Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa...

60
Volume 31 No. 1 Maret 2011 Media Informasi dan Komunikasi TNI AD 1 Edisi Maret Koreksi.indd 1 4/19/2011 9:44:13 PM

Transcript of Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa...

Page 1: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

1

Edisi Maret Koreksi.indd 1 4/19/2011 9:44:13 PM

Page 2: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

2

Edisi Maret Koreksi.indd 2 4/19/2011 9:44:14 PM

Page 3: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

3

www.tniad.mil.id

DAFTAR

ISI

Vol. 31 No. 1 Maret 2011

Jurnal

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

6

Membangun Jiwa Militansi dan Naluri Tempur Prajurit

20

Kedaulatan Wilayah Dan Kapabilitas Pertahanan Indonesia

34

Perang Total, Kemampuan Industri, Dan Revolusi Militer

27

Remunerasi, Sebuah Harapan dan Tantangan Untuk Dipertanggungjawabkan

Tinjauan Yuridiksi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan

45

50

13

Beberapa Pemikiran Tentang Anggaran Pertahanan Negara

Terorisme di Indonesia dan pola Penanganannya

Edisi Maret Koreksi.indd 3 4/19/2011 9:44:22 PM

Page 4: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

4

Dengan senantiasa memanjatkan puji dan syukur kehadirat

Tuhan Yang Maha Besar, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, staf redaksi dapat menghadirkan kem-bali Jurnal Yudhagama Volume 31 Nomor 1, Maret 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal

tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun 2010 telah ditutup dengan segala prestasi dan kekurangannya dan kini lembaran baru dibuka dengan terus mengevaluasi diri untuk meningkatkan kinerja kita kedepan dalam menghadapi berbagai tantangan tugas yang telah terbentang dihadapan kita. Pada edisi Maret 2011, Jurnal Yudhagama kembali hadir menemui pembaca setianya dengan tulisan-tulisan yang menarik yang tentu saja dapat menambah pengetahuan dan wawasan berpikir kita. Keunggulan untuk memenangkan suatu pertempuran bukan semata-mata terletak pada kemampuan alutsista yang ada. Akan tetapi, kekuatan yang sangat mendasar adalah pada diri manusianya atau prajuritnya. Hal ini dapat dirasakan pada perjuangan Bangsa Indonesia untuk mengusir penjajah hingga merdeka, dengan persenjataan bambu runcing, alat peralatan seadanya, Belanda dan Jepang hengkang dan meninggalkan Indonesia. Dari pengalaman tersebut, keterbatasan pemerintah memberikan dukungan pengadaan alutsista TNI, tidak akan mengendurkan tugas pokoknya selagi prajurit TNI masih memiliki jiwa militansi dan naluri tempur yang bisa diandalkan serta ditakuti lawan, hal ini dikupas secara cermat oleh Wadankodiklat TNI Angkatan Darat, Mayjen TNI Suwahyuhadji dengan judul “Membangun Jiwa Militansi dan Naluri Tempur Prajurit”. Biaya/anggaran (costs) merupakan salah satu dari 5 kelompok elemen dari setiap strategi militer, sedangkan elemen lainnya adalah context, objective, capabilities, dan assumptions. Dephan RI (sekarang Kemhan RI) menetapkan bahwa strategi pertahanan negara adalah Strategi Pertahanan Berlapis yang dikembangkan untuk tujuan penangkalan, mengatasi dan menanggulangi

PELINDUNG : Kepala Staf TNI Angkatan Darat PEMBINA : Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat STAF AHLI : Irjenad, Aspam Kasad, Asops Kasad,

Aspers Kasad, Aslog Kasad, Aster Kasad, Asrena Kasad, Koorsahli Kasad.

PEMIMPIN REDAKSI : Brigjen TNI Wiryantoro NK.

WAKIL PEMIMPIN REDAKSI : Kolonel Inf Pandji Suko Hari Judho

KETUA TIM EDITOR : Kolonel Inf Made Datrawan

DEWAN REDAKSI : Kolonel Inf Widodo Rahardjo, Kolonel Arm Gatot Eko

Puruhito, Kolonel Arm Beny Efendy, Letkol Inf Dedy Agus Purwanto

SEKRETARIS TIM EDITOR : Letkol Caj Priyo Purwoko, BA, SH,

Letkol Caj M.Yakub

ANGGOTA TIM EDITOR : Mayor Inf Abidin Toba, Mayor Caj (K) Yeni Triyeni,

Mayor Inf Dodi Fahrurozi, Kapten Caj Luther Bangun,

Lettu Caj (K) Besarah SM., S.S

DISTRIBUSI : Mayor Inf Ibnu Yudo Prawiro

DESAIN GRAFIS : Serka Enjang

TATA USAHA : Peltu (K) Ety Mulyati, PNS Suwarno,

PNS Supriyatno

REDAKTUR FOTO : Lettu Inf Suwandi

ALAMAT REDAKSI : Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat

Jl. Veteran No. 5 Jakarta Pusat Tlp. (021) 3456838, 3811260, Fax. (021) 3848300,

Alamat email : [email protected]

Susunan RedaksiJurnal

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

Kata Pengantar

Edisi Maret Koreksi.indd 4 4/19/2011 9:44:24 PM

Page 5: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

5

REDAKSI

Jurnal Yudhagama adalah media komunikasi internal Angkatan Darat, yang mengemban misi:

a. Menyebarluaskan kebijaksanaan Pimpinan Angkatan Darat kepada seluruh prajurit di jajaran Angkatan Darat.b. Memberikan wadah untuk pemikiran-pemikiran yang konstruktif dalam pembinaan Angkatan Darat dan fungsi teknis pembinaan satuan sesuai tugas pokok Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan negara matra darat.c. Menyediakan sarana komunikasi untuk penjabaran Kemanunggalan TNI-Rakyat.

Tulisan yang dimuat dalam Jurnal Yudhagama ini merupakan pandangan pribadi penulisnya dan bukan pandangan resmi Angkatan Darat, namun redaksi berhak merubah tulisan (rewrite) tanpa mengubah inti tulisan untuk disesuaikan dengan misi yang diemban Jurnal Yudhagama dan kebijaksanaan Pimpinan Angkatan Darat. Redaksi menerima karangan dari dalam maupun dari luar lingkungan Angkatan Darat, dengan syarat merupakan karangan asli dari penulis. Karangan yang dimuat dalam jurnal ini dapat dikutip seluruh atau sebagian dengan menyebut sumbernya.

Bidang topik dan judul tulisan diserahkan kepada penulisnya, dengan ketentuan panjang tulisan berkisar sepuluh halaman kertas folio, dengan jarak satu setengah spasi.

ancaman militer dan nirmiliter dan untuk tujuan menghadapi perang berlarut. Berkaitan dengan biaya/anggaran pertahanan dihadirkan tulisan berjudul “Beberapa Pemikiran Dengan Anggaran Pertahanan” yang dikupas secara lengkap Dirrenbanghan Kemhan RI Marsma TNI Supriyanto Basuki. Wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) masih rawan dan berpotensi terjadinya pelanggaran batas wilayah. Untuk mengupas mengenai kedaulatan wilayah ini, Kolonel Cba Chalis Wahyono (Analis Madya Dittekind Kemhan) menyampaikan pandangannya dalam tulisan berjudul “Kedaulatan Wilayah dan Kapabilitas Pertahanan Indonesia”. Istilah remunerasi sekarang menjadi trend dan menjadi bahan pembicaraan banyak pihak. Mulai dari obrolan pegawai negeri/TNI di kantin kantor atau markas yang pengap, sampai dengan diskusi para petinggi diruang ber-AC. Remunerasi sebuah “janji” yang sangat dinantikan. Namun, apa yang harus dikerjakan kemudian setelah remunerasi diterima? Untuk lebih menambah wawasan kita tentang remunerasi ini, diturunkan tulisan dengan judul “Remunerasi Sebuah Harapan dan Tantangan untuk Dipertanggungjawabkan” oleh Kolonel Inf Imam Basuki (Abituren Sesko TNI TA. 2010). Terjadinya perubahan penting dalam perkembangan kekuatan militer dipicu oleh kemajuan teknologi dan kemudian berpengaruh terhadap dunia militer pada umumnya. Perubahan itu dianggap demikian penting sehingga disebut sebagai Revolution in Military Affairs (RMA), atau revolusi dalam dunia militer dikupas secara cermat oleh Kolonel Arm Agus Sularso, SH.,M.Si. dengan tulisan “Perang Total, Kemampuan Industri dan Revolusi Militer”. Pemberdayaan wilayah pertahanan secara intensif terus didiskusikan dan dibahas melalui kegiatan ceramah, simposium, sarasehan dan seminar oleh TNI, Pemerintah, segenap komponen bangsa dan instansi terkait, karena hingga kini belum ada kesatupaduan dalam konsep operasionalisasinya. Untuk membahas mengenai pemberdayaan wilayah pertahanan ini, redaksi hadirkan tulisan “Tinjauan Yuridiksi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan” oleh Mayor Inf Ir. Joko Tri Hadimantoyo. Selain tulisan di atas masih ada beberapa tulisan lain yang redaksi hadirkan untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita diantaranya, tulisan mengenai terorisme yang setiap saat dapat mengancam dan sekaligus menambah kewaspadaan kita dalam tulisan dengan judul “Terorisme di Indonesia dan Pola Penanganannya” oleh Mayor Inf Tugiman, SH.,M.Si. Akhirnya segenap redaksi Jurnal Yudhagama menyampaikan terima kasih atas sumbangan tulisan, gagasan dan ide yang sangat berguna bagi Kemajuan TNI Angkatan Darat yang sangat kita cintai. Kami redaksi dengan kerendahan hati menerima berbagai kritik dan saran dari pembaca budiman untuk makin meningkatkan kualitas Jurnal kita tercinta.

Selamat membaca.

Edisi Maret Koreksi.indd 5 4/19/2011 9:44:24 PM

Page 6: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

6

Pendahuluan

Tinta emas telah mengukir sejarah, bahwa perjuangan Bangsa Indonesia ketika

merebut dan mempertahankan kemerdekaan dilaksanakan melalui pengorbanan harta benda, nyawa dan air mata yang tidak dapat dinilai harganya. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, walaupun persenjataan dan peralatan tempur terbatas, maka para pejuang dengan gigihnya berhasil mengusir penjajah. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari adanya jiwa militansi yaitu nilai-nilai kejuangan yang dimiliki para pejuang yakni keyakinan akan kebenaran, kemauan rela berkorban, tak kenal menyerah, berjuang tanpa pamrih, ketangguhan/keuletan, heroik dan patriotik, serta naluri tempur yang tinggi. Dari nilai-nilai kejuangan inilah melandasi terbentuknya cikal bakal TNI yang memiliki jati diri sebagai tentara rakyat, tentara pejuang dan tentara nasional yang profesional. Belajar melalui sejarah, kita menyadari bahwa sejalan dengan perkembangan zaman yang serba teknologi,

maka untuk memenangkan suatu pertempuran bukan berarti TNI harus mengandalkan kekuatan alutsista yang serba modern semata, akan tetapi kunci utama adalah terletak pada diri manusia (prajuritnya), disamping profesional juga harus memiliki jiwa militansi dan naluri tempur yang andal. Dalam kurun waktu 10 sampai dengan 15 tahun kedepan, diperkirakan prediksi ancaman dari negara luar terhadap Negara Republik Indonesia kemungkinan kecil terjadi. Tugas TNI lebih banyak diarahkan pada tugas OMSP,

sehingga prajurit TNI sementara waktu untuk mendapatkan pengalaman berbagai penugasan operasi sangat kecil. Keahlian tempur prajurit kedepan hanya berdasarkan teori/keilmuan, mengingat prajurit-prajurit yang berpengalaman operasi sudah banyak yang purnatugas dan alih generasi. Para unsur pimpinan semakin lama banyak dipegang oleh perwira generasi penerus yang belum pernah berpengalaman tugas operasi. Kondisi ini merupakan tantangan bagi perwira kedepan

Membangun JIWA MILITANSI NALURI TEMPUR PRAJURIT

Oleh : Mayjen TNI Suwahyuhadji (Wadan Kodiklat TNI AD)

Tugas operasi dapat menanamkan jiwa militansi dan naluri tempur»

dan

Foto

Dis

pena

d

Edisi Maret Koreksi.indd 6 4/19/2011 9:44:28 PM

Page 7: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

7

dalam rangka menanamkan jiwa militansi dan naluri tempur prajurit, agar tidak semakin punah.

Latar Belakang Tinjauan dari sejarah perang kemerdekaan mulai merebut sampai dengan mempertahankan kemerdekaan menunjukkan betapa besarnya kekuatan seluruh komponen bangsa beserta rakyat Indonesia untuk saling bahu-membahu melawan dan mengusir penjajah dari muka bumi Indonesia. Kita menyadari bahwa untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan negara sangatlah mustahil perjuangan tersebut hanya mengandalkan perjuangan politis dan diplomasi saja, apalagi setelah kemerdekaan Tentara Jepang masih berada di Indonesia dan tentara sekutu sebagai pemenang Perang Dunia Kedua mulai berdatangan, diikuti Tentara Belanda yang berkehendak untuk meneruskan penjajahannya ke Negara Indonesia. Disinilah seluruh rakyat Indonesia di penjuru tanah air dari berbagai lapisan/kalangan mempersenjatai diri seadanya secara spontan dan serentak bangkit untuk berjuang, dan lahirlah berbagai organisasi

perjuangan rakyat yang selanjutnya dalam perjalanan sejarah organisasi perjuangan tersebut meleburkan diri dan setelah terorganisasi menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dasawarsa lima puluhan dan awal enam puluhan merupakan rentang waktu yang demikian dekat dengan masa revolusi kemerdekaan Indonesia, dimana suasana hati masyarakat masih dipenuhi oleh gelora dinamika heroisme dan patriotisme perang kemerdekaan yang baru saja usai. Suasana yang penuh dengan gelora patriotisme dan heroisme perjuangan TNI dan rakyat telah menumbuhkan jiwa militansi (keyakinan diri, rela berkorban, pantang menyerah, perjuangan tanpa pamrih disertai kekuatan yang tangguh dan ulet) untuk memotivasi perjuangan. Kondisi semangat ini masih kental paling tidak sampai dengan awal dasawarsa enampuluhan saat Trikora dalam rangka membebaskan Irian Barat dari cengkraman penjajah Belanda.Pendewasaan dan pembelajaran kemampuan prajurit TNI dibidang pertempuran semakin pesat setelah berbagai pengalaman operasi telah dilalui oleh para pendahulu kita, diantaranya operasi Kalimantan

Utara (konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia) dikenal dengan Dwikora, operasi Timor-Timur dan operasi penumpasan Gerakan Aceh Merdeka. Kondisi ini telah membuat semakin berkembangnya taktik dan teknik bertempur yang aplikatif, karena para pelaku sejarah yang pernah melakukan tugas operasi di lapangan sebagai saksi hidup bisa mewarisi ilmu dan semangat/motivasi bertempur kepada prajurit generasi penerus. Berdasarkan data di lapangan bahwa para perwira Akmil lulusan 2003 merupakan perwira termuda dan terakhir yang mengenyam tugas operasi di Aceh, sedangkan untuk perwira Akmil lulusan 2004 keatas semakin terjadi kelangkaan pengalaman tugas operasi, sehingga mereka beserta prajurit generasi penerus kedepan hanya bisa mendengar dan membaca pengalaman sejarah, tanpa menjalani tugas operasi yang sebenarnya. Disisi lain, menurut pengamatan bahwa motivasi atau latar belakang para pemuda untuk menjadi prajurit TNI saat ini berdasarkan evaluasi sebagian besar bukan karena ingin mengabdikan diri kepada bangsa dan negara, melainkan ingin mencari pekerjaan dan masa depan yang lebih baik. Indikasi ini dapat dilihat bahwa banyak diantara para pemuda lebih senang apabila diterima menjadi Polri daripada TNI, demikian halnya khusus untuk TNI AD, banyak diantara Taruna Akmil maupun Ba/Ta reguler yang ingin bertugas pada kecabangan satbanmin daripada satpur karena tidak beresiko tinggi. Kondisi ini merupakan tantangan berat dalam upaya mencetak dan menyiapkan prajurit-prajurit TNI yang memiliki motivasi dan militansi dibidang tempur. Keunggulan untuk memenang-kan suatu pertempuran bukan semata-mata terletak pada kemampuan alutsista yang ada.

Jiwa militansi dalam memperjuangkan kemerdekaan»

Foto

Ipho

s

Edisi Maret Koreksi.indd 7 4/19/2011 9:44:29 PM

Page 8: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

8

Akan tetapi, kekuatan yang sangat mendasar adalah pada diri manusianya atau prajuritnya. Pengalaman sejarah telah mem-buktikan bahwa bertahun-tahun Tentara Amerika yang memiliki alutsista serba modern tidak mampu menghancurkan kekuatan rakyat/Tentara Vietnam yang memiliki alutsista sangat terbatas. Hal ini juga dapat dirasakan pada perjuangan Bangsa Indonesia untuk mengusir penjajah hingga merdeka, dengan persenjataan bambu runcing, alat peralatan seadanya, Belanda dan

selagi prajurit TNI masih memiliki jiwa militansi dan naluri tempur yang bisa diandalkan serta ditakuti lawan.

Langkah-langkah membangun jiwa militansi dan naluri tempur prajurit Jiwa militansi dan naluri tempur tidak bisa tiba-tiba muncul dengan sendirinya, akan tetapi harus dilewati melalui proses penyadaran diri, pembelajaran latihan, dan yang lebih baik melalui pengalaman tugas di lapangan. Melihat latar belakang dan kemajuan teknologi saat ini dan

prajurit. Bagaimana menyadarkan prajurit yang juga manusia agar memiliki keyakinan kepada Tuhan, setia mengabdi kepada bangsa dan negara, sehingga tumbuh kesadaran untuk rela berkorban, pantang menyerah, tanpa pamrih serta ikhlas menjalankan tugas dengan kegiatan yang dilaksanakan baik di satuan-satuan maupun lemdik adalah memberikan pemahaman keyakinan kepada Tuhan sesuai kepercayaan masing-masing, bisa dilaksanakan secara kedinasan maupun pribadi. Pemahaman doktrin, Sapta Marga,

Jepang takluk dan meninggalkan Indonesia. Keunggulan pada diri manusia disamping tuntutan profesional adalah militansi dan naluri tempur yang hingga saat ini belum ada buku pelajarannya, kecuali buku nilai-nilai semangat’45, itupun belum jelas aplikasinya di lapangan. Keterbatasan pemerintah dalam rangka memberikan dukungan pengadaan alutsista TNI tidak akan mengendurkan tugas pokoknya

dimasa yang akan datang, masalah jiwa militansi dan naluri tempur masih relevan untuk dipelihara dan ditanamkan kepada seluruh prajurit TNI AD melalui langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama. Membangun jiwa militansi dan naluri tempur secara nonfisik. Kegiatan ini sangat penting sekali, sebab militansi dan naluri tempur saling terkait dan mendasar dalam kehidupan

dan Sumpah Prajurit, jatidiri prajurit, nilai-nilai’45. Pemutaran film-film dokumenter perjuangan dan film-film perang lainnya guna menggugah semangat patriotik dan heroik dikalangan prajurit. Meyelenggarakan ceramah-ceramah perjuangan dengan melibatkan penceramah/narasumber dari tokoh-tokoh atau sesepuh pejuang yang masih hidup dan pernah mengalami berbagai tugas operasi. Kedua. Pembangunan jiwa

Keterbatasan dukungan alutsista TNI tidak akan mengendurkan jiwa militansi prajurit»Fo

to D

ispe

nad

Edisi Maret Koreksi.indd 8 4/19/2011 9:44:30 PM

Page 9: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

9

militansi dan naluri tempur secara fisik, dititikberatkan kepada latihan maupun pendidikan dan penugasan operasi. Pada tingkat pendidikan dan latihan difokuskan kepada bagaimana mendidik dan melatih prajurit agar memiliki keuletan, ketangguhan, kesabaran, daya tahan yang tinggi serta kemampuan menyelesaikan tugas secara per-orangan maupun kelompok. Oleh karena itu, dalam latihan perlu dicarikan medan yang berat, penuh tantangan dan beresiko untuk membiasakan prajurit memiliki jiwa semangat pantang menyerah, siap berkorban, keberanian menghadapi resiko, ulet dan tahan uji. Meningkatkan latihan bela diri melalui berbagai kecabangan dengan tujuan agar prajurit memiliki rasa percaya diri atas kemampuan yang dimiliki, rasa berani, keuletan dan ketangguhan serta pantang menyerah. Bela diri perlu dikembangkan baik menggunakan peralatan modern maupun tradisional sampai tangan kosong guna melatih jiwa militansi

dan naluri tempur. Memperbanyak prajurit untuk melaksanakan penugasan operasi baik penugasan luar negeri (dalam misi perdamaian PBB), maupun penugasan dalam negeri, di daerah perbatasan, pulau terpencil/terluar dan daerah rawan konflik. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman dan pembelajaran guna meningkatkan profesionalisme prajurit serta melatih militansi dan naluri tempur, karena yang bersangkutan menghadapi kondisi dan permasalahan yang sebenarnya di lapangan. Disisi lain juga diperlukan kesempatan bagi perwira/bintara/tamtama baru untuk diberikan pengalaman menjadi anggota organik di satuan-satuan daerah perbatasan atau pulau-pulau terpencil dalam kurun waktu tertentu sebelum mereka ditempatkan daerah aman lainnya. Penataan tersebut harus benar-benar direncanakan secara matang dan konsisten. Ketiga. M e l e n g k a p i piranti lunak yang bisa digunakan untuk menambah wawasan dan

pengetahuan bagi prajurit dengan kegiatan pembuatan buku petunjuk tentang “pembuatan militansi prajurit dan naluri tempur prajurit” dengan menugaskan Kodiklat TNI AD selaku pembina doktrin, pendidikan dan latihan, dibantu dengan melibatkan unsur terkait (tokoh-tokoh/pejuang sebagai narasumber, Disbintalad, Dispsiad, Disjarahad). Membuat brosur-brosur bacaan prajurit tentang militansi dan naluri tempur prajurit melalui tinjauan Disbintalad, Dispsiad, Disjarahad, dan Dispenad. Membuat motto-motto kebanggaan satuan dan membuat lagu-lagu mars prajurit guna membangkitkan semangat jiwa patriotik dan heroik satuan.

Penutup Demikian pemikiran dalam tulisan ini yang bisa kami sumbangkan dan diharapkan dapat membantu para perwira muda kedepan, guna mempertahankan dan mengembangkan jiwa militansi serta naluri tempur prajurit sepanjang masa.

Dengan memiliki keuletan, ketangguhan, kesabaran, daya tahan yang tinggi, prajurit mampu meyelesaikan tugas»

Foto

Dis

pena

d

Edisi Maret Koreksi.indd 9 4/19/2011 9:44:31 PM

Page 10: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

10

I. Data Pokok

1. Nama : Suwahyuhadji2. Pangkat : Mayjen TNI/285203. Tempat/Tgl. Lahir : Tulung Agung/18-06-19534. Agama : Islam 5. Status : Kawin 6. Sumber Pa/Th : Akabri /19767. Jabatan : Wadan Kodiklat TNI AD

II. Riwayat Pendidikan

Dikbangum

1. Akabri : 19762. Sussarcab : 19773. Susstafpur : 19874. Seskoad : 19935. Sesko ABRI : 19986. Lemhanas : 2005

Dikbangspes

1. Suspamin Intel2. Susdanki 3. Suspa Staf4. Sus Danyon5. Sussar Para6. Susdanrem

III. Riwayat Penugasan

Dalam Negeri

1. Ops Seroja Tim-Tim2. Ops Seroja Tim-Tim3. Ops Seroja Tim-Tim4. Koops Sulteng

Luar Negeri

1. Lat Kekar Malindo 2. OIC Observer3. Pakistan4. Jepang

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS

Edisi Maret Koreksi.indd 10 4/19/2011 9:44:32 PM

Page 11: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

11

DIRGAHAYU KODAM IV/DIPONEGORO1 MARET 2011

Semoga Tetap Jaya Mempertahankan NKRI Dan Pancasila

Bupati

(Djoko Nugroho)

KAPOLRES BLORA BESERTA STAF SEGENAP JAJARAN

Semoga Tetap Jaya Mempertahankan NKRI Dan Pancasila

Kapolres

(AKBP Nurcholish, S.IK., M.Si.)DIRGAHAYU

KODAM IV/DIPONEGORO

DANDIM-0733 BS/SMGLetkol Inf Nugroho Sulistyo

Nrp 1910021460167

Mengucapkan

BUPATI BLORA

DIRGAHAYU KODAM IV/DIPONEGOROMengucapkan

Mengucapkan

Edisi Maret Koreksi.indd 11 4/19/2011 9:44:32 PM

Page 12: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

12

KAPOLRES KUDUSAKBP RADEN SLAMET SANTOSO, S.H., S.IK.

NRP 70121143

Beserta Staf dan Jajaran

Mengucapkan

KETUA DPRD BESERTA WAKIL KETUA, ANGGOTA SEKRETARIAT DEWAN

Mengucapkan

Ketua DPRD Kab. Lamongan H. Makin Abbas LC. MA

Jl. KH. Achmad Dahlan No. 1 Telp. (0322) 321321, Fax (0322) 321729 eimail : [email protected]

web site:www.lamongan.go.idLamongan 62217

HARI PERS NASIONAL

BUPATI DAN KETUA DPRD KAB. JEPARABESERTA STAF DAN MASYARAKAT

Mengucapkan

BUPATIttd

Drs. H. Hendro Martoyo, MM.

