Meditasi: Bersatu dengan Alam

8
BERSATU DENGAN ALAM oleh Martin Suhartono, S.J. Panduan Retret berdasarkan Pola Kisah Tujuh Hari Penciptaan dalam Kitab Kejadian Disampaikan dalam Retret Suster-Suster CB, Syantikara - Yogyakarta September 1999

description

In Indonesian language, "To become One with Nature", notes of a retreat given by Martin Suhartono, S.J. to the Carolus Borromeus Sisters based on the Creation Narrative of the Book of Genesis, Yogyakarta, September 1999.

Transcript of Meditasi: Bersatu dengan Alam

Page 1: Meditasi: Bersatu dengan Alam

BERSATU DENGAN ALAM

oleh

Martin Suhartono, S.J.

Panduan Retret

berdasarkan

Pola Kisah Tujuh Hari Penciptaan

dalam Kitab Kejadian

Disampaikan dalam Retret Suster-Suster CB,

Syantikara - Yogyakarta

September 1999

Page 2: Meditasi: Bersatu dengan Alam

Martin/RetretCB/hlm. 2

Yang dijadikan tema dasar harian adalah tema hari demi hari pada Kidung Penciptaan dalam Kitab Kejadian (Kej 1:1 – 2:4).

Tujuan retret adalah agar para peserta dapat mengalami, menyadari,

menghayati kesatuan dengan seluruh alam ciptaan (diri sendiri, orang lain, langit dan bumi beserta segala isinya) dan di dalam/lewat alam ciptaan itu sampai pada Sang Pencipta sendiri.

Metode retret adalah lewat ayat-ayat pada Kidung Penciptaan itu peserta

diajak merenungkan baik peristiwa yang disebutkan secara harafiah dalam ayat-ayat Kej maupun makna simbolis peristiwa tersebut dalam hidup pribadi peserta.

HARI PERTAMA: DARI GELAP TERBIT TERANG

(penciptaan terang) Langkah 1: "start" dan "finish":

Peserta diajak menyadari keadaan aktual dirinya pada awal retret ini lewat pengungkapan simbolis (warna, bunga, binatang dll.) dan menyadari pula harapan/tujuan yang ingin dipenuhi/dicapai pada selama retret ini.

Langkah 2: memupuk kerinduan:

Dari kesadaran di atas ditumbuhkan dalam diri peserta kerinduan akan Dia yang mengajak dalam retret ini untuk "bicara dari hati ke hati" (Hos 2:13), kerinduan akan yang "tak pernah dilihat atau didengar oleh mata ... yang disediakan Allah bagi yang mengasihi Dia (1 Kor 2:9), kerinduan akan "damai sejahtera dan sukacita Roh Kudus" (Rom 14:17). Kerinduan ini diperdalam lewat renungan pribadi atas Mz 42 / Mz 63. Dalam mengalami kerinduan ini peserta diharapkan dapat mengalami kehadiran Allah, disentuh oleh Dia, di saat kini maupun di saat-saat lalu, yaitu Dia yang mengambil inisiatif dengan "menciptakan langit dan bumi" (Kej 1:1). Dia yang selalu dialami sebagai "Imanuel", Allah beserta kita, sebagaimana dirumuskan oleh Mat (Mt 1:23; 18:20; 28:20).

Langkah 3: dari gelap ke terang:

Dari pengalaman dan kesadaran disentuh oleh Allah itu peserta diajak memasuki pengalaman peralihan dari gelap ke terang: merenungkan betapa tadinya alam semesta ini tak ada, "tak berbentuk dan kosong" (Kej 1:2), dikuasai kegelapan. Diri peserta pun demikian pula: tadinya tak ada, tak berbentuk dan kosong, kemudian menjadi ada oleh Kasih Allah. Peserta diajak merenungkan pengalaman "kegelapan" dalam hidupnya dan "terang" Allah yang dialaminya. Pengalaman negatif (dendam, luka batin dll.) hendaknya dibuka di hadapan Allah sehingga dapat disembuhkan ("Bangun dan berdirilah di tengah!", perintah Yesus kepada orang yang lumpuh tangannya, Lk 6:8).

Page 3: Meditasi: Bersatu dengan Alam

Martin/RetretCB/hlm. 3

HARI KEDUA: MENGUAK CAKRAWALA

(penciptaan cakrawala/horizon/kaki langit) Langkah 1: cakrawala memberi keteguhan: Peserta diajak menyadari bahwa tanpa cakrawala pandangan, orang menjadi

terombang-ambing, bingung tak menentu, tak menyadari kedudukannya dalam kehidupan. Paulus mempunyai Kristus sebagai "cakrawala" hidupnya: ia memiliki "pikiran dan perasaan Kristus" (Fil 2:5), bagi dia "segala sesuatu tak berarti karena Kristus" (Fil 3:8), yang diperhatikan semata-mata hanyalah "Yesus yang tersalib" (1 Kor 2:2).

