Melihat Potensi Kain Bentenan Bumi Nyiur Melambai

5
Melihat Potensi Kain Bentenan, Pusaka Bumi Nyiur Melambai yang Kurang Melambai ain Bentenan yang menjadi icon batik di Provinsi Sulawesi Utara tak dapat dipungkiri masih kalah popular dibandingkan dengan saudara kain sebangsanya di daerah Jawa yang telah menjadi identitas masyarakatnya dan bahkan menjadi salah satu sektor Indutri UMKM unggulan di Indonesia. Padahal, dilihat dari sisi historis dan kualitasnya Kain Bentenan sebenarnya tidak kalah dengan Kain Batik Jawa. K Hal ini juga menjadi semakin memprihatinkan ketika kain yang namanya sangat lekat dengan Desa Bentenan di pantai timur Minahasa ini, ironisnya sangat sulit ditemukan lagi penenunnya di desa tersebut, bahkan hak paten atas tujuh motif original kain bentenan, yaitu Tonilama (tenun dari benang putih, tidak berwarna dan merupakan kain putih); Sinoi (tenun dengan benang warna warni dan berbentuk garis garis); Pinatikan (tenun dengan garis garis motif jala dan bentuk segi enam; Tinompak Kuda (tenun dengan aneka motif berulang); Tinoton Mata (tenun dengan gambar Minahasa) ; Kaiwu Patola (tenun dengan motif patola india); Kokera (tenun dengan motif

description

Kajian tentang potensi bisnis UMKM kain Bentenan Sulawesi Utara

Transcript of Melihat Potensi Kain Bentenan Bumi Nyiur Melambai

Melihat Potensi Kain Bentenan, Pusaka Bumi Nyiur Melambai yang Kurang Melambai

K

ain Bentenan yang menjadi icon batik di Provinsi Sulawesi Utara tak dapat dipungkiri masih kalah popular dibandingkan dengan saudara kain sebangsanya di daerah Jawa yang telah menjadi identitas masyarakatnya dan bahkan menjadi salah satu sektor Indutri UMKM unggulan di Indonesia. Padahal, dilihat dari sisi historis dan kualitasnya Kain Bentenan sebenarnya tidak kalah dengan Kain Batik Jawa.Hal ini juga menjadi semakin memprihatinkan ketika kain yang namanya sangat lekat dengan Desa Bentenan di pantai timur Minahasa ini, ironisnya sangat sulit ditemukan lagi penenunnya di desa tersebut, bahkan hak paten atas tujuh motif original kain bentenan, yaitu Tonilama (tenun dari benang putih, tidak berwarna dan merupakan kain putih); Sinoi (tenun dengan benang warna warni dan berbentuk garis garis); Pinatikan (tenun dengan garis garis motif jala dan bentuk segi enam; Tinompak Kuda (tenun dengan aneka motif berulang); Tinoton Mata (tenun dengan gambar Minahasa) ; Kaiwu Patola (tenun dengan motif patola india); Kokera (tenun dengan motif bunga warna warni bersulam manik manik) dapat dikatakan bukan lagi menjadi milik masyarakat setempat.Meskipun demikian, berdasarkan prakarsa Yayasan Karema, akhirnya Kain Bentenan berhasil dibangunkan kembali dari tidur panjangnya dan adalah para pemuda-pemudi desa di desa Kolongan Atas, Sonder, Minahasa yang bernaung dalam yayasan ini yang sukses menenun Kain Bentenan dan sekarang telah berkembang menjadi sentra industri Kain Bentenan Sulawesi Utara.Kain bentenan sendiri dilihat dari aspek marketing-nya sangat berpotensi untuk menjadi busana modern yang elegan yang membawa nilai-nilai budaya dan citra Minahasa, sebagaimana yang terlihat pada event internasional pada beberapa waktu lalu, seperti WOC (World Ocean Conference) dan CIT (Coral Initiative Triangle) Summit. Dan hal inilah yang telah direspon oleh Pemprov dengan mewajibkan pegawai negeri sipil (PNS) untuk mengenakan kain Bentenan sebagai salah satu seragam resmi pada setiap hari Kamis dalam rangka pengembangan industri UMKM kain Bentenan di Sulut, sekaligus juga sebagai upaya pelestarian budaya tanah Toar-Lumimuut ini.