KETUA DPRDttd

H. Yuli Nugroho, SE.

SEGENAP PENGURUS DPD KORPRI JAWA TENGAH

Mengucapkan

Mengucapkan

Semoga Tetap Jaya Mempertahankan NKRI dan Pancasila

KetuaDrs. Hadi Prabowo, MM.

Wakil Bupati Bantul

Drs. H. Sumarno, PRS.

Bupati Bantul

Hj. Sri Surya Widati

PEMERINTAH KABUPATEN BANTULBESERTA SELURUH STAF

Semoga Tetap Jaya

Segenap Pimpinan dan Staf Cabang Bank Jatim Bojonegoro &

Pimpinan Bank BRI Cabang Bojonegoro

Mengucapkan

Sumarman Basuki Budi WPimpinan BRI Pimpinan Bank Jatim

Edisi Maret Koreksi.indd 12 4/19/2011 9:44:35 PM

Page 13: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

13

Pendahuluan

1. B iaya/anggaran (costs ) merupakan salah satu dari 5 kelompok elemen dari setiap strategi militer, sedangkan elemen lainnya adalah context, objective, capabilities, dan assumptions.1 Secara jelas Thibault menyatakan bahwa penentuan strategi perlu mempert imbangkan biaya/anggaran. Strategi pertahanan negara pada dasarnya meliputi 3 tipe, yaitu defensif, penangkalan (deterrent), dan penindakan (compellent).2 Dephan RI (sekarang Kemhan RI) menetapkan bahwa strategi pertahanan negara adalah

“Beberapa Pemikiran Tentang ANGGARAN PERTAHANAN NEGARA”

strategi pertahanan berlapis yang dikembangkan untuk tujuan penangkalan, mengatasi dan menanggulangi ancaman militer dan nirmiliter dan untuk tujuan menghadapi perang berlarut.3 Agar strategi dapat dijalankan dengan baik, dibutuhkan sebuah postur kekuatan/pertahanan. Sedangkan untuk mencapai postur yang dikehendaki, diperlukan biaya guna membangun komponen-komponen kekuatan pertahanan negara. Dalam tahapan pembangunan kekuatan pertahanan negara tahun 2010-2014, ditetapkan grand strategy, yaitu memberdayakan wilayah dalam menghadapi ancaman, menerapkan

manajemen pertahanan yang terintegrasi, meningkatkan kualitas personel Dephan/TNI, mewujudkan teknologi pertahanan yang mutakhir, dan memantapkan kemanunggalan TNI-rakyat dalam bela negara.4

Berapa anggaran pertahanan yang ideal?

2. Di kawasan regional, beberapa negara yang dapat dikategorikan mapan secara ekonomi mengalokasikan anggaran pertahanan rata-rata di atas 2% PDB (Malaysia dan Australia 2%, Brunei 2,7%, Singapura 4,3%; kecuali Thailand 1,8%), sedangkan negara-negara lainnya rata-rata dibawah 1% (Indonesia 0,9%, Filipina 0,8%, PNG 0,5%), kecuali RDTL (6,8%) dan Vietnam (2,2%).5 Secara nominal (data tahun 2008), diantara negara-negara ASEAN, anggaran pertahanan Indonesia berada dibawah Singapura, Myanmar, Vietnam, Malaysia, dan Thailand.6 Dari data tersebut dapat dilihat bahwa setiap negara memiliki kebijakan (policy) yang berlainan dalam menentukan besarnya anggaran pertahanan, yang pada umumnya ditentukan berdasarkan persepsi ancaman dan/atau

Oleh : Marsma TNI Supriyanto Basuki (Dirrenbanghan Kemhan RI)

Foto

Dis

pena

d

Pemutakhiran teknologi militer mendukung kesiapan operasional»

Edisi Maret Koreksi.indd 13 4/19/2011 9:44:39 PM

Page 14: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

14

prioritas pembangunan. Pemerintah Indonesia dapat saja menggunakan anggaran pertahanan negara lain sebagai acuan, namun kepentingan nasional Indonesia sebagaimana terdapat dalam dokumen pe-rencanaan pembangunan nasional tentunya telah menjadi pilihan kebijakan politik negara yang harus dipedomani. Dengan demikian dapat dianggap bahwa anggaran pertahanan yang ideal adalah yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan nyata dari negara yang bersangkutan.

Realitas Anggaran

3. Sebagaimana tercantum dalam RPJMNas Tahun 2010-2014, pagu indikatif anggaran Hanneg tahun 2010-2014 adalah sebesar Rp.279T.7 Komposisi anggaran per tahun adalah Rp.42.310,14M (2010/definitif)8, Rp.47.498,50M (2011/def)9, Rp.55.469,58M (2012/indikatif), Rp.64.292,37M (2013/indikatif), Rp.72.907,39M (2014/indikatif)10. Sedangkan untuk mendukung kebijakan MEF, diajukan anggaran tambahan sebesar Rp.50T untuk tahun 2011-2014, dengan komposisi Rp.11T (2011), Rp.12T (2012), Rp.13T (2013), dan Rp.14T (2014).11

* Naskah Refleksi Jak Renumgar Kemhan Tahun 2010, 4 Januari 2010. ^ Nota Dinas Dirrenbanghan Dirjen Renhan Kemhan Laporan Hasil Rapat Panprogar Tahun 2011, 18 Februari 2011.

anggaran sebesar 3,9% PDB dapat didukung oleh pemerintah.12 Menyadari kondisi tersebut dan dengan mempertimbangkan as-pek kepentingan strategis, yang diantaranya meliputi kemungkinan ancaman aktual dan strategi penangkalan melalui pembangunan postur pertahanan, ditetapkan kebijakan pembangunan minimum essential force (MEF) komponen utama. Dalam lingkup pembangunan nasional, kebijakan tentang konsep MEF telah selaras dan diwadahi dalam RPJMNas. Walau telah ditambah dengan perencanaan dalam kerangka MEF, rasio antara perkiraan realitas anggaran dengan kebutuhan ideal tetap masih sangat jauh.

4. Meskipun jika dilihat dari prosentase terhadap PDB anggaran pertahanan negara belum pernah mencapai nilai yang diharapkan, namun data yang ada di Kemenkeu menunjukkan bahwa nominal anggaran Kemenhan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 meningkat rata-rata sebesar 15,8%13. Besaran alokasi anggaran untuk tahun 2011 belum termasuk anggaran yang diberikan melalui bagian anggaran 999 dan pemberian tunjangan kinerja tahun 2010.14

signifikan, dan dapat diasumsikan bahwa itulah upaya maksimal yang dapat diberikan oleh pemerintah dibidang pertahanan negara. Tunjangan kinerja sebagai bagian dari mewujudkan profesionalisme prajurit dan reformasi internal TNI yang diperjuangkan selama beberapa tahun pun telah didukung oleh pemerintah, meskipun belum secara penuh. Dapat dianggap bahwa hanya karena pertimbangan prioritas nasional yang lebih besar lah maka anggaran pertahanan negara belum dapat dipenuhi sesuai yang diharapkan Kemhan/TNI.

5. Jika dilihat dari jenis belanja, pada tahun 2010 komposisi anggaran adalah belanja pegawai 55%, belanja barang 20% dan belanja modal 25%, sedangkan komposisi pada tahun 2011 adalah belanja pegawai 47,5%, belanja barang 21,5% dan belanja modal 31%. Terlihat bahwa komposisi anggaran seperti ini tidak efisien, karena anggaran untuk pembangunan kekuatan dan pembinaan operasi/latihan/kemampuan tempur sangat minim. Dengan komposisi yang kurang efisien ini, semestinya Kemhan/TNI melakukan evaluasi internal terhadap struktur organisasi dan personelnya serta memiliki keberanian untuk mengambil langkah-langkah koreksi.

Bagaimana Menyikapinya?

6. Apakah Kemhan/TNI hanya akan bersikap ‘menunggu’ sampai kondisi (anggaran ideal) tersebut tiba dan tidak perlu mengambil langkah dan tindakan ‘lain’ guna menyikapi kondisi tersebut? Akankah Kemhan/TNI tetap berpikir dan bertindak ‘seperti biasanya’ (business as usual) sehingga sasaran-sasaran yang sudah ditetapkan tidak akan dapat dicapai seiring dengan ketidakpastian dukungan anggaran yang ideal? Jika mengacu pada

Realitas anggaran tahun 2010 dan 2011 menunjukkan bahwa anggaran ideal tidak mungkin diperoleh sampai dengan akhir Renstra 2010-14, dan jika melihat berbagai tantangan diluar bidang militer, bahkan sampai dengan akhir RPJM pun belum tentu

2012 2011 2010 PDB (Rp) 7.019,9T 6.253,8T sasaran riil sasaran riil sasaran riil %PDB 1,8-2,1 0,79^ 1,8-2,1 0,68* 1,8-2,1 0,72* Nominal ±150T 55,468T^ ±150T 47,498T* ±150T 42,310T*

Pada tahun 2011, Kabinet Indonesia Bersatu II menempatkan anggaran Hanneg pada urutan ketiga penerima anggaran terbesar di lingkungan kementerian/lembaga. Kebijakan tersebut menunjukkan tekad kuat Presiden SBY untuk meningkatkan kekuatan pertahanan negara secara

Edisi Maret Koreksi.indd 14 4/19/2011 9:44:39 PM

Page 15: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

15

falsafah Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, pasti jawabannya adalah tidak. Nilai-nilai kejuangan ’45 juga mengajarkan bahwa TNI memiliki semangat pantang menyerah dan rela berkorban. Dalam perjalanan sejarahnya, terbukti pula bahwa TNI beberapa kali menjadi pelopor, dinamisator dan stabilisator ke-hidupan berbangsa dan bernegara. Pernyataan tersebut juga tidak boleh dianggap ‘klise’ dalam arti meskipun para pendahulu kita pada masa perjuangan kemerdekaan menggunakan peralatan yang sangat sederhana, bukan berarti kemudian pada masa kini kita juga harus bertempur dengan peralatan seadanya. Namun semangat untuk terus upaya menemukan cara dalam menghadapi berbagai ancaman dan tantangan adalah yang harus terus dijadikan teladan. Jika dilihat dalam konteks sekarang, maka para pejuang kemerdekaan pada masa itu telah menerapkan cara berpikir yang out of the box dan konsep perang asimetri dengan menggunakan bambu runcing untuk melawan persenjataan yang lebih modern.

7. Beberapa kebijakan telah dicanangkan oleh pimpinan Kemhan/TNI, diantaranya adalah pembentukan Tim KP3B (Komisi Pencegahan Penyimpangan Pe-ngadaan Barang dan Jasa), zero growth of personnel (ZGP) dan right sizing, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri.

a. Pembentukan Tim KP3B diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi anggaran dalam proses pengadaan. Akuntabilitas sangat dibutuhkan agar kepercayaan pemerintah dan masyarakat kepada Kemhan/TNI semakin bertambah sehingga alokasi anggaran untuk Kemhan/TNI dapat lebih ditingkatkan. Kesan bahwa pengadaan peralatan militer

Kemhan/TNI adalah suppliers driven, bukan necessary driven15, diharapkan pula akan dapat dihilangkan dengan pembentukan Tim KP3B.

b. Implementasi yang tepat dari kebijakan ZGP dan right sizing diharapkan akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi dan personel serta akan sejalan dengan penilaian kinerja dan pemberian tunjangan kinerja. Perpaduan antara kebijakan zero growth dan right sizing dengan tunjangan kinerja diharapkan dapat mengerem keinginan untuk selalu membesarkan organisasi tanpa dilandasi terlebih dahulu dengan analisis dan penghitungan beban kerja serta penentuan output dan outcome yang dibutuhkan. Penghitungan dan analisis beban kerja serta penentuan output dan outcome serta sasaran secara baik (yang memenuhi syarat spesifik, terukur, dapat dicapai, berorientasi pada hasil dan manfaat, realistis, serta pencapaiannya dapat diperkirakan dalam kurun waktu tertentu) membutuhkan tenaga dan waktu tersendiri serta dukungan biaya khusus. Agar hasilnya maksimal, Kemhan/TNI dapat membentuk tim khusus yang dibantu tenaga ahli di bidang tersebut dari luar Kemhan/TNI.16 Untuk itu, kebijakan ZGP perlu dijabarkan dalam konsep yang lebih nyata dan terkoordinasi antara Kemhan dan TNI, baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah dan panjang. Mengingat bahwa kekuatan dan komposisi personel disusun berdasarkan struktur organisasi, maka kebijakan ZGP seyogyanya diikuti dengan jeda atau moratorium pembentukan organisasi baru di lingkungan Kemhan/TNI sampai dengan analisis dan penghitungan beban kerja selesai dilaksanakan.17

c. Langkah terobosan taktis

guna peningkatan produk dalam negeri dapat dilakukan antara lain dengan menetapkan agar seluruh pengadaan barang/produk elektronik menggunakan merk/buatan dalam negeri sepanjang memenuhi persyaratan operasional (operational requirement) yang diinginkan. Dalam satu tahun, puluhan bahkan mungkin ratusan pembelian perangkat TIK (teknologi informasi dan komunikasi) dilakukan oleh Kemhan/TNI, namun sangat sedikit yang menggunakan produk atau merek lokal, misalnya Polytron atau Zyrex. Pengalaman di Korea Selatan mengajarkan bahwa penggunaan produk dalam negeri secara maksimal pada akhirnya menjadikan Samsung, Daewoo, dan LG menjadi perusahaan kelas dunia dan mampu menjadi penyuplai kebutuhan peralatan elektronik mesin perang.

8. Strategi penangkalan yang selama ini dipilih telah menjadikan berapapun anggaran yang disediakan oleh negara tidak pernah cukup, dan telah muncul ketidakyakinan terhadap kemampuan negara untuk mendukung anggaran sesuai kebutuhan. Kiranya perlu dikaji lebih lanjut dan mendalam, baik secara akademis maupun melibatkan para pakar tentang pemilihan strategi alternatif perang asimetri maupun retaliate strike terhadap ancaman dari luar, dan pendekatan kesejahteraan terhadap ancaman insurgency atau pemberontakan.

a. Konsep perang asimetri dan retaliate strike memang tidak bertujuan untuk mengalahkan, namun memberikan kerugian sebesar-besarnya bagi lawan. Kekuatan pemukul dalam perang asimetri dan retaliate strike tidak perlu besar, namun mematikan dengan keunggulan daya tempur serta memiliki kelebihan dalam hal kecanggihan sumber daya manusia

Edisi Maret Koreksi.indd 15 4/19/2011 9:44:39 PM

Page 16: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

16

dan peralatan. Sedangkan kekuatan untuk pengamanan wilayah me-mang dibutuhkan daya gerak dan daya jangkau yang seluas-luasnya sesuai kondisi geografis Indonesia dengan lebih memanfaatkan tingkat koordinasi antar instansi.

b. Pendekatan kesejahteraan merupakan lesson learned dari konflik berkepanjangan dengan GAM. Dalam pelaksanaannya akan sejalan dan diselaraskan dengan program pembangunan pemerintah di bidang kesejahteraan di wilayah-wilayah rawan konflik.

9. Selain pengkajian terhadap berbagai alternatif strategi, dibutuhkan pula tindakan nyata dan gerak cepat dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan. Salah satu contoh perlunya tindakan segera dan nyata adalah tentang penanganan wilayah perbatasan. Pemerintah telah menyatakan bahwa wilayah perbatasan bukan lagi halaman belakang, namun halaman depan negara, dan dibentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan beserta perangkatnya di daerah. Telah dilakukan pula berbagai peninjauan dan seminar serta pembentukan pusat kajian dan penelitian tentang wilayah perbatasan. Sementara itu, konsekuensi dan bukti nyata tentang kelalaian pengelolaan wilayah periferi juga sudah ada, yaitu beralihnya kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002. Namun demikian, implementasi terhadap kebijakan wilayah perbatasan tersebut masih sangat jauh dari harapan. Pembangunan infrastruktur di perbatasan masih jauh dari harapan, sehingga masyarakat di perbatasan bosan dan beberapa diantaranya memutuskan untuk pindah kewarganegaraan. Di bidang pertahanan, Kemhan/TNI

telah merancang dan menetapkan tunjangan khusus bagi prajurit yang bertugas perbatasan. Kebijakan ini perlu dilanjutkan dengan pemberian prioritas lebih besar untuk membangun pos-pos perbatasan sesuai dengan jumlah yang telah direncanakan dibandingkan dengan pembangunan unit/satuan lainnya yang tidak berada di wilayah perbatasan. Pos-pos perbatasan tersebut hendaknya dilengkapi pula dengan infrastruktur, sarana/prasarana dan fasilitas pendukung yang memadai.

Dukungan Pemerintahan Daerah

10. Dengan terbatasnya anggaran pertahanan negara dari pemerintah (pusat), perlu dikaji dukungan anggaran pertahanan negara dari pemerintah daerah. Dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional, serta agama merupakan urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat. Selanjutnya jika dilihat dalam penjelasan Pasal 10 ayat (3) maupun Pasal 10 ayat (4), dapat ditafsirkan bahwa pemerintahan daerah diberikan ruang untuk ikut terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan di bidang pertahanan. Kajian perundang-undangan diperlukan untuk memberikan keabsahan dan dasar hukum, sedangkan kajian terhadap kemampuan masing-masing daerah dibutuhkan mengingat setiap daerah memiliki potensi dan sumber daya yang berbeda. Anggaran pemerintah daerah untuk program dan kegiatan pertahanan negara tentunya digunakan untuk kepentingan daerah, misalnya pembelian peralatan militer untuk operasi pengamanan sumber daya wilayah serta aset atau investasi pemerintah daerah. Namun

demikian, penggunaan anggaran pemerintah daerah tetap tidak boleh keluar dari konsep pembangunan kekuatan pertahanan negara secara utuh dan menyeluruh. Sedangkan penggunaan kekuatan pertahanan negara untuk sasaran yang diminta oleh pemerintah daerah tetap dalam kerangka, mendukung, dan merupakan bagian dari pertahanan negara secara nasional. Penggunaan anggaran pemerintah daerah untuk mendukung pertahanan negara juga harus diupayakan semaksimal mungkin pro growth dan sebagai bagian dari pemerataan pembangunan.

Penutup

11. Pada bagian akhir tulisan ini disampaikan kutipan dari naskah Defence Transformation, A Short Guide to The Issues yang menggambarkan tentang kompleksnya perencanaan pembangunan pertahanan dan dukungan pembiayaannya:

“All defence planning is ultimately irrational. This is because it is based on fear: fear of the known, of the unknown, and of one’s own weakness. For this reason, there has never been a budget or a force structure big enough for its proponents, and there never will be. Indeed, as with addictive drugs, more money, manpower and equipment feed the appetite rather than sating it.”18

Semua perencanaan di bidang pertahanan adalah tidak masuk akal, karena dibuat berdasarkan ketakutan: ketakutan terhadap hal-hal yang telah diketahui, terhadap hal-hal yang tidak diketahui, dan terhadap kelemahan diri sendiri. Untuk alasan tersebut, belum pernah ada suatu anggaran atau struktur kekuatan pertahanan yang cukup besar yang mampu mewadahi para pendukungnya, dan

Edisi Maret Koreksi.indd 16 4/19/2011 9:44:39 PM

Page 17: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

17

tidak akan pernah ada. Sungguh, sebagaimana obat-obatan terlarang yang membuat ketagihan, lebih banyak uang, lebih banyak tenaga manusia dan peralatan, hanya akan memuaskan nafsu daripada untuk memenuhi kebutuhan.

“Most things start with the availability of money. Indeed, defence planning is often little more than finding the least bad way to use the insufficient money available. There is no logical way of deciding how large the defence budget should be. There is a long term and widely distributed tendency for defence budgets to take up an average 2-3% of a country’s GDP over a period of years. Why this is so is not entirely clear, but it does seem that few economies can sustain a level of effort much higher than this for many years before they suffer in some way.”19

Hampir semua hal berawal dari ketersediaan uang. Perencanaan pertahanan seringkali tidak lebih dari mendapatkan cara yang paling mudah untuk membelanjakan uang yang tidak cukup tersedia. Tidak ada cara yang logis untuk menentukan berapa seharusnya anggaran pertahanan. Terdapat sebuah istilah lama dan kecenderungan yang dikenal luas selama bertahun-tahun bahwa anggaran pertahanan ditetapkan rata-rata sebesar 2-3% dari PDB negara untuk periode tahun tertentu. Alasan mengapa demikian juga tidak sepenuhnya jelas, namun kelihatannya bahwa beberapa perekonomian dapat mempertahankan tingkat yang lebih tinggi selama beberapa tahun sebelum akhirnya menderita karenanya. Anggaran pertahanan negara yang diharapkan oleh Kemhan/TNI telah disusun dalam dokumen Postur Pertahanan Negara, namun penentuan akhir berapa alokasi

anggaran pertahanan negara merupakan keputusan politik dan kewenangan negara/pemerintah. Porsi anggaran menuju Postur ideal perlu terus diperjuangkan melalui evaluasi terus menerus terhadap konsepsi dan strategi pertahanan negara guna mencapai efektifitas, efisiensi, dan akuntabilitas, serta peningkatan kinerja (performance) secara maksimal yang diharapkan diikuti oleh tunjangan yang memadai. Menetapkan sebuah kebijakan tentunya merupakan hal yang rumit, karena memerlukan pemikiran yang matang dan komprehensif, serta membutuhkan keberanian dan ketegasan untuk memilih. Sedangkan menjabarkan sebuah kebijakan juga merupakan pekerjaan yang tidak kalah penting, tidak mudah, serta harus diakui pada umumnya saat ini kita kurang pandai dan cermat dalam menyusun hal-hal yang rinci, sebagaimana kata pepatah the devil is in details. Akhirnya adalah menjadi tugas seluruh jajaran Kemhan/TNI untuk menindaklanjuti dan melaksanakan kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan tataran wewenang masing-masing serta senantiasa berupaya untuk lebih mengefektifkan serta mengefisienkan alokasi anggaran yang telah diberikan.

(Endnotes)1 George Edward Thibault, Military Strategy: A Framework for Analysis, The Art and Practice of Military Strategy, NDU, 1984.2 Andi Widjajanto, Transformasi Pertahanan dan Kaji Ulang Pertahanan; Suatu Kerangka Kerja Integratif, hal.126. 3 Permenhan RI Nomor PER/22/M/XII/2007 tanggal 28 Desember 2007, halaman 53.4 Keputusan Menhan Nomor KEP/268/M/XII/2009 tanggal 17 Desember 2009.5 Military Expenditure (%GDP), The World Bank; http://data.worldbank.org/indicator/MS.MIL.XPND.GD.ZS, diakses pada tanggal 18-2-2011.6 Bahan paparan Dirrenprogar

Ditjen Renhan Kemhan pada Rakernis Renhan Tahun 2011.7 Perpres 05 Tahun 2010 tanggal 20 Januari 2010 tentang RPJMNas Tahun 2010-2014. 8 Naskah Dirjen Renhan, Refleksi JakrenumgarKemhan Tahun 2010, 4 Januari 2011.9 Ibid.10 Renstra Hanneg 2010-2014, Permenhan Nomor 03 Tahun 2010.11 Surat Menhan kepada Menkeu Nomor R/115/M/IV/2010 tanggal 15 April 2010; kepastiannya secara hukum masih menunggu peraturan presiden. Dalam dokumen dinyatakan bahwa ajuan anggaran tambahan untuk tahun 2010-2014 adalah Rp.57T, namun sejumlah Rp.7T telah dialokasikan dalam anggaran tahun 2010.12 Fakta tentang tidak akan terdukungnya anggaran ideal juga dinyatakan dalam naskah Pokok-Pokok Pikiran Konsepsi Pelaksanaan Kebijakan ZGP dalam Kerangka MEF, hal.8: “Anggaran Alutsista yang sesuai dengan Postur Pertahanan maupun yang berlandaskan Kebijakan MEF nampaknya tidak akan tercapai.” Angka 3,9% PDB adalah sasaran maksimum yang diharapkan pada Tahun 2025-2029 sebagaimana tercantum dalam Dokumen Postur Pertahanan Negara.13 Bahan masukan dari Direktur Anggaran III Dirjen Anggaran Kemenkeu pada Rakernis Renhanneg 2011 tanggal 8 Februari 2011.14 Secara lisan Direktur Anggaran III Dirjen Anggaran Kemenkeu pada Rakernis Renhanneg 2011 tanggal 8 Februari 2011menjelaskan bahwa tambahan anggaran untuk Kemhan/TNI dari BA99 adalah sekitar 5,9T untuk BMP dan lebih dari 5T untuk tunjangan kinerja.15 Yusron Ihza mengulas hal ini dalam bukunya Tragedi dan Strategi Pertahanan Nasional (La Tofi Enterprise, Oktober 2009) pada Bab 4: Alutsista dan Broker Senjata.16 Menhan telah membentuk Tim Pakar Manajemen (TPM) dan TPM telah menyusun Naskah Pokok-Pokok Pikiran Konsepsi Pelaksanaan Kebijakan ZGP dalam Kerangka MEF (Juni 2010). Rekomendasi moratorium/jeda organisasi yang disarankan dalam naskah ini tidak terdapat dalam naskah tersebut.17 Kebutuhan anggaran untuk analisis beban kerja direncanakan Kemhan pada tahun 2011, namun belum diperoleh kepastian tentang pelaksanaannya.18 Defence Transformation, A Short Guide to The Issues, David Chuter, ISS Monograph Afrika Selatan, Agustus 2000, halaman 95.19 Ibid.

