MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF...

8
Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018 ISBN: 978-602-60286-1-7 GT - 105 MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF BERDASARKAN PENDEKATAN KINEMATIS PADA LOKASI TAMBANG EMAS POBOYA, PALU Sriyati Ramadhani 1 , Ahmad Rifa’i 2 , Wahyu Wilopo 3 dan Kabul Basah Suryolelono 4 1 Departmen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email: [email protected] 2 Departmen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email: [email protected] 3 Departmen Geologi dan Pusat Unggulan dan Inovasi Teknologi Mitigasi Kebencanaan (GAMA-InaTEK), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email: [email protected] 4 Departmen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email: [email protected] ABSTRAK Beberapa kasus longsor sering terjadi pada kegagalan lereng tambang. Faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng tambang antara lain keberadaan bidang-bidang lemah (diskontinuitas). Pada daerah tambang emas Poboya juga banyak terdapat bidang-bidang lemah (diskontinuitas) yang mengakibatkan distribusi kekuatan dan tegangan batuan tidak terdistribusi secara merata, akibatnya keseimbangan dari kekuatan massa batuan jadi terganggu dan terjadi longsor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng pada tambang emas Poboya berdasarkan pendekatan kinematis. Pendekatan kinematis dilakukan dengan menggunakan dips 5.0. Lokasi penelitian ini berada di Tambang Emas Poboya, Kota Palu. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tipe longsoran yang ditemui pada daerah gneiss didominasi oleh longsoran planar (planar failure) berdasarkan arah kekar utama dan tipe longsoran yang ditemui pada daerah schist didominasi oleh longsoran jatuhan (toppling failure) dimana (90 δ)+ϕj < α terpenuhi. Hasil dari tipe longsor yang diperoleh pada tambang emas Poboya dapat direkomendasikan agar resiko bencana longsor dapat diminimalisasikan. Kata kunci: Mekanisme Keruntuhan Lereng, Batuan Metamorf, Pendekatan Kinematis, Tambang Emas Poboya. 1. PENDAHULUAN Pegunungan Poboya merupakan salah satu tambang emas yang ada di Kota Palu. Tambang dibuka mulai tahun 2006, jalan menuju ke tambang sangat bergelombang, menyusuri sungai sejauh empat kilometer, merupakan perbukitan dan pegunungan yang tandus dan terjal sehingga rawan terjadi longsor. BNPB (2013) mencatat ada 36 kasus tanah longsor yang terjadi di kawasan Poboya dan termasuk dalam kategori tinggi. Beberapa kasus longsor yang terjadi pada tambang emas Poboya diantaranya pada tanggal 16 Agustus 2010 ada tiga orang penambang emas tertimbun tanah longsor dan disusul pada 10 Februari 2011 sebanyak 11 orang meninggal karena longsor. Bencana banjir juga terjadi di lokasi tambang emas Poboya pada tanggal 25 Agustus 2012 akibat turunnya hujan berturut- turut selama 4 hari dari tanggal 22 Agustus sampai tanggal 25 Agustus 2012 (BPBD, 2014). Setiap hari para penambang menggali lubang-lubang untuk mengambil batuan yang mengandung emas (Gambar 1). Kegiatan tambang, seperti pemotongan lereng batuan dan penggalian lubang-lubang pada lereng akan menyebabkan besarnya perubahan gaya-gaya pada lereng yang berakibat terganggunya kestabilan lereng. Seiring dengan kegiatan tambang tersebut tanpa disadari ternyata banyak menimbulkan dampak negatif terlebih lagi dampak sosial yang menimbulkan rasa tidak aman, karena masyarakat selalu merasa cemas jika sewaktu-waktu longsor dan banjir datang kembali. Apabila lereng tidak stabil, maka akan menggangu kelancaran produksi, mengancam keselamatan jiwa manusia serta merusak bangunan di sekitarnya. Menurut Liu, et al., 2011 bahwa ketidakstabilan lereng batuan terjadi karena lereng tinggi dan curam, kondisi geologi dan topografi seperti pemotongan lereng bawah tanah dan terdapat lapisan-lapisan lemah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng berdasarkan pendekatan kinematis di lokasi tambang emas Poboya. Pendekatan kinematis dilakukan dengan menggunakan dips 5.0, Lokasi penelitian ini terletak di kawasan Poboya Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah (Gambar 2).

Transcript of MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF...

