MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF...

78
MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARA TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL-MARAGHI) SKRIPSI DiajukansebagaisalahsatupersyaratanmemperolehgelarSarjana StrataSatu (S.) dalamStudiIlmu Al-Qur’an danTafsir FakultasUshuluddindanStudi Agama Disusun Oleh : AMBO ASNAN KASOGI NIM : UT. PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Transcript of MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF...

Page 1: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARA

TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL-MARAGHI)

SKRIPSI

DiajukansebagaisalahsatupersyaratanmemperolehgelarSarjana

StrataSatu (S. ) dalamStudiIlmu Al-Qur’an danTafsir

FakultasUshuluddindanStudi Agama

Disusun Oleh :

AMBO ASNAN KASOGI

NIM : UT.

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

Page 2: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

i

Page 3: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

ii

Page 4: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

iii

Page 5: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

iv

MOTTO

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang

demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'”1

1 Departemen Agama, Al qur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara/

Pentafsir al Qur’an ), hlm. .

Page 6: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

v

PERSEMBAHAN

حيم حمن الره الر بسم الله

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT,

yang telah memberikan nikmat dan karunianya berupa kesehatan, kesempatan,

dan kekuatan lahir batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna

memperoleh gelar strata satu (S ). Shalawat beriringan salam tak lupa kukirimkan

kepada baginda Muhammas Rasulullah Saw

Karya ilmiah ini saya persembahkan kepada orang-orang terkasih dan tersayang

yang banyak membantu dan memberikan motivasi kepada saya dalam

menyelesaikan skripsi ini. Mereka adalah :

Ayahanda Albet HALA dan Ibunda Siti Warda tercinta, berkat do’a dan motivasi

mereka sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini, dan mereka telah

berkorban lahir batin untuk mendidik serta membesarkan saya dengan kasih

sayang yang tanpa batas. Terimakasih ayah dan ibu, tanpa kasih sayang dan

motivasimu sehingga ini menjadi mudah dan jasamu akan selalu saya rasakan

hingga akhir hayat dan juga untuk adikku Zainabe dan Gusti Nur Khasanah yang

telah memberi semangat dalam menjalani setiap proses perjalanan ini.

Page 7: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

vi

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas yang memprihatinkan dan

memerlukan perhatian, yaitu tentang khusyu’ dalam shalat. Dalam hal ini penulis

melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-

Maraghi. Hal ini mendorong penulis untuk mengemukakan bagaimana penafsiran

tentang khusyu’ dalam shalat pada perspektif al-Qur’an dari dua sudut pandang

mufassir yang berbeda dalam menafsirkannya.

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah (library research)

dalam tehnis deskriptif kualitatif, dengan menekankan pada sumber tertulis

terutama karya Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi. Penelitian ini

menggunakan tekhnik pengumpulan data dokumentasi, dengan menerapkan

empat teknis analisis data, yaitu menentukan tema apa yang ingin di teliti,

mengidentifikasi aspek-aspek yang hendak diperbandingkan, melakukan analisis

secara mendalam dan kritis disertai dengan argumentasi data dan membuat

kesimpulan-kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Hasilnya penulis menemukan bahwa khusyu’ dalam shalat menurut dua

mufassir ini terdapat perbedaan dan persamaan dan tidak jauh berbeda. Menurut

Buya Hamka, khusyu’ adalah tunduk dengan rasa takut namun menurut Mustafa

al-Maraghi khusyu’ adalah menghayati isi bacaan yang dibaca ketika shalat, tapi

kedua mufassir pasti memiliki tujuan yang sama yaitu bagaimana shalat kita

menjadi shalat yang benar-benar khusyu’. Akhirnya penulis merekomendasikan

kepada umat Islam untuk senantiasa khusyu’ dalam shalatnya, karena ketika kita

baik dalam shalat maka baik pula dalam kehidupan.

Page 8: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

vii

KATA PENGANTAR

حيم حمن الره الر بسم الله

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah

SWT, yang telah memberikan nikmat dan karunianya berupa kesehatan,

kesempatan, dan kekuatan lahir batin sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul,”Makna Khusyu’ Dalam Shalat (Studi Komparatif

Antara Tafsir al-Azhar dan al-Marghi).”

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi

Muhammad SAW, untuk seluruh keluarga, serta para sahabat beliau, yang

senantiasa istiqamah dalam perjuangan agama Islam. Semoga kita menjadi

hamba-hamba pilihan seperti mereka Amin ya Rabbal ‘āālamin.

Selanjutnya penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini,

penulis telah di bantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan

rasa terima kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak yang telah membantu

penulisan skripsi ini hingga selesai. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga yang telah menjaga,

mendidik, menyayangi, dan senantiasa mengsupport serta mendoakan penulis

sehingga karya ini dapat diselesaikan.

Dan pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

. Bapak Drs. H. Abdul Latif ,M.Ag selaku pembimbing I, dan Hayatul

Islami, S.Th.I., M.S.I selaku pembimbing II.

. Ibu Ermawati, MA selaku kepala Prodi Ilmu Al-Qur’ān dan Tafsir UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

. Bapak Dr. H. Abd Ghaffar, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

. Bapak Dr. Masyan M Syam, M.Ag, bapak H. Abdullah Firdaus, Lc,

MA, Ph.D, dan bapak Dr. Pirhat Abbas, M.Ag selaku wakil Dekan I, II,

III Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN STS Jambi.

. Bapak Prof. Dr. H. Sua’idi Asy’ari, MA Ph.D selaku Rektor UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

. Bapak Prof. Dr. H. Sua’idi Asy’ari, MA Ph.D, bapak Dr. H. Hidayat, M.

Pd, dan Ibu Dr. Hj. Fadlilah, M. Pd selaku wakil Rektor I, II, III, UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan

Thaha Saifuddin Jamb, semoga ilmu yang diajarkan kepada penulis

selama ini dapat diamalkan sebagaimana mestisnya.

. Seluruh karyawan dan karyawati dilingkungan akademik Fakultas

Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

. Bapak Kepala pusatperpustakan UIN Sulthan Thaha saifuddin Jambi

berserta Staf-stafnya, terimakasih yang telah memberikan pinjaman

buku-buku kepada penulis selama ini.

Page 9: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

viii

Page 10: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Alfabet

Arab Indonesia Arab Indonesia

ط ‘ ا

ظ b ب

‘ ع t ت

gh غ ts ث

f ف j ج

q ق ح

k ك kh خ

l ل d د

m م dz ذ

n ن r ر

h ه z ز

w و s س

, ء sy ش

y ي ص

ض

Page 11: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

x

B. Vokal dan Harkat

Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

iˉ اى Ā ا A ا

Aw ا و Á ا ى U ا

Ay ا ى Ū ا و I ا

Page 12: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

NOTA DINAS.................................................................................................... ii

PENGESAHAN................................................................................................. iii

SURAT PENYATAAN ORISINILITAS SKRIPSI....................................... iv

MOTTO............................................................................................................. v

PERSEMBAHAN.............................................................................................. vi

ABSTRAK......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR....................................................................................... viii

DAFTAR ISI....................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...............................................................

B. Pokok Masalah...........................................................................

C. Rumusan Masalah.......................................................................

D. Batasan Masalah.........................................................................

E. Tinjaun dan Kegunaan Penelitian.………..................................

F. Tinjaun Pustaka………………………………………................

G. Metode Penelitian........................................................................

H. Sistemika Penulisan.....................................................................

BAB II BIOGRAFI MUFASSIR DAN KITAB TAFSIR

A. Buya Hamka...............................................................................

B. Ahmad Mustafa al-Maraghi........................................................

BAB III TINJAUN UMUM SHALAT KHUSYU’ DALAM AL-QUR’AN

A. Pengertian Shalat........................................................................

B. Pengertian Khusyu’....................................................................

C. Ayat-ayat Tentang Khusyu’........................................................

BAB IV KOMPARASI PENAFSIRAN KHUSYU’ DALAM AL-QUR’AN

A. Perbandingan Penafsiran Khusyu’ Menurut Buya Hamka dan

Ahmad Mustafa al-Maraghi........................................................

B. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Khusyu’ Menurut Buya

Hamka dan Ahmad Mustafa al-Maraghi.....................................

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................

B. Saran.............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

CURICULUM VITAE

Page 13: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an diyakini umat Islam, sebagai petunjuk dan pembimbing

makhluk-makhluknya di setiap ruang dan waktu.Al-Qur’an juga mengantarkan

dan mengarahkan mereka ke jalan yang lurus.2 Hal ini senada dengan firman

Allah SWT di dalam surah al Isra’ ayat :

“Sesungguhnya Al Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih

Lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang

mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”.3

Dan di dalam surah al Baqarah ayat :

“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di

dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia

dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang

hak dan yang bathil)”.

Agar fungsi-fungsi al-Qur’an tersebut dapat terwujud, maka kita harus

menemukan makna-makna dari firman Allah SWT saat menafsirkan al qur’an.

Sebagaimana para sahabat Rasulallah Saw., dahulu telah menemukan makna-

maknanya sesuai dengan masa dan tempat mereka.4Berbicara tentang tafsir, tentu

tidak terlepas dari pembicaraan metodologi tafsirnya.Adapun metode itu adalah

2Rahman Dahlan, Kaidah-Kaidah Tafsir, ( Jakarta : Amzah ) hlm.

3Departemen Agama, Al qur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara

dan Pentafsir al qur’an ), hlm. . 4Rahman Dahlan, Ibid, hlm. .

Page 14: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

metode ijmali (global), metode tahlili (analisis), metode muqarran

(perbandingan), dan metode maudhu’iy (tematik).5

Metodologi tafsir bagi mufassir adalah merupakan sebuah alat bantu untuk

memahami kasus-kasus dalam Studi Islam (Islam Studies). Metode tafsir yang

berkembang saat ini, sebagaimana yang diungkapkan di atas adalah metode

kontekstual yang menurut Islah Gusmian sama dengan pendekatan sejarah sosial

(sosial historis). Keberagaman dalam menafsirkan al-Qur’an tidak terlepas dari

latar belakang keilmuan para mufassir.karena itu wajar jika ditemukan berbagai

corak penafsiran dalam kitab tafsir, seperti corak bahasa, sastra, fiqih, sosial

kemasyarakatan, dan sebagainya.6

Al-Qur’an bagi umat islam adalah sumber utama untuk semua sisi

kehidupan, sekaligus menjelaskan berbagai prinsip baik yang berkaitan dengan

hubungan vertikal antara individu dengan dengan tuhan, maupun hubungan

horizontal antara individu dengan masyarakat. Ketika Nabi Muhammad masih

hidup, semua persoalan yang berkenaan dengan masalah tersebut dengan mudah

dapat diselesaikan.Keadaan tersebut sangat berbeda dengan zaman sesudahnya,

sehubungan dengan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi, umat Islam

berusaha untuk memahami dan menjelaskan isi kandungan al-Qur’an untuk

diselaraskan dengan situasi yang ada, sampai saat ini era modern kontemporer.7

Di dalam agama Islam ada hal yang wajib8 dijalani oleh pemeluknya.Hal ini

menyangkut hubungan vertikal antara individu dengan tuhannya. Diantaranya

yaitu menjalankan sholat lima waktu dalam sehari semalam, hal ini senada dengan

firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat :

5Abdul Mustaqim, Metode Penelitian al Qur’an dan Tafsir, ( Yogyakarta : CV. Idea

Sejahtera ), hlm. - . 6Saiful Amin Ghofur, Mozaik Para Mufassir dari Klasik hingga Kontemporer, (

Yogyakarta : Kaukaba Dipantara ), hlm. v 7Amirudin Asra dkk, Tafsir ayat-ayat Hukum, Journal Khazanah Vol. V, No , April

, hlm. 8Wajib adalah suatu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila

ditinggalkan mendapat dosa.lihat Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyyah , Juz (Jakarta :

Pustaka Sa’adiyah ), hlm .

Page 15: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

“(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan

menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”

(QS. Al-Baqarah: . ).9

Ayat di atas didukung oleh hadis Nabi Muhammad Saw., sebagai berikut :

ابنالخمسالتميمى ن ة ع نس ع ي ع ي ي بن ث ن اس في ان .ح د أبىع م ر ث ن اابن ح داللهص لى ر س ول :ق ال ق ال بيببنأبىث ابتع نابنع م ر اللهع ل يهع نح

م مدار س ول م ع ل ىخ س:ش ه ادةأنلاإلهإلااللهوأن و س لم:ب نالإسل . الله,وإقامالصلة,وإيتاءالزكاة,وصومرمضان,وحجالب يت

“Diceritakan dari ibn Abi Umar, diceritakan Sufyan ibn ‘Uyainah dari Su’air

ibn Al Khimsi al Tamimi dari Habib ibn Abi Tsabit dari ibn Umar berkata :

telah bersabda Rasulallah Saw.,: “Islam dibangun di atas lima perkara yaitu

bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad utusan

Allah, mendirikan Shalat, menunaikan zakat, melaksankana haji ke Baitullah”.

(Hr. Tirmidzi).10

Di dalam sholat kita dianjurkan untuk menghadirkan rasa

khusyu’.Berbicara tentang khusyu’ terdapat berbagai pemaknaan atau penafsiran

dalam memaknai kata khusyu’ menurut beberapa mufassir.Quraish Shihab

misalnya ketika ia menafsirkan kata khusyu’ dengan mengatakan bahwayang

dimaksud khusyu’ adalah mengarahkan sepenuh hati kepada tujuan sambil

mengabaikan selainnya.11

Sedangkan menurut Imam al-Qurtubi Khusyu’ adalah

suatu keadaan di dalam jiwa di mana dia mewujudkan keadaan tetap ( tenang )

dan merendah diri segala anggota badan.12

Kemudian menurut Tengku

9Departemen Agama, Al qur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara/

Pentafsir al Qur’an ), hlm. . 10

Abu Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Suroh, Jami’ Sahih Sunan Al Tirmidzi, Juz V ( Al

Thob’iyah Tsaniyyah H ), hlm . 11

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan, dan Keserasian al Qur’an Vol. ,

(Jakarta : Lentera Hati) hlm. . 12

Abu Abdillah Muhammad Ibn Ahmad al-Ansari al-Qurtubi, Jami’ Li Ahkam al Qur’an

Juz XII, ( Dar al-Fikr H/ M ), hlm. .

Page 16: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Muhammad Hasbi al-Shiddiqie khusyu’adalah mereka yang melakukan shalat

yang anggota tubuhnya tenang dan jiwanya menghadirkan hati kepada Allah.13

Sedangkan menurut Syekh Abdurrahman Nasir al-Sa’di ( pakar tafsir

terkini ) berpendapat, khusyu’ adalah hadirnya hati di hadapan Allah SWT, seraya

mengkonsentrasikan hati agar terasa dekat dengannya, sehingga hati menjadi

tenang, gerakannya terarah, sikapnya beradab, konsentrasi kepada apa yang

diucapkan dan sadar atas apa yang dilakukan dalam shalat, dari awal sampai akhir

serta jauh dari was-was setan. Khusyu’ merupakan ruh shalat, shalat yang tidak

memiliki kekhusyu’an adalah shalat yang tidak ada ruhnya.14

Dengan demikian khusyu’ berarti menundukkan diri dengan cara

menundukkan anggota badan, merendahkan suara atau penglihatan dengan

maksud agar yang menundukkan diri itu benar-benar merasa rendah dan tanpa

kesombongan. Pada umumnya, pengertian khusyu’ dalam rangka mendekatkan

diri, menghambakan diri kepada Allah SWT seperti shalat dan berdoa memohon

sesuatu dari Allah SWT.15Khusyu’ dalam ibadah kedudukannya seperti ruh atau

jiwa dalam tubuh manusia, sehingga ibadah yang dilakukan tanpa khusyu’ adalah

ibarat tubuh tanpa jasad.

Oleh karena itu Allah memuji para Nabi dengan sifat mulia ini, meraka

adalah hamba Allah yang memiliki keimanan yang sempurna dan selalu bersegera

dalam kebaikan. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah al-

Anbiya’ ayat :

“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya

Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung.Sesungguhnya mereka

13

Tengku Muhammad Hasbi al-Shiddiqie, Tafsir al Qur’an al-Majid al –Nur (Semarang :

Pustaka Rizki Putra, ) hlm, . 14

Abdul Rahman Ibn Nasir Ibn al-Sa’di, Taisiru al-Karim al-Rahman, (Muassasah al-

Risalah, ), hlm . 15

M. Quraish Shihab, Ensiklopedi al Qur’an Kajian Kosakata, Vol (Jakarta : Lentera

Hati, ), hlm. .

Page 17: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-

perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan

cemas.16

Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.17

Berbicara tentang term khusyu’, di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat

yang membahas tentang khusyu’ tersebut. Salah satu yang terdapat dalam al

qur’an yang membahas tentang khusyu’ yaitu di dalam surah al-Mu’minun ayat

- sebagai berikut :

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang

yang khusyu' dalam sholatnya.”18

Selain ayat di atas, terdapat beberapa ayat lagi yang membahas tentang term

khusyu’. Yaitu di dalam surah al-Baqarah ayat sebagai berikut :

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.dan Sesungguhnya yang

demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.19

Ayat di atas menjelaskan bahwa shalat itu berat pada jiwa manusia, dalam

melakukan pujian sepenuh hati serta menitikkan perhatian dalam mendekatkan

diri kepada Allah SWT. Karena pengalaman dan peribadatan merupakan

perpindahan dari alam ramai dan sukacita ke alam tersembunyi dan rahasia, yaitu

alam kemalaikatan yang tinggi, yang demikian itu menuntut kenikmatan dan

keindahan.20

Ada kisah sahabat Ali bin Abi Thalib mengenai khusyu’, pada suatu

hari ada seorang sahabat mengadu kepada Nabi tentang sulitnya dia untuk shalat

khusyu’ dari awal hingga akhir shalat. Lalu Nabi mengatakan, “tak ada orang

yang dapat sempurna dan khusyu’ sepenuhnya dari awal hingga akhir shalatnya”.

