinya kemacetan lalu lintas. Akses ke PPS Nizam Zachman dan Muara Angke tetap terbuka sebelum tanggul laut dibangun.

2010 50% Wilayah Jakarta Utara berada

di bawah MSL

201560% Wilayah Jakarta Utara berada

di bawah MSL

202075% Wilayah Jakarta Utara berada

di bawah MSL

Gambar 7‑6: Prakiraan Perluasan Genangan di Pesisir Utara Jakarta Sumber: JCDS

Page 80: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu144 145

Rencana pembangunan tanggul laut dalam jangka panjang dapat mempertimbangkan beberapa skenario yang mungkin bisa dilakukan:- pengembangan pelabuhan perikanan samudera di arahkan ke bagian luar

tanggul laut - peningkatan kegiatan ekonomi nelayan Muara Angke menuju agroindustri

dan agribisnis perikanan, termasuk pengembangan kawasan Muara Angke sebagai kawasan konservasi wisata perikanan

7.3.3. Instalasi Pembangkit Listrik Di wilayah Jakarta Utara terdapat tiga pembangkit listrik milik PT PLN, yaitu PLTU/PLTGU Muara Karang yang berkapasitas 1.670 MW, PLTU Tanjung Priok yang berkapasitas 2.052 MW, dan PLTU Muara Tawar yang berkapasitas 800 MW. Permasalahan dalam pengembangan lahan reklamasi dan pembangunan tanggul laut adalah adanya jaringan pipa gas dan bahan bakar minyak (BBM) yang sedang dibangun di Teluk Jakarta.

Di samping itu, ada juga permasalahan yang berkenanan dengan penggunaan sistem air pendingin dan air baku bagi PLTU/PLTGU. Bagi Muara Karang dengan dengan kapasitas 1.670 MW dibutuhkan air dengan debit rata-rata 190.000 m3/jam (sekitar 60 m3/detik). Bagi PLTU Tanjung Priok, selain membutuhkan air laut untuk sistem pendingin, juga membutuhkan uap dari air laut yang dipanaskan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan tenaga listrik. Karena itu perencanaan bentuk pulau hasil reklamasi dan pembangunan tanggul laut nantinya harus mempertimbangkan posisi outfall dan intake aliran air laut sehingga dapat menghindarkan percampuran di antara keduanya dan dapat mempertahankan suhu air laut yang diinginkan oleh sistem pembangkit. Selain itu, perencanaan bentuk pulau juga harus mempertimbangkan alur pelayaran kapal tongkang yang mengangkut bahan bakar ke PLTU/PLTGU Muara Karang dan perawatan secara berkala muara Sungai Karang untuk menghindarkan sedimentasi.

7.3.4. Jaringan Pipa Gas dan BBMKeberadaan jaringan pipa gas dan BBM bawah laut di pantai utara Jakarta harus benar-benar dijadikan pertimbangan. Tidak hanya masalah di mana letaknya saja, akan tetapi juga berkaitan dengan kekuatan pipa tersebut yakni apakah mampu menahan timbunan tanah (reklamasi) atau tidak. Jika tidak, perlu dipikirkan ke mana dan bagaimana cara memindahkan pipa tersebut.

Ada beberapa jaringan pipa gas dan BBM bawah laut di Teluk Jakarta yang telah bisa teridentifikasi, yaitu pipa dasar laut dari ORF PLTU/PLTGU Muara Karang ke FSRU (Floating Storage Regasification Unit), pipa dasar laut dari PLTU/PLTGU Muara Karang ke PLTU Tanjung Priok, dan pipa dasar laut dari terminal penerima BBM (conventional buoy) di perairan Muara Karang ke PLTU Muara Karang.

Pada kenyataannya jaringan pipa tersebut tidak dirancang untuk menahan beban solid material timbunan dan maintenance bawah tanah reklamasi. Karena itu pipa-pipa tersebut mungkin perlu dipindahkan. Relokasi tentu saja membutuhkan biaya yang cukup besar; di samping itu, sebelumnya juga harus dilakukan kajian kontur dan profil dasar laut terlebih dahulu. Risiko lainnya dalam proses pemindahan ini adalah gangguan sementara distribusi gas dan BBM. Untuk itu, perencanaan tanggul laut harus dibuat sedemikian rupa agar pada pelaksanaannya tidak menimbulkan gangguan penyaluran BBM dan gas serta gangguan jaringan listrik. Kemungkinan penyediaan lahan baru di kawasan sekitar tanggul perlu dipertimbangkan untuk pembangkit listrik dan penyimpanan/distribusi BBM.

Gambar 7‑8: PLTGU di Jakarta Utara

Page 81: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu146 147

7.3.5. Sistem Kabel Komunikasi LautDi perairan pantura Jakarta banyak terdapat jaringan kabel laut yang menjadi bagian SKKL (Sistem Komunikasi Kabel Laut). Tidak hanya itu, masih banyak juga rencana untuk mengembangkan kabel laut ini oleh beberapa perusahaan telekomunikasi. Kondisi kabel-kabel laut relatif terhampar secara tidak teratur. Beberapa di antaranya adalah SKKL dari Stasiun Ancol - Banyu Urip sepanjang 371 km, SKKL dari Stasiun Ancol - Mersiang sepanjang 1.026 km dan Stasiun Ancol – Changi, Singapura sepanjang 1.048 km, dan SKKL Stasiun Ancol - Port Hedland sepanjang 2.801 km. Semuanya milik Indosat. Ada pula yang masih dalam rencana seperti SKKL milik PT Telkom dari Stasiun Jakarta - Bangka - Batam - Singapura sepanjang sekitar 1.061 km.

Bagaimanapun juga rencana pengembangan pulau reklamasi harus mempertimbangkan jaringan kabel komunikasi laut yang berlokasi di sekitar perairan Ancol tersebut . Alternatif yang dikembangkan dalam konteks reklamasi dan tanggul laut adalah melakukan relokasi keberadaan dan rencana pengembangan kabel komunikasi laut melalui penyediaan koridor dalam bentuk kanal.

7.4. Sistem dan Sumber Pendanaan

Melihat besarnya kuantitas pengembangan di Teluk Jakarta, tentu saja akan dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pembangunan tanggul laut dan komponen pendukungnya saja sudah memakan biaya triliunan rupiah. Komponen harga tanggul dan pengembangan lahan (land development) sangat dipengaruhi oleh harga satuan dari bahan timbunan pasir dan batuan pelindung pada saat proyek itu dilaksanakan.

Jika digolongkan, ada paket tindakan yang terintegrasi yang dapat dijalankan yang meliputi infrastruktur penanggulangan banjir, potensi pengembangan, serta perbaikan di daratan. Termasuk dalam infrastruktur penanggulangan banjir adalah pembangunan tanggul laut, waduk retensi dan pompa. Sedangkan potensi pengembangan adalah land development, rekreasi, jalan tol, pelabuhan laut-dalam, reklamasi untuk tapak bandara, dan suplai air bersih. Perbaikan di daratan sendiri meliputi normalisasi sungai, sanitasi, dan penataan kawasan.