Langkah 2: Kristus sebagai cakrawala: Lewat kontemplasi pada kisah-kisah perjumpaan para murid dengan Kristus (Yoh

1:35-42; Lk 5:1-11) peserta diajak menghayati perjumpaan pribadi masing-masing peserta dengan Kristus dan mengalami bahwa Dia adalah sang "batu penjuru" (Mk 12:10; Kis 4:11; Ef 2:20; 1 Pt 2:6), cakrawala pandangan, kerangka rujukan (frame of reference) dalam hidupnya. Dengan Kristus sebagai cakrawala pandangan hidup kita, maka semua orang menjadi saudara/i, tak ada lagi perpecahan karena suku/ras/golongan dll. (Gal 3:28; Kol 3:11).

Langkah 3: cakrawala membawa pemisahan: Seperti cakrawala dalam Kidup Penciptaan itu memisahkan "air yang di atas" dan

"air yang di bawah", begitu pulalah cakrawala hidup kita (Kristus) membawa pemisahan dalam hidup. Peserta diajak menyadari dan menghayati manakah hal-hal, nilai-nilai, di dalam hidupnya selama ini yang sesuai dengan Kristus dan yang menentang Kristus: manakah hal-hal "di atas" dan "dari bawah" (Kol 3:1-17) atau manakah buah-buah "kedagingan" dan "Roh Kudus" (Gal 5:16-26). Peserta diajak untuk meneguhkan pilihan mereka pada Kristus beserta dengan segala konsekuensinya dalam hidup konkret, yaitu menolak yang bertentangan dengan Kristus. Pembersihan unsur "non Kristus" ini hendaknya diletakkan dalam kerangka pemurnian dan penyembuhan oleh Kristus sendiri, maka peserta diajak untuk datang pada Yesus agar disembuhkan oleh "kuasa yang keluar dari diri-Nya" (Luk 6:19).

Page 4: Meditasi: Bersatu dengan Alam

Martin/RetretCB/hlm. 4

HARI KETIGA: MENGISI KEKOSONGAN (penciptaan lautan dan daratan serta tetumbuhan)

Langkah 1: kekosongan yang mencekam: Bumi yang tak berbentuk telah diberi bentuk: ada cakrawala yang menjadi

pembatas bumi, ada tanah kering dan lautan. Tapi bumi masing kosong melompong. Apa gunanya semua itu? Kekosongan hidup terasa dalam kekosongan makna, orang menjadi tak bergairah, apatis, depresif dll. Bahkan dalam segala macam kesibukan orang dapat merasa "kosong". Setelah peserta di hari-hari sebelumnya mengalami dan menyadari pengalaman "gelap dan terang" (Hari Pertama), dan juga "hal-hal atas dan bawah", "kedagingan dan roh" (Hari Kedua), kali ini peserta diajak merenungkan saat-saat hidupnya ketika ia mengalami kekosongan hati, kekosongan makna hidup, dll. Peserta diajak pula menyadari hal apakah yang biasanya dilakukan bila ia mengalami kekosongan hidup. Peserta ditatapkan pada undangan Allah pada mereka yang "membelanjakan uang untuk yang bukan roti, menghabiskan upah jerih payah untuk sesuatu yang tak mengenyangkan" (Yes 55:1-3).

Langkah 2: Kasih Allah yang memenuhi segala kekosongan: Peserta diajak merenungkan riwayat panggilannya masing-masing dan

menemukan kembali pengalaman bahwa ia "berharga di mata Allah dan Allah mengasihi dia" (Yes 43:4), "dipanggil dengan namanya" (Yes 45:3-4), "digendong Allah" (Yes 46:3-4), "tak dilupakan Allah, dilukis di telapak tangan Allah" (Yes 49:15-16), "dijagai bagaikan burung rajawali menjagai anaknya" (Ul 32:11).

Langkah 3: Kasih Kristus melebihi segalanya: Lewat kontemplasi atas kisah orang yang mati hidup kembali (pemuda Nain, Lk

7:11-17; Lazarus, Yoh 11), atau orang lumpuh berjalan kembali (digotong teman-teman Mk 2:1-12; sendiri tak ada yang membantu Yoh 5:1-9), atau perempuan sakit pendarahan menjadi sembuh (Mk 5:25-34), atau orang buta menjadi melihat (Bartimeus, Mk 10:46-52; pengemis, Yoh 9), peserta diajak menjumpai Yesus dan mengalami "betapa lebar dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya Kasih Kristus" (Ef 3:18), dan betapa Kasih itu mengalahkan segala kekosongan dan ketakutan (Rom 8:35-39).