“Saya bisa wahai Rasulullah.” Tiba-tiba Ali menyela. “Betul?” sahut Nabi.

16

Maksudnya: mengharap agar dikabulkan Allah doanya dan khawatir akan azabnya. 17

Departemen Agama, Al qur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara/

Pentafsir al Qur’an ), hlm. . 18

Departemen Agama, Ibid , hlm . 19

Departemen Agama, Ibid, hlm . 20

Afif Abdul Fatah Thabbarah, Ruh Shalat Dalam Islam, ( Semarang : PT. Salam Setia

Budi t. Th ), hlm. .

Page 18: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

“Benar wahai Rasul”. “Jika kau memang dapat khusyu’ dari awal shalat hingga

akhir, maka akan aku berikan sorban terbaikku sebagai hadiah untukmu.” Lalu Ali

mengerjakan shalat sunnah dua raka’at, setelah selesai Nabi bertanya, “

Bagaimana? Apakah kau khusyu’?” lalu Ali menjawab’ “pada raka’at pertama

aku bisa khusyu’ wahai Rasul, pada raka’at kedua sampai sujud yang kedua aku

bisa khusyu’ wahai Rasul, tetapi ketika aku hendak salam barulah hatiku berubah,

teringat dengan janjimu wahai Rasulullah, bahwa engkau hendak memberikan

hadiah sorban terbaikmu maka rusaklah kekhusyu’an dalam shalat saya”, “hal

itulah yang terjadi pada yang lain” ujar Nabi.21

Kemudian dalam surah lain juga Allah terangkan tentang term khusyu’. Ini

terdapat di dalam surah al Isra ayat sebagai berikut :

“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka

bertambah khusyu'.22

Ayat di atas sebagai penghibur Rasulallah Saw., bahwa beriman atau

tidaknya seseorang itu tidak usah dirisaukan. Pada hari kiamat suara dan

penglihatan manusia menjadi rendah ( khusyu’) karena dulunya ada yang tidak

mau bersujud kepada Allah SWT. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT

dalam surah Thaha ayat sebagai berikut :

“Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru23

dengan

tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha

pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja. (QS. Thaha: 24

21

http://kataestetika.blogspot.com/ /khusuk-dalam-sholat-kisah-ali-bin-abi.html

diakses pada November, . . 22

Departemen Agama, Ibid, hlm . 23

Yang dimaksud dengan penyeru di sini adalah Malaikat yang memanggil manusia untuk

menghadap kehadirat Allah. 24

Departemen Agama, Ibid, hlm .

Page 19: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Pada ayat tentang sholat yang khusyu’, Buya Hamka menjelaskan yang

dimaksud dengan khusyu’ di dalam surah al-Mu’minun ayat tersebut adalah

tunduk dengan rasa takut kepada Allah SWT. Sedangkan di dalam tafsir al-

Maraghi memaknai khusyu’ dengan tunduk serta menghayati bacaan serta makna

yang terkandung dalam setiap bacaan shalat. Katika menafsirkan surah al-

Mu’minun ayat - Buya Hamka mencoba menafsirkan sesuai dengan keadaan

masyarakat pada masanya.Sama halnya dengan al-Maraghi ketika menafsirkan

surah al Mu’minun ayat - dia juga menafsirkan sesuai dengan keadaan

masyarakat pada masanya. Artinya ketika menafsirkan surah al Mu;minun ayat -

mereka sama-sama memakan corak al adabi wa al ijtima’i.

Tafsir al-Maraghi adalah salah satu kitab tafsir yang memperkenalkan diri

diera zaman kontemporer. Di dalam tafsir ini, pengarangnya menghindari

penafsiranyang ditakutkan sukar untuk difahami oleh pembaca. Pengarang tafsir

ini lebih mengutamakan menafsirkan ayat demi ayat dengan metode ijmali

(global) yaitu metode yang dimana dalam menjelaskan ayat al-Qur’an bersifat

global.Jadi, yang dijelaskan adalah pesan-pesan pokok dari ayat yang ditafsirkan.

Demikian juga dengan tafsir al-Azhar juga adalah salah satu diantara

banyaknya kitab tafsir yang terkenal baik dikalangan mahasiswa maupun

masyarakat banyak. Tafsir ini dikarang oleh salah satu ulama yang terkenal di

Indonesia. Dia adalah Buya Hamka dengan nama lengkapnya Abdul Malik Karim

Amrullah. Tafsir ini berjumlah jilid yang setiap jilidnya terdiri dari juz. Di

dalam tafsir ini Buya Hamka mencoba mengkaji ayat al-Qur’an dari segala aspek

maknanya, menafsirkan ayat demi ayat, surat demi surat sesuai dengan urutan

mushaf utsmani. Adapun perbedaan yang tampak diantara dua mufassir ini dalah,

al-Maraghi menafsirkan dengan menerangkan kosa kata-kosa kata yang sulit

terlebih dahulu sedangkan Buya Hamka menjelaskan ayat Qur’an dengan

mengangkat cerita-cerita yang bersangkutpaut dengan ayat yang beliau tafsirkan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji

serta meneliti lebih lanjut tentang“ Makna Khusyu’ Dalam Shalat (Studi

Komparatif antara Tafsir al Azhar dan Tafsir al Maraghi).

Page 20: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian ini adalah perbedaan penafsiran antara tafsir al

Azhar dan tafsir al Maraghi dalam menafsirkan kata khusyu’

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan pokok masalah di atas maka yang akan menjadi

fokus di dalam penelitian ini adalah :

. Bagaimana gambaran umum khusyu’ dalam shalat?

. Bagaimana biografi Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi serta tafsirnya ?

. Bagaimanakah penafsiran khusyu’ dalam shalat di dalam tafsir al Azhar dan

tafsir al Maraghi ?

D. Batasan Masalah

Untuk menghindari melebarnya masalah yang akan penulis bahas, maka

penulis rasa perlu untuk membatasinya. Maka dalam penelitian ini penulis hanya

akan memfokuskan pembahasan dalam skripsi ini adalah ayat-ayat di dalam al-

Qur’an yang berkaitan dengan khusyu’ dalam shalat dan bentuk-bentuk yang

semakna denganya yakni pada surat al-Baqarah ayat , surat al-Hadid ayat ,

surat al-Hasyr ayat , dan surat al-Isra’ ayat , dan surat al-Mu’minun ayat -

dalam tafsir al Azhar dan tafsir al Maraghi yang menjadi dasar pokok penulis

memilih tafsir al Azhar dan tafsir al Maraghi adalah karena tafsir ini merupakan

tafsir yang mudah untuk difahami dan alasan penulis memilih ayat-ayat tersebut

karena ayat tersebut menerangkan tentang khusyu’ dalam shalat dan dalam

ibadah.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana gambaran umum khusyu’ di dalam al-

Qur’an.

b. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran khusyu’ di dalam tafsir al-Azhar

dan tafsir al-Maraghi.

Page 21: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

c. Untuk melihat perbandingan penafsiran antara tafsir al-Azhar dan tafsir al-

Maraghi.

. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis dapat mengembangkan ilmu pengetahuan keagamaan (

keislaman ), khususnya tentang makna khusyu; di dalam shalat menurut

tafsir al-azhar dan tafsir al-Maraghi.

b. Sebagai tambahan wacana keberagaman dalam turut serta mensyari’atkan

syari’at Islam ( berdakwah ) kepada diri pribadi, keluarga, lingkungan, dan

masyarakat.

c. Penelitian ini diharapkan pula menjadi kontribusi keilmuan penulis

terhadap Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yang

tengah mengembangkan paradigma keilmuan yang berwawasan global

dalam bentuk Universitas Islam.

F. Tinjauan Pustaka

Setelan melakuka pencarian rujukan terdapat beberapa penelitian ataupun

buku yang membahas tentang khusyu’ ini. Pencarian rujukan ini dimaksud untuk

menjelaskan bahwa penelitian yang akan penulis teliti belum pernah di tulis oleh

peneliti lain sebelumnya, atau penelitian yang akan penulis bahas sudah pernah

diteliti, namun berbeda dari segi pendekatan dan paradigma yang digunakan.

Sejauh penelusuran penulis, ada beberapa penelitian baik dalam bentuk skripsi,

thesis, jurnal ataupun buku yang membahas tentang khusyu; ini diantaranya :

Pertama, jurnal yang di tulis oleh Lina Kushidayati yang berjudul “

Khusyu’ dalam perspektif dosen dan pegawai STAIN Kudus”. Di dalam

ksimpulan journal ini diebutkan bahwa yang dikatakan dengan khusyu’adalah

perasaan dekat dengan Allah dan merasakan kehadirannya, sehingga seorang

hamba menyadari posisinya sebagai seorang hamba.Lebih jauh jurnal ini banyak

membahas tentang pemahaman tentang kata khusyu’ menurut dosen dan pegawai

dilingkungan STAIN Kudus serta penelitian yang dilakukan bersifat kuantitatif.25

25

Lina Kushidayati, Esoterik :Journal Akhlak dan Tasawuf, Journal. Stain Kudus. Ac. Id.

Page 22: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Mardiyanto, mahasiswa jurusan Tafsir

Hadist Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar pada tahun yang berjudul “ Urgensi Shalat Khusyu’ (

Kajian Tafsir Tahlili pada Q.S. al Mu’minun ayat - ). Di dalam kesimpulan

penelitian ini disebutkan bahwa khusyu’ merupakan faktor terpenting di dalam

shalat, karena ia merupakan ruh dari shalat. Tiada kekhusyu’an dalam shalat sama

artinya ia yidak shalat. Lebih jauh penulis amati bahwa penelitian ini lebih banyak

membahas pentingnya shalat dalam keadaan khsuyu’, serta lebih banyak

menjelaskan kiat-kiat untuk mencapai shalat yang khsuyu’.26

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Syarif Muhammad, mahasiswa jurusan

Tafsir Hadist Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya yang

berjudul “ Pemaknaan Khusyu’ Dalam Shalat (Studi Komparatif antara Tafsir

Ibnu Katsir dan Tafsir Ruh al Ma’ani)”. Di dalam kesimpulan disebutkan bahwa

ketika menafsirkan makna khusyu’ kedua mufassir ini memiliki persamaan dan

perbedaan. Persamaan terletak pada penafsiran kata khusyu’itu sendiri, mereka

mengatakan bahwa khusyu’ dapat dilakukan dengan cara menundukkan

pandangan ke arah sujud. Sedangkan perbedaannya terletak pada penafsiran kata

khusyu’itu sendiri.27

Namun, penelitian yang akan penulis lakukan ini berbeda dengan jurnal

ataupun penelitian yang pernah dilakukan terdahulu. Penelitian ini akan penulis

arahkan untuk memahami makna khusyu’ menurut dua orang mufassir yaitu Buya

Hamka dan Ahmad Mustafa al-Maraghi. Dan penulis akan mencari titik

persamaan serta perbedaan kedua mufssir ini dalam menafsirkan term khusyu’ .

G. Metode Penelitian

Metode diartikan sebagai way of doing anything. Yaitu suatu cara yang

ditempuh unuk mengerjakan sesuatu agar sampai kepada suatu tujuan.28

Adapun

metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparatif

26

Pusat Perpustakaan UIN Alaudiin Makassar. 27

Sadikin Ali, http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/ , diupload pada tanggal

September , pukul : . 28

Abdul Mustaqim, Metode Penelitian dan Tafsir, ( Yogyakarta: CV Idea Sejahtera

), hlm .

Page 23: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

(analitycal comparative method), yaitu mendeskripsikan konstruksi penafsiran

khusyu’ dari kedua mufassir tersebut lalu dianalisis, dan penulis akan mencari

letak persamaan dan perbedaan dari kedua tafsir ini.

. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan analisis

komparatif, yaitu mencoba menganalisis konstruksi kedua tafsir tersebut, lalu

dianalisa serta mencari kelebihan dan kekurangan pemikiran kedua tafsir tersebut.

. Sumber dan Jenis Data

Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan penulis klasifikasikan

dalam dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.Adapun yang menjadi objek

dalam penelitian ini adalah teks-teks al-Qur’an dan tentu yang menjadi data

primernya adalah al-Qur’an itu sendiri, serta kitab tafsir al-Azhar dan tafsir al-

Maraghi.Sedangkan data sekundernya adalah buku-buku, jurnal-jurnal serta

artikel dan beberapa kitab tafsir yang mendukung penelitian ini.29

. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data yang diperlukan, maka penulis melakukan

penelusuran terhadap berbagai referensi yang bersumber dari tulisan-tulisan yang

berkaitan dengan permasalahn yang sedang penulis teliti.

. Metode Analisis Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, penulis akan menganalisa data yang

didapatkan dengan menggunakan metode muqarran. Muqarran secara harfiyah

berarti perbandingan, sedangkan secara istilah muqarran berarti suatu metode

atau teknik penafsiran al qur’an dengan cara membandingkan pendapat seorang

mufassir dengan mufassir lainnya mengenai penafsiran sejumlah ayat.30

Penafsiran al-Qur’an dengan metode muqarran dapat dikategorikan dalam

tiga bentuk yaitu :

29

Muhammad Hanafi, Metode Penelitian Bahasa, ( Jakarta : Pustaka Firdaus ), hlm

. 30

Abdul Mustaqim, Ibid, hlm .

Page 24: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Pertama, membandingkan ayat al-Qur’an yang berbeda redaksi satu dengan

yang lainnya, padahal sepintas terlihat berbicara tentang persoalan yang sama.

Kedua.Membandingkan ayat al-Qur’an dengan suatu hadis.Ketiga,

membandingkan suatu tafsir dengan tafsir yang lainnya mengenai sejumlah ayat

yang ditetapkan oleh mufassir itu sendiri.31

Sebenarnya metode penelitian komparatif tidak jauh beda dengan penelitian

lainnya, hanya saja penelitian komparatif ini akan tampak sangat menonjol uraian-

uraian perbandingannya. Adapun langkah-langkah metodisnya adalah sebagai

berikut :

. Menentukan tema apa yang akan diteliti.

. Mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dibandingkan.

. Mencari keterkaitan faktor-faktor yang mempengaruhi antar konsep.

. Melakukan analisis mendalam dengan disertai argumen data.

. Membuat kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian.32

Dengan metode perbandingan ini, penulis akan menghubungkan

penafsiran satu dengan yang lainnya, memperjelas kekayaan alternatif yang

terdapat dalam suatu permasalahan tertentu dan menyoroti titik temu penafsiran

mereka dengan tetap mempertahankan dan menjelaskan perbedaan yang ada, baik

dari metodologi maupun penafsirannya.

H. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mudah dalam memahami isi skripsi ini, agar tidak memperluas

objek kajian dalam penelitian, maka perlu adanya sistematika penulisan.Skripsi

ini merujuk kepada teknik penulisan yang disepakati pada Fakultas Ushuluddin

dan Studi Agama UIN STS Jambi. Penelitian ini dibagi menjadi lima bab, dan

disetiap bab terdapat sub –sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan

tersendiri, tetapi saling berkaitan antara sub bab dengan bab yang berikutnya.

Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

31

Abdul Mustaqim, Ibid, hlm . 32

Abdul Mustaqim, Ibid, hlm .

Page 25: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Bab pertama merupakan pendahuluan yang di dalamnya memaparkan latar

belakang masalah, pokok masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, serta sistematika

penulisan.

Bab kedua berisikan tentang potret kehidupan dan perjalanan intelektual

dari pengarang tafsir al-Azhar dan tafsir al-Maraghi serta biografi tafsir tersebut.

Bab ketiga penulis arahkan untuk menjelaskan gambaran umum tentang

shalat dan khsuyu’ serta ayat-ayat tentang khusyu’.

Bab keempat merupakan inti dari penelitian. Dalam bab ini penulis akan

mengupas tentang bagaimana penafsiran term khusyu’ dalam shalat dan ayat-ayat

yang dirasa berkaitan dengan khusyu’ dan shalat menurut tafsir al-Azhar dan

tafsir al-Maraghi, dan penulis akan membandingkan dari kedua penafsiran

tersebut dan akan memaparkan persamaan dan perbedaan isi penafsiran kedua

mufassir tersebut.

Bab kelima merupakan akhir dari penelitian, yang akan memaparkan

kesimpulan akhir dari penelitian yang telah penulis lakukan, berkaitan dengan

makna khusyu’ dalam shalat ( studi komparatif antara tafsir al Azhar dan tafsir al

Maraghi ).

Page 26: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

BAB II

BIOGRAFI HAMKA DAN GAMBARAN UMUM TAFSIR AL-AZHAR

. Buya Hamka

a. Riwayat Hidup Buya Hamka

Nama lengkap Buya Hamka adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Namun,

ia lebih dikenal dengan Hamka yang merupakan akronim namanya sendiri.

Sebutan buya di depan namanya tak lain merupakan panggilan buat orang

Minangkabau yang disadur dari bahasa Arab (abi atau abuya) yang berarti ayah

kami atau seseorang yang sangat dihormati. Ia lahir di Kampung Molek,

Maninjau, Sumatera Barat pada tanggal Februari dan meninggal pada

tanggal Juli di Jakarta.

Putra Abdul Karim bin Amrullah yang juga dikenal sebagai Haji Rasul dan

pelopor Gerakan Islah di Minangkabau sekembalinya dari Mekah pada tahun

mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Maninjau hingga Darjah dua.