Melihat pengelompokan itu maka kita bisa melihat bahwa ada bagian kegiatan yang merupakan pekerjaan untuk pengurangan risiko bencana dan

pada bagian lain ada sejumlah potensi pengembangan yang bisa juga dilihat dari aspek komersial. Paket kombinasi dan bisnis model yang menarik bisa diformulasikan untuk merealisasikan impian ini.

7.5. Reklamasi dan Ketersediaan Bahan

Melihat dari besarnya kuantitas pengembangan di Teluk Jakarta, tentu saja akan membutuhkan biaya yang sangat besar. Untuk menyiasati pendanaan agar tidak terlalu membengkak, juga perlu diperhatikan teknologi yang berkembang. Penggunaan pasir sebagai bahan timbunan semakin lama semakin sulit. Penggunaan bahan timbunan alternatif perlu diperhatikan untuk menghadapi kendala ini. Penggunaan lumpur sedimen didasar laut bisa menjadi tantangan baru untuk diimplementasikan. Secara umum lapisan tanah ini

Gambar 7‑9: Paket kegiatan pengembangan

Paket kombinasi dan bisnis model yang menarik bisa diformulasikan untuk merealisasikan impian ini.

Paket kegiatan

Penataan daratanPotensi PengembanganPenanggulangan banjir

tanggul laut

waduk retensi

pompa

land development

pelabuhan laut dalam

jalan tol

bandara

rekreasi

suplai air baku

Normalisasi sungai dan waduk

Penataan kawasan

Sanitasi

Page 82: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Menata dari Hilir Hingga Hulu148 149

mempunyai parameter kekuatan yang kurang menguntungkan dibandingkan bahan timbunan pasir. Oleh karenanya rekayasa teknis dibutuhkan untuk menjadikan bahan timbunan alternatif ini menjadi layak diimplementasikan. Penggunaan abu (ash) sebagai bahan sisa pengolahan sampah di insinerator menjadi pilihan menarik lain untuk diimplementasikan. Beberapa negara telah menerapkan metode ini dan menunjukkan keberhasilannya. Jepang melakukan hal ini dalam pembuatan pulau reklamasi di Osaka dan Teluk Tokyo. Singapura melakukan hal yang sama untuk pengembangan reklamasi di Pulau Semakau.

Di Jakarta penerapan sistem ini bisa dimulai untuk satu pulau reklamasi di pantai utara Jakarta. Lahan seluas sekitar 300 ha bisa dimanfaatkan untuk tahap pengembangan reklamasi berbahan timbunan hasil sisa pembakaran sampah. Dimulai dengan menyediakan lahan reklamasi terbatas yang di atasnya dapat dibangun insinerator. Setelah insinerator terbangun, pulau reklamasi ini dapat diperluas dengan menggunakan bahan sisa hasil pengolahan insinerator yang ada.

Gambar 7‑10: Kegiatan reklamasi dengan memanfaatkan bahan sisa

Rekayasa teknis dibutuhkan untuk menjadikan bahan timbunan alternatif ini menjadi layak diimplementasikan.

Page 83: Memasuki Era Tanggul Laut

Teluk Jakarta Ikon Baru Ibukota 151

Bagi pecinta balap mobil Formula 1 di Indonesia, tentu tak akan pernah bermimpi bahwa pebalap-pebalap kondang seperti Sebastian Vetel, Mark Webber, Fernando Alonso, dan Jenson Burton akan

bisa menggeber pedal gas mobilnya di jalan-jalan raya di Jakarta. Berbeda dengan Singapura, pebalap-pebalap nomor wahid di dunia bisa meliuk-liuk dengan lincah di sirkuit jalan raya di Kawasan Marina Bay, Singapura. Tak hanya itu, para pebalap mengaku kagum dengan ruas-ruas jalan yang mereka lalui di sirkuit jalan raya yang panjangnya 5.073 meter tersebut. Negara kecil yang berseberangan dengan Pulau Batam itu pun berbesar hati ketika negaranya disebut-sebut para penggila balapan Formula 1 di seantero dunia. Petinggi negara tersebut dengan bangga mengatakan bahwa even balapan ini meletakkan Singapura dalam peta dunia, seperti Monaco dan kota-kota lainnya dalam dunia olah raga. “Meletakan Singapura ke dalam peta dunia,” kata-kata ini harus diakui membuat kita iri sebagai warga ibukota negara paling besar di Asia Tenggara.

Jika kita melihat kondisi Jakarta saat ini, memang keinginan untuk melihat adanya sirkuit kelas dunia di jalan raya tampaknya hanya sekedar mimpi. Akan tetapi, jika melihat rencana besar pembangunan tanggul laut di Teluk Jakarta, hal itu sangat mungkin terealisasi. Mengingat pengembangan di Teluk Jakarta hampir bisa dipastikan akan menampilkan wajah ibukota yang baru. Tidak hanya wilayah Jakarta Utara yang akan berubah jika pemerintah dan warga konsisten terhadap pengembangan Teluk Jakarta. Dampak yang ditimbulkan akan mencapai wilayah Jakarta lainnya bahkan ke kota-kota lain di sekitarnya.

Rekreasi dan sport

teluK jaKarta IKon Baru IBuKota

Bab 8

Menempatkan Jakarta masuk dalam peta kota-kota berkelas dunia harus merupakan pilihan.

Page 84: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Teluk Jakarta Ikon Baru Ibukota152 153

Sebuah ibukota yang relatif tertata, lebih sehat, aman, dan nyaman bagi orang-orang yang tinggal atau sekedar mengunjungi kota ini.

Membangun sirkuit jalan raya kelas dunia bisa jadi hanya merupakan harapan dan bukan merupakan prioritas, tetapi menempatkan Jakarta masuk ke peta kota-kota berkelas dunia harus merupakan pilihan. Kesempatan membangun tanggul laut dan pengembangan Teluk Jakarta bisa mewujudkan keinginan itu. Melihat potensi yang ada, kita yakin dalam beberapa tahun yang akan datang kita akan menemukan “Jakarta Baru” dengan Teluk Jakarta sebagai ikon ibukota.