Page 1: MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/GT-13.pdfTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng berdasarkan

Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018

ISBN: 978-602-60286-1-7 GT - 105

MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF BERDASARKAN

PENDEKATAN KINEMATIS PADA LOKASI TAMBANG EMAS POBOYA, PALU

Sriyati Ramadhani1, Ahmad Rifa’i2, Wahyu Wilopo3 dan Kabul Basah Suryolelono4

1Departmen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Email: [email protected] 2Departmen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Email: [email protected] 3Departmen Geologi dan Pusat Unggulan dan Inovasi Teknologi Mitigasi Kebencanaan (GAMA-InaTEK),

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Email: [email protected] 4Departmen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Email: [email protected]

ABSTRAK

Beberapa kasus longsor sering terjadi pada kegagalan lereng tambang. Faktor yang dapat

mempengaruhi kestabilan lereng tambang antara lain keberadaan bidang-bidang lemah

(diskontinuitas). Pada daerah tambang emas Poboya juga banyak terdapat bidang-bidang lemah

(diskontinuitas) yang mengakibatkan distribusi kekuatan dan tegangan batuan tidak terdistribusi

secara merata, akibatnya keseimbangan dari kekuatan massa batuan jadi terganggu dan terjadi longsor.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng pada tambang emas

Poboya berdasarkan pendekatan kinematis. Pendekatan kinematis dilakukan dengan menggunakan

dips 5.0. Lokasi penelitian ini berada di Tambang Emas Poboya, Kota Palu. Hasil dari penelitian ini

menunjukan bahwa tipe longsoran yang ditemui pada daerah gneiss didominasi oleh longsoran planar

(planar failure) berdasarkan arah kekar utama dan tipe longsoran yang ditemui pada daerah schist

didominasi oleh longsoran jatuhan (toppling failure) dimana (90 – δ)+ϕj < α terpenuhi. Hasil dari tipe

longsor yang diperoleh pada tambang emas Poboya dapat direkomendasikan agar resiko bencana

longsor dapat diminimalisasikan.

Kata kunci: Mekanisme Keruntuhan Lereng, Batuan Metamorf, Pendekatan Kinematis, Tambang

Emas Poboya.

1. PENDAHULUAN

Pegunungan Poboya merupakan salah satu tambang emas yang ada di Kota Palu. Tambang dibuka mulai tahun

2006, jalan menuju ke tambang sangat bergelombang, menyusuri sungai sejauh empat kilometer, merupakan

perbukitan dan pegunungan yang tandus dan terjal sehingga rawan terjadi longsor. BNPB (2013) mencatat ada 36

kasus tanah longsor yang terjadi di kawasan Poboya dan termasuk dalam kategori tinggi. Beberapa kasus longsor

yang terjadi pada tambang emas Poboya diantaranya pada tanggal 16 Agustus 2010 ada tiga orang penambang emas

tertimbun tanah longsor dan disusul pada 10 Februari 2011 sebanyak 11 orang meninggal karena longsor. Bencana

banjir juga terjadi di lokasi tambang emas Poboya pada tanggal 25 Agustus 2012 akibat turunnya hujan berturut-

turut selama 4 hari dari tanggal 22 Agustus sampai tanggal 25 Agustus 2012 (BPBD, 2014).

Setiap hari para penambang menggali lubang-lubang untuk mengambil batuan yang mengandung emas (Gambar 1).

Kegiatan tambang, seperti pemotongan lereng batuan dan penggalian lubang-lubang pada lereng akan menyebabkan

besarnya perubahan gaya-gaya pada lereng yang berakibat terganggunya kestabilan lereng. Seiring dengan kegiatan

tambang tersebut tanpa disadari ternyata banyak menimbulkan dampak negatif terlebih lagi dampak sosial yang

menimbulkan rasa tidak aman, karena masyarakat selalu merasa cemas jika sewaktu-waktu longsor dan banjir

datang kembali. Apabila lereng tidak stabil, maka akan menggangu kelancaran produksi, mengancam keselamatan

jiwa manusia serta merusak bangunan di sekitarnya. Menurut Liu, et al., 2011 bahwa ketidakstabilan lereng batuan

terjadi karena lereng tinggi dan curam, kondisi geologi dan topografi seperti pemotongan lereng bawah tanah dan

terdapat lapisan-lapisan lemah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng berdasarkan pendekatan kinematis

di lokasi tambang emas Poboya. Pendekatan kinematis dilakukan dengan menggunakan dips 5.0, Lokasi penelitian

ini terletak di kawasan Poboya Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah (Gambar 2).