Selanjutnya, dengan data BKD Prov. Sulut tahun ini yang menunjukkan total PNS Sulut yang mencapai angka 57.468 pegawai, dan apabila tingkat permintaan mereka akan Kain Bentenan sebagai seragam resmi adalah sebanyak 4 buah seragam per tahun dengan masing-masing seragam membutuhkan sekitar 2,5 meter serta dengan asumsi mengikuti harga terendah kain print Bentenan Rp. 65.000 per meter, sebenarnya Kain Bentenan memiliki potensi bisnis sebesar sekitar Rp. 37,35 milyar dengan total panjang kain yang dibutuhkan dalam setahun adalah 574.680 meter. Lebih menarik lagi, angka ini belum termasuk kalangan siswa sekolah yaitu TK, SD, SMP dan SMA yang populasinya mencapai sekitar 498.998 siswa, yang berdasarkan perhitungan membutuhkan Kain Bentenan dalam setahun sebesar 4.989.980 meter atau sekitar Rp. 324,3 milyar. Dengan demikian bisnis ini mempunyai potensi total sebesar 362 Milyar rupiah dengan total kebutuhan kain Bentenan sebanyak 5,6 juta meter per tahunnya. This is really a huge business, dan inipun belum memperhitungkan potensi demand dari sektor lainnya seperti sektor Pariwisata yang menjadi salah satu sektor andalan provinsi ini.

Potensi ekspor kain Bentenan juga begitu menggiurkan, dengan corak unik dan sarat akan nilai budaya yang dimilikinya, kain Bentenan sungguh merupakan daya tarik tersendiri bagi pasar dunia, apalagi mengingat kain ini pernah menjadi primadona masyarakat Eropa dimasa lampau, dimana hal ini terindikasi dari 28 kain tenun tradisional bentenan asli di dunia, hanya empat yang berada di museum Nasional, Jakarta Indonesia, sedangkan sisanya berada diberbagai museum di Eropa, yakni Amsterdam, Rotterdam, dan Delft Belanda dan di Dresden dan Frankfurt-am-Main Jerman.

Melihat besarnya potensi dan kebutuhan akan kain Bentenan di atas, menyimpan pertanyaan besar bagaimana para Pelaku UMKM Sulut dapat memenuhi angka-angka permintaan tersebut dengan mempertimbangkan minimnya jumlah Pengrajin UMKM lokal yang ada di sektor ini? sudah dapat dipastikan bahwa Kain Bentenan harus didatangkan dari luar Sulut untuk memenuhi besarnya permintaan produk ini, dan hal ini berarti yang menikmati potensi ini adalah pelaku-pelaku UMKM diluar Sulut sementara para pelaku UMKM local harus gigit jari.

Sebuah ironi memang tapi inilah kenyataan yang harus dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat Sulawesi Utara pada umumnya. Untuk itulah pemberdayaan potensi Kain Bentenan yang luar biasa ini membutuhkan perhatian dan dukungan yang serius dari pemerintah setempat dan segenap stakeholders-nya agar para pengrajin Bentenan tidak menjadi tamu di rumahnya sendiri. Langkah awal yang ditempuh oleh Pemprov sudah tepat dan on the track, namun hal ini belum cukup, masih dibutuhkan langkahlangkah kongkrit selanjutnya dalam merealisasikan potensi kain Bentenan yang ada, agar potensi ini mampu untuk dinikmati oleh UMKM Provinsi Sulut sendiri. Dimulai dengan langkah kecil pemberdayaan local assets untuk menjadi pelaku-pelaku UMKM Kain Bentenan Sulut, menuju pada terciptanya industri UMKM Kain Bentenan Bumi Nyiur Melambai yang Madani, hingga mampu melambai-lambai sampai jauh untuk kemaslahtan masyarakat Provinsi Sulut yang kita cintai.