Tentu saja daerah sekitar Teluk Jakarta akan menjadi motor penggerak perubahan daerah ibukota secara keseluruhan. Bayangkan ada tanggul laut dengan panjang sekitar 35 kilometer, dengan pemandangan yang indah di sekelilingnya (seperti laut lepas, danau, tempat rekreasi, resort-resort indah, lahan-lahan hijau yang sehat dengan udara yang bersih) pasti akan menjadi daya tarik sendiri. Ada pula lahan baru yang bisa digunakan sebagai ruang terbuka hijau, suaka margasatwa, hunian, perdagangan, rekreasi, dan lain-lain. Semuanya itu tentunya dibangun dengan perencanaan yang matang, tertata, dan kualitas lingkungan yang didesain dengan cukup tinggi. Meski pada awalnya pengembangan Teluk Jakarta ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko bencana, terutama banjir, tetapi momen pembangunannya menjadi satu kesempatan besar untuk memperbaiki Jakarta. Perubahan ini akan membawa beberapa keuntungan sekaligus bagi Ibukota.

8.1. Membawa Jakarta sebagai kota bereputasi internasional

Bagi ekspatriat yang pertama kali di tempatkan di Jakarta mungkin mereka tidak menyangka kalau sedang berada di sebuah ibukota yang masuk dalam 20 besar negara dengan Gross National Product (GDP) terbesar di dunia ini. Ekspektasi mereka terhadap Jakarta tentu saja jauh lebih baik dibandingkan kenyataan yang mereka lihat.

Untuk bisa dikenang oleh turis Jakarta haruslah bisa memberi rasa kagum bagi para pendatang. Beberapa kota besar dunia selalu memberi kesan baik bagi orang yang mengunjunginya, seperti Madrid di Spanyol, Aucland di Selandia Baru, Tokyo di Jepang bahkan beberapa kota di Afrika Selatan yang tingkat kriminalnya tinggi saja masih bisa diminati turis.

Keberadaan tanggul laut dan pengembangan kawasan di sekitarnya diyakini akan mampu menaikkan kualitas Kota Jakarta, baik dari segi kenyamanan, keamanan, dan kelengkapan fasilitas yang bisa dinikmati. Bagi para pelancong kesan yang ditimbulkan kota ini haruslah bisa menunjukan kesiapan Jakarta untuk melayani.

8.1.1. Pintu masuk Jakarta yang megah Beberapa kota besar di dunia kerap memanfaatkan pemandangan dari dan ke laut lepas sebagai obyek bagi para pelancong untuk menikmati kemegahan kota dan sekaligus menikmati keindahan alam. Para pelancong seolah-olah dipaksa untuk berdecak sebagai ungkapan kekagumannya terhadap pemandangan awal sebelum memasuki kota tersebut. Ini juga mengesankan bahwa kota tersebut telah siap memberikan pelayanan dan memanjakan para pelancong yang ingin menikmati keindahan kota tersebut.

Dalam beberapa dekade belakangan ini Jakarta nyaris tidak punya ikon yang bisa membanggakan kota bersejarah ini. Pada tahun 60-an Monumen Nasional sempat menjadi kebanggaan Indonesia. Presiden Soekarno yang merencanakan pembangunan Monas tersebut seakan-akan ingin menunjukan kepada dunia, bahwa Jakarta merupakan salah satu kota yang diperhitungkan di dunia. Meski terkesan ambisius, tapi cukup berhasil untuk melecut perhatian dunia internasional. Sayangnya, kebanggaan itu hanya seumuran jagung, karena tidak diikuti dengan perubahan-perubahan lain di Ibukota, terutama perekonomian

Gambar 8‑1: Kegiatan Formula 1 ini pun bisa direalisasikan di Teluk Jakarta

Melihat potensi yang ada, kita dapat menemukan “Jakarta Baru” dengan Teluk Jakarta sebagai ikon Ibukota.

Keberadaan tanggul laut dan pengembangan kawasan disekitarnya diyakini mampu menaikkan kualitas Jakarta, baik dari segi kenyamanan, keamanan dan kelengkapan fasilitas.

Page 85: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Teluk Jakarta Ikon Baru Ibukota154 155

dan pembangunan infrastruktur yang menunjang pengembangan kota ini. Hal ini masih ditambah dengan gonjang-ganjing politik di pertengahan dekade itu, sehingga kemegahan itu berangsur-angsur sirna.

Kini Jakarta harus mengambil momen pembangunan tanggul laut sebagai kesempatan untuk menunjukan betapa megahnya ibukota Republik Indonesia ini ketika orang melihat pemandangan tanggul laut yang dipadukan dengan pengembangan dan penataan wilayah teluk. Jakarta yang sekarang nanti akan terkesan sebagai sebuah Jakarta Baru yang lebih menjanjikan bagi orang yang menuntut pelayanan yang memadai.

8.1.2. Kemampuan menerapkan teknologi

Bagi kebanyakan orang menutup Jakarta dengan tanggul besar di teluknya tidak hanya memberi kesan aman bagi ancaman bencana yang datang dari laut, tetapi juga menunjukan bahwa Ibukota telah menerapkan kemampuan teknologi untuk mengamankan wilayahnya. Bendungan raksasa ini tidak hanya membutuhkan dana yang besar tetapi juga menuntut keahlian yang cukup tinggi untuk membangunnya, baik dari segi presisi konstruksinya maupun keamanan yang harus bisa diandalkan.

Hanya segelintir negara saja yang sudah mengamankan bagian dari negaranya dengan membangun tanggul laut. Padahal jika dilihat dari potensi ancaman dari laut, tak hanya dialami Jakarta saja; hampir semua kota yang berada di kawasan delta memiliki risiko yang sama. Akan tetapi, Jakarta sudah mengambil kesempatan beberapa langkah lebih maju untuk menanggulangi ancaman dari laut itu, sekaligus memerangi “musuh” besar warganya yaitu banjir.

Sejauh ini negeri Belanda-lah yang paling menonjol menggunakan teknologi tanggul laut untuk melindungi beberapa kawasan di wilayahnya dari bahaya banjir dan ancaman air laut. Mereka diakui oleh dunia sebagai pelopor penerapan teknologi ini. Beberapa negara lain banyak yang berguru kepada negara Kincir Angin ini, termasuk Amerika Serikat dalam menata tanggulnya setelah serangan badai Katrina. Rusia dan Vietnam juga sudah dan sedang merintis untuk membangun kerjasama dengan mereka dalam merencanakan tanggul laut di wilayahnya.

Tanggul dan penataan Teluk Jakarta secara menyeluruh akan menempatkan Ibukota sejajar dengan kota kota besar lain di dunia dalam kemampuan menggunakan teknologi canggih dalam mengamankan wilayahnya. Kondisi semacam ini secara psikologis akan mendorong para pendatang untuk lebih kagum lagi dan itu akan mendorong rasa optimisme akan kemampuan bangsa ini dalam meyelesaikan beragam masalah yang dihadapi. Negeri ini sudah terlalu banyak dibanjiri cerita pesimisme yang didengungkan berulang-ulang.