Ketika ayahnya mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang, Hamka yang

baru berusia tahun segera pindah ke sana.33

Pada usia tahun, buya Hamka memulai mempelajari bahasa Arab di Sumatera

Thawalib yang didirikan oleh ayahnya di Padang Panjang. Ia juga belajar ilmu-

ilmu agama di surau dan masjid yang diasuh sejumlah ulama terkenal seperti

Sutan Mansur, RM. Surjoparonto, Ki Bagus Hadikusumo, Syaikh Ahmad Rasyid

dan Syaikh Ibrahim Musa.

Hamka memulai pengabdian terhadap ilmu pengetahuan dengan menjadi guru

agama pada tahun di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan. Selang dua tahun

kemudian pada tahun ia juga menekuni profesi serupa di Padang Panjang.

Karena karir cemerlang, pada tahun - ia dilantik sebagai dosen di

Universitas Islam Jakarta danUniversitasMuhammadiyah

33

Saiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir Al-Qur’an dari Klasik hingga Kontemporer,

(Yogyakarta : Kaukaba Dipantara, ), - .

Page 27: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Padang Panjang.Jabatan prestisius sebagai Rektor juga pernah dijalaninya pada

Perguruan Tinggi Islam Jakarta.

Kesuksesan Hamka dalam menuntut ilmu tak hanya diperoleh melalui pendidikan

formal.Ia malah sering belajar berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat,

sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat secara otodidak.

Dengan kemampuan bahasa Arab, Hamka menelaah karya ulama dan pujangga

besar Timur Tengah. Misalnya, Mustafa Al-Manfaluti, Abbas Al-Aqqad, Hussai

Haikal, Jurji Zaidan dan Zaki Mubarok. Karya sarjana Prancis, Inggris,dan

Jerman semisal Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee,

Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre loti juga tak luput dari perhatiannya.

Langkah penafsiran Hamka adalah dengan menuliskan teks al-Qur’ān lengkap,

diterjemahkan, kemudian memberi catatan penjelasan. Biasanya ia menyajikan

bagian-bagian pendek yang terdiri dari beberapa ayat, satu sampai lima ayat

dengan terjemahan bahasa Indonesia, kemudian dijelaskan panjang lebar bisa

sampai lima belas halaman. Karena itulah Tafsir Al-Azhar lumayan tebal terdiri

atas beberapa jilid.

Atas jasa pengabdiannya dalam dunia keilmuan Hamka dianugerahi gelar

kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas Al-Azhar pada tahun ,

Doctor Honoris Causa Universitas Malaisya pada tahun dan gelaran Datuk

Indo dan Pangeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.34

Buya Hamka aktif di organisasi sosial kemasyarakatan yaitu Muhammadiyah.

Bahkan ia turut mengikuti deklarasi berdirinya Muhammadiyah pada tahun .

Karirnya pun cemerlang mulai tahun ia menjadi Ketua Cabang

Muhammadiyah Padang Panjang. Lalu, dua tahun kemudian pada tahun ia

menjadi konsul Muhammadiyah di Makasar. Pada tahun ia terpilih menjadi

Ketua Majelis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat dan jabatan Penasihat

Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga pernah disandangnya pada tahun .

Sedangkan di jalur politik, ia terdaftar sebagai anggota Sarekat Islam pada tahun

. Pada tahun ia dilantik sebagai ketua Barisan Pertahanan Nasional

Indonesia dan juga dilantik menjadi anggota Konstituante Masyumi. Namun,

34

Ibid., - .

Page 28: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

ketika Masyumi diharamkan oleh pemerintahan Soekarno pada tahun , empat

tahun kemudian pada tahun hingga ia dipenjara kerena dituduh Pro

Malaysia.35

b. Karya-Karya Buya Hamka

Hamka memang tokoh yang kaya ilmu pengetahuan.Kiprahnya di dunia politik

ternyata juga berbanding lurus dengan aksi pengembangan ilmu pengetahuan.

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, ia juga seorang wartawan, penulis,

editor dan penerbit. Sejak tahun -an, Hamka menjadi wartawan beberapa

akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan

Muhammadiyah.

Pada tahun , Hamka menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Selang

empat tahun kemudian pada tahun ia menjadi editor dan menerbitkan

majalah Al-Mahdi di Makasar. Ia pernah juga menjadi editor majalah Pedoman

Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.

Berbekal pengetahuan tentang tulis-menulis, Hamka mampu menghasilkan

banyak karya terutama dalam bidang sastra (novel dan cerpen), misalnya

Tenggelamnya Kapan Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah dan

Merantau ke Delhi, dan agama (tafsir), yaitu tafsir Al-Azhar. Bahkan ditegaskan

olehnya sendiri bahwa Tafsir Al-Azhar ditulis di penjara.

Tafsir Al-Azhar telah diakui banyak kalangan sebagai karya monumental

Hamka.Ia mencoba menghubungkan sejarah Islam modern dengan studi al-Qur’ān

dan berusaha melangkah keluar dari penafsiran-penafsiran tradisional.Ia

menekankan ajaran al-Qur’ān dan konteksnya dalam bidang keislaman.

Menurut Prof. Andries Teeuw (seorang pengamat sejarah sastra Indonesia)

bependapat bahwa Hamka adalah pengarang yang paling banyak tulisannya

tentang agama Islam.Hamka memang termasuk penulis yang produktif.Jumlah

karyanya memang banyak dan bernafaskan Islam.36

35

Ibid., . 36

Nasir Tamara, et. Al, Hamka di Mata Hati Umat, (Jakarta : Sinar Harapan, ), .

Page 29: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Berikut adalah karya-karya Buya Hamka37

:

. Khatibul Ummah Jilid I, II, dan III ( ).

. Si Sabariah cerita Roman dalam bahasa Minangkabau ( ).

. Pembela Islam (Tarikh Sayyidina Abu Bakar Siddiq) ( ).

. Adat Minangkabau dan Agama Islam ( ).

. Ringkasan Tarikh Umat Islam, Ringkasan Sejarah sejak Nabi Muhammad

SAW sampai Kahlifah ke empat, Bani Umayyah dan Bani ‘Abbas ( ).

. Kepentingan Melakukan Tabligh ( ).

. Hikmah Isra’ dan Mikraj ( ).

. Arkanul Islam, di Makasar ( ).

. Laila Majnun, Jakarta ( ).

. Majalah “Tentara”, di Makasar ( ).

. Majalah Al-Mahdi, di Makasar ( ).

. Mati Mengandung Malu (Salinan Al-Manfaluthi) ( ).

. Di Bawah Lindungan Kaabah, Jakarta ( ).

. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Jakarta ( ).

. Di Dalam Lembah Kehidupan, Jakarta ( ).

. Tuan Direktur ( ).

. Dijemput Mamaknya ( ).

. Keadilan Ilahi ( ).

. Tasawuf Modern ( ).

. Filsafah hidup ( ).

. Merantau ke Deli ( ).

. Margaretta Gauthier (Terjemahan) ( ).

. Lembaga Hidup ( ).

. Lembaga Budi ( ).

. Majalah “Semangat Islam” ( ).

. Majalah “Menara”, Padang Panjang ( ).

. Negara Islam ( ).

37

Solihin Salam, Kenang-Kenangan Tahun Buya Hamka, (Jakarta : Yayasan Nurul

Islam, ), - .

Page 30: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

. Islam dan Demokrasi ( ).

. Revolusi Pikiran ( ).

. Revolusi Agama ( ).

. Adat Minangkabau menghadapi revolusi ( ).

. Dibantingkan Ombak Masyarakat ( ).

. Di Dalam Lembah Cita-Cita ( ).

. Sesudah Naskah Renville ( ).

. Pidato Pembelaan Peristiwa Sesudah Tiga Mac ( ).

. Menunggu Beduk Berbunyi, Bukit Tinggi ( ).

. Ayahku, Jakarta ( ).

. Mandi cahaya di tanah Suci ( ).

. Mengembara di Lembah Nil ( ).

. Di Tepi Sungai Dajlah. Ditulis sekembali dari ibadah Haji ( ).

. Kenang-Kengan hidup I, II, dan III ( ).

. Kenanga-Kenangan hidup IV (Autobiografi sejak lahir - ) ( ).

. Sejarah Umat Islam I, II, dan III ( ).

. Sejarah Umat Islam Jilid IV ( ).

. Pedoman Mubaligh Islam ( ).

. PRIBADI ( ).

. Agama dan Perempuan ( ).

. Muhammadiyah Melalui Tiga Zaman, Padang Panjang ( ).

. Soal Hidup (Kumpulan Karangan dari Pedoman Masyarakat) ( ).

. Pelajaran Agama Islam ( ).

. Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad ( ).

. Empat Bulan di Amerika Jilid I dan II ( ).

. Pengaruh Ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kaherah,

Mesir) ( ).

. Soal Jawab ( ).

. Dari Perbendaharaan Lama, Medan ( ).

. Lembaga Bintang Hikmat, Jakarta ( ).

. Islam dan Kebatinan ( ).

Page 31: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

. Fakta dan Khayal Tuanku Rao ( ).

. Sayyid Jamaluddin Al-Afgani ( ).

. Ekspansi Ideologi ( ).

. Hak-Hak Asasi Manusia Dipandang dari Segi Islam ( ).

. Falsafah Ideologi Islam ( ).

. Keadilan Sosial dalam Islam ( ).

. Cita-Cita Kenegaraan dalam Ajaran islam ( ).

. Studi Islam ( ).

. Himpunan Khutbah-Khutbah.

. Urat Tunggang Pancasila.

. Do’a-Do’a Rasulullah SAW ( ).

. Sejarah Islam di Sumatera.

. Bohong di Dunia.

. Muhammadiyah di Minangkabau ( ).

. Pandangan hidup islam ( ).

. Memimpin Majalah Pedoman Masyarakat, dari tahun sampai

( - ).

. Memimpin Majalah Panji Masyarakat ( - ).

. Memimpin Majalah Mimbar Agama ( - ).

. Kedudukan Wanita dalam Islam ( ).

. Tafsir Al-Azhar Juz I-XXX.

Total keseluruhan karangan Buya Hamka sejak tahun adalah sebanyak

(seratus tiga belas) jilid kitab-kitab yang telah dibukukan dan masih ada dalam

majalah panji masyarakat, karangan-karangan panjang yang patut dibukukan,

seumpama “Pandangan Hidup Muslim” di Panjimas yang dilarang terbit oleh

Presiden Soekarno dan juga “Dari Hati ke Hati” yang terdapat dalam Panji

masyarakat.38

c. Karakteristik Tafsir Al-Azhar

38

Solihin Salam, Kenang-Kenangan Tahun Buya Hamka, (Jakarta : Yayasan Nurul

Islam, ), .

Page 32: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Karakteristik Hamka dalam melakukan tekhnik penafsirannya adalah mencontoh

tafsir Al-Manar karya Rasyid Ridho.Hamka menyatakan ketertarikan hati

terhadap tafsir Al-Manar karya Sayyid Rasyid Ridho.Ia menilai bahwa tafsir Al-

Manar adalah sebuah sosok tafsir yang mampu menguraikan ilmu-ilmu

keagamaan sebangsa hadis, fiqih, sejarah dan lainnya lalu menyesuaikannya

dengan perkembangan politik dan kemasyarakatan yang sesuai dengan zaman di

waktu tafsir itu ditulis. Terakhir Hamka lebih banyak menekankan pada

pemahaman ayat secara menyeluruh.Oleh karena itu dalam tafsirnya Hamka lebih

banyak mengutip pendapat para ulama terdahulu.Sikap tersebut diambil oleh

Hamka karena menurutnya menafsirkan al-Qur’ān tanpa melihat terlebih dahulu

pada pendapat para mufassir dikatakan tahajjum atau ceroboh dan bekerja dengan

serampangan.39

. Bentuk Tafsir Al-Azhar

Dalam pengantarnya Hamka menyebutkan bahwa ia memelihara sebaik-baiknya

hubungan antara aql dan naql (riwayah dan dirayah). Buya Hamka tidak hanya

semata-mata mengutip atau menukil pendapat orang yang terdahulu, tetapi ia juga

mempergunakan tinjauan pribadinya sendiri dan tidak pula semata-mata menuruti

pertimbangan akal sendiri. Suatu tafsir yang hanya menuruti dari riwayat orang

terdahulu berarti hanya suatu textbox thinking. Sebaliknya, jika hanya

memperturutkan akal sendiri besar bahayanya akan keluar dari garis tertentu yang

digariskan oleh agama sehingga tidak disadari akan menjauh dari maksud

agama.40

Melihat dari pendapat di atas dan dari karya Buya Hamka secara langsung, maka

kitab tafsir Al-Azhar lebih cenderung berbentuk bir ra’yi. Dikatakan demikian

karena Buya Hamka lebih cenderung menggunakan pandangan pribadinya dan

pandangan orang-orang terdahulu ketimbang menggunakan Hadis Nabi SAW.

. Metode Tafsir Al-Azhar

39

Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia Abad Ke- , (Jurnal ilmu

dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Vol III, No. , ), . 40

https://andiuripurup.wordpress.com/ /tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/

diakses pada September .

Page 33: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Metode yang dilakukan oleh Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar adalah tahlili,

yaitu menafsirkan ayat demi ayat sesuai urutannya dalam mushaf serta

menganalisis begitu rupa hal-hal penting yang terkait langsung dengan ayat, baik

dari segi makna atau aspek-aspek lain yang dapat memperkaya wawasan pembaca

tafsirnya, terbukti ketika menafsirkan surah Al-Fātihah, ia membutuhkan sekitar

halaman untuk mengungkapkan maksud dan kandungan dari surat tersebut.

Berbagai macam kaidah-kaidah penafsiran dari mulai penjelasan kosa kata, asbab

an-nuzul ayat, munasabah ayat, barbagai macam riwayat hadis dan yang lainnya,

semua itu disajikan oleh Hamka dengan cukup baik, lengkap dan mendetail.41

Ketajaman analisis Hamka juga teruji ketika misalnya dengan jeli menunjukkan

korelasi antara makna yang terdapat pada akhir surat Al-Fātihah dengan makna

yang ada pada awal surat Al-Bāqarah ayat :

“Inilah kitab itu, tidak ada sebarang keraguan padanya, satu petunjuk bagi

orang-orang yang hendak bertqwa”.42

(QS. Al-Bāqarah : )

Buya Hamka mengatakan “kita baru saja selesai membaca surah Al-Fātihah, di

sana kita telah memohon kepada Tuhan agar ditunjuki jalan yang lurus, jalan yang

diberi nikmat, bukan jalan yang dimurkai atau sesat”. Baru saja menarik nafas

selesai membaca surat itu, kita langsung kepada surat Al-Bāqarah dan kita

langsung kepada ayat ini. Permohonan kita di surat Al-Bāqarah sekarang

diperkenankan. Kamu bisa mendapat jalan yang lurus yang diberi nikmat bukan

yang dimurkai dan sesat, asal saja kamu suka memakai pedoman kitab ini.Tidak

diragukan lagi, dia adalah petunjuk bagi orang yang suka bertaqwa”.43

Melihat metode penafsiran yang digunakan, Hamka mencontoh kepada Tafsir Al-

Manar, menjadikan corak yang dikandung oleh Tafsir Al-Azhar memiliki

41

Lihat Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid I, (Singapura : Kerjaya

Printing Industries Pte Ltd, ), - . 42

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung : Diponegoro, ),

. 43

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid I., .

Page 34: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

kesamaan.44

Ia juga berusaha memelihara sebaik mungkin antara naql dan ‘aql,

antara dirayah dan riwayah. Maksudnya adalah Hamka menjanjikan bahwa ia

tidak hanya semata-mata mengutip atau menukil pendapat yang terdahulu, tetapi

juga menggunakan tinjauan dan pengalaman pribadi.

. Corak Tafsir Al-Azhar

Tafsir Buya Hamka cenderung bersifat netral dan tidak memihak.Sementara

dalam menjelaskan ayat, beliau menggunakan contoh-contoh yang hidup di

masyarakat, baik masyarakat kelas atas, bawah maupun secara individu.

Berdasarkan fakta di atas, tafsir Hamka dalam menjelaskan ayat adalah bercorak

Adabi wal Ijtimā’i (sosial kemasyarakatan). Corak Adabi wal Ijtimā’i adalah

menitik beratkan penjelasan ayat-ayat al-Qur’ān dengan ungkapan-ungkapan yang

teliti, menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur’ān dengan bahasa

yang indah dan menarik, tafsir ini berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur’ān

yang tengah dikaji dengan sosial dan sistem budaya yang ada. Pemikiran Hamka

dalam tafsir Al-Azhar berusaha memahami nash-nash al-Qur’ān dengan cara

mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur’ān secara teliti, selanjutnya

menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur’an tersebut dengan gaya

bahasa yang indah dan menarik. Kemudian menghubungkan nash-nash yang

dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada.45

. Ahmad Mustafa Al-Maraghi

a. Biografi Ahmad Mustafa Al-Maraghi

Nama lengkap beliau adalah Ahmad Mustafa Ibn Mustafa Ibn Muhammad Ibn

‘Abd al-Mun’im al-Qādi al-Maraghi. Beliau lahir pada tahun H/ M di

kota Al-Maraghah, Propinsi Suhaj, kira-kira km arah selatan kota Kairo.

Nama kota kelahiran inilah yang melekat dan menjadi nisabah bagi dirinya, bukan

44

Karel Steenbrink, Qur’an Interpretation of Hamzah Fansuri and Hamka : A

Comparison, Jurnal Studi Islamika, Vol II, No. , , . 45

Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia, Terj. Tajul Arifin

https://andiuripurup.wordpress.com/ / /tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/ diakses pada

September , . .

