Melena Bab 1-5

46
1 BAB I PENDAHULUAN Melena adalah feses yang berwarna hitam dan berbau busuk karena  bercampur produk darah dari s aluran cerna. Adanya melena me nunjukkan bahwa darah telah berada di saluran cerna dalam waktu setidaknya 14 jam dan biasanya terjadi pada saluran cerna bagian atas, walaupun terkadang melena dapat pula timbul akibat perdarahan dari colon. 1  Perdarahan saluran gastrointestinal merupakan keadaan emergensi yang membutuhkan penanganan segera. Insiden perdarahan gastrointestinal mencapai lebih kurang 100 kasus dalam 100.000 populasi per tahun, umumnya berasal dari saluran cerna bagian atas. Perdarahan saluran cerna bagian atas muncul 4 kali lebih sering dibandingkan perdarahan pada bagian bawah, serta merupakan  penyebab utama morbiditas dan mortalitas untuk kasus gangguan pada saluran cerna. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas ditemukan sebanyak 6-10% dari seluruh kasus. 1  Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima macam manifestasi, yaitu hematemesis, melena, hematochezia, occult GI bleeding yang  bahkan dapat terdeteksi walaupun ti dak dit emukan perdarahan pada pemeriksaan feses, serta tanda-tanda anemia seperti syncope dan dyspnea. 1  Berikut di bawah ini dilaporkan suatu kasus pada pasien perempuan  berusia 46 tahun yang datang dengan BAB hitam yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin di bangsal penyakit dalam wanita. 1

Transcript of Melena Bab 1-5

Page 1: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 1/46

1

BAB I

PENDAHULUAN

Melena adalah feses yang berwarna hitam dan berbau busuk karena

 bercampur produk darah dari saluran cerna. Adanya melena menunjukkan bahwa

darah telah berada di saluran cerna dalam waktu setidaknya 14 jam dan biasanya

terjadi pada saluran cerna bagian atas, walaupun terkadang melena dapat pula

timbul akibat perdarahan dari colon. 1 

Perdarahan saluran gastrointestinal merupakan keadaan emergensi yang

membutuhkan penanganan segera. Insiden perdarahan gastrointestinal mencapai

lebih kurang 100 kasus dalam 100.000 populasi per tahun, umumnya berasal dari

saluran cerna bagian atas. Perdarahan saluran cerna bagian atas muncul 4 kali

lebih sering dibandingkan perdarahan pada bagian bawah, serta merupakan

 penyebab utama morbiditas dan mortalitas untuk kasus gangguan pada saluran

cerna. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas ditemukan sebanyak 

6-10% dari seluruh kasus. 1 

Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima macam

manifestasi, yaitu hematemesis, melena, hematochezia, occult GI bleeding yang

 bahkan dapat terdeteksi walaupun tidak ditemukan perdarahan pada pemeriksaan

feses, serta tanda-tanda anemia seperti syncope dan dyspnea. 1 

Berikut di bawah ini dilaporkan suatu kasus pada pasien perempuan

 berusia 46 tahun yang datang dengan BAB hitam yang dirawat di RSUD Ulin

Banjarmasin di bangsal penyakit dalam wanita. 1

Page 2: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 2/46

2

BAB II 

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MELENA

2.1.1. Definisi

Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal

dengan bau yang khas, lengket dan menunjukkan perdarahan saluran

 pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus. Melena juga

diartikan sebagai pengeluaran kotoran yang hitam seperti tar karena

adanya darah yang berubah bentuknya. 1,2 

Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi

hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya biasanya juga

 berasal dari saluran cerna atas. 2 

2.1.2. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan2,3

 

Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan (alimentar) yaitu

tubamuskular panjang yang merentang dari mulut sampai anus dan organ-

organ aksesoris seperti gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu,

dan pankreas. Menurut Brunner and Suddarth saluran gastrointestinal

adalah jalur (panjang totalnya 23 sampai 26 kaki) yang berjalan dari mulut

melalui esofagus. Lambung dan usus sampai anus. Organ saluran cerna

(gastrointestinal) adalah membentuk suatu lumen kontinyu yang berawal

di mulut dan berakhir di anus, fungsi utama saluran cerna adalah mencerna

Page 3: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 3/46

3

makanan dan menyerap cairan dan zat gizi yang diperlukan untuk energi

dan sebagai bahan dasar (building bloks) untuk pertumbuhan

2.1.2.1. Rongga oral

Rongga oral adalah jalan masuk menuju sistem pencernaan dan

 berisi organ aksesoris yang berfungsi dalam proses awal pencernaan.

a. Bibir tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat

organ ini berfungsi untuk menerima makanan dan produksi wicara.

 b. Pipi

Mengandung otot buksinator mastikasi lapisan epitelial pipi

merupakan subject abrasi dan sel secara konstan terlepas untuk 

kemudian diganti dengan sel-sel baru yang membelah dengan

cepat.

c. Lidah

Diletakkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua, lidah

 berfungsi untuk menggerakkan makanan saat dikunyah atau

ditelan, untuk pengecapan, dan dalam produksi wicara.

d. Kelenjar saliva atau ludah

Mensekresi saliva ke dalam rongga oral, saliva terdiri dari

cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang

mengandung mukus, fungsi saliva adalah melarutkan makanan

secara kimia, melembabkan dan melumasi makanan, sebagai zat

anti bakteri dan antibody yang membantu memelihara kesehatan

oral serta mencegah kerusakan gigi.

Page 4: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 4/46

4

e. Gigi

Tersusun dalam kantong-kantong (alveoli) pada mandibula

dan maksila. Manusia memiliki 2 susunan gigi : gigi primer 

(desiduous, gigi susu) yang totalnya 20 gigi, dan gigi sekunder 

(permanen) yang total keseluruhan 32 gigi, yang digunakan untuk 

 pengunyahan (mastikasi)

2.1.2.2. Faring

Faring merupakan penghubung rongga mulut dengan esofagus,

aksi penelanan meliputi tiga fase (volunter, faring, esofagus)

2.1.2.3. Esofagus

Esofagus menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui

gerak peristaltik, mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mukus

untuk melumasi dan melindungi esofagus, esofagus tidak memproduksi

enzim pencernaan.

2.1.2.4. Lambung

Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior 

kiri rongga abdomen di bawah diafragma. Semua bagian kecuali bagian

kecil terletak pada bagian sisi garis tengah. Regia-regia lambung terdiri

dari bagian-bagian jantung, fundus, badan organ dan bagian pilorus.

a. Bagian jantung lambung adalah area di sekitar pertemuan esofagus dan

lambung (pertemuan gastroesofagus).

 b. Fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi kiri atas mulut esofagus.

Page 5: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 5/46

5

c. Badan lambung adalah bagian yang terdilatasi di bawah fundus yang

membentuk dua pertiga bagian lambung.

d. Bagian pilorus lambung menyempit di ujung bawah lambung dan

membuka ke duodenum.

Fungsi lambung terdiri dari penyimpanan makanan, produksi

kismus, digesti protein, produksi mukus, produksi faktor intrinsik 

(glikoprotein, vitamin B12 dan absorpsi.