8.2. Meminimalisasi risiko bencana di Jakarta

Seperti telah dijelaskan dalam beberapa bagian terdahulu, pembangunan tanggul laut merupakan upaya Jakarta menerapkan teknologi untuk mengelola sistem tata airnya sekaligus mengurangi ancaman banjir dan tenggelamnya sebagian wilayahnya. Pesan pembangunannya jelas: Jakarta tidak ingin lagi warganya mengalami bencana banjir yang tahun demi tahun selalu saja makin besar kerugian yang diakibatkannya.

Dalam pengembangannya tentu saja pembangunan tanggul laut ini harus bisa dimanfaatkan juga untuk mengurangi dampak bencana-bencana lain yang mungkin akan dialami Jakarta. Ada berbagai alasan mengapa kita bisa yakin bahwa dengan kesungguhan mengembangkan Teluk Jakarta, wilayah ini akan

Gambar 8‑2: Jembatan penghubung

Page 86: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Teluk Jakarta Ikon Baru Ibukota156 157

mengalami pengurangan risiko bencana lain yang cukup besar. Sebut saja bencana gempa bumi, tsunami atau kebakaran.

Pembangunan tanggul laut dan penataaan Jakarta Utara, akan memberi ruang yang cukup untuk bisa menata kembali kota ini dengan berbasis pengurangan risiko bencana. Penanggulangan bencana yang diinginkan tidaklah terbatas dampaknya hanya di bagian utara Jakarta saja, dipastikan akan berpengaruh juga pada daerah-daerah lain di Ibukota bahkan juga kota-kota yang ada di sekitarnya.

8.2.1. Menuju ibukota yang aman banjir

Jakarta yang kerap dihantui masalah banjir, kini tidak sendirian lagi mengalami bencana itu. Beberapa negara ASEAN belakangan kerap mengalami kejadian yang sama, seperti di Bangkok, Thailand; Kuala Lumpur, Malaysia; bahkan juga Singapura. Beberapa kota besar di Kamboja dan Vietnam juga menjadi langganan banjir terutama di wilayah-wilayah yang dilewati aliran Sungai Mekong. Ini artinya bahwa tidak ada kota yang bebas banjir di kawasan ASEAN ini.

Sekitar sepuluh tahun lalu mungkin kita tidak menyangka kalau Kuala Lumpur dan Singapura bisa mengalami banjir besar. Kuala Lumpur yang relatif lebih tertata dibandingkan Jakarta dan dengan jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit tetap saja bisa digelontor air oleh hujan yang tidak berhenti selama dua hari. Singapura lebih membuat kita heran lagi: Orchard Road jalan kebanggaan masyarakat Negeri Singa tersebut kini setiap tahun hampir selalu dihampiri oleh genangan air. Padahal jika diperhatikan, infrastruktur di negara yang diproklamirkan oleh Lee Kuan Yew itu dipandang cukup memadai. Meski demikian, banjir di Jakarta dan Bangkok termasuk yang paling sering dan besar dampaknya, hingga beritanya sering diangkat media-media internasional. Magnitude, korban dan kerugiannya sering sekali cukup besar, sehingga memancing dunia internasional untuk membicarakannya. Tentu saja pembangunan tanggul laut ini diharapkan akan bisa menunjukkan bahwa Jakarta serius merespons persoalan banjir ini.

Dengan kolam retensi yang cukup besar di utara Jakarta, air yang mengalir di sungai-sungai dan daratan di Jakarta akan dibuat mengalir ke tempat ini. Dalam kolam retensi ini ketinggian air lebih bisa dikontrol dengan membuang

air yang berlebih ke laut lepas melalui penggunaan pompa yang ada di sekitar tanggul. Tentu saja jumlah air yang masuk ke kolom ini juga harus terkontrol dengan cara menjaga aliran sungai yang datang dari hulu. Sebanyak mungkin air harus bisa tertahan dan meresap ke tanah terlebih dahulu. Ini tidak saja untuk mengurangi jumlah air yang mengalir di sungai tetapi juga bagian dari konservasi. Dengan demikian, rembesan air laut yang saat ini sudah mencapai daerah Jakarta Pusat akan dapat dicegah.

Dukungan dari hulu dan wilayah-wilayah polder, seperti sudah diterangkan dalam bab-bab terdahulu, menjadi syarat untuk mengurangi beban air yang menyebabkan banjir. Jika semua ini terlaksana maka Jakarta benar-benar akan dapat menggapai mimpinya sebagai satu perkotaan yang mampu mengelola permasalahan banjir dengan berwawasan lingkungan.

8.2.2. Lebih siap menghadapi beragam bencana Pengembangan Teluk Jakarta menjadi lebih berarti dampaknya bagi pengurangan risiko bencana ketika kita bisa menata kembali kota tersebut

Gambar 8‑3: Banjir di Kuala Lumpur

Page 87: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Teluk Jakarta Ikon Baru Ibukota158 159

dengan menggunakan lahan-lahan kosong yang baru dibuat. Ketersediaan lahan-lahan kosong ini akan memberi dampak yang signifikan dalam menata satu wilayah yang berisiko. Dampak bencana bisa lebih kecil. Ini bisa dilihat dari beberapa penataan yang mungkin dapat dilakukan. TsunamiSebagai kota yang berada di tepi pantai dan Pulau Jawa yang dekat dengan pertemuan dua buah lempeng raksasa bumi, Jakarta tidak bisa mengesampingkan begitu saja kemungkinan terjadinya bencana tsunami. Seperti sudah dijelaskan dalam Bab 2, kemungkinan tsunami akibat dampak sebesar letusan Gunung Krakatau tahun 1883 adalah setinggi 2,3 meter dan akibat gempa 9 Skala Ricther di lokasi pertemuan lempeng akan mengakibatkan gelombang setinggi 1,55 meter. Karena itu dengan tanggul laut setinggi sekitar 7 meter di atas rata-rata permukaan laut, maka ancaman tsunami masih bisa diatasi.

Gempa Bumi Gempa bumi adalah salah satu bencana yang tidak dapat diketahui kapan datangnya karena Jakarta sama dengan daerah lain di Pulau Jawa yang di pulau ini ancaman bencana termasuk yang paling perlu diwaspadai. Dalam hal mitigasi terhadap bencana gempa ini, kesulitan warga Jakarta adalah menemukan ruang kosong yang bisa dipakai untuk tempat menyelamatkan diri karena kondisi Jakarta saat ini dipenuhi bangunan. Tidak ada ruang sela antar-bangunan untuk sekedar menjadi tempat berlindung dari reruntuhan bangunan. Dengan menggeser beberapa instalasi penting ke arah lahan reklamasi, diharapkan ruang terbuka lebih banyak tercipta di daratan.

