referat kesulitan menelan

23
BAB I PENDAHULUAN Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya mengacu pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Penderita usia tua adalah yang paling beresiko terhadap disfagia dan komplikasinya, terutama silent aspiration.Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi neurologis dan nonneurologic. Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses menelan pada fase oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan pemeriksaan fisik dengan teliti sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan disfagia. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan. Pemeriksaan endoskopi serat optik pada proses menelan mungkin diperlukan. Gangguan menelan mulut dan faring biasanya memerlukan rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan pelatihan teknik dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien dengan gangguan menelan. Pada pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati rongga mulut dan faring secara keseluruhan dan pemberian nutrisi

description

laring

Transcript of referat kesulitan menelan

Page 1: referat kesulitan menelan

BAB I

PENDAHULUAN

Disfagia berasal dari kata Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia biasanya mengacu

pada kesulitan dalam makan sebagai akibat dari gangguan dalam proses menelan. Disfagia

dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan seseorang karena risiko pneumonia aspirasi,

malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan obstruksi jalan napas. Penderita usia tua

adalah yang paling beresiko terhadap disfagia dan komplikasinya, terutama silent

aspiration.Sejumlah etiologi telah dikaitkan dengan disfagia pada populasi dengan kondisi

neurologis dan nonneurologic.

Gangguan yang dapat menyebabkan disfagia dapat mempengaruhi proses menelan pada fase

oral, faring, atau esofagus. Anamnesis secara menyeluruh dan pemeriksaan fisik dengan teliti

sangat penting dalam diagnosis dan pengobatan disfagia. Pemeriksaan fisik harus mencakup

pemeriksaan leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus

dilakukan.

Pemeriksaan endoskopi serat optik pada proses menelan mungkin diperlukan. Gangguan

menelan mulut dan faring biasanya memerlukan rehabilitasi, termasuk modifikasi diet dan

pelatihan teknik dan manuver menelan. Pembedahan jarang diindikasikan untuk pasien

dengan gangguan menelan. Pada pasien dengan gangguan berat, makanan sulit melewati

rongga mulut dan faring secara keseluruhan dan pemberian nutrisi enteral mungkin

diperlukan. Pilihan meliputi gastrostomy endoskopi perkutan dan kateterisasi intermiten

oroesophageal.

Page 2: referat kesulitan menelan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Anatomi dan Fisiologi Menelan

Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan

setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam

proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal

dan lebih dari 30 pasang otot menelan.

Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam

lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi

kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

 

NEUROFISIOLOGI MENELAN

Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase

esophageal.

FASE ORAL

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh

gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk

bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di

sadari.

Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.

ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)

Mandibula

 

 

Bibir

 

 

 

 

 Mulut & pipi

n. V.2 (maksilaris)

 

 

n. V.2 (maksilaris)

 

 

 

 

 n.V.2 (maksilaris)

N.V : m. Temporalis, m. maseter, m.

pterigoid

 

n. VII : m.orbikularis oris, m.

zigomatikum, m.levator labius oris,

m.depresor labius oris, m. levator

anguli oris, m. depressor anguli oris

 

n.VII: m. mentalis, m. risorius,

Page 3: referat kesulitan menelan

 

 

Lidah

 

 

n.V.3 (lingualis)

m.businator

 

n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus

 

 

 

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi,

setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah

berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian

anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.

Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring

sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m.

palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)

 

Peranan saraf kranial fase oral

ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)

Bibir

 

 

 

Mulut & pipi

 

 

 

Lidah

 

Uvula

n. V.2 (mandibularis), n.V.3

(lingualis)

 

 

n. V.2 (mandibularis)

 

 

 

n.V.3 (lingualis)

 

n.V.2 (mandibularis)

n. VII : m.orbikularis oris, m.levator

labius oris, m. depressor labius,

m.mentalis

 

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli

oris, m.depressor anguli oris,

m.risorius. m.businator

 

n.IX,X,XI : m.palatoglosus

 

n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring

 

 

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut

afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

 

 

Page 4: referat kesulitan menelan

FASE FARINGEAL

Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus

palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi :

1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI)

berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas

dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.

2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis

(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.

3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi

m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).

