MEKTEK 2

95
1 BAB I FRAME WORK ( TRUSS ) Frame work (rangka batang) pertama kali ditemukan oleh orang Italia pada abad 16 bernama Andrea Palladio. Frame work adalah konstruksi yang sedikitnya terdiri atas 3 batang yang membentuk suatu segitiga. Karena dimisalkan bahwa batang dihubungkan masing- masing dengan sendi tanpa geseran, maka bentuk tadi merupakan bentuk yang stabil dan bentuk segitiga karena beban, batang menjadi bengkok atau putus. Bentuk rigid = bentuk yang kaku : Pemisah-pemisah pada analisis frame work dengan maksud untuk menyederhanakan pandangan dalam membahas suatu persoalan : 1. Batang-batang frame work dimisalkan dihubungkan dengan sendi tanpa geseran. 2. Batang-batang frame work kita anggap lurus sempurna, padahal jika batang tidak lurus akan timbul axial stress (tegangan searah sumbu). Mekanika Teknik II rigid non rigid Gambar 1.1.

Transcript of MEKTEK 2

Page 1: MEKTEK 2

1

BAB I

FRAME WORK ( TRUSS )

Frame work (rangka batang) pertama kali ditemukan oleh orang Italia

pada abad 16 bernama Andrea Palladio. Frame work adalah konstruksi yang

sedikitnya terdiri atas 3 batang yang membentuk suatu segitiga. Karena

dimisalkan bahwa batang dihubungkan masing-masing dengan sendi tanpa

geseran, maka bentuk tadi merupakan bentuk yang stabil dan bentuk segitiga

karena beban, batang menjadi bengkok atau putus.

Bentuk rigid = bentuk yang kaku :

Pemisah-pemisah pada analisis frame work dengan maksud untuk

menyederhanakan pandangan dalam membahas suatu persoalan :

1. Batang-batang frame work dimisalkan dihubungkan dengan sendi tanpa

geseran.

2. Batang-batang frame work kita anggap lurus sempurna, padahal jika batang

tidak lurus akan timbul axial stress (tegangan searah sumbu).

3. Perubahan bentuk dari frame work akan merupakan perubahan panjang

dalam arti kata ada perpanjangan atau penpendekan atau tak berubah.

4. Baik beban maupun reaksi, bekerja/dikerjakan pada titik hubung atau joint.

5. Dari pemisah-pemisah tersebut, kita akan memiliki suatu frame work yang

ideal dimana akibat adanya beban akan timbul axial stress yang bersifat

tekan, tarik ataupun tidak akan mengalami keduanya.

Mekanika Teknik II

rigid non rigidGambar 1.1.

Page 2: MEKTEK 2

2

A. JENIS KUDA-KUDA YANG UMUM

1. Kuda-kuda type Pratt (Inggris) :

Umumnya dari baja atau kayu yang kadang-

kadang baja campuran kayu.

Bentang max. 90 feet = 30 meter.

2. Kuda-kuda type Howe (Inggris) :

Umumnya dibuat dari kayu, adapun batang

tarik kadang-kadang baja.

3. Kuda-kuda type Fink (Polenceu) :

Umumnya dibuat dari baja. Bentang max.

70 feet.

4. Kuda-kuda type Bowstring :

Umumnya dari baja, dipakai utuk gudang,

departement store, dan hanggar (tempat

pesawat). Bentang max. 100 feet

5. Kuda-kuda type Saw teeth (gigi gergaji) :

Mekanika Teknik II

lurus sempurnajoint

Gambar 1.2.

Gambar 1.3.

Gambar 1.4.

Gambar 1.5.

Page 3: MEKTEK 2

3

Diberi kaca

Dibuat dari kayu dan baja.

B. JENIS-JENIS JEMBATAN

1. Jembatan type Pratt :

Dibuat dari baja dengan

bentang max. 200 feet.

2. Jembatan type Howe :

Umumnya dari kayu dan baja pada batang

vertikal (type ini dulu banyak, sekarang

jarang). Bentang max. 200 feet.

3. Jembatan type Warren :

a. Tanpa batang vertikal b. Dengan batang vertikal

4. Jembatan type Parker :

Dibuat pada umumnya dari baja untuk

bentang 200-360 feet dan tampaknya untuk

batang-batang tadi merupakan frame work

ekonomis.

5. Jembatan type Beltimore :

Mekanika Teknik II

Gambar 1.6.

Gambar 1.7.

Gambar 1.8.

Gambar 1.9.

Gambar 1.10.

Page 4: MEKTEK 2

4

Dibuat dari baja dengan bentang max. umumnya lebih dari 300 feet.

C. PERSYARATAN SUATU FRAME WORK STATIS TERTENTU

Umumnya berbentuk segitiga karena bentuk ini merupakan bentuk yang

kaku.

Statis tertentu : pada sendi timbul dua bilangan tak diketahui, pada rol timbul

1 bilangan tak diketahui.

pada : I : joint = 3; member = r tambah 2.

II : joint bertambah 1; member bertambah 2.

Frame dengan bentuk sejumlah n j = 3 + (n – 1) . 1 (joint)

m = 3 + (n – 1) . 2 (members)

2j = m + r ; r selalu = 3 (jumlah bilangan tak diketahui yang timbul pada

sendi dan rol).

2 ( 3 + n – 1 ) = 3 ( n – 1 ) . 2 + 3

Frame work dalam keadaan stabil : ruas kiri = ruas kanan

6 + 2 ( n – 1 ) = 6 + ( n – 1 ) . 2 + 3

4 + 2n = 4 + 2n benar, Frame work dalam kestabilan

Pengecekan kestabilan ini dilakukan sebelum dimulai perhitungannya.

BAB II

METODE KESETIMBANGAN TITIK BUHUL( METHOD OF JOINT )

Mekanika Teknik II

Joint (titik hubung/buhul)

I

II

III

n-1

n

Gambar 1.11.

Gambar 1.12.

Page 5: MEKTEK 2

5

Untuk suatu konstruksi kuda-kuda biasanya telah ditentukan standar

ukuranya.

Landasan perhitungan :

1. Dihitung nilai (selidiki dahulu : Frame work statis tertentu)

2. Pada joint yang ditinjau, irisan 2 batangnya, gaya-gaya yang bekerja

dianggap sebagai gaya tarik semua atau gaya tekan semua. (Lebih cocok

dimisalkan batang tarik, kelak akan tampak pada saat mempelajari methode

cremona).

3. Bila pada irisan tadi didapat hasil positif sedang ia dimisalkan batang tarik,

maka permisalan benar, selanjutnya jika negatif permisalan kita adalah

keliru.

Pemakaian :

Check : Frame work statis tertentu.

2j = m +r 2 . 8 = 13 +3

16 = 16 (OK)

Untuk mencari gaya batang dimulai dari joint dimana 2 batang belum

diketahui.

Batang dimisalkan sebagai batang tarik. (+)

Mekanika Teknik II

F1F1 sin

F1 cos

RA = 30

_

+

= 450

20 K 20 K 20 K

20' 20' 20' 20'

A CD E

B

F G H

20'

Gambar 2.1.

Page 6: MEKTEK 2

6

(batang tekan)

Dengan adanya tanda (-) pada F1, berarti batang 1 itu merupakan batang

tekan.

Dengan demikian batang 2 adalah batang tarik

Untuk menghitung batang 3 dan 4 ditinjau kesetimbangan joint C

FH = 0 F2 = F4 = + 30 Kips

(batang 3 adalah batang tarik)

FV = 0 F3 = 20 Kips

(batang 4 adalah batang tarik)

Selajutnya dalam praktek

tekan ; tarik diketahui ; P kita hitung dimensi batang diketahui.

Untuk mencari gaya batang 5 dan 6 ditinjau kesetimbangan pada joint F.

Mekanika Teknik II

F1

A

(-)

AF2F1

C

F2 = 30 K

F3 = 20 K

F4

20

C

F1

F6F

F5

F3

F1 cos F5 cos

F5 sin

F1 sin

Page 7: MEKTEK 2

7

F3 + F5 sin + F1 sin = 0

(batang tarik)

F5 cos + F6 - F1 cos = 0

Untuk mencari gaya batang 7 dan 8 ditinjau kesetimbangan joint G.

F6 – F8 = 0

-40 - F8 = 0 F8 = -40 Kips

F7 = 0

No. Batang Gaya Batang

1

2

3

4

5

6

7

+30

-20

+30

-40

0

Andakaian batang 7 diambil.

Persyaratan kesetimbangan 2.7 = 11 + 3 (Ok)

Batang 7 menderita gaya = 0

Mekanika Teknik II

F6 = 40 F8

F7

G

Page 8: MEKTEK 2

8

Bila batang kita ambil berarti batang 6 dan 8 harus merupakan sebuah batang

yang panjang (=40’) harga baja berlipat.