KebakaranKebakaran merupakan bencana yang paling sering terjadi di Jakarta. Sudah cukup banyak korban dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana akibat kelalaian manusia ini. Penyebabnya memang kebanyakan akibat keteledoran manusia seperti hubungan-singkat listrik dan kompor meledak. Bencana ini menjadi masalah besar karena api tidak segera bisa dipadamkan. Akibatnya langsung menjalar ke banyak rumah karena kondisi rumah yang himpit-himpitan seringkali mengakibatkan jalur untuk segera menyelamatkan diri dan untuk mendapatkan pertolongan sangat minim. Jalan-jalan yang sempit sering tidak bisa langsung dijangkau oleh pemadam kebakaran. Kadang-kadang butuh waktu di atas satu jam baru pemadam bisa menjangkau tempat tersebut. Akibatnya, api meluas dan proses pemadaman semakin sulit untuk dilakukan sehingga korban dan kerugian semakin besar.

Gambar 8‑4: Instalasi penting dan berbahaya ditempatkan di lahan reklamasi lepas pantai

Di lahan reklamasi baru tentu saja kaidah-kaidah pengurangan risiko bencana kebakaran ini harus langsung diterapkan sehingga kondisi lebih aman terhadap bahaya kebakaran lebih bisa dirasakan. Sama seperti gempa bumi, pemindahan gedung-gedung ke lahan baru bisa mengurangi beban Jakarta secara keseluruhan sehingga ada sedikit ruang bebas untuk lebih bisa menanggulangi kebakaran dengan cepat.

Fasilitas BerbahayaLahan baru hasil reklamasi di sekitar laut lepas bisa digunakan untuk memindahkan fasilitas berbahaya yang ada di tengah-tengah permukiman warga seperti depo Pertamina, gudang amunisi atau bahan kimia berbahaya. Dengan menempatkannya di dekat laut maka kemungkinan untuk memakan banyak korban dan kerugian saat terjadi kelalaian dan bencana akan sangat berkurang karena di dekat laut relatif tidak banyak permukiman dan pusat kegiatan masyarakat. Apalagi jika letaknya di dekat tanggul laut yang berupa jalan raya, lebih mudah untuk melakukan pertolongan dan penyelamatan ke tempat ini.

Mitigasi bisa dilakukan dengan memindahkan beberapa instalasi berbahaya ke wilayah reklamasi yang dekat dengan laut yang jumlah orangnya tidak terlalu banyak.

Page 88: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Teluk Jakarta Ikon Baru Ibukota160 161

8.2.3. Mengurangi kecenderungan penurunan tanahTanggul dapat direncanakan berada pada kedalaman 16 sampai 18 meter dengan ketinggian puncak (crest level) sekitar 7 meter di atas permukaan laut rata-rata. Tanggul laut mempunyai kemiringan lereng atas sebesar 1:3,5 dan kemiringan lereng bawah sebesar 1:7. Sedangkan lebar bawah tanggul diperkirakan lebih dari 360 m. Dengan posisi tanggul laut yang dibangun pada jarak sekitar 7 sampai 8 kilometer dari garis pantai dan tidak terdapat pengambilan air tanah di sekitar tanggul diperkirakan penurunan tanah di lokasi tanggul, akibat pengambilan air tanah menjadi tidak signifikan. Penurunan muka tanah mungkin masih akan dirasakan pada tanggul laut di bagian yang menghubungkan tanggul laut ini ke garis pantai yang ada di perbatasan dengan Tangerang untuk bagian barat dan perbatasan dengan Bekasi untuk bagian timur.

Penurunan tanah semakin bisa ditekan lagi ketika orang-orang di Jakarta mengurangi pengambilan air tanah untuk konsumsi sehari-hari. Kemungkinan ini bisa terealisasi dengan adanya waduk air tawar besar sebagai akibat pembendungan laut. Sumber air baku bisa lebih banyak tersedia. Mudahnya memperoleh sumber air baku akan berdampak pada meningkatnya kemampuan perusahaan air minum untuk menghasilkan air bersih layak konsumsi. Akses untuk mendapatkan air bersih yang lebih mudah dan tentu saja lebih murah, dibandingkan dengan pajak air tanah, akan membuat warga lebih memilih menggunakan air ledeng. Efeknya, masyarakat dan industri menjauhi penggunaan air tanah sehingga penurunan muka tanah akibat penyedotan yang berlebihan bisa berkurang. Bahkan secara bertahap akan mencapai titik nol, ketika sama sekali tidak ada lagi pihak yang mengambil air dari tanah.

8.3. Mendorong Perbaikan Sistem TransportasiUntuk memaksimalkan penggunaan tanggul maka di atas tanggul dibutuhkan bentangan lahan dengan lebar sekitar 60 meter. Dengan permukaan atas selebar itu maka tanggul akan mampu mengurangi kepadatan lalu lintas Jakarta secara signifikan karena di atas tanggul dapat dibangun jalan tol dan jalan kereta api sekaligus. Permukaan atas selebar itu akan dapat mengakomodasi jalan tol yang terdiri dari 5 jalur untuk kendaraan ke arah timur dan 5 jalur untuk kendaraan ke arah barat dan untuk jalur ganda rel kereta. Di samping itu masih ada bahu jalan, median jalan dan jalur hijau. Dalam pelaksanaannya, lebar tanggul, untuk kebutuhan jalan tol, dapat dibangun secara bertahap dimulai dengan misalnya masing masing 3 jalur dalam kedua arahnya. Pengaruh

adanya prasarana transportasi ini dapat dilihat lebih rinci dalam Sub-bab 7.2.1. Tak hanya prasarana jalan di atas tanggul, pembangunan kawasan tanggul laut masih ditambah lagi dengan prasarana transportasi yang bisa dibangun di lahan reklamasi sebagai pengembangan Jakarta Utara. Pembangunan ini pasti akan menarik sejumlah kendaraan yang biasanya lalu lalang di Ibukota terutama Jakarta bagian utara. Pembangunan rel kereta api juga akan mendorong peningkatan kapasitas angkutan publik. Selain itu, tanggul laut juga mendorong perkembangan angkutan rel sebagai angkutan masal di wilayah Jakarta yang lain. Dalam Sub-bab 7.2.2 telah dibahas bagaimana secara teknis pengaruh pembangunan tanggul laut dan pengembangan Teluk Jakarta dalam hal transportasi publik.

Sejauh ini transportasi yang diandalkan untuk menggerakan orang di perkotaan dan dari sekitar Kota Jakarta masih mengandalkan transportasi darat dan kereta api. Pemerintah memang masih berusaha untuk memaksimalkan pergerakan di dua moda itu. Akan tetapi, dengan adanya danau baru di teluk, kemungkinan adanya jalur air untuk masuk ke kota Jakarta bisa terealisasikan, setidaknya, mengunakan dua kanal besar yang sekarang sudah ada di Jakarta, BKB untuk Jakarta bagian barat dan BKT untuk Jakarta bagian timur. Upaya untuk menyatukan jalur itu dan menghubungkannya dengan danau di sebelah utara akan membuat beberapa bagian kota Jakarta terhubungkan oleh jalur air yang melingkar. Jika tinggi muka air bisa terus terjaga maka angkutan air bisa terjamin kontinyuitasnya.

