Melena Bab 1-5
-
Upload
ricky-setiawan -
Category
Documents
-
view
276 -
download
6
Transcript of Melena Bab 1-5
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 1/46
1
BAB I
PENDAHULUAN
Melena adalah feses yang berwarna hitam dan berbau busuk karena
bercampur produk darah dari saluran cerna. Adanya melena menunjukkan bahwa
darah telah berada di saluran cerna dalam waktu setidaknya 14 jam dan biasanya
terjadi pada saluran cerna bagian atas, walaupun terkadang melena dapat pula
timbul akibat perdarahan dari colon. 1
Perdarahan saluran gastrointestinal merupakan keadaan emergensi yang
membutuhkan penanganan segera. Insiden perdarahan gastrointestinal mencapai
lebih kurang 100 kasus dalam 100.000 populasi per tahun, umumnya berasal dari
saluran cerna bagian atas. Perdarahan saluran cerna bagian atas muncul 4 kali
lebih sering dibandingkan perdarahan pada bagian bawah, serta merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas untuk kasus gangguan pada saluran
cerna. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas ditemukan sebanyak
6-10% dari seluruh kasus. 1
Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima macam
manifestasi, yaitu hematemesis, melena, hematochezia, occult GI bleeding yang
bahkan dapat terdeteksi walaupun tidak ditemukan perdarahan pada pemeriksaan
feses, serta tanda-tanda anemia seperti syncope dan dyspnea. 1
Berikut di bawah ini dilaporkan suatu kasus pada pasien perempuan
berusia 46 tahun yang datang dengan BAB hitam yang dirawat di RSUD Ulin
Banjarmasin di bangsal penyakit dalam wanita. 1
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 2/46
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MELENA
2.1.1. Definisi
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal
dengan bau yang khas, lengket dan menunjukkan perdarahan saluran
pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus. Melena juga
diartikan sebagai pengeluaran kotoran yang hitam seperti tar karena
adanya darah yang berubah bentuknya. 1,2
Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi
hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya biasanya juga
berasal dari saluran cerna atas. 2
2.1.2. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan2,3
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan (alimentar) yaitu
tubamuskular panjang yang merentang dari mulut sampai anus dan organ-
organ aksesoris seperti gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu,
dan pankreas. Menurut Brunner and Suddarth saluran gastrointestinal
adalah jalur (panjang totalnya 23 sampai 26 kaki) yang berjalan dari mulut
melalui esofagus. Lambung dan usus sampai anus. Organ saluran cerna
(gastrointestinal) adalah membentuk suatu lumen kontinyu yang berawal
di mulut dan berakhir di anus, fungsi utama saluran cerna adalah mencerna
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 3/46
3
makanan dan menyerap cairan dan zat gizi yang diperlukan untuk energi
dan sebagai bahan dasar (building bloks) untuk pertumbuhan
2.1.2.1. Rongga oral
Rongga oral adalah jalan masuk menuju sistem pencernaan dan
berisi organ aksesoris yang berfungsi dalam proses awal pencernaan.
a. Bibir tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat
organ ini berfungsi untuk menerima makanan dan produksi wicara.
b. Pipi
Mengandung otot buksinator mastikasi lapisan epitelial pipi
merupakan subject abrasi dan sel secara konstan terlepas untuk
kemudian diganti dengan sel-sel baru yang membelah dengan
cepat.
c. Lidah
Diletakkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua, lidah
berfungsi untuk menggerakkan makanan saat dikunyah atau
ditelan, untuk pengecapan, dan dalam produksi wicara.
d. Kelenjar saliva atau ludah
Mensekresi saliva ke dalam rongga oral, saliva terdiri dari
cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang
mengandung mukus, fungsi saliva adalah melarutkan makanan
secara kimia, melembabkan dan melumasi makanan, sebagai zat
anti bakteri dan antibody yang membantu memelihara kesehatan
oral serta mencegah kerusakan gigi.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 4/46
4
e. Gigi
Tersusun dalam kantong-kantong (alveoli) pada mandibula
dan maksila. Manusia memiliki 2 susunan gigi : gigi primer
(desiduous, gigi susu) yang totalnya 20 gigi, dan gigi sekunder
(permanen) yang total keseluruhan 32 gigi, yang digunakan untuk
pengunyahan (mastikasi)
2.1.2.2. Faring
Faring merupakan penghubung rongga mulut dengan esofagus,
aksi penelanan meliputi tiga fase (volunter, faring, esofagus)
2.1.2.3. Esofagus
Esofagus menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui
gerak peristaltik, mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mukus
untuk melumasi dan melindungi esofagus, esofagus tidak memproduksi
enzim pencernaan.
2.1.2.4. Lambung
Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior
kiri rongga abdomen di bawah diafragma. Semua bagian kecuali bagian
kecil terletak pada bagian sisi garis tengah. Regia-regia lambung terdiri
dari bagian-bagian jantung, fundus, badan organ dan bagian pilorus.
a. Bagian jantung lambung adalah area di sekitar pertemuan esofagus dan
lambung (pertemuan gastroesofagus).
b. Fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi kiri atas mulut esofagus.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 5/46
5
c. Badan lambung adalah bagian yang terdilatasi di bawah fundus yang
membentuk dua pertiga bagian lambung.
d. Bagian pilorus lambung menyempit di ujung bawah lambung dan
membuka ke duodenum.
Fungsi lambung terdiri dari penyimpanan makanan, produksi
kismus, digesti protein, produksi mukus, produksi faktor intrinsik
(glikoprotein, vitamin B12 dan absorpsi.
2.1.2.5. Usus halus
Keseluruhan usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari
sfingter pilorus sampai ke katup ileosekal, tempatnya menyatu dengan
usus besar. Diameter usus halus kurang lebih 2,5 cm dan panjangnya 3
sampai 5 meter saat bekerja. Panjang 7 meter pada mayat dicapai saat
lapisan muskularis eksterna berelaksasi. Divisi usus halus ada 3 yaitu:
duodenum yaitu bagian yang terpendek (25 cm sampai 30 cm), yeyenum
adalah bagian yang selanjutnya, panjangnya kurang lebih 1 meter sampai
1,5 meter, ileum (2 m sampai 2,5 m) merentang sampai menyatu dengan
usus besar. Dan gerakan usus ada 2 jenis yaitu segmentasi irama adalah
gerakan pencampuran utama, segmentasi mencampur kismus dengan
cairan pencernaan dan memaparkannya ke permukaan absorptif. Gerakan
peristaltis adalah kontraksi ritmik otot polos longitudinal dan sirkular.