2.1.2.5. Usus halus

Keseluruhan usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari

sfingter pilorus sampai ke katup ileosekal, tempatnya menyatu dengan

usus besar. Diameter usus halus kurang lebih 2,5 cm dan panjangnya 3

sampai 5 meter saat bekerja. Panjang 7 meter pada mayat dicapai saat

lapisan muskularis eksterna berelaksasi. Divisi usus halus ada 3 yaitu:

duodenum yaitu bagian yang terpendek (25 cm sampai 30 cm), yeyenum

adalah bagian yang selanjutnya, panjangnya kurang lebih 1 meter sampai

1,5 meter, ileum (2 m sampai 2,5 m) merentang sampai menyatu dengan

usus besar. Dan gerakan usus ada 2 jenis yaitu segmentasi irama adalah

gerakan pencampuran utama, segmentasi mencampur kismus dengan

cairan pencernaan dan memaparkannya ke permukaan absorptif. Gerakan

 peristaltis adalah kontraksi ritmik otot polos longitudinal dan sirkular.

Kontraksi ini adalah daya dorong utama yang menggerakkan kimus ke

arah bawah di sepanjang saluran.

Page 6: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 6/46

6

2.1.2.6.Usus besar

Begitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar,

sebagian besar nutrien telah dicerna dan diambil dan hanya menyisakan

zat-zat yang tidak tercerna. Makanan biasa memerlukan waktu 2 sampai 5

hari untuk menempuh ujung saluran pencernaan yang satu ke ujung

lainnya. Bagian-bagian usus besar antara lain sekum, apendik, dan kolon

terdiri dari asenden, tranversum, desenden dan sigmoid. Usus besar 

 berfungsi sebagai tempat absorbsi air, natrium, dan mineral lain, sebagai

tempat tinggal bakteri colli dan tempat feses.

2.1.2.7.Rectum

Rectum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan

intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os

sakrum dan os koksigis. Fungsi rektum adalah sebagai jalannya feses dari

kolon menuju anus.

2.1.2.8. Anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan

rectum dengan dunia luar. Fungsi anus adalah mengeluarkan feses.

Dinding anus di perkuat oleh 3 sfingter antara lain sfingter ani internus,

levator ani, dan sfingter ani eksternus.

Dalam membantu terlaksananya pencernaan makanan secara

kimiawi dibutuhkan organ-organ aksesoris yang meliputi hati, kantong

empedu dan pankreas.

Page 7: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 7/46

7

2.1.2.9. Hati

Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh, permukaan atas

 berbentuk cembung, dan terletak di bawah diafragma, terdapat lobus

kanan dan kiri yang berfungsi memecah steroid, membuat empedu,

membantu katabolisme karbohidrat, protein, lemak dan vitamin, memecah

obat-obatan tertentu

2.1.2.10 Kantong empedu

Getah empedu adalah cairan yang dihasilkan oleh hati bersifat

alkali untuk mencerna lemak 80 % getah empedu adalah pigmen zat warna

antara lain strekobillin yang merupakan warna feses, berfungsi sebagai

diabsorbsi kembali oleh darah dan memberi warna pada urin (urobilin)

2.1.2.11. Pankreas

Pankreas mempunyai dua kelenjar utama yaitu endokrin yang

mengeluarkan insulin dan eksokrin yang meneruskan salurannya ke

saluran pankreatik interna lalu ke saluran pankreatik eksterna yaitu duktus

wirsung dan santorini

Fisiologi yang akan dibahas yaitu fisiologi saluran cerna terhadap

makanan yang masuk melalui mulut sampai masuk ke gaster.

 

Faring dan

Oesofagus memiliki fungsi yang utama yaitu untuk mentransfer makanan

dari mulut masuk ke lambung.  Stimulus yang dihasilkan oleh makanan

yang masuk ke esofagus berupa rangsangan mekanik. Menelan

menghasilkan rangsangan mekanis terhadap faring dan masuknya bolus ke

esofagus memberikan efek distensi terhadap esofagus. Kemudian juga

Page 8: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 8/46

8

terjadi reflex berupa relaksasi dari proximal dari esofagus dan pada bagian

distal terjadi kontraksi refleks ini juga disebut peristaltik yang berfungsi

untuk mendorong makanan masuk ke lambung. Stimulasi dari esofagus

 bagian proxismal mengakibatkan lower esofagus sfingter relaksasi dan

membuka sehingga makanan masuk ke lambung. 

Lambung mempunyai 2 mekanisme untuk mencerna makanan

yaitu fungsi mekanik dengan cara distensi dan kotraksi dari otot polos dari

lambung dan dengan cara kimiawi dengan cara mengeluarkan asam

lambung untuk mencerna protein di lumen. Perlu diketahui bahwa asam

lambung yang dikeluarkan mempunyai pH yang sangat rendah sehingga

 bakteri yang tidak tahan asam akan mati sesaat setelah masuk ke lambung.

Mukosa lambung menjaga dirinya dari efek buruk dari asam lambung

dengan adanya prostaglandin

Page 9: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 9/46

9

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Pencernaan2,3

 

Page 10: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 10/46

10

2.1.3. Etiologi4 

2.1.3.1 Kelainan di esophagus

a. Varises esophagus

Penderita dengan hematemesis melena yang disebabkan pecahnya

varises esophagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri atau pedih di

epigastrium. Pada umumnya sifat perdarahan timbul spontan dan

massif. Darah yang dimuntahkan berwarna kehitam-hitaman dan tidak 

membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.

 b. Karsinoma esophagus

Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena daripada

hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan

anemis, hanya sesekali penderita muntah darah dan itupun tidak massif.

c. Sindroma Mallory – Weiss

Sebelum timbul hematemesis didahului muntah-muntah hebat yang

 pada akhirnya baru timbul perdarahan. misalnya pada peminum alcohol

atau pada hamil muda. Biasanya disebabkan oleh karena terlalu sering

muntah-muntah hebat dan terus-menerus.

d. Esofagitis dan tukak esophagus

Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering

intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering

timbul melena daripada hematemesis. Tukak di esophagus jarang sekali

mengakibatkan perdarahan jika dibandingka dengan tukak lambung dan

duodenum.

Page 11: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 11/46

11

2.1.3.2. Kelainan di lambung

a. Gastritis erisova hemoragika

Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita

minum obat-obatan yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum

muntah penderita mengeluh nyeri ulu hati.

 b. Tukak lambung

Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah , nyeri ulu hati

dan sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di

epigastrium yang berhubungan dengan makanan. Sifat hematemesis

tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari hematemesis.

2.1.3.3. Kelainan darah 

Polisetimia vera, limfoma, leukemia, anemia, hemofili,

trombositopenia purpura.

2.1.4. Patofisiologi

Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi

 berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh

HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen

 porfirin. Kadang-kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari

usus halus atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang / gelap.

Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan

tertahan pada saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses

menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru

dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti tar selama

Page 12: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 12/46

12

48 – 72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses

yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung.

Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7  –  10 hari setelah

episode perdarahan tunggal.

2.1.5. Manifestasi Klinis

Gejala yang tampak yaitu :4,5 

a. Muntah darah (hematemesis)

 b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)

c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)

d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah

e. Akral teraba dingin dan basah

f. Nyeri perut

g. Nafsu makan menurun

h.Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan

terjadinya anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.

2.1.6. Komplikasi4,5

 

2.1.6.1.Syok hipovolemik 

Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan

menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi

karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume

intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien

dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari

30% dan berlangsung selama 24-28 jam. 4,5 

Page 13: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 13/46

13

2.1.6.2. Gagal Ginjal Akut

Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik.

Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan

menggantikan volume intravaskuler.

2.1.6.3 Penurunan kesadaran

Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi

 penurunan kesadaran.

2.1.6.4. Ensefalopati

Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di

dalam darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu.

Dan suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat

zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh

hati.

