MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF...
Transcript of MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF...
MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARA
TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL-MARAGHI)
SKRIPSI
DiajukansebagaisalahsatupersyaratanmemperolehgelarSarjana
StrataSatu (S. ) dalamStudiIlmu Al-Qur’an danTafsir
FakultasUshuluddindanStudi Agama
Disusun Oleh :
AMBO ASNAN KASOGI
NIM : UT.
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
i
ii
iii
iv
MOTTO
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'”1
1 Departemen Agama, Al qur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara/
Pentafsir al Qur’an ), hlm. .
v
PERSEMBAHAN
حيم حمن الره الر بسم الله
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan nikmat dan karunianya berupa kesehatan, kesempatan,
dan kekuatan lahir batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna
memperoleh gelar strata satu (S ). Shalawat beriringan salam tak lupa kukirimkan
kepada baginda Muhammas Rasulullah Saw
Karya ilmiah ini saya persembahkan kepada orang-orang terkasih dan tersayang
yang banyak membantu dan memberikan motivasi kepada saya dalam
menyelesaikan skripsi ini. Mereka adalah :
Ayahanda Albet HALA dan Ibunda Siti Warda tercinta, berkat do’a dan motivasi
mereka sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini, dan mereka telah
berkorban lahir batin untuk mendidik serta membesarkan saya dengan kasih
sayang yang tanpa batas. Terimakasih ayah dan ibu, tanpa kasih sayang dan
motivasimu sehingga ini menjadi mudah dan jasamu akan selalu saya rasakan
hingga akhir hayat dan juga untuk adikku Zainabe dan Gusti Nur Khasanah yang
telah memberi semangat dalam menjalani setiap proses perjalanan ini.
vi
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas yang memprihatinkan dan
memerlukan perhatian, yaitu tentang khusyu’ dalam shalat. Dalam hal ini penulis
melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-
Maraghi. Hal ini mendorong penulis untuk mengemukakan bagaimana penafsiran
tentang khusyu’ dalam shalat pada perspektif al-Qur’an dari dua sudut pandang
mufassir yang berbeda dalam menafsirkannya.
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah (library research)
dalam tehnis deskriptif kualitatif, dengan menekankan pada sumber tertulis
terutama karya Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi. Penelitian ini
menggunakan tekhnik pengumpulan data dokumentasi, dengan menerapkan
empat teknis analisis data, yaitu menentukan tema apa yang ingin di teliti,
mengidentifikasi aspek-aspek yang hendak diperbandingkan, melakukan analisis
secara mendalam dan kritis disertai dengan argumentasi data dan membuat
kesimpulan-kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Hasilnya penulis menemukan bahwa khusyu’ dalam shalat menurut dua
mufassir ini terdapat perbedaan dan persamaan dan tidak jauh berbeda. Menurut
Buya Hamka, khusyu’ adalah tunduk dengan rasa takut namun menurut Mustafa
al-Maraghi khusyu’ adalah menghayati isi bacaan yang dibaca ketika shalat, tapi
kedua mufassir pasti memiliki tujuan yang sama yaitu bagaimana shalat kita
menjadi shalat yang benar-benar khusyu’. Akhirnya penulis merekomendasikan
kepada umat Islam untuk senantiasa khusyu’ dalam shalatnya, karena ketika kita
baik dalam shalat maka baik pula dalam kehidupan.
vii
KATA PENGANTAR
حيم حمن الره الر بسم الله
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan nikmat dan karunianya berupa kesehatan,
kesempatan, dan kekuatan lahir batin sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul,”Makna Khusyu’ Dalam Shalat (Studi Komparatif
Antara Tafsir al-Azhar dan al-Marghi).”
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, untuk seluruh keluarga, serta para sahabat beliau, yang
senantiasa istiqamah dalam perjuangan agama Islam. Semoga kita menjadi
hamba-hamba pilihan seperti mereka Amin ya Rabbal ‘āālamin.
Selanjutnya penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini,
penulis telah di bantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak yang telah membantu
penulisan skripsi ini hingga selesai. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga yang telah menjaga,
mendidik, menyayangi, dan senantiasa mengsupport serta mendoakan penulis
sehingga karya ini dapat diselesaikan.
Dan pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
. Bapak Drs. H. Abdul Latif ,M.Ag selaku pembimbing I, dan Hayatul
Islami, S.Th.I., M.S.I selaku pembimbing II.
. Ibu Ermawati, MA selaku kepala Prodi Ilmu Al-Qur’ān dan Tafsir UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
. Bapak Dr. H. Abd Ghaffar, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
. Bapak Dr. Masyan M Syam, M.Ag, bapak H. Abdullah Firdaus, Lc,
MA, Ph.D, dan bapak Dr. Pirhat Abbas, M.Ag selaku wakil Dekan I, II,
III Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.
. Bapak Prof. Dr. H. Sua’idi Asy’ari, MA Ph.D selaku Rektor UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
. Bapak Prof. Dr. H. Sua’idi Asy’ari, MA Ph.D, bapak Dr. H. Hidayat, M.
Pd, dan Ibu Dr. Hj. Fadlilah, M. Pd selaku wakil Rektor I, II, III, UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jamb, semoga ilmu yang diajarkan kepada penulis
selama ini dapat diamalkan sebagaimana mestisnya.
. Seluruh karyawan dan karyawati dilingkungan akademik Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
. Bapak Kepala pusatperpustakan UIN Sulthan Thaha saifuddin Jambi
berserta Staf-stafnya, terimakasih yang telah memberikan pinjaman
buku-buku kepada penulis selama ini.
viii
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Alfabet
Arab Indonesia Arab Indonesia
ط ‘ ا
ظ b ب
‘ ع t ت
gh غ ts ث
f ف j ج
q ق ح
k ك kh خ
l ل d د
m م dz ذ
n ن r ر
h ه z ز
w و s س
, ء sy ش
y ي ص
ض
x
B. Vokal dan Harkat
Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia
iˉ اى Ā ا A ا
Aw ا و Á ا ى U ا
Ay ا ى Ū ا و I ا
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
NOTA DINAS.................................................................................................... ii
PENGESAHAN................................................................................................. iii
SURAT PENYATAAN ORISINILITAS SKRIPSI....................................... iv
MOTTO............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN.............................................................................................. vi
ABSTRAK......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR....................................................................................... viii
DAFTAR ISI....................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................
B. Pokok Masalah...........................................................................
C. Rumusan Masalah.......................................................................
D. Batasan Masalah.........................................................................
E. Tinjaun dan Kegunaan Penelitian.………..................................
F. Tinjaun Pustaka………………………………………................
G. Metode Penelitian........................................................................
H. Sistemika Penulisan.....................................................................
BAB II BIOGRAFI MUFASSIR DAN KITAB TAFSIR
A. Buya Hamka...............................................................................
B. Ahmad Mustafa al-Maraghi........................................................
BAB III TINJAUN UMUM SHALAT KHUSYU’ DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian Shalat........................................................................
B. Pengertian Khusyu’....................................................................
C. Ayat-ayat Tentang Khusyu’........................................................
BAB IV KOMPARASI PENAFSIRAN KHUSYU’ DALAM AL-QUR’AN
A. Perbandingan Penafsiran Khusyu’ Menurut Buya Hamka dan
Ahmad Mustafa al-Maraghi........................................................
B. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Khusyu’ Menurut Buya
Hamka dan Ahmad Mustafa al-Maraghi.....................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................
B. Saran.............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an diyakini umat Islam, sebagai petunjuk dan pembimbing
makhluk-makhluknya di setiap ruang dan waktu.Al-Qur’an juga mengantarkan
dan mengarahkan mereka ke jalan yang lurus.2 Hal ini senada dengan firman
Allah SWT di dalam surah al Isra’ ayat :
“Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih
Lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang
mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”.3
Dan di dalam surah al Baqarah ayat :
“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
hak dan yang bathil)”.
Agar fungsi-fungsi al-Qur’an tersebut dapat terwujud, maka kita harus
menemukan makna-makna dari firman Allah SWT saat menafsirkan al qur’an.
Sebagaimana para sahabat Rasulallah Saw., dahulu telah menemukan makna-
maknanya sesuai dengan masa dan tempat mereka.4Berbicara tentang tafsir, tentu
tidak terlepas dari pembicaraan metodologi tafsirnya.Adapun metode itu adalah
2Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Tafsir, ( Jakarta : Amzah ) hlm.
3Departemen Agama, Al qur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara
dan Pentafsir al qur’an ), hlm. . 4Rahman Dahlan, Ibid, hlm. .
metode ijmali (global), metode tahlili (analisis), metode muqarran
(perbandingan), dan metode maudhu’iy (tematik).5
Metodologi tafsir bagi mufassir adalah merupakan sebuah alat bantu untuk
memahami kasus-kasus dalam Studi Islam (Islam Studies). Metode tafsir yang
berkembang saat ini, sebagaimana yang diungkapkan di atas adalah metode
kontekstual yang menurut Islah Gusmian sama dengan pendekatan sejarah sosial
(sosial historis). Keberagaman dalam menafsirkan al-Qur’an tidak terlepas dari
latar belakang keilmuan para mufassir.karena itu wajar jika ditemukan berbagai
corak penafsiran dalam kitab tafsir, seperti corak bahasa, sastra, fiqih, sosial
kemasyarakatan, dan sebagainya.6
Al-Qur’an bagi umat islam adalah sumber utama untuk semua sisi
kehidupan, sekaligus menjelaskan berbagai prinsip baik yang berkaitan dengan
hubungan vertikal antara individu dengan dengan tuhan, maupun hubungan
horizontal antara individu dengan masyarakat. Ketika Nabi Muhammad masih
hidup, semua persoalan yang berkenaan dengan masalah tersebut dengan mudah
dapat diselesaikan.Keadaan tersebut sangat berbeda dengan zaman sesudahnya,
sehubungan dengan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi, umat Islam
berusaha untuk memahami dan menjelaskan isi kandungan al-Qur’an untuk
diselaraskan dengan situasi yang ada, sampai saat ini era modern kontemporer.7
Di dalam agama Islam ada hal yang wajib8 dijalani oleh pemeluknya.Hal ini
menyangkut hubungan vertikal antara individu dengan tuhannya. Diantaranya
yaitu menjalankan sholat lima waktu dalam sehari semalam, hal ini senada dengan
firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat :
5Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al Qur’an dan Tafsir, ( Yogyakarta : CV. Idea
Sejahtera ), hlm. - . 6Saiful Amin Ghofur, Mozaik Para Mufassir dari Klasik hingga Kontemporer, (
Yogyakarta : Kaukaba Dipantara ), hlm. v 7Amirudin Asra dkk, Tafsir ayat-ayat Hukum, Journal Khazanah Vol. V, No , April
, hlm. 8Wajib adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan mendapat dosa.lihat Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyyah , Juz (Jakarta :
Pustaka Sa’adiyah ), hlm .
“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”
(QS. Al-Baqarah: . ).9
Ayat di atas didukung oleh hadis Nabi Muhammad Saw., sebagai berikut :
ابنالخمسالتميمى ن ة ع نس ع ي ع ي ي بن ث ن اس في ان .ح د أبىع م ر ث ن اابن ح داللهص لى ر س ول :ق ال ق ال بيببنأبىث ابتع نابنع م ر اللهع ل يهع نح
م مدار س ول م ع ل ىخ س:ش ه ادةأنلاإلهإلااللهوأن و س لم:ب نالإسل . الله,وإقامالصلة,وإيتاءالزكاة,وصومرمضان,وحجالب يت
“Diceritakan dari ibn Abi Umar, diceritakan Sufyan ibn ‘Uyainah dari Su’air
ibn Al Khimsi al Tamimi dari Habib ibn Abi Tsabit dari ibn Umar berkata :
telah bersabda Rasulallah Saw.,: “Islam dibangun di atas lima perkara yaitu
bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad utusan
Allah, mendirikan Shalat, menunaikan zakat, melaksankana haji ke Baitullah”.
(Hr. Tirmidzi).10
Di dalam sholat kita dianjurkan untuk menghadirkan rasa
khusyu’.Berbicara tentang khusyu’ terdapat berbagai pemaknaan atau penafsiran
dalam memaknai kata khusyu’ menurut beberapa mufassir.Quraish Shihab
misalnya ketika ia menafsirkan kata khusyu’ dengan mengatakan bahwayang
dimaksud khusyu’ adalah mengarahkan sepenuh hati kepada tujuan sambil
mengabaikan selainnya.11
Sedangkan menurut Imam al-Qurtubi Khusyu’ adalah
suatu keadaan di dalam jiwa di mana dia mewujudkan keadaan tetap ( tenang )
dan merendah diri segala anggota badan.12
Kemudian menurut Tengku
9Departemen Agama, Al qur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara/
Pentafsir al Qur’an ), hlm. . 10
Abu Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Suroh, Jami’ Sahih Sunan Al Tirmidzi, Juz V ( Al
Thob’iyah Tsaniyyah H ), hlm . 11
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan, dan Keserasian al Qur’an Vol. ,
(Jakarta : Lentera Hati) hlm. . 12
Abu Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-Ansari al-Qurtubi, Jami’ Li Ahkam al Qur’an
Juz XII, ( Dar al-Fikr H/ M ), hlm. .
Muhammad Hasbi al-Shiddiqie khusyu’adalah mereka yang melakukan shalat
yang anggota tubuhnya tenang dan jiwanya menghadirkan hati kepada Allah.13
Sedangkan menurut Syekh Abdurrahman Nasir al-Sa’di ( pakar tafsir
terkini ) berpendapat, khusyu’ adalah hadirnya hati di hadapan Allah SWT, seraya
mengkonsentrasikan hati agar terasa dekat dengannya, sehingga hati menjadi
tenang, gerakannya terarah, sikapnya beradab, konsentrasi kepada apa yang
diucapkan dan sadar atas apa yang dilakukan dalam shalat, dari awal sampai akhir
serta jauh dari was-was setan. Khusyu’ merupakan ruh shalat, shalat yang tidak
memiliki kekhusyu’an adalah shalat yang tidak ada ruhnya.14
Dengan demikian khusyu’ berarti menundukkan diri dengan cara
menundukkan anggota badan, merendahkan suara atau penglihatan dengan
maksud agar yang menundukkan diri itu benar-benar merasa rendah dan tanpa
kesombongan. Pada umumnya, pengertian khusyu’ dalam rangka mendekatkan
diri, menghambakan diri kepada Allah SWT seperti shalat dan berdoa memohon
sesuatu dari Allah SWT.15Khusyu’ dalam ibadah kedudukannya seperti ruh atau
jiwa dalam tubuh manusia, sehingga ibadah yang dilakukan tanpa khusyu’ adalah
ibarat tubuh tanpa jasad.
Oleh karena itu Allah memuji para Nabi dengan sifat mulia ini, meraka
adalah hamba Allah yang memiliki keimanan yang sempurna dan selalu bersegera
dalam kebaikan. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah al-
Anbiya’ ayat :
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya
Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung.Sesungguhnya mereka
13
Tengku Muhammad Hasbi al-Shiddiqie, Tafsir al Qur’an al-Majid al –Nur (Semarang :
Pustaka Rizki Putra, ) hlm, . 14
Abdul Rahman Ibn Nasir Ibn al-Sa’di, Taisiru al-Karim al-Rahman, (Muassasah al-
Risalah, ), hlm . 15
M. Quraish Shihab, Ensiklopedi al Qur’an Kajian Kosakata, Vol (Jakarta : Lentera
Hati, ), hlm. .
adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-
perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan
cemas.16
Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.17
Berbicara tentang term khusyu’, di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat
yang membahas tentang khusyu’ tersebut. Salah satu yang terdapat dalam al
qur’an yang membahas tentang khusyu’ yaitu di dalam surah al-Mu’minun ayat
- sebagai berikut :
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang
yang khusyu' dalam sholatnya.”18
Selain ayat di atas, terdapat beberapa ayat lagi yang membahas tentang term
khusyu’. Yaitu di dalam surah al-Baqarah ayat sebagai berikut :
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.dan Sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.19
Ayat di atas menjelaskan bahwa shalat itu berat pada jiwa manusia, dalam
melakukan pujian sepenuh hati serta menitikkan perhatian dalam mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Karena pengalaman dan peribadatan merupakan
perpindahan dari alam ramai dan sukacita ke alam tersembunyi dan rahasia, yaitu
alam kemalaikatan yang tinggi, yang demikian itu menuntut kenikmatan dan
keindahan.20
Ada kisah sahabat Ali bin Abi Thalib mengenai khusyu’, pada suatu
hari ada seorang sahabat mengadu kepada Nabi tentang sulitnya dia untuk shalat
khusyu’ dari awal hingga akhir shalat. Lalu Nabi mengatakan, “tak ada orang
yang dapat sempurna dan khusyu’ sepenuhnya dari awal hingga akhir shalatnya”.
“Saya bisa wahai Rasulullah.” Tiba-tiba Ali menyela. “Betul?” sahut Nabi.
16
Maksudnya: mengharap agar dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azabnya. 17
Departemen Agama, Al qur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara/
Pentafsir al Qur’an ), hlm. . 18
Departemen Agama, Ibid , hlm . 19
Departemen Agama, Ibid, hlm . 20
Afif Abdul Fatah Thabbarah, Ruh Shalat Dalam Islam, ( Semarang : PT. Salam Setia
Budi t. Th ), hlm. .