Kontraksi ini adalah daya dorong utama yang menggerakkan kimus ke
arah bawah di sepanjang saluran.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 6/46
6
2.1.2.6.Usus besar
Begitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar,
sebagian besar nutrien telah dicerna dan diambil dan hanya menyisakan
zat-zat yang tidak tercerna. Makanan biasa memerlukan waktu 2 sampai 5
hari untuk menempuh ujung saluran pencernaan yang satu ke ujung
lainnya. Bagian-bagian usus besar antara lain sekum, apendik, dan kolon
terdiri dari asenden, tranversum, desenden dan sigmoid. Usus besar
berfungsi sebagai tempat absorbsi air, natrium, dan mineral lain, sebagai
tempat tinggal bakteri colli dan tempat feses.
2.1.2.7.Rectum
Rectum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sakrum dan os koksigis. Fungsi rektum adalah sebagai jalannya feses dari
kolon menuju anus.
2.1.2.8. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rectum dengan dunia luar. Fungsi anus adalah mengeluarkan feses.
Dinding anus di perkuat oleh 3 sfingter antara lain sfingter ani internus,
levator ani, dan sfingter ani eksternus.
Dalam membantu terlaksananya pencernaan makanan secara
kimiawi dibutuhkan organ-organ aksesoris yang meliputi hati, kantong
empedu dan pankreas.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 7/46
7
2.1.2.9. Hati
Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh, permukaan atas
berbentuk cembung, dan terletak di bawah diafragma, terdapat lobus
kanan dan kiri yang berfungsi memecah steroid, membuat empedu,
membantu katabolisme karbohidrat, protein, lemak dan vitamin, memecah
obat-obatan tertentu
2.1.2.10 Kantong empedu
Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh hati bersifat
alkali untuk mencerna lemak 80 % getah empedu adalah pigmen zat warna
antara lain strekobillin yang merupakan warna feses, berfungsi sebagai
diabsorbsi kembali oleh darah dan memberi warna pada urin (urobilin)
2.1.2.11. Pankreas
Pankreas mempunyai dua kelenjar utama yaitu endokrin yang
mengeluarkan insulin dan eksokrin yang meneruskan salurannya ke
saluran pankreatik interna lalu ke saluran pankreatik eksterna yaitu duktus
wirsung dan santorini
Fisiologi yang akan dibahas yaitu fisiologi saluran cerna terhadap
makanan yang masuk melalui mulut sampai masuk ke gaster.
Faring dan
Oesofagus memiliki fungsi yang utama yaitu untuk mentransfer makanan
dari mulut masuk ke lambung. Stimulus yang dihasilkan oleh makanan
yang masuk ke esofagus berupa rangsangan mekanik. Menelan
menghasilkan rangsangan mekanis terhadap faring dan masuknya bolus ke
esofagus memberikan efek distensi terhadap esofagus. Kemudian juga
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 8/46
8
terjadi reflex berupa relaksasi dari proximal dari esofagus dan pada bagian
distal terjadi kontraksi refleks ini juga disebut peristaltik yang berfungsi
untuk mendorong makanan masuk ke lambung. Stimulasi dari esofagus
bagian proxismal mengakibatkan lower esofagus sfingter relaksasi dan
membuka sehingga makanan masuk ke lambung.
Lambung mempunyai 2 mekanisme untuk mencerna makanan
yaitu fungsi mekanik dengan cara distensi dan kotraksi dari otot polos dari
lambung dan dengan cara kimiawi dengan cara mengeluarkan asam
lambung untuk mencerna protein di lumen. Perlu diketahui bahwa asam
lambung yang dikeluarkan mempunyai pH yang sangat rendah sehingga
bakteri yang tidak tahan asam akan mati sesaat setelah masuk ke lambung.
Mukosa lambung menjaga dirinya dari efek buruk dari asam lambung
dengan adanya prostaglandin
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 9/46
9
Gambar 2.1. Anatomi Sistem Pencernaan2,3
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 10/46
10
2.1.3. Etiologi4
2.1.3.1 Kelainan di esophagus
a. Varises esophagus
Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya
varises esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di
epigastrium. Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan
massif. Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak
membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
b. Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena daripada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan
anemis, hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak massif.
c. Sindroma Mallory – Weiss
Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang
pada akhirnya baru timbul perdarahan. misalnya pada peminum alcohol
atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering
muntah-muntah hebat dan terus-menerus.
d. Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering
intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering
timbul melena daripada hematemesis. Tukak di esophagus jarang sekali
mengakibatkan perdarahan jika dibandingka dengan tukak lambung dan
duodenum.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 11/46
11
2.1.3.2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita
minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum
muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati.
b. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati
dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di
epigastrium yang berhubungan dengan makanan. Sifat hematemesis
tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.
2.1.3.3. Kelainan darah
Polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili,
trombositopenia purpura.
2.1.4. Patofisiologi
Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi
berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh
HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen
porfirin. Kadang-kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari
usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan
tertahan pada saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses
menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru
dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti tar selama
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 12/46
12
48 – 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses
yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung.
Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7 – 10 hari setelah
episode perdarahan tunggal.
2.1.5. Manifestasi Klinis
Gejala yang tampak yaitu :4,5
a. Muntah darah (hematemesis)
b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)
c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)
d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah
e. Akral teraba dingin dan basah
f. Nyeri perut
g. Nafsu makan menurun
h.Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.
2.1.6. Komplikasi4,5
2.1.6.1.Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan
menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi
karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume
intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien
dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari
30% dan berlangsung selama 24-28 jam. 4,5
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 13/46
13
2.1.6.2. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik.
Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan
menggantikan volume intravaskuler.
2.1.6.3 Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi
penurunan kesadaran.
2.1.6.4. Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di
dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu.
Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat
zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh
hati.
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang6
2.1.7.1. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan
esofagogram untuk daerah esophagus dan diteruskan dengan
pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum. Pemeriksaan
tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal
distal esophagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada atau
tidaknya varises.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 14/46
14
2.1.7.2. Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka
pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk
menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan.
keuntungan lain dari dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat
dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan
infuse untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan
bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat
dilakukan secara darurat atau sendiri mungkin setelah hematemesis
berhenti.
2.1.8. Penatalaksanaan7,8
Setiap penderita dengan perdarahan saluran cerna bagain atas
dalam penatalaksanaan hematemesis melena ada 2 tindakan yaitu tindakan
umum dan khusus. Tindakan umum bertujuan untuk memperbaiki keadaan
umum pasien, apapun penyebab perdarahannya. Tindakan khusus,
biasanya baru dikerjakan setelah diagnosis penyebab perdarahan sudah
dapat dipastikan.
2.1.8.1.Tindakan Umum
a. Infus dan transfusi darah
Tindakan pertama yang dilakukan adalah resusitasi, untuk
memulihkan keadaan penderita akibat kehilangan cairan atau syok.