8.4. Melestarikan Air Sebagai Sumber KehidupanMusim hujan besar hanya beberapa hari dalam setahun, tahanlah air sebanyak-banyaknya. Mungkin pesan ini harus lebih dihayati warga Jakarta bahkan seluruh orang yang berada di muka bumi ini. Ketika musim hujan tiba, betapa sibuknya seluruh warga mengalirkan air keluar dari wilayahnya, seolah-olah semuanya berpikir bagaimana segera mengalirkan air ke laut. Akibatnya minim sekali jumlah air yang tertahan di dalam tanah.

Bagi warga Jakarta kejadian ini menjadi ironis: di musim hujan banjir tidak dapat dicegah, sebaliknya di musim kemarau sumber bahan baku air juga bermasalah. Musababnya tentu saja terletak pada kemampuan pengelolaan air. Pasca dibangunnya tanggul laut di Teluk Jakarta, tentu saja kualitas kita dalam mengelola air harus lebih baik lagi karena Jakarta sudah di dukung oleh infrastruktur yang cukup memadai. Jakarta nantinya akan punya sumber

Page 89: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Teluk Jakarta Ikon Baru Ibukota162 163

bahan baku air yang cukup melimpah seperti yang dijelaskan dalam Sub-bab 7.2.3.

Pemerintah dan masyarakat harus paham bahwa keamanan air merupakan hal yang krusial. Keamanan air dari ancaman banjir dan ancaman dari kekurangan air, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Memastikan keamanan air (water safety) adalah untuk menghindari korban, gangguan kehidupan masyarakat, kerugian ekonomi, rusaknya lingkungan, sosial budaya, dan reputasi.

Dalam beberapa dekade belakangan ini, salah satu masalah Jakarta adalah sedikitnya badan air. Sungai dan waduk semakin sedikit jumlahnya akibat dari perambahan yang dilakukan warga atau pengusaha, baik untuk tempat tinggal maupun tempat usaha. Minimnya air yang bisa tertampung ini tidak hanya berkaitan dengan masalah banjir, akan tetapi juga menyebabkan keseimbangan alam yang terganggu.

Lebih dari 1 milyard m3 air tawar dapat tertampung dalam waduk retensi akibat pembangunan tanggul laut ini. Jumlah air yang cukup banyak ini secara signifikan mengubah keseimbangan air di Jakarta. Penambahan jumlah badan air tidak hanya terbatas pada danau yang baru terbentuk saja. Dari hulu hingga hilir juga jumlahnya bisa bertambah. Konservasi air perlu dilakukan mulai dari hulu.

8.5. Menyediakan Rekreasi Sehat yang Minim PolusiKecenderungan tempat rekreasi di Jakarta sekarang ini justru berada di mal-mal besar. Ini akibat terlampau sedikitnya ruang terbuka yang menyediakan udara segar di Ibukota. Anak-anak lebih memilih bermain di mal dengan beragam permainan yang diimpor dari luar negeri. Sedangkan untuk tempat rekreasi di alam terbuka nyaris tidak ada di Jakarta.

Kondisi seperti ini tidak hanya membuat keluarga kehilangan kesempatan untuk menghirup udara segar dan terbuka, tetapi juga membuat hiburan-hiburan di Jakarta ini harus didapatkan dengan biaya yang lebih besar karena fasilitas yang harus disediakan juga cukup menguras kantung pemilik tempat hiburan. Ini artinya warga golongan menengah bawah sangat sulit untuk mendapatkan tempat rekreasi yang terjangkau.

8.5.1. Akses bebas ke laut lepas Dalam perkembangan Jakarta sekarang ini, timbul masalah tentang penggunaan pantai. Sebagai kota yang berbatasan dengan laut, tentu sebagian besar warganya punya keinginan besar untuk bisa ikut menikmati rekreasi di pesisir kota ini. Sayangnya, jumlah pantai yang layak dikunjungi sangat terbatas karena sudah terlanjur didirikan bangunan untuk beragam keperluan. Ini terjadi berkaitan dengan tidak tertatanya garis sepadan pantai dalam beberapa puluh tahun belakangan ini. Keinginan masyarakat untuk melihat laut lepas menjadi sulit untuk dipenuhi. Ini sangat berbeda dengan negara-negara maju,dan juga di sebagian besar pantai di Bali, yang membuat pantai menjadi milik masyarakat banyak dengan cara membebaskan bibir pantai sampai berpuluh bahkan beratus meter ke arah daratan.

Ada dua jenis pemandangan air yang bisa dijadikan pilihan bagi warga Jakarta untuk menjadi pilihan tempat rekreasi. Pemandangan laut sepanjang utara tanggul dan pemandangan danau yang cukup luas di sebelah selatan tanggul. Menikmati tempat rekreasi ini bisa dilakukan secara gratis ataupun berbayar. Untuk pemandangan laut lepas di utara tanggul, lokasi rekreasinya memang harus dibuat dengan lebih memperhatikan tingkat keamanan yang lebih tinggi. Keamananan yang lebih tinggi ini dibutuhkan dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut berbatasan dengan laut dalam dan kemungkinan adanya ombak besar yang menerpa lokasi. Situasi yang lebih santai adalah rekreasi air di danau buatan. Tempat ini relatif cukup luas dengan air yang tenang, sehingga sangat enak dipakai sebagai tempat wisata air seperti renang, bermain ski, naik perahu, dan lain-lain. Yang terpenting, wisata air di sebelah dalam tanggul ini relatif aman.

Gambar 8‑5: Instalasi pengolahan air di waduk retensi

Gambar 8‑6: Rekreasi air

Page 90: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Teluk Jakarta Ikon Baru Ibukota164 165

Untuk menikmati pantai di laut lepas dengan cukup aman bisa juga melalui pulau-pulau dalam gugus Kepulauan Seribu yang dekat dengan lokasi tanggul. Kelak, akses ke pulau-pulau tersebut bisa menggunakan gondola yang dihubungkan dari tanggul ke pulau tersebut. Pergerakan orang dengan menggunakan gondola ini bisa lebih eksotis bagi para turis dan menarik perhatian para pendatang. Cara seperti ini telah digunakan di Singapura yaitu gondola yang menghubungkan Singapura dengan Pulau Sentosa.

Akses pemandangan laut semacam ini menjadi jawaban bagi kerinduan masyarakat Jakarta untuk bisa menikmati laut dengan cara mudah dan murah. Ibukota menjadi lebih bersahabat bagi masyarakat golongan menengah ke bawah yang menuntut rekreasi yang bisa dinikmati tanpa harus mengeluarkan uang yang banyak.