“Benar wahai Rasul”. “Jika kau memang dapat khusyu’ dari awal shalat hingga
akhir, maka akan aku berikan sorban terbaikku sebagai hadiah untukmu.” Lalu Ali
mengerjakan shalat sunnah dua raka’at, setelah selesai Nabi bertanya, “
Bagaimana? Apakah kau khusyu’?” lalu Ali menjawab’ “pada raka’at pertama
aku bisa khusyu’ wahai Rasul, pada raka’at kedua sampai sujud yang kedua aku
bisa khusyu’ wahai Rasul, tetapi ketika aku hendak salam barulah hatiku berubah,
teringat dengan janjimu wahai Rasulullah, bahwa engkau hendak memberikan
hadiah sorban terbaikmu maka rusaklah kekhusyu’an dalam shalat saya”, “hal
itulah yang terjadi pada yang lain” ujar Nabi.21
Kemudian dalam surah lain juga Allah terangkan tentang term khusyu’. Ini
terdapat di dalam surah al Isra ayat sebagai berikut :
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka
bertambah khusyu'.22
Ayat di atas sebagai penghibur Rasulallah Saw., bahwa beriman atau
tidaknya seseorang itu tidak usah dirisaukan. Pada hari kiamat suara dan
penglihatan manusia menjadi rendah ( khusyu’) karena dulunya ada yang tidak
mau bersujud kepada Allah SWT. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT
dalam surah Thaha ayat sebagai berikut :
“Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru23
dengan
tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha
pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. (QS. Thaha: 24
21
http://kataestetika.blogspot.com/ /khusuk-dalam-sholat-kisah-ali-bin-abi.html
diakses pada November, . . 22
Departemen Agama, Ibid, hlm . 23
Yang dimaksud dengan penyeru di sini adalah Malaikat yang memanggil manusia untuk
menghadap kehadirat Allah. 24
Departemen Agama, Ibid, hlm .
Pada ayat tentang sholat yang khusyu’, Buya Hamka menjelaskan yang
dimaksud dengan khusyu’ di dalam surah al-Mu’minun ayat tersebut adalah
tunduk dengan rasa takut kepada Allah SWT. Sedangkan di dalam tafsir al-
Maraghi memaknai khusyu’ dengan tunduk serta menghayati bacaan serta makna
yang terkandung dalam setiap bacaan shalat. Katika menafsirkan surah al-
Mu’minun ayat - Buya Hamka mencoba menafsirkan sesuai dengan keadaan
masyarakat pada masanya.Sama halnya dengan al-Maraghi ketika menafsirkan
surah al Mu’minun ayat - dia juga menafsirkan sesuai dengan keadaan
masyarakat pada masanya. Artinya ketika menafsirkan surah al Mu;minun ayat -
mereka sama-sama memakan corak al adabi wa al ijtima’i.
Tafsir al-Maraghi adalah salah satu kitab tafsir yang memperkenalkan diri
diera zaman kontemporer. Di dalam tafsir ini, pengarangnya menghindari
penafsiranyang ditakutkan sukar untuk difahami oleh pembaca. Pengarang tafsir
ini lebih mengutamakan menafsirkan ayat demi ayat dengan metode ijmali
(global) yaitu metode yang dimana dalam menjelaskan ayat al-Qur’an bersifat
global.Jadi, yang dijelaskan adalah pesan-pesan pokok dari ayat yang ditafsirkan.
Demikian juga dengan tafsir al-Azhar juga adalah salah satu diantara
banyaknya kitab tafsir yang terkenal baik dikalangan mahasiswa maupun
masyarakat banyak. Tafsir ini dikarang oleh salah satu ulama yang terkenal di
Indonesia. Dia adalah Buya Hamka dengan nama lengkapnya Abdul Malik Karim
Amrullah. Tafsir ini berjumlah jilid yang setiap jilidnya terdiri dari juz. Di
dalam tafsir ini Buya Hamka mencoba mengkaji ayat al-Qur’an dari segala aspek
maknanya, menafsirkan ayat demi ayat, surat demi surat sesuai dengan urutan
mushaf utsmani. Adapun perbedaan yang tampak diantara dua mufassir ini dalah,
al-Maraghi menafsirkan dengan menerangkan kosa kata-kosa kata yang sulit
terlebih dahulu sedangkan Buya Hamka menjelaskan ayat Qur’an dengan
mengangkat cerita-cerita yang bersangkutpaut dengan ayat yang beliau tafsirkan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
serta meneliti lebih lanjut tentang“ Makna Khusyu’ Dalam Shalat (Studi
Komparatif antara Tafsir al Azhar dan Tafsir al Maraghi).
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah perbedaan penafsiran antara tafsir al
Azhar dan tafsir al Maraghi dalam menafsirkan kata khusyu’
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan pokok masalah di atas maka yang akan menjadi
fokus di dalam penelitian ini adalah :
. Bagaimana gambaran umum khusyu’ dalam shalat?
. Bagaimana biografi Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi serta tafsirnya ?
. Bagaimanakah penafsiran khusyu’ dalam shalat di dalam tafsir al Azhar dan
tafsir al Maraghi ?
D. Batasan Masalah
Untuk menghindari melebarnya masalah yang akan penulis bahas, maka
penulis rasa perlu untuk membatasinya. Maka dalam penelitian ini penulis hanya
akan memfokuskan pembahasan dalam skripsi ini adalah ayat-ayat di dalam al-
Qur’an yang berkaitan dengan khusyu’ dalam shalat dan bentuk-bentuk yang
semakna denganya yakni pada surat al-Baqarah ayat , surat al-Hadid ayat ,
surat al-Hasyr ayat , dan surat al-Isra’ ayat , dan surat al-Mu’minun ayat -
dalam tafsir al Azhar dan tafsir al Maraghi yang menjadi dasar pokok penulis
memilih tafsir al Azhar dan tafsir al Maraghi adalah karena tafsir ini merupakan
tafsir yang mudah untuk difahami dan alasan penulis memilih ayat-ayat tersebut
karena ayat tersebut menerangkan tentang khusyu’ dalam shalat dan dalam
ibadah.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana gambaran umum khusyu’ di dalam al-
Qur’an.
b. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran khusyu’ di dalam tafsir al-Azhar
dan tafsir al-Maraghi.
c. Untuk melihat perbandingan penafsiran antara tafsir al-Azhar dan tafsir al-
Maraghi.
. Kegunaan Penelitian
a. Secara teoritis dapat mengembangkan ilmu pengetahuan keagamaan (
keislaman ), khususnya tentang makna khusyu; di dalam shalat menurut
tafsir al-azhar dan tafsir al-Maraghi.
b. Sebagai tambahan wacana keberagaman dalam turut serta mensyari’atkan
syari’at Islam ( berdakwah ) kepada diri pribadi, keluarga, lingkungan, dan
masyarakat.
c. Penelitian ini diharapkan pula menjadi kontribusi keilmuan penulis
terhadap Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang
tengah mengembangkan paradigma keilmuan yang berwawasan global
dalam bentuk Universitas Islam.
F. Tinjauan Pustaka
Setelan melakuka pencarian rujukan terdapat beberapa penelitian ataupun
buku yang membahas tentang khusyu’ ini. Pencarian rujukan ini dimaksud untuk
menjelaskan bahwa penelitian yang akan penulis teliti belum pernah di tulis oleh
peneliti lain sebelumnya, atau penelitian yang akan penulis bahas sudah pernah
diteliti, namun berbeda dari segi pendekatan dan paradigma yang digunakan.
Sejauh penelusuran penulis, ada beberapa penelitian baik dalam bentuk skripsi,
thesis, jurnal ataupun buku yang membahas tentang khusyu; ini diantaranya :
Pertama, jurnal yang di tulis oleh Lina Kushidayati yang berjudul “
Khusyu’ dalam perspektif dosen dan pegawai STAIN Kudus”. Di dalam
ksimpulan journal ini diebutkan bahwa yang dikatakan dengan khusyu’adalah
perasaan dekat dengan Allah dan merasakan kehadirannya, sehingga seorang
hamba menyadari posisinya sebagai seorang hamba.Lebih jauh jurnal ini banyak
membahas tentang pemahaman tentang kata khusyu’ menurut dosen dan pegawai
dilingkungan STAIN Kudus serta penelitian yang dilakukan bersifat kuantitatif.25
25
Lina Kushidayati, Esoterik :Journal Akhlak dan Tasawuf, Journal. Stain Kudus. Ac. Id.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Mardiyanto, mahasiswa jurusan Tafsir
Hadist Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar pada tahun yang berjudul “ Urgensi Shalat Khusyu’ (
Kajian Tafsir Tahlili pada Q.S. al Mu’minun ayat - ). Di dalam kesimpulan
penelitian ini disebutkan bahwa khusyu’ merupakan faktor terpenting di dalam
shalat, karena ia merupakan ruh dari shalat. Tiada kekhusyu’an dalam shalat sama
artinya ia yidak shalat. Lebih jauh penulis amati bahwa penelitian ini lebih banyak
membahas pentingnya shalat dalam keadaan khsuyu’, serta lebih banyak
menjelaskan kiat-kiat untuk mencapai shalat yang khsuyu’.26
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Syarif Muhammad, mahasiswa jurusan
Tafsir Hadist Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya yang
berjudul “ Pemaknaan Khusyu’ Dalam Shalat (Studi Komparatif antara Tafsir
Ibnu Katsir dan Tafsir Ruh al Ma’ani)”. Di dalam kesimpulan disebutkan bahwa
ketika menafsirkan makna khusyu’ kedua mufassir ini memiliki persamaan dan
perbedaan. Persamaan terletak pada penafsiran kata khusyu’itu sendiri, mereka
mengatakan bahwa khusyu’ dapat dilakukan dengan cara menundukkan
pandangan ke arah sujud. Sedangkan perbedaannya terletak pada penafsiran kata
khusyu’itu sendiri.27
Namun, penelitian yang akan penulis lakukan ini berbeda dengan jurnal
ataupun penelitian yang pernah dilakukan terdahulu. Penelitian ini akan penulis
arahkan untuk memahami makna khusyu’ menurut dua orang mufassir yaitu Buya
Hamka dan Ahmad Mustafa al-Maraghi. Dan penulis akan mencari titik
persamaan serta perbedaan kedua mufssir ini dalam menafsirkan term khusyu’ .
G. Metode Penelitian
Metode diartikan sebagai way of doing anything. Yaitu suatu cara yang
ditempuh unuk mengerjakan sesuatu agar sampai kepada suatu tujuan.28
Adapun
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparatif
26
Pusat Perpustakaan UIN Alaudiin Makassar. 27
Sadikin Ali, http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/ , diupload pada tanggal
September , pukul : . 28
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian dan Tafsir, ( Yogyakarta: CV Idea Sejahtera
), hlm .
(analitycal comparative method), yaitu mendeskripsikan konstruksi penafsiran
khusyu’ dari kedua mufassir tersebut lalu dianalisis, dan penulis akan mencari
letak persamaan dan perbedaan dari kedua tafsir ini.
. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan analisis
komparatif, yaitu mencoba menganalisis konstruksi kedua tafsir tersebut, lalu
dianalisa serta mencari kelebihan dan kekurangan pemikiran kedua tafsir tersebut.
. Sumber dan Jenis Data
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan penulis klasifikasikan
dalam dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.Adapun yang menjadi objek
dalam penelitian ini adalah teks-teks al-Qur’an dan tentu yang menjadi data
primernya adalah al-Qur’an itu sendiri, serta kitab tafsir al-Azhar dan tafsir al-
Maraghi.Sedangkan data sekundernya adalah buku-buku, jurnal-jurnal serta
artikel dan beberapa kitab tafsir yang mendukung penelitian ini.29
. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data yang diperlukan, maka penulis melakukan
penelusuran terhadap berbagai referensi yang bersumber dari tulisan-tulisan yang
berkaitan dengan permasalahn yang sedang penulis teliti.
. Metode Analisis Data
Setelah dilakukan pengumpulan data, penulis akan menganalisa data yang
didapatkan dengan menggunakan metode muqarran. Muqarran secara harfiyah
berarti perbandingan, sedangkan secara istilah muqarran berarti suatu metode
atau teknik penafsiran al qur’an dengan cara membandingkan pendapat seorang
mufassir dengan mufassir lainnya mengenai penafsiran sejumlah ayat.30
Penafsiran al-Qur’an dengan metode muqarran dapat dikategorikan dalam
tiga bentuk yaitu :
29
Muhammad Hanafi, Metode Penelitian Bahasa, ( Jakarta : Pustaka Firdaus ), hlm
. 30
Abdul Mustaqim, Ibid, hlm .
Pertama, membandingkan ayat al-Qur’an yang berbeda redaksi satu dengan
yang lainnya, padahal sepintas terlihat berbicara tentang persoalan yang sama.
Kedua.Membandingkan ayat al-Qur’an dengan suatu hadis.Ketiga,
membandingkan suatu tafsir dengan tafsir yang lainnya mengenai sejumlah ayat
yang ditetapkan oleh mufassir itu sendiri.31
Sebenarnya metode penelitian komparatif tidak jauh beda dengan penelitian
lainnya, hanya saja penelitian komparatif ini akan tampak sangat menonjol uraian-
uraian perbandingannya. Adapun langkah-langkah metodisnya adalah sebagai
berikut :
. Menentukan tema apa yang akan diteliti.
. Mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dibandingkan.
. Mencari keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi antar konsep.
. Melakukan analisis mendalam dengan disertai argumen data.
. Membuat kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian.32
Dengan metode perbandingan ini, penulis akan menghubungkan
penafsiran satu dengan yang lainnya, memperjelas kekayaan alternatif yang
terdapat dalam suatu permasalahan tertentu dan menyoroti titik temu penafsiran
mereka dengan tetap mempertahankan dan menjelaskan perbedaan yang ada, baik
dari metodologi maupun penafsirannya.
H. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mudah dalam memahami isi skripsi ini, agar tidak memperluas
objek kajian dalam penelitian, maka perlu adanya sistematika penulisan.Skripsi
ini merujuk kepada teknik penulisan yang disepakati pada Fakultas Ushuluddin
dan Studi Agama UIN STS Jambi. Penelitian ini dibagi menjadi lima bab, dan
disetiap bab terdapat sub –sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan
tersendiri, tetapi saling berkaitan antara sub bab dengan bab yang berikutnya.
Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
31
Abdul Mustaqim, Ibid, hlm . 32
Abdul Mustaqim, Ibid, hlm .
Bab pertama merupakan pendahuluan yang di dalamnya memaparkan latar
belakang masalah, pokok masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika
penulisan.
Bab kedua berisikan tentang potret kehidupan dan perjalanan intelektual
dari pengarang tafsir al-Azhar dan tafsir al-Maraghi serta biografi tafsir tersebut.
Bab ketiga penulis arahkan untuk menjelaskan gambaran umum tentang
shalat dan khsuyu’ serta ayat-ayat tentang khusyu’.
Bab keempat merupakan inti dari penelitian. Dalam bab ini penulis akan
mengupas tentang bagaimana penafsiran term khusyu’ dalam shalat dan ayat-ayat
yang dirasa berkaitan dengan khusyu’ dan shalat menurut tafsir al-Azhar dan
tafsir al-Maraghi, dan penulis akan membandingkan dari kedua penafsiran
tersebut dan akan memaparkan persamaan dan perbedaan isi penafsiran kedua
mufassir tersebut.
Bab kelima merupakan akhir dari penelitian, yang akan memaparkan
kesimpulan akhir dari penelitian yang telah penulis lakukan, berkaitan dengan
makna khusyu’ dalam shalat ( studi komparatif antara tafsir al Azhar dan tafsir al
Maraghi ).
BAB II
BIOGRAFI HAMKA DAN GAMBARAN UMUM TAFSIR AL-AZHAR
. Buya Hamka
a. Riwayat Hidup Buya Hamka
Nama lengkap Buya Hamka adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Namun,
ia lebih dikenal dengan Hamka yang merupakan akronim namanya sendiri.
Sebutan buya di depan namanya tak lain merupakan panggilan buat orang
Minangkabau yang disadur dari bahasa Arab (abi atau abuya) yang berarti ayah
kami atau seseorang yang sangat dihormati. Ia lahir di Kampung Molek,
Maninjau, Sumatera Barat pada tanggal Februari dan meninggal pada
tanggal Juli di Jakarta.
Putra Abdul Karim bin Amrullah yang juga dikenal sebagai Haji Rasul dan
pelopor Gerakan Islah di Minangkabau sekembalinya dari Mekah pada tahun
mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Maninjau hingga Darjah dua.
Ketika ayahnya mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang, Hamka yang
baru berusia tahun segera pindah ke sana.33
Pada usia tahun, buya Hamka memulai mempelajari bahasa Arab di Sumatera
Thawalib yang didirikan oleh ayahnya di Padang Panjang. Ia juga belajar ilmu-
ilmu agama di surau dan masjid yang diasuh sejumlah ulama terkenal seperti
Sutan Mansur, RM. Surjoparonto, Ki Bagus Hadikusumo, Syaikh Ahmad Rasyid
dan Syaikh Ibrahim Musa.
Hamka memulai pengabdian terhadap ilmu pengetahuan dengan menjadi guru
agama pada tahun di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan. Selang dua tahun
kemudian pada tahun ia juga menekuni profesi serupa di Padang Panjang.
