MEMAHAMI SHALAT KHUSYU'

8
i MEMAHAMI SHALAT KHUSYU‘ BUKAN RELAKSASI BUKAN MEDITASI TANGGAPAN TERHADAP BUKU PELATIHAN SHALAT KHUSYUShalat sebagai meditasi tertinggi dalam Islam Karya Abu Sangkan OLEH Dr. Muhammad Amin A. Samad CANBERRA April, 2009

description

Bukan Relaksasi, bukan Meditasi. Tanggapan terhadap buku "Pelatihan Shalat Khusyu' karya Abu Sangkan. Bagian Pertama: Kata Pengantar

Transcript of MEMAHAMI SHALAT KHUSYU'

Page 1: MEMAHAMI SHALAT KHUSYU'

i

MEMAHAMI SHALAT KHUSYU‘

BUKAN RELAKSASI BUKAN MEDITASI

TANGGAPAN TERHADAP BUKU

PELATIHAN SHALAT KHUSYU‘

Shalat sebagai meditasi tertinggi dalam Islam

Karya Abu Sangkan

OLEH

Dr. Muhammad Amin A. Samad

CANBERRA

April, 2009

Page 2: MEMAHAMI SHALAT KHUSYU'

ii

Page 3: MEMAHAMI SHALAT KHUSYU'

iii

DAFTAR ISI Halaman

Daftar isi ………………………………..………… iii

Ucapan terima kasih ……………………………….. iv

Sistem transliterasi ………………………………… v

Pengantar ……………………..…………………… vi

1. Pendahuluan ……………………………………… 1

2. Kandungan buku ………………………………… 2

3. Apakah khusyu’ itu ……………………………… 2

4. Roh (Ruh) termasuk rahasia Allah .......................... 12

5. Arti wajh (wajah) dalam al-Qur’ān ....................... 13

6. Keterangan tentang ayat 45-46 surah al-Baqarah .. 19

7. Arti kata s.abr dalam al-Qur’ān .............................. 24

8. Penggunaan ism al-fā‘il, (active participle, nomen

agentis), dan ism al-maf‘ūl (passive participle,

nomen patientis) dalam al-Qur’ān .......................... 27

9. Sebab turunnya ayat 183 dari surah al-Baqarah.... 31

10. Arti kata t.uma’nīnah dalam al-Qur’ān ……… 34

11. Apakah waktu duduk iftirasy tempat untuk

berkonsultasi dengan Allah? .................................. 41

12. Bacaan dan doa sebebelum, waktu sedang dan

sesudah berwudhu’ .............................................. 45

13. Apakah kita harus menghilangkan rasa takut

dalam mengerjakan shalat? .................................... 53

14. Apakah yoga itu? ................................................ 56

15. Ceramah Ustadh ‘Amr Khālid tentang Khusyu‘

dalam Shalat ………………………………… 75

16. Ketenangan jiwa oleh Mīkhā’īl Na‘īmah

(1889-1988) ………………………………… 85

Kesimpulan .............................................................. 87

Kata Penutup ……………………………………. 90

Lampiran A. Mantra …………………………… 91

Lampiran B. Sya’ir Mīkhā’īl Na‘īmah, not dan lagunya .. 94

Bibliografi ………………………………………… 96

Pengarang ……………………………………… 99

Page 4: MEMAHAMI SHALAT KHUSYU'

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt,

Yang dengan hidayat dan tawfiq-Nya dan atas bantuan material serta spritual dari kawan-kawan dari masyarakat Islam Indonesia di Melbourne - terutama dari Bapak Muhammed Edwars, Presiden Indonesian Muslim Community of Victoria, Bapak Dwarka Dass (Dawood bin Abdullah), yang membantu dan teman-teman lainnya -

akhirnya buku kecil ini dapat terbit. Kepada mereka, saya ucapkan banyak terima kasih, semoga bantuan tersebut mendapat pahala dari Allah Swt, dan semoga mereka tetap mendapat hidayah Allah, mendapat rezki yang murah dan berkah, umur panjang, serta kebahagiaan dunia-akhirat.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada Sdr.

Ahmad Zaky, Direktur percetakan Pustaka Alvabet, beserta seluruh rekan-rekan, karena berkat kerja-samanya, naskah ini bisa dikodifikasikan dalam bentuk buku. Tak lupa juga, kepada kawan-kawan yang telah memberikan dorongan untuk menerbitkan buku kecil ini setelah membaca draftnya saya sangat berterima kasih. Semoga karya ini bisa membawa manfaat bagi kita semua. Amin

Page 5: MEMAHAMI SHALAT KHUSYU'

v

SISTEM TRANSLITERASI

Transliterasi dari tulisan/kata dalam bahasa Arab yang

digunakan dalam buku ini adalah gabungan dari sistem Library of Congress di Amerika Serikat dan Islamic Studies, McGill