Page 5: Meditasi: Bersatu dengan Alam

Martin/RetretCB/hlm. 5

HARI KEEMPAT: MENATA HIDUP (penciptaan matahari, bulan, bintang sebagai pengatur waktu)

Langkah 1: Dipanggil untuk hidup bersama Yesus: Peserta diajak menelusuri kembali perjalanan hidupnya menghayati panggilan

khusus dalam mengikuti Yesus. Refleksi atas masa-masa kritis dalam perjalanan itu akan membawa orang pada pemahaman dan peneguhan lebih dalam mengenai panggilannya. Apakah motivasi dasar ia masuk kongregasi? Manakah cita-cita yang menggerakkan dia? Menjadi daya pendorong dalam karya? Pada dasarnya orang tidak menghayati hidup bakti karena ingin melakukan profesi tertentu dalam kongregasinya (guru, perawat, dll.), atau untuk mendapatkan fasilitas tertentu (studi, jabatan, dll.) melainkan karena ingin "hidup bersama" Yesus (Mk 3:14 "menyertai Yesus"), "tinggal bersama" Yesus (Yoh 1:39), "tinggal dalam" Yesus (15:4). Kontemplasi adegan Petrus menyangkal Yesus (Mk 14:66-72) atau adegan para murid meninggalkan Yesus (Yoh 6:60-71: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?!")

Langkah 2: Dipanggil untuk diutus: Peserta diajak merenungkan kembali perutusan khususnya. Orang tidak hanya

dipanggil untuk "ongkang-ongkang kaki" menikmati kebersamaan dengan Yesus, melainkan untuk pergi dari Yesus dan diutus (Mk 3:14: "menyertai Dia dan untuk diutus-Nya"). Peserta diajak bertanya syarat-syarat apakah yang perlu agar ia menjadi siap sedia untuk diutus? Bagaimanakah pengalamannya selama ini saat menjalankan tugas perutusan yang diberikan kepadanya lewat kongregasi? Apakah lewat tugas perutusan itu ia memenuhi cita-cita dasar atau motivasi utama semula? Ataukah ia malah menyeleweng memenuhi kebutuhan egoistis pribadi? Kontemplasi kisah Yesus mengutus para murid (Mk 6:6b-13) atau kisah perempuan Samaria yang menjadi pewarta Yesus (Yoh 4) atau orang kerasukan yang disembuhkan dan akhirnya menjadi saksi Yesus (Mk 5:18-20).

Langkah 3: Diutus untuk memberitakan Kabar Baik: Peserta diajak merenungkan inti tugas perutusannya itu, yaitu –seperti Yesus pula-

mewartakan Kabar Gembira kepada orang miskin (Lk 4:16-19). Sejauh manakah ia telah menghayati itu dalam tugas perutusannya saat ini (mis. sehubungan dengan preferential love for the poor, option for the poor)? Apakah ia siap pula menerima resiko tugas perutusan Kristus itu? Kontemplasi atas nasib sengsara Kristus (ditolak, Luk 4:28-30, ditangkap dan dibunuh) atau hati Bunda Maria yang "ditembus pedang" demi Yesus (Luk 2:35) atau nasib pewarta Kristus (Paulus yang mengalami macam-macam demi Injil, 2 Kor 6:4-10; 11:23-31) atau kisah pendiri kongregasi yang kerap "meneteskan air mata". Apakah ia sudah menata seluruh hidupnya berdasarkan panggilan, perutusan dan inti Kabar Gembira Allah?

Page 6: Meditasi: Bersatu dengan Alam

Martin/RetretCB/hlm. 6

HARI KELIMA: BERGERAK DALAM ROH (penciptaan binatang yang berkeriapan di laut dan burung-burung di udara)

Langkah 1: Diperlengkapi dengan kuasa Peserta diajak merenungkan saat-saat ia merasa tak berdaya, tak mampu, "down",

gagal, dalam hidup dan karya. Pernahkah di saat-saat itu ia merasakan uluran tangan Allah yang menguatkan, membuat ia bangun kembali dan meneruskan hidup dan karya dengan semangat dan tenaga baru? Merasakan kekuatan Allah dalam kelemahan diri sendiri, seperti Paulus (2 Kor 12:9-10), mengalami "kami ditindas, tapi tidak terjepit; habis akal, tapi tidak putus asa; dianiaya, tapi tak ditinggalkan sendirian; dihempaskan, tapi tidak binasa" (2 Kor 4:8-9). Di situlah sebenarnya Allah telah menguatkan dia dengan Roh-Nya. Kontemplasi atas janji Yesus (Kis 1:8: "akan menerima kuasa kalau Roh turun ke atasmu ... menjadi saksi-Ku") dan peristiwa Pentakosta (Kis 2:1-13). Baca: "Menuju Milenium Roh Kudus".