Karena karir cemerlang, pada tahun - ia dilantik sebagai dosen di
Universitas Islam Jakarta danUniversitasMuhammadiyah
33
Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir Al-Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer,
(Yogyakarta : Kaukaba Dipantara, ), - .
Padang Panjang.Jabatan prestisius sebagai Rektor juga pernah dijalaninya pada
Perguruan Tinggi Islam Jakarta.
Kesuksesan Hamka dalam menuntut ilmu tak hanya diperoleh melalui pendidikan
formal.Ia malah sering belajar berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat,
sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat secara otodidak.
Dengan kemampuan bahasa Arab, Hamka menelaah karya ulama dan pujangga
besar Timur Tengah. Misalnya, Mustafa Al-Manfaluti, Abbas Al-Aqqad, Hussai
Haikal, Jurji Zaidan dan Zaki Mubarok. Karya sarjana Prancis, Inggris,dan
Jerman semisal Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee,
Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre loti juga tak luput dari perhatiannya.
Langkah penafsiran Hamka adalah dengan menuliskan teks al-Qur’ān lengkap,
diterjemahkan, kemudian memberi catatan penjelasan. Biasanya ia menyajikan
bagian-bagian pendek yang terdiri dari beberapa ayat, satu sampai lima ayat
dengan terjemahan bahasa Indonesia, kemudian dijelaskan panjang lebar bisa
sampai lima belas halaman. Karena itulah Tafsir Al-Azhar lumayan tebal terdiri
atas beberapa jilid.
Atas jasa pengabdiannya dalam dunia keilmuan Hamka dianugerahi gelar
kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas Al-Azhar pada tahun ,
Doctor Honoris Causa Universitas Malaisya pada tahun dan gelaran Datuk
Indo dan Pangeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.34
Buya Hamka aktif di organisasi sosial kemasyarakatan yaitu Muhammadiyah.
Bahkan ia turut mengikuti deklarasi berdirinya Muhammadiyah pada tahun .
Karirnya pun cemerlang mulai tahun ia menjadi Ketua Cabang
Muhammadiyah Padang Panjang. Lalu, dua tahun kemudian pada tahun ia
menjadi konsul Muhammadiyah di Makasar. Pada tahun ia terpilih menjadi
Ketua Majelis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat dan jabatan Penasihat
Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga pernah disandangnya pada tahun .
Sedangkan di jalur politik, ia terdaftar sebagai anggota Sarekat Islam pada tahun
. Pada tahun ia dilantik sebagai ketua Barisan Pertahanan Nasional
Indonesia dan juga dilantik menjadi anggota Konstituante Masyumi. Namun,
34
Ibid., - .
ketika Masyumi diharamkan oleh pemerintahan Soekarno pada tahun , empat
tahun kemudian pada tahun hingga ia dipenjara kerena dituduh Pro
Malaysia.35
b. Karya-Karya Buya Hamka
Hamka memang tokoh yang kaya ilmu pengetahuan.Kiprahnya di dunia politik
ternyata juga berbanding lurus dengan aksi pengembangan ilmu pengetahuan.
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, ia juga seorang wartawan, penulis,
editor dan penerbit. Sejak tahun -an, Hamka menjadi wartawan beberapa
akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan
Muhammadiyah.
Pada tahun , Hamka menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Selang
empat tahun kemudian pada tahun ia menjadi editor dan menerbitkan
majalah Al-Mahdi di Makasar. Ia pernah juga menjadi editor majalah Pedoman
Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
Berbekal pengetahuan tentang tulis-menulis, Hamka mampu menghasilkan
banyak karya terutama dalam bidang sastra (novel dan cerpen), misalnya
Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah dan
Merantau ke Delhi, dan agama (tafsir), yaitu tafsir Al-Azhar. Bahkan ditegaskan
olehnya sendiri bahwa Tafsir Al-Azhar ditulis di penjara.
Tafsir Al-Azhar telah diakui banyak kalangan sebagai karya monumental
Hamka.Ia mencoba menghubungkan sejarah Islam modern dengan studi al-Qur’ān
dan berusaha melangkah keluar dari penafsiran-penafsiran tradisional.Ia
menekankan ajaran al-Qur’ān dan konteksnya dalam bidang keislaman.
Menurut Prof. Andries Teeuw (seorang pengamat sejarah sastra Indonesia)
bependapat bahwa Hamka adalah pengarang yang paling banyak tulisannya
tentang agama Islam.Hamka memang termasuk penulis yang produktif.Jumlah
karyanya memang banyak dan bernafaskan Islam.36
35
Ibid., . 36
Nasir Tamara, et. Al, Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta : Sinar Harapan, ), .
Berikut adalah karya-karya Buya Hamka37
:
. Khatibul Ummah Jilid I, II, dan III ( ).
. Si Sabariah cerita Roman dalam bahasa Minangkabau ( ).
. Pembela Islam (Tarikh Sayyidina Abu Bakar Siddiq) ( ).
. Adat Minangkabau dan Agama Islam ( ).
. Ringkasan Tarikh Umat Islam, Ringkasan Sejarah sejak Nabi Muhammad
SAW sampai Kahlifah ke empat, Bani Umayyah dan Bani ‘Abbas ( ).
. Kepentingan Melakukan Tabligh ( ).
. Hikmah Isra’ dan Mikraj ( ).
. Arkanul Islam, di Makasar ( ).
. Laila Majnun, Jakarta ( ).
. Majalah “Tentara”, di Makasar ( ).
. Majalah Al-Mahdi, di Makasar ( ).
. Mati Mengandung Malu (Salinan Al-Manfaluthi) ( ).
. Di Bawah Lindungan Kaabah, Jakarta ( ).
. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Jakarta ( ).
. Di Dalam Lembah Kehidupan, Jakarta ( ).
. Tuan Direktur ( ).
. Dijemput Mamaknya ( ).
. Keadilan Ilahi ( ).
. Tasawuf Modern ( ).
. Filsafah hidup ( ).
. Merantau ke Deli ( ).
. Margaretta Gauthier (Terjemahan) ( ).
. Lembaga Hidup ( ).
. Lembaga Budi ( ).
. Majalah “Semangat Islam” ( ).
. Majalah “Menara”, Padang Panjang ( ).
. Negara Islam ( ).
37
Solihin Salam, Kenang-Kenangan Tahun Buya Hamka, (Jakarta : Yayasan Nurul
Islam, ), - .
. Islam dan Demokrasi ( ).
. Revolusi Pikiran ( ).
. Revolusi Agama ( ).
. Adat Minangkabau menghadapi revolusi ( ).
. Dibantingkan Ombak Masyarakat ( ).
. Di Dalam Lembah Cita-Cita ( ).
. Sesudah Naskah Renville ( ).
. Pidato Pembelaan Peristiwa Sesudah Tiga Mac ( ).
. Menunggu Beduk Berbunyi, Bukit Tinggi ( ).
. Ayahku, Jakarta ( ).
. Mandi cahaya di tanah Suci ( ).
. Mengembara di Lembah Nil ( ).
. Di Tepi Sungai Dajlah. Ditulis sekembali dari ibadah Haji ( ).
. Kenang-Kengan hidup I, II, dan III ( ).
. Kenanga-Kenangan hidup IV (Autobiografi sejak lahir - ) ( ).
. Sejarah Umat Islam I, II, dan III ( ).
. Sejarah Umat Islam Jilid IV ( ).
. Pedoman Mubaligh Islam ( ).
. PRIBADI ( ).
. Agama dan Perempuan ( ).
. Muhammadiyah Melalui Tiga Zaman, Padang Panjang ( ).
. Soal Hidup (Kumpulan Karangan dari Pedoman Masyarakat) ( ).
. Pelajaran Agama Islam ( ).
. Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad ( ).
. Empat Bulan di Amerika Jilid I dan II ( ).
. Pengaruh Ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kaherah,
Mesir) ( ).
. Soal Jawab ( ).
. Dari Perbendaharaan Lama, Medan ( ).
. Lembaga Bintang Hikmat, Jakarta ( ).
. Islam dan Kebatinan ( ).
. Fakta dan Khayal Tuanku Rao ( ).
. Sayyid Jamaluddin Al-Afgani ( ).
. Ekspansi Ideologi ( ).
. Hak-Hak Asasi Manusia Dipandang dari Segi Islam ( ).
. Falsafah Ideologi Islam ( ).
. Keadilan Sosial dalam Islam ( ).
. Cita-Cita Kenegaraan dalam Ajaran islam ( ).
. Studi Islam ( ).
. Himpunan Khutbah-Khutbah.
. Urat Tunggang Pancasila.
. Do’a-Do’a Rasulullah SAW ( ).
. Sejarah Islam di Sumatera.
. Bohong di Dunia.
. Muhammadiyah di Minangkabau ( ).
. Pandangan hidup islam ( ).
. Memimpin Majalah Pedoman Masyarakat, dari tahun sampai
( - ).
. Memimpin Majalah Panji Masyarakat ( - ).
. Memimpin Majalah Mimbar Agama ( - ).
. Kedudukan Wanita dalam Islam ( ).
. Tafsir Al-Azhar Juz I-XXX.
Total keseluruhan karangan Buya Hamka sejak tahun adalah sebanyak
(seratus tiga belas) jilid kitab-kitab yang telah dibukukan dan masih ada dalam
majalah panji masyarakat, karangan-karangan panjang yang patut dibukukan,
seumpama “Pandangan Hidup Muslim” di Panjimas yang dilarang terbit oleh
Presiden Soekarno dan juga “Dari Hati ke Hati” yang terdapat dalam Panji
masyarakat.38
c. Karakteristik Tafsir Al-Azhar
38
Solihin Salam, Kenang-Kenangan Tahun Buya Hamka, (Jakarta : Yayasan Nurul
Islam, ), .
Karakteristik Hamka dalam melakukan tekhnik penafsirannya adalah mencontoh
tafsir Al-Manar karya Rasyid Ridho.Hamka menyatakan ketertarikan hati
terhadap tafsir Al-Manar karya Sayyid Rasyid Ridho.Ia menilai bahwa tafsir Al-
Manar adalah sebuah sosok tafsir yang mampu menguraikan ilmu-ilmu
keagamaan sebangsa hadis, fiqih, sejarah dan lainnya lalu menyesuaikannya
dengan perkembangan politik dan kemasyarakatan yang sesuai dengan zaman di
waktu tafsir itu ditulis. Terakhir Hamka lebih banyak menekankan pada
pemahaman ayat secara menyeluruh.Oleh karena itu dalam tafsirnya Hamka lebih
banyak mengutip pendapat para ulama terdahulu.Sikap tersebut diambil oleh
Hamka karena menurutnya menafsirkan al-Qur’ān tanpa melihat terlebih dahulu
pada pendapat para mufassir dikatakan tahajjum atau ceroboh dan bekerja dengan
serampangan.39
. Bentuk Tafsir Al-Azhar
Dalam pengantarnya Hamka menyebutkan bahwa ia memelihara sebaik-baiknya
hubungan antara aql dan naql (riwayah dan dirayah). Buya Hamka tidak hanya
semata-mata mengutip atau menukil pendapat orang yang terdahulu, tetapi ia juga
mempergunakan tinjauan pribadinya sendiri dan tidak pula semata-mata menuruti
pertimbangan akal sendiri. Suatu tafsir yang hanya menuruti dari riwayat orang
terdahulu berarti hanya suatu textbox thinking. Sebaliknya, jika hanya
memperturutkan akal sendiri besar bahayanya akan keluar dari garis tertentu yang
digariskan oleh agama sehingga tidak disadari akan menjauh dari maksud
agama.40
Melihat dari pendapat di atas dan dari karya Buya Hamka secara langsung, maka
kitab tafsir Al-Azhar lebih cenderung berbentuk bir ra’yi. Dikatakan demikian
karena Buya Hamka lebih cenderung menggunakan pandangan pribadinya dan
pandangan orang-orang terdahulu ketimbang menggunakan Hadis Nabi SAW.
. Metode Tafsir Al-Azhar
39
Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia Abad Ke- , (Jurnal ilmu
dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Vol III, No. , ), . 40
https://andiuripurup.wordpress.com/ /tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/
diakses pada September .
Metode yang dilakukan oleh Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar adalah tahlili,
yaitu menafsirkan ayat demi ayat sesuai urutannya dalam mushaf serta
menganalisis begitu rupa hal-hal penting yang terkait langsung dengan ayat, baik
dari segi makna atau aspek-aspek lain yang dapat memperkaya wawasan pembaca
tafsirnya, terbukti ketika menafsirkan surah Al-Fātihah, ia membutuhkan sekitar
halaman untuk mengungkapkan maksud dan kandungan dari surat tersebut.
Berbagai macam kaidah-kaidah penafsiran dari mulai penjelasan kosa kata, asbab
an-nuzul ayat, munasabah ayat, barbagai macam riwayat hadis dan yang lainnya,
semua itu disajikan oleh Hamka dengan cukup baik, lengkap dan mendetail.41
Ketajaman analisis Hamka juga teruji ketika misalnya dengan jeli menunjukkan
korelasi antara makna yang terdapat pada akhir surat Al-Fātihah dengan makna
yang ada pada awal surat Al-Bāqarah ayat :
“Inilah kitab itu, tidak ada sebarang keraguan padanya, satu petunjuk bagi
orang-orang yang hendak bertqwa”.42
(QS. Al-Bāqarah : )
Buya Hamka mengatakan “kita baru saja selesai membaca surah Al-Fātihah, di
sana kita telah memohon kepada Tuhan agar ditunjuki jalan yang lurus, jalan yang
diberi nikmat, bukan jalan yang dimurkai atau sesat”. Baru saja menarik nafas
selesai membaca surat itu, kita langsung kepada surat Al-Bāqarah dan kita
langsung kepada ayat ini. Permohonan kita di surat Al-Bāqarah sekarang
diperkenankan. Kamu bisa mendapat jalan yang lurus yang diberi nikmat bukan
yang dimurkai dan sesat, asal saja kamu suka memakai pedoman kitab ini.Tidak
diragukan lagi, dia adalah petunjuk bagi orang yang suka bertaqwa”.43
Melihat metode penafsiran yang digunakan, Hamka mencontoh kepada Tafsir Al-
Manar, menjadikan corak yang dikandung oleh Tafsir Al-Azhar memiliki
41
Lihat Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid I, (Singapura : Kerjaya
Printing Industries Pte Ltd, ), - . 42
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung : Diponegoro, ),
. 43
Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid I., .
kesamaan.44
Ia juga berusaha memelihara sebaik mungkin antara naql dan ‘aql,
antara dirayah dan riwayah. Maksudnya adalah Hamka menjanjikan bahwa ia
tidak hanya semata-mata mengutip atau menukil pendapat yang terdahulu, tetapi
juga menggunakan tinjauan dan pengalaman pribadi.
. Corak Tafsir Al-Azhar
Tafsir Buya Hamka cenderung bersifat netral dan tidak memihak.Sementara
dalam menjelaskan ayat, beliau menggunakan contoh-contoh yang hidup di
masyarakat, baik masyarakat kelas atas, bawah maupun secara individu.
Berdasarkan fakta di atas, tafsir Hamka dalam menjelaskan ayat adalah bercorak
Adabi wal Ijtimā’i (sosial kemasyarakatan). Corak Adabi wal Ijtimā’i adalah
menitik beratkan penjelasan ayat-ayat al-Qur’ān dengan ungkapan-ungkapan yang
teliti, menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur’ān dengan bahasa
yang indah dan menarik, tafsir ini berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur’ān
yang tengah dikaji dengan sosial dan sistem budaya yang ada. Pemikiran Hamka
dalam tafsir Al-Azhar berusaha memahami nash-nash al-Qur’ān dengan cara
mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur’ān secara teliti, selanjutnya
menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur’an tersebut dengan gaya
bahasa yang indah dan menarik. Kemudian menghubungkan nash-nash yang
dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada.45
. Ahmad Mustafa Al-Maraghi
a. Biografi Ahmad Mustafa Al-Maraghi
Nama lengkap beliau adalah Ahmad Mustafa Ibn Mustafa Ibn Muhammad Ibn
‘Abd al-Mun’im al-Qādi al-Maraghi. Beliau lahir pada tahun H/ M di
kota Al-Maraghah, Propinsi Suhaj, kira-kira km arah selatan kota Kairo.
Nama kota kelahiran inilah yang melekat dan menjadi nisabah bagi dirinya, bukan
44
Karel Steenbrink, Qur’an Interpretation of Hamzah Fansuri and Hamka : A
Comparison, Jurnal Studi Islamika, Vol II, No. , , . 45
Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia, Terj. Tajul Arifin
https://andiuripurup.wordpress.com/ / /tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/ diakses pada
September , . .
nama yang melekat dan dinisbahkan dari nama keluarganya.46
Menurut Abdul
Aziz al-Maraghi, yang dikutip oleh Abdul Djalal, kota al-Maraghah adalah ibu
kota kabupaten al-Maraghah yang terletak di tepi barat Sungai Nil, berpenduduk
sekitar . orang dengan penghasilan utama Gandum, Kapas dan Padi.47
Ahmad Mustafa Al-Maraghi berasal dari keluarga ulama besar yang taat
agama dan menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dari
dari orang putra Syekh Mustafa Al-Maraghi (ayah Ahmad Mustafa Al-
Marghi) adalah ulama yang besar dan masyhur, yaitu:
. Syekh Muhammad Mustafa Al-Maraghi.