Edisi Maret Koreksi.indd 17 4/19/2011 9:44:39 PM

Page 18: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

18

I. Data Pokok

1. Nama : Supriyanto Basuki 2. Pangkat : Marsma TNI3. Jabatan : Dirrenbanghan, Ditjen Renhan Kemhan RI 4. Sumber Pa/Th : Akabri Udara

II. Riwayat Jabatan

1. Pa Pnb Wing Ops 001 Halim P.2. Pa Pnb Skadron Udara 32, Abd. Saleh, Malang;3. Dan Flight lat Skadron 324. Kasi Lambangja lanud Hlim P.5. Instruktur Penerbang Lanud Adisucipto, Yogyakarta;6. Komandan Lanud El Tari, Kupang;7. Kasubdit Renopsdik Kodikau8. Asintel Kosekhanudnas III Medan;5. Paban-2/Sismet Srenum TNI6. Dirops Kodikau;7. Paban-3/Lat Sopsau;8. Kapusdatin UNHAN9. Dirrenbanghan Ditjen Renhan Kemhan RI

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS

HARI PERS NASIONAL

Segenap Pimpinan dan Staf Cabang Bank Jatim Cabang Lamongan &

Pimpinan Bank BRI Cabang Lamongan

Mengucapkan

Herry HendartoPim. Cabang Lamongan

Eko Rahayu HartonoPim. Cabang Lamongan

III. Pendidikan Militer

1. Akabri Udara 2. Sekolah Penerbang TNI AU3. Sekolah Kesatuan Komando TNI AU4. Sekolah Instruktur Penerbang TNI AU5. Sesko TNI AU6. Sesko TNI7. Intermediate English Language Course Singapura8. Naval Postgraduate School, USA9. Air War College, USA

IV. Riwayat Penugasan

1. Filipina 19892. USA 1992,20093. Singapura 1994, 19954. Australia 1992, 20095. Kamboja 19926. Thailand 20097. Malaysia 20098. Perancis 19959. Taiwan 1994

Edisi Maret Koreksi.indd 18 4/19/2011 9:44:41 PM

Page 19: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

19

Mengucapkan

DANDIM 0703/CILACAP DAN KAPOLRES CILACAP

BESERTA SEGENAP JAJARAN

Kapolres Cilacap

AKBP Rudi Darmoko, S.IK., M.Si.Nrp 71120263

Dandim 0703/Cilacap

Letkol Inf Iwan M. Zainudin, SE.Nrp 1910026900968

Kapolres BanyumasAKBP Untung Widyatmoko, S.IK.,MH.

Nrp 70100397

Dandim 0701/BMSLetkol Inf NarliansyahNrp 1900005470668

Dandim 0701/Banyumas dan Kapolres BanyumasBeserta Segenap Jajaran Mengucapkan

Danyonif-521/DY BRIGIF-16/WY Letkol Inf Sunaryo/Nrp. 11940017050271

Beserta Seluruh StafMengucapkan

SELAMAT HUT KE-50 KOSTRADSEMOGA TETAP JAYA

Edisi Maret Koreksi.indd 19 4/19/2011 9:44:45 PM

Page 20: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

20

Oleh : Kolonel Cba Chalis Wahyono (Analis Madya Dittekind Kemhan RI)

KEDAULATAN WILAYAH DAN KAPABILITAS PERTAHANAN INDONESIA

Pendahuluan

Kehadiran suatu negara secara normatif dinilai dari pelaksanaan dua fungsi yang

melekat dalam dirinya, yaitu fungsi keamanan dalam tanda petik (makna yang lebih luas dan kompleks) dan fungsi kesejahteraan. Dilihat dari fungsi pertama, kehadiran tentara merupakan poros utama dan tidak terpisahkan dari kehadiran suatu negara. Pandangan bahwa tentara

sebagai poros utama kehadiran suatu negara juga diperlihatkan oleh fakta bahwa hingga kini tidak terdapat ketentuan internasional yang menafikan perang sebagai instrumen untuk menyelesaikan konflik antarnegara. Melalui logika seperti ini kehadiran tentara mendapatkan jus t i f i kas inya secara akademik. Walau tidak menghasilkan secara profit dan kesejahteraan secara langsung. Pengalokasian anggaran negara

untuk mendanai kehadiran tentara adalah suatu keharusan untuk membuat suatu negara menjadi normal dalam dinamika strategis ditataran internasional yang selalu diwarnai ketidakpastian. Seberapa besar anggaran pertahanan suatu negara agar dapat disebut menjadi negara normal memang suatu isu yang terus diperdebatkan. Ketiadaan dalam kepastian tolak ukur itu disebabkan perbedaan dalam lingkungan strategis yang dihadapi suatu negara dan juga perbedaan dalam kapasitas ekonomi nasionalnya. Terlepas dari ketiadaan tolak ukur yang pasti itu, suatu fakta yang tidak terbantahkan dalam konteks Indonesia adalah kapabilitas pertahanan TNI sangat memprihatinkan dan membuat Indonesia menjadi negara abnormal jika dilihat dari ukuran wilayah dan besaran populasinya. Jika kita merujuk data-data yang dipublikasikan secara rutin melalui jurnal militer, kapabilitas dari alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia, baik yang dimiliki angkatan darat, laut, dan udara sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan kapabilitas yang dimiliki negara-negara tetangga. Ada dua

Gelar pasukan salah satu upaya untuk menunjukan kesiapsiagaan prajurit dalam mempertahankan kedaulatan NKRI

»

Foto

Dis

pena

d

Edisi Maret Koreksi.indd 20 4/19/2011 9:45:09 PM

Page 21: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

21

pendapat yang selalu dikemukakan mengapa kapabilitas tidak dapat ditingkatkan. Pendapat pertama adalah prioritas pemerintah cenderung lebih mengedepankan faktor ekonomi dibandingkan dengan sektor pertahanan (sekadar sebagai pelengkap) pendapat kedua adalah Indonesia berada di lingkungan regional strategis yang kooperatif, yaitu dengan hadirnya organisasi regional ASEAN. Dua pendapat ini sesungguhnya secara tidak sadar telah menciptakan suatu postur pertahaan negeri ini yang tidak mampu untuk melaksanakan fungsi pertahanan (defenseless defence). Pendapat pertama seakan-akan menunjukkan bahwa isinya adalah gun versus butter, pandangan seperti ini lemah secara empirik dan menyesatkan. Ketidakmampuan melaksanakan fungsi pertahanan untuk melindungi

wilayah berikut sumber dayanya dapat membawa dampak ketidak-cukupan kapabilitas negara untuk memenuhi kesejahteraan rakyatnya. Pencurian kekayaan laut, misalnya yang diperkirakan merugikan negara sangat besar tiap tahunnya. Demikian juga pendapat kedua seolah-olah meyakini ASEAN bisa menggantikan fungsi pertahanan setiap negara realitas yang ada menunjukkan ASEAN tidak pernah digunakan untuk menyelesaikan konflik-konflik atau pelanggaran-pelanggaran wilayah perbatasan yang terjadi pada sesama negara anggota ASEAN (dengan kata lain, ASEAN tidak pernah dikonstruksikan sebagai pelaksana fungsi the last resort).

Permasalahan yang Dihadapi Ancaman pertahanan NKRI yang potensial dan faktual sampai

saat ini berasal dari dalam maupun luar negeri. Secara nyata ancaman terhadap pertahanan negara kita antara lain pelanggaran wilayah/gangguan keamanan darat, laut dan udara, terorisme, konflik kriminal/gerakan-gerakan kelompok radikal, separatisme, spionase, dan lain-lain. Kondisi alutsista TNI yang saat ini rata-rata usia pakainya sudah tua (25-30) berpengaruh pada tingkat kesiapan operasional dan membutuhkan biaya operasional dan pemeliharaan yang tinggi. Kondisi tersebut membawa resiko bagi upaya pertahanan kita dalam mengatasi berbagai bentuk ancaman, seperti permasalahan-permasalahan perbatasan/ pe-langgaran wilayah dan pulau-pulau kecil terdepan (terluar), termasuk p e l a n g g a r a n - p e l a n g g a r a n kedirgantaraan. Menurunnya efek penangkalan

TNI siap mengamankan kedaulatan NKRI dari setiap bentuk ancaman»

Foto

istim

ewa

Edisi Maret Koreksi.indd 21 4/19/2011 9:45:24 PM

Page 22: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

22

(penggentar) sistem pertahanan kita juga diakibatkan dari teknologi alutsista yang kurang modern dan usia teknis alutsista yang sudah tua. Efektivitas sistem pertahanan negara banyak dipengaruhi oleh daya penggentar (detterent effect) sebagai salah satu keunggulan yang dapat ditunjukkan oleh kekuatan alutsista berteknologi modern dengan jumlah yang memadai. Dan seiring berjalannya waktu tanpa disadari bahwa kapabilitas pertahanan kita sudah sangat ketinggalan jauh dengan negara-negara tetangga dekat kita (Singapura, Malaysia, Thailand, dan lain-lain). Mereka sudah lebih dulu memperkuat armada angkatan bersenjatanya dan melakukan modernisasi teknologi alutsista. Kondisi ini jelas akan berpengaruh signifikan terhadap kesiapan dan kesiagaan penangkalan dari ketiga

matra dalam penggelaran kekuatan TNI untuk menanggulangi segala ancaman, terutama pelanggaran wilayah perbatasan badar, maritim, dan dirgantara. Wilayah perbatasan dan pulau terdepan (terluar) masih rawan dan berpotensi terjadinya pelanggaran batas wilayah. Di wilayah perairan/laut belum ada kesepakatan yang “deal” tentang perjanjian batas wilayah laut antara Indonesia dan negara tetangga (Singapura, Malaysia, Filipina dan lain-lain). Fakta menunjukkan masih sering terjadinya klaim sepihak dari negara-negara tetangga dekat kita, misalnya Malaysia yang menyatakan bahwa nelayan-nelayannya yang ditangkap oleh aparat-aparat patroli laut kita masih berada di wilayah teritorial perairannya. Dan sebaliknya juga terjadi pada nelayan kita, bahkan aparat DKP kita ditangkap oleh

pihak polisi marine Malaysia, karena dianggap melanggar wilayah perairannya. Demikian juga pada wilayah perbatasan darat, Kalimantan-Malaysia, Nusa Tenggara-Timor Leste, Papua-Papua Nugini. Fasilitas pos-pos pamtas (pengamanan perbatasan) masih sangat terbatas dan memprihatinkan termasuk alat-peralatan dan sarana prasarana pendukung seperti fasilitas komunikasi, transportasi, fasilitas air dan fasilitas pendukung lainnya, sehingga kegiatan manuver pasukan dalam rangka patroli dan monitoring daerah tidak optimal, meskipun jumlah pos-pos relatif cukup memadai. Hal yang sama juga di wilayah dirgantara kita, kurangnya daya penggentar armada udara kita dicerminkan oleh kuantitas dan kualitas pesawat tempur, angkut, heli, pesawat latih dan radar dengan

Kondisi alutsista TNI yang usianya sudah tua berpengaruh pada tingkat kesiapan operasional »

Foto

Dis

pena

d

Edisi Maret Koreksi.indd 22 4/19/2011 9:45:25 PM

Page 23: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

23

kesiapan terbang dan tempur rendah serta tidak berjalannya modernisasi teknologi alutsista.

Kapabilitas Pertahanan yang Memadai Daya tangkal, kesiapan serta ketahanan operasional suatu angkatan bersenjata merupakan akibat/fungsi langsung dari kuantitas serta kualitas sumber daya manusia, sistem persenjataan, alat peralatan dan dukungan logistik. Alutsista sebagai salah satu faktor krusial, maka perlu upaya maksimal dalam langkah terobosan kebijakan, strategi dan implementasi yang melibatkan eksekutif, legislatif serta para stakeholder terkait lainnya untuk dapat memastikan bahwa kuantitas dan kualitas faktor alutsista dapat secara optimal ditingkatkan, diberdayakan dan direalisasikan guna menjamin daya tangkal (detterent effect), kesiapan dan ketahanan operasional (readiness & sustainability) dari TNI. Dengan demikian, secara garis besar pendanaan pembangunan pertahanan negara dimaksimalkan antara lain untuk penyusunan struktur pasukan, modernisasi alutsista/persenjataan dan kesiapan/ketahanan operasional. Penyusunan struktur pasukan merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif dari personel, alutsista/persenjataan, dukungan alat peralatan, dukungan logistik. Modernisasi meliputi dari tahap perencanaan, pengkajian, riset, produksi, litbang, dan pengembangan mencakup antara lain pelatihan itu sendiri, pemeliharaan/perawatan, dan lain-lain. Tujuan dari kemampuan/kapabilitas pertahanan Indonesia adalah untuk menciptakan daya tangkal dalam kerangka menjamin serta melindungi keselamatan/keamanan nasional, menopang posisi diplomasi di dunia internasional dan membantu

pemerintahan sipil sesuai peraturan perundang-undangan sebagai upaya pertahanan negara jika penangkalan gagal dilakukan. Sejalan dengan tujuan tersebut, pembangunan kekuatan pertahanan diarahkan untuk dapat menghadapi seluruh spektrum ancaman baik yang bersifat simetris, asimetris, dan konvensional. Pada faktanya upaya untuk menghadapi ancaman nonkonvensional yang sering merupakan bagian dari OMSP (operasi militer selain perang), sebagai contoh kompleksitas ancaman di wilayah perbatasan (Kalimantan, Papua, NTT) diperlukan satuan kekuatan darat, alpal/logistik yang kuat serta besar. Demikian juga dengan proyeksi kekuatan laut dan udara yang memadai secara kualitas maupun kuantitas untuk mengamankan/menegakkan kedaulatan wilayah perbatasan dari aspek maritim serta kedirgantaraan. Dari uraian di atas secara umum kapabilitas/kemampuan per-tahanan (defence capability) dapat dipetakan menjadi 3 (tiga) pilar yang meliputi antara lain, pembangunan kekuatan, kerja sama pertahanan dengan negara-negara lain dan penggunaan kekuatan. Ketiga pilar tersebut harus ditopang/diperkuat oleh pembinaan kekuatan dan pembinaan kemampuan yang mencakup antara lain; Pertama, pembinaan kekuatan TNI yang meliputi pembinaan personel (mental kepribadian, jasmani, intelektual), material, fasilitas jasa, sistem organisasi dan doktrin, anggaran/defense economic. Untuk doktrin perangkat ini bukan suatu teoristik frame work yang futuristik, tetapi suatu yang dapat menjadi “dinamis fleksibel” (dirumuskan untuk dipedomani dalam kondisi nyata dan kemungkinan terjadinya pengembangan di-waktu mendatang). Doktrin harus memenuhi syarat dapat

diimplementasikan pada kurun waktu tertentu dan dapat direvisi pada suatu saat. Dari pengembangan doktrin inilah seharusnya pe-ngembangan dan pemilihan alutsista didasarkan. Kedua, pembinaan kemampuan mencakup kemampuan intelijen/pengamanan, kemampuan dukungan. Kemampu-an dukungan ini meliputi juga kemampuan komunikasi dan diplomasi militer, kemampuan manajemen, litbang, penguasaan inovasi dan teknologi, kemampuan K-3 I (komando, kendali, komunikasi dan informasi), serta kemampuan pembinaan wilayah pertahanan. Ketiga, proyeksi kekuatan. Proyeksi kekuatan akan berkaitan dengan pengerahan dan gelar kekuatan. Proyeksi kekuatan mencakup antara lain gelar kekuatan terpusat dan gelar kekuatan kewilayahan. Untuk kekuatan kewilayahan terdiri dari elemen pemukul dan pendukung (striking element and supporting element) dari ketiga matra yang harus diprioritaskan pada daerah rawan konflik perlintasan laut, udara dan wilayah perbatasan darat. Konsep kekuatan kewilayahan berorientasi menangkal ancaman eksternal dan internal dalam seluruh spektrum operasi militer yang diperlukan. Saat ini sangat disadari strategisnya pulau-pulau terdepan (terluar) yang perlu ditindaklanjuti dengan perencanaan dan pengerahan gelar kekuatan pasukan di daerah terdepan NKRI. Dengan demikian, keadaan trouble di suatu wilayah tertentu relatif dapat secara mandiri ditanggulangi oleh gelar kekuatan pasukan di wilayah yang bersangkutan tanpa harus menunggu bantuan dari kekuatan pusat.

Pembangunan Pertahanan yang Terintegrasi Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan berbagai macam kekayaan alamnya dan

Edisi Maret Koreksi.indd 23 4/19/2011 9:45:25 PM

Page 24: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

24

terletak di wilayah yang sangat strategis, baik dari sisi ekonomi, politik dan keamanan, Indonesia memiliki keunggulan alamiah yang tidak dimiliki negara lain, sehingga menjadi perhatian banyak negara. Namun, kita tidak dapat merasa bangga saja dengan keunggulan itu karena dibaliknya ada kerawanan-kerawanan yang mengancam. Sejarah telah membuktikan tentang ketertarikan pihak lain terhadap keunggulan yang dimiliki Indonesia, dengan melakukan penguasaan terhadap wilayah bangsa ini selama berabad-abad guna mengambil sumber daya yang dimiliki, sehingga perlu kekuatan pertahanan yang tangguh guna mengatasi, mencegah/menangkal berbagai gangguan dan ancaman dari pihak lain. Membicarakan pertahanan yang merupakan poros utama keamanan suatu bangsa tidak akan pernah ada habisnya dan selalu menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas. Namun, yang menjadi permasalahan utamanya adalah sudahkah segenap masyarakat dan komponen sipil mempunyai visi atau pandangan yang sama terhadap pertahanan (yang merupakan komponen integral dari keamanan), dan sudahkah kita melibatkan seluruh komponen tersebut didalam perumusan rencana dan pelaksanaannya. Karena kenyataannya banyak sekali komponen bangsa ini yang belum mengetahui mengenai pertahanan itu sendiri, terutama dari sebagian besar kalangan sipil. Sehingga, tidak heran bila pembangunan sistem pertahanan kita sampai saat ini bagai pasien kronis, tanpa adanya dukungan yang paripurna, karena ketidakmengertian terhadap pemahaman pertahanan. Sistem pembangunan yang tidak terintegrasi satu sama lainnya (padahal seluruh konsepnya kita sudah punya, para pendiri bangsa ini dan jajarannya dimasa lampau

sudah memikirkan jauh kedepan tentang konsep ini) menjadi katalis yang memperburuk situasi, bila kita memperlihatkan dengan seksama, dengan mudah kita lihat bagaimana kinerja sebagian besar komponen pemerintah kita yang melakukan perencanaan dengan berjalan sendiri-sendiri dan menurut versi masing-masing k e m e n t r i a n / d e p a r t e m e n n y a . Dan berikutnya adalah minimnya keterlibatan komponen bangsa dalam memahami dan sama-sama membangun sistem pertahanan, yang merupakan bagian dari keseluruhan proses pembangunan. Karena untuk membangun sistem pertahanan yang baik, kita harus memiliki ‘cetak biru’ (perencanaan) yang sangat baik dengan melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam suatu negara dan berjalan seiring dengan pembangunan sektor lainnya. Bila kita berbicara tentang pertahanan, maka didalamnya secara sederhana dapat diartikan sebagai cara bertahan dan cara menangkal terhadap kemungkinan adanya gangguan atau hambatan, bahaya atau ancaman (pencurian, pemaksaan kehendak/pengaruh, bencana, dll) yang akan terjadi di lingkungan kita dengan menggunakan segala potensi yang kita miliki. Dapat diasumsikan bila kita ingin bertahan dan bila mungkin untuk menangkal dari suatu kemungkinan serangan atau ancaman, misalnya ancaman dari pencurian, maka pasti kita akan membuat sistem yang cukup untuk menangkalnya, tentunya tidak terlepas dari seberapa besar pengetahuan kita untuk mengetahui bagaimana sistem pertahanan yang baik, selanjutnya seberapa banyak alokasi dana yang kita miliki untuk membangun sistem itu, sudahkah kita mempunyai kesamaan pandangan dan dukungan terhadap sistem yang akan dikembangkan di negara kita, sehingga tidak akan

menimbulkan konflik dikemudian hari terhadap sistem yang diterapkan. Sudahkan terbangun komunikasi yang baik dan konstruktif para stake-holder yang ada di lingkungan kita, guna mendukung ide pelaksanaan sistem pertahanan di lingkungannya sehingga masyarakat pun akan mendukung upaya pembangunan pertahanan. Karena seberapa bagus pun suatu sistem yang dikembangkan bila tidak mendapatkan dukungan seluruh komponen masyarakat dan stake-holder, maka hal ini akan menjadi kesia-siaan belaka, misalnya mereka mungkin saja akhirnya mendukung upaya kita karena sistemnya bagus, namun mereka merasa enggan untuk melaksanakan pengembangan dan merawatnya karena mereka tidak merasa dilibatkan sejak awal terhadap perencanaannya.

Penutup Sebagai bangsa yang menganut paham politik luar negeri bebas aktif kita sering merasa bahwa kita sebagai bangsa yang tidak pernah memihak negara manapun dan tidak terikat pakta pertahanan manapun, dan sering juga mendengar pernyataan yang menyatakan bahwa kita tidak mempunyai ancaman potensial dalam periode jangka panjang, yang selanjutnya berimplikasi terhadap lambannya pembangunan sistem pertahanan kita, semakin tidak waspadanya kita terhadap perubahan lingkungan kita. Anggapan seperti inilah yang turut andil terhadap ketertinggalan dalam membangun sistem pertahanan yang tangguh dan disegani. Karena pembangunan pertahanan tidak hanya untuk memperkuat pertahanan itu sendiri, tetapi juga secara lebih jauh, mempunyai dampak terhadap kekuatan diplomasi suatu negara diantara negara-negara lainnya. Memang kekuatan pertahanan

Edisi Maret Koreksi.indd 24 4/19/2011 9:45:25 PM

Page 25: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

25

bukanlah satu-satunya komponen penentu keberhasilan diplomasi, tetapi dapat menjadi salah satu parameter penentu keberhasilan diplomasi. Sebaliknya bila per-tahanan kita sangat lemah terutama dari sistemnya itu sendiri, maka kita menjadi sangat rentan terhadap adanya gangguan, terutama yang datang dari luar dan sekali lagi kita tidak mempunyai posisi tawar-menawar dalam diplomasi terhadap negara lain, karena pertahanan negara kita diremehkan oleh mereka. Kemampuan daya tangkal, kesiapan operasional dan ketahanan operasional yang dimiliki oleh TNI dalam upaya mempertahankan kepentingan nasional berbanding lurus dengan implementasi dari kebijakan dan strategi nasional pemilihan alutsista dan pengadaan serta pengembangan alutsista secara berkelanjutan. Salah satu tantangan utama bagi para pembuat kebijakan pertahanan

dan perencanaan dibidang militer suatu negara adalah bagaimana menerjemahkan tuntutan dari spektrum potensi konflik yang akan dihadapi oleh suatu negara menjadi bagaimana menghasilkan berbagai kebijakan tentang sistem persenjataan seperti apa yang harus dikembangkan dan diakuisisi. Juga berapa banyak sistem persenjataan yang harus diperoleh, semua ini merupakan bagian dari gambaran besar pembangunan pertahanan suatu negara. Sebenarnya, pe-milihan strategi militer yang tepat untuk setiap konflik yang dihadapi (ancaman dari luar khususnya) sangat memengaruhi jawaban atas sistem persenjataan ataupun sistem pertahanan mana yang tepat untuk dikembangkan dan diakuisi. Demikian juga para stake-holder terkait bersama-sama dengan pengambil kebijakan di sektor pertahanan dan militer (defense planners and military leaders) harus mempunyai keamanan politik

1. Nama : Chalis Wahyono2. Pangkat/Nrp : Kolonel CBA/306313. Jabatan : Analis Madya Dittekind Kemhan RI4. Tempat/Tgl Lahir : Pasuruan, 17 Januari 1963

5. Pendidikan Militer

a. AKABRI : 1985b. Suslapa : 1995c. Seskoad : 2000/2001d. Sus Stafhan : 2002

yang kuat dalam membangun, memberdayakan basis-basis industri pertahanan yang mampu untuk menyediakan stockpiling dalam rangka menunjang/men-dukung kesiagaan dan kesiapan operasional alutsista TNI. Akhirnya kita semua mendukung upaya para pengambil kebijakan dibidang pertahanan dan segenap jajaran TNI dalam rangka meningkatkan pembangunan kapabilitas pertahanan negara guna menjamin kesiapan, pertahanan operasional serta daya tangkal (detterent effect) yang lebih optimal. Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan dukungan dari seluruh stake-holder serta komponen bangsa, upaya meningkatkan pembangunan kapabilitas per-tahanan negara tersebut Insya Allah akan mencapai tujuan demi pengabdian yang total dan abadi kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercinta.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS

6. Pendidikan Umum

a. SMA IPA : 1981b. Stisipol : 1994

Edisi Maret Koreksi.indd 25 4/19/2011 9:45:25 PM

Page 26: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

26

KETUA BESERTA ANGGOTATIM PENGGERAK PKK PROVINSI JAWA TENGAH

MENGUCAPKAN

SELAMAT HUT KE-50 KOSTRAD6 MARET 2011

KETUANY. Hj. SRI BIBIT WALUYO

SELAMAT HUT KE-50 KOSTRAD6 MARET 2011

LETKOL INF TEGUH WARDOYO NRP 11940011841069

Mengucapkan

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

SEGENAP PIMPINAN & KARYAWANDINAS PENDIDIKAN PROV. JATENG

HUT KE-64 KODAM IV/DIPONEGORO1 MARET 2011

Kepala Dinas PendidikanProvinsi Jawa Tengah

Drs. Kunto Nugroho HP., M.Si.