BAB III

METODE IRISAN (METHOD OF SECTION)

Mekanika Teknik II

2 4 10 12

131197531

6 8

20 20 2020Gambar 2.2.

Page 9: MEKTEK 2

9

Cara ini dengan membuat suatu irisan; dalam cara ini maksimal batang terpotong 3 buah dan masing-masing tak bertemu di satu titik.

Metode ini umumnya dipakai untuk mengecek perhitungan dengan metode lain.

Dalam irisan timbul 3 bilangan tak diketahui.

Untuk mengecek F6 kita usahakan F4 dan F5 tidak ikut campur tangan dalam perhitungan.

Untuk itu dicari titik dimana moment akibat F4 dan F5 tidak mempengaruhi hitungan (=0) diambil titik D.

MD = 0 RA . 40 – P . 20 + F6 . 20 = 0

30 . 40 – 20 . 20 + F6 . 20 = 0

F6 = - = - 40 K (OK)

Selanjutnya diambil titik F (untuk mengecek F4)

MF = 0 RA . 20 – P4 . 20 = 0

30 . 20 –F4 . 20 = 0

F4 = + 30 K (OK)

F5 diuraikan.

FH = 0 F6 + F4 + F5 cos = 0

-40 + 30 + F5 cos = 0

10 = F5 . ½ F5 = + 10 K (OK)

A. MACAM-MACAM BENTUK FRAME WORK

1.Frame Work K

Pada umumnya dipakai untuk suatu pertambahan pada suatu konstruksi jembatan yang disebut pertambatan angin, dengan maksud untuk menahan gaya angin yang mempunyai konstanta.

Mekanika Teknik II

P P P P P P

E

D KBA

7 x a

AC D

F6

F5

F4

F3

F

Gambar 3.1.

Page 10: MEKTEK 2

10

Akan dihitung besar gaya batang : CH, EH, EK dan Dk.

Menurut Methode of Section, permotongan batang max. 3 buah yang tak bertemu di sat titik, dalam hal ini kita akan melakukan penyimpangan dengan memotong 4 buah batang.

Ditinjau :

MD = 0

RA . 2a – P . a + Fch . h = 0

Fxh = …..

MC = 0

RA . 2a – P . a + Fdk . h = 0

Fxh = …..

2.Type warren tanpa batang vertikal :

Type warren tanpa batang vertikal (merupakan jembatan KA di atas sungai serayu sekarang), umumnya = 45° bahwa > 60°. Dengan membuat jembatan itu tinggi, sama halnya membuat balok yang tinggi deflection kecil.

Gaya batang 1, 2 dan 3dalam hal ini kita gunakan method of section.

F1 = ? MC = 0

1,5 P . a – P . ½ . a + F1 . h – 0

F1 = - P. (berarti arah yang besar adalah ke kiri)

Mekanika Teknik II

P P

Feh

Fek

Fch

FdkD

EC

RA

PPP

C D

F2

F3

b

a

A B

h

3 x a

F1

Gambar 3.2.

Gambar 3.3.

Page 11: MEKTEK 2

11

F = ? MD = 0

1,5 P . ½ a – F2 sin 60° . ½ a – F2 cos 60°. h – F . h = 0

F =

F2 = ? FV = 0

1,5 P – P + F2 sin 60 = 0

F2 =

3. Kuda-kuda PRATT

F1 = ? MC

2 ½ . P . 4a – P . 3a – P . 2a – Pa + F1 . d1 = 0

F1 = - P

F2 = ? MB = 0

2 ½ . P . 6a – P . 5a – P . 4a – P . 3a + F2 . d2 = 0

F2 = - P

F3 = ? MD = 0

2,5 P . 3a – P . 2a – P . a – Pa + h = 0

F3 = 4,5 P.

RAV = … ? B = 0

- RAV 3. – 2.3 + 1.6 + 1.4 + 1.2 = 0

+ 6 = 3 RAV

RAV = 2 Ton

Mekanika Teknik II

2T2T1T

1T

1T

1TC

D3 6 T2 TA

P

P

P

P

P

P

P

BA

3,5 P 3,5 P

6 x Gambar 3.4.

Page 12: MEKTEK 2

12

Titik C diambil sehingga dari 4 batang terpotong yang 3 momentnya terhadap C = 0

MC = 0

-2.3 + 1.2 – F1 . 3 = 0

F1 = - 4/3 Ton

Titik D diambil dengan pertimbangan 4 batang terpotong 2 batang momentnya = 0, sedang 1 buah sudah diketahui.

MD = 0

- 2/3 + 1.4 + 1.2 – 4/3 . 3 – F2y . 3 = 0

F2y = - 4/3 Ton.

Jadi ada kalanya pemotongan-pemotongan itu seenaknya.

BAB IV

METODE CREMONA

Dengan Metode Cremona digunakan penggambaran diagram, jadi metode ini termasuk cara grafis.

A.PRINSIP-PRINSIP PENYELESAIAN :

1. Dihitung reaksi-reaksi perletakan : M = 0 kemudian dicek :

FH = 0, FV = 0

2. Tentukan sendiri satuan gaya yang dipakai, misalnya :

1 Ton = 1 cm

Mekanika Teknik II

2

1T

2

F2X

F2YF2

Page 13: MEKTEK 2

13

3. Penyelesaian hanya dapat dimulai dari suatu joint dimana 2 batang tak diketahui besar gaya batangnya.

4. Arah penyelesaian searah atau berlawanan arah jarum jam (sebaiknya selalu searah).

B.PEMAKAIAN METODE CREMONA

Misal :

Konstruksi kuda-kuda dengan betang kecil. Berapakah besar gaya-gay batang AC, AD dan DC ?

Penyelesaian :

1. Dicari gaya reaksi pada sendi A dan rol B konstruksi tersebut

RA = ½ P, dan RB = ½ P.

2. Ditentukan skala gaya, misalnya ½ P = …… cm

3. Dari konstruksi tersebut ditinjau joint manakah yang hanya mempunyai 2 batang yang belum diketahui besar gayanya, dalam hal ini adalah A dan B. untuk membuat diagram gaya batang, harus kita pilih salah satu dari joint tersebut misal dalam hal ini dipilih joint A.

4. Arah kerja gay kita diambil searah dengan jarum jam.

Jadi dalam hal ini kita kerjakan joint A dan dimulai dari reaksi RA, maka karena urutan searah jarum jam, selanjutnya adalah gaya batang adalah dan kemudian barulah batang AC.

Pada joint A ada gaya RA, gaya batang ADALAH dan gay batang AC harus setimbang resultante ke 3 gaya tadi = 0.

Jadi 3 gaya tersebut harus membentuk segitiga tertutup.

Kalau keadaan demikian sudah dicapai, yaitu joint A setimbang, kemudian lebih lanjut akan ditinjau (ditentukan) sifat dari gaya tersebut apakah batang tersebut merupakan batang tarik, tekan atau nol.

Dalam hal ini dapat dilihat dari arah kerja gaya-gaya tadi.

Mekanika Teknik II

A B2

31

2

C

P

L = 2 h

// AB

F2

F1

// AD

RA

Gambar 4.1.

Page 14: MEKTEK 2

14

Bila arah kerjanya mendekati joint merupakan batang tekan dan bila menjauh adalah merupakan batang tarik.

Dalam hal ini : 1. Adalah batang tekan 2. adalah batang tarik

Setelah batang (1) dan (2) diketahui besar gayanya dan sifat-sifatnya maka

pembacaan dilanjutkan pada batang selanjutnya.

Dalam hal ini kita lanjutkan pada joint D (yang belum diketahui adalah batang (3) dan (1) atau ke joint C dengan batang 93) dan (2).

Misalkan dilanjutkan ke joint D.

Jika dilihat keadaan segitiga diatas maka tampak tidak d batang yang // batang 3 F3 = 0

Kebenaran bahwa batang 3, F3 = 0 dapat dilihat pada keadaan joint C.

Hanya bisa menutup kalau tidak menggambarkan gaya 3 Fa = 0

Karena batang 3 adalah batang nol maka jika kita ambil, konstante tersebut masih tetap akan stabil, karena masih dipenuhi persyaratan :

2j = m + r 2.3 = 3 + (2 + 1).

Dengan demikian batang 3 dapat pula dipakai sebagai tempat bergantungnya batang AC dan CD dengan ukuran yang minimal. Dari pandangan konstante jika CD kita ambil maka AB akan merupakan batang yang utuh (menerus).

Mekanika Teknik II

2

1

A

P

F1

Fa = 0

D

1 1

3 ½ P

P

40 K 6 X 30 40 K

62 1410

1197531

1340

1284D E G

B

c

2’ 2’

Gambar 4.2.