. Syekh Ahmad Mustafa Al-Maraghi.
. Syekh Abdul Azizi Al-Maraghi.
. Syekh Abdullah Mustafa Al-Maraghi.
. Syekh Abul Wafa Mustafa Al-Maraghi.
. M. Aziz Ahmad Al-Maraghi,.
. A. Hamid Al-Maraghi.
. Asim Ahmad Al-Maraghi.
. Ahmad Midhat Al-Maraghi.48
Pada masa kanak-kanaknya, beliau hidup dalam lingkungan keluarga yang
terdidik. Sebelum sampai usia persekolahan, beliau mendapat pendidikan
dilingkungan keluarganya, bersama dengan saudara-saydaranya yang lain. Pada
peringkay awal pendidikan, beliau masuk sekolah agama di desanya, tempay di
mana beliau mempelajari al-Qur’ān, memperbaiki bacaan-bacaannya, sehingga di
umur tahun beliau telah menghafal keseluruhan ayat-ayat al-Qur’ān. Di
sampan itu beliau juga mempelajari ilmu tajawid dan asas asas ilmu agama yang
lain.
46
Sebutan Al-Maraghi yang terdapat pada nama Syekh ahmad Mustafa Al-Maraghi dan
lain-lainya bukanlah dikautkan dari nama suku/marga atau keluarga, seperti halnya sebutan Al-
Hasyimi yang dikaitkan dengan keturunan Hasyim, melainkan dihubungkan dengan nama daerah
ataupun kota yang dalam hal ini adalah kota Al-Maraghah. 47
Hasan Zaini, Tafsir Al-Marghi: Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam, ( Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, ), hal . 48
Muslim, “Ilmu dan Keutamaanya Dalam Perspektif al-Qur’ān Studi Penafsiran Tafsir
Al-Maraghi”, Skripsi ( Jambi: UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, ), hal .
Setelah menamatkan pendidikan pada peringkat awal usianya pada tahun
H/ M, beliau menyambung pelajaranya di Universitas Al-Azhar di Kairo
Mesir atas persetujuan orang tuanya, di samping itu beliau juga tercatat sebagai
mahasiswa di Universitas Darul ‘Ulum Kairo. Dengan kesibukannya belajar di
dua peguruan tinggi, beliau berhasil menyelesaikan kedua-duanya pada waktu
yang sama yaitu pada tahun M.49
Ketika dalam perguruan tinggi tersebut,
Al-Maraghi mendapat bimbingan terus dari tokoh-tokoh ternama dari pakar pada
bidangnya masing-masing pada waktu itu, seperti Syekh Muhammad Abduh,
Syekh Muhammad Bukhait Al-Muthi’i, Ahmad Rifa’i Al-Fayumi, Syekh
Muhammad Hasan Al-Adawi, Syekh Muhammad Sahis Al-Muthi dan lain-lain.50
Merekalah guru-guru yang menjadi pendidik bagi Al-Maraghi sehingga menjadi
seorang muslim yang cerdad yang menguasai banyak ilmu agama.
Pada tahun beliau diminta menjadi dosen utusan untuk mengajar di
fakultas Ghirdun Universitas Al-Azhar di Qurthum Sudan selama empat tahun
dan beliau juga pernah menjadi hakim agung di sana pada tahun . Pada tahun
setelah tugasnya di Sudan tamat, beliau kembali ke Kairo dan dilantik
menjadi dosen bahasa arab dan ilmu-ilmu syari’ah Islam di Daar Al-‘Ulum
hingga tahun . Pada saat bersamaan beliau juga dilantik menjadi dosen ilmu
Balagha dan Sejarah Kebudayaan Islam di Fakultas Adab di Universitas Al-
Azhar.
Pada masa yang sama beliau juga mengajar di perguruan Ma’had Tarbiyah
Mua’llimat selama beberapa tahun, sampai beliau mendapat piagam sebagai tanda
penghargaan dari Raja Mesir Faruq. Pada bulan Mei tahun H beliau
diangkat menjadi rektor Al-Azhar, pada waktu itu beliau baru berumur tahun,
sehingga tercatat sebagai rektor termuda sepanjang sejarah Al-Azhar.51
Pada
tahun H/ M pula, yaitu setahun sebelum meninggal dunia, beliau masih
49
Muhammad Afiq Bin Mohd Amin, ” Jihad Menurut Mustafa Al-Maraghi Dalam Kitab
Tafsir Al-Maraghi”, Skripsi ( Jambi: UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, ), hal . 50
Hasan Zaini, Tafsir Al-Marghi: Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam, hal .
51
Kafrawi Ridan, Ensiklopedia Islam Indonesia(Jakarta: PT ICTIAR BARU VAN
HOEVE, ), hal .
juga mengajar dan masih juga diberi kepercayaan untuk menjadi direktur di
Madrasah Usman Mahir Basya di Kairo hingga menjelang akhir hayatnya.52
Berkat didikan dari Syekh Ahmad Mustafa Al-Maraghi, lahirlah ratusan
bahkan ribuan ulama. Sarjana dan cendikiawan muslim yang bisa dibanggakan
oleh berbagai lembaga pendidikan Islam yang ahli dan mendalami ilmu-ilmu
agama Islam. Mereka inilah yang nanti menjadi tokoh-tokoh aktifitas bangsanya,
yang mampu mengembang dan meneruskan cita-cita bangsanya dibidang
pendidikan dan pengajaran serta bidang-bidang lain.
Diantara murud-murid Ahmad Mustafa Al-Maraghi yang berasal
Indonesia:
. Bustami Abdul Gani, Guru Besar dan dosen Program Pascasarjana IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
. Muktar Yahya, Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
. Mastur Djahri, dosen senior IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
. Ibrahim Adul Halim, dosen senior IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
. Abdul Rozaq A-Amudy, dosen senior IAIN Sunan Ampel Surabaya.53
Sebagai ulama, Al-Maraghi memiliki kecenderungan bukan hanya kepada
bahasa Arab tetapi juga kepada ilmu tafsir, dan minatnya itu melebar kepada ilmu
fiqih.54
Pandangan-pandangannya tentang Islam terkenal tajam menyangkut
penafsiran al-Qur’ān dalam hubungannya dengan kehidupan sosial dan
pentingnya kedudukan akal dalam menafsirkan al-Qur’ān. Dalam bidang ilmu
tafsir, beliau memiliki karya yang sampai kini menjadi literatur wajib diberbagai
Perguruan Tinggi Islam di seluruh dunia, yaitu Tafsir Al-Maraghi yang ditulisnya
selama tahun. Tafsir tersebut terdiri dari juz dan telah diterjemahkan ke
dalam beberapa bahasa termasuk bahasa indonesia.55
52Syahidin, Karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, ),
hal .
53
Ibid., .
54
Melihat minatnya kepada ilmu fiqih, beliau menulis sebuah buku yang berjudul Al-Fath
Al-Mubin fi Tabaqat al-Usuliyyin yang menguraikan tabaqt (tingkatan) ulama usul.
55
Dewan Redaksi Eksiklopedia Islam, Eksiklopedia Islam, hal .
b. Karya-karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi
Al-Maraghi adalah ulama yang produktif dalam menyampaikan
pemikirannya lewat tulisan-tulisannya yang terbilang banyak, diantaranya:
. Ulum al-Balagha.
. Hidayah at-Talib.
. Tahzib at-Taufidh.
. Buhus wa Ara’.
. Tarikh Ulum al-Balagha wa Ta’rif bi Rijaliha.
. Mursyid at-Tullab.
. Al-Mu’jaz fi al-Adab al-‘Arabi.
. Al-Mujaz fi Ulum al-Usul.
. Ad-Diyanat wa al-Akhkaq.
. Al-Hisbah fi al-Islam.
. Ar-Rifq bi al-Hayawan fi al-Islam.
. Syarh Salasan Hadisan.
. Tafsir Juz Innama as-Sabil.
. Risalah fi Zaujat an-Nabi.
. Risalat Isbat Rukyah al-Hilal fi Ramadan.
. Al-Khutbah a al-Khutaba fi Daulat al-Umawiyyah wa al-‘Abasiyyah.
. Al-Mutala’ah al-‘Arabiyyah li al-Madaris as-Sudaniyah.56
. Risalahfi Musthalah al-Hadis.57
c. Karakteristik Tafsir Al-Maraghi
Diantara ulama yang memberikan kontribusi baik dari segi pemikiran
maupun tulisan adala Ahmad Mustafa al-Maraghi, salah satu alumni Al-Azhar
yamg ahli tafsir dan pakar pemikiran yang meberikan hawa segar kepada dunia
Islam. Beliau mempunyai karya besar yang menumental yaitu tafsir al-Maraghi
yang banyak dipelajari oleh kalangan umat Muslim. Tafsir al-Maraghi termasuk
56Dewan Redaksi Ensiklopedia, Enslikopedia Islam, hal - .
57
Departemen Agana RI, Ensiklopedia Islam . Lihat Juga Departemen Agama RI,
Ensiklopedia Islam (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek
Peningkatan Prasarana dan sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, ) hal .
ke dalam golongan tafsir kontemporer. Hal ini dapat dilihat jelas dari selain dari
waktu penyusunan tafsirnya, dapat juga dilihat dari cara al-Maraghi
menafsirkannya dengan cara yang lebih sistematis sehingga mudah dipahami.58
Motivasi utama hingga ia menulis tafsir ini adalah suatu kenyataan yang
sempat ia saksikan, bahwa kebanyakan orang enggan membaca kitab-kitab tafsir
yang ada di tangannya sendiri. Alasannya, karena kitab-kitab tafsir yang ada
sangat sulit dipahami, bahkan diwarnai dengan berbagai istilah yang hanya bisa
dipahami oleh orang-orang yang membidangi ilmu tersebut. Karenanya, sengaja
ia merubah gaya bahasa dan menyajikan dalam bentuk sederhana yang mudah
dipahami. Dengan demikian, para pembaca pun dapat memahami rahasia-rahasia
yang terkandung di dalam al-Qur’ān tanpa mengeluarkan energi berlebihan untuk
memahaminya.59
Memperhatikan kenyataan tersebut, masyarakat tentu membutuhkan kitab-
kutab tafsir yang mampu memenuhi kebutuhan mereka, disajikan secara
sistematis, diungkapkan dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti, dan
masalah-masalah yang dibahas benar-benar didukung oleh dengan hujjah, serta
bukti-bukti yang nyata. Bisa juga dinukilkan pendpat-pendapat para ahli dengan
berbagai cabang ilmu yang berkaitan erat dengan al-Qur’ān, selaras dengan syarat
penyajian yang harus sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern.60
Kitab tafsir ini terdiri dari jilid. Setiap jilid berisi satu juz al-Qur’ān.61
Hal ini dimaksudkan agara mudah di bawa kemana-mana, baik ketika menempati
suatu tempat atau saat berpergian.
. Metode Tafsir al-Maraghi.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, tafsir tidak terlepas dari metode, yakni suatu
cara yang sistematis untuk mencapai tingkat pemahaman yang benar tentang al-
58Sobirin, ” Peranan Orang Tua Terhadap Anak Dalam Keluarga Menurut Penafsiran
Ahmad Mustafa Al-Maraghi”, Skripsi ( Jambi: UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, ), hal .
59
Ibid. .
60
Ibid.
61
Tafsir al-Maraghi pertama kali diterbitkan pada tahun di Kairo. Pada terbitan
pertama ini, tafsir al-Maraghi terdiri atas juz atau dengan kata lain sesuai dengan pembagian
juz al-Qur’an. Lalu pada penerbitan yang kedua terdiri dari jilid, dimana setiap jilid berisi juz
dan juga pernah diterbitkan ke dalam jilid, dimana setiap jilid berisi juz. Namun yang banyak
beredar di Indonesia adalah tafsir al-Maraghi yang diterbitkan dala jilid.
Qur’ān yang dikehendaki oleh Allah. dengan demikian, metode tafsir dapat
diartikan suatu prosedur sistematis yang diikuti dalam upaya memahami dna
menjelaskan maksud kandungan al-Qur’ān. Menurut Nashruddin Baidan, metode
tafsir merupakan kerangka kerja yang digunakan dalam menginterpretasikan
pesan-pesan al-Qur’ān, sedangkan metodolgi tafsir adalah analisi ilmiah mengenai
metode-metode penafsiran al-Qur'ān.62
Metode yang digunakan dalam penulisan tafsirnya jika ditinjau dari segi
urutan pembahasanya, Al-Maraghi dapat dikatakan memakai metode tahlili, sebab
pada mulanya ia menurunkan ayat-ayat yang dianggap satu kelompok. Lalu
menjelaskan pengertian kata-kata maknanya secara ringkas, dan sebab-sebab
turunya serta munasabahnya. Pada bagian akhir ia memberikan penafsiran yang
lebih rincimengenai ayat tersebut.63
Dalam metode tahlili ini biasanya mufassir menguraikan makna yang
dikandung oleh al-Qur’ān, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan
urutannya di dalam mushaf. Urutan tersebut menyangkut berbagai aspek yang
dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosakata, konotasi kalimatnya,
latar belakang turun ayat kaitannya dengan ayat-ayat yang lain baik sebelum
maupun sesudah (munasabah), dan tidak ketinggalan pendapat-pendapat tang
telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut baik yang
disampaikan oleh Nabi, para Tabi’in maupun ahli tafsir lainnya.64
. Corak Tafsir Al-Maraghi
Tafsir yang merupakan karya manusia yang selalu diwarnai oleh
pemikiran, mazhab, atau disiplin ilmu yang ditekuni oleh mufassirnya maka buku-
buku tafsir memiliki berbagai corak pemikiran dan mazhab. Ada mufassir yang
konsen terhadap hukum Islam, maka corak penafsirannya cenderung kepada fiqih
bahkan mendukung mazhab hukum tertentu. Ada pula mufassir yang konsen
dalam bidang tasawwuf, filsafat, sains, atau keadaan masyarakat dimana mufassir
itu berada, maka penafsirannya bercorak sufi, falsafi, ‘ilmi, dan ijtima’i.
62Zaini, Tafsir al-Maraghi, hal .
63
Dewan Redaksi Ensiklopedia, Enslikopedia Islam, hal
64
Nashruddn Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
), hal .
Bila ditinjau dari orientasi pembahasan dan bahasa yang digunakan di
dalam tafsir al-Maraghi, maka corak penafsiran yang dipakai oleh Ahmad
Mustafa al-Maraghi dapat dikatan tafsirnya menggunakan corak al-Adab al-
Ijtimā’isebab diuraikan dengan bahasa yang indah dan menarik dengan
berorientasi dengan pada sastra, kehidupan budaya dan kemasyarakatan, sebagai
suatu pelajaran bahwa al-Qur’ān diturunkan sebagai petunjuk dalam kehidupan
individu maupun masyarakat.65
Penafsiran dengan corak al-Adab al-Ijtimā’i, merupakan penafsiran ayat-
ayat al-Qur’ān dengan mengungkapkan segi balāgha al-Qur’ān dan
kemukjizatannya, menjelaskan makna-makna dan sasaran-sasaran yang dituju al-
Qur’ān, mengungkapkan hukum-hukum alam dana tatanan kemasyarakatan yang
dikandungnya. Tafsir dengan corak ini merupakan corak yang baru yang menarik
pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur’ān serta memotivasi untuk
menggali makna-makna dan rahasia-rahasia al-Qur’ān.66
65Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, hal .
66
Said Aqil Husin Al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kasalehan Hakiki, DI
edit oleh Abdul Halim (Jakrta: PT. Ciputat Press, ), hal .
BAB III
TIINJAUN UMUM TENTANG SHOLAT KHUSYU’ DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian Shalat
Kata shalat seringkali diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan sebutan
“sembahyang”. Sebenarnya pengertian kedua dari kata tersebut mempunyai kata
yang berbeda. Sembahyang seringkali diartikan dengan “menyembah sang
hiyang” menyembah Tuhan. Kata sembahyang seringkali dikaitkan dengan
kegiatan tertentu yang dilakukan oleh umat beragama secara umum dalam rangka
menyembah tuhan mereka. Ini berarti kata sembahyang dikenal dalam semua
umat beragama, baik Islam maupun yang lainnya dengan tata cara yang berbeda.67
Pengertian kata shalat dalam Islam tidak persis sama dengan kata
sembahyang yang dikenal dalam agama-agama yang lainnya. Secara bahasa
sholat berarti do’a (memohon) ataupun memohon kebaikan. Sedangkan secara
istilah adalah perkataan ataupun perpuatan tertentu yang diawali dengan takbir
dan ditutup dengan salam.68
Shalat dinamakan demikian juga berarti hubungan kita secara langsung
dengan Allah SWT., dengan maksud mengagungkan, bersyukur, memohon
rahmat dan meminta ampunan-Nya. Shalat ini juga satu akar dengan kata
silaturrahmi, jika sholat berarti hubungan langsung kita kepada Sang Maha
Pencipta (hablumminallah) secara vertikal, maka silaturrahmi berarti hubungan
kita secara horizontal dengan makhluk-Nya (hamblumminannas). Ibadah itu
bertujuan untuk selalu ingat kepada penciptanya dan menunjukkan rasa tunduk
serta bersyukur kepada-Nya. Allah SWT., berfirman:
67Muhammad Amin, “Shalat Khusyu’ Kajian Surat Al-Mukminun Ayat dan ”,
Hikmah, Vol II, No ( ), hal .