Yaitu cairan infus dekstrose 5% atau Ringer laktat atau NACL O,9%
dan transfusi Whole Blood atau Packed Red Cell
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 15/46
15
b. Psikoterapi
Sebagai akibat perdarahan yang banyak, dapat membuat penderita
menjadi gelisah. Maka diperlukan psikoterapi.
c. Istirahat mutlak
Istirahat mutlak sangat dianjurkan, sekurang kurangnya selama 3
hari setelah perdarahan berhenti
d. Diet
Dianjurkan puasa jika perdarahan belum berhenti. Dan penderita
mendapat nutrisi secara parenteral total sampai perdarahan berhenti.
Jika perdarahan berhenti, diet biasa dimulai dengan diet cair HI/LI.
Selanjutnya secara bertahap diet beralih ke makanan padat
e. Pemasangan Nasogastric Tube, kemudian dilakukan lavage
Lambung dengan air es yang dimasukkan, di tunggu 5 menit, dan
dikeluarkan.Ini dilakukan berulang-ulang sampai cairan lambung jemih.
Tindakan ini biasa diulang 1-2 jam kemudian jika masih ada
perdarahan.
f. Medikamentosa
Antasida cair, untuk menetralkan asam lambung. Injeksi Simetidin
atau injeksi Ranitidine, yaitu antagonis reseptor H2 untuk mengurangi
sekresi asam lambung. Injeksi Traneksamic acid, jika ada peningkatan
aktifitas fibrinolisin. Injeksi Vitamin K, jika ada tanda-tanda Sirosis
hati. Sterilisasi usus dengan Laktulosa oral serta Clisma tinggi, jika ada
tanda-tanda sirosis hati, ditambahkan Neomycin atau Kanamycin.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 16/46
16
2.1.8.2. Tindakan Khusus
Tindakan khusus ini ditujukan pada penyebab perdarahan yang
dapat dibagi atas dua penyebab, yaitu karena pecahnya varises esofagus
dan bukan karena varises.
a. Pengobatan perdarahan non varises :
1. Injeksi Simetidin 200mg/8jam atau injeksi Ranitidin 50mg/8jam.
Jika perdarahan sudah berhenti dapat diberikan per oral.
2. Antasida, dapat diberikan bila perdarahan sudah berhenti.
3. Selain obat-obat di atas, untuk mengurangi rasa sakit atau pedih
dapat diberikan obat golongan anti kolinergik.
Bila tata cara tersebut setelah 72 jam pengobatan konservatif tidak
berhasil, dan perdarahan masih tetap berlangsung, maka ini indikasi untuk
dilakukan pembedahan
2.2. DIABETES MELLITUS
2.2.1. Definisi
Diabetes melitus adalah sekumpulan penyakit metabolik yang
dtandai dengan adanya hiperglikemik atau peningkatan kadar glukosa
darah melebihi dari kadar glukosa darah normal, sebagai akibat dari
defisiensi hormon insulin, gangguan kerja insulin, ataupun kombinasi
dari keduanya. Menurut WHO, ada empat klasifikasi klinis untuk
gangguan toleransi glukosa, yaitu DM tipe 1 & 2, diabetes gestasional,
dan tipe khusus lain. 9
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 17/46
17
Diabetes tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM]), terjadi akibat
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat
penurunan jumlah produksi insulin 9
2.2.2. Etiologi
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya
mempuyai pola familiar yang kuat. Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar
monozigot hampir 100%. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio
diabetes dan nondiabetes pada anaknya adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti
membawa (carrier) diabetes tipe 2. diabetes tipe 2 ditandai dengan
adanya kelainan sekresi insulindan gangguan kerja insulin. Akan tetapi,
pada DM tipe 2 ini hanya terjadi defisiensi insulin relatif, tidak absolut
seperti pada DM tipe 1.Gangguan kerja insulin dapat berupa
berkurangnya jumlah reseptor hormon insulin pada permukaan membran
sel. 9,10
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe
II, diantaranya adalah: 10
1) Usia (meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 18/46
18
2.2.3. Patofisiologi
Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang
menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan
transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien DM tipe 2,
terdapat kelainan pada pengikatan reseptor dengan insulin. Kelainan ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah empat reseptor pada
membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat
ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi
penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem
transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat megganggu kerja
insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunya
jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia.11
DM tipe 2 ini seringkali dikaitkan dengan faktor obesitas.
Berdasarkan penelitian, pada orang yang obesitas dengan jaringan lemak
yang bayak dan luas memiliki jumlah reseptor insulin yang lebih sedikit
dari orang yang tidak obesitas. Hal ini menyebabkan terhambatnya efek
insulin di perifer meskipun sekresi insulin sudah cukup. Akibatnya,
transpor glukosa ke dalam sel menurun sementara kadar glukosa dalam
darah akan meningkat di atas kadar glukosa normal. 11
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 19/46
19
2.2.4. Tanda dan Gejala
Diabetes melitus tipe 2 atau sering juga disebut dengan Non
Insuline Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan penyakit
diabetes yang disebabkan oleh karena terjadinya resistensi tubuh
terhadap efek insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas. Keadaan ini
akan menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi naik tidak terkendali.
Kegemukan dan riwayat keluarga menderita kencing manis diduga
merupakan faktor resiko terjadinya penyakit ini. Insulin adalah hormon
yang diproduksi oleh sel beta yang terdapat dalam pankreas. Pada
keadaan normal, kadar insulin dalam darah akan berfluktuasi tergantung
kadar gula dalam darah. Kadar insulin akan meningkat sesaat setelah
makan dan akan menurun begitu kita tidak memakan sesuatu. Fungsi
utama insulin adalah mendistribusikan glukosa yang terdapat dalam
darah ke seluruh tubuh guna di metabolisme untuk menghasilkan energi.
Bila kadar gula atau glukosa yang ada melebihi kebutuhan maka
kelebihan itu akan disimpan dalam hati. Simpanan glukosa ini akan
dilepaskan jika diperlukan misalnya saat tubuh kita kelaparan.