Page 15: MEKTEK 2

15

Akhirnya-akhir ini tampak jembatan-jembatan KA dibuat dengan sudut yang lebih besar dari 45° dengan maksud agar jembatan menjadi tinggi sehingga diflection dapat dikuasai.

Ditentukan : 20 K = 2 cm 10 K = 1 cm.

DIAGRAM CREMONA

Hasil yang diperoleh dari diagram Cremona seperti pada tabel di bawah ini.

No. Batang Gaya Batang

F1 - 50 K

F2 + 30 K

F3 + 16 K

F4 - 48 K

F5 + 30 K

F6 + 30 K

F7 0 K

F8 - 48 K

F9 - 10 K

Mekanika Teknik II

+2

+3

+6

-1

+10

+5

-9+13

+11-13

+14

-4

-8

8

8

16

16

40

Gambar 4.3.

Page 16: MEKTEK 2

16

F10 + 54 K

F11 + 16 K

Mekanika Teknik II

Page 17: MEKTEK 2

17

BAB V

TITIK BERAT

Titik berat merupakan letak titik keseimbangan sebuah materi. Ada bebrapa

titik letak titik berat yang akan dibahas dalam bab ini, antara lain:

1. Titik berat garis.

Titik berat garis terletak ditengah-tengah garis tersebut, sebagai pengganti

gaya berat garis materi.

Gambar 5.1. Letak titik berat garis.

Dalil momen Varignon (garis berat garis):

Xo = dan Yo =

2. Titik berat bangun bidang datar.

Titik berat bangun bidang datar belum tentu terletak ditengah-tengah

bangun tersebut, tetapi bergantung dari bentuk bangun tersebut.

Dalil momen Varignon (garis berat garis):

Xo = dan Yo = dan Zo =

Dimana:

Fi = luas bangun I, Xi, Yi, Zi = titik berat bangun I, Ft = luas total bangun

bidang datar.

Gambar 5.2. Beberapa letak titik berat bangun bidang datar.

Mekanika Teknik II

½ .L ½ .L

G=L

Page 18: MEKTEK 2

18

Contoh:

Diketahui bangun seperti di bawah ini, hitung letak titik berat bangun datar

tersebut cara analitis.

Gambar 5.3.

Perhitungan ditabelkan, sebagai berikut:

Tabel 5.1. Perhitungan titik berat bangun

BagianLuas (m2)

Xi(m)

Yi(m)

Fi.Xi Fi.Xi

A 40 5 20 200 800B 36 1,5 12 54 423C 120 10 3 1200 360Σ 196 1454 1592

Maka:

Xo = = 7,42 cm

Yo = = 8,12 cm

Gambar 5.4. Letak garis berat bangun

Bila dalam bangun terdapat lubang maka perhitungan harus memperhitungkan

adanya lubang, seperti perumusan sebagai berikut:

ΣF = Ft – Flubang

ΣFi.Xi = Fi.Xi – (Filubang – Xlubang)

ΣFi.Yi = Fi.Yi – (Filubang – Ylubang)

BAB VI

Mekanika Teknik II

Page 19: MEKTEK 2

19

MOMEN INERSIA

Momen inersia atau momen kelembaman (I) dapat dihitung dengan integrasi

dA. Momen inersia untuk rumus lenturan harus dihitung terhadap sumbu/garis

netral daerah irisan penampang lihat gambar 6.1.

Gambar 6.1. Ilustrasi statis momen sebuah elemen.

Tabel 6.1. Rumus umum yang berkaitan dengan momen inersia

Luas A =

Momen statis S =

S =

Jarak titik berat = S /A= S /A

Momen inersia (pribadi) Ixo =

Iyo =

Momen sentrifugal Ixo.yo =

Momen inersia polair Ip =

= Ixo + Iyo

Jari-jari inersia Ix =

Iy =

Mekanika Teknik II

Page 20: MEKTEK 2

20

Jari-jari inersia kutub Ip =

Momen lawan = Ixo/y1

= Ixo/y2

Keseimbangan pergeseran sumbu-sumbu

Ix = Ixo + Ay2

Iy = Iyo + Ax2

Ixy = Ixoyo + A. .

Ix dapat dihitung dari Gambar 6.1. Momen inersia Ixo terhadap sumbu

horisontal Xo yang melalui titik beratnya yaitu:

Ixo = , dimana y diukur dari sumbu titik berat, sedang momen terhadap

sumbu X adalah:

Ix = , dengan mengkwadratkan besaran-besaran didalam tanda kurung

dan menempatkan konstanta-konstanta keluar dari integral, maka akan

didapat persamaan berikut:

Ix = ,

=

=

Ix = ,

Karena sumbu diukur melalui titik berat dari daerah luas, maka atau

sama dengan nol, jadi:

Ix = Ixo + 0 + y2A = Ixo + y2A.

Contoh 1:

Diketahui penampang seperti di bawah ini, hitung momen inersianya!

Mekanika Teknik II

Page 21: MEKTEK 2

21

Gambar 6.2.

Penyelesaian:

Ix = Ixo + y2A y = 0 (tidak jarak tehradap sumbu y

= Ixo + 0 = dA = b. d

=

Ix = b

Ix = b.1/3.1/8.h3+b.1/3.1/8.h3=2/24.b.h3=1/12.b.h.h3

= 23

121

2h

h.b.61h

h.b..2

h

Ix.2Ix

y

Ix

ix =

Untuk beberapa penampang nilai-nilai momen inersia telah ditabelkan, lihat

buku:

Ir. Sunggono.1984. Buku Teknik Sipil. Bandung: Nova, atau lampiran dalam

buku ini.

Contoh 2:

Diketahui penampang seperti di bawah ini, hitung besaran-besaran inersianya!

Mekanika Teknik II

Page 22: MEKTEK 2

22

Gambar 6.3.

Letak titik berat terhadap sumbu X (momen statis terhadap dasar penampang).

=

BAB VII

TEGANGAN - REGANGAN

A. GAYA AKSIAL TARIK DAN AKSIAL TEKAN

Mekanika Teknik II

Page 23: MEKTEK 2

23

Menurut hukum Hook perilaku bahan terhadap gaya aksial, baik tarik

maupun tekan dapat gambarkan dengan tegangan yang timbul, regangan yang

muncul akibat adanya tegangan dan besarnya modulus elastisitas bahannya,

besarnya tegangan dan regangan akibat adanya beban yang bekerja dapat

dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

~ tegangan

~ regangan

~ Modulus elastisitas

dimana :

P = gaya yang bekerja

Ao = luas tampang awal

= pertambahan/pengurangan panjang

Lo = panjang awal

Dari diagram hubungan tegangan-regangan dapat dibedakan bahan

yang bersifat daktial dan yang bersifat getas. Untuk bahan metal, batasan

regangan sebesar ε = 0,05 dapat digunakan untuk membedakan yang getas

dan yang daktail. Apabila bahan mampu meregang lebih dari 0,05 maka dapat

dikatakan bersifat daktail dan sebaliknya apabila tidak mampu disebut getas.

Perlu dicatat bahwa analisis plastis dapat diterapkan hanya pada bahan yang

bersifat daktail. Bahan yang bersifat getas perilaku runtuh terjadi sangat cepat,

sehingga kurang bisa diamati. Sedangkan bahan yang bersifat daktail perilaku

runtuh terjadi secara bertahap, sesuai dengan sifat daktilitas bahannya. Bahan

baja misalnya tahapan sampai runtuh, dimulai dari masuk daerah elastis,

daerah leleh (yeld), daerah strain hardening, tegangan maksimum, tegangan

menurun dan baru runtuh.