68
Lihat Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al-Bajuri Syarah Ibnu Qosim Al-Ghazi Kitab Sholat,hal
.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah kepada Allah SWT., dan
memurnikan ketaaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,
dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang
demikian itulah agama yang lurus.”69
(Q.S al-Bayyinah: )
Allah SWT., juga mewajibkan umat terdahulu untuk melakukan sholat
dalam segi makna aslinya yaitu hubungan makhluk dengan penciptanya dan tidak
sama prakteknya dengan shalat umat Nabi Muhammad Saw., hal ini dapat
diketahui dari do’a Nabi Ibrahim didalam al-Qur’ān:
“Ya tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap
mendirikan shalat, ya tuhan kami perkenankan do’a kami.”70
(Q.S Ibrahim:
).
Allah SWT., juga berfirman:
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Isma’il (yang
tersebut) didalam al-Qur’ān seseungguhnya ia adalah benar janjinya, dan dia
adalah seorang Rasul dan Nabi dan dia menyuruh ahlinya untuk shalat dan
menunaikan zakat, dan dia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhan-Nya”71
(Q.S Maryam: - ).
Allah SWT., juga berfirman kepada Nabi Musa:
69
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
70
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
71
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
“Maka ketika dia mendatanginya (ke tempat api itu) dia dianggil, wahai Musa,
sungguh, aku adalah Tuhanmu, maka lepaskanlah kedua terompahmu. Karena
sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa. Dan aku telah
memilihmu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
Sungguh aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain aku, maka sembahlah aku
dan laksanakan shalat untuk mengingat aku.”72
(Q.S Thāha: - ).
Menurut A. Hasan ( ), Bigha ( ), Muhammad bin Qasyim Asy-
Syafi ( ), dan Rasyid ( ) shalat dalam bahasa Arab berarti berdo’a.
Ditambahkan oleh Ash-Shiddieqy ( ) bahwa perkataan dalam shalat dalam
Bahasa Arab berarti do’a memohon kebajikan dan pujian kepada Allah SWT.
Sedangkan secara hakikat mengandung pengertian berhadapan hati (jiwa) kepada
Allah dan mendatangkan takut kepada-Nya, serta menumbuhkan didalam jiwa
rasa keagungan, kebesaran, dan kesempurnaan kekuasaan-Nya.73
Pengertian shalat telah banyak dikemukan oleh banya ulama. Menurut
Hasbi Ash-Shiddiqi yang membagi dalam beberapa pengertian, yaitu pengertian
secara lahir yang berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali dengan
takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengan beribadah kepada Allah dengan
syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditentukan. Secara hakikat berarti ta’rif
yang melukiskan hakikat yaitu terhadap hati (jiwa) kepada Allah SWT., dengan
artian mengambarkan ruh shalat berhadapan kepada Allah SWT., dengan sepenuh
hati dan khusyu’ dihadapannya dengan ikhlas sepenuh hati dalam berzdikir,
berdoa dan memuji.74
72 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
73Yuanita Ma’rufah, “ Manfaat Shalat Terhadap Kesehatn Mental Dalam al-Qur’ān”,
Skripsi (Yogyakarta: Program Strata Satu Uneversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
), hal .
74
Ibid., .
Senada dengan apa yang diungkapakan Hasbi Ash-Shiddiqi, Sayyid Sabiq
memberikan pengertian dalam shalat yaitu suatu ibadah yang terdiri dari
perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi Allah SWT.,
dan disudahi dengan salam.75
Dari banyak pengertian diatas, meskipun terdiri dari ungkapan yang
sedikit berbeda. Namun secara garis besar mempunyai satu kesamaan yaitu suatu
ibadah yang dimuali dengan takbir dan diakhiri dengan salam berdsarakan
ketentuan-ketentuan tertentu seperti syarat-syarat dan rukun-rukun serta contoh
yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
B. Pengertian Khusyu’
Secara bahasa atau etimologi khusyu’ berakar dari kata khasya’a yang
berarti tenang atau tunduk (khudu’).76
Khusyuk dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai penuh konsentrasi, bersungguh-sungguh, dan penuh
kerendahan hati.77Kata khusyu’ juga mempunyai beberapa arti seperti tunduk,
rendah atau perlahan, diam atau tak bergerak.78
Menurut istilah atau terminologi, khusyu’ artinya kelembutan hati,
ketenangan sanubari yang berfungsi menghindari keiginan yang keji yang berawal
dari menuruti hawa nafsu, serta kepasrahan dihadapan Ilāhi yang dapat
melenyapkan keangkuhan, kesombongan dan sifat tinggi hati.79
Misa Abdu
berpendapat bahwa khusyu’ menurut istilah adalah keadaan jiwa yang tenang dan
75Ibid.
76
Ahmad Munawiwr Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progresif, ), hal . Namun menurut Ibn Faris, tunduk digunakan oleh anggota badan,
sedangkan khusyu’ pada suara, pandangan, wajah dan hati. Lihat Kementerian Agama, Al-Qur’ān
dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera Abadi, ), VI: hal .
77
Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Surabaya: Kashiko,
), hal .
78
Allah SWT Berfirman: “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, kamu lihat bumi itu
diam tak bergerak, dan apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.” (QS.
Fussilat ( ): )
79Muhammad Zaenal Arifin, “Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik Tafsir
al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani”, Disertasi (Surabaya: Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, ), hal .
rendah hati, yang kemudian pengaruh khusyu’ didalam hati tadi akan tapak pada
anggota tubuh lainnya.80
Ibnu katsir menyatakan bahwa al-khashi’in yaitu orang-orang yang
merendahkan hati penuh ketenangan dalam mematuhi perintah Allah dan merasa
hina karena takut akan siksa-Nya.81
Penafsiran yang hampir sama diberikan oleh
M. Quraish Shihab bahwa khusuk adalah keengganan mengarah kepada
kedurhakaan. Orang-orang yang khusuk dalam ayat ini adalah mereka yang
menekan kehendak nafsunya dan membiasakan dirinya menerima dan merasa
tenang menghadapi ketentuan Allah serta selalu mengharap kesudahan yang baik.
ia bukanlah orang yang terpedaya oleh rayuan nafsu. Ia adalah yang
mempersiapkan dirinya untuk menerima dan mengamalkan kebijakan. Orang-
orang khusyu’ yang dimaksud oleh ayat ini adalah mereka yang takut lagi
mengarahkan pandangannya kepada kesudahan segala sesuatu sehingga denga
demikian mudah baginya berlaku sabar yang membutuhkan penekanan gejolak
nafsu dan mudah juga baginya melaksanakan shalat kendati kewajiban ini
mengharuskan disiplin wantu serta kesucian jasmani, padahal ketika itu boleh jadi
ia sedang disibukkan oleh aktivitas yang menghasilkan harta dan kelezatan.82
Ayat ini bukannya membatasi kekhusyu’an hanya dalam shalat, tetapi
menyangkut segala aktivitas manusia. Kekhusyu’an dalam shalat, menurut
manusia untuk menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah, sekaligus
kelemahannya sebagai manusia di hadapan-Nya. Puncak khusyu’ adalah
ketundukan dan kepatuhan seluruh anggota badan dalam keadaan pikiran dan
bisikan hati secara keseluruhan menuju ke hadirat Ilahi. Akan tetapi ada
peringkat-peringkat bentuk di bawah itu. Peringkat terendah adalah sekedar
pengalamn yang tulus kepada-Nya walau diselingi oleh pikiran yang melayang
80Ibid.
81Muhammad Zaenal Arifin, “Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik Tafsir
al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani”, Disertasi (Surabaya: Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, ), hal . Lihat juga Muhammad ‘Ali al-
Sabuni, Mukhtasar Ibn Katsir, Vol. (Beirut: Dar al-Fikr), hal .
82Muhammad Zaenal Arifin, “Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik Tafsir
al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani”, Disertasi (Surabaya: Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, ), hal . Lihat juga M. Quraish Shihab,
Tafsir al-Mishbah, Vol. (Jakarta: Lentera Hati, ), hal .
kepada hal-hal yang tidak bersifat negatif. Nabi Muhammad SAW, ketika shalat
masih mendengar suara tangis anak sehingga beliau mempersingkat shalatnya. Di
kala lain Nabi memperlama sujud karena cucunya putra Fatimah dan ‘Ali Ibn Abi
Thalib menunggang pundak Nabi, ketika Nabi sedang Salat. Dengan demikian,
kekhusyukan tidak selalu berarti hilangnya segala ingatan kecuali kepada Allah
SWT.83
Menurut Imam Al-Ghāzali khusyu’ adalah buah keimanan dan hasil
keyakinan akan keangungan Allah SWT. Siapapun yang dapat merasakannay,
maka dia akan khusyu’ dalam shalatnya, bahkan diwaktu sendirian. Khusyu’ bisa
timbul dari kesadaran bahwa Allah SWT., selalu mengawasi gerak gerik hamban-
Nya, kesadaran tentang keagungan-Nya serta kekurangan diri hamba dalam
melaksanakan perintah Tuhan-Nya.84
Sebagian lagi berpendapat yaitu rasa takut jika shalat yang dilakukan
tertolak. Rasa takut itu dibuktikan dengan tunduknya mata ke tempat sujud dan
diiringi dengan kerendahan hati. Imam Razi berpendapat seorang yang sedang
shalat terbukalah tabir dia dengan tuhan, tetapi begitu dia menoleh, maka tabir itu
akan kembali tertutup.85
Terjadi perbedaan antara ‘ulama Fiqih dan Tasawuf. ‘Ulama Fiqih tidak
mewajibkan Khusyu’, karena ‘ulama Fiqih hanya mengkaji aspek lahiriah dari
ibadah shalat. Mereka berpendapat bahwa khusyu’ merupakan pekerjaan batin
yang tidak terjangkau hakikatnya, maka yang lebih tahu hanyalah Allah SWT.
Hanya saja kreteria shalat khusyu’ dari ‘ulama Fiqih adalah tidak bergerak
banyak, menguap, melihat keatas tetapi hanya memandang ke tempat sujud, tidak
membunyikan jari-jari, dan tidak menguap. Adapun ‘ulama Tasawuf mewajibkan
khusyu’ dalam shalat, karena yang dinilai di sisi Allah sejauh mana seseorang
shalat dapat menghadirkan hatinya untuk mengingat Allah SWT sejauh itulah dia
mendapatkan pahala disisi Allah SWT.86
83Ibid.
84
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, (Beirut: Dar al Makhrifah), Juz I hal .
85
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, ), Volume , hal .
86
Ibid., .
Muhammad Nawawi juga menjelaskan dalam kitab tafsir Al-Munir, beliau
mengataka:
“Orang-orang yang khusyu’ adalah mereka yang suka kepada ketaatan, yaitu
orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan
mereka akan kembali kepada-Nya. dengan menunggu kematian di setiap menit,
hal itu karena setiap orang yang menunggu kematian di setiap menitnya,
hatinya tidak pernah lepas dari kekhusyukan dan mereka bersegera melakukan
taubat, karena takut akan mati termasuk pendorong yang paling kuat untuk
melakukan taubat. Dan mereka mereka akan kembali kepada Tuhan-Nya di
akhirat nanti, maka Dia akan membalas mereka sesuai dengan amal perbuatan
masing-masing.”
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan orang-orang khusuk tersebut adalah mereka yang menekan
kehendak nafsunya dan membiasakan dirinya menerima dan merasa tenang
menghadapi ketentuan Allah serta selalu mengharapkan kesudahan yang baik.
mereka adalah orang yang mempersiapkan dirinya menerima dan mengamalkan
kebijakan. Khusyuk tidak hanya dibatasi dalam salat, tetapi menyangkut segala
aktivitas manusia.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui juga bahwa unsurunsur
khusyuk itu terdiri dari tiga hal, yaitu: kehinaan (al-dhull), ketundukan (al-
khudu’) dan konsentrasi (al-tarkiz). Sedangkan hubungan term-term yang sejenis
dengan istilah khusyu’, yang terdiri dari al-Tadarru’ (rendah hati), alkhudu’
(tunduk), dan al-ikhbat (patuh), merupakan sebagian dari hal-hal yang
menyebabkan seseorang dapat mewujudkan kekhusyukan.87
C. Ayat-ayat Khusyu’
. Surah Thaha Ayat .
87Muhammad Zaenal Arifin, “Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik Tafsir
al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani”, Disertasi (Surabaya: Program Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, ), hal .
“Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak
berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha
pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.”88
. Surah al-Hadid Ayat
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada
mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas
mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka
adalah orang-orang yang fasik.”89
. Surah al-Isra’ Ayat
“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka
bertambah khusyu'.”90
. Surah al-Hashr Ayat
“Kalau Sekiranya kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti
kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada
Allah.dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya
mereka berfikir.”91
88 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
89
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
90
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
91
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
. Surah al-Mu’minun Ayat
“(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,”92
. Surah al-Baqarah Ayat
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.dan Sesungguhnya yang
demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',”93
. Surah al-‘Imron Ayat
“Dan Sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah
dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada
mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak
menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.mereka memperoleh
pahala di sisi Tuhannya.Sesungguhnya Allah Amat cepat perhitungan-Nya.”94
. Surah al-Anbiya’ Ayat
92 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
93
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
94
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal - .
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya
Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung.Sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-
perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan
cemas.dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.”95
. Surah al-Ahzab Ayat
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan
yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar.”96
. Surah as-Shura Ayat
“Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam Keadaan tunduk
karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu.dan orang-
orang yang beriman berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah
orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga
95 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
96
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
mereka pada hari kiamatIngatlah, Sesungguhnya orang- orang yang zalim itu
berada dalam azab yang kekal.”97
. Surah al-Qomar Ayat
“Pandangan mereka tertunduk, ketika mereka keluar dari kuburan seakan-akan
mereka belalang yang beterbangan.”98
. Surah Fussilat Ayat
“Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau Lihat bumi kering dan
gersang, Maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan
subur.Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya, pastilah dapat
menghidupkan yang mati.Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.”99
. Surah al-Qolam Ayat
“(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi
kehinaan. dan Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud,
dan mereka dalam Keadaan sejahtera.”100
. Surah al-Ma’arij Ayat
97 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal - .
98
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
99
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,
), hal .
100
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru
Algensindo, ), hal .
“dalam Keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan.
Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka.”101
. Surah an-Nazi’at Ayat
“Pandangannya tunduk.”102
. Surah al-Ghashiyah Ayat
“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,”103
101 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru
Algensindo, ), hal .
102
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru
Algensindo, ), hal .
103
Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru
Algensindo, ), hal .
BAB IV
PEBANDINGAN PENAFSIRAN KHUSYU’ MENURUT BUYA
HAMKA DAN MUSTAFA AL-MARAGHI
A. Perbandingan Penafsiran Khusyu’ Menurut Buya Hamka Dan Mustafa
Al-Maraghi
. Surat Al-Mukminun Ayat - .
a. Penafsiran Buya Hamka
Dalam ayat ini, Buya Hamka menjelaskan mengenai bagaimana ciri-ciri
orang yang sukses dalam melewati rintangan hidup, baik itu seccara perorangan
individu maupun organisasi ataupun negara. Buya Hamka juga pada ayat kedua
menjelaskan tentang bagaiman shalat yang khusyu’ menurut penafsirannya.
Manusia dalam kehidupan memang sungguh banyak rintangan ditegah
jalan yang harus dihadapi, dikalahkan, ditundukkan untuk melangkah dalam
mencapai kemenangan. Kalau sekiranya satu bangsa mempunyai banyak musuh
atau rintangan di dalam perjalananya untuk mencapai martabat yang lebih tinggi.
Rintangaan dari kebodohan, rintangan dari nafsu-nafsu jahat yang ada
dalam diri sendiri yang mungkin membawa derajat kemunusiaan jadi jatuh,
sehingga kembali ke tempat kebimbangan rintangan dari syaitan yang selalu
merayu dan memperdayakan, semuanya pasti bertemu dalam hidup. Hati nurani
manusia ingin kejayaan, kemuliaan dan kedudukan yang lebih tinggi. Tetapi
haanafsunya mengajak atau menariknya supaya jatuh kebawah. Kalau kiranya
pegangan hidup tidak ada, diri itu pasti kalah dan tidak tercapai apa yang
dimaksud yaitu kemenangan hidup.104
Maka dalam ayat ini diberikan keterangan bahwasanya kemenangan
pastilah didapat oleh orang-orang yang beriman, orang-orang yang percaya.
Kalimat “Qod” yang terletak dipangkal fi’il madhi (Aflaha) menurut undang-
104 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
undang bahasa Arab adalah menunjukkan kepastian. Sebab itu maka ia (Qad)
diartikan “sesungguhnya”.105
Hanyalah adanya kepercayaan adanya Tuhan jalan satu-satunya buat
membebaskan diri dari perhambaan hawanafsu dunia dan syaitan. Pengalaman-
pengalaman dalam hidup kita kerapkali menunjukkan bahwasanya diatas
kekuasaan kita yang terbatas ini ada kekuasaan Ilahi. Kekuasaan Ilahi itulah yang
menentukan, bukan kekuasaan kita. Tetapi kepercayaan dalam hati saja belumlah
cukup kalau belum diisi dengan perbuatan. Iman mendorong sanubari buat tidak
mencukupkan dengan hanya semata pengakuan lidah.