Saat seseorang menderita diabetes melitus tipe 2 maka ada dua
kemungkinan yang terjadi yaitu, sel beta yang terdapat dalam pankreas
produksi insulinya tidak mencukupi atau produksinya cukup namun
tubuh resisten terhadap insulin. Kedua keadaan ini akan menyebabkan
kadar glukosa dalam darah akan meningkat. Untungnya tubuh
mempunyai mekanisme yang sangat bagus untuk memberitahukan kita
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 20/46
20
bila terjadi suatu kelainan. Sangatlah penting untuk mengetahui gejala
diabetes melitus tipe 2 secara dini sebab semakin dini pengobatan
dilakukan maka akan semakin bagus hasilnya dan semakin kecil
kemungkinan terjadinya komplikasi. Berikut adalah beberapa gejala
diabetes melitus tipe 2 yang patut kita waspadai. Kelelahan yang luar
biasa merupakan gejala yang paling awal dirasakan oleh penderita
diabetes melitus tipe 2. Pasien akan merasakan tubuhnya lemas walaupun
tidak melakukan aktifitas yang tidak terlalu berat. Jadi, bila anda selalu
merasa lelah dan mengantuk meskipun sebelumnya anda tidak begadang,
ada baiknya anda segera menemui dokter. 11
Penurunan berat badan secara drastis. Jika anda memakan makanan
yang berlebihan maka tubuh anda akan semakin gemuk. Kelebihan lemak
dalam tubuh akan menyebabkan resistensi tubuh terhadap insulin
meningkat. Pada orang yang telah menderita diabetes, walaupun ia
makan makanan secara berlebihan tubuhnya tidak menjadi gemuk dan
malah mengurus hal ini disebabkan karena otot tidak mendapatkan cukup
energi untuk tumbuh. 11
Gangguan penglihatan. Kadar gula yang tinggi dalam darah akan
menarik cairan dalam sel keluar, hal ini akan menyebabkan sel menjadi
keriput. Keadaan ini juga terjadi pada lensa mata, sehingga lensa menjadi
rusak dan penderita akan mengalami gangguan penglihatan. Gangguan
penglihatan ini akan membaik bila diabetes melitus berhasil ditangani
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 21/46
21
dengan baik. Bila tidak tertangani, gangguan penglihatan ini akan dapat
memburuk dan menyebabkan kebutaan.11
Sering terinfeksi dan bila luka sulit sekali sembuh. Keadaan ini
bisa terjadi karena kuman tumbuh subur akibat dari tingginya kadar gula
dalam darah. Selain itu, jamur juga sangat menikmati tumbuh pada darah
yang tinggi kadar glukosanya. 11
Keluhan penderita DM tipe 2 dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 11
Keluhan klasik: poliuria, polidipsi, berat badan menurun, lemah
badan
Keluhan lain: mata kabur, gatal, luka sukar sembuh, kesemutan
pada kaki, infeksi di kulit, glikosuria, mulut terasa kering.
Pada keadaan berat: kesadaran menurun atau luka pada kaki
2.2.5. Komplikasi12
2.2.5.1. Komplikasi akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi
apabila kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena
aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada
siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebelum makan,
khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan
camilan.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 22/46
22
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori :
gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat.
a) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis
akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan
gejala seperti perspirasi, tremor, takhikardia, palpitasi, kegelisahan
dan rasa lapar.
b) Hipoglikemia Sedang
Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak
tidak mendapatkan cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik.
Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, confuse,
penurunan daya ingat, mati rasa didaerah bibir serta lidah, bicara rero,
gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak
rasional, pengllihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan
c) Hipoglikemia Berat
Fungsi sitem saraf pusat menagalami gangguan yang sangat
berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk
mengatasi Hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup
perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit
dibangunkan, atau bahkan kehilangan kesadaran.
2) Diabetes Ketoasidosis
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 23/46
23
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin
atau tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada diabetes
ketoasidosis :
(1) Dehidrasi
(2) Kehilangan elektrolit
(3) Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa
yang memasuki sel akan berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa
oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua faktor tersebut akan
mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa bersama-
sama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan
dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
3) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hipergklikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of
Awareness). Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis
osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk
mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari
intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi,
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 24/46
24
maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan
osmolaritas.
2.2.5.2. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat menyerang semua
sistem organ tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lajim
digunakan adalah penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler, dan
neurologis.
1) Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering
terjadi pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan
pasien-pasien non diabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan
tersebut cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dengan
frekuensi yang lebih besar pada pasien-pasien diabetes. Berbagai tipe
penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi
ateerosklerotik.
Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner,
maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan
aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah serebral, akan
menyebabkan stroke infark dengan jenis TIA (Transiennt Ischemic
Attack). Selain itu ateerosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah
besar ekstremitas bawah, akan menyebabkan penyakit okluisif arteri
perifer atau penyakit vaskuler perifer.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 25/46
25
2) Komplikasi Mikrovaskeler
a) Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil
pada retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh
darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil,
arteriol, venula dan kapiler.
b) Nefropati Diabetik
Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal
ajkan mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah
ke dalam urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah
ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan
sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati
c) Neuropati Diabetikum
Dua tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai adalah :
(1) Polineuropati Sensorik
Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer.
Neuropati perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf,
khususnya saraf extremitas bagian bawah. Kelainan ini
mengenai kedua sisi tubuh dengan distribusi yang simetris dan
secara progresif dapat meluas ke arah proksimal. Gejala
permulaanya adalah parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan
dan peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 26/46
26
malam hari). Dengan bertambah lanjutnya neuropati ini kaki
akan terasa baal.
Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan
penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita
neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada
kaki tanpa diketahui.
(2) Neuropati Otonom (Mononeuropati)
Neuropati pada system saraf otonom mengakibatkan
berbagai fungsi yang mengenai hampir seluruh system organ
tubuh. Ada lima akibat utama dari neuropati otonom antara
lain :
(a) Kardiovaskuler
Tiga manifestasi neuropati pada sistem kardiovaskuler
adalah frekuensi denyut jantung yang meningkat tetapi
menetap, hipotensi ortostatik, dan infark miokard tanpa nyeri
atau “silent infark”.
(b) Pencernaan
Kelambatan pengosongan lambung dapat terjadi dengan
gejala khas, seperti perasaan cepat kenyang, kembung, mual
dan muntah. Konstipasi atau diare diabetik (khususnya diare
nokturia) juga menyrtai neuropati otonom gastrointestinal.
(c) Perkemihan
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 27/46
27
Retensi urine penurunan kemampuan untuk merasakan
kandung kemih yamg penuh dan gejala neurologik bladder
memiliki predisposisi untuk mengalami infeksi saluran kemih.
Hal ini terjadi pada pasien dengan diabetes yang tidak
terkontrol, mengingat keadaan hiperglikemia akan
mengganggu resistensi terhadap infeksi.
(d) Kelenjar Adrenal (“Hypoglikemik Unawarenass”)
Neuropati otonom pada medulla adrenal menyebabkan
tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia.
Ketidakmampua klien untu mendeteksi tanda-tanda peringatan
hipoglikemia akan membawa mereka kepada resiko untuk
mengalami hipogllikemi yang berbahaya.
(e) Disfungsi Seksual
Disfungsi Seksual khususnya impotensi pada laki-laki
merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti.
Efek neuropati otonom pada fungsi seksual wanita tidak
pernah tercatat dengan jelas
2.2.6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan
resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun),
obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan
dengan berat badan bayi > 4000 gr, riwayat DM pada kehamilan dan
dislipidemia. 13,14
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 28/46
28
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksan
glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa. Kemudian dapat
diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Cara
pemeriksaan TTGO (WHO, 1985) adalah: 13,14
1. Tiga hari sebelum pemerksaan pasien makan seperti biasa.
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
4. Perikasa glukosa darah puasa.
5. Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit.