4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring

inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI)

menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring

(n.X)

5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan

otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk

ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk

menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Peranan saraf kranial pada fase faringeal

Organ Afferen Efferen

Lidah

 

 

 

 

Palatum

 

 

 

Hyoid

 

 

n.V.3

 

 

 

 

n.V.2, n.V.3

 

 

n.Laringeus superior

cab internus (n.X)

 

n.V :m.milohyoid, m.digastrikus

n.VII : m.stilohyoid

n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid

n.XII :m.stiloglosus

 

n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini

n.V :m.tensor veli palatini

 

n.V  : m.milohyoid, m. Digastrikus

n.VII : m. Stilohioid

n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid

Page 5: referat kesulitan menelan

Nasofaring

 

Faring

 

 

 

 

Laring

 

Esofagus

 

n.X

 

n.X

 

 

 

 

n.rekuren (n.X)

 

n.X

 n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus

 

n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor

faring sup, m.konstriktor ffaring med.

n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.

 

n.IX :m.stilofaring

 

n.X  : m.krikofaring

 

 

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut

afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

 

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,

meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter

esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu

pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan

sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.

 

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam

penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :

1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah

2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari

m.konstriktor faring. 

2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat

terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap

ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh

m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus

bagian superior.

 

Page 6: referat kesulitan menelan

 

FASE ESOFAGEAL

Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun

lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

 

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :

1.       dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer

terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian

proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik

kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.

2.       Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus

mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus

dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.

 

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan

berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari

berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.

II. 2 Gangguan Menelan

II.2.1 Definisi

Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau

penyakit di orofaring dan esophagus. Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan

gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke

lambung.

II.2.2 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:

Disfagia mekanik

Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus. Penyebab

utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esophagus oleh massa tumor dan

benda asing. Penyebab lain adalah akibar peradangan mukosa esophagus,

striktur lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus dari luar,

misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelemjar getah bening di

mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta.

Disfagia motorik

Page 7: referat kesulitan menelan

Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan

dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n.

V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan

peristaltic esophagus dapat menyebabkan disfagia. Penyebab utama dari disfagia

motorik adalah akalasia, spasme difus esophagus, kelumpuhan otot faring dan

skleroderma esophagus.

Disfagia oleh gangguan emosi

Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa

yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.

Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas:

Disfagia orofaringeal

Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke

dalam kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke

kerongkongan. Pasien mengeluh kesulitan memulai menelan, regurgitasi nasal, dan

aspirasi trakea diikuti oleh batuk.

Disfagia orofaringeal (Oropharyngeal dysphagia/OPD) terjadi ketika mekanisme

orofaringeal dalam proses menelan yang, dalam keadaan normal menjamin

perjalanan lengkap bolus dari mulut ke kerongkongan dan secara bersamaan

melindungi jalan napas, menjadi terganggu. Aspirasi pneumonia, malnutrisi, dan

kualitas hidup berkurang dapat terjadi akibat OPD. Walaupun terdapat banyak

penyebab OPD, kecelakaan serebrovaskular merupakan penyebab kasus terbanyak,

dan pneumonia aspirasi merupakan penyebab umum kematian pada pasien ini.

Kondisi neurologis lain seperti penyakit Parkinson bertanggung

jawab atas sejumlah kasus OPD, dengan gangguan miopati dan lesi structural yang

menjadi sebagian besar penyebab lainnya. Meskipun segudang penyebab OPD,

hasil akhir patofisiologis jatuh ke salah satu dari dua kategori yang saling terkait:

1) kelainan transfer bolus, dan 2) kelainan perlindungan jalan napas.

Kelainan transfer bolus dapat dikelompokkan lagi ke dalam yang disebabkan oleh:

1) Kegagalan pompa orofaringeal, 2) gangguan koordinasi oral/faring, dan 3)

obstruksi aliran keluar faring.

Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ yang berperan

dalam proses menelan. Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan fase oral

antara lain:

Page 8: referat kesulitan menelan

1. Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang disebabkan gangguan sensori dan

motorik pada lidah, bibir dan wajah.

2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan

oleh defisiensi sensori pada rongga mulut dan/atau gangguan motorik lidah.

3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan

sensitivitas gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.

4. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari

saraf kranial.

5. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus.

6. Gangguan mendorong bolus ke faring.

7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena gangguan

motorik dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum refleks

menelan muncul.

8. Rasa tersedak oleh batuk pada saat fase faring.

Sedangkan dampak ketidaknormalan pada fase faringeal adalah chocking,

coughing dan aspirasi.