Page 35: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

nama yang melekat dan dinisbahkan dari nama keluarganya.46

Menurut Abdul

Aziz al-Maraghi, yang dikutip oleh Abdul Djalal, kota al-Maraghah adalah ibu

kota kabupaten al-Maraghah yang terletak di tepi barat Sungai Nil, berpenduduk

sekitar . orang dengan penghasilan utama Gandum, Kapas dan Padi.47

Ahmad Mustafa Al-Maraghi berasal dari keluarga ulama besar yang taat

agama dan menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dari

dari orang putra Syekh Mustafa Al-Maraghi (ayah Ahmad Mustafa Al-

Marghi) adalah ulama yang besar dan masyhur, yaitu:

. Syekh Muhammad Mustafa Al-Maraghi.

. Syekh Ahmad Mustafa Al-Maraghi.

. Syekh Abdul Azizi Al-Maraghi.

. Syekh Abdullah Mustafa Al-Maraghi.

. Syekh Abul Wafa Mustafa Al-Maraghi.

. M. Aziz Ahmad Al-Maraghi,.

. A. Hamid Al-Maraghi.

. Asim Ahmad Al-Maraghi.

. Ahmad Midhat Al-Maraghi.48

Pada masa kanak-kanaknya, beliau hidup dalam lingkungan keluarga yang

terdidik. Sebelum sampai usia persekolahan, beliau mendapat pendidikan

dilingkungan keluarganya, bersama dengan saudara-saydaranya yang lain. Pada

peringkay awal pendidikan, beliau masuk sekolah agama di desanya, tempay di

mana beliau mempelajari al-Qur’ān, memperbaiki bacaan-bacaannya, sehingga di

umur tahun beliau telah menghafal keseluruhan ayat-ayat al-Qur’ān. Di

sampan itu beliau juga mempelajari ilmu tajawid dan asas asas ilmu agama yang

lain.

46

Sebutan Al-Maraghi yang terdapat pada nama Syekh ahmad Mustafa Al-Maraghi dan

lain-lainya bukanlah dikautkan dari nama suku/marga atau keluarga, seperti halnya sebutan Al-

Hasyimi yang dikaitkan dengan keturunan Hasyim, melainkan dihubungkan dengan nama daerah

ataupun kota yang dalam hal ini adalah kota Al-Maraghah. 47

Hasan Zaini, Tafsir Al-Marghi: Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam, ( Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, ), hal . 48

Muslim, “Ilmu dan Keutamaanya Dalam Perspektif al-Qur’ān Studi Penafsiran Tafsir

Al-Maraghi”, Skripsi ( Jambi: UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, ), hal .

Page 36: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Setelah menamatkan pendidikan pada peringkat awal usianya pada tahun

H/ M, beliau menyambung pelajaranya di Universitas Al-Azhar di Kairo

Mesir atas persetujuan orang tuanya, di samping itu beliau juga tercatat sebagai

mahasiswa di Universitas Darul ‘Ulum Kairo. Dengan kesibukannya belajar di

dua peguruan tinggi, beliau berhasil menyelesaikan kedua-duanya pada waktu

yang sama yaitu pada tahun M.49

Ketika dalam perguruan tinggi tersebut,

Al-Maraghi mendapat bimbingan terus dari tokoh-tokoh ternama dari pakar pada

bidangnya masing-masing pada waktu itu, seperti Syekh Muhammad Abduh,

Syekh Muhammad Bukhait Al-Muthi’i, Ahmad Rifa’i Al-Fayumi, Syekh

Muhammad Hasan Al-Adawi, Syekh Muhammad Sahis Al-Muthi dan lain-lain.50

Merekalah guru-guru yang menjadi pendidik bagi Al-Maraghi sehingga menjadi

seorang muslim yang cerdad yang menguasai banyak ilmu agama.

Pada tahun beliau diminta menjadi dosen utusan untuk mengajar di

fakultas Ghirdun Universitas Al-Azhar di Qurthum Sudan selama empat tahun

dan beliau juga pernah menjadi hakim agung di sana pada tahun . Pada tahun

setelah tugasnya di Sudan tamat, beliau kembali ke Kairo dan dilantik

menjadi dosen bahasa arab dan ilmu-ilmu syari’ah Islam di Daar Al-‘Ulum

hingga tahun . Pada saat bersamaan beliau juga dilantik menjadi dosen ilmu

Balagha dan Sejarah Kebudayaan Islam di Fakultas Adab di Universitas Al-

Azhar.

Pada masa yang sama beliau juga mengajar di perguruan Ma’had Tarbiyah

Mua’llimat selama beberapa tahun, sampai beliau mendapat piagam sebagai tanda

penghargaan dari Raja Mesir Faruq. Pada bulan Mei tahun H beliau

diangkat menjadi rektor Al-Azhar, pada waktu itu beliau baru berumur tahun,

sehingga tercatat sebagai rektor termuda sepanjang sejarah Al-Azhar.51

Pada

tahun H/ M pula, yaitu setahun sebelum meninggal dunia, beliau masih

49

Muhammad Afiq Bin Mohd Amin, ” Jihad Menurut Mustafa Al-Maraghi Dalam Kitab

Tafsir Al-Maraghi”, Skripsi ( Jambi: UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, ), hal . 50

Hasan Zaini, Tafsir Al-Marghi: Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam, hal .

51

Kafrawi Ridan, Ensiklopedia Islam Indonesia(Jakarta: PT ICTIAR BARU VAN

HOEVE, ), hal .

Page 37: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

juga mengajar dan masih juga diberi kepercayaan untuk menjadi direktur di

Madrasah Usman Mahir Basya di Kairo hingga menjelang akhir hayatnya.52

Berkat didikan dari Syekh Ahmad Mustafa Al-Maraghi, lahirlah ratusan

bahkan ribuan ulama. Sarjana dan cendikiawan muslim yang bisa dibanggakan

oleh berbagai lembaga pendidikan Islam yang ahli dan mendalami ilmu-ilmu

agama Islam. Mereka inilah yang nanti menjadi tokoh-tokoh aktifitas bangsanya,

yang mampu mengembang dan meneruskan cita-cita bangsanya dibidang

pendidikan dan pengajaran serta bidang-bidang lain.

Diantara murud-murid Ahmad Mustafa Al-Maraghi yang berasal

Indonesia:

. Bustami Abdul Gani, Guru Besar dan dosen Program Pascasarjana IAIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

. Muktar Yahya, Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

. Mastur Djahri, dosen senior IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

. Ibrahim Adul Halim, dosen senior IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

. Abdul Rozaq A-Amudy, dosen senior IAIN Sunan Ampel Surabaya.53

Sebagai ulama, Al-Maraghi memiliki kecenderungan bukan hanya kepada

bahasa Arab tetapi juga kepada ilmu tafsir, dan minatnya itu melebar kepada ilmu

fiqih.54

Pandangan-pandangannya tentang Islam terkenal tajam menyangkut

penafsiran al-Qur’ān dalam hubungannya dengan kehidupan sosial dan

pentingnya kedudukan akal dalam menafsirkan al-Qur’ān. Dalam bidang ilmu

tafsir, beliau memiliki karya yang sampai kini menjadi literatur wajib diberbagai

Perguruan Tinggi Islam di seluruh dunia, yaitu Tafsir Al-Maraghi yang ditulisnya

selama tahun. Tafsir tersebut terdiri dari juz dan telah diterjemahkan ke

dalam beberapa bahasa termasuk bahasa indonesia.55

52Syahidin, Karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, ),

hal .

53

Ibid., .

54

Melihat minatnya kepada ilmu fiqih, beliau menulis sebuah buku yang berjudul Al-Fath

Al-Mubin fi Tabaqat al-Usuliyyin yang menguraikan tabaqt (tingkatan) ulama usul.

55

Dewan Redaksi Eksiklopedia Islam, Eksiklopedia Islam, hal .

Page 38: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

b. Karya-karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi

Al-Maraghi adalah ulama yang produktif dalam menyampaikan

pemikirannya lewat tulisan-tulisannya yang terbilang banyak, diantaranya:

. Ulum al-Balagha.

. Hidayah at-Talib.

. Tahzib at-Taufidh.

. Buhus wa Ara’.

. Tarikh Ulum al-Balagha wa Ta’rif bi Rijaliha.

. Mursyid at-Tullab.

. Al-Mu’jaz fi al-Adab al-‘Arabi.

. Al-Mujaz fi Ulum al-Usul.

. Ad-Diyanat wa al-Akhkaq.

. Al-Hisbah fi al-Islam.

. Ar-Rifq bi al-Hayawan fi al-Islam.

. Syarh Salasan Hadisan.

. Tafsir Juz Innama as-Sabil.

. Risalah fi Zaujat an-Nabi.

. Risalat Isbat Rukyah al-Hilal fi Ramadan.

. Al-Khutbah a al-Khutaba fi Daulat al-Umawiyyah wa al-‘Abasiyyah.

. Al-Mutala’ah al-‘Arabiyyah li al-Madaris as-Sudaniyah.56

. Risalahfi Musthalah al-Hadis.57

c. Karakteristik Tafsir Al-Maraghi

Diantara ulama yang memberikan kontribusi baik dari segi pemikiran

maupun tulisan adala Ahmad Mustafa al-Maraghi, salah satu alumni Al-Azhar

yamg ahli tafsir dan pakar pemikiran yang meberikan hawa segar kepada dunia

Islam. Beliau mempunyai karya besar yang menumental yaitu tafsir al-Maraghi

yang banyak dipelajari oleh kalangan umat Muslim. Tafsir al-Maraghi termasuk

56Dewan Redaksi Ensiklopedia, Enslikopedia Islam, hal - .

57

Departemen Agana RI, Ensiklopedia Islam . Lihat Juga Departemen Agama RI,

Ensiklopedia Islam (Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek

Peningkatan Prasarana dan sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, ) hal .

Page 39: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

ke dalam golongan tafsir kontemporer. Hal ini dapat dilihat jelas dari selain dari

waktu penyusunan tafsirnya, dapat juga dilihat dari cara al-Maraghi

menafsirkannya dengan cara yang lebih sistematis sehingga mudah dipahami.58

Motivasi utama hingga ia menulis tafsir ini adalah suatu kenyataan yang

sempat ia saksikan, bahwa kebanyakan orang enggan membaca kitab-kitab tafsir

yang ada di tangannya sendiri. Alasannya, karena kitab-kitab tafsir yang ada

sangat sulit dipahami, bahkan diwarnai dengan berbagai istilah yang hanya bisa

dipahami oleh orang-orang yang membidangi ilmu tersebut. Karenanya, sengaja

ia merubah gaya bahasa dan menyajikan dalam bentuk sederhana yang mudah

dipahami. Dengan demikian, para pembaca pun dapat memahami rahasia-rahasia

yang terkandung di dalam al-Qur’ān tanpa mengeluarkan energi berlebihan untuk

memahaminya.59

Memperhatikan kenyataan tersebut, masyarakat tentu membutuhkan kitab-

kutab tafsir yang mampu memenuhi kebutuhan mereka, disajikan secara

sistematis, diungkapkan dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti, dan

masalah-masalah yang dibahas benar-benar didukung oleh dengan hujjah, serta

bukti-bukti yang nyata. Bisa juga dinukilkan pendpat-pendapat para ahli dengan

berbagai cabang ilmu yang berkaitan erat dengan al-Qur’ān, selaras dengan syarat

penyajian yang harus sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan modern.60

Kitab tafsir ini terdiri dari jilid. Setiap jilid berisi satu juz al-Qur’ān.61

Hal ini dimaksudkan agara mudah di bawa kemana-mana, baik ketika menempati

suatu tempat atau saat berpergian.

. Metode Tafsir al-Maraghi.

Sebagai sebuah disiplin ilmu, tafsir tidak terlepas dari metode, yakni suatu

cara yang sistematis untuk mencapai tingkat pemahaman yang benar tentang al-

58Sobirin, ” Peranan Orang Tua Terhadap Anak Dalam Keluarga Menurut Penafsiran

Ahmad Mustafa Al-Maraghi”, Skripsi ( Jambi: UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, ), hal .

59

Ibid. .

60

Ibid.

61

Tafsir al-Maraghi pertama kali diterbitkan pada tahun di Kairo. Pada terbitan

pertama ini, tafsir al-Maraghi terdiri atas juz atau dengan kata lain sesuai dengan pembagian

juz al-Qur’an. Lalu pada penerbitan yang kedua terdiri dari jilid, dimana setiap jilid berisi juz

dan juga pernah diterbitkan ke dalam jilid, dimana setiap jilid berisi juz. Namun yang banyak

beredar di Indonesia adalah tafsir al-Maraghi yang diterbitkan dala jilid.

Page 40: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Qur’ān yang dikehendaki oleh Allah. dengan demikian, metode tafsir dapat

diartikan suatu prosedur sistematis yang diikuti dalam upaya memahami dna

menjelaskan maksud kandungan al-Qur’ān. Menurut Nashruddin Baidan, metode

tafsir merupakan kerangka kerja yang digunakan dalam menginterpretasikan

pesan-pesan al-Qur’ān, sedangkan metodolgi tafsir adalah analisi ilmiah mengenai

metode-metode penafsiran al-Qur'ān.62

Metode yang digunakan dalam penulisan tafsirnya jika ditinjau dari segi

urutan pembahasanya, Al-Maraghi dapat dikatakan memakai metode tahlili, sebab

pada mulanya ia menurunkan ayat-ayat yang dianggap satu kelompok. Lalu

menjelaskan pengertian kata-kata maknanya secara ringkas, dan sebab-sebab

turunya serta munasabahnya. Pada bagian akhir ia memberikan penafsiran yang

lebih rincimengenai ayat tersebut.63

Dalam metode tahlili ini biasanya mufassir menguraikan makna yang

dikandung oleh al-Qur’ān, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan

urutannya di dalam mushaf. Urutan tersebut menyangkut berbagai aspek yang

dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosakata, konotasi kalimatnya,

latar belakang turun ayat kaitannya dengan ayat-ayat yang lain baik sebelum

maupun sesudah (munasabah), dan tidak ketinggalan pendapat-pendapat tang

telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut baik yang

disampaikan oleh Nabi, para Tabi’in maupun ahli tafsir lainnya.64

. Corak Tafsir Al-Maraghi

Tafsir yang merupakan karya manusia yang selalu diwarnai oleh

pemikiran, mazhab, atau disiplin ilmu yang ditekuni oleh mufassirnya maka buku-

buku tafsir memiliki berbagai corak pemikiran dan mazhab. Ada mufassir yang

konsen terhadap hukum Islam, maka corak penafsirannya cenderung kepada fiqih

bahkan mendukung mazhab hukum tertentu. Ada pula mufassir yang konsen

dalam bidang tasawwuf, filsafat, sains, atau keadaan masyarakat dimana mufassir

itu berada, maka penafsirannya bercorak sufi, falsafi, ‘ilmi, dan ijtima’i.

62Zaini, Tafsir al-Maraghi, hal .

63

Dewan Redaksi Ensiklopedia, Enslikopedia Islam, hal

64

Nashruddn Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

), hal .

Page 41: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Bila ditinjau dari orientasi pembahasan dan bahasa yang digunakan di

dalam tafsir al-Maraghi, maka corak penafsiran yang dipakai oleh Ahmad

Mustafa al-Maraghi dapat dikatan tafsirnya menggunakan corak al-Adab al-

Ijtimā’isebab diuraikan dengan bahasa yang indah dan menarik dengan

berorientasi dengan pada sastra, kehidupan budaya dan kemasyarakatan, sebagai

suatu pelajaran bahwa al-Qur’ān diturunkan sebagai petunjuk dalam kehidupan

individu maupun masyarakat.65

Penafsiran dengan corak al-Adab al-Ijtimā’i, merupakan penafsiran ayat-

ayat al-Qur’ān dengan mengungkapkan segi balāgha al-Qur’ān dan

kemukjizatannya, menjelaskan makna-makna dan sasaran-sasaran yang dituju al-

Qur’ān, mengungkapkan hukum-hukum alam dana tatanan kemasyarakatan yang

dikandungnya. Tafsir dengan corak ini merupakan corak yang baru yang menarik

pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur’ān serta memotivasi untuk

menggali makna-makna dan rahasia-rahasia al-Qur’ān.66

65Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, hal .

66

Said Aqil Husin Al-Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kasalehan Hakiki, DI

edit oleh Abdul Halim (Jakrta: PT. Ciputat Press, ), hal .

Page 42: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

BAB III

TIINJAUN UMUM TENTANG SHOLAT KHUSYU’ DALAM AL-QUR’AN

A. Pengertian Shalat

Kata shalat seringkali diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dengan sebutan

“sembahyang”. Sebenarnya pengertian kedua dari kata tersebut mempunyai kata

yang berbeda. Sembahyang seringkali diartikan dengan “menyembah sang

hiyang” menyembah Tuhan. Kata sembahyang seringkali dikaitkan dengan

kegiatan tertentu yang dilakukan oleh umat beragama secara umum dalam rangka

menyembah tuhan mereka. Ini berarti kata sembahyang dikenal dalam semua

umat beragama, baik Islam maupun yang lainnya dengan tata cara yang berbeda.67

Pengertian kata shalat dalam Islam tidak persis sama dengan kata

sembahyang yang dikenal dalam agama-agama yang lainnya. Secara bahasa

sholat berarti do’a (memohon) ataupun memohon kebaikan. Sedangkan secara

istilah adalah perkataan ataupun perpuatan tertentu yang diawali dengan takbir

dan ditutup dengan salam.68

Shalat dinamakan demikian juga berarti hubungan kita secara langsung

dengan Allah SWT., dengan maksud mengagungkan, bersyukur, memohon

rahmat dan meminta ampunan-Nya. Shalat ini juga satu akar dengan kata

silaturrahmi, jika sholat berarti hubungan langsung kita kepada Sang Maha

Pencipta (hablumminallah) secara vertikal, maka silaturrahmi berarti hubungan

kita secara horizontal dengan makhluk-Nya (hamblumminannas). Ibadah itu

bertujuan untuk selalu ingat kepada penciptanya dan menunjukkan rasa tunduk

serta bersyukur kepada-Nya. Allah SWT., berfirman:

67Muhammad Amin, “Shalat Khusyu’ Kajian Surat Al-Mukminun Ayat dan ”,

Hikmah, Vol II, No ( ), hal .