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang6 

2.1.7.1. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan

esofagogram untuk daerah esophagus dan diteruskan dengan

 pemeriksaan double contrast pada lambung dan duodenum. Pemeriksaan

tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal

distal esophagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada atau

tidaknya varises.

Page 14: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 14/46

14

2.1.7.2. Pemeriksaan endoskopik 

Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendokop, maka

 pemeriksaan secara endoskopik menjadi sangat penting untuk 

menentukan dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan.

keuntungan lain dari dari pemeriksaan endoskopik adalah dapat

dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan

infuse untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan

 bagian atas yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat

dilakukan secara darurat atau sendiri mungkin setelah hematemesis

 berhenti.

2.1.8. Penatalaksanaan7,8

 

Setiap penderita dengan perdarahan saluran cerna bagain atas

dalam penatalaksanaan hematemesis melena ada 2 tindakan yaitu tindakan

umum dan khusus. Tindakan umum bertujuan untuk memperbaiki keadaan

umum pasien, apapun penyebab perdarahannya. Tindakan khusus,

 biasanya baru dikerjakan setelah diagnosis penyebab perdarahan sudah

dapat dipastikan.

2.1.8.1.Tindakan Umum

a. Infus dan transfusi darah

Tindakan pertama yang dilakukan adalah resusitasi, untuk 

memulihkan keadaan penderita akibat kehilangan cairan atau syok.

Yaitu cairan infus dekstrose 5% atau Ringer laktat atau NACL O,9%

dan transfusi Whole Blood atau Packed Red Cell

Page 15: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 15/46

15

 b. Psikoterapi

Sebagai akibat perdarahan yang banyak, dapat membuat penderita

menjadi gelisah. Maka diperlukan psikoterapi.

c. Istirahat mutlak 

Istirahat mutlak sangat dianjurkan, sekurang kurangnya selama 3

hari setelah perdarahan berhenti

d. Diet

Dianjurkan puasa jika perdarahan belum berhenti. Dan penderita

mendapat nutrisi secara parenteral total sampai perdarahan berhenti.

Jika perdarahan berhenti, diet biasa dimulai dengan diet cair HI/LI.

Selanjutnya secara bertahap diet beralih ke makanan padat

e. Pemasangan Nasogastric Tube, kemudian dilakukan lavage

Lambung dengan air es yang dimasukkan, di tunggu 5 menit, dan

dikeluarkan.Ini dilakukan berulang-ulang sampai cairan lambung jemih.

Tindakan ini biasa diulang 1-2 jam kemudian jika masih ada

 perdarahan.

f. Medikamentosa

Antasida cair, untuk menetralkan asam lambung. Injeksi Simetidin

atau injeksi Ranitidine, yaitu antagonis reseptor H2 untuk mengurangi

sekresi asam lambung. Injeksi Traneksamic acid, jika ada peningkatan

aktifitas fibrinolisin. Injeksi Vitamin K, jika ada tanda-tanda Sirosis

hati. Sterilisasi usus dengan Laktulosa oral serta Clisma tinggi, jika ada

tanda-tanda sirosis hati, ditambahkan Neomycin atau Kanamycin.

Page 16: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 16/46

16

2.1.8.2. Tindakan Khusus

Tindakan khusus ini ditujukan pada penyebab perdarahan yang

dapat dibagi atas dua penyebab, yaitu karena pecahnya varises esofagus

dan bukan karena varises.

a. Pengobatan perdarahan non varises :

1. Injeksi Simetidin 200mg/8jam atau injeksi Ranitidin 50mg/8jam.

Jika perdarahan sudah berhenti dapat diberikan per oral.

2. Antasida, dapat diberikan bila perdarahan sudah berhenti.

3. Selain obat-obat di atas, untuk mengurangi rasa sakit atau pedih

dapat diberikan obat golongan anti kolinergik.

Bila tata cara tersebut setelah 72 jam pengobatan konservatif tidak 

 berhasil, dan perdarahan masih tetap berlangsung, maka ini indikasi untuk 

dilakukan pembedahan

2.2. DIABETES MELLITUS

2.2.1. Definisi

Diabetes melitus adalah sekumpulan penyakit metabolik yang

dtandai dengan adanya hiperglikemik atau peningkatan kadar glukosa

darah melebihi dari kadar glukosa darah normal, sebagai akibat dari

defisiensi hormon insulin, gangguan kerja insulin, ataupun kombinasi

dari keduanya. Menurut WHO, ada empat klasifikasi klinis untuk 

gangguan toleransi glukosa, yaitu DM tipe 1 & 2, diabetes gestasional,

dan tipe khusus lain. 9 

Page 17: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 17/46

17

Diabetes tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non

Insulin Dependent Diabetes Mellitus [NIDDM]), terjadi akibat

 penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat

 penurunan jumlah produksi insulin 9 

2.2.2. Etiologi

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor 

genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya

resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya

mempuyai pola familiar yang kuat. Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar 

monozigot hampir 100%. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio

diabetes dan nondiabetes pada anaknya adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti

membawa (carrier) diabetes tipe 2. diabetes tipe 2 ditandai dengan

adanya kelainan sekresi insulindan gangguan kerja insulin. Akan tetapi,

 pada DM tipe 2 ini hanya terjadi defisiensi insulin relatif, tidak absolut

seperti pada DM tipe 1.Gangguan kerja insulin dapat berupa

 berkurangnya jumlah reseptor hormon insulin pada permukaan membran

sel. 9,10 

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe

II, diantaranya adalah: 10 

1) Usia (meningkat pada usia di atas 65 tahun)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik 

Page 18: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 18/46

18

2.2.3. Patofisiologi

Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor 

 permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang

menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan

transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien DM tipe 2,

terdapat kelainan pada pengikatan reseptor dengan insulin. Kelainan ini

dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah empat reseptor pada

membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat

ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi

 penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem

transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat megganggu kerja

insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunya

 jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk 

mempertahankan euglikemia.11 

DM tipe 2 ini seringkali dikaitkan dengan faktor obesitas.

Berdasarkan penelitian, pada orang yang obesitas dengan jaringan lemak 

yang bayak dan luas memiliki jumlah reseptor insulin yang lebih sedikit

dari orang yang tidak obesitas. Hal ini menyebabkan terhambatnya efek 

insulin di perifer meskipun sekresi insulin sudah cukup. Akibatnya,

transpor glukosa ke dalam sel menurun sementara kadar glukosa dalam

darah akan meningkat di atas kadar glukosa normal. 11 

Page 19: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 19/46

19

2.2.4. Tanda dan Gejala

Diabetes melitus tipe 2 atau sering juga disebut dengan Non

Insuline Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan penyakit

diabetes yang disebabkan oleh karena terjadinya resistensi tubuh

terhadap efek insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas. Keadaan ini

akan menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi naik tidak terkendali.

Kegemukan dan riwayat keluarga menderita kencing manis diduga

merupakan faktor resiko terjadinya penyakit ini. Insulin adalah hormon

yang diproduksi oleh sel beta yang terdapat dalam pankreas. Pada

keadaan normal, kadar insulin dalam darah akan berfluktuasi tergantung

kadar gula dalam darah. Kadar insulin akan meningkat sesaat setelah

makan dan akan menurun begitu kita tidak memakan sesuatu. Fungsi

utama insulin adalah mendistribusikan glukosa yang terdapat dalam

darah ke seluruh tubuh guna di metabolisme untuk menghasilkan energi.

