Mekanisme sulit menelan

6
MEKANISME MENELAN (DEGLUTISI) Menelan merupakan suatu aksi fisiologi kompleks, dimana makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 saraf kranial, 4 saraf servikal dan lebih dari 30 pasang oto menelan. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makan dari rongga mulut sampai ke lambung. Proses menelan dapat dibagi dalam tiga fase yaitu: 1. FASE VOLUNTER/FASE ORAL Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makan yang dilaksanan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan daliva untuk menggiling dan membentukbolus dengan konsistensi dan ukuran untuk siap ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkonstraksi meletakkan bolus ke atas lidah. Otot instriksi lidah berkonstraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan paltum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian arkus faring antrior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat konstraksi m. Palato faringeus ( n.IX, n.X dan n.XII) Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf kranial n.V2 (maksilaris) dan n.V3 (lingualis) sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

description

ooooooooooooooooooooonnnnnnnnnnnnnnnkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkooooooooooooooolllllllllllllllllllloooooooooooooooooooooooooooggggggggggggiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii

Transcript of Mekanisme sulit menelan

Page 1: Mekanisme sulit menelan

MEKANISME MENELAN (DEGLUTISI)

Menelan merupakan suatu aksi fisiologi kompleks, dimana makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 saraf kranial, 4 saraf servikal dan lebih dari 30 pasang oto menelan.

Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makan dari rongga mulut sampai ke lambung.

Proses menelan dapat dibagi dalam tiga fase yaitu:

1. FASE VOLUNTER/FASE ORAL

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makan yang dilaksanan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan daliva untuk menggiling dan membentukbolus dengan konsistensi dan ukuran untuk siap ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkonstraksi meletakkan bolus ke atas lidah. Otot instriksi lidah berkonstraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan paltum durum sehingga bolus terdorong ke faring.

Bolus menyentuh bagian arkus faring antrior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat konstraksi m. Palato faringeus ( n.IX, n.X dan n.XII) Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf kranial n.V2 (maksilaris) dan n.V3 (lingualis) sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

Page 2: Mekanisme sulit menelan

Gambar 1.2 Fase Oral dan Fase Faringeal

2. FASE FARINGEAL

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi:

1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.

3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).

4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)

5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :

1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring.

2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.

3. FASE ESOFAGEAL

Page 3: Mekanisme sulit menelan

Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :

1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.

2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.

Gambar 1.3 Fase Esofageal

Peranan Sistem Saraf dalam Proses Menelan

Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap:

1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.

Page 4: Mekanisme sulit menelan

2. Perintah diterima oleh pusat menelan di medula oblongata pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi untuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yang berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yang berhubungan dgn proses menelan

3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah.

Patofisiologi

Mekanisme sulit menelan identic dengan tekanan tinggi pada esofagus, sfingter bawah esofagus yang tidak dapat berelaksasi dan esofagus yang mengalami dilatasi dan tidak memiliki peristaltik. Secara patologi, esofagus hanya menunjukkan dilatasi minimal pada awalnya, namun lama kelamaan dapat menjadi seluas 16 cm. Secara histologis, abnormalitas utama berupa hilangnya sel ganglion di pleksus mienterikus (pleksus Auerbach) pada esofagus distal. Beberapa lesi neuropatik lain juga dapat ditemukan, antara lain:

a). Inflamasi atau fibrosis pleksus myenterikus pada awal penyakit,

b). Penurunan varikosa serabut saraf pleksus myenterikus,

c). Degenerasi n. Vagus,

d). Perubahan di dorsal nukleus motoris n. Vagus dan

f). Inklusi intrasitoplasma yang jarang pada dorsal motor nukleus vagus dan pleksus myenterikus.

Segmen esofagus di atas sfingter esofagogaster (LES) yang panjangnya berkisar antara 2-8 cm menyempit dan tidak mampu berelaksasi. Esofagus bagian proksimal dari penyempitan tersebut mengalami dilatasi dan perpanjangan sehingga akhirnya menjadi megaesofagus yang berkelok-kelok. Bentuk esofagus sangat bergantung pada lamanya proses, bisa berbentuk botol, fusiform, samapai berbentuk sigmoid dengan hipertrofi jaringan sirkuler dan longitudinal. Mukosa dapat mengalami peradangan akibat rangsangan retensi makanan.