68

Lihat Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al-Bajuri Syarah Ibnu Qosim Al-Ghazi Kitab Sholat,hal

.

Page 43: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah kepada Allah SWT., dan

memurnikan ketaaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,

dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang

demikian itulah agama yang lurus.”69

(Q.S al-Bayyinah: )

Allah SWT., juga mewajibkan umat terdahulu untuk melakukan sholat

dalam segi makna aslinya yaitu hubungan makhluk dengan penciptanya dan tidak

sama prakteknya dengan shalat umat Nabi Muhammad Saw., hal ini dapat

diketahui dari do’a Nabi Ibrahim didalam al-Qur’ān:

“Ya tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap

mendirikan shalat, ya tuhan kami perkenankan do’a kami.”70

(Q.S Ibrahim:

).

Allah SWT., juga berfirman:

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Isma’il (yang

tersebut) didalam al-Qur’ān seseungguhnya ia adalah benar janjinya, dan dia

adalah seorang Rasul dan Nabi dan dia menyuruh ahlinya untuk shalat dan

menunaikan zakat, dan dia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhan-Nya”71

(Q.S Maryam: - ).

Allah SWT., juga berfirman kepada Nabi Musa:

69

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

70

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

71

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

Page 44: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

“Maka ketika dia mendatanginya (ke tempat api itu) dia dianggil, wahai Musa,

sungguh, aku adalah Tuhanmu, maka lepaskanlah kedua terompahmu. Karena

sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa. Dan aku telah

memilihmu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).

Sungguh aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain aku, maka sembahlah aku

dan laksanakan shalat untuk mengingat aku.”72

(Q.S Thāha: - ).

Menurut A. Hasan ( ), Bigha ( ), Muhammad bin Qasyim Asy-

Syafi ( ), dan Rasyid ( ) shalat dalam bahasa Arab berarti berdo’a.

Ditambahkan oleh Ash-Shiddieqy ( ) bahwa perkataan dalam shalat dalam

Bahasa Arab berarti do’a memohon kebajikan dan pujian kepada Allah SWT.

Sedangkan secara hakikat mengandung pengertian berhadapan hati (jiwa) kepada

Allah dan mendatangkan takut kepada-Nya, serta menumbuhkan didalam jiwa

rasa keagungan, kebesaran, dan kesempurnaan kekuasaan-Nya.73

Pengertian shalat telah banyak dikemukan oleh banya ulama. Menurut

Hasbi Ash-Shiddiqi yang membagi dalam beberapa pengertian, yaitu pengertian

secara lahir yang berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang diawali dengan

takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengan beribadah kepada Allah dengan

syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditentukan. Secara hakikat berarti ta’rif

yang melukiskan hakikat yaitu terhadap hati (jiwa) kepada Allah SWT., dengan

artian mengambarkan ruh shalat berhadapan kepada Allah SWT., dengan sepenuh

hati dan khusyu’ dihadapannya dengan ikhlas sepenuh hati dalam berzdikir,

berdoa dan memuji.74

72 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

73Yuanita Ma’rufah, “ Manfaat Shalat Terhadap Kesehatn Mental Dalam al-Qur’ān”,

Skripsi (Yogyakarta: Program Strata Satu Uneversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,

), hal .

74

Ibid., .

Page 45: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Senada dengan apa yang diungkapakan Hasbi Ash-Shiddiqi, Sayyid Sabiq

memberikan pengertian dalam shalat yaitu suatu ibadah yang terdiri dari

perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi Allah SWT.,

dan disudahi dengan salam.75

Dari banyak pengertian diatas, meskipun terdiri dari ungkapan yang

sedikit berbeda. Namun secara garis besar mempunyai satu kesamaan yaitu suatu

ibadah yang dimuali dengan takbir dan diakhiri dengan salam berdsarakan

ketentuan-ketentuan tertentu seperti syarat-syarat dan rukun-rukun serta contoh

yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

B. Pengertian Khusyu’

Secara bahasa atau etimologi khusyu’ berakar dari kata khasya’a yang

berarti tenang atau tunduk (khudu’).76

Khusyuk dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia diartikan sebagai penuh konsentrasi, bersungguh-sungguh, dan penuh

kerendahan hati.77Kata khusyu’ juga mempunyai beberapa arti seperti tunduk,

rendah atau perlahan, diam atau tak bergerak.78

Menurut istilah atau terminologi, khusyu’ artinya kelembutan hati,

ketenangan sanubari yang berfungsi menghindari keiginan yang keji yang berawal

dari menuruti hawa nafsu, serta kepasrahan dihadapan Ilāhi yang dapat

melenyapkan keangkuhan, kesombongan dan sifat tinggi hati.79

Misa Abdu

berpendapat bahwa khusyu’ menurut istilah adalah keadaan jiwa yang tenang dan

75Ibid.

76

Ahmad Munawiwr Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka

Progresif, ), hal . Namun menurut Ibn Faris, tunduk digunakan oleh anggota badan,

sedangkan khusyu’ pada suara, pandangan, wajah dan hati. Lihat Kementerian Agama, Al-Qur’ān

dan Tafsirnya (Jakarta: Lentera Abadi, ), VI: hal .

77

Umi Chulsum dan Windi Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Surabaya: Kashiko,

), hal .

78

Allah SWT Berfirman: “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, kamu lihat bumi itu

diam tak bergerak, dan apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.” (QS.

Fussilat ( ): )

79Muhammad Zaenal Arifin, “Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik Tafsir

al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani”, Disertasi (Surabaya: Program Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, ), hal .

Page 46: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

rendah hati, yang kemudian pengaruh khusyu’ didalam hati tadi akan tapak pada

anggota tubuh lainnya.80

Ibnu katsir menyatakan bahwa al-khashi’in yaitu orang-orang yang

merendahkan hati penuh ketenangan dalam mematuhi perintah Allah dan merasa

hina karena takut akan siksa-Nya.81

Penafsiran yang hampir sama diberikan oleh

M. Quraish Shihab bahwa khusuk adalah keengganan mengarah kepada

kedurhakaan. Orang-orang yang khusuk dalam ayat ini adalah mereka yang

menekan kehendak nafsunya dan membiasakan dirinya menerima dan merasa

tenang menghadapi ketentuan Allah serta selalu mengharap kesudahan yang baik.

ia bukanlah orang yang terpedaya oleh rayuan nafsu. Ia adalah yang

mempersiapkan dirinya untuk menerima dan mengamalkan kebijakan. Orang-

orang khusyu’ yang dimaksud oleh ayat ini adalah mereka yang takut lagi

mengarahkan pandangannya kepada kesudahan segala sesuatu sehingga denga

demikian mudah baginya berlaku sabar yang membutuhkan penekanan gejolak

nafsu dan mudah juga baginya melaksanakan shalat kendati kewajiban ini

mengharuskan disiplin wantu serta kesucian jasmani, padahal ketika itu boleh jadi

ia sedang disibukkan oleh aktivitas yang menghasilkan harta dan kelezatan.82

Ayat ini bukannya membatasi kekhusyu’an hanya dalam shalat, tetapi

menyangkut segala aktivitas manusia. Kekhusyu’an dalam shalat, menurut

manusia untuk menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah, sekaligus

kelemahannya sebagai manusia di hadapan-Nya. Puncak khusyu’ adalah

ketundukan dan kepatuhan seluruh anggota badan dalam keadaan pikiran dan

bisikan hati secara keseluruhan menuju ke hadirat Ilahi. Akan tetapi ada

peringkat-peringkat bentuk di bawah itu. Peringkat terendah adalah sekedar

pengalamn yang tulus kepada-Nya walau diselingi oleh pikiran yang melayang

80Ibid.

81Muhammad Zaenal Arifin, “Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik Tafsir

al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani”, Disertasi (Surabaya: Program Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, ), hal . Lihat juga Muhammad ‘Ali al-

Sabuni, Mukhtasar Ibn Katsir, Vol. (Beirut: Dar al-Fikr), hal .

82Muhammad Zaenal Arifin, “Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik Tafsir

al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani”, Disertasi (Surabaya: Program Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, ), hal . Lihat juga M. Quraish Shihab,

Tafsir al-Mishbah, Vol. (Jakarta: Lentera Hati, ), hal .

Page 47: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

kepada hal-hal yang tidak bersifat negatif. Nabi Muhammad SAW, ketika shalat

masih mendengar suara tangis anak sehingga beliau mempersingkat shalatnya. Di

kala lain Nabi memperlama sujud karena cucunya putra Fatimah dan ‘Ali Ibn Abi

Thalib menunggang pundak Nabi, ketika Nabi sedang Salat. Dengan demikian,

kekhusyukan tidak selalu berarti hilangnya segala ingatan kecuali kepada Allah

SWT.83

Menurut Imam Al-Ghāzali khusyu’ adalah buah keimanan dan hasil

keyakinan akan keangungan Allah SWT. Siapapun yang dapat merasakannay,

maka dia akan khusyu’ dalam shalatnya, bahkan diwaktu sendirian. Khusyu’ bisa

timbul dari kesadaran bahwa Allah SWT., selalu mengawasi gerak gerik hamban-

Nya, kesadaran tentang keagungan-Nya serta kekurangan diri hamba dalam

melaksanakan perintah Tuhan-Nya.84

Sebagian lagi berpendapat yaitu rasa takut jika shalat yang dilakukan

tertolak. Rasa takut itu dibuktikan dengan tunduknya mata ke tempat sujud dan

diiringi dengan kerendahan hati. Imam Razi berpendapat seorang yang sedang

shalat terbukalah tabir dia dengan tuhan, tetapi begitu dia menoleh, maka tabir itu

akan kembali tertutup.85

Terjadi perbedaan antara ‘ulama Fiqih dan Tasawuf. ‘Ulama Fiqih tidak

mewajibkan Khusyu’, karena ‘ulama Fiqih hanya mengkaji aspek lahiriah dari

ibadah shalat. Mereka berpendapat bahwa khusyu’ merupakan pekerjaan batin

yang tidak terjangkau hakikatnya, maka yang lebih tahu hanyalah Allah SWT.

Hanya saja kreteria shalat khusyu’ dari ‘ulama Fiqih adalah tidak bergerak

banyak, menguap, melihat keatas tetapi hanya memandang ke tempat sujud, tidak

membunyikan jari-jari, dan tidak menguap. Adapun ‘ulama Tasawuf mewajibkan

khusyu’ dalam shalat, karena yang dinilai di sisi Allah sejauh mana seseorang

shalat dapat menghadirkan hatinya untuk mengingat Allah SWT sejauh itulah dia

mendapatkan pahala disisi Allah SWT.86

83Ibid.

84

Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, (Beirut: Dar al Makhrifah), Juz I hal .

85

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, ), Volume , hal .

86

Ibid., .

Page 48: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Muhammad Nawawi juga menjelaskan dalam kitab tafsir Al-Munir, beliau

mengataka:

“Orang-orang yang khusyu’ adalah mereka yang suka kepada ketaatan, yaitu

orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan

mereka akan kembali kepada-Nya. dengan menunggu kematian di setiap menit,

hal itu karena setiap orang yang menunggu kematian di setiap menitnya,

hatinya tidak pernah lepas dari kekhusyukan dan mereka bersegera melakukan

taubat, karena takut akan mati termasuk pendorong yang paling kuat untuk

melakukan taubat. Dan mereka mereka akan kembali kepada Tuhan-Nya di

akhirat nanti, maka Dia akan membalas mereka sesuai dengan amal perbuatan

masing-masing.”

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan orang-orang khusuk tersebut adalah mereka yang menekan

kehendak nafsunya dan membiasakan dirinya menerima dan merasa tenang

menghadapi ketentuan Allah serta selalu mengharapkan kesudahan yang baik.

mereka adalah orang yang mempersiapkan dirinya menerima dan mengamalkan

kebijakan. Khusyuk tidak hanya dibatasi dalam salat, tetapi menyangkut segala

aktivitas manusia.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui juga bahwa unsurunsur

khusyuk itu terdiri dari tiga hal, yaitu: kehinaan (al-dhull), ketundukan (al-

khudu’) dan konsentrasi (al-tarkiz). Sedangkan hubungan term-term yang sejenis

dengan istilah khusyu’, yang terdiri dari al-Tadarru’ (rendah hati), alkhudu’

(tunduk), dan al-ikhbat (patuh), merupakan sebagian dari hal-hal yang

menyebabkan seseorang dapat mewujudkan kekhusyukan.87

C. Ayat-ayat Khusyu’

. Surah Thaha Ayat .

87Muhammad Zaenal Arifin, “Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik Tafsir

al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani”, Disertasi (Surabaya: Program Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, ), hal .

Page 49: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

“Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak

berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha

pemurah, Maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.”88

. Surah al-Hadid Ayat

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk

hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada

mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah

diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas

mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka

adalah orang-orang yang fasik.”89

. Surah al-Isra’ Ayat

“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka

bertambah khusyu'.”90

. Surah al-Hashr Ayat

“Kalau Sekiranya kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti

kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada

Allah.dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya

mereka berfikir.”91

88 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

89

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

90

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

91

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

Page 50: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

. Surah al-Mu’minun Ayat

“(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,”92

. Surah al-Baqarah Ayat

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.dan Sesungguhnya yang

demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',”93

. Surah al-‘Imron Ayat

“Dan Sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah

dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada

mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak

menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit.mereka memperoleh

pahala di sisi Tuhannya.Sesungguhnya Allah Amat cepat perhitungan-Nya.”94

. Surah al-Anbiya’ Ayat

92 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

93

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

94

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal - .

Page 51: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya

Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung.Sesungguhnya mereka

adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-

perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan

cemas.dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami.”95

. Surah al-Ahzab Ayat

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan

perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam

ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan

yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan

yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan

perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang

banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka

ampunan dan pahala yang besar.”96

. Surah as-Shura Ayat

“Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam Keadaan tunduk

karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu.dan orang-

orang yang beriman berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah

orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga

95 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

96

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

Page 52: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

mereka pada hari kiamatIngatlah, Sesungguhnya orang- orang yang zalim itu

berada dalam azab yang kekal.”97

. Surah al-Qomar Ayat

“Pandangan mereka tertunduk, ketika mereka keluar dari kuburan seakan-akan

mereka belalang yang beterbangan.”98

. Surah Fussilat Ayat

“Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau Lihat bumi kering dan

gersang, Maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan

subur.Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya, pastilah dapat

menghidupkan yang mati.Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala

sesuatu.”99

. Surah al-Qolam Ayat

“(dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi

kehinaan. dan Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud,

dan mereka dalam Keadaan sejahtera.”100

. Surah al-Ma’arij Ayat

97 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal - .

98

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

99

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru Algensindo,

), hal .

100

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru

Algensindo, ), hal .

Page 53: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

“dalam Keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan.

Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka.”101

. Surah an-Nazi’at Ayat

“Pandangannya tunduk.”102

. Surah al-Ghashiyah Ayat

“Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,”103

101 Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru

Algensindo, ), hal .

102

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru

Algensindo, ), hal .

103

Departemen Agama RI Al-Qur’ān dan Terjemahnya(Bandung: Sinar Baru

Algensindo, ), hal .

Page 54: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

BAB IV

PEBANDINGAN PENAFSIRAN KHUSYU’ MENURUT BUYA

HAMKA DAN MUSTAFA AL-MARAGHI

A. Perbandingan Penafsiran Khusyu’ Menurut Buya Hamka Dan Mustafa

Al-Maraghi

. Surat Al-Mukminun Ayat - .

a. Penafsiran Buya Hamka

Dalam ayat ini, Buya Hamka menjelaskan mengenai bagaimana ciri-ciri

orang yang sukses dalam melewati rintangan hidup, baik itu seccara perorangan

individu maupun organisasi ataupun negara. Buya Hamka juga pada ayat kedua

menjelaskan tentang bagaiman shalat yang khusyu’ menurut penafsirannya.

Manusia dalam kehidupan memang sungguh banyak rintangan ditegah

jalan yang harus dihadapi, dikalahkan, ditundukkan untuk melangkah dalam

mencapai kemenangan. Kalau sekiranya satu bangsa mempunyai banyak musuh

atau rintangan di dalam perjalananya untuk mencapai martabat yang lebih tinggi.

Rintangaan dari kebodohan, rintangan dari nafsu-nafsu jahat yang ada

dalam diri sendiri yang mungkin membawa derajat kemunusiaan jadi jatuh,

sehingga kembali ke tempat kebimbangan rintangan dari syaitan yang selalu

merayu dan memperdayakan, semuanya pasti bertemu dalam hidup. Hati nurani

manusia ingin kejayaan, kemuliaan dan kedudukan yang lebih tinggi. Tetapi

haanafsunya mengajak atau menariknya supaya jatuh kebawah. Kalau kiranya

pegangan hidup tidak ada, diri itu pasti kalah dan tidak tercapai apa yang

dimaksud yaitu kemenangan hidup.104

Maka dalam ayat ini diberikan keterangan bahwasanya kemenangan

pastilah didapat oleh orang-orang yang beriman, orang-orang yang percaya.