Page 2: MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/GT-13.pdfTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng berdasarkan

GT - 106

ISBN: 978-602-60286-1-7

a. Kegiatan didaerah tambang b. Lubang galian di lereng

Gambar 1. Kondisi Lereng di lapangan

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi geologi wilayah Poboya

Poboya terletak di sebelah timur cekungan utama patahan Palu Koro yang membentuk bagian busur kepulauan

Sulawesi Utara pada Neogen (Kavalieris, et al., 1992). Cekungan ini terkait dengan pengisi bentuk mollase

konglomerat yang sebagian besar terjadi di sebelah tenggara kota Palu. Geologi lokal yang rumit diwakili oleh

Formasi Tinombo sedimen dan metavolcanic di sebelah barat vein dan geneis serta batuan metamorf pada kompleks

Toboli disebelah timur (Marten, 1999). Menurut Muhardjo dan Kaschul (1999) mineralisasi di Poboya diperkirakan

sebagai sistem emas epitermal sulfida rendah yang berinduk pada satuan batuan metamorf. Sistem vein di bentuk

dalam sebuah northwest berarah dijalur Toboli di sebelah Timur Sesar Palu. Formasi Toboli terdiri dari batuan

geneis dan metamorf, termasuk biotit geneis yang diselingi dengan sekis. Hal ini diterobos oleh granodiorit, feldspar

porphyry dan monzonit untuk bagian dasar yang membentuk dataran tinggi di sepanjang punggung bagian utara

lengan Sulawesi.

Secara struktur geologi, sesar Palu-Koro berperan sebagai struktur utama pembentuk saluran sebagai jalur fluida

pembawa mineralisasi. Batuan metamorf dari Formasi Toboli adalah batuan induk terjadinya mineralisasi yang

dominan. Zona mineralisasi dikaitkan dengan urat kuarsa-karbonat dan urat breksi dengan tekstur dominan banded,

chalchedonic, dan bladed. Urat mengandung banyak episode fase pengendapan kuarsa-karbonat. Kehadiran kuarsa

dalam urat membuktikan bahwa pengembangan aqueous system pada suhu yang lebih rendah dari fase evolusi

dalam lingkungan mineralisasi epitermal / mesotermal dapat berkembang dengan baik pada kekar-kekar terbuka

yang terbentuk. Zona mineralisasi biasanya ditemukan terletak dekat urat utama yang diinterpretasikan terbentuk

sebelumnya atau pada saat mineralisasi terjadi (Wajdi, dkk. 2012).

Analisis kinematis

Analisis kinematika merupakan salah satu metode analisis kestabilan lereng yang menggunakan parameter orientasi

struktur geologi, orientasi lereng dan sudut geser dalam batuan yang diproyeksikan pada stereonet (Hoek dan Bray,

1981). Analisis kinematis lereng mengacu pada gerakan batuan tanpa mengacu kepada kekuatan utama yang

Page 3: MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/GT-13.pdfTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng berdasarkan

GT - 107

ISBN: 978-602-60286-1-7

menyebabkan batuan bergerak. Banyak pemotongan batuan yang stabil di lereng curam, meskipun ada bidang lemah

dengan kemiringan curam dan kekuatan sangat rendah, sehingga kejadian ini mengakibatkan keruntuhan blok

batuan bergerak bebas. Pendekatan kinematis untuk membuat desain lereng terutama diarahkan pada massa batuan

untuk memastikan bahwa selalu ada blok batuan yang potensi kegagalan (Goodman, 1989). Hubungan antara hasil

proyeksi stereografis orientasi struktur dan lereng terhadap tipe longsoran dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara hasil proyeksi orientasi struktur dan lereng terhadap tipe longsoran (Hoek dan Bray,

1981 dengan modifikasi).

3. METODE PENELITIAN

Survey geologi

Survey geologi dilakukan pada lokasi penelitian dengan tujuan untuk mengetahui litologi batuan, data geomekanika

lereng serta pengambilan sampel batuan. Untuk data geomekanika lereng yang diperoleh dari hasil survei di

lapangan, yaitu (1) azimuth lereng yang diukur dengan menggunakan kompas geologi, (2) orientasi struktur geologi

berupa strike, dip dan dip direction yang diukur menggunakan kompas, (3) jenis struktur geologi yang berupa kekar,

sesar dan jenis batuan, (4) spacing menunjukkan tingkat kerapatan struktur geologi, (5) ada tidaknya rembesan air,

(6) tingkat kekasaran permukaan struktur geologi, (7) material pengisi struktur geologi dan tebalnya, (8) nama

batuan, (9) tingkat kekuatan batuan.