Dia hendaklah diikuti dengan bukti dan bakti. Kemudian bukti-bukti itu
memperkuat Iman pula kembali, diantara Iman dan perbuatan adalah saling isi
mengisi, kuat-menguatkan. Bertambah banyak ibadah, bertambah kuatlah Iman,
bertambah pula kelezatan dalam jiwa lantaran beribadat dan beramal.
Maka ditunjukkanlah syarat yang wajib dipenuhi sebagai bukti Iman.
Kalau syarat ini telah diisi, pastilah menang. Menang mengatasi kesulitan diri
sendiri, menang dalam bernegara, dan lanjutan dari kemenangan semuanya itu
adalah syurga jannatul firdaus.
Tuhan tidaklah semata-mata untuk dipercayai. Kalau semata hanya
dipercayai tidaklah akan terasa betapa eratnya hubungan dengan-Nya. Kita harus
mengendalikan diri sendiri supaya bebas daripada segala pengaruh yang lain di
dalam alam ini. Sebagai manusia kita mempunyai naluri yang kalau diri ini tidak
mempunyai tujuan terakhir dalal hidup, niscaya akan sangsai dibawa larat oleh
naluri sendiri.106
Kita mempunyai instink rasa takut. Kita dipengaruhi oleh rasa takut
kepada kemiskinan, takut kepada kematian, takut akan tekanan-tekanan sesama
kita manusia, kezaliman orang-orang yang berkuasa atas kita. Bahkan kadang-
kadang manusia berani pun ada juga rasa takutnya. Roosevelt Presiden Amerika
Serikat dalam perang dunia kedua, menambahkan lagi salah satu tujuan
“Declaration of Human Right” ialah bebas dari rasa takut (freedom from fear).
105 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
106
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
Padahal tidaklah manusia dapat membebaskan diri dari rasa takut itu, sebab naluri
rasa takut adalah sebagian dari naluri rasa takut mati. Takut mati ialah karena
keinginan hendak terus hidup.
Dengan mengerjaka shalat, maka seluruh rasa takut telah terpusat kepada
Tuhan, maka tidaklah ada lagi yang kita takuti dalam hidup ini. Kita tidak takut
mati, karena dengan mati kita akan segera berjumpa dengan Tuhan untuk
mempeetanggungjawabkan amal kita selama hidup ini. Kita tidak takut kepada
zalim aniaya sesama manusia, karena sesama manusia itu hanyalah makhluk
sebagaiman kita juga. Kita tidak takut kepada lapar lalu tak makan, karena rezeki
itu telah dijamin Tuhan, asal kita mau berusaha. Kita tidak takut menghadang
bahaya, karena tidak ada yang bergerak di dalam alam ini kalau tidak ditentukan
Tuhan. Dengan sembahyang yang khusyu’ rasa takut menjadi hilang, lalu timbul
perasaan-perasaan yang lain. Timbullah pengharapan, dan pengharapan adalah
kehendak asasi manusia. Hidup manusia tidak ada artinya samasekali kalau dia
tidak mempunyai pengaharapan.107
Sembahyang waktu adalah laksana stasiun-stasiun perhentian istirahat
jiwa dalam perjuangan yang tidak henti-hentinya ini. Sembahyang adalah saat
untuk mengambil kekuatan baru melanjutkan perjuangan lagi. Sembahyang
dimulai dengan “Allahu Akbar” itu adalah saat membulatkan lagi jiwa kita
supaya lebih kuat, karena hanya Allah Yang Maha Besar, sedang segala perkara
yang lain adalah urusan kecil belaka.
Khusyu’ artinya ialah hati yang patuh dengan sikap badan yang tunduk.
Sembahyang yang khusyu’, setelah menghilangkan rasa takut adalah pula
menyebabkan berganti dengan berani, dan jiwa jadi bebas. Jiwa tegak terus naik
ke atas, lepas dari ikatan alam langsung menuju Tuhan. Dengan sembahyang
barulah kita merasai nilai kepercayaan (Iman) yang tadinya telah tumbuh dalam
hati.108
Orang yang beriman pasti sembahyang, tetapi sembahyang tidak ada
artinya kalau semata hanya gerak badan berdiri, duduk, ruku’, dan sujud.
107 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
108
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
Sembahyang mesti berisi dengan khusyu’. Sembahyang dengan khusyu’ adalah
laksana tubuh dengan nyawa. Tuhan memberi ukuran waktu paling sedikit
(minimum) untuk mengerjakan sembahyang itu waktu. Tetapi sembahyang lima
waktu yang khusyu’ menyebabkan Mu’min ingin hubungan lebih dengan Tuhan,
lalu si Mu’min mengerjakan shalat yang nawafil dalam waktu-waktu tertentu.
Dengan itu semua jiwanya menjadi lebih kuat berjuang dalam hidup.109
b. Penafsiran Al-Maraghi
Mustafa Al-Maraghi membuka penjelasan mengenai ayat ini dengan
langsung menyebutkan kriteria orang-orang yang beruntung menurut al-Qur’an.
Beliau menjelaskan tentang orang-orang yang Allah SWT telah tetapkan
keberuntungannya yaitu bagi orang-orang yag memiliki tujuh diantara sifat-sifat
kebaikan, yaitu salah salah satunya orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya.110
Dengan ayat pertama yang menjelaskan pasti beruntung dan berbahagia
orang-orang yang memiliki iman (membenarkan) Allah, para Rasul-Nya dan hari
akhir. Kriteria orang-orang yang beruntung selanjutnya adalah orang-orang yang
menghinakan dan menundukkan diri kepada Allah SWT serta takut kepada azab-
Nya.111
Hakim meriwayatkan, bahwa Nabi Saw., pernah mengerjakan shalat
sambil mengangkat pandangan matanya ke langit. Setelah ayat ini diturunkan,
beliau mengarahkan pandanganya ke tempat sujudnya. Khusyu’ dalam shalat
adalah wajib karena beberapa hal:
Untuk dapat menghayati bacaan, sebagaimana firman Allah SWT:
“Maka apakah mereka tidak meperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka
terkunci?” (Q.S Muhammad ).
Sedangkan penghayatan tidak akan tercapai tanpa mengetahui makna,
sebagaiamana firman Allah SWT:
“Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzammil )
109 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
110
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan dari buku aslinya yang
berjudul “Tafsir Al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar , Lc (Seamarang: PT. Karya Toha Putra,
), hal .
111
Ibid .
Yakni, agar anda mengetahui berbagai rahasianya yang menakjubkan dan
hikmah serta hukumnya yang indah.
Untuk mengingat Allah dan takut kepada ancaman-Nya sebagaimana
firman Allah SWT:112
“Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Thaha: )
Sesungguhnya orang yang sedang shalat itu sedang bermunajat kepada
Tuhannya, sedang berbicara dalam keadaan lengah tidak disebut
bermunajat sama sekali. Karena itu, orang-orang mengatakan: shalat
tanpa kekhusyu’an bagaikan jasadtanpa ruh. Tetapi, jumhur ulama
mengatakan, khusyu’ bukan syarat untuk keluar dari ikatan taklif dan
pelaksanaan kewajiban, tetapi syarat untu tercapainya pahala di sisi Allah
dan tercapainya keridaan-Nya.113
c. Hasil Komparasi
Menurut kajian penulis dalam menjelaskan makna khusyu’ dalam surat al-
Mu’minun ayat ini, kedua penafsir ini sama-sama menafsirkan ataupun
menjelaskan mengenai khusyu’ dalam sholat. Khusyu’ dalam shalat sangat
penting karena ayat sebelumnya menjelaskan tentang ciri-ciri orang yang pasti
sukses. Karena diawal ayat ini memakai kalimat pembuka yaitu “Qod” yang
berarti pasti, ini merupakan kalimat penegas bahwasanya orang-orang yang
shalatnya khusyu’ pasti akan beruntung dan begitu juga keterangan dalam ayat-
ayat selanjutnya yang menjelaskan beberapa ciri orang mu’min yang ditegaskan
akan beruntung.
Buya Hamka menjelaskan khusyu’ dalam shalat dengan menundukkan
hati dan pandangan ke tempat sujud serta menghasilkan setelah itu menjadi tegak
berdiri dan hidup hanya tertuju kepada Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Dengan
hasil shalat yang khusyu’ tadi maka ketakutan kepada makhluk akan sirna, karena
tunduk dan takutnya manusia ialah hanya kepada Allah SWT. Beliau mengatakan
112Ibid .
113
Ibid.
shalat yang hanya berdiri, duduk, sujud, dan ruku tanpa khusyu’ aka sia-sia saja’
shalat dan khusyu’ itu ibarat badan dan nyawa yang harus selalu bersatu, hilang
salah satu maka yang satunya tidak akan berarti
Sedangkan Mustafa al-Maraghi menafsiran shalat yang khusyu’ adalah
dengan menundukkan pandangan, hati serta mendalami ataupun menghayati
bacaan shalat yang sedang dibaca, sehingga dengan itu semua terciptlah khusyu’
dalam shalat. Seperti keterangan ayat al-Qur’an pada surat al-Muzammil ayat :
“Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” Menurut Mustafa al-
Maraghi dengan membaca al-Qur’an dengan perlahan-lahan akan menimbulkan
penghayatan isi kandungan ayat yang dibaca yang bisa berisi kabar gembira
ataupun ancaman siksaan bagi orang-orang yang durhaka. Beliau juga
menambahkan bahwasanya orang yang shalat itu laksana orang yang sedang
bermunajat kepada Allah, sedangkan orang lengah dalam bermunajat tidak
dinamakan sedang bermunajat.
Menurut penulis terdapat persamaan dan perbedaan antara Buya Hamka
dan Ahmad Mustafa al-Maraghi dalam menafsirkan kata khusyu’. Persamaan
keduanya adalah mereka mengatakan bahwasanya khusyu’ itu adalah tuduk
pandangan dan hati dalam shalat, namun terdapat penambahan yan dijelaskan oleh
al-Maraghi. Beliau mengatakan bahwa khusyu’ dalam shalat harus disetai dengan
penghayatn makna ayat-ayat yang dibacakan dalam shalat, dengan demikian maka
orang yang shalat tadi akan timbul khusyu’ karena mengerti dengan apa yang
dibaca.
. Surat Al-Baqarah Ayat
a. Penafsiran Buya Hamka
Dengan potongan makna ayat di atas “Dan mohonlah pertolongan dengan
sabar dan sembahyang.” (Pangkal ayat ). Dipesankan dalam rangka nasihat
kepada pemuka-pemuka Yahudi, sebagai merangkul mereka ke dalam suasana
Islam, supaya meminta tolong kepada Tuhan, pertama dengan sabar, tabah, tahan
hati dan teguh, sehingga tidak berkucak bila datang gelombang kesulitan. Maka
adalah sabar sebagai benteng. Dengan sembahyang, supaya jiwa itu selalu dekat
dan lekat kepada Tuhan. Orang yang berpadu diantara sabarnya dengan
sembahyangnya, akan jernihlah hatinya dan besar jiwanya dan tidak dia akan
rintang dengan perkara-perkara kecil.114
Percobaan yang harus kita tempuh dalam menyebrangi kehidupan ini
kadang-kadang sangatlah besar. Sehingga jiwa harus kuat dan pendirian harus
kokoh. Sebab itu untuk memintakan agar selalu mendapat pertolongan dari
Tuhan, agar kita dikuatkan menghadapi kesulitan itu, tidaklah boleh terpisah
diantara keduanya ini: Sabar dan Shalat yaitu membuat hati jadi tabah dan selalu
mengerjakan sembahyang.115
Ingatlah betapapun menyabarkan hati, kadang-kadang karena beratnya
yang dihadapi, jiwa bisa berguncang juga. Maka dengan sembahyang khusyu’
sekurang-kurangya waktu sehari semalam, hati yang tadinya nyaris lemah
niscaya akan kuat kembali. Maka sabar dan sembahyang itulah alat pengokohkan
pribadi bagi orang Islam. Sebab selalu terjadi dalam kehidupan, suatu marabahaya
yang kita hadapi sangatlah sakitnya, kadang-kadang tidak tertanggung.
“Dan sesungguhnya hal itu memang berat.” Yang dimaksud ialah
sembahyang, bahwa mengerjakan sembahyang itu amat berat. Orang yang disuruh
sabar padahal hatinya sedang susah lalu dia disuruh sembahyang, maka dengan
kesalnya dia menjawab: “Hati saya sedang susah, saya tidak bisa sembahyang.”
Mengapa dia berat sembahyang? Sebab jiwanya masih gelap, sukarlah menerima
nasihat supaya sabar dan sembahyang. Kalau nasihat yang benar itu ditolaknya,
tidaklah dia akan terlepas dari kesukaran yang dihadapinya.116
Kemudian datang penutup ayat “Kecuali bagi orang-orang yang khusyu.”
Khusyu’ artinya tunduk, rendah hati dan insaf bahwa kita adalah hamba Allah
SWT. Dan Allah itu cinta kasih kepada kita, nikmat-Nya lebih banyak dari
cobaan-Nya. Saat kita menerima nikmat lebih banyak daripada saat menerima
susah. Lantaran demikian itu, jika diajak supaya sabar dan sembahyang, orang-
114 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
115
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
116
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
orang khusyu’ itu tidak bertingkah lagi. Sebab dia insaf bahwa memang
keselamatan jiwanya amat tergantung kepada belas kasihan Tuhannya. Jika
datang cobaan Tuhan, bukanlah dia menjauhi Tuhan, tetapi bertambah mendekati-
Nya.117
Setelah ayat sebelumnya membicarakan mengenai orang-orang yang sabar
dan khusyu’ dalam sholat, serta itu menjadi obat dalam mengahadapi semua ujian
hidup, ayat selanjutnya Buya Hamka membicarakan mengenai siapa saja orang-
orang yang bisa menjadi khusyu’. “Dan siapakah orang yang bisa menjadi
khusyu’?” “(Yaitu) orang-orang yang sungguh percaya bahwasanya mereka akan
bertemu dengan Tuhan mereka dan bahwasanya kepada-Nya mereka akan
kembali.”(Ayat ).118
Untuk menambahkan khusyu’ hendaklah kita ingat, sampai menjadi
keyakinan, bahwasanya kita ini datag ke dunia atas kehendak Tuhan dan akan
kembali ke akhirat dan akan bertemu dengan Tuhan. Dihadapan Tuhan akan kita
pertanggungjawabkan semua amal dan usaha kita selama di dunia ini. Maka dari
sekarang hendaklah kita latih diri mendekai Tuhan. Ibaratnya ialah sebagai apa
yang disebut di zaman sekarang dengan kalimat relasi (relation). Datng tiba-tiba
saja kita berhadapan dengan Tuhan, padahal ma’rifat terlebih dahulu tidak ada,
dan hubungan kontak jarang sekali, tentu akan membuat bingung karena tidak ada
persiapan. 119
Imam Ghazali mengatakan bahwa jika kamu berdiri sembahyang
hendaklah sebelum kamu takbir kamu seakan-akan itulah sembahyang kamu yang
terakhir. Mungkin nanti enagkau akan mati, sebab itu engkau khusyu’kan hatimu
menghadap Tuhan dan tundukkan hatimu di hadapan-Nya. 120
b. Penafsiran Al-Maraghi
Setelah Allah SWT menjelaskan kejelekan perbuatan kaum Yahudi karena
akal tidak mereka manfaatkan dan Kitab tidak bisa mengingatkan mereka, maka
117 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
118
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
119
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
120
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
Allah mengajak mereka ke jalan yang baik, yakni memohon pertolongan dengan
cara sabar dan mendirikan shalat. Untuk itu Allah SWT berfirman :
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu”
Hakekatnya sabar terletak pada mengingat janji Allah yang akan memberi
pahala kepada siapa saja yang sabar dan menahan diri dari kemauan hawa nafsu
terhadap hal-hal yang diharamkan Allah SWT., juga mau mengamalkanberbagai
bentuk taat yang dirasakan sangat berat bagi dirinya, dan mau mengingat bahwa
setiap musibah yang menimpa dirinya atau orang lain adalah takdir Allah.
karenanya, sikap sabar ini memerlukan taat dan patuh kepada perintah Allah
kemudian memohon pertolongan di dalam menghadapi berbagai musibah melalui
cara sabar, ialah dengan cara mengikuti perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-larangan Allah dengan mengekang hawa nafsu dari larangan-larangan
tersebut.
Memohon pertolongan melalui shalat, sebab shalat mengandung hikmah
yang besar, yakni dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.
Disamping itu orang yang mendirikan shalat akan merasa dekat dihadapan Allah
dan selalu dalam pengawasan-Nya, baik lahir maupun batin. Dalam hal ini, Imam
Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Rosulullah Saw., yang menceritakan
bahwa jika beliau tertimpa sesuatu yang mengejutkan, beliau melaksanakan
shalat.
“Dan sesungguhnya yang demikian itu sangat berat, kecuali bagi orang-orang
yang khusyu,”
Sesungguhnya shalat itu terasa amat berat kecuali bagi orang-orang yang
takut kepada siksaan Allah. Shalat dirasakan tidak berat bagi mereka karena
dilakukan penuh dengan munajat kepada Allah SWT. Shalat yang membawa
kepada ketenangan jiwa sehingga orang yang melalukan dengan khusyu’ akan
merasakan kenikmatan serta ketentraman hati dalam shalatnya dan menjadi ringan
dan indah dalam shalatnya.