Kalimat “Qod” yang terletak dipangkal fi’il madhi (Aflaha) menurut undang-

104 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

Page 55: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

undang bahasa Arab adalah menunjukkan kepastian. Sebab itu maka ia (Qad)

diartikan “sesungguhnya”.105

Hanyalah adanya kepercayaan adanya Tuhan jalan satu-satunya buat

membebaskan diri dari perhambaan hawanafsu dunia dan syaitan. Pengalaman-

pengalaman dalam hidup kita kerapkali menunjukkan bahwasanya diatas

kekuasaan kita yang terbatas ini ada kekuasaan Ilahi. Kekuasaan Ilahi itulah yang

menentukan, bukan kekuasaan kita. Tetapi kepercayaan dalam hati saja belumlah

cukup kalau belum diisi dengan perbuatan. Iman mendorong sanubari buat tidak

mencukupkan dengan hanya semata pengakuan lidah.

Dia hendaklah diikuti dengan bukti dan bakti. Kemudian bukti-bukti itu

memperkuat Iman pula kembali, diantara Iman dan perbuatan adalah saling isi

mengisi, kuat-menguatkan. Bertambah banyak ibadah, bertambah kuatlah Iman,

bertambah pula kelezatan dalam jiwa lantaran beribadat dan beramal.

Maka ditunjukkanlah syarat yang wajib dipenuhi sebagai bukti Iman.

Kalau syarat ini telah diisi, pastilah menang. Menang mengatasi kesulitan diri

sendiri, menang dalam bernegara, dan lanjutan dari kemenangan semuanya itu

adalah syurga jannatul firdaus.

Tuhan tidaklah semata-mata untuk dipercayai. Kalau semata hanya

dipercayai tidaklah akan terasa betapa eratnya hubungan dengan-Nya. Kita harus

mengendalikan diri sendiri supaya bebas daripada segala pengaruh yang lain di

dalam alam ini. Sebagai manusia kita mempunyai naluri yang kalau diri ini tidak

mempunyai tujuan terakhir dalal hidup, niscaya akan sangsai dibawa larat oleh

naluri sendiri.106

Kita mempunyai instink rasa takut. Kita dipengaruhi oleh rasa takut

kepada kemiskinan, takut kepada kematian, takut akan tekanan-tekanan sesama

kita manusia, kezaliman orang-orang yang berkuasa atas kita. Bahkan kadang-

kadang manusia berani pun ada juga rasa takutnya. Roosevelt Presiden Amerika

Serikat dalam perang dunia kedua, menambahkan lagi salah satu tujuan

“Declaration of Human Right” ialah bebas dari rasa takut (freedom from fear).

105 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

106

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

Page 56: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Padahal tidaklah manusia dapat membebaskan diri dari rasa takut itu, sebab naluri

rasa takut adalah sebagian dari naluri rasa takut mati. Takut mati ialah karena

keinginan hendak terus hidup.

Dengan mengerjaka shalat, maka seluruh rasa takut telah terpusat kepada

Tuhan, maka tidaklah ada lagi yang kita takuti dalam hidup ini. Kita tidak takut

mati, karena dengan mati kita akan segera berjumpa dengan Tuhan untuk

mempeetanggungjawabkan amal kita selama hidup ini. Kita tidak takut kepada

zalim aniaya sesama manusia, karena sesama manusia itu hanyalah makhluk

sebagaiman kita juga. Kita tidak takut kepada lapar lalu tak makan, karena rezeki

itu telah dijamin Tuhan, asal kita mau berusaha. Kita tidak takut menghadang

bahaya, karena tidak ada yang bergerak di dalam alam ini kalau tidak ditentukan

Tuhan. Dengan sembahyang yang khusyu’ rasa takut menjadi hilang, lalu timbul

perasaan-perasaan yang lain. Timbullah pengharapan, dan pengharapan adalah

kehendak asasi manusia. Hidup manusia tidak ada artinya samasekali kalau dia

tidak mempunyai pengaharapan.107

Sembahyang waktu adalah laksana stasiun-stasiun perhentian istirahat

jiwa dalam perjuangan yang tidak henti-hentinya ini. Sembahyang adalah saat

untuk mengambil kekuatan baru melanjutkan perjuangan lagi. Sembahyang

dimulai dengan “Allahu Akbar” itu adalah saat membulatkan lagi jiwa kita

supaya lebih kuat, karena hanya Allah Yang Maha Besar, sedang segala perkara

yang lain adalah urusan kecil belaka.

Khusyu’ artinya ialah hati yang patuh dengan sikap badan yang tunduk.

Sembahyang yang khusyu’, setelah menghilangkan rasa takut adalah pula

menyebabkan berganti dengan berani, dan jiwa jadi bebas. Jiwa tegak terus naik

ke atas, lepas dari ikatan alam langsung menuju Tuhan. Dengan sembahyang

barulah kita merasai nilai kepercayaan (Iman) yang tadinya telah tumbuh dalam

hati.108

Orang yang beriman pasti sembahyang, tetapi sembahyang tidak ada

artinya kalau semata hanya gerak badan berdiri, duduk, ruku’, dan sujud.

107 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

108

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

Page 57: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Sembahyang mesti berisi dengan khusyu’. Sembahyang dengan khusyu’ adalah

laksana tubuh dengan nyawa. Tuhan memberi ukuran waktu paling sedikit

(minimum) untuk mengerjakan sembahyang itu waktu. Tetapi sembahyang lima

waktu yang khusyu’ menyebabkan Mu’min ingin hubungan lebih dengan Tuhan,

lalu si Mu’min mengerjakan shalat yang nawafil dalam waktu-waktu tertentu.

Dengan itu semua jiwanya menjadi lebih kuat berjuang dalam hidup.109

b. Penafsiran Al-Maraghi

Mustafa Al-Maraghi membuka penjelasan mengenai ayat ini dengan

langsung menyebutkan kriteria orang-orang yang beruntung menurut al-Qur’an.

Beliau menjelaskan tentang orang-orang yang Allah SWT telah tetapkan

keberuntungannya yaitu bagi orang-orang yag memiliki tujuh diantara sifat-sifat

kebaikan, yaitu salah salah satunya orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya.110

Dengan ayat pertama yang menjelaskan pasti beruntung dan berbahagia

orang-orang yang memiliki iman (membenarkan) Allah, para Rasul-Nya dan hari

akhir. Kriteria orang-orang yang beruntung selanjutnya adalah orang-orang yang

menghinakan dan menundukkan diri kepada Allah SWT serta takut kepada azab-

Nya.111

Hakim meriwayatkan, bahwa Nabi Saw., pernah mengerjakan shalat

sambil mengangkat pandangan matanya ke langit. Setelah ayat ini diturunkan,

beliau mengarahkan pandanganya ke tempat sujudnya. Khusyu’ dalam shalat

adalah wajib karena beberapa hal:

Untuk dapat menghayati bacaan, sebagaimana firman Allah SWT:

“Maka apakah mereka tidak meperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka

terkunci?” (Q.S Muhammad ).

Sedangkan penghayatan tidak akan tercapai tanpa mengetahui makna,

sebagaiamana firman Allah SWT:

“Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzammil )

109 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

110

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul “Tafsir Al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar , Lc (Seamarang: PT. Karya Toha Putra,

), hal .

111

Ibid .

Page 58: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Yakni, agar anda mengetahui berbagai rahasianya yang menakjubkan dan

hikmah serta hukumnya yang indah.

Untuk mengingat Allah dan takut kepada ancaman-Nya sebagaimana

firman Allah SWT:112

“Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Thaha: )

Sesungguhnya orang yang sedang shalat itu sedang bermunajat kepada

Tuhannya, sedang berbicara dalam keadaan lengah tidak disebut

bermunajat sama sekali. Karena itu, orang-orang mengatakan: shalat

tanpa kekhusyu’an bagaikan jasadtanpa ruh. Tetapi, jumhur ulama

mengatakan, khusyu’ bukan syarat untuk keluar dari ikatan taklif dan

pelaksanaan kewajiban, tetapi syarat untu tercapainya pahala di sisi Allah

dan tercapainya keridaan-Nya.113

c. Hasil Komparasi

Menurut kajian penulis dalam menjelaskan makna khusyu’ dalam surat al-

Mu’minun ayat ini, kedua penafsir ini sama-sama menafsirkan ataupun

menjelaskan mengenai khusyu’ dalam sholat. Khusyu’ dalam shalat sangat

penting karena ayat sebelumnya menjelaskan tentang ciri-ciri orang yang pasti

sukses. Karena diawal ayat ini memakai kalimat pembuka yaitu “Qod” yang

berarti pasti, ini merupakan kalimat penegas bahwasanya orang-orang yang

shalatnya khusyu’ pasti akan beruntung dan begitu juga keterangan dalam ayat-

ayat selanjutnya yang menjelaskan beberapa ciri orang mu’min yang ditegaskan

akan beruntung.

Buya Hamka menjelaskan khusyu’ dalam shalat dengan menundukkan

hati dan pandangan ke tempat sujud serta menghasilkan setelah itu menjadi tegak

berdiri dan hidup hanya tertuju kepada Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Dengan

hasil shalat yang khusyu’ tadi maka ketakutan kepada makhluk akan sirna, karena

tunduk dan takutnya manusia ialah hanya kepada Allah SWT. Beliau mengatakan

112Ibid .

113

Ibid.

Page 59: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

shalat yang hanya berdiri, duduk, sujud, dan ruku tanpa khusyu’ aka sia-sia saja’

shalat dan khusyu’ itu ibarat badan dan nyawa yang harus selalu bersatu, hilang

salah satu maka yang satunya tidak akan berarti

Sedangkan Mustafa al-Maraghi menafsiran shalat yang khusyu’ adalah

dengan menundukkan pandangan, hati serta mendalami ataupun menghayati

bacaan shalat yang sedang dibaca, sehingga dengan itu semua terciptlah khusyu’

dalam shalat. Seperti keterangan ayat al-Qur’an pada surat al-Muzammil ayat :

“Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” Menurut Mustafa al-

Maraghi dengan membaca al-Qur’an dengan perlahan-lahan akan menimbulkan

penghayatan isi kandungan ayat yang dibaca yang bisa berisi kabar gembira

ataupun ancaman siksaan bagi orang-orang yang durhaka. Beliau juga

menambahkan bahwasanya orang yang shalat itu laksana orang yang sedang

bermunajat kepada Allah, sedangkan orang lengah dalam bermunajat tidak

dinamakan sedang bermunajat.

Menurut penulis terdapat persamaan dan perbedaan antara Buya Hamka

dan Ahmad Mustafa al-Maraghi dalam menafsirkan kata khusyu’. Persamaan

keduanya adalah mereka mengatakan bahwasanya khusyu’ itu adalah tuduk

pandangan dan hati dalam shalat, namun terdapat penambahan yan dijelaskan oleh

al-Maraghi. Beliau mengatakan bahwa khusyu’ dalam shalat harus disetai dengan

penghayatn makna ayat-ayat yang dibacakan dalam shalat, dengan demikian maka

orang yang shalat tadi akan timbul khusyu’ karena mengerti dengan apa yang

dibaca.

. Surat Al-Baqarah Ayat

a. Penafsiran Buya Hamka

Dengan potongan makna ayat di atas “Dan mohonlah pertolongan dengan

sabar dan sembahyang.” (Pangkal ayat ). Dipesankan dalam rangka nasihat

kepada pemuka-pemuka Yahudi, sebagai merangkul mereka ke dalam suasana

Islam, supaya meminta tolong kepada Tuhan, pertama dengan sabar, tabah, tahan

Page 60: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

hati dan teguh, sehingga tidak berkucak bila datang gelombang kesulitan. Maka

adalah sabar sebagai benteng. Dengan sembahyang, supaya jiwa itu selalu dekat

dan lekat kepada Tuhan. Orang yang berpadu diantara sabarnya dengan

sembahyangnya, akan jernihlah hatinya dan besar jiwanya dan tidak dia akan

rintang dengan perkara-perkara kecil.114

Percobaan yang harus kita tempuh dalam menyebrangi kehidupan ini

kadang-kadang sangatlah besar. Sehingga jiwa harus kuat dan pendirian harus

kokoh. Sebab itu untuk memintakan agar selalu mendapat pertolongan dari

Tuhan, agar kita dikuatkan menghadapi kesulitan itu, tidaklah boleh terpisah

diantara keduanya ini: Sabar dan Shalat yaitu membuat hati jadi tabah dan selalu

mengerjakan sembahyang.115

Ingatlah betapapun menyabarkan hati, kadang-kadang karena beratnya

yang dihadapi, jiwa bisa berguncang juga. Maka dengan sembahyang khusyu’

sekurang-kurangya waktu sehari semalam, hati yang tadinya nyaris lemah

niscaya akan kuat kembali. Maka sabar dan sembahyang itulah alat pengokohkan

pribadi bagi orang Islam. Sebab selalu terjadi dalam kehidupan, suatu marabahaya

yang kita hadapi sangatlah sakitnya, kadang-kadang tidak tertanggung.

“Dan sesungguhnya hal itu memang berat.” Yang dimaksud ialah

sembahyang, bahwa mengerjakan sembahyang itu amat berat. Orang yang disuruh

sabar padahal hatinya sedang susah lalu dia disuruh sembahyang, maka dengan

kesalnya dia menjawab: “Hati saya sedang susah, saya tidak bisa sembahyang.”

Mengapa dia berat sembahyang? Sebab jiwanya masih gelap, sukarlah menerima

nasihat supaya sabar dan sembahyang. Kalau nasihat yang benar itu ditolaknya,

tidaklah dia akan terlepas dari kesukaran yang dihadapinya.116

Kemudian datang penutup ayat “Kecuali bagi orang-orang yang khusyu.”

Khusyu’ artinya tunduk, rendah hati dan insaf bahwa kita adalah hamba Allah

SWT. Dan Allah itu cinta kasih kepada kita, nikmat-Nya lebih banyak dari

cobaan-Nya. Saat kita menerima nikmat lebih banyak daripada saat menerima

susah. Lantaran demikian itu, jika diajak supaya sabar dan sembahyang, orang-

114 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

115

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

116

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

Page 61: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

orang khusyu’ itu tidak bertingkah lagi. Sebab dia insaf bahwa memang

keselamatan jiwanya amat tergantung kepada belas kasihan Tuhannya. Jika

datang cobaan Tuhan, bukanlah dia menjauhi Tuhan, tetapi bertambah mendekati-

Nya.117

Setelah ayat sebelumnya membicarakan mengenai orang-orang yang sabar

dan khusyu’ dalam sholat, serta itu menjadi obat dalam mengahadapi semua ujian

hidup, ayat selanjutnya Buya Hamka membicarakan mengenai siapa saja orang-

orang yang bisa menjadi khusyu’. “Dan siapakah orang yang bisa menjadi

khusyu’?” “(Yaitu) orang-orang yang sungguh percaya bahwasanya mereka akan

bertemu dengan Tuhan mereka dan bahwasanya kepada-Nya mereka akan

kembali.”(Ayat ).118

Untuk menambahkan khusyu’ hendaklah kita ingat, sampai menjadi

keyakinan, bahwasanya kita ini datag ke dunia atas kehendak Tuhan dan akan

kembali ke akhirat dan akan bertemu dengan Tuhan. Dihadapan Tuhan akan kita

pertanggungjawabkan semua amal dan usaha kita selama di dunia ini. Maka dari

sekarang hendaklah kita latih diri mendekai Tuhan. Ibaratnya ialah sebagai apa

yang disebut di zaman sekarang dengan kalimat relasi (relation). Datng tiba-tiba

saja kita berhadapan dengan Tuhan, padahal ma’rifat terlebih dahulu tidak ada,

dan hubungan kontak jarang sekali, tentu akan membuat bingung karena tidak ada

persiapan. 119

Imam Ghazali mengatakan bahwa jika kamu berdiri sembahyang

hendaklah sebelum kamu takbir kamu seakan-akan itulah sembahyang kamu yang

terakhir. Mungkin nanti enagkau akan mati, sebab itu engkau khusyu’kan hatimu

menghadap Tuhan dan tundukkan hatimu di hadapan-Nya. 120

b. Penafsiran Al-Maraghi

Setelah Allah SWT menjelaskan kejelekan perbuatan kaum Yahudi karena

akal tidak mereka manfaatkan dan Kitab tidak bisa mengingatkan mereka, maka

117 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

118

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

119

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

120

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

Page 62: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Allah mengajak mereka ke jalan yang baik, yakni memohon pertolongan dengan

cara sabar dan mendirikan shalat. Untuk itu Allah SWT berfirman :

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu”

Hakekatnya sabar terletak pada mengingat janji Allah yang akan memberi

pahala kepada siapa saja yang sabar dan menahan diri dari kemauan hawa nafsu

terhadap hal-hal yang diharamkan Allah SWT., juga mau mengamalkanberbagai

bentuk taat yang dirasakan sangat berat bagi dirinya, dan mau mengingat bahwa

setiap musibah yang menimpa dirinya atau orang lain adalah takdir Allah.

karenanya, sikap sabar ini memerlukan taat dan patuh kepada perintah Allah

kemudian memohon pertolongan di dalam menghadapi berbagai musibah melalui

cara sabar, ialah dengan cara mengikuti perintah-perintah Allah dan menjauhi

larangan-larangan Allah dengan mengekang hawa nafsu dari larangan-larangan

tersebut.

Memohon pertolongan melalui shalat, sebab shalat mengandung hikmah

yang besar, yakni dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.

Disamping itu orang yang mendirikan shalat akan merasa dekat dihadapan Allah

dan selalu dalam pengawasan-Nya, baik lahir maupun batin. Dalam hal ini, Imam

Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Rosulullah Saw., yang menceritakan

bahwa jika beliau tertimpa sesuatu yang mengejutkan, beliau melaksanakan

shalat.