Mengucapkan

SELAMAT HUT KE – 61KODAM IV/DIPONEGORO

1 MARET 2011

Mengucapkan

KOLONEL CHB NUR SALAMKEPALA HUBDAM IV/DIPONEGORO

SELURUH WARGA DAN PERSIT KARTIKA CHANDRA KIRANA RANTING-3 HUB

MENGUCAPKANSELAMAT ATAS DIANGKATNYA

BRIGJEN TNI WIRYANTORO NK.SEBAGAI KADISPENAD

BESERTA

Jl. Dr. Supomo No. 23, Solo 57141, Central Java, IndonesiaTelp. (0271) 714344 (Hunting) Fax. (0271) 713607

http://www.tigaserangkai.co.ide-mail:[email protected]

PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI

MENGUCAPKAN

Letkol Kav Abd. Haris, S.IPDanyon Kav-2/Tank

Beserta Staf Segenap JajaranMengucapkan

DIRGAHAYU KODAM IV/DIPONEGORO& HUT KAVALERI

Semoga Tetap Jaya Mempertahankan NKRI dan Pancasila

DANYONIF-411/6/2/KOSTRADBESERTA STAF DAN

SEGENAP ANGGOTA

Edisi Maret Koreksi.indd 26 4/19/2011 9:45:27 PM

Page 27: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

27

Oleh: Kolonel Inf Imam Basuki (Abit Sesko TNI TA. 2010)

Sebuah Harapan dan Tantangan untuk Dipertanggungjawabkan

REMUNERAS I ,

1. Pendahuluan

Peristiwa krisis ekonomi di Indonesia tahun 1998 telah menjadi cermin besar atas

penyelenggaraan negara setelah 63 tahun merdeka. Seiring dengan perubahan global, krisis ekonomi yang terjadi, pada akhirnya meluas menjadi krisis multidimensi. Ternyata Bangsa Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat untuk mampu bertahan menghadapi perubahan global tersebut. Berbagai tekanan yang datang dari dalam dan luar negeri selalu menghasilkan perubahan ke arah yang lebih buruk dalam kinerja ekonomi, struktur sosial masyarakat dan struktur politik bangsa. Pemerintah sepertinya kewalahan dalam melakukan upaya mengentaskan masyarakat dari segala keterpurukan. Kelompok birokrasi yang diharapkan mampu berbuat banyak, ternyata juga mengalami suatu degradasi moral. Pelayanan masyarakat pada semua aspek menjadi wilayah yang subur

terjadinya penyimpangan (baca: KKN). Masyarakat luas menjadi pihak yang paling merasakan akibatnya. Siapa yang harus bertanggung jawab? Kondisi riil yang terjadi adalah di satu sisi masyarakat luas hidup dengan kemampuan ekonomi yang rendah. Disisi lain oknum pegawai yang menangani aspek pelayanan, hidup dengan kemampuan ekonomi yang sangat kuat. Terjadi kesenjangan yang sangat signifikan. Pemenuhan kebutuhan hidup (basic need) merupakan hak dasar setiap manusia. Namun, penyimpangan tidak dapat dibenarkan dengan dalih apapun. Rendahnya kualitas kinerja maupun maraknya tindak penyimpangan merupakan koreksi mendasar atas penyelenggaraan negara selama ini. Diperlukan

adanya perubahan dan perbaikan- perbaikan secara menyeluruh. Sehingga, penyimpangan dapat diminimalisasi dan tingkat kesejahteraan dapat ditingkatkan secara bertahap. Langkah penting dalam upaya meningkatkan kualitas kinerja dan kesejahteraan, antara lain dengan melakukan remunerasi (menata ulang sistem pembayaran). Remunerasi sebuah istilah baru yang menjadi bumbu penyedap pada setiap diskusi maupun sekadar obrolan pegawai maupun prajurit. Disana ada harapan. Ada optimisme untuk dapat lebih baik. Sehingga kehadiran remunerasi pada lembaga penyelenggara negara akan dapat menjadi sebuah harapan dan tantangan untuk dapat dipertanggungjawabkan.

Penerimaan uang remunerasi»

Foto

istim

ewa

Edisi Maret Koreksi.indd 27 4/19/2011 9:45:27 PM

Page 28: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

28

2. Reformasi Birokrasi. Pada hakikatnya merupakan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem pelaksanaan tugas pada suatu institusi/lembaga pemerintah. Pembaruan dilakukan pada aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan dan sumber daya manusia. Reformasi birokrasi merupakan langkah strategis guna mengubah perilaku birokrat selama ini, dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Reformasi disini merupakan proses pembaruan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner. Perubahan dilakukan seiring dengan komitmen bangsa yang sedang mereformasi diri setelah 63 tahun merdeka, namun kehidupan berbangsa tidak juga mencapai pada kondisi yang diinginkan. Bertolak dari kondisi tersebut, maka Bangsa Indonesia sepakat untuk melakukan reformasi nasional. Terhadap peran birokrasi, maka sinergis yang dibangun adalah melakukan reformasi birokrasi.

a. Latar belakang reformasi birokrasi, antara lain sebagai berikut:

1) Maraknya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di lembaga pemerintah yang masih berlangsung hingga saat ini.2) Kualitas pelayanan publik yang belum memenuhi harapan/ diinginkan masyarakat luas.3) Tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang belum optimal dari birokrasi pemerintahan.4) Tingkat transparansi dan akuntabi l i tas birokrasi pemerintahan yang masih rendah.

5) Tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah.

b. Misi reformasi birokrasi. Salah satu misi reformasi birokrasi adalah mengadakan relokasi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia termasuk perbaikan sistem remunerasi. Artinya, setiap lembaga pemerintah hendaknya mengawali reformasi birokrasi dengan melakukan evaluasi yang mendalam atas efektivitas, efisiensi dan produktivitas selama ini. Dengan evaluasi tersebut, maka dapat segera dilakukan perbaikan disetiap bidang, antara lain dengan melakukan relokasi maupun peningkatan kualitas sumber daya manusia. Disamping melakukan penataan ulang terhadap sistem pembayaran penghasilan setiap pegawai agar diperoleh tingkat penghasilan yang proporsional.

c. Tujuan reformasi birokrasi, meliputi tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut :

1) Tujuan umum, yaitu

membangun/membentuk profil dan perilaku aparatur negara yang memiliki:

- Integritas tinggi.- Produktivitas tinggi dan bertanggung jawab.- Kemampuan memberikan pelayanan yang prima.

2) Tujuan khusus, yaitu membangun/membentuk:

- Birokrasi yang bersih.- Birokrasi yang efisien, efektif dan produktif.- Birokrasi yang transparan.- Birokrasi yang melayani masyarakat.- Birokrasi yang akuntabel.

d. Sasaran reformasi birokrasi. Secara umum, sasaran reformasi birokrasi yang hendak dicapai adalah mengubah pola pikir (mindset) dan budaya kerja (cultureset) serta sistem manajemen pemerintahan. Adapun secara khusus, sasaran yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:

1) Aspek kelembagaan (organisasi). Terbentuknya

Membantu korban bencana alam adalah tanggung jawab bersama»

Foto

istim

ewa

Edisi Maret Koreksi.indd 28 4/19/2011 9:45:27 PM

Page 29: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

29

organisasi/ lembaga pemerintah yang tepat secara fungsi maupun ukuran (right sizing).2) Aspek budaya organisasi. Terbentuknya birokrasi yang memiliki integritas dan kinerja yang tinggi.3) Aspek ketatalaksanaan.Terbentuknya sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. 4) Aspek regulasi-deregulasi birokrasi. Terbentuknya regulasi yang tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif.5) Aspek sumber daya manusia. Terbentuknya sum-ber daya manusia yang berintegritas, kompeten, pro-fesional, berkinerja tinggi dan sejahtera.

Perjalanan reformasi tidak pernah berhenti, demikian halnya dengan peran birokrasi selama ini. Diakui kualitas demokrasi di Indonesia mengalami per-kembangan yang sangat pesat. Namun, tidak demikian halnya atas kualitas kinerja birokrasinya. Tidak ada pembaruan atau malah

makin menurun secara kualitas. Dengan koridor reformasi birokrasi tersebut yang dibarengi suatu sikap dan komitmen kuat dari setiap pemangku kepentingan pada lembaga pemerintah, maka reformasi birokrasi harus dapat berhasil mencapai tujuan dan sasarannya.

3. Remunerasi. Istilah remunerasi sekarang menjadi trend dan menjadi bahan pembicaraan banyak pihak, mulai dari obrolan pegawai negeri/ TNI di kantin kantor atau markas yang pengap, sampai dengan diskusi para petinggi diruang ber-AC. Remunerasi sebuah “janji” yang sangat dinantikan. Meski banyak pula yang belum mengenal secara utuh. Poin yang paling penting adalah penghasilan bertambah yang berbanding lurus dengan perbaikan kesejahteraan. Namun, apa yang harus dikerjakan kemudian setelah remunerasi diterima? Sebuah pertanyaan sederhana, tetapi (mungkin) belum semua memiliki jawaban yang tepat, yang sesuai dengan semangat reformasi birokrasi. Arti harfiah remunerasi adalah ”payment” atau penggajian, bisa uang ataupun

substitusi dari uang yang ditetapkan dengan peraturan tertentu sebagai imbal balik suatu pekerjaan dan bersifat rutin. Hal ini dilakukan untuk mendorong sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan pemeliharaan SDM yang produktif. Sehingga tidak pindah ke sektor lain (swasta), disamping untuk membentuk perilaku yang bersih dari tindak Korupsi, Kolusi, dan Nepostime (KKN). Remunerasi adalah pengaturan kembali/ pembaruan sistem penggajian yang diberikan negara kepada PNS/TNI-Polri sebagai penghargaan atas prestasi yang telah dicapainya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa keberadaannya di dalam suatu organisasi/ lembaga pemerintah tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Remunerasi yang rendah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup organisasi. Remunerasi (perubahan dan pembaharuan sistem penghasilan) PNS/TNI-Polri dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, sebab tidak mungkin pemerintahan dapat berjalan baik (efektif) tanpa kesejahteraan yang layak bagi PNS yang mengawakinya. Dengan remunerasi dilaksanakan, diharapkan dapat memperbaiki kesan kinerja Pemerintah yang selama ini dinilai buruk.

a. Prinsip-prinsip pada pe-nerapan reformasi sistem remunerasi :

1) Sistem merit, yaitu pe-netapan penghasilan pegawai berdasarkan harga jabatan;2) Adil, dalam arti jabatan dengan beban tugas dan tanggung jawab pekerjaan

Bersama komponen masyarakat lain membantu kesulitan rakyat»

Foto

istim

ewa

Edisi Maret Koreksi.indd 29 4/19/2011 9:45:27 PM

Page 30: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

30

dengan bobot yang sama dibayar sama dan pekerjaan yang menuntut pengetahuan, keterampilan serta tanggung jawab yang lebih tinggi, dibayar lebih tinggi;3) Layak, yaitu dapat me-menuhi kebutuhan hidup layak (bukan minimal);4) K o m p e t i t i f , d i m a n a g a j i PNS setara dengan gaji pegawai dengan kualifikasi yang sama di sektor swasta, guna menghindari brain drain.5) Transparan, dalam arti PNS hanya memperoleh gaji dan tunjangan resmi.

b. Komponen pada struktur remunerasi:

1) Gaji, tidak lagi memakai istilah gaji pokok, dimana gaji ditetapkan dengan memperhati-kan peranan masing-masing PNS dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan;2) Tunjangan biaya hidup (kemahalan), yang terdiri atas tunjangan pangan, perumahan, dan transportasi;3) Tunjangan kinerja (insentif), berupa tunjangan prestasi yang diberikan pada akhir tahun;4) Tunjangan hari raya, yang besarnya sama dengan gaji dan diberikan sekali dalam satu tahun;5) Tunjangan kompensasi yang diberikan kepada PNS yang bertugas di daerah terpencil, daerah rawan konflik, dan di daerah dengan lingkungan yang tidak nyaman, berbahaya atau beresiko tinggi;6) Iuran bagi pemeliharaan kesehatan PNS dan keluarga-nya dan diberikan minimal sama dengan yang dibayar oleh PNS;7) Iuran dana pensiun dan tunjangan hari tua (THT) dengan jumlah yang minimal sama dengan yang dibayar oleh PNS.

Remunerasi merupakan salah satu solusi atas kualitas kinerja aparat birokrasi selama ini. Pemahaman hendaknya dilakukan secara utuh menyeluruh tanpa ada sikap emosional. Sehingga kehadiran remunerasi dipahami sebagai pintu masuk pada peningkatan kualitas kinerja. Bukan menyusun rencana kredit kebutuhan sekunder ataupun sikap konsumtif lainnya. Diperlukan langkah strategis serta komitmen yang kuat dari setiap pemangku kepentingan untuk membangun nuansa pembaharuan di lingkungan kerja setiap aparatur pemerintah.

4. Hubungan reformasi birokrasi dan remunerasi.

lembaga pemerintah sejatinya merupakan aktor yang menjadi peran penting atas pelaksanaan reformasi birokrasi. Gaji/ penghasilan se-orang pegawai memang penting untuk membangun motivasi, tapi perbaikan gaji tanpa didukung oleh langkah positif lain maka motivasi tidak akan terjadi, atau bahkan akan menjadikan motivasi yang mengarah pada tujuan yang salah. Misalnya, dengan adanya remunerasi, pola hidup konsumtif meningkat. Kualitas kinerja aparat birokrasi tetap rendah. Untuk mewujudkan prestasi atas pelaksanaan reformasi birokrasi, maka diperlukan langkah-langkah baru yang merupakan simpul atas semua langkah reformasi pada

Perbaikan remunerasi merupa-kan salah satu bagian dari program reformasi birokrasi. Diharapkan pemberian remunerasi dapat memberi motivasi kepada pegawai untuk meningkatkan kinerjanya, Hasibuan (2007: 121). Kompensasi (remunerasi) akan memberikan motivasi seseorang untuk bekerja dengan baik dan mendorong berprestasi. Prestasi ditunjukkan dengan kinerja (kualitas) pelayanan yang baik. Setiap pihak pada

suatu lembaga pemerintah.

a. Membangun mekanisme kerja dan deskripsi jabatan. Langkah ini bukan hal yang baru. Sejatinya ketentuan tersebut sudah ada. Namun, implementasinya sangat minim. Mekanisme kerja dibuat hanya sekadarnya. Cenderung tidak realistis dan sulit diaplikasikan. Sehingga sering terjadi inkonsistensi pada pelaksanaannya. Untuk itu harus dilakukan evaluasi mendalam

Besaran penghasilan tidak menjadi jaminan untuk dapat mendorong motivasi. Setiap penghasilan hendaknya diatur dalam struktur yang besarannya sebanding dengan bobot jabatan (harga jabatan) yang diemban.

»

Foto

istim

ewa

Edisi Maret Koreksi.indd 30 4/19/2011 9:45:28 PM

Page 31: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

31

atas tugas dan tanggung jawab setiap personel. Mekanisme kerja diperlukan untuk mendukung ke-lancaran komunikasi dan koordinasi antarpihak dalam pelaksanaan tugas. Setiap tugas pada tiap eselon pada hakikatnya merupakan bagian dari tugas eselon diatasnya. Demikian halnya dengan deskripsi jabatan. Setiap pemangku ke-pentingan harus menetapkan tugas dan tanggung jawab setiap personel aparaturnya. “Goal”nya adalah tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan setiap lembaga pemerintah.

b. Penempatan pegawai ber-oerientasi pada pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Pada hakikatnya pencapaian tugas organisasi/lembaga pemerintah dicapai karena peran yang dilakukan setiap personel yang mengawakinya. Dari “boss” sampai dengan pegawai terendah. Karena itulah, tugas organisasi harus dibagi habis secara proporsional. Setiap personel duduk dalam posisinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Indikator kompetensi jabatan antara lain riwayat jabatan dan pendidikan yang ditempuh serta didukung kualifikasi dan klasifikasi psikologi. Hal tersebut penting agar tidak terjadi “unbalanced” antara satu pegawai dan pegawai lainnya atau antara satu unit kerja lainnya. Proporsionalitas tugas akan mendorong terjadinya kompetisi antarpihak secara sehat dan bertanggung jawab. Suatu unit kerja dapat dengan mudah diketahui atau mengetahui kualitas kinerja yang dicapai oleh unit kerja lain.

c. Mendukung kelengkapan fasilitas dan peralatan kerja pegawai. Setiap unit maupun jabatan dalam suatu organisasi memiliki tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Implikasi atas tujuan dan sasaran tersebut antara lain perlunya fasilitas

dan peralatan kerja, baik untuk kebutuhan unit kerja maupun jabatan perorangan. Fasilitas dan peralatan kerja tersebut merupakan sarana penting guna memenuhi tuntutan tugas dan pencapaian tujuan serta sasaran organisasi. Dengan adanya kelengkapan dukungan fasilitas dan peralatan kerja tersebut, maka hak unit kerja dan perorangan telah terpenuhi. Sehingga tuntutan atas kewajiban yang harus dilakukan dan dicapainya tidak bisa ditawar kembali. Paradigma untuk melakukan inovasi guna mendukung pelaksanaan tugas, hendaknya dilakukan secara selektif. Sehingga tidak terjebak dalam keberhasilan semu maupun dorongan untuk melakukan “segala hal” demi pelaksanaan tugas.

e. Membangun dan memelihara motivasi pegawai. Penghasilan bagi seorang pegawai sangat berpengaruh pada motivasi dirinya dalam bekerja. Meskipun besaran penghasilan tidak menjadi jaminan untuk dapat mendorong motivasi. Setiap penghasilan hendaknya diatur dalam stuktur yang besarannya sebanding dengan bobot jabatan (harga jabatan) yang diemban.

Dengan sistem penghasilan tersebut, maka sejatinya pegawai telah diperlakukan dengan sangat manusiawi oleh negara. Hal ini akan memberikan pengaruh positif (motivasi) bagi setiap pihak. Setiap pimpinan lembaga dengan mudah melakukan penegakan aturan/ disiplin, disamping akan terbangun kompetisi yang sehat antarpersonel maupun antarunit kerja. Sistem penghasilan tersebut senantiasa dipelihara dan dievaluasi, antara lain dengan melakukan penyesuaian terhadap laju inflasi. 5. Harapan atas kehadiran Remunerasi. Harapan merupakan ungkapan keinginan adanya pe-rubahan yang lebih baik karena adanya langkah baru atas suatu kondisi yang sedang berlaku. Demikian halnya harapan atas kehadiran remunerasi, yang me-rupakan subsistem reformasi birokrasi. Banyak hal yang di-gantungkan padanya, baik pada aspek kelembagaan maupun perorangan.

a. Aspek kelembagaan. Reformasi birokrasi sejatinya

Pola pikir (mind set), budaya kerja (culture set) dan sistem manajemen prajurit profesional terbentuk dari sumber daya manusia yang berintegritas, kompeten, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera.

»

Foto

istim

ewa

Edisi Maret Koreksi.indd 31 4/19/2011 9:45:28 PM

Page 32: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

32

merupakan “pengakuan” atas segala keterpurukan kinerja aparat pemerintah selama ini. Remunerasi merupakan salah satu instrumen untuk menebus keterpurukan tersebut. Karena itu, remunerasi tidak dapat dipisahkan dari kualitas kinerja lembaga pemerintah/birokrasi. Hal penting yang harus dilakukan lembaga pemerintah adalah melakukan perubahan lingkungan kerja. Menurut Gifford and Pinchot, Elizabeth, dalam The End of Bureaucracy and The Rise of The Intelligent Organization, terdapat 7 (tujuh) indikator terjadinya perubahan lingkungan kerja yaitu: knowledge work (pekerjaan dengan keahlian), innovation and carring (menemukan cara baru dan punya kepedulian), team work (pekerjaan kelompok), project based work (pekerjaan berbasis proyek), multiskilled (beragam keahlian), power of customer/public/ stakeholder dan coordination among peers. Dengan adanya perubahan lingkungan kerja pada lembaga pemerintah, maka harapan yang dinantikan masyarakat antara lain:

1) Terbangunnya kultur dan struktur rasional-egaliter. Yaitu birokrasi yang memiliki semangat pioner, antara lain: inovatif (menemukan cara-cara baru), antisipatif dan proaktif. Birokrasi yang senantiasa cerdas membaca keadaan, memandang semua orang sederajat di muka hukum, menghargai prinsip kesederajatan kemanusian;2) Pena taan lembaga birokrasi, yang diarahkan pada tercapainya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas. Hindarkan unit kerja maupun personel yang tidak produktif.

Tata ulang kewenangan dan tugas tiap unit kerja guna menghindari terjadinya tumpang tindih tugas dan tanggung jawab; 3) Pembangunan sumber daya manusia dilakukan secara obyektif. Rekruitmen personel dilakukan secara terbuka. Semua calon yang memenuhi persyaratan diperlakukan sama. Untuk posisi/jabatan tertentu dilakukan melalui seleksi dengan metode fit and proper test. Melaksanakan secara tegas reward merit system. Pada pelaksanaan pembinaan diberlakukan punish and reward;4) Terjadi kompetisi yang sehat. Diantara lembaga/birokrasi terjadi persaingan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam pelaksanaan tugas;5) Mampu melakukan pe-rubahan sistem dan prosedur kerja yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni: pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu;6) Terwujudnya pelayanan yang cepat, murah, manusiawi, dan berkualitas. Baik pada pelayanan masyarakat umum maupun pelayanan pada masyarakat terbatas (lingkungan lembaga/unit kerja).

b. Aspek perorangan

1) Ditegakkannya norma- norma yang perlu dijalankan seorang pegawai negeri, yaitu: jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara/pemerintahan dan pembangunan;2) Bersikap netral dari pe-

ngaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif pada setiap proses politik, baik pada tingkat pusat maupun daerah;3) Menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan. Tidak ada arogansi maupun keangkuhan sebagai birokrat. Utamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan;4) Senantiasa bertindak profesional. Yaitu pegawai yang menguasai teori dan mahir pada pelaksanaan tugas-tugasnya. Setiap tindakan senantiasa terukur dan di-pertanggungjawabkan;5) Menghindarkan diri dari perilaku koruptif. Yaitu tindakan pelanggaran yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga seseorang tersebut secara sadar merasa tidak melakukan kesalahan. Perilaku koruptif ada disekitar kita. Contoh: Bila seorang oknum ditilang atas pelanggaran lalu lintas, maka oknum yang bersangkutan langsung menempuh jalan “damai”; Jalan damai merupakan tindakan/perilaku koruptif.