Kemudian juga Allah menjelaskan sifat orang-orang yang khusyu’ pada
ayat selanjutnya, “(Yaitu) orang-orang yang sungguh percaya bahwasanya mereka
akan bertemu dengan Tuhan mereka dan bahwasanya kepada-Nya mereka akan
kembali.”(Ayat ). Maksudnya, shalat itu dirasakan tidak berat bagi orang-orang
yag khusyu’. Yaitu orang-orang yang menyakini akan bertemu dengan Tuhannya
kelak di hari perhitungan. Mereka pun sadar akan kembali kepada Allah setelah
dibangkitkan kemudian diberi balasan setimpal sesuai dengan perbuatan mereka
selama di dunia.121
Dengan demikian terwujudlah kekhusyu’an dalam menjalani
ibadah dalam hal ini ibadah shalat, karena mereka menyakini adanya hari
perhitungan amal dan dengan itu mereka akan khusyu’ karena ingin membawa
amal terbaik dihadapan Allah SWT.
c. Hasil Komparasi
Menurut analisa penulis dalam menjelaskan khusyu’ dalam ayat ini
mengakaji tentang perpaduan sabar dan shalat dalam meghadapi rintangan hidup.
Sama seperti ayat sebelumnya, ayat ini menguatkan tentang bagaiman shalat yang
khusyu’ yang dengan itu bisa dengan ringan dalam menghadapi hidup. Dalam
keterangan ayat yang sebelumnya menjelaskan tentang ciri-ciri orang mu’min
yang sukses, dan ayat ini menjelaskan sabar dan shalat yang khusyu’.
Buya Hamka menjelaskan ayat ini dengan bawasanya betapun kita sabar
dalam menghadapi cobaan dalam hidup ini, terkadang jiwa bisa terguncang
juga.Maka dengan shalat yang khusyu’ maka hati yang mulanya terguncang akan
kembali stabil dan tunduk dihadapan Allah, karena orang yang shalatnya khusyu’
dapat menentramkan hati dan fikiran kita.
Pada potongan ayat yang lain bahwasanya shalat itu amat berat, Buya
Hamka menjelaska bahwa shalat yang berat itu karena orang yang sabar tadi yang
ketika diberi cobaan lalu di suruh shalat maka mereka amat berat mengerjakannya
karena keadaan jiwa yang tidak stabil. Lalu Buya Hamka menjelaskan bahwa
shalat itu akan menjadi ringan dikarenakan orang yang mengerjakannya khusyu’
dalam shalatnya, karena mereka tunduk merasakan bahwa cobaan tadi yan
dihadapi adalah cobaan dari Allah.
Mustafa al-Maraghi menjelaskan makna shalat yang berat kecuali bagi
orng-orang yang khusyu’ ialah karena orang tersebut takut akan siksaan Allah,
121Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan dari buku aslinya yang
berjudul “Tafsir Al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar , Lc (Seamarang: PT. Karya Toha Putra,
), hal - .
oleh karena itu shalat menjadi ringan karena mereka dalam shalatnya bermunajat
kepada Allah sehingga menjadi khusyu’ dan tunduk serta menghayati setiap
bacaan dan makna ayat yang dibaca dalam shalat, sebagaiman keterangan dalam
pembahasan sebelumnya. Kemudian, kedua mufassir sama-sama menjelaskan
pada ayat selanjutnya bahwasanya ciri-ciri orang yang khusyu’ adalah mereka
yang menyakini jikalau nanti mereka akanbertemu dengan Rabbnya yaitu Allah
SWT., dan ingin ketika mereka berjumpa dan kembali kepada-Nya mereka akan
membawa bekal yang terbaik sehingga dengan demikian bisa menimbulkan rasa
khusyu’.
Menurut penulis kaitanya dengan khusyu’ yaitu, bahwasanya sabar dan
shalat adalah gabungan yang ideal dalam resep menjalani kehidupan, yang tadinya
shalat itu berat dikerjakan menjadi ringan karena dikerjakan dengan rasa khusyu’,
tunduk, dan penuh penghayatan dalam bermunajat kepada Allah di dalam shalat.
. Surat Al-Isra’ Ayat
a. Penafsiran Buya Hamka
Ayat ini menjelaskan bahwa timbulnya rasa khusyu’ tidak hanya di dalam
ibadah saja, dalam hal-hal lain juga bisa menimbulkan khusyu’ tenang, tentram,
dan mengingat Allah SWT. Orang-orang yang amat terharu saat al-Qur’an dibaca
sampai menangis. Terlebih dahulu telah dijelaskan, yaitu agar dibaca oleh Nabi
dengan bertenang, bacaan yang tenang dan timbul dari hati khusyu’ itu
berpengaruh ke telinga dan ke hati yang mendengar.
Al-Qur’an artinya adalah bacaan. Tuahnya terletak dicaranya membaca.
Bukan Nabi saja yang membaca al-Qur’an, lantas orang-orang berilmulah
tersungkur sujud sampai menangis mendengarkan, bahwa Nabi Saw., pernah pula
menangis mendengar Abdullah bin Mas’ud membaca al-Qur’an.
Agama adalah gabungan antara akal dan perasaan. Al-Qur’an telah
menggabungkan di antara keduanya. Itu sebabnya maka orang tua-tua kita sejak
dahulukala amat mementingkan membaca al-Qur’an kepada anak-anak dari masa
kecil.122
Sehingga walaupun zaman berubah dan menjadi lebih modern, tetapi
anak-anak kita tetap kenal dan dekat dengan al-Qur’an.
Tersungkur sujud, keluar air mata bila ada orang yang tahu dan yang ada
perasaan halus mendengar al-Qur’an. Apakah lagi jika tahu pula arti yang
terkandung di dalamnya. Di dalam ayat dikatakan “meniaraplah mereka
dalam keadaan menangis.”. Sebab itu bacalah al-Qur’an dengan suara merdu,
sayu dan rindu hiasi dia dengan suaramu. Sehingga Imam Ghazali di dalam Ihya’
‘Ulumuddin menyatakan bahwa setengah dari adab sopan santun membaca al-
Qur’an ialah dengan berurai air mata.
b. Penafsiran Al-Maraghi
Mereka menyungkurkan dagu dengan menangis karena rasa takut kepada
Allah, bila al-Qur’an dibacakan kepada mereka. Sedang pelajaran-pelajaran dan
nasehat-nasehat yang ada di dalam al-Qur’an menambah kekhusyu’an dan
ketundukkan mereka kepada perintah Allha SWT., taat kepada-Nya, memenuhi
pujian, tangis karena takut kepada Allah. At-Tirmizi telah meriwayatkan dari Ibnu
Abbas, katanya saya pernah mendengar Rasulullah Saw., bersabda:
“Dua mata yang tidak disentuh oleh api neraka. Yaitu, mata yang menangis
karena takut kepada Allah dan mata yang tida tidur karena berjaga-jaga di jalan
Allah Ta’ala.”
Demikian pula Muslim dan An-Nasa’i telah mengeluarkan sebuah riwayat
dari Abu Hurairah. Katanya, Rasulallah Saw., bersabda:
“Takkan masuk neraka seorang laki-laki yang menagis karena takut kepada
Allah, sehingga susu kembali ke dalam payudara, dan tidak akan berkumpul
pada seorang hamba debu di jalan Alah dan asap neraka Jahannam.”123
c. Hasil Komparasi
Menurut analisa penulis, pada ayat ini dijelaskan bahwa khusyu’ tidak
hanya dalam shalat saja, tapi dalam setiap ibadah yang dilaksanakan. Dalam ayat
ini menjelaskan bahwa khusyu’ juga bisa dalam hal mendengarkan bacaan al-
122 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
123
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan dari buku aslinya yang
berjudul “Tafsir Al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar , Lc (Seamarang: PT. Karya Toha Putra,
), hal - .
Qur’an. Sebagaimana diketahui bahwa al-Qur’an berisikan nasehat-nasehat,
ancaman, nikmat, peringatan, kabar baik dan kabar buruk.
Dalam menafsirkan ayat ini, kedua mufassir sama-sama menjelaskan
mendengarkan al-Qur’an dapat menimbulkan rasa khusyu’, dengan menghayati
bacaannya, isinya, ancamanya serta nasehat-nasehat yang membawa kita semakin
yakin dan tunduk dengan perintah Allah SWT. Namun Buya Hamka sedikit
menambahkan pejelasan dalam menjelaskan ayat ini. Beliau mengatakan bahwa
agama adalah gabungan antara akal dan perasaan, dan al-Qur’an menggabungkan
keduanya. Beliau juga menambahkan dengan mengutip perkataan Imam al-
Ghazali dalam kita Ihya’Ulumuddin yang mengatakan bahwa sebagian dari adab
membaca al-Qur’an adalah dengan berurai air mata.
Menurut penulis, kaitanya dengan khusyu’ dalam shalat adalah bahwa al-
Qur’an juga dibaca dalam shalat dan juga bisa dalam keadaan tidak shalat.
Membaca al-Qur’an dengan penuh pemahaman makna serta penghayatan artinya
dapat menimbulkan kekhusyu’an dalam kehidupan sehari-hari apalagi jika
dilaukan di dalam shalat yang tentunya dapat meningkatkan kekhusyu’an.
. Surat Al-Hadid Ayat
a. Penafsiran Buya Hamka
Buya Hamka menyatakan di dalam kitab tafsirnya Al-Azhar bahwsanya
ayat ini mengandung pertanyaan bagi orang-orang yang mengaku telah beriman.
Hendaknya sesudah kita mengakui diri kita beriman, hendaklah terbukti pada
sikap hidup kita sendiri. Terutama bahwa orang yang beriman itu hati mereka
selalu khusyu’ kepada Allah SWT. Pada ayat di surat an-Anfal ditunjukkan
salah satu tanda bagaimana pengaruh adanya iman itu kepada jiwa dan sikap
hidup kita. Dikatakan bahwa orang yang beriman itu bila disebut orang saja nam
Allah menjadi luluh hatinya dan apabila dibacakan orang kepadanya ayat-ayat
Allah imanya pun bertambah, dan diapun bertambah tawakkal pula kepada Allah.
ayat ini bukan pertanyaan dari Tuhan saja, melainkan pertanyaan kita untuk diri
kita sendiri, sudahkah saya ini beriman? Dan kalau belum, bilakah lagi akan saya
buktikan?.124
Khusyu’, artinya hati yang rendah dan tunduk kepada Tuhan, yang insaf
akan kerendahan dan kelemahan diri berhadapan dengan kekuasaan Ilahi. Bilakah
lagi hati ini akan khusyu’ apabila mengingat Allah, apabila nama Tuhan disebut
orang, dan bila mendengar orang memberikan pengajaran, apabila mendengar
orang membaca al-Qur’an, adakah hati ini bergetar atau tidak. Setelah mendengar
itu semua adakah tekad hendak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh-
Nya?.125
Menurut keterang Abdullah bin al-Mubarak yang diterimanya dari Shalil
al-Murri dan dia ini menerima dari Qatadah dan Qatadah ini menerima dari Ibnu
Abbas: Pertanyaan ini datang dari Tuhan setelah tahun masa sejak ayat
pertama turun. Bahkan menurut suatu riwayat dari Abdullah bin Mas’ud, setelah
tahun kami menerima Islam datanglah pertanyaan ayat ini kepada kami.
Hal yang paling penting dalam ayat ini ialah bahwa ilmu manusia dapat
bertambah dan ayat-ayat dapat turun satu ayat, dua ayat dan seterusnya. Namun
suatu hal yang lekas hilang dari sebagian orang Mu’min adalah rasa khusyu’nya
kepada Tuhan.126
Syaddad bin Aus mengatakan bahwa dia mendengar Rasulullah
Saw., bersabda:
“Sesungguhnya yang mula-mula diangkatkan Allah dari hati manusia adalah
rasa khusyu’ itu.”
b. Penafsiran Al-Maraghi
Mustafa al-Maraghi menjelaskan makna kosa kata khusyu’ di sini dengan
tersentuh. Apabila orang-orang mu’min telah ditimpa kelemahan padahal umur
agama Islam belum lagi tahun, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, maka
lebih-lebih keadaan orang-orang mu’min sekarang yang telah melewati umur
abad (kini abad ). Ayat ini sebenarnya lebih merupakan ungkapan tentang
124 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
125
Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .
126
Ibid.
keadaan orang-orang mu’min sekarang. Karena kelemahan yang terjadi sekarang
berlipat ganda dibanding dengan kelemahan yang terjadi waktu itu.
Oleh karena itu, orang-orang barat pun telah keterlaluan dalam menindas
dan memperbudak orang-orang mu’min, sementara orang mu’min sendiri menjadi
asing di negeri mereka sendiri, sedang tampuk kepemimpinan untuk memerintah
dan melarang di negeri mereka dipegang oleh selain mereka.127
Kemudian ayat selanjutnya menerangkan bahwasanya janganlah menjadi
orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah diberikan kitab dan petunjuk melalui
Nabi yang diutus namun hati mereka tetap keras dan tidak mau dinasehati serta
tersentug (khusyu’) dengan peringatan yang ada di dalam kitab mereka dan
peringatan yang dibawa oleh para Nabi kepada mereka. Bahkan mereka
mengganti kitab Allah yang ada di tangan mereka, serta mengantikan dengan
harga yang sedikit. Maksudnya, bahwa hati mereka rusak lalu menjadi keras dan
mereka terbiasa untuk merubah perkataan-perkataan Allah dari tempat-tempatnya
yang asli,, lalu mereka meninggalkan amalan-amalan yang mereka diperintahkan
melakukannya dan melakukan hal-hal yang mereka dilarang.
Kesimpulannya bahwa Allah melarang orang-orang mu’min ketika
mendengar al-Qur’an untuk tidak memikirkan nasehat-nasehatnya seperti halnya
kelakuan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang telah keras hati.128
c. Hasil Komparasi
Menurut analisa penulis ayat ini tidak spesifik menjelaskan tentang
khusyu’ dalam shalat, namun lebih dari itu. Dalam ayat ini menjelaskan tentang
pertanyaan bagi orang yang telah mengaku beriman bagaimana mereka
mengaplikasikan iman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat perbedaan
dan persamaan penafsiran antara kedua mufassir dalam hal khusyu’ pada ayat ini .
Persamaan Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi menjelaskan ayat ini
bahwa pengaplikasian iman dalam kehidupan sehari-hari adalah hati mereka
selalu tunduk kepada Allah SWT. Beliau menjelaskan bahwa pengaruh iman
127Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan dari buku aslinya yang
berjudul “Tafsir Al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar , Lc (Seamarang: PT. Karya Toha Putra,
), hal .
128
Ibid., .
dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika orang menyebut nama Allah maka
hatinya akan luluh, jika dibacakan kepadanya ayat-ayat Allah maka imannya
bertambah, dan bertambah tawakkal kepada Allah. pertanyaan ini bukan hanya
pertanyaan dari Allah saja tapi pertanyaan kita untuk diri kita sendiri. Makna
khusyu’ dalam ayat inin menurut Buya Hamka adalah dengan tunduk khusyu’ hati
dan sadar akan kelemahan serta kekurangan pada kekuasaan Ilahi.
Adapun sedikit perbedaan dalam penjelasan Mustafa al-Maraghi adalah
bahwa beliau mengartikan khusyu’ dalam ayat ini adalah dengan makna tersentuh.
Beliau juga mengatakan bahwa ayat ini lebih diperuntukan bagi manusia pada
zaman sekarang ini. Karena kelemahan iman dan ketundukan hati kepada
kekuasaan Ilahi lebih banyak berkurang dari pada ketika masa dahulu.
. Surat Al-Hasyr Ayat
a. Penafsiran Buya Hamka
Ayat ini menjelaskan tentang tanda-tanda Allah SWT yang dalam hal ini
al-Qur’an. Dalam al-Qur’an yang Allah jadikan petunjuk bagi umat manusia dari
mulai diturunkan hingga kiamat, yang dengan itu manusia akan menjadi tunduk
khusyu’ merenungi kekuasaan Allah SWT dan membentuk ibadah manusia
menjadi lebih sempurna.
Pada akhir ayat ini kelak akan dijelaskan bahwa ini adalah perumpamaan.