“Dan sesungguhnya yang demikian itu sangat berat, kecuali bagi orang-orang

yang khusyu,”

Sesungguhnya shalat itu terasa amat berat kecuali bagi orang-orang yang

takut kepada siksaan Allah. Shalat dirasakan tidak berat bagi mereka karena

dilakukan penuh dengan munajat kepada Allah SWT. Shalat yang membawa

kepada ketenangan jiwa sehingga orang yang melalukan dengan khusyu’ akan

merasakan kenikmatan serta ketentraman hati dalam shalatnya dan menjadi ringan

dan indah dalam shalatnya.

Kemudian juga Allah menjelaskan sifat orang-orang yang khusyu’ pada

ayat selanjutnya, “(Yaitu) orang-orang yang sungguh percaya bahwasanya mereka

akan bertemu dengan Tuhan mereka dan bahwasanya kepada-Nya mereka akan

Page 63: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

kembali.”(Ayat ). Maksudnya, shalat itu dirasakan tidak berat bagi orang-orang

yag khusyu’. Yaitu orang-orang yang menyakini akan bertemu dengan Tuhannya

kelak di hari perhitungan. Mereka pun sadar akan kembali kepada Allah setelah

dibangkitkan kemudian diberi balasan setimpal sesuai dengan perbuatan mereka

selama di dunia.121

Dengan demikian terwujudlah kekhusyu’an dalam menjalani

ibadah dalam hal ini ibadah shalat, karena mereka menyakini adanya hari

perhitungan amal dan dengan itu mereka akan khusyu’ karena ingin membawa

amal terbaik dihadapan Allah SWT.

c. Hasil Komparasi

Menurut analisa penulis dalam menjelaskan khusyu’ dalam ayat ini

mengakaji tentang perpaduan sabar dan shalat dalam meghadapi rintangan hidup.

Sama seperti ayat sebelumnya, ayat ini menguatkan tentang bagaiman shalat yang

khusyu’ yang dengan itu bisa dengan ringan dalam menghadapi hidup. Dalam

keterangan ayat yang sebelumnya menjelaskan tentang ciri-ciri orang mu’min

yang sukses, dan ayat ini menjelaskan sabar dan shalat yang khusyu’.

Buya Hamka menjelaskan ayat ini dengan bawasanya betapun kita sabar

dalam menghadapi cobaan dalam hidup ini, terkadang jiwa bisa terguncang

juga.Maka dengan shalat yang khusyu’ maka hati yang mulanya terguncang akan

kembali stabil dan tunduk dihadapan Allah, karena orang yang shalatnya khusyu’

dapat menentramkan hati dan fikiran kita.

Pada potongan ayat yang lain bahwasanya shalat itu amat berat, Buya

Hamka menjelaska bahwa shalat yang berat itu karena orang yang sabar tadi yang

ketika diberi cobaan lalu di suruh shalat maka mereka amat berat mengerjakannya

karena keadaan jiwa yang tidak stabil. Lalu Buya Hamka menjelaskan bahwa

shalat itu akan menjadi ringan dikarenakan orang yang mengerjakannya khusyu’

dalam shalatnya, karena mereka tunduk merasakan bahwa cobaan tadi yan

dihadapi adalah cobaan dari Allah.

Mustafa al-Maraghi menjelaskan makna shalat yang berat kecuali bagi

orng-orang yang khusyu’ ialah karena orang tersebut takut akan siksaan Allah,

121Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul “Tafsir Al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar , Lc (Seamarang: PT. Karya Toha Putra,

), hal - .

Page 64: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

oleh karena itu shalat menjadi ringan karena mereka dalam shalatnya bermunajat

kepada Allah sehingga menjadi khusyu’ dan tunduk serta menghayati setiap

bacaan dan makna ayat yang dibaca dalam shalat, sebagaiman keterangan dalam

pembahasan sebelumnya. Kemudian, kedua mufassir sama-sama menjelaskan

pada ayat selanjutnya bahwasanya ciri-ciri orang yang khusyu’ adalah mereka

yang menyakini jikalau nanti mereka akanbertemu dengan Rabbnya yaitu Allah

SWT., dan ingin ketika mereka berjumpa dan kembali kepada-Nya mereka akan

membawa bekal yang terbaik sehingga dengan demikian bisa menimbulkan rasa

khusyu’.

Menurut penulis kaitanya dengan khusyu’ yaitu, bahwasanya sabar dan

shalat adalah gabungan yang ideal dalam resep menjalani kehidupan, yang tadinya

shalat itu berat dikerjakan menjadi ringan karena dikerjakan dengan rasa khusyu’,

tunduk, dan penuh penghayatan dalam bermunajat kepada Allah di dalam shalat.

. Surat Al-Isra’ Ayat

a. Penafsiran Buya Hamka

Ayat ini menjelaskan bahwa timbulnya rasa khusyu’ tidak hanya di dalam

ibadah saja, dalam hal-hal lain juga bisa menimbulkan khusyu’ tenang, tentram,

dan mengingat Allah SWT. Orang-orang yang amat terharu saat al-Qur’an dibaca

sampai menangis. Terlebih dahulu telah dijelaskan, yaitu agar dibaca oleh Nabi

dengan bertenang, bacaan yang tenang dan timbul dari hati khusyu’ itu

berpengaruh ke telinga dan ke hati yang mendengar.

Al-Qur’an artinya adalah bacaan. Tuahnya terletak dicaranya membaca.

Bukan Nabi saja yang membaca al-Qur’an, lantas orang-orang berilmulah

tersungkur sujud sampai menangis mendengarkan, bahwa Nabi Saw., pernah pula

menangis mendengar Abdullah bin Mas’ud membaca al-Qur’an.

Agama adalah gabungan antara akal dan perasaan. Al-Qur’an telah

menggabungkan di antara keduanya. Itu sebabnya maka orang tua-tua kita sejak

dahulukala amat mementingkan membaca al-Qur’an kepada anak-anak dari masa

Page 65: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

kecil.122

Sehingga walaupun zaman berubah dan menjadi lebih modern, tetapi

anak-anak kita tetap kenal dan dekat dengan al-Qur’an.

Tersungkur sujud, keluar air mata bila ada orang yang tahu dan yang ada

perasaan halus mendengar al-Qur’an. Apakah lagi jika tahu pula arti yang

terkandung di dalamnya. Di dalam ayat dikatakan “meniaraplah mereka

dalam keadaan menangis.”. Sebab itu bacalah al-Qur’an dengan suara merdu,

sayu dan rindu hiasi dia dengan suaramu. Sehingga Imam Ghazali di dalam Ihya’

‘Ulumuddin menyatakan bahwa setengah dari adab sopan santun membaca al-

Qur’an ialah dengan berurai air mata.

b. Penafsiran Al-Maraghi

Mereka menyungkurkan dagu dengan menangis karena rasa takut kepada

Allah, bila al-Qur’an dibacakan kepada mereka. Sedang pelajaran-pelajaran dan

nasehat-nasehat yang ada di dalam al-Qur’an menambah kekhusyu’an dan

ketundukkan mereka kepada perintah Allha SWT., taat kepada-Nya, memenuhi

pujian, tangis karena takut kepada Allah. At-Tirmizi telah meriwayatkan dari Ibnu

Abbas, katanya saya pernah mendengar Rasulullah Saw., bersabda:

“Dua mata yang tidak disentuh oleh api neraka. Yaitu, mata yang menangis

karena takut kepada Allah dan mata yang tida tidur karena berjaga-jaga di jalan

Allah Ta’ala.”

Demikian pula Muslim dan An-Nasa’i telah mengeluarkan sebuah riwayat

dari Abu Hurairah. Katanya, Rasulallah Saw., bersabda:

“Takkan masuk neraka seorang laki-laki yang menagis karena takut kepada

Allah, sehingga susu kembali ke dalam payudara, dan tidak akan berkumpul

pada seorang hamba debu di jalan Alah dan asap neraka Jahannam.”123

c. Hasil Komparasi

Menurut analisa penulis, pada ayat ini dijelaskan bahwa khusyu’ tidak

hanya dalam shalat saja, tapi dalam setiap ibadah yang dilaksanakan. Dalam ayat

ini menjelaskan bahwa khusyu’ juga bisa dalam hal mendengarkan bacaan al-

122 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

123

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul “Tafsir Al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar , Lc (Seamarang: PT. Karya Toha Putra,

), hal - .

Page 66: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Qur’an. Sebagaimana diketahui bahwa al-Qur’an berisikan nasehat-nasehat,

ancaman, nikmat, peringatan, kabar baik dan kabar buruk.

Dalam menafsirkan ayat ini, kedua mufassir sama-sama menjelaskan

mendengarkan al-Qur’an dapat menimbulkan rasa khusyu’, dengan menghayati

bacaannya, isinya, ancamanya serta nasehat-nasehat yang membawa kita semakin

yakin dan tunduk dengan perintah Allah SWT. Namun Buya Hamka sedikit

menambahkan pejelasan dalam menjelaskan ayat ini. Beliau mengatakan bahwa

agama adalah gabungan antara akal dan perasaan, dan al-Qur’an menggabungkan

keduanya. Beliau juga menambahkan dengan mengutip perkataan Imam al-

Ghazali dalam kita Ihya’Ulumuddin yang mengatakan bahwa sebagian dari adab

membaca al-Qur’an adalah dengan berurai air mata.

Menurut penulis, kaitanya dengan khusyu’ dalam shalat adalah bahwa al-

Qur’an juga dibaca dalam shalat dan juga bisa dalam keadaan tidak shalat.

Membaca al-Qur’an dengan penuh pemahaman makna serta penghayatan artinya

dapat menimbulkan kekhusyu’an dalam kehidupan sehari-hari apalagi jika

dilaukan di dalam shalat yang tentunya dapat meningkatkan kekhusyu’an.

. Surat Al-Hadid Ayat

a. Penafsiran Buya Hamka

Buya Hamka menyatakan di dalam kitab tafsirnya Al-Azhar bahwsanya

ayat ini mengandung pertanyaan bagi orang-orang yang mengaku telah beriman.

Hendaknya sesudah kita mengakui diri kita beriman, hendaklah terbukti pada

sikap hidup kita sendiri. Terutama bahwa orang yang beriman itu hati mereka

selalu khusyu’ kepada Allah SWT. Pada ayat di surat an-Anfal ditunjukkan

salah satu tanda bagaimana pengaruh adanya iman itu kepada jiwa dan sikap

hidup kita. Dikatakan bahwa orang yang beriman itu bila disebut orang saja nam

Allah menjadi luluh hatinya dan apabila dibacakan orang kepadanya ayat-ayat

Allah imanya pun bertambah, dan diapun bertambah tawakkal pula kepada Allah.

Page 67: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

ayat ini bukan pertanyaan dari Tuhan saja, melainkan pertanyaan kita untuk diri

kita sendiri, sudahkah saya ini beriman? Dan kalau belum, bilakah lagi akan saya

buktikan?.124

Khusyu’, artinya hati yang rendah dan tunduk kepada Tuhan, yang insaf

akan kerendahan dan kelemahan diri berhadapan dengan kekuasaan Ilahi. Bilakah

lagi hati ini akan khusyu’ apabila mengingat Allah, apabila nama Tuhan disebut

orang, dan bila mendengar orang memberikan pengajaran, apabila mendengar

orang membaca al-Qur’an, adakah hati ini bergetar atau tidak. Setelah mendengar

itu semua adakah tekad hendak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh-

Nya?.125

Menurut keterang Abdullah bin al-Mubarak yang diterimanya dari Shalil

al-Murri dan dia ini menerima dari Qatadah dan Qatadah ini menerima dari Ibnu

Abbas: Pertanyaan ini datang dari Tuhan setelah tahun masa sejak ayat

pertama turun. Bahkan menurut suatu riwayat dari Abdullah bin Mas’ud, setelah

tahun kami menerima Islam datanglah pertanyaan ayat ini kepada kami.

Hal yang paling penting dalam ayat ini ialah bahwa ilmu manusia dapat

bertambah dan ayat-ayat dapat turun satu ayat, dua ayat dan seterusnya. Namun

suatu hal yang lekas hilang dari sebagian orang Mu’min adalah rasa khusyu’nya

kepada Tuhan.126

Syaddad bin Aus mengatakan bahwa dia mendengar Rasulullah

Saw., bersabda:

“Sesungguhnya yang mula-mula diangkatkan Allah dari hati manusia adalah

rasa khusyu’ itu.”

b. Penafsiran Al-Maraghi

Mustafa al-Maraghi menjelaskan makna kosa kata khusyu’ di sini dengan

tersentuh. Apabila orang-orang mu’min telah ditimpa kelemahan padahal umur

agama Islam belum lagi tahun, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, maka

lebih-lebih keadaan orang-orang mu’min sekarang yang telah melewati umur

abad (kini abad ). Ayat ini sebenarnya lebih merupakan ungkapan tentang

124 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

125

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal .

126

Ibid.

Page 68: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

keadaan orang-orang mu’min sekarang. Karena kelemahan yang terjadi sekarang

berlipat ganda dibanding dengan kelemahan yang terjadi waktu itu.

Oleh karena itu, orang-orang barat pun telah keterlaluan dalam menindas

dan memperbudak orang-orang mu’min, sementara orang mu’min sendiri menjadi

asing di negeri mereka sendiri, sedang tampuk kepemimpinan untuk memerintah

dan melarang di negeri mereka dipegang oleh selain mereka.127

Kemudian ayat selanjutnya menerangkan bahwasanya janganlah menjadi

orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah diberikan kitab dan petunjuk melalui

Nabi yang diutus namun hati mereka tetap keras dan tidak mau dinasehati serta

tersentug (khusyu’) dengan peringatan yang ada di dalam kitab mereka dan

peringatan yang dibawa oleh para Nabi kepada mereka. Bahkan mereka

mengganti kitab Allah yang ada di tangan mereka, serta mengantikan dengan

harga yang sedikit. Maksudnya, bahwa hati mereka rusak lalu menjadi keras dan

mereka terbiasa untuk merubah perkataan-perkataan Allah dari tempat-tempatnya

yang asli,, lalu mereka meninggalkan amalan-amalan yang mereka diperintahkan

melakukannya dan melakukan hal-hal yang mereka dilarang.

Kesimpulannya bahwa Allah melarang orang-orang mu’min ketika

mendengar al-Qur’an untuk tidak memikirkan nasehat-nasehatnya seperti halnya

kelakuan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang telah keras hati.128

c. Hasil Komparasi

Menurut analisa penulis ayat ini tidak spesifik menjelaskan tentang

khusyu’ dalam shalat, namun lebih dari itu. Dalam ayat ini menjelaskan tentang

pertanyaan bagi orang yang telah mengaku beriman bagaimana mereka

mengaplikasikan iman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat perbedaan

dan persamaan penafsiran antara kedua mufassir dalam hal khusyu’ pada ayat ini .

Persamaan Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi menjelaskan ayat ini

bahwa pengaplikasian iman dalam kehidupan sehari-hari adalah hati mereka

selalu tunduk kepada Allah SWT. Beliau menjelaskan bahwa pengaruh iman

127Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul “Tafsir Al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar , Lc (Seamarang: PT. Karya Toha Putra,

), hal .

128

Ibid., .

Page 69: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika orang menyebut nama Allah maka

hatinya akan luluh, jika dibacakan kepadanya ayat-ayat Allah maka imannya

bertambah, dan bertambah tawakkal kepada Allah. pertanyaan ini bukan hanya

pertanyaan dari Allah saja tapi pertanyaan kita untuk diri kita sendiri. Makna

khusyu’ dalam ayat inin menurut Buya Hamka adalah dengan tunduk khusyu’ hati

dan sadar akan kelemahan serta kekurangan pada kekuasaan Ilahi.

Adapun sedikit perbedaan dalam penjelasan Mustafa al-Maraghi adalah

bahwa beliau mengartikan khusyu’ dalam ayat ini adalah dengan makna tersentuh.

Beliau juga mengatakan bahwa ayat ini lebih diperuntukan bagi manusia pada

zaman sekarang ini. Karena kelemahan iman dan ketundukan hati kepada

kekuasaan Ilahi lebih banyak berkurang dari pada ketika masa dahulu.

. Surat Al-Hasyr Ayat

a. Penafsiran Buya Hamka

Ayat ini menjelaskan tentang tanda-tanda Allah SWT yang dalam hal ini

al-Qur’an. Dalam al-Qur’an yang Allah jadikan petunjuk bagi umat manusia dari

mulai diturunkan hingga kiamat, yang dengan itu manusia akan menjadi tunduk

khusyu’ merenungi kekuasaan Allah SWT dan membentuk ibadah manusia

menjadi lebih sempurna.

Pada akhir ayat ini kelak akan dijelaskan bahwa ini adalah perumpamaan.

