Mekanisme terjadinya Endoftalmitis dan Orbital Selulitis pada pemasangan alat drainase implant pada...
-
Upload
ade-mayashita -
Category
Documents
-
view
118 -
download
6
description
Transcript of Mekanisme terjadinya Endoftalmitis dan Orbital Selulitis pada pemasangan alat drainase implant pada...
Mekanisme terjadinya Endoftalmitis dan Orbital Selulitis pada pemasangan alat
drainase implant pada pasien dengan Glaukoma Kongenital
Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun dengan penglihatan tunggal yang dipasang
akuos-shunt implant karena Glaukoma Kongenital dirawat di rumah-sakit dengan edema
periorbita, eritem, dan discharge yang purulen pada mata kanannya. Pada pemeriksaan
didapatkan hipopion yang ekstensif. CT-Scan menunjukkan adanya proptosis, dan alat
akuos-shunt yang masuk jauh ke dalam orbita. Segera setelah alat dikeluarkan, dilakukan
kultur pada cairan vitreus dan didapatkan Streptokokus pneumonia. Pasien mendapatkan
intravitreal, topikal, intravena, dan oral antibiotik, serta TPA dan steroid topikal.
Inflamasi intraokular dan orbita segera turun, tetapi pasien mengalami kekeruhan lensa
(katarak) dengan retinal detachment sebagai komplikasinya.
Permasalahan
Bagaimanakah mekanisme terjadinya endoftalmitis dan orbital selulitis pada pasien ini?
Pembahasan
Pada kasus ini, pasien mengalami glaukoma kongenital, glaukoma kongenital
sendiri terjadi karena saluran pembuangan yang tidak terbentuk dengan baik, atau bahkan
tidak terbentuk sama sekali.
Diagnosis glaukoma kongenital dapat ditegakkan dengan adanya :
a) Diameter kornea yang besar, 13-15mm
b) Robekan membran Descement
c) Pengeruhan difus kornea
Tanda-tanda dini : fotofobia, lakrimasi, blefarospasme
Apabila terdapat anak berumur kurang dari 2 tahun dengan keluhan ini, ingatlah pada
kemungkinan peninggian TIO. Kemudian akan timbul :
Pengeruhan kornea
Penambahan diameter kornea
Penambahan diameter bola mata
Peninggian TIO
Pada pasien ini, diduga etiologi genetis lah yang menyebabkan pasien menderita
glaukoma, karena kakak perempuannya juga menderita glaukoma. Pemeriksaan genetis
menunjukkan gen Cyp1B1 (autosomal resesif) berperan. Pada pasien ini sudah dilakukan
multiple trabekulektomi, goniotomi, serta pemasangan akuos-shunt, serta yang terakhir
trimming pada tube shunt melalui 2 incisi kornea.
Goniotomi dilakukan dengan memotong jaringan mesenkim yang menutupi
trabekula atau memotong iris/m.siliaris longitudinalis yang berinsersi pada
trabekula
Trabekulektomi dilakukan dengan pembuatan fistula antara KOA dengan ruang
subkonjungtiva melalui pengangkatan sebagian jaringan trabekulum secara
bedah, sehingga humor akuos akan dibuang ke ruang subkonjungtiva.
Pemasangan tube implant (pada kasus ini Ahmed valve dengan resorvoir)
dilakukan karena operasi trabekulektomi yang dilakukan fistulanya menutup
kembali.
Pada pasien ini didapatkan tanda-tanda endoftalmitis (rasa sakit pada mata, discharge,
hipopion, proptosis) dan tanda-tanda selulitis orbita (rasa sakit pada mata, edema
periorbita, eritem, proptosis) yang keduanya merupakan kegawatan pada pasien ini
sehingga harus ditangani sesegera mungkin.
Mekanisme terjadinya endoftalmitis dan selulitis orbita pada pasien ini diduga karena :
1. Organisme masuk ke mata melalui permukaan mata → endoftalmitis → melalui
tube implant → selulitis orbita → terjadinya inflamasi dan degradasi enzim
menyebabkan dislokasi alat implant.
2. Selulitis orbita karena sinusitis menyebabkan endoftalmitis, walaupun hal ini
kemungkinannya kecil karena dari hasil CT-Scan tidak didapatkan infeksi pada
sinus ethmoidalis dan hanya terdapat penebalan minimal pada sinus maksilaris.
3. Dislokasi pada ahmed valve melalui trauma minor yang menyebabkan hipotoni
yang merupakan faktor presipitasi untuk infeksi.
4. Penyebaran infeksi endogenus (walaupun ini hampir tidak mungkin karena anak
tidak menunjukkan tanda septikemia sistemik dan kultur terhadap darahnya
negative)
Mekanisme paling mungkin dari keempat mekanisme di atas adalah nomor 1, akan
tetapi dari kultur suture kornea didapatkan hasil negative, luka kornea juga tertutup
sempurna, serta tidak ada erosi yang nampak pada anterior tube atau valve. Kultur vitreal
menunjukkan positif terhadap Streptokokus pneumoniae.
Pengobatan pada pasien ini adalah dengan : vancomisin intravena selama 1 minggu,
diikuti dengan 3 minggu oral levofloxacin, dan topikal gatifloxacin, atropine, dan
prednisolon acetate, serta injeksi intravitreal (25 mcg) TPA, serta injeksi pada KOA (25
mcg). Pemeriksaan 2 dan 4 minggu setelahnya menunjukkan perbaikan peradangan serta
menjernihnya kornea walaupun katarak dan detachment retina sudah berkembang.
Katarak diterapi dan memberikan residu kekeruhan kornea. Retinal detachment juga
terjadi pada pasien ini yang membutuhkan 2 operasi vitroretinal agar terkoreksi.
Kesimpulan
Pasien pada kasus ini mengalami endoftalmitis dan selulitis orbita dengan
pemasangan tube-implant untuk glaukoma kongenitalnya. Walaupun telah dilakukan
terapi yang agresif pada pasien ini, fungsi visual pasien masih sangat minimal.
Pemeriksaan terkini menunjukkan pasien dapat melihatt warna serta menunjukkan lokasi
permen sepanjang 3 mm yang diletakkan pada jarak 20 cm.
Referensi
Ilyas S. 2000. Ilmu penyakit Mata. Edisi 3 : Jakarta, FK-UI.
Kassam et al. 2011. Case Reports concurrent Endophtalmitis and Orbital cellulitis
in a child with Congenital Glaucoma and a glaucoma drainage device. Edmonton,
Alberta Canada.
Oliver, cassidy. 2009. At a Glance Oftalmologi : Jakarta, Erlangga.
Suhardjo & Hartono. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 1. Yogyakarta : FK-UGM.