Bila kadar gula atau glukosa yang ada melebihi kebutuhan maka

kelebihan itu akan disimpan dalam hati. Simpanan glukosa ini akan

dilepaskan jika diperlukan misalnya saat tubuh kita kelaparan.

Saat seseorang menderita diabetes melitus tipe 2 maka ada dua

kemungkinan yang terjadi yaitu, sel beta yang terdapat dalam pankreas

 produksi insulinya tidak mencukupi atau produksinya cukup namun

tubuh resisten terhadap insulin. Kedua keadaan ini akan menyebabkan

kadar glukosa dalam darah akan meningkat. Untungnya tubuh

mempunyai mekanisme yang sangat bagus untuk memberitahukan kita

Page 20: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 20/46

20

 bila terjadi suatu kelainan. Sangatlah penting untuk mengetahui gejala

diabetes melitus tipe 2 secara dini sebab semakin dini pengobatan

dilakukan maka akan semakin bagus hasilnya dan semakin kecil

kemungkinan terjadinya komplikasi. Berikut adalah beberapa gejala

diabetes melitus tipe 2 yang patut kita waspadai. Kelelahan yang luar 

 biasa merupakan gejala yang paling awal dirasakan oleh penderita

diabetes melitus tipe 2. Pasien akan merasakan tubuhnya lemas walaupun

tidak melakukan aktifitas yang tidak terlalu berat. Jadi, bila anda selalu

merasa lelah dan mengantuk meskipun sebelumnya anda tidak begadang,

ada baiknya anda segera menemui dokter. 11 

Penurunan berat badan secara drastis. Jika anda memakan makanan

yang berlebihan maka tubuh anda akan semakin gemuk. Kelebihan lemak 

dalam tubuh akan menyebabkan resistensi tubuh terhadap insulin

meningkat. Pada orang yang telah menderita diabetes, walaupun ia

makan makanan secara berlebihan tubuhnya tidak menjadi gemuk dan

malah mengurus hal ini disebabkan karena otot tidak mendapatkan cukup

energi untuk tumbuh. 11 

Gangguan penglihatan. Kadar gula yang tinggi dalam darah akan

menarik cairan dalam sel keluar, hal ini akan menyebabkan sel menjadi

keriput. Keadaan ini juga terjadi pada lensa mata, sehingga lensa menjadi

rusak dan penderita akan mengalami gangguan penglihatan. Gangguan

 penglihatan ini akan membaik bila diabetes melitus berhasil ditangani

Page 21: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 21/46

21

dengan baik. Bila tidak tertangani, gangguan penglihatan ini akan dapat

memburuk dan menyebabkan kebutaan.11

 

Sering terinfeksi dan bila luka sulit sekali sembuh. Keadaan ini

 bisa terjadi karena kuman tumbuh subur akibat dari tingginya kadar gula

dalam darah. Selain itu, jamur juga sangat menikmati tumbuh pada darah

yang tinggi kadar glukosanya. 11 

Keluhan penderita DM tipe 2 dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 11 

  Keluhan klasik: poliuria, polidipsi, berat badan menurun, lemah

 badan

  Keluhan lain: mata kabur, gatal, luka sukar sembuh, kesemutan

 pada kaki, infeksi di kulit, glikosuria, mulut terasa kering.

  Pada keadaan berat: kesadaran menurun atau luka pada kaki

2.2.5. Komplikasi12

 

2.2.5.1. Komplikasi akut

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi

apabila kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini

dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang

 berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena

aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada

siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebelum makan,

khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan

camilan.

Page 22: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 22/46

22

Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori :

gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat.

a) Hipoglikemia ringan

Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis

akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan

gejala seperti perspirasi, tremor, takhikardia, palpitasi, kegelisahan

dan rasa lapar.

 b) Hipoglikemia Sedang

Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak 

tidak mendapatkan cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik.

Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup

ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, confuse,

 penurunan daya ingat, mati rasa didaerah bibir serta lidah, bicara rero,

gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak 

rasional, pengllihatan ganda, dan perasaan ingin pingsan

c) Hipoglikemia Berat

Fungsi sitem saraf pusat menagalami gangguan yang sangat

 berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk 

mengatasi Hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup

 perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit

dibangunkan, atau bahkan kehilangan kesadaran.

2) Diabetes Ketoasidosis

Page 23: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 23/46

23

Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin

atau tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini

mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan

lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada diabetes

ketoasidosis :

(1) Dehidrasi

(2) Kehilangan elektrolit

(3) Asidosis

Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa

yang memasuki sel akan berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa

oleh hati menjadi tidak terkendali, kedua faktor tersebut akan

mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan

glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa bersama-

sama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik yang

ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan

dehidrasi dan kehilangan elektrolit.

3) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)

Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan

hipergklikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of 

Awareness). Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis

osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk 

mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari

intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi,

Page 24: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 24/46

24

maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan

osmolaritas.

2.2.5.2. Komplikasi Kronik 

Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat menyerang semua

sistem organ tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lajim

digunakan adalah penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler, dan

neurologis.

1) Komplikasi Makrovaskuler 

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering

terjadi pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan

 pasien-pasien non diabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan

tersebut cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dengan

frekuensi yang lebih besar pada pasien-pasien diabetes. Berbagai tipe

 penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi

ateerosklerotik.

Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner,

maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan

aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah serebral, akan

menyebabkan stroke infark dengan jenis TIA (Transiennt Ischemic

Attack). Selain itu ateerosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah

 besar ekstremitas bawah, akan menyebabkan penyakit okluisif arteri

 perifer atau penyakit vaskuler perifer.

Page 25: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 25/46

25

2) Komplikasi Mikrovaskeler 

a) Retinopati Diabetik 

Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil

 pada retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh

darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil,

arteriol, venula dan kapiler.

 b) Nefropati Diabetik 

Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal

ajkan mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah

ke dalam urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah

ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan

sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati

c) Neuropati Diabetikum

Dua tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai adalah :

(1) Polineuropati Sensorik 

Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer.

 Neuropati perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf,

khususnya saraf extremitas bagian bawah. Kelainan ini

mengenai kedua sisi tubuh dengan distribusi yang simetris dan

secara progresif dapat meluas ke arah proksimal. Gejala

 permulaanya adalah parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan

dan peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada

Page 26: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 26/46

26

malam hari). Dengan bertambah lanjutnya neuropati ini kaki

akan terasa baal.

Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan

 penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita

neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada

kaki tanpa diketahui.

(2) Neuropati Otonom (Mononeuropati)

 Neuropati pada system saraf otonom mengakibatkan

 berbagai fungsi yang mengenai hampir seluruh system organ

tubuh. Ada lima akibat utama dari neuropati otonom antara

lain :

(a) Kardiovaskuler 

Tiga manifestasi neuropati pada sistem kardiovaskuler 

adalah frekuensi denyut jantung yang meningkat tetapi

menetap, hipotensi ortostatik, dan infark miokard tanpa nyeri

atau “silent infark”. 

(b) Pencernaan

Kelambatan pengosongan lambung dapat terjadi dengan

gejala khas, seperti perasaan cepat kenyang, kembung, mual

dan muntah. Konstipasi atau diare diabetik (khususnya diare

nokturia) juga menyrtai neuropati otonom gastrointestinal.

(c) Perkemihan

Page 27: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 27/46

27

Retensi urine penurunan kemampuan untuk merasakan

kandung kemih yamg penuh dan gejala neurologik bladder 

memiliki predisposisi untuk mengalami infeksi saluran kemih.