Mekanika Teknik II

Page 24: MEKTEK 2

24

Gambar 7.2. Diagram momen dan gaya lintang pada balok

Mekanika Teknik IIGambar 7.3. Diagram tegangan regangan

Gambar 7.1 Ilustrasi pembebanan tarik, tekan dan geser

Page 25: MEKTEK 2

25

Mekanika Teknik II

Gambar 7.4. Diagram tegangan regangan untuk inelastik

Page 26: MEKTEK 2

26

Gambar 7.5. Gambar permukaan struktur baja pada kondisi elastis, pembesaran 600 kali. (difoto oleh N.J. Alleman and N.H.Roy in the University of Metallographic Laboratories)

Gambar 7.6. Gambar permukaan struktur baja pada kondisi leleh pembesaran 600 kali. (difoto oleh N.J. Alleman and N.H.Roy in the University of

Metallographic Laboratories)

Mekanika Teknik II

Page 27: MEKTEK 2

27

Gambar 7.7. Diagram tegangan regangan untuk baja pada beberapa kondisi

Gambar 7.8. Diagram tegangan regangan pada beberapa jenis campuran baja

Mekanika Teknik II

Strain

Page 28: MEKTEK 2

28

Gambar 7.9. Diagram tegangan regangan pada beban siklik (bolak-balik)sampai pada kondisi leleh

Mekanika Teknik II

Page 29: MEKTEK 2

29

Mekanika Teknik II

Gambar 7.10. Tegangan pada elemen rangka batang

Gambar 7.11. bentuk spesimen pengujian tarik baja bulat

Gambar 7.12 Model spesimen pengujian tarik kayu

Page 30: MEKTEK 2

30

Mekanika Teknik II

Gambar 7.13. Model spesimen pengujian plat baja dengan

tebal 0,1 -0,5 inchi

Gambar 7.14. Bentuk spesimen pengujian tarik kayu arah tegak lurus serat

Gambar 7.15. Model spesimen pengujian tarik plat baja dengan

tebal lebih dari 3/16 inchi

Page 31: MEKTEK 2

31

Mekanika Teknik II

Gambar 7.16. Model spsimen pengujin tarik spesi dan gypsum

Page 32: MEKTEK 2

32

Mekanika Teknik II

Gambar 7.17. Model spesimen pengujian tarik yang lain

Gambar 7.18. Model kerusakan akibat pengujian tarik

Page 33: MEKTEK 2

33

Mekanika Teknik II

Gambar 7.19. Diagram tegangan regangan pengujian tarik.

Gambar 7.20. Salah satu model pengujian tekan

Page 34: MEKTEK 2

34

Gambar 7.22. Bentuk-bentuk spesiman pengujian tekan

Mekanika Teknik II

Gambar 7.21. Bentuk kerusakan akibat pengujian tekan

Page 35: MEKTEK 2

35

Pada diagram tegangan –regangan terdapat dua daerah yaitu elastis

dan daerah plastis. Bahan yang bersifat daktail akan mempunyai daerah plastis

yang cukup panjang, sedangkan bahan yang bersifat getas akan mempunyai

daerah plastis yang pendek atau tidak ada sama sekali.

Bahan dikatakan masih dalam keadaan elastis apabila pembebanan

dilakukan sedemikian sehingga hubungan tegengan-regangan masih bersifat

linier (di bawah batas sebanding) atau apabila beban yang bekerja ditiadakan

maka bahan masih dapat kembali pada kedudukan semula ( dibawah batas

elastis). Walaupun demikian pada kenyataannya kedua batasan diatas kadang-

kadang tidak tepat

Untuk bahan metal yang diagram tegangan regangannya tidak

mempunyai leleh regangan ofset sebesar 0,002 atau 0,0035 dapat digunakan

sebagai batas elastis.

Mekanika Teknik II

Gambar 7.23. Bentuk-bentuk grafik tegangan-regangan pada pengujian tarik

Page 36: MEKTEK 2

36

Mekanika Teknik II

Gambar 7.24. Bentuk-bentuk lain grafik tegangan- regangan pada pengujian tarik

Page 37: MEKTEK 2

37

Apabila pada suatu bahan dilakukan uji tarik atau tekan, maka akan terdapat

definisi –definisi berikut :

1. Kekuatan (strength):

Kekuatan elastis = ~ batas sebanding (porpotional limit)

~ batas elastis (elastic limit) dengan regangan offset

0,002 - 0,0035.

Kekuatan plastis = ~ kuat ultimit (ultimate strength) yang biasa disebut

dengan kuat tarik/tekan (tensile/comprressive

strength)

~ kuat putus /patah (braking strength) yang hanya

terdapat pada bahan daktail pada beban tarik.

Catatan : Untuk bahan daktail kuat teknnya tidak dapat/sulit ditentukan

2. Kekakuan (stiffness)

Ketahanan bahan terhadap deformasi akibat beban luar yang bekerja

disebut dengan kekuatan bahan. Besarnya kekuatan bahansearah beban

yang bekerja biasanya disebut dengan modulus, E, yaitu modulus elastis,

modulus tangen, modulus sekan, modulus plastis. Sedangkan besarnya

kekuatan bahan pada arah tegak lurus dari beban yang bekerja

ditentukan dengan rasio dari E, yang disebut dengan Poisson’s ratio, μ,

yang mempunyai harga 0,20 – 0,35. Contoh nilai μ unutk baja adalah

0,30, unutk karet 0,25 dan unutk beton 0,20. untuk gaya geser, ada juga

yang disebut dengan modulus geser, G.

3. Daktilitas(Ductility)

Daktilitas bahan adalah kemapuan bahan unutk berdeformasi yang diukur

dengan besarnya persentasi perpanjangan :

Mekanika Teknik II

Page 38: MEKTEK 2

38

dimana :

D = daktilitas perpanjangan

Lo = panjang awal (dengan panjang ukur tertentu)

L1 = panjang setelah putus (Lo + L)

E beton =

Daktilitas bahan dapat juga diukur dengan pengurangan luas tampang:

Da = daktilitas luas

Ao = luas awal

A1 = luas pada tempat yang putus

4. Daya lenting (Resilience)

Daya lenting adalah kemampuan bahan unutk menyerap energi pada

keadaan elastis, yang diukur dengan besarnya modulus kelentingan

(modulus of resilience) atau besarnya energi regangan perunit volume yang

diperlukan oleh bahan dari tegangan tarik nol sampai mencapai tegangan

batas sebanding:

5. Keuletan (Toughness)

Keuletan adalah kemampuan bahan menyerap energi pada keadaan plastis

yang diukur dengan modulus keuletan (modulus of toughness) yaitu

besarnya energi reganagn perunit volume dari tegangan nol sampai putus

atau luas daerah dibawah kurva tegangan-regangan nol sampai putus atau

luas daerah dibawah kurva teganagn-regangan.

B. GAYA SIKLIK

Mekanika Teknik II

Page 39: MEKTEK 2

39

Apabila suatu bahan diberi gaya siklik tarik tekan sampai daerah

plastik, maka akan terjadi kehilangan energi regangan yang disebut dengan

hysterisis, sedangkan diagram tegangan regangan disebut dengan hysterisis

loop. Akan tetapi jika beban siklis dikerjakan dibawah batas elastis atau

batas sebanding, maka tidak akan terjadi hysterisis loop. Dari pengujian

beban siklik ini akan diperoleh diagram tegangan-regangan bolak-balik,

seperti pada gambar 1.17 dan gambar 1.22.

C. GAYA GESER, TORSI DAN BENDING

Gaya tosi terjadi pada waktu suatu komponen struktur memikul beban gaya

sedemikian rupa hingga terpuntir terhadap sumbu memanjangnya. Contoh

yang mudah dilihat secara visual adalah pada perkakas mesin, misalnya

sistem pemindahan tenaga melalui tangkai pada motor elektrik,

pemindahan tenaga pada roda kereta api, balok memanjang yang menahan

konsol arah melintang di satu sisi, dan sebagainya.

Besarnya tegangan geser :

dimana :

= Teganagan geser

P = Gaya geser

A = luas bidang geser

Besarnya tegangan geser torsi (dalam keadaan elastis):

(untuk tampang lingkaran)

Mekanika Teknik II

Page 40: MEKTEK 2

40

Mekanika Teknik II

Gambar 7.25. Model pengujian kekerasan suatu bahan

Page 41: MEKTEK 2

41

Mekanika Teknik II

Gambar 7.26. Model-model pengujian geser

Gambar 7.27. Model kerusakan akibat pengujian torsi

Page 42: MEKTEK 2

42

Besarnya tegangan geser torsi dalam keadaan plastis/ultimit :

dimana :

tu = tegangan geser torsi

T = momen torsi

r = jari-jari

Mekanika Teknik II

Gambar 7.28. Bentuk distribusi gaya geser torsi

Gambar 7.29. Diagram hubungan sudut putar dengan momen torsi

Page 43: MEKTEK 2

43

J = momen inersia polar

= 0,5 (unutk tampang lingkaran)

Besaranya tegangan bending pada keadaan elastis :

Besarnya tegangan bending pada keadaan plstis :

dimana :

= tegangan lentur

y = jarak dari garis netral kesis, terluar

M = momen yang bekerja

S = modulus momen tampang elastis

Z = modulus momen tampang plastis

Mekanika Teknik II

Gambar 7.30. Model pembebanan geser pada balok

Gambar 7.31. Model pembebanan lentur pada balok

Page 44: MEKTEK 2

44

Mekanika Teknik II

Gambar 7.32. Diagram hubungan antara defleksi dengan beban

Page 45: MEKTEK 2

45

Soal-soal :

1. Pada pengujian tarik baja didapatkan data-data sebagai berikut:

- D = 12,8 mm

- Panjang pengukuran awal 50mm

- Beban pada batas sebanding 36,32 kn

- Beban pada saat leleh 37,23 kn

- Perpanjangan pada beban 18,16 kn adalah 0,0343 mm

Maka hitunglah :

batas sebandingnya,

tegangan leleh,

modulus elasitas,

modulus kelentingan pada batas sebanding.