University di Montreal, Kanada. Perbedaannya dengan

transliterasi Indonesia terutama pada 8 huruf, misalnya = th

[ts], = sh [sy], = s. [sh] dan = z. [zh]. Kata yang lazim di

pakai seperti hadits, khusyu', shalat dan zhalim ditulis dalam

transliterasi Indonesia. Adapun nama Arab dapat juga digunakan juga sistem transliterasi Indonesia apabila itu yang lebih umum

dipakai. Kata misalnya dapat dipakai madzhab atau mdhhab,

tetapi kata lebih banyak dipakai uma’nnah dari pada

thuma'ninah. Untuk membedakan antara huruf alif dan huruf

hamzah dengan huruf ع (‘ain), bilamana diperlukan, untuk

huruf ع digunakan tanda ‘, sedang untuk huruf alif atau hamzah

digunakan tanda ’, seperti kata ditulis dengan ‘ulamā’.

Namun karena kata ini sudah menjadi bahasa Indonesia, maka

dapat ditulis biasa saja, seperti ulama.

a. Huruf mati:

= a atau ’ = b = t = th [ts] = j

= = kh = d = dh [dz] = r

= z = s = sh [sy] = s. [sh] = d. [dh]

= t. [th] = z. [zh] = ‘ = gh = f

= q = k = l = m = n = h

= w = y [atau i] = ’ (seperti alif)

b. Huruf hidup: Pendek: Panjang:

Fath.ah ---َ-- : = a ـا = ā

Kasrah ---ِ-- : = i ـي = ī

D.ammah ---ُ-- : = u ـو = ū

Page 6: MEMAHAMI SHALAT KHUSYU'

vi

Pengantar

Setiap tahun, saya berusaha berkunjung dari kediaman saya di Canberra ke Melbourne, tempat saya menjelesaikan dissertasi pada Universitas Melbourne tentang Ibn Qutaybah (w. 276H/889M) dan sumbangannya terhadap tafsir al-Qur‟ān. Kota ini adalah salah satu kota yang sangat berkesan dihati saya, selain

Kairo dan Montreal. Di kota ini, saya banyak menimba ilmu dan menemukan banyak kawan sejati yang selalu membantu saya, terutama dalam belajar, tanpa mengharapkan imbalan selain pahala dari Allah Swt. Sebagai tanda penghargaan atas jasa-jasa mereka, sekaligus untuk kian mempererat hubungan persaudaraan

- disamping untuk mendapat kawan baru - saya mengunjungi mereka sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Kunjungan ini juga dimaksudkan agar tidak seperti kata pepatah: “kacang lupa akan kulitnya,” dan memegang pepatah Arab,

“Berkunjunglah sewaktu-waktu agar cinta bertambah.” Apalagi,

diantara mereka, setelah waktu berjalan begitu lama, sudah banyak yang sakit-sakitan. Ini menambah dorongan saya untuk berkunjung ke sana.

Seperti biasa, setiap kali berkunjung ke Melbourne, saya selalu mendapatkana sesuatu yang baru. Pada kunjungan saya yang terakhir tahun lalu (2008) saya disodori oleh seorang kawan buku Pelatihan Shalat Khusyu‟ karangan

Abu Sangkan, yang kabarnya beliau baru saja kembali dari kunjungannya ke Melbourne. Buku itu sangat menarik bagi saya karena saya menemukan banyak hal baru, lalu saya pinjam dari perpustakaan Mesjid Westall yang dibangun masyarakat Indonesia di Clayton South. Saya jadi teringat pepatah Mesir yang

mengatakan “setiap yang baru itu enak (menarik)”.

Tetapi, setelah halaman demi halaman saya baca, saya menemukan banyak hal yang tidak sesuai dengan apa yang telah saya pelajari, apalagi hal ini menyangkut masalah terpenting dalam ibadah, yaitu shalat khusyu‟. Ini mengingatkan saya pada hadits Nabi yang panjang dari Jābir bin Abdullah, yang

isinya antara lain, ...

…dan hal yang seburuk-buruknya adalah yang

Page 7: MEMAHAMI SHALAT KHUSYU'

vii

diada-adakan, dan setiap yang diada-dakan adalah bid‟ah, dan setiap bid‟ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan

membawa masuk Neraka… (HR al-Nasā‟ī)

Para ulama berpendapat, bahwa bid„ah yang dimaksud dalam hadits ini adalah yang menyangkut ibadah, misalnya shalat dengan ruku‟ dua kali atau sujud sekali saja. Adapun hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari, sekalipun banyak yang bid„ah, tetapi masuk kategori bid„ah yang dibolehkan, tidak

termasuk bid‟ah yang diharamkan. Para ulama membagi bid„ah kepada 5 bagian, seperti halnya segala sesuatu masuk kedalam salah satu darikategori yang 5 itu, yaitu: wajib, sunnah, mubah (dibolehkan), makruh dan haram. Dalam hal shalat kita harus lebih berhati-hati, jangan sampai kita mengejar bid„ah yang kita anggap wajib atau minimalnya sunnah, ternyata termasuk bid„ah yang makruh, apalagi haram. Na‘ūdhu billāh min dhālik.