Hal ini terjadi pada pasien dengan diabetes yang tidak 

terkontrol, mengingat keadaan hiperglikemia akan

mengganggu resistensi terhadap infeksi.

(d) Kelenjar Adrenal (“Hypoglikemik Unawarenass”) 

 Neuropati otonom pada medulla adrenal menyebabkan

tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia.

Ketidakmampua klien untu mendeteksi tanda-tanda peringatan

hipoglikemia akan membawa mereka kepada resiko untuk 

mengalami hipogllikemi yang berbahaya.

(e) Disfungsi Seksual

Disfungsi Seksual khususnya impotensi pada laki-laki

merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti.

Efek neuropati otonom pada fungsi seksual wanita tidak 

 pernah tercatat dengan jelas

2.2.6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan

resiko tinggi untuk DM, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun),

obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan

dengan berat badan bayi > 4000 gr, riwayat DM pada kehamilan dan

dislipidemia. 13,14 

Page 28: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 28/46

28

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksan

glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa. Kemudian dapat

diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Cara

 pemeriksaan TTGO (WHO, 1985) adalah: 13,14 

1. Tiga hari sebelum pemerksaan pasien makan seperti biasa.

2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.

3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4. Perikasa glukosa darah puasa.

5. Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum

dalam waktu 5 menit.

6. Perikasa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa.

7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperisa tetap istirahat dan tidak 

merokok.

Keluhan dan gejala yang khas ditambah hasil pemeriksaan glukosa

darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis

DM. bila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaaan

TTGO diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Untuk diagnosis DM

dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam

setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa

darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang alain

atau TTGO yang abnormal. 13,14 

Page 29: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 29/46

29

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas penderita

 Nama : Ny.L

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 46 tahun

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SMP

Alamat : Rantauan Timur 11

MRS : 27 April 2013

 No.RMK : 1045670

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama : Berak Berwarna Hitam

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan BAB yang bercampur darah hitam seperti

kopi 2 hari SMRS. Frekuensi BAB 3 kali dalam sehari, konsistensi tinja

dikatakan lunak kental, tidak disertai darah berwarna merah segar. BAB

warna hitam dikatakan berlangsung terus dan disertai dengan keluhan

nyeri ulu hati, yang terasa perih apabila pasien telat makan. Keluhan

muntah darah disangkal, mual dan muntah disangkal. Nafsu makan tetap

Page 30: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 30/46

30

 baik, namun pasien merasa lemas. Keluhan pusing dan pandangan

 berkunang-kunang disangkal. Karena keluhan BAB warna hitam dan

lemas-lemas, pasien memeriksakan diri ke puskesmas dan diberi 5 macam

obat (pasien lupa namanya). Pasien mengatakan keluhan berkurang namun

BAB hitam masih ada. Satu hari SMRS keluhan berulang kembali

sehingga pasien memeriksakan diri ke RS. Pasien mengaku mempunyai

kebiasaan minum obat nyeri sendi sejak 3 tahun yang lalu dan minum

 jamu-jamuan pada saat sebelum keluhan datang hingga sekarang. Pasien

 juga mengeluh akhir-akhir (6 bulan) ini menjadi sering kencing, mudah

haus dan sering merasa lapar, pasien sering terbangun malam hari untuk 

kencing. Pasien merasa mudah lelah dan sering kesemutan dan

sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Dua tahun SMRS

(2011) pasien didagnosis parkinson oleh spesialis syaraf dan sejak itu

 pasien mengkonsumsi obat parkinson teratur (Levodopa/Levoper).

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat sakit serupa (-), Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (+), Asma (-),

 penyakit kuning (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat sakit serupa (-), Diabetes Mellitus (+-), Hipertensi (+), Asma (-),

 penyakit kuning (-)

3.3. Pemeriksaan Fisik 

Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Page 31: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 31/46

31

Kesadaran: Komposmentis

GCS: 4-5-6

Tanda Vital.

Tekanan darah : 120/80 mmHg

 Nadi :96 x / menit

Respirasi : 24 x/ menit

Suhu : 37,6 0C

Kepala/ leher.

Mata: Konjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)

Mulut: bibir pucat(-). Lidah kotor (-), mukosa bibir kering (+)

Pembesaran KGB leher (-/-) leher, axial (-/-), inguinal (-/-)

Peningkatan JVP (-/-)

Kulit: pucat (-), ikterik (-)

Thoraks

Inspeksi : Simetris, retraksi (-)

Palpasi : Fremitus vokal simetris (+/+)

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Sn. Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),Whezing (-/-)

Jantung : S1>S2 tunggal, bising (-), gallops (-)

Abdomen

Inspeksi : tampak cembung, vena kolateral (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Page 32: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 32/46

32

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar lien tidak 

membesar, massa tidak teraba, Nyeri ketok ginjal (-/-)

Perkusi : Timpani

Anus : Pada rectal toucher ditemukan tonus sfingter ani baik,

ampula tidak kolaps, nyeri -, massa -, pada sarung tangan

terdapat feses hitam +, lendir -, darah -.

Ekstremitas atas: Akral hangat (+/+), ikterik (-/-), parese (-/-), tremor 

(+/+), edema (-/-)

Ekstremitas bawah: Akral hangat (+/+), ikterik (-/-), parese (-/-), tremor 

(+/+), edema (-/-)

3.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan 27/04 01/05 02/05 03/05 04/05 05/05 NORMAL

Hemoglobin 13,1 12.00-16.00 g/dlLeukosit 8,5 4.0-10.5 ribu/ul

Eritrosit 4,40 3.90-5.50 juta/ul

Hematokrit 38,7 37.0-47.0%

Trombosit 225 150-450 ribu/ul

RDW-CV 13,4 11.5-14.7%

MCV 88,1 80.0-97.0 fl

MCH 29,7 27.0-32.0pg

MCHC 33,8 32.0-38.0%

SGOT 23 0-46 U/ISGPT 16 0-45 U/I

GDS 252 < 200 mg/dl

GDP 154 209 140 109 114 70-105mg/dl

G2PP 224 254 207 206 <140 mg/dl

Ureum 15 10-50 mg/dl

Kreatinin 0,6 0,7-1,4 mg/dl

ELEKTROLIT

 Natrium 135,9 135-146 mmol/l

Kalium 4.3 3.4-5.4 mmol/l

Page 33: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 33/46

33

Klorida 97,6 95-100 mmol/l

Bil Tot 0,91 0.20-1.20mg/dl

Bil Direct 0,31 0.00-0.40mg/dl

Bil InD 0,60 0.20-0.60mg/dl

LDH 4,72 225-450 U/L

CKMB 35 0-24 U/L

3.5. Ringkasan:

Pasien Ny.L usia 46 tahun MRS RSD Ulin Banjarmasin dengan keluhan

utama BAB hitam seperti kopi sejak 2 hari SMRS, Frekuensi BAB 3 kali dalam

sehari, konsistensi lunak kental, tidak disertai darah berwarna merah segar, mual

muntah darah disangkal. Kebiasaan minum obat nyeri sendi sejak 3 tahun yang

lalu dan minum jamu-jamuan. Enam bulan ini menjadi sering kencing, mudah

haus dan sering merasa lapar, pasien sering terbangun malam hari untuk kencing.