2. Pada pengujian tarik benda uji baja di laboratoium didapatkan data-data

sebagai berikut :

D = 12,8 mm

ℓop = 200 mm

Pult = 64,47 KN

Pputus = 45,40 KN

ℓputus = 261,62 mm

D1 = 9,65 mm

Maka hitunglah komponen-komponen berikut ini :

a. tegangan ultimit

b. tegangan putus

c. daktilitas perpanjangan/prosentase perpanjangan

d. tentukan bahan ini daktil atau hitung daktilitas luas/persentasi

luas tampung

Mekanika Teknik II

Gambar 7.33. Diagram hubungan antara defleksi dengan beban siklik

Page 46: MEKTEK 2

46

3. Pada suatu percobaan dengan benda uji besi cor diperoleh data sebagai

berikut :

Panjang awal : 50 mm

Diameter : 12,8 mm

Gaya ultimit dan putus : 24,52 KN

Pertambahan panjang : 0,127 mm

Maka dari data tersebut di atas hitunglah :

a. tegangan ultimit

b. prosentase perpanjangan, dan periksa apakah bahan ini getas atau

daktail

c. keuletan bahan tersebut dengan menganggap diagram tegangan-

regangannya berbentuk para bola

d. hitung modulus sekan pada teganagn 35 Mpa, jika reganagn pada

tegangan ini 0,002

e. coba hitung berapa tegangan yang terjadi pada regangan 0,00025

dengan anggapan seperti pertanyaan no c.

4. Pada suatu percobaan dengan benda uji plat besi diperoleh data sebagai

berikut :

Panjang awal : 50 mm

Dimensi : (10 x 50) mm

Gaya ultimit dan putus : 35,52 KN

Pertambahan panjang : 0,11 mm

Maka dari data tersebut di atas hitunglah :

a. tegangan ultimit

b. prosentase perpanjangan, dan periksa apakah bahan ini getas atau

daktail

c. keuletan bahan tersebut dengan menganggap diagram tegangan-

regangannya berbentuk para bola

d. hitung modulus sekan pada teganagn 40 Mpa, jika reganagn pada

tegangan ini 0,003

Mekanika Teknik II

Page 47: MEKTEK 2

47

e. coba hitung berapa tegangan yang terjadi pada regangan 0,00035

dengan anggapan seperti pertanyaan no c.

5. Pada pengujian tarik benda uji pipa baja di laboratoium didapatkan data-

data sebagai berikut :

D = 12,8 mm

Tebal = 1,8 mm

ℓop = 200 mm

Pult = 46,74 KN

Pputus = 35,04 KN

ℓputus = 251,62 mm

D1 = 6,65 mm

t1 = 1,1 mm

Maka hitunglah komponen-komponen berikut ini :

a. tegangan ultimit

b. tegangan putus

c. daktilitas perpanjangan/prosentase perpanjangan

d. tentukan bahan ini daktil atau hitung daktilitas luas/persentasi

luas tampung

D. Tegangan – Regangan Aluminium

Kebanyakan bahan alumunium memiliki ketelitian yang cukup tinggi

meskipun mereka tidak memiliki suatu titik leleh yang dapat ditetapkan secara

jelas. Sebagai gantinya, mereka memperlihatkan suatu transisi secara

berangsur-angsur dari daerah linier ke daerah tak linier, seperti diperlihatkan

oleh diagram tegangan-regangan dalam Gambar 3.1. Bahan aluminum yang

cocok untuk tujuan konstruksi tersedia dengan batas tegangan leleh berkisar

70 hingga 420 Mpa dan tegangan batas berkisar antar 140 hingga 560 Mpa.

Mekanika Teknik II

Page 48: MEKTEK 2

48

Gambar 7.34. Diagram tegangan-regangan pada aluminium.

Apabila suatu bahan seperti paduan aluminum tidak memilliki titik leleh

yang jelas dan masih mengalami regangan-regangan besar setelah tegangan

leleh terlewati, maka suatu tegangan leleh sebarang dapat ditentukan melalui

metode ofset (offset method). Di sini sebuah garis lurus ditarik sejajar dengan

bagian awal kurva yang linier pada diagram tegangan-regangan (lihat Gambar

3.2). Yang berjarak beberapa regangan standar, seperti 0,002 (atau 0,2%).

Perpotongan garis ofset (offset line) ini dengankurva tegangan-tegangan (titik

A dalam gambar) mendifinisikan tegangan leleh. Karena tegangan ini

ditentukan oleh suatu aturan sebarang dan bukanlah sesuatu yang merupakan

sifat fisik bahan, maka, ia disebut tegangan leleh ofset (offset yield strss).

Untuk bahan seperti aluminum, tegangan leleh ofsetnya berada agak sedikit di

atas batas tegangan lelehnya. Dalam baja konstruksi, dengan transisi

mendadaknya dari daerah linier ke daerah tarik plastis, tegangan ofsetnya

(offset stress) sama seperti tegangan leleh dan batas-lelehnyanya.

Gambar 7.35. Penentuan tegangan leleh dengan metode ofset

E. Tegangan – Regangan Bahan Karet

Mekanika Teknik II

Page 49: MEKTEK 2

49

Karet tetap mempertahankan hubungan linier antar tegangan dan

regangan, hingga regangan yang sangat tinggi mendekati 0,1 atau 0,2. Sifat

setelah batas leleh terlampui bergantung pada jenis karet (lihat Gambar 3.3).

Beberapa jenis karet yang lembut terus memperlihatkan regangan yang sangat

besar tanpa kegagalan. Bahan akhirnya memberi perlawanan yang semakin

bertambah besar terhadap beban, sehingga kurva tegangan-regangan berubah

dengan sangat menyolok ke atas sebelum keruntuhan. Anda dapat merasakan

sifat karakteristik ini dengan meregangkan sebuah pita karet.

Keliatan sebuah bahan yang mengalami tari dapat dicirikan oleh

pemanjangan dan kontraksi luas penampangnya di mana terjadi pemutusan.

Persentase pemanjangan didefinisikan sebagai berikut:

Persentase pemanjangan =

Gambar 7.36. Diagram-diagram untuk karet yang mengalami tarik.

Dimana Lo adalah panjang-ukur semula dan Lf jarak antara tanda-tanda

ukur pada bagian yang putus. Karena pemanjangan tidaklah merata sepanjang

contoh bahan tetapi terpusat pada daerah kontrasi-luas, maka prosentase

pemanjangan bergantung pada panjang-ukur.

Mekanika Teknik II

Page 50: MEKTEK 2

50

Oleh karena itu, apabila kita menyatakan persentasi pemanjangan

maka haruslah diberitahu pula tentang panjang ukur. Untuk suatu panjang-ukur

50 mm, baja dapat memilki pemanjangan dalam jangkauan 10% hingga 40 %,

tergantung pada komposisiny; untuk baja konstruksi, harga-harga 25% hingga

30% lazim diperoleh. Dalam hal untuk paduan-paduan aluminium,

pemanjangan bervariasi dari 1% hingga 45%, bergantung pada komposisi dan

penaganannya.

Persentase pengurangan (percent redution in area) mengukur jumlah

kontraksi luas yang terjadi dan didefinisikan sebagai berikut:

Persentase pengurangan luas =

Dimana A0 adalah luas penampang semula dan Af luas terakhir pada bagian

patahan. Untuk baja-baja liat, reduksinya sekitar 50%.

Bahan-bahan yang tidak dapat bertahan terhadap tarikan pada harga-

harga regangan relatif rendah, dikalsifikasikan sebagai bahan-bahan rapuh

(brittle). Contoh-contohnya adalah beton, batu, besi-tuang, (cast iron), kaca,

bahan-bahan keramik dan kebanyakan paduan-paduan logam yang lazim.

Bahan-bahan ini gagal (fail) hanya dengan pemanjangan yang kecil setelah

batas sebanding (titik A dalam Gambar 3.4) terlampui, dan tegangan patahnya

(stress fracture) (titik B) sama dengan tegangan batas. Baja-baja dengan

kandungan karbon yang tinggi bersifat rapuh. Mereka dapat memiliki tegangan

leleh yang sangat tinggi (dalam beberapa kasus 700 MPa ke atas), tetapi

patahanterjadi pada pemanjangan yang hanya beberapa persen saja.