Dalam kehidupan kita, banyak sekali hal yang kita sangka sebagai suatu “kebetulan”, justru kerap terjadi berturut-turut. Hal ini menyebabkan kita berpikir, apakah ini semua melulu kebetulan, atau memang sengaja ditakdirkan oleh Allah

Yang Maha Mengetahui supaya kita menyadarinya dan berbuat sesuatu dari kumpulan kebetulan itu. Buku kecil yang “kebetulan” ada ditangan anda ini termasuk hasil dari sekian banyak “kebetulan” itu.

Ketika saya berkunjung ke Makassar tahun lalu (2008) saya menemukan di

antara tumpukan buku pelajaran agama di sekolah yang tidak dipakai lagi, Buku Kegiatan Amaliyah Ramadhan untuk SD/MI oleh Departement Agama Kantor Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2001. Adik saya, Syamsudduha, adalah guru agama S.D.; almarhum suaminya, Drs. Alwi Mattebba, juga guru agama di PGA.; adik saya yang satu lagi, Dra. Badriyah, juga guru agama, tapi saya

tidak sempat bertanya siapakah di antara mereka yang pernah memakai buku tersebut disekolah.

Dalam kunjungan saya ke Sydney, sembari mengunjungi adik saya yang bungsu, Syamsiah, saya ke toko buku di Lakemba – wilayah yang sebagian besar

penghuninya beragama Islam, terutama orang Arab dari Lebanon, “kampung Arab”nya Sydney, dimana imam mesjidnya, Syeikh Tajuddin al-Hilali, sering diwawancarai di TV Australia - “kebetulan” saya menemukan buku terkenal yang sudah lama saya idamkan, yaitu Fiqh Islam yang isinya perbandingan hukum

Islam, terdiri dari 11 julid (kira-kira 14 000 halaman), karangan Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaylī. “Kebetulan” juga adik saya membawa mobil, dan “kebetulan”

keponakan saya Ervan ikut, sehingga ia bertugas membawa buku-buku yang berat

Page 8: MEMAHAMI SHALAT KHUSYU'

viii

itu itu ke mobil. Belum selesai sampai di situ, “kebetulan” pula saya melihat kaset-kaset kumpulan ceramah Ustādz „Amr Khālid tentang ibadah, diantaranya

menyangkut shalat khusyu‟, dan “kebetulan” sedang diobral (seharga kaset

kosong), sehingga tidak ada alasan bagi saya untuk tidak membelinya (kecuali jika saya sudah sok pintar dan merasa tidak perlu diceramahi, a‘ūdhu billāh!). Buku-

buku dan kaset ini semua menjadi bahan bacaan saya dalam menulis buku ini.

Ini baru “kebetulan” pendahuluan. “Kebetulan” berikutnya, saya ke

Melbourne setelah Pak Abu Sangkan, penulis Pelatihan Shalat Khusyu‟ tersebut, sudah pergi, jadi tidak perlu ada dialog yang kemungkinan dapat menyinggung perasaan, dan saya tidak harus mengambil sikap, karena belum membaca buku karangan beliau. Kalau saya datang sebelum beliau datang, mungkin buku beliau belum ada diperpustakaan Mesjid Westall.

Syair yang berjudul T.uma‟nnah karangan Mīkhā‟īl Na„īmah pada akhir

buku ini saya cantumkan karena sangat mengesankan. “Kebetulan” saya menemukan kumpulan syair yang sudah saya terjemahkan, diantaranya syair ini.

Isinya adalah contoh sikap orang yang bertawakkal kepada Allah, percaya kepada qada‟ dan qadar (salah-satu rukun iman), sekalipun beliau kemungkinan besar beragama Kristen mengingat namanya dan asalnya dari Lebanon, dimana jumlah orang Kristen hampir sama dengan jumlah orang Islam di sana. (Masing-masing menganggap merekalah yang mayoritas, tetapi kenyataannya menurut konstitusi

mereka, yang menjadi presiden harus orang Kristen Maronit, sedang perdana menterinya orang Islam Sunni).

Kritik membangun dan feed-back dari pembaca akan saya tanggapi dengan segala senang hati. Banyak hal yang Anda ketahui, saya tidak tahu. Karena itu, kita

perlu banyak saling belajar dan memberi masukan untuk mendapatkan yang lebih baik. “Tak ada gading yang tak retak”, begitulah kata pepatah. Orang Inggris mengatakan “Nothing is perfect” dan “To err in human.” Dan mungkin, “retak” itu tampak oleh pembaca tetapi tidak tampak oleh saya. Semoga pada penerbitan berikutnya (insya Allah) buku ini dapat diperbaiki kekurangan dan kesalahannya. Selamat membaca buku ini dapat diperbaiki kekurangan dan kesalahannya. Selamat membaca buku kecil yang “kebetulan” di tangan Anda, semoga amal ibadah kita selalu diterima Allah S.w.t. Amin!

Canberra, April, 2009 Penulis M. Amin Abdul-Samad