Langkah 2: Karunia-karunia Roh Kudus Peserta diajak menemukan aspek-aspek positif, bakat, talenta dalam dirinya. Ada

bakat-bakat alamiah dalam dirinya, tapi selain itu Allah memperlengkapi ia pula dengan macam-macam karunia Roh demi pelayanan dalam Gereja (lihat "karunia karismatis" di 1 Kor 12:1-11; "karunia pelayanan" Rom 12:6-8; "karunia jabatan" Ef 4:11-13). Baca: "Karunia Roh Mengubah Aku". Kontemplasi atas penyembuhan orang lumpuh oleh Petrus ("dalam nama Yesus", Kis 3:1-10). Bersediakah aku sedemikian dipenuhi oleh Roh dan karunia-karunia-Nya?

Langkah 3: Hidup Baru dalam Roh Kudus Peserta diajak untuk bertekad meninggalkan hidup lama (manusia lama) dan mulai

hidup baru dalam Roh (Rom 8:1-17: "Roh menjadikan kita anak Allah"). Rindukanlah janji Allah akan "hati baru, roh baru" (Yeh 36:26-27). Hidup baru ini akan terungkap dalam kehidupan konkret (Gal 5:22-23: "buah-buah Roh"). Kontemplasi atas kehidupan jemaat Kristen pertama yang berubah total dalam pola hubungan dengan sesama (Kis 2:43-47). Apakah pola semacam itu ada dalam komunitasku?

Page 7: Meditasi: Bersatu dengan Alam

Martin/RetretCB/hlm. 7

HARI KEENAM: MENUJU DIALOG CINTA (penciptaan hewan-hewan bumi dan manusia)

Langkah 1: Cinta dalam segala sesuatu Seluruh perjalanan selama enam hari ini dihadirkan kembali dalam kenangan:

bagaimana baik peristiwa di luar diri kita (kejadian alam semesta dan pengalaman kita) dan peristiwa di dalam diri kita (bakat, karunia dll.) mengungkapkan cinta Allah kepada kita. Kontemplasi atas kehidupan Adam dan Hawa di Taman Firdaus sebelum mereka jatuh dalam dosa dan diusir dari sana. Inilah sebenarnya Rencana Allah sejak semula sebelum dirusak oleh egoisme manusia.

Langkah 2: "Kau Kucintai – Aku berkenan padamu!" Allah adalah Kasih (1 Yoh 4:8). Pengalaman hidup dalam Roh Kudus berarti

pengalaman hidup dalam kasih. Kasih mengandaikan hubungan antar dua pribadi yang saling mencinta. Peserta diajak mendalami pengalaman hidupnya: saat-saat ia mengalami dicintai dan mencintai. Apakah Cinta menjadi daya hidupku? Penggerakku? Kontemplasi adegan Yesus dibaptis (Mk 1:9-11).

Langkah 3: "Apakah Kau cinta pada-Ku?" Inga inga kata-kata Santo Ignatius, "Cinta harus lebih diwujudkan dalam

perbuatan daripada diungkapkan dengan kata-kata. ... Cinta terwujud dalam saling memberi dari keduabelah pihak" (dalam "Kontemplasi untuk mendapatkan cinta", Latihan Rohani No. 230-231). Kontemplasi atas dialog Yesus dan Petrus di akhir Yoh (21:15-19).

Page 8: Meditasi: Bersatu dengan Alam

Martin/RetretCB/hlm. 8

HARI KETUJUH:

BERSATU DENGAN ALLAH DALAM HIDUP SEHARI-HARI

Seluruh dinamika enam hari di atas mengarah pada "Istirahat yang Ilahi", "Keabadian", "Tempat Perhentian Allah" (Ibr 4:1), atau istilahnya "Hari Ketujuh" yang sudah boleh dialami dalam kehidupan sekarang ini juga, dan bukan hanya di hari kelak (dalam sorga): misal dalam pengalaman mistik, dalam penghayatan liturgi dan kerja. Tradisi Yahudi mencoba mencecap keabadian itu lewat penghayatan hari Sabbath, yang dianggap sebagai "jendela" antara sorga dan bumi, antara keabadian dan kefanaan.

Peserta retret diajak untuk "mendarat": berusaha menemukan dan mengalami

kehadiran Allah dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Menemukan/mengalami yang Luarbiasa dalam hal-hal yang Biasa. Istilah Ignatiannya, "Menemukan Tuhan dalam segala", seperti Yesus sendiri yang berkata "Bapaku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja pula" (Yoh 5:17).