Mekanika Teknik II

Page 51: MEKTEK 2

51

Gambar 7.37. Diagram tegangan regangan suatu bahan rapuh

F. Tegangan – Regangan Bahan Kaca

Kaca biasa hampir bersifat seperti bahan rapuh ideal, karena ia hampir

tidak memperlihatkan kaliatan. Kurva tegangan – regangan untuk kaca yang

mengalami tarik pada umumnya berupa sebuah garis lurus, degan kegagalan

terjadi sebelum pelelehan. Untuk beberapa jenis pelat kaca tertentu, tegangan

batasnya sekitar 70 Mpa tetapi terdapat pula variasi-variasi yang besar,

tergantung pada tipekaca, ukuran contoh bahan dan adanya cacat-cacat

mikroskopik. Serat-serat kaca dapat membentuk kekuatan yang sangat besar,

dan tegangan batas di atas 7 Gpa telah dicapai.

Diagram-diagram tegangan-regangan untuk tekan memiliki bentuk-

bentuk yang berbeda dari yang mengalami tarik. Logam-logam liat seperti baja,

aluminium dan tembaga memiliki batas sebanding untuk tekan lebih mendekati

ke yang untuk tarik. Oleh karena itu daerah-daerah permulaan dari diagram

tegangan-regangan dalam kedaan tekan dari logam-logam ini mirip sekali

dengan diagramnya dalam keadaan tarik.

Tetapi apabila mulai terjadi pelelehan, maka sifatnya sangat berbeda.

Dalam uji tarik, contoh bahannya diregangkan, sehingga dapat terjadi kontarksi

luas dan pada akhirnya terjadi patahan. Apabila sebuah contoh bahan

berukuran kecil ditekan, maka bagian sampingnya mengembung ke luar dan

berbentuk seperti tong. Dengan menambahkan beban, contoh beban ini

menjadi rata, jadi ia memberi perlawanan yang semakin bertambah terhadap

pemendekkan selanjutnya (yang berarti kurva tegangan-regangannya ke atas).

Ciri khas ini diilustrasikan dalam gambar 3.5 yang memperlihatkan diagram

tegangan-regangan dalam keadaan tekan untuk tembaga.

Mekanika Teknik II

Page 52: MEKTEK 2

52

Gambar 7.38. Diagram-diagram tegangan-regangan bagi tembaga

Bahan-bahan rapuh yang mengalami tekan khasnya memiliki daerah

awal yang linier kemudian diikuti dengan suatu daerah di mana pendekatan

bertambah lebih cepat daripada beban yang ditambahkan. Jadi, diagram

tegangan-regangan tekannya memiliki bentuk yang mirip dengan diagram

tariknya. Tetapi bahan-bahan rapuh, biasanya mencapaitegangan batas dalam

keadaan tekan yang lebih tinggi daripadadalam keadaan tarik. Juga berbeda

dengan bahan-bahan liat dalam keadaan tekan (lihat Gambar 3.5), bahan-

bahan rapuh ternyata patah pada beban maksimum. Diagram-diagram

tegangan-regangan tekan dan tarik untuk suatu jenis besi taung khusus

diberikan dalam Gambar 3.6. Kurva-kurva untuk bahan-bahan rapuh lainnya,

seperti beton dan batu, memiliki bentuk yang mirip tetapi sangat berbeda

dalam harga numeriknya.

Tabel siaft-sifat mekanis yang penting untuk berbagai bahan diberikan

dalam Apendisk H. Walaupun demikian, sifat-sifat dan kurva-kurva tegangan-

regangannya sangat bervariasi meskipun untuk bahan yang sama, karena

proses pembuatan (manufakturing) nya yang berbeda, komposisi kimia, cacat-

cacat internal, temparetur dan faktor-faktor lainnya. Karena itu, data apapun

yang diperoleh dari tabel-tabel umum seharusnya dipandang sebagai yang

kgas, tetapi tidak perlu cocok bagi suatu penerapan yang spesifik.

Mekanika Teknik II

Page 53: MEKTEK 2

53

Gambar 7.39. Diagram-diagram tegangan-regangan untuk sebuah besi yang

mengalmi tari dan tekan.

G. Elastisitas Dan Plastisitas

Diagram-diagram tegangan-regangan yan diuraikan dalam bagian di atas

menggambarkan kelakuan dari berbagai bahan apabila mereka dibebani secar

statik dalam keadaan tarik atau tekan. Sekarang baiklah kita tinjau apa yang

terjadi apabila bebannya dihilangkan secara perlahan-lahan, dan bahannya tak

dibebani. Anggap misalnya, bahwa kita mengenakan suatu beban pada suatu

contoh bahan tarik sehingga tegangan dan regangan bergerak dari O ke A pada

kurva tegangan-regangan dala gambar 3.7a. Anggap selanjutnya pula bahwa

apabila bebannya diambil bahannya mengikuti kurva yang tepat sama kembali

ke titik asal O. Sifat bahan yang demikian ini di mana ia kembali ke demensi

semulanya selama pengambilan beban (unloading) disebut sifat elatisitas

(elasticity) dan bahannya sendiri disebut elastis (elastic). Perhatikan bahwa

kurva tegangan-regangan dari O hingga A tidak perlu linier agar bahannya

elastis.

Mekanika Teknik II

Page 54: MEKTEK 2

54

Gambar 7.40. (a) Sifat elastis; (b) Sifat elastis sebagian

Sekarang, baiklah kita angap bahwa kita membebani bahan yang sama

ini ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga titik B pada diagram tegangan-

regangan tercapai (Gambar 3.7b). Dalam hal ini, apabila terjadi pengambilan

beban maka bahannya akan mengikuti garis BC pada diagram. Garis

pengambilan beba ini khas dan sejajar dengan bagian awal kurva pembebanan;

yakni, garis BC sejajar dengan garis-singgung terhadap kurva tegangan-

regangan di O. Apabila titik C tercapai, maka bebannya telah dihilangkan sama-

sekali, tetapi ternyata suatu regangan sisa (residual strain) atau regangan

permanen (permanent strain), OC tetap terdapat dalam bahan. Pemanjangan-

sisa yang bersangkutan dari batang disebut deformasi-permanen (permanent

set). Dari regangan total OD yang berbentuk selama pembebanan dari O

hingga B, regangan CD diperoleh kembali secara elastis dan regangan OC tetap

sebagai regangan-permanen. Jadi selama pembenan batang sebagiaannya

kembali ke bentuk semula; karena itu, bahnnya disebut elastis sebagian

(partially elastic).

Apabila sebuah batang uji, maka bebannya dapat diperbesar dari nol

hingga sejumlah kecil pilihan harga dan kemudian dihilangkan. Jika tidak

terdapat deformasi permanen (yakni, jika pemanjangan batang kembali ke nol)

maka bahannya elastis hingga tegangan yang dinyatakan oleh harga pilihan

beban. Proses pembebanan dan pengambilan beban ini dapat diulang untuk

harga-harga pembebanan yang makinlama makin tinggi. Pada akhirnya, akan

tercaapai suatu teganganyang sedemikian rupa sehingga tidak semua

regangan diperoleh kembali selama pengambilan beban. Dengan cara kerja ini,

ia dapat berupa tegangan pada titik E dalam Gambar 3.7b. Tegangan ini

dikenal sebagai batas elastis (elastic limit) dari bahan.

Kebanyakan bahan, termasuk kebanyakan logam-logam, memiliki

daerah-daerah linier pada bagian awal dari kurva-kurva tegangan-regangannya

(lihat Gambar 3.8). Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, batas teratas dari

daerah linier ini didefinisikan oleh batas sebanding. Biasanya batas elastis agak

sedikit di atas atau hampir sama dengan batas senanding. Karena itu, untuk

Mekanika Teknik II

Page 55: MEKTEK 2

55

kebanyakan bahan kedua batas ini diberikan harga numerik yang sama. Dalam

hal baja lunak, tegangan leleh juga sangat dekat dengan batas

sebanding,sehingga untuk kegunaan-kegunaan praktis maka tegangan leleh,

batas elastis dan batas sebanding dianggap sama. Tentu saja, keadaan ini tidak

berlaku untuk semua bahan. Karet memberi contoh menonjol dari suatu bahan

yang masih bersifat elastis jauh di atas batas sebanding.

Ciri-khas sebuah bahan dalam mana ia mengalami regangan tak elastis

di atas regangan-regangan pada batas elastis dikenal sebagai plastisitas

(plasticity). Jadi, pada kurva tegangan-regangan dalam Gambar 3.7a, kita

mempunyai suatu daerah elastis yang diikuti dengan suatu daerah plastis.

Apabila terjadi deformasi besar dalam bahan liat yang dibebani hingga daerah

plastis, maka bahan tersebut dikatakan mengalami aliran plastis (plastic flow).

Jika bahan tetap di dalam jangkauan elastis, ia dapat dibebani, tak

dibebani dan dibebani lagi tanpa terlalu mengubah sifatnya. Walaupun

demikian, apabila dibebani kedalam jangkauan plastis, maka struktur internal

bahan dirubah dan dengan demikian sifat-sifat bahan turu berubah. Sebagai

misal, telah kita amati bahwa sebuah regangan –permanen terdapat dalam

contoh-bahan setelah pengambilan beban dari daerah plastis (Gambar 3.7b).