Pasien merasa mudah lelah dan sering kesemutan. didagnosis parkinson sejak 

2011. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang TD

160/100 mmHg Nadi 96x/menit , RR 24 x/menit T=37,6 0C . Nyeri tekan

epigastrium (+), rectal toucher pada sarung tangan terdapat feses hitam +, tremor 

 pada ekstremitas atas. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 13,1 gr/dl,

GDS 252 mg/dl, LDH 472 U/L, CKMB 35 U/L.

3.6. Daftar masalah

a. Melena e.c. suspek gastritis erosif dd ruptur varises esofagus

 b. Diabetes Mellitus tipe 2

Page 34: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 34/46

34

3.7.Pengkajian:

a. Melena e.c. suspek gastritis erosif dd ruptur varises esofagus

  Atas dasar: anamnesis BAB hitam seperti kopi sejak 2 hari SMRS,

Frekuensi BAB 3 kali dalam sehari, konsistensi lunak kental, tidak 

disertai darah berwarna merah segar, kebiasaan minum obat nyeri sendi

sejak 3 tahun yang lalu dan minum jamu-jamuan. Pasien memiliki

keluhan nyeri ulu hati yang dikonfirmasi dengan adanya nyeri

epigastrium pada palpasi abdomen. Pasien tidak memiliki riwayat

 penyakit kuning. Pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan

epigastrium, rectal toucher terdapat BAB hitam. Temuan-temuan klinis

tersebut mengarahkan pemikiran akan adanya perdarahan saluran cerna

 berupa melena yang disebabkan oleh gastritis erosif, atau ruptur varises

esofagus.

  dipikirkan :Melena et causa gastritif erosiv dd ruptur varises esofagus

  R/diagnosis:

- Pemeriksaan darah perifer lengkap, mencakup kadar hemoglobin, MCV,

MCH, MCHC, hitung leukosit, dan trombosit.

- Endoskopi saluran cerna atas, untuk memvisualisasikan situs perdarahan.

Terutama dilakukan apabila terdapat kecurigaan adanya varises esofagus. 

  R/terapi: balance cairan, resusitasi dengan infus RL, inj.As.traneksamat,

 pemberian antasida

Page 35: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 35/46

35

b. Diabetes Mellitus tipe 2

  Atas dasar : anamnesis adanya keluhan 6 bulan ini sering kencing, mudah

haus dan sering merasa lapar, pasien sering terbangun malam hari untuk 

kencing. Pasien merasa mudah lelah dan sering kesemutan. Pada riwayat

keluarga ditemukan diabetes melllitus. Pada pemeriksaan laboratorium

ditemukan GDS 252 mg/dl, GDP 154 mg/dl, GD2PP 224 mg/dl.

  R/diagnosis: Pemeriksaan GDS sclading scale, GDP dan GD2PP per hari. 

  R/terapi: pemberian insulin

3.8. Diagnosis

  Melena et causa gastritif erosiv

  Diabetes Mellitus tipe 2

3.9. Terapi pada kasus

  IVFD RL 12 tpm + drip neurobion 5000

  Inj. As. Traneksamat 1x1 amp (now)

  Inj. Ondansentron 2x1 amp (k/p)

  Inj. Ranitidin 2x1 amp

  Levemir 8 IU

  OMZ 2x1 P.O

  Dexanta syr 3x1

  Levodopa

  THP 2x1 mg P.O

Page 36: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 36/46

36

BAB IV

PEMBAHASAN

Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti tar yang berasal dari

saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas

adalah saluran cerna di atas ligamentum treitz, yakni dari jejunum proksimal,

duodenum, gaster, dan esophagus. Pada perdarahan saluran cerna bagian atas

(SCBA) penting untuk dibedakan antara perdarahan yang disebabkan oleh varises

esofagus dan non-varises dikarenakan perbedaan tatalaksana dan prognosis.5

Pada melena didapatkan adanya perdarahan berupa tinja berwarna hitam

kental, seperti tar, yang disebabkan oleh etiologi yang sama dengan hematemesis,

yakni ulkus peptikum, gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, varises esofagus,

atau tumor. Hematemesis yang berlangsung bersama-sama dengan melena

mengindikasikan adanya perdarahan yang bersumber proksimal dari jejunum.

Walaupun demikian hematemesis dapat tidak dijumpai pada perdarahan saluran

cerna bagian atas. Perlu dipertimbangkan pula perdarahan saluran cerna yang

disebabkan oleh terapi NSAID, kondisi stres pascabedah dan luka bakar, dan efek 

dari terapi antikoagulan. 7 

Ruptur varises esofagus, gastritis erosive, tukak peptic, gastropati

kongestif, dan sindroma Mallory-Weiss adalah penyebab perdarahan SCBA

tersering. Perbedaan dalam gejala dan tanda klinik pun bergantung pada lama,

kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan

 berlangsung terus menerus atau tidak. Sering kali pasien datang dengan keluhan

Page 37: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 37/46

37

anemia defisiensi besi akibat perdarahan yang telah berlangsung lama dan

tersembunyi, atau hematemesis dan/atau melena dengan/tanpa anemia/gangguan

hemodinamik 5 

Pada kasus ini Ny. L (46 th) mengalami BAB berwarna hitam seperti kopi,

namun pasien tidak mengalami muntah hitam atau hematemesis. Etiologi yang

mungkin pada kasus ini yaitu pasien sudah 3 tahun mengkonsumsi obat nyeri

sendi serta jamu-jamuan.

Obat nyeri sendi masuk dalam golongan OAINS yang bekerja

menghambat enzim cyclooxigenase 1 dan cyclooxigenase 2. Enzym

cyclooxigenase berfungsi sebagai pemecah asam arakhidonat menjadi

 prostaglandin dan tromboksan. Prostaglandin adalah molekul perantara

 peradangan. Selain itu prostaglandin adalah molekul protektif untuk mukosa

lambung. Pengaruh prostaglandin terhadap lambung adalah menurunkan sekresi

asam lambung dan meningkatkan sekresi mukus pada mukosa lambung. Jika

terjadi hambatan dalam produksi prostaglandin, maka memperbesar terjadinya

kerusakan pada mukosa lambung, karena mukus yang berkurang dan asam

lambung yang banyak diproduksi. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien, didukung

 juga hasil pemeriksaan penunjang yang memperlihatkan tidak adanya gangguan

fungsi hati, sehingga kecurigaan terhadap ruptur varises esofagus yang disebabkan

oleh penyakit sirosis hati dapat disingkirkan.6,8 

Cara singkat untuk membedakan perdarahan yang berasal dari saluran

cerna bagian atas (SCBA) dan bagian bawah (SCBB) adalah: (1) pada SCBA,

manifestasi klinik pada umumnya hematemesis dan/atau melena, pada SCBB

Page 38: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 38/46

38

terdapat hematokesia; (2) terlihat adanya darah pada aspirasi nasogastrik pada

 pasien SCBA; (3) Rasio BUN/kreatinin meningkat >35 pada SCBA, dan; (4)

ditemukan bising usus yang meningkat pada auskultasi di SCBA. 6,8 

Terdapat beberapa faktor yang terkait dengan timbulnya melena, yakni

volume perdarahan yang terjadi (>50 ml), waktu transit usus (>8 jam), serta efek 

sekresi asam lambung dan flora normal usus terhadap hemoglobin. Perdarahan

masif dari saluran cerna atas yang disertai dengan pemendekan waktu transit usus

 juga dapat menyebabkan terjadinya hematoskezia. Sebaliknya pada perdarahan

dari kolon proksimal yang disertai pemanjangan waktu transit usus dapat

menyebabkan melena. Perlu juga diperhatikan adanya beberapa kondisi yang

dapat menyerupai melena, yakni pada pemberian suplementasi besi, preparat

arang, dan konsumsi makanan tertentu (bit atau blueberry) dalam jumlah besar. 6,8 