6. Perikasa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperisa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa
darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaaan
TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM
dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam
setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa
darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang alain
atau TTGO yang abnormal. 13,14
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 29/46
29
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas penderita
Nama : Ny.L
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 46 tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
Alamat : Rantauan Timur 11
MRS : 27 April 2013
No.RMK : 1045670
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : Berak Berwarna Hitam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan BAB yang bercampur darah hitam seperti
kopi 2 hari SMRS. Frekuensi BAB 3 kali dalam sehari, konsistensi tinja
dikatakan lunak kental, tidak disertai darah berwarna merah segar. BAB
warna hitam dikatakan berlangsung terus dan disertai dengan keluhan
nyeri ulu hati, yang terasa perih apabila pasien telat makan. Keluhan
muntah darah disangkal, mual dan muntah disangkal. Nafsu makan tetap
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 30/46
30
baik, namun pasien merasa lemas. Keluhan pusing dan pandangan
berkunang-kunang disangkal. Karena keluhan BAB warna hitam dan
lemas-lemas, pasien memeriksakan diri ke puskesmas dan diberi 5 macam
obat (pasien lupa namanya). Pasien mengatakan keluhan berkurang namun
BAB hitam masih ada. Satu hari SMRS keluhan berulang kembali
sehingga pasien memeriksakan diri ke RS. Pasien mengaku mempunyai
kebiasaan minum obat nyeri sendi sejak 3 tahun yang lalu dan minum
jamu-jamuan pada saat sebelum keluhan datang hingga sekarang. Pasien
juga mengeluh akhir-akhir (6 bulan) ini menjadi sering kencing, mudah
haus dan sering merasa lapar, pasien sering terbangun malam hari untuk
kencing. Pasien merasa mudah lelah dan sering kesemutan dan
sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Dua tahun SMRS
(2011) pasien didagnosis parkinson oleh spesialis syaraf dan sejak itu
pasien mengkonsumsi obat parkinson teratur (Levodopa/Levoper).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat sakit serupa (-), Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (+), Asma (-),
penyakit kuning (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat sakit serupa (-), Diabetes Mellitus (+-), Hipertensi (+), Asma (-),
penyakit kuning (-)
3.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 31/46
31
Kesadaran: Komposmentis
GCS: 4-5-6
Tanda Vital.
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi :96 x / menit
Respirasi : 24 x/ menit
Suhu : 37,6 0C
Kepala/ leher.
Mata: Konjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)
Mulut: bibir pucat(-). Lidah kotor (-), mukosa bibir kering (+)
Pembesaran KGB leher (-/-) leher, axial (-/-), inguinal (-/-)
Peningkatan JVP (-/-)
Kulit: pucat (-), ikterik (-)
Thoraks
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus vokal simetris (+/+)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Sn. Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),Whezing (-/-)
Jantung : S1>S2 tunggal, bising (-), gallops (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak cembung, vena kolateral (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 32/46
32
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar lien tidak
membesar, massa tidak teraba, Nyeri ketok ginjal (-/-)
Perkusi : Timpani
Anus : Pada rectal toucher ditemukan tonus sfingter ani baik,
ampula tidak kolaps, nyeri -, massa -, pada sarung tangan
terdapat feses hitam +, lendir -, darah -.
Ekstremitas atas: Akral hangat (+/+), ikterik (-/-), parese (-/-), tremor
(+/+), edema (-/-)
Ekstremitas bawah: Akral hangat (+/+), ikterik (-/-), parese (-/-), tremor
(+/+), edema (-/-)
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan 27/04 01/05 02/05 03/05 04/05 05/05 NORMAL
Hemoglobin 13,1 12.00-16.00 g/dlLeukosit 8,5 4.0-10.5 ribu/ul
Eritrosit 4,40 3.90-5.50 juta/ul
Hematokrit 38,7 37.0-47.0%
Trombosit 225 150-450 ribu/ul
RDW-CV 13,4 11.5-14.7%
MCV 88,1 80.0-97.0 fl
MCH 29,7 27.0-32.0pg
MCHC 33,8 32.0-38.0%
SGOT 23 0-46 U/ISGPT 16 0-45 U/I
GDS 252 < 200 mg/dl
GDP 154 209 140 109 114 70-105mg/dl
G2PP 224 254 207 206 <140 mg/dl
Ureum 15 10-50 mg/dl
Kreatinin 0,6 0,7-1,4 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 135,9 135-146 mmol/l
Kalium 4.3 3.4-5.4 mmol/l
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 33/46
33
Klorida 97,6 95-100 mmol/l
Bil Tot 0,91 0.20-1.20mg/dl
Bil Direct 0,31 0.00-0.40mg/dl
Bil InD 0,60 0.20-0.60mg/dl
LDH 4,72 225-450 U/L
CKMB 35 0-24 U/L
3.5. Ringkasan:
Pasien Ny.L usia 46 tahun MRS RSD Ulin Banjarmasin dengan keluhan
utama BAB hitam seperti kopi sejak 2 hari SMRS, Frekuensi BAB 3 kali dalam
sehari, konsistensi lunak kental, tidak disertai darah berwarna merah segar, mual
muntah darah disangkal. Kebiasaan minum obat nyeri sendi sejak 3 tahun yang
lalu dan minum jamu-jamuan. Enam bulan ini menjadi sering kencing, mudah
haus dan sering merasa lapar, pasien sering terbangun malam hari untuk kencing.
Pasien merasa mudah lelah dan sering kesemutan. didagnosis parkinson sejak
2011. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang TD
160/100 mmHg Nadi 96x/menit , RR 24 x/menit T=37,6 0C . Nyeri tekan
epigastrium (+), rectal toucher pada sarung tangan terdapat feses hitam +, tremor
pada ekstremitas atas. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 13,1 gr/dl,
GDS 252 mg/dl, LDH 472 U/L, CKMB 35 U/L.
3.6. Daftar masalah
a. Melena e.c. suspek gastritis erosif dd ruptur varises esofagus
b. Diabetes Mellitus tipe 2
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 34/46
34
3.7.Pengkajian:
a. Melena e.c. suspek gastritis erosif dd ruptur varises esofagus
Atas dasar: anamnesis BAB hitam seperti kopi sejak 2 hari SMRS,
Frekuensi BAB 3 kali dalam sehari, konsistensi lunak kental, tidak
disertai darah berwarna merah segar, kebiasaan minum obat nyeri sendi
sejak 3 tahun yang lalu dan minum jamu-jamuan. Pasien memiliki
keluhan nyeri ulu hati yang dikonfirmasi dengan adanya nyeri
epigastrium pada palpasi abdomen. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit kuning. Pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan
epigastrium, rectal toucher terdapat BAB hitam. Temuan-temuan klinis
tersebut mengarahkan pemikiran akan adanya perdarahan saluran cerna
berupa melena yang disebabkan oleh gastritis erosif, atau ruptur varises
esofagus.
dipikirkan :Melena et causa gastritif erosiv dd ruptur varises esofagus
R/diagnosis:
- Pemeriksaan darah perifer lengkap, mencakup kadar hemoglobin, MCV,
MCH, MCHC, hitung leukosit, dan trombosit.