Sekarang anggaplah bahwa bahannya dibebani kembali setelah pengambilan

beban di atas (Gambar 3.8).

Pembebanan yang baru ia mulai di titik C pada diagram dan

berkesinambungan ke atas menuju titik B tegangan, yaitu titik di mana

pengambilan beban dimaulai selama siklus pembebanan pertama , bahan

kemudian mengikuti diagram tegangan-regangan semula menuju titik F.

Selama pembebanan kedua, bahan bersifat linier dari C hingga B, karena itu

bahan memiliki suatu batas sebanding yang lebih tinggi dan tegangan leleh

yang lebih tinggi daripada yang sebelumnya. Jadi dengan meregangkan suatu

bahan, adalah mungkin terjadi menaikkan titik leleh meskipun keliatan

dikurangi karena jumlah pelelhan dari B hingga F lebih kecil daripada dari E

hingga F.

Mekanika Teknik II

Page 56: MEKTEK 2

56

Gambar 7.41. Diagram tegangan – ragangan pada beban siklik

Rangkak (creep). Diagram tegangan-regangan yang dinaikkan di atas

diperoleh dari uji tarik yang hanya menyangkut pembeaban statik dari contoh-

contoh bahan; karena itu faktor waktu tidak masuk dalam pembahasan kita.

Namun demikian, beberapa bahan menimbulkan regangan –regangan

tambahan dalam selang waktu yang cukup panjang dan dikatakan rangkak

(creep). Gejala ini dapat memeperlihatkan dirinya sendiri dalam berbagai cara.

Sebagai misal, kita menganggap bahwa sebuah batang vertical (Gambar 3.9a)

dibebani oleh suatu gaya konstanta P. Ketika beban pada mulanya dikenakan,

batang memanjang sejauh δo. Baiklah kita mengaggap bahwa pembebanan ini

dan pemanjangan yang bersangkutan terjadi selama suatu selang waktu to

(Gambar 3.9b). Setelah selang waktu to ini, pembebanan tetap konstan. Tetapi,

oleh karena rangkak, maka dapat terjadi bahwa batang berangsur-angsur

memanjang seperti diperlihatkan dalam Gambar 3.9b, meskipun pembebanan

tak berubah. Kelakuan ini terjadi pada banyak bahan, meskipun kadang-kadang

perubahannya sangat kecil untuk menarik perhatian.

Mekanika Teknik II

Page 57: MEKTEK 2

57

Gambar 7.42. Rangka dalam sebuah batang di bawah beban konstan.

Gambar 7.43. Relaksasi tegangan dalam sebuah kawat di bawah regangan konstan.

Sebagai contoh kedua dari rangkak, tinjau sebuah kawat yang

diregangkan antara dua penyangga yang tak dapat bergerak sehingga kawat

memiliki tegangan tarik awal σo (Gambar 3.10a). Sekali lagi, kita akan

menunjukkan waktu selama kawat mula-mula dibebani dengan to (Gambar

3.10b). Dengan bertambahnya waktu tegangan dalamkawat makin lama

berkurang dan akhirnya mencapai suatu harga konstan, meskipun penyangga-

penyangga pada ujung-ujung kawat tidak bergerak. Proses ini, yang adalah

suatu perwujudan dari rangkak, disebut relaksasi (relaxation) dari bahan.

Rangkak biasanya lebih menonjol pada temperatur tinggi daripada

temperatur biasa. Karena itu, gejala rangkak ini harus diperhatikan dalam

disain mesin-mesin, tungku pembakaran, dan struktur-struktur lainnya yang

beroperasi pada temparatur tinggi dalam selang waktu yang cukup lama.

Tetapi, bahan-bahan seperti baja, beton dan kayu sudah mulai mengalami

Mekanika Teknik II

Page 58: MEKTEK 2

58

sedikit rangkak meskipun pada temparatur-temparatur atmosfir. Oleh karena

itu, kadang-kadang perlu untuk mengkompensasikan efek rangkak ini dalam

struktur-struktur biasa. Sebagai misal, rangkak dari beton dapat menciptakan

“gelombang-gelombang” dalam lantai jembatan (bridge deck) karena lendutan

(sagging) antara penyangga-penyangga. Salah satu cara untuk mengatasinya

adalah dengan mengkonstruksikan latai jembatan dengan suatu anti lendutan

(camber) ke atas, yang mana adalah suatu lendutan awal di atas horizontal

sehingga, apabila terjadi rangkak, maka bentangnya (span) menurun ke

kedudukan datar (level).

BAB VIII

LENDUTAN (DEFLECTION)

A. Lendutan pada Balok(Persamaan Kurva Lendutan)

Mekanika Teknik II

Page 59: MEKTEK 2

59

Titik m1 berjarak x terhadap A (pusat sumbu), putaran sudutnya sama dengan θ (antara arah sumbu x dengan garis singgung) dan lendutannya v.Titik m2 yang terletak pada (x+dx), putaran sudutnya (θ +d θ) dan lendutannya (v+dv)

Dari gambar ds = ρ . d θ ρ =

K = (1)

Kemiringan kurva lendutan = karena θ kecil

ds = karena θ kecil cos θ 1, sehingga ds dx

maka, persamaan (1) berubah menjadi :

K = (2)

dan tg θ θ θ tg θ =

, sehingga

K = (3)

Persamaan ini disebut persamaan hubungan antara kelengkungan dengan lendutan balok dan berlaku untuk semua material asalkan sudut rotasinya kecil.Jika bahan balok elastic dan mengikuti Hukum Hooke, maka kelengkungannya :

K = (4)

maka secara umum penggabungan persamaan (3) dan (4) menjadi

K = EI . vII = - M (5)

Persamaan (5) disebut “Persamaan Diferensial Kurva Lendutan”

Bila diketahui q = dan v = , maka diperoleh :

vIII . EI = - V (6)

EI . vIV = q (7)

Contoh :1)Persamaan kurva lendutan dengan pengintegrasian momen lentur.

Mekanika Teknik II

Gambar 8.1.

Page 60: MEKTEK 2

60

Buat kurva lendutannya!Penyelesaian :

M =

EIvII =

EIvI =

Kondisi batas : pada x = L/2 ; θ = 0

θ = 0 =

C1 = , maka

EIvI =

EI.v =

Kondisi batas v = 0 pada x = 0 dan x = LV(0) = 00 = 0 + 0 + 0 + C2 C2 = 0

Sehingga, persamaan lendutan diperoleh :

EI . v =

V(x) =

Lendutan ditengah bentang (L/2) sebesar σ

V(L/2) =

2)Persamaan lendutan dengan pengintegrasian gaya lintang dan beban.

Tentukan kurva lendutannya!

q =

EI v”” = q

EI v”” =

Mekanika Teknik II

Page 61: MEKTEK 2

61

Integrasi pertama

EI v”” =

Karena gaya lintang adalah nol pada x = L ; x = 0 ; v = RA = ½ q0 L , maka : EI v””(L) = 0

C1 =

Sehingga persamaannya menjadi : EI v”” =

Integrasi kedua : EI v” =

Kondisi batas momen sama dengan nol pada x = L EI v”(L) = 0

C2 =

Sehingga persamaannya menjadi

EI v” =

Integrasi ketiga EI v’ =

Kondisi batas x = 0 kelengkungan sama dengan nol, sehingga C3 = 0

Integrasi ke empat EI v =

Kondisi batas x = 0 lendutan sama dengan nol, sehingga C4 = 0Maka persamaan lendutannya adalah sebagai berikut :

EI v =

=

3) P A B Buat persamaan kurva lendutan!