Gejala disfagia orofaringeal adalah ketidakmampuan untuk menjaga bolus dalam

rongga mulut, kesulitan mengumpulkan bolus di belakang lidah, ragu-ragu atau

ketidakmampuan untuk memulai menelan, makanan menempel di tenggorokan,

regurgitasi nasal, ketidakmampuan untuk mendorong bolus makanan ke dalam

faring, kesulitan menelan makanan padat, sering menelan berulang-ulang, sering

membersihkan tenggorokan, suara berkumur (gargly voice) setelah makan, suara

serak, suara bindeng (nasal speech) dan disartria, batuk saat menelan: sebelum,

selama, atau setelah menelan, menghindari makan bersama orang lain, berat badan

menurun dan pneumonia berulang.

Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring

adalah:

Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS)

Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah

pemeriksaan yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi.

Pemeriksaan ini menggambarkan struktur dan fisiologi menelan rongga mulut,

faring, laring dan esofagus bagian atas. Pemeriksaan dilakukan dengan

menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi yang dicampur dengan

Page 9: referat kesulitan menelan

barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan memberikan

bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan melakukan

beberapa manuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi

optimal dalam proses menelan.

Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES)

Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan nasofaringoskop

serat optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi makanan dari

jenis makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien dalam proses

menelan

Disfagia esophageal

Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal

ini diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis.

Disfagia esofagus mengacu pada sensasi makanan menempel atau mendapatkan

digantung di pangkal tenggorokan atau dada. Penyebab umum dari disfagia

esofagus meliputi:

1. Akalasia. Hal ini terjadi ketika otot esophagus bawah (sfingter) tidak benar-

benar rileks untuk membiarkan makanan masuk ke lambung. Otototot di

dinding esofagus sering lemah juga. Hal ini dapat menyebabkan regurgitasi

makanan belum tercampur dengan isi perut, kadang-kadang menyebabkan

untuk membawa makanan kembali ke dalam tenggorokan.

2. Proses penuaan. Dengan usia, kerongkongan cenderung kehilangan beberapa

kekuatan otot dan koordinasi yang diperlukan untuk mendorong makanan ke

dalam perut.

3. Spasme difus. Kondisi ini menghasilkan beberapa, tekanan tinggi, kontraksi

kurang terkoordinasi kerongkongan biasanya setelah menelan. Spasme difus

pada esofagus adalah gangguan langka yang mempengaruhi otot polos di

dinding esofagus bawah secara involunter. Kontraksi sering terjadi sesekali,

dan mungkin menjadi lebih parah selama periode tahun.

4. Striktur esofagus. Penyempitan kerongkongan (striktur) menyebabkan

potongan besar makanan tidak dapat lewat. Persempitan lumen ini mungkin

akibat dari pembentukan jaringan parut, sering disebabkan oleh penyakit

gastroesophageal reflux (GERD), atau dari tumor.

5. Tumor. Kesulitan menelan cenderung untuk mendapatkan semakin buruk

ketika terdapat tumor esofagus.

Page 10: referat kesulitan menelan

6. Benda asing. Terkadang, makanan, seperti sepotong besar daging, atau objek

lain dapat menjadi tersangkut di tenggorokan atau kerongkongan. Orang

dewasa dengan gigi palsu dan orang-orang yang mengalami kesulitan

mengunyah makanan mereka dengan baik mungkin lebih cenderung memiliki

gangguan pada tenggorokan atau kerongkongan. Anak-anak mungkin akan

menelan benda-benda kecil, seperti peniti, koin atau potongan mainan, yang

dapat menjadi terjebak.

7. Cincin esofagus. Pada daerah ini terdapat penyempitan di esofagus bagian

bawah yang dapat menyebabkan kesulitan menelan makanan padat.

8. Gastroesophageal reflux disease (GERD). Kerusakan jaringan esophagus dari

asam lambung yang naik (refluks) ke dalam kerongkongan dapat

menyebabkan spasme atau jaringan parut dan penyempitan kerongkongan

bawah membuat sulit menelan.

9. Eosinofilik esofagitis. Kondisi ini, disebabkan oleh kelebihan populasi sel

yang disebut eosinofil di kerongkongan, dapat menyebabkan kesulitan

menelan. Ini mungkin terkait dengan alergi makanan, tetapi sering tidak ada

penyebab yang ditemukan.