6. Penutup. Institusi TNI merupakan bagian tak terpisahkan dari lembaga/institusi lain dalam proses penyelenggaraan negara. Kondisi umum atas kualitas kinerja birokrasi juga terjadi pada institusi TNI. Opini Disclaimer yang diberikan BPK atas hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Dephan-TNI TA. 2007 merupakan salah satu indikator yang tidak terbantahkan. Demikian juga tentang sistem penghasilan bagi pegawai negeri selama ini, yang tentu berlaku di lingkungan TNI. Penghasilan rendah namun tuntutan kerja “selangit”. Sebuah kondisi yang mendorong setiap

Edisi Maret Koreksi.indd 32 4/19/2011 9:45:28 PM

Page 33: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

33

1. Nama : Imam Basuki2. Pangkat/Korps/Nrp : Kolonel Inf/308853. Jabatan & Kesatuan : Pamen Denmabesad (Abit Sesko TNI TA. 2010)4. Tempat & Tanggal Lahir : Purbalingga, 29 Oktober 19635. A g a m a : Islam6. Pendidikan : a. Umum : S -1 b. Dikmil : Seskoad

pegawai negeri/TNI untuk mampu bertahan selama 30 hari. Bagaimana cara bertahan? Pemerintah/negara seakan “membiarkan” setiap pihak untuk memilih cara sendiri. KKN dianggap sebagai kreativitas dan etos kerja rendah menjadi sebuah pembenaran. Pada akhirnya Bangsa Indonesia harus membayar mahal kondisi tersebut. Remunerasi sebagai salah satu subsistem reformasi birokrasi memberikan harapan pada banyak pihak. Salah satunya adalah peningkatan nilai nominal penghasilan. Perbaikan kesejahteraan sudah berada di-depan mata. Subsistem lain yang sinergis dengan remunerasi adalah peningkatan etos kerja (baca : peningkatan kualitas kinerja). Setiap pemangku kepentingan hendaknya mengangkat semangat perbaikan kinerja seiring dengan

7. Riwayat Jabatan: a. Pama Kodam I/BB 1986 b. Kasi-2/Ops Brigif-1 Dam Jaya 1996 c. Wadan Yonif-203/AK 1997 d. Kasdim-0504/JS 1998 e. Dan Secaba Rindam Jaya 2000 f. Padya Rensops Dam VI/TPR 2001

semangat remunerasi (peningkatan kesejahteraan). Sehingga tidak ter-jadi pemahaman dan semangat yang tidak pada tempatnya. Hal ini penting, sebab reformasi birokrasi yang disepakati dalam era demokrasi akan dikawal secara ketat oleh masyarakat luas. Reaksi kritis akan diberikan masyarakat bila remunerasi terealisasikan, namun KKN tetap marak dan kualitas kinerja tetap rendah. Sebuah ironi yang tidak diharapkan. Insya Allah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hardjapamekas, Erry Riana. 2003. Reformasi Birokrasi sebagai Syarat Penegakan Dan Pemberantasan KKN. Denpasar.2. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

3. Menpan RI. R e f o r m a s i Birokrasi Jangan Hanya Kejar Remunerasi. http://www.menpan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=187&Itemid=2 4. Peraturan Menteri Keuangan No. 10/ PMK.02/2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola. Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum.5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/ 15/ M. Pan/ 7/ 2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi.6. Soebhan, Syafuan Rozi. 2000. Model Reformasi Birokrasi Indonesia. Jakarta: Peneliti PPW LIPI. 7. UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS

g. Dan Yonif-643/WS 2002h. Dandim-1203/KTP 2005j. Irdya-1/Binlat Itjenad 2007k. Tafung Gol IV Itjen Dephan 2009 l. Auditor Ahli Madya Itjen Kemhan 2009m. Pamen Denma Mabes TNI 2010n. Pamen Denmabesad 2010 (Abit Sesko TNI TA. 2010)

Edisi Maret Koreksi.indd 33 4/19/2011 9:45:28 PM

Page 34: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

34

PERANG TOTAL, KEMAMPUAN INDUSTRI, DAN REVOLUSI MILITER

1. Latar belakang

Sejak abad ke-20 ciri khas perang telah mengalami perubahan dan tujuannya

berubah dari perang pembebasan nasional dan unifikasi nasional menjadi universalisme nasionalis, maka pada masa ini perang disebut perang total. Seluruh penduduk dan semua tenaga produktif dikerahkan pada peperangan. Peperangan abad ke-20 telah menjadi urusan setiap orang, tidak saja dalam arti jatidiri nasionalis, akan tetapi juga arti partisipasi militer dan ekonomi. Terdapat dua faktor penting dalam perang total yaitu pelibatan jumlah militer yang besar dan mekanisme peperangan, serta mobilisasi penduduk sebagai wajib militer untuk mengangkat senjata. Terjadinya revolusi mekanisme dalam persenjataan, perbekalan, dan komunikasi, bersama-sama bertambah besarnya penduduk yang dilibatkan. Dengan demikian perang total telah menjadi perang yang dilakukan secara kesemestaan.1 Pada peperangan abad ke-21 mekanisme peperangan sangat ditentukan 1 Hans J. Morgenthau, (1990), Politik antar bangsa : Buku kedua, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, hlm 70.

dengan daya penghancuran yang amat meningkat bagi pihak yang bertempur maupun penduduk sipil. Dampak yang dihasilkan dalam mekanisme peperangan abad ke-21 adalah kemampuan untuk memusnahkan jumlah musuh yang tidak terduga-duga melalui serangan tunggal atau serangan yang dipercepat di beberapa tempat dengan senjata, dan kemampuan melakukan serangan melalui jarak jauh. Perkembangan tersebut ditentukan oleh adanya penemuan mesiu dan penggunaan senjata

artileri dan mengalami percepatan dalam tahap yang luas sejak abad ke-20. Percepatan yang amat besar dari kecenderungan di atas, hingga layak disebut sebagai revolusi dalam teknologi perang. Perluasan jangkauan peralatan perang hingga ke pelosok dunia merupakan ciri khas perang total dan pengaruhnya terhadap politik dunia. Melalui peningkatan yang dahsyat pada daya penghancuran yang dengan nyata telah terjadi sampai dengan abad ke-21, dan lebih khusus lagi pada Perang Dunia II atau

»

Foto

Dis

pnad

Pelibatan jumlah militer yang besar salah satu faktor terjadinya perang total

Oleh: Kolonel Arm Agus Sularso,S.H., M.Si. (Sahli Pangdam IX/Udayana, Bid.Ekonomi)

Edisi Maret Koreksi.indd 34 4/19/2011 9:45:33 PM

Page 35: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

35

sesudahnya, maka perang modern telah mengubah potensi-potensi jangkauan total senjata-senjata yang dikembangkan menjadi kenyataan dari perang total. Revolusi industri dan lebih khususnya mekanisme proses industri pada abad ke-20, mempunyai tiga dampak pada ciri khas perang dan politik internasional. Telah sangat ditingkatkan produktivitas total industri besar. Lebih lanjut telah dikurangi secara drastis peran tenaga manusia dalam proses produktif. Akhirnya bersama-sama dengan teknik baru telah dihasilkan peningkatan produktivitas bangsa-bangsa. Peningkatan produktivitas yang sedemikian jauh itu telah melebihi permintaan yang meningkat akan produksi nasional. Kelebihan produktivitas tersebut akan menuntun kepada saluran-saluran perang total. Tenaga baru yang diciptakan oleh mesin akan dapat dipergunakan untuk maksud-maksud militer melalui produksi industri. Zaman mesin telah banyak meringankan terhadap kebutuhan tenaga manusia yang akan dilibatkan dalam kepentingan militer dan perang. Kapabilitas industrial merupakan input utama bagi potensi kekuasaan negara. Menurut catatan sejarah pada abad ke-19 dan 20, terutama pada perang-perang besar, mengindikasikan bahwa negara industri superior dan memiliki kekayaan untuk mendukung basisnya sebagai negara industri umumnya menang dalam perang. Studi kuantitatif cenderung mendukung hal ini. Kehati-hatian sangat diperlukan untuk menarik kesimpulan seperti ini. Dalam perang, kurangnya skala kapabilitas industri menyebabkan kurangnya sumber kekuatan. Kapabilitas industri lebih banyak berkontribusi pada kekuatan ekonomi negara sepanjang per-damaian. Kekuatan industri ini secara langsung berkontribusi

pada standard hidup, yang jika diterima oleh sebuah populasi akan menyebabkan populasi tersebut lebih setuju kepada kebijakan-kebijakan pemerintah. Kapabilitas industri ini berhubungan erat dengan sumber daya alam sebagai elemen pokok power. Jika negara tidak memiliki teknologi, industri dan dasar untuk memproses dan menjual atau mengatur sumber daya alam secara tepat, maka negara tersebut berstatus sebagai negara pengekspor bahan-bahan mentah yang lemah, juga sebagai negara dengan kapabilitas industri yang lemah.2 Mutu dan kapasitas produktif industri menjadi tempat bergantungnya kapasitas industri negara, dan karena itulah menjadi andalan kekuatannya. Jadi, tidak dapat disangkal lagi bahwa negara-negara industri yang maju identik dengan kekuatan yang besar. Terjadinya perubahan penting dalam perkembangan kekuatan militer dipicu oleh kemajuan teknologi dan kemudian berpengaruh terhadap dunia militer pada umumnya. Perubahan itu dianggap demikian penting, sehingga disebut sebagai Revolution in Military Affairs (RMA), atau revolusi dalam dunia militer. RMA adalah perkembangan cara berfikir fungsi kekuatan militer karena adanya perkembangan teknologi industri dan komunikasi, serta penginderaan jarak jauh (remote sensing).3 Hal tersebut mengakibatkan perubahan penting dalam komando dan pengawasan, sistem komunikasi, ketepatan dalam penerapan penembakan, dan pengumpulan, serta penyebaran informasi. Perubahan dalam komando dan pengawasan terjadi karena makin memungkinkannya penyebaran kekuatan. Dalam 2 Josua Siahaan, (2009), Power and national power. 15 Maret 2010, http://joeysrandomlife.blogspot.com/2009/11/ power-and-national-power.html. 3 Sayidiman Suryohadiprojo, (2005), Si vis pacem para bellum, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, hlm 51.

kondisi yang demikian keutuhan komando harus tetap terjamin, maka diperlukan komunikasi yang tepat dan cepat dengan memanfaatkan kemajuan bidang komputerisasi. Ketepatan dalam pengendalian penembakan (guidence system) dapat terwujud karena kemajuan teknologi elektronika. Hal ini dipandang penting sebab tembakan meriam artileri dan peluru kendali diharapkan mengenai tepat sasaran pada tembakan pertama (precition guided munition). Perkembangan teknologi juga memungkinkan perolehan informasi dengan cepat dan akurat. Penggunaan satelit dan penginderaan jauh memungkinkan diperolehnya informasi yang bersifat tepat waktu (real time). Setiap perkembangan teknologi akan memungkinkan perolehan informasi dan berpengaruh pada strategi dan taktik. Oleh sebab itu perkembangan segala aspek RMA, akan mempengaruhi terhadap strategi pertahanan negara.

2. Pokok permasalahan Kemampuan industrialisasi suatu negara berkaitan erat dengan perkembangan ekonomi dan juga akan berdampak terhadap pembangunan kekuatan militer. Dalam perkembangan sejarah perang menunjukkan bahwa negara-negara yang mampu mengembangkan industrinya untuk peningkatan ekonomi bangsa, maka negara tersebut biasanya juga akan kuat di bidang militer. Namun, sebaliknya negara yang lemah dibidang industri dan secara ekonomi tidak mampu memelihara kesejahteraan dan membangun kekuatan militer akan lemah dalam menghadapi peperangan. Sebagai contoh adalah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, Jepang telah bangkit dan selama tiga dasawarsa Jepang telah menempa kekuatan industri untuk menuju sebuah kekuatan

Edisi Maret Koreksi.indd 35 4/19/2011 9:45:33 PM

Page 36: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

36

yang diperhitungkan. Jepang telah memasuki pembangunan kekuatan industri untuk peningkatan ekonomi negaranya dan sekaligus menempa kekuatan industri militer yang signifikan. Secara ekonomi kekuatan Jepang sangat potensial. GNP Jepang telah tumbuh dari di bawah satu persen total GNP global pada tahun 1955 menjadi hanya sekitar 3 persen pada tahun 1970 hingga mencapai 15 persen untuk tahun ini. Angka ini merupakan seperenam hasil ekonomi seluruh dunia. Produksi seluruh industrinya dua kali lipat negara adidaya yang sudah runtuh (Uni Soviet) dan dapat melampaui Amerika Serikat dalam satu dasawarsa.4 Contoh pembangunan kemampuan industri Jepang di atas menunjukkan bahwa 4 Heri Hidayat Makmun, (2010), Kebangkitan industri militer Jepang, pasca kekalahan Perang Dunia II. 15 Maret 2010, http://indonesianvoices.com/index.php?option=com_content&view=article&id=54:kebangkitan-militer-jepang &catid=1:latest-news&Itemid=50.

pembangunan kekuatan nasional suatu negara dibidang industri akan mendorong tumbuhnya perekonomian bangsa dan sekaligus membangun kemampuan militer. Dalam rangka menyiapkan perang total maka sektor industri dan teknologi menjadi elemen penting dalam pembangunan kemampuan sektor militer. Beberapa bidang teknologi yang berkaitan dengan mesin perang menjadi basis dalam perang modern. Teknologi-teknologi ini dalam peranan di sipil telah melahirkan kamera, robot, televisi, mesin fotokopi, dan industri sirkuit terpadu kelas dunia. Produk-produk ini telah merajai pasar dunia karena kecanggihan teknologinya. Berbagai teknologi tersebut seperti sistem sensor elektronik dan pemandu yang sama yang menghasilkan foto 35 mm berkualitas tinggi, pemandu peluru kendali supersonik tanpa menyimpang dari sasarannya. Teknologi bom pintar yang dilengkapi

dengan kamera mini. Teknologi tinggi juga digunakan sebagai sistem sensor serta pemandu yang tepat dan canggih, untuk peluru kendali, pesawat terbang dan alat peringatan dini yang semakin penting dan strategis pada masa yang akan datang. Dengan demikian, kapasitas industri merupakan hal yang sangat vital dalam rangka pembangunan kekuatan nasional untuk menghadapi perang total. Dalam strategi pertahanan negara pada masa depan, kapasitas industri ditujukan untuk mewujudkan kekuatan ekonomi untuk menggalang kekuatan militer modern secara cepat.

3. Konsep Pemikiran

a. Teori tentang imperialisme.Suatu hegemoni tercipta ketika bangsa yang paling kaya dan paling kuat dalam suatu lingkungan ekonomi-politik

»

Foto

Dis

pnad

Pembangunan kekuatan industri militer yang signifikan akan berpengaruh pada kekuatan militer secara umum

Edisi Maret Koreksi.indd 36 4/19/2011 9:45:34 PM

Page 37: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

37

internasional menanggung beban tanggung jawab meng-organisasikan suatu sistem hubungan politik dan ekonomi internasional. Setidaknya hal inilah yang banyak dianut oleh kaum liberal yang melihat proses hegemoni dalam penciptaan dan pengintegrasian ekonomi global menghasilkan kekuatan tunggal, Amerika Serikat (AS). Kekuatan imperialis AS adalah gabungan dua kekuatan yang saling menopang, yakni kekuatan militer dan kekuatan ekonomi. Teori-teori ekonomi tentang imperialisme dikembangkan dalam 3 mahzab pemikiran yakni marxis, liberal, dan teori iblis. 5 Teori marxis bertumpu pada keyakinan yang menjadi dasar semua pemikiran, bahwa segenap gejala politis merupakan refleksi dari kekuatan ekonomis. Oleh karena itu gejala politis dari imperialisme merupakan hasil sistem ekonomi yang didalamnya mengandung sumber yakni kapitalisme. Masyarakat kapitalis menurut teori marxis, tidak mampu menemukan dalam diri mereka sendiri pasar yang cukup untuk produk mereka dan cukup investasi untuk modal. Oleh sebab itu, mereka mempunyai kecenderungan bahwa untuk memperbudak bidang nonkapitalis yang lebih besar, dan akhirnya malah bidang kapitalis untuk mengubah mereka menjadi pasar bagi produk surplus mereka, serta memberikan modal surplus mereka kesempatan untuk berinvestasi. Mahzab liberal, terutama memperhatikan imperialisme dan didalamnya ditemukan akibat, bukan kapitalisme seperti adanya,

5 Hans J. Morgenthau, (1990), Politik antar bangsa : Buku pertama, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, hlm 84-85.

akan tetapi ketidakmampuan tertentu untuk menyesuaikan diri didalam sistem kapitalis. Sesuai dengan marxisme, aliran liberal mendiagnosa sebagai akar imperialisme, surplus barang dan modal yang berusaha mencari cara untuk menyalurkan ke dalam pasar luar negeri. Teori iblis tentang imperialisme bekerja pada tingkat intelektual yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan teori di atas. Kesederhanaan teori ini banyak membantu popularitasnya. Hal itu mengidentifikasi kelompok tertentu yang dengan jelas mendapat keuntungan dari perang, seperti pabrik alat-alat (pembuat mesiu), bankir internasional, dan sebagainya. Karena mendapat keuntungan dari perang, mereka tentunya mempunyai kepentingan dalam perang pula. Dengan demikian, mereka yang mengambil keuntungan besar dalam perang, mengubah diri menjadi penghasut perang yang merencanakan perang supaya dapat memperkaya diri mereka. Mencermati dari teori imperialisme tersebut di atas, maka sesungguhnya pembangunan industrialisasi menurut paham realisme dari Hans J. Morgenthau merupakan sebuah politik internasional dalam rangka merebut kekuasaan melalui sebuah peperangan. Untuk memenangkan perang, maka diperlukan pembangunan kekuatan nasional melalui peningkatan kapasitas industri dalam rangka memperbesar kekuatan militer dan sekaligus meningkatkan kekuatan ekonomi negara dengan jalan mengendalikan ketergantungan bagi negara lemah (kalah perang). Namun, pada

perkembangan setelah abad ke-20 penguatan kapasitas industri sebagai elemen kekuatan nasional, akibat dari resesi dunia maka kemajuan industri di bidang teknologi dan mesin perang dikembangkan oleh berbagai negara dalam rangka meningkatkan perekonomian nasionalnya. b. Konsep tentang revolutions in military affairs (RMA). Perkembangan ilmu penge-tahuan dan teknologi yang pesat membawa kemajuan disegala bidang termasuk komunikasi, informasi, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Teknologi informasi (IT) dan manajemen informasi modern telah menimbulkan perubahan yang signifikan dalam kegiatan militer. Perubahan signifikan ini kemudian dipopulerkan dengan istilah revolution in military affairs (RMA). Revolution in military affairs merupakan suatu perubahan yang revolusioner tentang bagaimana perang dilaksanakan dan dimenangkan, yaitu menggunakan kekuatan secara efektif dan efisien. RMA meliputi perubahan paradigma sifat alamiah dan pelaksanaan operasi militer. Perubahan besar dan mendasar sifat alamiah peperangan tersebut disebabkan oleh penerapan inovasi teknologi yang di-kombinasikan dengan perubah-an doktrin militer dan operasi serta konsep organisasi, oleh karena itu akan menghasilkan suatu karakter militer baru dalam melaksanakan operasi militer. Secara teoritis ada dua pendekatan mengenai RMA, yakni pendekatan sistem dari sistem (system of the system approach) dan pendekatan tiga komponen, yaitu teknologi, doktrin dan organisasi (triad

Edisi Maret Koreksi.indd 37 4/19/2011 9:45:34 PM

Page 38: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

38

of technology, doctrine and organisation). Pendekatan pertama yaitu sistem dari sistem lebih menekankan kepada pemanfaatan teknologi maju. Kelompok yang meng-gagas teori ini disebut dengan kelompok realist view, peng-gagasnya adalah Admiral Bill Owen seorang Mantan Vice Chairman of the Joint Chiefs of Staff USN. Pandangan kelompok ini mengatakan bahwa RMA terjadi akibat adanya integrasi dari empat faktor baru dan bersatunya area peperangan. Empat faktor baru tersebut adalah precision strike (serangan yang akurat), information warfare (informasi peperangan), dominating maneuvers (kebebasan untuk bermanuver) dan space warfare (peperangan ruang angkasa). Keempat faktor baru tersebut sangat membutuhkan dukungan dari teknologi maju seperti satellite, network centric warfare (komputer dan perangkatnya) serta sistem persenjataan yang handal (misalnya pesawat siluman dan kapal selam siluman serta rudal cerdas). Sedangkan pendekatan kedua, melalui tiga komponen berpengaruh dalam militer yaitu teknologi, doktrin dan organisasi (triad of technology, doctrine and organisation) pendekatan dengan cara ini digagas oleh kelompok revisionist view. Kelompok ini mengatakan bahwa RMA terjadi diakibatkan adanya perubahan lingkungan strategis yang mengakibatkan teknologi memiliki pengaruh dalam hubungan atau perilaku militer, yang mana hal ini akan berakibat adanya perubahan terhadap doktrin militer dan struktur organisasi.6 Kehadiran

6 Revolution in Military Affairs, (2008), 15 Maret 2010, http://tubagusheru.

RMA akan dirasakan apabila adanya suatu perubahan yang dapat merubah karakter konflik secara dramatis pada periode waktu yang sangat singkat. Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya pe-rubahan yang ekstrim pada doktrin militer dan organisasi yang dibutuhkan. Indikator suatu negara sedang mengikuti pengaruh RMA atau tidak dapat dilihat dari seberapa besar militer negara tersebut berubah serta seberapa besar dampak dari perubahan tersebut pada musuh atau bakal musuh (target) dan pendukungnya (negara dan stakeholder lain). Indikator lain adalah untuk dapat mempertahankan diri, tidak ada pilihan lain bagi suatu militer secara cepat harus mengadopsi teknologi baru serta memerlukan organisasi yang berbeda untuk implementasinya. Menurut Hillaire Belloc dalam bab pertama bukunya, Tim Benbow (2004) menjelaskan tentang konsep revolutions in military affairs (RMA). Benbow menggarisbawahi bahwa apa yang akhirnya terhitung sebagai RMA tergantung definisi yang digunakan atas konsep tersebut. Ia kembali menegaskan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang kontras untuk mendefinisikan dan mengidentifikasikan RMA, terdapat pendekatan yang sangat restriktif dan hanya mengakui sedikit sekali revolusi dalam hubungannya dengan transformasi sosioekonomik yang lebih luas, seperti Alvin dan Heidi Toffler yang melihat RMA dalam transisi dari gelombang pertama (Agraria) ke kedua (Industrial) serta dari gelombang kedua ke ketiga (Postindustrial), juga Martin

blogspot.com/2008_04_01_archive. html.

van Creveld yang membagi teknologi dan perang dalam empat masa yaitu perkakas (2000 SM-1500), Mesin (1500-1830), sistem (1830-1945), dan otomatisasi (1945), juga terdapat pendekatan yang lebih permisif dalam mengakui RMA dan mengidentifikasikan banyak revolusi hingga mencapai lusinan RMA, serta terdapat pendekatan yang mengakui berbagai kategori revolusi yang berbeda, RMA yang terbatas pada pergeseran sosioekonomik yang luas dan RMA yang berakar pada teknologi militer yang sempit. Benbow sendiri, mencoba menengahi pendekatan yang restriktif dan yang permisif, mendefinisikannya sebagai langkah perubahan-perubahan karakter dasar perang. Ia juga menglarifikasi bahwa (1) RMA bukan hanya inovasi teknologi melainkan juga gagasan dan praktik, bahwa (2) implikasi RMA bergantung pada konteks politik dan strategis, serta bahwa (3) istilah RMA digunakan dalam banyak cara, karena RMA bukan hanya inovasi teknologi.7

4. Analisa

a. Man i fes tas i po l i t i k imper ia l i sme. T u j u a n imperialisme dapat merupakan penguasaan seluruh yang diorganisasikan secara politik, yaitu suatu kekuasaan dunia, atau dapat merupakan sesuatu hegemoni dari kurang lebih ukuran dunia. Dengan kata lain, politik imperialis itu mungkin tidak mempunyai batas selain dari batas yang diletakkan oleh

7 Dinamika persenjataan konvensional memahami revolusi militer, (2009), 15 Maret 2010, http://www.scribd.com/ doc/17707697/Dinamika-Persenjataan-Konvensional-Memahami-Revolusi-Militer-Review-Mata-Kuliah-Pengkajian -Strategis. hlm 1.

Edisi Maret Koreksi.indd 38 4/19/2011 9:45:34 PM

Page 39: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

39

kekuasaan penentang dari calon lawan. Atau ia mungkin dibatasi oleh tujuan terbatas dari kekuasaan imperialistis itu sendiri. Sebagaimana tiga tipe imperialisme yang berhubungan dengan situasi darimana secara tipikal imperialisme itu muncul, maka imperialisme dapat ditinjau dari sudut tujuannya. Imperialisme militer bertujuan untuk mencari kemenangan militer, dan imperialisme ekonomi bertujuan untuk mengeksploitasi ekonomi atas bangsa-bangsa lain. Namun, imperialisme selalu bertujuan menggulingkan status quo yaitu pembalikan hubungan kekuasaan antara bangsa imperialis dan calon lawannya. Tujuan kekal itulah yang abadi dilakukan dengan cara militer maupun ekonomi baik secara tersendiri maupun dalam kombinasi.

1) Imperialisme militer. Bentuk imperialisme militer adalah merupakan yang paling nyata yaitu penaklukan secara militer. Keuntungan besar dari metode ini ditinjau dari sudut bangsa imperialistis terletak pada fakta bahwa hubungan kekuasaan yang baru diakibatkan oleh penaklukan militer, pada umumnya yang hanya dapat dilakukan dengan perang. Bangsa yang memulai perang untuk mencapai tujuan imperialistis, dapat saja memperoleh kekuasaan atas suatu wilayah dan mempertahankannya. Atau dapat memperolehnya lagi dalam usahanya mencoba mendapatkan wilayah yang lebih luas, atau malah kehilangan. Dengan demikian penaklukan secara militer sebagai suatu metode imperialisme, yakni bahwa perang merupakan

perjudian, yang dapat diderita karena kalah atau menang. Setelah berakhirnya revolusi industri, maka muncul imperialisme modern akibat adanya dorongan kepentingan ekonomi suatu negara, yaitu keinginan negara penjajah untuk mengembangkan per-ekonomiannya, serta memenuhi kebutuhan industri dimana negara jajahan sebagai sumber penghasil bahan mentah dan tempat pemasaran hasil industrinya. Ditinjau dari aspek pengembangan industri dalam era modern maka imperialisme militer membutuhkan kapabilitas militer yang mewadahi. Dengan berkembangnya teknologi persenjataan dan mesin perang maka akan mendorong persaingan kekuatan militer bagi negara kawasan, dan sekaligus bagi negara jajahan akan menjadi medan uji coba senjata bagi negara imperialistis.8 Sebagai contoh adalah negara Amerika Latin dan Asia terbukti telah menelan pil pahit pada dekade 60-an sampai 80-an. Terjadi sebuah militerisasi dunia dengan industri persenjataan mencapai kegemilangan. Rezim junta militer naik daun, bukan akibat dukungan rakyat, tapi atas restu imperialis mengkudeta rezim-rezim sipil yang populis. Setelah itu, otoritarianisme yang berkedok demokrasi diterapkan walau arena pemilu berlangsung. Chile, Brazil, Argentina, Meksiko, dan banyak negeri-negeri lain, merasakan betul pahitnya rezim militer mengkomandoi segala aspek kehidupan rakyat. Kehidupan demokrasi yang

8 Rina Story, (2009), Kolonialisme, imperialisme, merkantilisme, kapitalisme, dan revolusi industri, 15 maret 2010, http://rinahistory.blog.friendster.com/2009/01/kolonialisme-imperialisme-merkantilisme-kapitalisme-dan-revolusi-industri/.

dijanjikan berakhir dengan militerisasi sebagai upaya imperialis menyerap produk persenjataan. Angkatan perang diperkuat, polisi-polisi rahasia disebar ke seluruh negeri, milisi sipil dibina, puncaknya ekspor militerisme ke sipil agar sistem politik mengakomodasi otoritarian yang berlangsung. Pada konteks Asia adalah situasi menguatnya peran militer setelah invasi Irak, setidaknya proses militerisasi dibalik isu-isu terorisme membangkitkan kesadaran nasionalisme negara bangsa yang menyadari ada kebusukan dibalik kepentingan penguasaan minyak. Perang Afganistan dan Irak telah membuka mata dunia betapa naifnya kebijakan politik luar negeri AS. 2) Imperialisme ekonomi.Sifat umum politik yang disebut sebagai imperialisme ekonomi ialah disatu pihak cenderung mendobrak status quo dengan cara mengubah hubungan kekuasaan antara negara-negara imperialis dan negara-negara lain, dan dilain pihak dengan perbuatan itu tidak dilakukan dengan menaklukan wilayah-wilayah, akan tetapi dengan cara menguasai ekonominya. Apabila suatu bangsa tidak dapat atau tidak mau menaklukan wilayah dengan tujuan untuk memantapkan kekuasaanya atas bangsa-bangsa lain, maka dapat mencoba mencapai tujuan yang sama dengan memantapkan kekuasaannya atas mereka yang menguasai wilayah itu. Sifat imperialisme ekonomi sebagai suatu metode yang tidak tampak, tidak langsung, tetapi cukup efektif untuk memperoleh dan mempertahankan dominasi atas bangsa-bangsa lain, terutama