L L/2 C

Penyelesaian :V = - P/2 ; (0 < x < L)V = P ; (L < x < 3L/2)

Maka,

Mekanika Teknik II

Page 62: MEKTEK 2

62

EI v”’ = P/2 ; (0 < x < L)EI v”’ = - P ; (L < x < 3L/2)

Integrasi pertama EI v” = Px/2 + C1 ; 0 < x < L EI v” = - Px + C2 ; L < x < 3L/2

Kondisi batas M = 0 pada x = 0 dan x = 3L/2 diperoleh C1 = 0 dan C2 = + 3PL/2, sehingga :

EI v” = Px/2 EI v” = - Px + 3PL/2

Integrasi kedua : EI v’ = Px2/4 + C3

EI v’ = - Px2/2 + 3PLx/2 + C4

Kondisi batas v’(L) bentang AB = v’(L) bentang BC

C3 = atau

C4 =

Sehingga :

EI v’ =

EI v’ =

Integrasi ketiga :

EI v =

EI v =

Kondisi batas v = 0 pada x = 0, x = L, v(0) = 0, v(L)AB = 0 ; v(L)BC = 0C5 = 0

C6 =

Maka, persamaan lendutannya

EI v =

Mekanika Teknik II

Page 63: MEKTEK 2

63

v = ; 0 < x < L

EI v =

=

v =

lendutan di titik C : x = 3/2L

σc =

=

Kondisi batas v’(L/4) batang AC = v’(L/4) batang CE dan v’(L/2) = 0

C2 =

pada x = L/4

C1 =

=

Sehingga : EI v’ =

2EI v’ =

Integrasi kedua :

EI v =

E2I v =

Kondisi batas : v(x) = 0 C3 = 0

Mekanika Teknik II

Page 64: MEKTEK 2

64

V(L/4) batang AC = V(L/4) batang CE

C4 =

Sehingga :

V =

V =

BAB IX

METODE UNIT LOAD

Struktur seperti di atas : Akibat beban P timbul ∆ dan s Akibat beban 1 unit timbul σ dan u

dimana : ∆ = lendutan akibat P S = tegangan dalam (interval strusses) pada setiap pias σ = lendutan akibat beban unit u = tegangan dalam akibat beban unit

Karena timbul s dan u, pada pias akan terjadi pemendekan sebesar “dl”.Bila beban P bekerja secara berangsur-angsur, maka jumlah kerja luar (external work) sebesar :

Sedangkan total kerja dalam (internal work)

Menurut Hukum Konservasi energy / kerjaExternal work = internal work

Mekanika Teknik II

Gambar 9.1.

Page 65: MEKTEK 2

65

= akibat P

= akibat beban unit

Bila beban 1 satuan bekerja lebih dulu, baru ditambah beban P1,P2 dan P3, berangsur-angsur, maka kerja luar (external worknya) menjadi :

Dan internal worknya menjadi :

Maka, menurut Hukum Konservasi energy/ kerjaExternal work = Internal work

1 ∆ =

∆ = (lendutan di c)Dari gambar dan uraian di atas terlihat bahwa :

∆ = M = S . y m = U . y

Menurut hokum Hooke σ = , maka :

Hk. Hooke

Maka dapat dihitung lendutan pada titik C balok tersebut :

Mekanika Teknik II

Page 66: MEKTEK 2

66

Mekanika Teknik II

Page 67: MEKTEK 2

67

Contoh:1.

∆B =….?Penyelesaian :

M = - P . xm = - 1 . x

2.

∆B =….?Penyelesaian :

M = - ½ qx2

M = - I . x2

(ke bawah)

BAB X

Mekanika Teknik II

Page 68: MEKTEK 2

68

METODE MOMEN AREA

Dari persamaan sebelumnya diperoleh dθ = ,

maka :

= (luas diagram antara A dan B)

Perjanjian tanda θba positif bila θb > θa dan sebaliknya.Karena θa dan θb sangat kecil (sehingga garis singgung di A dan B mendekati segaris), maka :

Sehingga,

= (luas momen diagram antara A dan B terhadap titik

B)Metode luas momen hanya berlaku pada balok elastic linier karena

didasarkan pada persamaan persamaan linier.

Mekanika Teknik II

Gambar 10.1.

Page 69: MEKTEK 2

69

Contoh :

1. θb = (luas diagram )

A L B =

PL 2/3L = +

=

∆ba = (luas diagram momen terhadap titik yang dicari)

σb =

= bandingkan dengan contoh sebelumnya.

2.

θb = (luas diagram )

=

=

σb =

=

=

3.

Mekanika Teknik II

Page 70: MEKTEK 2

70

θb = (A1+A2+A3)

=

=

σb = (A1+A2+A3) terhadap titik B

=

=

σc = …?

1. RA = P1 =

θA = θB =

∆C = θA

2. RA = RB = P1 =

θA =

∆C =

3. θa, θb, θc, δc dan δmax …..?Jika E = 200 GPa, EI = 256 Mn.m2,

Mekanika Teknik II

Page 71: MEKTEK 2

71

I = 1,28 x 109 mm4

Jawab :

A1 =

A2 =

A3 =

10.θa = BB’ (EI) =

= 1893 kN.m2

θa =

EI.AA’ =

= 906,7 kN.m3

θb =

θc = EI. θb + A3 = 90,67 kN.m +(-53,33) = 37,33 kN.m2

Maka, sudut putar yang sebenarnya

θa =

θb =

θc =

Lendutan di C = δc

= 90,67.4 – 53,33.3 = 362,7 – 160 = 202,7 kN.m3

Mekanika Teknik II

Page 72: MEKTEK 2

72

Maka, δc =

Perhitungan lendutan max. (δmax)

= 10 x12 + 160 x1 320

EI.θA = 189,3 kN.m3

189,3 = 10 x12 + 160 x1 320

10 x12 + 160 x1 509,3 = 0

X12 + 16 x1 509,3 = 0

Dari penyelesaian persamaan tersebut diperoleh x1 = 4,385 m, maka :

Subtitusi x = 4,385 ;

= 549,6 kN.m3

BAB XI

LENTURAN PADA RANGKA BATANG

Mekanika Teknik II

Page 73: MEKTEK 2

73

Metode yang digunakan dalam perhitungan lendutan pada Tuss (rangka batang) adalah metode Unit Load. Dimana :

∆ = ∑ U dlU : gaya batang akibat beban 1 unit∆l : perpanjangan / perpendekan akibat beban luar

Contoh penggunaan :

Diketahui struktur rangka batang dengan luas penampang masingmasing adalah sebagai berikut :

Ditanya :∆v dari L1 = ……..?∆H dari L1 = ……..?Jika : E = 30.000 K/inc2

Penyelesaian :

a) ∆v dari L1

gaya gaya lintang

dicari harga

dicari gaya batang akibat beban U

dicari ∑U.dl

∆L1 =∑ U.dl = +0,299 ( )

Mekanika Teknik II

Page 74: MEKTEK 2

(b) untuk mencari ∆H di L1 beban unit diletakkan di L1 dengan arah horizontal, diproses sama dengan yang diatas.

1.RANGKA STATIS TAK TENTU

= +

+ gaya S dan U

δ = ∆L

Beban unit (U)

Mekanika Teknik II

74

Page 75: MEKTEK 2

U . δ(U . ∆l)

∆B = ∑ U . ∆l = 0,2822’ δB = ∑ U . ∆l = 0,04957’ (ke kiri)(ke kanan) ∆B = δB . HB

HB = (ke kiri)

RANGKA STATIS TAK TENTU DALAM

Persamaan yang digunakan

Xbc = gaya yang bekerja pada bentang BC

Lbc = panjang bentang BCAbc = luas penampang BCE = modulus elastisitas

E = 30.000 K/m2

Luas dalam inc2

Maka jika dianalitis, struktur rangka tersebut menjadi :

= +

Bagian (a)

Mekanika Teknik II

75

Page 76: MEKTEK 2

∆L U U . ∆L ∆=∑U∆L= 0,056 ft

Bagian (b)-

δ=∑U∆L= 0,002 ftDengan diketahuinya : ∆ = 56,384 . 10-3 ft

δ = 2,2512 . 10-3 ftMaka,

Xbc = 17,34

Sehingga gaya batangnya dari masing masing,

Mekanika Teknik II

76

Page 77: MEKTEK 2

Dalam bentuk table dapat ditulis sebagai berikut :

Gb.No.

batang

A(inc2

)

L(ft)

S(K)

U U . ∆L

(a)

1 5 8 0 0 0,8 0

2 2 9 0 0 0,6 0

3 5 8 32 20,8 0,8 16,384

4 4 12 0 0 +1 0

5 4 12 24 40 +1 40

∑56,384 = ∆

(b)

1 5 8 0,8 0,512 0,8 0,409

2 2 9 0,6 0,72 0,6 0,432

3 5 8 0,8 0,512 0,8 0,409

4 4 12 0 0

5 4 12 1 1 1 +1

∑2,240 = δ

Mekanika Teknik II

77

Page 78: MEKTEK 2

DAFTAR PUSTAKA

Gere, J.M., 1987, Mechanic of Material, London : Wadsworth Incoporation.

Suwarno Wirjomartono, 1986, “Mekanika Teknik”,Yogyakarta : Universitas

Gajah Mada.

Tjokrodiharjo, S., 1997, “Analisis Struktur II”, Yogyakarta : Universitas

Gajah Mada

Tjokrodiharjo, S., 1997, “Analisis Struktur III”, Yogyakarta : Universitas

Gajah Mada

Wang, C.K, 1987. “Statically indeterminate Structures”,New York : Mc

Graw Hill.

Wang, C.K, 1990. “Analisis Struktur Lanjutan”, Jilid 1, New York : Mc

Graw Hill.

Mekanika Teknik II

78