Oleh sebab itu janganlah dicoba membawa Mushaf al-Qur’an ke atas sebuah
gunung dan diletakkan di sana. Pada adatnya tidaklah gunung itu pecah, hancur
berantakan karena berat menerima al-Qur’an itu. Maksud kandungan ayat telah
dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “Hendaklah khusyu’ tunduk hati itu
menerima al-Qur’an dan laksana pecah ketika mendengarnya. Sebab disanalah
terdapat janji-jani Allah yang benar dan anacaman bagi siapa yang durhaka yang
tegas.” Artinya: “Kalau kiranya gunung yang begitu besar itu mempunyai fikiran
sebagai manusia, niscaya ia akan khusyu’ tunduk merendahkan diri karena
takutnya kepada Allah, maka adakah patut bagimu tidak lunak hati karena takut
kepada Allah. padahal kamu dapat memahamkan apa isinya, mengerti apa yang
diperintahkan. Sebab iyu sudah patutnya kamu tunduk, karena kamu diberi Allah
akal buat berfikir.” Begitulah maksud dari tafsiran Ibnu Katsir.129
Perumpamaan-perumpamaan yang dahsyat dan tepat kadang-kadang dapat
merangsang hati manusia yang mempunyai perasaan halus. Itulah sebabnya maka
diujung ayat Tuhan sabdakan: “Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami
perbuat untuk manusia supaya mereka berfikir.” Setelah kita lihat perumpamaan
ini, dapatlah kita memahami lebih mendalam apa maksud ayat Surat al-Hasyr
ini, seumpama diturunkan al-Qur’an ke puncak gunung, niscaya akan tunduklah
gunung itu merendahkan diri kepada Tuhan. Demikian hati manusia bila petunjuk
datang, bila saat-saat tak disangka datang melanda, yang dalam sekejap mata
merubah jalan hidup manusia.130
b. Penafsiran al-Maraghi
Seandainya gunung diberi akal sebagaimana kamu diberi akal wahai
manusia, kemudian Kami turunkan kepdanya al-Qur’an, tentulah ia akan tunduk,
dan patuh karena takut kepada Allah. Ayat ini menjadi gambaran bagi ketinggian
urusan al-Qur’an dan pengaruhnya yang kuat, karena di dalamnya terkandung-
nasehat dan larangan-larangan. Pada ayat ini terdapat celaan bagi manusia karena
kesesatan hati dan kekurangpatuhan ketika membaca al-Qur’an dan memikirkan
ketukan-ketukan yang menundukkan gunung-gunung yang kokoh ini.131
Sebagaimana firman Allah:
“Dan perumpamaan-perumpamaan yang Kami buat agar manusia-manusia
berfikir.”
129 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal -
.
130
Ibid., .
131
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan dari buku aslinya yang
berjudul “Tafsir Al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar , Lc (Seamarang: PT. Karya Toha Putra,
), hal
Kami jadikan pelajaran dan peingatan bagi orang-orang yang mempunyai
akal atau menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikan. Diantara
manusia ada orang yang diberi Allah Taufik dan mendapatkan petunjuk ke jalan
yang lurus serta memperoleh apa yang diridhai Tuhannya dan diantaranya ada
yang menolak dan berpaling dari padanya sehingga Allah akan menyiksanya di
dunia dan akhirat, serta dimasukkan ke neraka saqar.132
c. Hasil Komparasi
Menurut analisa penulis ayat ini tidak spesifik menjelaskan tentang
khusyu’ dalam shalat, namun lebih dari itu. Dalam ayat ini dijelaskan tentang
perumpamaan gunung yang besar dan tinggi, yang akan hancur, luluh jika
diletakkan al-Qur’an di atasnya. Pastinya ini hanya sebuah perumpaan yang
ditujukan kepada manusia yang diberi akal fikiran untuk merenungi ayat-ayat al-
Qur’an.
Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi menjelaskan bahwasanya gunung
yang besar gagah dan tinggi itu sekalipun bisa tunduk dan khusyu’ jika diberikan
akal dan bisa mengambil hikmah dari al-Qur’an ataupun didengarkan al-Qur’an
kepadanya. Sedangkan manusia yang diberikan akal fikiran untuk mengetahui
nasehat-nasehat dari al-Qur’an juga belum bisa tunduk?, maka malulah rasanya
jika kita tidak tersentuh dengan perumpamaan tadi yang disebutkan di dalam al-
Qur’an oleh Allah SWT. Dalam hal menjelaskan ayat ini tidak ada perbedaan
yang signifikan antara dua mufassir ini, hanya saja Buya Hamka menjelaskan ayat
ini dengan mengutip perkataan dari mufassir lain sehingga penjelasannya lebih
lebar.
B. Persamaan dan Perbedaan Penafsirsan Khusyu’ Menurut Buya Hamka
dan Ahmad Mustafa al-Maraghi
Persamaan
a. Metode yang digunakan oleh kedua mufassir ini yaitu memiliki
kesamaan yaitu sama-sama menggunakan metode tahlili.
b. Corak yang digunakan oleh kedua mufassir ini memiliki persamaan
yaitu dengan corak Adabi Wal Ijtima’i.
132
Ibid.,
c. Masa dari kedua mufassir ini memiliki persamaan yaitu dikategorikan
mufassir kontemporer.
d. Dalam menjelaskan khusyu’ dalam shalat, kedua mufassir ini sepakat
mengenai khusyu’ dengan tunduk hati pandagan dan jiwa pada saat
shalat.
Perbedaan
a. Dalam langkah-langkah yang digunakan kedua mufassir ini sedikit
berbeda. Ahmad Mustafa al-Maraghi dalam kitab tafsirnya terlebih
dahulu mnjelaskan kosa kata-kosa kata yang dianggap sulit, setelah itu
baru beliau menafsirkan ayat al-Qur’an secara ringkas dan tidak
bertele-tele. Sedangkan Buya Hamka, beliau menafsirkan ayat al-
Qur’an dengan mengangkat cerita-cerita yang dianggap
bersangkutpaut dengan tafsir ayat yang beliau tafsirkan. Seperti pada
surat al-Mu’minun, beliau mengangkat Roosevelt Presiden Amerika
Serikat dalam perang dunia kedua, menambahkan lagi salah satu
tujuan “Declaration of Human Right” ialah bebas dari rasa takut
(freedom from fear), dan banyak lagi yang beliau kutip dari cerita-
cerita yang dianggap berkaitan dengan ayat yang beliau tafsirkan,
seperti kisah-kisah Nabi, sahabat, dan orang-orang shaleh bahkan
cerita-cerita diluar Islam.
b. Dalam menafsirkan surat al-Mu’minun ayat terdapat perbedaan.
Buya Hamka sedikit banyak menjelaskan tentang susunan tata bahasa
Arab dan lafaz-lafaz penegas, seperti lafaz Qad pada ayat pertama dari
suart al-Mu’minun. Beliau menjelaskan bahwa lafaz Qad adalah lafaz
penegas dalam tatanan bahasa Arab. Sehingga kalimat sesudah lafaz
tersebut menjadi kuat dan diyakini lebih lagi dikarenakan ada lafaz
Qad tadi.
c. Penafsiran lafaz khusyu’ dalam shalat juga demikian. Kedua mufassir
ini terdapat perbedaan dalam menafsirkannya. Ahmad Mustafa al-
Maraghi menjelaskan bahwa timbulnya rasa khusyu’ dalam shalat
tercipta dengan menghayati dan memahami bacaan ayat al-Qur’an
yang dibaca ketika shalat. Sehingga timbullah rasa khusyu’ tunduk
serta takut kepada Allah lewat pemahaman dan penghatan maksud
dari ayat al-Qur’an yang dibaca. Sedangkan Buya Hamka
menjelaskan khusyu’ dalam shalat ialah dengan hati yang tunduk dan
raga yang patuh serta menghilangkan rasa takut kepada yang selain
dari Allah SWT.
d. Dalam menafsirkan kata khusyu’ pada surat al-Hadid ayat , kedua
mufassir memiliki perbedaan. Ahmad Mustafa al-Maraghi memaknai
kata khusyu’ pada ayat ini dengan artian tersentuh, dikarenakan ayat
ini mengangkat contoh bahwa orang terdahulu tidak tersentu dengan
hadirnya al-Kitab ditengah-tengah mereka dengan kekerasan hati
orang terdahulu sehingga petunjuk di dalam al-Kitab tidak menyentuh
hati mereka, dan apakah kita tidak tersentuh dengan hadirnya al-
Qur’an pada saat ini sehingga kita tidak takut kepada Allah SWT.
Begitulah kiranya penafsiran al-Maraghi pada surat al-Hadid ayat .
Sedangkan Buya Hamka memaknai kata khusyu’ di ayat tersebut
dengan kata-kata tunduk.
e. Secara umum perbedaan yang jelas dalam penafsiran antara Ahmad
Mustafa al-Maraghi dan Buya Hamka yaitu Buya Hamka menjelaskan
lebih rinci sedangkan Ahmad Mustafa al-Maraghi secara ringkas.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan urain yang telah dijelaskan dari mulai BAB I sampai dengan
BAB IV, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
. Khusyu’ berakar dari kata khasya’a yang berarti tenang atau tunduk
(khudu’).Khusyuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai penuh konsentrasi, bersungguh-sungguh, dan penuh
kerendahan hati.Kata khusyu’ juga mempunyai beberapa arti seperti
tunduk, rendah atau perlahan, diam atau tak bergerak,kelembutan
hati,dan ketenangan. Secara bahasa sholat berarti do’a (memohon)
ataupun memohon kebaikan. Sedangkan secara istilah adalah
perkataan ataupun perpuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan
ditutup dengan salam. Maka penulis menguraikan khusyu’ dalam
shalat menurut mufassir. Khusyu’ dalam shalat berarti tunduk
pandangan, jiwa, hati serta badan karena pada hakikatnya shalat
adalah percakapan makhluk dengan Rabb-Nya.
. Buya Hamka adalah seorang mufassir asal Indonesia yang karya-
karyanya sangat fenomenal dan masih menjadi bahan rujukan sampai
saat ini. Ahmad Mustafa al-Maraghi adalah seorang mufassir asal
Mesir yang juga karya-karyanya sangat fenomenal dan pernah
mengajar di Universitas al-Azhar dan juga banyak mempunyai murid
asal Indonesia. Kedua mufassir ini sama-sama menggunakan metode
tahlili dengan corak al-adabi wal ijtima’i yaitu sosial kemasyarakatan.
Kedua mufassir ini melalui pemahamannya terhadap al-Qur’an,
berusaha menyoroti permasalahan-permasalahan sosial
kemasyarakatan yang aktual. Permasalahan tersebut kemudian
dijawab dengan mendialogkannya dengan al-Qur’an.
. Khusyu’ dalam shalat dalam penafsiran Buya Hamka dan Ahmad
Mustafa al-Maraghi kebanyakan tidak terdapat perbedaan dari segi
makna. Buya Hamka dalam menjelaskan tentang bagaimana khusyu’
dalam shalat adalah dengan menundukkan hati dan pandangan ke
tempat sujud serta menghasilkan setelah itu menjadi tegak berdiri dan
hidup hanya tertuju kepada Sang Pencipta yaitu Allah SWT.
Sedangkan Mustafa al-Maraghi menafsiran shalat yang khusyu’
adalah dengan menundukkan pandangan, hati serta mendalami
ataupun menghayati bacaan shalat yang sedang dibaca, sehingga
dengan itu semua terciptlah khusyu’ dalam shalat.
B. Saran
Sebagai makhuk ciptaan Allah yang memiliki segala kekurangan dan tidak
ada kekuatan serta selalu bergantung dengan-Nya. Hendaklah kita selalu meminta
ampunan dalam berdo’a serta beribadah kepadanya. Salah satu ibadah yang selalu
kita kerjakan adalah shalat waktu. Slalat yang kita kerjakan jikalau benar kita
melalukakannya maka seluruh hidup kita akan senantiasa terjaga. Salah satu yang
membuat shalat kita sempurna adalah dengan khusyu’. Khusyu’ dalam shalat
dapat membuat kita menjadi hamba yang ketika menghadap kepada-Nya selalu
dalam keadaan tunduk hati, pikiran dan jiwa. Dengan shalat yang khusyu’ dapat
membuat kita takut kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari karena kita sadar
baha kita makhluk yang lemah dan berhajat kepada-Nya.
Sebagai catatan akhir, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat, serta menambah pemahaman dalam bidang keilmuan
khusunya bagi diri penulis. Hendaknya juga dapat menambah pemahaman
terhadap ayat-ayat al-Qur’an khususnya dalam hal menafsirkan serta mengambil
pesan-pesan Allah yang tercantum dalam al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
AL-QUR’AN
Departemen Agama RI.Al-qur’an Dan Terjemahan, Bandung: Diponegoro, .
BUKU
Baidan, Nashrudin. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Putsaka
Pelajar, .
Hulsum, Umi dan Windi Novia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya:
Kashiko, .
Dahlan, Rahman. “Kaidah-kaidah Tafsir”. Jakarta: Amzah, .
Fatah, Afif Abdul. Ruh Shalat Dalam Islam. Semarang: PT. Salam Setia Budi.
Hanafi, Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Pustaka Firdaus, .
Husin, Said Aqil. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: PT.
Ciputat Press, .
Mustaqim, Abdul.“Metode penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. Yogyakarta: Idea
press Yogyakarta, .
Ghofur, Saiful Amin. Mozaik Para Mufassir dari Klasik hingga Kontemporer.
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, .
Rahman, Abdul. Taisiru al-Karim al-Rahman. Muassash al-Risalah, .
Ridan, Kafrawi. Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta: PT. Ictiar Baru Van
Hoeve, .
Salam, Solihin. Kenang-kenangan Tahn Buya Hamka. Jakarta: Yayasan Nurul
Islam, .
Syahidin. Karya Ahmad Mustafa al-Maraghi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,
.
Tamara, Nasir. et. Al. Hamka di Mata Hati Umat. Jakarta: Sinar Harapan, .
Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa, Muaro Jambi: Fak.
Ushuluddin IAIN STS Jambi.
Zaini, Hasan. Tafsir al-Maraghi: Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya, .
KITAB
Al-Bajuri, Syekh Ibrahim.Al-Bajuri Syarah Ibnu Qosim Al-Ghazi.
Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya ‘Ulumuddin. Beirut: Dar al-Makhrifah.
Shihab, Quraish.Tafsir Al-Misbah, Juz V, Jakarta: Lentera Hati, .
Hamka, Hamka.Tafsir Al-Azhar, Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, .
Hasbi, Tengku Muhammad. Tafsir al-Qur’an al-Majid al-Nur. Semarang:
Pustaka Rizki Putra, .
Muhammad, Abu Isa. Jami’ Sahih Sunan At-Tirmidzi, At-Thob’iyah Tsaniyyah,
H.
Muhamaad, Abu Abdillah. Jami’ Li Ahkam al-Qur’an. Dar al-Fikr, .
Mustafa, Ahmad. Tafsir al-Maraghi. Diterjemahkan dari buku aslinya yang
berjudul “Tafsir al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar. Semarang: PT.
Karya Toha Putra, .
KARYA ILMIAH
Arifin, Muhammad Zaenal. “Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik
Tafsir al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani”, Disertasi.
Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, .
Muslim, “Ilmu dan Keutamaanya Dalam Perspektif al-Qur’ān Studi Penafsiran
Tafsir Al-Maraghi”, Skripsi. Jambi: UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi,
.
Mohd Amin, Bin Muhammad Afiq. ” Jihad Menurut Mustafa Al-Maraghi Dalam
Kitab TafsirAl-Maraghi”, Skripsi. Jambi: UIN Sultan Thaha Saifuddin
Jambi, .
Ma’rufah, Yuanita. “ Manfaat Shalat Terhadap Kesehatn Mental Dalam al-
Qur’ān”, Skripsi. Yogyakarta: Program Strata Satu Uneversitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, .
Sobirin, ”Peranan Orang Tua Terhadap Anak Dalam Keluarga Menurut
Penafsiran Ahmad Mustafa Al-Maraghi”, Skripsi. Jambi: UIN Sultan
Thaha Saifuddin Jambi, .
JURNAL
Amin, Muhammad. “Shalat Khusyu’ Kajian Surat Al-Mukminun Ayat dan ”,
Hikmah, Vol II, No ( ), hal .
Asra, Amirudin. “Tafsir Ayat-ayat Hukum,” Journal Khazanah, V, No. ( ),
hal. .
Kushidayati, Lina. “Khusyu’,” Jurnal Akhlak dan Tasawuf.
Steenbrink, Karel. “Qur’an Interpretation of Hamzah Fanzuri and Hamka,” Jurnal
Studi Islamika, II, No. ( ), hal. .
Yusuf, Yunan. “Karakteristik Tafsir al-Qur’an di Indonesia Abad Ke- ,” Jurnal
Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, III, No. ( ), hal. .
WEB-SITE
Ali, Sadikin.http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/ , diupload pada tanggal
September , pukul : .
M. Federspiel, Howard. Kajian Al-Qur’an di Indonesia, Terj. Tajul Arifin
https://andiuripurup.wordpress.com/ /tafsir-al-azhar-karya-prof-
dr-hamka/diakses pada September , . .
https://andiuripurup.wordpress.com/ /tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-
hamka/ diakses pada September , . .
http://kataestetika.blogspot.com/ /khusuk-dalam-sholat-kisah-ali-bin-
abi.html diakses pada November, . .
CURICULUM VITAE
A. Informasi Diri
Nama : Ambo Asnan Kasogi
Tempat/ Tanggal Lahir : Mendahara, November
Fakultas/Jurusan : Ushuluddin/Ilmu Al-qur’an Tafsir
NIM : UT.
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Mendahara Tengah, Tanjung Jabung Timur
Alamat Email : [email protected]
No Kontak :
B. Riwayat Pendidikan
. Memperoleh gelar S (Strata Satu) di UIN STS Jambi Tahun
.
. Sekolah Madrasah Aliyah al-Baqiatus Shalihat Tanjung
Jabung Barat Tahun .
. Sekolah Madrasah Tsanawiyah Darunnajah Cipining
Bogor .
. Sekolah Dasar Negeri (SDN) NO /X Mendahara Tengah
Tanjung Jabung Timur Tahun