Dalam kasus perdarahan saluran cerna, modalitas endoskopi digunakan

untuk menentukan etiologi sehingga dapat dipilih terapi definitifnya. Umumnya

dilakukan esofagogastroduodenoskopi yang dilanjutkan dengan kolonoskopi jika

diperlukan. Angiografi dapat digunakan untuk mendeteksi perdarahan saluran

cerna, namun terbatas pada kasus perdarahan terus-menerus dengan volume 0,5-

2,0 ml/menit. Lesi di usus halus, terutama lesi tumor, tergolong sulit untuk 

dideteksi. Pada kasus perdarahan intestinal dengan hasil endoskopi negatif, perlu

dipertimbangkan adanya tumor intestinal (schwannoma, leiomioma, limfoma

maligna, karsinoma). Modalitas pencitraan lain yang dapat digunakan adalah

radiografi dengan foto polos abdomen, CT scan, MRI, atau endoskopi kapsul dan

double balloon enteroscopy. 6,8 

Page 39: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 39/46

39

Pada kasus perdarahan saluran cerna pertama-tama harus dilakukan

resusitasi hemodinamik dengan darah atau cairan yang diberikan secara intravena.

Akses IV dilakukan dengan pemasangan IV line 18G. Resusitasi dilakukan

dengan melakukan penambahan volume intravaskular dengan normosalin atau

larutan Ringer laktat, transfusi PRC setelah dilakukan crossmatching hingga

dicapai kadar Hb target 10 g/dl pada kasus ruptur varises dan 12 g/dl pada kasus

non ruptur varises, serta koreksi koagulopati dengan transfusi fresh frozen plasma

atau konsentrat trombosit hingga kadar trombosit >50.000/mm3. Apabila terdapat

hematemesis juga dilakukan bilas lambung dengan NGT sembari dilakukan

intubasi untuk melindungi jalan napas apabila terjadi syok, hematemesis masif,

atau penurunan kesadaran. 6,8 

Setelah terapi akut dilakukan, terapi lanjutan dilakukan sesuai dengan

 penyebab terjadinya perdarahan saluran cerna. Pada kasus perdarahan saluran

cerna atas yang bermanifestasi sebagai melena, disebabkan oleh etiologi non

ruptur varises, secara umum dapat diberikan sitoprotektor berupa sukralfat atau

teprenon, antasida, serta injeksi vitamin K pada pasien dengan penyakit hepar 

kronik atau sirosis hepar. Secara khusus apabila perdarahan disebabkan oleh

 penyakit ulkus peptikum, terapi farmakologik dilakukan dengan pemberian

inhibitor pompa proton (omeprazole) dan endoskopi terapeutik (injeksi epinefrin,

kauterisasi, dan penjepitan pembuluh darah). Pada kasus perdarahan yang

disebabkan gastritis erosif, terapi dilakukan dengan pemberian inhibitor pompa

 proton atau antagonis H2. 6,8 

Page 40: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 40/46

40

Pada kasus ini pengobatan awal pada pasien dapat diberikan agen

hemostatika berupa vitamin K 1 ampul/12 jam dan asam traneksamat 500mg

secara parenteral untuk membantu menghentikan perdarahan. Asam traneksamat

merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat

 plasmin. Antasid diberikan untuk menetralkan asam lambung dan membantu

mencegah atau meredakan radang dan nyeri di saluran pencernaan atas. Antasid

 juga memberi waktu perbaikan pada dinding lambung atau duodenum yang rusak 

oleh tukak sehingga sensitif terhadap jumlah normal asam lambung. Sedangkan

sukralfat diberikan sebagai sitoprotektor. Pada suasana asam (perut kosong), obat

ini membentuk pasta kental secara selektif mengikat pada ulkus, yang tahan

hidrolisis oleh pepsin dan berlaku sebagai barier yang melindungi ulkus terhadap

difusi asam, pepsin dan garam empedu. Sukralfat juga mempunyai efek 

sitoproteksi pada mukosa lambung melalui 2 mekanisme yang terpisah, yakni

melalui pembentukan PG endogen dan efek langsung meningkatkan sekresi

mukus. 3 

Omeprazole tergolong dalam penghambat pompa proton. Obat ini tersedia

dalam bentuk tablet bersalut dan sediaan injeksi IV (dapat diberikan baik secara

 bolus maupun drip). Omeprazole menghambat produksi HCl dengan cara

memblokade kerja pompa proton di lambung. Pemberian omeprazole

diindikasikan pada kasus penyakit ulkus gaster dan peptik, sindroma dispepsia

tanpa ulkus, dan untuk pencegahan perdarahan mukosa saluran cerna yang

disebabkan oleh stres. Perlu diperhatikan adanya efek omeprazole terhadap obat

Page 41: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 41/46

41

lain. Meningkatnya pH lambung dapat menghambat penyerapan beberapa obat,

seperti ketokonazol, itrakonazol, digoxin, atau atazanavir.3

 

Edukasi perlu diberikan kepada pasien yaitu untuk membantu proses

 penyembuhan dan pemulihan dianjurkan agar pasien untuk sementara berhenti

mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri sendinya. 3 

Pada kasus perdarahan saluran cerna, prognosis yang buruk dapat dijumpai

 pada kasus-kasus di mana usia pasien >60 tahun, terdapat penyakit penyerta lain,

koagulopati dan imunosupresi, presentasi dengan syok (instabilitas

hemodinamik), adanya kebutuhan transfusi, perdarahan yang berulang,

 perdarahan yang tetap terjadi walaupun pasien telah dirawat di rumah sakit,

 perdarahan yang berasal dari ruptur varises, dan terbukti terdapat perdarahan

dalam waktu dekat melalui endoskopi (terlihat pembuluh darah di dasar ulkus)4 

Pada kasus ini pasien juga mengeluhkan adanya keluhan sering kencing,

mudah haus dan sering merasa lapar, pasien sering terbangun malam hari untuk 

kencing. Pasien merasa mudah lelah dan sering kesemutan. Pada riwayat keluarga

ditemukan diabetes melllitus. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan GDS

252 mg/dl, GDP 154 mg/dl, GD2PP 224 mg/dl Pasien didiagnosis dengan

diabetes mellitus.

Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan keadaan hiperglikemia. DM tipe 2 bervariasi mulai yang terutama

dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama

defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. DM tipe 2 adalah suatu keadaan

hiperglikemi kronik dengan etiologi yang kompleks, yang timbul sebagai respons

Page 42: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 42/46

42

terhadap pengaruh genetik dan lingkungan. Kelainan yang karakteristik pada DM

tipe 2 adalah resistensi insulin perifer, gangguan sekresi insulin, dan peningkatan

 produksi glukosa hepatik. Obesitas, khususnya obesitas sentral atau visceral

merupakan keadaan yang umum dijumpai pada DM tipe 2.16,17,18 

Pada pasien yang mempunyai gejala klasik DM, bila hasil pemeriksaan

glukosa darah sewaktu >200 mg/dL atau glukosa darah puasa >126 mg/dL, maka

diagnosis DM bisa langsung ditegakkan (hanya memerlukan 1 kali pemeriksaan),

tetapi bila tidak ada gejala klasik, glukosa darah sewaktu >200 mg/dL atau

glukosa darah puasa >126 mg/dL, maka pemeriksaan ini harus diulang sekali lagi.