Pada survey geologi dilakukan pengambilan sampel batuan yang digunakan untuk uji sifat teknik di laboratorium

yaitu uji sifat fisis dan mekanis batuan. Data hasil survey geologi dan hasil pengujian dilaboratorium kemudian

dianalisis berdasarkan pendekatan kinematis dengan menggunakan dips 5.0.

Analisis kinematis

Analisis kinematis dilakukan dengan menggunakan bantuan dips 5.0. Tujuannya adalah untuk menentukan

kemungkinan terjadi model keruntuhan yaitu planar sliding, wedge sliding dan toppling serta daerah yang tidak

stabil secara kinematis. Data yang digunakan dalam analisis adalah data hasil survey geologi di lokasi penelitian

yaitu dip dan dip direction yang dimasukkan dalam program dips dengan menggabungkan data lereng, data

diskontinuitas dan sudut geser. Analisis kinematis ini dilakukan pada 4 (empat) titik lokasi lereng yaitu STA 1, STA

Page 4: MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/GT-13.pdfTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng berdasarkan

GT - 108

ISBN: 978-602-60286-1-7

3, STA 4 dan STA 5 (Gambar 4), dimana keempat lokasi tersebut para penambang banyak melakukan aktifitas

penggalian dan pemotongan lereng untuk mengambil batuan yang mengandung bijih emas.

Gambar 4. Peta titik pengamatan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi litologi

Litologi yang menyusun daerah penelitian didominasi oleh batuan metamorf. Batuan metamorf yang ditemui pada

daerah penelitian adalah gneiss dan schist.

Mekanisme keruntuhan lereng

Mekanisme keruntuhan lereng ditinjau berdasarkan pendekatan kinematis dengan menggunakan dips. Data yang

telah dikumpulkan dari lokasi penelitian yaitu dip dan dip direction dimasukkan dalam program dips dengan

menggabungkan data lereng, data diskontinuitas dan sudut geser. Berdasarkan hasil analisis pada daerah ini, tipe

longsoran yang kemungkinan terjadi pada daerah gneiss (STA 1) adalah tipe longsoran planar (plane failure).

Interpretasi adanya potensi longsoran tipe planar dapat dilihat dari arah orientasi kekar berada pada zona non-

daylight envelope untuk longsoran planar yakni berarah N115oE/32o (Gambar 5). Kenampakan kondisi di lapangan

dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Analisis kinematis pada daerah gneiss (STA 1) untuk tipe plane failure.

Page 5: MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/GT-13.pdfTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng berdasarkan

GT - 109

ISBN: 978-602-60286-1-7

Gambar 6. Kenampakan kondisi lapangan pada daerah gneiss (STA 1).

Hasil analisis kinematis pada daerah gneiss (STA 3) diperoleh tipe longsoran yang kemungkinan dapat terjadi

adalah tipe longsoran planar (plane failure). Interpretasi adanya potensi longsoran tipe planar dapat dilihat dari arah

orientasi kekar berada pada zona non-daylight envelope untuk longsoran planar yakni berarah N267oE/40o (Gambar

7). Kenampakan kondisi di lapangan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 7. Analisis kinematis pada daerah gneiss (STA 3) untuk tipe plane failure.

Gambar 8. Kenampakan kondisi lapangan pada daerah gneiss (STA 3).

Hasil analisis kinematis pada daerah schist (STA 4) diperoleh tipe longsoran yang kemungkinan terjadi adalah tipe

longsoran guling (toppling failure). Untuk tipe longsoran guling (toppling failure) dapat dilihat pada stereografi

menunjukan longsoran guling yang dibentuk oleh diskontinuitas JS1 (Gambar 9), dimana arah kemiringan JS1

hampir parallel dengan arah kemiringan permukaan lereng. Berdasarkan syarat kinematis untuk longsoran guling

menurut Goodman (1989) terjadi apabila arah pemukaan kemiringan lereng sejajar dengan arah kemiringan dip.