Oleh sebab itu janganlah dicoba membawa Mushaf al-Qur’an ke atas sebuah

gunung dan diletakkan di sana. Pada adatnya tidaklah gunung itu pecah, hancur

berantakan karena berat menerima al-Qur’an itu. Maksud kandungan ayat telah

dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “Hendaklah khusyu’ tunduk hati itu

menerima al-Qur’an dan laksana pecah ketika mendengarnya. Sebab disanalah

terdapat janji-jani Allah yang benar dan anacaman bagi siapa yang durhaka yang

Page 70: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

tegas.” Artinya: “Kalau kiranya gunung yang begitu besar itu mempunyai fikiran

sebagai manusia, niscaya ia akan khusyu’ tunduk merendahkan diri karena

takutnya kepada Allah, maka adakah patut bagimu tidak lunak hati karena takut

kepada Allah. padahal kamu dapat memahamkan apa isinya, mengerti apa yang

diperintahkan. Sebab iyu sudah patutnya kamu tunduk, karena kamu diberi Allah

akal buat berfikir.” Begitulah maksud dari tafsiran Ibnu Katsir.129

Perumpamaan-perumpamaan yang dahsyat dan tepat kadang-kadang dapat

merangsang hati manusia yang mempunyai perasaan halus. Itulah sebabnya maka

diujung ayat Tuhan sabdakan: “Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami

perbuat untuk manusia supaya mereka berfikir.” Setelah kita lihat perumpamaan

ini, dapatlah kita memahami lebih mendalam apa maksud ayat Surat al-Hasyr

ini, seumpama diturunkan al-Qur’an ke puncak gunung, niscaya akan tunduklah

gunung itu merendahkan diri kepada Tuhan. Demikian hati manusia bila petunjuk

datang, bila saat-saat tak disangka datang melanda, yang dalam sekejap mata

merubah jalan hidup manusia.130

b. Penafsiran al-Maraghi

Seandainya gunung diberi akal sebagaimana kamu diberi akal wahai

manusia, kemudian Kami turunkan kepdanya al-Qur’an, tentulah ia akan tunduk,

dan patuh karena takut kepada Allah. Ayat ini menjadi gambaran bagi ketinggian

urusan al-Qur’an dan pengaruhnya yang kuat, karena di dalamnya terkandung-

nasehat dan larangan-larangan. Pada ayat ini terdapat celaan bagi manusia karena

kesesatan hati dan kekurangpatuhan ketika membaca al-Qur’an dan memikirkan

ketukan-ketukan yang menundukkan gunung-gunung yang kokoh ini.131

Sebagaimana firman Allah:

“Dan perumpamaan-perumpamaan yang Kami buat agar manusia-manusia

berfikir.”

129 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, ), hal -

.

130

Ibid., .

131

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul “Tafsir Al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar , Lc (Seamarang: PT. Karya Toha Putra,

), hal

Page 71: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

Kami jadikan pelajaran dan peingatan bagi orang-orang yang mempunyai

akal atau menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikan. Diantara

manusia ada orang yang diberi Allah Taufik dan mendapatkan petunjuk ke jalan

yang lurus serta memperoleh apa yang diridhai Tuhannya dan diantaranya ada

yang menolak dan berpaling dari padanya sehingga Allah akan menyiksanya di

dunia dan akhirat, serta dimasukkan ke neraka saqar.132

c. Hasil Komparasi

Menurut analisa penulis ayat ini tidak spesifik menjelaskan tentang

khusyu’ dalam shalat, namun lebih dari itu. Dalam ayat ini dijelaskan tentang

perumpamaan gunung yang besar dan tinggi, yang akan hancur, luluh jika

diletakkan al-Qur’an di atasnya. Pastinya ini hanya sebuah perumpaan yang

ditujukan kepada manusia yang diberi akal fikiran untuk merenungi ayat-ayat al-

Qur’an.

Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi menjelaskan bahwasanya gunung

yang besar gagah dan tinggi itu sekalipun bisa tunduk dan khusyu’ jika diberikan

akal dan bisa mengambil hikmah dari al-Qur’an ataupun didengarkan al-Qur’an

kepadanya. Sedangkan manusia yang diberikan akal fikiran untuk mengetahui

nasehat-nasehat dari al-Qur’an juga belum bisa tunduk?, maka malulah rasanya

jika kita tidak tersentuh dengan perumpamaan tadi yang disebutkan di dalam al-

Qur’an oleh Allah SWT. Dalam hal menjelaskan ayat ini tidak ada perbedaan

yang signifikan antara dua mufassir ini, hanya saja Buya Hamka menjelaskan ayat

ini dengan mengutip perkataan dari mufassir lain sehingga penjelasannya lebih

lebar.

B. Persamaan dan Perbedaan Penafsirsan Khusyu’ Menurut Buya Hamka

dan Ahmad Mustafa al-Maraghi

Persamaan

a. Metode yang digunakan oleh kedua mufassir ini yaitu memiliki

kesamaan yaitu sama-sama menggunakan metode tahlili.

b. Corak yang digunakan oleh kedua mufassir ini memiliki persamaan

yaitu dengan corak Adabi Wal Ijtima’i.

132

Ibid.,

Page 72: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

c. Masa dari kedua mufassir ini memiliki persamaan yaitu dikategorikan

mufassir kontemporer.

d. Dalam menjelaskan khusyu’ dalam shalat, kedua mufassir ini sepakat

mengenai khusyu’ dengan tunduk hati pandagan dan jiwa pada saat

shalat.

Perbedaan

a. Dalam langkah-langkah yang digunakan kedua mufassir ini sedikit

berbeda. Ahmad Mustafa al-Maraghi dalam kitab tafsirnya terlebih

dahulu mnjelaskan kosa kata-kosa kata yang dianggap sulit, setelah itu

baru beliau menafsirkan ayat al-Qur’an secara ringkas dan tidak

bertele-tele. Sedangkan Buya Hamka, beliau menafsirkan ayat al-

Qur’an dengan mengangkat cerita-cerita yang dianggap

bersangkutpaut dengan tafsir ayat yang beliau tafsirkan. Seperti pada

surat al-Mu’minun, beliau mengangkat Roosevelt Presiden Amerika

Serikat dalam perang dunia kedua, menambahkan lagi salah satu

tujuan “Declaration of Human Right” ialah bebas dari rasa takut

(freedom from fear), dan banyak lagi yang beliau kutip dari cerita-

cerita yang dianggap berkaitan dengan ayat yang beliau tafsirkan,

seperti kisah-kisah Nabi, sahabat, dan orang-orang shaleh bahkan

cerita-cerita diluar Islam.

b. Dalam menafsirkan surat al-Mu’minun ayat terdapat perbedaan.

Buya Hamka sedikit banyak menjelaskan tentang susunan tata bahasa

Arab dan lafaz-lafaz penegas, seperti lafaz Qad pada ayat pertama dari

suart al-Mu’minun. Beliau menjelaskan bahwa lafaz Qad adalah lafaz

penegas dalam tatanan bahasa Arab. Sehingga kalimat sesudah lafaz

tersebut menjadi kuat dan diyakini lebih lagi dikarenakan ada lafaz

Qad tadi.

c. Penafsiran lafaz khusyu’ dalam shalat juga demikian. Kedua mufassir

ini terdapat perbedaan dalam menafsirkannya. Ahmad Mustafa al-

Maraghi menjelaskan bahwa timbulnya rasa khusyu’ dalam shalat

Page 73: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

tercipta dengan menghayati dan memahami bacaan ayat al-Qur’an

yang dibaca ketika shalat. Sehingga timbullah rasa khusyu’ tunduk

serta takut kepada Allah lewat pemahaman dan penghatan maksud

dari ayat al-Qur’an yang dibaca. Sedangkan Buya Hamka

menjelaskan khusyu’ dalam shalat ialah dengan hati yang tunduk dan

raga yang patuh serta menghilangkan rasa takut kepada yang selain

dari Allah SWT.

d. Dalam menafsirkan kata khusyu’ pada surat al-Hadid ayat , kedua

mufassir memiliki perbedaan. Ahmad Mustafa al-Maraghi memaknai

kata khusyu’ pada ayat ini dengan artian tersentuh, dikarenakan ayat

ini mengangkat contoh bahwa orang terdahulu tidak tersentu dengan

hadirnya al-Kitab ditengah-tengah mereka dengan kekerasan hati

orang terdahulu sehingga petunjuk di dalam al-Kitab tidak menyentuh

hati mereka, dan apakah kita tidak tersentuh dengan hadirnya al-

Qur’an pada saat ini sehingga kita tidak takut kepada Allah SWT.

Begitulah kiranya penafsiran al-Maraghi pada surat al-Hadid ayat .

Sedangkan Buya Hamka memaknai kata khusyu’ di ayat tersebut

dengan kata-kata tunduk.

e. Secara umum perbedaan yang jelas dalam penafsiran antara Ahmad

Mustafa al-Maraghi dan Buya Hamka yaitu Buya Hamka menjelaskan

lebih rinci sedangkan Ahmad Mustafa al-Maraghi secara ringkas.

Page 74: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan urain yang telah dijelaskan dari mulai BAB I sampai dengan

BAB IV, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

. Khusyu’ berakar dari kata khasya’a yang berarti tenang atau tunduk

(khudu’).Khusyuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan

sebagai penuh konsentrasi, bersungguh-sungguh, dan penuh

kerendahan hati.Kata khusyu’ juga mempunyai beberapa arti seperti

tunduk, rendah atau perlahan, diam atau tak bergerak,kelembutan

hati,dan ketenangan. Secara bahasa sholat berarti do’a (memohon)

ataupun memohon kebaikan. Sedangkan secara istilah adalah

perkataan ataupun perpuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan

ditutup dengan salam. Maka penulis menguraikan khusyu’ dalam

shalat menurut mufassir. Khusyu’ dalam shalat berarti tunduk

pandangan, jiwa, hati serta badan karena pada hakikatnya shalat

adalah percakapan makhluk dengan Rabb-Nya.

. Buya Hamka adalah seorang mufassir asal Indonesia yang karya-

karyanya sangat fenomenal dan masih menjadi bahan rujukan sampai

saat ini. Ahmad Mustafa al-Maraghi adalah seorang mufassir asal

Mesir yang juga karya-karyanya sangat fenomenal dan pernah

mengajar di Universitas al-Azhar dan juga banyak mempunyai murid

asal Indonesia. Kedua mufassir ini sama-sama menggunakan metode

tahlili dengan corak al-adabi wal ijtima’i yaitu sosial kemasyarakatan.

Kedua mufassir ini melalui pemahamannya terhadap al-Qur’an,

berusaha menyoroti permasalahan-permasalahan sosial

kemasyarakatan yang aktual. Permasalahan tersebut kemudian

dijawab dengan mendialogkannya dengan al-Qur’an.

. Khusyu’ dalam shalat dalam penafsiran Buya Hamka dan Ahmad

Mustafa al-Maraghi kebanyakan tidak terdapat perbedaan dari segi

makna. Buya Hamka dalam menjelaskan tentang bagaimana khusyu’

Page 75: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

dalam shalat adalah dengan menundukkan hati dan pandangan ke

tempat sujud serta menghasilkan setelah itu menjadi tegak berdiri dan

hidup hanya tertuju kepada Sang Pencipta yaitu Allah SWT.

Sedangkan Mustafa al-Maraghi menafsiran shalat yang khusyu’

adalah dengan menundukkan pandangan, hati serta mendalami

ataupun menghayati bacaan shalat yang sedang dibaca, sehingga

dengan itu semua terciptlah khusyu’ dalam shalat.

B. Saran

Sebagai makhuk ciptaan Allah yang memiliki segala kekurangan dan tidak

ada kekuatan serta selalu bergantung dengan-Nya. Hendaklah kita selalu meminta

ampunan dalam berdo’a serta beribadah kepadanya. Salah satu ibadah yang selalu

kita kerjakan adalah shalat waktu. Slalat yang kita kerjakan jikalau benar kita

melalukakannya maka seluruh hidup kita akan senantiasa terjaga. Salah satu yang

membuat shalat kita sempurna adalah dengan khusyu’. Khusyu’ dalam shalat

dapat membuat kita menjadi hamba yang ketika menghadap kepada-Nya selalu

dalam keadaan tunduk hati, pikiran dan jiwa. Dengan shalat yang khusyu’ dapat

membuat kita takut kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari karena kita sadar

baha kita makhluk yang lemah dan berhajat kepada-Nya.

Sebagai catatan akhir, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat, serta menambah pemahaman dalam bidang keilmuan

khusunya bagi diri penulis. Hendaknya juga dapat menambah pemahaman

terhadap ayat-ayat al-Qur’an khususnya dalam hal menafsirkan serta mengambil

pesan-pesan Allah yang tercantum dalam al-Qur’an.

Page 76: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

DAFTAR PUSTAKA

AL-QUR’AN

Departemen Agama RI.Al-qur’an Dan Terjemahan, Bandung: Diponegoro, .

BUKU

Baidan, Nashrudin. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Putsaka

Pelajar, .

Hulsum, Umi dan Windi Novia. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya:

Kashiko, .

Dahlan, Rahman. “Kaidah-kaidah Tafsir”. Jakarta: Amzah, .

Fatah, Afif Abdul. Ruh Shalat Dalam Islam. Semarang: PT. Salam Setia Budi.

Hanafi, Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Pustaka Firdaus, .

Husin, Said Aqil. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: PT.

Ciputat Press, .

Mustaqim, Abdul.“Metode penelitian Al-Qur’an dan Tafsir. Yogyakarta: Idea

press Yogyakarta, .

Ghofur, Saiful Amin. Mozaik Para Mufassir dari Klasik hingga Kontemporer.

Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, .

Rahman, Abdul. Taisiru al-Karim al-Rahman. Muassash al-Risalah, .

Ridan, Kafrawi. Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta: PT. Ictiar Baru Van

Hoeve, .

Salam, Solihin. Kenang-kenangan Tahn Buya Hamka. Jakarta: Yayasan Nurul

Islam, .

Syahidin. Karya Ahmad Mustafa al-Maraghi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah,

.

Tamara, Nasir. et. Al. Hamka di Mata Hati Umat. Jakarta: Sinar Harapan, .

Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa, Muaro Jambi: Fak.

Ushuluddin IAIN STS Jambi.

Zaini, Hasan. Tafsir al-Maraghi: Tafsir Tematik Ayat-ayat Kalam. Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, .

KITAB

Al-Bajuri, Syekh Ibrahim.Al-Bajuri Syarah Ibnu Qosim Al-Ghazi.

Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya ‘Ulumuddin. Beirut: Dar al-Makhrifah.

Shihab, Quraish.Tafsir Al-Misbah, Juz V, Jakarta: Lentera Hati, .

Hamka, Hamka.Tafsir Al-Azhar, Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, .

Hasbi, Tengku Muhammad. Tafsir al-Qur’an al-Majid al-Nur. Semarang:

Pustaka Rizki Putra, .

Muhammad, Abu Isa. Jami’ Sahih Sunan At-Tirmidzi, At-Thob’iyah Tsaniyyah,

H.

Muhamaad, Abu Abdillah. Jami’ Li Ahkam al-Qur’an. Dar al-Fikr, .

Mustafa, Ahmad. Tafsir al-Maraghi. Diterjemahkan dari buku aslinya yang

berjudul “Tafsir al-Maraghi” oleh Bahrun Abu Bakar. Semarang: PT.

Karya Toha Putra, .

Page 77: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

KARYA ILMIAH

Arifin, Muhammad Zaenal. “Konsep Khusyu’ Dalam al-Qur’ān (Kajian Tematik

Tafsir al-Munir Karya Muhammad Nawawi al-Banthani”, Disertasi.

Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel Surabaya, .

Muslim, “Ilmu dan Keutamaanya Dalam Perspektif al-Qur’ān Studi Penafsiran

Tafsir Al-Maraghi”, Skripsi. Jambi: UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi,

.

Mohd Amin, Bin Muhammad Afiq. ” Jihad Menurut Mustafa Al-Maraghi Dalam

Kitab TafsirAl-Maraghi”, Skripsi. Jambi: UIN Sultan Thaha Saifuddin

Jambi, .

Ma’rufah, Yuanita. “ Manfaat Shalat Terhadap Kesehatn Mental Dalam al-

Qur’ān”, Skripsi. Yogyakarta: Program Strata Satu Uneversitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, .

Sobirin, ”Peranan Orang Tua Terhadap Anak Dalam Keluarga Menurut

Penafsiran Ahmad Mustafa Al-Maraghi”, Skripsi. Jambi: UIN Sultan

Thaha Saifuddin Jambi, .

JURNAL

Amin, Muhammad. “Shalat Khusyu’ Kajian Surat Al-Mukminun Ayat dan ”,

Hikmah, Vol II, No ( ), hal .

Asra, Amirudin. “Tafsir Ayat-ayat Hukum,” Journal Khazanah, V, No. ( ),

hal. .

Kushidayati, Lina. “Khusyu’,” Jurnal Akhlak dan Tasawuf.

Steenbrink, Karel. “Qur’an Interpretation of Hamzah Fanzuri and Hamka,” Jurnal

Studi Islamika, II, No. ( ), hal. .

Yusuf, Yunan. “Karakteristik Tafsir al-Qur’an di Indonesia Abad Ke- ,” Jurnal

Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, III, No. ( ), hal. .

WEB-SITE

Ali, Sadikin.http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/ , diupload pada tanggal

September , pukul : .

M. Federspiel, Howard. Kajian Al-Qur’an di Indonesia, Terj. Tajul Arifin

https://andiuripurup.wordpress.com/ /tafsir-al-azhar-karya-prof-

dr-hamka/diakses pada September , . .

https://andiuripurup.wordpress.com/ /tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-

hamka/ diakses pada September , . .

http://kataestetika.blogspot.com/ /khusuk-dalam-sholat-kisah-ali-bin-

abi.html diakses pada November, . .

Page 78: MAKNA KHUSYU’ DALAM SHALAT (STUDI KOMPARATIF ANTARArepository.uinjambi.ac.id/2242/1/UT.150188_AMBO... · melihat dari dua sudut pandang berbeda antara Buya Hamka dan Mustafa al-Maraghi.

CURICULUM VITAE

A. Informasi Diri

Nama : Ambo Asnan Kasogi

Tempat/ Tanggal Lahir : Mendahara, November

Fakultas/Jurusan : Ushuluddin/Ilmu Al-qur’an Tafsir

NIM : UT.

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Mendahara Tengah, Tanjung Jabung Timur

Alamat Email : [email protected]

No Kontak :

B. Riwayat Pendidikan

. Memperoleh gelar S (Strata Satu) di UIN STS Jambi Tahun

.

. Sekolah Madrasah Aliyah al-Baqiatus Shalihat Tanjung

Jabung Barat Tahun .

. Sekolah Madrasah Tsanawiyah Darunnajah Cipining

Bogor .

. Sekolah Dasar Negeri (SDN) NO /X Mendahara Tengah

Tanjung Jabung Timur Tahun