- Endoskopi saluran cerna atas, untuk memvisualisasikan situs perdarahan.
Terutama dilakukan apabila terdapat kecurigaan adanya varises esofagus.
R/terapi: balance cairan, resusitasi dengan infus RL, inj.As.traneksamat,
pemberian antasida
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 35/46
35
b. Diabetes Mellitus tipe 2
Atas dasar : anamnesis adanya keluhan 6 bulan ini sering kencing, mudah
haus dan sering merasa lapar, pasien sering terbangun malam hari untuk
kencing. Pasien merasa mudah lelah dan sering kesemutan. Pada riwayat
keluarga ditemukan diabetes melllitus. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan GDS 252 mg/dl, GDP 154 mg/dl, GD2PP 224 mg/dl.
R/diagnosis: Pemeriksaan GDS sclading scale, GDP dan GD2PP per hari.
R/terapi: pemberian insulin
3.8. Diagnosis
Melena et causa gastritif erosiv
Diabetes Mellitus tipe 2
3.9. Terapi pada kasus
IVFD RL 12 tpm + drip neurobion 5000
Inj. As. Traneksamat 1x1 amp (now)
Inj. Ondansentron 2x1 amp (k/p)
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Levemir 8 IU
OMZ 2x1 P.O
Dexanta syr 3x1
Levodopa
THP 2x1 mg P.O
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 36/46
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti tar yang berasal dari
saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas
adalah saluran cerna di atas ligamentum treitz, yakni dari jejunum proksimal,
duodenum, gaster, dan esophagus. Pada perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA) penting untuk dibedakan antara perdarahan yang disebabkan oleh varises
esofagus dan non-varises dikarenakan perbedaan tatalaksana dan prognosis.5
Pada melena didapatkan adanya perdarahan berupa tinja berwarna hitam
kental, seperti tar, yang disebabkan oleh etiologi yang sama dengan hematemesis,
yakni ulkus peptikum, gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, varises esofagus,
atau tumor. Hematemesis yang berlangsung bersama-sama dengan melena
mengindikasikan adanya perdarahan yang bersumber proksimal dari jejunum.
Walaupun demikian hematemesis dapat tidak dijumpai pada perdarahan saluran
cerna bagian atas. Perlu dipertimbangkan pula perdarahan saluran cerna yang
disebabkan oleh terapi NSAID, kondisi stres pascabedah dan luka bakar, dan efek
dari terapi antikoagulan. 7
Ruptur varises esofagus, gastritis erosive, tukak peptic, gastropati
kongestif, dan sindroma Mallory-Weiss adalah penyebab perdarahan SCBA
tersering. Perbedaan dalam gejala dan tanda klinik pun bergantung pada lama,
kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan
berlangsung terus menerus atau tidak. Sering kali pasien datang dengan keluhan
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 37/46
37
anemia defisiensi besi akibat perdarahan yang telah berlangsung lama dan
tersembunyi, atau hematemesis dan/atau melena dengan/tanpa anemia/gangguan
hemodinamik 5
Pada kasus ini Ny. L (46 th) mengalami BAB berwarna hitam seperti kopi,
namun pasien tidak mengalami muntah hitam atau hematemesis. Etiologi yang
mungkin pada kasus ini yaitu pasien sudah 3 tahun mengkonsumsi obat nyeri
sendi serta jamu-jamuan.
Obat nyeri sendi masuk dalam golongan OAINS yang bekerja
menghambat enzim cyclooxigenase 1 dan cyclooxigenase 2. Enzym
cyclooxigenase berfungsi sebagai pemecah asam arakhidonat menjadi
prostaglandin dan tromboksan. Prostaglandin adalah molekul perantara
peradangan. Selain itu prostaglandin adalah molekul protektif untuk mukosa
lambung. Pengaruh prostaglandin terhadap lambung adalah menurunkan sekresi
asam lambung dan meningkatkan sekresi mukus pada mukosa lambung. Jika
terjadi hambatan dalam produksi prostaglandin, maka memperbesar terjadinya
kerusakan pada mukosa lambung, karena mukus yang berkurang dan asam
lambung yang banyak diproduksi. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien, didukung
juga hasil pemeriksaan penunjang yang memperlihatkan tidak adanya gangguan
fungsi hati, sehingga kecurigaan terhadap ruptur varises esofagus yang disebabkan
oleh penyakit sirosis hati dapat disingkirkan.6,8
Cara singkat untuk membedakan perdarahan yang berasal dari saluran
cerna bagian atas (SCBA) dan bagian bawah (SCBB) adalah: (1) pada SCBA,
manifestasi klinik pada umumnya hematemesis dan/atau melena, pada SCBB
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 38/46
38
terdapat hematokesia; (2) terlihat adanya darah pada aspirasi nasogastrik pada
pasien SCBA; (3) Rasio BUN/kreatinin meningkat >35 pada SCBA, dan; (4)
ditemukan bising usus yang meningkat pada auskultasi di SCBA. 6,8
Terdapat beberapa faktor yang terkait dengan timbulnya melena, yakni
volume perdarahan yang terjadi (>50 ml), waktu transit usus (>8 jam), serta efek
sekresi asam lambung dan flora normal usus terhadap hemoglobin. Perdarahan
masif dari saluran cerna atas yang disertai dengan pemendekan waktu transit usus
juga dapat menyebabkan terjadinya hematoskezia. Sebaliknya pada perdarahan
dari kolon proksimal yang disertai pemanjangan waktu transit usus dapat
menyebabkan melena. Perlu juga diperhatikan adanya beberapa kondisi yang
dapat menyerupai melena, yakni pada pemberian suplementasi besi, preparat
arang, dan konsumsi makanan tertentu (bit atau blueberry) dalam jumlah besar. 6,8
Dalam kasus perdarahan saluran cerna, modalitas endoskopi digunakan
untuk menentukan etiologi sehingga dapat dipilih terapi definitifnya. Umumnya
dilakukan esofagogastroduodenoskopi yang dilanjutkan dengan kolonoskopi jika
diperlukan. Angiografi dapat digunakan untuk mendeteksi perdarahan saluran
cerna, namun terbatas pada kasus perdarahan terus-menerus dengan volume 0,5-
2,0 ml/menit. Lesi di usus halus, terutama lesi tumor, tergolong sulit untuk
dideteksi. Pada kasus perdarahan intestinal dengan hasil endoskopi negatif, perlu
dipertimbangkan adanya tumor intestinal (schwannoma, leiomioma, limfoma
maligna, karsinoma). Modalitas pencitraan lain yang dapat digunakan adalah
radiografi dengan foto polos abdomen, CT scan, MRI, atau endoskopi kapsul dan
double balloon enteroscopy. 6,8
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 39/46
39
Pada kasus perdarahan saluran cerna pertama-tama harus dilakukan
resusitasi hemodinamik dengan darah atau cairan yang diberikan secara intravena.