10. Scleroderma. Penyakit ini ditandai oleh perkembangan bekas luka-seperti

jaringan, menyebabkan kekakuan dan pengerasan jaringan. Hal ini dapat

melemahkan lower esophageal sphincter, sehingga asam lambung dapat

refluks ke kerongkongan dan menyebabkan gejala dan komplikasi mirip

dengan GERD.

11. Terapi radiasi. Hal ini pengobatan kanker dapat menyebabkan peradangan dan

jaringan parut pada kerongkongan, yang dapat menyebabkan kesulitan

menelan.

II.2.3 Patogenesis

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam

proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan

mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu:

1 Ukuran bolus makanan

2 Diameter lumen esophagus yang dilalui bolus

3 Kontraksi peristaltik esophagus

4 Fungsi sfingter esophagus bagian atas dan bagian bawah

Page 11: referat kesulitan menelan

5 Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah

Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila system neuromuscular mulai dari

susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula,

persarafan ekstrinsik esophagus serta persarafan intrinsic otot-otot esophagus bekerja

dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pusat menelan

dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esophagus

dan sfingter esophagus bagian atas. Oleh karena otot lurik esophagus dan sfingter

esophagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti motor n. vagus, maka

aktivitas peristaltic esophagus masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter

esophagus bagian bawah terjadi akibat perenggangan langsung dinding esophagus.

II.2.4 Diagnosis

Pasien yang memiliki disfagia dapat datang dengan berbagai tanda dan gejala. Mereka

biasanya mengeluhkan batuk atau tersedak atau sensasi abnormal menempel makanan

di belakang tenggorokan atau dada bagian atas ketika mereka mencoba menelan,

namun, beberapa kasus bisa dengan keluhan yang sangat minimal atau bahkan tidak

ada keluhan (misalnya, pada mereka dengan aspirasi diam).

Pemeriksaan fisik untuk disfagia meliputi:

Selama pemeriksaan fisik, mencari mekanisme oral-motor dan laring. Pengujian

n.V tengkorak dan n.VII-XII sangat penting untuk menentukan apakah bukti fisik

disfagia orofaringeal ada

Pengamatan langsung penutupan bibir, penutupan rahang, mengunyah dan

pengunyahan, mobilitas lidah dan kekuatan, elevasi palatal dan laring, air liur, dan

kepekaan oral diperlukan.

Periksa tingkat kewaspadaan dan status kognitif pasien, karena dapat berdampak

pada keselamatan menelan dan kemampuan untuk belajar langkah-langkah

kompensasi.

Disfonia dan disartria adalah tanda-tanda disfungsi motor struktur yang terlibat

dalam mulut dan faring menelan.

Periksa rongga mulut dan faring untuk integritas mukosa dan gigi.

Periksa langit-langit lunak untuk posisi dan kesimetrisan selama fonasi dan

beristirahat.

Page 12: referat kesulitan menelan

Evaluasi elevasi faring dengan menempatkan 2 jari di laring dan menilai gerakan

selama menelan volunter. Teknik ini membantu untuk mengidentifikasi ada atau

tidak adanya hambatan mekanisme pelindung laring.

Refleks muntah yang ditimbulkan oleh menyentuh mukosa faring dengan spatula

lidah. Pengujian untuk refleks muntah sangat membantu, tetapi tidak adanya

refleks muntah tidak selalu menunjukkan bahwa pasien tidak mampu menelan

dengan aman. Memang, banyak orang dengan tidak ada refleks muntah memiliki

kemampuan menelan yang normal, dan beberapa pasien dengan disfagia memiliki

refleks muntah yang normal.

Auskultasi servikal menjadi bagian dari evaluasi klinis pasien disfagia.

Menilai kekuatan dan kejelasan suara, waktu episode apneic, dan kecepatan

menelan.

Menilai fungsi pernafasan juga sangat penting. Jika kekuatan pernapasan batuk

atau kliring tenggorokan tidak memadai, risiko aspirasi meningkat.

Langkah terakhir dalam pemeriksaan fisik adalah pengamatan langsung dari

tindakan menelan. Minimal, menonton pasien sementara dia minum air. Jika

memungkinkan, menilai makan pasien berbagai tekstur makanan. Sialorrhea,

inisiasi menelan tertunda, batuk, atau kualitas suara serak basah atau mungkin

menunjukkan masalah. Setelah menelan, mengamati pasien selama 1 menit atau

lebih untuk melihat apakah respon batuk tertunda hadir.