Bila hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu tetap menunjukkan >200 mg/dL

atau glukosa darah puasa >126 mg/dL, barulah diagnosis DM dapat ditegakkan.

Jadi, pasien yang tidak mempunyai gejala klasik memerlukan minimal 2 kali

 pemeriksaan untuk didiagnosis DM. 16,17,18 

HbA1c merupakan pengukuran kadar glukosa darah yang terikat pada Hb

secara kuat dan beredar bersama eritrosit selama masa hidup eritrosit (120 hari).

Keuntungan dari pengukuran HbA1c adalah didapatkannya perkiraan kadar 

glukosa darah ratarata selama 3 bulan, karena disimpulkan terdapat korelasi

langsung antara kadar HbA1c dan kadar glukosa darah rata-rata selama 3 bulan.

Glukosa darah tidak terkontrol bila HbA1c mencapai 8% atau lebih, sedangkan

glukosa darah terkontrol bila HbA1c kurang dari 7% menurut American  Diabetes

 Association (ADA) atau kurang dari 6,5% menurut  American Association of 

Clinical    Endocrinologist  (AACE). Sedangkan menurut Perkeni, kriteria

 pengendalian DM adalah baik jika glukosa darah puasa 80-109 mg/dL, glukosa 2

Page 43: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 43/46

43

 jam PP 110-159 mg/dL, dan HbA1c 4- 5,9%, sedang jika glukosa darah puasa

110-139 mg/dL, glukosa 2 jam PP 160-199 mg/dL, dan HbA1c 6-8%, serta buruk 

 jika glukosa darah puasa ≥ 140 mg/dL, glukosa 2 jam PP ≥200 mg/dL, dan 

HbA1c >8%.16,17,18 

Kriteria pengendalian DM dari PERKENI menyebutkan bahwa DM

terkendali dengan baik jika kolesterol total < 200 mg/dL, k-LDL < 100 mg/dL, k-

HDL > 40 mg/dL, dan trigliserida < 150 mg/dL, sedang jika kolesterol total 200

239 mg/dL, k-LDL 100-129 mg/dL, k-HDL 35-45 mg/dL, dan trigliserida 150-

199 mg/dL, serta buruk jika kolesterol total ≥240 mg/dL, k-LDL ≥130 mg/dL, k -

HDL <35 mg/dL, dan trigliserida ≥200 mg/dL. 16,17,18 

Page 44: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 44/46

44

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan kasus seorang perempuan berusia 46 tahun yang

didiagnosis Melena et causa gastritif erosiv dengan DM dan parkinson. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium. Pasien telah ditatalaksana dengan IVFD RL 12 tpm + drip

neurobion 5000, Inj. As. Traneksamat 1x1 amp (now), Inj. Ondansentron 2x1 amp

(k/p), Inj. Ranitidin 2x1 amp, Levemir 8 IU, OMZ 2x1 P.O, Dexanta syr 3x1,

Levodopa , THP 2x1 mg P.O.

Page 45: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 45/46

45

DAFTAR PUSTAKA

1.  Moradpour D, Blum HE. Chronic or recurring abdominal pain. In: Siegenthaler 

W, ed. Differential diagnosis in internal medicine, from symptom to diagnosis,

1st ed. Thieme: New York; 2007: 273-99.

2.  Bickley LS. The abdomen. In: Bickley LS, ed. Bates’ guide to physical

examination and history taking, 8th ed. Lippincott Williams & Wilkins: New

York; 2002: 317-66.

3.  Sepe PS, Yachimski PS, Friedman LS. Gastroenterology. In: Sabatine MS, ed.Pocket medicine, 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia; 2008:

3.1-25.

4.  Longo DL. Gastrointestinal bleeding. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,

et al, eds. Harrison’s manual of medicine, 17 th ed. McGraw Hill: New York;

2009: 259-62.

5.  Smyth EM. Drugs used in the treatment of gastrointestinal diseases. In:

Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ, eds. Basic & clinical pharmacology, 11 th 

ed. McGraw-Hill: China; 2009: e-book.

6.  Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-

Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson

Jean D, Martin Joseph B, Fauci Anthony S, Kasper Dennis L.Universitas

Gadjah Mada/RSUP Dr.Sardjito.Yogjakarta 1999. hlm 259-262

7.  AHLQUIST DA et al: Fecal blood levels in health and disease: A study using

Hemoguant.N Engl J Med 312:1422,1985

8.  Sudoyo Aru W, Setyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata K Marcellus,

Setiati Siti.Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam.Sudoyo Aru W.Jakarta:Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia Jakarta,Juni 2006.hlm 289-292

9.  Budiono B. 2006. Sindroma metabolik dan penyakit kardiovaskuler. Di dalam:

Adam JMF, editor. Obesitas dan sindroma metabolik. Bandung;. hlm.118-29

10.  Elghetany MT, Banki K. 2007. Erythrocytic Disorder. Di dalam: Abraham

 NZ, Bluth MH, editor. Henry's clinical Diagnosis and Management by

Laboratory Methods. Edisi ke-21. Philadelphia: Saunders Elseviers. hlm. 504

42.

Page 46: Melena Bab 1-5

7/21/2019 Melena Bab 1-5

http://slidepdf.com/reader/full/melena-bab-1-5 46/46

11.  Flier JS. 2001. Obesity. Di dalam: Braunwald E, Fauci A, editor. Harrison's

 principles of internal medicine. Edisi ke-15. New York: McGraw-Hill. hlm.

2152 - 80.

12.  Gross JL, Canani LH, Caramori ML. 2005. Diabetic Nephropathy: Diagnosis,

Prevention, and Treatment. Diabetes Care. 28:164 - 75. Harun A, Immanuel S.

2003. Tinjauan Laboratorik Kasus Diabetes Melitus Tipe 2 dengan

Komplikasi. Jakarta: Departemen patologi Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

13.  Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. Perkeni. hlm. 4-

11

14.  Powers A. 2001. Diabetes Mellitus. Di dalam: Braunwald E, Fauci A, Kasper 

D, Hauser S, Longo D, Jameson J, editor. Harrison's principles of internal

medicine. Edisi ke-15. New York: McGraw-Hill. hlm. 2109 - 37.

15.  Powers AC. 2004. Diabetes Mellitus. Di dalam: Braunwald E, Fauci A,

editor. Harrison's principles of internal medicine. Edisi ke-16. New York:

McGraw-Hill. hlm. 2152 - 80. Rhodes CJ. 2005. Type 2 diabetes - a matter of 

 beta cell life and death? Science. 307:380-3

16.  Ritz E, Orth SR. 1999. Nephropathy in Patients with Type 2 Diabetes

Mellitus. Massachusetts Medical Society 341:1127 - 32.

17.  Soewanto. 1994. Nefropati Diabetik: Patogenesis, Klasifikasi, dan Terapi. Di

dalam: Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, Tandra J, editor. Naskah

Lengkap Simposium Nasional Diabetes dan Lipid. Surabaya: Pusat Diabetes

dan Nutrisi RSUD Dr. Sutomo FK Unair. hlm 73-81

18.  Suhadi FB. 1994. Di dalam: Dislipidemia Klasifikasi dan Diagnosis. Di

dalam: Tjokroprawiro A, Hendromartono, Sutjahjo A, Tandra J, editor. Naskah

Lengkap Simposium Nasional Diabetes dan Lipid. Surabaya: Pusat Diabetes

dan Nutrisi RSUD Dr. Sutomo FK Unair. hlm 223-42