8.5.2. Kawasan publik untuk berolahraga Di beberapa kota besar di dunia, tren untuk melakukan pola hidup yang sehat mulai disadari masyarakatnya. Menjaga pola makan dan berolahraga secara teratur sudah menjadi pilihan, termasuk warga Jakarta. Bahkan beberapa orang sudah merasa perlu menggunakan sepeda sebagai alat transportasinya ke tempat pekerjaaan. Mereka mencoba memanfaatkan waktu yang digunakan untuk berpergian ke tempatnya bekerja sambil berolahraga. Selain itu, ada pula yang mencoba menikmati olahraga berjalan kaki atau berlari-lari kecil di sela-sela kepadatan lalu lintas.

Di Jakarta upaya untuk memberikan fasilitas berolahraga di udara terbuka pada warganya dilakukan dengan menyelenggarakan acara hari bebas-kendaraan (car free day) pada hari-hari tertentu. Maksudnya tentu saja untuk memberi kesempatan warga agar bisa berolahraga dengan baik sekaligus mengurangi polusi udara di wilayah itu. Masyarakat selalu antusias untuk memanfaatkan jam-jam bebas-kendaraan itu untuk beraktivitas yang menyehatkan seperti bersepeda, jalan kaki, atau sekedar lari-lari kecil.

Di kawasan baru ini banyak prasarana olahraga yang mungkin bisa disediakan, seperti lapangan bermain hingga ski air bisa dinikmati di tempat ini. Bagaimanapun juga, sebagai satu wilayah baru, kesempatan untuk membangun beragam prasarana olahraga yang memadai, murah, dan mudah dijangkau harus segera dilakukan. Ini untuk menghindari kesalahan seperti yang terjadi pada masa lalu ketika kota terlanjur tidak tertata sehingga untuk berolahraga saja pun menjadi sulit.

8.6. Memperbaiki Jakarta Dengan Pemanfaatan Lahan Baru Pengembangan Teluk Jakarta, di samping membangun tanggul laut, juga dapat mereklamasi beberapa lahan di pantai, baik yang di selatan tanggul maupun sebagian di utara tanggul. Untuk sebelah luar tanggul, pulau reklamasi yang dibuat bisa menyatu dengan tanggul. Ini untuk mempermudah akses ke pulau itu. Bentuk pulau ini tentu haruslah menarik perhatian dan mencerminkan kemodernan Jakarta. Ada banyak negara yang pulau reklamasinya cukup spektakuler dan bisa diandalkan sebagai bukti yang menunjukkan kemampuan kota tersebut untuk berinovasi. Di Teluk Jakarta nantinya diperkirakan bisa mendapatkan lahan baru seluas antara 1000 hingga 2000 hektar. Lahan ini baru dan benar-benar bisa dimanfaatkan untuk lokasi baru fasilitas yang dipindahkan dari daratan Jakarta dan bisa pula dipakai untuk resor dan bisnis.

Bisnis model yang tepat perlu dicari agar pembiayaan tanggul laut ini menjadi mungkin untuk direalisasikan.

Penataan kawasan bisa dilakukan dengan memindahkan beberapa instalasi penting dan berbahaya ke wilayah reklamasi dan memanfaatkan lahan yang ditinggalkannya untuk pembangunan rumah susun yang diperuntukkan bagi mereka yang selama ini mendiami garis sepadan sungai, waduk dan kawasan kumuh lainnya.

Gambar 8‑7: Kawasan publik untuk berolahraga

Page 91: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Teluk Jakarta Ikon Baru Ibukota166 167

8.6.1. Memperbanyak lahan hijau Ke depan, bisa diharapkan pula ada beberapa alokasi lahan di Teluk Jakarta yang bisa dimanfaatkan untuk hutan kota dan ruang terbuka hijau. Hutan kota yang tertata baik merupakan simbol bagi metropolitan untuk menunjukkan betapa sehat dan nyamannya kehidupan di kawasan tersebut. Hutan itu dapat tampil sebagai salah satu ikon Jakarta bersama beningnya danau di Teluk Jakarta.

Tidak hanya hutan kota, lahan baru juga bisa dipakai sebagai penambah ruang hijau di kawasan pengembangan. Lebih dari itu, ruang terbuka hijau di wilayah lain di Jakarta bisa didorong berkembang melalui kawasan pengembangan ini. Caranya adalah dengan memindahkan beberapa bangunan/fasilitas di Jakarta ke lokasi ini, terutama fasilitas penting dan/atau berbahaya. Sementara itu, bangunan lama diubah menjadi ruang terbuka hijau. Dengan cara seperti ini akan lebih banyak ruang terbuka hijau di Jakarta.

8.6.2. Mendapatkan lahan untuk rumah susun murahMendirikan perumahan atau resor-resor mewah di kawasan pengembangan Teluk Jakarta tentu bukanlah masalah sulit, karena memang lokasi itu cukup menarik untuk dijadikan tempat tinggal atau peristirahatan. Sekarang saja, di

Gambar 8‑8: Hidup berdampingan dengan air

Jakarta Utara sudah cukup banyak kompleks perumahan mewah. Membangun perumahan dan resor di wilayah pengembangan memang sah-sah saja, tetapi yang penting juga dilakukan adalah pembangunan rumah susun murah.

Pengalaman menunjukkan bahwa selama ini Jakarta terlambat membangun rumah susun murah. Mendapatkan lahan menjadi kendala yang terbesar. Akibatnya, golongan menengah bawah tidak mendapatkan rumah yang layak sehingga mereka lari ke pinggiran Jakarta atau malah membangun bedeng-bedeng darurat di bantaran sungai atau di kolong jembatan layang. Masalahnya bukan saja berkenaan dengan keselamatan dan kekumuhan. Lebih dari itu, sulit membawa mereka untuk mengentaskan kemiskinannya. Alasannya, bagi warga yang rumahnya darurat tentu kesehatannya akan sering terganggu, sehinggu butuh uang untuk bolak balik ke dokter atau membeli obat. Sementara bagi yang terpaksa tinggal di pinggiran kota, mereka butuh uang transpor untuk pergi bekerja di dalam kota. Bagi orang-orang semacam ini pasti akan mengalami kesulitan untuk menyisihkan uangnya untuk ditabung dan menyekolahkan anaknya.

Sementara itu, di sisi lain para pekerja informal semacam ini sangat dibutuhkan di pusat-pusat kegiatan. Jika mereka tidak ada tentu saja banyak pekerjaan yang terbengkalai. Karena itulah harus ada pembangunan rumah-rumah susun sederhana di pusat kota, agar memudahkan semua pihak. Rumah susun vertikal sederhana yang sehat dan artistik di lahan baru bisa menjadi bukti bahwa kelompok masyarakat yang berbeda tingkat penghasilan bisa hidup berdampingan di lahan baru; saling melengkapi dan saling mendukung.