Akses IV dilakukan dengan pemasangan IV line 18G. Resusitasi dilakukan
dengan melakukan penambahan volume intravaskular dengan normosalin atau
larutan Ringer laktat, transfusi PRC setelah dilakukan crossmatching hingga
dicapai kadar Hb target 10 g/dl pada kasus ruptur varises dan 12 g/dl pada kasus
non ruptur varises, serta koreksi koagulopati dengan transfusi fresh frozen plasma
atau konsentrat trombosit hingga kadar trombosit >50.000/mm3. Apabila terdapat
hematemesis juga dilakukan bilas lambung dengan NGT sembari dilakukan
intubasi untuk melindungi jalan napas apabila terjadi syok, hematemesis masif,
atau penurunan kesadaran. 6,8
Setelah terapi akut dilakukan, terapi lanjutan dilakukan sesuai dengan
penyebab terjadinya perdarahan saluran cerna. Pada kasus perdarahan saluran
cerna atas yang bermanifestasi sebagai melena, disebabkan oleh etiologi non
ruptur varises, secara umum dapat diberikan sitoprotektor berupa sukralfat atau
teprenon, antasida, serta injeksi vitamin K pada pasien dengan penyakit hepar
kronik atau sirosis hepar. Secara khusus apabila perdarahan disebabkan oleh
penyakit ulkus peptikum, terapi farmakologik dilakukan dengan pemberian
inhibitor pompa proton (omeprazole) dan endoskopi terapeutik (injeksi epinefrin,
kauterisasi, dan penjepitan pembuluh darah). Pada kasus perdarahan yang
disebabkan gastritis erosif, terapi dilakukan dengan pemberian inhibitor pompa
proton atau antagonis H2. 6,8
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 40/46
40
Pada kasus ini pengobatan awal pada pasien dapat diberikan agen
hemostatika berupa vitamin K 1 ampul/12 jam dan asam traneksamat 500mg
secara parenteral untuk membantu menghentikan perdarahan. Asam traneksamat
merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat
plasmin. Antasid diberikan untuk menetralkan asam lambung dan membantu
mencegah atau meredakan radang dan nyeri di saluran pencernaan atas. Antasid
juga memberi waktu perbaikan pada dinding lambung atau duodenum yang rusak
oleh tukak sehingga sensitif terhadap jumlah normal asam lambung. Sedangkan
sukralfat diberikan sebagai sitoprotektor. Pada suasana asam (perut kosong), obat
ini membentuk pasta kental secara selektif mengikat pada ulkus, yang tahan
hidrolisis oleh pepsin dan berlaku sebagai barier yang melindungi ulkus terhadap
difusi asam, pepsin dan garam empedu. Sukralfat juga mempunyai efek
sitoproteksi pada mukosa lambung melalui 2 mekanisme yang terpisah, yakni
melalui pembentukan PG endogen dan efek langsung meningkatkan sekresi
mukus. 3
Omeprazole tergolong dalam penghambat pompa proton. Obat ini tersedia
dalam bentuk tablet bersalut dan sediaan injeksi IV (dapat diberikan baik secara
bolus maupun drip). Omeprazole menghambat produksi HCl dengan cara
memblokade kerja pompa proton di lambung. Pemberian omeprazole
diindikasikan pada kasus penyakit ulkus gaster dan peptik, sindroma dispepsia
tanpa ulkus, dan untuk pencegahan perdarahan mukosa saluran cerna yang
disebabkan oleh stres. Perlu diperhatikan adanya efek omeprazole terhadap obat
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 41/46
41
lain. Meningkatnya pH lambung dapat menghambat penyerapan beberapa obat,
seperti ketokonazol, itrakonazol, digoxin, atau atazanavir.3
Edukasi perlu diberikan kepada pasien yaitu untuk membantu proses
penyembuhan dan pemulihan dianjurkan agar pasien untuk sementara berhenti
mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri sendinya. 3
Pada kasus perdarahan saluran cerna, prognosis yang buruk dapat dijumpai
pada kasus-kasus di mana usia pasien >60 tahun, terdapat penyakit penyerta lain,
koagulopati dan imunosupresi, presentasi dengan syok (instabilitas
hemodinamik), adanya kebutuhan transfusi, perdarahan yang berulang,
perdarahan yang tetap terjadi walaupun pasien telah dirawat di rumah sakit,
perdarahan yang berasal dari ruptur varises, dan terbukti terdapat perdarahan
dalam waktu dekat melalui endoskopi (terlihat pembuluh darah di dasar ulkus)4
Pada kasus ini pasien juga mengeluhkan adanya keluhan sering kencing,
mudah haus dan sering merasa lapar, pasien sering terbangun malam hari untuk
kencing. Pasien merasa mudah lelah dan sering kesemutan. Pada riwayat keluarga
ditemukan diabetes melllitus. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan GDS
252 mg/dl, GDP 154 mg/dl, GD2PP 224 mg/dl Pasien didiagnosis dengan
diabetes mellitus.
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan keadaan hiperglikemia. DM tipe 2 bervariasi mulai yang terutama
dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. DM tipe 2 adalah suatu keadaan
hiperglikemi kronik dengan etiologi yang kompleks, yang timbul sebagai respons
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 42/46
42
terhadap pengaruh genetik dan lingkungan. Kelainan yang karakteristik pada DM
tipe 2 adalah resistensi insulin perifer, gangguan sekresi insulin, dan peningkatan
produksi glukosa hepatik. Obesitas, khususnya obesitas sentral atau visceral
merupakan keadaan yang umum dijumpai pada DM tipe 2.16,17,18
Pada pasien yang mempunyai gejala klasik DM, bila hasil pemeriksaan
glukosa darah sewaktu >200 mg/dL atau glukosa darah puasa >126 mg/dL, maka
diagnosis DM bisa langsung ditegakkan (hanya memerlukan 1 kali pemeriksaan),
tetapi bila tidak ada gejala klasik, glukosa darah sewaktu >200 mg/dL atau
glukosa darah puasa >126 mg/dL, maka pemeriksaan ini harus diulang sekali lagi.
Bila hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu tetap menunjukkan >200 mg/dL
atau glukosa darah puasa >126 mg/dL, barulah diagnosis DM dapat ditegakkan.