Berbagai tes dapat digunakan untuk disfagia:

Endoskopi atau esophagoscopy, tabung dimasukkan ke kerongkongan untuk

membantu mengevaluasi kondisi kerongkongan, dan mencoba untuk membuka

bagian-bagian yang mungkin tertutup.

Manometry esofagus, tabung dimasukkan ke dalam perut untuk mengukur

perbedaan tekanan di berbagai daerah.

X-ray leher, dada, atau perut dapat diambil.

Barium x-ray, gambar bergerak atau video x-ray diambil dari kerongkongan saat

menelan barium, yang terlihat pada x-ray.

II.2.5 Penatalaksanaan

Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau untuk

meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan

menelan dengan cara khusus. Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi

Page 13: referat kesulitan menelan

makanan dan minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus

menggunakan metode lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya ini

memerlukan suatu system pemberian makanan, seperti suatu selang makanan (NGT),

yang memotong bagian menelan yang tidak mampu bekerja normal.

Modifikasi diet

Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia. Suatu diet

makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada

fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah

makanan padat. Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi

makanan lunak atau semi-padat sampai konsistensi normal.

Suplai Nutrisi

Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan

malnutrisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan

nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang

diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan

pemberian parenteral.

Hidrasi

Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi pasien

sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi

Pembedahan

Gastrostomy

Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy

dengan anestesi umum ataupun lokal.

Cricofaringeal myotomy

Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan untuk

mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan mengincisi

komponen otot utama dari PES.

Page 14: referat kesulitan menelan

II.2.6 Komplikasi

Disfagia menyebabkan penderita mudah mengalami aspirasi, dimana aspirasi

selanjutnya akan menybabkan pneumonia. Beberapa factor yang mempengaruhi

terjadinya aspirasi ini diantaranya adalah jumlah, sifat fisik dan letak kedalaman

aspirasi serta meknisme pembersihan oleh paru. Aspirasi semakin berbahaya pada

aspirasi dalam jumlah yang lebih besar, letak yang semakin distal dan sifat yang lebih

asam. Bila aspirasi diikuti organisme infeksius atau bahkan flora normal mulut

sekalipun, maka akan dapat menbyebabkan pneumonitis.

Malnutrisi dan dehidrasi sendiri merupakan factor resiko untuk terjadinya pneumonia.

Malnutrisi menyebabkan seseorang rentan terhadap perubahan kolonisasi bakteri di

orofaring dan menurunkan pertahankan terhadap infeksi dengan menekan system

imunitas. Malnutrisi juga menyebabkan letargi, kelemahan dan penurunan kesadaran

yang pada gilirannya meningkatkan kemungkinan terjadinya aspirasi. Tambahan pula

bahwa manutrisi mengurangi kekuatan batuk dan mekanisme pembersihan paru

sebagai factor pertahanan terhadap aspirasi.

Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi karena asupan cairan yang kurang. Sebaliknya,

dehirasi juga merupakan factor resiko terjadinya pneumonia. Hal ini disebabkan

pertama karena berkurangnya aliran air liur yang dapat perubahan kolonisasi di

orofaring, kedua karena letargi dan perubahan status mental yang dapat meningkatkan

aspirasi, dan ketiga karena menurunnya system imunitas.

BAB III

KESIMPULAN

Keluhan kesulitan menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau

penyakit di orofaring dan esophagus.

Page 15: referat kesulitan menelan

Keluhan ini timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan

transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung.

Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas: disfagia mekanik, disfagia motorik

dan disfagia oleh gangguan emosi.

Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esophagus.

Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan dalam

proses menelan.

Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa

yang berat yang dikenal sebagai globus histerikus.

Berdasarkan lokasinya, disfagia dibagi atas: disfagia orofaringeal dan disfagia

esophageal.

Disfagia orofaringeal adalah kesulitan mengosongkan bahan dari orofaring ke dalam

kerongkongan, hal ini diakibatkan oleh fungsi abnormal dari proksimal ke

kerongkongan.

Disfagia esophagus adalah kesulitan transportasi makanan ke kerongkongan. Hal ini

diakibatkan oleh gangguan motilitas baik atau obstruksi mekanis.

Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring

adalah Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS) dan Flexible Endoscopy

Evaluation of Swallowing ( FEES).