Edisi Maret Koreksi.indd 39 4/19/2011 9:45:34 PM

Page 40: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

40

dengan mempergunakan cara ekonomi. Jika sesuatu negara tidak mungkin dapat dikuasai dengan jalan imperialisme militer, maka negara itu masih dapat dikuasai melalui ekonominya. Imperialisme ekonomi inilah yang sekarang sangat disukai oleh negara-negara imperialis untuk menggantikan imperialisme militer.9 Penguasaan imperial-isme ekonomi yang dilakukan oleh negara imperialis biasanya menggunakan model kapitalisme. Yaitu sebuah sistem ekonomi dimana individu secara privat melakukan kegiatan produksi, pertukaran barang, dan jasa pelayanan melalui sebuah jaringan pasar dan harga yang kompleks. Sistem kapitalisme dimana pemilik modal menjadi penentu dari seluruh kebijakan pasar dan harga barang dengan meminimalisasi kerugian dan memaksimalkan keuntungan. Pada saat berkembang revolusi industri banyak muncul para pemilik modal yang menguasai peralatan industri, mempekerjakan manusia untuk menjalankan mesin. Tujuan kapitalisme adalah biaya produksi yang murah dan keuntungan yang tinggi. Dengan kondisi ekonomi dan politik yang berkembang saat ini dimana kondisi perekonomian dunia baru keluar dari krisis. Jauh sebelumnya Karl Marx telah memprediksikan betapa kontradiksinya sistem ekonomi kapitalisme. Secara lebih rinci, berikut adalah hukum yang diajukan Marx yang relevan membedah kontradiksi kapitalisme. Pertama, hukum kemerosotan tingkat keuntungan (the law of

9 Hans J. Morgenthau, (1990), Politik antar bangsa, perjuangan untuk kekuasaan dan perdamaian, Bandung : Bina Cipta, hlm 56.

diminishing return). Hukum ini menyatakan bahwa ketika para kapitalis berusaha memperoleh keunggulan komperat i f dengan menanamkan modal dalam teknologi produksi baru yang padat modal dan menghemat tenaga kerja, pengangguran meningkat dan tingkat keuntungan merosot. Nilai lebih (keuntungan) hanya bisa diperoleh dari tenaga kerja manusia bukan mesin. Produksi semakin lama semakin mengurangi penggunaan tenaga kerja manusia, walaupun tingkat eksploitasi terhadap buruh yang masih bekerja sudah sangat tinggi, tingkat keuntungan cenderung merosot. Namun, penggangguran cukup signifikan dalam membendung tingkat inflasi di negara kapitalisme pusat. Meningkatnya harga barang karena uang yang beredar lebih banyak dari jumlah barang konsumsi, memaksa otoritas bank untuk menaikkan suku bunga. Harapannya, konsumsi masyarakat akan beralih untuk saving. Akan tetapi, suku bunga tinggi ini merugikan bagi debitur (peminjam) yang menyebabkan cost produksinya meningkat. Mau tidak mau perusahaan merasionalisasi buruhnya. Tingkat pengangguran yang semakin besar ini berguna untuk menekan konsumsi barang. Secara otomatis, berkurangnya uang beredar dan konsumsi yang turun akan menurunkan inflasi. Kedua, hukum disproporsionalitas (the problem of underconsumption). Hukum ini menyatakan karena kapitalisme mempunyai sifat yang anarkis dan tak terencana, maka sangat rentan terhadap instabilitas. Karena berbagai sebab, kapitalisme cenderung menimbulkan over produksi

atau kebalikannya, yaitu underconsumption (rendahnya daya beli). Hal ini berarti, para kapitalis tidak mampu menjual semua yang mereka hasilkan dengan menguntungkan, dan kaum buruh tidak mampu membeli barang yang mereka buat. Disproporsionalitas antara penawaran dan permintaan menimbulkan fluktuasi yang gila-gilaan (unpredictable condition) dalam sejarah kapitalisme. Hal ini digambarkan kadang-kadang pertumbuhan sangat tinggi, dan kadang-kadang terjadi resesi. impaknya meningkatkan kemungkinan keresahan sosial dan prospek bagi terjadinya revolusi sosial. Untuk menanggapi hal ini, pemerintah-pemerintah negara kapitalis sering kali melakukan campur tangan untuk menggalakkan perkembangan ekonomi.10 Disinilah kemudian industri militer mendapat posisi sebagai penyelamat ekonomi dimasa resesi. Pasalnya, produk industri militer tidak mengakibatkan konsumsi di negara produsennya yang bisa menyebabkan penurunan harga. Akan tetapi, orientasi devisa negara memberikan pengaruh terhadap pembukaan lapangangan kerja yang meningkatkan daya beli masyarakat maupun saving negara. Tidak salah jika pilihan jatuh pada industri militer, dan bukan suatu kebetulan industri militer dipilih, sebab industri yang sedang dilanda over produksi ini sebenarnya potensial, akan tetapi terhambat pertumbuhannya karena permasalahan struktural (konvensi persenjataan). Sebagai cara untuk

10 Coney Harseno, Imperium Militer dalam Epos Krisis Neoliberal, 15 Maret 2010, http://coneyharseno.multiply. com/journal/item/6.

Edisi Maret Koreksi.indd 40 4/19/2011 9:45:35 PM

Page 41: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

41

mempromosikan produk militer yakni perang. Alasan utama bagi negara produsen persenjataan militer seperti Amerika adalah masalah terorisme. Dengan adanya ratifikasi di sebagian besar negara tentang security act yang memberikan kewenangan negara dengan kekuataan bersenjata untuk menghancurkan jaringan teroris. Bisa ditebak arahnya, negara produsen persenjataan bisa terbebas dari peraturan yang mereka buat sehingga permintaan persenjataan akan terus berlanjut. Tidak semua industri G8 mengalami stagnasi yang berkepanjangan. Rusia cukup tertolong dengan naiknya pertumbuhan ekonomi akibat banjirnya permintaan produk persenjataan yang terkenal handal zaman perang dingin itu. Anggota lainnya juga menginginkan pertumbuhan ekonominya, sehingga banyak industri berteknologi tinggi ikut nimbrung memproduksi persenjataan walau dalam bentuk yang terbatas. Perusahaan mobil, komputer, ikut pula meramaikan pasar dengan memproduksi senjata. Bukan hanya Rusia pertumbuhan ekonominya terselamatkan oleh industri militer, penjualan senjata komersial kampiun perang AS, terutama ke negara berkembang, juga meningkat empat kali lipat pada periode yang sama. Bantuan dana sebesar US$ 750 juta setiap tahun guna membantu banyak negara, seperti Oman, Nepal, Etiopia, dan Jibuti dalam aktivitas membasmi terorisme yang terkait dengan FMS.11

11 Defense Studies, (2009), Bentuk Kerjasama dan Bantuan Militer Amerika Serikat dengan Negara Lain (1), 15 Maret 2010, http://defense-studies.blogspot.com/2009/08/bentuk-ker jasama-dan-bantuan-militer.html.

Bantuan militer Amerika Serikat ke Kolumbia, Filipina, Georgia, dan Indonesia juga ditingkatkan untuk mengatasi pemberontakan.

b. Revolutions in military affairs (RMA). Perubahan teknologi tidak terjadi dalam pola kontinuitas yang berjalan lama sebelum abad ke-19, baru sejak pertengahan abad ke-19, transformasi fundamental dalam teknologi militer mengikuti revolusi industri dan menjadi batas historis utama dalam hubungan teknologi dan strategi. Revolusi tersebut memiliki dua aspek yaitu kuantitatif dalam jumlah dan frekuensi perubahan yang besar dan kenaikan dramatis dalam kemampuan memproduksi jumlah besar produk militer baru. Aspek kualitatif dalam inovasi yang baik meningkatkan kapabilitas lama secara substansial maupun membuka kapabilitas baru. Efek-efek pokok revolusi teknologi militer ini terbagi atas lima katagori, yaitu daya tembak, proteksi, mobilitas, komunikasi, dan intelijen.12

1) Daya tembak, mulai meningkat sejak 1840-an ketika musket digantikan rifle, dan efektivitas peningkatan daya tembak berarti kemajuan kualitas senjata, termasuk kecepatan menembak yang lebih tinggi, jarak yang lebih jauh, akurasi yang lebih tinggi, ketahanan uji yang lebih baik, efek yang lebih destruktif, dan artileri yang semakin maju. Namun, beberapa teknologi ini telah mencapai puncaknya, karena pengembangan kapabilitas lebih jauh sulit untuk dicapai maupun tidak memiliki

12 Dinamika persenjataan konvensional memahami revolusi militer, hlm 2.

kegunaan yang mendesak. 2) Revolusi kapabilitas proteksi diri, berkembangnya lindung lapis baja seperti apapun tetap dapat dihancurkan, proteksi diri lebih mengarah kepada penyembunyian, seperti dengan mengacaukan alat deteksi musuh dengan electronic countermeasures (ECM) maupun menyebarkan kapabilitas militer dalam masyarakat sipil. 3) Revolusi mobilitas, juga berawal pada pertengahan abad ke-19, ketika di laut, kapal-kapal kayu dengan layar digantikan kapal-kapal besi bertenaga uap, memicu lahirnya kapal-kapal perang modern dengan berbagai inovasi teknologi. Di darat, revolusi mobilitas strategis ditandai dengan penemuan jalan kereta api, yang memungkinkan perpindahan dan penyediaan perbekalan bagi tentara dengan cepat, sehingga menjadi sentral dalam perencanaan perang. Penemuan mesin pembakaran internal pada akhir abad ke-19 memperluas revolusi mobilitas dengan penemuan tank, pesawat tempur, dan kapal selam. Pesawat udara juga melipatgandakan mobilitas tentara, dan ia mengalami peningkatan dalam kecepatan, ketinggian, ketahanan, dan kapasitas sehingga sangat efektif dalam menyelesaikan berbagai misi. Revolusi mobilitas pada akhirnya mencapai dimensi ruang angkasa, sehingga relevan dengan revolusi komunikasi dan intelijen. 4) Komunikasi, diawali penemuan telegraf pada pertengahan abad ke-19 dan dilanjutkan pengembangan radio pada akhir abad ke-19, telah mencapai ruang angkasa dalam bentuk satelit,

Edisi Maret Koreksi.indd 41 4/19/2011 9:45:35 PM

Page 42: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

42

sehingga meningkatkan jarak dan arus komunikasi sehingga mempertinggi komando dan kontrol sentral terhadap militer. 5) Intelijen, juga berhubungan erat dengan kategori komunikasi. Misalnya, satelit yang memberi informasi tentang kondisi lokal kepada komando sentral, serta radio yang berkembang menjadi alat-alat deteksi seperti radar dan sonar yang meningkatkan arus informasi kepada komando dan proses pembuatan keputusan serta meningkatkan akurasi daya tembak. Revolusi teknologi intelijen kini didominasi sistem berbasis ruang angkasa (satelit) untuk mengamati musuh secara detail, dan komputer untuk menangani jumlah data yang besar. Transparansi yang tercipta dari teknologi intelijen menjadi penting dalam confidence-building measures dan verifikasi pengawasan senjata, walaupun pada akhirnya ia ambigu terhadap para pembuat keputusan yang memiliki prakonsepsi yang bias. Satelit juga mengubah sistem navigasi dengan penemuan global positioning system (GPS), yang meningkatkan akurasi daya tembak. Sehingga, tinggal lautlah yang dapat menolak penetrasi teknologi deteksi. Seluruh revolusi teknologi militer, seperti yang diuraikan di atas, adalah salah satu unsur terintegrasi dari revolusi yang lebih luas di bidang sains, teknologi, dan kondisi manusia. Apapun kekuatan penggeraknya, proses ke-majuan teknologi tersebut memiliki momentum yang berakar kuat di masyarakat, dan hal tersebut memiliki pengaruh yang amat besar dalam seluruh aspek masyarakat, termasuk

militer. Kedekatan teknologi sipil dan militer antara lain adalah metalurgi yang membangkitkan daya tembak juga menghasilkan mesin uap, serta ilmu kimia yang memproduksi bahan peledak juga mengembangkan industri kimia seperti pupuk dan obat farmasi. Kesamaan fungsi sektor militer dan sipil berarti banyak teknologi sipil memiliki aplikasi militer, namun hanya sedikit teknologi militer yang memiliki aplikasi sipil, sehingga ada argumen bahwa seluruh masyarakat sipil industrial memiliki potensi militer laten. Namun, kemajuan teknologi menciptakan berbagai pilihan teknologi, sehingga muncul berbagai cara independen dalam memenuhi tuntutan militer spesifik. Hal ini me-munculkan tekanan konstan atas formulasi strategi militer, sebagaimana dunia memasuki fase teknologi informasi. Terdapat banyak perbedaan antara fase industrial dengan fase informasi, yang akan mengubah kondisi sosial, ekonomi, dan politik peradaban manusia. Dalam banyak hal, fase informasi akan mengakselerasi karakteristik fase industrial, seperti pada penghargaan terhadap waktu, pembangkitan listrik, miniaturisasi, dan pembedaan legal kombatan/nonkombatan. Kedatangan fase informasi tidak menghapuskan pe-ninggalan peradaban industrial, namun melapisinya tanpa m e n g h a n c u r k a n n y a . Konsekuensi hal ini pada keamanan militer adalah munculnya generasi baru senjata serta perubahan konsepsi taktik dan strategi yang melibatkan sistem senjata tersebut. Dampak perubahan sejak abad ke-19

sangat jelas yaitu terjadinya akselerasi besar pada revolusi industri yang menambah perkembangan teknologi yang signifikan, namun pada iklim stabilitas internasional dengan periode perdamaian yang bertahan lama antara negara-negara besar.

5. Kesimpulan Seiring derasnya arus globalisasi yang memengaruhi segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, berbagai negara telah berlomba-lomba dalam penguasaan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pertahanan negaranya. Pemanfaatan kemajuan Iptek dalam bidang pertahanan, dapat memperkuat pertahanan suatu negara dan juga menimbulkan ancaman bagi negara lain. Pemanfaatan teknologi ini dapat meningkatkan kemampuan alutsista dan peralatan militer lainnya, misalnya memperjauh jarak tembak rudal, meningkatkan kemampuan anti radar, meningkatkan ke-mampuan senjata kimia dan biologi (chemical/biological weapon). Sedangkan dari aspek ancaman yang ditimbulkan dapat berupa electronic warfare, information warfare, cyber warfare dan psychological warfare. Pemanfaatan teknologi tersebut akan berpengaruh besar pada kondisi pertahanan dan keamanan dunia. Dengan Iptek, sistem persenjataan dan alat peralatan baru dapat diciptakan untuk mendukung keperluan militer/pertahanan yang lebih andal, lebih akurat, dan lebih cepat dan fleksibel pengerahannya.

a. Banyak negara yang menyadari pentingnya mengembangkan industri militer nasional. Selain untuk menghemat biaya, kemandirian industri militer

Edisi Maret Koreksi.indd 42 4/19/2011 9:45:35 PM

Page 43: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

43

juga bertujuan menghindari intervensi terlampau jauh dari negara pemasok senjata terhadap kebijakan pertahanan nasional. Bahkan, dalam politik imperialisme pengembangan industri militer dapat digunakan sebagai alat penekan negara lawan, dan juga merupakan komoditi untuk meningkatkan perekonomian negara.

b. Military industrial complex pada abad 21 sekarang ini berbeda dengan era perang dingin. Perangkat perang masih dimainkan oleh aktor-aktor seperti general dynamics, lockheed martin, northrop grumman, dan raytheon. Meski demikian, inovasi lain yang mendorong kemajuan perangkat perang teknologi tinggi sebenarnya juga berasal dari perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki track record dalam bisnis pertahanan. Produsen piranti elektronik berbasis teknologi tinggi seperti IBM dan Hewlett Packard juga turut menerobos masuk ke dalam bisnis militer.

c. Dampak RMA abad ke-19 sangat besar dalam konteks pembangunan kekuatan militer. Perkembangan militer pada periode antar Perang Dunia merupakan akselerasi perubahan teknologi yang telah menjadi fitur revolusi selama 150 tahun yang lalu. Revolusi militer pada periode ini berlaku di seluruh medium perang termasuk kekuatan udara dan perang darat strategis. Periode ini telah mengembangkan perubahan radikal atas perang pada tingkatan taktis, operasional, dan strategis dan memengaruhi geostrategi sehingga mem-perbaiki cara perang, namun

tetap mementingkan arti perang total sehingga tidak mengubah pandangan tentang akhir perang. Senjata nuklir dan perubahan-perubahan lainnya yang sedang berlangsung telah diinterpretasikan secara luas sebagai RMA. Senjata nuklir telah berkembang jauh hingga menawarkan teknologi baru seperti senjata termonuklir dan bom hidrogen dengan hulu ledak yang berkekuatan jauh lebih besar. Salah satu pandangan atas dampak senjata nuklir menginterpretasi bahwa ia memiliki efek yang berbeda dengan sistem persenjataan lainnya, yaitu membuat perang antara negara-negara besar semakin tidak mungkin dengan adanya gagasan deterrence.

6. Pelajaran yang dapat dikembangkan Dalam rangka membangun kekuatan nasional, maka strategi kebijakan pertahanan negara harus dikembangkan untuk menghadapi bentuk perang total. Aspek penting dalam mengembangkan kebijakan pertahanan adalah tersedianya kapabilitas militer yang memadahi. Belajar dari pengalaman dan penjelasan tersebut diatas, maka hal-hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Pembangunan kekuatan TNI harus mampu mewujudkan faktor penangkalan (deterrent effect) yang memadahi. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan elemen industri sebagai tulang punggung modernisasi alutsista untuk menanggulangi ketergantungan luar negeri. Indonesia telah memiliki perusahaan persenjataan dan peralatan militer, PT Pindad (persero), PT PAL, dan PT Dahana yang mampu memasok peralatan

militer yang cukup bersaing, dan juga PT Dirgantara Indonesia (PT DI) yang telah mampu memproduksi pesawat angkut ringan.

b. Dengan kebijakan politik anggaran yang tepat, maka akan mendorong perkembangan industri strategis dalam negeri didalam memenuhi kebutuhan militer dan sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penghematan devisa negara. c. Teknologi baru cenderung menyebar ke negara-negara lain cukup cepat, apa yang dibutuhkan untuk menjadi negara besar berubah dari masa ke masa, namun negara-negara yang menjadi kekuatan besar cenderung konstan mengesankan kemampuan beradaptasi yang kuat. Jurang pemisah antara kapabilitas negara besar, negara medium, dan negara kecil semakin meningkat, meskipun tidak selalu menentukan akhir perang dan sebagian besar teraplikasi pada strategi simetris. Revolusi kekuatan militer berturut-turut cenderung memperlebar jurang tersebut karena negara terkuat meningkat dengan lebih cepat daripada negara-negara yang lebih lemah. Untuk itu, Indonesia perlu juga merespon terhadap RMA, agar mampu melakukan menyesuaikan perubahan radikal atas perang. Dengan melakukan penyesuaian terhadap RMA, maka akan terjadi perbaikan strategi dan peningkatan taktis operasional.

Edisi Maret Koreksi.indd 43 4/19/2011 9:45:35 PM

Page 44: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

44

I. Data Pokok

Nama : Agus Sularso, S.H., M.Si.Pangkat/Korp/NRP : Kolonel Arm/29374Tempat/Tgl Lahir : Solo/11 Agustus 1957Agama : IslamStatus : KawinSumber Pa/Th : Akmil/1981Jabatan : Sahli Pangdam IX/Udayana, Bidang Ekonomi

II. Riwayat Pendidikan

Dikbangum

1. AKABRI 19812. Sussarcab Arm 19803. Suslapa Arm 19914. Seskoad 19995. SSPS Unhan 2009

Dikbangspes1. Sussar Para 19802. Susstaf yon 19833. Tarterinbekmin 19844. Suspabinlat 19875. Binfung Komando 19926. Susrenstra 20017. Susdanrem 2007

III. Riwayat Penugasan

Dalam Negeri1. Ops Tim-Tim 1987

Luar Negeri1. Sapkar Indopura (Singapura) 19952. Operator Mer 155mm/FH2000 Singapura 19963. Belajar (California) 2010

IV Riwayat Jabatan

1. Danton Yonarmed-9/K2. Pamu Rai A Yonarmed-9/K3. Pa Rai A Yonarmed-9/K4. Dan Rai A Yonarmed-9/K5. Kasi-2 Ops Yonarmed-9/K6. Gumil Deptaktik Pusdik Armed7. Kasetum Pusdik Armed8. Dansatdik Suspim Pemdagri Pusdikart9. Wadanyon Armed-7 Dam Jaya10. Kasubgar-0503/JB11. Kasilat Baglat Pussenart12. Kabag Binsat Armed Pussenart13. Danyon Armed-8/K14. Dandim-1702/JW Dam XVII/TKR15. Waaspers Kasdam XVII/TKR16. Aspers Kasdam XVII/TKR17. Aspers Kasdam Jaya18. Dirbinlitbang Akmil19. Danrem-022/PT Dam I/BB20. Sahli Pangdam IX/UDY Bid.Ekonomi

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS

Edisi Maret Koreksi.indd 44 4/19/2011 9:45:35 PM

Page 45: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

45

Pemberdayaan wilayah per-tahanan secara intensif terus didiskusikan dan

dibahas melalui kegiatan ceramah, simposium, sarasehan dan seminar oleh TNI, pemerintah, segenap komponen bangsa dan instansi terkait, karena hingga kini belum ada kesatupaduan dalam konsep operasionalisasinya. Padahal pemberdayaan wilayah pertahanan ditujukan dalam rangka mendukung kepentingan nasional bagi pertahanan negara, sehingga perlu sinergitas segenap komponen bangsa terkait, khususnya TNI dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002

tentang Pertahanan Negara pasal 1 ayat 2, menjelaskan bahwa “sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta, yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumberdaya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh Pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan menjaga keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman” 1. Sementara itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004

1 Periksa : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada pasal 1 ayat 6.

tentang TNI, pasal 7 ayat (2) b, butir 8 menyebutkan bahwa tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) adalah “memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini, sesuai dengan sistem pertahanan semesta (sishanta)”. Selanjutnya, penjabaran pada masing-masing angkatan dipertegas dalam pasal 8d, 9e dan 10d, dimana Angkatan Darat bertugas melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat, Angkatan Laut bertugas melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di laut dan Angkatan Udara bertugas melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di udara.

Sedangkan Doktrin TNI Angkatan Darat “Kartika Eka Paksi”, mencantumkan bahwa pemberdayaan wilayah pertahanan itu harus dilakukan dengan “perencanaan, pengembangan, pengerahan dan pengendalian wilayah pertahanan untuk kepentingan pertahanan negara di darat, sesuai dengan sishanta, melalui pembinaan teritorial (binter)“2, yaitu dengan:

1. Membantu pemerintah me-nyiapkan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan aspek darat 2 Periksa : Naskah Sementara Doktrin TNI Angkatan Darat “Kartika Eka Paksi” (Disahkan dengan Keputusan Kasad Nomor KEP/23/IV/2007 tanggal 24 April 2007).

TINJAUAN YURIDIKSI PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN

Oleh : Mayor Inf Ir. Joko Tri Hadimantoyo (Kasi Listrasat Subdis Lissainfo)

»

Foto

Istim

ewa

Sinergitas TNI, Pemerintah Daerah dan segenap komponen bangsa harus terus dipupuk dalam rangka pemberdayaan wilayah pertahanan

Edisi Maret Koreksi.indd 45 4/19/2011 9:45:35 PM

Page 46: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

46

yang dipersiapkan secara dini, yang meliputi wilayah pertahanan beserta kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan Operasi Militer untuk Perang (OMP), yang pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan negara sesuai dengan Sishanta.

2. Membantu pemerintah menyelenggarakan pelatihan ke-militeran secara wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Membantu pemerintah mem-berdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

Sekilas terlihat bahwa pemberdayaan wilayah pertahanan seakan menjadi domain TNI, yang dijabarkan Angkatan Darat dengan tugas membantu pemerintah semata, padahal menyiapkan potensi daerah menjadi kekuatan pertahanan juga sejalan dengan tugas atau urusan pemerintah di daerah, sebagaimana dinyatakan pada pasal 10 ayat (3) “Bab III Pembagian Urusan Pemerintahan” bahwa urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah, meliputi politik luar negeri, pertahanan3, keamanan,

3 Periksa : Implementasi Binter dalam mendukung Pembangunan Nasional, yang ditulis oleh Dr. Kausar, AS, M.Si., Dirjen

yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Selanjutnya diperjelas pasal 10 ayat (4) dan ayat (5), tentang kewenangan Pemerintah dalam urusan pemerintahan dan diluar urusan pemerintahan, serta pasal 13 ayat (1)b dan 14 ayat (1)b tentang kewenangan daerah dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang, sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 22 menegaskan pula bahwa dalam rangka otonomi, daerah mempunyai kewajiban diantaranya, yaitu “melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI”. Disini, jelas bahwa tugas pemberdayaan wilayah pertahanan merupakan tugas penting dalam rangka menjaga keutuhan NKRI, yang harus mendapatkan perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya4.

Pemerintahan Umum Depdagri. (Penjelasan pasal 10 ayat (3) bahwa yang dimaksud dengan urusan pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk Angkatan Bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya).