8.6.3. Menjadi pelabuhan layak wisata dan perdagangan Seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi dan semakin baiknya stabilitas keamanan, dunia pariwisata pun semakin meningkat di Indonesia. Tidak hanya bertambah dalam hal jumlah tapi juga kualitas. Terbukti dengan makin seringnya kapal pesiar melirik perairan Indonesia. Ini kemajuan yang cukup pesat dan harus didukung terus.

Pada tahun 2011 tercatat 177 kunjungan kapal pesiar internasional ke Indonesia dengan total jumlah penumpang 113.246 orang. Dari segi jumlah, kunjungan ini mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2010 yaitu sebanyak 189 kunjungan. Namun, dari segi jumlah kunjungan ini mengalami peningkatan yaitu dari 94.228 di tahun 2010. Untuk tahun 2012 pemerintah menargetkan kunjungan dari 118 ribu wisatawan kapal pesiar.

Gambar 8‑9: Fauna di hutan Suaka Alam

Page 92: Memasuki Era Tanggul Laut

Memasuki Era Tanggul Laut Teluk Jakarta Ikon Baru Ibukota168 169

Beberapa pelabuhan yang pernah disandari kapal pesiar diantaranya ; Benoa Bali, Belawan Medan, Tanjung Perak Surabaya dan Tanjung Priok Jakarta. Meski demikian Benoa Bali adalah tempat yang paling sering disinggahi. Pemerintah sendiri ingin mendorong pelabuhan di Indonesia untuk memberi pelayanan yang baik terhadap kapal-kapal pesiar tersebut, diantaranya dengan memberi fasilitas tempat bersandar yang memadai.

Ada sepuluh pelabuhan di Indonesia yang dipersiapkan untuk menjadi tempat berlabuh kapal pesiar berkapasitas besar, termasuk Tanjung Priok. Bagi Jakarta, keinginan beberapa pengelola kapal pesiar untuk mau singgah ke Tanjung Priok harus ditanggapi serius dengan peningkatan kualitas pelabuhan. Memang beberapa kali kapal pesiar singgah di Tanjung Priok, tetapi mereka sandar di dermaga yang ada dan bukan di dermaga khusus kapal pesiar. Sebagai sebuah kota modern, Jakarta seharusnya bisa memberikan fasilitas itu pada kapal-kapal pesiar yang akan singgah. Di antaranya dengan memiliki dermaga yang cukup dalam untuk bisa disandari kapal pesiar ukuran besar. Di

samping untuk meningkatkan jumlah pariwisata, dermaga khusus kapal pesiar ini juga akan mengerek citra ibukota Indonesia sebagai kota yang menarik bagi wisatawan.

Kapal-kapal pesiar itu harusnya tidak hanya singgah tetapi bisa juga menaik-turunkan penumpang. Ini tentunya membutuhkan fasilitas yang lebih lengkap lagi. Pengembangan Teluk Jakarta dan pembangunan tanggul laut sangat memberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan besar-besaran terhadap pelabuhan Tanjung Priok sehingga Jakarta menjadi agenda khusus bagi para pengelola kapal pesiar untuk dijadikan tempat singgah sekaligus menaik-turunkan penumpang.

Kesan pelabuhan kumuh pun bisa dihilangkan.

Gambar 8‑10: Kapal pesiar

Page 93: Memasuki Era Tanggul Laut

171

reFerensI

Banjir Kanal Timur Karya Anak Bangsa, Robert Adhi KSP, Grasindo, 2010Basin Water Resources Planning - Volume III,Ciliwung-Cisadane Strategic

Management Plan , DHV, Comprehensive Study on Water Management Plan in JABOTABEK ,JICA,

1997 Delft Hydraulics and Witteveen & Bos , 2003Detailed Design for Urban Drainage Project in the City of Jakarta, JICA, 1997aDrainage principles and applications. Lecture notes of the international course

on land drainage, Flood Management in Selected Basins, Study by DHV, DELFT HYDRAULICS

and MOTT MACDONALD, 2005 Flood Survey in DKI Jakarta ,PCI February ,2002Gagalnya Sistem Kanal, Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa,

Restu Gunawan, Penerbit Buku Kompas, 2010Hydrology and water management of deltaic areas, Volker, A, Dutch Ministry

of transport, public works and water management, CUR-report 93-5, Gouda, the Netherlands, 1993

Jakarta Flood Control Advisory Mission, NEDECO, JFCAM, 1996JABOTABEK Water Resources Management Study (JWRMS) by IWACO,

DHV, DELFT Hydraulics and TNO Delft ,1994Land Drainage, Smedema, L.K. and D.W. Rycroft, Batsford, London, UK,

1983Man-made lowlands, history of water management in the Netherlands, Ven,

G.P. van de, ICID, the Netherlands, 1993Master Plan for Drainage and Flood Control, NEDECO, 1973MembenahiTata air Jabotabek dari Banjir kanal hingga Ciliwung Foodway,

AR Soehod, Djambatan, 2004

Page 94: Memasuki Era Tanggul Laut

172

Obsesi Spektakuler Pemprov DKI, Tanggul Raksasa, dari Kanal Sampai Bandungan Laut, Ir. Tarjuki, MT, Dr.Ir. Nurachman, CES,MM, Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2011

Polder en Dijken (in Dutch), Kley, J. van der, and H.J. Zuidweg Agon Elsevier, Amsterdam, the Netherlands, 1969

Polders In: Developments in hydraulic engineering, Volume 5 (P. Novak ed), Luijendijk, J., E. Schultz and W.A. Segeren, Elsevier, London, UK,1988

Polders of the World, International Symposium, ILRI, Wageningen, the Netherlands, 1982

Polderlands, Wagret, P, Methuen, London, UK, 1972Quick Reconnaissance Study Flood JABODETABEK 2002, NEDECO, 2002 Ritzema, H.P. (ed), ILRI Publication No.16, Wageningen, the Netherlands,

1994RTRW DKI Jakarta 2011 – 2030, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2011Sistem Polder dan Tanggul Laut, Sawarendro, ILWI,2010Special Assistance for Project Implementation for Ciliwung-Cisadane River

Flood Control Project (SAPI-2004), JICA, 2004Success factors in self-financing local water management, NWP, the

Netherlands, 2000Study on Comprehensive Water Management Plan in Jabotabek, JICA, 1997 The Study on Urban Drainage and Wastewater Disposal Project in the City of

Jakarta – Master Plan Study, JICA, 1991 Waterbeheersing van de Nederlandse Droogmakerijen (in Dutch), Schultz, E,

PhD-thesis, Delft University of Technology, Delft, the Netherlands, 1992