Jadi, pasien yang tidak mempunyai gejala klasik memerlukan minimal 2 kali
pemeriksaan untuk didiagnosis DM. 16,17,18
HbA1c merupakan pengukuran kadar glukosa darah yang terikat pada Hb
secara kuat dan beredar bersama eritrosit selama masa hidup eritrosit (120 hari).
Keuntungan dari pengukuran HbA1c adalah didapatkannya perkiraan kadar
glukosa darah ratarata selama 3 bulan, karena disimpulkan terdapat korelasi
langsung antara kadar HbA1c dan kadar glukosa darah rata-rata selama 3 bulan.
Glukosa darah tidak terkontrol bila HbA1c mencapai 8% atau lebih, sedangkan
glukosa darah terkontrol bila HbA1c kurang dari 7% menurut American Diabetes
Association (ADA) atau kurang dari 6,5% menurut American Association of
Clinical Endocrinologist (AACE). Sedangkan menurut Perkeni, kriteria
pengendalian DM adalah baik jika glukosa darah puasa 80-109 mg/dL, glukosa 2
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 43/46
43
jam PP 110-159 mg/dL, dan HbA1c 4- 5,9%, sedang jika glukosa darah puasa
110-139 mg/dL, glukosa 2 jam PP 160-199 mg/dL, dan HbA1c 6-8%, serta buruk
jika glukosa darah puasa ≥ 140 mg/dL, glukosa 2 jam PP ≥200 mg/dL, dan
HbA1c >8%.16,17,18
Kriteria pengendalian DM dari PERKENI menyebutkan bahwa DM
terkendali dengan baik jika kolesterol total < 200 mg/dL, k-LDL < 100 mg/dL, k-
HDL > 40 mg/dL, dan trigliserida < 150 mg/dL, sedang jika kolesterol total 200
239 mg/dL, k-LDL 100-129 mg/dL, k-HDL 35-45 mg/dL, dan trigliserida 150-
199 mg/dL, serta buruk jika kolesterol total ≥240 mg/dL, k-LDL ≥130 mg/dL, k -
HDL <35 mg/dL, dan trigliserida ≥200 mg/dL. 16,17,18
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 44/46
44
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus seorang perempuan berusia 46 tahun yang
didiagnosis Melena et causa gastritif erosiv dengan DM dan parkinson. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Pasien telah ditatalaksana dengan IVFD RL 12 tpm + drip
neurobion 5000, Inj. As. Traneksamat 1x1 amp (now), Inj. Ondansentron 2x1 amp
(k/p), Inj. Ranitidin 2x1 amp, Levemir 8 IU, OMZ 2x1 P.O, Dexanta syr 3x1,
Levodopa , THP 2x1 mg P.O.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 45/46
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Moradpour D, Blum HE. Chronic or recurring abdominal pain. In: Siegenthaler
W, ed. Differential diagnosis in internal medicine, from symptom to diagnosis,
1st ed. Thieme: New York; 2007: 273-99.
2. Bickley LS. The abdomen. In: Bickley LS, ed. Bates’ guide to physical
examination and history taking, 8th ed. Lippincott Williams & Wilkins: New
York; 2002: 317-66.
3. Sepe PS, Yachimski PS, Friedman LS. Gastroenterology. In: Sabatine MS, ed.Pocket medicine, 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia; 2008:
3.1-25.
4. Longo DL. Gastrointestinal bleeding. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
et al, eds. Harrison’s manual of medicine, 17 th ed. McGraw Hill: New York;
2009: 259-62.
5. Smyth EM. Drugs used in the treatment of gastrointestinal diseases. In:
Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ, eds. Basic & clinical pharmacology, 11 th
ed. McGraw-Hill: China; 2009: e-book.
6. Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson
Jean D, Martin Joseph B, Fauci Anthony S, Kasper Dennis L.Universitas
Gadjah Mada/RSUP Dr.Sardjito.Yogjakarta 1999. hlm 259-262
7. AHLQUIST DA et al: Fecal blood levels in health and disease: A study using
Hemoguant.N Engl J Med 312:1422,1985
8. Sudoyo Aru W, Setyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata K Marcellus,
Setiati Siti.Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam.Sudoyo Aru W.Jakarta:Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta,Juni 2006.hlm 289-292
9. Budiono B. 2006. Sindroma metabolik dan penyakit kardiovaskuler. Di dalam:
Adam JMF, editor. Obesitas dan sindroma metabolik. Bandung;. hlm.118-29
10. Elghetany MT, Banki K. 2007. Erythrocytic Disorder. Di dalam: Abraham
NZ, Bluth MH, editor. Henry's clinical Diagnosis and Management by
Laboratory Methods. Edisi ke-21. Philadelphia: Saunders Elseviers. hlm. 504
42.
7/21/2019 Melena Bab 1-5
http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 46/46
11. Flier JS. 2001. Obesity. Di dalam: Braunwald E, Fauci A, editor. Harrison's
principles of internal medicine. Edisi ke-15. New York: McGraw-Hill. hlm.
2152 - 80.
12. Gross JL, Canani LH, Caramori ML. 2005. Diabetic Nephropathy: Diagnosis,
Prevention, and Treatment. Diabetes Care. 28:164 - 75. Harun A, Immanuel S.
2003. Tinjauan Laboratorik Kasus Diabetes Melitus Tipe 2 dengan
Komplikasi. Jakarta: Departemen patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
13. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. Perkeni. hlm. 4-
11
14. Powers A. 2001. Diabetes Mellitus. Di dalam: Braunwald E, Fauci A, Kasper
D, Hauser S, Longo D, Jameson J, editor. Harrison's principles of internal
medicine. Edisi ke-15. New York: McGraw-Hill. hlm. 2109 - 37.
15. Powers AC. 2004. Diabetes Mellitus. Di dalam: Braunwald E, Fauci A,
editor. Harrison's principles of internal medicine. Edisi ke-16. New York:
McGraw-Hill. hlm. 2152 - 80. Rhodes CJ. 2005. Type 2 diabetes - a matter of
beta cell life and death? Science. 307:380-3
16. Ritz E, Orth SR. 1999. Nephropathy in Patients with Type 2 Diabetes
Mellitus. Massachusetts Medical Society 341:1127 - 32.
17. Soewanto. 1994. Nefropati Diabetik: Patogenesis, Klasifikasi, dan Terapi. Di
dalam: Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, Tandra J, editor. Naskah
Lengkap Simposium Nasional Diabetes dan Lipid. Surabaya: Pusat Diabetes
dan Nutrisi RSUD Dr. Sutomo FK Unair. hlm 73-81
18. Suhadi FB. 1994. Di dalam: Dislipidemia Klasifikasi dan Diagnosis. Di
dalam: Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, Tandra J, editor. Naskah
Lengkap Simposium Nasional Diabetes dan Lipid. Surabaya: Pusat Diabetes
dan Nutrisi RSUD Dr. Sutomo FK Unair. hlm 223-42