4 Periksa : Relevansi Pemberdayaan

Tinjauan yuridis jelas me-nyiratkan kepada TNI dan pemerintah bahwa dalam me-nyiapkan sistem pertahanan negara (sishanneg) yang dikenal dengan sistem pertahanan semesta (sishanta) diperlukan komunikasi dan koordinasi secara sinergis, integral dan terpadu, dengan memperhatikan potensi wilayah dan sumber daya nasional lain, sehingga terjadi kesinambungan antara perencanaan pembangunan daerah oleh Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kepentingan nasional yang dilaksanakan oleh TNI bagi pertahanan negara. Itulah sebabnya implementasi pertahanan negara hendaknya didasarkan pada prinsip pemberdayaan wilayah pertahanan, di mana ada pembagian peran yang jelas antara pemerintah dan TNI serta melibatkan komponen kemasyarakatan lainnya5. Namun hingga kini operasionalisasi konsep pemberdayaan wilayah pertahanan itu belum jelas. Pembagian peran antara TNI dan pemerintah dalam pemberdayaan wilayah pertahanan pun masih samar-samar6.

Wilayah Pertahanan dalam Strategi Pertahanan Nasional yang ditulis oleh Drs. Djoko Susilo, M.A, Anggota Komisi I DPR Periode 2004-2009. (Memberdayakan wilayah pertahanan, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI dalam jangka pendek maupun menengah tampaknya akan tetap menjadi kebijaksanaan penting Pimpinan TNI. Sistem pertahanan semesta yang mengandalkan pemberdayaan wilayah pertahanan tampaknya tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Sistem ini diyakini yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di Indonesia saat ini dan malahan juga dalam waktu dekat, baik karena kendala sumber daya maupun finansial, belum ada alternatif yang lebih baik yang bisa menggantikannya).

5 Dede Mardiana, 2006. Sinergitas TNI dan Pemerintah Daerah dalam Pemberdayaan Wilayah Pertahanan. Disampaikan dalam “Seminar Pemberdayaan Wilayah Pertahanan: Perspektif TNI dan Pemerintah Daerah” dalam rangka Dies Natalis ke-49 Universitas Padjadjaran. Bertempat di Gedung D Lantai 2 Kampus FISIP UNPAD, Jatinangor, 22 Agustus 2006.

6 Ibid4, hal 5.

Foto

Istim

ewa

» Memberdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung

Edisi Maret Koreksi.indd 46 4/19/2011 9:45:35 PM

Page 47: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

47

Selama Undang-Undang Pertahanan Negara dan Undang-Undang TNI diterapkan, pemberdayaan wilayah pertahanan yang dilaksanakan TNI dan Pemerintah Daerah hingga kini dirasakan belum berjalan sinergis, apalagi terpadu, terarah dan berlanjut bagi kepentingan nasional dalam mendukung Sishanta. Contoh Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang meliputi 22 % luas wilayah Jawa Barat, saat ini telah berubah fungsi menjadi lahan kritis, akibat pengembangan lahan pertanian dan pemukiman. Padahal DAS Citarum yang memiliki luas sekitar 6.450 kilometer persegi tersebut, merupakan sumber mata air bagi keberlanjutan fungsi bendungan Saguling, Cirata dan Jatiluhur, termasuk sebagai zona penyangga Ibukota Jakarta dan bagi kelangsungan roda perekonomian Jawa Barat. Di beberapa daerah, bahkan lahan pertanian yang disiapkan sebagai sumber logistik bagi Sishanta, banyak yang telah berubah fungsi menjadi pemukiman penduduk. Padahal penyiapan wilayah sebagai klasifikasi daerah pertahanan (daerah depan, daerah komunikasi dan daerah belakang)7 bagi pertahanan negara itulah yang menjadi inti kegiatan pemberdayaan wilayah pertahanan oleh TNI, yang juga harus dilakukan oleh Pemerintah dalam penataan wilayah. Meskipun konteksnya TNI menilai dari aspek pertahanan, dan Pemerintah dari aspek kesejahteraan, tetapi kegiatan pemberdayaan wilayah pertahanan tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Dalam mewujudkan pem-berdayan wilayah pertahanan, yang paling penting adalah bagaimana pembinaan potensi wilayah yang menjadi obyek pembinaan TNI, yang meliputi kondisi geografi, demografi dan kondisi sosial, dapat bersinergi

7 Ibid2, hal. 45-46.

dengan perencanaan pembangunan daerah oleh Pemerintah Daerah. Walaupun realitanya tugas TNI dalam memberdayakan wilayah pertahanan itu dilaksanakan oleh Angkatan Darat (Kowil), Angkatan Laut (Lantamal), Angkatan Udara (Lanud), TNI (Kohanudnas) di daerah-daerah, karena gelar kekuatan TNI tersebut berada di daerah-daerah, baik kekuatan terpusat maupun kekuatan ke-wilayahan. Legalitas TNI dalam pemberdayaan wilayah pertahanan, hendaknya terwadahi pula dalam Doktrin TNI “Tri Dharma Eka Karma” yang menyatu dan sinergi, serta dijabarkan oleh doktrin setiap angkatan, dengan tugas pemberdayaan wilayah pertahanan aspek darat, laut dan udara8. Mengingat penyiapan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan, sebenarnya termasuk di dalam tugas pemberdayaan wilayah pertahanan, sesuai amanah Undang-Undang TNI. Bagi Angkatan Darat, pem-berdayaan wilayah pertahanan harus dikoordinasikan dan di-komunikasikan, karena sinergitas peran kowil dalam penyusunan wilayah kompartemen strategis dan klasifikasi daerah pertahanan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RUTR) Pertahanan Darat, digunakan untuk kepentingan pertempuran darat dalam rangka mendukung Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Seharusnya penyusunan RTRW Pertahanan Darat itu sejalan dengan peran Pemerintah Daerah dalam perencanaan pembangunan di daerah, melalui Rencana Umum Tata Ruang (RTRW) Pemerintah Daerah. Sinergitas diperlukan, karena obyek pembinaan yang dilakukan oleh kowil, juga menjadi 8 Periksa : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada tugas masing-masing matra pasal 8, 9 dan 10.

obyek pembinaan dari Pemerintah Daerah. Sinergitas harus dilakukan karena penyelenggaraan penataan ruang, memang menjadi tugas dan kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai Bab III Klasifikasi Penataan Ruang pada pasal 4, 5, dan 6, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang9. Apa jadinya bila setiap tahun potensi wilayah yang harus disiapkan menjadi kekuatan pertahanan, dalam rangka pemberdayaan

9 Periksa : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Penjelasan Pasal 4 : “Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan”. Pasal 5 : (1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan. (2) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya. (3) Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. (4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan. (5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Pasal 6 : (1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana; b. p otensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan c. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. (2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer. (3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan. (4) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri).

Edisi Maret Koreksi.indd 47 4/19/2011 9:45:35 PM

Page 48: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

48

wilayah pertahanan, selalu berubah karena perencanaan pembangunan daerah oleh Pemerintah Daerah bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat. Jelas bahwa penataan ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, harus mampu bersinergi dengan kepentingan pertahanan negara, sebagaimana klasifikasi daerah pertahanan bagi kepentingan untuk perang. Selama Undang-Undang disahkan, hingga kini data-data up-date klasifikasi daerah pertahananan yang menyangkut RUTR Pertahanan Darat di setiap daerah yang menjadi tugas TNI dalam pertahanan negara bagi kepentingan perang belum berjalan optimal, karena tidak sejalan dan tidak sinergis pula dengan RTRW Pemerintah Daerah. Ada 3 (tiga) aspek pendekatan hubungan binter dengan pembangunan daerah10. Ketiga aspek tersebut, meliputi:

1. Pendekatan Fungsi. Dalam pendekatan ini ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu penyelenggaraan Binter tidak terlepas dari aparat pemerintah instansi vertikal, dan keberhasilan tugas pemerintah daerah/instansi vertikal dalam pembangunan merupakan bagian dari keberhasilan Binter.

2. Pendekatan struktur. Untuk pendekatan struktur ini yang patut diperhatikan, adalah Muspida/Muspika sebagai wadah unsur pimpinan daerah dalam membahas bidang kesejahteraan dan pertahanan keamanan, dan hubungan struktur organisasi Kowil dengan Pemda, yaitu karena adanya fungsi dan kewenangan.

3. Pendekatan tujuan. Sedangkan 2 (dua) aspek pendekatan tujuan

10 Periksa : Naskah Departemen Susdanrem Tahun Ajaran 2008 tentang Hubungan Binter dengan Pembangunan Daerah.

yang mendapat perhatian, yaitu kegiatan binter adalah untuk mewujudkan kekuatan pertahanan, dan kegiatan pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Paling tidak, ada 2 (dua) langkah yang bisa dilakukan kowil, dalam mewujudkan ruang juang yang tangguh bagi pertahanan negara.

1. Kowil harus melakukan kegiatan penyusunan dokumen rencana strategis produk sisrendal binter secara terus menerus (terkini), meliputi produk dasar (produk jangka panjang 5 tahun, yaitu Jukter, Anpotwil, Anpothan, dan Renbinter) dan produk operasional (produk jangka pendek 1 tahun, yaitu telbinter dan progbinter).

2. Hasil penyusunan dokumen rencana strategis produk sisrendal Binter itu selanjutnya dikomunikasikan atau dikoordinasikan dengan pihak Pemerintah Daerah yang memiliki otoritas dalam pembangunan di daerah melalui RTRW Pemerintah Daerah dihadapkan dengan RUTR Pertahanan Darat. Dengan demikian Kowil bisa membantu pemerintah untuk mewujudkan pemberdayaan wi-layah pertahanan, yaitu:

1. Memadukan program binter dengan program pembangunan daerah.

2. Memadukan atau me-nyelaraskan antara RTRW Pemerintah Daerah dengan RUTR pertahanan darat.

3. Memperjuangkan pembangun-an daerah yang dilaksanakan disamping untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, juga diarahkan bagi

kepentingan pertahanan negara.

* Penulis adalah Alumnus IPB, yang bertugas di Dinas Penerangan Angkatan Darat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kausar, AS, Msi., Dr. Implementasi Binter dalam mendukung Pembangunan Nasional. Denpasar, Bali, 2009.

2. Mardiana, Dede. Sinergitas TNI dan Pemerintah Daerah dalam Pemberdayan Wilayah Pertahanan. Bandung, 2006.

3. Naskah Departemen Susdanrem, Pusdikter, Pusterad, 2008.

4. Naskah Sementara Doktrin TNI Angkatan Darat “Kartika Eka Paksi”. Keputusan Kasad Nomor KEP/23/IV/2007 tanggal 24 April 2007.

5. Susilo, Djoko, Drs. Relevansi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan dalam Strategi Pertahanan Nasional. Jakarta, 2006.

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Edisi Maret Koreksi.indd 48 4/19/2011 9:45:36 PM

Page 49: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

49

I. Data Pokok

Nama : Ir. Joko Tri HadimantoyoPangkat/Korp/NRP : Mayor Inf/11050009600565Tempat/Tgl Lahir : Surabaya/06-05-1965Agama : IslamStatus : KawinSumber Pa/Th : Sepa PK/PSDP/1995Jabatan : Kasi Listrasat Subdis Lissainfo II. Riwayat Pendidikan

Dikbangum

1. Sepa PK/PSDP 19952. Sussarcab If 19953. Selapa If 2005

Dikbangspes1. Sussa Inggris 19992. Suspa Sutpam 20043. Tarlitpers 20044. Suskapen 20075. Susfung Ter 2008

III. Riwayat Penugasan

Dalam Negeri1. Ops. Rajawali VIII 1996 2. Ops Rajawali IX 19973. Pam VVIP/VIP RI II 20004. Pam VVIP/VIP RI I 20045. Pam VVIP Kasad India 20066. Pam VVIP Kasad Philipina 2006

IV. Riwayat Jabatan

Pama Pussenif Pama Kodam VIII/Trikora Pgs. Danton III Kipan DDanton II Kipan C Yon 753Danton I Kipan C Yon 753Pasi-3/Pers Yonif-753/AvtPasi-4/Log Yonif-753/AvtDankiban Yonif-753/AvtDankima Korem-173/PvbKapenrem-173/PvbPama PusinteladPasi Ops Balakpam PusinteladKasi Anev Baglisstrasat Subdis LissainfoKasi Lisstrasat Baglistrasat Subdis Lissainfo

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS

Edisi Maret Koreksi.indd 49 4/19/2011 9:45:36 PM

Page 50: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

50

Oleh : Mayor Inf Tugiman, S.H., M.Si. (Wadandenintel Dam III/Slw)

“Terorisme” di dunia bukan merupakan hal yang baru karena sejak tahun 1937, usaha untuk memberantas terorisme telah dilakukan antara lain melalui konvensi pencegahan dan peng-hukuman terorisme (convention for the prevention and suppression of terorism), dimana konvensi tersebut mengartikan terorisme sebagai “crimes againts state”. Kemudian melalui European Convention on the Suppression of Terorism (ECST) tahun 1977, maka terorisme mengalami suatu pergeseran dan perluasan paradigma yang semula dikatagorikan sebagai crimes againts state (termasuk pembunuhan dan percobaan pembunuhan kepala negara atau anggota keluarganya). Menjadi crimes againts humanity atau grooss violation of Humman Rights (pelanggaran berat) yang dilakukan sebagai bagian yang meluas/sistematik, karena serangannya ditujukan secara langsung kepada penduduk sipil lebih diarahkan pada jiwa orang-orang tidak bersalah (publik by in cocunt). Seperti halnya terjadi di Amerika Serikat, Indonesia dan negara lainnya yang memakan korban ribuan jiwa manusia sebagai akibat keganasan dan kebiadaban aksi teror mereka, sehingga menjadi momok yang sangat menakutkan dalam peradaban modern tanpa

memiliki justifikasi. Terorisme berkembang menjadi permasalahan aktual sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat tanggal 11 September 2001 atau yang dikenal dengan “September Kelabu” dimana aksi terorisme dilakukan dengan menggunakan tiga pesawat komersil milik perusahaan penerbangan Amerika Serikat yang dibajak dan dua pesawat diantaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Centre dan Gedung Pentagon, akibat aksi terorisme tersebut sekitar 3.000 orang (pria, wanita, dan anak-anak) terbunuh, dan sedikitnya 1.500 anak kehilangan orang tua.

Terorisme di Indonesia. Jauh sebelum aksi teror September kelabu (tanggal 11 September 2001) di New York, Amerika Serikat, serangkaian aksi teror terjadi di Indonesia, diantaranya pada tanggal 28 Maret 1981 pesawat DC-9 Woyla milik Garuda Indonesia yang akan berangkat dari Jakarta tujuan Medan, tiba-tiba dibajak oleh lima orang teroris yang mengatasnamakan “Komando Jihad” dibawah pimpinan Imran Bin Muhammad Zain melakukan aksinya dengan menyamar sebagai penumpang dan berhasil

membajak pesawat tersebut sampai di Bandara Don Muoang Bangkok (tanggal 31 Maret 1981). Mereka menuntut agar rekannya sebanyak 14 orang (anggota Komando Jihad) yang terlibat peristiwa penyerangan terhadap Polsek Cicendo di-bebaskan. Dalam penanganan aksi teror tersebut, Detasemen 81 Kopassus TNI AD berhasil menyelesaikan secara gemilang meskipun harus beroperasi di negeri orang. Keberhasilan ABRI dalam menumpas kegiatan terorisme ketika itu karena didukung adanya payung hukum yang jelas, sehingga disamping mampu membungkam kegiatan terorisme juga mampu mencegah berulangnya aksi-aksi terorisme di Indonesia sampai

dekade tahun 2000.

di Indonesia dan Pola Penanganannya

TERORISME

Edisi Maret Koreksi.indd 50 4/19/2011 9:45:37 PM

Page 51: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

51

Meskipun dampak dari adanya berbagai perangkat hukum yang berlaku pada saat itu, kemudian banyak kader-kader radikalis melarikan diri ke luar negeri, terutama ke Malaysia, Afganistan, dan Thailand, diantara mereka ada yang kemudian bergabung mengikuti latihan kemiliteran baik di Mindanao, Filipina Selatan, Thailand, dan Afganistan sejak tahun 1985 s.d. 1998, namun sistem yang berlaku saat ini benar-benar efektif dalam mencegah dan mengatasi kegiatan terorisme. Reformasi Indonesia yang terjadi pada tahun 1998 yang disusul dengan dibredelnya berbagai perangkat hukum, seiring dengan era keterbukaan, demokratisasi dan HAM membawa angin sejuk dan surga bagi kader-kader radikal yang sebelumnya sudah melakukan konsolidasi dan pelatihan di beberapa negara untuk kembali masuk/pulang kampung halamannya Indonesia dengan membawa sejumlah konsekuensi yang masih sulit dan samar untuk diprediksikan pada saat itu. Bersamaan dengan itu, link up jaringan mereka berhasil membawa masuk Dr. Azhari dan Noordin M. Top yang semula bertahta di Lukmanul Halim, Malaysia untuk ikut menyelinap ke Indonesia bersama rekan-rekan sepergerakannya, maka dalam waktu yang relatif singkat (+ 2 tahun) mereka berhasil melakukan konsolidasi, membentuk dan merekrut jaringan serta mulai melakukan aksi sejak tahun 2000. Ini merupakan akar dan benih terorisme di Indonesia yang berkembang hingga saat ini. Bom pertama meletus di Kedubes Filipina, bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di rumah Duta Besar Filipina mengakibatkan dua orang tewas dan 21 orang luka-luka, tidak lama kemudian disusul ledakan bom di Kedubes Malaysia (27/8). Bursa efek Jakarta (13/9)

yang mengakibatkan 10 orang tewas, 147 orang luka-luka dan 104 mobil rusak berat. Kemudian disusul dengan bom Natal 2000 di berbagai kota, yaitu Medan, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Mojokerto, Mataram, Pangandaran, Ciamis, Sukabumi, Antapani, Bandung, dan lain-lain yang melibatkan Enjang Bastaman dan beberapa kader jaring teroris lainnya. Setelah

rentetan bom pemanasan terjadi di berbagai wilayah di tanah air, maka pada giliran berikutnya tahun 2001 ledakan bom terjadi di Gereja Santa Maria Kalimalang, Jakarta; Plaza Atrium Senen, Jakarta; bom di sekolah Australia, Pejaten, Jakarta dan juga terjadi di Makasar yang melibatkan Hambali, Imam Samudra alias Usman, Agung alias Salahudin, dan lain-lain. Setelah

» Latihan anti teror Sat-81 Gultor KopassusFo

to Is

timew

a

Edisi Maret Koreksi.indd 51 4/19/2011 9:45:39 PM

Page 52: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

52

test case bom berhasil diledakkan di berbagai kota, maka pada gilirannya tanggal 12 Oktober 2002, ledakan bom yang dikenal dengan bom Bali I meledak di Sari Club dan Paddy’s Cafe mengakibatkan 202 orang meninggal dunia serta 300 orang luka-luka dengan pelaku Iqbal alias Arnasari alias Lacong, Dulmatin alias Joko Pitoyo, Umar Patek, Umar Wayan, Imam Samudra, Amroji, Abdul Rouf, Rudi Hidayat, Edy Junaedi dan lain-lain. Selain Bali, bom juga meledak di Bulungan, Jakarta; Palu, Sulawesi Tengah; Manado, Sulawesi Utara dan Makassar, disusul kemudian tahun 2003 di Wisma Bhayangkara, Mabes Polri (3/2), area publik terminal 2F Bandar Udara Sukarno Hatta dan disusul bom JW. Marriot I (5/8) dengan cara bom bunuh diri yang mengakibatkan 11 orang meninggal dunia dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka. Gembong utama pelaku bom Marriot I adalah Noordin M. Top dibantu oleh Azhari, Ismail dan (Asmar Latin Sani berbagai pelaku bom bunuh diri) mereka mendapatkan bahan bom dari Toni Togar anggota Jamaah Islamiyah yang berbasis di Lukmanul Halim Malaysia dan awal tahun 2002 pindah dari Malaysia ke Riau mengikuti adik iparnya Muhammad Rois (Alumni Lukmanul Halim Malaysia). Pada tahun 2004 muncul kembali rentetan bom di Palopo (10/1) yang menewaskan empat orang, disusul bom Kedubes Australia (9/9) yang menewaskan lima orang dan melukai ratusan orang dan di penghujung akhir tahun, ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah (12/12). Selanjutnya serangan bom tahun 2005 terjadi di Ambon (21/3), bom Pamulang, Tangerang (8/6), dan bom Bali II (1/10) yang menewaskan sekitar 22 orang dan melukai 102 orang, ledakan tersebut terjadi di Raja’s Bar dan Restaurant,

Kuta Square daerah Pantai Kuta dan di Nyaman Café, Jimbaran, Bali dan terakhir bom meledak di Pasar Palu, Sulawesi Tengah (31/12) yang menewaskan delapan orang dan 45 orang luka-luka. Dari tahun 2006 s.d. awal tahun 2009 terorisme di Indonesia mengalami masa surut setelah perburuan teroris gencar dilakukan dan menjadi titik perhatian dari berbagai pihak, para pelaku sebagian berhasil ditahan dan sebagian lainnya berhasil meloloskan diri, namun setelah sebagian keluar dari penjara dan jaringan yang meloloskan diri berhasil mengkonsolidasikan kekuatan bersamaan dengan itu pengawasan terhadap kegiatan terorisme mulai meredup, maka di pertengahan tahun 2009 muncul

latihan di Hutan Jantho, Aceh Besar; perampokan terhadap Bank CIMB dan penyerangan terhadap Mapolsek Hamparan Perak, Sumatera Utara yang saat ini sedang dalam penanganan aparat keamanan menjadi bukti bahwa terorisme belum berakhir di negeri ini. Perburuan terorisme. Per-buruan terorisme secara besar-besaran yang dilaksanakan oleh Densus 88 Mabes Polri telah berhasil menangkap dan menembak mati beberapa kader jaring teroris yang telah meresahkan masyarakat Indonesia, dimulai dari keberhasilan melakukan penggerebekan sarang teroris di Wonosobo, Jawa Tengah, berhasil menembak mati dua orang anggota Noordin M.

kembali serangan bom yang begitu dahsyat di Hotel JW. Marriot dan Ritz Carlton, Jakarta atau yang dikenal dengan bom Marriot II tanggal 17 Juli 2009 dengan pelaku bom bunuh diri Dani Dwi Permana dan Nana Ikhwan Maulana serta pelaku lainnya adalah Amir Abdillah, Ibrohim bin Ahmad Rodhin, Saefudin Jaelani alias Saefudin Zuhri. Diawal tahun 2010 dugaan kegiatan terorisme dengan terungkapnya jaringan terorisme yang melakukan

Top pada tahun 2004, kemudian disusul penggerebegan di Batu, Malang tanggal 9 November 2005 dan menewaskan gembong teroris yang paling dicari di Indonesia (DR. Azhari) serta berhasil menangkap delapan orang pengikutnya di Semarang, Jawa Tengah disusul kemudian dengan penyergapan di sebuah rumah Dsn. Beji Ds/Kec. Kedu Kab. Temanggung, Jawa Tengah, yang menewaskan Ibrohim tanggal 9 November

» Simulasi penangkapan teroris oleh pasukan anti teror

Foto

Istim

ewa

Edisi Maret Koreksi.indd 52 4/19/2011 9:45:39 PM

Page 53: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

53

2009, disusul penyergapan di Perumahan Puri Pahala Blok D 12 RT 4/12 Jatiasih, Bekasi (8/8) yang menewaskan Ari Setiawan dan Eka Peyong (sebelumnya terlibat dalam pengeboman, Mega Kuningan dan Kedubes Australia) disusul kemudian dengan penyergapan tim Densus 88 di Kp. Kepuh Sari RT. 03/11 Kel. Mojosongo Kec. Jebres, Solo yang menewaskan Noordin M. Top, Bagus Budi Pranoto alias Mistaqim Hasanudin (17/9) dilanjutkan dengan penangkapan terhadap Didin Burhanudin alias Baridin Latif mertua Noordin M. Top (24/9) di Cikelet, Garut, disusul kemudian dengan penggerebekan terhadap kelompok jaringan teroris yang sedang melaksanakan latihan di Hutan Jantho, Kab. Aceh Besar, Prov. NAD (12-03-2010) yang berhasil menangkap dan menembak mati beberapa kader jaring teroris dilanjut kemudian dengan penangkapan jaringan teroris di beberapa tempat seperti Cibiru, Subang dan Banjar sampai dengan perburuan teroris di Sumatera Utara dan kejadian terakhir berupa ledakan bom yang dibawa dengan sepeda onthel yang terjadi di dekat pos Polisi Pasar Sumber Artha, Kalimalang, Bekasi.