Pada penelitian ini untuk longsoran guling nilai (90 – δ) + ϕj lebih kecil dari nilai α atau sudut lerengnya, sehingga

syarat untuk toppling failure (90 – δ) + ϕj < α terpenuhi. Kenampakan kondisi di lapangan dapat dilihat pada

Gambar 10.

Page 6: MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/GT-13.pdfTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng berdasarkan

GT - 110

ISBN: 978-602-60286-1-7

Gambar 9. Analisis kinematis pada daerah schist (STA 4) untuk tipe toppling failure.

Gambar 10. Kenampakan kondisi lapangan pada daerah schist (STA 4).

Hasil analisis kinematis pada daerah schist (STA 5) diperoleh tipe longsoran yang kemungkinan terjadi adalah tipe

longsoran guling (toppling failure). Untuk tipe longsoran guling (toppling failure) dapat dilihat pada stereografi

menunjukan longsoran guling yang dibentuk oleh diskontinuitas JS1 (Gambar 11), dimana arah kemiringan JS1

hampir parallel dengan arah kemiringan permukaan lereng. Berdasarkan syarat kinematis untuk longsoran guling

menurut Goodman (1989) terjadi apabila arah pemukaan kemiringan lereng sejajar dengan arah kemiringan dip.

Pada penelitian ini untuk longsoran guling nilai (90 – δ) + ϕj lebih kecil dari nilai α atau sudut lerengnya, sehingga

syarat untuk toppling failure (90 – δ) + ϕj < α terpenuhi. Kenampakan kondisi di lapangan dapat dilihat pada

Gambar 12.

Gambar 11. Analisis kinematis pada daerah schist (STA 5) untuk tipe toppling failure.

Page 7: MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/GT-13.pdfTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng berdasarkan

GT - 111

ISBN: 978-602-60286-1-7

Gambar 12. Kenampakan kondisi lapangan pada daerah schist (STA 5).

5. KESIMPULAN

Hasil analisis kinematis pada lokasi penelitian diperoleh tipe longsoran yang mendominasi daerah gneiss adalah

longsoran planar (planar failure) berdasarkan arah kekar utama dan untuk daerah schist tipe longsoran didominasi

oleh longsoran toppling (toppling failure), dimana (90 – δ) + ϕj < α terpenuhi. Berdasarkan hasil tersebut, maka tipe

longsor yang diperoleh dapat direkomendasikan agar resiko bencana longsor pada tambang emas Poboya dapat

diminimalisasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abramson, L. W., Lee, T. S., Sharma, S., & Boyce, G. M. (2002). Slope Stability and Stabilization Methods (2nd ed

ed.). New York: John Wiley & Sons, Inc.,.

BPBD, K. P. (2014). Laporan Dala Banjir Sungai Pondo. Kota Palu.

de Vallejo, L. I., & Ferrer, M. (2011). Geological Engineering. London, New York: CRC Press Taylor dan Francis

Group.

Goodman, R. E. (1989). Introduction to Rock Mechanic (2nd ed ed.). Toronto: John Wiley & Son.

Hoek, E., & Bray, J. (1981). Rock Slope Engineering (Revised Third Edition ed.). London: The Institution of

Mining and.

Kavalieris, I., Van, L. T., & Wilson, M. (1992). Geological setting and styles of mineralization, north arm of

Sulawesi Indonesia. Journal of Southeast Asian Earth Science, 7, 113-129.

Liu, H., Yang, T., & Qin, Y. (2011). Analysis of Excavating High Slope by Means of Finite Element Method. ICTE,

pp 1660-1665.

Marten, B. E. (1999). Report on a visit to the Palu Prospect, Central Sulawesi Indonesia. Report on Geology and

Exploration of The Palu Prospect Rio Tinto Internal Company Report.

Muhardjo, & Kaschul. (1999). Central Sulawesi Contract of Work. Report on Geology and Exploration of the Palu

Prospect.

Wajdi, M. F., Santoso, B., & Kusumanto, D. (2012). Metamorphic Hosted Low Sulphidation Epithermal Gold

System. Majalah Geologi Indonesia, 27 No. 2, 131-141.

Page 8: MEKANISME KERUNTUHAN LERENG BATUAN METAMORF …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/GT-13.pdfTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme keruntuhan lereng berdasarkan

GT - 112

ISBN: 978-602-60286-1-7

KONFERENSI NASIONAL TEKNIK SIPIL 12

(KoNTekS 12) Batam, 18 – 19 September 2018