Hangat-Hangat Tai Ayam Dalam perjalanan sepuluh tahun terakhir aksi terorisme di Indonesia telah menempatkan negara ini sebagai satu-satunya negara yang paling banyak mengalami ancaman/serangan terorisme. Kejadian terorisme di Amerika Serikat tanggal 11 September 2001 yang menelan korban sekitar 3.000 orang tidak identik dengan terorisme di Indonesia. Perbedaan prinsip terletak pada metode, pola, teknik dan taktiknya dimana aksi terorisme di Amerika Serikat melibatkan jaringan teroris dari luar negara AS dan menjadikan Pentagon sebagai sasaran startegis, sehingga manuver gerakan berupa serangan mendadak dan tiba-tiba karena kelompok teroris tidak bisa melakukan konsolidasi, merekrut dan menyiapkan kader di dalam negara Amerika Serikat, sedangkan yang terjadi di Indonesia, jaringan terorisme masuk ke Indonesia pasca reformasi 1998 merupakan perpaduan antara kader jaring terorisme yang berasal dari Indonesia dan kader jaring terorisme luar negeri terutama Malaysia yang sebelumnya telah mengikuti pendidikan/latihan di Mindanao, Thailand, Afganistan, dan lain-lain masuk secara bersama-sama dan

membangun jaringan di berbagai wilayah di Indonesia untuk kemudian melakukan operasi dengan target sasaran strategis di Indonesia. Perbedaan nuansa, metode, pola, taktik, dan teknik tersebut sebagai suatu yang paradoks ketika Amerika Serikat yang mengembangkan politik pertahanan preventif aktif dan menganut filosofis bahwa perang tidak boleh terjadi dalam wilayah negaranya melainkan musuh harus dihancurkan di negara asal, sementara Indonesia mengembangkan politik pertahanan defentif aktif yang berarti tidak agresif dan tidak ekspansif sejauh kepentingan nasional tidak terancam ternyata menghadapi permasalahan yang bertolak belakang dengan kenyataan yang semestinya, padahal seharusnya apabila bertitik tolak dari sistem pertahanan dan keamanan dua negara maka kejadian tersebut tidak seharusnya terjadi baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia, namun maknanya menjadi lain ternyata serangan terorisme menghantam Amerika Serikat yang menerapkan sistem pertahanan refresif aktif dan petualangan terorisme juga menggerogoti Indonesia yang menerapkan sistem defentif aktif dalam politik pertahanan dan keamanannya. Permasalahan lainnya adalah ketika Amerika Serikat mendapatkan ancaman/serangan bom 11 September 2001, negara tersebut dengan segala kekuatan dan kemampuannya dikerahkan secara maksimal untuk mengatasi agar aksi teror agar tidak berulang kembali di Amerika Serikat meskipun dengan berbagai resiko baik secara ekonomi, politik maupun resiko lainnya termasuk melakukan operasi di luar wilayah negaranya. Lalu bagaimana dengan yang terjadi di Indonesia? Apa yang terjadi di Indonesia bermakna tidak segaris ibarat pepatah lain

» Peledakan Hotel Ritz Carlton, Jakarta oleh teroris

Foto

Istim

ewa

Edisi Maret Koreksi.indd 53 4/19/2011 9:45:39 PM

Page 54: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

54

ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, pengungkapan terorisme di Indonesia ibarat “makan sambal pedas” yang ketika dimakan merasakan pedasnya dan terpongah-pongah untuk tidak melakukan lagi tapi ketika rasa pedas sudah hilang rasa pedasnya bersamaan dengan itu menghilang pula apa yang pernah dirasakannya atau dengan kata lain ketika aksi terorisme sedang terjadi semua lapisan masyarakat terperangah dan tergugah untuk melakukan berbagai langkah antisipati tetapi kondisi itu tidak berlangsung dalam waktu yang lama dan tidak terstruktur dalam sistem sosial sehingga dengan mudah kemudian secara perlahan masyarakat melupakan dan bahkan kehilangan kewaspadaan, baru setelah muncul aksi teror kembali mereka sadar demikian seterusnya. Mengapa teroris memilih Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas tentunya akan tergantung dari sudut pandang dan pendekatan masing-masing, namun secara umum ada beberapa faktor yang menjadi sebab tumbuh subur dan berkembangnya terorisme di Indonesia. Kegiatan terorisme pada umumnya dilatarbelakangi oleh beberapa motif, seperti motif sosial, motif politik atau motif agama. Dilihat dari motif yang melatarbelakangi tindakan terorisme di Indonesia, maka ketiga motif tersebut ikut memengaruhi gerakan terorisme di Indonesia. Pertama, motif sosial, yang mendorong jaringan terorisme melakukan aksinya karena dalam pandangannya mereka menganggap bahwa akar permasalahan yang terjadi di beberapa belahan dunia adalah akibat kesenjangan sosial sebagai dampak perilaku Negara Adidaya (Amerika Serikat) yang dinilai tidak adil, melaksanakan politik belah bambu dan banyak merugikan negara-negara yang berpenduduk muslim. Atas dasar keyakinan

tersebut muncul keinginan untuk melakukan pembalasan (balas dendam), namun disisi lain mereka melihat Amerika Serikat sebagai negara super power yang memiliki sistem keamanan super body, sehingga berimajinasi bahwa pembalasan terhadap ketidakadilan tersebut tidak bisa dilaksanakan dengan tekanan sosial, tekanan militer atau tekanan politik, hukum dan keamanan, menghadapi konfigurasi demikian, maka kemudian mereka memilih jalan satu-satunya dengan kegiatan terorisme dan ini terbukti berhasil melalui aksi teror September Kelabu yang menghantam WTC di New York, AS tanggal 11 September 2001. Selain motif sosial, motif agama dalam konteks pemahaman yang terbatas dengan mengandalkan pemahaman terhadap doktrin Jihad yang sempit telah menjadi motivasi pendorong kader-kader teroris melakukan aksi terornya dengan menggunakan cara bom bunuh diri, karena dalam pandangannya hanya melalui aksi-aksi seperti itu bagi mereka merupakan satu-satunya jalan menuju rumah surga yang mereka idam-idamkan. Pandangan tersebut

disamping telah mengobrak-abrik pondasi dasar ajaran Agama Islam yang Rahmatan Lil Alamin juga telah menciptakan persepsi yang salah dalam percaturan dunia terhadap umat Islam, seolah- olah Islam sebagai penebar permusuhan dan menakutkan padahal kegiatan tersebut hanya dilakukan oleh kelompok kecil dari orang-orang yang sebenarnya telah menyimpang dari kaidah dasar Ajaran Islam itu sendiri. Selain motif sosial dan agama. Terorisme di Indonesia juga memiliki motif politik baik dalam skala global untuk menghancurkan Amerika Serikat maupun dalam skala regional dan nasional yang mencita-citakan suatu bentuk negara tertentu, selain itu Indonesia menjadi sasaran teroris karena jaring terorisme menganggap Indonesia ikut memperjuangkan dan memromosikan demokrasi yang diperjuangkan oleh negara barat dan dianggap bertentangan dengan paham/ideologi yang mereka yakini. Kedua, kultur masyarakat Indonesia. Perjalanan panjang aksi terorisme pasca reformasi 1998 s.d. saat ini menunjukkan adanya benang merah kader jaring terorisme menemukan habitatnya di Indonesia, dalam kurun waktu sekitar 10 tahun jaringan terorisme telah berhasil melakukan konsolidasi organisasi, perekrutan kader, pelatihan sampai menentukan sasaran dan melakukan serangan berupa peledakan bom. Mata rantai ini terjadi karena kultur dan budaya masyarakat yang ambivalen dalam menyikapi masalah terorisme yang cenderung “panas-panas tai ayam”. Disatu sisi, masyarakat Indonesia mudah bereaksi terhadap tindakan terorisme namun disisi lain masyarakat juga sangat mudah untuk cepat melupakan tindakan terorisme itu sendiri, akibatnya kepedulian, kepekaan dan kewaspadaan terhadap ancaman terorisme menjadi sangat lemah, kondisi inilah yang dijadikan surga

Foto Istimewa

Edisi Maret Koreksi.indd 54 4/19/2011 9:45:39 PM

Page 55: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

55

bagi para teroris dalam menjalankan aksinya, proyeksi analisis tersebut dapat dibuktikan dalam perburuan terhadap dua aktor utama terorisme Indonesia (DR. Azhari dan Noordin M. Top) yang memakan waktu hampir 10 tahun, dua orang aktor utama terorisme tersebut berhasil malang melintang dan berkali-kali melakukan aksi teror di Indonesia karena mereka mampu menyatu dengan masyarakat, bergerak bebas dari satu titik ketitik lainnya dan, bahkan dalam perjalanannya Noordin M. Top sempat nikah dua kali selama di Indonesia. Noordin M. Top memiliki tiga orang istri, istri pertama bernama Siti Rahmah yang dinikahinya di Malaysia sebelum menyelinap ke Indonesia. Istri kedua bernama Munfiatun yang dinikahi di Pasuruan, Jawa Timur dan istri ketiga adalah Arina anak dari Baridin Latif yang dinikahi di Cilacap, Jawa Tengah dan memiliki dua orang anak. Dalam perjalanan hidup dan gerakannya jaring teroris hidup secara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dan memilih rumah kontrakan sebagai safe house yang mereka nilai paling aman. Untuk menutupi aktivitas yang sebenarnya dan bersosialisasi dengan masyarakat, mereka menggunakan kedok berjualan guna menyamarkan kegiatannya, permasalahan ini menjadi faktor utama bagi tumbuh dan berkembangnya terorisme di Indonesia yang sekaligus juga sebagai hambatan utama bagi pemberantasan terorisme di Indonesia. Ketiga, masalah hukum. Berkembangnya terorisme di Indonesia bukan saja didasarkan pada faktor motif dan kultur sosial sebagaimana diuraikan diatas, namun demikian juga ditopang adanya sistem hukum yang lemah. Bila dilihat dari status asal gembong teroris Indonesia (DR. Azhari dan Noordin M. Top) mereka sebenarnya bukan warga Indonesia, melainkan

warga Negara Malaysia, timbul pertanyaan lalu mengapa mereka tidak melakukan aksi di negaranya atau di negara lain di luar Indonesia, salah satu jawaban mengapa mereka memilih Indonesia sebagai target dan sasaran terorisme adalah lembeknya sistem hukum di negara ini, sebagaimana kita katahui bersama bahwa Malaysia dan Singapura memiliki perangkat hukum penangkal penanganan terorisme yang sedemikian kuat dan dikenal dengan “Internal Security Act” (ISA) yang memberikan kewenangan bagi lembaga intelijen untuk menangkap orang-orang yang dicurigai akan melakukan tindakan terorisme, dengan perangkat hukum yang sedemikian ketat membuat mereka terisolasi dan tidak berani melakukan aktivitas apapun, sehingga sebagai solusinya mereka mengincar Indonesia karena memiliki sejumlah ruang yang memungkinkan untuk melakukan aksi terornya. Lantas apakah Indonesia harus meniru Malaysia dan Singapura rame-rame memberlakukan ISA?? Permasalahannya tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan dan mengcopynya untuk diberlakukan, hal yang lebih esensial dan perlu mendapatkan skala prioritas adalah bagaimana agar aparat keamanan (dalam konteks yang luas) memiliki payung hukum yang jelas untuk melakukan counter terhadap aksi-aksi teror yang sangat membahayakan peradaban kehidupan manusia, termasuk didalamnya bagaimana membuat sebuah sistem penanggulangan terorisme yang efektif mengingat terorisme yang terjadi saat ini dirasakan sudah berada pada titik krusial dan sangat meresahkan masyarakat Indonesia. Disisi lain terorisme tidak dapat ditanggulangi hanya dengan cara penegakan hukum semata, akan tetapi perlu sistem yang bekerja secara simultan dan bersama-sama baik pada aspek

sosiokultural, ekonomi, politik, hukum dan keamanan/pertahanan. Disadari bahwa landasan hukum pemberantasan tindak pidana terorisme telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 15/2003, akan tetapi dalam praktik pelaksanaannya ternyata aturan tersebut belum efektif untuk memerangi terorisme terutama dari aspek pencegahan dan deteksi dini, padahal faktor ini merupakan faktor penentu utama dan bernilai strategis dalam upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia. Disisi lain Undang Undang Nomor 34/2004 tentang TNI yang didalamnya memberikan tugas kepada TNI untuk mengatasi aksi terorisme (Pasal 7 ayat 2 huruf b) sampai saat ini masih mengendap dan belum dijabarkan secara jelas bagaimana pelibatan dan operasionalnya agar potensi besar yang dimiliki bangsa ini dapat diberdayakan secara maksimal dan sinergis dalam upaya mencegah dan menanggulangi terorisme. Keempat, masalah politik. Pemberantasan tindak pidana terorisme memerlukan dukungan politik yang kuat, sehingga diperlukan kesamaan pandangan dalam melihat terorisme sebagai musuh negara dan ancaman terhadap keselamatan bangsa. Oleh karenanya, penataan sistem politik terkait dengan bahaya teror, sehingga terwujudnya satu suara dalam penanganan masalah terorisme sangat diperlukan, karena dalam realitanya sering terjadi perbedaan sikap para elit politik dalam menyikapi kasus penanganan terorisme yang berakibat muncul tekanan politik seolah-olah penanganan terorisme mengarah pada umat tertentu atau tokoh-tokoh tertentu padahal sebenarnya penanganannya tersebut lebih berfokus dan ditujukan kepada aktor dan pelaku teror tanpa harus melihat status dan kapasitas orang perorang.

Edisi Maret Koreksi.indd 55 4/19/2011 9:45:39 PM

Page 56: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

56

Kelima, pemahaman agama yang salah. Dari rentetan kasus bom bunuh diri dan tertangkapnya para pelaku teror di Indonesia maka menggambarkan bahwa sejatinya jaringan terorisme bukanlah orang-orang yang mengerti dan memahami ajaran agamanya secara mendalam atau bahkan tidak memahami ajaran agamanya sama sekali, anak-anak inilah yang kemudian diincar oleh jaringan teroris untuk direkrut dan disiapkan menjadi pengantin-pengantin yang siap melakukan tindakan apapun sebagai akibat cuci otak dan indoktrinisasi yang sesat terhadap konsep dasar pemahaman jihad dan mati syahid yang dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga menimbulkan sikap dan fanatisme sempit atau bahkan menimbulkan keyakinan bahwa konsep jihad yang dia terima adalah sebagai satu-satunya kebenaran dan satu-satunya pilihan dalam perjalanan hidupnya. Akibat keyakinan tersebut, maka bom bunuh diri diyakini sebagai mati syahid dan satu-satunya jalan menuju surga, sehingga mereka rela melakukan apapun demi tujuan surga yang mereka cita-citakan. Menghadapi realita tersebut, maka pemberantasan tindak terorisme juga memerlukan kearifan lokal yang berorientasi pada kultur dan budaya masyarakat dengan lebih mengedepankan aspek yang bernuansa religius untuk memberikan pemahaman dan penyadaran bahwa tidak ada ajaran agama apapun di dunia ini yang menghalalkan aksi-aksi terorisme. Hal ini tentunya seiring dengan fenomena bahwa terorisme akan timbul dan tenggelam tergantung pada kondusifitas masyarakat yang menjadi habitat hidupnya yang sangat sulit diatasi dengan pendekatan hukum semata.Pola operasi DR. Azhari dan Noordin M. Top (gembong teroris) telah menggemparkan dunia melalui

aksi-aksinya selama kurun waktu + 7 tahun yang telah memakan korban ratusan jiwa manusia Indonesia serta mampu membangun pola serangan bom bunuh diri gaya Al Qaeda seperti yang dilaksanakan di Amerika Serikat. Mobilitas keduanya telah berhasil membentuk jaringan kader, memengaruhi dan membentuk sel jaringan baru serta berhasil meluluhlantakan beberapa sasaran strategis yang menjadi target/sasaran mereka seperti bom Bali, bom Kedubes Australia dan bom JW. Marriot. Saat ini kedua gembong teroris tersebut telah tiada, lalu muncul pertanyaan apakah dengan tewasnya dua gembong teroris berarti pula berakhir terorisme di Indonesia??? Ataukah aksi-aksi terorisme masih akan muncul di negeri ini?? Sejalan dengan pemikiran DR. AM Hendropriyono dalam mempertahankan Desertasinya untuk memperoleh gelar Doktor di UGM Yogyakarta yang berjudul “Terorisme dan Filsafat Analetika” Hendropriyono menyebutkan bahwa terorisme adalah suatu fenomena sosial yang sulit untuk dimengerti bahkan oleh para teroris sendiri. Menurutnya taktik dan teknik teroris terus berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan strateginya berkembang seiring dengan keyakinan antalogis atas ideologi atau filsafat yang menjadi motifnya. Lebih lanjut Hendropriyono menyampaikan bahwa “aktif atau fasifnya kegiatan terorisme yang timbul tenggelam tergantung kepada kondusif atau tidaknya lingkungan masyarakat yang menjadi habitatnya (baca pula Intelijen bertawaf, Prayitno Ramelan). Pola penanganannya bertitik tolak dari pandangan dan fakta-fakta sebagaimana diuraikan diatas, maka diprediksi yang paling mungkin adalah “bahwa ancaman teroris masih akan menghantui Indonesia”,

karena jaringan teroris yang sudah berhasil dibentuk oleh Noordin M. Top dan DR. Azhari sangat dipengaruhi oleh jaringan teroris Internasional yang mengombinasikan motif ideologi, politik dan sosial dengan sasaran antara. Meskipun beberapa gembong dan kader jaringan teroris telah tewas terbunuh, namun masih banyak kader dan jaringan lainnya yang memiliki keyakinan dan pemikiran sama, bahkan kader-kader tersebut sampai saat ini belum ditemukan keberadaannya seperti Zulkarnaen alias Daud alias Arif Sunarso, Dulmatin alias Joko Pitoyo, Umar Patek alias Abu Syekh alias Zaky, dll, bukan tidak mungkin mereka saat ini sedang konsolidasi dan menyiapkan kekuatan untuk sampai pada saat yang tepat menggelontorkan kembali bom-bom maut di sasaran-sasaran yang mereka tentukan. Menghadapi kemungkinan tersebut maka beberapa pola penanganannya yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: Pertama, mengingat motif terorisme di Indonesia menggabungkan antara motif sosial dan politik dengan titik berat motif ideologi/agama, maka pemahaman masyarakat terhadap ajaran agama (Negara Indonesia sebagai negara penduduk muslim terbesar di dunia) perlu mendapatakan prioritas perhatian seluruh elemen masyarakat agar seseorang tidak mudah tergelincir kepada fanatisme sempit yang mudah direkrut dan diindoktrinisasi untuk melakukan kegiatan terorisme dengan kedok jihad dan iming-iming surga. Lingkungan keluarga sebagai lingkungan terkecil perlu memberikan pemahaman yang benar, demikian pula lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal terutama madrasah dan pesantren yang ditopang oleh tokoh agama, ustad, kyai dan ulama memegang peran penting

Edisi Maret Koreksi.indd 56 4/19/2011 9:45:40 PM

Page 57: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

57

dan strategis dalam membentuk moral bangsa serta menanamkan akidah secara benar dan tepat agar tidak tergelincir pada kesesatan dan menjadi bagian dari jaringan terorisme. Kedua, menghadapi kultur masyarakat yang cenderung bersikap hangat-hangat tai ayam terhadap permasalahan terorisme yang perlu dibangun adalah respon, sikap, tekad, dan semangat masyarakat untuk satunya langkah dan perbuatan dalam menyikapi masalah terorisme dengan tetap mengedepankan kearifan lokal. Terorisme tidak mungkin mampu berkembang di Indonesia manakala seluruh lapisan masyarakat mau dan mampu mengisolir gerakan terorisme secara bersama-sama dan sungguh-sungguh. Dipahami Indonesia dengan luas wilayah yang sedemikian besar dan jumlah penduduk yang sedemikian banyak akan dihadapkan pada berbagai permasalahan, mengingat sampai saat ini sistem administrasi kependudukan belum terbangun sebagaimana mestinya. Namun, demikian apabila bangsa ini punya tekad dan semangat yang kuat, kondisi tersebut bukan menjadi alasan untuk bersama-sama melakukan sesuatu yang baik demi keselamatan bangsa ini. Masih ada dalam ingatan, dimana pada era orde baru pernah dibudayakan sistem wajib lapor 1 X 24 jam di RT/RW dan ternyata dampaknya sangat efektif, terutama untuk menangkal tindakan kriminal dan terorisme. Tanpa bermaksud mengekor sistem lama dan tidak pula berharap mengekang kebebasan masyarakat. Konsep tersebut dirasakan masih bisa diberlakukan kembali di masyarakat karena sistem ini dinilai efektif dan tidak memerlukan sistem/prosedur yang berbelit-belit serta pernah membudaya di lingkungan masyarakat Indonesia. Apabila sistem tersebut berjalan maka

jaringan teroris akan gerah dan berpikir seribu kali sebelum mereka melakukan aktivitas, apalagi dalam kenyataannya menunjukkan bahwa mereka hidup secara berpindah-pindah dan sering menggunakan rumah kost sebagai safe housenya, sehingga sistem tersebut, maka diharapkan siapapun yang masuk dari satu titik ketitik lain akan terkontrol dan terawasi oleh masyarakat itu sendiri yang pada gilirannya akan mematikan niat bagi siapapun yang ingin melakukan kegiatan terorisme di Indonesia Ketiga, penanganan terorisme akan lebih efektif apabila melibatkan peran serta seluruh komponen bangsa, karena ancaman terorisme pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap keselamatan bangsa. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut dipandang perlu menata ulang peran aparat keamanan (khususnya TNI, Polri dan lembaga intelijen) dalam penanganan terorisme untuk lebih sinergis dan berperan serta dalam penanggulangannya. Penanganan terorisme sesuai UU No. 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme yang menempatkan Polri sebagai garda terdepan, dilihat dari aspek yuridis memang logis terutama apabila melihat dan menempatkan terorisme sebagai ancaman kriminal murni terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat, namun manakala terorisme ditempatkan sebagai ancaman terhadap keselamatan negara (keamanan nasional), maka masih terbuka ruang untuk memberikan kewenangan kepada institusi keamanan lainnya khususnya TNI dan lembaga intelijen untuk berperan didalamnya, karena secara konstitusional sesuai UU No. 34/2004 tentang TNI telah tegas dan jelas memberikan kewenangan kepada TNI untuk mengatasi aksi terorisme, walaupun sampai saat ini penjabaran terhadap ketentuan tersebut pada tataran

operasional belum ada (termasuk didalamnya tentang peran intelijen dan komponen bangsa lainnya). Oleh karenanya, diperlukan penataan kembali agar ketiga institusi keamanan negara tersebut dapat bekerja secara sinergis dalam menangani masalah terorisme di Indonesia. Hal ini tentunya sejalan dengan garis kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikan pada saat upacara HUT TNI di Pangkalan Udara (Land) Halim Perdana Kusuma Jakarta (5/10). Pada kesempatan tersebut Presiden meminta agar Polri dan TNI dapat semakin bersinergis dalam menanggulangi aksi-aksi terorisme di Indonesia. Menurut Presiden, pada saat yang diperlukan, TNI dengan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang harus mendukung Polri untuk menanggulangi aksi terorisme, hal ini sejalan pula dengan statement pimpinan TNI yang bertekad untuk membantu Polri memberantas terorisme sebagaimana disampaikan oleh Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono di tempat yang sama (3/10) usai meninjau persiapan pelaksanaan HUT ke-65 TNI yang dipusatkan di Pangkalan Udara Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Konsepsi tersebut tentunya perlu dukungan politik yang kuat dari para elit politik bangsa, sehingga pada tataran pelaksanaan tidak menimbulkan ekses yang kontra produktif dan berdampak pada tidak optimalnya sistem dan prosedur yang sudah terbangun dan tergelar. Akhirnya semoga bayang-bayang kelam terorisme di Indonesia segera berakhir, sehingga Bangsa Indonesia bisa menatap masa depan yang lebih sejahtera, adil, damai, dan aman, “Baldatun Toyyibatun Wa Robbun Ghofur”.

Edisi Maret Koreksi.indd 57 4/19/2011 9:45:40 PM

Page 58: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

58

I. Data Pokok

Nama : H. TugimanPangkat/Korps/NRP : Mayor InfTempat/Tgl lahir : Yogyakarta/2 Januari 1963Agama : IslamStatus : KawinSumber Pa/Th : Secapa Tahun 1995Jabatan : Wadan Deninteldam III/Slw

II. Riwayat Pendidikan

Dikbangum

1. Madrasah Ibtidaiyah Negeri Tahun 1975 Yogyakarta.2. Sekolah Menengah Pertama Tahun 1978 Yogyakarta.3. Sekolah Menegah Atas Tahun 1982 Yogyakarta.4. Sarjana Hukum Tahun 1992 Unpas Bandung.5. Program Pasca Sarjana (S2) Kebijakan Publik Tahun 2010 Unpas Bandung.

Dikmil 1. Secaba Milsuk Tahun 19852. Sesarbaif Tahun 19853. Susjurba Ter Tahun 19884. Secapa Tahun 19955. Susarcabif Tahun 19966. Sussarpa Intel Tahun 19987. Tar Litsus Tahun 19978. Susjab/Suspung Intel Tahun 2007

III. Riwayat Jabatan

1. Danton Yonif-320/BP Tahun 1996.2. Danton Yonif-301/Pks Tahun 1997.3. Dantim Deninteldam III/Slw Tahun 1997.4. Pasus Sosbud Deninteldam III/Slw Tahun 1998.5. Dantimsus Deninteldam III/Slw Tahun 1998.6. Pasimin Deninteldam III/Slw Tahun 1998,7. Kapoksus/Analis Deninteldam III/Slw Tahun 1999.8. Pasiops Kodim-0618/BS Tahun 2000.9. Pasi Intel Kodim-0618/BS Tahun 2001.10. Pasi Intel Korem-063/SGJ Tahun 2005.11. Pjs. Pabandyalid Sinteldam III/Slw Tahun 2007.12. Pjs. Pabandyamin Sinteldam III/Slw Tahun 2007.13. Wadandeninteldam III/Slw Tahun 2008.

IV. Riwayat Penugasan/Operasi Minilter

1. Operasi Seroja Tim-Tim Tahun 1986.2. Operasi Manunggal TNI Tahun 1996.3. Operasi Intelijen JH-02 Tahun 2007.

RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS

Edisi Maret Koreksi.indd 58 4/19/2011 9:45:40 PM

Page 59: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

Media Informasi dan Komunikasi TNI AD

59

Semoga Tuhan YME selalumelimpahkan rahmat dan hidayah-Nyakepada kita dalam melanjutkan tugas

pengabdian kepada bangsa dan negara

Mengucapkan

Edisi Maret Koreksi.indd 59 4/19/2011 9:45:41 PM

Page 60: Media Informasi dan Komunikasi TNI AD · 2011. Pembaca setia Jurnal Yudhagama yang budiman, tanpa terasa saat ini kita sudah masuk pada awal tahun 2011 dan itu tandanya lembaran tahun

Volume 31 No. 1 Maret 2011

jurnal yudhagama

60

Edisi Maret Koreksi.indd 60 4/19/2011 9:45:43 PM